Kompilasi Ulasan Kader Spesial Hari Buku Nasional

Page 1


LITERASI DIGITAL: FENOMENA DEMOKRASI DAN KEBEBASAN BERPENDAPAT YANG KIAN SPORADIS

Citra Lindiyani Kabid RPK IMM FEB UMY

Indonesia merupakan negara demokrasi yang sangat menjunjung kebebasan berpendapat. Undang-Undang Dasar tahun 1945 pasal 28 E ayat 3 juga menyatakan; “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Oleh karena itu, Demonstrasi merupakan salah satu bentuk pengungkapan pendapat di muka umum. (Bueso, 2018) Indonesia mengatur demonstrasi dalam Pasal 1 Ayat 3 pada UU RI Nomor 9 Tahun 1998 tentang kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum. Sehingga, demonstrasi merupakan hal yang wajar dalam negara yang menganut sistem demokrasi. Keterbukaan kebebasan berpendapat di Indonesia membuat masyarakat mudah menunjukkan pendapat mereka melalui berbagai tindakan diantara-Nya dapat berupa demonstrasi aksi maupun yang marak digunakan di masa kini; media sosial. Demokrasi memberikan peluang kepada setiap orang untuk menikmati kebebasan yang dimilikinya secara proporsional karena kebebasan seseorang dibatasi oleh kebebasan orang lain (Selian & Melian 2018 : 191). Kebebasan Berekspresi merupakan elemen penting dalam jalannya demokrasi dan partisipasi publik. Hal ini diperlukan agar terciptanya partisipasi publik dalam pengambilan kebijakan publik atau dalam hal pemungutan suara. Apabila masyarakat kebebasannya dilanggar maka dapat dikatakan pemerintahan telah berlangsung secara otoriter. (Idris, 2018) Sebagai upaya pencegahan kebebasan berekspresi dan berpendapat yang kebablasan, yakni kebebasan berekspresi dibatasi oleh undang-undang, jiwa (morality) masyarakat, ketertiban sosial dan politik (publik order) masyarakat demokratis. Maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa dimana kebebasan berekspresi itu hidup akan turut memberi andil mengenai cara kebebasan berekspresi itu diterapkan.


Peraturan sebagai terjemahan dari konstitusi diperlukan dalam hal mengenai batasan dalam negara penganut hukum positivis. Toby Mendel menjelaskan bahwa terdapat beberapa alasan kebebasan berekspresi menjadi hal yang penting: 1). Karena ini merupakan dasar demokrasi; 2). Kebebasan berekspresi berperan dalam pemberantasan korupsi; 3). Kebebasan berekspresi mempromosikan akuntabilitas; 4). Kebebasan berekspresi dalam masyarakat dipercaya merupakan cara terbaik menemukan kebenaran. (Burton, 2019) Kebebasan berpendapat adalah salah satu hak asasi yang dimiliki oleh setiap warga negara dan ini adalah hak konstitusional yang dijamin oleh negara. Negara Indonesia sebagai negara hukum dan demokrasi berwenang mengatur dan melindungi pelaksanaan Hak Asasi Manusia. Hal ini diaminkan dalam perubahan keempat Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 pada Pasal 28E ayat (3) yang mengemukakan bahwa “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Kemudian penafsiran dari pasal tersebut diakomodir melalui Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum Pasal 1 ayat (1) “kemerdekaan menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan dan sebagainya secara bebas dan bertanggungjawab sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku”. Media elektronik dan media sosial menjadi platform mengalirnya berbagai informasi dan tentu ini menjadi wadah bagi warga negara untuk berpendapat dan berekspresi. Dalam konteks negara demokrasi media mampu menjadi wadah penyampaian aspirasi publik. Media sosial memberikan dampak terhadap karakter baru, audience generated media memungkinkan publik untuk mendistribusikan konten yang mereka himpun sendiri. Praktik produce-sage berarti memproduksi sekaligus mengonsumsi konten. Hal negatif yang terekam adalah kecenderungan berpendapat di media sosial yang mulai diwarnai dengan konten negatif. (Burton, 2019) Munculnya fenomena culturelag, keberadaan media sosial berbanding terbalik dengan kemampuan literasi, sehingga media sebagai ruang publik cenderung berubah menjadi wadah yang berisi konten negatif. Media sosial merupakan salah satu upaya mobilitas yang efektif dan inovatif untuk menggerakkan masyarakat. Maka dengan demikian pada akhirnya perkembangan teknologi informasi melalui media sosial menimbulkan kedinamisan dalam sajian informasi dengan berbagai elektronik lainlain. (Burton, 2019)

seperti Smartphone, Notebook, Tablet, dan


Dalam perkembangannya, media sosial menjadi tren baru bagi masyarakat untuk mengkomunikasikan tujuan politiknya. Media sosial dipandang sebagai cara paling efektif dan praktis untuk menyampaikan ide dan sudut pandang untuk mengkritisi suatu kebijakan pemerintah. Hal ini erat kaitannya dengan kemudahan situs media sosial yang dapat diakses melalui perangkat mobile. Pada awalnya, media sosial hanya sebagai wahana jejaring sosial, tetapi juga digunakan sebagai media dalam demokrasi. Pengguna memutuskan bagaimana menggunakan teknologi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Hasil penelitian yang dilakukan oleh CK Jha dan Kodila-Tedika mengeksplorasi hubungan antara media sosial dan demokrasi di lebih dari 125 negara di dunia. (Jha & Kodila-Tedika, 2020)

KESIMPULAN Sejauh ini, terdapat sebanyak 1.388.221 tweet terkumpul di Twitter dengan tweet “ Demokrasi dan Kebebasan Berpendapat ”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa respon masyarakat terhadap demokrasi dan kebebasan berpendapat selama tahun 2021 adalah positif dengan 54%, 43% merespons negatif, dan sisanya merespons netral sebesar 3%. Dengan demikian media sosial memfasilitasi penciptaan ruang di mana orang dapat memahami, berbagi, dan secara interaktif merundingkan makna protes melalui dialog tentang demokrasi, meskipun data dan informasi yang disebarluaskan melalui media sosial seperti Twitter dapat dianggap tidak dapat diandalkan karena siapa pun yang memiliki akun dapat menyebarluaskannya. (Lawelai, 2022) Di Indonesia, netizen mengomentari berbagai isu, mulai dari isu Sara hingga pembubaran organisasi FPI oleh pemerintah, serta pandangan netizen terhadap sebagian besar aktivis media sosial di Indonesia yang menyebarkan, menghasut, dan memecah belah bangsa. Sementara itu, komentar dari negara Turki kerap menanggapi kebijakan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyusul pengumuman pembukaan Pulau Demokrasi dan Kebebasan di laut dekat Istanbul pada tahun 2021. Akibatnya, warga Turki memiliki perasaan yang saling bertentangan tentang kebijakan tersebut. (Lawelai, 2022) Dengan demikian, media sosial memfasilitasi penciptaan ruang di mana orang dapat memahami, berbagi, dan secara interaktif menegosiasikan makna protes melalui dialog tentang demokrasi, bahkan jika data dan informasi yang disebarluaskan melalui media sosial seperti


Twitter dapat dianggap tidak dapat dipercaya karena siapa pun yang memiliki akun dapat menyebarkan informasi.

