Dimensi edisi 19

Page 1

Edisi 19 Th. XI, November 2007 DIMĂŤNSI

[ 1 ]


[ 2 ]

DIMĂŤNSI Edisi 19 Th. XI, November 2007


Para kiyai mampu menciptakan suasana dan kondisi yang dinamis dan beradab. Tindakan masyarakat akhirnya secara otomatis selalu mengacu pada nilai-nilai agama islam karena budaya sebagai bentuk eksistensi manusia mampu melekat menjadi satu dengan nilainilai spiritual keislaman. Dengan cara ini islam dibumikan dan mempunyai akar yang kuat di setiap lapisan masyarakat.

“Pemerintah tidak pernah berpikir untuk menjawab bagaimana mencari solusi kemiskinan dan pengangguran yang kian bertambah, mereka tetap berpikir bagaimana kebijakan yang mereka keluarkan tetap mampu menjaga dirinya dalam singgasana yang semakin rapuh”

daftar isi DIMëNSI Redaksi Suara DIMëNSI DIMëNSI Utama Editorial NUSANTARA Klik

4 5 8 20 22 28

SWARA BUDAYA Alternatif Suplemen TERAS Parodi Sastra

32 36 42 46 50 53

Index

Anggapan bahwa pendidikan selesai pada pendidikan sekolah (formal) adalah pemahaman yang terputus dari hakekat pendidikan itu sendiri, karena pendidikan formal tidak akan mampu menantarkan pada dunia anak didik karena pengetahuan yang mereka bangun adalah pengetahuan turun temurun dari murid ke murid.

DIMëNSI adalah media informasi yang diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Tulungagung menyajikan beragam informasi tentang realitas kehidupan masyarakat; baik politik, budaya, ekonomi, pendidikan maupun agama. DIMëNSI juga menerima tulisan berupa artikel, cerpen, resensi, kolom untuk ikut berpartisipasi demi terwujudnya Civil Society dan bangsa yang bermartabat di mata bangsa lain. Redaksi berhak mengedit setiap tulisan yang masuk dengan tidak merubah esensi

Edisi 19 Th. XI, November 2007 DIMëNSI

[ 3 ]


DIMëNSI Paradigma Pemikiran Alternatif

Diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa STAIN Tulungagung Pelindung Ketua STAIN Tulungagung (Prof. Dr. Mujamil Qomar, M.Ag.) Penasehat Pembantu Ketua (PK) III (Drs. Saifudin Zuhri, M. Ag) Pemimpin Umum Nurul Huda Sekretaris Umum Ulfa Rahmawati Assalamualaikum Wr.Wb Salam persma……….

Bendahara Rofiqotul Hidayah

Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) DIMëNSI yang terlahir dari ruh pergerakan mahasiswa berusaha meneguhkan posisinya sebagai media berpikir alternatif. Di edisinya yang ke-XIX ini, LPM DIMëNSI mengajak pembaca untuk menatap dan berefleksi kembali tentang realitas bangsa, khusunya Kabupaten kita, Tulungagung. Pada edisi ini seluruh crew dimensi mengajak para pembaca untuk melihat kembali pendidikan sekolah (formal) yang selama ini dijadikan sebagai pijakan serta ukuran dalam segala aspek kehidupan, mulai potensi kognitif anak didik, tingkah laku (moral), serta penghantar negeri ini menjadi negeri yang maju mampu bersaing dalam kancah internasional. Namun perlu disadari bahwa pendidikan yang berbasis pasar ini hanya akan menjadikan nalar anak didik menjadi pragmatis, konsumeris,serta individual dengan kondisi jiwa yang haus akan naluri keagamaan. Ini terbukti dengan fenomena yang semakin merebak di negeri ini, demi kesejahteraan hidup, merasa kurang (miskin), dan mampu bersaing, mayoritas masyarakat indonesia mau mejadi TKI di negeri orang, padahal dengan satu tindakan ini akan muncul berbagai persoalan baru dalam masyarakat seperti perceraian, kenakalan remaja, dan juga tindakan kriminal lainnya.Padahal kalau kita kita mau melihat kebelakang bahwasannya indonesia mempunyai pendidikan yang mampu memberikan gagasan baru, meningkatkan semangat berpikir, bermoral, mengajarkan hidup sederhana dengan menyeimbangkan antara kognitif dengan jiwa keagamaan. Dengan semangat ‘Budayakan membaca’ sebagai salah satu aktivitas intelektual mahasiswa dan menjadi tanggung jawab segenap civitas akademika STAIN Tulungagung ini. Kami mohon saran dan kritik para pembaca agar dinamika intelektualitas di kampus ‘gersang’ ini tetap berjalan,

