Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat
identitas
NO. 900, TAHUN XLV, EDISI APRIL 2019
Penerbitan Kampus Universitas Hasanuddin
Resensi : Sexy Killers, Ungkap Sisi Gelap Perusahan Batu Bara Dua jurnalis videografer, Dandhy Dwi Laksono dan Ucok Suparta, keliling Indonesia pada 2015. Keduanya melakukan perjalanan selama setahun menyusuri Jakarta, Bali, Sumba, Papua, Kalimantan, Sulawesi, lalu kembali ke Jawa. Dari perjalanan itu, mereka melakukan kolaborasi dengan beberapa videografer daerah, sehingga menghasilkan 12 film dokumenter. Lanjut Hal 15
Mengintip Masa Depan Kota Makassar
DARI REDAKSI
2 TAJUK
KARIKATUR
identitas
NO. 900, TAHUN XLV, EDISI APRIL 2019
SOSIAL MEDIA
Kebebasan Berekspresi, Haruskah Direpresi? DIKSI. Tak jarang, perkara diksi bisa menyulut emosi beberapa orang. Terlebih jika diksi itu sudah berkembang menjadi kumpulan kalimat, paragraf, kemudian menjadi cerita maupun wacana. Padahal, itu sudah menjadi hak setiap orang untuk mengekspresikan dirinya. Baik melalui diksi yang dia pilih dalam tulisan, maupun diksi yang ia gunakan dalam berargumen. Hal itu telah diatur dalam UUD 1945 Amandemen ke II dalam Pasal 22 ayat (3) yang menyebutkan bahwa ”Setiap orang bebas mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai nuraninya, secara lisan atau tulisan melalui media cetak maupun media cetak elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa”. Jadi, pada dasarnya, setelah rezim Orde Baru runtuh sekira 21 tahun silam, setiap Warga Negara Indonesia kini memiliki hak untuk mengekspresikan dirinya. Tak terkecuali mahasiswa. Namun, nampaknya hal itu dipandang lain oleh Rektor Universitas Sumatera Utara, Runtung Sitepu. Tidak terima dengan cerpen bertema LGBT yang diterbitkan Lembaga Pers Mahasiswa SuaraUsu beberapa waktu lalu, Runtung segera memecat 18 awak SuaraUsu. Lantaran, cerpen berjudul Ketika Semua Menolak Kehadiran Diriku di Dekatnya dianggap tak sesuai visi dan misi universitas. Akan tetapi, dengan melakukan tindakan pemecatan tanpa melalui pembicaraan untuk memperjelas duduk perkaranya di mana merupakan suatu tindak represi. Terlebih pemecatan itu dilakukan karena Yael Stefany Sinaga mencoba mengemukakan pendapatnya atau mengekspresikan dunia idenya ke dalam karya fiksi, yakni cerpen. Seharusnya, sebagai pemangku kekuasaan tertinggi di USU, ada baiknya Runtung duduk bersama dalam forum dengan para kru SuaraUsu membicarakan soal bagian mana kiranya cerpen itu dianggap salah. Lalu, bukankah tindakan Runtung tersebut mengingatkan kita pada era Soeharto di mana sejumlah karya sastra-yang juga adalah karya fiksi-direpresi habis-habisan? Lantas apakah kebebasan berekspresi kita sebenarnya hanya jalan di tempat? Tidak pernah kemana-mana. Yael, yang sempat dihubungi via WhatsApp berharap agar tidak ada lagi pembungkaman kebebasan berekspresi terkhusus untuk pers mahasiswa. Ada baiknya kasus yang terjadi di USU sana, menjadi pelajaran bagi pihak pemegang kekuasaan di sini, Unhas. Agar mau duduk sejajar lebih dulu dengan mahasiswa, sebelum mengambil keputusan atau menentukan hukuman.n
ILUSTRASI/DHIRGA ERLANGGA
SURAT DARI REDAKSI diiannovitas_ wetssss asmanurul_@annisalutfiafridas annisalutfiafridas @impharatimfa yuliana_rinang Menjanda ko @catatankakiunhas ? Tuntut harga gono ginilah.. Minta tetap dinafkahi juga andre_pranataaa @yuliana_rinang yg sabar yaaa ukpm hahhaa 26_mansyur@arsunan_arsin wah..wah..wah.. sebenarnya siapa yg sudah bosan atau dikecewakan sampai2 ada perceraian nih? an.ilman #BambangMarah andre_pranataaa IDENTITAS/ARISAL
Bincang literasi : PK identitas Unhas bersama civitas akademik gelar diskusi “Ada Apa dengan Cerpen SuaraUSU” bertempat lantai dasar Rektorat Unhas, Senin (15/4).
M
Solidaritas
enanggapi permasalahan pemecatan kru SuaraUSU, identitas Unhas melakukan bincang literasi yang bertemakan ‘Ada Apa dengan Cerpen SuaraUSU?’. Hal ini dilakukan sebagai bentuk solidaritas terhadap kawankawan jurnalis kampus di USU. Sebagaimana dikatakan oleh sosiolog Emile Durkheim, ‘solidaritas sosial’ itu adalah“kesetia-kawanan yang menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu dan atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama, yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Solidaritas yang kru identitas lakukan kali ini bukan dalam bentuk aksi unjuk rasa. Ya, kali ini solidaritas dikemas
dalam bentuk bincang literasi terhadap permasalahan yang ada. Selain itu, hal ini bertujuan untuk meningkatkan literasi kru dan civitas akademika. Di samping meningkatkan literasi, kru pun tak lupa akan tanggung jawab terbitan edisi ini. Meskipun edisi bulan ini koran identitas terlambat sampai di tangan para pembaca, kami berupaya keras agar berita yang kami sajikan berkualitas. Di edisi kali ini kami mengangkat tema besar permasalahan reklamasi di Makassar. Mulai dari dari kajian aspek lingkungan, sosial, dan politik. Hal ini menunjukkan kepekaan isu kru terhadap permasalahan yang ada di masyarakat. Tak kalah penting, kami juga menyajikan rubrik rubrik menarik lainnya. Terima kasih!n
@an.ilman#YUKBERMAINPUBG yuliana_rinang @andre_pranataaa#bambang marah kalo begini andre_pranataaa @yuliana_rinang aku syuka kalo #bambangmarah yuliana_rinang @andre_pranataaa siap2ko kalo Bambang mi yang marah ora_gia_ypno #siapayangharusmarah nandar.alfarizi1997 Mantap ... Jangan tunduk2 adnanthamrin klw tdk bisa menyanggupi syarat kita cerai, luar biasa kampus merah drey_zahra Ckckck rektorat mau na semua na kendalikan.. kalo tdk sesuai maunya nda na setujui hafistafsani @arsunan_arsin indojam.store
identitas diterbitkan Universitas Hasanuddin berdasarkan STT Departemen Penerangan RI No: 012/SK/Dirjen PPG/SIT/1975/tanggal 20 Januari . ISSN:0851-8136. Beredar di lingkungan sendiri (non komersial) nKetua Pengarah: Dwia Aries Tina Pulubuhu nAnggota Pengarah: Junaedi Muhidong, Muhammad Ali, Abdul Rasyid Jalil, Budu n Penasehat Ahli : Anwar Arifin, M Dahlan Abubakar, SM Noor, Hamid Awaluddin, Aidir Amin Daud, Amran Razak, Sapri Pamulu, Tomi Lebang, Jupriadi, Abdullah Sanusi nKetua Penyunting: Ahmad Bahar nKetua Penerbitan:Fajar S.Juanda nPenyunting Pelaksana:Khintan nKoordinator Liputan: Fatyan Aulivia nLitbang SDM: Fitri Ramadhani nLitbang Online: Sri Hadriana nLitbang Data: A. Suci Islameini, Madeline Yudith nStaf Penyunting: Andi Ningsi, Ayu Lestari nFotografer: Arisal nArtistik dan Tata Letak: Renita Pausi Ardila (tidak aktif) nIklan/Promosi: Wandi Janwar nReporter: Urwatul Wutsqaa, Mayang Sari nTim Supervisor: Amran Razak, Nasruddin Azis, Nasrul Alam Azis, Muchlis Amans Hadi, Amiruddin PR, Nasrullah Nara, Supratman, Sayyid Alwi Fauzy, Gunawan Mashar, Rasyid Al Farizi, Arifuddin Usman, Abdul Haerah, Ibrahim Halim, Ahmad Khatib Syamsuddin, Irmawati Puan Mawar, Abdul Chalid Bibbi Pariwa n Alamat Penerbitan: Kampus Unhas Tamalanrea, Gedung UPT Perpustakaan Lt 1 Jl Perintis Kemerdekaan KM 10, Makassar 90245. Website: www.identitasunhas.com, E-mail: onlineidentitas@gmail.com nTarif Iklan: (Hitam/Putih) Rp 500 mm/kolom (Mahasiswa), Rp 1000,- mm/kolom (Umum), (Warna) Rp 1000,- mm/kolom (Mahasiswa), Rp 2000,- mm/kolom (Umum).
Redaksi identitas menerima tulisan berupa opini, esai, cerpen, puisi, ringkasan skripsi,/tesis/disertasi/penelitian & karikatur. Pihak redaksi identitas berhak mengedit naskah sepanjang tak mengubah nilai/makna tulisan. Tulisan yang termuat mendapat imbalan secukupnya (sebulan setelah terbit bisa diambil).
Sampul Edisi April 2019 Foto : Arisal Layouter : - Wandi Janwar - A. Suci Islameini H.
identitas
NO. 900, TAHUN XLV EDISI APRIL 2019
WANSUS
3
Tanpa Agama Politik Tak Miliki Akar yang Kokoh
I
ndonesia telah melewati masa-masa pemilihan umum, masyarakat seolah disuguhi oleh beberapa isu politik yang membosankan. Wajar saja bila beberapa remaja millenial cenderung bersikap apatis mengingat segudang drama dan pencitraan yang beredar di manamana. Bukan hanya itu saja, persoalan agama bahkan seringkali menjadi serangan empuk untuk diperbincangkan.
Lalu, bagaimana pandangan salah satu Ulama, Ustadz Bachtiar Nasir Lc MM, terkait agama dan politik di Indonesia? Reporter identitas, Nadhira Noor R. Sidiki sempat berbincang dengan Bachtiar saat ia menjadi pemateri Seminar Umat Islam dan Temu Kebangsaan di Baruga AP Pettarani Unhas, Sabtu (30/3). Berikut kutipan wawancaranya :
menyejahterakan rakyatnya. Saya kira empat kriteria utama ini menjadi landasan kita dalam memilih pemimpin di Indonesia.
Menurut Anda apa pentingnya melibatkan agama dalam politik? Tanpa agama, politik tidak memiliki akar yang kokoh. Politik tidak akan memiliki arah yang jelas. Terutama untuk Indonesia, negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa ini bisa berjalan hanya dengan nilai-nilai agama karena agama itu tujuannya moralitas. Jika kita lepaskan dari nilai-nilai agama, maka ini akan memberikan bahaya atau mudarat yang besar.
Bagaimana pendapat Anda tentang Reuni 212 yang baru saja terjadi? Apakah ada niat yang terselubung dari reuni tersebut? Saya kira tidak terselubung, namun terangterangan. Bahwa mereka ingin memilih pemimpin pasca kecewanya mereka dengan pemimpin yang kemarin. Jadi, menurut saya mereka terang-terangan.
Kira-kira siapa yang harus bertanggung jawab terhadap perpolitikan di negara yang mayoritas muslim ini? Kalau kita mengambil konsep Imam AlGhazali, rusaknya rakyat karena rusaknya pemimpin, rusaknya pemimpin karena rusaknya ulama. Jadi kalau ulamanya rusak, maka rusaklah pemimpinnya. Oleh sebab itu, rusak pula rakyatnya. Ulama yang dimaksudkan di sini ialah para ilmuan. Jadi kira-kira yang bertanggung jawab ialah ilmuannya.
Siapa yang mampu menjadi inspirasi dalam kepemimpinan? M. Nasir, Kyai Haji Ahmad Dahlan, kemudian KH. Hasyim Asyari, dan Buya Hamka. Harapan ke depannya untuk Indonesia yang lebih baik, menurut bapak? InsyaAllah dengan membangun generasi yang baik dan mengembalikan umat ini kepada keimanan dan ketakwaannya. Dengan begitu, saya yakin akan terpilih pemimpin yang sesuai dengan keimanan dan ketakwaannya kita semua.
Lalu, apa saja kriteria pemimpin yang tepat untuk negara dengan perbedaan yang beragam seperti Indonesia ini? Saya kira tidak ada yang berubah dari landasan yang dasar ini. Yang berhak menjadi pemimpin Indonesia kan yang hikmah. Mereka yang memiliki landasan ideologi. Mereka yang memiliki ilmu. Mereka yang adil. Mereka yang berjuang
FOTO : ISTIMEWA
DATA DIRI Nama : Ustadz Bachtiar Nasir, Lc. MM. TTL : Jakarta, 26 Juni 1967 Riwayat Pendidikan : - Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur - Pondok Pesantren Daarul Huffazh, Bone, Sulawesi Selatan - Universitas Islam Madinah, Arab Saudi Karier : - Pemimpin Ar-Rahman Qur’anic Learning (AQL) Islamic Center - Pemimpin Pesantren Ar-Rahman Qur’anic College (AQC) - Sekretaris Jendral Majelis Intelektual & Ulama Muda Indonesia (MIUMI) - Pengurus Pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI)
- Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI). - Ketua Alumni Madinah Islamic University se-Indonesia - Pengurus Pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI) - Ketua Alumni Saudi Arabia se-Indonesia Karya : - Tadabbur Al-Qur’an: Panduan Hidup Bersama Al-Qur’an - Panduan Hidup Bersama Al Qur’an - Anda Bertanya Kami Menjawab Bersama Ustadz Bachtiar Nasir - Masuk Surga Sekeluarga
4
OPINI
identitas
NO. 900, TAHUN XLV, EDISI APRIL 2019
Kritik atas Diskursus
K
ehadiran lembaga kemahasiswaan seharusnya menjadi wadah alternatif dalam mewujudkan suatu tujuan yang mulia. Hal demikian tercermin dari identitas kelompok yang memiliki predikat sebagai mahasiswa yang berkedudukan di kampus, universitas, ataupun perguruan tinggi. Begitu pula dengan dosen atau guru besar yang memiliki kedudukan yang sama dengan mahasiswa sebagai civitas akademik, sangat memungkinkan dirinya menjadi penggerak kehidupan ke arah yang lebih baik. Mahasiswa secara etimologi memiliki makna seorang terpelajar yang mulia. Proses akhir sebagai seorang mahasiswa disebut sebagai sarjana. Sarjana dalam konteks kekinian dimaknai sebagai seseorang yang telah lulus dari perguruan tinggi. Hal itu telah menjadi diskursus yang menjadi kesepakatan umum. Baik di kampus sendiri maupun di masyarakat pada umumnya. Namun, di balik hakikat sarjana, secara etimologi berasal dari bahasa Urdu yang bermakna “arif” melampaui bijaksana. Di era kapitalisme global hari ini makna demikian sangat jauh dari diskursus. Demi predikat seorang terpelajar yang mulia, para pendahulu menempatkan kampus, universitas dan perguruan tinggi sebagai kedudukan mahasiswa dan dosen. Kampus berasal dari kamus Oxford lama, sebelum diubah, yaitu: “Camp Us” yang
berarti perkampungan, tempat orang-orang yang sederhana, memiliki solidaritas mekanik, kekeluargaan yang tinggi, dan kepekaan sosial yang tinggi. Hal tersebut sangatlah berbeda secara definisi yang telah menjadi diskurus di Indonesia di era neoliberalisme hari ini. Kampus tak lebih diartikan sebagai tempat belajar yang memiliki fasilitas yang mewah, terdapat wisma, industri perhotelan, industri penjualan seperti mall, rumah sakit berbayar, dan sebagainya. Apa yang telah menjadi diskursus terkait kampus hari ini tak lebih telah membawa nilai konstruksi yang mengarahkan mahasiswa pada sifat-sifat kekotaan, hedonis, individualistik, dan materialisik. Hal ini serupa dengan mentalitas buruh murahan yang konsumtif melanggengkan sistem kapitalisme global hari ini yang telah banyak menipu manusia. Berbeda dengan makna kampus secara etimologi maupun apa yang telah menjadi diskursus di era kapitalisme global. Universitas secara etimologi berasal dari kata “universal” yang dalam konteksnya bermakna tempat bertemunya berbagai macam ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Sejatinya kedudukan ini menjadi wadah bagi mahasiswa untuk belajar banyak disiplin ilmu untuk memperkaya khazanah pengetahuannya. Bukannya belajar disiplin ilmu secara linier, seorang terpelajar yang menyandang predikat mulia wajib hukumnya untuk mempelajari
Oleh: Fajar banyak disiplin ilmu demi kesempurnaan pengetahuan sebagai pisau analisisnya dalam menyelesaikan permasalahan bangsa ini. Hal demikian juga sejalan dengan makna perguruan tinggi secara etimologi yang berasal dari kata guru dan tinggi. “gu” berarti menghancurkan sedangkan “ru” artinya kegelapan. Sedangkan tinggi diandaikan sebagai manusia yang berada dipuncak gunung, dapat melihat ke segala arah, tidak ada yang menghalangi pandangannya untuk melihat permasalahan bangsa dan dunia ini. Menarik benang merah dari predikat mahasiswa (pelajar yang mulia) dan seseorang yang nantinya menjadi sarjana (arif/ melampaui bijaksana), mestilah ia mendudukkan diri manusianya sebagai insan kamil yang sederhana, memiliki solidaritas yang tinggi, dan kepekaan sosial yang tinggi. Di balik makna universitas, seorang mahasiswa dituntut untuk
ILUSTRASI/A. SUCI ISLAMEINI H
belajar banyak disiplin ilmu dan kebudayaan. Sementara perguruan tinggi mengamanahkan mahasiswa menjalankan tanggung jawab untuk mengetahui permasalahan bangsa ini secara utuh serta berusaha memberikan solusinya, hingga akhirnya ia menjadi arif, melanjutkan perjuangannya meskipun ia tidak lagi menyandang predikat mahasiswa secara administartif. Realitas lembaga dan civitas akademik hari ini Kampus, Universitas ataupun Perguruan Tinggi di Indonesia hari ini tak lebih sebagai industri jasa yang menyediakan pelatihan buruh termasuk dengan industriindustri lainnya (baca hegemony kampus dalam mencari uang). Logika kampus hari ini sangat “capital oriented” seorang civitas akademika (mahasiswa dan dosen) telah memproduksi dan mereproduksi mentalitas yang sangat elitis, menjadi sasaran korporat dan bankir. Seorang dosen yang telah memiliki predikat arif, seharusnya dengan stock of knowledge-nya telah menjadikan ia sebagai kelompok barisan terdepan dalam menyuarakan kebenaran dan menegakkan keadilan di masyarakat. Bukannya mengkhianati ilmunya dengan membungkam kebebasan berpikir mahasiswa. Sehingga melalui predikatnya ia dapat membangun interaksi dengan mahasiswa, juga sebagai manusia yang senantiasa menyuarakan kebenaran dan menegakkan keadilan. Akan tetapi, dalam kenyataannya logika yang terbangun dalam kampus hari ini tak lebih menjadikan dosen hanya pro terhadap proyek perusahaan dan bankir, kepentingan pribadi dan sebagainya. Belum lagi munculnya mentalitas mahasiswa yang didoktrin untuk mendapatkan predikat cum-laude di tengah hegemoni kampus hari ini yang sedang tidak baik-baik saja (baca: mahasiswa diracuni melalui prinsip kuantifikasi hegemonial). Di sisi lain, lembaga kemahasiswaan yang seharusnya menjadi wadah counterhegemony logika kampus yang sangat capital oriented, justru memproduksi dan mereproduksi logika ataupun paradigma yang tak lebih seperti apa yang diterapkan kampus ataupun negara. Hal ini bisa dilihat
