Identitas Akhir April

Page 1

identitas

Penerbitan Kampus Universitas Hasanuddin

NO. 857 | TAHUN XLII | EDISI AKHIR APRIL 2016

Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat

Eksistensi Sosok Kartini Kini Munculnya banyak pemimpin perempuan hari ini seperti halnya di Unhas dipengaruhi oleh banyak faktor. Perempuan masa kini sudah memiliki kualifikasi yang layak untuk menjadi seorang pemimpin. Lanjut hal.10


2

twitter

identitas

NO. 857 | TAHUN XLII | EDISI AKHIR APRIL 2016

tajuk

karikatur

Mendekati SBMPTN, beberapa mahasiswa 2015 kembali daftar ulang. Alasannya UKT mahal/ salah masuk jurusan, prospek jurusan tidak menjanjikan. Bagaimana pendapat Anda?

PTN-BH Ingin Dicabut! Unhas kembali bergejolak. Selasa 12 April lalu ratu­ san mahasiswa kembali menggelorakan aksi menolak Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum yang kini disandang kampus berlogo ayam jantan ini. Ini bukan kali pertamanya, sejak kabar otonomi ini berhembus, pergolakan mahasiwa terus terjadi. Penolakan mahasiswa ini tentu beralasan akan kekhawatiran komersialisasi kampus yang kian hari kian terlihat wujudnya. Kenaikan tarif sewa asrama ma­ hasiswa, kantin dan lainnya seolah menjadi tanda ko­ mersialisasi sudah dimulai. Sponsor dari perusahaaan pun kian marak di sudut-sudut kampus. Karenanya ma­ hasiswa menuntut agar PTN-BH ini dicabut. Sejatinya sebuah lembaga pendidikan, yang berfungsi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seperti yang terutuang pada UU 2 tahun 1989, pasal 16, ayat (1) tentang pendidikan tinggi telah dijelaskan bahwa perguruan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan me­ nengah yang diselenggarakan untuk mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademis dan profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. Kampus jangan sampai teralih fungsi menjadi lembaga yang mementingkan laba dengan “menjual” aset-aset yang dimiliki serta mengabaikan kepentingan mahasiswa sebagai aktor utama. Karena ingin tertata indah dan menawan agar menarik keuntungan, hingga membatasi kreativitas mahasiswa dengan larangan jam malam di kampus. Jika hanya karena alasan keindahan kampus, la­ rangan jam malam bukanlah solusi yang tepat. Maha­ siswa bukan manusia yang tak suka keindahan dan hanya tahu mengotori dan membuat rektor malu saat jalan bersama tamu karena melihat pakaian terjemur dimana-mana. Mahasiswa hanya perlu duduk bersama birokrasi, saling menyampaikan gagasan dan keinginan masing-masing tanpa ada pihak yang merasa dirugikan. Mahasiswa juga tak melulu menginginkan turun ke jalan menyuarakan aspirasi mereka jika ternyata ar­ gumen mereka juga didengar. Dan birokrasi bukanlah pemerintah diktator yang sewenang-wenang memutus­ kan segala hal, terlebih lagi jika menyangkut kehidupan mahasiswa dalam kampus. Birokrasi harus memposisi­ kan diri sebagai orang tua mahasiswa, bukan sebagai lawan. Seperti dalam sebuah keluarga, jika seorang ayah atau ibu sewenang-wenang mengambil keputu­ san tanpa meminta tanggapan dari anaknya, maka bisa jadi malah anaknya akan melawan. Hadirnya rektor dalam diskusi PTN-BH kemarin se­ harusnya menjadi ajang untuk saling bertukar pikiran dan mencari solusi yang bijaksana. Bukan kekeh dengan pendirian masing-masing yang pada akhirnya berujung saling sikut pendapat dan saling tantang me­ nantang satu sama lain. Terlihat dari dialog kemarin, rek­ tor mempersilahkan mahasiswa mengajukan Judicial Review jika ngotot ingin mencabut PTN-BH dan rek­tor menantang mahasiswa untuk tidak mengguna­ kan sponsor saat kegiatan. Jika Judicial Review pada akhirnya menjadi satusa­tunya jalan, maka mahasiswa tak boleh mundur. Ja­ ngan hanya kicauan sementara, tapi secara serius tak ingin melihat kampus ini terkomersialkan. n

Iza ‫@‏‬MuchlizaMuhtar @identitasonline saya mi itu mau daftar ulang hahaa

Risky Wulandari ‫@‏‬rirywulandari @identitasonline akibat biaya pendidikan yang mahal, ma­ hasiswa lantas berparadigma ekonomi. 2. Mengeluarkan sekurang2nya untuk keuntungan atau kepastian masa depan yang lebih pasti 3. Yah wajar saja mereka berpikir demikian, universitas telah lebih dulu menanamkan pemikiran itu lewat sistem.. #sedihhh.. KARIKATUR/ SRI HADRIANA

dari redaksi

Bila anda memiliki informasi, harapan, dan saran mengenai kondisi Unhas silahkan hubungi dan kunjungi kami di

identitasonline @identitasonline bukuidentitas@gmail. com

identitasunhas.com 089630868669 082343555654

Rapat Kepanitiaan: Ketua panitia Diklat Dasar Jurnalistik Sri Hadriani memaparkan persiapan diklat dirumah kecil identitas, Kamis (14/4). Diklat yang diselenggarakan setiap tahunnya sudah yang ke 42.

Kartini di Rumah Kecil SELAMAT hari Kartini! Habis gelap terbitlah terang. Kalimat yang sangat melekat dalam diri seorang Kartini, wanita yang menginspirasi banyak orang bahwa wanita juga punya kebebasan menuntut ilmu, menyekolahkan anak. Meski masih menjadi perdebatan sebagian orang akan peran Kartini dibanding pahlawan wanita lainnya, sosok Kartini tetaplah menginspirasi wanita Indonesia. Semangat Kartini seolah tersirat baik di Rumah Kecil identitas. Meski kru didominasi oleh kaum hawa, tak menjadi penghalang untuk tetap menjalankan kewajiban menghadirkan berita untuk seluruh sivitas akademika Unhas. Sembari melaksanakan kuliah, mengerja-

kan tugas kuliah dan peliputan. Kerja-kerja keredaksian yang me­ nguras waktu dan tenaga yang banyak tetap menjadi semangat tersendiri bagi seluruh kru. Ditambah tugas kepanitiaan Diklat Dasar Jurnalistik 42 yang sebentar lagi terlaksana. Diklat ini kami persembahkan untuk seluruh mahasiswa yang mempunyai ketertarikan dalam dunia jurnalistik. Edisi Akhir April ini, kami menyaji­ kan liputan khusus mengenai marak­ nya mahasiswa yang kembali mengikuti tes masuk perguruan tinggi karena terjebak pada pilihan jurusan yang belum dikenali, civitas maraknya pe­ mimpin perempuan di Unhas dan be­ rita menarik lainnya. Selamat membaca! n

sms inbox assalamualaikum identitas saya ingin mnyampaikan keluhan terhadap salah satu pegawai perpustakaan sastra pgawai tsb seringkali mmarahi mahasiswa yg ribut, yah itu mmang tdak salah tapi dia juga seringkali mengganggu mahsswa, dia sering mnelpon dgn suara yg besar, kdang2 jga dia loudspeaker, itu sangat mengganggu, sharusnya dia sadar, jgn taunya hanya mnegur ksalahan mhsiswa tapi dia sndri tdak sadar kesalahannya terkdang sya mau mnegur tapi tdk enak 0853425xxxxx

identitas diterbitkan Universitas Hasanuddin berdasarkan STT Departemen Penerangan RI No: 012/SK/Dirjen PPG/SIT/1975/tanggal 20 Januari . ISSN:0851-8136. Beredar di lingkungan sendiri (non komersial) nKetua Pengarah: Dwia Aries Tina Pulubuhu nAnggota Pengarah: Junaedi Muhidong, Muhammad Ali, Abdul Rasyid Jalil, Budu n Penasehat Ahli : Anwar Arifin, Hamid Awaluddin, M. Akib Halide, Ishak Ngeljaratan, Razak Thaha, S.M. Noor, Aidir Amin Daud, M. Darwis, Nasaruddin Azis, Husain Abdullah, Sukriansyah S. Latif nKetua Penyunting: M. Dahlan Abubakar nKetua Penerbitan:Fajar S.Juanda nPenyunting Pelaksana: Akhmad Dani nKoordinator Liputan: Novianto Dwiputra Addi, Nur Alfianita N. nLitbang: Ermi Ulia Utami, Siti Atirah, Risky Wulandari nStaf Penyun­ting: Ramdha Mawaddha, Asmaul Husna Yasin, Fransiska Sabu Wolor nReporter: Khusnul Fadilah, Riyami, Nur Rismawati nFotografer: Nursari Syamsir (Koordinator), Kun Arfandi Akbar nArtistik dan Tata Letak: Radiah Annisa (Koordinator)nIklan/Promosi: Devika Saputri nTim Supervisor: Amran Razak, Maqbul Halim, Ibrahim Halim, Ahmad Bahar, Nasrullah Nara, Jupriadi, Nasrul Alam Azis, Tomi Lebang, Ikbal Latief, Abdul Haerah, Amiruddin PR, Muchlis Amans Hadi, Muh Ishak Zaenal, Zaenal Dalle, Sayid Alwi Fauzy, Arif Fuddin Usman, Gunawan Mashar, Rasyid Al Farizi, Ahmad Khatib Syamsuddin, Munandar Kasim, Supa Atha’na, Irmawati Puan Mawar n Alamat Penerbitan: Kampus Unhas Tamalanrea, Gedung UPT Perpustakaan Lt 1 Jl Perintis Kemerdekaan KM 10, Telp (0411) 589899, Fax 510088-Telex 71179, Makassar 90245. Website: www.identitasonline.net, E-mail: bukuidentitas@gmail.com nTarif Iklan: (Hitam/Putih) Rp 500 mm/kolom (Mahasiswa), Rp 1000,- mm/kolom (Umum), (Warna) Rp 1000,- mm/kolom (Mahasiswa), Rp 2000,- mm/kolom (Umum).

Redaksi identitas menerima tulisan berupa opini, esai, cerpen, puisi, ringkasan skripsi,/tesis/disertasi/penelitian & karikatur. Pihak redaksi identitas berhak mengedit naskah sepanjang tak mengubah nilai/makna tulisan. Tulisan yang termuat mendapat imbalan secukupnya (sebulan setelah terbit bisa diambil).

Sampul Edisi Akhir April 2016 Desain: Benny Suhardi Wiranata Layouter: Irmayana


agenda Simposium Nasional Kelautan dan Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Tema : “Mewujudkan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia Melalui Pengembangan Iptek Kelautan dan Perikanan” Waktu : 7 Mei 2016 Tempat : Auditorium Prof Ahmad Amiruddin Unhas Untuk info lebih lanjut, kunjungi : www.simnaskpunhas.com Climate Change And Tropical Marine Ecosystem Workshop Peer Project USAID Waktu : 27-20 April 2016 Tempat : Ruang Sidang Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan CP : 085215415740 E-mail : wiwik.inaku@gmail.com Pharmaceutical Science and Research Competition BEM Fakultas Farmasi Tema :“Kreasi generasi muda indonesia pada bidang sains dan teknologi dalam upaya peningkatan derajat kesehatan di era Masyarakat Ekonomi Asean” Waktu : 28 April-1 Mei 2016 Tempat : Gedung Fakultas farmasi Unhas CP : 081243420646 (wahyu) Lomba Cipta Puisi Diadakan oleh Sabana Pustaka dengan tema bebas Waktu penerimaan naskah 30 April 2016 Pengumuman 9 Mei 2016 Karya di kirim lewat email melalui alamat sabanapustaka@ gmail.com dengan format subjek lomba_puisi_(nama pengarang)

identitas

NO. 857 | TAHUN XLII | EDISI AKHIR APRIL 2016 Festival Budaya Tradisional Se-Sulawesi Selatan Tema “Mempertahankan Budaya dan Mengakomodir Perubahan” Dilaksanakan oleh Fakultas sastra Waktu : 21-24 April 2016 Tempat : Aula Prof Mattulada Fakultas ilmu budaya Unhas CP : 085298973429 (Insan) Open Recruitment SAR Unhas Tema “Berkepribadian teguh, mandiri, bertanggung jawab dan cinta akan kemanusiaan” Waktu : 4 April 2016 Tempat pengambilan formulir : Sekretariat Posko Gurila SAR Unhas, PKM II Lt.2 CP : 085299747243 (panitia Pelaksan) Makassar International Writes Festival Tempat : Benteng Fort Rotterdam Waktu : 18-21 Mei 2016 CP : 089918712231 (kiki) Estetis 2016 “Eksplorasi Teater Mahasiswa” oleh UKM Teater Kampus Unhas Tempat : Gedung Baruga Andi Pangerang Pettarani Unhas Waktu : Senin 25 April 2015 CP : 085213070302 (kiki) POP Cullinary Fest oleh mahasiswa Ilmu Komunikasi Fisip Unhas. Siapkan dan daftarkan untuk stand kuliner serta Group Band Musik kalian untuk ramaikan eventnya. Tempat: Pelataran Gedung Baruga AP Pettarani Unhas Waktu: Kamis, 12 Mei 2016 CP: 082394164723 (Nunu)

