3 minute read
Hasil Konsistensi Perjuangan Tidak Nihil
from Booklet
Rabu 22 Juni 2022, langit cerah dan biru. Saat matahari terbit, para buruh tani warga Desa Mekarsari, anggota JATAYU, berangkat ke lahan garapan yang direncanakan pemerintah akan dibangun PLTU. Hamparan sawah dan kebun yang subur di tepi pantai laut utara Pulau Jawa, yang perlahan tergerus gelombang kenaikan muka air laut. Sebuah wujud nyata dampak perubahan iklim yang dipicu oleh emisi karbon dari PLTU batu bara.
Bagi warga Desa Mekrasari, mengolah lahan sudah menjadi budaya turun temurun. Proses menanam dan merawat yang dilakukan sepanjang tahun secara berulang. Hal ini menjadi bagian penting dari sumber kehidupan yang mesti dilindungi secara terus menerus, bukan malah dirubah fungsinya menjadi lahan yang ditanami beton dan besi. Bertani adalah urat nadi kehidupan mereka dalam menggantungkan harapan dan masa depan.
Advertisement
Di hari yang sama, WALHI
Jawa Barat mendapat pesan singkat lewat telepon seluler dari Friends of the Earth Jepang. Pesan itu berisi tautan berita salah satu media daring di Jepang, dengan judul berita setelah diterjemahkan yaitu “Pemerintah menangguhkan dukungan ODA untuk tenaga batu bara terhadap Bangladesh dan Indonesia“.
Setelah dibaca dan dicermati lebih jauh, pembangkit listrik yang dimaksud adalah PLTU Indramayu. Tentu saja berita itu menjadi kabar baik yang sangat istimewa. Untuk lebih memastikan, WALHI Jawa
Barat menghubungi balik Friends of the Earth Jepang soal kepastian berita itu. Mereka menjelaskan, bahwa sudah menghubungi pihak berwenang di pemerintahan Jepang dan masih menunggu jawaban.
Selang beberapa menit, salah satu media terpercaya di Jepang mempublikasikan berita yang sama. Ditambah siaran pers dari Kementerian Luar Negeri Jepang. Fakta-fakta tersebut membuat kami semakin yakin, bahwa benar pemerintah Jepang telah menghentikan dukungan dana untuk dua PLTU di Indonesia dan Bangladesh. Saat itu juga
WALHI Jawa Barat langsung memberi kabar ke ketua JATAYU lewat sambungan telepon. Berita gembira tersebut lalu diteruskan ke warga lain yang sedang bekerja di lahan. Sontak mereka menyuarakan takbir dan ucapan syukur, di atas lahan yang sedang mereka garap.
Dua hari kemudian warga para buruh tani menggelar syukuran. Mereka memanjatkan doa sekaligus merayakan apa yang disikapi sebagai suatu kemenangan. Daya upaya tak
Tangkapan layar dari salah satu media di Jepang yang memuat berita terkait penangguhan dukungan ODA, salah satunya terhadap PLTU di Indramayu. (Kredit foto: WALHI Jawa Barat) kenal surut dalam mendesak pemerintah Jepang untuk mundur dari proyek PLTU Indramayu, yang telah dilakukan sejak tahun 2015, telah membuahkan hasil.
Walaupun mereka sadar, lahan yang mereka garap sudah beralih kepemilikan ke PLN. Karena suatu saat para penggarap dan buruh tani harus keluar ketika PLN akan menggunakannya.
Kemenangan Lain Menyusul
Potensi ancaman ekspansi
PLTU juga ada di Kabupaten
Cirebon. Saat ini sudah ada dua
PLTU yang beroperasi, yaitu PLTU
Cirebon 1x660 MW dan PLTU
Cirebon 1x1000 MW. Kabarnya akan ditambah satu PLTU lagi, yaitu PLTU Tanjung Jati A/Jawa
3 dengan kapasitas 2x660 MW. Dengan begitu, nantinya akan ada tiga PLTU batu bara di satu hamparan lokasi yang saling berdekatan.
