Buku Pengantar Korea Seri ke-7

Page 1

BAGIAN I MENEROPONG BALIK CIKAL BAKAL HUBUNGAN KEDUA NEGARA & PERKEMBANGANNYA

1


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

2


KBS World Radio Korea

HUBUNGAN DIPLOMATIK KOREA SELATANINDONESIA: SEJARAH DAN ISU POKOK KERJA SAMA1 Yang Seung-Yoon

Pendahuluan Hubungan diplomatik antara Korea Selatan-Indonesia memiliki sejarah yang tidak begitu panjang bila dibandingkan dengan sejarah hubungan Indonesia-Belanda dan Korea-Jepang. Dalam kerangka awal Gerakan NonBlok, pada tahun 1950-an Indonesia lebih condong menempatkan diri sebagai salah satu negara baru merdeka di antara negara-negara anti-imperialisme. Dalam hal itu, pada awal berjalannya hubungan diplomatik Indonesia dengan kedua Korea, Indonesia ketika itu lebih condong mendekati Korea Utara daripada Korea Selatan. Walaupun masih tetap menjaga kebijakan diplomatik yang didasarkan pada Gerakan Non-Blok itu, Indonesia, sesudah memasuki masa pemerintahan Presiden Soeharto, mulai mendekati Korea Selatan untuk membuka peluang bagi jalinan kerja sama antara kedua negara. Sejarah hubungan diplomatik antara Korea Selatan-Indonesia dapat dikatakan mengalami kemajuan yang sangat drastis. Hubungan yang pada mulanya didahului dengan pertentangan dengan cepat berbalik menjadi hubungan persahabatan yang akrab dan kemudian bergerak menuju masa hubungan kenegaraan yang telah dinormalisasikan. Perubahan sifat hubungan tersebut dapat berarti bahwa pertentangan antara Korea-Indonesia diakibatkan oleh ketertiban politik internasional yang baru setelah berakhirnya Perang Dunia II, sedangkan hubungan persahabatan yang terlalu akrab itupun dipengaruhi oleh sifat pemerintahan kedua negara yang khas. Kedua negara yang baru saja memperoleh kemerdekaannya setelah berakhirnya Perang Dunia II itu memiliki sejarah politik yang hampir sama, yaitu pernah mengalami masa penjajahan, perjuangan keras untuk * Draft paper yang disediakan untuk mempresentasikan pada seminar internasional (INAKOS-Fisipol UGM) dengan tema “Assessment on Diplomatic Relations between the Republic of Indonesia and the Republic of Korea: Bilateral Synergy through Strategic Partnership� pada tanggal 18 Oktober 2012 di Fisipol, UGM, Yogyakarta.

3


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

mempertahankan kemerdekaan, dikuasai oleh pemerintahan kolonial dalam waktu yang cukup lama, dan selanjutnya memasuki masa-masa pemerintahan sipil, serta dapat mengendalikan unsur-unsur kekerasan dalam negeri. Kemiripan sejarah politik masa lampau itu kiranya amat berguna untuk mengembangkan hubungan diplomatik atau hubungan kenegaraan antara Korea Selatan dan Indonesia.

Sejarah dan Politik Luar Negeri Korea Selatan 1.

Masa Pemerintahan Rhee Syngman: Keberpihakan kepada Dunia Barat Runtuhnya kolonialisme Jepang pada tahun 1945 membawa harapan bahwa Korea akan menjadi negara merdeka, sesuai dengan apa yang dijanjikan dalam Konferensi Kairo di Mesir pada tahun 1943. Namun, pembagian Korea menjadi dua zona pendudukan militer, utara dan selatan di garis lintang 38 setelah menyerahnya Jepang oleh Sekutu, berakibat pada berkembangnya dua rezim yang sama-sama keras di kedua belah pihak. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pendirian negara Republik Korea di bagian selatan merupakan hasil dari tegangnya negosiasi langsung antara dua negara yang berkuasa: Amerika Serikat dan Uni Soviet. Tidak lama setelah pembentukan pemerintahan Republik Korea, rezim lainnya, Republik Rakyat Demokrat Korea, diproklamasikan di bagian utara kawasan itu. Munculnya dua rezim yang bertentangan di Korea itu merupakan akibat langsung adanya antagonisme antara dua kekuatan adidaya dunia, yaitu kedua negara tersebut terseret dalam Perang Dingin pasca-Perang Dunia II. Korea Selatan pun tidak terelakkan juga terseret ke dalam Perang Dingin, sehingga berakibat pada kebijakan luar negeri Korea Selatan yang sangat dipengaruhi oleh pertentangan dua kutub ideologi. Rhee Syngman, presiden pertama Republik Korea, meletakkan pola bagi kebijakan luar negeri Korea yang secara umum dapat dikelompokkan sebagai berikut. (1) anti-komunisme mutlak; (2) memantapkan hubungan baik dengan negara-negara anti-komunis, dengan ketergantungan khusus pada Amerika Serikat; (3) mendukung penuh resolusi-resolusi PBB tentang penyatuan Korea. Agresi militer Korea Utara melawan Korea Selatan pada tanggal 25 Juni 1950 semakin menambah antipati Korea Selatan terhadap komunisme. Selama periode 1948 sampai 1960, pemerintah Republik Korea mengambil sikap yang keras terhadap komunis dan negara-negara nonblok. Pemerintah Rhee tidak mau membuat pembedaan antara rezim komunis dengan negara-negara non-blok.

4


Hubungan Diplomatik Korea Selatan-Indonesia

2.

Masa Pemerintahan Park Chung-Hee: Usaha Mendekati Dunia Ketiga Pemerintahan Presiden Park Chung-Hee memasuki masa diplomasi yang baru. Pemerintahan ini mengakhiri diplomasi pro-Barat yang diterapkan pemerintah sebelumnya dan sebaliknya, pemerintahan Presiden Park mulai mencoba membangun hubungan diplomatik dengan negara-negara pilihannya, bebas dari belenggu perang dingin dan ideologi. Sebagian dari pendekatan ini adalah membuka hubungan formal dengan negara-negara nonblok. Hal itu dilakukan untuk mengikuti kecenderungan internasional, yaitu banyak negara Afro-Asia dan Timur Tengah yang mulai menunjukkan pengaruhnya di dalam masyarakat internasional. Beberapa penjelasan mengenai gagasan hubungan diplomatik pemerintahan Presiden Park dapat dipaparkan sebagai berikut: Pertama, Korea Selatan berharap bisa mengikuti kecenderungan semakin meningkatnya peran negara-negara Dunia Ketiga di mata internasional. Kedua, fokus hubungan diplomatik Korea Selatan dengan negara-negara Dunia Ketiga bisa juga dijelaskan dengan kenyataan, bahwa setelah bebas dari ganjalan-ganjalan diplomasi perang dingin, Republik Korea mulai menunjukkan keluwesan dan kemandirian dalam melakukan diplomasi. Dalam lingkungan internasional di mana pentingnya blok di bawah sistem perang dingin semakin menghilang, kemampuan pertahanan tiap negara telah menjadi semakin penting dibandingkan dengan ketergantungan terhadap kekuatankekuatan blok. Ketiga, Republik Korea menyadari pentingnya memperluas pasar luar negeri untuk mempertahankan pertumbuhan ekonominya. Negara-negara Dunia Ketiga dipandang sebagai tempat perdagangan dan investasi yang berharga. Kebijakan ekonomi yang baru tersebut harus didukung dengan kebijakan diplomatik untuk dapat mencapai tujuannya. Berdasarkan latar belakang itu, Republik Korea secara resmi mengumumkan kebijakannya untuk memperbaiki hubungannya dengan negaranegara Dunia Ketiga, khususnya dengan negara-negara non-blok yang saat itu belum mempunyai banyak hubungan resmi dengan Korea Selatan. Termasuk dalam agenda hubungan dengan negara-negara itu adalah adanya kerja sama teknis dengan harapan hal tersebut bisa membuka pasar luar negeri bagi produk-produk kimia berat Korea. Kebijakan luar negeri itu terus maju setelah memasuki tahun 1980-an. 3.

Setelah Tahun 1980-an: Memperluas Hubungan Internasional Setelah memasuki tahun 1980-an, Korea Selatan menghadapi kesulitan besar yang timbul karena adanya konflik politik dan kemerosotan ekonomi. Situasi politik internasional pada saat itu pun sedang berada dalam kete-

5


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

gangan yang sangat serius sebagai akibat dari adanya protes AS dan sekitar 60 negara Barat terhadap serangan Uni Soviet ke Afghanistan dan dengan alasan itu, hampir semua negara Dunia Barat memboikot Olimpiade Moskow. Untuk mengatasi konflik politik nasional maupun internasional, serta untuk menghindari kemerosotan ekonomi dalam negeri, Korea Selatan secara aktif berusaha untuk dapat menjadi tuan rumah peristiwa internasional. Usaha itu dilaksanakan secara nasional dengan dukungan penuh dari pemerintah, kalangan bisnis dan masyarakat umum. Berkat usaha nasional itu, pada tahun 1981 Seoul ditetapkan sebagai tuan rumah Olimpiade 1988. Pemerintah dan seluruh rakyat Korea berusaha keras agar Olimpiade Seoul dapat berjalan lancar dan sukses. Pemerintah Korea Selatan aktif melakukan usaha-usaha yang mengajak semua negara anggota Olimpiade ikut serta dalam pesta olahraga Seoul, termasuk negara-negara yang masih belum menjalin hubungan diplomatik dengan Korea Selatan. Pemerintah Seoul mengumumkan kebijakan diplomatiknya untuk membuka diri terhadap dunia internasional dan memperkenalkan semboyan Olimpiade Seoul, yaitu ‘keharmonisan dan kemajuan bersama.’ Melalui Olimpiade Seoul, Korea Selatan membuka kesempatan bagi semua negara di dunia untuk dapat bertemu di ibukota Seoul, sehingga kesempatan itu akan memberikan sumbangan besar untuk meredakan ketegangan politik internasional yang telah berlangsung selama tahun 1980-an. Selain itu, selama penyelenggaraan Olimpiade, Korea Selatan membuka jalinan hubungan diplomatik dengan Hongaria, yang sekaligus meletakkan dasar untuk diplomasi ‘Memandang ke Timur’ sehingga Pemerintah Seoul dapat meningkatkan kerja sama bidang ekonomi dan kebudayaan dengan RRC, Uni Soviet dan negara-negara Eropa Timur. Di samping itu, Olimpiade Seoul juga mendorong sejumlah besar negara Dunia Ketiga untuk meningkatkan jalinan diplomatik dengan pemerintah Korea Selatan. Negara-negara yang belum menjalin hubungan diplomatik penuh dengan Pemerintah Seoul juga dapat memperbaiki konsep dan pandangan terhadap negara Korea Selatan. Korea Selatan sekali lagi mencapai kemajuan besar bidang diplomatik dengan terpilih sebagai ko-tuan rumah Piala Dunia 2002 (World Cup KoreaJapan). Berbeda dengan Jepang, Korea Selatan mempunyai tujuan tambahan dalam menyelenggarakan pesta olahraga sedunia tersebut. Melalui kesempatan itu, pemerintah Korea Selatan berusaha untuk memperbaiki hubungan antar-Korea dengan mengajak Korea Utara ikut berperan sebagai tuan rumah bagi beberapa pertandingan Piala Dunia yang seharusnya menjadi bagian Korea Selatan untuk menyelenggarakannya. Dengan kesempatan yang diberikan kepada Korea Utara itu, Korea Selatan telah membe-

6


Hubungan Diplomatik Korea Selatan-Indonesia

rikan beberapa keuntungan bagi Korea Utara, di antaranya adalah memberikan keuntungan bidang ekonomi serta peluang bagi Korea Utara untuk membuka diri terhadap masyarakat internasional. Setelah Korea Selatan menjadi anggota tetap PBB bersama dengan Korea Utara pada tahun 1991, Korea Selatan berusaha agar dapat terpilih menjadi negara anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Pemerintah Seoul melakukan bermacam-macam usaha untuk dapat dipilih menjadi negara anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, di antaranya dengan mengirimkan 14 duta besar luar biasa ke-44 negara di dunia pada tahun 1994 dan membuka semua saluran diplomatik dengan maksud untuk memperoleh dukungan positif negara-negara lain terhadap keinginan Korea Selatan itu. Pada akhirnya, pada bulan Mei 1995, Korea Selatan direkomendasikan sebagai satu-satunya calon negara anggota tidak tetap dari wilayah Asia. Dalam pemilihan negara anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB pada tanggal 7 November 1995, Korea Selatan berhasil dipilih dengan dukungan dari 156 negara di antara 177 negara anggota PBB. Selain itu, Pemerintah Korea Selatan yang mulai menyadari pentingnya perdagangan internasional sejak bulan Oktober 1978 mulai mengadakan kontak tidak resmi dengan Badan Kerja sama Pembangunan Ekonomi (OECD). Pada akhir tahun 1980-an kontak tidak resmi itu semakin diperkuat dengan berkembangnya perekonomian nasional Korea Selatan. Oleh sebab itu, pada bulan Januari 1989, pemerintah Korea Selatan mengadakan kontak dengan OECD secara resmi melalui dialog dengan Negara-negara Industri Baru di Asia (ANICs). Pada bulan April 1992, di masa Rencana Pembangunan Nasional 5 Tahun ke-7 (1992-1996), pemerintah Korea Selatan menetapkan keputusannya untuk ikut serta dalam OECD. Berdasarkan keputusan itu, pemerintah Seoul mengajukan permohonan keikutsertaannya pada bulan Maret 1995 yang segera ditindalanjuti oleh OECD dengan membentuk 11 Komite Peninjau pada bulan Mei 1995 untuk menilai dan mempertimbangkan penerimaan Korea Selatan sebagai negara anggota OECD yang baru. Dari hasil peninjauan itu, Komite Eksekutif OECD pada tanggal 26 September 1996 meneliti semua laporan peninjauan dari 11 komite tersebut dan pada tanggal 11 Oktober tahun yang sama memutuskan penerimaan Korea Selatan dalam keanggotaan OECD. Sebagai kelanjutan dari keputusan itu, pada bulan Oktober 1996 dilakukan upacara penandatanganan antara Menteri Luar Negeri Republik Korea, Gong Roh-Myong dan Donald Johnston, Sekretaris Jendral OECD di kantor pusat OECD di Paris, Prancis. Dengan demikian, Korea Selatan menjadi negara anggota tetap OECD ke-29.

7


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

Sejarah dan Politik Luar Negeri Indonesia 1.

Masa Pemerintahan Soekarno: Upaya mencari Posisi, Kekuasaan, dan Politik Konfrontasi Masa pemerintahan Soekarno terbagi menjadi dua periode, yaitu masa demokrasi parlementer dan demokrasi terpimpin. Perkembangan politik luar negeri Indonesia pada masa pemerintahan Soekarno mencerminkan perubahan-perubahan pada periode-periode tersebut. Pada masa awal demokrasi parlementer, kebijakan luar negeri Indonesia lebih difokuskan pada upaya untuk memperoleh pengakuan kedaulatan, baik dari Belanda maupun dari dunia internasional. Pada masa ini, prinsip ideal politik luar negeri Indonesia, yaitu ‘politik bebas aktif’, dicetuskan. Pencetusan prinsip ini tidak terlepas dari kondisi politik dunia internasional setelah Perang Dunia II yang ditandai dengan kemunculan dua negara adikuasa. Kehidupan politik dalam negeri di awal kemerdekaan terkait erat dengan pertentangan ideologis kedua negara itu. Hal tersebut terbukti dengan munculnya pertentangan antara pihak-pihak yang mendukung salah satu blok. Oleh karena itu, di samping dimaksudkan sebagai upaya mendefinisikan peranan yang tepat bagi Indonesia dalam konflik antara dua negara adikuasa, prinsip ‘bebas dan aktif’ ini juga dimaksudkan untuk menolak tuntutan sayap kiri agar Republik Indonesia yang baru merdeka itu berpihak pada Uni Soviet sekaligus untuk menghindarkan diri dari tuduhan Belanda, bahwa Indonesia condong pada blok Uni Soviet. Prinsip ‘bebas dan aktif’ ini diwujudkan Indonesia dengan mengajak negara-negara Dunia Ketiga yang juga baru saja memperoleh kemerdekaannya untuk mengadakan Konferensi Asia Afrika yang pada akhirnya berhasil mewujudkan kerja sama antara negara-negara Dunia Ketiga dalam bentuk Gerakan Non-Blok. Setelah memperoleh pengakuan kedaulatan dari Belanda, dan memasuki masa Demokrasi Terpimpin, politik luar negeri Indonesia kemudian lebih difokuskan pada upaya rehabilitasi ekonomi dan ketertiban umum. Isu Irian Barat sebagai satu-satunya wilayah Indonesia yang masih dikuasai Belanda dan konfrontasi dengan Federasi Malaysia mendominasi politik luar negeri Indonesia pada masa ini. Konfrontasi dengan Malaysia muncul karena Soekarno menganggap pembentukan Federasi Malaysia merupakan batu loncatan bagi Dunia Barat, khususnya Inggris, untuk membentuk alat dalam melestarikan kehadiran dan pengaruhnya di Asia Tenggara. Pertentangan dengan Dunia Barat itu menjadikan Soekarno kemudian cenderung mengarahkan politik luar negeri Indonesia ke blok Timur dengan rencananya membentuk Poros Jakarta-Phnom Penh-Hanoi-Beijing-

8


Hubungan Diplomatik Korea Selatan-Indonesia

Pyongyang. Politik luar negeri Soekarno yang baru ini terus berjalan sampai akhir masa pemerintahannya. 2.

Masa Pemerintahan Soeharto: Ekonomi sebagai Panglima Terdapat perubahan yang sangat mendasar dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia ketika Soekarno digantikan oleh Soeharto pada tahun 1966. Politik luar negeri Indonesia pada masa pemerintahan Soekarno lebih menekankan pada aspek politik, sedangkan pada masa pemerintahan Soeharto, politik luar negeri Indonesia lebih menekankan pada aspek ekonomi. Dengan demikian terjadi perubahan karakteristik dan tujuan politik luar negeri Indonesia, dari karakteristik yang menekankan pada konflik dan bertujuan untuk mencari kekuatan dan posisi beralih menjadi karakteristik yang lebih menekankan kerja sama dan berupaya mencapai kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Usaha pemerintah Orde Baru yang lebih memfokuskan politik luar negeri pada bidang ekonomi ini dapat dikategorikan sebagai ‘low politics’, yaitu suatu politik luar negeri yang berorientasi pada pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Konsekuensinya adalah keharusan untuk menjalankan diplomasi pembangunan yang bertujuan untuk memulihkan perekonomian dalam negeri. Isu lain yang menjadi fokus utama kebijakan luar negeri Indonesia di era Soeharto adalah dimulainya kerja sama regional seperti ASEAN, arah baru Gerakan Non-Blok, serta munculnya ganjalan baru dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia, Timor Timur. Dengan menempatkan ekonomi sebagai panglima,1 pelaksanaan politik luar negeri Indonesia di bawah Soeharto menunjukkan kecenderungan proBarat. Kebutuhan pemulihan ekonomi dalam negeri mengharuskan pemerintahan Soeharto untuk lebih akomodatif dengan negara-negara Barat. Ini merupakan konsekuensi logis mengingat buruknya hubungan Indonesia dengan Cina dan Uni Soviet setelah Gerakan 30 September 1965, sehingga tidak memungkinkan Indonesia untuk mendapat bantuan ekonomi dari negara-negara tersebut. Oleh karena itu, pada masa pemerintahan Soeharto, prinsip bebas-aktif dapat diterjemahkan menjadi bebas bergaul dengan negara-negara Barat guna aktif mendapatkan dana bantuan.

1

Ekonomi sebagai panglima merupakan salah satu dari tiga pendekatan pembangunan yang dikemukakan oleh Mohtar Mas’oed. Tiga pendekatan pembangunan tersebut adalah politik sebagai panglima, ekonomi sebagai panglima dan moral sebagai panglima. Pendekatan ekonomi sebagai panglima lebih menekankan pembangunan ekonomi sebagai proses akumulasi dan reproduksi kapital dengan pemeran utama aktor bisnis swasta (Mas’oed, 1994).

9


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

3.

Sesudah Runtuhnya Pemerintahan Soeharto Meskipun pemerintahan Habibie hanya berlangsung dalam hitungan bulan, terdapat sejumlah peristiwa penting yang patut dicatat dari pelaksanaan kebijakan luar negeri Indonesia di bawah pemerintahannya. Setelah tercoreng moreng akibat berbagai peristiwa politik pada masa sebelumnya, tidak mengherankan jika kebijakan luar negeri pemerintahan Habibie tetap dalam kerangka politik kerja sama yang bertujuan untuk memunculkan citra baik Indonesia di mata dunia internasional. Dengan demikian, yang menjadi fokus kebijakan luar negeri Habibie adalah upaya untuk menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Indonesia merupakan negara beradab yang melindungi HAM sekaligus upaya untuk memperoleh kepercayaan dari pihak-pihak pemberi dana, dalam hal ini IMF, guna melakukan perbaikan ekonomi nasional. Hal ini diwujudkan dengan kesediaan pemerintah Habibie untuk melaksanakan referendum yang ditujukan untuk menentukan nasib Timor-Timur. Dengan kondisi negara yang hancur lebur dari segi ekonomi dan politik, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mulai kepemimpinannya sebagai presiden keempat Indonesia. Krisis ekonomi yang berkepanjangan diwarnai dengan tuntutan separatisme di berbagai wilayah hanya sebagian kecil dari pekerjaan yang harus segera ditangani oleh Gus Dur. Titik berat kebijakan luar negeri yang dijalankan Gus Dur pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh pendahulunya, Habibie. Upaya memperbaiki citra di mata dunia internasional dan memperoleh bantuan untuk melakukan perbaikan ekonomi, tetap menjadi fokus kebijakan luar negeri Indonesia. Selain upaya untuk memperbaiki citra negara di mata internasional, politik luar negeri pada masa ini juga dilaksanakan sebagai upaya untuk mencari pengakuan dunia internasional terhadap keutuhan Republik Indonesia. Satu hal yang patut dicatat dari pelaksanaan politik luar negeri Indonesia pada masa Gus Dur adalah pengaruh personalitas Gus Dur yang tergolong unik karena sering melontarkan pernyataan-pernyataan pribadi yang kontroversial. Usulan pembukaan hubungan diplomatik dengan Israel merupakan salah satu contohnya. Contoh lain adalah pertemuan informal antara Gus Dur dan Presiden Kuba, Fidel Castro, yang merupakan terobosan baru di mana pemimpin negara berkembang yang masih bergantung pada bantuan ekonomi negara-negara Barat seperti Amerika justru melakukan kontak dengan pemimpin negara yang selama ini dianggap sebagai musuh negaranegara Barat.

10


Hubungan Diplomatik Korea Selatan-Indonesia

Hubungan Diplomatik Korea Selatan-Indonesia 1.

Pada Masa Presiden Soekarno Pada tanggal 15 Februari 1958 Achmad Husein memproklamasikan “Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia” (PRRI) dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai Perdana Menteri. Untuk menghadapi gerakan separatis itu dan untuk memulihkan keamanan negara, Pemerintah Jakarta dan KSAD memutuskan untuk melancarkan operasi militer. Operasi gabungan AD-AL-AU terhadap PRRI di Sumatra Selatan itu diberi nama ‘Operasi 17 Agustus’. Selain untuk menghancurkan kaum separatis, operasi ini juga ditujukan untuk mencegah mereka meluaskan diri ke tempat-tempat lain dan mencegah turut campurnya kekuatan asing. Waktu itulah Rhee Syngman, presiden pertama Republik Korea yang lebih dikenal sebagai Korea Selatan, telah mengemukakan keinginannya untuk bekerja sama dalam bidang politik dan sanggup mengirimkan serombongan pasukan sukarelawan untuk menolong PRRI. Keputusan pribadi Presiden Rhee itu sangat mengherankan para pengamat politik internasional, sebab Korea Selatan masih berada dalam kerusakan besar yang diakibatkan oleh Perang Korea (1950-1953). Akan tetapi mereka menyadari bahwa posisi Pemerintah dan Presiden Korea Selatan pada saat itu secara total didukung dan juga dicampuri Washington. Oleh karena itu, Presiden Pemerintah Jakarta, Soekarno, sangat marah dan mulai melancarkan kebijakan diplomatik bersifat anti-Korea Selatan. Pertentangan antara kedua pemimpin negara tersebut dapat dimaklumi, mengingat bahwa kedua pemimpin Indonesia dan Korea Selatan memiliki sifat yang sangat berbeda dalam menentukan pendapat mereka, sehingga tiap-tiap pihak saling mempunyai kecurigaan satu sama lain. Kebalikan dari Presiden Rhee yang pro kepada Blok Barat, Presiden Soekarno lebih cenderung berpihak kepada Beijing, Hanoi, dan Pyongyang yang juga memiliki ideologi kiri atau sosialisme dan bersikap sangat keras terhadap blok kapitalisme. Soekarno tidak pernah menaruh minat terhadap negara-negara Asia Timur, kecuali Jepang, di samping tidak mau mengubah sifat dan pendapatnya untuk kepentingan nasional sehingga hubungan antara Indonesia dan Korea Selatan makin bertambah buruk dan putus. Bila Rhee Syngman dapat memajukan hubungan sedikit saja dengan Jepang, barangkali hubungan Indonesia-Korea Selatan dapat dijalin lebih awal daripada tahun 1966. Namun Presiden Rhee pun bersifat keras terhadap Jepang dengan alasan masa penjajahan 35 tahun antara 1910-1945.

11


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

Sebaliknya, hubungan antara Indonesia dan Korea Utara telah jauh lebih maju dan mendapat bantuan secara intensif, jika dibandingkan dengan keadaan sekarang ini, sehingga Indonesia dan Korea Utara saling mendapat bantuan kongkret baginya di masa Orde Lama. Sejak Soekarno menyelenggarakan GANEFO, hubungan antara Indonesia dan Korea Utara bertambah akrab dan hubungan Soekarno dan Kim Il-Sung berlangsung sampai saat Orde Baru memegang pemerintahan di Indonesia. Hubungan diplomatik penuh antara Korea Utara dan Indonesia sudah terjadi sejak bulan Januari 1964. Sebelumnya, Indonesia-Korea Utara pada bulan November 1963 telah menandatangani Persetujuan Perdagangan dan Persetujuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Presiden Soekarno pada bulan November 1964 terlebih dahulu melakukan kunjungan resmi ke Korea Utara, sementara Presiden Korea Utara, Kim Il-Sung membalas kunjungan kenegaraannya ke Indonesia pada bulan April 1965. Walaupun demikian, menurut catatan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Seoul (21 November 1988), pada tahun 1962 pihak Korea Selatan telah mulai melakukan pendekatan terhadap Indonesia supaya kedua negara dapat mulai menjalin hubungan kenegaraan secara resmi. Kontak pertama oleh pejabat tingkat pemerintah dilakukan pada bulan Oktober 1962 di Tokyo, Jepang. Pada waktu itu, Presiden Soekarno melakukan kunjungan resmi ke Jepang. Utusan khusus Korea Selatan, Kim Jong-Pil, Kepala Badan Intelijen Nasional Korea (Perdana Menteri Korea Selatan: masa jabatan 19711975, 1997-1999), pada saat itu juga berada di Tokyo dan utusan Presiden Park Chung-Hee (masa jabatan 1961-1979) itu berkesempatan untuk berhadapan dengan Presiden Soekarno. Kim Jong-Pil dalam kesempatan yang singkat itu menerangkan sifat pemerintah Korea Selatan yang baru, berbeda dengan pemerintah sebelumnya, dan menitikberatkan pula kepentingan kerja sama antara Indonesia-Korea Selatan dalam bidang politik, ekonomi, dan kebudayaan. Tanggapan Soekarno saat itu tidak dilaporkan kepada umum. Pada pertengahan tahun 1963 diadakan pembicaraan untuk membuka hubungan konsuler antara delegasi RI dengan Korea Survey Delegation di bawah pimpinan Dr. Shin Jeong-Sup.2 Tanggapan resmi pemerintah Indonesia mengenai kemungkinan pembukaan hubungan diplomatik dengan Korea Selatan diumumkan pada bulan Oktober 1963 dengan adanya pemberitahuan dari pemerintah RI, melalui KBRI di Tokyo, kepada Kedutaan Besar Korea Selatan di Jepang bahwa Pemerintah RI tidak berkeberatan untuk mengadakan hubungan dengan Pemerintah Korea Selatan, tetapi untuk sementara 2

Mantan Direktur Divisi Perjanjian (1963-1964) dan Direktur Jenderal Kawasan Asia (19741975), Departemen Luar Negeri Republik Korea.

12


Hubungan Diplomatik Korea Selatan-Indonesia

hubungan itu masih merupakan perwakilan konsuler. Pengumuman itu ditindaklanjuti pemerintah Indonesia dengan mengeluarkan Keputusan Pemerintah RI untuk membuka Konsulat Jenderal di Seoul pada tanggal 15 Mei 1964. 2.

Pada Masa Awal Orde Baru Hubungan diplomatik antara Indonesia dan Korea Selatan dimulai dengan hubungan pada tingkat konsuler pada bulan Mei 1966 yang ditandai dengan penandatanganan persetujuan konsuler. Sejak terjadinya GESTAPU pada tahun 1965, suasana politik dalam negeri Indonesia mulai berubah. Sejalan dengan kecenderungan itu, kantor Konsulat Jenderal Republik Korea di Jakarta dibuka secara resmi pada tanggal 1 Desember 1966 sedangkan kantor Konsulat Jenderal RI di Seoul secara resmi dibuka pada tanggal 1 Juni 1968. Konsul Jenderal Korea untuk Indonesia pertama kali dijabat Lee Chang-Hee (masa tugas 1967-1968), dan kemudian berturut-turut dipegang oleh Han You-Dong (masa tugas 1968-1973) dan Kim Jwa-Kyum (masa tugas 1973-1974). Sementara itu, jabatan Konsul Jenderal Indonesia untuk Korea pertama kali dijabat oleh Kolonel TNI Soekamto Sayidiman (masa tugas 1968-1971) yang kemudian digantikan oleh Kolonel TNI L.B. Moerdani (masa tugas 1971-1973) Kunjungan bolak-balik sering dilakukan oleh para pemimpin politik, ekonomi, sosial, dan budaya tiap-tiap negara setelah dimulainya hubungan konsuler tersebut. Hubungan yang semakin erat antara kedua negara itu telah memajukan saling pengertian dalam berbagai bidang, sementara pengertian bersama itu semakin dimanfaatkan dalam menghadapi masalahmasalah nasional dan internasional. Selanjutnya, para menteri luar negeri dan para pejabat pemerintah yang berkedudukan tinggi dari Indonesia dan Korea Selatan saling berkunjung ke negara lawannya dengan maksud untuk tukar-menukar pandangan dalam menentukan kebijakan politik-diplomatik atau ekonomi-sosial-budaya antara kedua negara Indonesia-Korea Selatan. Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik pada tahun 1973 melakukan kunjungan resmi ke Korea Selatan. Menteri Adam Malik adalah tokoh terpenting yang pernah berkunjung ke Korea sampai saat itu. Pemerintah Indonesia dalam kunjungan Adam Malik ke Seoul mengakui Republik Korea atau Korea Selatan sebagai salah sebuah negara sahabat lama dengan negara dan bangsa Indonesia. Pada saat itu, Adam Malik menghargai pula keteranganketerangan yang diberikan oleh Menteri Luar Negeri Korea Selatan Kim DongJo dan menegaskan kembali dukungannya bagi usaha-usaha pemerintah Indonesia terhadap perdamaian dan penyatuan melalui penerusan dialog Korea Utara-Korea Selatan sebagaimana disebutkan dalam pernyataan

13


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

konsensus yang telah diterima Sidang Umum PBB tertanggal 28 November 1973. Begitu pula Menteri Kim menyatakan penghargaan terhadap kegiatan dan pengertian yang mendalam ditujukan kepada Pemerintah Indonesia dalam perdebatan masalah Semenanjung Korea dalam Sidang Umum PBB ke-29. Kim Dong-Jo menyatakan pula harapannya lebih lanjut bahwa Resolusi Nomor 3333 Sidang Umum PBB mengenai masalah Semenanjung Korea merupakan suatu landasan yang kuat bagi penyelesaian masalah Semenanjung Korea. Menteri Adam Malik sangat berterima kasih atas pengertian Pemerintah Korea Selatan terhadap sikap yang diambil Pemerintah Indonesia selama perdebatan-perdebatan berlangsung dan menyatakan harapannya bahwa dialog langsung antara Korea Utara-Korea Selatan hendaknya dapat dimulai lagi dengan segera. Kedua menteri luar negeri itu bersepakat untuk mengadakan konsultasi-konsultasi lebih lanjut mengenai masalah tersebut. Adam Malik dan Kim Dong-Jo mencatat bahwa hubungan ekonomi serta perdagangan kedua negara yang sudah sangat maju sampai saat itu kiranya akan memperkokoh cara-cara perdagangan agar dapat saling menguntungkan. Menteri Luar Negeri Kim dan Adam Malik itu bersepakat pula untuk mengadakan pertemuan konsultatif apabila dipandang perlu pada tingkat yang dapat disetujui bersama. Pemerintah Jakarta dan Seoul selanjutnya menginginkan agar dapat saling menyetujui kerja sama dalam bidang teknik guna memperkuat hubungan antar-kedua negara dengan memberikan pengalaman-pengalaman yang dapat memproses perkembangan ekonomi. Menteri Luar Negeri Adam Malik menyatakan pendapatnya bahwa kunjungan Menteri Luar Negeri Kim Dong-Jo ke Indonesia telah membawa tonggak penting dalam hubungan persahabatan yang sudah ada antara kedua negara, yang membantu ke arah kerja sama yang lebih erat dan pengertian yang lebih mendalam. Kim Dong-Jo menyatakan pula terima kasihnya kepada Pemerintah Indonesia atas persahabatan yang disampaikan oleh Adam Malik. Perkembangan hubungan persahabatan serta pertukaran pejabat tinggi antara kedua negara dari tahun 1966 sampai tahun 1970 antara lain Ketua DPR Indonesia dan Ketua Parlemen Korea Selatan, menteri luar negeri, dan pejabat-pejabat tinggi militer dari tiap-tiap pihak, kemudian tahun 19701975 Menteri Luar Negeri Indonesia dan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Korea Selatan. Dalam perkembangan selanjutnya, Republik Indonesia dan Republik Korea saling menyetujui peningkatan hubungan kenegaraannya dari tingkat konsuler ke tingkat diplomatik penuh pada tanggal 18 September 1973. Dengan persetujuan itu, Konsulat Jenderal kedua negara berubah menjadi Kedutaan Besar Republik Korea (KBRK) dan Kedutaan besar Republik Indo-

14


Hubungan Diplomatik Korea Selatan-Indonesia

nesia (KBRI). Duta Besar Korea untuk Indonesia yang pertama dijabat oleh Lee Jae-Sul (1974-1978), sedangkan Brigjen L.B. Moerdani diangkat sebagai Pejabat Duta Besar Indonesia untuk Korea. Baru pada tahun 1974 Indonesia mengangkat Sarwo Edhi Wibowo (1974-1978) sebagai Duta Besar Indonesia untuk Korea yang pertama. Dengan demikian, antara tahun 1975—1980 hubungan kerja sama kedua negara lebih ditingkatkan lagi dalam serangkaian kunjungan pemimpin Indonesia dan Korea Selatan, seperti Menteri Luar Negeri, Menteri Perdagangan dan Perindustrian, Menteri Pertambangan, Menteri Pekerjaan Umum, dan sebagainya. Sejalan dengan berkembangnya suasana hangat SeoulJakarta sedemikian itu, hubungan diplomatik penuh pun secara resmi dimulai dari bulan Agustus 1978. 3.

Hubungan Korea Selatan-Indonesia Setelah Tahun 1980-an Seiring dengan perubahan kecenderungan dalam masyarakat internasional, Presiden Korea Selatan Chun Doo-Hwan pada bulan Juni 1981 melakukan kunjungan resmi ke Indonesia, sementara Presiden Republik Indonesia Soeharto membalas kunjungan kenegaraan ke Korea Selatan pada bulan Oktober 1982. Pengganti Presiden Chun, yaitu Presiden Roh Tae-Woo juga pada tahun 1988 ikut mengunjungi Jakarta pada November 1988, setelah diselenggarakan Olimpiade Seoul, Korea Selatan. Presiden Roh dan Presiden Soeharto berkesempatan untuk melakukan pertemuan puncak di New York pada bulan September 1992. Presiden Korea Selatan Kim Young Sam juga berkesempatan melakukan pertemuan puncak dengan Presiden Soeharto pada bulan November 1994 dalam acara penyelenggaraan KTT APEC ke-2 di Bogor, Indonesia. Setelah krisis IMF berakhir, Presiden Abdurrahman Wahid berkunjung ke Korea dalam serangkaian kunjungannya ke seluruh dunia pada bulan Februari 2000. Presiden Kim Dae-Jung dan Presiden Gus Dur dapat bertemu kembali pada bulan Oktober di Seoul dalam acara penyelenggaraan KTT ASEM ke-3. Kedua puncuk pemimpin pemerintahan itu sekali lagi bertemu dan melakukan pertemuan puncak di Jakarta pada bulan Desember 2000. Serangkaian pertemuan puncak antara kepala pemerintahan Indonesia dan Korea Selatan yang demikian itu mencerminkan hubungan bilateral yang sangat baik antara kedua negara melalui organisasi-organisasi regional dan internasional, seperti ASEAN, ARF, ASEAN+3, APEC, ASEM, Non Blok, dan PBB. Perkembangan terakhir dalam peningkatan hubungan antara Korea Selatan-Indonesia telah menunjukkan tanda-tanda ke arah yang positif dengan dilaksanakannya kunjungan kenegaraan presiden wanita Indonesia, Megawati

15


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

Soekarnoputri, ke Korea Selatan pada tanggal 30 Maret–2 April 2002. Yang cukup mengejutkan dari kunjungan kenegaraan tersebut adalah bahwa sebelum berkunjung ke Korea Selatan, Presiden Megawati terlebih dahulu berkunjung ke Korea Utara pada tanggal 28-30 Maret 2002. Dalam kunjungannya ke Korea Utara itu, Presiden Megawati menyampaikan secara langsung kepada presiden Korea Utara, Kim Jong-Il, keinginan Korea Selatan untuk memajukan hubungan antar-Korea dan dalam wawancaranya dengan para wartawan di Seoul tanggal 30 Maret 2002, Megawati menyampaikan bahwa permintaan tersebut ditanggapi secara positif oleh Kim Jong-Il. Langkah politis Presiden Megawati itu dilakukan setelah pemerintah Korea Selatan, dalam berbagai kesempatan, meminta pemerintah Indonesia untuk menjembatani perbaikan hubungan antar-Korea dengan meminta kesediaan Korea Utara untuk memulai dialog antar-Korea. Lebih jauh lagi, Korea Selatan menginginkan agar kemajuan hubungan antar-Korea itu dapat lebih memberi keuntungan bagi Korea Utara dengan dinormalisasikannya hubungan antara Korea Utara dan Amerika Serikat. Kunjungan yang dilakukan Presiden Megawati tersebut menarik perhatian masyarakat internasional mengingat kedua negara Korea masing-masing memiliki hubungan penting dengan Indonesia. Pada masa Gerakan Non Blok, saat Blok Barat dan Blok Timur bersaing keras, Indonesia di bawah Soekarno dan Korea Utara di bawah kepemimpinan Kim Il-Sung menjalin hubungan persahabatan bidang politik dan ideologis yang sangat erat, sedangkan hubungan yang erat antara Indonesia dan Korea Selatan, khususnya hubungan bidang ekonomi, terjalin antara pemerintahan militer Soeharto dan Park Chung-Hee. Kedekatan hubungan Indonesia, baik terhadap Korea Utara maupun Korea Selatan, telah mendorong Presiden Kim Young-Sam (1993-1997) pada masa awal pemerintahannya untuk meminta Indonesia menyampaikan usulan mengenai pertemuan empat negara antara kedua Korea, Amerika Serikat dan Cina kepada pemerintah Korea Utara. Pertemuan tersebut dimaksudkan untuk membicarakan semua masalah antar-Korea. Sebaliknya, Korea Utara pernah meminta bantuan Indonesia saat masalah bom nuklir menjadi isu panas dunia internasional dan pemerintah Pyongyang semakin terpojokkan dalam masyarakat internasional. Dalam perspektif saling-ketergantungan, kunjungan Presiden Megawati mengandung arti bagi kedua negara. Pemerintah Indonesia mendapat keuntungan ekonomi secara nyata dari Korea Selatan, di samping adanya kesempatan bagi Megawati untuk memperlihatkan kemampuan diplomatiknya kepada Amerika Serikat dan Korea Utara. Korea Selatan pun mendapat

16


Hubungan Diplomatik Korea Selatan-Indonesia

kesempatan untuk mencari jalan keluar bagi permasalahan antarKorea yang menjadi isu terpenting pemerintahan Presiden Kim Dae-Jung.

Penutup: Isu Pokok Kerja sama Ideologi merupakan faktor penting yang membuat Korea SelatanIndonesia selama lebih dari dua dasawarsa tidak bisa mengembangkan kerja sama resmi. Ideologi baru yang muncul setelah Perang Dunia II segera menguasai seluruh negara dan umat manusia di dunia. Negara-negara baru merdeka tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh besar ketertiban politik internasional yang baru, yang dengan sangat jelas telah memisahkan dunia. Korea yang terbagi dua segera digolongkan ke dalam warnanya masingmasing oleh ideologi yang berlainan, sedangkan Indonesia di bawah Presiden Soekarno tidak mau digolongkan ke dalam Dunia Timur maupun Dunia Barat. Dalam hal itu, Korea Selatan yang pro-Amerika Serikat dan Dunia Barat tidak bisa menjalin hubungan diplomatik yang mulus dengan Indonesia di masa Bung Karno. Pada pertengahan tahun 1960-an, terbuka peluang untuk mengembangkan kerja sama Korea Selatan-Indonesia dengan efektif. Ketika itu Indonesia, sesudah mengalami peristiwa Gestapu yang melibatkan unsur-unsur komunis, berubah haluan menjadi anti-komunis. Sejak itu haluan politik luar negeri Indonesia, yang secara resmi masih bersifat bebas-aktif, menjadi semakin pragmatis. Seperti halnya politik luar negeri Korea Selatan, Indonesia kini lebih mendekat ke Dunia Barat, khususnya ke Amerika Serikat. Sistem politik yang diterapkan di Indonesia sejak itu mirip dengan yang diterapkan Korea Selatan, yang dipimpin perwira militer. Dengan dua alasan itu, Korea Selatan dan Indonesia selama tiga dasawarsa, yaitu pertengahan 1960-an sampai 1990-an, dapat mengembangkan hubungan kenegaraan yang luar biasa. Efek sinergis itu segera dibarengi oleh kemajuan hubungan di segenap lapisan kenegaraan antara Korea-Indonesia. Hubungan diplomatik penuh Korea Selatan dan Indonesia secara resmi dimulai pada tanggal 19 September 1973 setelah kedua negara menyetujui untuk meningkatkan hubungan konsulat jenderal sebelumnya menjadi hubungan diplomatik tingkat kedutaan besar. Tahun 2012, genap 40 tahun jalinan hubungan diplomatik Korea dan Indonesia. Duta besar Republik Indonesia untuk Korea yang ke-10, Nicholas Tandi Dammen (masa tugas 20092012) mengatakan bahwa hubungan diplomatik kedua negara dapat dikatakan dibangun sejak tahun 1964 di mana hubungan konsulat jenderal mulai berjalan. Dubes Dammen menegaskan bahwa hubungan 40 tahun kedua negara ini mengacu juga pada pernyataan yang terkandung dalam komunike

17


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

bersama antara Presiden Roh Mu-Hyun dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dilaksanakan di Jakarta pada tahun 2005. Di depan hadirin dalam acara ‘farewell Party’ pada tanggal 27 September 2012, Dubes Dammen meyakinkan bahwa Korea dan Indonesia dapat dijadikan teladan dalam bidang hubungan luar negeri karena kedua negara ini telah membangun hubungan diplomatik dalam prinsip ‘saling ketergantungan’ dan ‘hubungan win-win atau saling mengisi’. Dammen menambahkan bahwa hubungan kerja sama di bidang politik dan luar negeri antara kedua negara telah semakin kokoh sehingga diperlukan ‘duta besar ekonomi’ untuk menjalin hubungan kerja sama di bidang perekonomian yang berpotensi tinggi. Dengan demikian, Dammen merekomendasikan adanya pakar kerja sama di bidang perekonomian sebagai pengganti pejabat tinggi di KADIN, Bapak John, yang segera akan mulai bertugas di Seoul. Pihak Korea Selatan pun sependapat dengan hal itu. Korea yang terletak di Semenanjung Korea dikelilingi empat negara adikuasa sehingga Korea perlu melepaskan diri agar tidak berkutat pada ‘permasalahan Korea Selatan dan Utara’, ‘kebijakan penenangan’ (appeasement policy) terhadap empat negara kuat, dan ‘kebijakan memandang ke Utara’. Setelah kerja sama dengan China dan Jepang, yang bisa menjadi alternatif adalah kerja sama dengan negara-negara Asia Tenggara dengan Indonesia sebagai pusatnya. Hubungan Korea dan Indonesia dalam bidang ekonomi tidak didasarkan pada persaingan melainkan hubungan kerja sama berprinsip ‘win-win’. Dengan kata lain, kedua negara saling tergantung dan berhubungan erat mengingat faktor bahwa Korea memiliki modal dan tekonologi, sedangkan Indonesia kaya akan sumber-sumber alam, pemasaran luas dan aktif serta tenaga kerja yang bermutu tinggi. Oleh karena itu, Korea telah membangun Pusat Korea-ASEAN di Seoul, mengangkat duta besar ASEAN yang akan bertugas di Jakarta, serta membuka kantor konsulat jenderal di Surabaya. Hubungan Korea Selatan dan Utara adalah isu yang banyak menyedot perhatian pihak Korea Selatan. Pembicaraan enam negara atau 6 Party Talk belum menemukan titik temu dalam menyelesaikan masalah nuklir Korea Utara dan kelanjutan kekuasaan politiknya. China dan Rusia tidak dapat berpihak pada Korea Selatan, dan tanpa persetujuan Korea Selatan, Amerika Serikat dan Jepang pun berada dalam posisi di mana mereka tidak bisa meresmikan hubungan diplomatik dan memberikan bantuan ekonomi kepada Korea Utara. Dengan kata lain, empat negara adakuasa di sekitar Semenanjung Korea mempertontonkan posisi mereka apa adanya. Hal itu berarti dibutuhkan waktu cukup lama untuk menemukan solusi inovatif berdasarkan persetujuan seluruh pihak bersangkutan.

18


Hubungan Diplomatik Korea Selatan-Indonesia

Inilah alasan begitu dinantikannya JIM (Jakarta Informal Meeting) yang kedua sebagai jalan keluar permasalahan Semenanjung Korea. Indonesia telah menanggulangi masalah Kamboja terkait konflik empat partai di negeri tersebut dengan diselenggarakannya JIM tersebut. Di samping itu, hal yang perlu dititikberatkan adalah bahwa kedua Korea percaya pada Indonesia. Inilah keadaan yang membedakan Indonesia dengan empat negara adikuasa. Ketika ditanya apakah ada rencana mempersiapkan JIM yang kedua untuk kemajuan dalam penyelesaian masalah Semenanjung Korea, tanggal 16 Agustus 2012 di Jakarta, Menlu Indonesia, Marty Natalegawa mengatakan bahwa dia sedang menunggu hasil pertemuan enam negara dan akan melantik duta besar yang berkuasa penuh dan berkemampuan dalam menangani permasalahan Semenanjung Korea sebagai penerus Nana Sutresna yang telah wafat setahun sebelumnya. Permasalahan Semenanjung Korea bukanlah sekadar masalah antara kedua Korea. Tak dapat dimungkiri bahwa masyarakat internasional dan PBB bertanggung jawab dalam terbaginya Korea menjadi dua negara. Oleh karena itu, keputusan dari pertemuan enam negara sangat diperlukan untuk membujuk Indonesia agar menyelenggarakan JIM kedua. Kini Indonesia semakin berdiri kokoh khususnya di bidang perekonomian dan hubungan luar negeri. Bila Indonesia memberi ‘lampu hijau’ untuk menyelesaikan masalah Semenanjung Korea, kedudukan Indonesia di tingkat masyarakat internasional diperkirakan akan meningkat drastis. Hubungan kerja sama antara Korea dan Indonesia yang telah terjalin selama hampir setengah abad diharapkan menjadi semakin erat.