melalui cara pandang lembaga kemahasiswaan yang sangat birokratis, mekanistik, kaku, dan kecenderungan memiliki rasionalitas level empat. Belum lagi jika kita mengamati secara saksama perilaku invidu yang ada, dominan berperilaku komsumtif, suka mengotori, kecanduan game online (Baca PUBG dan Mobile Legend masuk kampus), hal itu turut serta memperparah kondisi kehidupan kampus yang terjerat dalam perangkap kemiskinan substansi. Jika kita merefleksikan lebih jauh, selama ini lembaga kemahasiswaan cenderung sangat kaku dalam melakukan kerja-kerja kelembagaan. Dalam perspektif rasionalitas Weber, tindakan yang paling rasional adalah tindakan yang berorientasi pada tujuan yang diikuti oleh pikiran dan aksi yang efektif dan efesien dalam mencapai tujuan. Kedua tetap berorientasi pada tujuan tetapi cara yang sedikit rendah rasionalitasnya. Ketiga berdasar perasaan/emosi. Terakhir berdasarkan tradisi atau tindakan yang dilakukan para pendahulunya. Hal yang keempat mirip seperti apa yang terjadi dalam realitas lembaga kemahasiswaan hari ini, kegiatan yang dilakukan tak lebih hanya sekadar mengikuti pengurus sebelumnya, hingga menyebabkan stagnasi kehidupan mahasiswa. Dalam perspektif semiotika struktural, tanda yang telah menjadi struktur (terikat, kaku, satu kesatuan, dsb) sangat susah untuk berubah. Jadi, apa yang menjadi logika kampus hari ini, mentalitas dosen, mahasiswa, dan lembaga kemahasiswaan sangat sulit berubah. Hanya mungkin jika kita melakukan suatu rekayasa yang HyperSemiotik, melalui perspektif strukturasi, dualitas struktrur, dan agen sangat memungkinkan menggulingkan penguasa yang menindas hari ini, menyebabkan revolusi diri, lembaga, dan masyarakat ke arah yang lebih baik.n Mahasiswa Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin, Angkatan 2015
identitas
NO. 900, TAHUN XLV EDISI APRIL 2019
5
CERPEN
Kecewa
A
ku melihatnya pertama kali di sebuah forum diskusi. Dari argumennya, aku tahu dia berwawasan. Diksinya tepat dalam bahasa yang tinggi-kadang tidak kupahami artinya. Mungkin karena aku kurang piawai dalam berargumen seperti dia. Namanya Dey. Awalnya kumengira dia mahasiswa Jurusan Ekonomi. Terlalu flamboyan untuk jurusan filsafat, menurutku. Ternyata, Dey seorang penulis. Selain itu, dia juga aktivis kampus yang pernah heboh diskorsing karena tulisannya, dianggap terlalu kritis terhadap birokrat kampus. Suatu kesempatan, aku menonton pertunjukan teater. Lakonnya terlalu sinis menurutku. Aku tak habis pikir, seorang mahasiswa rela mengundurkan diri dari kampus hanya karena merasa gagal memperjuangkan kawannya yang di-DO. Penulisnya terlalu ideologis, kataku pada teman yang mengajakku. Belakangan, aku tahu bahwa penulis naskahnya adalah Dey. Aku penasaran. *** Di bawah pohon dekat perpustakaan, Dey duduk sendiri, membaca buku, entah buku apa. Aku mendekat. Dia melihatku, lalu melanjutkan membaca. Seolah aku tak ada di situ. “Hay” sapaku dengan senyum. “Ya” jawabnya sambil mengangguk kecil. “Baca apa? Kelihatannya serius banget,” kataku dengan harap suasana bisa lebih cair. “Buku,” jawabnya singkat. “Maksud aku buku apa?” Ia menatapku, dari tatapannya Aku paham, dia merasa terusik. “Kamu wartawan?” jawaban sinis dan tatapan dinginnya membuatku terkesiap. Lalu melanjutkan bacaannya. *** Hari-hari berikutnya, aku mengamati Dey dari jauh, mempelajari pola perilakunya. Jujur, ini hal paling konyol yang pernah kulakukan. Aku tersenyum sendiri. Dey seorang penyendiri. Kerjanya, baca buku dan merenung. Aku mencari cara untuk mengajaknya berbincang-bincang. Sebelum ke kampus, aku membuat nasi goreng untuk Dey. Sepanjang jalan menuju kampus, Aku mencari kalimat terbaik untuk memulai basa-basi. Setidaknya, pertanyaan itu bukan dijawab hanya dengan kata ya atau tidak. Di bawah pohon, seperti biasa, Dey
bertukar pikiran dengan bukunya. Aku mendekat. “Membaca dan berpikir itu butuh energi,” kataku. Ia terus membaca. Seolah tak menyadari kehadiranku. Jujur, aku jengkel. Apakah memang sikap para filsuf seperti ini? “Kamu dengar aku kan?” kataku sehalus mungkin dengan menahan kesal. Ia menatapku dengan raut muka datar. “Kamu bicara denganku?” jawabnya enteng. Ya Tuhan, apakah semua mahasiswa filsafat se-menjengkel-kan ini? “Iya, aku dengar,” lanjutnya “Terus?” tanyaku agak ketus “Terus apa?” Ia menyerngitkan dahi. “Terus kenapa tidak dijawab?” “Pertama, aku setuju dengan yang kamu katakan, tak perlu dibantah kan? Kedua, tadinya aku mengira kamu bicara sama orang lain.” Buru-buru, aku mencari topik pembicaraan baru. “Kamu punya banyak buku? Boleh pinjam?” “Boleh” Suasana kembali hening, Aku mengeluarkan tempat nasi berwarna pink. “Kamu belum makan kan?” “Sudah” “Simpan untuk nanti siang. Jangan ditolak, pamali kata orang tua.” Aku pergi. *** Aku selalu menyapanya, meski dibalas oleh sikap dinginnya. Perbincangan akan sedikit berbobot ketika Aku bertanya tentang buku, pemikiran para cendekiawan dan filsuf. Ia akan menjelaskan padaku. Rinci. Sebelum pulang kuliah, aku mencari teman kutu buku. Meminjam bukunya. Kutanyakan bagian penting dan pesan yang ingin disampaikan penulis buku. Kemudian, aku membacanya di rumah. Sekadar mencari bahan perbincangan esok harinya. Aku tertawa sendiri memikirkannya. Resep itu manjur, aku merasa diskusiku dengan Dey lebih berbobot. Suasana lebih dialektis. Meski sebenarnya, aku lebih banyak diam. Sedangkan, Dey
menjelaskan atau meluruskan jika aku keliru. Sikap dinginnya memudar. Tetiba, aku merasa bersalah telah menghakiminya secara sepihak. Demi Tuhan, dulu aku selalu menilai laki-laki dari ketampanannya. Tapi aku sadar, bahwa wawasan dan gagasan lebih dari sekadar ketampanan. Rasa penasaranku perlahan berubah. Jujur, aku jatuh cinta. Kedekatanku dengannya semakin terasa. Kami sering makan dan jalan bersama. Rasa cintaku kian membesar. Tapi, aku merasa dia hanya menganggapku sebatas teman diskusi. Dengan berbagai pertimbangan, aku menyatakan cinta padanya. Mungkin dia akan illfeel padaku atau menganggapku perempuan murahan. Ya, segalanya telah kupertimbangkan. Sejak saat itu, ia kembali dengan sikapnya yang dulu dan menghindariku. Menurut temannya, Dey cukup selektif untuk dekat dengan perempuan. Pun jika iya, itu akan dilakukannya sembunyisembunyi. Katanya, ia malu disebut mati kiri-istilah untuk laki-laki yang mudah takluk karena perempuan. Aku heran, kenapa orang seperti Dey tiba-tiba bagai sosok yang tak berprinsip. Seketika hilang hormat dan kagumku padanya. Tepatnya Aku kecewa. Melalui telepon aku memintanya bertemu di tempat biasa, walau hanya semenit. “Ini yang kutakutkan,” katanya pelan, tak mau menatapku, kembali dengan sikap dinginnya. Aku menangkap ada semacam rasa bersalah. Entahlah. “Aku sedih, sekaligus merasa kasihan. Malu aku menyebutmu sebagai aktivis, demonstran yang menginginkan kebebasan, melawan penindasan, tapi didikte dalam percintaan,”
kataku. Sekilas, kulihat perubahan raut wajahnya. “Aku cuma mau bilang terima kasih telah menjadi teman diskusiku. Ini buku yang dulu Aku pinjam.” kataku menyodorkan buku. “Besok, aku akan pergi ke Amerika, mengikuti orang tuaku.” Setelah merasa semuanya selesai. Aku pergi. Dey masih terpaku, mungkin merasa tersinggung. Entahlah, aku tak peduli. *** Beberapa saat sebelum pesawat mengudara, panggilan Dey masuk berkali-kali. Semuanya kutolak. Sebelum mematikan telepon, aku mengirim pesan “Semoga idealismemu membesarkanmu bersama teman-teman aktivismu” Telepon kumatikan bersamaan dengan air mataku mengalir di pipi. “Maafkan aku Dey,” lirihku.n Ahmad Alfarid Mahasiswa Jurusan Biologi Angkatan 2015 Anggota FLP Unhas
6
?
OPINI
?
? Mengapa Enggan Bertanya di Perkuliahan? ?
‘Ada yang ingin bertanya?’
S
identitas
NO. 900, TAHUN XLV, EDISI APRIL 2019
eorang moderator melemparkan kalimat di atas, setelah tiga pemateri selesai menyampaikan bahan diskusi. Namun, kalimat tanya itu tak berbalas. Di antara puluhan peserta diskusi yang datang, tak satu pun yang mengacungkan tangan untuk menjawab pertanyaan itu. Sejenak, semua orang jadi diam. Hening. Hingga beberapa saat kemudian, salah satu pemateri berguyon bahwa kalimat ‘ada yang ingin bertanya’ termasuk dalam daftar pertanyaan yang sangat ditakuti. Pemateri itu bilang, pertanyaan tadi bisa membuat jantung berdegup kencang, sebab kepala dipenuhi pertanyaan atau pendapat yang hendak disampaikan tapi terus ditahan-tahan. Semua tertawa. Suasana jadi cair. Satu peserta pun acungkan tangan, dan mulai bertanya. Tapi, hingga acara usai, guyonan dari sang pemateri terus dilontarkan dan menyindir semua
peserta diskusi. Suasana ini memang jamak dijumpai. Seperti di seminar, talkshow, dialog public, workshop pelatihan hingga di ruang kelas perkuliahan. Sebagai orang kampus yang akrab dengan lingkungan akademis, hal seperti ini adalah sebuah ironi. Sebab, salah satu jalan yang dapat memantik pengetahuan adalah dengan terus mempertanyakan sesuatu. Lantas, mengapa suasana seperti ini masih sering di jumpai? Mengapa kebanyakan dari kita segan bertanya dan enggan menyampaikan komentar atau pendapat dalam forum diskusi? Jawaban dari dua pertanyaan itu saya temukan dalam tulisan Nurhady Sirimorok berjudul ‘Ini Soal Mendengar Orang Muda’. Nurhady menyampaikan bahwa, selama ini, orang-orang dewasa teramat sering berceramah, memberi nasihat dan terus mengarahkan, sedangkan orangorang muda hanya bertugas untuk mendengarkan saja. Jika
orang-orang muda tidak mau mendengar nasihat, ceramah dan arahan orang tua, maka cap sebagai biang onar bakal melekat ke diri mereka. Oleh sebab itu, banyak orang-orang muda memilih menerima ceramah, nasihat dan arahan orang-orang tua. Menjadi tunduk dan patuh. Saat membaca tulisan Nurhady, sekelabat saya ingat suasana kelas di sekolah dasar dan menengah. Di sekolah dasar, ibu guru sering mendiktekan setiap mata pelajaran ke kami, anak muridnya yang dengan sigap menulis ulang setiap kalimat yang dibacanya dari buku cetak. Begitu pun ketika duduk di sekolah menengah, suasana belajar masih sama, hanya tugas saja yang bertambah banyak. Dan sependek ingatan saya, sepertinya, di sekolah menengah tak ada mata pelajaran yang membuat kami dapat belajar menyampaikan pendapat dengan baik. Guru terus mendikte. Murid hanya mendengar dan mengerjakan tugas saja. Akibat dari dua kenyataan tadi,
banyak orang muda jadi kesulitan dan segan untuk berbicara dan bertanya ke orang-orang tua. Sikap enggan dan segan tersebut lambat laun tertanam lalu menjadi kebiasaan dan terbawa sampai bangku kuliah. Sehingga banyak dari kita yang enggan atau segan bertanya dan menyampaikan pendapat di dalam forum diskusi atau di ruang perkuliahan. Rasa enggan muncul karena banyak dari kita takut dikira bersikap tidak sopan bila menyampaikan ketidaksetujuan dan mempertanyakan hal-hal yang disampaikan dosen atau pemateri. Padahal, bisa saja ceramah, nasihat dan arahan dari orangorang tua itu sudah tidak sesuai dengan zaman yang dihadapi orang-orang muda. Begitu pun dengan materi kuliah, akses informasi yang serba cepat dan terbuka membuat pengetahuan tidak mutlak dimiliki oleh satu orang saja. Oleh karena itu, ruang perkuliahan sebaiknya lepas dari pengaruh dominasi nilai-
?
Oleh: Musthain Asbar Hamsah
nilai yang membuat pembedaan tua-muda, pintar-bodoh antara dosen dengan mahasiswa. Sebab dominasi nilai-nilai itu dapat menghalangi potensi dari setiap individu yang hadir di perkuliahan. Paulo Freire pernah bilang; “If the structure does not permit dialogue, the structure must be changed”.n Mahasiswa Sosial Ekonomi Perikanan Angkatan 2014
identitas
NO. 900, TAHUN XLV, EDISI APRIL 2019
A
SASTRA
Aku Telah Membunuhnya
lunan musik meraba lembut masuk ke telinga. Melow, membuat pendengarnya seakan terbuai dalam opera Yunani kuno. Air laut pun seakan menenangkan suasana. Riaknya tak menghancurkan hening yang begitu indah. Eren mengangkat tangan kecilnya meraba setiap angin yang lewat dengan kerutan di wajahnya menandakan kepuasan. “Lihat sebentar lagi matahari terbenam!” Teriaknya mengagetkanku. Langit bercampur aduk dengan warna khasnya, pertanda akan segera menjemput malam. Tampak seperti kuning keemasan dengan cahaya segar di kejauhan. Lembayung senja tengah berkaca di atas laut memperlihatkan keindahannya. Membuat Eren terus terkagum-kagum. Ia sangat menikmati setiap detik menuju malam itu. “Berhenti lakukan itu!” Teriakku dengan nada tinggi penuh kejengkelan setelah Eren menabrakkan air di ujung kakiku. “Apa yang salah denganmu?” Tanya Eren tak mengerti. Matahari belum saja tenggelam sempurna, kami telah beranjak. ***
Terlebih saat berada di kamarku, melihat semua telah berubah. Cat dinding berwarna lebih gelap. Ia juga tidak lagi melihat potret diriku dengan gaya-gaya unik yang kacau. Eren semakin dibuat bingung dan penasaran dengan keadaan yang tiba-tiba saja berubah setelah sekian lama tak lagi sempat mampir seperti biasanya. Saat di kampus, Eren tidak banyak berbicara. Tepatnya, karena sibuk memperhatikan setiap gerak gerikku yang penuh diam. Ia memandangku aneh pagi itu. Pakaianku berantakan, mataku lelah, rambutku tak lagi terikat rapi. Eren terperangah, kaget menatap ujung kuku jariku menghitam
mendorongku. Wajah ku memerah penuh marah! “Kau marah? Marahlah aku tak memedulikanmu,” teriak Eren mengalahkan suara ombak. Ditambahnya dengan dorongan lebih keras membuat tubuhku sekali lagi jatuh ke dalam air. Ia menarik dan terus memukul tanpa ampun ke arahku. “Marahlah. Marahlah. Keluarkan amarahmu, keluarkan semuanya,” teriaknya dicampur tangis sembari mengguman lembut di telingaku, “aku ingin kau kembali.” Aku hanya terpaku dalam marah bercampur aduk. Rasanya ingin memukulinya dengan keras tapi bingung melihat tingkahnya. Eren menjatuhkan badannya di hadapanku menenggelamkan wajahnya di telapak tangan. “Ada apa Eren? Ceritakan padaku,” tanyaku pelan. “Seharusnya pertanyaan itu kutanyakan padamu sejak berbulanbulan lalu,” timpalnya sambil meraih tubuhku. Memelukku erat sebagai seorang sahabat. “Maafkan aku Eren. Aku telah membunuh semuanya!” “Tidak!” Balasnya. “Kau tidak membunuhnya. Hanya saja kau marah, kecewa, sakit. Kau terlalu
7 PUISI Akhir dari Sebuah Perjalanan Oleh : Azman Amiruddin Pecah sudah kursi di beranda Rapuh lelah menantang angin malam Bau kemenyan nenek menjalar pelan Bercampur panas, berakhir sesak Bunyi derak kaki membangunkan rayap “Trakkk”, ia tersentak Menatap nanar kain lusuh penutup badan Yang ditarik kasar wanita belia Perlahan bunyi tawa anak-anak menghilang Berpindah ke musala dekat rumah Ditemani malam, sunyi kembali menakutkan. Perlahan harap membunuh getir Ambisi masa muda, amarah Kembali mengawan, sesak membuat gamang Bahwa ajal kemudian ditunggu Menjemput atau dijemput oleh inang-Nya. Anggota FLP Ranting Unhas Mahasiswa Program Studi Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Agenda Baru Umat Manusia Oleh: Muh. Jihad Rahman Hari ini perutmu diisi kebohongan. Kenyang akan kata-kata dan sebentar lagi meledak merenggut nyawa Kenyang seperti halnya buku puisi di hamparan sawah Kau baca dan berharap padi bergembira Sering kali masa lampau piawai mengajar kebohongan. Bermain dengan kata dan data yang diolah seolah fakta
ILUSTRASI/A. SUCI ISLAMEINI H
“Assalamualaikum,” kataku di depan istana megah menurut kebanyakan tetangga. Tapi bagiku itu hanyalah gubuk yang menyeramkan penuh arwah dan masa lalu yang mewariskan kepedihan. Terus saja kakiku melangkah tanpa mengharapkan jawaban. Lalu tertidur dengan amarah tak jelas. Semua hampir tak seperti biasa. Tidak ada lagi gelas plastik berisi kopi. Aku seperti membenci semua orang, tak satupun dari mereka mendapat salam pagi. “Hai,” sapa Eren pelan dengan perasaan bersalah. Aku hanya menjawabnya, “ya,” dan memintanya melupakan kejadian kemarin. Tanpa senyum dan lebih sensitif, seperti itulah hari-hariku berlalu. Eren mulai mencemaskanku, sesekali ia bertanya tapi tak mendapat jawaban. Eren adalah sahabatku. Ia sesekali mampir ke rumah, tapi kali ini tanpa memberitahukanku. Ia berkeyakinan, ada yang salah denganku. Sedari ia datang, aku hanya berbaring sibuk bermain game. Eren mulai mencari sesuatu dan mencurigai segalanya.
