Cerpen Untuk Filem

Page 1

008 ForumLenteng2


008

ForumLenteng2

01


enteng L m u r o F 5 0 0 2003 - 2 Hafiz*

Penerbit JURNAL FOOTAGE

Akhirnya, sekarang Juli 2008. Lima tahun sudah Forum Lenteng berdiri. Forum yang didirikan

ISSN 1979-5009

oleh para mahasiswa jurnalistik/komunikasi dan pekerja seni ini telah menjadi tempat diskusi

Jl. Raya Lenteng Agung No. 34 RT.007/RW.02, Lenteng Agung, Jakarta Selatan - 12610. Jakarta, Indonesia t. (+6221) 7884 03 73 // e. info@forumlentengjakarta.org // w. www.forumlentengjakarta.org | www.jurnalfootage.net

dan kerja kreatif kawan-kawan mahasiswa dan pekerja kreatif muda mengenai persoalan

02

Redaksi Hafiz, Mahardika Yudha, Andang Kelana.

sosial, politik dan kebudayaan. Untuk sebuah organisasi, usia lima tahun bukanlah usia

Penulis Hafiz, Andang Kelana, Fuad Fauji.

yang muda tapi juga bukan usia yang dewasa. Forum Lenteng adalah forum yang sangat

Kutipan Cerita Pendek dari Umar Kayam (“Sybil” dan “Secangkir Kopi dan Sepotong Donat” dalam Seribu Kunang-Kunang di Manhattan; Penerbit PT Pustaka Utama Grafiti, 2003), Budi Darma (“Yorrick “ dan “Keluarga M” dalam Orang-Orang Bloomington; Penerbit Metafor Intermedia Indonesia, 2004), dan A. A. Navis (“Pada Pembotakan Terakhir” dalam Robohnya Surau Kami; Penerbit Gramedia Pustaka, cetakan 13, 2007).

cair, baru dalam dua tahun terakhir bentuk organisasi dan kepengurusannya mulai berjalan

Kutipan Diskusi Cerpen Untuk Filem dari Diskusi tanggal 4 & 5 April 2008.

yang dikerjakan selama delapan bulan. Kompilasi pertama ini menjadi pijakan awal bersama

Desain Katalog Andang Kelana.

hal ini dipicu dari banyaknya tanggapan positif terhadap proyek video dokumenter ini, baik

Sampul Depan Interior Kaca Otty Widasari. Distribusi Forum Lenteng. Dicetak 100 eksemplar oleh Forum Lenteng. Forum Lenteng adalah organisasi nirlaba egaliter sebagai sarana pengembangan studi sosial dan budaya. Forum Lenteng berdiri sejak tahun 2003 yang didirikan oleh mahasiswa (ilmu komunikasi/jurnalistik), pekerja seni, periset dan pengamat kebudayaan — untuk menjadi alat pengkajian berbagai permasalahan budaya dalam masyarakat, guna mendukung dan memperluas peluang bagi terlaksananya pemberdayaan studi sosial dan budaya Indonesia. Forum Lenteng bekerja dengan merangkum serta mendata aspek-aspek sosial dan budaya yang mencakup kesejarahan dan kekinian di dalam kerangka kajian yang sejalan dengan perkembangan jaman dengan mengadakan pendekatan solusif bagi keberagaman permasalahan sosial dan budaya di Indonesia serta internasional. Salah satu medium yang digunakan Forum Lenteng adalah medium audio visual (filem dan video).

lebih terorganisir. Sebelumnya forum ini lebih seperti Kelompencapir (Kelompok Pendengar Pembaca dan Pemirsa) di masa Orde Baru, yang tidak mempunyai bentuk yang ajek. Pada Juli 2003, dari diskusi sederhana di halaman rumah, Forum Lenteng menggagas proyek pertamanya yaitu Massroom Project —sebuah proyek video dokumenter tentang kota Jakarta pada kawan-kawan di Forum Lenteng dalam membuat program-program selanjutnya. Suatu dari pemirsa di Indonesia maupun Internasional (dari tahun 2004 hingga 2007 Massroom Project masuk dalam ajang kompetisi dan pemutaran khusus di berbagai festival dunia di antaranya: Oberhausen, Bilbao, Sao Paulo, Mumbai, Durban, London, New York, Götenberg, Rotterdam dan berbagai pameran seni kontemporer dunia). Berangkat dari pengalaman Massroom Project, Forum Lenteng mencoba mencari bentuk yang cocok dalam memulai program-programnya. Sambil berjalan, kami menemukan bahwa yang paling penting dalam forum ini adalah bagaimana mendedah dan menganalisa fenomena sosial budaya dengan menggunakan media audio visual dan fotografi sebagai alatnya. Dari sini lahir beberapa program, di antaranya Videopoem Project, Video Autobiography, Jeda Photography Project, Melody Fair —Proyek Dokumenter Musik, Label Project— Proyek Fotografi Fesyen, Cerpen untuk Filem dan Filem untuk Filem (sedang berlangsung). Setiap proyek yang dijalankan oleh forum selalu membutuhkan waktu yang panjang, sekitar empat bulan paling minimal. Hal ini dikarenakan waktu yang dibutuhkan untuk riset, diskusi dan produksi memang mengharuskan kami menghabiskan waktu berminggu-minggu. Ada beberapa program yang pada akhirnya belum terselesaikan hingga tahap produksi, seperti proyek Video Autobiography yang terhenti pada hasil diskusi para

© ForumLenteng2008 Diizinkan untuk mengutip dan memperbanyak isi katalog ini!

partisipannya saja. Ada juga proyek yang masih jalan produksi sampai sekarang, hampir dalam dua tahun ini. Begitulah cara kerja Forum Lenteng, yang dihidupi dari sumbangan para anggotanya dan para donatur.

03


Selain menjalankan proyek internal kerja kreatif di lingkungan Forum Lenteng, forum ini juga melakukan berbagai workshop pembuatan film pendek dan video dokumenter di sejumlah daerah pada berbagai komunitas seni dan kelompok kreatif muda, sebagai suatu upaya persebaran ide, dengan mendedah dan menganalisa fenomena sosial dan budaya setempat

ntuk Filem U n e p r e C g n a Tent a* & Hafiz Andang Kelan

melalui medium audio visual. Dalam rancang kerja ini, Forum Lenteng bekerjasama dengan komunitas di berbagai daerah dan organisasi nirlaba lainnya, baik dalam pengorganisasian maupun kepartisipasian dalam rancang kerja kreatif yang dilakukan Forum Lenteng. Pada 2008 ini, Forum Lenteng mulai menerapkan pengorganisasian yang lebih terukur. Saat ini Forum Lenteng mempunyai beberapa divisi program antara lain: Rancang kerja kreatif, penelitian dan pengembangan, pendokumentasian, penerbitan (Jurnal Footage: www. jurnalfootage.net), dan produksi. Pembagian divisi ini dibentuk untuk kerja yang lebih efektif dalam menjalankan forum yang sampai saat ini mempunyai duapuluh tujuh orang anggota

Proyek Cerpen untuk Filem merupakan satu cara Forum Lenteng dalam upaya merangkum

aktif.

ragam permasalahan sosial dan budaya di Indonesia serta dunia dengan melihat kembali

Demikianlah sedikit tentang lima tahun Forum Lenteng. Kompilasi Cerpen untuk Filem merupakan proyek pertama forum yang berdasarkan fiksi. Sebelumnya Forum Lenteng selalu menggunakan pendekatan dokumenter dalam proyeknya, baik untuk filem/video maupun fotografi. Dari proyek ini Forum Lenteng belajar banyak tentang pembacaan karya sastra dengan berbagai perspektif ilmu-ilmu sosial dan budaya. Pembongkaran kode-kode dalam

realitas yang dulu dan yang sekarang. Fakta keberagaman ini juga terdapat dalam perkembangan sastra Indonesia sebagai salah satu medium kesenian yang punya kekuatan dalaman pada jalinan antar teks yang dibuat pada masanya. Kenyataan yang dulu dan kini itu, serta muatan fenomena sosial di dalam karya sastra, sampai hari ini pun masih relevan diperbincangkan konteks kekiniannya.

karya sastra, khususnya cerpen, menawarkan kami peluang untuk menginterpretasikannya

Struktur narasi yang ringkas dan padat, pilihan atas kata dan kalimat yang selektif dan

secara personal dan menjadi inspirasi dalam pembuatan filem-filem ini. Melalui proses dan

sederhana, serta tema-tema penceritaan yang sangat dekat dengan keseharian dalam cerita-

diskusi yang panjang, kode-kode baru muncul dari para sutradara/penulis filem-filem dalam

cerita pendek pilihan pada Cerpen untuk Filem ini adalah tantangan awal bagi partisipan di

kompilasi Cerpen untuk Filem. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa kode sastra dalam filem

sini. Yakni, bagaimana membacanya menjadi sebuah filem? Telah diakui bahwa sastra juga

mempunyai cara penerjemahan yang berbeda. Ada ikatan-ikatan yang begitu kompleks

merupakan salah satu bagian penting dalam perkembangan filem yang dianggap sebagai

dalam filem yang membuatnya jadi spesifik. Inilah mainan baru yang sedang diminati oleh

produk kebudayaan dengan unsur terlengkap —di dalamnya terdapat senirupa, teater,

kawan-kawan di Forum Lenteng saat ini.

musik, sastra, dan teknologi— sehingga dikatakan sebagai pencapaian tertinggi dalam seni.

Semoga kompilasi Cerpen untuk Filem ini memberikan peluang kepada kita untuk melihat

Cerpen-cerpen yang menjadi subyek bacaan dalam proyek Cerpen untuk Filem adalah karya

filem dengan cara yang berbeda. Kami percaya bahwa eksperimentasi dalam proyek ini akan

empat penulis utama Indonesia yaitu; cerpen “Sybil” dan “Secangkir Kopi dan Sepotong

memunculkan kritik dari pemirsa. Forum Lenteng sangat terbuka untuk menerima kritik.

