I.
PENDAHULUAN Penggunaan tembakau adalah penyebab global yang utama dari kematian yang dapat dicegah. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menghubungkan hampir 6 juta kematian per tahun disebabkan tembakau. Angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 8 juta kematian di tahun 2030 (Global Youth Tobacco Survey, 2014). Merokok merupakan bentuk utama penggunaan tembakau. Secara global, terjadi peningkatan konsumsi rokok terutama di negara berkembang. Diperkirakan saat ini jumlah perokok di seluruh dunia mencapai 1,3 milyar orang (Tobacco Control Support Centre,2015). Indonesia merupakan negara berkembang dengan konsumsi rokok terbesar di dunia, yaitu pada urutan ketiga setelah China dan (sehatnegeriku.kemkes.go.id). Konsumsi tembakau di Indonesia meningkat secara bermakna, karena faktor — faktor meningkatnya pendapatan rumah tangga, pertumbuhan penduduk, rendahnya harga rokok, dan mekanisasi industri kretek (Tobacco Control Support Centre,2015). Berdasarkan data dari Tobacco Atlas tahun 2012, jumlah batang rokok yang dikonsumsi di Indonesia cenderung meningkat dari 182 milyar batang pada tahun 2001 menjadi 260,8 milyar batang pada tahun 2009 (Tobacco Control Support Centre,2012). Meskipun bahaya rokok sudah banyak diinformasikan namun jumlah perokok di Indonesia tidak menurun, bahkan ada kecenderungan meningkat setiap tahun.
II.
DISKUSI 1. Urgensi Prevalensi dan Kasus Rokok pada Ibu dan Janin Secara nasional, prevalensi merokok adalah sebesar 29%. Provinsi yang memiliki prevalensi merokok tertinggi di Indonesia adalah Jawa Barat (32.7%) dan prevalensi merokok terendah di Indonesia adalah Papua Barat (21.9%). Di Indonesia, terdapat 13 provinsi dari 33 provinsi yang mempunyai prevalensi merokok lebih dari rata — rata prevalensi nasional. Data riskesdas 2018 menunjukkan bahwa prevalensi merokok dan remaja usia 10 — 18 tahun mengalami peningkatan dari tahun 2013 (7.20%) ke tahun 2018 (9.10%). Presentase tersebut masih sangat jauh dari target RPJMN 2019 yakni sebesar 5.4%. Sedangkan perokok laki — laki usia > 15 tahun pada tahun 2018 masih berada pada angka yang tinggi yakni 62.9 % dan presentase tersebut masih menjadi prevalensi perokok laki — laki tertinggi dunia.
Gambar 2.1 Hasil Studi Hubungan Terpaan Iklan, Promosi, Sponsor Rokok dengan Status Merokok di Indonesia
Gambar 2.2 Hasil Studi Hubungan Terpaan Iklan, Promosi, Sponsor Rokok dengan Status Merokok di Indonesia Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh tim Tobacco Control Support Center, ada beberapa faktor pendorong yang mempengaruhi perilaku merokok pada anak dan remaja 1) Paparan iklan, promosi, dan sponsor rokok. Terdapat 7 kegiatan iklan, promosi, dan sponsor rokok yang memiliki hubungan erat dengan perilaku merokok yakni iklan TV, iklan radio, iklan billboard, acara musik, pembagian sampel, pemberian diskon, dan pemberian hadiah gratis. Dari 7 kegiatan iklan, promosi, dan sponsor rokok terdapat 3 kegiatan yang memiliki peluang lebih besar untuk menjadi perokok aktif jika terpapar dengan masyarakat yakni
a) acara musik, memiliki peluang sebanyak 1.437 kali b) iklan rokok di TV, memiliki peluang sebanyak 1.396 c) dan iklan rokok di billboard, memiliki peluang sebanyak 1.246 2) Akses rokok untuk anak yang mudah dan murah, Indonesia termasuk 5 negara ASEAN yang memiliki daya jual rokok yang rendah (kurang dari 2 dollar) 3) Pembelian rokok oleh anak dianggap hal biasa, 76.6% pelajar membeli rokok dari warung,toko, dan pedagang kaki lima atau kios dan 60% pelajar tidak dapat dicegah dari membeli rokok karena usia mereka dan 71.3% dapat membeli eceran atau per batang (GYTS,2019) 2. Dampak secara Medis Merokok (konsumsi tembakau) merupakan penyebab tunggal kematian utama yang dapat dicegah. Kegiatan merokok (konsumsi tembakau) merupakan hal yang umum dilakukan dan menjadi perilaku kebiasaan karena harganya yang relatif terjangkau, pemasaran yang tersebar luas dan agresif serta kurangnya pengetahuan masyarakat akan bahaya yang ditimbulkan sehingga perilaku merokok yang seharusnya bukan menjadi perilaku kebiasaan, menjadikan perilaku merokok merupakan suatu yang lazim dilakukan. Dari beberapa hasil literature review perilaku merokok menimbulkan banyak penyakit seperti penurunan kesuburan, peningkatan kehamilan ektopik, gangguan pertumbuhan janin (baik gangguan fisik maupun mental), kejang pada kehamilan, gangguan imunitas bayi dan peningkatan kematian perinatal.
