identitas
Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat
NO. 874, TAHUN XLIII, EDISI AWAL FEBRUARI 2017
Penerbitan Kampus Universitas Hasanuddin
Beda Kajian, Bukan Alasan Minim Publikasi
n
Wansus Peningkatan KUalitas SDM Harus Disegerakan Lanjut hal. 3
n
Opini Perlahan Tapi Pasti Menuju Komersialisasi Lanjut hal. 4
n
Ipteks Solusi Bagus, Budidaya Ikan Gabus Lanjut hal. 10
DARI REDAKSI TAJUK
identitas
NO. 874, TAHUN XLIII, EDISI AWAL FEBRUARI 2017
KARIKATUR kelompok diskusi. Juga perlu diperhatikan sejauh mana minat mahasiswa untuk terlibat dalam kelompok diskusi. Karena kerangka berpikir yang tidak berorientasi pada olah pengetahuan dan daya nalar menjadikan PBM menjadi bagian dari pengembangbiakan syahwat hedonisme. Sejauh mana dialog dengan mengedepankan nalar dan daya kritis dilakukan dalam setiap aktivitas lembaga kemahasiswaan. Apakah adu argumen didasarkan pada konsep-konsep pengetahuan menjadi bagian dari kegiatan keseharian dalam mewakili mahasiswa mengurus LK? Kemampuan beradu argumen dengan daya nalar membutuhkan proses yaitu membaca. Ironinya, membaca dan menulis di lingkungan kampus belum menjadi gaya hidup intelektual. Membaca akan menghasilkan keinginan untuk menulis karena membuka cakrawala wawasan. Dan menulis akan mendorong untuk membaca lebih, mencari referensi terkait dengan topik atau tema yang sedang ditulis. Menulis tidak harus dipahami hanya sekedar memenuhi kebutuhan kuliah atau program seperti LKTI. Sebagai gaya hidup, menulis berarti riset atau meneliti. Tiada tulisan yang dilakukan tanpa penelitian, sekecil apapun penelitian tersebut dilakukan. Dan membaca adalah bagian dari penelitian tersebut. Mengembangkan gaya hidup menulis, berarti mengarahkan pada perguruan tinggi yang berbasis riset atau penelitian. Tanpa harus berorientasi pada program sejenis LKTI, kampus harus mendorong pengembangan media publikasi pemikiran mahasiswa. Pers kampus dalam hal ini perlu dikembang-biakkan. Sayangnya tak semua lembaga pers di universitas ini didukung oleh birokrasi. Buktinya masih banyak lembaga pers mahasiswa yang tertatih menerbitkan karya karena tak mendapat dukungan dana. Padahal karya berupa tulisan mahasiswa seharusnya menjadi bagian dari upaya mendorong mahasiswa untuk menulis. Dimana media publikasi menjadi wahana memperoleh apresiasi dari buah pikir. Dan bentuk apresiasi tersebut adalah ketika tulisan yang berasal dari buah pikir dibaca oleh khalayak. Universitas yang baru saja resmi menyandang status PTNBH ini harusnya tak hanya sibuk mempercantik wajah kampus, tapi juga berusaha ‘mempercantik” wawasan mahasiswanya.n
NO. 874, TAHUN XLIII, EDISI AWAL FEBRUARI 2017
Peningkatan Kualitas SDM Harus Disegerakan
Apa Kabar Kesadaran Olah Intelektual Mahasiswa ? ORANG berpikir tanpa membaca maka hasil pemikirannya akan ‘membabi buta’, tidak mempunyai dasar fakta dengan tingkat argumentasi yang mentah, klaim atas kebenaran (pendapat) dilakukan secara subyektif dan individu ibarat ‘katak dalam tempurung’. Orang membaca tanpa kesadaran dan kemauan untuk bersikap kritis atas teks yang sedang dibaca akan melahirkan individu yang mudah dipengaruhi atau terindoktrinasi. Dalam membaca pun dibutuhkan daya pikir (kritis) untuk mencerna atau memahami teks yang sedang dibaca. Hasil bacaan selain menambah pengetahuan, akan menginsipirasi pembaca untuk berpikir tentang substansi yang dibaca. Kegiatan berpikir menjadi bagian olah intelegensi dengan sikap kritis atas informasi dan penerapan informasi pada kenyataan. Dan menulis adalah aktualisasi dari kegiatan berpikir. Sayangnya minat membaca dan menulis mahasiswa universitas terbaik di Indonesia Timur ini cenderung rendah. Dapat dilihat dari rendahnya hasil karya tulis mahasiswa yang terpublikasi, rendahnya jumlah kelompok diskusi mahasiswa dan rendahnya jumlah kunjungan mahasiswa ke perpustakaan. Ketiga indikator tersebut menandakan rendahnya kesadaran olah intelektual mahasiswa. Keengganan mahasiswa untuk membaca dan menulis bisa jadi berkaitan dengan motivasi kuliah, tidak menganggap penting mempunyai pengetahuan di luar buku teks atau informasi yang disampaikan di dalam kelas, kemudian Proses Belajar Mengajar (PBM) yang berorientasi angka daripada substansi pengetahuan/wawasan. Paradigma bahwa dosen pemilik tunggal pengetahuan perlu dibongkar, tetapi pembongkaran tersebut membutuhkan peran mahasiswa yang berpengetahuan dan berwawasan. Mahasiswa perlu membangun daya kritis dan kemampuan mengkomunikasikan buah pikir. Daya kritis dan kemampuan tersebut hanya bisa diperoleh dengan membaca dan menulis. Kebutuhan akan ruang aktualisasi di lingkungan akademis perlu mendapatkan tempat dalam melihat keengganan mahasiswa. Dalam lingkungan akademis, keaktifan olah intelektual nampak pada keberadaan kelompok diskusi dan media publikasi pemikiran mahasiswa. Nyatanya keberadaan kelompok diskusi tidak sebanding dengan kelompok bakat minat. Kampus perlu memfasilitasi terbentuknya lingkungan akademis yang dialogis dengan memfasilitasi kelompok-
3
WANSUS
identitas
karikatur/muhammad abdul
SURAT DARI REDAKSI
BERDASARKAN data kinerja Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, perguruan tinggi yang terakreditasi A hanya 48 dari 2.424 sekolah tinggi, 1107 akademi, 541 universitas, 242 politeknik, dan 131 institut. Salah satu faktor yang bisa mendorong meningkatnya mutu pendidikan tinggi yaitu penguatan Sumber Daya Manusia (SDM), khususnya dosen. Sayangnya, saat ini masih kurang yang memenuhi kualifikasi. Tenaga profesor yang dibutuhkan 22.000, sedangkan yang ada hanya 5.109. Selain itu masih banyak yang pendidikan terakhirnya hanya Strata 1, yakni sekitar 56.000 orang. Berikut kutipan wawancara reporter identitas Sri Hadriana dan Ayu Lestari dengan Dirjen Sumber Daya Iptek Dikti, Prof Ali Ghufron Mukti MSc PhD di Gedung Prof A Amiruddin Unhas, Sabtu (28/1).
a ew
im
ist
istimewa
Malam Penghargaan ISPRIMA 2017: Foto bersama para perwakilan lembaga pers mahasiswa Se-Indonesia usai menerima penghargaan, Jum’at (3/2).
Terima Kasih PADA 3 Februari lalu, identitas kembali meraih prestasi dalam Indonesia Student Print Media Awards (ISPRIMA) tahun 2017. Sampul terbitan Edisi akhir Juli 2016 mengantarkan kami mendapatkan Gold Winner dalam Kategori Non Majalah. Pencapaian pada ajang pemberian apresiasi bagi sampul muka pers mahasiswa terbaik se-Indonesia tersebut membuat kami gembira sekaligus rendah hati. Penghargaan yang datang
dari Serikat Perusahaan Pers Pusat ini menjadi pengingat agar kami terus meningkatkan kualitas terbitan. Koran identitas merupakan hasil kerja keras kolektif semua unsur, baik di ruang redaksi maupun di lapangan. Rapat perencanaan berita, peliputan di lapangan, proses editing, layout naskah, hingga perumusan ide dan pembuatan sampul adalah sederet proses yang mutlak dilakukan. Tak dapat dipungkiri, berbagai kendala selama proses
itu seringkali ditemui. Membayangkan pembaca menanti sajian informasi dari kami, menjadi penyemangat tersendiri bagi para kru. Akhirnya meski agak terlambat, pada edisi kali ini kami menghadirkan berita terkait publikasi internasional dosen Unhas. Juga ada wawancara khusus bersama Dirjen Sumber Daya Iptek Dikti dan masih banyak lagi. Akhir kata terima kasih telah setia menanti koran identitas. Selamat membaca!n
Redaksi identitas menerima tulisan berupa opini, esai, cerpen, puisi, ringkasan skripsi,/tesis/disertasi/penelitian & karikatur. Pihak redaksi identitas berhak mengedit naskah sepanjang tak mengubah nilai/makna tulisan. Tulisan yang termuat mendapat imbalan secukupnya (sebulan setelah terbit bisa diambil).
penyelenggaraan Prodi atas izin menteri setelah memenuhi persyaratan minimum akreditasi. Sehingga pendirian suatu Prodi sesuai ketentuan yang diatur dalam undang-undang tersebut. Aturan ini juga mengatur kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Dan itu masih harus diperbaiki. Sebenarnya, bagaimana realitas kualitas SDM di Indonesia? Ada beberapa masalah SDM PT di Indonesia. Pertama, masih banyak dosen yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan minimal (masih S1). Kedua, jumlah berpendidikan doktor (S2) dan guru besar masih kurang. Ketiga, masih banyak dosen yang belum memiliki jabatan akademik. Bahkan, ada dosen yang belum jelas statusnya. Dosen tetap tapi tidak mengajar, dosen tidak tetap tapi mengajar, tetap mengajar tapi bukan dosen. Keempat, publikasi ilmiah dosen/ilmuwan dan Hak Kekayaan Intelektual masih sangat rendah. Olehnya , peningkatan kualitas SDM memang harus disegerakan. Apa langkah konkret yang dilakukan Kemenristek Dikti untuk memperbaiki kualitas SDM? SDM berupa dosen, istilahnya
Sampul Edisi Awal Februari 2017 Desain : Sri Hadriana Layouter: Sri Hadriana Muhammad Abdul
Data Diri Nama : Prof dr Ali Ghufron Mukti M Sc Ph D Tempat, Tanggal Lahir : Blitar, Jawa Timur, 17 Mei 1962 Pendidikan : - S1 Dokter Fakultas Kedokteran, UGM, 1988 - S2 Tropical Medicine, The Deaprtment of Tropical Hygiene, Mahidol University, Bangkok, Thailand, 1991 - S3 Faculty of Medicine, University of Newcastle, Australia,2000 - Profesi Ahli Asuransi Kesehatan (AAK) dari Pamjaki, 2002 Pekerjaan : - Wakil Menteri Kesehatan Indonesia ke-3 (2011-2014) - Pelaksana Tugas Menteri Kesehatan Indonesia (2012-2012) - Dirjen Sumber Daya Iptek Dikti (2016-sekarang)
kami sekolahkan. Kementerian memiliki program World Class Professor. Dalam program tersebut, professor Indonesia yang berkarir di lembaga keilmuan dan perguruan tinggi ternama di luar negeri serta memiliki reputasi internasional mendatangi beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia guna memberikan pembinaan ke sivitas akademika, sehingga mutu pendidikan dan publikasi
ilmiah pun meningkat. Selain itu, kami memberikan skema beasiswa. Tahun 2016, ada pemberian Beasiswa Unggulan Dosen Indonesia (BUDI) untuk S2 dan S3. Sebanyak 1979 dosen studi di dalam negeri dan 168 dosen di luar negeri. Cara lain yakni program detasering, yaitu pembinaan dalam bidang kualitas SDM dan aspek manajerial PT ke PT lain yang dianggap masih memerlukan
mengikuti program tersebut. Hal ini dijadikan sebagai bentuk pengawasan terkait keaktifan mereka dalam mengikuti kegiatan kemahasiswaan Unhas. Bukti keaktifan ini pun akan mereka catat di kartu kontrol masing-masing mahasiswa Bidikmisi yang dapat dicetak kemudian harus ditanda tangani oleh pengurus Ikatan Keluarga Mahasiswa Bidikmisi dan dibubuhi cap.
Divisi Kesejahteraan Mahasiswa Unhas, Esan Lamban menyatakan kegiatan seperti ini patut diapresiasi. “Saya sebenarnya hanya diminta untuk mengumumkan kegiatan ini oleh Wakil Rektor III. Saya kira program seperti ini sangat mulia,” katanya, Senin (30/1).n
KRONIK
Mahasiswa Bidik Misi Wajib Ikut Salat Berjamaah
identitas diterbitkan Universitas Hasanuddin berdasarkan STT Departemen Penerangan RI No: 012/SK/Dirjen PPG/SIT/1975/tanggal 20 Januari . ISSN:0851-8136. Beredar di lingkungan sendiri (non komersial) nKetua Pengarah: Dwia Aries Tina Pulubuhu nAnggota Pengarah: Junaedi Muhidong, Muhammad Ali, Abdul Rasyid Jalil, Budu n Penasehat Ahli : Anwar Arifin, Hamid Awaluddin, M. Akib Halide, Ishak Ngeljaratan, Razak Thaha, S.M. Noor, Aidir Amin Daud, M. Darwis, Nasaruddin Azis, Husain Abdullah, Sukriansyah S. Latif nKetua Penyunting: M. Dahlan Abubakar nKetua Penerbitan:Fajar S.Juanda nPenyunting Pelaksana: Ramdha MawaddhanKoordinator Liputan: Devika Saputri. nLitbang: Fransiska Sabu wolor, Asmaul Husna Yasin, Khusnul Fadilah nStaf Bagian Umum: Akhmad Dani nStaf Penyunting: Riyami, Wadi Opsima, Rasmilawanti Rustam nReporter: Sri Hadriana, Andi Ningsi, Ayu Lestari, Rahima Rahman, Muhammad Abdul, Musthain Asbar Hamsah, Vega Jessica nFotografer: Nursari Syamsir (Koordinator), Sri Widya Rosalina Bst. nArtistik dan Tata Letak: Irmayana nIklan/Promosi: Nursari Syamsir nTim Supervisor: Amran Razak, Maqbul Halim, Ibrahim Halim, Ahmad Bahar, Nasrullah Nara, Jupriadi, Nasrul Alam Azis, Tomi Lebang, Ikbal Latief, Abdul Haerah, Amiruddin PR, Muchlis Amans Hadi, Muh Ishak Zaenal, Zaenal Dalle, Sayid Alwi Fauzy, Arif Fuddin Usman, Gunawan Mashar, Rasyid Al Farizi, Ahmad Khatib Syamsuddin, Munandar Kasim, Supratman, Irmawati Puan Mawar n Alamat Penerbitan: Kampus Unhas Tamalanrea, Gedung UPT Perpustakaan Lt 1 Jl Perintis Kemerdekaan KM 10, Telp (0411) 589899, Fax 510088-Telex 71179, Makassar 90245. Website: www.identitasonline.net, E-mail: bukuidentitas@gmail.com nTarif Iklan: (Hitam/Putih) Rp 500 mm/kolom (Mahasiswa), Rp 1000,- mm/kolom (Umum), (Warna) Rp 1000,- mm/kolom (Mahasiswa), Rp 2000,- mm/kolom (Umum).