Donat” karya Umar Kayam (dalam Seribu Kunang-Kunang di Manhattan), “Yorrick” dan

Selama ini dunia filem kita sangat minim “kritik pedas”. Padahal kritik adalah sesuatu yang

“Keluarga M” karya Budi Darma (dalam Orang-Orang Bloomington), dan “Pada Pembotakan

penting dalam perkembangan wacana filem dan kebudayaan kita. Untuk itu marilah kita

Terakhir” karya A. A. Navis (dalam Robohnya Surau Kami). Pemilihan cerpen-cerpen tersebut

saling mengkritik dan membuat sesuatu. Karena itulah yang menjadikan wacana kebudayaan

didasari atas tema sosial yang diangkat di dalamnya, seperti keterasingan, sejarah dan

kita terasa hidup dan bergairah.

memori kolektif, serta perspektif massa dalam melihat persoalan sosial dalam diri individu-

Salam

individu di dalamnya. Bagaimana merepresentasikan teks-teks karya cerpen (sastra) Indonesia menjadi bahasa

* Ketua Forum Lenteng

04

audiovisual: filem? Kerja inspirasi kreatif yang berlangsung sejak Januari – April 2008 ini

05


dilakukan dengan mencoba menuturkan kembali persoalan-persoalan sosial dan budaya

Setelah selesai pengambilan gambar, tahap terakhir pembuatan filem-filem ini adalah

yang tercermin pada teks-teks dalam cerpen tersebut dalam konteks kekinian melalui

penyuntingan dan akhirnya, presentasi sederhana di hadapan sedikit anggota masyarakat

pemaknaan kembali situasi sosial dan budaya masyarakat Indonesia sekarang.

sekitar dan beberapa undangan dalam waktu 2 hari. Presentasi itu disertai dengan diskusi dalam forum terbatas antar anggota demi tradisi pembahasan ide dan bentuk karya filem

Kerja inspirasi kreatif ini dimulai dengan pemilihan cerpen oleh partisipan sebagai materi

masing-masing partisipan.

bagi dasar filemnya, dari pilihan cerpen yang disediakan oleh Forum Lenteng. Partisipan melakukan pembacaan, pengkajian, dan pencarian data yang lalu dilanjutkan dengan

Proyek Cerpen untuk Filem diikuti oleh mahasiwa dan seniman/sutradara anggota Forum

pendedahan muatan teks yang terdiri dari berbagai unsur: visual, benda-benda, tempat,

Lenteng yaitu; Ajeng Nurul Aini (mahasiswa/sutradara), Arissa A. Ritonga (sutradara),

dialog, konflik, penokohan, sampai ke substansi yang terkandung dalam cerpen itu.

Bagasworo Aryaningtyas (mahasiswa/sutradara), Fuad Fauji (sutradara), Gelar Agryano

Pendedahan ini, dalam istilah kawan-kawan Forum Lenteng adalah pemecahan kode-kode.

Soemantri (mahasiswa/sutradara), Maulana M. Pasha (sutradara), Mirza Jaka Suryana (penulis/

Kode-kode ini dirunut dari berbagai sisi dan disusun kembali dengan asumsi-asumsi yang

sutradara), Otty Widasari (sutradara/ koordinator proyek), Riezky Andhika Pradana (sutradara),

mungkin dimaksud oleh penulis cerpen dan diinterpretasi kembali oleh partisipan menurut

Syaiful Anwar (sutradara), Agung Natanael (fotografer/sutradara), Ardi Widi Yansah

perspektif masing-masing di dalam forum diskusi.

(fotografer/sutradara), Ugeng T. Moetidjo (pemateri/periset), Mahardika Yudha (programmer/ periset), Andang Kelana (programmer) dan Hafiz (pemateri/kurator).

Tahap berikutnya ialah penulisan kesimpulan atas cerpen yang dipilih. Kode-kode yang sudah diinterpretasikan sebelumnya kemudian disusun kembali oleh partisipan ke dalam

Selama empat bulan proyek Cerpen untuk Filem, menghasilkan sembilan filem dari sembilan

bentuk tulisan dan gambar-gambar yang dipilah berdasarkan per adegan dan sekuen dalam

sutradara. Seharusnya ada 12 partisipan dengan hasil 12 karya filem. Tiga partisipan lain batal

cerpen terpilih secara mendetil. Setelah itu, dari susunan kode-kode ini, tiap partisipan

menyelesaikan karyanya pada tahap pembuatan. Ketiga partisipan, yaitu Agung Natanael

membuat ide yang memungkinkannya menentukan bentuk cerita dalam perspektif masing-

P. S., Andang Kelana, dan Ardy Widi Yansah. Agung dan Andang memilih cerpen “Topi Helm”

masing.

karya A. A. Navis dan Ardy mencoba cerpen “Sybil” karya Umar Kayam. Ketiganya tak berhasil menyelesaikan karena kesibukan baru mereka beroleh kerja kantoran. Tetapi, footage-

Persoalan paling mendasarnya adalah acuan tulisan partisipan kepada bahasa filem.

footage yang telah mereka buat tetap berharga untuk disimpan dalam BankFootage Forum

Yaitu, bagaimana menggambarkan kode-kode dari tulisan partisipan menjadi kode-kode

Lenteng, untuk suatu waktu kelak dapat digunakan sebaik-baiknya bagi pengerjaan kreatif

audiovisual dalam filem. Hal ini menghasilkan konflik dan kerumitan tersendiri dalam hal

filem laim mendatang.

pendedahan teks partisipan. Berdasar tulisan yang telah didiskusikan dalam forum inilah pembuatan filem dipersiapkan. Proses pembuatan ini merupakan tahap lanjutan kerja

Karya

keras, karena Forum Lenteng mendanai sendiri proyek Cerpen untuk Filem ini dengan uang masing-masing partisipan juga. Para partisipan mengerahkan anggota Forum Lenteng,

Terinspirasi dari cerpen “Sybil” karya Umar Kayam, Syaiful Anwar (Paul) membuat karyanya,

kawan dan penduduk sekitar sebagai pemain dan pekerja produksi untuk pembuatan

Suara Kota berdurasi 14 menit. Paul membuatnya di saat-saat menjelang akhir proyek, di sela

seluruh filem ini meski dengan alat dan perangkat yang serba terbatas.

kesibukannya mengkoordinasi pengerjaan proyek Cerpen untuk Filem ini. Pada filemnya, sebagai sutradara ia mengganti mata Sybil dengan sosok boneka perempuan yang tertinggal

Tahap pembuatan filem merupakan tahapan yang cukup sulit. Setiap partisipan melakukan

di dalam bis transjakarta. Dalam cerpen, boneka itu berupa boneka anjingan milik Susan,

pengambilan gambar berdasarkan naskah mereka masing-masing, dan kemudian

anak yang dititipkan pada Sybil, penghuni satu apartemen kumuh New York. New York dan

didiskusikan kembali dalam forum melalui kritik atas kesimpulan yang telah dibuat

Jakarta. Cerpen dan filem. Sybil dan video. Teks dan gambar. Waktu baca dan durasi. Dan

sebelumnya oleh partisipan. Diskusi berlangsung seru dan menegangkan selain juga

boneka dalam Suara Kota itu melihat warna-warni, gebalau suara pada kesibukan billboard-

berseling kelakar. Hasil diskusi kerap cukup menentukan bagi suatu pengambilan gambar

billboard dan lampu-lampu kota saling bersua di jendela-jendela bis kota. Paul melakukan

ulang yang terjadi oleh salah persepsi, paparan ide yang keliru, maupun ambilan gambar dan

pengambilan gambar di beberapa jalur Busway ibukota.

suara yang tidak pas. Beberapa partisipan juga melakukan diskusi tersendiri dengan pemateri untuk memeriksa kembali naskah mereka dan melakukan pembuatan ulang.

06

Lingkaran X adalah karya Bagasworo Aryaningtyas (Chomenk), berdasarkan cerpen “Yorrick”

07


karya Budi Darma. Pada pembuatan filem ini Forum Lenteng bekerjasama dengan komunitas

Terakhir” karya A. A. Navis, dengan mengambil tokoh utama Aku dan Maria. Maria adalah

Rumah Kotak, Depok. Chomenk mengambil latar kelompok kaum muda punk, sama seperti

teman masa kecil tokoh Aku. Ia bercerita, berdialog dengan tokoh Aku tentang masa kecil

pada beberapa karya terakhirnya yang juga mengambil tema generasi punk. Kawan-kawan

mereka. Dengan melampaui waktu, Maria bertutur di sebuah kursi kayu pada hamparan

komunitas Rumah Kotak adalah seluruh aktor dalam Lingkaran X. Syuting dilakukan di markas

hutan, sendirian. Beberapa kali Fuad merasa buntu ide. Dengan kerja keras, akhirnya ia

mereka di Depok. Chomenk mengarahkan mereka sesuai dengan naskah yang dibuatnya

merampungkan karya filemnya yang berdurasi 16 menit, berjudul Maria.

mengenai keterasingan seseorang di antara orang-orang lain dalam kelompok. Sebelum syuting dengan komunitas ini, sebenarnya Chomenk telah melakukan pengambilan gambar.

