Edisi 09 November 2009 | Suluh Indonesia

Page 1

Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021-5356272, 5357602 Fax: 021-53670771

No. 202 tahun III Senin, 9 November 2009 8 Halaman

Free Daily Newspaper

Layanan Antar Rp. 35.000/bulan (Jabodetabek)

Investor Menunggu

Tumbuh Enam Persen

Fokus ke Agroindustri

BERBAGAI masalah di dalam negeri seperti gempa bumi, kasus bank Century maupun kasus ‘cicak vs buaya’ menimbulkan kekhawatiran bagi pelaku asing untuk menempatkan dananya dipasar domestik yang...hal. 1

MENTERI Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (Meneg PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Armida S Alisjahbana mengatakan pada 2011 pemerintah akan...hal. 2

PEMERINTAH akan memfokuskan pembangunan sektor pertanian kedepan pada pengembangan agroindustri pedesaan yang mampu memadukan subsistem hulu, usaha tani dan hilir...hal. 3

Pengemban Pengamal Pancasila

www.suluhindonesia.com

Antasari Tidak Yakin

KPK Disuap JAKARTA - Mantan Ketua KPK Antasari Azhar menyatakan sampai kini dirinya tidak yakin para pemimpin KPK menerima uang dari Anggoro Widjojo. Setelah memberikan keterangan kepada Tim Delapan di Gedung Wantimpres Jakarta, kemarin, Antasari menuturkan kronologis pertemuannya dengan Anggoro sampai akhirnya berkembang sangkaan penerimaan uang kepada Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto. Antasari menjelaskan, pada Oktober 2008 ketika masih menjabat Ketua KPK ia menerima informasi bahwa kasus dugaan korupsi PT Massaro sebagai rekanan Dephut tidak akan berlanjut di KPK karena sudah ada

dugaan suap kepada oknum pejabat di KPK. Karena dorongan rasa cinta terhadap KPK dan keinginan menjaga citra KPK, Antasari kemudian berangkat ke Singapura untuk menemui Anggoro yang menjabat Direktur Utama PT Massaro. Menurut Antasari, saat itu Anggoro belum berstatus tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan sistem radio telekomunikasi terpadu di Dephut dan ia tidak mengetahui bahwa telah dikeluarkan surat pencegahan ke luar negeri untuk Anggodo. ‘’Anggoro bercerita di situ, bagaimana seolah-olah dia yakin sudah ada suap di KPK,” ujarnya. Keterangan Anggoro itu

belum dipercayai oleh Antasari karena masih merupakan keterangan satu orang yang belum dapat dikategorikan sebagai barang bukti. Menurut Antasari, saat itu Anggoro tidak memberikan bukti-bukti penyerahan uang kepada oknum pejabat KPK. ‘’Sampai hari ini pun, saya dari sejak pertama kali menerima laporan dari Anggoro, saya tidak yakin ada itu di KPK. Kalau baca rekaman dengan Anggoro, berkali-kali saya tidak ada keyakinan bahwa oknum itu menerima,” katanya. Bahkan, kata Antasari, Anggoro saat itu mengontak seseorang di Surabaya untuk mengkonfirmasi, karena dirinya masih tidak percaya. (nas/son)

Yulianto Tokoh Imajinatif JAKARTA - Ketua TPF Adnan Buyung Nasution mempertanyakan kelanjutan proses hukum Anggodo Widjojo yang tengah ditangani Polri saat ini. Anggodo yang diduga melakukan penyuapan atau melakukan upaya untuk menyuap, sangat jelas sekali terdengar dalam rekaman. Anehnya, polisi tidak memeriksanya. Justru malah memproses kasus yang dilaporkannya yakni pecemaran nama baik. Buyung menambahkan dari hasil pemeriksaan terhadap mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar semakin memperjelas pokok masalah dugaan tindak pidana terhadap Anggodo. ‘’Sudah makin mengerucut, mengerucut bisa dikatakan ada rekayasa atau tidak. Cukup kuat bukti untuk dilanjutkan ke proses perkara atau tidak,” jelas anggota Wantimpres ini. Namun, ketika didesak lebih mengarah kemana hasil sementara temuan TPF, Buyung masih mengelak menjawab secara tegas. Tetapi