Referensi Bueso, L. (2018). Kebebasan berekspresi di jejaring sosial. Dalam Hukum dan Politik, (Isu 27, hlmn.5-16). Burton, J. (2019). Serangan Cyber dan Kebebasan Berekspresi: Pemaksaan, Intimidasi dan Pendudukan Virtual. Dalam Baltic Journal of European Studies, (Vol. 9, Edisi 3, hlm. 116-133). Idris, I. (2018). Media Sosial Pemerintah di Indonesia: Sekedar Alat Penyebaran Informasi,. Jurnal Komunikasi Malaysia,, 34(4), 337-356. Lawelai, H. S. (2022). DEMOCRACY AND FREEDOM OF OPINION IN SOCIAL MEDIA: SENTIMENT ANALYSIS ON TWITTER. PRAJA: Jurnal Ilmiah Pemerintahan, 10(1), 40-48.


PEMANTAPAN EKONOMI DIGITAL GUNA MENINGKATKAN KETAHANAN NASIONAL

Muhammad Akbar Aryan Anggota bidang Organ IMM FEB UMY

Kemajuan teknologi informasi berbasis internet berdampak pada pertumbuhan ekonomi digital, seperti bisnis online dan lain sebagainya baik di dalam maupun di luar negeri. Perubahan bisnis dari offline ke online berimplikasi pada pola ekonomi dan perilaku masyarakat suatu negara yang seakan borderless dengan negara-negara di dunia. Bagi Indonesia,perlu percepatan dalam transformasi teknologi informasi agar masyarakat secara cepat mengadopsi sistem ekonomi digital diarahkan menuju kemandirian ekonomi yang mempertangguh ketahanan nasional sehingga memperkuat keberhasilan pembangunan nasional dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional. (Widihastuti, 2020) Perkembangan perekonomian global dan kemajuan peradaban manusia saat ini dalam berbagai bidang termasuk bidang ekonomi telah memasuki wilayah negara kesatuan Indonesia dengan teknologi terbarukan yang berbasis digital atau dikenal sebagai era Industry 4.0 yang berbasis cyber physical system. Demikian pula dengan pengaruh ekonomi digital sebagai bagian dari industrialisasi teknologi merupakan keniscayaan yang harus diterima masyarakat Indonesia yang menganut ekonomi terbuka, sebagai bagian dari masyarkat ekonomi dunia. (Idat, 2019) Pengertian ekonomi digital untuk pertama kali oleh Tapscot (1996) sebagai bentuk perubahan dalam sosio politik dan sistem ekonomi ruang intelijen,Zimmerman (2000) menjelaskan dampak global teknologi informasi dan komunikasi tidak hanya pada internet tetapi juga ekonomi makro maupun mikro, sedangkan definisi Encarta Dictionary (2017) menjelaskan bahwa ekonomi digital adalah transaksi bisnis yang ada di internet. Dalam nawacita sebagai visi yang dicanakan oleh pemerintahan presiden Jokowi terkait dengan cita ekonomi adalah mewujudkan kemandirian ekonomi melalui upaya mengerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestic.Ekonomi digital akan dikaitkan dengan perspektif kemandirian ekonomi dan ketahanan nasional untuk kemandirian dan daya saing ekonomi


bangsa. Kemandirian ekonomi menurut Mukeri (2012) kemandirian adalah suatu sikap yang mengutamakan kemampuan diri sendiri dalam mengatasi berbagai masalah, Dewam Rehardjo (2018) menyatakan bahwa perekonomian mandiri terjadi setelah terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat dan terbangunnya prasaran dan ketersediaan teknologi tepat guna. Menurut (Hartono, 2020), bangsa Indonesia harus terbuka terhadap teknologi, tetapi teknologi tidak boleh merusak nilai-nilai kebangsaan, moral dan etika budaya bangsa. Bangsa Indonesia harus mulai mencermati, mengantisipasi dan mempersiapkan solusi yang efektif, efisien dan berkesinambungan terhadap potensi ancaman atau gangguan yang bersumber dari penerapan ekonomi digital. Dalam upaya membangun perekonomian bangsa yang tangguh dalam arti mewujudkan kesejahteraan, berdaya saing tinggi, serta memiliki stabilitas pertumbuhan yang berkesinambungan, maka pembangunan infrastruktur pendukung ekonomi digital harus sesuai dengan kondisi geografis wilayah Indonesia. Adanya kebijakan dan program pemerintah terkait pembangunan nasional jalan tol darat, jalur tol laut, dan tol langit, termasuk palapa ring mendukung penerapan ekonomi digital secara komprehensif. Strategi bangsa untuk memanfaatkan kemajuan teknologi harus sesuai dengan tingkat kebijakan dari pengguna, hal ini mengutip pendapat John Naisbitt (1999) menyampaikan pesan bahwa kemajuan teknologi harus dikendalikan oleh sentuhan moral dan nilai-nilai kemanusiaan yang juga sangat tinggi. Dalam rangka mengembangkan ekonomi digital, pemerintah harus melakukan pemantapan dalam pengembangan infrastruktur e-bisnis, proses e-bisnis, dan e-commerce secara integral untuk kepentingan nasional. Pemerintah harus menciptakan regulasi dan kebijakan yang mendukung ekosistem ekonomi digital. Juga perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan ekonomi yaitu sifat keterbukaan sistem perekonomian, manajemen, hubungan ekonomi luar negeri, diversifikasi pemarasan,teknologi,struktur ekonomi, infrastruktur (sarana & prasarana), potensi SDM, serta potensi dan pengelolaan dana. (Widihastuti, 2020)

KESIMPULAN Ekonomi digital mendukung kondisi geografis Indonesia yang berbentuk negara kepulauan serta multi etnis dan budaya dengan teknologi yang berbasiskan internet dan media


sosial sehingga pergerakan komunikasi dan transaksi keuangan, perdagangan, dan jasa dapat terselenggara Kemandirian ekonomi adalah suatu sikap bangsa yang selalu mengutamakan kemampuan diri sendiri dalam mencukup kebutuhan ekonomi, mengurangi seminimal mungkin ketergantungan dari negara lain dengan menjadi negara produktif lebih cepat, lebih murah dan lebih efisien. (Idat, 2019) Adanya kemajuan ekonomi digital juga seharusnya menjadi pendukung dalam meningkatkan produk dan jasa domestik sehingga mendukung pula peningkatan kualitas kemandirian ekonomi nasional. Ekonomi digital juga memiliki potensi risiko ekonomi dan sosial terutama pengurangan tenaga kerja, kejahatan siber, dan ancaman daya saing produksi dalam negeri, sehingga perlu mencermati kebijakan publik dan strategi yang tepat dalam implementasi di Indonesia, sehingga dapat mencapai tujuan kemandirian ekonomi serta daya saing produk dan jasa nasional yang optimal untuk memberikan kemaslahatan yang sebesarbesarnya bagi rakyat Indonesia. (Widihastuti, 2020) Oleh karena itu, pemerintah Indonesia sering-sering memperhatikan masyarakatnya baik itu dari segi Pendidikan, Kesehatan, ekonomi, dan lain sebagainya. Pemerintah juga harus melakukan upaya penyaringan (filtering) setiap kemajuan teknologi dan informatika sehingga kemajuan teknologi dan peradaban bangsa Indonesia yang seimbang, selaras dan serasi dengan nilai-nilai moral dan etika kebangsaan bangsa Indonesia Pancasila, UUD NRI 1945 dan kearifan lokal. (Widihastuti, 2020) Untuk mencapai tujuan kemandirian ekonomi serta melindungi dan meningkatkan keunggulan daya saing produk dalam negeri maka diperlukan kolaborasi yang erat dan sinergis dengan membentuk forum koordinasi pembangunan ekonomi dan teknologi yang terdiri dari pejabat level Dirjen atau Direktur dari Bappenas, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Informasi dan Komunikasi, Kemenhumham, Kemendag, Kementerian Industri, dan lembaga lain yang terkait, dengan tugas utama membuat sinergitas ekonomi digital bagi kemanfaatan nasional. Referensi

Badrun, U. (2018). Ketahanan Nasional Indonesia Bidang Politik di Era Demokrasi Digital (Tantangan Tahun Politik 2018-2019 dan Antisipasinya). Jurnal Kajian Lemhannas RI,, 6(1), 21-36.


