Melawan Money Politics "Catatan Pengawasan Pemilu 2019"

Page 1




Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta 1.

2.

3.

4.

Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah). Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/ atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/ atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Setiap Orang yang memenuhi unsursebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).


BAWASLU KABUPATEN MAGELANG


Melawan Money Politics Catatan Pengawasan Pemilu 2019 Bawaslu Kabupaten Magelang Editor: M. Habib Shaleh, S.S. Perancang Sampul: Ochim Penata Letak: Maris Nazum S Tahun Terbit, Cetakan I Desember 2019

Bawaslu Kabupaten Magelang Jl. Soekarno Hatta No. 9 Kota Mungkid, Kabupaten Magelang Jawa Tengah, Indonesia 120 hlm. : 14 x 21 cm ISBN : 978-623-92484-0-6 Hak Cipta terpelihara dan dilindungi Undang-Undang


SEKAPUR SIRIH

Salah satu sisi lemah budaya bangsa Indonesia adalah rendahnya tradisi tulis menulis dan tradisi membaca. Masyarakat Indonesia lebih suka menonton dan mendengar ketimbang menuliskan pengalaman dan pengetahuan mereka ke dalam buku, majalah, maupun koran. Masyarakat Indonesia cenderung lebih menggemari sinetron, telenovela, drama korea (drakor) dan sandiwara radio. Seiring perkembangan zaman, kita harus meningkatkan budaya literasi masyarakat. Buku Melawan Money Politics ini diterbitkan salah satu tujuannya adalah untuk menumbukan budaya literasi masyarakat, khususnya terkait penyelenggaraan pemilu. Buku ini terdiri dari sekian tulisan karya komisioner dan staf Bawaslu Kabupaten Magelang. Sesuai tema, seluruh tulisan buku ini membahas politik uang dari berbagai sisi, berdasarkan data-data dan fakta selama kontestasi Pemilu 2019. Buku Melawan Money Politics ini istimewa karena prolog ditulis oleh Ketua Bawaslu RI Abhan SH MH. Bawaslu Kabupaten Magelang mengupas tuntas politik uang dari berbagai sisi dalam buku ini. Buku ini dibuka dengan tulisan Melawan Money Politics Berbasis Keluarga. Keluarga menjadi elemen penting strategi Bawaslu Kabupaten Magelang dalam mencegah dan melawan politik uang. Judul tulisan ini sekaligus merupakan program unggulan Bawaslu Kabupaten Magelang yakni Keluarga Anti Money Politics (KeAMP), Kampung Anti Money Politics (KAMP) dan Desa Anti Politik Uang (Desa APU). Tulisan selanjutnya adalah kondisi faktual Money Politics dalam Undang Undang Pemilu no 7 Tahun 2017, kemudian Money Politics Antara Kebutuhan dan Larangan, Rekomendasi Bawaslu untuk Menambal Regulasi Pemilu yang Bolong-bolong, Strategi Mencegah Sengketa Proses Pemilu, Menitipkan Pesan Anti Money Politics kepada Saksi Parpol, dan PTPS sebagai Ujung Tombak Terciptanya Keluarga Anti Money Politics. - vii -


Buku ini juga diperkaya dengan kajian politik uang dari sudut pandang agama Islam lewat tulisan Politik Uang Menurut Kacamata Agama. Kemudian Problematika Sanksi Pidana Bagi Pelaku Money Politics, dan Perempuan Lawan Politik Uang. Lalu tulisan Mengapa Masyarakat Tidak Berani Laporkan Dugaan Pelanggaran Pemilu, Jika Pelanggaran Administrasi TSM Mudah Diproses, Money Politics Berkurang, Penanganan Pelanggaran Politik pada Pemilu 2019 dan Desa Sapu JagaD Persempit Ruang Gerak Politik Uang. Buku ini Ditutup dengan tulisan Modus Baru Money Politics di Era Gen-Y, Pencegahan Praktik Politik Uang dalam Pemilu (Dari Gerakan Moral Menuju Gerakan Sosial Keluarga Anti Money Politics), dan Magelang Pioner Gerakan Kampung Anti Money Politics. Lewat buku Melawan Money Politics ini, Bawaslu Kabupaten Magelang berusaha membangun Gerakan Anti Money Politics di tengah masyarakat. Selain lewat buku, gerakan ini juga dibangun Bawaslu dengan pemanfaatan kesenian tradisional, stikerisasi dan lainnya. Edukasi politik ini merupakan strategi untuk membangun dan membangkitkan kesadaran masyarakat. Selamat membaca. Selamat berselancar dalam gelombang gagasan anti politik uang Bawaslu Kabupaten Magelang. Semoga Allah SWT meridhoi langkah Bawaslu mewujudkan pemilu bersih dan berintegritas. Siogo Magito Gito. Magelang, November 2019 Ketua Bawaslu Kabupaten Magelang

Muhammad Habib Shaleh, SS

- viii -


Prolog Ketua Bawaslu Republik Indonesia Abhan, S.H., M.H

DEMOKRASI SEHAT TANPA POLITIK UANG

M

oney politics atau politik uang menjadi ancaman nyata upaya bangsa Indonesia untuk mewujudkan pemilu yang bersih, berintegritas dan bermartabat. Hal ini karena praktik politik uang membuat biaya politik menjadi mahal. Pada akhirnya, politik uang akan mendorong perilaku korupsi karena para pelaku politik tentunya menginginkan modal yang mereka keluarkan bisa kembali. Untuk bisa menumbuhkan demokrasi yang sehat maka Indonesia sebagai sebuah bangsa harus bersama-sama memerangi politik uang. Perilaku negatif ini harus dijadikan musuh bersama karena terbukti merusak sendi-sendi kehidupan bangsa. Kita hanya bisa mewujudkan demokrasi sehat apabila pemilu dan pilkada bersih dari praktik politik uang. Politik uang ini sebenarnya merupakan salah satu bentuk dari risywah atau suap dan penyuapan. Dalam sebuah hadist shahih yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud Rasulullah SAW bersabda: “la’anallohu ar roosyi wal murtasyi.� Artinya: Allah melaknat orang yang memberi suap dan menerima suap. Dalam riwayat lain juga disebutkan bahwa Rasulullah SAW melaknat orang yang memberi suap, menerima suap, dan orang yang menjadi perantara dalam upaya suap. Sebagai lembaga resmi yang diberi amanah Undang-undang, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) selalu melakukan pengawasan ketat praktik politik uang, baik dalam pemilihan umum maupun pilkada. Strategi Bawaslu adalah mengedepankan pencegahan dengan tanpa mengesampingkan penindakan pelanggaran. Data menunjukkan Bawaslu berhasil menindak tegas berbagai pelanggaran selama Pemilu Serentak 2019. Di aspek pencegahan, berbagai - ix -


strategi dan inovasi pencegahan yang dilakukan Bawaslu selama ini terbukti mampu menekan praktik-praktik politik uang. Seperti dilakukan Bawaslu Kabupaten Magelang yang menciptakan inovasi pencegahan dengan membuat program Keluarga Anti Money Politics (KeAMP), Kampung Anti Money Politics (KAMP) dan Desa Anti Politik Uang (Desa APU). Program Keluarga Anti Money Politics bahkan mampu merekrut 10 keluarga per TPS. Ini menarik karena tugas Pengawas TPS tidak hanya melakukan pengawasan tahapan pemilu di TPS namun juga merekrut keluarga-keluarga di sekitar TPS untuk ikut menolak dan melawan praktik-praktik politik uang di sekitar lingkungan mereka. Demikian juga program Kampung Anti Money Politics yang berhasil menjadikan warga satu kampung kompak menolak politik uang. Bawaslu Kabupaten Magelang kini sudah memiliki 2 KAMP, 8 Desa Anti Politik Uang (Desa APU) dan 3 Desa Pengawasan dan akan terus bertambah. Program Bawaslu Kabupaten Magelang ini ibarat menciptakan sentra-sentra perlawanan terhadap praktik money politics. Mereka menebarkan virus-virus kebaikan sehingga menumbuhkan demokrasi yang lebih baik dan lebih sehat. Virus kebaikan tentu harus terus ditumbuhkan dan disebarluaskan tidak hanya di Kabupaten Magelang namun di seluruh pelosok Tanah Air. Jika saja program ini bisa diadopsi seluruh kabupaten dan kota maka peluang mewujudkan pemilu bersih semakin terbuka. Demokrasi kita akan lebih sehat. Untuk itu, Bawaslu Republik Indonesia menyambut baik langkah Bawaslu Kabupaten Magelang dalam menuliskan inovasi pencegahan pelanggaran ke dalam bentuk buku. Dengan demikian gagasan Gerakan Melawan Politik Uang bisa disebarkan ke seluruh Indonesia. Membaca Buku Melawan Money Politics karya komisioner dan staf Bawaslu Kabupaten Magelang ini kita seperti disuguhi segudang persoalan politik uang dalam pesta demokrasi kita. Ada banyak data dan fakta politik uang dalam Pemilu 2019 diungkap para penulis. Mereka juga menyuguhkan solusi pencegahan ala Kabupaten Magelang. Solusi ini meski bersifat lokalitas berdasarkan pengalaman dan tantangan yang ada di Kabupaten Magelang namun bisa diadopsi daerah lain. Penciptaan inovasi-inovasi pencegahan seperti ini saya kira harus terus di-x-


tumbuhkan. Dengan menulis buku, Bawaslu Kabupaten Magelang akan meningkatkan budaya literasi. Ke depan budaya tulis menulis para penyelenggara pemilu harus terus ditradisikan sehingga membuka ruang belajar. Ini akan menjadi modal penting untuk perbaikan penyelenggaraan pemilu dan pilkada di masa depan. Apa yang dilakukan Bawaslu Kabupaten Magelang ini sebangun dengan kebijakan Bawaslu Republik Indonesia untuk menjadi badan publik yang paling transparan. Kami ucapkan selamat dan sukses kepada sahabat-sahabat Bawaslu Kabupaten Magelang atas karya dan kinerja mereka.

Jakarta, November 2019 ABHAN

- xi -


DAFTAR ISI

SEKAPUR SIRIH PROLOG KETUA BAWASLU RI DAFTAR ISI

VII IX XII

1. Melawan Money Politics Berbasis Keluarga (MH Habib Shaleh, S.S)

15

2. Celah Money Politics Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (Fatach Yasin, S.H)

19

3. Money Politics, Antara Kebutuhan & Larangan (Alfina Elok Faiqoh, S.H)

27

4. Rekomendasi Menambal Regulasi: Menjerat Pelaku Money Politics (M. Dwi Anwar Kholid, S.Pd.I)

31

5. Strategi Cegah Potensi Sengketa Proses Pemilu (Sumarni Aini Chabibah, S.S, M.Hum)

39

6. Menitipkan Pesan Anti Money Politics Kepada Saksi Partai Politik (Desiana Lutfiani, S,H)

45

7. PTPS Ujung Tombak Keluarga Anti Money Politics (Danang G. Dwi Joyo., S,H)

49

- xii -


8. Politik Uang Masuk Kategori Risywah (M. Taufik, S,H)

53

9. Problematika Sanksi Pidana Bagi Pelaku Money Politics (Rendra Firmansah, S.H)

57

10. Perempuan Lawan Politik Uang (Sumarni Aini Chabibah, S.S, M.Hum)

63

11. Mengapa Masyarakat Tidak Berani Laporkan Pelanggaran? (M. Yasin Awan Wiratno)

71

12. Jika Pelanggaran Administrasi TSM Mudah Diproses, Money Politics Berkurang (M. Dwi Anwar Kholid, S.Pd.I)

75

13. Penanganan Pelanggaran Politik Uang Pemilu 2019 (Fauzan Rofiqun, S.Ag)

85

14. Desa SapujagaD Persempit Ruang Politik Uang (Bella Suci N., S.Pd)

91

15. Modus Baru Money Politics Di Era Gen-Y (Shanita Nuraini T., S.H)

95

16. Pencegahan Praktik Politik Uang Dalam Pemilu (Fauzan Rafiqun, S.Ag)

99

17. Magelang Pelopori Kampung Anti Money Politics (MH Habib Shaleh, S.S)

103

DAFTAR PUSTAKA BIOGRAFI PENULIS

109 113 - xiii -



MH Habib Shaleh, S.S.

Melawan Money Politics Berbasis Keluarga

D

ata Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan ada 105 kepala daerah yang ditangkap KPK karena terlibat korupsi antara tahun 2004 sampai 2019. Angka ini akan melonjak jika menghitung anggota DPR maupun pihak swasta yang terlibat korupsi. Sepanjang tahun 2018, KPK tercatat melakukan operasi tangkap tangan (OTT) sebanyak 28 OTT dan menetapkan 108 tersangka. Mereka terdiri dari kepala daerah, penegak hukum, anggota dewan, pejabat pajak, hingga kepala lapas. Total KPK mengerjakan 157 penyelidikan, 178 penyidikan, 128 penuntutan, dan 102 eksekusi atas putusan pengadilan selama 2018. Dari jumlah kasus korupsi sebanyak itu, penyuapan menjadi perkara terbanyak yakni 152 perkara, disusul pengadaan barang atau jasa 17 perkara, dan pencucian uang 6 perkara. Yang menarik, anggota legislatif merupakan pelaku korupsi terbanyak yang masuk sel KPK yaitu 91 perkara. Kemudian kepala daerah aktif 29 perkara dan 2 mantan kepala daerah. Adapun pejabat eselon I hingga IV yang ditangani KPK ada 20 perkara. Meski KPK juga melakukan berbagai upaya pencegahan namun data KPK tahun 2019 menunjukkan pelaku korupsi tidak susut dan bahkan cenderung meningkat. Pada 2-3 September 2019, KPK bahkan melakukan tiga operasi tangkap tangan (OTT) dalam tempo 2 hari, yang terdiri dua kepala daerah dan Direksi PT - 15 -


Perkebunan Nusantara (PTPN III). Pertanyaan yang harus kita cari jawabannya adalah mengapa peningkatan OTT KPK tidak menyurutkan niat dan minat para pelaku korupsi untuk merugikan keuangan negara. Banyak pihak kemudian menyalahkan KPK lebih fokus pada penindakan ketimbang melakukan pencegahan korupsi. Namun faktanya, KPK sudah gencar melakukan serangkaian pencegahan korupsi. Menurut pendapat sejumlah pakar korupsi bisa sedemikian mewabah di Indonesia karena sistem politik di Indonesia berbiaya tinggi. Seseorang jika ingin menduduki jabatan kepala daerah maupun anggota DPR/DPRD harus mengeluarkan uang yang sangat banyak. Bahkan jika gaji dan tunjangan selama masa jabatan 5 tahun tetap tidak akan sebanding dengan biaya pencalonan, kampanye dan biayabiaya lainnya. faktor ini tentunya akan mendorong pejabat politik untuk mencari pengembalian modal sekaligus mencari biaya untuk mempertahankan jabatan. Hal ini akan menjadi lingkaran setan yang sulit diurai dan dicari obat mujarabnya, Jamu yang paling manjur tentunya mengubah sistem politik biaya tinggi menjadi lebih murah. Namun hal ini tentu lebih mudah digagas ketimbang dilaksanakan. Banyak konsekuensi yang bakal terjadi dan menjadi penghalang. Jika menunggu perubahan sistem politik tentu akan membutuhkan waktu lama dan justru akan menambah kronis korupsi. Untuk itu, Bawaslu Kabupaten Magelang menggagas perlunya perlawanan korupsi dari dalam masyarakat. Masyarakat didorong tidak hanya menolak namun melawan dengan sepenuh jiwa dan semangat membara. Seperti slogan Bawaslu, lawan dan tolak money poltics. Kenapa money politics?, karena inilah induk dan inang dari segala macam korupsi. Para pejabat dan anggota DPR/DPRD harus melakukan money politics untuk terpilih. Biaya politik yang tinggi untuk menduduki jabatan inilah yang harus dicegah dan dikurangi dengan keterlibatan langsung masyarakat. Dalam konteks ini, masyarakat harus menjadi sumbyek perlawanan, terutama keluarga. Kenapa keluarga? Karena keluarga adalah soko guru masyarakat. Ketika keluarga berhasil dibenahi maka akan menjadi simpul-simpul perlawanan korupsi. Semakin banyak keluarga yang menolak dan melawan money politics maka biaya politik akan lebih murah. Inilah yang digagas Bawaslu Kabupaten Magelang dengan program Keluarga Anti Money Poltics (KAMP). Program KAMP ini awalnya digencarkan Bawaslu Kabupaten Magelang untuk menekan angka money politics selama Pilkada 2018. Program ini diluncurkan 8 Juni 2018 oleh Ketua Bawaslu Jawa Tengah Fajar Saka. Karena dinilai berhasil, pro- 16 -


gram KAMP dilanjutkan menjelang Pemilu serentak 2019. Tidak tanggung-tanggung, Ketua Bawaslu RI Abhan hadir ke Kabupaten Magelang untuk menggerakkan program Keluarga Anti Money Politics. Program ini bersifat wajib untuk seluruh jajaran Bawaslu beserta keluarganya. Komisioner bersama sekretariat Bawaslu Kabupaten Magelang wajib menjadi anggota KAMP. Demikian juga komisioner dan sekretariat Panwascam, pengawas desa (Panwas Desa), dan Pengawas TPS. Total ada 4.918 keluarga. Setelah jajaran Bawaslu menjadi Keluarga Anti Money Politics, Bawaslu Kabupaten Magelang membuka pendaftaran untuk masyarakat umum bergabung secara sukarela. Pendaftaran ini bersifat terbuka dan partisipatif. Masyarakat bisa mendaftar KAMP di kantor Bawaslu Kabupaten Magelang, sekretariat Panwascam bahkan sampai rumah tinggal Panwascam, Panwasdes dan Pengawas TPS. Pendaftaran juga dibuka di tempat-tempat publik seperti pasar, Car Free Day dan lokasi wisata. Hasilnya, ada ratusan keluarga yang suka rela mendaftar KAMP. Menjelang Pemilu 2019, program ini semakin digencarkan ke seluruh pelosok kampung-kampung. Pengawas Desa diwajibkan merekrut 15 keluarga dalam satu desa dan Pengawas TPS wajib merekrut 10 keluarga dalam setiap TPS. Dengan jumlah TPS Pemilu 2019 sebanyak 4.331 TPS maka ditargetkan ada 43.310 Keluarga Anti Money Politics dari unsur masyarakat. Atau total 48.228 Keluarga Anti Money Politics selama Pemilu 2019. Bawaslu Kabupaten Magelang memasang puluhan ribu stiker bertema Keluarga Anti Money Politics di rumah tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh kampung dan rumah sekitar TPS. Tema stiker yakni Kami Keluarga Anti Money Politics, Kami Sekeluarga Menolak Money Politics dll. Dengan semakin banyak keluarga bergabung menjadi Keluarga Anti Money Polics Bawaslu Kabupaten Magelang berharap ruang gerak pelaku money politics semakin terbatas dan semakin sempit. Program ini adalah sebuah ikhtiar Bawaslu untuk mencegah dan menekan angka money politics. Hal ini sesuai fungsi dan tugas Bawaslu sesuai UU 7 tahun 2017 tentang Pemilu yakni melakukan pencegahan pelanggaran. Lalu apakah Kabupaten Magelang sudah bebas dari segala macam bentuk money politics? Berdasarkan hasil pengawasan Bawaslu Kabupaten Magelang, money politics masih ada selama kontestasi Pemilu 2019. Namun jumlahnya sudah menurun dibanding Pemilu 2014. Selain itu, para calon legislatif dan tim sukses juga tidak melakukan percobaan money politics secara terbuka. Perilaku para calon legislatif dan timses untuk money politics tetap ada namun sudah berubah dan tidak - 17 -


semasif sebelumnya. Untuk itu, program pencegahan seperti Keluarga Anti Money Politics ini harus terus dilanjutkan dan digencarkan dengan melibatkan pemerintah, KPU, Polri, TNI serta ormas dan tokoh-tokoh lokal. Tanpa ada keterlibatan banyak pihak, cita-cita memberantas money politics hanyalah utopia. Bukankah money politics ada karena sistem politik yang disepakati para elit politik. Money politics bisa marak karena ada penerimaan dari masyarakat. Dalam pemilu dan pilkada, niat dan kesempatan money politics menemukan momentum sempurna. Semangat untuk menolak dan melawan money poltics harus menjadi bagian dari sikap dan karakter serta gaya hidup masyarakat Indonesia. Karakter ini hanya bisa dibangun dan ditumbuhkan dengan pendidikan politik secara terus menerus dengan melibatkan semua pihak. Bawaslu Kabupaten Magelang sudah memulai maka selanjutnya keterlibatan dan dukungan elit politik dan para tokoh akan menentukan keberhasilan pencegahan money politics di Indonesia.

- 18 -


Fatach Yasin, S.H

Celah Money Politics Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum

D

emokrasi merupakan salah satu bentuk sistem pemerintahan dari berbagai sistem pemerintahan yang ada di dunia. Sistem yang memberikan kekuasaan di tangan rakyat ini dianggap menjadi sistem pemerintahan modern dan terbaik saat ini. Demokrasi menjadi tonggak suksesi kekuasan yang paling ideal. Indonesia sebagai salah satu negara di era modern menganut sistem demokrasi pada sistem kenegaraannya. Demokrasi yang menjadi mazhab bernegara Indonesia diakulturasikan dengan Pancasila sehingga lahirlah Demokrasi Pancasila yang menjadi guidance Negara Indonesia dalam bernegara. Pasal I ayat (2) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UndangUndang Dasar.� Makna dari “kedaulatan berada di tangan rakyat� yaitu bahwa rakyat memiliki kedaulatan, tanggung jawab, hak, dan kewajiban untuk secara demokratis memilih pemimpin yang akan membentuk pemerintahan guna mengurus dan melayani seluruh lapisan masyarakat, serta - 19 -


memilih wakil rakyat untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Perwujudan kedaulatan rakyat dilaksanakan melalui pemilu sebagai sarana bagi rakyat untuk memilih pemimpin melalui Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih dalam satu pasangan secara langsung serta memilih wakilnya yang akan menjalankan fungsi melakukan pengawasan, menyalurkan aspirasi politik rakyat, membuat undang-undang sebagai landasan bagi semua pihak di Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menjalankan fungsi masing-masing, serta merumuskan anggaran pendapatan dan belanja untuk membiayai pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut. Demokrasi yang menjadikan rakyat sebagai subyek dan obyek akan lebih cenderung adil dalam separation of power, meskipun dalam praktiknya di Indonesia lebih ke arah distribution of power. Di sisi lain, demokrasi sangatlah membutuhkan kekuatan finansial yang tidak sedikit dalam menjalankan roda-roda demokrasi. Perhelatan pesta akbar lima tahunan tersebut membutuhkan kekuatan materi yang tidak sedikit, bukan hanya dari setiap peserta pesta demokrasi, melainkan juga penyelenggara demokrasi yaitu negara. Dalam sejarah demokrasi di Indonesia, berbagai fenomena praktik pemilihan umun lahir tidak selalu mencerminkan asas-asas demokratis. Salah satu praktek dalam berdemokrasi yang sangat lazim mewarnai kontestasi pemilihan umum adalah politik uang (money politics). Dapat dipastikan praktik money politics terjadi dalam setiap perhelatan pesta demokrasi sehingga sesungguhnya sangatlah menciderai esensi dari cita-cita luhur demokrasi. Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum tidak ada definisi politik uang, namun dalam pasal-pasal UndangUndang tersebut diatur larangan praktek money politics. Pasal 280 ayat (1) huruf j mengatur, “Pelaksana, peserta, dan tim Kampanye Pemilu dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta Kampanye Pemilu.� Penjelasan Pasal tersebut cukup jelas. Pasal ini mengatur larangan praktik money politics pada masa kampanye, subyek hukum yang dilarang dalam pasal ini adalah pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu, norma larangannya adalah menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya, obyek dari pasal ini adalah peserta kampanye pemilu. Dengan pasal ini, orang atau badan yang bukan merupakan pelaksana, peserta dan tim kampanye pemilu tidak dapat - 20 -


dijerat dengan pasal ini ketika dia melakukan perbuatan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye. Kesimpulan di atas berdasar dari beberapa pertimbangan hukum di bawah ini: 1. untuk dapat dikatakan sebagai pelaksana kampanye harus ada bukti tertulis penunjukan sebagai pelaksana kampanye dari peserta pemilu; 2. untuk dapat dikatakan sebagai peserta pemilu adalah partai politik untuk pemilu anggota DPR, anggota DPRD Provinsi, anggota DPRD Kabupaten/Kota, perseorangan untuk pemilu anggota DPD, dan pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik untuk Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden; dan 3. untuk dapat dikatakan tim kampanye pemilu harus ada bukti administratif pembentukan tim yang dibentuk oleh pasangan calon bersama-sama dengan partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan pasangan calon, yang didaftarkan ke KPU dan bertanggung jawab atas pelaksanaan teknis penyelenggaraan kampanye. Dengan norma dan unsur larangan yang diatur dalam Pasal 280 ayat (1) huruf j Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, terdapat celah money politics. Orang atau badan yang bukan orang atau badan yang bukan merupakan pelaksana, peserta dan tim kampanye pemilu yang melakukan perbuatan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye tidak dapat dikatakan sebagai money politics. Bisa saja salah satu peserta pemilu meminjam tangan orang yang bukan merupakan pelaksana, peserta dan tim kampanye pemilu untuk melancarkan aksi money politics pada masa kampanye. Pasal 284 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengatur: “Dalam hal terbukti pelaksana dan tim Kampanye Pemilu menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara langsung atau tidak langsung untuk: 1. tidak menggunakan hak pilihnya; 2. menggunakan hak pilihnya dengan memilih Peserta Pemilu dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah; 3. memilih Pasangan Calon tertentu; - 21 -