3

wall facebook Edisi Akhir April. Selasa lalu, (12/4) Aliansi Unhas Bersatu gelar aksi demonstrasi tolak PTNBH. Adapun tuntutan mahasiswa karena dgn PTN-BH mahasiswa dan masyarakat lah menjadi sumber pendanaan, UKT mahal serta tidak adanya transparansi keuangan terkait PTNBH ini karena dinilai PTN-BH merupakan liberalisasi pendidikan. Dalam aksi ini Rektor tdk ditempat. Mahasiswa Aliansi Unhas Bersatu dan WR III sepakat menggelar diskusi dua hari kemudian yang menghadirkan Rektor Unhas. Diskusi berlangsung dengan pemaparan argumen dari Rektor dan mahasiswa terkait PTNBH. Bagaimana pendapat Anda terkait hal ini? Kadafi Muammar Ada perbedaan pelik melihat sumpah & ikrar mahasiswa dengan tuntutan pada aksi mhswa terkait PTNBH..ketika sumpah & ikrar untuk mengikuti seluruh aturan kampus menjadi alasan untuk bersikap patuh dan nrimo..apakah ini atmosfir demokrasi dalam dunia akademik yg hendak disasar oleh para pimpinan kampus? hingga sekarang, sy masih menganggap aksi demo adalah bentuk kebuntuan komunikasi. Aksi mahasiswa ini pula jgn dilihat sbg aksi sporadis (krna hanya d unhas sj) dgn isu kecil..bukan sprti itu..krna visinya jelas pendidikan murah untuk pencerdasan rakyat vis-a-vis orientasi akademik berbasis profit.. titik temunya akan sulit..karena Unhas pun sebenarnya bukan penentu kebijakan..krna telah ada UU yg mengatur.. sebuah aksi akan berdampak optimal ketika isu yg dbawa it jelas..akan bias ketika isu besar ini hanya dijadikan tameng buat terbukanya negosiasi kasus kecil.. sekali lagi..sumpah & ikrar mahasiswa tidak ditujukan untuk menjadikan mhasiswa menjadi robot..ato keledai pemanggul buku2..Unhas akan kehilangan momentum kebaharuan ketika mahasiswanya ditekan pada poin tersebut.. di sisi lain, aksi ini butuh re-evaluasi pd visi+misi+goal yg jelas dan tepat dalam gerakannya.. #tabe’ M Dahlan Abubakar Sy kira kita pd posisi berpolemik. Filosofinya seseorang memilih PT krn dia mampu dan mau mengikuti aturan di lembaga itu. Di luar negeri orang kuliah ya sesuai aturan di PT tsb. Tak ada yg protes meski mungkin bisa saja berlawanan dg nuraninya. Jika dia tdk setuju dg aturan PT tsb, bisa sj dia tinggalkan. Kan seseorang tdk dipaksa hrs kuliah di PT A atau B. Dedy Ahmad Hermansyah Pernyataan pak Dahlan khas birokrasi. Wajar saja mengingat posisinya selama di birokrasi di kampus. Logika yang dipakai pun normatif, alih-alih filosofis. Hitam-putih. Dan tidak kenal kompromi. Ahistoris melihat dinamika dunia kampus dan gerakan mahasiswa. Di mana2 dalam sejarah, mau di Indonesia atau luar negeri, umumnya mahasiswa akan mengorganisir diri melakukan gerakan protes atas kebijakan kampus yang tidak berpihak. Saya kira pak Dahlan masih menggunakan cara berpikir orde baru, patriarkis, mencoba membangun dan membenarkan rezim kampus yang hanya melihat mahasiswa sebagai anak ingusan yang harus patuh pada bapaknya.Panjang umur gerakan mahasiswa! Fuad Nasir Perjuangan ini untuk siapa? Apapun bentuk perjuangan it, seyogyanya mereka berjuang memang demi Unhas yang lebih baik, demi kemanfaatan bersama, didasari niat baik. Kita tdk hendak menjatuhkan rektor, kita hanya mengingatkannya, karna Unhas adalah rumah kita bersama. Jangan sampai perjuangan itu terjadi hanya karena kita terusik, kenyamanan kita terganggu gara2 aturan jam malam misalnya. Saya berharap, AUB tdk seperti itu. Terakhr, mengutip kata Pak WR 3 di dlm sbuah wawancara di Kosmik TV, “Jangan selalu berpikiran, Apapun tolak, apapun tolak.” Muhammad Amri Penolakan atas PTNBH tentu tidak dapat dipandang dari satu perspektif saja, misalnya hanya dari perspektif hukum saja. Namun apakah fungsi penyelenggaraan pendidikan dalam wujud PTN Badan hukum tidak menyimpang dari filosofi pendidikan. Atau lebih jauh lagi, apakah sudah sesuai dengan kondisi sosiologis bangsa kita? Terkait aksi penolakan maupun protes oleh mahasiswa bukan hal yang tabuh di negara demokrasi ini. Kecuali aksi kemarin dilakukan di negara otoriterian atau negara yang pemimpinnya memiliki pendengaran atau alat indra yang disfungsi. Nurfitrianti Vivi Ini bukan masalah unhas ngatur kita ato kita mau ngatur unhas. Tapi ini masalah HAK. Terkait PTNBH, toh kebijakan itu tdk serta merta lngsung dr pihak unhas, tp memang sudah ‘disetir’ dari atas. Itulah potret pendidikan demokrasi dg iming-iming agar bs mnjadi kampus mandiri, mahasiswa mandiri. Sekali lagi, ini adalah masalah HAK. Lagian visi negara kan mencerdaskan kehidupan Bangsa, BUKAN mengambil memungut biaya dari anak Bangsa. Karena memang sdh mnjadi kewajiban pemerintah utk melayani rakyat, bukan rakyat yg melayani pemerintah! Maka tak heran, dahulu org2 dlm negara Islam itu melahirkan ilmuwan2 cerdas dan berakhlaq (Ibnu sina, al khawarizmi, Maryam Asturlaby, dll). Krn mmg pengurusan pemerintah trkait pendidikan pd saat itu betul betul SERIUS mengurus anak-anak Bangsa, sebab pendidikan itu digratiskan. Bahkan yg bisa menulis 1 buku saja itu nilainya sm dg sekian dinar yg jumlahnya sm dg ratusan juta rupiah, itu baru 1 buku. Jadi, kita sekolah tdk membayar justru pemerintah yg bayar kita kalo kita CERDAS... Ini baru namanya MENCERDASKAN BANGSA !Begitu kalo dlm sistem Islam... Lah sekarang, kita sudah bayar MAHAL, tidak mencerdaskan pula ! Kalo PTNBH dilanjutin, brarti sdh melenceng dr VISI negara yg sebenarnya. Jika suatu negara sudah tdk sesuai lagi dg visinya, ya sudah BUBAR ! BUBARKAN DEMOKRASI dan kita wujudkan #IslamRahmatanLilAlamin #SalamMahasiswaIslam #MahasiswaAntiDemokrasi #StopPTNBH


4

opini

identitas

NO. 857 | TAHUN XLII | EDISI AKHIR APRIL 2016

Pendidikan dan Praktik Kebudayaan Oleh: Nasrullah Mappatang HARI ini hiruk pikuk tentang dunia pendidi­ kan kembali menggelinding akibat berbagai perlakuan terhadapnya. Negara melalui pe­ nyelenggara negara hari ini hadir mengurusi pendidikan, meski dalam catatan sejarah, pendidikan adalah praktik yang diurusi oleh para bangsawan untuk cita kebangsaan. Dikatakan bangsawan disini karena mereka yang mengurusi pendidikan di awal negeri ini sebelum republik hadir adalah mereka yang berperan dalam mem­ bangkitkan kesadaran kebangsaan. Sesungguhnya, kata bangsawan diru­ juk kepada mereka yang berpikir tentang bangsa jika kita setia kepada akar ka­ tanya nation, nasion dalam terma bahasa Indonesia yang belakangan melahirkan kata nasionalis untuk para penganutnya. Sehingga tak berlebihan jika mengata­ kan perihal pendidikan adalah praktik kebangsa(wan)an itu sendiri. Dari jejak itu pula diketahui bahwa pen­ didikan tak hadir karena ada aturan yang mengharuskannya. Malah sebaliknya hadir melawan aturan politis penjajah kala itu yang menginginkan bangsa ini tetap dalam kubangan kebodohan. Sebut

misalnya pendidikan ala Taman Siswa, Muhammadiyah, Kayu Tanam, dan Seri­ kat Islam, juga berbagai deretan yang tidak sempat disebutkan disini, keha­ dirannya mengilhami berdirinya institusi pendidikan nasional dimana negara ha­ dir mengurusinya di kemudian hari. Kehadiran institusi institusi di atas ha­ dir dan mewujud sebagai pencerah bang­ sa yang melahirkan kesadaran untuk me­ lepaskan diri dari belenggu penjajahan kolonialisme. Itulah sejarah keberadaan pendidikan kita yang sepatutnya tak boleh dilupakan sampai hari ini. Dalam konteks yang disebutkan di atas pula, pendidikan mewujud kepada praktik kebudayaan yang politis dan berkebalikan dari upaya kolonialisme Belanda yang menginginkan penduduk negeri ini tetap terbelakang. Pun kalau ada kelompok ter­ didik buah politik etis, haruslah tetap bera­ da pada posisi subordinat di bawah domi­ nasi Belanda. Bukan seperti pendidikan yang mencerahkan ala para bangsawan pejuang kebangsaan di bidang pendidikan yang menyokong gerakan pencerahan dan kesadaran merdeka kala itu. Kolonialis Belanda kala itu pula me­ nerapkan politik etis dan politik asosiasi menggunakan elit pribumi sebagai kaki tangan untuk kepentingannya sebagai strategi kebudayaan. Sehingga, peran para penyelenggara pendidikan kebang­ saan pada masa itu sesungguhnya adalah lawan dari strategi kebudayaan ala kolo­ nialisme Belanda itu sendiri. Dengan demikian, sedikit di luar logika sehat jika pendidikan yang hadir di alam

kemerdekaan dewasa ini justru mengu­ langi laku penjajah yang tidak berpikir dan bertindak kebangsaan. Jangan ja­ngan yang mendaku negarawan pengurus nega­ ra hari ini tidak mengikuti takdir kebang­ saannya di bidang pendidikan. Jangan ja­ ngan pula kebangsaan dan jiwa bang­ sawan para pendahulu yang mempelopori pendidikan di negeri ini diam–diam ter­ lupakan atau sengaja diingkari. Terutama jika melihat cara pejabat negara memper­ lakukan pendidikan (tinggi) hari ini. Alam demokrasi memang memung­ kinkan kepemimpinan dan kepenguru­ san negara yang juga hadir karena akar bangsa (nasion) berganti tidak berdasarkan pertalian darah dan keturunan lagi. Dan memang bukan itu maksud dari hadirnya negara modern. Akan tetapi, spirit pencera­ han dan pemerdekaan di bidang pendidi­ kan tidak harus juga diganti dengan penge­ kangan dan penjajahan baru di negeri ini. Alangkah berwibawanya para pe­ nyelenggara pendidikan kita, terlebih pendidikan tinggi di negeri ini jika tidak mengulangi laku penjajah dalam mem­ perlakukan pendidikan. Karena jika de­ mikian adanya, kemerdekaan dan alam demokrasi yang dihadirkan oleh sejarah pergolakan kebangsaan kita akan mengu­ lang kata Niccolo Machiavelli. “Demokra­ si yang justru berujung anarki”. Demokrasi yang sejatinya untuk mem­ bebaskan justru mengekang. Kehendak berkuasa untuk memperbaiki justru malah semakin merusak. Itulah makna dari pe­ nanda kata anarki yang digaungkan oleh Machiavelli sebagai pengi­ ngat kepada

penikmat sistem demokrasi, terkhusus juga bisa dialamatkan kepada pemangku kebijakan pendidikan yang hari ini men­ jadi amanah penyelenggara negara. Menambahkan perihal ini pula, kata pe­ mikir dan teoritisi kebudayaan Antonio Gramsci, jika pendidikan adalah praktik ke­ budayaan itu sendiri, maka sesungguhnya kebudayaan yang terulang jika menelisik praktik pendidikan hari ini yang banyak kalangan dinilai semakin me­ minggirkan adalah praktik budaya kolonial. Agak memiriskan rupanya jika kita tak mampu move on dari peninggalan budaya kolonial ini. Dan, ketika banyak penyelenggara negara mendaku sebagai yang terbaik dan terhebat, ternyata di sisi lain sesungguhnya justru tak kemana– mana dari segi laku berbudaya. Malah jauh mundur ke belakang mengadopsi cangkokan budaya kolonial yang fisiknya telah diusir lama oleh para “bangsawan” di negeri ini. Bangsawan bukan sebagai “great man”, tapi mereka yang berpikir dan betindak kebangsaan di awal bangsa dan negeri ini belajar untuk berdiri. Sebagai refleksi mendalam, bijak kira­ nya jika kita mengevaluasi bagaimana pendidikan sebagai sebuah warisan kebu­ dayaan diperlakukan hari ini. Sudahkah didudukkan di posisi yang mulia seba­ gaimana para pendahulu menempatkan­ nya. Atau jangan–jangan hari ini pendidi­ kan malah diperlakukan sebaliknya. n Penulis adalah Alumni Unhas & Pendiri Lingkar Advokasi Mahasiswa (LAW)

aksara

Kampus Tanpa Literasi, Jadi Apa?

Oleh: Bagus Wawan Setiawan UNTUK kita semua penghuni kampus megah ini yang cenderung apatis dan tidak terketuk hatinya. Tulisan ini hadir agar dapat sedikit memberi gambaran tentang kampus yang berbudaya dan se­ bagai kawah candradimuka, yang mana sebagai tempat untuk penggemblengan diri pribadi agar menjadi orang yang me­ miliki karakter yang kuat, terlatih dan tangkas. Inilah yang harus menjadi pemaknaan kampus sebagai kawah candradimuka. Namun, yang ingin saya bahas bukan­ lah itu, hal yang ingin menjadi garis be­ sar adalah budaya membaca dan diskusi yang tergerus dari dalam kampus untuk saat ini. Menjadi mahasiswa dewasa ini sudah seperti kewajiban pendidikan yang harus ditempuh setelah lulus dari SMA. Dalam masa ospek, identitas senior dan junior

sangat ditekankan bahkan dengan caracara seperti kekerasan verbal hingga tak jarang kontak fisik agar semua patuh. Tetapi di sini tidak sedang berfokus pada ospek yang selalu menuai kontra. Bukan juga soal tradisi yang mengharus­ kan hidup mandiri, pintar mengatur uang saku, dan menjaga diri, tetapi tentang tradisi membaca dan berdiskusi. Ya, dua hal ini tampaknya ada di tempat yang jauh dari kebanyakan mahasiswa sekarang. Berdasarkan data badan PBB yang me­ ngurusi anak-anak, UNESCO. Presentase minat baca anak Indonesia sebesar 0,01 persen. Artinya, dari 10.000 anak bangsa, hanya satu saja yang memiliki minat baca. Ini tentu sangat memperihatinkan, khu­ susnya kepada kalangan mahasiswa jika sampai saat ini hampir tidak pernah mem­ baca sebuah buku atau menempatkan waktu membaca buku, sebagai prioritas. Berikutnya tentang berdiskusi. Mendis­ kusikan buku-buku bacaan misalnya. Bertukar pikiran dan persepsi setelah membaca buku tentu saja akan lebih memperkaya obrolan di ruang-ruang dan sudut kampus. Dunia kampus yang syarat akan ilmu menjadi hidup. Proses belajar tidak lagi terpaku saat di dalam ruang dan jam ke­ las. Dialektika bisa mengalir setiap hari­ nya tanpa mengganggu obrolan yang lain.

Tetapi tak jarang juga kemajuan teknologi turut membawa kegiatan berdiskusi di dunia maya lewat berbagai aplikasi chat. Baik membaca dan berdiskusi, nyatanya masih selalu relevan berjalan mengim­ bangi perubahan zaman. Keduanya ini juga bukan hal baru dalam sejarah peradaban manusia. Sejak ditemukannya medium untuk menulis, manusia-manusia di masa itu juga me­ mulai sebuah dialektika ketika membaca ulang catatan-catatan mereka di rentang waktu yang berbeda. Pada era digital sekarang, sebenarnya akses membaca maupun berdiskusi sa­ ngat dimudahkan, seperti yang dijelaskan di atas. Membaca ternyata tak hanya bisa dipatok asalnya dari buku saja. Kehadiran Internet banyak sekali memberi informasi pengetahuan yang sangat melimpah. Jika dikembalikan lagi, saat ini sudahkah kita memanfaatkan Internet lebih dari sekadar menghidupkan berbagai aplikasi chat atau game? Jika iya, seberapa sering kita me­ manfaatkan melimpahnya informasi yang tersedia di Internet? Juga soal berdiskusi. Dari derasnya arus informasi yang dida­ pat tentu sebenarnya lebih mudah untuk mengeluarkan pikiran hasil reaksi dari aksi membaca. Berdiskusi secara online di grup-grup dalam aplikasi chat sebenar­ nya amat sangat memungkinkan. Namun

sekali lagi, sudahkah kita memanfaatkan­ nya untuk hal-hal lain, se­perti diskusi di grup dengan anggota ba­nyak orang dari­ pada hanya untuk berkirim pesan ke satu orang saja? Maka ospek yang kental dengan konsep senior dan junior tampaknya tidak men­ jadikan tradisi membaca dan berdiskusi sebagai poin utama menuju jalan “agent of change”. Ospek hanya menyentuh hala­ man luar soal pengenalan fitur-fitur kam­ pus dan pengaderan organisasi pembantu kerja birokrat kampus. Membaca adalah sarana meluaskan pengetahuan dan mempertajam nalar kritis, memengaruhi pola pikir kita melihat realita sosial dan mendiskusi­ kan ba­nyak hal terkait apa yang dipikir­ kan. Hidup cuman sekali, makanya banyak orang yang membuat karya. Karena ha­nya dengan itu mereka bisa dikenang. Serangkaian tradisi ini secara tidak lang­ sung sebenarnya adalah sebuah langkahlangkah menuju ke perubahan seperti jar­ gon mahasiswa sebagai “agent of change”. Selamat membaca dan berdiskusi. Panjang Umur Pergerakan dan persatuan. n Penulis adalah Mahasiswa Teknik Mesin Angkatan 2011


wansus

identitas

NO. 857 | TAHUN XLII | EDISI AKHIR APRIL 2016

Utamakan Pendidikan dalam

kronik

Pengelolaan Hutan Ekowisata Indonesia memiliki banyak hutan. Namun dari tahun ke tahun, jumlah lahan tersebut semakin berkurang disebabkan berbagai hal. Padahal banyak dari hutan tersebut yang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi hutan ekowisata. Oleh karenanya perlu ada sosialisasi kepada seluruh lapisan masyarakat agar pengembangan dan pengelolaan hutan ekowisata diketahui secara merata. Berikut kutipan wawancara reporter identitas Khusnul Fadilah bersama Direktur Indecon Indonesia Ary Suhandi pada kegiatan seminar nasional di Aula Fakultas Kehutanan Unhas dengan tema “Optimalisasi Pengelolaan Hutan Pendidikan”, Sabtu (26/03). Apa yang menjadi target dari hutan ekowisata ? Ada dua sisi yang menjadi target hutan ekowisata. Pertama sisi pendidikan dan kedua sisi wisata. Wisata kan berawal dari kebutuhan masyarakat akan sesua­ tu, misalnya masyarakat membutuhkan sesuatu yang fun. Nah di hutan tersebut masyarakat bisa melakukan kegiatan yang membuat mereka senang. Sembari bersenang-senang tersebut harus ada nilai-nilai pendidikan yang didapatkan. Apa yang harus dilakukan untuk memenuhi kedua target tersebut ? Perencanaannya harus baik. Perlu dibuatkan aturan yang jelas, jadi sebe­ lum merilis sesuatu, harus jelas sasaran dan tujuannya yaitu hutan tersebut tak hanya dijadikan sebagai tempat wisata melainkan tujuan utamanya yaitu pen­ didikan. Contohnya, jika dihutan tersebut dibuat outbond maka outbond tersebut bukan sekedar untuk fun tetapi ada aspek edukasinya. Misalnya dari outbond orangorang bisa belajar tentang pen­tingnya team building. Contoh lain, dari outbond tersebut orang-orang bisa mengubah mindset yang tadinya sembarangan buang sampah menjadi tidak sembarangan. Jadi ada refleksi.