Pemimpin Redaksi Maya Emil Masrina Dewan Redaksi Abdul Haris, Dwi Agustin I, Zaqiyatul Fitria Departemen Litbang Izzatur R, Pidik Wahono,karyawati, Departemen Perusahaan Endang S., Rofiqotul H., Ulfatul H. Fotografer M. Saiqul Huda, Desain Grafis Amnan M. Reporter Kasful A, Nunung A, Bayu N.C, Arini H,Umi K, Faizah N, Choir,Fahrudy, Ana M, Nihayatul M., Lutfi, Sofia U. S. Karyawati., Ulfatul H., Roisatul M., Q. A’yunina., Pidik, Amnan, all of crew Dimensi Alamat Redaksi Jl. Mayor Sujadi Timur 46 Tulungagung Kodepos 66221, Phone: (0355) 321513 E-mail: dimens_i@plasa.com

Wassalamualaikum Wr. Wb

[ 4 ]

DIMëNSI Edisi 19 Th. XI, November 2007


Suara DIMëNSI UPB, ada kan uga Karen untuk keperluan mahasiswa, lha…kalau maunya menang sendiri terus gimana/ gitu katanya pengen mahasiswanya pinter..kalau dibilang seenaknya sendiri juga gak mau kan. “Adilkah ini ???,” tanya siapa. Hallo kawanku Dim yang dah lama aku tunggu suaranya, mungkin dah kebiyasaan usil banget gitu….Aku tu tiap tidak masuk mesti harus memberikan alasan yang rasional, kuat, pakai surat dokter lah, dispensasi lah, tapi kalau dosennya yang tidak masuk, kebanyakan ngasih alasannya g’jelas gitu, mobilnya rusak lah, KSR…. jadi agak nggak enak nih !! motornya bane bocorlah, anaknya yang sakit lah, Halo Dim, gimana kamu punya kabar nih…lama masak alasan pribadi dibawa bawa…(Tina MU ga’ denger suaramu…ni aku mau ungkapin uneg uneg ma temen temen, tolong sampaikan Red : emang keadilan itu gak ada yang tahu ya…Tentang KSR, pada waktu ada cewex seperti apa batasannya, namun bukankah kita pingsan ,kalau bisa yang ngangkat juga cewex semua memiliki rasa. mana yang pantas dan dong jangan cowox gitu, kan kurang enak dilihat. tidak pantas, kalu semua punya rasa tanggung Makasih sebelume//fitri semt 1// jawab saya piker semua selesai ya….kan?beda kalau emang orangnya ngaku sok pinter terus Red: kabar kami baik-baik ja, ni lagi persiapan pengene mau menang sendiri…… kegiatan selanjutnya setelah pusing mikir penerbitan, makane jarang nongol.. Oya Fakultatif Saja… kapan majunya….?? ngomong2 kalau masalah ini mungkin emang Dimensi temen baikku. Aku Cuma pengen sudah jadi menejemennya, bagi tugas githu… berbagi pengalaman dengan temen temen baru, cowok bagian ngangkat lha…ceweknya yang tolong suarakan ya pikiran ku ini…Eh…semakin ngobati…kan dah pas…ntar kalau pasiennya tahun semangat mahasiswa yang ikut organisasi jatuh kan malah tambah parah kemahasiswaan ko’ semakin menurun ya…padahal kalau saya amati organisasi Perpus ; jangan menang sendiri ya…. berpengaruh positif lho..selain tuk belajar Hai frend…Dim temen ku yang caem bersosialisasi, mandiri, juga melatih tanggung gitu…gmana punya kabar? Gini…sebenarnya jawab. Masak pengennya Cuma fakultatif….// pengenku sih cuma ngingetin dan kasih Ahmad7// kesadaran pada petugas perpus, Masak perpus sabtu libur sih, padahal masih banyak kelas yang Red : yaah… begitulah perubahan zaman, punya jam kuliah, jangan menang sendiri dong, anggap aja mungkin mereka punya kreativitas kalau memang perpus menghendaki libur kerja, dirumah gitu, kapan majunya kalau ilmu nggak ya semuanya libur, tolong sampiakan ya di aplikasikan salah satunya lewat UKM di Dim…makasih sebelumnya. //Agus PAI III// kampus, atau juga mungkin karena emang sudah jamane wong aras arasensehingga Red : wah sedikit-sedikit kok libur emang udah pengene kuliah srius, cepat lulus ,cepet pinter? oya trus sebenarnya birokrasi, BAK, dan kerja...padahal sekarang juga banyak sarjana fasilitas yang lainnya itu seperti perpus, lab, nganggur

