The 3rd Series of Book on Korea

Page 1

BAB I

1


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

2


PENDAHULUAN

Membicarakan Korea, dalam hal ini Korea Selatan, sama dengan mengungkap sebuah dinamika kehidupan dari suatu bangsa yang memiliki sejarah pertumbuhan ekonomi dan kemajuan politik yang mengagumkan. Dalam bidang ekonomi, Korea Selatan tercatat sebagai negara yang tingkat pencapaian ekonomi nasionalnya sudah termasuk dalam 10 negara terbesar di dunia. Meskipun dari segi wilayah termasuk negara kecil, namun dari segi perekonomian, Korea Selatan sudah bergabung ke dalam kelompok G20 bersama dengan China, India dan Indonesia. Sementara itu, dalam bidang politik, Korea yang dahulu dikenal sebagai bangsa yang tumbuh dari iklim politik feodalistis (dalam zaman era Tiga Kerajaan) dan dalam waktu yang cukup panjang berada dalam cengkeraman penjajah pemerintah China dan Jepang serta sistem pemerintahan diktator otoriter, namun kini iklim dan sistem politik tersebut secara cepat berubah ke arah demokratisasi. Realitas politik di Korea Selatan adalah contoh yang paling nyata dan dapat menunjukkan secara terang bagaimana proses demokratisasi itu berjalan. Di balik dinamika pertumbuhan ekonomi dan kemajuan pada bidang politik di Korea Selatan itu, perkembangan dinamis juga terjadi dalam kebudayaan Korea yang mewujud dalam bentuk Hallyu, yaitu sebuah fenomena yang mengangkat kebudayaan Korea dengan gaya baru untuk beradaptasi dengan tuntutan modernisasi dan globalisasi. Dengan berpijak pada identitas sebagai bangsa Han (atau Han-guk dalam bahasa Korea), pada tahun 2007, Kementrian Kebudayaan, Olahraga dan Pariwisata Republik Korea menetapkan Han (í•œ é&#x;“ ) Style sebagai arah baru kebijakan pemerintah dalam mengembangkan kebudayaan. Elemen-elemen dasar yang menyusun Han (í•œ é&#x;“ ) Style ini terdiri atas Han-geul (tulisan Korea), Hansik (makanan Korea), Hanok (perumahan tradisional Korea), Hanbok (pakaian tradisional Korea), Hanji (kertas tradisional yang terbuat dari pohon bebesaran), dan Hankuk Eumak (musik tradisional Korea). Melalui Han Style yang berintikan 6 Han tersebut,

3


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

pemerintah Republik Korea membangun visi untuk melakukan pencerahan (Renaissance) dengan melestarikan, mengindustrialisasikan, dan mengglobalisasikan kebudayaan tradisional Korea sehingga dapat berkomunikasi dengan kebudayaan di seluruh dunia. Selain 6 Han, beberapa elemen lain yang mengidentifikasi dan menegaskan identitas bangsa Korea adalah Taegukgi (bendera Korea), Moogunghwa (bunga lambang Korea), Bonghwang (orental phoenix ) yang melambangkan wibawa dan kedudukan presiden. Lambang-lambang Taegukgi memperlihatkan masyarakat Korea mementingkan keseimbangan dan keharmonisan, yaitu suatu kehidupan yang berhamonisasi dengan alam (langit, tanah, api, dan air). Moogunghwa dianggap bunga yang mempunyai semangat bangsa Korea karena berkembang 100 hari dari pagi sampai sore padahal sesungguhnya tidak banyak bunga yang dapat berkembang lebih dari 3 hari di daerah beriklim sedang seperti di Korea. Moogunghwa sebenarnya sangat mirip dengan semangat bangsa Korea, yaitu bangsa yang tetap kokoh kuat dalam menghadapi situasi kehidupan yang menyengsarakan sekalipun. Moogunghwa dapat berkembang di mana saja walaupun tumbuh di atas lahan yang tidak subur. Bonghwang disamakan dengan kebajikan kepala negara dalam memimpin bangsa, negara, dan rakyat. Secara simbolik, bonghwang dianggap memiliki berbagai kelebihan sebagaimana dimiliki oleh 10 hewan (angsa, zebra, burung layang-layang, ayam, ular, ikan, burung bangau, bebek mandarin, naga, dan kura-kura). Elemen kebudayaan Korea yang tidak dapat diabaikan adalah Han-geul, yaitu tulisan abjad Korea. Tulisan Korea dipandang sebagai tulisan yang sistematik dan ilmiah. Penemu atau pencipta Han-geul adalah Raja Agung Sejong. Menurut catatan sejarah, penemuan Han-geul tersebut terjadi pada tanggal 25 Desember 1443 dalam periode pemerintahan Dinasti Joseon (13931910). Han-geul pada saat itu disebut Hun-min-jeong-eum. Hunminjeongeum berarti bunyi atau abjad (tulisan) benar yang berguna untuk memerintah rakyat. Penggunaan Han-geul secara resmi diumumkan pada tanggal 9 Oktober tahun 1446. Melalui temuannya itu, selain agar bangsa Korea memiliki sistem penulisan atau bahasanya sendiri, Raja Agung Sejong bermaksud agar seluruh rakyat tidak lagi menghadapi kesulitan dalam membaca dan menulis. Menyikapi temuan dan ciptaan Raja Sejong itu, sebagian kelompok masyarakat dari kalangan tokoh-tokoh Konfusius memprotes penggunaan Hangeul karena dianggap akan menghambat proses pendidikan nilai-nilai Konfusianisme bagi masyarakat luas. Selain itu, mereka menganggap Han-geul terlalu sederhana dan karena itu Hanja (tulisan China) harus lebih diutamakan. Meskipun demikian, rakyat Korea justru menyambut terciptanya Han-geul dan tetap tekun mempelajari Han-geul yang dianggap sebagai bagian yang

4


Pendahuluan

sangat penting dalam kehidupan rakyat pada masa itu. Ketika Han-geul masih dipandang remeh, seorang sastrawan terhormat bernama Songgang Jeongchul (1536-1593) pada zaman pemerintahan Dinasti Joseon, berusaha mengembangkan kesusastraan Korea dengan menggunakan Han-geul. Wujud nyata dari usaha Songgang Jeong-chul itu adalah berupa dihasilkannya 800 karya sastra Korea. Dengan adanya Han-geul, masyarakat Korea seperti telah menemukan identitasnya yang asli dan merasakan betapa besarnya manfaat Han-geul dalam menjalin komunikasi, baik lisan maupun tulisan atau melalui surat-menyurat. Sebagai bentuk apresiasi dan penghormatan atas jasa besar Raja Agung Sejong dan para sastrawan dalam menciptakan Han-geul, maka masyarakat Korea di setiap tahunnya merayakan Hangeulnal (Hari Hangeul). Perayaan ini ditetapkan bertepatan dengan hari diumumkannya penciptaan Han-geul, yaitu pada 9 Oktober. Buku Pengantar Korea Seri Ketiga ini berisi tulisan yang kembali mengungkapkan gambaran bahasa Korea sebagai bagian yang tak dapat dipisahkan dari pesatnya perkembangan kebudayaan Korea saat ini. Demikian pula, buku pengantar seri ketiga ini memuat uraian tentang penilaian para penulis atas penciptaan Han-geul yang telah diperingati oleh bangsa Korea sejak 1940. Semoga buku pengantar Korea Seri Ketiga ini bermanfaat dalam memperluas pengetahuan pembaca tentang identitas bangsa Korea, terutama melalui bahasa Korea yang merupakan bahasa nasional bangsa Korea itu sendiri. Yogyakarta, April 2011 Tim Editor Dr. Mukhtasar Syamsuddin (Ketua) Dr. Nur Aini

5


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

6


BAB II HANGEUL DAN FILSOFIS BAHASA KOREA

7


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

8


Idu: Huruf Kuno Korea

IDU: HURUF KUNO KOREA Lim Kim-Hui (Dosen Universitas Kebangsaan Malaysia, Malaysia (1994-2010) Profesor Tamu di Hankuk University of Foreign Studies, Korea)

(국문요약) “한국의 고대문자 이두” 중국어와 중국문화의 영향으로 ‘중국문화권’이 생겨났다. 이 문화권에 속하는 나라에는 중국을 포함해서 한국, 일본, 베트남 등이 있다. 동아시아 국가들이 중국의 영향을 가장 많이 받은 부분 중 하나가 바로 중국의 문자이다. 중국문자는 문형이 매우 어렵고 음절 수가 많으며 성조(聲調)가 있어서 한국인들이 전적으로 받아들이기에 어려움이 많았다. 본고에서는 당대의 한국인들이 중국문자를 전환시켜서 ‘이두’라는 한국의 정체성을 나타내는 독특한 문자 체계를 창의적으로 사용한 것을 소개하고자 한다. 또한, 이두와 함께, 향찰, 구결에 대해 추가적으로 논의하는 한편, 이와 같은 문자체계에 대한 거듭된 연구를 통하여 궁극적으로는 한글을 창제하여 한국인의 자부심을 상징하는 문자가 탄생되었는데, 이 각고의 과정도 되짚어 보고자 한다.

Pendahuluan China bukan saja sebuah negara besar, negara tersebut turut mempunyai sejarah dan peradaban yang panjang. Sebagian besar catatan sejarah Asia Timur menunjukkan bahwa China adalah kekuatan yang dominan dan mempunyai pengaruh yang sangat besar atas budaya Jepang dan Korea. Pada akhir dinasti Ming (1368-1644), China terus menjadi bangsa terkuat di dunia dari segi populasi, perdagangan, ukuran saiz negara, kekayaan, teknologi, pembelajaran, seni rupa, dan sastra. China adalah sumber, bukan penerima budaya (Berkshire Encyclopedia of China 2009: 659). Pengaruh bahasa dan budaya China yang meluas ini telah melahirkan apa yang dinamakan sebagai “Lingkungan China” (Sinosphere). Sinosphere, juga dikenal sebagai lingkungan budaya Asia Timur, wilayah budaya Konfusianisme, dunia China, lingkungan budaya China atau wilayah budaya aksara China, sebuah istilah yang diciptakan oleh ahli bahasa James Matisoff, bagi merujuk kepada pengelompokan negara dan wilayah yang saat ini dihuni mayoritas penduduk China atau secara historis amat dipengaruhi bahasa dan budaya China. Lingkungan pengaruh China ini umumnya bisa merangkumi negara China itu sendiri, Jepang, Korea dan Vietnam. Salah satu pengaruh terbesar China di Asia Timur adalah bahasa. Bahasa China tertulis yang berbasiskan karakter selalunya sulit untuk dipakai

9


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

dalam menyampaikan bahasa Jepang dan Korea yang bersuku kata banyak dan berinfleksi. Oleh karena itu, salah satu kompromi adalah menggunakan karakter China untuk mewakili bunyi dan bukannya kata-kata. Pada abad kesepuluh di Korea, satu sistem yang disebut Idu – di mana karakter China dipakai bagi mewakili bunyi - menjadi sarana komunikasi tertulis sehinggalah pada abad kelima belas bila satu sistem fonetik Korea yang dikenal hari ini sebagai “Hangeul� menggantikan bahasa China tertulis berbasis karakter di Semenanjung Korea (Berkshire Encyclopedia of China 2009: 662). Bahasa Korea umumnya dibagi menjadi empat tahap mengikut sejarah, yaitu Bahasa Korea Kuno, Bahasa Korea Tengah, Bahasa Korea Modern, dan Bahasa Korea Kontemporer (Kim-Renaud 2002). Tahap-tahap ini memiliki fitur linguistik yang berbeda tetapi juga merujuk kepada era sejarah. Artikel ini bertujuan menjelaskan pengaruh China dalam perkembangan bahasa Korea dengan melihat kepada penciptaan dan perkembangan tulisan Idu pada tahap kuno dan masalahnya sehingga mencetuskan usaha untuk menciptakan Hangeul1.

Pinjaman Aksara China dalam Bahasa Korea Perbedaan Pendekatan antara Korea Utara dan Korea Selatan Bahasa Korea adalah bahasa resmi Korea Selatan dan Utara. Bahasa Korea juga salah satu dari dua bahasa resmi di Daerah Otonomi Korea Yanbian di China. Ada sekitar 78 juta penutur bahasa Korea di seluruh dunia, yaitu dianggarkan kira-kira 48 juta orang di Korea Selatan dan 24 juta orang di Korea Utara. Selain itu, selebihnya emigran Korea dan keturunan mereka, terutama di China, Jepang, Amerika Utara, dan Uni mantan Republik-republik Sosialis Soviet (Uni Soviet). Pada abad ke-15 suatu sistem penulisan nasional diperkenalkan Raja Sejong Agung (bersama tim sarjananya). Sistem tersebut saat ini disebut Hangeul (alfabet Korea). Sebelum pengembangan Hangeul,

1

Ada berbagai nama digunakan bagi merujuk kepada tulisan Korea tergantung kepada negara pemakainya. Di Korea Selatan, tulisan ini dikenal sebagai Hangeul. Manakala di Korea Utara, nama Joseongeul digunakan. Dalam tulisan ini, memandangkan rujukannya lebih banyak merujuk kepada Korea Selatan, jadi penulis menggunakan istilah Hangeul. Begitu juga, ada sejumlah sistem romanisasi yang digunakan untuk mengekspresikan bahasa Korea dalam huruf roman. Antara sistem yang paling umum adalah sistem McCune-Reischauer dan sistem Yale. Baru-baru ini suatu sistem romanisasi baru diperkenalkan yaitu Sistem Romanisasi Revisi Korea. Pengucapan bahasa Indonesia bagi kedua karakter China dan Korea dalam tulisan ini adalah diromanisasikan sesuai dengan Sistem Romanisasi Revisi Korea yang dicanangkan oleh Departemen Kebudayaan & Pariwisata Korea pada tahun 2000.

10


Idu: Huruf Kuno Korea

bahasa Korea hanya menggunakan Hanja (karakter China) dan sistem fonetik lain seperti Idu, Hyangchal dan Gugyeol selama lebih dari seribu tahun. Para sarjana umumnya tidak bisa secara tepat dan tegas dalam menjalinkan hubungan genetik antara bahasa Korea dan keluarga bahasanya. Secara pasti, Korea bukan milik keluarga bahasa yang sama seperti bahasa China dan juga amat berbeda dari China dari segi karakteristik struktural. Dari segi struktur gramatikal, bahasa Korea paling dekat dengan bahasa Jepang. Hipotesis yang paling banyak diterima adalah bahwa bahasa Korea, seperti bahasa Jepang, terkait dengan kelompok bahasa Altai, yang meliputi bahasa Mongolia, Turki, dan bahasa lain di Asia. Dalam kalangan sarjana, mereka menganggap bahwa bahasa Korea paling dekat dengan cabang Tungus, yang terdiri terutama dari bahasa yang digunakan di Siberia dan Mongolia. Sebelum Hangeul diciptakan–dan selama beberapa kurun sesudahnya– orang Korea menulis bahasa mereka menggunakan karakter China. Dalam proses itu mereka meminjam banyak kata dari bahasa China, seperti bahasa Inggris banyak meminjam dari bahasa Latin. Saat ini, kata-kata teknis dan ilmiah banyak mengandung kosakata atau akar kata yang dipinjam dari China. Banyak dari kata benda (nomina) berubah menjadi kata kerja (verba) dengan penambahan akhiran (kata akhir) ha (yang berarti “melakukan”). Oleh karena akar kata dasar yang dipinjam dari China digunakan dalam pembentukan kata-kata baru, sulit untuk diketahui persis berapa persen dari total kosakata Korea asalnya China (Kim-Renaud 2002). Bagaimanapun, menurut Leonard (2004), bahasa Korea umumnya terdiri dari tiga kelompok kosakata, bahasa Sino-Korea (yang dipinjam dari bahasa China, kini disebut Hanja) (sekitar 69%), bahasa Korea asli (sekitar 24%) dan kata serapan mutakhir (sekitar 6%). Ketepatan persentase ini agak sulit ditentukan dan kadang-kadang dipengaruhi oleh faktor apakah seseorang itu pendukung Hanja atau pendukung Hangeul murni. Hubungan kuasa antara Hangeul-Hanja ini menurut penulis bisa dianggap sebagai “perang aksara Hangeul-Hanja” dalam sejarah perkembangan bahasa Korea2. Kata pinjaman mutakhir pula umumnya terdiri dari bahasabahasa Barat, terutama Inggris. Namun, di antara kata-kata yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari, persentase kata-kata Sino-Korea dan kata asli Korea dikatakan hampir sama, karena banyak kata Sino-Korea membentuk kata-kata “besar” (jargon) dalam kamus yang penggunaannya lebih ditujukan untuk tujuan ilmiah dan bukannya untuk pemakaian sehari-hari. Kata pinjaman dalam bahasa Korea dikatakan dipinjam dari lebih 31 bahasa asing (Lee 2005: 194). Di antaranya, bahasa China merupakan sumber 2

Lihat juga Park Si-soo (2010) tentang respons perkembangan dukungan Hangeul dan Hanja hari ini.

11


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

pinjaman kata asing yang paling sering. Dalam beberapa dekade terakhir, ada gerakan-gerakan pemurnian dilakukan, terutama di Korea Utara, untuk mengeluarkan semua unsur asing dari bahasa Korea, termasuk karakter China. Perlu dicatat bahwa Semenanjung Korea telah terbagi menjadi Korea Utara dan Korea Selatan sejak 1945 dan bahasanya turut dikembangkan dengan cara yang sangat berbeda di kedua negara (Clarke 1982). Pemerintah komunis Korea Utara secara resmi melarang penggunaan kata-kata pinjaman asing (Kumatani 1990). Keadaan ini menjadi semakin sulit apabila Korea Utara dan Korea Selatan terlibat dalam Perang Korea (1950-1953). Keadaan bertambah berbeda pada 1966 bila Korea Utara memutuskan untuk menjadikan dialek Pyongyang, ibu kota Korea Utara sebagai bahasa resmi, dengan memanggilnya Munhwaeo (Bahasa Budaya). Korea Selatan mempertahankan Bahasa Standar (Pyojuneo) yang diucapkan di Seoul sebagai bahasa resmi, tetapi ada lagi lima wilayah dialek utama lainnya di negara ini: barat laut, timur laut, barat daya, tenggara, dan Pulau Jeju (Kim-Renaud 2002). Walaupun begitu, perbedaan dialek ini secara bertahap semakin berkurangan karena berlakunya migrasi ke kota-kota besar dan meningkatnya komunikasi antar daerah. Divergensi yang paling mencolok antara “Bahasa Budaya� Korea Utara dan “Bahasa Standar� Korea Selatan adalah dari segi kosakata, terutama karena Korea Utara memiliki kebijakan menghilangkan kata-kata asal luar negeri. Selama bertahun-tahun di Korea Utara, banyak kata telah diganti dengan kata-kata terdengar asli yang dicipta. Dalam penulisan informal di Korea Selatan, karakter China kadang-kadang masih ditulis dalam kalimat Korea atau muncul di media. Namun, dalam dokumen resmi, karakter China hanya muncul untuk tujuan klarifikasi. Kedua negara juga memiliki pendekatan yang berbeda untuk penggunaan karakter China. Di Korea Utara, sekolah mengajarkan karakter China sebagai subjek terpisah dari bahasa Korea, dan orang dikatakan tidak pernah menggunakannya sewaktu menulis. Di Korea Selatan, karakter China secara relatif masih digunakan secara lebih meluas, meskipun dalam beberapa tahun terakhir penggunaan karakter China telah berkurangan secara drastis di sekolah. Pemakaian campuran karakter China dan Korea, khususnya di publikasi akademik dan teknis bagaimanapun masih lumrah. Dengan kebangkitan China sebagai kuasa ekonomi dunia, kini terdapat juga usaha supaya pelajar kembali mempelajari Hanja. Departemen Pendidikan Korea Selatan misalnya berkata menjelang 2013, murid-murid sekolah akan belajar karakter China sebagai mata pelajaran pilihan (Park Si-soo 2010). Nama bahasa Korea untuk karakter China adalah Hanja, sama seperti orang Jepang memanggilnya sebagai kanji. Lebih khusus lagi, Hanja meng-

12


Idu: Huruf Kuno Korea

acu pada karakter China yang dipinjam dari China dan dimasukkan ke dalam bahasa Korea dengan cara pengucapan Korea. Oleh karena tidak pernah mengalami reformasi besar, Hanja hampir seluruhnya identik dengan karakter China tradisional. Hanya sebagian kecil dari karakter Hanja dimodifikasi atau unik untuk Korea. Sebaliknya, banyak karakter China yang saat ini digunakan di Jepang (kanji) dan Daratan China telah disederhanakan, dan umumnya mengandungi kurang stroke berbanding dengan karakter Hanja tradisional. Meskipun alfabet fonetik Korea, yang sekarang dikenal sebagai Hangeul, telah diciptakan oleh tim sarjana bertugas pada 1440-an di bawah Raja Sejong Agung, Hangeul tidak digunakan secara meluas sehinggalah akhir abad ke19 dan awal abad ke-20. Ketika Raja Sejong memperkenalkan 28 simbol alfabet3 untuk menulis bahasa Korea pada akhir 1443, bukan semua sarjana atau pejabat istana yang bersetuju bahwa alfabet baru tersebut menguntungkan. Perbedaan pendapat tersebut datang antaranya dari sekumpulan pegawai terpelajar yang dikepalai Ch’oe Malli (fl. 1419-1444) pada 1444 (Dalam Sejong Sillok). Ch’oe berpendapat penciptaan tulisan Korea bagai menunjukkan sikap tidak menghormati China, menurunkan derajat diri menjadi orang barbar sehingga tidak bisa dibandingkan dengan ketinggian peradaban China dan menggalakkan orang tidak mau membaca karya ilmiah yang lebih tinggi karena beranggapan mengetahui 28 huruf tersebut sebagai sudah memadai. Sikap semacam Ch’oe itu tetap penting sehingga akhir dinasti Joseon. Memang, meskipun alfabet baru yang ditemukan mempunyai beberapa penggunaan, karakter China tetap media yang paling disukai oleh para elite berpendidikan untuk menulis sampai awal abad kedua puluh. Dengan demikian, sampai waktu itu seseorang perlu fasih membaca dan menulis Hanja untuk menjadi melek huruf dalam bahasa Korea, karena sebagian besar literatur Korea dan dokumen Korea masih ditulis dalam Hanja. Menurut Ch’oe Malli lagi: Although the Idu writing devised by SOl Ch’ong of Silla is vulgar and rustic, it uses the graphs widely used in China as auxiliaries to our tongue, and hence the graphs are not different from the Chinese. Therefore, even the clerks and the servants sincerely want to study the Chinese graphs. At first they read several books to acquire a rough understanding of the Chinese graphs; only then are they able to use the Idu. Those who use the Idu must depend upon the Chinese graphs to communicate their ideas, and a number of people become literate through the use of the Idu writing. Therefore, the Idu is a useful aid in stimulating learning. … If the Korean script is widely used, the cleric 3

Kini Hangeul hanya tinggal 24 jamo (huruf), yaitu 14 konsonan dan 10 vokal karena 4 jamo asal sudah menjadi jamo usang dan tidak dipakai lagi.

13


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

officials will study it exclusively and neglect scholarly literature. … If they discover that knowledge of the twenty [eight] letter Korean script is sufficient for them to advance in their official careers, why would they go through agony and pain to study the principles of Neo-Confucianism? If such a situation lasts several decades, then surely the people who understand the Chinese graphs would be reduced to a very small number. Perhaps they could manage their clerical affairs using the Korean script, but if they do not know the writings of the sages, they will become ignorant and unable to distinguish right from wrong. … This Korean script is nothing more than a novelty. It is harmful to learning and useless to the government. No matter how one looks at it, one cannot find any good in it. … (Meskipun tulisan Idu yang dibuat oleh Sol Ch’ong dari Silla lebih vulgar dan kasar, Idu menggunakan banyak grafik yang turut digunakan di China sebagai pembantu untuk lidah kita, dan karena itu grafiknya tidak berbeda dari China. Oleh karena itu, bahkan panitera istana dan para pegawai pemerintah dengan tulus ingin belajar grafik China. Pada awalnya mereka membaca beberapa buku untuk mendapatkan pemahaman yang kasar tentang grafik China; hanya sesudah itu mereka dapat menggunakan Idu tersebut. Mereka yang menggunakan Idu harus bergantung pada grafik China untuk mengkomunikasikan ide-ide mereka, dan sejumlah orang menjadi melek aksara melalui penggunaan penulisan Idu. Oleh karena itu, Idu adalah alat bantu yang berguna dalam mendorong pembelajaran. ... Jika huruf Korea secara luas digunakan, para pejabat sarjana akan mempelajarinya secara eksklusif dan mengabaikan literatur ilmiah. ... Jika mereka menemukan bahwa pengetahuan tentang naskah dua puluh [delapan] huruf Korea sudah cukup bagi mereka untuk maju dalam karir resmi mereka, mengapa mereka mau melalui penderitaan dan rasa sakit untuk mempelajari prinsip-prinsip Neo-Konfusianisme? Jika situasi seperti ini berlangsung selama beberapa dekade, maka pastilah orang-orang yang memahami grafik China akan semakin berkurangan dan jumlahnya menjadi sangat kecil. Mungkin mereka bisa mengelola urusan administrasi dengan menggunakan tulisan Korea, tetapi jika mereka tidak tahu tulisan-tulisan para orang bijak, mereka akan menjadi bodoh dan tidak mampu membedakan antara benar dan salah. ... Tulisan Korea tidak lebih dari hal yang baru. Hal ini berbahaya untuk pembelajaran dan tidak berguna kepada pemerintah. Tidak peduli bagaimana seseorang melihat hal ini, orang tidak dapat menemukan apapun yang baik di dalamnya” (Ch’oe Malli 1444, dlm Lee 1993: 520, terjemahan penulis).

14


Idu: Huruf Kuno Korea

Hari ini, Hanja memainkan peran yang berbeda. Cendekiawan yang ingin mempelajari sejarah Korea harus mempelajari Hanja untuk membaca dokumen sejarah. Bagi masyarakat umum, belajar sejumlah Hanja sangat membantu dalam memahami kata-kata yang terbentuk daripadanya. Hanja tidak digunakan untuk menulis kata-kata Korea asli, yang selalu diberikan dalam Hangeul. Hari ini kata-kata berasal dari China juga ditulis dengan huruf Hangeul kecuali dalam kasus-kasus khas yang bisa mengelirukan pembaca. Sebelum Hangeul dicipta, catatan sejarah membuktikan bahwa Korea berusaha untuk menyampaikan bunyi-bunyi bahasa mereka ke dalam bentuk tulisan. Oleh karena tidak memiliki sistem tulisan sendiri, orang Korea kuno mengadopsi karakter China sebagai sarana untuk mengekspresikan diri. Pada awalnya, mereka menggunakan urutan gramatikal yang sama dengan China untuk menyampaikan bahasa Korea. Namun, saat mereka semakin akrab dengan karakter China dan bahasa klasik China, mereka berusaha mendekonstruksi elemen-elemen dari sistem tulisan China sehingga bisa mengekspresikan bunyi asli Korea dengan cara Korea. Dalam proses tersebut, sebuah sistem penulisan yang mewakili bahasa Korea kuno dengan meminjam karakter China, yang dikenal sebagai Idu telah diciptakan. Idu: Sistem Tulisan Korea Kuno Pra-Hangeul Tulisan Korea kuno asalnya ditulis dengan menggunakan karakter China yang disesuaikan bagi mewakili bunyi dan makna kata Korea. Sistem tulisan tersebut umumnya dikenal sebagai Idu. Dalam tulisan terbarunya, Yoon (2010) meneliti bagaimana Idu dibuat dengan meminjam karakter China. Dengan menganalisis epigraf yang sedia ada dan tablet kayu yang baru ditemukan, Yoon secara kritis mendalami hipotesis bahwa Idu berasal dari Goguryeo atau Baekje dan menyoroti peran Silla dalam evolusi perkembangan sistem penulisan Idu. Bahan tertulis Silla bagi Yoon membuktikan usaha Silla yang tidak mengenal lelah untuk menuliskan sebutan bunyi Korea dengan menggunakan karakter China sejak pertengahan abad keenam. Baginya, sementara Idu primitif mengalami stagnasi atau ditolak di Goguryeo dan Baekje dari akhir abad keenam, Silla mengembangkan sistem Idu sehingga mencapai transisi ke bahasa aglutinatif melalui penggunaan tanda baca, penanda kasus, akhiran final kalimat (sentence final endings), dan akhiran prefinal (prefinal endings) mereka sendiri. Baginya, cara inilah agaknya yang membentuk dasar bagi kedua prinsip, yaitu prinsip transkripsi hyangchal di mana akar kata dari sebuah kata dibaca maknanya dan akhirannya dibaca secara fonetis dan prinsip gugyeol di mana afiks morfologi dimasukkan di antara kalimat China dalam

15


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

penafsiran teks-teks China klasik . Idu pada asalnya adalah istilah umum untuk ido, iseo, dan Idu yang muncul dalam beberapa catatan lama (Yoon 2010: 99). Menurut Yoon (2010): For instance, a reference in Daemyeongnyul jikhae (Literal Explanation of the Ming Code) (1395) states: “A vernacular script created by Seol Chong of Silla is called ido.” Other historical texts corroborate the origins: Yi Seung-hyu writes in Jewang Ungi (Rhymed Record of Emperors and Kings) (1287) that “Seol Chong created iseo” and Jeong In-ji’s introduction to Hunminjeongeum (Proper Sounds for the Instruction of the People) (1446) also notes that “Seol Chong created idu for the first time.” According to these records, idu was a written script used from the Goryeo period (918-1382) by petty functionaries who were responsible for issuing administrative documents, and it was understood to be a “vernacular script” (characters created to represent a people’s native sounds) distinguished from classical Chinese. (Sebagai contoh, acuan dalam Daemyeongnyul Jikhae (Penjelasan Literal Kode Etik Ming) (1395) menyatakan: “Sebuah tulisan vernakular diciptakan oleh Seol Chong dari Silla disebut ido.” Teks sejarah lain menguatkan asal-usul ini: Yi Seung-hyu menulis dalam Jewang ungi (Rekod Berirama Para Kaisar dan Raja-Raja) (1287) bahwa “Seol Chong menciptakan Iseo” dan Jeong In-Ji dalam pengenalannya kepada Hunminjeongeum (Bunyi Sebenar untuk Instruksi Rakyat) (1446) juga mencatatkan bahwa “Seol Chong menciptakan Idu untuk pertama kalinya.” Menurut catatan-catatan ini, Idu adalah naskah tertulis yang digunakan dari periode Goryeo (918-1382) oleh pegawai atau petugas kecil yang bertanggung jawab untuk mengeluarkan dokumen administrasi, dan ia dipahami sebagai “tulisan vernakular” (karakter dibuat untuk mewakili bunyi rakyat asli) yang dibedakan dari bahasa China klasik (hal. 99; terjemahan penulis). Hari ini, istilah Idu (이두 吏讀; atau disebut dalam dialek Utara sebagai 리두 Ri-du) memiliki beberapa arti di kalangan akademis Korea. Dalam arti yang lebih luas, menurut Yoon (2010), kata ini mengacu pada segala bentuk transkripsi kosakata, frasa, dan kalimat Korea kuno yang menggunakan karakter China, yaitu transkripsi dari “kata benda” seperti nama orang dan tempat; sistem tulisan Gugyeol yang diciptakan untuk membaca teks-teks China klasik secara interpretatif; dan sistem penulisan Hyangchal yang digunakan untuk menuliskan kalimat seluruh puisi vernakular seperti Hyangga. Menurut gagasan yang luas ini, Idu mencakup semua jenis sistem tulisan yang dibuat Korea kuno untuk mewakili bunyi mereka dengan menggunakan karakter China yang dikenal sebagai sistem tulisan China-pinjaman (chaja

16


Idu: Huruf Kuno Korea

pyogibeop). Manakala dalam arti yang lebih sempit pula, setengah sarjana membedakannya secara ketat dari Hyangchal, yang hanya mengacu pada ungkapan puitis dan liris dalam prosa, dan membatasi definisi Idu untuk prosa yang bersifat praktis dalam domain publik dan swasta, seperti dokumen administrasi dan dedikasi religius (Yoon 2010: 98). Bagi Yoon (2010), jika definisi Idu yang luas ini diadopsi, maka sistem penulisan Idu sudah terbentuk dengan transkripsi kata benda yang tepat. Dalam hal ini, menjelaskan penciptaan Idu adalah mudah. Namun, oleh karena bahasa Korea kuno mentranskripsi kata benda melalui aplikasi sebagian dari prinsip-prinsip “karakter pinjaman fonetik” (gacha, yaitu penemuan China yang mentranskripsi kosakata asli masyarakat tetangga ke dalam aksara China), maka dalam hal ini, sangat sulit untuk membuat perbedaan yang jelas antara notasi gaya China dan notasi gaya Idu. Oleh karena itu, mendefinisikan Idu sebagai semua bentuk sistem tulisan pinjaman China dalam bahasa Korea kuno bermasalah. Hyangchal (향찰 鄕札; secara harfiah bermaksud huruf vernakular atau huruf lokal) adalah sistem penulisan Korea kuno dan digunakan untuk menuliskan bahasa Korea dalam Hanja. Manakala Gugyeol (구결; 口訣 ) pula adalah suatu sistem untuk “menerjemahkan” teks yang ditulis dalam bahasa China Klasik ke dalam bahasa Korea sehingga bisa dimengerti. Di bawah sistem Hyangchal, karakter China diberi bacaan Korea berdasarkan suku kata yang berhubungan dengan karakter. Sistem penulisan Hyangchal sering diklasifikasikan sebagai subkelompok dari Idu. Penyebutan pertama Hyangchal dapat ditemui dalam biografi biarawan Kyun Ye selama periode Goryeo (Wikipedia 2010b). Hyangchal terkenal sebagai metode yang digunakan oleh orang Korea untuk menulis puisi vernakular. Sampai saat ini, masih ada dua puluh lima puisi tersebut yang menunjukkan bahwa puisi vernakular menggunakan kata-kata asli Korea, urutan kata Korea, dan setiap suku kata “ditranskripsikan dengan grafik tunggal”. Sistem penulisannya meliputi nomina, verba, adjektiva, adverbia, partikel, akhiran, dan verba bantu. Praktek hyangchal dilanjutkan selama Dinasti Goryeo di mana ia digunakan untuk merekam puisi asli juga. Gugyeol pula terutama digunakan selama Dinasti Joseon, yaitu ketika keupayaan membaca buku klasik China mempunyai kepentingan status sosial. Berbeda dengan sistem Idu dan Hyangchal yang mendahuluinya, Gugyeol menggunakan tanda khusus, bersama-sama dengan subset karakter China, untuk mewakili penanda morfologi Korea. Manakala sistem Idu dan Hyangchal tampaknya telah dipakai terutama untuk membentuk bahasa Korea dengan Hanja; Gugyeol berusaha untuk menjadikan teks China ke Korea dengan distorsi yang minimal. Jadi, dalam Gugyeol, teks klasik asli tidak diubah, dan

17


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

spidol atau penanda tambahan itu hanya disisipkan di antara frase. Nama Gugyeol ini dapat diterjemahkan sebagai “perpisahan frase,” dan mungkin merujuk pada pemisahan satu frase China dari yang lain. Nama ini sendiri diyakini berasal dari penggunaan karakter China untuk mewakili frase Bahasa Korea Tengah Ipgyeot (입겿 ), dengan arti yang sama. Sistem Gugyeol juga kadang-kadang disebut sebagai to (토, 吐 ) atau hyeonto (현토, 懸吐 ), karena to dapat juga digunakan untuk merujuk kepada afiks morfologi itu sendiri; atau sebagai seogui (석의, 釋義 ) yang dapat diterjemahkan sebagai “interpretasi klasik” (Wikipedia 2010a). Gugyeol pertama kali digunakan pada awal dinasti Goryeo. Pada periode ini, karakter China tertentu digunakan (bersama dengan simbol khusus) untuk mewakili bunyi Korea melalui maknanya. Misalnya, suku kata “잇” (is) diwakili dengan karakter China 有, karena karakter tersebut memiliki arti Korea “있다”. Teknik ini kemudiannya diganti pada periode Goryeo akhir dengan menggunakan karakter China bersesuaian dengan bunyinya. Versi selanjutnya dari sistem Gugyeol itu diresmikan oleh Jeong Mong-ju dan Gwon Geun sekitar 1400 pada zaman Dinasti Joseon awal, atas perintah Raja Taejong, ayah kepada Raja Sejong. Saat itu sejumlah buku klasik Konfusianisme, termasuk Buku Klasik Puisi, telah diterjemahkan ke dalam Gugyeol. Istilah Gugyeol ini sering dipakai melampaui sistem awal itu sendiri dan digunakan serupa dengan Hangeul setelah diperkenalkannya Hunminjeongeum pada abad ke-15. Dalam hal ini, Gugyeol sesekali tetap digunakan di Korea Selatan kontemporer, di mana teknik tersebut kadang-kadang masih digunakan untuk mengalihkan karya klasik Konfusianisme ke dalam bentuk bahasa Korea yang lebih mudah dibaca. Pengertian Idu yang kedua bersifat sempit. Arti sempit ini hanya merujuk pada sistem yang dikembangkan pada periode Goryeo (918-1392), dan pertama kali disebut dengan nama seperti ini dalam Jewang Ungi4. Tulisan Idu menggunakan karakter China, yang disebut Hanja, bersama dengan simbol khusus untuk menunjukkan akhiran verba Korea dan tanda tata bahasa lain dalam bahasa Korea yang berbeda dari China. Hal ini menjadikannya sulit untuk menguraikan baik makna maupun pengucapan dan merupakan salah satu alasan mengapa sistem ini secara bertahap ditinggalkan, sehingga akhirnya digantikan dengan Hangeul. Karakter Idu dipilih berdasarkan bunyi China, bunyi Korea yang diadaptasi, atau maknanya, dan ada beberapa lagi yang 4

Jewang Ungi (Babad Berirama Para Penguasa) adalah puisi sejarah yang ditulis oleh Yi Seung-hyu (李承休 ) pada 1287, yaitu pada periode akhir Goryeo. Puisi sejarah ini menggambarkan sejarah Korea dari Dangun ke Raja Chungnyeol.

18


Idu: Huruf Kuno Korea

diberi bunyi dan makna yang benar-benar baru. Pada saat yang sama, sebanyak 150 karakter baru Korea diciptakan, terutama untuk nama orang dan tempat. Idu adalah sistem yang digunakan terutama oleh anggota kelas menengah, yaitu jungin (중인 中人 ) (Wikipedia 2010c).

Perkembangan Tulisan Korea: Dari Idu ke Hangeul Hangeul (di Korea Selatan) atau Joseongeul (di Korea Utara) adalah alfabet asli bahasa Korea, yang dibedakan dari sistem logografik Sino-Korea, yaitu Hanja. Huruf Korea yang diperkenalkan pada pertengahan abad ke-15, dan sekarang ini menjadi tulisan resmi baik Korea Utara maupun Korea Selatan dan menjadi bahasa co-resmi di Daerah Otonomi Korea Yanbian di China. Projek Hangeul ini selesai pada akhir Desember 1443 atau Januari 1444, dan diresmikan pada 1446 dalam dokumen berjudul Hunminjeongeum (“Bunyi Tepat untuk Pendidikan Rakyat”). Tanggal publikasinya, yaitu 9 Oktober kini menjadi Hari Hangeul di Korea Selatan. Hangeul adalah alfabet fonemis yang diatur ke dalam blok suku kata. Setiap blok terdiri atas setidaknya dua dari 24 huruf Hangeul (jamo), dengan setidaknya masing-masing dari 14 konsonan dan 10 vokal. Seperti bahasa China, blok suku kata ini dapat ditulis secara horizontal dari kiri ke kanan serta vertikal dari atas ke bawah dalam kolom dari kanan ke kiri. Nama modern Hangeul (한글 ) ini diciptakan oleh Ju Si-gyeong pada tahun 1912. Han (한) berarti “agung” dalam bahasa Korea kuno, sedangkan geul (글) adalah kata Korea asli untuk maksud “skrip” atau “tulisan”. Han juga bisa dipahami sebagai kata Sino-Korea, yaitu 韓 untuk maksud “Korea”, sehingga namanya bisa dibaca sebagai “tulisan Korea” atau “tulisan agung”. Manakala Korea Utara lebih suka menyebutnya Joseongeul (조선글) karena Korea Utara dikenal sebagai Joseon dalam bahasa Korea. Nama asal Hangeul adalah Hunminjeongeum (훈민정음; 訓民正音). Karena keberatan terhadap namanama Hangeul, Joseongeul, dan urigeul (우리글, bahasa kita) oleh minoritas Korea di Manchuria, jeongeum selaku kependekan dari Hunminjeongeum dapat digunakan sebagai nama netral dalam beberapa konteks internasional. Hari ini, Hangeul (한글) telah diromanisasi dengan beberapa cara berikut: Hangeul atau Han-geul dalam Romanisasi Revisi Korea, di mana pemerintah Korea Selatan mendorong menggunakannya di semua publikasi bahasa Inggris dan untuk semua tujuan. Han’gml dalam sistem McCune-Reischauer. Digunakan sebagai kata dalam bahasa Inggris,

19


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

seringkali diberikan tanpa diakritik (diacritics): Han’gml, sering dikapitalisasi sebagai Hangeul. Ini adalah bentuk bagaimana kata ini muncul dalam kamus bahasa Inggris. Hankul dalam Romanisasi Yale, sebuah sistem yang direkomendasikan untuk studi linguistik teknis. Pada tahun 2009, Hangeul mendapat perhatian media internasional apabila Kota Bau-Bau berusaha mengajar anak-anak untuk membaca dan menulis Bahasa Cia-Cia dalam tulisan Korea, Hangeul. Walikota Bau-Bau dilaporkan berkonsultasi dengan pemerintah Indonesia tentang kemungkinan menjadikannya sistem tulisan resmi. Bagaimanapun, hal tersebut tidak berlaku karena ia bertentangan dengan Undang-undang Dasar Indonesia yang menetapkan bahwa semua bahasa suku harus dipelihara dalam huruf Roman untuk tujuan persatuan nasional (lihat Lee Tae-hoon 2010).

Penutup Korea dan Jepang telah mengalami hubungan pahit dan manis dengan China terutama dari segi diplomasi dan hubungan internasional. Namun, pengaruh budaya China atas kedua negara ini sejak zaman silam tidak bisa dihapuskan. Penerapan bahasa China dalam kedua bahasa - Korea dan Jepang - meletakkan asas pendidikan dan peradaban awal Asia Timur. Hubungan keterikatan emosi yang dibawa oleh Hanja di Korea dan kanji di Jepang akan tetap mengikat masa depan mereka. Bagaimanapun, selain dari Vietnam yang juga sebagian dari Sinosphere gagal menciptakan huruf sendiri dan kini menuliskan bahasa Vietnam dengan cara Perancis, Jepang dan Korea nampaknya lebih berhasil dalam menciptakan identitas sendiri. Keberhasilan kedua negara ini juga tercermin dalam bidang-bidang lain sehingga menonjolkan identitas mereka yang tersendiri. Dalam konteks bahasa Korea, hubungan Hangeul-Hanja bagaikan sepasang suami istri yang membina bahasa Korea. Jika kesemua bahasa Korea ditulis dalam Hangeul sekalipun seperti yang dituntut pendukung Hangeul, roh “Hanja� tetap muncul dalam kesadaran bahasa Korea sebagai sesuatu yang tidak mungkin bisa dihapuskan. Sistem tulisan Idu dan kini Hangeul pasti menyimpan keterikatan emosi antara Korea dengan China buat selama-lamanya. Penulis: Lim Kim-Hui Ph.D.(Universitas Hamburg, Jerman), pernah bertugas sebagai dosen di Universitas Kebangsaan Malaysia, Malaysia (1994-2010) dan kini Profesor tamu di Hankuk University of Foreign Studies, Korea.