4. memilih Partai Politik Peserta Pemilu tertentu; dan/atau 5. memilih calon anggota DPD tertentu, dijatuhi sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.” Penjelasan pasal tersebut, “Yang dimaksud dengan “menjanjikan atau memberikan” adalah inisiatifnya berasal dari pelaksana dan tim Kampanye Pemilu yang menjanjikan dan memberikan untuk memengaruhi Pemilih. Yang dimaksud dengan “materi lainnya” tidak termasuk meliputi pemberian barang-barang yang merupakan atribut Kampanye Pemilu, antara lain kaus, bendera, topi dan atribut lainnya serta biaya makan dan minum peserta kampanye, biaya transport peserta kampanye, biaya pengadaan bahan kampanye pada pertemuan terbatas dan/atau pertemuan tatap muka dan dialog, dan hadiah lainnya berdasarkan nilai kewajaran dan kemahalan suatu daerah yang ditetapkan dengan Peraturan KPU.” Pasal 286 ayat (1) mengatur : “Pasangan Calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, pelaksana kampanye, dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi Penyelenggara. Pemilu dan/atau Pemilih.” Penjelasan Pasal 286 ayat (1) di atas adalah: “Yang dimaksud dengan “menjanjikan dan/atau memberikan” adalah inisiatifnya berasal dari pelaksana dan tim Kampanye Pemilu yang menjanjikan dan memberikan untuk memengaruhi Pemilih. Yang dimaksud dengan “materi lainnya” tidak termasuk barang-barang pemberian yang merupakan atribut Kampanye Pemilu, antara lain kaus, bendera, topi, dan atribut lainnya serta biaya/ uang makan dan minum peserta kampanye, biaya/uang transport peserta kampanye, biaya/uang pengadaan bahan kampanye pada pertemuan terbatas dan/atau pertemuan tatap muka dan dialog, dan hadiah lainnya berdasarkan nilai kewajaran dan kemahalan suatu daerah yang ditetapkan dengan Peraturan KPU.” Pasal 284 dan Pasal 286 merupakan artikulasi dari Pasal 280 ayat (1) huruf j Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, terdapat 2 (dua) celah money politics dalam pasal ini: 1. pembatasan yang diatur dalam penjelasan pasal demi pasal, dalam penjelasan terdapat frasa “Yang dimaksud dengan “menjanjikan atau memberikan” adalah inisiatifnya berasal dari pelaksana dan tim kampanye Pemilu yang menjanjikan - 22 -


dan memberikan untuk memengaruhi pemilih.� Dengan pembatasan inisitaif berasal dari pelaksana dan tim kampanye, jika ada pelaksana dan tim kampanye yang memberikan uang atau materi kepada orang atau sekelompok orang karena dia dimintai bantuan/sumbangan untuk pembangunan misalnya, kemudian pelaksana dan tim kampanye memberikan apa yang diminta oleh orang atau sekelompok orang dengan dalih sedekah atau donasi maka, perbuatan hukum pelaksana dan tim kampanye tersebut tidak memenuhi unsur money politics. 2. pembatasan “materi lainnya� tidak termasuk meliputi pemberian barang-barang yang merupakan atribut Kampanye Pemilu, antara lain kaus, bendera, topi dan atribut lainnya serta biaya makan dan minum peserta kampanye, biaya transport peserta kampanye, biaya pengadaan bahan kampanye pada pertemuan terbatas dan/atau pertemuan tatap muka dan dialog, dan hadiah lainnya berdasarkan nilai kewajaran dan kemahalan suatu daerah yang ditetapkan dengan Peraturan KPU, membuka ruang praktik money politics bagi pelaksana dan tim kampanye untuk memberikan uang kepada peserta kampanye dengan dalih uang tersebut merupakan biaya transport atau biaya makan dan minum, dengan pemberian uang tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi peserta kampanye untuk memilih salah satu peserta pemilu pada saat pemungutan suara, karena peserta kampanye yang diberi “uang transport atau uang makan dan minum� pasti akan merasa berhutang budi kepada pemberi. Secara logis, tidak ada pemberian yang gratis, “tidak ada makan siang gratis� pemberi pasti berharap jika nanti pada saat pemungutan suara akan dipilih oleh yang diberi. Dalam pasal ini juga tidak diatur berapa kali boleh memberikan “uang transport atau uang makan dan minum� kepada peserta kampanye yang sama. Dengan demikian, setiap ada kegiatan kampanye, peserta kampanye yang datang berhak menerima “uang transport atau uang makan dan minum� meski telah berkali-kali menerima uang transport atau uang makan dan minum dari pelaksana dan tim kampanye yang sama dalam kegiatan kampanye yang berbeda. Pemberian yang - 23 -


berulang-ulang semakin menguatkan pengaruh jika yang diberi akan memilih si pemberi pada saat pemungutan suara; 3. pasal ini tidak mengatur dengan tegas bahwa “biaya transport atau makan dan minum� tidak boleh diberikan dalam bentuk uang tunai. Meskipun pada Tanggal 26 Januari 2019, Komisi Pemilihan Umum telah menetapkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor : 278/PL.02.4-Kpt/06/ KPU/I/2019 tentang Biaya Makan, Minum, dan Transportasi Peserta Kampanye. Yang menetapkan bahwa biaya minum, makan, dan transportasi Peserta Kampanye paling banyak sama dengan standar biaya daerah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat. Pada diktum KEDUA Keputusan Komisi Pemilihan Umum tersebut juga mengatur bahwa pemberian biaya minum, makan, dan transportasi Peserta Kampanye tidak boleh diberikan dalam bentuk uang. Perlu diketahui, dalam ilmu hukum terdapat Asas hukum lex superior derogat legi inferior yang memberikan guidance jika peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan yang rendah. Dalam kasusistik di atas, Undang-Undang 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum kedudukannya lebih tinggi dibandingkan dengan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor : 278/PL.02.4Kpt/06/KPU/I/2019 tentang Biaya Makan, Minum, dan Transportasi Peserta Kampanye. Lebih jauh lagi, Keputusan Komisi Pemilihan Umum sifatnya beschikking (penetapan), berbeda dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang bersifat regelling (pengaturan). Hierarki peraturan perundangundangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tidak mencantumkan produk hukum berupa keputusan. Dengan demikian, pengaturan tidak diperbolehkannya pemberian biaya minum, makan, dan transportasi peserta kampanye dalam bentuk uang merupakan norma baru yang tidak terdapat dalam Pasal 284 dan Pasal 286 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Jika akan menambahkan norma larangan tidak diperbolehkannya pemberian biaya minum, makan, dan transportasi peserta - 24 -


kampanye dalam bentuk uang harus dengan undang-undang, tidak cukup hanya dengan Peraturan Komisi Pemilihan umum, apalagi Keputusan Komisi Pemilihan Umum. Sehingga jika terdapat kasus terdapat pelaksana, tim kampanye pemilu, pasangan calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, pelaksana kampanye, dan/atau tim kampanye memberikan uang transport kepada peserta kampanye tidak dapat dijerat dengan delik money politics. Wallahu a’lam.

- 25 -



Alfina Elok Faiqoh, S.H

MONEY POLITICS ANTARA KEBUTUHAN & LARANGAN

D

emokrasi yang sering diartikan sebagai bentuk pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat menjadi tonggak kekuasan yang ideal dalam membagi kekuasan berdasarkan kewajiban dan fungsinya. Indonesia sebagai salah satu negara yang menganut sistem demokrasi telah mengadakan pemilu sejak tahun 1955. Ismail Suny menyatakan, Pemilihan Umum (Pemilu) adalah suatu lembaga yang berfungsi sebagai sarana penyampaian hak-hak demokrasi rakyat.1 Pemilu dianggap sebagai cara ideal dan tepat untuk mengisi pembagian kekuasaan di Indonesia. Seperti kita ketahui bersama, sistem demokrasi seperti ini memanglah sistem yang adil dan dapat mengakomodir keterwakilan rakyat. Rakyat dilibatkan secara langsung dalam memilih pemimpinnya di bidang eksekutif dan memilih wakilnya di bidang legislatif. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa memang sistem seperti ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit bagi seorang kandidat untuk memeroleh jabatan. Alhasil, segala cara dilakukan agar dapat meraih suara rakyat, salah satu yang cukup marak yaitu dengan cara money politics. 1 Ismail Suny, Sistem-Sistem Pemilihan Umum, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2000, hlm. 2.

- 27 -


Money politics atau politik uang sudah bukan hal baru lagi dalam pelaksanaan Pemilu Tahun 2019 ini. Begitu juga dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), maupun Pemilihan Kepala Desa (Pilkades). Money politics seolah dianggap lazim, lumrah dan bukan lagi suatu larangan yang harus dihindari. Inilah yang membuat money politics sangat sulit dihilangkan dari kehidupan masyarakat. Bukan berarti pengawasan dan penindakan money politics yang kurang, namun seringkali pengawasan dan penindakan yang dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) beserta jajarannya tidak diimbangi dengan kesadaran masyarakat tentang money politics itu sendiri. Secara umum, money politics dapat diartikan sebagai upaya mempengaruhi massa pemilu dengan imbalan materi berupa pemberian langsung uang tunai, pemberian barang, pemberian sumbangan/bantuan, serta menjanjikan sesuatu untuk mendapatkan keuntungan politik. Menurut pakar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Yusril Ihza Mahendra, sebagaimana dikutip oleh Indra Ismawan, money politics dilakukan dengan tujuan untuk mempengaruhi massa pemilu dengan imbalan materi.2 Money politics merupakan media transaksional bagi kandidat dan pemilih untuk saling menguntungkan dalam pemilu. Kondisi yang saling menguntungkan tersebut justru membuat nilai-nilai demokrasi dalam pemilu menjadi luntur karena uang dapat mencederai kejujuran dan menimbulkan persaingan yang tidak sehat bagi calon-calon lain. Money politics tumbuh subur di lingkungan masyarakat dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang politik. Masyarakat cenderung kurang mengetahui manakah hal yang termasuk money politics dan tidak. Seringkali pemberian uang ataupun bantuan barang dianggap sebagai rejeki yang tidak baik untuk ditolak. Padahal sudah jelas, ketika seseorang berusaha mempengaruhi orang lain dengan imbalan materi, maka itulah money politics. Baik imbalan itu berupa imbalan langsung maupun janji-janji di kemudian hari. Berkaca pada kasus dugaan money politics yang pernah ditangani Bawaslu Kabupaten Magelang, money politics tumbuh subur di masyarakat manakala ada keinginan dari dalam kelompok masyarakat itu sendiri yang kemudian dimanfaatkan oleh calon anggota legislatif (caleg). Dalam sebuah kasus, Bawaslu Kabupaten Magelang menemukan unggahan status dan foto baja ringan atau galvalum disertai dengan gambar salah satu calon anggota 2 Indra Ismawan, Money Politics Pengaruh Uang Pemilu, Media Presindo, Yogyakarta, 1999, hlm. 4.

- 28 -


DPRD Kabupaten Magelang dalam media sosial Facebook. Mengetahui hal tersebut, Bawaslu Kabupaten Magelang berupaya mencari informasi melalui media sosial dan pihak-pihak terkait secara langsung. Kemudian diketahui bahwa benar terjadi pemberian galvalum dari caleg tersebut kepada sekelompok pemuda pada masa kampanye Pemilu 2019. Caleg tersebut diduga melanggar Pasal 286 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, serta patut diduga terdapat unsur-unsur sebagai Tindak Pidana Pemilu. Temuan tersebut diregister dengan Nomor 006/TM/PL/ Kab/14.22/II/2019. Selanjutnya, Bawaslu Kabupaten Magelang mengundang pihak-pihak yang diduga terlibat untuk mengklarifikasi terkait temuan tersebut. Berdasarkan hasil klarifikasi, ditemukan fakta bahwa pemberian galvalum tersebut bukanlah atas inisiatif caleg terkait, namun sebagai bentuk permintaan dari sekelompok pemuda. Lebih lanjut berdasarkan fakta kejadian, keterangan saksi-saksi dan keterangan terlapor dengan mengkaitkan fakta atau keterangan hukum dengan bukti serta analisa terhadap unsur-unsur Tindak Pidana Pemilu, maka Bawaslu Kabupaten Magelang menyimpulkan bahwa temuan tersebut tidak memenuhi unsur materiil Tindak Pidana Pemilu. Uraian kasus di atas seperti memberikan gambaran bagaimana masyarakat Indonesia memandang kontestasi politik ini. Masyarakat masih memandang bahwa pemilu sama dengan bagi-bagi uang. Waktunya untuk mendapatkan imbalan, bantuan, maupun janji-janji di kemudian hari. Sebagian masyarakat masih mempunyai pemahaman yang sempit terkait jenis-jenis praktik money politics. Padahal money politics tidak berhenti pada jual beli suara atau pemberian uang kepada masyarakat saja, namun segala bentuk pemberian dari caleg yang bernilai dan berharga bisa juga sebagai bentuk money politics. Dewasa ini, bentuk pemberian dari caleg kepada masyarakat sudah semakin beragam, maka diperlukan pemahaman yang lebih bagi masyarakat manakala menerima pemberian dari caleg. Namun di satu sisi, masyarakat cenderung ‘ogah’ melaporkan pemberian uang maupun bantuan dari caleg dikarenakan merasa samasama diuntungkan. Masyarakat merasa memiliki kebutuhan akan materi, begitu pula caleg yang juga butuh suara dalam pemilu. Oleh karenanya, money politics seolah menjadi budaya dalam masyarakat sehingga caleg pun cenderung sulit menghindari. Praktek beli suara (money politics) adalah faktor penentu di balik mobilisasi massa pemilih pada saat pemilu.3 3 Ibrahim Z. Fahmy Badoh dan Abdullah Dahlan, Korupsi Pemilu di Indonesia, Indonesia Corruption

- 29 -


Politik dan uang merupakan dua hal yang sangat sulit untuk dipisahkan. Aktivitas politik memerlukan uang yang tidak sedikit, terlebih dalam kampanye pemilu. Terdapat empat faktor dalam kampanye pemilu, yaitu kandidat, program kerja dan isu kandidat, organisasi kampanye (mesin politik) dan sumber daya (uang). Akan tetapi uang merupakan faktor yang sangat berpengaruh; tanpa uang maka ketiga faktor lainnya menjadi sia-sia.4 Lebih lanjut, pandangan masyarakat tentang pemilu perlu diubah agar di kemudian hari money politics bukan lagi dianggap sebagai hal yang lumrah, namun dianggap sebagai sesuatu yang haram dan harus dilawan bersama. Pendidikan politik di masyarakat perlu digalakkan lagi, terlebih untuk masyarakat di lingkup desa dan kampung. Bukan hanya Bawaslu, jajaran stakeholder pun memegang peranan penting dalam pendidikan politik ini untuk mewujudkan masyarakat yang anti terhadap money politics.

Watch, Jakarta, 2010, hlm. 3. 4 Ibid., hlm. 5.

- 30 -


M. Dwi Anwar Kholid, S.Pd.I

REKOMENDASI MENAMBAL REGULASI: MENJERAT PELAKU MONEY POLITICS

M

oney politics bukan penyakit sosial baru. Pesta demokrasi, pemilu, nyaris identik dengan permainan politik uang di dalamnya. Hanya saja, modus yang digunakanpun dari waktu ke waktu semakin canggih dan mulai meninggalkan cara-cara konvensional. Dulu money politics hanya dikenal dengan kegiatan bagi-bagi uang kepada konstituen, kepada para pemilih, dan pendukung. Hari ini, money politics menyeruak dan terbuka menganga dari lapisan politisi kelas elit hingga tataran praktik berdemokrasi paling rendah semisal pemilihan kepala dusun, ataupun kepala desa. Berdasarkan laporan Bawaslu pada 2018, hasil pengawasan pada Pemilihan Kepala Daerah 2018 memperlihatkan adanya indikasi politik uang sebanyak 535 kasus di tahapan kampanye. Adapun pada tahapan masa tenang, ditemukan adanya 35 kasus yang tersebar di 10 provinsi. Pada proses pemungutan dan penghitungan suara, terdapat 2 kasus praktik politik uang yang terjadi di satu provinsi dan satu kabupaten. Pemilu 2019 juga menorehkan catatan pelanggaran money politics yang - 31 -


tidak sedikit. Menurut Kordiv Hukum Data dan Informasi Bawaslu RI, Fritz Edward Siregar, Badan Pengawas Pemilu mencatat terdapat 16.043 temuan dan laporan dugaan pelanggaran di Pemilu 2019. Data tersebut berdasar temuan Bawaslu dan laporan yang diterima lembaga pengawas ini sampai 28 Mei 2019. Dari angka itu, sebanyak 14.462 dugaan pelanggaran aturan pemilu merupakan temuan pengawas di lapangan. Sementara 1.581 dugaan pelanggaran merupakan laporan yang diterima Bawaslu. Rinciannya, 533 kasus adalah pelanggaran pidana, 1.096 pelanggaran hukum, 162 pelanggaran kode etik, dan 12.138 pelanggaran administrasi. Selain itu, 148 dugaan pelanggaran masih dalam proses kajian dan 980 lainnya bukan termasuk kategori pelanggaran aturan pemilu. [data Bawaslu, 28 Mei 2019] Pelanggaran pidana pemilu itu seperti politik uang, mengacaukan kampanye, merusak alat peraga kampanye, pelanggaran larangan kampanye, pemalsuan dokumen, keterlibatan ASN dan TNI/Polri dalam kampanye, kampanye di luar jadwal, kepala desa yang menguntungkan peserta pemilu dan penggunaan fasilitas pemerintah untuk pemenangan kandidat. Selama masa tenang Pemilu 2019 saja, Bawaslu menemukan 25 kasus money politik yang tersebar di 25 kabupaten/kota, dimana tangkap tangan dengan nominal uang terbanyak sebesar 190 juta di Kecamatan Tigabinanga Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Di Jawa Tengah sendiri, Putusan Pengadilan yang sudah inkracht atas kasus-kasus Tindak Pidana pada Pemilu 2019 sebagai berikut : 1. Kabupaten Semarang: kasus politik uang di masa kampanye (onstslag van alle rechtsvervolging); 2. Banjarnegara: kasus pelaksana mengikutsertakan kades (onstslag van alle rechtsvervolging); 3. Wonosobo: kasus penggunaan fasilitas pemerintah untuk kampanye; 4. Boyolali: kasus politik uang di masa kampanye; 5. Kabupaten Tegal: kasus tindakan menguntungkan kades terhadap salah satu paslon; 6. Pemalang: tindakan menguntungkan kades terhadap salah satu caleg; 7. Purworejo: kasus penggunaan fasilitas pemerintah untuk kampanye; 8. Sukoharjo: kasus penggunaan tempat ibadah untuk kampanye; - 32 -


9. Wonogiri: kasus politik uang di masa kampanye; 10. Purworejo: kasus politik uang di masa tenang; 11. Kota Pekalongan: kasus politik uang di masa tenang (Putusan Banding bebas). Sehingga total di Jateng ada 11 kasus, 12 Putusan. Jumlah Terdakwa sebanyak 13 orang, Terpidana sebanyak 9 orang. Kategori Kasus : 1. Kasus politik uang 5 kasus; 2. Kasus pelaksana mengikutsertakan kades 1 kasus; 3. Kasus tindakan menguntungkan kades 2 kasus; 4. Kasus penggunaan fasilitas pemerintah/tempat ibadah/ tempat pendidikan 3 kasus. Selama tahapan Pemilu 2019 Bawaslu Kabupaten Magelang telah menindaklanjuti dugaan pelanggaran money politics sebanyak 5 kasus dengan perincian 1 laporan masyarakat dan 4 temuan jajaran pengawas. Namun dari kelima kasus tersebut terpaksa harus di hentikan di pleno pembahasan Sentra Gakkumdu karena pelaku dugaan pelanggaran money politics tersebut secara regulasi bukan termasuk subyek hukum yang dapat dijerat. Walhasil, meskipun dugaan kejadian pelanggaran itu nyata ada, tetapi karena adanya celah celah dalam regulasi, penegak hukum dalam hal ini Bawaslu, Polri dan Kejaksaan tidak bisa bertindak melebihi aturan perundangan yang berlaku. Sebetulnya sudah banyak regulasi yang mengatur pelarangan dilakukannya money politics. Mulai dari KUHP, Undang-Undang Pemilu, dan Undang-Undang Pilkada. Norma norma hukum yang tertulis normatif itu didesain sedemikian rupa untuk menjadi pijakan masyarakat dalam berdemokrasi secara bersih meninggalkan praktik praktik kotor money politics. Proses menelurkan regulasi anti money politics itupun tentu tidak sekedar menghabiskan anggaran negara yang banyak. Energi pikiran dan perang argumentasi antar kepentingan kelompok yang pro dan kontra ditegakkannya aturan main anti money politics tersebut, bisa jadi telah menelan jatuhnya korban. Sejak awal tahapan pemilu, Ketua Bawaslu RI Abhan, dalam diskusi ‘Antisipasi dan Penindakan Politik Uang dalam Pemilu 2019’ di Kantor Bawaslu, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (8/10/2018) menjelaskan bahwa ada problem regulasi. Jika dibandingkan, regulasi soal money politics - 33 -


antara UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, lebih progresif UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada itu. Hal tersebut salah satunya terlihat dari sisi subyek hukum yang dapat dijerat terkait perilaku money politics. Dalam Undang-Undang 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, pemberian sanksi dapat diberikan kepada penerima dan pemberi. Sedangkan pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, hanya pemberi yang dapat diberikan sanksi bila terjadi politik uang. Dalam UU Pilkada, subjeknya adalah siapa saja yang melakukan, sehingga hal ini dianggap dapat mempermudah penegakan regulasi. Karena subyeknya setiap orang, maka siapapun yang melakukan money politics, siapapun yang memberi, itu bisa dijerat. Sedangkan UU Pemilu, subyeknya adalah pelaksana dan tim kampanye saja.

