Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021-5356272, 5357602 Fax: 021-53670771
No. 147 tahun III Jumat, 7 Agustus 2009 8 Halaman
Free Daily Newspaper
Layanan Antar Rp. 35.000/bulan (Jabodetabek)
Elpiji Berpotensi Naik
Harus Diimbangi Sanksi
Hunian Murah makin Tak Layak
HARGA liquid petroleum gas (LPG) ukuran 12 kg pada tahun 2010 berpotensi meningkat apabila disparitas (perbedaan) harga dengan gas yang dipasok untuk sektor industri semakin melebar. “Potensi...hal. 1
PENETAPAN Rancangan Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah(PDRD) harus diimbangi dengan sanksi. “Kalau Bisa, sanksi fiskal,” cetus Direktur Eksekutif Komite Pemantauan...hal. 2
RUMAH murah baik Rusunami maupun Rumah Sederhana Sehat makin tak layak dihuni seiring dengan makin mahalnya lahan-lahan yang diperuntukkan bagi perumahan. “Harus ada pola-pola sesuai dengan...hal. 3
Pengemban Pengamal Pancasila
www.suluhindonesia.com
Direktur Niaga PLN
Diperiksa KPK
Suluh Indonesia/ant
DIDAMPINGI - Wakil Ketua KPK bidang pencegahan M Jasin (tengah) dan Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bibit Samad Rianto (kanan) memberikan keterangan pers di Jakarta, kemarin terkait testimoni Antasari Azhar.
JAKARTA - KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap Direktur Niaga dan Layanan Pelanggan PT PLN Sunggu Aritonang terkait dugaan korupsi proyek pengadaan peralatan teknologi informasi berbasis Customer Management System (CMS). ‘’Yang bersangkutan akan dimintai keterangan sebagai saksi,” kata Jubir KPK Johan Budi di Jakarta, kemarin. Menurut Johan, Sunggu diperiksa untuk melengkapi berkas perkara Direktur PLN Luar Jawa, Madura, dan Bali, Hariadi Sadono yang menjadi tersangka kasus itu. Saat ini, KPK sedang menyidik dugaan korupsi proyek pengadaan peralatan teknologi informasi berbasis CMS di PLN Jawa Timur. Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan Direktur PLN Luar Jawa, Madura, dan Bali Hariadi Sadono sebagai tersangka. Dia diduga terlibat dalam kasus itu ketika menjabat sebagai General Manager PLN Jawa Timur periode 2004 hingga 2008. Pada masa kepemimpinan Hariadi, diduga telah terjadi tindak pidana korupsi terkait pengadaan peralatan teknologi informasi yang menggunakan sistem CMS. Peralatan tersebut digunakan dalam area distribusi PLN yang terdapat di wilayah Jawa Timur. Kasus itu diduga merugikan negara hingga Rp 80 miliar. (nas)
‘Burung Merak’ Telah Terbang JAKARTA - Willibrordus Surendra Broto Rendra alias WS Rendra, budayawan dan penyair ternama yang kerap dijuluki sebagai Burung Merak, meninggal dunia dalam usia 74 tahun di RS Mitra Keluarga, Depok, Jabar, kemarin sekitar 22.00 WIB. Menurut sahabatnya, Edi Haryono, Rendra beberapa bulan terakhir memang sakit-sakitan, dan sempat pula keluar masuk rumah sakit. Rendra meninggalkan rumah sakit hanya beberapa saat setelah Mbah Surip meninggal dunia. Meski tidak sempat menghadiri pemakaman sahabatnya itu, Rendra mengizinkan pelantun ‘Tak Gendong’ itu dimakamkan di komplek pemakaman Bengkel Teater di Citayam, Depok. Penyair bersuara serak ini sempat dirawat di RS Mitra Keluarga, Kelapa Gading akibat jantung koroner yang dideritanya. Jauh sebelumnya, Rendra juga sempat dirawat di RS Cinere, namun karena kondisinya tidak membaik, Rendra
lantas dirujuk ke RS Harapan Kita, dan kemudian dirujuk lagi ke RS Mitra Keluarga. Bakat sastra pria kelahiran Solo, 7 November 1935 sudah mulai terlihat ketika masih duduk di bangku SMP. Saat itu ia sudah mulai menunjukkan kemampuannya dengan menulis puisi, cerita pendek dan drama untuk berbagai kegiatan sekolahnya. Bukan hanya menulis, ternyata ia juga piawai di atas panggung. Ia mementaskan beberapa dramanya, dan terutama tampil sebagai pembaca puisi yang sangat berbakat. Kemudian, Rendra mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta. Rendra adalah putra pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu Catharina Ismadillah. Ayahnya adalah seorang guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa pada sekolah Katolik, Solo, di samping sebagai dramawan tradisional. Sedangkan ibunya adalah penari serimpi di keraton Surakarta, Jateng.
