MEI 2012
kineforum adalah bioskop pertama di Jakarta yang menawarkan ragam program meliputi film klasik Indonesia dan karya para pembuat film kontemporer. Program film kami bertujuan mengajak penonton merasakan jadi bagian dari sinema dunia – dulu dan sekarang. Ruang ini diadakan sebagai tanggapan terhadap ketiadaan bioskop non komersial di Jakarta dan kebutuhan pengadaan suatu ruang bagi pertukaran antar budaya melalui karya audio-visual. Kami menyediakan ruang presentasi bagi para pembuat film (dari dalam dan luar Indonesia) dan ruang apresiasi bagi publik pada kategori film-film khusus yang tidak berasal dari arus utama, di tengah kurangnya ruang alternatif. Kami juga menawarkan presentasi karya-karya para pembuat film dunia, film panjang maupun pendek – yang sulit diakses publik Jakarta selain melalui pembajakan. Di ruang ini juga diadakan diskusi dan pertemuan dengan pembuat film. Sejak 2006, kineforum didatangi kurang lebih 500 penonton pada program pemutaran tertentu dan sekitar 5.000 penonton selama acara festival. kineforum Taman Ismail Marzuki (belakang Galeri Cipta 3) Jl Cikini Raya 73, Jakarta Pusat 10330, Indonesia. [T] 021-3162780 [E] kineforumdkj@yahoo.co.id [W] www.kineforum.org / www.dkj.or.id [TW] @kineforum [FB] www.facebook.com/kineforum Gambar sampul diambil dari film Sayat Nova: The Color of Pomegranates , Sergei Parajanov (1968)
kineforum adalah ruang pemutaran yang tidak bertujuan utama mencari keuntungan finansial, dikelola oleh Dewan Kesenian Jakarta dan para relawan muda. Kegiatan di kineforum dijalankan melalui kerjasama Dewan Kesenian Jakarta 2006-2009 dan Studio 21. Ruang ini diharapkan menjadi ruang eksibisi dan dialog bagi para pembuat film dan penonton Jakarta, terutama untuk karya-karya non-arus utama.
PERATURAN MENONTON
1. Pengambilan tiket tanda masuk dapat diambil satu jam sebelum pemutaran dimulai. 2. Satu orang hanya mendapatkan satu tiket. 3. kineforum hanya menyediakan 45 tiket sesuai dengan kapasitas kursi. 4. Penonton akan diminta memperlihatkan kartu identitas untuk pemutaran film-film klasifikasi 18 tahun dan 21 tahun ke atas. 5. Penonton yang sudah mendapatkan tiket tetapi tidak masuk sampai 10 menit film diputar, maka tiket akan diberikan kepada penonton lain. 6. Pintu akan ditutup 30 menit setelah film dimulai atau bila tempat sudah penuh. 7. Tiket tidak dapat direservasi tetapi langsung diambil pada meja informasi kineforum satu jam sebelum pemutaran, kecuali untuk pemutaran tertentu. 8. Penonton tidak diperkenankan membawa makanan dan minuman ke dalam ruang pemutaran kineforum. 9. Penonton tidak diperkenankan merekam atau mengambil gambar sebagian atau keseluruhan film yang diputar. 10. Penonton tidak diperkenankan mengambil gambar di kineforum tanpa izin. 11. Penonton tidak diperkenankan merokok di dalam ruang pemutaran kineforum. 12. Penonton diharapkan menjaga kebersihan dan ketertiban pada semua bagian ruang kineforum.