Menambal Regulasi Revisi peraturan perundang-undangan pemilu sudah sering dilakukan. Sistem demokrasi selalu mewujud dengan memperbaharui diri sesuai dengan selera rezim yang sedang berkuasa. Masalahnya, menunggu adanya inisiasi revisi menambal regulasi terkait money politics ini dari dalam gedung parlemen, nampaknya perlu waktu yang lama. Kita semua memahami, dimana para wakil rakyat ini berdiri dengan dua kaki yang berbeda tempat, disatu sisi sebagai senator yang idealis memperjuangkan kepentingan normatif, di satu sisi sebagai politisi yang menghadapi sikap pragmatisme modern yang tidak mudah dibendung. Namun, menambal regulasi terkait pelanggaran money politcs ini merupakan satu tuntutan tersendiri dalam rangka membangun secara kuat norma norma hukum menuju law enforcement UU Pemilu. Proses dari RUU Pemilu menjadi UU Pemilu yang sah saja, tentu melalui proses yang panjang, mulai dari RUU diajukan DPR kepada Presiden, kemudian Presiden sebagai kepala negara akan merespon dengan mengeluarkan surat dan Daftar Infentarisir Masalah (DIM) RUU Pemilu. Selanjutnya RUU akan masuk ke Badan Musyawarah (Bamus) DPR, untuk kemudian dilanjutkan kepada komisi terkait, Badan Legislasi (Baleg), atau Panitia Khusus (Pansus) DPR. Selanjutnya baru akan masuk pada babak pembahasan, menunggu persetujuan dari semua fraksi, mengantre jadwal - 34 -


sidang hingga akhirnya ditetapkan menjadi Undang Undang dan di sahkan, diundangkan oleh Kemenkumham. Seluruh proses ini tentu tidak sebentar, kita bisa belajar dari proses alotnya pembahasan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sebagai dasar pijakan dilaksanakannya Pemilu Tahun 2019 ini. Oleh sebab-sebab yang tidak bisa terbantahkan itulah, maka perlu terobosan terobosan yang perlu dilakukan oleh lembaga penyelenggara pemilu dalam hal ini Bawaslu sebagai pengawas dan penegak hukum pemilu, untuk mempercepat proses dilakukannya perbaikan substansi regulasi terkait pasal pasal yang mengatur larangan praktik money politics, yang sampai saat ini masih diyakini banyak pihak terlalu banyak celah hukumnya. Mengapa inisiasi ini harus muncul dari Bawaslu? Pasca reformasi, pertumbuhan ide pembaruan kepemiluan berjalan dengan cepat. Sekali lima tahun, entah berapa banyak ide ide baru yang berkaitan dengan kepemiluan dimasukkan ke dalam sejumlah peraturan perundang-undangan. Meminjam istilah Fritz Edwar Siregar, salah satu lembaga yang paling terdampak dari dinamika itu adalah Bawaslu. Maka sangat tepat kiranya, jika Bawaslu kemudian pada saatnya harus berbalas budi dengan menelorkan ide ide cemerlangnya guna memperbaiki regulasi kepemiluan agar bangunan pondasi hukum kepemiluan bangsa ini kedepan semakin lebih baik. Setidaknya ada tiga hal yang dapat dilakukan Bawaslu dalam hal ini diantaranya : pertama, memantik brain war kepada masyarakat dan para pemangku kebijakan dalam rangka kesadaran bersama akan pentingnya supremasi hukum pada kasus kasus money politics yang meresahkan ini. Bawaslu harus membangun narasi-narasi secara produktif terkait isu money politics. Lebih lebih sejak Agustus 2018, jumlah personel pengawas di Bawaslu semakin banyak sejak ditetapkannya Bawaslu Kabupaten Kota menjadi lembaga definitif dalam rangka menjalankan amanat UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Menyelengarakan seminar dan kajian terkait formulasi regulasi yang harus disiapkan dalam rangka merevisi undang-undang. Melakukan advokasi terhadap ide-ide inovasi merevisi undang-undang kepemiluan khususnya pasal-pasal terkait isu money politics ini agar diterima dan dipahami oleh masyarakat luas. Menanamkan pemahaman serta menyemai idealisme kepada seluruh lapisan masyarakat melalui berbagai forum ilmiah dan forum forum sosial. Banyak kegiatan kegiatan kreatif dan dialogis yang dapat diproduksi - 35 -


oleh lembaga pengawas pemilu ini ke depan. Kedua, melakukan koordinasi vertikal dan horisontal kepada pihak pihak yang berkepentingan diperbaikinya regulasi anti money politics. Menyemai anti money politics memang paling masuk akal dimulai dari diri sendiri, dari keluarga, dari lingkaran paling kecil dari strukstur sosial. Baru kemudian merambah ke ranah yang lebih luas seperti membangun kampung anti money politics, desa anti money politics, hingga nantinya penyakit sosial money politics ini dapat dihapuskan dari sistem demokrasi kepemiluan kita. Meskipun demikian, peran pemerintah dan lembaga lembaga sosial masyarakat sangat urgent dalam mendukung dan mensukseskan program program tersebut. Koordinasi vertikal jajaran Bawaslu dengan jajaran pemerintah baik eksekutif, legislatif dan yudikatif dalam setiap tingkatan harus dilakukan secara masif, baik ditingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota. Bawaslu RI harus koordinasi secara masif dengan Presiden, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Komisi II DPR, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Kepolisian dan lembaga tinggi negara lainnya. Bawaslu Provinsi juga harus koordinasi secara massif dengan Gubernur, DPRD Provinsi, Kejati, Kodam dan Kepolisian Daerah (Polda). Begitu juga dengan Bawaslu Kabupaten Kota juga harus koordinasi secara massif dengan Bupati/Walikota, DPRD Kab/Kota, Kejari, Kodim dan Kepolisian Resor (Polres). Lembaga lembaga yang disebut diatas adalah lembaga lembaga yang “wajib dilibatkan� pada setiap koordinasi dalam rangka menyamakan persepsi, visi misi anti money politics yang akan dituangkan dalam usulan rancangan revisi pasal pasal anti money politics. Koordinasi horizontal dapat dilakukan dengan menggalang dukungan dengan kelompok akademisi, LIPI, gerakan mahasiswa, organisasi kemasyarakatan, kelompok adat, para tokoh dan pemuka agama. Semakin banyak kelompok masyarakat yang dilibatkan, maka upaya menebar visi misi anti money politics ini akan semakin baik diterima oleh masyarakat luas. Ketiga, mendesak parlemen untuk segera merevisi undang-undang. Gawang terakhir dari misi merevisi/menambal lubang-lubang regulasi penegakan anti money politics adalah berjuang di parlemen. Setelah Bawaslu melakukan langkah langkah di atas, meyakinkan seluruh lapisan pemerintahan, meyakinkan seluruh lapisan masyarakat dan dipastikan didukung total oleh seluruh komponen suprastruktur tersebut. Selanjutnya - 36 -


adalah membangun infrastrukturnya di ruang rapat paripurna DPR agar revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ini dapat disahkan dan pasalpasal yang ditetapkan betul-betul dipastikan mampu membuat efek jera bagi setiap pelaku money politics, apapun bentuk dan modus operandinya. Setiap kata dalam klausul pasal pasal money politics ini betul betul harus menjadi fokus kajian dan pencermatan Divisi Hukum Data dan Informasi Bawaslu di setiap tingkatan. Jangan sampai kedepan masih ada celah yang bisa membebaskan para pelaku money politics hanya karena kesalahan menempatkan satu kata dalam klausul pasal pasalnya. Terakhir, penulis ingin mengutip al Quran Surat at Tahrim ayat 6 sebagai berikut :

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allâh terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. [at-TahrÎm/66:6] Dari ayat ini, penulis mengajak kepada jajaran Bawaslu khususnya dan masyarakat pada umumnya, bahwa langkah paling mulia sebagaimana diperintahkan Tuhan melalui firman-Nya tersebut adalah, bahwa menolak perilaku money politics itu harus dimulai dari diri kita sendiri, kemudian dari keluarga kita sendiri, dari keluarga kecil, dari keluarga besar Bawaslu Republik Indonesia, maka kebaikan itu akan menular kepada masyarakat luas dan semakin lama perilaku money politics sebagai penyakit sosial masyarakat kita ini akan menjadi sirna dari bumi Nusantara. Setiap insan yang berkecimpung di lemabaga Bawaslu ini mesti menjadi suri tauladan yang di depan bagi masyarakat demokrasi. Salam.

- 37 -



Sumarni Aini Chabibah, S.S, M.Hum

STRATEGI CEGAH POTENSI SENGKETA PROSES PEMILU

M

inimnya pelanggaran dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 di Republik Indonesia menjadi salah satu parameter suksesi perhelatan pesta demokrasi. The Guardians of Democracy atau Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai penjaga marwah demokrasi mengemban tugas untuk melakukan tindak pencegahan dan penindakan pelanggaran. Satu lagi peran Bawaslu adalah menyelesaikan sengketa proses pemilu secara komprehensif, sesuai dengan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dalam kinerjanya, Bawaslu menerapkan strategi preventif kasuistik. Upaya tersebut diaplikasikan dengan skema pendekatan lokalitas daerah karena dipandang lebih efektif dan efisien. Kabupaten Magelang menjadi salah satu daerah di Provinsi Jawa Tengah dengan 21 kecamatan, 372 desa, 4.331 Tempat Pemungutan Suara (TPS), dan 988.879 Daftar Pemilih Tetap (DPT). Dengan kompleksitas tersebut, Kabupaten Magelang sebenarnya masuk dalam kategori rawan pelanggaran. Terlebih lagi Pemilu 2019 menggunakan skema penggabungan antara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota - 39 -


DPR RI, Anggota DPD RI, Anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah, dan Anggota DPRD Kabupaten Magelang, sehingga potensi sengketa maupun pelanggaran pun kian terbuka lebar. Kegiatan pencegahan pelanggaran menjadi pusat perhatian Bawaslu Kabupaten Magelang. Salah satu yang diupayakan yakni pendekatan humanis, menyesuaikan setiap kalangan. Termasuk saat Bawaslu Kabupaten Magelang mengadakan konser spektakuler bertajuk “Konser Budaya Siogo Magito-gito” dengan sasaran kelompok pemilih pemula atau akrab disapa “Kaum Milenial”. Upaya untuk menarik perhatian kaum milenial ini terbilang sukses, dengan kehadiran ribuan orang yang menyemut di Lapangan drh. Soepardi, Kota Mungkid, Kabupaten Magelang, pada Maret 2019 silam. Di sinilah Bawaslu tampil memberikan sugesti tentang pemahaman pemilu. Andil kaum milenial dalam menggelorakan suksesnya pemilu dibuat semenarik mungkin, sehingga mereka mampu memusatkan perhatian sekaligus tertantang dengan kewajiban mereka sebagai warga negara. Bukan itu saja, kaum milenial haruslah menjadi garda terdepan dalam mencegah disharmonisasi Pemilu 2019.

Minim Pelanggaran Prestasi pengawas pemilu tidak diukur dari banyaknya kasus yang ditangani, melainkan berhasil atau tidaknya fungsi pencegahan pelanggaran. Tidak adanya kasus pelanggaran, tidak mengartikan bahwa Bawaslu gagal. Justru sebaliknya, pencegahan dan strategi yang diterapkan Bawaslu sehingga zero kasus itu adalah keberhasilan pencegahan secara mutlak. Perlu diketahui pula bahwa seluruh komponen merupakan penentu kualitas pemilu, baik itu peserta pemilu, pemilih, penyelenggara pemilu, maupun pemerintah daerah, ASN, TNI, dan Polri harus sadar benar bahwa kualitas pemilu menjadi sesuatu kebutuhan yang penting dalam penyelenggaraan pemilu. Dengan demikian, semua elemen berupaya untuk melakukan tindak pencegahan dan berdampak tidak terjadinya pelanggaran dalam semua tahapan pemilu. Bawaslu dituntut tak hanya piawai melakukan trik pencegahan pelanggaran pemilu, tetapi juga “garang” dalam memberikan fungsi penindakan pelanggaran. Bawaslu Kabupaten Magelang punya komitmen - 40 -


untuk tidak pernah bergeming apalagi terlena menyoal sisi penindakan. Sebabnya, ihwal penindakan ini juga termaktub dalam tugas dan fungsi sang penjaga demokrasi bangsa. Selama tahapan Pemilu 2019 Bawaslu Kabupaten Magelang telah menangani di antaranya 10 (sepuluh) kasus dugaan pidana pemilu dan 5 (lima) kasus pelanggaran lainnya. Ini menunjukan jika Bawaslu Kabupaten Magelang sangat serius dalam menjalankan fungsi penindakan. Lalu bagaimana dari sisi penindakan sengketa proses pemilu di Kabupaten Magelang? Sebelum menjawab pertanyaan di atas, mari memahami cakupan dan definisi sengketa proses pemilu. Sengketa proses pemilu meliputi sengketa yang terjadi antar-peserta pemilu dan sengketa pemilu dengan penyelenggara pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, keputusan KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota. Pasal 466 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum telah menjelaskannya secara detail. Demikian halnya dengan penguatan payung hukum yang tertuang dalam Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Perbawaslu) secara tidak langsung menambah daya jangkau, kemampuan, serta wewenang Bawaslu dalam menindak pelanggaran, tentunya memberikan spirit baru pengawas guna menciptakan pemilu yang berintegritas. Selanjutnya, Perbawaslu juga menjabarkan petunjuk teknis detail bahwa keputusan KPU yang dimaksud dalam bentuk Surat Keputusan (SK) dan Berita Acara (BA), pada Pasal 4 Perbawaslu Nomor 18 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 18 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Umum. Memang disadari atau tidak, tahapan pengawasan Pemilu 2019 sangatlah panjang. Dimulai dari dari tahapan penyusunan data pemilih, pendaftaran peserta pemilu, kampanye, pemungutan suara hingga penghitungan suara di Kabupaten Magelang. Secara keseluruhan tahapan itu berjalan lancar tanpa adanya sengketa, baik itu antar-peserta pemilu maupun peserta dengan penyelenggara pemilu.

- 41 -


Pengawasan Ketat Kembali mengulas poin penting yang diamanatkan dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 bahwa terkait sengketa dalam proses pelaksanaan pemilu akan terjadi bila ada salah satu pihak merasa dirugikan oleh keputusan KPU. Salah satu pihak yang merasa dirugikan itu, kemudian berupaya mencari “keadilan� dengan mengajukan sengketa kepada Bawaslu baik di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota. Gugatan sengketa juga menjadi hak masing-masing pihak yang bersangkutan yang dijamin dalam undang-undang. Namun demikian, sengketa rupanya tidak terjadi di Kabupaten Magelang. Bahkan, hingga berakhirnya tahapan Pemilu 2019 tak ada satupun sengketa yang diajukan oleh peserta pemilu. Hal itu menjadi catatan Bawaslu Kabupaten Magelang jika mendasari pada dua sudut pandang. Pada sisi negatifnya, bisa jadi karena para peserta pemilu tidak memahami peluang dalam regulasi untuk mengajukan sengketa. Positifnya, ini ditengarai full power-nya pengawasan yang dilakukan, sehingga tidak ada celah satupun untuk menyengketakan perkara pemilu. Tidak ada celah sehingga tidak ada sengketa inilah yang dipraktikkan Bawaslu Kabupaten Magelang pada tiap tahapan Pemilu 2019. Bawaslu juga menyusun strategi pencegahan pelanggaran dengan cara mengeluarkan produk hukum berupa Surat Edaran (SE) tentang pencegahan pelanggaran kepada peserta pemilu. Ditambah adanya koordinasi intensif dengan peserta pemilu, stakeholder terkait baik dalam hal ini pemerintah daerah, maupun penyelenggara teknis yaitu KPU. Selanjutnya, mengawasi secara langsung dan melekat dalam tiap tahapan tanpa terkecuali juga menjadi bagian strategi yang digunakan untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran pemilu. Dengan hadirnya pengawas pemilu secara langsung dalam tiap kegiatan yang diadakan oleh peserta pemilu, secara eksplisit akan menimbulkan “kesungkanan�, kehati-hatian peserta pemilu dalam melaksanakan kegiatan meski hanya mendekati pelanggaran sekalipun. Sebaliknya, justru tidak jarang peserta pemilu yang pro-aktif untuk konsultasi terkait dengan aturan main dalam pelaksanaan kegiatan tiap tahapan. Hal itu menunjukan kepercayaan peserta pemilu kepada Bawaslu, karena pengawaslah pemilu dapat membantu dan mengarahkan kegiatan - 42 -


tanpa pelanggaran.

Kesiapan dan Profesionalitas Penyelenggara Pemilu Sejak awal, para penyelenggara pemilu telah memaksimalkan kesiapan, terutama pada hal-hal yang bersifat teknis di lapangan, misalnya dengan memberikan bimbingan teknis, sosialisasi, ajakan positif di media sosial (medsos), terjun langsung ke masyarakat, menggaet sejumlah organisasi massa agar terlibat dalam kegiatan pengawasan pemilu secara aktif. Termasuk memberikan dorongan kepada penyelenggara pemilu yakni KPU agar sukses dalam mempersiapkan tugas dan wewenangnya. Kesiapan dan sikap profesionalitas penyelenggara baik itu KPU dan Bawaslu adalah tangga awal kesuksesan pemilu. Mengingat penyelenggara pemilu merupakan penjaga demokrasi. Dengan kesiapan matang, tentu berbagai macam hal potensi pelanggaran dapat diminimalisasi sejak dini. Dari sekian hal itu, akhirnya berdampak pada legitimasi penyelenggara pemilu. Seluruh pihak percaya bahwa upaya yang dilakukan penyelenggara sepadan dengan bentuk dan tanggung jawab pelaksanaan undang-undang sehingga mampu mereduksi potensi kecurangan penyelenggara pemilu. Dengan kata lain, suksesi pemilu di Kabupaten Magelang terwujud bukan karena peran Bawaslu semata, namun lebih pada kerja sama semua pihak. Selain itu, juga peranan dari penyelenggara, pengawas pemilu, aparat berwajib, pemerintah daerah, hingga masyarakat sehingga ketiadaan sengketa proses pemilu bisa dijadikan tolok ukur lancarnya Pemilu 2019 di Kabupaten Magelang.

- 43 -



Desiana Lutfiani, S,H

MENITIPKAN PESAN ANTI MONEY POLITICS KEPADA SAKSI PARTAI POLITIK

B

awaslu Kabupaten Magelang menyelenggarakan pelatihan dan bimtek saksi partai politik tahun 2019 secara serentak di 21 kecamatan. Untuk memudahkan proses bimtek, Bawaslu Kabupaten Magelang mendelegasikan pelaksanaan bimtek kepada Panwaslu Kecamatan se-Kabupaten Magelang. Pelaksanaan pelatihan bimtek saksi partai politik merupakan amanat dari Undang-Undang Pemilu dan juga arahan dari Bawaslu Republik Indonesia (Bawaslu RI). Sebagaimana diatur Pasal 351 ayat (8) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengamanatkan pelatihan saksi peserta pemilihan umum dilakukan oleh Bawaslu. Pelatihan saksi partai politik di Kabupaten Magelang diselenggarakan pada tanggal 3 April 2019 sampai 7 April 2019 dengan waktu sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oleh Bawaslu Kabupaten Magelang. Dari 16 partai politik dan 2 tim paslon yang terdaftar di KPU Kabupaten Magelang hanya terdapat 9 partai politik yang mendaftarkan pelatihan saksi partai politik dengan jumlah saksi yang terdaftar 19.140 saksi. Pelaksanaan pelatihan saksi partai politik tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh Bawaslu, karena jumlah saksi yang hadir jauh dari jumlah yang telah didaftarkan sebelumnya. Namun Panwaslu Kecamatan - 45 -


tidak patah semangat, pelatihan tersebut tetap berlangsung sesuai jadwal. Materi pada pelatihan saksi tersebut diambil dari buku saku panduan saksi yang diberikan oleh Bawaslu RI. Saksi partai politik memiliki peran yang sangat penting karena saksi merupakan perwakilan dari peserta pemilu yang telah mendapat mandat untuk bertugas memastikan pemungutan dan penghitungan suara berjalan dengan baik, jujur dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Karena pelaksanaan proses (electoral) pemilu yang baik memerlukan adanya komitmen dari semua stakeholder yang terkait dalam proses pemilihan. Bawaslu Kabupaten Magelang memberikan materi yang berkaitan dengan proses pemilihan yang baik serta luber dan jurdil (langsung, umum, bebas, jujur, adil) yang diharapkan akan menghasilkan pemimpin-pemimpin baik di tingkat pusat maupun daerah, yang memiliki legitimasi yang tinggi dan kuat untuk menjalankan roda pemerintahan. Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) yang baik serta luber dan jurdil tersebut pada praktiknya akan sulit dilakukan. Hal ini terjadi karena pelanggaran mungkin dilakukan oleh calon maupun tim suksesnya agar mereka menang dalam Pileg dan Pilpres. Akibatnya, proses Pileg dan Pilpres tidak berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Saat ini, praktik money politics semakin marak di lingkungan masyarakat karena para calon telah terbiasa membagikan uang kepada masyarakat sebagai bentuk shodaqoh politik. Hal itu dilakukan dari tingkat pemilihan kepala desa hingga pemilihan presiden, hingga istilah serangan fajar digunakan calon untuk memastikan kemenangan dengan memberikan tambahan uang kepada masyarakat disaat akan melakukan pemilihan. Praktik money politics dalam setiap pesta demokrasi itulah yang menyebabkan masyarakat merasa sulit untuk menolak karena seperti sudah menjadi tradisi. Ada persepsi keliru di sebagian masyarakat bahwa money politics menjadi sebuah keharusan dalam setiap pemilihan umum. Naluri politik luber jurdil seakan mati lantaran kalah dengan iming-iming kekuasaan dan uang. Kalau kita sadari sebenarnya tidak ada yang bisa diharapkan dari putaran money politics dalam setiap pemilihan umum. Sebab, money politics hanya akan merugikan masyarakat. Diharapkan saksi partai politik dapat mengajak keluarga dan masyarakat sekitar untuk memilih sesuai dengan hati nurani dan - 46 -


rasionalitasnya. Jangan sampai masyarakat memilih caleg dan capres hanya karena iming-iming uang semata. Sebab hal ini akan melukai rasa keadilan, kejujuran dan berdampak buruk bagi kepemimpinan. Oleh karena itu Bawaslu Kabupaten Magelang melakukan pencegahan terhadap praktik money politics salah satunya dengan memberikan materi terkait pencegahan money politics pada saat pelatihan saksi partai politik. Oleh karena itu Bawaslu Kabupaten Magelang tidak ingin praktikpraktik semacam itu ada dalam setiap pesta demokrasi. Sehingga, Bawaslu mengajak peserta saksi partai politik dan masyarakat untuk menolak money politics yang bisa menciderai demokratisasi. Suara rakyat adalah suara Tuhan (vox pupili, vox dei) yang tidak bisa dibeli dengan apapun dan berapapun. Dengan kita menerima money politics, maka sama halnya kita telah melukai saudara-saudara kita yang telah menolak money politics dengan harapan terciptanya pemilihan umum yang luber jurdil dan penuh dengan kesejahteraan.

