Bisnis Jakarta - Senin, 03-08-2009

Page 1

No. 143 tahun III

8 Halaman

Senin, 3 Agustus 2009

Free Daily Newspaper www.bisnis-jakarta.com

Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021 - 5357602 (Hunting) Fax: 021 - 53670771

Pendapatan Negara 48,56 Persen

Bisnis Jakarta/dok

NAIK - Harga BBM dikhawatirkan bakal naik, karena saat ini kenaikan harga minyak mentah yang sudah di atas kemampuan anggaran negara.

Krisis Global

PHK Masih Berlanjut WASHINGTON - Presiden Barack Obama mengatakan pada Jumat lalu, angka PDB baru menunjukkan program stimulus pemerintah sedang mengerem resesi, namun ia memprediksi kehilangan pekerjaan akan berlanjut. Obama mengatakan ukuran terbaru pertumbuhan ekonomi AS menunjukkan bahwa resesi lebih baik dari sebelumnya ketika ia menempati kantornya, dan ekonomi sekarang sedang berjalan “lebih baik dengan dapat diukur” dibantu oleh program stimulus pemerintahnya. “Ini, dan kesulitan lain, tetapi penting, langkah yang kami ambil selama enam bulan, telah membantu kami menempatkan rem pada resesi,” ujarnya. Namun, Obama mengatakan, bahwa laporan bulanan pekerjaan yang akan keluar minggu depan kemungkinan menunjukkan kita masih terus kehilangan jauh terlalu banyak pekerjaan. “Tapi sejarah tidak menunjukkan bahwa Anda harus memiliki pertumbuhan ekonomi sebelum Anda memiliki pertumbuhan pekerjaan,” ujarnya. “Dan PDB hari ini merupakan suatu tanda penting bahwa perekonomian telah di depan arah yang benar dan bahwa investasi bisnis, yang telah merosot dalam beberapa bulan terakhir, menunjukkan tanda-tanda stabilisasi,” katanya. Sementara itu, Dana Moneter Internasional (IMF), mengatakan, pihaknya melihat resesi yang melanda ekonomi AS menjadi stabil didukung rencana pemerintah untuk mereformasi peraturan sektor keuangan. Lembaga multilateral memperkirakan PDB AS akan menyusut 2,6 persen pada tahun 2009, sedikit lebih buruk daripada estimasinya pada Juni yang memperkirakan kontraksi 2,5 persen. (ant)

Barack Obama

Dampak Krisis Bisa Ditekan BUKITTINGGI - Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono mengatakan, Indonesia termasuk negara yang berhasil meminimalkan dampak krisis terhadap ekonomi dalam negeri karena kebijakan antisipasi yang dilakukan pemerintah dan BI mulai semester II 2008. Pandangan itu disampaikan Boediono yang merupakan cawapres terpilih Pilpres 2009 itu, di Bukittinggi, akhir pekan lalu. Boediono menjelaskan, keberhasilan Indonesia dalam meminimalkan dampak krisis, pertama terlihat pada pertumbuhan ekonomi yang sebesar 4,3 persen pada triwulan I 2009, sementara negara-negara di kawasan umumnya pertumbuhan ekonominya negatif. Bahkan, tambahnya, pertumbuhan keekonomi Indonesia diperkirakan akan dapat

dipertahankan antara 4 - 4,5 persen dalam tahun ini dan diharapkan pada tahun depan kembali pulih dan tumbuh 5 persen. Selanjutnya kedua, inflasi terus turun, terlihat hingga Juni 2009 tercatat sebesar 3,7 persen yang merupakan tingkat terendah sejak 1999. Sedangkan yang ketiga, pertumbuhan ekonomi yang positif dan inflasi yang rendah serta rangkaian kebijakan anti kemiskinan yang dikeluarkan pemerintah telah menurunkan tingkat pengangguran dari 9,2 persen pada Februari 2008 menjadi 8,1 persen pada Februari 2009. Begitu juga dengan tingkat kemiskinan menurun dari 15,4 persen pada Maret 2008 menjadi 14,2 persen pada Maret 2009. lanjut Mantan Menko Perekonomian itu juga menjelas-

kan langkah-langkah yang dilakukan Indonesia hampir sama dengan negara-negara lain, terutama menjaga kepercayaan pelaku ekonomi. Kebijakan tersebut mencakup antara lain, menetapkan suatu kerangka koordinasi penanganan krisis yang transparan antara Departemen Keuangan sebagai otoritas fiskal dan pengawas sektor keuangan bukan bank dan BI sebagai otoritas moneter dan pengawasan perbankan. Selain itu, menjamin agar likuiditas tetap terjaga dengan jumlah yang memadai dalam sistem finansial melalui koordinasi kebijakan fiskal dan moneter. Kemudian, menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dengan meningkatkan batas penjaminan tabungan masyarakat. (ant)