Edisi 19 Th. XI, November 2007 DIMëNSI

[ 5 ]


Suara DIMëNSI BAK ; Mahasiswa Dipersulit Hai..Gimana punya kabar, lagi baik baik aja kan temen? Dim..tolong nitip suara ku ya..ni sebagai rasa ketidak puasan ku terhadap kinerja BAK, ni juga sering dirasakan oleh temen temen ku…Bener gak sih kalau BAK itu orang orange professional? Masak setiap administrasi mahasiswa yang masuk kesana mesti amburadul, ruwet, seperti KHS dan KRS yang hanya ditumpuk kayak g’da fungsinya, apalagi ketika ngurusnya dipersulit, akibatnya mahasiswa harus molor kuliah deh… (fiq…smt 7) Red : he..waduh kok masalah BAK trus to. yaa mungkin orang-orang BAK lagi pusing n sibuksibuknya kali ya. Kalau masalah profesionalnyaya g’tahu, kalau belum ko’ kerja di bagian administrasi, tapi kalau sudah ko’ morat marit malah ni juga cari bantuan mahasiswa tuk bantu, maklum/Dasar…ya? Kuliah =Mencari Ijazah ; Benarkah ? Sejauh pengamatanku di STAIN masih banyak dosen yang tidak fak, masak praktek praktikum kemarin lebih pinteran mahasiswane, kan malu maluin gitu…pa tepatnya kampus STAIN itu hanya untuk mencari ijazah saja ya? (Umi.III) Red : wah..bagus tuh .Fenomena baru. Tapi kayaknya nggak penting deh siapa lebih pinter siapa, semua sama dihadapan kesucian ilmu dan manusia, karena seperti apa yang temen rasakan, orang yang dapat title SI atau S2 S3 dan S S yang lainnya tuh gak bisa jadi jaminan,