- 47 -



Danang G. Dwi Joyo., S,H

PTPS: UJUNG TOMBAK KELUARGA ANTI MONEY POLITICS

P

engawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS) yang tersebar di 4331 TPS menjadi ujung tombak dan garda terdepan Bawaslu Kabupaten Magelang dalam mewujudkan program Keluarga Anti Money Politics (KeAMP). Bagi Bawaslu, PTPS adalah onderdil utama pengawasan Pemilu 2019. Hal ini karena PTPS merupakan pengawas pemilu yang berhadapan secara langsung dengan proses dinamis pemungutan dan penghitungan suara. Tahapan pemungutan dan penghitungan suara merupakan tahapan puncak (kulminatif) dari serangkaian tahapan pemilu. Persoalan dan dinamika di lapangan bisa menjadi kritis jika tidak dikelola dan dikendalikan sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing pihak.1 Tugas Pengawas TPS telah diatur dalam Pasal 114 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Tugas PTPS dalam Pemilu Tahun 2019 yakni melakukan pengawasan langsung proses pemungutan suara hingga rekapitulasi hasil suara di tingkat TPS. Dalam pasal ini, PTPS mengawasi persiapan pemungutan suara, pelaksanaan pemungutan suara, persiapan penghitungan suara, pelaksanaan penghitungan suara dan pergerakan hasil penghitungan suara dari TPS ke PPS. Sementara kewenangan PTPS diatur dalam Pasal 115 yaitu PTPS 1https://www.bawaslu.go.id/id/publikasi/buku-saku-pengawas-tempat-pemungutan-suara-ptps-2019 di akses pada tanggal 8 September 2019 pukul 09.00 WIB

- 49 -


berwenang menyampaikan keberatan dalam hal ditemukannya dugaan pelanggaran, kesalahan dan/atau penyimpangan administrasi pemungutan dan penghitungan suara, menerima salinan berita acara dan sertifikat pemungutan dan penghitungan suara dan melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal 116 terdapat kewajiban PTPS untuk menyampaikan laporan hasil pengawasan pemungutan dan penghitungan suara kepada Panwaslu Kecamatan melalui Panwaslu Kelurahan/Desa dan menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Panwaslu Kecamatan melalui Panwaslu Kelurahan/Desa. Formulir Model A (Form A) adalah senjata atau alat utama dalam melakukan tugas Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS) pada pemilu serentak tanggal 17 April 2019. Semua kejadian yang terjadi selama proses pemungutan suara dituangkan di Form A. Form A berisi data pengawasan, kegiatan pengawasan, uraian singkat hasil pengawasan, informasi dugaan pelanggaran, alat bukti, barang bukti, uraian singkat dugaan pelanggaran, fakta dan keterangan, analisa. Form A ini juga sebagai bukti semisal ada masalah yang sampai ke ranah hukum. Kerawanan terbesar dalam pelaksanaan pemilu terjadi saat pemungutan suara dan penghitungan suara di TPS. Apalagi di Kabupaten Magelang jumlah TPS mencapai 4.331 yang tersebar di 372 desa dengan kondisi geografis beragam. Ada banyak TPS yang berada di daerah terpencil dan rawan kecurangan. Pengawas TPS-lah yang wajib mengantisipasi permasalahan tersebut dari hulu penghitungan suara. Pengawas TPS wajib netral dan tidak memiliki afiliasi politik. Pengawas TPS menjadi kekuatan yang harus dioptimalkan penyelenggara pemilu. Semua pengawas pemilu harus mampu menjamin hak pilih warga negara dan mewujudkan pemilu damai. Sebanyak 4.331 Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS) resmi dilantik oleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Kecamatan di Kabupaten Magelang pada tanggal 25 Maret 2019. Pelantikan ini dilakukan secara serentak tidak hanya di Kabupaten Magelang saja tetapi juga di seluruh Indonesia. Mereka bertugas mengawasi setiap TPS yang tersebar di Kabupaten Magelang. PTPS yang terpilih ini merupakan orang-orang yang sudah memenuhi syarat utama yaitu minimal lulusan SMA dan berumur minimal 25 tahun. Ke-4.331 PTPS tersebar di 21 kecamatan di Kabupaten Magelang. - 50 -


Kehadiran PTPS merupakan yang pertama, mengingat pada Pemilu 2014 dan sebelumnya belum ada petugas khusus untuk mengawasi di tingkat TPS. Kehadiran PTPS diharapkan akan mengurangi praktik kecurangan terutama dalam hal money politics. Secara umum money politics seringkali sudah dianggap sebagai sesuatu yang biasa atau bahkan hal yang wajar ketika pemilu tiba. Kriminologi ini adalah kondisi miris dalam demokrasi di Indonesia. Selain tanggung jawab terhadap tugas dan kewajibannya, PTPS di Kabupaten Magelang juga memiliki kewajiban untuk merekrut minimal 10 Keluarga Anti Money Politics (KeAMP). Bawaslu Kabupaten Magelang memiliki program dalam mencegah budaya politik uang yang sering terjadi atau dilakukan oleh calon legislatif. Program tersebut yaitu Keluarga Anti Money Politics atau disingkat KeAMP. Sebelum dilantiknya PTPS, Bawaslu Kabupaten Magelang beserta jajaran dibawahnya selalu menyertakan perekrutan Keluarga Anti Money Politics dalam setiap kegiatan sosialisasi pengawasan dan pencegahan. Program ini mendapatkan respon yang sangat baik dari masyarakat di Kabupaten Magelang. Total sudah ribuan keluarga di Kabupaten Magelang berkabung dengan KeAMP Bawaslu Kabupaten Magelang. Kabupaten Magelang terdapat 2 Kampung Anti Money Politics yaitu Dusun Sawangan, Desa Sawangan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang dan Dusun Pandean, Desa Deyangan, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang serta satu Desa Anti Politik Uang Jaga Demokrasi (Desa Sapu JagaD) di Desa Somoketro, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang. Bahkan Dusun Sawangan, Desa Sawangan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang merupanan kampung pertama di Indonesia yang mendeklarasikan sebagai Kampung Anti Money Politics. Sungguh menjadi kebanggaan tersendiri bagi Bawaslu Kabupaten Magelang dan masyarakat Kabupaten Magelang. Dengan dibentuknya PTPS yang berjumlah 4.331 orang ini serta setiap PTPS merekrut minimal 10 KAMP, membuat masyarakat di Kabupaten Magelang yang mendaftar KAMP terus bertambah. Hal ini menjadikan masyarakat di Kabupaten Magelang menjadi lebih dewasa dalam berdemokrasi dan mengurangi potensi kecurangan dalam pemilu. Walaupun dalam faktanya tidak setiap PTPS bisa merekrut 10 KeAMP namun peran PTPS di Kabupaten Magelang ini dapat mencegah terjadinya pelanggaran pemilu khususnya pelanggaran money politics. Selain PTPS merupakan - 51 -


ujung tombak dalam pengawasan Pemilu, PTPS juga sebagai ujung tombak terciptanya Keluarga Anti Money Politics di Kabupaten Magelang.

- 52 -


M. Taufik, S,H

POLITIK UANG MASUK KATEGORI RISYWAH

B

awaslu Kabupaten Magelang bekerja sangat keras dan tegas untuk mewujudkan pemilu serentak yang bersih, berintegritas dan bermartabat selama tahapan Pemilu 2019. Sebagai lembaga syah yang diamanahi UU untuk mengawasi pemilu, Bawaslu telah melakukan langkah-langkah pencegahan dan penindakan pelanggaran. Namun demikian tidak menutup kemungkinan tetap ada pihak yang mencemari pemilu dengan praktik politik uang. Masih ada sebagian politisi, caleg dan tim sukses melanggar regulasi pemilu. Padahal sebagai elit politik dan tokoh publik, mereka seharusnya sudah memahami dan sadar bahwa politik uang itu haram. Tiidak ada kebaikan yang lahir dari sesuatu yang haram. Mungkin sekali politisi dan timses rajin melakukan shalat, bahkan pergi haji atau umrah ke tanah suci. Tetapi, yakinlah, ibadahnya tidak akan berarti saat dia melakukan politik uang, bahkan dia dilaknat seperti penjelasan hadist nabi di bawah ini:

Artinya : - 53 -


Dari Abdullah bin Amr, dia berkata “Rosulullah SAW bersabda, Laknat Allah kepada pemberi suap dan penerima suap� (HR. Ahmad). Hadist di atas dapat dipahami bahwa Allah SWT melaknat bukan hanya kepada pemberi saja akan tetapi kepada penerima sogokan (money politics) juga dilaknat oleh Allah SWT. Setiap dosa yang hukumannya mendatangkan laknat, maka dosa tersebut tergolong dosa besar. Pada hadits lain juga menyebutkan bahwa bukan hanya Allah SWT saja yang melaknat akan tetapi Nabi Muhammad SAW juga melaknat. Sebagaimana hadits berikut ini :

Artinya : Dari Tsauban, dia berkata “Rasulullah SAW melaknat pemberi suap, penerima suap, dan perantaranya, yaitu orang yang menghubungkan keduanya. (HR. Ahmad). Salah satu bentuk politik uang yang paling banyak dibicarakan akhirakhir ini adalah jual beli suara. Dimana seseorang yang memiliki hak suara akan didatangi oleh tim sukses salah satu calon atau bahkan calon itu sendiri. Kepada pemilik suara (calon pemilih) ditawarkan sejumlah uang atau benda lain dengan syarat mau memilih (mencoblos) calon tertentu. Bahkan lebih parah lagi, ketika pemilih menjatuhkan pilihan didasarkan kepada siapa yang berani membayar lebih banyak tanpa melihat kapasitas calon yang di pilih. Na’udzubillah, semoga para pembaca dijauhkan dari perkara yang di laknat oleh Allah dan Rasulnya. Amin. Sangatlah ironis apabila praktik jual beli suara ini terjadi di negara indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Literartur agama Islam menyebutkan bahwa politik uang dikenal dengan istilah risywah. Pengertian risywah (suap) menurut MUI adalah pemberian yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain atau pejabat, dengan maksud meluluskan sesuatu perbuatan yang bathil (tidak benar menurut syariah) atau membathilkan perbuatan yang haq. Dari keterangan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa apabila ada calon atau tim sukses memberi uang atau sesuatu barang kepada seseoarang yang punya hak pilih, dengan tujuan - 54 -


agar pemilih menjatuhkan pilihannya kepada calon tersebut maka dapat dikategorikan ke dalam risywah (suap). Bahkan sabda Rasul sangatlah jelas bahwa “penyuap dan yang di suap tempatnya adalah neraka” jadi dalam ajaran islam, dosa tidak hanya dipikul oleh pihak yang menyuap tapi pihak yang di suap pun juga berdosa dan tempat keduanya adalah neraka. Musyawarah Nasional Alim Ulama yang diselenggarakan Nahdlatul Ulama pada 2012 di Cirebon, Jawa Barat, pernah menyoroti kasus politik uang yang kian menjamur di republik ini. Melalui sejumlah referensi yang kokoh, forum Munas NU menetapkan sejumlah jawaban atas beberapa pertanyaan.1 Pertama, apakah pemberian kepada calon pemilih atas nama transportasi, ongkos kerja, atau kompensasi meninggalkan kerja yang dimaksudkan agar penerima memilih calon tertentu, termasuk kategori risywah? Jawabannya adalah tidak sah dan termasuk kategori risywah (suap). Mengapa demikian? Sebab dibalik pemberian si politisi itu terkandung maksud terselubung yang jelas-jelas serupa praktik menyuap agar seseorang memilih dirinya. Pemberian tak lagi murni pemberian, melainkan ada unsur mempengaruhi pilihan politik. Kedua, sudah lazim kita dapati, politisi memberikan sesuatu kepada calon pemilih atas nama zakat dan sedekah dari harta miliknya. Jika terbesit tujuan agar penerima memilih calon tertentu, apakah termasuk kategori risywah? Jawabannya: pemberian zakat atau sedekah yang dimaksudkan semata-mata agar penerima memilih calon tertentu adalah tidak sah dan termasuk risywah (suap). Jika pemberian zakat atau sedekah itu dimaksudkan untuk membayar zakat atau memberi sedekah, dan sekaligus dimaksudkan agar penerima memilih calon tertentu, maka zakat atau sedekah itu sah, tetapi pahalanya tidak sempurna, dan sesuai perbandingan antara dua maksud tersebut. Semakin dominan ambisi politiknya dalam pemberian ini, semakin besar pula lenyapnya keutamaan tersebut. Ketiga, bagaimanakah hukum menerima pemberian yang dimaksudkan untuk risywah oleh pemberi, tetapi tidak secara lisan? Jawabanya adalah haram bila penerima mengetahui maksud pemberian itu dimaksudkan untuk risywah. Adapun bila penerima tidak mengetahuinya, maka hukumnya mubah. Tetapi bila pada suatu saat mengetahui, bahwa pemberian itu dimaksudkan untuk risywah, maka penerima wajib mengembalikannya. Di ¹ Dikutip dari islam.nu.or.id/post/read/102078/khutbah-jumat-islam-melarang-keras-politik-uang, pada tanggal 9 september 2019 pukul 14.06 WIB.

- 55 -


musim pemilu, kecil sekali kemungkinan orang tidak memahami maksud terselubung bila seorang politisi memberinya uang meski tanpa berbicara apa pun. Ketika status risywah benar-benar jatuh, maka ia sama dengan memakan harta haram. Keempat, apakah penerima risywah haram memilih calon sesuai maksud diberikannya risywah sebagaimana ia diharamkan menerima risywah? Apabila penerima risywah (suap) memilih calon sesuai maksud diberikannya risywah karena pemberian risywah, maka hukumnya haram sebagaimana ia haram menerima risywah. Tetapi jika ia memilihnya sematamata karena ia merupakan calon yang memenuhi syarat untuk dipilih, maka hukum memilihnya mubah (boleh). Bahkan wajib memilihnya bila ia merupakan calon satu-satunya yang terbaik dan terpenuhi syarat. Sedangkan menerima risywah tetap haram. Oleh sebab itu selain menjalankan amanat undang-undang, Bawaslu Kabupaten Magelang juga melaksanakan ajaran agama untuk istiqamah menjaga kesucian demokrasi di Kabupaten Magelang. Upaya-upaya tersebut dilakukan dengan cara melaksanakan pengawasan dalam setiap tahapan dan utamanya melakukan pencegahan-pencegahan. Pencegahan merupakan salah satu kunci untuk mengurangi praktik politik uang. Sedangkan pengawasan merupakan salah satu kunci untuk membantah keraguan masyarakat atas hasil pemilu juga untuk meyakinkan agar tidak ada protes hasil pemilu di Kabupaten Magelang. Meskipun pada realita di lapangan dengan adanya Bawaslu belum 100% berhasil memberantas politik uang, setidaknya dapat menekan berkembangnya politik uang.

- 56 -


Rendra Firmansah, S.H

PROBLEMATIKA SANKSI PIDANA BAGI PELAKU MONEY POLITICS

P

enyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 di Indonesia telah selesai. Semua rakyat tentu mengharapkan pemilu mampu mendatangkan perubahan ke arah yang lebih baik. Untuk mewujudkannya, diperlukan sebuah strategi untuk meminimalisir kecurangan-kecurangan dalam pemilu. Pada umumnya, potensi kecurangan dalam pemilu meliputi politik uang, kampanye hitam (ujaran kebencian), mobilisasi Aparatur Sipil Negara (ASN), penggunaan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan untuk kampanye, dan lain sebagainya. Kecurangan politik uang menjadi salah satu persoalan terpenting, karena masih belum berubahnya perilaku peserta pemilu maupun pemilih yang berdampak pada merajalelanya praktik money politics. Meski sudah dilakukan perubahan peraturan perundang-undangan tentang pelaksanaan pemilu, akan tetapi masih menyisakan sejumlah persoalan terkait penegakkan hukum dan hal teknis lainnya. Evaluasi pelaksanaan termasuk penerapan hukum harus segera dilakukan. Namun demikian, hal itu akan sulit tercapai apabila tidak ada upaya-upaya strategis dan mendasar untuk mencegah praktik politik uang. Tentu upaya ini dilakukan sebagai langkah menuju pemilu yang lebih berkualitas dan berkeadilan. Oleh karena itu, Bawaslu sangat membutuhkan partisipasi - 57 -


masyarakat dalam membasmi politik uang. Setidaknya masyarakat dapat memulai dari keluarganya untuk tidak menerima segala bentuk transaksi politik (pemberian uang atau materi lainnya). Partisipasi ini menjadi bagian penting bagi terciptanya pemilu yang jujur, bersih, berintegritas, bermartabat dan demokratis. Selain itu, keadilan pemilu dapat diwujudkan dengan sistem pengawasan yang optimal dan ketegasan dalam penegakan hukumnya. Maka, setiap tahapan pemilu dapat berjalan bersamaan dengan proses penegakan hukumnya. Akhirnya, masyarakat merasa menjadi bagian penting, karena turut terlibat dalam mengawal dan mengawasi prosesnya.

Tak Kenal Lelah Tindak Pelanggaran Untuk menjalankan tugas penindakan pelanggaran, kami harus mendaki pegunungan, menembus kabut, melesat cepat dalam liku dan curamnya jalan menuju Desa Sutopati, Kecamatan Kajoran dan sekitarnya. Perjalanan itu, kami tempuh selama tiga hari berturut-turut. Masa tenang pemilu 14 sampai 16 April 2019, tentu tak membuat kami tenang dan diam. Dalam masa itu, justru kami merasa riuh dan was-was, karena harus segera menindaklanjuti beberapa temuan politik uang. Perjalanan itu patut untuk diabadikan. Demi menegakkan demokrasi, Bawaslu didampingi petugas kepolisian dan kejaksaan harus melewati jalan berliku, curam dan berbahaya demi mencari fakta-fakta hukum dugaan pelanggaran tindak pidana pemilu. Selama tiga hari, kami berangkat sejak matahari terbit dan pulang hingga malam menjelang. Hal itu kami lakukan demi memenuhi keterpenuhan syarat formil dan materil ketiga perkara pidana pemilu. Dalam menangani setiap dugaan pelanggaran pemilu terdapat batasan waktu. Maka pengawas pemilu harus mampu memaksimalkan waktu untuk segera menindaklanjutinya. Penaganan pelanggaran kali ini terbilang unik. Mengapa demikian? Selain melewati jalan yang berbahaya, kami juga berinisiatif untuk mendatangi langsung saksi maupun terlapor guna kepentingan klarifikasi. Terkadang, pihak yang diklarifikasi tidak berada di rumah mengingat sebagian besar masyarakat Desa Sutopati bekerja sebagai petani. Tentu kami harus mengatur waktu dengan mengikuti ritme kerja dan kebiasaan para petani. - 58 -


Dalam mencari fakta ini, kami meminta keterangan Hendra alias Juwakir dan Minoto. Diduga, keduanya merupakan orang yang berperan menyebarkan uang senilai Rp 50.000 kepada warga sekitarnya untuk memilih caleg PKS Fiqi Akhmad. Dari klarifikasi, keduanya mengakui bahwa sebelumnya mereka telah ditemui oleh Nur Latif yang meminta bantuan untuk mencarikan suara atau dukungan untuk Fiqi Akhmad. Keduanya juga mengakui jika diberi sejumlah uang oleh Nur Latif, untuk Juwakir menerima Rp 4.200.000,00, sedangkan Minoto Rp 1.800.000. Keduanya menerangkan bahwa uang itu telah dikemas dalam amplop masing-masing berisi Rp 50.000. Pengakuan lainnya, “Saya belum menyebarkan uang tersebut, hanya saja saya baru memakai untuk membeli rokok saja,” aku Juwakir. Sedangkan Minoto mengatakan, “Uang tersebut telah diberikan kepada beberapa tetangga dekat, namun setelah perbuatan itu diketahui pengawas pemilu, uang tersebut diminta kembali.” Berdasarkan keterangan tersebut, Bawaslu didampingi petugas kepolisian dan kejaksaan kemudian mengundang Nur Latif untuk diklarifikasi. Sebagaimana mekanisme klarifikasi, mereka harus menandatangi berita acara sumpah untuk diambil sumpah terlebih dulu agar dalam memberikan keterangan sesuai yang diketahui dan/atau dialaminya. Dalam pengakuanya, Nur Latif telah ditemui dua kali oleh Fiqi Akhmad. Dalam pertemuan pertama, “Beberapa hari lalu saya ditemui Fiqi Akhmad untuk meminta do’a restu serta membantunya dalam mencari suara berkaitan dengan pencalonannya sebagai anggota legislatif PKS, namun saya belum meresponya.” Kemudian dalam pertemuan kedua, “Saya didatangi kembali oleh Fiqi Akhmad dan ayahnya dengan tujuan yang sama pada pertemuan pertama,” ujar Nur Latif. Atas dasar itulah, Nur Latif bersedia membantu Fiqi Akmad. Dalam keterangannya, bahwa uang yang diberikan kepada Juwakir dan Minoto bukan uang milik Fiqi Akhmad, melainkan uang pribadi miliknya. Tidak hanya berhenti disitu, dengan cepat Bawaslu kemudian memanggil Fiqi Akmad untuk dimintai keterangannya. Dalam klarifikasi, Fiqi Akhmad menerangkan bahwa ia pernah datang ke rumah Nur Latif sebanyak dua kali. Fiqi Akhmad datang dengan maksud agar Nur Latif mencarikan suara atau dukungan untuknya pada pecalonannya sebagai anggota DRPD Kabupaten Magelang. - 59 -


Perkara politik uang ini serupa dengan kedua perkara lainnya yang menyangkut caleg DPRD Kabupaten Magelang Partai Demokrat Irfan Haris dan caleg DPR RI Abdul Kadir Karding. Karena tidak ditemukannya bukti bahwa caleg tersebut melakukan perbuatan politik uang. Namun demikian, yang melakukan perbuatan politik uang bukan merupakan subyek hukum yang diatur dalam UU Pemilu (pelaksana kampanye, peserta pemilu, dan tim kampanye). Dengan demikian perkara ini dihentikan dan tidak dapat dilanjutkan ketahap penanganan selanjutnya. Penanganan pelanggaran pemilu ini menjadi pelajaran berharga. Bagaimanapun situasi dan kondisinya pengawas pemilu harus berani menegakkan hukum pemilu. Bagaimanapun tugasnya, sebagai pengawas pemilu adalah bagian untuk membantu masyarakat menemukan para pemimpin terbaik. Mengabaikan sebuah pelanggaran, tentu bertentangan dengan hati nurani seorang pengawas pemilu. Meski terkadang menemui kendala di lapangan maupun dari penerapan sanksi hukumnya yang harus segera dievaluasi.

Ikhtiar Bawaslu Membinasakan Politik Uang Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Magelang dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pengawasan, melibatkan kelompok-kelompok masyarakat dengan latar belakang yang beragam. Hal ini dinilai Bawaslu RI maupun Bawaslu Provinsi sebagai sebuah prestasi. Karena keterlibatan masyarakat dalam gerakan menolak politik uang, dapat menghasilkan pemilu yang berlangsung jujur, adil dan berkualitas. Sebelumya, Bawaslu Kabupaten Magelang telah memetakan kerawanan praktik pemberian uang atau materi lainnya (politik uang) selama pelaksanaan pemilu. Bukan hanya keterkaitan dengan politik uang, namun juga beberapa wilayah kecamatan yang rawan terjadi praktik politik uang. Bawaslu Kabupaten Magelang memiliki sejumlah catatan penegakan hukum tindak pidana pemilu terkait politik uang. Pertama, terjadi pada masa kampanye pemilu. Kedua, terjadi pada masa tenang pemilu. Selama penyelenggaraan Pemilu 2019, Bawaslu menangani lima perkara politik uang. Menurut data yang dihimpun, satu terjadi pada masa kampanye pemilu dan empat lainnya terjadi pada masa tenang pemilu. Praktik - 60 -


ini ditemukan di tiga kecamatan yakni Ngluwar satu perkara, Kajoran tiga perkara, dan Muntilan satu perkara bersumber dari laporan. Setiap Temuan maupun Laporan dugaan pelanggaran tindak pidana pemilu, perkara ditangani oleh Sentra Penegakkan Hukum Terpada (Sentra Gakkumdu) yang terdiri dari Bawaslu, Polres Magelang dan Kejakasaan Negeri Kota Mungkid. Pelanggaran pemilu terkait politik uang atau pemberian materi lainnya merupakan ranah tindak pidana pemilu. Artinya, baik laporan atau temuan akan ditindaklanjuti secara hukum. Bawaslu telah menindaklanjuti kelima dugaan pelanggaran politik uang tersebut, termasuk dengan memanggil saksi, dan terlapor untuk melakukan klarifikasi, pembahasan, kajian dan proses lainnya. Setelah melakukan proses penanganan, Sentra Gakkumdu menyatakan kelima perkara tersebut dihentikan pada pembahasan kedua (temuan atau laporan tidak terdapat unsur tindak pidana pemilu). Dengan demikian, perkara yang telah ditangani Sentra Gakkumdu tidak dapat bergulir sampai ke tingkat pengadilan. Setelah melalui pembahasan demi pembahasan terhadap kelima perkara yang cukup menyita pikiran dan fisik itu, Bawaslu menganalisa, terdapat sejumlah modus tindak pidana pemilu yang dalam kenyataanya tidak dapat dijerat dengan konstruksi tindak pidana pemilu berdasarkan UndangUndang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Sebagai contoh, subjek hukum yang dilarang UU Pemilu untuk melakukan politik uang. UU Pemilu melarang tiga subyek, yaitu pelaksana kampanye, peserta pemilu, dan tim kampanye. Selain ketentuan tersebut, UU Pemilu tidak mengatur subyek hukum lainnya. Dengan begitu, terdapat celah hukum bagi orang-orang yang tidak termasuk dalam ketiga subyek hukum yang dilarang melakukan politik uang selama pelaksanaan pemilu berlangsung. Meskipun di lapangan ditemukan praktik politik uang, namun selama pelakunya tidak termasuk dalam tiga subyek hukum yang diatur oleh UU Pemilu, maka mereka tidak bisa dipidana. Seharusnya, subyek hukum yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum untuk melakukan politik uang adalah “setiap orang�. Dengan begitu, larangan melakukan politik uang bisa menjangkau siapapun, sepanjang terbukti melakukan politik uang selama pemilu berlangsung. Karena, aturan seperti itu akhirnya banyak orang yang melakukan perbuatan melawan hukum. Mereka yang tidak terikat pada - 61 -


ketiga subyek hukum itu, bisa melakukan dan tidak dapat dipidana. Dengan begitu, meskipun tidak memenuhi syarat subyektif UU Pemilu, tapi pelaku yang membantu memberikan uang di lapangan, orang yang memberikan ataupun orang yang diberi, tetap dapat dikenai sanksi pidana Pemilu.