rusak seperti telah menggali tanah. “Ini jelas terjadi sesuatu yang tidak beres,” yakinnya. Di hari libur Eren kembali berkunjung. Aku tak menghiraukannya, hanya tertidur lelap di sudut kamar. Seperti detektif Eren pun melancarkan aksinya. Semuanya diperiksa namun tak menemukan jejak apapun. Ia pun bertanya kepada saudara perempuanku, ibu, dan ayah. Namun, semua menjawab “tidak” dan ”tidak tahu”. Esok sorenya, kembali Eren mengajakku ke pantai yang sama. Tempat kami selalu menghabiskan waktu di penghujung senja. Di sana aku hanya duduk dan menggali pasir menggunakan telunjuk. Eren terus memandangiku. Tiba-tiba saja ia menabrak tanganku menggunakan kaki. Melemparkan gumpalan pasir tepat mendarat di punggungku. “Aku tak ingin bermain,” balasku. Eren tak peduli, ia terus mengganggu, menghamburkan rambutku dan menarik baju. Bruk, air laut berhamburan ke atas dan jatuh tak karuan. Eren telah
menempatkan mereka lebih dominan.” “Aku tidak lagi menginginkannya Eren. Aku tidak membutuhkannya.” Eren melihatku putus asa. Wajahnya benarbenar kacau. “Aku hanya perlu menghabiskan hidup ini sampai waktunya. Aku mati. Tertawa, bahagia, dan mencintai hanya membuat umurku semakin panjang. Aku benci peranku di dunia ini, Eren!. Hidup sebagai seorang anak dari orang tua yang sibuk, untuk menyapaku di pagi hari pun mereka tidak mau. Seorang adik yang hanya harus menundukkan kepala, mengangguk, dan berjalan. Tidur seperti seekor keledai. Maka sebelum aku mati, akan membuatku tenang jika aku membunuhnya lebih dulu.”n
Lalu menyebut dirinya sebagai sejarah Sedangkan kau berusaha mengenyangkan diri dengan berita yang dipenuhi “rasa-rasanya” Di sebuah pagi, ada koran yang mengabarkan kau mati kekenyangan “…nutrisi yang ia peroleh tak seimbang dan tak sehat” demikian berita itu menyimpulkan Padahal kau masih saja sulit berkata “aku kekenyangan” selepas menenggak air comberan Ada bencana lain selain kau mati hari ini. Bencana kekenyangan, penemuan baru dan manusia yang hilang karna berusaha menjadi tuhan. Semua kau baca, lalu sekejap saja kau percaya. Lantas, ketika hari-hari berlalu
Penulis : Renita Pausi Ardila Mahasiswa Departemen Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya Angkatan 2016
tak ada mengenali mu, termasuk diri mu sendiri. Kau mati. Benar-benar mati, dikenyangkan bayang-bayang sejarah yang lupa diri. Anggota FLP Ranting UNHAS Departemen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya
RAMPAI
8
identitas
NO. 900, TAHUN XLV, EDISI APRIL 2019
Wahana Belajar Robotika
R
obotika salah satu wacana teknologi untuk menuju peradaban yang lebih maju. Masyarakat pada umumnya beranggapan, hadirnya kemajuan teknologi seperti robot mampu menggeser tingkah laku manusia untuk melakukan berbagai aktivitas. Lambat laun sebuah kemungkinan itu bisa saja terjadi, apalagi Indonesia telah melangkahkan kaki memasuki era revolusi industri 4.0. Menjawab tantangan revolusi industri tersebut, 17 tahun yang lalu, tepatnya 29 Mei 2002 resmi terbentuknya Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Teknik Elektro Robotika. UKM ini bernama Komunitas Cyber Tech (KCT). Di bawah naungan Himpunan Mahasiswa Elektro, UKM ini sebagai wahana dalam pengembangan minat dan bakat bidang riset dan teknologi. Sekarang, sekretariat UKM KCT ini berada di Laboratorium Sistem Kendali dan Intrumentasi Unhas, Kabupaten Gowa. UKM yang dipimpin oleh Zulharman kini beranggotakan 82 orang. Bersamaan dengan penerimaan mahasiswa baru, komunitas ini merekrut anggota baru tiap sekali setahun dari berbagai angkatan. Melihat pentingnya memahami dunia robotika yang mampu meningkatkan pemahaman seseorang mengenai otomatisasi di bidang industri. Ada beberapa tahap yang akan dilalui untuk menjadi anggota komunitas ini.
“Mulai dari menulis esai, membuat alat seperti inverter (penyearah arus) sembari pelatihan dan juga wawancara yang berbau robotika,” papar Zulharman, mahasiswa angkatan 2015. KCT yang dibina oleh dua Dosen Teknik Elektro, Dr Ir Rhiza S. Sadjad MSEE dan Dr Muh Anshar ST MT kini yang juga merupakan pendiri dan ketua UKM KCT pertama saat menjadi mahasiswa terbilang sukses dalam berbagai ajang perlombaan. Mengingat, tercatat 24 penghargaan berhasil diraihnya dari tingkat regional maupun nasional. Di antaranya yang didapatkan dalam kurun waktu lima tahun yaitu ; Strategi terbaik Kontes
Robot ABU Indonesia (KRAI) 2014 Regional V di Universitas Mataram, Mataram (NTB). Juara II Kontes Robot Abu Robocon Indonesia (KRAI) 2015 di Politeknik Negeri Banjarmasin. Juara II Kontes Robot Pemadam Api Indonesia 2015 di Politeknik Negeri Banjarmasin. Juara I Celebes Robot Contest 2016 di Benteng fort Rotterdam, Makassar. Juara Harapan Celebes Robot Contest 2016 di
Benteng Fort Rotterdam, Makassar. Strategi terbaik Celebes Robot Contest 2016 di Benteng Fort Rotterdam, Makassar. Dari segudang prestasi yang telah ditorehkan tersebut, kata Zulharman selaku ketua organisasi kemahasiswaan yang bergelut dalam robotika ini, mengatakan tidak lepas dari rintanganrintangan yang ditemuinya. “Kendala yang selama ini menjadi permasalahan adalah kurangnya keaktifan anggota dan pendanaan yang terbatas serta minimnya peralatan yang menunjang,” ujar Zulharman. UKM ini sekarang mempersiapkan diri untuk ajang perlombaan Kontes Robot Indonesia tingkat regional II tanggal 2 - 4 Mei di Lombok, Nusa Tenggara Barat dan tingkat Nasional di Bandung tanggal 19-23 April 2019 mendatang. Mereka menyebut tim yang akan berlaga tersebut dengan nama Anyarang. Nama itu diberikan mengikuti tema yang diusung pada perlombaan Kontes Robot Indonesia (KRI) tahun ini dan menunjukkan jati diri bahwa Tim Robot ini berasal dari tanah Sulawesi. Dengan penuh harapan Tim Anyarang setiap harinya mempersiapkan diri dan robot mereka untuk mendapatkan hasil maksimal di kejuaraan tahun ini. Mulai dari persiapan lapangan sebagai jalur latihan dan pembuatan robot sampai tahap pengujian. “Kami optimis bahwa Tim Anyarang mampu membawa KCT dan Unhas mengikuti kejuaraan KRI tahun ini, dan juga harapan kedepan semoga KCT bisa lebih baik lagi dan memungkinkan untuk menjadi UKM skala universitas,” tutup Zulharman. Muh. Irfan
FOTO : DOKUMENTASI PRIBADI
identitas
NO. 900, TAHUN XLV, EDISI APRIL 2019
CIVITAS
9
Ada Apa dengan Sewa Lahan Unhas ? Dilema : Kelompok Tugas Penerbitan dan Pendataan lahan Unhas (KTPP) kawasan pintu nol mulai mengenakan iuran pembangunan trotoar, Sabtu (16/3).
Sewa lahan Unhas kembali diberlakukan. Penyetoran uang sewa tak langsung ke rekening rektor.
S
uasana Minggu malam di Kios Anti (nama samaran) tidak terlalu ramai. Waktu itu, identitas berbincang dengan wanita berusia 54 tahun tersebut terkait lahan yang digunakan untuk membangun kios di atas tanah guntingan Unhas. Lalu, Anti mulai bercerita bahwa dulu pernah ada pembayaran sewa lahan sebab tanah yang digunakan merupakan bagian dari lahan Unhas. “Tahun 2012 sampai 2013 saya membayar Rp. 300 ribu perbulan. Saat itu, Satuan Pengamanan (Satpam) Unhas yang menagih langsung,” ucapnya, Minggu (31/3). Namun akhir tahun 2014 pembayaran terhenti karena sejumlah warga protes. Mereka tidak terima atas pemberlakuan biaya sewa yang tak merata. “Ada sebagian yang disuruh membayar, sebagiannya lagi tidak. Jadi banyak yang protes,” jelas Anti. Setahun kemudian, pembayaran kembali diberlakukan. Para pedagang diajak berkumpul di Kantor Aset dan diberikan rekening rektor sehingga mereka percaya bahwa tindakan itu legal. “Tahun 2015, katanya sudah ditangani oleh aset Unhas, makanya kami dikasi rekening rektor. Jadi, dulu itu jelas, kami membayar ke rekening rektor, lalu tanda bukti pembayarannya dibawa ke bagian rumah tangga
untuk distempel,” jelasnya. Hal yang sama diungkap oleh Anto (nama samaran) saat ditemui di Kiosnya. Dia mengatakan, membayar sewa lahan langsung ke rekening rektor. “Saya membayar Rp. 250 ribu perbulan. Tapi kalau dulu penjual dikenakan pembayaran sesuai kemampuan saja, ada Rp. 150 ribu, ada juga Rp. 300 ribu,” ujarnya. Tidak lama kemudian, pemberlakuan uang sewa kembali dihentikan. Anto mengatakan bahwa pegawai Unhas-ia lupa siapa namanya-sendiri yang menginstruksikan hal itu. “Katanya tidak usah mi membayar karena mau ditata dan didata kembali,” lanjutnya. Sekitar tiga tahun tak lagi pernah diungkit, di tahun ini, pembayaran sewa kembali jadi pembahasan antara warga pintu nol dengan pihak rektorat. Hal itu bermula ketika sejumlah pedagang menerima surat dari Kelompok Tugas Penertiban dan Penataan (KTPP) Lahan Unhas untuk kawasan pintu nol. Isi surat itu mengundang para warga untuk bertemu di Kafe Sarjana. Pertemuan pertama membahas terkait berapa jumlah sewa yang mesti dibayarkan warga. Awalnya, pihak KTPP menawarkan harga sejumlah Rp. 75 ribu. Namun, warga keberatan dengan jumlah tersebut, sehingga harga yang
disepakati permeter ialah Rp. 60 ribu. Setelah pertemuan itu, Bendahara KTPP, Muh. Rusli, mulai menagih setiap pedagang yang berjualan di atas trotoar tersebut. Asna, penjual es campur, mengatakan bahwa ia telah membayar uang sewa senilai Rp. 1,4 juta untuk tiga bulan. “Satu meter, Rp. 60 ribu, jadi saya bayar Rp.480 ribu per bulan dikali tiga bulan jadinya Rp. 1,4 juta, karena delapan meter toh. Sebenarnya, saya sempat berhutang memang untuk bayar itu, karena takutnya nanti setelah pembangunan lapak baru, nanti diberikan kepada orang lain,” jelasnya, Selasa (26/03). Senada dengan Anti, Deni dengan lapak sepuluh meternya harus mengeluarkan uang yang tidak main jumlahnya. “Daripada digusur dan tidak bisa lagi menjual mending dibayar. Kan memang dari tahun-tahun sebelumnya tidak membayar, kalau sekarang disuruh membayar, ya tidak apa-apa,” tuturnya. Lain halnya dengan Adi (nama samaran), yang masih berusaha mengumpulkan uang untuk membayar. Saat ditemui di lapaknya, ia mempertanyakan soal aturan yang berlaku surut. “Waktu itu, saya minta rekening rektor, supaya saya bayar ke situ, lantas bendahara itu menjawab tidak bisa, nanti kita siapkan rekening pihak ketiga,” ungkapnya saat ditemui di lapaknya, Selasa (26/03).
Dalam surat tugas nomor 4706/UN4.1.4.2/KP.05.00/2019, disebutkan pada poin kelima bahwa surat tugas ini mulai berlaku 12 Febuari 2019. Akan tetapi, para pedagang harus membayar mulai dari bulan Januari, Februari dan Maret. Sekretaris KTPP, Tri Kamalsah Raden menyampaikan, pemberlakuan uang sewa mulai dari Januari itu untuk biaya pembangunan, pengelola, air, dan listrik. “Jadi akan dibangunkan tenda-tenda yang akan diseragamkan semua, maka dibebankan ke penjual. Nantinya semi permanen,” ucapnya. Selanjutnya, giliran pedagang yang berjualan di atas tanah guntingan Unhas dengan pihak KTPP yang bertemu di Kafe Sarjana, Jumat (22/3). Selain Ketua KTPP, Yasidin, Halim Doko, pegawai pensiunan Direktorat Inovasi dan Kewirausahaan pun turut hadir. Yasidin menyampaikan kepada warga bahwa ia tidak akan melaksanakan tugas tersebut bila tidak ada legitimasi dari pihak rektorat. “Ada kontrak saya secara personal dengan pihak aset hanya saja saya ndabisa perlihatkan ke teman-teman,” paparnya. Setelah memaparkan kelegalannya sebagai tim pengelola, Yasidin pun memberikan kesempatan kepada warga untuk berbicara. Syarifudin yang mewakili warga mempertanyakan dokumen sah yang menyatakan bahwa tanah guntingan masih berstatus milik
IDENTITAS/ARISAL
Unhas. “Siapa yang menjamin bahwa ini tanah Unhas atau siapa yang bisa menjamin ini bukan tanah Unhas. Makanya kita harus buka dokumen dulu. Kalau sudah jelas saya akan mendukung apapun aturannya, dan aturannya pun harus sama semua. Mau itu kios ramai atau tidak,” tegas Syarifudin. Keraguan Syarifudin bukannya tak berdasar. Ia mengatakan, sekitar tujuh tahun yang lalu, peristiwa semacam ini pernah terjadi. Ada sekelompok orang yang menyatakan bahwa mereka adalah utusan rektorat kemudian memberlakukan uang sewa. Namun ternyata, belakangan diketahui bahwa tindakan itu ilegal. Selanjutnya, identitas meminta konfirmasi kepada Direktur Inovasi dan Kewirausahaan Unhas, Dr Muh. Akbar, MSi. Awalnya ia ingin menjawab beberapa pertanyaan. Akbar mengatakan bahwa memang benar ia memberikan amanah kepada pihak ketiga untuk mengelola kawasan pintu nol. Pun uang sewanya akan dikelola oleh Yasidin beserta tim, namun tetap di bawah kontrolnya. “Di sana (kawasan pintu nol) karena ada pengelolanya, maka pengelolanya yang akan menyetor ke rekening rektor, karena disitukan biar dia urus dulu, kita berikan dia tanggung jawab,” katanya.n Sal/Tan
10
RAMPAI
identitas
NO. 900, TAHUN XLV, EDISI APRIL 2019
Sportivitas Giring Prestasi
B
enda bulat yang menggelinding menjadi rebutan di lapangan bewarna hijau, biasa disebut bola. Umumnya olahraga sepak bola diminati oleh kaum adam. Namun, fenomena itu tak menghalangi kaum hawa untuk turut andil di dalamnya. Salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Sepak Bola Fakultas Hukum Unhas ini bukan hanya mewadahi bagi laki-laki saja, melainkan perempuan boleh bergabung di dalamnya. Bahkan, mahasiswi angkatan 2014, Lisna Meyanti Muchlis menjadi sejarah
sebagai perempuan pertama yang diamanahkan menjabat ketua periode 2017-2018. Ditanya soal latar belakang, Lisna bercerita, dibentuknya organisasi ini bermula dari keinginan senior terdahulu yang beranggapan bahwa kuliah tidak melulu belajar di kelasnya. Ia (senior) menginginkan ada sebuah wadah yang bisa mengembangkan minat dan bakatnya dalam olahraga, khususnya sepak bola. “Ketika mereka (senior-senior) berkumpul dan berdiskusi, muncullah ide untuk membentuk UKM Sepak Bola FH seperti
sekarang ini,” katanya. UKM yang dibentuk pada 18 November 1993 memiliki sebutan lain, Hukum Footbal Club (FC). Selain itu, FC memilik jargon unik yaitu Viva the Yellow Submarine. Lahirnya jargon berasal dari nama dan warna yang dominan pada tim sepak bola Spanyol dan Kapal Selam (Submarine), “Dulunya di awal kepengurusan UKM ini, bertepatan dengan masa jaya tim Villarreal dari Spanyol dan kebanyakan dari pengurus saat itu menyukai tim tersebut. Kemudian, yellow adalah warna yang mendominasi warna tim Villerrial mulai dari logo sampai jersey (baju kaos yang dikenakan pemain sepak bola). Sedangkan Submarine itu melambangkan ketangguhan seperti kapal selam,” papar Lisna. Dengan visi menanamkan semangat dan jiwa sportivitas dan membangun iklim kompetisi yang sehat dan dinamika kemahasiswaan, FC memilki struktur kepengurusan. Ada pelindung, penasehat, dewan kehormaan, ketua umum, wakil ketua umum, sekretaris umum dan bendaraha umum. Kemudian ada 5 lima divisi lainnya, yaitu divisi minat dan bakat, divisi kesekretariatan dan perlengkapan, divisi liga dan futsal, divisi kaderisasi dan pengembangan diri, serta humas dan dana. Dua dekade lebih telah dilalui, UKM Sepak Bola FH Unhas sudah menorehkan berbagai prestasi mulai dari regional maupun nasional. Rekam jejaknya tim sepak bola dari FH terkenal dengan kekuatannya. Dengan beberapa kali menjuarai Unhas Cup (liga Unhas) dan juga Geologi Cup, hal itu membuktikan kekuatannya. Selain itu, masa kepemimpian
FOTO : DOKUMENTASI PRIBADI
Lisna beberapa kali menjuarai perlombaan, seperti juara I Misekta Cup tahun 2018, menyabet Juara I dalam ajang Unhas Futsal League (UFL) tiga tahun berturut-turut , 2016, 2017, dan 2018, juga Juara II di National Justitiade dalam kategori sepak bola yang diadakan oleh Universitas Indonesia mewakili Unhas tahun 2018. Prestasi yang diraih oleh Hukum FC ini tidak luput dari usaha-usaha yang dilakukan oleh tim. Sebagai
ketua, Lisna mengajak timnya untuk melakukan latihan secara rutin, sebulan sekali. Sebelum menutup wawancara, Lisna berkata, “Semoga UKM FC ini tetap semangat, saling merangkul satu sama lain, dan tidak cepat puas dengan apa yang telah diperoleh,” katanya dengan harap.n Hafis Dwi Fernando
identitas NO.identitas 900, TAHUN XLV, EDISI APRIL 2019
LAPORAN UTAMA
NO. 900, TAHUN XLV, EDISI APRIL 2019
11
Tetap Lanjut Meski Ditolak Pembangun tak jarang menjadi dilema tersendiri bagi warga dan pemerintah. Begitu juga dengan proyek pembangunan Center Point of Indonesia (CPI) Makassar yang telah menuai pro dan kontra.