PENGANTAR
SINEMA AVANT-GARDE & NEOREALISME Oleh Sugar Nadia Azier Manajer kineforum
Program kineforum yang baru dimulai pada minggu kedua bulan Mei, termasuk kekosongan program di bulan April, merupakan suatu kealpaan bagi kami. Berbagai kendala seharusnya tidak menyurutkan semangat pemutaran reguler yang selama ini menjadi ciri khas kineforum. Maka dari itu, kembali kepada semangat “Mari Menonton” yang pernah ditularkan Elida Tamalagi, bulan ini kineforum kembali menyuguhkan program Kinefilia dengan tema “Avant-Garde & Redefinisi Film” dan Sinema Dunia dengan program “DVD untuk Semua”. Program “DVD untuk Semua” merupakan program kerjasama dengan Forum Lenteng. Program ini menyuguhkan karya-karya sutradara besar dunia yang sudah dialihbahasakan ke Bahasa Indonesia. Program ini dimaksudkan untuk berbagi referensi serta memudahkan distribusi informasi kepada publik. Penayangan film-film yang menjadi bagian dari perkembangan sejarah sinema dunia seperti karya-karya sinema avant-garde dan neorealisme menjadi pilihan bulan ini di kineforum. Kali ini kita diajak membaca perkembangan film dari sudut pandang realis yang mengajak kita tidak terjebak semata-mata dalam keindahan dan membaca pengaruh zamannya, dalam konteks estetika hingga politik, serta menilik kepada
kemajuan yang jauh melesat dari para avant-gardist. Dominasi film-film arus utama yang lebih mudah diakses oleh publik ketimbang film-film di luar itu yang keberadaannya juga (mungkin) sulit diakses, membuat program ini penting bagi kineforum untuk memberikan suatu referensi perkembangan di luar film-film arus utama. Masih sedikit ruang temu bagi mereka untuk berbagi pengalaman menonton dan adanya harapan untuk terbentuknya komunitas ‘cinephile’ yang dapat menumbuhkan budaya kritik terhadap pemilihan/penilaian suatu film. Referensi yang diberikan bisa jadi merupakan pilihan yang di luar kebiasan. Dalam buku Menilai Film, Gayus Siagian menuliskan, “Tentu tidak semua orang selalu siap dengan situasi baru. Reaksi dan sikap terhadap sesuatu yang asing tidak sama. Ada yang yang bersikap pasif dan menolak, ada yang berusaha kepingin tahu, dan berusaha menyelidikinya kemudian baru menerima atau menolaknya.” Begitu juga dalam pilihan film. Walaupun film yang kami suguhkan bukanlah sesuatu yang baru, tetapi kami yakin masih banyak publik yang belum mendapatkan akses informasi referensi tersebut. Mari Menonton!
KALENDER
14.15
KINEFILIA
15.00
SINEMA DUNIA
17.00 SENIN 19.30 SENIN
JUMAT
SABTU
MINGGU
18
19
20
Shoeshine
Un Chien Andalou
Vase De Noces
La Jetée Bicycle Thieves
Pather Panchali
Bicycle Thieves
Sayat Nova
Obsession
Un Chien Andalou
JUMAT
SABTU
25
26
Klub Kajian Film: Sinema Eksperimental Jepang
La Jetée
MINGGU 27 Sayat Nova : The Color of Pomegranates + Diskusi
Un Chien Andalou Obsession
Shoeshine
Pather Panchali
Vase De Noces
Bicycle Thieves
Ossessione
KINEFILIA
AVANT-GARDE & REDEFINISI FILM Oleh Mohamad Ariansah