- 62 -


Sumarni Aini Chabibah, S.S, M.Hum

PEREMPUAN LAWAN POLITIK UANG

T

iada demokrasi tanpa perempuan, tiada pemilu adil dan berintegritas tanpa partisipasi perempuan. Sekiranya “mantra” tersebut bisa mengilustrasikan betapa pentingnya peran perempuan dalam demokrasi di negeri ini. Semangat dan konsep percaya diri apabila perempuan memegang peranan penting dalam memperbaiki kualitas demokrasi. Kehadiran perempuan pula bukan sebagai pemanis atau hanya pelengkap semata. Namun lebih dari itu, kaum ibu mampu menjadi promotor perbaikan demokrasi di Indonesia. Sudah menjadi keharusan, perempuan menempati ruang-ruang strategis publik laiknya ‘lembaga domestik’. Terlebih, tradisi kehidupan sosial politik kini masih menempatkan perempuan di ‘tepian’. Parahnya lagi, perempuan kerap dianggap sebagai ‘kaum marginal’. Padahal sejatinya, separuh lebih jumlah pemilih pada Pemilu 2019 adalah perempuan. Secara kuantitas, perempuan lebih mayoritas ketimbang laki-laki. Mengenali fakta itu, maka menjadi keniscayaan bila perempuan wajib bangkit untuk melakukan perlawanan terhadap buruknya kualitas demokrasi Indonesia. Perempuan bisa berperan sesuai dengan potensi dan kapasitas untuk hadir dalam semua institusi demokratik. Banyak ruang yang harus disesaki oleh perempuan baik sebagai penyelenggara, calon legislatif - 63 -


(caleg), pengawas partisipatif, dan masyarakat pemilih. Perempuan itu sendiri yang memastikan hadir dalam ruang-ruang tersebut sebagai upaya untuk mengurangi ‘devisit of democracy’. Potensi dan sumberdaya perempuan sangat besar. Data Bawaslu Kabupaten Magelang menyebutkan bahwa total daftar pemilih tetap (DPT) Kabupaten Magelang sebanyak 988.879 jiwa dengan rincian pemilih perempuan sejumlah 496.561 jiwa sedangkan pemilih laki-laki sejumlah 492.318 jiwa. Sementara itu, pengguna hak pilih dalam DPT pada Pemilu 2019 total 850.120 pemilih dengan rincian pengguna hak pilih perempuan sejumlah 428.446 sedangkan laki-laki 421.674 jiwa. Mendasari hal itu, sebenarnya sudah cukup mengasumsikan jika sumber daya perempuan sangat besar. Potensi secara kuantitas ini mestinya tak hanya sekadar ‘kayu bakar’. Namun, perempuan harus hadir dan ambil peran dalam menentukan arah kebijakan pemerintah, salah satunya memunculkan ide atau gagasan cemerlang terlaksananya Pemilu. Di Indonesia, yang notabenenya menganut sistem demokrasi, pemilu pun digelar dalam jangka waktu lima tahunan. Saat ini Indonesia telah melaksanakan 12 kali pemilu sejak tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009, 2014 dan yang baru saja terlaksana, yaitu pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden serta wakil presiden secara serentak pada tahun 2019 ini. Masing-masing pemilu yang telah dilaksanakan memiliki cerita dan catatan sejarahnya sendiri. Berbeda dengan pemilu sebelumnya, Pemilu Tahun 2019 ini sangatlah spesial. Keistimewaan itu karena dalam satu waktu pemilih datang dan masuk ke dalam tempat pemungutan suara (TPS) untuk memilih anggota DPR RI-DPD-DPRD Provinsi-DPRD Kabupaten serta memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam satu waktu atau serentak. Pemilu serentak pertama dalam sejarah praktik demokrasi di Indonesia termaktub dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum huruf d ‘bahwa Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2000 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil presiden, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang penyelenggara Pemilihan Umum, dan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah perlu disatukan dan disederhanakan menjadi satu undang-undang sebagai landasan hukum bagi pemilihan umum secara serentak’. (Pemerintah - 64 -


Republik Indonesia, 2017). Pemilihan umum merupakan bagian dari proses membangun politik demokratik di Indonesia. Tentunya politik demokratik yang berkeadaban menjunjung tinggi etika dan moral. Demokrasi adalah salah satu sistem politik yang bisa menghasilkan produk-produk politik yang baik, maka harus dilakukan dengan cara yang baik pula. Namun terkadang, upaya yang baik tak selalu melahirkan hal yang baik. Karena setelah Indonesia begitu mengagungkan demokrasi justru memunculkan masalah baru yaitu politik uang atau money politics. Bahkan, money politics seringkali menjadi catatan yang selalu menyertai pemilu dari tahun ke tahun. Dalam ilmu bahasa Indonesia, politik uang dapat dipadankan dalam dengan kata suap. Sedangkan arti suap dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah uang sogok. Politik uang secara umum dipahami dengan kegiatan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih untuk mempengaruhi pilihannya. Meski praktik politik uang menjadi rahasia umum, faktanya sukar untuk menjerat para pelakunya. Sekalipun regulasi pemilu yang mengatur tentang pidana bagi pelaku politik uang sudah dilahirkan. Kasus politik uang di Kabupaten Magelang misalnya, dalam sejarah pemilu juga tidak pernah hilang. Berdasarkan pada data indek kerawanan pemilu (IKP) dari masa ke masa masih ditemukan kasus yang sebenarnya menciderai kualitas demokrasi itu. Bahkan pada Pemilu 2019, Bawaslu Kabupaten Magelang menangani kasus dugaan politik uang lebih dari satu kasus. Tercatat ada lima kasus dugaan politik uang baik yang bersumber dari laporan masyarakat ataupun dari temuan Bawaslu sendiri. Lima kasus itu terbagi dalam dua tahapan satu kasus dugaan politik uang pada masa kampanye dan empat kasus dugaan politik uang pada masa tenang. Meskipun kasus itu tidak berlanjut karena tidak terpunuhinya unsur materil sebagai tindak pidana pemilu, namun tergambar jelas bahwa praktik politik uang di Kabupaten Magelang masih mewarnai kontestasi pesta demokrasi tahun 2019 ini. (Data Bawaslu Kabupaten Magelang per bulan April 2019). Bentuk Politik Uang Politik uang didasarkan pada bentuknya tidak melulu berbentuk uang namun bisa berupa janji-janji dan berbagai materi lainnya. Materi lainnya tidak ada definisi yang membatasi sehingga menjadi celah para pelaku politik uang untuk berkreasi dan berlomba-lomba mencari peruntungan. - 65 -


Pelaku politik uang biasanya akan menyasar kelompok-kelompok strategis yang sudah terbentuk di lingkungan masyarakat dengan dalih memberikan bantuan untuk kelompok tersebut umumnya berupa seragam ataupun fasilitas umum yang sedang dibutuhkan di masyarakat itu. Strategi Politik Uang Strategi yang digunakan para pelaku praktik politik uang dalam melancarkan aksinya adalah strategi serangan fajar dan mobilisasi massa. Serangan fajar adalah istilah yang digunakan untuk menyebut bentuk politik uang dalam rangka membeli suara yang dilakukan oleh satu atau beberapa orang untuk memenangkan calon yang bakal menduduki posisi sebagai pemimpin politik. Serangan fajar umumnya menyasar kelompok masyarakat menengah ke bawah dan kerap terjadi last minute menjelang pelaksanaan pemungutan suara. Sedangkan mobilisasi massa biasa terjadi pada saat masa kampanye yang melibatkan penggalangan massa dengan iming-imingan sejumlah uang untuk meramaikan kampanye yang diadakan oleh partai politik. Penggunaan uang biasanya untuk biaya transportasi, uang lelah serta uang makan, dengan harapan massa yang datang pada saat kampanye akan memilihnya kelak. Dalam memobilisasi masa disinilah money politics ini bermain dengan cara pembelian pengaruh, dengan alat para tokoh masyarakat yang dijadikan sebagai penggalang masa untuk mempengaruhi pemilih sesuai dengan pesanan kandidat, dalam rangkaian kampanye pun sebagian masyarakat diberi uang makan dan bayaran untuk mengikuti kampanye akbar.

Penyebab Politik Uang Kemiskinan menjadi salah satu penyebab terjadinya politik uang. Sebagaimana kita ketahui, angka kemiskinan di Indonesia cukup tinggi. Demikian halnya di Kabupaten Magelang. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjan. Kondisi miskin tersebut seperti memaksa sebagian masyarakat untuk segera mendapat uang. Politik uang pun menjadi ajang para masyarakat untuk berebut uang. Mereka yang menerima uang terkadang tidak memikirkan konsekuensi yang akan diterima yaitu, tindakan suap dan jual beli suara yang jelas melanggar hukum. Yang terpenting adalah mereka mendapat uang dan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, kendati bersifat semu. - 66 -


Rendahnya pengetahuan masyarakat tentang politik juga menjadi penyebab merebaknya aktivitas politik uang. Tidak semua orang tahu apa itu politik, bagaimana bentuknya, serta apa yang ditimbulkan dari politik. Itu semua bisa disebabkan karena masih minimnya edukasi politik di lembaga pendidikan ataupun masyarakatnya sendiri yang memang apatis terhadap politik. Oleh karena itu, tatkala ada pesta demokrasi, seperti Pemilu, masyarakat justru bergeming, apatis, tidak mengenal partaipun biasa saja. Tidak tahu calon anggota legislatif juga bukan “dosa besar”. Bahkan, ada sebagian anggapan yang tarafnya sudah mengkhawatirkan yakni mengasumsikan bahwa tidak ikut pemilu pun tidak masalah. Kondisi seperti ini menyebabkan maraknya politik uang. Masyarakat yang acuh tak acuh dengan pemilu dengan mudah menerima pemberian dari para peserta pemilu. Politik uang pun dianggap tidak masalah bagi mereka. Mereka tidak akan berpikir jauh ke depan bahwa uang yang diberikan itu suatu saat akan ‘ditagih’ kembali oleh para calon kandidat yang nantinya terpilih. Mereka tidak menyadari adanya permainan politik yang sebenarnya justru merugikan diri mereka sendiri. Penyebab lain yang mendorong terjadinya politik uang adalah kebudayaan yang berlaku di masyarakat yaitu saling memberi. Anggapan lebih parah lagi karena politik uang disangkakan sebagai rezeki atau uang kaget yang hanya didapat oleh orang-orang beruntung saja. Hal ini kian miris ada budaya yang berkembang di tengah masyarakat tentang pepatah yang menyebut jika rezeki tak boleh ditolak. Anehnya, hal itu yang terpatri dalam sanubari masyarakat. Uang dan segala bentuk politik uang dari peserta pemilu dianggap sebagai rezeki dan tidak boleh ditolak. Lantaran uang sudah diberi, secara otomatis masyarakat harus memberi sesuatu pula untuk peserta pemilu, yaitu dengan memilih, menjadi tim sukses, bahkan ikut menyukseskan politik uang demi memenangkan peserta pemilu tersebut. Hal itu semata-mata dilakukan sebagai ungkapan terima kasih dan rasa balas budi dan ‘pakewuh’ masyarakat terhadap si pemberi uang.

Perempuan Lawan Politik Uang Mendadari fakta bahwa perempuan menjadi dominasi pemilih sekaligus menjadi pihak yang rentan terhadap praktik politik uang, maka perempuan sebenarnya di sini bisa dijadikan kunci, dalam penerapan pencegah- 67 -


an politik uang. Strategi pengawasan yang diterapkan Bawaslu Kabupaten Magelang bahkan hampir seluruhnya melibatkan kalangan perempuan, karena kaum ini menjadi tokoh kunci dalam peran serta mereka menjaga marwah demokrasi. Perempuan lebih sering diskusi. Walaupun sifat mereka hanya antar tetangga, antar rekan kerja, maupun keluarga mereka sendiri. Dibandingkan dengan kaum pria, secara psikologi perempuan atau ibu rumah tangga punya kekuatan tersendiri untuk membuat keputusan. Tak heran jika banyak sekali penyebutan “The Power of Emak-emak�, menunjukkan jika kaum perempuan punya potensi menyelesaikan suatu persoalan yang sukar dituntaskan oleh kaum pria. Atas dasar itu, Bawaslu Kabupaten Magelang memotori kegiatan sosialisasi, pencegahan, sharing, maupun diskusi dengan para tokoh kunci maupun pengendali insan keluarga yakni perempuan. Terlebih di Kabupaten Magelang cukup banyak memiliki organisasi-organisasi perempuan, baik keagamaan, kemasyarakatan, kepemudaan, maupun pelajar/mahasiswa. Pelibatan masyarakat kaum perempuan sekali lagi menjadi strategi “seksi� yang ditempuh Bawaslu Kabupaten Magelang untuk menggelorakan masyarakat memerangi atau minimal menolak praktik politik uang yang dapat menciderai demokrasi bangsa ini. Beragam organisasi massa perempuan yang pernah digugah hatinya agar turut serta menjadi kader antipolitik uang di Kabupaten Magelang sangat kompleks. Mulai dari Fatayat NU, Aisiyah Muhammadiyah, PKK, Dharma Wanita Persatuan, Persit, dan sebagainya. Berdasarkan hasil pengawasan pada pemilu era sebelumnya di Kabupaten Magelang, diketahui bahwa sikap perempuan terhadap politik uang dapat klasifikasikan ke dalam tiga varian. Pertama, perempuan teguh bersikap menolak politik uang dalam bentuk apapun; kedua, perempuan menerima politik uang dan menjadikan uang sebagai faktor penentu pilihan politiknya; dan ketiga, perempuan menerima politik uang tetapi tidak mempengaruhi pilihan politiknya. Data di atas menunjukan bahwa perempuan masih menjadi korban politik uang yang dilakukan para calon pemimpin dalam kontestasi politik. Hal itu perlu disikapi bersama oleh perempuan. Langkah perlawanan perempuan terhadap politik uang, selain dengan menambah pengetahuan dan sosialisasi terhadap aturan kepemiluan, Bawaslu Kabupaten Magelang juga mulai meningkatkan keterwakilan per- 68 -


empuan dalam institusi demokratik, salah satunya adalah pengawas partisipatif yang lebih dari 50 persennya adalah perempuan. Kemudian pada masa rekrutmen Panwascam, Bawaslu Kabupaten Magelang juga memperhatikan keterwakilan perempuan di setiap kecamatan. Sebab Bawaslu menilai perempuan mampu sebagai salah satu basis utama sosialisasi dan pendidikan pemilih dengan harapan mereka bisa melek politik, sehingga tak melulu kaum perempuan menjadi korban atas pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh para calon kandidat seperti politik uang, tapi justru mampu tampil sebagai pencegah dan pembangkit massa anti kecurangan. Peran perempuan di sini sekarang tak hanya menjadi subjek pengawasan. Bahkan pasca era reformasi, derajat perempuan selalu ditonjolkan. Sebut saja soal keterwakilan perempuan di dunia demokrasi, sehingga dalam dua dekade terakhir kaum perempuan kini banyak menghiasi panggung-panggung politik. Mereka mau terjun dan berpartisipasi aktif dalam institusi demokratik. Dengan jumlah keterwakilan perempuan yang cukup memadai semestinya mampu mengubah komposisi ini menjadi kekuatan besar yang bisa mereduksi tindakan negatif, berupa kecurangan demokrasi. Oleh karena itu, diperlukan langkah guna meningkatkan keterwakilan perempuan agar strategi yang diwacanakan dapat berjalan dengan baik. Salah satunya, bisa menggunakan percepatan affirmative action (tindakan afirmatif) sebagai sebuah kebijakan startegis yang legal dalam undang-undang. Affirmative action dalam bentuk kuota gender ini tidak hanya sebagai alat untuk memperkuat partisipasi politik kaum perempuan di ranah publik, akan tetapi juga merupakan realisasi dari politik gender. Secara khusus, affirmative action ini merupakan strategi kelembagaan yang efektif untuk mempromosikan kesetaraan gender yang sesungguhnya (substantial) untuk kelompok perempuan yang tidak terwakili dalam politik, di samping kesetaraan di muka hukum. Potensi keuntungan yang bisa di dapat tidak sekadar peningkatan jumlah wakil perempuan, melainkan yang lebih penting lagi adalah pemberdayaan status kaum perempuan sebagai warga negara. Untuk meningkatkan pencegahan terjadinya politik uang yang menyasar kaum perempuan perlu diperhatikan empat hal yaitu pertama, pemilih perempuan tidak memilih pasangan calon yang jelas melakukan politik uang. Tingginya biaya politik yang dikeluarkan oleh kandidat pasangan calon dalam pelaksanaan tahapan pemilu tentu memicu perilaku koruptif kemudian hari. - 69 -


Kedua, meneguhkan kembali fungsi seorang ibu sebagai madrasatul ula. Seorang ibu harus senantiasa membiasakan dan memperkenalkan budaya demokrasi di tingkat keluarga. Di dalam lingkungan sehari-hari perempuan sebagai ibu harus menanamkan nilai-nilai anti korupsi yaitu, kejujuran, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani dan adil pada anak-anak di rumah. Ketiga, optimalisasi pendidikan politik dan pendidikan pemilih perempuan. Tujuannya membentuk dan menumbuhkan orientasi politik pada setiap individu dan kelompok. Proses pendidikan politik ini dimaksudkan agar pemilih perempuan dapat menjadi warga negara yang sadar dan menjunjung tinggi akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender. Keempat, pemerintah mengalokasikan anggaran khusus untuk sosialisasi kepada kaum perempuan. Sosialisasi ini intens dilakukan, agar informasi kepemiluan terdistribusikan secara merata sampai ke pelosok desa. Simpulannya maka perempuan bukan manusia ‘kayu bakar’ yang akan habis dilalap api, namun perempuan justru mampu menjadi ‘manusia besi’ yang sulit ditaklukan. Ia begitu istimewa, maka keistimewaannya ini dapat diubah menjadi kunci utama dalam membentuk masyarakat demokrasi. Selain itu, keunggulan secara kuantitas dan potensi perempuan juga seiring sejalan dengan penegakan hukum dan prosedur-prosedur demokrasi yang dibutuhkan. Perempuan adalah prasyarat mendasar adanya keseimbangan partisipasi dan perwakilan politik antara kaum perempuan dan laki-laki. Apalagi di mata negara, hukum, dan bahkan agama semuanya mengajarkan kepada manusia bahwa antara laki-laki dan perempuan adalah setara.

- 70 -


M. Yasin Awan Wiratno

MENGAPA MASYARAKAT TIDAK BERANI LAPORKAN PELANGGARAN?

“M

as Pemilu kemarin ada partai gambar ini dan calon ini memberi uang di desaku lho,â€? ungkap seorang ibu seusai tahapan Pemilu 2019. Ungkapan tersebut seolah gambaran bahwa politik uang seperti kentut, ada baunya tetapi sulit dibuktikan bentuknya. Politik uang juga dapat diumpamakan seperti penyakit yang tidak pernah bisa langsung ditangani, namun bukan berarti tidak bisa ditangani jika masyarakat mau berpartisipasi dan sadar untuk menolak penyebarannya. Menanggapi persoalan tersebut Bawaslu Kabupaten Magelang telah meluncurkan inovasi pemberantasan politik uang melalui Gerakan Berani Melapor pada tanggal 24 November 2018. Gerakan Berani Melapor adalah upaya mengajak masyarakat berperan aktif melaporkan adanya dugaan pelanggaran pemilu. Masyarakat dapat melaporkan dugaan pelanggaran yang disertai bukti ke Panwasdes, Panwaslu Kecamatan, Bawaslu Kabupaten Magelang atau dilakukan secara online ke Bawaslu RI. Dalam hal belum cukup alat bukti laporan tetap diterima oleh Bawaslu untuk selanjutnya didalami dan ditindaklanjuti. Gerakan Berani Melapor mendapat respon cukup baik di masyarakat, selama tahapan pemilu tercatat ada 3 laporan dari masyarakat, sebagai berikut : - 71 -


1. Laporan dari Aria Ganna, Caleg DPRD Provinsi PAN perihal perusakan bahan kampanyenya. Laporan ini sudah langsung ditindaklanjuti Ketua Bawaslu Kabupaten Magelang MH Habib Shaleh bersama Panwascam Mertoyudan; 2. Laporan Suparno, Caleg DPRD Kabupaten Magelang perihal dugaan pelanggaran pemilu money politics di Desa Ngawen, Kecamatan Muntilan (laporan lengkap dan diregister); 3. Laporan dari Ichsan Yusuf A WNI perihal adanya dugaan kampanye di lembaga pendidikan (tidak diregister, karena dalam 3 x 24 jam pelapor tidak melengkapi syarat formil). Meskipun mendapat respon cukup baik namun jumlah pencapaian tersebut masih bisa dikatakan sangat minim. Laporan disampaikan langsung ke Bawaslu Kabupaten Magelang dan belum ada laporan masyarakat melalui pengawas TPS, pengawas desa dan Pengawas Kecamatan. Adapun dugaan pelanggaran yang disampaikan belum ada laporan murni dari masyakat tentang partai atau calon serta tim sukses yang melakukan tindakan money politics, sebagian merupakan laporan karena persaingan antar caleg. Sebagaimana data laporan dugaan pelanggaran money politics di Kabupaten Magelang, keberanian dan komitmen dari masyarakat untuk melapor masih memerlukan motivasi dan dukungan, dari data pelanggaran yang telah ditindaklanjuti, beberapa saksi menolak memberikan keterangan dan bukti-bukti karena perasaan pekewuh dan kekhawatiran jika kasus tersebut berlanjut ke ranah hukum. Selain hal tersebut terdapat beberapa faktor yang menjadi dasar masyarakat tidak melaporkan adanya dugaan pelanggaran pemilu diantaranya karena: 1. Masyarakat tidak tahu tata cara melaporkan dugaan pelanggaran pemilu; 2. Masyarakat tahu tata cara melaporkan dugaan pelanggaran pemilu tapi sengaja tidak melapor karena khawatir apabila nanti menjadi saksi akan menyita banyak waktu untuk dipanggil dan di klarifikasi tentang laporannya, sehingga mereka mencari jalan aman tidak melaporkan sama sekali; 3. Adanya ancaman dari tim sukses atau pihak berkepentingan lainnya, sehingga timbul perasaan khawatir dari saksi atas jaminan perlindungan - 72 -


saksi dan kerahasiaan pelapor apabila memang diminta oleh pelapor. Beberapa laporan masyarakat pada pengawas pemilu baik di tingkat PTPS, Panwasdes, Panwaslu Kecamatan maupun Bawaslu berakhir mentah sampai tidak bisa ditindaklanjuti oleh pengawas karena kurangnya bukti yang mendukung. Kesadaran warga untuk melaporkan adanya praktik kecurangan pemilu ini harus terus dikembangkan dan disosialisasikan dengan berbagai cara. Beberapa kegiatan Bawaslu Kabupaten Magelang menjelang Pemilu 2019 maupun setelah Pemilu 2019 mengarah pada masyarakat langsung sehingga masyarakat dapat berpartisipasi dalam pengawasan. Di samping itu, kesadaran peserta pemilu untuk menaati regulasi dan tidak menggunakan politik uang sebagai cara untuk mencapai tujuannya juga harus selalu disampaikan, sehingga tidak ada pihak pemberi dan penerima yang saling bernegosiasi. Banyaknya masyarakat yang menolak money politics dan berani melaporkan apabila ada kecurangan yang terjadi menjadi salah satu bukti kinerja Bawaslu. Harapannya, Bawaslu akan semakin eksis dan selalu menjadi garda terdepan dalam pengawasan pemilu.