“Secangkir Kopi dan Sepotong Donat” karya Umar Kayam dipilih Arissa A. Ritonga (Icha)

Ia merias kawan-kawan di Forum Lenteng menjadi kaum punk. Syuting kaum punk rekaan

sebagai inspirasinya. Mengambil latar kantin sebuah kantor, Icha mengarahkan beberapa

ini gagal, karena dari segi cerita dan ide keterasingan budaya seperti yang dihendaki dalam

aktor utama yang berperan sebagai Peggy, Bung Kakatua, dan Pendeta yang membacakan

naskahnya tidak tercapai. Setelah didiskusikan, diputuskan untuk mengulang pengambilan

sebaris ayat dalam Alkitab. Beberapa kali pengulangan ambilan gambar karena kesalahan

gambar yang sama sekali lain dan baru.

dalam menyutradarai para aktor yang merupakan para karyawan dari kantor tempat lokasi pengambilan gambar. Ia memberikan judul karyanya Peggy Kemana Kau Semalam? Durasi 14

Gelar Agryano Soemantri bertandem penyutradaraan dengan Mirza Jaka Suryana untuk

menit.

filem Disko Plastik. Naskahnya ditulis oleh Mirza Jaka Suryana. Alur penceritaan dalam naskah mengutip artikel “Menengok Dapur Al-Qassam” pada Koran Tempo, 16 Februari 2008. Gelar

Maulana M. Pasha (Adel) tampaknya sedang gemar mengutak-atik apa yang bisa dilakukan

dan Jaka merekrut teman-teman mereka untuk menjadi pemeran di dalam filem ini. Untuk

oleh medium video. Dalam karyanya, Secangkir Copy Paste dan Cell, memperlihatkan

pengambilan gambar Disko Plastik ini mereka membutuhkan sekitar 20 aktor yang akan

kecenderungan ini. Ia bermain dengan footage foto-foto yang didapatnya dari internet,

bertopengkan para tokoh pemikir dan selebritas dunia dengan kostum plastik kantong

potongan adegan dari filem Citizen Kane-nya Orson Welles, yang juga disebut dalam cerpen

sampah. Pada pengambilan pertama, filem itu gagal karena kesalahan teknis artistik yang

karya Umar Kayam, “Secangkir Kopi dan Sepotong Donat” yang jadi pilihan inspiratif Adel

cukup serampangan. Ide tak sesuai dengan naskah. Para aktor amatirnya juga sulit sekali

untuk karya filemnya ini. Ia juga memasukkan unsur musik R&B dan memainkan efek suara

disutradarai karena mereka menganggap suasana pengambilan gambar bagai pesta gila-

dalam karyanya. Seperti Paul, selain sebagai koordinator Proyek, ia tetap berusaha membuat

gilaan biasa. Setelah berdiskusi dan mengulang proses pengambilan gambar, rampunglah

karyanya di antara kepadatan waktunya mengoordinasi partisipan proyek Cerpen untuk

filem Disko Plastik karya mereka yang berdurasi 23 menit, yang diinspirasikan dari cerpen

Filem ini. Durasi 19 menit menjadi durasi terpanjang diantara beberapa karyanya yang lalu.

“Yorrick” karya Budi Darma.

Tidak ada aktor utama dalam karyanya, semua seperti hanya bayang-bayang, sebagaimana juga adegannya, meski tidak ceritanya.

“Tabung Kaca” adalah cerpen karya Otty Widasari yang ditulis jauh sebelum proyek ini berjalan. Otty menjadikannya naskah untuk karya filemnya, Interior Kaca, yang terinspirasi

Partisipan termuda, Ajeng Nurul Aini, membuat karyanya dengan pendekatan semi

dari cerpen “Yorrick” karya Budi Darma. Dengan pendekatan pada beberapa kesamaan

dokumenter. Ia mengambil contoh keluarga yang benar-benar ada dan mewawancarai

substansi pada kedua cerpen itu, Otty menginterpretasikan kembali dengan menulis ulang

mereka. Wawancara yang sesuai diinginkan oleh sang sutradara. Ajeng berhasil mengajak

cerpennya sebagai naskah untuk filem agar sesuai dengan substansi dari cerpen “Yorrick”,

keluarga ini untuk diwawancara dengan mimik yang tampak tidak dibuat-buat. Dengan

menjadi Interior Kaca. Filem berdurasi 17 menit ini mengambil latar interior rumah dan

mengambil latar di sebuah rumah susun Pasar Minggu, Ajeng mengajak anak-anak sekitar

sebagian eksterior rumah tua, bersama narasi cerpen “Tabung Kaca” yang dibacakan oleh

untuk menjadi pemain dalam filemnya untuk melakukan adegan perang-perangan yang

narator dalam filem ini.

salah satu pelurunya mengenai motor tokoh Aku yang diperankan oleh salah satu partisipan juga. Cerpen “Keluarga M” karya Budi Darma, berhasil menginspirasi Ajeng membuat

Fuad Fauji adalah partisipan non-anggota Forum Lenteng yang berasal dari Lebak, Banten.

filemnya yang berjudul M / dengan durasi 25 menit, durasi terpanjang di antara kesembilan

Dengan segala keluguannya ia berusaha keras untuk membuat filem pertamanya. Tiga

karya ini.

kali mengulang ide dan pengambilan gambar tidak membuatnya patah semangat untuk mengikuti pola kerja dalam Forum Lenteng. Ia memilih cerpen “Pada Pembotakan

Riezky Andhika Pradana (Kikie), tampaknya bersikeras melakukan uraian luar layar (dubbing) dalam karyanya yang berjudul Balada Hari Raya dengan durasi 18 menit. Daerah Bongkaran,

08

09


Stasiun Tanah Abang, dan Pos Hansip serta beberapa pos penjaga lintasan kereta menjadi latar filem Kikie. Suasana orang pinggiran, dengan musik dangdut dan bayang-bayang kriminalitas kota melandasi dialog antara Karjan, Parman dan Hansip dalam karya Kikie. Hamsad Rangkuti membuat cerpen “Karjan dan Kambingnya� . Dalam Rancang kerja ini, karya cerpen tidak diperlakukan sebagai obyek adaptasi, tetapi sebagai sumber inspirasi persoalan sosial dan budaya yang kemudian direpresentasikan dalam bentuk ‘audiovisual’ (filem). Dengan menggunakan medium ini, partisipan mencoba melihat kemungkinan lain dari cara bertutur medium filem dengan membangun konstruksi cerita yang diinspirasikan dari cerpen. Permainan pembongkaran kode-kode dalam sastra dan filem adalah permainan baru yang kini tengah sangat diminati kawan-kawan di Forum Lenteng. Ini menjadi indikator yang baik bagi forum ini dalam melihat bagaimana filem yang memiliki unsur sastra dapat dibaca dengan lebih jernih dan obyektif. Nikmatilah karya-karya ini, dan sampai jumpa pada Proyek Filem ke Filem! Forum Lenteng, 11 Juli 2008 *Sekjen Forum Lenteng

10

11


a Filem Pertam Fuad Fauji*

Cerita Filem Pertama Lewat catatan ingatan yang putus-putus, saya ingin menceritakan ini. Kini saya sudah di Lebak lagi dari Jakarta untuk bercerita tentang proses berkarya saat sahabat saya di sini bertanya, “Apa yang kamu kerjakan di sana?” Saya hanyalah seorang penonton yang tak tahu apa-apa pada awalnya, bahkan mungkin sekarang pun. Demi filem fiksi pertama saya itu, saya berharap tidak terlalu tak tahu apa-apa lagi. Dalam hal estetika, saya tak punya pegangan akan pengertian sebuah filem. Saya belum cukup memahami sains filem dan dalil-dalil “dramaturgi” . Filem saya ini sekadar ungkapan bentuk, yakni adaptasi konstruksi teks ke gambar bergerak yang tampak. Semacam kesaling hubungan gambar dalam dinamika visual. Filem fiksi pendek pertama saya, Maria, diadaptasi dari cerita pendek karangan A. A.Navis, “Pada Pembotakan Terakhir”. Saya telah mengikuti program internal kerja inspirasi Cerpen Untuk Filem pada Forum Lenteng Jakarta. Saya menyukainya. Pilihan saya atas cerpen itu lebih karena visualisasi filemnya akan menjadi isyarat akan tanda, gambaran dari yang ditandakan, lewat kesamaan visual antara cerpen dengan filem. Saya tidak menghiraukan kualitas dari filem yang saya buat, karena saya masih lebih belajar untuk memfokuskan diri pada pemfilemannya. Kualitasnya ditakar bukan dari kesamaan atau identiknya cerpen dengan filem, melainkan hubungan eratnya dengan saya. Cerpen, saya anggap sebagai karya sastra yang paling dekat dengan realitas yang rumit. Dan realitas ini erat sekali hubungannya dengan kebiasaan tiap-tiap individu yang terpencar dari massa. Saya menyukainya, karena cerpen, filem, individu dan massa berkaitan dengan cara pandang kita akan realitas. Jika kita paparkan soal realitas yang tak habis-habisnya itu, yang terpenting darinya ialah penyikapan arif kita akan peristiwa atau kejadian, baik yang telah kita lalui maupun yang tengah terjadi, sebagai suatu pengalaman yang pada ujungnya berpengaruh pada pengungkapan gagasan. Realitas tidaklah jauh dari pengalaman hidup. Pengalaman tidak jauh dari pengetahuan yang memunculkan gagasan. Jika Anda membahas pengalaman diri sendiri, mudahlah Anda menghafal segala kejadian yang besar dan kecil yang terjadi pada diri Anda. Tetapi kala Anda mencoba membahas pengalaman orang lain,

12

13


Anda akan selalu bertanya dan terus bertanya.

banyak keluar darah’, dan menjadikan cerpen itu sebagai dasar bagi naskah mentah. Ketika mendiskusikannya, hal itu ditentang keras oleh Hafiz dan UTM. Menurut mereka saya sangat

Saya datang beresidensi di Forum Lenteng sejak Januari – April 2008. Saya belum cukup

“miskin” dan terjebak pada cerpen. Saya sadar saya banyak menonton filem “Hollywood”

mengerti akan sastra, sehingga pada saat proses pembedahan cerpen saya sedikit kesulitan

(cemilan). Seketika itu, saya dituntut untuk memilih, melebur sekalian dengan cerpen itu,

dalam memahami gagasan yang berkaitan dengan pemaknaan benda-benda di dalam

atau sama-sekali keluar darinya. Saya memilih keluar, tetapi dengan tetap mengambil

cerpen. Kerap kali saya berdiskusi dengan UTM, Hafiz, Otty, dan teman-teman lain di

beberapa hal penting yang tidak dapat saya ganti.

