No. 61 tahun IV
8 Halaman
Rabu, 31 Maret 2010
Free Daily Newspaper www.bisnis-jakarta.com
Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021 - 5357602 (Hunting) Fax: 021 - 53670771
Bisnis Jakarta/sep
KINERJA - Dirut BRI Sofyan Basir (tiga kiri) beserta direksi lainnnya usai paparan kinerja tahun 2009 di Jakarta, kemarin. BRI mencatat pada tahun 2009 laba bersih Rp 7,31 triliun.
Korupsi Pajak Marak
Reformasi Birokrasi Gagal JAKARTA - Pengamat ekonomi Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada (UGM) Ichsanuddin Noorsy mengatakan reformasi birokrasi yang diklaim sukses hanyalah isapan jempol terbukti dengan masih maraknya korupsi pajak. “Banyak bukti yang terjadi selama ini tapi tak pernah disinggung. Kasus korupsi pajak Gayus sebenarnya hanya satu titik kecil dari puncak gunung es. Kasus ini menunjukan bukan hanya kegagalan remunerasi, tapi juga sistem good governance (tata kelola yang baik), kegagalan reformasi birokrasi,” katanya di Jakarta, kemarin. Ia mencontohkan, misalnya kasus Asian Agri yang menguap begitu saja. “Banyak kasus yang menguap, seperti kasus yang telah dibongkar media seperti Asian Agri juga menguap, apalgai kasus yang
tak terlihat,” katanya. Menurut dia, saat ini terjadi kegagalan sistem dan juga uang. Reformasi birokrasi dengan meningkatkan pendapatan secara drastis para pegawai negeri yang dimulai dari institusi Kementrian Keuangan ternyata tidak mampu mencegah perilaku korupsi. Menurut dia, sistem yang dibentuk oleh Kementrian Keuangan saat ini juga menjadi salah satu titik rawan bagi penyalahgunaan kewenangan. Kementrian Keuangan menurut dia, terlalu besar kewenangannya. Ia menerangkan, ada lima kewenangan dalam satu atap Kementrian Keuangan yaitu penerimaan, pengeluaran, pencatatan, pemeriksaan dan pengawasan. “Ini membuat kementrian keuangan menjadi institusi yang syarat konflik kepentingan. Sedianya kewenangan ini dipisahkan,” katanya. Untuk itu, menurut dia re-
formasi birokrasi harusnya dimulai dengan merestrukturisasi Kementrain Keuangan. Ia mengatakan kementrian keuangan seharusnya direstrukturisasi dalam lima badan yang masing-masing langsung berada di bawah presiden. Kelima institusi tersebut, adalah Badan Penerimaan Negara yang terdiri dari pajak dan bea cukai, Badan Anggaran, Badan AKutansi Nagra, Badan Treasury dan Badan Pengawas Keuangan atau Otoritas Jasa Keuanga (OJK). “Menteri keuangan itu mebawahi treasury, iu saja, tidak semuanya berada di bawah menteri keuangan,” katanya. Ia mengatakan, dengan adanya restrukturisasi di kementrian keuangan tersebut maka akan menghindarkan konflik kepentingan yang terjadi. “Ini meminimalisir penyalahgunaan kewenangan,” katanya. (ant)
Menkeu Gandeng PPATK-KPP JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengharapkan kerjasama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Komite Pengawas Perpajakan (KPP) untuk menyelesaikan kasus makelar pajak sebesar Rp 25 miliar. “Kemenkeu dengan PPATK telah menetapkan dan membangun kerjasama, dimana PPATK bersama Inspektorat Jenderal akan selalu memberikan informasi khusus,” ujarnya dalam konferensi pers di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, kemarin. Menkeu juga menambahkan PPATK sebelumnya telah memberikan data-data berupa beberapa transaksi mencurigakan yang belum dan telah ditindaklanjuti Inspektorat Jenderal (Irjen) untuk segera memberikan laporan awal pada minggu depan. Menurut dia, kerjasama tersebut juga diperlukan dalam menelusuri dan mendeteksi transaksi mencurigakan tidak
Sri Mulyani Indrawati
hanya dalam Dirjen Pajak, namun juga seluruh Kementerian Keuangan yang akan diseleraskan dengan standar operasional prosedur. “Nanti kita akan memonitor berapa jumlah aduan tanpa menyebut nama (karena itu merupakan) kerahasiaan dan berapa yang telah ditangani Irjen serta berapa transaksi yang bersih,” ujar Menkeu. Menkeu menambahkan kerjasama dengan PPTAK dilakukan juga untuk mencari kaitan antara GT dengan wajib pajak