20


Idu: Huruf Kuno Korea

E-mail: limkimhui@yahoo.com

Daftar Pustaka Berkshire Encyclopedia of China. 2009. Chinese influence in East Asia, hal. 659-664. Clarke, H. D. B . 1982. Linguistics and language policies in North and South Korea. Korea Journal 22: 20-23. Hong, Wontack. 2005. Korean language and Japanese language: Some linguistic distance and genetic affinity. Korea and Japan in East Asian History, Vol. 2. No. 13. 7. 2. Kim-Renaud, Yong-Key. 2002. Korean language. Ministry of Culture and Tourism Republic of Korea. Microsoft ® Encarta ® Reference Library. Kumatani, A. 1990. Language policies in North Korea. International Journal of the Sociology of Language, 82: 87-108. Lee, Ju Haeng. 2005. Hangugeo Eom un Gyubeomeui Ihae <<한국어 어문 규범의 이해>> (Pengertian Peraturan Bahasa Korea). Seoul: Bogosa. Lee, Peter H. 1993. Source Book of Korean Civilization. Vol. 1: From Early Times to the Sixteenth Century. New York: Columbia University Press. Lee, Tae-Hoon. 2010. Hangeul didn’t become Cia-Cia’s official writing. Korea Times, 6 Oktober. Leonard, Wesley. 2004. Korean. Guest Lecture. 29 Juni. Park, Si-Soo. 2010. Educators plan class on Chinese characters. Korea Times, 8 Maret Yoon, Seon-Tae. 2010. The creation of Idu. Korea Journal 50(2): 97-123.

21


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

22


Latar Belakang Penciptaan Hunminjeongeum dan Makna Hangeul

LATAR BELAKANG PENCIPTAAN HUNMINJEONGEUM DAN MAKNA HANGEUL Min Seon Hee (Hankuk University of Foreign Studies, Korea)

(국문요약) “훈민정음 창제 배경과 한글의 의미”

한글의 우수성과 과학성이 세계적인 언어학자들로부터 인정을 받고, 한류문화를 통해서 한국어에 대한 관심이 증대되면서 한글의 위상도 점차 높아지고 있다. 한 민족의 언어가 사라지면, 그 민족의 문화는 물론 역사까지 함께 사라진다. 한국인은 말은 있으되 글은 없었던 시대와 일제시대 한글 탄압에 맞서 싸워 민족 정체성을 지켜왔으며, 이제 한글은 소멸의 위기에 처한 종족의 언어까지 보존하는 더욱 의미 있고 중요한 언어로 자리매김하였다. 본고에서는 한글이 탄생하게 된 역사적인 배경과 조선시대 한글의 위상과 역할, 그리고 오늘날 훈민정음 또는 한글의 의미는 무엇인가에 대해 되짚어 보고자 한다.

Pendahuluan Pada tahun 2008, UNESO telah menyatakan bahwa hampir setengah jumlahnya dari 6.000 bahasa Ibu sedunia sedang terancam punah. Ketika suatu bahasa punah, keberadaan kebudayaan dan spritiualnya bangsa atau masyarakat yang menggunakan bahasa itu pun akan hidup. Pada tanggal 8 September tahun 2009, tulisan Korea atau Hangeul telah diangkat sebagai tulisan resmi untuk suku Cia-Cia di Kota Bau Bau, pulau Buton, Sulawesi, Indonesia. Suku Cia-Cia mengalami kesulitan karena tidak mempunyai tulisannya sendiri sehingga bahasanya tidak dapat dipelajari dan terancam hampir punah. Kabar yang menggembirakan tersebut sangat berarti karena dengan mempunyai tulisannya sendiri untuk melambangkan bahasa lisan Cia-Cia, suku bangsa Cia-Cia dapat melestrarikan bahasanya serta kebudayaannya. Suku bangsa Cia-Cia dan masyarakat Korea pada zaman Dinasti Joseon (1392-1910) sama keadaannya karena sama-sama tidak mempunyai tulisannya sendiri. Masyarakat Korea pun tidak memiliki tulisannya sendiri dan meminjam tulisan China atau Hanja. Pada tahun 1446, Raja Sejong telah mengumumkan penciptaannya tuilsan Korea yang disebut Hunminjeongeum dengan maksud memudahkan komunikasi antar masyarakat Korea dan membu-

23


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

dayakan masyarakatnya. Keberhasilan atau prestasi Raja Sejong dalam menciptakan tulisan Korea dianggap sangat bernilai. Ketika hanya menggunakan Hanja, komunikasi di antara lapisa-lapisan masayrakat itu terbatas hanya dalam komunikasi lisan karena masyarakat awam pada umumnya tidak dapat membaca dan menulis Hanja (karakter China). Hal itu disebabkan sulitnya mempelajari tulisan China dan perbedaan di antara bahasa China dan Korea. Kelas sosial tinggi menggunakan Hanja dengan lancar, sedangkan kelas bawah kesulitan mempelajari Hanja tersebut dan kurang terdidik sehingga kurang beradab. Oleh karena itu, Raja Sejong bermaksud untuk menciptakan tulisan Korea sendiri dengan para sarjana Kerajaan dan membantu mengembangkan negara dengan adanya perkembangan berbagai bidang studi. Karena adanya Hangeul (nama huruf Korea sejak tahun 1913), masayarakat Korea kini ini dapat berkomunikasi dengan mudah dan identias masyarakanya pun tetap terjaga dan dilestarikan. Dalam tulisan ini, akan dipaparkan latar belakang penciptaan Hunminjeongeum (tulisan Korea), peran Hangeul pada zaman Dinasti Joseon serta makna Hangeul bagi masyarakt Korea pada dewasa ini.

Latar Belakang Munculnya Tulisan Korea dan Pembentukannya Pada umumnya, terbentuknya suatau tulisan tidak tercatat dalam dokumen sehingga tidak diketahui kapan tulisan itu terbentuk dan siapa yang membuatnya. Berbeda dengan hal tersebut, tuilsan Korea termasuk tulisan yang diketahui waktu penciptaan dan juga pencintapnya. Proses terbentuknya tulisan Korea atau Hangeul tidak tercatat secara rinci, tetapi dapat diketahui hal-hal yang penting saja mengenai terbentuknya Hangeul dalam Annals of the Joseon Dynasty (조선왕조실록; 朝鮮王朝實錄). Dalam catatan sejarah tersebut, ditulis bahwa “Raja Sejong telah membuat 28 kata Eonmun (Hangeul)....” Namun demikian, peran dan keterlibatan Raja Sejong (1397-1450, Dinasti Joseon) dalam membuat Hangeul itu tidak dinyatakan secara tepat dan rinci sehingga sampai sekarang masih diperdebatkan apakah Raja Sejong sendiri membuat Hangeul ataukah dibantu oleh para sarjana dan anggota keluarga kerajaannya (Choi Gyeong-bong dkk: 2008). Pada saat tulisan Korea terbentuk, tulisan Korea itu disebut Hunminjeongeum. Hunminjeongeum (훈민정음; 訓民正音) berati bunyi (tulisan) yang benar yang digunakan untuk mendidik masyarakat”. Hunminjeongum dibuat dengan maksud Raja Sejong agar masyarakat awam berkomunkasi dengan lebih muda, khususnya dalam menulis dan membaca serta dapat berpendidikan dengan memakai tulisan Korea. Pembuatan Hunminjeongeum berdasarkan pada beberapa kata dasar dan membuat kata-kata lain dengan mengambil kata-kata dasar itu. Konsonan dan vokal dalam tulisan Korea berjumlah 28. Konsonan Hangeul dibuat ber-

24


Latar Belakang Penciptaan Hunminjeongeum dan Makna Hangeul

dasarkan bentuk organ vokal ketika menyuarakan konsonan itu sebagimana dipaparkan dalam tabel berikut. Tabel 1. Asal Pembentukan Konsonan Hangeul Konsonan

Nama

Nilai

Asal Pembentukan Konsonan Hangeul

Ki-yeok

[g/k]

Posisi lidah menyumbat lubang tenggorokan ketika melafalkan Ki-yeok

Ni-eun

[n]

Posisi lidah menyuntuh gusi atas ketika melafalkan Ni-eun

Mi-eum

[m]

Bentuk mulut (bibir) ketika melafalkan Mieum

Si-ot

[s]

Bentuk gigi ketika melafalkan [s]

I-eng

[ø / ng]

Bentuk bulatnya tenggorokan

Berdasarkan konsonan dasar tersebut, konsonan lain pun dibuat sebagai berikut dengan menambahkan coretan garis. Tabel 2. Proses Pembentukan Konsonan Proses Pembentukan

Nama dan Nilai Konsonan

ㄱㅋ

Ki-yeok [g/k]  Khi-yeok [kh]

ㄴ  ㄷ ㅌ (ㄷㄹ)

Ni-eun [n]  Di-geut [d] Tieut [th] (Ri-eul [r/l])

ㅁㅂㅍ

Mi-eum [m]  Bi-eup [b]  Phi-eup [ph]

ㅅㅈㅊ

Si-ot [s]  Jieut [j]  Chi-eut [ch]

Sementara itu, pembentukan vokal berdasarkan pada bentuk langit, tanah, dan manusia, yaitu ’”(bulatnya langit), a1 (tanah), l (manusia). Proses pembentukan vokal dengan menggunakan tiga elemen tersebut dipaparkan pada tabel sebagai berikut. Tabel 3. Proses Pembentukan Vokal Dasar

Proses Pembentukan

Nilai vokal dalam romanisasi

∙+ㅡㅡ

eu

∙+ㅣㅏ

a

∙+ㅡㅜ

u

∙+ㅣㅓ

eo

ㅣ+ㅡㅛ

yo

ㅣ+ㅏㅑ

ya

ㅣ+ㅜㅠ

yu

ㅣ+ㅓㅕ

yeo

25


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

Jika ∙ (bulat langit) diletakkan di sebelah kanan dan atasnyaㅣ (manusia), vokal itu merupakan ‘vokal Yang’ sepertiㅏ [a] dan ㅗ [o], dan jika ∙ (bulat langit) diletakkan di sebelah kiri dan bawahnya ㅣ (manusia), vokal itu merupakan ‘vokal Yin’ seperti ㅜ [u] dan ㅓ [eo]. Yang dan Yin merupakan konsep yang sangat penting dalam Neo-Konfusianisme pada Dinasti Joseon sehingga terpengaruhlah dalam asal-usul pembentukan kata vokal dalam tulisan Korea (Lee Ik-sop dan Robert Ramsey:2001).

Penyebaran Hunminjeongeum Bertentangan Pada periode Joseon, kegiatan seperti penciptaan tulisan Joseon itu sangat inovatif. Namun demikian, ketika Raja Sejong sedang membuat tulisan Korea dengan para sarjana Jiphyeonjeon (집현전;集賢殿), Institut Studi yang dibangun pada zaman Goryeo (918-1392) dan dijalankan sampai dengan awal Dinasti Joseon (1392-1910), tidak semua orang mendukungnya. Setelah tulisan Korea diciptakan, Raja Sejong menyuruh para sarjana Jiphyeonjeon agar menerjemahkan sebuah buku dalam tulisan China ke dalam tulisan Korea Unhoe (운회韻會; buku yang mengandung tulisan China dan pelafalannya). Dua bulan kemudian penciptaan Hunminjeongeum, sarjana Choi Man-ri yang pada waktu itu menjabat sebagai ketua Jiphyeonjeon mengajukan surat dan mengadu penciptaan itu. Hal ini disebabkan dia mempunyai cultural toadyism terhadap China sehingga dia tidak setuju dengan penggunaan tulisan Korea itu. Para sarjana lain yang berpendapat konservatif sama pikirannya seperti sarjana Choi Man-ri (Choi Gyeong-bong dkk, 2008). Oleh karena itu, menurut Choi Gyoeng-bong, dkk (2008), Raja Sejong mengerjakan penciptannya dengan para sarjana yang muda dan cerdas serta mendukungnya.

Kedudukan Hangeul pada Zaman Dinasti Joeson Ketika penciptaan Hunminjeongeum diumumkan kepada masyarakat Joseon, Hunminjeongeum tidak disambut dengan meriah karena para sarjana dan masyarakat Korea yang berkelas sosial tinggi sangat patuh menggunakan karakter China (Hanja) dan pandangan dunianya pun terfokus pada China. Oleh karena itu, tulisan Korea tersebut direndahkan daripada Hanja sehingga disebut Eonmun (언문;諺文 ), sedangkan Hanja disebut Jinseo (진서;眞書) yang berarti ‘tulisan sejati’ (The National Institute of Korean Language). Tulisan Korea itu disebut juga sebagai Amkeul (암클 ) karena digunakan oleh para wanita dan anak-anak perempuan (‘am’ berarti ‘betina’ atau ‘perempuan’), dan sebutan ini pun direndahkan karena adanya pandangan lebih mementingkan laki-laki daripada wanita pada zaman Joseon. Setelah terbentuknya

26


Latar Belakang Penciptaan Hunminjeongeum dan Makna Hangeul

Hunminjeongeum, masyakarat Korea mulai mempelajarinya untuk menulis dan membaca sehingga dapat berkomunikasi dalam surat-menyurat dan menikmati kehidupan yang lebih beradab. Karena Hangeul mudah dihafalkan dan digunakan, kebutahurufan di Korea sangat rendah dibandingkan kebutahurufan di negeri lain pada umumnya. Hal ini dicatat pula oleh seorang pemegang buku di Belanda yang telah terdampar ke Pulau Jeju pada tahun 1653 ketika sedang menuju Nagasaki, Jepang dari Batavia. Setelah orang Belanda yang bernama Henderick Hamel ini terdampar ke Pulau Jeju pada zaman Dinasti Joseon (1392-1910), ia ditahan di Semenanjung Korea selama lebih dari deakde (1653-1666) dan salah satu kegiatan sehari-harinya adalah mencatat hal-hal yang ia pelajari dan alami serta ketahui mengenai kehidupan masayarakat Joseon. Catatannya diterbitkan dalam bentuk buku setelah ia pulang ke negaranya dan sampai sekarang telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa5. Salah satu di antara yang dicatat olehnya ialah mengenai Hangeul. Selanjutnya adalah isi bukunya dalam bahasa Korea yang memperlihatkan catatan Hamel mengenai cara menulis masyarakat Korea yang dilihatnya (Hamel:2003). Ada tiga cara menulis tulisan (di Joseon). Salah satunya adalah sama dengan tulisan China dan Jepang. Tulisan ini digunakan untuk dicetak menjadi dokumen resmi yang terkait kerajaan dan buku-buku lain (yang dimaksud adalah Hanja). Cara penulisan yang keduanya digunakan dalam surat-menyurat dan dokumen pengumuman atau surat tuduhan yang dibuat oleh para pejabat, tetapi awam pada umumnya tidak dapat membacanya dengan mudah. Cara penulisan yang digunakan secara dominan di antara masyarakat itu dapat digunakan untuk menuils segala hal dan mudah dipelajari. Tulisan ini dapat digunakan untuk menulis halhal yang belum diketahui pun, sehingga dapat dianggap sebagai cara penulisan yang relatif mudah dipelajari dan digunakan ∙∙∙∙∙∙∙ ....Bahasa China dan bahasa Joseon tidak memiliki persamaan. Matthäus (teman Hamel yang telah terdampar bersama Hamel) lancar berbahasa Joseon, tetapi tidak dapat berkomunikasi dengan orang-orang China di Batavia. Namun, mereka dapat memahami tulisan masing-masing negara (Joseon dan China). Masyarakat Joseon mempunyai lebih dari satu sistem penulisan dan masyarakat awam menggunakan tulisan ini (yang dimaksudkan adalah Hangeul). Suku kata lainnya sama dengan tulisan lain. Walaupun wanita-wanita yang berkelas sosial rendah tidak dapat be5

Setelah akhirnya Hamel pulang ke negaranya, catatannya selama tinggal di Joseon diterbitkan dalam buku yang berjudul “Narrative and Description of the Kingdom of Korea” dalam bahasa Inggris (1668).

27


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

lajar di sekolah tetapi hampir semua masyarakat Joseon dapat menggunakan abjad ini (Han-geul). Kami berpendapat bahwa abjad Joseon itu bagus dan empurna karena dapat dipelajari dengan sangat cepat. Dari catatan tersebut dapat diketahui bahwa pada zaman Joseon setelah dibentuknya Hangeul, tetap digunakan tulisan China secara bersamaan, dan dengan dibandingkan Hanja, Hangeul memang lebih mudah dipelajari dan dihafalkan serta digunakan oleh penutur asing pun. Masyarakat Korea hingga waktu Hangeul dibuat pada zaman Dinasti Joseon itu menggunakan bahasa Korea hanya secara lisan. Hanja hanya dipergunakan oleh kelas sosial tinggi dan masyarakat kesulitan menghafal tulisannya sehingga kebanyakan masyarakat buta huruf China (Hanja) sehingga keterbatasan berkomunikasi dalam menulis. Sebelum Hunminjeongeum muncul, masyarakat Korea menggunakan beberapa cara untuk memudahkan komunikasi dalam menggunakan Hanja sebagai tulisan. Salah satunya adalah Idu pada zaman Goryeo (918-1392). Sistem penulisan yang disebut Idu dibuat berdasarkan Hanja, tetapi ditambah elelmen tata bahasa Korea seperti partikel dan akhiran, dan kata-kata Hanja tersusun secara susunan bahasa Korea. Susunan bahasa China sama dengan susunan bahasa Inggris, yaitu ‘Subjek+Verba+Objek’, sedangkan susunan bahasa Korea merupakan ‘Subjek+Objek+Verba’. Jika sistem penulisan ini dibahasakan dalam bahasa Inggris, bentuknya seperti berikut: Cheolsu (nama orang) the mountain climbs (The National Institute of The Korean Language). Sistem penulisan lain beranama Gu-gyeol. Gugyeol ini merupakan sistem penulisan yang digunakan dalam Kitab Injil Buddha dan Konfusianisme dengan cara menambah elemen tata bahasa Korea seperti partikel dan akhiran. Sistem penulisan ini bermaksud agar mudah menginterpretasikan arti tulisan China. Contoh bentuknya seperti berikut: Cheolsu-ga climbs the mountain (The National Institute of The Korean Language). Partikel {ga} di kalimat tersebut adalah partikel subjektif (mengikuti subjek dan menentukan kata benda yang diikutinya sebagai kasus subjektif). Munculnya sistem penulisn tersebut disebabkan kesulitan masyarakat Korea dalam memahami bahasa China yang susunannya berbeda dengan bahasa Korea. Dengan kata lain, adanya elemen tata bahasa Korea yang menentukan subjek atau objek, lebih mudah mengartikan tulisan China itu bagi masyarakat Korea. Gugyeol makin lama tidak digunakan lagi setelah Hunminjeongeum diciptakan. Selain kedua sistem penulisan yang dipaparkan, ada pun sistem punulian yang disebut Hyang-chal yang digunakan pada zaman Silla (BC57-935). Sistem penulisan ini hampir sama dengan Gugyeol, namun elemen tata bahasa

28


Latar Belakang Penciptaan Hunminjeongeum dan Makna Hangeul

itu ditulis dengan Hanja yang sama bunyinya dengan bahasa Korea itu. Sistem penulisan Hyang-chal ini digunakan dalam kesusastraan ‘Hyang-ga’(lagu rakyat yang lama). Ketiga sistem penulisan tersebut muncul karena adanya usaha masyarakat Korea yang sedang menggunakan bahasa Korea lisan dan tulisan China. Namun demikian, karena perbedaan kedua bahasa tersebut, penggunanan bahasa dalam berkomunikasi bagi masyarakat Korea tetap sukar. Oleh karena itu, akhirnya Raja Sejong membuat tulisan Korea sendiri dengan para sarjana. Setelah terbentuknya Hangeul, tulisan bahasa Korea sendiri, hingga dengan waktu masyarakat mempelajari tulisannya, sistem penulisan lain masih digunakan sebagaimana dipaparkan oleh Hendrick Hamel dalam catatannya pada periode Dinasti Joseon itu. Tahun meresmikan terbentuknya Hunminjeongeum itu adalah tahun 1446, sedangkan waktu Hamel mencatat cerita tersebut, yaitu tahun 1653-1666. Artinya, Hanja masih digunakan oleh masyarakat Korea sambil mempelajari dan menggunakan Hangeul.

Peran Hangeul pada Zaman Dinasti Joseon Selama periode Sejong 25 tahun sampai dengan Raja Seonjong, raja yang terakhir pada masa Joseon, nama tulisan Korea yang direndakan atau Eonmun (언문;諺文 ) digunakan sebagai bahasa pengantar untuk mendidik para putra agar mereka menjadi orang yang bijaksana dan mempunyai kebajikan. Hal itu dikarenakan Hangeul yang disebut Eonmun pada masa itu dianggap relatif muda dipahami dan dipergunakan daripada tulisan China (Hanja). Para putra diharuskan mempelajari Hangeul supaya dapat berkomunikasi dengan para wanita di kerajaan. Namun demikian, sebagaian besar lapisan masayarat atas yang berpendidikan dan terbiasa menggunakan Hanja melawan penggunaan Hangeul secara umum. Mereka masih sering menggunakan Hanja setelah munculnya Hangeul. Hal yang diketahui secara luas adalah bahwa Raja Yeon-san-gun (1476-1506, Raja ke-10 pada Dinasti Joseon) pernah menyatakan hukum agar masyarakat tidak mengajarkan dan mempelajari tulisan Korea serta bahkan orang-orang yang telah mempelajarinya pun tidak diizinkan untuk menggunakannya. Orang yang mengetahui tulisan Korea harus dilaporkan berdasarkan hukum tersebut, jika tidak, orang yang mengenal orang tersebut diberikan hukuman. Hal ini disebabkan adanya surat tuduhan seorang awam yang mengkritik Raja Yeon-san-gun dalam tulisan Korea. Raja Yeon-san-gun tidak senang hal-hal yang terjadi dalam kerajaan tidak terjaga dan tersebar di antara masyarakat. Namun demikian, Raja Yeon-san-gun menggunakan tulisan Korea itu dalam menerjemahkan buku sejarah dan surat penyembahan ke-

29


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

matian, serta lirik musik pada zaman Dinasti Joseon pun diterbitkan tercetak dalam tulisan Korea (Choi Gyeong-bong, dkk : 2008). Hangeul juga digunakan dalam mempelajari pelafalan bahasa China. Sangat sulit untuk mempelajari pelafalan bahasa China dengan memakai buku Unseo (운서;韻書) yang melambangkan pelafalan bahasa China dalam Hanja. Hal ini dimungkinkan karena Hangeul merupakan tulisan phonogram. Hangeul digunakan juga dalam mempelajari bahasa asing selain bahasa China. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, adanya Hangeul membuat kehidupan masyarakat Korea lebih beradab dan bermakna. Masyarakat awam dan para pejabat negeri dapat berkomunkasi dalam tulisan Korea dengan mudah. Dinasti Joseon pun tidak kesulitan lagi dalam mendidik masyarakat dengan ideologi Konfusianisme karena dapat berkomunikasi dalam tuisan Korea dengan masyarakatnya. Raja Sejong berusaha agar Hangeul digunakan secara umum sehingga mengimplementasikan ujian Hangeul dalam Gwageo, ujian negeri tingkat tertinggi untuk memilih pegawai negeri pada zaman Joseon. Setelah Hangeul diciptakan dan diumumkan untuk digunakan, para anak kelas sosial tinggi pun harus mulai mempelajarinya sebelum belejar Hanja karena Hangeul digunakan untuk mempelajari Hanja. Sebagai media komunikasi tertulis, Hangeul berperan penting pula dalam mengembangkan kesusastraan khususnya di antara para wanita dan masyarakat umum. Dengan kata lain, adanya tulisan baru (Hangeul) memungkinkan banyak karya kesusastraan mulai tersebar dan berkembang.

Makna Hangeul Kini Menjelang periode modern setelah berakhirnya Dinasti Joseon, tulisan Korea dinilai kembali sangat berprestasi sehingga disebut Jeongeum (正音 ), atau Gungmun (국문;國文 ‘tulisan negeri’). Tulisan Korea dinilai sebagai tulisan negeri secara resmi ketika tercatat 450 tahun berlalu sejak pengumuman penciptaan Hunminjeongeum. Penyebutan Hangeul pertama dikatakan oleh seorang sarjana bahasa Korea yang bernama Ju Si-gyeong. Kata Hangeul (한글 ), atau ‘tulisan Korea’ dilestarikan sampai sekarang setelah digunakan dalam majalah kanak-kanak yang berjudul “Aideulboi (아이들보이)’ pada tahun 1913 (The National Institute of Korean Language). Pada zaman penjajahan Jepang (1910-1945), masyarakat Korea sangat menderita karena dilarang menggunakan bahasa Korea. Salah satu contoh yang terkenalnya adalah nama orang Korea disuruh ganti dalam bahasa Jepang. Sebaliknya, hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya suatu bahasa untuk bangsanya atau negerinya. Hal ini dikarenakan hilangnya suatu ba-

30


Latar Belakang Penciptaan Hunminjeongeum dan Makna Hangeul

hasa berarti hilangnya semangat dan identitas suatu masyarakatnya. Walaupun masyarakat Korea menderita dalam keadaan seperti itu, tetap membuat organisasi tersembunyi atau secara tidak resmi untuk mendidik Hangeul. Hangeul mengisyaratkan identitas masyarakat Korea. Bahasa tidak dapat terlepas dari kebudayaan dan spiritual masyarakat yang menggunakannya. Sejalin dengan hal itu, semangat hidup masyarakat setelah penciptaan Hangeul meningkat. Raja Sejong dihargai bukan karena membuat tulisan Korea itu sendiri tetapi karena mencintai masayrakatnya sehingga berusaha untuk menemuhi apa yang dibutukan oleh masyarakatnya. Buku yang dibuat Sejong (berjudul Hunminjeongeum) itu diakui sebagai Warisan Dunia UNESCO pada Oktober tahun 1997. Buku yang berjudul Hunminjeongeum ini sangat penting karena dapat diketahui seluk-beluk bahasa Korea dalam pertengahan abad sejara termasuk sistem fonologisnya bahasa Korea. Hunminjeongeum (nama tulisan Korea pada zaman Joseon) sedang digunakan oleh beberapa suku bangsa di dunia. Salah satunya suku Cia-Cia di Indonesia, selainnya ada suku Gurunsi, Bobo, dan Lobi di Republik Burkina Faso, Afrika Barat, dan, suku Subali di Republik Congo, serta suku Miuri di Afrika. Melalui Hallyu (Korean Wave), bahasa Korea pun tersorot perhatian dari berbagai negeri seluruh dunia. Dengan mempelajarinya bahasa asing, seorang dapat memiliki pandangan yang berbeda dan mengenal suatu dunia lain. Sejalan dengan hal itu, populraritas pembelajaran bahasa Korea dan tentu meningkatnya perhatian pada tulisan Korea menunjukkan bahwa makin banyak orang memperhatikan dan mempelajari Hangeul (tulisan Korea) atau Hangugeo (bahasa Korea) makin banyak pertukaran kebudayaan serta dapat menikmati perkembangan berbagai bidang ilmu bagi para tetangga bumi. Ketika perbaikan bangunan Gwanghwamun (nama yang diganti dari Jiphyeonjeon pada 1425, tahun Sejong ke-7) selesai pada tahun 2010, papan Gwangwhamun yang sebelumnya tertulis dalam Hanja, tetapi diganti dalam Hangeul. Hal ini kembali mengingatkan masyarakat Korea maksud Raja Sejong dan maknna Hunminjeongeum. Penulis: Min Seon Hee M.A. (Universitas Gadjah Mada, Indonesia), sedang mengambil Program S2 Pendidikan Bahasa Korea sebagai Bahasa Asing, Hankuk Universitas of Foreign Studies, Korea. E-mail: shmin83@gmail.com

31


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

Daftar Pustaka 이익섭 외. 2001.『한국의 언어』신구문화사. 전정례 외. 2002『훈민정음과 문자론』도서출판 역락. 최경봉 외.2008.『한글에 대해 알아야 할 모든 것』책과 함께.

Iksop Lee dan S. Rober Ramsey. 2000. The Korean Language. USA: State University of New York Press.

32


Dimensi-Dimensi Filosofis Bahasa Korea

DIMENSI-DIMENSI FILOSOFIS BAHASA KOREA Mukhtasar Syamsuddin (Universitas Gadjah Mada, Indonesia)

(국문요약) “한국어의 철학적 고찰” 본고에서는 한국어의 철학적 가치와 체계, 특히 ‘한(韓)’ 사상을 바탕으로 한국어의 철학적 측면을 조명해 보고자 한다. 한국인의 상대주의와 협동, 조화, 합일(合一)사상에 대한 철학적 가치체계도 관심 대상이나, ‘한국적 철학사상이 한국어에 어떤 영향을 끼쳤는가’하는 것이 본 고의 중점적인 연구주제이다. 한국인들이 가진 여러 가지 철학적 원리와 사상을 비판적인 시각에서 고찰하여 한글과 한국어에 나타난 전통적 사상을 구명해 보고자 한다.

Pendahuluan Dalam “prakata” buku berjudul Korean Philosophy; Its Tradition and Modern Transformation, Yersu Kim (2004) mengungkapkan bahwa sejak Hendrick Hamel memperkenalkan Korea ke dunia Barat di abad ke-17, banyak sarjana Barat mulai tertarik mempelajari budaya, bahasa, dan filsafat Korea. Meskipun perkembangan studi filsafat Korea tidak sepesat kemajuan studi budaya dan bahasa Korea, pada beberapa dekade abad-abad berikutnya, perhatian sebagian sarjana Barat mulai secara intens tertuju kepada filsafat Korea, baik terhadap filsafat klasik maupun modern. Dua sarjana Amerika yang telah banyak melakukan penelitian bidang filsafat, terutama pada era mutakhir perkembangan pemikiran filsafat Korea dapat disebut pertama Michael C. Kalton, profesor bidang Liberal Studies di University of Washington, Tacoma yang telah berhasil menerjemahkan Ten Diagram on Sage Learning karya Yi Toegye (1501-1570) dan diterbitkan dengan judul To Become a Sage (1988). Kedua adalah Archie J. Bahm, seorang profesor filsafat dari University of New Mexico, telah menerbitkan artikel berjudul Korean Philosophies melalui jurnal “the Society of Korean Philosophy Journal” (1995). Ketertarikan para sarjana dalam menggeluti studi Korea, terutama dalam bidang filsafat bukanlah sebuah fenomena baru yang berkembang tanpa alasan. Realitas atau keadaan nyata kehidupan bangsa Korea, baik dulu mau-

33


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

pun sekarang, menunjukkan bahwa Korea adalah bangsa yang terbangun di atas nilai dan sistem filsafat mereka sendiri. Secara historis, benih-benih nilai dan sistem kefilsafatan bangsa Korea itu telah tumbuh dan berkembang sejak 4000 tahun yang lalu, tepatnya sekitar abad ke-3 Sebelum Masehi, sebuah periode waktu yang sekaligus juga merupakan awal perjumpaan bagi bangsa Korea dengan bangsa dan filsafat China. Selain itu, sesuai dengan kondisi alamnya maka sulit dipungkiri bahwa negeri Semenanjung Korea yang dianugerahi kesejukan dan kecerahan sinar mentari, serta dataran yang tersulam oleh kelokan sungai-sungai dan bentangan gunung-gunung di bawah naungan langit nan indah menyediakan situasi yang sangat kondusif bagi orang Korea untuk melakukan refleksi filosofis atas kehidupan. Pertanyaannya adalah bagaimanakah karakter filsafat Korea? Jika diperhatikan secara seksama, maka hasil studi atau karya-karya kedua sarjana Amerika tersebut sesungguhnya menampakkan cara pandang orang Korea terhadap kehidupan yang cenderung berpijak pada realitas konkrit daripada konseptual abstrak. Oleh karena itu, karakter utama filsafat Korea tampak jelas mengacu pada pemikiran naturalistis, pragmatis dan praktis. Di samping itu, karena talenta dan kreativitas orang Korea, filsafat Korea juga merupakan hasil harmonisasi dari perjumpaan filsafat Korea dengan pemikiran dan pandangan kefilsafatan asing, dalam arti berasal dari luar Korea, seperti Buddhisme dari India dan Konfusianisme dari China. Salah satu sistem filsafat yang dimiliki bangsa Korea adalah Han atau filsafat Han. Bahm (1995) dalam artikelnya berjudul “Korean Philosophies�, memperkenalkan secara gamblang arti Han sebagai sebuah sikap yang secara kultural meresap ke dalam diri setiap orang Korea. Han dapat dipandang sebagai sikap khawatir yang lebih dekat wujudnya dengan perasaan takut dan menyerupai sikap antipati dalam bentuknya yang berbeda-beda. Lebih lanjut Bahm (1995) menegaskan bahwa Hahn atau Han dalam filsafat Korea merupakan sesuatu yang “omnipresent� atau hadir, kapan dan di mana saja. Sebutan bangsa Korea sebagai bangsa Han atau Hanguk dalam bahasa Korea kiranya semakin memperkuat pembuktian historis yang menyatakan bahwa benih-benih kefilsafatan memang telah lama tumbuh, bahkan melekat dalam diri atau bangsa Korea. Dengan kata lain, setiap aspek kehidupan bangsa Korea, termasuk bahasa, memiliki dimensi kefilsafatan yang mengandung makna yang demikian penting dan berpengaruh bagi kehidupan bangsa Korea.

34


Dimensi-Dimensi Filosofis Bahasa Korea

Sejarah Awal dan Landasan Filsafat Bahasa Korea Pengenalan alfabet Korea tidak dapat dilepaskan dari berbagai dinamika yang timbul dan tenggelam dari balik penggunaan huruf atau tulisan berbahasa China di Korea sekitar abad ke-15 Masehi. Interaksi bangsa Korea dengan China yang terjadi beberapa abad sebelumnya telah melahirkan struktur masyarakat Korea yang timpang, dalam pengertian bahwa karena memiliki kuasa dan akses yang lebih besar terhadap lembaga pendidikan, maka hanya masyarakat yang berasal dari kalangan pemerintahanlah yang secara dominan mampu menggunakan huruf dan tulisan China, sementara masyarakat biasa tetap dianggap sebagai kalangan buta huruf di Korea. Sejong, Raja Keempat Pemerintahan Joseon yang dikenal dengan julukan “King Sejong the Great” (1418-1450) sangat memahami ketimpangan sosial yang terbalut oleh diskriminasi penggunaan huruf dan tulisan China itu. Dalam konteks itulah, selain menciptakan Jeong Cho (naskah) yang tersusun atas Nongsa Jikso (percakapan jujur mengenai pertanian) sebagai salah satu bentuk perhatiannya yang sangat tinggi terhadap kehidupan kaum petani, Raja Sejong juga merintis pembuatan alfabet Korea yang dikenal dengan nama Hangeul sekarang, yaitu secara literal diartikan sebagai “huruf-huruf agung”. Susunan alfabet itu terdiri atas 11 huruf vokal dan 17 konsonan. Sang Raja Agung kemudian mendorong para sarjana yang tergabung dalam Jiphyeonjeon (Hall of Worthies) atau balai orang-orang berjasa dalam pengembangan penelitian tradisi-tradisi institusi dan ekonomi politik untuk menganalisis dan memikirkan bagaimana agar susunan alfabet itu dapat menghasilkan sistem penulisan yang indah, sederhana, ilmiah, dan dapat dipelajari oleh orang-orang yang tidak berpendidikan dalam waktu yang singkat. Susunan alfabet Korea yang secara kreatif dihasilkan oleh Sang Raja Agung itu dituangkan dalam Hunminjeongeum (The Correct Sounds for Instructing the People) atau “Bunyi-bunyi suara yang benar untuk memerintah rakyat” yang disebarluaskan pada tahun 1446. Sebuah catatan dalam Sejong Sillok tertanggal 30 Desember pada tahun ke-25 atau 25 tahun kekuasaan Sang Raja menunjukkan bahwa Hunminjeongeum jelas merupakan temuan Sejong, seperti ungkapan berikut; “pada bulan ini, Raja Sejong secara personal telah menciptakan 28 huruf Eonmun (tulisan huruf asli bagi orang Korea). Walaupun sederhana dan singkat, variasi huruf itu sangat beragam dan disebut sebagai Hunminjeongeum.” Pada bagian penjelasan Hunminjeongeum, diterangkan bahwa simbolsimbol konsonan dasar dalam Eonmun itu merupakan gambaran skematik tentang organ-organ bertutur manusia yang mengartikulasikan bunyi-bunyi tertentu, yaitu:

35


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

1) 2) 3) 4) 5)

konsonan velar k melukiskan lidah memblokir tenggorokan; konsonan alveolar n melukiskan garis-bentuk lidah menyentuh langit-langit mulut; konsonan labial m melukiskan garis-bentuk mulut; konsonan dental s melukiskan gigi pengiris; dan konsonan laringeal o melukiskan garis-bentuk pangkal tenggorokan.

Adapun konsonan-konsonan lain dibentuk dengan menambah tanda coretan kepada lima bentuk konsonan dasar di atas, seperti konsonan velar k yang ditambahkan dengan sebuah tanda coretan setelahnya sehingga menjadi k’. Pelafalan atau pembunyian konsonan k’ lebih keras daripada pelafalan konsonan velar k. Jika simbol-simbol konsonan dasar dalam Eonmun itu merupakan gambaran skematik tentang organ-organ bertutur manusia, maka simbol-simbol huruf vokal dibentuk berdasarkan tiga simbol filsafat Timur, yaitu seperti berikut: 1) bulatan • melambangkan langit; 2) garis datar — melambangkan bumi; dan 3) garis lurus l melambangkan manusia. Chong In-ji (1396-1478), penyair dan sarjana Dinasti Joseon awal menulis dalam “Kata Pengantar” Hunminjeongeum sebagai berikut; “huruf-huruf Korea merupakan imitasi dari huruf-huruf tertutup era klasik; bunyi suaranya memiliki tujuh kombinasi nada, dan huruf-huruf itu menggunakan Sam Jae (rujukan pada tiga hal) yang terdiri atas; langit, manusia, dan bumi, serta mempunyai sifat dasar yang berasal dari Yin dan Yang”. Sifat dasar konsonan mengandung yang, sedangkan vokal mengandung yin. Dalam alam pemikiran Konfusianisme klasik, yin terkait dengan konsepkonsep feminim, sifat pasif, gelap, kering, dan dingin, sementara yang mencakup segala yang bersifat maskulin, aktif, terang, basah, dan panas. Dari interaksi kedua prinsip ini, muncullah lima unsur, yaitu kayu, api, tanah, besi, dan air yang lebih menunjukkan sebuah proses yang dinamis daripada sekedar benda-benda fisik.

Dimensi Relativitas Hubungan konsonan dan vokal dalam Hangeul yang membentuk kata bagaikan jalinan hubungan antara langit dan bumi yang menyusun alam semesta. Pengandaian itu mengandung arti bahwa sebuah kata dalam bahasa Korea tak mungkin dibentuk tanpa jalinan hubungan konsonan dan vokal. Ketidakmungkinan membentuk kata tanpa hubungan konsonan dan vokal itu

36


Dimensi-Dimensi Filosofis Bahasa Korea

sama artinya dengan menyatakan bahwa konsonan tak akan memiliki nilai tanpa kehadiran vokal di sisinya. Demikian pula sebaliknya, vokal tak akan bernilai apa-apa tanpa kehadiran konsonan di sisinya, sebagaimana tak akan ada langit tanpa bumi, dan sebaliknya tak akan ada bumi tanpa langit yang menyusun alam semesta. Jalinan hubungan antara konsonan dan vokal yang saling mensyaratkan bagi terbentuknya sebuah kata itu menunjukkan bahwa Hangeul menggantungkan sifatnya pada prinsip relativitas. Seperti terjadi dalam kehidupan masyarakat manusia. Formasi suami dan istri yang terdiri atas pria dan wanita menunjukkan bahwa kehidupan suami istri sangat tergantung pada kehadiran pria dan wanita dan karena itu kedua jenis kelamin saling berhubungan secara relatif. Lawan dari relativitas adalah absolutisme. Jika prinsip relativitas tidak mengandung unsur konfrontasi, hal itu disebabkan karena perbedaan yang ada dalam prinsip relativitas tidak mengandung unsur berlawanan antara yang satu dengan yang lain; sifat dasar konsonan yang disimbolkan oleh yang dan sifat dasar vokal yang disimbolkan oleh yin menujukkan dua hal yang berbeda tetapi tidak berlawanan. Sementara itu, prinsip absolutisme mengandung unsur konfrontasi karena di dalamnya terkandung sifat berlawanan. Prinsip relativitas tidak mengandung sifat berlawanan di dalamnya karena merujuk pada logika “dari satu menuju kepada kesatuan yang lebih luas atau keseluruhan�, sedangkan prinsip absolutisme tidak mengenal logika demikian. Filsafat Han yang melandasi bahasa Korea menggunakan kriteria kebenaran atau nilai yang didasarkan pada prinsip relativitas yang secara jelas merujuk kepada logika satu sebagai kesatuan menyeluruh, bukan pada prinsip absolutisme yang sebaliknya tidak merujuk kepada satu sebagai kesatuan menyeluruh. Catatan tentang Chohwa-Ki (penciptaan) menunjukkan bahwa yang atau yin tidak dapat melahirkan dirinya sendiri. Jika yang dan yin terpolarisasi dan beroposisi, maka tak satupun dari keduanya dapat berfungsi. Hanya apabila keduanya menghindari konflik, maka keduanya dapat mewujudkan maksud yang sebenarnya (Choi Min-hong, 1984). Yin dan yang bukanlah konsep-konsep absolut, melainkan merupakan konsep-konsep relatif yang merujuk kepada suatu kesatuan yang lebih luas. Yang tanpa yin atau yin tanpa yang merupakan keberadaan yang tak mungkin dapat dipikirkan. Jika ada terang, maka ada gelap. Demikian pula sebaliknya. Dalam pengertian ini, hubungan antara yang dan yin bersifat relatif. Menjadi relatif berarti hubungan keduanya merujuk pada logika satu kesatuan. Jika digambarkan dengan warna, maka yin menandakan warna hitam, sedangkan yang menandakan warna putih. Keduanya tampak jelas berbeda,

37


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

namun tidak bertentangan. Secara fungsional, keduanya memiliki hubungan saling menunjang sebagai sebuah kesatuan total yang melampaui perbedaan yang bersifat fisik. Dalam filsafat Han, hubungan yin-yang bagaikan kepala dan ekor pada sebuah koin. Umumnya, jenis kebenaran terbagi dua, yaitu kebenaran yang bersumber dari prinsip absolutisme dan dari relativitas. Kebenaran jenis pertama ditentukan oleh agama. Dalam hal ini, keberadaan Tuhan yang bersifat abadi memiliki kebenaran absolut. Manusia, sebagai makhluk yang terbatas oleh ruang dan waktu tak dapat memiliki kebenaran absolut. Oleh karena itu, manusia tak dapat terlepas dari kebenaran yang sifatnya relatif. Hanya melalui potensi yang dimilikinya, manusia dapat mengusahakan sebaik mungkin untuk menemukan kebenaran absolut. Adapun Han, secara esensial bersifat abadi dan karena itu absolut, namun dalam dunia fisik, segala sesuatu bersifat relatif. Dengan misteri yang dikandungnya, Han senantiasa dipahami sebagai apa yang disebut sebagai tuhan. Secara ontologis (menurut sumber dan sifat keberadaan), manusia adalah makhluk yang relatif. Dalam hal ini, manusia merupakan makhluk yang berada di bawah logika kesatuan yang bertujuan untuk kembali pada kesatuan menyeluruh. Jika manusia dimaksudkan sebagai makhluk yang hidup dalam kebersamaan, maka manusia harus memperhatikan hukum atau aturan dan etika sehingga dapat hidup secara damai. Tanpa dengan memperhatikan hal ini, maka kehidupan manusia sebagai suatu komunitas tak mungkin terwujud. Oleh karena itu, manusia harus memahami bahwa egoisme, dogmatisme, dan prasangka merupakan hambatan dalam mewujudkan kehidupan bersama atau komunitas. Bahkan semua itu hanya akan menimbulkan pertentangan. Prinsip relativitas dalam filsafat Han tidak menganut egoisme, prasangka, atau apapun bentuk dogmatisme. Kegagalan memahami totalitas atau relativitas akan memunculkan dogmatisme; sekali relativitas hadir, maka tak ada ruang lagi untuk dogmatisme. Pengendara motor yang menjalankan motornya seorang diri di padang pasir dapat saja menuruti egoisme dan dogmatismenya, karena tak seorangpun perlu ia hiraukan. Namun, ketika ia keluar menjalankan motornya ke jalan perkotaan, sesuatu yang lain pasti terjadi. Banyak pengendara motor lain yang harus dipertimbangkan sehingga ia tidak dapat berjalan sebebas-bebasnya. Ia harus mempertimbangkan relativitas dan totalitas aturan penggunaan jalan. Di jalan perkotaan terpasang banyak aturan berkendaraan, misalnya lampu pengatur di perempatan jalan yang merupakan tanda untuk mengingatkan kepada pengendara motor bahwa selain dirinya terdapat pengendara motor lain. Dengan peringatan itu, setiap pengendara motor di jalan perkotaan harus tunduk pada totalitas aturan jalan. Setinggi apapun jabatan seseorang, ia tidak dapat menggunakan egoisme dan dog-

38


matisme untuk melanggar atau melawan pengatur jalan. Dengan kata lain, setiap orang diwajibkan taat pada logika kesatuan yang sangat ditekankan dalam prinsip relativitas. Kepemilikan atas barang sesuatu tidaklah absolut dan karena itu bersifat relatif. Memiliki uang dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk deposit. Uang dapat dimiliki hari ini, tapi besok bisa saja tidak. Uang memang dapat dimiliki oleh orang kaya dan miskin, namun kepemilikian itu tidak menunjukkan bahwa di dalam uang terkandung pertentangan. Prinsip relativitas dapat dikenakan kepada segala sesuatu. Sejarah hidup manusia selalu menyajikan kisah orang-orang yang memiliki dan tidak memiliki kekuasaan. Hubungan keduanya tidak absolut tetapi relatif. Orang yang kuat karena kuasa terkadang tidak berdaya untuk berbuat kebaikan padahal sejarah telah membuktikan bahwa seseorang dapat saja berkuasa pada hari ini, tapi di lain hari, ia tidak berkuasa. Demikian juga sebaliknya. Memperhatikan fakta ini, maka sesungguhnya tidak ditemukan pertentangan antara kaya dan miskin, antara yang kuat dan lemah, tapi semua itu menyatu dalam logika kesatuan.