Apakah ada prinsip tertentu yang harus diterapkan dalam pengelolaan hutan ekowisata ? Prinsip produk wisata ada tiga yakni berpihak kepada masyarakat, ramah ling­ kungan dan hayati serta ramah pada wisa­ tawan. Dan untuk memahami pariwisata ada dua hal pula yang penting, yaitu in­ formasi dan menciptakan nilai tambah. Informasi terkait promosi karena tanpa promosi, masyarakat tidak tahu keung­ gulan pariwisata . Dan menciptakan nilai tambah artinya membuatnya menjadi bernilai bisnis. Jika ekow­ isata yang dikembangkan berbasis masyarakat dan alam, kelestarian daerah konservasi akan tetap bisa terjaga.

ngantisipasinya. Kalau itu sudah terjadi, kelemahan itu dijadikan kekuatan, mi­ salnya bagaimana kita melakukan pena­ naman bersama mahasiswa, pelajari per­ tumbuhannya setiap tahun. Jadi semua pihak bisa merasa ikut bertanggung jawab dalam pelestarian hutan dan pencegahan terjadinya kerusakan pada hutan. Harapannya kepada mahasiswa kehutanan terhadap hutan pendidikan? Saya harap hutan pendidikannya bisa jadi pelopor untuk mengembangkan wisa­ ta pendidikan, dan yang paling penting juga ialah bagaimana memberikan infor­ masi kepada pemerintah agar hutan terse­ but bisa dikembangkan menjadi ekowisata, tentunya sebelum itu mahasiswa harus menyadari pentingnya pendidikan ling­ kungan. n

Hutan pendidikan Unhas sendiri sudah beberapa kali mengalami kebakaran, pengolahan idealnya bagaimana ? Harus diketahui dengan jelas dahulu penyebab utamanya dan dari situlah dibuatkan cara me­

Dalam membawakan materi tadi, Anda mengatakan bahwa kawasan ekowisata perlu menghimpun kerjasama dari masyarakat, itu caranya bagaimana ? Masyarakat diberi ruang untuk ber­ partisispasi. Kalau masyarakat ikut ber­ partisipasi maka dia akan ikut menjaga. Caranya masyarakat itu harus mendapat manfaat dari hutan tersebut. Misalnya mereka diizinkan untuk mengambil madu dihutan tersebut atau diizinkan menanam singkong kemudian mereka buat menjadi keripik. Jadi yang datang kesana bisa membeli itu sebagai oleholeh. Nah disinilah peran mahasiswa atau pemerintah untuk mengajari masyarakat. Bagaimana mengusahakan objek wisata bisa berdampak positif terhadap perkem­ bangan ekonomi masyarakat setempat.

IDENTITAS/SRIWIDIAH ROSALINA BST

Ketika hutan pendidikan banyak yang mengunjunginya selain dari yang memang berkecimpung dalam dunia kehutanan, apakah itu sudah bisa dikatakan sebagai hutan ekowisata ? Ya bisa jika kedua sisi yang tadi terpe­ nuhi. Tapi kan target utama dari hutan pendidikan adalah mahasiswa. Hutan itu kan diberikan negara untuk menjalankan fungsi pendidikan, jadi mahasiswa disini juga mengemban tugas memberikan edu­ kasi lingkungan kepada masyarkat

data diri Nama lengkap : Ary Suhandi Riwayat Pendidikan : Jurusan Biologi Universitas Nasional (Unas) Jakarta Pekerjaan : lDirektur Indonesian Ecotourism Network (Indecon) 2002-sekarang lPraktisi Pariwisata Berkelanjutan dan Ekowisata lJuri kompetisi desa wisata dalam ajang BeKreatif (Gebyar Seni Kreatif) Indonesia 2015. lAnggota pelestari alam dan budaya di sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang dinilai berhasil oleh Conservation Internantional (CI) dan National Geographic Travelers.

5

Kebakaran Ruangan Prodi Ilmu Gizi Gegara AC FAKULTAS Kesehatan Masyarakat (FKM) Unhas dihebohkan oleh asap tebal berwarna hitam berasal dari keba­ karan Lantai 3 Prodi Gizi. Peristiwa ini terjadi pukul 15.00 Wita, Selasa (19/4). Kebakaran ini dipicu dari percikan api Air Conditioner (AC). “Saat itu saya ingin menyalakan AC yang ada dalam ruangan karena ingin digunakan untuk kuliah S2,” ujar Kurniawan mahasiswa Prodi Gizi FKM Unhas. Wakil Dekan II FKM segera melapor­ kan kejadian pada Bagian Rumah Tangga Unhas. Hal ini dengan cepat ditanggapi dengan mendatangkan pemadam keba­ karan Unhas. “Kami langsung dihubungi oleh pengelola dari FKM, lalu kesini de­ ngan membawa empat mobil pemadam kebakaran,” ujar Drs Haeruddin selaku Kepala Bagian Tata Usaha dan Rumah Tangga Unhas. Api kemudian selesai di­ padamkan selang sejam kemudian. Sebelum pemadam didatangkan, semen­ tara api dipadamkan dari apart yang ter­ sedia di titik tertentu di FKM, satpam dan mahasiswa FKM. Tidak ada korban dalam kejadian dan kerugian yang diakibatkan cukup ringan. Hanya saja saat kejadian sedang ber­ langsung seminar proposal dua maha­ siswa Prodi Ilmu Gizi, harus dibatalkan karena kepanikan yang terjadi. n

IDENTITAS/RAHIMA RAHMAN

Penemuan Bayi: Wanita bernama Musri me­ nemukan bayi perempuan dalam tas berwar­ na abu-abu yang diletakkan disekitar lapa­ ngan bola Unhas, Kamis (7/4). Bayi tersebut sudah meninggal dunia ketika di temukan.

Bila Anda mempunyai pertan­­­­­­­­­­­­ya­an yang membutuhkan jawaban terkait Universitas Hasanuddin, silahkan ke sekretariat identitas di Gedung Lantai I Perpustakaan Unhas atau hubungi 085242409140 atau lewat email: bukuidentitas@gmail.com


6

potret

identitas

NO. 857 | TAHUN XLII | EDISI AKHIR APRIL 2016

MENGAMBIL TELUR

Belajar Beternak Sejak Dini Foto-Foto dan Naskah identitas: Srwidiah Rosalina Bst

Nasrun, mahasiswa Fakultas Peternakan tengah mempersiapkan rak-rak telur, Selasa (12/4). Nasrun ditemani dua rekannya Arisman dan Rasma tiap harinya mengurus ayam-ayam petelur di kandang Fakultas. Mulai dengan memberi makan dipagi hari hingga memanen telur sorenya. Dalam sehari ayam petelur ini menghasilkan sekira 600 butir. Permintaan kebutuhan telur pun tak hanya datang dari dosen dan pegawai Unhas tapi dari masyarakat luar kampus. Untuk itu perlu menguasai metode dalam memelihara ayam petelur sejak dini.

MEMBERSIHKAN

BARISAN AYAM

MENYUSUN


civitas

identitas

NO. 857 | TAHUN XLII | EDISI AKHIR APRIL 2016

Seruan Aksi Ratusan Mahasiswa Tolak PTNBH Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Unhas Bersatu serukan aksi tolak Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH), Selasa (12/4).Aksi dimulai dengan mengumpulkan massa di depan Gedung MKU kemudian dilanjutkan ke Gedung Rektorat dan berakhir di Pintu I Unhas. Ada lima tuntutan mahasiswa dalam seruan aksi kali ini yakni Undang-Undang Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) dalam hal ini ekspansi kapitalisme global dilihat dari latar belakang lahirnya, yang merupakan diskursus organisasi internasional World Trade Organization (WTO). Kedua, UU Dikti hanya merupakan wajah kini dari UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi. Ketiga, mundurnya negara dalam menjalankan alinea empat pembukaaan UUD 1945 melalui pemberlakuan Uang Kuliah Tunggal. Keempat, UU Dikti cacat formil karen tidak sesuai de­ngan UU No 12 Tahun 2011 karena secara substansi masih memakai asas komersialisasi seperti yang ada di UU BHP No 9 Tahun 2009. Tera­khir, berdasarkan riset yang dilakukan oleh Lingkar Advokasi Mahasiswa (LAW) Unhas, kualitas penyelenggaraan akademik Unhas tidak memuaskan. Masih terikat otoritas dosen dan administrasi. Salah satu orator, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum, Kahar Mawansyah mengatakan peraturan itu bisa dibatalkan jika banyak orang yang tidak setuju. “Hadirnya ratusan mahasiswa di rektorat saat ini salah satu bentuk tidak setujunya mahasiswa. Jadi kami tolak PTN-BH, cabut PTN-BH,” serunya, Selasa (12/4). Orator lain beranggapan bahwa PTN-BH seharusnya bukan cuma

mahasiswa yang melakukan penolakan berdasarkan kajian mahasiswa tetapi juga birokrasi. Mahasiswa juga mengharapkan birokrasi melakukan tranparansi atas penerimaan PTNBH. “Jangan sampai birokrasi kampus hanya membebek pada kepentingan penguasa,” kecurigaan perwakilan ratusan mahasiswa, Rian dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP). Awalnya aksi ini tidak ditanggapi oleh birokrat. Sehingga mahasiswa menuntut masuk ke Gedung Rektorat. Namun, penjagaan oleh satpam sangat ketat dengan memalang pintu rektorat. Akhirnya Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Dr Ir Abd Rasyid Jalil, MSi memanggil tujuh perwakilan pimpinan lembaga untuk berdiskusi di ruangannya. Pimpinan lembaga menginginkan keberadaan Rektor Unhas untuk membicarakan langsung PTN-BH. Mahasiswa juga menuntut adanya diskusi publik terkait PTN-BH. “Saya dan rektor biar digantung tetap di jalankan. Ini amanah dan harus kami jalankan,” ujar Cido sapaan akrabnya saat dalam ruangannya, Selasa (12/4). Pimpinan lembaga menuntut WR III untuk bergabung bersama massa. Akhirnya WR III bergabung dalam massa seruan aksi tolak PTN-BH. “Anda menolak itu tidak boleh se­ kedar teriak saja. Untuk menolak kalian usulkan Judicial Review,” kata Cido di depan massa. Sebelumnya dari BEM Fakultas Hukum telah mengajukan Judicial Review namun terkendala biaya untuk sidang. Mahasiswa juga menginginkan adanya diskusi publik untuk transparansi PTN-BH. Diskusi pun berlangsung dua hari kemudian, Kamis (14/4) di Pelataran Baruga Andi Pangerang Pettarani. Hadir dalam diskusi Rektor Unhas,

Prof Dr Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA, Wakil Rektor III bidang kemahasiswaan Dr Ir Abdul Rasyid Djalil, M Si, Direktur Pengelolaan Aset Dr Muhammad Akbar, dan wakil dekan III berbagai fakultas. Adu pendapat pun terjadi antara mahasiswa dan rektor. Perwakilan mahasiswa, Rian dari FISIP memaparkan data tentang alasan me­ ngapa menolak PTN-BH. Mahasiswa menolak karena otonomi akademik dan non akademik sehingga mahasiswa dan masyarakat menjadi sumber pendanaan, uang kuliah tunggal semakin tinggi, sementara peruntukannya tidak transparan dan me­ ngalami banyak kendala di lapangan. Sementara aset jadi sumber keuangan, mahasiswa menolak kapitalisme global karena akan menyebabkan liberalisasi pendidikan. Sementara Rektor mengatakan PTN-BH merupakan perintah langsung dari menteri, amanah dari kons­ titusi karena melihat unhas meme­ nuhi kriteria dari segi akademik dan manajemen sumber daya manusia dan fasilitas. Selain itu, rektor pe­ rempuan pertama Unhas ini menekankan kepada peserta diskusi bahwa tidak ada kerugian yang ditimbulkan dari statuta PTN-BH ini. Menurutnya Unhas adalah PTN, tidak akan me­ ngalami kerugian. “Manfaat otonomi ini adalah Universitas bisa ambil kebijakan yang bisa disesuaikan de­ ngan kondisi,” tandas Dwia. Diskusi berakhir dengan akan adanya diskusi lanjutan untuk memperjelas status Unhas sebagai PTNBH. “Kalau masih ada yang belum jelas kita diskusi lagi, tapi tema diskusinya perjelas dulu,” tutup Dwia sesaat sebelum meninggalkan lokasi diskusi. Win, M25/Ahy

IDENTITAS/SRIWIDIAH ROSALINA BST

Tolak PTB-BH: Dua mahasiswa bercat hitam dan merah berdiri di Gedung Rektorat Unhas, Selasa (12/4). Aliansi Unhas Bersatu kembali berunjuk rasa menolak PTN-BH.

7

koridor Catatan Diskusi Publik Aliansi Unhas Bersatu dengan tema “ Unhas : Universitas Hampir ­Swasta” di Lapangan FIS Unhas, Jumat (8/4).