Hartono, D. (2020). Fenomena Kesadaran Bela Negara di Era Digital Dalam Perspektif Ketahanan Nasional. Jurnal Kajian Lemhannas RI, 8(1), 15-34. Idat, D. G. (2019). Memanfaatkan Era Ekonomi Digital Untuk Memperkuat Ketahanan Nasional. Jurnal Kajian Lemnhannas RI, 7(2), 5-11. Widihastuti, W. &. (2020). MEMPERSIAPKAN SUMBER DAYA MANUSIA KRITIS, KREATIF

DAN

BERWAWASAN

KEBANGSAAN

UNTUK

MENCAPAI

KETAHANAN NASIONAL YANG TANGGUH DI ERA PANDEMIK COVID-19. Jurnal Kajian Lemnhannas, 8(2).


KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN DI ERA DIGITAL

Nabila Turahma Niah Butarbutar Kader IMM FEB UMY

Setiap Hari Perempuan Internasional diperingati pada tanggal 8 Maret di seluruh dunia. #breakthebias menjadi topik kampanye Hari Perempuan Internasional tahun ini. Subjek secara khusus mencoba untuk membantu orang menyadari dunia tanpa bias, prasangka, dan diskriminasi di era digital ini. Internet sendiri adalah salah termasuk bagian dari alat komunikasi yang terjangkau dimana memungkinkan untuk terjadinya interaksi antara dua orang atau lebih. Keuntungan dari internet ini adalah memungkinkan seseorang untuk melakukan proses pembelajaran secara jarak jauh secara efektif dan efisien. Adapun dampak negatif yang ditimbulkan dari teknologi dalam proses Pendidikan adalah yaitu dengan munculnya E-learning dapat menyebabkan terciptanya individu yang bersifat individual atau menyendiri, sehingga memungkinkan etika dan disiplin peserta didik sulit untuk dijaga dan diawasi, lama kelamaan jika tidak diawasi etika peserta didik akan menurun. Dalam KBBI, bias terutama mengacu pada penyimpangan dan belokan. Bias gender terjadi ketika orang memiliki stereotip tentang orang atau kelompok tertentu berdasarkan jenis kelaminnya, yang mempengaruhi perbedaan perlakuan antara pria dan wanita. Bias gender sendiri muncul saat perempuan dan laki-laki mendapat penilaian berbeda terhadap sesuatu yang mana alasannya tidak dapat dijelaskan berdasarkan objektivitas mengenai kualitas dan seakan mengesampingkan usaha individu hanya karena gender mereka (Friederick Mengel, Jan Sauermann, Ulf Zolitz, 2017). Perilaku bias gender inilah yang melahirkan adanya stereotip dan diskriminasi gender di masyarakat. Kasus paling banyak yang ditemukan dalam fenomena bias dan diskriminasi gender muncul dalam bentuk dimana seorang perempuan memiliki peluang yang lebih kecil untuk dipromosikan dan naik jabatan, memegang peranan sebagai pemimpin seperti kepala departemen, kepala divisi, ataupun pengurus harian, serta mendapat bayaran yang lebih rendah dari rekan kerja laki-laki untuk posisi yang sama.


Studi laporan Worldbank 2020 tentang kesetaraan gender di Indonesia memuat beberapa hasil yang menarik. Salah satunya adalah kontradiksi bahwa, meskipun perempuan Indonesia memiliki akses yang lebih besar terhadap pendidikan (tingkat partisipasi pendidikan tinggi), mereka tidak banyak berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi. Artinya, meskipun lakilaki dan perempuan sama-sama mengenyam pendidikan tinggi, kesetaraan gender belum sepenuhnya terwujud. Penelitian selanjutnya mengatakan bahwa ini terkait dengan norma dan praktik masyarakat tentang peran laki-laki dan perempuan, yang berdampak pada peluang perempuan dalam hal pendidikan, profesi, dan infrastruktur. Usia pernikahan dini dan pembagian tanggung jawab pengasuhan anak yang tidak setara adalah dua variabel yang berkontribusi pada rendahnya kesetaraan gender. Salah satu solusi yang dianggap dapat memberikan pengaruh signifikan dalam menekan angka diskriminasi gender adalah adanya pendidikan gender yang diajarkan sejak dini, hal ini karena secara umum norma gender secara langsung maupun tidak langsung sering kali dilanggengkan dalam sistem pendidikan.

HAK PENDIDIKAN YANG SETARA Selain Pendidikan, salah satu ketidaksetaraan gender adalah dalam akses internet. Melalui teknologi dan informasi, terbuka sebuah ruang-ruang maya baru yang memudahkan interaksi manusia. Lebih dari itu, ruang digital juga menjadi pencetak pengetahuan dan penyebar informasi yang sangat cepat dan masif. Meskipun tampak seperti ruang yang menjamin kebebasan tiap penggunanya, ternyata ruang digital tak selamanya ramah bagi perempuan. teknologi informasi telah bertransformasi menjadi kebutuhan pokok masyarakat, utamanya bagi kaum muda. Namun, hal tersebut tidak serta merta meningkatkan kebijaksanaan masyarakat dalam menggunakan teknologi. Maraknya kasus penyebaran hoax dan kekerasan berbasis online terjadi karena hal ini (Suwendi, 2018). Adapun dampak positif dari digitalisasi, salah satunya adalah optimisme besar bahwa perkembangan teknologi informasi dapat membawa dampak positif pada pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender. Salah satunya, internet memudahkan gerakan aktivisme mendukung kesetaraan gender.


