Redaksi/Sirkulasi/Iklan: GEDUNG PERS PANCASILA Jl. Gelora VII No. 32 Palmerah Selatan Jakarta Pusat. Tlp: 021-5356272, 5357602 Fax: 021-53670771
No. 18 tahun IV Rabu, 27 Januari 2010 8 Halaman
Free Daily Newspaper
Layanan Antar Rp. 35.000/bulan (Jabodetabek)
Inflasi Masih Terkendali
OP Beras Digelar
Pembebasan Tanah Seksi I
MENTERI Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan optimismenya bahwa inflasi selama Januari 2010 terkendali, namun kenaikan harga beras memang perlu diwaspadai.“Kita lihat pergerakan harga...hal. 1
WAKIL Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi mengatakan, pemerintah melakukan operasi pasar untuk menstabilkan harga beras yang semakin meningkat di beberapa daerah. “Kita akan melakukan...hal. 2
PEMERINTAH melalui Ditjen Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum menjanjikan menyelesaikan pembebasan tanah seksi I tol Pejagan-Pemalang dalam waktu tiga bulan kedepan. “Saya sudah...hal. 3
Pengemban Pengamal Pancasila
www.suluhindonesia.com
845 Jaksa Ditindak
Suluh Indonesia/ant
NASABAH - Seorang nasabah Bank Century Z. Siput (kanan) meluapkan kemarahannya kepada pimpinan Pansus Angket Century di Gedung DPR/MPR Jakarta, kemarin. Mereka mendesak agar Robert Tantular mengembalikan uang tabungan produk Antaboga.
SURABAYA - Kejakgung menindak sedikitnya 845 orang jaksa dan pegawai bagian tata usaha (TU) di lingkungan kejaksaan yang melakukan pelanggaran selama 100 hari masa bakti Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. ‘’Selama 100 hari kinerja KIB ini, Bidang Pengawasan Kejakgung telah menerima 1.338 pengaduan. Dari jumlah itu yang sudah berhasil kami tindak sebanyak 845 orang jaksa dan pegawai TU,” kata Jaksa Agung Hendarman Supandji di Surabaya, kemarin. Dari 845 orang yang melakukan berbagai jenis pelanggaran, tiga orang jaksa diberhentikan dengan hormat dan dua lainnya diberhentikan secara tidak terhormat serta empat orang jaksa berhenti karena mengundurkan diri. ‘’Sampai saat ini kami masih memproses pemberhentian 12 jaksa,” katanya. Untuk menghindari penyalahgunaan wewenang jaksa, pihaknya melakukan berbagai terobosan, di antaranya Jamintel membentuk tim pengawasan atas perkara yang ditangani jaksa. ‘’Tim pengawasan itu akan langsung bekerja, begitu pimpinan kejaksaan mengeluarkan SPDP atas suatu perkara,’’ katanya. (ant)
Kebijakan yang Salah
Tidak Dapat Dipidana JAKARTA - Guru Besar Ilmu Hukum FHUI Hikmahanto Juwana berpendapat, kesalahan dalam pengambilan kebijakan atau keputusan tidak dapat dipidana. ‘’Bila kebijakan serta keputusan dianggap salah dan pelakunya dapat dipidana, maka ini berarti kesalahan dari pengambil kebijakan serta keputusan merupakan suatu perbuatan jahat. Ini tentu tidak benar. Pada prinsipnya, kesalahan dalam pengambilan kebijakan atau keputusan tidak dapat dipidana,” katanya di Jakarta, kemarin. Menurut dia, dalam ilmu hukum, bila berbicara tentang kebijakan, keputusan berikut para pelakunya maka akan masuk dalam ranah hukum administrasi negara.