Birokrasi dan Mahasiswa Tak Sejalan KEBIJAKAN publik menurut Menurut Thomas R Dye adalah apa saja yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau untuk tidak dilakukan. Dalam pengertian ini, pusat perhatian dari kebijakan publik tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, melainkan terma­ suk apa saja yang tidak dilakukan oleh Pemerintah. Apa saja yang tidak dilakukan oleh pemerintah itulah yang memberikan dampak cukup besar terhadap masyarakat seperti halnya dengan tinda­ kan-tindakan yang dilakukan pemerintah. Ada tiga unsur penting yang harus diperhatikan dalam mem­ buat kebijakan yakni pelaku, lingkungan dan kebijakan itu sendiri. Jika dikaitkan dengan Unhas, pelaku disini adalah pihak birokrasi. Namun kebijakan yang dibuat oleh birokrasi justru tidak dianggap tidak memperhatikan mahasiswa. Buktinya ditengah bergejolak­ nya penolakan mahasiswa terhadap peralihan status Unhas dari Badan Layanan Umum (BLU) menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH), pihak birokrasi tetap melanjutkan proses peralihan tersebut. Pada 2015 lalu Unhas akhirnya menyandang status PTN-BH meskipun hingga saat ini belum mendapatkan repon positif dari mahasiswa. Hal tersebut menjadi penanda bahwa adanya hubu­ ngan yang tidak saling sinkron antara pengambil kebijakan dalam hal ini pelaku terhadap lingkungan atau atmosfir. Padahal yang paling merasakan dampak dari PTN-BH adalah mahasiwa. Ada beberapa alasan yang membuat mahasiswa hingga kini tak menyetujui status PTN-BH. Salah satunya yaitu adanya per­ nyataan dari dosen dan pengambil kebijakan bahwa PTN BH akan memudahkan mahasiswa dalam ranah pendidikan. Namun realitanya tidaklah demikian. Buktinya, salah satu perwakilan tokoh masyarakat dalam Majelis Wali Amanah (MWA) adalah Direktur Bank Republik Indonesia (BRI). Padahal seharusnya Unhas memilih tokoh masyarakat yang bergelut dan paham soal pendidikan. Jusuf Kalla, Wakil Presiden Indonesia saat mengikuti rapat MWA menyatakan bahwa Unhas harus menyediakan beberapa hasil riset yang kepentingannya untuk industri. Sehingga terlihat jelas bahwa keputusan tersebut pro terhadap kepentingan industri dan unit usaha. Sedangkan institusi pendidikan seharusnya lebih memikirkan cara-cara untuk mencerdaskan. Dan itulah ketimpa­ ngan kebijakan Unhas terhadap nafas pendidikan. Alasan lainnya yakni adanya permasalahan yang bisa ditimbul­ kan oleh PTN-BH seperti hak otonomi buka tutup program studi. Jika program studi tidak lagi menguntungkan untuk kepentingan industri, maka Unhas memiliki hak otonom untuk memberhen­ tikannya dan membuka program studi yang sekiranya bisa me­ nguntungkan. Berdasarkan riset yang dilakukan Lingkar Advokasi Unhas, terbukti bahwa Unhas orientasinya tidak lagi pada pendidikan. Hampir semua mahasiswa menyatakan bahwa banyak dosen yang memindahkan jadwal kuliah atau bahkan tidak masuk dalam kelas. Unhas sering menambah mahasiswa sedangkan sumber daya pengajar tidak disediakan. Hal ini terjadi karena mahasiswa jelas dilihat sebagai gembung perekonomian. Semakin banyak mahasiswa maka semakin banyak dana yang didapatkan universi­ tas. Lalu pada akhirnya ilmu yang diterima tidak sebanding karena jumlah mahasiswa dan dosen tidak seimbang.. Selain itu, Unhas memiliki banyak dosen yang juga mengajar di universitas lain yang kadang menyebabkan kelas mahasiswa di Unhas tidak lagi diisi. Tak hanya itu, ada dosen yang sedang menjalankan proyek dan segala macamnya yang lebih mengun­ tungkan lebih mengutamakan itu dibanding tugas utamanya se­ bagai pengajar. Sehingga berdampak pada mahasiswa yang tidak terwadahi secara pendidikan. Dalam berbagai persoalan tersebut, mahasiswa harus ikut ber­ partisipasi. Setidaknya mahasiswa mengkaji kebijakan-kebijakan yang kini diterapkan Unhas yang telah berstatus PTN-BH. Maha­ siswa harus paham bahwa tokoh-tokoh pendidikan dahulu mengi­ ginkan rakyat Indonesia menjadi cerdas. Bukannya lebih mengu­ tamakan hal-hal yang menguntungkan universitas dari segi materi. Mahasiswa harus berani menyampaikan pendapatnya kepada birokrasi.Jika partisipasi sekecil itu tak dilakukan oleh mahasiswa maka sama saja mahasiwa menghianati sejarah pendidikan. n Rasmilawanti Rustam


8

8

identitas identitas NO. 857 | TAHUN XLII | EDISI AKHIR APRIL 2016 NO. 857| TAHUN XLI| EDISI AKHIR APRIL 2016

liputan khusus

Butuh Strategi agar Utuh

Tiap tahun, ribuan lulusan Sekolah Menengah Atas bersaing merebut kursi di Perguruan Tinggi Negeri. Sayangnya tak semua lulus pada jurusan yang disenangi. ­Akhirnya banyak yang memutuskan mendaftar ulang.

S

eleksi Bersama Masuk Pergu­ ruan Tinggi Negeri (SBMPTN) diselenggarakan oleh Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI). Di Unhas sendiri, tiap tahun menerima empat hingga lima ribu calon mahasiswa dari se­ kolah menengah seluruh Indonesia. Mahasiswa yang pada akhirnya lulus pun bervariasi, ada yang lulus pada pilihan pertama, kedua dan ketiga. Lulus pilihan pertama nyatanya tak menjadi jaminan mahasiswa dapat menyelesaikan studinya. Sebabnya be­ ragam, seperti minimnya pengetahuan tentang program studi hingga ketidak­ cocokan dengan sistem pembelajaran yang ada. Hal ini yang kemudian ba­ nyak membuat mahasiswa memutus­ kan mendaftar ulang. Seperti yang dirasakan Andi Muham­ mad Muharfian. Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat ini lulus pada pilihan pertama, namun diakuinya ta­ hun ini akan mendaftar ulang SBMPTN. “Mau daftar ulang SBMPTN di Unhas jurusan pendidikan kedokteran,” kata­ nya, Jumat (8/4). Berbeda dengan Indah Maulida, meski lulus pilihan pertama di Jurusan Sastra Asia Barat atas pilihan orang tuanya. Pili­ hannya sendiri ditempatkan pada pilihan kedua, Jurusan Pendidikan Kedokteran. Karena itu mahasiswi asal Pangkep ini merasa tidak nayaman menjalani perkuliahan. “Saya tetap mendaftar u ­ lang

untuk menggapai cita-cita,” ucapnya pe­ nuh semangat, Jumat (8/4). Lain halnya dengan Indah, Nurha­lima mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA). Di Juru­ san Fisika, Nurhalima merasa kesusahan. Sebab, pelajaran Fisika yang didapatkan tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan sebelumnya. Hingga memutuskan untuk mendaftar ulang. “Saya mau daftar ulang jalur SBMPTN di Jurusan Ilmu Gizi Un­ has,” kata mahasiswa yang akrab disapa Ima, Jumat (8/4). Wakil Dekan I Fakultas MIPA Dr Eng Amiruddin menanggapi bahwa maha­ siswa harus menyesuaikan kemam­ puannya dalam memilih program stu­ di. Selain itu, mahasiswa juga harusnya pintar-pintar melihat peluang kerja. “Mahasiswa harus banyak konsultasi, kita membuka ruang untuk konsul­ tasi. Misalnya, kalau mereka merasa kemampuan matematikanya masih kurang,” tutur Amiruddin, Selasa (12/4). Selain itu, di MIPA sendiri telah me­ nyediakan pusat konsultasi sains yang untuk membantu mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam belajar. Ini bertujuan untuk mempermudah maha­ siswa untuk mengembangkan kemam­ puannya di bidang masing-masing. Wakil Rektor I Universitas Hasanud­ din Prof Dr Junaedi Muhidong MSc mengatakan bahwa mahasiswa ini perlu pengawalan sejak awal kuliah. Termasuk pada Mata Kuliah Umum

(MKU), Junaedi memberikan penger­ tian kepada pengelola MKU untuk mengajarkan tiga hal yang mendasar dalam tahap tranfosmasi pendidikan SMA dengan metode menghafal kemu­ dian proses pendidikan memahami. Ketiga hal tersebut adalah bagaimana acara berpikir yang baik, cara berba­ hasa dalam bertutur serta berbahasan dalam menulis. Hal tersebutlah kemu­ dian pengetahuan awal untuk mem­ pelajari mata kuliah di jurusannya. “Semakin baik kapasistas berpikir ma­ hasiswa, maka dia juga akan merenung tentang dirinya apa saja yang baik. Se­ makin dalam dia berpikir makan dia akan semakin menemukan bidangnya,” kata Junaedi saat ditemui diruangan­ nya, Selasa (4/3). Kondisi mahasiswa yang seperti di atas memang memerlukan strategi dan pe­ nyelesaian tak hanya dari dalam diri ma­ hasiswa sendiri. Jika kampus ini mampu memberikan kenyamanan dan peluang masa depan yang baik, tentu mahasiswa juga akan memilih bertahan. n

Tim Lipsus: Koord. Lipsus: Devika Saputri Anggota: Asmaul Husna Yasin Sriwidiah Rosalina Bst Rahima Rahman

puisi “Aku Melihat Dengan Mata Telanjangku” Oleh: Algazali Lantera

Buka matamu sampai telanjang Lihat dengan mata telanjangmu perhatikan artis di panggung itu Berdansa setengah telanjang dari ujung pagi sampai ujung malam Ia malu??? Kita menyawernya ! *Kemarin si lai tidak pergi kesekolah Karena kemarin-kemarin ia malu Kesekolah dengan kaki telanjang Buka matamu sampai ia telanjang Lalu lihat dengan mata telanjangmu Pesta bikini, Kita senang melihat begini, iya kan? Lakon panggung menjual badannya Penonton membeli dengan nafsunya, Ia malu?? Ia bangga!! *Kemarin aku melihat si lai Menjahit rok seragam sekolahnya dengan cemas ia tidak mau lagi malu dipermalukan! Dengan teman-teman sebayanya Buka matamu sampai ia telanjang Lalu lihat dengan mata telanjangmu cenderung kita cengengesan menikmati tariannya Sementara yang satunya cenderung kita cengengesan menertawainya Kita sadar? Kita abaikan! Buka matamu sampai ia betul-betul telanjang Lalu lihat dengan mata telanjangmu berharap kamu pun berkata Aku melihat dengan mata telanjangku Demi uang mereka mau telanjang Dan satunya karena uang ia hampir telanjang *sejujurnya aku ingin meyampaikan dengan nada yang lembut Jangan biarkan mata telanjangmu Melihat mereka-meraka yang telanjang karena rupiah dan mata keranjangmu Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Pertanian Angkatan 2012

Bagi Pembaca identitas yang ingin memasukkan opini, cerpen puisi dan tulisan perjalanan, bisa dikirim melalui e-mail resmi identitas, bukuidentitas@gmail.com atau diantar langsung ke Sekretariat PK identitas LT 1 Perpustakaan Pusat Universitas Hasanuddin IDENTITAS/SRIWIDIAH ROSALINA BST


liputan khusus

identitas identitas

NO. 857 | TAHUN XLII | EDISI AKHIR APRIL 2016 NO. 857| TAHUN XLI| EDISI AKHIR APRIL 2016

Jajak Pendapat

lJajak pendapat ini dilakukan terhadap 365 mahasiswa angkatan 2015 dari semua jurusan yang ada di Unhas dengan metode simple random sampling dengan populasi 5200 dan tingkat kesalahan 5%. Untuk melihat kecende­ rungan mahasiswa baru apakah ingin pindah atau tetap bertahan di jurusannya.

9

9

bundel lEdisi Akhir Maret 2003

Menjual Ijazah di Luar Negeri UNHAS tampaknya tak mau ketinggalan menaikkan gengsi almamater. Kali ini ijazah didandani dengan menggunakan Bahasa Inggris, agar akses lebih mudah dan mendapat prio­ritas. Pelayanan ekstra ini biasanya disuguhkan kepada para mahasiswa yang berminat melanjutkan studi ke luar negeri atau kepada mereka yang ingin melamar ke peru­ sahaan asing. Pengurusan ijazah ini sebenarnya tidaklah terlalu su­ lit. Mahasiswa cukup datang ke Biro Akademik Unhas dan me­nyampaikan keinginannya tersebut. Ijazah dan transkrip yang telah dilegalisir merupakan syarat utama yang harus disediakan dan foto 4x6. Mengenai pembayaran, mahasiswa cukup merogoh kocek sebesar 10 ribu rupiah untuk me­ ngubah ijazah dan transkrip tersebut. Hadirnya pelayanan ini didukung pembantu Dekan Bi­ dang Akademik Fakultas Ekonomi, Drs A Hamid Paddu MA. Dukungan juga datang dari Abdul Razak SH MH, Dekan Fakultas Hukum. Memang untuk era AFTA saat ini, ijazah berbahasa Indonesia kurang laku di pasaran. Tertutupnya informasi mengenai keberadaan ijazah ini juga mendapat keluhan. Sosialisasi yang kurang membumi menjalar pada jumlah mahasiswa yang memesan ijazah ini. Dari data yang diperoleh, pada 2003 ini mahasiswa yang memesan untuk dibuatkan ijazah translate sekitar 123 orang. Fakultas yang banyak memesan ijazah ini adalah Fakultas Teknik, sebanyak 62 orang. Sedangkan mahasiswa kedok­ teran berada di posisi buncit.n

lEdisi Akhir April 1992

Deviasi Anak Kampus

Pesan Ampuh Bagi yang Galau Menyandang status mahasiswa baru merupakan tahap awal pendewasaan diri, termasuk pola berpikir. Awal perkulia­ han, mahasiswa masih dalam tahap pencarian jati diri, bakat serta minat. Mahasiswa butuh motivasi dan semangat ditahap ini.

R

asa khawatir bagi maha­ siswa akan prospek kerja kedepannya tidak dapat di­ pungkiri. Beberbagai jalan ditempuh mahasiswa untuk bisa me­ raih masa depan yang diinginkan, ter­ masuk pindah jurusan. Terlebih keti­ ka mahasiswa tersebut tidak mampu mengikuti kuliah di jurusannya. Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Bu­ daya Prof Dr Tadjuddin Maknun SU menuturkan, bahwa setiap maha­ siswa memiliki potensi. Oleh kare­ nanya dalam memilih jurusan harus sesuai dengan bakat. “Jangan karena pilihan orang tua, potensi itu anak yang tau,” katanya, Selasa (12/4). Lebih lanjut, Tadjuddin berpesan bahwa mahasiswa baiknya memper­ baiki niat dalam menuntut ilmu. “Ka­

lau dia sudah kuliah, kuncinya sabar dan tekun dalam menuntut ilmu agar dimudahkan rejekinya. Biar dijuru­ san manapun,” sambungnya. Ketua Jurusan Sastra Inggris Dra Nas­ mila MHum PhD berujar bahwa dalam memilih jurusan paling tidak siswa su­ dah ada pengetahuan umum tentang jurusan pilihanya. Misalnya tentang prospek jurusan tersebut nantinya se­ perti apa. “Kalau kita berpikir dewasa, sebelum memilih jurusan sudah harus tau apa yang mereka cari dan mau jadi apa nantinya,” kata Nasmila saat dite­ mui diruangannya, Selasa (12/4). Menyikapi persoalan tersebut, Nasmila memberikan meeting club bagi mahasiswa yang masih minim pengetahuannya berbahasa Inggris. “Belajar tidak hanya di dalam kelas,

kita juga ada yang namanya meeting club dan saya siap untuk ikut terlibat langsung ketika mahasiswa butuh,” tegas Nasmila. Sekertaris Universitas Dr Ir Na­ saruddin Salam MT menuturkan pesan-pesannya untuk mahasiswa. Terkait mahasiswa yang mengkha­ watirkan jurusannya akan prospek kerja kedepannya. “Semua bidang ilmu memiliki prospek kerja, ting­ gal bagaimana menekuninya. Perlu pe­ningkatan skill dengan berorga­ nisasi,” kata Nasaruddin saat ditemui diruangannya, Kamis (21/4). Untuk itu, mahasiswa perlu pro ak­ tif dalam mengembangkan skill tak hanya dibangku kuliah. Pola pikir dapat berkembang dari pengalaman serta interaksi sesaman teman. n

SASTRAWAN Djamaluddin Effendy pernah membuat kenang-kenangan di Ujung Pandang. Seorang ibu, dua anak, terpaksa menjadi (maaf) pelacur lantaran ditinggal suami ke Jakarta. Ibu itu bernama Yulieta, masih muda. Ia bekerja di Wisma Ria, dan salah seorang pekerjanya adalah mahasiswi. Ini memang hanya novel, tetapi agaknya ia menggambar­ kan salah satu sisi dunia kemahasiswaan dewasa ini. Inna, mahasiswi itu berkata “Siapapun yang memberi uang tetap sama saja,” saya seorang hostes. “Saya melihat kejadian seperti itu adalah hal yang menye­ dihkan,” ujar Dra Maria E Pandu MA, sosiolog yang mengam­ bil kajian utama tentang wanita dan keluarga. Menurut dia, bila kondisi praktek prostitusi di kalangan mahasiswa masih didapatkan kasus-perkasus, itu hanyalah deviant behaviour, belum dikatakan sebagai profesi, sebagaimana dikenal se­ cara umum. Kemerosotan moral misalnya nampak di lingkungan pon­ dokan sekitar kampus. “Mahasiswa yang demikian itu akan mengalami hambatan dalam proses sosialisasi karena pe­ rasaan bersalah dalam dirinya,” kata sekretaris Jurusan So­ siologi Fisipol itu. “Sepanjang rasa bersalah itu masih ada,” Masalahnya, jika rasa bersalah yang dimaksud sudah mulai menipis. Misalnya, dalam kasus Nining, lagi-lagi nama disamarkan, warga ramsis yang mahasiswa sastra angkatan 87. Ia pacaran dengan Sukri , teman seangkatannya. Maka suatu hari datanglah Sukri menjemput Nining, hendak me­ ngajak jalan-jalan. Mereka naik motor kampus, menikmati yang indah, tapi ia tak kehilangan akal. Petugas security itu segera memanggil kawan-kawannya dan bermaksud menggerebek kedua sejoli. Alhasil, kedua­ nya ditemukan di dalam parit, tanpa bisa menyangkal lagi. “Saya melakukan ini atas desakan Sukri,” kata Nining ketika diperiksa di pos satpam. Namun naas baginya, sebab Sukri menolak bertanggung jawab atas kejadian itu .n


10

identitas

NO. 857 | TAHUN XLII | EDISI AKHIR APRIL 2016

Eksistensi Sosok Kartini Kini Munculnya banyak pemimpin perempuan hari ini seperti halnya di Unhas dipengaruhi oleh banyak faktor. Perempuan masa kini sudah memiliki kualifikasi yang layak untuk menjadi seorang pemimpin.