Bagaimana Anda melihat mutu Pendidikan Tinggi di Indonesia? Mutu pendidikan sekarang sudah lebih bagus. Namun, masih ada yang belum memenuhi standar. Seperti pada proses pembelajaran, dimana beberapa mahasiswa tidak mengikuti kuliah penuh, tiba-tiba wisuda. Selain itu, standar Program Studi (Prodi) yang masih rendah. Beberapa Prodi tidak relevan dengan prioritas pembangunan. Apa yang dibutuhkan oleh program pembangunan, Prodi tidak ada. Tetapi, tidak dibutuhkan malah dibangun. Hal ini dikarenakan, Prodi dibentuk berdasarkan keinginan masingmasing Perguruan Tinggi (PT), tidak memperhatikan apa yang sebenarnya dibutuhkan. Lantas, apa upaya pemerintah mengatasi permasalahan tersebut? Kami mengusahakan untuk mengemban amanah pemerintah yang termuat dalam UndangUndang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Dalam aturan ini, tepatnya bagian kesembilan, paragraf satu, pasal 33 tentang program studi, menjelaskan bahwa Prodi harus memiliki kurikulum dan metode pembelajaran sesuai dengan program pendidikan. Kemudian,
pembinaan. Dosen-dosen dari universitas bagus kita kirim ke universitas yang dianggap masih kurang. Sekarang kami mau menyusun peraturan menteri yang akan mengevaluasi kualitas kinerja dosen-dosen terutama professor dan lektor kepala. Artinya, mereka harus produktif, bermutu, dan berkinerja baik. Seberapa besar pengaruh SDM dalam mendorong mutu suatu PT? Pengaruhnya sangat besar. Semua dipengaruhi oleh kualitas SDM. Membangun bangsa dan negara tidak lepas dari pembangunan manusia. Majunya suatu negara bergantung pada kualitas SDM-nya. Makanya, SDM harus kita dorong. Tanpa memiliki proporsi jumah SDM yang berpendidikan tinggi, kita sulit bersaing di era sekarang. Apa harapan Anda untuk pendidikan tinggi Indonesia kedepannya? Sasaran strategis Kemenristek Dikti ingin meningkatkan kualitas pembelajaran, dan kemahasiswaan PT. Diharapkan kedepan tidak ada lagi Prodi yang dihentikan karena tidak sesuai syarat-syarat tertentu, baik rasio SDM yaitu antar dosen dan mahasiswa. Kurikulum yang dikembangkan di universitas harus betul-betul mencetak manusia yang dibutuhkan dalam proses pembangunan bangsa ini. Pemikiran dosen Indonesia sebenarnya bagus, tapi spirit kerja kurang. Padahal, tidak cukup hanya memiliki kecerdasan berpikir, tapi kita harus memiliki karakter dan sifat pekerja keras, cerdas, tuntas, dan ikhlas. Karakter SDM perlu dibangun. Kita dapat bercermin pada negara Jepang yang sangat menghargai waktu. Terlambat satu detik saja minta maaf. Indonesia terlambat dua jam, it’s ok. Jika kedua negara ini dibandingkan, pemikiran dan kecerdasan sama, tapi karakter berbeda.n
GERAKAN Unhas Mengaji dan Salat Berjamaah (GUMSB) merupakan program baru Unhas yang secara berkala akan dilaksanakan setiap Rabu pada pekan kedua dan keempat setiap bulannya. Acara ini akan dimulai dari jam 16.30-selesai, serentak di dua tempat, yakni Masjid Kampus Unhas Tamalanrea dan Majisd
Harun Al Rasyid Fakultas Teknik Gowa. Seluruh mahasiswa pun dihimbau untuk bisa berpartisipasi dalam kegiatan ini. Namun, lain halnya dengan mahasiswa penerima Beasiswa Bidikmisi angkatan 2016, khususnya yang beragama Islam. Mereka tak sekadar dihimbau, melainkan diwajibkan untuk
identitas/Musthain Asbar H
2
Aksi: Wakil Rektor III Unhas memberikan tanggapan terhadap tuntutan mahasiswa untuk tidak adanya kenaikan UKT, Senin (30/1).
4
OPINI
identitas
NO. 874, TAHUN XLIII, EDISI AWAL FEBRUARI 2017
Perlahan Tapi Pasti Menuju Komersialisasi Oleh : Nurul Damasih
sejatinya, pendidikan seharusnya diperuntukkan bagi setiap warga negara. Otonomisasi kampus akan menyebabkan semakin sulitnya akses pendidikan tinggi bagi setiap orang, karena negara melepaskan tanggungjawabnya untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi seluruh masyarakat. Pendidikan tinggi yang berkualitas pun seakan hanya diperuntukkan bagi orang yang memiliki kelebihan ekonomi. Saat ini Unhas telah bekerjasama dengan universitas asing dan membuka kelas
Universitas Indonesia yang telah berstatus PTNBH sejak beberapa tahun yang lalu. Kasus kenaikan biaya kuliah dan komersialisasi aset kampus memang terjadi di kampus-kampus tersebut. Nasib serupa bukan tidak mungkin akan terjadi pada Unhas yang mana UU PTNBH menghendaki otonomisasi kampus dan membolehkan adanya kerjasama yang sifatnya profitoriented, misalnya kerjasama kampus dengan perusahaan. Sebagaimana yang kita ketahui, Unhas telah menandatangani banyak MoU dengan
sebagai partner yang strategis bagi dunia bisnis. Bersinerginya kampus dengan dunia bisnis akan mendatangkan keuntungan sekaligus mengembangkan sumber daya manusia. Perusahaan juga bisa membantu perekonomian kampus yang otonomisasi dengan memberikan
ilustrasi/muhammad abdul
U
niversitas Hasanuddin merupakan Perguruan Tinggi Negeri terbesar di kawasan Indonesia Timur. Awal tahun ini Unhas resmi menjadi perguruan tinggi berbadan hukum berdasarkan UU Nomor 12 tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH). Dengan adanya UU ini perguruan tinggi menjadi lembaga pendidikan yang berotonom. Telah diketahui bersama, salah satu dampak dari otonomisasi adalah komersialisasi. Namun, pihak universitas menampik anggapan tersebut. Kampus seakan mengerti kekhawatiran dari berbagai pihak termasuk mahasiswa. Rektor Dwia Ariestina menegaskan tidak akan ada komersialisasi di Unhas. Selain tanpa komersialisasi, kampus pun menjamin tidak adanya kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang telah diberlakukan pada beberapa angkatan baru di Unhas. Hal ini karena mempertimbangkan kondisi perekonomian mahasiswa yang kebanyakan berasal dari bagian timur Indonesia yang masuk kedalam wilayah pinggiran. Namun, jika ditelisik lebih jauh, PTNBH bukan hanya soal menaikkan uang kuliah atau komersialisasi. PTNBH merupakan cerminan liberalisasi pendidikan yang sedikit demi sedikit akan mengancam fungsi dan tujuan pendidikan yang luhur untuk memajukan peradaban bangsa dan negara. Karena
internasional di beberapa fakultas yang tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit dari mahasiswa. Menyusul universitas negeri seperti Univeritas Gadjah Mada dan
perusahaanperusahaan swasta seperti Telkomsel, Semen Tonasa, PT. Bogatama Marinusa, PT. Len Industri. Hal ini tidak mengherankan mengingat kampus dinilai
beasiswa atau membuat program pelatihan bagi mahasiswa. Lembaga pendidikan menjadi lahan baru bagi para pemilik modal untuk mendapatkan keuntungan, saat itulah komersialisasi yang dikhawatirkan akan terjadi. Sejatinya, pendidikan adalah kebutuhan dasar setiap manusia yang dibekali potensi berpikir oleh Allah SWT. Sehingga dalam Islam
pendidikan menjadi hak yang harus dijamin oleh negara. Menuntut ilmu merupakan ibadah yang hukumnya fardhu dalam pandangan agama Islam. Ibadah dilakukan dalam rangka meraih ridha Allah SWT, mendapat pahala dan harapan untuk masuk surga, bukan untuk sekedar mendapatkan prestise gelar dan peluang pekerjaan apalagi mencari keuntungan. Kampus sebagai lembaga pendidikan dan dibantu oleh negara, seharusnya membuang jauh-jauh paradigma materalis, memberikan kesempatan bagi semua orang untuk mengakses pendidikan dan mendidik mahasiswa menjadi orang-orang berpengetahuan yang menggunakan ilmunya demi kepentingan masyarakat. Orang-orang terdidik menggunakan ilmunya untuk kepentingan masyarakat, bukannya untuk mengabdi kepada sebagian para pemilik modal. UU PTNBH akan menciderai tujuan pendidikan karena lahir dari paradigma liberalisasi dengan tujuan keuntungan materi. Maka sebagai salah satu instansi pendidikan yang melahirkan tokoh-tokoh terdidik, Unhas seharusnya menolak penerapan PTNBH didalam instansinya.n Penulis adalah Mahasiswa Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Angkatan 2012
AGENDA 16th Anniversary Himpunan Mahasiswa Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Unhas Hari/Tanggal: Minggu, 25 Februari 2017 Tempat: Hotel Sarison, Makassar Contact Person: 085145093760 Nippon Day Kerjasama Konsuler Jepang di Makassar, Persatuan Alumni dari Jepang dan Universitas Hasanuddin Tema: Kebersamaan Membangun Kebersamaan Persahabatan
Sulawesi Selatan -Jepang Waktu: 4-5 Maret 2017 Tempat: Gedung Mulo, Makassar. Orientasi Pengembangan Kemampuan Lapangan (OPKL) XX “Aktualisasi Diri dengan Gerak Intelektual dalam Memahami Hubungan Realitas Manusia dan Alam Semesta” Himpunan Mahasiswa Teknologi Pertanian (Himatepa) dan Keluarga Mahasiswa Jurusan Teknologi Pertanian (KMJ TP) Unhas 23 Februari 2017
Di Lembah Ramma Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) IV Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan Indonesia Hari/Tanggal: Rabu-Minggu, 22-26 Februari 2017 Tempat: • Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan Unhas • Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kecamatan Tinggi Moncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan • Taman Nasional Bantimurung, Bulusaraung, Kabupaten Maros
Pelatihan Dasar Anggota Baru (Litsar) V LAW Unhas Pengambilan formulir dan interview: 13-19 Februari 2017 di Sekretariat LAW Unhas Materi Pra Litsar: 23-24 Februari Live in at Desa Lengkese, Gowa: 27 Februari-4 Maret 2017 Contact Person: 082190388874 2nd Neforia Seminar Nasional “Meningkatkan Daya Saing Indonesia Melalui Pembangunan Infrastruktur dalam Mendukung SDGs”
Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi (Himajie) Unhas Hari/Tanggal: Sabtu, 4 Maret 2017 Di Aula Prof Amiruddin Cp: Dandi (085397781210) Rika (081342351595) Babak Penyisihan Mathematic Event XVII Himpunan Mahasiswa Matematika FMIPA Unhas 25-27 Februari 2017 Di Baruga AP Pettarani dan Gedung Pertemuan Ilmiah Unhas
NO. 874, TAHUN XLIII, EDISI AWAL FEBRUARI 2017
Panji Penelitian
BUNDEL •
“
N
“Celui qui trouve sans chercher est celui qui a longtemps cherché sans trouver.” (Gaston Bachelard,1884-1962) mencapai kemajuan ekonomi dan teknologi. Semua pemimpin dari tingkat negara, universitas hingga desa yang punya kesadaran dan visi yang jelas akan memberikan perhatian yang besar terhadap penelitian. Dengan posisi yang begitu penting, wajar bila isu tentang penelitian dengan berbagai hal yang berkaitan dengan itu, berhak menjadi fokus utama di sebuah negeri apalah lagi di sebuah universitas. Sebabnya adalah ia pijakan lahirnya ilmu baru dan sandaran untuk mendorong kemajuan dan kejayaan yang abadi serta menegaskan pencapaian pada kesejahteraan dan kebebasan yang nyata bagi masayarakat. Pada poin tersebut dipahami bahwa marwah dasar dari penelitian adalah sebuah dorongan yang mewujud pada diri seorang peneliti yang bertujuan bagi kepentingan negara dan kemanusian. Penelitian bukan bagian dari program proyek seseorang untuk menambah pundi-pundi kekayaan. Bila penelitian hanya sebagai media penambah pundipundi kekayaan akibatnya penelitian dikerjakan hanya sekadarnya saja. Mungkin itu mengapa sering terdengar bahwa ada banyak penelitian yang datanya direkayasa atau data fiktif. Tampaknya asumsi tersebut bukan pepesan kosong belaka bila melihat fenomena jumlah penelitian yang banyak tetapi tidak memberikan kontribusi pada lahirnya ilmu pengetahuan yang baru, pun sebuah solusi yang mencerahkan bagi kehidupan masyarakat tidak ditemukan. Penelitian yang dilakukan di Indonesia , untuk beberapa
Edisi Awal Februari 1981
Imbauan untuk Alumni Baru
Bila penelitian hanya sebagai media penambah pundi-pundi kekayaan, akibatnya penelitian dikerjakan hanya sekadarnya saja.” Supratman Dosen FIB
yaris semua orang di dunia mentasbihkan bahwa kemajuan dan kejayaan suatu negara berdasarkan pada ilmu dan pengetahuan. Pada umumnya negara-negara di dunia menjadikan ilmu pengetahuan sebagai pedoman dan petunjuk dasar dalam mengelolah dan mengembangkan negerinya. Sementara itu, untuk sebuah ilmu pengetahuan yang berkualitas, mencerahkan dan membebaskan adalah mutlak berbasis pada penelitian. Ilmu pengetahuan yang tidak berbasis pada penelitian adalah ilmu pengetahuan yang tidak punya legalitas dan pengakuan formal. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya di tiap-tiap negara tanpa menyambungkan dengan aspek penelitian tidak akan berhasil secara maksimal. Demikian halnya dengan sebuah kemajuan tidak akan bertahan lama, berkelanjutan dan tidak bisa ditelusuri jejak keberhasilannya secara meyakinkankan tanpa ada sentuhan penelitian. Sedemikian itulah yang sejak dulu diingatkan oleh filsuf Perancis, Gaston Bachlard bahwa sebuah pekerjaan atau aktivitas yang dilakukan walaupun itu sudah berlangsung lama akan tetapi tanpa adanya penelitian maka itu juga akan menjadi aktivitas yang tak berguna. Penelitian dalam kerangka pembangunan dan kemajuan sebuah bangsa berada pada posisi infrastruktur yang mewujudkan ilmu pengetahuan, tekhnologi yang menjadi elemen yang paling penting menentukan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, sosial, kebudayaan, industri dan politik suatu negeri. Hari ini kita tidak menyaksikan adanya sebuah negeri yang tanpa pengembangan aspek penelitian dan ilmiah guna
5
KOLOM
identitas
tahun terakhir, secara kuantitas patut diacungkan jempol. Tetapi sebuah penelitian yang dikawal dan dikelolah oleh insan universitas yang dikenal punya reputasi tinggi di Indonesia seperti Unhas misalnya, tentu saja diharapkan sebuah penelitian yang tidak sekadar memenuhi kaidahkaidah penulisan dan juga pertanggungjawaban di atas kertas. Kemudian dipublikasi di jurnal-jurnal. Setelah itu penelitian dianggap selesai dan sukses. That’s it! Terus efeknya pada lahirnya ilmu pengetahuan baru dan implementasi di tengah-tengah masyarakat, di mana? Tak ada. Penelitian yang demikian bukan penelitian sebagai motor penggerak kemajuan. Penelitian yang diharapkan adalah penelitian yang menjadi jaminan untuk kelanjutan dari sebuah pengembangan dan kemajuan. Oleh karena itu, penelitian dan metodenya harus betulbetul diperhatikan untuk menghindari penelitian yang sia-sia. Sehingga logis bila ada banyak orang, yang bukan saja seorang peneliti, tetapi juga yang disebut kaum ekonom, pengusaha seniman, intelektual , cendikiawan, budayawan termasuk politisi mempertanyakan metode penelitian hari ini. Perkembangan di ranah ilmu pengetahuan sebagaimana kita saksikan hari ini sepertinya metode penelitian yang ada sebelumnya tidak mampu menjawab atau memenuhi kebutuhan terutama dari para akademisi. Sehingga metode penelitian pun seyognya diupdate dan perlu dibuat kajian khusus untuk merespon kecenderungan dari
kebutuhan hari ini yang serba kompleks dan cepat berganti. Harapan dari imbauan tersebut adalah dunia penelitian mampu menunjukkan dan mengungkapkan kecantikan dan daya tariknya tersendiri bagi banyak pihak terutama bagi mahasiswa. Penelitian tidak dilihat sekadar aktivitas yang kering dengan nuansa keindahan sebagaimana dipahami bahwa panji-panji penelitian itu menekankan aspek-aspek ketelitian, keteraturan dan kedisiplinan. Selain itu, di wilayah kita sendiri, panji penelitian yang seharusnya digunakan juga adalah panji-panji penelitian yang bernuansa tradisi suku bangsa kita sendiri supaya obyek dan hasil penelitian di Unhas punya kharisma tersendiri di antara penelitian yang ada di seluruh dunia. Dengan melihat kondisi Unhas yang tidak saja tegak di tengah pusaran kekayaan peradaban; suku bangsa yang sejak awal peradaban telah mampu membuat tekhnologi pelayaran yang dapat dipakai untuk melintas dan mengarungi antar samudera, punya aksara sendiri, letak geografis yang sangat strategis tapi juga dihuni oleh insan akademik yang cerdas dan revolusioner, semua itu setidaknya Unhas mampu mewujudkan panjipanji penelitian alternatif yang dengan itu dunia dan insan akademik di seluruh universitas dunia mau kembali ke tanah ini tidak saja datang untuk meneliti sebagaimana dilakukan Alfred Russel Wallace tapi sekaligus belajar dari insan akademik Unhas tentang metode penelitian, produksi ilmu pengetahuan baru dan pengembangannya.n Penulis adalah Dosen Departemen Sastra Asia Barat, Prodi Sastra Arab, Fak.Ilmu Budaya Unhas dan Alumnus Drew University New JerseyUSA.