ForumLenteng seperti Galib, Adel, Andang, Diki. Diskusi-diskusi itu membawa saya untuk terus membaca buku-buku yang rapi berderet di rak buku koleksi ForumLenteng. Pembacaan

Saya tak cukup berani sepenuhnya keluar dari cerpen itu, seolah terbuai sudah oleh

itu berpengaruh dalam cara saya memahami sesuatu secara lebih mendalam sampai-sampai

teksnya. Akibatnya, terasa gagal lah saya dalam membuat “filem yang terinspirasikan”. Takut

saya mendapat julukan “Setegi 2” atau “Setengah Gila”.

mencederai cerpen yang sudah bagus itu. Bisa jadi alasan ini sama dengan teman-teman yang lain. Saya ingat diskusi dengan UTM mengenai filem inspirasi yang paling berhasil

Cerita Diskusi Baiklah saya coba tuturkan cerita paling membahagiakan hati saya ketika proses pembedahan cerpen selesai. Saya segera membuat ide filemnya. Penentuan ide dilakukan setelah masing-masing peserta membuat kesimpulan pembedahan cerpen pilihannya. Saya mencatat kesimpulan saya sendiri pada kertas-kertas sobekan karena saya tidak membawa buku catatan. Proses ini mungkin yang paling banyak memeras kerja otak. Betapa tidak, tiga

yaitu Satyajit Ray dengan karya Trilogi Apu-nya. Berkali-kali saya menonton filem itu untuk memperoleh jawaban dari diskusi itu, bahwa Satyajit Ray telah keluar dari novel “Pather Panchali” dan “Aparajito” dan membuat filem yang berdiri sendiri. Diskusi tersebut mengubah pemahaman saya tentang filem inspirasi. Pembentukan ide filem pada dasarnya adalah peletakan dua dimensi seni pada satu bidang. Dimensi itu adalah realitas-realitas dan bidang itu adalah durasi.

kali saya mengajukan konsep ide saya pada pemateri dan selalu gagal. Di saat itu, rutinitas

Saya lalu membuat ide kedua berupa kisah pria dan wanita yang terjalin lewat dialog dalam

saya ialah masuk perpustakaan dan keluar untuk minum secangkir kopi pahit. Hal itu juga

satu ruang dengan banyak memunculkan warna merah pada gambar pendukung demi

mengharuskan saya untuk kian lebih menonton filem dan membaca berbagai catatan yang

maksud membangun fantasi kekejaman. Ide itu dikritik Hafiz karena tidak menciptakan

berkaitan dengan buku filem.

ketenangan, selain nilai puitisnya terlalu liar karena kemunculan warna merah itu akan terlalu

Saat itu UTM menyarankan saya menonton filem Mother karya Vsevolod Pudovkin yang

kuat muatannya pada realitas buatan.

ada di perpustakaan Forum Lenteng. Filem itu pernah sekali saya tonton di sini. Yang

Kami pun lalu bicara mengenai Hiroshima Mon Amour yang berhasil membuat footage-

teringat oleh saya hanyalah beberapa gambar rumah, air, bekuan es, dan massa. Rumah

footage menjadi serangkaian gambar filemis. Yang bisa saya lakukan saat itu adalah berulang

saya kebetulan dekat sungai, dan gambar itu terasa dekat pada saya, tetapi gambar itu tak

kali menonton dan mencatat. Filem itu terasa cepat perpindahannya. Gambar-gambar terasa

cukup saya mengerti karena banyaknya kemunculan gambar es yang mencair diselingi amuk

saling berkejaran. Sesekali saya datang pada Hafiz menanyakan adegan pembuka filem itu

massa. Untunglah UTM rela hati berdiskusi dengan saya. Ada rasa takut ketika bertanya,

yang sarat keanehan.

namun pikiran saya yang kosong serasa “diformat” ulang karena gambar-gambar itu pada dasarnya ternyata kembali ke pengetahuan saya dalam melihat sesuatu. Mungkin agak salah,

Kali ketiga, saya putuskan mengubah ide dan berdiskusi dengan UTM. Saya coba membuka

tapi kalimat inilah yang bisa saya ingat karena minimnya buku yang saya baca. Andre Bazin

catatan hasil diskusi pada kertas sobekan itu, yang tak terasa sudah penuh curhatan, dengan

pernah berasumsi soal penglihatan kita akan gambar: Ketika “mata” manusia melihat sebuah

beberapa poin penting hasil diskusi yang saya catat, misalnya: montase, dramaturgia, syarat-

obyek berwarna merah, ia “melihat” satu substansi oleh karena penglihatannya dihidupkan

syarat dramatik, fakta-fakta dramatik, logika gambar, logika gerak, realitas dramatik, sebab-

oleh kecerdasannya sendiri.

akibat, sains filem, gambar filemis, substansi benda-benda dalam bingkaian, serta kronologi, komposisi, konstruksi gambar, serta realisme gambar.

Usai berdiskusi, biasanya saya minum kopi dan nonton lagi. Yang bisa saya pikirkan saat itu adalah, berusaha keras membangun konstruksi logis imajinasi dalam bangun dasar realitas

Pada saat menyusun dan membuang yang tak perlu kala membangun kontruksi gambar itu

gambar, yakni naskah. Terbentuklah ide pertama saya: ‘pencukuran rambut yang sampai

muncul ide mengenai hubungan antara waktu, ingatan, persahabatan, orang-orang, dan

14

15


keluarga yang dijalin melalui dialog. Ide itu menjadi ide terakhir dan diperbolehkan.

teman-teman saya. Tiga minggu, dengan pilihan dua tempat di Jakarta, hutan Universitas Indonesia dan di daerah Kalimalang, Jakarta Timur. Alasannya, tiga tempat itu cukup

Cerita Penulisan Naskah Pembuatan skenario ide itu banyak dikritik oleh Otty dan Hafiz karena pemateri menginginkan saya membuat skenario yang baik. Tidak perlu membuat filem menjadi naratif, meski tidak banyak pilihan karena minimnya pengetahuan mengenai konstruksi

memberikan gambaran persoalan alienasi si tokoh. Potongan-potongan gambar, yang memekankan pada substansi pemaknaan setiap masing-masing gambar terjalin dalam logika gerak, membuat saya “setegi”. Pada si tokoh, masalah-masalah lampau seakan tidak beranjak dari tubuhnya.

montase. Saya ingin membuat pendekatan puitik untuk filem ini, maka saya menambahkan

Perwatakan atas sosok Maria ditemukan secara kebetulan berkat Kiki— teman di Forum

suara-suara yang langsung direkam di tempat syuting. Memadukan ambilan-ambilan

lenteng. Sosok-sosok lain, sengaja dipilih yang belum terbiasa dalam beradegan pada

gambar bentang pemandangan dan ambilan dekat agar terbangun jarak antar kedua tokoh.

lensa kamera karena lebih alamiah. Begitupun dengan tokoh “Aku”, sesosok lelaki konyol

Ambilan gambar mata “Aku” dengan ambilan-dekat ekstrem menginginkan adanya pusat

dengan wajah sedih dan sakit. Pemilihan akan sosok “Aku” ini pada akhirnya melibatkan

yang menjadi suatu inti, yang tepat di tengah-tengahnya agar menjadi bagian dari abstraksi

saya sebagai sutradara untuk ambil peran. Sebelumnya, saya percayakan pada saudara Wibi,

gambaran gagasan.

tapi saya begitu segan padanya sampai tidak sanggup mengatakan keresahan hati akan

Montase yang dibangun antar dua cerita tokoh dalam filem Maria, saling berekatan. Penyambungan bolak-balik dari setiap kejadian membutuhkan perekat yang dipilih secara ketat. Ambilan gambar penunjuk digunakan sebagai penanda tempat kejadian (establish shot) menyempit secara deduktif. Kemungkinan montase untuk Maria sangat kuat sehingga dapat memungkinkan susunan adegannya dikisahkan tanpa mengiraukan urutan. Filem pertama saya ini masuk pada sebuah proses dialektika yang melahirkan arti asali yang dikandung oleh dua potongan yang disambung (direkat). Penyusunan montase berada pada proses di mana sejumlah besar kejadian dijalin untuk menyampaikan informasi yang lebih banyak dalam waktu yang sangat singkat. Singkatnya durasi gambar bukan karena ketakutan akan memakan banyak durasi, melainkan karena upaya mendekatkan pada bentuk montase yang khusus, baik secara sadar atau tidak (dari ambilan gambar ke ambilan gambar lain licin dan lancar untuk mengarahkan perhatian pada kejadian yang sedang berlangsung). Semua yang dapat mengalihkan kelangsungan dan arus kejadian adalah baik; yang tidak, dianggap buruk. Bangunan filem Maria adalah membuat gambaran tentang sosok yang demikian dihinggapi masa lampau, yang manis dan kelam. Maka saya membutuhkan benda-benda yang kuat agar membangun kekayaan gambar filem, seperti pepohonan, air mengalir, batu, tanah, dan udara. Benar adanya, bahwa gambar filem adalah reproduksi mekanis minus partisipasi manusia. Setiap kualitas objektif fotografi adalah apa yang dapat memberikan keistimewaan medium berkaitan dengan kenyataan. Cerita Luar Layar Sutradara tidaklah baik jika banyak bicara mengenai filemnya, biarlah filemnya yang bicara pada semuanya. Tetapi dibenarkan jika saya memasukan gagasan lewat ambilan gambar yang sarat substansi masalah waktu. Masa pengambilan gambar saya terlama di antara