D

i masa modern ini persoalan gender utamanya tentang ketimpangan antara peran perempuan dan laki-laki sudah tak menjadi permasalahan besar. Polemik yang cukup kontroversial ini kini menemukan titik terang. Berbeda dengan dulu, tak ada lagi perbedaan hak antara laki-laki dan pe­ rempuan salah satunya dalam hal mendapatkan pendidikan yang layak. Hal ini berawal dari kegigihan Raden Ajeng Kartini memperjuangkan hak-hak tersebut. Sosok perempuan inilah yang kemudian dikenal sebagai pelopor gerakan emansipasi perempuan tanah air dan me­ rupakan cikal-bakal muncul banyak­ nya sosok pemimpin perempuan masa kini. Perihal tersebut dibenarkan oleh Prof Dr Farida, SH MHum selaku dekan Fakultas Hukum (FH) Unhas. “Perempuan sekarang sudah tercerahkan, cerdas dan memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan misalnya dalam seleksi kepemimpinan,” tuturnya, Selasa (12/4). Pemimpin perempuan sudah tersebar di berbagai bidang baik dalam politik maupun dalam bidang pendidikan. Seorang pemimpin perempuan kini sudah menjadi hal yang wajar, meski masih ada saja yang berpandangan bahwa belum saatnya perempuan untuk memimpin. Seperti yang pernah dialami oleh Farida saat ingin mencalonkan dirinya menjadi dekan FH beberapa tahun lalu. “Dulu saya

bilang pada teman-teman ingin jadi dekan, ada yang bilang belum saatnya perempuan jadi dekan, tapi bagi saya, kapan lagi kalau bukan sekarang,” kenangnya. Inilah yang kemudian membuatnya berkesimpulan bahwa masih banyak perempuan yang kurang percaya diri. Terutama disebabkan oleh sifatnya yang cenderung suka mengalah. Padahal mereka mempunyai potensi yang sangat besar untuk unjuk diri sebagai pemimpin ditambah dengan peluang yang diberikan untuk perempuan hari ini semakin besar. Tak dipercaya bisa memimpin juga pernah dialami oleh Andi Rewo Batari Wanti selaku ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (BEM FISIP). Ia menceritakan pe­ ngalamannya saat mencalonkan diri jadi ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) disekolahnya dahulu. “Itu terjadi waktu SMA, waktu mencalonkan diri jadi ketua OSIS. Saat itu ada teman cowok datang jabat tangan terus bilang minta maafka nah bukan kau kupilih karena belum saatnya perempuan memimpin,” katanya sambil mengingat kejadian itu. Ia memandang hal itu sebagai sesuatu yang wajar melihat ego laki-laki itu masih banyak yang kurang percaya dengan perempuan. Karena stigma yang terbangun selama ini, perempuan itu lemah dan terlalu mengedepankan perasaan. Ia mengerti ketakutan-ketakutan para

IDENTITAS/SRIWIDIAH ROSALINA BST

Orasi: Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fisip Unhas, Andi Rewo Batara Wanti berorasi dalam aksi gabungan Aliansi Unhas Bersatu, Rabu (13/4). Ia merupakan salah satu ketua lembaga perempuan di Unhas.

lelaki terhadap perempuan yang nantinya dianggap hanya membuat keputusan berdasarkan perasaan tidak enak yang kurang logis. Hal inilah yang membuatnya terus termotivasi untuk menunjukkan bahwa perempuan juga bisa memimpin. Pada akhirnya ialah yang terpilih menjadi ketua OSIS. “Bukan dengan bicara tapi dengan bertindak langsung, buktikan bahwa kita benarbenar bisa,” katanya dengan antusias. Mampu dalam memimpin juga ditunjukkan oleh Rara Faradita selaku ketua Unit Kegiatan Mahasiswa teater. Baginya, banyak kelebihan yang dimilki oleh seorang perempuan dalam hal kepemimpinan, yaitu mampu mengayomi anggotaanggotanya. “Laki-laki cenderung dekat dengan anggotanya dari segi tanggung jawab saja. Padahal kedekatan secara individual juga perlu. Laki-laki paling hanya menyuruh kerjakan ini dan itu, tidak sampai dalam hal pendampingan atau membaca situasi anggotanya. Tidak seperti perempuan yang mampu melihat hal seperti anggota ini lagi capek, misalnya ayo sama-sama kerja,” tuturnya, Rabu (13/4). Perempuan yang lebih peka terhadap situasi disekitarnya, dibenarkan oleh Yassir Arafat U, M Psi selaku dosen Jurusan Psikologi Unhas. “Perempuan memang lebih pada kepekaan, lebih emosional ketimbang laki-laki yang lebih mengandalkan logikanya,” jelas Yassir. Namun mereka punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Seperti ketika laki-laki terlalu logis cenderung mebgabaikan perasaa-perasaan. Sehingga bisa banyak melukai orang disekitarnya. Sedangkan perempuan, bisa saja ketika tidak mampu mengolah emosionalnya sarat terjadi konflik internal dan sebagai­ nya. Bisa jadi kurang mampu mengelola organisasi, atau misalnya ada masalah pribadi ia bawa ke ranah organisasi. Melihat banyaknya pemimpin perem­ puan hari ini ia mengatakan itu terjadi bisa karena track record dari perempuan ini bagus, kepribadian bagus dan dianggap oleh calon lain memang layak. Selain itu, keobjektifan dalam memilih memang perlu. Seperti yang dikatakan oleh Prof Dwia Ariestina Pulubuhu selaku Rektor Unhas. “Kalau di kampus kan betul-betul pro­ sesnya kompetensi, kapasitas, bukan soal jenis kelamin kenapa laki-laki atau pe­ rempuan,” ucapnya, Senin (18/4). Ia juga menambahkan kalau sekarang perempuan sudah berpendidikan, juga memiliki skill lainnya. Selain itu aksesibi­ litas terhadap informasi dan teknologi juga sudah mudah untuk perempuan. Jadi wajar kalau sekarang sudah banyak pe­ mimpin perempuan dibanding dulu. Pernyataan Dwia juga dibenarkan oleh dosen Jurusan Sosiologi Unhas, Ria Renita Abbas, S Sos M Si. “ Akses perempuan ter­ hadap pendidikan sudah lebih terbuka, juga peluang yang diberikan dalam hal politik juga sudah ada. Kondisi perem­ puan sekarang beda dengan dulu. Dari segi konstruksi sosial, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Tinggal bagaimana perempuan-perempuan ini terus mengeksplor dirinya,” jelasnya, Selasa (19/4). Irn/Ask

civitas akademika Al-Khawarizmi, Penemu Aljabar ALJABAR merupakan dasar dari segala ilmu matematika, pelajaran yang lebur di dalam kurikulum pendidikan setiap negara. Memang cabang ilmu ekstakta yang satu ini cukup pen­ ting dan digunakan hampir di segala bidang, seperti bidang industri, perdagangan, atau bahkan diluar dari bidang perekonomian lain­ nya yang menggunakan konsep perhitungan. Pentingnya ilmu matematika dalam ke­ hidupan sehari-hari kita bagi dunia, tak lepas dari jasa seorang Al-Khawarizmi. Bernama lengkap Muhammad Ibn Musa Al-khawarizmi yang juga dikenal sebagai Abu Abdullah Mu­ hammad bin Ahmad bin Yusoff. Al-kharizmi dilahirkan di Khiva yang berada di Provinsi Uzbekistan. Hidup di awal pertengahan abad ke-9 Masehi di pinggiran Baghdad pada masa kepemimpinan Khalifah Al-Ma’mun (813– 833) zaman Abasiyah. Al-khawarizmi dikenal karena risalahnya tentang aljabar dan angka india. Ia merupa­ kan tokoh Agama Islam yang pertama kali menemukan aljabar. Ia juga merupakan salah seorang ahli matematika, astronomi, as­ trologi, katografi, dan geografi. Ia merupakan sarjana matematik yang masyhur oleh orang Islam dan diakui sebagai tokoh Islam yang berpengetahuan luas dan dikagumi sampai ke penjuru dunia. Bahkan kejayaannya men­ dapat pengakuan ini lahir dari ilmuan barat yang memang dikenal suka menyembunyikan kejayaan ilmuan muslim yang dahulu merupa­ kan sumbu peradaban. Karya Al-Khwarizmi berjudul Kitab al-Jabr w’al-muqabalah (The Book of Restoring and Balancing) menjadi titik awal aljabar dalam du­ nia Islam. Kata aljabar ini digunakan di dunia Barat untuk obyek yang sama. Menurut Kasir (1931), kata aljabar berasal dari tulisan Al-Kh­ warizmi yang mencantumkan ’al-jab’ sebagai judulnya. Tulisan ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerhard Cremona dan Ro­ bert Chester, buku ini digunakan sebagai buku wajib matematika dasar di Eropa hingga abad XVI. Aljabar diambil dari salah satu buku per­ tamanya pada tahun 830 yakni al-kitab almukhtasar fi hisab al-jabr wa’l-muqabala atau buku rangkuman untuk kalkulasi dengan me­ lengkapkan dan menyeimbangkan. Di dalam buku tersebut juga diberikan penyelesaian persamaan linier dan kuadrat dengan menye­ derhanakan persamaan menjadi salah satu dari enam bentuk standar. Pada buku aljabar menjelaskan bahwa aljabar adalah proses memindahkan unit negatif, akar dan kuadrat dari notasi dengan menggunakan nilai yang sama dari kedua sisi. Pada buku kalkulasi dengan angka hindu, yang ditulisnya pada tahun 825, memprinsip­ kan kemampuan difusi angka india kedalam perangkaan timur tengah dan kemudian ke eropa. Selama masa hidupnya, Al-Khawarizmi mengabdikan hidupnya sebagai dosen se­ kolah kehormatan yang ada di kota Baghdad. Sebagai seorang ilmuan, ia telah menelurkan banyak karya monumentalnya antara lain al-Kitab al-mukhtasar fi hisab al-jabr wa’lmuqabala yang berisi rangkuman perhitungan, perlengkapan serta penyeimbangan. Buku ini merangkum dasar-dasar aljabar. Sepeninggal Al-Khwarizmi pada tahun 850, banyak warisan yang ia tinggalkan khususnya dalam dunia artimatika. n Ayu Lestari


rampai

identitas

NO. 857 | TAHUN XLII | EDISI AKHIR APRIL 2016

11

Kopi Pagi: Semangat Gerakan Peduli Pangan dan Gizi

Jauh lebih sulit untuk membuat orang sehat daripada membuat mereka sakit—D. C. Jarvis ITULAH tantangan yang harus dihadapi komunitas ini. Awalnya bernama Nutri­ tion Care for Public (NCP), hadir sebagai komunitas yang fokus pada pelayanan gizi untuk masyarakat. Organisasi yang berdiri pada akhir tahun 2008 ini, digagas oleh delapan orang pemuda dari Prodi Gizi FKM Unhas. Mereka adalah Andi Imam Arundhana, Sigit Angriawan, Ab­ dillah Cahya Safari, Muh Nur Hasan Syah, Surahmansah Said, Yudistira Ramlan, dan Muh Ridwan Zain, serta Ishak Yunus. Namun setelah berjalan sekitar tiga tahun, organisasi ini mengalami keva­ kuman. Tidak bisa dipungkiri, para ang­ gotanya punya kewajiban baru di tempat lain. Sehingga tidak ada lagi anggota yang bisa melanjutkan organisasi ini. Alhasil, NCP vakum dari tahun 2011 hingga 2013. Cukup lama menunggu selesainya rinti­ san kebangkitan di tahun 2014. Akhirnya, pada 18 Januari 2015 satu demi satu pen­ diri NCP kembali menggerakkan sendi komunitas ini. Nama NCP pun berubah menjadi Komunitas Pemuda Peduli Pa­ ngan dan Gizi (Kopi Pagi). Pegiatnya pun datang dari beragam latar belakang, yak­ ni dari Fakultas Kesehatan Masyarakat, Kedokteran, Peternakan, Isipol, dan Per­ tanian Unhas, serta Poltekes Makassar. “Hingga saat ini tercatat ada 35 orang anggota yang aktif di komunitas ini. Persentase anggota dari Unhas sendiri ada 15% dosen, 50% mahasiswa, dan 35% alumni dari beragam profesi,” tutur Andi Imam Arundhana, selaku ketua. Kopi Pagi kembali hadir untuk meng­ himpun para pemuda dari berbagai bi­ dang ilmu. Memanggil mereka yang peduli akan isu kelaparan, gizi dan juga ketahanan pangan. Untuk ikut serta mewujudkan ketahanan pangan, bebas malnutrisi, dan masyarakat Sulawesi Se­ latan sehat. Sebab masalah gizi tidak bisa diselesaikan dengan hanya satu bidang ilmu saja. “Kali ini anggota kami berasal dari beragam latar belakang keilmuan. Tak hanya fokus pada isu gizi, permasala­ han pangan pun kini juga jadi fokus kami. Karena pangan sumber utama per­ masalahan gizi,” jelas dosen Ilmu Gizi Un­ has ini. Dalam menjalankan roda organisa­ sinya, Kopi Pagi memiliki struktur yang terdiri Dewan Pembina berjumlah lima orang. Yang membawahi Ketua, Sekreta­ ris dan Bendahara. Selain itu, juga terda­ pat beberapa bidang, yakni bidang infor­ masi, pengabdian masyarakat, dana dan usaha, penelitian dan kajian, serta bidang strategi. Sebagai bentuk pengabdiannya kepada masyarakat. Setiap momen yang berkaitan dengan gizi, pangan dan pendidikan kes­ ehatan, Kopi Pagi pasti mempunyai aksi, walau sekecil apapun itu. Misalnya saja de­ ngan menyebarluaskan informasi gizi dan pangan. Tak hanya itu, kerjasama dengan persatuan ahli gizi pun pernah dijalin un­ tuk menggelar gerak jalan santai, penyulu­

FOTO-FOTO: DOKUMEN PRIBADI

han kesehatan di delapan sekolah yang ada di Makassar, serta memberikan konsultasi terkait kesehatan dan gizi. Telah cukup banyak kegiatan yang telah digelar komunitas ini. Salah satu­ nya, kegiatan talkshow 1000 hari perta­ ma kehidupan yang dihadiri oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, dosen Unhas dan Poltekes Makassar. Bersama Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia Kota Makas­ sar, Kopi Pagi memberikan konsultasi gizi kesehatan kepada orang tua yang sedang mengikutkan anaknya sunnat massal. Tak hanya itu, Association In­ ternationale des Etudiants en Sciences Economiques et Commerciales (AIESEC) dan Asian Medical Student Association (AMSA) juga turut dijadikannya mitra pada hari kesehatan ginjal sedunia. Un­ tuk mengajak masyarakat peduli akan kesehatan ginjalnya. Halang rintang tentu saja selalu ada mengiringi kehidupan berorganisasi. Tak bisa dipungkiri kas organisasi nir­ laba ini, sering kali kosong karena tidak mendapatkan anggaran dari mana pun. Terkecuali jika akan melakukan kegia­ tan, pasti ada pemasukan baik dari ang­ gota atau mitra yang memberikan dana hibah. Semua demi pengabdiannya ke­ pada masyarakat. “Walau masih terbilang

masih berumur muda dan belum terlepas dari kekurangan yang ada. Semoga kede­ pannya, masyarakat bisa mendapatkan banyak informasi terkait kesehatan, pa­

ngan dan gizi melalui Kopi Pagi,” harap Imam, sekaligus mengakhiri wawancara, Selasa (12/4). n Rasmilawanti Rustam