“SUDAH sampai saatnya alumni betul-betul dapat meninggalkan sebuah buku di perpustakaan. Masa seorang mahasiswa tidak punya buku sama sekali. Jika memang alumni tersebut menyayangi bukunya, bisa dengan menanam sebuah pohon di kampus. Terserah mau ditanam dimana,” kata Rektor, Amiruddin. Dalam rapat panitia wisuda, ia menegaskan kepada alumni untuk membuat ikatan batin yang erat pada almamaternya. Misalnya dengan menanam pohon, seperti di beberapa perguruan tinggi negeri. Berbicara tentang pohon, A Hasan Suyuti SM FIP mengusulkan agar pohon yang nantinya ditanam alumni, ditentukan jenis dan lokasinya. Partisipasi alumni setelah wisuda ini, memang ingin sekali ditonjolkan. Menurut Anwar Arifin, Ketua Panitia Wisuda tahun 1981, panitia kali ini dilengkapi dengan seksi kegiatan alumni. Sebagai pencetus bentuk kegiatan alumni baru, yang lebih meninggalkan kesan mendalam bagi almamater. Zohra Andi Baso, selaku anggota seksi alumni meminta waktu untuk membuat program. “Kami meminta waktu dulu dan akan berusaha untuk membuat suatu kegiatan alumni, bukan saja meninggalkan buku di perpustakaan atau menanam pohon di kampus. Akan tetapi, kami juga mengajak teman-teman meningkatkan kepekaan sosial mahasiswa dan alumni Unhas,” ujarnya. Ketua kegiatan seksi alumni, dr Syamsu mengatakan akan berkonsultasi dan bekerja sama dengan ketua Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Unhas. Ia juga mengusulkan IKA dapat diberi kesempatan menyambut anggota barunya. “Yang terbaik sebenarnya ialah kegiatan alumni itu datang dari alumni itu sendiri atau IKA,” katanya. Ia juga berharap alumni itu dapat mengadakan acara sendiri dengan mengundang dosen-dosennya. n
•
Edisi Awal Februari 1989
Pemimpin Baru, Prestasi Baru
PERKEMBANGAN yang begitu pesat dialami Universitas Hasanuddin, mengakibatkan posisi perguruan tinggi ini sekarang berubah. Beberapa tahun lalu dia menjadi perguruan tinggi terkemuka di Indonesia timur. Kini meloncat naik menjadi perguruan tinggi nasional. Bukti predikat ini, paling tidak menjawab keputusan Dirjen Perguruan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dengan ditetapkannya Unhas sebagai satu-satunya perguruan tinggi di luar Jawa yang masuk dalam “Penugasan Sepuluh Perguruan Tinggi”. Penegasan itu diungkapkan kembali Rektor Unhas, Prof Dr Ir Fachrudin, (30/1), di Ruang Senat Kampus Tamalanrea, ketika melantik dan mengambil sumpah sejumlah dekan fakultas di lingkungan Unhas. Sebanyak sebelas orang dilantik sebagai dekan fakultas di lingkungan Unhas, dengan usia rata-rata 47 tahun. “Ini memperlihatkan genersi yang baru dalam estafet kepemimpinan ilmiah di lingkungan Unhas,” kata Fachrudin. Tugas dekan baru cukup berat. Kepercayaan yang diberikan pemerintah dan masyarakat yang menempatkan Unhas sebagai pusat pengembangan, paling tidak menuntut kampus ini berbuat banyak . Masalah pokok yang dihadapi Unhas sekarang adalah mutu dan efisiensi, kata Fachrudin. “Meski Unhas mendesain suatu produk. Namun, masyarakat yang menilai produk itu. Penilaian yang menyangkut baik sains dan teknologi maupun pengabdian terhadap masyarakat yang dilakukan unhas,” tambah rektor. n Amran Maulana
6
RAMPAI
identitas
NO. 874, TAHUN XLIII, EDISI AWAL FEBRUARI 2017
NO. 874, TAHUN XLIII, EDISI AWAL FEBRUARI 2017
Konsisten Berbagi Ilmu dengan sukarela.
Banyak organisasi berbasis pendidikan dibentuk untuk menghasilkan profit. Berbeda dengan Hasanuddin English Club (HEC), sebagian besar kegiatannya dapat diikuti secara gratis.
A
walnya Hasanuddin English Club (HEC) hanyalah sebuah ajang kumpul bersama untuk belajar Bahasa Inggris yang dinisiasi oleh Baharillah Mouna, Hidayat Doe, dan Aslan Irunsah. Kemudian menjadi komunitas ketika makin banyak mahasiswa yang bergabung. Dan akhirnya resmi berbentukorganisasi dengan administrasi terstruktur. Organisasi yang resmi terbentuk pada 16 Mei 2011 ini telah memiliki anggota sekitar 500 orang. Mereka berasal dari latar belakang pendidikan dan kampus yang berbeda-beda. Memang HEC tak mengharuskan anggotanya berstatus sebagai mahasiswa Unhas meskipun kegiatannya berpusat di
Unhas. Siapa pun boleh bergabung dengan gratis dalam kegiatan mingguan HEC, seperti dalam kegiatan TOEFL Learning yang diadakan setiap Rabu dan English Discussion setiap Jumat. Tak hanya itu, bagi yang ingin memiliki kemampuan lebih, bisa mendaftar untuk jadi pengurus. Dan akan diajarkan banyak hal seperti pengajaran grammar, pengembangan softskill kepemimpinan dan public communication, pelatihan menulis artikel Bahasa Inggris, dan masih banyak lagi. Tentunya dibawah bimbingan orang-orang yang berkompeten dan ahli dalam bidang tersebut. Semua itu bisa didapatkan secara cuma-cuma karena HEC organisasi berbasis sosial-edukasi.
Wadah pengajaran Bahasa Inggris secara gratis bagi masyarakat, termasuk dalam lingkup kampus maupun masyarakat luar. “Kita punya banyak social project seperti bakti sosial dengan mengajar Bahasa Inggris. Biasa juga kita dipanggil lembaga-lembaga lain untuk jadi pemateri dalam pelatihan Bahasa Inggris yang mereka adakan,” kata Ketua HEC Muhammad Afdal, Jumat (10/2). Ia menambahkan bahwa HEC juga pernah mengajar pronounciation untuk siswa-siswa SMP, mengajar Bahasa Inggris di panti asuhan, diundang sebagai pembicara dalam kegiatan english club mahasiswa akuntansi, juga menjadi pemateri dalam acara Intensive Class yang diadakan mahasiswa Fakultas Teknik. Kegiatan dan kerjasama yang dilakukan itu dijadikan kesempatan untuk lebih memperkenalkan diri. Event besar pun sering HEC adakan, seperti TOEFL Try Out,
identitas NO. 874, TAHUN XLIII, EDISI AWAL FEBRUARI 2017 identitas
English Competition, Scholarship Sharing dan English Full Day, dan workshop yang membahas isuisu sosial, seperti children right, kemiskinan, disabilitas. Peranan HEC dalam aktivitas sosial memang patut diacungi jempol. Anggotanya mampu memberikan bukti nyata bahwa organisasi mereka memang berbasis sosial. Memasuki usia enam tahun, sejumlah prestasi pernah didapatkannya. Seperti penghargaan sebagai partner luar biasa dalam gerakan memperjuangkan kesamaan hak atas pendidikan bagi orang-orang cacat. Salah satu pengurus HEC sebelumnya juga pernah berkesempatan untuk mengikuti short course di University Technology, Sidney. Beberapa kali juga menjadi Liaison Officer dalam event internasional. Seperti dalam event Centrist Asia Pacific Democrat International (CAPDI) tahun 2013 dan Opening Ceremony of Swiss Consulate tahun 2014, dan masih banyak lagi prestasi lainnya. Alumni-alumninya pun sudah banyak yang berhasil bahkan bekerja di luar negeri. Juga ada alumni yang sering dipanggil sebagai pembicara internasional.
HEC memang terbilang sukses perkembangannya, namun tak dapat dipungkiri masih memiliki masalah, seperti kekurangan Sumber Daya Manusia. “Peminatnya memang banyak, tapi yang bertahan menjadi pengurus hanya sedikit. Di kepengurusan saya, awalnya ada lebih tiga puluh orang yang mendaftar jadi pengurus namun yang bertahan hanya sekitar lima belas orang,” kata Afdal, Jumat (10/2). Mahasiswa Jurusan Sastra Inggris tersebut pun menambahkan kalau masalah tersebut biasanya karena faktor internal antar sesama pengurus. Jadi untuk mengatasinya, ia memilih pendekatan-pendekatan kekeluargaan. “Kita biasa pergi rekreasi atau makan bersama. Sejauh ini, saya rasa hal itu yang paling efektif, ” ujarnya Jumat (10/2). Sebagai pemimpin, Afdal punya harapan besar akan HEC. “Rencana kedepan kami ingin merambah dunia jurnalistik. Siapa tau nanti bisa buat media Makassar Post, karena sampai saat ini belum ada media lokal berbahasa Inggris,” harap mahasiswa yang juga aktif sebagai pengurus di komunitaskomunitas Bahasa Inggris selain HEC ini.n
LAPORAN UTAMA
7
Setengah Dekade Publikasi Internasional Unhas Lima tahun terakhir, jumlah publikasi Unhas terus mengalami kenaikan. 1041 artikel yang terpublikasi pada 2016, menjadi tantangan baru untuk membuat semua dosen melakukan publikasi penelitian.
D
ata dari situs Lembaga Pengelola Data Pendidikan (LPDP), menyebutkan nilai penghargaan publikasi ilmiah internasional setinggi-tingginya sebesar Rp50.000.000 dengan sitasi sekurang-kurangnya tiga sampai empat. Dan Rp100.000.000 dengan sitasi minimal lima. Hal ini kurang direspon oleh dosen Unhas, yang ditandai dengan jumlah publikasi internasional yang minim. Sejak 2012 hingga 2016, artikel ilmiah yang terpublikasi sebesar 1041, sedangkan guru besar sebanyak 288 orang dan dosen 1663. Pengamat publikasi Unhas, Sekretaris Publication Management Centre (PMC), Dr Muhammad Arsyad SP MSi beranggapan iklim riset dan publikasi di Unhas masih kurang, terutama di bidang sosial. “Kemungkinan, satu kemitraan relatif kurang. Bandingkan bidang ilmu alam yang tinggi publikasinya, karena kerjasama luar negerinya banyak. Kedua, jumlah mahasiswa strata satu dan dua masih kurang. Ketiga, iklim riset dan publikasi yang kurang di ilmu sosial,” kata Dosen
Fakultas Pertanian ini, Selasa (31/1). Hingga tahun 2012, publikasi Unhas terindeks scopus hanya 413 artikel. Sedangkan di tahun itu pula Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (sekarang Kemenristek Dikti) mengeluarkan aturan bernomor 152/E/T/2012 perihal publikasi karya ilmiah untuk mendorong semangat riset dan menulis dosen. Aturan tersebut hanya mengharuskan mahasiswa publikasi ilmiah sebagai syarat kelulusan. Program sarjana menerbitkan makalah di jurnal ilmiah, jurnal terakreditas Dikti untuk program magister, dan jurnal internasional bagi program doktor. Mengenai pemilihan jurnal dan batasan karya ilmiah yang akan dipublikasikan dinilai masih membingungkan. Tahun berikutnya, kenaikan publikasi terindeks Scopus tidak menunjukkan angka signifikan yaitu 481 artikel ilmiah. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian (LP2M) kepada Masyarakat, Prof Dr Ir Laode Asrul MP menyatakan hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh dana penelitian yang masih kurang.
