diffa SETARA DALAM KEBERAGAMAN
Retina
Mitra Netra Sang Lokomotif
Sosok
Dunia Disabilitas dan Garis Hidup
Kang Sejo
Utang Anggota DPR
INCLUD
E
AUDIO N O I S R VE
Sebutir Cahaya di Kepala No. 05 Mei 2011
Majalah Keluarga Humanis diffa
EDISI 05-MEI 2011
Edisi 05 Mei ok.indd 1
Rp. 21.500,1 4/18/11 4:17 PM
2 Edisi 05 Mei ok.indd 2
EDISI 05-MEI 2011
diffa 4/18/11 4:17 PM
M Cover: Andy Noya dan Agnes Foto: Adrian Mulja
MATA HATI
Sebutir Cahaya di Kepala
diffa
EDISI 05-MEI 2011
Edisi 05 Mei ok.indd 3
Ilustrasi: Didi Purnomo
P
ELUKIS muda ternama Yogyakarta, S. Teddy, menyambut hangat ide diffa untuk menyelenggarakan pameran lukisan bersama dengan tema kehidupan para penyandang disabilitas. “Saya yakin para pelukis lain juga pasti mendukung gagasan ini,” tegasnya. Disabilitas mungkin kata yang masih terdengar asing di telinga banyak orang, karena selama ini istilah yang kadung terpatri di kepala adalah penyandang cacat. Bukan penyandang disabilitas. Dalam proses kreatif para seniman seperti pelukis Teddy, kata disabilitas selama ini mungkin masih menjadi sebutir cahaya kecil dalam kepala. Namun, cahaya itu jelas sudah ada. Cahaya itu bahkan mungkin sebenarnya ada dalam kepala setiap orang di muka bumi. Teddy yang karya-karya seni rupanya banyak bertema persoalan sosialpolitik, jelas memiliki kepedulian dan komitmen kemanusiaan dari hati nuraninya sebagai manusia. Kepedulian dan komitmennya adalah wujud cahaya itu. Di tengah kesibukannya mempersiapkan pameran tunggal di Paris pada Mei 2011 ini, Teddy menyimak setiap kisah tentang para penyandang disabilitas yang sosoknya muncul di majalah diffa. Ia menjelaskan kepada anaknya, Blora, bahwa Yona yang wajahnya ada di sampul diffa, tak bisa melihat dan mendengar. “Coba
Blora pejamkan mata. Nah… gelap, kan? Itu namanya tidak bisa melihat. Ayo tutup telinga, gak dengar, kan?” Ternyata, tak bisa melihat bagi Blora yang berusia 3 tahun tak mudah dimengerti. Blora mengejar ayahnya dengan beragam pertanyaan. “Mengapa Yona tak bisa melihat? Mengapa tak bisa mendengar? Mengapa Yona tak bisa bicara?” Teddy menjawab satu per satu pertanyaan itu dengan bahasa sesederhana mungkin yang bisa dipahami anaknya. Saya terkesima mendengarkan percakapan ayah - anak ini tentang disabilitas. Saya jadi bertanya-tanya, adakah pembicaraan semacam ini terjadi juga pada ribuan atau jutaan ayah - anak atau ibu - anak lain di Indonesia? Saya berharap, percakapan semacam itu terjadi di semua keluarga Indonesia. Selama ini persepsi yang salah tentang penyandang disabilitas dibentuk baik secara sosial, ekonomi, maupun kultural. Melalui pembicaraan keluarga sejak dini seperti antara Teddy dan Blora, persepsi salah ini bisa dikoreksi atau diluruskan. Dengan keyakinan bahwa dalam kepala setiap orang sudah ada sebutir cahaya kemanusiaan yang sama, persoalan salah persepsi terhadap penyandang disabilitas sebenarnya bisa didekonstruksi dengan cara sederhana tanpa harus bermimpi terjadi sebuah revolusi. FX Rudy Gunawan
Pemimpin Perusahaan/ Pemimpin Redaksi FX Rudy Gunawan General Manager Jonna Damanik Redaktur Eksekutif Nestor Rico Tambunan Konsultan Yunanto Ali, Handoyo Sinta Nuriah Wahid Mohamad Sobary, Jefri Fernando Redaktur Irwan Dwi Kustanto Aria Indrawati Mila K. Kamil Purnama Ningsih Kontributor Andhika Puspita Dewi (Semarang) Jerry Omona (Papua) Muhlis Suhaeri (Pontianak) Yovinus Guntur (Surabaya) Redaktur Bahasa Arwani Redaktur Kreatif Emilia Susiati Fotografer Adrian Mulja Ilustrator Didi Purnomo Pemasaran Sigit D. Pratama Administrasi Eka Rosdiana Distribusi dan Sirkulasi Jonna Damanik Berliaman Haloho PT Trubus Media Swadaya Jl Gunung Sahari III/7 Jakarta Pusat 10610 Telepon 62 21 4204402, 4262318 Fax 62 21 4269263 Diterbitkan Oleh: PT Diffa Swara Media Yayasan Mitra Netra Percetakan PT Penebar Swadaya Alamat Redaksi Jl. Salemba Tengah No. 39 BB Lt. 2 Jakarta Pusat 12430 Telepon 62 21 44278887 Faxs 62 21 3928562 e-mail redaksidiffa@gmail.com
33 4/18/11 4:17 PM
C
SAMBUNG RASA
Exciting Diffa Exciting ketika tahu ada majalah plus audio yang khusus mengangkat kehidupan temanteman penyandang disabilitas. Apalagi dalam kemasan ekslusif. Lebih terkesan lagi ketika saya membaca diffa dari awal hingga akhir. Wow! Semoga kehadiran diffa membuka mata, hati, dan telinga masyarakat Indonesia akan keberadaan teman-teman penyandang disabilitas. Nurlely Sa’adah
UCP Roda untuk Kemanusiaan Indonesia (Wheels For Humanity Indonesia) Yogyakarta
Senang Bergabung Diffa Sejak mengenal majalah diffa, saya menemukan media tentang orang-orang dengan disabilitas, terutama justru mengetahui kelebihan mereka. Saya pun tertarik bergabung dengan keluarga diffa. Dari lubuk hati terdalam saya sangat tersentuh membaca artikelartikel dan acara yang diadakan diffa dan tergerak untuk bergabung dengan keluarga besar diffa. Akhirnya saya bertemu Bapak Jonna Damanik, General Manager diffa, melalui bantuan sahabat saya. Beliau bercerita tentang visi dan misi majalah diffa. Saya kian tertarik untuk bergabung dengan keluarga besar diffa, karena visi dan misinya sejalan dengan saya. Akhirnya saya berabung dengan keluarga besar diffa dan memacu saya untuk dapat berkontribusi lebih untuk membantu majalah ini. Saya sangat senang bergabung dengan majalah diffa, karena memberikan banyak pengetahuan lebih, terutama tentang para penyandang disabilitas. Keluarga besar diffa pun menerima saya dengan terbuka. Mereka mau mengajarkan tentang majalah diffa dan orangorang dengan disabilitas. Semua berlangsung dalam suasana kekeluargaan, dari sekadar bertemu, berdiskusi, hingga membicarakan pekerjaan sekalipun. Saya sangat berterima kasih mendapatkan kesempatan bergabung dengan keluarga besar diffa. Donny Christyanto
Jakarta
4 Edisi 05 Mei ok.indd 4
EDISI 05-MEI 2011
diffa 4/18/11 4:17 PM
D
DAFTAR ISI
3 6
Sebutir Cahaya di Kepala Tantangan Menyandingkan Andy dan Agnes
7 Lokomotif Rumah Kampus
16
30 Merintis Kampus 36 Ramah Disabilitas
Pusat Studi dan Layanan Difabel UIN Sunan Kalijaga
Mengajar Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Umum
40 44
Penyandang Disabilitas Juga Perlu Rekreasi
Kemajuan Tunanetra Indonesia
“...Pusat beragam kegiatan berkaitan dengan peningkatan kualitas dan partisipasi tunanetra dalam bidang pendidikan, lapangan kerja, dan berbagai persoalan hidup lain....�
Kolom Kang Sejo
Tiara Handycraft Bermula dari Kepedulian
20 Dunia Disabilitas 46 dan Garis Hidup 48 28 Keberhasilan 52 Vietnam Membangun 58 Sinergi 62 Andayani S. IP, MSW
Tongkat Ultrasonik bagi Tunanetra Makanan Sehat Anak Autis
Puisi, Cermor, Cerpen
Biografi Ludwig Van Beethoven MADANIA Inklusif Sejak Berdiri
14
Dan baca tulisan menarik lainnya...
Wawancara Bambang Basuki
Pelopor Tanpa Henti
30 Catatan
Perjalanan Ho Chi Minh
diffa
EDISI 05-MEI 2011
Edisi 05 Mei ok.indd 5
5 4/18/11 4:17 PM
C
CERITA SAMPUL
S
AAT bertemu Agnes di lobi gedung Metro TV, aku langsung jatuh hati. Kami bersalaman dan dia mencium tanganku. Hangat sekali. Nama lengkapnya Agnes Gertruida Salma Siahaya. Gadis tujuh tahun penyandang tunarungu ini akan dipotret bersama Andy F. Noya, host “Kick Andy” untuk sampul diffa edisi Mei 2011. Beberapa saat kemudian Pak Salmon, ayah Agnes, datang membawa gaun, yang dilih Agnes sendiri. Rupanya gadis berambut panjang ini senang difoto. Ini permulaan yang baik, pikirku. Tim diffa dan Agnes beserta orang tuanya menuju lantai enam menemui Andy. Sementara kami berkenalan, Adrian, sang fotografer, mencari tempat yang paling pas untuk pemotretan. Ternyata di lantai itu tak ada tempat yang cocok. Andy mengusulkan pindah lantai tiga. Di depan studio rekaman acara “Kick Andy” ada satu sudut yang dindingnya berbidang kosong, tidak ada ornamen atau hiasan, lengkap dengan sofa. Tantangan pertama justru datang dari Andy. Ia tak mau membuka topi yang dikenakannya sejak pagi. “Males ah, nanti harus nyisir dulu,” katanya beralasan. Padahal, ciri khas Andy Noya adalah
rambut kribonya. Tantangan kedua, ia tak mau menuruti posisi duduk di sebelah kanan Agnes. “Syukurin, aku nggak mau diatur-atur,” katanya. Adrian hanya bisa tertawa. Pemotretan dimulai. “Ayo Agnes, sini lihat Om. Bergaya, dong. Ayo senyum….” Arin, ibunda Agnes, membantu Adrian memandu putri semata wayangnya berpose. Beberapa jepretan mulai dihasilkan.
versi audio dalam satu paket. Setelah berhasil membujuk dan membawa kembali Agnes ke sofa, Arin kembali membantu memandu. “Oke Agnes, senyum ya. Lihat sini,” ujarnya. Berikutnya, Arin mengajak menyanyikan lagu kesukaan Agnes, “Topi Saya Bundar”. Kami semua ikut menyanyi, lengkap dengan bergaya. Agnes tak bisa mendengar suara kami. Namun, melihat kami bergaya, ia tahu kami sedang menyanyikan lagu kesukaannya. Adrian pun tak menyianyiakan kesempatan. Beberapa jepretan ia dapatkan. Namun itu tak berlangsung lama. Agnes kembali merajuk. “Ya, memang nggak mudah memotret anak kecil. Lebih mudah motret orang dewasa. Apalagi ini anak berkebutuhan khusus,” ujar Andy Noya. Ia menyadari dirinya masih asing bagi Agnes. Jadi, wajar jika Agnes sempat menolak berfoto dengannya. ”Mungkin seharusnya ada pendahuluan dulu, nggak langsung foto-foto,” katanya. “Betul, Bang. Tiap anak berkebutuhan khusus, dengan jenis kekhususan berbeda, butuh stimulasi yang berbeda juga,” ujar Adrian membenarkan. Adrian memang sudah berpengalaman melakukan pemotretan bersama anak berkebutuhan khusus yang beragam, untuk cover diffa. Dan, oke kan, hasilnya! * Aria Indrawati
6 Edisi 05 Mei ok.indd 6
Adrian kemudian meminta Andy berinteraksi dengan Agnes, ngobrol menggunakan bahasa isyarat. “Wah, aku nggak bisa,” kata Andy. Arin lalu memandu sambil berdiri di belakang Adrian. Yang terjadi malah Agnes ngambek dan mulai menangis. Sambil menunggu kedua orang tua Agnes membujuk gadis kecilnya, aku memanfaatkan waktu ngobrol dengan Andy, memperkenalkan majalah diffa. Ia mengaku baru melihat diffa dan terkesan saat tahu diffa menyajikan versi cetak dan
foto: Adrian Mulja
Tantangan Menyandingkan Andy dan Agnes
EDISI 05-MEI 2011
diffa 4/18/11 4:17 PM
foto-f
RETINA
foto-foto: Adrian Mulya
MITRA NETRA
Lokomotif Kemajuan Tunanetra Indonesia EDISI 05-MEI 2011 05-MEI 2011 diffa EDISI
Edisi 05 Mei ok.indd 7
7 4/18/11 4:17 PM
foto-foto: Adrian Mulya
8 Edisi 05 Mei ok.indd 8
EDISI 05-MEI 2011 EDISI 05-MEI 2011
diffa diffa 4/18/11 4:17 PM
RETINA
...Yayasan Mitra Netra berdiri pada 14 Mei 1991. Kelahiran lembaga ini tak lepas dari keprihatinan dan belum adanya lembaga yang memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan penyandang tunanetra. Khususnya dalam peningkatan kualitas hidup, terutama dalam bidang pendidikan dan lapangan kerja...
R
UMAH di sudut jalan agak tersembunyi di Jalan Gunung Balong, kawasan Lebakbulus, Jakarta Selatan, ini sepintas tampak biasa. Bangunan bercat kuning gading ini terkesan sepi, seperti tak ada kegiatan. Namun, suasana berbeda ditemui di dalam bangunan dua lantai ini: berbagai aktivitas bergerak seperti tanpa henti. Senin sore awal April 2011 itu sekelompok remaja duduk mengelilingi sebuah meja di sisi halaman depan rumah, dengan wajah sama-sama tertunduk. Sedang berdoa? Oh, tidak. Mereka sedang menyimak serius pengarahan seorang pembimbing. Mereka adalah remaja penyandang tunanetra yang sebentar lagi mengikuti ujian nasional. Di pendapa di halaman belakang rumah, sekelompok remaja asyik bermain rubik sambil bercanda. Mereka anak-anak muda tunanetra yang sedang latihan bermain rubik cepat. Di musala kecil di samping rumah, dua tunanetra dewasa sedang salat lohor. Sementara di ruangan-ruangan di dalam rumah tampak aneka aktivitas kantor. Di antara aktivitas itu lalu-lalang para penyandang tunanetra. Begitulah suasana sehari-hari markas Mitra Netra, lembaga nirlaba yang kini dikenal luas sebagai lokomotif kemajuan kaum tunanetra di Indonesia. Pusat beragam kegiatan berkaitan dengan peningkatan kualitas dan partisipasi tunanetra dalam bidang pendidikan, lapangan kerja, dan berbagai persoalan hidup lain.
Kebutuhan Tunanetra
foto-foto: Adrian Mulya
Yayasan Mitra Netra berdiri pada 14 Mei 1991. Kelahiran lembaga ini tak lepas dari keprihatinan dan belum adanya lembaga yang memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan penyandang tunanetra. Khususnya dalam peningkatan kualitas hidup, terutama dalam bidang pendidikan dan lapangan kerja. “Waktu itu, tunanetra ya masuk SLB. Masuk sekolah umum tidak boleh. Padahal, SLB itu lebih tepat untuk anak yang punya masalah dalam akademik atau perilaku,� tutur Direktur Eksekutif Mitra Netra, Bambang Basuki. Keprihatinan itu membuat Bambang Basuki, yang saat itu menjabat Sekjen Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) dan menjadi guru sekolah luar biasa, merintis pendirian sebuah lembaga baru. Berkat kerja keras
diffa diffa
EDISI 05-MEI 2011 EDISI 05-MEI 2011
Edisi 05 Mei ok.indd 9
9 4/18/11 4:17 PM
Bambang bersama beberapa rekan yang memiliki kepedulian dan sependirian, antara lain dr Sidharta Ilyas (dokter mata), Nina Sulaiman, Roswita Singgih, dan Mimi Mariani, berdirilah Yayasan Mitra Netra. Bambang terpilih sebagai direktur eksekutif. Sejak Mitra Netra berdiri, Bambang mengarahkan lembaga ini menciptakan sistem sekaligus
memberi pelayanan dalam peningkatan kualitas hidup tunanetra. Ada dua layanan yang disediakan secara sederhana, namun berfungsi strategis dalam membantu para tunanetra belajar lebih mandiri. Pertama, memproduksi buku bicara. Buku dibacakan dan direkam dalam kaset untuk sarana belajar tunanetra. “Sangat susah. Satu buku bisa sampai 20 kaset. Proses perekamannya pun hanya menggunakan tape biasa,” kenang Bambang yang kini berusia 61 tahun. Selain buku bicara, juga
10 Edisi 05 Mei ok.indd 10
mengembangkan literasi bahasa tulisan dalam bentuk huruf Braille. “Braille cocok untuk orang tunanetra yang tipe visual. Sangat berguna untuk pelajaran seperti matematika, fisika, atau kimia. Sedangkan buku bicara cocok untuk orang tipe auditori, yakni mata pelajaran sosial yang cukup didengar,” jelas Bambang yang menjabat direktur eksekutif sejak Mitra Netra berdiri hingga kini. Mitra Netra juga membuka program pendampingan tunanetra yang ingin masuk sekolah. “Konseling yang terbaik adalah dari sesama penyandang. Yang tahu kebutuhan tunanetra ya tunanetra sendiri. Jadi, mereka bisa merasakan satu kesamaan psikologis,” ujar Bambang. Teknologi literasi dan pendampingan dalam pendidikan ini menjadi embrio sistem baru dalam pelayanan tunanetra di Indonesia, khususnya di bidang pendidikan dan lapangan kerja. Sistem ini juga kemudian mengantar Mitra Netra menjadi lembaga yang sangat kreatif dan inovatif dalam pengembangan akses literasi untuk kaum tunanetra. Salah satu contoh, Mitra Netra yang pertama kali mendatangkan teknologi screen reader, software pembaca layar yang membuat komputer menjadi bersuara, di Indonesia. Dengan bantuan perangkat lunak pembaca layar ini tunanetra bisa mengetik dan membaca teks lewat komputer.
Program Unggulan Inovasi dan prestasi Mitra Netra dalam pengembangan teknologi literasi atau bacaan untuk tunanetra tergolong luar biasa. Bahkan, termasuk kelas dunia. “Itu tenaga langka,” kata Aria Indrawati, Humas
Mitra Netra, mengenai tenaga pengembangan teknologi literasi Mitra Netra. Salah satu inovasi kelas dunia itu adalah pengembangan piranti lunak penyulih huruf Braille yang dinamai Mitra Netra Braille Converter (MBC). Dengan piranti ini, teks dalam format Word seketika bisa berubah menjadi file berformat Braille. Berkat piranti ini sistem produksi dan distribusi bacaan Braille menjadi efisien dan murah. Lembaga-lembaga yang memiliki printer Braille bisa mengakses koleksi buku dari perpustakaan Braille online Mitra Netra, www. kebi.or.id, dan mencetak sendiri. “Sangat praktis,” ujar Aria. Mitra Netra mulai mengembangkan MBC pada tahun 1997. Waktu itu masih memakai sistem operasi DOS. Tahun 2000 Mitra Netra mengembangkan MBC menjadi software yang mampu bekerja dengan sistem operasi Windows. Piranti lunak ini terus dikembangkan hingga kini mencapai Versi 5. MBC Versi 5 ini dikembangkan Mitra Netra bersama alumni dan mahasiswa Institut Teknologi Bandung dengan bantuan Abilis Foundation Finlandia. Mitra Netra menghibahkan piranti lunak canggih bernilai mahal ini dengan gratis, sehingga pencetakan buku Braille bisa dilakukan dengan cepat dan lebih murah di tempat-tempat atau lembaga yang memiliki alat percetakan Braille. “Rekanrekan tunanetra jadi lebih mudah memperoleh bacaan,” kata Aria. Selain menciptakan piranti lunak canggih dan menyediakan layanan perpustakaan Braille online, Mitra Netra juga terus memproduksi buku bicara (talking book). Buku bicara yang dulu dalam bentuk EDISI 05-MEI 2011
diffa 4/18/11 4:17 PM
foto-foto: Adrian Mulya
foto-foto: Adrian Mulya
RETINA
diffa
EDISI05-MEI 05-MEI2011 2011 EDISI
Edisi 05 Mei ok.indd 11
11 4/18/11 4:17 PM
kaset, kini diproduksi dalam bentuk digital berupa rekaman CD. Rata-rata sebuah CD berisi 40 jam bacaan. “Lebih mudah dan lebih murah,” ujar Aria. Kini Mitra Netra memiliki koleksi sekitar 1.500 buku dalam format Braille dan 4.500 buku audio digital. Selain itu, juga memproduksi kamus elektronik khusus tunanetra yang diberi nama Mitra Netra Electronic Dictionary (Meldict). Kamus berisi format Inggris Indonesia dan Indonesia - Inggris. Para tunanetra Indonesia kini sangat terbantu dalam memperoleh bacaan.