16

tidak setuju pada gesturnya. Perasaan itu berbuntut pada kritik pemateri pada saya karena tidak tegas dalam mengarahkan. Itu semua memberikan pengalaman sangat berharga pada saya. Ketelitian menentukan tokoh sangatlah penting, karena berhubungan langsung dengan idealisasi konsep tokoh yang diinginkan dalam bangunan filem. Kamerawan adalah penerjemah sutradara. Asumsi Bazin bahwa bagaimanapun, kegunaan lensa kamera itu sendiri adalah perangkat artifisialnya. Sebab itu, reproduksi fotografi “alamiah” pada tiap aksi tidak pernah menangkap apa itu “spontanitas” secara tepat karena hal itu sendiri telah merupakan suatu kendali ”tersusun” dan “terkalkulasi”, sekaligus eksploitasi dari apa yang difilemkan selalu melampaui lensa kamera. Saya memilih dua juru kamera. Pemberian kebebasan pada mereka menuntut untuk selalu mengeksplorasi gambar ketika syuting untuk cadangan ambilan gambar. Alasan lain, ketika hari kedua syuting, juru kamera saya sakit dan digantikan seorang kawan yang tahu persis keinginan saya, yaitu Hafiz. Pada saat pengambilan gambar selesai, saya langsung masuk proses editing, di mana saya harus putar otak untuk selektif memilih gambar dan suara. Proses penyuntingan digarap oleh tiga editor. Montase oleh saya sendiri dengan saudara Diki sebagai pendamping agar tidak keluar dari konsep. Walau nyatanya, ada beberapa perubahan gambar dengan bahkan syuting ulang hingga tiga kali saat penyuntingan sedang digarap. Perubahan itu misalnya, tenggelamnya si “Aku”, parit, dan anak kecil. Di lapangan, masalah teknis menyeruak. Pemaknaan dalam substansi gambar begitu rumit, misalnya bagaimana riak air, tangan yang menggilirkan biji congklak ke lubangnya, bisa dimaknai sebagai waktu yang bergerak. Penggunaan suarasuara dalam gambar filem Maria ini kebanyakan direkam di lapangan. Suara burung, dan aliran air, potongan musik klasik, semuanya menginginkan suara-suara itu memiliki jalinan substansial dengan gambar, maka proses itu berketat dalam suntingan. Saya dibantu temanteman di ForumLenteng hingga akhirnya rampung lah filem pertama saya. * Partisipan Proyek dari Saidjah Forum-Lebak, Banten

17


FILEM

18

19


M/

Suara Kota

25’ | PAL | Alih Bahasa Inggris | Warna | 2008

14’ | PAL | Alih Bahasa Inggris | Warna | 2008

Terinspirasi dari cerpen “Keluarga M” karya Budi Darma, dalam Orang-Orang Bloomington,

Terinspirasi dari cerpen “Sybil” karya Umar Kayam, dalam Seribu Kunang-Kunang di

Metafor Intermedia Indonesia, 2004

Manhattan, PT Pustaka Utama Grafiti, 2003

Sebutir peluru yang terlontar dari senapan mainan berdampak pada perdebatan sang

Kota adalah pergerakan segala kendaraan, billboard-billboard, lampu-lampu, orang-orang,

pemilik sepeda motor dengan keluarga M di satu kawasan rumah-susun. Dua pihak

yang terus bergerakan siang malam 24 jam. Segala itu merupakan tanda-tanda dari adanya

bertetangga satu hunian melancarkan argumen pembelaan diri dan kebenaran atas

kuasa sistem di dalam masyarakat, pada masalah ekonomi, politik dan budaya. Mata boneka

sebab peristiwa itu, rusaknya tangki sepeda motor. Ketiadaan saksi mata berlawanan

yang terperangkap dalam bis trans-jakarta, menangkap tanda-tanda ini dalam perjalanannya

dengan adanya barang bukti. Penelusuran dilakukan oleh seorang pembuat filem. Seperti

menyusuri keriuhan Jakarta. Matanya mata orang-orang lewat di jalanan kota besar. Mata

pembuatan investigative feature, “sutradara” mengetahui si pemilik motor mempunyai

Sybil adalah mata orang-orang yang tertindas secara sistematik oleh kuasa kapital, politik

fantasi-fantasi mengerikan atas orang-orang di sekitarnya. Dia tetap orang yang “asing” di

dan kebudayaan di Jakarta.

ini Ajeng Nurul A

Syaiful Anwar

lingkungan huniannya.

20

21


Dan Cell e t s a P y p o C Secangkir sha Maulana M.Pa

Lingkaran Xaningtyas Bagasworo Ary

19’ | PAL | Alih Bahasa Inggris | Warna | 2008 19’ | PAL | Alih Bahasa Inggris | Warna | 2008 Terinspirasi dari cerpen “Yorrick” karya Budi Darma, dalam Orang-Orang Bloomington, Terinspirasi dari cerpen “Secangkir Kopi dan Sepotong Donat” karya Umar Kayam,

Metafor Intermedia Indonesia, 2004

dalam Seribu Kunang-Kunang di Manhattan, PT Pustaka Utama Grafitti, 2003 Sekelompok anak muda tinggal serumah. Namun, ada satu orang yang berbeda diantara Narator mempertanyakan siapa Jim dan Peggy. Dua tokoh dalam film ini yang merupakan

mereka (Aku). Aku berusaha untuk dapat menjadi bagian dari mereka. Namun, karena

“orang-orang” disekitar kita saat ini. Ada pertemuan tersembunyi di ruang pribadi. Jim dan

perbedaan pergaulan dan budaya, Aku menjadi korban dari sistem pergaulan di rumah

Peggy adalah sosok yang terperangkap dalam lingkaran pesan dan media saat ini, dari filem,

itu. Aku merencanakan perlawanan. Ia lakukan berbagai cara untuk membalas perlakuan

radio, televisi, komputer, internet, dan video handphone. Orang-orang instan ini akan hilang

dari orang-orang di rumah itu. Tapi, Aku tetaplah seorang pengecut yang hanya dapat

begitu saja seperti arus percepatan dunia “pesan” kontemporer yang selalu berdaurubah dari

membalasnya dengan umpatan dalam hati dan tindakan-tindakan di belakang layar yang

satu bentuk ke bentuk lain yang baru.

pasti tidak mungkin bisa merubah yang sudah ada di rumah itu.

22

23


Maria

Fuad Fauji

16’ | PAL | Alih Bahasa Inggris | Warna | 2008 Terinspirasi dari cerpen “Pada Pembotakan Terakhir” karya AA Navis, dalam Robohnya Surau Kami, Gramedia Pustaka, cetakan 13, 2007

Kenangan silam telah mengubah hidup Aku. Hidup dalam memori masa lalu menjadikannya bertanya-tanya kembali tentang peristiwa tragis yang menimpa Maria, sahabat masa kanak si Aku). Dalam serentetan percakapan imajiner, Aku bertanya kepada Maria bagaimana kehidupan dirinya kini? Bertemukah ia dengan Ayah dan Ibunya? Aku bercerita kepada Maria apa yang terekam dalam kehidupannya dulu saat “pembotakan terakhir” si Aku kala berusia tujuh tahun. Ada darah, rambut, bubur delima di dalam memori itu.

24

aya Balada Harai PRradana Riezky Andhik

18’ | PAL | Alih Bahasa Inggris | Warna | 2008 Terinspirasi dari cerpen “Karjan dan Kambingnya” karya Hamsad Rangkuti, dalam Sampah Bulan Desember, Penerbit Buku KOMPAS, 2000

Pemandangan Stasiun Tanah Abang yang berseberangan dengan bongkaran dan kereta api ekonomi menyusuri gubug-gubug penghuni pinggiran rel kereta api dari pagi, siang dan malam, menjadi saksi pertemuan Karjan dan Parmin. Nostalgia mereka kemudian diwakili oleh seekor kambing yang diberikan Parmin kepada Karjan. Petualangan Karjan membawa kambingnya menyusuri masa lampau di sepanjang rel kereta api bermuara pada kesialan Karjan yang dituduh mencuri kambing.

25


malam?

Kau Se a n a m e K y g g Pe ga Arissa A. Riton

Interior Kaca Otty Widasari

17’ | PAL | Alih Bahasa Inggris | Warna | 2008 14’ | PAL | Alih Bahasa Inggris | Warna | 2008 Terinspirasi dari cerpen “Yorrick” karya Budi Darma, dalam Orang-Orang Bloomington, Terinspirasi dari cerpen “Secangkir Kopi dan Sepotong Donat” karya Umar Kayam,

Metafor Intermedia Indonesia, 2004

dalam Seribu Kunang-Kunang di Manhattan, PT Pustaka Utama Grafitti, 2003 Ada yang ‘asing’ di rumahnya. Tawaran demi tawaran disajikan ‘asing’ kepadanya. Perlahan Bangsal santapan itu tempat pertemuan para karyawan di jam makan siang. Seorang di

tawaran itu menyeret dan mengurungnya ke dalam kesemuan. Pertualangan dalam ruang

antaranya punya niat lain: mengintai sepotong cinta. Dia si pegawai yang ingin bersua hasrat

kesemuan itu membuatnya tidak sadar bahwa dirinya sendiri telah membuat keterasingan

dengan cinta itu pada pelayan santapan. Ia adalah “Peggy” yang lain. Dentang-denting piring,

itu bagi ruang dan juga bagi dirinya sendiri.

sendok, gelas, mesin kasir cring-cring, kecipak mulut-mulut yang mengudap, menyimpan kesaksiannya sendiri atas kisah-kasih keduanya, diseru kotbah sang pendeta.

26

27


Disko PlastSikoemantri & Mirza Jaka Suryana Gelar Agryano

23’ | PAL | Alih Bahasa Inggris | Warna | 2008 Terinspirasi dari cerpen “Yorrick” karya Budi Darma, dalam Orang-Orang Bloomington, Metafor Intermedia Indonesia, 2004

Idris adalah seorang pelayan. Dalam sebuah pesta yang dihadiri orang-orang besar ternama, ia punya rencana. Satu aksi pembalasan telah disiapkan sebelum pesta liar para pembesar

BIOGRAFI

budaya dimulai. Ia merencanakan aksi pembunuhan atas simbol-simbol peradaban dunia. Tepat pada waktunya, ia masukkan racun mematikan ke dalam minuman yang dibagikan kepada para tamu. Semua terkapar. Pembalasan sudah tertunaikan. “Siapakah musuh-musuh kita? Ini adalah pertanyaan pertama bagi revolusi!”