Penyerapan Anggaran Dipercepat JAKARTA - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menilai percepatan anggaran pemerintah oleh Kementerian dan Lembaga (K/L) saat ini masih bisa dilakukan. Sekretaris Menteri Negara PPN/Sestama Bappenas Syahrial Loetan di Jakarta, akhir pekan mengatakan, untuk mempercepat penyerapan anggaran pemerintah tersebut harus menerapkan beberapa syarat. Pertama, procurement plan (rencana pengadaan barang/ jasa) yang baik, dimulai saat RAPBN disahkan menjadi Undang-Undang pada bulan Sep-

tember-Oktober. “Jadi, tender sudah selesai bulan Desember dan kontrak bisa ditandatangani awal Januari,” katanya. Selain itu implementation plan (rencana pelaksanaan) harus dilaksanakan secara profesional, agar pola realisasinya mengikuti kurva-S yang seharusnya. Kemudian, pihak Depkeu khususnya KPPN, harus bisa melakukan pembayaran sesuai dengan tagihan, dan tidak membiarkan Kekurangan-kekurangan persyaratan administratif.

“Terakhir adalah, SDM (sumber daya manusia) harus profesional dan cakap,” katanya. Sementara itu, Direktur Eksekutif INDEF Ahmad Erani Yustika mengatakan, secara ideal penyerapan pada triwulan terakhir seharusnya tinggal 20 persen, sebab, program di akhir tahun tinggal melakukan monitoring dan evaluasi. Apalagi, lanjutnya, dalam masa krisis seperti sekarang, yang mana penyerapan pada awal tahun sangat penting untuk menopang pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. (ant)

JAKARTA - Pendapatan Negara dan Hibah hingga akhir Juli 2009 mencapai Rp 412,1 triliun atau sebanyak 48,56 persen dari target dalam dokumen stimulus APBN 2009 sebesar Rp 848,6 triliun. Demikian dikemukakan Dirjen Perbendaharaan Negara Herry Purnomo di Departemen Keuangan, belum lama ini. Penerimaan perpajakan Rp 325,95 triliun 49,2 persen dari asumsi sebesar Rp 661,8 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 80,979 triliun atau sebanyak 46,26 persen dari target Rp 185,9 triliun, dan hibah Rp 2 miliar. “Pajak dalam negeri Rp 315,57 triliun atau 49,14 persen dan pajak perdagangan internasional Rp 10,38 triliun atau 53,15 persen,” tuturnya. Herry juga memaparkan, penyerapan belanja negara mencapai Rp 414,463 triliun atau 41,95 persen dari asumsi Rp 988,1 triliun, belanja pemerintah pusat Rp 270,4 triliun atau 39,5 persen dari target Rp 685 triliun. “Belanja pegawai Rp 75,07 triliun atau 53,055 persen, belanja barang Rp 29 triliun atau 31,6 persen, belanja modal Rp 23,2 triliun atau 32,24

persen. Cukup banyak,” ujarnya. Sedangkan transfer ke daerah Rp 144,048 triliun atau 47,53 persen dari target Rp 303,1 triliun. Dana perimbangan Rp 138,86 triliun atau 49,72 persen dan dana otonomi khusus Rp 51,29 triliun atau 21,8 persen. Subsidi, lanjut dia, mencapai Rp 28,68 triliun atau 42,8 persen. “Yang besar subsidi listrik Rp 40,4 triliun atau 48 persen, BBM Rp 8,27 triliun atau 33,7 persen,” katanya. Sementara itu, pembiayaan defisit Rp 2,292 triliun, angka ini masih rendah dibandingkan target pada dokumen stimulus APBN 2009 sebesar Rp 139,5 triliun. “Ini kan masih berjalan. Pembiayaan dari SUN masih jalan. Kita lihat akhir tahun bagaimana hasilnya,” tambahnya. Pembiayaan Rp 48,854 triliun atau 30 persen dari target Rp 139,5 triliun. Besaran ini terdiri dari pembiayaan dalam negeri Rp 69,1 triliun atau 63,2 persen dari asumsi Rp 109,5 triliun dan pembiayaan luar negeri minus Rp 20,32 triliun atau 140 persen dari Rp 14,5 triliun. Sedangkan pembayaran bunga utang mencapai Rp 56,8 triliun atau 51,36 persen. (fel)