Dimensi Kerjasama Dilandasai oleh prinsip filsafat Han yang mengandung arti sebagai sebuah keseluruhan, huruf-huruf Hangeul tidak dapat berfungsi dalam membentuk makna jika baik konsonan maupun vokal berdiri sendiri. Sesuai dengan filsafat Han yang memandang relasi individual sebagai yang terikat oleh kesatuan total dalam membangun kehidupan manusia, huruf-huruf Hangeul juga terikat dalam kesatuan total sehingga tercipta makna yang membangun bahasa bagi orang Korea. Secara lebih jelas, prinsip kerjasama dalam filsafat Han menegaskan bahwa setiap individu tidak dapat berdiri sendiri atau terpisah dari individu lain. Setiap individu berada dalam jalinan kesatuan untuk membentuk masyarakat, bangsa dan bahkan kemanusiaan secara menyeluruh. Oleh sebab itu, berdasatkan filsafat Han, setiap huruf Korea, baik konsonan maupun vokal dipandang bagaikan kodrat manusia sebagai makhluk sosial dan itu berarti, sejak ditemukan, setiap huruf Hangeul terikat oleh relasi-relasi kebersamaan. Konsistensi filsafat Han dengan prinsip kerjasamanya yang terkandung dalam bahasa Korea, tampak jelas dalam sikap hidup orang Korea yang dipenuhi dengan spirit kerjasama. Spirit ini termanifestasi dalam pendirian negara Korea, sebagaimana tercatat dalam rekaman historis Samguk Yusa bahwa; “pada zaman dahulu, berdiamlah di langit anak laki-laki tidak sah dari Hwan In yang bernama Hwan Wung. Hwan Wung selalu memikirkan bumi dan berniat menyelamatkan umat manusia. Sadar akan ambisi anaknya, Hwan

39


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

In turun ke Samwi T’aebaek (gunung Baekdu) dan berharap agar kehidupan manusia yang ia saksikan dapat menjadi sejahtera. Sejak saat itu, Hwan In memberikan tiga Ch’onbu-ins (tanda-tanda langit) kepada anaknya untuk turun ke bumi dalam rangka mengatur kehidupan manusia” (Kim Heongtaek, 1956). Dari catatan Samguk Yusa itu diperoleh penjelasan bahwa pendirian negeri Korea kuno adalah berkat jalinan kerjasama, yaitu seorang ayah membantu anaknya dan anak dibantu oleh ayahnya. Ambisi Hwan Wung untuk menyelamatkan umat manusia tidak dicapai seorang diri; capaian itu terwujud berkat kerjasama dengan seorang ayah yang muncul dari kesadaran humanitarianisme (Kim Heong-taek, 1956). Melalui jalan inilah, spirit kerjasama harus dipandang sebagai fondasi berdirinya negeri Korea dan bahwa spirit itu berlangsung hingga membentuk mentalitas orang Korea saat ini adalah kenyataan yang sulit untuk dibantah. Filsafat Han yang menghadirkan spirit kerjasama pada gilirannya berpengaruh dalam diri setiap orang Korea dan mengantarkan kesadaran orang Korea bahwa menggunakan bahasa Korea dianggap sebagai upaya memperkuat kesadaran komunal orang Korea untuk berbagi, baik dalam suka maupun duka. Jika tidak dapat disaksikan dalam bahasa verbal orang Korea, setidaktidaknya, dimensi kerjasama filsafat Han dalam bahasa Korea itu termanifestasikan melalui bahasa tubuh yang secara otentik terwujud dalam pembentukan mentalitas kerjasama orang Korea. Tradisi Kye (kerjasama), Pumashi (kerjasama dalam bekerja), Dure (kerjasama para petani), Dongjae (mengorganisir ritual di pedesaan), dan Hyangyak (organisasi pedesaan untuk pemerintahan) semuanya itu merupakan produk dari mentalitas saling membantu yang diadopsi dari spirit kerjasama. Kye secara khusus adalah kelompok persaudaraan yang terdiri atas lebih dari dua orang yang terorganisir dalam setiap sektor kehidupan kemasyarakatan yang secara bersama-sama berupaya memenuhi kepentingan dan tujuan bersama. Dalam hal ini, Kye merupakan sejenis asosiasi yang berfungsi membangkitkan gairah tolong- menolong masyarakat pedesaan yang memiliki kepentingan yang sama. Kye di Korea tak dapat dilepaskan dari sejarah Hyangto Kye (organisasi umat Buddha) dan Gabe (festival hari “thanksgiving”) pada era kerajaan Silla. Sejarah panjang Kye yang menggambarkan kerjasama dalam hidup masyarakat Korea itu tiada lain ditemukan dari prinsip kerjasama filsafat Han. Jenisjenis Kye ini sangat bervariasi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Beberapa jenis Kye yang berkembang pada zaman Dinasti Joseon, era keemasan Kye di Korea yang membuktikan bahwa Kye sungguh-sungguh meru-

40


Dimensi-Dimensi Filosofis Bahasa Korea

pakan prinsip saling tolong menolong yang diperoleh dari filsafat Han adalah sebagai berikut; 1) Kye untuk secara bergilir (arisan) melaksanakan upacara keselamatan anak laki-laki, pernikahan, pemakaman, penyembahan leluhur, dan dalam kehidupan rumah tangga. Anggota Kye menabung dengan cara menyicil upacara perayaan yang memerlukan biaya yang cukup besar. 2) Kye untuk bersama-sama mengerjakan konstruksi di pedesaan. Para penduduk desa bergotong royong membenahi prasarana seperti jembatan, jalan, aliran sungai, terutama di musim kemarau dan banjir. 3) Kye untuk membentuk badan-badan industri. Para anggota badan-badan industri itu mengerahkan tenaga dan modalnya bersama. Jika mereka membangun irigasi misalnya, maka pembangunan itu disebut sebagai Kye irigasi, dan jika mereka menginvestasikan dana untuk memperoleh keuntungan disebut Kye tabungan (Choi Ki-chul, 1993). Sikap hidup atau tradisi yang mewujudkan Kye dalam masyarakat itu berlangsung atas landasan ideologi yang menggariskan bahwa kehidupan orang Korea, dari zaman dahulu memang bercorak demikian. Dengan kata lain, akar spirit kerjasama ini diakui sebagai tradisi lama yang tertuang dalam naskah-naskah klasik dan aktualisasinya tetap terjaga hingga zaman sekarang ini. Pemikiran dan penerapan Han termanifestasi dengan sendirinya dalam kehidupan masyarakat Korea secara lebih luas. Spirit kerjasama yang telah berakar kuat dalam tradisi orang Korea itu memainkan peranan yang sangat penting, terutama ketika masyarakat berupaya mengatasi krisis nasional. Dalam naskah klasik China berjudul “San Kuo Chih� disebutkan; “orang Chinhan (maksudnya adalah orang Korea) saling menyebut satu sama lain dengan istilah Toh (Si-kyong, 1945). Toh dalam pengertiannya semula adalah asosiasi kerjasama atau menunjuk pada sebuah hidup di pedesaan yang dilandasi oleh spirit kerjasama. Selanjutnya, arti istilah itu digambarkan secara lebih konkrit oleh seorang profesor Jerman bernama Andre Eckardt dalam bukunya berjudul “How I Saw Korea� dengan mengungkapkan kenyataan bahwa terdapat perbedaan antara orang Korea dengan orang Eropa dalam menggunakan sekop ketika menggali tanah. Orang Eropa menggunakan sekop seorang diri, sementara pekerjaan menggali tanah dengan menggunakan sekop di Korea seringkali dalam bentuk tim yang terdiri atas dua atau tiga orang. Dalam bentuk tim ini, seseorang di antara mereka memegang sekop, sedangkan dua yang lain merenggut ujung tali yang terikat pada alas sekop. Kenyataan itu sangat mengagumkan bagi profesor Jerman karena gerakan

41


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

dan pikiran ketiga orang itu seolah-seolah menampakkan pekerjaan yang dilakukan oleh satu orang (Choi Ki-chul, 1993).

Dimensi Harmoni Gagasan tentang harmoni dapat ditemukan sumbernya dari naskah-naskah klasik Korea seperti Cheonbukyeong dan Sam-il-shin-go yang keduanya berarti naskah Korea. Dalam naskah klasik yang lain, seperti Hwan-dan-gogi dinyatakan bahwa manusia pada dasarnya adalah produk dari prinsip harmoni (Lee Sang-oak, 2008). Hasil refleksi atas makna yang dikandung naskah-naskah klasik itu lebih jelas tercermin dalam mentalitas dan budaya orang Korea, tidak terkecuali dalam bahasa Korea. Berdasarkan pada logika kesatuan, filsafat Han dalam bahasa Korea terwujud dalam kehidupan yang penuh dengan keragaman dan terpadu. Yin dan yang, dua kutub penyusun, Hangeul adalah sebuah keragaman yang timbul akibat adanya perbedaan. Namun, setajam apapun keragaman dan perbedaan itu, justru kehidupan masyarakat Korea menemukan corak khasnya sebagai kehidupan yang sarat makna. Kehidupan yang harmonis ditunjukkan secara konsisten oleh para Hwarang (ksatria muda terdidik) di zaman dinasti Silla. Pertimbangan-pertimbangan rasional selalu menyertai perilaku moral mereka. Catatan sejarah dalam Samguksagi memperjelas bagaimana metode pendidikan bagi para Hwarang yang menggunakan pertimbangan-pertimbangan moral itu sebagai berikut; “dalam mengolah pikiran dan melatih sikap para Hwarang, prinsip-prinsip moral selalu digunakan, dan seringkali mereka dipuaskan dengan alunan musik, serta dikagumkan dengan keindahan pengunungan dan sungai-sungai� (Choi Min-hong, 1986). Pemuasan dengan alunan musik dimaksudkan agar selain mereka mencintai musik, juga agar mereka dapat hidup dengan emosi kejiwaan yang baik. Kagum pada keindahan pegunungan dan sungai-sungai dimaksudkan agar mereka mencintai tanah air mereka dengan sepenuh hati. Terdapat lima perilaku moral utama dan tiga spirit keindahan yang dilatihkan kepada para Hwarang. Lima perilaku moral utama yang dimaksud adalah; 1) Setialah pada raja; 2) patuhlah pada kedua orangtua; 3) jadilah orang terpercaya bagi temanmu; 4) jangan mundur dalam suatu pertempuran; dan 5) jangan membunuh tanpa alasan yang baik. Sedangkan tiga spirit keindahan adalah; 1) rendah hati walaupun lebih muda; 2) hemat walaupun kaya; dan 3) merunduk walaupun memiliki posisi tinggi. Melalui pengolahan pikiran dan pelatihan itu, tampak bahwa logika kesatuan yang mencakup seluruh realitas beragam dalam masyarakat Korea terbukti telah dipraktekkan oleh para Hwarang. Dalam kenyataannya pun, para

42


Hwarang hidup dalam harmoni yang memadukan moralitas, emosi, dan hasrathasrat yang mereka miliki. Singkatnya, dapat dinyatakan bahwa seluruh aspek kehidupan orang Korea diwarnai oleh harmoni. Tidak terkecuali, seni tradisional juga dilandasi oleh prinsip harmoni ini. Musik dan tari tradisional Korea termasuk bidang seni yang paling dekat dengan harmoni. Berbasis pada logika “satu yang dua” dan “dua yang satu”, kedua seni tradisional ini senantiasa berada berdampingan. Karakter musik vokal dan tari sangat khas diwarnai oleh harmoni yang sama sekali tidak menampakkan kontradiksi dan pertentangan. Senandung lagu yang dinyanyikan dan gerak yang ditampilkan semakin mempertegas corak dan warna harmoni itu. Oleh sebab itu, secara tipikal, musik Korea secara jelas mengandung makna harmoni, yaitu bahwa musik dan tari merupakan dua hal yang berbeda namun keduanya terikat dalam sebuah irama yang seimbang. Musik dan tari itu berhubungan secara erat bagaikan dua sayap dari seekor burung. Kesatuan yang tak dapat dipisahkan dari kedua sayap burung adalah gambaran yang nyata bahwa di dalam seni tradisional Korea terkandung logika harmoni yang menegakan prinsip “yang satu adalah dua” dan “ yang dua adalah satu”. Musik tradisional korea diklasifikasi menjadi tiga kategori yaitu musik istana, musik klasik, dan musik upacara. Masing-masing musik ini secara sempurna mengalunkan nada harmoni dengan tari istana, tari klasik, dan tari upacara secara timbal balik. Keserasian musik dengan tari ini menunjukkan bahwa antara musik dan tari istana, musik dan tari klasik, serta musik dan tari upacara adalah sebuah harmoni yang lahir dari filsafat Han dan menghadirkan prinsip kesatuan yang total.

Dimensi Penyatuan Berdasarkan prinsip filosofis Han, unsur-unsur yang membangun bahasa Korea terhubungkan antara yang satu dengan yang lainnya secara organis. Apapun bentuk heterogenitas yang ada dalam bahasa Korea, dari simbol, nada, dan kata, semua itu dapat disatukan. Prinsip penyatuan, menurut filsafat Han berarti penyeragaman. Dalam hal ini, penyatuan menyangkut keberadaan bersama secara total. Tujuan prinsip penyatuan tidak lain adalah untuk menata, bukan untuk merusak dua kutub yang saling berlawanan, namun menyatukannya dalam satu kesatuan secara utuh. Oleh karena itu, bahasa Korea yang termasuk bahasa alfabetis, artinya tersusun berdasarkan sistem alfabet (berbeda dengan bahasa China), jika dipandang dari prinsip penyatuan memang menampakkan pertentangan. Namun justru dengan prinsip penyatuan yang diartikan sebagai penyeragaman, pada akhirnya perbedaan itu menampakkan keseragaman.

43


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

Logika penyatuan yang bersumber dari dua hal yang bertentangan, namun menuju kepada satu kesatuan yang seragam adalah prinsip filsafat Han. Dalam konteks “logika kesatuan�, bahasa Korea mengikuti alur kesatuan dan meniadakan perlawanan atau pertentangan. Berdasarkan logika ini, bahasa Korea dapat disebut sebagai bahasa yang menganut prinsip penyatuan, yaitu bahwa jika terdapat dua atau lebih hal yang berlawanan dalam bahasa Korea, maka semua itu saling melengkapi, bukan saling meniadakan. Jikapun prinsip peniadaan diperlukan, maka prinisp tersebut dimaksudkan sebagai upaya menggabungkan dua hal menjadi satu, seperti pernyataanpernyataan berikut ini; a) Rohani dan jasmani adalah dua hal yang secara kebetulan sama; b) Pikiran dan tubuh merupakan dua hal yang sama; c) Pengertian dan tindakan adalah dua hal yang konsisten; d) Subyek dan obyek adalah dua hal yang disatukan; e) Dalam dan luar adalah dua hal yang menyatu. Logika penyatuan menunjukkan sebuah tingkat peningkatan, bukan penurunan atau pengurangan yang berdampak pada penyingkiran atau penghilangan. Ketika dilakukan peniadaan atas sesuatu maka yang terjadi sebetulnya adalah peniadaan dua hal; antara dua hal yang berbeda. Dalam hal itu, mesti dipahami bahwa yang terjadi adalah penegasan, yaitu apa yang disebut sebagai penyatuan. Lebih jauh lagi, sagasan tentang penyatuan dapat dipandang sebagai sebuah jembatan yang menghubungkan dua hal yang bertentangan. Secara simbolik dapat dikatakan bahwa fungsi jembatan itu adalah untuk menemukan cara yang tepat sehingga dua hal yang bertentangan dapat disatukan. Fungsi jembatan bukanlah untuk mencari jalan yang sekedar dimaksudkan untuk menghubungkan dua hal yang bertentangan. Hubungan yang dimaksud dalam prinsip penyatuan bersumber dari luar, sedangkan esensi penyatuan berangkat dari penyatuan dua hal yang berada pada dua tingkat yang lebih tinggi secara kualitatif. Sumber prinsip penyatuan, atau logika kesatuan itu sesungguhnya berasal dari naskah klasik Cheonbugyeong yang berisi pembentukan mentalitas orang Korea dan menjadikan pemikiran filosofis Buddhisme sebagai rujukan. Gagasan penyatuan Buddhisme itu tercatat berasal dari era tiga kerajaan, yaitu Goguryeo, Baekje, dan Silla. Gagasan itu masih berpengaruh hingga saat ini. Oleh karena itu, prinsip penyatuan dalam filsafat Han sebetulnya telah berkembang sejak zaman kekuasaan San Lun yang berasal dari sekte Seng Lang (413-491), seorang biksu dari dinasti Goguryeo.

44


Dimensi-Dimensi Filosofis Bahasa Korea

Adapun dalam pemikiran filsafat Buddhisme, prinsip penyatuan dikembangkan oleh pendeta Won Hyo dari dinasti Silla. Lebih lanjut, ajaran penyatuan menurut pemikiran filsafat Buddhisme diperkenalkan oleh seorang biksu yang sangat terkenal bernama Dae Kak dan Bo Kuk (Choi Ki-chul, 1993). Pemikiran penyatuan dalam agama-agama bangsa Korea juga telah terjadi pada akhir kekuasaan dinasti Joseon. Secara singkat, dapat dikatakan bahwa perkembangan prinsip penyatuan itu menunjukan kemajuan dalam setiap periode pemerintahan dan kerajaan bangsa Korea. Dengan pernekanan pada gagasan penyatuan menurut filsafat Buddhisme, Won Hyo secara logis menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan penyatuan tersebut adalah logika Hwa Jeng atau harmonisasi dari Han yang saling bertentangan. Hwa artinya penyatuan dari adanya perbedaan antara kebenaran dan kesalahan yang terkandung dalam sesuatu, sedangkan Jeng berarti sebuah pernyataan untuk mengembangkan teori-teori yang berbeda menuju tingkat yang lebih tinggi. Karena itu, logika Hwa Jeng merupakan logika yang mengandung unsur-unsur dialektis.

Penutup Jika manusia dipandang sebagai sarana perjumpaan bagi seseorang terhadap orang lain dan merupakan kondisi yang tak terhindarkan, maka bahasa Korea adalah juga sarana perjumpaan bagi setiap konsonan dan vokal yang tidak mungkin dielakkan. Bahasa Korea terbentuk sedemikian rupa agar setiap huruf terjalin di atas prinsip relativitas, kerjasama, harmoni, dan penyatuan. Hangeul adalah medium komunikasi yang merajut kebersamaan dalam hidup bangsa Korea. Setiap elemen dalam bahasa Korea saling menopang, bukan saling berkompetisi dan mengisolasi atau mengingkari oleh yang satu terhadap yang lain. Seperti halnya watak manusia yang ditakdirkan untuk hidup salaing membantu dan dibantu dalam menjalani kehidupan, maka melalui logika dalam filsafat Han, Hangeul bereksistensi dengan daya guna dan makna yang sangat dalam bagi kehidupan bangsa Korea secara umum. Dalam konteks kehidupan modern, logika kebersamaan filsafat Han mendobrak dan meruntuhkan segala diskriminasi yang terjadi akibat ekslusivitas penggunaan huruf dan tulisan China di masa lalu. Secara singkat dapat dinyatak bahwa dimensi-dimensi filsafat bahasa Korea yang mencerminkan prinsip relativitas, kerjasama, harmoni, dan penyatuan dilandasi oleh prinsip logis dari sistem dan nilai filsafat Han. Hingga di era modern, meskipun bahasa Korea “dipaksa� untuk beradaptasi dengan tuntutan modernitas, namun dimensi-dimensi itu tidak mengalami perubahan, atau dihilangkan.

45


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

Bahkan prinsip-prinsip yang membangun seluruh dimensi kefilsafatan dalam bahasa Korea memperkuat identitas bangsa Korea sebagai bangsa yang unik dan dengan filsafat kehidupan yang juga berkarakter khas. Peniadaan atau pengingkaran terhadap prinsip-prinsip filsafat Han dari bahasa Korea berarti juga menjauhkan bahasa Korea dari identitas orang Korea sebagai pemilik bahasa yang paling otentik. Penulis: Mukhtasar Syamsuddin Ph.D. (Hankuk University of Foreign Studies, Korea), Dekan Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada E-mail: estar_syam@hotmail.com

Daftar Pustaka Bahm, Archie, J., 1995. “Korean Philosophies”, dalam the Society of Korean Philosophy Journal, vol. 22, Seoul; Hanguk Cheorak Yeongu. Choi, Ki-chul.1993. The Principle of Han Philosophy, dalam the Society of Korean Philosophy Journal, vol. 22, Seoul: Hanguk Cheorak Yeongu. Choi, Min-hong. 1984. Han Philosophy, Seoul: Seongmoon Sa. Chu, Si-kyeong. 1945. Joseono Moonjeon Eumhak, Seoul: Jung Eum Sa. Editorial Board of Diamond Sutra Recitation Group. 1989. King Sejong the Great, Seoul; Gil Myoung-soo Publisher. Kalton, Michael C. 1988. To Become a Sage, New York: Columbia University Press. Kim, Heong-taek. 1956. Dangun Cheolhak Sugi, Seoul. Kim, Yersu. 2004. “Foreword” dalam Lee Seung-hwan et.al., Korean Philosophy; Its Tradition and Modern Transformation, Seoul, Korea: Hollym Corporation. _____________, 1986. A Modern History of Korean Philosophy, Seoul: Seongmoon Sa. Lee, Sang-oak. 2008. Korean Language and Culture, Seoul: Sotong.

46


BAB III MENELUSURI BAHASA KOREA

47


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

48


Mengenal Bahasa Korea

MENGENAL BAHASA KOREA Tri Mastoyo Jati Kesuma (Gadjah Mada University, Indonesia)

(국문요약) “한국어는 어떤 언어인가” 한국어와 한국어의 문자인 한글을 이해하는 것은 대단히 중요하다. 단지 하나의 외국어로서 이미 인도네시아에서 많이 발견되기 때문만이 아니다. 한국의 국제적인 위상에 따라 인도네시아에 다양한 형태의 한국문물이 전파되고 있기 때문인데, 한국어와 한글을 이해하면 보다 용이하게 이들을 쉽게 이해하고 활용할 수 있게 될 것이다.

Pendahuluan Pada saat ini, makanan dan produk-produk Korea telah banyak dijumpai di Indonesia. Makanan dan barang-barang itu biasanya berlabel dan berketerangan dalam bahasa atau huruf Korea. Label dan keterangan itu tidak akan dapat dipahami jika konsumen tidak mengerti bahasa Korea. Oleh karena itu, agar dapat memahami label dan keterangan itu, mengenal bahasa Korea sangat diperlukan. Tulisan sederhana yang sangat jauh dari sifat ilmiah ini dimaksudkan untuk memperkenalkan bahasa Korea. Ada dua hal yang akan diperkenalkan, yaitu abjad Korea be­serta cara penulisannya dan struktur kalimat dasar dalam bahasa Korea.

Mengenal Abjad Korea dan Cara Penulisannya Bangsa Korea menggunakan alfabet yang disebut Hangeul. Hangeul ini dianggap sebagai salah satu alfabet yang sangat efisien di dunia dan mendapat pujian bulat dari para ahli bahasa berkat keunggulan dan bentuk ilmiahnya (Korean Heritage Series 1:3). Abjad ini diciptakan oleh Raja Sejong pada Dinasti Joseon (1392-1910). Abjad Korea ini diumumkan pada tanggal 9 Oktober 1446 dengan nama Hunninjeongeum yang secara literal berarti “mendidik rakyat dengan abjad yang benar” (Korean Heritage Series 1:3; Yang, 1995:28). Ketika diciptakan, abjad Hangeul terdiri atas 17 konsonan dan 11 vokal (Yang, 1995:29). Namun, dalam perkembangan kemudian, yaitu setelah mengalami beberapa kali perubahan, abjad Hangeul berjumlah 40 huruf (Lee dkk.,

49


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

1993:3; Yang, 1995:29). Dari 40 huruf abjad Hangeul itu, 24 huruf merupakan huruf dasar (basic letters) dan sisanya, yaitu 16 huruf, merupakan gabungan huruf dasar (compounds of the basic letters) (Lee dkk., 1993:3). Huruf dasar yang berjumlah 24 huruf itu terdiri atas 10 vokal dan 14 konsonan (문화관광부, 2000:22-24; Yang, 1995:31). Vokal Dasar Hangeul

Baca

Romanisasi

a

a

eo

eo

o

o

u

u

eu

eu

i

i

ae

ae

e

e

oe

oe

wi

wi

Konsonan Dasar Hangeul

50

Baca

Romanisani

kiyeok

g

nieun

n

tigeut

d

rieul

l, r

mieum

m

pieup

b

siot

s

ieung

ng

jieut

j

chi’eut

c

khieuk

kh

thieut

th

phieut

ph

hieut

h


Mengenal Bahasa Korea

Hangeul sisanya, yaitu 16 huruf, terdiri atas 11 gabungan vokal dan 5 konsonan rangkap berikut. Gabungan Vokal Hangeul

Baca/Romanisasi

ya

yeo

yo

yu

yae

ye

wa

wae

wo

we

ui

Konsonan Rangkap Hangeul

Baca

Nilai

s’ang kiyeuk

k

s’ang tigieut

t

s’ang pieup

p

s’ang siot

ss

s’ang chieut

c

Abjad Hangeul ditulis dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan (Lee dkk., 1993:4). Berdasarkan kaidah itu, dapat dikemukakan pola-pola penulisan Hangeul sebagai berikut. a. Hangeul yang ditulis dari atas ke bawah: ㅣ :i ㅅ :s ㅆ :s b. Hangeul yang ditulis dari kiri ke kanan: ㅡ : eu c. Hangeul yang ditulis dari atas ke bawah yang dilanjutkan dari kiri ke kanan: ㅏ :a ㅑ : ya

51


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

ㅗ :o ㅂ :b ㄴ :n ㅃ :p

d.

e.

f.

g.

h.

i.

52

Hangeul yang ditulis dari kiri ke kanan yang dilanjutkan dari atas ke bawah: ㅓ : eo ㅔ :e ㅖ : ye ㅜ :u ㅠ : yu ㅟ :wi ㄱ :g ㄲ :k Hangeul yang ditulis dari kiri ke kanan yang dilanjutkan dengan kombinasi dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan: ㄷ :d ㄸ :t ㅍ : ph ㅋ : kh Hangeul yang ditulis dengan kombinasi dari kiri ke kanan yang diteruskan dari atas ke bawah dan dilanjutkan dengan kombinasi dari kiri ke kanan dan dari atas ke bawah: ㅝ : wo ㅞ : we Hangeul yang ditulis dengan kombinasi dari kiri ke kanan dan dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan serta kombinasi dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan: ㄹ : l, r Hangeul yang ditulis dari kiri ke kanan serta dari kiri ke kanan yang dilanjutkan dengan kombinasi dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan: ㅌ : th Hangeul yang ditulis dengan kombinasi dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan yang dilanjutkan dengan kombinasi dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan: ㅘ : wa


Mengenal Bahasa Korea

j.

k. l.

Hangeul yang ditulis dengan kombinasi dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan yang dilanjutkan dengan kombinasi dari atas ke bawah, dari kiri ke kanan, dan dari atas ke bawah: ㅙ : wae Hangeul yang ditulis dari atas melingkar ke kanan: ㅇ :h Hangeul yang ditulis dengan kombinasi dari kiri ke kanan dan dari atas melingkar ke kanan: ㅎ : ng (N)

Mengenal Kalimat dalam Bahasa Korea Dalam Ihm dkk. (1988:3) ditunjukkan bahwa dalam bahasa Korea terdapat empat tipe kalimat dasar berikut. Tipe

Struktur

Contoh

Tipe I

Subjek + Predikat Nomina + 이다 주어 서술격 조사

이것은 책 이다 ini buku adalah ‘Ini adalah buku’ 철수는 학생 이다 Chulsoo murid adalah ‘Chulsoo adalah murid’

Tipe II

Subjek + Verba Adjektival (V. Deskriptif) 주어 허용 동사

날씨가 좋다 cuaca bagus ‘Cuaca bagus’ 하늘이 푸르다 langit biru ‘Langit biru’

Tipe III

Subjek + Verba Tindakan Intransitif 주어 동작 자동사

자동차가 달린다 mobil sedang lari ‘Mobil lari’ 꽃이 피다 bunga sedang berbunga ‘Bunga bermekaran’

Tipe IV

Subjek + Objek + Verba Tindakan Transitif 주어 목적어 동작 타동사

철수가 책을 읽는다 Chulsoo buku membaca ‘Chulsoo membaca buku’ 아이가 사과를 먹는다 anak apel makan ‘Anak makan apel’

53


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

Tipe-tipe kalimat dasar tersebut oleh Ihm dkk. (1988:4) dirinci kembali menjadi sebagai berikut. 1. 하늘 + Nomina

이 partikel nominal Subjek

푸르 + 다 verba dasar akhiran terminatif Predikat

2. 자동차 + Nomina

가 partikel nominal Subjek

달리 + ㄴ다 verba dasar akhiran terminatif Predikat

3. 철수 + 가 책 + 을 읽 + 는다 Nomina partikel nominal nomina partikel objek verba dasar akhiran terminatif Subjek Objek Predikat

Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa kalimat dalam bahasa Korea dapat dikenali melalui pola urutan penempatan unsur-unsur pembentuk kalimat. Dalam bahasa Korea, Predikat, yaitu kata yang menyatakan tindakan atau keadaan, selalu terletak di akhir kalimat. Jika kalimat terdiri atas dua unsur, yaitu Subjek dan Predikat, struktur demikian berlaku pula pada bahasabahasa lain, seperti bahasa Indonesia dan Inggris, misalnya. Namun, jika unsurnya terdiri atas Subjek, Predikat, dan Objek, pola susunan dalam bahasa Korea dengan bahasa Indonesia dan Inggris berbeda. Dalam bahasa Indonesia dan Inggris akan terbentuk pola urutan Subjek + Predikat + Objek, sedangkan dalam bahasa Korea terlahirkan pola urutan Subjek + Objek + Predikat. Jadi, dalam bahasa Korea, Predikat selalu terletak di akhir kalimat. Letak Predikat di akhir kalimat menimbulkan konsekuensi bahwa unsur pembentuk kalimat yang lain, yaitu Subjek dan Objek, harus berpenanda. Subjek ditandai dengan partikel nominal, sedangkan Objek ditandai dengan partikel objek. Partikel penanda Subjek adalah 이 atau 가, sedangkan partikel penanda Objek adalah 을. Contoh: (1) 이것이 철수의 책이다 ‘Ini buku Chulsoo.’ Subjek + penanda 이 (2) 철수가 새 모자를 산다 ‘Chulsoo membeli topi baru.’ Subjek + penanda 가 (3) 나는 아침에 신문을 읽습니다 ‘Dia menyukai olahraga.’ Objek + penanda 을 Predikat pun memiliki penanda terminatif. Penanda Predikat itu dapat berupa 이다 jika kalimatnya berupa kalimat berita (lihat contoh (1)-(3)). Penanda Predikat itu dapat pula 요 dan 까 atau 세요 jika kalimatnya merupakan kalimat tanya atau kalimat perintah. Contonya sebagai berikut.

54


Mengenal Bahasa Korea

(4) 그 분이 누구예요? (5) 누가 시장에 갑니까? (6) 뒤로 가세요

‘Siapa orang itu?’  kalimat tanya ‘Siapa pergi ke pasar?’  kalimat tanya ‘Silakan pergi kebelakang’ kalimat perintah

Penutup Mengenal bahasa Korea sangat bermanfaat untuk dapat memahami tulisan yang tertera pada makanan atau barang-barang produk Korea yang telah merambah di gerai-gerai di Indonesia. Yang mula-mula perlu dikenal adalah abjad dan pola kalimatnya. Pemahaman kedua hal itu berguna untuk dapat membaca tulisan dalam bahasa Korea. Penulis: Tri Mastoyo Jati Kesuma Calon Doktor dan dosen senior Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada selaku Ketua Jurusan Prodi Korea. E-mail: tri_mastoyo@yahoo.com

Daftar Pustaka Ihm, Ho Bin dkk. 1988. Korean Grammar for International Leaners. Seoul: Yonsei University Press. Korean Overseas Information Service. Korean Heritage Series 1: Hangul The Korean Alphabet. Lee, Sang-oak dkk.1993. Korean through English. Seoul: Ministry of Culture and Sports. Munhwagwagwangbu. 2000. Romaca Phyokipeop Ireoke Bakwiosemnida. Gukripgukeoyeonkuwon. Yang, Seung Yoon. 1995. Seputar Kebudayaan Korea. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

55


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

56


Karakteristik Struktur Bahasa Korea

Karakteristik Struktur Bahasa Korea Yuliawati Dwi Widyaningrum (Universitas Gadjah Mada, Indonesia)

(국문요약) “한국어 문장구조의 특징” 한국어는 기본적으로 주어, 동사, 목적어의 어순을 갖고 있는 언어이다. 동사는 문장의 핵심 요소로서 기본 구조에서 문장(文章)의 끝 부분에서 나타난다. 서술어 앞에 위치하는 다양한 종류의 조사는 문법적, 어휘적 의미를 지니며, 명사적 역할을 한다. 또 하나 중요한 한국어의 문법 요소는 어미(語尾)인데, 서술어에 어떤 어미가 첨가되느냐에 따라 화자(話者)의 의도와 문장의 종류, 문장의 유형이 결정된다. 이 밖에도 한국어의 특징으로 높임말 체계를 들 수 있다.

Pendahuluan Hangugeo, atau bahasa Korea adalah bahasa yang dipakai oleh bangsa yang berdiam di Semenanjung Korea, yaitu bangsa Korea. Meskipun wilayah Semenanjung Korea tidak begitu luas, pengguna bahasa yang dipakai sebagai bahasa resmi di negara Korea Selatan dan Korea Utara ini, lambat laun semakin menunjukkan peningkatan dalam segi jumlah. Berdasarkan data yang ada, sebanyak 73 juta orang di Semenanjung Korea, kurang lebih 50 juta di Korea Selatan dan 23 juta orang di Korea Utara menggunakan bahasa Korea sebagai bahasa ibu. Di luar kedua negara tersebut, sebanyak 1.606.000 orang keturunan Korea yang tinggal di Amerika Serikat, 194.000 orang di China, 690.000 orang di Jepang, dan 500.000 orang di Rusia beserta beberapa negara bekas Soviet lainnya secara aktif menggunakan bahasa Korea sebagai bahasa kedua dalam berkomunikasi. Bahkan, saat ini ditengarai komunitas pemakai bahasa ini makin meluas dengan menyebar ke Amerika Selatan, Australia dan banyak negara lainnya. Keberhasilan ekonomi dan kepentingan politik di dunia menjadikan bahasa Korea kini makin banyak diajarkan sebagai bahasa kedua di beberapa negara. Atas dasar luas jangkauan wilayah pemakaian beserta banyaknya penutur yang menggunakannya, saat ini bahasa Korea menduduki peringkat ke 13-15 sebagai bahasa yang paling banyak digunakan di seluruh dunia (Lee, 2008: 21).

57


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

Sejak akhir abad 19 hingga sekarang, asal mula bahasa Korea masih menjadi perdebatan di kalangan akademisi. Terdapat dua teori mengenai asal usul bahasa Korea. Sebagian ahli bahasa mengklasifikasikan bahasa Korea ke dalam rumpun bahasa Jepang. Hal ini disebabkan secara struktural banyak ditemukan kesamaan di antara keduanya. Namun demikian, G.J. Ramstedt, yang kemudian diikuti oleh Poppe (1960) serta beberapa linguis lainnya mengklasifikan bahasa Korea sebagai bahasa dalam rumpun Altaik. Pengelompokan ini dilatarbelakangi ditemukannya kesamaan ciri-ciri tata bahasa dan sistem fonetik yang sistematik di antara bahasa Korea dengan bahasa Turki, Mongol, dan bahasa Manchu-Tungus, tiga bahasa yang telah terlebih dahulu diidentifikasikan sebagai rumpun Altaik (Sohn, 2001: 18). Meskipun masyarakat Korea berbicara dengan menggunakan bahasa yang sama, yaitu bahasa Korea, namun bahasa Korea yang dianggap standar dan baku adalah bahasa Korea yang dipakai di daerah Ibu Kota, Seoul. Selain bahasa Korea baku, sebetulnya dalam bahasa Korea dikenal pula beragam dialek. Di antara aneka dialek tersebut, 8 dialek dianggap paling terkenal, yaitu dialek Provinsi Gyeonggi, Gangwon, Chungcheong, Jeolla, Gyeongsang, Pyeongan, Hamgyeong dan dialek Pulau Jeju. Naik turunnya intonasi dan digunakannya akhiran-akhiran tertentu yang menggantikan akhiran-akhiran bentuk baku banyak menandai dialek-dialek ini.

Jenis Kata Sebuah kalimat atau tuturan, tersusun atas satu atau lebih kata-kata yang membentuk satu kesatuan. Berdasarkan keistimewaan yang dimilikinya, kosakata dalam bahasa Korea diklasifikasikan ke dalam sembilan jenis. Kesembilan jenis kata tersebut meliputi, 1. Nomina/kata benda 2. Pronomina/kata ganti 3. Numeralia/kata bilangan 4. Verba/kata kerja 5. Ajektifa/kata sifat 6. Adnominal/kata atau kelompok kata yang menerangkan nomina 7. Adverbia/kata yang menerangkan verba atau ajektifa 8. Kata seru 9. Partikel/pewartas Klasifikasi kata dalam bahasa Korea menjadi sembilan kategori seperti tersebut di atas ditentukan berdasarkan kriteria maknanya. Namun demikian, karena dianggap memiliki fungsi yang berbeda dari adnominal dan adverbia,

58


Karakteristik Struktur Bahasa Korea

maka kata seru dalam bahasa Korea dianggap sebagai bentuk yang independen. Dalam bahasa Korea verba atau kata kerja dibagi ke dalam dua jenis, yaitu 동작동사 (dongjak dongsa) ‘verba aksi’ dan 상태동사 (sangtae dongsa) atau ‘verba deskriptif/keadaan’. Verba aksi merupakan verba untuk mengekspresikan gerakan atau aksi, seperti 가다(gada) ‘pergi’, 마시다 (masida) ‘minum’, dan 하다 (hada) ‘melakukan’. Jenis verba yang kedua, yaitu verba deklaratif adalah verba yang mendeskripsikan keadaan suatu benda atau suatu hal, misalnya 크다 (keuda) ‘besar’, 춥다 (chupta) ‘dingin’, dan 아름답다 (areumdapta) ‘indah’. Bila disandingkan dengan bahasa Indonesia, maka verba aksi setara dengan verba, sedangkan verba deskriptif sepadan dengan ajektiva atau lebih dikenal dengan istilah kata sifat. Bila dikaji lebih lanjut, berdasarkan makna yang dibawa oleh masingmasing kata, maka kesembilan kata dalam bahasa Korea tersebut dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kata penuh dan kata tugas. Kata penuh merupakan kata yang mempunyai makna leksikal penuh dan dapat dengan bebas berdiri sendiri, seperti kata 사람(saram) ‘orang’ dan 모자(moja) ‘topi’. Dengan kata lain kata penuh merupakan kata yang memiliki makna yang sesungguhnya. Sebaliknya kata tugas adalah kata yang tidak mengandung makna leksikal. Partikel atau pewartas seperti 에 (e) ‘ke/di’, 로 (ro) ‘ke/dengan’ dan aneka jenis akhiran dalam bahasa Korea, seperti ~고 있다 (~go itta) dan ~겠다 (getta) merupakan kata jenis ini. Partikel dan akhiran dalam bahasa Korea tidak dapat melahirkan makna sendiri. Keduanya memiliki makna dalam hubungan gramatikal. Untuk lebih jelasnya akan diterangkan kemudian. Dilihat dari bentuknya, sebagian kata dalam bahasa Korea mengalami perubahan bentuk, sedangkan sebagian yang lainnya tidak. Verba dan ajektifa merupakan jenis kata yang pertama serta kata benda dan modifikator merupakan jenis yang kedua. Verba (1) dan ajektiva (2) di bawah merupakan contoh kata yang mengalami perubahan. (1) 하다 → 하고, 하니, 한 Hada hago hani han (2) 덥다 → 덥고, 더운, 더위 Deobta deobko deoun deowi Berdasarkan kedudukannya dalam kalimat, verba 하다(hada) yang bermakna ‘melakukan’, dapat diubah menjadi 하고(hago), 하니(hani), 한 (han) dan yang lainnya. Begitu juga ajektifa 덥다(deobta) ‘panas’, berdasarkan maksud tertentu bisa diubah menjadi 덥고 (deobko), 더운 (deoun), 더위 (deowi)

59


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

dan lain sebagainya. Perubahan bentuk pada verba dan ajektifa tersebut menunjukkan adanya suatu hubungan gramatikal tertentu. Di lain sisi, kata 가방 (kabang) ‘tas’, 나무 (namu) ‘pohon’ dan 사과 (sagwa) ‘apel’ merupakan contoh kata yang tidak mengalami perubahan bentuk. Merujuk pada peran atau fungsi yang disandang oleh sebuah kata dalam satuan sintaksis yang lebih luas, misalnya dalam sebuah kalimat, maka kata dalam bahasa Korea dapat digolongkan menjadi dua. Sebagai kata yang memiliki peran atau fungsi ganda dan sebagai kata yang hanya memiliki satu fungsi saja. Nominal, atau kata-kata yang berhubungan dengan nomina, termasuk nomina, pronomina, dan numeralia termasuk jenis kata yang memiliki fungsi ganda. Kemudian, adnominal, yaitu kata atau kelompok kata yang menerangkan nomina dan adverbia, kata-kata yang menerangkan verba hanya memiliki satu fungsi. Adnominal dan adverbia ini disebut modifikator atau pemeri. Lewat tabel berikut, dapat dilihat pembagian jenis kata dalam bahasa Korea berdasarkan kriteria-kriteria yang telah disebutkan sebelumnya. Tabel 1. Klasifikasi Jenis Kata dalam Bahasa Korea Standar Pembagian

Kata Penuh

Fungsi

Kata Tugas

Modifikator

Bentuk

Nominal

Verbal

Makna

Nomina Pronomina Numeralia

Verba Ajektifa

Adnominal Adverbia

Kata Seru

Partikel

(Ihm, 2009: 3 & 4)

Karakteristik Struktur Bahasa Korea Dilihat dari kaidah-kaidah gramatikalnya, bahasa Korea memiliki beberapa karakteristik yang berbeda dengan bahasa Indonesia, bahasa Inggris, bahasa China dan beberapa bahasa lainnya. Bila bahasa Indonesia, maupun bahasa Inggris dan China berstruktur subjek-verba-objek (SVO), maka struktur kalimat dalam bahasa Korea adalah subjek-objek-verba (SOV). Dari struktur SOV tersebut, nampak bahwa verba menduduki posisi paling akhir dalam kalimat bahasa Korea. Oleh karena itu, kalimat ‘Ayah membaca koran’, bila diterjemahkan ke dalam bahasa Korea menjadi ‘Ayah koran membaca’. Hal ini dikarenakan verba ‘membaca’ yang berfungsi sebagai predikat harus diletakkan pada akhir kalimat. Begitu pula kata ‘pergi’ pada kalimat ‘ Tuti pergi ke Surabaya’. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Korea, maka akan berposisi sebagai penutup kalimat, ‘Tuti Surabaya ke pergi’.

