BAWASLU AWASI PILKADES, MUNGKINKAH ?
PESONA DESA PENGAWASAN & DESA ANTI POLITIK UANG KABUPATEN MAGELANG
DESA APU DIRINTIS DIBawaslu KABUPATEN MAGELANG Jateng Apresiasi Bawaslu Kabupaten Magelang
SALAM REDAKSI Memberi Lebih Buletin Sakha Demokrasi Bawaslu Kabupaten Magelang edisi akhir tahun 2019 ini secara khusus akan membahas berbagai kegiatan yang dilakukan Bawaslu Kabupaten Magelang. Yakni sosialisasi dan pembinaan Desa Anti Politik Uang (Desa APU) dan Desa Pengawasan. Kedua program tersebut merupakan terobosan Bawaslu Jawa Tengah dalam rangka melakukan pencegahan pelanggaran. Bawaslu Jawa Tengah memberikan tanggung jawab setiap Bawaslu kabupaten dan kota membuat 3 desa APU dan 3 Desa Pengawasan. Setelah melalui serangkaian kajian dan survei lapangan, Bawaslu Kabupaten Magelang memilih Desa Ngawen Kecamatan Muntilan, Desa Kaliurang, Kecamatan Srumbung dan Desa Sambak Kecamatan Kajoran sebagi Desa APU. Adapun untuk Desa Ngargoretno, Kecamatan Salaman, Desa Temanggung Kecamatan Kaliangkrik dan Desa Ketundan, Kecamatan Pakis sebagai Desa Pengawasan. Pemilihan desa-desa tersebut bukan tanpa alasan. Bawaslu Kabupaten Magelang mempertimbangkan banyak faktor seperti sejarah pemilu di masa lalu, potensi SDM desa, keberadaan tokoh lokal, kondisi geografis dan lainnya. Demi meningkatkan efektifitas program, Bawaslu Kabupaten Magelang bertekad memberi lebih dari target yang diberikan pimpinan. Bawaslu Kabupaten Magelang menetapkan target 8 Desa APU dan 3 Desa Pengawasan.
Melalui kerja keras siang dan malam, Bawaslu Kabupaten Magelang berhasil memberi lebih dengan melaunching 8 Desa APU dan 3 Desa Pengawasan. Keberhasilan ini berkat kerja solid dan kompak komisioner dan jajaran sekretariat Bawaslu Kabupaten Magelang. Dukungan para tokoh-tokoh lokal juga sangat penting dalam mewujudkan semangat memberi lebih ini. Hal ini sesuai moto Bawaslu untuk selalu Bekerja Giat dan Memberi Lebih. Artinya, Tim Bawaslu tidak hanya melaksanakan pekerjaan sesuai tugas dan tanggung jawab yang dibebankan pimpinan namun melakukan lebih dari yang seharusnya. Ini sesuai komitmen jajaran Bawaslu untuk tidak hanya bekerja maksimal namun selalu menyertakan sisi idealisme. Yakni memberi manfaat sebesar mungkin kepada masyarakat melalui kerja dan dedikasi namun juga ada nilai nilai ibadah. Ada kepuasan ketika kita bisa memberi lebih dari yang seharusnya. Untuk itu, edisi kedua Buletin Sakha Demokrasi ini akan secara khusus membahas 8 Desa APU dan 3 Desa Pengawasan. Semoga Sakha Demokrasi Bawaslu Kabupaten Magelang edisi akhir tahun 2019 ini mampu memenuhi tugasnya untuk berlayar di samudera manfaat. Selamat Membaca!
Dewan Pengarah M. Habib Shaleh, S.S. Fauzan Rafiqun, S.Ag. S. Aini Ch., S.S., M. Hum. M. Dwi Anwar K., S.Pd.I M. Yasin Awan W. Penanggung Jawab Anni Syarifah, S.E., M.Ec. Dev. Pimpinan Redaksi M. Habib Shaleh, S.S. Redaktur Alfina Elok Faiqoh, S.H. Bella Suci N., S.Pd. Danang Gatot D.J., S.H. Desiana Lutfiani, S.H. Thoyyib Rizqi, S.Kom. Rendra Firmansah, S.H. Shanita Nurani T., S.H. M. Taufik, S.H. Desain Maris Nazum S., S.Kom Sekretariat Masrur Nasihin, S.E. Fatach Yasin, S.H. Ahmad Zaenudin Nabilatul Ulya F., S.M. Wulan Nopriyani, S.E. Beti Nurhapsari, S.E. Dandy Reza Kameswara, S.E. Alamat Redaksi Jl. Soekarno Hatta No. 9 Kota Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah 56511 Website
www.magelangkab.bawaslu.go.id
BERSAMA RAKYAT AWASI PEMILU BERSAMA BAWASLU TEGAKKAN KEADILAN PEMILU
Email bawaslukabmagelang@gmail.com
DAFTAR ISI 28
GAGASAN BAWASLU AWASI PILKADES, MUNGKINKAH ?
LAPORAN UTAMA GELAR BUDAYA BAWASLU KABUPATEN MAGELANG : FESTIVAL SORENG, FESTIVAL ANTI POLITIK UANG
LIPUTAN KHUSUS
8 DESA APU & 8 DESA PENGAWASAN DI-LAUNCHING
NEPALNYA MAGELANG JADI DESA PENGAWASAN
FROM ZERO TO HERO : DESA PENGAWASAN KETUNDAN
DESA PENGAWASAN DI PEGUNUNGAN MENOREH
PROFIL PESONA DESA PENGAWASAN & DESA ANTI POLITIK UANG KABUPATEN MAGELANG PESONA DUSUN BUTUH, KALIANGKRIK PENGAWASAN DI ATAS AWAN PESONA MARMER & KEARIFAN LOKAL DI LERENG PEGUNUNGAN MENOREH DESA KALIURANG DESA TERTINGGI DI LERENG MERAPI
LAPORAN UTAMA
12 16 20
4
DESA APU DIRINTIS DI KABUPATEN MAGELANG Bawaslu Jateng Apresiasi Bawaslu Kabupaten Magelang
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
3
LAPORAN UTAMA
DESA APU DIRINTIS DI KABUPATEN MAGELANG
BAWASLU JATENG APRESIASI BAWASLU KABUPATEN MAGELANG
NGABLAK- Kordiv Pengawasan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Tengah Anik Sholihatun mengungkapkan Bawaslu Jawa Tengah kini memiliki lebih dari 300 Desa Anti Politik Uang (Desa APU) dan Desa Pengawasan. Ke-300 Desa APU dan Desa Pengawasan tersebut merupakan program unggulan Bawaslu Jawa Tengah dalam rangka mencegah pelanggaran dan meningkatkan kesadaran pemilih serta partisipasi masyarakat dalam mewujudkan demokrasi yang sehat dan bersih dari politik uang. “Bawaslu Jateng kini sudah memiliki 300 Desa Anti Money Politics dan Desa Pengawasan yang tersebar di 35 kabupaten dan kota se-Jateng,” kata Anik Sholihatun saat me-launching lima Desa APU di Taman Parkir Obyek Wisata Gunung Telomoyo, Desa Pandean Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang, baru-baru ini. Dalam kesempatan ini, Anik sekaligus membuka Festival Soreng Bawaslu Kabupaten Magelang. Gelar Budaya ini dikonsep sebagai Festival Anti Politik Uang dan melibat-
4
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
kan para seniman dan masyarakat di lereng Gunung Andong, Gunung Telomoyo dan Gunung Merbabu. Menurut Anik Desa APU dan Desa Pengawasan dirintis dan dikembangkan karena pihaknya menyadari bahwa Bawaslu tidak bisa bergerak sendiri untuk mewujudkan pemilu yang bersih dan bermartabat. Bawaslu butuh dukungan semua pihak untuk bersama sama menumbuhkan kesadaran berdemokrasi. “SDM Bawaslu mumpuni dan handal namun demikian jumlah personel kami sangat terbatas. Dengan keterlibatan masyarakat secara aktif maka kita bisa berharap pemilu ke depan semakin demokratis dan bermartabat,” kata Anik.
DESA APU Dirintis Bawaslu Kabupaten Magelang Anik menjelaskan bahwa program Desa APU sebenarnya dirintis oleh Bawaslu Kabupaten Magelang. Program
ini diawali dengan pembentukan Keluarga Anti Money Politics (KeAMP), lalu dibentuk Kampung Anti Money Politics (KAMP) pada akhir Desember 2017. Program KeAMP dan KAMP ini kemudian dikembangkan lebih lanjut untuk mencegah pelanggaran dan mempersempit ruang gerak pelaku money politics menjelang Pilkada 2018. Pengembangan dari KeAMP dan KAMP ini adalah program Desa Anti Politik Uang yang diluncurkan Bawaslu Kabupaten Magelang menjelang Pemilu 2019. Bawaslu Kabupaten Magelang kini sudah memiliki 2 Kampung Anti Money Politics (KAMP), sembilan Desa APU dan tiga Desa Pengawasan. “Bawaslu Jawa Tengah mengapresiasi Bawaslu Kabupaten Magelang yang sudah menginisiasi lahirnya Desa Anti Politik Uang,” ungkap Anik. Karena dinilai baik, kata Anik, program Desa APU ini kemudian dikembangkan lebih lanjut Bawaslu Jateng. Anik berharap akan semakin banyak masyarakat yang tergugah dan bergabung menjadi Desa APU dan Desa Pengawasan. Namun ia mengingatkan bahwa Desa APU dan Desa Pengawasan tidak boleh berhenti hanya pada kegiatan sosialisasi dan deklarasi semata namun dikembangkan terus menerus. Program ini harus dikembangkan sesuai karakter dan potensi masing-masing desa. Ia berharap ada diskusi-diskusi di masing-masing desa untuk membangun kesadaran publik dan membangun demokrasi sehat. Desa APU dan Desa Pengawasan juga perlu diperkuat dengan penyusunan Perdes maupun Perkades. Anik juga memuji Festival Soreng yang digelar Bawaslu Kabupaten Magelang di Taman Parkir Gunung Telomoyo. Ia menilai kegiatan seperti Festival Soreng ini sangat efektif untuk kampanye gerakan anti politik uang. “Program Bawaslu ini merupakan gerakan jang-
ka panjang yang berakar dari rakyat, tentu saja kami dari Bawaslu Propinsi Jateng sangat mendukung Festival Soreng dijadikan sebagai sarana menumbuhkan kesadaran anti politik uang masyarakat,” kata dia. Menurut Anik Deklarasi Desa Anti Politik Uang yang dirangkai dengan Festival Soreng merupakan wujud komitmen dari masyarakat untuk menolak politik uang. Apalagi masyarakat terlibat secara aktif dan penuh kesadaran mendukung Desa APU yang digagas Bawaslu.
Ikrar Pilkades Damai Sementara itu, Camat Ngablak Budi Daryanto mengatakan lima desa yang mendeklarasikan diri anti politik uang merupakan desa yang tengah menyelenggarakan pilkades. Yakni Desa Girirejo, Desa Jogoyasan, Desa Sumberejo, Desa Pagergunung dan Desa Pandean. Ia menilai deklarasi Desa APU bermanfaat untuk mensukseskan pilkades agar berlangsung secara berintegritas dan bermartabat. Karena itu, pihaknya mengundang para kades, perangkat desa dan calon kades se-Kecamatan Ngablak untuk ikut deklarasi dan Ikrar Pilkades Damai. Hasilnya, Pilkades di Kecamatan Ngablak berlangsung aman dan damai sesuai ketentuan yang ada. Budi menilai kegiatan Bawaslu mampu mengedukasi masyarakat. Sekarang bukan jamannya lagi pesta demokrasi atau pemilihan pemimpin di tingkat apapun (desa, daerah, pusat) diwarnai dengan politik uang atau serangan fajar. “Harapan kami masyarakat semakin sadar bahwa dalam memilih pemimpin, mereka harus melihat, rekam jejak, visi dan misi, kemampuan dan kemauan dari calon dalam memperjuangkan daerah yang dipimpinnya,” kata dia. (bib)
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
5
LAPORAN UTAMA
GELAR BUDAYA BAWASLU KABUPATEN MAGELANG :
FESTIVAL SORENG FESTIVAL ANTI POLITIK UANG NGABLAK- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten
Magelang menyelenggarakan Gelar Budaya di Taman Parkir Gunung Telomoyo, Desa Pandeyan, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, Minggu (17/11). Gelar Budaya Bawaslu Kabupaten Magelang mengangkat kesenian tradisional asal lereng Gunung Merbabu yakni tari Soreng. Sebanyak 10 kelompok kesenian dari lereng Gunung Merbabu, lereng Gunung Andong dan lereng Gunung Telomoyo dipentaskan dalam acara Festival Soreng Bawaslu Kabupaten Magelang. Berbeda dengan gelar budaya lainnya, Festival Soreng ini dikonsep sebagai Festival Anti Politik Uang. Ya, anti politik uang memang menjadi program edukasi politik kepada masyarakat yang digencarkan Bawaslu Kabupaten Magelang. Lewat festival ini, Bawaslu berusaha membangun gerakan anti politik uang dari akar rumput. Gerakan ini berusaha melibatkan seluruh komponen masyarakat dari berbagai lapisan, termasuk seniman, petani, para pemuda dan aktivis partai politik. Untuk itu, Bawaslu Kabupaten Magelang memilih kesenian soreng untuk difestivalkan. Tarian Soreng dipilih karena memiliki gerakan tarian yang menunjukkan sikap dan semangat kepahlawanan, sikap berani berjuang menegakkan kebenaran, serta
6
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
keadilan. Gerakan Tari Soreng bisa memberikan pesan-pesan positif kepada masyarakat. Untuk memperkuat pesan kepada masyarakat, Festival Soreng Bawaslu juga dimeriahkan berbagai kegiatan bertema anti politik uang. Di antaranya Lomba Melukis Anti Money Politics, Diskusi Anti Money Politics, Pasar Rakyat, Lomba Foto Event dan lainnya. Bawaslu juga menggandeng kartunis Borobudur Priyo PR untuk membangun kesadaran anti money politics masyarakat lereng gunung melalui instalasi kartun. Priyo menampilkan karya-karya kartun sebagai simbol perlawanan masyarakat pegunungan dalam melawan politik uang. Festival Soreng diikuti 10 kelompok kesenian tradisional di sekitar lereng Gunung Merbabu, Gunung Andong dan Gunung Telomoyo. Setiap kelompok diberikan waktu pentas 10-15 menit untuk menunjukkan kebolehannya menari soreng dan memberikan pesan-pesan positif kepada masyarakat. Festival Soreng Bawaslu ini dimenangkan oleh kelompok kesenian soreng Wahyu Krido Budaya dari Kecamatan Pakis dengan nilai 279. Juara kedua direbut kelompok kesenian Wiji Wahyu Budoyo dari Desa Pagergunung Kecamatan Ngablak dan juara ketiga kelompok Eka Budaya Manunggal dari Desa Kanigoro, Kecamatan Ngablak dengan
nilai 255. Dalam kesempatan ini, Bawaslu juga menggelar lomba Senam Maumere untuk kaum perempuan di sekitar lereng Gunung Merbabu, Gunung Andong dan Gunung Telomoyo. Lomba ini diikuti belasan kelompok dengan anggota ratusan perempuan remaja dan ibu rumah tangga. Kaum perempuan sengaja dipilih mengingat berdasarkan hasil penelitian, perempuan merupakan sasaran utama money politics. Bukan tanpa alasan para pelaku money politics menyasar kaum perempuan. Menurut mereka jika laki-laki diberi amplop money politics biasanya mereka tidak akan cerita ke anak dan istri. Kaum adam juga cenderung tidak jujur dengan menerima lebih dari satu dan di Hari H justru memilih berbeda. Adapun kaum perempuan cenderung jujur dan menceritakan kepada seisi rumah. Atas alasan ini, perempuan menjadi sasaran politik uang selama Pemilu 2019. Berkaca dari pengalaman ini, Bawaslu Kabupaten Magelang berusaha melakukan edukasi politik kepada kaum perempuan melalui berbagai media. Penyadaran ini dinilai penting guna mewujudkan demokrasi sehat di masa depan. Tanpa ada pembangunan kesadaran demokrasi sehat maka pemilu tidak akan bisa menghasilkan elit politik yang baik dan bersih. Tanpa elit politik yang bersih maka Indonesia tidak akan memiliki pemimpin idaman rakyat. Lomba Senam Maumere dengan kategori klub terkompak dimenangkan kelompok Sawit, kategori kostum terunik diraih Desa Jogoyasan dan kategori favorit dimenangkan Desa Pagergunung. Adapun juara pertama Lomba Lukis Anti Politik Uang adalah pelukis Subhi dengan nilai 481, kemudian juara 2 pelukis Misky dengan nilai 451 dan juara 3 seniman Miftakhul Huda dengan nilai 444.(bib)
Salah satu peserta Festival Soreng Bawaslu
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
7
LAPORAN UTAMA
8 DESA APU & 3 DESA PENGAWASAN DI-LAUNCHING 8
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
B
awaslu Kabupaten Magelang me-launching delapan Desa Anti Politik Uang (Desa APU) dan tiga Desa Pengawasan. Sebanyak lima Desa APU di-launching di Taman Pakir Gunung Telomoyo, kecamatan Ngablak. Tiga Desa APU lainnya di-launching di Desa Sambak Kecamatan Kajoran. Adapun launching Desa Pengawasan dipusatkan di Dusun Butuh, Desa Temanggung, Kecamatan Kaliangkrik. Dari delapan Desa APU, lima diantaranya berasal dari lereng Gunung Andong dan Gunung Telomoyo. Yakni Desa Girirejo, Desa Jogoyasan, Desa Sumberejo, Desa Pagergunung dan Desa Pandean. Kelima desa tersebut masuk wilayah Kecamatan Ngablak. Tiga desa lainnya yakni Desa Sambak, Kecamatan Kajoran, Desa Ngawen, Kecamatan Muntilan dan Desa Kaliurang Kecamatan Srumbung. Kedelapan desa tersebut dinilai memenuhi kriteria untuk menjadi Desa APU. Desa Anti Politik Uang adalah desa dengan karakter masyarakat memiliki kesadaran politik tinggi untuk mewujudkan demokrasi bersih dan bermartabat, serta memiliki komitmen kokoh untuk menolak dan melawan money politics. Launching ketiga Desa Anti Politik Uang (Desa APU) dilakukan bersamaan peringatan Hari Pahlawan 10 November 2019 di halaman SD Negeri Sambak, Kajoran. Pemilihan waktu launching ini untuk mengambil spirit Hari Pahlawan mengingat butuh pengorbanan dan perjuangan untuk bisa mewujudkan demokrasi sehat tanpa politik uang.