Aneka Pelayanan Dalam mengembangkan sistem literasi dan pelayanan lain, Mitra Netra bekerja sama dengan lembaga yang berkaitan dengan tunanetra di seluruh Indonesia. “Sekarang ini ada 39 lembaga. Mayoritas SLB,” jelas Aria. Dalam bidang konsultasi, Mitra Netra terus mengembangkan sistem pelayanan, sehingga kantor lembaga ini hampir setiap hari tak pernah sepi dari kegiatan. “Kami melayani
12 Edisi 05 Mei ok.indd 12
dari urusan bayi, anak-anak sekolah, mahasiswa, hingga orang kerja,” ujar Aria. Sebagai contoh, orang tua yang ingin memberikan anaknya ke panti karena tidak siap mengasuh anak tunanetra, membatalkan niat tersebut setelah berkonsultasi. Mitra Netra juga memberikan konsultasi bagi orang tua yang bingung memilih sekolah yang cocok bagi anak tunanetra. Juga memberikan bimbingan bagi anak-anak yang mengalami kesulitan di sekolah. Selain pelayanan konsultasi, Mitra Netra juga menyelenggarakan berbagai kegiatan yang bertujuan mengatasi permasalahan atau meningkatkan kualitas kemampuan para tunanetra, baik di Jakarta maupun di daerah-daerah. Antara lain pelatihan program magang kerja, pembinaan hambatan mental, pelatihan menulis, dan pelatihan untuk guru-guru yang mengajar tunanetra. “Mitra Netra ingin menjadi think tank Indonesia untuk urusan pemberdayaan tunanetra,” ujar Aria. Aneka kegiatan dan pelayanan
ini menjadikan kantor Mitra Netra sebagai markas sekaligus istana bagi tunanetra di sekitar Jakarta. Program-program kerja sama dengan lembaga-lembaga lain juga membuat staf inti seperti Aria, yang merangkap konselor, sering berkeliling ke berbagai wilayah di tanah air. Begitu pula Irwan Dwi Kustanto, penyair tunanetra yang kini menjabat Wakil Direktur Mitra Netra. Aria juga sering melakukan perjalanan ke luar negeri. Sebab, selain di Mitra Netra, Aria juga menjabat Ketua III (Bidang Pengembangan Program) Pertuni. Tugas-tugas itu membuat penyandang low vision (kondisi nyaris buta) sejak kecil ini sering mengikuti pertemuan internasional, baik atas nama Pertuni maupun Mitra Netra. “Tuhan membimbing aku ada di sini. Aku hanya berharap diberi kekuatan, diberi energi,” ujar sarjana hukum dan mantan dosen di Semarang ini.
Jasa dan Penghargaan Semua pelayanan dan program EDISI 05-MEI 2011
diffa 4/18/11 4:17 PM
foto-foto: Adrian Mulya
RETINA
yang dilaksanakan Mitra Netra pada akhirnya melahirkan modelmodel tunanetra yang mampu melakukan hal-hal yang sebelumnya hanya terjadi di luar negeri. Tunanetra Indonesia kini mampu menggunakan teknologi komputer, bekerja di bank, mengelola usaha, bekerja di hotel, menjadi penulis, menjadi konselor, dan masih akan banyak figur lain di masa datang. Ini juga berarti keberhasilan mengikis stigma yang menganggap tunanetra hanya bisa menjadi tukang pijat. Peran dan prestasi strategis itu juga mengantar Mitra Netra memperoleh banyak penghargaan tingkat nasional dan internasional. Di dalam negeri, antara lain meraih penghargaan dari Menteri Sosial (tahun 2003) dan penghargaan Museum Rekor Indonesia untuk penyelenggaraan The First National Computer Camp for The Blind (2006). Di tingkat internasional, antara lain meraih Index Awards 2000 untuk program produksi buku Braille, Country Winner Asia Pacific NGO Awards 2005,
diffa
EDISI 05-MEI 2011
Edisi 05 Mei ok.indd 13
Samsung DigitAll Hope 2004 dan 2005, serta nominasi utama di Stockholn Challenge Awards 2005 untuk program pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam meningkatkan kualitas hidup tunanetra. Berbagai prestasi tersebut membuat Mitra Netra sering diundang dalam pertemuan internasional untuk memberikan presentasi. Dengan peran-peran strategis dan banyak prestasi yang diraih, semestinya pemerintah menjadikan Mitra Netra sebagai model dalam pelaksanaan kebijakan dan penanganan tunanetra. “Kami memulai dari yang tidak ada. Konsep dibuat, dan terbukti menghasilkan. Ya, butuh bantuan, disuport,” ujar Bambang Basuki, tanpa nada mengeluh. Persoalan utama Mitra Netra saat ini adalah dukungan dana. Sebab, salah satu lembaga donor utama dari luar negeri, Foundation Dark & Light Blind Care, akan menghentikan bantuan mulai tahun 2012. Padahal, Mitra Netra menanggung 54 karyawan, 20 orang di antaranya staf inti, termasuk tenaga ahli IT kelas dunia. Mitra Netra sulit mendapat bantuan dari Kementerian Pendidikan Nasional karena bentuknya yayasan, bukan sekolah. Mestinya ada solusi dukungan untuk Mitra Netra. Bagaimanapun, dengan inovasi-inovasi dan beragam pelayanannya, lembaga ini telah menjadi istana bagi penyandang tunanetra. Juga lokomotif kemajuan tunanetra di tanah air. Mestinya Mitra Netra tak dibiarkan berjalan dan berjuang sendiri, karena merupakan bagian dari rumah besar kita, Indonesia.
“...Waktu itu, tunanetra ya masuk SLB. Masuk sekolah umum tidak boleh. Padahal, SLB itu lebih tepat untuk anak yang punya masalah dalam akademik atau perilaku,...”
* Nestor
13 4/18/11 4:18 PM
E
EMPATI
foto-foto: Adrian Mulya
Bambang Basuki Pelopor T
14 Edisi 05 Mei ok.indd 14
EDISI 05-MEI 2011
diffa 4/18/11 4:18 PM
r Tanpa Henti
B
ICARA tentang Mitra Netra, yang sering dijuluki sebagai lokomotif kemajuan tunanetra di Indonesia, tak bisa lepas dari nama Bambang Basuki. Sebab, lelaki yang rendah hati inilah penggagas, pendiri, direktur, dan motor Mitra Netra sejak berdiri hingga kini. Praktis semua konsep, sistem kerja, prestasi, dan segala layanan yang diberikan Mitra Netra tak lepas dari pemikiran dan sentuhan tangan Pak Bambang, begitu ia biasa dipanggil. Berkaitan dengan ulang tahun ke-20 Mitra Netra, 14 Mei 2011, diffa melakukan wawancara khusus dengan Bambang Basuki. Kebetulan, ayah tiga anak ini juga merayakan ulang tahun ke-61. Inilah petikan percakapan dengan Bambang Basuki di kantor Yayasan Mitra Netra, Jalan Gunung Galong II No. 58, Lebak Bulus, Jakarta Selatan, akhir April 2011.
Apa yang mendorong berdi足rinya Mitra Netra? Saya merasa, di Indonesia belum ada langkah bagaimana melayani tunanetra dengan baik. Lembaga yang ada program-programnya itu-itu saja. Tahunya, tunanetra ya di SLB. Kalau sudah dewasa di panti asuhan. Layanannya itu-itu juga, pijat, menganyam. Ini tidak
diffa EDISI 05-MEI 05-MEI 2011 2011 diffa EDISI Edisi 05 Mei ok.indd 15
terlepas dari kekeliruan dalam persepsi. Kata kuncinya, bagaimana tunanetra mendapat akses terhadap pendidikan atau pelayanan yang bisa meningkatkan kualitas hidup mereka. Contohnya, tunanetra masuk sekolah umum tidak boleh. Padahal, sekolah luar biasa (SLB) itu kurikulumnya berbeda. SLB itu lebih tepat untuk anak yang punya masalah dalam akademik atau perilaku permanen.
Menurut Anda, kuncinya di pendidikan? Iya. Tahunya orang, tunanetra hanya menjadi tukang pijit. Padahal, tunanetra punya potensi menjadi komisioner. Itu berarti pendidikan. Pendidikan harus terbaik agar tunanetra bisa mengakses lebih ilmu yang lebih luas dan bermutu. Wajibnya sekolah di sekolah biasa. Di sekolah umum, kurikulumnya lebih sesuai dan berkualitas serta ada di mana-mana. Sedangkan SLB lebih sulit didapat karena jumlahnya terbatas dan tidak untuk melanjutkan ke perguruan tinggi.
Program apa yang diprioritaskan waktu itu? Langkah pertama kan, what is our need? Need-nya dulu. Tunanetra kebutuhannya adalah rehabilitasi mengurangi akibat ketunanetraannya. Kedua, soal
bacaan. Tunanetra harus bisa baca Braille. Tapi sebelum itu, mentalnya dibenerin dulu. Tunanetra dewasa biasanya pesimis. Munculkan harapannya dulu. Menuju harapan itu, kita beri tahu harus bisa Braille, menggunakan komputer, dan lain-lain. Selain itu juga harus ada dampingan belajar. Ada juga tutorial. Di sekolah biasa kan tidak diajarkan bagaimana mengajar tunanetra. Yang amat penting adalah menghadirkan buku yang dapat diakses tunanetra. Untuk yang pertama, salah satu konsep baru adalah program pendampingan tunanetra yang ingin masuk sekolah oleh tunanetra. Yang tahu kebutuhan tunanetra ya tunanetra. Mereka bisa merasakan satu kesamaan psikologis. Buku yang bisa diakses adalah buku Braille dan buku bicara. Kedua-duanya harus ada. Ini sifatnya komplementer. Maka kami mengambil prakarsa di dua hal ini.
Apakah Mitra Netra sudah berada di jalur yang baik? Kami sudah bisa mengembangkan sistem. Dan saya yakin ini adalah sistem yang paling efektif di Indonesia. Tidak hanya masalah produksi, adanya digital book, keahlian membuat Braille, tapi juga membangun jaringan yang terefektif di Indonesia. Kami bikin model. Kami sempurnakan di Jakarta, kemudian ditularkan ke daerah. Contohnya, piranti komputer yang dari luar negeri, kami coba kembangkan. Sudah berjalan. Kami cari lembaga di daerah yang bisa memanfaatkan. Mereka bekerja menggunakan nama lembaganya sendiri. Kami membantu gratis.
15 4/18/11 4:18 PM
B
AMBANG Basuki lahir di Medan, 20 April 1950. Saat di kelas II SMA di Semarang, anak bungsu dari lima bersaudara ini mengalami glukoma, penyakit yang disebabkan peningkatan tekanan cairan di dalam bola mata. Akibat penyakit ini, prestasi di sekolah anjlok, tapi Bambang masih bisa menyelesaikan SMA. Berbagai pengobatan diupayakan, termasuk melakukan operasi mata hingga tujuh kali di Jakarta. Namun, akhirnya ia harus menelan pil pahit, divonis menjadi penyandang tunanetra. Saat itu ia benar-benar shock, merasa tidak berguna. Merasa semua harapan habis. Harapan Bambang kembali bangkit setelah bertemu seorang tunanetra yang menjadi guru di SLB untuk tunanetra. Bambang memutuskan untuk menjadi guru SLB. Ia ditolak di mana-mana, sampai kemudian diterima di IKIP Jakarta (sekarang Universitas Negeri Jakarta). Ia memilih jurusan pendidikan bahasa Inggris. Dengan keterbatasan dan berbagai kendala, ia berhasil lulus dengan IPK 3,7. Ketika melamar jadi guru, Bambang kembali mengalami banyak diskriminasi. Berkat kegigihannya, akhirnya Bambang menjadi guru di SLB Pembina Tingkat Nasional Lebak Bulus. Di sela-sela kesibukan mengajar, ia aktif di Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) hingga menjabat sekretaris jenderal. Pada tahun 1991 Bambang mendirikan Yayasan Mitra Netra bersama beberapa rekan. Bambang Basuki menikah dengan Yusna, asal Sumatera Barat. Pasangan ini dikarunia tiga anak, Aini Vidianti, Asrini Mahdiah, dan Adinugraha Wicaksana.
Apa peran pemerintah dalam mendukung program Mitra Metra? Pemerintah sudah membagikan 49 mesin printer Braille kapasitas besar ke berbagai lembaga dan sekitar 150 mesin kecil. Berarti ada sekitar 200 lembaga yang punya printer Braille. Tapi dalam laporan hanya 13 lembaga yang pernah memproduksi. Artinya, literasi Braille masih jadi masalah. Nah, kami bikin sistem. Coba cari apa masalah mereka. Kami bikin piranti penyulih Braille. Kami bikin perpustakaan online karena memiliki 10.000 lebih buku. Kami upload buku-buku, silakan ambil, dan print di sana. Alangkah sayang kalau pemerintah tidak mau mengambil sistem ini. Ke depan, sistem ini bisa menjadi wahana kerja sama antarprodusen Braille di Indonesia. Nanti ada yang menjadi supplier. Temanteman lembaga lain tinggal minta, mau memproduksi apa, tinggal upload, dan diperbanyak. Sebetulnya ini bisa menjadi grand design bagi pemerintah. Jadi, setiap administrator akan dibiayai oleh nasional. Kalau yang download, nge-print di daerah, pakai APBD. Ini bisa menjadi langkah yang sangat strategis, karena akan membuat jalur printer Braille terbesar sedunia.
Tampaknya Anda tidak ingin menonjol. Saya tidak butuh nama. Nama hanya untuk cari teman. Tapi saya juga tidak seperti sebagian teman
(yang beranggapan), kalau ilmuku kukasih dia, dia bisa mengerjakan seperti saya, nanti saya hilang. Saya tidak begitu.
Apa tantangan Mitra Netra saat ini? Sekarang tantangan kami, pegawai kami 50 orang. Lembaga ini tidak dibiayai pemerintah. Tahun 2012 donor utama kami akan pergi. Setiap tahun kami produksi dan sebarkan ke 39 library. Setiap tahun kami produksi sekitar 300 CD, upload sekitar 125 Braille. Kalau ini hancur, kami tidak mendapat donor, siapa yang mau menggantikan? Tidak hanya kehilangan produksi, tapi juga kehilangan ekspertis. Ini ancaman. Yang paling benar adalah dukungan dana lokal.
Apa mimpi Anda ke depan? Seharusnya semua sekolah bisa mengakomodasi penyandang disabilitas. Visi saya, ke depan, semua sekolah guru atau universitas yang mencetak tenaga kerja pendidikan, harus ada subyek mengenai penyandang disabilitas. Kalau itu sudah, semua sekolah bisa menerima anak bangsa tanpa ada seleksi, termasuk tunanetra. Itu yang kita sebut pendidikan inklusi. Sekolah menerima semua anak bangsa dalam keadaan apa pun. Semua sekolah harus punya keahlian mengakomodasi kebutuhan anak ini. Mereka tidak perlu jauh-jauh sekolah. Itu ideologi saya. Tapi kita kan masih jauh, ya. * Nestor
16 Edisi 05 Mei ok.indd 16
EDISI 05-MEI 2011
diffa 4/18/11 4:18 PM
B
BERANDA
Jenis Kursi Roda
Kursi Roda Kursi roda adalah alat bantu yang digunakan oleh orang yang mengalami kesulitan berjalan, baik dikarenakan penyakit, cedera, maupun disabel. Alat ini bisa digerakkan dengan didorong pihak lain, digerakkan dengan menggunakan tangan, atau dengan menggunakan mesin otomatis. Kursi roda pertama kali digunakan di Inggris pada tahun 1670-an.
Kursi Roda untuk Sport
Ada beberapa jenis kursi roda.
Kursi roda manual untuk kegiatan olah raga, pada balapan kursi roda yang digunakan untuk berjalan dengan cepat, dibutuhkan kestabilan dengan menggunakan tambahan sebuah roda di depan seperti trike (sepeda roda tiga). Merupakan perangkat yang umum ditemukan dalam pekan olah raga atau olimpiade bagi penyandang tunadaksa.
Kursi Roda Manual
Fasilitas bagi Pengguna Kursi Roda
Kursi roda manual digerakkan dengan tangan si pemakai. Kursi roda manual biasa digunakan untuk semua jenis kegiatan. Kursi roda seperti ini tidak dapat digunakan pemakai yang mempunyai kekurangan di tangan.
Beberapa fasilitas umum wajib dilengkapi dengan aksesibilitas bagi pengguna kursi roda. Antara lain: l Trotoar yang dilengkapi kelandaian pada setiap persilangan atau persimpangan dengan jalan ataupun akses bangunan. l Kelandaian untuk masuk gedung. l Lift khusus di bangunan bertingkat yang dilengkapi dengan eskalator l Angkutan umum dengan lantai yang rendah (low floor). l Fasilitas parkir mobil khusus bagi penyandang disabilitas.
Kursi Roda Listrik Kursi roda listrik digerakkan dengan motor listrik. Biasanya digunakan untuk perjalanan jauh bagi penyandang tunadaksa atau tuna ganda, sehingga tidak mampu menjalankan sendiri kursi roda. Untuk menjalankan kursi roda listrik cukup menggunakan tuas seperti joystick untuk maju, berbelok kiri atau kanan, dan untuk mengerem atau menghentikan.
diffa
Biasanya kursi roda listrik dilengkapi alat untuk mengisi ulang daya aki atau baterai yang dapat langsung dihubungkan ke stop kontak di rumah atau bangunan yang dikunjungi.
EDISI 05-MEI 2011
Edisi 05 Mei ok.indd 17
frg
17 4/18/11 4:18 PM
T
TAPAK
Pusat Studi dan Layanan Difabel UIN Sunan Kalijaga
foto: FX Rudy Gunawan
Merintis Kampus Ramah Disabilitas
18
Edisi 05 Mei ok.indd 18
EDISI 05-MEI 2011
diffa 4/18/11 4:18 PM
Pusat Studi dan Layanan Difabel UIN Sunan Kalijaga
J
foto-foto: psid-uin-org
IKA saja semua perguruan tinggi di Indonesia memiliki kesadaran seperti Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, alangkah senang para penyandang disabilitas yang tersebar di seluruh pelosok negeri. UIN Sunan Kalijaga memiliki fasilitas yang sangat dibutuhkan penyandang disabilitas, yakni Pusat Studi dan Layanan Difabel atau biasa disebut PSLD UIN Sunan Kalijaga. Selain UIN Sunan Kalijaga, di Yogyakarta ada juga kampus lain yang memiliki PSLD, yaitu Universitas Sanata Dharma. Tanpa dirancang atau direncanakan, kedua PSLD di dua kampus itu saling melengkapi. PSLD UIN Sunan Kalijaga lebih melayani mahasiswa tunanetra dan PSLD di Universitas Sanata Dharma lebih melayani mahasiswa tunarungu. Dari sisi fisik bangunan, sarana dan prasarana, Rektor UIN Sunan Kalijaga Prof Dr H M Amin Abdullah, selama dua periode kepemimpinannya telah berupaya secara bertahap agar bangunan-bangunan di lingkungan kampusnya memberikan akses bagi para mahasiswa disabel. Sejak tahun 2010, di gedung perpustakaan pusat didirikan Difabel Corner untuk menjamin aksesibilitas bagi para mahasiswa pengguna jasa perpustakaan yang menyandang disabilitas. Ini semua tak lepas dari jasa tiga perintis PSLD, yaitu Ro’fah MA PhD, Andayani SIP MSW, dan Muhrisun MSW. Ketiga dosen ini pendiri sekaligus motor penggerak PSLD UIN Sunan Kalijaga.