60


Karakteristik Struktur Bahasa Korea

Sebagaimana bahasa-bahasa yang lainnya, sebagai predikat, verba merupakan pusat dari sebuah kalimat. Karena posisi predikat dalam bahasa Korea selalu ada di belakang, maka dapat dikatakan bahwa dalam bahasa Korea bagian belakang merupakan bagian yang penting. Oleh karena itu, makna dari suatu kalimat yang lengkap/baku baru akan diketahui dengan jelas setelah seluruh unsur kalimat selesai dinyatakan. Berdasarkan suatu maksud, asal dilekatkan sebelum verba, unsur-unsur kalimat dapat saling dipindahposisikan. Namun demikian, aturan ini tidak berlaku bagi verba atau predikat. Berikut, contoh kasus pemindahposisian unsur kalimat yang mungkin terjadi dalam sebuah kalima bahasa Korea. (3) 아나씨 가 서점 에서 사전 을 샀다. Ana ssi- ga seojeom - eso sajeon - eul satta Ana - partikel toko buku - di kamus - partikel membeli Subjek Ket. tempat Objek Verba/Predikat (4) 아나씨 가 사전 을 서점 에서 샀다. Ana ssi- ga sajeon - eul seojeom - eso satta Ana - partikel kamus -partikel toko buku - di membeli Subjek Objek Ket. tempat Verba/Predikat (5) 서점 에서 아나씨 가 사전 을 샀다. Seojeom - eso Anna ssi - ga sajeon - eul satta. Toko buku -di Anna -partikel kamus -partikel membeli Ket. tempat Subjek Objek Verba/Predikat (6) 사전 을 아나씨 가 서점 에서 샀다. Sajeon-eul Ana sii - ga seojeom - eso satta Kamus-partikel Ana -partikel toko buku - di membeli Objek Subjek Ket. tempat Verba/Partikel Kalimat (3), (4), (5) dan (6) selain memiliki empat unsur yang sama, yaitu subjek ‘Ani’, verba atau predikat ‘ membeli’, objek ‘kamus’, dan keterangan tempat ‘toko buku’, juga memiliki makna yang sama, yakni Ani membeli kamus di toko buku. Yang membedakan adalah urutan dari unsur-unsur kalimat tersebut membentuk struktur yang berbeda. Kalimat (3) berstruktur SKOV, kalimat (4) SOKV, kalimat (5) KSOV, dan kalimat (6) OSKV. Terlihat bahwa unsur subjek, objek dan keterangan tempat memiliki keleluasaan dalam peletakkan, bisa di depan, di tengah maupun diletakkan di posisi kedua dari belakang. Sebaliknya verba atau predikat selalu diletakkan paling belakang. Dengan kata lain, dalam bahasa Korea, posisi unsur lain dalam kalimat lebih

61


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

bebas daripada verba atau predikat yang mutlak harus selalu berada di akhir kalimat. Seperti telah disebutkan sebelumnya, hal ini mengindikasikan bahwa verba yang ada di belakang merupakan bagian yang paling utama di dalam kalimat. Dari variasi struktur di atas, struktur kalimat yang paling biasa digunakan adalah susunan kalimat (3), yaitu SKOV. Adapun alasan pemindahposisian unsur-unsur dalam kalimat sehingga memunculkan struktur (4-6) adalah semata-mata untuk memberikan tekanan pada salah satu unsur. Sebagai contoh, peletakan keterangan tempat ‘di toko buku’ di bagian depan menunjukkan bahwa pada kalimat (5) informasi lokasi tempat membeli buku dianggap lebih penting dari pada informasi ‘membeli’, ‘kamus’, dan ‘Ana’. Begitu juga 사전(sajeon) ‘kamus’ yang digeser ke depan mengindikasikan bahwa pada kaliamat (6) informasi barang yang dibeli lebih utama dari pada informasi lainnya. Selain struktur kalimat yang berbeda dengan beberapa bahasa yang lainnya, bahasa Korea memiliki ciri khas yang lainnya. Ciri tersebut adalah sebagai bahasa aglutinatif, dalam bahasa Korea arti gramatikal maupun semantis ditunjukkan dengan cara menambahkan unsur-unsur tertentu. Salah satu unsur tersebut adalah partikel atau yang dalam bahasa Indonesia kadang disebut dengan istilah pewartas. Nomina atau kata benda dalam sebuah kalimat, biasanya diikuti oleh satu atau lebih partikel sebagai unsur pembantu kata utama. Berkebalikan dengan dalam bahasa Indonesia, partikel dalam bahasa Korea selalu diposisikan di belakang nomina yang diterangkannya. Hal ini bisa dilihat dari contoh frase ‘di toko buku’ pada (3-6). Kata depan ‘di’ merupakan partikel atau pewartas untuk menerangkan nomina ‘toko buku’. Ketika diterjemahkan ke dalam bahasa Korea, maka partikel ‘di’ 에 (e) harus mengikuti ‘toko buku’ 서점(seojeom), sehingga menjadi ‘toko buku di’ 서점에서 (seojeomeseo). Karena posisi partikel selalu berada di belakang nomina, maka bahasa Korea disebut bahasa postposisi. Melalui partikel pula fungsi dan kasus nomina dalam sebuah kalimat dapat diidentifikasi. Hal ini bisa dilihat dari contoh (7-9). Partikel 가 (ga) yang melekat pada 미화(Mihwa) pada kalimat (7) dan 유리(Yuri) kalimat (8) merupaakan partikel penanda subjek. Oleh karena alasan ini, maka diketahui bahwa subjek pada kalimat (7) adalah ‘Mihwa’ dan subjek (8) dan (9) adalah Yuri.

62


Karakteristik Struktur Bahasa Korea

(7) 미화 가 책 을 읽는다. Mihwa - ga chaek - eul ilgneunda Mihwa-partikel buku -partikel membaca Subjek Objek Verba/Predikat Mihwa membaca buku. (8) 유리 가 민화 를 만났다. Yuri - ga Mihwa - reul mannatta Yuri - partikel Mihwa - partikel bertemu Subjek Objek Verba/Predikat Yuri bertemu Minhwa. (9) 유리 가 미화 에게 선물 을 주었다. Yuri - ga Mihwa - ege seonmul - eul jwotta. Yuri - partikel Mihwa - kepada hadiah - partikel memberi Subjek Objek tdk. langsung Objek lansung Verba/Predikat Yuri memberi hadiah kepada Mihwa. Partikel 을/를 (eul/reul) merupakan partikel objek. Partikel ini menandai bahwa nomina yang dilekatinya, yaitu 책 (chaek) pada kalimat (7), 미화(Mihwa) kalimat (8), dan 선물(seonmul) kalimat (9) menduduki fungsi sebagai objek langsung, sekaligus menjelaskan bahwa ketiganya merupakan benda yang dikenai kegiatan dalam kalimat. Kemudian, partikel 에게(ege) ‘kepada’ pada kalimat (9) menegaskan bahwa nomina yang diikutinya, yaitu 미화 (Mihwa) berfungsi sebagai objek tidak langsung. Seperti telah disebutkan sebelumnya, partikel yang menyertai nomina membantu mengklarifikasikan kasus dan makna dari nomina tersebut. Hal ini nampak jelas dari contoh (7), (8) dan (9). Meskipun dalam ketiga kalimat di atas, kata Mihwa selalu muncul, namun berdasarkan partikel yang melekatinya dapat diketahui Mihwa menduduki fungsi dan peran yang berbeda dalam masing-masing kalimat. Pada kalimat (7), adanya partikel 가 (ga) menunjukkan bahwa Mihwa merupakan pelaku dari tindakan ‘membaca’. Sementara itu partikel 를 (reul) yang ada di belakangnya, mengindikasikan bahwa Mihwa pada (8) merupakan pihak yang ditemui oleh Yuri, serta partikel 에게(ege) ‘kepada’ yang mengikuti Mihwa mengklarifikasikan bahwa Mihwa adalah pihak penerima hadiah yang diberikan oleh Yuri. Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa partikel menandai hubungan gramatikal antara unsur-unsur yang ada di dalam kalimat. Oleh karena setiap partikel memiliki tugasnya masing-masing, maka meskipun terkadang

63


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

susunan kata di dalam sebuah kalimat dibalik sedemikian rupa, maksud dari kalimat tetap dapat disampaikan dengan baik. Hal ini terlihat jelas dari contoh kalimat (3), (4), (5), dan (6) yang telah dibahas sebelumnya. Selain kaya akan partikel, sebagai bahasa aglutinatif dalam bahasa Korea dikenal memiliki bermacam-macam jenis akhiran. Kata kerja dan kata sifat juga dibentuk melalui proses aglusinasi, yaitu dengan melekatkan bermacam-macam akhiran pada kata dasar, atau yang lebih sering disebut dengan istilah stem. Jenis akhiran yang digunakan diubah sedemikian rupa tergantung maksud yang ingin disampaikan oleh pembicara. Konjugasi atau perubahan bentuk verba didasarkan pada kala, aspek, modus, dan hubungan sosial antara pembicara, subjek dalam kalimat dan pendengar. (10) 공부하 ~겠다. Gongbuha ~ getta Belajar akhiran Stem verba Akan belajar.

’akan berlangsung’

(11) 공부하 ~고 있다. Gongbuha ~ go itta. Akar verba akhiran ‘dalam proses’ Sedang belajar. (12) 공부하 ~고 싶다. Gongbuha ~ go sipta Akar verba akhiran ‘ingin’ Ingin belajar. Contoh (10-16) diturunkan dari kata yang sama, yaitu 공부하다 (gongbuhada) yang berarti belajar. Akar kata atau bentuk dasar dari verba tersebut adalah 공부하 (gongbuha). Pada kalimat (10), dilekatkannya akhiran ~겠다 (~getta) pada stem verba menandai bahwa aktifitas belajar akan dilaksanakan. Akhiran ~고 있다 (~go itta) pada kalimat (11) membawa makna bahwa kegiatan belajar sedang dalam proses dilakukan. Berikutnya, digunakannya akhiran ~고 싶다 (~gosipta) pada (12) mengekpresikan keinginan pembicara untuk melakukan aktivitas belajar. Selain untuk menunjukkan maksud atau perasaan pembicara, akhiran verba juga berfungsi untuk menentukan jenis dan pola tingkat tutur. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, hubungan sosial antara pembicara, lawan bicara dan orang yang bicarakan sangat menentukan pemilihan pola.

64


Karakteristik Struktur Bahasa Korea

(13) 공부하 ~ ㅂ니다. Gongbuha ~ mnida. Akar verba akhiran formal Belajar (formal). (14) 공부하 ~ㅂ니까? Gongbuha ~mnikka? Akar verba akhiran tanya Apakah belajar? (15) 공부하 ~십시오. Gongbuha ~sipsiyo Akar verba akhiran perintah Belajarlah. (16) 고부하 ~ㅂ시다. Gongbuha ~bsida. Akar verba akhiran ajakan Mari kita belajar. Akhiran ~ㅂ니다 (~mnida) pada (13) menandakan bahwa tuturan tersebut dilakukan dalam suasana formal. Akhiran (14), ~ㅂ니까 (~bnikka) menunjukkan bahwa kalimat yang dimaksud merupakan kalimat tanya, sedangkan ~십시오 (~sipsio) pada (15) merupakan akhiran kalimat perintah dan akhiran (16) ~ㅂ시다 (~bsida) adalah akhiran kalimat pembawa makna ajakan. Selain contoh-contoh di atas, masih banyak akhiran yang lainnya. Dari contoh-contoh di atas pula, terbukti bahwa verba dan akhiran yang melekatinya memainkan peranan yang sangat penting dalam menentukan jenis dan tipe kalimat. Perubahan verba dalam kalimat tidak dipengaruhi oleh gender maupun sistem tunggal atau jamak. ‘Agung’ merupakan subjek kalimat (17), sedangkan ‘Maria’ adalah subjek kalimat (18). Meskipun keduanya berbeda jenis kelamin, perbedaan ini tidak membawa pengaruh pada bentuk verba. Akhiran yang melekat pada akar verba 보 (bo) ‘menonton’ pada (17) dan (18) sama sekali tidak berbeda. (17) 아궁 씨 가 텔레비전 을 본다. Agung ssi - ga tellebijeon -eul bonda Agung - partikel televisi -partikel menonton Subjek Objek Verba/Predikat Agung menonton televisi.

65


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

(18) 마리아 씨 가 텔레비전 을 본다. Maria ssi - ga tellebijeon -eul bonda Maria - partikel televisi -partikel menonton Subjek Objek Verba/Predikat Maria menonton televisi. (19) 아이 들 이 텔레비전 을 본다. Ai - deul -i telebijeon-eul bonda Anak-penanda jamak -partikel televisi-partikel menonton Subjek Objek Verba/Predikat Anak-anak menonton televisi. ‘Agung & Maria’, pelaku aksi ‘menonton’ pada kalimat (17) dan (18) adalah pelaku tunggal. Berkebalikan dengan hal tersebut, dilekatkannya bentuk jamak ä´(deul) pada subjek ‘anak’ menandai bahwa pelaku aksi kalimat (19) tidak hanya satu orang, melainkan beberapa anak. Berdasarkan ketiga contoh di atas, terbukti bahwa sama seperti gender, subjek tunggal maupun jamak tidak menyebabkan perbedaan bentuk pada akhiran verba. Ketiga verba tersebut semuanya berasal dari kata dasar 보 (bo) ‘tonton’ yang ditambah dengan akhiran ~ㄴ다 (~n da). Ciri khas selanjutnya dalam aturan gramatikal bahasa Korea adalah adanya sistem honorifik. Aturan-aturan khusus digunakan dan ditujukan untuk mengungkapkan rasa hormat antar pihak-pihak yang terkait dalam pembicaraan. Pengungkapan rasa hormat tersebut diwujudkan dengan digunakannya sisipan dan partikel bentuk hormat serta pilihan kosa kata khusus bentuk hormat. Secara garis besar, pemilihan bentuk hormat yang dipakai dalam berkomunikasi pun dipengaruhi oleh hubungan sosial antara pembicara, lawan bicara, dan subjek dalam kalimat. (20) 친구 가 신문 을 삽니다. Chingu-ga sinmun-eul samnida. Teman-partikel koran-partikel membeli Subjek Objek Verba/Predikat Teman membeli koran. (21) 아버지 께서 신문 을 사십니다. Abeoji -kkeseo sinmun - eul sasimnida Ayah -partikel hormat koran -partikel membeli Subjek Objek Verba Hormat/Predikat Ayah membeli koran.

66


Karakteristik Struktur Bahasa Korea

Bentuk kamus dari verba ‘membeli’ adalah 사다 (sada). Akhiran ~ㅂ니다 yang dilekatkan pada verba bentuk dasar 사 (sa) pada (20) dan (21) menandai bahwa dua kalimat di atas adalah kalimat formal. Perbedaan yang ada adalah diselipkannya sisipan bentuk hormat ~시~. pada verba (21). Sisipan ini menyebabkan kata 사다 (sada) mengalami perubahan menjadi 사시다 (sasida). Selanjutnya verba 사시다 (sasida) diubah kembali ke dalam bentuk formal dengan menambahkan akhiran bentuk formal ~ㅂ니다. Hasil dari dua kali proses perubahan tersebut adalah kata 사다 ‘membeli’ berubah menjadi 사십니다, konjugasi verba membeli dalam bentuk hormat formal. Bila dilihat dari maknanya, kedua kalimat bentuk formal tersebut menginformasikan hal yang sama, yaitu subjek (20) ‘teman’ dan subjek (21) ‘ayah’ sama-sama melakukan aktivitas ‘membeli koran’. Perbedaan yang nampak adalah pada kalimat (21) ditemukan dua bentuk honorifik yang tidak ditemukan pada (20). Bentuk yang pertama adalah diselipkannya sisipan ~시~ pada verba, seperti yang telah diuraikan di atas, sedangkan bentuk hormat yang kedua adalah dipilihnya partikel subjek bentuk hormat 께서(kkeseo) untuk menggantikan partikel subjek bentuk biasa 가 (ga). Alasan dipakainya bentuk hormat pada kalimat (21) adalah karena ‘ayah’ lebih tua dari pada pembicara maupun lawan bicara. Dengan kata lain pembicara menggunakan bentuk halus dengan maksud untuk lebih menghormati atau meninggikan subjek ‘ayah’. Di lain pihak, karena ‘teman’ pada (20) dianggap sederajat dengan pembicara, maka pembicara merasa tidak perlu melakukan hal yang sama kepada ‘teman’. (22) 할아버지, 아버지 가 신문 을 사요. Harabeoji Abeoji - ga sinmun - eul sayo Kakek Ayah -partikel koran - partikel membaca Kakek, ayah membeli koran. Kalimat (22) adalah sebuah kalimat yang diucapkan oleh seorang anak mengenai ayahnya kepada kakeknya. Sama seperti (21), kalimat bentuk formal (22) juga memberitahukan kepada lawan bicara mengenai subjek ‘ayah’ melakukan aktivitas ‘membeli koran’. Meskipun ‘ayah’ lebih tua dari pembicara ‘anak’, namun dua bentuk hormat, yaitu partikel hormat 께서(kkeseo) dan sisipan hormat ~시~ (~si~) yang muncul di kalimat (21) tidak digunakan. Tetap digunakannya bentuk formal biasa pada (22) ini dikarenakan meski subjek ‘ayah’ lebih tua dari pada pembicara ‘anak’, namun sebagai lawan bicara atau pendengar, ‘kakek’ lebih tua dari pada subjek ‘ayah’. Selanjutnya perhatikan kalimat (23) dan (24) berikut. Informasi yang ingin disampaikan oleh pembicara kepada pendengar pada dua kalimat di bawah

67


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

adalah subjek, baik ‘Cheolsu’ (23) maupun ‘kakek’ (24) melakukan hal yang sama, yaitu ‘makan nasi’. Meskipun informasinya sama, terlihat ekpresi yang digunakan pada kedua kalimat di atas berbeda. Perbedaan ini dilatarbelakangi oleh perbedaan hubungan antara pembicara dengan Cheolsu dan kakek. Cheolsu seumur atau bahkan mungkin lebih muda dari pada pembicara, sedangkan kakek usianya lebih tua dari pada pembicara. Karena alasan tersebut, demi penghormatan kepada ‘kakek’ dilakukan beberapa penggantian unsur kalimat. (23) 철수 가 밥 을 먹는다. Cheolsu-ga bab -eul meok-neun-da Cheolsu-partikel nasi-partikel makan Cheolsu makan nasi. (24) 할아버지 께서 진지 를 드신다. Harabeoji-kkeseo jinji -reul desin-da Kakek -partikel nasi-partikel makan Kakek makan nasi. Selain partikel subjek bentuk hormat 께서 (kkeseo), kalimat (24) juga menggunakan dua kata, yaitu nomina dan verba bentuk honorifik untuk menggantikan nomina dan verba biasa. Kedua jenis kata bentuk honorifik tersebut adalah nomina 진지(jinji) untuk menggantikan 밥 (bab) ‘nasi’ dan 드시다 (deusida) untuk menggantikan verba 먹다(meokda) ‘makan’. Bagi orang asing, penggunaan bentuk hormat merupakan salah satu aspek tersulit dalam menguasai bahasa Korea. Memilih bentuk honorifik yang tepat bukan lah sesuatu yang mudah. Ketidaktepatan dalam memilih kosa kata, jenis akhiran atau partikel dapat menyebabkan ketidaknyamanan atau bahkan menyakiti hati pihak-pihak yang terlibat dalam percakapan. Oleh karena itu, baik struktur kalimat maupun pilihan kosa kata harus betul-betul dicocokkan dengan situasi, orang yang dibicarakan dan juga orang yang diajak bicara. Dalam bahasa Korea, karena alasan tertentu, sangat dimungkin penghilangan atau pelesapan unsur-unsur kalimat, seperti partikel, subjek, objek, keterangan, bahkan predikat. Penghilangan ini dimungkinkan terjadi ketika konteks atau situasi dalam percakapan telah diketahui, seperti berikut ini.

68


Karakteristik Struktur Bahasa Korea

(25) 아나 씨 는 Ana ssi - neun Ana - partikel Subjek/Topik Ana makan apa? (26) ---

---

무엇

먹어요?

mwos - eul meogeoyo? apa - partikel makan? Objek Verba/Predikat

뭐 ---

먹어요?

Mwo meogeoyo? Subjek/Topik-partikel Objek-partikel Verba/Predikat Apa makan? Makan apa? Kalimat (25) berstruktur SOV, dengan ‘Ana’ sebagai subjek/topik, ‘makan’ sebagai verba atau predikat, dan kata ganti tanya ‘apa’ sebagai objek. Kalimat ini merupakan bentuk lengkap dari kalimat (26). Pada kalimat (26) nampak bahwa subjek ‘Ana’ yang juga menjadi topik dalam kalimat tersebut serta partikel objek 를 (reul) dihilangkan. Dilesapkannya topik kalimat turut menyebabkan dilesapkannya pula partikel topik 는 (neun). Meskipun ada bagian-bagian yang dilesapkan, berdasarkan konteks pembicaraan, baik pembicara maupun lawan bicara mengetahui dengan jelas bahwa ‘Ana’ merupakan pelaku kegiatan ‘makan’, serta ‘apa yang dimakan’ oleh ‘Ana’ merupakan persoalan yang ditanyakan oleh pembicara kepada lawan bicara. Dari contoh kalimat di atas diketahui pula bahwa dalam bahasa Korea, tidak ada perubahan urutan struktur kalimat dalam kalimat tanya. Ketika sebuah kalimat pernyataan berstruktur subjek-objek-verba (SOV), maka ketika diubah menjadi kalimat tanya, struktur yang digunakan tetap subjek-objek-verba (SOV). Meskipun dimungkinan terjadi, tidak ada aturan yang mengharuskan dipindahkannya kata ganti tanya ke bagian paling depan sebuah kalimat, seperti fenomena yang ada dalam bahasa Inggris. Unsur-unsur yang ada dalam sebuah kalimat bahasa Korea dapat dimodifikasi sedemikian rupa dengan menambahkan keterangan atau yang disebut dengan istilah modifikator. Dalam bahasa Indonesia, modifikator acap kali dikenal pula dengan istilah pemeri. Gabungan antara modifikator dengan kata yang dimodifikasi dikenal dengan istilah frase Dalam sebuah frase, modifikator berfungsi untuk memperjelas atau menerangkan sebuah kata. Dengan kata lain, sebuah kata diterangkan lebih rinci atau diperjelas oleh sebuah modifikator. Bila susunan atau urutan unsur-unsur dalam sebuah kalimat bahasa Korea relatif lebih bebas, maka tidak demikian halnya dengan urutan kata dalam sebuah frase. Modifikator selalu berada di depan atau mendahului kata yang

69


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

dimodifikasikan atau diterangkannya. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat di kalimat berikut. (27) 새 옷 sae ot baru baju ajektifa nomina Modifikator (menerangkan) yang dimodifikasi (yang diterangkan) Baju baru Pada contoh di atas, nomina 옷 (ot) ‘baju’ merupakan informasi utama yang ingin disampaikan, sedangkan ajektifa 새 (sae) ‘baru’ merupakan informasi yang ditambahkan untuk menjelaskan keadaan ‘baju’. Dari (27) terlihat bahwa modifikator atau informasi yang berfungsi untuk menerangkan nomina diletakkan di depan nomina. Ini menandakan bahwa, hubungan frase nominal dalam bahasa Korea berkebalikan dengan sebagian besar struktur bahasabahasa lain, termasuk bahasa Indonesia yang berstruktur ajektifal mengikuti kata yang dimodifikasikannya. Lebih jelasnya, dalam bahasa Indonesia sebuah frase nominal disusun atas hubungan “diterangkan-menerangkan”, sedangkan dalam bahasa Korea hubungan tersebut dibalik menjadi “menerangkan-diterangkan”. Atas alasan adanya struktur yang berkebalikan ini, maka tak heran apabila frase ‘baju baru’ diterjemahkan dalam bahasa Korea menjadi ‘baru baju’ dan ‘wanita cantik’ menjadi ‘cantik wanita’. (28) 아주 Adverbia Sangat Modifikator (menerangkan) Sangat cantik

예쁘다.

ajektifa/verba deklaratif. cantik. yang dimodifikasi (yang diterangkan)

Contoh (28) merupakan contoh struktur modifikasi yang lainnya. Ajektifa atau verba deklaratif ‘cantik’ merupakan bagian yang diterangkan oleh modifikator 아주(aju) ‘sangat’. Adverbia ‘sangat’ berfungsi untuk menerangkan derajat kecantikkan suatu hal. Dari (27) dan (28) nampak jelas bahwa klausa penjelas dalam bahasa Korea, selalu berposisi di depan atau di sebelah kiri yang dijelaskan atau diterangkannya. Oleh karena itu, bahasa Korea dikategorikan sebagai left-branching language.

70


Karakteristik Struktur Bahasa Korea

Penutup Dilihat dari segi tata bahasanya, bahasa Korea memiliki kharakteristik yang sering kali membedakannya dengan bahasa-bahasa lainnya. Secara struktural kalimat bahasa Korea berpola SOV. Makna gramatikal dan semantis sebuah kalimat ditunjukkan dengan penambahan partikel dan akhiran verba. Setiap unsur yang ada dalam sebuah kalimat dilekati dengan partikel sebagai penanda fungsi serta peran atau makna dari unsur kalimat tersebut. Aneka jenis akhiran dilekatkan pada akar verba untuk mengekspresikan maksud dan perasaan pembicara serta jenis dan tipe tuturan yang ingin digunakan oleh pemakainya. Bahasa Korea termasuk bahasa yang memiliki aturan gramatikal sistem honorifik. Aturan honorifik ini diekpresikan lewat pemilihan kosa kata, akhiran dan partikel hormat. Hubungan sosial antara pembicara, lawan bicara dan subjek dalam kalimat mutlak menjadi bahan pertimbangan saat akan menentukan struktur maupun tipe bahasa Korea yang digunakan. Penulis: Yuliawati Dwi Widyaningrum, M.A. M.A. (Kyungnam University, Korea), staf pengajar di Program Studi S1 Bahasa Korea dan Ketua Program Studi D3 Bahasa Korea, Universitas Gadah Mada. E-mail: nining_mz@yahoo.com

Daftar Pustaka Ihm, Ho Bin. Hong, Kyung Pyo. Chang, Suk In. 2009. New Edition Korean Grammar for International Learners. Seoul: Yonsei University Press. Lee, Ik-seob, Lee, Sang-eok, dan Chae Wan. 2001. Hangukei Eoneo. Seoul: Singumunhwasa. Sohn, Ho-min. 2001. The Korean Language. New York: Cambridge University Press. 김진호 (Kim, Jin-ho). 2008. 외국어로서의 한국어학 개론. (Wegukgeoroseoeui Hangukgeohak Gaeron) ‘An Introduction to Korean Linguistic as a Foreign Language’. 서울 (Seoul): 박이정 (Baginjeong). 백봉자. 2001. 외국어로서의 한국어 문법 사전. 연세대학교 출판부. 이상억 (Lee, Sang-oak). 2009. 한국어와 한국문화 (Hangugeowa Hanguk

Munhwa) ‘Korean Language and Culture’. 서울 (Seoul): 소통 (Sotong).

71


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

72


Beberapa Hambatan dalam Belajar Bahasa Korea

BEBERAPA HAMBATAN DALAM BELAJAR BAHASA KOREA Crisna Epi Setiyani (Pusat Studi Korea, Universitas Gadjah Mada, Indonesia)

(국문요약) “한국어 학습의 몇 가지 어려운 점”

한국의 대중문화가 세계적으로 인기를 끌면서 한국어를 배우고자 하는 사람들도 늘고 있다. 한국어 학습자들은 다양한 목적을 갖고 한국어를 공부한다. 그러나 이들이 한국어를 공부하는 데 있어서 여러 가지 어려움을 겪는 것이 사실이다. 학습목표를 달성하기 위해서는 강한 학습 동기와 끈기가 있어야 한다. 외부적으로는 한국어 교사와, 한국어 교재, 인터넷 등 다양한 채널을 학습에 활용하여 반복적인 한국어 학습을 할 필요가 있다.

Pendahuluan Korea merupakan salah satu negara di Asia yang mengalami kemajuan di berbagai bidang dengan cukup pesat. Korea semakin dikenal luas oleh masyarakat terutama setelah tersebarnya budaya pop Korea secara global ke berbagai penjuru dunia atau sering disebut dengan Hallyu (한류) atau Korean Wave. Kepopuleran Korea tidak dapat dipungkiri dan telah mengakibatkan banyak masyarakat di berbagai penjuru dunia sangat tertarik dan menggemari segala hal yang terkait dengan Korea. Kepopulerannya diawali dengan pemutaran serial drama Korea yang sukses di berbagai stasiun televisi di seluruh penjuru dunia. Kesuksesan pemutaran drama Korea yang membuat Korea menjadi terkenal diikuti dengan semakin terkenalnya musik pop Korea, film, produk industri, kebudayaan Korea dan bahasa Korea. Ketertarikan masyarakat terhadap Korea telah memicu mereka untuk belajar bahasa Korea dengan berbagai tujuan yang berbeda-beda. Secara umum tujuan belajar bahasa Korea adalah agar bisa memahami dan mengerti bahasa Korea sebagai sarana komunikasi baik secara aktif maupun secara pasif. Namun tidak sedikit pula masyarakat yang belajar bahasa Korea karena mempunyai tujuan-tujuan khusus, misalnya untuk melanjutkan studi di Korea, bekerja di Korea, melafalkan bait-bait lagu Korea, dan lain-lain. Masyarakat di berbagai negara yang ingin belajar bahasa Korea terus meningkat seiring dengan terus meningkatnya kepopuleran Korea. Berbagai

73


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

kalangan masyarakat berbondong-bondong untuk belajar bahasa Korea, baik di lembaga pendidikan formal maupun non-formal. Namun belajar bahasa Korea tidaklah semudah membalikkan telapak tangan dan tidak selalu lancar. Pada proses belajar, meskipun sekecil apapun akan muncul hambatan-hambatan yang akan menggangu tercapainya tujuan belajar. Hambatan-hambatan yang muncul tersebut berbeda-beda bagi tiap-tiap individu yang belajar bahasa Koea. Secara garis besar hambatan-hambatan tersebut dapat ditelaah menjadi tiga bagian, yaitu 1) hambatan yang berasal dari diri sendiri, 2) hambatan yang berasal dari luar diri, 3) hambatan yang berasal dari materi pelajaran pada saat belajar bahasa Korea.

Hambatan-Hambatan 1.

Hambatan yang berasal dari diri sendiri

Hambatan yang berasal dari diri sendiri adalah hambatan yang muncul dari orang/individu yang belajar. Secara umum hambatan yang berasal dari diri sendiri ada berbagai macam, mulai dari hambatan yang bersifat biologis maupun psikologis. Hambatan yang bersifat biologis antara lain cacat tubuh, kelainan kesehatan, dan lain-lain. Sedangkan hambatan yang bersifat psikologis antara lain bakat, minat, dan lain-lain. Hambatan yang bersifat biologis maupun psikologis di atas merupakan hambatan-hambatan yang menghambat belajar secara umum. Bagi orang/ individu yang belajar bahasa Korea terdapat hambatan-hambatan khusus yang berasal dari diri sendiri yang harus diatasi. Hambatan tersebut ada dua hal yang utama, yaitu niat untuk belajar dan rasa cepat puas. Pada saat belajar bahasa Korea, niat untuk belajar bahasa Korea harus benar-benar kuat. Jika niat untuk belajar bahasa Korea tidak kuat maka ketika muncul hambatan-hambatan lain akan membuat mereka cepat putus asa dan pada akhirnya gagal dalam mencapai tujuan belajar. Contoh kasusnya adalah; antara tahun 1996 sampai 2003-an, salah satu universitas yang terkemuka di Indonesia membuka kuliah bahasa Korea gratis bagi semua mahasiswa universitas tersebut. Mata pelajaran yang ditawarkan juga bervariasi, yaitu bahasa Korea 1-4, membaca dan menulis, tata bahasa, percakapan, dan lainlain. Antusiasme mahasiswa yang mendaftar sangat luar biasa tapi sebagian besar dari mereka ternyata tidak memiliki niat yang kuat dalam belajar. Hal tersebut ditandai dengan banyaknya mahasiswa yang hanya belajar satu semester (hanya lulus bahasa Korea 1) saja atau bahkan banyak juga yang berhenti di pertengahan dan tidak melanjutkan belajar. Pada saat itu Korea memang belum sepopuler sekarang sehingga sebagian besar dari mahasiswa berpikir bahwa belajar bahasa Korea tidak akan

74


Beberapa Hambatan dalam Belajar Bahasa Korea

memberikan manfaat bagi mereka di masa depan. Oleh karena itu, sebagian besar dari mereka tidak memiliki niat yang kuat dalam belajar bahasa Korea dan hanya iseng-iseng saja. Sementara itu sebagian mahasiswa lainnya yang pada waktu itu memiliki niat kuat dalam belajar bahasa Korea, saat ini telah banyak yang berhasil menikmati kesuksesan karena kemampuan bahasa Korea mereka. Sementara itu, rasa cepat puas juga menghambat proses belajar bahasa Korea. Rasa cepat puas yang terlalu besar menyebabkan seseorang yang belajar bahasa Korea tidak mau terus meningkatkan kemampuannya. Sedikit pujian atas kemampuannya, seringkali membuat orang merasa terlalu bangga dengan kemampuannya dan menjadi tidak mau meningkatkan kemampuannya lagi. Mereka sebagian besar baru menyadari ketika mereka harus benarbenar menerapkan kemampuan berbahasa Koreanya. Contoh kasus, pengunduran diri dalam jangka waktu yang singkat oleh beberapa orang yang bekerja di perusahaan Korea yang ada di Indonesia sebagai penerjemah. Sebagian besar dari mereka awalnya sangat percaya diri dengan kemampuan bahasa Korea tapi akhirnya mereka menyadari bahwa kemampuan mereka belum memadai terutama bahasa Korea untuk bidang-bidang khusus. 2.

Hambatan yang berasal dari luar diri

Hambatan yang berasal dari luar adalah semua yang menghambat proses belajar yang bukan berasal dari diri sendiri. Hambatan ini dapat berasal dari keluarga, sekolah/tempat belajar, dan lingkungan sekitar. Masing-masing hambatan tersebut dapat digolongkan lagi tetapi dalam proses belajar bahasa Korea inti hambatannya adalah pada media belajar, terutama guru pengajar dan fasilitas pendukung pada saat belajar. Guru pengajar bahasa Korea di Indonesia, jumlahnya masih sangat minim baik guru pengajar asli Indonesia maupun penutur asli Korea (Korean Native speakers). Hambatan ketika belajar dengan penutur asli Korea biasanya disebabkan penutur asli Korea belum lancar atau bahkan tidak dapat berbahasa Indonesia. Penutur asli Korea sering menjelaskan dengan gambar tetapi interpretasi orang terhadap gambar berbeda-beda sehingga terkadang makna/arti yang dimaksud tidak dipahami secara tepat. Sementara itu guru pengajar asli Indonesia biasanya lemah pada bagian berbicara/percakapan (Speaking/ë§?하기 ). Fasilitas pendukung yang menghambat pada saat belajar bahasa Korea terutama adalah buku-buku teks pelajaran bahasa Korea. Sampai saat ini buku-buku teks pelajaran bahasa Korea yang berkualitas baik dan menggunakan pengantar bahasa Indonesia masih sedikit baik variasi judulnya maupun jumlah cetakannya. Fasilitas pendukung lainnya pada saat belajar bahasa

75


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

Korea selain buku-buku teks pelajaran adalah kamus. Kamus bahasa KoreaIndonesia dan kamus Indonesia-Korea yang berkualitas juga masih sulit didapatkan di toko-toko buku di Indonesia. Kamus bahasa Korea yang diterbitkan oleh penerbit Indonesia dan dijual bebas di toko-toko buku, jumlah kata yang tercantum di dalamnya hanya sedikit. Sementara kamus bahasa Korea yang memiliki jumlah kata yang cukup banyak diterbitkan oleh penerbit di Korea dan belum bisa di dapatkan di toko-toko buku di Indonesia. 3.

Hambatan yang berasal dari materi pelajaran pada saat belajar bahasa Korea

Hambatan yang berasal dari materi pelajaran pada saat belajar bahasa Korea muncul karena adanya perbedaan antara bahasa Indonesia dengan bahasa Korea. Proses belajar bahasa Korea sama seperti proses belajar bahasa-bahasa lain yang melalui tingkatan-tingkatan, yaitu tingkat pemula/dasar (초급), tingkat menengah (중급), dan tingkat mahir (고급). Masing-masing tingkatan tersebut terdiri dari materi-materi pelajaran antara lain membaca (Reading/읽기), mendengar (Listening/듣기), menulis (Writing/쓰기), berbicara (Speaking/말하기 ). Materi pelajaran yang pertama pada saat belajar bahasa Korea adalah tentang abjad Korea (Hangeul=한글 ). Abjad Korea berbeda dengan abjad yang digunakan dalam bahasa Indonesia. Abjad Korea berbentuk seperti simbol yang terbagi menjadi konsonan dan vokal. Oleh karena itu, tahapan awal dalam belajar bahasa Korea adalah menghafalkan abjad Korea dan kemudian memahami cara menulis dan membacanya. Kekeliruan yang sering dilakukan oleh orang yang belajar bahasa Korea adalah meromanisasikan abjad Korea bukan menghafalkan dan memahaminya. Sebagian besar dari mereka berpikir bahwa dengan meromanisasi abjad Korea akan mempercepat proses belajar bahasa Korea. Namun sebenarnya hal tersebut justru menghambat proses belajar selanjutnya karena semua materi belajar menggunakan abjad Korea. Jika belum hafal dan paham abjad Korea maka proses belajar menjadi lambat dan terhambat. Hambatan dasar selanjutnya yang terkait dengan abjad Korea adalah cara menyusun suku kata. Penyusunan suku kata dengan menggunakan abjad Korea sangat unik dan berbeda dengan bahasa Indonesia. Penulisan suku kata dalam bahasa Indonesia ditulis secara mendatar dan sejajar tapi dalam bahasa Korea tidaklah demikian. Beberapa konsonan dan vokal tertentu harus ditulis dibawah abjad yang lainnya sehingga terbentuk satu suku kata. Pada tingkat selanjutnya beberapa hambatan yang muncul pada saat belajar bahasa Korea adalah tata bahasa (문법), kosakata (단어), dan peng-

76


Beberapa Hambatan dalam Belajar Bahasa Korea

ucapan (ë°œě?Œ). Pada setiap tingkatan, semua materi pelajaran (membaca, mendengar, menulis, dan berbicara) berisi pelajaran-pelajaran tata bahasa, kosakata, maupun ucapan. Hambatan utama yang terkait dengan tata bahasa adalah struktur kalimat dan perubahan kata kerja/kata sifat berdasarkan kala waktu. Struktur kalimat bahasa Korea berbeda dengan struktur kalimat bahasa Indonesia dimana pada pola dasarnya, kata kerja terletak di akhir kalimat. Selanjutnya bahasa Korea juga memiliki kala waktu sehingga terdapat perubahan-perubahan kata kerja sesuai dengan kala waktunya. Selain itu pola tata bahasa dalam bahasa Korea juga cukup banyak sehingga memerlukan pemahaman yang lebih mendalam. Kosakata juga menjadi salah satu hambatan dalam belajar bahasa Korea, terutama pada tingkat mahir. Pada tingkat mahir banyak kosakata untuk penggunaan-penggunaan khusus yang jarang digunakan pada percakapan sehari-hari atau bahkan kosakata-kosakata yang berasal dari bahasa China (Hanja). Kosakata-kosakata yang demikian seringkali artinya tidak dapat ditemukan di dalam kamus. Pengucapan bahasa Korea pada saat belajar bahasa Korea juga sangat penting karena kekeliruan dalam pengucapan akan mengakibatkan perbedaan arti yang pada akhirnya dapat menimbulkan kesalahpahaman. Banyak yang menganggap pengucapan tidaklah penting tapi hal tersebut merupakan anggapan yang keliru. Pengucapan dalam bahasa Korea sangat penting dan jika tidak dipahami dengan baik akan dapat menyebabkan hambatan dalam belajar bahasa Korea terutama pada saat harus berkomunikasi secara aktif dengan menggunakan bahasa Korea.

Solusi Alternatif Solusi alternatif merupakan usaha-usaha yang dilakukan agar hambatanhambatan yang merintangi pada saat belajar dapat diatasi sehingga pencapaian tujuan menjadi lancar. Oleh karena itu, setiap hambatan tentu memiliki Solusi alternatif agar tujuan yang diharapkan dapat terwujud. Demikian juga hambatan-hambatan pada saat belajar bahasa Korea mempunyai solusisolusi alternatif sehingga tujuan belajarnya tercapai. Hambatan-hambatan yang berasal dari diri sendiri yang berupa niat, dapat diatasi dengan cara menanamkan niat yang kuat pada diri sendiri sejak mulai belajar. Niat yang kuat dalam diri akan memacu diri agar selalu berusaha semaksimal mungkin meskipun banyak hambatan lain yang menghadang. Sedangkan rasa cepat puas harus benar-benar dihilangkan agar kita terpacu untuk selalu meningkatkan kemampuan yang telah dimiliki.

77


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

Hambatan yang berasal dari luar dapat diatasi dengan cara memanfaatkan semua media belajar yang ada secara maksimal. Penutur asli Korea umumnya memiliki hambatan pada kurang lancarnya kemampuan bahasa Indonesia mereka, tetapi penutur asli Korea merupakan media yang sangat baik untuk melatih percakapan. Berbeda dengan penutur asli Indonesia yang umumnya memiliki hambatan pada materi percakapan. Oleh karena itu pada saat belajar bahasa Korea kita harus selalu aktif agar dapat memanfaatkan guru pengajar secara maksimal. Kelangkaan buku-buku teks pelajaran bahasa Korea yang menggunakan pengantar bahasa Indonesia memang menjadi hambatan dalam proses belajar bahasa Korea. Akan tetapi saat ini banyak alternatif media belajar lainnya yang dapat mendukung proses belajar bahasa Korea, terutama internet. Penggunaan internet sangat mendukung proses belajar bahasa Korea karena internet mampu menyajikan berbagai macam materi belajar yang mendukung proses belajar bahasa Korea. Akses internet yang mudah dan murah saat ini tentu sangat membantu dalam proses belajar bahasa Korea. Hambatan lainnya yang membuat proses belajar bahasa Korea menjadi tidak lancar adalah hambatan yang terkait dengan materi pelajaran pada saat belajar bahasa Korea. Bahasa Korea memiliki banyak faktor perbedaan dengan bahasa Indonesia sehingga menghambat proses belajar bahasa Korea. Hambatan yang terkait dengan materi pelajaran dapat diatasi dengan mempelajari materi pelajaran secara berulang-ulang dan mempraktekkannya. Berikut adalah solusi alternatif untuk mengatasi hambatan dalam belajar bahasa Korea dan beberapa tips dalam belajar bahasa Korea, yaitu: ď ˇ Hambatan pada tahap awal, yaitu pada saat menghafalkan abjad Korea dapat diatasi dengan sering menulis menggunakan abjad Korea karena akan mempermudah dalam proses menghafalkan. Oleh karena itu, latihan menulis tidak hanya dilakukan untuk kosakata/kalimat yang berbahasa Korea saja tapi juga pada kosakata/kalimat yang berbahasa Indonesia. ď ˇ Materi pelajaran yang berupa tata bahasa sering menjadi hambatan karena pola kalimat yang banyak, struktur kalimat yang berbeda, dan adanya perubahan kata kerja berdasarkan kala waktu. Hambatan tersebut dapat diatasi dengan selalu berlatih membuat kalimat-kalimat dengan pola tata bahasa yang sedang dipelajari ď ˇ Materi pelajaran yang berupa dialog dapat dipelajari dengan cara membaca dialog secara berulang-ulang dengan suara keras sekurang-kurangnya 10 kali, dan menyalin dialog tersebut sekurang-kurangnya 5 kali pada buku catatan. ď ˇ Materi pelajaran yang berupa bacaan dapat dipelajari dengan cara membacanya sekali sambil menggaris bawahi kosakata yang tidak diketahui.