Data dari LP2M menyebutkan dana penelitian dan pengabdian masyarakat Tahun 2013 hanya Rp. 95,2 Milyar, dibandingkan tahuntahun berikutnya yang mengalami kenaikan hingga 2016 mencapai Rp126,4 M. Perhatian pemerintah secara sungguh - sungguh terhadap peningkatan publikasi penelitian terlihat di Tahun 2014. Buktinya, Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (Ditlitabmas) Ditjen Dikti mengeluarkan Pedoman Akreditasi Terbitan Berkala Ilmiah. Isinya terkait tata cara mengukur suatu terbitan artikel ilmiah yang bermutu sehingga terakreditasi nasional hingga internasional. Namun, adanya pedoman tersebut tidak memberikan kenaikan publikasi Unhas secara nyata. Buktinya, kenaikan publikasi penelitian hanya 0,20% atau 598 artikel. Arsyad mengatakan penelitian dan publikasi membutuhkan waktu yang lama, hingga satu tahun. Sehingga, jika Tahun 2014 dosen baru meneliti bisa jadi penelitian terpublikasi tahun depannya. “Aturan itu hanya introduksi secara substansial
terhadap cara publikasi penelitian,” kata dosen Jurusan Agronomi ini, Selasa (31/1). Semangat menaikkan prestasi publikasi artikel ilmiah Unhas tampak di Tahun 2015. Hal ini dilakukan seiring dengan dorongan menuju World Class University, dimana publikasi penelitian sebagai salah satu tolak ukur mencapai status kampus global. Tercatat, saat itu jumlah terbitan penelitian yang terindeks Scopus 744 artikel dan membawa Unhas naik satu peringkat ke urutan VI, dalam hal kegiatan penelitian dan ilmiah tertinggi di Indonesia. Akhir Bulan Desember 2015, Unhas membentuk lembaga khusus yang menangani Publikasi. Bernama Publication Management Centre (PMC), lembaga ini bertujuan membantu dosen dalam mempublikasi setiap penelitiannya. Dampak pembentukan PMC terlihat di Tahun 2016. Unhas mampu melebihi target 1000 artikel yaitu 1041 dan urutan ke lima dalam hal publikasi di Indonesia . Namun, Laode berpendapat angka ini masih rendah dibandingkan jumlah tenaga pengajar yang ada. “Sekitar 1900
dosen yang ada, kan lumayan kalau satu artikel satu orang,” tuturnya, Jum’at (27/1). Kenaikan terbitan artikel ilmiah Unhas dan Indonesia sepertinya akan terus naik. Seiring dengan Peraturan menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indoneisa Nomor 20 Tahun 2017 tentang pemberian tunjangan profesi dosen dan tunjangan kehormatan professor. Tunjangan akan diberhentikan apabila tidak melakukan publikasi baik nasional maupun internasional. Aturan ini nampaknya akan berpengaruh di Unhas sendiri. “Capaian publikasi internasional Unhas saat ini, merupakan suatu hal yang luar biasa. Namun, bisa lebih lagi jika penelitian professor dapat dikawal. Selain itu, rektor dan para dekan juga harus mendesak dosen menghasilkan publikasi,” kata Menteri Ristek dan Dikti Muhammad Nasir saat berkunjung ke Unhas pertengahan bulan lalu, Senin (16/1).n
Tim Laput: Koordinator: ■■ Sri Hadriana ■■ Muhammad Abdul Anggota : ■■ Riyami ■■ Andi Ningsi ■■ Ayu Lestari
Sumber data: diolah dari buku “Kekuatan 50 Institusi Ilmiah Indonesia: Profil Publikasi Ilmiah Terindeks Scopus (3 Juni 2016) dan data LP2M dokumentasi pribadi
8
LAPORAN UTAMA identitas
identitas
NO. 874, TAHUN XLIII, EDISI AWAL FEBRUARI 2017
NO. 874, TAHUN XLIII, EDISI AWAL FEBRUARI 2017
B
Dr Jamaluddin Jompa MSc. Namun, sebelum itu, menurutnya para peneliti harus dikawal agar mampu lolos Scopus. “Selain meningkatkan kerjasama internasional di bidang riset, strategi yang saya lakukan yaitu pendekatan personal kepada para peneliti di FIKP dan menetapkan target setiap penelitian yang dilakukan harus berujung pada publikasi,” kata guru besar Ilmu Kelautan ini, Rabu (25/1). Perbedaan angka persentase produktifivitas publikasi masing-masing bidang ilmu itu, tidak terlepas dari ketersediaan data, literatur dan objek penelitian. Beda kajian ilmu pun dipandang sebagai salah satu penyebab, sedikitnya jumlah publikasi bidang sosial di Unhas. Prof Dr Gagaring Pagalung MSi, selaku guru besar Ilmu Ekonomi pun membenarkan dengan menyatakan bahwa kajian ilmu-ilmu sosial itu relatif, tidak seperti ilmu alam. Selain itu, di Indonesia sendiri disiplin ilmu tersebut juga kurang berkembang. “Ilmu sosial banyak asumsinya, beda dengan ilmu eksakta yang risetnya pasti dan terarah, data maupun objeknya. Misalnya saja riset tentang perekonomian, banyak faktor yang mempengaruhi, seperti harga pasar, inflasi, kebijakan pemerintah dan lain sebagainya. Cukup berat
Sumber data: buku “Kekuatan 50 Institusi Ilmiah Indonesia: Profil Publikasi Ilmiah Terindeks Scopus (3 Juni 2016)
mengolah data kualitatif seperti itu,” ujar Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unhas ini, Jumat (27/1). Minimnya produktivitas publikasi bidang sosial, pun diakui oleh Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian (LP2M), Prof Dr Ir Laode Asrul MP. Padahal menurutnya, dana yang disediakan untuk riset dan publikasi ilmiah cukup besar. Adanya kendala tersebut, membuat dosen Departemen Agronomi ini berniat untuk membuat Program Mentoring bagi dosen ilmuilmu sosial nantinya.“Kita akan mencoba mendatangkan mentor dari universitas dalam maupun luar negeri, yang berkembang riset ilmuilmu sosialnya, untuk membimbing dosen kita,” kata Laode saat ditemui di kantornya, Selasa (31/1). Semua bidang keilmuan, memiliki potensi yang sama dalam menghasilkan penelitian dan publikasi. Masalah beda kajian
keilmuan antara ilmu alam dan sosial tidak dapat dijadikan alasan kuat untuk tidak produktif. Fakultas yang membawahi bidang ilmu-ilmu sosial di kampus ini, perlu membangun kerjasama untuk meningkatkan produktivitas riset dan publikasi internasionalnya. Sebagai contoh, dengan membuat kegiatan seperti The 1st International Conference on Social Sciences and Humanities (ICSSH), yang digelar oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), pada Selasa-Kamis (18-20/10) tahun lalu. Konferensi seperti itu memiliki tujuan, sebagai wadah dalam membangun jejaring akademisi dan mendiskusikan perkembangan ilmu pengetahuan sosial dan humaniora, baik di Indonesia maupun negara lainnya. Lewat kegiatan itu juga, makalah dari disiplin ilmu dapat dijaring agar berujung pada peningkatan publikasi internasional.n
Agar Publikasi, Dapat Terevaluasi Asa untuk menggapai universitas kelas dunia, membutuhkan publikasi ilmiah per fakultas yang disitasi dalam skala internasional. Akan tetapi, data untuk mengevaluasinya masih belum jelas.
U
nhas kini menikmati pencapaian publikasi yang menembus bilangan seribu lebih, padahal jumlah itu baru ditargetkan akan dicapai di tahun 2018. Namun, angka ini tidaklah cukup untuk menggapai World Class University (WCU). Butuh sitasi per fakultas yang dikutip dalam skala internasional dengan bobot 20 persen. Sebagai salah satu kriteria WCU berdasarkan QS World
University Rankings. Namun nyatanya, data terkait publikasi internasional per fakultas belum jelas. “Kita tidak punya data berapa jumlah publikasi per fakultasnya, karena sebagian peneliti melakukan publikasi tidak melalui lembaga ini,” kata Prof Dr Ir Laode Asrul MP selaku Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian (LP2M) saat dimintai keterangan, Kamis (10/2). Bahkan, untuk melihat jumlah publikasi terindeks
Scopus di Unhas, hanya peneliti yang berstatus reviewer-editor jurnal yang dapat mengetahuinya. Hal ini membuat tidak terpusatnya data publikasi penelitian di Unhas. Publication Management Center (PMC), sebagai lembaga yang bertugas mengawal publikasi internasional Unhas, juga tidak memiliki data ini secara keseluruhan. Menurut, Dr Muhammad Arsyad SP MSi selaku Sekretaris PMC, mereka hanya memiliki data publikasi
NO. 874, TAHUN XLIII, EDISI AWAL FEBRUARI 2017
9
PUBLIKASI penelitian terindeks Scopus, menjadi salah satu fokus utama Unhas. Dari 2012 hingga 2016, jumlah artikel ilmiah yang terpublikasi internasional sebesar 1041. Namun, nyatanya publikasi tidak merata terjadi pada 14 fakultas. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyaralat, Prof Dr Ir Laode Asrul MP menyatakan jumlah publikasi didominasi oleh ilmu alam dan minoritas ilmu sosial. Sekitar 1900 dosen yang ada di Unhas, capaian publikasi Unhas sekarang masih rendah. Menurut Laode, seandainya satu dosen menghasilkan satu artikel, jumlah terbitan terindeks Scopus bisa dua kali lipat dari yang diperoleh sekarang. Lantas, apa kendala para dosen dalam melakukan publikasi penelitian dan bagaimana solusinya? Berikut kutipan wawancara Reporter identitas Sri Hadriana, dengan penerima penghargaan dosen berprestasi kategori peneliti terbaik 2016, Prof Dr Ir Rohani Ambo Rappe MSi. Dosen Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas ini, terhitung sudah sepuluh penelitiannya yang terindeks Scopus.
Perkembangan publikasi internasional Unhas didominasi oleh bidang ilmu alam.
sebesar 6,64 persen, dan terakhir bidang imunologi dan mikrobiologi sebanyak 6,14 persen. Produktivitas publikasi di bidang ilmu-ilmu sosial masih rendah. Persentase karya ilmiah yang terpublikasi internasional untuk ilmu sosial hanya 2,78 persen, bidang ekonomi, ekonometrika dan keuangan sebesar 1,17 persen, bidang bisnis, manajemen dan akuntansi sejumlah 0,88 persen serta bidang humaniora 0,80 persen. Untuk menggenjot produktivitas publikasi internasional. Ternyata, hampir setiap departemen di Fakultas Kedokteran (FK) memiliki perhimpunan se-Indonesia, yang menjadi wadah konferensi dan publikasi karya ilmiah. “Penelitian strata satu hingga strata tiga dipublikasikan di jurnal yang dikelola perhimpunan itu. Kalau riset dan karya tulis ilmiahnya bagus, diajukan untuk bisa lolos ke jurnal internasional terindeks Scopus,” kata Dr dr Irfan Idris, MKes selaku Ketua Departemen Penelitian dan Pengembangan FK Unhas, Jumat (3/2). Tak hanya kerjasama berskala nasional, peningkatan publikasi juga butuh dukungan relasi dari peneliti maupun institusi internasional. Hal itu diungkapkan oleh Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) Unhas, Prof
identitas
NO. 874, TAHUN XLIII, EDISI AWAL FEBRUARI 2017
Penelitian Harus Berujung Publikasi
Beda Kajian, Bukan Alasan Minim Publikasi erdasarkan data dalam buku berjudul “Kekuatan 50 Institusi Ilmiah Indonesia; Profil Publikasi Ilmiah Terindeks Scopus,” yang diterbitkan pada Juni 2016, oleh Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Dirjen Risbang Dikti), Unhas untuk pertama kalinya mempublikasikan hasil penelitian pada basis data terbesar di dunia, Scopus pada 1973. Hingga 44 tahun kemudian, Unhas telah memiliki jumlah publikasi penelitian sebanyak 1141 per 15 Februari 2017. Angka itu berkat 662 orang peneliti yang berafiliasi dengan Unhas di Scopus terhitung pertengahan tahun 2016. Unhas boleh berbangga dengan prestasi itu. Namun data yang dirilis Dirjen Risbang Dikti dalam buku itu juga menunjukkan, publikasi Unhas hanya terlihat produktif pada beberapa subjek bidang ilmu alam saja. Jika diurut dari yang paling produktif, bidang ilmu kedokteran menempati urutan pertama dengan persentase sebanyak 16,74 persen. Lalu disusul bidang teknik sebesar 13,32 persen, dan bidang pertanian dan ilmu biologi dengan presentase 12,94 persen. Pada posisi keempat ditempati oleh ilmu komputer
identitas
internasional dari 200-an peneliti yang telah mengikuti pelatihan selama empat kali. Keberadaan data tersebut dibutuhkan untuk mempermudah evaluasi, dan sebagai bahan pertimbangan, dalam menentukan langkah strategis untuk mengawal riset serta publikasi ilmiah secara berkelanjutan. Hanya saja, data yang dimaksud belum jelas dan tidak terpusat, sebab Unhas belum berlangganan Scopus. “Kita kan belum berlangganan Scopus, sehingga akses untuk melengkapi data terbatas. Kita hanya bisa melihat profile penulis. Untuk menentukan jumlah yang pasti dari tiap fakultas itu sulit,” kata Arsyad, Kamis (26/1).
Sebagai langkah untuk merampungkan data tersebut, Laode Asrul sementara ini sedang mengevaluasi data publikasi tahun 2016. “Kami baru mau data ulang dari fakultas mana yang banyak. Sebab tidak semua data terpusat disini,” tuturnya, Kamis (10/2). Khusus untuk mengetahui jumlah publikasi per-fakultas, Larry Kelvin R. Sze selaku Elsevier’s Online Solutions mengatakan, “Jika masing-masing fakultas Universitas Hasanuddin memiliki profil afiliasi sendiri, maka akan mungkin untuk menemukan publikasi untuk masing-masing fakultas,” ungkapnya ketika dihubungi via email, Senin (20/2).n
Bagaimana pandangan Anda, mengenai publikasi penelitian di Unhas sekarang? Publikasi penelitian di kampus ini masih rendah. Diantara dosen berjumlah hampir 2000 orang yang mempunyai H-index minimal tiga tidak sampai 30 orang. Menurut Anda, apa yang menyebabkan publikasi penelitian masih rendah? Tidak ada publikasi jika tidak ada penelitian. Salah satu syarat menulis publikasi penelitian terindeks Scopus adalah menggunakan Bahasa Inggris. Saya melihat kebanyakan temanteman dosen terlalu terpaku, bahwa mereka tidak bisa menulis dalam Bahasa Inggris. Padahal, bisa dikatakan bahwa kalau masalah bahasa saja jangan dipusingkan. Penulis bisa menyewa penerjemah. Tapi dengan syarat alur dan logika tulisannya harus sudah bagus. Beda persoalan jika menulis dalam Bahasa Indonesia saja sudah kacau. Nah, itu juga kendala dosen dalam hal budaya menulis. Di Indonesia terus terang sangat sedikit, orang yang mempunyai skill menulis. Sedangkan, di luar negeri budaya menulis memang luar biasa. Bagaimana taktik yang bisa ditempuh untuk mengatasi masalah tersebut? Untuk kendala bahasa, memang beda gaya tulisan Bahasa Inggris orang Indonesia. Karena bukan bahasa sehari-hari. Akan tetapi, itu bukan masalah, yang jelas sesuai dengan kaidah gramatikalnya. Caraku, setelah memiliki dan menganalisis data. Selanjutnya menulis abstrak untuk diseminarkan. Saya suka seminar Internasional dimana hasil penelitian yang kita presentasikan dapat menerima masukan dari orang hebat di berbagai negara. Usai membuat draft penelitian dengan keyakinan sudah sesuai, tidak ada yang salah. Saya kirim file draft itu ke supervisor, pembimbing dan kolega negara lain seperti Amerika Serikat, Rusia dan Jepang untuk menilai. Setelah itu, submit ke jurnal yang sesuai dengan bidang penelitian.