Hukum administrasi negara, lanjutnya, harus dibedakan dengan hukum pidana yang mengatur sanksi atas perbuatan jahat. ‘’Dalam hukum administrasi negara tidak dikenal sanksi pidana,” katanya. Sanksi yang dikenal dalam hukum administrasi negara, lanjut Hikmahanto, antara lain teguran baik lisan maupun tertulis, penurunan pangkat, demosi dan pembebasan dari jabatan, bahkan diberhentikan dengan tidak hormat. Namun demikian, katanya, terhadap prinsip umum bahwa kebijakan serta keputusan yang salah tidak dapat dikenakan sanksi pidana, terdapat setidaknya tiga pengecualian. Pengecualian pertama, katanya, kebijakan serta keputu-
san dari pejabat yang bermotifkan melakukan kejahatan internasional atau dalam konteks Indonesia diistilahkan sebagai pelanggaran HAM berat. Pengecualian kedua, meski suatu anomali, kesalahan dalam pengambil kebijakan serta keputusan yang secara tegas ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Sedangkan pengecualian ketiga, kata Hikmahanto, adalah kebijakan serta keputusan yang bersifat koruptif atau pengambil kebijakan dalam mengambil kebijakan serta keputusan bermotifkan kejahatan. ‘’Di sini yang dianggap sebagai perbuatan jahat bukanlah kebijakannya, melainkan niat jahatdari pengambil kebijakan itu,’’ katanya. (son)
Sulit dan Alot
Rumuskan Kesimpulan Pansus JAKARTA - Anggota Panitia Angket Kasus Bank Century Agun Gunanjar Sudarsa mengatakan, mereka masih sulit membuat kesimpulan sementara karena dukungan data belum lengkap serta ada saksi yang memberikan keterangan dengan mengatakan tidak tahu. ‘’Dengan keterbatasan informasi tersebut Panitia Angket masih sulit untuk membuat kesimpulan sementara pada rapat konsultasi internal Panitia Angket,’’ katanya di Jakarta, kemarin. Dia mengatakan, pada rapat konsultasi internal Panitia Angket hanya melakukan evaluasi terhadap saksi yang telah dimintai keterangan saja. Dari evaluasi tersebut, kata dia, kemungkinan anggota Panitia Angket akan membuat evaluasi sejumlah keterangan yang sudah lengkap dan belum lengkap serta kemungkinan untuk mengkonfrontir saksi yang memberikan keterangan berbeda untuk pertanyaan yang sama. ‘’Menurut saya perlu melakukan konfrontir dengan menghadirkan beberapa saksi kunci dalam
satu forum, untuk mempertegas suatu yang belum jelas,” kata Agun. Anggota Fraksi Partai Golkar ini mencontohkan, soal status dana Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), ada yang menyebut uang negara, ada yang menyebut bukan uang negara, dan bahkan ada yang mengatakan tidak tahu apakah uang negara atau bukan. Demikian juga soal status Bank Century yang kesulitan likuiditas apakah berdampak sistemik atau tidak, menurut dia, saksi-saksi juga memberikan jawaban berbeda. Agun Gunanjar berpendapat, Bank Century gagal bukan karena krisis finansial global, tapi salah pengelolaan dari pemiliknya. Ia berpendapat, Bank Century tidak berdampak sistemik, sehingga tidak perlu diselamatkan. ‘’Jika Bank Century tidak diselamatkan, dana kompensasi yang dikeluarkan pemerintah hanya untuk nasabah yang memiliki rekening maksimal Rp2 miliar sesuai UU LPS,” katanya. (har)
