DeKombat Edisi XXVIII Februari 2017

Page 1






Terpenjara Opini Publik tidak apatis?” “Bagaimana cara agar a Rahmatia Oleh: IMMawati Alfin

Menurut KBBI, apa s adalah bersikap acuh tak acuh, dak peduli, atau masa bodoh. Sejauh ini, bisa kita tarik garis besar bahwa apa s adalah keadaan dimana kita merasa punya dunia sendiri dan dak memikirkan dunia di luar kepen ngan kita. Nah, mengutamakan kebahagiaan diri sendiri dan acuh dengan sekitarnya adalah salah satu indikasinya. Pernah berpikiran seper itu? Pas pernah. Sebagai contoh, negara kita saat ini sedang campur aduk, dalam ar an sedang ricuh dengan berbagai macam berita. Bisa dikatakan faktor media sosial memegang peran yang sangat pen ng, berita apa saja bisa jadi booming seke ka hanya dengan rangkaian kata. Mari kita telisik pada akhir tahun 2016, terdapat beberapa hal yang cukup menarik perha an, diantaranya aksi damai atas kasus penistaan agama oleh seorang gubernur non-ak f di Indonesia; sebut saja Ahok, lalu berita bencana alam, belum lagi kekerasan di berbagai wilayah, cetakan uang baru, hingga trend “om telolet om” yang saya sendiri gagal paham dengan trend yang satu ini. Banyak dari kita cenderung menerima mentahmentah berita yang tersaji, tanpa diproses, disaring, dan ditelisik terlebih dahulu kebenarannya. Bagi saya, apa s adalah demikian, acuh dan dak peduli dari mana berita itu berasal, hanya sekedar ikutikutan, dengan orientasi menjadi hitz dan kekinian semata. Bukan suatu hal yang salah sebenarnya, tapi ada baiknya bila ditelaah terlebih dahulu sehingga menjadikan kita penikmat berita yang cerdas. Diatas tadi hanyalah sebagian contoh dari ndak apa s. Pada dasarnya, bila kita mencoba melihat apa s dari konteks yang berbeda, dia daklah selamanya buruk, psikologis seseorang misalnya. Yaitu bersikap apa s terhadap omongan orang lain atas diri kita yang belum tentu benar adanya dan jika ditanggapi justru berdampak pada ke dakpercayaan diri dan penggerusan mental. Hal ini banyak terjadi pada diri kita, khususnya anak muda; terjebak pada perspek f orang lain, skep s, lalu dampaknya menjadi takut untuk melangkah dan enggan melakukan perubahan. Nah, dalam konteks seper inilah apa s menjadi suatu hal yang dibolehkan, asal dengan maksud untuk kebaikan diri sendiri dan orang banyak. Alfin mengatakan bahwa, Semua orang punya cara pandang tersendiri dalam menanggapi segala macam keadaan yang terjadi. Tapi, disini saya akan sedikit berbagi tentang bagaimana cara menyikapi suatu keadaan dengan baik dan cerdas; pertama, Pilih dan bergaul di lingkungan yang baik, yaitu lingkungan yang dak hanya memberikan kesenangan sesaat tapi juga membawa perubahan posi f bagi hidup kita, atau se daknya kitalah yang mewarnai bukan hanya diwarnai atau terwarnai. Kedua, Rajin membaca koran; tentu semua tahu dan paham bahwa membaca adalah jendela dunia. Tapi cobalah untuk membaca koran se ap hari, toh kemajuan teknologi sudah memfasilitasi kita untuk update berita kapan saja dan dimana saja, ke ga, Think twice; berpikir sebelum ber ndak, telaah sebelum ditelan. Semoga bermanfaat dan bisa kita praktekkan. Kalau dirasa kurang, bisa ditambah sesuai versi masingmasing. Semoga kita bisa jadi penikmat berita yang cerdas. Tutup Alfin