78


Beberapa Hambatan dalam Belajar Bahasa Korea

ď ˇ

Kemudian mencari arti kosakata yang tidak diketahui tersebut dalam kamus, bacalah kembali sekurang-kurangnya 10 kali sambil memahami isi bacaannya. Materi pelajaran mendengar dapat dipelajari dengan cara mendengarkan materi secara berulang-ulang dan berusaha menirukan kalimatnya serta memahami isi materinya.

Beberapa tips lain yang dapat membantu pada saat belajar bahasa Korea antara lain adalah dengan sering mendengarkan lagu-lagu Korea, menonton film atau drama Korea, dan lain-lain. Hambatan-hambatan dalam belajar bahasa Korea dan solusi alternatifnya seperti yang terpapar di atas sangat singkat dan sederhana. Meskipun demikian diharapkan tulisan tersebut dapat memberikan manfaat tidak hanya bagi orang yang ingin belajar bahasa Korea tetapi juga bagi pengajar bahasa Korea dan lembaga-lembaga lain yang terkait. Penulis: Crisna Epi Setiyani Staf pengajar Bahasa Korea pada Pusat Studi Korea, Universitas Gadjah Mada Indonesia dan sedang melanjutkan studinya di Gangneung-Wonju National University, Korea. E-mail: crisnaepi@yahoo.com

79


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

80


Pentingnya Hanja dalam Pembelajaran Bahasa Korea

PENTINGNYA HANJA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA KOREA Amin Basuki (Universitas Gadjah Mada, Indonesia)

(국문요약) “한국어 학습 시 한자의 중요성” 본고에서는 한국어 학습에서 한자를 아는 것이 얼마나 중요한 것인지, 어떤 방법으로 한자를 효과적으로 학습할 수 있는지에 대해서 살펴보고자 한다. 한자는 한국인의 문자가 존재하지 않았던 삼국시대부터 이미 그 중요성이 대두되었다. 조선 왕조의 세종대왕이 한글을 창제하였으나, 한자가 지닌 역할과 비중이 사라진 것은 아니었다. 외국어로서 한국어를 학습하는 학습자들이 한자를 익히기에 중요한 것은 한자를 쓰는 방법과 획수라 할 수 있다. 한자는 반복적으로 쓰거나, 플래시 카드 또는 단어 찾기 프로그램을 이용하여 학습하는 방법을 소개하고자 한다.

Pendahuluan Ketika kita pertama kali berkenalan dengan seseorang, dalam hal ini orang Korea, hal pertama yang kita saling berbalas adalah nama. Sebutlah nama orang Korea tersebut adalah Park Minwoo. Setelah beberapa waktu berselang, terbersitlah pertanyaan di benak kita untuk menanyakan makna nama tersebut. Orang Korea, biasanya, akan menjawab bahwa makna nama akan tergantung dari Hanja yang dipakai untuk nama tersebut. Ketika belajar bahasa Korea tingkat dasar, pembelajar akan dikenalkan dengan nama-nama tempat yang menarik, antara lain Pasar Dongdaemun dan Pasar Namdaemun. Selanjutnya pengajar akan menjelaskan makna nama kedua pasar tersebut dan sejarahnya bahwa masing-masing suku kata mempunya makna sesuai dengan Hanjanya dan merupakan penanda tertentu kerajaan di Korea masa lalu. Jika berkesempatan pergi ke Korea, kita akan melihat betapa di berbagai sudut, misalnya di stasiun subway, akan ditemui tulisan-tulisan dalam huruf Hangeul, Hanja dan roman. Masih berada di Korea, bila berkesempatan naik lift di gedung bertingkat, akan terlihat bahwa di dalam lift tidak tertera lantai yang bernomor ‘4’. Yang akan ditemui adalah ‘F’. Menurut orang Korea, hal ini dikarenakan ada kesamaan bunyi Hanja untuk ‘4’ dan Hanja untuk ‘mati’ walaupun Hanja-nya berbeda.

81


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

Dalam fase selanjutnya, bila membaca buku-buku maupun surat kabar, kita akan menemukan kata dalam bahasa Korea yang diikuti tulisan Hanja dalam kurung. Apakah Hanja itu? Apa peranannya dalam bahasa Korea? Seberapa perlu pembelajar bahasa Korea mempelajari Hanja?

Pengertian Hanja Menurut Hankuko hakseub sajeon6 (2006), Hanja adalah huruf atau karakter yang dibuat di China. Secara lebih spesifik, Hanja merupakan karakter yang dipinjam dari bahasa China dan dimasukkan ke dalam Bahasa Korea dengan pelafalan Bahasa Korea, bukan Bahasa China. China, Jepang7, dan Korea merupakan negara yang menggunakan jenis huruf ini dengan beberapa perbedaan. Penggunaan Hanja di Korea lebih mengacu pada karakter Hanja tradisional, sementara di Jepang dan China sendiri telah mengalami penyederhanaan dan mengandung coretan (stroke) yang lebih sedikit. Dikenal juga istilah Hanmun, yaitu tulisan yang ditulis dengan huruf China (Hanja) ini.

Sejarah Hanja Di Korea Masa Tiga Kerajaan (Goguryeo (BC37~668), Baekje (BC18~660) dan Silla (BC57~935)) merupakan masa penting dalam perkembangan budaya tulis Korea. Pada masa ini sistem tulisan China digunakan untuk merepresentasikan Bahasa Korea yang telah dipakai selama lebih dari 2000 tahun. Pemakaian sistem asing serta merta tanpa modifikasi mengakibatkan sejumlah kesulitan-kesulitan. Hal ini disebabkan karena dua sifat yang berbeda dari Bahasa China dan Korea. Bahasa China secara umum tidak terdapat infleksi8, sementara bahasa Korea bersifat polisintetis9. Orang Korea sendiri mendapati bahwa sistem ini secara fonetis tidak sesuai dengan bahasa korea yang penuh dengan infleksi. Pada awalnya karakter China tersebut diurutkan berdasarkan tata kata bahasa Korea. Dalam perkembangan selanjutnya dikenal idu, sistem penulisan bahasa korea dengan karakter China dengan simbol-simbol khusus yang menunjukan akhiran kata kerja dan penanda gramatika lain yang memang berbeda dalam bahasa korea dibandingkan dengan bahasa China. Hal inilah yang membuat sulit mengurai makna dan pengucapan. Selain idu, terdapat juga sistem yang 6 7 8 9

Learner’s Dictionary of Korean Di China disebut dengan Hanzi, Jepang disebut dengan Kanji Infleksi adalah perubahan bentuk dalam kata berdasarkan perannya dalam kalimat. Sifat tata bahasa Korea yang menggabungkan unsur-unsur kata ke dalam satu kata saja, ekuivalen dengan frase atau bahkan kalimat dalam bahasa Indonesia.

82


Pentingnya Hanja dalam Pembelajaran Bahasa Korea

lebih rumit yang dikenal dengan hyangch’al. Secara umum, hyangch’al digunakan untuk mengekspresikan kata benda bahasa Korea dengan karakter China yang mempunyai makna yang sama, sedangkan stem dan infleksi kata kerja, dan juga unsur-unsur gramatikal lainnya ditulis dengan karakter China dengan pengucapan yang dikehendaki. Sistem lain yang juga dikenal dalam sejarah adalah Kugyol. Dikembangkan oleh Sol Ch’ong10, Sistem ini digunakan untuk membaca teks bahasa China yang didalamnya unsur-unsur tatabahasa Korea dimasukkan dengan luwes di dalam teks (Ki-baik Lee, 1984). Penggunaan huruf China ini pada kenyataannya tidak menyentuh masyarakat umum, melainkan hanya kaum intelektual saja (Yang, 2003). Hal ini berkaitan dengan ujian negara yang diadakan oleh kerajaan untuk kepentingan seleksi pegawai pemerintah. Pada masa Silla, Kukhak (Sekolah Tinggi Konfucianisme Nasional) didirikan pada tahun 682 dan diubah namanya menjadi T’aehakkam (Universitas Konfucianisme Nasional) pada tahun 750. Perguruan tinggi ini mengajarkan Konfucianisme dengan naskah-naskah berbahasa China. Hanya orang-orang dari kelas sosial tertentu yang diperbolehkan pendidikan di perguruan ini (Ki-baik Lee, 1984). Sementara itu, pada masa Kerajaan Goryeo Gukchagam (Universitas Nasional) didirikan pada tahun 992 dibawah pemerintahan Raja Songjong. Universitas ini dibagi kedalam beberapa sekolah tinggi/fakultas. Masing-masing fakultas memiliki persyaratan masuk yang berbeda dan berdasarkan kelas sosial tertentu. Kesadaran akan status sosial untuk mendapatkan sekolah dan posisi pemerintahan jelas sekali masih terlihat dalam masyarakat aristokratik Goryeo (Ki-baik Lee, 1984). Keadaan yang terjadi pada masa Kerajaan Joseon. Pada masa ini, golongan elite Yangban menikmati akses eksklusif untuk pendidikan dan birokrasi. Kondisi ini dipertahankan dengan tetap menggunakan sistem tulisan China yang sulit agar tidak ada kesempatan bagi rakyat untuk memperbaiki kondisi sosialnya. Hal inilah yang membuat Raja Sejong berusaha membuat huruf yang dapat dipelajari oleh rakyat pada umumnya sehingga rakyat dapat berkesempatan belajar. Usaha ini berhasil dengan terciptanya Han-gul pada tahun 1446 dengan nama resmi Hunminjengeum (Ki-baik Lee, 1984).

Kategori Hanja Secara tradisional, Hanja diklasifikasikan ke dalam enam kategori berdasarkan bagaimana mereka dibuat atau makna yang muncul. Pemahaman kategori ini membantu pemula dalam strategi belajar. Kategori ini dibuat oleh

10

Tokoh Konfusianisme pada masa pemerintahan Raja Kyongdok, periode Silla Bersatu.

83


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

Cheng Ch’iao, sarjana pada masa Dinasti Sung11, yang membagi 24.235 huruf ke dalam enam kategori (Bruce, 2003). a. Gambar (pictogram) sederhana Gambar sederhana merupakan tipe huruf pertama yang dibuat oleh orang China kuno. Mereka menggambar benda misalnya pohon, 木 (목 /mok). Batang, cabang dan akar pohon bisa terlihat jelas dalam huruf ini. Gambar sederhana yang lain adalah 日 (일/ il/matahari). Pada awalnya huruf ini berbentuk bulat dan garis yang berada ditengahnya merepresentasikan sinar matahari. Hanya 608 huruf yang diklasifikasikan oleh Cheng Ch’iao yang masuk kategori ini, tapi berperan sangat penting karena merupakan dasar bagi pembentukan Hanja-Hanja yang lain. b. Diagram sederhana Diagram sederhana adalah diantara huruf yang paling awal dibuat dan menggambarkan hubungan yang tidak bisa serta-merta digambar. Dua contoh yang paling mudah adalah 上 (상/ sang/atas) dan 下 (하/ ha/bawah). Makna yang dikandung jelas sangat terlihat dari bentuk dan ini merupakan cara yang paling mudah untuk menguasai kategori ini. Terdapat 107 huruf masuk dalam kategori ini. c. Gabungan sederhana Gabungan sederhana bersifat huruf gambar (ideograf). Huruf ini dibuat dari gabungan dua atau lebih huruf yang ada, yang gabungan maknanya memberikan petunjuk pada makna huruf ini. Gabungan sederhana yang dihasilkan dari penyatuan 日 dan 木 adalah 東 (동/ dong/timur). Makna ini berasal dari ‘matahari’ yang terbit di belakang ‘pohon’ di ‘timur’. Cara yang paling tepat untuk menguasai kategori ini adalah dengan menghubungkan maknanya dengan unsur-unsur yang menyusunnya. Terdapat 740 huruf yang masuk dalam kategori ini. d. Gabungan fonetis Sekitar Sembilan puluh persen, 21.811 huruf, dikategorikan dalam Gabungan fonetis oleh Cheng Ch’iao. Kategori ini bisa dicirikan sebagai semiideograf dan semifonetis karena masing-masing tersusun dari unsur semantik yang memberi petunjuk pada arti umum dari gabungan tersebut dan unsur fonetis yang memberikan petunjuk pengucapannya. e. Makna turunan Kategori mempunyai makna abstrak tetapi masih mempertahankan makna denotasinya. Misalnya adalah 交, yang aslinya merupakan gambar sederhana dari seorang pria bersila. Makna turunannya adalah ‘bertukar, 11

Dinasti bangsa China, berkuasa pada tahun 960-1280 Masehi, ditandai dengan perbaikan dan pencapaian kebudayaan dalam bidang filsafat, sastra dan seni.

84


Pentingnya Hanja dalam Pembelajaran Bahasa Korea

f.

berkomunikasi, berhubungan, bercampur, bergabung’. Makna ini dapat dipahami oleh seseorang yang pernah melihat orang korea yang sudah tua duduk bersila berjam-jam dan ‘berkomunikasi’ dengan rekan-rekannya. Cheng Ch’iao mengelompokkan 372 huruf dalam kategori ini. Cara yang paling tepat untuk mempelajarinya adalah dengan menghubungkan makna asli dan turunannya. Makna arbitrer Huruf-huruf jenis ini juga termasuk dalam salah satu jenis empat kategori pertama dan mempunyai makna denotasi tambahan, tapi secara bersamaan mengambil makna aslinya. Misalnya 來 (래), sebuah gambar sederhana dari batang gandum yang sedang tumbuh. Terdapat huruf lain yang mempunyai makna yang sama, tetapi tidak terdapat huruf untuk “datang”, yang dilafalkan sama dengan 來. Sebagai sebuah homofon12, 來 ‘dipaksa’ untuk memberi makna “datang” dan selama ribuan tahun bertahan dengan makna tersebut. Cheng Ch’iao mengelompokkan 598 huruf dalam kategori ini. Cara yang paling tepat untuk mempelajarinya adalah secara arbitrer (semena-mena).

Menulis Hanja Untuk dapat membaca dan mengetahui makna Hanja, pengetahuan cara menulis dan jumlah coretan sangatlah penting karena Hanja yang terdapat dalam kamus Hanja diurutkan berdasarkan jumlah coretan. Terdapat aturan yang ketat bagaimana urutan penulisan coretan Hanja ini. Dua aturan dasar urutan coretan adalah sebagai berikut: 1. Coretan dari atas ke bawah. 2. Coretan dari kiri ke kanan. Selain itu, terdapat beberapa aturan tambahan yang mengatur urutan coretan tersebut, yaitu: 1. Coretan horizontal biasanya ditulis lebih dahulu ketika menyilang coretan yang tegak lurus. 2. Coretan di tengah ditulis terlebih dahulu, kemudian coretan di kiri dan akhirnya di kanan. 3. Coretan pagar ditulis mendahului isi. 4. Coretan diagonal yang mengarah ke kiri ditulis terlebih dahulu daripada yang mengarah ke kanan.

12

Huruf atau kelompok huruf yang dilafalkan sama dengan huruf atau kelompok huruf yang lain.

85


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

5. 6.

Coretan tegak lurus yang menusuk ditulis terakhir. Coretan horizontal yang menusuk ditulis terakhir.

Pembelajaran Hanja Mengingat peran Hanja yang tidak sedikit dalam pembelajaran bahasa korea, pembelajar memerlukan strategi khusus untuk menguasainya. Tidak perlu menguasai secara keseluruhan sampai puluhan ribu huruf. Bahkan di korea pun terdapat Hanmun gyoyukyong gicho Hanja (Hanja dasar untuk penggunaan pendidikan). Hanja dasar ini berjumlah 1.800 Hanja yang diperintahkan oleh Kementrian Pendidikan pada tahun 1972. Sebanyak 900 Hanja diajarkan kepada siswa SMP dan 900 Hanja selanjutnya diajarkan kepada siswa SMA. Pembelajaran Hanja ini tentu sangat mensyaratkan adanya hafalan. Flash card maupun menulis huruf-huruf tersebut secara berulang-ulang dapat menjadi alat bantu hafalan. Akan lebih baik lagi jika dalam proses pembelajaran sekaligus pula disertai konteks pemakaian huruf tersebut. Buku yang dapat membimbing pembelajaran Hanja juga diperlukan sehingga pembelajar dapat lebih belajar secara mandiri, misalnya A Guide to Korean Characters: Reading and Writing Hangeul and Hanja (Bruce, 2002). Buku ini, yang sekaligus juga merupakan kamus mini, memang diperuntukkan untuk orang asing dan disampaikan dalam Bahasa Inggris. Ada dua istilah penting dalam memahami Hanja, yaitu 훈 (hun) dan 음 (eum). Hun adalah definisi atau makna resmi dari huruf, biasanya dituliskan di sebelah kiri. Sedangkan eum adalah pelafalan dari huruf tersebut dan dituliskan di sebelah kanan. Hun dan eum biasanya diucapkan bersama-sama untuk mengidentifikasi sebuah huruf. Misalnya: 木 akan dibaca 나무 목. 나무 (namu) adalah hun dan 목 (mok) adalah eum. Berikut ini adalah contoh 木 yang terdapat dalam A Guide to Korean Characters: Reading and Writing Hangeul and Hanja. Hanja 木

86

Hun (Arti) 나무

Arti tree, wood, wooden

Eum(Bunyi; baca) 목


Pentingnya Hanja dalam Pembelajaran Bahasa Korea

Disamping itu, buku itu juga memberikan contoh dalam bentuk konteks, seperti terlihat : Hanja

Arti

Eum(Bunyi; baca)

木手

carpenter

목수

木材

lumber, timber, wood

목재

木星

The planet Jupiter

목성

Selain belajar Hanja secara manual dengan menggunakan flash card, berlatih menulis secara berulang-ulang dan juga menggunakan kamus, pembelajar juga perlu mempelajari bagaimana menulis Hanja dan mencari maknanya dengan menggunakan komputer. Selain sisi kepraktisannya, juga lebih dikarenakan adanya tuntutan penulisan-penulisan dokumen. Software pengolah kata yang populer di Korea adalah Hangeul, software yang dibuat oleh Haansoft. Dengan software ini, pembelajar dapat dengan mudah menulis dan mencari makna Hanja. Fasilitas pertama yang diberikan oleh Hangeul adalah 한자로 바꾸기 (Hanjaro bakugi/pengubahan ke Hanja). Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mengetik kosakata yang ingin diubah dalam Hangeul. Selanjutnya kosakata tersebut diblok dan melalui menu 입력(imnyuk/insert), kita dapat melihat submenu 한자로 바꾸기(Hanjaro bakugi). Setelah mengeklik submenu ini, maka akan terlihat sebuah kotak dialog yang berisi deretan Hanja yang begitu banyak yang mempunyai pelafalan yang sama (homofon). Dari sekian banyak Hanja tersebut, Hanja yang dikehendaki dapat dipilih dan bila telah yakin, pilih 변환 (byunhwan/ubah). Dengan memilih 변환 ini, maka Hanja yang dikehendaki akan muncul di dokumen yang sedang kita buat. Selain dengan submenu 한자로 바꾸기, kotak dialog dapat juga dimunculkan dengan menekan F9. Caranya kurang lebih sama, yaitu dengan mengeblok kosakata dan kemudian menekan F9. Misalnya 서 (seo/barat).

87


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

Gambar 1. Mencari Hanja dengan program Hangeul Fasilitas kedua yang ditawarkan Hangeul adalah 한자 자전(Hanja jaeon/ kamus Hanja). Fasilitas ini dapat digunakan bila Hanja tersebut sudah terdapat di dalam dokumen yang kita buat. Cara untuk mengetahui makna Hanja adalah mengeblok Hanja tersebut, kemudian memilih menu 도구(dogu/Tools). Di bawah menu ini terdapat submenu 한자 자전. Setelah submenu ini dipilih, kotak dialog akan muncul yang berisi hun dan eum dari huruf tersebut. Untuk cara yang lebih cepat, huruf dapat diblok dan kemudian diikuti dengan menekan tombol shift dan F9 secara bersamaan. Misalnya 月.

Gambar 2. Mencari makna Hanja dengan program Hangeul Bagaimana seandainya yang kita dapati adalah Hanja yang berada di luar dokumen kita, misalnya di buku, majalah, brosur , dan sebagainya. Pelafalan dan makna huruf tersebut juga tidak kita ketahui. Hangeul memberikan fasilitas ketiga, yaitu 한자 부수/총획수 (Hanja busu/chonghwoeksu/jumlah coretan sebagian atau keseluruhan Hanja). Misalnya, yang kita dapati adalah 土. Jumlah coretan huruf ini adalah 3. Langkah pertama adalah memilih menu

88


Pentingnya Hanja dalam Pembelajaran Bahasa Korea

입력 dan submenu 한자 부수/총획수. Sebuah kotak dialog akan muncul. Di

dalamnya terdapat pilihan 부수로 입력 dan 총획수로 입력. Dalam hal ini karena jumlah keseluruhan coretan sudah diketahui, maka dipilih menu 총획수로 입력. Selanjutnya, jumlah coretan yang dikehendaki dimasukkan ke dalamnya dan akan muncullah deretan Hanja-Hanja yang mempunyai jumlah coretan 3. Dari deretan itu, pilihlah 土 dan di bagian bawah kotak dialog akan muncul hun dan eumnya.

Gambar 3. Mencari makna Hanja dengan menggunakan jumlah coretan pada program Hangeul Namun demikian, penggunaan software Hangeul ini hanya popular di Korea Selatan atau bagi mereka yang telah menempuh studi di negara tersebut. Oleh karena itu, software pengolah kata yang lebih populer, yaitu Microsoft Office, dapat digunakan untuk menulis maupun mencari makna Hanja tersebut. Agar Microsoft Office memungkinkan fungsi tersebut, language bar di Windows perlu diaktifkan guna menambah input language, dalam hal ini Korean dengan Keyboard layoutnya Korean Input System (IME 2002). Setelah terpasang dengan baik, penulisan Hanja dan pencarian maknanya bisa dimulai. Penulisan Hanja dimulai dengan penulisan Hangeul dengan Microsoft word. Caranya dengan mengganti menu input pada language bar dengan menu KO (Korean). Selanjutnya, dalam language bar tersebut muncul beberapa pilihan, antara lain A dan 漢. Tombol A adalah untuk mengganti input Hangeul dan roman alphabet, sedangkan 漢 adalah untuk mengkonversi ke dalam Hanja dan juga mencari makna Hanja.

89


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

Misalnya 화 (hwa/api), pada 화 diblok kemudian klik kanan atau mengeklik pada language bar. Selanjutnya akan muncul tampilan sebagai berikut: 漢

Gambar 4. Membuat Hanja dengan Microsoft Word 화 yang bermakna api berada pada nomor 8, yaitu 火 불 화 (bul hwa).

Apabila yang terdapat dalam dokumen kita adalah Hanja, misalnya 水. Cara yang ditempuh adalah sama, yaitu dengan mengeblok Hanja tersebut dan mengeklik menu 漢 pada language bar. Tampilan yang akan muncul adalah sebagai berikut:

Gambar 5. Mencari makna Hanja dengan menggunakan Microsoft Word Terlihat di dalam kotak dialog bahwa 水 adalah 물 수 (mul su/ air).

90


Pentingnya Hanja dalam Pembelajaran Bahasa Korea

Contoh Pembahasan Hanja Berikut ini adalah contoh-contoh pembahasan dari beberapa hall yang telah disampaikan dalam bagian pengantar. Nama Park Minwoo terdiri dari dua bagian nama, park13 adalah nama keluarga dan minwoo adalah nama diri. Bila ditulis dalam huruf Hangeul adalah 박민우. Hanja dari 박 adalah 朴, 민 adalah 民, dan 우 adalah 友. Makna Min dengan Hanja tersebut adalah rakyat, dan woo dengan Hanja tersebut adalah teman. Selanjutnya, nama-nama pasar yang dikaitkan dengan gerbang utama kerajaan masa lampau, yaitu Namdaemun (남대문) dan Dongdaemun (동대문). Adapun makna dari masing-masing adalah 남(南) adalah selatan, 동(東) adalah timur, 대 (大) adalah besar, dan 문(門) adalah pintu gerbang. Jadi, makna keduanya adalah pintu gerbang besar selatan dan pintu gerbang besar timur. Di salah satu titik di Stasiun City Hall terdapat papan seperti dalam gambar. Terlihat jelas terdapat tiga jenis tulisan dalan papan tersebut, yaitu 시청, City Hall dan 市廳.

Gambar 6. Papan nama di Stasiun subway City Hall Lantai 4 dalam lift yang tertulis ‘F’ atau Four merupakan efek dari pengucapan yang sama dari ‘사 (Sa)’. ‘Sa’ dengan Hanja 死 bermakna ‘mati’ dan dengan Hanja 四 bermakna ‘empat’.

Penutup Mengingat begitu pentingnya peran mempelajari Hanja dalam mendukung pembelajaran bahasa Korea, baik pengajar maupun pembelajar (siswa) diperkenalkan Hanja ini paling tidak pada tingkat dasar. Pada level ini pembelajar diharapkan sampai pada tahapan dapat menulis dan menghitung coretan dari sebuah huruf. Dengan demikian, pembelajar dapat mengembangkan diri lebih lanjut dengan belajar mandiri maupun dengan bantuan komputer.

13

Terdapat dua romanisasi nama keluarga 박 yang sama-sama populer, yaitu Bak dan Park.

91


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

Penulis: Amin Basuki M.A. (Hankuk University of Foreign Studies, Korea). Staf Pengajar Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada. E-mail: basuki.amin@yahoo.com

Daftar Pustaka Bruce K. Grant. 2002. A Guide to Korean Characters: Reading and Writing Hangeul and Hanja. Seoul Hollym. Ki-baik Lee. 1984. A New History of Korea. Seoul: Ilchokak. 서상규 외 편저. 2006. 『(외국인을위한) 한국어 학습 사전』: Learner’’s Dictionary of Korean. 신원프라임. Yang Seung-Yoon dan Nur Aini Setiawati. 2003. Sejarah Korea: Sejak Awal Abad Hingga Masa Kontemporer. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

92


Sistem Numeralia Bahasa Korea: Bentuk, Fungsi dan Dinamikanya

SISTEM NUMERALIA BAHASA KOREA: BENTUK, FUNGSI, DAN DINAMIKANYA Prihantoro (Universitas Diponegoro Semarang, Indonesia)

(국문요약) “한국어의 분류사: 형태, 기능, 체계” 숫자는 언어의 가장 중요한 요소 중 하나이다. 숫자의 기본적인 기능은 명사를 열거하는 것이다. 이 기능은 모든 언어에 공통적으로 나타나지만 각 언어마다 수사 사용법의 차이점이 있다. 본고에서는 한국어의 수사 체계를 분석함에 있어서 인도네시아어와 한국어 간의 수사 체계에 관한 비교연구를 시도해 보았다. 인도네시아어와 달리 한국어에 수사 체계에는 한글 고유의 방식과 한자로 읽는 방식 등 두 가지가 있다. 이 밖에도 일상 언어생활 속에서 영어로 수사를 나타내는 경우도 있지만, 이는 명칭에만 사용되고 있다.

Bahasa dan Numeralia Numeralia merupakan salah satu komponen penting dalam kehidupan manusia yang fungsi utamanya adalah enumerasi nomina. Namun ternyata, tidak semua bahasa memiliki sistem numeralia (Dixon, 1980, p.p 107-8). Salah satu contohnya adalah bahasa Piraha, yang penuturnya banyak berlokasi di Amazon. Bahasa yang secara tipologis dikelompokan dalam tipe bahasa terisolasi (language isolate) ini dipercaya sebagai satu-satunya bahasa dari rumpun Mura yang masih ada penuturnya. Menurut Everet (1986), hanya ada dua numeralia dalam bahasa Piraha, yaitu ‘satu’ dan ‘dua’, yang mana mereka dibedakan dengan tonasi. Namun pada penelitian terakhirnya, Everet (2005) menyatakan bahwa tidak ada numeralia dalam bahasa Piraha. Elemen yang dikelompokan sebagai numeralia pada penelitan terdahulu ternyata memiliki makna ‘banyak’ dan ‘sedikit’. Di Australia, Ladefoged (2003:167) memberikan catatan tentang bahasa Aborigin yang hanya memiliki dua numeral: ‘satu’ dan ‘dua’. Fenomena-fenomena unik ini cukup jarang ditemukan di bahasa lain. Beberapa bahasa memiliki fitur-fitur yang sama (shared features); misalnya hampir setiap bahasa memiliki numeralia satu hingga sepuluh. Namun fakta yang dikemukakan diatas menunjukan bahwa kajian tentang sistem numeralia masih sangat diperlukan. Pada bahasa-bahasa yang tergolong ma-

93


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

pan, akan sangat menarik apabila sistem yang ada dibandingkan dengan bahasa lain. Studi komparatif seperti ini akan memberikan kontribusi baik di bidang dokumentasi maupun linguistik deskriptif. Jika diolah lebih lanjut, hasil penelitian dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran bahasa dan menunjang pemahaman lintas budaya antar pengguna dua bahasa. Tulisan ini membahas tentang sistem numerali14 bahasa Korea dengan beberapa perbandingan terhadap bahasa Indonesia. Mulai intensifnya kontak kedua bahasa, baik secara langsung atau melalui media, menuntut semakin banyaknya kajian komparatif. Kombinasi metode studi pustaka dan observasi yang digunakan dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran secara deskriptif, dan juga dinamika penggunan numeralia Bahasa Korea dalam konteks kekinian. Hampir semua contoh-contoh yang diberikan pada tulisan ini diawali dengan huruf Hangeul (aksara Korea). Bagi yang belum bisa membaca huruf Hangeul, dapat membaca romanisasinya, yang disertai dengan padanan dalam bahasa Indonesia. Pada bagian ke dua, penulis akan membahas tentang Bahasa Korea dan sistem numeralia secara singkat. Teknis penggunaan, bentuk dan jenisjenis numerlia yang digunakan akan dibahas secara mendetail pada bagian ke tiga dan ke empat. Bagian ke lima menyoroti dinamika penggunaan numeralia dalam bahasa Korea. Ringkasan disajikan pada bagian ke enam. Sebelum melanjutkan ke bagian selanjutnya, ada baiknya kita membaca daftar singkatan yang digunakan dalam tulisan ini. Tabel 1. Daftar Singkatan

14

No. 1

ND

Singkatan Numerik Digit

Penjelasan Numeralia yang ditulis dalam bentuk angka/digit ( 1, 23, 100, …)

2

SK

Sino Korea

Kosakata Korea yang mendapat pengaruh dari bahasa China (일 il,이 i,삼 sam,사 sa)

3

MK

Murni Korea

Kosakata murni Korea (하나 hana, 둘 dul, 셋 set, 넷 net)

4 5

TOP SUBJ

Topik Subyek

Penanda topik Penanda subyek

6 7

OBJ POS

Obyek Posesif

Penanda obyek Penanda konstruksi posesif

Numeralia yang dibahas dalam tulisan ini adalah numeralia pokok, dan bukan numeralia pecahan atau gugus.

94


Sistem Numeralia Bahasa Korea: Bentuk, Fungsi dan Dinamikanya

Numeralia Bahasa Korea Hingga sekarang, masih terjadi diskusi tipologis yang panjang untuk menentukan apakah bahasa Korea termasuk ke rumpun bahasa Altaik (seperti Jepang, China, Mongolia) atau terisolasi (language Isolate). Namun salah satu fakta yang tidak bisa dipungkiri adalah besarnya pengaruh bahasa China terhadap bahasa Korea (seperti juga dialami oleh bahasa Jepang). Sebelum terciptanya Hangeul (aksara Korea), masyarakat Korea menggunakan aksara China. Saat ini, sekitar 60% kosakata15 dalam bahasa Korea berasal dari aksara yang digunakan dalam bahasa China (Sohn 1999). Kosakata ini disebut kosakata ‘Sino Korea’. Besarnya pengaruh bahasa China ini terlihat jelas pada sistem numeralia yang digunakan di Korea. Untuk fungsi enumerasi, ada dua sistem numeralia yang berlaku. Sistem pertama ada numeralia murni Korea (MK), dan yang kedua adalah Sino Korea (SK). Dua sistem ini memiliki keunikan tersendiri dan mampu berinteraksi16 satu sama lain. Ilustrasi di halaman selanjutnya menyajikan garis besar sistem numeralia bahasa Korea (Ihm, 2001:89-95). Ilustrasi 1. Sistem Numeralia Bahasa Korea

Secara umum, numeralia terbagi menjadi dua: kardinal dan ordinal. Baik numeralia murni Korea (MK) maupun Sino Korea (SK), keduanya sama-sama digunakan. Numeralia cardinal masih dibagi menjadi dua, yaitu yang berfungsi sebagai nomina inti maupun modifier. Penulis merasa hal ini penting untuk dikemukakan lebih awal, karena dalam sistem numeralia bahasa Indonesia, 15

16

Komposisi kosakata dalam bahasa Korea adalah sebagai berikut (Sohn, 1999:13): a. Entri Kanonik dan Afiks Bahasa Korea Murni (35%). b. Entri Sino Korea (60%). c. Kata serapan dari bahasa lain (5%). Yang dimaksud berinteraksi adalah penggunaan dua macam numeralia (MK dan Sino Korea) saat melakukan enumerasi referen.

95


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

kedua fungsi ini direpresentasikan dalam bentuk yang sama. Sementara dalam sistem numeralia bahasa Korea, dua fungsi ini dapat direpresentasikan dengan bentuk yang berbeda. Perhatikan contoh berikut. (1) Numeralia sebagai nomina inti dan modifier dalam bahasa Indonesia a. satu adalah angka keberuntungan (Nomina inti) b. satu ekor sapi (Modifier) (2) Numeralia sebagai nomina inti dan modifier dalam bahasa Korea a. 하나-는 행운-의 수가 아니다 (Nomina inti) hana-neun haengeun-ui su anida satu-TOP keberuntungan-GEN nomor bukan ‘satu bukanlah nomor keberuntungan’ b. 소 한 마리 (Modifier) so han mari sapi satu ekor ‘satu ekor sapi’ Dalam bahasa Indonesia, representasi numeralia17 ‘satu’ sebagai nomina inti maupun modifier secara fonetis maupun ortografis tidak memiliki perbedaan sebagaimana diperlihatkan pada contoh (1). Sedang dalam bahasa Korea, bisa dilihat dari romanisasi atau huruf Hangeul pada contoh (2), numeralia ‘satu’ direpresentasikan dengan bentuk yang berbeda sebagai nomina inti dan modifier. Sebagai nomina inti numeralia ‘satu’ direpresentasikan dengan hana sedangkan untuk bentuk modifier direpresentasikan dengan han. Dua bentuk yang berbeda ini merupakan numeralia dengan sistem MK. Bagaimana dengan numeralia SK? Bagaimana juga dengan numeralia kardinal? Bagaimana representasi numeralia baik MK mapun SK dalam numeralia kardinal? Apakah kedua jenis numeralia tersebut bisa dikombinasikan? Informasi yang terkait dengan sistem numeralia bahasa Korea secara detail dibahas pada bagian ke tiga dan empat paper ini.

17

Dalam tulisan ini, yang dibahas adalah numeralia pokok Kardinal dan ordinal dalam bahas Korea. Dalam Bahasa Indonesia, kita mengenal numeralia tak takrif (Kridalaksana 2000, Waridah 2008) yang menyatakan numeralia pokok taktentu (Alwi et al, 2008) seperti ‘beberapa’, ‘semua’, ‘berbagai’ dan lain lain. Numeral seperti ini juga ada dalam bahasa Korea namun tidak dibahas dalam tulisan ini.

96


Sistem Numeralia Bahasa Korea: Bentuk, Fungsi dan Dinamikanya

Numeralia Ordinal 1.

Konstruksi

Bagian ke tiga paper ini membahas tentang numeralia kardinal. Numeralia ordinal akan dibahas pada bagian ke empat. Bagian 3.1 ini memfokuskan diskusi tentang konstruksi ortografis numeral. Dalam bahasa Korea, secara ortografis numeralia bisa direpresentasikan baik dalam bentuk kata (huruf Hangeul), numerik digit18 (ND), maupun kombinasi antara keduanya. Perhatikan tabel berikut. Tabel 2. Numeralia dalam Bentuk ND, Kata (Hangeul) dan Kombinasinya Representasi Numeral

Contoh

Glos

1

Kata

백 미터 앞에 있어

baek meter seribu meter

2

ND

한 개100.000원

100.000 won seratus ribu won

3

Kombinasi

10만원 짜리 수표

10 manwon seratus ribu won

Pada tabel di atas ditunjukan bahwa numeralia bisa direpresentasikan dalam bentuk kata seperti cheon ‘seribu’, ND seperti 100.000 won ‘seratus ribu won’, atau kombinasi keduanya 10man-won ‘seratus ribu won’. Namun ada hal menarik jika kita membandingkan romanisasi bentuk yang terakhir dengan padananya dalam bahasa Indonesia. Pada romanisasi huruf Hangeul, komposisi dari numeralia 100.000 adalah 10 disusul man. Man sendiri menunjukan nominal 10.000 atau 104. Sehingga romanisasinya adalah ‘sepuluh sepuluh ribu’ yang maksudnya sepuluh dikalikan sepuluh ribu. Hasilnya tentu seratus ribu, yang dalam bahasa Indonesia menggunakan ‘seratus’ dan ‘ribu’, atau multiplikasi 103. Sistem numeralia bahasa Korea menggunakan multiplikasi 104. Ini berbeda dengan bahasa Indonesia atau bahasa inggris yang menggunakan multiplikasi 103. Hal inilah yang menjadi salah satu tantangan pembelajaran bahasa Korea oleh penutur bahasa Indonesia. Hal lain yang perlu dicatat adalah tidak konsistenya penulisan dalam bentuk ND murni dan bentuk katanya. Perhatikan contoh 2 dan 3 pada tabel 1. Seratus ribu direpresentasikan dengan 102 sepa-

18

Penulisan numeralia dalam bentuk ND (angka) sering disebut sebagai Arabian number. Namun dalam paper ini istilah tersebut tidak digunakan karena bisa menimbulkan kerancuan dengan numeralia yang digunakan dalam penulisan bahasa Arab (Arabic Numeral) seperti ١,٢,٣,٤,٥,٦,٧,٨,٩. .

97


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

rator19 lalu 103 (sama dengan bahasa Indonesia), namun ketika direpresentasikan dalam bentuk kombinasi, yang digunakan adalah sip (10) dan kombinasi 104. Beberapa perbandinganya dapat dilihat pada tabel di halaman selanjutnya. Tabel 3. Perbandingan Multiplikasi Nominal Bahasa Korea dan Bahasa Indonesia 10.000

Nominal

만 man

Bahasa Korea dan Romanisasinya sepuluh ribu

Bahasa Indonesia sepuluh ribu

100.000

십만 sip.man

sepuluh.sepuluh ribu

seratus ribu

10만 1.000.000

백만 baek.man

seratus.sepuluh ribu satu juta

100만 10.000.000

천만 cheon.man ribu

seribu.sepuluh sepuluh juta

1.000만

Dari tabel di atas, dapat dilihat adanya perbedaan sistem multiplikasi bahasa Korea dan bahasa Indonesia. Sistem multiplikasi bahasa Korea menggunakan 104. Seratus ribu dalam bahasa Korea dipecah menjadi sepuluh X sepuluh ribu. Ini berbeda dengan bahasa Indonesia yang memecah satuan yang sama menjadi seratus X seribu. Karena keterbatasan numeralia MK, angka-angka dengan nominal tinggi seperti diatas menggunakan numeralia jenis SK. Jenis dan metode kombinasi. 2.

Jenis dan Kombinasi

Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa ada dua jenis numeralia dalam bahasa Korea, yaitu numeralia MK dan numeralia SK. Numeralia Korea murni memiliki keterbatasan hingga 99, sedangkan numeralia SK mencapai tÕ hae 1020. Namun yang sering digunakan adalah hingga µÅ eok 108. Sebenarnya ada numeralia lain yang lebih tinggi dari hae namun numeralnumeralia ini sudah termasuk golongan arkaik (tidak digunakan lagi). Perhatikan tabel berikut.

19

Sama dengan bahasa Indonesia, separator yang digunakan oleh bahasa Korea untuk penulisan bilangan bulat adalah titik, sedang separator bilangan desimal adalah koma.

98


Sistem Numeralia Bahasa Korea: Bentuk, Fungsi dan Dinamikanya

Tabel 3. Numeralia Korea murni dan Sino Korea MK

SK

ND

MK

SK

1

하나 hana

일 il

40

마흔 maheun

사십 samsip

2

둘 dul

이i

50

쉰 suin

오십 osip

3

셋 set

삼 sam

60

예순 yesun

육십 yuksip

4

넷 net

사 sa

70

일흔 ireun

칠십 chilsip

5

다섯 daseot

오o

80

여든 yeodeun

팔십 phalsip

6

여섯 yeseot

육 yuk

90

아흔 aheun

구십 gusip

7

일곱 ilgop

칠 chil

100

-

백 baek

8

여덟 yeodol

팔 phal

1000

-

천 cheon

9

아홉 ahop

구 gu

104

-

만 man

10

열 yeol

십 sip

105

-

십만 simman

11

열하나 yeo hana

십일 sibil

106

-

백만 baengman

20

스물 semul

이십 isip

107

-

천만 cheonman

22

스물둘 semuldul

이십이 isibi

108

-

억 eok

30

서른 seoreun

삼십 samsip

Tabel 3. memperlihatkan dua sistem numeralia bahasa Korea: murni dan SK beserta NDnya. Ada beberapa hal menarik yang bisa kita amati. Pertama, keduanya direpresentasikan dalam bentuk kata yang berbeda. Kedua, ada perbedaan ortografis kombinasi numeralia (compound numeral). ‘sebelas’ contohnya, direpresentasikan secara berbeda. Pada numeralia murni, penulisanya terpisah yeol hana, (yeol=10 hana=1)sedangkan pada numeralia SK, penulisanya digabung tanpa spasi sibil (sip=10, il=1). Ketiga, ada perbedaan pada kemampuan enumerasi. Sistem numeralia MK berhenti pada numeralia 100. Untuk numeralia seratus ke atas, ada tiga pilihan sebagai solusinya. Pertama, bisa beralih menggunakan numeralia SK. Kedua, bisa menggunakan kombinasi kedua jenis numeralia tersebut (SK+MK), atau menggunakan ND. (3) Penggunaan Numeralia 100 ke atas a. 콜라 백다섯 병 (Kombinasi SK dan MK) kolla baekdaseot pyeong cola seratus:SK-lima:MK botol ‘seratus lima botol coca-cola’ b. 콜라 백오 병 (MK) kolla baeg-o pyeong cola seratus-lima:SK botol ‘seratus lima botol coca-cola’

99


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

Pada contoh (3) bisa kita lihat bahwa numeralia ‘seratus lima’, pada frasa ‘105 botol coca-cola’ bisa direpresentasikan dengan dua cara. Yang pertama adalah dengan gabungan numeralia SK dan MK (3a) dan yang kedua adalah dengan menggunakan sepenuhnya numeralia SK (3b). Perbedaan lain antara numeralia MK dan SK adalah cara menghitung puluhan. Untuk menghitung setiap kelipatan sepuluh, numeralia MK menggunakan bentuk yang berbeda. Numeralia ‘dua puluh satu’ misalnya, dalam bahasa Indonesia direpresentasikan dengan ‘dua’ ‘puluh’ dan ‘satu’ dimana ‘dua puluh’ merupakan kombinasi ‘dua’ dikali ‘sepuluh’. Namun, dalam bahasa Korea, setiap kelipatan sepuluh direpresentasikan dengan numeralia tersendiri. Numeralia ‘dua puluh’ tidak direpresentasikan dengan 둘 dul ‘dua’ dan 열 yeol ‘sepuluh’, tetapi dengan 스물 seumul yang tidak bisa didekomposisi lagi menjadi ‘dua’ dan ‘sepuluh’. Hal yang sama berlaku untuk kelipatan sepuluh yang lain. Numeralia SK, bisa dibilang agak mirip dengan numeralia bahasa Indonesia dimana penghitungan angka puluhan adalah ‘satuan’, ‘puluhan’ dan ‘satuan’. Simak contoh berikut. (4) Menghitung puluhan dalam SK dan MK a. 오십오 (SK) osibo lima puluh lima ‘lima puluh lima’ b. 쉰 다섯 (MK) suin daseot limapuluh lima ‘lima puluh lima’ Bahasa Korea juga tidak memiliki padanan kata penghitung ‘belas’. Dalam bahasa Korea, ‘belas’ disejajarkan dengan kata penghitung puluhan sip:SK atau yeol:MK ‘sepuluh’ ditambah kata satuanya. Komposisi kata belasan tidak seperti bahasa Indonesia. ‘Lima belas’ misalnya, terkomposisi dari kata satuan ‘lima’ dan kata hitung khusus 11-19 ‘belas’. Namun, dalam bahasa Korea, posisinya sama dengan menghitung puluhan. Yaitu kata puluhan terlebih dahulu, disusul kata satuan. Sibo:SK ‘lima belas’, terdiri dari sip ‘sepuluh’ dan o ‘lima’. Yeol taseot :MK juga terdiri dari kata sepuluh yeol dan daseot ‘lima’. Perhatikan tabel 4 berikut.