Desa Pengawasan Selain meresmikan Desa APU, Bawaslu Kabupaten Magelang juga berhasil membentuk Desa Pengawasan. Ketiga Desa Pengawasan berasal dari wilayah pegunungan yang berbeda yakni Gunung Sumbing, Gunung Menoreh dan Gunung Merbabu. Desa Pengawasan dari kaki Gunung Sumbing adalah Desa Temanggung, Kecamatan Kaliangkrik. Desa ini merupakan salah satu desa tertinggi dan memiliki pengalaman berdemokrasi yang baik. Kemudian Desa Pengawasan dari Gunung Menoreh adalah Desa Ngargoretno Kecamatan Salaman dan Desa Pengawasan dari lereng Gunung Merbabu adalah Desa Ketundan, Kecamatan Pakis. Desa Ketundan ini menarik karena pada Pilkada 2013 ada salah satu TPS yang partisipasinya mencapai 100 persen. Dari hasil kajian dan dilanjutkan pembinaan Bawaslu Kabupaten Magelang, ketiga desa tersebut memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai Desa Pengawasan. Desa-desa tersebut akan menjadi ujung tombak Bawaslu dalam membangun kesadaran masyarakat guna mewujudkan demokrasi sehat tanpa politik uang. Desa Pengawasan memiliki pengertian desa dengan karakter masyarakat yang memiliki kesadaran penuh untuk terciptanya pemilu demokratis dan mampu menekan potensi pelanggaran pemilu. Dengan pendekatan, pencegahan dan penindakan, serta berpartisipasi ikut mengawasi dan melaporkan dugaan pelanggaran di wilayah masing-masing. Pembentukan delapan Desa APU dan tiga Desa Anti Politik Uang itu menambah desa binaan Bawaslu Kabupaten Magelang. Pada Pemilu 2019 Bawaslu sudah lebih dulu membentuk Desa Anti Politik Uang Jaga Demokrasi (Desa Sapu Jagad) di Desa Somoketro, Kecamatan Salam, serta Kampung Anti Money Politics di Dusun Pandean, Desa Deyangan, Kecamatan Mertoyudan, dan Dusun Sawangan, Desa/Kecamatan Sawangan. Bawaslu Kabupaten Magelang juga memiliki program Keluarga Anti Money Politics (KeAMP) dengan anggota 48 ribu keluarga. Program-program tersebut disusun sebagai bagian dari strategi menekan dan mencegah praktik-praktik politik uang di masyarakat. Program itu tidak sekedar ceremony namun menjadi program berkelanjutan Bawaslu Kabupaten Magelang. Untuk itu, Bawaslu Kabupaten Magelang mendorong Desa APU dan Desa Anti Politik Uang terus bersinergi dengan membentuk Forum Group Disscussion (FGD) tentang demokrasi dan Gerakan Anti Politik Uang di masing-masing desa, mengembangkan literasi atau bahan bacaan di desa, mendorong masyarakat memproduksi konten-konten lokal positif, pengembangan budaya lokal untuk menanamkan kesadaran anti money politics, serta membuat peraturan desa atau peraturan kepala desa tentang Desa Anti Politik Uang. (bib)
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
9
LIPUTAN KHUSUS
FROM ZERO TO HERO
DESA PENGAWASAN KETUNDAN
Ketua Bawaslu Kabupaten Magelang, M. Habib Shaleh menyampaikan sosialisasi tentang pembentukan desa pengawasan
10
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
D
usun Kecitran, Desa Ketundan, Kecamatan Pakis adalah salah satu profil desa di Kabupaten Magelang yang menarik dan inspiratif untuk diceritakan. Sebuah perjalanan from zero to hero, seolah analogi paling tepat menggambarkan kegigihan dan komitmen masyarakat Kecitran untuk bermetamorfosa merubah stigma negatif yang berkembang. Sempat disorot dan disebut dalam sidang Mahkamah Konstitusi dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Magelang Tahun 2013, masyarakat Kecitran kini mampu membuktikan dirinya layak menjadi desa percontohan serta memperoleh gelar Desa Pengawasan. Kisah kelam di masa lalu tidak mungkin ditutupi atau dihapus dari ingatan setiap orang, namun berubah dan tumbuh lebih baik adalah langkah konkrit untuk merubah stigma negatif yang telah berkembang. Inilah motivasi utama yang mendorong Bawaslu Kabupaten Magelang, berkomitmen membuktikan dan membina masyarakat Kecitran agar layak mengemban tugas sebagai kader pengawas dan pengawal jalannya demokrasi. Mensukseskan tujuan tersebut, bukan persoalan yang mudah, karena perlu kerja keras dan komitmen khususnya dari masyrakat Kecitran itu sendiri. Perjalanan panjang tersebut sebenarnya sudah mulai digagas Bawaslu Kabupaten Magelang sejak tahapan penyelenggaraan Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah serta Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Magelang Tahun 2018. Upaya menekan angka pelanggaran dan mencegah terulangnya kejadian pada tahun 2013, Panwaslu Kabupaten Magelang memberi perhatian khusus di Kecitran baik melalui usaha preventif berupa sosialisasi sejak awal tahapan pemilu maupun patroli pengawasan pada hari-H pencoblosan. Pada tahun 2018, saat itu masih ada praktik titip menitip mencoblos, sebagian warga saat pencoblosan datang ke TPS untuk menyerahkan undangan C6 kemudian pergi ke sawah. Namun berkat patroli pengawasan pada hari-H pemungutan suara potensi pelanggaran tersebut dapat dicegah. Sebagaimana disampaikan Ketua Bawaslu kabupaten Magelang, pihaknya saat itu meminta C6 yang dititipkan untuk ditahan dan tidak digunakan oleh orang yang tidak berhak. Setelah pukul 12.00 KPPS diminta untuk mengumumkan via alat pengeras suara agar pemilik
C6 dan warga yang belum menggunakan hak pilih untuk datang ke TPS. Upaya menekan angka pelanggaran, pembentukan karakter sadar politik dan demokrasi masyarakat Kecitran kembali dilakukan dalam masa Pemilu 2019, tepatnya bulan Febuari 2019 Bawaslu Kabupaten Magelang mengadakan sosialisasi di Dusun Kecitran, Desa Ketundan. Acara tersebut dihadiri seluruh masyarakat Kecitran dan perwakilan tokoh dari semua dusun di Desa Ketundan. Hasil positif dicapai pada Pemilu 2019, Kecitran tercatat bebas pelanggaran. Adapun fenomena sebagaimana tahun 2013 dan 2018 sudah tidak terulang, masyarakat sudah sadar dan mengerti seberapa besar manfaat penggunakan hak suara dalam pemilu. Berangkat dari pencapaian tersebut, masyarakat Kecitran dianggap memenuhi kriteria sebagai Desa Pengawasan yaitu desa dengan seluruh masyarakatnya siap mengawal pemilihan umum (pemilu) yang bersih, menolak politik uang dan hoaks serta ikut mencegah, mengawasi dan melapor pelanggaran pemilu. Proses panjang ditempuh untuk merealisasikan pembentukan Desa Pengawasan di Kecitran, sosialisasi untuk mencetak kader pengawasan di masyarakat dilakukan beberapa kali baik kelas besar maupun kelas kecil yang dilakukan oleh tokoh setempat. Selain faktor sejarah kehidupan berpolitik masyarakatnya, pemilihan Kecitran sebagai Desa Pengawasan juga merupakan strategi melakukan penguatan demokrasi dalam cakupan yang lebih luas. Topografi Kecitran terletak dikawasan pinggiran atau perbatasan dengan daerah lain, hal ini merupakan point utama. Harapan dari Bawaslu Kabupaten Magelang adalah jika masyarakat Kecitran berhasil di bina dan terbentuk kader-kader pengawasan di masyarakat maka Kecitran mampu menjadi mitra dan pionir penegakan demokrasi yang dapat dicontoh daerah sekitarnya. Adapun pengukuhan Desa Pengawasan Kecitran dilaksanakan melalui launching dan pertunjukan budaya bersama 2 desa lainnya yaitu Desa Pengawasan Butuh Kaliangkrik dan Desa Pengawasan Menoreh pada tanggal 6 November 2019 yang dilanjutkan dengan pemasangan plang bertuliskan Desa Pengawasan. Hal menarik lainnya dari Desa Pengawasan Kecitran adalah antusias warga mensukseskan pembentukan Pos Pojok Pengawasan. Pos Pojok Pengawasan adalah bentuk memotivasi dari Bawaslu Kabupaten Magelang untuk menjaga komitmen masyarakat agar terus aktif melakukan kegiatan pengawasan pemilu. Sebagaimana di sampaikan Ketua Bawaslu Kabupaten Magelang, “Pos Pojok Pengawasan adalah pusat kegiatan Desa Pengawasan bukan diartikan masyarakatnya yang diawasi Bawaslu Kabupaten Magelang, namun sebaliknya masyarakat diminta menjadi kader Bawaslu untuk turur mengawasi dan melaporkan segala bentuk pelanggaran dalam proses kepemiluan�. (sha)
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
11
PROFIL
a n o s e P
k i r k g n a i l wan h, Ka di atas a n tu a s u a w a peng usun B D
12
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
P
ernah mendengar Namche Bazaar? Ya, tempat ini sangat terkenal dengan pemandangan alamnya yang indah di Nepal. Nepal adalah satu negara yang menjadi destinasi favorit traveller. Bangunan bergaya Hindu klasik menjadi daya tarik negara ini. Tetapi, sebenarnya kita tidak perlu jauh ke Namache Bazaar, Nepal hanya untuk menikmati pemandangan serupa. Karena di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, ada desa yang punya suasana persis seperti di Nepal. Terletak di Desa Temanggung, Kecamatan Kaliangkrik, dusun ini memiliki pemandangan yang mengagumkan dengan latar belakang Gunung Sumbing yang menawan. Tatanan rumah di desa ini juga sangat unik, bertingkat dengan jalan desa yang menanjak. Bahkan ada istilah unik karena saking berhimpit-himpitnya rumah-rumah warga layaknya terasering. “atap rumahmu adalah halamanku”, itu adalah hal yang lumrah dijumpai di dusun ini. Desa ini juga dikelilingi kebun sayur nan asri. Udara dan suasana di desa ini membuat pengunjung merasa seperti sedang berada di lereng Gunung Everest di Nepal.