Pemangkasan Tak Perlu JAKARTA - Ekonom Ahmad Erani Yustika menyarankan perlunya pemerintah dan DPR memangkas anggaran belanja yang tidak mendesak dalam RAPBN 2010 sehingga tidak memaksa pemerintah menambah jumlah utang. “Lebih baik sekarang ini APBN direalokasi, pangkas yang tidak terlalu mendesak,” kata ekonom yang juga Direktur Eksekutif Indef itu di Jakarta, belum lama ini. Ia mencontohkan, anggaran belanja yang perlu dipangkas misalnya stimulus fiskal. Belanja itu perlu dipangkas hingga 50 persen karena sampai Juli 2009 ini, penyerapannya sangat rendah. “Penyerapan anggaran belanja stimulus sampai Juli ini baru sekitar lima persen,” katanya. Ia yakin dengan adanya pemangkasan belanja yang tidak mendesak dan efisiensi APBN, maka pemerintah tidak perlu menambah utang atau menjual obligasi. Menurut dia, ke depan pemerintah perlu untuk meminimalisasi penjualan obligasi atau melakukan utang karena akan memberatkan dalam jangka panjang. “Memang saat ini ada penurunan penerimaan pajak, tapi

ini tidak permanen,” katanya. Pemerintah tampaknya makin giat melakukan penjualan obligasi negara untuk membiayai defisit APBN. Pada akhir Juli 2009 ini pemerintah menjual obligasi Samurai di pasar keuangan Jepang sebesar 35 miliar Yen. Pemerintah juga sedang menawarkan penjualan ORI006, dan pemerintah berencana menjual surat berharga syariah negara (SBSN) atau sukuk negara sebesar Rp 1 triliun melalui sistem lelang. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dijadwalkan akan menyampaikan RAPBN 2010 dan nota keuangannya dalam Sidang Paripurna DPR pada 3 Agustus 2009. Dalam kesempatan itu Presiden akan menyampaikan antara lain postur RAPBN 2010 dalam mendukung upaya pemulihan ekonomi terkait krisis keuangan global. “Design RAPBN 2010 tetap pada pemulihan ekonomi, jadi politik APBN pemerintah adalah kebijakan fiskal dengan titik berat pada upaya pemulihan ekonomi,” kata Presiden dalam rapat koordinasi dengan para gubernur, menteri dan sejumlah kepala lembaga negara di Istana Negara Jakarta, Kamis. (ant)

Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi : Satria Naradha, Wakil Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab : Nariana Redaktur Pelaksana : Nikson, Gde Rahadi, Redaksi : Ahmadi Supriyanto (Koordinator Liputan), Suharto Olii, Indu P Adi, Achmad Nasrudin, Hardianto, Darmawan S Sumardjo, Heru B Arifin, Asep Djamaluddin, Ade Irawan, Ipik Tanoyo, Bambang Hermawan, Fellicca, Aris Basuki (Bogor), Rina Ratna (Depok). Iklan : Ujang Suheli, Sirkulasi : D.Swantara. Alamat Redaksi : Jalan Gelora VII No 32 Palmerah, Jakarta Pusat. Telpon (021) 5356272, 5357602 Fax (021) 53670771. Website : www.bisnis-jakarta.com, email : info@bisnis-jakarta.com. Tarif Iklan : Iklan Mini minimal 3 baris Rp 6.000 per baris, Iklan Umum/Display BW : Rp 15.000 per mmk, Iklan Warna FC : Rp. 18.000 per mmk Iklan Keluarga/Duka Cita : Rp 7.000 per mmk, Advetorial Mini (maks 400 mmk) Rp 4.500 per mmk, Biasa (lebih dari 400 mmk) Rp 6.000 per mmk. Pembayaran melalui Bank BCA No Rekening 006-304-1944 a/n PT. Bisnis Media Nusantara, Bank BRI No Rekening 0018-01-000580-30-2 a/n PT. Nusantara Media Baliwangi. Bukti transfer di fax ke (021) 53670771, cantumkan nama dan nomor telpon sesuai registrasi.

Penerbit : PT. NUSANTARA MEDIA BALIWANGI Wartawan Bisnis Jakarta membawa tanda pengenal dan tidak dibenarkan meminta/menerima sesuatu dari sumber.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.