KAMPUS SEBAGAI PENJARA TAK BERJERUJI Oleh : Ahmad Rais Habib Kata apa s sangat familiar bagi seorang mahasiswa, tak jarang mereka saling menjudgement apa s. Apa s dipahami oleh khalayak umum sebagai bentuk ke dakpedulian terhadap sesuatu, terlebih terhadap realitas sosial dalam konteks mahasiswa. Tapi siapa pun akan merasa buruk jika dilabeli apa s oleh orang lain, Saat ini, bentuk keperdulian mahasiswa, dapat dinilai dari kontribusi mereka dalam membantu kepen ngan masyarakat umum. Banyak mahasiswa apa s yang berkeliaran di kampus, bahkan mereka yang berasal dan pergerakan pun kadang acuh terhadap keadaan sosial saat ini. Padahal merekalah yang menjadi pembap s orang-orang apa s, selanjutnya melahirkan label apa s pada kriteria tertentu. Apa s menjadi momok yang terus diperangi oleh organisasi pergerakan terkhusus, tetapi disisi lain tumbuh menjalar lalayaknya rumput di tanah gembur. Dengan demikian, berar ada yang salah dalam diri mahasiswa, kampus, dan bahkan organisasi Banyak orang yang menempuh pendidikan nggi karena ketakutan terhadap nasib buruk di hari mendatang dengan kata lain kuliah berorientasi pekerjaan semata. Paradigma yang tertanam di masyarakat akhirnya membuat tujuan pendidikan dak tercapai secara sempurna. Dapat disimpulakan bahwa apa s ÂĄtu berasal dan ego yang nggi, sehingga kepen ngan pribadi menjadi kebenaran mutlak yang haus diperjuangkan oleh se ap individu dengan berbagai cara. Pemahaman bahwa gelar dan IPK nggi menjadi jaminan akan masa depan yang baik, Padahal dak demikian, banyak mahasiswa yang lulus cepat dengan IPK nggi namun akhirnya harus menjalani kursus lagi untuk memperdalam so skill akibat realitas dak sejalan dengan teori. Selain itu, merambahnya virus apa s dikarenakan hadirnya kampus dan dosen sebagai perawat benih apa s dalam diri mahasiswa, yang ap hari menyirami dan memberi pupuk pada benih itu. Pihak kampus. Dosen terlebih, sebagian besar telah gagal menjalankan amanat undang-undang sebagai pendidik. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 pasal 3 tentang sistem pendidikan nasional menyebutkan, Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang ber martabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beniman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, krea f, mandini, dan menjadi warga negara yang demokra s serta bertanggung jawab..








Universitas dalam Lingkaran Nilai Praktis - Pragmatis By : Husriatun Putri & Fahmi Riza Mulanya, fungsi dari universitas adalah wadah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, kini mengalami pergeseran fungsi sebagai tempat pen-supply tenaga kerja untuk kepen ngan industri. Pergeseran fungsi universitas dimulai sejak Revolusi Industri abad ke-20 ke ka ditandai dengan munculnya inovasi teknologi, dak ada Negara industri yang dapat luput dari cengkeraman tersebut. Paradigma universitas yang mengiku pasar membuat mereka membuka lebar-lebar jurusan sains dan ilmu-ilmu terapan, dengan demikian jurusan dalam bidang Humaniora telah terabaikan. Dan universitas tak lebih dari sekedar tempat pela han untuk membuat manusia manusia robot yang siap dilemparkan kedalam industri-Kapitalis k. Semua universitas berlomba agar lulusannya mampu diterima dalam pasar tenaga kerja, hal ini dianggap sebagai ukuran keberhasilan universitas. Di era neoliberalisme, ke ka kapitalisme menemukan mantelnya yang baru, dengan dukungan teknologi informasi yang lebih canggih, dak bisa dibendung pengaruhnya untuk menyusup kedalam sendi-sendi masyarakat. Hal tersebut kemudian membuat opini masyarakat menganggap bahwa sekolah sebagai sarana untuk mendapatkan pekerjaan, pandangan seper ini tak lain akibat dari dominannya budaya pragma sme (baca: Pendidikan Postmodern). Budaya pragma sme dalam dunia pendidikan inilah yang kemudian menurut Jurgen Hubermas akan melahirkan rasio instrumental, yaitu bentuk rasio paling dominan yang terwujud di dalam pasar, organisasi produksi kapitalis k. Rasio instrumental ini lebih menekankan pada eďŹ siensi dan mengusahakan cara yang paling efek f untuk meraih tujuan - tujuan tertentu, dan hanya memen ngkan dirinya sendiri. Penjelasan di atas cukup memberikan gambaran bahwa dunia kemahasiswaan telah dilanda sikap apa sme. Mahasiswa lebih memilih untuk menguatkan nilai - nilai prak s utopis dan menghilangkan nilai-nilai idealis utopis. Fenomena seper ini hanya akan melahirkan kehidupan kampus dan masyarakat menjadi kering dan miskin makna. Manusia hanya mengandalkan rasionya semata untuk mencapai tujuan materi dan menganggap remeh ( dak fungsional) irrasionalitas seper intuisi dan ha nurani (epistemology kiri: Marcuse). Dalam era baru sekarang ini “Pasarâ€? dinobatkan menjadi paradigma dominan secara implisit menganjurkan manusia sebagai Homo Economicus (Baca: Neoliberalisme). Tak heran jika jurusan bisnis pada universitas menjamur yang seolah olah menjanjikan kelancaran karir dan masa depan yang gemilang. Dominasi logika pasar juga terlihat dengan munculnya pahlawan-pahlawan baru seper Bill Gates, Jack Welch, Lee lacocca, George Soros, dan sebagainya. Tujuan universitas sebagai tempat untuk manusia mencari makna kehidupan sekarang telah disempitkan menjadi bagaimana cara untuk menyambung kehidupan. (Yogyakarta, 29 Desember 2016)







Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.