28

29


Otty Widasari lahir di Balikpapan tahun 1973. Salah satu pendiri dan pengurus Forum Lenteng yang menangani bagian Program. Aktif membuat karya video dan aktif berpameran di beberapa negara. Tahun 2006, ikut berpartisipasi dalam proyek NEO-BEGINNERS yang menghasilkan satu karya video berjudul Be RTDM yang dipresentasikan di TENT. Gallery, Rotterdam, Belanda. Tahun 2007 menjadi seniman undangan pada OK. Video MILITIA - Jakarta International Video Festival. Tahun 2008 salah satu partisipan dalam Proyek Payung, sebuah proyek untuk menyikapi 10 tahun reformasi, dengan membuat satu karya video berjudul “Kemarin”. Finalis Indonesian Arts Award 2008 untuk karya “Rumah”. Videografi: Massroom Project (2003); “Horor Satu Menit”, “Punk Satu Menit” (2005); “Be RTDM” (2006); “Rumah”, “Rumah2” (2007); “Interior Kaca”, “Kemarin” (2008).

Arissa Afridayanti R. lahir di Jakarta tahun 1983. Anggota aktif Forum Lenteng. Bekerja sebagai jurnalis dan penulis lepas. Ia juga menjadi pengajar bahasa asing untuk anak-anak sejak kuliah hingga sekarang. Aktif membuat karya video. Videografi: “Indonesia (0) vs Korea Selatan (1)” (2007); “Peggy Cintaku, Kemana Kau Semalam?” (2008)

Mirza Jaka Suryana lahir di Bandung tahun 1979. Lulusan Hubungan Internasional IISIP ini aktif menulis di berbagai media massa dan menerjemahkan berbagai tulisan asing ke dalam bahasa Indonesia ataupun sebaliknya. Aktif membuat karya video baik individu maupun kolaboratif. Saat ini ia adalah redaktur JURNAL FOOTAGE yang merupakan salah satu bagian kegiatan Forum Lenteng.

Maulana M. Pasha lahir di Jakarta tahun 1983. Salah satu pendiri dan pengurus Forum Lenteng yang menangani Bagian Workshop. Karyanya yang berjudul “Jalan Tak Ada Ujung” meraih grand prize dalam ASEAN New Media Art tahun 2007 dan Indonesian Art Award di tahun 2008. Menjadi seniman video undangan pada OK. Video MILITIA - Jakarta International Video Festival tahun 2007. Di tahun yang sama, pada bulan Maret menjadi sutradara undangan dalam 37th Tampere International Short Film Festival, sekaligus pembicara dalam seminar yang menjadi bagian dari program MEGAPOLIS yang membicarakan tentang Jakarta. Tahun 2008, karyanya yang berjudul Town Wall meraih hadiah pertama dalam Festival Film Penyutradaraan X IKJ. Videografi: Massroom Project (2003), “Jalan Tak Ada Ujung”, “Virus” (2006); “Atmosfer” (2007); “Town Wall”, “Secangkir Copy Paste dan Cell” (2008).

Riezky Andhika Pradana lahir di Jakarta tahun 1982. Anggota aktif Forum Lenteng. Selain membuat karya video, ia juga seorang musisi. Videografi: “Lenteng Bergetar” (2007); “Malam di Jalan” dan “Balada Hari Raya” (2008)

Ajeng Nurul Aini lahir di Jakarta tahun 1985. Mahasiswa jurnalistik IISIP-Jakarta, anggota aktif Forum Lenteng. Aktif membuat karya-karya video. Ia juga salah seorang jurnalis pada JURNAL FOOTAGE. Videografi: “Benar Pak, Ini Jalannya!” (2007) dan “M /” (2008)

Videografi: “Lesut Mobil, Jalan Gelap” (2007)dan “Disko Plastik” (2008)

30

31


Fuad Fauji tinggal dan bekerja di Lebak, Banten, sebagai penulis dan periset. Salah satu pendiri Saidjah Forum yang merupakan sebuah komunitas yang mengkhususkan dirinya membahas persoalan-persoalan sosial-budaya dan masyarakat Lebak dan sekitarnya dari realitas la mpau hingga sekarang. Ia juga salah seorang pendiri perpustakaan umum di Lebak yang diberi nama Ramanda. Aktif membuat tulisan dan video. Videografi: “Maria “ (2008)

Bagasworo Aryaningtyas lahir di Jakarta tahun 1983. Anggota aktif Forum Lenteng. Aktif menulis di media alternatif kampus. Mulai membuat karya video dan fotografi sejak tahun 2003. Mengikuti pameran mahasiswa Jakarta32oC tahun 2006 yang diselenggarakan oleh ruangrupa. Tahun 2007 bekerja lepas sebagai koordinator lapangan dalam OK. Video MILITIA - Jakarta International Video Festival. Karyanya Bilal diputar secara khusus pada Rotterdam Film Festival tahun 2008. Videografi: “Bilal” (2006), “Memanjakan Tubuh” (2007), “Lingkaran X” (2008)

32

Syaiful Anwar lahir di Jakarta tahun 1983. Salah satu pendiri dan pengurus Forum Lenteng yang menangani bagian Produksi, Perpustakaan Forum Lenteng. Aktif menulis di buletin Fotnot dan penulis di Jurnal Footage. Aktif membuat karya video dan fotografi. Gemar bermain bola. Videografi: “The Ritz” (2007), “Suara Kota” (2008)

Gelar Agryano Soemantri lahir di Cianjur tahun 1986. Aktif membuat karya video baik individu maupun kolaboratif. Anggota aktif Forum Lenteng. Karyanya yang berjudul ‘Ketika Aku Pulang Tidak Ada Mamah di Depan Pintu’ yang merupakan karya hasil rangka kerja Kontrakan Kita di tahun 2007, nominasi di Festival Film Jember 2008, dan diputar secara khusus pada Rotterdam Film Festival 2008. Videografi: “Ketika Aku Pulang Tidak Ada Mamah di Depan Pintu” (2007), “Lesut Mobil, Jalan Gelap” dan “Disko Plastik” (2008)

33


A R A C I B A SUTRADAR

34

35


DISKO PLASTIK

cuci bersih, kemudian saya isi air matang. Rupanya Yorrick juga tahu. Dia minum dari botol

Terinspirasi dari cerpen “Yorrick” karya Budi Darma dalam buku Orang-Orang Bloomington.

saya lagi, dan kadang-kadang menyerobot makanan saya. Rupanya dia juga tahu saya sudah putus asa, karena itu dia kembali pada kebiasaannya meninggalkan pakaian kotor, handuk,

[ ] Menceritakan penindasan di negara dunia ketiga oleh orang-orang dari dunia pertama.

sabun, dan lain-lain dalam kamar mandi. (“Yorrick”, halaman 131)

Filem ini dibuat dengan menghadirkan topeng tokoh-tokoh yang familiar dan berpengaruh di dunia. Dengan gambar itu dibuatlah cerita baru tapi mengungkapkan permasalahan yang sama. Ada penindasan, tokoh bermuka melayu sebagai wakil dari dunia ketiga, ada tindakan yang semena-mena terhadap pelayan yang ditekan oleh majikan dalam suatu

MARIA

pesta. [ ] Cerpen itu menceritakan orang dari dunia ketiga yang tidak punya kekuasaan untuk

Terinspirasi dari cerpen “Pada Pembotakan Terakhir” karya A. A. Navis dalam Robohnya Surau

memberontak. Dia menggunakan cara-cara kotor tapi manis dan berhasil. Dia mensabotase

Kami.

semuanya. Kalau di filem ini, dia memberi racun. [ ] Persoalan dalam cerpen itulah yang kemudian dikorelasi dengan persoalan sekarang secara dinamis, gampang dilihat, gampang dikenali, gampang dimengerti umum, misalnya anak sekolah menengah, supaya lebih familiar aja orang nonton filem ini. Cerpennya sendiri cukup memusingkan kalau diceritakan secara detail karena panjang dan sangat rumitnya. (Gelar Agryano Soemantri, Diskusi tanggal 4 April 2008) [ ] Kita berdua bikin filem ini minim ideologi. Kita ngomongin sesuatu yang memang terjadi di dunia saat ini dan bisa kita amati sekarang. Entah itu kejadiannya fiktif atau nyata, bahwa si Idris ini pembuat roket seperti yang diceritakan dalam berita itu [‘Menengok Dapur Al Qassam’, Koran Tempo edisi 16 Februari 2008] atau tidak, tidak menjadi urusan lagi. Yang menjadi urusan adalah ketika kita ngomongin Idris dalam filem ini. Kita omongin sesuatu yang memang terjadi, bahwa Israel, post-colonial, timur tengah adalah sumbernya kejadian itu. Kuasa dominasi atas sub ordinasi. (Mirza Jaka Suryana, Diskusi tanggal 4 April 2008) [ ] Demikianlah, kehadiran Yorrick tidak hanya menimbulkan kesengsaraan, tapi juga sakit hati. Bagaimanakah cara melampiaskan perasaan sakit hati, inilah pertanyaan saya. Mulamula saya meludahi atau mengencingi pakaiannya di kamar mandi. Rupanya dia tahu, karena sesudah itu dia tidak pernah lagi meninggalkan pakaiannya di kamar mandi. Kemudian

[ ] Saya coba membangun hubungan antara sosok Aku dengan Maria menjadi suatu dialog Aku dengan hantu. Dialog di sini tidak perlu ada muatan apapun. Linear saja, bagi saya, dialog antara masa lampau dengan saat ini . [ ] Ini sebuah bangunan filem yang memainkan waktu, lebih lagi waktu yang lampau, yakni dengan cara bagaimana mengatur jarak, dramaturgi, montase, saya pakai semuanya; maka itu saya putuskan pada landscape. Ada beberapa gambar close up, seperti bubur, air, jadi tidak semuanya landscape, karena di situ saya berusaha memainkan waktu. Waktu lampau, waktu aktual, dan waktu teraktual. (Fuad Fauji, Diskusi tanggal 4 April 2008) [ ] Tiba-tiba sesuatu berderai jatuh ke tanah. Bubur delima bersatu pada rambutku yang berserakan. Warna merah bubur itu bersatu dengan darah Maria di rambutku tadi. [ ] . . . aku menyentuh Maria, hingga jualannya yang dijunjungnya tumpah ke tanah. Ibu datang. Ibu membujuk Maria. Ibu menyuruh Maria pulang dulu supaya mengatakan pada Mak Pasah, bahwa Ibu akan menggantinya nanti bila ayahku pulang. Tapi Maria tak mau pulang. Ibu membujuk juga. Tapi Maria tak juga mau pulang. Setelah lama dibujuk dan didesak Ibu, bahkan Kakek pun ikut membujuk, barulah Maria mau pulang. (“Pada Pembotakan Terakhir”, halaman 83)

saya meludahi air minumnya di lemari es. Rupanya dia juga tahu, karena kemudian dia selalu minum air saya. Ini justru menambah kesengsaraan saya. Kemudian saya meludahi makanannya. Rupanya dia juga merasa, karena itu dia makan makanan saya. Lagi, ini justru menambah kesengsaraan saya. Kemudian makanan saya sendiri saya ludahi, dan saya mengambil keputusan bulat untuk makan di restoran selama beberapa hari. Rupanya dia juga mengetahui. Dia tidak pernah makan di rumah lagi, tapi selalu di luar, dan celakanya,

M/ Terinspirasi dari cerpen “Keluarga M” karya Budi Darma dalam buku Orang-Orang Bloomington.

pasti bersama Catherine. Akhirnya saya putuskan untuk menusuk ban sepedanya.