Ketika usianya baru 24 tahun, Rendra menemukan cinta pertama pada diri Sunarti Suwandi dan dikaruniai anak lima orang yaitu Teddy Satya Nugraha, Andreas Wahyu Wahyana, Daniel Seta, Samuel Musa, dan Clara Sinta. Belakangan Rendra menikahi Bendoro Raden Ayu Sitoresmi Prabuningrat, putri darah biru Keraton Yogyakarta, setelah masuk Islam. Dari Sitoresmi, Rendra mendapatkan empat anak yaitu Yonas Salya, Sarah Drupadi, Naomi Srikandi, dan Rachel Saraswati Sang Burung Merak kembali mengibaskan keindahan sayapnya dengan mempersunting Ken Zuraida, istri ketiga yang memberinya dua anak yaitu Isaias Sadewa dan Maryam Supraba. Tetapi pernikahan itu harus dibayar mahal karena tak lama sesudah kelahiran Maryam, Rendra menceraikan Sitoresmi pada 1979, dan Sunarti, 1981. Kini, Burung Merak itu Telah Terbang Jauh.... (son)
Terkait Testimoni Antasari
Ditemukan Dokumen Palsu JAKARTA - KPK menemukan dokumen palsu yang diduga terkait dengan kesaksian (testimoni) Ketua KPK non-aktif Antasari Azhar tentang dugaan suap terhadap dua pimpinan KPK. Pimpinan KPK M. Jasin, Chandra M. Hamzah, dan Bibit Samad Rianto menyampaikan hal itu dalam keterangan pers di gedung KPK Jakarta, kemarin. Jasin mengatakan, dokumen palsu tersebut adalah surat pencabutan pencegahan pengusaha Anggoro Wijoyo untuk pergi ke luar negeri. ‘’Dengan ini kami sampaikan, surat pencabutan larangan ke luar negeri atas nama Anggoro yang ada pada pihak kepolisian adalah palsu,” kata Jasin. Seperti diberitakan, Antasari diduga menulis kesaksian bahwa dua pimpinan KPK telah menerima suap dari Anggoro Wijoyo terkait kasus dugaan korupsi sistem komunikasi radio terpadu. Menurut Jasin, tuduhan suap itu diduga antara lain untuk mencabut status pencegahan Anggoro. Jasin menegaskan, KPK tidak pernah mencabut status pencegahan itu. Bahkan, KPK justru menetapkan Anggoro sebagai tersangka dan memasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) karena tidak pernah memenuhi panggilan. ‘’KPK tidak pernah mengeluarkan surat pencabutan pelarangan bepergian ke luar negeri atas nama saudara Ang-
goro Wijoyo dan kawan-kawan,” kata Jasin. Jasin mengatakan, status pencegahan terhadap Anggoro masih berlaku. Dalam surat pencabutan pencegahan palsu bernomor R-45/ 22/V/I/2009 tertanggal 5 Juni 2009 itu tertera nama dan tandatangan Chandra M. Hamzah. Chandra membantah mendandatangani surat pencabutan pencegahan Anggoro. ‘’Tanpa pemeriksaan ahli pun, bisa dilihat perbedaan tandatangannya,” kata Chandra sambil membandingkan format surat palsu itu dan surat asli format KPK. Selain itu, Chandra juga membeberkan berbagai kejanggalan dalam surat tersebut. Surat itu menggunakan format lambang burung garuda di pojok kiri atas. Padahal, KPK selalu menggunakan format kepala surat di tengah atas. Kemudian, kata Pemberantasan dalam frasa Komisi Pemberantasan Korupsi tercetak dengan tinta merah. Padahal, KPK selalu menggunakan tinta hitam untuk frasa tersebut. ‘’Kalau untuk singkatan KPK, huruf P nya merah,” katanya. Chandra menambahkan, KPK selalu menyebutkan nama dan nomor aturan hukum yang menjadi dasar pencegahan atau pencabutan pencegahan. Surat palsu itu tidak mencatumkan nomor dasar hukum. (nas/son)
courtesy-net
WS Rendra