diakuinya, penasihat hukum Anggodo Widjojo, Bonaran Situmeang pernah menawinya untuk bertemu dengan Anggoro Widjojo di China dengan pelayanan kelas satu. Tawaran itu diberikan satu bulan lalu, sebelum menguat kasus ini. Awalnya, Buyung mengaku, hendak berangkat memenuhi tawaran Bonaran Situmeang. Alasannya cukup ringkas, untuk keadilan karena Anggoro diceritakan sebagai pihak yang terzalimi dan terkesan sebagai warga Indonedia yang mengalami pemerasan dan nasibnya terkatung-katung di luar negeri. Tetapi semuanya ditolak, setelah mempelajari kembali perkaranya dan justru menantang Anggoro untuk pulang ke Indonesia, kalau memang merasa tidak bersalah. ‘’Tapi saya bilang aja, kenapa tidak berani pulang kalau tidak salah ? Kan tidak dilarang pulang ? Biar dia pertanggungjawabkan di muka hukum semuanya,” ujar pencara senior ini. (nas)

Hari Ini Disampaikan Kepada Presiden

TPF Berikan Rekomendasi JAKARTA - Tim Independen Verifikasi Fakta dan Proses Hukum Kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah atau disebut Tim Pencari Fakta (TPF), tengah mempertimbangkan untuk menyerahkan rekomendasi sementara kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Langkah ini diambil, setelah menyaksikan respons masyarakat yang sangat dinamis terhadap kasus itu. Menurut anggota TPF Todung Mulya Lubis di gedung Wantimpres, Jakarta, kemarin, pihaknya memandang persoalan ini perlu lebih cepat ditangani. Berdasarkan

Kapolri Dituntut Minta Maaf JAKARTA - Simpatisan dan sejumlah tokoh masyarakat yang mengagumi almarhum Nurcholish Madjid (Cak Nur), mendesak Kapolri Jenderal Pol. Bambang Hendarso Danuri untuk meminta maaf kepada bersangkutan dan keluarganya. Hal ini terseretnya nama almarhum dan anggota keluarganya dalam dugaan suap pimpinan nonaktif KPK. ‘’Ucapan itu tidak pantas disampaikan Kapolri. Kami pun mendesak Kapolri untuk meminta maaf, karena pihak keluarga Cak Nur yang sangat terpukul dengan pernyataan Kapolri. Penyataan itu seharusnya tidak sembarangan terucap, tanpa ada bukti yang kuat,” kata Dewan Ahli Nurcholish Madjid Society (NMS) Yudi Latief. (nas)

perkembangan yang ada, proses yang terjadi dimasyarakat makin gencar dan di berbagai kota sudah ada demonstrasi. ‘’Saya rasa publik juga ingin melihat penyelesaian cepat dari kasus ini. Kami takkan nunda terlalu lama untuk menyelesaikan kasus ini,” jelas dia. Diungkapkan Todung, dinamika yang ada di masyarakat berlangsung begitu cepat akibat tidak puas dengan penyelesaian kasus Bibit dan Chandra tersebut. Sikap masyarakat ini, tidak bisa diabaikan begitu saja. Untuk itu, tim sudah mempertimbangkan sejumlah rekomendasi sementara yang ingin

disampaikan kepada Presiden untuk mempercepat penanganan kasus Bibit dan Chandra. Disebutkannya, salah satu alternatif rekomendasi yang dipertimbangkan TPF adalah meminta Kejaksaan Agung (Kejakgung) mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), Surat Keputusan Penghentian Penyidikan (SKPP) atau justru agar perkara tersebut segera dilimpahkan ke pengadilan. ‘’Kami akan mengevaluasi itu dan kita akan melihat langkah apa yang sebaiknya dilakukan supaya kasus ini lebih cepat ditangani,’’ kata Todung. (nas)

Suluh Indonesia/ant

ANTI KORUPSI - Beberapa aktivis antikorupsi membawa poster berwajah pengusaha Anggodo yang menggunakan seragam Polri ketika menggelar aksi damai anti korupsi di Bunderan HI, Jakarta, kemarin.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.