[ ] Gue pengen nampilin dari sudut pandang orang ketiga, makanya akhirnya gue bikin

Memang ban sepedanya gembos, tapi justru karena inilah dia memanggil Catherine untuk

pendekatan filem ini pada dokumenter.Gue datang langsung ke tokoh-tokoh utama seperti

membantunya menambal bannya. Akhirnya saya putus asa. Makanan saya yang sudah

yang ada di cerpen itu. [ ] Waktu gue editing, kemungkinan-kemungkinan itu bisa terjadi.

terlanjur saya ludahi saya buang, saya ganti dengan makanan baru. Botol minum juga saya

Seperti persoalan preseden sebab-akibat munculnya gaya reportase itu. Jendela-jendela

36

37


(gambar-gambar) dalam filem itu bisa jadi penanda milik seseorang. [ ] Dari cerpennya, salah

berarti “jam ngopi” dan “jam ngopi” berarti orang minta kopi, orang minta kopi, dan orang

satu karakter saya atau si pemilik motor ini sebagai seorang yang setuju dengan paham

minta kopi terus sampai pukul sebelas. Dan sesudah itu hari bukan lagi pagi dan Fluffy Donut

kapitalis. Untuk menggambarkan karakter itu, gue pilih kaos bergambar Bush yang dipakai

bukan lagi satu warung kopi.

oleh si Saya itu. [ ] Pepsi dan bola di situ sebagai salah satu produk kapitalisnya. [ ] Di adegan menusuk-nusuk foto itu, adanya musik Mozart membuat suasana dan karakter pemilik motor

“Selamat pagi, Manis. Secangkir kopi, jangan banyak banyak susunya, dan donat.” (Secangkir

menjadi sadis. (Ajeng Nurul Aini, Diskusi tanggal 4 April 2008)

Kopi dan Sepotong Donat, halaman 46)

[ ] Semenjak saat itu, setiap saat melihat Mark dan Martin bermain-main, ingin rasanya saya

[ ] Pukul sepuluh lebih seperempat, semua tempat sudah mulai penuh. Asap mengepul

memiliki senapan, menembaki kaki dan tangan mereka, membuat mereka cacat selama-

memenuhi udara, di sana-sini berbentuk lobang-lobang. Uap kopi, wangi donat, cruller, dan

lamanya. [ ] Saya sering melihat Marion menciumi anak-anaknya, dan Melvin menciumi

jelly cake membelai hidung. Peggy menuangkan kopi, Peggy menekan mesin hitung, cring,

Marion. Ingin rasanya saya menembaki kaki dan tangan mereka, dan membuat mereka cacat

cring, Peggy di mana-mana.

seumur hidup. Ingin juga rasanya saya turun membawa parang, dan membuat putus semua kaki dan tangan mereka. Ingin, ingin sekali. (“Keluarga M”, halaman 62)

[ ] Seorang anak muda berambut pirang dipotong crew cut, mukanya berbintik-bintik coklat, duduk mengawasi Peggy. Pada kemejanya, dengan huruf-huruf besar tertulis “Dilbert Supermarket.”

SECANGKIR COPY PASTE DAN CELL

[ ] Tanpa diminta, Peggy datang memberikan secangkir kopi hitam dan sepotong jelly cake,

Terinspirasi dari cerpen “Secangkir Kopi dan Sepotong Donat” karya Umar Kayam dalam buku

kemudian pergi lagi. Si pemuda buru-buru mengambil sehelai serbet kertas yang tersedia di

Seribu Kunang-Kunang di Manhattan.

mukanya, kemudian dicoret-coretnya kertas itu.

[ ] Ide besarnya sih, main-main sama satu hal yang gue anggap similar. Ppertama, ngomongin

“Peggy, my love Kenapa kau tak muncul semalam?” (“Secangkir Kopi dan Sepotong Donat”,

kopi dengan budayanya, terinfluens dari “Secangkir Kopi dan Sepotong Donat”-nya Umar

halaman 47)

Kayam. Gue coba bermain-main dengan masalah copy atau meniru budaya copy-paste. Mudah bikinnya, tinggal taruh dan comot saja, semua sudah tersedia. [ ] Adegan si Orson Welles jadi idol itu cuma sesaat itu aja. Habis itu idola baru lagi, orang lalu ngelupain Orson. Pindah ke Peggy di handphone yang terjebak dalam 3 gp. [ ] Soal Orson Welles dan medium televisi, itu soal dubbing dan bukan subtitle yang sering ada di televisi di banyak negara. Televisi menurut gue adalah media yang paling keras; ada koran dan radio yang suaranya dengan televisi saling bertabrakan. [ ] Peggy bisa jadi siapa saja. Menurut si narator, Peggy sudah ditemukan. Peggy yang terjebak dalam 3 gp. Kemudian ada di kamar. [ ] Orang bisa jadi apa saja dalam waktu sesingkat mungkin. Dalam hidup kita ternyata ada sesuatu yang bisa hilang kemudian jadi sesuatu yang terpisah. (Maulana M. Pasha, Diskusi tanggal 4 April 2008) [ ] Secangkir kopi, sepotong donat, New York Times, dan “Oklahoma” lirih-lirih keluar dari radio. Oh, what beautiful morning, oh what a beautiful day . . . Sebentar kemudian jam berdenting sepuluh kali, dan suatu pagi yang sempurna di New York dalam Fluffy Donut Coffee House akan tak begitu beautiful lagi sebab pukul sepuluh

38

BALADA HARI RAYA Terinspirasi dari cerpen ‘Karjan dan Kambingnya’ karya Hamsad Rangkuti dalam buku Sampah Bulan Desember. [ ] Filem Balada Hari Raya ini formatnya dokumenter dengan setingan sandiwara, [ ] sebagaimana adanya di lapangan. Tidak ada yang diseting, baik itu kostum, maupun situasi masyarakat di lapangan. [ ] Ngebaca cerpen, ngebedah bareng-bareng, ternyata dari hasil bedahannya itu gue punya pengalaman dengan lokasi dalam cerpen itu. [ ] Gambar-gambar itu jadi semacam statement di mana keberadaan si tokoh dengan tempat tinggalnya dan gedung-gedung yang berada di belakangnya. [ ] Dalam kemiskinan, di situ juga ada kelas pekerja. Dari penempatan gambarnya itu hirarki jawatan kereta api, kepala stasiun, pekerja PJKA yang berseragam dan pekerja PJKA yang tidak berseragam, dan pekerja yang noninstansi itu si Karjan sendiri. [ ] Ironisnya, Karjan dikasih kerjaan sama si penjaga pintu kereta. (Riezky Andhika Pradana, Diskusi tanggal 5 April 2008)

39


[ ] Kereta api barang itu pelan jalannya dan tiba-tiba berhenti. Keheningan tercipta. Kereta api

meja itu berantakan, kemudian ada keju yang ditusuk pisau itu; setelahnya, ada gambar si

itu diam bagaikan batang pohon kelapa yang tumbang di atas rel. Pintu potong di tengah

laki-laki memandang ke keberantakan itu. Kemudian ada gambar rumah terbakar. Diakhiri

badan gerbong terkuak. Timbul suara gesekan pada landasan pintu. Seorang laki-laki berdiri

dengan rumah itu baik-baik saja. Imajinasinya ada di antara rumah terbakar itu. (Otty Widasari,

di celah pintu yang terkuak itu. Dia berteriak dan melompat turun.

Diskusi tanggal 5 April 2008)

[ ] “Aku tinggal di gubuk-gubuk apak itu. Akulah orang yang suka memberikan kota-kotak

[ ] Gangguannya tambah banyak setelah dia mempergunakan lemari es saya. Banyak

bekas untuk dinding gubukmu. Siapa orang yang kalian antar ke stasiun Tanah Abang tiga

makanan dan barang lain yang sebetulnya harus disimpan di luar dimasukkan ke dalam

tahun yang lalu?”

lemari es. [ ] Makin lama barang-barang saya makin terdesak. [ ] Saya ingin menegur, tapi melihat wajahnya yang pucat pasi bagaikan tidak punya darah, saya tidak sampai hati. [ ]

“Parman! Ya, Parman, Yang tidak hentinya menggaruk!” (Karjan dan Kambingnya, halaman 48) [ ] Karjan menyentakkan tali kambing untuk meyakinkan dirinya. Kemudian pikirannya sudah tidak lagi pada pekerjaannya. Dia telah membayangkan pesta kambing guling di perkampungan gubuk apak itu. [ ] Untuk sampai ke jalan raya, dia harus melintasi gardu keamanan. Sepantasnyalah petugas keamanan menaruh curiga kepadanya.