Kabupaten Magelang sebagai Desa Pengawasan yaitu toleransi yang begitu tinggi diantara rukun warga yang begitu kental. Tetangga dianggap ‘sedulur dekat’, tamu berkunjung dianggap sahabat, orang lewat sedianya harus silaturahmi agar makin akrab. Rasa empati terhadap sesama sangatlah tinggi di dusun ini. Saling melempar sapaan, senyuman dan kabar adalah hal yang lumrah ditemui di berbagai penjuru di desa ini. Bahkan, ketika diadakan sosialisasi desa pengawasan di Butuh, warga sangat antusias berbondong-bondong untuk menghadiri kegiatan ini dan hadir tepat waktu sesuai yang dijadwalkan panitia. Budidaya ‘jam karet’ rasanya tidak berlaku di dusun ini. Hal itu juga berlaku ketika sesi sosialisasi warga sangatlah antusias agar dusun mereka dijadikan salah satu percontohan Desa Pengawasan Bawaslu.(rizqi)
Dusun Butuh merupakan dusun tertinggi di Kabupaten Magelang dengan rumah terbawah di dusun ini sekitar 1670 mdpl dan rumah teratas tercatat 1733 mdpl. Tingkat kepadatan penduduk lebih dari 475 KK. Terletak kurang lebih 34 kilometer dari Kota Mungkid, Pusat Kabupaten Magelang dan menjadi idola bagi para pendaki. Kearifan lokal dusun ini juga menjadi ciri khas tersendiri. Salah satu alasan mengapa dusun ini dipilih oleh Bawaslu
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
13
a y n ” l a p e N “ g n a l e g a M LIPUTAN KHUSUS
n a s a w a g n pe a s e d i d ja
14
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
B
erawal dari komunikasi dan sosialisasi masyarakat paham akan pemilu yang bersih dan bermartabat, masyarakat juga siap mengawal pemilu agar terhindar dari politik uang, hoaks dan berbagai pelanggaran lainnya. Bawaslu Kabupaten Magelang me-launching Desa Pengawasan yang dideklarasikan di Dusun Butuh, Desa Temanggung, Kecamatan Kaliangkrik pada tanggal 6 November 2019. Dusun Butuh merupakan dusun tertinggi di Kabupaten Magelang tepatnya di Lereng Gunung Sumbing. Diharapkan dengan adanya deklarasi desa pengawasan ini dapat menjadi virus gerakan moral dalam memberantas politik uang terutama dalam setiap pesta demokrasi yang ada di Indonesia. Desa Pengawasan adalah desa dengan seluruh masyarakatnya yang siap mengawal pemilu bersih, menolak politik uang, serta ikut mencegah, mengawasi dan melapor pelanggaran pemilu. Masyarakat dengan karakter yang kokoh, kuat dan paham demokrasi adalah salah satu sifat yang harus di miliki oleh desa pengawasan. Setelah dilaksanakan deklarasi desa pengawasan, Bawaslu Kabupaten Magelang berkomitmen akan ada tindak lanjut secara terus menerus. Tujuan dari komitmen ini supaya Desa Temanggung menjadi Desa Pengawasan yang dapat dijadikan contoh dan teladan bagi warga masyarakat, khususnya warga masyarakat Kecamatan Kaliagkrik. Warga yang ingin melihat cara berdemokrasi yang baik, jujur dan bermartabat lihatlah Desa Temanggung, tutur Ketua Bawaslu Kabupaten Magelang, M. Habib Shaleh. Dalam sambutannya, Kades Desa Temanggung, Muslih mengatakan bahwa beliau sangat mengapresiasi desanya dijadikan sebagai salah satu desa pengawasan. Namun ini menjadi tantangan bagi warga masyarakat untuk membuktikan bahwa di wilayah Desa Temanggung tidak ada money politcs baik saat pilkades, maupun pemilu. Bagaimana pun, memilih calon pemimpin itu bukan karena uang, melainkan sesuai dengan visi misinya. Pembentukan Desa Pengawasan ini adalah salah satu langkah yang dilakukan oleh Bawaslu Kabupaten Magelang untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat. Keterlibatan masyarakat desa dalam melakukan pengawasan sangat dibutuhkan, karena merupakan salah satu bentuk apresiasi masyarakat untuk mewujudkan demokrasi yang berkualitas. Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu upaya pemanfaatan dan pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) khususnya di daerah pedesaan agar lebih efektif dan efisien. Pembentukan desa pengawasan ini merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat yang dilakukan secara sukarela tanpa ada paksaan dari pihak lain. Hal ini menunjukkan adanya kesadaran dari masyarakat untuk turut serta dalam melakukan pengawasan. Upaya ini juga merupakan bentuk pencegahan dalam menekan lajunya politik uang dan kabar bohong agar tidak beredar di kalangan masyarakat luas. Rangkaian acara dalam Launching Desa Pengawasan tersebut di awali dengan pembukaan, sambutan Kepala Wilayah Dusun Butuh, sambutan Kepala Desa Temanggung, sambutan serta pemaparan tentang Desa Pengawasan oleh Ketua Bawaslu Kabupaten Magelang dan doa bersama. Launching desa pengawasan tersebut dihadiri oleh ratusan warga Desa Temanggung. Deklarasi desa pengawasan serta pengucapan Pakta Integritas dipimpin oleh Lilik Setyawan selaku Kepala Wilayah Dusun Butuh yang kemudian diikuti oleh semua warga yang hadir. Setelah pengucapan Pakta Integeritas kemudian warga masyarakat membunyikan kentongan yang menandakan diresmikannya Desa Pengawasan. (Taufik)
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
15
PROFIL
Pesona Marmer & Kearifan Lokal Di Lereng Pegunungan Menoreh
K
abupaten Magelang memiliki keindahan pesona
terdapat sebaran batuan marmer yang membentuk situs
alam yang tak ada habisnya. Desa Ngargoretno salah
geopark alami. Pada zaman dahulu, pertemuan batu kapur
satu Desa yang berada di Kecamatan Salaman, Kabu-
dengan magma gunung api di Perbukitan Menoreh meng-
paten Magelang, Jawa Tengah menyimpan beragam potensi
hasilkan batuan marmer yang beraneka warna. Pengelo-
wisata dan ekonomi yang layak untuk dikunjungi dan dinik-
laan Desa Ngargoretno sebagai Desa Wisata dilakukan oleh
mati. Sebagai sebuah desa wisata, nama Desa Ngargoretno barangkali belum begitu terkenal meskipun desa ini hanya berjarak 7 kilometer (km) dari Candi Borobudur. Desa Ngargoretno terletak di lereng Pegunungan Menoreh, yang luasnya berkisar 618 hektare (ha). Di bagian selatan Desa Ngargoretno berbatasan dengan Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Di bagian timur, berbatasan dengan Desa Giripurno, Kecamatan Borobudur. Sementara di bagian barat, berbatasan dengan Desa Kalirejo dan sebelah utara berbatasan dengan Desa Paripurno, Kecamatan Salaman. Desa Ngargoretno terdiri dari 6 Dusun, yaitu Dusun Selorejo, Dusun Wonokerto, Dusun Wonosuko, Dusun Tegalombo, Dusun Karangsari dan Dusun Sumbersari. Jumlah penduduk di desa ini sekitar 3.235 jiwa yang terdiri dari 928 kepala keluarga. Pesona desa yang berada di lereng Pegunungan Menoreh ini yang paling khas dian-
taranya
Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Argo Inten. Direktur Argo Inten “Soim� yang dahulu merupakan anggota Panwaslu Kecamatan periode 2017-2019 menyampaikan bahwa taman marmer yang arahnya akan dibuat museum marmer bakal menjadi daya tarik utama Desa Ngargoretno. “Wisata Ngargoretno kita arahkan dan optimalkan ke potensi view taman marmer lewat puncak geopark,� tuturnya saat kunjungan Bawaslu Kabupaten Magelang, Rabu (30/10/19). Desa Ngargoretno memiliki 70 ha lahan marmer, dimana 50 ha berpotensi dikembangkan sebagai museum dan taman, sedangkan 20 ha sudah dipakai pelaku usaha pertambangan batu. Selain itu, puncak perbukitan marmer menyu-
16
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
guhkan pemandangan yang menyejukkan, pemandangan alam yang hijau permai dengan angin sepoi-sepoi membuat wisatawan tak segan mengabadikan momen untuk berfoto ria. Selain pesona marmer, Desa Ngargoretno juga berbenah menjadi desa wisata yang menawarkan kearifan lokal. Artinya, wisatawan dapat merasakan pengalaman sebagai warga desa serta disuguhkan dengan edukatif budidaya peternakan kambing etawa. Di sini wisatawan bisa belajar cara memerah susu kambing hingga bisa menikmati langsung hasil perasan kambing etawa tersebut. Dari peternakan kambing etawa, wisatawan juga bisa menikmati rumah produksi madu jenis rambutan. Namanya Kampung Madu Tegalombo. Banyaknya lebah atau tawon yang ada di daerah tersebut dijadikan sebagai potensi ekonomi sehingga dapat menyejahterakan masyarakat setempat. Wisatawan dapat memanen madu, menikmati hasil panen madu secara langsung, serta dapat membelinya untuk oleh-oleh. Selain susu kambing etawa dan madu, di Desa Ngargoretno juga terdapat seni membatik yang banyak orang kenal dengan batik kere. Diberi nama batik kere karena corak batiknya apa adanya, sederhana, dan menggambarkan kehidupan masyarakat Desa Ngargoretno. Batik ditulis dengan tangan sendiri oleh sesepuh Desa Ngargoretno yaitu Mbah Ponco, dan dibantu oleh anaknya. Selain belajar membatik, wisatawan juga dapat membeli hasil batik tulisnya dengan harga yang cukup terjangkau. Serangkaian pesona yang ditawarkan di lereng pergunungan menoreh memberikan pengalaman yang dapat dirasakan dan memberikan kita rasa syukur akan nikmat tuhan yang begitu besar. Apabila anda tertarik untuk menikmati keindahan pesona di pegunungan menoreh, silakan datang di Desa Ngargoretno, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang. (Bella Suci Nugraheni)
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
17
LIPUTAN KHUSUS
DESA PENGAWASAN DI PEGUNUNGAN MENOREH P
emilu 2019 telah usai, Bawaslu Kabupaten Magelang terus melakukan Sosialisasi Pembentukan Desa Pengawasan dan Desa Anti Politik Uang. Desa Pengawasan adalah desa dengan seluruh masyarakatnya yang siap mengawal Pemilihan Umum (Pemilu) yang bersih, me-
nolak politik uang dan hoaks, serta ikut mencegah, mengawasi, melaporkan pelanggaran pemilu. Tujuan dari sosialisasi adalah untuk menjadikan desa pengawasan, yaitu desa dengan masyarakat yang kokoh, paham dan melek demokrasi, serta mengerti tentang pemilu, sehingga mereka dengan sadar ikut mensukseskan pemilu. Jika ada pelanggaran pemilu masyarakat bisa ikut mencegah, dan berani melaporkan ke Bawaslu. Salah satu desa yang bersedia untuk menjadi Desa Pengawasan adalah Desa Ngargoretno, Kecamatan Salaman yang terletak di Pegunungan Menoreh. Sosialisasi yang dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 30 Oktober 2019, diikuti ratusan masyarakat yang terdiri dari warga Desa Ngargoretno dan pelajar pramuka, serta dihadiri jajaran Forkompimcam Salaman, dan Perangkat Desa Ngargoretno. Sosialisasi yang bertempat di halaman rumah Mbah Ponco ini terkait dengan pemilihan secara umum dan tidak berkaitan dengan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) dikarenakan berbeda payung hukumnya. Pemilu menggunakan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sementara Pilkades menggunakan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati dengan induknya adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Namun, kegiatan ini bisa bersinergi dengan Pilkades untuk menciptakan Pilkades yang jujur dan adil serta membawa dampak yang baik untuk masyarakat Desa Ngargoretno. Masyarakat Desa Ngargoretno juga menyambut baik adanya sosialisasi yang dilakukan Bawaslu Kabupaten Magelang untuk menjadikan Desa Ngargoretno sebagai salah satu desa pengawasan di Kabupaten Magelang. Masyarakat juga siap mengawal pemilu agar jauh dari politik uang dan hoaks serta ikut mencegah, mengawasi, melapor pelanggaran pemilu. (joyo)
18
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
19
PROFIL
a s e D g n a r u i l Ka
D
i p a r e M g n e r e L i d i g g n i t r e T Desa
esa Kaliurang terletak di Kecamatan
salak. Jika menusuri sepanjang jalan di Desa Ka-
Srumbung, Kabupaten Magelang. Desa
liurang, maka sepanjang kanan kiri jalan akan
ini terdiri dari 5 dusun, yakni Dusun
ditemukan kebun buah salak yang lebat dan san-
Jrakah, Dusun Cepagan, Dusun Kaliurang Selatan, Dusun Kaliurang Utara dan Dusun Sumberejo. Kelima dusun tersebut berjarak cukup jauh antara satu dengan lainnya dikarenakan sebagian besar kawasan desa ini merupakan hutan rakyat dengan kemiringan yang landai.
Selain salak, di sepanjang jalan desa ini juga dengan mudah ditemui depo pasir dan truktruk pengangkut. Tidak mengherankan memang karena sudah lazim diketahui bahwa pasir dan batuan dari Gunung Merapi merupakan kualitas
Desa yang dihuni oleh 735 Kepala Kelu-
terbaik. Dan desa ini sangat strategis lokasinya,
arga ini merupakan salah satu desa yang berjarak
yakni berada di perbatasan daerah Kabupaten
cukup dekat dengan puncak Gunung Merapi, yak-
Magelang dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Den-
ni hanya sekitar 10 km saja. Tidak heran jika Desa
gan lokasi yang strategis ini, maka setiap harinya
Kaliurang ini dijadikan sebagai salah satu desa di
desa ini ramai oleh aktivitas tambang dan pen-
zona Kawasan Rawan Bencana (KRB) III yang rent-
gangkutan pasir dan batuan.
an terkena bencana erupsi Gunung Merapi.
20
gat ranum buahnya.