Selain bahasa, apa lagi kendala lain yang dihadapi dosen Unhas dalam hal publikasi penelitian? Pertama, kualitas data dan analisis data. Publikasi tidak bisa jalan kalau tidak ada penelitian, penelitian tidak ada kalau bahannya tidak ada. Nah, untuk publikasi internasional harus diperhatikan kualitas data, tidak boleh abal-abal. Kualitas data harus memenuhi standar. Begitu pula dengan saat menganalisis data, tidak boleh salahsalah. Kedua, masalah pemilihan jurnal. Jutaan jurnal yang ada tidak semua cocok pada semua
bidang ilmu. Nah, di situ biasanya banyak penelitian teman-teman (red: dosen) ditolak untuk dipublikasikan karena tidak cerdik memilih jurnal. Belum dibaca kontennya, baru bidangnya. Langsung mengalami penolakan. Lantas, bagaimana cara memilih jurnal yang terindeks, Scopus misalnya? Mencari jurnal yang sesuai sekarang mudah. Tinggal membuka website Scimago. Kemudian, ketik kata kunci sesuai bidang ilmu kita. Di Scopus tingkat jurnal dibagi atas tiga yaitu kualitas I, II, dan III. Semakin berkualitas suatu jurnal, makin tinggi pula tingkat penolakannya. Kalau kualitas I, kemungkinan artikel lolos ke jurnal internasional paling tinggi 40 persen, berarti penolakan 60 persen. Jadi, memang harus berhati-hati dalam hal
istimewa
memilih jurnal. Setelah memilih jurnal yang sesuai bidang penelitian, perhatikan format karya ilmiah yang ada di panduan penulisan karya ilmiah di jurnal tersebut. Lalu pelajari model penulisan pustakanya, jumlah kata yang dipersyaratkan dan sebagainya. Sebab, jika tidak sesuai, pihak editor akan langsung menolak tulisan tersebut. Berdasarkan data LP2M, publikasi Unhas didominasi oleh ilmu alam dan minoritas ilmu sosial. Bagaimana tanggapan Anda terhadap fenomena ini? Jangankan Unhas, Indonesia saja dosen yang memiliki publikasi internasional bidang sosial bisa dihitung jari. Mungkin kurang dari lima orang yang mempunyai H-index bagus dalam bidang sosial. Budaya menulis, kualitas data, analisis data, pemilihan jurnal memang saya lihat masih perlu ditingkatkan untuk dosen di ilmu sosial. Selain itu, kebanyakan saya melihat mereka anti atau alergi yang namanya statistik, semuanya hanya perlu digambarkan. Penelitian ilmu sosial juga butuh
analisis data. Intinya, pengenalan jurnal internasional, terutama jurnal sosial masih kurang. Mungkin mereka juga banyak yang lulusan luar negeri, dimana publikasi itu menjadi suatu keharusan. Namun setelah kembali ke Indonesia mereka tidak lagi melakukan publikasi. Hal ini dikarenakan iklim yang tidak membuat mereka seperti itu. Jadi budaya riset dan publikasi memang harus didorong di kampus ini. Tapi, setelah pemerintah mengeluarkan aturan wajib publikasi, saya yakin mereka juga bisa melakukan publikasi. Pesan Anda untuk dosen Unhas terkait publikasi penelitian? Sudah ada aturan pemerintah dalam UU No. 20 tahun 2017 dalam pasal 4 yang mewajibkan dosen melakukan publikasi ilmiah. Kita tidak bisa lagi lari. Kalau mau tetap jadi dosen harus publikasi. Dosen kan harus melakukan tugas tri dharma Perguruan Tinggi. Bukan hanya mengajar, tetapi meneliti dan mengabdi pada masyarakat harus terlaksana.n
Data Diri Nama : Prof. Dr. Ir. Rohani Ambo Rappe, M.Si. Tempat, Tanggal Lahir : Makassar, 13 September 1969 Instansi : Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas Riwayat Pendidikan : • SD Negeri Kompleks Latimojong, Makassar, tamat tahun 1982 • SMP Negeri 6, Makassar, tamat tahun 1985 • SMA Negeri 2, Makassar, tamat tahun 1988 • S1, Jurusan Perikanan Fakultas Peternakan Unhas, tamat Tahun 1992 • S2, PS. Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, tamat tahun 1998 • Graduate Diploma in Science, The University of Newcastle, Australia, 2002 • S3, The University of Newcastle, Australia, tamat tahun 2008 Pekerjaan : Dosen, peneliti, penulis Buku Seagrass: An Ecosystem under Threat dan Regional Comparison of the Ecosystem Services from Seagrass Beds in Asia Organisasi Profesi : • Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia (ISPIKANI) • Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia (ISOI) • World Seagrass Association (WSA) Penghargaan : • Best Paper Published for Plant Category in Environmental Bioindicators, 2007. • Tanda Kehormatan Satyalencana Karya Satya X Tahun, 2010. • Tanda Kehormatan Satyalencana Karya Satya XX Tahun, 2014. • Dosen Teladan Tingkat Universitas Hasanuddin Tahun, 2015. • Dosen Berprestasi Kategori Peneliti Terbaik Universitas HasanuddinTahun, 2016
10
IPTEKS
identitas
NO. 874, TAHUN XLIII, EDISI AWAL FEBRUARI 2017
KORIDOR Catatan diskusi nasional dan launching buku “Mengelola Keragaman Beragama” yang diadakan oleh Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unhas. Dengan tema “Mengelola Keragaman Beragama”. Menghadirkan empat pemateri, yakni Dicky Sofyan, MA MPP PhD (Core Doctoral Faculty of Indonesian Consortium for Religious Studies UGM), Prof Mark Woodward (penulis buku), Prof Qosim Mathar (Dosen Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar), Prof Dr Ahmad M Sewang (sejarawan), dan Dr Leonard C Epafras (pengajar dan peneliti). Dimoderatori oleh Supratman, SS MA (Dosen Jurusan Sastra Asia Barat FIB Unhas).
Solusi Bagus, Budidaya Ikan Gabus
Islam dalam Keragaman Beragama
AGAMA dapat didefinisikan sebagai sebuah kaidah untuk tatanan kehidupan yang tidak kacau. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, agama diartikan sebagai ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia serta lingkungannya. Berbagai macam agama tersebar di seluruh dunia. Salah satu diantaranya yakni agama Islam. Saat ini, Islam menghadapi permasalahan yang cukup pelik. Dimana banyak pengaruh masyarakat di dunia yang fobia dengan Islam sehingga memunculkan berbagai konspirasi. Meski menghadapi masalah seperti itu, pertumbuhan Islam diperkirakan akan semakin meningkat di masa yang akan datang. Hal ini berdasarkan data dari penelitian internasional tentang keragaman agama di dunia. Salah satu penyebabnya yakni Islam disebar oleh para pendakwah di berbagai negara. Misalnya saja Brunei Darusalam, Malaysia, Timur Tengah, pun Amerika Serikat tak lepas dari pengaruh Islam. Di Indonesia, sekitar 75 persen masyarakatnya memeluk Islam. Sisanya, memeluk agama Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Chu. Namun tak menutup kemungkinan masih banyak kepercayan-kepercayan lain yang dianut masyarakat, selain dari keenam agama tadi yang telah diakui secara resmi. Keragaman kepercayaan ini pun bukan tanpa sebab. Indonesia dikenal sebagai negara dengan masyarakat plural (plural society) dengan keanekaragaman bahasa, suku, dan ras. Sehingga semboyan Bineka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu jua) pun menjadi prinsip negara. Namun kenyataannya tak demikian, prinsip ini belum mampu menyatukan masyarakat dengan keragamannya. Konflik-konflik akibat perbedaan pun sering terjadi. Salah satu yang paling krusial yakni konflik akibat kemajemukan agama. Setiap agama mempromosikan diri sebagai pemeluk agama yang paling benar, sehingga mengindikasikan akan memunculkan berbagai konflik yang mengancam kehidupan sosial. Disamping itu, banyaknya pemberitaan palsu tentang agama pun dapat menjadi pemicu terjadinya konflik. Dalam menyikapi keberagaman agama di Indonesia diperlukan sikap saling menghormati antar umat beragama. Dalam artian setiap individu tidak memiliki keinginan untuk saling menjatuhkan dan membuang jauh-jauh pikiran bahwa agamanya yang paling benar. Oleh karena itu, pentingnya sikap penerimaan dan penghargaan terhadap perbedaan, keberagaman dan ketidaksamaan keyakinan Kebinekaan yang menjadi ciri khas Negara Kesatuan Republik Indonesia, tidak semestinya dicoreng dengan konflik-konflik mengenai keberagaman agama. Sebagai negara dengan mayoritas muslim, Islam tentunya memiliki peran yang sangat penting dalam hal ini. Olehnya, perlu pemahaman mendalam akan Islam itu sendiri. Menurut para ahli agama, Islam yang sesungguhnya berpegang teguh pada kitab suci Al Qur’anul Karim dan As Sunnah sesuai dengan apa yang pernah diajarkan Nabi Muhammad SAW. Bukan Islam dari tiga kalangan yakni Islam radikal, Islam komunis bahkan Islam teroris yang saat ini banyak dipahami.n Dhirga Erlangga
NO. 874, TAHUN XLIII, EDISI AWAL FEBRUARI 2017
Pentingnya Riset dan Inovasi Memperingati HUT ke-56 FISIP Unhas Oleh Anwar Arifin Andi Pate
“
Umumnya akademisi lebih asyik meniru dan mentransfer ilmu Barat kepada mahasiswanya, sehingga berperanannya hanya sebagai “pengecer-pengecer ilmu” dari ilmuwan Barat.”
Tea laloki assipa’ juku kanjiloi, manna aganna nakanre ngaseng.
ILustrasi/muhammad abdul
DEMIKIANLAH peribahasa Makassar yang artinya, “Janganlah kita bersifat seperti Ikan Gabus, walau temannya dimakan jua”. Seperti pepatah di atas, hewan yang tergolong jenis ikan predator ini, akan memakan ikan sejenisnya ketika tak ada makanan lain saat lapar. Ikan bernama latin Channa striata ini, mempunyai bentuk kepala yang menyerupai ular. Walau begitu, dagingnya kaya kandungan protein dibandingkan ikan lainnya. Protein yang banyak dihasilkan ikan gabus adalah jenis protein albumin. Albumin adalah salah satu protein utama yang terdapat dalam darah manusia, diproduksi oleh hati. Kekurangan albumin mengakibatkan tekanan osmotik darah menurun, sehingga pengangkutan asam lemak, hormon dan enzim terganggu, serta memperlambat proses penyembuhan pada penderita penyakit berat dan degeneratif. Penggunaan albumin biasanya diberikan pada pasien pasca operasi, untuk membantu proses penyembuhan luka dalam. Namun, harganya lumayan mahal. Menurut Dr Irmawati SPi MSi, albumin pada ikan gabus sudah banyak digunakan untuk menggantikan albumin manusia. Hanya saja, kebanyakan orang hanya memperoleh ikan gabus dengan menangkap di
alam saja. “Budidaya Ikan Gabus memiliki keunggulan yang kompetitif. Produksinya sekarang, masih menggunakan capture fisheries—menangkap ikan di alam. Sehingga kesinambungan produksi tidak terjamin. Oleh karena itu, usaha budidaya, yang meliputi pembenihan dan pembesaran mendesak untuk diadakan,” ujarnya, Jumat (20/1). Dosen Fakultas Ilmu
Untuk mendomestikasi, Irma sapaan akrabnya menempatkan Ikan Gabus di wadah tertentu dengan meniru kondisi di alam. Awalnya, ia mencoba membenihkan di bak fiber yang ada di laboratorium FIKP. Namun, hasilnya hanya satu pasang yang memijah, ikan lainnya mati. Sehingga pada 2014, setelah mendapatkan kemitraan dari Balai Perikanan di Bantimurung,
“
Pada penelitian ini telah ditemukan indukan Ikan Gabus yang bisa memakan pelet, untuk meminimalisir biaya pakan,” Dr Irmawati SPi MSi Dosen FIKP
Kelautan dan Perikanan (FIKP) ini, akhirnya menemukan solusi pembenihan Ikan Gabus. Untuk membenihkan ikan yang hidup di air tawar itu, terlebih dahulu ia mempelajari tingkah lakunya. Selanjutnya, melakukan domestikasi. “Cara domestikasi ini diperuntukkan bagi ikan yang biasa hidup di alam, yang kemudian dilatih hidup terkontrol di wadah budidaya,” tutur Kepala Laboratorium Biologi Perikanan ini.
Maros. Ia kembali mencoba pembenihan pada dua jenis kolam, yang dasarnya semen maupun tanah. “Saya coba-coba di habitat itu dan semuanya berhasil memijah massal. Hanya saja yang paling cepat memijah itu yang di tanah” ujar Irma, Jum’at (3/2). Menurutnya, Ikan Gabus yang hidup di alam suka membenamkan diri di tanah. Sehingga penggunaan kolam beralaskan tanah, sangat efektif digunakan dalam membudidayakan ikan gabus. Selain itu, ikan
itu juga memiliki ciri kuat melompat. Maka, kolam budidaya harus dilengkapi konstruksi khusus, guna mengantisipasi Ikan Gabus keluar dari kolam. Setelah terdomestikasi dengan baik, dosen Prodi Manajemen Sumberdaya Perairan ini menyuntikkan hormon ovaprim pada Ikan Gabus. Fungsinya untuk mempercepat pematangan sel kelenjar reproduksi pada ikan. Sehingga, pembudidaya tidak harus menunggu lama dalam memproduksi benih Ikan Gabus. “Sebelumnya, pemeliharaan ikan gabus masih relatif mahal, sebab ikan gabus adalah jenis ikan karnivora. Sehingga pemberian pakannya berupa usus ayam dan kodok. Namun dari penelitian ini telah ditemukan indukan Ikan Gabus yang bisa memakan pelet, untuk meminimalisir biaya pakan,” ujar perempuan kelahiran Rappang ini, Jumat (3/2). Penelitian yang telah berlangsung selama empat tahun ini, telah menjadi buku ajar berstandar nasional dan sementara persiapan publikasi untuk jurnal internasional. Inovasi teknologi budidaya dan pembenihan Ikan Gabus ini telah diaplikasikan ke masyarakat. Meskipun baru di dua tempat di Sulawesi Selatan, antara lain Balai Perikanan Bantimurung, Kabupaten Maros dan Balai Perikanan Rappoa di Kabupaten Bantaeng.n Ayu Lestari
K
etika menyampaikan orasi ilmiah di UNDIP Semarang (15/10/16), Wapres Jusuf Kalla, meminta agar kampus menggalakkan riset dan inovasi untuk menaikkan daya saing kita. Indeks inovasi Indonesia (2015) memang sangat rendah dengan posisi ke-97 dari 147 negara, jauh dibawah Singapura (ke-7), Malaysia (32), Vietnam (52), dan Thailand (55). Hal itu membuat daya saing kita juga menurun dari peringkat ke-37 menjadi ke-41 dari 138 negara. Pandangan Wapres tersebut bersambung dengan Pernyataan Tri Nuke Pujiastuti, Deputi Bidang Ilmu Sosial dan Kemanusiaan LIPI (18/10/16). Nuke menyebut hingga kini Indonesia masih “berkiblat” pada ilmu sosial Barat, padahal tidak semua cocok dengan dinamika masyarakat. Nuke juga menyatakan banyak ilmu sosial Barat tak bisa diterapkan, karena pendekatannya tak cocok dengan masyarakat kita, sehingga perlu riset dan inovasi untuk menemukan teori yang berakar pada kondisi Indonesia dengan pendekatan multisipliner. “Kepalanya di Barat” Pesan tersebut perlu disegarkan lagi dalam rangka memperingati HUT ke-56 Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik (FISIP) Unhas. Almamater penulis itu, diresmikan berdirinya tanggal 1 Februari 1961. Dalam usianya ke-56, FISIP Unhas telah melahirkan banyak lulusan yang mengisi teknostruktur, ditingkat lokal, nasional, dan internasional. Perannya sebagai lembaga pendidikan tinggi, FISIP Unhas sangat berarti bagi kemajuan bangsa, yang bukan saja melahirkan praktisi tetapi juga menelurkan banyak akademisi dan sejumlah ilmuwan dalam bidang administrasi negara, sosiologi, komunikasi, politik, pemerintahan, hubungan internasional, dan antropologi. Para ilmuwan ilmu sosial dan ilmu politik (ISIP) itulah yang diharapkan mengembangkan ISIP melalui riset dan inovasi, seperti diharapkan Wapres Jusuf Kalla diatas. Riset dan inovasi yang dimaksud itu hendaknya melahirkan “teori baru” yang berakar pada kondisi Indonesia dan berwawasan keindonesiaan. Tentu saja riset dan inovasi itu memerlukan keahlian, waktu, dan sponsor. Tanpa sponsor ilmuwan FISIPUnhas tahun 1990-an hanya dapat melahirkan Teori Pers Pancasila, yang dipublikasikan melalui buku: “Komunikasi Politik dan Pers Pancasila (1992). Justru itu pemerintah dan/atau pengusaha sangat diharapkan mensponsori riset dan inovasi ISIP untuk kepentingan bangsa.