Referensi Bantarto Bandoro (Ed.). 1994. Hubungan Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru. Jakarta : CSIS Choi Sang-Yong (eds.). 1997. Democracy in Korea: Its Ideas and Realities. Seoul: The Korean Political Science Association. CSIS. 1979. Indonesia and Korea, The Next Decade. Jakarta: CSIS Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Republik Korea. 1999. 50 Tahun Diplomasi Korea (1948-1998). Seoul: Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Republik Korea. Departemen Penerangan Republik Indoesia. 30 Tahun Indonesia Merdeka. Vol. I, II, III, IV. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia. Djiwandono, J. S. 1996, Konfrontasi Revisited: Indonesia’s Foreign Policy Under Soekarno. Jakarta: CSIS.

19


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

Hadi Soesastro & A.R. Sutopo. 1981. Strategi dan Hubungan Internasional Indonesia di Kawasan Asia Pasifik. Jakarta: CSIS. Hadi Soesastro. 1981. “The Pacific Community Idea: Much Ado About Nothing?” Park, Jae-Kyu (ed.). Korea and Indonesia: Toward Inter-regional Cooperation. Seoul: The Institute for Far Eastern Studies, Kyungman University. Han Sung-Joo. 1990. “Recent Trends in South Korean Politics.” Lau, Teik Soon dan Bilveer Singh. ASEAN-South Korean Relations: Problems and Prospects. Singapore: Heinemann Asia. Kim Hak-Joon. 1977. The Unification Policy of South and North Korea: A Comparative Study. Seoul: Seoul National University Press. Koh Byung-Chul. 1984. The Foreign Policy Systems of North and South Korea. Berkeley: University of California Press. Koo Youngnok & Han Sung-Joo (eds.). 1985. The Foreign Policy of the Republic of Korea. New York: Columbia University Press. Leiffer, Michael. 1983. Indonesia’s Foreign Policy. London: The Royal Institute of International Affairs. Liddle, R. William. 1996. Leadership and Culture in Indonesian Politics. Australia: Allen and Unwin Pty Ltd. Leo Suryadinata. 1998. Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto. Jakarta: LP3ES. Mari Pangestu. 1995. “Indonesian in A Changing World Environment: Multilateralism vs Regionalism.” The Indonesian Quarterly, Vol. 23, No. 2. Mohtar Mas’oed. 1994. Politik, Birokrasi dan Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Mohtar Mas’oed. 1990. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi, Jakarta: LP3ES. Park Jae-Kyu. 1981. Korea and Indonesia: Toward Inter-Regional Cooperation. Seoul: The Institute for Far Eastern Studies, Kyungnam University. Yang Seung-Yoon. 2005. 40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan. Yogyakarta: University Press, Gadjah Mada University.

Penulis: Yang Seung-Yoon adalah Professor Emeritus, Hankuk University of Foreign Studies, Seoul. E-mail: syyang@hufs.ac.kr

20


40 Tahun Kerjasama Ekonomi Indonesia-Korea Selatan

40 TAHUN KERJASAMA EKONOMI INDONESIA-KOREA SELATAN: PENCAPAIAN, TANTANGAN, DAN PROSPEK KE DEPAN Ratih Pratiwi Anwar

Pendahuluan Pada tahun 2013 ini Indonesia dan Korea Selatan merayakan tepat 40 tahun usia hubungan diplomatik. Peringatan ini sangat menggembirakan karena pada kenyataannya sudah 47 tahun berlalu semenjak pertama kali dimulainya hubungan Indonesia dan Korea Selatan, yaitu sejak dibukanya kantor Konsulat Jendral di Jakarta dan Seoul pada tahun 1966 (Yang, 2006). Selama hampir setengah abad hubungan tersebut, Indonesia dan Korea Selatan telah menjadi mitra yang saling membutuhkan sekaligus saling menguntungkan khususnya di bidang perekonomian. Pada tahun 2003, seorang perwakilan resmi pemerintah Korea Selatan di Indonesia menilai bahwa hubungan ekonomi Indonesia dan Korea Selatan bersifat saling melengkapi. Dari sudut pandang Korea Selatan, Indonesia mempunyai keunggulan berupa sumber daya alam yang melimpah, pasar yang potensial, dan tenaga kerja yang mudah dilatih bekerja. Pada sisi lain, Korea Selatan unggul dalam hal keahlian, teknologi, dan modal yang dapat digunakan untuk mengembangkan sumber-sumber daya di Indonesia bagi kemakmuran masyarakat kedua negara (Lee, 2003). Pandangan satu dasawarsa lalu di atas masih relevan hingga kini. Indonesia tetap dinilai sebagai negara yang kaya dengan sumber daya alam dan tenaga kerja yang murah, mempunyai sektor industri manufaktur dan jasa yang tumbuh pesat, dan pasar domestik yang besar dan potensial. Korea Selatan saat ini diposisikan lebih unggul dalam pembangunan ekonomi khususnya industri padat modal, teknologi tinggi dan sumber daya manusia yang berkeahlian tinggi. Pengamat kerjasama ekonomi Indonesia dan Korea Selatan yang juga seorang ahli Indonesia asal Korea Selatan, Prof. Yang Seung-Yoon dari Hankuk University of Foreign Studies, mengatakan bahwa karena ada perbedaan keunggulan antara kedua negara tersebut maka hubungan ekonomi bilateral Indonesia dan Korea Selatan mempunyai sifat ‘saling mengisi’ (Yang, 2005).

21


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

Indonesia dan Korea Selatan telah mengembangkan jaringan kerjasama yang luas di bidang ekonomi, teknis, dan regulasi (JSG, 2011). Dari berbagai jenis kerjasama ekonomi Indonesia dan Korea Selatan, dua hal yang saya pandang sangat penting adalah kerjasama investasi (Foreign Direct Investment) dan perdagangan bilateral. Dalam momentum 40 tahun hubungan Indonesia dan Korea Selatan, paper ini bertujuan untuk melihat kembali perkembangan kerjasama, apa yang sudah dicapai, prospek dan tantangan apa yang dapat menjadi rekomendasi untuk melanjutkan dan memperdalam kerjasama kedua negara. Melalui pencapaian kerjasama bidang investasi dan perdagangan bilateral, saya akan membahas apakah sifat kerjasama ekonomi Indonesia dan Korea Selatan memang bersifat ‘saling melengkapi’. Hal tersebut dapat diartikan sebagai prospek/peluang untuk memperkuat kerjasama ekonomi bilateral yang sudah ada.

Ekonomi Indonesia dan Korea Selatan saat ini Sebelum membahas perkembangan kerjasama ekonomi Indonesia dan Korea Selatan serta pencapaiannya di awal abad 21, saya menyajikan kondisi ekonomi makro kedua negara sebagai konteks domestik dilaksanakannya kerjasama ekonomi bilateral. Ekonomi Indonesia dan Korea Selatan termasuk 20 ekonomi terbesar di Dunia (G-20). Dengan nilai PDB tahun 2010 sebesar 1.032,95 milyar dollar AS Indonesia menempati posisi ke-16 dan Korea Selatan menempati urutan ke-15 dengan nilai PDB 1.466, 13 milyar dollar AS. Di Asia Tenggara, Indonesia menjadi ekonomi terbesar, sedangkan Korea Selatan merupakan ekonomi terbesar ke-4 setelah China, Jepang dan India. Pada periode 2008-2010 Indonesia dan Korea Selatan Ekonomi mencatat pertumbuhan ekonomi yang positif, namun karena terkena dampak krisis keuangan global pada tahun 2009 pertumbuhan ekonomi kedua negara sempat menurun. Pengelolaan ekonomi makro yang baik menyebabkan pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi Indonesia dan Korea Selatan kembali meningkat (Tabel 1).

22


40 Tahun Kerjasama Ekonomi Indonesia-Korea Selatan

Tabel 1. Struktur perekonomian Indonesia dan Korea Selatan INDONESIA

KOREA SELATAN

2008

2009

Milyar dollar AS

910.72

Pertumbuhan ekonomi

Persen

PDB per kapita (harga berlaku)

Dollar AS

Penduduk

Juta

237,64

48,80

Rasio investasi

Persen

32,2

28,6

PDB (PPP)

2010

2008

2009

2010

962.44

1.032,95

1.346,75

1.365,31

1.466,13

6

4,6

6,1

2,3

0,2

6,1

2.237,03

2.327,26

2.974,04

19.162,04

17.110,09

20.756,25

STRUKTUR PDB Pertanian

Persen

15,3

2,6

Industri

Persen

47

39,3

Jasa

Persen

37,6

58,2

Sumber: IMF, Statistics Indonesia. Dikutip dari Report of Joint Study Group for IK-CEPA., 2011.

Perbedaan Indonesia dan Korea Selatan terletak pada status pembangunan ekonominya. Indonesia masih berada dalam status low-middle income countries sedangkan Korea Selatan sudah mencapai status highincome countries. Hal ini dilihat dari PDB per kapita Indonesia hanya 2.974 dollar AS per tahun, sedangkan PDB per kapita Korea Selatan hampir tujuh kali lipat PDB per kapita Indonesia, yaitu 20.756,25 dollar AS per tahun. Hal ini mencerminkan perbedaan kesejahteraan masyarakat di kedua negara. Perbedaan lainnya, struktur ekonomi Indonesia didominasi sektor industri (47 persen dari total PDB), sementara kontribusi terbesar dalam ekonomi Korea Selatan adalah sektor jasa yang menyumbang 58,2 persen dari total PDB tahun 2010. Rasio investasi terhadap PDB di Indonesia lebih tinggi (32,2 persen) dibandingkan Korea Selatan (28,6 persen). Indonesia saat mempunyai daya tarik investasi yang paling tinggi di Dunia. Hal ini disebabkan menurunnya pertumbuhan ekonomi di India dan China yang selama ini menjadi pesaing Indonesia dalam hal menarik investor asing namun relatif kurang sumberdaya alam (Guharoy, 2012).

23


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

Perkembangan kerjasama ekonomi bilateral di awal abad 21 Hubungan ekonomi pada abad 21 diawali dengan kesepakatan antara Indonesia dan Korea Selatan untuk meningkatkan kerjasama ekonomi bilateral. Kesepakatan ditandatangani oleh pemimpin kedua negara saat itu, Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Kim Dae-Jung, di Jakarta tanggal 28 November 2000. Indonesia dan Korea Selatan menyepakati hal-hal penting berkaitan dengan isu-isu perdagangan, sektor otomotif, telekomunikasi, konstruksi, minyak dan energi. Presiden Abdurrahman Wahid menyampaikan harapannya agar Presiden Kim Dae-Jung mendorong lebih banyak investor Korea Selatan datang ke Indonesia. Kesepakatan peningkatan kerjasama ekonomi bilateral antara Indonesia dan Korea Selatan telah membuahkan hasil berupa meningkatnya jumlah perusahaan Korea Selatan di Indonesia pada kurun waktu 2000-2012. Pada tahun 2000 baru ada sekitar 600 perusahaan Korea Selatan di Indonesia yang beroperasi di industri tekstil, garmen, sepatu, alat olahraga, kayu, elektronik, kimia, peralatan berat, otomotif dan baja. (KBRI Ottawa, 2002). Menurut data resmi Kedutaan Besar Korea Selatan di Indonesia, pada tahun 2006 jumlah perusahaan Korea Selatan di Indonesia telah mencapai ribuan dan mempekerjakan 400.000-500.000 orang (Korean Embassy, 2006). Pada tahun 2012 tercatat ada 1.500 perusahaan Korea Selatan di Indonesia yang menciptakan lapangan kerja bagi 800.000 tenaga kerja Indonesia (Jakarta Post, 5/07/2012). Hubungan ekonomi bilateral diteruskan dan makin diperkuat oleh pemimpin kedua negara pada periode pemerintahan berikutnya. Pada bulan Maret 2007, Presiden Indonesia saat itu Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Korea Selatan saat itu Roh Moo-Hyun, meresmikan Gugus Tugas Kerjasama Ekonomi Indonesia dan Korea Selatan untuk lebih mengkaji peluang-peluang baru dan meningkatkan manfaat dari hubungan ekonomi, perdagangan dan investasi yang berkelanjutan. Penguatan kerjasama di bidang ekonomi ini dilakukan setelah kedua pemimpin negara tersebut menandatangani “Deklarasi Bersama untuk Kemitraan Strategis untuk Mengembangkan Persahabatan dan Kerjasama di Abad 21� tanggal 4 Desember 2006. Deklarasi bersama kemitraan strategis ini adalah sebuah momentum yang menandai era baru dalam kerjasama bilateral diplomatik Indonesia dan Korea Selatan. Kerjasama Indonesia dan Korea Selatan semakin erat dan meluas mencakup bidang pembangunan ekonomi, teknologi informasi, pekerja asing, energi, perikanan dan kelautan, kehutanan, usaha kecil dan menengah, serta iptek (MOFAT, 2007).

24


40 Tahun Kerjasama Ekonomi Indonesia-Korea Selatan

Indonesia dan Korea Selatan mempunyai kepentingan yang sama untuk meningkatkan kerjasama perdagangan barang dan hubungan ekonomi lainnya seperti perdagangan jasa dan investasi. Peluang untuk mendapat manfaat dari peningkatan kerjasama ekonomi bilateral tersebut masih terbuka lebar sehingga pada bulan Februari 2011 kedua negara menyepakati melakukan studi kelayakan tentang peluang mengadakan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) antara Indonesia dan Korea Selatan. Hasil studi kelayakan yang dilakukan oleh Joint Study Group (JSG) IndonesiaKorea Selatan menyatakan bahwa CEPA layak dilakukan karena kedua negara akan mendapatkan manfaat berupa pertumbuhan output yang positif dan peningkatan kesejahteraan (JSG, 2011). Perundingan Putaran Pertama IK-CEPA telah dilangsungkan di Jakarta tanggal 12 Juli 2012, Putaran Kedua tanggal 10-11 Desember 2012 di Jakarta, dan Putaran Ketiga direncanakan 26-28 Maret 2013 di Busan, Korea Selatan. Perundingan Putaran Kedua berhasil menyepakati bahwa landasan utama IK-CEPA adalah kerjasama yang saling menguntungkan dan penguatan kapasitas (cooperation and capacity building) di semua sektor yang akan diperjanjikan, yang mencakup bidang perdagangan barang, investasi dan perdagangan jasa (Kementrian Perdagangan RI, 2012).

Kerjasama Investasi (Foreign Direct Investment) Orientasi FDI Korea Selatan Selama lebih kurang empat dekade, investasi langsung atau penanaman modal asing (FDI) Korea Selatan di Indonesia telah dilakukan di berbagai sektor. Faktor pendorong investasi Korea Selatan ke Indonesia cukup beragam dan hal tersebut mempengaruhi orientasi FDI Korea Selatan di Indonesia dari periode ke periode. Pada akhir dasawarsa 1960an dan awal 1970an, investor Korea Selatan tertarik pada sumber daya alam yang dimiliki Indonesia sehingga generasi pertama FDI Korea Selatan ini disebut natural resource-oriented FDI. Karena Korea Selatan adalah negara yang terbatas sumber daya alamnya, maka dapat dipahami jika generasi pertama FDI Korea Selatan lebih tertuju pada sektor yang terkait sumber daya alam khususnya kehutanan dan mineral untuk diekspor ke Korea Selatan maupun ke negara lain. Contohnya adalah Nambang Development Corporation dan Miwon (Lindblad, 2000). Sejalan dengan menurunnya daya saing industri manufaktur ringan (light manufacturing industries) di Korea Selatan, investasi Korea Selatan di Indonesia periode berikutnya lebih terfokus pada industri manufaktur ringan yang padat karya (padat tenaga kerja) dan berteknologi sederhana seperti tekstil,

25


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

garmen, mainan anak, alas kaki, mebel, dan peralatan listrik. Generasi kedua FDI Korea Selatan yang datang sejak pertengahan 1980an tersebut digolongkan factors-oriented FDI karena tujuan utama mereka berinvestasi di Indonesia adalah mencari faktor-faktor produksi, khususnya tenaga kerja yang lebih murah karena upah tenaga kerja di Korea Selatan meningkat akibat apresiasi mata uang Korea Selatan dan meningkatnya kekuatan serikat pekerja. Cheil (group Samsung) dan Sunkyong Keris (group Sunkyong) termasuk generasi kedua FDI Korea Selatan (Lindblad, 2000). Dengan semakin berkembangnya perekonomian Indonesia, pada pertengahan 1990an investasi Korea Selatan merambah ke industri yang berteknologi menengah dan tinggi seperti elektronik, otomotif, dan telekomunikasi (Lee, 2003). Generasi ketiga FDI Korea Selatan tersebut dikategorikan dalam competitiveness-oriented FDI. Kebijakan Presiden Korea Selatan saat itu, Kim Young Sam, pada tahun 1993 mengkampanyekan segyewha (globalisasi perusahaan Korea Selatan) untuk meningkatkan daya saing mendorong perusahaan berskala besar melakukan strategi global dengan cara mendirikan jaringan perusahaan di negara lain. Di antara chaebol (konglomerat) Korea Selatan banyak yang tidak segan-segan menjalin kerjasama bisnis dengan perusahaan besar di Indonesia, misalnya Pohang Iron and Steel Company (POSCO), Kodeco (Korean Development Company), SAMSUNG, Kia, Hyundai, dan LG (Lindblad, 2000). Sejalan dengan penandatanganan Joint Statement antara Pemerintah Indonesia dan Korea Selatan tahun 2007, datang ‘generasi keempat’ FDI Korea Selatan di Indonesia yang termotivasi untuk mengamankan pasokan energi Korea Selatan sehingga mereka dapat disebut energy-oriented FDI. Investor Korea Selatan yang termasuk jenis ini diantaranya adalah Korea Energy Management Corporation yang bekerjasama dengan Pemerintah DKI Jakarta; Korea Gas Corporation bermitra dengan PT Pertamina; Korea Energy Management Corporation berkolaborasi dengan Provinsi Gorontalo; Korea Midland Power Co ltd bersama dengan Pemerintah Provinsi Riau. Saat ini, investasi Korea Selatan di Indonesia makin bervariasi dengan keberadaan Hana Bank (sektor keuangan), Lotte Mart (sektor perdagangan), Paris Baguette (makanan/bakery) dan Lotte Cinema (hiburan). Nilai dan distribusi FDI Korea Selatan Korea Selatan berperan sangat penting bagi kegiatan investasi di Indonesia ditinjau dari nilai investasinya (FDI). Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Indonesia pada periode 1990-2010, di antara 10 negara dengan nilai realisasi FDI terbesar, FDI Korea Selatan menempati peringkat ke tujuh setelah FDI dari Jepang, Singapura, Amerika Serikat, Ing-

26


40 Tahun Kerjasama Ekonomi Indonesia-Korea Selatan

gris Raya, Tanzania, dan Belanda. Total nilai FDI Korea Selatan yang direalisasi pada periode tersebut 5.527,7 juta dollar AS dan total jumlah proyek mencapai 1.719 (JSG, 2010). Indonesia merupakan tempat yang menarik bagi FDI Korea Selatan mengingat nilai FDI yang direalisasi meskipun berfluktuasi tetapi cenderung meningkat, dari 79,8 juta dollar AS tahun 2001 menjadi 328,5 juta dollar AS tahun 2010. Sementara itu, jumlah proyek yang direalisasi terus meningkat dari 42 proyek tahun 2001 menjadi 356 proyek tahun 2010. Tabel 2. Nilai realisasi FDI Korea Selatan di Indonesia 2001-2010 Tahun

Nilai FDI (juta dollar AS)

Jumlah Proyek

2001

79,8

42

2002

62,0

45

2003

105,5

74

2004

62,6

60

2005

423,4

102

2006

447,9

140

2007

631,4

169

2008

388,8

181

2009

612,6

184

2010

328,5

356

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dikutip dari Report of Joint Study Group for IK-CEPA, 2011.

Secara kumulatif sepanjang periode 1968-2010 sejumlah 3.807 proyek FDI Korea Selatan telah disetujui untuk dilaksanakan di Indonesia dengan nilai persetujuan investasi 8.801,5 juta dollar AS. Dibandingkan dengan nilai FDI Korea Selatan yang disetujui (approved FDI), nilai kumulatif FDI Korea Selatan yang direalisasi periode 1968-2010 adalah 4.759,6 juta dollar AS (JSG, 2011). Ini berarti hanya 54 persen FDI yang direalisasi dari total nilai FDI yang disetujui. Tingkat realisasi investasi FDI asal Korea Selatan yang belum optimal menunjukkan masih adanya kendala-kendala yang dihadapi oleh investor Korea Selatan untuk “memarkir� dananya lebih lama di Indonesia.

27


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

Sementara itu, FDI Indonesia di Korea Selatan masih rendah. Menurut data Kementrian Ekonomi Kreatif Korea (Korean Ministry of Knowledge Economy), nilai FDI Indonesia masih rendah dan fluktuatif. Pada periode 2001-2010 FDI asal Indonesia di Korea Selatan tercatat hanya 76 proyek dengan nilai 868,63 juta dollar AS (JSG, 2011). Tabel 3 menunjukkan 10 industri Indonesia yang paling banyak menerima FDI Korea Selatan yang direalisasi. Industri kimia dan elektronik menjadi primadona investor Korea Selatan di Indonesia dengan total kontribusi mencapai 49,24 persen dari total FDI Korea Selatan yang direalisasi pada periode 1990-2010. Kedua industri tersebut relatif padat modal dan teknologi. Industri padat tenaga kerja seperti tekstil, kulit dan alas kaki, makanan, karet dan plastik, perdagangan, konstruksi, dan industri berbasis kayu termasuk dalam 10 besar industri yang paling diminati FDI Korea Selatan dan keseluruhannya menyumbang 40,55 persen dari total FDI Korea Selatan yang direalisasi pada periode yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun fokus FDI Korea Selatan cenderung telah bergeser ke industri padat modal dan teknologi di Indonesia, namun peran FDI Korea Selatan di industri-industri padat tenaga kerja yang disebutkan di atas masih sangat penting. Dengan kata lain, industri padat tenaga kerja Indonesia masih diminati oleh dan memberi keuntungan bagi investor Korea Selatan. Tabel 3. Realisasi FDI Korea Selatan menurut industri (1990-2010) Urutan

Sektor

Kontribusi terhadap total investasi yang direalisasi (persen)

1

Metal machinary and electronics industry

35,71

2

Chemical and Pharmaceutical industry

13,53

3

Textile industry

10,44

4

Leather goods and footwear industry

8,42

5

Food industry

7,12

6

Rubber and plastic industry

5,09

7

Trade and reparation

3,80

8

Construction

3,20

9

Wood industry

2,48

10

Other industry

2,17

11

Others

8,74

Sumber: BKPM, dikutip dari Report of JSG IK-CEPA, diolah.

28


40 Tahun Kerjasama Ekonomi Indonesia-Korea Selatan

Menteri Perindustrian Indonesia memperkirakan pada akhir tahun 2012 total nilai FDI Korea Selatan akan mencapai 12 milyar dollar AS yang dialokasikan ke berbagai industri, infrastruktur, dan pengolahan mineral. Sebagian besar FDI Korea Selatan tersebut yaitu 5 milyar dollar AS akan ditujukan untuk mengembangkan industri petrokimia Indonesia dan akan dilakukan oleh perusahaan petrokimia terbesar kedua se-Asia asal Korea Selatan yaitu Honam Petrochemical Corp. Beberapa perusahaan penting Korea Selatan lainnya akan berinvestasi di bidang infrastruktur seperti pembangkit listrik dan pelabuhan. POSCO Energy Co.yang berafiliasi dengan perusahaan baja terbesar ke tiga di Dunia asal Korea Selatan yaitu Pohang Iron and Steel Company (POSCO) telah mengalokasikan 3 milyar dollar AS untuk pembangunan pembangkit listrik di Jakarta Utara, sedangkan group SAMSUNG akan membangun pelabuhan di Bali dan tertarik untuk membangun perusahaan pengolah mineral di Indonesia. Diperkirakan dua tahun ke depan Indonesia akan dialiri lebih banyak lagi FDI Korea Selatan apabila kedua negara telah menyelesaikan negosiasi dan menyepakati CEPA. Diestimasikan perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif bilateral ini dapat menambah peluang investasi Korea Selatan sebesar 50 milyar dollar AS dalam jangka waktu lima tahun (Yulisman, 2012). Beberapa manfaat dapat diperoleh dari kerjasama bidang investasi dengan Korea Selatan. Kemitraan antara POSCO dan perusahaan baja Indonesia PT Krakatau Steel diharapkan dapat menghasilkan alih teknologi kepada Indonesia dan meningkatkan kemampuan manajerial staf lokal untuk mengelola bisnis secara global. Investasi langsung yang dilakukan investor-investor besar di Korea Selatan juga dapat memberikan kontribusi pada peningkatan total pengeluaran investasi di Indonesia yang selanjutnya akan mendorong perrtumbuhan ekonomi di Indonesia. Disamping itu, karena berbentuk investasi langsung yang produktif dengan bentuk pendirian pabrik, FDI Korea Selatan berperan penting dalam meningkatkan output, ekspor, dan kesempatan kerja.

Kerjasama Perdagangan Barang Tren perdagangan barang Korea Selatan adalah salah satu mitra dagang utama Indonesia. Database UN Comtrade terbaru menunjukkan kecenderungan pertumbuhan total perdagangan bilateral yang meningkat pada periode 2001-2011. Gambar 1 menunjukkan bahwa ada kenaikan yang signifikan pada ekspor barang Indonesia ke Korea Selatan dan impor barang Indonesia dari Korea Selatan setelah kedua negara menandatangani Deklarasi Bersama untuk Kemitraan Strategis Tahun 2006. Ekspor Indonesia ke Korea Selatan meningkat dari 7.7 milyar dollar AS tahun 2006 menjadi 16,4 milyar dollar AS tahun 2011. Impor

29


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

dari Korea Selatan melonjak dari 2,9 milyar dollar AS tahun 2006 menjadi 13 milyar dollar AS pada tahun 2011. Selain dampak dari Kemitraan Strategis, peningkatan impor Indonesia dari Korea Selatan adalah dampak dari “Hallyu Wave” yaitu penetrasi industri hiburan Korea Selatan dalam bentuk budaya populer, khususnya drama TV, film, dan musik ke Indonesia. Minat generasi muda Indonesia untuk mengkonsumsi berbagai produk Korea Selatan meningkat pesat setelah kesuksesan penayangan drama televisi Korea Selatan “Full House” dan “Jewel in The Palace” pada pertengahan tahun 2000an. Sebagai akibatnya, pasar produk Korea Selatan makin terbuka luas di Indonesia sebagaimana tercermin dari peningkatan nilai impor barang dari Korea. Gambar 1. Perdagangan bilateral Indonesia-Korea Selatan 2001-2011 18,000 16,000

Nilai (Juta USD)

14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0 2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

Tahun Ekspor Indonesia ke Korea Selatan

30

Impor Indonesia dari Korea

2011


40 Tahun Kerjasama Ekonomi Indonesia-Korea Selatan

Gambar 2 Neraca Perdagangan Indonesia-Korea Selatan 2001-2011 8.00

7.46 7.00

5.76

6.00

5.61

5.12 Nilai (Milyar USD)

6.72

5.14

5.00

4.44

3.68

4.00

3.86

3.28 3.00 2.00 1.00

1.25

0.00 2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

Tahun

Sumber: UN Comtrade Database 2012, diolah.

Menurut data UN Comtrade, perkembangan pasar Korea Selatan bagi produk-produk Indonesia juga sangat pesat selama satu dekade terakhir. Pada tahun 2001 total nilai ekspor Indonesia ke Korea Selatan masih 3,77 milyar dollar AS, tetapi pada tahun 2011 sudah menembus angka 16,39 milyar dollar AS. Perkembangan ekspor Indonesia juga diikuti dengan masuknya komoditas Korea Selatan yang cenderung mengalami peningkatan, mulai 2,52 milyar dollar AS pada tahun 2001 menjadi 9,66 milyar dollar AS pada tahun 2011. Meskipun aliran barang Korea Selatan ke Indonesia terus meningkat, perdagangan bilateral Indonesia-Korea Selatan selama satu dekade terakhir (20012011) selalu menghasilkan surplus pada neraca perdagangan Indonesia. Surplus perdagangan meningkat dari 1,2 milyar dollar AS pada tahun 2001 menjadi 6,7 milyar dollar AS pada tahun 2011 (Gambar 2). Pada periode 2001-2011, kontribusi ekspor Indonesia ke Korea Selatan bervariasi antara 5-9 persen dari total ekspor Indonesia ke Dunia. Kontribusi impor dari Korea Selatan lebih rendah, yaitu antara 1-8 persen dari total impor Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa masih terbuka peluang untuk meningkatkan perdagangan bilateral pada tahun-tahun yang akan datang (Gambar 3).

31


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

Gambar 3 Kontribusi Korea Selatan dalam Perdagangan Internasional Indonesia 2001-2011 12.0

9.9

Kontribusi (dalam persen)

10.0 8.2 7.2

7.1

6.7

8.1

8.0

7.6

8.0

7.0

6.7

6.6 5.6

6.0

5.4 4.2 3.8

3.6

4.0

3.2

3.1 2.6

2.6 2.0 2.0

1.7

0.0 2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

Tahun Kontribusi Ekspor

Kontribusi Impor

Sumber: UN Comtrade Database 2012, diolah.

Keeratan hubungan perdagangan Indonesia dan Korea Selatan saat ini dapat dilihat dari posisi masing-masing negara dalam rangking tujuan ekspor dan asal impornya. Pada tahun 2011, Korea Selatan adalah negara mitra dagang yang sangat penting bagi Indonesia karena Korea Selatan menempati urutan terbesar ke lima sebagai negara tujuan ekspor Indonesia dan di posisi terbesar ke empat sebagai negara asal impor Indonesia. Pertumbuhan impor Indonesia dari Korea Selatan tercatat di posisi kedua tertinggi setelah Taiwan pada tahun 2010 (JSG, 2011). Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai peran yang signifikan sebagai pasar bagi barang-barang Korea Selatan. Dari sisi Korea Selatan, posisi Indonesia sebagai mitra dagang Korea Selatan tidak sepenting posisi Korea Selatan sebagai mitra dagang Indonesia. Meskipun Indonesia masuk sebagai sepuluh besar negara mitra dagang utama Korea Selatan, Indonesia menempati posisi ke delapan sebagai negara tujuan ekspor maupun negara asal impor bagi Korea Selatan pada tahun 2011 (Tabel 4). Melihat data ini, kedua negara masih mempunyai ketimpangan posisi dalam perdagangan bilateral sehingga antara Indonesia dan Korea Selatan memerlukan tindakan untuk mengatasi kendala-kendala yang menyebabkan hubungan perdagangan bilateral masih terlihat belum pada posisi yang seimbang.

32


40 Tahun Kerjasama Ekonomi Indonesia-Korea Selatan

Tabel 4. Peran Indonesia dan Korea Selatan dalam perdagangan internasional masing-masing Negara (2011) INDONESIA RANKING

10 Besar Tujuan Ekspor

10 Besar Asal Impor

KOREA SELATAN 10 Besar Tujuan Ekspor

10 Besar Asal Impor

1

Jepang

China

China

China

2

China

Singapura

Amerika Serikat

Jepang

3

Singapura

Jepang

Jepang

Amerika Serikat

4

Amerika Serikat

Korea Selatan

China, Hong Kong SAR

Arab Saudi

5

Korea Selatan

Amerika Serikat

Singapura

Australia

6

India

Thailand

Asia Lainnya

Qatar

7

Malaysia

Malaysia

Indonesia

Indonesia

8

Asia Lainnya

Arab Saudi

Vietnam

Jerman

9

Thailand

Australia

India

Kuwait

10

Australia

India

Brazil

Uni Emirat Arab

Catatan: Ditinjau dari kontribusi ekspor dan impor bilateral terhadap total ekspor dan impor Indonesia dan Korea Selatan ke Dunia. Sumber: UN Comtrade Database 2012, diolah

Struktur perdagangan bilateral Sifat perdagangan Indonesia dan Korea Selatan yang saling melengkapi dapat dilihat dari struktur sepuluh besar komoditas ekspor dan impor Indonesia ke/dari Korea Selatan. Pada periode 2001-2011, sepuluh besar komoditas ekspor Indonesia ke Korea Selatan masih didominasi oleh sumber daya alam yaitu gas alam (27,57 persen), minyak mentah (19,50 persen), batu bara (12,99 persen), dan sebagian kecil produk hasil pengolahan minyak bumi (1,68 persen). Komoditas energi ini sangat potensial di pasar ekspor Korea Selatan disebabkan Korea Selatan adalah negara yang kurang memiliki sumber energi dan pengimpor energi terbesar kedua di Dunia setelah Jepang. Meskipun demikian, Indonesia bukan pemasok utama kebutuhan energi Korea Selatan mengingat 85 % minyak mentah Korea Selatan dipasok dari Timur Tengah. Komoditas industri manufaktur seperti bubur kertas (2,59 persen), benang tekstil (2,28 persen), dan kayu lapis (1,46 persen) serta komoditas perkebunan seperti karet dan getah alam (1,75 persen) termasuk dalam sepuluh komoditas ekspor Indonesia yang paling diminati pasar Korea Selatan sepanjang periode 2001-2011 (Gambar 5).

33


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

Gambar 5 Kontribusi 10 Komoditas Ekspor Terbesar terhadap Total Ekspor Indonesia ke Korea Selatan 2001-2011

19.90

27.57

1.46 1.68 1.75 2.28 2.54 2.59

19.50

7.74 12.99 Natural gas Coal Pulp and waste paper Textile yarn Other petroleum products Others

Petroleum oils, crude Copper ores and concentrates Petroleum products, refined Natural rubber, natural gums Veneers, plywood, particle boards

Sumber: UN Comtrade, diolah

Gambar 6 Kontribusi 10 besar Komoditas Impor Terbesar terhadap Total Impor Indonesia dari Korea Selatan 1.94 2.08

1.71

2.29 2.32 2.59 28.71

3.32 3.91 4.10 Petroleum products, refined

Telecom. equipment and parts n.e.s.

Flat-rolled prod. of iron/non-alloy steel Knitted or crocheted fabrics Other plastics, in primary forms Electronic equipment and parts

Petroleum oils, crude Synthetic/reclaimed rubber; waste Flat-rolled prod. of iron or steel, plated Woven fabrics of man-made textile mat.

Sumber: UN Comtrade, diolah

34


40 Tahun Kerjasama Ekonomi Indonesia-Korea Selatan

Sementara itu, dalam struktur sepuluh besar komoditas impor Indonesia dari Korea Selatan periode 2001-2011 komoditas yang paling banyak diimpor adalah hasil olahan minyak bumi dimana nilainya 28,71 persen dari total impor asal Korea Selatan. Indonesia juga mengimpor minyak mentah dari Korea Selatan (3,32 persen). Selain dua komoditas tersebut, Gambar 6 menunjukkan komoditas lain yang termasuk 10 besar impor dari Korea Selatan yang merupakan komoditas industri manufaktur yaitu: peralatan telekomunikasi dan suku cadangnya (4,1 persen), besi lembaran (3,91 persen), kain rajutan atau bordir (2,59 persen), karet sintetis (2,32 persen), bahan baku plastik (2,29 persen), peralatan elektronik dan suku cadangnya (1,94 persen) dan kain rajut (1,71 persen). Dari data perdagangan sepuluh besar komoditas ekspor dan impor Indonesia ke/dari Korea Selatan periode 2001-2011 terlihat sifat saling melengkapi kedua negara di bidang perdagangan. Kekurangan energi Korea Selatan diisi oleh Indonesia, sebagian besar berupa minyak dan gas alam mentah, dan sebaliknya Indonesia yang kekurangan fasilitas pengolahan minyak bumi membeli minyak bumi olahan dan hasil-hasil industri manufaktur berteknologi tinggi (high technology intensive manufacturing) dari Korea Selatan seperti produk elektronik dan telekomunikasi. Korea Selatan yang menghadapi tingginya biaya tenaga kerja mengimpor hasil industri manufaktur padat tenaga kerja (labour intensive manufacturing) seperti seperti bubur kertas dan plywood dari Indonesia yang lebih mempunyai sumber daya kehutanan dan tenaga kerja. Hubungan perdagangan kedua negara terjadi dalam dua pola yaitu inter-industry trade (pertukaran komoditas dari industri yang berbeda), misalnya Indonesia mengekspor bubur kertas dan mengimpor peralatan telekomunikasi dan peralatan elektronik, dan juga dalam pola intraindustry trade (pertukaran komoditas dari industri yang sama), contohnya Indonesia ekspor minyak mentah dan impor hasil olahan minyak mentah dari Korea Selatan.

Kerjasama Perdagangan Jasa Perdagangan jasa bilateral antara Korea Selatan dan Indonesia masih rendah tetapi terus mengalami pertumbuhan yang positif. Ekspor jasa Korea Selatan ke Indonesia pada tahun 2010 hanya 1,1 persen dari total ekspor jasa Korea Selatan ke Dunia. Jasa utama yang diekspor Korea Selatan ke Indonesia adalah transportasi (73 persen), layanan bisnis (13 persen), dan pariwisata (11 persen). Indonesia mengekspor jasa ke Korea Selatan berupa bisnis lainnya (65 persen), konstruksi (15 persen), komunikasi (12 persen), pariwisata (3 persen), keuangan (4 persen), dan komputer dan informasi (1

35


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

persen) di tahun 2010 (JSG, 2011). Dari struktur ekspor dan impor jas tersebut sifat perdagangan jasa bilateral juga saling melengkapi antara kebutuhan Korea Selatan dan kebutuhan Indonesia. Perdagangan jasa Korea Selatan ke Indonesia meningkat dua kali lipat dari 479,1 juta dollar AS tahun 2005 menjadi 888,2 juta dollar AS tahun 2010. Indonesia mengekspor jasa ke Korea senilai 684,6 juta dollar AS tahun 2005 dan bertambah menjadi 1.499,7 juta dollar AS pada tahun 2010. Dengan demikian Indonesia masih mengalami surplus pada neraca perdagangan jasa bilateral pada dua tahun tersebut. Tetapi Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan jasa secara nasional maupun bilateral dengan Korea Selatan periode 2006-2009, kecuali di bidang jasa bisnis lainnya serta jasa komunikasi (JSG, 2011). Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat kendala-kendala dalam melakukan pertukaran jasa yang lebih seimbang antara kedua negara.

Prospek kerjasama ekonomi bilateral Prospek kerjasama ekonomi bilateral Indonesia dan Korea Selatan akan sangat tergantung di antaranya pada kondisi ekonomi Indonesia. Dari aspek ekonomi, Indonesia merupakan mitra kerjasama ekonomi yang sangat strategis bagi Korea Selatan. Perekonomian Indonesia terbesar di Asia Tenggara dan terbesar ke-16 di Dunia yang mencerminkan potensi pasar domestik yang besar. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang positif pada periode 2001-2012, terjadi peningkatan daya beli penduduk Indonesia. Kelas menengah (middle class) Indonesia tumbuh dari 37 persen di tahun 2003 menjadi 56 persen di tahun 2010 dimana pada periode 2003 – 2010 ada tambahan 7 juta orang menjadi kelas menengah baru per tahun (Rajasa, 2013). Menurut Bank Pembangunan Asia (2012), mereka yang digolongkan sebagai “kelas menengah� adalah orang yang mempunyai pengeluaran per kapita antara 2–20 dollar AS sehari. Besarnya jumlah kelas menengah Indonesia dengan gaya hidup yang cenderung konsumtif (Dakhidae, 2013) adalah pasar yang luas dan aktif bagi berbagai komoditas barang dan jasa yang diimpor dari Korea Selatan maupun barang dan jasa yang diproduksi di Indonesia oleh perusahaan-perusahaan Korea Selatan. Kerjasama ekonomi antara Indonesia dan Korea Selatan ke depannya sangat terbuka dengan diadopsinya kebijakan MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Menteri Ekonomi Kreatif Korea Selatan dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia telah menandatangani memorandum of understanding yang memberi kesempatan bagi Korea Selatan terlibat dalam kerjasama pengembangan kapasitas dan konsultasi yang ter-

36


40 Tahun Kerjasama Ekonomi Indonesia-Korea Selatan

kait dengan MP3EI. Selain itu, dalam perundingan CEPA yang saat ini masih berlangsung, ada klausul peningkatan kerjasama ekonomi dalam bentuk pengembangan kapasitas dan konsultasi untuk mengantisipasi dampak meningkatnya perdagangan yang berpotensi menyebabkan produk dalam negeri kurang kompetitif sehingga menimbulkan penutupan perusahaan dan pengurangan tenaga kerja. Kerjasama konsultasi Indonesia dan Korea Selatan dalam kerangka CEPA dapat mencakup aturan standar produk, peraturan teknis, pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia (JSG, 2011). Prospek perdagangan jasa kedua negara cukup potensial. Sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Korea Selatan melihat posisi Indonesia sangat strategis sebagai lokasi produksi dan pemasaran yang relatif stabil di Asia Tenggara. Minat Korea Selatan yang paling utama dalam hal perdagangan jasa di Indonesia adalah di bidang jasa infrastruktur, transportasi laut, konstruksi, telekomunikasi, distribusi, dan jasa keuangan. Bidang-bidang jasa tersebut sangat penting karena merupakan jasa penunjang esensial bagi perkembangan jasa lainnya dan industri, khususnya manufaktur. Dari sisi Indonesia, pasar jasa di Korea Selatan masih perlu dibuka lebih luas untuk bidang perhotelan, pariwisata, minyak dan gas, dan jasa awak kapal laut. Hal ini sangat potensial dilakukan melalui kerjasama pengiriman tenaga kerja semi dan sangat terampil ke Korea Selatan (JSG, 2011). Posisi Indonesia di kawasan Asia yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi yang positif menjadi faktor lokasi yang diperhitungkan dalam prospek kerjasama ekonomi dengan Korea Selatan. Indonesia dan negara-negara Asia lainnya telah menjadi target dari “New Asia Diplomacy� yang dicanangkan oleh Presiden Korea Selatan waktu itu, Lee Myung-bak (2008-2012). Menurut Presiden Lee, Asia adalah potensi baru bagi pertumbuhan ekonomi Korea Selatan karena pusat (ekonomi) Dunia sedang bergeser dari Barat ke Timur sehingga Korea Selatan memperhitungkan perlu untuk memperkuat hubungan ekonomi dengan negara-negara Asia (Lee, 2009). Dengan pasar domestik yang luas, kebijakan pembangunan ekonomi yang mendukung, lokasi yang stabil sebagai basis produksi dan jasa di Asia Tenggara, dan berada di kawasan pusat pertumbuhan ekonomi Dunia, menjadikan Indonesia mempunyai posisi yang strategis yang merupakan peluang untuk meningkatkan kerjasama ekonomi bilateral dengan Korea Selatan.

Tantangan kerjasama ekonomi bilateral Tantangan untuk mewujudkan prospek kerjasama ekonomi bilateral juga terletak pada kondisi ekonomi Indonesia. Pada pembahasan di halaman sebelumnya sudah dipaparkan bahwa tingkat realisasi FDI Korea Selatan

37


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

hanya sedikit di atas 50 persen dari nilai persetujuan investasi. Hal ini menunjukkan adanya kendala-kendala untuk merealisasikan investasi mereka sebesar 100 persen dari nilai yang telah disetujui pemerintah Indonesia. Kendala-kendala tersebut terungkap dari hasil survei yang diadakan oleh KOTRA (Korea Trade-Investment Promotion Agency). Hal-hal yang paling menyulitkan pengusaha Korea Selatan dalam menjalankan bisnis di Indonesia adalah rendahnya kualitas infrastruktur seperti jalan, dermaga dan pelabuhan. Investor Korea Selatan juga menghadapi masalah dalam mendapatkan pasokan energi, khususnya dari energi yang terbaharukan (re-newable energy). Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah Indonesia sedang menyiapkan sejumlah besar investasi untuk infrastuktur dan telah mengundang investor asing untuk terlibat dalam proyek-proyek pembangunan infrastruktur. Pada bidang perdagangan, perlu kiranya memperbaiki struktur ekspor Indonesia ke Korea Selatan yang yang masih didominasi oleh komoditas energi dan produk industri padat tenaga kerja yang mencerminkan pola perdagangan inter-industry sehingga didapatkan perdagangan yang lebih seimbang dan lebih menguntungkan kedua pihak karena nilai tambah komoditasnya cenderung sama besar. Investor Korea Selatan di Indonesia diharapkan perlu lebih banyak berperan dalam memperbaiki struktur ekspor Indonesia ke Korea Selatan dengan lebih banyak mengekspor komoditas yang padat modal dan padat teknologi ke Korea Selatan. Sifat perdagangan yang saling melengkapi tidak akan bermanfaat bagi Indonesia bila Indonesia terus-menerus mengekspor produk dengan nilai tambah rendah dan mengimpor produk dengan nilai tambah tinggi dari Korea Selatan. Tantangan ke depan lainnya mengantisipasi dampak penurunan tarif/ bea masuk perdagangan di kedua negara dalam kerangka IK-CEPA. Joint Study Group IK-CEPA telah mengkaji dampak pengurangan tarif terhadap Daftar Komoditas Sangat Sensitif (Highly Sensitive List) jika CEPA telah efektif diimplementasikan. Diestimasikan ekonomi Indonesia akan tumbuh 0,03 persen dan ekonomi Korea Selatan akan tumbuh 0,13 persen dengan potensi kemakmuran yang diciptakan sebesar 7,95 juta dollar AS bagi Indonesia dan 1,5 milyar dollar AS bagi Korea Selatan (JSG, 2011). Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa Korea Selatan diestimasikan akan menerima manfaat yang lebih besar dibandingkan Indonesia setelah CEPA dijalankan. Indonesia dan Korea Selatan perlu mencari solusi bagaimana agar CEPA dapat memberikan manfaat yang lebih seimbang bagi kedua negara. Dalam negosiasi CEPA, kedua negara harus mencari dampak liberalisasi perdagangan jasa, barang, dan investasi pada usaha kecil dan menengah (UKM) yang jumlahnya mendominasi jumlah perusahaan di Indonesia dan menjadi sumber pendapatan bagi pekerja informal.