IDENTITAS/ARISAL
H
ari kini mulai petang, namun semangat sejumlah mahasiswa Unhas tak kunjung surut untuk mengikuti diskusi yang diselenggarakan Lembaga Pers Mahasiswa Hukum (LPMH). Tikar mulai digelar, dan empat kursi disediakan bagi para pemateri dan moderator. Diskusi yang diselenggarakan di Pelataran BEM FH-UH itu membahas soal Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (RZWP3K) dan dampak yang ditimbulkan reklamasi dari pembangunan Center Point of Indonesia. Pembicara yang hadir saat itu ialah Dr Kahar Lahae SH, MH, Dosen Fakultas Hukum Unhas sekaligus salah satu tim perumus Ranperda RZWP3K, Muhaimin dari Aliansi Selamatkan Pesisir, dan Jasmin Raisman dari Penggiat Akar Lingkungan. Diskusi tersebut merupakan respon atas disahkannya RZWP3K oleh Gubernur bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Selatan (Sulsel) pada Senin 11 Februari 2019. Padahal, aturan tersebut sempat menjadi polemik di tengah masyarakat karena dianggap mengancam penghidupan masyarakat peisisir di Sulawesi Selatan akibat beberapa proyek reklamasi di Makassar, salah satunya mega
proyek Center Point of Indonesia (CPI). Dilansir dari antaranews. com bahwa sejumlah lembaga masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Selamatkan Pesisir Sulawesi Selatan bersikukuh menolak RZWP3K. “Kami tetap meminta alokasi ruang tambang laut pasir dalam Ranperda RZWP3K Provinsi Sulsel dihapus, karena diduga akan menguntungkan kelompok tertentu, sementara masyarakat tidak mendapat keuntungan apa-apa,” ujar Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulsel, Asmar Ekswar di Makassar. Dalam Rapat Dengar Pendapat di gedung DPRD Sulsel, pria yang akrab disapa Slash ini menyampaikan sejumlah permasalahan lingkungan termasuk dampak yang ditimbulkan dalam kegiatan Reklamasi CPI di perairan Pantai Losari jalan Metro Tanjung Bunga Makassar. Menurutnya, reklamasi yang berjalan tersebut dengan menambang pasir laut di perairan Galesong, Kabupaten Takalar, Sulsel, berdampak terjadinya abrasi di sekitar pemukiman warga sekitar pesisir pantai Galesong. “Kami tetap mendesak segera menghentikan seluruh penambangan pasir laut di Perairan Takalar. Menghentikan seluruh kegiatan reklamasi di pesisir Sulsel terkhusus di Kota
Makassar,” paparnya dalam pertemuan itu. Terkait polemik Perda RZWP3K itu, Kahar mengatakan bahwa rancangan Perda tersebut telah memenuhi prosedur-prosedur yang ada. “Dari sisi prosedur sudah memenuhi. Peraturan menteri kelautan dan perikanan nomor 63 tahun 2016 itu menjadi rujukan dalam penyusunan peraturan ini. Banyak pasal di situ. Banyak sekali tahapan-tahapan yang mesti dilalui. Ada persetujuan substansi, juga ada kajian teknis dari sejumlah bidang ilmu,” jelas Kahar, Jumat (22/3). Meski begitu, nyatanya penolakan terhadap reklamasi CPI telah lama ada, tak terkecuali penolakan dari mahasiswa Unhas. Dilansir dari bundel identitas edisi Desember, aksi yang dimotori Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Unhas ini terjadi saat 2015. Sebelum melakukan aksi, mereka telah melakukan kajian rutin terkait isu tersebut. Melalui kajian itu, mereka memandang bahwa proyek tersebut hanya menguntungkan segelintir investor, dan tidak menjadi kepentingan masyarakat umum. Dari 157 hektar lahan yang direklamasi, 70 persennya akan diberikan kepada pihak investor dan selebihnya dikelola pemerintah. Selain itu, beberapa pihak juga
melakukan penolakan kala itu. Misalnya, Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HIMTI), Marine Science Diving Club (MSDC), dan Lingkar Advokasi Mahasiswa (LAW) Unhas. Adapun gerakan yang mereka lakukan adalah mebagikan selebaran petisi tolak reklamasi kepada masyarakat secara langsung pada acara Car Free Day pantai Losari, dan melakukan pemantauan terhadap terumbu karang yang hidup. Guru besar FIKP Unhas yang juga merupakan salah satu tim Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) proyek CPI, Prof Ambo Tuwo angkat bicara. Ia mengatakan bahwa reklamasi merupakan bagian dari konsekuensi proses modernisasi kehidupan manusia yang dulunya menyatu dengan alam. Kemudian keluar membangun struktur budayanya sendiri yang memodernisasi kehidupan. “Nah ini yang harus dipahami. Ruang publik itu harus ada ruang ekonomi yang mendukung agar biayanya hemat, ditanggung oleh pengusaha. Supaya pemerintah tidak perlu mengeluarkan uang banyak. Uang pemerintah itu harus dihematuntuk membiayai pembangunan sosial budaya. Maka pembangunan ekonomi itu diberikan kepada investor,” terang Ambo kepada identitas. Sedangkan Unhas sebagai universitas yang menjadikan
maritim sebagai salah satu visinya, tidak mengambil tindakan memihak pada apapun atau siapapun hingga saat ini. Hal itu disampaikan Direktur Komunikasi Unhas, Suharman, ST MT PhD bahwa Unhas tidak ingin ikut terlalu jauh dalam masalah tersebut. “Ya kita orang kampus ngikutin. Seseorang membangun, kan pasti ada prosesnya. Kalau misalkan kita bicara institusi, yah kita kembalikan lagi kepada alur yang benar. Bahwa, sepanjang itu sudah melalui proses yang sesuai dengan undang-undang dan peraturan pemerintah itu tidak masalah,” katanya saat ditemui di ruangannya beberapa waktu lalu.n TIM LAPUT
TIM LAPUT Koordinator : Khintan Anggota : Arisal, Fatyan Aulivia, Fitri Ramadhani, Santika, Wandi Janwar,
12
identitas
NO. 900, TAHUN XLV, EDISI APRIL 2019
LAPORAN UTAMA
Derita Kaum Marginal dalam Cengkraman CPI “Sebelum adanya reklamasi, ikan mudah dicari walaupun dulunya ikan murah. Sekarang, saya setengah mati cari ikan karena air lautnya sangat keruh, berbau busuk, dan banyak sampah. Akibatnya penghasilan saya menurun,” jelas Simon.
R
eklamasi dan tambang pasir laut untuk pembangunan Center Point of Indonesia (CPI) telah merampas hak-hak nelayan dan masyarakat pesisir. Derita para nelayan dan masyarakat yang tinggal di sekitar Pantai Tanjung Bunga mengisahkan kehidupan yang kelam. Gelimang kemiskinan di sekeliling perumahan elit ala kaum borjuis. Lahan yang dulunya mereka kuasai dalam mencari ikan dan tempat anak-anaknya bermain kini telah berganti menjadi rumah sakit megah, mall mewah, dan aneka tempat rekreasi bagi mereka yang berduit. Seperti yang disampaikan seorang nelayan di kawasan Takalar, Simon (64). Ia mengaku bahwa sesudah dibangun reklamasi CPI, pendapatannya menjadi menurun drastis.
“Sebelum adanya reklamasi, ikan mudah dicari walaupun dulunya ikan murah. Sekarang, saya setengah mati cari ikan karena air lautnya sangat keruh, berbau busuk, dan banyak sampah. Akibatnya penghasilan saya menurun,” jelasnya. Tidak hanya itu, pria paruh baya yang berprofesi menjadi nelayan sejak remaja ini mengatakan bahwa ia harus pergi jauh untuk mencari ikan. Mesin kecil yang dimilikinya tak mampu menjangkau lokasi tersebut. Sehingga ia memerlukan mesin yang lebih besar. Sementara, pemerintah dan atau perusahaan tidak memberi kompensasi kepada para nelayan. Simon bercerita bahwa daerah di bawah jembatan CPI itu, sering terjadi tabrakan. Alasannya karena terjadi penyempitan di
area keluar masuk perahu akibat timbunan dan tidak adanya bantuan penerangan. Ia pun harus mencari ikan dari pesisir Galesong hingga Pangkep. “Di sini tidak bisa mi karena sirkulasi tidak lancar. Apalagi kalau cuacanya tidak mendukung, ditambah tempatnya jauh, rugi memang ki bahan bakar,” tuturnya. Bukan hanya itu saja, permasalahan pun berlangsung ketika air laut surut. Perahuperahu yang digunakan oleh Simon dan teman nelayannya mengalami kesulitan untuk melaut. Sering pula, baling-baling mesin perahu mereka (nelayan) patah akibat penumpukan sampah plastik. Di samping itu, sosialisasi pembangunan CPI, kata Simon, tidak sampai ke telinga nelayan. “Ini tidak disosialisasikan. Pernah tapi hanya di tingkat kelurahan dan infonya tidak pernah turun ke nelayan. Kelurahan itu tahu apa sih? Yang mereka mau tahu di bawah yang penting jalan. Istilahnya, Asal Bapak Senang
(ABS),” tuturnya dengan nada kecewa. Sebagai ketua nelayan kelompok Sukses Mandiri, Simon berharap pemerintah menanggapi serius permasalahan sarana dan prasana untuk nelayan. “Saya sering keluar masuk di perusahaan, tiga kali saya ke sana. Hanya sampai sekarang tidak pernah dikerja,” ujarnya saat ditemui di jalan Rajawali. Hal serupa pun terjadi bagi nelayan cumi-cumi, Abdul Kadir (45). Sejak adanya penimbunan, pendapatan yang diperolehnya tak bisa dirata-ratakan. Belum lagi faktor cuaca buruk yang membuat nelayan cumi-cumi ini tidak melaut. Dulunya, ia bisa mengumpulkan dua ember cumicumi yang dijualnya kisaran 100 - 135 ribu rupiah. Kini, ia harus pulang ke daratan dengan hasil tangkapan seember saja. Tak berhenti dengan cerita Kadir, reporter identitas juga mewawancarai nelayan cumi dan yang beralamat di Jalan Cenderawasih. Harun (40) mengeluh dengan bahan bakar
perahunya saat menangkap ikan maupun cumi. Sebab, dampak dari reklamasi itu membuat mereka harus memutar lebih jauh akibat penyempitan di bawah jembatan tersebut. Bahkan untuk perahu yang berukuran besar harus mematikan mesin mereka agar tidak menabarak beton di bawah tiang jembatan itu. “Iya jauh sekali, biasanya hanya beli bensin satu liter, sekarang dua liter,” katanya, Selasa,(9/4). Harun ingin menyampaikan aspirasinya saat pembangunan jembatan CPI itu. Akan tetapi, sebagai nelayan biasa, mereka membutuhkan nelayan yang pandai berorasi di depan. “Kemarin mau demo yang pembangunan jembatan baru itu, tapi tidak jadi. Karena tidak ada yang mau di depan takut semua, masyarakat biasa yang melawan petugas pasti takut, kalau ada yang berani satu orang saja pasti kita ikut semua. Itu ji kendalanya nelayan kasian,”tutupnya.n TIM LAPUT
IDENTITAS/ARISAL
LAPORAN UTAMA
identitas
NO. 900, TAHUN XLV, EDISI APRIL 2019
13
Apa Kata Mereka, Soal CPI Makassar? Prof Ambo Tuwo, “Saya salah satu anggota tim teknis analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). Jadi, di Amdal itu logikanya bukan logika menolak, Amdal itu logika mengelola. Ketika orang mengadakan pembangunan CPI itu, maka kita mencari apa dampaknya. Kita analisis dampak tersebut. Dampak itu ada dua macam, dampak penting dan dampak tidak penting. Memang ada dampak banyak orang yang digusur, tapi kan ada beberapa kepentingan yang akan datang. Itu yang telah kita analisa”.
Suharman, ST MT Ph.D, “Ya kita orang kampus ngikutin. Seseorang membangun kan pasti ada prosesnya. Nah, kita lihat proses - proses yang telah berjalan, apa itu sudah disetujui oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab, misalnya lingkungannya dan sebagainya. Ya, kalau misalkan persoalan perbedaan pendapat antara setuju atau tidak itukan orang Unhas ada yang pro dan kontra”.
Andi Mattalatta,
Presiden BEM Hukum 2019
“Memang benar akan ada dampak yang ditimbulkan dari reklamasi CPI tersebut, tapi jika ditinjau dari perizinannya dan sengketa yang sedang berjalan sampai saat ini secara prosedural reklamasi yang terjadi di Kota Makassar masih berjalan sesuai dengan ketentuan. Akan tetapi, untuk tetap memperjuangkan agar reklamasi dapat dihentikan dengan melihat dampak yang diakibatkan oleh reklamasi sebenarnya masih ada upaya hukum yang dapat ditempuh di antaranya melakukan Peninjauan Kembali dengan menghadirkan bukti baru”.
Muhammad Ismail, Kapten KMP PSP KEMAPI FIKP UH 2019
“Memang kalau dilihat dari sisi lingkungannya jelas sekali merusak lingkungan, contohnya di Pulau Lae-lae yang ssudah tercemar, otomatis ekosistemnya rusak dan biota laut yang ada di sana sudah tidak ada akibat dari penimbunan tadi. Tapi kerugian yang ada di Pualu Lae-lae bisa tertutupi oleh adanya CPI ini. Hanya saja sistemnya itu tidak memperhatikan masyarakat di sekelilingnya. Harusnya pemerintah bisa memberikan bantuan atau lapangan pekerjaan yang cepat untuk mereka”.
9
14
LAPORAN UTAMA
identitas
NO. 900, TAHUN XLV, EDISI APRIL 2019
Pemenuhan Hak Nelayan adalah Kunci
R
eklamasi Center Point of Indonesia (CPI) telah mendapat banyak protes dari kalangan masyarakat termasuk mahasiswa Unhas. Berdasarkan bundel identitas edisi Desember 2015, mahasiswa Unhas pernah melakukan aksi menolak proyek reklamasi tersebut. Sebelum memutuskan turun ke lapangan, mereka melakukan kajian rutin terkait masalah tersebut. Dari kajian itu, disimpulkan bahwa proyek CPI hanya menguntungkan segelintir investor, dan tidak menjadi kepentingan masyarakat umum. Masih dilansir dari bundel identitas edisi Desember 2015, dari 157 hektar lahan yang direklamasi, 70 persennya akan diberikan kepada pihak investor dan selebihnya dikelola oleh pemerintah. Meski begitu, proyek yang berambisi menjadikan Makassar sebagai kota dunia 2030 tersebut tetap berjalan hingga saat ini. Lantas, sejauh ini, apa dampak yang telah ditimbulkan proyek CPI? Apakah memang proyek ini tidak dibutuhkan masyarakat sekitar? Berikut kutipan wawancara Reporter Identitas, Fitri Ramadhani bersama Staf Penguatan Organisasi Rakyat (POR) Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Selatan (Sulsel), Muhaimin Arsenio, SP :
IDENTITAS/ARISAL
DATA DIRI
Nama : Muhaimin Arsenio, SP TTL : Bima, 11 Desember 1994 Riwayat Pendidikan : - SDN Kawinda Nae 1999-2005 - SMPN 1 Tambora 2005 - 2008 - SMAN 4 Kota Bima NTB 2008- 2011 - Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar 2012- 2017 Pekerjaan : Staf POR WALHI SULSEL Riwayat Organisasi : - Sekertaris Umum HIMAGRO FP UMI 2014-2015 - Ketua Umum BEM FP UMI 2015-2017 - Koord. Advokasi dan Lingkungan hidup (MAPALA UMI) 2016-2017
Apa dampak yang paling dirasakan masyarakat dari reklamasi? Dampak yang paling dirasakan oleh masyarakat pesisir dan nelayan kota Makassar saat ini adalah hilangnya tempat tinggal dan ruang penghidupan. Menurut catatan Walhi Sulsel bahwa ada 43 Kepala Keluarga nelayan kecamatan Mariso meninggalkan tempat tinggalnya di atas tanah timbunan. Selain itu, mereka juga kehilangan wilayah tangkap. Wilayah kelola nelayan saat ini sedang dijadikan sebagai area bisnis oleh pemerintah Sulawesi Selatan dan PT. Yasmin-Ciputra. Seharusnya tanah yang ditempati oleh nelayan Mariso diberikan hak kepemilikan oleh pemerintah bukan mengusir nelayan dari tempat tinggal. Lantas, reklamasi sebenarnya untuk siapa? Perlu saya tegaskan lagi bahwa proyek reklamsi CPI Kota Makassar bukan untuk masyarakat Makassar maupun publik melainkan proyek tersebut diperuntukkan sebagai area bisnis. Coba kita perhatikan di dalam dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) PT. Yasmin-Ciputra sudah jelas peruntukannya, seperti pembangunan apartemen, hotel, dan tempat perbelanjaan. Menurut Anda, apakah masyarakat Makassar membutuhkan reklamasi ini? Sebenarnya nelayan Kota Makassar tidak membutuhkan reklamasi seluas itu. Seandainya reklamasi diperuntukkan untuk publik dalam skala kecil mungkin iya dibutuhkan, tetapi yang terjadi sekarang, bahwa reklamasi pesisir di Kota Makassar seluas 157,23 Ha yang dimanfaatkan sebagai area bisnis. Ini yang
membuat nelayan Kota Makassar menolak keras proyek tersebut. Selain sebagai area bisnis, proyek ini juga menimbulkan kemiskinan bagi para nelayan Makassar. Apa yang harus dilakukan untuk mencegah dampak lingkungan? Untuk mencegah dampak kerusakan lingkungan, maka yang perlu kita lakukan adalah menghentikan semua aktivitas reklamasi di lokasi CPI. Lokasi yang sudah terlanjur ditimbun dijadikan ruang publik, pendidikan, dan wilayah konservasi. Selain itu, pemerintah segera mengembalikan tempat tinggal 43 nelayan yang digusur. Agar proses pencegahan kerusakan lingkungan tidak bertambah luas. Jika aksi pencegahan tidak dilaksanakan maka sama saja pemerintah membiarkan kerusakan lingkungan bertambah luas. Apa peran mahasiswa untuk mengurangi dampak buruk tersebut? Peran mahasiswa untuk mencegah terjadinya dampak reklamasi ini adalah melakukan kampanye besarbesaran, memberikan kritikan terhadap kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap nelayan. Untuk itu, apa harapan anda ke depannya? Harapan kami, berikan hak sepenuhnya kepada nelayan untuk mengelola dan memanfaatkan laut, memberikan hak kepemilikan lahan kepada nelayan. Dan terakhir setiap melakukan aktivitas reklamasi pesisir dan pembuatan kebijakan pesisir libatkan nelayan agar sejumlah dampak buruk bisa dicegah.n Tim Laput
identitas
NO. 900, TAHUN XLV EDISI APRIL 2019
D
RESENSI
Sexy Killers, Ungkap Sisi Gelap Perusahaan Batu Bara
ua jurnalis videografer, Dandhy Dwi Laksono dan Ucok Suparta, keliling Indonesia pada 2015. Keduanya melakukan perjalanan selama setahun menyusuri Jakarta, Bali, Sumba, Papua, Kalimantan, Sulawesi, lalu kembali ke Jawa. Dari perjalanan itu, mereka melakukan kolaborasi dengan beberapa videografer daerah, sehingga menghasilkan 12 film dokumenter. Sexy Killers merupakan film dokumenter terakhir dari perjalanan Ekspedisi Indonesia Biru yang mereka buat.