Perjuangan Para Perintis Saat didirikan pada tahun 2007, PSLD UIN Sunan Kalijaga hanya memiliki sebuah ruangan dan sebuah komputer bicara. Modal utama hanya keberanian dan niat para pendiri untuk memberikan layanan bagi mahasiswa penyandang disabilitas. Langkah pertama yang dilakukan para pendiri saat itu adalah mengumpulkan mahasiswa penyandang disabilitas dan mulai melakukan need assessment untuk menggali kebutuhan akademik dan sosial mereka di kampus. “Karena tidak pernah ada pendataan sebelumnya, maka kami datang ke setiap fakultas dan menanyakan apakah ada mahasiswa penyandang tunanetra atau tidak. Selain itu, kami mencari tahu melalui mahasiswa disabel yang kami kenal untuk mengumpulkan data ini,� tutur Ro’fah. Tahap selanjutnya adalah pengorganisasian para relawan di kalangan mahasiswa UIN. Beruntung PSLD mendapat bantuan tiga unit komputer bicara dari Yayasan Mitra Netra disertai pelatihan pengoperasiannya. Dengan keyakinan para mahasiswa masih memiliki idealisme tinggi dan energi yang besar serta jaringan luas, pengorganisasian para relawan pun berjalan baik. Para relawan yang terkumpul pun kemudian bisa menjadi front liner yang andal untuk kerja-kerja praktis keseharian di PSLD. Perekrutan dilakukan hanya melalui informasi dari mulut ke mulut. Tidak ada pengumuman resmi, karena khawatir peminat sangat banyak dan tidak tertampung. Dalam perjalanan selanjutnya, para pendiri berprinsip: yang penting terus bekerja keras dan melangkah tanpa harus memusingkan berbagai kekurangan atau kendala. Minimnya sumber daya finansial tidak boleh menjadi kendala bagi PSLD. Kekurangan dana bisa diatasi dengan memanfaatkan modal sosial para pendiri sebagai dosen yang memiliki kompetensi keilmuan dan para relawan yang besar komitmen dan energinya. Selain itu, universitas juga sudah memberikan sebuah unit gedung untuk kantor PSLD yang sebelumnya hanya satu ruangan. Dengan modal itulah segala kendala dihadapi dan diatasi. Dan, hingga kini terbukti PSLD UIN Sunan Kalijaga terus eksis dan berkembang.
s
diffa EDISI EDISI 05-MEI 2011 diffa Edisi 05 Mei ok.indd 19
19 4/18/11 4:18 PM
foto: FX Rudy Gunawan
foto-foto: psid-uin-org
20 Edisi 05 Mei ok.indd 20
EDISI 05-MEI 2011
diffa 4/18/11 4:18 PM
Pusat Studi dan Layanan Difabel UIN Sunan Kalijaga Sekilas Riset Studi Disabilitas Andayani, salah seorang pendiri PSLD UIN, mengatakan studi tentang disabilitas sangat terkait dengan bidang studi yang digelutinya, yaitu social work. Jadi, meski tak langsung mendalami studi disabilitas, Andayani tak mengalami kesulitan untuk beradaptasi dan berkarya di bidang disabilitas. Selain itu, fenomena rendahnya partisipasi penyandang disabilitas dalam pendidikan tinggi ternyata tidak hanya dialami negara-negara berkembang seperti Indonesia, melainkan juga terjadi di negara-negara maju. Di Indonesia sampai saat ini belum tersedia data statistik yang menunjukkan tingkat partisipasi penyandang disabilitas dalam pendidikan tinggi. Data yang dimiliki Hellen Keller International memperlihatkan hanya 4% dari 1,5 juta anak disabel yang memperoleh pendidikan. Jika angka ini ditarik ke tingkat pendidikan tinggi, pasti jauh lebih rendah lagi. Kenyataannya, inklusi dan aksesibilitas disabel di tingkat perguruan tinggi nyaris belum tersentuh para praktisi pendidikan dan pemegang kebijakan. Riset yang dilakukan PSLD UIN Sunan Kalijaga yang melibatkan 75 mahasiswa disabel di 11 universitas di Yogyakarta, memperlihatkan banyak hambatan yang dihadapi mahasiswa penyandang disabilitas. Faktor-faktor penyebab hambatan tersebut antara lain: Rendahnya kesadaran pemimpin, dosen, staf, dan masyarakat kampus tentang kebutuhan mahasiswa disabel. Hal ini terlihat dalam kebijakan, proses pembelajaran, layanan di setiap unit kampus, serta interaksi sosial antara mahasiswa disabel dan masyarakat kampus. Dalam proses pembelajaran tidak ada modifikasi berbagai aspek akademis yang meliputi kurikulum, metode pengajaran, materi kuliah, dan teknologi pendukung. Tidak ada layanan kampus yang adaptif di hampir semua unit layanan kampus seperti perpustakaan, laboratorium, bagian akademik kemahasiswaan, kuliah kerja nyata (KKN), dan praktik kerja lapangan (PKL). Tidak ada modifikasi fisik bangunan kampus, sehingga kampus menjadi tempat yang tidak aman secara fisik. Itulah beberapa temuan faktor yang menjadi kendala hingga saat ini. Untuk mengatasinya, tentu diperlukan upaya serius semua pihak terkait, terutama pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional dan departemen terkait. PSLD UIN Sunan Kalijaga, juga Universitas Sanata Dharma, di Yogyakarta sudah memulai langkah terlibat aktif menciptakan masyarakat sipil yang egaliter, majemuk, plural, dan inklusif dengan menjadi model perguruan tinggi yang ramah disabel melalui pengembangan keilmuan, layanan, dan advokasi. Langkah mulia ini diharapkan diikuti lembaga pendidikan lain di seluruh tanah air. FX Rudy Gunawan
diffa
EDISI 05-MEI 2011
Edisi 05 Mei ok.indd 21
21 4/18/11 4:18 PM
S
SOSOK
MSW , P I . S i n a y a d n A
H s i r a G n a d s a t i l i b a s i D Dunia
“
Teman-teman disabel UIN Sunan Kalijaga sangat merasakan manfaat PSLD. Salah satunya karena PSLD telah menjadi ajang sosialisasi disabel. Masyarakat kampus akhirnya memahami bahwa penyandang disabilitas ada dan bisa melakukan sesuatu yang sama seperti mereka.” (Danik Tri Handayani, mahasiswa disabel Fakultas Tarbiyah, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta) Apa yang dirasakan Danik sebagai manfaat adalah hasil perjuangan segelintir orang di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Salah satunya adalah Andayani S. IP, MSW. Dialah salah satu perintis Pusat Studi dan Layanan Difabel UIN Sunan Kalijaga pada tahun 2007. Sebelum itu, isu disabilitas masih menjadi barang langka di kampus-kampus di Indonesia. “Saya sendiri tidak pernah berpikir tentang persoalan disabilitas di perguruan tinggi,
22 Edisi 05 Mei ok.indd 22
sebelum mengambil program master di Kanada,” ujarnya. Andayani sejak kuliah memang tergerak untuk peduli pada berbagai persoalan sosial-politik. Namun, untuk isu disabilitas, ia baru mendapat pencerahan saat kuliah di Kanada.
Pertemuan dengan Dunia Disabilitas Karena tak punya keterkaitan langsung dengan penyandang disabilitas, Andayani menganggap pertemuannya dengan dunia disabilitas yang kemudian membawanya berkiprah di dunia ini sebagai garis takdir hidupnya. Awalnya ia hanya tergelitik melihat perguruan tinggi di Kanada begitu memperhatikan fasilitas dan aksesibilitas bagi para penyandang disabilitas untuk menempuh pendidikan. Kenyataan itu lantas mengendap di hati dan pikirannya. Lalu perlahan-lahan menggerakkan dirinya untuk berbuat sesuatu. Andayani belum tahu mesti berbuat apa. “Waktu itu saya hanya bertanya-tanya mengapa kampuskampus di Indonesia tidak seperti itu keadaannya? Selanjutnya saya merasa ada dorongan keinginan membuat hal yang sama di Indonesia,” tuturnya. Namun, ketertarikan dan kepedulian Andayani memang terlihat sejak ia masih mahasiswa baru. “Saya ikut aksi-aksi mahasiswa saat kuliah, meski hanya sebagai
simpatisan. Itu pun sudah membuat ayah saya yang pegawai negeri di Kalimantan khawatir dan takut. Karena sudah tergerak untuk peduli sejak awal kuliah itulah saya kemudian tertarik mendalami bidang social work,” kata ibu empat anak ini. Baginya, memang begitulah seharusnya sikap dan tanggung jawab mahasiswa. Tak boleh berpangku tangan saja melihat berbagai persoalan berkecamuk di masyarakat. “Selain itu, dalam bahasa anak muda, sepertinya nggak keren kalau mahasiswa nggak punya kepedulian,” ujarnya sembari tersenyum manis. Dunia disabilitas akhirnya menjadi tempat Andayani berlabuh dan mendedikasikan hidupnya. Perempuan yang selalu bersemangat dan energik ini menikah dengan seorang lelaki dari profesi yang berbeda. Suaminya wirausahawan bidang percetakan dan penerbitan. Karena studinya di bidang social work, maka frame itulah yang mendasari Andayani dalam mendalami dan memahami dunia disabilitas. Dalam wacana teoretis, hal ini dikenal sebagai social model of disability. Sebuah cara pandang baru terhadap disabilitas yang dikembangkan aktivis dan intelektual penyandang disabilitas seperti Mike Oliver dan Collin Barnes. Menurut kajian ini, disabilitas bukanlah problem individu yang lahir dari kekurangan EDISI 05-MEI 2011
diffa 4/18/11 4:18 PM
fisik atau mental, melainkan lebih dilihat sebagai problem sosial yang disebabkan struktur masyarakat yang tidak dibangun dengan mempertimbangkan kebutuhan para penyandang disabilitas. “Saya rasa memang seperti itulah yang terjadi di masyarakat kita,” tegas Andayani.
Perubahan yang Diperjuangkan “Beberapa waktu lalu saya marah besar pada seorang rekan dosen yang berpendapat kurang tepat tentang disabilitas. Ya, kadang saya tak tahan juga mendengar persepsi yang salah masih begitu banyak terjadi di kalangan teman dosen yang notabene kaum intelektual,” ujar Andayani dengan suara masih terdengar kecewa dan jengkel. Ini memang kenyataan pahit. Bahkan dari kalangan yang seharusnya menjadi ujung tombak perubahan pun belum terjadi perubahan apa-apa. Namun, hal itu menjadi tantangan yang justru membuat Andayani dan kawan-kawan di PSLD UIN semakin termotivasi untuk memperjuangkan sebuah perubahan. “Justru kemauan kami semakin kuat begitu menyadari kenyataan seperti itu,” tandasnya. Perjuangan memang masih panjang. Sampai tahun ketiga sejak berdiri, fokus perjuangan PSLD masih pada inisiatif-inisiatif perubahan budaya dan kebijakan di lingkungan kampus. Hal ini sesuai
diffa
EDISI 05-MEI 2011
Edisi 05 Mei ok.indd 23
sebagai tempat yang bersahabat dan aksesibel bagi penyandang disabilitas sangat diperlukan untuk mempercepat perubahan yang diperjuangkan PSLD UIN. Dan, sesungguhnya, persoalan ini adalah persoalan bersama yang menjadi tanggung jawab bangsa dan negara. Di satu sisi, para pembuat kebijakan harus terus-menerus diberi masukan tentang persoalan hak-hak para penyandang disabilitas. Di sisi lain, edukasi terhadap masyarakat agar ada perubahan persepsi dan peningkatan kepedulian, juga harus terus diperjuangkan dengan berbagai cara. FX Rudy Gunawan
foto: FX Rudy Gunawan
s Hidup
dengan latar belakang misi PSLD untuk menjadikan kampus memiliki layanan yang aksesibel terhadap para penyandang disabilitas. Terusmenerus PSLD melakukan audiensi. Mulai dari audiensi dengan pihak rektorat hingga audiensi ke setiap fakultas di lingkungan UIN Sunan Kalijaga. PSLD juga mengupayakan perubahan budaya melalui berbagai workshop untuk para dosen tentang strategi pembelajaran adaptif. “Dukungan rektor sangat diperlukan sebagai political support dalam melakukan pendekatan ke fakultasfakultas atau unit-unit kampus lainnya di UIN,” ujar Andayani. Dukungan dari semua pihak untuk menjadikan kampus
23 23 4/18/11 4:18 PM
P
PERSEPSI
Meningkatnya Lansia Produktif
P
ADA Desember 2010 Pusat Data Nasional memprediksi pada tahun 2020 jumlah penduduk lanjut usia (lansia)di Indonesia mencapai 11% dari jumlah penduduk. Jika, misalnya, penduduk Indonesia di tahun 2020 mencapai 250 juta jiwa, berarti jumlah lansia lebih dari 27,5 juta orang. Dari jumlah itu, diperkirakan 80% lansia masih produktif, yang berarti masih beraktivitas di masyarakat dan memiliki penghasilan sendiri. Hanya 20% lansia tidak lagi produktif atau lebih banyak tinggal di rumah dan bergantung pada keluarga. Ada dua pendapat tentang kategori lansia, yaitu mereka yang berusia di atas 60 tahun dan mereka yang berusia di atas 65 tahun. Bukan tidak mungkin, kategorisasi ini akan terus berubah, mengingat makin panjang usia produktif lansia. Di masa datang bisa terjadi, yang dikategorikan lansia adalah mereka yang berusia di atas 70 tahun. Hal ini tentu akan berdampak pada statistik, yaitu jumlah penduduk yang dikategorikan lansia.
Datang Lebih Cepat Ketua Yayasan Damandiri Prof. Dr. Haryono Suyono mengatakan, Indonesia mengalami pertambahan jumlah lansia secara drastis dan mendadak. Jika negara-negara Barat memerlukan waktu 100 hingga 150 tahun, Indonesia mengalaminya
24 24 Edisi 05 Mei ok.indd 24
hanya dalam 30 tahun, yaitu terhitung sejak tahun 1970. Ini berarti hanya dalam satu generasi. Bertambahnya jumlah lansia produktif merupakan salah satu indikator keberhasilan di bidang kesehatan, baik fisik, mental/ emosi, spiritual, maupun sosial, yang ditandai dengan lebih panjangnya usia harapan hidup manusia. Mereka yang lahir sebelum tahun 1930 rata-rata berumur 40 hingga 50 tahun. Sedangkan mereka yang lahir di atas tahun 1930 rata-rata telah mencapai usia di atas 70 tahun. Kondisi ini juga mengindikasikan keberhasilan di bidang pendidikan, yang memungkinkan seseorang tetap dapat memberikan kontribusi dan berkarya meski di usia lanjut. Mantan Ketua BKKBN era presiden Soeharto ini berpendapat Indonesia belum siap menghadapi jumlah lansia produktif yang bertambah drastis. Ketidaksiapan ini ada di segala lini, mulai dari keluarga, lingkungan masyarakat, hingga sistem sosial. Karena itu,
diperlukan informasi terus-menerus untuk masyarakat. Dan, era teknologi informasi dengan segala kemudahannya dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin.
Perlu Persiapan Sistem Meningkatnya jumlah lansia produktif memberikan konsekuensi tersendiri. Satu di antaranya ketersediaan sistem layanan dan fasilitas fisik untuk lansia. Karena usia sudah lanjut, lansia mengalami penurunan fungsi organ tubuh, sehingga untuk melakukan aktivitas sehari-hari membutuhkan bantuan atau layanan dan fasilitas khusus EDISI 05-MEI 2011
diffa 4/18/11 4:18 PM
yang dulu tidak mereka perlukan. Jika dicermati, kebutuhan lansia akan layanan dan fasilitas khusus ini sama seperti penyandang disabilitas. Mereka yang menyandang disabilitas, karena mengalami penurunan atau gangguan yang bersifat permanen, atau bahkan ketidakberfungsian organ tubuh, pada saat tertentu dalam melakukan aktivitas sehari-hari juga membutuhkan bantuan atau layanan serta fasilitas khusus. Untuk membaca buku, tunanetra membutuhkan buku khusus, yaitu buku Braille, buku audio, atau buku dengan perbesaran huruf. Untuk berkomunikasi, tunarungu memerlukan bahasa isyarat atau komunikasi dengan gerak bibir yang jelas. Untuk mencapai tempat yang lebih tinggi, tunadaksa membutuhkan ram, dan sebagainya. Fasilitas-fasilitas khusus tersebut juga diperlukan lansia, yang telah mengalami penurunan fungsi organ tubuh seperti mata, telinga, organ mobilitas, dan motorik kasar, dan lain-lain. Menurut Prof. Haryono, lansia produktif juga perlu mendapatkan kesempatan untuk beraktivitas di masyarakat agar tetap sehat. Mulai dari aktivitas fisik. Lansia butuh berjalan sejauh 2,5 kilometer selama 30 menit, untuk membantu pembakaran kalori. Kegiatan ini membutuhkan dukungan fasilitas publik yang aman untuk mereka. Misalnya trotoar yang datar, bukan
diffa
EDISI 05-MEI 2011
Edisi 05 Mei ok.indd 25
yang naik dan turun, agar mereka tidak jatuh.
Pelatihan Khusus Diperlukan pelatihan khusus untuk melakukan aktivitas sosial yang mungkin sama sekali berbeda dari keahlian mereka saat bekerja. “Saya memimpikan ada silver college di Indonesia. Tempat pelatihan untuk mereka yang rambutnya sudah beruban. Di silver college ini mereka belajar persoalan apa saja di masyarakat yang memungkinkan mereka berpartisipasi menanggulanginya. Belajar berpidato bagi yang belum biasa pidato, dan sebagainya,” tutur Prof. Haryono. Urusan lansia di Indonesia saat ini di bawah Kementerian Sosial dan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan. Menurut Prof Haryono, di Kementerian Sosial, sistem yang digunakan untuk melayani lansia adalah “sistem panti”. Artinya, lansia tinggal di satu tempat khusus dan diurus. Sistem ini tentu tidak tepat bagi lansia produktif. Bagi mereka, tempat tinggal yang paling baik adalah di tengah masyarakat. Jika lansia produktif harus tinggal sendiri di rumah, yang diperlukan adalah carier atau “pengurus”, yaitu pekerja sosial yang bertugas membantu aktivitas sehari-hari. Misalnya mengingatkan saat harus minum obat jika sedang dalam perawatan dokter serta menemani beraktivitas di masyarakat. “Para lansia produktif ini, terutama yang pernah menduduki posisi penting, adalah orangorang yang berjasa di masyarakat. Pemikiran mereka masih bisa dimanfaatkan. Jadi, mereka masih bisa menjadi konsultan, misalnya,” kata Prof. Haryono.
Salah satu sebab orang menyandang disabilitas adalah “faktor usia” atau biasa disebut aging. Jika saat ini para pegiat isu disabilitas gencar memperjuangkan ketersediaan layanan dan sarana khusus untuk penyandang disabilitas, sebenarnya mereka juga sekaligus memperjuangkan ketersediaan layanan dan sarana khusus untuk lansia. Ini juga berarti, jika perjuangan para pegiat isu disabilitas mulai membuahkan hasil, berarti mereka yang pada tahun 2020 menjadi kaum lansia, yang saat ini tidak menyandang disabilitas, juga akan menikmati hasilnya. Karena itu, mereka yang memiliki kesungguhan akan pentingnya “standar desain yang bersifat universal” senantiasa mendorong agar segala sesuatu dirancang dengan standar universal, yang dapat mengakomodasikan kebutuhan semua orang: yang tidak menyadang disabilitas, yang menyandang disabilitas, serta lanjut usia. Dalam merancang situs penyedia informasi, misalnya, kita harus memperhitungkan kebutuhan para tunanetra pengguna perangkat lunak pembaca layar. Akan lebih baik berupa sistem multimedia yang menyediakan fasilitas teks, termasuk teks dengan perbesaran huruf, audio, serta gambar. Jadi, mari kita berterima kasih kepada para pegiat isu disabilitas yang memperjuangkan ketersediaan fasilitas dan layanan khusus untuk penyandang disabilitas, yang juga sangat berguna dan diperlukan semua orang, saat kita menjadi manusia usia lanjut. Mari menciptakan lingkungan yang ramah dan bebas hambatan untuk semua. * Aria Indrawati
25 4/18/11 4:18 PM
J
JENDELA
foto-foto: Dok. Aria
Keberha
26 Edisi 05 Mei ok.indd 26
EDISI 05-MEI 2011
diffa 4/18/11 4:18 PM
hasilan Vietnam Membangun Sinergi
B
ANYAK orang senang dan ingin melakukan studi banding di negara-negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, Australia, bahkan Eropa dan Amerika. Namun, mari renungkan kembali. Biasanya, sepulang studi banding dari negara-negara maju seperti itu, lalu dihadapkan pada tugas untuk mulai menerapkan hasil studi banding tersebut di negara kita sendiri, biasanya sederet alasan akan kita munculkan. “Negara mereka kan kaya” atau “pemerintahan mereka kan sudah maju”. Dan sehalaman penuh alasan-alasan lainnya. Dalam hal tertentu, belajar dari negara-negara maju memang baik. Namun, dalam hal tertentu lainnya, tak ada salahnya kita juga belajar dari sesama negara sedang berkembang, yang faktanya memang telah lebih baik dari negara kita. Pada diffa edisi Maret kita belajar dari kesungguhan India membangun sistem jaminan sosial bagi penyandang disabilitas. Kini, mari kita belajar dari Vietnam, sesama negara Asia Tenggara, yang bahkan baru terbebas dari perang saudara pada tahun 1974. Ada beberapa hal yang dapat kita pelajari
diffa
EDISI 05-MEI 2011
Edisi 05 Mei ok.indd 27
dari beberapa organisasi, baik lembaga pemerintah maupun organisasi non-pemerintah, di Vietnam yang memberdayakan penyandang disabilitas, khususnya tunanetra.
Yang Kecil yang Berbagi Itulah Sao Mai Computer Center for The Blind (SMCC). Sao Mai dalam bahasa Vietnam berarti “bintang di pagi hari”. Indah namanya, indah pula kiprahnya. Organisasi non-pemerintah ini didirikan Association For Children with Disability (Persatuan untuk Anak-anak dengan Disabilitas) kurang lebih 10 tahun lalu. Organisasi ini memusatkan kegiatan pada pemanfaatan teknologi komputer atau teknologi informasi dan komunikasi untuk kemandirian hidup tunanetra. SMCC adalah lembaga pertama di Vietnam yang memperkenalkan pemanfaatan teknologi komputer adaptif untuk tunanetra. SMCC bukanlah lembaga besar. Mereka berkantor di sebuah rumah dua lantai berukuran kurang lebih 90 meter persegi di kawasan perumahan di wilayah Tan Binh Dist, Ho Chi Minh City. Struktur organisasinya pun sangat
27 4/18/11 4:18 PM
ramping. SMCC dipimpin seorang tunanetra sebagai direktur, seorang wakil direktur yang bertanggung jawab untuk segala urusan administratif, seorang penasihat, dan tujuh instruktur pelatihan komputer. Semuanya, kecuali sang penasihat, adalah generasi muda. Suasana organisasi yang dikelola generasi muda ini sangat terasa. Yang unik dari SMCC adalah semangat untuk berbagi dan membangun. Melalui program training of trainers yang dilakukan secara rutin, pada usia 10 tahun, SMCC telah merintis unit pelatihan komputer untuk tunanetra di 28 provinsi. Belum lagi dukungan terhadap sekolah-sekolah luar biasa dan pusat layanan untuk tunanetra di seluruh Ho Chi Minh. Hal ini aku ketahui saat berkunjung ke beberapa lembaga yang menyediakan layanan pendidikan untuk tunanetra di Ho Chi Minh. Di lembagalembaga tersebut senantiasa terdapat layanan kursus komputer untuk tunanetra dan layanan itu terselenggara berkat dukungan SMCC berupa pelatihan untuk instruktur. SMCC juga mengadakan penelitian dan pengembangan perangkat lunak serta aplikasi untuk
28 Edisi 05 Mei ok.indd 28
mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi bagi kemandirian hidup tunanetra. Misalnya pengembangan perangkat lunak untuk membuat buku Braille dalam bahasa Vietnam. Hasil penelitian mereka selanjutnya dimanfaatkan seluruh lembaga penyedia layanan untuk tunanetra di negeri itu. Membangun laboratorium komputer untuk tunanetra di 28 provinsi belumlah genap 50 persen dari 60 provinsi di seluruh Vietnam. Namun, bola salju yang digelindingkan itu terus bergulir. Mencapai 60 provinsi hanya soal waktu.