38


40 Tahun Kerjasama Ekonomi Indonesia-Korea Selatan

Kesimpulan Kerjasama ekonomi Indonesia dan Korea Selatan selama empat dekade telah berlangsung dengan dukungan komitmen tinggi dari pimpinan negara maupun dunia usaha untuk melakukan kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan. Kerjasama ekonomi telah terjalin erat di berbagai bidang khususnya di bidang perdagangan barang, jasa, dan investasi asing. Indonesia dan Korea Selatan pada tahun 2011 lalu bahkan telah sepakat untuk membentuk Comprehensive Economic Partnership Agreement Between Indonesia and South Korea karena CEPA dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di kedua negara. Prospek kerjasama ekonomi bilateral sangat cerah ditinjau dari aspek domestik dan posisi strategis Indonesia di wilayah Asia Tenggara dan Asia. Untuk mewujudkan potensi tersebut menjadi nyata, kedua negara perlu bersama-sama mengatasi beberapa tantangan seperti ketidakseimbangan struktur perdagangan bilateral dan masalah-masalah yang menghambat realisasi investasi. Untuk meningkatkan manfaat bersama dan mendorong kerjasama ekonomi lebih lanjut, bidang-bidang kerjasama ekonomi perlu diperluas dan dapat mencakup pertanian, pertanian dan perikanan, keamanan dan karantina makanan, percepatan pembangunan industri misalnya industri downstream dan upstream, mineral dan energi, lingkungan, Information and Communication Technology, dialog antarpengusaha, dan dialog antarpengusaha, pemerintah, dan buruh. Dalam negosiasi CEPA yang saat ini sedang berlangsung, diharapkan kedua negara memperhatikan cara-cara mengatasi dampak negatif dari peningkatan perdagangan barang, jasa, dan investasi terhadap usaha kecil dan menengah dan berupaya untuk meningkatkan keuntungan ekonomi yang lebih seimbang antara Indonesia dan Korea Selatan. ***

Referensi Guharoy, Debnath. 2012. Why RI can chart a unique path forward. 5 Juli. Jakarta. Jakarta Post. 2012. Korean Chambers courts Apindo for CSR. 5 Juli. Jakarta. Joint Study Group (JSG) for Indonesia-Korea CEPA. 2011. Report of The Joint Study Group for A Comprehensive Economic Partnership Between Indonesia and Korea. Kementrian Perdagangan Indonesia. Jakarta. Diunduh dari:<http://ditjenkpi.kemendag.go.id/website_kpi/Umum/ Bilateral/Kerjasama/Ina%20Korsel/Rekomendasi%20Pembentukan% 20Comprehensive%20Economic%20Partnership%20Agreement%20(CEPA)%20IndonesiaKorea.pdf>

39


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

KBRI di Ottawa, Kanada, 2002. Indonesian, South Korea Agree to Improve Ties. Siaran Pers KBRI di Ottawa, Kanada. 28 November. Ottawa. KBRI di Ottawa, Kanada. 2008. Korean trade Minister to visit Indonesia. Siaran Pers KBRI di Ottawa, Kanada. 14 Februari. Ottawa. Kementrian Perdagangan RI. 2012. Perundingan Putaran Kedua Indonesia– Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK CEPA). 14 Desember. Diunduh dari: <http://ditjenkpi.kemendag.go.id/ website_kpi/index.php?module=news_detail&news_content_id= 1142&detail=true > Linblad, J. Thomas. 2000. Korean Investment in Indonesia: Survey and Appraisal. Bulletin of Indonesian Economic Studies. Vol. 36, No 1, April. Jakarta. Lee, Hye-Min. 2003. Korean Investors accentuate positive in Indonesia. Jakarta Post. 10 September. Jakarta. Diunduh dari: <http:// www.thejakartapost.com/gpb09_2.asp> Lee, Jong-Heon. 2009. South Korea gears up its Asia initiative. Upiasia. 4 Mei. Diunduh dari:<http://www.upiasia.com/Economics/2009/05/04/ south_korea_gears_up_its_asia_initiative/6287 MOFAT. 2007. Joint Statement Between The Republic of Korea and The Republic of Indonesia. Spokeperson’s Office, MOFAT. Juli. Seoul. Diunduh dari:<http://www.mofat.go.kr/webmodule/htsboard/template/ read/korboardread.jsp?typeID=12&boardid=8588&seqno=305331> Rajasa, M. Hatta. 2013. Keynote speech yang disampaikan pada seminar Kelas Menengah, Bisnis dan Politik di Universitas Gadjah Mada yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Asia Pasifik UGM dan Prisma Resource Center. 8 Maret. Yogyakarta. Yang, Seung-Yoon. 2005. Hubungan Bilateral Indonesia-Korea dan Pentingnya Studi Korea. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Yang, Seung-Yoon. 2006. 40 Tahun Hubungan Korea-Indonesia: Masalah dan Harapan. Makalah tidak dipublikasikan. Yulisman, Linda. 2012. RI expects $12b in investment from South Korea this year. Jakarta Post. 15 September. Jakarta. Diunduh dari:<http:// www.thejakartapost.com/news/2012/09/15/ri-expects-12b-investmentsouth-korea-year.html>

Penulis: Ratih Pratiwi Anwar adalah peneliti di Center for Asia and Pacific Studies, Universitas Gadjah Mada (CAPS-UGM); Pengajar Ekonomi Korea di Program Studi Bahasa Korea, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada.

40


40 Tahun Kerjasama Ekonomi Indonesia-Korea Selatan

Penulisan paper ini dibantu riset data oleh Mustofa, mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada. E-mail: ratih.pratiwi.a@ugm.ac.id.

41


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

42


Hubungan Kerjasama Bidang Kehutanan Korea-Indonesia dan Keadaan Proyek Penghijauan

HUBUNGAN KERJASAMA BIDANG KEHUTANAN KOREA-INDONESIA DAN KEADAAN PROYEK PENGHIJAUAN Seong In-kyeong

Pendahuluan Indonesia memiliki hutan hujan tropis yang terbesar ke-tiga di seluruh dunia, mempunyai daya potensi bidang sumber alam kehutanan yang cukup besar. Oleh karenanya, sejumlah besar negara lain melakukan investasi baik modal maupun tenaga kerja di bidang industri kehutanan Indonesia. Sebagaimana kita ketahui, Korea Selatan tergantung pada impor hasil hutan untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri sebanyak 90 persen lebih. Sejak tahun 1979, Korea Selatan dan Indonesia terus menjalin hubungan kerjasama bidang kehutanan melalui penyelenggaraan Forest Forum dan pertemuan Forestry Cooperation Committee secara bersilang setiap tahun berlandaskan semangat saling isi-mengisi. Baru-baru ini, mantan Menteri Kehutanan Indonesia, Bapak Malem Sambat Kaban dan Menteri Kehutanan Bapak Zulkifli Hasan sekarang menerima gelar Doctor Kehormatan di Korea Selatan, mencerminkan betapa eratnya hubungan kerjasama bidang industri kehutanan antara Korea-Indonesia. Sementara itu, Kebijakan Pertumbuhan Warna Hijau Pemerintah Korea Selatan akhir-akhir ini tetap mengutamakan posisi Indonesia sebagai mitra kerja utama di bidang hubungan kerjasama sumber alam kehutanan. Investasi modal Korea Selatan di bidang pengembangan kehutanan Indonesia dibuka oleh PT. KODECO (Korea Development Company) pada tahun 1968, menyusul Grup KORINDO, PT. Yuwon Konstruksi, PT. Donghwa Industri, Sunkyung, Daemyoung Timber dan lain-lain dengan tujuan pengambilan kayu gelondongan dan pengelolaan hasil hutan. Sebelum dilarang ekspor kayu gelondongan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1985, kayu gelondongan produksi Indonesia mendorong pertumbuhan industri kayu lapis di Korea Selatan, menyumbangkan pertumbuhan ekonomi Korea dan Indonesia. Pada tahun 2006 Korea dan Indonesia mencapai MoU (Memorandum

43


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

of Understanding) tentang Proyek Penghijauan Afforestation/Reforestation Clean Development Mechanism dan MoU tentang Forest Biomass pada tahun 2009 mengaktifkan partisipasi perusahaan Korea Selatan pada pelbagai Proyek Penghijauan Indonesia. Hubungan kerjasama internasional bidang kehutanan terus mengeluarkan hasil yang memuaskan dalam rangka meningkatkan hubungan kerjasamanya. Proyek penghijauan merupakan salah satu bidang hubungan kerjasama yang amat penting seperti halnya dalam masa puncaknya pengambilan kayu gelondongan yang berlalu. Oleh karena itu, pentingnya usaha bersama baik Korea maupun Indonesia untuk mengembangkan industri kehutanan pada masa yang akan datang berlandaskan hubungan kerjasama dan persiapan yang mantap.

Keadaan Sumber Alam Kehutanan Indonesia Jumlah luas areal kehutanan Indonesia tercatat 133 juta ha, peringkat ketiga di seluruh dunia atau 19 kali lipat lebih besar daripada areal hutan Korea Selatan. Luas areal hutan Indonesia tersebut mengambil 64 persen dari teritorial Indonesia secara keseluruhan, dan jumlah akumulasi hutan tercatat 5 milyar 216 juta meter kubik berlandaskan pukulan rata akumulasi hutan 110 meter kubik per ha (statistik FAO tahun 2007) mempunyai kemampuan produksi hasil hutan secara besar-besaran. Dengan iklim monsoon tropis, keadaan hutan Indonesia terdiri dari Tropical Rain Forest 73 persen, Second Forest 12.7 persen, Swamp Forest 10.7 persen, dan Mangrove Forest 3.6 persen. Sementara itu, fungsi kehutanan terdiri dari Production Forest 48 persen, Protection Forest 28 persen, Conservation Forest 17 persen, dan Convertible Forest 7 persen. Sekitar 300 macam jenis pohon terdapat di Korea, sedangkan di Indonesia sekitar 4000 macam jenis pohon termasuk 400 jenis pohon yang ekonomis bertumbuh. Hutan Indonesia dikontrol oleh Kementerian Kehutanan secara langsung. Jumlah pegawai pemerintah Indonesia untuk urusan kehutanan tercatat sekitar 33.000 orang yang ditempatkan baik Kementerian Kehutanan, INHUTANI maupun Koperasi kehutanan dan pemerintah otonomi daerah. Baik 27 pemerintah daerah tingkat propinsi maupun setiap pemerintah daerah tingkat kapubaten mempunyai dinas kehutanan untuk mengaktifkan kegiatan ekspor hasil pengelolaan kayu yang sedang mengambil 15 persen dari jumlah nilai ekspor Indonesia, pengeskpor hasil kayu terbesar di Asia Tenggara.

44


Hubungan Kerjasama Bidang Kehutanan Korea-Indonesia dan Keadaan Proyek Penghijauan

Sejarah Hubungan Kerjasama Kehutanan Korea-Indonesia Hubungan kerjasama kehutanan Korea-Indonesia tingkat pemerintah dimulai pada tahun 1979 dengan penyelenggaraan pertemuan pertama direktur jendral urusan kehutanan. Pada tahun 1987, pertemuan itu menjadi pertemuan tingkat menteri Korea Indonesia Forest Committee yang berlangsung secara bersilang di Korea dan Indonesia termasuk pertemuan ke-20 pada tahun 2011 di Korea Selatan berlandaskan Perjanjian Hubungan Kerjasama Kehutanan Korea-Indonesia. Ditambah lagi, Korea Indonesia Forest Forum pertama berlangsung di Korea Selatan pada tahun 2007 untuk dilanjutkan forumnya yang ke-enam pada tahun 2012, melalui penyelenggaraan pertemuannya secara bergantian. Pada tahun 2011, Korea Indonesia Forestry Center didirikan sebagai instansi berwenang yang dapat membantu dan mendukung kegiatan bisnis kehutanan antara Korea-Indonesia. Instansi hubungan kerjasama tingkat pemerintah itu meningkatkan hubungan kerjasama tingkat pemerintah bidang kehutanan Korea-Indonesia berlandaskan hubungan kerjasama dengan Kedutaan Besar Korea untuk Indonesia. Partisipasi Korea Selatan pada industri kehutanan Indonesia, khususnya pengelolaan kayu gelondongan dibuka oleh KODECO pada tahun 1968 melangkah bersama kebijakan penarikan modal asing oleh pemerintah Indonesia, mengakibatkan aktifnya kegiatan perusahaan-perusahaan Korea termasuk Grup KORINDO, baik bidang Forest Plantation, Plywood, maupun Pulp dan Palm Oil. Meskipun KODECO, perintis pengembangan industri hutan di Indonesia, sedang mengalami kesulitan manajemen, Grup KORINDO sejak tahun 1994, terus aktif untuk melancarkan proyek penghijauan, dan pada tahun 2008, Samsung C&T Corporation serta SAMTAN mulai melancarkan proyek penanaman pohon kelapa sawit sebagai bio plantation. Pada tahun 2010, National Forestry Cooperative Federation Korea dan 21 perusahaan Korea melaporkan rencana investasi modal sebanyak 579.972.000 (lima ratus tujuh puluh sembilan juta sembilan ratus tujuh puluh dua ribu) dolar Amerika kepada Direktorat Jendral Kehutanan Korea untuk melancarkan kegiatan pengembangan hasil hutan di Indonesia. Kini baik jumlah perusahaan Korea maupun jumlah investasi modal Korea untuk mengembangkan industri hasil hutan di Indonesia terus ditingkatkan. Jumlah volume perdagangan hasil hutan antara Korea dan Indonesia, tercatat peringkat kelima di seluruh dunia. Korea Selatan mengeskpor hasil hutan, misalnya papan kayu, kayu gergajian, sejenis batu-batuan, dan hasil hutan dengan jangka waktu pendek, sedangkan Indonesia mengekspor kayu lapis, kayu konstruksi, kayu gergajian, arang, rotan, damar, dan bambu.

45


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

46

Proyek Hubungan Kerjasama bidang Kehutanan Peresmian bangunan rumah tradisional Indonesia (tahun 2009) • Di dalam hutan rekreasi, gunung Cheongtae nasional Korea • Rumah tradisional gaya Sumatra Indonesia Pembangunan rumah tradional Korea (tahun 2010) • Di dalam Taman Nasional Pangrang, Gunung Gede Indonesia • Rumah tradisional Korea dan Pavilyun atap segi delapan Proyek Hubungan Kerjasama Kehutanan ODA (bantuan luar negeri) Rehabilitasi hutan Mangrove (tahun 2006, 1 juta 800 ribu dolar Amerika) • Rehabilitasi hutan Magrove untuk wilayah yang hancur akibat Tsunami Development of Rumpin Seed Sources and Nursery Center (tahun 2005, 160 ribu dolar Amerika) • Pembangunan Pusat Pengembangbiakan bibit yang bermutu tinggi, pembangunan hutan percobaan, perbaikan mutu pohon, laboratorium dan rumah kaca • Pembangunan Rumpin Seed Sources and Nursery Center di Bogor dan Demonstration Plots Demonstration plots for development of seed sources (tahun 20052010, 6 juta 400 ribu dolar Amerika) • Rehabilitasi wilayah hutan yang hancur dan pengembangbiakan dan penyebarluasan bibit yang bermutu tinggi dalam rangka meningkatkan produktivitas hasil hutan • Pembangunan hutan percobaan untuk merehabilitasi wilayah hutan yang hancur, fasilitas pengontrolan bibit dan alih teknologi produksi bibit yang bermutu tinggi Penguatkan daya tahan bidang kehutanan Korea-Indonesia terhadap perubahan iklim (tahun 2008, 5 juta dolar Amerika) • Peningkatan daya tahan bidang kehutanan Korea-Indonesia melalui kegiatan bisnis termasuk A/R CDM yang berskala kecil dan REDD(Reducing Emission from Deforestation and forest Degradation) • Pengembangan A/R CDM yang berskala kecil dan metode REDD untuk diterapkannya serta melakukan studi kelayakan, konsultasi teknologi, pendidikan dan workshop dalam rangka menguatkan daya tahan terhadap perbuhan iklim Proyek percobaan Bio wood pellet (tahun 2012) Project on Forest Biomass Industry


Hubungan Kerjasama Bidang Kehutanan Korea-Indonesia dan Keadaan Proyek Penghijauan

-

ď ˇ

Proyek pembangunan hutan lingkungan dan pendidikan di wilayah Hambalang (tahun 2012) Development of Environmental Conservation and Ecotourism Forest Keadaan Investasi Modal untuk Proyek Penghijauan (didukung oleh Direktorat Jendral Kehutanan Korea) National Forestry Cooperative Federation Korea Tahun 2010, National Forestry Cooperative Federation Korea dan 3 perusahaan Korea melakukan investasi modal sebanyak 11 juta dolar Amerika untuk wilayah seluas 9.711 ha bagi pohon mindi, pohon karet dan pohon kelapa sawit Tahun 2011, National Forestry Cooperative Federation Korea dan 3 perusahaan Korea melakukan investasi modal sebanyak 7 juta 330 ribu dolar Amerika untuk wilayah 10.343 ha bagi pohon mindi, pohon karet dan pohon kelapa sawit Tahun 2012, National Forestry Cooperative Federation Korea dan 3 perusahaan Korea melakukan investasi modal sebanyak 6 juta 205 ribu dolar Amerika untuk wilayah 11.067 ha bagi pohon mindi, pohon karet dan pohon kelapa sawit

Keadaan Penanaman Modal Korea dalam Proyek Kehutanan di Indonesia Keadaan Proyek Penghijauan di Indonesia Suasana investasi modal bagi proyek penghijauan di Indonesia, relatif lebih baik daripada negara-negara tetangganya. Yang pertama adalah, pemerintah Indonesia menyiapkan kebijakan yang mantap untuk menjamin investasi modal asing bagi proyek penghijauan. Misalnya, investor asing dapat memanfaatkan hutan milik negara selama 95 tahun untuk proyek penghijauan dan kestabilan peraturan bidang kehutanan (undang-undang kehutanan tahun 1990) Pemerintah Indonesia secara aktif untuk mendukung Industrial forest plantation dan proyek penghijauan bagi Carbon credits. Sebagai bukti yang nyata, Indonesia mencapai LOI dengan Norwegia yang bernilai 1 milyar dolar Amerika bagi REDD. Indonesia juga mengalami kekurangan jumlah pemasokan kayu gelondongan untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri, tetap menekankan pentingnya usaha untuk melancarkan proyek penghijauan. Pada tahun 2004, jumlah pemasokan kayu gelondongan untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri Indonesia tercatat 13 juta 500 ribu meter kubik, jatuh lebih kecil dibandingkan dengan jumlah kebutuhan nasional, 50 juta 500 ribu meter kubik. Yang kedua, lokasi Indonesia sangat strategis untuk memasok kayu kepada Korea Selatan, baik segi kondisi transportasi, kontinuitas produksi,

47


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

maupun segi harga produksi. Kecepatan pertumbuhan pohon di Indonesia lebih cepat hampir 5 kali lebih cepat daripada kecepatan pohon di Korea (Temperate Forest), melancarkan cash flow. Yang ketiga, hubungan kerjasama yang erat di bidang kehutanan selama ini, membawakan prioritas utama bagi Korea Selatan, dibandingkan dengan negara-negara lain. Sejak tahun 1979, pertemuan hubungan kerjasama kehutanan dan Forest Forum berlangsung secara bersilang di Korea dan di Indonesia. Korea dan Indonesia mencapai MoU tentang hutan tanaman industri dan bio forest serta pencapaian perjanjian FTA antara Korea-ASEAN mendorong peningkatan daya saing ekspor hasil hutan. Pemerintah Indonesia memberikan Izin Hutan Tanaman Industri terhadap wilayah hutan produksi 48 persen. Sampai tahun 2009, pemerintah Indonesia telah memberikan Izin Hutan Tanaman Industri seluas 8.673.016 ha, tetapi, realisasi penghijauan tercatat hanya 4.522.685 ha, jauh lebih kecil daripada jumlah areal yang telah diizinkan. Sementara itu, usaha Kementerian Kehutanan Indonesia akhir-akhir ini terus berhasil untuk meningkatkan jumlah areal penghijauan berkat adanya kebijakan yang agresif dan investasi modal asing yang semakin meningkat. Investor asing bidang penghijauan, terlebih dahulu mendirikan badan hukum atau perwakilan setempat setelah mendapat izin dari BKPM dan Kementerian Kehakiman. Badan hukum atau perwakilan itu melakukan studi kelayakan terhadap areal hutan yang diajukan permohonan izin penghijauan, sebelum memperoleh izin hutan tanaman industri melalui penerimaan surat rekomendasi bupati setempat dan izin resmi atas nama menteri kehutanan yang membutuhkan waktu sekitar 1 sampai 2 tahun lamanya. Di Korea Selatan, investor melaporkan rencana pengembangan hasil hutan di luar negeri kepada Direktorat Jendral Kehutanan untuk memperoleh pinjaman dana dari National Forestry Cooperative Federation Korea yang dapat dikirim kepada badan hukum atau perwakilan setempat dalam rangka melancarkan proyek penghijauan. Sampai tahun 2011, 10 perusahaan Korea Selatan melakukan investasi modal di bidang proyek penghijauan di Indonesia, yakni PT. KIFC, SK Networks(PT. INNI JOA), Daesang Holdings, LG International Corp.(PT. Green Global Lestari), dan Grup KORINDO. Sementara itu, 13 buah perusahaan Korea termasuk Murim Paper, Samsung C&T Corp. Lotte, Hanwha, Samtan, Daewoo International dan Heung Tire, sedang siap untuk melakukan investasinya.

48


Hubungan Kerjasama Bidang Kehutanan Korea-Indonesia dan Keadaan Proyek Penghijauan

Perusahaan

Jumlah (ha)

1993–2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011–2012

KODECO

13,785

13,785

-

-

-

-

-

-

KORINDO

53,003

47,537

7,520

11,457

8,114

16,258

3,850

5,804

Samsung C&T Corp.

19,436

-

-

-

18,901

-

-

535

SAMTAN

5,996

-

-

-

4,423

627

306

640

Daesang Holdings

7,502

-

-

-

-

2,000

1,502

4,000

Sanjo Cooperation

7,468

-

-

-

-

556

3,418

3,494

LG International Corp.

10,260

-

-

-

-

4,100

4,010

2,150

SK Networks

4,750

-

-

-

-

-

3,450

1,300

Shinhwajin

500

-

-

-

-

-

500

-

Taeyoung Global

200

-

-

-

-

-

-

200

National Forestry Cooperative Federation Korea dalam MoU tentang hubungan kerjasama investasi bagi penghijauan dengan Indonesia, menetapkan investasi modalnya di Indonesia berlandaskan teknologi canggih dan pengalamannya. Sasaran areal penghijauan nasional Indonesia ditetapkan seluas 100 ribu ha dengan biaya penghijauan sekitar 7 juta 500 ribu dolar Amerika untuk menanam pohon yang bertumbuh cepat dan lambat, termasuk pohon karet di wilayah Jawa dan Kalimantan. National Forestry Cooperative Federation Korea pada tahun 2007 telah berhasil menyediakan areal penghijauan, melancarkan proyek penghijauan di wilayah Jawa Barat dengan Perum Perhutani, mencapai MoU dengan INHUTANI III untuk proyek penghijauan di Kalimantan Selatan dan pada tahun 2008 mendirikan PT. Korea Indonesia Forestry Cooperative (PT. KIFC) di Indonesia dengan investasi modal 100 persen secara tunggal. Pada 2009, National Forestry Cooperative Federation Korea berhasil membuka hubungan kerjasama kegiatan penghijauan dengan Grup KORINDO dan KPWN. Pada tahun 2010, berhasil mencapai MoU dengan INHUTANI II untuk melancarkan proyek penghijauan di Kalimantan Selatan. Sampai tahun 2011, National Forestry Cooperative Federation Korea berhasil menandatangani perjanjian penghijauan seluas 10 ribu ha di wilayah Jawa Barat untuk ditanam pelbagai jenis pohon termasuk mindi dan sengon di areal seluas 5.940 ha. Ditambah lagi, dengan KPWN, berhasil menanam pohon super teak di areal seluas 10 ha. Selain itu, National Forestry Cooperative Federation Korea mencapai perjanjian dengan INHUTANI II untuk me-

49


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

nanam pohon karet dan pohon yang bertumbuh cepat di wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, seluas 36.800 ha. Dengan pengalaman dan keberhasilan tersebut, National Forestry Cooperative Federation Korea menyadari arahan pelaksanaan proyek penghijauan di Indonesia. Yang pertama, adalah perlunya usaha tingkat pemetintah Korea Selatan untuk memperoleh areal penghijauan di Indonesia, yang kedua, pentingnya usaha untuk mendukung dan membantu kegiatan penghijauan di luar negeri secara sistematis, dan yang ketiga, perlunya usaha untuk memperoleh hak manajemen di Indonesia. Yang ke-empat, tetap diperlukan usaha untuk mengevaluasi kondisi areal penghijauan secara bertahap dan yang kelima, diperlukan sistem pengembangan ahli bidang penghijauan secara efisien.

Prospek Hubungan Kerjasama Kehutanan dan Proyek Penghijauan Prospek Hubungan Kerjasama Kehutanan Hubungan kerjasama kehutanan Korea-Indonesia tetap berlangsung di pelbagai bidang berlandaskan semangat saling bahu-membahu. Pada tahun 2013, HUT genap 40 tahun pembukaan hubungan diplomatik antara Korea Selatan dan Indonesia, pertemuan ke-21 Korea Indonesia Forest Committee dan Forest Forum yang ke-7 akan berlangsung di Indonesia. Dalam kesempatan tersebut,m Korea Selatan dan Indonesia akan membahas pelbagai isu antara lain Perjanjian Perubahan Iklim, Penyediaan Hutan Lingkungan Pendidikan, Proyek Hutan Tananam Industri, dan Proyek Bio Energy. Dengan kata lain, hubugnan kerjasama kehutanan antara Korea Selatan dan Indonesia tetap akan dilanjutkan secara aktif berlandaskan semangat saling isimengisi. Atas dukugnan penuh Indonesia, Korea Selatan berhasil mendirikan AFoCO (ASEAN Forest Cooperation Organization) di Korea untuk memainkan peran penting di wilayah Asia. Seorang petugas Indonesia terpilih sebagai sekretaris jenderal pertama AFoCO sebagai simbol hubungan kerjasama kehutanan antara Korea-Indonesia. Prospek Proyek Penghijauan Proyek Penghijauan di Indonesia dimulai oleh National Forestry Cooperative Federation Korea bersama dengan 3 perusahaan lainnya atas dukungan penuh dari Direktorat Jendral Kehutanan Korea. Kini sejumlah besar perusahaan Korea giat melancarkan kegiatannya untuk mengaktifkan proyek penghijauan di Indonesia. Model investasi modal oleh Grup KORINDO

50


Hubungan Kerjasama Bidang Kehutanan Korea-Indonesia dan Keadaan Proyek Penghijauan

di bidang penghijauan menjadi contoh yang baik. Prospek proyek penghijauan di Indonesia tetap cerah berlandaskan MoU tentang hutan tananam industri tahun 2006 dan penghijauan bio energy tahun 2009 atas bantuan dan dukungan penuh dari kedua pemerintah Korea dan Indonesia.

Penulis: Seong In-kyeong adalah kepala perwakilan National Forestry Cooperative Federation Korea di Indonesia (PT. KOREA$ INDONESIA Forestry Cooperative) sejak tahun 2007. E-mail: kiforest@naver.com

51


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

52


BAGIAN II MENERAWANG KEMBALI HUBUNGAN KEDUA NEGARA DARI SISI MEDIA MASSA

53


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

54


KBS World Radio Korea

KBS WORLD RADIO KOREA Kim Young-Soo

Arti Radio Eksternal (International) Sejak mulai diciptakannya pesawat radio, hingga sekarang, penyiaran radio terus berkembang sebagai sarana media massa yang efisien dan ekonomis, untuk melancarkan komunikasi melalui siaran, baik internal maupun eksternal. Melalui penyiaran radio, antara lain, MW, FM, dan SW, banyak pendengar, baik di dalam maupun luar negeri dapat menerima berbagai informasi kekinian dengan mudah dan murah. Dalam era multi-media sekarang ini, pesawat radio juga terus berkembang sesuai dengan selera pendengar masing-masing atas dukungan penuh teknologi canggih, antara lain, sistem digitalisasi radio sendiri, internet, dan satelit. Dengan pengembangan teknologi canggih itu, pendengar dapat memantau dan menyaksikan siaran radio di mana saja tanpa batas atau tanpa terikat oleh ruang dan waktu, termasuk perbedaan garis perbatasan negara. Dengan sarana media massa yang efisien ini, banyak negara yang telah lama melaksanakan penyiaran radio eksternal (international) melalui berbagai bahasa asing yang terkait langsung dengan kepentingan dan keuntungan negara, meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, serta sistem pertahanan dan keamanannya masing-masing. Dalam era Perang Dingin, siaran radio eksternal menjadi salah satu alat propaganda dan promosi antara Dunia Barat dan Timur, khususnya pada abad ke-20. Melalui penyiaran itu, kedua isme atau pandangan ideologi yang berbeda, berjauhan satu sama lain, yakni sistem demokrasi dan komunisme saling bertabrakan di udara di bawah pimpinan langsung kedua negara adikuasa, Amerika Serikat (The Voice of America) dan Uni Soviet (The Radio Moscow). Memasuki abad ke-21, siaran radio eksternal di negara masing-masing, semakin melepaskan diri dari propaganda ideologi politik atau isme, dan berkecenderungan pada usaha mengutamakan kepentingan dan keuntungan negaranya masing-masing, khususnya segi perdagangan dan perekonomian

55


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

berdasarkan pengenalan seni-budaya, sosial dan sejarah. Oleh karena itu, suatu negara yang sedang melaksanakan siaran eksternal, tetap berusaha memperkenalkan berbagai aspeknya kepada negara lain atau suatu wilayah luas yang mempunyai linguafranca yang sama yang terkait langsung dengan kepentingan dan keuntungan negaranya dengan penggunaan bahasa negara bersangkutan. Dengan penyiaran eksternal, pendengar dapat memperoleh informasi dan pengetahuan tentang negara terkait yang sedang melaksanakan siaran eksternal itu melalui penggunaan bahasa asing yang dapat dipahami pendengarnya. Oleh karena itu, negara-negara terkait mampu memancarkan siaran radio eksternal, dengan daya pancar yang cukup kuat, dan melalui siaran dalam berbagai bahasa asing, daya pancar itudapat menjangkau wilayah di seluruh dunia. Negara-negara belum mampu melakukannya, hanya melancarkan siarannya secara terbatas, baik jumlah bahasa asing maupun target areal. Dengan kata lain, siaran eksternal yang dilancarkan negara, atas bantuan kekuatan daya pancarnya yang kuat, bahkan dapat mengalahkan siaran eksternal dari negara yang tidak atau belum mampu melakukan siarana dalam berbagai bahasa asing.

KBS World Radio Siaran Radio Eksternal di KBS, Korean Broadcasting System, dengan nama ‘Voice of Free Korea’ resmi mengudara pada tanggal 15 Agustus 1953 dengan siaran bahasa Inggris untuk orang asing yang tinggal di Korea Selatan. Setelah mengalami berbagai kesulitan dan hambatan, KBS World Radio kini berhasil menduduki posisi sama dengan siaran eksternal unggulan lainnya, diantaranya VOA (The Voice of America), DW (Deutch Welle), RM (The Radio Moscow), NHK (Nippon Housou Kyokai), dan BBC (British Broadcasting Corporation). KBS World Radio adalah satu-satunya siaran radio eksternal milik Korea Selatan yang dapat mewakili bangsa dan negara Korea untuk menyebarluaskan berbagai aspek kehidupan Korea Selatan ke seluruh masyarakat internasional. Pada bulan April 1973, nama siaran ‘Voice of Free Korea’ diubah menjadi ‘Radio Korea’ dan pada bulan Agustus 1994 ditetapkan sebagai ‘Radio Korea International’ sesuai dengan era globalisasi. Setelah itu pada bulan Maret 2005, sebutan itu kemudian diubah menjadi ‘KBS World Radio’ dalam rangka menduniakan merek Korea dan siaran KBS. KBS World Radio menjalankan tugas menyampaikan informasi mengenai segala macam aspek tentang Korea Selatan, meliputi politik, ekonomi, sosial, budaya,seni, dan tradisi. Program acara untuk para pendengar dan

56


KBS World Radio Korea

pengguna internet di seluruh dunia dikemas melalui berbagai siaran dan warta berita secara tepat dan cepat. Penyampaian siaran tersebut dilandasi sikap menjalin persahabatan dan saling pengertian. KBS World Radio menjadi sumber utama berita dan informasi bagi seluruh warga Korea di luar negeri yang berjumlah sekitar 60 juta jiwa. Dengan filosofi untuk menjalin persahabatan dan saling pengertian antara dunia Korea dan masyarakat pendengar di seluruh dunia, KBS World Radio mempunyai tujuan utama yang penting sebagai berikut. (1) Mewakili suara Korea secara tepat dan benar. (2) Menyelenggarakan berbagai acara siaran yang dapat meningkatkan pemahaman dan pengertian pendengar di luar negeri tentang berbagai aspek yang menyangkut kehidupan bangsa dan negara Korea. (3) Meningkatkan hubungan persahabatan antara Korea Selatan dengan negara-negara lain melalui siaran radio. (4) Membuka era koeksistensi perdamaian dan unifikasi Korea dengan program tentang hubungan antar-Korea. (5) Meningkatkan wawasan dan pengertian tentang kebudayaan Bangsa Korea dengan program seni-budaya dan pariwisata. (6) Mengantarkan lagu-lagu Korea untuk menghibur pendengar dan sekaligus sebagai upaya meningkatkan keakraban terhadap bangsa dan negara Korea. (7) Memberikan informasi yang benar tentang Korea kepada warga asing baik di dalam maupun luar negeri. (8) Mengajak partisipasi aktif para pendengar melalui berbagai program siaran interaktif. KBS Wolrd Radio melaksanakan penyiarannya dengan 11 bahasa, meliputi bahasa Korea, Indonesia, Jepang, Mandarin, Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, Arab, Spanyol dan Vietnam. KBS World Radio berusaha terus meningkatkan mutu penangkapan siaran melalui pemancar langsung dari Korea, pertukaran transmisi dengan Kanada dan Inggris atau menyewa fasilitas di luar negeri bagi para pendengar di wilayah Eropa, Amerika, Asia, Timur Tengah, dan Afrika. Untuk menjamin mutu penangkapan siaran yang bersih, KBS World Radio mencapai perjanjian tentang pertukaran transmisi dengan RCI (Radio Canada International) pada bulan April 1990 dan dengan BBC (British Broadcasting Corporation) pada bulan Mei 1993, khususnya untuk wilayah Amerika dan Eropa. Selain itu, KBS World Radio menyewa fasilitas transmisi Dhabaya, Emirat Arab sejak Oktober 2011 untuk meningkatkan mutu penangkapan

57


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

siaran bahasa Arab di wilayah Timur Tengah, Zona Produksi Minyak Mentah Internasional dan negara-negara di bagian utara, Afrika. Selain siaran gelombang pendek, KBS World Radio juga berusaha memasuki berbagai flatform penyiaran. Sejak Agustus 2003, program bahasa Inggris, Rusia, Prancis, dan Jerman disiarkan lewat satelit internasional (saluran audio) menuju Benua Eropa, Amerika Utara, Timur Tengah, Afrika, dan Asia. Program siaran bahasa Arab juga mulai dipancarkan melalui satelit sejak Juni 2006. Siaran KBS World Radio dapat dipantau lewat saluran radio AM dan FM setempat di Rusia, Indonesia, Argentina, dan sejumlah negara. Pada September 2006, program bahasa Rusia mulai disiarkan lewat stasiun siaran Moskow AS (738 KHz), siaran bahasa Indonesia diudarakan melalui Camajaya FM (102,6 MHz) Jakarta dan siaran bahasa Spanyol menyapa para pendengar melalui Radio Palermo (94,7 MHz) sejak Januari 2011. Di samping itu, program bahasa Korea dapat dinikmati lewat saluran siaran FM dan AM setempat di Amerika Serikat, Australia, dan Selandia Baru melalui jalinan kontrak penyuplaian antara KBS World Radio dan stasiun siaran warga Korea. Para pendengar dan pengguna internet dapat menikmati warta berita dan beranekaragam program KBS World Radio yang disajikan dalam 11 bahasa asing, melalui gelombang pendek, satelit, siaran FM dan AM setempat dan situs internet. Seluruh program dari 11 siaran berbahasa asing itu diudarakan lewat dua buah saluran audio yang dioperasikan selama 24 jam. Khususnya, saluran audio 24 jam ‘Musik Player’ menyediakan musik pop Korea dengan kualitas jernih setingkat CD. Sementara itu, KBS World Radio menaruh perhatian khusus pada siaran internet yang sudah menjadi inti dalam media baru di era globalisasi ini. Sejak dibuka homepage (http://world.kbs.co.kr/indonesian) pada November 1997, situs KBS World Radio bukan hanya melayani siaran internet dalam 11 bahasa selama 24 jam, tetapi juga memberikan beranekaragam informasi terkait Korea, termasuk budaya, hiburan, wisata, pelajaran bahasa Korea, sejarah Korea, dan semua aspek tentang Korea. Pada era teknologi digital ini, KBS World Radio memokuskan upaya pada lingkungan Web yang mengalami perubahan drastis.Untuk itu, KBS World Radio coba mengaktifkan komunikasi interaktif yang dapat meningkatkan partisipasi pendengar. Saat ini, Pod Casts, RSS, SNS dan sebagainya disajikan untuk meningkatkan kemudahan bagi pengguna internet, serta berbagai pelayanan mobile disajikan agar para pendengar dengan lebih mudah dan nyaman memanfaatkan KBS World Radio sebagai sumber berbagai informasi.

58


KBS World Radio Korea

KBS World Radio dengan siaran non-komersial, tetap dibantu oleh anggaran belanja KBS berdasarkan dua sumbuber utama, yakni penerimaan biaya iklan (Radio dan TV) dan iuran televisi dari setiap rumah tangga atau tempat-tempat warga perorangan yang memiliki pesawat televisi. Dengan kata lain, penyiaran KBS World Radio tetap mewakili suara Korea Selatan, meskipun biaya pengoperasiannyasama sekali tidak dibantu pemerintah Korea Selatan, sedangkan KBS menyelenggarakan siaran KBS WORLD Radio atas penerimaan kuasa penuh dari pemerintah Korea Selatan.

Siaran Bahasa Asing KBS World Radio No

Bahasa

Mulai Siaran

Target Areal

Jam Siaran

1

Inggris

15 Agustus 1953

General Service

60 menit

2

Jepang

1 Desember 1955

Kepulauan Jepang

60 menit

3

Korea

2 September 1957

General Service

120 menit

4

Prancis

10 April 1958

Prancis, Afrika

60 menit

5

Rusia

13 Februari 1961

Rusia

60 menit

6

Mandarin

10 Agustus 1961

Cina

60 menit

7

Spanyol

19 Agustus 1962

Spanyol, Amerika Latin

60 menit

8

Indonesia

2 Juni 1975

Indonesia, Malaysia

60 menit

9

Arab

10 September 1975

Timur Tengah, Afrika

60 menit

10

Jerman

1 Mei 1981

Jerman, Austria

60 menit

11

Vietnam

3 Maret 2005

Vietnam

60 menit

Siaran Bahasa Indonesia, KBS World Radio Siaran bahasa Indonesia, KBS World Radio dimulai 2 Juni 1975 sebagai bahasa ke-8 KBS World Radio. Waktu diadakan studi kelayakan pembukaan siaran bahasa Indonesia, KBS World Rado, pihak KBS mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain, terkait dengan sejumlah hal berikut ini: (1) Jumlah populasi penduduk yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai linguafranca dalam masyarakat internasional. (2) Posisi bahasa Indonesia di wilayah Asia Tenggara. (3) Hubungan kerjasama dan persahabatan antara Indonesia, Malaysia, dan Korea Selatan. (4) Prospek hubungan kerjasama perekonomian dan perdagangan Indonesia dengan Korea Selatan. (5) Jumlah warga negara Korea Selatan di Indonesia.

59


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

Atas pertimbangan beberapa faktor tersebut, pihak KBS, membuka siaran bahasa Indonesia sebagai bahasa ke-8 di KBS World Radio pada tanggal 2 Juni 1975, dengan durasi penyelenggaraan 15 menit per hari. Adapun program siarannya meliputi Warta Berita dan Komentar untuk menyebarluaskan informasi Korea dan sekitar Semenanjung Korea kepada pendengar di Indonesia pada umumnya, dan pendengar di Malaysia khususnya. Sejak dimulainya penyiaran dalam bahasa Indonesia, hingga kini, Siaran Bahasa Indonesia, KBS WORLD Radio tetap cenderung kepada Indonesia, bukan Malaysia, karena beberapa pertimbangan berikut: (1) Waktu penyiaran dibuka, KBS World Radio gagal mencari tenaga kerja, baik tenaga kerja orang Korea sendiri, maupun orang Malaysia yang fasih berbahasa Malaysia. Tenaga kerja Korea yang telah menyelesaikan studinya pada jurusan bahasa Malaysia-Indonesia di HUFS (Hankuk University of Foreign Studies) cenderung lebih mempunyai keahlian dalam penguasaan bahasa Indonesia daripada bahasa Melayu. Hal tersebut disebabkan, pelajaran bahasa Melayu yang diselenggarakan di HUFS, juga terfokus pada bahasa Indonesia mengingat pengajarnya berasal dari universitas di Indonesia. (2) Posisi Indonesia relatif lebih penting daripada Malaysia pada waktu dibukanya siaran bahasa Indonesia, KBS World Radio, baik jika dilihat dari segi politik (Indonesia menjalin hubungan diplomatik secara serentak dengan Korea Selatan dan Korea Utara), maupun dari segi perekonomiannya. (3) Jumlah penduduk Indonesia telah tercatat sekitar 200 juta jiwa lebih saat itu. (4) Indonesia telah memainkan peranan penting di ASEAN, bahkan waktu itu mempimpin Gerakan Non-Block International. (5) Situasi kepemilikan pesawat radio SW di Indonesia, relatif lebih baik daripada Malaysia, baik jumlah pesawat maupun jumlah penggemarnya. Dengan kata lain, pemantauan siaran internasional di Indonesia khususnya bagi golongan remaja telah lama menjadi kegemaran atau hobi dan rekreasi. Dengan pertimbangkan itu, KBS World Radio mulai mengudarakan siaran bahasa Indonesia dengan target areal utama tertuju pada kepulauan Indonesia dan berikut target sub-areal, Malaysia termasuk wilayah Sarawak, Sabah, dan Brunei Darussalam. Atas dukungan dan partisipasi aktif sejumlah besar pendengarserta komentar dan usulan mereka, jam siaran bahasa Indonesia, KBS World Radio terus bertambah dari waktu ke waktu. Semula durasinya 15 menit menjadi

60


KBS World Radio Korea

30 menit, 45 menit dan sekarang 60 menit per hari. Selama ini, siaran bahasa Indonesia, KBS World Radio tetap memainkan peranan penting untuk memperkenalkan bangsa dan negara Korea kepada pendengar di Indonesia dan Malaysia, sebagai bahasa asing milik KBS World Radio untuk wilayah Asia Tenggara. Untuk melancarkan siarannya, sejak tanggal 2 Juni 1975, KBS World Radio secara rutin menerima bantuan dan dukungan penuh dari Radio Republik Indonesia (RRI) melalui pengiriman tenaga kerja, sebagai supervisor. Sampai sekarang puluhan orang karyawan atau karyawati RRI ikut membantu dan menyumbangkan tenaga dan pemikirannya sebagai usaha untuk meningkatkan mutu siaran bahasa Indonesia, KBS World Radio. Sementara itu, untuk menarik perhatian pendengar di Malaysia termasuk Sarawak dan Sabah, antena pemancaran siaran bahasa Indonesia (lokasi pemancaran di daerah Kimje, Provinsi Cholla Selatan, Korea Selatan) tetap tertuju ke arah Semenanjung Malaysia, Sarawak, dan Sabah, meskipun bahasa siarannya masih cenderung pada gaya bahasa Indonesia. Ditambah lagi, setiap kali, waktu membuka siarannya, dalam kata pengantar, tetap menyinggung alamat Kedutaan Besar Republik Korea di Kuala Lumpur, Malaysia untuk menerima surat dan laporan penyiarannya. Meskipun demikian, apresiasi atau sambutan pendengar di Malaysia terhadap siaran bahasa Indonesia, KBS World Radio relatif tidak begitu aktif dibandingkan dengan pendengar di Indonesia.Ada beberapa alasan yang melatarabelakangi kurangnya sambutan para pendengar di wilayah tersebut, di antaranya beberapa hal berikut: (1) Para pendengar di wilayah Malaysia, Sarawak, dan Sabah kurang begitu dapat memahami isi penyiaran bahasa Indonesia, KBS World Radio, karena penyelenggaraannya cenderung pada bahasa Indonesia. (2) Mereka belum mengenal keberadaan penyiaran bahasa Indonesia, KBS World Radio. (3) Jumlah pesawat radio SW di Malaysia relatif sedikit bila dibandingkan dengan di Indonesia. (4) Hobi atau kegemaran memantau siaran internasional di Malaysia tidak begitu populer di kalangan masyarakat di sana. (5) Sarana media massa di Malaysia untuk memperoleh informasi tentang dunia luar, mayoritasnya lebih bervariasi, misalnya, TV dan internet daripada keadaan di Indonesia.

61


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

Pedoman Acara Siaran Bahasa Indonesia (Berlaku mulai 7 November 2011) Hari

Senin

Selasa

Rabu

Kamis

00-15

Warta Berita

15-45

An Nyung Ha Sip Ni Ka, Inilah Seoul

Jumat

Jumat Ceria

Sabtu

Minggu

Menit

Warta Berita

Isu Sepekan

00-10

Kami Menyapa Anda

Bahana Lagu

10-60

Korea

Mengenal Bahasa Korea 45-60

Bisnis Hari Ini

Tren Budaya Korea

Citra Musik Korea

Korea Kini dan Esok

Jam Siaran & Frekuensi (SW) (Berlaku mulai Oktober2011) Acara Siaran I

Jam 19.00-20.00 WIB

Gelombang (Frekuensi) 31,35m 9.570 MHz.

(12.00-13.00 UTC) Siaran II

21.00-22.00 WIB

31,35m 9.570 MHz

(14.00-15.00 UTC) Siaran III

05.00-06.00 WIB

31,60m 9.805 MHz

(22.00-23.00 UTC)

Jam Siaran & Frekuensi (FM) Acara Siaran

Jam 19.00-20.00 WIB (12.00-13.00 UTC)

Gelombang (Frekuensi) Radio Camajaya 102,6 KHz

Menurut hasil survei, frekuensi-frekuensi itu sangat sesuai untuk penyiaran internasional di wilayah Asia Tenggara dan seluruh antena pemancar Siaran bahasa Indonesia diarahkan ke kepulauan Indonesia dan kawasan Malaysia termasuk Sarawak dan Sabah. Sementara itu, jam siarannya pun, telah ditetapkan sesuai dengan pola kehidupan sehari-hari para pendengar di Indonesia dan Malaysia.

62


KBS World Radio Korea

Siaran Bahasa Indonesia di dunia internasional Kini 20 negara sedang menyelenggarakan Siaran Bahasa Indonesia, sebaliknya hanya 10 negara yang menyelenggarakan Siaran Bahasa Malaysia melalui SW (gelombang pendek). Negara-negara yang terkait langsung atau tidak langsung dengan kepentingan nasionalnya masing-masing tetap menyelenggarakan siaran bahasa Indonesia dan Malaysia, melalui pembedaan bahasa antara bahasa Indonesia dan Malaysia. Perbandingan jumlah negara yang menyelenggarakan siaran eksternal (international) bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia, yaitu masing-masing 20 dan 10 negara, menunjukkan bahwa besar jumlah negara yang lebih menaruh perhatian kepada Indonesia dua kali lipat dibandingkan kepada Malaysia. Perhatian tersebut didasari oleh adanya kepentingan nasional yang terkait dengan Indonesia, bukan hanya menyangkut segi ekonomi, tetapi juga politik, kebudayaan, agama, khususnya Islam dan Protestan. Sementara itu, di antara 5 Siaran Internasional raksasa, yakni BBC, VOA, Radio Moskow, NHK dan CRI, 2 penyiaran, yakni NHK dan CRI saja yang menyelenggarakan penyiaran Bahasa Malaysia, sedangkan CRI, DW, BBC, dan VOA mengudarakan Siaran Bahasa Indonesia untuk mempromosikan dan mengenal berbagai aspek negaranya, masing-masing kepada pendengar setempat, pada waktu penyiaran dan frekuensi hampir bersamaan sesuai dengan pola kehidupan pendengar sehari-hari, khususnya pada malam harinya. Dalam persaingan sengit di udara, siaran bahasa Indonesia dan Malaysia yang didukung daya pemancar yang kuat, tetap menguasai siaran lain, bagaikan memasuki situasi Perang Promosi Tanpa Senjata untuk menjaga kepentingan nasional masing-masing. Untuk menjaga mutu penerimaan setempat yang bersih dan jelas, sejumlah besar negara, giat berusaha untuk mencari peluang melalui pertukaran frekuensi, jam siaran, penyewaan stasiun relay di luar negeri dan pertukaran program.