Boom!!! Ledakan dari bawah tanah pertambangan menjadi cerita pembuka film dokumenter yang mulai ditayangkan pada Selasa (5/4). Hasil ledakan itu-batu barakemudian diangkut oleh sejumlah kendaraan pengeruk dan truk-truk besar yang hilir mudik. Kemudian, melalui media audio visual tersebut diperlihatkan lahanlahan pertambangan yang hanya menyisakan sedikit lahan pertanian dan rumah warga di Kalimantan Timur (Kaltim). Sejumlah lahan pertanian dan rumah warga digusur demi menghasilkan pasokan
batubara yang banyak. Pasokan batubara yang dikeruk dari tanah Kaltim itu akan didistribusikan ke beberapa daerah di Indonesia. Di antaranya, Pulau Jawa dan Bali. Kedua pulau itu memang menjadi pemasok batubara yang sangat besar. Apalagi batu bara menjadi bahan utama Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang dibangun di daerah tersebut. Selain memberi dampak buruk kepada warga sekitar berupa lahan yang digerus dan penyakit paruparu yang biasa diidap masyarakat setempat akibat debu pertambangan
15
tersebut. Penyaluran batubara ke kedua pulau itu tadi yang melewati jalur laut juga membawa dampak buruk bagi ekosistem. Utamanya laut Karimun Jawa, tempat melintasnya kapal tongkang pengangkut batu bara. Tak hanya itu, yang paling menyayat hati ialah sejumlah korban yang terenggut nyawanya oleh lubang-lubang bekas galian batu bara tersebut. Menurut Sexy Killers, pada kurun 2011 – 2018 ada 32 orang mati tenggelam di bekas lubang tambang di Kaltim. Secara nasional pada kurun 2014-2018 terdapat 115 orang mati. Dandhy beserta krunya berhasil merekam beberapa kejadian tersebut. “Dulu sebelum ada bangunan batubara, sawah tidak rusak. Tidak amburadul. Sekarang sejak ada tambang, rakyat kecil malah sengsara. Yang enak, rakyat yang besar. Ongkang-ongkang kaki terima uang. Kalau kita terima apa?
DATA FILM Judul Film
: Sexy Killers
Durasi
: 88 Menit
Tanggal Rilis : 05 April 2019 Produser
: WatchDoc
Negara
: Indonesia
Genre
: Dokumenter
Terima imbasnya…” kata seorang petani yang tak disebut namanya. Pertambangan batu bara di Kaltim bukan satu-satunya tempat yang menjadi sorotan film ini. Tetapi PLTU di beberapa daerah seperti Palu, Bali, dan Jawa Tengah tak luput dari mata kamera mereka. Melalui mata lensanya, Dandhy beserta kawan-kawannya menyajikan kehidupan masyarakat di sekitar PLTU. Semisal asap PLTU batu bara yang mampu merenggut nyawa warga sekitar, seperti di Palu, Sulawesi Tengah. Selain menyuguhkan fakta pengrusakan lingkungan dan kehidupan sosial ekonomi warga sekitar pertambangan batu bara dan PLTU, Sexy Killers juga blakblakan soal sejumlah “nama besar” yang berada di balik perusahaan pertambangan batu bara tersebut. Kiranya ini menjadi hal menarik yang patut diperbincangkan. Sebab dua nama Cawapres yang akan bertarung 17 April 2019 mendatang turut terseret di dalamnya. Maka dari itu, pemerintah dipandang lemah dalam menegakkan hukum yang berlaku khususnya di bidang pertambangan batu bara itu sendiri. Penyajian data yang dapat dipercaya menjadi salah satu kelebihan film ini. Hanya saja, seperti film-film dokumenter biasanya, narasi yang monoton dan terlalu serius bagi sebagian orang akan dianggap sangat membosankan. Meski begitu, bagi Anda yang ingin mengetahui banyak hal guna memperluas wawasan Anda, kiranya film ini patut untuk Anda tonton. Selamat menikmati.n Melika Nur Jihan
CIVITAS
16
identitas
NO. 900, TAHUN XLV, EDISI APRIL 2019
IDENTITAS/ARISAL
Pasca Bentrok : Jendela laboratorium, toilet, sekret kelautan di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan pecah, Rabu (3/4).
Seatap Tapi Tak Sehati Jumlah massa yang tak sebanding, picu keengganan keduanya bergabung dalam satu keluarga mahasiswa FIKP.
A
ndi Arisal, mahasiswa Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) Unhas sedang asyik bercerita dan bercengkrama bersama teman-temannya di dekat Pos Satpam jalan masuk FIKP, Selasa (2/4). Malam yang makin meninggi kala itu, tak menyurutkan semangat mereka untuk saling berbagi kisah. Sayangnya, keseruan tersebut tetiba berubah menjadi ketegangan. Ical, begitu ia disapa, tak menyangka tatapannya kepada Fais, mahasiswa Ilmu Kelautan yang sedari tadi bolak-balik naik motor di hadapan mereka dapat memicu masalah. Fais yang tidak terima ditatap, langsung menghentikan sepeda motornya di hadapan Ical dan kawan-kawannya. “Mereka sedang ramai-ramai dekat jalan masuk fakultas. Ada anak perikanan yang berdiri dan menutup setengah jalan, saya melambat ketika naik motor dan ia minggir mi juga. Jadi saya lewat waktu itu, tetapi baku tatap mi
karena ia juga lambat ki bergeser. Ternyata baku tatap ka lagi, jadi saya mutar dan tanya ki, kenapa bro ada masalah kah?” katanya. Hingga akhirnya memicu sejumlah mahasiswa kelautan untuk mendatangi mereka. Lalu, pemukulan tak lagi dapat dihalau. Pemukulan tersebut nyatanya berujung bentrok antar kedua lembaga kemahasiswaan di FIKP yaitu Keluarga Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan dan Keluarga Mahasiswa Perikanan. Ketua Himpunan Perikanan, Muh Ismail menjelaskan bahwa setelah kejadian bentrok itu interaksi antar kelautan dan perikanan kurang intensif. “Kurang nyaman berinteraksi di dalam rumah FIKP, pergaulan teman lintas jurusan berkurang,” tutur mahasiswa perikanan angkatan 2016 ini. Selain itu, Koordinator Senat FIKP periode 2014-2015, Rahmat Basri angkat bicara terkait kejadian tersebut. Ia mengatakan bahwa pemukulan berujung bentrok itu terjadi karena adanya arogansi an-
tara kedua kubu lembaga kemahasiswaan tersebut. “Ini terjadi sebab tidak adanya proses pengaderan tingkat fakultas yang mampu memberikan kesadaran kolektif seatap dan senasib,” ucap Rahmat. Jika menengok sejarah kedua lembaga tersebut, telah sejak lama terdapat sejumlah permasalahan di antara keduanya. Dilansir dari kemafikp.blogspot.com, gejala ‘permusuhan’ keduanya bermula ketika FIKP terbentuk tahun 1996. Awalnya Unhas berencana membentuk Fakultas Ilmu Teknologi Kelautan. Namun, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Dikti) kala itu, malah menggabungkan Ilmu Kelautan dan Perikanan. Hal inilah yang memicu ketidakpuasan kedua belah pihak. Sehingga masing-masing membentuk lembaga kemahasiswaannya sendiri dan tak pernah ingin bersatu sebagai lembaga kemahasiswaan fakultas. Menurut Prof Amran Saru, ST MSi, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni FIKP periode 2014-2017 bahwa salah satu penyebab keengganan keduanya bergabung ialah jumlah massa yang
tak seimbang. Amran mengatakan, jumlah mahasiswa perikanan masa itu sepertiga dari kelautan. Oleh sebab itu, ditakutkan tak ada ketua lembaga dari kelautan yang nantinya menjabat. “Jadi waktu itu didatangkan dua perwakilan dari perikanan dan kelautan untuk diskusi, setelah itu mahasiswa dan pihak WD III ke Bengo-bengo, Maros. Di sana ada dua pilihan, antara memilih nama lembaga Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) atau Senat. Ketika BEM yang dipilih maka akan selalu ada pemilihan. Berarti tidak akan pernah terpilih dari kelautan. Jadi ditentukan saat itu Senat,” tutur Amran. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa ada sebelas organisasi internal jurusan di Senat. Empat dari kelautan, selebihnya dari perikanan. “Sebelas inilah yang menunjuk satu anggotanya untuk ke Senat, nanti mereka memilih ketuanya. Tapi kita waktu itu sudah atur, yang pertama jadi ketua dari perikanan, tahun berikutnya dari kelautan,” tegasnya. Salah satu anggota Dewan Mahasiswa FIKP periode pertama 2014-2015, Nizar Hardiansyah,
menyatakan sejak awal pembentukan Senat Kema FIKP bukan murni dari mahasiswa tetapi lahir dari hasil politisasi birokrasi. “Kata kasarnya, ini jadi karena maunya birokrasi. Kala itu terkesan sepihak serta paksaan. Jadi masih saja bukan alasan sebagai jalan damai antara kelautan dan perikanan,” jelasnya Senin, (15/4). Ia pun memberikan contoh betapa kedua lembaga mahasiswa tersebut sulit menemukan titik temu. Misalnya dalam pembentukan BEM Universitas di mana perikanan sepakat namun kelautan menolak. “Dan isu pengaderan bersama yang diinisiasi oleh Senat FIKP juga ditolak oleh mereka,” tambahnya. Selanjutnya, anggota Dewan Mahasiswa FIKP periode 2019-2020, Muh Fahmi Djunaid mengatakan jika ia ingin mendamaikan kedua kubu tersebut. “Kemudian, saya mau kasih damai ki. Terus, kembali lagi berlembaga seperti sedia kala. Karena memang kalau tidak damai ki susah jalan sama-sama,” tutup mahasiswa kelautan angkatan 2011 ini.n Sal, M02/Tan
identitas
NO. 900, TAHUN XLV EDISI APRIL 2019
JEJAK LANGKAH
17
Tolak Segala Bentuk Pemberian “Jangankan dalam bentuk uang, menerima dalam bentuk kue pun, saya suruh pulangkan”.
B
egitulah sikap yang disampaikan oleh Guru Besar Fakultas Hukum Unhas, Prof Dr Judhariksawan SH MH saat ditemui usai acara Dialog Hukum yang diselenggarakan Lembaga Pers Mahasiswa Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas). Sejak menjabat sebagai Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, ia seringkali mendapat bingkisan atau semacamnya sebagai bentuk ucapan terima kasih dari orang-orang. Namun seperti yang selalu ia lakukan, tetap bersikeras menolak karena merasa sudah tanggung jawabnya dalam mengemban amanah. “Pernah suatu saat, si pengantar barang justru kebingungan karena saya suruh bawa pulang saja barang untuk saya,” ungkapnya. Prof Judha, begitu ia kerap disapa, memang dikenal sebagai sosok yang tegas dan disiplin. Berkat sifatnya itulah, di tahun 2013
hingga 2016 ia mampu mengemban amanah sebagai Ketua KPI Pusat. Prof Judha memulai karirnya melalui kecintaannya dengan dunia penyiaran. Ia telah menggeluti dunia siaran sejak duduk di bangku kelas lima SD. Bersama sang kakak yang pandai merakit radio, ia berlagak bak seorang penyiar ulung. Ia geluti dunia penyiaran dengan tekun. Gayung bersambut, ternyata kegemarannya menyiar mengantarnya meniti karir di dunia penyiaran radio di Makassar. Sembari mengenyam pendidikan sarjana di Unhas, ia menjadi penyiar di radio Al-Ikhwan. “Saking senang dan semangatnya saya waktu itu, saya akhirnya bisa rasa banyak jabatan. Saya pernah jadi manajer dan program director. Di bagian marketing saya juga pernah, bahkan alhamdulillah terakhir bisa jadi direktur,” paparnya mengisahkan masa-masa menjadi penyiar radio. Adalah Malik Syafei, Big Boss Radio Prambors yang membuka pintu yang lebih besar bagi Prof Judhariksawan. Selepas kuliah, memberi kesempatan untuk membangun
perusahaan radio di Makassar yang kini dikenal sebagai Delta Makassar. Tidak sampai di situ, di masa itu Prof Judha juga dipercaya menjadi direktur radio Prambors Makassar. Di sisi lain, karirnya sebagai dosen Hukum dimulai di tahun 1996. Begitu menyelesaikan studi S1-nya, ia menjadi tenaga pengajar Fakultas Hukum di salah satu universitas swasta. Berkat relasi dan koneksi yang telah dibangun selama di dunia penyiaran, akhirnya pintu-pintu untuk mengajar di tempat lain semakin terbuka. Ia lagi-lagi menjadi dosen di salah satu sekolah tinggi komunikasi di tahun 2002. Kesibukannya menjadi dosen ternyata tak pernah benar-benar membuatnya lupa dengan kecintaannya dengan dunia penyiaran. Di tahun 2004, Prof. Judha mencoba peruntungan dengan melamar di KPI saat pertama kali dibentuk. Namun, ternyata ia tidak lolos. “Saat itu saya sedang di Jakarta. Saya tahunya ada dua tanggal yang bisa dipilih, ternyata harus ikut kegiatan selama dua hari berturut-turut. Ya sudah, saat itu saya gagal,” ungkapnya. Selalu ada kesempatan kedua
FOTO : DOKUMENTASI PRIBADI
bagi orang-orang yang punya harapan. Di tahun 2007 hingga 2010, akhirnya Prof. Judha berhasil menjadi anggota KPID Sulsel dan menjadi kepala bidang penyiaran. Teman-teman media yang telah lama ia kenal sejak masa menyiar dulu begitu senang karena berkat dorongan merekalah Prof. Judha bisa mendapatkan jabatan itu. “Terobosan saya saat itu, saya mau setiap televisi swasta harus punya direktur operasional dari Makassar. Mumpung saya punya wewenang dan melihat kalo orang Makassar juga berpotensi,” terang lelaki pencetus berdirinya Medika FM Unhas ini. Karir penyiaran, Prof. Judha terus melejit hingga di tahun 2013, ia berhasil menjadi ketua KPI
Pusat sebagai hasil dari rapat pleno KPI. Saat hendak mencalonkan, Prof. Judha hanya mengandalkan kemampuan dan kepercayaan teman-temannya. “Saat mau mencalonkan itu, saya tidak punya channel siapa-siapa. Saya hanya minta izin ke temanteman melalui pesan singkat. Yang penting lillahi Taala saja,” terangnya. Prinsip itulah yang selalu ia pegang dalam hidup. Prinsip sederhana yang mampu membawa sosoknya menjadi contoh banyak orang. “Melakukan apapun, itu harus dengan hati, being happy. Yang penting niatnya Lillahi Taala,” kuncinya.n Nurul Hikmah Meilani
Hobi Berbuah Bisnis Donat Melakoni usaha mulai dari menjual, jasa fotokopi, hingga sukses jadi pengusaha donat.
M
ahasiswi Psikologi, Fakultas Kedokteran Unhas, Fauziah Nurhidayah memulai usaha donat dari suatu ‘ketidaksengajaan’.Perempuan yang hobi memasak makanan berat ini tak tahu pasti dirinya bisa beralih ke makanan ‘ringan’ seperti kue. Hingga akhirnya hobi membuat kue itu mengantarnya pada formula donat yang pas di lidah teman-temannya. “Saya sangat suka mengeksplor bumbu dapur karena kebetulan hobi saya itu memang masak makanan berat. Tiba-tiba saja, saya senang membuat kue, salah satunya donat. Setelah mengikuti berbagai macam kelas dan pelatihan, saya pun mendapatkan formula donat yang pas. Lalu, saya meminta teman untuk mencicipi donat buatan saya dan ternyata mereka suka,” kata dara kelahiran Makassar, 21 Januari 1994 ini. Berkat dorongan teman-temannya, ia mulai merintis usaha donat itu. Seperti kata pepatah, sesuatu yang besar pastilah dimulai dari satu langkah kecil. Hal itu juga dialami anak dari pasangan Indra Dewi Puspita dan alm. Kamus Sinrang ini. Ia merintis bisnis donat itu dengan menjajakannya di fakultas. Setelah itu, ia mulai merekrut reseller di setiap fakultas. “Jadi saya jual ke mereka misalnya seribu rupiah, nah nanti terserah
mereka mau jualnya berapa. Mulanya, para reseller itu boleh mengembalikan donat jualannya kalau memang masih ada yang tersisa. Terus, sisanya itu ya saya berikan ke mereka. Terserah mau mereka apakan,” tutur Uci sapaan akrabnya Seiring berjalannya waktu, Uci merasa sistem yang diterapkannya tidak terlaksana dengan baik. “ Kerena biasanya ada reseller yang mengambil satu kotak tapi lakunya cuma dua. Rasa-rasanya itu tidak masuk akal. Misalnya mereka ambil sekotak dan lakunya hanya dua biji,” pikirnya. Melihat keganjilan yang biasa dilakukan beberapa reseller itu, ia memutuskan untuk mengubah sistem penjualannya. Ia hanya memberikan donat sesuai dengan jumlah pesanan oleh reseller. “Jadi habis atau tidak donat yang mereka pesan, itu menjadi tanggung jawab mereka,” ucapnya saat ditemui di Jurusan Psikologi, Jumat (25/1). Perempuan yang mengenakan kerudung syar’i saat ditemui identitas kala itu juga bercerita, dari sistem reseller yang ia terapkan, donat jualannya makin dikenal di kampus. “Sampai-sampai, di fakultas itu, saya sudah tidak dipanggil dengan nama lagi. Tapi, donat atau kak donat,” kenangnya sambil sumringah. Selanjutnya, teman-temannya
menyarankan agar usaha donat itu ia ikutkan dalam Program Mahasiswa Wirausaha (PMW). Bak gayung bersambut, proposal usahanya diterima dan dia diberikan biaya untuk memperluas usaha donatnya. Akhirnya, di tahun 2017, ia mendirikan gerai Zian Bakery di BTP. Gerai yang telah berdiri hampir dua tahun itu kini mampu menghasilkan Rp. 50 hingga Rp. 60 juta setiap bulannya. Dalam menjalankan usahanya itu, Uci
dibantu enam orang pegawai. Ia berharap agar ke depannya, dia beserta pegawainya lebih kreatif dan inovatif dalam mengembangkan varian rasa donat Zian Bakery. Tak hanya itu, ia berencana menambah varian pilihan di Zian Bakery. “Jadi kami berencana menambah pilihan seperti cake dan burger. Kemudian, kami juga akan membuka dua cabang Zian Bakery lagi,” kata mahasiswi angkatan 2013 tersebut. Pandai Memanfaatkan Peluang yang Ada Sebelum memulai usaha donat tersebut, Uci telah mencoba beberapa usaha yang lain. Mulai dari menjual gorengan hingga menyediakan jasa fotokopi. Saat masih di semester awal, kebanyakan jadwal mata kuliah Uci dilaksanakan pada pagi hari. Dari situ ia melihat suatu peluang bisnis. “Karena masuk kuliahnya pagi sekali, pasti teman-teman saya belum sempat sarapan. Oleh sebab itu, saya berpikir untuk menjual jalangkote dan gorengan ke temanteman saya itu,” ungkapnya. Saat itu, ia membeli jalangkote dan gorengan di Wasabbe dengan harga seribu rupiah. Lalu, ia menjualnya dengan harga dua ribu. “Lumayan, misalnya saya bawa 20 kue, kan saya bisa dapat tambahan uang jajan Rp. 20 ribu,” tuturnya dengan nada
IDENTITAS/SANTI KARTINI
penuh semangat. Akan tetapi, usaha itu tidak bertahan lama. Semakin naik semester, jadwal mata kuliah paginya mulai berkurang. Di sisi lain, semakin banyak dosen menyarankan untuk memfotokopi buku mata kuliah yang akan digunakan selama satu semester. Uci mempercantik penampilan sampul buku yang ia fotokopi dengan men-scan-nya. Teman sekelasnya pun tertarik. Lambat laun, mereka meminta tolong agar Uci memfotokopi buku mereka. Dengan begitu, Uci kerap kali membawa buku yang banyak untuk diperbanyak di tempat fotokopi dekat rumahnya. Mahasiswi angkatan 2013 itu pun ditawari kerjasama oleh pemilik tempat fotokopi langganannya. “Harga fotokopi per lembar itu Rp. 150, tetapi saya hanya dikasi Rp. 110. Dari situ, saya dapat untung Rp. 40. Kecil memang, tapi buku yang biasa saya fotokopi itu bisa mencapai seribu lembar,” terangnya. Sedari kecil, Uci memang memiliki jiwa berwirausaha. Terang saja, jepitan yang biasa didapatkan di makanan ringan berhadiah, ia kumpulkan lalu ia jual ke temantemannya. Tak heran jika usaha yang ia rintis sekian tahun bisa sesukses sekarang.n Khintan
18
KAMPUSIANA
identitas
NO. 900, TAHUN XLV, EDISI APRIL 2019
Aktif Menulis, Mahasiswa Dapat Apresiasi dari WR III
IDENTITAS/ARISAL
Gebyar administrasi : Himpunan Mahasiswa Ilmu Administrasi (Humanis) FISIP gelar temu alumni dengan tema sinergitas dalam keharmonisan di Gelangan Olahraga Unhas, Sabtu (20/4).