Sedangkan dalam sekolah, hak untuk pendidikan mungkin sudah mulai diwujudkan saat ini. Namun, masih banyak yang harus dilakukan dalam hal hak dalam proses pendidikan. Banyak buku teks yang masih gagal menyajikan contoh dan model yang mengedepankan kesetaraan gender. Sosok perempuan lebih sering ditampilkan dan ditempatkan dalam kerangka pekerjaan rumah tangga di buku pelajaran daripada tokoh lakilaki dalam konteks pekerjaan profesional. Stereotip gender dalam buku teks tentang profesi pria dan wanita memperkuat bias gender dan norma tentang pilihan karir. Wanita yang mengejar "profesi pria", misalnya, mungkin mengalami stigma dan penolakan sosial di komunitas mereka. Ilmu ekonomi rumah tangga yang dulu dikenal sebagai Pendidikan Keterampilan Keluarga (PKK) di Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran wajib bagi seluruh siswa sekolah menengah pertama di Finlandia Pelajaran ini mencakup semua bidang tugas rumah tangga, termasuk mencuci pakaian, memasak, dan bersih-bersih. Siswa laki-laki dan perempuan belajar untuk memiliki peran dan tugas yang sama ketika melakukan pekerjaan rumah tangga saat di kelas. Selanjutnya, kebijakan yang diterapkan membantu dalam penerapan standar-standar ini. Salah satunya adalah kebijakan pemerintah tentang pendidikan anak usia dini (PAUD) yang tersedia untuk semua rumah tangga. Sejak 2012, PAUD dioperasikan bersama oleh koperasi sekolah dan staf di Sekolah Sukma Bangsa Bireuen di Aceh. Ini membantu instruktur perempuan dan laki-laki dalam mendapatkan pengasuhan anak untuk anak-anak mereka. Karena pendidikan anak usia dini masih berada di lingkungan sekolah, bahkan membantu mereka menjadi orang tua yang selalu aktif berinteraksi dengan anak-anaknya. KESIMPULAN Penulis percaya, dibutuhkan fleksibilitas dan kemauan dari pihak pengelola sekolah untuk menganggap peran rumah tangga perempuan sebagai pelengkap daripada kompetitif, karena fungsi domestik ini tidak selalu dikaitkan dengan perempuan. Akibatnya, konvensi yang bias gender berangsur-angsur berubah dan kesetaraan gender tercapai, dimulai dari lembaga pendidikan itu sendiri. Penyelesaian isu bias gender sudah sepantasnya menjadi tanggung jawab bersama. Pendidikan merupakan salah satu kunci utama dalam menanamkan nilai-nilai dan karakter yang dinilai baik di masyarakat. Penanaman nilai-nilai dan karakter ini berpengaruh secara lebih signifikan dan efektif bila ditanamkan kepada anak sejak usia dini.


Referensi

IWD. (2002, maret 8). International women day. Retrieved from campaign international women day: https://www.internationalwomensday.com/theme pssat. (2020, januari 14). pssat. Retrieved from dilema bias dan pendidikan gender anak usia dini:

https://pssat.ugm.ac.id/id/dilema-bias-dan-pendidikan-gender-pada-anak-

usiadini/singkat. (2022, maret 3). worldbank. Retrieved from gender: https://www.worldbank.org/in/country/indonesia/brief/gender-equality-forgrowthresearch-and-analytical-program-in-indonesia sumar, IMPLEMENTASI

KESETARAAN

GENDER

w.

DALAM.

IMPLEMENTASI KESETARAAN GENDER DALAM, 1-25.

t.

(2-15).


DIGITALISASI EKONOMI ERA COVID-19 DAN IMPACT NYA TERHADAP INDONESIA

Reza Athabi Zayeed Anggota Bidang Tabligh IMM FEB UMY

Pandemi covid-19 memberikan dampak terhadap berbagai sektor pembangunan di Indonesia. Salah satu yang terkena dampak dari pandemi tersebut adalah sektor ekonomi. Bagaimana tidak? dampak yang dirasakan pada sektor ekonomi ini sangat signifikan satu tingkat dibawah dampak pada sektor kesehatan. Pada awal masa pandemi seluruh negara di berbagai belahan dunia mengalami kontraksi minus 3,2% dari segi pertumbuhan ekonominya. Selain itu, perdagangan internasional yang biasanya mengalami pertumbuhan hingga mencapai 2 digit, pada awal pandemi mengalami kontraksi hingga -8,3%. Hal itu menyebabkan kondisi ekonomi dunia termasuk Indonesia mengalami kemerosotan dan melambatnya roda perputaran ekonomi sehingga menyebabkan resesi. Berbeda pada sektor digital yang malah justru karena adanya pandemi ini, tingkat pertumbuhan dan perkembangannya melaju sangat pesat. Salah satu dari pengaruh pertumbuhan yang pesat ini adalah dengan semakin cepat berkembangnya ekonomi digital di Indonesia. Ekonomi digital bisa diartikan seluruh aktivitas ekonomi yang menggunakan bantuan internet dan kecerdasan buatan (AI). Contoh sederhana aktivitas ekonomi digital dalam kehidupan sehari-hari adalah ketika dulu seseorang ingin memulai bisnis baru harus menyediakan toko offline terlebih dahulu dan tentunya hal tersebut sangat membutuhkan tenaga, harta, dan waktu yang lebih jika dibandingkan ketika sekarang seseorang ingin memulai sebuah bisnis, tidak perlu repot-repot membuka toko offline terlebih dahulu cukup dengan mendaftarkan toko onlinenya di platform sosial media seperti marketplace sudah dapat memulai bisnis. Contoh lainnya (lagi) adalah ketika dulu kita ingin membeli sebuah barang harus mendatangi gerai atau toko barang yang ingin kita beli, hal tersebut menguras waktu yang lebih lama jika dibandingkan ketika sekarang kita ingin membeli barang, cukup hanya dengan membuka aplikasi e-commerce atau marketplace melalui smartphone lalu melakukan tranksaksi secara online kita telah membeli barang yang kita inginkan. Hal tersebut jauh lebih


efisien dan menghemat waktu yang dibutuhkan. (Palmira Permata Bachtiar, 2020) mengatakan Perkembangan ekonomi digital memungkinkan munculnya model-model bisnis baru yang dapat meningkatkan pengalaman pelanggan (customer experience) karena kegiatannya yang makin efisien dan responsif terhadap kebutuhan pasar. Disatu sisi adanya pandemi covid-19 menimbulkan banyak permasalahan di berbagai sektor seperti kesehatan, ekonomi, pendidikan, dan politik. Namun disisi lain hal tersebut justru dapat meningkatkan laju industri digital. Salah satu implikasi industri digital dalam sektor ekonomi adalah dengan makin berkembang pesatnya digitalisasi ekonomi di Indonesia. Segala aktivitas ekonomi yang semula dilakukan dengan cara bertemu langsung, kini lebih sering dilaksanakan melalui media online. Baik itu melalui, market place, sosial media, maupun melalui ruang virtual. Ini berati bahwa pandemi covid-19 yang menimbulkan berbagai macam permasalahan disisi lain juga menyebabkan transformasi ekonomi digital berkembang dengan pesat. Bahkan terhitung pada tahun ke dua pandemi yakni 2021, ekonomi digital di Indonesia menempati posisi tertinggi di Asia tenggara. Nilai ekonominya pada tahun 2021 tercatat sekitar USD70 dan diprediksi akan terus meningkat seiring dengan melesatnya digitalisasi ekonomi di Indonesia. Hal tersebut tak lepas dari meningkatnya aktivitas transaksi yang terjadi di ecommerce Indonesia pada tahun 2021. Nilai transaksi e-commerce di Indonesia pada tahun tersebut mencapai Rp 401,25 triliun dengan volume transaksi sebesar 1,73 miliar. Prof. Sri Adiningsih, M.Sc., Ph.D dalam (Kirana, 2022) menerangkan bahwa selama kurun waktu satu atau dua dekade, ekonomi digital akan berkembang lebih luas, semua sektor ekonomi di seluruh wilayah akan ter digitalisasi. Bisnis yang ada harus mengantisipasi dan menyesuaikan jika ingin bertahan serta bertumbuh. Pertumbuhan ekonomi digital ini menyebabkan perubahan sikap para pelaku ekonomi. Para pelaku usaha yang semula berbisnis dengan cara offline beralih ke bisnis yang menggunakan platform digital, para konsumen dapat dengan mudah menggunakan aplikasi fintech dengan semakin populernya investasi online. Selain itu, jumlah pembeli di e-commerce mengalami kenaikan yang sangat drastis karena digitalisasi ekonomi ini. Digitalisasi menjadi kunci dalam mendukung pemulihan ekonomi sekaligus mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Arus digitalisasi yang pesat membuka ragam peluang baru dan bisa dimanfaatkan dengan baik sehingga perekonomian bisa segera