Sementara itu, kamarnya makin lama makin menyerupai gudang. Ada sepatu di atas tempat tidur, ada buku di lantai, ada baju di kursi, di meja, di gantungan, dan sebagainya. (“Yorrick”, halaman 127) [ ] Memang Yorrick dapat diajak bicara dengan baik. Dia mengatakan “ya, ya, ya,” sambil minta maaf berkali-kali. [ ] Tapi sesudah itu, kebiasaan lamanya timbul lagi. Semua menjadi berantakan dan kotor lagi. Dan setelah dia membeli radio, record player stereo, dan televisi, kesengsaraan saya bertambah besar. (“Yorrick”, halaman 128)

[ ] “Tidak mungkin! Orang miskin temannya adalah orang miskin! Jawab yang benar. Dari mana kambing ini kau peroleh?” [ ] “Semakin tidak mungkin. Sebuah kereta api berhenti di tengah perjalanannya hanya untuk menurunkan seekor kambing kepadamu? Sungguh tidak masuk akal!” (“Karjan dan Kambingnya”, halaman 51)

PEGGY, KEMANA KAU SEMALAM? Terinspirasi dari cerpen “Secangkir Kopi dan Sepotong Donat” karya Umar Kayam dalam buku Seribu Kunang-Kunang di Manhattan. [ ] Filem yang gue buat ini gue coba representasikan dari cerpennya Umar Kayam, “Secangkir Kopi dan Sepotong Donat”. Gue membuatnya sebagai aktivitas di Indonesia. Di Amerika dalam cerpen itu, mereka minum kopi, di sini gue mengubahnya menjadi makan siang. [ ]

INTERIOR KACA Terinspirasi dari cerpen “Yorrick” karya Budi Darma dalam buku Orang-Orang Bloomington [ ] Film ini tentang seseorang yang tertelan dan kemudian terperangkap dalam sebuah interior dan tidak memiliki kemampuan untuk berontak. Satu-satunya cara yang bisa digunakan untuk berontak hanyalah dengan menggunakan imajinasi. [ ] Di situ ada runutan gambar yang dijelaskan juga dengan narasi. Itu juga nunjukin bahwa dia terkagum-kagum sampai dia, katakanlah, tertelan oleh sebuah interior tabung kaca. Kemudian dia merasa gak bisa, namun harus keluar dari situ, dengan monolog “kemudian dia datang, kemudian dia mengacaukan hidupnya, dengan membawa rasa sakit hati gue keluar”. Itu beriring dengan gambar meja yang tadinya sepi dengan kursi satu kemudian kursinya jadi dua, kulkasnya sepi kemudian jadi penuh. Lalu ada meja yang kosong dan bersih, cuma ada gelas, selanjutnya

40

Tapi memang selain cerita jam makan siang, ada tokoh-tokoh yang memang gue ambil dari cerpen itu sendiri. Tokoh itu gue reprentasikan ke film gue, misalnya si Jim itu jadi seorang pendeta advent. (Arissa Afridayanti R., Diskusi tanggal 5 April 2008) [ ] “Peggy, Tuan-tuan. Hari ini, hari penting. Pedang ‘lah kutarik. Dan syiiir, aku putuskan tali kelaziman yang mengekang kemajuan zaman. Tahukah kenapa Amerika makin merosot sebagai negara besar? Karena rakyatnya tidak tahu lagi menjawab kenapa minum kopi pada waktu ‘jam ngopi’. Tidak tahu menjawab kenapa orang Cuma bisa beli hot dog dan hamburger sejak dari Bowery sampai Upper-Bronx. Orang mengunyah hot dog karena orang di kirinya mengunyah hamburger. Beo, Peggy, beo! Monyet Tuan-tuan, dimana-mana monyet! Tapi hari ini pedang ‘lah kutarik. Good bye hot dog, farewell hamburger! Aku mau makan codsteak atau halibut buat makan siangku, meskipun hari ini hari Senin. Aku, aku, aku, a-a-a-a . . . ku, oh, oh . . .” (“Secangkir Kopi dan Sepotong Donat”, halaman 51)

41


SUARA KOTA

LINGKARAN X

Terinspirasi dari cerpen “Sybil” karya Umar Kayam dalam buku Seribu Kunang-Kunang di

Terinspirasi dari cerpen “Yorrick” karya Budi Darma dalam buku Orang-Orang Bloomington.

Manhattan. [ ] Berangkat dari Yorrick, filem ini nyeritain dua budaya yang berlainan bertemu di satu [ ] “Aku benci naik bus. Aku benci subway. Di subway kau tidak bisa apa-apa. Dengan bus kau

ruangan. Yang satu dominan, yang satu minor. [ ] Sesuatu yang besar di situ gue isi dengan

bisa lihat apa saja. Rumah, rumah, rumah, supermarket, restoran, drugstore, warung candy,

kelokalan itu. Misalnya, penggantian coca cola dengan minuman keras ‘intisari’. (Bagasworo

rumah, rumah, restoran, cafeteria, uuuuupp . . .”

Aryaningtyas, Diskusi tanggal 5 April 2008)

[ ] “Rumah, rumah, cafeteria, hot dog, hamburger, hot dog, pizza, coke, coke. Sybil, aku lapar.

[ ] Dan hampir setiap liburan akhir minggu mereka berkumpul sampai larut malam. Dan

Kau ada uang dari ibuku, kan?”

dalam setiap pertemuan, saya hanya bertindak sebagai penonton. Tapi toh saya senang karena saya dapat melihat Catherine, meskipun dia tidak memperhatikan saya. Dia berbicara

“Tapi Susan, kita dalam bus sekarang.” (“Sybil”, halaman 39) [ ] Mereka makan dengan diam. Di muka mereka, East River dan di belakangnya, Pulau Manhattan. “Itu East River dan itu Manhattan, Susan.”

dengan saya hanya kalau saya ajak bicara, atau kalau dia minta tolong saya mengambil gelas, kursi atau mengangkat meja, dan ini, dan itu. Saya juga senang, karena kadang-kadang Yorrick dan teman-temannya berkumpul di loteng Catherine, dan dalam setiap pertemuan saya pasti diikutsertakan. Kadang-kadang pertemuan juga diselenggarakan di rumah tetangga lain. Dan Catherine selalu datang, dan saya selalu menonton dia. (“Yorrick”, halaman 130)

“Itu New York City, Sybil. Bapakku kerja di situ.” “New York City ada di Mahattan.” “Ibuku tidak pernah bilang begitu.” “Ibumu tolol. Itu jauh di sana, itu Empire State Building. Yang ada di pinggir sana itu gedung U.N.” (“Sybil”, halaman 41) [ ] Boneka adalah representasi si Susan. Materi-materinya sama seperti cerpen, seperti orangorang dan kota. Sedang alurnya berdiri sendiri lebih ke individu si aku sebagai kamera yang melihat. [ ] Ide awalnya memang boneka itu tertinggal. Karena itu gue munculin di awal dan di akhir. Bagaimana dia menjalankan aktifitas dia yang di situ ada boneka. (Syaiful Anwar, Diskusi tanggal 5 April 2008)

______ Sumber: Diskusi tanggal 4 & 5 April 2008 Diadakan di teras Perpustakaan Forum Lenteng. Dihadiri oleh: Hafiz, Ugeng T. Moetidjo, Andang Kelana, Otty Widasari, Faita Novti K., Ajeng Nurul Aini, Mirza Jaka Suryana, Gelar Agryano Soemantri, Fuad Fauzi, Riezky Andhika Pradana, Eko Yulianto, Andy Rahmatullah, Ervin, Arissa A. Ritonga, Agung Natanel, Ardy Widi Yansah, Nurhasan, Bagasworo Aryaningtyas, Maulana M. Pasha, Jean Marais, Riyan Riyadi, Sherly Triana Hapsari, Yorrick (1979), Budi Darma, ‘Orang-Orang Bloomington’, PT Metafor Intermedia Indonesia, 2004 Keluarga M (1979), Budi Darma, ‘Orang-Orang Bloomington’, PT Metafor Intermedia Indonesia, 2004 Sybil (1972), Umar Kayam, ‘Seribu Kunang-Kunang di Manhattan – Kumpulan Cerpen Umar Kayam’, PT Pustaka Utama Grafiti, cetakan pertama – April 2003 Secangkir Kopi dan Sepotong Donat (1972), Umar Kayam, ‘Seribu Kunang-Kunang di Manhattan – Kumpulan Cerpen Umar Kayam’, PT Pustaka Utama Grafiti, cetakan pertama – April 2003 Pada Pembotakan Terakhir (1986), A. A. Navis, ‘Robohnya Surau Kami’,PT Gramedia Pustaka Utama, cetakan 13, September 2007

42

43


44

45


TIM SUKSES Pelaksana Proyek Maulana M. Pasha & Otty Widasari Diskusi Hafiz & Tridanisvar UTM Administrasi Andang Kelana Keuangan Faita Novti Krishna Pusat Data dan Riset Mahardika Yudha Produksi Syaiful Anwar Komunikasi Andang Kelana, Intan Pertiwi & Gelar Agryano Soemantri Koordinator Lapangan Bagasworo Aryaningtyas Penerjemah Bahasa Inggris Mirza Jaka Suryana Foto Forum Lenteng dan Partisipan Proyek

FORUM LENTENG Ketua Hafiz Sekjen Andang Kelana Keuangan Faita Novti Krishna Program Otty Widasari Workshop Maulana M. Pasha Penelitian dan Pengembangan Mahardika Yudha Produksi Syaiful Anwar Jurnal Footage Mirza Jaka Suryana & Tridanisvar UTM Terima Kasih Para Penulis Cerpen; Hamsad Rangkuti, Budi Darma, Alm. A.A. Navis, dan Alm. Umar Kayam. KINEFORUM (Lisabona Rahman), KINOKI JOGJA (Elida Tamalagi), PRAMBORS 102,2 FM, Jean Marais, Warga Kontrakan 34, Yustoni Volunteero, Tohjaya Tono, Oomleo, KAMPUNG HALAMAN, para seluruh pemeran dan orang-orang yang telah membantu terlaksananya proyek ini, serta semua yang membantu.

46

47


www.jurnalfootage.net

48


www.forumlentengjakarta.org | www.jurnalfootage.net


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.