Kendati Desa Kaliurang tergolong jauh
Namun dibalik itu semua, tentu ada ber-
dari pusat pemerintahan di Kabupaten Magelang,
kah yang diberikan Tuhan untuk desa ini. Desa
namun semangat berdemokrasi warganya tidak
Kaliurang terkenal dengan kesuburan tanah
kalah dengan yang lainnya. Terbukti pada Pemilu
dan kekayaan sumber saya alam berupa miner-
2019, di Desa Kaliurang tidak ditemukan dugaan
al golongan C yang sangat menunjang aktivitas
pelanggaran pemilu maupun laporan pelangga-
ekonomi masyarakat. Dengan kesuburan tanahn-
ran pemilu dari masyarakat. Hal ini cukup mejadi
ya, masyarakat Desa Kaliurang dapat menjadikan
bukti bahwa kehidupan demokrasi di Kabupaten
desanya sebagai salah satu sentra penghasil buah
Magelang berjalan dengan baik. (alfina)
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
21
LIPUTAN KHUSUS
SEMANGAT
ANTI POLITIK UANG DARI
LERENG MERAPI
S
elasa, 29 Oktober 2019 menjadi salah satu hari yang menggembirakan bagi Bawaslu Kabupaten Magelang. Bagaimana tidak, Bawaslu hadir di Desa Kaliurang dan disambut dengan antusiasme warga yang sangat meriah. Bukan tanpa sebab Bawaslu Kabupaten Magelang
menjadikan Desa Kaliurang sebagai Desa Anti Politik Uang (APU). Pada Pemilu 2019, di Desa Kaliurang terbukti tidak ditemukan adanya dugaan politik uang maupun laporan dugaan politik uang dari masyarakat. Padahal jika melihat fakta yang ada, terdapat salah satu warga Desa Kaliurang yang mana pada Pemilu 2019 mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif untuk pemilihan DPRD Kabupaten Magelang. Kegiatan yang bertajuk “Pembentukan Desa Anti Money Politics� ini diadakan di GOR Desa Kaliurang dan dihadiri oleh 200 peserta yang terdiri dari unsur perangkat desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), ketua RT/RW, tokoh agama, tokoh masyarakat, Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan karang taruna. Kegiatan juga dihadiri oleh Forum Koordinasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimcam) diantaranya Kapolsek Srumbung, Setcam Srumbung, dan perwakilan dari Koramil. Selama berlangsungnya acara, terlihat warga sangat berantusias dengan materi yang disampaikan oleh Komisioner Bawaslu Kabupaten Magelang, yakni M. Habib Shaleh, S.S., dengan materi Inovasi Pengawasan dan Pencegahan Pelanggaran Pemilu 2019; Sumarni Aini Chabibah, S.S., M.Hum., dengan materi Pembinaan Desa Anti Politik Uang; dan M. Yasin Awan Wiratno, Koordinator Divisi SDM dan Organisasi Bawaslu Kabupaten Magelang dengan materi Penanganan Pelanggaran Money Politics dalam Pemilu 2019. Pada sesi tanya jawab dan diskusi, terdapat beberapa peserta yang antusias bertanya serta bertukar pikiran dan pengalaman dengan narasumber. Ada hal yang menarik pada
22
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
kegiatan ini, manakala narasumber menanyakan tentang komitmen anti politik uang dari kedua calon kades yang hadir. Seperti diketahui, pada tanggal 24 November 2019 Desa Kaliurang turut serta mengadakan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Serentak se Kabupaten Magelang. Kedua calon kades tersebut berdiri di depan peserta sosialisasi yang notabene seluruhnya adalah warga Desa Kaliurang lalu dengan lantang menyerukan komitmennya untuk tidak melakukan praktik politik uang pada tahapan Pilkades. Kendati Bawaslu tidak mempunyai wewenang untuk mengawasi Pilkades maupun menindak dugaan politik uang pada Pilkades, namun nilai-nilai demokrasi dan komitmen anti politik uang harus selalu tertanam di masyarakat. Semangat anti politik uang dari level bawah seperti inilah yang kelak dapat menjadikan kokohnya demokrasi di Indonesia. Pembinaan-pembinaan yang berkesinambungan perlu dilakukan agar nantinya semangat anti politik uang tidak hanya menguap begitu saja setelah pembentukan Desa APU, namun dapat tetap hidup dan dipegang teguh oleh masyarakat hingga pemilu-pemilu mendatang. (alfina)
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
23
LIPUTAN KHUSUS
Desa Anti Politik Uang di Desa Wisata Ngawen
B
awaslu Kabupaten Magelang melakukan sosialisasi Desa Anti Politik Uang pada tiga desa, salah satunya di Desa Ngawen, Kecamatan Muntilan pada hari Senin, 28 Oktober 2019 yang dihadiri 100 peserta yang terdiri dari warga Desa Ngawen, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat serta PKK Desa Ngawen. Desa Anti Politik Uang dibentuk dengan tujuan untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat, sekaligus menggalang gerakan moral untuk menolak politik uang dalam menghadapi Pemilu 2024 mendatang. Masayarakat yang telah memperoleh pembinaan, diharapkan turut serta mengawasi, mengawal dan mensosialisasikan kepada masyarakat lain yang tidak ikut serta dalam sosialisasi ini. Pembentukan Desa Anti Politik Uang sangat berguna dan bermanfaat bagi masyarakat Desa Ngawen dalam pendidikan politik. Karena sebelum adanya pembentukan Desa Anti Politik Uang, masyarakat di Desa Ngawen telah banyak yang sadar akan bahayanya politik uang sehingga masyarakat sangat antusias dalam mendukung terbentuknya Desa Anti Politik Uang di Desa Ngawen. Politik uang adalah extraordinary crime yang harus ditolak dan dilawan. Karena politik uang sebenarnya menjadi embrio korupsi di Indonesia. Oleh karena itu masyarakat Desa Ngawen juga dituntut berperan secara aktif untuk menolak segala praktek politik uang. Masyarakat juga perlu dorongan untuk memilih dengan cerdas mana pemimpin yang yang akan dijadikan dengan hati nurani dan akal sehat bukan karena diiming-imingi uang atau materi lainnya. Sosialisasi dan pendidikan politik di Desa Ngawen diharapkan mampu menjadi senjata dalam memberantas budaya politik uang dan mampu menjadi contoh untuk desa lain. Karena sosialisasi tentang sistem, budaya dan segala hal yang menyangkut politik dapat merubah budaya politik uang yang meresahkan dan serta budaya politik bangsa semakin membaik. (Desiana)
24
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
PROFIL
Desa Asri
Dengan Peninggalan Bersejarah
P
enduduk Desa Ngawen yang sebagaian besar petani masih menjaga kelestarian alamnya mereka dengan tekun mengolah sawah dengan hati yang gembira dan pikiran yang bersih, mereka juga sadar bahwa diwilayah Desa Ngawen harus ada kawasan sawah lestari untuk menjaga kesejukan dan udara bersih yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan ini. Hati dan pola pikir petani yang belum tercemari dengan korupsi, dan gaya hidup yang belum neko-neko perlu dilestarikan dan perlu dicontoh serta ditauladani bagi kehidupan ini. Sehingga membuat Bawaslu Kabupaten Magelang menjadikan Desa Ngawen sebagai salah satu Desa Anti Politik Uang. Desa Ngawen juga merupakan salah satu desa di Kecamatan Muntilan yang memiliki 10 dusun dan dikenal sebagai desa wisata. Letak Desa Ngawen berbatasan dengan Kecamatan Salam yang di batasi oleh sungai yang besar dan aliranya jernih sehingga bisa dimanfaatkan sebagai tujuan wisata seperti rafting, outbond dan pancingan. Desa Ngawen memiliki candi Budha peningalan dinasti Saylendra yang disebut juga dengan Candi Ngawen. Candi Ngawen tergolong unik karena dibagian dalam terdapat patung Budha sedangkan bangunan candi itu sendiri bangunan candi Hindu seperti candi Prambanan. Candi Ngawen yang dikelilingi persawahan yang subur, yang ditengahnya terdapat jalan sebagai akses untuk keluar masuk dari dan ke luar desa serta berdekatan dengan sebuah sungai besar dengan air yang jernih dan tidak terlalu deras sehingga sangat baik untuk kegiatan outbond maupun kegiatan-kegiatan edukatif pengenalan dengan alam disamping sebagai sumber irigasi yang mengaliri sawah-sawah disekitarnya. Desa Ngawen juga masih banyak memiliki kebun-kebun bambu yang tersebar di setiap dusun. Serta terdapat kolam pemandian umum dan pemancingan ikan yang terletak disebelah utara Desa Ngawen dengan nuansa tempat yang sejuk dan tenang karena di alam bebas di tengah-tengah persawahan. (Desiana)
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
25
LIPUTAN KHUSUS
Semangat Hari Pahlawan
Desa Sambak Deklarasikan Desa Anti Politik Uang D esa Sambak, Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang, dirintis menjadi Desa Anti Politik Uang. Pendeklarasian Desa Sambak sebagai Desa Anti Politik Uang dilaksanakan pada hari Minggu, 10 November 2019 diawali dengan upacara bendera memperingati Hari Pahlawan di halaman SD Negeri Sambak, Kajoran. Dalam membetuk program ini, Bawaslu membangun kerjasama dengan Pemerintah Desa Sambak. Pihak Pemerintah Desa Sambak menyadari politik uang adalah sebuah penyakit yang menyebabkan masyarakat tidak bebas dalam berdemokrasi. Karenanya, program dari Bawaslu ini ditanggapi dengan semangat oleh warga setempat. Meski Pemilihan Umum (Pemilu) telah selesai diselenggarakan April 2019 lalu, bahkan Calon Legislatif serta Presiden dan Wakil Presiden terpilih telah resmi dilantik. Namun demikian, kerja Bawaslu belum selesai. Ada atau tidak ada pemilu, Bawaslu tetap mengemban tugas untuk mengembangkan pengawasan pemilu partisipatif. Desa Sambak ini merupakan desa pertama yang menginisiasi dan mendeklarasikan sebagai Desa Anti Politik Uang. Program yang lahir dari inisiatif masyarakat ini, akan dijadikan program unggulan Bawaslu Provinsi Jawa Tengah. Alasan Desa Sambak dipilih sebagai desa anti money politics, karena Sambak merupakan sebuah desa yang terletak di lereng pegunungan Sumbing dan masyarakatnya pun beragam. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Magelang, Desa Sambak memiliki jumlah penduduk sebanyak 2.254 yang terdiri dari 1.119 laki-laki dan 1.135
26
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
perempuan. Selain itu, pada Pemilu 2019 Bawaslu menangani tiga kasus politik uang di Kecamatan Kajoran diantaranya Desa Sutopati, Desa Sukomakmur dan Desa Lesanpuro. Meski Desa Sambak tidak terdapat temuan atau laporan kasus politik uang, hal tersebut menjadi semangat Bawaslu untuk menggandeng Desa Sambak untuk memperkokoh ko m i t m e n nya dalam melawan berbagai praktek pelanggaran pemilu dengan membentuk Sambak sebagai desa anti money politics. Keluarga merupakan garda terdepan untuk menolak politik uang. Keluarga memiliki peran penting untuk mengajarkan pada anak-anaknya tentang bahaya politik uang. Bahwa sesuai ajaran agama politik uang atau suap itu sangat dilarang. Sementara menurut undang -undang pemilu, politik uang merupakan perbuatan tindak pidana. Selain itu, politik uang juga dapat merusak moral bangsa dan menurunkan kualitas demokrasi. Praktek politik uang merupakan cikal bakal lahirnya korupsi. Jika dibiarkan, artinya akan banyak koruptor di negara ini. Oleh karena itu, Bawaslu menekankan peran keluarga dalam pencegahan politik uang sangatlah penting. Hal itu bertujuan sebagai bentuk ikhtiar dalam memberikan sumbangsih dalam menciptakan pemilu yang berdasarkan asas langsung, umum, bebas, jujur, adail dan rahasia (luberjurdil). (rendra)
Sejarah Berdirinya Desa Sambak Pada zaman dahulu, saat bangkitnya perlawanan terhadap penjajah Belanda. Daerah ini merupakan pegunungan yang jarang dikunjungi oleh orang-orang dari luar daerah. Karena daerah ini dikenal sangat angker. Kala itu di pegunungan yang dikenal dengan nama Pegunungan Potorono ini banyak ditumbuhi pepohonan besar antara lain pohon mahoni, beringin, aren dan pohon lainnya. Dalam salah satu sudut Pegunungan Potorono ini terdapat padepokan yang dikenal dengan padepokan Kyai Sigaeng. Padepokan ini dikenal sebagai tempat menggembleng mental bagi keturunan raja Jawa pada jaman itu. Konon tokoh sejarah yang pernah mengunjungi padepokan Kyai Sigaeng ini antara lain adalah Pangeran Sambernyowo dan Pangeran Diponegoro. Dimana kedua tokoh tersebut meninggalkan bekas/ petilasan kaki kuda disebuah batu yang berada di jalan setapak menuju ke Padepokan Kyai Sigaeng. Dari tempat inilah asal usul nama Desa Sambak terucap dari para pengunjung padepokan. Berawal dari perbincangan yang menyebutkan kekaguman terhadap keadaan saat itu “wah panggenan puniko menawi dipun tingali kok sae piyambak“, jika dibaca dalam bahasa indonesia yaitu “wah tempat itu jikalau dilihat kok paling bagus”. Karena cantrik-cantrik itu selalu terdengar, maka mulai menjadi perbincangan para tokoh masyarakat maupun penduduk setempat tentang ungkapan “sae piyambak” yang saat itu ramai menjadi pokok pembicaraan. Untuk mengenangnya, maka disepakati tempat tersebut diberi nama Desa Sambak singkatan dari kata “sae piyambak”.
Letak Geografis Desa Sambak Desa Sambak terletak di Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang. Desa Sambak dikelilingi beberapa Desa yaitu di sebelah utara ada Desa Mangunrejo, sebelah selatan ada Desa Madukoro, sebelah barat ada Desa Bambusari dan di sebelah selatan ada Desa Bumiayu. Luas wilayah Desa Sambak yaitu 334.532 (tiga ratus tiga puluh empat ribu lima ratus tiga puluh dua) Hektar. Desa Sambak memiliki konfigurasi berupa pegunungan dengan ketinggian antara 438 –750 m diatas permukaan laut (mdpl), sehingga tergolong sebagai desa yang memiliki dataran tinggi dan bersuhu cukup dingin. Desa Sambak mempunyai embung yang dinamakan Embung Sambak. Embung Sambak ini dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Magelang pada tahun 2015 – 2016 yang bertujuan sebagai sarana penampungan air, irigasi pertanian dan sarana rekreasi atau wisata alam.
Penduduk Desa Sambak Desa Sambak berpenduduk sebanyak 2.254 yang terdiri dari 1.119 laki-laki dan 1.135 perempuan. Masyarakatnya sangat “sumeh” atau dalam bahasa indonesianya “ramah-ramah”. Selain itu, masyarakat Desa Sambak mempunyai kesadaran demokrasi yang tinggi. Hal itu dibuktikan dengan adanya insitif masyarakat yang menginginkan desanya dijadikan sebagai desa anti politik uang. Masyarakat menilai politik uang merupakan penyakit yang menyebabkan masyarakat tidak bebas dalam berdemokrasi. Hal tersebut menjadi semangat pemerintah desa untuk menjalin kerjasama dengan Bawaslu Kabupaten Magelang untuk menyosialisasikan dan membentuk Desa Sambak menjadi desa anti politik uang.
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
27
LIPUTAN KHUSUS indakan pelanggaran selama Pemilu 2019 serta berbagai inovasi pencegahan pelanggaran. Diantaranya pembentukan Keluarga Anti Money Politics (KeAMP), Kampung Anti Money Politics (KAMP), Desa Anti Politik Uang Jaga Demokrasi (Desa Sapu JagaD), Buku Khotbah Jumat, dan lain-lain. Mahasiswa juga dibekali dengan pengetahuan seputar kepemiluan dan pengawasan pemilu oleh Bawaslu Kabupaten Magelang. Bawaslu juga mendorong mahasiswa lebih aktif menjadi agen perubahan sosial di daerahnya masing-masing. Sebagaimana disampaikan Fauzan Rofiqun, S. Ag., Koordinator Divisi Penindakan Pelanggaran Bawaslu Kabupaten Magelang, peristiwa Sumpah Pemuda adalah contoh eksistensi pemuda sebagai agen perubahan sosial dimasa perjuangan menuju kemerdekaan. Adapun peran mahasiswa yang relevan dengan kondisi politik saat ini, dapat dilakukan dengan bersikap cerdas, meningkatkan integritas dan kualitas diri dalam mengawal demokrasi serta berkomitmen meredam praktik politik uang. Jangan sampai mahasiswa justru sebagai pemain politik uang. (Sha & Joyo)
B
awaslu Kabupaten Magelang berkolaborasi dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Muhammadiyah Magelang (UM Magelang) melakukan edukasi politik kepada masyarakat, terutama generasi milenial. Kerjasama ini diwujudkan melalui kegiatan sosialisasi partisipatif pada hari Jumat tanggal 11 Oktober 2019 dengan mahasiswa UM Magelang. Ketua Bawaslu Kabupaten Magelang, MH Habib Shaleh mengatakan bahwa mahasiswa merupakan agen perubahan sosial, mereka memiliki kapasitas keilmuan, energi positif serta jaringan untuk memicu perubahan sosial.