100


Sistem Numeralia Bahasa Korea: Bentuk, Fungsi dan Dinamikanya

Tabel 4. Numeralia 11-19 dalam Bahasa Korea Hangeul

MK

Komposisi

Hangeul

SK

Komposisi

Bahasa Indonesia

11

열 하나

yeol hana

sepuluh satu

십일

sip.il

sepuluh satu

sebelas

12

열둘

yeol dul

sepuluh dua

십이

sip.i

sepuluh dua

dua belas

13

열셋

yeol set

sepuluh tiga

십삼

sip.sam

sepuluh tiga

tiga belas

14

열넷

yeol net

sepuluh empat

십사

sip.sa

sepuluh empat

empat belas

15

열 다섯

yeol daseot

sepuluh lima

십오

sip.o

sepuluh lima

lima belas

16

열 여섯

yeol yeosot

sepuluh enam

십육

sip.yuk

sepuluh enam

enam belas

17

열 일곱

yeol ilgop

sepuluh tujuh

십칠

sip.chil

sepuluh tujuh

tujuh belas

18

열 여덟

yeol yeodol

sepuluh delapan

십팔

sip.phal

sepuluh delapan

delapan belas

19

열 아홉

yeol ahop

sepuluh sembilan

십구

sip.gu

sepuluh sembilan

sembilan belas

3.

Bentuk dan Fungsi

Bagian ini membahas realisasi morfo-sintaksis numeralia dalam bahasa Korea. Sebagai perbandingan, dalam bahasa Indonesia, kita mengenal beberapa numeralia yang direpresentasikan dalam bentuk morfem berikat20 yaitu se-, -puluh, -ratus, -ribu dll. Numeralia ini dalam Bahasa Indonesia tidak bisa berdiri sendiri, melainkan harus menempel pada morfem lain. Dalam bahasa Korea, semua numeralia baik MK maupun SK berbentuk morfem bebas. Perhatikan contoh berikut ini. (5) Representasi Numeralia Korea sebagai morfem bebas a. 십|*일-십 (SK) sip|*il-sip sepuluh |*satu.sepuluh ‘sepuluh’

20

Biasanya morfem berikat ditandakan dengan -, seperti imbuhan ber-, di-, me- dan lain lain.

101


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

b. 이십 (SK) i.sip dua.sepuluh ‘dua puluh’ c. 열 (MK) yeol sepuluh ‘sepuluh’ d. 스물|*둘-열 (MK) seumul|*dul-yeol dua puluh|*dua.sepuluh ‘dua puluh’ Dari contoh yang bervariasi diatas, bisa kita lihat bahwa numeralia dalam bahasa Korea semua berbentuk morfem bebas. ‘sepuluh’ pada contoh (4a) hanya direpresentasikan dengan numeralia SK sip, dan dua puluh dengan compound i.sip (4b). bandingkan dengan bahasa Indonesia, dimana ‘sepuluh’, jika kita dekomposisi, terdiri dari morfem berikat se-, dan -puluh. Keunikan lain terjadi pada numeralia MK, dimana ‘dua puluh’ direpresentasikan dengan bentuk yang sama sekali berbeda. ‘dua puluh’ tidak tersusun dari kombinasi (compound) dua morfem: ‘dua’ dan ‘sepuluh’, tapi hanya terdiri dari satu morfem bebas suin. Beberapa numeralia MK kelipatan sepuluh juga terdiri dari satu morfem (lengkapnya lihat tabel 3). 3.1. Modifier dan Inti Beberapa numeralia berjenis MK membedakan bentuk berdasarkan kelas sintaksisnya. Secara sintaksis, numeralia berada di bawah kategori nomina. Namun numeralia ini terbagi lagi menjadi dua jenis. Kelas pertama adalah sebagai nomina murni. Nomina murni ini biasanya menduduki posisi inti pada frasa (lihat contoh 1a). Kelas kedua adalah numeralia yang berfungsi sebagai modifier dari nomina inti (lihat contoh 1b). Untuk memperjelas perbedaan antara keduanya, mari kita simak contoh berikut. .

102


Sistem Numeralia Bahasa Korea: Bentuk, Fungsi dan Dinamikanya

(6) Numeralia Murni Korea sebagai Modifier dan Inti a. 말 한 마리 (modifier) mal han mari kuda satu ekor ‘satu ekor kuda’ b. 모두는 하나를 위해, 하나는 모두를 위해 (Inti) modu-neun hana-reul wihae, hana-neun modu-reul wihae semua-TOP satu-OBJ untuk, satu-TOP semua-OBJ untuk ‘semua untuk satu, satu untuk semua’ Contoh (5a) dan (5b) menunjukan numeralia ‘satu’ dengan kelas sintaksis yang berbeda. Pada (5a) ‘satu ekor kuda’ , numeralia menduduki kelas sintaksis sebagai modifier. Tugas numeralia pada frasa ini adalah menerangkan inti frasa ‘kuda’ yang jumlahnya satu ekor. Berbeda dengan (5a), numeralia ‘satu’ pada (5b) ‘satu untuk semua, semua untuk satu’, menduduki kelas sintaksis sebagai inti. Menariknya fenomena ini hanya terjadi pada numeralia MK. Pada numeralia SK, bentuk modifier maupun inti direpresentasikan dengan bentuk yang tidak berbeda. Perhatikan contoh berikut. (7) Numeralia Sino Korea sebagai Inti dan Modifier a. 일 킬로그램-의 쌀 (modifier) il killogeuraem-ui ssal satu kilogram-GEN beras ‘satu kilogram beras’ b. 일 더하기 일-은 이 (inti) il teohagi il-eun i satu tambah satu-TOP dua ‘satu tambah satu sama dengan dua’ Walaupun menduduki kelas sintaksis yang berbeda, numeralia SK direpresentasikan dengan bentuk yang sama. Uniknya, beberapa numeralia MK juga direpresntasikan dalam bentuk yang tidak berbeda baik sebagai modifier maupun inti. Perhatikan contoh berikut.

103


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

(8) Numeralia Murni Korea yang tidak membedakan bentuk modifier dan Inti a. 다섯 장-의 종이 (modifier) taseot jang-ui jongi five CL[+LEMBAR] kertas ‘lima lembar kertas’ b. 다섯-은 너무 많다 (inti) taseot-eun nomu manta lima-TOP terlalu banyak ‘lima terlalu banyk’ Numeralia MK ‘lima’ diatas direpresentasikan dalam bentuk yang sama baik sebagai inti maupun modifier. Numeralia yang membedakan bentuk modifier dan inti dalam representasinya adalah numeralia satu, dua, tiga, empat, dua puluh dan kombinasinya. Misalnya, dua puluh satu, tiga puluh dua, empat puluh tiga dan lain lain. Selain numeralia yang disebutkan, bentuk modifier dan inti tidak dibedakan dalam representasinya. Untuk mengetahui detail perbedaan bentuk modifier dan inti, lihat tabel berikut. Tabel 5. Numeralia MK yang membedakan bentuk Inti dan Modifier Hangeul

Inti

Hangeul

Modifier

1

하나

hana

han

2

tul

tu

3

set

se

4

net

ne

20

스물

seumul

스무

seumu

Ada teknik lain yang dapat digunakan untuk menganalisa kelas sintaksis numeral, apakah sebagai modifier atau inti. Caranya adalah dengan menggunakan penanda (case marker). Fenomena ini tidak ada dalam bahasa Indonesia, namun sering ditemui pada bahasa rumpun Altaik seperti Jepang, Korea, Mongolia dan lain lain. Perhatikan contoh berikut.

104


Sistem Numeralia Bahasa Korea: Bentuk, Fungsi dan Dinamikanya

(9) Subyek dan Obyek dalam Bahasa Korea 철수-가 밥-을 먹다

Cheolsu-ga bab-eul mogda Cheolsu-SUB nasi-OBJ makan ‘Cheolsu makan nasi’ Tidak seperti bahasa Indonesia yang membedakan subyek dan obyek dengan posisi, bahasa Korea memiliki penanda untuk kata benda yang menduduki jabatan sebagai obyek, subyek, topik kalimat dan posesif (kepemilikan). Numeralia yang bukan nomina inti tidak bisa diinfleksi dengan penanda ini. Inilah cara yang efektif untuk membedakan numeralia sebagai inti ataupun modifier. Perhatikan contoh berikut. (10) Penanda pada Numeralia Inti a. 두 친구 중 하나-는 예쁘다 (Inti) du chin-gu jung hana-neun yeppeuda dua teman antara satu-TOP cantik ‘di antara dua teman, yang satu cantik’ b. (한|*한-은) 친구-는 예쁘고 (한|*한-은) 친구-는 멋있다 (modifier) (han|*han-neun) chingu-neun yeppeu-go (han|*han-neun) chinguneun mossitta (satu|*satu-TOP) teman-TOP cantik-KONJ (satu|*satu-TOP) temanTOP ganteng ‘satu teman yang cantik dan satu teman yang ganteng’ Pada contoh diatas ditunjukan bahwa numeralia yang menduduki kelas sintaksis sebagai inti (10a) bisa diinfleksi sebagai penanda topik, sedangkan numeralia yang menduduki fungsi sebagai modifier (10b) tidak bisa menerima infleksi tersebut. Hal ini disebabkan numeralia sebagai inti frasa adalah nomina murni, dan salah satu sifat dari nomina murni dalam bahasa Korea adalah bisa menerima infleksi penanda (case marker). Ini berbeda dengan numeralia sebagai modifier. Apabila dipaksakan, maka kalimat atau frasa yang digunakan tidak akan berterima seperti dalam (10b). A.

Numeralia dalam Ekspresi Waktu

Bagian ini khusus membahas numeralia yang digunakan pada ekspresi waktu. Untuk ekspresi waktu, pada umunya numeralia yang digunakan berjenis SK, kecuali untuk jam. Penulisan atau penyebutan waktu juga urut dari

105


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

satuan waktu yang paling besar ke satuan waktu yang paling kecil (Prihantoro & Paumier, 2010:278). Pola ini sangat ketat dan jika dilanggar akan membuat frasa waktu terdengar tidak alami. Dari komposisinya, numeralia akan disebutkan di awal, yang kemudian disusul dengan ekspresi waktu dalam bahasa Korea. Perhatikan contoh berikut (11) Komposisi Numeralia dalam Ekspresi Waktu 1999년 2 월 21 일 4 시 30 분 21 초 1999:SK nyon 2:SK wol 21:SK il 4:MK si 30:SK bun 21:cho 1999 tahun 2 bulan 21 tanggal 4 jam 30 menit 21 detik ‘Tanggal 21 bulan Februari tahun 1999, Jam 4 lewat 30 menit 21 detik’ Dari contoh diatas bisa dilihat bahwa satu-satunya ekspresi waktu yang bersanding dengan numeralia berjenis MK adalah ekspresi waktu jam. Kemudian dari romanisasi contoh (11) dapat dilihat bahwa tidak seperti bahasa Korea, komposisi waktu dalam bahasa Indonesia memiliki perbedaan. Misalnya, waktu yang menunjukan ‘tahun’ ‘bulan’ ‘tanggal’ dan ‘jam’ komposisinya terdiri dari ‘ekspresi waktu’ ditambah dengan numeralia, dimana komposisi ini terbalik dengan bahasa Korea. Namun pada ‘menit’ dan ‘detik’ komposisinya sama dengan bahasa Korea, yaitu ‘numeralia’ ditambah ekspresi waktu. Untuk bulan, Bahasa Korea tidak memiliki nama bulan khusus seperti Januari, Februari, Maret dan lain-lain. Nama bulan terkomposisi oleh nomor (1-12) ditambah 월 wol yang berarti ‘bulan’. Dilihat dari prioritas waktu pun ada perbedaan dengan bahasa Indonesia. Pada rangkaian waktu kalendris contoh (11), prioritas pertama adalah tahun, disusul bulan dan tanggal. Ini terbalik dengan bahasa Indonesia yang memprioritaskan tanggal, bulan, kemudian tahun. Tabel 6. Ekspresi Waktu Ekspresi Waktu

Tahun

Bulan

Tanggal

Jam

Menit

Detik

Hangeul

년 nyon

월 wol

일 il

시 si

분 bun

초 cho

Sistem Numeralia

SK

SK

SK

MK

SK

SK

Keunikan numeralia yang lain adalah cara menghitung hari. Perlu dicatat bahwa penjelasan sebelumnya tentang ekspresi waktu adalah ungkapan deiktik yang menunjuk pada waktu tertentu, namun tidak mengukur durasi. Contoh (11), merupakan jawaban pertanyaan seperti ‘jam berapa’, tahun berapa’, ‘ka-

106


Sistem Numeralia Bahasa Korea: Bentuk, Fungsi dan Dinamikanya

pan?’, namun tidak menjawab pertanyaan ‘berapa lama’ dimana informasi yang diinginkan tidak menunjuk pada satu waktu secara spesifik, namun mengukur durasi. Untuk menghitung hari, kedua numeralia baik MK maupun SK bisa digunakan, namun ada perbedaan dalam kombinasinya. Perhatikan contoh berikut dimana terjadi percakapan antara tiga orang, Cheolsu, Siwon dan Yuri. (12) Penghitungan hari Cheolsu : 여행-은 얼마 동안 있-을거야? Yeoheng-eun olma dongan iss-eulkoya? Jalan-jalan-TOP berapa selama ada-akan? ‘berapa lama berjalan-jalanya?’ Siwon

: 삼 일 동안 있을거야

(SK)

sam il dongan iss-eulkoya tiga hari selama ada-akan ‘selama tiga hari’ Yuri

: (사흘|*세 날) 있을거야 (MK) (saheul|*se nal) dongan iss-eulkoya (tigahari| *tiga hari) selama ada-akan? ‘selama tiga hari’

Untuk menghitung hari dengan numeralia SK cukup ditambahkan 일 il ‘hari’ setelah numeralia (SK+일 il) , seperti dituturkan Siwon pada contoh 11. Namun komposisi ini tidak parallel dengan MK. Dengan analogi yang sama (SK + 일 il), hasil yang dicapai adalah ketidakberterimaan frasa seperti dicontohkan pada tuturan Yuri (12) yang diberi tanda*. Bentuk yang berterima adalah bentuk khusus yang didesain untuk merepresentasikan penghitungan hari, yang komposisinya tidak sama dengan komposisi menggunakan SK. Tiga hari, tidak direpresntasikan dengan 세 se ‘tiga’ dan 일 il ‘hari’ (*MK+ 일 il ) tapi dengan ekspresi khusus 사흘 saheul, yang mana terjadi fusi antara dua komponen ini (numeralia dan ‘hari’). Namun demikian, ungkapan khusus ini terbatas hingga 30, bahkan tidak semua. Perhatikan tabel berikut (disesuaikan dari Ihm, 2000:92).

107


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

Tabel 7. Menghitung Hari Jumlah Hari

Hangeul

Romanisasi

Jumlah Hari

Hangeul

Romanisasi

1

하루

haru

11

열하루

yeolharu

2

이틀

iteul

12

열이틀

yeoliteul

3

사흘

saheul

13

열사흘

yeolsaheul

4

나흘

naheul

14

열나흘

yeolnaheul

5

닷새

datsae

15

열닷새

yeoldasae

6

엿새

yeotsae

20

스무날

seumunal

7

이레

ire

21

스무하루

seumuharu

8

여드레

yeodeure

28

스무여드레

seumuyeodere

9

아흐레

aheure

29

스무아흐레

seumuaheure

10

열흘

yeolheul

Kata penghitung hari tersedia hingga 29. Jika hari yang dihitung lebih dari 29, maka satuan diatasnya (bulan, tahun) akan digunakan, atau beralih menggunakan sistem SK. Untuk menghitung bulan, kedua sistem numeralia baik SK maupun MK bisa digunakan. Jika menggunakan SK, maka untuk merepresentasikan bulan, yang digunakan adalah 개월 gaewol 21 (SK+개월). Apabila yang digunakan adalah numeralia MK, maka yang digunakan adalah 달 dal (MK+달 dal). Pada penghitungan jam semuanya menggunakan bentuk MK, kecuali durasi jamnya lebih dari 99. Pada bentuk deiktik yang digunakan untuk merepresentasikan jam adalah 시 si (MK+시 si), sedangkan yang digunakan untuk menghitung jam adalah 시간 sigan (MK+시간 sigan). Untuk penghitungan ekspresi waktu yang lain seperti tahun, menit dan detik pola komposisinya tidak berbeda dan tidak terjadi juga perubahan bentuk.

21

개 gae merupakan kata penggolong generik, seperti ‘buah’ dalam bahasa Indonesia.

108


Sistem Numeralia Bahasa Korea: Bentuk, Fungsi dan Dinamikanya

Tabel 8. Penggunaan numeralia dalam ekspresi waktu deiktik dan durasi Deiktik Numeralia SK

Durasi

Numeralia MK

Numeralia SK

Numeralia MK

Tahun

SK+ 년nyon

-

SK+ 년nyon

-

Bulan

SK+ 월wol

-

SK+ 개월 gaewol

MK+달 dal

Tanggal

SK+일 il

-

-

-

Hari

-

-

SK+ 일 il

(khusus)

Jam

-

MK+ 시 si

-

MK+ 시간 sigan

Menit

SK+분bun

-

SK+ 분bun

-

Detik

SK+ 초cho

-

SK+초cho

-

Jika dibandingkan dengan bahasa Indonesia, pembedaan ekspresi waktu sebagai deiktik dan durasi adalah pada konstruksinya, bukan ungkapan waktu yang dipakai seperti pada penghitungan durasi hari dalam bahasa Korea. Ungkapan deiktik yang melibatkan numeralia biasanya diawali dengan ungkapan waktu disusul dengan numeralia (jam 1, tahun 1999), sedangkan untuk durasi biasanya diawali dengan numeralia disusul dengan ungkapan waktu (1 jam, tahun 1999). Simak ilustrasinya berikut. Ilustrasi 2. Konstruksi Ungkapan Waktu dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Korea

Ilustrasi di atas membandingkan ungkapan waktu dalam bahasa Indonesia dan Korea, baik yang sikapnya deiktik maupun durasi. Dalam bahasa Indonesia, perbedaanya cukup jelas ditunjukan oleh posisi. Namun dalam bahasa Korea, perbedaanya bukan pada posisi melainkan pada ungkapan yang digunakan. Konstruksinya tetap sama (numeral+ungkapan waktu), namun ungkapan waktunya yang berbeda. Jam misalnya, untuk ungkapan deiktik digunakan 시 si sedangkan untuk ungkapan yang bermakna durasi digunakan 시간 sigan.

109


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

Demikian juga dengan bulan. Jika ungkapanya deiktik menggunakan 월 wol dan jika durasi menggunakan 개월 gaewol atau 달 dal.

Numeralia Ordinal Numeralia ordinal adalah numeralia menerangkan urutan dari nomina inti. ‘buku ke delapan’ misalnya, menunjukan bahwa ada tujuh buku yang lebih dahulu ditulis sebelumnya dan buku ke delapan mengacu pada buku yang ditulis setelah buku ke tujuh dan sebelum buku ke Sembilan (jika ada). Dalam bahasa Indonesia numeralia yang bersanding dengan kata ‘ke’ merupakan penanda numeralia berjenis ordinal. Untuk menyatakan urutan dalam bahasa Korea, kedua numeralia baik SK maupun MK digunakan. Untuk numeralia berjenis MK, setelah numeralia ditambahkan 째 jjae. Numeralia MK yang digunakan adalah yang menduduki kelas sintaksis sebagai modifier. Ada perubahan khusus untuk nomor satu. Alih-alin 한 han yang digunakan adalah 첫 cheot. Kata bon22 tidak wajib digunakan antara numeralia dan 번 jjae. Namun, opsi ini hanya berlaku sampai nomor 9. Untuk nomor 10 ke atas, kata 번 bon wajib digunakan (Ihm, 2000:94). Tabel 9. Numeralia Ordinal MK Urutan

Hangeul

Romanisasi

Urutan

Hangeul

Romanisasi

Ke-1

첫(번)째

cheot(beon)jjae

Ke-6

여섯(번)째

yeoseot(beon) jjae

Ke-2

두번째|둘째

tu (beon)jjae|duljjae

Ke-10

열번째

yeol(beon)jjae

Ke-3

세번째|셋째

se (beon) jjae| setjjae

Ke-11

열 한번째

yeol han(beon)jjae

Ke-4

네번째|넷째

ne (beon) jjae|netjjae

Ke-12

열 두번째

yeol du (beon) jjae

Ke-5

다섯(번)째

taseot(beon) jjae

( ): Tidak wajib Untuk numeralia SK, polanya adalah 제 jjae + numeralia SK. Tidak ada perubahan yang terjadi pada numeralia SK seperti yang terjadi pada MK. Namun penggunaan bentuk ini memberikan dua implikasi. Selain numeralia ordinal seperti ‘ke satu’, ‘ke dua’ ‘ke tiga’, numeralia dengan pola seperti ini juga bisa bermakna memberikan identitas berupa nomor. Perhatikan contoh berikut. 22

Apabila numeralia MK berbentuk modifier (한,두,세,네,…) dan 번 digunakan tanpa a째 (MK+번 )maka ia bermakna repetisi atau ‘kali’.

110


Sistem Numeralia Bahasa Korea: Bentuk, Fungsi dan Dinamikanya

(13) 째 Jjae + SK sebagai urutan dan nomor a. 한국-은 우리 제2-의 고향 (urutan) Hankuk-eun uri jei-ui gohyang Korea-TOP kami kedua-GEN kampong ‘Korea adalah kampung ke dua kami’ b. 제7과-를 보십시오 (identitas nomor) Jechilgwa-reul posipsio Ketujuhbagian-OBJ lihat ‘tolong lihat bagian ke tujuh’

Dinamika Numeralia Bahasa Korea 5.1 Numeralia, Kata Penggolong dan Kata Ukur Oh (1994:33) dan Unterbeck (1994:368) menyinggung tentang numeral, kata ukur, dan kata penggolong. Kata penggolong dalam Korea secara tipologis berada di bawah klasifikasi kata penggolong numeral. Maksudnya, kata penggolong berjenis ini harus hadir dengan numeral, dan pada bahasa Korea ada kecenderungan untuk kata penggolong hadri bersama numeralia MK. Walaupun pada prakteknya jika referen yang diacu berjumlah lebih dari 99 yang digunakan adalah numeralia SK atau kombinasi (SK+MK), namun ada kecendereungan bahwa kata penggolong lebih memilih MK. Beberapa peneliti kata penggolong bahasa Korea memasukan kata ukur: termasuk berat, tinggi, lebar, nilai mata uang, ungkapan waktu ke dalam kata penggolong. Namun menurut Oh, kedua elemen ini harus dibedakan. Dalam praktek penggunaan numeralia Bahasa Korea, kebanyakan kata ukur ini bersanding dengan SK. Perhatikan contoh berikut. (14) Kata Penggolong dan Numeralia MK a. 사과 세|*삼 개 (Numeralia MK dan Kata Penggolong) sagwa se|*sam gae apel tiga:MK|*SK buah ‘tiga buah apel’ b. 삼|*세 킬로그램-의 사과 (Numeralia SK dan Kata Ukur) sam|*se killeugraem-ui sagwa tiga kilogram-GEN apel ‘tiga kilogram apel’

111


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

Jika kita lihat contoh di atas, kata penggolong gae yang bermakna seperti kata penggolong buah di Indonesia memilih numeralia MK (14a) sedangkan kata ukur berat killeugraem ‘kilogram’ lebih memilih numeralia SK (14b). Bagaimana membedakanya? bisa kita lihat bahwa numeralia dan kata penggolong memberikan keterangan enumerasi referen ‘apel’ menjadi individu (14a), sedangkan numeralia SK dan kata ukur memberikan keterangan enumerasi referen sebagai entitas yang tidak terpisahkan (14b). Contoh 14a menjamin adanya tiga apel. Sedangkan contoh 14b tidak menjamin adanya 3 apel. Contoh ini memberikan informasi berat sejumlah apel. Jumlah apelnya sendiri bisa 2, 3, 4 dan seterusnya. Perhatikan ilustrasi di halaman selanjutnya. Ilustrasi 3. Numeralia MK + Kata penggolong dan Numeralia SK+ Kata ukur a. (Numeralia MK + Kata Penggolong)

{a1}

{a2}

{a3}

{a4}

b. (Numeralia SK + Kata Ukur)

{a1, a2, a3, a4}

Dapat kita lihat pada ilustrasi di atas (13), bahwa Numeralia MK + Kata penggolong membagi referen menjadi atom-atom tersendiri (13a). Dengan kata lain, inti referen dihitung per individu. Sedangkan pada Numeralia SK + kata ukur, inti referen dihitung sebagai satu entitas tak terpisahkan. Pada (13a) inti yang menjadi referen biasanya terbatas pada inti yang bisa dihitung seperti hewan, manusia, lembar kertas dan lain lain. Sedangkan pada (13b) obyek bisa berupa inti yang bisa dihitung maupun yang tak terhitung (uncountable) seperti air, udara, minyak dan seterusnya. 5.2 Numeralia Bahasa Inggris Numeralia bahasa Inggris tidak menggantikan kedua numeralia yang ada (SK dan MK), namun karena tingginya kontak antara bahasa Inggris dan Korea, mulai dapat dijumpai numeralia berbahasa Inggris dalam kehidupan seharihari di Korea. Numeralia berbahasa Inggris ini banyak yang ditulis dengan huruf Hangeul. Hal ini terkadang membingungkan bagi para pembelajar awal bahasa Korea karena asumsi bahwa semua yang ditulis dengan huruf Hangeul adalah bahasa Korea. Keberadaan numeralia ini tidak terlalu mengancam keberadaan numeralia Korea karena ia hanya digunakan pada konteks yang sangat terbatas: nama bangunan, slogan, iklan, serta nomina yang diberi nama khusus (proper

112


Sistem Numeralia Bahasa Korea: Bentuk, Fungsi dan Dinamikanya

nouns). Numeralia bahasa Inggris ini muncul bersama elemen lain berbahasa Inggris yang ditulis dengan huruf Hangeul juga. Perhatikan beberapa contohnya berikut. a.

원스톱서비스

Wuon setop seobiseu satu stop layanan ‘layanan satu atap’ b.

옵티모스원

optimoseuwon optimus one Optimus 1 (merek telpon seluler) c.

원시리즈

wonsirijeu ‘one series’ 1 series (Slogan iklan)

Penutup Numeralia dalam bahasa Korea memiliki keunikan dalam beberapa aspek. Pertama ada dua jenis sistem numeralia dalam Bahasa Korea: Sino Korea (SK) dan Murni Korea (SK). Masing-masing memiliki sifat dan konstruksi yang unik. Meski demikian, keduanya digunakan secara luas dalam bahasa percakapan maupun tulis. Paper ini juga telah menyoroti ungkapan waktu dalam bahasa Korea, dimana penggunaan kedua jenis numeralia tersebut dibahas. Ekspresi waktupun terbagi dua. Yang pertama ekspresi waktu deiktik atau menunjuk pada waktu tertentu, dan yang kedua yang mengukur durasi waktu. Keduanya memiliki aturan yang unik dalam pemilihan numeral. Ada juga kecenderungan untuk numeralia MK untuk hadir dengan kata penggolong, sedangkan numeralia SK cenderung hadir bersama kata ukur seperti; berat, panjang, nilai uang dan kata ukur lain. Perbedaan inilah yang menjadi tantangan bagi pembelajar awal Bahasa Korea. Karena tingginya kontak dengan Bahasa Inggris, numeralia berbahasa Inggris mulai dapat dijumpai di slogan, iklan nama bangunan, dan nomina sejenisnya. Namun hal ini menyebabkan kebingungan pada pembelajar awal bahasa Korea, karena numeralia tersebut ditulis dengan huruf Hangeul. Inilah tantangan lain bagi pembelajar Bahasa Korea.

113


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

Tulisan ini jika diolah lebih lanjut dapat dijadikan salah satu rujukan untuk melengkapi buku atau materi pembelajaran Bahasa Korea bagi penutur Bahasa Indonesia. Di bidang linguistik, tulisan ini menambah referensi perbandingan Bahasa Indonesia dengan bahasa asing lain seperti Korea. Kajian seperti ini penting karena mulai meningkatnya kontak bahasa dan budaya antar dua bahasa. Penulis: Prihantoro M.A. Hankuk University of Foreign Studies, Staf Pengajar Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro Semarang. E mail: prihantoro2001@yahoo.com

Daftar Pustaka Alwi, H. Dardjowidjojo, S. Lapoliwa, H. Moeliono, A. 1998. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Dixon, R. M. W. and Alexandra Aikhenvald, eds., 1999. The Amazonian Languages. Cambridge: Cambridge University Press. Edwar, E. Christina, R. 김홍기.설혜윤, et al. 1995. (문병식 편저) Kamus Bahasa Korea-Indonesia. Everett, Daniel, 1986.”Piraha”. In the Handbook of Amazonian Languages, vol I. Desmond C. Derbyshire and Geoffrey K. Pullum (eds). Mouton de Gruyter. Ihm, Ho Bin. 2001. Korean Grammar for International Learner. Seoul : Yonsei University Press. Kridalaksana, H. 2005. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Gramedia: Jakarta. Nam, J-S. 2005. DECO: Database of Korean Lexicon. Seoul: DICORA Hankuk University of Foreign Studies Oh, S-R. 1994. Korean Numeralia Classifier: Semantic and Universal. Seoul: Seoul National University Press. Prihantoro & Paumier, S. 2010. “Description of Indonesian and Korean Time Expression by Using LGGs” in Proceeding of 2010 Seoul International Conference on Linguistics, Seoul : Hankookmunhwasa. Sohn, H-M. 1999. Korean Language. Cambridge: Cambridge University Press. Unterbeck, B. 1994. “Korean Classifier” in Theoretical Issues in Korean Linguistics. Young-Key Kim-Renaud (ed). Stanford: Stanford University Press. Waridah. 2008.EYD dan Seputar Kebahasa-Indonesiaan. Jakarta: Kawan Pustaka. 안영호. 1995. 인도네시아어-한국어사전. 서울: 한국외국어대학교 출판부.

114


BAB IV BAHASA KOREA DI ERA GLOBAL

115


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

116


Bahasa Korea dalam Kancah Global di Awal Abad Ke-21

BAHASA KOREA DALAM KANCAH GLOBAL DI AWAL ABAD KE-2123 Suray Agung Nugroho (Universitas Gadjah Mada, Indonesia)

(국문요약:) “21세기 글로벌 시대의 한국어” 21세기로 들어 선 이후, 한국어의 중요성과 대중성(인기)은 날이 갈수록 증가하고 있다. 한류 현상의 조류를 타고 한류의 글로벌 사업화를 위해서, 한국에서는 정부와 민간단체뿐만 아니라 일반인들까지 가세하여 한국어와 한글을 세계로 알리기 위해서 노력을 하고 있다. 한류 현상과 한류의 글로벌 사업화와 관련하여, 본고에서는 문화와 글로벌 비즈니스 방면에서 현황 분석을 통하여 한국어의 발전 상황을 분석해 보고자 한다.

Pendahuluan Banyak keberhasilan yang bisa diceritakan mengenai bangsa Han atau Korea dalam perkembangan budaya, politik, ekonomi, dan sosial budayanya dalam dasawarsa awal abad ke-21 ini. Ada beberapa pencapaian nyata yang layak diketahui, di antaranya adalah terobosan tercapainya pendapatan per kapita lebih dari US$ 25.000 pada tahun 2010; terlampauinya cadangan devisa negara sebesar US$ 270 milyar24; terpeliharanya situasi pemerintahan yang demokratis sejak awal tahun 1990an dengan pemerintahan sipil yang dapat mengawal Korea menuju abad ke-21 dengan mantap; semakin terkenalnya budaya Korea melalui gelombang Korea ’Hallyu’-nya ke seluruh penjuru dunia; serta semakin banyaknya orang asing mempelajari bahasa Korea baik untuk kepentingan sendiri, bisnis, dan budaya. Sebelum semua hal tersebut tercapai, perlu disimak bahwa pada tahun 1960-an sebenarnya Korea tidaklah berbeda jauh dengan Indonesia dalam 23

24

Tulisan ini adalah pengembangan lebih lanjut dari riset kecil mengenai Bahasa Korea dalam perspektif budaya global yang penulis lakukan pada tahun 2005. Dalam kurun waktu 5 tahun hingga tahun 2011, bahasa Korea terus mengalami perubahan dalam perkembangannya seiring dengan kemajuan bangsa Korea. Untuk itulah, tulisan ini memaparkan singkat apa yang terjadi dengan bahasa Korea sebagai salah satu bahasa yang terus mendunia selama dekade pertama abad ke-21 ini. Dalam situs (https://www.cia.gov) ini dilaporkan bahwa per 31 Desember 2010 Korea berada di bahwah China, Jepang, Rusi, Arab Saudi, Taiwan, Brasil, dan India dalam cadangan devisa negara.

117


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

hal pembangunan negaranya. Namun, Korea dapat dikatakan telah memimpin dalam hal pencapaian pembangunannya. Dalam waktu cepat, yaitu setelah perang Korea tahun 1950–1953, Korea telah mencapai pertumbuhan ekonomi yang menakjubkan sehingga dapat disejajarkan dengan negara-negara industri maju lainnya. Sebagai salah satu negara Asia yang sedikit banyak memiliki kesamaan di tengah perbedaan-perbedaan yang ada, Korea telah mampu menarik perhatian beberapa kalangan akademisi di seluruh dunia termasuk di perguruan tinggi Indonesia. Dalam hal ini, Korea telah dijadikan sebagai suatu kajian ilmu untuk dipelajari dan diteliti sebagai kajian khusus. Salah satu kajian yang mulai berkembang adalah kajian mengenai bahasa Korea. Perkembangan ini memang sudah menjadi suatu kebutuhan mengingat terus meningkatnya hubungan kedua negara dalam berbagai bidang. Untuk itulah, penting bagi Indonesia yang telah mulai banyak melakukan kajian kawasan Asia Timur seperti China dan Jepang untuk juga terus memperkuat kajian mengenai Korea. Dalam tulisan ini, dari berbagai macam ranah kajian Korea, salah satu yang menjadi topik pembahasan adalah bahasa Korea. Untuk itulah, demi suatu cita-cita untuk terus memperkenalkan bahasa Indonesia di tingkat internasional, maka banyak yang bisa dipelajari dari Korea. Terlebih, Korea telah banyak melakukan banyak hal dalam upaya pengenalan dan pengajaran bahasa Korea sebagai bahasa asing di negara-negara lain. Sebagai gambaran sekilas, di negara tetangga Korea yaitu, China dan Jepang banyak terdapat universitas yang menjadikan bahasa Korea sebagai program studi resminya. Di China, terdapat sekitar 70 perguruan tinggi yang memiliki prodi Korea pada tahun 2009. Sementara itu, di Jepang terdapat lebih dari 3000 lembaga kursus bahasa Korea. Hal tersebut belum termasuk sekitar lebih dari 250 SMP dan SMA yang mengajarkan bahasa Korea sebagai bahasa asing. Gambaran lain yang perlu diketahui adalah adanya lebih dari 740 universitas di 64 negara yang menawarkan bahasa Korea dalam mata kuliahnya. Bagaimana dengan di Indonesia? Apakah bahasa Korea telah menjadi salah satu bahasa asing yang penting untuk dilirik? Melihat hal tersebut, banyak yang melihat bahwa keadaan belumlah seperti bagaimana China dan Jepang melihat bahasa Korea, namun arah ke sana telah ada. Maka, apabila saat ini bahasa Jepang telah menjadi salah satu bahasa pilihan di tingkat sekolah menengah atas di Indonesia, bahasa Korea belum mencapai taraf itu. Untuk itulah perlu dilakukan langkah-langkah oleh kedua negara untuk terus memacu perkembangannya. Salah satu alasan utama mengapa bahasa Korea perlu terus dipupuk untuk diperkenalkan di Indonesia dalam lembaga formal, selain melalui perguruan tinggi yang sudah mengembangkannya, yaitu UI, UGM, dan UNAS; adalah masih timpangnya jumlah ahli Korea di Indonesia, semen-

118


Bahasa Korea dalam Kancah Global di Awal Abad Ke-21

tara Korea telah mencetak para ahli Indonesia dalam bidang bahasa dan budaya Indonesia sejak tahun 1960an—suatu pemikiran ke masa depan yang cemerlang saat itu. Sementara itu, Indonesia baru bisa dikatakan secara resmi memiliki suatu program studi yang berkaitan dengan bahasa Korea sejak tahun 2003 di UGM dan 2006 di UI, walaupun sebenarnya ada sebuah lembaga yaitu, Pusat Studi Korea UGM yang didirikan sepuluh tahun sebelumnya, yaitu pada tahun 1996. Usaha-usaha tersebut dapat dilihat sebagai bentuk kerjasama bidang akademik antarkedua negara dan juga untuk meningkatkan kajian tentang Korea di Indonesia. Tulisan singkat mengenai bahasa Korea ini akan memaparkan sejarah bahasa Korea secara singkat, perkembangan bahasa Korea dewasa ini, dan apa saja yang terjadi dengan bahasa ini di tingkat pergaulan dunia sehingga bisa dilihat bagaimana bangsa Korea memandang bahasanya sendiri yang didengung-dengungkan sebagai lambang kebanggaan mereka terlebih-lebih dalam abad ke-21 ini.

Sejarah Singkat Sampai sekarang tidak ada yang tahu dengan pasti berapa lama orang Korea telah menggunakan bahasa Korea. Namun, ada yang meyakini orang Korea telah menggunakan bahasanya lebih dari dua milenia. Saat itu bangsa China memberikan pengaruh yang besar terhadap negara-negara sekitarnya, termasuk Korea. Sebagai salah satu akibatnya, sekitar 50 persen kosakata bahasa Korea berakar dari bahasa China. Perlu diketahui bahwa pada zaman dulu bangsa Korea tidak memiliki tulisan sendiri, sehingga mereka mengadopsi karakter China yang digunakan untuk representasi bahasa Korea. Secara historis, Gugyeol, Hyangchal, dan Idu adalah istilah-istilah yang sering muncul bila membicarakan bagaimana bahasa Korea ditulis dengan karakter China pada zaman dulu.25 Jadi selama hampir 1500 tahun orang Korea memakai bahasa Korea untuk percakapan 25

Gugyeol dan Hyangchal (sekitar 950 M) diciptakan untuk membantu menyalin sastra China ke dalam bahasa Koera yang bisa dipahami dalam bahasa Korea. Bentuknya masih seperti karakter huruf China, namun partikel, akhiran kalimat, dan beberapa bentuk kata kerjanya disederhanakan sehingga mudah dipahami oleh orang Korea. Sementara itu, Idu (1390 M) adalah bentuk karakter China yang telah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga lebih mudah bagi orang Korea menuliskan bahasanya, walaupun tentunya hal ini masih terbatas untuk dokumen resmi pemerintahan dan tak semua orang bisa memahaminya. Selain itu Idu dianggap tidak sistematis sehingga tetap belum bisa merepresentasikan bahasa Korea yang sesungguhnya. (http://glyphs.webfoot.com/blog/ 2011/03/12/Hangeul-1446-ad-korea/) diakses tanggal 2 April 2011.