pulih (Ayu, 2021). Digitalisasi ekonomi sangat berdampak dan memberikan andil dalam memulihkan kondisi ekonomi Indonesia pasca resesi. Salah satu yang dapat kita rasakan dalam keseharian adalah melalui e-commerce. Para pedagang yang semula biasa menjual hasil produksinya sampai ke konsumen akhir harus melewati perantara seperti tengkulak, broker dll, sekarang dengan menggunakan e-commerce tidak perlu lagi melewati perantara-perantara tersebut untuk menjual dagangannya ke konsumen akhir. Cukup dengan menawarkan barang dagangannya pada market place, ketika ada orang yang tertarik dan membeli barang tersebut maka terjadilah transaksi. Hal tersebut senada dengan apa yang diharapkan pemerintah yakni meningkatnya perputaran roda ekonomi sehingga Indonesia dapat keluar dari masa resesi dan pertumbuhan ekonomi semakin meningkat. Indonesia merupakan negara dengan penduduk terbanyak di Asia tenggara bahkan salah satu di dunia. Sekitar 40% warga Asia tenggara tinggal di Indonesia dan hampir dari keseluruhan warga Indonesia telah menggunakan akses internet di kehidupannya termasuk dalam melakukan transaksi ekonomi. Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia merupakan pasar yang besar bagi ekonomi berbasis digital. Indonesia merupakan negara yang berpotensi menjadi raksasa ekonomi berbasis digital mengingat jumlah transaksi di e-commerce yang makin meningkat setiap tahunnya. Selama pandemi, aktivitas yang dilakukan secara virtual semakin ramai, termasuk dalam melakukan transaksi ekonomi. Belum lagi bonus demografi yang akan dialami Indonesia beberapa tahun ke depan sangat mendukung Indonesia dalam mengakselerasi transformasi ekonomi digital. Dengan potensi yang besar tersebut dan didukung bonus demografi sudah semestinya pemerintah dapat memanfaatkan situasi tersebut untuk menjadikan Indonesia sebagai raksasa digital se Asean, atau bahkan se Asia. Mengingat Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah penduduk yang besar di dunia dan hampir setiap orang di Indonesia dapat mengakses dan menggunakan internet untuk kebutuhannya. Jika ke semua potensi tersebut dapat dikelola secara tepat maka bukan tidak mungkin Indonesia akan memimpin transformasi digital dari sektor ekonomi. Namun, perlu diingat bahwa pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia saat ini sebagian besar masih ditopang oleh e-commerce. Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih menjadi pasar ekonomi digital belum menjadi penggagas inovasi atau teknologi digital dan sebagian besar dari pasar tersebut hanya menjadi konsumen. Ini perlu menjadi perhatian


kita bersama. Jika hal tersebut berlangsung terus menerus dalam jangka panjang akan memberikan efek yang negatif terhadap Indonesia. Terlebih Indonesia akan mendapatkan bonus demografi beberapa tahun mendatang. Dengan banyaknya SDM yang memiliki usia produktif, sungguh sayang jika Indonesia hanya menjadi pasar dari perkembangan ekonomi digital dan bukan sebagai penggagas inovasi. Ada beberapa permasalahan yang menyebabkan Indonesia sampai saat ini masih belum bisa menjadi penggagas inovasi teknologi ekonomi digital yakni : 1. Kurangnya SDM yang bekerja disektor digital Permasalahan ini merupakan permasalahan yang sangat dirasakan oleh Indonesia sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi digital yang pesat. Bagaimana tidak, menurut data yang dikeluarkan oleh World bank menyebutkan bahwa Indonesia kekurangan talenta digital dan hal tersebut sampai tahun 2030. Itu menunjukkan bahwa digitalisasi di Indonesia sangat berkembang pesat, tapi tidak ditopang SDM yang mumpuni dan siap. 2. Regulasi Data Regulasi data di Indonesia bisa dibilang bekerja dengan metode yang sudah usang, sudah ketinggalan zaman. Situasi yang ada di lapangan sudah menunjukkan generasi Z. Namun, peraturannya masih generasi Boomers. Hal tersebut tentu menimbulkan kesenjangan bagi regulasi data di Indonesia. 3. Kesenjangan akses Internet Walaupun sebagian besar masyarakat Indonesia telah online, tapi jumlah masyarakat yang belum bisa menikmati Internet di Indonesia tidak sedikit. Masih banyak masyarakat didaerah pelosok dan terpencil belum bisa mengakses internet sebagaimana warga di perkotaan yang dapat mengakses internet 5 kali lebih mudah.

KESIMPULAN Indonesia merupakan salah satu negara dengan digitalisasi ekonomi yang melaju dengan pesat. Adanya pandemi disatu sisi menimbulkan bencana, di sisi lain memberikan berkah tersendiri. Karena pandemi transformasi ekonomi digital Indonesia tumbuh lebih cepat dari yang diperkirakan. Transformasi digital juga memberikan andil dalam memulihkan kondisi perekonomian Indonesia.


Dengan semakin meningkatnya transaksi melalui e-commerce, memberikan dampak positif dalam memulihkan kondisi ekonomi. Pedagang yang tadinya ketika ingin menjual hasil produksinya ke konsumen akhir harus melewati perantara seperti broker, tengkulak dll., dengan hadirnya e-commerce sedikit bisa memangkas biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menjual hasil produksinya melalui perantara-perantara tersebut. Pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia yang melaju dengan pesat, bukan tidak mungkin akan menjadikan Indonesia sebagai negara pemimpin transformasi ekonomi digital. Namun, hal tersebut juga harus ditopang dengan talenta-talenta digital yang mumpuni sehingga Indonesia tidak hanya menjadi pasar atau konsumen saja dalam pertumbuhan ekonomi digital ini, melainkan dapat menjadi penggagas inovasi dan teknologi ekonomi digital.

Referensi Ayu, M. G. (2021, Maret 16). Bank Indonesia: Digitalisasi Menjadi Kunci Pendukung Pemulihan Ekonomi. Retrieved from cloud computing INDONESIA: https://www.cloudcomputing.id/acara/bank-indonesia-digitalisasi-kuncipemulihanekonomi Kirana. (2022, Maret 15). Pandemi Covid-19 dan Dampaknya Terhadap Ekonomi Digital. Retrieved from UNIVERSITAS GAJAH MADA FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS:

https://feb.ugm.ac.id/id/berita/3558-pandemi-covid-19-dan-

dampaknyaterhadap-ekonomi-digital Palmira Permata Bachtiar, R. A. (2020). Ekonomi Digital untuk Siapa? Menuju Ekonomi Digital yang Inklusif di Indonesia. Jakarta: The SMERU Research Institute.