63


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

Keadaan Stasiun Radio Siaran Bahasa Indonesia No

Nama Stasiun Radio

Jam Siaran/Hari

Nama Negara

1

Radio Australia (ABC)

5 jam

Australia

2

China Radio International (CRI)

3 jam

RRC

3

Taipei Radio International(CBS)

3 jam

Taiwan

4

Egyptian Radio & TV Union

90 menit

Mesir

5

Deutsche Welle (DW)

100 menit

Jerman

6

Adventist World Radio Asia

60 menit

7

Trans World Radio Pacific

210 menit

8

All India Radio

60 menit

India

9

Radio Korea Internasional (RKI)

60 menit

Korea Selatan

10

Voice of Malaysia

9 jam

Malaysia

11

Radio Nederland Wereldomroep

5 jam

Belanda

12

Far East Broadcasting Co.

90 menit

13

Radio Pakistan

30 menit

14

Radio Veritas Asia

75 menit

15

Broadcasting Service of The Kingdom of Saudi Arabia

60 menit

Arab Saudi

16

Radio Thailand

15 menit

Thailand

17

BBC World Service

195 menit

Inggris

18

The Voice of America (VOA)

150 menit

Amerika Serikat

19

Voice of Vietnam (VOV)

90 menit

Vietnam

20

The Voice of Indonesia (RRI)

2 jam

Indonesia

Sumber: World Radio TV Handbook (WRTH), Volume 53, 1999

64

Pakistan


KBS World Radio Korea

Keadaan Stasiun Radio Siaran Bahasa Malaysia No

Nama Stasiun Radio

Jam Siaran/Hari

Negara

1

China Radio International (CRI)

2 jam

RRC

2

Egyptian Radio & TV Union

60 menit

Mesir

3

The Voice of The Islamic Republic of Iran

30 menit

Iran

4

NHK World – Radio Japan

50 menit

Jepang

5

The Voice of Malaysia

6 jam

Malaysia

6

Adventist World Radio Asia

30 menit

7

Far East Broadcasting Co.,

30 menit

8

Radio Singapore International

3 jam

Singapore

9

Radio Thailand

15 menit

Thailand

10

The Voice of Indonesia

60 menit

Indonesia

Sumber : World Radio & TV Handbook (WRTH), volume 53, 1999

Sementara itu, di antara stasiun-stasiun radio internasional, hanya empat stasiun yang menyelenggarakan siaran bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia secara terpisah, yakni China Radio International (CRI), Egyptian Radio & TV Union, Adventist World Radio Asia, dan Radio Thailand. Dengan demikian, sejumlah besar stasiun radio internasional sebenarnya belum mampu membedakan bahasa Indonesia dengan bahasa Malaysia atau cenderung pada bahasa Indonesia.

Melongok Penggunaan Bahasa Indonesia di KBS World Radio Logikanya bahasa Indonesia yang digunakan untuk siaran di KBS World Radio, sangatlah khusus, apalagi sebagian besar naskah yang digunakan untuk siaran adalah hasil terjemahan orang-orang Korea yang telah menyelesaikan studinya minimal di universitasjenjang Strata Satu Jurusan Bahasa Indonesia, baik di Korea maupun di Indonesia. Mekipun sebagian besar dari mereka, bukan diseleksi berdasarkan kemampuan menyiarkan materi Radio, setidak-tidaknya mereka memiliki kepekaan terhadap penerapan bahasa Indonesia yang baik dan benar, karena telah terdidik secara akademis. Meskipun demikian, sering juga terjadi sedikit kejanggalan dalam penuturan lafal bahasa Indonesia yang standar, yang baik dan benar, antara lain menyangkut pemenggalan kalimat. Lafal bahasa Indonesia yang diucapkan oleh penutur asli, tidak sepenuhnya mampu diterapkan oleh para penutur orang Korea. Adakalanya terjadi penuturan yang menggelikan jika mendengar kekeliruan dalam pelafalan itu.Sebenarnya, masalah tersebut boleh dikatakan

65


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

bukanlah kendala yang serius, sebab bagi pendengar, pelafalan itu tetap dapat dipahami pesan atau maknanya, sehingga kesalahpahaman dapat dihindarkan. Bahkan, bagi para pendengar itu, pelafalan tersebut justru terdengar unik dan sekaligus menunjukkan karakteristik atau ciri lafal orang Korea yang bukan penutur asli bahasa Indonesia. Mengingat berkumandangnya Siaran Bahasa Indonesia KBS World Radio sudah terjadi bertahuntahun, maka para pendengar pun sudah menjadi terbiasa dengan pelafalanpelafalan tersebut. Dalam hal pelafalan atau penerjemahan, semuanya tidak terlepas dari pengawasan supervisor atau pengawas penutur asli orang Indonesia yang profesional di bidang penyiaran dari RRI untuk membenahi naskah terjemahan itu sebelum disiarkan. Selain itu, adanya beberapa pekerja paruh waktu (part timer) orang Indonesia asli, yang terdiri atas mahasiswa atau orang Indonesia lainnya yang berdomisili di Korea, cukup membantu kelancaran siaranbahasa Indonesia KBS World Radio.Penyiaran dengan corak dan warna tersendiri karena disampaikan oleh bukan penutur asli itu, semakin lama semakin mengasyikkan untuk didengar. Cara pelafalannya sangat akrab, meskipun kadang kala terdengar lucu, kandungan yang disampaikan menjadi sangat indah. Dilihat dari sisi ilmu komunikasi siaran bahasa Indonesia KBS World Radio boleh dikatakan berhasil. Penyiar KBS World Radio sebagai komunikator menyampaikan pesan-pesannya kepada para pendengar, khalayak atau komunikan media KBS World Radio atau situs internet. Pihak pendengar atau komunikan dapat berkomunikasi dua arah dengan jalan melayangkan surat, e-mail atau tanggapan, saran, atau kritik guna peningkatan mutu siaran yang lebih baik lagi.

Bisa Karena biasa Dengan kerja keras dan ketekunan para pekerja lepas (freelancer) orang Korea yang jumlahnya lebih dari sepuluh orang, pada akhirnya mereka terlatih dan terbiasa dengan naskah-naskah terjemahan dari bahasa Korea ke bahasa Indonesia. Penyiaranpun semakin lama semakin mapan dan berkualitas.Pembiasaan dengan lafal-lafal yang dirasakan aneh, lama-lama jadi terbiasa, karena kehadiran orang Indonesia yang bertugas sebagai supervisor. Para supervisi dari Indonesia ini datang silih berganti, ada yang setahun, dua tahun bahkan ada yang sampai tiga tahun. Mereka datang dari berbagai daerah di Indonesia yang logatnya satu sama lain berbeda. Maka logat dan pelafalan bahasa Indonesia mereka sangat dipengaruhi bahasa daerah setempat, misalnya Sumatera, Jawa, Kalimantan, atau Sulawesi.

66


KBS World Radio Korea

Dengan begitu, dari waktu ke waktu, disadari atau tidak, orang-orang Korea yang bertugas dalam penyiaran bahasa Indonesia, KBS World Radio akan menangkap bahasa Indonesia yang dipengaruhi bahasa setempat di Indonesia. Bahasa Indonesia bagi sebagian besar Indonesia yang berlatar belakang kebudayaan etnik, tidak digunakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai bahasa pertama, tetapi berfungsi sebagai bahasa nasional. Jika mencermati hasil sensus penduduk, berdasarkan pemakaian dalam kehidupan sehari-hari atau sebagai bahasa pertama, mereka dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu: (1) Yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari atau bahasa pertama sebanyak 15,19 persen. (2) Yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua atau sebagai bahasa perhubungan sebanyak 67,65 persen. (3) Yang tidak memahami bahasa Indonesia dan hanya menggunakan bahasa daerah sebanyak 17,16 persen. Itulah penggolongan masyarakat pemakai bahasa Indonesia yang menjadi sasaran atau target areal penyiaran bahasa Indonesia KBS World Radio. Kualifikasi ini tentu saja masih memprihatinkan jika mengingat kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Oleh karena itu, siaran bahasa Indonesia, KBS World Radio setidaknya turut ambil bagian dalam pembinaan bahasa Indonesia, karena penyiarannya diusahakan menggunakan bahasa Indonesia standar atau bahasa Indonesia yang baik dan benar. Pemakaiannya itu pun tidak terlepas dari pengawasan penutur asli bahasa Indonesia. Untuk mengatasi kendala tersebut dilakukan beberapa langkah bagi ketiga kelompok pemakai bahasa Indonesia tadi. Dengan cara pembinaan secara bertahap, diharapkan kelompok pertama yangmenggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama atau bahasa sehari-hari, dalam kenyataannya belum dapat berbahasa Indonesia secara baik dan benar, sekalipun jumlahnya sekitar 15 persen dari penduduk Indonesia. Langkanya penutur anutan yang pantas dijadikan teladan atau contoh dalam pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar, mendorong KBS World Radio untuk mencoba meneliti istilah-istilah yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Salah satu rujukannya adalah dengan memanfaatkan Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi terbaru atau mencermati dengan melihat kamus atau membaca artikelartikel terbitan situs internet.

Penulis: Kim Young-Soo adalah mantan kepala siaran bahasa Indonesia KBS World Radio dan saat ini menjabat sebagai sekretaris jendral KIFA (Korea-Indonesia Friendship Association). E-mail: soekiman@hanmail.net

67


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

68


Korean Broadcasting System (KBS): Pelopor Pertelevisian Korea Selatan

KOREAN BROADCASTING SYSTEM (KBS): PELOPOR PERTELEVISIAN KOREA SELATAN Hur Young-Soon

Pendahuluan Sejak didirikan pada tahun 1948, Korean Broadcasting System (KBS) selalu menjadi yang terdepan dalam layanan publik dan pembuatan program untuk televisi, radio, dan teknologi penyiaran di Korea Selatan. Memiliki lebih dari lima ribu pegawai yang bekerja dengan penuh semangat dan dedikasi dalam industri penyiaran, KBS berhasil memproduksi sekitar 19.000 jam program televisi dan 46.000 jam program radio yang menjadikan KBS salah satu produsen konten audio-video terbesar di dunia. Dari semua jaringan TV utama di Korea, KBS merupakan satu-satunya perusahaan penyiaran yang memiliki dua saluran TV terrestrial yang disiarkan secara luas—KBSTV 1 dan KBS-TV 2—, empat jaringan TV berbayar (pay TV), dan tujuh jaringan radio. KBS terus mempertahankan dominasinya di jagad pertelevisian Korea dalam hal rating secara keseluruhan, pendapatan, pangsa pasar, dan jumlah produksi yang menobatkannya sebagai pemimpin tak tertandingi dalam pertelevisian Korea.

KBS World-Indonesia Pada tahun 2003, PT OKTN (Overseas Korean Television Network), anak perusahaan dari PT Korindo Group, dipercaya sebagai pemegang lisensi resmi saluran TV KBS World di Indonesia. PT OKTN dibentuk dengan tujuan utama untuk menjembatani komunikasi antara Korea dan Indonesia dengan melayani permintaan kebutuhan akan informasi tentang Korea dan Indonesia melalui penyiaran KBS World di Indonesia. Hal ini sesuai dengan nama OKTN yang mengandung kata OK (dibaca Okay) yang berarti ‘baik’ dalam bahasa internasional dan menunjukkan kesediaan dalam memenuhi permintaan. KBS World yang ditayangkan oleh PT OKTN berperan penting dalam menyatukan

69


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

komunitas Korea di Indonesia, yang mana ini juga merupakan bagian dari usaha Korindo Group untuk berkontribusi positif terhadap masyarakat di Indonesia. PT OKTN mulai menayangkan KBS World-Indonesia pada Februari, 2004 melalui TV berbayar di Indonesia. Siaran ini tak hanya bisa dinikmati oleh penonton di Indonesia, tapi juga di negara-negara Asia Tenggara lainnya. Mr. Ahn Geun-hyo adalah orang pertama yang dipercaya oleh Korindo Group untuk memimpin anak perusahaannya, PT OKTN. Pada tahun 2007, PT OKTN mulai menyajikan subtitle bahasa Indonesia untuk drama harian dan mingguan sebesar 20 % dari jumlah total program yang ditayangkan di KBS World-Indonesia. Dalam penayangannya saat ini, KBS World-Indonesia menggunakan satelit pemancar Telkom. Siaran KBS World-Indonesia dapat dinikmati melalui TV berbayar di antaranya Telkomvision, Indovision, Top TV, Okevision, First Media, Skynindo, OrangeTV, Nexmedia, dan Biznet TV. Sebagai sarana komunikasi bagi komunitas Korea di Indonesia, KBS World-Indonesia menyajikan informasi-informasi penting bagi penduduk Korea di Indonesia seperti pemberitahuan dari pemerintah dan promosi produkproduk Korea Selatan atau Indonesia yang sangat berguna. KBS WorldIndonesia juga menjadi sumber informasi bagi para penggemar Korea mengenai drama-drama TV, K-Pop, dan segala hal yang populer di Korea Selatan. KBS World-Indonesia dengan perwakilannya PT OKTN pernah bekerjasama dengan KTO (Korea Tourism Organization) Singapura membawa sebuah rombongan program “I love Korea� ke Korea Selatan untuk berkunjung ke Badan Penyiaran Korea dan menyaksikan proses pembuatan drama TV, program berita, dan konser musik K-Pop. Pada saat konser musik K-Pop belum diadakan di Indonesia, banyak penggemar drama Korea di Indonesia merasa cukup hanya dengan menonton drama Korea di KBS World-Indonesia, tetapi kemudian mereka merasa tidak puas hanya dengan menonton drama Korea di TV. Mereka kemudian memutuskan untuk menabung selama 1 atau 2 tahun untuk membeli tiket pesawat ke Korea Selatan. Pengalaman berkunjung ke Korea Selatan terasa seperti impian yang jadi kenyataan bagi penggemar Korea. Melalui kekuatan media, budaya Korea disebarkan dan berhasil membuat orang-orang di seluruh dunia jatuh hati. PT OKTN sebagai distributor resmi KBS WORLD di Indonesia menjalin hubungan baik dengan sejumlah saluran TV Indonesia, seperti Indosiar, Trans TV, Trans 7, dan Metro TV. Beberapa kali dalam setahun, PT OKTN mengajak selebritas Indonesia untuk berkunjung ke Korea Selatan dan memperkenalkan tempat-tempat syuting drama Korea yang terkenal di Indonesia, seperti Pulau Nami untuk drama Winter Sonata dan Mun Kyeng Se-jae untuk drama The

70


Korean Broadcasting System (KBS): Pelopor Pertelevisian Korea Selatan

Great King Se-jong. PT OKTN sangat menyadari perkembangan Gema Korea atau Korean Wave di Indonesia. Saat drama harian tak dapat ditayangkan karena terjadinya gangguan teknis, begitu banyak keluhan dan pertanyaan dilayangkan oleh pemirsa KBS World-Indonesia pada keesokan harinya. Mereka juga sangat tertarik untuk memiliki drama-drama yang PT OKTN tayangkan di KBS World-Indonesia. Indonesia dianggap sebagai salah satu negara terpenting yang menjadi tujuan penyebaran kebudayaan Korea belakangan ini. Salah satu alasannya adalah karena banyaknya drama Korea yang diputar di KBS World-Indonesia dengan subtitle bahasa Indonesianya. Subtitle bahasa Indonesia yang disajikan oleh PT OKTN untuk sejumlah drama di KBS World-Indonesia sangat bermanfaat bagi penonton yang tidak memahami bahasa Inggris atau bahasa Korea. Ada banyak pengalaman unik yang terjadi karena besarnya kecintaan penonton terhadap drama Korea yang ditayangkan oleh KBS WorldIndonesia, seperti pengalaman pemilik restoran yang memperhatikan banyak pegawainya menjadi lebih rajin dalam mengelap meja saat jam tayang drama Korea di KBS World dengan subtitle bahasa Indonesia. Lebih jauh lagi, setelah ditayangkannya drama Endless Love di salah satu stasiun TV Indonesia pada tahun 2002, banyak gadis dan ibu rumah tangga jatuh cinta pada Korea.

71


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

Hotel-hotel di Jakarta yang menfasilitasi penayangan KBS WorldIndonesia :  Hotel Mulia Senayan  Hotel Sultan  Hotel JW Marriott Jakarta  Hotel Indonesia Kempinski  Hotel Borobudur  Hotel Le Meridien  Hotel Shangri- La  Hotel Ibis Arcadia  Fraser Residence Sudirman  Hotel Kartika Chandra  Hotel- Hotel di Bali  Four Seasons Resort Ubud  Four Seasons Resort Jimbaran  Conrad Nusa Dua  InterContinental Resort Jimbaran  Yanayan Resort & Spa Jimbaran  The Royal Beach Seminyak KBS World memiliki program drama setiap tahunnya dan memproduksi 1.500 jam drama yang sering memuncaki rating program TV di Korea Selatan. Cerita yang memukau, aktor dan aktris menarik dengan kemampuan akting yang menyentuh perasaan serta setting drama yang penuh dengan keunikan dan keindahan budaya Korea menjadi faktor-faktor yang menarik perhatian penonton Indonesia untuk terus mengikuti drama-drama yang KBS World tayangkan. Sebagian besar drama ini dilengkapi pula dengan subtitle bahasa Inggris atau bahasa Indonesia yang menjadikannya sulit untuk dilewatkan, seperti Full House, Jewel in the Palace, Sungkyunkwan Scandal, School 2013, dll. Sebagai saluran TV Korea terdepan di Indonesia, KBS World-Indonesia menjadi satu-satunya saluran TV yang menyajikan program-program terkini yang berkenaan dengan Gema Korea (Korean Wave) kepada pemirsa Indonesia. KBS World-Indonesia berperan sangat penting dalam mempromosikan budaya Korea di Indonesia dan membangun pemahaman budaya antara Korea dan Indonesia melalui berbagai jenis program unggulannya seperti di bawah ini: Berita KBS World menyajikan program berita paling terpercaya yang disiarkan secara langsung kepada penonton di Indonesia dan merupakan salah

72


Korean Broadcasting System (KBS): Pelopor Pertelevisian Korea Selatan

-

-

-

satu sumber terbaik untuk informasi mengenai kawasan Asia Timur, di antaranya News 9, KBS News 12, dan KBS World News Today untuk masyarakat Korea yang memukim di Indoneisa maupun masyarakat Indonesia yang berbisnis dengan perusahaan Korea dan siswa sedang belajar bahasa Korea. Tayangan dokumenter dan informatif KBS menayangkan program-program dokumenter dalam berbagai format dari HD hingga 6 mm. Tayangan dokumenter KBS menjadi tayangan hiburan mengesankan yang sarat informasi dan sumber edukasi bagi para penonton, seperti Science CafĂŠ, Mysteries of the Human Body, dan Environment Special. Hiburan Program-program hiburan di KBS World tak hanya memberikan kesenangan, tapi juga pendidikan bagi seluruh keluarga. Program-program ini menjadi sumber paling populer untuk musik dan tren terkini di Korea Selatan (Vitamin, Happy Sunday, Music Bank, dan Two Days and One Night) Program Anak-Anak dan Animasi KBS World selalu bangga menyajikan program-program khusus untuk anak-anak dan animasi yang bisa dinikmati oleh setiap anak dari segala budaya, seperti TV Tales of A Happy World, Comic Cinema, TV Kindergarten, dan Hutos.

Penulis: (Ms.) Hur Young-Soon adalah lulusan Program Magister dari Hankuk University of Foreign Studies (HUFS), Seoul. Saat ini dia sedang bertugas sebagai penterjemah drama Korea di KBS World Indonesia (OKTN/Korindo Group) di Jakarta. E-mail: sukacicak@naver.com

73


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

74


Maraknya Konser Artis Korea di Indonesia ...

MARAKNYA KONSER ARTIS KOREA DI INDONESIA: GAMBARAN NYATA HUBUNGAN BUDAYA KONTEMPORER INDONESIA-KOREA? Dorote Marenia

Makalah tentang hubungan Indonesia-Korea dilihat dari kacamata Hallyu—terutama industri drama dan K-pop—ini ditulis dengan cara reportase satu demi satu apa saja tonggak-tonggak besar maupun kejadian-kejadian kecil terkait hal itu yang telah menjadi sejarah hubungan Indonesia-Korea. Jadi bisa dikatakan bahwa tulisan kecil ini adalah catatan kecil penuh kehangatan dan kebanggaan dari seorang mahasiswa yang getol dan sangat ‘menggilai’ apa pun yang berbau Korea. Untuk itulah, tulisan ini sengaja ditulis dengan gaya reportase sampai sedetail-detailnya (bila perlu) agar tulisan ini bisa jadi salah satu ‘patokan’ untuk menilik mau ke mana hubungan kedua negara ini dalam bidang industri hiburan. Dewasa ini hubungan diplomatik Indonesia dan Korea semakin kuat di dalam berbagai bidang. Bisa dikatakan demam budaya Korea yang didominasi oleh K-pop telah dan sedang melanda Indonesiapaling tidak dalam kurun waktu 5 tahun terakhir ini (2008-2013). Makin hari animo masyarakat yang berminat tentang Korea dan budayanya semakin meningkat. Bahkan ada celotehan yang mengatakan, “Sekarang kalau yang tidak berbau ala Korean style, ga akan laku”. Hal ini menunjukkan perubahan minat dan pandangan sebagian masyarakat Indonesia terhadap budaya Korea. Mari kita tilik kembali siapa saja artis Korea yang pernah singgah ke Indonesia dan aktivitas mereka selama di Indonesia. Artis Korea pertama yang melakukan pertunjukandan disiarkan langsung di stasiun TV Nasional di Indonesia adalah Boa dan Jang Nara. Kedatangan Ratu Diva Korea Selatan, Boake Jakarta adalah untuk memeriahkan acara Anugrah Musik Indonesia (AMI) Samsung Awards pada tahun 2004. Namun antusias masyarakat Indonesia pada saat itu tidak seantusias seperti sambutan untuk penyanyi dalam negeri yang tampil pada waktu itu. Kemudian, di tahun yang sama, Jang Nara datang ke Indonesia sebagai perwakilan

75


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

Duta Budaya Korea. Selain mempromosikan album barunya, dia juga sempat tampil dalam acara Gebyar BCA yang ditayangkan di stasiun TV Indosiar. Pada tahun itu pula, proses syuting drama terkenal Korea dilaksanakan di Bali. Drama yang berjudul “Memories in Bali”, memang menggunakan nama Bali sebagai judulnya. Drama itu mengantongi banyak piala penghargaan bergengsi di 40th Baeksang Arts Awards kategori Best TV Actor Award, Best TV Actress Award, danPopularity Award. Lewat drama ini juga, Korea mulai terimbas lagi deman bali yang akhirnya berdampak nyata bagi pariwisata Indonesia, khususnya Bali. Di awal episode drama tersebut, Ha Ji Won pemain utama drama tersebut berbicara menggunakan Bahasa Indonesia. Pelan tapi pasti, drama Korea mulai mendapatkan perhatian dari masyarakat Indonesia. Singgahnya aktor kenamaan Korea, Lee Deong Wook untuk mempromosikan drama “My Girl” menunjukan bahwa orang Indonesia semakin sadardengan keberadaan drama Korea, tentunya melalui drama tersebut. Atas undangan dari Indosiar jugalah, Lee Dong Wook melakukan perjunjukan langsung di Indosiar dengan tajuk “Rendezvouz with Lee Dong Wook”. Ternyata tidak berhenti di situ, lagi-lagi Bali dijadikan tempat syuting bagi industri hiburan Korea di tahun 2007.Program variety showstasiun TV SBS yang digawangi oleh MC terkenal Kang Ho Dong saat itu syuting di Bali dengan mengusung 8 kontestan selebriti pria dan 8 selebriti wanita dari Korea. Delapan selebritis pria tersebut adalah Tim, Yoon Jung Soo, Choi Sung Joon, Kim Jong Min, Hwan Hee, Brian, Chun Myung Hoon, dan Jo Ke Hyung. Sementara delapan selebritis wanita adalah Soo Jin, Oh Joo Eun, Park Jung Ah, Yoo In Young, Hwang Jung Eum, Bada, Kim Soo Hyun, dan Jo Min Ah. Para selebritis tersebut memadati Bali untuk pelaksanaan syuting “Love Letter Special: Bali”. Secara langsung atau tidak langsung, hal ini berdampak baik bagi industri pariwisata Bali dalam menarik wisatawan Asia. Selain variety show dari SBS, ternyata stasiun MBCpun juga memilih Indonesia untuk menjadi lokasi syuting bagi variety shownya yang bertajuk “Nothing Is Impossible”. Namun kali ini bukan Bali, melainkan Kalimantanlah yang dijadikan tempat syuting variety show MBC itu. Samarinda dan Balikpapan dengan hutan belantaranya adalah tempat ideal lokasi pengambilan gambar. Di dalam tantangan episode tersebut Kangin datang bersama dengan Kim Gu Ra, Seo Hyeon Jin dan Kim Jae Dong untuk melakukan misi yang menantang seperti memberi makan bayi orang utan, menggendong bayi orang utan sekaligus memandikannya bak bayi manusia. Di dalam episode tersebut, Kang In mengucapkan bahasa Indonesia “Aku Cinta Kamu”. Tidak hanya drama dan variety show dari negeri ginseng saja yang tertarik berlalu-lalang di Indonesia, namun dunia musik pun atau yang dikenal

76


Maraknya Konser Artis Korea di Indonesia ...

dengan sebutan K-Pop menunjukkan eksitensinya di Indonesia juga. Paran boyband adalah artis K-Pop pertama yang mengadakan konser tunggal di Indonesia pada tahun 2007. Di dalam konser itu mereka menyanyikan lagu “Inikah Cinta” dari ME, vokal grup kenamaan Indonesia yang melejit pada awal tahun 2000an. Ada juga artis Korea yang hilir mudik ke Indonesia bukan untuk kepentingan pekerjaan, namun hanya sekedar berlibur, contohnya Kangin Super Junior. Ia memilih Bali untuk dijadikannya destinasi liburannya. Suatu kehormatan bagi Bali pula, karena pada tahun 2008, Goo Hye Sun khusus datang ke Bali dan tinggal hampir satu bulan untuk pemotretan majalah Cindy the Perky. Di sana Goo Hye Sun berperan sebagai duta pariwisata untuk mempromosikan Bali ke media Internasional. Tak heran jika beberapa tahun setelah itu, tidak hanya turis Korea saja yang berdatangan menikmati keindahan Bali, namun artis-artis top Korea pun juga sering menapaki Bali untuk pemotretan majalah-majalah bergengsi di Korea. Pada tahun 2009, artis-artis Korea yang berhijrah di Indonesia semakin meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, dengan berbagai macam aktivitas seperti pemotretan majalah, konser, showcase, peluncuran produk, dan sebagainya. Contohnya,Yoon Eun Hye dan Joon Ji Hoon melakukan pemotretan di Bali untuk majalah Vogue Girl tahun 2009. Padahal saat itu mereka baru saja menyelesaikan syuting Princess Hours di Korea. Aktor senior lain, seperti Lee jun Ki pun juga melakukan pemotretan di Bali pada tahun 2009 untuk majalah Singles. Program acara musik pagi, Dering TansTV pada tahun yang sama juga mengundang bintang tamu spesial dari negri ginseng, Lee An. Tak kalah serunya, di tahun 2009, aktor dan penyanyi Korea yang telah go internasional dan sukses di negeri Paman Sam, Rain, menggoncangkan Indonesia dengan konser tunggal spektakulernya di penghujung akhir tahun 2009. Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang dipilih Rain untuk menggelar konser Asia Tour-nya. Rain merupakan artis K-Pop kedua yang menyelenggarakan konser di Indonesia, setelah Paran boyband, artis K-pop pertama yang menggelar konser di tahun 2007. Rupanya Bali semakin tahun semakin menjadi tempat favorit bagi selebriti Korea. Terbukti pada tahun 2010, banyak artis Korea yang berbondongbondong datang ke Bali. Seperti UEE After School melancongke Bali untuk majalah CeCi edisi April 2010. Disusul kemudian oleh Nichkhun 2PM bersama Kim So Young melakukan pemotretan di Bali untuk majalah Elle Girl edisi September 2010. Kim Hyun Joong artis yang saat itu sedangmelejit di Indonesia lewat drama Boys Before Flowers tidak mau ketinggalan melewatkan keindahan alam di Bali untuk pemotretan photobooknya berjudul “The First Love Story”.

77


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

Keelokan setiap sudut kota Bali tidak hanya dimanfaatkan sebagai latar belakang pengambilan foto saja, melainkan juga dimanfaatkan oleh banyak artis Korea sebagai tempat berbulan madu, seperti Jang Dong Gun dan Go So Young, pasangan selebriti Korea yang menghabiskan kemesraan di Bali pasca menikah, 2 Mei 2010 silam. Top rapper dari grup fantastis BigBangpun juga memilih Bali untuk menghabiskan masa liburan pada Juni 2010 lalu. Nampaknya tahun 2010 juga dapat dikatakan sebagai masa bersinar bagi bintang-bintang Hallyuyang berkunjung di tanah air. Hal itu menunjukkan betapa banyaknya seleb Korea yang singgah di tanah air. Di awal tahun Januari 2010 aktor tenar Kim Nam Gil mendarat 10 hari di Indonesia, dari berkeliling Jakarta sebelum kemudian bergabung dengan keluarganyauntuk melakukan kegiatan sosial bagi korban gempa di Padang. Saat itu dia menghibur anak-anak dan ibu-ibu korban gempa serta turut membantu membangun rumah yang roboh karena gempa. Bulan berikutnya, Jang Yoon Jeong, penyanyi aliran musik Trot ternama dari Negeri Kimchi ini menyelenggarakan konser di Jakarta pada 20 Februari 2010. Kedatangan Jang Yoon Jeong ke Indonesia dalam rangka sebagai duta Hangeul (alfabet Korea) untuk suku Cia-Cia di Pulau Buton, suku yang terletak di kota Bau-Bau, sebelah tenggara pulau Sulawesi di Indonesia. Suku inilah suku yang terkenal karena menggunakan Hangeul sebagai abjad bahasa tulis mereka sejak tahun 2009 silam. Pemerintah Kota Bau-Bau bekerja sama dengan Hunminjeongeum Research Institute, lembaga riset bahasa Korea telah menyusun bahan ajar kurikulum muatan lokal mengenai bahasa Cia-Cia dengan huruf Korea. Huruf ini dipelajari mulai dari tingkat SD hingga SMA. Sejak saat itulah nama CiaCia populer di Korea. Mereka menyempurnakan kurikulum serta menjadi pembuka jalan bagi dibangunnya Pusat Kebudayaan Korea. Dalam hubungan diplomatik, kedua negara diuntungkan. Bagi Indonesia sendiri, banyak jurnalis dari Korea dan Jepang datang ke Bau-bau untuk meliput keantusiasan masyarakat sana terhadap bahasa Korea. Itu membuat banyak wartawan dan media massa beberapa kali melakukan liputan tentang Bau-Bau, Indonesia dan diputar di televisi internasional. Sejak saat itulah nama suku Cia-Cia menjadi populer di Korea.Seperti pepatah sambil menyelam minum air, Jang Yoon Jeong tidak hanya ke Jakarta saja untuk misi menyebarkan Hangeul, namun dia juga ke Bali yang dia gunakan sebagai lokasi pembuatan musik videonya berjudul “Olle�. Di Juni 2010, Indonesia digegerkan dengan kedatangan girlband sekelas Wonder Girls. Showcase terbatas dari Wonder Girls kali ini dalam rangka peluncuran telepon seluler terbaru Sony Ericson, dimana mereka didaulat sebagai brand ambassador-nya. Sangat terbatas memang karena hanya

78


Maraknya Konser Artis Korea di Indonesia ...

bagi pelanggan yang membeli produk tesebut saja yang berkesempatan mendapatkan tiket showcase. Bintang Hallyu lainnya seperti Lee Ji Hoon, aktor yang banyak mendapat perhatian dari kaum hawa ini pada Juli 2010 mengadakan fan meeting bersama penggemarnya di Jakarta. Lee Ji Hoon juga diundang di dalam acara musik pagi, Dahsyat RCTI. Aktor drama Korea lainnya, yang melejit di Indonesia lewat Boys Before Flowers, Kim Bum, menyelenggarakan fan meeting di Jakarta di bulan Agustus 2010. Angin segar bagi penggemar K-pop di Indonesia semakin berhembus kencang saat Kedutaan Besar Republik Korea menghelat acara spektakuler bertajuk “Indonesia-Korea Friendship Sharing Concert” yang disiarkan serentak di 188 negara (melalui Arirang TV) dan di seluruh Indonesia melalui TVRI. Konser itu bertaburan artis K-pop seperti Shinee, San Ho Young, Naomi, Gu Jun Yeop, Sinawe. Kemudian, tahun 2010 pun akhirnya ditutup oleh showcase dari Jay Park dengan tajuk “Pray for Indonesia”. Dimana semua keuntungan dari showcase ini disumbangkan untuk korban meletusnya gunung Merapi di Yogyakarta. Koleksi sederet nama-nama selebritis Korea yang melancong ke Bali demi mencari pemandangan indah bagi pemotretan majalahpun semakin bertambah. Seperti Jessica SNSD melakukan pemotretan untuk majalah Single edisi Februari 2011. Kim Tae Hee tampak menikmati sesi pemotretan majalah Bazaar edisi Mei 2011 di Bali. Majalah Ceci pun mengirim Seo Hyo Rim ke Bali untuk pengambilan gambar di edisi Juni 2011. Pasangan yang mencuat berkat variety show “We Got Married”, Jo Kwon 2AM dan Ga In BrownEyedGirl juga melaksanakan pemotretan pre-wedding untuk majalah InStyle edisi Juli 2011 di pulau Bali. Seperti pepatah sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui, itulah yang dilakukan Han Ye Seul. Di Bali Han Ye Seul menjalani proses pemotretan untuk dua majalah sekaligus, InStyle dan Mark by Mark Jacobs, Desember 2011. Di bulan yang sama pula, aktor rupawan Park Si Hoo, melangkahkan kaki ke Bali seperti rekan-rekan selebritis sebelumnya. Di bulan Desember 2011 Park Si Hoo melakukan proses pemotretan di Bali untuk majalah Marie Claire edisi Desember 2011. Ada juga artis Korea yang berkunjung ke Bali hanya sekedar untuk menikmati liburan saja pada tahun tersebut, misalnya Yuri member SNSD. Pada 5 Maret 2011penggemar K-Pop sempat bangga karena kedatangan boyband U-Kiss yang menyelenggarakan konser di Indonesia, namun kali ini bukan di Jakarta, tetapi konser tersebut dilaksanakan di kota Medan. Pada tanggal 19 Maret 2011, sebuah konser akbar yang diberi nama “Blackberry Live n Rockin Concert” diadakan. Di dalam konser itu 2PM adalah satu-satunya bintang tamu yang mewakili Asia. Melihat kesuksesan konser Blackberry di

79


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

bulan Maret 2011, membuat sebuah promotor melirik 2PM untuk menghelat konser tunggal 2PM. Akhirnya pada bulan November 2011, 2PM sukses mengguncang Jakarta dengan “Hands Up Asia Tour”nya. Di bulan-bulan sebelumnya, penggemar musik K-Pop juga dimanjakan oleh artis Korea. Bagaimana tidak, hanya dalam satu bulan, yaitu bulan Juni 2011, dua promotor besar di Indonesia menggelar konser akbar yang memboyong banyak artis K-pop. Pada 4 juni 2011 penggemar dihebohkan oleh KIMCHI (Korean Idol Music Concert Hosted in Indonesia) Festival yang mendatangkan artis-artis seperti: Park Jung Min, The Boss, X5, Girls Day, dan Super Junior. Belum juga padam gegap gempita Kimchi Festival, 18 Juni 2011 terjadi lagi hingar bingar konser akbar yang dihelat dengan bertajuk “Fantastic Kpop Concert”. Di dalam konser tersebut, sejumlah penyanyi terkenal dari negeri ginseng ini didatangkan ke Jakarta, seperti Kim Hyung Joon, 2AM, Miss-A, Joo, dan San-E. Tidak berhenti sampai disitu saja. Kedutaan Besar Republik Korea menggelar acara akbar tahunan “Indonesia-Korea Week 2011” yang menghebohkan Jakarta. Di salah satu rangkaian acara itu adalah ‘Korean Artist Big Concert’, selama dua hari berturut-turut (2-3 Oktober 2011), total tujuh artis Korea menghibur para penggemar di Indonesia, khususnya tentu saja mereka yang suka musik K-Pop. Jejeran artis yang mengisi konser ini adalah Andy (Shinwa), Yoo Seung Chan, Lee Dong Gun, Jung Jae Il, Park Hyo Shin, Mithra Jin, dan Lee Jun Ki. Mereka semua ke Indonesia saat mereka sedang bertugas wajib militer. Rangkaian acara “Indonesia-Korea Week 2011” lainnya adalah mengundang aktor senior, Hyun Bin yang pada saat itu dramanya “Secret Garden” sedang terkenal di Indonesia. Hyun Bin yang saat itu sedang dalammasa menjalani wajib militer di Korea, datang dan bergabung dengan Korps Marinir Korea Selatan. Dia sengaja diutus oleh Kementerian Pertahanan Korea Selatan untuk melakukan kunjungan ke Indonesia selama tiga hari sebagai duta militer. Dia dijadwalkan menghadiri upacara hari jadi TNI di Jakarta pada Rabu 5 Oktober 2011, yang juga disiarkan oleh stasiun swasta SCTV. Ia juga mengunjungi Korps Marinir Indonesia untuk mempromosikan industri persenjataan Korea Selatan. Indonesia sendiri telah mengimpor jet latih T50 dan kapal selam buatan Korea Selatan. Banyak yang menilai itu salah satu dari imbas kunjungannya—tergantung dari mana melihatnya. Melihat hal banyaknya jejeran artis Korea yang datang ke tanah air, banyak yang bertanya tidak adakah kesulitan mendatangkan mereka. Sebenarnya mengundang artis Korea untuk mengadakan konser di Indonesia tidaklah mudah bagi promotor di tahun-tahun sebelumnya. Dapat dikatakan tahun 2011 adalah manifestasi nyata invasi K-Pop yang telah mewabah tanah

80


Maraknya Konser Artis Korea di Indonesia ...

air sekaligus indikasi gelombang baru yang akan melahirkan gelombang yang jauh lebih dashyat lagi di tahun-tahun berikutnya. Terbukti di tahun 2012, masyarakat Indonesia disuguhkan berbagai konser artis Korea yang begitu padat selama satu tahun tersebut. Awal tahun dibuka oleh kedatangan boyband N-Sonic dan solois Shin Min Cul (mantan leader boyband T-Max). Pada 11 Januari 2012 lalu dia menghadiri undangan sebagai pengisi acara HUT ke-17 stasiun TV Indosiar. Kedatangan mereka juga dipadatkan dengan jadwal show yang begitu banyak, seperti acara spesial “KPop vs Ipop SCTV” dan berkunjung pula pada acara musik “Hitzteria Indosiar” di pagi harinya dan turut hadir pula di acara “Buaya Show Indosiar” pada malam harinya. Akhir bulan Januari penggemar artis Korea dikejutkan pula dengan kedatangan Tae Cyeon leader boyband 2PM dan aktris senior Choi Ji Woo. Kedatangan mereka adalah dalam rangka peresmian cabang Lotte Duty Free di Indonesia. Konser-konser tunggal yang diselenggarakan oleh bintang-bintang idola Korea ini memang berdatangan secara bertubi-tubi. Konser B2ST yang mengambil tema “Beautiful Show 2012” digelar pada 17 Maret 2012. Konser raja K-Pop, Super Junior yang mulanya hanya diselenggarakan dua hari saja (28-29 April 2012), namun karena meledaknya permintaan tiket, akhirnya sang promotor memperpanjang jadwal konser menjadi tiga hari(27-29 April 2012). Sekaligus hal itu memecahkan rekor artis manca yang menggelar konser terlama, yaitu tiga hari berturu-turut. Konser dengan tajuk SuShow4 (Super Show 4) ini disiarkan esklusifdi stasiun SCTV. Showcase mantan leader 2PM, Jay Park dihelat pada tanggal 10 Mei 2012 dengan diberi tajuk “New Breed” yang merupakan judul album barunya “New Breed.” Konser Xiah Jun Su, personel JYJ dengan tajuk “1st Asia Tour in Jakarta” digelar pada tanggal 16 Juni 2012. Showcase BTOB yang secara khusus diundang oleh Indovision dalam rangka peluncuran saluran OneTV Asia, terselenggara pada 21 Juni 2012 dan saat itu BTOB melanjutkan tugasnya sebagai bintang tamu spesial di program musik Dahsyat RCTI. Konser MBLAQ 30 Juni 2012 di Jakarta yang merupakan kota pertama yang dipilih MBLAQ dalam rangkaian tur dunianya. Pada 22 September 2012, Jakarta dibuat berguncang oleh kemeriahan konser “SMTOWN Live World Tour III in Jakarta” yang mendatangkan Boa, Kangta, TVXQ, Super Junior, SNSD, SHINee, f(x) dan EXO. SMTOWN INDONESIA adalah yang terbesar ketiga dan pertama kali di Asia Tenggara. Stasiun RCTI mengantongi hak siar eksklusif untuk menayangkan konser mahakarya tersebut. Berikut ini adalah kejadian haru dan seru yang bisa menunjukkan hubungan insan industri Indonesia Korea bersatu padu. Seminggu setelah SMTown berlalu, giliran Tim Hwang menyentuh penggemarnya dengan konser

81


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

romantisnya sebagai pangeran balada, yang digelar pada 28 September 2012. Konser Tim Hwang adalah konser artis Korea pertama dengan penampilan ‘Live Band’. Dalam konser itu, Tim menyanyikan lagu berbahasa Indonesia yang berjudul “Pahitnya Asmara” yang dimentori langsung oleh musisi senior Fadli Padi band. Konser boyband fenomenal dengan 5 karakter suara yang berbeda, Bigbang menggelar konser tunggal spektakulernya di Jakarta pada 12-13 Oktober 2012 dan lagi-lagi SCTV mendapatkan hak istimewa untuk menyiarkan secara eksklusif tersebut. Kemudian ada sebuah konser bertajuk “4minute & Phantom’s Volume Up Party” yang diselenggarakan pada 31 Oktober 2012 oleh 4Minute dan Phantom. Mereka berhasil menggebrak Jakarta karena mereka berbagi panggung bersama dengan beberapa boyband dan girlband Indonesia.Fanmeeting pertama Jae Joong di Indonesia diadakan pada tanggal 3 November 2012, namun disayangkan sekali karena dia seharusnya opname di rumah sakit tetapi tetap memaksakan diri untuk datang ke Indonesia. Karena letih dan sakit, di fanmeeting itu ia tidak dapat bernyanyi tetapi justru fans dialah yang bernyanyi untuk dia. Di hari yang sama, 3 November 2012, kali keduanya Wonder Girls datang ke Indonesia, namun tahun ini mereka menggelar konser tunggal “Wonder Girls World Tour”. Uniknya di dalam konser ini para personel Wonder Girls mengenakan kebaya dan batik dalam konser mereka.Sehari setelah itu menyusul fanmeeting aktor dan penyanyi multitalenta, Lee Seung Gi pada 4 November 2012. Belum berakhir kemeriahan K-pop di Indonesia. Pada 16 November 2012, untuk pertama kalinya sang gitaris jenius, Sungha Jung menyapa penggemarnya di Indonesia. Penampilan spesial yang ia sajikan bagi para penggemarnya adalah saat ia memainkan ukulele sebanyak tiga lagu.Semakin merambahnya konser-konser artis K-Pop di negeri ini, tidak hanya promotor, tetapi perusahaan-perusahaan besar juga tertarik untuk melakukan pengenalan brand mereka dengan mendatangkan artis luar negeri, seperti 4Men dan Dalshabet. Mereka melangsungkan showcase luar negeri pertama mereka di Indonesia pada 24 November 2012 yang disponsori oleh Panin Bank dengan tajuk “Super Asia Vagansa”. Akhir tahun 2012 ditutup pula oleh Konser spektakuler dari 2PM pada 8 Desember 2012. Tidak hanya konser, namun tahun 2012 terjalin pula kolaborasi industri hiburan Indonesia dan Korea. Hal itu bisa dilihat dari film kolaborasi IndonesiaKorea “Hello Goodbye” yang diperankan oleh Atiqah Hasiholan, Rio Dewanto, dan Eru. Film Hello Goodbye ini diputar sebanyak 3 kali di Busan International Film Festival 2012. Film yang mengambil latar belakang keindahan Busan ini sontak membuat orang-orang Korea yang hadir di sana antusias dan memberikan apresiasi yang tinggi bagi karya film ini. Drama kolaborasi Indonesia-Korea “Saranghae I Love You” yang mempertemukan Revalina

82


Maraknya Konser Artis Korea di Indonesia ...

S.Temat dan Tim Hwang ini selain diputar di Indonesia, juga ditayangkan di lima negara, seperti Singapura, Malaysia, Brunei Darusalam, Australia dan New Zealand. Di bidang lain, terjadilah kolaborasi pencarian ajang bakat antara Indonesia-Korea bernama “Galaxy Superstar” dimana pemenangnya ditraining selama tiga bulan di Korea,sebelum debut di Indonesia dan meluncurkan album. Dari konsep lagu, video klip, dan sebagainya diarahkan langsung oleh produser musik K-Pop yang sudah berpengalaman dan ahli di bidangnya. Itulah, tahun 2012 adalah tahun yang dipadati oleh aktivitas wira-wiri seleb Korea. Tidak hanya Jakarta saja yang dipadati, namun Bali pun seolaholah tidak ada hentinya dilalulalangi selebritis Korea untuk pemotretan majalah maupun hanya sekedar menikmati liburan di Bali. Sederet artis top kebanggaan Korea yang meluncur ke Bali di tahun 2012 untuk melaksanakan pemotretan adalah: Lee Hyori untuk majalah Nylon dan Cosmopolitan, Song Ji Hyo untuk majalah Singles, Boa untuk majalah InStyle, Jung Kyeo Woon untuk majalah L’O Hiciel Hommes, Won Bin, GDragon, dan masih banyak lainnya. Seo Hyun dan Hyo Yeon personel SNSD memilih Bali untuk menghabiskan masa liburan bersama keluarga mereka di Bali. Seo Hyun ke Bali dalam rangka merayakan tahun baru, sedangkan Yoo Chun personel JYJ mulanya berlibur untuk merayakan ulang tahunnya yang jatuh pada tanggal 4 Juni 2012, namun kesempatan itu pun juga ia manfaatkan untuk pemotretan majalah pula. Lombok, yang letaknya dekat dengan Bali pun juga menjadi target sasaran untuk syuting variety show “We Got Married” di Pulau Lombok.