HIMASEI Unhas Tunjukkan Eksistensi HIMPUNAN Mahasiswa Sosial Ekonomi Perikanan seIndonesia (HIMASEPINDO), akan mengadakan kegiatan Kongres. Acara ini mengusung tema “Peningkatan Kualitas dan Integritas Sumber Daya Manusia, untuk Mempertahankan Eksistensi Sektor Perikanan dan Kelautan, dalam Dimensi Pembangunan Perekonomian Indonesia”. Nantinya, kongres tersebut akan dirangkaikan dengan Festival Makan Ikan, Aksi 1000 Tanda Tangan Gemar Makan Ikan, Lomba Mewarnai Untuk AnakAnak Sekolah Dasar (SD), dan
Milad Himpunan Sosial Ekonomi Perikanan (HIMASEI) Unhas. Untuk agenda utama Kongres I HIMASEPINDO, kegiatan ini akan dihadiri oleh delegasi mahasiswa Prodi Sosial Ekonomi (Sosek) Perikanan, dari seluruh universitas yang ada di Indonesia. Rencananya, akan dilaksanakan pada SelasaKamis (23-25/4) mendatang. Ketua Panitia Kongres HIMASEPINDO, Nurlatifah Amu mengatakan, warga HIMASEI Unhas berusaha mendeklarasikan kembali Kongres Himasepindo yang sempat vakum itu. Menurutnya, untuk menghidupkan
kembali himpunan se-Indonesia tersebut, maka dibuatlah kongres HIMASEPINDO. “Kegiatan ini merupakan lanjutan dari deklarasi masa kepengurusan 2011. Semua Himpunan disini sudah ada himpunan se-Indonesianya, sedangkan Sosek Perikanan tidak ada. Jadi kita adakan ini bertujuan untuk menghidupkan kembali kongres yang sempat vakum,” jelasnya. n M38
rumah sakit yang diterbitkan oleh KARS. Akreditasi ini merupakan proses kegiatan peningkatan mutu pelayanan yang dilakukan terus menerus oleh rumah sakit. Sejalan dengan hal tersebut, KARS secara berkala akan melakukan review standar akreditasi, mengikuti perkembangan di tingkat global. Pada Agustus 2017, KARS telah memperkenalkan SNARS edisi satu, yang diberlakukan mulai tahun 2018. Dalam rilis yang diterima identitas, Direktur RSGM Unhas, Drg A Tajrin M Kes SpBM(K) menjelaskan, pencapaian ini merupakan hasil dari kerja keras seluruh jajarannya. “Kami melakukan persiapan serius untuk menghadapi akreditasi ini. Pertama-tama, kami melakukan evaluasi diri untuk mendapatkan akar masalah dalam seluruh aspek, termasuk SDM, sarana dan prasarana, pendidikan dan pelayanan,” kata drg Tajrin. Aspek penting dari rumah sakit unggul adalah pelayanan yang
untuk menumbuhkan kebiasaan literasi di kalangan mahasiswa. Ia menganggap, budaya menulis tidak datang begitu saja tetapi perlu ‘dirangsang’ terlebih dulu. “Karena saya menganggap budaya menulis tidak muncul begitu saja, harus diberi stimulasi agar bisa terbentuk. Makanya kita usulkan program ini,” ujar Prof Arsunan saat ditemui di ruangannya, Senin (1/4). “Dengan adanya penghargaan ini, diharapkan mahasiswa bisa berkreasi menulis opini, cerpen, maupun artikel yang dapat dimuat di media cetak, sehingga bisa mendapatkan apresiasi dari Unhas,” tambahnya. Namun, hal yang perlu diperhatikan untuk mahasiswa ketika mengirim tulisan, adalah memberikan keterangan sebagai mahasiswa Unhas dalam kredit penulisan. Untuk pelaporannya sendiri, mahasiswa harus membuat kliping hasil karya yang pernah dimuat tersebut. Kemudian menyerahkannya ke Biro Administrasi Kemahasiswaan Unhas. “Saya pikir, orang yang telah terbiasa menulis itu relasinya banyak dan gampang mengeluarkan gagasannya. Marilah melatih diri mulai sekarang, kalau bukan saat ini kapan lagi,” tutupnya.n Wandi Janwar
Himbio Tingkatkan Wawasan Mahasiswa tentang Bahaya Limbah B3
Rumah Sakit Gigi dan Mulut Unhas Raih Akreditasi Nasional UNIVERSITAS Hasanuddin (Unhas) merupakan salah satu perguruan tinggi yang berstatus PTN-BH. Dengan menyandang gelar tersebut, Unhas mempunyai kewenangan sendiri dalam mengatur otonomi kampusnya. Salah satu aset kampus merah tersebut, Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) Unhas berhasil memperoleh akreditasi Edisi satu, dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Hal ini disampaikan oleh Direktur Komunikasi Unhas, Suharman Hamzah PhD, Senin (24/3) kemarin. “Kami baru saja memperoleh informasi dari sistem KARS, dimana RSGM Unhas dinyatakan memenuhi syarat dan memperoleh akreditasi paripurna. RSGM Unhas memang telah divisitasi pada bulan Februari lalu. Atas nama pimpinan universitas, kami menyambut hangat dan memberikan apresiasi kepada RSGM Unhas atas prestasi ini,” kata Suharman. Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) merupakan indikator penilaian kualitas
MINAT baca di kalangan masyarakat Indonesia kian menurun. Hal itu dibuktikan dengan hasil studi, “Most Littered Nation In the World” yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu. Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Melihat hal tersebut, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Dr drg A Arsunan Arsin M Kes mengeluarkan regulasi terkait pemberian apresiasi, kepada mahasiswa yang aktif dalam dunia literasi. Dalam hal ini, mereka yang pernah menerbitkan tulisan di media sepanjang tahun 2019. Perihal tersebut tertulis dalam SK Rektor Unhas yang ditetapkan pada Rabu (2/1) kemarin. Dalam SK itu, mahasiswa yang pernah menerbitkan tulisan di media cetak lokal (Fajar dan Tribun Timur), akan mendapatkan reward dari Unhas berupa uang tunai sebesar Rp 250 ribu untuk setiap karya. Sedangkan untuk media nasional seperti Kompas, Tempo, Gatra, Republika, Bisnis Indonesia, dan Media Indonesia, akan diberikan uang tunai sebesar Rp satu juta. Untuk mahasiswa yang berhasil menembus media internasional, akan diberikan sebesar Rp 2,5 juta. Menurut Prof Arsunan, hal ini
dipadukan dengan pendidikan. Selain itu, Patien Safety juga merupakan salah satu indikator yang perlu diperhatikan. “Perubahan pola pikir dan aktivitas menuju pelayanan pendidikan yang mengedepankan Patien Safety, sebagai salah satu target akreditasi. Di mana hal ini meliputi semua komponem termasuk dokter, tenaga kesehatan lain, mahasiswa profesi maupun mahasiswa spesialis,” tambahnya. Menurut drg Tajrin, Akreditasi Paripurna ini merupakan prestasi tersendiri, sebab inilah satusatunya RSGM negeri yang dimiliki universitas. “Pengakuan tersebut adalah prestasi tersendiri untuk Unhas, sebab inilah satu-satunya RSGM negeri yang dimiliki universitas. Saat ini, RSGM Unhas adalah RS Khusus Gigi dan Mulut yang dimiliki Unhas, kelas Tipe B dan Akreditasi Paripurna oleh KARS,” tutupnya. n Wandi Janwar
SAAT ini masalah limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) semakin menjadi momok dikalangan masyarakat. Bagaimana tidak, sifatnya yang berbahaya membuat limbah ini dapat berdampak buruk terhadap lingkungan hidup jika dibiarkan. Untuk penaganannya sendiri, membutuhkan campur tangan para ahli dan jasa pengolahan limbah B3. Menyadari hal tersebut, Himpunan Mahasiswa Biologi (Himbio), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin (FMIPA Unhas), menggelar diskusi publik yang berjudul “Pengolahan Limbah B3,” Kamis (28/03). Kegiatan yang dilaksanakan di Auditorium Prof Amiruddin Unhas ini dihadiri Dekan FMIPA Unhas, Dr Eng Amiruddin SSi MSi, Wakil Dekan III FMIPA Unhas, Dr Andi Ilham Latunra MSc, Ketua Departemen Biologi, Dr Nur Haedar SSi MSi, dan beberapa Dosen Biologi. Turut hadir Ketua Maperwa FMIPA, Muhammad Sidiq Tolleng, Ketua BEM FMIPA, Muhammad
Rifaat, Ketua Himpunan selingkup FMIPA Unhas, serta beberapa alumni dan peserta diskusi. Selain itu, diskusi yang dipandu Dr Eddyman W Ferrial tersebut, juga mendatangkan beberapa pemateri yang ahli dibidangnya. Mereka adalah Dr Agus Dina ST MSi (Kasubid Pengawasan dan Pemantauan Lingkungan Hidup), Ir Yulistiono (Praktisi Industri), Dr Maming MSi (Dosen Kimia FMIPA Unhas), dan Muhammad Kamil B SKM MSc (Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) MadyaKLHK). Dalam sambutan yang disampaikan, Ketua Himbio Unhas, Syianto Tri Putra Alam Mulioto mengatakan, kegiatan ini dilaksanakan untuk menambah wawasan terkait penanganan limbah B3. “Dengan dilaksanakannya diskusi ini saya berharap, mahasiswa ataupun aktivis dapat memahami pentingnya lingkungan dan penanganan limbah,” ujarnya. n M24
identitas
NO. 900, TAHUN XLV, EDISI APRIL 2019
Himapol Kembangkan Kemampuan Politisi di Dunia Demokrasi HIMPUNAN Mahasiswa Politik (Himapol) Unhas mengadakan Politeia Partita di Baruga AP Pettarani, Kamis (4/4). Acara ini mengusung tema “Politisi Beradat dalam Pesta Demokrasi”. Politeia Partita tersebut merupakan kegiatan untuk mengembangkan minat dan bakat politisi dalam pesta demokrasi. Setiap dari mereka diharapkan, tetap menjunjung tinggi nilai kearifan lokal melalui kemampuan yang dimiliki. Acara ini adalah puncak dari segala rangkaian kaderisasi mahasiswa baru Ilmu Politik. Di sinilah mereka dikukuhkan menjadi
anggota baru dalam organisasi Himapol. Saat menghadiri kegiatan itu, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Unhas, Prof Dr drg A Arsunan Arsin MKes menyampaikan, akan memberikan beasiswa kepada mahasiswa yang aktif dalam sebuah lembaga. “Kami akan berikan sejumlah beasiswa bagi setiap orang yang menjadi ketua di setiap lembaganya, baik himpunan, BEM, Dema, dan sebagainya. Itu sebagai apresiasi kami terhadap keaktifan mereka,” tutur Prof Arsunan. n M31
TBF Sternum Gelar Simulasi Kebencanaan TIM Bantuan Fisioterapi (TBF) Sternum, Himpunan Mahasiswa Fisioterapi (Himafisio) Unhas, menggelar kegiatan simulasi dan pelantikan anggota baru di Benteng Somba Opu, Minggu (31/3). Kegiatan ini dihadiri Kepala Program Studi (Prodi) Fisioterapi, Dr Djohan Aras SFt Physio MPd MKes, Pembina TBF Sternum, Irianto SFt Physio MKes, Ketua Himafisio, Achmad Aditya Fajar, dan Ketua DPM Himafisio, Bongky Fatahilla, serta peserta simulasi. Dalam pelaksanaannya, acara ini berlangsung selama empat hari. Untuk hari pertama, Kamis (28/3), merupakan agenda pembukaan. Di hari kedua adalah pemberangkatan ke Benteng Somba Opu sebagai lokasi simulasi. Serta di hari ketiga dan keempat, masing-masing adalah agenda simulasi lapangan dan pengukuhan anggota baru. Untuk simulasinya sendiri, panitia melaksanakannya dalam
bentuk kebencanaan. Saat itu, suasana maupun tempat pelaksanaanya didesain khusus, seperti halnya jika terjadi bencana. Kemudian, mereka membentuk tim evakuasi dan tim penanganan di tempat perawatan. Ada beberapa siklus pada simulasi ini, dengan kondisi korban dan suasana kegawatdaruratan yang berbeda tiap sesinya. Rega Lintin, salah seorang anggota TBF Sternum mengatakan, alasan dipilihnya Benteng Somba Opu sebagai tempat simulasi, lantaran medannya sangat mendukung. “Pilihan kami adalah Benteng Somba Opu, karena di sana medannya sangat mendukung dan ada beberapa tempat yang sangat cocok untuk melakukan simulasi, baik dalam hal penanganan maupun evakuasi,” jelasnya. n Wandi Janwar
KAMPUSIANA
19
Hasanuddin Contact ‘Ciptakan’ Lorong Tanpa Rokok DALAM rangka mendukung implementasi kawasan tanpa rokok, Hasanuddin Center for Tobacco Control and Non Communicable Disease Prevention (Contact), bersama Asian Medical Students’ Association (AMSA) Unhas, mengadakan Sosialisasi dalam bentuk Pengabdian Masyarakat, Selasa (3/4). Sosialisasi yang diadakan di Lorong Tanpa Rokok, Jl Bumi Tamalanrea Permai (BTP), Kelurahan Buntusu ini mengangkat tema, “Kelurahan Buntusu Menuju Kawasan Tanpa Rokok”. Acara tersebut, dihadiri Ketua Hasanuddin Contact, Prof Dr dr H M Alimin Maidin MPH, Ambassador of Public
Health AMSA 2019, Gatria Michelle Gracia, dan Media and Partnership Manager Hasanuddin Contact, Achmad Mawardi, serta beberapa masyarakat dari Kelurahan Buntusu. Menurut Mawardi, agar kawasan tanpa rokok dapat tercipta maka perlu memberi pemahaman kepada masyarakat terkait hal tersebut. Ia mengatakan, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah pendekatan dengan masyarakat sekitar. “Agar lorong tanpa rokok di makassar tercipta, maka perlunya pendekatan ke masyarakat terlebih dahulu. Hal ini untuk memberikan pemahaman tentang kawasan tanpa rokok,” ujarnya. Di kegiatan yang sama,
Ambassador of Public Health AMSA 2019, Argatria juga menjelaskan materi tentang bahaya rokok, khususnya pada Penyakit Pulmonari Obstruktif Kronis (PPOK). Menurutnya, PPOK ini merupakan jenis penyakit paru obstruktif yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara. Hal ini muncul akibat penyempitan paru sehingga menyebabkan sesak nafas. Di akhir acara, Argatria berharap, seluruh masyarakat Kelurahan Buntusu bisa melestarikan lorong bebas rokok. “Semoga lorong tanpa rokok ini dilestarikan dan bukan hanya sekedar nama,” harapnya. n Muh. Arwinsyah
Fakultas Kedokteran Bahas Penanganan Pasien Bencana Alam BELAKANGAN ini, Indonesia sering kali dilanda bencana alam. Banyaknya korban dalam peristiwa tersebut membutuhkan penanganan medis yang lebih. Menyadari perlu adanya pemahaman tentang penanganan pasien bencana alam, Medical Youth Research Club (MYRC) Fakultas Kedokteran (FK) Unhas, mengadakan Simposium Nasional di Auditorium Prof Amiruddin, Minggu (24/3). Kegiatan yang mengangkat tema “Traumatology” tersebut, mendatangkan lima pemateri hebat dalam bidangnya. Mereka adalah Dr Muh Anri Usman Sp OT, Dr Ali Header MD spEM FAHA, Dr Muhammad Nur Alim Mallapasi MD Sp BTKV, Dr dr
Maisuri T Chalid Sp OG, dan Prof Dr dr Suryani As’ad M Sc Sp GK. Dalam pemaparannya, Muhammad Nur Alim banyak bercerita mengenai pengalamanya saat menjadi relawan kesehatan. Ia juga pernah terlibat langsung dalam penanganan pasca bencana di Palu. Alim mengatakan, kala itu dirinya bersama rekan kerjanya rela menunggu dan berdesakan di bandara hanya untuk ke lokasi bencana. Bahkan ia tidur di atas aspal dan mengonsumsi mie instan tampa bumbu. “Banyaknya kendala dan tantangan yang saya hadapi. Sehingga untuk menjadi seorang relawan harus punya perasaan, kompetensi, dan tidak sekadar
ikut-ikutan saja” jelasnya. Di kesempatan yang sama, Prof Suryani membahas menganai kode etik kedokteran dalam menangani koban bencana. Ia mengatakan, kode etik kedokteran tidak hanya pada penanganan pasien saja, tapi di seluruh aspek kehidupan termasuk pendidikan dan penelitian. “Jadi, sebagai calon dokter harus menguasai kode etik kedokteran, moral, dan profesional. Serta mempertimbangkan dampak baiknya dari penanganan yang dilakukan,” pungkasnya. n M35
MSDC-UH Ingatkan Pentingnya Lestari Lingkungan Laut MARINE Science Diving Club Universitas Hasanuddin (MSDC-UH), mengadakan kegiatan pembukaan MSDC Goes to School di Ruang Sidang Lt.2 FIKP Unhas, Senin (08/04). Acara yang merupakan program tahunan ini mengangkat tema, “Peran Pelajar dalam Melestarikan Lingkungan Laut”. Adapun tujuan dari kegiatan tersebut adalah memberikan pemahaman mengenai pentingnya lingkungan hidup dan laut. Ketua panitia, Muh Rizky Madjid mengatakan masa depan laut Indonesia berada di tangan generasi muda bangsa. Sehingga masyarakat, khususnya pelajar bisa menjaga kelestarian lingkungan. “Tujuan dilaksanakannya kegiatan ini, kembali mengingatkan kepada siswa untuk menjaga kelestarian lingkungan laut sebagai tongkat estafet masa depan laut Indonesia,” tuturnya.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkugan laut adalah olahraga selam (Snorkeling dan Scuba Diving). Para pelajar, nantinya akan diberikan pengenalan khusus megenai hal tersebut. Menurut Rizky, MSDC menargetkan sebanyak enam perwakilan dari 22 sekolah akan mengikuti acaranya. Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan kemitraan FIKP Unhas, Dr Ir Muhammad Farid Samawi MSi mengatakan, sangat berharap kegiatan ini sebagai peran mahasiswa terhadap masyarakat. “Harapannya bisa menjadi media untuk menjelaskan peran mahasiswa, khususnya MSDC Unhas, dan memberikan manfaat bukan hanya kepada masyarakat tetapi juga penyelenggaranya,” tutup Farid. n M39, M02
IDENTITAS/SANTI KARTINI
AIESEC Unhas : Ajak para pemuda menjadi global volunteer dengan meningkatkan keterampilan, peluang, dan pengetahuan industri yang dilaksanakan di Auditorium Prof A Amiruddin, Sabtu (20/4).