PERILAKU KONSUMTIF BELANJA ONLINE SEBAGAI AKIBAT DARI GAYA HIDUP DIGITAL

Rizka Amalia Kader IMM FEB UMY

Perkembangan teknologi semakin hari semakin pesat, termasuk di dalamnya perkembangan teknologi digital. Perkembangan teknologi digital ini memberi banyak dampak yang signifikan di dalam berbagai lini kehidupan manusia. Baik dampak positif maupun negatif ikut memberi sumbangsih di dalamnya. Seperti halnya dua sisi mata uang pada keping yang sama, perkembangan teknologi digital menimbulkan keuntungan dan masalah sekaligus. Perangkat digital kini telah menjadi bagian kehidupan sehari-hari masyarakat di kota besar, kota-kota kecil, bahkan perdesaan sebagai dampak dari perkembangan teknologi. Hal tersebutlah yang memunculkan banyak gaya hidup baru, salah satunya gaya hidup digital. Masyarakat telah menjadikan perangkat digital sebagai sesuatu yang tak terpisahkan dalam setiap segi kehidupan, salah satunya adalah dalam hal berbelanja. Masa sekarang nampaknya sulit memisahkan kehidupan manusia dengan teknologi, bahkan sudah merupakan kebutuhan manusia (Ngafifi, 2014). Banyak sekali gaya hidup yang berubah semenjak perkembangan teknologi yang semakin hari semakin pesat. Sikap, mental, cara pandang, tatanan hidup, dan cara berpikir pun juga ikut berubah sebagai pengaruh dari gaya hidup digital ini. Sebelumnya kita harus mengetahui apa itu gaya hidup digital. Gaya hidup digital yaitu gaya hidup yang selalu mengandalkan dan bergantung pada perangkat pintar digital untuk kegiatan sehari hari misalnya belanja online, membaca koran atau buku digital, menonton film, transaksi keuangan digital, atau media komunikasi digital. Manusia semakin membutuhkan dan sulit dilepaskan dari alat-alat digital serba pintar (Hay, 2015).


Berkembangnya gaya hidup digital secara langsung atau tidak langsung telah membawa perubahan terhadap cara pandang maupun sikap masyarakat. Gaya hidup digital merupakan revolusi gaya hidup akibat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin pesat. Dengan menggunakan peralatan digital, semuanya dapat dilakukan dengan lebih cepat dan efisien juga menghemat biaya dan waktu. Namun di sisi lain dengan adanya peralatan digital membuat beberapa orang memiliki sikap yang tidak baik, salah satunya ini adalah perilaku konsumtif. Menurut Setiaji (1995), perilaku konsumtif merupakan kecenderungan seseorang berperilaku berlebihan dalam membeli sesuatu atau membeli secara tidak terencana. Pengertian konsumtif secara luas adalah menggunakan barang atau jasa dengan cara berperilaku boros dan berlebihan yang lebih mendahulukan keinginan daripada kebutuhan dalam segi prioritas atau dapat juga dikatakan gaya hidup berlebihan (Tripambudi & Indrawati, 2018). Perilaku konsumtif ini biasanya disebabkan oleh tingginya tingkat kebutuhan seharihari dan sikap manusia yang tidak pernah merasa cukup, selalu merasa kurang dengan apa yang ia punya sehingga mendorongnya untuk terus menerus membeli barang yang bahkan sebenarnya tidak ia butuh kan. Terkadang hal itu juga dilakukan untuk memenuhi gaya hidup dan gengsi. Di era sekarang kita dapat melihat secara nyata bahwa gaya hidup digital telah membuat menjamurnya berbagai bisnis online di kalangan masyarakat, dimana hal itu berdampak pada perilaku konsumtif yang makin terasa. Perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin modern serta kian mudahnya akses internet di berbagai penjuru daerah, menjadikan pertumbuhan toko online di Indonesia semakin hari kian melesat pesat (Wahyudi, 2015). Belanja online telah mengubah kebiasaan orang untuk berbelanja secara manual lalu menggeser interaksi antar-manusia kepada interaksi manusia-teknologi yang mendorong lahirnya berbagai aplikasi belanja online (Sazali & Rozi, 2020). Seseorang dapat berbelanja hanya melalui sentuhan layar digital, dengan sekali sentuh beberapa barang belanjaan telah ia pesan kemudian dalam hitungan hari barang tersebut akan sampai di depan rumahnya. Iklaniklan dan penawaran dari berbagai produk lain juga muncul di layar digital yang dengan mudah membuat seseorang tertarik untuk membelinya, padahal barang yang dibelinya tidak ia butuh kan, kemudian hal tersebut dilakukan secara terus menerus dan berulang sehingga membuatnya menjadi pribadi yang konsumtif. Segala kemudahan dan kenyamanan disediakan oleh penyedia online shop, seakanakan menjadikan konsumen untuk mempunyai sifat konsumtif. Berbagai diskon, potongan


harga, berbagai macam bonus yang menarik dan tawaran lain pun juga disediakan untuk membuat para konsumen tergiur. Yang mana kemudahan tersebut didukung oleh teknologi yang semakin maju. Gaya hidup digital membuat online shop dapat diakses kapan pun dan dimanapun kita berada. Pembelian pada umumnya tidak terjadi karena kebutuhan dasar. Akan tetapi, berasal dari kebutuhan untuk memenuhi keinginan atau hasrat. Hal ini sangat dipengaruhi oleh iklan-iklan, review, perbincangan, atau penggunaan oleh orang-orang yang ada di dalam media massa, baik cetak maupun elektronik (Sulistyaningtyas et al., 2012).

KESIMPULAN Dalam kasus belanja online generasi muda atau masyarakat milenial adalah salah satu entitas yang paling sering menggunakannya. Masyarakat milenial atau generasi milenial adalah generasi yang lahir pada rasio tahun 1980 sampai dengan 2000. Salah satu ciri masyarakat milenial adalah peningkatan penggunaan dan keakraban dengan komunikasi, media, dan teknologi digital. Karena dibesarkan oleh kemajuan teknologi, generasi milenial memiliki ciriciri kreatif, informatif, mempunyai passion dan produktif. Tapi tak sedikit juga banyak dari gen Z ikut serta menjadi entitas yang meramaikan pasar belanja online, ini dikarenakan tidak adanya batasan umur dalam berbelanja secara online.

Referensi Hay, A. W. (2015). Gaya Hidup Digital Kristiani Era Globalisasi. Jurnal Youth Ministry, 3(1), 51–59. https://doi.org/10.47901/jym.v3i1.429 Ngafifi, M. (2014). Kemajuan Teknologi Dan Pola Hidup Manusia Dalam Perspektif Sosial Budaya. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi Dan Aplikasi, 2(1), 33–47. https://doi.org/10.21831/jppfa.v2i1.2616 Sulistyaningtyas, T., Jaelani, J., & Waskita, D. (2012). Bandung Akibat Pengaruh Gaya Hidup Digital. Jurnal Sosioteknologi, Edisi 27(11), 157–168.