Kepedulian Masyarakat Contoh kepedulian masyarakat pada perjuangan penyandang disabilitas di Vietnam tampak nyata pada Mai Am Thien An, pusat sumber yang menyediakan layanan pendidikan untuk tunanetra di Ho Chi Minh. Pusat sumber ini berada di sebuah gedung megah empat lantai. Untuk menuju lantai atas, kita dapat menggunakan tangga atau lift. Sudah barang tentu tunanetra dapat menggunakan lift itu secara mandiri, karena dilengkapi simbol Braille dan audio display. Seperti Sao Mai
Computer Center, Thien An juga dipimpin seorang tunanetra. Pusat sumber ini memberikan dukungan pada tunanetra yang menempuh pendidikan di sekolah umum dan perguruan tinggi yang menerapkan pendidikan inklusif. Hebatnya, Thien An tak memungut biaya untuk layanan mereka . Guna membiayai layanan ini, Thien An didukung donasi rutin dari masyarakat, perseorangan, komunitas penganut Katolik, Saigon Charity Community, serta sektor usaha. Meski demikian, untuk mendukung kemandirian lembaga secara finansial, pusat sumber yang menyediakan asrama bagi tunanetra yang mereka layani ini juga memiliki usaha, yaitu memproduksi alat bantu untuk tunanetra seperti alat untuk menulis Braille, tongkat, papan catur untuk tunanetra, dan lainlain.
Semangat untuk Tumbuh Lain halnya dengan Nhat Hong School. Sekolah luar biasa untuk anak tunanetra dan siswa dengan disabilitas ganda ini dikelola para biarawati. Melihat penampilan dan aktivitas seharihari mereka, hampir tak tampak mereka adalah biarawati. Nhat Hong didirikan
pada tahun 1995. Hanya dalam 12 tahun sekolah yang telah melahirkan banyak sarjana tunanetra ini berhasil memiliki bangunan megah empat lantai. Untuk membiayai seluruh layanan mereka, selain menerima donasi dari dalam ataupun luar negeri, Nhat Hong memiliki aneka usaha ekonomi produktif, yang pengelolaannya selalu melibatkan para tunanetra. Usaha mereka antara lain kedai fotokopi, klinik pijat terapi yang sangat profesional, memproduksi dan menjual suvenir karya tunanetra bahkan hingga manca negara, memproduksi air kemasan serta sabun cair baik untuk cuci piring dan cuci tangan yang dijual di pasaran umum. Semua unit usaha itu dilakukan di lokasi yang sama dengan gedung sekolah, kecuali kedai fotokopi dan klinik pijat terapi. Kedua unit usaha ini berada di kawasan bisnis yang memungkinkan orang datang dengan mudah.
Lembaga Pemerintah yang Dinamis Contoh yang satu ini lembaga pemerintah, yaitu NDC Special School, sekolah luar biasa untuk tunanetra dan tunanetra plus disabilitas lain seperti autistik, hambatan kecerdasan, serta
EDISI 05-MEI 2011
diffa 4/18/11 4:18 PM
JENDELA hambatan pendengaran. Tak seperti rata-rata sekolah luar biasa di Indonesia yang dikelola pemerintah, dinamika NDC sebagai lembaga sangat terasa. Layanan yang mereka sediakan pun sangat komprehensif. NDC memiliki laboratorium komputer dengan 10 komputer yang selalu ramai dikunjungi siswa, termasuk siswa yang memiliki disabilitas ganda. Juga memproduksi banyak buku Braille dan perpustakaan yang lengkap. Mengembangkan alat bantu pembelajaran yang sederhana dan murah. Layanan dini untuk anak-anak dengan disabilitas yang melibatkan partisipasi aktif orang tua. Mengajarkan keterampilan membuat suvenir yang memenuhi standar kualitas pasaran umum. Memiliki gedung sekolah dan asrama yang memadai. Pelajaran dari Vietnam ini benar-benar nyata. Memberdayakan penyandang disabilitas memang membutuhkan partisipasi kalangan yang sangat luas, yaitu para penyandang disabilitas sendiri, keluarga, masyarakat, komunitas dengan berbagai kepedulian, sektor usaha, dan pemerintah.
PIN diffa untuk Anda
* Aria Indrawati
Dengan berlangganan mulai edisi Juni 2011
diffa
EDISI 05-MEI 2011
Edisi 05 Mei ok.indd 29
29 4/18/11 4:18 PM
Catatan Perjalanan ke Kota Tua Ho Chi Minh
H
o Chi Minh City merupakan kota terbesar di Vietnam. Orang lebih mengenal Ho Chi Minh daripada Hanoi, ibu kota Vietnam, karena kota di dekat delta Sungai Mekong ini merupakan daerah kunjungan wisata. Aria Indrawati dari diffa mengunjungi kota cantik ini dan menuliskan catatan menarik. 30 Edisi 05 Mei ok.indd 30
EDISI 05-MEI 05-MEI 2011 2011 EDISI
diffa 4/18/11 4:18 PM
www.enjoytravelvietnam.com
JEJAK
www.vietnamgaytours.com
J
www.enjoytravelvietnam.com
Ada Bau Kali
www.vietnamgaytours.com
h
Ini kunjunganku yang pertama di Vietnam. Kunjungan ini untuk menghadiri pertemuan yang diadakan Overbrook-Nippon Network on Educational Technology (ON-NET), sebuah jaringan kerja sama antar-organisasi nonpemerintah yang berkecimpung di bidang pemberdayaan tunanetra, untuk meningkatkan kualitas hidup tunanetra di ASEAN melalui pemanfaatan teknologi. Kerja sama regional ini digagas Overbrook School for The Blind, sekolah untuk tunanetra di Philadelphia, Amerika Serikat, dan didukung The Nippon Foundation. Seperti biasa, karena aku penumpang berkebutuhan khusus (tunanetra), aku turun dari pesawat paling akhir. Begitulah aturannya. Penumpang berkebutuhan khusus yang melakukan perjalanan sendirian harus dibantu staf airline saat check in, boarding, dan unboarding. Saat naik ke pesawat, kami duluan, seperti orang penting. Namun saat unboarding, kami harus belakangan, menunggu semua penumpang turun. Saat akan turun dari pesawat,
diffa
EDISI 05-MEI 05-MEI 2011 2011 EDISI
Edisi 05 Mei ok.indd 31
seorang kru kabin memanduku berjalan dari kursi hingga pintu pesawat. Di luar pesawat, seorang petugas airline yang kutumpangi, laki-laki, telah menunggu. Mendengar suaranya saat berbicara padaku, kurasa tinggi kami sama. Sebelum pergi, aku telah menyiapkan diri untuk menghadapi bahasa Inggris dialek Vietnam, yang sering kali terdengar lucu. Bagi orang yang baru pertama ngomong bahasa Inggris dengan orang Vietnam, pasti pusing. Dulu aku juga begitu, saat belajar di India dan bersahabat dengan teman dari Vietnam. Persoalannya terletak pada perbedaan alfabet yang mempengaruhi cara pengucapan mereka saat berbicara bahasa Inggris. Salah satu contoh, orang Vietnam tidak bisa atau sangat sulit melafalkan huruf “L”, karena memang tidak ada di alfabet mereka. Jadi, kalau mengucapkan kata school, misalnya, mereka akan bilang “schoon”. Bingung, kan? Saat pertama mendengar orang Vietnam ngobrol, di telingaku terdengar seperti orang sedang bertengkar. Ribut sekali. Namun, ternyata nggak semua orang Vietnam ngobrol seperti itu. Ada juga yang berbicara dengan suara lembut seperti orang Thailand. Orang Vietnam yang pernah tinggal lama di luar negeri seperti temanku, Dang Hoy Phuc, bahasa Inggrisnya enak didengar. Saat keluar dari ruang kedatangan, aku dijemput dua perempuan dari Sao My Computer Center For The Blind, lembaga
yang mengorganisasi pertemuan kami. Seorang di antaranya adalah low vision atau lemah penglihatan seperti aku. Dia mahasiswa psikologi tahun ketiga. Hebat. Dari bandara kami langsung menuju Hotel Blue Diamond, tempat pertemuan sekaligus tempat seluruh peserta menginap. “Ho Chi Minh adalah kota dengan banyak kafe,” kata Thom, salah seorang penjemputku yang bukan tunanetra, ketika dalam perjalanan menuju hotel. Sekitar sepuluh menit, tiba-tiba aku mencium bau kurang sedap, seperti
www.enjoytravelvietnam.com
“Wellcome to Saigon!” ujar kru kabin, sesaat setelah pesawat mendarat di Ho Chi Minh. Saigon? Aku jadi ingat, saat berada di bawah kekuasaan Amerika, kota yang semula ibu kota Vietnam Selatan ini bernama Saigon. Setelah perang Vietnam berakhir dan partai komunis berkuasa di seluruh Vietnam, nama kota ini diganti menjadi Ho Chi Minh City. Hanya butuh waktu sekitar tiga jam terbang dari Jakarta ke Ho Chi Minh. Lebih lama terbang dari Jakarta ke Jayapura. Aku tiba sekitar pukul setengah sembilan malam.
bau Kali Angke di Jakarta. Aku bertanya kepada Thom. Ternyata betul, kami sedang melewati sungai. Namun, jangan salah. Meski di sisi kiri jalan ada kali dengan aroma yang aduhai, di sepanjang sisi kanan jalan berderet kafe yang penuh pengunjung. “Orang Vietnam suka ke kafe setelah pulang kerja,” jelas Thom. Ho Chi Minh dibagi menjadi beberapa distrik. Hotel Blue Diamond tempat kami menginap terletak di Distrik 1, bagian kota Ho Chi Minh yang paling padat. Di blok tempat hotel itu berada, ada kira-kira enam hotel yang berjajar dan saling berhadapan. Semua tampak penuh turis, termasuk orang-orang Indonesia.
31 4/18/11 4:18 PM
Pariwisata telah menjadi salah satu industri unggulan di Vietnam, dan berperan dalam mendongkrak perekonomian negara ini. Cuma sayang, seperti di Indonesia, penduduknya belum dipersiapkan secara optimal. Salah satu tantangan berkunjung di Vietnam adalah komunikasi dalam bahasa Inggris.
Lautan Motor
www.Dok Aria Indrawati
Seperti lazimnya kota besar, lalulintas di Ho Chi Minh sangat padat, namun kemacetannya tidak separah Jakarta. Di sini menggunakan sistem mengendara seperti di negara Barat, kursi pengemudi di sebelah kiri. Yang unik, sekitar 90 persen pengguna jalan adalah pengendara sepeda motor. Luar biasa. Mereka memenuhi hampir seluruh jalan. Mobil kalah, tidak hanya dari sisi jumlah, juga dalam keberanian menguasai jalan. Angkutan umum tampak tak banyak di sini. Orang lebih memilih membeli sepeda motor daripada menggunakan angkutan umum. Itu karena pemerintah Vietnam mematok harga dan pajak yang sangat tinggi untuk pembelian dan kepemilikan mobil. Di Vietnam, harga mobil bisa setidaknya dua kali lipat dibanding negara lain di Asia. Jadi, hanya mereka yang sangat kaya yang dapat memiliki mobil. Dampaknya, rata-rata orang mengendarai sepeda motor. Benarbenar seperti lautan motor. Tabiat para pengendara motor pun sama seperti sebagian besar pengendara motor di Jakarta. Mereka raja jalanan. Ngeri rasanya saat harus berjalan kaki dan menyeberang jalan. Suatu sore, seusai pertemuan yang agak melelahkan, Criselda, peserta perempuan asal Thailand, memintaku menemaninya membeli obat sakit kepala di apotek dekat hotel tempat kami menginap. Karena
32 Edisi 05 Mei ok.indd 32
EDISI 05-MEI 05-MEI 2011 2011 EDISI
diffa 4/18/11 4:18 PM
JEJAK dekat dan sudah mengetahui lokasi apotek itu, kami pergi berdua saja, tanpa pemandu. Bahkan, kami berdua sama-sama tidak membawa tongkat. Untuk mencapai apotek itu kami harus menyeberang jalan. Agar mudah dan lebih aman, kami memilih menyeberang di trafic light, saat lampu sedang merah. Saat berangkat, semua aman dan beres. Namun, saat mau kembali ke hotel, ketika menyeberang di tempat yang sama, saat kami masih berada di tengah jalan, bunyi klakson-klakson seperti paduan suara. Seperti tak mau menunggu, motor-motor itu menyerbu ke arah kami. Aku sangat terkejut dan sempat berteriak. Ya, ampun, tak sabar sekali mereka. Mau copot rasanya jantungku. Karena juga ingin menikmati suasana kafe di Ho Chi Minh, malam harinya aku dan dua peserta pertemuan asal Malaysia bersama Phuc, peserta dari Vietnam yang bertindak sebagai penyelenggara acara, berkunjung ke salah satu kafe di kota lautan motor ini. Agenda ini memang sudah kami jadwalkan, khususnya antara aku dan Phuc. Dia berjanji akan menyanyi dan bermain piano untukku. Dan dia menunaikan janji itu.
Tempat Bersejarah Berkunjung ke tempat-tempat yang bersejarah adalah salah satu kegemaranku. Saat ke Vietnam, karena padatnya acara, aku hanya memiliki waktu setengah hari untuk melakukan kesenangan itu. Pada hari pertama saja, dan hanya di lokasi sekitar hotel kami menginap. Seusai makan siang, aku, Criselda, Wen dari ON-NET, dan Randy dari Filipina, menghabiskan waktu berjalan-jalan di sekitar hotel.
diffa
EDISI 05-MEI 05-MEI 2011 2011 EDISI
Edisi 05 Mei ok.indd 33
Tempat pertama yang ingin kudatangi adalah gereja. Tampaknya gereja itu sebuah katedral. Namun, saat mendekat, kami mendapati pintu pagar besi gereja tersebut dikunci. Jadi, kami tak bisa masuk. Sepertinya gereja indah ini sudah tidak digunakan lagi. Iseng-iseng, aku memanggil, “Any body there?” “Aria, Tuhan sedang pergi, jadi gereja ini dikunci,” sahut Randy. Iseng juga dia. Menurut penduduk setempat, setelah partai komunis menguasai seluruh Vietnam, termasuk wilayah selatan, orang-orang yang beragama memilih berkumpul di satu wilayah. Di Ho Chi Minh, mereka antara lain berada di Distrik 2. Di sana mereka membangun gereja-gereja kecil, baik gereja Kristen Protestan maupun Katholik. Begitu juga mereka yang beragama Buddha. Gagal memasuki gereja, kami melanjutkan perjalanan menuju Independent Palace. Phuc memang smart. Ia pilihkan hotel yang berada di kawasan wisata dan berdekatan dengan tempat-tempat bersejarah. Untuk memasuki Independent Palace, kita harus membayar 40.000 dong – mata uang Vietnam. Dong bukan mata uang yang kuat. Satu US dolar setara 22.000 dong. Jadi, nilai tukar rupiah masih lebih baik. Independent Palace adalah tempat kediaman resmi presiden yang berkuasa di Vietnam Selatan sebelum partai komunis menguasai seluruh negeri. Kini, istana megah tersebut dijadikan museum dan boleh dikunjungi masyarakat, termasuk wisatawan manca negara. Untuk ukuran masa itu, tentu sangat mewah memiliki istana semacam ini. Ada ruang-ruang pertemuan kenegaraan untuk presiden, wakil presiden, ibu negara, serta istri wakil presiden. Ada pula
ruang kerja, perpustakaan, ruang pribadi, serta ruang hiburan: musik serta teater. Di bawah tanah, ada ruang pelayanan, seperti dapur, serta ruang-ruang operasional rahasia. Seluruh komando dikirimkan dari sana. Di lantai tiga, selain tempat untuk berolahraga dan bersantai, ada landasan helikopter lengkap dengan helikopter yang digunakan presiden kala itu. Semua perabotan di Independent Palace ini tampak buatan luar negeri. Maklum, negara ini dulu pro Amerika.
Soal Makanan Kunjungan di Vietnam memberikan tantangan tersendiri bagiku, khususnya soal makanan. Aku tak mengonsumsi makanan mengandung babi, dalam bentuk apa pun. Saat menunggu penerbangan di Bandara Cengkareng, seorang sesama penumpang yang telah sering ke Vietnam memberitahu, jika makan di hotel, apalagi hotel berstandar internasional, tak ada masalah. Namun, jika makan di restoran, harus berberhati-hati. Ternyata benar. Pada acara welcoming dinner, kami makan di sebuah restoran kelas menengah bergaya tradisional. Unik memang. Phuc mengatakan, semua makanan yang dipesan tanpa babi agar aku dan peserta lain bisa menikmati. Pada kenyataannya tidak begitu. Untuk orang Vietnam, mengonsumsi babi dalam bentuk apa pun, dagingnya, minyaknya, saos, dan sebagainya, menjadi bagian keseharian mereka. Secara tradisional, orang Vietnam menggunakan mangkuk untuk makan. Alat bantu makannya sumpit atau sendok bertangkai pendek. Tidak ada garpu. * Aria Indrawati
33 4/18/11 4:18 PM
K
KOLOM KANG SEJO
Mohamad Sobary
terbentang dan manusia itu sebuah sistem yang saling membutuhkan. Maka, secara bertahap dan hati-hati Anoman memindah lebih dulu semua jenis hewan tersebut ke tempat lain. Mereka harus memperoleh tempat baru, minimal sama baiknya dengan gunung itu. Habitat yang rusak setelah gunung dipindah tak boleh merusak kehidupan mereka. Sejarah harus bersambung. Begitulah lakon Rama Tambak dalam epos Ramayana yang terkenal itu. Di zaman itu tak ada kata “environmentally friendly”, “ramah lingkungan” atau filosofi memelihara “eco system” yang kini
A
NOMAN menjebol gunung untuk menguruk lautan. Di gunung itu ada hewan-hewan dan segenap makhluk hidup lain yang hak-hak hidup mereka harus dilindungi. Jika Anoman tak punya hati, dan segenap tindakannya hanya didasarkan pada kekuasaan, dia bisa tak peduli terhadap nasib hewanhewan itu. Dia bisa, dan sangat mudah, mengatakan ini semua demi perintah raja. Dan perintah adalah perintah. Raja sangat berkuasa. Apa yang dikehendakinya harus terlaksana. Jika gunung harus dipindah, maka dipindahlah gunung tersebut. Raja tak merasa perlu menimbang ini dan itu karena keperluan raja di atas segalanya. Gunung bisa diakui sebagai miliknya. Pohon-pohon bisa dianggap bagian dari kekuasaannya. Dengan begitu segenap hewan di gunung itu juga milik sang raja. Maka apa —dan juga siap—yang berani-berani menghalangi kehendak Baginda? Begitulkah jika Anoman menggunakan kekuasaan atas nama baginda raja. Tapi dia juga menggunakan kata hatinya sendiri. Kekuasaan yang digabung dengan kata hati bukan lagi tampilan keinginan yang cenderung mau menang sendiri, melainkan kekuasaan yang ramah terhadap kehidupan di sekitarnya. Alam dan manusia ini sebuah jalinan utuh, yang keutuhan dan harmoninya harus dijaga. Alam yang
34 Edisi 05 Mei ok.indd 34
mulai menjadi kesadaran global. Semangat menjaga keutuhan lingkungan itu bukan bagian dari kesadaran keilmuan, melainkan bagian dari cara hidup. Hal itu muncul otomatis di dalam tindakan sehari-hari. Dan tak sempat —karena memang tak perlu—“difilsafatkan”. Orang menyadari karena melakukan. Di sini, tindakan lahir lebih dulu dari kesadaran. Migrasi hewan-hewan itu memilukan. Naluri tolongmenolong demi kelangsungan hidup sangat terasa. Pihak yang kuat melindungi yang lemah. Mereka yang besar melindungi yang kecil-kecil. Pendek kata ada pihak yang “mampu” ada pula yang disebut kelompok disable. Tontonan, yang menampilkan hewan dan segenap perilakunya yang begitu “manusiawi” jelas bukan bukan tanpa alasan. Lakon itu disusun dengan sebuah sikap. Dan lakon dibuat berdasarkan cita-cita keadilan dan kemanusiaan yang jelas luhur. Kita bosan melihat kehidupan yang begitu monoton, dan setiap hari sama, berulang, dalam sepanjang tahuntahun yang tak terbilang banyaknya. Tak jarang, kita
Ilustrasi: Didi Purnomo
Anggota DPR Membayar Utang
diffadiffa
EDISIEDISI 05-MEI 20112011 05-MEI
4/18/11 4:18 PM
tampil lebih garang dari hewan. Sebaliknya, hewan sering tampak lebih manusiawi dari kita. Para anggota DPR atau DPRD itu juga seperti kita, yang tiap hari merasakan betapa kaum disabel tak dianggap. Pemerintah, bupati, wali kota, gubernur, menteri, presiden, juga tahu perlakuan terhadap kelompok disabel tadi tidak manusiawi. Tapi semua membisu. Kita berharap, ada seorang anggota DPR, yang berani mati-matian membela konstituennya, yang di dalamnya ada kelompok disabel yang dulu memilihnya. Anggota DPR itu kita bayangkan bicara lantang di forum, mengingatkan hak-hak konstitusional setiap warga negara. Juga hak-hak mereka yang disebut disabel yang selama ini belum mereka nikmati. Dengan kata lain, dia tak sedang mengada-ada. Dia sedang melakukan tugas “kecil” menyadarkan kembali semua pihak bahwa kita berutang terhadap kelompok disabel tersebut. Dia berpikir strategis, dengan perhitungan jangka panjang. Langkahnya kecil-kecil, tapi serba terukur. Perjuangannya tak dimulai dengan membuat undang-undang, seperti semua jenis perjuangan latah yang terjadi di mana-mana. Dengan sikap provokatif, yang konotasinya positif, dia menggalang kekuatan pemuda, mahasiswa, kelompok ibu-ibu, kelompok majelis taklim di desa-desa, kelompok petani, kelompok nelayan, buruh tani, pedagang kecil, para rohaniwan, para guru, dan kaum profesional lain, untuk bersatu dalam satu kesadaran dan cara memandang hidup, berupa perbaikan sikap dan perlakukan terhadap kelompok disabel tadi. Dia tak peduli ditentang di dalam partainya sendiri. Dia pun tak peduli ditegur keras ketua fraksi, dan disebut dengan ejekan sok pahlawan. Ada perasaan frustrasi, dan ingin menyerah. Tapi dia mencoba gigih. Anda tahu, sebagian gajinya juga diserahkan buat perbaikan kelompok kecil kaum disabel yang merupakan konstituennya. Dia sudah bertemu presiden dan diminta bersabar. Dan dia jengkel, karena itu bukan jawaban seorang presiden. Dia sudah bertemu menteri, yang dianggapnya bersikap banci terhadap persoalan itu. Lalu dia menggalang kekuatan media, dan mendapat 05-MEI 2011 EDISI 05-MEI 2011 diffadiffaEDISI
Edisi 05 Mei ok.indd 35
sedikit simpati. Dia memasuki wilayah dunia bisnis, yang memberinya sedikit harapan. Para pebisnis yang berpikir untung-rugi melulu itu ada juga yang terketuk hatinya. Dia cepat menyadari bahwa anggota DPR ini pasti orang yang “agak gila” tapi baik, dan diperlukan. Maka pebisnis ini kemudian menggalang kekuatan di antara mereka, dan tiba-tiba sang anggota DPR mendapat dukungan besar dari sana. Ini modal besar, pikirnya. Pelan-pelan, dalam semangatnya yang semula hampir padam, dia mulai menata hidup dari tingkat kecamatan. Di kota kecil itu, kehidupan publik—di pasar, di rumah-rumah ibadah, di WC umum, di terminal, di balai-balai desa —ditata ulang, dengan menyadari bahwa selain warga masyarakat biasa, yang sehat, normal, mampu, terdapat juga kelompok disabel yang harus diberi perlakuan dan pelayanan khusus. Ada jalan kecil—jalur khusus—buat mereka. Ada fasilitas yang mempermudah mereka berjalan di pasar, di toko, atau di gedung-gedung, yang selama ini tak memberi perhatian terhadap mereka. Langkah “kecil” dan prestasi “kecil” ini disyukurinya. Dan dia bergerak terus, ke wilayah kabupaten dan kota yang lebih luas, dengan gerakan yang sama. Hadirnya kaum pebisnis yang progresif revolusioner di belakang anggota DPR itu memperlancar banyak hal. Langkah “kecil” dan prestasi “kecil” tadi menjadi besar. Media, yang semula tak begitu menyadari potensi besar anggota DPR tersebut, kini semua memperhatikannya. Lalu ada saja malam “temu wicara” antara anggota DPR tersebut dengan kaum disabel sekabupaten. Itu terjadi di sebuah kabupaten, kemudian disusul di kabupaten dan kota yang lain. Dan begitulah, anggota DPR kita tampil sebagai tokoh heroik yang matimatian memperjuangkan nasib kaum disabel di wilayah di mana pun mereka berdomisili. Dan berkat media kini dia menjadi ikon perjuangan tingkat bawah. Ketua fraksi kini mendukung dengan sikap munafik, sekadar mencari nama. Tapi itu tak penting. Kemunafikan terjadi di mana saja. Yang penting, ada ungkapan populis, dari anggota DPR tersebut, yang jadi konsumsi media. “Sebagai anggota DPR, saya cuma membayar utang. Tidak kurang. Tidak lebih,” katanya, yang diulang di dalam pidato-pidatonya di mana-mana, dan dikeploki dengan penuh kekaguman oleh para pejabat yang ratarata tak memiliki sikap yang jelas. Saya ingin betul ada anggota DPR seperti ini. Dan saya pun berharap, bupati / wali kota, gubernur, dan pejabat tinggi di atas mereka, tak malu mengikuti jejak anggota DPR yang membayar utang itu.