Bagaimanakah di tahun 2013? Di awal tahun 2013 gelombang K-Pop dibuka pertama oleh “U-KISS Showcase & Fan party” pada 2 Februari 2013. Kemudian penggemar Korea mendapat durian runtuh oleh hingar-bingar “Music Bank World Live Tour” yang dihelat pada 9 Maret 2013, sekaligus untuk memperingati hubungan diplomatik Indonesia-Korea yang sudah terjalin selama 40 tahun. Di dalam konser tersebut, KBS memboyong artis top Korea seperti: Teen Top, Sistar, Eru, Infinite, Shinee, B2ST, 2PM, dan Super Junior. Program ini juga disiarkandi 72 negara didunia. Kemudian ada showcase B1A4 pada 12 Maret 2013. Kemudian 23 Maret 2013 terjadi fanmeeting Lee Min Ho dengan tajuk “First Love.... with Indonesia”. Showcase band akustik dari Korea Selatan, LunaFly digelar pada 28 Maret 2013. Disusul dengan Bigbang yang telah didaulat sebagai duta besar Kakao Talk, datang ke Indonesia pada tanggal 19 April 2013 dalam

83


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

rangka peluncuran aplikasi telepon pintar. Aplikasi Kakao Talk pun mulai masuk ke Indonesia. Konser penuh haru “ERU LIVE IN CONCERT” pada tanggal 20 April 2013 juga dimeriahkan oleh penampilan spesial dari penyanyi Korea Ailee, Bae.Chi.Gi, dan Shorry J (Mighty Mouth). Seminggu seusai konser Eru berlalu, pada 27 April 2013 U-Kiss menggelar konser amal dengan menyerahkan langsung barang-barang dari penggemar serta hasil dari lelang barang-barang mereka untuk para korban banjir yang membutuhkan. Belum rampung ternyata karena konser Super Junior diadakan kali kelima di Indonesia, bertajuk “SuShow” dan dihelat pada tanggal 1-2 Juni 2013. Konser akbar kemudian disusul oleh G-Dragon dalam 1st World Tour pada tanggal 15-16 Juni 2013 di Jakarta. Pembukaan Lotte Shopping Avenue yang digelar pada 22 Juni 2013 mendatangkan Kangin & Donghae Super Junior, VIXX, dan Glam. Serta masih banyak lagi sederet jadwal artis Korea yang direncanakan melakukan konser di Indonesia tahun 2013 ini. Bisa dilihat dari daftar ini, Infinite 1st World Tour “One Great Step” digelar pada 31 Agustus 2013, Girls Generation World Tour “Girls and Peace” diselenggarakan pada 14 September 2013, dan Sungha Jung live Concert pada tanggal 12-13 Okotober 2013. Setelah menilik ke belakang, artis-artis Korea yang pernah berkunjung ke Indonesia dengan berbagai macam aktivitas, dapat disimpulkan bahwa Indonesia bagaikan surga bagi para bintang idola K-Pop untuk mereka mengembangkan sayap ke Indonesia. Semakin banyak pula kerjasama yang terjalin di berbagai bidang seperti pertahanan keamanan, pertukaran kebudayaan, industri hiburan, perdagangan, pengenalan produk, dan lain-lain yang melibatkan banyak selebriti Korea dan sebagian dari Indonesia. Tidak heran jika banyak orang Indonesia dewasa ini mempelajari budaya dan bahasa Korea. Disadari atau tidak, pengaruh demam Korea di Indonesia telah membawa dampak yang nyata bagi hubungan persahabatan dari kedua tersebut ke arah yang lebih baik dan lebih maju. Pertanyaan besarnya adalah Mengapa saat ini terkesan Korea lebih banyak yang melakukan ‘eskpansi’ ke Indonesia? Kapankah giliran Indonesia melakukan hal yang sama dalam skala besar ke Korea? Itulah PR yang masih harus dituntaskan dalam menandai hubungan diplomatik 40 tahun kedua negara ini.

Penulis: Dorote Marenia adalah lulusan dari STIE Atma Bhakti Surakarta. Dia pernah bekerja di Nagaswara Music & Publishing dan pendiri United Kpop Lovers Indonesia (UKLI). Tulisan ini dibuat saat dia tengah mengikuti kursus bahasa Korea di Center for Korean Language & Culture, Hankuk University of Foreign Studies, Seoul. E-mail: niaukli@hotmail.com

84


BAGIAN III MENELUSURI BALIK HUBUNGAN KEDUA NEGARA DARI SISI PENDIDIKAN & RISET

85


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

86


Growing Enthusiasm, Diversifying Fields: Indonesian Studies in Korea

GROWING ENTHUSIASM, DIVERSIFYING FIELDS: INDONESIAN STUDIES IN KOREA4 [Studi Indonesia di Korea: Tingginya Semangat, Luasnya Cakupan] Jeon Je-Seong Kim Hyung-Jun

Introduction In 2013, Indonesia and Korea celebrate the fortieth anniversary of diplomatic relations. Indonesia has special meanings for Koreans. Supplying essential natural resources for living, Indonesia is the sixth largest export marketfor Korea. Korea’s direct investment into Indonesia has increased rapidly for the last two decades and Koreans in Indonesia, amounting to approximately fifty thousands, constitute the largest expatriate community there. Around forty thousand Indonesians work in Korea, making them the eighth largest foreign group. Indonesia is a strategic partner of Korea, supporting market economy and democracy, peace in the Korean peninsula and the idea of an ‘East Asian community’. As a way of commemorating the fortieth anniversary, this paper reviews the history of Indonesian studies in Korea. This examination is worthwhile to be carried out, in that development in the academic field has been in parallel with that in economic and socio-cultural arenas, thus portrayingan important facet of interrelationships between the two countries. In Korea, the first MA thesis dealing with Indonesia was submitted in 1962 (Oh 1962) and the first book on Indonesia, which was a translation of a Japanese book on Sukarno, was published in 1964 (Park K. 1964). Teaching of Indonesian language started in 1964 when the department of Indonesian and Malay language opened in Hankuk University of Foreign Studies. In 1968, the first journal article on Indonesia appeared, while in 1983, a PhD thesis dealing with Indonesia as the main object of study was submitted. Since then, Indonesian studies in Korea hascontinuingly expanded, and especially for the 4

This is a revised and abridged version of a paper, “Hangugeu Indonesia YeonguDonghyang: OejeogPaengchangeuJisog, NaejeogBunrieuSimhwa” (Indonesian studies in Korea: Continuing External Expansion, Deepening Internal Separation), carried in Asia Review (vol. 3, no.1) published by Seoul National University Asia Center.

87


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

last few years, its growth has been spectacular. This study covers the period between 1962 and 2012, analyzing the composition of Indonesian specialists and the research results of MA and PhD theses, journal articles and books. As the scope of this study is wide, this paper focuses on quantitative data only. Of the two authors, Jeon analyzesjournal articles, while Kim, theses and books. Through intensive communication, discussion and presentation, the authors could find a trend in Indonesian studies of Koreans, namely that it has expanded constantly for the last fifty years and that the pace has been accelerated in recent years.

Indonesianists in Korea In Korea, international area study began in earnest in the 1990s. Due to this relatively short history, the ways scholars initiate into this field are different from those intolong-established disciplines. First, scholars may expand their theoretical interest to a specific area(s). Second, scholars can incorporate specific area(s) into their research for comparative purposes. Third, scholars specialized in a certain area may add neighboring areas into their research. Forth, scholars starting their academic work both in a discipline and inarea study can continue their study on their specialized area(s). All Korean scholars doing research on Indonesia belong to one of the four categories. As a first step to identify Indonesianists in a broadest sense, two criteria are used: incorporation of Indonesia into scholars’ PhD thesis either as a major or minor case and publication of an article related to Indonesia in The Southeast Asian Review(hereafterSAR), a journal published by the Korean Association of Southeast Asian Studies.The first criterion is considered to indicate the original interest of scholars, while the second, to display the intention of scholars to engage in Indonesian studies. The scholars satisfying either of the criteria number fifty nine and their scholarly backgrounds areclassified into five.

88


Growing Enthusiasm, Diversifying Fields: Indonesian Studies in Korea

<Table 1> Division of Korean Indonesianists Cohort (1) outside Southeast Asia

(2) other southeast Asian countries (3) Indonesia and Korea (4) Indonesia and other Southeast Asian countries (5) Indonesia only

Background Scholars whose PhD thesis does not cover Indonesia but who later publish an article on Indonesia in SAR Scholars whose PhD thesis deals with other Southeast Asian countries, but who later publish an article on Indonesia in SAR Scholars whose PhD thesis compares Indonesia with Korea Scholars whose PhD thesis compares Indonesia with other Southeast Asian countries Scholars whose PhD thesis deals solely with Indonesia

Number 8

3

9* 10** 29

Note: cohorts 3, 4, and 5 are selected irrespective of their publication of an article in SAR. * including a scholar who writes a thesis on Indonesians in Korea ** including a scholar whose thesis compares Indonesia with countries outside Southeast Asia

Of the Indonesianists in its broadest sense, those who do not include Indonesia into their thesis (cohort 1 & 2) are eleven, whereas those who deal with Indonesia either wholly or partially (cohort 3, 4, & 5) number forty eight. This composition indicates Indonesian studies in Korea has passed through its initial phase and is ready to be undertaken by specialized researchers. As the cohort 5 (hereafter ‘specialized researchers’) is thought to have specialized capacity and commitment to conduct Indonesian studies, we further analyze their educational backgrounds. <Figure 1> indicates that scholars in political science and in disciplines related to economy such as economics, management and international trade number the most, followed by those in language and literature, and in anthropology. Their higher representation may be explained partially by the facts that Korean interest in international influences of Non-Alignment Movement was high under the Cold War and that relationship of Korea with Indonesia started and maintained most actively in economic domains. An interesting finding is a relatively weak representation of history. There are only two historians, who have only recently obtained their PhDs.5The tendency of the mainstream Korean historians of Asia concentrating on Chinese history and a high barrier to enter historical study of Indonesia which requires linguistic competences in Indonesian, local languages and Dutch may account for this shortage. 5

They are Song Seung Won who obtained her PhD in 2008 and YeoYunkyung, in 2012.

89


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

<Figure 2> Major of Specialized Researchers (the cohort 5)

In Korea, only two universities, Hankuk University of Foreign Studies (HUFS) and Pusan University of Foreign Studies (PUFS) open undergraduate courses to teach Indonesian language and literature, of which HUFS has a longer history of establishment. Given the relatively short history of Indonesian studies, the role of undergraduate study in arousing interest in area study and the advantage of linguistic competence in pursuing area study, it can be assumed that HUFS has produced a large proportion of ‘specialized researchers’. This is confirmed by the data, showing that, except for five researchers whose informationis not available, fifteen obtained their BA from HUFS, whereas nine, from other Korean universities. As the graduate study is important for area study, their graduate education is also analyzed. Interestingly, 66 percent obtained their PhD degrees from overseas. The institutions where they pursued their graduate study the most are Indonesian universities (8 persons; including one in Malaysia) and Korean universities other than HUFS (8). Universities in the US (6) and Australia (3)are also the favorite destinations for graduate study, followed by those in the UK (2) and HUFS (2). Of the fifteen researchers who received their undergraduate education from HUFS, only two continued their graduate study there. The others pursued their PhDs in Indonesia (8; including one in Malaysia), the US (3), Australia (1) and the UK (1). The data imply a strong preference for foreign institutions among the undergraduates of HUFS. In 1983, the first thesis on Indonesia was submitted by Kim Youngkuk to Kyonghee University under the title of “Indonesiaeu Gyongje Baljeonegwanhan

90


Growing Enthusiasm, Diversifying Fields: Indonesian Studies in Korea

Sahoegyungjehagjeog Bunseog” (Socio-Economic Analysis of Economic Development of Indonesia). In 1989, Shin YoonHwan submitted to Yale University a thesis entitled “Demystifying the Capitalist State: Political Patronage, Bureaucratic Interests, and Capitalists-in-Formation in Soeharto’s Indonesia”, which heralded that Indonesian studies by Korean scholars would blossom in the following decades. In order to examine the historical development in the study of specialized researchers, the years of their thesis submission are collected. <Figure 3> Years of Obtaining PhD by Specialized Researchers

Six theses in the 1990s, fourteen in the 2000s, and seven in the 2010-12 have been submitted. A remarkable increase in 2000-2004 may not go unnoticed. Considering that 4-5 years or more are required to complete a PhD thesis based on intensive fieldwork, the increase may be explained by the academic condition of the early- and mid-1990s. This was the time when the Kim Young Sam Government, setting up a political slogan of ‘internationalization’, increased its support for international area study by financing graduate schools specialized in area studies and fieldwork expenses of graduate students. The strong drive of the government triggered interest in area study, and this eventually resulted in the growth of PhD in the early 2000s. After a relative decrease in the period between 2005 and 2009, the number of PhD has increased again in the early 2010s. For three years between 2010 and 2012, seven new PhD scholars were added, a phenomenon requiring additional explanations. In the early 2000s when these new PhD receivers began their graduate study, academic interest in Indonesia surged in Korea. Both countries experienced the so-called Asian financial crisis in the late 1990s

91


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

and the process of democratization in Indonesia made it possible to do research on topics which had not been permitted. In addition, economic relations and human exchanges between the two countries had been expanding throughout this period. It seems that growing economic, socio-cultural and human exchanges strengthened interest in Indonesia, which impacted positively on the academic world. Recent increase in the number of the specialized researchers makes it possible to appraise that scholarly interest in Indonesia have entered the right track and that the basis to reproduce Indonesian studies in Korea has been solidly established over thirty years since the first PhD thesis on Indonesia was produced.

MA and PhD Thesis on Indonesia Analysis of the specialized researchers presents a partial picture of Indonesian studies in Korea. To supplement this, data on MA and PhD theses related to Indonesia and submitted to Korean universities are to be provided. As the theses’ topics reflect trends in the academic circle, examination of them may give us a glimpse of whether Indonesia is regarded as a proper subject of study among Korean academics. The first MA thesis entitled ‘Hangugeu Sinsijangeroseo Indonesiaea deahan Gochal’ (Observation on Indonesia as an Emerging Market for Korea) was submitted in 1962. Entering the 1970s, theses investigating economic relations with Indonesia appeared steadily, while two theses dealing respectively with language and politics (An 1976; Choi 1973) were newly submitted. One of the interesting theses of this period is ‘Sanrimgaebalae iteoseo Wongagyesanae daehan Yeongu’ (A Study on Cost Accounting of Forest Development Enterprise). It can be assumed that the importance of import of Indonesian timber impacted upon the selection of thesis topic. An increase in MA and PhD theses is visible in the periods after the 1980s.6 The number of thesis which was 37 in the 1980s grew to 57 in the 1990s and to 102 in the 2000s. <Figure 4> outlines the growth of thesis on Indonesia since 1962.

6

Data for this section were obtained from the keyword search of ‘Indonesia’ in the database of Library of Korean Congress. As a result, the theses which do not contain ‘Indonesia’ in their title or as keywords are not included for this analysis.

92


Growing Enthusiasm, Diversifying Fields: Indonesian Studies in Korea

<Figure 4> Number of MA and PhD Thesis submission

The submission of thesis increased rapidly in the early 2000s and the trend has continued since then, a development similar to that among the specialized researchers. As has been discussed before, the rapid growth is related initially to the popularity of area study in the 1990s and later to expanding interest in Indonesia as a subject of graduate research. An increase in the thesis submission has taken place along with diversification of universityin which graduate students have been enrolled. In the 1970s, 10 theses were submitted to 6 universities, in 1980-84, 13 theses to 8 universities, and in 1985-89, 24 thesesto 10 universities. In the 1990s, the number of university reached 18 while in the 2000s, 25. In 2010-12, the number of thesis decreases from 50 to 43, but that of university increases to 27. <Figure 5> Number of University Producing MA and PhD Theses on Indonesia

93


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

The diversification of university indicates that popularity of Indonesia as a topic for research has grown and has spread to wider regions of Korea. Considering that universities hosting the specialized researchers on Indonesia are limited in number, the diversification enforces many MA and PhD candidates to be under supervision of supervisors without background of Indonesian studies. This suggests thata substantial portion of the MA and PhD researches has been carried out not in terms of Indonesian area study but in terms of majoring disciplines. Thetopics of MA and PhD theses also tend to be diversified. The subject matters which had been concentrated primarily on economy, management and international trade extended later to cover politics and society and culture, while thesis in theology and science and engineering have also increased. Two hundred forty nine theses, which have been submitted to Korean universities since 1962 consist of 71 in the fields of economy, management and international trade, 48 in politics and international relations, 41 in society and culture, 39 in theology, 23 in language and literature, 18 in science and engineering, and 9 in history. A historical look makes it possible to distinguish a shift in popular thesis topics, as is in <Figure 6>. <Figure 6> Fields of Study of MA and PhD Theses on Indonesia

Before 1985, the theses on economics, management and international trade (here after ‘economy’) dominate Indonesian studies in Korea. Their dominance continues in 1985-94, while an increase is clearly visible in politics and international relations (hereafter ‘politics’). The next periodof 1995-2004 witnesses a surge in the fields of ‘society and culture’, in addition to the

94


Growing Enthusiasm, Diversifying Fields: Indonesian Studies in Korea

continuing popularity of ‘economy’ and ‘politics’. The period after 2005 sees a sudden shift in the atlas of popular subjects. ‘Society and culture’ comes to the fore, to the extent that the number of thesis in this field is equivalent to the sum of ‘economy’ and ‘politics’. A gradual increase in the other two fields is recorded, so that the theses in ‘language, literature and history’ exceed those in ‘politics’. In sum, the data suggest a shifting popularity in the topics of research on Indonesia, from ‘economics’, to ‘politics’, and to ‘society and culture’. To explain this shift, it is necessary to consider that the classification of theses into the field of ‘society and culture’ is based not on disciplines but on topics. Most theses in ‘society and culture’are thereforeproduced not from traditional disciplines of sociology and anthropology, but from other disciplines.In addition, ‘society and culture’ includes theses which are not classified into the other four relatively well-bounded topics. Accordingly, the increase in the thesesof this categorycan be attributed more to the emergence of new research topics related to society and culture than to the growth of interest from established disciplines.7 In sum, the submission of the thesis has increased since the 1980s and a rapid growth is visible in the 2000s. Diversifications of the universities producing the theses and of the fields of study have continued over the same period. A shift in the popular areas of study is discernable, so that the previous dominant areas of study have been replaced by the emerging field of study, ‘society and culture’. Theses in the fields of ‘language, literature and history’ and ‘science and engineering’ have been also liable to gradual increase.

Journal Articles on Indonesian Studies Data for this section were collected from keyword search of ‘Indonesia’ in Korean Educational Information Service (http://www.riss.kr). After data were pooled, anonymous articles, news briefs, writings in non-academic periodicals, book chapters, duplicate articles, writings in the proceedings, book reviews and articles of foreign authors were excluded. The results thus obtained consist of 438 articles. The first journal article on Indonesia was published in 1968 in Beobjeonghagbo (Review of Law and Politics) of Ehwa Woman’s University, dealing with Sukarno and modernization of Indonesia. The next year, the second article on the role of Sukarno in national integration and his charismatic rule, appeared in Jeongchi Oeigyohagbo (Review of Politics and International 7

Concerning migrant Indonesian laborers, for example, there are theses submitted by graduate students from various disciplines, such as economics, Korean literature, social welfare and anthropology. See Kim M(2004), Yun Y (2007), Kim M (2011) and Yu (2011).

95


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

Relations) published by Kyongbuk National University. In 1970, Beobjeonghagbo presented another article on Indonesia, which discusses women’s movement in Indonesia. Half of the twelve papers published between 1968 and 1977 deal with political issues, while the other half discuss issues in education, language, trade, patent right, rural community and rice cultivation. Of the authors of these pioneering works on Indonesia, only one is a well-known Indonesianist, namely Ahn Yong-Ho, a former professor in the department of Indonesian and Malay Language in HUFS. <Figure 7> Growth of Journal Articles on Indonesia

As is the case in the thesis submission, a sharp increase in journal articles on Indonesia is visible in the first half of the 2000s and again in the 2010s. A shifting popularity in the field of studyas is visiblein the thesisis also found in the journal articles. Summing up the whole articles published for the last 45 years, those in ‘society and cultures’ number the most (103 articles), followed by those in ‘politics’ (100 articles) and those in ‘economy’ (89 articles).

96


Growing Enthusiasm, Diversifying Fields: Indonesian Studies in Korea

<Table 2> Publication Years and Fields of Study of Journal Articles on Indonesia

Before 1979 198084 198589 199094 199599 200004 200509 201012 Sum

Economy, management &trade 3

Politics& International relations 6

Society & Culture 3

Language & Literature 1

History

Theology

Sum

0

Science & Engineering 1

0

14

4

2

1

6

1

0

0

14

6

5

1

5

3

0

0

20

10

11

7

4

4

5

0

41

17

12

17

4

3

9

1

63

18

29

22

8

2

13

2

94

9

18

21

10

4

16

1

79

22

17

31

9

11

23

0

113

89

100

103

47

28

67

4

438

Articles in ‘science and engineering’cover such diverse issues in agriculture, forest, geology, minerals, ocean, foods, clothes, architecture, health, disease and environment. A noticeable finding in table 2 is a low representation of articles in theology, the field which receives attention from MA and PhD candidates. This may be attributed to the orientation of researchers in theology, who lay stress more on ‘practical’side of their study. Articles in ‘history and language and literature’have not been published as frequently as those in ‘society and culture’. A shift in popular topics from ‘politics’ and ‘economy’ to ‘society and culture’can be also traceable. In the 1980s and 1990s, a preference for ‘politics’ and ‘economy’ is recorded, while ‘society and culture’ begins to surge in the 2000s. Unlike that in the thesis, the increase in ‘science and engineering’ is clearly visible, so that between 2010 and 2012, articles in this field are positioned as the second,following ‘society and culture’.

97


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

<Figure 8> Fields of Study of Journal Articles on Indonesia

Finally, the internationalization among Korean scholars is to be examined. A brief search ofGoogle Scholar (http://scholar.google.com/) gives an impression that the publication of Korean Indonesianists in foreign journals has been growing. The search of the names of sixteen Indonesianists who wrote his or her PhD thesis in languages other than Korean results in 25 articles written by nine authors. Chronologically, the first article was written by Shin (1991), followed by Kim (Kim HJ 1998a, 1998b, and 1998c). In the 2000s, twelve articles were published by eight authors, seven of which were published for the past four years.8 The brief examination suggests that the internationalization of Korean Indonesianists has been accelerated. This trend does not mean, however, that their research resultsare circulated in Korea. Only three of the nine authors published a book in Korean, while some have not selected SAR as a place to publish their research results. On the other hand, the activities of these scholars have not been circulated directly into Indonesia. Just one out of the 25 articles was carried in a journal published in Indonesia (Kim 1998c). Some articles of Korean scholars in Indonesian journals are unsearchable through Google (for example see Kim HJ 2010; Kim JG 2008; Normaliza & Kim JG 2012; and Song 2012), but it cannot be denied that formany Korean Indonesianists, the internationalization means to write articles in English journals. More efforts should be made by Korean Indonesianists to transmit their research results into the academic world of Indonesia, which would play an important role in promoting mutual interactions and understandings between the two nations. 8

Consult the reference at the end of this paper for the articles published by Korean scholars in foreign journals.

98


Growing Enthusiasm, Diversifying Fields: Indonesian Studies in Korea

Books on Indonesia Compared with the proliferation of theses and journal articles, publication of books on Indonesia has been sluggish. Since the 1960s, only thirty one books (including translations) have been issued. Even when policy papers, travelogues and essays, and translatednovels are included, the number does not exceed a hundred. Thirty one publications consist of books on politics (8 books), on society and culture (7 books), on language and literature (6 books, excludingtextbooks for language learning), on economy and management (5 books), on history (4 books) and on theology (1 book). In spite of this shortage, introductory books in the major fields of study have been produced. These are Indonesiaeohak Gaeron (Introduction to Indonesian Linguistics) (Ahn 1994), Indonesia Munhakeu Ihae (Understanding of Indonesian Literature) (Goh 2004), Indonesiasa (History of Indonesia) (Yang 1994), Indonesia Hyundaejeongchiron (Modern Politics of Indonesia) (Yang 1996), and Indonesia Sahoewa Munhwa (Society and Culture of Indonesia) (Yang 1997 et al.). As published in the 1990s except for Indonesia Munhakeu Ihae, these books have difficulty in incorporating recent Korean interest in Indonesia. Moreover, some of them were based not on extensive research of authors but on existing publications of foreign scholars, and thus do not properly reflect the concern of Koreans over Indonesia. Recently, several books were published by Korean Indonesianists with their long research activities in Indonesia. Based on their firsthand experiences, Shin (2008), Kim HJ (2012), and Yang (2012) produced books dealing with diverse aspects of Indonesian society and culture. As the titles indicate9, however, these are not research monographs per se but are the collection of their personal experiences and memoirs. Alternatives to the books written by Korean Indonesianists are the translation of works by foreign scholar, which may be used usefully for beginners of Indonesian area study. The publication of the translated books has been also sluggish, and since the 1990s, only nine translated books were published.10 The translated books are small in quantity and do not include famous works representing Indonesianarea study. Some of the original authors are 9

10

Shin’s book is entitled “Taking a walk on Southeast Asian Culture: Thick Reading of Southeast Asia by Shin Yoon Hwan”, Kim’s book, “A Man Running over the Equator: Reading Indonesia by a Cultural Anthropologist”, and Yang’s book, “Country of My Daughter-in-law: Taking a Walk on Indonesian Culture by Professor Yang Seung Yoon.” Two biographies of Sukarno were published in 1964 and in 1972, but are not included in this analysis. For the translated books, see Clifford Geertz (1998 & 2012), Koentjaraningrat (2001), Giles Milton (2002), van den End (2004), Harold Crouch (2009), JakobSumarjo (2009), Vltchek (2011) and AikoUtsmi et al. (2012).

99


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

renowned Indonesianists, but the books for translation are not their major works on Indonesia. For example, not the classical work of Koentajaningrat on Indonesian culture, Javanese Culture, but his edited book, Masyarakat Terasing di Indonesia, is selected for translation. Shortage of published books prevents initial interest in Indonesian studies from extending into serious intention to carry out it. Considering that many MA and PhD candidates are taught by supervisors without experiences in research on Indonesia, this shortage makes it difficult for them to be exposed to classical works on Indonesia. As the manpower for Indonesian studies has been well furnished, more efforts should be made to publish research results in books and monographs. In quantitative terms, books and translations are surpassed by policy papers, travelogues and essays and literary works, whose total sum reached 62 since the 1990s. In the case of policy papers, growth is visible not only in their number but in that of issuing institutions. While four institutions such as Korean Institute for International Economic Policy (KIEP), Korea Trade-investment Promotion Agency (KOTRA), Korea Employers Federation, and People’s Solidarity for Participatory Democracy (NGO) publish policy papers in the 1990s, the issuing agency increases to eight in the 2000s, including Korea Labor Foundation, Korea Women’s Development Institute, Korean Development Institute and Korea Research Institute. The authors of travelogues and essays are mainly those living in Indonesia as embassy officials, students, resident employees and newspaper correspondents. Their works can provide the firsthand information on Indonesia but cannot easily transform beginners’initial interest to more serious intention to undertake Indonesian studies. It is difficult to clarifythe reasons for the abundance of travelogues and essays, but the lack of scholarly works readily accessible by the public, may partially explain this.

Concluding Remarks Indonesian studies in Korea has expanded quantitatively for the last fifty years, and the fields of study have been diversified. Especially since the 2000s, the pace of growth has been accelerated, to the extent that, in the 2010s, approximately fifteen MA and PhD theses are produced and about forty journal articles are published annually. Social scientific study has taken the lead, while researchers in science and engineering have become more actively engaged in Indonesian studies. The current state of growth is expected to continue for a while, since demands for Indonesian studies from three sectors - government, business

100


Growing Enthusiasm, Diversifying Fields: Indonesian Studies in Korea

and civil society - have been expanding. Amid the remarkable growth, Indonesian studies has shown some weaknesses. Lack of publication of research in books and monographs is a serious problem, making it difficult for beginnersto transform their initial interest in Indonesian studies to serious intention to pursue it. Lack of desire of the specialized researchers to publish their research results in Indonesian journals prevents the development of interchanges between Korean and Indonesian scholars. The fact that most MA and PhD candidates are trained under the supervision of non-Indonesian specialists make it difficult for Indonesian studies to solidify its basis of reproduction in Korea. The present time is the most critical moment in the history of Indonesian studies in Korea. It is important becauseincreasing human and economic exchanges between Korea and Indonesia provide a cornerstone for activating scholarly interest and activities. Thus, the fortieth anniversary of diplomatic relations between Korea and Indonesia is not just a time to celebrate what has been achieved, but an opportunity to contemplate the future. The Indonesian specialists should play more active roles in spreading their research result and in educating the next generation of Indonesian scholars. When these efforts are properly carried out, Indonesian studies in Korea can be upgraded to a mature stage and will bring more tangible benefits to both Korean and Indonesian academic world.

References In Korean (Order of Authors by Korean alphabet) GilesMilton (translated by Son Won Jae). 2002.HyangryoJeonjaeng (Nathaniel’s Nutmeg). Seoul: SaenggageuNamu. GohYounghun. 2004.Indonesia Munhakeu Ihae (Understanding of Indonesian Literature). Seoul: Hankuk University of Foreign Studies Press. Koentjaraningrat (translated by Yang Seung Yun et al.). 2001.Indonesiaeu Goripjongjogsahoe (Masyarakat Terasing di Indonesia). Pusan: Pusan National University Press. Kim Mihyang. 2011. ”IndonesiainHaksepjarelwihanHankukeoHochingeoJichingeoGyoyugYeongu: IjunodongjaChogebHagsebjarelJungsimero” (A Study on Korean Terms of Address and Terms of Reference for Indonesian Learners: Focus on the Beginner of Migrant Laborers).MA Thesis. Pusan: Pusan National University. Kim Minjeong. 2004. ”OeguginIjunodongjaSeonghirongInsikegwanhanYeongu: Pilpipin, Indonesia, VetnamIjunodongjarelDaesangero” (A Study on Perception to Sexual Harassm ent of Foreign Migrant Laborers). MA Thesis.Kangnam University.

101


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

Kim Hyung-Jun. 2012.JeokdorelDalinenNamja: EoneMumhwailyuhakjaeu Indonesia GibiIlgi(A Man Running over the Equator: Reading Indonesia by a Cultural Anthropologist). Seoul: Imagine. Kim Hyung-Jun &Jeon Je Seong. 2013. “Hangugeu Indonesia YeonguDonghyang: OejeogPaengchangeuJisog, NaejeogBunrieuSimhwa.” (Indonesian studies in Korea: Continuing External Expansion, Deepening Internal Separation). Asia Review 3(1). Park Kyongjong (transl.). 1964. Sukarno: WidaehanAkinieuGgum (Sukarno: A Dream of Great Villain). Seoul: Sintaeyangsa. van den End (translated by Bae Seong Young). 2004. Indonesia Gyohoesa (History of Indonesia Church). Seoul: Anugeora. Shin MyongCheol. 1976. “SanrimgaebalsaeupeiteoseoeuWongagyesanjedoedaehan Yeongu” (A Study on Cost Accounting of Forest Development Enterprise). MA Thesis.Korea University. Shin Yoon Hwan. 2008.DongnamaMunhw aSanchaeg: Shin Yoon HwaneuDongnamaGibgeIlgi(Taking a walk on Southeast Asian Culture: Thick Reading of Southeast Asia by Shin Yoon Hwan). Seoul: Changbi. Cindy Adams (translated by Kim Manki).1967. Sukarno(Sukarno). Seoul: Donga PRYeongusoChulpanbu. JeongHongjin& Yu Wansik (transl.).1972. SegyeeuDaeinmuljeonjib 6: Sukarno/ Tito (Collected Works of Great Persons 6: Sukarno/ Tito). Seoul: HallymChulpansa. Vltchek Andre et al. (translated by YoeUn Kyung). 2011. Jakgaeu Mangmyoung (Conversations with Pramoedya Ananta Toer). Seoul: Humanitas. Ahn Yong Ho.1976.”MaleijiaeowaIndonesiaeoeuBigyoYeongu”(Comparative Study of Malay and Indonesian). MA thesis.Hankuk University of Foreign Studies. ___________. 1994. Indonesiaeohak Gaeron (Introduction to Indonesian Linguistics). Seoul: Hankuk University of Foreign Studies Press. JakobSumarjo (translated by Kim Jang Gyem). 2009. Indonesia Soseoleu Ihae (Konteks Sosial Novel Indonesia 1920-1977). Seoul: Hankuk University of Foreign Studies Press. Yang Seung Yoon.1994. Indonesiasa (History of Indonesia). Seoul: DaehangyogwaseoJusighoesa. ______________. 1996.Indonesia Hyundaejeongchiron (Modern Politics of Indonesia). Seoul: Hankuk University of Foreign Studies Press.

102


Growing Enthusiasm, Diversifying Fields: Indonesian Studies in Korea

______________. 2012.Jageunmyonerieu Nara: Yang SeungYoon Gyosueu Indonesia MunhwaSanchaeg(Country of My Daughter-in-law: Taking a Walk on Indonesian Culture by Professor Yang Seung Yoon). Seoul: Samwooban. Yang Seung Yoon et al. 1997.Indonesia Sahoewa Munhwa (Society and Culture of Indonesia). Seoul: Hankuk University of Foreign Studies Press. Oh Jin Seok. 1962. “Hangugeu Sinsijangeroseo Indonesiaea deahan Gochal” (Observation on Indonesia as an Emerging Market for Korea). MA Thesis.Seoul National University. AikoUtsmi et al. (translated by Kim Jong Ik). 2012.JeokdoeMuthida (Revolt of Koreans in the Equator). Seoul: Yeogsabipyungsa. Yu Il Sang. 2011. “ChogugjeogGongganeuGuseonggwaIjuJeonryag: Gugnae Indonesia NodongjaeuSarye”(Constitution of Transnational Space and Migration Strategy: Cases of Indonesian Laborers in Korea). MA Thesis.Ansan: Hanyang University. Yun Ye Rim . 2007. “GuggaeuIjunodongjaGwanrirelwihanGajogtongjeseongchaeg: HangugeuIndonesiawaPilipinNodongjarelJungsimero” (Family Control Policy of the State for Managing Migrant Laborers) MA Thesis. Seoul: Seoul National University. Jeon Je Seong&Yuwanto.2013. Indonesia SogeuHangug, HangugSogeu Indonesia (Korea in Indonesia, Indonesia in Korea). Seoul: Imagine. Choi Bongho.1973.”Indonesia GyodoMinjujueueuSaengseongkwaBaljeongwajeong”(Process of Creation and Development of Indonesia Guided Democracy). MA Thesis.Hankuk University of Foreign Studies. Clifford Geertz. (translated by Moon Ok Pyo). 1998. Munhwaeu Haeseog (Interpretation of Cultures). Seoul: Ggachi. ____________. (translated by Kim Hyung-Jun). 2012. Nongeobeu Naehyangjeog Jeonghyohwa (Agricultural Involution). Seoul: Iljogag. Harold Crouch. (translated by Shin Yoon Hwan & Jeon Je Seong) 2009. DongnamaGwonwijueueuYoegsajeogGiwon (Economic Change, Social Structure and the Political System in Southeast Asia). Seoul: Imagine. In English Choi, N. 2004.”Local Elections and Party Politics in Post-Reformasi Indonesia: AView From Yogyakarta.” Contemporary Southeast Asia 26(2). ______. 2007a. “Local Elections and Democracy in Indonesia: The Riau Archipelago.”Journal of Contemporary Asia 37(3).

103


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

______. 2007b. “Elections, Parties and Elites in Indonesia’s Local Politics.”South EastAsia Research 15(3). ______. 2009. “Democracy and Patrimonial Politics in Local Indonesia.” Indonesia88. Jeon, Je Seong. 2009. “Strategies for Union Consolidation in Indonesia: the Case ofthe SPSI Maspion Unit 1, Sidaorjo, East Java.” Labour and Management inDevelopment 9. ______. 2011. “Historical Dynamics of Southeast Asian Studies in Korea.” KyotoReview of Southeast Asian Studies 11. Kang, Yoonhee. 2002. “Endearing or En-daring?: the Pragmatics of Love in aPerformance of Honey Collecting Ritual among the Petalangan People inIndonesia.”Texas Linguistic Forum 44(2). ______. 2002. “Addressing the Invisible World: Indexicality, Iconicity and the CulturalConcept of Self in Belian, a Petalangan Healing Ritual in Indonesia.”TexasLinguistic Forum 44(1). ______. 2003. “The Desire to be Desired: Magic Spells, Agency and the Politicsof Desire among the Petalangan people in Indonesia.”Language &Communication 23(2). ______. 2006. “‘Staged’ Rituals, ‘Veiled’ Spells: Multiple Language Ideologiesand Transformations in Petalangan Verbal Magic.”Journal of LinguisticAnthropology 16(1). ______. 2007. “Unintelligibility and Imaginative Interpretation in a PetalanganHealing Ritual.”TEXT & TALK 27(4). Kim, Hyung-Jun. 1998a.”The Changing Interpretation of Religious Freedom inIndonesia.”Journal of Southeast Asian Studies 29(2). ______. 1998b. “Unto You Your Religion and Unto Me My Religion: MuslimChristianRelations in a Javanese Village.” Sojourn: Journal of Social Issues inSoutheast Asia 13(1). ______. 1998c. “The Islamization of Others’ Everyday Life: A Case from Yogyakarta.”Antropologi Indonesia 57. ______. 2002. “Agrarian and Social Change in a Javanese village.” Journal ofContemporary Asia 32(4). ______. 2010. “Praxis and Religious Authority in Islam: The Case of Ahmad Dahlan,Founder of Muhammadiyah.”StudiaIslamika17(1). Kim, Jang Gyem. 2008. “KajianSemiotikdalam Novel-Novel MochtarLubis.” SARI:JurnalAlamdanTamadunMelayu26. NormalizaAbd Rahim & Kim Jang-Gyem. 2012. “Malay Language among KoreanLearners of Media.” Malaysian Journal of Educational Technology 12(3).

104


Growing Enthusiasm, Diversifying Fields: Indonesian Studies in Korea

Park, J. B. 2012. “Managing Socio-Economic Crisis in Indonesia: The Role ofInterfaith Civic Organisations in Yogyakarta during the 1998 EconomicCrisis.”Indonesia and the Malay World 40(116). Seo, M. 2012a. “Defining ‘Religious’ in Indonesia: Toward Neither an Islamic nor aSecular State.”Citizenship Studies 16(8). ______. 2012b. “Falling in Love and Changing Gods: Inter-Religious Marriage andReligious Conversion in Java, Indonesia.” Indonesia and the Malay World41(119). ______. 2013. “Missions without Missionaries: the Social Dimension of ChurchGrowth in Muslim Java, Indonesia.” Islam and Christian-Muslim Relations24(1). Shin, Yoon Hwan. 1991. “The Role of Elites in Creating Capitalist Hegemony inPost-Oil Boom Indonesia.” Indonesia 51. Shin, Yoon Hwan and Y. L. Lee. 1995. “Korean Direct Investment in Southeast Asia.” Journal ofContemporary Asia 25(2). Song, Seung-Won. 2013. “Being Korean in Buton? The Cia-Cia’s Adoption ofthe Korean Alphabet and Identity Politics in Decentralised Indonesia.”Kemanusiaan20(1).

Penulis: Jeon Je-seong adalah profesor (associate professor) di jurusan Ilmu Politik, Chonbuk National University. E-mail: jjeseong@gmail.com. Sedangkan, Kim Hyung-Jun adalah profesor di jurusan Antropologi Budaya, Kangwon National University. E-mail: sumber@hanmail.net.

105


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

106


Studi Korea di Indonesia: Keadaan Saat Ini dan Masa Depannya

STUDI KOREA DI INDONESIA: KEADAAN SAAT INI DAN MASA DEPANNYA11 Suray Agung Nugroho

Pendahuluan “Semakin banyak siswa dan mahasiswa Indonesia yang memandang bahasa Korea sebagai bahasa asing pilihan atau jurusan studinya. Jumlah peminat atau siswa Indonesia yang ingin meneruskan studi lanjut terkait bahasa dan ke-Korea-an di Korea pun juga meningkat. Budaya pop Korea bisa dikatakan telah memicu lahirnya para penikmat dan peminat Kora di Indonesia.” Sebagai seorang peneliti yang menggeluti bidang ke-Korea-an, saya menyimpulkan hal itu. Sebagai orang Indonesia yang saat menulis paper ini sedang berada di Korea dan meneropong Korea, saya mengetahui betul fakta-fakta itu. Indonesia—seperti negara-negara lain di dunia—tak bisa lagi membendung aliran budaya Korea atau menjauhkan diri dari pengaruh, pesona, dan daya tarik Korea sebagai sebuah entitas dan “merek” sebuah negara. Sebelum masuk langsung ke inti tulisan ini, saya ingin menyampaikan dua pemikiran kecil di benak saya saat menulis paper ini. Pertama, meneropong hubungan Korea-Indonesia saat ini hanya akan sia-sia dan tak bermakna tanpa mengintip semakin derasnya arus dan pengaruh budaya kontemporer Korea di Indonesia. Maksud saya adalah bahwa hallyu dalam konteks luas baik disadari atau tidak merupakan urat nadi mengalirnya pengaruh Korea ke Indonesia, atau sebaliknya pengaruh Indonesia ke Korea dalam konteks sempit—kalau itu pun ada. Dalam hal ini, jika kita mencermati beritaberita tentang hubungan Korea-Indonesia, hallyu dengan segala pesona dan kekuatannya sering kali menjadi topik utama yang menghiasi hubungan kedua negara ini. Dengan kata lain, berita ekonomi, sosial, ataupun politik

11

Paper ini berdasarkan pengalaman kerja penulis sebagai staf di Pusat Studi Korea, Universitas Gadjah Mada, staf di INAKOS (International Associationo f Korean Studies in Indonesia), dan berbagai laporan tertulis tentang keadaan Studi Korea di Indonesia.

107


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

antarkedua negara ini sering kali terkait atau dikaitkan dengan budaya populer Korea saat ini. Kedua, saya ingin membawa ingatan kita semua pada tahun 2009 saat Indonesia dan Korea memperbarui hubungan lima dekade dengan dimulainya lagi kemitraan strategis di berbagai bidang kerjasama. Kepala negara kedua negara menyatakan minat dan keseriusan mereka untuk terus melanjutkan hubungan saat ini. Selanjutnya, pada tahun 2011 pemerintah kedua negara sekali lagi menandatangani nota kesepahaman (MoU) dalam bidang ekonomi dan investasi. Diharapkan perjanjian kemitraan bisnis seperti itu bisa membuat dua negara menjadi salah satu hub investasi di dunia. Kehadiran ratusan perusahaan Korea di Indonesia, mantapnya hubungan dua negara, dan meningkatnya jumlah saling kunjung warga negara dua negara ini, terutama dalam hal pertukaran budaya telah dalam tahap tertentu semakin memberikan gambaran bagaimana hubungan dua negara. Terlebih pada tahun 2013 dengan genap 40 tahun hubungan diplomatik kedua negara, momen inilah yang perlu diingat oleh semua pihak terkait tentang pentingnya hubungan dua negara ini. Berdasarkan dua pemikiran itu, saya akan memulai memaparkan bagaimana studi Korea (SK) atau kajian Korea (KK) telah berkembang atau paling tidak bagaimana studi ini dipandang di Indonesia. Selanjutnya, istilah yang akan saya gunakan di paper ini adalah SK. Namun, sebelum memulai lebih lanjut, ada baiknya saya jelaskan bahwa jika kita menyebutkan istilah ‘Studi Korea’ di Indonesia, orang awam akan dengan mudah memahami dan membayangkannya sekedar ‘bahasa Korea’. Dari sudut pandang ini saja, kita perlu melihat bahwa SK di Indonesia masih dalam tahap pasca tahap awal perkembangan. Dalam artian bahwa SK di Indonesia belum mendarah daging atau dikenal luas seperti halnya Studi Amerika, misalnya. Namun demikian, saya bisa paparkan bahwa hal itu tidak berarti bahwa SK kurang mendapat perhatian atau dukungan. Apa yang saya paparkan di paper ini malah akan menunjukkan fakta-fakta sebaliknya.

Mengintip Sekilas tentang Perkembangan Studi Korea di Indonesia dalam Tahun-Tahun Awal Permulaan Mengapa tadi saya katakan bahwa SK di Indonesia masih di tahap pasca tahap awal pendirian? Bukankah SK telah dimulai di paruh kedua tahun 1980-an yang berarti sudah hampir dua dekade? Untuk menjawab pertanyaan itu, saya akan berangkat dari perspektif sejarah tentang bagaimana Studi Korea (baca: “bahasa Korea” dalam segi tertenu) menancapkan jangkarnya di Indonesia. Kemudian, saya akan lanjutkan tentang keadaan saat ini dan

108


Studi Korea di Indonesia: Keadaan Saat Ini dan Masa Depannya

permasalahan yang bisa menghambat kelanjutan perkembangan SK serta bagaimana kans pengembangan SK di Indonesia pada masa mendatang. Dalam hal ini, ada baiknya saya menyebut dua universitas negeri di Indonesia (UGM & UI) yang telah menempatkan dirinya sebagai pusat kajian ilmu Korea di Indonesia. Saya tidak mengada-ada atau melebih-lebihkan karena kedua institusi ini memang telah berperan baik langsung maupun tidak langsung dalam mendukung hubungan Korea-Indonesia. Untuk memulai gambaran sejarah, perlu diketahui bahwa bahasa Korea pada tahan awal diperkenalkan pada para mahasiswa sebagai mata non SKS sejak tahun 1986 di UI. Setelah itu, lama-lama menjadi mata kuliah pilihan sejak tahun 1996 di UI dan sejak tahun 1995 di UGM. Dengan dukungan dari KOICA, Korea Foundation, dan pihak-pihak lain, kedua institusi itu menawarkan bahasa Korea kepada siapa pun mahasiswa tingkat S1 yang ingin belajar bahasa Korea—yang terjadi pesertanya lumayan banyak saat itu. Sebelumnya, perlu diketahui bahwa pada tanggal 24 Oktober 1996 di UGM sebenarnya telah didirikan Pusat Studi Korea (Puskor) yang menangani hal-hal seputar kajian tentang Korea. Puskor pulalah cikal bakal bagaimana studi Korea berkembang di UGM. Dengan bersinergi dengan Puskor, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM membuka kelas bahasa Korea bagi seluruh mahasiswa UGM. Setelah ditawarkan sebagai mata kuliah pilihan, tahun 2003 ditandai dengan satu lagi terobosan yang dilakukan oleh Fakultas Ilmu Budaya UGM karena fakultas ini secara resmi mendirikan Program Diploma 3 Bahasa Korea. Tiga tahun kemudian, UI mendahului UGM dalam membuka program sarjana jurusan bahasa Korea pada tahun 2006—Jurusan Bahasa Korea (S1) pertama di Indonesia yang kemudian disusul oleh UGM pada tahun 2007. Sementara itu, Puskor UGM yang didirikan tahun 1996 sebenarnya adalah Pusat Studi Korea yang ke-2 di Indonesia setelah yang pertama didirikan di UNAS (Universitas Nasional). Berbicara mengenai UNAS, maka apa yang saya tulis akan melenceng dari sejarah jika secara khusus tidak menyebutkan universitas ini dalam kaitannya dengan Studi Korea di Indonesia. Tak lain tak bukan karena UNASlah universitas pertama di Indonesia yang sebenarnya memulai kursus atau pengajaran bahasa Korea. Universitas swasta ini pada tahun 1987 di bawah rektor Prof. Dr. Mr. Sutan Alisjahbana (saat itu) dan asosiasi alumni HUFS (Hankuk University of Foreign Studies) mengawali akar-akar berdirinya pendidikan bahasa Korea di Indonesia. Saat itu pula, didirikan Pusat Studi Korea yang tugasnya mencaup kursus, seminar, dan riset tentang Korea. Lalu, pada tahun 1005 UNAS dan ABANAS (Akademi Bahasa Asing Nasional) membuka program Diploma 3 Bahasa Korea—yang pertama di Indonesia.12 12

http://www.unas.ac.id/program_diploma_bahasa_korea_unas

109


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

Berdasarkan kilasan singkat tentang bagaimana SK dimulai di Indonesia, tampaklah bahwa pada permulaan awal 1980-an hingga pertengahan 1990an, belum muncul adanya perubahan yang signifikan dalam perkembangan SK karena dalam kurun waktu tersebut SK masih terbatas pada pengajaran bahasa Korea sebagai mata kuliah pilihan karena adanya minat para pelajar. Namun, menyusul pendirian tiga program bahasa Korea di tiga universitas di Indonesia, dibentuklah apa yang dinamakan Pusat Studi Korea pada paruh kedua 1990-an dan INAKOS (International Association of Korean Studies in Indonesia) pada paruh kedua tahun 2000-an. Mulai saat itulah SK di Indonesia mulai bergerak ke arah yang lebih menjanjikan. Pusat Studi Korea di Indonesia? INAKOS? Apakah semua itu? Di manakah posisi dan peran mereka di tengah isu maraknya SK di Indonesia? Bagaimana keadaannya dan apa peran yang mereka mainkan dalam kaitannya dengan SK di Indonesia? Berangkat dari pertanyaan-pertanyaan inilah, saya akan menjabarkan lebih lanjut hal-hal terkait SK di Indonesia.