119


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

sehari-hari, tetapi memakai karakter China untuk menuliskan bahasanya. Hal ini membuat kemampuan memahami karakter China adalah sesuatu yang penting bahkan sejak dini, terutama bagi mereka yang bisa bersekolah di seodang atau balai belajar di desa (Choi, 2006). Namun, semua itu berubah setelah penguasa keempat Dinasti Jeoson (1392-1910) yaitu, Raja Sejong menciptakan sistem penulisan bahasa Korea yang disebut dengan Hangeul pada tahun 1443 dan yang diresmikan sebagai karakter nasional pada tanggal 9 Oktober 1446. Setelah adanya Hangeul, maka pengajaran Hangeul dan pemahaman karakter China dikembangkan bersamaan, namun Hangeul semakin mendapat tempat karena kesederhanaan dan kemudahan dalam mempelajarinya. Salah satu alasan yang mendasari penciptaan Hangeul adalah banyaknya rakyat jelata yang tidak bisa membaca dan menulis saat itu akibat adanya hak istimewa mengenal baca-tulis hanya untuk kaum bangsawan. Dengan semangat pencerahan rakyatnya, Raja Sejong dibantu dengan para cendekianya pada saat itu berkumpul untuk mengkaji dan akhirnya menciptakan Hangeul. Hari ditetapkannya abjad Korea itu sudah lama dirayakan sebagai hari lahir Hangeul. Pada hari itulah seluruh rakyat Korea secara khusus memberikan penghormatan terhadap jasa Raja Sejong. Ketika abjad Korea itu dikenalkan kepada masyarakat awam, Raja Sejong berikrar untuk mendidik rakyatnya dengan abjad yang benar. Sesungguhnya, pada waktu abjad Hangeul diresmikan, para sarjana ilmu Konfusius mengajukan keberatan terhadap Raja Sejong. Para sarjana itu berpendapat bahwa kebudayaan Korea tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan China. Oleh karena itu, mereka memandang bahwa abjad Hangeul terlalu sederhana dan mudah sehingga merupakan abjad yang rendah. Namun, karena tidak mendapat dukungan dari rakyat, keberatan para sarjana itu akhirnya tersingkir dengan sendirinya karena rakyat justru menyambut dan mempelajari abjad itu dengan tekun sehingga abjad itu menjadi bagian penting dalam hidup mereka. Pada waktu diciptakan, abjad Hangeul terdiri atas 17 konsonan dan 11 vokal. Setelah mengalami beberapa kali pembaharuan dari masa ke masa, maka sekarang terdapat hanya 14 konsonan dan 10 vokal dasar. Di samping itu, terdapat juga 5 konsonan ganda dan 11 gabungan vokal. Hangeul sangat sederhana apabila dibandingkan dengan huruf China, dan rakyat Korea mengakui bahwa sistem fonetis dari abjad itu dapat mengekspresikan berbagai macam bunyi, termasuk kicauan burung dan raungan binatang liar. Bangsa Korea sangat bangga memiliki Hangeul karena mereka beranggapan bahwa dengan Hangeul bangsa Korea mempunyai identitas tersendiri di antara bang-

120


Bahasa Korea dalam Kancah Global di Awal Abad Ke-21

sa-bangsa di dunia. Dari segi keindahan, Hangeul berbentuk sederhana dan mudah dipelajari sehingga dapat dikuasai dalam waktu singkat. Saat Korea di bawah penjajahan Jepang, memakai bahasa dan tulisan Korea sangat dibatasi. Namun, justru dengan adanya tindakan represif itu, rakyat Korea memakai bahasa dan abjad Korea sebagai lambang perlawanan. Sejak tahun 1948, tiga tahun setelah merdeka, pemerintah Republik Korea telah menerapkan pemakaian Hangeul dalam dokumen-dokumen resmi dan buku pelajaran. Namun demikian, selama beberapa tahun setelah dikeluarkan ketetapan tersebut, huruf China masih tetap dipakai bersama-sama dengan Hangeul. Keadaan ini masih terdapat sampai sekarang, tetapi huruf China dipakai secara sangat terbatas. Sehubungan dengan hal ini, rakyat Korea patut berterima kasih atas jasa Raja Sejong karena Korea telah menjadi negara yang rakyatnya hampir tidak ada yang buta huruf. Korea memiliki tingkat melek huruf yang sangat tinggi, yaitu 98,7% pada tahun 2003.26

Posisi Bahasa Korea dalam Kacamata Global Dewasa Ini Sebelum membicarakan mengenai posisi bahasa Korea di dunia ini, ada baiknya mengetahui bagaimana dan apa yang terjadi dengan bahasa Korea di tengah-tengah masyarakatnya sendiri. Walaupun bahasa Korea dengan abjad Hangeul-nya dianugerahi ‘King Sejong Literacy Prize’ oleh UNESCO pada 8 September 1990 sebagai salah satu warisan budaya yang agung, banyak kawula muda Korea—seperti halnya di Indonesia—yang tergila-gila dengan apa pun yang berbau Inggris. Hal ini bisa dilihat wajar karena seseorang masih dilihat juga dari sisi seberapa besarkah kemampuannya berbahasa Inggris. Penggunaan bahasa Korea tidak lepas dari pengaruh bahasa Inggris yang akhirnya banyak diserap ke dalam bahasa Korea. Dengan semakin banyaknya kata-kata serapan ini, bisa dikatakan bahwa bahasa Korea yang digunakan di Korea Selatan tidak semurni bahasa Korea di Korea Utara. Fakta ini dapat terlihat dalam poster, nama toko, nama-nama tempat perbelanjaan dan nama restoran yang banyak memakai bahasa Inggris, Perancis, atau Italia untuk menunjukkan kesan mewah dan elegan. Bahkan lirik-lirik lagu K-Pop banyak yang disisipi bahasa asing terutama bahasa Inggris untuk menunjukkan ke-hip-an lagu-lagu grup-grup musik Korea saat ini. Apabila hal ini dilihat sebagai dampak buruk semakin terbukanya Korea, maka bisa dikatakan penggunaan bahasa Korea tidak jauh berbeda dengan pemakaian bahasa Indonesia yang banyak terpengaruh oleh bahasa asing.

26

Lihat pada www.liquida.com/literacy-rate-in-asian-countries.

121


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

Namur demikian, bahasa Korea tetap merupakan bahasa yang terus berkembang di tengah semakin kaburnya batas antarbangsa dan semakin mudahnya komunikasi lintas negara dewasa ini. Untuk itulah, untuk mengetahui letak bahasa Korea dalam percaturan bahasa-bahasa di dunia, paling tidak ada dua posisi penting bahasa Korea dalam pergaulan dunia saat ini yaitu, dalam bidang budaya dan bisnis. Melalui dua bidang ini akan terlihat bagaimana bahasa Korea berperan dalam menampilkan karakteristik produk budaya Korea ke masyarakat dunia sekaligus bagaimana bahasa Korea digunakan dalam dunia bisnis. Setelah menelaah dua bidang ini, selanjutnya akan dibahas sekilas mengenai perkembangan bahasa Korea dalam dekade awal abad ke-21 ini. 2.1 Bahasa Korea Dilihat dari Kacamata Budaya Sejak hiruk pi­kuk Piala Dunia 2002 di mana Korea menjadi tuan rumah bersama dengan Jepang hingga tahun 2010 di mana pengaruh budaya Korea semakin terasa, beberapa stasiun televisi swasta di Indonesia gencar bersaing menayangkan film-film, sinetron-sinetron, dan musik Korea. Bahkan, terdapat beberapa sinetron Korea yang ‘sukses’ di layar kaca, sebut saja Winter Sonata, Endless Love, Dae Jang Deum, dan Boys Befote Flowers—segelintir yang kemungkinan besar diingat oleh pecinta Korea di Indonesia. Sinetron-sinetron buatan negeri ginseng ini telah berhasil menarik perhatian sebagian masyarakat Indonesia, bahkan beberapa bintang sinetron tersebut telah menjadi idola di tanah air. Hal ini baru berbicara mengenai situasi di Indonesia, padahal Korea telah berhasil mengekspor budaya popnya ke penjuru dunia pada awal abad ke-21 ini. Situasi tersebut adalah sebagian kecil dari apa yang disebut Hallyu— istilah buatan yang bermakna pengaruh budaya modern Korea di negaranegara lain—yang mulai merebak di banyak negara Asia, termasuk Indonesia. Terlebih lagi, fenomena K-Pop yang mulai menggelegar dan menyambangi pencinta Korea mulai tahun 2009 hingga 2010 dengan serbuan artis-artis boyband dan girl bandnya (Nugroho, 2010). Secara singkat dapat dikatakan bahwa Indonesia pun ternyata juga tidak jauh berbeda dengan negara-negara Asia lain seperti China, Singapura, Taiwan, Malaysia, Thailand, Vietnam dan bahkan Jepang dalam hal besarnya pengaruh Hallyu terhadap negera-negara itu. Tidak banyak yang menyangka bahwa Korea akan berhasil ‘mengekspor’ budaya popnya sebegitu besar dan gencar seperti halnya yang terjadi dengan budaya pop Jepang yang telah terlebih dahulu menyerbu Asia pada era 90an. Berhubungan dengan Hallyu ini, terutama dengan K-Pop (Korean Pop)nya akhir-akhir ini, fenomena Hallyu semakin mencengkeram para remaja di seluruh Asia dan kawasan dunia lainnya. Banyak artis Korea semakin menjadi idola para remaja di belahan dunia lain. Hal ini terbukti dengan banyaknya

122


Bahasa Korea dalam Kancah Global di Awal Abad Ke-21

konser artis Korea yang diadakan karena diundang oleh para penyelenggara event dari berbagai negara. Terlebih lagi, banyak yang berhasil terjual habis tiketnya. Selain itu banyak pula situs dan jejaring sosial tentang artis Korea yang didedikasikan khusus untuk para pemain drama Korea dan para penyanyi Korea yang bisa diakses oleh para penggemarnya. Sekarang, pertanyaan yang timbul dari situasi tersebut adalah adakah hubungan Hallyu (baca: budaya Korea modern) dengan bahasa Korea? Secara mudah dapat digambarkan bahwa fenomena tersebut secara tidak langsung semakin membuat bahasa Korea semakin terkenal. Semua produk budaya ‘modern’ Korea tersebut adalah asli Korea dalam arti baik lagu, sinetron, maupun filmnya memakai medium bahasa Korea sebagai bahasa pengantarnya. Sudah barang tentu, saat memasuki negara-negara lain dan dikonsumsi oleh para konsumen di belahan negara lain, produk tersebut banyak yang masih menggunakan bahasa Korea—sebelum melalui proses sulih suara—terutama untuk drama. Di sinilah letak salah satu keberhasilan bangsa Korea dalam memperkenalkan bahasanya. Apabila sebelumnya publik Asia lebih dulu terbiasa dengan bunyi bahasa Mandarin atau Jepang, maka sejak dekade awal abad ke-21 ini, bahasa Korea telah mulai terbiasa terdengar di radio dan televisi di dunia Internasional; serta mulai terbiasa terlihat oleh mata semua orang baik yang bisa membaca maupun hanya melihat tulisan Hangeul di koran, majalah, dan internet. Apalagi dengan masuknya teknologi dwi-bahasa pada acara-acara televisi tertentu, bahasa Korea dalam sinetron maupun film buatan Korea akhirnya dapat dikenal masyarakat di dunia. Khusus mengenai kaitannya dengan internet, ada satu hal yang patut dicatat di sini yaitu, fakta bahwa bahasa Korea berada di posisi ke-10 sebagai bahasa yang sering digunakan di media internet pada tahun 2009.27 Hal ini sudah barang tentu menjadikan bahasa Korea sebagai salah satu bahasa yang penetrasi dan signifikansinya di ajang global menjadi takterbantahkan. Sebagai gambaran, bahasa Korea menempati urutan ke-13 dengan pengguna sebanyak 71 juta orang di dunia ini sebagai bahasa yang paling digunakan. Jumlah ini pun baru dihitung dari Korea Selatan dan Korea Utara, belum termasuk para imigran Korea beserta keturunannya yang sampai saat ini berdiam di China, Amerika, Jepang, Rusia, Kanada, Australia, Amerika Selatan, Selandia Baru, Australia, dan negara-negara Eropa serta Asia lainnya.28 27

28

Bahasa Korea berada di dalam daftar top ten internet world user by language. Dalam daftar ini, Korea berada di bawah Rusia; di mana bahasa Inggris menempati posisi nomor satu. (www.internetworldstats.com/stats7.htm) Diakses tanggal 2 April 2010. Op. cit., Park, hal. 12-13.

123


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

2.2 Bahasa Korea Dilihat dari Kacamata Bisnis Bagian tulisan ini tidak akan menyinggung bisnis secara mendalam karena makna bisnis sangatlah luas. Namun, yang akan dipaparkan di sini hanyalah satu kasus saja yaitu, bahwa bahasa Korea menyebar ke seluruh dunia seiring dengan meningkatnya penanaman modal asing (PMA) Korea ke negaranegara lain. Investasi asing langsung di suatu negara menuntut penguasaaan asing oleh para SDM tempat investasi tersebut berada. Hal ini tak terkecuali di Indonesia, di mana Korea menjadi salah satu investor aktifnya. Terkait dengan hal ini, investasi perusahaan Korea yang merelokasi pabriknya maupun yang hanya membeli saham perusahaan-perusahaan lokal juga memerlukan SDM Indonesia yang paling tidak mengetahui bahasa dan budaya Korea walaupun tidak sempurna—terlepas dari adanya anggapan bahwa memiliki kemampuan bahasa Inggris sudah cukup bahkan untuk bekerja di perusahaan-perusahaan Korea. Namun anggapan tersebut ada benar dan tidaknya. Malahan, apabila budaya Korea benar-benar dipahami, maka anggapan tersebut sama sekali salah. Ternyata bangsa Korea dengan budayanya sendiri menuntut para pekerja di tempat perusahaannya untuk mengenal dan memahami lebih lanjut bahasa berikut budaya Korea. Alasan singkatnya adalah dengan menguasai bahasa Korea maka seseorang bisa menempatkan dirinya dalam berkomunikasi dengan orang Korea, terlebih dalam dunia bisnis. Hal itu tidak lepas dari adanya tingkatan kesopanan pemakaian bahasa Korea—hampir mirip dengan bahasa Jawa. Pada penelitian yang pernah dilakukan Pusat Studi Korea, Universitas Gadjah Mada tahun 2003 & 2004 yang menganalisis pemahaman antarbudaya pada perusahaan asing Korea di Indonesia, terdapat beberapa hal yang dapat menggambarkan hal tersebut. Salah satu yang dapat dipaparkan di sini adalah adanya dukungan empiris bahwa pemahaman antarbudaya khususnya komunikasi antar­budaya di dalam perusahaan Korea di Indonesia sangat diperlukan untuk menunjang kebijakan-kebijakan yang akan ditentukan serta untuk meminimalisir masalah atau konflik yang terjadi akibat adanya perbedaan budaya. Penelitian tersebut memberikan satu rekomendasi berupa perlunya peningkatan pemahaman antarbudaya di kalangan karyawan, baik karyawan lokal maupun karyawan Korea di perusahaan Korea di Indonesia (Kim et al., 2004). Ketika perusahaan Korea berekspansi ke negara lain, mereka menghadapi masalah bagaimana memanajemen perbedaan budaya. Latar belakang budaya Korea (dalam hal ini Konfusianisme) menyebabkan orang Korea pada tataran tertentu memerlukan penyesuaian-penyesuaian dalam berhubungan dengan orang asing. Hal ini terkadang berakibat pada cara orang Korea ber-

124


Bahasa Korea dalam Kancah Global di Awal Abad Ke-21

hubungan dengan orang asing. Dalam hal ini hubungan antara karyawan dengan pimpinan perusahaan. Untuk itulah, pemahaman bahasa Korea dan dalam hal ini tentunya budaya Korea sangatlah penting. Tentu sebaliknya, orang Korea yang juga menjadi pemilik perusahaan pun, juga harus dapat memahami perbedaan budaya para karyawannya. Pada intinya, gambaran singkat ini hanya ingin menunjukkan bahwa PMA dari Korea ke negara-negara lain berimplikasi bahwa bahasa Korea dan budayanya ternyata ikut serta terbawa oleh para pemilik modal. Untuk itu, perlu dipahami bahwa apa yang sebenarnya terjadi adalah tidak adanya pemahaman bagaimana orang Korea memakai bahasanya. Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahasa Korea mirip dengan bahasa Jawa yang memiliki tingkatan pemakaian tergantung dengan siapa seseorang berbicara. Tanpa adanya pengetahuan dasar dan sesederhana ini, sering muncul kesalahpahaman yang dapat mengganggu jalannya komunikasi. Gambaran ini bisa saja terjadi tidak hanya di Indonesia, namun bisa di seluruh lini perusahaan Korea yang tersebar di seluruh dunia. Inilah gambaran satu kasus bahwa bahasa Korea semakin menyebar seiring dengan maraknya percaturan bisnis Korea berskala global. Dalam situasi ini, tak pelak lagi bahasa Korea menjadi salah satu bahasa penting yang wajib diketahui dan dipelajari oleh pebisnis, mitra, dan pelaku bisnis internasional terutama yang bersinggungan dengan Korea.

Sekilas Perkembangan Bahasa Korea di dalam Dekade Awal Abad Ke21 Melihat perkembangan bahasa Korea pada saat ini seperti melihat mobil lama namun semua mesinnya diganti dengan kecepatan dan kemampuan baru. Bahasa Korea didorong untuk tumbuh dan berkembang pesat di tengahtengah fakta bahwa bahasa ini telah menjadi bahasa nasional Korea yang sekaligus juga diharapkan bisa menjadi bahasa ‘wajib’ bagi para peminat Korea. Salah satu caranya adalah dengan adanya kebijakan pemerintah Korea untuk mengharuskan orang asing yang ingin bekerja dan belajar di Korea untuk menguasai bahasa Korea dengan standar tertentu, yaitu dengan diberlakukannya TOPIK (Test of Proficiency in Korean). Di sini sudah terlihat lompatan jauh upaya pemerintah Korea untuk membuat bahasa Korea sebagai bahasa pengantar di negara itu dalam bidang bisnis dan akademik—selain dengan tetap berlakunya bahasa Inggris sebagai bahasa pergaulan internasional. Pemberlakuan kebijakan TOPIK ini didukung penuh oleh sebuah lembaga pemerintah, yaitu The Institute for Curriculum and Evaluation yang khusus menangani ujian bahasa Korea baik di Korea sendiri maupun di negara lain di seluruh dunia. Sebagai informasi, ujian ini dilaksanakan setahun dua kali secara serentak di seluruh dunia. Dengan terus ditingkatkannya bahan ajar,

125


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

penerbitan buku pelajaran bahasa Korea, dan pendaftaran online di seluruh dunia, arus perkembangan bahasa Korea semakin luas di tengah mengglobalnya dunia. Jumlah peserta ujian TOPIK hanya sekitar 2.000 orang pada tahun 1997 saat diberlakukannya sistem ini, namun pada tahun 2009 telah melonjak menjadi 180.000 orang.29 Apa yang mendasari hal ini bisa juga ditelusuri dari pernyataan presiden Kim Dae Jung pada saat menjabat presiden Korea Selatan tahun 1998. Beliau mengatakan bahwa salah satu tujuan pemerintahannya adalah meningkatkan ekspor budaya Korea. Korea harus bisa menjadi suatu negara yang tidak hanya bisa mengekspor hasil industri manufakturnya, namun juga harus bisa memberikan sesuatu yang lain kepada dunia, yaitu melalui produk budaya. Pada saat ini sudah terlihat hasilnya yaitu, bahasa Korea pun telah menjadi semacam ‘ekspor’ budaya atau lebih tepatnya bisa dikatakan bahwa bahasa Korea telah menjadi salah satu duta budaya Korea di kancah dunia. Pemerintah Korea pun saat ini terus berusaha tak henti-hentinya mempertahankan citra yang diperolehnya dari semakin dikenalnya bahasa dan budaya Korea ini. Beberapa upaya pemerintah dan pihak swasta Korea dapat dilihat dari dua ringkasan sepak terjang bahasa Korea dalam dasawarsa terakhir. Pertama, pemerintah Korea pada abad ke-21 ini telah memiliki televisi kabel yang disiarkan secara internasional semacam BBC, CNN, atau NHK, yaitu dengan KBS World dan Arirang. Dengan ini, masyarakat Korea di seluruh dunia tetap dapat mengikuti perkembangan negaranya dalam bahasa mereka sendiri dan begitu juga masyarakat internasional dapat juga ikut mempelajari bahasa maupun bidang lain dari pemberitaaan khusus tentang Korea lewat saluran ini. Terkait dengan bidang penyiaran, salah satu siaran radio internasional Korea, yaitu KBS International Radio melalui http://world.kbs.co.kr menyapa para penggemar Korea lewat 11 bahasa asing, termasuk bahasa Indonesia. Salah satu siarannya adalah mengajarkan atau memperkenalkan bahasa Korea. Tentu saja hal ini tak lepas dari semakin banyaknya peminat pembelajar bahasa Korea. Di sisi lain, yaitu di dunia internet; salah satu situs terkenal nomor satu di Korea yaitu, www.naver.com memberikan pelayanan kamus online yang sangat interaktif sehingga semua orang—bukan saja orang Korea, dapat mengakses bahasa Korea dengan mudah karena situs tersebut menyediakan kamus online Korea, Inggris, dan beberapa bahasa terkemuka di dunia. Hal ini tentunya menarik para pembelajar dan pemerhati bahasa Korea untuk menggunakan fitur yang tersedia tersebut. Kedua, perguruan tinggi-perguruan tinggi Korea Selatan bekerja sama dengan universitas di negara lain membuka program bahasa Korea baik 29

Op.cit., Park, hal. 115.

126


Bahasa Korea dalam Kancah Global di Awal Abad Ke-21

sebagai program pilihan maupun sebagai program studi. Program ini didukung dengan pengiriman para pengajar bahasa Korea ke negara-negara tersebut dan juga pengiriman para tenaga pengajar universitas lokal untuk belajar bahasa Korea di Korea. Tidak berhenti di sini, beberapa dari mereka yang telah menjadi pengajar bahasa Korea diberi kesempatan untuk mengikuti lokakarya dan penyegaran bahasa Korea di berbagai universitas Korea yang banyak memiliki program pelatihan bahasa Korea untuk orang asing. Ribuan orang asing setiap tahun datang ke Korea baik atas bantuan beasiswa maupun biaya pribadi untuk langsung mempelajari bahasa dan budaya Korea. Universitas-universitas ternama yang menjadi tujuan utama para pembelajar asing adalah misalnya, Yonsei University, Kyunghee University, Ewha Womans University, Hankuk University of Foreign Studies, Korea University, Seoul National University, Sogang University, dan beberapa universitas negeri dan swasta baik di Seoul maupun di kota-kota propinsi lain. Khusus mengenai hal ini, perlu ditambahkan adanya dua buah lembaga yang perlu disinggung kiprahnya dalam memajukan bahasa Korea di tingkat internasional karena berperan memberikan beasiswa kepada mahasiswa internasional untuk belajar bahasa dan budaya Korea, selain bidang-bidang lain tentunya. Kedua lembaga tersebut adalah NIIED (The National Institute for International Education) dan KF(Korea Foundation). Selain itu, searah dengan cita-cita pemerintah Korea untuk mengglobalkan bahasa Korea, maka muncullah berbagai macam lembaga yang berkaitan dengan bahasa Korea seperti, International Korean Language Foundation– 한국어세계화재단 (www.sejonghakdang.org); The National Institute of the Korean Language– 국립국어원 (www.korean.go.kr); Hangeul Society –한글학회 (www..Hangeul.or.kr); International Association for Korean Language Education –국제한국어교육학회 (www.iakle.com); Society of Korean Dialect -한국방언학회 (www.sokodia.or.kr); atau bahkan ada lembaga seperti Society of Korean Semantics – 한국어의미학회 (www.semantics.or.kr), dan banyak situs-situs lain yang terkait dengan bahasa Korea dan Hangeul. Sebagai catatan terakhir dalam tulisan mengenai perkembangan bahasa Korea dengan Hangeul-nya saat ini, perlu disinggung dua kehebohan pemberitaan media massa Korea yang terjadi pada paruh terakhir tahun 2010. Pertama adalah adanya berita mengenai penetapan Hangeul sebagai médium suku Cia-Cia di kota Bau-Bau Sulawesi untuk menuliskan bahasa lisannya. Walaupun sebenarnya tidak ada pernyataan resmi yang menyatakan bahwa suku tersebut memakai Hangeul30, apa yang terjadi pada tahun 2009 30

Isi lengkap mengenai hal ini dapat dilihat dalam situs Korea Times, yaitu http:// www.koreatimes.co.kr/www/news/nation/2010/10/113_74114.html

127


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

itu menunjukkan adanya kemungkinan atau wacana bahwa Hangeul dapat digunakan untuk menuliskan beberapa bahasa lisan yang tidak memiliki sistem penulisan karena memang karakter Hangeul dibuat untuk bisa mencerminkan bahasa lisan sebagaimana adanya. Kedua adalah apa yang terjadi pada bulan Oktober - November 2010 yaitu, berita yang menyenangkan buat orang Korea terutama para pecinta budaya Korea. Kali ini datang dari Amerika karena seorang artis dan produser hip hop terkenal yaitu, will i.am merilis musik video (MV) yang penuh dengan nuansa Hangeul di hampir seluruh tampilannya. Bersama seorang rapper Nicki Minaj, MV lagu hip hop berjudul ‘Check It Out’ ini disutradarai oleh seorang Amerika keturunan Korea, yaitu Rich Lee yang telah malang melintang dalam industri hiburan Amerika. Dengan adanya MV ini banyak orang Korea berkomentar dan menghargai usaha yang dilakukan Lee dan will i.am. dalam memperkenalkan budaya Korea—dalam hal ini Hangeul ke pentas musik dunia. Apapun maksud penampilan Hangeul tersebut, fakta tersebut membantu promosi Korea yang memang tak pernah diam membantu apa pun upaya untuk memperluas gaung bahasa Korea dan Hangeul-nya ke seantero dunia. Satu hal yang perlu dilihat dari dua hal tersebut adalah fakta bahwa bangsa Korea sangat menaruh perhatian yang tinggi terhadap perkembangan dan masa depan bahasanya, sehingga semua upaya dan perhatian diberikan pemerintah dan swasta untuk mempertahankan jati diri bangsanya ini.

Penutup Merebaknya Hallyu di seluruh penjuru dunia telah menunjukkan adanya aliran budaya dari Korea ke negara-negara lain. Begitu pula dengan semakin luasnya cakupan investasi Korea di berbagai bidang perdaganan. Terlepas dari dampak panjang yang akan terus berlanjut, keberhasilan korea ini memang suatu fenomena tersendiri dalam dunia global. Dalam situasi dunia di mana pertukaran informasi terjadi hampir tanpa halangan apa pun, Korea telah berhasil menjejakkan pengaruhnya di dunia. Seiring dengan hal itu, semakin dikenalnya bahasa Korea dan semakin terbukanya tuntutan untuk mengenal dan mempelajari bahasa negara ini, tak bisa dilepaskan dari peran pemerintah dan swasta baik dari media massa, industri, masyarakat, dan lembaga pendidikan yang secara sadar maupun tidak telah membantu terjadinya aliran budaya yaitu, pengenalan bahasa Korea ke seluruh dunia. Bahkan, dengan sinergi pemerintah dan swastalah bahasa Korea berhasil memasuki semua sudut negara-negara lain di dunia. Perubahan yang dialami oleh bahasa Korea, dari suatu bahasa yang hanya dipakai oleh sekitar 70 juta jiwa menjadi salah satu bahasa dunia

128


Bahasa Korea dalam Kancah Global di Awal Abad Ke-21

yang mulai semakin dikenal merupakan suatu fenomena yang menarik untuk dikaji. Sebagai sebuah negara yang banyak diperhitungkan kiprahnya di kawasan Asia, Korea tidak bisa begitu saja dilihat sebelah mata. Banyak hal yang bisa dipelajari dari fenomena itu, terutama bagaimana semua pihak di dalam negeri bersatu padu membuat fenomena itu menjadi suatu komoditas yang berharga bagi bangsa. Bagi Indonesia, selain banyak yang bisa dipelajari, dengan semakin banyaknya produk budaya Korea yang secara sadar atau tidak telah menemani kehidupan masyarakat Indonesia, pentinglah kiranya pemahaman terhadap bahasa dan budaya Korea mulai diperkenalkan di tingkat yang lebih luas lagi. Tidak hanya di kalangan perguruan tinggi seperti saat ini, namun bisa juga dimulai dari kalangan sekolah menengah sehingga pemahaman tentang Korea semakin luas yang akhirnya diharapkan hubungan budaya antarkedua negara bisa semakin diterima dan berlanjut lebih baik. Penulis: Suray Agung Nugroho M.A. (Hankuk University of Foreign Studies, Korea), Staf pengajar pada Prodi Korea, Universitas Gadjah Mada. E-mail:suray83@yahoo.com

Daftar Pustaka Choi, Wan-gee. 2008. The Traditional Education of Korea. Seoul: Ewha Womans University Press. 2006. hal. 40-41. Fakta-Fakta tentang Korea. Seoul: Pelayanan Kebudayaan dan Informasi Korea Kementerian Kebudayaan, Olahraga dan Pariwisata.. Ha, Tae Hung. 1985.Guide to Korean Culture. Seoul: Yonsei University Press. Kim, Geung-seob, et al. 2004. “Pemahaman Antarbudaya di Perusahaan Korea”. Laporan Penelitian. Pusat Studi Korea UGM. Nugroho, Suray Agung. “The Recent Depiction of Hallyu in Indonesia”. Paper disampaikan pada The 10th Korea Forum yang diselenggarakan oleh KISEAS, SEASREP dan Pusat Studi Korea UGM, Juli 2010. Park, Dong-geun. Everything You Wanted to Know about the Korean Language. Seoul: The National Institute of The Korean Language. Juli 2010. Yang, Seung-Yoon. 1995. Seputar Kebudayaan Korea. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

129


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

130


Hangeul dalam Gelombang Korea

HANGEUL DALAM GELOMBANG KOREA Eva Latifah (Universitas Indonesia, Indonesia)

(국문요약) “한류 속의 한글” 한국인에게 한글은 하늘이 내린 축복과도 같다. 세종대왕이 창제한 한글을 한국인들은 매우 자랑스럽게 여긴다. 한글 창제와 이를 반포(頒布)할 때 양반들의 반대도 있었고, 일제 강점기에는 한글사용이 금지되기도 했다. 그러나 현재는 한류의 대표적인 자원이라 할 수 있을 만큼 중요하고 빼놓을 수 없는 한민족의 자산이다. 한류문화로 인해서 한글과 한국어를 배우고자 하는 외국인들이 크게 증가하고 있으며, 세계에 한국을 더 많이 알리는 계기가 되었다. 한글을 테마로 미국에서 개최된 한 패션쇼가 그 예이다. 뿐만 아니라 문단과 학계에도 한글의 역할이 대두되고 있다. 인도네시아의 찌아찌아족이 한글을 그들의 문자로 쓰게 된 배경도 본고의 논제로 삼고자 한다.

Pendahuluan Gelombang Korea, Hallyu, tak dapat dimungkiri, berhasil membentuk brand image tentang negara kecil yang dahulu porak-poranda akibat perang saudara pada tahun 1950—1953.Sampai tahun 1970-an, Korea masih merupakan negara yang miskin.Tetapi, hanya dalam jangka waktu sepuluh tahun kemudian, Korea berubah menjadi negara yang diperhitungkan di dalam kancah internasional.31Tahun 1988 diyakini sebagai titik penting dalam sejarah perubahan revolusioner Korea, yaitu dengan menjadi tuan rumah Olimpiade XXIV.32 Setelah itu, Korea berhasil membentuk citra sebagai negara yang maju dalam

31

32

Korea membuat Rencana Pembangunan Ekonomi pertama kali pada tahun 1962, ketika itu dana yang dimiliki kurang dari 100 juta dolar. Pada tahun 1971 nilai ekspor Korea melampaui satu miliar dolar dan pada tahun 1977 mencapai 10 miliar dolar.Tahun 2008 mencapai 42 miliar dolar. Pendapatan perkapita Korea yang pada tahun 1977 lebih dari 1000 dolar, pada tahun 1987 meningkat menjadi 3,218 dolar. Kemudian pada tahun 1995 mencapai 10.000 dolar dan pada tahun 2007 meningkat lagi mencapai 20.000 dolar. Olimpiade ini lebih dikenal dengan sebutan Olimpiade Seoul, diselengarakan selama enam belas hari, mulai 17 September sampai 2 Oktober 1988.Olimpiade ini diikuti oleh 160 negara yang sekaligus menjadikannya sebagai olimpiade terbesar dalam sejarah.

131


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

industri telekomunikasi, komputer, dan teknologi.33 Hal ini diiringi dengan produksi budaya pop seperti drama, musik, film, karikatur, dan game yang menjangkitkan wabah Hallyu ke China, Jepang, Vietnam, Indonesia, dan banyak negara lainnya. Direktur The Korean Wave Research Center, Han Koo-Hyun menyatakan bahwa “The Korean wave is having a positive influence on a variety of fields such as international trade and politics.”34 Pernyataan itu rasanya tidak berlebihan. Keuntungan yang diraup dari bisnis Hallyu pada tahun 2008 saja mencapai 4,4 miliar dolar. Selain itu, K-Pop yang dibawa Hallyu juga telah memberi nilai tambah pada promosi budaya Korea, seperti Hanbok, Kimchi, dan Hangeul. Efek berikutnya yang juga terlihat adalah meningkatnya jumlah wisatawan yang melancong ke Negeri Ginseng ini.Bahkan tidak sedikit yang sengaja datang untuk belajar Hangeul dan bahasa Korea. Tulisan ini akan memaparkan sejarah Hangeul dan perkembangannya hingga sekarang. Penulis juga mencoba melihat Hangeul dalam konteks peranannya dalam memodernisasi sastra dan mengembangkan budaya populer yang sekarang bermetamorfosis dalam bentuk Hallyu.

Tentang Hangeul Dari hampir 5.500 bahasa di dunia, hanya 100 bahasa yang memiliki aksara sendiri.Di antara 100 bahasa tersebut, termasuklah bahasa Korea. Hangeul menempati rangking teratas dari 100 aksara di dunia dari segi keilmiahan, nalar, dan kreativitas.35 Hangeul dibuat melalui penelitian terhadap bahasa-bahasa di dunia dan berbasis pada ilmu fonologi.36 Hangeul menggunakan simbol-simbol yang merepresentasikan pengucapan fonetisnya. Di sinilah letak keutamaan Hangeul yang juga menjawab alasan di balik mudahnya orang asing mempelajari dan menguasainya.

33

34

m­¬¾œ·Ü´ÇÐÆŒÖ Presidential Council on Nation Branding dan ÀÉݽ¬“È KOTRA (Korean Trade-Investment Promotion Agency) melakukan penelitian kepada orang asing sejak tahun 2006 sampai 2008 dan hasilnya menunjukkan bahwa teknologi menempati posisi teratas dalam citra yang terbayang saat mendengar kata Korea. Dilanjutkan oleh makanan dan drama yang menempati posisi kedua dan ketiga. Sedang posisi terakhir ditempati oleh Piala Dunia dan Olimpiade. Financial Times, Kamis, 11 November, 2010, hlm. 10.

35

김이종, 『한글역사연구』, 한국문화사, 2009, p. 92.

36

Dalam 강규선저, 훈민정음연구, 보고서, 2001, p. 22—24 dinyatakan bahwa pembuatan Hangeul mendapat pengaruh dari fonologi China dan Ibrani.

132


Hangeul dalam Gelombang Korea

Satu nama yang tak dapat dilepaskan dari Hangeul adalah Raja Sejong.37 Hangeul pada awalnya bernama Hunminjeongeum yang berarti “kata-kata yang benar untuk diajarkan kepada rakyat.”38 Keinginan ini, menurut hemat saya, merupakan usaha popularisasi bahasa (dalam arti yang lebih luas, budaya) Korea. Hanja yang saat itu dipakai dalam sistem penulisan Korea tidak hanya sulit untuk mengekspresikan lafal bahasa Korea yang berbeda dengan China, tetapi juga tidak dapat menuangkan ide kebudayaan yang dikandungnya. Jika saja pada saat itu Hangeul langsung diterima, maka bukan mustahilakan lebih banyak kearifan lokal yang berkembang hingga saat ini. Pada saat itu, banyak kaum Yangban (sebutan untuk darah biru atau kaum bangsawan di Korea zaman dahulu) yang menolak hal ini.39 Pada saat 37

38

Mendapat julukan Sejong Dae Wang (Raja Sejong Yang Agung). Ia adalah raja keempat Dinasti Joseon. Ia adalah putra ketiga Raja Taejong. Seharusnya kakak-kakaknya yang menjadi raja menggantikan Taejong. Tetapi sejak kecil Taejong melihat bahwa Sejong adalah orang yang paling pantas menggantikannya. Kedua kakaknya memahami keinginan sang ayah. Karena itu, pangeran pertama, Yangnyeong, memilih berpura-pura gila dan menjadi pengelana. Sedang putra mahkota kedua, Hyoryeong, memutuskan menjadi biksu dan keluar dari istana. Tetapi keputusan Raja Taejong tidak salah karena kemudian terbukti bahwa Raja Sejong menjadi raja yang menciptakan Hangeul sekaligus ahli militer yang tangguh dan ilmuwan yang mewariskan banyak penemuan berharga bagi Korea. Menurut catatan sejarah, Hangeul dibuat pada tahun 1443.Tetapi selama 451 tahun sejak ditemukan, Hangeul tidak diterima dan tidak dapat berperan sebagai aksara pencatat sejarah Korea. Baru pada tanggal 21 November 1894 Hangeul menjadi aksara resmi negara melalui perintah Raja Gojong, raja ke-26 Dinasti Joseon. Sejak saat itulah keinginan Raja Sejong untuk memberikan aksara yang dapat dipelajari oleh rakyat kecil (백성)

39

dapat terwujud. Alasan penolakan Hunminjeongeum sebagai berikut: 1) Sebagai negara yang tulus mengabdi China, Korea mengikuti dengan baik sistem China. Bila China tahu adanya aksara baru yang berbasis fonologis ini maka hal tersebut dianggap akan menodai hubungan di antara keduanya; 2) Tidak perlu ikut-ikutan negara lain yang mempunyai aksara sendiri karena hal ini sama seperti membuang obat yang baik dan memakan obat baru yang berbahaya; 3) Bila dengan belajar aksara Idu (aksara penyederhanaan dari aksara China) dapat mengetahui aksara Hanja, tetapi dengan belajar Hangeul tidak dapat membuat orang mengetahui akan Hanja. Bila ini yang terjadi, berarti kehancuran bagi ilmu pengetahuan yang akan merugikan negara. Karena itu, tidak ditemukan keuntungan penggunaan Hangeul bagi Negara; 4) Akan ada masalah dalam hal pemberian hukuman penjara bila ada situasi yang tidak cocok dengan kondisi China; 5) Tidak adil jika kondisi fisik Raja Sejong yang lemah dan mengidap penyakit mata yang parah membuat Yang Mulia berkomitmen membuat Hangeul, tetapi mengabaikan hal yang mendesak bagi Negara; 6) Putra mahkota harus belajar Hanja. Bila belajar Hangeul yang mudah, ketika sang putra mahkota menjadi petinggi, siapa yang akan mewariskan Hanja yang adiluhung? (김이종, Op. Cit., hlm. 88—89).

133


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

itu, hanya kaum bangsawan yang punya akses pada ilmu pengetahuan, sastra, dan seni, karena semua data tercatat dengan huruf Hanja yang sulit dimengerti oleh rakyat kecil. Dengan kesulitan memahami Hanja, maka ilmu pengetahuan menjadi hak monopoli para kaum Yangban. Bila semua rakyat dapat membaca dan mempunyai akses terhadap ilmu pengetahuan, maka mereka khawatir akan kehilangan hak-hak istimewanya selama itu. Lebih jauh lagi mereka takut akan terjadi revolusi bahasa, sastra, budaya, dan bahkan sosial. Kesadaran akan pentingnya Hangeul dan tidak cocoknya Hanja bagi Korea, baru datang jauh sesudah Hangeul ditawarkan. Pembacaan kembali penelitian-penelitian Hunminjeongeum mulai dilakukan. Salah satu yang terpenting adalah catatan kuno Raja Seojo, raja ke-7 Dinasti Jeoson, yaitu “Hunminjeongeumeohaebon (훈민정음어해본 )”. Naskah kuno ini berisi penjabaran sistem tanda, pelafalan, cara penggunaan aksara Hangeul. Penelitian terhadap naskah-naskah kuno menghasilkan kesimpulan bahwa Hanja yang selama itu dipakai sangat sulit dan kaku untuk diterapkan pada bahasa Korea, dan tidak cocok untuk mengekspresikan bahasa Korea secara natural.

Hangeul dalam Modernisasi Sastra Korea Dalam membicarakan Hangeul, rasanya sulit untuk tidak membicarakan sastra di dalamnya. Sang pencetus Hangeul, Raja Sejong juga terkenal sebagai pencinta sastra.40 Karya yang pernah diciptakannya adalah Yongbi Eocheon Ga (“Lagu dari Naga Terbang” 1445), Seokbo Sangjeol (“Episode dari Kehidupan Sang Buddha” Juli 1447), Worin Cheon-gang Jigok (Nyanyian Bulan di Seibu Sungai, Juli 1447), Dongguk Jeong-un (“Kamus untuk Pengucapan SinoKorea yang Benar” September 1947). Selain itu, dalam sejarah sastra Korea, peran Hangeul sangat penting dalam menjembatani modernisasi sastra.Hangeul diresmikan pada tanggal 21 November 1894, tidak lama sesudah peristiwa 갑오경장.41 Revolusi ini membawa pengaruh pada penguatan posisi Hangeul sebagai aksara negara, se40

41

Meski pada saat itu Sejong mendapat penolakan dari para konservatif, dia mendirikan Kantor Penerbitan Hangeul yang banyak menghasilkan karya berhuruf Hangeul (Nahm, 2006: 115). Peristiwa bersejarah pada masa Dinasti Jeoson yang berisi tuntutan revolusi di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Di antara tuntutannya adalah 1) pembatalan perjanjian agronomi dan perwujudan kebebasan, 2) membuang bendera China dan menggunakan

개국기 Gaegukki (bendera negara), 3) memperbaiki pengawasan daerah, 4) Menghentikan KDRT,5) menghapuskan perbudakan, 6) melarang pernikahan usia dini (laki-laki 20 tahun dan perempuan 16 tahun ke atas), 7) Bila istri dan selir tidak mempunyai anak laki-laki maka adopsi anak diizinkan, 8) penghentian hukuman sosial bagi keluarga narapidana, 9) janda diizinkan menikah lagi, 10) melarang pemakaian opium, dst. (diringkas

134


Hangeul dalam Gelombang Korea

kaligus penggunaannya sebagai alat bersastra. Novel yang dihasilkan sebelum peristiwa itu disebut Go-dae-so-seol (고대소설) novel kuno dan yang sesudahnya disebut Sin-so-seol (신소설) novel baru. Kata Soseol (소설; ‘novel’) sendiri pertama kali dipopulerkan oleh Lee Kyubo, seorang sastrawan dan menteri sosial pada Dinasti Goryeo, dengan karyanya yang berjudul Bag-eun-so-seol (백운소설白雲小說 ). Sedang novel yang pertama menggunakan Hangeul adalah Hong Gil-dong (홍길동) karya Ho Kyun pada tahun 1569—1618. Selain itu, ada novel Gu-un-mong (구운몽 ) dan Sassinamjeonggi (사씨남정기) karya Kim Manjung (1637—1692). Novel-novel ini merupakan karya-karya penting yang membuka jalan bagi lahirnya novel-novel Hangeul berikutnya. Dari segi tema, novel dengan menggunakan Hangeul juga makin beragam. Ada novel bertema peristiwa sejarah, seperti Imjinlok (임진록) dan Inhyeonwanghujeon (인현왕후전). Novel kedua dikenal sebagai novel sejarah yang mampu bertutur secara hidup dengan bahasa yang anggun. Novel ini merupakan karya penulis perempuan yang luar biasa.Selain novel sejarah, ada novel keluarga, novel pendidikan moral, dan novel fabel. Novel fabel yang paling terkenal adalah Byeoljubujeon (별주부전 ). Penggunaan Hangeul secara menyeluruh pada Sinsoseol (신소설 ‘novel baru’) ini membuat Hangeul makin berkembangdan makin dicintai oleh seluruh rakyat. Setelah era Sinsoseol (신소설 ‘novel baru’) berakhir, lahir Hyeondaesoseol (현대소설 ‘novel modern’). Novel baru banyak mengangkat gagasan globalisasi, kebebasan individu, perkenalan pemikiran Barat yang baru, dan pembentukan kepribadian. Sementara novel modern berisi tentang keragaman hidup manusia yang disampaikan dengan sangat bebas dan bervariasi mengikuti pola pikir penulisnya.42 Sayangnya, saat penjajahan Jepang, penggunaan Hangeul dibatasi. Tujuan utamanya adalah penghancurkan nasionalisme dan penggerogotan kesadaran berbangsa.Bahasa Korea, termasuk di dalamnya Hangeul, dilarang diajarkan di sekolah-sekolah. Sekolah-sekolah milik Korea banyak yang ditutup. Undang-undang April 1908 memberangus kebebasan berpikir, menghapus semua koran dan majalah Korea, melarang lagu kebangsaan Korea dan pengibaran bendera nasional Korea.43 dari 이홍직편저, 국사대사전, 민중서관발행, 1997 년간, p. 260). Meski terlambat, peristiwa ini menjadi langkah awal perubahan menuju negara modern.Peristiwa ini juga memberi pengaruh pada penguatan posisi Hangeul sebagai aksara negara. 42

Mengenai hal ini, selengkapnya dapat dilihat di 권영민,『한국현대문학사 1 Sejarah Sastra Modern 10, 』, 민음사, 2004.

43

Nahm, Op. Cit., hlm.180—181.

135


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

Pada saat itu, banyak penulis yang terpaksa membuat karyanya dalam bahasa Jepang. Para penulis ini disebut Chiniljakga (친일작가) penulis proJepang. Di antara mereka, ada Yi Kwang-su, Seo Jeong-ju, dan Choi Namson. Ada juga yang bereaksi sebagai Baniljakga (반일작가) penulis antiJepang, seperti Park Kyeong-ri dan Sin Che-ho. Sementara ada juga penulis yang memilih untuk membuat karya dalam Hangeul dan menyimpannya untuk dipublikasikan kemudian, yaitu Hwang Sun-won.44 Setelah kemerdekaan, Hwang mempublikasikan karya-karya yang ditulis dan disimpannya sewaktu pendudukan Jepang. Dengan karya-karyanya yang baru, bersama dengan Kim Dong-ri, Ahn Su-gil, Choi Joeng-hee, Hwang berkarya sebagai penulis Jeonhusoseol (전후소설) pascaperang. Para pengarang ini membuat karya dengan bahasa Hangeul yang tinggi. Berkat mereka, Hangeul dan bahasa Korea mencapai tingkatnya sebagai bahasa yang bernilai sastra yang tinggi, selain bahwa karya mereka populer di kalangan pembaca.