11
KOLOM
identitas
Harus diakui bahwa riset dan inovasi dalam bidang ISIP, sejak era Soekarno, memang tidak pernah mendapat prioritas dibanding bidang ilmu alam. Padahal riset bidang ISIP sangat penting karena berkaitan dengan ideologi dan kebijakan negara. Minimnya riset dan inovasi, merefleksikan “kelangkaan” literatur ISIP hasil ilmuwan Indonesia. Tak salah jika literatur ISIP yang banyak digunakan dalam pengajaran dan pendidikan diperguruan tinggi, pada umumnya berasal dari Barat (Amerika dan Eropa) sehingga bersifat Amerikasentris dan Eropasentris. Hal itu melahirkan sarjana yang “kepalanya di Barat dan kakinya di Timur”. Meniru Tiada Henti Berdasarkan kondisi diatas, dapat dipahami jika ilmuwan ISIP se-Indonesia belum banyak yang mampu mencipta dan berinovasi, melainkan masih dalam taraf “meniru tiada henti”. Sementara ilmuwan Barat telah bekerja dan bersemboyan, “Inovasi tiada akhir”. Hal itu terjadi juga pada semua cabang ilmu pengetahuan. Umumnya akademisi lebih asyik meniru dan mentransfer ilmu Barat kepada mahasiswanya, sehingga berperanannya hanya sebagai “pengecer-pengecer ilmu” dari ilmuwan Barat. ISIP di Indonesia
memang belum mengalami perkembangan signifikan. Bahkan ilmuwan di LIPI dan di kampus masih berperan sebagai “konsumen ilmu” dan bukan sebagai “produsen ilmu”. Pandangannya yang “berkiblat” pada ISIP Amerika dan Eropa sangat dominan. Demokrasi yang seharusnya diindonesiakan berdasarkan Pancasila sebagai hasil inovasi pendiri NKRI, “disingkirkan” dan kemudian “bangga” menganjurkan demokrasi liberal-kapitalis model Amerika Serikat yang pendapatan perkapita warganya $US.59.000 yang tentu sangat mahal bagi negara agraris Indonesia yang pendapatan perkapita warganya masih sekitar $US.3600. Justru itu riset dan inovasi ISIP sangat penting bagi Indonesia, terutama untuk mengindonesiakan demokrasi. Tidak inovatifnya ilmuwan ISIP itu, membuatnya tidak mampu berperan dalam pembangunan nasional diera reformasi. Nasib ISIP sangat menyedihkan, karena peranannya juga tidak diperhitungkan pemerintah. Banyak kebijakan dalam bidang sosial-politik di Indonesia yang tidak berbasis riset dan kajian ilmiah. Hal itu diakui juga Kepala LIPI, Iskandar Zulkarnaen(*).n Penulis adalah Guru Besar Departemen Ilmu Komunikasi Unhas
AKADEMIKA Sang Jurnalis Pemberani RADEN Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo (TAS) lahir di Blora, Hindia Belanda tahun 1880. Berasal dari kalangan aristokrat, membuatnya beruntung bisa mengenyam pendidikan di sekolah HBS Belanda, sekolah khusus untuk pemuda Belanda, Eropa, maupun para elit pribumi. Setelah lulus ia pun melanjutkan pendidikannya di STOVIA, Batavia (sekarang Jakarta), mengambil Jurusan Kedokteran. Saat itu ia sering menulis kemudian memuatnya di surat kabar. Lambat laun, ketertarikannya pada dunia kepenulisan dan media massa lebih besar dibanding saat ia mempelajari tubuh manusia. Hingga akhirnya TAS memilih tidak menyelesaikan sekolah kedokterannya dan pindah ke Bandung dimana ia menemukan teman hidupnya. Di kota yang didominasi etnis Sunda ini, TAS menerbitkan surat kabar Soenda Berita pada tahun 1903 sampai 1904. Kemudian pada tahun 1906 ia mendirikan Syarekat Prijaji, sebuah perkumpulan rakyat Indonesia pertama dengan bahasa pengantar lingua franca yakni Melayu. Organisasi ini bertujuan untuk memajukan pendidikan anak-anak priayi. Namun organisasi ini tak bertahan lama karena berbagai faktor. Pada tahun 1907, Tirto membuat surat kabar Medan Prijaji dengan moto “Orgaan boeat bangsa jang terperentah di H.O. Tempat akan memboeka swaranya Anak-Hindia”. Koran ini menggunakan bahasa Melayu yang proses produksinya dikelola oleh masyarakat pribumi. Sehingga dianggap sebagai surat kabar nasional pertama. Penerbitannya bertempat di Gedung Kebudayaan yang sekarang berganti menjadi Gedung Yayasan Pusat Kebudayaan (YPK). Surat kabar ini dibentuk sebagai corong suara publik. Jurnalis adalah mulut, telinga, dan mata masyarakat. TAS memegang teguh ungkapan itu. Melalui Medan Prijaji, keluh kesah masyarakat pribumi yang mendapatkan ketidakadilan diungkapkan dengan lugas di surat kabar ini. Dengan bahasa yang menyindir, ia tak segan mengkritik pemerintah Belanda saat itu. Karena keseringan mengkritisi pejabat pemerintah, ia beberapa kali harus diasingkan ke luar Pulau Jawa. Salah satunya, ia pernah diasingkan ke Teluk Betung, Lampung karena membongkar skandal yang dilakukan Aspiran Kotrolir Purworejo, A Simon. Tulisannya kemudian dianggap melanggar undang-undang hingga TAS diasingkan. Pengasingan terakhir ia alami gara-gara tulisannya yang sekali lagi dianggap menghina pejabat pemerintah yakni Residen Ravenswaai dan Residen Boissevain. Dengan tuduhan menghalangi Raden Adipati Djodjodininggrat (suami RA Kartini) menggantikan ayahnya sebagai bupati. Ia pun diasingkan ke Pulau Bacan, Halmahera selama enam bulan. Saat ia kembali ke Jawa, Tirto sudah tak memiliki apa-apa. Ia sudah jatuh miskin sejak pengasingan tersebut. Ia menderita, bukan hanya dari segi materil, kondisi psikologisnya pun tak stabil. Kondisi kesehatannya terus menurun, hingga akhirnya ia meninggal dunia pada 7 Desember 1918 di Hotel Samirana (dulu Hotel Medan Prijaji). Ia dimakamkan di Mangga Dua Jakarta. Namun makamnya dipindahkan ke Bogor pada tahun 1973. Atas dedikasinya terhadap jurnalistik, tahun 1973 tokoh yang diangkat kisah hidupnya oleh Pramoedya Ananta Toer dalam bukunya yang berjudul Sang Pemula ini dianugrahi sebagai Bapak Pers Nasional oleh pemerintah. Kemudian, pada 3 November 2006, oleh Susilo Bambang Yudhoyono, TAS diangkat sebagai pahlawan Nasional melalui Keppres RI No83/TK/2016.n Abdul Rahman
12
OPINI
identitas
NO. 874, TAHUN XLIII, EDISI AWAL FEBRUARI 2017
Selamat Tidur Aktivis Mahasiswa!
identitas
NO. 874, TAHUN XLIII, EDISI AWAL FEBRUARI 2017
CERPEN
PUISI
Jalan Emas
Elegi Waktu Oleh Ridwan Mochtar El Tibalah elegi ini bertunas setangkai pucuk hitam menulis: aku merangkai catatan di ambang kematian suram jalan-jalan kupandangi lagi
Oleh: Ahmad Alfarid
“Living is easy with eyes closed, miss understanding all you see” (Strawberry Fields Forever, The Beatles)
“H
Ahmad Akbar
“
Kesalahan dari kita selaku aktivis mahasiswa ialah terkadang kita lupa bahwa kita seorang mahasiswa. Kita bukan sekadar beraksi ataupun bernarasi, namun kita juga harus pandai menganalisis dan berstrategi.”
idup itu mudah dengan mata terpejam, salah mengerti semua yang kamu lihat” Kurang lebih inilah arti dari kutipan diatas. Kalimat ini adalah bagian lirik dari salah satu lagu yang diciptakan musisi terkenal dunia John Lennon, salah satu personil The Beatles. Lagu tersebut lahir dari refleksi tentang masa kecil Lennon ditengah perang dunia kedua. Kehidupan kecilnya diwarnai dengan serangan pesawat Jerman Nazi yang membombardir kota Liverpool tempat tinggalnya. Lennon kecil sering bermain di sebuah taman angkatan darat dekat rumahnya yang diberi nama Strawberry Field atau Ladang Strawberry. Kehidupan saat itu sangat suram, namun mereka tetap kaya akan harapan. Maka dalam lagunya Lennon mengisyaratkan sebuah makna untuk bergerak bersama dan tetap optimis dalam mengarungi kehidupan dengan berbagai tantangan yang ada. Lennon memang seringkali diingat dengan sikap kontroversialnya, ia seringkali menertawakan kepincangan norma sosial di zamannya dan menuangkannya dalam lirik lagu. Salah satunya, seperti lirik dalam kutipan di atas. Di tengah harapan dan optimisme yang dibangun dalam lagu tersebut, lirik ini hadir sabagai bagian dari pesan yang ingin disampaikan tentang pentingnya memejamkan mata atau tertidur. Penelitian yang diterbitkan oleh Nature Publishing Group dalam Jurnal Nature Neuroscience membuktikan bahwa tertidur memiliki efek yang sangat baik bagi tubuh. Mulai dari meningkatkan daya ingat, memberikan waktu bagi organ tubuh untuk beristirahat hingga mampu membangkitkan kembali stamina untuk beraktifitas. Oleh karena itu, tertidur merupakan aktifitas yang sangat penting untuk manusia, tanpa terkecuali seorang aktifis mahasiswa. Tidurnya Aktivis Mahasiswa Aktivis dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti orang yang menggerakkan atau bekerja dalam kegiatan berorganisasi, baik di bidang sosial, politik dan budaya. Aktivis juga identik dengan mahasiswa yang berjuang melawan ketidakadilan oleh rezim penguasa. Alhasil, ketika adanya berbagai ketimpangan dalam sebuah kebijakan, maka aktivis siap berada pada garda terdepan untuk mengatasi ketimpangan tersebut.
Dinamika kehidupan kampus kini membawa aktivis mahasiswa harus jauh lebih inovatif dan bijak dalam mengambil tindakan. Tindakan represif aparat dalam menghalau aksi mahasiswa sesungguhnya bukanlah hal baru. Fenomena tersebut sudah lazim terjadi bahkan jauh sebelum reformasi. Namun kini, kita kembali terjebak dalam hal tersebut. Apakah salah aparat? Penulis jauh lebih tertarik mengatakan ini adalah salah aktivis mahasiswa. Aparat hanya menjalankan tugas untuk menjaga ketertiban dan keamanan. Kesalahan dari kita selaku aktivis mahasiswa ialah terkadang kita lupa bahwa kita seorang mahasiswa. Bukan sekadar aktivis, tapi aktivis mahasiswa. Ada kata mahasiswa yang menunjukkan bahwa kita adalah bahagian dari insan intelektual yang selalu mengedepankan perencanaan dan target yang terukur dalam bertindak. Kita bukan sekadar beraksi ataupun bernarasi, namun kita juga harus pandai menganalisis dan berstrategi. Mungkin saat ini, kita seolah tertidur dan larut akan mimpi indah idealisme yang ingin diwujudkan. Namun itu bukanlah hal yang patut untuk dikhawatirkan, karena dengan tertidur maka kita akan sadar bahwa kita hanya ditempat yang sama dan seharusnya kita paham bahwa tidur memiliki banyak dampak positif untuk kita. Mulai dari meningkatkan daya ingat tentang tidak berkembangnya gerakan yang kita lakukan, hingga membangkitkan kembali semangat untuk melakukan gerakan yang jauh lebih berpengaruh. Alternatif Aksi Narasi yang dikemas dalam berbagai diskusi interaktif, memang benar menghadirkan pemahaman yang kuat dan membangkitkan kesadaran untuk peduli. Namun narasi tersebut, akan jauh lebih berpengaruh jika dikemas dalam berbagai alternatif aksi. Aksi yang tidak hanya monoton berupa aksi penolakan, namun aksi yang benarbenar menunjukkan bahwa kita adalah aktivis mahasiswa, bukan sekadar aktivis tanpa pengaruh yang berarti. Solusi pertama yang dapat diwujudkan ialah bersinergi. Sinergi berbagai lembaga kemahasiswaan bahkan mencoba bersinergi dengan pihak birokrasi. Konsolidasi mungkin saja sudah sering dilakukan, namun sinergi merupakan tahapan yang berbeda. Secara bahasa konsolidasi hanya berarti memperteguh atau menguatkan hubungan. Namun
bersinergi memiliki arti membangun dan memastikan hubungan kerjasama yang produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku kepentingan, untuk menghasilkan karya yang bermanfaat dan berkualitas. Tujuan bersinergi yang dapat dicapai ialah mempengaruhi perilaku orang secara individu maupun kelompok saat saling berhubungan, melalui dialog dengan semua golongan, termasuk dengan orang yang sikap dan opininya penting terhadap suatu kesuksesan sebuah perjuangan. Bukan hanya sekadar dominasi senioritas yang seakan menjelma menjadi titah Tuhan. Alternatif aksi selanjutnya adalah menguatkan basis diskusi kultural tanpa melupakan jalur perjuangan struktural. Mari menengok kursi Majelis Wali Amanat untuk mahasiswa yang hingga kini tidak terisi, bukankah ini bukti nyata dilupakannya perjuangan melalui fungsi struktural? Berbagai alasan mungkin hadir. Seperti MWA merupakan produk birokrasi untuk menunggangi mahasiswa hingga pesimisme tentang pengaruh yang mampu dihadirkan. Namun jika dianalisis, dengan adanya fungsi struktural yang mampu diperjuangkan, maka pengaruh sekecil apapun akan jauh lebih terwujud daripada tidak ada sama sekali. Belum lagi, lembaga eksekutif mahasiswa tingkat universitas yang sampai saat ini belum menemukan wujudnya setelah berusaha untuk digagas kembali. Oleh karena itu, tidurnya aktivis mahasiswa diharapkan benar-benar mampu menghadirkan berbagai efek positif. Karena tanpa disadari, sangat banyak yang berharap kepada kegemilangan pergerakan mahasiswa dalam mewujudkan keadilan. Bagaimanapun mindset perbaikan harus dikedepankan ketimbang mindset penolakan. Karena dengan begitulah, aktivis mahasiswa mampu menunjukkan eksistensinya sebagai insan intelektual yang memiliki perencanaan dan strategi yang dikemas dalam berbagai alternatif aksi. Makassar, 25 Januari 2017 Salam Perjuangan! Hidup Aktivis Mahasiswa! Panjang umur Pergerakan! Selamat Tidur Aktivis Mahasiswa!n Penulis adalah Mahasiswa Prodi Statistika FMIPA Angkatan 2012 Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia Komisariat (KAMMI) Unhas Periode 2016.