Gambar 2.3
Hasil Studi Hubungan Terpaan Iklan, Promosi, Sponsor Rokok dengan Status Merokok di Indonesia
Gambar 2.4 Hasil Studi Hubungan Terpaan Iklan, Promosi, Sponsor Rokok dengan Status Merokok di Indonesia Satu batang rokok akan menyebabkan penurunan aliran darah intravena akut pada plasenta mendekati aterm. Hal ini kemungkinan besar merupakan efek simtomatetik nikotin yang menyebabkan vasokonstriksi pada pembuluh darah uterus, sehingga menurunkan IBF.Efek nikotin lainnya adalah peningkatan denyut jantung dan peningkatan tekanan darah selama merokok. Telah ditemukan adanya hubungan positif antara kadar nikotin dalam darah dengan denyut jantung maternal. Lalu, karbon monoksida berakumulasi sebagai carboxyhemoglobin (COHb) pada janin sehingga tingkatnya menjadi 2 kali lipat dibandingkan dengan kadar pada maternal, hal ini terutama akan menyebabkan hipoksia pada janin. Telah diketahui bahwa 9% COHb pada janin sama dengan 41% penurunan aliran darah atau konsentrasi Hb pada vena umbilicus. Efek kumulatif penurunan aliran darah berulang dan hipoksia yang disebabkan oleh karbon monoksida. Defisit berat badan bayi yang lahir dari perokok aktif sekitar 226 gram.Diantara para perokok berat, berat badan menurun secara linier dengan semakin meningkatnya asupan nikotin. Peningkatan berat badan ibu selama kehamilan juga lebih rendah pada perokok dibandingkan dengan ibu yang tidak merokok.
Selain itu, penebalan plasenta terutama pada membran troblastik berhubungan dengan berbagai kondisi patologis seperti preeklampsia dan hipertensi, maternal diabetes dan IUGR. Pada perokok pasif juga ditemukan peningkatan ketebalan membran trofoblastik. Peningkatan ini merupakan penyebab utama penurunan berat badan janin, bahkan dapat menyebabkan kematian karena mengganggu transfer IgG ke sirkulasi janin. Seluruh penelitian mengenai perubahan struktur plasenta pada pperokok aktif dan pasif menunjukkan bahwa paparan asap rokok selama kehamilan dapat menyebabkan penurunan berat badan janin. Hal ini berkaitan dengan nikotin berhubungan dengan peningkatan denyut jantrung selama trimester kedua namun menimbulkan penurunan denyut jantung di trimester ketiga, menyebabkan hipoksia, dan sebagai vasokonstriktor, nikotin mengganggu sirkulasi plasenta dnegan menurunkan aliran darah secara kronik atau akut. Efek dari nikotin dan CO yang terdapat dalam rokok juga dapat menyebabkan pembuluh darah di tali pusat dan di plasenta mengecil. Hal ini dapat mengurangi jumlah aliran darah,oksigen dan nutrisi untuk janin.Hal ini disebabkan karena perpindahan O2 dari maternal ke Hb janin diatur oleh tekanan O2 dalam pembuluh dada umbilikus. Dampak lain adalah plasenta menjadi tipis sehingga berisiko lepas sebelum waktunya,dan dapat menyebabkan kematian pada janin. 3. Regulasi Pemerintah terhdapa Kasus Merokok Regulasi tentang penggunaan tembakau atau merokok di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintahdan Peraturan Daerah. Selain itu ada pula instruksi oleh pihak eksekutif, baik berupa Instruksi Menteri/Kepala Badan atauPeraturan Gubernur. Bentuk regulasi utama yang secara khusus mengatur pengendalian masalah merokok adalah suatu Peraturan Pemerintah (PP) yang disebut PP Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan. Dicantumkan secara spesifik bahwa PP ini bertujuan untuk mencegah penyakit akibat rokok bagi individu maupun masayarakat (Pasal 2). Meliputi : a. Melindungi Kesehatan masyarakat terhadap terjadinya penyakit akibat penggunaan rokok; b. Melindungi penduduk dari dorongan lingkungan dan pengaruh iklan; dan
c. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya akibat merokok terhadap kesehatannya. Sebenarnya Peraturan Pemerintah (PP) tentang penggunaan rokok keluar pertama kali dikeluarkan pada tahun 1999 melalui PP No 81. Peraturan Pemerintah ini cukup lengkap,tetapi sampai saat ini telah mengalami dua kali revisi,yaitu pada tahun 2000 dan tahun 2003. Dari aspek pengamanan penggunaan rokok untuk kesehatan, revisi tersebut bukan kearah yang lebih lengkap, tetapi justru sebalikannya. Revisi pertama yang dilakukan pada tahun 2000 terhadap PP 81/1999 menjadi PP 38/2000. Revisi ini menyangkut dua hal penting, yaitu tentang iklan dan