makanya temen-temen jangan mau deh jadi penjual S. ya nggak-ya nggak ??? Perpus waktunya ng-up date Saya sangat menyayangkan pada perpustakaan, masak hingga saat ini bukunya lawas lawas (cetakan lama) dan kalau ada yang baru hanya karya lokal (dosen sendiri), alangkah baiknya bila bukunya itu baru, variativ, dan up to date, sehingga kemampuan mahasiswa bisa meningkat gitu.(kley.7) Red : masaa’… janji lo ya… kalau nanti perpus mau sediain buku seperti apa yang kamu pinta, harus di imbangi dengan peningkatan intelektual lo..akalau masalah buku lokal mungkin untuk memikat mahasiswa agar bisa juga menghasilkan buku, tapi kalau salah niat juga pembodohan kepada mahasiswa..kan katrok ilmu pengetahuan luar.. Kampus jangan mati dong….!! Hidup Mahasiswa, Hidup Kampus….! Q-melihat kampus lita hari ini mati suri, padahal masih banyak penghuninya lo…setiap UKM ada penghuninya, terus gimana dong pemecahanya gitu…(Anwar PAI 4) Red : wah….. mati suri, Masak? kan ada kamu, dan mahasiswa lainnya yang juga setiap hari datang ke kampus, jadi mungkin ika kamu mau ikut organisasi mahasiswa, kampus bisa hidup kembali…kalau kuliah kosong jangan langsung pulang ya,,,kamu bisa ikutan asik nulis-nulis sama kita. Kira kira gitu pemecahannya oke.

Suara DIMëNSI menerima segala kritik, saran dan masukan yang bernada membangun. Surat bisa dikirim via pos, e-mail: <dimens_i@plasa.com> atau langsung bisa di antar ke kantor redaksi DIMëNSI dengan menyertakan identitas asli. Harap ditulis juga tujuan surat bersangkutan dikirim, yakni, News-Camp, DiM-ar atau Majalah DIMëNSI sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pemuatan. Surat-surat yang sudah masuk ke redaksi tidak akan dikembalikan lagi. [ 6 ]

DIMëNSI Edisi 19 Th. XI, November 2007


Edisi 19 Th. XI, November 2007 DIMĂŤNSI

[ 7 ]


DIMĂŤNSI Utama

Pesantren ; Dalam Gelak Perubahan Zaman

Awal Kemunculan Pesantren Berbicara mengenai pesantren sebagai salah satu bentuk pendidikan islam tertua di indonesia sebenarnya tak akan lepas dari pembicaraan mengenai figur seorang kyai, yakni pemegang otoritas pesantren sekaligus memberikan corak dari setiap pondok pesantren yang didirikanya. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya banyak keragaman bentuk pondok pesantren di Tulungagung. Sejak awal masuknya Islam ke Indonesia, keberlangsungan pendidikan Islam menjadi sorotan utama kaum muslimin. Tetapi hanya sedikit sekali yang dapat kita ketahui tentang keberadaan pesantren di masa lalu, terutama sebelum Indonesia dijajah Belanda, karena kurangnya dokumentasi sejarah. Bukti yang dapat kita pastikan menunjukkan bahwa pemerintah hindia Belanda memang membawa kemajuan teknologi modern ke Indonesia yang sebelumnya asing di mata orang indonesia, Selain itu mereka

[ 8 ]

juga memperkenalkan sistem dan paradigma pendidikan yang sangat jauh berbeda pula dari paradigma pendidikan yang sudah ada saat itu. Sayangnya pemerintah hindia Belanda tidak melaksanakan kebijaksanaan yang adil dan memperlakukan setara terhadap semua pendidikan yang ada yaitu sistem pendidikan Islam, pemerintah hindia belanda malah membuat kebijaksanaan dan peraturan yang membatasi dan merugikan pendidikan Islam. Sebagai ruh kehidupan manusia, dunia spiritualitas yang lazimnya disebut sebagai kehidupan keberagama-an sebelum datangnya bangsa kolonial ke nusantara telah menjadi satu dengan tata nilai dan budaya masyarakat. Dalam islam sendiri proses penyebaran yang dilakukan menurut sejarahnya menggunakan masjid atau mushola sederhana sebagai tempat peribadatan sekaligus dijadikan sentral segala bidang kehidupan komunitas masyarakat.