35 4/18/11 4:18 PM
K
KONSULTASI PENDIDIKAN
Mengajar Anak Berkebutuhan K di S
I
BU Atika yang saya hormati. Pertama, saya sampaikan penghargaan atas kesediaan Ibu menerima dan melayani anak autis di sekolah umum tempat Ibu mengajar. Tidak semua sekolah dan tidak semua guru memiliki pemahaman dan sikap seperti ini. Namun, persoalannya tidak berhenti sampai di situ. Kita dihadapkan pada persoalan lain yang lebih menantang, yaitu bagaimana kita bisa melayani mereka secara optimal, seperti pertanyaan Ibu. Ada beberapa hal yang perlu saya sampaikan terkait dengan pertanyaan tersebut. Pertama, perlu ada kesamaan pemahaman dan sikap yang positif dari seluruh guru dan staf di sekolah terhadap keberadaan anak berkebutuhan khusus - dalam hal ini anak-anak autis - di sekolah. Jika tidak, akan terjadi perbedaan perlakuan kepada mereka dan itu tidak bagus bagi pendidikan mereka. Karena itu, perlu ada sosialisasi menyeluruh dan terus-menerus kepada kepala sekolah, semua guru, staf, orang tua, pengawas, termasuk para pejabat di dinas pendidikan. Mintalah bantuan narasumber (tenaga ahli) untuk melakukan sosialisasi. Mungkin dari Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus, sekolah luar biasa, klinik layanan anak berkebutuhan khusus, atau dosen dari jurusan pendidikan luar biasa. Kedua, guru-guru kelas perlu
36 Edisi 05 Mei ok.indd 36
Pak Asep yang terhormat, Nama saya Atika. Saya seorang guru yang mengajar di sebuah sekolah dasar swasta di Jakarta. Saat ini sekolah kami menerima beberapa anak berkebutuhan khusus penyandang autistik. Saya menyadari, anak-anak berkebutuhan khusus memang seharusnya mendapatkan kesempatan menikmati pendidikan yang baik di sekolah, termasuk di sekolah umum, sama seperti anak-anak lainnya. Namun, kesulitan saya sebagai guru, saat belajar dahulu saya belum mendapatkan ilmu, pengetahuan, dan pemahaman tentang bagaimana mengajar anak-anak berkebutuhan khusus. Mereka kan memerlukan perhatian khusus. Sedangkan saya juga harus menangani anak-anak lainnya. Saya sering merasa tidak dapat menangani murid saya yang berkebutuhan khusus itu secara optimal. Mohon Bapak memberikan saran yang dapat saya terapkan dalam tugas saya sehari-hari. Terima kasih.
EDISI 05-MEI 05-MEI 2011 2011 EDISI
diffa diffa 4/18/11 4:18 PM
n Khusus di Sekolah Umum Dr. Asep Supena, M.Psi GPK adalah guru yang memiliki kemampuan dan latar belakang pendidikan pada pendidikan khusus (special education), yang ditempatkan di sekolah-sekolah umum atau sekolah inklusif. GPK bisa diangkat dan bekerja untuk
Ilustrasi: Didi Purnomo
memiliki pemahaman dasar tentang anak autis dan bagaimana melayani mereka. Kemampuan ini tidak bisa dibangun dalam waktu satu atau dua minggu, tetapi perlu pengamatan, bacaan, diskusi, seminar, pelatihan, serta pengalaman berinteraksi
dengan mereka. Jadi, Ibu Atika perlu secara sabar dan bertahap melakukan upaya-upaya tersebut. Ketiga, perlu ada guru pembimbing khusus (GPK) yang berperan memberikan bantuan konsultasi dan pendampingan bagi guru-guru kelas dalam melayani pembelajaran kepada anak berkebutuhan khusus tersebut. EDISI05-MEI 05-MEI2011 2011 diffa EDISI diffa
Edisi 05 Mei ok.indd 37
sebuah sekolah atau untuk beberapa sekolah. Keberadaan mereka penting, karena akan menjadi tempat diskusi dan konsultasi mengenai penanganan pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus. Keempat, kelas inklusif yang ideal dilengkapi dengan shadow teacher (guru pendamping). Shadow teacher adalah guru yang membantu
Dosen Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta
guru kelas ketika mengajar di dalam kelas. Jumlahnya bisa seorang atau lebih, tergantung kebutuhan. Tugas shadow teacher adalah membantu guru kelas, khususnya dalam menangani anak-anak berkebutuhan khusus di kelas tersebut. Akan sangat ideal jika yang bertugas sebagai shadow teacher adalah guru pendidikan khusus atau terapis yang relevan dengan hambatan yang dialami anak berkebutuhan khusus yang ditangani. Dalam penelitian di sebuah sekolah inklusif, saya pernah menemukan orang tua anak berkebutuhan khusus diberi peran sebagai shadow teacher. Kelima, sekolah inklusif perlu memiliki sejumlah sarana dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan pembelajaran khusus bagi anak berkebutuhan khusus, antara lain tersedia ruang sumber (resource room). Ruang sumber adalah ruangan yang dirancang dan diperuntukkan khusus bagi pelaksanaan pelayanan pembelajaran khusus, yang tidak dapat dilakukan di kelas umum (regular class). Kita sudah maklum, pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus
37 4/18/11 4:18 PM
di sekolah inklusif dilakukan secara bersama di kelas-kelas reguler. Tetapi dalam hal tertentu ada sesuatu yang menuntut anak dilayani secara khusus dan terpisah dari anak-anak lain. Misalnya latihan bicara dan latihan meningkatkan kepekaan anak autis terhadap lingkungan. Keenam, karena Ibu Atika telah berperan sebagai guru sekolah inklusif, jalinlah komunikasi dengan pusat sumber (resource center). Pusat sumber adalah lembaga yang ada di masyarakat yang memiliki kemampuan dan sarana untuk melayani anak-anak berkebutuhan khusus, yang diharapkan dapat memberikan bantuan kepada sekolah inklusif dalam melayani anak berkebutuhan khusus. Pusat sumber umumnya berupa sekolah luar biasa terdekat. Tetapi juga
bisa berupa lembaga lain, misalnya perguruan tinggi atau lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam layanan pendidikan khusus. Jika semua hal tersebut belum tersedia, ada beberapa hal teknis yang harus Ibu lakukan sendiri, terutama dalam pelayanan pembelajaran. Pahami dulu secara cermat mengenai karakteristik anak autis yang Anda hadapi. Kira-kira bagaimana tingkat kecerdasannya dibanding anak lain di kelas? Bagaimana kecenderungan emosinya? Apakah masih terkendali atau sangat tidak terkendali? Bagaimana kecenderungan perilakunya di kelas? Masih dapat dikendalikan atau sangat sulit? Kemudian pahami karakteristik perilaku khususnya dalam kegiatan belajar. Perlu diketahui, sekitar 50 persen anak autis mengalami
hambatan intelektual. Pahami apa kekuatannya, kelemahannya, dan kecenderungan perilakunya. Dan cobalah pikirkan suatu proses pembelajaran yang cocok dengan kondisi yang ada pada anak. Guru-guru di sekolah inklusif umumnya memulai pembelajaran secara umum untuk semua siswa yang ada di kelas tersebut, baik materi maupun metodenya. Ketika semua anak memulai mengerjakan tugas, guru kemudian memberikan pembelajaran dan penugasan khusus kepada anak berkebutuhan khusus. Hal ini dilakukan jika anak berkebutuhan khusus yang dihadapi mengalami hambatan kecerdasan. Jika kondisi emosi dan perilaku anak relatif tidak terkendali, keberadaan shadow teacher menjadi sangat diperlukan. Semoga Ibu Atika sukses
Anak-anakmu
Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu. Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri. Mereka terlahir melalui engkau, tapi bukan darimu. Meski mereka ada bersamamu, mereka bukan milikmu. Pada mereka engkau dapat memberikan cintamu, tapi bukan pikiranmu. Karena mereka memiliki pikiran sendiri. Engkau bisa merumahkan tubuh-tubuh, tapi bukan jiwa mereka. Karena jiwa-jiwa itu tinggal di rumah hari esok, yang tak pernah dapat engkau kunjungi meskipun dalam mimpi. Engkau bisa menjadi seperti mereka, tapi jangan coba menjadikan mereka sepertimu. Karena hidup tidak berjalan mundur dan tidak pula berada di masa lalu. Khalil Gibran
38 Edisi 05 Mei ok.indd 38
EDISI 05-MEI 2011
diffa 4/18/11 4:18 PM
B
BERANDA
Film-film tentang Penyandang Disabilitas
K
ehidupan para penyandang disabilitas menarik minat banyak sutradara dan produser film. Sejumlah film tentang penyandang disabilitas juga berhasil menjadi film yang mendapat banyak penghargaan di ajang bergengsi, termasuk Academy Award atau Penghargaan Oscar. Berikut beberapa film tentang penyandang disabilitas yang pernah dibuat dan mendapat apresiasi dari masyarakat luas.
Forrest Gump (Drama, 1994)
Sutradara: Robert Zemeckis. Penulis: Winston Groom (novel), Eric Roth (skenario) Pemeran :Tom Hanks, Robin Wright, Gary Sinise, Mykelti Williamson, dan Sally Field
Dibuat berdasarkan novel karya Winston Groom (1986). Film ini sukses menjadi film terlaris di Amerika Utara pada tahun rilisnya. Meraih total 13 nominasi
diffa
EDISI 05-MEI 2011
Edisi 05 Mei ok.indd 39
Academy Awards dan memenangi enam Oscar, antara lain untuk kategori Film Terbaik, Sutradara Terbaik (Robert Zemeckis), dan Aktor Terbaik (Tom Hanks). Berkisah tentang pria dengan IQ 75 bernama Forest Gump dan epik perjalanan hidupnya. Forrest adalah seorang anak dengan tingkat kecerdasan rendah. Pada saat anak-anak ia juga mengalami kesulitan berjalan. Forrest menggunakan penyangga kaki untuk bisa berjalan. Forrest menjadi bahan ejekan dan dikucilkan temantemannya sejak kecil. Dalam perjalanan hidupnya, Forrest sering bertemu dengan tokohtokoh bersejarah, bahkan terlibat dalam peristiwaperistiwa bersejarah tanpa menyadari betapa pentingnya
peristiwa itu. Film ini memperlihatkan bahwa seorang penyandang disabilitas pun bisa punya peran dalam sejarah suatu bangsa, sekecil apa pun perannya.
I Am Sam (Film Keluarga, 2001) Sutradara: Jessie Nelson. Pemeran: Sean Penn, Dakota Fanning, Michelle Pfeiffer.
Film ini mendapat nominasi Oscar tahun 2002 atas peran Sam Dawson oleh Sean Penn dan menjadi debut awal Dakota Fanning yang
langsung mendapat gelar bintang muda melalui film ini. Berkisah tentang Sam Dawson, seorang ayah yang mengalami keterbelakangan mental dan hanya memiliki tingkat intelegensi tidak lebih dari anak 7 tahun. Sam berjuang mendapatkan kembali hak asuh atas anaknya, Lucy (Dakota Fanning) yang diambil paksa oleh Departemen Urusan Anak karena Sam dinilai tidak mampu mengurus anaknya. Sam meminta bantuan seorang pengacara sukses Rita Harrison (Michelle Pfeiffer). Rita semula enggan membantu, tetapi akhirnya luluh karena keras kepalanya Sam. Seiring perjalanan sidang, Rita dan Sam pun lebih banyak saling belajar. Rita belajar dari Sam bagaimana merawat dan mendidik anaknya dengan benar, sedangkan Sam belajar bagaimana mengenali orang lain secara lebih mendalam lagi. Dengan perjuangan tiada henti, Sam dan Rita akhirnya berhasil mendapatkan kembali Lucy. frg
39 39 4/18/11 4:19 PM
R
RUANG HATI
Ibu Frieda Mangunsong yang terhormat, Nama saya Ranti. Saya memiliki anak berkebutuhan khusus penyandang Cerebral Palsy (CP), usia 13 tahun. Saya berkeinginan membawa anak saya rekreasi ke tempattempat wisata bersama anggota keluarga lain. Tujuan saya agar Chandra, nama anak saya, memiliki pengalaman berwisata dan rekreasi. Agar ia senang dan mungkin itu juga menjadi pendidikan untuknya, seperti halnya anak-anak lain yang tidak berkebutuhan khusus. Sayang, suami saya tidak menghendakinya. Menurut dia, itu akan merepotkan saja, karena Chandra duduk di kursi roda. Memang, faktanya tidak semua tempat dapat dijangkau pengguna kursi roda. Namun, menurut saya, kami bisa memilih tempat-tempat yang memungkinkan kami kunjungi dengan membawa Chandra.  Bagaimana cara saya menjelaskan kepada suami agar dia mau mengerti? Menurut Ibu Frieda, apakah anak berkebutuhan khusus juga perlu mendapatkan pengalaman berekreasi? Apakah mereka memerlukannya? Mohon penjelasan. Terima kasih sebelumnya. 40 Edisi 05 Mei ok.indd 40
Ibu Ranti, Ibu berbahagia dan beruntung karena memiliki Chandra. Saya katakan demikian, karena Ibu terpilih oleh Allah Yang Maha Kasih dan Kuasa untuk menjadi ibu, pengasuh dari anak istimewa seperti Chandra. Sayang, suami Ibu, ayahnya Chandra, tampaknya belum sepenuhnya menerima keberadaan Chandra dengan keadaan dan keterbatasannya. Memang ini perlu proses dan waktu, walaupun sebenarnya sudah cukup banyak, mengingat usia Chandra sudah 13 tahun. Mestinya sudah cukup banyak pengetahuan dan pengalaman pendampingan yang dilakukan keluarga terhadap proses tumbuh kembang Chandra selama ini. Apalagi Chandra anak laki-laki, dan sudah memasuki usia pra-remaja. Sebagai anak laki-laki, ia perlu dekat dengan ayahnya. Selain aktivitas rutin, yang saya harapkan dan bayangkan adalah Chandra juga bersekolah, melakukan terapi atau intervensi lainnya untuk membantu mengembangkan potensinya secara maksimal. Tentunya, selain Ibu, ayahnya perlu mendapat kesempatan untuk mendampingi Chandra dalam melakukan EDISI 05-MEI 2011
Ilustrator: didot purnomo
Penyandang Disabilitas Juga P
diffa 4/18/11 4:19 PM
Ilustrator: didot purnomo
a Perlu Rekreasi aktivitas keseharian. Ini dapat membantu proses penerimaan ayah terhadap perkembangan Chandra. Memahami keinginan, kemampuan, keterbatasan, maupun tantangan yang dihadapi, dan bagaimana agar menjadi lebih mandiri dan memiliki kebahagiaan dalam menjalani hidupnya. Aktivitas outdoor di luar rumah akan memberikan kesempatan, pengalaman, dan wawasan bertemu orang lain dan pemandangan yang sangat berbeda dari lingkungan indoor di dalam rumah, dan orang yang itu-itu saja. Setiap orang membutuhkan aktivitas yang bersifat rekreasional, termasuk Chandra, untuk menghindari kejenuhan rutinitas sehari-hari. Sebagaimana manusia lain, baik yang fisiknya normal maupun memiliki keterbatasan, Chandra memiliki hak untuk berbahagia. Bisa melihat hal-hal baru, pemandangan yang indah, dan bertemu dengan beragam manusia dari berbagai latar belakang ataupun tingkatan usia. Rekreasi juga dapat berfungsi sebagai terapi, sarana pengembangan aspek sosial-emosional bagi seseorang, termasuk Chandra. Menggunakan kursi roda seharusnya tidak perlu menjadi hambatan dalam berekreasi. Lingkungan yang ramah, bersahabat, dan aksesibel, yang terusmenerus disosialisasikan berbagai pihak belakangan ini membuat fasilitas umum makin membaik, meskipun belum sepenuhnya. Bangunan umum semakin banyak yang memiliki fasilitas untuk individu berkebutuhan khusus. Semakin banyak jalan, elevator, atau lift, toilet, atau sarana umum lain yang bisa dimanfaatkan individu pengguna kursi roda. Belakangan ini di tempat-tempat umum seperti mal, tempat tontonan, lokasi kuliner, bahkan di pantai atau pegunungan, sering kita melihat individu berkursi roda
diffa
EDISI 05-MEI 2011
Edisi 05 Mei ok.indd 41
Frieda Mangunsong
Guru Besar (Profesor) Fa足kul足tas Psikologi Universitas Indonesia yang se足jak tahun 1980 mengajar dan sejak tahun 1984 mendalami bidang Psikologi Pendidikan.