Hangeul dan Budaya Pop Dalam era digital seperti sekarang, agaknya penting untuk melihat sastra sebagai sesuatu yang tidak hanya berupa novel, puisi, atau drama. Dalam arti yang luas sastra adalah cerita yang terungkap dalam media tulis dan media digital, seperti drama, film, animasi, game, iklan, atau lagu. Dalam sebuah artikel di Jungangilbo (중앙일보; surat kabar) yang ditulis kepala Lembaga Riset Hallyu, dinyatakan bahwa masa depan Hallyu terletak pada story (cerita).45 Diperlukan pembinaan content (isi) untuk dapat menghasilkan karya yang sukses. Seperti novel Harry Potter yang didaur ulang menjadi film, kartun, atau game. Produk Hallyupun diarahkan ke industri yang one source multiuse (satu sumber banyak guna). Hangeul kini tidak lagi milik bangsa Korea saja.Keinginan belajar bahasa Korea menjadi salah satu hal umum di negeri Paman Sam. Dalam film “Yes Man” yang dibintangi Jim Carrey, ada bagian yang menunjukkan tokoh utama belajar bahasa Korea. 44

Hwang Sun-won lahir pada tahun 1915 di sebuah desa dekat Pyong Yang, Korea Utara. Selama hidupnya, dia menghasilkan cerpen sebanyak 104 buah, sebuah novella, dan tujuh novel. Bermula dari puisi, menulis cerpen, sampai novel, selama hidupnya dia tak pernah berhenti berkarya. Karyanya yang beragam dari segi bentuk, tema, dan teknik, menurut Kim Jonghoi, dalam 한국소설의낙원의식연구, menjadikan Hwang sebagai salah satu penulis terpenting dan jarang ditemukan bandingannya dalam sastra Korea. Kekuatan lainnya adalah bahasanya yang sederhana, tetapi dengan tetap mempertahankan keindahannya.

45

한구현소장칼럼- [중앙일보] 2010.10.01 '한류의미래, 스토리가 답이다'

136


Hangeul dalam Gelombang Korea

Di Amerika Serikat bahkan ada fashion show yang menampilkan desain baju bermotif Hangeul. Semua ini menunjukkan bahwa Hangeul menjadi bagian dari budaya populer dan Hallyu. Hangeul tidak lagi dilihat semata-mata sebagai aksara, melainkan juga sudah menjadi satu source yang bisa direproduksi menjadi banyak fungsi, seperti film, fashion show, game.

Globalisasi Hangeul Satu hal yang mencengangkan adalah adanya proyek pengadopsian Hangeul oleh suku Cia-Cia, Buton, Indonesia, pada tahun 2007. Proyek ini diprakarsai oleh <Hunminjeongeum Society> yang mencoba mempraktikkan Hangeul pada suku-suku yang tidak mempunyai aksara di dunia. Jika sebelumnya pernah mengalami kegagalan di Nepal, Monggol, Vietnam, dan China, keberhasilan ini tentu memberi angin segar pada lembaga ini.46 Keberhasilan ini bahkan dianggap sebagai langkah awal globalisasi Hangeul. Yang perlu menjadi catatan adalah jangan sampai Hangeul melakukan cara-cara sebagaimana yang pernah dilakukan Jepang, yaitu pencerabutan akar budaya masyarakat yang bersangkutan. Bagaimanapun, Cia-Cia adalah salah satu suku yang menjadi bagian dari Indonesia yang secara resmi menggunakan abjad Latin sebagai aksara resminya. Belum lagi bila muatan yang diajarkan dalam pengajaran Hangeul bukanlah kearifan lokal. Oleh karena itu, perlu juga dihindarkan usaha mengganti sistem kepercayaan masyarakat dengan sistem kepercayaan yang baru. Kegagalan lembaga itu yang terjadi negara-negara sebelumnya pada tahun 2003, salah satu faktor penyebabnya tidak lain karena adanya usaha memasukkan sistem kepercayaan baru yang tidak sejalan dengan sistem kepercayaan yang sudah lama dianut masyarakat di negera-negara tersebut. Bila Hangeul dilihat sebagai bagian dari Hallyu, sebagai budaya populer, dan bukan pemasukkan nilai-nilai Korea ke negara lain, tentu tidak akan ada penolakan. Seperti diutarakan Duta Bessar Indonesia untuk Korea, Nicholas T. Dammen, “Bila dipelajari sebagai hobi tentu sah-sah saja.� Semangat menjadikan globalisasi Hangeul selayaknya disikapi lebih bijaksana dalam hal yang menyangkut cara, isi, dan tujuannya, agar kegagalan yang pernah terjadi pada tahun 2003 tidak terulang kembali.

46

South Korea’s Latest Export: Its Alphabet By CHOE SANG-HUN, Published: September 11, 2009.

137


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

Penutup K-Pop memang sudah menjadi wabah di beberapa negara di dunia, tetapi penelitian kecil menunjukkan bahwa Korea belumlah seterkenal yang diduga.47 Tayangan yang dibuat pada 18 Desember 2010 menunjukkan bahwa citra Korea adalah negara yang terbelah dua, perang Korea, atau sebatas tempat pelaksanaan Piala Dunia, bahkan ada yang menjawab tidak tahu. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi Korea untuk membentuk citra negara di mata dunia. Hangeul, dengan keberhasilannya pada bahasa CiaCia, dapat menjadi salah satu pembentuk citra Korea sebagai negara yang mempunyai aksara yang elastis dan berterima pada bahasa lain. Penulis: Eva Latifah Calon Doktor Kyung Hee University, Korea dan dosen Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia. E-mail : na_evaya@hotmail.com

Daftar Pustaka 강규선저, 훈민정음연구』, 보고서, 2001. 김종회, 한국소설의낙원의식연구』, 1990. 김이종,『한글역사연구』, 한국문화사, 2009. 권영민,『한국현대문학사 1권』, 민음사, 2004. 이홍직편저,『국사대사전』, 민중서관발행, 1997.

Nahm, Andrew C,2006. Introduction to Korean History and Culture, Korea: Hollym International Corp. Zong, In-sob, A Guide to Korean Literature, Seoul: Hollym International Corp.

47

“ 2 0 1 0 세계속한국의이미지 ” h t t p : / / h u m o r . g e k o t a . c o m / b b s / board.php?botable=B000001&wrid=329240 diunduh pada tanggal 19 Februari 2011, pukul 11:18 waktu Korea

138


Hangeul dan Budaya Korea di Bau-Bau

HANGEUL DAN BUDAYA KOREA DI BAU-BAU Nur Aini Setiawati (Universitas Gadjah Mada, Indonesia)

(국문요약) “바우바우에 전파된 한글과 한국문화” 한국은 전통문화를 보전하고 한국문화를 세계에 알리는 데 힘쓰고 있다. 한글은 1446년 세종대왕과 당대의 학자들이 만든 한국의 문자체계이다. 한글은 한국의 전통문화를 기초로 하여 만들어 졌으며, 세계의 음운론 학자들도 그 우수성을 인정하고 있다. 한글은 배우기 쉽고, 구어체를 그대로 옮겨 쓸 수 있는 문자이다. 이와 같은 이유로 해서 이렇다 할 체계적인 문자를 가지고 있지 못했던 남동부 술라웨시 바우바우시에 사는 찌아찌아족도 한글을 이용해서 그들의 구어를 문자화 하였다. 본고를 통해서 찌아찌아 족이 한글을 자신들의 문자로 채택하게 된 배경에 대해 알아보고자 한다.

Kondisi Ekologi Suku Cia-Cia Suku minoritas Cia-Cia di Bau-Bau, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara memiliki jumlah penduduk kurang lebih 100.000 jiwa. Mereka mempunyai pekerjaan sebagai petani yang bertanam jagung, padi dan singkong, sementara beberapa laki-laki menangkap ikan dan membuat kapal. Penduduknya 95% menganut agama Islam, meskipun agama daerah sendiri juga masih banyak berpengaruh dalam kehidupan mereka. Sekitar 60.000 orang penduduk tinggal di kota Bau-Bau, yang merupakan kota terbesar dan pusat administrasi di Pulau Buton. Mereka memiliki bahasa asli Cia-Cia, namun terancam punah karena kekurangan sistem penulisan yang tepat.

Hangeul Ciri khas kebudayaan Korea adalah kemampuan yang luar biasa kebudayaan Korea untuk melestarikan keasliannya dan memperkenalkannya ke seluruh penjuru dunia. Kebudayaan Korea berkembang dengan pencernaan input-input budaya dari luar. Budaya China diadopsi dan akhirnya di “Koreakan”. Agama Budha masuk dan menyebar di Korea dan selanjutnya kebudayaan Korea semakin menemukan identitasnya. Pada saat ini budaya Korea semakin dikenal dunia dalam pentas global, sehubugan dengan gencarnya Korea memperkenalkan budayanya ke segala penjuru dunia termasuk huruf Korea yang telah di perkenalkan kepada suku Cia-Cia.

139


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

Setelah bahasa Cia-Cia terancam punah, suku minoritas Cia-Cia memilih Hangeul sebagai sistem alphabet mereka karena Hangeul lebih cocok digunakan untuk menulis bahasa asli mereka secara lebih tepat daripada huruf bahasa Indonesia yang sama dengan alphabet Inggris atau Latin yang biasa digunakan di Indonesia. Suku Cia-Cia untuk berkomunikasi menggunakan bahasa Cia-Cia, namun untuk menuliskan bahasa mereka menggunakan huruf Korea. Hal ini disebabkan suku minoritas Cia-Cia banyak yang buta huruf, sehingga orang Korea yang proaktif memperkenalkan budayanya telah memiliki kesempatan untuk mengajarkan Hangeul kepada mereka. Bangsa Korea nampak memiliki antusias yang tinggi untuk mengajarkan Hangeul kepada suku Cia-Cia sehubungan dengan semangatnya untuk memperkenalkan budaya mereka. Orang Korea mengajarkan Hangeul kepada suku Cia-Cia sebenarnya untuk memperkenalkan lebih jauh negara Korea dan aktivitasnya pada masa zaman global ini. Dalam memperkenalkan Huruf-huruf Korea (Hangeul) sudah pasti akan memperkenalkan kebudayaannya. Dengan cara seperti itu, Kebudayaan Korea akan menjadi kebudayaan dunia yang bersifat lintas batas dan daya tarik orang terhadap budaya Korea dengan sendirinya akan menjadi besar. Mengajarkan huruf-huruf Korea tentu diikuti dengan memperkenalkan kebudayaan Korea pula. Dengan dikenalnya budaya Korea ke segala penjuru dunia bangsa Korea dapat dengan mudah memulai dan mengembangkan kegiatan ekonominya. Dalam perkembangannya Korea akan menjadi unggul di bidang ekonomi seperti perdagangan, penanaman investasi ke Negara lain, ekspor dan impor dan lain-lainnya. Usaha untuk memperkenalkan budaya Korea ke penjuru dunia khususnya dengan suku Cia-Cia di Pulau Buton, Indonesia menjadikan Lembaga riset Hunminjeongeum di Korea Selatan berusaha meneliti penerapan Hangeul untuk digunakan menulis bahasa Cia-Cia. Dari hasil riset ditemukan bahwa huruf Hangeul dapat diajarkan kepada suku Cia-Cia yang penduduknya banyak yang masih buta huruf. Kondisi seperti ini membuat suku Cia-Cia tidak memiliki pilihan untuk mempelajari huruf lainnya termasuk huruf latin selain mempelajari Hangeul yang telah diperkenalkan oleh bangsa Korea. Kemauan suku Cia-Cia untuk dapat mengekspresikan bahasa mereka melalui tulisan membuat mereka menerima Hangeul yang telah diajarkan oleh bangsa Korea. Untuk mengajarkan bahasa Korea lembaga riset Hunminjeongun menerbitkan buku pelajaran huruf dan bahasa korea untuk belajar huruf dan bahasa Korea bagi suku Cia-Cia. Di samping itu, lembaga Riset Hunminjeongeum juga membangun pusat Hangeul dan meningkatkan kualitas guru-guru berbahasa Korea untuk mengajar bahasa Korea pada suku Cia-Cia. Lembaga riset itu melakukan aktivitasnya setelah ditandatangani nota

140


Hangeul dan Budaya Korea di Bau-Bau

Kesepahaman antara Korea selatan dan Indonesia untuk mengajarkan Hangeul kepada suku Cia-Cia pada tanggal 21 juli 2009 dan satu tahun kemudian sejak diterapkannya Hangeul di Bau-bau, pemerintah pusat Indonesia meresmikan penggunaan Hangeul itu di Bau-Bau, Sulawesi Tenggara. Alfabet Korea di sekolah-sekolah di Sorawolio, Bau-Bau, Pulau Buton, Sulawesi Selatan digunakan untuk menuliskan kata-kata dan bahasa Cia-Cia karena mereka buta huruf sehingga tidak dapat menulis. Kondisi seperti ini dimanfatkan oleh orang-orang Korea untuk mengajarkan alphabet Korea, salah satunya adalah Profesor Lee Ho Young. Lee Ho young mengajarkan huruf Hangeul kepada suku Cia-Cia dengan tujuan agar suku Cia-Cia dapat memelihara bahasa aslinya walaupun mereka menulis dengan huruf Korea. Di samping itu, pengajaran huruf Korea kepada suku Cia-Cia memiliki tujuan agar Hangeul dapat digunakan di luar Korea. Dengan tersebarnya budaya Korea itu, menjadikan orang Korea bangga terhadap kebudayaannya sehingga membuat jiwa nasionalismenya semakin kuat dan menebalkan identitas bangsanya.

Uniknya Hangeul Huruf Hangeul merupakan suatu sistem tulisan Korea yang telah diterapkan secara resmi di Korea pada tahun 1446. Hangeul dibuat oleh ahli-ahli bahasa Korea yang menggunakan prinsip budaya tradisional Korea dan menggunakan teori linguistik pada masa raja Sejong Agung. Huruf Korea menampilkan karakteristik yang unik dari sistem penulisan Hangeul. Sistem tulisan ini merupakan sistem yang cemerlang, unik, dan mudah digunakanya, sehingga banyak para ahli bahasa mengaguminya. Hangeul yang unik dan mudah penggunaannya ini meskipun tata bahasa Koreanya sangat sulit dan rumit, namun di Korea baik Korea Utara dan Korea Selatan digunakan secara luas dan menjadi bahasa resmi Negara. Di samping di Korea sendiri, bahasa Korea juga diajarkan di banyak negara lain seperti di Indonesia, Thailand, India, Malaysia, Jepang, Kanada, Amerika Serikat, Uni Soviet, Meksiko, dan lain-lain. Berikut ini dipaparkan konsonan dan vokal dasar dalam Hangeul. Konsonan Dasar Nilai

g/k

n

d/t

r/l

m

b/p

s

ng

j

k

t

p

h

Vokal Dasar

Nilai

a

ya

eo

yeo

o

yo

u

yu

eu

i

Huruf-huruf inilah yang digunakan untuk menulis bahasa Korea yang kemudian digunakan pula oleh suku Cia-Cia di Pulau Buton. Kosa kata bahasa

141


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

Korea ini pada dasarnya lebih dari 70 % terdiri dari kata-kata yang dibentuk dari Hanja atau diambil dari bahasa Mandarin. Huruf Korea ini mudah digunakan karena memiliki sistem seperti bahasa latin yang mana satu huruf dengan huruf lain terpisah. Tentu huruf Korea yang unik ini tidak serumit dengan bahasa Korea yang memiliki tata bahasa sulit dimengerti kebanyakan orang. Dan bahkan relasi sosial antar penutur ditentukan oleh usia sebagaimana bahasa Jawa. Bahasa Korea dan bahasa Jawa memiliki pola yang sama faktor usia dapat menentukan pemilihan bentuk tutur seperti dengan orang yang lebih tua menggunakan bahasa yang lebih sopan dalam bahasa Jawa disebut krama Inggil. Dalam bahasa Jawa dikenal tingkat tutur yaitu Krama Inggil (paling halus), Krama Madya (setengah halus), dan Ngoko (kasar).

Penutup Budaya Korea semakin dikenal dunia dalam pentas global akibat gencarnya Korea memperkenalkan budayanya ke segala penjuru dunia termasuk huruf Korea yang telah di perkenalkan kepada suku Cia-Cia. Faktor-faktor suku minoritas Cia-Cia memilih Hangeul sebagai sistem alphabet mereka karena Hangeul telah diperkenalkan oleh orang Korea secara intensif, sedangkan kondisi suku Cia-Cia banyak yang buta huruf. Oleh Karena itu, sudah sewajarnya jika suku Cia-Cia memilih huruf Korea untuk mengekspresikan bahasa mereka agar tidak punah. Dengan demikian mereka berkomunikasi menggunakan bahasa Cia-Cia, namun untuk menuliskan bahasa mereka menggunakan huruf Korea. Penulis: Nur Aini Ph. D. (Hanyang University, Korea) Dosen senior pada Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada. E-mail: ainirief@yahoo.com

Daftar Pustaka Eckret, Carter. J. 1990. Korea Old and new A History. Seoul: Ilchokak. Yang Seung-Yoon dan Nur Aini Setiawati. 2003. Sejarah Korea: Sejak awal abad hingga masa Kontemporer. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

142


Bahasa Indonesia dan Bahasa Korea: Dua Model Menuju Bahasa Internasional

BAHASA INDONESIA DAN BAHASA KOREA: DUA MODEL MENUJU BAHASA INTERNASIONAL Yang Seung Yoon (Hankuk University of Foreign Studies, Korea)

(국문요약) “인도네시아어와 한국어: 국제어 가능성” 국제사회의 여러 나라가 자국의 국제적 영향력을 확대하는 방법의 하나로 자국어의 국제화를 시도하고 있다. 한국어와 인도네시아어가 국제어가 될 수 있을까? 약 1억 명의 언어인구를 가지고 있는 한국어는 한류열풍을 타고 동남아의 여러 대학에서 정규 학위 과정으로 학습 중 이며, 경제대국 일본에서도 한국어는 제 2외국어 중 영어와 중국어 다음으로 제 3위를 차지하면서 프랑스어나 독일어 보다 높은 선호도를 보이고 있다. 3억명을 넘는 언어인구를 가진 인도네시아어는 역사적으로 바다의 실크로드 시대의 동남아 무역 공용어의 중추적 역할을 하였으며, 필리핀 군도에서 말라카 해협을 지나 마다가스카르에 이르는 장대한 말레이세계 언어의 모어(母語)였다. 현재 전세계 40여 개국에서 인도네시아어를 학습하고 있으며, 호주와 네덜란드 등에서 제 2외국어로서의 지위를 확보하고 있다. 이들 두 언어를 사용하는 한국과 인도네시아 두 나라가 경제 경쟁시대를 맞아 경제력과 과학기술력 등 국제사회에 필수적인 세계화 요소를 가진다면, 한국어와 인도네시아어 또한 세계 언어의 반열에 오를 수 있을 것이다.

Pendahuluan Harian terkemuka di Inggeris, Independent terbitan 2-Mei 2008, melaporkan bahwa pemerintah Portugal pada tanggal 15-Mei 2008 akan meminta pengesahan ratifikasi kepada DPR-nya mengenai Persetujuan Internasional untuk memodernisasikan sistem pengejaan dalam bahasa Portugis. Sistem pengejaan baru itu telah disetujui oleh 8 negara yang menggunakan bahasa Portugis sebagai bahasa nasional seperti Portugis, Brazilia, Timor Leste, Guini Bisau, Mozambiq, Angola, Macau dan lain-lain. Menurut sistem pengejaan baru tersebut, persetujuan internasional antara Portugal dan negara-nagara yang telah dikuasai dan diduduki oleh Portugal itu mempunyai arti yang sangat penting, yaitu lebih dari dua ribu (2.000) buah kata di antara sejumlah seratus sepuluh ribu (110.000) kata dalam bahasa Portugis akan diganti menurut sistem pengejaan baru, sementara 3/4 kata-kata dalam bahasa Portugis akan disesuaikan dengan sistem pengejaan Brazilia. Portugal sebagai salah satu negara penjajah di seluruh dunia akan secara resmi menerima sistem pengejaan Brazilia, salah satu negara yang pernah lama diduduki olehnya. Hal itu berarti bahwa bahasa Portugis standar yang kini dipakai oleh 230 juta jiwa di seluruh dunia lebih condong kepada bahasa

143


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

Brazilia dari pada bahasa Portugis. Permohonan pengesahan ratifisasi kepada DPR oleh Pemerintah Portugal jelas mengandung arti bahwa mantan negara penjajah Portugal menerima dan mengakui keunggulan bahasa Brazilia. Selain dari bahasa, Portugal dengan pengakuan itu, mengakui pula keunggulan negara dan kekuatan ekonominya. Harian Independent menganalisa bahwa melalui perubahan sistem pengejaan baru, tampak bahwa Portugal lebih mengutamakan keuntungan nyata dalam perniagaan internasional dari pada kejayaan dalam sejarah dan kemakmuran masa penjajahan yang dimilikinya. Gerakan untuk menginternasionalkan bahasa Portugis sebagai bahasa PBB resmi yang kini berjumlah enam (6) pun akan dapat sedikit-banyak dipengaruhi. Ada dua kemungkinan model bagi kekuatan suatu bahasa untuk menjadi bahasa internasional sebagaimana yang terlihat dalam sejarah dan yang terjadi pada kasus bahasa Portugis di atas hanya salah satunya. Pertama, bahasa dengan kekuatan yang ada di dalam diri bahasa itu sendiri, yang dapat disebut sebagai “model kekuatan internal�. Dalam hal ini, sebagaimana yang dilakukan oleh para pelopor penciptaan bahasa internasional, suatu bahasa dapat memenuhi syarat untuk menjadi bahasa internasional jika bahasa itu mempunyai tata bahasa yang sederhana dan kosa kata yang relatif kecil atau terbatas. Dengan syarat yang demikian, bahasa itu dianggap dapat dengan mudah dan dengan cepat dipelajari dan dipergunakan oleh berbagai bangsa dengan latar belakang bahasa ibu yang bermacam-macam. Kedua, sebagaimana yang terlihat dalam kasus bahasa Portugis di atas, bahasa itu mempunyai satu atau beberapa kekuatan pendukung yang bersifat eksternal (model kekuatan eksternal). Beberapa kekuatan pendukung itu di antaranya adalah faktor politik, ekonomi, dan kebudayaan. Faktor politik bersangkutan dengan seberapa jauh masyarakat penutur asli bahasa itu mempunyai kekuatan politik secara internasional. Faktor ekonomi menyangkut seberapa jauh masyarakat penutur asli bahasa itu secara aktif maupun pasif terlibat dalam proses ekonomi internasional. Faktor kebudayaan berhubungan dengan seberapa jauh masyarakat penutur asli bahasa itu berhasil menciptakan dan menyebarkan konsep-konsep ilmu pengetahuan, keagamaan, maupun kesenian yang dipercaya dan disukai oleh masyarakat-masyarakat lain di luar batas masyarakat penutur asli itu. Tentu saja, tidak tertutup kemungkinan terjadi gabungan antara kedua model kekuatan di atas walaupun di antara keduanya terdapat satu model kekuatan yang dominan. Adapun proses yang dilalui oleh suatu bahasa sehingga menjadi bahasa internasional dapat berlangsung dengan berbagai kemungkinan cara atau pendekatan berikut (lihat Wikipedia).

144


Bahasa Indonesia dan Bahasa Korea: Dua Model Menuju Bahasa Internasional

1.

2.

3.

4.

Laissez-faire. This approach is taken in the belief that one language will eventually and inevitably “win out� as a world auxiliary language (e.g., International English) without any need for specific action. Institutional sponsorship and grass-roots promotion of language programs. This approach has taken various forms, depending on the language and language type, ranging from government promotion of a particular language to one-on-one encouragement to learn the language to instructional or marketing programs. National legislation. This approach seeks to have individual countries (or even localities) progressively endorse a given language as an official language (or to promote the concept of international legislation). International legislation. This approach involves promotion of the future holding of a binding international convention (perhaps to be under the auspices of such international organizations as the United Nations or InterParliamentary Union) to formally agree upon an official international auxiliary language which would then be taught in all schools around the world, beginning at the primary level. This approach seeks to put international opinion and law behind the language and thus to expand or consolidate it as a full official world language. This approach could either give more credibility to a natural language already serving this purpose to a certain degree (e.g., if English were chosen) or to give a greatly enhanced chance for a constructed language to take root. For constructed languages particularly, this approach has been seen by various individuals in the IAL movement as holding the most promise of ensuring that promotion of studies in the language would not be met with skepticism at its practicality by its would-be learners.

Bahasa Korea sebagai Bahasa Internasional Bahasa Korea adalah bahasa yang digunakan di Semenanjung Korea, baik bagian selatan, maupun utaranya. Jumlah penutur asli bahasa tersebut meliputi 50 juta jiwa (2010) yang tinggal di Korea Selatan, 28 jiwa (2010) di Korea Utara, dan 7 juta jiwa di luar Semenanjung di atas. Jika dilihat dari jumlah penuturnya itu, bahasa Korea menduduki posisi yang ke-13 dari semua bahasa dengan jumlah penutur terbesar. Bahasa China menduduki posisi yang pertama, sedangkan bahasa Indonesia masuk di antara 10 besar dalam jumlah penutur tersebut. Dengan posisi yang demikian, bahasa Korea relatif tidak cukup kuat untuk berkembang sebagai bahasa internasional. Setidaknya, ada 12 bahasa lain yang lebih kuat daripadanya, yang lebih potensial untuk menjadi bahasa

145


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

yang digunakan secara internasional. Begitu pula jika dilihat dari tingkat kerumitan tata bahasa dan kekayaan vokabulernya. Dalam hal ini pun bahasa Korea harus berhadapan dengan bahasa-bahasa lain yang tata bahasanya lebih sederhana dan kosakatanya lebih sedikit, misalnya bahasa Indonesia. Namun, tidak pula dapat diingkari bahwa bahasa Korea saat ini sudah memperlihatkan kecenderungan untuk mengglobal, digunakan dalam forumforum internasional dan mulai dipelajari oleh banyak orang di berbagai negara. Jepang, misalnya, sudah lama dikenal sebagai negara perdagangan. Negara kaya itu secara tradisional memilih bahasa Perancis dan Jerman sebagai bahasa asing ke-2 dalam berbagai ujian tingkat nasional. Akan tetapi dalam waktu 10 tahun belakangan ini jumlah SMU yang memilih bahasa Korea meningkat 4 kali lipat. Menurut Departemen Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Jepang, jumlah SMU yang memilih bahasa Korea meningkat dari 73 pada tahun 1995 menjadi 286 pada tahun 2005. Semua pelajar SMU Jepang diuji sebelum masuk perguruan tinggi. Salah sebuah mata ujian itu adalah bahasa asing, sementara susunan mata ujian bahasa asing yang dipilih oleh calon mahasiswa adalah bahasa Inggeris, Perancis dan bahasa Jerman secara berturut-turut. Bahasa China dan Korea masing-masing ditambah sebagai mata ujian untuk calon mahasiswa pada tahun 1997 dan tahun 2002. Dalam ujian untuk calon mahasiswa pada tahun 2007, setelah bahasa Inggris, bahasa China dan Korea masing-masing menduduki urutan nomor ke-2 dan ke-3. Kemudian bahasa Perancis dan Jerman mengikuti. Di Indonesia sudah terdapat dua universitas besar yang membuka program kesarjanaan dalam pelajaran mengenai kekoreaan, seperti Universitas Indonesia (University of Indonesia) dan Universitas Gadjah Mada (Gadjah Mada University). Sejalan dengan kepopuleran bahasa Korea baru-baru ini, sejumlah banyak perguruan tinggi di Asia Tenggara ikut mengembangkan bahasa dan ilmu kekoreaan, khususnya di Thailand, Vietnam, Indonesia, dan Malaysia. Pada bulan September 2008, National University of Singapore (NUS) membuka kursus bahasa Korea di Pusat Bahasa Internasional, Fakultas Kesenian dan Ilmu Sosial. Menurut Prof. Anne Pakir, Direktur Pusat Bahasa Internasional tersebut, selain 4 bahasa nasional Singapura, seperti bahasa Inggris, Mandarin, Melayu, dan Tamil, NUS mengakui pentingnya bahasa Korea. Selain program studi bahasa Korea, program studi bahasa Jepang dan bahasa Hindi juga sudah dibuka sebagai 3 bahasa penting di Asia. Kecenderungan demikian memang dapat disebabkan juga oleh faktor kebahasaan, misalnya adanya kemiripan antara bahasa Korea dengan bahasa Jepang. Akan tetapi, andaikata hal itu benar, studi bahasa Korea di Jepang seharusnya sudah berlangsung sejak lama. Peningkatan minat Jepang dalam mempelajari bahasa Korea, juga tumbuhnya minat Indonesia untuk hal yang

146


Bahasa Indonesia dan Bahasa Korea: Dua Model Menuju Bahasa Internasional

sama, tentu saja tidak disebabkan oleh faktor internal kebahasaannya maupun oleh jumlah penuturnya, melainkan oleh faktor-faktor eksternal yang mendukungnya. Adapun faktor-faktor eksternal itu meliputi terutama faktor ekonomi dan faktor kebudayaan yang mencakup teknologi Korea dan sistem sosialbudayanya. Korea memperlihatkan tingkat perkembangan yang pesat dalam bidang teknologi. Di samping produk-produk teknologinya yang sekarang mulai populer di seluruh dunia seperti produk-produk Samsung, LG, dan Hyundai, Korea juga memperlihatkan kekuatan yang besar dalam teknologi konstruksi dan perkapalan. Pada akhir bulan Agustus 2007, volume kontrak proyekproyek pembangunan di luar negeri oleh perusahaan konstruksi Korea sudah melebihi 21 milyar dolar Amerika. Jumlah angka itu akan meningkat menjadi 24 milyar dolar, hampir dua kali lipat dari jumlah volume kontrak yang dicapainya pada tahun 2005, yaitu 10,8 milyar dolar Amerika. Perusahaan konstruksi Korea terus berhasil memperoleh kontrak bermacam-macam proyek konstruksi dari kawasan Timur Tengah. Volume kontrak 14,5 milyar dolar atau 70 persen dari jumlah kontrak sampai bulan Agustus 2007 tersebut diperoleh dari Timur Tengah. Di samping itu, Korea Selatan sejak awal tahun 1980-an muncul sebagai negara pembuat kapal yang bersaing dengan negara-negara pembuat kapal ternama di dunia. Menurut data yang disusun oleh Asosiasi Perkapalan Inggeris, Korea Selatan, pada tahun 2006, telah menguasai 42 persen industri perkapalan sedunia, sedangkan Jepang dan China masing-masing menduduki 29 persen dan 19 persen. Pada bulan September 2006, di antara 10 pabrik perkapalan terbesar di dunia, dalam volume kontrak, terdapat 7 pabrik yang beroperasi dan berpusat di Korea Selatan. Masyarakat Korea sendiri, dalam kehidupan sehari-hari mereka, memperlihatkan diri sebagai masyarakat yang menikmati kehidupannya dengan teknologi yang canggih. Para pedagang kaki lima di Korea, misalnya, menggunakan gerobag-gerobag bermesin, sedangkan para pedagang asongan memanfaatkan tenaga roda dengan sangat baik, yaitu berupa kereta kecil yang bisa dilipat yang biasa digunakan untuk membawa koper ketika orang dalam perjalanan jauh. Banyak peralatan teknologi yang begitu spesifik, yang beredar dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat tersebut, misalnya peralatan pengupas kulit buah, penutup kepala dan telinga pada musim dingin, dan sebagainya. Dengan budaya teknologi yang demikian tidaklah mengherankan karena di negeri ini terjadi perkembangan yang pesat dalam inovasi teknologi. Mungkin hal inilah yang mendasari Rapat umum WIPO, Organisasi Hak Milik Pengetahuan se-Dunia ke-43 pada awal bulan Oktober 2007 secara bulat menetapkan bahasa Korea sebagai bahasa resmi PCT, Kesepakatan Kerjasama

147


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

Internasional Mengenai Paten (Patent Cooperation Treaty). Rapat umum WIPO yang terdiri atas 183 negara di dunia sampai saat sekarang mengakui 10 bahasa sebagai bahasa resmi PCT. Oleh karena itu, urusan untuk memperoleh hak milik pengetahuan dalam masyarakat internasional oleh perusahaan dan penemu Korea jauh lebih dipermudah, apabila dibandingkan dengan urusan yang seharusnya memakai bahasa Inggeris. Bahasa resmi PCT kini berjumlah 10, seperti bahasa Inggris, Perancis, Jerman, Jepang, Rusia, Spanyol, China, Arab, bahasa Korea dan bahasa Portugis. Dubes Korea di Jenewa, Swiss, mengatakan bahwa penerimaan bahasa Korea sebagai salah sebuah bahasa resmi PCT jelas menunjukkan bahwa para anggota negara WIPO mengakui tingginya teknologi Korea. Kemajuan teknologi yang pesat itu mungkin menjadi salah satu faktor penting yang membuat perkembangan ekonomi Korea itu tidak kalah menakjubkan. Salah satu fenomena yang sangat menarik perhatian masyarakat internasional dalam hal ini adalah kecepatan Korea dalam mengatasi krisis ekonomi tahun 1998. Pada saat itu semua rakyat Korea sangat bersemangat mengikuti ‘Gerakan Mengumpulkan Emas’ dengan maksud untuk mencukupi cadangan valuta asing yang berada diambang kebangkrutan pada saat itu. Dalam tiga bulan, pada awal tahun 1998, banyak rakyat Korea dari semua kalangan mengeluarkan simpanan emas miliknya sendiri. Jumlah yang dikumpulkan itu senilai 3 milyar dolar Amerika. Valuta asing sebanyak itu, dengan disertai manajemen yang juga sangat efektif, dapat menghidupkan kembali obor ekonomi nasional dan segera menggantikan sistem keuangan valuta asing. Tindakan masyarakat Korea dalam pengelolaan dan pengembangan ekonomi inilah, tampaknya, yang membuat negeri itu menjadi salah satu negara maju di Asia. Pada akhir tahun 2006, Korea Selatan berhasil mencapai puncak tertinggi dari kegiatan ekspornya, yaitu 300 milyar dolar Amerika. Keberhasilan bidang ekspor Korea itu tercatat nomor ke-11 di seluruh dunia diikuti Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Perancis, China, Inggris, Negeri Belanda, Italia, Kanada, dan Belgia.

Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Internasional Bahasa Indonesia adalah bahasa satu bangsa yang belum memperlihatkan perkembangan dalam hal teknologi dan ekonomi, setidaknya jika dibandingkan dengan Korea. Namun, bahasa ini pernah digunakan secara meluas, melampaui Semenanjung Melayu dan sekitarnya yang menjadi tempat asal penutur asli bahasa tersebut. Indonesia, misalnya, merupakan negara kepulauan yang dihuni oleh ratusan pulau dengan ratusan suku bangsa dan bahasa. Di antara suku-suku bangsa itu, terdapat dua suku yang jumlah penduduknya mencapai hampir 80% dari seluruh penduduk Indonesia yang

148


Bahasa Indonesia dan Bahasa Korea: Dua Model Menuju Bahasa Internasional

jumlahnya mendekati 300 juta jiwa. Dua suku ini menggunakan dua bahasa yang berbeda, yaitu bahasa Sunda dan bahasa Jawa. Meskipun demikian, ketika Indonesia menetapkan bahasa nasionalnya, di tahun 1928, yang dipilih, bahkan oleh elit-elit suku Jawa dan Sunda sendiri, adalah bahasa Melayu. Dalam praktiknya, bahasa yang kemudian digunakan secara meluas di Indonesia adalah bahasa Melayu lingua-franca, yaitu bahasa Melayu yang biasa digunakan sebagai penghubung antarsuku dan antara suku-suku di Indonesia dengan orang asing. Pada mulanya, mungkin, terdapat faktor eksternal yang membuat bahasa Melayu sejak lama menjadi lingua-franca. Pertama, Semenanjung Melayu merupakan tempat strategis bagi perdagangan internasional. Dalam hal ini terdapat dua hal yang perlu mendapatkan perhatian. Angin musiman yang tertuju ke arah Selat Malaka dari kawasan timur melalui Laut China Selatan dan kawasan barat dari belahan India yang mengarah ke bagian Selat Malaka, juga menjadi penyebab ramainya bangsa-bangsa lain datang berkunjung ke wilayah itu. Hal lain yang tidak kalah penting dari arah angin tersebut adalah apa yang disebut “Jalur Sutera�, yaitu jalur perdagangan internasional yang menyusuri lautan antara China Daratan ke Venesia, Italia, sebagai persinggahan memasuki pasar Eropa dengan rempah-rempah yang banyak terdapat di wilayah Indonesia sebagai komoditasnya. Kedua, orang-orang Melayu tampaknya merupakan bangsa perantau dan pedagang sebagaimana yang antara lain dinyatakan oleh Muhamad Yusuff Hashim sehingga mereka menguasai pesisir di banyak pulau di kepulauan Indonesia, termasuk wilayah Semenanjung Malaya itu sendiri. Namun, bahasa Melayu lingua-franca berbeda dari bahasa Melayu asli, apalagi bahasa-bahasa Melayu yang digunakan di lingkungan kerajaan-kerajaan Melayu. Sebagai bahasa perdagangan lintas-suku dan lintas-bangsa, bahasa Melayu lingua-franca kemudian membentuk diri menjadi bahasa yang khas, yang dengan mudah menerima dan menyerap pengaruh bahasa dari berbagai suku dan bahkan berbagai bangsa. Selain itu, bahasa Melayu ini membentuk diri menjadi suatu bahasa dengan kosa kata dengan makna atau informasi yang terbatas pada persoalan-persoalan perdagangan khususnya dan yang bersifat public pada umumnya. Tata bahasanya pun sangat sederhana. Kenyataan inilah yang menjadi salah satu faktor yang membuat Indonesia memutuskan bahasa Melayu sebagai bahasa nasionalnya. Padahal, dibandingkan dengan jumlah penutur bahasa Jawa dan Sunda, jumlah penutur asli bahasa Melayu jauh lebih sedikit. Bahasa Jawa dan bahasa Sunda merupakan bahasa yang rumit tata bahasa dan kosa katanya, dan aspekaspek ini mempersulit suku-suku dan bangsa-bangsa lain untuk mempelajari, menguasai, dan menggunakannya.

149


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

Maka, dengan dukungan latar belakang sejarahnya sebagai sebuah bahasa yang pernah menjadi semacam bahasa perdagangan di kawasan Semenanjung Malaya dan Indonesia, potensi bahasa Indonesia untuk menjadi bahasa internasional itu sangatlah tinggi. Selama beberapa tahun pada awal 1990an, ketika politik internasional dan perekonomian nasional Republik Indonesia sedang menguat, di beberapa negara anggota ASEAN, hangat dibicarakan tentang bahasa ASEAN sebagai bahasa regional. Secara sederhana, hal itu dapat dibuktikan dengan disediakannya fasilitas pelayanan imigrasi di setiap bandara internasional pusat pada sejumlah negara anggota ASEAN yang secara khusus dibentuk untuk melayani tamu dari anggota ASEAN. Pada kedua sisi meja pelayanan itu tersedia pula petugas pelayanan untuk tamu lokal dan orang asing secara umum. Pembagian 3 meja imigrasi itu lenyap di mata pengunjung pada akhir tahun 90-an. Memang, rintisan itu ternyata tidak berlanjut dan sekarang sudah tidak ada lagi. Meskipun demikian, perhatian dunia internasional kepada bahasa Indonesia tetap besar. Menurut Aspar Rahman, saat ini bahasa Indonesia dipelajari di 40 negara yang tersebar di seluruh dunia. Di negara tertentu seperti Australia bahasa Indonesia bahkan dipelajari sebagai “bahasa kedua� dan diajarkan di sekolah-sekolah menengah. Di Korea, bahasa Indonesia dipelajari secara resmi dan terlembaga sejak tahun 1966. Bahkan, sebagaimana yang terjadi di Australia, Inggris, dan Amerika, terdapat stasiun pemancar radio yang terkemuka di Korea, yaitu KBS yang menyelenggarakan siaran khusus dalam bahasa Indonesia. Perhatian yang meluas terhadap bahasa Indonesia itu tentu saja tidak sepenuhnya diakibatkan oleh faktor internalnya, melainkan terutama sekali justru ditentukan oleh faktor yang sebaliknya. Sumber daya alam Indonesia yang kaya menjadi salah satu daya tarik masyarakat dunia untuk datang ke Indonesia dan kemudian mempelajari bahasa Indonesia. Sekarang ini, yang menjadi daya tarik yang lainnya adalah jumlah penduduk yang besar, yang dapat menjadikan Indonesia pasar yang sangat potensial bagi negara-negara maju dalam mengimpor-exporkan produk-produk industri. Hanya saja, dalam hal ini, bukan hanya jumlah penduduk yang penting, melainkan daya belinya dan peningkatan daya beli penduduk itu pula sangat ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan teknologi Indonesia.

Penutup: Pilihan Strategi dan Problem Globalisasi dan Pascamodernisme Bahasa Korea dan bahasa Indonesia mempunyai faktor potensi yang berbeda untuk menjadi bahasa internasional. Bahasa Korea didukung oleh faktor eksternal, sedangkan bahasa Indonesia didukung oleh faktor internal. Perbedaan tersebut tentu saja menentukan perbedaan pilihan strategi yang

150


Bahasa Indonesia dan Bahasa Korea: Dua Model Menuju Bahasa Internasional

harus diambil untuk membuat masing-masing bahasa menjadi bahasa internasional. Sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi, bahasa Korea mungkin lebih tepat mengambil strategi kedua sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya, yaitu yang berupa dukungan pemerintah dan promosi masyarakat atas program-program kebahasaan yang dapat membuat bahasa Korea menjadi bahasa pengajaran, ilmu pengetahuan, teknologi, ataupun pemasaran, sedangkan bahasa Indonesia dapat mengambil strategi yang keempat, yakni memperjuangkan pemberian legislasi pada bahasa Indonesia yang setidaknya sudah digunakan secara internasional, setidaknya dalam batas-batas negaranegara berbahasa Melayu seperti Malaysia, Brunei, bagian selatan Thailand, Surinama, dan Madagaskar. ASEAN merupakan salah satu organisasi internasional yang dapat memberikan legislasi yang demikian. Namun, apa pun pilihan strateginya, sebuah bahasa baru akan mempunyai peluang yang besar apabila negaranya mempunyai kekuatan yang besar. Kekuatan yang besar itu terletak pada adanya dukungan baik faktor-faktor internal maupun faktor-faktor eksternal. Bahasa Indonesia akan menjadi kuat apabila ia memperoleh dukungan yang berupa kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan bahkan politik, sedangkan bahasa Korea mungkin memerlukan suatu simplifikasi sehingga menjadi semacam “Basic English”, di samping tentunya memerlukan pula peningkatan yang lebih besar dari dukungan faktor-faktor eksternal yang sudah ada. Penulis: Yang Seung Yoon Ph.D. (Universitas Gadjah Mada, Indonesia), profesor Jurusan Melayu-Indonesia, Hankuk University of Foreign Studies. E-mail : syyang@hufs.ac.kr

Daftar Pustaka Yang Seung Yoon, “Pembelajaran bahasa dan ilmu Ke-Korea-an: Mengapa dan Bagaimana” (tlh dibacakan di FIB UI pada tanggal 11-November 2007) Yang Seung Yoon, “Studi Bahasa dan Ilmu Keindonesiaan di Korea” (tlh dibacakan dalam Seminar Internasional dengan tema Teaching Indonesian Overseas di FIB UGM pada tanggal 25-April 2007) Yang Seung Yoon, “Perjalanan Studi Bahasa Indonesia di Korea: Dahulu, Sekarang dan Mendatang”, HUMANIORA Vol. 19 No. 2, Juni 2007, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

151


Huruf Hangeul dan Bahasa Korea

152


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.