Melalui mahasiswa, Bawaslu Kabupaten Magelang ingin mentransformasikan semangat dan gerakan anti money politics kepada masyarakat Kabupaten Magelang. Sosialisasi yang dilaksanakan di Ruang 206 Fakultas Hukum UM Magelang ini mengusung tema “Mahasiswa Berintegritas, Demokrasi Berkualitas� diikuti tak kurang 150 mahasiswa UM Magelang, aktivis mahasiswa dan perwakilan mahasiswa dari beberapa universitas di Kabupaten Magelang. Mahasiswa sangat antusias berdiskusi dengan narasumber dari Bawaslu Kabupaten Magelang. Sebagaimana disampaikan Presiden BEM UM Magelang yang menyambut baik dan menilai acara ini sangat bermanfaat untuk gerakan mahasiswa di civitas kampus yang merupakan laboratorium untuk mengaplikasikan ilmu dalam kehidupan berpolitik. Dalam sosialisasi bertajuk “Mahasiswa Berintegritas, Demokrasi Berkualitas� ini, Bawaslu Kabupaten Magelang menyampaikan hasil-hasil pengawasan dan pen-
28
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
LIPUTAN KHUSUS
G
una menciptakan pemilu yang berintegritas dan berkualitas di masa mendatang, Bawaslu Kabupaten Magelang menggelar kegiatan bertajuk “Sosialisasi Pengawasan Partisipatif : Bawaslu Goes to School” di SMA Negeri 1 Muntilan. Kegiatan dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 22 Oktober 2019 yang dihadiri perwakilan siswa dan guru berjumlah 100 orang. Bawaslu Kabupaten Magelang menyasar generasi muda terutama pemilih pemula dengan harapan pemahaman demokrasi kedepan akan semakin baik. Pemilih pemula merupakan aset demokrasi yang dapat menentukan nasib bangsa lima tahun kedepan. Bawaslu Kabupaten Magelang ingin generasi muda khususnya pemilih pemula pada tingkat SMA/sederajat memiliki pemahaman tentang politik dan demokrasi sehingga dalam pemilu mendatang, pemilih pemula dapat paham betul apa itu pemilu, termasuk dengan hak dan kewajibannya dalam pemilu. Lebih jauh lagi, Bawaslu Kabupaten Magelang juga ingin generasi muda paham betul apa itu money politics, hoax, maupun bentuk kecurangan dan pelanggaran politik lainnya. Pemilih pemula yang cendurung dikaitkan dengan sikap apolitis dan apatis ini dapat menjadi sasaran empuk politisi-politisi yang curang, oleh karena itu bekal pengetahuan tentang pemilu dan demokrasi harus diberikan tidak hanya dalam mata pelajaran, namun juga melalui sosialisasi seperti ini. Lebih jauh lagi, Bawaslu Kabupaten Magelang ingin pemilih pemula di SMA Negeri 1 Muntilan ini dapat berpartisipasi menjadi pengawas partisipatif dan mejadi role model untuk teman sebayanya demi mewujudkan pemilu mendatang yang berintegritas dan berkualitas.
mengemukakan pengalamannya pada Pemilu 2019 kemarin, mengemukakan pendapat serta bertanya mengenai hal yang belum dipahami. Melihat respon yang baik ini, Bawaslu Kabupaten Magelang yakin bahwa ikhtiar mewujudkan pemilu mendatang yang berintegritas melalui generasi muda kelak akan membuahkan hasil. (Desiana,Alfina)
Dalam kesempatan ini, narasumber yang merupakan ketua dan anggota Bawaslu Kabupaten Magelang menyampaikan beberapa materi, diantaranya tentang “Pentingnya Pendidikan Politik Pemilih Pemula dalam Mengawasi Pemilu” dan “Penanganan Pelanggaran Money Politics”. Materi ini disampaikan untuk menyadarkan siswa tentang pentingnya berdemokrasi dengan baik sehingga dapat mendorong keterlibatan dalam pengawasan partisipatif dan gerakan berani menolak money politics pada pemilu mendatang. Kegiatan Bawaslu Goes to School mendapatkan respon positif dari pihak sekolah maupun siswa yang terlibat. Pada sesi diskusi dan tanya jawab, siswa secara aktif Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
29
LIPUTAN KHUSUS
S
g n i h c n u a L i a d n a T g n e r o S i r a T t a g n a em
A
5 Desa Anti Politik Uang
PU atau Anti Politik Uang adalah sebutan untuk
lak melestarikan Soreng agar bertahan dan tidak punah oleh
desa yang berkomitmen dan mendeklarasikan diri
zaman. Latar belakang Soreng sendiri adalah perumpamaan
bebas dari politik uang. Desa APU memiliki karak-
dari sosok perampok, maling, atau orang-orang jahat yang
teristik masyarakat yang sadar politik untuk mewujudkan
kemudian ditaklukkan oleh Aryo Penangsang (seorang Adi-
demokrasi bersih dan bermartabat serta memiliki komit-
pati Jibang Panoran) dan dijadikan prajurit di Jibang Pan-
men kokoh untuk menolak dan melawan money politics.
oran. Gerakan Soreng menunjukkan sikap dan semangat
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Magelang telah membina dan membentuk 8 Desa APU yang
benaran dan keadilan.
tersebar di lima gunung yaitu gunung Andong, Telomoyo,
Filosofi Soreng memiliki korelasi dengan nilai-
Merapi, Sumbing dan Menoreh. Dari 8 Desa APU yang telah
nilai Desa APU, inilah hal yang mendasari ke-5 desa di le-
dibentuk, 5 diantaranya terletak di lereng gunung Andong
reng gunung Andong dan Telomoyo menggunakan Soreng
dan Telomoyo yaitu Desa Girirejo, Jogoyasan, Sumberejo,
sebagai tanda simbolis launching Desa APU Girirejo, Jo-
Pagergunung dan Pandean. Sangat menarik jika menelisik
goyasan, Sumberejo, Pagergunung dan Pandean. Sebelum
cerita dibalik launching ke-5 Desa APU yang dilaksanakan
menggelar launching yang sangat meriah, ke-5 desa ini
bersamaan dengan pagelaran Festival Soreng Bawaslu pada
telah menerima sosialisasi dan pembinaan dari Bawaslu
Minggu 17 November 2019. Bukan serba kebetulan, namun
Kabupaten Magelang serta mantan Ketua Bawaslu RI Bam-
perlu diketahui bahwa Soreng adalah budaya lokal yang
bang Eka Cahya Widodo dan Katib Syuriah PCNU Kabupaten
dilestarikan dan dikembangkan sebagai media pembelaja-
Magelang Gus Ahmad Labib Asrori.
ran dan alat sosialisasi oleh masyarakat setempat.
30
kepahlawanan dan sikap berani berjuang menegakkan ke-
Masyarakat menerima baik sosialisasi pembentu-
Di Dusun Temu Kidul Desa Jogoyasan, Soreng sudah
kan Desa APU dan telah menyadari bahwa sekarang bukan
berumur 10 tahun. Tarian ini diperagakan oleh 24 orang di-
era pemilihan umum dengan politik uang atau serangan
tambah dengan musik pengiring yang menggunakan proper-
fajar. Masyarakat telah berkomitmen menolak politik uang
ti pedang, kuda dan gamelan. Tidak hanya Desa Jogoyasan,
untuk meredam biaya politik yang tinggi, sehingga pemimp-
ke-4 desa lainnya bahkan semua desa di Kecamatan Ngab-
in yang terpilih adalah pilihan dari rakyat, oleh rakyat dan
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
untuk rakyat. Pemimpin yang demikian adalah pemimpin amanah yang mengedepankan peningkatan visi dan misi masyarakat bukan berupaya mengembalikan modal politik. Sosialisasi pembentukan Desa APU Girirejo, Jogoyasan, Sumberejo, Pagergunung dan Pandean diawali oleh Bawaslu Kabupaten Magelang sejak bulan Sapar dalam penanggalan kalender Islam. Saparan adalah kearifan lokal setempat berupa kegiatan bersih desa untuk mensyukuri hasil bumi. Desa Girirejo contohnya mengadakan kirab Gunungan Jongko dan kenduri dengan membawa ingkung ayam bersama-sama untuk memohon doa kepada Tuhan YME agar dikabulkan segala peermintaan. Syukuran atau Saparan di ke-5 desa ini mengundang sanak saudara untuk datang meramaikan acara, semua rumah terbuka bahkan senang untuk saling bersilaturahmi dan menerima sosialisasi. Potensi inilah yang menjadi jalan tersampaikannya pesan bahaya money politics di masyarakat karena sejatinya politik uang adalah bahaya laten sehingga butuh upaya massif dan sistematis untuk memberantasnya melalui kegiatan pencegahan yang berangkat dari lingkungan keluarga, lingkungan sosial terdekat dan acara seni budaya yang berkembang di masyarakat. Pesan anti politik uang dari Bawaslu Kabupaten Magelang pada para tokoh masyarakat di 5 desa tersebut dieksekusi sangat baik, tokoh masyarakat melanjutkan dan menularkan pesan anti politik uang dalam kegiatan di rukun tetangga (RT) dan kelompok agama mengingat desa-desa tersebut tergolong memiliki masyarakat yang sangat taat dalam menjalankan ibadah keagamaan. Pola pikir masyarakat yang maju, mendorong penyebaran pesan anti politik uang tidak hanya di 5 desa ini saja, namun tersebar di seluruh Kecamatan Ngablak. Dengan mengusung potensi alam dan budaya lokal setempat, Launching Desa Anti Politik Uang (APU) Girirejo, Jogoyasan, Sumberejo, Pagergunung dan Pandean diadakan di Taman Parkir Gunung Telomoyo, Desa Pandeyan, Kecamatan Ngablak bertepatan dengan Gelar Budaya Bawaslu Kabupaten Magelang. Seremonial launching Desa APU diawali dengan pembacaan Ikrar Pakta Integritas tolak politik uang oleh Calon Kepala Desa se-Kecamatan Ngablak dilanjutkan dengan pengukuhan Desa Girirejo, Jogoyasan, Sumberejo, Pagergunung dan Pandean menjadi Desa APU oleh Kordiv Pengawasan Bawaslu Jawa Tengah Anik Solih dan Bawaslu Kabupaten Magelang yang secara simbolis ditandai dengan membunyikan gamelan dan menari soreng bersama. (Sha)
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
31
GAGASAN
Filosofi Angsa Bawaslu Kabupaten Magelang
B
(MH Habib Shaleh, SS) Kordiv Pengawasan, Humas dan Hubal Bawaslu Kabupaten Magelang
awaslu Kabupaten Magelang resmi terbentuk pada 15 Agustus 2018 bersamaan dengan pelantikan 1.914 anggota Bawaslu Kabupaten/Kota se-Indonesia di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (15/8/2018). Pembentukan Bawaslu kabupaten/kota ini merupakan amanah UU 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Memasuki usia 1,5 tahun, Bawaslu Kabupaten Magelang sudah berhasil melakukan tugas dan tanggung jawab ses-
uai ketentuan UU Pemilu. Bawaslu berhasil melakukan pengawasan, pencegahan pelanggaran dan penindakan pelanggaran selama Pemilu 2019. Salah satu faktor pendukung keberhasilan Bawaslu Kabupaten Magelang ini adalah inovasi-inovasi pencegahan. Diantaranya Gerakan Anti Money Poitics melalui Keluarga Anti Money Politics (KeAMP), Kampung Anti Money Politics (KAMP), dan Desa Anti Politik Uang (Desa APU). Bawaslu Kabupaten Magelang juga memanfaatkan berbagai ruang sosial seperti kelompok tani, tradisi yasinan, barzanzi dan lainnya untuk sosialisasi pengawasan dan pelibatan masyarakat dalam kegiatan pengawasan partisipatif melalui Gerakan Panwas Lillahitangala. Berbagai gerakan dan inovasi pencegahan pelanggaran tersebut kemudian dikomunikasikan secara intensif dan masif kepada khalayak melalui pertemuan langsung, media massa seperti televisi, radio, media online, media cetak hingga media sosial (medsos). Konten-konten kreatif dibuat sebagai sarana sosialisasi kegiatan dan membangun kesadaran bersama pentingnya masyarakat ikut mengawasi pemilu. Keterlibatan masyarakat akan mendorong kinerja Bawaslu. Untuk bisa mewujudkan kerja-kerja besar tersebut, Bawaslu Kabupaten Magelang membangun tim yang kuat dan solid, menerapkan budaya kerja keras dan kerja cerdas, selalu mengembangkan inovasi, pantang menyerah, serta rela berkorban dan siap berjuang. Prinsip-prinsip di atas hanya bisa terwujud jika ada kekompakan, soliditas, kerja tim dan sinergi bersama. Untuk itu, Bawaslu Kabupaten Magelang belajar dari apa yang diajarkan angsa pada kehidupan. Angsa merupakan salah satu burung air berukuran besar yang mampu terbang tinggi dengan daya jelajah yang jauh. Namun angsa tidak seperti burung elang yang meski tangguh dan perkasa namun terbang dalam kesendirian. Elang bekerja mandiri untuk mereka sendiri. Sedangkan angsa yang merupakan burung monogami dan termasuk dalam famili Anatidae ini hidup dalam kelompok. Angsa hidup sebagai sebuah tim kerja. Perilaku angsa mengajarkan pada kita arti tentang pentingnya kekompakan, pertemanan, kebersamaan, kedisiplinan, sikap saling tolong menolong, penuh kasih, disiplin dan selalu bergerak dalam irama ketertiban.