ANTISIPASI SERTA EDUKASI TERHADAP KRIMINALITAS DARING DAN LURING

Sofia Bunga Nisrina Kader IMM FEB UMY

Kriminalitas adalah tindak kejahatan yang melanggar hukum dan merugikan orang disekitarnya, bahkan dirinya sendiri. Perilaku mendongkel norma-norma yang ada dengan beberapa alasan. Entah itu karena keadaan yang mendesak kehidupannya, dendam pribadi, hingga iseng semata. Motif-motif yang mereka lakukan pun beraneka ragam, dari kejahatan ringan sampai kejahatan fatal. Label kriminalitas kini tidak hanya membatasi ranah kejahatan dunia nyata. Namun merambah pula ia ke dunia maya yang penuh dengan ke abu-abu an. (Anggraeni, 2018) Kita ulas satu persatu. Pertama, kriminalitas luring atau luar jaringan seperti pencurian, perampokan, pencopetan. Sering kali dilakukan oleh orang-orang yang sedang dipepet oleh kebutuhan finansial. Mereka ingin dapat harta secepatnya, dan berharap mendapatnya sebanyak mungkin tanpa usaha yang halal. Tentu saja hal itu merugikan orang yang menjadi korbannya, yang bisa saja pada saat harta mereka dicuri, harta itu adalah satu-satunya yang tersisa. Ada pula kasus pembunuhan, yang didasari oleh dendam pribadi individu maupun kelompok terhadap target korban yang dituju. Pembunuhan sama sekali bukan masalah sepele apabila disandingkan dengan dasar dendam pribadi. Karena hal ini menyangkut hidup seseorang. Namun masih saja berita beredar, kasus pembunuhan sering terjadi karena dendam yang ingin dilunaskan imbasnya terhadap target. Satu lagi dari kriminalitas luring, skandal begal yang tak kunjung reda. Begal, jambret, klitih, dan apa pun sebutannya. Kejahatan yang bisa dikatakan mencakup 2 kasus sebelumnya, yaitu pencopetan dan pembunuhan. Motif pelaku yang tiba-tiba menyandingi kendaraan korban sambil merampas harta korban dan melukainya. Macam-macam pula versinya, ada yang menyayat, memukul, sampai melayangkan pisau tajam ke tubuh korban. Tidak sedikit pelaku begal dari kalangan pelajar, yang katanya ingin tampil keren dan hebat dengan melakukannya. Bukankah itu termasuk pada tipe ke-iseng-an semata?


Kedua, kriminalitas daring atau dalam jaringan. Kita hidup di era 4.0, zaman digital yang sesak akan media-media elektronik. Didalam-Nya kita bisa berinteraksi dengan orang lain, melacak sesuatu, bahkan sampai bisa bertransaksi secara daring. Memang banyak kemudahan yang kita dapatkan karenanya. Akan tetapi ada juga para oknum jahat nan usil, menyalahgunakan teknologi yang susah payah ditemukan oleh para penemu dunia. Contoh persoalan kejahatan daring ini salah satunya adalah penyebaran berita palsu atau hoax. Platform digital yang mempunyai wadah untuk menyebarkan berita sebetulnya sangat bermanfaat sebagai alat perantara sumber pengetahuan orang-orang. Namun acapkali ada pelaku yang melebih-lebihkan atau menyurutkan berita supaya menarik orang-orang agar melihat beritanya, kemudian percaya, lalu disebarluaskan melalui koneksi-koneksi yang ada. Selanjutnya terjadi fitnah yang mengakibatkan banyak dampak buruk bagi keadaan sekitar. Media sosial memang kita gunakan untuk berinteraksi dengan banyak orang. Banyak media sosial yang memberikan wadah untuk berekspresi dan memiliki fitur komentar yang menyertai. Ketika seseorang tidak suka pada orang yang berekspresi di media sosial itu, terkadang „orangorang tak berpikir panjang‟ itu mengetikkan ulasan jahat penghancur mental bagi orang yang sedang berekspresi. Bukan masalah berlebihan, tapi memang benar adanya. Bahwa ulasanulasan jahat itu bisa menyakiti perasaan sekaligus mental seseorang yang memang sensitif. Bahwa kemudian orang yang dikomentari jahat itu bisa bertindak yang tidak-tidak karena salah satu komentar. (Dewi, 2016) Saat ini kita sudah dimudahkan dengan adanya transaksi digital. Membeli dan menjual barang yang berada di e-commerce dengan dompet digital tanpa mengeluarkan bentuk uang nyata yang harus diberikan secara langsung. Tetapi ternyata ada kasus pencurian uang digital melalui penipuan daring. Seseorang yang mengaku staf suatu perusahaan ternama, lalu mengiming-imingi hadiah besar-besaran. Memberi syarat yang menyiratkan jebakan ini dan itu. Kemudian target masuk ke dalam perangkap dan uang digitalnya pun terkuras habis. (Ravena, 2017) Sekali lagi, kriminalitas dunia nyata atau luar jaringan memakan hak-hak milik korban. Merampas harta, harga diri, hingga ke nyawa. Tidak jauh dari kriminalitas luring, kriminalitas daring pun menumbangkan berbagai macam korban. Dibodohi oleh kabar bodong, menyayat mental, bahkan meringkus harta digital. Meski begitu, pelaku pun merugikan dirinya sendiri, terutama runtuhnya moral mereka.


KESIMPULAN Mari kita tingkatkan kewaspadaan terhadap kejahatan-kejahatan yang terjadi di lingkungan sekitar. Karena bukan hanya ini pula kasus kriminalitas yang ada. Masih banyak yang belum dibahas dan diulas. Setidaknya dari beberapa kasus ini kita lebih hati-hati dalam bertindak dan bergerak. Kemampuan menjaga diri perlu kita tingkatkan agar terhindar dari berbagai macam kriminalitas. Kalau perlu kita berantas tuntas pula segala bentuk kejahatan ini mulai dari hal ringan-ringan saja. Misalnya, merangkul orang-orang terdekat kita agar tidak terjerumus dalam dunia kejahatan. Menyebarkan aura positif yang membuat orang menjadi ikut berjiwa positif dan senang berada didekat kita. Selanjutnya kita bisa memberikan pengertian tentang buruknya kejahatan kepada adikadik kita. Agar mereka tumbuh dewasa dengan cerdas, mengetahui mana yang baik dan buruk untuk dilakukan. Bahkan bukan hanya kepada adik-adik kita saja. Kepada para pelaku yang masih bisa dinasihati, kita bisa perlahan mengajak dan mengingatkan mereka akan kebaikan. Menyadarkan mereka juga bahwa dampak yang disebabkan oleh sebuah kriminalitas begitu merugikan diri mereka sendiri. Di dunia dan di hari akhir.

Referensi

Anggraeni, S. F. (2018). Polemik Pengaturan Kepemilikan Data Pribadi: Urgensi Untuk Harmonisasi dan Reformasi Hukum di Indonesia. Jurnal Hukum & Pembangunan, 48(4). Dewi, S. (2016). Konsep Perlindungan Hukum Atas Privasi Dan Data Pribadi Dikaitkan Dengan Penggunaan Cloud Computing di Indonesia. Yustisia Jurnal Hukum, 5(1), 3553. Ravena, H. D. (2017). Kebijakan Kriminal: (Criminal Policy). Jakarta: Prenada Media, 265254.