Sejak tahun 2008, warga didampingi organisasi lingkungan hidup sudah melakukan daya upaya untuk mencegah pembangunan
PLTU di Kabupaten Cirebon. Tapi usaha tersebut gagal karena PLTU Cirebon unit 1 dan 2 pada akhirnya tetap dibangun. Dari dua PLTU tersebut, PLTU Cirebon unit 2 baru selesai pembangunanya pada tahun 2022 lalu dengan kapasitas 1x1000 MW.
Hanya berjarak sekitar satu kilometer dari PLTU Cirebon unit 2 ke arah timur, akan dibangun
PLTU Tanjung Jati A/Jawa 3. Tapi proyek pembangunan PLTU
Tanjung Jati A/Jawa 3 tak kunjung terlaksana karena terkendala dalam pendanaannya. Padahal dalam rencana yang ada, seharusnya pembangkit tersebut sudah mulai dibangun pada tahun 2016. Kondisi ini menjadi peluang baik untuk mengambil langkah hukum. Yaitu menggugat izin lingkungannya, walau belum pasti bakal mendapatkan hasil yang diinginkan.
Selaku penggugat adalah
WALHI sebagai organisasi lingkungan yang memiliki legal standing. Sedangkan pihak tergugat adalah Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(DPMPTSP) Provinsi Jawa Barat selaku penerbit Izin Lingkungan
PLTU Tanjung Jati A/Jawa 3. Sidang pembacaan gugatan dilakukan pada 30 Juni 2022 di Pengadilan
Tata Usaha Negara Bandung. Adapun alasan yang dijadikan dasar gugatan adalah : a. PLTU Tanjung Jati A akan berkontribusi pada perubahan iklim yang telah menjadi ancaman bumi. Berdasarkan perhitungan, PLTU Tanjung Jati A/Jawa 3 akan mengeluarkan 16 juta metrik ton CO2 dalam setahun. Jika dihitung
PLTU akan beroperasi selama 30 tahun sesuai dengan umur Izin
Usaha, maka PLTU Tanjung Jati A/ Jawa 3 akan mengeluarkan total 480 juta ton CO2. Oleh karena itu penerbitan Izin Lingkungan bertentangan dengan asasasas di dalam UU Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup dan UU Administrasi Pemerintahan. b. Pembangunan dan operasional PLTU batu bara
Tanjung Jati A/Jawa 3 berpotensi menimbulkan keuangan negara.
Dengan kondisi kelistrikan Jawa yang sudah kelebihan pasokan, tambahan produksi listrik dari
PLTU batu bara Tanjung Jati A/
Jawa 3 akan semakin menambah kelebihan pasokan listrik di Jawa.
Oleh karena itu potensi tidak terserapnya listrik PLTU batu bara
Tanjung Jati A/Jawa 3 ke konsumen sangat tinggi. Padahal PLN terbebani untuk membayar listrik yang dihasilkan sesuai dengan kesepakatan Perjanjian Jual Beli.
Atas dasar hal tersebut, WALHI dan Kuasa Hukum memandang penerbitan Izin Lingkungan bertentangan dengan asas-asas di UU Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup.
Ketika rangkaian proses persidangan masih berlangsung, kabar baik kembali datang. Salah satu media nasional memuat pernyataan PLN yang membatalkan rencana pengadaan
PLTU Tanjung Jati A/Jawa 3.
Beberapa bulan kemudian kabar baik itu disusul dengan hasil putusan Hakim PTUN Bandung yang mengabulkan gugatan WALHI.
Izin Lingkungan PLTU Tanjung
Jati A/Jawa 3 dinyatakan batal dan harus dicabut.
Keputusan Jepang membatalkan dukungan pendanaan untuk pembangunan PLTU Indramayu, maupun keputusan Hakim PTUN membatalkan Izin Lingkungan proyek PLTU Tanjung Jati A/ Jawa 3 di Cirebon, adalah simbol kemenangan rakyat, lingkungan, dan planet bumi.