Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021-5356272, 5357602 Fax: 021-53670771
No. 143 tahun III Senin, 3 Agustus 2009 8 Halaman
Free Daily Newspaper
Layanan Antar Rp. 35.000/bulan (Jabodetabek)
Harga BBM Bakal Naik
Subsidi Dipangkas
Tegas Atur Blackberry
HARGA Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium dan solar diperkirakan akan naik pada akhir tahun nanti. Hal itu disebakan kenaikan harga minyak mentah yang sudah melewati batas ambang kemampuan...hal. 1
PEMERINTAH dan DPR sepakat, belanja untuk subsidi sebesar Rp 157,727 triliun, turun sekitar Rp 9 triliun bila dibandingkan pagu APBN 2009 yang mencapai Rp 166,701 triliun. Demikian disampaikan Ketua...hal. 2
LEMBAGA swadaya masyarakat (LSM) Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) mendesak pemerintah untuk bersikap tegas mengenai peraturan tentang Blackberry dan terhadap...hal. 3
Pengemban Pengamal Pancasila
www.suluhindonesia.com
Pesawat Merpati Hilang di Papua
Suluh Indonesia/ant
TAMAN SUROPATI CHAMBER - Dua bocah perempuan anggota komunitas musik Taman Suropati Chamber melakukan latihan dalam rangka persiapan pagelaran mengenang almarhum seniman besar Ismail Marzuki 7 Agustus mendatang.
JAKARTA - Pesawat Twin Otter milik maskapai penerbangan Merpati Nusantara Airlines hilang kontak saat melakukan penerbangan rute Jayapura-Oksibil, kemarin. Direktur Operasional PT Merpati Kapten Nikmatullah mengatakan, pesawat dengan nomor penerbangan MNA 976 OD tinggal landas dari Jayapura sekitar pukul 10.15 WIT dan diperkirakan tiba sekitar pukul 11.05 waktu setempat. ‘’Namun, sejak tinggal landas pesawat tidak melakukan kontak dengan menara pengawas lalu lintas penerbangan,” ujarnya. Nikmatullah mengatakan, pesawat selain membawa pilot, ko-pilot dan seorang mekanik, juga mengangkut 11 orang dewasa dan dua orang bayi. ‘’Kami segera mengerahkan pesawat sejenis untuk mencari pesawat itu di beberapa jalur yang mungkin dilalui dalam rute Jayapura-Oksibil, ibukota Kabupaten Pegunungan Bintang,’’ katanya. Penerbangan yang dilakukan pesawat naas itu merupakan penerbangan rutin Papua Oksibil yang dilayani dua kali sehari. ‘’Pesawat telah melakukan pengecekan rutin sebelum terbang,’’ katanya. (ant)
KPU Salahartikan UU JAKARTA - Keputusan Komisi Pemilihann menurut Pengamat Hukum Tata Negara, Irmanputra Sidin hanyalah langkah mendinginkan suasana politik, padahal keputusan KPU itu belum menyelesaikan persoalan hukum dan belum menjawab putusan MA sesungguhnya. Namun, keinginan KPU untuk melaksanakan keputusan MA perlu diapresiasi bahwa KPU sudah mulai sadar terhadap gejala perlawanan keputusan kekuasaan kehakiman yang sesungguhnya tidak boleh dilakukan. ‘’Logika berlaku surut adalah logika yang tidak tepat dikomunikasikan di ruang public, karena putusan MA terhadap judicial review peraturan KPU tersebut tidak dalam perdebatan berlaku surut atau tidak berlaku surut. Ketakutan parpol selama ini yang menimbulkan suasana memanas diantara parpol dan lingkup internal parpol sesungguhnya hanya halusinasi dan mimpi buruk dari parpol sendiri,” katanya di Jakarta, kemarin. Sebenarnya dengan melak-
sanakan putusan MA maka tidak berimplikasi pada materi hasil pemilu legislatif yaitu perolehan kursi DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dan seterusnya. Karena meski peraturan KPU dibatalkan sesungguhnya pembatalan itu hanya pada batas bentukan formil tidak menyentuh pada substansi perolehan kursi parpol yang telah ditetapkan KPU. ‘’Jadi sesungguhnya pelakasanana putusan tersebut sebenarnya sangat simple yaitu dengan cara KPU mencabut peraturannya yang telah dibatalkan oleh MA tersebut kemudian membuat peraturan baru yang substansi dan materi dari peraturan baru tersebut dapat mengambil utuh frasa atau kalimat pasal 205 UU Pileg tentang pembagian kursi tahap kedua. Maka itu sudah melaksanakan putusan MA dengan mengganti yang baru,” jelasnya. Langkah kedua, kata Irman keputusan KPU tentang penetapan hasil pemilu yang mungkin memaktubkan peraturanperaturan yang telah dibatal-