32
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
Mereka akan terbang berkelompok dan membangun formasi huruf V. Dari hasil penelitian diketahui bahwa dengan terbang bersama dan membentuk formasi huruf V ini kawanan angsa akan mampu meningkatkan efisiensi sebesar 71 persen. Sebuah angka yang besar untuk meningkatkan kinerja kelompok. Formasi V ini mampu mendorong angsa bergerak lebih cepat karena resistensi angin menjadi rendah. Apabila ada anggota sakit atau kelelahan sehingga keluar dari barisan maka angsa lain akan segera membantu agar formasi V tetap terjaga. Mereka akan saling mendukung hingga kondisi angsa membaik dan bisa masuk barisan lagi. Sisi menarik lain dari filosofi yang diteladankan angsa adalah kepemimpinan kolektif kolegial. Angsa akan bergantian memimpin tim. Ketika pemimpin kelelahan, peran dia akan digantikan angsa lain. Transisi kepemimpinan ini juga mulus tanpa gejolak dan perlawanan. Seluruh angsa akan manut dan mengikuti arah dan pergerakan angsa yang paling depan. Untuk mengarahkan dan mengkondisikan seluruh anggota bergerak menuju titik tujuan yang sama, dan dengan kecepatan sama pula maka pemimpin angsa akan memberikan arahan dan petunjuk melalui bunyi bunyian tertentu. Begitu juga dalam kepemimpinan Bawaslu. Lima komisioner bersifat kolektif dan kolegial. Kepemimpinan bersama. Semua komisioner harus siap memimpin dan siap dipimpin. Kepemimpinan dan keteladanan ini akan mengkondisikan para staf untuk menjadi bagian dari langkah dan tujuan bersama Bawaslu Kabupaten Magelang. Filosofi ala angsa ini coba penulis praktikkan dalam Bimtek Peningkatan Kapasitas SDM Bawaslu Jawa Tengah di Salatiga, baru-baru ini. Ketika ada diskusi yang belum selesai, Tim Biru, dimana penulis menjadi bagian, kalah dari peserta lain. Saat itu, ada dua pihak dalam satu kelompok yang berbeda pendapat sehingga anggota kebingunan dan salah melangkah. Namun ketika kekompakan, kepemimpinan, keteladanan dan sinergisitas dipraktikkan maka Tim Biru berhasil memenangi permainan-permainan lain dalam Bimtek Peningkatan Kapasitas SDM tersebut. Filosofi angsa ini bisa kita praktikkan dalam banyak ranah untuk mencapai tujuan bersama. (MH Habib Shaleh)
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
33
GAGASAN
PERATURAN DESA TENTANG DESA ANTI POLITIK UANG (Ikhtiar Pencegahan Dari Desa) (Fauzan Rofiqun, S.Ag.) Kordiv. Penindakan Pelanggaran Bawaslu Kabupaten Magelang
Demokrasi bisa tertindas sementara karena kesalahannya sendiri, tetapi setelah ia mengalami cobaan yang pahit ia akan muncul kembali dengan keinsyafan (Bung Hatta, 1960)
I
su politik uang adalah isu yang terus menerus menghantui dalam penyelenggaraan Pemilu di Indonesia, ini merupakan salah satu konsekuensi dari dibukanya kran demokrasi pada masa reformasi setelah tiga puluh dua tahun masa orde baru yang membelenggu kehidupan demokrasi. Pada masa orde baru negara dan seluruh perangkatnya muncul sebagai monster yang memberangus kebebasan berpendapat dan berpolitik bagi warga negara. Hegemoni negara dalam politik telah menimbulkan kejumudan, ketakutan, dan antipati warga negara untuk sekedar menyuarakan perbedaan pendapat dan tentu saja dalam hal politik praktis. Negara dalam hal ini pemerintahan pada masa orde baru dan seluruh perangkatnya dari tingkat pusat sampai tingkat yang paling bawah yaitu desa, bahkan sampai RW dan RT mengatasnamakan demokrasi dalam setiap penyelenggaraan Pemilu telah menjadi perangkat mesin demokrasi yang hanya melanggengkan kekuasaan seseorang dan golongan tertentu. Semangat mewujudkan nilai-nilai demokrasi yang ideal terus dicoba dipraktekkan dalam masa reformasi, diantaranya adalah pembatasan dan pembagian wewenang dalam kekuasaan dan pemerintahan, penguatan peran lembaga legislatif dan yudikatif, penguatan partisipasi masyarakat dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemerintahan dan tentunya pelaksanaan Pemilu yang demokratis sesuai Azas Pemilu yang Luber Jurdil sebagai barometer utama sebuah negara dikatakan negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Dari sisi penyelenggaraan Pemilu, paling tidak ada
34
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
empat stakeholder yang terlibat di dalamnya. Pertama, Penyelenggara Pemilu (KPU, Bawaslu, dan DKPP), kedua, peserta Pemilu (Partai Politik dan perseorangan), ketiga, pemerintah yang membackup dan memfasilitasi anggaran dan sarana prasarana, keempat, masyarakat sebagai konstituen pemilih. Undang Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sebagai produk termutakhir dalam Pemilu di masa reformasi ini sebenarnya sudah cukup ideal. Sebagai penyelenggara ada KPU selaku penyelenggara teknis, Bawaslu sebagai pengawas yang memiliki tugas dan wewenang dalam pencegahan, pengawasan, penindakan, dan penyelesaian sengketa proses, serta DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) yang berwenang memberikan sangsi jika ada penyelenggara pemilu dari KPU maupun Bawaslu melakukan pelanggaran kode etik. Di dalam undang undang ini Bawaslu dan jajarannya dari Bawaslu RI, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwascam, dan Panwas Desa secara khusus memiliki tugas untuk melakukan pencegahan terhadap praktik politik uang. Sedangkan untuk penindakan tindak pidana dugaan politik uang dengan mekanisme memeriksa, mengkaji, serta memutus pelanggaran politik uang dibatasi hanya sampai tingkat Bawaslu Kabupaten/Kota. Undang-undang Pemilu adalah produk hukum yang bersifat khusus (lex specialis), sehingga berlaku asas hukum lex specialis derogat legi generalis, yaitu asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum. Menurut Bagir Manan dalam bukunya yang berjudul Hukum Positif Indonesia (hal. 56), ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam asas lex specialis derogat legi generalis, yaitu : 1. Ketentuan-ketentuan yang didapati dalam aturan hukum umum tetap berlaku, kecuali yang diatur khusus dalam aturan hukum khusus tersebut; 2. Ketentuan lex specialis harus sederajat dengan ketentuan lex generalis (undang-undang dengan undang-undang); 3. Ketentuan-ketentuan lex specialis harus berada dalam lingkungan hukum (rezim) yang sama dengan lex generalis. Berdasarkan teori tersebut, maka Bawaslu sebagai Lembaga yang diberi wewenang dalam pencegahan, pengawasan dan penindakan terjadinya dugaan pelanggaran
Pemilu oleh Undang-Undang No. 7 TH. 2017 dalam penegakan hukumnya juga masih bisa merujuk dan atau menggunakan dasar hukum dari undang-undang atau peraturan lainnya. Misalnya dalam hal pelanggaran netralitas ASN, netralitas kepala desa atau perangkat desa, Bawaslu bisa menggunakan UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN dan UU No. 6 TH 2014 tentang Desa dan semua peraturan turunannya serta sangsi-sangsi yang termaktub di dalamnya. Demikian juga dari sisi pencegahan terhadap terjadinya praktik politik uang di setiap tingkatan wilayah, Bawaslu beserta jajarannya secara khusus diberi tugas oleh UU No. 7 TH 2017 yaitu pasal 93 huruf e untuk Bawaslu RI, pasal 97 huruf c untuk Bawaslu Provinsi, pasal 101 huruf c untuk Bawaslu Kabupaten/Kota, pasal 105 huruf c untuk Panwascam, pasal 108 huruf b untuk Panwaslu Kelurahan/Desa, dan pasal 111 huruf b untuk Panwaslu Luar Negeri. Bawaslu Kabupaten Magelang melakukan upaya inovatif guna melaksanakan tugas yang diamanatkan oleh undang-undang tersebut dengan cara melibatkan secara langsung masyarakat di tingkat desa, dusun/kampung, bahkan sampai tingkat komunitas sosial yang terkecil di masyarakat yaitu keluarga. Bawaslu menginisiasi dan mempelopori terbentuknya Desa Anti Politik Uang, Kampung Anti Politik Uang, dan merekrut puluhan ribu Keluarga Anti Politik Uang. Dari sisi pembuatan regulasi, Bawaslu Kabupaten Magelang memiliki program inovatif yaitu mengadakan Mou dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang dalam hal ini Dispermades untuk mendorong dibuatnya Peraturan Desa tentang Anti Politik Uang di 372 desa dan kelurahan yang ada di Kabupaten Magelang. Peraturan Desa tentang Desa Anti Politik Uang ini dengan pertimbangan dasar sebagai berikut : 1. Ketentuan Pasal 67 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang menyatakan bahwa Desa berkewajiban mengembangkan kehidupan demokrasi; 2. Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa; 3. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 114 Tahun 2014 tentan Pedoman Teknis Peraturan di Desa; 4. Peraturan Bupati Magelang No. 6 Tahun 2019 tentang Daftar Kewenangan Desa Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa di Kabupaten Magelang. Desa Anti Politik Uang adalah desa yang mempunyai komitmen untuk menyadarkan masyarakatnya akan bahaya politik uang serta meningkatkan kesadaran masyarakat dalam bidang demokrasi serta menolak dan mencegah segala bentuk pelanggaran dalam proses Pemilihan Umum, Pemilihan Kepala Daerah, dan Pemilihan Kepala Desa. Sedangkan politik uang adalah suatu bentuk pemberian atau janji dengan menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih mau-
pun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat Pemilihan Umum, Pemilihan Kepala Daerah, maupun Pemilihan Kepala Desa, pemberian bisa dilakukan dengan menggunakan uang atau barang. Kepala desa dapat menetapkan dusun yang berada dalam wilayah desanya menjadi Dusun Anti Politik Uang. Dusun yang telah ditetapkan menjadi Dusun Anti Politik Uang dapat membentuk Keluarga Anti Politik Uang dengan Keputusan Kepala Desa. Program Desa Anti Politik Uang dapat dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut : Pertama, pendidikan demokrasi dan politik, dilaksanakan dalam bentuk bimbingan teknis tentang demokrasi dan kepemiluan, cerdas cermat, dan debat ilmiah tentang demokrasi atau politik, kedua, sosialisasi, yaitu dilaksanakan untuk mensosialisasikan peraturan perundang-undangan mengenai desa khususnya dalam Pemilihan Kepala Desa, Pemilihan Umum, Pilkada. Ketiga, peningkatan sarana dan prasarana demokrasi dan politik, yaitu dapat dilaksanakan dengan menyediakan Posko Pengawasan Demokrasi, peraga kampanye bertemakan sadar demokrasi dan anti politik uang (dalam bentuk baliho, spanduk, stiker dan/atau umbul-umbul), penyediaan bahan bacaan bertemakan demokrasi dan politik di dalam perpustakaan desa, majalah dinding desa, web desa, dll. , musyawarah/ rembug desa digunakan menjadi sarana pendidikan demokrasi dan politik dengan melibatkan golongan remaja dan pelajar yang ada di desa. Dalam hal larangan, Perdes ini menggunakan subyek “setiap orang� dilarang melakukan praktik politik uang, menerima gratifikasi, suap dan/atau pemberian uang dan/ atau barang yang bertujuan mempengaruhi pemilih dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum, Pemilihan Kepala Daerah, dan Pemilihan Kepala Desa. Setiap orang yang mengetahui kejadian tersebut harus melaporkan kepada Pengawas Desa, Panwascam, dan/atau Bawaslu Kabupaten dalam hal penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada, sedangkan dalam penyelenggaraan Pilkades laporan bisa disampaikan kepada Panitia Pilkades tingkat Desa, Kecamatan, maupun Kabupaten atau Kepolisian. Demikian juga dalam hal sangsi, Perdes ini menggunakan sangsi yang digunakan dalam setiap peraturan perundangan Pemilu, Pilkada, dan Pilkades dengan ditambah sangsi sosial yang diputuskan oleh Penyelenggara Desa Anti Politik Uang. Demikianlah, Peraturan Desa tentang Desa Anti politik uang ini diharapkan mampu menjadi mekanisme formal upaya pencegahan, pengawasan, dan penindakan praktik politik uang yang dimulai dari struktur pemerintahan yang paling bawah, yaitu Desa. Sebagaimana kutipan pendapat Bung Hatta di atas, demokrasi kita sedang tertindas oleh kesalahannya sendiri, yaitu praktik politik uang yang bagai lingkaran setan tidak bisa ditemukan ujung pangkalnya, dan itu adalah cobaan yang pahit, namun demokrasi yang sehat akan muncul kembali dengan keinsyafannya, dan itu dimulai dari Desa. Semoga !!!. Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
35
GAGASAN
BENARKAH PATRIARKAL MASIH JADI BUDAYA
K
(Sumarni Aini Chabibah, S.S., M.Hum.) Kordiv Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kabupaten Magelang
etimpangan gender tercermin jelas dalam rendahnya keterwakilan perempuan di struktur lembaga perwakilan Indonesia. Bahkan sejak dulu kala sampai sekarang, kuota 30 persen perempuan mengisi kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia tidak pernah tercapai. Berdasarkan data proyeksi penduduk Indonesia tahun 2010-2035, dari total 261,9 juta jiwa pada tahun 2017, penduduk perempuan berjumlah 130,3 juta jiwa atau sekitar 49,75 persen dari populasi. Meski demikian, besarnya populasi perempuan tidak menjadi representasi di dalam parlemen. Porsi perempuan tidak lebih dari 20 persen saja dibandingkan dengan laki-laki. Diakui atau tidak, memang perempuan sulit meraih kursi di legislatif, walau kuota 30 persen untuk perempuan telah ditetapkan sejak Pemilu 2009 lalu. Nyatanya, perempuan tidak pernah berhasil meraih 30 persen dari kuota tersebut. Meski di tahun 2019 ini, keterwakilan perempuan di parlemen mengalami peningkatan dibanding periode sebelumnya. Dari 575 anggota DPR, 136 Dewan Perwakilan Daerah (DPD), sebanyak 120 kursi atau 20,87 persen diisi oleh perempuan. Jumlah tersebut meningkat 22 persen dibandingkan dengan lima tahun silam yang hanya terisi 97 kursi perempuan saja. Sementara di DPD, ada 45 perempuan. Namun lagi-lagi, 30 persen yang diinginkan tak pernah tercapai sampai sekarang. Tidak saja di tingkat nasional, di daerah pun sama. Kabupaten Magelang contohnya. Daerah yang berada di Provinsi Jawa Tengah ini memiliki Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 988.879 jiwa. Dengan rincian 496.561 jiwa adalah perempuan, sedangkan pemilih laki-laki tercatat 492.318 jiwa. Menilik pada Pemilu 17 April 2019 lalu, pengguna hak pilih dalam DPT di Kabupaten Magelang terdapat 850.120 jiwa dengan rincian pemilih perempuan sebanyak 428.446. Sedangkan pemilih laki-laki 421.674 jiwa. Mendasari hal itu, sebenarnya sudah cukup mengasumsikan jika sumber daya perempuan sangat besar. Potensi secara kuantitas ini mestinya bisa merepresentasikan jumlah yang proporsional di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Magelang. Namun, kuantitas perempuan di tataran pemilih rupanya tak berpengaruh
36
?