- 73 -



M. Dwi Anwar Kholid, S.Pd.I

JIKA PELANGGARAN ADMINISTRASI TSM MUDAH DIPROSES, MONEY POLITICS BERKURANG

P

emilu sebagai sarana demokrasi tidak pernah bisa lepas dari tindakan pelanggaran, baik disengaja maupun tidak. Banyak pelanggaran yang belum bisa ditindak, itulah kesimpulan sementara masyarakat melihat setiap perhelatan pesta demokrasi kita. Sebagian masyarakat memang secara riil melihat banyak terjadi kecurangan dan pelanggaran, lebih lebih terkait money politics, baik di wilayah akar rumput sampai di wilayah elit politik. Banyak diskusi digelar dimedia media nasional terkait dengan ini. Namun pembahasan mengurai akar persoalan pelanggaran pemilu memang tak pernah lekang oleh waktu. Ada yang menggelitik terkait pelanggaran money politics yang seakan hanya bisa menindak pelaku di wilayah pengecer, sedangkan oknumoknum pelaku yang lebih besar bahkan menggunakan instrumen-instrumen kekuasaan status quo untuk menggerakkan sistem ‘maya’ yang bergerak bagaikan ‘kentut’ yang nyata ada dan dapat dicium baunya namun tak terlihat kasat mata, maka akan sulit untuk bisa ditindak tegas. Sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, pelanggaran pemilu setidaknya ada tiga macam, yakni pelanggaran administratif, pidana, dan kode etik pemilu. Pertanyaannya, mengapa sampai - 75 -


saat ini bila ada pelanggaran pidana pemilu dan kode etik penyelenggara pemilu akan cepat viral di media dan menjadi buah bibir masyarakat, sedangkan bila ada pelanggaran administratif pemilu, media dan masyarakat seakan acuh tak acuh? Di sisi lain, kita seharusnya sadar bahwa penegakan pidana pemilu terkait money politics, dapat berlanjut pada pemberian sanksi administrasi berupa pembatalan calon oleh KPU dan jika KPU tidak melaksanakan dengan mengeluarkan sanksi administrasi tersebut, Bawaslu dapat mengadukan ke DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara pemilu) sebagai bentuk pelanggaran kode etik. Bagi sebagian masyarakat awam, bentuk-bentuk pelanggaran administrasi pemilu memang tidak familiar, lebih lebih bagi masyarakat yang “masih minim akses informasinya�. Bentuk pelanggaran administrasi pemilu itu sendiri ada tiga macam, yaitu pelanggaran administrasi biasa, pelanggaran administrasi TSM (Terstruktur Sistematis Masif) dan pelanggagaran administrasi money politics TSM. Artinya ada benang merah antara pelanggaran administratif dengan pelanggaran pidana pemilu money politics. Pertanyaannya, dimanakah letak benang merah itu? Lalu bagaimana mengambil langkah langkah positif dan vital agar kedua macam pelanggaran pemilu ini dapat diminimalisir? Setiap peserta pemilu, yang melakukan money politics baik kepada penyelenggara maupun peserta pemilu dan terjadi minimal di 50% daerah dari daerah pemilihannya, patut diduga melakukan pelanggaran administrasi money politics TSM. Fenomena ini sebenarnya diakui atau tidak, kadang terjadi dalam pelaksanaan pemilu kita. Hanya saja, yang menjadi kendala selama ini adalah ketakutan masyarakat apabila mereka menjadi pelapor pada kasus kasus pidana pemilu. Kesadaran masyarakat yang berani melaporkan kasus pelanggaran hukum di negara kita memang harus lebih ditingkatkan melalui program program revolusi mental. Lebih dari pada itu, pengawas sebagai penyelenggara pemilu, mengalami kesulitan dalam menemukan dua alat bukti permulaan yang cukup, agar kasus kasus money politik ini dapat diputuskan dalam forum Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu) dan dilimpahkan ke pengadilan.

Pelanggaran Administratif Dalam Pusaran Regulasi Pelanggaran administrasi adalah pelanggaran terhadap tata cara, - 76 -


prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilu. Pelanggaran administrasi ini tidak termasuk tindak pidana pemilu dan pelanggaran kode etik. Jika dibandingkan dengan UU sebelumnya, ketentuan yang mengatur tentang pelanggaran administrasi serta penyelesainnya mengalami perubahan yang cukup signifikan. Dalam undang-undang sebelumnya (UU Nomor 15 Tahun 2011) disebutkan; Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota membuat rekomendasi atas hasil kajiannya terkait pelanggaran administrasi pemilu. Sementara itu di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 461 Ayat (1) menyebutkan, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota menerima, memeriksa, mengkaji, dan memutus pelanggaran administrasi. Ada perbedaan peran Bawaslu dalam kedua undang-undang ini, hal ini juga menyebabkan perbedaan produk hukum yang dikeluarkannya. Bawaslu sendiri memperkuat posisi penindakan pelanggaran administratif Pemilu 2019 dengan menerbitkan Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum. Regulasi ini merupakan rujukan operasional bagi jajaran pengawas pemilu untuk bertindak sebagai kuasi peradilan pemilu. Keseriusan Bawaslu menangani pelanggaran administratif ini dapat dilihat pada Pasal 1 Ayat (28) dan (29) sebagai berikut: (28) Pelanggaran Administratif Pemilu adalah perbuatan atau tindakan yang melanggar tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu. (29) Pelanggaran Administratif Pemilu yang terjadi secara Terstruktur, Sistematis, dan Masif yang selanjutnya disebut Pelanggaran Administratif Pemilu TSM adalah perbuatan atau tindakan yang melanggar tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu, dan/atau Pasangan Calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara Pemilu dan/atau Pemilih yang terjadi secara tersruktur, sistematis, dan masif. Selanjutnya pada Bab III ada 13 pasal (dari Pasal 5 sampai Pasal 18) - 77 -


yang kesemuanya mengatur terkait majelis pemeriksa untuk menerima dan memeriksa laporan dugaan pelanggaran administratif. Mulai dari mekanisme pembentukan majlis pemeriksa, mekanisme penunjukan ketua dan anggota majelis, tugas majelis pemeriksa, asisten pemeriksa, sekretaris pemeriksa, notulensi hingga larangan komukasi bagi majelis pemeriksa dengan pelapor, terlapor, saksi dan ahli. Ini menunjukkan bahwa sinyal peran kuasi peradilan pemilu dalam undang undang betul betul mampu diterjemahkan dan diwujudkan oleh Bawaslu. Dengan demikian, peran Bawaslu untuk menyelesaikan dugaan pelanggaran administrasi menjadi semakin kuat. Kewenangan kuat yang paling menonjol adalah menindak dan memutus pelanggaran administrasi.  Di undang-undang sebelumnya, kesimpulan pleno pengawas bahwa sebuah tindakan dianggap sebagai pelanggaran administratif dikeluarkan dalam bentuk rekomendasi. Kini kesimpulan tersebut dikeluarkan dalam bentuk putusan. Putusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/ Kota dapat berupa perbaikan administrasi, teguran tertulis, tidak diikutkan pada tahapan tertentu, diskualifikasi dan sanksi administrasi lainnya. Sampai di titik ini, masih ada yang perlu disayangkan, dimana kewenangan penanganan pelanggaran administrasi TSM (artinya termasuk pelanggaran money politics TSM) baru diberikan sampai Bawaslu Provinsi. Bawaslu Kabupaten/Kota belum punya kewenangan pemeriksaan terhadap kasus pelanggaran ini (lihat Pasal 4 Ayat (7) Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2018).

Pelanggaran Administrasi Money Politics TSM Batasan perilaku money politics itu sendiri sudah sangat jelas, yaitu menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilu dan/atau pemilih. Pelanggaran money politics TSM adalah pelanggaran money politics yang dilakukan secara tersruktur, sistematis, dan masif. Terstruktur artinya kecurangan yang dilakukan oleh aparat struktural, baik aparat pemerintah maupun penyelenggara pemilihan secara kolektif atau bersama-sama. Sistematis, yakni pelanggaran yang direncanakan secara matang, tersususun, bahkan sangat rapi. Dan masif maksudnya, dampak dari pelanggaran yang sangat luas pengaruhnya terhadap hasil pemilihan sehingga bukan hanya sebagian. Untuk lebih jelasnya kita dapat melihat pada Pasal 286 Undang- 78 -


Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal 286 (1) Pasangan calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, pelaksana kampanye, dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi penyelenggara pemilu dan/atau pemilih. (2) Pasangan Calon serta calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan rekomendasi Bawaslu dapat dikenai sanksi administratif pembatalan sebagai pasangan Calon serta calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota oleh KPU. (3) Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pelanggaran yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif. (4) Pemberian sanksi terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mengugurkan sanksi pidana. Dalam Jurnal Konstitusi, Volume 9, No. 1, Maret 2012 dimuat hasil penelitian M Mahrus Ali dkk dari Pusat Penelitian dan Pengkajian MK RI yang berjudul Tafsir Konstitusional Pelanggaran Pemilukada yang Bersifat Sistematis, Terstruktur, dan Masif. Dari riset terhadap putusan MK tentang perkara Pemilukada sejak 2008-2011 (sesuai putusan MK kini disebut Pilkada), diperoleh data putusan yang amarnya dikabulkan, yakni 32 putusan. Dari 32 putusan ini, perkara yang dikabulkan karena terbukti TSM signifikan terkait perolehan suara sebanyak 21 putusan. Yang menarik, penelitian ini menemukan sifat pelanggaran TSM dibagi dua, yakni kumulatif dan alternatif. Putusan-putusan sejumlah perkara yang terbukti baik yang bersifat kumulatif maupun alternatif dapat membatalkan hasil pilkada. Perkara yang terbukti kumulatif 19 perkara dan alternatif ada dua, yakni perkara No. 137/PHPU.D-VIII/2010 Pemilukada Tomohon dan No. 216/ PHPU.D-IX/2011 Pemilukada Kabupaten Buru Selatan. Walaupun terdapat dua madzhab penyikapan terkait penangan pelanggaran TSM dalam konteks kesejarahan semacam itu, Bawaslu cenderung mengambil madzhab terpenuhinya unsur unsur secara kumulatif dalam menangani pelanggaran administrasi TSM. Pengaturan Perbawaslu - 79 -


Nomor 13 Tahun 2017, bahwa dugaan pelanggaran politik uang baru bisa dilanjutkan ke tahapan pemeriksaan bila terjadi secara masif di 50% kabupaten/kota, telah menjadi fokus permohonan/gugatan, jawaban terhadap gugatan, kegiatan pengumpulan bukti/saksi yang dilakukan oleh para pihak bersengketa, baik para pemohon (pasangan calon yang tidak terpilih) maupun termohon (pasangan calon yang terpilih). Begitupun pada pengaturan Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum, Pelanggaran administrasi TSM dapat ditindaklanjuti jika bersifat kumulatif, jika bersifat alternatif putusan sidang penyelesaian pelanggaran administrasi TSM oleh Bawaslu akan dinilai kurang berkekuatan hukum.

Potensi Pelanggaran Administratif Pada Tahapan Pemilu Sistem pemilu yang dianut oleh negara kita sampai saat ini, masih berbasis pada pemilu administratif. Semua kegiatan tahapan mulai dari perencanaan, pendaftaran, sosialisasi, pendataan pemilih, kampanye, pengadaan logistik, kegiatan pemungutan suara di TPS, rekapitulasi hasil pemilu secara berjenjang, penetapan hasil hingga pelantikan calon terpilih, hampir kesemuanya memerlukan surat keputusan ataupun surat ketetapan yang secara otomatis melibatkan kegiatan kegiatan pengadministrasian atau surat menyurat resmi. Maka kemudian akan kelihatan konyol bagi sebagian orang, bila kemudian ada pihak pihak yang mempersoalkan publikasi online KPU meskipun itu bersumber dari surat-surat resmi. Lebih jelasnya, mempersoalkan data bermasalah dalam DPT tidak bisa berdasarkan aplikasi sidalih online yang merupakan big data. Dan big data ini merupakan data berjalan. Mempersoalkan permasalahan daftar pemilih yang hingga hari pungut hitung suara ‘kadang masih berubah’ haruslah didasarkan pada surat keputusan resmi KPU yang diterbitkan berdasarkan rapat pleno terbuka yang dihadiri oleh quorum dan dibuat berita acara resmi dari rapat pleno terbuka tersebut. Begitu juga pada tahapan tahapan yang lain. Mempersoalkan masalah selisih hasil penghitungan suara, tidak dapat didasarkan pada quick count atau tampilan situng/real count online KPU. Mengurai masalah selisih hasil ini, hanya bisa diterima oleh semua pihak apabila berdasarkan formulir-formulir resmi dan sah yang dikeluarkan oleh - 80 -


setiap penyelenggara pemilu secara berjenjang dari tingkat TPS hingga KPU RI. Karena setiap ada kekeliruan tulis ataupun hitung dalam formulir tersebut, haruslah dilakukan perubahan pada rapat pleno terbuka setingkat di atasnya, yang ketentuannya sudah diatur dalam peraturan perundangundangan. Melihat kenyataan tersebut, maka potensi pelanggaran pemilu paling besar sebenarnya terletak pada pelanggaran administrasi pemilu. Hampir di setiap tahapan pemilu memiliki celah bagi penyelenggara maupun peserta pemilu serta pihak pihak lain yang menginginkan kemenangan dengan cara cara curang, untuk ‘mempermainkan pola-pola administratif ini’. Terdapat lingkaran relasi kuasa dalam ranah ini. Oknum-oknum dari partai politik yang berkuasa pada saat dilaksanakannya pemilu, baik di eksekutif maupun legislatif dari tingkat pusat sampai daerah, tentu punya potensi melakukan pelanggaran administrasi TSM pada bagian bagian tertentu dari tahapan pemilu. Hanya saja modus dari pelanggaran ini tidak mungkin terlihat vulgar. Cerita-cerita tentang menitipkan pesan dalam forum resmi jajaran di bawahnya secara struktural menggunakan kode-kode bahasa tubuh, maupun pesan-pesan whatsapp yang berseliweran sering muncul setelah tahapan pemilu selesai.

Penindakan: Menekan Perilaku Money Politics Dalam ilmu bela diri, sering kita mendengar ungkapan bahwa benteng pertahanan paling tangguh adalah perlawanan. Begitupun juga dalam sistem kepengawasan pemilu oleh Bawaslu. Bahwa tindakan pencegahan pelanggaran paling ampuh adalah penindakan pelanggaran dengan tegas tanpa pandang bulu. Penindakan pelanggaran administrasi TSM yang secara regulasi sangat sulit dibuktikan dengan banyaknya ketentuan ketentuan prosedur hukum yang harus dilalui hampir dapat dipastikan karena pelaku pelanggaran administrasi TSM ini pastilah melibatkan tokoh-tokoh politik elit, baik elit lokal maupun nasional. Status quo baik yang maju kembali dalam pemilu maupun pilkada, bahkan hampir selalu dapat dibaca oleh masyarakat mempergunakan kewenangan strukturalnya untuk memenangkan pertarungan. Dalam kerangka hukum menyangkut penegakan atas pelanggaran pemilu, hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah; pertama, semua perilaku - 81 -


yang tidak wajar, baik langsung atau tidak langsung, yang mempengaruhi hasil pemilu, seharusnya dilarang secara tegas dengan sanksi yang jelas dalam hukum acara. Kedua, tindak pidana pemilu harus mencakup segala tindakan yang dilakukan yang mengancam proses pemilu, sehingga subyek tindak pidana pemilu harus tidak hanya dibatasi kepada kandidat, namun harus pula mencakup anggota masyarakat, pemilih, kandidat, dan partai politik, lembaga penyelenggara, staf, aparat pemerintah, staf keamanan, penegak hukum, dan bahkan masyarakat asing. Ketiga, ketentuan terkait dengan tindak pidana pemilu harus melindungi secara memadai setiap tahapan pemilu. Alasannya, pada masingmasing tahapan, setiap tindak pidana terhadap hak mendasar masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat saja memengaruhi hasil pemilu. Karena seluruh tahapan pemilu sangat penting dalam proses pemilu, ketentuan-ketentuan terkait tindak pidana pemilu tidak hanya berfokus pada tahap tertentu (misalnya tahap kampanye), tetapi juga kecurangan yang terjadi dalam pendaftaran pemilih yang banyak didukung oleh partai-partai politik atau kandidat tertentu yang justru belum terdaftar. Situasi ini, baik secara langsung maupun tidak, mempengaruhi hasil pemilu. Dengan pertimbangan pertimbangan semacam itu, maka dapat diambil benang merah bahwa Bawaslu harus mampu menindak atau memproses setiap tindakan pelanggaran pemilu sesuai dengan aturan. Oleh karena itu, kebuntuan kebuntuan dalam penyelesaian kasus administrasi TSM money politics sebagaimana dijabarkan di atas, harus dapat dicarikan solusinya. Apabila beberapa kasus administrasi TSM money politics di beberapa daerah maupun kasus nasional dapat dibuktikan dan diproses hukum oleh Bawaslu, maka akan menjadi efek jera yang signifikan bagi masyarakat yang akan melakukan tindakan money politics. Diakui atau tidak, salah satu motivasi seseorang melakukan pelanggaran pidana money politics adalah karena faktor kecemburuan sosial secara hukum. Lebih jelasnya, pelaku pelanggaran administratif money politics TSM yang biasanya dilakukan oleh incumbent menjadi salah satu faktor pertimbangan para politisi pemula dan masyarakat di akr rumput untuk melakukan pelanggaran pidana money politics. Menghadapi kenyataan tersebut, Bawaslu membutuhkan terobosan terobosan baik pada ranah instrumen perundang-undangan maupun pada - 82 -


ranah kebijakan dan kewenangan. Mentransformasikan Bawaslu menjadi lembaga peradilan pemilu yang telah hangat dibicarakan adalah salah satu solusinya. Dengan menjadikan Bawaslu sebagai lembaga peradilan pemilu, maka harapan adanya keadilan pemilu dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia hampir dapat dipastikan akan semakin lebih baik, sebab sebuah lembaga peradilan pemilu akan memiliki kewenangan dan instrumen peradilan yang lebih tajam sehingga setiap bentuk pelanggaran pemilu dapat diadili secara hukum dengan menyeluruh. Kedepan diharapkan tidak ada lagi ketimpangan penindakan pelanggaran antara elit politik dengan politisi akar rumput, lebih lebih terkait pelanggaran administrasi money politics TSM maupun pelanggaran pidana money politik. Salam Awas!

- 83 -



Fauzan Rofiqun, S.Ag

PENANGANAN PELANGGARAN POLITIK UANG PADA PEMILU 2019

P

emilihan Umum yang berlangsung semakin demokratis di era reformasi telah mendorong tumbuhnya aspirasi bagi pemilih untuk menggunakan hak pilihnya. Namun demikian ada catatan besar dalam pelaksanaan Pemilu Tahun 2019 dari sisi interaksi antara peserta Pemilu dalam hal ini partai politik, calon legislatif, dan atau tim sukses dengan konstituennya (pemilih di daerah pemilihan), dimana interaksi itu bersifat pragmatis praktis. Perkembangan politik yang pragmatis dalam pengelolaan partai politik maupun pengisian jabatan-jabatan formal strategis mendorong konstituen bersifat pragmatis juga, yaitu bagaimana dapat memanfaatkan momentum pemilu secara maksimal untuk dirinya sendiri atau kelompoknya. Sehingga isu politik uang dalam pemilu 2019 tidak bisa terbendung, ibarat kentut yang baunya menyebar kemana-mana tetapi sulit dicari sumbernya dan sulit dicari pembuktiannya. Money Politic atau Politik Uang adalah setiap pemberian, baik dalam bentuk uang maupun non-uang yang diduga atau patut diduga dapat berpengaruh dalam pemilihan umum. Perwujudan tindakan money politic dalam Pemilu diantaranya adalah : serangan fajar, mobilisasi dana pemilu, influence buying (mempengaruhi pembelian ), bantuan religius, bantuan sosial, mahar (beli kursi/seat buying), dan berbagai macam pemberian baik berupa uang maupun barang dari peserta pemilu kepada konstituen untuk - 85 -


membeli/mempengaruhi hak suara dari konstituen tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi praktik money politic dalam pemilu, diantaranya adalah faktor moral, sosial ekonomi, kekayaan, kekuasaan dalam pemerintahan, kehormatan, adanya celah pada regulasi pemilu, dan pemenuhan ketentuan electoral threshold (ambang batas pemilihan) bagi partai politik. Dampak terjadinya money politic bisa menjalar ke dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat dalam tatanan berbangsa dan bernegara, diantaranya aspek sosiologis, aspek yuridis, dan aspek ekonomi. Dari aspek sosiologis dapat menurunkan antusiasme masyarakat dalam mengikuti Pemilu, menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap hasil pemilu, ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah, dan bobroknya moral masyarakat serta para pemimpin. Dilihat dari aspek yuridis akan memunculkan pandangan bahwa hukum bukan merupakan panglima, terdegradasinya wibawa penegakan hukum, dan pada ujungnya memuncukan anggapan bahwa hukum tidak dapat menindaklanjuti kasus-kasus money politics. Dan dari aspek ekonomi pasti akan menyuburkan budaya korupsi yang menguras kas negara sehingga bisa menurunkan minat investor dalam menanamkan modalnya untuk pembangunan negara. Dalam masa reformasi, perbaikan regulasi kepemiluan tentang money politics terus dilakukan, dimulai di dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada di pasal 187 A ayat (1) disebutkan bahwa : “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000 ( dua ratus juta rupiah ) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Semangat UU No. 10 TH 2016 terkait norma pidana politik uang tersebut paling tidak dalam dua hal : pertama, di dalam subyek hukumnya mengikat setiap orang yang telah memiliki tanggungjawab hukum jika melakukan dugaan pelanggaran pidana politik uang bisa diproses dalam penanganan pelanggaran pidana pemilu, kedua, dari segi sangsi pidana pelaku politik uang dalam Pilkada - 86 -


cukup berat yaitu pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan. Semangat UU Pilkada dalam hal politik uang tersebut ternyata tidak serta merta berbanding lurus dengan norma pidana Pemilu dalam UU No. 7 TH 2017 tentang Pemilu serentak, hal ini paling tidak terkait tiga hal, yaitu : Pertama, Subyek hukum pidana pemilu “setiap orang� di dalam UU No. 10 TH 2016 berubah di dalam UU No. 7 TH 2017 menjadi “setiap pelaksana, peserta, dan atau tim Kampanye Pemilu. Kedua, tempus delicti (waktu terjadinya tindak pidana) politik uang dibatasi sedemikian rupa secara rigit yaitu pada tahapan masa kampanye dan masa tenang, baru kemudian pada hari H pemungutan suara subyek hukum “setiap orang� berlaku, dan ketiga, tidak adanya pasal yang mengatur tentang sangsi pidana politik uang bagi penerima sebagaimana yang tercantum dalam pasal 523 ayat (1), (2), dan (3) UU 7 tahun 2017 bahwa yang dapat dijerat dengan pasal pidana politik uang hanyalah pemberi sedangkan penerima politik uang tidak bisa terkena sangsi pidana. Namun demikian ada beberapa kemajuan regulasi tentang politik uang dalam Pemilu 2019, diantaranya adalah : pertama, dalam pasal 480 ayat (1) penanganan pelanggaran pidana pemilu bisa diteruskan meskipun tanpa kehadiran terlapor (In Absentia ), yaitu penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia menyampaikan hasil penyidikannya disertai bekas perkara kepada penuntut umum paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya laporan dan dapat dilakukan tanpa kehadiran tersangka. Hal ini berarti jika dalam tahapan penanganan oleh Bawaslu pihak terlapor tidak datang, demikian juga di penyidikan kepolisian walaupun tersangka tidak hadir tetapi alat bukti yang ada sudah meyakinkan adanya dugaan pelanggaran tindak pidana maka kepolisian dan kejaksaan bisa melanjutkan prosesnya tanpa kehadiran terdakwa; Kedua, dalam hal barang bukti tindak pidana pemilu Bawaslu/Panwaslu bisa menerima penitipan barang bukti dan setelah kasus dilimpahkan kepada Kepolisian bisa dilakukan penyitaan barang bukti. Bawaslu Kabupaten Magelang pada Pemilu 2019 menangani 10 kasus dugaan pelanggaran pidana Pemilu, dari kesepuluh kasus tersebut 5 kasus diantarannya adalah dugaan pelanggarn pidana politik uang, 1 kasus pemalsuan surat oleh calon anggota legislatif, 1 kasus penggunaan fasilitas negara untuk kampanye, 1 kasus pelibatan anak-anak yang belum memiliki hak pilih dalam kampanye, dan 2 kasus ujaran kebencian. Dari 5 - 87 -


kasus dugaan pelanggaran politik uang tersebut 4 kasus berasal dari temuan pengawas Pemilu dan 1 kasus berasal dari laporan oleh peserta Pemilu. Upaya pencegahan yang dilakukan Bawaslu Kabupaten Magelang sejak awal tahapan Pemilu dengan membentuk Desa Anti Money Politik, Kampung Anti money Politik, dan merekrut Keluarga Anti Money Politik ternyata masih belum efektif. Ini bisa dilihat dari masih tingginya kasus dugaan politik uang yang ditangani oleh Bawaslu Kabupaten Magelang, belum lagi masih banyak kabar dan berita dari masyarakat yang melihat, menyaksikan, atau mengetahui kejadian politik uang tetapi enggan untuk melaporkan bahkan enggan juga untuk hanya sekedar memberikan informasi awal kepada Bawaslu dan/atau Pengawas . Dari sisi waktu penanganan dugaan pelanggaran pidana, Bawaslu memiliki waktu 7 hari kerja untuk menerima laporan dan atau menemukan dugaan pelanggaran pidana Pemilu sejak peristiwa dugaan pelanggaran itu diketahui dan/atau ditemukan, setelah memenuhi syarat formil dan materiil maka laporan/temuan tersebut diregistrasi oleh Bawaslu dan Bawaslu memiliki waktu 7 hari kerja untuk melakukan investigasi, pengumpulan bukti-bukti, klarifikasi terhadap pelapor, terlapor, saksi-saksi, dan/atau ahli, ditambah 7 hari kerja lagi jika memerlukan waktu tambahan untuk mendapatkan keterangan. Jika telah memenuhi unsur-unsur materiil maka kasus dilimpahkan ke Kepolisian untuk dilakukan proses penyidikan. Polisi memiliki waktu 14 hari untuk melakukan penyidikan dan melengkapi bukti-bukti yang kemudian kasus bisa dilimpahkan kepada jaksa penuntut umum. Jaksa memiliki waktu 5 hari untuk mengajukan tuntutan, dan sidang pengadilan negeri ada waktu 7 hari. Kemudian ada waktu 3 hari setelah putusan Pengadilan Negeri ada kesempatan bagi terlapor untuk mengajukan banding di Pengadilan Tinggi dengan pelimpahan berkas banding juga selama 3 hari. Pengadilan Tinggi punya waktu 7 hari sidang untuk kemudian sampai kepada putusan final dan mengikat. Dari kelima kasus politik uang yang ditangani Bawaslu Kabupaten Magelang kesemuanya berhenti di Pembahasan Kedua dalam rapat Sentra Gakkumdu. Perbedaan penafsiran antara Bawaslu di satu sisi dengan penyidik kepolisian dan jaksa di sisi yang lain tentang subyek hukum dan bukti materiil perbuatan tindak pidana politik uang adalah pangkal permasalahannya. Dari hasil klarifikasi terhadap terlapor, pelapor, dan saksisaksi serta hasil investigasi di lapangan oleh Bawaslu dan penyidik kepolisian - 88 -


untuk menelusuri dan mengumpulkan bukti-bukti di lapangan akhirnya tidak bisa ditemukan hubungan materiil antara perantara (orang yang memberikan uang) dengan subyek hukum yang dalam hal ini adalah calon legislatif, pelaksana kampanye, dan/atau tim kampanye yang terdaftar di KPU. Pelaku politik uang selaku “orang per-orang� yang nota bene tidak bisa dimasukkan menjadi subyek hukum tindak pidana politik uang mengaku kalau uang yang diberikan adalah miliknya sendiri tanpa ada hubungan langsung dengan calon legislatif. Menjadi sebuah pekerjaan rumah yang cukup berat untuk perbaikan regulasi dalam penanganan tindak pidana politik uang agar aturan benar-benar bisa ditegakkan. Ibarat kebutuhan air minum yang bersumber dari mata air, ketika sumbernya sudah tercemar maka akan meracuni seluruh pengguna air tersebut. Demikian juga dengan peraturan perundangan tentang Pemilu, jika norma yang tercantum di dalamnya sudah ada “jebakan� untuk mengelabuhi penegakannya maka norma itu akan mandul dan sangat sulit untuk dilaksanakan di lapangan. Meskipun aturan Pemilu adalah sebuah produk politik yang sarat dengan kepentingan, namun seharusnya perumus dan pembuat aturan tersebut tidak mengabaikan prinsip-prinsip dasar hukum. Prinsip atau asas hukum sebagai sarana yang membuat hukum itu hidup, tumbuh dan berkembang serta menunjukan kalau hukum itu bukan sekedar kumpulan kaedah atau kumpulan dari peraturan belaka.