berekreasi bersama keluarganya. Bukan hanya orang yang mengalami keterbatasan fisik seperti Chandra, melainkan juga orang-orang tua yang berusia lanjut, atau orang dewasa yang terkena penyakit tertentu, misalnya stroke. Jadi, mengapa harus ragu? Memang, orang yang berpapasan mungkin akan menengok, menatap, bahkan bertanya mengapa Chandra memakai kursi roda. Jangan langsung berpikiran negatif. Mungkin saja itu karena rasa ingin tahu atau ingin memahami. Barangkali juga sebagian karena kagum dan salut kepada keluarga Ibu. Artinya, di sana ada empati. Sebagian orang mungkin menjadi bersyukur pada kehidupan mereka karena melihat Chandra. Bukankah itu bermakna mulia? Percayalah, secara bertahap pengalaman ini akan menjadi hal yang lumrah dan biasa, bahkan menjadi ibadah, karena membuat Chandra berbahagia dan orang lain bisa lebih memahami dan menerima keberadaan individu berkebutuhan khusus. Bila ayah Chandra belum siap untuk berekreasi ke tempat yang jauh dan ramai bersama keluarga, mulailah dengan rekreasi di sekitar rumah, di lingkungan tetangga yang sudah mengenalnya. Misalnya jalan pagi, bersepeda berkeliling kompleks, atau berbelanja ke warung. Bila ayah Chandra belum siap menemani Ibu dan Chandra ke tempat yang lebih jauh dan ramai, pergilah dengan anggota keluarga yang lain, dengan kelompok keluarga di lingkungan Chandra bersekolah, kelompok terapi, atau keluarga berkebutuhan khusus yang sama. Bepergian dengan kelompok berkebutuhan yang sama akan meringankan. Biasanya ada pengurus yang menyediakan sarana, aktivitas, ataupun akomodasi yang sesuai dengan kebutuhan Chandra dan temantemannya. Ibu Ranti, selamat berupaya dan berpengharapan. Rencanakan dan lakukan aktivitas rekreasi demi kebahagiaan Chandra. Tuhan akan selalu memberikan kekuatan bagi Ibu dalam mendampingi Chandra. Salam hangat. *
41 4/18/11 4:19 PM
42 Edisi 05 Mei ok.indd 42
EDISI 05-MEI 2011
diffa 4/18/11 4:19 PM
APRESIASI
S E N I R U P A
Peluru Cinta S Teddy
K
ELIARAN imajinasi seorang seniman bisa sangat tak terduga. Sangat nyeleneh, kata orang Jawa. Nyeleneh di sini punya makna orisinalitas, unik, dan bahkan jenius. Bayangkan saja, tank yang kita kenal sebagai kendaraan bersenjata di medan perang yang bisa menghancurkan pertahanan musuh sampai porakporanda, tiba-tiba disulap S Teddy menjadi tank yang sama sekali berbeda. Kesan seram, kejam, dan ganas tak kan kita dapatkan pada tank S Teddy yang dinamainya Love Tank. Wujudnya tetap sama. Berbentuk kotak dengan roda rantai baja di luarnya dan dilengkapi laras senjata berat di bagian atas yang mampu membunuh puluhan musuh sekaligus. Teddy tidak mengubah bentuk tank buatannya. Ia hanya mengecatnya dengan warna berbeda dan menggambari sekujur bodi tank yang dibuatnya dengan gambar daun, bunga teratai (lotus), dan hati. Warna tank yang umumnya hijau tua diganti warna pink. Moncong senjata berat di bagian atas tank tidak berbentuk bulat seperti biasanya, tetapi berbentuk hati. Karena bentuknya hati, asumsi saya, peluru yang keluar dari moncong itu pastilah peluru cinta dari S Teddy. Love Tank adalah karya tiga dimensi S Teddy yang berhasil menarik banyak perhatian dan semakin mengukuhkan sosok S Teddy sebagai pelukis dengan kepedulian kuat pada tema-tema sosial-politik dan kemanusiaan dalam sejarah hidup manusia. Awalnya, Love Tank dibuat S Teddy dalam rangka partisipasi dan
diffa
EDISI EDISI05-MEI 05-MEI2011 2011
Edisi 05 Mei ok.indd 43
kontribusinya untuk perkawinan anak kolektor seni besar Hong Djin. Namun, ide awal itu lalu dikembangkan dengan serius ketika Teddy diminta memamerkan Love Tank di Museum Nasional Singapura dalam sebuah pameran tunggal. Dari situlah Teddy serius menggali dan mengembangkan ide tentang perdamaian melalui Love Tank. Penggalian ide Love Tank baginya adalah perjalanan spiritual menggugat peradaban manusia sepanjang zaman yang selalu dipenuhi genangan darah. Itulah sebabnya Teddy kemudian menambahkan kata “The Temple� dalam rangkaian karya Love Tank. The Temple yang juga dipamerkan di Singapura berupa susunan tank berukuran besar sampai kecil yang ditumpuk meninggi sehingga bentuknya menyerupai kuil atau temple. Warna dan motif tank tetap sama; pink, lotus, dan hati. Tinggi tumpukan tank itu hampir 8 meter (persisnya 7,9 meter), tak beda dari tinggi kuil pada umumnya. Melalui Kuil Tank Cinta itu Teddy mencoba menggugat semua peperangan dan kekerasan yang terjadi sepanjang sejarah hidup manusia. Seharusnya sebuah tank memang digunakan untuk menjaga dan menciptakan perdamaian, bukan untuk membunuh dan menghancurkan perdamaian. FX Rudy Gunawan
Foto-foto: taken national museum
Love Tank (The Temple):
A
43 4/18/11 4:19 PM
B
BINGKAI BISNIS
Tiara Handycraft
Bermula dari Kepedulian
P
ADA tahun 1995 Titik Winarti membuka toko aksesoris, tas, dan baju sebagai bentuk kepedulian pada nasib penyandang disabilitas, khususnya tunadaksa, yang sering tersisihkan di masyarakat. Titik hanya seorang ibu rumah tangga biasa di Surabaya. Ia mencoba membuka usaha hanya dengan modal uang Rp 500.000 serta sebuah mesin jahit. Bermula dari hobi di waktu luang, Titik mencoba memproduksi aneka wadah cantik yang dibuat dari daur ulang toples bekas di rumahnya. Hobi ini ternyata menghasilkan pendapatan yang cukup bagus dan bisa memberikan tambahan untuk perekonomian keluarganya. Berkat tekad dan keyakinan Titik, tak lama setelah dirintis, usahanya berkembang pesat dengan fokus pada pengolahan kain/tekstil. Produknya aneka jenis, antara lain perlengkapan bayi, aksesoris perlengkapan rumah tangga, keperluan pengantin, tas berbagai acara, hingga busana anak dan dewasa. Titik kemudian mampu merekrut karyawan
44 Edisi 05 Mei ok.indd 44
untuk membantunya. Dia sengaja memilih untuk mempekerjakan kaum tunadaksa dari sebuah yayasan penyandang disabilitas. Sudah lama dia prihatin terhadap nasib penyandang disabilitas yang selalu dipandang sebelah mata sehingga mereka sulit mendapatkan pekerjaan dan kehidupan yang layak. Selain kaum tunadaksa, Titik juga merekrut remaja putri putus sekolah. Ramainya toko serta banyak pesanan ke Tiara Handycraft membuat ibu rumah tangga ini memutuskan menambah lagi karyawan. Kini total karyawannya mencapai 60 orang yang memperoleh fasilitas asrama khusus. Karena kepedulian yang nyata, wanita asal Surabaya ini mendapatkan banyak penghargaan. PBB pernah mengundang Titik ke markas besar di New York untuk menerima penghargaan dalam prestasi pemberdayakan penyandang disabilitas. Berkat ketulusan, keuletan, serta kerja kerasnya dalam meningkatkan kualitas, kini produk-produk
Tiara Handicraft telah menembus pasar dunia, antara lain Brasil, Spanyol, dan Belanda. Titik juga telah membuktikan bahwa penyandang disabilitas bisa bekerja dengan baik dan menghasilkan produk yang mampu menembus pasar internasional. Sumber: bisnisukm.com, tiara-handicraft.com, dan indraharsaputra.blogspot.com
EDISI 05-MEI 2011
diffa 4/18/11 4:19 PM
KIMIA FARMA
diffa
EDISI 05-MEI 2011
Edisi 05 Mei ok.indd 45
45 4/18/11 4:19 PM
P
PIRANTI
Tongkat Ultrasonik bagi Tunanetra
K
EMAMPUAN penginderaan luar biasa kelelawar terkait dengan perangkat yang disebut echolocation (ekolokasi) pada tubuh mereka. Ekolokasi adalah teknik menentukan keberadaan tempat dan benda-benda menggunakan gema (pantulan suara). Untuk menentukan keberadaan benda-benda di sekitarnya, termasuk benda hidup, kelelawar memancarkan suara berfrekuensi tinggi. Tatkala mengenai benda-benda tersebut, gelombang suara terpantul kembali ke arah kelelawar. Pantulan suara, yang tidak terdengar oleh manusia, ini dapat ditangkap dan diindera kelelawar, sehingga memungkinkan mendapatkan gambaran atau “peta” lingkungan sekitarnya. Jadi, penginderaan kelelawar atas seekor lalat dimungkinkan oleh suara yang dipantulkan kembali pada kelelawar. Suara yang dipancarkan kelelawar termasuk ke dalam kelas frekuensi ultrasonik dan tidak dapat didengar manusia. Gelombang suara yang terpantul – yang disebut echo atau gema – diterima alat
46 46 Edisi 05 Mei ok.indd 46
pengindera alami yang disebut tragus dan diteruskan ke otak untuk diterjemahkan menjadi citra lingkungan sekitarnya dalam benak kelelawar. Konsep ekolokasi dan kemampuan kelelawar inilah yang mengilhami enam mahasiswa, Dumairi, Dida Nurlika, Fahmi Faishal, Raden Panggih BS,
Stephanie CW, Syah Jehan, dan Tedy Tri Saputro, untuk merancang alat bantu elektronik bagi penyandang tunanetra. Alat ini berbentuk tongkat dengan kemampuan memberikan indikasi suara yang bersesuaian dengan jarak yang dilalui sinyal
ultrasonik. Alat ini berguna sebagai pemandu bagi tunanetra sebagaimana halnya kegunaan tongkat untuk mereka. Tentu saja tongkat dengan ultrasonik jauh lebih berguna dan memudahkan akses tunanetra dalam hal navigasi, kepraktisan, bahkan keselamatan. Tongkat ini kemudian dinamakan tongkat ultrasonik. Tongkat ultrasonik akan aktif jika saklar diaktifkan. Setelah aktif, IC akan mengolah data yang berasal dari sensor PING. Sensor PING pada tongkat ini dapat mendeteksi halangan di depan dan lubang yang ada di bawah. Alat ini akan memberikan isyarat berupa getaran atau bunyi kepada penggunanya. Jika didepan pengguna terdapat halangan, berupa tembok atau benda-benda lain, tongkat ultrasonik akan bergetar atau mengeluarkan bunyi. Begitu pula jika tongkat ini mendeteksi adanya lubang, maka secara otomatis akan mengeluarkan peringatan berupa suara dan getar. Penggunaan tongkat ultrasonik cukup sederhana. Cukup dengan memegang dan memposisikannya sejajar dengan pinggang atau lebih. Pada posisi tersebut pembacaan sensor depan dan bawah akan maksimal. Pengguna tongkat ultrasonik pun akan dapat berjalan dengan baik, karena telah cukup “menguasai medan”. * Asrini Mahdia Sumber: elektronikayuk.com dan ristek.go.id
diffa diffa
EDISI EDISI05-MEI 05-MEI2011 2011
4/18/11 4:19 PM
diffa
EDISI 05-MEI 2011
Edisi 05 Mei ok.indd 47
47 4/18/11 4:19 PM
B
BUGAR
Makanan Sehat A Makanan apakah yang sebaiknya dihindari anak-anak autis? Mengingat pentingnya asupan makanan yang tepat agar anak autis tidak mengalami hal-hal yang membuatnya terganggu akibat makanan, sangat penting menjauhkan sejumlah zat tertentu yang terkandung dalam makanan.
Tri Gunadi OT S.Psi S.Ked Tri Gunadi, dosen Kedokteran Vokasi FK Universitas Indonesia, Dewan Pembina Autism Care Indonesia, dan konsultan berbagai lembaga pendidikan.
48 Edisi 05 Mei ok.indd 48
Makanan Pantangan Kasein Kasein merupakan komponen protein dalam susu. Dua jenis protein susu, yaitu kasein yang terdapat dalam susu (bahan pembentuk keju) dan whey protein yang terdapat dalam cairan whey (limbah keju). Dalam kasein terdapat dua kelompok varian, yaitu kasein A (A1 dan A2) dan B. Varian A1 yang sering mendatangkan banyak masalah, yaitu penyebab sudden infant death syndrome, Ishemic heart disease, dan autistik.
Gluten Gluten merupakan 80% campuran protein dari gliadin dan glutelin. Gluten menyebabkan penyakit intoleransi terhadap gluten (celiac disease). Kondisi tersebut ditandai terjadinya radang mukosa usus halus, sehingga mukosa tidak dapat berfungsi secara normal. Gluten terdapat pada komoditas pangan seperti gandum, gandum hitam, dan barley. Untuk menghindari konsumsi gluten dapat mengonsumsi produk lain yang berasal dari beras, jagung, oat, kedelai, serta biji bunga matahari.
Fenol Buah, selain alergi, juga ada masalah fenol, sehingga perlu diberikan enzim phenol assist setiap makan buah. Fenol merupakan bahan kimia yang terdapat pada berbagai bahan makanan, terutama pada buah. Terbanyak terdapat pada tomat, apel, kacang tanah, pisang, jeruk, cokelat, dan anggur merah. Umumnya penyandang autistik bermasalah dalam detoksifikasi fenol, karena adanya defisiensi enzim phenol sulfur transferase (PST). Pengaruhnya pada perilaku, yaitu tertawa-tawa sendiri, gangguan mood, stimulasi diri, terbangun malam, gangguan pencernaan (konstipasi, diare, sisa makanan yang tak tercerna), sakit kepala, dan lain-lain. Penyebab alergi yang lain adalah glikoprotein atau polipeptida dengan berat molekul lebih dari 18.000 dalton, tahan panas dan tahan enzim proteolitik. Sebagian besar alergen pada makanan adalah glikoprotein yang berkisar 14.000 dalton hingga 40.000 dalton. Molekul-molekul kecil lainnya juga dapat menimbulkan kepekaan (sensitisasi), baik secara langsung maupun melalui mekanisme hapten-carrier. Perlakuan fisik, misalnya pemberian panas dan tekanan, dapat mengurangi imunogenisitas sampai derajat tertentu. Makanan penyebab alergi yang paling sering adalah ikan laut, telur, susu sapi, buah-buahan yang mengandung fenol, dan kacangkacangan. Beberapa makanan dapat mengganggu otak, tetapi tidak melalui reaksi imunologi melainkan karena intoleransi makanan. Di antaranya
EDISI 05-MEI 2011
diffa 4/18/11 4:19 PM
t Anak Autis
(2)
salisilat, tartarzine (zat pewarna makanan), nitrat, amine, monosodium glutamat (MSG), antioksidan, jamur, laktose, dan benzoote. Makanan yang mengandung salisilat adalah buah, sayur, kacang, teh, kopi, bir, anggur, dan obat-obatan seperti aspirin. Konsentrasi tinggi terdapat dalam buah kering seperti sultanas. Tartarzine terdapat pada makanan sosis; amines sering diproduksi selama fermentasi; serta pemecahan protein ditemukan dalam keju, cokelat, anggur, bir, tempe, sayur, dan buah seperti pisang, alpukat, dan tomat. Benzoat ditemukan pada beberapa buah, sayur, kacang, anggur, dan kopi. Glutamat banyak didapatkan pada tomat, keju, jamur, saus, dan ekstrak daging. Monosodium glutamat sering ditemukan pada penyedap makanan seperti vetsin dan kecap. Zat aditif makanan yang dapat mengganggu saluran pencernaan dan gangguan otak adalah bahan pengawet, bahan pewarna, bahan pemutih, emulsifier, enzim, bahan penetap, bahan pelapis atau pengkilat, bahan pengatur pH, bahan pemisah, perubah patiu, ragi makanan, pelarut untuk ekstraksi, serta bahan pemanis atau pembawa bahan anti-pembekuan. Makanan yang mengganggu penderita celiac berupa gluten atau tepung terigu dan makanan derivatnya (mi instan, roti, wafer, biskuit, piza, spageti). Karena itu, jika anak suka mi bisa digantikan bihun, kwietau, atau makanan ringan dari bahan beras, jagung, kedelai, atau kentang.
(bersambung) Ikuti lebih mendalam tentang makanan untuk anak autis pada diffa edisi Juni 2011
Infografis: Emiliasusiati
Makanan yang Harus Dihindari
ES KRIM YOGURT COLEKAT KEJU
SUSU HEWAN
PANGAN DENGAN GLUTEIN
ROTI MIE SPAGETI
HOPJES SKM BUTTLER
HOPJES SKM BUTTLER BISKUIT
SOSIS, BAKSO SOFT DRINK SEAFOOD
diffa
EDISI 05-MEI 2011
Edisi 05 Mei ok.indd 49
49 4/18/11 4:19 PM
diffa SETARA DALAM KEBERAGAMAN
Redaksi PT Diffa Swara Media Jl. Salemba Tengah 39 BB Lt. 2 Jakarta Pusat 12430 Telp. 62 21 44278887 Fax. 62 21 3928562 email: sahabat_diffa@yahoo.com
FORMULIR BERLANGGANAN MAJALAH
Sirkulasi dan Distribusi PT Trubus Media Swadaya Jl Gunung Sahari III/7 Jakarta Pusat 10610 Telepon 62 21 4204402, 4262318 Fax 62 21 4269263
www.majalahdiffa.com
DATA PELANGGAN Nama Lengkap : No. KTP : Laki-laki Perempuan Tanggal Lahir : Alamat sesuai KTP : Kota : Kode Pos : Telp Ktr/Rmh: Hp: E-mail : Ingin berlangganan majalah :
q
6 bulan
q
12 bulan
q
q
Beri tanda pada pilihan
4
ALAMAT PELANGGAN Alamat : Kota : Kode Pos : Telepon :
Pembayaran dapat ditransfer ke Bank BNI cabang Cibinong Nomor Rekening: 0209611833 atas nama FX. Rudy Gunawan NOTE:
Setelah formulir ini diisi, harap di fax, email atau kirim langsung ke redaksi beserta bukti pembayarannya. Harga diatas adalah untuk biaya pengiriman dan hanya berlaku untuk wilayah Jakarta, silahkan hubungi kami untuk pengi足riman di luar Jakarta. Alamat Redaksi Diffa: Jl. Salemba Tengah No. 39 BB Lt. 2 Jakarta Pusat 12430 Telepon 62 21 44278887 Faxs 62 21 3928562
50 Edisi 05 Mei ok.indd 50
!
* berlangganan 6 bulan, cukup bayar 5 bulan tidak termasuk ongkos kirim ** berlangganan 1 tahun, cukup bayar 10 bulan tidak termasuk ongkos kirim
EDISI 05-MEI 2011
diffa 4/18/11 4:19 PM
Nantikan... LOMBA CIPTA LAGU DISABEL NASIONAL
SIMFONI UNTUK INDONESIA
ORGANIZED BY
diffa SETARA DALAM KEBERAGAMAN
diffa
EDISI 05-MEI 2011
Edisi 05 Mei ok.indd 51
51 4/18/11 4:19 PM
P
PUISI
SUARA BUMI Irwan Dwikustanto
Mataku sebatang tongkat putih Mengetuk, terjejak, di atas bumi Diam bagiku berarti mati Tak apa, biar saja, aku kan SABAR menanti Sekawanan pipit melintas pagi hari
Sebelum gaduh mesin-mesinmu menari sepanjang hari ini
DENDANG JAM GADANG Irwan Dwikustanto
Sebelum mobil-mobilmu bernyanyi Menyumbat telingaku ini
Gerimis menetes dalam senja
Aku kan melangkah lagi
Lalu berkelok rindu, mengingatmu
Karena bagiku burung kecil itu adalah suara bumi
Malam kian surut di mana hening melarut
Yang terketuk tongkat pada jejak jemari
Temaram luruh dalam kelam
Berhenti di sini, sepi menanti
Duduk kita memandang Pada jam itu, beribu dentang Senja berdendang dalam gerimis Lalu menetes mengabut tangis
20 Februari 2011
* Irwan Dwikustanto, penyair tunanetra, aktivis dan pekerja sosial yang bergabung dengan Mitra Netra. Catatan Redaksi: Khusus untuk karya puisi, cerpen dan cerita humor (cermor), Redaksi diffa mengutamakan karya penyandang disabilitas. Karena itu setiap pengiriman karya harap disertai identitas diri dan keterangan disabilitas.
52 Edisi 05 Mei ok.indd 52
EDISI 05-MEI 2011
diffa 4/18/11 4:19 PM
CERMOR
Malam itu pengajian baru saja selesai, namun belum ada yang mau beranjak. Rupanya ada pengumuman yang akan disampaikan Bang Zul, ketua kelompok kami. Diumumkan kepergianku ke Palembang untuk mengikuti Pekan Olahraga Cacat Nasional. Semua mata jadi tertuju kepadaku. “Kamu ke sana ikut olahraga apa, Sat?” tanya Ustad. “Lari 400 meter sama 800 meter, Ustad,” jawabku seraya merunduk. “Wah, kalau gitu kamu mesti banyak latihan,” ujarnya dengan semangat. “Iya, Ustad.” “Nah, kalau kamu mau latihan, di kompleks belakang saja.” “Kenapa mesti di sana?” tanyaku. “Soalnya di sana banyak anjing.” “…..??!”
Ilustrasi: Didi Purnomo
Sarana Latihan
Pancasila Tegang Latihan Paskibra sore itu benar-
diffa
EDISI 05-MEI 2011
Edisi 05 Mei ok.indd 53
Ilustrasi: Didi Purnomo
Kepala Harus Kuat Malam itu asrama kami mendapat telepon bahwa tim kami meraih juara tiga dalam lomba marawis tadi pagi. Tentu saja kami semua gembira. Pasalnya, dari sekian banyak peserta, hanya kami peserta tunanetra yang ikut lomba. Esoknya, ditemani seorang guru, temanku Ade pergi mengambil hadiah. Mereka mengendarai
sepeda motor. Mereka harus melewati sebuah gang yang di mulutnya dipasang portal agak rendah. Pengendara sepeda motor yang melewati portal itu harus merunduk agar kepala tidak terbentur. Saat melewati portal itu, secara otomatis Pak Guru merundukkan kepala. Tapi ia lupa untuk memberi tahu Ade. Akibatnya… tung! Terdengar suara benturan. Saat itu barulah Pak Guru sadar ia tengah memboncengkan seorang tunanetra. Ia segera meminggirkan sepeda motor. “Kamu nggak apa-apa, De?” tanyanya sambil menatap jidat Ade. “Nggak apa-apa, Pak. Portalnya juga nggak apa-apa.” Kira-kira setengah jam kemudian Pak Guru dan Ade pulang dengan membawa “penumpang” baru, seekor kambing. Ya, itulah hadiah yang kami dapatkan. Mau tahu apa komentar Ade tentang benturan kepalanya dengan portal itu. “Jadi tunanetra itu kepala juga harus kuat,” katanya. Dasar Ade!