dan hakim pajak, karena adanya dugaan kuat ada kerjasama GT antara wajib pajak dengan aparat lain. Sedangkan dengan KPP, yang anggotanya baru dilantik pada Jumat lalu, Menkeu mengharapkan, segera dibentuk unit-unit kerja memadai dan segera merekrut orang-orang pilihan, agar bisa membantu dalam memproses administrasi perpajakan dan kepabeanan yang selalu dianggap merugikan pihak lain, negara dan rawan penyalahgunaan. Ia menambahkan kasus makelar pajak ini merupakan kasus pertama dan awal, namun bukan kasus terakhir sehingga tidak memungkinkan munculnya prosedur lain yang menimbulkan kerawanan sehingga perlu dikoreksi dan dibutuhkan tindakan untuk mencegah kerawanan tersebut. “Ini merupakan tugas KPP, dan saya sebagai menteri keuangan memberikan akses untuk terus melakukan monitoring,” ujar Menkeu. (ant)
BRI Untung Rp 7,31 Triliun JAKARTA - Bank BRI pada 2009 mencatatkan laba bersih senilai Rp 7,31 triliun atau meningkat 22,66 persen dari perolehan 2008 Rp 5,96 triliun, sehingga mampu mempertahankan posisinya sebagai bank pencetak laba terbesar di Indonesia. Direktur Bank BRI Bambang Supeno, di Jakarta, kemarin, mengatakan pencapaian laba bersih tersebut didukung oleh kinerja cemerlang Bank BRI. Menurut dia, kinerja ini didorong penyaluran kredit terbesar di Indonesia yang mencapai Rp 205,52 triliun atau naik 27,61 persen dari tahun lalu. Pangsa pasar Kredit BRI terhadap total Kredit Perbankan Nasional meningkat dari 12,32 persen di 2008 menjadi 14,29 persen pada 2009. Dari sisi Dana Pihak Ketiga
(DPK), Bank BRI berhasil meningkatkan posisinya menjadi berada pada posisi kedua di Perbankan Nasional dari tahun sebelumnya pada posisi ketiga dalam pengumpulan Total Dana Pihak Ketiga (DPK). Pangsa pasar DPK BRI terhadap Total DPK Perbankan Nasional meningkat dari 11,49 persen di 2008 menjadi 12,88 persen pada 2009. Posisi DPK BRI pada akhir 2009 adalah Rp 254,12 triliun, meningkat 26,12 persen dari 2008 Rp 201,50 triliun. Sementara dari aset tumbuh 27,93 persen menjadi Rp 314,75 triliun (tetap pada posisi kedua di Perbankan Nasional). Pangsa pasar Total Aset BRI terhadap total aset perbankan nasional meningkat dari 10,65 persen di 2008 menjadi 12,49 persen pada 2009. (ant)
Inflasi Maret Terkendali JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memperkirakan, tekanan inflasi bulanan pada Maret 2010 sebesar 0,07 persen. Sedangkan inflasi tahunan 1,1 persen dan tahun berjalan 3,5 persen. Direktur Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter (DKM) Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, di Jakarta, kemarin, mengatakan perkiraan inflasi ini berdasarkan survei pemantauan harga 40 komoditas secara mingguan di 14 kota di Indonesia. “Bobot pemantauan BI ini merupakan 67 persen dari perhitungan yang dilaporkan oleh BPS (Badan Pusat Statistik),”
kata Perry seperti dikutip Antara. Dengan pemantauan awal ini mengindisikan tingkat inflasi hingga semester pertama tahun ini masih relatif rendah. Perry juga mengungkapkan, rendahnya inflasi Maret 2010 tersebut dipengaruhi oleh harga beras yang mengalami deflasi sekitar 0,2 persen. Perkiraan inflasi Maret ini lebih rendah dibanding Februari sebesar 0,3 persen (MoM), YoY sebesar 3,81 persen dan tahun berjalan (Janauari-Februari) sebesar 3,81 persen. BPS menyebutkan bahwa tingkat inflasi ini dipengaruhi oleh naiknya harga beras. (ahm)
KURS RUPIAH 9.000 9.500
9.070
9.080
9.137
10.000 26/3
29/3
30/3
Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi : Satria Naradha, Wakil Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab : Nariana Redaktur Pelaksana : Nikson, Gde Rahadi, Redaksi : Ahmadi Supriyanto (Koordinator Liputan), Suharto Olii, Indu P Adi, Achmad Nasrudin, Hardianto, Darmawan S Sumardjo, Heru B Arifin, Asep Djamaluddin, Ade Irawan, Ipik Tanoyo, Bambang Hermawan, Fellicca, Aris Basuki (Bogor), Rina Ratna (Depok). Iklan : Ujang Suheli, Sirkulasi : D.Swantara. Alamat Redaksi : Jalan Gelora VII No 32 Palmerah, Jakarta Pusat. Telpon (021) 5356272, 5357602 Fax (021) 53670771. Website : www.bisnis-jakarta.com, email : info@bisnis-jakarta.com. Tarif Iklan : Iklan Mini minimal 3 baris Rp 6.000 per baris, Iklan Umum/Display BW : Rp 15.000 per mmk, Iklan Warna FC : Rp. 18.000 per mmk Iklan Keluarga/Duka Cita : Rp 7.000 per mmk, Advetorial Mini (maks 400 mmk) Rp 4.500 per mmk, Biasa (lebih dari 400 mmk) Rp 6.000 per mmk. Pembayaran melalui Bank BCA No Rekening 006-304-1944 a/n PT. Bisnis Media Nusantara, Bank BRI No Rekening 0018-01-000580-30-2 a/n PT. Nusantara Media Baliwangi. Bukti transfer di fax ke (021) 53670771, cantumkan nama dan nomor telpon sesuai registrasi.
Penerbit : PT. NUSANTARA MEDIA BALIWANGI Wartawan Bisnis Jakarta membawa tanda pengenal dan tidak dibenarkan meminta/menerima sesuatu dari sumber.