- 89 -



Bella Suci N., S.Pd

DESA SAPUJAGAD PERSEMPIT RUANG POLITIK UANG

M

oney Politics dalam bahasa Indonesia disebut sebagai suap atau penyuapan. Pengertian suap sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah uang sogok. Politik uang dapat dimaknai sebagai pemberian uang atau materi dengan tujuan untuk membeli hak suara dalam pemilu. menentukan posisi seseorang, kebijakan yang akan dikeluarkan dan keputusan politik yang mengatasnamakan kepentingan rakyat namun sesungguhnya hanya untuk kepentingan pribadi, kelompok maupun partai politik.1 Politik uang adalah upaya mempengaruhi orang lain dalam hal ini masyarakat dengan menggunakan imbalan materi atau dapat juga beli suara pada proses politik dan kekuasaan serta tindak membagi-bagikan uang, baik milik pribadi atau partai untuk mempengaruhi suara pemilih. Politik uang dapat diartikan sebagai tindakan jual-beli suara pada proses pemilihan dari Pemilihan Kepala Desa hingga Pemilihan Umum. Dari pengertian money politics yang sudah dipaparkan di atas, maka dapat dijabarkan bahwa politik uang adalah upaya seseorang untuk mendapatkan kepentingan politiknya, serta untuk dapat membeli suara orang lainya dalam pemilihan. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah, 1Tjahjo Kumolo,2015,Politik Hukum Pilkada Serentak, Bandung, PT Mizan Publika, hlm. 155.

- 91 -


kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dn dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.2 Sebuah desa dipimpin oleh seorang kepala desa atau yang akrab dipanggil kades atau lurah, jalannya pemerintahan di suatu desa bergantung kepemimpinannya. Pada Tahun 2014, Pemilihan Kepala Desa diselenggarakan di Desa Somoketro, Kecamatan Salam Kabupaten Magelang. Wilayah Desa Somoketro tergolong kecil, yang terdiri dari 3 dusun, memberikan kemudahan bagi yang mencalonkan diri sebagai kepala desa. Pada pemilihan kades periode sebelumnya, politik uang selalu mewarnai pesta demokrasi, walaupun ada yang tidak mau menerimanya karena kesadaran pribadi, tetapi banyak juga yang sukarela menerimanya. Penerimaan masyarakat ini disalahgunakan elit politik untuk membeli suara warga. Tahun 2014 warga Desa Somoketro beserta pemuda-pemudi memilih untuk menolak keras politik uang. Ide ini diinisiatorinKaur Keuangan Setyo. Ia lalu melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Menurut Setyo politik uang perlu ditolak demi perdamaian, kelancaran dan keamanan demokrasi dalam Pilkades Somoketro. Dikatakan bahwa politik uang akan memberikan dampak negatif dari banyak sisi. Gagasan ini diterima masyarakat sehingga Pilkades Somoketro tahun 2014 tidak ada politik uang. Semangat warga Somoketro ini mendapat dukungan Bawaslu Kabupaten Magelang pada bulan Januari 2019. Bawaslu mendorong Pemdes Somoketro untuk melembagakan gerakan anti money politics menjadi Desa Anti Politik Uang (Desa APU). Kepala Desa Somoketro, yang juga Ketua Karang Taruna Kabupaten Magelang, Ahmad Khotim menyambut baik tawaran Bawaslu, Khotim memberikan kesempatan Bawaslu untuk melakukan sosialisasi kepada warganya. Setelah melalu serangkaian diskusi, koordinasi dan sosialisasi, pemdes dan warga Seomoketro sepakat mendukung program Bawaslu Kabupaten Magelang untuk membentuk Desa Anti Politik Uang Jaga Demokrasi (Desa Sapu JagaD) pada bulan Januari 2019. Warga merasa bangga bisa menjadi bagian tonggak demokrasi untuk menjadikan Desanya sebagai Desa Anti Politik Uang. Akhirnya, tanggal 9 Maret 2019, Bawaslu Kabupaten Magelang mendeklarasikan Desa Anti Politik Uang Jaga Demokrasi (Sapu JagaD) di halaman Balai Desa Somoketro. Kegiatan ini diawali dengan pembukaan 2UU No 6 Tahun 2014

- 92 -


yang dipimpin oleh Ketua Bawaslu Kabupaten MH Habib Shaleh bersama dengan Kepala Desa Somoketro Ahmad Khotim, Forkopimcam Kecamatan Salam, perwakilan Forkompimda Kabupaten Magelang, puluhan anggota Pramuka Kabupaten Magelang serta ratusan warga Somoketro dan sekitarnya. Deklarasi ini dimeriahkan penampilan kesenian tradisional Desa Somoketro yaitu Jathilan Turonggo Mudho Budoyo. Kesenian ini sengaja diambil dari dalam masyarakat sendiri untuk meningkatkan partisipasi publik dan membangun kesadaran bahwa Desa Sapu JagaD milik bersama serta untuk kepentingan bersama dan karena itu perlu dijaga dan dibangun bersama-sama. Dengan menjadi Desa Anti Politik Uang, diharapkan pelaku money politics tidak berani masuk ke Desa Somoketro. Dokumentasi kegiatan baik berupa foto maupun video kemudian diviralkan di berbagai ruang dunia maya. Bawaslu juga bekerjasama dengan Persatuan Wartawan Indoneisa (PWI) untuk mempublikasikan kegiatan ini. Dengan memenuhi berbagai ruang media dan ruang dunia maya, maka ruang gerak pelaku money politics akan semakin terbatasi dan menyempit.

- 93 -



Shanita Nuraini T., S.H

MODUS BARU MONEY POLITICS DI ERA GEN-Y

N

egara Indonesia adalah negara hukum, sebagaimana Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan Negara Indonesia berlandaskan hukum yang kedaulatannya berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Salah satu perwujudan dari pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yaitu diberikan pengakuan kepada rakyat untuk berperan aktif dalam menentukan wujud penyelenggaraan pemerintahan dalam pesta demokrasi. Pesta demokrasi merupakan sebuah perayaan yang besar, pesta yang besar untuk rakyat dalam menyambut ajang untuk terlaksananya suatu kehendak politik bagi masyarakat dalam memilih atau mengusung kontestan yang dianggap pantas untuk menduduki jabatan atas amanah rakyat, atau menjadi pemimpin yang dipilih rakyat. Dimana dalam terselenggaranya pesta demokrasi ini adalah bentuk perwujudan dari sistem Negara Hukum.1 Perhelatan pesta demokrasi tahun 2019 diwarnai gejolak politik yang memanas sejak awal tahapan, kader berlomba mati-matian untuk meraih kemenangan dengan berbagai strategi dan manuver. Remaja atau trend saat ini disebut kaum milenial menjadi salah satu kelompok sasaran utama untuk 1 R.Sacipto, Ciptono. Harmonisasi Publik Dalam Penyelenggaraan Pesta Demokrasi Negara Hukum, kutipan dari Pemakalah SNH, Semarang : FH UNNES, Thn. 2018

- 95 -


memperoleh suara. Milenial dikenal sebagai generasi Y atau Gen-Y adalah kelompok demografi setelah generasi X. Kelompok ini adalah generasi yang lahir dari awal tahun 1980 hingga awal 2000-an. Milenial pada umumnya adalah anakanak dari generasi X, dalam wikipedia generasi milenial juga disebut sebagai echo boomers berumur 17 sampai 37 tahun. Generasi milenial hidup pada era informasi yang diperoleh secara terbuka dari internet, generasi milenial tidak bisa lepas dari teknologi komunikasi dan informasi yang menjadi kebutuhan pokok.2 Partisipasi Gen-Y sangat berpengaruh pada hasil pemilu tahun ini, tercatat dari total 192.866.254 pemilih tedaftar DPT dalam dan luar negeri sebanyak 35 sampai 40 persen di antaranya adalah pemilih dari kelompok milenial. Pengaruh pemilih milenial juga dapat dilihat di Kabupaten Magelang berdasarkan hasil Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi DPTHP 1 dan Penetapan DPTHP 2 tanggal 11 November 2018 KPU Kabupaten Magelang menetapkan 990.557 pemilih tetap dengan 40 persen diantaranya merupakan pemilih pemula. Sejarah Indonesia mengungkapkan bahwa peran generasi muda sebagai agent of change sangat berpengaruh sejak zaman pra kemerdekaan, pasca kemerdekaan hingga reformasi tahun 1998 namun saat ini milenial umumnya tidak tertarik pada hal yang berbau politik dan cenderung bersikap apolitik. Namun mereka memiliki karakter yang sangat tergantung dengan pilihan peer group (mengikuti pilihan orang lain) dan tertarik dengan tokoh yang yang dianggap mengerti atau bisa masuk ke dunia mereka. Menginat persentase jumlah pemilih kaum milenial yang tinggi, tentu kontestan pemilu berupaya menyasar suara milenial melalui kampanye ke peer group mereka sehingga kelompok pemilih pemula sangat rentan dengan persoalan politik uang (money politisc). Sikap apolitik atau rendahnya partisipasi dan karakter mengikuti pilihan orang lain (peer group) memungkinkan praktik politik uang berkembang menjadi kekuatan utama yang mempengaruhi pilihan pemilih pemula. Politik uang (money politics) dalam pengertiannya adalah suap atau uang sogok yaitu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih atau supaya ia 2 Alvara Research Centre. (2014). Generasi Millennial Indonesia: Tantangan dan Peluang Pemuda Indonesia. Diakses: http://alvarastrategic.com/generasi-millennialindonesia-tantangan-danpeluangpemuda-indonesia/, pada 8 September 2019

- 96 -


menjalankan haknya dengan cara tertentu.3 Pemilu yang telah diadakan serentak pada tanggal 17 April 2019 adalah pemilu serentak untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia beserta anggota Legislatif antara lain anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota faktanya masih dihantui praktik politik uang, tidak terkecuali di Kabupaten Magelang. Beberapa kasus dugaan politik uang (money politics) berupa temuan dan laporan telah ditangani oleh Bawaslu Kabupaten Magelang. Dari kasus-kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa modus money politics berkembang tidak hanya dilakukan kandidat melalui cara-cara konvensional dengan memberikan amplop berisi sejumlah uang dan bahan kampanye tapi juga dalam bentuk lain. Ada modus baru politik uang (money politics) yang ditemukan Bawaslu Kabupaten Magelang selama Pemilu 2019. Misalnya dalam bentuk pemberian barang, alat ibadah, sembako, kupon, uang transport setelah menghadiri kegiatan kampanye, penyalahgunaan fasilitas negara dan keterlibatan pegawai negeri untuk mengkampanyekan kandidat. Perubahan bentuk money politics ini merupakan upaya-upaya untuk menghindari jeratan hukum sesuai ketentuan Undang-Undang 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Fenomena tersebut berkolerasi dengan ruang lingkup area pertarungan karena banyaknya jumlah partai dan calon sehingga kompetisi semakin ketat. Kandidat dalam mencari suara harus berkompetisi di internal dan eksternal membuat mereka menempuh berbagai cara untuk menang terlebih untuk pemilihan legislatif dengan titik paling rawan ialah ketika hari tenang dan pencoblosan atau disebut serangan fajar. Temuan dugaan politik uang (money politics) di Kabupaten Magelang adalah hasil dari patroli pengawasan Bawaslu Kabupaten Magelang dan laporan dari Kader Keluarga Anti Money Politics (KeAMP) yang telah diprogramkan sejak awal masa kampanye pemilu. Praktik politik uang yang merajalela tentu bisa mempengaruhi suara dari kaum milenial yang cenderung berkarakter peer group. Modus pembayaran suap pun beragam prabayar sebelum pemilu menuju Tempat Pemungutan Suara (TPS) atau modus pasca bayar setelah pencoblosan yang mana pemilih biasanya membawa alat untuk merekam pencoblosan sebagai bukti dan ditukar dengan uang. 3 Tjahjo Kumolo, 2015, Politik Hukum Pilkada Serentak, Bandung, PT Mizan Publika, hlm. 155

- 97 -


Namun untuk menjerat terlapor atas dugaan pelanggaran politik uang di Kabupaten Magelang terganjal pembuktian, tidak ada rekam jejak terlapor memberikan sejumlah uang atau janji suap kepada pemilih. Pemberi sejumlah dana adalah simpatisan kandidat yang mengeluarkan uang pribadinya bukan uang milik tergugat sehingga sulit pembuktian karena bukti yang ada sebatas hasil klarifikasi dan barang yang dijanjikan namun tidak ditemukan foto atau video serah terima uang atau barang berupa politik uang dari tergugat ke pemilih.

- 98 -


Fauzan Rafiqun, S.Ag

PENCEGAHAN PRAKTIK POLITIK UANG DALAM PEMILU (Dari Gerakan Moral Menuju Gerakan Sosial Keluarga Anti Money Politics)

S

ecara ideal demokrasi diartikan sebagai pemerintahan rakyat, demos (rakyat), kratos atau cratein (pemerintahan), sehingga demokrasi sering diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat oleh rakyat, dan untuk rakyat. Sampai saat ini hampir tak terbantahkan lagi bahwa pemerintahan dengan sistem demokrasi menjadi sebuah sistem pemerintahan terbaik dibandingkan sistem lain yang pernah ada dan berlaku di seluruh dunia. Namun demikian sejak zaman Yunani kuno para pemikir dan filosuf sudah banyak mengkritisi sistem demokrasi ini, Plato dan Aristoteles menyatakan bahwasanya pada pemerintahan demokrasi tersebut ada potensi yang menyebabkan kemungkinan terjadi kekerasan (anarki), sehingga mereka menganggap demokrasi bukanlah sistem pemerintahan yang baik. Bahkan Plato memiliki pandangan bahwa bentuk sistem pemerintahan yang baik adalah monarkhi, yang mana pada sistem monarkhi tersebut secara keseluruhan perintah pada suatu negara diberikan oleh raja yang kekuasaannya akan diabdikan untuk kepentingan semua rakyat. Indria Samego ( 2012 ) anggota Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menyebutkan paling tidak ada 3 kelemahan mendasar - 99 -


dalam sistem demokrasi yang dipraktekkan di Indonesia. Pertama, masih terdapatnya budaya politik feodal dan komunalistik, ini bisa dilihat dari berbagai macam idiom yang digunakan partai politik dan tokohnya dalam berkampanye. Akibatnya usaha partai politik untuk memperjuangkan kepentingan konstituennya didasarkan pada penilaian yang subjektif ketimbang objektif. Yang paling berbahaya dalam budaya politik feodal dan komunal ini adalah potensi konflik-konflik yang akan muncul jika seseorang kalah dalam kontestasi demokrasi. Dalam berbagai kasus pemilihan kepala daerah, kita melihat kenyataan bahwa perdamaian baru merupakan jalan yang dipilih hanya jika tuntutan suatu kepentingan politik dipenuhi. Kedua adalah munculnya otoritarianisme mayoritas akibat terlalu liberalnya demokrasi Indonesia. Hal ini membuat sulitnya sebuah keputusan politik diambil secara mufakat. Karena begitu sulitnya musyawarah dilakukan, maka setiap pembuatan keputusan diserahkan ke mekanisme pasar politik, ini tentu saja mencederai sila keempat Pancasila yang menyatakan bahwa demokrasi Indonesia berdasar pada permusyawaratan perwakilan. Ketiga adalah dikesampingkannya ideologi dalam partai-partai di Indonesia karena partai politik lebih mengutamakan pertimbangan pragmatis dan jangka pendek, yaitu memenangkan kontes politik. Kepentingan jangka pendek dan pragmatis inilah yang memunculkan politik uang, hanya karena ingin memenangkan pemilu suatu partai atau calon kepala daerah harus membayar rakyat untuk memilih gambar tertentu dalam lembar surat suara saat pemilu. Akibat selanjutnya adalah bergesernya fungsi ideal partai dari penghubung antara negara dan rakyat menjadi sarana pengumpul suara dan dana. Jika tujuan partai hanya memenangkan pemilu dan mengumpulkan dana, maka kita sulit berharap partai menjadi lembaga demokrasi yang bisa diandalkan. Mengurai munculnya budaya politik uang dan upaya pencegahannya dalam Pemilu di Indonesia adalah sebuah pekerjaan yang rumit, namun demikian jika tidak dimulai bisa saja kita akan membiarkan kehidupan demokrasi di Indonesia ini menuju keterpurukan peradaban dimana hukum yang berlaku adalah hukum rimba, yang kuat secara fisik dan finansial akan memegang kekuasaan dan berusaha melanggengkannya dengan mengabaikan nilai-nilai idealitas. Virus politik uang ini akan terus menerus menggerogoti sendi-sendi demokrasi yang sehat di Indonesia dan pada akhirnya akan menyuburkan budaya korupsi yang dilakukan oleh para pemimpin dan pemegang kebijakan politik dan secara timbal balik akan - 100 -


menciptakan masyarakat yang memiliki budaya koruptif. Dari sudut pandang moral, agama manapun melarang praktik memilih karena imbalan materi atau politik uang, sebagai contoh dalam pandangan moral Islam ada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim : “Ada tiga golongan manusia yang Allah tidak sudi berbicara dengannya maupun memandangnya apalagi mengampuni dosanya bahkan baginya siksa yang pedih; pertama seseorang yang memiliki kelebihan rezeki tetapi tidak mau mengulurkan tangannya kepada ibnu sabil (tuna wisma); kedua, orang yang memilih pemimpinnya hanya karena pertimbangan materi, jika diberi ia memilih jika tidak diberi tidak memilih; ketiga, seeorang yang membuat janji dengan orang lain bahkan dengan sumpah dengan nama Allah tapi diingkarinya�. Politik uang sebagai pemberian (berupa uang atau lainnya) untuk mempengaruhi dan atau menyelewengkan keputusan yang adil dan obyektif. Dalam pandangan syariat Islam hal ini dikategorikan suap (risywah) yang dilaknat oleh Allah, baik yang memberi (rasyi) ataupun yang menerima (murtasyi), maupun yang menjadi perantara (raisy). “Allah melaknat orang yang memberi suap dan menerima suap�, (HR. Abu Dawud). Risywah adalah harta yang diberikan kepada hakim atau pihak lain dengan tujuan memberikan keputusan yang dapat menguntungkannya atau memutuskan hukum sesuai dengan keinginannya. Bawaslu, dalam hal ini adalah Bawaslu tingkat kabupaten/kota sebagai lembaga yang diberi tugas oleh undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (pasal 101 huruf c) untuk melakukan pencegahan terjadinya praktik politik uang di wilayah kabupaten/kota, memiliki kewajiban untuk terus menerus melakukan cara yang inovatif dan kreatif dalam upaya pencegahan praktik politik uang ini. Dari upaya-upaya yang bersifat gerakan moral sampai juga melakukan tindakan praktis di lapangan dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat sebagai konstituen untuk selalu berani melawan dan memerangi praktik politik uang ini. Pada Pemilu 2019 Bawaslu Kabupaten Magelang berusaha memaksimalkan potensi sumberdaya manusia di dalam lembaga pengawasan pemilu tersebut untuk mencegah dan menanggulangi merebaknya politik uang, 5 orang komisioner Bawaslu Kabupaten Magelang, dibantu seorang koordinator sekretariat dan 16 staf pendukung dan di jajaran lembaga adhoc Bawaslu Kabupaten Magelang memiliki 63 Panwascam, 372 Pengawas - 101 -


Desa/Kelurahan, dan 4.327 Pengawas TPS, pada awal-awal perekrutannya diwajibkan untuk menyetujui, berkomitmen, dan mau turun ke masyarakat untuk mengkampanyekan anti politik uang. Keluarga anti politik uang adalah program unggulan Bawaslu Kabupaten Magelang untuk merekrut dan melibatkan masyarakat dalam penanggulangan politik uang ini. Sosialisasi bahkan dilakukan door to door , dari rumah ke rumah, dari keluarga yang satu kepada keluarga yang lain. Satu bulan menjelang masa akhir tahapan kampanye, hari tenang, dan hari H pemungutan suara, hampir lima ribu jajaran anggota pengawas adhoc dikerahkan untuk masuk ke rumah-rumah warga di basis TPS dengan bekal pemahaman tentang bahaya politik uang bagi masyarakat, selembar kertas berisi pakta integritas keluarga anti money politik, dan sticker Keluarga Anti Money Politik dengan berbagai konten dan bentuk. Estimasi Bawaslu jika setiap satu kepala keluarga minimal ada dua orang warga yang mempunyai hak pilih, maka ditargetkan 100.000 calon pemilih dalam Pemilu 2019 akan mendapatkan sosialisasi, himbauan, dan pencegahan terhadap bahaya politik uang. Jumlah tersebut baru mencapai 10 persen dari seluruh jumlah DPT Kabupaten Magelang yang mencapai 960.000 jiwa pilih, namun dari 10 persen tersebut diharapkan sudah ada pioner dari masyarakat yang akan menyebarkan anti virus terhadap politik uang ini. Beberapa kendala memang terjadi, dari kurang maksimalnya perekrutan keluarga anti politik uang karena alasan dari warga masyarakat yang enggan dan bahkan sudah apriori serta pesimis dengan program ini, sampai belum adanya perangkat ilmiah atau statistik misalnya untuk mengukur keberhasilan program keluarga anti money politik ini. Namun dari berbagai kekurangan Bawaslu Kabupaten Magelang tetap optimis dengan program ini, sebab perubahan yang nyata bisa kita harapkan dari komunitas sosial yang paling kecil di masyarakat, yaitu keluarga.

- 102 -


MH Habib Shaleh, S.S.