C
benar melelahkan. Selain berlari keliling lapangan, push-up, juga harus menerima omelan para senior yang memasang wajah garang. Sesudah itu masih ada “bonus” latihan mental. Sehabis salat magrib, kami diberi tahu bahwa di sekitar tempat itu telah “dibangun” pos-pos untuk menguji mental. Kami diharuskan melewati semua pos tersebut. Kami pun berpencar menuju tempat eksekusi. Kelompokku mendapat jatah terlebih dahulu ke pos pengetahuan umum. Di sana telah menunggu seorang senior. “Sebelum mulai tes pengetahuan umum, Satrio, kamu tahu nama saya?” kata senior. Aku terperanjat dipilih sebagai “korban” pertama. Apakah ini kesengajaan? Pasalnya, kalau sudah malam begini, aku yang low vision tak dapat lagi mengenali orang. Kegagalanku membuat senior marah. Seluruh anggota kelompok kami menerima hukuman push-up sepuluh kali. “Baiklah, sekarang waktunya menguji pengetahuan umum kalian. Satrio, coba kamu sebutkan isi Pancasila secara berurutan.” Kembali aku terperanjat. Kenapa aku yang terus dicecar? Tapi aku berusaha tenang. Masa Pancasila saja aku tidak hafal? Aku maju, dan berusaha melakukan perintah senior dengan suara lantang. Tapi, apa yang terjadi? Kelompokku kembali terpaksa menerima hukuman push-up karena kesalahanku. Mau tahu apa yang aku ucapkan? “Pancasila… satu, kemanusiaan yang adil dan beradab.” Ah, dasar telanjur tegang.
53 4/18/11 4:19 PM
CERPEN
R
Kulihat Cinta di M
ADIT lagi happy berat. Pasalnya, siang tadi dia berjumpa dengan seorang cewek cantik di halte bus dekat rumahnya. Sebenarnya sudah beberapa kali ia melihat cewek itu, tapi tidak ada yang spesial. Hingga siang tadi, saat ia baru turun dari bus kota, mata mereka beradu pandang. Sesaat ia terkesima. Baru kali ini ia menyadari, ternyata cewek itu sangat cantik, meski tatapannya hampa, seperti sinar mentari yang terhalang awan hitam. Cewek itu tersenyum kepadanya. Manis sekali. Radit ingin terbang rasanya. Kalau saja dia memiliki sedikit keberanian untuk menyapanya. Ah, dasar Radit. Dia terlalu pemalu. Radit memang tidak pandai berhubungan dengan makhluk yang namanya cewek. Hal itu bisa dimaklumi. Di sekolahnya, SMK Elektro Kusuma Bangsa, cewek terbilang makhluk langka. Hanya ada beberapa orang. Itu pun tak layak disebut sebagai cewek, karena kelakuannya saja sudah tak dapat dibedakan dari siswa cowok. Radit sudah bertekad, siang besok akan melakukan pedekate dengan cewek di halte bus itu. Hampir semua jurus ampuh telah ia serap dari Indra, playboy kampung tetangganya. Dan berdasarkan saran Indra pula, ia sudah memangkas rambut ikalnya. Dengan rambut cepak, kini ia mirip aktor kondang Vino Bastian, kecuali tubuhnya yang kurus. Walau begitu, Radit kini lebih percaya diri untuk membalas senyum gadis manis di halte bus itu. Dua jam lebih dia nongkrong di halte bus. Belum ada tanda–tanda gadis itu akan datang. Radit jadi gelisah. Selepas jam pelajaran tadi, dia lekas-lekas bergegas pulang. Dia ingin sesegera mungkin berjumpa dengan cewek pemilik senyum manis itu. Perubahan yang tibatiba itu membuat teman-teman di sekolahnya terheranheran. Biasanya anak itu belum akan pulang ke rumah sebelum matahari terbenam. Di sekolah, penampilannya yang berubah 180 derajat juga mengundang reaksi beragam. Umumnya guru-guru tampak senang melihat penampilan baru Radit. Tapi tidak dengan teman-temannya. Mereka mencemooh, menertawakan, serta membuat kelakar-kelakar tentang penampilan barunya yang sangat rapi. Belum lagi
54 Edisi 05 Mei ok.indd 54
deodoran yang ia pakai. Selama ini Radit paling anti yang namanya deodoran. Menurut dia, deodoran hanya untuk cewek. Lelah menanti, Radit memutuskan untuk melanjutkan esok harinya. Tapi esoknya kembali ia harus memendam hasrat untuk bertemu dengan cewek itu. Begitu pun hari-hari berikutnya. Cewek itu tak kunjung hadir. Radit mulai menyesali perjumpaan dengan cewek manis itu. Mengapa ia harus dipertemukan, kalau tidak memiliki kesempatan untuk berjumpa lagi? Namun tampaknya sudah terlambat untuk menyesal. Radit sudah telanjur jatuh hati. Cewek itu telah menggondol hatinya, dan menyisakan kerinduan yang meradang. “Lo betul-betul lagi jatuh cinta?� tanya Aldi, saat jam istirahat sekolah. Ia melihat belakangan ini sobatnya itu kelihatan suntuk banget. Radit mengangguk tanpa semangat. Dan Aldi EDISI 05-MEI 2011
Ilustrasi: Didi Purnomo
C
diffa 4/18/11 4:19 PM
Ilustrasi: Didi Purnomo
i Matanya tertawa terpingkal-pingkal. Baru kali ini sobatnya itu bicara soal cinta. Biasanya yang ia bicarakan selalu soal sepakbola, olahraga favoritnya, rencana pendakian gunung, dan segala hal yang tak ada hubungan dengan cewek. “Apa salah, kalau gue jatuh cinta? Gue cowok normal!” Nada bicara Radit agak keras. Dia tersinggung atas sikap Aldi yang melecehkan perasaannya. Aldi tidak menduga sobatnya akan semurka itu. “Sorry! Sorry, Dit! Gue nggak bermaksud menyingung perasaan lo.” Aldi merasa tidak enak. “Sudahlah, lo nggak bersalah. Gue aja yang lagi kacau.” “Sejak mengenal cinta, lo emang jadi kacau banget, Dit. Elo mau membicarakannya?” “Sebaiknya nggak, Al.” “Oke. Kalau begitu jangan cemberut aja, dong. Gue bete ngelihatnya.” Radit tersenyum. “Thank’s, Al!” “Daripada kita berdua suntuk, bagaimana kalau sepulang sekolah nanti kita nongkrong di Plaza President?” “Boleh juga.” *** Siang itu matahari benar-benar membakar kota Madiun. Memang tidak seterik kota Surabaya, tapi bagi penduduk kota brem ini, cuaca hari ini sudah cukup menguras keringat. Tidak heran jika orang berbondongbndong memadati pusat perbelanjaan terbesar di kota ini. Di mana lagi mereka mencari tempat senyaman ini? Selain bisa cuci mata, mereka bisa menikmati hawa
diffa EDISI 05-MEI 2011 Edisi 05 Mei ok.indd 55
Oleh Agus Budianto sejuk ruangan ber-AC. Sebuah Honda Jazz masuk ke peralatan plaza. Lewat kaca jendela mobil yang transparan, Radit dapat melihat dengan jelas penumpang yang duduk di jok di belakang bangku kemudi. Bukankah…? Ya! Wajah itu milik cewek manis di halte bus. “Al! Lihat, Al!” Radit spontan menarik lengan Aldi. “Apaan sih?” “Lihat cewek yang ada di dalam Honda Jazz merah itu!” “Wuih, cantik banget!” “Cewek itu yang mencuri hati gue.” Aldi bengong. “Pantas aja lo ngebet banget.” Radit hanya berdiri mematung. Matanya tidak lepaslepas memandangi wajah cantik di dalam Honda Jazz merah itu. Hasrat hati ingin sekali menghampiri. Tapi kenapa kepercayaan diri yang ia tanamkan dari kemarinkemarin seperti lenyap tanpa bekas? Yang ada kini hanya keragu-keraguan. “Tunggu apa lagi?” Aldi menyikut pelan lengan Radit. “Hah…?!” Radit tergugah dari lamunannya. “Samperin!” “Tapi dia nggak kenal gue.” “Kalau begitu, ini saatnya dia mengenal lo.” Akhirnya, berbekal sedikit sisa keberanian, Radit menghampiri cewek itu. Susah payah ia membangun kepercayaan diri yang porak-poranda. Ketika jarak dengan Honda Jazz merah tinggal lima langkah lagi, cewek itu menatap ke arahnya. Ia segera melempar senyum termanis pada cewek itu. Namun beberapa detik kemudian, senyuman itu berubah jadi kerutan. Cewek itu tidak menghiraukannya. Ia membuang pandangan ke tempat lain, seolah-olah tidak melihat Radit. “Sombong sekali!” geram Radit. Ia tidak menyangka mendapat perlakuan seperti itu. Seorang wanita setengah baya membawa plastik belanjaan masuk Honda Jazz merah, kemudian mobil itu meninggalkan pelataran parkir plaza. Radit terus memandangi hingga mobil itu menghilang dari pandangannya. Matanya nanar, penuh amarah, kekecewaan, dan entah apa lagi berbaur dalam hatinya. Ada gemuruh di dalam dadanya. Lagi-lagi ia dihadapkan
55 4/18/11 4:19 PM
pada pahitnya buah cinta yang ia pilih. Buah yang jatuh ke tanah sebelum sempat ia nikmati. Apa jatuh cinta selalu menyakitkan? Ya, mungkin itu sebab kata cinta selalu diawali kata “jatuh”. Yang namanya jatuh memang selalu menyakitkan. *** Sepanjang petang Radit menghabiskan waktu membuang jauh-jauh kekecewaannya, tapi siasia. Wajah cewek sombong itu tak juga mau pergi, seperti menghantui setiap detik yang ia lewati. Kini dia tengah berusaha untuk membuat matanya terpejam. Ia sudah lelah membolakbalik buku pelajaran, tapi matanya tetap belum mau terpejam. Padahal besok pagi ada ulangan Teknik Elektro. Karena tak kunjung berhasil, Radit mengambil ampli yang setengah jadi, kemudian meneruskan merakit ampli itu. Ia begitu asyik, hingga tanpa terasa sudah pukul dua dini hari. Matanya mulai lelah. Ia pun beranjak tidur. Paginya, sudah bisa ditebak, ia terlambat bangun. Akibatnya, ia tak sempat mandi, hanya mencuci muka. Setelah mengenakan seragam, ia berpamitan kepada kedua orang tuanya sambil bergegas berangkat. Saking terburu-buru, ketika keluar dari pintu gerbang rumah, ia menabrak seseorang. “Aduh!” Mereka berdua terjerembap. “Maaf, maaf…. Kamu…?” Radit terkejut melihat cewek yang ditabraknya. Cewek itu merintih kesakitan. Tangannya memegang lututnya yang terluka. Kemudian tangannya meraba-raba tanah mencari tongkat yang lepas dari tangannya pas dia jatuh tadi. Tatapannya tampak kosong. Radit terpana. Ia melambai-lambaikan tangan di depan mata cewek itu. Mata itu tidak bereaksi. Tatapannya tampak hampa. Radit terlongo. Jadi… dia seorang tunanetra? Berarti… kemarin itu dia tidak sombong, tapi karena tidak melihatnya. Radit seperti orang bingung. Ketika bertemu di halte bis, Radit tidak pernah melihat cewek
itu membawa tongkat lipat. Atau, ia tak memperhatikan karena begitu terpesona pada kecantikannya yang bak bidadari? Tapi, mengapa cewek itu selalu melemparkan senyum kepadanya? Radit berpikir keras. “Bodoh…!” tiba-tiba ia memaki sendiri. Tentu saja cewek itu tidak sedang tersenyum kepadanya. Ia tersenyum karena menyadari ada orang lain di sekitarnya. Ia saja yang terlalu geer, mengartikan senyum itu ditujukan kepadanya. “Siapa yang bodoh…?” Radit tersentak. “Oh… bukan, bukan kamu! Aku yang bodoh!” Cewek itu mengerutkan dahi. “Kenapa?” “Kapan-kapan saja aku ceritakan.” Radit membantu cewek itu berdiri dan memberikan tongkat yang dicarinya itu. “Boleh saya jalan bersama kamu?” Cewek itu tidak menjawab. Wajahnya tampak ragu. “Aku cuma ingin mengenal kamu lebih dekat, boleh?” “Untuk apa?” “Aku ingin jadi pacar kamu!” kata Radit terus terang. Cewek itu tersenyum, menahan tawa, seperti mendengar cerita yang lucu. “Maaf, kalau aku terlalu terus terang. Habis, kamu cantik sekali. Pertama aku melihat kamu di halte bus, aku pikir kamu bidadari yang sedang diutus ke bumi.” “Kamu tidak sedang mengejek aku kan?” “Buat apa? Aku sungguh-sungguh!” Cewek itu terdiam. Tapi terlihat ada rona merah di wajahnya. Ada rasa senang dalam rona itu. “Terima kasih!” Radit meraih telapak tangan cewek itu, lalu menjabatnya. “Namaku Radit!” “Lidya!” Cewek itu tersenyum. Lalu Radit meletakkan telapak tangan itu di lengannya. Kemudian mereka melangkah bersama. Radit merasa amat bahagia dan bangga menggandeng cewek itu. *
* Agus Budianto, penyandang tunadaksa (pengguna kursi roda), tinggal di Madiun. Sering menulis cerpen dan puisi.
56 Edisi 05 Mei ok.indd 56
EDISI 05-MEI 2011
diffa 4/18/11 4:19 PM
diffa
EDISI 05-MEI 2011
Edisi 05 Mei ok.indd 57
57 4/18/11 4:19 PM
B
BIOGRAFI
LUDWIG VAN BEETHOVEN
Ilustrasi: Didi Purnomo
Ilustrasi: Didi Purnomo
Seniman Genial yang Temperamental
58 Edisi 05 Mei ok.indd 58
EDISI 05-MEI 2011
diffa 4/18/11 4:19 PM
Temperamen Buruk
Simfoni kelima Beethoven dianggap sebagai simfoni yang memulai gaya baru. Pada simfoni ini terdapat tempo nada yang seperti mars. Hal ini tak pernah terjadi pada masa sebelum Beethoven. Simfoni No. 5 dianggap sebagai cerita tentang kekalahan dan kemenangan, tentang pertarungan nasib manusia yang berlangsung seumur hidup, juga tentang penderitaan dan pembebasan dari kesengsaraan, yang dituangkan dalam musik.
Ilustrasi: Didi Purnomo
Ilustrasi: Didi Purnomo
P
ADA tahun 1808 Beethoven sesungguhnya ingin pindah dan bekerja pada Jerome Napoleon di Cassel dengan gaji 2.400 gulden per tahun. Namun, temantemannya dari kalangan bangsawan, antara lain Pangeran Rudolph, Pangeran Lobkowitz, dan Kinsky meminta Beethoven tetap tinggal dengan jaminan mereka akan “menggaji” Beethoven 4.000 gulden per tahun. Beethoven juga membuat komposisi Piano Concerto No. 5 in B Flat Major ‘Emperor’, Op. 73, yang didekasikan untuk Pangeran Rudolph dan String Quartet in E Flat Major, Op. 74. Pada tahun yang sama, Napoleon menduduki kembali Wina sehingga banyak bangsawan melarikan diri dari kota ini.
diffa
EDISI 05-MEI 2011
Edisi 05 Mei ok.indd 59
Beethoven disebut-sebut tidak pandai bergaul dan cenderung penyendiri. Sebenarnya ini efek dari disabilitas yang membuatnya tidak percaya diri. Ia cenderung anti-sosial, meski menjalin hubungan dengan banyak gadis. Hingga akhir hayatnya, Beethoven tidak pernah menikah. Ia hidup dalam kesendirian dan menyimpan semua gejolak jiwanya dalam sepi. Beethoven pernah melempari seorang pelayan dengan buku. Berikutnya kursi melayang ke kepala pelayan itu. Ia tak tampak menyesal sama sekali. Ia hanya komentar, “Dengan demikian saya bisa tenang sepanjang hari.” Saat seorang bangsawan mengatakan bahwa dua alat musik tiup fagot sudah cukup dalam sebuah orkestra, dan tidak perlu tiga buah, Beethoven menjawab kasar dan menghina. Tidak peduli siapa pun, baik pelayan, bangsawan, maupun penerbit karya-karyanya, semuanya mendapat komentar atau makian yang tidak selayaknya. Salah seorang penulis biografinya menyebut Beethoven sebagai “seniman genial yang kasar”.
Masa-masa Depresi Pada masa sulit tahun 1811 Beethoven semakin depresi. Terutama karena ia tak berhasil mendapat jodoh. Salah satu perempuan yang dipinangnya adalah Countess Therese Malfatti, namun ditolak. Saat itu terpikir
untuk bunuh diri. Ia menarik diri dari semua orang. Bahkan ia menulis surat perpisahan, namun tidak jadi dikirimkan. Dalam surat itu tercantum kalimat paling terkenal yang ditulis sang komponis besar tentang dirinya sendiri. “Oh, kalian semua, yang menganggap aku memusuhi orang lain, keras kepala, dan menghina sesama manusia. Kalian sangat salah mengerti tentang aku.” Beethoven juga mengalami krisis keuangan karena terjadi penurunan mata uang kertas di Wina. Nilai uang menjadi seperlima dari mata uang baru. Sebagian besar informasi tentang seniman Ludwig van Beethoven diperoleh dari suratmenyurat dan buku hariannya. Dalam surat-suratnya, Beethoven menulis tentang keburukan banyak orang. Juga batasan-batasan yang tidak memungkinkannya bergaul dengan perempuan pujaannya, karena status yang berbeda. Inilah konflik batin yang bergejolak dalam diri Beethoven. Ia mungkin benar ketika menulis bahwa orang-orang salah mengerti tentang dirinya, karena semua temperamen kasar itu sebenarnya hanya akibat dari beban hidup yang ditanggungnya. * (bersambung) Asrini (Ikuti pergolakan hidup komponis legendaris yang kontroversial ini pada diffa edisi Juni 2011)
59 4/18/11 4:19 PM
R
RAGAM
Tunanetra Belajar Olah Suara
“
di Jakarta. Pelatihan ini memberikan keterampilan halus agar lebih siap dan mandiri di masyarakat dengan bekerja. Setelah mengikuti sesi pertama dengan materi “menghancurkan hambatan mental”, pada Selasa 12 April lalu, 12 tunanetra peserta pelatihan prakerja belajar olah suara di kantor majalah diffa. Suara merupakan modal penting saat melakukan komunikasi verbal. Komunikasi verbal yang menarik merupakan salah satu kunci keberhasilan di bidang apa pun. Agar komunikasi verbal menarik, kita dapat melatihnya dengan olah suara. Beberapa hal mendasar yang diajarkan
pada pelatihan olah suara, antara lain latihan pernapasan, intonasi bicara, kecepatan bicara, serta kreativitas mengolah kata menjadi kalimat yang menarik. Materi tidak hanya disampaikan dalam bentuk teori-teori. Peserta juga diharuskan mempraktekkannya secara langsung. Agar pelatihan mencapai hasil optimal, peserta pun diminta berlatih sendiri sesering mungkin. Tunanetra menjadi pribadi yang cerdas, mandiri, produktif, dan berarti di masyarakat yang inklusif adalah impian Mitra Netra. Diperlukan proses panjang untuk mencapainya. Salah satunya dengan menyediakan pendidikan yang berkualitas dan
pelatihan prakerja. Pelatihan prakerja yang dirintis Mitra Netra sejak tahun 1994 terus dikembangkan, baik dari sisi materi pelatihan maupun metode pengajaran. Hasilnya pun telah tampak. Para tunanetra alumni pelatihan bekerja sebagai operator telepon, konselor, penerjemah, penulis, staf administrasi, dan tele sales/tele marketer. Jumlah mereka memang belum banyak. Namun, mereka adalah “bukti” bahwa dengan bekal pendidikan dan keterampilan yang berkualitas, tunanetra juga dapat produktif dan berfungsi di masyarakat. * Aria Indrawati
Foto: Emiliasusiati
KITA bisa memikat dan menghipnotis orang dengan suara kita,” kata Nuning Purnama, penyiar radio dari zaman ke zaman. Pagi itu Mbak Nuning mengajar sesi olah suara, bagian dari pelatihan prakerja untuk tunanetra yang diselenggarakan Mitra Netra. Bagi sebagian tunanetra, suara Mbak Nuning tak asing lagi. Ia adalah volunter di Mitra Netra sebagai pembaca buku audio digital sejak tahun 2006, termasuk diffa versi audio. Itu sebabnya Mitra Netra meminta Mbak Nuning mengajar di sesi olah suara. Pelatihan prakerja adalah salah satu layanan Mitra Netra bagi tunanetra
60 Edisi 05 Mei ok.indd 60
EDISI 05-MEI 2011
diffa 4/18/11 4:19 PM
Belajar Braille dan Menghargai Perbedaan
diffa
EDISI 05-MEI 2011
Edisi 05 Mei ok.indd 61
Kunjungan diawali perkenalan para siswa SD tersebut dengan Kenichi, siswa tunanetra kelas II SLB Pembina Tingkat Nasional. Hari itu Ken, begitu ia biasa disapa, khusus izin dari sekolahnya untuk menyambut temanteman dari SD PSKD Menteng. Pertanyaan pun bermunculan. “Gimana kalau pergi ke sekolah?” “Jam berapa pulangnya?”