Kondisi Studi Korea di Indonesia Bila kita katakan bahwa SK berkembang di Indonesia hanya karena meningkatnya minat orang Indonesia terhadap Korea atau hanya karena semakin meningkatnya kekuatan Korea di Indonesi, maka bisa jadi kita meremehkan apa yang sebenarnya terjadi. Sebenarnya, SK berkembang karena adanya interaksi timbal balik antara kedua negara yang muncul di momentum yang tepat. Walaupun memang benar bahwa Korea berada di depan dalam hal “menangkap masa depan” dengan dididirikannya Jurusan Melayu-Indonesia di HUFS pada tahun 1963, Indonesia pun (akhirnya) “memeluk” kesempatan dan tren yang sama di tahun 1990-an dengan dimulainya minat terhadap Korea. Walaupun kedua hal ini terjadi dalam kurun waktu yang berbeda, hal ini sebaiknya tidak dipandang sebagai suatu kerugian. Sama sekali bukan. Dalam sudut tertentu, Korea bisa dikatakan telah berhasil menempatkan dirinya di kancah internasional dengan “menangkap masa depan” sejak tahun 1960an. Sebaliknya, Indonesia pun melakukan hal yang sama untuk meraih masa depannya dengan Korea. Inilah yang perlu digarisbawahi sekali lagi sebelum kita melanjutkan membahasnya lebih jauh. Kembali ke isu utama, yaitu keadaan SK di Indonesia saat ini. Perlu diingat bahwa bantuan dan sokongan dari para pakar, peneliti, dan lembagalembaga terkait maupun tidak dengan SK; baik yang berasal dari Indonesia maupun dari Korea, adalah suatu tonggak yang penting untuk dicatat. Semua program studi maupun pusat studi yang disinggung di awal makalah ini merupakan bukti adanya perkembangan meningkat berkat bantuan dan

110


Studi Korea di Indonesia: Keadaan Saat Ini dan Masa Depannya

sokongan itu. Dengan bantuan dari Kedutaan Besar Republik Korea untuk Indonesia dan lembaga-lembaga yang menangani Korea seperti Korea Foundation, KOICA (Korea International Cooperation Agency), the Academy of Korean Studies, universitas mitra di Korea, dan banyak lainnya, program studi Korea yang ada di Indonesia pun bisa semakin tumbuh dalam dekade pertama abad ke-21. Selain itu, Pusat Studi Korea UGM dan INAKOS (berdiri tahun 2009 di UGM) telah mewarnai sepak terjang SK di Indonesia. Saat ini pun wacana dan rencana untuk lebih jauh mendirikan program pascasarjana SK pun tengah berlangsung di UGM dan UI—terlepas dari adanya tantangan dan hambatan di depan. Jika jenjang pascasarjana SK pun berdiri di Indonesia, ini merupakan lompatan yang besar bagi para penggiat Korea dan pakar Korea di Indonesia. Sebagai kilas balik, setelah berdirinya SK yang saat itu masih didominasi pengajaran bahasa Korea di beberapa universitas di Indonesia, jumlah mahasiswa yang terdaftar dan jumlah kerjasama antaruniversitas di dua negara semakin bertambah. Fakta ini membuktikan pentingnya peran universitas dalam mempertahankan dan mengembangkan SK di Indonesia. Untuk itu, berikut ini adalah gambaran umum tentang keadaan SK di beberapa universitas di Indonesia. ¡

Studi Korea di Fakultas Humaniora, Universitas Indonesia (UI) – Jakarta Sejak berdiri tahun 2006, Jurusan Bahasa Korea jenjang S1 menawarkan 144 SKS. Dengan mata kuliah yang merangkum bahasa, sastra, aspek-aspek sosio-ekonomi Korea, dan lain sebagainya, jurusan ini layak disebut sebagai pionir dalam pembukaan program sarjana bidang bahasa Korea di Indonesia. Saat didirikan, tingkat persaingan sangatlah tinggi, yaitu dari 1047 peminat hanya 28 orang saja yang diterima sesuai dengan jatah kursi yang ditawarkan. Ini saja telah membuktikan tingginya tingkat persaingan untuk memasuki program tersebut. Program studi ini menjadi program favorit kedua setelah bahasa Inggris di fakultas tersebut. Saat ini, dalam setahun, sekitar 40 mahasiswa baru terdaftar. Berkat kerja keras pihak jurusan, fakultas, dan universitas, para mahasiswa bisa mengambil manfaat kerjasama yang diadakan dengan berbagai universitas di Korea serta dengan perusahaan-perusahaan Korea di Indonesia. Tentu saja hal ini untuk mempertahankan keberadaan dan lancarnya proses belajar-mengajar di program ini. Belum lagi, peran para dosen (baik orang Indonesia maupun Korea) yang merupakan lulusan dari universitas di Indonesia dan Korea. Semua hal tersebut telah membantu terbentuknya keadaan saat ini SK di Universitas Indonesia.13 13

Lihat http://www.fib.ui.ac.id untuk informasi lebih lanjut.

111


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

¡

Studi Korea di Universitas Gadjah Mada (UGM) – di Jogjakarta Berbeda dengan mitranya dari UI, UGM menawarkan dua program bahasa Korea, satu yang diarahkan di Sekolah Vokasi dengan program D3nya; dan satu lagi program S1 yang berada di bawah naungan Fakultas Ilmu Budaya. Walaupun keduanya berada di bawah manajemen yang berbeda, banyak dosennya yang mengajar di dua tempat tersebut walaupun seharusnya tiap program memiliki dosen-dosen tersendiri—suatu permasalahan yang butuh waktu untuk menyelesaikannya. Dalam segi jumlah mahasiswa, rata-rata dalam setahun program S1 menerima 40 mahasiswa baru, sedangkan program D3 menerima 30 mahasiswa. Jadi sekitar 70 orang mahasiswa diterima tiap tahun dalam program Korea di dua institusi tersebut. Hingga pertengahan tahun 2013, ada sekitar 250 orang mahasiswa yang tercatat di kedua program itu. Namun perlu diingat bahwa keduanya berbeda dalam beberapa segi. Program S1 menawarkan 144 SKS kepada mahasiswanya sementara D3 menawarkan 110 SKS. Dalam segi pengajarnya, pengajar baik orang Indonesia maupun orang Korea sebagai native speaker juga tersedia yang dalam ini pihak jurusan bekerja sama dengan KOICA. Selain itu, ada juga beberapa orang Korea yang tinggal di Yogyakarta sebagai native speaker di beberapa mata kuliah. Meningkatnya jumlah mahasiwa diharapkan terus terjadi dengan semakin dinamisnya keingintahuan masyarakat tentang Korea, terutama lewat program studi di UGM ini.14 Dalam memperbincangkan UGM, kurang afdol dan bisa dianggap melupkana sejarah apabila Pusat Studi Korea (Puskor) tidak disebut. Hal ini tak lain dan tak bukan karena pusat studi inilah yang menjadi cikal bakal atau yang melebarkan landasan untuk pembentuan jurusan bahasa Korea serta pembentukan INAKOS di masa-masa sesudahnya. Untuk memberikan gambaran bagaimana peran penting Puskor selama dekade terakhir ini, perlu dicatat beberapa program dan kegiatan yang dipandu oleh Puskor seperti lokakarya bagi para pengajar SMU se-Indonesia—yang diselenggarakan bersama dengan Korea Foundation (KF). Hingga tahun 2013, telah ada 9 kali penyelenggaraan Korean Studies Workshop for Educators in Indonesia. Dengan dukungan penuh dari The Korea Foundation, lokakarya ini dimulai pada thaun 2004. Tujuan utamanya adalah untuk memberikan gambaran mengenai Korea kepada para guru SMU melalui berbagai macam kegiatan. Guru yang diundang diharapkan mengerti dan belajar tentang Korea lewat beberapa pembicara yang memaparkan pengetahuan dan ilmunya 14

Untuk informasi lebih lanjut tentang hal ini, silakan mengacu pada http://www.academia.edu/ 2234220/The_State_of_Korean_Studies_in_Indonesia_as_of_2011

112


Studi Korea di Indonesia: Keadaan Saat Ini dan Masa Depannya

tentang Korea. Diharapkan, para guru bisa memiliki rasa percaya diri bila ditanya oleh murid-muridnya tentang Korea. Sejak diadakan pertama kali tahun 2004, hingga tahun 2013 telah diundang sekitar 350 orang guru dari hampir semua propinsi yang tersebar di Indonesia. Pada intinya, lokakarya ini memang untuk menyatukan visi dan pandangan berbagai guru yang berlatar belakang budaya berbeda di seluruh Indonesia dalam hal memandang dan memahami Korea. ¡

Studi Korea di Universitas Nasional (UNAS) Jakarta Sebagai universitas di Indonesia yang pertama kali mendirikan Pusat Studi Korea (1987) dan yang menawarkan pelajaran bahasa Korea, UNAS akan tetap dipandang sebagai universitas yang penting dalam SK di Indonesia. Mulai tahun 2005, program D3 Bahasa Korea didirikan. Hingga pertengahan tahun 2000an, tidak ada perubahan yang signifikan dalam hal institute yang menawarkan bahasa Korea sebagai bahasa pilihan. Namun, dalam hal lembaga yang memulai menapaki membangun studi Korea, beberapa universitas menunjukkan minatnya dengan cara membuka Korean Centers yang sebenarnya salah satu kegiatannya juga mengajarkan bahasa dan budaya Korea. Universitas atau lembaga-lembaga tersebut adalah: ¡

Studi Korea di Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM) Kalimantan Selatan Sebagai salah satu upaya untuk menjembatani kekosongan ahli atau orang yang bisa berbahasa Korea di propinsi yang kaya akan SDA, serta sebagai sarana untuk lebih memperluas cakupan bisnis dan bidang pendidikan, maka di tengah maraknya hubungan kedua negara ini, Universitas Lambung Mangkurat mendirikan PUSKO (Pusat Studi Korea-Center for Korean Studies) di tahun 2006. Sebagian besar kegiatannya adalah pengajaran bahasa Korea, memperkenalkan budaya Korea seperti tari-tarian, lagu-lagu Korea, serta tentu saja menyebarkan informasi tentang Korea baik kepada mahasiswa maupun penggiat yang berminat terhadap Korea. Ditilik dari situsnya, kegiatannya memang tertumpu pada kursus-kursus bahasa Korea di level dasar. Dengan pengajar dari KOICA serta dari beberapa universitas di Korea, PUSKO mampu mempertahankan eksistensinya. Walaupun dengan keterbatasan yang ada, Pusat Studi ini layak untuk tetap disebut dalam sejarah perkembangan SK di Indonesia. Salah satu alasannya apalagi kalau bukan karena ini adalah yang pertama di Kalimantan. Lebih daripada itu, walaupun belum sepenuhnya memiliki perangkat yang diperlukan seperti halnya apa yang ada di UI atau UGM, PUSKO ini selangkah lebih ke depan dari sekedar lembaga kursus

113


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

karena didirikan di dalam level universitas. Ini perlu diapresiasi sendiri karena ini memungkinkan nilai tambah dan bahan bakar yang penting untuk meningkatkannya menjadi sebuah program studi di tingkat universitas.15 ¡

Studi Korea di Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar, Sulawesi Selatan Pada bulan September 2007 satu lagi universitas di Indonesia menawarkan kelas bahasa Korea (2 SKS) sebagai salah satu mata kuliah pilihan dalam kurikulumnya. Namun, penulis tidak bisa mendapatkan akses informasi lebih lanjut mengenai kelanjutan atau apakah minat mahasiswa terhadap program ini terus meningkat. Serta apakah saat ini telah berkembang menjadi semacam Pusat Studi di universitas-universitas lain. ¡

Studi Korea di Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang, Central Java Melalui apa yang disebut dengan KSC (Korean Studies Center), universitas ini berhasil mempertahankan keberadaannya hingga saat ini. Sejak 31 Oktober 2007, Pusat Studi ini diresmikan dengan dukungan dari KOICA dan Kedubes Korea di Indonesia. Kegiatan berporos pada berbagai macam aktivitas memperkenalkan bahasa dan budaya Korea. Bahkan bisa dikatakan, KSC ini gencar mengadakan berbagai macam kegiatan. Bisa pula disimpulkan bahwa KSC ini adalah landasan yang kuat untuk memajukan perkembangan Studi Korea di universitas ini.16 Untuk informasi lebih lengkap lagi mengenai studi Korea dan bahasa Korea di universitas ini, silakan baca tulisan oleh saudara Prihantoro di bagian lain buku ini. ¡

Studi Korea di Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Bandung, Pendirian SK di UNIKOM ini adalah serangkaian terkini dalam usahausaha institusi atau universitas di Indonesia dalam usahanya mengembangkan SK. Sejak 10 September 2012 Pusat Studi Korea ini bisa dikatakan sebagai manifestasi atau hasil nyata kerjasama antara universitas tersebut dengan Youngsan University. Salah satu tujuannya adalah untuk memfasilitasi mahasiswa yang berminat belajar bahasa Korea dalam universitas. Informasi lebih lanjut masih terus perlu digali dari fakta ini.17 Berdasarkan gambaran tentang bagaimana aliran terus berkembangnya atau berdirinya beberapa pusat studi terkait Korea di Indonesia, bisa jadi orang dengan mudah akan menyimpulkan bahwa SK di Indonesia telah ber15 16 17

Lihat http://korea.unlam.ac.id/web/ untuk info lebih lanjut tentang SK di universitas ini. Lihat http://www.undip.ac.id/ksc/ untuk info lebih lanjut tentang SK di universitas ini. Lihat http://www.unikom.ac.id/news/1112/koreanlang.html untuk lebih lanjut tentang Pusat ini.

114


Studi Korea di Indonesia: Keadaan Saat Ini dan Masa Depannya

kembang sedemikian rupa di Indonesia. Dalam tataran tertentu mungkin benar. Namun, dilihat dari kenyataan yang ada bahwa pusat semacam itu masih berkutat seputar pengajaran bahasa saja, maka keadaan itu masih jauh untuk disimpulkan sebagai semakin berkembangnya SK di Indonesia. Walaupun memang, bahasa Korea adalah salah satu segi yang ditelaah dalam SK. Beberapa lembaga terkadang terlalu jauh memandang atau menyebut dirinya sebagai pusat riset. Penulis tidak menyatakan bahwa itu salah atau benar, namun dilihat dari namanya saja, satu hal utama yang seharusnya dari awal dipertimbangkan saat membangun pusat-pusat seperti itu adalah ketersediaan SDM yang mumpuni di bidangnya. Bahkan UI dan UGM yang sudah lama bergelut di bidang ini pun hingga tahun 2013 terus dan masih kekurangan banyaknya tenaga ahli atau dalam hal ini dosen, pengajar, periset dalam SK. Memang agak menyedihkan, tapi itulah yang harus dihadapi saat melihat kenyataan SK di Indonesia. Memang telah banyak lulusan program bahasa dari UNAS, UI, dan UGM, namun jumlah mereka masih terlalu kecil dibandingkan permintaan akan kemampuan mereka. Bahkan, lebih parahnya lagi, banyak lulusan yang lebih memilih bekerja daripada melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi—yang sebenarnya adalah syarat untuk mengembangkan SK lebih jauh lagi. Dalam tahap ini, banyak universitas di Indonesia yang masih berjuang untuk menambah jumlah SDM ke-Korea-an. Saya secara pribadi memiliki pandangan bahwa mereka yang belajar bahasa Korea di universitas tidak melulu harus menjadi orang yang terus belajar ke tingkat lebih lanjut. Biarkanlah mereka yang ingin bekerja begitu lulus. Mereka pun adalah dalam tataran tertentu juga penerus ilmu ke-Korea-an di tempat kerja masing-masing— walaupun perusahaannya mungkin tidak sama sekali terkait dengan Korea. Namun, bagi mereka yang setelah lulus ingin meneruskan belajar ke tingkat lebih tinggi, mereka sekarang berada di jaman di mana kesempatan untuk sekolah tentang Korea terbuka lebar-lebar—baik belajar tentang SK di Korea langsung atau di negara-negara lain. Berangkat dari hal itulah saya ingin menawarkan pemikiran untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut. Saat ini ada sekitar 400 mahasiswa Indonesia yang tengah studi, baik S1,S2, maupun S3 di Korea.18 Para generasi muda ini berada di garis depan pembelajaran tentang Korea dalam berbagai sudut ilmu. Mereka inilah masa depan SK di Indonesia. Bukan berarti bahwa yang ada di Indonesia bukan. Namun, saya sekedar ingin mengingatkan kembali bahwa mahasiswa yang tengah studi langsung di Korea—dalam tataran tertentu—adalah Koreanist. Mereka telah datang jauh18

www.perpika.org

115


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

jauh untuk menempuh ilmu berbagai bidang di negeri Korea. Terlepas apa pun bidang mereka di Korea (sosial, ekonomi, politik, teknologi, budaya, pemasaran, dan lain sebagainya), mereka semua selama dua hingga lima tahun telah terpapar dengan budaya Korea di segala lini—tergantung tempat dan lingkungan mereka belajar dan tinggal selama di Korea. Dengan melihat kenyataan ini, saya bisa berani mengatakan bahwa isu kekurangan SDM tentang Korea adalah pandangan yang pesimistik sebenarnya. Isu utama malah terletak pada bagaimana semua mahasiswa dan semua orang terkait menggunakan kemampuan dan keahlian yang ada sebagai suatu aset. Aset yang bisa digadang-gadang sebagai landasan penting mengembangkan SK di Indonesia sekaligus untuk menjembatani hubungan kedua negara. Ingat bahwa mereka adalah ‘lulusan’ Korea yang secara langsung dan tidak langsung telah memiliki ikatan batin dengan Korea. Sangat disayangkan apabila sebegitu banyaknya lulusan Korea tidak dimanfaatkan dengan semaksimal mungkin. Di sinilah peran penting INAKOS mulai tersibak.

Sekilas tentang INAKOS dan Perannya dalam Pengembangan Studi Korea di Indonesia Dengan terus berkembang dan berubahnya arus SK dan terus bertambahnya jumlah universitas di Indonesia yang terlibat (atau ingin terlibat) dalam SK, ditambah dengan semakin meningkatnya jumlah orang Indonesia yang lulus belajar baik dari Indonesia maupun Korea yang berlatar belakang SK atau ilmu-ilmu lain terkait Korea, maka di sinilah awal mula INAKOS berpijak. INAKOS (The International Association of Korean Studies in Indonesia 인도네시아국제한국학회) didirikan untuk menyambut era ini. Dengan secara resmi didirikan pada tanggal 7 Mei 2009, INAKOS berusaha untuk terus membantu pengembangan SK di Indonesia dengan menjembatani tersalurkannya berbagai minat dalam SK yang ditunjukkan oleh para ilmuwan internasional maupun Indonesia, generasi muda, dan siapa pun mereka yang lulus dari perguruan tinggi di Korea untuk memajukan SK di dalam negeri. Namun demikian, cita-cita tersebut bukanlah sesuatu yang mudah. Tanpa kerjasama antaranggota dan lembaga-lembaga lain yang berada di dalam dan di luar Indonesia, ini semua mustahil terwujud. Sebagai sebuah organisasi yang bersifat internasional, INAKOS punya banyak PR yang terus dilakukan dan harus selalu untuk mempertahankan keberadaannya. Untuk itulah, saya ingin secara singkat menjelaskan INAKOS dan pentingnya peran INAKOS ini dalam SK di Indonesia dengan cara menunjukkan beberapa tonggak kegiatan atau capaian yang dicapai hingga saat ini. Namun sebelumnya, ada baiknya kita mengetahui tiga tantangan utama yang dihadapi

116


Studi Korea di Indonesia: Keadaan Saat Ini dan Masa Depannya

INAKOS. Pertama, tidak semua orang Indonesia yang lulus dari perguruan tinggi di Korea akan secara lanjut menerapkan pengetahuan dan keahlian mereka untuk mengembangkan studi ke-Korea-an di Indonesia. Walaupun demikian, jumlah ilmuwan dan mahasiswa yang belajar di perguruan tinggi di Korea semakin meningkat. Bahkan, jumlahnya bisa dikatakan melonjak dari dekade sebelumnya. Mereka inilah masa depan yang menjanjikan dalam pengembangan SK di Indonesia. Kedua, INAKOS masih harus mencari cara untuk menempatkan dirinya di lingkungan internasional yang terkait SK. Ketiga, INAKOS harus membuktikan keberadaannya dengan cara menggabungkan kegiatan-kegiatan akademik dan non-akademik agar bisa memenuhi keperluan para anggotanya. Di titik inilah, penting kiranya untuk menunjukkan bahwa kegiatan INAKOS harus benar-benar memberikan greget positif dalam hubungan Indonesia-Korea di masa sekarang dan masa mendatang. Berikut ini adalah kegiatan dan buku-buku yang diterbitkan oleh INAKOS. Dengan menjelaskan hal ini, diharapkan ini bisa membuktikan dan memberi landasan bahwa masa depan INAKOS dan masa depan SK di Indonesia semakin cerah. Pertama, saya akan meringkas judul-judul buku beserta isinya yang terkait dengan Korea yang ditujukan untuk para pembaca Indonesia. Kedua, saya akan memaparkan singkat seminar atau forum yang diselenggarakan oleh INAKOS dalam tiga atau empat tahun terakhir. Terakhir, akan saya beberkan singkat jurnal-jurnal yang diterbitkan INAKOS. Sebagai permulaan, perlu diketahui bahwa buku-buku yang diterbitkan sengaja lebih banyak ditulis dalam bahasa Indonesia karena memang ditujukan bagi para pembaca orang Indonesia baik di sekolah, lembaga, para pebisnis, guru, akademisi, perseorangan maupun kelompok yang tertarik terhadap Korea. Hingga Oktober 2013, telah ada 7 buku dari 10 seri Buku Pengantar Korea yang direncanakan. Berikut ini adalah judul dan isinya secara singkat. Walaupun bukunya sebagian besar ditulis dalam bahasa Indonesia, namun dalam tulisan ini, judul-judul tulisan tu sengaja saya biarkan tertulis dalam bahasa Inggris karena data ini saya ambil dari laporan INAKOS yang aslinya tertulis dalam bahasa Inggris (tanpa saya menerjemahkannya kembali). 1). Sejarah Korea Menuju Masyarakat Modern: Beberapa Peristiwa Penting (The History of Modern Korean Society: Some Key Events) Buku ini menyinggung sejarah modern Korea seperti isu sengketa pulau Dokdo, Hallyu, isu hubungan Korsel-Korut, tantangan ekonomi Korea, gerakan Saemaeul Undong, masalah pembangkit tenaga nuklir, dan berbagai macam isu terkini yang tercatat dalam sejarah Korea kontemporer. Setelah

117


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

melalui proses penulisan dan pengeditan, buku ini terbit pada bulan Oktober 2010. Buku pertama ini ditulis dalam bentuk yang sederhana namun diusahakan dalam bentuk dan kaidah yang akademis sehingga tetap bisa dipandang sebagai sesuatu yang bermakna dalam membantu menyumbangkan pikiran terhadap pemahaman para pembaca awam dan tingkat lanjut yang berminat terhadap Korea. 2)

Politik dan Pemerintahan Korea (Korean Politics and Government) Ini adalah buku ke-2 dari serangkaian seri buku pengantar tentang Korea yang direncanakan ditulis dalam bahasa Indonesia. Diterbitkan pada bulan Februari 2011 dengan mengundang tulisan dari para pakar baik orang Indonesia maupun Korea untuk menulis beberapa hal terkait politik dan pemerintahan Korea. 3)

Huruf Hangeul dan Bahasa Korea (Hangeul and Korean Language) Buku seri ke-3 ini terbit pada bulan Mei 2011 dan ditulis oleh para mahasiswa dan pemerhati masalah bahasa Korea baik yang berada di Indonesia maupun di Korea. Isinya lebih banyak dalam tataran pengenalan sehingga bisa memberikan gambaran mengenai apa pun yang terkait dengan bahasa Korea. Berikut judul-judul yang ada dalam buku tersebut (dalam bahasa Inggris), antar lain: Idu: The Ancient Korean Alphabet; The Philosophical Dimensions of Korean Language; The Structural Characteristics of Korean Language; Some Obstacles in Learning Korean Language; The Numerical System of Korean Language: Structure, Function, and Its Dynamics Korean Language in The First Decade of The 21st Century; Hangeul and Korean Wave; Hangeul and Korean Culture in Bau-Bau; dan Two Models towards International Language. 4)

Pusparagam Sosial Budaya Korea (The Socio-Cultural Arrays of Korea) Buku ke-4 yang terbit pada bulan Juli 2011 dan ditulis oleh berbagai pemerhati masalah Korea dari berbagai universitas di Indonesia dan Korea. Berikut judul-judul tulisan dalam buku ini (dalam bahasa Inggris), antara lain: The Socio-cultural Aspects of Korean, Chinese, and Japanese; Plastic Surgery Among Korea’s Younger Generation; The Healthy Lifestyle of Korean People; Nickname: A Social Reflection of Korean Culture; Tracing the Trash Management in Korea; Coffee Culture in Korea: Dabang, Miss Doenjang and Modern CafÊ; Soju in Korean Society; The World of Shopping in Korea; Celebrating the Fabulous Chuseok; Cheonggyecheon River in Seoul; dan Gisaeng and Loneliness.

118


Studi Korea di Indonesia: Keadaan Saat Ini dan Masa Depannya

5.

Mengintip Budaya Korea: Pandangan Generasi Muda Indonesia (Taking A Peep Into Korean Culture: Indonesian Younger Generation’s Perspective) Inilah buku ke-5 dari seri pengantar tentang Korea. Buku ini terbit pada bulan April 2012. Judul-judul yang ada dalam buku tersebut antara lain adalah: Cultural Dimension and Korean Management; Korea Through Kimchi; Women as Portrayed in My Mom/Chin Jeong Omma; Korean and Javanese Traditional Wedding Ceremonies; Pregnancy and Birth in Korean Tradition; Cyber Generation of Korea; How to Ride Subways; Plastic Surgery Phenomenon; Korea: Lessons learned for Indonesia’s Creative Industry; Taekwondo and Mindset; dan Saturi in Modern Era. 6)

Hallyu: Kekuatan Budaya Kreatif Korea di Panggung Dunia (Hallyu: Korea’s Soft Power and Creative Prowess at World Stage) Buku seri ke-6 yang ditulis oleh para pakar dan pemerhati Korea terutama mereka yang menaruh minat pada Hallyu. Buku ini terbit pada bulan Januari 2013. Isi buku tersebut antara lain adalah: Hallyu: Korean Image in the World; K-Drama: Popular Culture-Based Creative Industry; Korea’s Cultural Diplomacy in Indonesia-Korea Student Exchange Programs; The Growing Prowess of Korean Movies; Hallyu as Korea’s Medium of Attractiveness; Hallyu as Korea’s Soft Power in Indonesia; Korea’s Diplomacy in East Asia through Hallyu; dan Internationalizing the Korean Food. 7)

40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan Ini adalah buku yang terbit pada bulan Oktober 2013 untuk menyambut 40 tahun hubungan diplomatik kedua negara. Isi buku ini tak perlu saya sampaikan di sini, karena buku yang Anda pegang inilah buku tersebut. Berdasarkan berbagai macam tema dalam buku yang terlihat sebelumnya, bisa dikatakan bahwa telah banyak mahasiswa Indonesia, ilmuwan Indonesia dan Korea yang sebenarnya juga berkolaborasi dengan beberapa ilmuwan dari negara lain (dalam beberapa makalah) saat membuat tulisan tersebut. Ini cukup membuktikan bahwa banyak pihak yang ingin mengeksplorasi dan mencoba memahami semua hal tentang Korea dan menuangkannya dalam bentuk tulisan-tulisan itu. Sinergi dan kerja sama yang ditunjukkan lewat buku itu menunjukkan bahwa landasan-landasan kut untuk tetap menjada keberadaan SK di Indonesia telah terpancang kuat. Berikut ini, saya akan memaparkan singkat tentang seminar/forum yang telah diselenggarakan oleh INAKOS sejak didirikan. Sama seperti judul buku yang tertulis dalam bahasa Inggris, pandangan sekilas ini saya ‘ambil’ dari

119


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

laporan INAKOS yang saya tulis dalam bahasa Inggris. Untuk itu, dalam bagian ini pun, saya tetap membiarkannya seperti apa adanya. 1)

The first INAKOS FORUM held on May 7, 2009 at Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta The Forum marked the birth of this association. During its 1st Forum on “Reinventing the Importance of Korean Studies for Future Generations of Indonesia and Korea”, as many as one hundred participants attended and witnessed the official establishment of INAKOS. His Excellency Mr. Kim Ho-young, the former Ambassador of the Republic of Korea to Indonesia; Dr. Ida Rochani Adi, former Dean of Faculty of Cultural Sciences, UGM; Mr. Park See Woo, Executive Director of PT Solar Park Indonesia; other distinguished guests and scholars from several universities in Indonesia, high school teachers from 50 different high school across the country, and the students of Korean Department, UGM attended the INAKOS forum. 2)

The second INAKOS Forum held on October 13, 2009 at Universitas Indonesia The Forum was collaboration between Korean Department, Faculty of Humanities, (UI) and The International Association of Korea Studies in Indonesia (INAKOS). With the theme “Korean Studies in Indonesia: The State of the Arts”, the Forum was attended by among others the following distinguished dignitaries: the former Ambassador of the Republic of Korea to Indonesia, H.E. Mr. Kim Ho-young; the Rector of UI, Prof. Dr. Der Soz. Gumilar Rusliwa Somantri; Dean of the Faculty of Humanities, Dr. Bambang Wibawarta; Vice President of INAKOS, Dr. Tulus Warsita; and CEO & President Vitamin House Inc., Mr. Kim Sang Kuk as the partner in sponsorship to the Forum. 3)

The Third INAKOS Forum held on April 30, 2010 at Faculty of Cultural Sciences, Gadjah Mada University, Yogyakarta The 3rd INAKOS Forum was a collaborative project between INAKOS, Center for Korean Studies UGM, and the Faculty of Cultural Sciences, UGM for its second time. The Forum was attended by dignitaries such as Mr. Ahn Myung-Soo (Chief Minister Counselor of the Korean Embassy in Jakarta), Mr. Byun Chul-Hwan (from Consulate of the Korean Embassy in Jakarta), Prof. Dr. Yang Seung-Yoon (HUFS), Dr. Ida Rochani Adi (Former Dean, Faculty of Cultural Sciences, UGM), presenters from various universities, and high school teachers from numerous provinces in Indonesia, university students, as well as other invited guests and participants.

120


Studi Korea di Indonesia: Keadaan Saat Ini dan Masa Depannya

4)

The Fourth INAKOS Forum held on Thursday, October 28, 2010 at Pasundan University, Bandung, West Java In collaboration with the Faculty of Social and Politics, Pasundan University, the 4th Forum brought about the theme of “Human Capital and Creative Industry: Korea and Indonesia”. Numerous participants and presenters were present at the third Forum which also highlighted the importance of education in Korea and Indonesia. Among distinguished guests, participants, and dignitaries who attended the Forum were Mr. Ahn Myung Soo (Chief Minister Counselor) from The Korean Embassy who attended the Forum on behalf of the Ambassador; and Mr. Yanyan M. Yani, head of International Relation Department at Universitas Padjajaran. 5). The Fifth INAKOS Forum held on October 23, 2011 at Universitas Diponegoro (UNDIP), Semarang – Central Java INAKOS in association with the Faculty Of Humanities, UNDIP Undip and its Korean Studies Center held a forum themed “Globalization, Democracy, and National Identity: Comparative Views on Korea and Indonesia”. Distinguished guests and speakers among others were H.E. Mr. Kim Young San (the ambassador of ROK to Indonesia), Prof.Dr. Yang Seung Yoon (HUFS); Mr. He Youl Lee (Director, of UNDIP’s Korean Studies Center), and other presenters from UI, UGM, and UNDIP. Hingga tahun 2012, walaupun tak ada kegiatan besar yang didakan, namun ada seminar yang sebenarnya bisa dikatakan sebagai forum INAKOS yang ke-6. Seminar ini berjudul “The Assessment on Diplomatic Relation between ROK and RI: Bilateral Synergy through Strategic Partnership.” Diselenggarakan pada tanggal 18 Oktober 2012 di FISIPOL UGM, seminar ini adalah salah satu bentuk terus terjalinnya hubungan kedua negara lewat peran INAKOS. Kedua Duta Besar dari kedua negara menghadiri acara tersebut, yaitu Bapak Nicholas T. Dammen (mantan Dubes Indonesia untuk Korea) dan Bapak Kim Young-sun (Dubes Korea untuk Indonesia). Acara ini dipimpin oleh presiden INAKOS, Dr. Mukhtasar Syamsuddin. Sekarang, untuk mengakhiri tulisan saya tentang kiprah INAKOS, berikut adalah jurnal-jurnal yang telah diterbitkan oleh INAKOS. Sama seperti halnya tulisan sebelumnya, ini juga saya ‘ambil’ dari laporan INAKOS tanpa proses penerjemahan. Hingga saat ini telah terbit 3 buah jurnal. The 1st INAKOS Journal (Vol.1 No. 1) published in October 2009 marked INAKOS’ strive as a leading Korean Studies organization in Indonesia. The content of which are mainly the papers presented at the 1st Forum on May 7, 2009 at UGM. To cope with the theme: Reinventing the Importance of Korean Studies for Future Generations in Indonesia and Korea, the content among

121


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

others are as follows: Qodarian Pramukanto (Lecturer, Department of Landscape Architecture, Institut Pertanian Bogor-IPB) wrote The Geomancy Order of Seoul City; Novi Siti Kussuji Indrastuti (Lecturer, Korean Department UGM) wrote Traditional Beliefs in Indonesia and Korea As Seen in Folktales:A Pragmatic Analysis; Purnawan Basundoro (Lecturer, Department of History, Universitas Airlangga, Surabaya) wrote Between Eupseong Hanyang (Seoul) and Beteng Keraton (Yogyakarta): A Historical Comparison; Nur Aini Setiawati (Lecturer, Department of History, UGM) wrote A Comparative Study on the State Policy and Its Impacts on Rural Development between South Korea and Indonesia: A Historical Perspective 1961-1998; and Panjono (Lecturer, Department of Animal Husbandry, UGM) wrote about The Characteristic Quality of Hanwoo Meat (Korean Cattle) in Regards to Different Sex Conditions, Raising Altitudes, and Slaughter Season. The 2nd INAKOS Journal (Vol.1 No. 2) was launched to commemorate its establishment as well as to mark its existence, the 2nd journal was published in April, 2010. The content of which are mainly the papers presented at the 2nd Forum on October 13, 2009 held in UI and also some additional writings from other scholars of both Indonesian and Korean. The content among others are as follow: Anton Minardi (Lecturer & Researcher, Department of International Relation, Pasundan University & IDEAS) wrote about The Revival of South Korea in the Post Crisis Economy and Its Contributions to Indonesia; Mappa Nasrun (Lecturer, Hasanuddin University, Makassar-South Sulawesi) wrote about Indonesia-Korea: Promoting an International Education Partnership; Roustine (Lecturer, Korean Department, UI) wrote about The Korean Armies (Gunsok) during Japanese Colonization in Ambarawa, Indonesia; Tunjung Linggarwati (Lecturer, Dept. of International Relation, Jendral Soedirman University, Purwokerto) wrote about The Increasing Indonesia-Korea Cooperation through Investment at the Local Level: The Case Study on the Role of Korean Industries in Purbalingga Regency, Central Java; and Yulius Purwadi Hermawan (Lecturer, Dept. of International Relation, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung) wrote about Clientelism and Democratic Consolidation in Improving the Welfare in South Korea. The 3rd INAKOS Journal (Vol.2 No.1) themed The Dynamics Issues of Korean Studies in Indonesia mainly consists of the papers presented at the 3rd INAKOS Forum held on October 28, 2010 in Universitas Pasundan, Bandung and also some additional writings from other scholars of both Indonesian and Korean. The journal is published in April 2011. The content among others are as follow: Tulus Warsito (Lecturer, Dept. of International Relation, Muhammadiyah University, Yogyakarta) wrote about The Role of State in South Korea’s Industrial Development; Luqman Hakim(Lecturer, Brawijaya

122


Studi Korea di Indonesia: Keadaan Saat Ini dan Masa Depannya

University, Malang - East Java) wrote about The Implementation of Public Health Care Policy in South Korea; Anton Minardi (Lecturer, Dept. of International Relation, Pasundan University) wrote about Islam and Tolerance in South Korea; and Prihantoro (Lecturer, Diponegoro University, Semarang – Central Java) wrote about Human-Related Referential Pronouns in Korean Language: Its comparison with Those of Indonesian Language. Dilihat dari para penulis beserta judul-judul paper yang terkumpul dalam jurnal tersebut, nampaklah bahwa INAKOS dalam tataran tertentu telah bisa dikatakan berhasil menyinergikan takterbatasnya ide-ide dan minat para ilmuwan Indonesia dalam membuka tabir dan memahami Korea lewat pandangan-pandangan mereka. Inilah inti dari jawaban yang mencoba menjawab apakah sebenarnya SK di Indonesia itu, serta langkah awal bagaimana seharusnya Studi Korea dikembangkan di masa depan. Sekarang INAKOS telah meletakkan landasan bagi para Koreanist di masa-masa mendatang di Indonesia untuk terus menumbuhkan minat mereka terhadap Korea. Kini tergantung pada merekalah serta pada para mahasiswa Indonesialah semua hal yang terkait dalam usaha menangkap peluang seiring dengan berkembangnya tren SK di dunia. Salah satu cara bagi Indonesia adalah dengan membuka program SK di tingkat sekolah pasca sarjana. Hingga saat ini, Indonesia harus berkompetisi sehat dengan negara jiran Vietnam dan Thailand dalam hal pengembangan SK. Perlu diketahui bahwa sampai tahun 2013, kedua negara ini adalah barometer SK di ASEAN. Dua negara ini bisa berbangga diri karena telah memiliki puluhan universitas yang menawarkan studi terkait Korea. Bahkan Thailan memiliki program S2 yang terselenggara berkat kerjasama antara Chulalongkorn University, Seoul National University dan ASEAN University Network. Tentu hal itu tak akan terwujud jika tak ada dukungan dari semua pihak. Bagaimana dengan Indonesia? Dengan banyaknya SDM yang sekarang semakin bertambah—yang tersebar di berbagai universitas dan lembaga di tanah air—diharapkan ide sederhana namun penting ini segera bisa terwujud dalam waktu yang tak lama. Inilah salah satu gagasan yang harus segera diwujudkan oleh semua pemerhati Korea dalam rangka meningkatkan keberadaan SK di Indonesia. Terkait dengan hal inilah, terus dikirimkanya berbagai mahasiswa dari berbagai bidang untuk belajar di Korea atau di negara-negara lain yang memiliki program studi ilmu Korea harus terus digalakkan. Indonesia tengah berada di tahap ini. Namun, tahap ini adalah suatu tahap yang tak terbantahkan makna pentingnya dalam menjaga hubungan IndonesiaKorea—baik di tingkat universitas maupun pemerintahan.

123


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

Semoga hubungan di tingkat akademik seperti ini bisa menjadi penyemangat dan bumbu untuk semakin meningkatkan hubungan kedua negara yang terus meluas di berbagai bidang lainnya. Semoga.

Referensi A Report on INAKOS (Catatan tentang INAKOS) h t t p : / / w w w . a c a d e m i a . e d u / 1 7 4 2 8 6 6 / INAKOS_The_International_Association_of_Korean_Studies_in_Indonesia_ A Report on Korean Department UGM (Catatan tentang Prodi Korea UGM) h t t p : / / w w w . a c a d e m i a . e d u / 2 2 3 4 2 2 0 / The_State_of_Korean_Studies_in_Indonesia_as_of_2011 Center for Korean Studies (Pusat Studi Korea), UGM (hingga 2010) http://ksnet.aks.ac.kr/Organ_1/Detail.aspx?OrganID=68&alphabet=I Korean Language Department in Indonesia (Program Studi Bahasa Korea di Indonesia) http://idn.mofat.go.kr/languages/as/idn/bekorea/juru/index.jsp Korean Studies in UGM (hingga 2005) http://ksnet.aks.ac.kr/Organ_2/Detail.aspx?OrganID=205&alphabet=I Korean Studies in UI (hingga 2011) http://ksnet.aks.ac.kr/Organ_2/Detail.aspx?OrganID=211 Studi Korea di UNAS http://www.unas.ac.id/ program_diploma_bahasa_korea_unas Studi Korea di UNDIP http://www.undip.ac.id/ksc Studi Korea di UNIKOM http://www.unikom.ac.id/news/1112/koreanlang.html Studi Korea di UNLAM http://korea.unlam.ac.id/web/ PERPIKA (Indonesian Students Association in Korea) www.perpika.org

Penulis: Suray Agung Nugroho adalah pengajar di Program Studi Korea, Fakultas Ilmu Budaya, UGM. Saat ini dia menempuh program doktor bidang studi Korea di Hankuk University of Foreign Studies, Seoul (2011-2015). E-mail: suray83@yahoo.com / suray@ugm.ac.id

124


Perkembangan Studi Bahasa dan Budaya Korea di Indonesia

PERKEMBANGAN STUDI BAHASA DAN BUDAYA KOREA DI INDONESIA STUDI KASUS DI UNIVERSITAS DIPONEGORO Prihantoro

Antara Indo dan Indonesia Banyak rekan-rekan pelajar yang cukup tergelitik ketika melihat posting salah satu pelajar Indonesia yang dimuat di milis (mailing list) PERPIKA (Persatuan Pelajar Indonesia di Korea). Dalam postingnya, pelajar ini memuat keluhanya yang ditujukan pada satu perusahaan yang bergerak di layanan pengiriman barang yang cukup terkemuka, termasuk di Korea, sebut saja perusahaan K**** Post. Dalam e-mail keluhanya ia menceritakan runtut kejadianya, bahwa ia mengirimkan sebuah paket ke Indonesia. Proses pengiriman perusahaan K***** Post biasanya hanya makan waktu kurang dalam hitungan satu minggu. Namun lewat dua tiga minggu, keluarga di Indonesia tidak kunjung menerima paket tersebut. Karena terdapat fasilitas penelusuran barang secara on-line, sang pelajar ini pun melacak kirimanya. Cabang K***** Post Indonesia ternyata belum menerima barang tersebut. Ketika dilacak lokasinya, ternyata barang tersebut ada di cabang K***** Post India. Dalam bahasa Korea, nama Indonesia tetap diterjemahkan seperti aslinya, yang secara lisan bunyinya ‘Indonesia’. Sedangkan terjemahan India dalam Bahasa Korea, secara lisan adalah ‘Indo’. Rupa-rupanya terjadi kesalahpahaman antara si pelajar dan pegawai pos K***** Post di Korea. Mungkin karena terdengar mirip, si pegawai menuliskan tujuan paket tersebut ke India, alih-alih ke Indonesia. Pantas saja keluarga belum menerima pegawai tersebut. Tentu saja ini sifatnya kasuistis karena sepanjang pengetahuan kami layanan kami cukup prihatin mendengar hal itu, tapi sekaligus mengambil pelajaran bahwa kita harus mengecek kembali alamat dan tujuan paket yang kita kirim sebelum meninggalkan loket pos.

125


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

Bunga Kim Il Sung Politik luar negri Indonesia menganut aliran bebas aktif. Maksudnya adalah Indonesia tidak memihak dan tidak akan turut campur tentang urusan dalam negri negara lain. Sistem ini lahir pada masa perang dingin saat dunia terbagi menjadi dua blok, yaitu blok kanan dan blok timur. Oleh karena itu Indonesia menjalin hubungan baik, tidak hanya dengan Korea Selatan, tapi juga Korea Utara. Hanya saja harus diakui hubungan dengan Korea Utara lebih dinamis pada era Presiden Sukarno. Bali, bukanlah objek wisata yang asing di telinga orang-orang Korea. Namun ada baiknya juga bagi orang-orang Korea untuk mengunjungi objek wisata lain, salah satunya adalah Kebun Raya Bogor. Mengapa kebun raya bogor? Di sana ada bunga anggrek asli Indonesia yang cantik, dan kami yakin namanya tidak asing di telinga orang-orang Korea. Nama bunga itu adalah bunga KimilSungia [Baca: Kim Il Sungia].

<Bunga KimIlsungia> Ya, bunga anggrek itu diberi nama Bunga Kimilsungia, yang diambil dari nama pemimpin Korea Utara pada saat itu, Kim Il Sung. Proses penamaan anggrek ini dimuat dalam beberapa terbitan, salah satunya adalah buku yang berjudul Korea Abad 20: 100 Kejadian Penting. Dalam buku itu diceritakan bahwa Presiden Korea Utara pada saat itu, Kim Il Sung, berkunjung ke Kebun Raya Bogor. Tentu saja ditemani oleh Presiden Soekarno. Pada saat itu, Indonesia dianggap sebagai kekuatan baru selain blok barat dan timur. Istilah yang cukup tren pada saat itu, Indonesia adalah New

126


Perkembangan Studi Bahasa dan Budaya Korea di Indonesia

Emerging Force, yaitu negara pendobrak benteng kolonialisme di Asia dan Afrika. Kim Il Sung bertanya pada Soekarno mengenai nama bunga tersebut. Soekarno menjawab bahwa bunga anggrek itu adalah spesies yang baru ditemukan dan dan belum memiliki nama. Lalu Soekarno mengatakan bahwa bunga itu ia beri nama bunga Kim Il Sung sebagai penghormatan terhadap Korea.

Korea dan Universitas Diponegoro Sebenarnya hubungan antara Universitas Diponegoro dan beberapa Universitas di Korea sudah berlangsung sejak lama, namun semakin intensif dalam satu dasawarsa terakhir. Hal ini direfleksikan dari jumlah dosen-dosen Universitas Diponegoro yang melakukan studi lanjut di Korea. Sepulang dari studi lanjut mereka, selain gelar dan ilmu pengetahuan, mereka juga berbagi pengalaman. Salah satu tantangan yang cukup serius adalah dalam hal bahasa dan budaya Korea (seperti pada bagian Indo dan Indonesia yang telah dibahas sebelumnya). Pada tahun 2007 didirikanlah Korean Studies Center atau Pusat Studi Korea yang letaknya langsung di bawah rektor Universitas Diponegoro pada saat itu. Para personelnya, selain berasal dari Universitas Diponegoro, juga berasal dari institusi lain, termasuk beberapa penutur asli bahasa Korea yang berasal dari kalangan swasta. Meski demikian, pusat kegiatan dari para personel Korean Studies Center (KSC) ini berada di Fakultas Ilmu Budaya disingkat FIB (dulu disebut Fakultas Sastra). Pada masa itu kegiatan Korean Studies Center ini cukup aktif. Hal yang pertama adalah masuknya bahasa Korea sebagai mata kuliah bahasa asing. Mata kuliah bahasa Korea inilah yang nantinya menjadi pintu gerbang masuknya Korea Junior Expert dari KOICA. Mahasiswa FIB jurusan bahasa (Inggris, Jepang, Indonesia) diwajibkan mengambil mata kuliah bahasa asing dengan memilih satu diantara bahasa-bahasa asing yang ditawarkan. Selain bahasa Jepang dan Perancis (dulu juga sempat ada bahasa Jerman), mereka sekarang diberikan pilihan yang lebih beragam dengan masuknya bahasa Korea. Hal yang kedua adalah kursus Bahasa Korea. Tingginya minat mempelajari Bahasa Korea ternyata datang juga dari mahasiswa yang berasal dari fakultas lain, bahkan juga masyarakat umum. Oleh karena itu dibentuklah tim koordinasi yang bertugas mengkoordinir layanan kursus bahasa Korea. Karena masih belum memiliki pengajar tetap, maka direkrutlah beberapa penutur asli Bahasa Korea untuk mengajar Bahasa Korea.

127


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

Pusat informasi studi ke Korea adalah kegiatan yang ke tiga. Di sini baik dosen maupun mahasiswa yang berminat melanjutkan studi, mengikuti kursus singkat, dan melakukan pertukaran budaya ke Korea dapat mencari informasi tentang prospek studi mereka di Korea, mulai dari lokasi geografis, biaya hidup, universitas, jurusan pilihan dan sebagainya. Dosen, mahasiswa, bahkan alumnipun bisa memanfaatkan fasilitas ini secara cuma-cuma. Tentu saja efeknya sangat positif. Civitas akademika yang berpartisipasi dalam program beasiswa dari S1-S3, kursus singkat, pertukaran pelajar sampai student camp mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Aktifitas yang keempat berkaitan dengan seminar, asesmen dan pertukaran budaya. Universitas Diponegoro pernah menjadi tempat untuk ujian TOPIK (TOEFLnya Korea). Kemudian ada juga agenda rutin. Setiap tahun diadakan Korean Day, yang selain berisi seminar akademis serta pertukaran budaya. Pertukaran budaya ini selain diwujudkan dalam bentuk festival setahun sekali, juga dilakukan dengan kegiatan lain yang sifatnya regular. Misalnya seperti Chin-Chinmo, nama untuk klub pecinta budaya Korea yang pada setiap pertemuanya melakukan kegiatan yang bertujuan mengenal kebudayaan Korea lebih jauh: mulai dari makanan, gaya hidup, pakaian dll. Selain itu, Chin-Chinmo juga menyediakan sarana bagi orang-orang Korea yang ingin mengenal budaya Indonesia lebih jauh, mulai dari diskusi singkat sampai melakukan aktifitas sosial bersama penduduk.