12

resensi

identitas

NO. 857 | TAHUN XLII | EDISI AKHIR APRIL 2016

Menemukan Kreativitas yang Tak Baik-Baik Saja

Manusia tanpa cipta akan merosot sampai ke kakinya sendiri, lalu melata sampai jadi hewan yang tak mengubah apapun. BEGITULAH buku ini diawali. Kutipan dari seorang penulis masyhur Pramoedya Ananta Toer, seakan mewakili isi dari buku berjudul Questioning Everything: Kreativitas di Dunia yang Tidak Baik-Baik Saja. Buku dengan ciri khas sampul dan konten yang berbau kreativitas dan seni. Meski bukan dalam bentuk karya seni seperti puisi, sajak, maupun lukisan. Dilihat dari judulnya, pun cukup menggambarkan isi yang ingin disampaikan penulisnya. Dengan semburat pesan yang tersirat. Ajakan kepada generasi muda untuk mempertanyakan semua hal, questioning everything. Agar tak hanya menurut saja. Harus resisten terhadap sistem pendidikan yang sering mengambil paksa ruang kreatifnya. Di tengah dunia yang tak baik-baik saja ini, para generasi muda tengah berada dalam sistem yang menuntut semua serba cepat. Bahkan kadang semua berubah menjadi semrawut. Ulasan terkait apa yang bisa dilakukan, coba disajikan oleh Tomi Wibisono dan Soni Triantoro dalam buku ini. Garis besar dari karya setebal 349 halaman ini, berupa kumpulan wawancara terbaik Warning Magazine. Terdapat 27 seniman dengan bidang kreativitas yang beragam, diantaranya lima penulis, enam

belas musisi, empat sutradara film, dan dua perupa sebagai narasumbernya. Naskahnya disajikan ke dalam model ta­ nya jawab (question-answer). Sehingga, dapat membuat pembacanya merasa le­ bih dekat dengan narasumber. Dengan format itu, data yang tersaji pun terlihat lebih transparan dan objektif, serta dapat dipertanggungjawabkan. Namun ada konsekuensi yang harus diterima. Banyaknya isu yang tertangkap dari wawancara, memunculkan banyak cerita dan subcerita, yang di sisi lain kadang membuat isinya jadi tidak fokus. Lari kemana-mana. Tokoh yang pertama kali diulas lewat hasil wawncaranya, adalah Remy Silado. Seniman dengan gaya bicara yang blakblakan namun menggelitik. Yang menyisakan kesan bahwa kreativitas bisa dipicu oleh banyak hal sederhana. Menimbulkan penekanan bahwa produktivitas tidaklah sebangun dengan kreativitas. Karena produktivitas hanya berurusan dengan akumulasi karya, sementara kreativitas adalah ikhtiar tanpa henti menemukan otentisitas dalam berkarya. Tak hanya sekadar bertopik musik dan film. Dalam naskah karya ini, pun selalu terselip isu-isu sosial politik yang ada.

Harapannya masih sama, ketika yang tersaji adalah apa yang keluar dari mulut orang-orang populer, maka akan mudah dicerna dan diterima oleh khalayak muda. Sebagaimana bisa disimak dalam buku ini, ada tokoh yang tak hanya berkutat dengan dunia yang digelutinya. Tapi juga menyuarakan pandangannya terhadap kondisi sosial-politik di Tanah Air. Dia lah pentolan group band punk rock Superman Is Dead (SID), Jerinx (I Gede Ari Astina) yang belakangan aktif dalam ge­ rakan menolak reklamasi di pesisir Teluk Benoa. Diyakininya, dengan berkarya kita bisa mengubah dunia. Dengan Mars Bali Tolak Reklamasi, ia berhasil menggerakkan para musisi di Bali turun ke jalan, mendukung penolakan itu. Itulah dua bagian dari isi buku ini. Apa mau dikata, memanglah kreativitas sulit dipisahkan dari sifat memberontak. Karena kreativitas adalah pemberontakan

terbesar terhadap keberadaan kita. Yang mampu menerobos batas-batas yang dipatok oleh para pemegang otoritas. Tak pernah takluk di bawah kendali kekuasaan. Tak hanya itu, kreativitas dalam dunia seni pun melahirkan estetika, yang ikut mengukir masa depan. Dari tokoh-tokoh yang dipilih sebagai narasumber, terlihat bahwa penulis cukup mengedepankan elemen jurnalistik, yakni nilai berita. Tak hanya itu, terasa pula adanya kekuatan tersendiri pada tiap narasumbernya, lewat dialog-dialog menghadirkan wawasan baru. Selamat menikmati sajian yang bertaburan gagasan-gagasan menyentak! n Irmayana

Judul Buku

: Questioning Everything: Kreativitas

Penulis Penerbit Cetakan Tebal

: Tomi Wibisono dan Soni Triantoro : Warning Books :Pertama, Maret 2016 : xx + 349 hlm; 13x 19 cm

di Dunia yang Tidak Baik-Baik Saja

kolom

PTN-BH yang Saya Impikan

Oleh: Ahmad Bahar HARI ini, Senin, 5 Agustus 2030. Kuliah perdana di awal semester ganjil. Artinya, tahun ini, Universitas Hasanuddin telah memasuki tahun ke-14 berstatus sebagai perguruan tinggi berbadan hukum alias PTN BH yang dicanangkan 2016. Malas rasanya beranjak ke kampus setelah liburan panjang. Tapi cuaca yang cerah seolah menarik hatiku, meski hari ini tak ada jadwal berdiri di depan kelas. Perjalanan menuju kampus masih sama padatnya, meski ruas jalan sudah semakin lebar. Yang berubah tidak ada lagi angkot yang masuk ke dalam kampus. Angkutan umum yang mengangkut civitas akademika semua hanya sampai di Pintu I. Ada terminal kecil di sisi kiri pintu tersebut. Cukup dengan menggesekkan kartu mahasiswa, sudah bisa mengendarai sepeda

diseluruh area kampus. Setelah sampai di tujuan gesekkan kembali. Di belakang pos Satuan Pengamanan (Satpam) sudah berdiri pusat perbelanjaan dan hotel berlantai 20 yang megah. Di dalamnya terdapat stan yang memajang produk dari berbagai fakultas yang siap dipasarkan. Mulai dari obat-obatan herbal hingga camilan bergizi tinggi yang dihasilkan dari laut. Tidak kurang dari 500 produk terpajang. Kebanyakan produk berasal dari Teaching Industry. Kemasannya tidak kalah dengan produk yang dibeli di supermarket lainnya. Di lantai dua hotel ada juga ruang pertemuan yang memuat hingga 1500 orang, yang menjadi tempat perhelatan konferensi nasional dan internasional para ilmuwan sejagat. Hotel ini nampak sangat megah dari luar dengan adanya danau kecil yang asri di depannya. Tamu-tamu penting yang berkunjung ke Unhas juga menginap di sini. “Semua ini aset Unhas Pak, dibangun kerjasama dengan investor,” jelas seorang Satpam yang mengaku pendapatannya sudah lumayan sejak lima tahun terakhir. Kampus sangat tertata rapi, tak ada lagi kendaraan terparkir liar, semua ken­ daraan di tempat yang telah disediakan. Danau dan lapangan sepak bola masih se­ perti dulu. Yang berubah kolam renang yang sudah dilengkapi dengan water boom yang berkelok-kelok. Sabtu-minggu banyak

dikunjungi masyarakat dari luar. Aktivitas mahasiswa juga kelihatannya sangat bergairah. Gedung Olahraga selalu ramai setiap sore. Kegiatan pertandingan dan spanduk ucapan selamat atas kesuksesan terpampang di papan-papan pengumuman dan Spanduk Center. Lebih jauh masuk ke dalam kampus, menjumpai Workshop yang sudah berubah total. Puluhan kendaraan berjejer di halaman. Mereka menunggu antrian untuk diservis rupanya. Di samping Workshop ada tempat pencucian mobil yang cukup moderen. “Rata-rata kami mencuci 50 mobil per hari Pak,” kata seorang petugas. Di papan tarif cuci mobil tertulis untuk cuci luar Rp 35.000/mobil. Di belakang workshop, juga saya menjumpai pompa bensin yang cukup besar. Di situ tertera logo pertamina bersanding dengan logo Unhas. Rumah sakit Unhas yang ada juga kelihatan semakin maju. Salah satu yang mencolok adalah banyaknya mahasiswa asing yang nampak belajar ilmu kedokteran di rumah sakit pendidikan itu. Tak hanya penampilan fisik yang berubah drastis. Ke­ giatan akademik dan riset pun berkembang sedemikian rupa. Semua berawal dari perpustakaan yang terbuka 24 jam. Mahasiswa dan dosen bergairah mengunjungi perpustakaan karena literatur yang disediakan

selalu diperbaharui. Hampir semua jurnal internasional sudah dapat di unduh di perpustakaan. Iklim penelitian sudah sangat beragam yang ditopang roadmap penelitian yang berbasis laboratorium. “Tidak bisa lagi asal meneliti. Harus jelas sanadnya, target dan luaran yang ingin dicapai, itu jelas memberikan manfaat kepada masyarakat, itu baru bisa dibiayai,” ujar seorang peneliti yang ditemui di Laboaratorium Terpadu yang melayani riset-riset lintas fakultas. “Berstatus sebagai PTN BH ternyata membuat perguruan tinggi ini bisa berubah drastis,” gumamku dalam hati. Sambil berjalan masuk ke dalam perpustakaan yang terasa adem, saya mencoba duduk di depan sebuah komputer untuk mencoba berselancar internet. Belum lagi saya membuka posisi Unhas di Wobometrik, tiba-tiba saya terbangun. “Ah ternyata saya bermimpi,” sergahku. Terlihat matahari sudah beranjak naik. Saya lalu meraih telpon genggam disamping pembaringan. Perlahan-lahan saya membuka pesan di Whats App, listrik di fakultas kembali padam. Kejadian yang sudah berulang-ulang. Aktivitas belajar mengajar terganggu. “Weleeh betapa kontradiksinya dengan mimpi saya tadi,” wajahku kembali kecut. n Medio April 2016


cerpen

identitas

NO. 857 | TAHUN XLII | EDISI AKHIR APRIL 2016

13

Elegi Rumah Panggung

Oleh: M Saepul Aswadi AKU sudah tak sabar lagi untuk sampai di rumah yang berada di ujung jalan sana. Rumah panggung. Berdebar hatiku. Tak menentu apa yang kurasakan. Sedih bercampur bahagia. Tinggal beberapa meter lagi aku sudah sampai di rumah itu. Hatiku makin tak tentu. Jantungku berdetak lebih cepat. Aku menarik napas sangat dalam. Tak mampu ku bayangkan apa yang akan terjadi, setelah lima tahun tak bertemu dengan mereka. Setelah masalah itu meledak sejadi-jadinya. Aku tak tahu harus bagaimana. Air mataku pun telah kering. Menangisi kesia-siaan. Entahlah. Tanpa ku sadari, aku telah berada di halaman depan rumah mereka. Tak ada yang berubah. Masih tetap sama seperti lima tahun lalu. Pohon nangka yang berada di pojok kanan halaman masih berdiri kokoh, tatanan bunganya pun tak ba­nyak yang berubah, dan satu yang masih kuingat pasti, bunga matahari itu. Makin berdebar jantungku. Makin tak tentu hati ini. Ragu-ragu aku membuka pintu mobilku. Tanganku terasa berat. Rumah ini begitu sederahana. Seperti kata pemilik rumah ini, rumah panggung itu simbol kesederhanaan. Rumah ini masih sama seperti bentuk awal dibentuknya, pada saat VOC masih menjajah negeri ini. Kayunya terbuat dari kayu besi. Berdiri kokoh. Dari halaman terdengar suara-suara anak kecil yang sedang bermain. Suara mereka sangat nyaring dan begitu riang. Sekarang rumah ini begitu ramai. Hatiku makin berdebar. Aku ragu untuk masuk ke dalam. Kakiku terasa berat menaiki anak tangga menuju pintu utama. Aku semakin

ILUSTRASI/IRMAYANA

gugup. Tulangku terasa ngilu. Tak mampu ku gerakkan. Sendi-sendiku tiba-tiba menjadi kaku. Tapi aku tak boleh mundur. Aku harus menyelesaikan masalah yang telah menyesakkan dadaku lima tahun belakangan ini. Hatiku pedih. Aku menguatkan hati. Setiap satu anak tangga kulalui dengan hati-hati. Sekarang aku berada di anak tangga ke-8, tinggal 4 anak tangga lagi. Hatiku makin berdebar. Di anak tangga ke-10 aku berhenti, mengambil nafas. Begitu berat. Aku sempat berfikir untuk kembali ke mobil dan kutancap gas meninggalkan rumah ini. Namun hatiku terus menguatkan agar tidak mundur. *** Lima tahun lalu sebelum malam yang mendebarkan ini... Aku setengah berlari menaiki tangga rumah panggung ini. Seperti biasa aku begitu riang setiap kali berkunjung. Aku begitu kaget ketika melihat ayah dan ibuku berada di ruang tamu sedang berbicara serius dengan pemilik rumah ini. Mereka tidak pernah ke sini sebelumnya. Sekelebat pertanyaan pun memenuhi batok kepalaku. Apa yang mere-

ka lakukan di sini?. Seperti embun di pagi hari yang hilang bersama munculnya sang mentari. Tak berbekas. Begitu pengandain yang pas, setelah ku tahu kedatangan orang tuaku untuk melamar gadis itu untuk kakakku. Aku betul – betul tak mengerti. Orang tuaku tahu, kami selau bersama sejak SMA. Berjuang bersama meraih gelar sarjana, lalu menikah dan akan bersama – sama melanjutkan kuliah ke Belanda. Tinggal menghitung hari resepsi pernikahan mereka berlangsung, aku berkunjung kembali ke rumah itu. Aku ingin berpamitan, untuk pergi ke Belanda. Melanjutkan kuliah S2, mewujudkan mimpinya yang mungkin tidak bisa lagi ia tunaikan. Sungguh berat, apalagi melihat mata sendunya. Tatapannya penuh makna, seakan meminta banyak hal padaku. Gadis itu menemaniku di meja makan, walaupun ia sama sekali tak berminat untuk makan. Tak sepatah kata pun yang keluar dari mulut kami, walaupun hanya berdua di meja ini. Hari itu aku memberinya bunga mata-

hari serta pot yang kubuat khusus. Hadiahku padanya sebelum aku pergi. Aku memintanya merawat baik-baik bunga itu. Ia terus memandangiku saat aku berpamitan. Ayah dan ibunya memelukku. Adik kembarnya pun ikut memelukku. Gadis itu terus menatapku saat menuruni tangga rumah­ nya. Hari itu juga aku berangkat ke Belanda. *** Aku kembali mengambi nafas, kakiku semakin berat meniti dua anak tangga terakhir. Terdengar dari dalam dua anak perempuan meminta ibunya menyanyikan sebuah lagu, disusul protes dari dua suara anak laki-laki yang sangat kompak. Mereka meminta ibunya untuk membacakan sebuah buku dongeng. Tanpa kusadari aku sudah berada di depan pintu. Aku bersiap mengetuk pintu. Tapi tanganku tak bisa digerakkan. Sendisendiku kembali ngilu. Jantungku berdetak sangat cepat. Aku kembali ragu. Namun hatiku terus menyemangati. Aku kembali bersiap-siap mengetuk pintu. Kuayunkan tanganku sekuat tenaga. Tapi terasa berat untuk mendaratkannya pada pintu ini. Angin kemudian berhembus, namun anehnya pintu itu ikut terbuka. Celaka. Ternyata pintunya tidak terkunci sama sekali. Pintu pun sekonyong-konyong terbuka sempurna. Sontak seisi ruangan tamu menoleh ke arah pintu dan mendapatiku berdiri kaku. Beberapa detik suasana hening, mereka menatapku sangat heran. Aku kikuk. Lalu dengan ragu dan setengah gemetar berkata Assalamualaikum... n Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Teknik Angkatan 2012 Ketua FLP Ranting Unhas 2016

ragam

Okkots sebagai Bentuk Identitas Diri OKKOTS merupakan sebutan ketika sebuah kata dalam pengucapan atau pun penulisannya tidak sesuai dengan ejaan yang disempurnakan dalam Bahasa Indonesia. Mac Dhawanks dalam tulisannya di kompasiana.com mengatakan bahwa okkots adalah sebuah ekspresi bahasa yang umum digunakan di Makassar & sekitarnya. Okkots bisa berarti menambahkan, mengurangi atau mengubah konsonan di ujung sebuah kata. Bentuk okkots yang paling sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari adalah Okkots “N” dan “NG”. Kata yang berakhir huruf “N” bisa menjadi “NG” begitu pula sebaliknya, kata yang berakhir huruf “NG” menjadi berakhir “N”. Dikalangan mahasiswa sendiri, fenome­na okkots ini kadangkala dianggap sesuatu hal yang memalukan dan sering kali dijadikan bahan tertawaan bersama. Sehingga beberapa mahasiswa merasa perlu berhati-hati dalam berbicara. Contohnya Andi Ishak mahasiswa Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, ia selalu berusaha tidak okkots saat berbicara lepas dengan teman-temannya.“Saat diruang kuliah saya seringkali berhati-hati saat berbicara karena tidak ingin ditertawai.