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
besar terhadap keberhasilan calon legislatif berhasil menduduki kursi wakil rakyat. Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Magelang mencatat Daftar Calon Tetap (DCT) Pemilu legislatif 2019 total 465 orang. Dari jumlah itu, 202 di antaranya adalah perempuan. Data ini menunjukan partisipasi perempuan dalam pencalonan sebagai anggota DPRD di Kabupaten Magelang mencapai 43,4 persen. Persentase ini sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kuota standard 30 persen yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Sayangnya, kendati angka partisipasi perempuan dalam pencalonan yang melebihi standar undang-undang, belum diikuti keberhasilan perempuan melanglang ke parlemen. Hal itu ditunjukan dengan jumlah calon perempuan yang lolos dan berhasil menduduki kursi dalam parlemen di Kabupaten Magelang hanya 7 orang atau hanya 14 persen dari total kursi yang tersedia yakni sebanyak 50 kursi. Jika disandingkan dengan statistik kuantitas, jumlah ini tentu saja jauh dari kata proporsional. Padahal jumlah pemilih perempuan 50 persen lebih dari pemilih laki-laki. Demikian halnya dengan para calon legislatif, 40 persen di antaranya adalah perempuan. Namun, perempuan pula yang mendominasi kegagalan calon legislatif. Jumlah perempuan yang gagal ke parlemen lebih banyak ketimbang jumlah caleg laki-laki yang tidak berhasil. Mengapa keterwakilan legislator porsinya sangat kecil diisi perempuan? Mengapa pula banyak calon legislatif perempuan yang gagal melanglang ke parlemen? Pertanyaan ini menjadi isu strategis, apa yang sebenarnya terjadi dengan
keseteraan gender selama ini. Secara kuantitas jumlah perempuan nyaris sama dengan laki-laki. Namun potensi kegagalan perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan kaum laki-laki untuk urusan politik. Ada beberapa sebab, mengapa politisi perempuan susah menjadi idola, sehingga mereka lebih rawan gagal. Bahkan, meski pemerintah berpihak pada perempuan dengan menentukan jumlah keterisian pendaftar calon legislatif partai politik minimal 30 persen, juga tidak berjalan sesuai harapan. Nyatanya, 30 persen yang diamanatkan kepada parpol, tak merepresentasikan jumlah perempuan di parlemen yang hanya 14 persen di Kabupaten Magelang. Beberapa faktor yang menjadikan perempuan susah mewakili di parlemen antara lain adalah faktor sosial. Di mana di daerah, salah satunya di Kabupaten Magelang masih punya budaya partriarkis yang menempatkan perempuan seolah-olah hanya boleh mengurus soal-soal domestik saja. Tidak dapat dinafikan bahwa budaya itu masih tetap ada meski di era revolusi industri 4.0 sekarang ini. Jelas ini berpengaruh terhadap persoalan perwakilan perempuan. Didasadari atau tidak, dalam kehidupan sehari-hari kita melihat perempuan tidak secara proporsional terlibat dalam pengambilan keputusan. Padahal, secara statistik perempuan menjadi mayoritas ketimbang kaum lakilaki, sehingga semestinya, perempuan punya andil dalam mengambil keputusan. Faktor lain yakni politis. Kurangnya representasi perempuan dalam bidang politik antara lain disebabkan oleh kondisi budaya yang patriarkal, tidak diimbangi kemudahan akses dalam bentuk tindakan afirmatif bagi perempuan, seperti pemberian kuota. Mestinya jika perempuan jumlahnya nyaris sama dengan laki-laki, maka kuota yang diwajibkan bagi partai politik pun harus sama dan proporsional. Selanjutnya di berbagai instrumen politik dan hukum tidak secara eksplisit menunjukkan diskriminasi terhadap perempuan namun tidak pula memberikan pembelaan dan kemudahan bagi perempuan dalam berbagai bidang, termasuk politik. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola seleksi alam antara laki-laki dan perempuan sebagai anggota legislatif, antara lain konteks budaya, persepsi yang sering dipegang adalah bahwa arena politik hanya untuk laki-laki, dan tidaklah pantas bagi perempuan untuk menjadi anggota parlemen. Sebenarnya ada banyak strategi yang bisa diwujudkan untuk meningkatkan representasi perempuan. Diantaranya dengan melibatkan perempuan dalam keaktifan organisasi massa
maupun LSM. Diyakini hal tersebut dapat mendongkrak peranan perempuan dalam politik sebagai implementasi pelaksanaan kesetaraan gender. Seperti di Kabupaten Magelang, jumlah caleg perempuan ini didominasi mereka yang punya latar belakang organisasi perempuan maupun LSM. Dengan kian bertambahnya lembaga ataupun organisasi perempuan, maka secara langsung akan memberikan edukasi bagi perempuan untuk terlibat di dunia politik. Peningkatan pemahaman dan kesadaran perempuan dalam hal pendidikan politik juga sangat diperlukan. Perempuan di Indonesia sudah terlalu lama secara sengaja dibiarkan untuk tidak hadir dan terlibat dalam politik, sehingga pengalaman berpolitik perempuan di Indonesia sudah tentu di belakang laki-laki. Dorongan semangat untuk hadirnya pendidikan politik bagi perempuan tentu menjadi sebuah angin segar bagi perempuan. Perempuan Indonesia akan terbuka pikirannya serta memahami peran pentingnya dalam politik, sehingga perempuan dapat mengakomodir kepentingan kaumnya sendiri, yang mana selama ini seringkali terabaikan. Kemudian strategi lainnya yaitu dengan cara membangun dan memperkuat hubungan antar jaringan dan organisasi perempuan. Dengan begitu, budaya patriarkal lambat laun akan semakin berkurang porsinya, sehingga mampu menempatkan posisi perempuan minimal sejajar dengan laki-laki di tatanan politis. Terlepas dari itu, negara pun harus melindungi hak-hak perempuan dalam berpendapat, sehingga mampu menampik pernyataan jikalau perempuan yang berhasil ke parlemen hanya karena latar belakang ekonomi kuat, memiliki hubungan kekeluargaan dengan pimpinan partai politik atau hubungan dekat dengan pejabat tinggi di pemerintahan, akan hilang secara alamiah. Selain itu, sistem proporsional terbuka juga perlu dipertahankan. Selain bertujuan untuk melawan oligarki dalam partai politik, sistem ini juga akan lebih mendorong partisipasi perempuan, yang mana seringkali di-nomorsekiankan. Melalui sistem ini, fungsi dan kelembagaan partai politik juga didorong untuk lebih terbuka dan demokratis. Dengan sistem terbuka, partai politik didorong untuk serius dalam rekrutmen dan pendidikan politik. Jangan hanya selesai dalam Pemilu 2019, penggunaan sistem proporsional terbuka harus selalu dipertahankan untuk pemilu berikutnya. Perempuan dalam partai politik jangan lagi dianggap sebatas pemenuhan syarat administrasi saja, namun lebih dari itu perempuan dapat menjadikan dirinya politisi perempuan yang sama kuatnya dengan laki-laki. Meski demikian, politisi perempuan perlu menyadari jika kehidupan politik sangatlah kompetitif. Lantas, untuk menghadapi kompetisi politik, perempuan perlu melakukan penguatan diri baik secara personal maupun secara kelompok. Selain itu, juga mengubah pandangan pemikiran dari era primitif ke arah digitalisasi yang lebih efektif dan optimal.
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
37
GAGASAN
BAWASLU AWASI PILKADES MUNGKINKAH ???
Muhammad Dwi Anwar Kholid, S.Pd.I
P
(Kordiv Hukum Datin Bawaslu Kab Magelang)
emilihan Kepala Desa 24 November 2019 yang dilaksanakan serentak di 293 desa se Kabupaten Magelang menorehkan catatan yang berbeda dari pesta hajatan demokrasi serupa pada periode sebelumnya. Halaman media massa dan media sosial sedikit banyak diwarnai oleh kegiatan Bawaslu Kabupaten Magelang yang terjun langsung melaksanakan kegiatan di desa-desa dalam rangka mengupayakan perwujudan sistem demokrasi yang lebih baik. Lebih lebih dalam upaya melawan money politics, Bawaslu Kabupaten Magelang me-launching beberapa desa menjadi desa anti politik uang. Sejumlah 797 calon kepala desa berkompetisi di 21 kecamatan pada hajatan pilkades serentak tahun ini. Calon petahanan masih mendominasi kades terpilih kali ini. Dari 243 calon petahanan terdapat 151 petahanan terpilih kembali menjadi kades di desanya. Calon kades juga diwarnai oleh 33 calon pasangan suami istri dan calon yang terdiri dari bapak dan anak. Hal ini menunjukkan bahwa hajatan demokrasi pilkades serentak tahun 2019 di Kabupaten Magelang dilihat dari sisi calon sudah cukup luas penyebarannya. Meskipun demikian, masih banyak catatan terkait tercederainya proses demokrasi tersebut. Isu money politics masih sangat seksi dibicarakan semua kalangan masyarakat. Bahwa adagium kegiatan politik uang dalam pilkades merupakan bibit-bibit awal terjadinya money politics dalam pemilu dan pilkada, sudah hampir bisa dipahami tanpa penolakan yang berarti. Isu pilkades tanpa kegiatan pengawasan dari lembaga khusus yang dipastikan netral juga merupakan bagian dari diskursus yang hangat dibicarakan. Muncul kemudian pertanyaan dari sebagian masyarakat yang cukup kritis; mungkinkah Bawaslu terlibat dalam kegiatan pengawasan suksesi pilkades ini?
38
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
Regulasi dan Tercederainya Demokrasi
Pilkades, Pilkada dan Pemilu, meski sama sama suksesi demokrasi yang berlandaskan konstitusi kita UUD 1945, namun dilaksanakan menggunakan dasar undang-undang yang berbeda. Bawaslu adalah lembaga penyelenggara pemilu yang berwenang mengawasi proses tahapan pemilu dan pilkada sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Dalam dua undang-undang ini jelas disebutkan nomenklatur Bawaslu sebagai lembaga pengawas dengan tugas fungsi dan wewenang di setiap tingkatannya. Pemilihan Kepala Desa merupakan bagian dari ketentuan pemerintahan desa diatur melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pelaksanaan Undang-Undang ini diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pada Pasal 46 PP 43 Tahun 2014 ini mengatur bahwa pemilihan kepala desa ini diatur dengan peraturan menteri. Maka kemudian muncullah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 65 tahun 2017 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa. Belum cukup sampai disitu, untuk mengatur lebih spesifik berbasis lokalitas wilayah, Pemerintah Kabupaten Magelang kemudian mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemilihan dan Pemberhentian Kepala Desa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Magelang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemilihan dan Pemberhentian Kepala Desa, dan ditegaskan lagi melalui Peraturan Bupati Magelang Nomor 21 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemilihan Kepala Desa sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Bupati Magelang Nomor 33 Tahun 2019 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Bupati Magelang Nomor 21 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemilihan Kepala Desa. Undang-Undang Desa dan regulasi turunannya tersebut sama sekali tidak menyebutkan Bawaslu dalam suksesi pemilihan kepala desa. Bahkan dalam setiap ketentuan umum regulasi tersebut belum menyantumkan terkait kegiatan kepengawasan oleh lembaga pengawas tertentu pada tahapan pemilihan kepala desa. Alhasil, apabila terdapat dugaan pelanggaran dalam ketentuan pasal-pasal dalam regulasi pilkades, ketentuan pidananya akan langsung ditangani Polri menggunakan ketentuan pidana umum dalam KUHP. Sebagai contoh bila terjadi kegiatan money politics, maka Polri dapat menindak berdasarkan Pasal 149 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sayangnya, pelaku money politics dalam ketentuan pasal tersebut sanksinya adalah ancaman dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling besar empat ribu lima ratus rupiah, selain ancamannya sangat ringan pasal ini merupakan delik aduan. Dari penjelasan tersebut, dapat ditarik benang merah bahwa; sesuai konstitusi kedaulatan ada di tangan rakyat, maka setiap suksesi demokrasi baik itu pilkades, pilkada dan pemilu, masyarakat yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih, mempunyai kewenangan mengawasi seluruh tahapannya sebagai pengawas partisipatif. Namun, lembaga pengawas demokrasi yang resmi dibentuk oleh negara baru sampai pada ranah pemilu dan pilkada. Sampai saat ini Bawaslu secara yuridis tidak mempunyai kewenangan pengawasan dalam pemilihan kepala desa. Melihat kenyataan regulasi tersebut, menurut hemat penulis, tercederainya demokrasi dalam pilkades dapat dipastikan masih rentan terjadi. Tercederainya demokrasi tersebut setidaknya dapat dilihat dari beberapa indikator diantaranya; Pertama, regulasi yang belum berpihak pada law enforcement. Regulasi pilkades belum mengatur ketentuan pelanggaran dan sanksinya secara rigid. Kedua, belum adanya lembaga penyelenggara pengawasan penyelenggaraan pilkades yang berdiri netral, independen dan berintegritas. Ketiga, masih maraknya money politics. Dan keempat, relasi kuasa dalam pemerintah desa yang terbentuk cenderung berbau politik balas budi dari pada politik dengan mengedepankan prestasi.
Pilkades Butuh Pengawasan
Demokrasi yang ada di Indonesia merupakan alat yang dapat digunakan untuk mewujudkan kebaikan bersama didalam masyarakat demi tercapainya pemerintahan yang baik (good society dan good government). Pemerintahan yang baik tentu pemerintahan yang dari pusat sampai level paling bawah, yakni pemerintah desa. Pemerintah desa dapat dikatakan baik apabila dipimpin oleh kepala desa yang baik, yang dipilih secara demokratis oleh wargan-
ya tanpa mencederai demokrasi. Pengawasan pilkades yang hanya mengandalkan pengawasan partisipatif masyarakat dimana masyarakat itu sendiri terlibat sebagai bagian dari kekuatan politik akan berdampak buruk bagi kemajuan demokrasi. Apalagi pengawas partisipatif ini tidak didukung infrastruktur regulasi yang kuat. Berdasarkan uraian di atas maka kehadiran lembaga pengawas yang mengawasi dan memastikan pilkades berjalan sesuai aturan dan berlangsung demokratis, merupakan suatu keharusan. Langkah yang paling memungkinkan adalah revisi terhadap rezim Undang-Undang Desa dan turunannya yang mengatur tentang pilkades. Ketika sebuah kepanitiaan pemilihan kepala desa dibentuk, maka kepanitiaan pengawas yang berfungsi mengawasi kegiatan pemilihan juga harus dibentuk. Dengan demikian kinerja panitia pemilihan dan pengawas pemilihan dipastikan berintegritas, pemilihan berjalan dengan luber jurdil sehingga diperoleh kepala desa dengan cara suksesi yang demokratis. Panitia pemilihan dan panitia pengawas pemilihan ini dapat dibentuk oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Alternatif lain yang dapat ditempuh adalah memberikan kewenangan lebih kepada jajaran Bawaslu dan KPU daerah, untuk terlibat dalam suksesi pilkades. Panitia pilkades yang saat ini dibentuk oleh BPD dapat dibentuk oleh KPU daerah bekerjasama dengan BPD desa setempat, begitu juga panitia pengawas pemilihan dapat dibentuk oleh Bawaslu daerah bekerjasama dengan BPD desa setempat. Kerjasama itu minimal bisa dalam bentuk pengkaderan kader penyelenggara pemilihan, baik sebagai pelaksana maupun pengawas tahapan. Tentu hal ini juga harus didukung adanya payung hukum yang kuat, kewenangan KPU dan Bawaslu terlibat dalam pilkades harus menjadi bagian kewenangan yang tercantum dalam Undang-Undang Pemilu. Tawaran terakhir adalah, Bawaslu meskipun belum memiliki kewenangan secara yuridis dalam pengawasan pilkades, namun dapat melakukan kegiatan kegiatan advokasi pengawasan dan pemantauan pilkades dengan membentuk pengawas partisipatif aktif di desa-desa yang melaksanakan pilkades. Walau dengan konsekuensi kegiatan tersebut tentunya menjadi kegiatan non budgeter. Cita-cita yang baik untuk mewujudkan sistem pemilihan kepala desa yang demokratis tersebut, semoga mampu menekan angka korupsi terhadap dana desa yang akhir-akhir ini marak oleh oknum kepala desa yang harus mengembalikan mahalnya modal politik dalam pilkades akibat money politics. Wa Allahu a’lam.