Perubahan Struktur dan Personil Baru Pada tahun 2011 terjadi pergantian kepemimpinan dan bersamaan timbulah perubahan kebijakan. Beberapa unit kerja yang tadinya berada lansung di bawah rektor, masuk di bawah beberapa fakultas. Korean Studies Center yang tadinya berada di bawah rector sebagai pusat kajian, masuk di bawah unit kerja lain yaitu Fakultas Ilmu Budaya (FIB). Hal ini memang dikarenakan banyak pengelola yang berasal dari FIB. Secara bersamaan, masa kerja para pengelola ini sudah habis. Sehingga, dibentuklah nama baru dan sistem administrasi yang sesuai dengan struktur pengelolaan FIB. Personilnya pun betul-betul baru dan berbeda dengan KSC. Personil dan sistem pengelolaan yang sekarang betul-betul baru. Kegiatan yang berkenaan dengan KSC mulai saat itu dikelola di bawah koordinator kerjasama antar lembaga FIB, dan dibantu dengan pengelola Unit Layanan Bahasa Korea yang beru dibentuk saat itu untuk menangani pengajaran bahasa Korea di level kursus.

128


Perkembangan Studi Bahasa dan Budaya Korea di Indonesia

Masuknya KOICA Meskipun KSC sudah berganti nama, sistem pengelolan dan personilnya (Unit Layanan Bahasa Korea), namun KSC sudah turut andil dalam pengembangan bahasa dan budaya Korea di Universitas Diponegoro, termasuk dengan turut sertanya KOICA dalam pengembangan bahasa dan budaya Korea di Undip. Harus diakui keberanian mencantumkan mata kuliah pilihan bahasa Korea dalam kurikulum program sarjana bahasa di FIB adalah satu peluang sekaligus tantangan. Tantangan karena bahasa asing yang telah lebih dulu ada memiliki dosen tetap, misalnya saja bahasa Jepang, yang memang pengajarnya sudah diwadahi dalam program studi Bahasa dan Sastra Jepang. Bagaimana dengan bahasa asing yang tidak memiliki jurusan seperti bahasa Perancis? Memang di Undip belum ada jurusan bahasa Perancis. Namun hal ini diwadahi Jurusan Sastra Inggris yang menjadi wadah dosen bahasa Perancis, sehingga secara administratif pengajar Bahasa Perancis tersebut berada di bawah prodi Bahasa dan Sastra Inggris. Sedangkan untuk bahasa Korea, sebelum KOICA masuk, aktifitas pengajaranya sepenuhnya dibebankan pada para penutur asli yang sifatnya part time. Karena tingginya aktifitas mengajar, tidak hanya di dalam jurusan namun juga di kursus, para penutur asli ini merasa kewalahan karena aktifitas mengajar yang overload. Di sisi lain, dari lingkungan FIB sendiri, pada saat itu, belum ada dosen yang mampu mengajarkan Bahasa Korea. Oleh sebab itu, KSC berusaha melakukan kontak dengan KOICA untuk meminta bantuan mengajar di lingkungan FIB. Gayung bersambut, KOICA ternyata sudah memulai kerjasama dengan pemerintah Indonesia (dalam hal ini Depdiknas) dengan landasan hukum yang jelas. KOICA sudah mengirim Korea Junior Expert untuk membantu pengajaran bahasa Korea di lembaga-lembaga yang mengajarkan bahasa Korea di Indonesia termasuk di beberapa universitas. Mulai tahun 2008, pengajaran bahasa Korea di level fakultas (mata kuliah bahasa asing pilihan) ditangani oleh Korea Junior Expert (KJE), sedangkan di level kursus ditangani oleh penutur asli yang mengajar paruh waktu. Efeknya sangat positif. Pengajar tidak mendapatkan beban mengajar yang berat sehingga masing-masing pengajar, baik di FIB maupun di kursus yang dikelola koordinator kursus Bahasa Korea di bawah KSC dapat berjalan pada dua jalur yang berbeda, namun berakhir pada tujuan yang sama, yaitu berkembangnya pemahaman terhadap bahasa dan budaya Korea. Sejauh ini sudah silih berganti KJE yang datang ke FIB. Namun semua memiliki dedikasi yang tinggi terhadap tugas mereka. Dan yang perlu diketahui adalah tingkat adaptasi mereka terhadap budaya Indonesia sangatlah tinggi.

129


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

Rata-rata mereka sebelum datang ke FIB memiliki tingkat penguasaan bahasa Indonesia yang sangat minim. Namun penguasaan bahasa mereka meningkat pesat. Tidak hanya bahasa, namun juga budaya. Misalnya saja KJE saat ini, Mrs. Park Daeny, yang memperpanjang masa pengajaranya di FIB selama satu tahun. Mrs. Park Daeny sangat adaptif, hal ditunjukan dengan aktifnya beliau, tidak hanya dalam kegiatan pengajaran bahasa Korea, namun jug a dalam kegiatan-kegiatan dan mengikuti acara-acara sosial, mulai dari pernikahan adat jawa, syukuran, akikah dan lain-lain. Metode pengajaran bahasa Korea yang digunakan oleh para KJE sangat bervariasi, mulai dari direct method (mengajar bahasa Korea dengan menggunakan bahasa Korea), grammar translation method (menggunakan terjemahan tata bahasa dalam bahasa Indonesia) sampai yang terbaru communicative language teaching (pengajaran bahasa secara komunikatif berbasiskan language functions). Metode yang sangat bervariasi tadi ditunjang, selain dengan fasilitas FIB yang sudah ada seperti laptop dan LCD projector, juga ditunjang oleh berbagai teaching aids (alat bantu pengajaran). Alat bantu pengajarann yang digunakan antara lain adalah flashcards, poster, serta beberapa software yang memungkinkan para mahasiswa belajar secara mandiri.

Kurikulum Mata Kuliah Pilihan Bahasa Korea Pada tahun 2012 diberlakukanlah revisi kurikulum untuk beberapa mata kuliah, yang berfungsi untuk mengupdate baik bentuk maupun isi Garis Besar Pengajaran (GBPP), Satuan Acara Pengajaran (SAP) dan Kontrak Kuliah. GBPP, SAP dan Kontrak Kuliah adalah komponen mata kuliah yang harus dipenuhi untuk mata kuliah apapun dan dimanapun ia diajarkan di Indonesia pada level perguruan tinggi. Sehingga komponen tadi wajib untuk dipenuhi, termasuk mata kuliah Bahasa Korea. Untuk mata kuliah pilihan bahasa Korea sendiri selama ini belum ada GBPP, SAP dan kontrak kuliahnya, sehingga Mrs. Park Daeny, berusaha membuat beberapa komponen kurikulum tersebut. Komponen-komponen tadi sangatlah penting karena nantinya akan menjadi acuan bagi pengajar mata kuliah pilihan bahasa Korea, selama kurikulum tersebut berlaku. Diharapkan dengan adanya acuan ini terjadi dapat terjadi kesinambungan meski para pengajar mata kuliah bahasa Korea diajakan oleh beberapa orang yang berbeda, atau ketika mengalami pergantian pengajar. Mata kuliah bahasa Korea terdiri dari 3 rangkaian, dimana kelulusan untuk level yang lebih rendah merupakan prasyarat untuk level yang lebih tinggi: Korean 1, Korean 2, dan Korean 3. Korean 1 merupakan prasyarat

130


Perkembangan Studi Bahasa dan Budaya Korea di Indonesia

Korean 2 dan Korean 2 merupakan prasyarat Korean 3. Setiap mata kuliah memiliki beban 2 SKS (14 kali pertemuan ditambah 2 kali ujian). Berbagai materi pengajaran mulai dari buku, kamus serta artikel-artikel pembelajaran bahasa digunakan untuk mendesain GBPP, SAP dan kontrak kuliah. Untuk buku sendiri, ada beberapa pilihan buku yang ada dari berbagai penerbit. Kebanyakan buku merupakan terbitan dari Hakdang atau Korean Language Centre di tiap-tiap universitas terkemuka di Korea seperti dari Seoul National University, Korea University, Sogang University, Yonsei University, dan lainlain. Ada beberapa tantangan dalam menggunakan buku-buku ini. Pertama adalah dari segi audiens atau segi penggunanya. Beberapa buku menggunakan direct method, dimana meski yang diajarkan adalah level yang paling dasar, semua materi termasuk instruksi diberikan dalam Bahasa Korea. Hal ini mungkin tidak begitu bermasalah ketika si pembelajar berada di lingkungan yang menggunakan Bahasa Korea sehingga banyak melakukan komunikasi dengan penutur asli. Namun di Indonesia, dimana bahasa Korea belum begitu dikenal luas dan tidak banyak penutur asli bahasa Korea, kebanyakan pembelajar hanya menggunakan bahasa Korea di dalam kelas, dan mengerjakan tugas di luar kelas tanpa praktik langsung. Apalagi di Universitas Diponegoro yang belum memiliki jurusan Bahasa Korea. Pengguanaan bahasa Kora sangat terbatas antara peserta kuliah atau kursus dengan gurunya. Oleh karena itu, dipilihlah buku-buku yang intruksinya dituliskan dalam bahasa Inggris, sehingga paling tidak ini membantu mereka belajar secara mandiri di rumah. Ketika ada instruksi yang kurang jelas, pengajar juga akan memberikan terjemahanya sehingga peserta kuliah paham akan apa yang harus ia lakukan. Kemudian perlu juga dilakukan semacam penyesuaian. Buku yang berasal dari Korea itu didesain per level. Sementara dengan latar belakang kurikulum tadi, agak sulit untuk menyelesaikan satu buku dalam satu mata kuliah. Misalnya saja, satu bab dalam buku bahasa Korea terbitan Sogang University bisa jadi tak habis dibahas dalam satu kali pertemuan. Sehingga bisa jadi perlu tiga pertemuan untuk menghabiskan dua bab. Belum lagi jumlah bab yang melebihi jumlah pertemuan. Misal, kebanyakan buku pelajaran bahasa Korea dari berbagai universitas di Korea terdiri dari 14 bab, sedangkan waktu untuk mata kuliah Korea hanya 14 kali pertemuan. Menurut hasil pengamatan para KJE tentang penggunaan buku pelajaran bahasa Korea, materi mata kuliah Korean 1-3 setara dengan maksimal level 2. Tantangan yang kedua adalah retensi perkuliahan. Mata kuliah bahasa Korea diberikan satu kali selama seminggu dengan waktu antara 100-120 menit, sama seperti mata kuliah 2 SKS lain yang ada di lingkungan FIB Hal

131


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

ini dirasakan sangat kurang bukan dalam kuantitasnya, namun dalam retensinya yang hanya satu kali satu minggu. Ini berbeda dengan kurikulum kursus Bahasa Korea yang retensinya 2 sampai 3 kali satu minggu. Pihak FIB dan jurusan sangat mengerti bahwa bahasa Korea adalah bahasa yang relative baru di lingkungan FIB sehingga waktu tersebut bisa jadi dirasakan sangat kurang. Namun di sisi lain ada masalah juga mengenai jadwal mahasiswa yang bisa jadi sangat padat dan bisa berbeda setiap individu, tergantung mata kuliah apa saja yang ia ambil. Salah satu solusinya adalah berkoordinasi dengan jurusan untuk mencari slot waktu dan ruangan yang kosong supaya pertemuan bisa diadakan 2 kali seminggu, dengan konsekuensi selesai lebih cepat dari perkiraan. Ujian tengah dan akhir semesterpun diberikan dispensasi untuk bisa diadakan secara fleksibel waktunya (tidak harus sama dengan jadwal universitas). KJE biasanya akan melakukan konfirmasi kepada mahasiswa terlebih dahulu supaya tidak terjadi bentrok dengan mata kuliah lain yang diambil mahasiswa.

Kendala Merintis Jurusan Bahasa Korea di Universitas Diponegoro Apabila satu universitas di Indonesia ingin membuka jurusan baru, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Beberapa persyaratan menyangkut sarana dan prasarana fisik seperti gedung perkuliahan, kelengkapan alat perkuliahan, ketersediaan slot administrative dan sebagainya. Untuk masalah ini, menurut hemat kami Universitas Diponegoro, yang dalam hal ini FIB sudah cukup memiliki sarana dan prasarana tersebut. Ada kendala besar yang sampai saat ini masih dihadapi, bukan hanya jurusan yang masih dalam tahap rintisan seperti jurusan Bahasa Korea, namun juga jurusanjurusan lain, yang sudah ada dan masih relatif baru. Masalah tersebut adalah ketersediaan pengajar. Yang pertama adalah dari aspek formasi pegawai atau dosen tetap. Untuk mendirikan sebuah jurusan baru, ada kuota dosen tetap yang harus dipenuhi. Universitas Diponegoro adalah salah satu universitas negri di Indonesia. Sehingga dosen yang berstatus tetap di Universitas Diponegoro secara otomatis haruslah merupakan pegawai negara (baca: pegawai negri sipil disingkat PNS), yang di Korea biasa disebut Kungmuwon. Mereka harus lolos dalam tes PNS seperti yang pegawai negara lainya seperti pegawai kementrian, provinsi, kota, dinas, kelurahan dll. Hal ini berbeda dengan universitas swasta yang perekrutanya diserahkan sepenuhnya pada yayasan, dan dosen tersebut otomatis merupakan pegawai yayasan. Dengan mudah mereka dapat merekrut dosen tetap saat dibutuhkan. Kebutuhan dosen untuk universitas negri harus disampaikan ke pemerintah, dan apabila disetujui

132


Perkembangan Studi Bahasa dan Budaya Korea di Indonesia

barulah dibuka lowongan tersebut. Tidak selalu semua permintaan langsung disetujui. kadang ada kebutuhan yang mendesak. Bagaimana solusinya? Untuk jurusan yang sudah ada, biasanya akan merekrut dosen tidak tetap. Dosen tidak tetap ini statusnya sebagai pengajar paruh waktu dan tidak menerima gaji dari negara, namun dari menerima honorarium yang dananya berasal dari unit usaha di unit kerja yang bersangkutan. Seperti sudah disinggung sebelumnya, untuk mendirikan jurusan baru, salah satu persyaratan adalah terpenuhinya jumlah dosen tetap (PNS), sehingga ini menjadi kendala. Di lingkungan FIB, ada beberapa jurusan baru yang jumlah dosen tetapnya sangat minim seperti jurusan Ilmu perpustakaan dan Jurusan Bahasa Jepang. Sehingga formasi dosen PNS yang tersedia, jika ada, akan diberikan sesuai skala prioritas. Seperti disinggung sebelumnya, semua pengajar bahasa Korea, baik yang mengajar di kursus maupun, yang mengajar di lingkungan FIB berstatus pengajar paruh waktu. Hal ini menjadi dilema. Di satu sisi, untuk mendirikan jurusan Bahasa Korea dibutuhkan beberapa pengajar dengan status tetap (PNS). Di sisi lain, Universitas Diponegoro tidak bisa melakukan perekrutan dosen tetap tanpa ijin dari negara. Hal ini wajar karena semua gaji para dosen tetap berasal dari kas negara. Dilema ini dihadapi tidak hanya oleh Universitas Diponegoro tapi juga universitas negri lain. Menyadari hal ini, pemerintah pernah merintis skema universitas negri berbadan hukum atau BHMN (Badan Hukum Milik Negara). Skema ini memungkinkan pengelolaan universitas termasuk dana dan perekrutan pegawai (dan dosen) secara lebih luwes. Beberapa universitas negri dipilih untuk menjadi pilot project perubahan status ini. Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada (Universitas yang memiliki jurusan Bahasa Korea) adalah dua dari beberapa universitas negri di Indonesia yang statusnya BHMN. Ini menyebabkan mereka bisa merekrut dosen tetap tanpa harus menjadi PNS. Dosen universitas BHMN tidak harus PNS, tapi cukup menjadi pegawai Universitas yang bersangkutan. Jadi di universitas BHMN ada dosen tetap yang statusnya PNS dan statusnya non-PNS. Hal ini mendukung terbentuknya jurusan-jurusan baru secara lebih cepat tanpa harus menunggu perekrutan PNS dari pemerintah. Namun ternyata terdapat beberapa hal yang harus disempurnakan, terutama dalam hal pengelolaan keuangan dan kepegawaian, pada proyek BHMN ini sehingga universitas-universitas yang tadinya menjadi pilot project BHMN diberikan waktu transisi untuk mengembalikan status lamanya. Oleh karena itu, hal yang menjadi kendala utama adalah mengenai ketersediaan pegawai tetap, karena Universitas Diponegoro dengan status negrinya harus menunggu ketersediaan formasi dari pemerintah. Pada saat mendirikan ju-

133


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

rusan Jepang, solusi yang pernah ditempuh adalah dengan mengajukan formasi dari jurusan lain. Misalnya, basis administratif dosen PNS yang mengajar bahasa Jepang berada di bawah jurusan Sastra Inggris. Strategi ini dulu cukup manjur hingga berdirinya jurusan Jepang. Namun pada situasi seperti ini strategi ini agak sulit dilakukan karena jurusan Sastra Inggris sendiri mengalami kekurangan dosen tetap karena ada yang meninggal dan beberapa yang sudah masuk masa pensiun. Mencangkokan dosen ke jurusan lain juga agak sulit dilakukan karena akan mengurangi jatah dosen di jurusan tersebut. Tantangan yang ke dua adalah dari pemutakhiran kualifikasi pengajar yang terbaru. Direktorat pendidikan tinggi yang membawahi pengelolaan universitas di Indonesia sekarang mensyaratkan standar kualifikasi dosen. Untuk kualifikasi pendidikan, gelar minimal harus S2, dan gelar S2 tersebut haruslah linier dengan jurusan yang dilamar dan juga S1-nya. Misalnya, seseorang yang akan mengajar di Jurusan Bahasa Indonesia haruslah bergelar magister di bidang sastra atau linguistik, dan harus linier dengan S1-nya. Artinya, seseorang yang lulus dari jurusan yang bukan sastra/bahasa Indonesia tidak diperbolehkan melamar. Ini juga berlaku untuk dosen yang akan studi lanjut. Pada masa yang lalu, boleh saja seorang dosen tidak liner antara gelar S1-S2 dan S3-nya. Bahkan di masa lalu banyak dosen yang bisa menjadi guru besar (professor) walau gelarnya tidak linier (misal S1 Bahasa Indonesia dan S2 serta S3-nya antropologi). Maka dari itu, kualifikasi untuk pengajar bahasa Korea (apabila tersedia formasi) haruslah linier. Tersedia daftar rumpun ilmu untuk mengecek linearitas bidang ilmu. Misalnya seorang lulusan S1 bahasa dan Sastra Korea dianggap linear apabila S2 dan S3-nya mengambil bidang sastra, linguistik atau pendidikan bahasa. Memang ada beberapa kandidat yang bergelar master atau doctor pengajaran bahasa Korea. Namun karena S1-nya tidak sesuai, (misal S1 sastra Inggris), maka ini tidak dianggap linier. Khusus untuk jurusan bahasa Korea, belum banyak lulusan pengajaran bahasa atau linguistik dan sastra Korea yang linier dengan S1-nya. Bahkan di beberapa universitas negri yang memiliki jurusan Bahasa Korea, pengajar jurusan bahasa dan Sastra Korea, gelar S1-nya tidak selalu linier, mulai dari sastra inggris, bahasa Indonesia sampai bahasa arab. Namun predikat universitas BHMN membuat perekrutan pegawai, termasuk dari segi kualifikasinya secara otonomi berada di tangan universitas yang bersangkutan dan bukan di tangan negara. Keleluasaan inilah salah satu yang menyebabkan universitasuniversitas BHMN bisa membangun jurusan bahasa Korea.

134


Perkembangan Studi Bahasa dan Budaya Korea di Indonesia

Prestasi di Tengah Keterbatasan Dari beberapa tantangan yang telah disebutkan di bagian sebelumnya, yang belum bisa diatasi adalah kendala dari perekrutan pegawai. Sehingga yang paling bisa dilakukan adalah dengan mengoptimalkan sumber daya yang ada. Selain dari KOICA, pengajaran bahasa Korea juga dilakukan di Unit layanan Bahasa Korea berbentuk kursus. Peraturan perekrutan dan kualifikasi pengajar tadi berlaku untuk dosen tetap. Namun untuk pengajar tidak tetap, apalagi yang mengajar di kursus (pelatihan, pendidikan nongelar), perekrutan lebih leluasa. Karena kami memang menyadari, kompetensi adalah yang utama. Sehingga yang paling utama adalah mereka memiliki kompetensi mengajar bahasa Korea di level kursus. Kendati tidak memiliki jurusan Bahasa Korea, berbagai prestasi telah diraih para mahasiswa yang mengikuti mata kuliah Bahasa Korea, baik di level FIB maupun kursus. Mulai dari yang tingkatnya partisipatif, misalnya peserta youth camp, penerima beasiswa, volunteer camp, pertukaran pelajar, sampai beberapa kejuaraan bahasa Korea. Misalnya saja, salah satu prestasi terakhir adalah pada kejuaraan kontes pidato dalam bahasa Korea yang diadakan di Universitas Indonesia. Peserta dari Undip berhasil meraih juara ke empat. Hal ini cukup membanggakan mengingat, pertama: Undip belum memiliki jurusan Bahasa Sastra dan Korea, Kedua: peserta didominasi mahasiswa yang jurusanya adalah bahasa Korea, dan ketiga: peserta dari Undip bahkan bukan berasal dari jurusan bahasa. Mahasiswa ini berasal dari jurusan teknik arsitektur, namun mengikuti kursus bahasa Korea. Selain dibimbing oleh pengajar kursus, peserta ini juga dibimbing oleh KJE. KJE di undip, meskipun tidak menerima bayaran, namun secara sukarela mau membimbing siapapun yang berminta terhadap bahasa dan budaya Korea. Mrs. Park Daeny misalnya, pernah meminjam ruangan untuk membantu beberapa mahasiswa untuk mempersiapkan diri menghadapi TOPIK (TOEFL bahasa Korea). Beliau bersedia melakukan hal itu meskipun pihak kursus maupun FIB sudah menmberitahu bahwa tidak ada kompensasi yang bisa diberikan. Namun Mrs. Park Daeny seara sukarela tetap bersedia membimbing mahasiswa tersebut. Kami di Universitas Diponegoro sangat bersyukur selama ini KJE yang kami terima tak hanya melaksanakan tugas mengajar namun memiliki sisi afektif yang sangat tinggi.

Kerjasama Lanjut Universitas Diponegoro adalah universitas yang sedang berusaha memperkuat jaringan pendidikanya dengan universitas lain, sehingga banyak sekali kerjasama antar universitas (U to U), atau dengan lembaga baik di dalam

135


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

maupun luar negri. Justifikasi dari kerjasama tersebut adalah Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani otoritas tertinggi (atau yang mewakili) di Universitas atau lembaga yang terkait. Seringkali Fakultas Ilmu Budaya sebagai pengguna jasa KOICA, dalam hal ini Jurusan Sastra Inggris atau Unit Layanan Bahasa Korea, mengalami kesulitan ketika pembantu rektor IV di bidang kerjsama meminta kami melakukan mengadakan MoU dengan KOICA. Di satu sisi pengelola menyadari bahwa Universitas Diponegoro membutuhkan MoU sebagai fondasi legal Kerjasama antar lembaga. Namun di sisi yang lain, perlu kesadaran dari pihak pimpinan universitas Diponegoro bahwa sebetulnya kerjasama KOICA sudah kuat landasan hukumnya, yaitu kerjasama dengan Depdikbud yang dalam hal ini Dirjen Dikti yang menaungi Universitas Diponegoro. Namun sebenarnya yang paling mendesak adalah kebutuhan pengajar Bahasa Korea. Maka yang paling penting sekarang adalah kelanjutan KJE di FIB karena saat ini untuk keperluan pengajaran bahasa Korea, ketersediaan staf pengajar sepenuhnya disediakan oleh KOICA. Cara lain adalah dengan menjalin kerjasama yang saling menguntungkan dengan universitas lain di Korea, atau universitas di Indonesia yang memiliki jurusan bahasa Korea untuk memenuhi kebutuhan pengajar tadi. Inilah beberapa pilihan alternative yang bisa dilakukan paling tidak sampai tersedianya formasi PNS dosen bahasa Korea di Universitas Diponegoro.

Penulis: Prihantoro adalah staf pengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro. Ia menempuh studi pasca sarjana di Graduate School of Linguistics, Hankuk University of Foreign Studies dengan dukungan Korean Government Scholarship Program. E-mail:prihantoro2001@yahoo.com

136


Bahasa Korea dalam Kacamata Bahasa Indonesia

BAHASA KOREA DALAM KACAMATA BAHASA INDONESIA Florian Hutagalung

Pendahuluan Pendidikan bahasa Korea di perguruan tinggi Indonesia sudah berlangsung kurang lebih selama 25 tahun. Dibandingkan dengan pendidikan bahasa Jepang, Cina, Belanda, Jerman, dan bahasa asing umum lainnya, pendidikan bahasa Korea di Indonesia relatif masih baru. Selain itu jumlah institusi pendidikan bahasa Korea non-universitas seperti pusat bahasa asing, lembaga kursus, dan lain sebagainya belum sebanyak lembaga kursus bahasa asing lainnya. Tentunya merintis pendidikan bahasa Korea di Indonesia yang boleh dikatakan “dimulai dari nol� tidaklah mudah. Para perintis pendidikan bahasa Korea di Indonesia patut diacungi jempol karena telah bekerja dengan gigih untuk mengajarkan bahasa Korea kepada masyarakat Indonesia dengan segala kekurangan baik fasilitas maupun saran pendidikan lainnya. Bahasa Korea termasuk dalam rumpun bahasa Altai19 dan merupakan bahasa aglutinatif yang memiliki ciri khas yang mirip dengan bahasa Indonesia yang menggunakan afiksasi (pengimbuhan) untuk mengubah makna gramatikal suatu kata atau bentuk dasar20. Akan tetapi mengajarkan bahasa Korea 19

20

Banyak ahli yang menggolongkan bahasa Korea dan bahasa Jepang ke dalam rumpun bahasa Altai (Altaic language), tetapi belakangan ini tidak sedikit ahli bahasa yang menyebutkan bahwa kedua bahasa di atas adalah rumpun bahasa yang terpisah (isolate language). Kemiripan dalam berbagai ciri fonologis, morfologis, dan gramatikal membuat para ahli bahasa dan penulis tetap menyertakan bahasa Korea dan Jepang ke dalam rumpun bahasa Altai. Bahasa Indonesia termasuk ke dalam rumpun bahasa Austronesia yang mencakup bahasa-bahasa yang terdapat di Madagaskar, Formosa (Taiwan), Filipina, Indonesia, hingga pulau Paskah. Rumpun bahasa Austronesia diperkirakan berasal dari bahasabahasa di Formosa yang sebelum mendapat pengaruh bahasa dan kebudayaan Cina memiliki berbagai macam bahasa yang sangat saling berbeda satu dengan yang lain. Rumpun bahasa Austronesia memiliki kesamaan ciri gramatikal yakni memiliki imbuhan yang ditempelkan pada kata dasar sehingga membentuk makna gramatikal yang baru.

137


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

tidak semudah yang kita bayangkan. Bahasa Korea menggunakan aksara yang disebut Hangeul yang diciptakan di zaman dinasti Joseon pada tahun 1443 dan mulai digunakan secara luas oleh masyarakat Joseon sejak tahun 1446. Selain itu bahasa Korea memiliki struktur kalimat yang sangat berbeda dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki struktur S-P-O (subjekpredikat-objek) sementara bahasa Korea berstruktur S-O-P (subjek-objekpredikat). Bahasa korea juga memiliki partikel gramatikal yang berfungsi untuk menandai kasus bahasa seperti layaknya dalam bahasa Jepang. Tingkat keformalan atau kesopanan bahasa juga menjadi ciri khas tersendiri bahasa Korea yang tentunya tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Hal-hal yang disebutkan di atas adalah hal-hal utama yang harus diajarkan kepada para siswa di dalam kelas bahasa Korea, namun ada kalanya atau kerap kali tenaga pengajar kurang atau tidak bisa menyampaikan inti dari hal-hal mengenai bahasa Korea yang sangat berbeda dengan bahasa Indonesia tersebut. Untuk mengajarkan sebuah bahasa baru diperlukan sebuah bahasa pengantar yang dimengerti baik oleh pengajar maupun oleh pelajar, dalam hal ini adalah bahasa Indonesia. Tingkat pemahaman pengajar akan ciri khas bahasa yang diajarkan dan bahasa pengantar akan mempengaruhi pemahaman pelajar akan bahasa yang dipelajarinya. Esai ini bertujuan untuk mendalami ciri khas bahasa Korea dengan menilik kembali bahasa Korea dari sudut pandang bahasa Indonesia. Penulis akan membagi isi pembahasan ke dalam tiga pokok pembahasan, yakni aksara Hangeul dan pelafalan, tata bahasa, serta kebudayaan. Penulis berharap esai ini dapat membantu para pengajar bahasa Korea dan juga para pelajar bahasa Korea memahami bahasa Korea lebih mendalam menggunakan kacamata bahasa Indonesia.

Bahasa Korea dalam Kacamata Indonesia Seperti yang telah disebutkan di atas, penulis akan membahas ciri khas bahasa Korea serta membandingkannya dengan bahasa Indonesia. Pembahasan terbagi atas tiga bagian, yaitu aksara Hangeul dan pelafalan, tata bahasa, serta kebudayaan Korea.

Ditinjau dari aspek pengimbuhan tersebut bahasa Korea dan bahasa Indonesia memiliki kesamaan ciri khas yang berbeda dalam penggunaannya. Imbuhan dalam bahasa Korea biasanya menunjukkan tingkat kesopanan terhadap lawan bicara atau menambahkan makna dan tidak memiliki fungsi seluas dan sebesar imbuhan dalam bahasa Indonesia.

138


Bahasa Korea dalam Kacamata Bahasa Indonesia

-

Aksara Hangeul dan Pelafalan Berbeda dengan aksara silabis bahasa Jepang, yakni Hiragana dan Katakana serta aksara morfemis bahasa Cina, Hanzi, bahasa Korea menggunakan aksara yang disebut Hangeul yang berarti “huruf atau aksara Korea”. Hangeul diciptakan pada zaman Joseon tahun 1443 dan mulai digunakan secara luas semenjak tahun 1446. Sebagian ahli mengatakan Hangeul memiliki 24 buah karakter aksara dan sebagian lain berpendapat bahwa Hangeul memiliki 40 buah karakter aksara, namun pada dasarnya Hangeul memiliki 14 buah konsonan dan 10 buah vokal21. Pembedaan vokal dan konsonan dalam aksara Hangeul justru mempermudah pelajar Bahasa Korea di Indonesia untuk mempelajarinya karena bahasa Indonesia yang kini menggunakan alfabet seperti layaknya bahasa-bahasa Eropa seperti bahasa Inggris membedakan vokal dari konsonan. Kendala yang yang dapat dirasakan oleh pelajar Indonesia dalam mempelajari Hangeul adalah bentuknya yang sangat berbeda dari alfabet. Berbeda pula dari alfabet, Hangeul tidak dituliskan secara mendatar dan berurutan. Hangeul memiliki ketentuan penulisan yang mengelompokkan beberapa konsonan dan vokal menjadi sebuah suku kata yang tidak dapat dipisahkan. Setiap suku kata biasanya terdiri atas bunyi awal, bunyi tengah, dan bunyi akhir di mana bunyi awal dan bunyi akhir adalah konsonan sementara bunyi tengah adalah vokal. Sebuah suku kata tidak harus memiliki bunyi akhir (biasa disebut sebagai akhiran atau badchim), tetapi harus memiliki bunyi awal dan bunyi akhir. Selain itu karena vokal dalam aksara Hangeul ada yang dituliskan secara vertikal, ada pula yang dituliskan secara mendatar, dan juga ada yang berupa gabungan antara vokal vertikal dan mendatar, maka penulisan suku kata dalam aksara Hangeul memiliki ketentuan tertentu. Posisi konsonan awal ditentukan oleh vokal yang mengikutinya. Konsonan awal akan dituliskan di atas vokal mendatar dan akan dituliskan di sebelah kiri vokal vertikal. Ketentuan penulisan aksara Hangeul dapat disimak melalui tabel berikut.

21

Hangeul memiliki 14 buah konsonan dan 10 vokal dasar. Ke-14 konsonan dasar tersebut adalah ‘ㄱ,ㄴ,ㄷ,ㄹ,ㅁ,ㅂ,ㅅ,ㅇ,ㅈ,ㅊ,ㅋ,ㅌ,ㅍ,ㅎ’ sementara ke-10 vokal dasar dalam aksara Hangeul adalah ‘ㅏ, ㅓ, ㅗ, ㅜ, ㅡ, ㅣ, ㅐ, ㅔ, ㅟ, ㅚ’. Selain konsonan dan vokal dasar di atas, Hangeul memiliki 5 buah konsonan ganda, yakni ‘ㄲ, ㄸ, ㅃ, ㅆ, ㅉ’ dan 11 buah vokal ganda atau diftong, yaitu ‘ㅑ, ㅕ, ㅛ, ㅠ, ㅒ, ㅖ, ㅘ, ㅝ, ㅙ, ㅞ, ㅢ’ .

139


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

Tabel 1 Ketentuan Penulisan Aksara Hangeul Sesuai dengan tabel di atas, penulisan konsonan dan vokal dalam aksara Hangeul memiliki peraturan yang tentunya lebih sulit daripada ketentuan penulisan alfabet Latin yang hanya perlu dituliskan berderet dari kiri ke kanan. Hal ini tentunya membuat para pengajar perlu mengajarkan penulisan aksara Hangeul kepada pelajar secaara lebih teliti. Setelah mempelajari aksara Hangeul, tentunya pelajar harus mempelajari pelafalan setiap aksara yang dipelajarinya. Pelafalan bahasa Korea bisa dikatakan cukup sulit bagi pelajar Indonesia karena bahasa Korea memiliki bunyi atau fonem yang tidak dimiliki atau berbeda dari bunyi atau fonem dalam bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki konsonan bersuara (voiced consonants) dan konsonan nirsuara (voiceless consonants) sementara konsonan dalam bahasa Korea dapat dibagi atas konsonan biasa, konsonan fortis, dan konsonan aspirasi22. Sebagian besar bahasa-bahasa di dunia membedakan fonem atau bunyi bersuara dan nirsuara dan pasangan konsonan yang memiliki titik artikulasi sama seperti [k] dan [g] atau [p] dan [b] akan mempengaruhi arti sebuah kata bila saling tertukar. Pasangan kata 22

Konsonan bersuara adalah konsonan yang memiliki bunyi yang terjadi karena getaran pita suara sementara konsonan nirsuara tidak memiliki getaran pita suara. Konsonan biasa dalam bahasa Korea kadang dilafalkan bersuara dan ada kalanya dilafalkan tanpa suara seperti layaknya konsonan nirsuara dalam bahasa Indonesia. Konsonan fortis adalah konsonan yang dilafalkan lebih kuat dan membutuhkan lebih banyak energi sehingga menghasilkan bunyi yang lebih keras dari konsonan biasa. Konsonan fortis dalam aksara Hangeul dilambangkan dengan konsonan biasa yang dituliskan rangkap. Konsonan aspirasi adalah konsonan yang dilafalkan disertai letupan napas yang cukup keras.

140


Bahasa Korea dalam Kacamata Bahasa Indonesia

yang memiliki arti kata yang berbeda hanya dengan satu fonem berbeda disebut sebagai pasangan minimal (minimal pair), seperti kata “kali” dengan “gali” dan “parang” dengan “barang”. Akan tetapi pasangan minimal dalam bahasa Korea dapat terdiri atas 3 buah atau lebih kata karena seperti yang dijelaskan di atas, konsonan bahasa Korea yang memiliki cara pelafalan dan titik artikulasi yang sama terdiri atas konsonan biasa, fortis, serta aspirasi. Pasangan minimal dalam bahasa Korea dapat ditemukan dalam kata ‘달 (dal)’ (bulan), ‘딸 (ttal al)’ (anak perempuan), dan ‘탈 (thal)’ (topeng). Selain itu konsonan akhir yang disebut ‘ 받침 ’ (badchim) biasanya memiliki bunyi yang berbeda dengan bunyi yang dilambangkannya. Konsonan ‘ㅇ’ tidak dibunyikan jika berada di posisi awal sebuah suku kata, akan tetapi akan dilafalkan seperti konsonan ganda “ng” dalam bahasa Indonesia. Pasangan minimal yang memiliki perbedaan dalam konsonan akhir dapat ditemukan dalam kata-kata seperti berikut, ‘낮 (nat)’ (siang), ‘낯(nat)’ (wajah), ‘낱(nat)’ (satuan), dan ‘낫 (nat)’ (sabit). Perhatikan bahwa bunyi keempat kata di atas sama tetapi memiliki konsonan akhir yang berbeda! Selain konsonan, bunyi vokal bahasa Korea juga memiliki titik kesulitan untuk dipelajari oleh pelajar Indonesia. Bunyi vokal bahasa Indonesia cenderung lebih sederhana jika dibandingkan dengan bahasa Korea dan bahkan jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Bahasa Indonesia membedakan bunyi [e] menjadi /e/ dan /ə/ seperti dalam kata “ember” dan “dengar”. Bahasa Korea memiliki bunyi vokal yang lebih banyak daripada bahasa Indonesia dan menuliskannya dalam aksara yang berbeda, namun bunyi beberapa vokal tersebut terdengar sama di telinga pelajar Indonesia. /ㅐ/ dan /ㅔ/ terdengar seperti bunyi /e/ sementara /ㅗ / dan /ㅓ/ terdengar seperti bunyi /o/ dalam bahasa Indonesia, walaupun sebenarnya /ㅐ/ dibunyikan seperti /e/ dan /ㅔ/ dibunyikan seperti /ε/ sementara /ㅗ/ dibunyikan seperti /o/ dan /ㅓ/ dibunyikan seperti /Λ/. Perbedaan antara /ㅐ/ dan /ㅔ/ memang kurang diterapkan bahkan oleh penutur asli bahasa Korea, tetapi /ㅗ / dan /ㅓ/ dilafalkan berbeda seperti layaknya /loro/ (dua) dan /lΛrΛ/ (sakit) dalam bahasa Jawa. Sama halnya seperti konsonan, perbedaan vokal yang mirip ini dapat membentuk pasangan minimal yang sangat berbeda arti, seperti ‘내 (nae)’ (milikku) dan ‘네 (ne)’ (milikmu), serta ‘독 (dok)’ (racun) dan ‘덕 (deok)’ (moral). Pemahaman pengajar akan perbedaan bunyi bahasa Korea dan bahasa Indonesia saat mengajarkan bunyi atau fonem bahasa Korea yang dilambangkan oleh aksara Hangeul kepada pelajar Indonesia akan sangat menentukan keberhasilan pelajar dalam aspek kemampuan berbicara. Di luar beberapa

141


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

permasalahan yang penulis kemukakan di atas tentunya masih ada banyak perbedaan bunyi baik vokal maupun konsonan dan juga pelafalan kata secara keseluruhan yang dapat menjadi kendala dalam proses belajar-mengajar bahasa Korea, namun esai ini tidak akan cukup jika harus menuliskan segala perbedaan pelafalan kedua bahasa. -

Tata Bahasa Baik bahasa Korea maupun bahasa Indonesia adalah bahasa aglutinatif dan juga dikenal sebagai bahasa berbasis topik, namun kedua bahasa ini sangat berbeda dalam segi tata bahasa atau gramatikal. Beberapa hal penting yang patut diperhatikan dan diutamakan dalam pengajaran tata bahasa Korea kepada pelajar Indonesia adalah struktur dan akhiran kalimat, partikel bahasa, serta kala (tense). Struktur S-P-O (subjek-predikat-objek) bahasa Indonesia tentunya sangat berbeda dengan struktur S-O-P (subjek-objek-predikat) bahasa Korea. Tentunya struktur bahasa Korea yang tidak sama seperti bahasa Inggris atau Eropa lainnya membuat sebagian besar pelajar Indonesia perlu waktu lebih lama untuk mencerna struktur bahasa yang unik tersebut. Selain itu bahasa Korea juga memiliki akhiran kalimat yang menentukan hubungan antar frase atau klausa dalam kalimat atau menunjukkan tingkat kesopanan atau keformalan suatu kalimat yang tentunya menambah kesulitan bagi para pelajar. Akhiran kalimat yang menentukan hubungan antar frase atau klausa dalam bahasa Korea dapat diperbandingkan dengan kata sambung bahasa Indonesia seperti “untuk”, “dan”, “atau”, “kemudian”, dan lain sebagainya. Tingkat kesopanan atau biasa disebut dengan ragam hormat tidak ada dalam bahasa Indonesia, namun dapat ditemukan dalam bahasa Jawa, bahasa Sunda, atau beberapa bahasa daerah lainnya walau tidak sepenuhnya sama. Membandingkan ragam hormat bahasa Korea dan kromo dalam bahasa daerah diperkirakan dapat membantu pemahaman pelajar Indonesia akan ragam hormat bahasa Korea yang cukup rumit dan banyak tersebut. Bahasa Indonesia menggunakan kata depan (preposisi) seperti “di”, “ke”, “dari”, dan lain-lain untuk menunjukkan keterangan di dalam kalimat sementara Bahasa Korea menggunakan kata belakang atau postposition (partikel bahasa) untuk menunjukkan kasus bahasa atau fungsi sebuah kata dalam kalimat. Partikel dalam bahasa Korea tidak hanya berfungsi menunjukkan keterangan di dalam kalimat, tetapi juga menunjukkan subjek, objek, dan bahkan juga predikat23. Fungsi sebuah kata dalam kalimat bahasa Indonesia tidak selalu 23

Predikat dalam bahasa Korea biasanya terdiri atas verba (kata kerja) atau adjektiva (kata sifat) seperti layaknya dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi ‘이다 ’ yang biasanya diterjemahkan sebagai pengganti kata kerja “adalah” dalam bahasa Indonesia atau “to be” dalam bahasa Inggris dianggap sebagai partikel penunjuk predikat oleh para ahli bahasa di Korea.

142


Bahasa Korea dalam Kacamata Bahasa Indonesia

memiliki fungsi yang sama dalam kalimat bahasa Korea sehingga menyebabkan banyak kekeliruan dalam penggunaan partikel yang tepat. Belum lagi ditambah dengan adanya beberapa partikel seperti ‘은/는’, ‘이/가’, ‘을/를’, dan lain sebagainya yang harus memperhatikan apakah kata yang diikutinya berakhir dengan vokal atau konsonan akhir dan juga adanya beberapa partikel yang mengikuti ragam hormat yang digunakan dalam kalimat. Jikalau pengajar jeli akan perbedaan peranan suatu kata dalam kalimat kedua bahasa, niscaya pengajar akan dapat menyampaikan perbedaan tersebut secara mendetail kepada pelajar sehingga pelajar tidak akan keliru dalam menggunakan partikel. Selain itu penggunaan partikel yang disesuaikan dengan bunyi akhir sebuah kata dapat diajarkan sesuai dengan pengajaran penulisan aksara Hangeul sementara penggunaan partikel yang mengikuti ragam hormat dapat dijelaskan pula saat menjelaskan akhiran kalimat yang mengikuti ragam hormat seperti yang dijelaskan sebelumnya di atas. Kendala terbesar berikutnya adalah kala (tense) yang tidak dimiliki oleh bahasa Indonesia. Bahasa Korea membedakan kala futur, kala kini, dan kala lampau melalui akhiran kalimat yang berbeda dan penggunaan akhiran kalimat yang sesuai dengan kala yang digunakan adalah penting, namun sebagian pelajar Indonesia tingkat pemula menemukan banyak kesulitan untuk menerapkan akhiran-akhiran kalimat tersebut saat berbicara. Kendala menggunakan kala tidak hanya terjadi pada pelajar bahasa Korea, tetapi juga pada pelajar Indonesia yang mempelajari bahasa Jepang, bahasa Inggris, bahasa Jerman, bahasa Spanyol, dan lain-lain yang memiliki kala waktu dalam bahasa mereka. Oleh karena itu pengajar harus membiasakan pelajar menggunakan bentuk kala dengan benar secara intensif. Selain aspek-aspek yang telah dibahasa di atas masih banyak aspek gramatikal kedua bahasa yang sangat berbeda, misalnya bahasa Indonesia memiliki imbuhan yang berfungsi memberikan makna baru dan mengubah kelas kata sementara imbuhan dalam bahasa Korea berfungsi untuk menambahkan makna. Akan tetapi penulis hanya akan menyampaikan beberapa hal penting yang patut diperhatikan saat mengajarkan bahasa Korea kepada pelajar tingkat pemula.

Tabel 2 Contoh Penulisan Verba ‘가다 ’ dalam Berbagai Kala dan Ragam Hormat

143


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

-

Kebudayaan Korea dan Indonesia berada dalam lingkup dunia timur yang membuat kedua negara memiliki kesamaan budaya secara garis besar. Akan tetapi kebudayaan Korea sangat dipengaruhi oleh konfusianisme sementara kebudayaan Indonesia sangat dipengaruhi oleh agama-agama di Indonesia terutama agama Islam. Bangsa Korea adalah bangsa yang terdiri atas satu suku bangsa dan berada di semenanjung Korea sementara Indonesia adalah sebuah negara majemuk yang terdiri atas ribuan pulau dan memiliki kurang lebih 300 buah suku bangsa. Korea memiliki 4 buah musim yang sangat saling berbeda satu dengan yang lain sementara Indonesia adalah negara tropis yang hanya memiliki musim hujan dan kemarau. Walau negara Indonesia mengakui keberadaan agama dan kepercayaan lain, jumlah pemeluk agama Islam di Indonesia adalah yang terbanyak di dunia. Oleh karena itu agama Islam banyak mempengaruhi bidang politik, masyarakat, kebudayaan, sejarah, dan lain sebagainya negara Indonesia dalam perkembangannya sehingga negara Indonesia dikenal sebagai negara yang menomorsatukan keTuhanan dalam segala aspek kehidupan. Hal ini menyebabkan banyak ungkapan yang berhubungan dengan Tuhan, seperti “Ya Tuhan.”, “Masya Allah.”, “Aduh Gusti!” dan lain sebagainya. Bahasa Korea pun mengenal basa-basi walaupun tidak se”basa-basi” bahasa Indonesia. Seperti halnya dalam bahasa Indonesia basa-basi sangat diperlukan dan penting dalam kehidupan bermasyarakat di Korea. Kemampuan pelajar untuk tanggap akan basa-basi yang dilontarkan oleh penutur asli bahasa Korea pada umumnya akan menambah kemampuan berbicara pelajar dalam waktu yang relatif lebih singkat. Namun untuk menambah wawasan tentang Korea dan bahasa Korea tidak ada yang lebih menarik lagi daripada peribahasa. Membandingkan peribahasa kedua bahasa dapat memberikan masukan tentang kebudayaan dan juga pola pikir masyarakat serta tata bahasa Korea. Banyak peribahasa Korea yang mirip atau persis sama dengan peribahasa Indonesia dan di antaranya yang paling sama adalah ‘벼는 익을수록 고개를 숙인다’ yang dalam bahasa Indonesia adalah “padi makin berisi makin merunduk”. Melalui peribahasa yang berhubungan dengan padi dan juga beras atau nasi, pelajar diajak untuk memahami bahwa Korea adalah negara Asia yang menanam padi dan makan nasi serta masih memegang erat kebudayaan dan tata cara timur seperti halnya Indonesia. Selain peribahasa di atas masih ada peribahasa yang memiliki arti yang sama, namun memiliki ungkapan yang berbeda, seperti ‘원숭이도 나무에서 떨어진다 ’ yang memiliki arti yang sama dengan “sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya jatuh ke tanah juga”.