Sejak 117 tahun yang lalu, sejarah sinema selalu didominasi oleh sebuah bentuk film yang selalu merujuk pada prinsip-prinsip mainstream. Sebuah sinema yang berorientasi pada naratif dengan pondasi dramaturgi klasik yang dipilah menjadi tiga babak, yakni; pengenalan masalah (babak I) – pengembangan masalah (babak II) – penyelesaian masalah (babak II). Kendati terdapat beberapa inovasi dalam hal struktur, namun tendensi untuk bercerita dalam aturan kausalitas tetap menjadi sesuatu tuntutan yang selalu menghubungkan antara film dengan penontonnya. Bentuk sinema tersebut menjadi sangat dominan sepanjang sejarah, terlebih lagi dengan hegemoni dari Hollywood atas perfilman dunia yang mengukuhkannya menjadi sinema klasik. Namun sejarah sinema tidak hanya berisi dengan satu bentuk sinema yang dominan semata, tetapi terdapat pula bentuk-bentuk lainnya yang juga sudah jauh ada di masa-masa awal perkembangan film, serta memiliki berbagai varian yang sangat kaya dan inovatif. Jenis sinema ini umumnya tidak terlalu banyak disorot dan memiliki pendukung yang sangat khusus, sebab sangat bertolak belakang dengan prinsip mainstream yang mampu mendapat ruang-ruang sangat lebar dan pembuktian dalam jutaan hingga ratusan juta penonton yang membeli tiket-tiket di bioskop. Bentuk sinema seperti ini disebut dengan sinema avant-garde. Antara sinema mainstream dan avant-garde tersebut terdapat sebuah ketidakseimbangan dalam sejarah film,
dimana puncak-puncak pencapaian estetik bentuk sinema naratif dalam hal manifestasinya pada sinema klasik Hollywood ataupun film seni tercatat secara lengkap ke dalam sejarah film. Sedangkan perkembangan dalam bentuk sinema avant-garde seperti hilang begitu saja tanpa bekas. Padahal, berbagai terobosan yang paling inovatif sepanjang sejarah sering sekali datang dari bentuk sinema ini. Apakah sebenarnya sinema avant-garde tersebut? Serta mengapa muncul sikap diskriminatif dalam sejarah film terhadap bentuk sinema ini?.
UN CHIEN ANDALOU
LA JETÉE
Luis Buñuel
Chris Marker
Negara Perancis / Tahun 1929 / Durasi 16 menit / 18+
Negara Perancis / Tahun 1962 / Durasi 28 menit / Subteks Bahasa Inggris / 18+
“Sebuah film pendek-bisu surealis dari Luis Buñuel dan Salvador Dalí. Sebuah pisau cukur yang mengarah lurus ke mata seorang wanita, awan-awan kecil yang hampir menutupi bulan, mata sapi yang tergorok, seorang pria yang menyeret dua piano besar berisi keledai mati dan pendeta hidup, dan tangan manusia yang telapaknya berlubang di mana semut-semut muncul. Luis Buñuel Portolés (22 Februari 1900 – 29 July 1983) adalah seorang sutradara kelahiran Spanyol. Pada tahun 1925 ia pindah ke Prancis dan kemudian menjadi asisten sutradara Jean Epstein dan Mario Nalpas. Baru kemudian ia menulis film Un Chien Andalou bersama Salvador Dalí, pelukis ternama yang juga menjadi temannya sejak ia kuliah di University of Madrid. Selain di Prancis, ia juga banyak berkarya di Mexico, Spanyol, dan juga Amerika Serikat. Ia dikenal dengan gambar-gambar sureal dan kritik terhadap moral dan institusi keagamaan, juga gaya penyutradaraannya yang bisa dibilang sangat ekonomis.
“Perjalanan menembus waktu, gambar diam, masa lalu, sekarang, dan masa depan, dan pasca Perang Dunia III. Kisah seorang pria, budak, yang dikirim bolak-balik, masuk dan keluar dari waktu, untuk mencari solusi atas nasib dunia. Untuk mencukupi persediaan makanan, obat, dan energi, dan dengan, sehingga menghasilkan sebuah memori abadi tentang perempuan tunggal, hidup, kematian, dan masa lalu yang dibuat ulang pada sebuah bandara Jetée.” Chris Marker, yang lahir pada 29 Juli 1921, adalah seorang penulis, fotografer, sutradara film dokumenter, artis multimedia, dan pembuat esai film dari Prancis. Ia sering diasosiakan dengan gerakan Left Bank Cinema yang terjadi pada akhir 50an, dan melibatkan pembuat film lain seperti Alain Resnais, Agnès Varda, Henri Colpi, dan Armand Gatti. Ia sering disebut sebagai prototipe manusia abad 21.