20 RESENSI
identitas
NO. 900, TAHUN XLV, EDISI APRIL 2019
Menelisik Islamisasi Suku Bugis Di masa lampau, Islam diketahui menyebar melalui perdagangan. Sebagaimana yang biasa ditemukan di bukubuku mata pelajaran sejarah. Namun, buku ini tidak akan membahas Islam dari sisi itu, melainkan Islam yang disebarkan melalui karya sastra.
P Data Buku Judul : “Islamisasi Bugis : Kajian Sastra Atas La Galigo Versi Bottinna I La Déwata Sibawa Wé Attaweq” Penulis : Dr. Andi Muhammad Akhmar, S.S., M.Hum. Penerbit : Yayasan Pustaka Obor Indonesia Cetakan : Pertama, September 2018 Jumlah halaman : xvi + 566 halaman
IPTEKS
M
ahasiswa sebagai perwujudan maha dari pelajar tentu memiliki segudang potensi dan kreativitas. Karyanya diharapkan mampu memberi sumbangsih terhadap kehidupan masyarakat. Lihat saja apa yang dilakukan dari peserta kelompok Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang meneliti kearifan lokal. Ghita Firsry selaku ketua tim penelitian, kelompoknya melihat kearifan lokal suku atau masyarakat To Balo di Kabupaten Barru, sangat layak untuk menyelesaikan pemanfaatan hutan, dalam mengatasi kerusakan hutan. Mahasiswi jurusan Ilmu Kehutanan Unhas ini, sangat tertarik dan sepakat atas sikap masyarakat To Balo dalam melestarikan hutan. Sekadar diketahui, sangat beragam aturannya, termasuk soal mitos yang dipercayainya. Masyarakat To Balo membatasi pemanfaatan hutan yang ada di wilayahnya. Dia sangat menata dan memanfaatkan hutan seminim mungkin hasil hutan yang ada di sekitar rumahnya. “Kami memilih komunitas To Balo sebagai objek penelitian, karena kisah sejarah di baliknya. Dahulu, komunitas ini dikenal sebagai
enulis, Dr Andi Muhammad Akhmar, meneliti soal islamisasi suku Bugis melalui mahakarya La Galigo. Karya sastra ini merupakan epik-mitologis yang berasal dari zaman pra-Islam. Isinya tentang dunia dan penciptaan manusia atau asal-usul manusia pertama yang mendiami dunia. La Galigo disajikan dalam bentuk cerita bersyair, epik, atau puisi wiracarita. Melalui karya itu diketahui bahwa sebelum Islam diterima secara formal oleh kerajaan Bugis di Sulawesi Selatan, orang Bugis pada umumnya menganut sebuah kepercayaan. Kepercayaan itu dikenal dengan nama kepercayaan terhadap Déwata Séuwaé (Déwata yang tunggal), To Palanroé (Khalik), dan Patotoqoé (Penentu Nasib). Kemudian Islam datang dan menggunakan warisan sastra Bugis kuno tersebut sebagai media untuk menyampaikan misinya. Dampak yang pertama terlihat yaitu dalam komposisi baris-baris La Galigo versi Bottinna I La Déwata Sibawa Wé Attaweq (BDA). Di dalam naskah itu terdapat doa dalam bahasa Arab, ayat Al Quran, dan namanama Allah atau Asmaul Husna.
Meski begitu, kehadiran unsur Islam dalam La Galigo versi BDA tidak menggeser keberadaan kepercayaan lama, melainkan disajikan secara berdampingan. Hal seperti ini menunjukkan kreativitas penyair dalam memanfaatkan sastra yang telah mapan pada komunitas Bugis untuk misi pengislaman. Islamisasi yang menggunakan sastra sebagai medianya tersebut memakai pendekatan kompromis. Para penganjur Islam saat itu menyadari bahwa sangat tidak mudah untuk mengganti suatu kepercayaan yang telah lama bersenyawa dalam jiwa suatu masyarakat. Langkah awal islamisasi Bugis ini adalah menggeser konsep kepercayaan kepada Déwata Séuwaé (Tuhan Yang Maha Esa), dengan konsep Allah Subhanahu Wa Taala melalui ajaranajaran tauhid. Unsur-unsur Islam dalam teks La Galigo versi BDA, memperlihatkan gejala terjadinya kontak dua kebudayaan yaitu antara kebudayaan Bugis di Sulawesi Selatan dengan Islam yang datang dari kawasan Asia Barat. Sehingga bugisasi Islam juga terjadi. Salah satu bentuk bugisasi Islam
adalah penyebutan Déwata Séuwaé untuk Allah Subhanahu Wa Taala. Memang ada perbedaan antara konsep tuhan dalam kepercayaan Bugis kuno dengan Islam. Akan tetapi, sebagai langkah awal penerimaan Islam dikalangan orang Bugis, mungkin cara seperti itu lebih efektif. Selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam itu sendiri. Sejumlah bentuk Bugisasi Islam yang tercermin dalam La Galigo versi BDA diuraikan di dalam buku ini. Selain itu, buku yang merupakan hasil disertasi Akhmar ini dilengkapi dengan puisi-puisi dari teks La Galigo beserta terjemahannya. Buku setebal 566 halaman tersebut juga sangat kaya akan teori-teori kebudayaan Bugis dan sastra. Namun masih terdapat beberapa kesalahan pengetikan. Di antaranya kata deskrisi pada halaman tujuh, semestinya deskripsi. Kemudian kata teritama pada halaman sebelas, yang seharusnya tertulis terutama. Kesalahan penulisan semacam itu terkadang mengganggu fokus pembaca. Sehingga ada baiknya, kesalahan serupa diminimalisir dalam sebuah karya berupa buku. Meski begitu, buku ini sangat cocok bagi Anda yang sedang melakukan penelitian terhadap teks La Galigo versi BDA. Juga bagi Anda yang penasaran dan ingin menambah wawasan terkait sejarah dan kebudayaan suku Bugis. Selamat membaca.n Alfianny Maulina
Pendayagunaan Hutan ala Masyarakat To Balo peladang berpindah-pindah dan tinggal di dalam hutan. Dia sangat malu menampakkan dirinya, malu karena memiliki kulit belang,” ungkap Ghita sembari menyebut, dikatakan sebagai To Balo, karena kulitnya belang. “Dalam bahasa Bugis, balo artinya belang”. Dalam bidang kehutanan, peladang berpindahlah yang menjadi salah satu penyebab kerusakan hutan. Tetapi, itu terjadi di daerah lain yang menyebut perambah hutan penyebab kerusakan hutan. “Nyatanya, fakta membuktikan masyarakat To Balo sendirilah sangat melestarikan hutan di sana. Masyarakat ini, membuat aturan dalam memanfaatkan hutan dibarengi
ILUSTRASI/WANDI JANWAR
dengan pelestarian hutan,” jelas Ghita. Menurut Ghita, dalam melakukan penelitian PKM selama tiga bulan, yakni dari bulan Maret hingga Juni tahun 2018, telah menemukan adanya kearifan lokal yang sangat jitu dalam melestarikan hutan. Gadis bermata mungil ini mengatakan, penelitian yang dilakukannya memang memakan waktu panjang, tidak terkecuali beragam proses formalitas yang rumit dan membingungkan. Proses tersebut di antaranya izin persuratan, observasi, pelaksanaan, pengelolaan dan analisis data, publikasi, serta laporan akhir. Tiga bulan lebih lamanya menunggu hasil
review, hingga akhirnya pendanaan dapat dirangkumkan. Dengan segera kelompok PKM, penelitian ini menghadap ke pembimbing untuk melakukan uji kuesioner terhadap apa yang akan ditanyakan. Tepatnya di pegunungan Desa Bulo-Bulo Kabupaten Barru, yang berdampingan dengan Kabupaten Bone dan Pangkep, penelitian tersebut dilaksanakan secara intensif. Sesampainya di Barru, Ghita, sang ketua kelompok sempat mengaku kebingungan menemui objek penelitian. Untung saja Bintara Pembina Desa (Babinsa) mengantarnya dengan sukarela. Mengingat komunitas To Balo sebagai pemantik bantuan ke Desa Bulo-bulo, bahkan kepala desa pun turut andil dalam penelitian kali ini. Kepala Desa BuloBulo merupakan sosok penting dalam penelitian PKM yang mereka laksanakan. Dia menjadi kunci atas beberapa bahasa yang tidak mudah dipahami.
Sebut saja bahasa Manu-Manu yang merupakan gabungan bahasa Makassar dan bahasa Bugis, diperlukan waktu yang tidak sedikit demi memahami penjelasan yang disampaikan. Hampir lebih dari delapan belas kali kunjungan penelitian dilakukan. Demi menunjang dan mendukung penelitian, tim ini juga membagikan sembako gratis kepada warga komunitas To Balo. Setelah pelaksanaan penelitian selama tiga minggu lamanya seperti melihat kondisi lapangan dan wawancara, terdapat pula beberapa tahap monitoring yang harus mereka lalui. “Ada monitoring satu, lalu dilanjutkan ke monitoring dua, hingga akhirnya berakhir pada monitoring eksternal. Kita pribadi merasakan eratnya hubungan emosional dengan pembimbing kala itu,” ungkap Ghita. Di samping itu, cara yang digunakan loka komunitas To Balo dalam membantu pelestarian hutan mengalami kesulitan tersendiri bagi komunitas To Balo untuk turut mengaplikasikannya. Hal itu tentunya bukan tanpa alasan, kepercayaan animisme yang mereka pegang teguh adalah salah satunya. n Nadhira Noor R. Sidiki
21
identitas
NO. 900, TAHUN XLV, EDISI APRIL 2019
KRONIK
Tatapan Picu Bentrok Sesama Fakultas
TRAGEDI pemukulan terjadi di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) Unhas. Sekitar pukul 22.00 Wita, Andi Arisal, mahasiswa Perikanan mengalami tindak kekerasan oleh sejumlah mahasiswa Ilmu Kelautan. Reporter identitas mencoba menelusuri peristiwa tersebut dan menemui korban di Rumah Sakit (RS) Wahidin Sudirohusodo Makassar, sesaat sebelum melakukan visum, Rabu (3/4). Saat dimintai keterangan, Ical, sapaan akrabnya mengungkapkan, pemukulan yang ia alami bermula ketika mahasiswa kelautan mempermasalahkan jalan masuk ke fakultas, yang menurutnya dihalangi oleh korban. “Itu jalan masih cukup luas bahkan mobil sebelumnya masih bisa keluar masuk,” jelas Ical saat ditemui di ruang Unit Gawat Darurat (UGD), Rabu (3/4). Saksi peristiwa pemukulan tersebut, Hilda (nama samaran) menceritakan kronologi kejadian. Mahasiswa FIKP tersebut mengatakan, kala itu ia bersama tiga teman sejawat dan sebelas juniornya sedang berbincang di samping jalan masuk fakultas. Kemudian, sekitar pukul 22.00 Wita, salah seorang mahasiswa Ilmu Kelautan beberapa kali bolak balik dengan mengendarai motor. “Tiga kali ia bolak balik lewat depan kami. Kami berdiri di depan pos satpam, dan beberapa juga duduk di kursi,” ucap Hilda saat ditemui di indekosnya. “Lantas tidak jauh dari fakultas, ia belok lagi dan menghampiri Ical, lalu bilang apa masalah mu? Ical menjawab tidak ji kak mau mi pulang tidak ada ji masalah,” lanjutnya. Hilda mengatakan, mahasiswa
Ilmu Kelautan tersebut tidak turun dari motornya. Akan tetapi, tibatiba muncul sejumlah anak kelautan lain dari arah parkiran. “Tiba-tiba muncul semua itu anak kelautan, yang semulanya sunyi sekali itu parkiran, lalu ada yang bilang langsung hantam saja, jadi langsung mi itu dipukul ki Ical,” ungkapnya. Tidak terima dengan perlakuan tersebut, mahasiswa Perikanan menunggu permintaan maaf dari pihak pelaku malam itu juga. Namun, bukannya permintaan maaf yang didapat, justru suara tawa yang mereka dengar. Merasa tak dihargai, akhirnya korban dan beberapa saksi memutuskan untuk melaporkan kejadian ke Polsek Tamalanrea. Beberapa waktu kemudian, pelaku yang berjumlah empat orang menyusul Ical ke Polsek Tamalanrea untuk meminta maaf. Tanpa sepengetahun Ical, ternyata pihak Perikanan dan mahasiswa Ilmu Kelautan saling bentrok di kampus. Akibatnya, kaca jendela toilet, himpunan, dan laboratorium serta tiga buah motor menjadi rusak. Saat dikonfirmasi ke pelaku, Fais, menjelaskan kronologi perkara menurut versinya. Menurutnya, kejadian ini hanyalah kesalahpahaman namun terlalu cepat memanas. “Mereka sedang ramai-ramai dekat jalan masuk fakultas. Ada anak Perikanan yang berdiri dan menutup setengah jalan, saya melambat ketika naik motor dan ia minggir mi juga. Jadi saya lewat waktu itu, tetapi baku tatap mi karena ia juga lambat ki bergeser,” ungkapnya. Lebih lanjut, Fais mengatakan, setelah dari tempat makan, ia
masih melihat anak perikanan bergerombol di jalan masuk fakultas. Tak lama kemudian, Fais kembali melewati jalan tersebut lalu saling menatap dengan Ical. “Ternyata baku tatap ka lagi, jadi saya mutar dan tanya ki, kenapa bro ada masalah kah?,” jelasnya. Tiba-tiba, mahasiswa Ilmu Kelautan yang lain datang dan mengira Fais sedang bermasalah dengan Ical “Di situ mi kesalahpahamannya, teman-teman kira saya sementara lagi baku buru, tetapi ternyata saya hanya ngobrol dengan Ical saat itu,” ujarnya saat ditemui di Koridor FIKP. Menanggapi hal tersebut, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni FIKP, Muhammad Farid Samawi mengatakan, besok akan dilakukan pendekatan ke lembaga mahasiswa karena kejadian tersebut kemungkinan hanya faktor emosi sesaat. “Terkait perusakan fasilitas, pihak fakultas akan mengganti, bukan mahasiswa yang bertanggung jawab karena ini bukan persoalan individu tetapi massa,” tuturnya. Menurut Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Unhas, Prof Dr drg A Andi Arsunan MKes menyampaikan, kejadian itu memang hanya kesalahpahaman saja. Untuk menjaga kenyamanan, maka pihak kampus meminta agar lokasi bentrokan disterilkan. “Sampai saat ini empat pelaku, yang saya dengar anak Ilmu Kelautan sedang di proses kasusnya di kantor polisi. Kita juga sudah meminta Satpam untuk mensterilkan lokasi bentrok,” ucapnya. n Sal, Arw, M01, /Wjn
IDENTITAS/SANTI KARTINI
Interogasi : Pengemudi ojek online kedapatan mencuri helm di parkiran Fakultas Kedokteran, Jumat (12/4).
CERMIN
Stop Bullying Penikmat Dangdut!
M
endengar kata dangdut, tentunya sudah tak asing lagi di telinga kita. Beberapa tahun terakhir, musik asli Indonesia ini kembali menghangat di telinga masyarakat. Bukan tanpa sebab, sebuah siaran televisi nasional membuat program kompetisi dangdut bernama “Dangdut Academy”. Di sinilah awal mula dangdut bangkit kembali. Saat itu, Ati Kodong dan Lesti, masing-masing berhasil menjadi runner up dan winner. Di tahun kedua kompetisi dangdut ini digelar, Evi Masamba yang berasal dari Sulawesi Selatan (Sulsel) juga berhasil menjadi pemenang. Hingga saat ini, kompetisi dangdut tersebut masih berlangsung dan berganti nama menjadi “Liga Dangdut”. Tak hanya masyarakat Indonesia, beberapa negara tetangga juga mengutus pasukan dangdutnya untuk berkiprah di kompetisi ini. Misalnya saja Jirayut yang berasal dari Negeri Gajah Putih, Thailand. Namun, bukan ini yang saya ingin bahas. Melainkan sebagian pemuda penikmat dangdut. Yah, bagi kami sang penikmat dangdut, ketika mendengar alunan musiknya seperti ingin rasanya berdendang dan badan seakan ikut bergoyang. Di balik itu semua, ternyata masih ada saja orang yang memandang sebelah mata sang pecinta musik legendaris ini. Sebuah kasus yang dialami Andi, mahasiswa Unhas yang suka mendengar bahkan melantunkan nyanyian dangdut. Ketika mengerjakan tugas, ia selalu memutar musik kesukaannya tersebut. Tetapi, ada saja temannya yang iseng menegur dan berkata, “dangdut lagi… dangdut lagi”! Sepintas, hal itu hanya sekedar candaan semata. Andi pun menanggapi hal itu dengan biasa saja. Ia menganggap teguran itu hanya gurauan untuknya. Lambat laun, setiap Andi memutar lagu dangdut, teman-temannya selalu mengucapkan kata itu. Bahkan salah seorang senior pernah mengatainya, “Makanya jangan dangdut terus, belajarko mendesain”. Seketika itu, Andi seakan tertampar oleh ucapan seniornya.
Oleh : Wandi Janwar Walau di sisi lain, ini juga merupakan nutrisi bagi Andi untuk dapat berkembang. Tak hanya itu, teman kelasnya pun sering kali meledek Andi ketika sedang bernyanyi dangdut. Muncul pertanyaan di benak Andi,” Salahkah saya jika menyukai lagu dangdut? Apakah hanya lagu barat yang dianggap keren? Hal itu sempat membuatnya minder dari kawan sebayanya. Tetapi, bukan Andi namanya jika terlarut dalam perasaan itu. Hanya butuh beberapa jam saja Andi sudah melupakan ledekan temannya. Kendati demikian, secara tidak langsung Andi telah mengalami tindakan bullying. Menurut Olweus (2005), tindakan yang dialami oleh Andi tersebut adalah salah satu aksi bullying. Lembaga ini mendefinisikan, tindakan bullying adalah sebuah perilaku agresif yang disengaja, yang dilakukan oleh sekelompok orang atau seseorang secara berulang-ulang, dan dari waktu ke waktu terhadap seorang korban yang tidak dapat mempertahankan dirinya, dengan mudah atau sebagai sebuah penyalahgunaan kekuasaan/ kekeraan secara sistematik. Pesan yang dapat diambil dari cerita singkat tersebut adalah biarkanlah orang lain menikmati dunianya sendiri. Mungkin hal ini terdengar sepele, tetapi mengomentari hobi seseorang bisa jadi membuatnya risih. Bebaskanlah mereka mengepresikan diri, dan jangan sampai kita mencela dan menggunjingnya.n Penulis merupakan Mahasiswa Fisika FMIPA Unhas, Angkatan 2016, Redaktur PK Identitas Unhas
22
identitas
TIPS
NO. 900, TAHUN XLV, EDISI APRIL 2019
Merasa Salah Jurusan? Lakukan 5 Kebiasaan Berikut
P
engumuman Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri(SNMPTN) telah usai. Bahagia dirasakan bagi mereka yang lulus dengan pilihan pertama dan atau masuk kampus idaman. Tetapi, bagaimana dengan mereka yang lulus bukan pada jurusan yang diidamkan? Ada berbagai faktor mahasiswa merasa salah jurusan. Misalnya, jurusan itu atas pilihan orang tua atau bukan passion-nya. Atau, mengikuti pilihan teman dan kurang informasi terhadap jurusan yang akan dipilih. Sehingga, di awal perkuliahan kamu tak bersemangat untuk belajar. Lalu,
merasa TIDAK mampu dalam mengerjakan tugas-tugas dari mata kuliah itu. Kemudian, timbul rasa pesimis terhadap masa depan dengan lulusan tersebut. Apakah kamu merasakan hal demikian ? Salah jurusan memang sebuah dilema bagi mahasiswa yang sedang menjalani studi. Kadang, peristiwa tersebut membuat kita berpikir kalau tak ada masa depan dengan jurusan itu. Namun bagi orang bermental pemenang seperti kamu, yakinlah kamu bisa melewatinya. “Tersesat di jalan yang benar” pepatah tersebut bisa saja yang kamu alami saat ini. Apa yang ditakdirkan padamu itu adalah yang terbaik untukmu. Nah, identitas menghadirkan beberapa tips yang bisa kamu lakukan.