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
39
GAGASAN
BUDAYA LOKAL DAN GERAKAN MELAWAN POLITIK UANG
D
i Kabupaten Magelang ada ratusan kelompok kesenian yang berkembang, tercatat ada beberapa Festival Kebudayaan di Kabupaten yang dikelilingi oleh banyak gunung ini, diantaranya Festival 5 Gunung, Festival Brayat Panangkaran, Festival Telomoyo, Festival Kali Elo dan lain sebagainya, dimana dalam festival tersebut ditampilkan kesenian berupa tarian dan seni musik tradisional. Ada ratusan jenis kesenian tradisional di kabupaten tempat Candi Borobudur berada ini, diantaranya topeng ireng, kuda lumping, soreng, kubro, dan lain-lain. Sampai saat ini seni budaya tersebut terus dijaga oleh masyarakatnya secara turun temurun. Melalui seni itu, masyarakat bisa sekaligus mempupuk kebersamaan dan gotong royong. Uniknya semua masyarakat mulai anak-anak, orang dewasa hingga orangtua terlibat kegiatan seni tersebut. Melihat potensi kesenian yang luar biasa tersebut, Bawaslu Kabupaten Magelang mencoba untuk melaksanakan sosialisasi program kerja Bawaslu, terutama tentang bahayanya politik uang kepada masyarakat melalui media kesenian tradisional tersebut. Beberapa waktu yang lalu Bawaslu Kabupaten Magelang memilih salah satu kesenian yang sedang populer, yaitu Tari Soreng atau lebih dikenal dengan “sorengan� untuk ditampilkan dalam Gelar Budaya Bawaslu Kabupaten
40
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
(M. Yasin Awan Wiratno) Kordiv SDM & Organisasi
Magelang di lereng Gunung Telomoyo, Ngablak Magelang. Tari Soreng ini pernah tampil di Istana Negara pada tanggal 17 Agustus 2019, dalam rangka perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, sebanyak 200 penari soreng menghibur seluruh rakyat Indonesia. Tarian Soreng ini dipilih karena memiliki gerakan yang menunjukan sikap semangat kepahlawanan dan sikap berani berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan. Gerakan tari soreng dinilai bisa memberikan pesan positif kepada masyarakat. Pada masa Pilkada 2018 kemarin, Bawaslu Kabupaten Magelang juga pernah membentuk kelompok tari soreng yang anggota penarinya adalah Pengawas Pemilu Kecamatan. Dari tari soreng yang ditampilkan Bawaslu Kabupaten Magelang tersebut akhirnya moto Bawaslu Kabupaten Magelang dicetuskan, moto tersebut yaitu ‘Siogo Magito Gito’ yang artinya selalu bersiaga setiap saat. Media kesenian lebih mudah diterima oleh masyarakat, untuk menyampaikan pesan Bawaslu Kabupaten Magelang karena hampir sebagian besar desa-desa di Kabupaten Magelang mempunyai grup kesenian, atau minimal pernah menampilkan kelompok kesenian di desanya masing masing.
Disamping itu ketika ada grup kesenian tampil, masyarakat antusias untuk menonton dan melihat atraksi yang ditampilkan, banyaknya masyarakat yang datang tersebut memudahkan untuk sosialisasi program Bawaslu Kabupaten Magelang kepada masyarakat. Terutama program unggulan Bawaslu Kabupaten Magelang yaitu Keluarga Anti Money Politics, dimana masyarakat bisa dengan langsung mendaftar dengan kesadaran sendiri untuk menjadi bagian dari Keluarga Anti Money Politics terutama dalam Pemilu 2024 yang akan datang. Festival Soreng Bawaslu ini sekaligus dimaksudkan untuk menanamkan Gerakan Anti Politik Uang kepada masyarakat di Kabupaten Magelang, karena acara ini sekaligus dijadikan peresmian Desa Anti Politik Uang di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang. Kelima desa tersebut meliputi, Desa Giri Rejo, Desa Jogoyasan, Desa Sumberejo, Desa Pagergunung, dan Desa Pandean. Kelima desa tersebut sebelumnya juga telah menerima sosialisasi dan pembinaan dari Bawaslu Kabupaten Magelang.
Setelah sebelumnya ada 3 Desa Anti Politik Uang yang sudah di-launching oleh Bawaslu Kabupaten Magelang diantaranya Desa Sambak Kecamatan Kajoran, Desa Ngawen Kecamatan Muntilan dan Desa Kaliurang Kecamatan Srumbung, serta 3 Desa Pengawasan antara lain Desa Temanggung Kecamatan Kaliangkrik, Desa Ngargoretno Kecamatan Salaman dan Desa Ketundan Kecamatan Pakis. Pada masa Pilkada 2018 di Kabupaten Magelang sudah ada 2 Kampung Anti Money Politics dan 1 desa Anti Politik Uang sudah terlebih dulu lahir di Kabupaten Magelang. Jumlah desa dalam binaan Bawaslu Kabupaten Magelang total ada 9 desa Anti Politik Uang, 2 Kampung anti money politics dan 3 desa Pengawasan yang telah di-launching oleh Bawaslu Kabupaten Magelang selama ini. Dan Ketika launching desa anti politik uang maupun desa pengawasan, sebagian besar acaranya menampilkan kesenian setempat untuk tampil dan memeriahkan acara Bawaslu Kabupaten Magelang sekaligus sebagai ajang sosialisasi. Diharapkan melalui kesenian lokal ini, Bawaslu bisa selalu hadir ke masyarakat, serta masyarakat tidak hanya pasif lagi ketika ada pelanggaran maupun politik uang di tengah tengah mereka, sehingga harapannya masyarakat berani melapor kepada Bawaslu ketika ada pelanggaran terjadi. Serta menjadi bagian dari Keluarga Anti Money Politics (KAMP) Bawaslu Kabupaten Magelang.
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
41
KAMI TAK HIDUP DARI KESENIAN, MELAINKAN MENGHIDUPI KESENIAN
A
da sebagian orang yang menggantungkan hidup dari dunia seni. Mereka menjadikan kesenian sebagai sumber nafkah keluarga. Namun hal ini tidak berlaku bagi anggota kelompok kesenian soreng “Wahyu Kridho Budhoyo”. Para pelaku seni asal Dusun Mranggen, Desa Kragilan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang ini memiliki cara berbeda dalam memperlakukan seni. Berkesenian bagi mereka adalah cara menikmati hidup, sarana meraih kebahagian dan kebanggaan serta upaya melestarikan tradisi warisan leluhur.
Ya, berkesenian bagi warga lereng Gunung Merbabu adalah ekspresi budaya. Mereka menolak menggantungkan rezeki dari kesenian. Sebaliknya, anggota Wahyu Kridho Budhoyo selalu berikhtiar menghidupi seni. “Kami tidak mau bergantung pada hasil berkesenian. Kami terjun ke dalam kesenian tradisional soreng semata-mata ingin melestarikan seni tradisi. Kami ingin selalu bisa menghidupi kesenian,” kata Sucipto, salah satu pendiri Wahyu Kridho Budhoyo (WKB). Menurut Sucipto, kelompok kesorang. Seluruh anggota paguyuban lereng Gunung Merbabu. Mulai abiskan waktu mereka Gunung Merba-
enian WKB memiliki anggota sekitar 50 berprofesi sebagai petani sayur mayur di subuh hingga sore hari warga menghdi ladang-ladang pertanian di punggung bu.
Barulah sehabis sholat isya, warga berkumpul untuk latihan rutin. Namun jika ada pementasan pada siang hari, maka warga hanya setengah hari pergi ke sawah. Adapun jika harus pentas pada pagi hari, maka warga memutuskan untuk tidak pergi ke ladang. Jika kebetulan waktu pentas dan panen hasil pertanian berbarengan maka warga akan mengatur waktu sedemikian rupa agar hasil pertanian tetap bisa dipanen dan hobi mereka berkesenian bisa tersalurkan. “Setiap hari kami mengangkut pupuk kandang, menanam sayuran, dan mencangkul ladang. Kami tidak minder, kami justru bangga dengan profesi kami. Kami bisa menghidupi seni dan sekaligus melestarikan tradisi,” kata Sucipto. Kelompok kesenian pimpinan Siswanto ini berhasil menjadi juara pertama Festival Soreng dalam acara Gelar Budaya Bawaslu Kabupaten Magelang di Area Parkir Gunung Telomoyo, (17/11/2019). Mereka tampil lebih baik dari peserta festival lainnya sehingga berhak membawa pulang trophy dan hadiah. Sebelumnya, WKB menjadi juara harapan ketiga dalam lomba di Ketep Pass, Sawangan dan juara 3 dalam acara Metamorfosart di Grabag, Magelang. Selain mengikuti lomba dan festival, kelompok kesenian soreng ini juga turut berpartisipasi dalam setiap acara perayaan HUT RI dan pemecahan Rekor MURI yang digelar Pemkab Magelang. Anggota lainnya, Prayitno mengungkapkan pi-
42
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
HUMANIORA haknya menerima sejumlah uang ketika pentas maupun memenangkan festival. Seluruh uang yang diterima menjadi kas WKB dan tidak ada yang digunakan untuk pribadi. Uang kas tersebut dimaksudkan untuk operasional kelompok dan biaya perbaikan perlengkapan pementasan. Mereka sadar betul bahwa uang bukan segalanya, yang terpenting adalah perasaan bangga dan bahagia dapat turut serta melestarikan budaya. “Kami sangat bangga menjadi juara pertama Festival Soreng Bawaslu. Apalagi program Anti Money Politics Bawaslu Kabupaten Magelang sesuai semangat dan prinsip kami,” kata dia. Dijelaskan bahwa selama perhelatan Pemilu Serentak 2019 warga tidak menerima money politics. Warga juga memasang stiker Keluarga Anti Money Politics (KAMP) dari Bawaslu Kabupaten Magelang di pintu rumah masing-masing. Warga merasa money politics merupakan sumber perusak moral bangsa dan menjadi ancaman nyata demokrasi. Untuk itu, masyarakat berharap program-program Bawaslu terus dipertahankan dan dikembangkan. Gerakan Anti Money Politics Bawaslu Kabupaten Magelang melalui program Keluarga Anti Money Politics, Kampung Anti Money Politics dan Desa Anti Politik Uang (Desa APU) dan lainnya dinilai memberikan dampak positif dan menjadi sarana edukasi politik yang baik. Menurut Prayitno kelompok kesenian Wahyu Kridho Budhoyo sebenarnya tergolong masih baru karena dibentuk sekitar tahun 2018. Namun WKB merupakan kelanjutan dan hasil reinkarnasi dari kesenian rakyat tahun 1960. “Sekitar tahun 1960-1970, warga Dusun Mranggen sudah punya kesenian soreng, yang kala diberi nama “Putra Mandala” namun kemudian vakum,” kata dia. Sebagian anggota kelompok kemudian menggeluti kesenian lain yakni Cakar Lele, dan bergabung dalam kelompok kesenian “Cahaya Baru Kridho Kuncoro” hingga sekitar tahun 1990-2000. Pada tahun 2018 warga lalu mendirikan kesenian soreng lagi dengan nama “Wahyu Kridho Budhoyo” hingga sekarang. Soreng merupakan kesenian tarian keprajuritan yang menceritakan tentang kisah Pangeran Aryo Penangsang dan Patih Ronggo Metahun di Kadipaten Jipang Panolan. Patih Ronggo Metahun adalah tokoh yang merawat Aryo Penangsang sejak kecil hingga menjadi raja. Diceritakan bahwa Aryo Penangsang merupakan sosok raja yang gagah perkasa, sakti mandraguna dan memiliki banyak pengikut. Ia memiliki kepribadian teguh, sikap tegas dan tidak ada kompromi membela kebenaran. Namun dalam banyak versi sejarah, Aryo Penangsang digambarkan sebagai sosok adigang, adigung dan iri terhadap Sultan Hadiwijaya dari Kerajaan Pajang. Aryo Penangsang membangun kekuatan militer untuk merebut kembali tahta kerajaan Demak dan membalas dendam kematian ayahnya Pangeran Surowiyoto (Pangeran Sekar) atau lebih dikenal dengan Raden Kikin. Raden Kikin dibunuh oleh keponakannya sendiri yakni Sunan Prawoto, putra Sultan Trenggono. Pasukan Aryo Penangsang sangat tangguh, diantaranya Soreng Rono, Soreng Rungkut dan Soreng Pati. Mereka berhasil membunuh Sunan Prawoto dengan keris Kyai Setan Kober. Pangeran Hadiri, suami Ratu Kalinyamat juga tewas di tangan pasukan Aryo Penangsang. Permusuhan diantara keturunan Raden Fatah ini akhirnya juga menewaskan Aryo Penangsang. Aryo Penangsang gugur di medan laga di tepi Bengawan Solo. Aryo Penangsang tertusuk tombak yang dipegang Raden Sutawijaya (putra Ki Ageng Pemanahan) di bagian perut. Meski usus terburai, Aryo Penangsang dengan menunggang kuda Gagak Rimang berhasil meringkus Sutawijaya. Namun saat menghunus keris Setan Kober, Aryo Penangsang justru mengenai ususnya sendiri sehingga putus. Aryo Penangsang yang sakti akhirnya meninggal dunia. Kisah Aryo Penangsang inilah yang kemudian dipentaskan ke dalam berbagai gerak tarian soreng. Untuk mementaskan kisah Aryo Penangsang ini para penari membutuhkan waktu lebih dari 30 menit. Namun seringkali dalam festival, waktu yang diberikan hanya 10-20 menit sehingga ragam gerak tarian pun disesuaikan dengan alur cerita dan durasi waktu. Kesenian soreng memiliki ciri khas tarian yang sederhana, spontan, dan mudah. Meskipun sederhana, gerakan tari soreng memiliki susunan gerak yang rancak dan kompak. Gerakan ini diambil dari gerakan prajurit serta menyiratkan gerakan perang berkuda. Kesenian ini menggunakan musik tradisional jawa seperti kendang, bonang, bendhe, kempul, kethuk, dan terkadang dimodifikasi dengan drum. Melihat gerakan soreng yang rancak dan kompak ini, mengingatkan pada semangat prajurit yang berani, tangguh dan setia pada rajanya. Semangat inilah yang menginisiasi Bawaslu Kabupaten Magelang dalam menggelar Festival Soreng di Gunung Telomoyo. Semangat keprajuritan dalam kesenian soreng menggambarkan tekad dan semangat Bawaslu mewujudkan demokrasi yang sehat dan berkualitas. Bawaslu berkomitmen untuk selalu berani dalam melawan money politics, tangguh dalam menjalankan tugas pengawasan, serta setia dengan negara. (alfina, joyo)
Buletin Bawaslu Kabupaten Magelang edisi 02/2019
43