VASE DE NOCES / WEDDING THROUGH
SAYAT NOVA : THE COLOR OF POMEGRANATES
Thierry Zéno
Sergei Parajanov
Negara Belgia / Tahun 1974 / Durasi 80 menit / 21+
Negara Armenia / Tahun 1968 / Durasi 79 menit / Subteks Bahasa Inggris / 15+
“Seorang petani gila jatuh cinta dengan babi dan kemudian memiliki anak babi mutan dengannya. Ketika sang anak babi lebih memilih ibu mereka daripada dirinya, ia menggantung mereka semua dan sang ibu membunuh dirinya sendiri. Thierry Zéno lahir pada 22 April 1950 di Belgia. Selain Vase de Noces yang dianggap kontroversial, ia juga membuat beberapa dokumenter. Kemudian, ia yang membuat departemen “video” di Académie de Dessin et des Arts décoratifs de Molenbeek-Saint-Jean, tempat ia mengajar pada tahun 19851999 dan kemudian menjadi direktur di sana.
“Biografi dari penyair-musisi Armenia, Sayat Nova, yang mengungkap kehidupan si penyair lebih melalui puisinya daripada narasi konvensional tentang peristiwa penting dalam hidup Sayat Nova. Kita melihat sang penyair tumbuh, jatuh cinta, masuk biara, dan mati, dalam konteks imajinasi Sergei Parajanov dan puisi Sayat Nova, puisi-puisi yang jarang dilihat dan didengar.” Sergei Parajanov (9 Januari 1924-20 Juli 1990) adalah seniman dan sutradara film dari Armenia, yang merupakan bagian dari negara Uni Soviet. Ia dianggap menciptakan gaya sinematiknya yang melewati batas prinsip-prinsip realism sosialis (satu-satunya gaya seni yang diakui di Uni Soviet). Hal ini, ditambah gaya hidup dan perilakunya, membuat ia pernah dipenjara dan beberapa filmnya juga dibredel. Pada film ini, Parajanov menulis, menyutradarai, menyunting, membuat koreografi, kostum, mendesain dan mendekorasi. Sofiko Chiaureli, memainkan enam peran sekaligus, baik sebagai laki-laki maupun perempuan.
SINEMA DUNIA
DVD UNTUK SEMUA
EDISI #1 JEJARING ESTETIKA: EVOLUSI TEKNIK PENGISAHAN Programmer: Forum Lenteng
Senin Sinema Dunia (SSD), adalah program menonton sinema-sinema pilihan dari seluruh dunia dengan subteks ber-Bahasa Indonesia yang diterjemahkan dan ditayangkan oleh Forum Lenteng tiap Senin malam. Film-film ini merupakan hasil dari program penerjemahan alih bahasa filem berbahasa asing ke dalam Bahasa Indonesia, DVD Untuk Semua sejak 2010. Film-film terpilih merupakan karya yang berpengaruh dalam perkembangan sejarah sinema dunia, program penerjemahan ini adalah sebuah usaha untuk mempermudah akses informasi kepada publik. Dengan tim penerjemah khusus dari Forum Lenteng di bawah koordinasi Divisi Penelitian dan Pengembangan Forum Lenteng, film-film ini diseleksi dan disunting secara ketat untuk menjaga kesinambungan cerita ataupun alur tiap film. Saat ini, Forum Lenteng bekerjasama dengan Kineforum membuat program pemutaran karya-karya sutradara dunia ini di Kineforum. Selamat menonton!