kan oleh MA tersebut dihapus semuanya kemudian mengganti secara redaksional dengan peraturan-peraturan baru yang sesuai dengan UU. Irman mengatakan, keputusan ini tidak akan mengubah materi substansi perolehan hasil kursi parpol tersebut, karena perolehan kurisi parpol tersebut tidak diakibatkan oleh peraturan KPU yang dibatalkan oleh MA tapi diakibatkan oleh UU No.10/2008 tentang Pemilu legislatif. Sayangnya, kebanyakan orang takut bahwa melaksanakan putusan MA itu diartikan mengubah komposisi substansi yang telah ditetapkan KPU tersebut, padahal perolehan kursi bukan diakibatkan oleh peraturan KPU. ‘’Bahwa benar jika peraturan KPU dibatalkan oleh MA, maka segala akibat dari peraturan KPU tersebut juga hilang, namun perolehan kursi tersebut bukanlah dari akibat hukum dari peraturan KPU tersebut namun akibat hokum yang dilahirkan pada tingkatan UU,” tegasnya. (har)
Kompetisi Politik Dalam Pemilu
Jangan Seperti Permainan Bola JAKARTA - Partai Golkar dan Partai Demokrat menerima keputusan rapat pleno KPU yang menunda melaksanakan putusan MA. Keputusan itu dinilai sebagai kemandirian KPU untuk tidak berpihak kepada partai manapun. “Kita harus terima seperti itu, memang dilematis sekali,” kata Kalla disela-sela peringatan Hari Anak Nasional di Jakarta, kemarin. Kalla yang juga Ketua Umum Partai Golkar mengatakan, jika mengikuti putusan MA seharusnya Golkar diuntungkan karena kursi Golkar akan bertambah. Tetapi, karena ketidakjelasan aturan setelah pemilu usai, akhirnya membuat bingung semua pihak. ‘’Seharusnya memang semua peraturan jelas sebelum kita mulai bermain,” kata Kalla. Kalla mengingatkan kompetisi politik dalam pemilu jangan seperti pertandingan bola atau domino. Pertandingan sudah selesai, pemenangnya sudah ada, tetapi tiba-tiba dibatalkan dan dimunculkan permainan baru. ‘’Bisa berkelahi kita. UU jadi tidak jelas,” ujarnya. Dengan mimik kecewa, Kalla tetap mempercayakan KPU yang memutuskan menunda melaksanakan putusan MA. Ditanya benarkan KPU sebagai sumber masalah dari persoalanini,
Kalla seolah membenarkan. ‘’Itulah kenapa kita gugat karena ada masalah. Contohnya soal DPT (daftar pemlih tetap),” kata saudagar Bugis ini. Secara terpisah, Ketua DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum mengatakan, pihaknya dalam posisi menghormati keputusan dan menaruh perhatian terhadap kemandirian KPU itu. Sama seperti Golkar, Partai Demokrat juga diuntungkan dengan putusan MA karena akan mengalami penambahan kursi paling banyak. Namun, Anas berpendapat bahwa KPU sebagai lembaga independen itu tidak boleh ditekan untuk menguntungkan atau merugikan peserta pemilu tertentu. ‘’Biarkan KPU dengan independen memutuskannya. Kami yakin, jika KPU melaksanakan rumus pembagian kursi yang sudah diatur jelas oleh UU, maka tidak akan ada pihak yang diuntungkan dan dirugikan,” kata Anas. Anas mengatakan semua partai dan calon mendapatkan hak yang sesuai dengan perolehan suara yang ada. Hal itu didapat bukan karena melakukan tekanan, lobi-lobi hitam, dan cara yang tidak patut. ‘’PD mendukung agar seluruh proses dan tahapan penyelenggaraan pilpres berjalan bersih, prosedural, taat asas dan menjunjung prisnsip luber dan jurdil,” kata Anas. (son/har)
Pemilu Bukan lagi
Ajang Kompetisi JAKARTA - Politisi senior Partai Golkar, Ferry Mursyidan Baldan menilai, pemilu terancam tak lagi sebagai ajang atau ruang kompetisi politik, setelah adanya putusan MA tentang pengaturan perolehan kursi tahap ketiga. ‘’Kendati pihak KPU akhirnya menyatakan, putusan MA tersebut tidak berlaku surut, namun memperhatikan perkembangan dinamika yang terjadi ke depan, pemilu berpotensi tidak lagi menjadi arena kompetisi demokrasi,” katanya di Jakarta, kemarin. Hal itu, katanya, karena selalu saja ada pihak yang berusaha mencari celah dengan mengutak-atik aturan main pemilu demi keuntungan pribadi maupun kelompok politiknya. ‘’Ketika se-
mua ini berawal dari pernilaian tentang Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2009 yang dianggap bertentangan dengan UU 10 Tahun 2008 itu, atau penilaian tentang KPU yang salah menerapkan ketentuan dalam penetapan perolehan kursi sehingga keluarlah Putusan MA dan MK, maka ke depan memang akan banyak pengaruhnya kepada dinamika kompetisi demokrasi melalui Pemilu itu tadi,” ungkap anggota Komisi II DPR RI itu. Sebab, lanjutnya, dengan landasan uji materi, seharusnya Undang Undang Nomor 10 Tahun 2008 yang jadi rujukan. ‘’Namun ternyata norma yang digunakan bukanlah norma undang-undang, tetapi norma persepsi pemohon,’’ katanya. (ant)