Mulai dari tempat ritual peribadatan sampai tempat terselenggaranya tradisi berkumpul dan bermusyawarah mencari solusi permasalahan social, entah itu kesehatan, pengolahan sumber daya alam, ataupun keamanan kampung berada di mushola. Sampai akhirnya sepakat menyelenggarakan pendidikan untuk memenuhi kebutuhan akan pengetahuan agama mereka yang berupa pengajian-pengajian rutin di mushola tersebut, ilmu yang diajarkan juga berangkat dari latar tradisi dan budaya masyarakat yang ada saat itu. Lama kelamaan muncul seorang figur kiyai yang menjadi tokoh sentral dalam masyarakat, selain sebagai sumber ilmu pengetahuan kyai menjadi organizer masyarakat. Lewat proses akulturasi budaya, kyai mampu menyublimasikan nilai-nilai islam kedalam tata nilai dan pola piker masyarakat yang ada, tanpa membunuh karakter dan kreativitas masyarakat. Sehingga lewat posisi

DIMĂŤNSI Edisi 19 Th. XI, November 2007


DIMĂŤNSI Utama strategis ini para kiyai mampu menciptakan suasana dan kondisi yang dinamis dan beradab. Tindakan masyarakat akhirnya secara otomatis selalu mengacu pada nilai-nilai agama islam karena budaya sebagai bentuk eksistensi manusia mampu melekat menjadi satu dengan nilai-nilai spiritual keislaman. Dengan cara ini islam dibumikan dan mempunyai akar yang kuat di setiap lapisan masyarakat. Bermula dari Mushola inilah pada cikal bakal pondok pesantren yang menjadi sentral keberlangsungan tradisi dan nilai-nilai dalam masyarakat, karena banyaknya orang belajar ilmu agama disana yang umumnya disebut santri dan juga m e n g i n a p d i s a n a , d i b e b e r a p a Musyawarah merupakan hal penting di lingkungan pesantren mushola atau masjid akhirnya dikanan kirinya dibangun sebuah tempat pesantren terbebas dari campur memberikan pelajaran mengaji. tangan Negara. Akhirnya, pada tahun 1932 peraturan pemondokan untuk santri. D i m u l a i p a d a t a h u n 1 8 8 2 dikeluarkan yang dapat memberantas Pondok Pesantren dari Masa Ke pemerintah Belanda mendirikan dan menutup madrasah serta sekolah Priesterreden (Pengadilan Agama) yang tidak ada izinnya atau yang Masa Namun dalam perkembangan- yang bertugas mengawasi kehidupan memberikan pelajaran yang tak nya, banyak faktor yang menjadikan beragama dan pendidikan pesantren. disukai oleh pemerintah. (Dhofier pesantren sebagai pewujudan peran Tidak begitu lama setelah itu, 1985:41, Zuhairini 1997:149) Adanya peraturan-peraturan murni komunitas masyarakat dalam dikeluarkan Ordonansi tahun 1905 pendidikan sedikit demi sedikit mulai yang berisi peraturan bahwa guru-guru tersebut membuktikan kurang adilnya pudar. Di Pesantren inilah sebenarnya agama yang akan mengajar harus kebijaksanaan pemerintah penjajahan peran komunitas pendidikan masih mendapatkan izin dari pemerintah Belanda terhadap pendidikan Islam di lumayan besar ketimbang pendi- setempat. Peraturan yang lebih ketat Indonesia. Tiak berhenti sampai disitu dikan formal pemerintah hari ini, lagi dibuat pada tahun 1925 yang saja, pendidikan islam pondok karena di bawah pengaruh otoritas kiai, membatasi siapa yang boleh pesantren juga tetap menghadapi tantangan pada masa kemerdekaan Indonesia. Setelah penyerahan kedaulatan oleh pemerintah belanda kepada pemerintah Indonesia pada tahun 1949, pemerintah Republik Indonesia mendorong pembangunan sekolah umum seluas-luasnya serta peluang besar untuk masuk jabatanjabatan dalam administrasi modern jika sudah lulus dalam pendidikan umum tersebut. Jelas dampak dari kebijakan tersebut, peran pesantren sebagai pusat pendidikan Islam di Indonesia sedikit banyak telah diambil alih oleh pendidikan formal, dengan iming-iming jabatan dan kekuasaan. Ini berarti bahwa jumlah anak muda yang dulu tertarik kepada pendidikan pesantren menurun dibandingkan dengan anak muda yang ingin Suasana kegiatan belajar mengajar (ngaji) di pondok pesantren