Jalur kebudayaan, selamanya akan menjadi sesuatu yang otentik. Semenjak sejarah pengetahuan yang di mulai di Athena pada kala 5 SM, melintas Italia (Elea) hingga Prancis (Massilia), kemudian India kala Alexander Agung. Jalur kebudayaan ini pun masih bisa kita lihat pada ke18, ketika gaya Rococo Italia yang terilhami oleh Rococo di Prancis. Hingga kemudian pada abad ke-20, kelahiran Neorealisme film di Italia pun, juga tidak lepas dari kontak kebudayaan yang membentuk jejaring estetika di antara ketiga entitas tersebut; Prancis, Italia dan India. Adalah Luchino Visconti (1906-1976), Vittorio de Sica (1902-1974), dan Satyajit Ray (1921-1992), merupakan para sutradara yang bisa dianggap berasal dari jejaring estetika yang bermula pada sutradara Prancis Jean Renoir. Visconti dan De Sica sendiri, merupakan dua sutradara yang mempelopori Neorealisme Italia pasca Perang Dunia II. Melalui Visconti lah, gaya “realisme puitis� Renoir (Toni, 1935) berjejaring, sehingga karyanya yang berjudul Ossessione (1943), mengilhami gerakan Neorealisme Italia pasca Perang Dunia II. Sampai kemudian karya-karya Neorealisme Italia tersebut berpuncak pada karya Vittorio de Sica, Ladri di Biciclette (Bicycle Thieves) (1948). Satyajit Ray sendiri, adalah seorang sutradara asal India
yang mengalami perjumpaan dengan Jean Renoir pada tahun 1949 di India, ketika Ray membantu Renoir dalam proses pembuatan The River (1951). Di kemudian hari, Satyajit Ray mengatakan pada Renoir bahwa ia terilhami Bicycle Thieves dalam membuat karya adi nya, Pather Panchali (1955). Jalur-jalur kebudayaan, selamanya memang tidak terhindarkan dan membentuk jejaring estetika. Pasca kelahiran teknologi suara pada film di 1927, banyak membawa film kepada arah “gaya realisme”, setelah kejayaan “gaya montase” Rusia di kala filem bisu. “Realisme puitis” (poetic realism), pada kala 1930an, yang satu di antaranya dipelopori oleh Jean Renoir, membawa evolusi pada teknik pengisahan filem di kala film bersuara. Gaya realisme filem, membawa bidang seni ketujuh ini, lebih dekat dengan roman, sehingga capaian-capaian gaya realisme berpuncak pada periode film Neorealisme Italia. Pada program Sinema Dunia oleh Forum Lenteng di Kineforum bulan Mei ini, karya-karya yang terpilih, cukup menarik untuk melacak jejaring estetika sinema, khususnya perihal sejarah “gaya realisme” film di dunia.
SCIUSCIÀ / SHOESHINE Vittorio de Sica Negara Italia / Tahun 1946 / Durasi 93 menit / Subteks Bahasa Indonesia / SU
Di sebuah trek berkuda dekat kota Roma, Bocah-bocah penyemir sepatu sedang menonton kuda-kuda berpacu. Dua bocah, Pasquale, anak yatim piatu, dan Giuseppe, kawannya yang lebih muda yang sedang menunggang kuda. Dua kawan ini sedang menabung untuk membeli seekor kuda pribadi. Bocah-bocah itu menemui Attilio, kakak tertua Giuseppe, dan kawan karibnya di sebuah perahu di sungai Tiber. Dengan imbalan komisi, bocahbocah ini setuju untuk mengantar barang-barang pasar gelap kepada seorang peramal. Setelah sang perempuan peramal membayar, geng Attilio tiba-tiba datang. Berpura-pura menjadi polisi, mereka menangkap wanita itu. Dengan bayaran dari Attilio, dua kawan ini akhirnya
mampu melunasi bayaran dan mengandangkan kudanya di Trastvere dekat sungai. Sang peramal mengidentifikasi Pasquale dan Giuseppe. Masuk penjara anak laki-laki penuh sesak, mereka terpisah. Giuseppe dibawah pengaruh kawan yang lebih tua di selnya, Arcangeli. Selama masa interogasi, Pasqualle tertipu untuk mengkhianati kakak Giuseppe dan mengadukannya kepada polisi. Dengan masa percobaan mereka yang tak diketahui sampai kapan, anak-anak ini terdorong lebih jauh ke dalam permasalahan. Penyemir Sepatu adalah satu di antara film awal dari gerakan Neorealisme Italia. Di tahun 1948, mendapatkan Honorary Award di Academy Awards yang merupakan pelopor dari apa yang nanti akan menjadi Academy Awards for Best Foreign Language Film. Film ini adalah sekuel pertama dari trilogi karya Vittorio de Sica yang membicarakan persoalan represi tiga generasi Italia pasca Perang Dunia II. Vittorio de Sica (7 Juli 1901–13 November 1974) adalah seorang sutradara dan aktor Italia, yang sebelumnya pernah menjadi pemain teater. Karirnya di dunia film dimulai ketika menjadi pemain dalam filem arahan Alfredo De Antoni, Il Proceso Clemenceau (1917) bersama Giuseppe Amato. Tahun 1933 dia mendirikan perusahaanya sendiri bersama sang istri, Giuditta Rissone dan Sergio Tofano. Perusahaan ini mempertontonkan komedi ringan, tetapi mereka juga memainkan drama Beaumarchais, dan bekerjasama dengan sutradarasutradara terkenal seperti Luchino Visconti. Pertemuannya dengan Cesare Zavattini merupakan peristiwa yang sangat penting: mereka bersama-sama membuat film-film yang banyak dipuja pada masa neorealisme, termasuk Sciuscià (1946) dan Umberto D (1952).