MAGELANG PELOPORI KAMPUNG ANTI MONEY POLITICS

U

ndang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dan UndangUndang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sama-sama memiliki keterbatasan dalam mencegah dan memberantas praktik-praktik money politics (politik uang) selama kontestasi. Terlalu banyak celah yang bisa digunakan para pelaku money politics untuk lolos dari jeratan hukum. UU Pilkada sebenarnya sudah memuat ketentuan tegas soal larangan politik uang. Berdasarkan ketentuan Pasal 73 UU Pilkada pelaku bisa dikenai sanksi administrasi berupa pembatalan sebagai pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) berdasarkan putusan Bawaslu. Pasal ini tidak hanya berlaku untuk pasangan calon, namun juga partai politik pengusung, tim kampanye, serta relawan. Semua pihak yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada orang lain untuk mempengaruhi bisa dijerat dengan Pasal 187A UU Pilkada berupa pidana penjara paling singkat 36 bulan, dan paling lama 72 bulan serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar. Meski ancaman sanksinya berat namun ternyata ketentuan UU Pilkada ini tidak efektif dalam mencegah maraknya politik uang. Hal ini karena penanganan kasus politik ini dibatasi limit waktu. Waktu yang singkat - 103 -


membuat Bawaslu bersama Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) tidak bisa mengejar pemain-pemain besar. Selain itu, jarang ada saksi yang bersedia mengungkap kasus politik uang. Namun demikian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada ini tetap lebih progresif ketimbang Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Hal ini karena UU Pilkada memungkinkan semua orang, baik penerima maupun pemberi untuk dijerat hukum. Adapun di UU Pemilu yang dapat dihukum hanyalah pemberi politik uang dan harus terdaftar dalam tim sukses. Jika bukan tim sukses dan mereka yang menerima politik uang selama masa kampanye tidak akan bisa dijerat. Frase setiap orang dalam UU Pemilu baru berlaku pada masa pencoblosan. Hanya mereka yang melakukan money politics pada hari H pemilu bisa dijerat hukum. Kelemahan regulasi ini membuat pemberantasan money politics menjadi lebih sulit. Terlalu ambigu dan banyak celah-celah hukum. Untuk mengantisipasi dan mencari solusi kelemahan regulasi ini, Bawaslu Kabupaten Magelang menggagas gerakan moral pencegahan praktik-praktik money politics. Bawaslu berusaha mengajak dan mendorong partisipasi publik untuk terlibat langsung dalam pengawasan . Masyarakat didorong untuk tidak hanya menolak politik uang namun juga melawan praktik-praktik politik uang. Gerakan menolak dan melawan politik uang ini diwujudkan Bawaslu Kabupaten Magelang dalam bentuk Kampung Anti Money Politics (KAMP). Program ini kemudian dikomunikasikan kepada sejumlah tokoh-tokoh di Kabupaten Magelang namun sebagian besar menolak dan menyanksikan efektifitasnya. Sejumlah pihak menertawakan program yang diinisiatori Bawaslu Kabupaten Magelang ini. Bawaslu Kabupaten Magelang lalu menggelar sosialisasi kepada para Forkompincam se-Kabupaten Magelang dan 372 kepala desa dan lurah. Sama seperti sebelumnya, respon kades dan lurah juga tidak menggembirakan. Namun seusai sosialisasi ada satu kepala desa yang menemui Bawaslu untuk mendiskusikan program ini lebih lanjut. Kepala desa tersebut bernama Johan Wahyudi SE dari Desa Sawangan, Kecamatan Sawangan. Setelah melalui serangkaian diskusi dan sosialisasi, Kampung Anti Money Politics pertama akhirnya berhasil didirikan di Dusun Sawangan, Desa Sawangan, Kecamatan Sawangan, - 104 -


Kabupaten Magelang pada 31 Desember 2017 sore. KAMP Sawangan ini merupakan Kampung Anti Money Politics pertama yang dideklarasikan Bawaslu Kabupaten Magelang, sekaligus Kampung atau Desa Anti Money Politics pertama di Indonesia. Gerakan perlawanan politik uang ini kemudian menyebar ke seluruh Indonesia dengan berbagai variasi dan nama. Tentunya tidak anggaran untuk mendirikan Kampung Anti Money Politics ini. Gerakan anti money politics ini bisa berdiri karena patungan komisioner Bawaslu Kabupaten Magelang, Panwaslu Kecamatan Sawangan serta Panwasdes se-Kecamatan Sawangan. Setelah itu, Bawaslu Kabupaten Magelang mendeklarasikan KAMP kedua di Dusun Pandean, Desa Deyangan, Kecamatan Mertoyudan. KAMP Pandean ini diresmikan langsung Ketua Bawaslu RI Abhan bersama Ketua Bawaslu Jawa Tengah Fajar Saka SH, Kordiv Penindakan Dr Sri Wahyu Ananingsih, Kordiv SDM Sri Sumanta SH dan lainnya. Sama seperti KAMP Sawangan, Kampung Anti Money Politics kedua ini juga hasil patungan para pengawas pemilu. Semua jajaran pengawas pemilu dengan sukarela menyumbangkan pikiran, tenaga dan uang demi satu cita-cita mencegah dan mengurangi praktik money politics. Bawaslu melihat money politics sudah mengakar kuat dan dianggap sebagai hal umrah oleh sebagian besar masyarakat. Untuk itu, perlu edukasi berkesinambungan dan membangun gerakan yang melibatkan lebih banyak orang agar money politics bisa ditekan serendah mungkin. Menjelang Pemilu Serentak 2019, Bawaslu Kabupaten Magelang menegaskan gerakan anti money politics dengan mendeklarasikan Desa Anti Politik Uang Jaga Demokrasi (Sapu JagaD) di Desa Somoketro, Kecamatan Salam. Jika KAMP Pandean, dan KAMP Sawangan level desa maka program Desa Sapu Jaga Dini satu desa. Keberhasilan program gagasan Bawaslu Kabupaten Magelang ini kemudian menginspirasi kabupaten dan kota lain untuk membuat gerakan serupa. Sejumlah daerah melakukan studi banding ke Kabupaten Magelang untuk berdiskusi dan belajar tentang konsep Kampung/Desa Anti Politik Uang. Kini jumlah Kampung/Desa Anti Money Politics sudah mencapai ratusan di seluruh Indonesia. Bawaslu Jawa Tengah kemudian mengembangkan lebih lanjut program perlawanan politik uang ini. Bawaslu Jawa Tengah kini punya 47 - 105 -


Kampung atau Desa Anti Money Politics di 20 Bawaslu kabupaten/kota. Jumlah Desa Anti Money Politics ini kemudian meningkat pesat pada akhir tahun 2019 setelah Bawaslu Jawa Tengah membuat program 3 Desa Pengawasan dan 3 Desa Anti Politik Uang (Desa APU) di setiap kabupatan dan kota. Sampai Desember 2019, Bawaslu Jawa Tengah menargetkan mampu menambah 105 Kampung atau Desa Anti Money Politics atau 3 KAMP per Bawaslu kabupaten/kota. Bawaslu Kabupaten Magelang menargetkan 3 Desa Pengawasan Pemilu dan sembilan Desa Anti Politik Uang (Desa APU). Hal ini berdasarkan pemikiran bahwa semakin banyak Kampung atau Desa Anti Money Politics maka akan semakin banyak pihak yang menolak dan melawan penyebaran dan praktik-praktik money politics. Dengan demikian maka ruang gerak dan ruang bermain para pelaku money politics juga akan semakin sempit dan terbatas. Untuk itu, inisiatif Bawaslu ini seharusnya didukung semua pihak, termasuk para politisi dan pimpinan partai politik.

Kenapa Money Politics Perlu Dilawan?

Setiap pemilu para caleg dan tim sukses selalu mengeluhkan mahalnya melakukan kampanye. Selain harus menyediakan akomodasi mereka juga harus memberikan uang transport, kaos, bendera dan lainnya. Para caleg juga masih dimintai berbagai macam bentuk bantuan. Mendekati hari H pemilu, mereka membagikan money politics kepada pemilih yang menjadi target sasaran. Inilah kenapa biaya politik menjadi sangat mahal dan tida sepadan dengan gaji dan tunjangan yang nantinya mereka dapatkan saat menjabat. Seusai pemilihan, banyak diantara caleg gagal akan mengatakan bahwa mereka gagal karena maraknya politik uang. Jika saja saya ikut bermain politik uang maka saya yang menang. Adapun caleg yang menang akan mengatakan bahwa pemilu tahun ini adalah pemilu paling mahal. Alasannya, mereka harus mengeluarkan sekian banyak uang untuk memeroleh suara. Yang menarik adalah klaim-klaim di atas selalu ada dari pemilu ke pemilu. Setidaknya sejak rezim Pemilu 2009 di mana penentuan caleg terpilih dengan perolehan suara terbanyak. Atas berbagai pertimbangan di atas, maka Bawaslu Kabupaten Magelang menginisiasi berdirinya Keluarga Anti Money Politics (KeAMP), - 106 -


Kampung Desa Anti Money Politics (KAMP) dan Desa Anti Politik Uang Jaga Demokrasi (Sapu JagaD). Tujuannya jelas yakni untuk menggelorakan kesadaran masyarakat semua lini menolak dan melawan money politics. Penulis menilai memberantas money politics tidak cukup hanya seremoni maupun deklarasi. Perlu upaya konkrit dengan melibatkan semua elemen masyarakat. Harus ada kesadaran dan keterlibatan semua pihak untuk bersama-sama menolak dan melawan. Dalam konteks ini Bawaslu tidak bisa bekerja sendirian. Harus ada dukungan penuh dari KPU, pemerintah, Kejaksaan Polri, TNI dan tentu saja pengadilan. Lewat KeAMP, KAMP, dan Desa Sapu JagaD, Bawaslu Kabupaten Magelang berusaha membangun kesadaran bersama dan mendorong semua pihak untuk terlibat secara aktif. Maka itu gagasan dan pergerakan harus terus disampaikan kepada khalayak melalui berbagai media, dimana saja dan kapan saja. Sebuah kampung disebut Kampung Anti Money Politics mana kala seluruh keluarga dalam kampung tersebut bersedia untuk menolak dan melawan money politics. Tidak itu saja, mereka juga harus bergabung ke dalam wadah Keluarga Anti Money Politics. Demikian juga sebuah desa baru akan dideklarasikan menjadi Desa Sapu JagaD atau Desa Anti Politik Uang (Desa APU) ketika warga seluruh desa menjadi bagian dari KeAMP. Bawaslu Kabupaten Magelang memiliki 48.228 Keluarga Anti Money Politics dan akan terus bertambah. Angka ini terdaftar dalam database sesuai nama dan alamat.

- 107 -



DAFTAR PUSTAKA

Sunny, Ismail, 2000, Sistem-Sistem Pemilihan Umum. Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta. Ismawan, Indra, 1999, Money Politics Pengaruh Uang Pemilu, Media Presindo, Yogyakarta. Tjahjo Kumolo, 2015, Politik Hukum Pilkada Serentak, PT Mizan Publika, Bandung. Badoh, Ibrahim Z. Fahmy dan Abdullah Dahlan, 2010, Korupsi Pemilu di Indonesia, Indonesia Corruption Watch, Jakarta. R.Sacipto, Ciptono, 2018, Harmonisasi Publik Dalam Penyelenggaraan Pesta Demokrasi Negara Hukum, FH UNNES, Semarang. Perundang-undangan : Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Perbawaslu Nomor 13 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penanganan Pelanggaran Administrasi Terkait Larangan Memberikan Dan/atau Menjanjikan Uang Atau Materi Lainnya Yang Dilakukan Secara - 109 -


Terstruktur, Sistematis, Dan Masif Dalam Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Wali Kota Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum Perbawaslu Nomor 18 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 18 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Umum Laman : Alvara Research Centre. (2014). Generasi Millennial Indonesia: Tantangan dan Peluang Pemuda Indonesia. Diakses: http://alvarastrategic. com/generasi-millennialindonesia-tantangan-danpeluangpemuda-indonesia/, pada 8 September 2019 islam.nu.or.id/post/read/102078/khutbah-jumat-islam-melarang-keraspolitik-uang, diakses pada 9 september 2019

- 110 -




BIOGRAFI PENULIS

Muhammad Habib Shaleh S.S. Menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Sastra Universitas Diponegoro (Undip). Di kampus inilah, Habib bergabung bersama aktivis mahasiswa lain dalam gerakan reformasi 1998. Ia lalu menempa diri di pers mahasiswa Manunggal, dan mendirikam buletin mahasiswa Joglo Pos. Ia kemudian bergabung di situs berita www.suaramerdeka.com pada Mei 2002. Setelah sempat menjadi staf pengajar di Udinus, Habib pulang kampung ke Magelang menjadi jurnalis Harian Suara Merdeka. Ia juga aktif di pengembangan wisata berkelanjutan serta gerakan penghijauan di Gunung Merapi. Habib lalu bergabung Bawaslu dan dipercaya sebagai Kordiv Pengawasan, Humas dan Hubungan Antar Lembaga, sekaligus Ketua Bawaslu Kabupaten Magelang. Prinsip hidupnya adalah Menebar Manfaat dan Memberi Lebih. Terobosan yang ia gagas diantaranya membangun Gerakan Anti Money Politics melalui Keluarga Anti Money Politics (KeAMP), Kampung Anti Money Politics (KAMP) dan Desa Anti Politik Uang. Terobosan ini ia harapkan mampu mewujudkan demokrasi yang sehat dan bermartabat serta menjadi sarana edukasi kepada masyarakat.

- 113 -


Sumarni Aini Chabibah, S.S., M.Hum saat ini menjadi Anggota Bawaslu Kabupaten Magelang sekaligus merangkap sebagai koordinator divisi Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu periode 2018-2023. Perempuan kelahiran Kebumen,6 Agustus 1984 sebelumnya adalah Dosen di perguruan Tinggi Islam negeri di Yogjakarta. Perempuan yang akrab disapa Aini menyelesaian program sarjana strata satu (S1) di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Jurusan Bahasa dan Sastra Arab pada tahun 2008 dan menyelesaiakan program Magister untuk ilmu Bahasa Arab pada kampus yang sama tahun 2015. Perempuan yang hobi difoto ini mengawali karir kepemiluan sejak tahun 2013 sebagai staf pengawasan di Kantor Panwaslu kabupaten Magelang. Minat perempuan ini terhadap kepemiluan sangat kuat hal itu dibuktikan Pada tahun 2017 berhasil dan lolos seleksi sebagai anggota Panwaslu Kabupaten Magelang sekaligus merangkap sebagai Koordinator Divisi Sumber Daya Manusia dan Organisasi. Karir kepemiluan berlanjut pada tahun 2018 berhasil menjadi Anggota Bawaslu Kabupaten Magelang.

Muhammad Dwi Anwar Kholid, S.Pd.I. Anggota Bawaslu Kabupaten Magelang Koordinator Divisi Hukum, Data dan Informasi. Lahir di Magelang, tanggal 3 Nopember 1983 Bapak dari 2 anak ini memulai kiprahnya menjadi penyelenggara pemilu sejak tahun 2012 sebagai Anggota Panwaslu Kecamatan Grabag. Pengalamannya saat menempuh pendidikan di IAIN Walisongo Semarang mengantarkannya mampu melaksanakan tugas di Panwaslu dengan baik selama Pilkada Gubernur dan Bupati tahun 2013, Pemilu dan Pilpres tahun 2014 juga Pilkada serentak tahun 2018. Mantan Ketua Panwaslu Kecamatan Grabag ini pernah melimpahkan kasus dugaan pidana pemilu kepada Gakkumdu Kabupaten Magelang terkait oknum Kades yang terlibat kampanye pada Pilkada 2018. Pernah aktif di PMII, Lembaga Pers Mahasiswa Edukasi Semarang serta mengabdikan diri mengajar selama 12 tahun (2 periode) menjadi Waka Kurikulum di MTs Maarif NU 3 Grabag, menghantarkannya menjadi Komisioner Bawaslu Kabupaten Magelang periode 2018 - 2023.

- 114 -


Fauzan Rofiqun, S.Ag. Laki-laki kelahiran Magelang pada 12 Oktober 1971 ini menjadi anggota Bawaslu Kabupaten Magelang sebagai Koordinator Devisi Penindakan Pelanggaran periode Tahun 2018 - 2023. Bapak dari tiga anak ini memulai keterlibatannya dalam Penyelenggaraan Pemilu pada awal Reformasi ketika menjadi Panitia Penyelenggara Pemilu pada tingkat TPS, kemudian pada Pilkada 2008 dan Pemilu 2009 menjadi Ketua Panwascam Salaman yang berlanjut pada Pilkada 2013 dan Pemilu 2014. Pada Pilkada 2018 menjadi anggota Komisioner Panwaslu Kabupaten Magelang selama kurang lebih satu tahun, yang kemudian ketika Panwaslu Kabupaten menjadi Lembaga Permanen Bawaslu, bersama empat orang lainnya menjadi anggota komisioner Bawaslu Kabupaten Magelang.

Muchammad Yasin Awan Wiratno lebih akrab dipanggil dengan nama pendek Nano, saat ini menjadi Anggota Bawaslu Kabupaten Magelang sebagai koordinator divisi SDM dan Organisasi Lahir di Magelang 13 November 1979, Merupakan mantan Anggota Panwas Kecamatan Secang periode 2012-2014 dan Ketua Panwascam Secang pada Pilkada Serentak 2018. Sebelum bergabung dengan Bawaslu Kab Magelang menjadi Internet Marketer untuk produk UMKM yang ada di Magelang Juga trainer di berbagai pelatihan.

- 115 -


Fatach Yasin, S.H, lahir di Magelang, 15 Juli 1986. Merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Menempuh Pendidikan Dasar dan Menengah di kecamatan kelahirannya. Kemudian melanjutkan di sekolah menengah kejuruan jurusan mesin sambil mondok di Pesantren. Setelah menamatkan Pendidikan kejuruan, mengambil keputusan untuk Tafaqquh Fiddin di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, tamat pada Tahun 2010 dan banting setir kuliah di UIN SUKA Yogyakarta mengambil jurusan Ilmu Hukum, menyabet gelar sarjana dengan predikat cumlaude. Belum sempat menganggur mencoba peruntungan menjadi abdi negara dan diterima di Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Magelang dengan formasi Analis Hukum. Pria Kelahiran bulan juli ini telah menikah dan dikarunia seorang anak yang diberi nama Janneta Firdausinnisa. Ayah janneta pada akhir Tahun 2017, oleh Instansi Induknya diberikan tugas tambahan mengabdi di Kantor Panwaslu Kabupaten Magelang selain juga masih menjalankan tugas di Bagian Hukum Setda Kabupaten Magelang. Hingga sampai saat ini, masih mengemban amanah di Kantor Bawaslu Kabupaten Magelang. Bella Suci Nugraheni, S.Pd saat ini menjadi staf Organisasi dan SDM pada Bawaslu Kabupaten Magelang sejak Pilkada 2017/2018. wanita yang biasa dipanggil Bella ini dilahirkan di Kabupaten Magelang, 27 Juni 1995 dari pasangan suami-istri Setyo dan Siti Rokayah merupakan anak pertama dari dua bersaudara. wanita yang akrab disapa Bella memiliki riwayat Pendidikan di SD N Somoketro, SMP N 3 Salam, SMA N 1 Kota Mungkid, kemudian melanjutkan program sarjana strata satu (S1) jurusan Pendidikan Sejarah di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) pada tahun 2013 dan menyelesaikan studinya selama 3 tahun 8 bulan pada 2017. Desiana Lutfiani, S.H. yang biasa dipanggil Desi ini lahir di Magelang, 26 Desember 1994, adalah seorang staf Sekretriat Bawaslu Kabupaten Magelang Divisi Hukum, Data dan Informasi. Penulis menamatkan sekolah dasar di SDN Pasuruhan 2, sekolah menengah pertama di SMP N 3 Mertoyudan, sekolah menengah atas di SMA N 1 Mertoyudan, dan S1 di Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri. Desi data dihubungi melalui e-mail: desiana.fiani@gmail.com. - 116 -


Shanita Nuraini, S.H. Lahir di Magelang, 19 November 1994 adalah staf Sekretariat Bawaslu Kabupaten Magelang Divisi Penindakan Pelanggaran. Anak terakhir dengan banyak sapaan akrab, namun cukup mengenal dan memanggil Sha saja. Menyelesaikan pendidikan formal di SD Islam Al-Firdaus, MTsN Kota Magelang, SMA 2 N Kota Magelang dan program S-1 Ilmu Hukum Universitas Negeri Semarang. Memiliki hobi yoga dan aktif di kegiatan sosial Egalite Lawfirm, untuk berakrab dengan Sha silahkan berkunjung di IG : @shanitanurainit Rendra Firmansah, S.H. saat ini menjadi staf penindakan pelanggaran pada Bawaslu Kabupaten Magelang. Pria hitam manis ini dilahirkan di Kabupaten Magelang, 7 Maret 1996 dari pasangan suami-istri Safi’id dan Rini Hartuti. Merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pria yang akrab disapa Rendra memiliki riwayat Pendidikan di SD N Plosogede 1, SMP N 2 Salam, SMA N 1 Ngluwar, kemudian melanjutkan program sarjana strata satu (S-1) jurusan ilmu hukum di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada tahun 2013 dan menyelesaikannya pada tahun 2017. Pria yang hobi bulutangkis ini mengawali karir kepemiluan sejak tahun 2017 sebagai staf penindakan pelanggaran pada Bawaslu Kabupaten Magelang hingga saat ini. Alfina Elok Faiqoh, S.H., atau yang biasa dipanggil Alfina adalah seorang staf Sekretariat Bawaslu Kabupaten Magelang yang bertugas pada Divisi Penyelesaian Sengketa. Ia lahir di Magelang, 6 Juni 1994. Dalam riwayat pendidikannya, ia menamatkan sekolah dasar di SD Terpadu Ma’arif Gunungpring, Muntilan. Menamatkan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 2 Muntilan dan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Muntilan. Pada jenjang perguruan tinggi, ia mengenyam pendidikan S1 Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Alfina dapat dihubungi melalui email alfina.faiqoh@gmail.com

- 117 -


M. Taufik, S.H. lahir di Magelang dua puluh delapan tahun yang lalu, adalah seorang staff Sekretariat Bawaslu Kabupaten Magelang Divisi Pengawasan dan Hubungan Antar Lembaga. Penulis menamatkan sekolah dasar di MI Al Islam Ngepanrejo, Bandongan, sekolah menengah pertama di MTsN Kaliangkrik, sekolah menengah atas di MAN Magelang, dan melanjutkan studi S-1 di Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Penulis dapat dihubungi melalui e-mail: mtaufik959@gmail.com Danang Gatot Dwi Joyo, S.H. yang biasa dipanggil Joyo ini lahir di Magelang, 17 Maret 1995, adalah seorang staf Sekretariat Bawaslu Kabupaten Magelang Divisi Organisasi dan SDM. Penulis menamatkan sekolah dasar di SDN Pucang, sekolah menengah pertama di SMP N 3 Kota Magelang, sekolah menengah atas di SMA N 5 Kota Magelang, dan S1 di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang. Joyo dapat dihubungi melalui e-mail: danangjoeyoe5@gmail.com.

- 118 -



Abhan, SH MH

Ketua Bawaslu Republik Indonesia Money politics atau politik uang menjadi ancaman nyata upaya bangsa Indonesia untuk mewujudkan pemilu yang bersih, berintegritas dan bermartabat. Perilaku money politics harus dijadikan musuh bersama karena terbukti merusak sendi-sendi kehidupan bangsa. Kita hanya bisa mewujudkan demokrasi sehat apabila pemilu dan pilkada bersih dari praktik politik uang.

Bambang Eka Cahya Widodo SIP, MSi Mantan Ketua Bawaslu Republik Indonesia

Ada tiga level yang dirusak politik uang. Yakni mengakibatkan arena pertandingan tidak berimbang, mengabaikan hak warga negara agar bebas memformulasikan dan mengekspresikan pilihan politiknya serta meruntuhkan integritas Pemilu. Kondisi ini menjadi tantangan kita bersama terutama Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu yang salah satu tugasnya memberantas money politik.

M. Habib Shaleh, S.S.

Ketua Bawaslu Kabupaten Magelang Salah satu sisi lemah budaya bangsa Indonesia adalah rendahnya tradisi tulis menulis dan tradisi membaca. Buku Melawan Money Politics ini diterbitkan salah satu tujuannya adalah untuk menumbukan budaya literasi masyarakat, khususnya terkait penyelenggaraan pemilu. Sesuai tema, seluruh tulisan buku ini membahas politik uang dari berbagai sisi, berdasarkan data-data dan fakta selama kontestasi Pemilu 2019.

- 120 -


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.