S
uparman. Aku mengenalnya sejak penyambutan mahasiswa baru di kampus merah ini lebih setahun yang lalu. Ia adalah orang genius yang pernah kukenal. Bayangkan, pada semester tiga perkuliahan, hanya dua diantaranya yang dapat nilai A, sisanya nilai B. Bagiku itu adalah hal yang luar biasa. Selain itu, ia selalu mempunyai ide cemerlang untuk membuat terobosan baru di bidang teknologi. Tapi sayang, idenya selalu tak terwadahi. Beberapa kali ia mengajukan proposal kreatifitas mahasiswa tapi selalu ditolak. Aku tahu, ia bukan sosok yang mudah putus asa, tapi berkali-kali proposalnya tertolak ia pun merasa itu hanya buangbuang waktu. “Wooowww... Ini nilai atau mukjizat, Man?” kataku begitu melihat nilai yang terpampang di layar monitor laptopku ketika lagi-lagi mengecek nilainya. “Jangan terlalu melebihkan kawan, tak baik,” katanya merendah. Tetap saja bagiku mencengangkan. Diantara sembilan mata kuliah, semua nilainya A. Apa tidak gila? Selain gila di akademik, Suparman bukanlah orang pasif, ia adalah seorang organisator yang baik, ahli rapat dan mahasiswa ‘kurakura’ (kuliah, rapat - kuliah, rapat). *** Hari ini, kampus telah memproklamasikan diri sebagai kampus berstatus Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum, dengan pembayaran kuliah sistem Uang Kuliah Tunggal. Mahasiswa berbondongbondong turun ke jalan menyalurkan aspirasi “Tolak PTN BH”. Tak ketinggalan, bahkan barisan depan diisi oleh seorang mahasiswa bertubuh kecil, Suparman. “Cabut PTN BH” kurang lebih seperti itulah sebagian besar kalimat yang terdengar jelas dari mulut para mahasiswa itu. Seorang membidikkan kamera dari arah depan. Di koran-koran kampus telah
13
SASTRA
Kini waktu serasa berkecamuk mencambuk semua bait yang berantakan dan semua kertas pun lantas sobek bertebaran bergegas melewati perpustakaan kosong Sejatinya ada sesal yang bergeming hebat aku harus bertemu ruang yang sama tembok yang sama—lantai purba yang sama di stasiun yang juga sama Padahal lonceng berlalu dan berlalu silih berganti kereta datang kemudian pergi aku melihat makhluk-makhluk naik-turun tanpa gelisah sebagian riang, sebagian sempoyongan ILUSTRASI/SRI HADRIANA
terpajang dengan jelas wajah si genius itu ketika demo, Suparman. *** Sudah seminggu hari libur barlalu. Suparman belum juga kembali dari kampungnya. Awalnya, aku berpikir mungkin dia akan datang pada minggu kedua. Tapi hal semacam itu bukan kebiasaannya, ia cukup disiplin, tak suka bermain dengan waktu. “Aku tak tahu kabarnya,” kata Silva, teman satu daerahnya ketika aku menanyakan kabarnya. Di daftar hadir juga namanya tanpa keterangan, alpa. Aku mencoba menghubunginya lewat telepon genggam, tidak aktif. Aku menanyakan kabarnya di dinding facebooknya juga tak dibalas. “Malik, ada apa dengan teman mu si Parman itu? Kenapa dia belum minta tanda tangan KRS padaku. Bahkan mengisi KRS juga belum,” tanya pak Riyadi, Pembimbing Akademiknya. Aku tak tahu mau jawab bagaimana, bingung dengan hal ini. Tak berpikir lama, hari ini juga aku meminta alamat lengkapnya pada Silva. Aku harus mendatanginya. Dengan motor setengah butut kutinggalkan kampus menuju ke kampungnya. *** Aku memasuki kampung itu. Tak bisa kubayangkan bagaimana orang bisa hidup di kampung ini. Dingin luar biasa, hutan lebat, berkali kali aku jatuh dari motor karena jalanan
becek dan licin. Aku mencari rumah Suparman. Berkali-kali aku bertanya, tapi tak ada orang yang tahu. “Ohh, Ammang,” kata seorang penduduk begitu aku menyebutkan ciricirinya. “Rumahnya di dekat masjid.” Aku menuju ke masjid, di sana aku melihat sebuah rumah, tapi jauh lebih pantas disebut gubuk. Atapnya dari ilalang, dinding terbuat dari bambu. Seorang perempuan tua duduk di beranda rumah, sesekali ia batuk lalu menyeruput secangkir air yang masih mengepulkan asap. Aku mendekatinya. “Ini rumahnya Suparman?” tanyaku seperti orang ragu. Meskipun aku yakin inilah rumah Suparman yang ditunjukkan oleh orang yang kujumpai tadi. “Ammang! ada orang mencarimu.” Ia tak menjawab dan langsung memanggil Suparman. Dari bawah kolong rumah muncul seorang lelaki memakai caping lebar yang menutupi sebagian wajahnya. Ia memegang sebuah ember berisi nasi bercampur air. Tampaknya habis memberi makan ayam. “Parman!” kataku begitu menyadari lelaki itu adalah Suparman. “Malik? Kenapa kamu disini?” Ia balik bertanya dengan heran luar biasa. Aku pun menjelaskan kedatanganku. Ya, aku mencarinya sebab sudah seminggu lebih ia tak
masuk kuliah. “Aku tak bisa lagi kuliah, Lik. Kau lihat sendiri keadaan keluargaku. Ibuku sakit tidak ada yang merawat.” “Bapakmu? Kakak atau adikmu?” tanyaku. Ia hanya tersenyum padaku. “Aku anak tunggal Lik, sejak SMP bapakku sudah meninggal,” katanya kemudian. Kami terdiam. Suasana hening, hanya sesekali terdengar ciut anak ayam dari bawah kolong rumah. “Satu hal lagi Lik, kenapa aku tidak bisa kuliah,” katanya kemudian memecah keheningan. “Apa itu?” aku menatapnya. “Beasiswaku dicabut.” “Apa?” “Ia, masalah demo kemarin, aku tertangkap kamera dan masuk koran. Tidak ada yang bisa membiayai sekolahku Lik, apalagi ibuku sudah tua dan tak bisa lagi bekerja.” Sekali lagi aku kagum sama si genius ini. Seorang yang berasal dari kampung pelosok tapi memiliki pola pikir yang luar biasa. Selain itu, ia adalah anak yang tegar. Disaat aku masih bergantung sama orang tua, ia malah menjadi tulang punggung keluarga. Perlahan ku tinggalkan rumah itu dengan linangan air mata. Aku yakin suatu saat nanti ia akan jadi orang besar.n Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Biologi Unhas Angkatan 2015, Anggota FLP ranting Unhas
Aku bertahan, pura-pura menangkap kebisingan dari dalam gerbong tua yang lambat laun tergerus hingga keretak kacanya luruh nyaris menguliti sekujur dagingku yang tinggal pahit Aku hanya termenung, melihat detak jarum jam seakan telah mati dan aku bagai sepotong ranting kering yang terbanting ke dalam belukar waktu terbujur meregang elegi Tapi aku tak ingin tersulut untuk memusuhi waktu sebab atas lajunya, ia adalah penasehat terbaik bagi sebuah perjalanan Mungkin dengan meninggalkan aku pada peratapan adalah caranya membawaku pada perayaan Depok, 2016 Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pancasila, Angkatan 2011
Duri-duri yang Sakit Oleh Wiwiniarmy Andi Lolo Rampai amarah adalah kuncup, hari ini Di lain waktu -dulu sekali- ia menjelma menjadi teriakan Berselimut ragu dan langkah berselang cemas -kiniAlih-alih menantang lantang, Separuh baris telah kosong di balik garis Betapa malang, hal yang disebut perjuangan itu.. Kuncup tak jua mekar, hari ini.. Entah ia bersembunyi malu-malu Entah ia termangu ragu-ragu Sungguh, mereka telah lupa akan indahnya merah di sela duri Atau mungkin telah tiba zaman, Dimana mawar dicipta untuk tidak mekar? Hari ini, terdengar bisikan dari negeri seberang Arief Rahman Hakim merongrong ingin kembali Sebab mekar perubahan yang pernah dititipkannya Kini hanyalah duri-duri yang sakit! Penulis adalah Mahasiswa Sastra Inggris 2013 Anggota Kelompok Studi Seni Sastra dan Teater (Kosaster) Keluarga Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Unhas
14
RESENSI
identitas
NO. 874, TAHUN XLIII, EDISI AWAL FEBRUARI 2017
identitas
NO. 874, TAHUN XLIII, EDISI AWAL FEBRUARI 2017
Apalah Arti Pandawa Tanpa Drupadi
Sementara pada sesi kedua, dua materi yang disampaikan yakni Etika dan Profesionalisme di Bidang Kedokteran serta Kolaborasi Interprofesional dan Profesionalisme di Bidang Kedokteran. Masing-masing dipaparkan oleh Prof dr Syarifuddin Wahid, SpF SpPA PhD dan Prof dr Irawan Yusuf M, PhD selaku Guru
Dibalik lelaki sukses, ada wanita hebat di belakangnya.
K
Judul Buku Penulis Genre Ukuran Cetakan Penerbit
: Drupadi : Seno Gumira Ajidarma : Fiksi : 125x200 mm, vi+149hlm : Pertama, Januari 2017 : PT Gramedia Pustaka Utama
ira-kira seperti itulah gambaran hubungan Drupadi dan suaminya, dalam novel berjudul “Drupadi” karya Seno Gumira Ajidarma. Ia merupakan sosok istri penurut dan adil pada kelima suaminya, yakni Yudhistira, Arjuna, Bima, Nakula, dan Sadewa. Sosok istri yang selalu mendampingi Pandawa (red: istilah yag dipakai untuk kelima suaminya) baik suka maupun duka. Meski telah menerima penghinaan karena kebodohan suaminya pula. Kisah bermula, ketika Raja Pancala mengadakan sayembara dalam rangka mencari sosok suami untuk Drupadi, anaknya. Syaratnya pun tak tanggungtanggung. Untuk meminang sang putri yang kecantikannya telah menjadi buah tutur dari mulut ke mulut. Haruslah seorang dengan derajat tak lebih rendah darinya, dan mampu memanah seekor burung yang bertengger di atas kepala seorang penari, yang tak berhenti meliuk-liukkan badan. Para raja dan kesatria dari segala penjuru, hadir untuk mengikuti sayembara, namun tak seorang pun berhasil menjadi pemenang. Hingga datanglah Arjuna, yang menyamar sebagai pendeta. Dengan kesaktian
yang ia miliki, dengan mudah ia memanah sasaran dan menjadi pemenang sayembara. Tak sedikit yang menentang karena status sosial Arjuna yang diragukan. Namun setelah terkuak fakta bahwa ia adalah anak dari Pandu, Raja Hastina yang telah meninggal. Ia pun diakui. Tapi tetap saja pergulatan kecil pun tak terhindarkan. Kurawa atau seratus bersaudara anak Destarastra (red: raja pengganti Pandu), tak terima atas kemenangannya. Pandawa dan Kurawa memang dikenal tak pernah akur sejak kecil. Walaupun mereka terikat sebagai saudara sepupu. Bahkan penyamaran Arjuna dan saudarasaudaranya, dikarenakan mereka hampir terbunuh. Akibat kelicikan para Kurawa, yang tak ingin tahta kerajaan Hastina diserahkan kepada Pandawa. Singkat cerita, pergulatan tersebut dengan mudah dimenangkan oleh Arjuna dan saudaranya yang juga ikut serta. Dibawalah Drupadi ke gubuk tempat tinggal sementara Pandawa dan ibunya, Dewi Kunti. Drupadi yang berakhir sebagai istri lima bersaudara ini, pun bukan tanpa sebab. Awalnya, para Pandawa tak ada yang bersedia memperistri, wanita
yang dikatakan kecantikannya melebihi bidadari ini. Masingmasing mereka merasa tak enak hati. Jika memiliki Drupadi seorang diri sedangkan mereka adalah saudara. Akhirnya, Dewi Kunti pun memutuskan untuk menikahkan Drupadi dengan kelima anaknya. Suatu hari, para Pandawa diundang ke pesta yang diadakan oleh Kurawa. Saat itulah perselisihan antara Pandawa dan Kurawa semakin membesar. Ketika Yudhistira harus kalah bermain judi dengan Sangkuni (paman Kurawa dari ibu) yang licik. Pandawa harus kehilangan semuanya, termasuk kehilangan hak atas dirinya sendiri. Bahkan mereka harus rela melihat istrinya dipermalukan dan dilecehkan, oleh Kurawa di depan mata mereka sendiri. Drupadi pun geram atas penghinaan yang ia terima, dan bersumpah akan membalas Kurawa. Dua belas tahun kemudian, kesempatan itu pun terjadi. Dengan bantuan dari kerajaan Pancala dan Wirata, Pandawa berhasil mengalahkan Kurawa dan pasukannya dalam perang Bharatayudha. Tak terungkapkan bagaimana senangnya Drupadi atas kemenangan ini. Namun di sisi lain ia dan Pandawa
sangat bersedih, karena telah kehilangan orang-orang terkasih dan orang-orang yang mereka hormati, sebab gugur dalam perang. Begituah kira-kira gambaran besar isi novel ini. Bagi penikmat pewayangan pasti sudah tahu bagaimana alur cerita sebelum membaca novel ini. Namun bukan berarti buku yang terdiri dari sepuluh bab ini tak menarik lagi untuk dibaca. Disisipi oleh sajak yang berat, Seno menyajikan novelnya dengan cara penceritaan yang sedikit berbeda Sedikit kekurangannya, novel ini disajikan secara singkat dan melibatkan banyak tokoh. Sehingga akan membuat pembacanya sedikit bingung untuk memahami alurnya, jika tak pernah membaca sejarah Bharatayudha. Meski kadang tak logis, tapi novel ini banyak menyelipkan nasihat. Seperti “Kini aku mengerti bahwa pengabdian yang sempurna adalah setia kepada peranan hidup kita, apapun peran yang kita mainkan.” Akhir kata, selamat membaca dan berpetualang menjelajahi bagian kisah epik Mahabarata ini.n Irmayana
15
KAMPUSIANA
Besar FK-UH. Dimoderatori oleh Prof dr Muhammad Nassrum Massi, PhD. “Semoga setelah kegiatan ini, memunculkan beberapa kebijakan dan rekomendasi Ristekdikti terkait hal kesehatan yang dapat membantu kesehatan masyarakat menjadi lebih baik lagi,” ujar Alfian selaku Ketua Panitia. (M43)
Seminar Nasional Accounting Days
identitas/sriwidiah Rosalina BST
Bermain: Mahasiswa Unhas mengikuti games yang merupakan salah satu dari rangkaian kegiatan Seminar Pertamina Ide Gila Energi Competition 2017 di Auditorium Prof A Amiruddin Unhas, Selasa (7/2).