Lattuda, dan Federico Fellini, dalam membuat sinema berkualitas dengan biaya terjangkau dan menyangkut persoalan sosial-politik yang terjadi di masyarakat Italia sebelum, saat, dan usai Perang Dunia II. Luchino Visconti (2 November 1906–17 Maret 1976) merupakan seorang pelaku teater Italia, opera, sekaligus sutradara dan penulis skenario. Visconti lahir di Milan dan berasal dari keluarga kaya. Awal mula karirnya di seni, musik dan teater, saat bertemu dengan komposer Giacomo Puccini, kondektur Arturo Toscanini, dan penulis Gabriele d’Annunzio. Selama Perang Dunia II Visconti bergabung dengan Partai Komunis Italia. Ia juga dikenal lewat filmfilm The Leopard (1963) dan Death in Venice (1971).
OSSESSIONE / OBSESSION Luchino Visconti Negara Italia / Tahun 1943 / Durasi 140 menit / Subteks Bahasa indonesia / 15+
Hasrat Nafsu (1943) diangkat dari novel The Postman Always Rings Twice, oleh James M. Cain. Cerita tentang seorang gelandangan Gino (Massimo Girotti), yang melakukan affair dengan istri pemilik restoran, Giovanna (Clara Calamai). Lalu keduanya berkomplot untuk membunuh suaminya dan berusaha untuk hidup bahagia selamanya. Hasrat Nafsu adalah filem pertama Visconti, dan dianggap banyak kritisi merupakan filem pertama Neorealisme Italia. Film ini merupakan biang atau pemicu dari filem gerakan Neorealisme Italia. Dikultus sebagai filem pertama yang menggunakan kaidah Neorealisme Italia. Filem yang lahir menjelang Perang Dunia II ini telah menginspirasi Roberto Rosselini, Vittorio de Sica, Alberto
Satyajit Ray. Filem ini merupakan karya pertama dari Satyajit Ray dalam mengeksplorasi bahasa sinema melalui tradisi keintelektualan India. Film yang diadaptasi dari novel besar Bengali, Pather Panchali karya Bibhutibhushan Bandopadhyay ini telah memberikan inspirasi yang berbeda dalam hal pengadaptasian karya sastra ke dalam bahasa sinema. Bagaimana sebuah teks diinterpretasi ke dalam bentuk gambar dan suara. Bagaimana filem mempunyai bahasa tersendiri yang tak bisa diungkapkan oleh teks. Filem pertama dari tiga serinya ini justru mengisi dan memperbaharui karya sastra yang berjumlah dua edisi itu. Melalui filem inilah, kisah Apu menjadi terkenal ke seluruh dunia.