Sejak SMA saya sering okkots, dan tidak tanggung-tangung teman-teman akan tertawa terbahak-bahak dan itu membuat saya malu,” katanya Senin (11/04). Hal yang serupa dialami oleh Nur Mawadda Syafitri. Mahasiswa angkatan 2015 ini mengaku sering okkots. Hal itu disebabkan masyarakat didaerahnya sudah terbiasa berbicara dengan kelebihan huruf. “Saya tidak bisa menyalahkan bahasa lokal saya, karena cara kita me­ ngucapkan seperti kata makan kita ucapkan dikampung makang, dan lidah kami sudah terbiasa dengan istilah makang tersebut,” ujar mahasiswi Fakultas Kesehatan Masyarakat tersebut, Senin (11/04). Berbeda halnya dengan Ayoe Gayatri, ia tak pernah mengubah caranya berbahasa karena okkots baginya adalah bentuk rasa cinta terhadap daerah. “Okkots itu bisa terjadi karena rasa cinta terhadap bahasa daerah, saya merasa tidak ada yang salah dengan bahasa saya. Okkots menurut saya termasuk seni jadi bukan bahan tertawaan. Tidak ada yang salah dengan okkots,” ujar mahasiswa Jurusan Biologi tersebut, Minggu (10/04). Menanggapi fenomena okkots, Dr Muhlis Hadrawi, SS, M. Hum mengatakan bah-

wa okkots atau kesalahan berbahasa ini disebabkan faktor kebiasaan menggunakan bahasa lokal atau bahasa ibu dalam kehidupan sehari-hari. “Kebiasaan berbahasa lokal inilah yang kemudian mempengaruhi seseorang dalam melakukan penyimpangan bunyi dalam berbahasa karena kode-kode bahasa lokal yang sudah tercerna dan telah tersimpan permanen dibawah alam sadar seseorang,” jelas dosen Sastra Daerah tersebut, Rabu (13/04). Menurut Aryuni Yunilsyah, mahasiswa Fakultas Ekonomi, okkots adalah sesuatu yang sulit dihindari karena sering terjadi tanpa disengaja. “Okkots itu sesuatu yang sangat natural sehingga kata-kata yang biasa kita ucapkan tidak sesuai dengan apa yang kita kehendaki,” ujarnya, Ming­ gu (10/04). Hal tersebut dibenarkan oleh Muhlis Hadrawi. Menurutnya fenomena okkots dikalangan masyarakat umum telah mendarah daging sebab kesalahan-kesalahan berbahasa tersebut terjadi secara alami dan spontan sehingga susah untuk dikontrol karena prosesnya yang tidak disadari. “Tidak heran jika banyak diantara kita berbicara okkots, bahasa yang pertama

kita kenal sejak lahir sampai besar ini merupakan bawaan sejak kecil, dan untuk menghilangkannya sangat sulit, tergantung seberapa besar bahasa daerah kuat mempengaruhi lidah,” jelasnya. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa okkots merupakan sebuah warna budaya tersendiri dalam berbahasa dan dapat ditoleransi karena merupakan wujud identitas dari seseorang.yang menunjukkan asal daerahnya. “Sebaiknya Okkots dikalangan mahasiswa tidak dijadikan bahan tertawaan, karena itu bukan hal yang mesti kita tertawai. Masalah kita saat ini yaitu terlalu banyak berfikir formal. Kita terlalu sering menghakimi hal-hal yang berkaitan de­ngan situasi formal. Kalau non formal mari kita menujukkan diri kita,” tegasnya. Tentu saja pelafalan seseorang terhadap kata dalam bahasa indonesia berbeda satu sama lain. Seperti orang batak, orang papua dan orang makassar dalam me­ ngucapkan logat-logat Bahasa Indonesia yang pasti memiliki bunyi pelafalan yang tidak sama, hal inilah yang kemudian kita sebut sebagai keberagaman dalam bernegara,” tutupnya. n Andi Ningsi


14

ipteks

identitas

NO. 857 | TAHUN XLII | EDISI AKHIR APRIL 2016

cermin Menilai Diri Sendiri

Minyak Cengkeh,

Pengganti Sianida Anda tentu tahu sianida. Tak hanya terlibat dalam kasus pembunuhan manusia. Zat itu pun turut andil dalam kasus kerusakan ekosistem laut.

Oleh: Rasmilawanti Rustam SETIAP orang mempunyai hak untuk memberikan penilaian terhadap seseorang atau sesuatu. Namun bukan berarti penilaian tersebut sudah benar adanya. Apalagi jika kita menilai buruk seseorang tanpa melihat sisi lainnya. Sebab selalu ada alasan dibalik segala sesuatu. Belum tentu penilaian kita masih tetap sama setelah mendengar alasan itu. Namun nyatanya dalam kehidupan sehari-hari masih banyak orang yang mencibir bahkan menjauhi seseorang hanya karena menilai buruknya saja. Padahal menghadapi cibiran dan makian dari orang lain sudah pasti menjadi hal yang tak baik. Saya yakin tiap orang pernah merasakannya dan bahkan mungkin sedang mengalaminya. Sebagai manusia biasa saya pun pernah memberikan penilaian buruk terhadap teman saya yang malas belajar. Kala itu saya men judge mereka pasti tidak akan lulus masuk perguruan tinggi. Bahkan saya berpikir bahwa mereka akan susah mendapatkan pekerjaan. Namun faktanya banyak diantara mereka lulus di perguruan tinggi negeri bahkan beberapa telah menjadi tentara dan polisi. Hal tersebut menjadi bukti bahwa tak semua penilaian saya benar. Saat saya yang tengah berstatus mahasiswa saya mengalami kondisi yang sama, yaitu kadang malas mengerjakan tugas kuliah. Seperti karma, pasti temanku pun men judge saya. Entah menilai saya tidak akan cepat menyelesaikan kuliah atau penilaian-penilai­ an lainnya yang juga pernah kulakukan kepada temanku dulu. Penilaian-penilaian secara sepihak juga pun banyak kusaksikan. Seperti banyaknya penilaian bahwa mahasiswa yang berlembaga memiliki indeks prestasi yang buruk. Sekali lagi, pada faktanya banyak mahasiswa yang aktif berlembaga, namun juga bisa memiliki indeks prestasi yang tinggi bahkan memiliki segudang prestasi. Teringat saat saya wawancara bersama salah satu pimpinan di Kampus Merah ini. “Kamu ngapain masuk organisasi, kamu ini dibiayai orang tua untuk kuliah, bukan untuk berorganisasi”. Dari perkataannya tersebut tersirat bahwa ia menganggap bahwa masuk di perguruan tinggi hanyalah untuk kuliah saja. Tentu saja saya tidak setuju dengan perkataannya tersebut. Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk hidup. Namun dalam berinteraksi dengan sesama manusia ada batasan-batasan. Salah satu batasan tersebut yakni tidak terlalu jauh mencampuri urusan lain, apalagi jika itu telah menyangkut dengan pribadi seseorang. Hidup ini terlalu singkat jika sebagian besar digunakan untuk memikirkan atau menilai kehidupan seseorang. Daripada sibuk menilai seseorang, alangkah baiknya jika kita menilai diri kita sendiri terlebih dahulu. Terkadang menilai seseorang bisa kita lakukan setiap hari, namun lupa menilai diri kita sendiri. Bahkan parahnya, banyak orang yang memberikan penilaian buruk terhadap seseorang tanpa bukti. Lantas penilaian tak bertanggung jawab tersebut semakin berpindah-pindah dari telinga ke telinga. Di organisasi yang saya geluti saat ini terbilang sangat disiplin. Selain itu sedari awal setiap orang diberikan tanggung jawab. Namun tak dapat dipungkiri masih seringkali ada yang tidak berhasil menyelesaikan atau mengerjakan tanggung jawabnya. Maka penilaian yang diberikan terhadap orang tersebut bisa jadi penilaian yang buruk. Itulah pentingnya komunikasi. Menilai tanpa memberikan ke­ sempatan kepada seseorang untuk menjelaskan alasannya adalah hal yang sangat tidak adil. Namun disisi lain orang memang harus berinisiatif mengkomunikasikan apa yang dirasakan atau apa yang diperbuatnya. Namun ketimbang serius memikirkan cara memberikan penilaian terhadap seseorang. Lebih baik belajar serius menilai diri sendiri. Ba­ nyak-banyak melakukan refleksi dan evaluasi diri. Sehingga mengetahui hal-hal yang seharusnya kita diperbaiki dan perbaharui.n Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Angkatan 2014 dan Reporter PK identitas

IKAN hias dan Ikan terumbu karang, kategori ikan yang punya nilai ekonomis tinggi. Permintaan yang terus meningkat akan ikan tersebut, mendorong para nelayan berupaya lebih untuk memenuhinya. Ya, salah satu caranya dengan membius ikan-ikan itu dengan potasium sianida. Agar tetap dapat diekspor dalam keadaan hidup, dengan harga yang lebih m ­ enggiurkan. Perlu diingat bahwa sesuatu yang diawali dengan keburukan, hasilnya juga pasti tak akan baik. Penggunaan potasium sianida dalam menangkap ikan karang nyatanya memiliki dampak negatif yang besar. Mulai dari kesehatan manusia yang mengonsumsi­ nya. Kemudian, tingginya kematian dan kerusakan ikan. Sehingga banyak ikan yang terbuang percuma aki­ bat tidak memenuhi kriteria ekspor. Tak cukup sampai disitu, zat itu juga menyebabkan matinya zooxanthellae sebagai penyedia makanan untuk terumbu karang, yang akhirnya membuat terumbu karang me­ ngalami pemutihan (bleaching) dan mati. Di sisi lain, tak dapat dipungkiri bahwa penggunaan zat berbahaya dalam penangkapan ikan

ILUSTRASI/IRMAYANA

disebabkan oleh kesulitan yang dialami para nelayan menggunakan alat tangkap biasa. Sehingga mereka memilih cara praktis, tanpa memperhatikan efek samping bagi ekosistem laut. Lewat keprihatinannya terhadap masalah ini, Dr Sri Wahyuni Rahim, ST MSi mengkaji efektivitas minyak cengkeh sebagai alternatif sianida untuk alat tangkap ikan yang ramah lingkungan. “Minyak cengkeh bisa digunakan untuk membius ikan. Kandungan Eugenol dalam minyak tersebut dapat melemahkan saraf pada tubuh ikan, sehingga mudah untuk ditangkap,” jelas dosen Manajemen Sumber Daya Perairan ini, Kamis (14/4). Minyak cengkeh dipilih Sri dengan banyak pertimba­ ngan. Pertama, minyak ini aman bagi manusia dan ekosistem laut. Kedua, harganya lebih murah dibanding bahan kimia anastesi lainnya. Ketiga, penggunaannya sangat efektif bahkan pada dosis rendah. Dimulai sejak 2015 lalu, penelitian ini dilakukan de­ngan menganalisis efek dari tiap dosis minyak cengkeh. Baik pengaruhnya terhadap tingkah laku, perubahan morfologi, maupun kerusakan jaringan hewan uji, yakni Ikan Kepe

Zebra Chaetodon octofasciatus dan karang Trachyphyllia geoffrey. Penelitian yang dilakukan di Hatchery, Pulau Barrang Lompo ini akhirnya membuahkan hasil. Minyak cengkeh dapat dipertimbangkan sebagai alternatif sianida dalam penangkapan ikan hias di terumbu karang. Konsentrasi 20 mgkg-1 direkomendasikan sebagai dosis yang paling efektif. “Terkait dosis minyak cengkeh yang dipakai, kita masih perlu lakukan kajian lanjutan terkait efektifitas pada spesies ikan yang berbeda,” tutur Sri. Penelitian yang dimulai Sri sejak tahun lalu ini, menjadi teknologi baru yang dapat menjadi percontohan bagi para nelayan yang selama ini menggunakan sianida dalam proses penangkapan ikan. Hasil analisis dosis penggunaan minyak cengkeh yang tepat, diharap­ kan bisa mempermudah nelayan dalam menangkap ikanikan yang hidup dan bersembunyi di terumbu karang. Walau masih dalam skala laboratorium, Sri berharap agar penelitiannya dapat segera diaplikasikan langsung di lapangan. “Semoga hasil penelitian ini bisa segera diaplikasikan oleh nelayan, dan penggunaan sianida yang mengancam kesehatan ekosistem dapat ditekan. Bukan main sanksinya, ketika kedapatan memakai sianida, nelayan bisa didenda hingga ratusan juta,” harapnya mengakhiri wawancara. Ayu Lestari


kampusiana

identitas

NO. 857 | TAHUN XLII | EDISI AKHIR APRIL 2016

LK II MIPA Ajak Mahasiswa Peka Isu Sosial

BADAN Eksekutif Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (BEM MIPA) menggelar Latihan Kepe­ mimpinan II (LK II), Kamis-Ahad (7-10/4). Kegiatan yang bertempat di Sekolah Ting­ gi Ilmu Ekonomi Akademi Koperasi (STIEAMKOP) ini mengangkat tema “Dialektika Saintis sebagai Gerakan Progresif”. Sebelum mengikuti kegiatan, 18 peserta terlebih dahulu melalui tahap seleksi se­ lama dua minggu. Tak hanya dari lingkup MIPA saja, ada sembilan peserta lainnya yang berasal dari Fakultas Hukum, Per­ tanian, Kesehatan Masyarakat, Farmasi, Kehutanan serta Kelautan dan Perikanan. Secara resmi LK II ini dibuka oleh Wakil Dekan III MIPA, Dr Andi Ilham Latun­ ra, Kamis (7/4). Pemateri yang dihadir­ kan juga dari berbagai kalangan, seperti dosen Fakultas Ilmu Budaya, perwakilan Lembaga Bantuan Hukum dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Makassar. “Kami berharap keluaran dari LK ini bisa peka mengawal isu-isu di unhas maupun di luar,” tutur Ketua Panitia LK2 Rahmad Senin (11/4). (Rdh)