1. Bersyukur Hal ini harus kamu tanamkan dalam diri kamu. Kenapa? Karena ada ribuan orang yang ingin menduduki posisimu saat ini. Banyak orang yang ingin merasakan kuliah di kampus favorit. Meskipun jurusan itu bukan passion-mu, akan tetapi kamu termasuk orang yang
beruntung. Di sinilah saatnya kamu mensyukuri keberuntungan tersebut. Bersyukur dan tidak mengeluh merupakan cara yang efektif agar selalu berpikir positif. Bila kamu bersyukur, maka kamu akan merasa bahagia dan bersemangat serta ikhlas dalam menjalani pekerjaan kamu.
2. Berdamai dengan diri sendiri “Benar enggak sih salah jurusan ?” Bila muncul pertanyaan seperti itu di benakmu, lihatlah prospek kerja dari jurusan yang kamu jalani. Siapa tahu dengan melihat prospek kerja tersebut, kamu bisa berdamai dengan diri sendiri. Juga, menemukan peluang kerja yang diminati. Bisa jadi, di awal perkuliahan, kamu
kaget dengan tugas-tugas yang diberikan dosen dan merasa tidak mampu mengatasinya. Tak usah risau dengan keadaan tersebut, karena kamu tidak sendiri dalam kasus ini. Cobalah mengubah cara pandang kita bahwa “Inilah jurusan terbaik untukku”. Jadi, perlahan kamu bisa menjalaninya tanpa beban.
3. Refresing Berikan waktu untuk tubuhmu refreshing. Sebab, menjalani sesuatu yang tidak disenangi kadang kala bisa mengundang stress. Apalagi bila ditambah perasaan ‘salah jurusan’. Dengan refreshing, kamu bisa menenangkan hatimu.
Misalnya, berkumpul bersama teman-teman atau keluarga, nonton film bareng, atau jalan-jalan sendirian di taman. Lakukanlah apa saja yang bisa membuatmu senang dan kembali bersemangat.
ILUSTRASI/WANDI JANWAR
5. Ijazah tidak membatasi potensi Setelah lulus, kita harus menghargai setiap proses belajar yang telah dilakukan selama perkuliahan. Walaupun merasa salah jurusan, ilmu dan pengalaman yang didapatkan
semasa bangku kuliah tidak ada yang sia-sia. Tak perlu khawatir bila nantinya pekerjaan kamu tak selaras dengan ijazah yang kamu dapatkan. Karena masa depan itu bergantung dari cara
kita menyikapinya. Jadikan ijazah itu sebagai batu loncatan untuk kesuksesan-kuseksesan bukan membatasi potensi yang kamu miliki.
4. Cobalah untuk bertahan Dilema antara pindah jurusan atau bertahan biasa terjadi saat kita merasa ‘salah jurusan’. Ingin bertahan, namun jurusan yang diambil bukan passion. Atau, ingin pindah jurusan tetapi sayang dengan mata kuliah yang yang telah dilewati. Pengorbanan waktu, uang, dan tenaga yang dilalui dalam proses perkuliahan menjadi pertimbangan. Nah,
bila seperti itu cobalah bertahan di jurusan itu. Kamu harus coba semangat dengan jurusan tersebut, baru saat itu kamu bisa lanjutikan mimpi S2 yang kamu inginkan. Misalkan di S1 kamu jurusan ekonomi dan di S2 kamu ingin Hubungan International, it’s okey itu bisa saja jika kamu sayang terhadap perjuangan kamu.
6. Bergabung di UKM atau komunitas Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) bisa menjadi wadah untuk mengembangkan passion-mu. Bila tertarik dalam bidang kepenulisan, kamu bisa gabung dalam UKM bidang jurnalistik ataupun
keilmiahan. Selain itu, kamu pun bisa gabung dalam komunitaskomunitas sosial atau literasi sesuai dengan keinginan. Nah, dengan adanya aktivitas di luar akademik ini bisa menunjang softskill
yang kamu miliki. Salah satu kelebihannya, kamu memilki lebih banyak relasi lintas jurusan bahkan fakultas yang bisa saja menjadi pembuka pintu rejeki. n
Alfianny Maulina
identitas
NO. 900, TAHUN XLV, EDISI APRIL 2019
23
BUNDEL AKADEMIKA Prof Stanis, Juru Kunci Tana Toraja Don’t die before you go to Toraja. Toraja is a piece of heaven.
BUNDEL IDENTITAS
S
Sejarah Perancangan Pembangunan Unhas Tamalanrea
ejak dipindahkan dari BaraBarayya ke Tamalanrea, tak banyak yang tahu persis asalmuasal proyek pembangunan kampus merah di Tamalanrea. Bentuk bangunan kampus Unhas yang dirancang menyesuaikan fungsi, estetika dan suasana sekitar dengan menonjolkan beberapa unsur kontsruksi tradisional Sulawesi Selatan dan Indonesia bagian timur pada umumnya. Awal mula dirancang di tahun 19741975, kawasan Tamalanrea, tempat kampus Unhas kini berdiri, dulunya merupakan daerah sepi yang jauh dari suasana perkotaan. Itu sebabnya, banyak dosen dan mahasiswa yang menolak niat Prof Ahmad Amiruddin, Rektor Unhas kala itu untuk memindahkan kampus Unhas dari Bara-Barayya. Meski begitu, kampus Unhas tetap dipindahkan lantaran BaraBarayya selalu jadi langganan banjir. Sosok arsitek yang menyulap kampus Tamalanrea merupakan desainer handal asal Amerika Serikat, James Paddock. Desainer tersebut didatangkan langsung oleh Kepala Perwakilan Asia Foundation, Jhonson. Kala itu, tugas arsitek berbakat ini adalah mempelajari perlu tidaknya kampus Unhas dipindahkan. James Paddock menawarkan akan membuat prelimaniry campus planning sekaligus detail building programme. Syaratnya, Unhas harus membayar 20 juta. Saat itu jumlah tersebut cukup besar. Tekad Amiruddin begitu keras. Ia mengusulkan kepada Dirjen Pendidikan Tinggi agar alokasi pembangunan gedung Fakultas Sosial Politik dalam Daftar Isian Proyek (DIP) direvisi menjadi biaya konsultan kampus. Akhirnya rektor keenam Unhas ini, mendapatkan bantuan dana dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Selanjutnya Bappenas menawarkan detail building
program setebal sepuluh jilid ke beberapa lembaga keuangan dunia. Asia Development Bank (ADB) yang akhirnya menerima tawaran tersebut, dengan cara membeli proyek Unhas melalui pinjaman. Mulailah arsitek itu bekerja dengan membawa beberapa anggota tim, yang direkrut dari berbagai kampus di Amerika Serikat. Hasil desainnya mencerminkan mimpi Amiruddin. Rektor yang menahkodai Unhas periode 1973-1982 itu memang memiliki visi menyatukan dan menumbuhkan “Keunhasan”. Dilansir dari bundel identitas, terbitan edisi akhir Oktober 1976, membahas mengenai market proyek kampus Unhas Tamalanrea. Lewat pameran pembangunan dibeberkan rincian pembangunan kampus kala itu yang akan menampung kurang lebih 15 ribu mahasiswa dan 1250 dosen juga 1000 pegawai administrasi. Pertama-tama dimulai dari pemilihan lokasi kampus yang terletak 10 km dari pusat kota, dan jurusan lapangan terbang. Lokasi tersebut yaitu Kecamatan Tamalanrea dikelilingi oleh jalan raya, sawah dan sungai. Sedangkan jarak bagian tertinggi yang terletak di tengah lokasi adalah 15 meter di atas permukaan laut. Bangunan untuk kegiatan akademis sendiri, disediakan lahan 170 hektar are. Bangunan utama yang memadati kampus akademis, terdiri dari gedung-gedung fakultas, ruang kuliah, laboratorium, perpustakaan, kantor pusat, pusat kegiatan mahasiswa, auditorium, lapangan olahraga, keagamaan, pusat peternakan dan kebun percobaan, kantin, asrama mahasiswa, lapangan parkir, bengkel, gedung pertemuan ilmiah, poliklinik, dan percetakan. Perumahan staf sendiri, disiapkan lahan seluas 50 hektar dan ditempatkan di sebelah kanan jalan raya. Adapun jalur lalu lintas, untuk mencapai kampus, dibuat dua jalan raya.
Pertama, jalan raya utama. Kedua, jalan raya biasa yang melintasi kelompok asrama mahasiswa. Di sepanjang jalan lingkar di dalam kampus dibangun lapangan parkir. Dari lapangan parkir, menuju ke berbagai gedung dibangun koridor beratap sebagai akses penghubung untuk melindungi pejalan kaki dari hujan dan panas matahari. Jarak terjauh dari lapangan parkir adalah 500 meter atau tujuh menit berjalan kaki. Penyediaan air bersih, tentu ikut dipertimbangkan yaitu bersumber dari PAM dan sumur bor. Air PAM hanya digunakan untuk keperluan air minum, sedangkan air dari sumur bor dipakai untuk berbagai keperluan harian di kampus. Khusus asrama mahasiswa, dibangun 35 gedung untuk kapasitas 3.500 mahasiswa dilengkapi tujuh ruang makan besar, ruang belajar, ruang tamu, fasilitas olahraga, kantin, juga tempat pemberhentian bus utama di sekitaran kompleks asrama. Khusus Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM), dilengkapi dengan toko buku, kantor pos, bank, ruang serba guna dan kantin. Berdasarkan perhitungan yang dilaporkan oleh staf penaksir harga kampus baru kala itu, jumlah biaya yang diperlukan (nilai mata uang yang berlaku di masanya) yaitu bangunan dan peralatan menghabiskan dana Rp 18.073 Milyar di luar biaya untuk pembangunan perumahan staf dan alat-alat laboratorium. Pelaksanaan konstruksi untuk tahun 1976/1977 berupa Gedung Pertemuan Ilmiah, dua asrama mahasiswa, satu unit fakultas teknik, jalan darurat (jalan lingkar dan jalan-jalan penghubung),juga jalan raya yang menghubungkan jalan raya umum dengan kampus akademis. Begitulah beberapa rancangan perwajahan awal pembangunan Unhas di Tamalanrea di masanya.n Muh. Syahrir
ISTIMEWA
Ungkapan itu sering dilontarkan Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Prof Stanislaus Sandarupa. Lelaki kelahiran Makale, 9 Oktober 1956 ini lahir, belajar, meneliti dan menjadi budayawan Toraja. Lulusan Sastra Inggris Unhas (1982-1987) tersebut seakan telah menjatuhkan seluruh hatinya untuk Toraja. Terang saja, setiap penelitian yang ia tulis tak pernah jauh dari bahasan soal Toraja. Semisal, untuk gelar S1, dia menganalisis ucapan-ucapan Toma’kayo, pemimpin ritual di kampung-kampung Toraja. Dilansir dari Wikipedia, ia menyelesaikan studi master jurusan Linguistik di University of Chicago berkat beasiswa Fulbright dari pemerintah Amerika Serikat. Lagi, Toraja menjadi bahan kajiannya dalam menulis tesis. Tesis tersebut kemudian diberi judul Tropes, Simbolisme, Struktur Retoris, Struktur Paralelisme dan Paralelisme Struktur di Toraja. Tak berhenti sampai di situ, Stanis mendapat tawaran dari Ford Foundation untuk ikut program doktoral antropologilinguistik di University of Chicago tahun 1993. Dalam disertasinya, Stanis membahas mengenai ritual Rambu Solo’. Ritual itu dilakukan penganut Aluk Todolo, agama leluhur nenek moyang suku Toraja. Tak hanya tulisan ilmiah, buku yang ia tulis pun semua topiknya soal Toraja. Buku pertama Stanis berjudul Life and Death in Toraja sangat membantu para pemandu wisata dalam menjelaskan dan mempromosikan budaya Tana Toraja. Bukan hanya buku, dosen yang dulunya mengajar di program magister dan doktoral linguistik FIB Unhas ini juga aktif menulis artikel. Salah satunya, tulisan yang menyoroti peran budaya dalam pembangunan karakter bangsa dari sudut pandang Tallu Lolona. Tallu Lolona berarti tiga kehidupan.Hal ini memberikan penjelasan adanya relasi yang harmonis antara sesama manusia, hewan dan lingkungan. Kecintaannya terhadap Toraja tidak hanya mengantarkan Stanis untuk memperoleh gelar tertinggi dalam pendidikan. Tetapi juga popularitas dan berhasil memperkenalkan kecintaannya, Toraja, kepada warga dunia. Berdasarkan bundel identitas edisi awal Mei 2015, Stanis mendapatkan tawaran dari TV5 Perancis untuk memperkenalkan budaya Toraja. Kemudian menyusul TV luar negeri lain seperti TV BBC dan TV FOX. Dirikan Sejumlah Tempat Usaha Menurut Wikipedia, dari petualangan menerjemahkan 20 film dokumenter berbahasa Toraja ke bahasa Inggris dan bahasa Perancis, Stanis dapat mendirikan Toraja Indonesia (Torindo) Tours dan Travel. Usaha Travel Torindo mulai dibuka tahun 1998. Travel Torindo pada masanya identik dengan penyambutan tamu menggunakan welcome dance dan pemberian makanan adat di lumbung dengan memakai sarung. Tidak ketinggalan kebiasaan Stanis ketika akan diskusi dan memberikan informasi kepada turis. Ia akan selalu mengatakan Don’t die before you go to Toraja. Toraja is a piece of heaven. “Setiap tur, ayah akan selalu mengatakan kata-kata tersebut kepada para wisatawan dari mancanegara agar mereka tertarik dan mau mengunjungi Toraja,” ungkap Dirk Sandarupa, anak kedua Stanis saat dihubungi via WhatshappSeptember 2018. Selain Torindo Tours dan Travel yang masih aktif sampai sekarang. Stanis juga membangun Rumah Makan Arum Pala yang terletak di jalan poros Makassar-Toraja. Rumah makan tersebut masih bisa ditemukan bila hendak ke Toraja. Bagi keluarga, sosok yang pernah menjabat ketua Program Studi Doktor Linguistik Unhas ini merupakan laki-laki yang menginspirasi. Hal itu didasari atas ketekunan, kerja keras, kecintaan dan kesabaran yang ia miliki hingga mampu meraih segala cita-cita dan keinginannya. n Santi Kartini
24
LINTAS
identitas
NO. 900, TAHUN XLV, EDISI APRIL 2019
FOTO : DOKUMENTASI PRIBADI
Mengajar Bahasa Prancis di Negara Anak Benua
L
iburan bulan Desember lalu saya menjadi exchange pariticipant melalui Association Internationale des Etudiants en Sciences Economiques et Commerciales (AIESEC) Universitas Hasanuddin ke India. Bidang yang saya pilih yaitu mengajar bahasa Prancis dengan berfokus pada Suistanable Development Goals (SDGs) nomor empat tentang peningkatan kualitas pendidikan. Saya memilih proyek tersebut karena berhubungan dengan bidang studi saya sekarang yaitu Sastra Prancis. Dari project ini saya mengharapkan agar kemampuan bahasa Prancis saya berkembang. India sendiri merupakan destinasi favorit bagi orang Indonesia untuk menjadi volunteer dengan biaya hidup yang murah dan banyak tempat wisata yang bisa dikunjungi. Begitu saya sampai di India, saya takjub sekaligus ada sedikit culture shock yang saya rasakan. Ketika sampai di Mumbai begitu padat
mungkin karena faktor populasi orang India banyak dan hampir di setiap sudut kota banyak kuil untuk agama Hindu. Saat musim dingin suhunya sangatlah rendah hingga 12 derajat. Paling tinggi hanyalah 30 derajat celcius dan tidak ada hujan, sehingga banyak debu. Untuk itu kesehatan udaranya kurang bersahabat. Saya harus pergi lagi dari Mumbai ke kota Nashik di mana proyek saya akan dilaksanakan. Saya ditempatkan di Akademi (Semacam tempat les bahasa asing) sekaligus tempat konsultasi pendidikan ke luar negeri bernama Versatile Academy. Keseharian saya di sana mengajar Trial Class (Kelas coba gratis) dan Kelas khusus bahasa Prancis. Waktu mengajar saya, setiap hari Senin hingga Jumat selama empat jam. Tiap minggunya ada English Club yang dilakukan di akademi tersebut, murid saya maupun murid dari kelas bahasa asing lain harus ikut untuk mengasah kemampuan
bahasa Inggris mereka. Saya senang berbincang-bincang dengan beberapa orang di antara mereka, karena ada banyak yang fasih berbahasa Inggris. Pendidikan di India sangat diutamakan. Beberapa orang tua dari kalangan kelas menengah mampu menyekolahkan anaknya hingga ke luar negeri. Mereka rela menabung dan berhemat agar mimpi anak-anaknya terwujud. Ini sangat berbeda dengan negara kita yang menganggap hanya orang mampu yang dapat menyekolahkan anaknya ke luar negeri. Di India saya mendapat akomodasi tinggal bersama hostfamily dan semuanya serba gratis, termasuk soal makan ditanggung. Seperti orang timur kebanyakan, orang India pun terkenal ramah. Di samping itu saya menemukan bahwa kekeluargaan orang India sangatlah erat. Suatu waktu, saya diajak menghadiri pesta pernikahan di sana. Keluarga pengantin sangat senang
berkenalan dengan orang asing dan mereka mengenalkan saya pada seluruh anggota keluarganya. Mereka bilang, jika salah satu keluarga mereka menikah, maka kerabatnya wajib datang. Jika tidak datang, mereka akan sangat marah. Mereka menilai, senang ada orang Indonesia datang. Sebenarnya, Culture Shock yang saya alami hanyalah soal makanan, karena hampir seluruh masyarakat India vegetarian (bukan pemakan daging) terkecuali muslim. Sehingga , setiap hari saya makan Chappati (roti gandum khas India) dan sayur-sayuran. Untuk makan daging dilarang karena mereka menyembah dan menghormati sapi di sana. Rata-rata daging yang dijual umum hanyalah daging ayam, namun orang-orang bisa menemukan daging kambing di pasar muslim. Saya
masih mendapati suara adzan di India, karena lingkungan yang saya tinggali adalah lingkungan Muslim. Banyak hal menarik saya dapatkan setelah ikut Global Volunteer AIESEC dan ini merupakan pengalaman terbaik yang saya ikuti. Seperti banyak mendapatkan teman dari berbagai negara, di antaranya berasal dari Bahrain, Mesir, dan Fiji. Lalu, bagaimana cara saya mengajar bahasa Prancis dan bahasa pengantarnya menggunakan Bahasa Inggris sekaligus mengasah kemampuan bahasa Inggris saya. Melalui kegiatan ini, saya dapat belajar mengenal dan memahami budaya orang lain seperti adaptasi lingkungan, teman, dan lainnya. Karena tujuan exchange itu sendiri untuk saling bertukar pikiran dan menerima budaya negara lain sehingga menjadi volunteer bisa membuat saya peka terhadap isu di luar negeri dan merasakan bagian World Citizen. Bahkan, saya bisa menjadi pribadi yang mandiri dan bisa memecahkan masalah sendiri.n Fina Afifah Mahasiswa Sastra Prancis Angkatan 2016