Baru Menjabat Kekayaan Melonjak JAKARTA - Meski baru menjabat menteri dalam KIB II, harta kekayaan Meneg Perumahan Rakyat Suharso Manoarfa sudah meningkat drastis. Kenaikannya mencapai Rp 10 miliar. Padahal, terakhir kali melaporkan kekayaan per 2 Juli 2007, kekayaannya hanya Rp 3,55 miliar. Tetapi per 22 November 2009, hartanya menjadi Rp 13,3 miliar. Peningkatan kekayaan Suharso ini disampaikannya di gedung KPK Jakarta, kemarin. Tidak hanya Suharso, dalam kesempatan itu Mendiknas M Nuh serta dua mantan menteri KIB Jilid I yakni Widodo AS dan Jusman Sjafii Djamal, juga ikut membeberkan hartanya sesuai Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diserahkan kepada KPK. Suharso menyebutkan alasan peningkatan sangat tinggi atas kekayaannya itu, berasal dari logam mulia, seperti emas, permata dan lainlain. Lonjakannya mencapai Rp 8,018 miliar. Selain itu, kenaikan harta juga terjadi pada harta tidak bergeraknya. Jika 2007 total nilai aset tidak bergeraknya sebesar Rp 1,5 milyar, di penghujung 2009 harta tidak bergeraknya meningkat Rp 4,3 miliar. Namun, diakuinya, untuk
logam mulia yang dimilikinya belum pernah dilaporkan dalam LHKPN sebelumnya. ‘’Sudah ingin dilaporkan pada 2002 dan 2004, tetapi tidak saya dimasukkan. Baru sekarang saya masukkan dalam LHKPN,’’ katanya. Sementara kekayaan Mendiknas M Nuh juga bertambah Rp 1,5 miliar dan 7.900 dolar AS. Jumlah ini meningkat sekitar 500 persen dari jumlah sebelumnya, saat menjabat Menkominfo dalam KIB Jilid I. Pada 2007, harta kekayaan M Nuh hanya Rp 312,5 juta dan 6.000 dolar AS. Tetapi per 18 November 2009, hartanya melonjak menjadi Rp 1,87 miliar dan 13.900 dolar AS. Harta Presiden
Wakil Ketua KPK M Jasin mengatakan, Presiden SBY dan Wapres Boediono juga segera mengumumkan harta kekayaannya. Dalam hal ini, pihak Istana Negara sudah berkordinasi dengan KPK. ‘’Sekarang masih disusun protokoler masingmasing,” kata dia. Saat ditanya kapan pengumuman tersebut, Jasin hanya menyatakan hal itu akan diumumkan setelah mendapat kepastian. Tetapi pengumumannya di Istana Negara atau di kediaman masingmasing itu. (har)
Kasus Century Tenggelamkan Program 100 Hari TRANSPARENCY International Indonesia (TII) menyatakan, Program 100 Hari Pertama Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II, tenggelam dengan kasus bailout atau dana talangan Bank Century, terutama setelah bekerjanya Pansus Angket di DPR. Menurut Sekjen Tranparency International Indonesia (TII) Teten Masduki, Program 100 Hari Pertama Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II, tenggelam dengan kasus bailout (dana talangan) Bank Century. ‘’Program 100 hari kerja,
tenggelam oleh kasus Century dan kasus konflik KPK dan Polri yang dikenal dengan konflik Cicak dan Buaya,” katanya di Jakarta, kemarin. Bahkan, kata dia, penyelenggaraan National Summit tenggelam pada hari yang sama
Mabes Polri melakukan penahanan terhadap Bibit dan Chandra serta masalah mafia hukum. Hal ini, disebabkan oleh lambannya respons pemerintah untuk menyelesaikan sejumlah kasus tersebut. ‘’Serta diakibatkan oleh pemberantasan korupsi yang secara eksplisit tidak dijadikan sebagai pilihan utama dari 15 program unggulan 100 hari pertama kinerja KIB II,” katanya. Semestinya, Teten menambahkan program 100 hari pertama itu, dapat menunjukkan
program anti korupsi yang hasilnya dapat dirasakan oleh masyarakat untuk mendapatkan dukungan. ‘’Harusnya menjadi pengungkit terhadap program pemberantasan korupsi dalam lima tahun mendatang,” katanya. Ia menegaskan bahwa perhatian pemerintah dalam pemberantasan korupsi baik korupsi dalam pembuatan kebijakan dan implementasi kebijakan, selain cenderung melemah. ‘’Juga memperlihatkan kontroversi dan disorientasi disana
sini, yang kesemua itu memunculkan kekhawatiran umum tentang masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia,” katanya. Kendati demikian, TII berharap adanya perubahan prioritas di dalam pemerintah untuk menjadikan pemberantasan korupsi sebagai isu sentral dan bagian dari pemulihan politik, ekonomi, hukum dan birokrasi secara umum. ‘’Harapan itu barangkali tidak akan datang dengan sendirinya,’’ kata Teten Masduki. (nas)