144


Bahasa Korea dalam Kacamata Bahasa Indonesia

Ada juga beberapa kata yang digunakan untuk arti yang sama dalam peribahasa kedua bahasa. Dalam bahasa Korea ‘스승’ (guru) dan ‘아버지 ’ (ayah) biasanya digunakan dalam menggambarkan rasa hormat dan kepatuhan terhadap orang tua atau yang dituakan. Sebaliknya dalam bahasa Indonesia biasanya “ibu” banyak digunakan untuk menggambarkan hal yang sama dan kasih orang tua. Masyarakat Indonesia yang banyak mendapat pengaruh agama Islam tidak memiliki kebudayaan minum-minum ataupun makan daging babi sehingga berbeda dengan peribahasa Korea, dalam peribahasa Indonesia “babi” atau “minuman keras” tidak dapat ditemukan. Selain itu kata ‘여자 ’ dan “wanita” dalam kedua bahasa biasanya digunakan dalam peribahasa yang menggambarkan suatu peristiwa yang kurang baik atau negatif. Menjelaskan persamaan dan perbedaan kedua bangsa dan bahasa melalui peribahasa dan aspek kebudayaan lainnya sangat penting dalam pengajaran bahasa dan kebudayaan Indonesia kepada pelajar Indonesia. Melalui peribahasa kita dapat mengetahui bahwa Korea adalah negara yang memiliki dasar kebudayaan beraliran konfusianisme, negara yang berada di sebuah semenanjung, memiliki iklim yang berubah-ubah sesuai musimnya, memiliki masyarakat yang homogen, dan lain sebagainya.

Penutup Pendidikan bahasa Korea yang sedang marak dan belum lama berlangsung di Indonesia berada dalam situasi yang tidak mudah. Kekurangan tenaga pengajar lokal (asli Indonesia) menjadi salah satu kendala terbesar dalam proses pengajaran bahasa Korea di Indonesia. Untuk mengajarkan sebuah bahasa asing, bahasa pengantar yang digunakan oleh pengajar maupun oleh pelajar memegang peranan yang sangat penting. Pemahaman para pengajar akan ciri khas bahasa pengantar dan juga bahasa yang diajarkan sangat menentukan hasil pembelajaran pelajar di kemudian hari. Penulis telah mengemukakan beberapa hal penting yang patut diketahui oleh para pengajar bahasa Korea untuk mengajarkan bahasa Korea kepada pelajar di tingkat dasar. Hal-hal tersebut terbagi atas 3 bagian, yakni aksara Hangeul dan pelafalan, tata bahasa, serta kebudayaan Korea. Di luar hal-hal yang telah dibahas di atas sebenarnya masih banyak aspek dan ciri khas bahasa Korea dan Indonesia yang dapat dicari persamaan serta perbedaannya, seperti penggunaan kalimat pasif, kata penggolong (quantifier), kelas kata, kasus bahasa, variasi pelafalan dalam kata, dan lain-lain sebagainya. Akan tetapi penulis bermaksud untuk menunjukkan perbandingan ciri khas dasar kedua bahasa yang dapat berguna bagi pengajaran dan juga proses belajar bahasa Korea bagi orang Indonesia. Penulis berharap agar di masa

145


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

depan akan muncul banyak tenaga pengajar bahasa Korea yang tanggap dan mengerti akan kedua bahasa sehingga dapat menunjukkan persamaan dan perbedaan kedua bahasa kepada pelajar untuk memudahkan proses belajar bahasa Korea di Indonesia.

Referensi 권재일(2008),

「다문화

사회와

언어」,

『다문화

사회의

이해』,

유네스코

아시아 태평양 국제이해교육원, 동녘. 김중섬(2004), 『한국어 교육의 이해』, 한국문화사. 문승현(2002), 『한국 속담과 인도네시아 속담에 관한 연구』, 한국외국어대학교 석사학위논문. 박영순(2007), 『다문화사회의 언어문화 교육론』, 한국문화사. 아딘다(2001), 『인도네시아인을 위한 한국어 교육연구: 한국어 발음 듣기 지도를 중심으로』, 서울대학교 교육학석사학위논문. 안경화(2007), 『한국어 교육의 연구』, 한국문화사. 안영호·전태현(2000), 『알기 쉬운 말레이어의 세계』, 韓國外國語大學校 出版部. 양지선(2007), 『한국어 교육을 위한 한국과 동남아시아 속담 비교 연구: 문화 비교를 중심으로』, 경희대학교 석사학위논문. 이남희(1999), 『외국어로서의 한국어 발음교육: 인도네시아어 화자를 대상으로』, 동아대학교 교육대학원 석사학위논문. 조용환(2008), 「다문화 교육의 의미와 과제」, 『다문화 사회의 이해, 유네스코 아시아 태평양 국제이해교육원』, 동녘. 전태현(1987), 『인도네시아語文論』, 전예원. 조현용(2005), 『한국어 교육의 실제』, 유씨엘. 최길시(1998), 『한국어 교육의 실제』, 태학사. 플로리안(2008), 「인도네시아의 한국어 교육 현황과 제 문제」, 『한국언어문화학』, 제5권 제2호』, 국제한국언어문화학회, 225∼242쪽. 황바이(2008), 『인도네시아인을 위한 한국어 교재 문화 항목의 설정』, 전남대학교 석사학위논문. 황병하(2008), 「다문화 사회와 종교: 이슬람 종교를 중심으로」, 『다문화 사회의 이해』, 유네스코 아시아 태평양 국제이해교육원, 동녘.

146


Bahasa Korea dalam Kacamata Bahasa Indonesia

Li, Charles N. & Thompson, Sandra A.(1976), “Subject and Topic: A New Typology of Language”, in Charles N. Li ed., Subject and Topic, Academic Press, Inc. 457-490 쪽 Ham, Ong Hok.(2005) “Riwayat Tionghoa Peranakan di Jawa (Story of Chinese Descendant in Java): A Collection of Ong Hok Ham’s Articles in Star Weekly 1958-1960". Komunitas Bambu.

Penulis: Florian Hutagalung adalah lulusan program doktor pada Jurusan Linguistik dan Sastra Korea, Sekolah Pasca Sarjana - Kyung Hee University, Seoul. Email: flocarolus7@naver.com

147


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

148


BAGIAN IV MENAPAKI HUBUNGAN KEDUA NEGARA (DARI SUDUT PANDANG MAHASISWA)

149


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

150


Peluang Indonesia dalam Resolusi Konflik Semenanjung Korea

PELUANG INDONESIA DALAM RESOLUSI KONFLIK SEMENANJUNG KOREA Hadza Min Fadhli R.

Pendahuluan Dunia masih menanti dengan harap-harap cemas mengenai perkembangan yang terjadi di Semenanjung Korea. Adanya eskalasi konflik terkini yang ditandai oleh aksi provokatif yang dilakukan oleh Kim Jong-un dalam beberapa bulan ini membuat masyarakat dunia khawatir, hingga sempat muncul wacana bahwa Perang Korea yang Kedua akan segera dimulai. Melihat kecenderungan ini, kita dapat melihat bahwasanya upaya-upaya resolusi konflik dan perdamaian yang coba dilaksanakan selama ini di Semenanjung Korea seolah gagal. Upaya resolusi konflik di Semenanjung Korea sebenarnya telah dimulai pada tahun 1990-an, dimana pada saat itu Korea Utara sedang mengalami krisis kemanusiaan yang luar biasa. Beberapa pihak yang terlibat dalam konflik Semenanjung Korea, mulai dari Amerika Serikat hingga Korea Selatan, melakukan upaya rapprochment kepada pemerintahan Korea Utara. Pada tahun 1994, pemerintahan Korea Utara dan Amerika Serikat menandatangani sebuah kesepakatan (Agreed Framework) terkait dengan penghentian program nuklir dan asistensi ekonomi bagi Korea Utara.24 Sedangkan pada tahun 1998, Korea Selatan memberlakukan Sunshine Policy yang menekankan pada upaya reunifikasi Korea melalui serangkaian dialog bilateral, investasi ekonomi dan lain-lain.25 Namun, kedua program yang dijalankan secara terpisah oleh Amerika Serikat dan Korea Selatan menemui kegagalan. Agreed Framework tidak dapat dijalankan kembali karena ketiadaan komitmen baik dari Amerika Seri24

25

Michael O’Hanlon & Mike Mochizuki, Crisis on the Korean Peninsula: How To Deal With A Nuclear Korean Peninsula, New York: McGraw-Hill, 2003, h. 12 Park Jae-Bong, ‘Sunshine Policy dan Resiko Politik di Semenanjung Korea’, dalam Mukhtasar Syamsuddin et. al. (ed.), Politik dan Pemerintahan Korea, Yogyakarta: INAKOS, 2010, h. 175

151


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

kat dan Korea Utara untuk menaati kesepakatan. Sedangkan Sunshine Policy gagal ditengah jalan karena adanya perubahan arah kebijakan di Korea Selatan serta terjadinya aksi militer yang dilakukan oleh Korea Utara. Setelah dua kegagalan program ini, sebuah upaya kemudian dilakukan untuk memulai lagi resolusi konflik di Semenanjung Korea. Pada tahun 2003, Six-Party Talks muncul sebagai sebuah forum diskusi multilateral yang mencoba untuk menyelesaikan isu-isu urgen di Semenanjung Korea, mulai dari isu reunifikasi, bantuan ekonomi dan pengembangan nuklir. Selama periode 2003-2012, perbincangan mengenai resolusi konflik di Semenanjung Korea dilangsungkan dalam kerangka Six-Party Talks. Dapat diakui bahwa adanya kerangka Six-Party Talks memberikan sebuah keuntungan, yakni menjadi sebuah tempat diskusi dimana kekuatan-kekuatan besar yang memiliki kepentingan dalam konflik Semenanjung Korea dapat bertemu dan mendiskusikan langkah strategis dan pragmatis untuk mewujudkan perdamaian. 26 Walaupun Six-Party Talks telah menghasilkan beberapa rekomendasi terkait konflik Semenanjung Korea, namun rekomendasi-rekomendasi tersebut tidak berjalan disebabkan tidak adanya kemauan politik dari setiap negara sehingga Six-Party Talks menjadi sebuah forum yang tidak dapat berjalan secara progresif (a holding pattern).27 Dari masalah ini, kemudian kita dapat mengevaluasi: Apakah sebenarnya ada metode lain dalam memecahkan konflik di Semenanjung Korea? Apakah ada aktor yang mampu untuk menengahi pertentangan di Semenanjung Korea? Prof. Yang Seung-yoon berpendapat bahwa Indonesia sebagai sebuah negara yang memiliki prinsip politik luar negeri bebas-aktif memiliki peluang untuk menjadi aktor yang dapat berperan dalam resolusi konflik di Semenanjung Korea.28 Penjelasan selanjutnya dalam esai ini akan berfokus untuk menjelaskan bagaimana sebenarnya peluang Indonesia dalam konflik Semenanjung Korea, dilihat dari perspektif historis serta kebijakan luar negeri Indonesia.

Hubungan Panjang Indonesia-Semenanjung Korea Indonesia telah lama menjalin hubungan diplomatik yang kuat dan konstruktif dengan Korea Utara dan Korea Selatan. Pada tahun 1964, Indonesia meresmikan hubungan diplomatik dengan Korea Utara.29 Hubungan diploma26

27 28 29

Wu Chunsi, ‘The Six Party Talks: A Good Platform for Broader Security Cooperation in Northeast Asia’, dalam Korean Journal of Security Affairs (December 2007), Vol. 12, No.2, h. 3 Donald G. Gross, ‘US-Korea Relations: A Holding Pattern for Six-Party Talks’ Disampaikan dalam kuliah Politik Korea pada tanggal 15 April 2013 The National Committee on North Korea, DPRK Diplomatic Relations, <http://www.ncnk.org/ resources/briefing-room/all-briefing-papers/dprk-diplomatic-relations>, diakses pada tanggal 28 April 2013

152


Peluang Indonesia dalam Resolusi Konflik Semenanjung Korea

tik antara Indonesia dan Korea Utara berlangsung dengan amat baik pada awalnya, dimana pada masa itu Soekarno sangat dekat dengan negaranegara Asia yang berideologi Sosialis (poros Jakarta-Beijing-Pyongyang). Soekarno sangat proaktif dalam membangun hubungan dengan Korea Utara dan hal ini ditandai dengan pemberian gelar doktoral honoris causa kepada Kim Il-sung dan pemberian spesies bunga mawar ke Korea Utara yang diberikan nama bunga Kim-ilsungia.30 Pada masa pemerintahan Soeharto, hubungan Indonesia dengan Korea Utara tetap berjalan dalam kerangka gerakan non-blok – meskipun hubungan antara kedua negara berada dalam kondisi yang kaku. Pada masa Reformasi, terutama pada era kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono, kedua negara menjalin kerjasama strategik dalam isu-isu kemanusiaan dan investasi ekonomi.31 Kemudian, pada tahun 1973, Indonesia meresmikan hubungan diplomatik dengan Korea Selatan.32 Hubungan diplomatik Indonesia dan Korea Selatan berjalan dengan normal pada masa Orde Baru hingga Reformasi, ditandai dengan adanya kerjasama ekonomi di antara kedua negara. Setelah Reformasi, hubungan antar kedua negara semakin menuju arah yang progresif, dimana pemimpin kedua negara saling mengadakan kunjungan untuk membicarakan isu-isu strategis seperti isu ekonomi, politik, budaya dan keamanan. Selain itu, baik Indonesia maupun Korea Selatan juga terlibat dalam forum multilateral, seperti Bali Democracy Forum, G-20 dan ASEAN Regional Forum. Hubungan Indonesia dan Korea Selatan mencapai puncaknya pada tahun 2006, dimana Indonesia dan Korea Selatan sepakat untuk menandatangani Deklarasi Bersama Kemitraan Strategik antara Republik Indonesia dan Republik Korea.33

Peran Strategik Indonesia dalam Resolusi Konflik Semenanjung Korea: Peluang dan Tantangan Secara normatif, Indonesia menganut prinsip politik luar negeri bebasaktif. Prinsip politik luar negeri bebas-aktif mempunyai makna bahwa Indone30

31

32

33

Roike Sinaga, Kimilsungia Flower, a symbol cultivating Indonesia-North Korea relationship, 12 Juni 2009, <http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=en&id=352&type=15>, diakses pada tanggal 28 April 2013 The President Post, Indonesia and North Korea Strengthen Bilateral Relations, 23 Juni 2012, <http://www.thepresidentpost.com/?p=18335>, diakses pada tanggal 28 April 2013 Kedutaan Besar Republik Korea untuk Indonesia, Sejarah Hubungan Diplomatik, <http:// idn.mofat.go.kr/worldlanguage/asia/idn/bilateral/politik/sejarah/index.jsp>, diakses pada tanggal 28 April 2013 Kedutaan Besar Republik Korea untuk Indonesia, Sejarah Hubungan Diplomatik, <http:// idn.mofat.go.kr/worldlanguage/asia/idn/bilateral/politik/sejarah/index.jsp>, diakses pada tanggal 28 April 2013

153


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

sia berposisi bebas dan tidak memihak dalam sisi manapun saat terjadi konflik serta aktif dalam mengupayakan resolusi konflik untuk menjamin perdamaian dunia.34 Indonesia telah menjalankan prinsip bebas-aktif secara konsisten, setidaknya terlihat di pengalaman Indonesia dalam memediasi konflik yang terjadi di Asia (konflik Kamboja, Filipina dan Laut Cina Selatan) dan keterlibatan Indonesia dalam berbagai forum multilateral. Dalam hal ini, Indonesia mulai menunjukkan pertanda untuk menjadi emerging middle player dalam diplomasi dunia.35 Adanya modal normatif tersebut, ditambah oleh adanya modal hubungan yang erat dengan Korea Selatan dan Korea Utara serta dukungan domestik dari DPR-RI36, membuat Indonesia memiliki peluang besar untuk terlibat dalam resolusi konflik di Semenanjung Korea. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya dari bagaimana Indonesia dapat membangun taktik berdasarkan strategi politik luar negeri saat ini? Strategi politik luar negeri Indonesia saat ini atau yang disebut sebagai doktrin Natalegawa menekankan bahwa hubungan antar negara-negara di Asia pasca-Perang Dingin dapat menjadi sebuah pijakan baru menuju regionalisme yang lebih dinamis, bukannya sumber konflik.37 Melihat strategi tersebut, Indonesia perlu merancang taktik diplomasi yang cermat dan menyeluruh. Taktik-taktik ini, menurut hemat saya, terdiri dari tiga tahap utama. Tahap pertama adalah pemerintah Indonesia perlu menunjuk seorang utusan khusus atau Ambassador at-large untuk masalah Semenanjung Korea. Penunjukan utusan khusus ini bertujuan supaya pemerintah Indonesia bisa memiliki fokus yang lebih dalam melihat permasalahan Korea. Selain itu, peran utusan khusus adalah melakukan shuttle diplomacy demi meyakinkan pihak-pihak yang berkepentingan dalam konflik di Semenanjung Korea (terutama pihak di Six-Party Talks) sebelum melakukan langkah selanjutnya untuk memulai dialog antar-Korea. Perlu ditekankan bahwa tokoh yang dipilih untuk menjadi utusan khusus harus memiliki pemahaman yang baik tentang masalah Korea dan citra yang baik di mata internasional. 34

35

36

37

The Embassy of the Republic of Indonesia, Washington DC, Indonesia’s Foreign Policy, <http://www.embassyofindonesia.org/foreign/foreignpolicy.htm>, diakses pada tanggal 28 April 2013 Irfa Puspitasari, Indonesia’s New Foreign Policy – Thousands friends, zero enemy, <http:/ /www.idsa.in/system/files/ib_indonesiaforeignpolicy.pdf/>, diakses tanggal 28 April 2013 DPR RI, DPR RI ingin Indonesia menjadi mediator perdamaian Korea Utara dan Korea Selatan, <http://www.dpr.go.id/berita/komisi1/2013/mar/11/5337/dpr-ri-ingin-indonesiamenjadi-mediator-perdamaian-korea-utara-dan-korea-selatan/>, diakses tanggal 28 April 2013 Rene L. Pattiradjawane, Doktrin Natalegawa: Indonesia dalam Politik Globalisasi, Kompas 5 Mei 2010, h. 9

154


Peluang Indonesia dalam Resolusi Konflik Semenanjung Korea

Tahap kedua adalah pemerintahan Indonesia perlu membuat sebuah forum dialog, seperti Jakarta Informal Meeting tahun 1987, untuk mempertemukan Korea Utara dan Korea Selatan. Forum dialog ini bertujuan untuk membangun rasa kepercayaan antar masing-masing aktor melalui serangkaian lokakarya dan diskusi yang dipandu oleh eminent persons yang telah mempunyai kualifikasi dalam resolusi konflik. Perlu ditekankan bahwa forum dialog ini harus berlangsung secara bilateral, sebelum melibatkan pihakpihak lainnya. Dalam pertemuan informal tersebut, para eminent persons serta para delegasi yang terlibat di dalamnya harus menyusun prioritas isu yang didiskusikan. Untuk melakukan negosiasi secara efektif, hendaknya isu-isu yang less salient (seperti investasi ekonomi dan energi) ditempatkan sebagai isu yang pertama dibahas, supaya isu-isu salient (reunifikasi dan nuklir) dapat dibahas secara komprehensif. Tahap ketiga dalam taktik ini adalah Indonesia bersama Korea Utara dan Korea Selatan membangun opini melalui diplomasi publik yang aktif. Pada saat ini, dimana media memegang peran mengatur alur informasi, pemerintahan dari ketiga negara perlu secara aktif mengkomunikasikan hasilhasil kesepakatan yang telah dicapai dari pertemuan informal yang telah dilaksanakan, sehingga terbangun kesadaran dari masyarakat bahwa pemerintahan mereka telah berupaya untuk mewujudkan perdamaian dan reunifikasi di Semenanjung Korea. Namun, dibalik segala peluang ini, Indonesia memiliki beberapa tantangan utama. Hal pertama adalah Indonesia harus memastikan bahwa major powers dalam Six-Party Talks mempercayai Indonesia untuk memediasi konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan. Kedua, Indonesia harus memastikan bahwa harus ada perimbangan antara forum dialog bilateral (informal meeting) dan forum dialog multilateral (Six-Party Talks), dalam artian bahwa kedua forum harus terus berjalan beriringan serta hasil dari salah satu forum tidak akan merusak hasil di forum lainnya. Hal ketiga adalah Indonesia perlu memastikan bahwa setiap negara tetap pada itikad baik dan komitmen politiknya untuk menjalankan kesepakatan. Tentu saja, untuk menghadapi tantangan ini pemerintah Indonesia akan membutuhkan waktu panjang dan usaha yang total.

Kesimpulan Dalam upaya mewujudkan Indonesia sebagai aktor yang dapat menyelesaikan kemelut di Semenanjung Korea, pemerintah Indonesia perlu mengobservasi permasalahan Korea secara komprehensif. Kemudian, setelah melakukan observasi dan menginventarisasi masalah, pemerintah Indonesia perlu menggerakkan elemen-elemen yang berada di legislatif dan eksekutif untuk

155


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

menyusun sebuah taktik diplomasi yang total dan komprehensif. Meskipun taktik tersebut akan menempuh waktu yang panjang, secara perlahan pihakpihak yang berseteru akan menemukan kesepakatan untuk menciptakan Semenanjung Korea yang aman dan stabil.

Penulis: Hadza Min Fadhli Robby adalah mahasiswa Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UGM. E-mail: hadzafadhli@gmail.com

156


Peran Indonesia dalam Penyelesaian Konflik di Semenanjung Korea

PERAN INDONESIA DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI SEMENANJUNG KOREA: PEMANFAATAN ARF DAN PERAN “G TO G” Mega Ayu Putri Giaswati

Konflik Korea sebagai Ancaman Kawasan Korea Selatan dan Korea Utara merupakan dua negara satu rumpun dengan berbagai perbedaan. Latar belakang sejarah dan pengaruh ideologi asing membentuk persinggungan antara dua negara ini. Pendudukan Jepang di kawasan Asia Timur khususnya Korea pada tahun 1910 membawa separasi pembangunan yang cukup kontras antara Korea Utara dan Korea Selatan. Jepang mengkonsentrasikan Korea Utara sebagai wilayah industri alat berat dan persenjataan sedangkan Korea Selatan sebagai wilayah pertanian dan perdagangan. Separasi pembangunan Jepang ini secara tidak langsung membangun kepribadian dua Korea. Hal ini diperparah oleh pengambil-alihan Korea oleh dua kekuatan utama dunia Pasca Perang Dunia II yaitu Uni Soviet dan Amerika Serikat melalui Postdam Conference.38 Pengaruh dua negara polar di kedua Korea ini semakin kuat dan berkembang pada masa Perang Dingin. Perang Dingin menjadi momentum penting dalam sejarah Korea Utara dan Korea Selatan. Perbedaan ideologi dan pengaruh perselisihan AS dan US pada masa itu memicu ketegangan dua negara yang sama sama menganut konfusianisme ini. Konflik perbatasan antara Korea Utara dan Korea Selatan menjadi awal pecahnya perang Korea. Dekade 1950-an menjadi dekade suram kedua negara ini. Pada bulan Juni 1950, Korea Utara dengan bantuan Uni Soviet dan Cina berhasil menekan pertahanan Korea Selatan dan bahkan menduduki Seoul pada Januari 1951.39 Agresifitas Korea Utara terhadap Korea Selatan mendapat kecaman keras dari berbagai negara khususnya Amerika Serikat. Pada tanggal 27 Juli tahun 1953, perundingan 38

39

Amanda Briney, ‘About Geography’, Tension and Conflict Between Korean Penisula (daring), <http://geography.about.com/od/northkorea/a/korean-conflict.htm> diakses pada 26 April 2013 ibid

157


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

perdamaian berakhir dan Zona Demiliterisasi antara kedua negara berhasil dibentuk. Tak lama kemudian, perjanjian gencatan senjata ditandatangani oleh Tentara Rakyat Korea, Relawan Rakyat Cina dan Komando PBB yang dipimpin oleh AS.40 Dari Perang Korea ini terlihat bahwa ketegangan antara dua negara Korea ini tidak hanya berdasar pada perselisihan antara kedua negara, tetapi juga menyangkut stabilitas kawasan. Nur Rahmat Yuliantoro menyatakan bahwa, Asia Timur merupakan salah satu wilayah dengan ketegangan sangat tinggi.41 Hal ini dirasa wajar mengingat hingga saat ini ketegangan antara Korea Selatan dan Korea Utara belum juga pulih, disusul oleh konflik perbatasan kepulauan Senkaku, hingga pengakuan kedaulatan Taiwan. Ketegangan ini ternyata tidak hanya mengancam stabilitas keamanan kawasan Asia Timur saja namun juga ke wilayah-wilayah sekitarnya seperti Asia Tenggara. Sebagai kawasan yang berhubungan cukup dekat dengan negara-negara Asia Timur, dilemma keamanan tidak pernah henti dirasakan negara-negara di kawasa Asia Tenggara. Indonesia, sebagai salah satu negara yang memiliki hubungan kerjasama cukup erat dengan negara Asia Timur, berupaya menjaga stabilitas keamanan melalui berbagai pola negosiasi baik melalui forum seperti ASEAN Regional Forum (ARF) maupun melalui pendekatan bilateral.

Upaya Negosiasi Melalui ARF Sebagaimana wilayah lain yang memiliki kedekatan dengan negaranegara Asia Timur terutama Korea Selatan dan Korea Utara baik dalam sektor ekonomi maupun geografis, Asia Tenggara menjadi salah satu wilayah yang sangat rentan dengan konflik antara dua negara semenanjung Korea tersebut. Secara geografis, letak Asia Tenggara terletak tepat disebelah selatan Korea Selatan sehingga apabila Perang Korea terjadi kembali maka Asia Tenggara akan mengalami kerugian yang sangat besar. Gelombang pengungsi, ancaman keamanan, kontestasi politik hingga hilangnya mitra dagang merupakan sebagian kecil dari kerugian yang akan dialami negara-negara Asia Tenggara apabila Perang Korea kembali pecah. Salah satu cara yang digunakan ASEAN, sebagai organisasi regional Asia Tenggara, untuk menekan agresifitas dan mempertahankan stabilitas keamanan antar Korea adalah melalui negosiasi multilateral yang diwadahi 40

41

Michael Hickey (Maret 2013), ‘BBC News’, The Korean War : An Overview (daring), <http://www.bbc.co.uk/history/worldwars/coldwar/korea_hickey_01.shtml> diakses pada 26 April 2013 N.R. Yuliantoro, Menuju Kekuatan Utama Dunia Sekilas Politik Luar Negeri Cina, Institute of International Studies, Yogyakarta, 2012, pp.44-48.

158


Peran Indonesia dalam Penyelesaian Konflik di Semenanjung Korea

oleh ARF. Negosiasi multilateral merupakan salah satu cara yang mulai digiatkan oleh ASEAN untuk menjembatani konflik politik dan keamanan antar anggotanya. Banyak kalangan menyebutkan bahwa efektifitas ARF sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan konflik cenderung lemah. Namun hal ini dibantah oleh Michael Leifer. Leifer menyatakan bahwa upaya yang dibangun ASEAN untuk mengembangkan pola resolusi konflik melalui forum negosiasi melalui ARF merupakan cara yang tepat.42 Meskipun membutuhkan kontinuitas, namun forum negosiasi seperti ARF dapat menghambat atau justru menyelesaikan ketegangan yang terbangun antar negara yang berkonflik. Berkaca pada keberhasilan forum negosiasi six party talks yang berhasil menahan agresifitas Korea Utara dalam pengembangan senjata nuklirnya, ARF pun berupaya mencapai hal serupa. Forum yang terbentuk pada tahun 1994 dan beranggotakan 27 negara termasuk Korea Utara dan Korea Selatan ini, mencoba mengkomunikasikan tuntutan maupun solusi antar negara yang berkonflik.43 Mencoba membangun konsep enmity become amity, melalui negosiasi terbuka antara negara yang berkonflik dengan anggota ARF lain sebagai mediator. Diharapkan melalui ARF, pertemuan serta komunikasi antara Korea Utara dan Korea Selatan akan terjalin secara rutin. Dengan komunikasi rutin yang dibangun antara dua Korea, diharapkan kondusifitas kerjasama lebih berkembang sehingga dapat menekan ancaman militer yang terus dilancarkan oleh Korea Utara. Dengan pola pengambilan keputusan secara konsensus, negara anggota ARF akan diberlakukan adil sehingga meminimalisasi terbentuknya blok atau aliansi antar negara anggota. Dari sini dapat ditarik garis merah bahwa keberhasilan ASEAN dalam penerapan resolusi konflik melalui ASEAN Way juga ingin diterapkan pada proses penyelesaian konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan.

“G to G� sebagai Upaya Indonesia untuk Menyelesaikan Konflik Semenanjung Korea Dilihat dari latar belakang sejarah, Indonesia dan Korea Utara dapat dikatakan sebagai teman lama. Kedekatan Jakarta dan Pyongyang sempat dijalin pada masa pemerintahan Presiden Soekarno. Meskipun kedekatan itu seringkali dikaitkan dengan isu negatif, namun ternyata hubungan kerjasama ini terus berlanjut meskipun dalam tensi yang lebih rendah. Misalnya 42

43

Michael Leifer The ASEAN Regional Forum, Adelphi Paper 302, London, International Institute for Strategic Studies, 1996. p 58-59 Kementerian Luar Negeri RI, ASEAN Regional Forum (daring), <http://www.deplu.go.id/ Pages/IFPDisplay.aspx?Name=RegionalCooperation&IDP5&P=Regional&l=id> diakses pada 27 April 2013

159


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

pada awal tahun 2000-an, Korea Utara tercatat sebagai salah satu importir persenjataan Indonesia. 44 Hubungan kerjasama inilah yangsecara tidak langsung mempengaruhi posisi Indonesia dalam menentukan sikapnya pada konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan. Indonesia tidak boleh menutup mata terhadap krisis kemanusiaan, gertakan danancaman yang terus dikembangkan oleh Korea Utara. Dukungan Indonesia sangat dibutuhkan tidak hanya untuk perdamaian di wilayah tersebut, tetapi juga untuk menekankan relevansi nilai-nilai universal kemanusiaan di dunia modern. Metode negosiasi bilateral antar pemerintah (G to G) Indonesia dan Korea Utara maupun Indonesia dan Korea Selatan dapat diupayakan menjadi sebuah awal komunikasi dua negara. Sebagai negara yang dianggap netral karena tidak memiliki kepentingan politik terhadap Korea Utara maupun Korea Selatan, Indonesia memiliki posisi yang baik dalam pertimbangan mediasi antara dua negara ini. Bagi Indonesia sendiri, menjadi mediator konflik Korea merupakan hal yang tidak asing lagi mengingat Indonesia memiliki beberapa pengalaman dalam mediasi konflik. Indonesia juga memiliki pengalaman dalam bernegosiasi dengan Pyongyang. Pada tahun 2006, Nana Sutrisna diplomat kawakan Indonesia pernah menjadi utusan pemerintah Indonesia untuk berkomunikasi dengan Korea Utara sehubungan dengan reunifikasi dua Korea.45 Dengan pendekatan yang hampir sama seperti yang diterapkan kepada junta militer di Myanmar, Indonesia harus meyakinkan Pyongyang bahwa pengembangan nuklir dan tes rudal balistik tidak akan membawa apa-apa kecuali ketegangan militer dan ketidakstabilan keamanan di Asia Timur. Shuttle Diplomacy yang coba dibangun Indonesia dalam proses mediasi antara Korea Utara dan Korea Selatan memiliki prospek yang cukup baik. Selain netralitas posisi Indonesia dan hubungan Indonesia dengan kedua negara yang cukup dekat, Indonesia memiliki berbagai elemen negosiasi pendukung seperti forum negosiasi ARF. Dalam berbagai upayanya, Indonesia memanfaatkan instrument negosiasi yang telah ada seperti ARF dan six party talks dengan menempatkan posisinya sebagai ‘teman’ dari kedua belah pihak. Pendekatan yang dijalin Indonesia terhadap Korea Utara dan Korea Selatan untuk mengakhiri konflik keduanya memang baru giat dilancarkan pada tahun 2005, namun seiring perkembangannya upaya Indonesia 44

45

Muhammad Hapirin (Maret 2013), ‘The Jakarta Post’, Talk to an Old Friend : Indonesia North Korea (daring), <http://www.thejakartapost.com/news/2013/03/13/talk-old-friendindonesia-north-korea.html-0> diakses pada 28 April 2013 Cinhin (Desember 2010), ‘Topix’, Indonesia Give Solution About Korean War (daring), <http://www.topix.com/forum/world/south-korea/T1T9OG9N6STL2S4TI>, diakses pada 27 April 2013

160


Peran Indonesia dalam Penyelesaian Konflik di Semenanjung Korea

sebagai mediator lambat laun mulai memperlihatkan titik terang. Hal ini dibuktikan dengan keikutsertaan Korea Utara dalam ARF bersama dengan Korea Selatan dan menjadi anggota aktif dalam setiap pertemuan ARF.

Tantangan dalam Penyelesaian Konflik Korea Utara dan Korea Selatan Konflik yang terjadi antara Korea Utara dan Korea Selatan ini merupakan permasalahan yang rumit. Latar belakang sejarah dan pengaruh asing yang kuat, khususnya Amerika membayang-bayangi upaya resolusi konflik antara keduanya. Setidaknya terdapat beberapa hal yang menjadi tantangan dalam proses resolusi konflik dua Korea ini, yaitu : Pertama, intensifitas dialog antara kedua negara, baik melalui forum negosiasi maupun komunikasi langsung, harus terus terselenggara. Kedua, adanya intervensi asing khususnya Amerika Serikat seringkali mempersulit upaya rekonsiliasi dua negara satu rumpun ini. Ketiga, diperlukan adanya mediator yang mampu mengupayakan jalan tengah antaratuntutan dua negara ini. Dengan maksimalisasi ASEAN Regional forum sebagai wadah negosiasi multilateral dan pendekatan G to G, agaknya konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan dapat lebih ditekan atau bahkan diselesaikan. Transformasi pemerintahan Korea Utara yang tidak seagresif dulu dapat dimanfaatkan sebagai celah pengembangan hubungan komunikasi baru yang berpotensi untuk meningkatkan keterbukaan Korea Utara dalam berbagai upaya penyelesaian konflik di semenanjung Korea ini. Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki hubungan baik dengan Korea Utara maupun Korea Selatan juga diharapkan mampu menjadi mediator dan konektor keberlangsungan hubungan dan negosiasi antara kedua negara ini.

Penulis: Mega Ayu Putri Giaswati adalah mahasiswa jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UGM. E-mail: megaayuputr=g@yahoo.com

161


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

162


Cara Agar Hubungan Indonesia dan Korea Selatan Berkembang Lebih Maju

CARA AGAR HUBUNGAN INDONESIA DAN KOREA SELATAN BERKEMBANG LEBIH MAJU Maria Yovita Liem

Ada beberapa cara yang bisa dipertimbangkan untuk diusahakan agar memajukan hubungan yang sudah terjalin antara Indonesia dan Korea Selatan. Hubungan kedua negara secara formal telah dimulai sejak 17 September 1973 dan pada tahun 2013 ini kedua negara akan memperingati 40 tahun hubungan diplomatik mereka.46 Hubungan Indonesia dan Korea Selatan telah berkembang secara signifikan sejak penandatangan strategic partnership pada Desember 2006. Hubungan bilateral kedua negara tidak hanya sebatas perdagangan dan investasi, tetapi juga dalam bidang kerja sama keamanan dan pertahanan.47 Menurut penulis, hubungan Indonesia dan Korea Selatan dapat dikembangkan melalui peningkatan kerja sama dalam berbagai bidang antar kedua negara, sebagai berikut. Pertama, kerja sama telah terjalin antara Indonesia dan Korea Selatan dalam bidang pertahanan. Mentri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro, menyatakan bahwa Indonesia tidak pernah meragukan kerja sama dalam bidang pertahanan dengan Korea Selatan. Bahwa selama ini semua kerja sama di bidang pertahanan berjalan dengan sukses dan Korea Selatan bersedia untuk membagikan atau mentransfer teknologi yang mereka miliki. Salah satu bentuk kerja sama ini terjadi pada tahun 2012, Indonesia dan Korea Selatan bekerja sama untuk memproduksi pesawat tempur yang berkualitas bagus dengan harga terjangkau. Kerja sama pertahanan ini dibuktikan dengan perkembangan produksi pesawat tempur KFX/IFX (Korea/Indonesia Fighter jet Experimental). Kerja sama ini disetujui oleh pemerintah kedua negara 46

47

N. I. Santosa, ‘South Korea to boost ties with Indonesia’ (online), The Jakarta Post, 3 October 2012, <http://www.thejakartapost.com/news/2012/10/03/south-korea-boost-tieswith-indonesia.html>, accessed 28 April 2013. R. Sukma, ‘INSIGHT: Time to deepen the Indonesia-South Korea strategic partnership’ (online), The Jakarta Post, 23 April 2013, <http://www.thejakartapost.com/news/2011/ 04/23/time-deepen-indonesia-south-korea-strategic-partnership.html>, accessed 28 April 2013.

163


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

melalui penandatanganan Letter of Intent (LoI) pada 6 Maret 2009, diikuti dengan penandatangan MoU pada 15 Juli 2011. Indonesia akan meningkatkan alokasi dana untuk joint-production dengan Korea Selatan ini, hingga mencapai 100 miliar rupiah tahun depan. Indonesia juga akan meningkatkan alokasi dananya mencapai 1,2 triliun rupiah dari tahun 2013 sampai 2015.48 Masih di bidang pertahanan, pada September 2011 Indonesia dan Korea Selatan menyetujui perjanjian kerja sama pertahanan yang mengatur tentang pelaksanaan negosiasi bilateral secara periodik tentang joint-production, pemasaran dan perkembangan sistem pertahanan yang digunakan oleh kedua negara. Indonesia telah membeli pesawat T-50 Golden Eagle dari Korea Selatan, Korea Selatan membeli pesawat CN-235 yang diproduksi PT. Dirgantara Indonesia dan pada tahun 2009, DSME (Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering) memenangkan kontrak pemeriksaan kapal selam senilai 75 juta dolar dari Angkatan Laut Indonesia. Proyek ini sudah memasuki tahap akhir negosiasi di tahun 2011.49 Kedua, menurut penulis, Indonesia dan Korea Selatan dapat mengembangkan hubungan negaranya melalui ASEAN (Association of Southeast Asian Nations); semakin Korea Selatan memajukan hubungan dengan ASEAN maka semakin besar pula kesempatan Indonesia, sebagai negara besar dalam ASEAN, untuk memajukan hubungan dengan Korea Selatan. Pada 14 Januari 2013 lalu para duta bsar ASEAN mengunjungi presiden Korea Selatan yang baru terpilih, Park Geun-hye, dan sangat optimis bahwa Korea Selatan akan sukses secara ekonomi dan terus berkontribusi untuk kesejahteraan dan perdamaian regional. ASEAN dan Korea Selatan telah menikmati hubungan yang bersifat simbiosis. Dengan volume perdagangan per tahun sekitar $125 milyar selama dua tahun terakhir, ASEAN telah menjadi mitra dagang utama bagi Korea Selatan, hanya setingkat di bawah Cina. Mempertimbangkan struktur perekonomian yang saling melengkapi antara Korea Selatan dan negara-negara ASEAN, jelas ada potensi yang besar untuk perkembangan volume perdagangan yang lebih jauh antar negara tersebut50, termasuk dengan Indonesia. 48

49

50

A. Hanifah, ‘Indonesia teams up with S. Korea to develop fighter jet’ (online), News, 12 July 2011, <http://news.xinhuanet.com/english2010/world/2011-07/12/c_13980469.htm> , accessed 28 April 2013. Junotane, Daewoo Shipbuilding and Marine Indonesia submarine contract (online), 12 October 2012, <http://junotane.com/2011/10/12/daewoo-shipbuilding-and-marineindonesia-submarine-contract/>, accessed 28 April 2013. J. A. Prasetio, ‘South Korea, Asean and Indonesia: A Shared Future between Nations’ (online), Jakarta Globe, 21 January 2013, <http://www.thejakartaglobe.com/archive/southkorea-asean-and indonesia-a-shared-future-between-nations/566610/>, accessed 28 April 2013.

164


Cara Agar Hubungan Indonesia dan Korea Selatan Berkembang Lebih Maju

Ketiga, terkait dengan poin kedua, Indonesia dan Korea Selatan dapat mengembangkan hubungannya lewat peningkatan kerja sama dalam bidang ekonomi atau perdagangan. Menurut Mentri Keuangan, Hatta Rajasa, Korea Selatan adalah mitra yang penting bagi Indonesia. Korea Selatan adalah negara pertama yang menegosiasikan kerja sama win-win dalam Master Plan for the Acceleration and Expansion of Indonesia’s Economic Development (MP3EI). Selain itu, pada tahun 2011, volume perdagangan antara Indonesia dan Korea Selatan adalah sebesar $31 milyar dan akan diusahakan untuk ditingkatkan menjadi $40 milyar pada tahun 2013 dan $100 milyar pada tahun 2020. Investasi Korea Selatan di Indonesia pada tahun 2011 adalah sebesar $1,3 milyar, empat kali lebih besar dari pada di tahun 2010.51 Bagi Korea Selatan, pertumbuhan pasar konsumen di Indonesia merupakan daya tarik yang kuat, selain tentunya juga sumber daya alam yang dimiliki Indonesia. Di pihak lain, Indonesia membutuhkan teknologi dan investasi dari Korea Selatan (terutama berupa infrastruktur seperti jalur kereta api, jalan, pelabuhan dan pembangkit tenaga listrik). Korea Selatan juga merupakan tujuan ekspor yang penting bagi Indonesia.52 Korea Selatan adalah negara asing kelima terbesar yang berinvestasi di Indonesia, dengan 1.500 perusahaan Korea Selatan beroperasi di Indonesia.53 Selain itu, Indonesia dan Korea Selatan dapat meningkat kerja sama di bidang pariwisata. Sekitar 600.000 warga Korea Selatan mengunjungi Indonesia pada tahun 2012 dan Indonesia dan Korea Selatan sedang bekerja sama untuk mendorong angka ini menjadi 1 juta pengunjung.54 Selain bidang pariwisata, Indonesia dan Korea Selatan dapat meningkatkan kerja sama di bidang energi yang dapat diperbarui, infrastruktur, pendidikan dan budaya (mengingat demam K-Pop yang sedang terjadi saat ini). Penulis juga setuju dengan pendapat Prof. Yang Seung Yoon bahwa Indonesia dapat membantu

51

52

53

54

N. I. Santosa, ‘South Korea to boost ties with Indonesia’ (online), The Jakarta Post, 3 October 2012, <http://www.thejakartapost.com/news/2012/10/03/south-korea-boost-tieswith-indonesia.html>, accessed 28 April 2013. R. Sukma, ‘INSIGHT: Time to deepen the Indonesia-South Korea strategic partnership’ (online), The Jakarta Post, 23 April 2013, <http://www.thejakartapost.com/news/2011/ 04/23/time-deepen-indonesia-south-korea-strategic-partnership.html>, accessed 28 April 2013. B. BT. Saragih, ‘Yudhoyono predicts a bright future for relations with Korea’ (online), The Jakarta Post, 30 March 2012, <http://www.thejakartapost.com/news/2012/03/30/ yudhoyono-predicts-a-bright-future-relations-with-korea.html>, accessed 28 April 2013. B. BT. Saragih, ‘Yudhoyono predicts a bright future for relations with Korea’ (online), The Jakarta Post, 30 March 2012, <http://www.thejakartapost.com/news/2012/03/30/ yudhoyono-predicts-a-bright-future-relations-with-korea.html>, accessed 28 April 2013.

165


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

penyelesaian sengketa Semenanjung Korea. Selama ini Indonesia tidak pernah mengalami sejarah yang kelam dengan Korea Selatan sehingga Korea Selatan dapat dengan bebas meminta bantuan Indonesia dalam hal sengketa Semenanjung Korea.55 Ditambah lagi dengan fakta bahwa Indonesia juga memiliki hubungan baik dengan Korea Utara sejak zaman Presiden Soekarno (dengan dibentuknya Poros Jakarta-Phnompenh-Hanoi-Peking-Pyongyang) sampai sekarang. Saat ini hubungan antara Indonesia dan Korea Selatan sedang berada pada puncaknya.56 Selain poin-poin yang telah disebutkan sebelumnya, Indonesia dan Korea Selatan memiliki banyak alasan untuk memperkuat kerja sama dan hubungan bilateralnya. Kedua negara adalah negara demokrasi (di wilayah Asia Timur yang masih sarat akan kurangnya demokrasi), sesama negara middle powers dan sesama anggota G-20. Menurut koran The Jakarta Post, setidaknya ada tiga agenda yang harus dieksplorasi untuk memajukan hubungan antara Indonesia dan Korea Selatan. Pertama, sebagai negara demokrasi, baik Indonesia maupun Korea Selatan harus menjalin kerja sama yang lebih kuat dalam mendorong demokrasi sebagai agenda strategis di Asia. Fakta bahwa Indonesia dan Korea Selatan menjadi co-chairs dalam Bali Democracy Forum (BDF) tahun 2010 menjadi dasar yang solid bagi kedua negara untuk mempertahankan momentumnya. Kedua, Indonesia dan Korea Selatan dapat bekerja sama lebih dekat dalam membentuk arsitektur regional di masa mendatang, terutama lewat East Asia Summit (EAS). Kedua negara dapat memastikan bahwa wilayah Asia Timur akan menjadi wilayah untuk saling bekerja sama dan bukannya menjadi ajang kompetisi antara kekuatan-kekuatan besar. Ketiga, Indonesia dan Korea Selatan harus membangkitkan lagi visi mereka untuk komunitas Asia Timur dan mendorong wilayah Asia Timur untuk lebih berusaha lagi dalam membangun komunitasnya. Adalah Korea Selatan yang pertama mengambil peran aktif dalam mendorong wilayah Asia Timur ke arah pembentukan komunitas. Dengan bekerja sama dengan Indonesia dan negara-negara lainnya, visi ini dapat menjadi pegangan untuk Asia Timur yang lebih stabil dan sejahtera. Dalam konteks global, Indonesia dan Korea

55

56

Jakarta Globe, South Korea and Indonesia Could Be Strategic Partners in Asian Growth (online), 28 February 2013, <http://www.thejakartaglobe.com/archive/south-korea-andindonesia-could-be-strategic-partners-in-asian-growth/574475/>, accessed 28 April 2013. J. A. Prasetio, ‘South Korea, Asean and Indonesia: A Shared Future between Nations’ (online), Jakarta Globe, 21 January 2013, <http://www.thejakartaglobe.com/archive/ south-korea-asean-and indonesia-a-shared-future-between-nations/566610/>, accessed 28 April 2013.

166


Cara Agar Hubungan Indonesia dan Korea Selatan Berkembang Lebih Maju

Selatan dapat bekerja sama untuk menyediakan solusi untuk masalahmasalah seperti perubahan iklim, keamanan pangan dan energi.57 Melihat hubungan yang sudah terjalin sekarang, sangat terbuka kemungkinan bagi Indonesia dan Korea Selatan untuk memajukan hubungan bilateral dan kerja sama mereka dalam berbagai bidang, yang menguntungkan tidak hanya bagi kedua negara, tapi juga menguntungkan atau berdampak positif secara regional dan global.

Penulis: Maria Yovita Liem adalah mahasiswa mahasiswa jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, UGM. E-m ail: agathamariayovita@gmail.com

57

R. Sukma, ‘INSIGHT: Time to deepen the Indonesia-South Korea strategic partnership’ (online), The Jakarta Post, 23 April 2013, <http://www.thejakartapost.com/news/2011/ 04/23/time-deepen-indonesia-south-korea-strategic-partnership.html>, accessed 28 April 2013.

167


40 Tahun Hubungan Indonesia-Korea Selatan

168


169


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.