Pengenalan Kampus Melalui Kompetisi dan Pameran SENAT Mahasiswa Fakultas Teknik (SMFT) Unhas kerjasama dengan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) adakan kegiatan Teknik Mencerdaskan Bangsa (Times) 2017, Minggu (22/1). Kegiatan ini dilaksanakan di Baruga AP Pettarani yang pesertanya berasal dari Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah se-Sulawesi Selatan. Melalui acara ini, para siswa disuguhkan peragaan rakitan mobil hemat energi, roket, robot, maket
dan prototype rangka pondasi. Selain itu, mereka diberikan materi pengenalan Fakultas Teknik dan ke-Unhas-an oleh Ilham Jaya, Ketua Program Mahasiswa Wirausaha. Sebanyak 1400 siswa mengikuti lomba sains Times. Mereka mengerjakan lima belas soal yang terdiri dari Mata Pelajaran Matematika, Fisika, Biologi, dan Kimia. Pemenang pertama merupakan siswa utusan SMAN 3 Sengkang, Chairil Sastria. Pemenang kedua dari SMAN 2 Labakkang, Farhan Alfaraby, dan Fatur Rahman Abdillah dari SMA 2
Sungguminasa sebagai pemenang ketiga. Mereka nantinya akan diprioritaskan masuk FT melalui jalur Penelusuran Prestasi Olahraga, Seni dan Keilmuan (POSK). Kegiatan yang pertama kali diadakan pada 2014 ini, diharapkan dapat membuka wawasan siswa SMA atau sederajat terhadap teknologi. “Ketika kuliah nanti tidak gagap lagi akan teknologi terbaru yang sedang dikembangkan demi kemajuan bangsa,” kata Muhammad Wardiman Razak selaku ketua panitia, Minggu (24/1). (Sih)
Simulasi SBMPTN Motivasi Siswa SMA LEMBAGA Khalifah Institut dan Unhas selenggarakan kegiatan Simulasi SBMPTN 2017 di 21 Kabupaten se-Sulawesi Selatan khususnya Kabupaten Takalar, Minggu (22/1). Acara ini berlangsung selama satu hari dan diikuti oleh 428 peserta dari 47 sekolah yg ada di Kabupaten Takalar. Berlangsung di Gedung Juang Lapris. Acara ini dibuka langsung oleh Bapak Drs. H M Rahim selaku asisten III Sekretaris Daerah Takalar. Hadir tiga pemateri yang memotivasi peserta seperti
Jamaluddin S.si (Mahasiswa Beasiswa S2 Teknik perminyakan Di universitas Petroleum China ) Asrullah (mahasiswa Hukum Unhas 2014, dan juara satu debat hukum nasional di unair surabaya) dan Syamsuddin Yunus (Akuntasi Unhas 2014 ,pendiri dan pimpinan Ampa Bakery dan penerima beasiswa etos bidikmisi). Salah satu peserta mengungkapkan manfaat kegiatan ini,“Kegiatan ini sangat membantu kami selaku siswa SMA dalam mempersiapkan lebih awal untuk mengikuti SBMPTN . Saya ingin
masuk di jurusan Teknik Sipil Unhas . Dengan cara inilah saya bisa mempersiapkan lebih dini.” Kesan Imran Andriansa, peserta dari SMA 3 Takalar. Menurut Ketua Panitia Syahrullah yang juga koordinator Teamwork Takalar, Kegiatan tersebut memberikan dampak positif “Memberikan pengetahuan baru kepada siswa apa itu SBMPTN supaya bisa mempersiapkan dini. Simulasi ini merupakan suatu gambaran tes saat mengikuti tes tertulis nantinya.” Katanya, Minggu (22/1). (M47)
FK Rayakan Hari Jadi dengan Seminar Kebijakan FAKULTAS Kedokteran Unhas (FK-UH) merayakan hari jadi keenam. Salah satu kegiatan utamanya yakni Seminar Kebijakan bertema “Sinergi dalam Profesionalisme untuk Indonesia Sehat”, Sabtu (28/1). Bertempat di Aula Prof Dr Amiruddin FK-UH, kegiatan ini dihadiri 676 peserta dari kalangan mahasiswa, dosen, dan dokter.
Seminar ini dibagi atas dua sesi. Sesi pertama, dua materi disampaikan yakni Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan dan Pelayanan Kedokteraan, dipaparkan oleh Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kementerian Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi, Prof dr Ali Ghufron, Mc PhD. Sedangkan materi kedua tentang
Kebijakan Pemerintah dalam Peningkatan Mutu Pendidikan dan Pelayanan Kedokteran untuk Indonesia Sehat, dibawakan oleh Direktur Hukum, Komunikasi dan Hubungan Antar Lembaga Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, Dr dr H Bayu Wahyudi, SpOG MPHM MHKes MM(RS). Dimoderatori langsung oleh Prof Dr dr Nurpudji Astuti, MPH SpGK(K).
IKATAN Mahasiswa Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unhas (IMA FEB-UH) adakan Seminar Nasional di Auditorium Prof Amiruddin. Sabtu (4/2). Mengangkat tema “Pembangunan Lingkungan melalui Penerapan Green Accounting Menuju Sustainability Report yang Transparan dan Akuntabel”, acara ini dihadiri oleh Ir Laksmi Dhewanty MA selaku Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bidang Industri dan Perdagangan Internasional. Menghadirkan pula dua pemateri yakni Ali Darwin Ak MSc dan Dr Sylvia Veronica NP Siregar SE Ak (anggota Tim Implementasi Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia). Berturut, mereka memaparkan materi tentang Penerapan Green Accounting Melalui Sustainability Reporting dan Perlukah Pengadopsian atau Pembuatan Standar Baru dalam Penerapan Green Accounting? Ali Darwin menjelaskan bahwa masyarakat salah kaprah jika
mengartikan pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan secara besar-besaran dan terus menerus. “Pembangunan berkelanjutan adalah melakukan pembangunan ramah lingkungan secara terus menerus,” tegasnya. Seminar ini juga dirangkaikan dengan pengumuman pemenang Accounting Writing Competition. Adapun pemenangnya, juara satu sampai juara tiga didapatkan berturut-turut oleh Fahmi Firdaus dan Agnes Febiola dari Universitas Jember, Asmara Tampi dan Asri Purwanti dari Universitas Negeri Semarang, serta Santiya dan Maychelie Vincent dari Universitas Katholik Widya Mandala. Muhammad Nurfauzan selaku Ketua Panitia menuturkan harapan semoga kegiatan positif seperti ini dapat terlaksana tiap tahunnya. “Kami berharap ilmu yang didapatkan peserta seminar nasional bisa diimplementasikan untuk memajukan bangsa dan negara,” ujarnya. (M52)
Diskusi Publik UKPM BERTEMPAT di Pelataran Baruga Andi Pangerang Pettarani, Unit Kegiatan Pers Mahasiswa (UKPM) gelar diskusi publik. Mengangkat tema “Satu Langkah Menuju Kehancuran”, kegiatan diskusi ini dihadiri perwakilan beberapa lembaga kemahasiswaan Unhas, Kamis (9/2). Diawali dengan pembicara pertama, Kahar Mawansyah, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum mengenang aksi 2 Mei setahun silam yang melibatkan mahasiswa se-Makassar. Ia juga menceritakan aksi di Unhas pada 16 Januari lalu, bertepatan dengan Kick Off PTN Berbadan Hukum (BH) oleh Aliansi Unhas Bersatu yang menolak komersialisasi pendidikan. “Menjadikan mahasiswa sebagai konsumen, pendidikan pun menjadi barang yang diperjualbelikan, sehingga mahasiswa harus membayar lebih ketika ingin mendapatkan ilmu,” katanya diselasela diskusi. Kahar lalu bercerita bahwa sebelum sempat bertemu dengan Prof H Mohamad Nasir PhD Ak, Menteri Riset dan teknologi Pendidikan Tinggi, mahasiswa dihadang, diseret lalu dipukuli oleh Satuan Pengamanan (Satpam) kampus. Akibatnya menyusul beberapa aksi lanjutan dengan tambahan tuntutan yakni
mengecam tindak represif satpam, yang berujung pada dialog dengan Rektor Unhas, Prof Dwia Aries Tina Pulubuhu MA, Rabu (8/2). Pembicara kedua berasal dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Edy Kurniawan. Ia berbeda pendapat mengenai kata represif. Menurutnya, kata represif mengacu antara aparat kelengkapan negara termasuk polisi dan tentara yang melawan warga sipil. “Pertanyaannya sekarang, apakah satpam termasuk aparat negara? Menurut saya kata yang tepat bukan represif tapi pengeroyokan,” sanggah Edy mengawali pembicaraannya. Tindak lanjut mahasiswa dengan melaporkan pemukulan oleh satpam kampus menurut Edy tidak tepat. “Saya pesimis dengan laporan pidana terkait kasus ini, mahasiswa kurang hati-hati. Tindakan tersebut melemahkan gerakan mahasiswa, karena jalur hukum itu berbelitbelit dan banyak menghabiskan waktu,” tambahnya. Setali tiga uang dengan Edy, Aman Wijaya selaku pembicara ketiga mengatakan pergerakan mahasiswa saat ini merupakan suatu kemunduran sebab terlalu percaya jalur hukum. Bahkan ia mengkritik lebih jauh lagi, “Kalian sudah dipukuli, malah pergi diskusi,” katanya diiringi gelak tawa peserta diskusi. (Mal)
16
JEJAK LANGKAH
identitas
NO. 874, TAHUN XLIII, EDISI AWAL FEBRUARI 2017
Aktif Organisasi, Raih Prestasi Jangan berpikir berorganisasi dapat menghambat pencapaian prestasi, sosok jejak langkah kali ini, punya banyak organisasi dan segudang prestasi.
S
ejak upacara peringatan Hari Pendidikan tahun lalu, Muhammad Nur Setia Budi resmi menyandang gelar Mahasiswa Berprestasi (Mawapres) Unhas 2016. Untuk meraih gelar ini, ia harus melewati proses seleksi mulai dari tingkat fakultas sampai tingkat universitas. Tentunya, hal tersebut tak bisa dikatakan mudah. Budi, sapaan akrabnya, harus menghadapi kompetitorkompetitor yang tak kalah hebat darinya. “Di tingkat universitas, saya dipertemukan dengan tiga belas Mawapres dari fakultas lain, yang menurut saya benar-benar luar biasa,” ujarnya saat diwawancarai via media sosial, Selasa (31/1). Belum lagi kriteria-kriteria yang harus dipenuhi. Seperti aktif kegiatan ko-kurikuler maupun ekstrakurikuler, mengumpulkan Karya Tulis Ilmiah (KTI) dan kriteria pendukung lainnya.
Untuk kriteria pertama, tak menjadi masalah bagi mahasiswa Departemen Hubungan Internasional (HI), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ini. Tercatat, sejumlah organisasi ia jadikan tempat mengasah softskill-nya. Saat ini, ia menjabat sebagai Ketua Unhas Model United Nations (Unhas MUN). Sebelumnya, mahasiswa angkatan 2013 menjabat sebagai Under Secretary General Internal Oversight di organisasi yang sama pada kepengurusan periode 20152016. Tak hanya di MUN, ia juga aktif sebagai pengurus di Foreign Policy Community Chapter Unhas 2015-2016. Tahun sebelumnya pun ia aktif di Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional (HIMAHI) periode 2014-2015 sebagai Anggota Departemen Advokasi dan Kajian Strategis. Berkat aktif berorganisasi, lelaki asal Kota Pare-Pare ini banyak menghasilkan prestasi.
Budi pernah meraih Best Position Paper In Singapore Model United Nation 2015, Chairperson in Lyon Model United Nation Prancis 2016, Chairperson in Padjadjaran Model United Nation 2017 dan Juara I Kompetisi Public Speaking Kota Makassar. Kesibukannya di organisasi dan seringnya ia mengikuti kegiatan di luar tak lantas membuatnya lalai akan akademiknya. Terbukti tiap akhir semester, Indeks Prestasinya konsisten berada diatas angka tiga. Prestasi-prestasi dan keaktifannya dalam berorganisasi menjadi modal awalnya untuk meraih gelar Mawapres. Tak lupa, syarat lainnya pun segera ia penuhi, yakni membuat KTI. Untuk menyelesaikani KTI-nya, alumni SMAN 5 Pare-Pare ini, banyak belajar dan meminta bimbingan dari orang sekitarnya, seperti dosen pembimbing dan senior-seniornya. “Masukan
dari dosen pembimbing menjadi referensi saya. Selain itu, senior-senior saya di HI menjadi tempat favorit untuk brainstorming ide,” tuturnya. Butuh waktu empat bulan, untuk Budi mengikuti semua proses seleksi. Meski lama, semangatnya tak pernah surut. Salah satu motivasinya yakni ingin mengukur kemampuannya menyeimbangkan akademik dan organisasinya. “Saya ingin mengukur apakah saya mampu menjalankan kehidupan kuliah yang seimbang antara akademik dan organisasi” katanya. Hal tersebut pun akhirnya terbukti. Namun ia mengatakan keberhasilannya bukan karena kerja kerasnya sendiri tapi juga berkat dukungan dari keluarga dan teman-temannya. Ia pun berpesan kepada mahasiswa lain untuk tidak takut berorganisasi. “Akademik dan organisasi bisa jalan beriringan. Berprestasi di keduanya pun bukanlah hal yang tidak mungkin,” ujar Budi mengakhiri wawancara.n Musthain Asbar Hamsah
istimewa
Semangat Inovasi untuk Kemanusiaan
M
enjalani profesi sebagai dosen dan dokter tentunya mempunyai banyak tanggung jawab sosial. Mulai dari membimbing dan mengajar mahasiswa, sampai menganalisis serta mengobati penyakit pasien. Itulah yang dilakoni Prof Dr dr Nurpudji Astuti Daud MPH SpGK. Sebagai guru besar FK, ia aktif melakukan penelitian-penelitian dan menciptakan berbagai inovasi terkait masalah kesehatan. Contohnya, 1) ‘Pujimin’, kapsul albumin dari ekstrak ikan gabus, 2)‘Makanan Pendamping ASI Baruasa’, inovasi makanan untuk anak dibawah lima tahun, dan 3) minuman cokelat kedelai untuk mencegah kerusakan tulang. “Saya merasa sebagai dokter, diberi amanah untuk bisa menolong. Ini memotivasi saya untuk melakukan penelitianpeneltian,” ujar wanita yang pernah
mendapat penghargaan dari Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) Sulawesi Selatan ini. Kerja kerasnya pun berbuah hasil. Setelah peresmian Unhas sebagai Perguruan Tinggi Berbadan Hukum, Senin (16/1), dr Pudji mendapat penghargaan sebagai Dosen Inovator Terbaik 2016 berkat kapsul Pujimin. Penelitian yang dilakukan peraih predikat dosen berprestasi Unhas 2009 ini bukan tanpa kendala. Pembiayaan menjadi salah satunya. Penelitian itu sempat mendapat bantuan dana dari pemerintah provinsi. Namun, selanjutnya ibu tiga anak ini melakukan pembiayaan penelitian secara mandiri. “Pada saat menulis sesuatu, jangan memikirkan uangnya, lakukan dulu yang terbaik apa yang mau dilakukan. Bagi saya uang bukan tujuan utama,” tegas Nurpudji.
“Saya merasa sebagai dokter, diberi amanah untuk bisa menolong. Ini memotivasi saya untuk terus melakukan penelitian.”
Alhasil, dia pun sering memberikan produk inovasinya kepada pasien kurang mampu secara cuma-cuma. Ia mengatakan semua hasil inovasinya itu hak mereka. “Semua hanya lewat tangan kita untuk disalurkan,” ujar wanita kelahiran Oktober 1956 ini. “Ada satu hal yang luar biasa saya rasakan, pada saat kita memberikan pertolongan lantas anak itu sembuh dengan baik. Lalu melihat orang tuanya datang memeluk, saya begitu terharu,” katanya, bercerita. Olehnya, ia berharap agar lebih banyak lagi penelitian yang bisa diciptakan, mengingat pentingnya regenerasi dalam penelitian. “Saya harap akan banyak publikasi ilmiah dan paten keluar. Peneliti muda itu harus menjadikan meneliti sebagai hobi. Apapun hasilnya, positif atau negatif, jangan pernah putus asa,” tambahnya.n Musthain Asbar Hamsah istimewa