PERANAN KOMUNIKASI DIGITAL TERHADAP UMAT BERAGAMA DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Syamsiyah Yuli Dwi Andari Kader IMM FEB UMY

Menurut beberapa ahli diantara-Nya Edward Burnett Tylor, dikutip dari Seven Theories of Religion (1996) karya Daniel L. Pals bahwa definisi agama adalah kepercayaan seseorang terhadap makhluk spiritual, misalnya roh, jiwa, dan hal-hal lain yang punya peran dalam kehidupan manusia. Sedangkan di dalam Al-qur‟an istilah agama dikenal sebanyak 94 kali. Seperti yang tercantum pada kitab suci umat Islam yaitu Al-Quran menerangkan tentang beberapa ayat yang kandungannya tentang agama yang di Ridhoi Allah SWT diantara-Nya Q.S. Al-Baqarah 112&213, Q.S. Ali Imran 19,83,102, Q.S. An-Nisaa‟ 125 dan lain sebagainya. Dari penjelasan diatas memerintahkan kita setiap umat atau makhluk di bumi untuk beragama. Selain beragama, ayat diatas juga menjelaskan tentang cara kita untuk menghargai setiap agama yang dianut oleh masing-masing umat. Memasuki generasi 4.0 ini sangat diragukan bagi setiap umat untuk tetap menghargai apa yang dianut oleh setiap makhluk. Cara yang paling mudah untuk menghargai adalah saling tolong menolong serta menjaga komunikasi dengan baik. Saat ini kita hidup di era yang mana teknologi informasi serta komunikasi berkembang dengan begitu pesat. Menurut Raymond Ross komunikasi adalah proses pemilahan, memilih dan simbol pengiriman sedemikian rupa yang membantu penerima menghasilkan respons pesan atau makna penalaran yang sama dengan yang dimaksud oleh komunikator. Menurut survei yang ditemukan pada Kementerian Komunikasi dan Informatika bahwa budaya digital atau digital culture mendapatkan skor tertinggi yaitu 3.90. Selain itu juga diungkap oleh Johny bahwa percepatan transformasi digital dilakukan untuk memaksimalkan momentum saat ini, dimana sektor lain mengalami kontraksi karena pandemik Covid-19, sektor komunikasi dan informatika sendiri mendapatkan angka pertumbuhan yang sangat besar yaitu 10,88% pada kuartal II tahun ini hal tersebut diungkapkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika pada web www.kominfo.go.id.


Di dalam jurnal (Baihaki, 2020) menyebutkan bahwa perkembangan teknologi saat ini telah banyak mempengaruhi berbagai lini kehidupan umat manusia. Berdasarkan hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII & Polling Indonesia, 2018) menyebutkan bahwa pertumbuhan pengguna internet terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut riset disebutkan bahwa perkembangan teknologi saat ini tidak hanya melahirkan inovasi pada bidang teknologi , akan tetapi di waktu yang sama ia menyebabkan perubahan pada perilaku manusia baik pada komunikasi dan interaksi. Teknologi menghadirkan media sosial yang membuat interaksi serta komunikasi antar manusia menjadi mudah. Hal ini menyebabkan terjadi banyaknya pengiriman serta penerimaan kabar berita baik berupa kabar baik maupun kabar buruk berita tersebut sangat cepat diterima oleh umat manusia dari semua kalangan tidak memandang usia namun siapa pun yang menggunakan media sosial. Selain itu juga media sosial memberikan pengaruh seperti dapat menciptakan beberapa peristiwa, yang sangat terlihat adalah saat beredarnya potongan video BTP yang dianggap menistakan Al-Quran dan Ulama, hal tersebut dikemudian hari menimbulkan peristiwa 212. Menurut Wahyono (2019), ada beberapa kasus komunikasi media sosial yang pada mulanya berawal dari saling ejek kemudian beralih saling menghina kepercayaan atau agama satu sama lain. Hal ini menimbulkan hal negatif yang terjadi pada penggunaan media sosial atau yang biasa disebut pennyalah gunaan media sosial. Berita semacam ini dapat menimbulkan hoax atau berita yang tidak diketahui sumber aslinya. Pada dasarnya Fatwa Majelis Ulama Indonesia (24 tahun 2017) menyebutkan beberapa hal mengenai komunikasi digital. Salah satunya yaitu media sosial adalah media elektronik, yang digunakan untuk berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi dalam bentuk blog, jejaring sosial, forum, dunia virtual, dan bentuk lain. Namun juga menetapkan bahwa fitnah (buhtan) adalah informasi bohong tentang seseorang atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang (seperti menodai nama baik, merugikan kehormatan orang) dan juga mengenai namimah. Hal tersebut tidak melarang seluruh umat manusia untuk mengikuti perkembangan komunikasi digital namun menghimbau sekumpulan umat manusia untuk menghindari halhal yang dapat menimbulkan penyelewengan terutama pada penyelewengan berita mengenai agama yang dianut setiap umat manusia. Mengingat Indonesia merupakan negara toleran yang mana manusia didalam-Nya tidak hanya menganut satu agama melainkan beragam budaya dan agama. Informasi tersebut dikutip pada jurnal Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (Majelis Ulama Indonesia, 2017).


Jika kita mengulas dan juga menafsirkan ayat Alquran 35:29 yang menjelaskan tentang ulama lah yang takut kepada Allah. Redaksi yang digunakan pun, menggunakan kata kerja bentuk sedang dan akan datang (ingform dan future tense) yang menurut para ahli bahasa, penggunaan fi‟il mudlari‟ mengandung pesan adanya kesinambungan untuk memperbaharui (istimrar al-tajaddud atau sustainability reform). Berarti ulama menurut ayat di atas, akan secara terus menerus takut kepada Allah. Karena itu, Ulama sering disebut sebagai ahli waris para Nabi (al-„Ulama waratsatu al-anbiya‟). Ungkapan tersebut disampaikan pada web https://jatengdaily.com/2021/era-digital-dan-tugas-berat-ulama. Lalu bagaimanakah respon para ulama terhadap era digital atau era disrupsi? Yang jelas mereka tidak akan menolak secara mentah namun juga tidak menerimanya secara tiba-tiba. Mereka perlu menyeleksi bagaimana cara penggunaan yang baik agar tidak terjadi penyelewengan. Karena era digital sendiri terus berdatangan dengan percepatan yang begitu drastis dan melalui beberapa dramatis. Saat ini era digitalisasi telah masuk secara penuh terhadap umat manusia salah satunya para ulama. Mereka menggunakan kesempatan ini sebagai wadah dakwah yang masif sehingga dapat dikonsumsi secara langsung dan mudah oleh generasi millennial. Sehingga generasi millennial dapat memanfaatkan penggunaan media sosial dengan baik dan tidak melakukan pemelencengan. Harapan besar para ulama dapat menjadikan komunikasi digital ini sebagai wadah dakwah yang sebenar-benarnya sehingga tidak menimbulkan berita hoax. KESIMPULAN Dengan adanya era digital di dalam kehidupan umat manusia saat ini diharapkan dapat menimbulkan banyak hal baik ataupun pengaruh positif yang dapat menimbulkan inovasi. Sehingga tidak menimbulkan perpecahan, karena jika kita timbang dari seluruh pendapat yang dikumpulkan maka tidak ada penolakan dari segi mana pun terhadap komunikasi digital saat ini. Maka sebagai generasi milennial besar harapan untuk dapat menggunakan komunikasi digital secara sehat. Utamanya menjaga komunikasi pada setiap umat manusia baik sesama ataupun berbeda agama. Karena hakikatnya kita adalah satu.

“Agama adalah salah satu alat untuk mempertemukan setiap umat dengan sang Pencipta, apa pun agama yang dianut maka kita wajib menghargai. Bersama kita junjung kebenaran bersama kita capai keridhoan Allah SWT.”


Referensi Baihaki, E. S. (2020). Islam dalam Merespons Era Digital. SANGKéP: Jurnal Kajian Sosial Keagamaan, 3(2), 185–208. https://doi.org/10.20414/sangkep.v3i2.1926 Majelis Ulama Indonesia. (2017). Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tentang Hukum Dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial. Majelis Ulama Indonesia, 1–17.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.