Aksi Tanam Pohon Mahasiswa Praktek Lapang Agribisnis

BERTEMPAT di Duapitue, Kabupaten Sidrap, Program Studi Agribisnis adakan penanaman 150 bibit pohon mangga. Kegiatan ini merupakan rangkaian dari praktek lapang, Ahad (10/4). Hadir dalam penanaman pohon yakni Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Dr Muh Hat­ ta Jamil, SP MSi, dosen pengasuh mata kuliah praktek lapang, Rusli M Rukka, SP MSi, Ir Darwis Ali, Msi dan Ir Idris Sum­ mase, MSi. Turut pula hadir Kepala Lurah Tanrutedong, Rais Landikkang dan maha­ siswa peserta praktek lapang. Bibit pohon yang ditanam berasal dari sumbangan Ikatan Alumni (IKA) Sosial Ekonomi Pertanian. Menurut salah satu dosen, Rusli M Rukka, SP MSi maksud kegiatan ini dalam rangka mendukung Departemen Agribisnis. “Himpunan, juru­ san dan alumni harus saling mendukung program jurusan,” ungkapnya. Sedangkan menurut Ketua Jurusan ke­ giatan penanaman pohon merupakan pro­ ses pembelajaran. Praktek lapang ini tidak hanya belajar pada masyarakat namun ada bukti yang bermanfaat. “Masyarakat juga mendapat sesuatu yang bermanfaat dari praktek lapang ini,” kata Dr Hatta Jamil, SP MSi, Ahad (10/4). (Ahy)

UST Raih Tiga Penghargaan di Temu Karya Tari Se-Sulsel

TEMU karya tari kreasi se Sulawesi Sela­ tan (Sulsel) yang diadakan oleh Pemerin­ tah Sulsel di Auditorium Radio Republik Indonesia (RRI) Makassar, Sabtu (26/03). Kegiatan ini diikuti oleh sepuluh peserta yakni UKM Seni Tari Unhas (UST), Sang­ gar Celebes Indonesia, De Art Studio UNM, Sanggar tari Unismuh, Sanggar Bolong Ringgi Barru, Selayar, Bulukumba, Pin­ rang dan Luwu Utara. Kegiatan temu karya ini merupakan ajang pemberi penghargaan untuk karya tari. Hadir dalam kegiatan yakni kepala di­ nas perfilman. UST sebagai perwakilan pa­ tut berbangga karena menyabet tiga dari lima penghargaan dalam temu karya tari kali ini. Adapun penghargaan yang ber­ hasil diraih UST yakni koreografer terbaik, penampilan terbaik dan penampil terbaik. Fauziah selaku Ketua UST penghargaan ini dapat menambah ketertarikan maha­

15

setelah diadakannya praktek pengenalan sumberdaya hayati perikanan hari ini, dapat membantu mahasiswa untuk lebih mencintai jurusannya,” ujar Abdul Rahim Hade selaku Dosen Mata Kuliah DasarDasar Pengelolaan Perikanan.(M26)

Pemilu Senat Mahasiswa Fakultas Peternakan

IDENTITAS/SRIWIDIAH ROSALINA BST

Kuliah Umum: Prof Dr H M Quraisy Shihab MA bawakan kuliah umum di Unhas yang berlangsung di Auditorium Prof Amiruddin Fakultas Kedokteran Unhas, Selasa (19/4). Kuliah umum yang dimoderatori oleh Prof Dr Basri Syam MAg mengangkat tema “Pluralitas Al-quran dan Pluralitas Masyarakat”.

siswa Unhas agar ikut bergabung dalam UKM ini. Selain itu, UST dapat menambah warna baru bagi kebudayaan Sulsel. “Saya berharap UST bisa dikenal dan kreasikreasi dari kami itu memang layak untuk bersaing khususnya di Indonesia,” ujar­ nya, Ahad (27/3). (M29)

Himajie Adakan Seminar Nasional Revitalisasi Ekonomi Kerakyatan

HIMPUNAN Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi adakan seminar nasional de­ ngan tema “Revitalisasi ekonomi kerak­ yatan dalam mewujudkan kemakmuran rakyat” bertempat di Lantai 2 Gedung Ip­ teks Unhas, Sabtu (2/04). Seminar ini merupakan rangkaian aca­ ra dari National Economic Fair for Our Ideas (Neforia) yang berlangsung sejak tang­ gal 1-3 April dan dirangkai dengan lomba esai, konferensi bersama dengan delegasi antar mahasiswa Fakultas Ekonomi dari berbagai universitas. Seperti Universitas Airlangga, Universitas Brawijaya, Univer­ sitas Kristen Satya Wacana, Universitas Negeri Makassar dan Unhas sebagai tuan rumah. Rentetan acara selanjutnya yakni gala dinner dan fieldtrip di Benteng Fort Rotterdam dan Pantai Losari. Acara dibuka secara resmi oleh Abdul Haris selaku Asisten II Bidang Ekonomi Pembangunan Sulsel sekaligus menjadi pemateri dalam seminar ini. Adapun pe­ materi lagi. yakni DR Revrison Baswir, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM (pakar ekonomi kerakyatan), Andi Mu­ hammad Yusuf (Kepala Bagian Informasi dan Dokumentasi Otoritas Jasa Keua­ ngan), Drs H Syamsu Alam Ibrahim, MSi selaku Kepala Dinas Koperasi dan UKM Sulawesi Selatan serta perwakilan dari Kamar Dagang dan Industri. Eka Kaharuddin selaku ketua panitia berharap Neforia menjadi wadah dalam mengambil kebijakan untuk melihat solu­ si dari permasalahan ekonomi yang ada. “Semoga kegiatan ini dapat terus kembali diadakan pada tahun berikutnnya sebagai wadah pembelajaran,” ujarnya. (M26)

Klub Diskusi UKM KPI Bahas Keadilan Transportasi Online

BERTEMPAT di Science Building Fakul­ tas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unit Kegiatan Mahasiswa Kelimuan dan Penalaran Ilmiah (UKM KPI) adakan diskusi Hasanuddin Discussion Club de­ ngan tema “Transportasi berbasis online, adilkah bagi aku, kamu dan mereka?” Tema ini diangkat sesuai dengan isu

yang lagi hangat-hangatnya dibicarakan di masyarakat. Yakni bentrokan yang terjadi beberapa waktu lalu antara Gojek dengan taksi konvensional di Jakarta. Se­ hingga diskusi ini bertujuan untuk me­ nyampaikan atau mendengar beberapa pandangan dari pihak-pihak yang terkait dalam hal ini. Adapun narasumber dalam disku­ si ialah dari pihak perhubungan kota Makassar, dewan perwakilan daerah or­ ganisasi angkutan darat Sulawesi Selatan, perwakilan Taksi Bosowa daerah cabang Makassar, dan pihak dari Gojek online. Selain itu, UKM KPI juga mengundang be­ berapa lembaga penalaran di luar Unhas, seperti Lembaga Penalaran Mahasiswa Universitas Negeri Makassar, UKM Perisai Universitas Muslim Indonesia, Lembaga Penelitian dan Penalaran Mahasiswa Uni­ versitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Diskusi ini merupakan salah satu prog­ ram kerja dari UKM KPI yang bernama lingkar kajian. Kajian ini akan diadakan tujuh kali untuk tahun ini dan dibagi atas dua yaitu kajian jurnal dengan kajian dis­ kusi kinian. Setelah diskusi ini diharapkan bisa me­ nyatukan bentrok antara taksi konven­ sional dan Gojek online. “Kami juga men­ gundang organda dan pihak dari Gojek agar dapat bergabung dalam organda ser­ ta memperjelas payung hukum antara Gojek Online dengan taksi konvensional yang hingga saat ini belum jelas,” ujar Andi Ar­ mansyah selaku Ketua Panitia Hasanuddin Discussion Club, Sabtu (2/4).(M29)

Mahasiswa Perikanan Identifikasi Jenis Ikan di Paotere

JURUSAN Perikanan Fakultas Ilmu Ke­ lautan dan Perikanan (FIKP) adakan praktek pengenalan sumberdaya hayati perikanan. Kegiatan yang dilaksanakan di Pelelangan Ikan Paotere Makassar ini merupakan pengganti ujian mid semester, Ahad (3/04). Praktek lapang ini bertujuan untuk mengenalkan kepada mahasiswa berba­ gai sumberdaya hayati perikanan secara langsung. Sehingga memudahkan maha­ siswa dalam memahami materi kuliah yang diajarkan di kelas. Selain itu ma­ hasiswa juga diperkenalkan tempat pen­ daratan ikan di kota Makassar. Kegiatan yang diikuti sebanyak 130 ma­ hasiswa ini yakni mengidentifikasi mini­ mal lima jenis ikan dan jenis alat tangkap serta harga ikan. Untuk selanjutnya tiap mahasiswa diwajibkan untuk membuat laporan hasil penelitian. “Saya berharap

KOMISI Pemilihan Umum (KPU) Senat Mahasiswa Fakultas Peternakan (Sema Fapet) Unhas gelar pemilihan ketua umum, Selasa (5/4). Berlangsung di pela­ taran Kantin Jasa Pertanian, pemilu kali ini terdiri dari dua kandidat yakni Ahmad Rezky Kurniawan nomor urut satu dan Surahman sebagai nomor urut dua. Sebanyak 370 suara dalam pemilu kali ini. Keluar sebagai pemenang yakni Surahman dengan perolehan 204 suara. Rezky Kurniawan hanya memeroleh su­ ara yakni 152 suara. Empat belas lainnya dinyatakan sebagai suara batal. Muhammad Hamsyah selaku Koordi­ nator KPU Sema Fapet Unhas berharap kepada ketua terpilih, Surahman dapat membawa senat jauh lebih baik. “Semoga ketua senat yang terpilih jauh lebih baik lagi dikampus merah dan terlebih pada masyarakat dalam bentuk program kerja yang nyata,” ujarnya, Selasa (5/4). (M26)

Aksi Mahasiswa Kelautan Peringati Hari Nelayan

HARI Nelayan Nasional, Rabu (6/4) Ilmu Kelautan Unhas adakan aksi. Sekitar 100 mahasiswa berorasi di beberapa titik se­ perti Lapangan Gedung MKU, Tugu Vol­ com dan Pintu I Unhas. Aksi ini merupakan apresiasi maha­ siswa Kelautan yang melihat keadaan nelayan di Indonesia yang tidak merata mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Padahal diketahui bahwa nelayan adalah penyumbang protein ter­ besar dan semua itu tidak diketahui oleh masyarakat, hanya tahu menikmati hasil nelayan secara instan. Dengan adanya aksi ini, setidaknya masyarakat sadar akan kondisi kese­ jahteraan nelayan yang tidak merata dan perlu perhatian khusus dari pemerintah. “Semoga masyarakat bisa sadar akan peran penting nelayan dan bisa tersam­ paikan kepada pemerintah sehingga bisa membuat nelayan kedepannya bisa lebih sejahtera,” harap Fahry, selaku Mahasiswa Ilmu Kelautan, Rabu (6/4). (M25)

Inaugurasi dan Apresiasi Seni Fisioterapi

RATUSAN penonton memadati Baruga Andi Pangerang Pettarani Unhas untuk menyaksikan Inaugurasi dan Apresiasi Seni Himpunan Mahasiswa Fisioterapi, Sabtu (9/4). Mengusung tema “Aru Petem­ beha Mencari Kebenaran Bukan Pembe­ naran” agar mahasiswa dapat kritis dalam mengapresiasikan pikirannya dalam seni. Inaugurasi ini sekaligus ajang penguku­ han mahasiswa baru angkatan 2015 Juru­ san Fisioterapi. Sekaligus proses awal ma­ hasiswa menjadi warga di Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Fisioterapi. Diharapkan dari acara ini dapat menggerakkan mahasiswa untuk mem­ bangun paradigma sebagai roda peng­ gerak perubahan. “Semenjak berdirinya Jurusan Fisioterapi dari tahun 2009 lalu, diharapkan para mahasiswa dapat men­ jadi faktor penggerak di tengah rotasi zaman,” ucap Tony Firmansyah selaku Ketua Majelis Permusyawaratan Maha­ siswa Himafisio dalam sambutannya, Sabtu (9/4). (M25)


16

lintas

identitas

NO. 857 | TAHUN XLII | EDISI AKHIR APRIL 2016

FOTO-FOTO: DOKUMEN PRIBADI

Berbagi Ilmu di Negeri Gajah Putih Oleh : Rizky Emalia Putri BERKUNJUNG ke negeri tetangga merupakan salah satu impian saya. Syukur setelah bergabung dengan Association Internationale des Etudiants en Sciences Economiques et Commerciales (AIESEC) Unhas, keinginan ini dapat terwujud. Awalnya, saya mendapatkan informasi dari salah satu akun Line AIESEC bahwa ada project ke luar negeri. Atas dukungan dari Nurul Ahdan Nisa, senior di AIESEC maka saya memilih Thailand sebagai negara tujuan. Setelah memutuskan mengikuti project ini, saya mengikuti interview yang dilaksanakan oleh AIESEC Thailand. Alhamdulilah langsung diterima. Setelah itu saya langsung menyiapkan keperluankeperluan apa saja yang harus dibawa ke negeri Seribu Pagoda. Saya berangkat menuju Thailand pada16 Januari 2016, berbeda empat hari dari kawan lainnya. Project Sawasdee Thailand Wave 16 yang saya ikuti dilalui selama 40 hari bersama 40 kawan dari seluruh universitas di Indonesia. Sampai di Thailand, saya langsung merasakan culture shock karena suasana yang berbeda dengan Indonesia terutama makanan. Di sana, sangat susah mendapatkan makanan berlogo halal karena mayoritas warga Thailand pemeluk Agama Budha. Tapi yang membuat saya terkejut, warga di sana sangat menghargai perbedaan saat saya mencari makanan berlabel halal. Selain itu, mayoritas masyarakat Thailand susah berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Inggris jadi saya harus kerja keras untuk memahami mereka. Untuk menunjukkan apa keinginan saya, saya menggunakan bahasa tubuh. Selama di sana, saya mengajar Bahasa Inggris di salah satu provinsi di Thailand, Sisaket. Untuk menuju kota ini dari Kota Bangkok dibutuhkan tujuh jam perjalanan.

Sebelum menjalankan project, kami diberikan seminar seputar kehidupan masyarakat Thailand. Seminar ini dinamakan Incoming Preparation Seminar (IPS). IPS diadakan selama tiga hari, 1417 Januari 2016 di Bangkok. Dalam seminar, kami juga memperkenalkan budaya Indonesia berupa baju adat, tarian adat dan lain sebagainya. Pada hari terakhir IPS, kita mengadakan evaluasi mengajar yaitu tentang bagaimana cara membuat anak-anak itu mengerti apa yang kita ajarkan. Hari pertama mengajar, saya bingung bagaimana untuk bisa mengerti satu sama lain karena seluruh murid dan hampir semua guru tidak bisa berbahasa Inggris dan saya pun tidak bisa berbahasa Thailand. Parahnya, sekolah yang saya ajar ini murid-muridnya tidak pernah belajar Bahasa Inggris. Namun, saat

saya mengajar mereka sungguh-sungguh memperhatikan dan semangat untuk belajar Bahasa Inggris. Berpergian ke luar negeri tak hanya membuat saya berbagi ilmu, di sana juga para murid suka mengajarkan saya Bahasa Thailand. Sayangnya, tiga minggu kemudian, saya merasa homesick. Untung足 nya saya mempunyai teman kamar yang sangat baik dari Universitas Diponegoro, Windy. Ketika saya merasa homesick dia selalu menyemangati. Kami selalu saling mengingatkan dan menguatkan ketika merasa down. Hari demi hari, minggu demi minggu terlewati, saya akhirnya tidak merasa homesick lagi. Saya sudah mulai merasa nyaman dengan kondisi negeri ini. Saya mendapat hostfam yang baik sekali, perhatian dan menghargai. Akhir cerita di Thailand membuat saya

sangat terharu, murid saya di sekolah me足 larang masuk ke kelas. Pikirku, mungkin mereka masih membersihkan ruangan kelas. Ternyata ada surprise yang di足siapkan untuk merayakan hari lahir saya. Melalui project ini saya mendapatkan banyak pengalaman yang tidak akan bisa ditukar dengan apapun. Saya berubah menjadi orang yang lebih baik lagi dan semoga mampu memberikan dampak positif bagi orang-orang di sekitar saya. Terima kasih AIESEC atas kesempatannya, ini adalah pengalaman yang sa足ngat luar biasa. So break your limits, from nothing to be SOMETHING! n Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia Angkatan 2013 Peserta Project Sawasdee Thailand Wave 16 AIESEC Unhas


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.