PATHER PANCHALI / SONG OF THE LITTLE ROAD Satyajit Ray Negara India / Tahun 1955 / Durasi 91 menit / Subteks Bahasa Indonesia / SU
Apu lahir di desa kecil Nichindipur. Hidup bersama orangtua dan kakak perempuan yang di sayanginya, Durga. Apu dan Durga selalu berpetualang sesanggup kaki melangkah untuk menemukan hal-hal baru. Suatu ketika Apu bersama Durga bermain di padang alang-alang dan untuk pertama kalinya Apu melihat tiang listrik dan lokomotif. Setelah pertemuannya itu, Bibi Indir meninggal dunia. Disusul kemudian Durga, yang selama hidupnya mengagumi kereta api. Filem ini merupakan seri pertama dari Trilogy of Apu yang diproduksi rentang 1955-1959. Terdapat tiga tokoh dalam gerakan realisme India sebagai upaya memberikan pilihan tontonan masyarakat India selain Bollywood, Ritwik Ghatak, Mrinal Sen, dan
Satyajit Ray (2 Mei 1921-23 April 1992) adalah seorang pelopor realisme India bersama Ritwik Ghatak dan Mrinal Sen. Pria yang lahir di Kolkata ini sebelumnya pernah bermain film, tetapi memutuskan untuk memproduksi filmnya sendiri setelah menonton Bicycle Thieves karya Vittorio De Sica. Selama rentang hidupnya Ray telah membuat 37 film. Film ini, yang diadaptasi dari novel besar Bengali, Pather Panchali karya Bibhutibhushan Bandopadhyay, telah memberikan inspirasi yang berbeda dalam hal pengadaptasian karya sastra ke dalam bahasa sinema: bagaimana film mempunyai bahasa tersendiri yang tak bisa diungkapkan oleh teks.
atau tidak di dalam studio, memanfaatkan kehidupan sehari-hari masyarakat sehingga tak perlu menyewa figuran, dan bahasa estetika yang memaksimalkan pengadeganan dan konsep pemberitaan, telah memicu lahirnya kepercayaan diri membuat film bagi sutradarasutradara besar Asia seperti Satyajit Ray dan realisme India serta sutradara-sutradara Indonesia. Filem drama ini juga ringan, sederhana untuk dinikmati, dan menjadi pilihan tontonan bagi masyarakat.
LADRI DI BICICLETTE / BICYCLE THIEVES Vittorio De Sica Negara Italia / Tahun 1948 / Durasi 93 menit / Subteks Bahasa Indonesia / SU
Ricci (Lamberto Maggiorani) baru saja memperoleh kerja sebagai penempel poster. Ia lalu menebus Fidesnya (sepeda) yang telah tergadai. Namun kemalangan menimpanya. Sepeda yang menjadi syarat mutlak untuk pekerjaaan itu dicuri. Dimulailah perjuangan Riccci bersama Bruno (Enzo Staiola), anaknya, menelusuri kota Roma mencari sepeda yang tercuri. Petualangan yang membawa kita kepada struktur kehidupan masyarakat Italia pasca Perang Dunia Kedua. Tak disangkal lagi kalau gerakan Neorealisme Italia telah menginspirasi munculnya gerakan-gerakan sinema di dunianya. Konsep produksi berbiaya murah melalui pemilihan pemain non-profesional, latar di luar lapangan
Vittorio de Sica (7 Juli 1901–13 November 1974) adalah seorang sutradara dan aktor Italia, yang sebelumnya pernah menjadi pemain teater. Karirnya di dunia film dimulai ketika menjadi pemain dalam filem arahan Alfredo De Antoni, Il Proceso Clemenceau (1917) bersama Giuseppe Amato. Tahun 1933 dia mendirikan perusahaanya sendiri bersama sang istri, Giuditta Rissone dan Sergio Tofano. Perusahaan ini mempertontonkan komedi ringan, tetapi mereka juga memainkan drama Beaumarchais, dan bekerjasama dengan sutradarasutradara terkenal seperti Luchino Visconti. Pertemuannya dengan Cesare Zavattini merupakan peristiwa yang sangat penting: mereka bersama-sama membuat film-film yang banyak dipuja pada masa neorealisme, termasuk Sciuscià (1946) dan Umberto D (1952).