siswa. Adi Arianto, tunanetra yang bertugas sebagai konselor di Mitra Netra, menjelaskan konsep huruf Braille dengan bahasa sederhana. Muridmurid pun antusias mendengarkan. “Huruf A titik satu.” “Huruf B, titik satu dan dua.” “Huruf C, titik satu dan empat.” Dan seterusnya. Setelah memahami huruf Braille, para siswa
“Di sekolah belajar apa?” Dan sebagainya. Setelah puas bertanya, tibalah sesi “belajar Braille”. Alat tulis yaitu slade dan stylus – beserta kertas dibagikan. Karena jumlah alat tulis hanya setengah dari jumlah siswa yang datang, guru meminta mereka “berbagi”. Satu alat tulis untuk dua
pun diminta mencoba menuliskannya. Suasana sengaja diciptakan sesantai mungkin, sambil bermainmain. Ada yang menulis sambil menelungkupkan badan di lantai saung. Ada yang sambil duduk saja. Setelah mencoba menuliskan beberapa alfabet, anak-anak kemudian meminta
Foto: Setiawan
K
ANTOR Mitra Netra yang biasanya sepi di pagi hari, tibatiba dipenuhi celoteh anak-anak. 26 siswa kelas I SD PSKD Menteng bersama dua guru mereka berkunjung. Uniknya, dari 26 anak kelas I itu hanya ada enam anak laki-laki. Selebihnya perempuan. Seperti kunjungan sekolah-sekolah sebelumnya, kegiatan kali ini pun dilakukan di saung di halaman belakang kantor Mitra Netra. Menerima kunjungan siswa sekolah dasar merupakan salah satu agenda rutin Mitra Netra. Dari sisi kurikulum sekolah, pada umumnya kunjungan ini merupakan bagian dari pelajaran komunikasi. Siswa sekolah dasar diajak mempelajari bahwa dalam komunikasi, khususnya bahasa tulisan, terdapat sekelompok orang yang melakukannya dengan cara yang sedikit berbeda. Mereka adalah para tunanetra, yang membaca dan menulis dengan huruf Braille, huruf kombinasi enam titik.
beberapa tunanetra yang pagi itu bertugas sebagai tutor menuliskan nama masing-masing dalam huruf Braille. Setelah nama-nama itu dituliskan, anak-anak itu pun berusaha merabanya dengan jari-jari mungil mereka. Selesai mengenal huruf Braille, anak-anak menyimak kemahiran Ken, teman tunanetra mereka, bermain rubik. Sebelumnya, anak-anak diminta mengacak-acak kotak-kotak dalam kubus yang dibubuhi tandatanda Braille. Ken hanya membutuhkan tiga menit untuk merapikan dan menyelesaikannya. “Wah, cepet banget!” komentar mereka. Sesi memperkenalkan huruf Braille memang hanya sekitar 30 menit. Dan, pertemuan anakanak kelas I SD yang bukan tunanetra itu dengan teman mereka yang tunanetra juga tak berlangsung lama. Namun, pengalaman itu sangat berharga bagi anak-anak untuk belajar mengenali dan menghargai perbedaan. * Aria Indrawati
61 4/18/11 4:19 PM
I
INKLUSIF
MADANIA
Inklusif Sejak Berdiri
B
Foto-foto: Adrian Mulja
ELAKANGAN ini di Indonesia bermunculan sekolah berstandar internasional. Namun, tak banyak yang benarbenar menjalankan semangat inklusif seperti Madania. Gambaran inklusif tampak di Madania yang berlokasi di kompleks Telaga Kahuripan, Parung, Bogor. Lihat saja, dari total 700-an siswa dari SD hingga SMA, 50-an siswa
62 Edisi 05 Mei ok.indd 62
EDISI 05-MEI 2011
diffa 4/18/11 4:19 PM
di antaranya berkebutuhan khusus. Mereka dilayani dengan program belajar yang juga dirancang secara khusus.
Lahir dengan Inklusif Madania berdiri sejak tahun 1996. Seperti umumnya sekolah berstandar internasional, proses belajar-mengajar sekolah ini menggunakan dua bahasa, Indonesia dan Inggris. Sekolah ini memiliki semua fasilitas pendidikan modern, seperti perpustakaan, aneka laboratorium, fasilitas teknologi informasi, dan yang sejenis. Sekolah ini juga memiliki fasilitas olahraga dan kegiatan ekstrakulikuler yang wah. Mulai
diffa
EDISI 05-MEI 2011
Edisi 05 Mei ok.indd 63
dari kolam renang, lapangan sepak bola, basket, bulutangkis, baseball, hingga studio musik. Jangan kaget, karena luas areal sekolah Madania mencapai 4 hektare. Menurut Ade Tuti Turistiati, Head of Educational Support Madania, sejak awal, pendirinya (almarhum Prof. Dr. Nurcholish Madjid, Drs. Ahmad Fuadi, dan Prof. Dr. Komaruddin Hidayat), merancang sekolah ini mengusung filosofi inklusif. “Bukan hanya inklusif dalam hal siswa berkebutuhan khusus, tapi juga dalam hal agama, suku bangsa, dan sebagainya,� kata Ade. Madania berasal dari kata “madaniah�, yang berarti peradaban. Seperti pengertian namanya,
63 4/18/11 4:19 PM
Madania diharapkan membangun peradaban melalui prinsip dan filosofi menghargai perbedaan agama dan pemikiran, menghormati individu dengan kebutuhan yang beragam, sesuai kebutuhan dan kemampuan yang berbeda. Pengertian kebutuhan dan kemampuan yang berbeda ini termasuk kebutuhan khusus karena menyandang disabilitas. Karena itu, sejak awal berdiri Madania sudah menerima siswa berkebutuhan khusus.
Inklusif Versi Madania
Ade mengaku tidak semua anak berkebutuhan khusus bisa diterima di Madania. Mereka melakukan semacam tes atau orientasi untuk memastikan apakah kondisi kekhususan si anak masih dalam standar yang bisa dilayani. Sebagai contoh, untuk anak SD, motoriknya cukup baik, mampu melakukan kegiatan toilet sendiri, masih bisa berkosentrasi 5 menit ke atas, perilakunya tidak ekstrem, dan sebagainya. Kadang untuk memastikan diminta diagnosis dari psikolog. Untuk melayani anak didik berkebutuhan khusus ini Madania menyediakan program khusus sesuai kondisi siswa dan kesepakatan dengan orang tua. Ada tiga klasifikasi program, yaitu Reguler, Modifikasi, dan Individual. Dalam klasifikasi Reguler, siswa sepenuh ikut bergabung dengan anakanak yang tidak berkebutuhan khusus di kelas. Dalam klasifikasi Modifikasi, untuk sebagian kegiatan belajarmengajar siswa bergabung di kelas reguler, tapi untuk pelajaran-pelajaran tertentu ditarik dari kelas dan diajar secara one to one oleh guru khusus di ruangan tersendiri. Dalam klasifikasi Individual, siswa belajar di ruang tersendiri dan ditangani 3 hingga 5 guru khusus.
64 Edisi 05 Mei ok.indd 64
Untuk melayani anak didik berkebutuhan khusus ini Madania secara periodik melakukan pembekalan dan pelatihan terhadap guru-guru. Selain itu, setiap minggu diadakan pertemuan untuk berbagi pengalaman sesama guru. “Kami menganggap semua anak sama, cuma kebutuhannya yang berbeda. Bagi kami, semua anak Madania,” ujar Ade.
Pengalaman Inklusif Salah seorang siswa berkebutuhan khusus Madania adalah Nikolas Agung Pawitan, 16 tahun, yang sejak kecil mengalami keterlambatan bicara dan belakangan didiagnosis menyandang autistik. Ketika di SD dan SMP, anak tunggal pasangan Danny Pawitan dan Indra Susianti ini ikut program kelas Modifikasi. Namun, setelah di kelas X, ia mengambil kelas Individu. Menurut sang ibu, Indra Susianti, perpindahan program kelas ini karena Nikolas juga bersekolah di salah satu SMK Pariwisata di Bogor. Keputusan sekolah ganda ini karena Nikolas sangat berminat pada traveling dan turisme. Ia sangat hafal peta, kota-kota, daerah, bahkan jalur-jalur bus, angkutan kota, dan penerbangan pesawat. “Tanya daerah mana saja, dia tahu. Penerbangan dari mana mau ke mana, jam berapa, dia hafal.” Nikolas tetap bersekolah di Madania karena juga kuat dalam pelajaran ekonomi. “Akuntansi, hitungmenghitung, dia suka. Teliti,” turur Indra Susianti. Namun, lebih dari itu, Nikolas senang bersekolah di Madania. “Temannya baik-baik. Kantinnya bersih. Ada studio musik,” ujar Nikolas. Nikolas memang suka musik. Ia mahir main piano, bahkan beberapa kali manggung. Itulah yang membuat Indra Susianti dan suami senang menyekolahkan Nikolas di Madania. “Dia mengalami sangat banyak
EDISI 05-MEI 2011
diffa 4/18/11 4:19 PM
MADANIA Inklusif Sejak Berdiri
kemajuan dalam komunikasi pengembangan bakat. Dia juga lebih mandiri. Dan yang terpenting, sekolah menerima dia apa adanya. Guru-guru, teman-teman, lingkungan bisa memahami,” ujar Indra. Menurut Indra, dari kebijakan hingga sikap guru dan staf, Madania benar-benar konsekuen dan menjalankan inklusif dengan baik. “Saya merasakan, karena sejak Niko
sekolah di sini, saya tiap minggu meeting dengan guru.” Ade Tuti Turistiati menuturkan, suasana inklusif di Madania bukan hanya membuat senang orang tua siswa berkebutuhan khusus, melainkan juga orang tua siswa yang tidak berkebutuhan khusus. “Mereka merasa senang anak-anaknya belajar bersama anak berkebutuhan khusus, karena mengajar anak-anak itu jadi berempati, bersyukur,” ujar Ade.
Foto-foto: Adrian Mulja
* Nestor
Ade Tuti Turistiati, Head of Educational Support Madania
diffa
EDISI 05-MEI 2011
Edisi 05 Mei ok.indd 65
65 4/18/11 4:19 PM
P
PINDAI
Pengenalan Dasar Notasi Musik Braille Endah
P
ADA diffa edisi sebelumnya kita sudah belajar nama not, harga not, dan tanda diam. Sekarang saatnya mempelajari tanda birama. Birama adalah bunyi hitungan / ketukan yang dimainkan secara teratur. Biasanya ditandai dengan dua buah angka seperti , , , , dan sebagainya. Dalam notasi Braille, penulisan tanda birama diawali dengan tanda angka, yaitu titik 3-4-5-6 ( ). Contoh penulisan tanda birama adalah seperti berikut:
#
Notasi Awas
Notasi Braille Tanda angka diikuti dengan titik 1-2 dan titik 2-5-6
#b4)
(
Tanda angka diikuti dengan titik 1-4 dan titik 2-5-6
#c4)
(
Tanda angka diikuti dengan titik 1-4-5 dan titik 2-5-6
#d4)
(
Tanda angka diikuti dengan titik 1-2-4 dan titik 2-3-6
#f8)
(
66 Edisi 05 Mei ok.indd 66
EDISI 05-MEI 2011
diffa 4/18/11 4:19 PM
Angka pertama pada birama menunjukkan banyaknya ketukan dalam satu bar (ditandai dengan spasi), angka kedua adalah menentukan bentuk not yang jadi satuan ketukan. Mari kita berlatih membaca notasi lagu berikut ini:
“
(catatan: baris pertama notasi Braille tersebut di awali titik 5 sebagai tanda oktaf kelima pada tuts piano) Tanda birama disebut pula common time yaitu titik 4-6 dan titik 1-4 ( Jadi, jangan bingung apabila tiba-tiba bertemu dengan simbol tersebut. Sekarang mari kita nyanyikan lagu Twinkle-twinkle Little Star oleh Jane Taylor dan Mr. Joel Hebets, birama 4/4 (common time) dengan nada dasar C Mayor, di oktaf kelima pada piano. Jangan lupa berlatih menuliskan dan membaca notasi Braille-nya. Sumber notasi lagu : “Kumpulan Lagu Anak Populer�(Redaksi Kawan Pustaka)
.c
diffa
EDISI 05-MEI 2011
Edisi 05 Mei ok.indd 67
67 4/18/11 4:19 PM
Foto-foto: bulan.blogspot.com, indonesianic.wordpress.com, hurek.blogspot.com, bisnis jatim, inioke.com,lingkaran-koma.blogspot.com
B BISIKAN ANGIN
IN MEMORIAM
68
Edisi 05 Mei ok.indd 68
EDISI 05-MEI 2011
diffa
4/18/11 4:19 PM
Ratna Indraswari Ibrahim
D
I jagat sastra Indonesia, Ratna Indraswari Ibrahim adalah nama besar, karena dedikasi dan totalitas dalam berkarya sepanjang hidupnya. Mbak Ratna, begitu orang biasa menyapanya, selalu penuh semangat dan ceria menjalani hidup meski ia seorang penyandang disabilitas. Sebagian besar hidupnya harus dijalani di atas kursi roda. Sejak usai 10 tahun, kedua kaki dan bagian tubuh lain Ratna mengecil dan mulai tak bisa digerakkan. Penglihatannya juga menurun. Kedua tangannya juga tak dapat digunakan untuk mengetik di keyboard mesin ketik atau komputer. Untuk menulis cerpen-cerpennya, Ratna dibantu seorang asisten yang menuliskan apa yang diceritakannya secara lisan. Ia terpuruk dan frustrasi selama bertahun-tahun karena
diffa
EDISI 05-MEI 2011
Edisi 05 Mei ok.indd 69
kondisi tubuh yang membuatnya merasa tak bisa berbuat apa-apa. Beruntunglah ibunya tak bosan-bosannya berkata, “Tuhan pasti punya satu tujuan baik untukmu, anakku.� Saya beruntung menjadi salah seorang kawan Ratna. Kegigihannya bangkit dari keterpurukan dan frustrasi adalah cerita hidup yang menggetarkan. Membuktikan bahwa manusia bisa dan mampu melampaui keterbatasan fisik hanya dengan bermodalkan semangat berkarya dan memberikan arti kepada masyarakat. Di rumah peninggalan orang tuanya, Jalan Diponegoro 3 Malang, Jawa Timur, Ratna menjalani hidupnya dengan berbagai kesibukan. Ia membuka rumahnya sebagai salah satu pusat kegiatan budaya bagi berbagai komunitas di Malang. Banyak diskusi buku digelar di rumahnya, tak terkecuali
diskusi tentang bukubuku yang di masa Orde Baru dianggap berbahaya. Ratna juga membuka toko buku di rumahnya. Ia menamai tokonya Tobuki atau Toko Buku Kita. Di tokonya, semua pembeli melakukan transaksi dengan cara self service. Sampai mengambil uang kembalian pun dilakukan sendiri oleh pembeli. Kini, peraih penghargaan Kesetiaan Berkarya dari harian Kompas tahun 2005 itu telah berpulang di usia 62 tahun karena stroke. Ratusan cerpen yang tersebar di berbagai media dan tujuh novel telah dihasilkan dari atas kursi rodanya. Saya teringat saat pertama kali mengundang Ratna ke Jakarta pada tahun 2003 untuk menjadi pembicara dalam sebuah acara diskusi buku. Saat itu sungguh saya tak mengira, Ratna Indraswari yang saya kagumi ternyata sangat bersahaja dan rendah
hati. Ia memberikan apresiasi sangat tulus pada penerbitan yang saya dirikan dengan misi menghidupkan kembali sastra populer remaja dan melahirkan penulispenulis muda generasi baru. “Itu sangat penting. Aku senang ada yang memperjuangkan hal itu,� ujarnya begitu bertemu di Bandara Soekarno-Hatta. Saya merasa kalimat sederhana itu berhasil membakar semangat dan motivasi saya seketika. Ya, itulah arti penting seorang Ratna Indraswari Ibrahim selain apa yang disampaikan melalui karya-karyanya; ia pembakar semangat bagi semua orang yang mengenalnya. Dan tentu saja, ia adalah pembakar semangat bagi semua penyandang disabilitas di Indonesia. Selamat jalan, Mbak Ratna. Nyala apimu tak kan pernah terpadamkan. frg
69 4/18/11 4:19 PM
P
PELANGI
Seandainya 1Persen Saja Anggota DPR Peduli Penyandang Disabilitas DPR dari Fraksi Partai Kesejahteraan Sosial yang asyik nonton film porno saat sidang paripurna dan puluhan kasus mesum anggota DPR yang lain pun meramaikan benak saya. Lalu puluhan kasus korupsi yang melibatkan para anggota dewan yang terhormat juga menari-nari dalam pikiran saya. Belum lagi
kasus-kasus lain yang semuanya adalah bentuk disabilitas moral yang parah dari para anggota DPR. Saya membiarkan pikiran berkutat dengan serius dan mulai berandai-andai sebebasnya. Seandainya 1 persen saja anggota DPR peduli terhadap nasib para penyandang disabilitas, yang memang seharusnya menjadi tugas dan tanggung jawab mereka sebagai wakil rakyat, alangkah hebatnya! Pastilah kehidupan para penyandang disabilitas akan lebih baik.
Ilustrasi: Didi Purnomo
S
UATU pagi saya berandaiandai sepanjang jalan dari rumah menuju kantor. Mungkin karena kemacetan yang tak kunjung reda di Jakarta, yang dari hari ke hari, dari bulan ke bulan, dari tahun ke tahun, justru semakin parah saja. Kebetulan, di sebuah lampu merah, saya melihat seorang pengemis penyandang disabilitas tengah meminta-minta, mengetuk setiap kaca mobil dengan penuh harap. Saya lihat di antara 10 mobil mungkin hanya 1-2 pengendara yang memberikan uang recehan kepada pengemis berkaki satu itu. Dan 1-2 mobil itu justru mobil sederhana, bukan mobil mewah yang pagi itu juga terjebak kemacetan. Pikiran saya melayang-layang dan berhenti saat melihat dari kejauhan gedung DPR. Penyandang cacat dan anggota DPR. Dua hal itu lalu menyatu dan berkecamuk dalam pikiran saya. Ribut-ribut keinginan sebagian besar anggota DPR untuk membangun gedung baru dengan anggaran triliunan rupiah yang membuat masyarakat geram dan marah, langsung menyeruak di benak saya. Anggota
Setidaknya hak para penyandang disabilitas akan mendapat tempat di benak dan hati para anggota DPR. Itu sebuah permulaan yang baik. Sebab, jika melihat kelakuan dan kiprah para anggota DPR saat ini dan juga periode-periode sebelumnya, tak ada sekali pun muncul wacana tentang hak-hak para penyandang disabilitas dalam sidang komisi apa pun. Padahal, UUD 45 pun jelas-jelas menyatakan para penyandang disabilitas adalah tanggung jawab negara. Jalanan masih macet. Pengemis penyandang disabilitas itu pun masih melakukan pekerjaannya. Baru pukul 07.30. Para anggota DPR sebagian mungkin masih tertidur di hotel, apartemen, rumah, atau entah di mana. Sebagian lagi bisa jadi sudah sibuk bekerja entah apa. Semoga saja bukan sibuk berbuat mesum atau sibuk menyembunyikan harta kekayaan hasil korupsi. Pikiran saya sibuk berandai-andai membayangkan kehidupan yang lebih baik bagi penyandang disabilitas di negeri tercinta ini sambil sibuk meyakinkan diri bahwa seharusnya tidak sulit bagi para anggota DPR untuk memiliki 1 persen saja kepedulian kepada penyandang disabilitas. Fx Rudy Gunawan
70 Edisi 05 Mei ok.indd 70
EDISI 05-MEI 2011
diffa 4/18/11 4:19 PM
Menyongsong Peringatan Dua Dekade Mitra Netra 14 Mei 2011 “Dari Setara Dalam Keberagaman Menuju Masyarakat Inklusif” Terima kasih kepada sahabat dan relawan yang telah “berbagi cinta” kepada tunanetra melalui Mitra Netra. Mari terus bergandengan tangan, agar senantiasa ada “cahaya” untuk mereka. Bergabung dengan “Gerakan Mitra Bercahaya” salah satunya. Gerakan kampanye yang dicanangkan Yayasan Mitra Netra guna mengajak partisipasi masyarakat untuk merenovasi ruang perpustakaan, agar kami dapat terus melanjutkan dan mengembangkan fungsi sebagai penyedia buku untuk tunanetra di Indonesia. Biaya renovasi perpustakaan yang semula berukuran 72 meter persegi menjadi 200 meter persegi dua lantai adalah Rp 300,000,000. Partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan memberikan donasi. Satu paket donasi senilai Rp 300,000 dapat ditransfer ke rekening atas nama Yayasan Mitra Netra ke: Bank BCA no 6080279441. Mohon informasikan partisipasi Anda ke mitrabercahaya@yahoo.co.id atau fax ke 021-7655264.
Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi: Kontak & alamat:
diffa
EDISI 05-MEI 2011
Edisi 05 Mei ok.indd 71
Yayasan Mitra Netra Jl Gunung Balong II No. 58, Lebak Bulus III Jakarta Selatan, Telp. 021-7651386; Fax. 021-7655264; email: office@mitranetra.or.id; office_mitranetra@yahoo.com website: www.mitranetra.or.id 71 4/18/11 4:19 PM
72 Edisi 05 Mei ok.indd 72
EDISI 05-MEI 2011
diffa 4/18/11 4:19 PM