kadar maksimum kandungan nikotin dan tar yang diperbolehkan. Iklan di media elektronikyang tidak boleh dilakukan menurut PP 81/1999 (dalam pasal 17, iklan hanya diperbolehkan di media cetak atau media luar ruangan), melalui PP 38/2000 menjadi diperbolehkan,walaupun dibatasi dari jam 21.30 sampai dengan 05.00 waktu setempat.Kadar maksimum kandungan nikotin dan tar, dalamPP 81/1999 dinyatakan sebagai berikut : Pasal 4: Kadar kandungan nikotin dan tar pada sebatang rokok yang beredar di wilayah Indonesia tidak diperbolehkan melebihi kadar kandungan nikotin 1,5 mg dan kadar kandungan tar 20 mg.Selanjutnya, pada Pasal 39 dinyatakan bahwa setiap orang yang memproduksi rokok buatan tangan yang telah ada pada saat ditetapkannya PP ini, harus menyesuaikan produksinya dengan persyaratan kadar maksimum kandungan nikotin dan tar sesuai dengan ketentuan PP tersebut paling lambat 5 (lima) tahun untuk setiap orang yang memproduksi rokok yang tergolong dalam industry besar, dan 10 (sepuluh) tahun untuk setiap orang yang memproduksi rokok yang tergolong industry kecil. Menurut Tobacco control (2018) bahwa dalam PP 38/2000, hal tersebut direvisi menjadi sebagai berikut : Setiap orang yang memproduksi rokok kretek buatan mesin dan buatan tangan yang telah ada pada saat ditetapkannya PP tersebut harus menyesuaikan produksinya dengan persyaratan kadar maksimum kandungan nikotin dan tar sesuai dengan PP ini paling lambat 7 (tujuh) tahun untuk setiap orang yang memproduksi rokok kretek buatan mesin; dan 10 (sepuluh) tahun untuk setiap orang yang memproduks irokok kretek buatan tangan.Revisi kedua dilakukan pada tahun 2003 terhadap PP 38/2000 menjadi PP 19/2003. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, PP 19/2003 berlaku sampai sekarang. Revisi keduatersebut menyangkut kadar
Tentang produksi dan penjualan rokok, berdasarkan Keputusan Menteri ditetapkan bahwa setiap orang yang memproduksi rokok wajib memiliki ijin di bidang perindustrian dan dilarang menggunakan bahan tambahan yang tidakmemenuhi persyaratan kesehatan. Dalam PP ini juga diatur kewajiban berbagai pihak, misalnya Menteri Pertanian berkewajiban menggerakkan, mendorong dan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menghasilkan tanaman tembakau yang berisiko kesehatan minimal. Menteri yang bertanggungjawab di bidang perindustrian wajib mendorong dan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menghasilkan produk rokok dengan risiko Kesehatan minimal. PP Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan ini juga menetapkan bahwa iklan dan promosi dapat dilakukan di media elektronik pada periode jam21.30 sampai dengan 05.00 waktu setempat. Iklan yangdilarang antara lain yang menyarankan orang untuk merokok atau memperagakan gambar atau tulisan.Setiap iklan pada media elektronik, media cetak, dan media luar ruang harus mencantumkan peringatan bahaya merokok bagi kesehatan. Promosi dengan pemberian cuma-cuma atau pemberian hadiah berupa rokok juga dilarang. Produk rokok yang beredar dan iklan diawasi oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, yang berkaitan dengan kebenaran kandungan kadar nikotin dan tar, pencantuman peringatan kesehatan pada label, dan ketaatan dalam pelaksanaan iklan dan promosi. Juga dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Kawasan tanpa rokok meliputi tempat umum, sarana kesehatan,tempat kerja dan tempat yang secara spesifik dijadikan tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak,tempat ibadah dan angkutan umum. Pimpinan atau penanggung jawab tempat umum dan tempat kerja yang menyediakan tempat khusus untuk merokok harus menyediakan alat penghisap udara. Selain memberikan landasan penyelenggaraan pengamanan rokok, PP ini juga mengatur peran masyarakat, Pemerintah Daerah dan berbagai Departemen/Lembaga Tinggi Negara, dalam pelaksanaan pengamanan rokok. Peran masyarakat diarahkan pada peningkatan dan pendayagunaan kemampuan yang ada, baik secara individu, kelompok, dan badan hukum. PP tersebut juga menetapkan peranMenteri terkait, yang meliputi Menteri yang bertanggungjawab di bidang pertanian, perindustrian, dan perdagangan, serta Menteri yang bertanggungjawab dibidang kepabeanan dan cukai.
FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) merupakan instrumen strategi kesehatan masyarakat global untuk mendukung negara-negara anggota dalam mengembangkan program pengendalian tembakau ditingkat nasional. Saa tini, FCTC telah efektif berlaku sebagai traktat internasional, tetapi Indonesia belum meratifikasinya. Melalui WHO, komunitas internasional mengambil keputusan untuk mengembangkan FCTC, karena konsumsi rokok/tembakau telah menyebabkan sekitar 5 juta kematian tiap tahun, terutama di negara-negara berkembang. Jika tak ditanggulangi segera, diperkirakan pada tahun 2020 kematian tersebut akan meningkat duakali lipat. Di dalam FCTC dinyatakan bahwa upaya penurunan demand penggunanan tembakau dilakukan melalui beberapa upaya, yang meliputi: 1) Penggunaan mekanisme pengendalian harga dan pajak 2) Pengendalian/penghentian iklan, sponsorship, dan promosi 3) Pemberian label dalam kemasan rokok yang mencantumkan peringatan kesehatan dan tidak menggunakan istilah yang menyesatkan 4) Pengaturan udara bersih (proteksi terhadap paparan asap rokok 5) Pengungkapan dan pengaturan isi produk tembakau; 6) Edukasi, komunikasi, pelatihan dan penyadaran publik; dan 7) Upaya mengurangi ketergantungan dan menghentikan kebiasaan merokok. 4. Peran sebagai Bidan Bidan sebagai lini pertama dalam pelayanan maternal dan anak perlu mengetahui langkah edukasi yang perlu dilakukan. 1. Melakukan langkah preventif dengan memberikan penyuluhan baik satu maupun dua arah pada anak-anak dan ibu, dapat secara langsung maupun tidak 2. Melakukan konsolidasid engan stakeholder baik di tingkat sekumpulan orang tua maupun pedangang rokok setempat 3. Melakukan langkah edukatif pada setiap ibu sebagai orang tua yang paling memiliki kedekatan emosional dengan anak 4. Melakukan langkah kuratif apabila terjadi gangguan pada metabolisme yang dilaporkan dan mengarahkan pada pihak terkait
III.
PENUTUP Penggunaan tembakau adalah penyebab global yang utama dari kematian yang dapat dicegah. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menghubungkan hampir 6 juta kematian per tahun disebabkan tembakau dan beberapa diantaranya kematian dini karena merokok dari masa kehamilan. Angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 8 juta kematian di tahun 2030. Hal ini disebabkan paparan iklan, promosi, dan sponsor rokok yang masih belum sepenuhnya terkendali. Peraturan terkait regulasi ini telah disahkan dari PP Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan. Sebagai bidan hal yang dapat dilakukan adalah melakukan langkah preventif dengan memberikan penyuluhan baik satu maupun dua arah , dapat secara langsung maupun tidak, melakukan konsolidasid engan stakeholder baik di tingkat sekumpulan orang tua maupun pedangang rokok setempat, melakukan langkah edukatif pada setiap ibu sebagai orang tua yang paling memiliki kedekatan emosional dengan anak, melakukan langkah kuratif apabila terjadi gangguan pada metabolisme yang dilaporkan dan mengarahkan pada pihak terkait.
REFERENSI Kementrian Kesehatan RI. 2018. Litbangkes : Hasil Utama RISKESDAS
Tobacco Control Support Center. 2019. Hubungan Terpaan Iklan, Promosi, Sponsor Rokok dengan Status Merokok di Indonesia.
Razak, Deddy S..2017.The Nicotine Effect In The Pregnant Mothers on The Weight of The Newborn Babies. Jurnal Universitas Hassanudin Makassar
Hanum, Hanifah dan Adityo Wibowo.2016.Pengaruh Paparan Asap Rokok Lingkungan pada Ibu Hamil terhadap Kejadian Berat Bayi Lahir Rendah