Edisi 19 Th. XI, November 2007 DIMĂŤNSI

[ 9 ]


DIMĂŤNSI Utama manusia yang berkualitas telah dicampuri peran negara. Pesantren kemudian terpaksa mengadopsi dan mengikuti sistem pendidikan formal dengan kurikulum dan kalender akademik harus disesuaikan dengan pemerintah. Termasuk memasuknya sumber pengetahuan lain, selain kiayi. Seperti Informasi ilmu pengetahuan yang bisa diperoleh dari berbagai macam sumber dan cara, dari sekadar obrolan dengan teman, buku, koran, majalah, sampai internet terjadi proses desakralisasi peran kiai sebagai Salah satu simbol dalam dunia Islam penyampai ilmu di pesantren dan pesantren mengikuti pendidikan sekolah umum sedikit banyak tak ubahnya mirip yang baru saja diperluas. Akibatnya, pemondokan semata. Ditambah lagi seiring banyak sekali pesantren-pesantren kecil mati sebab santrinya kurang perkembangan zaman modern dan cukup banyak (Dhofier 1985:41). pembangunan industri dimanaDitambah lagi Undang Undang Sys- mana, timbul asumsi dan kesan tem Pendidikan Nasional tahun 1989 kolot, jumud, kumuh, terbelakang, m a j u d a n yang menuntut ditempatkannya t i d a k seluruh sisitem pendidikan di t e r t i n g g a l t e r h a d a p k a r a k t e r indonesia sebagai sub sisitem ketradisionalan pesantren, padahal berbicara tentang karakter pendidikan nasional Politik penyeragaman pemerintah tradisionalitas dari pesantren inilah lewat dikotomi formal, non formal dan yang justru sangat penting dan informal dalam system pendidikan menjadi peletak dasar eksistensi nasional kita secara tidak langsung pendidikan termasuk pesantren telah memojokkan pesantren, yang didalamnya sebagai salah satu dalam hal ini di posisikan sebagai pendidikan alternative di tengahsalah satu pendidikan non formal. tengah kehidupan social yang selama Sedangkan disisi lain posisi-posisi b e r a b a d - a b a d t e l a h m a m p u strategis Negara hanya jatuh pada m e n g a n t a r b a n y a k k a d e r n y a lulusan pendidikan formal, Sehingga menyelesaikan problem kebangsaan muncul kekhawatiran dari sebagian menuju pentas nasional maupun inkalangan pesantren sendiri bahwa ternational, menurut pernyataan lulusannya nanti tidak bisa berkiprah diungkapkan oleh tajudin salah satu di masyarakat kalau tidak ada anggota P3M (Pusat Pengabdian pengakuan dari negara berupa ijazah. Mahasiswa) sekaligus merangkap P a d a h a l k e t i k a p e s a n t r e n jabatan dosen STAIN Tulungagung. Faktor yang lain adalah teknologi berubah menjadi formal, dikhawatirkan otoritas kiai dan masyarakat untuk media komunikasi yang sebegitu m e l a h i r k a n s u m b e r d a y a pesatnya sebagai symbol kemajuan

[ 10 ]

di era modern memunculkan budaya instant dimasyarakat sehingga manusia malas berkumpul dengan orang lain karena kebanyakan orang terpesona dan merasa kebutuhan informasi dan hiburan telah tercukupi oleh media, sehingga kreativitas dan kemerdekaan untuk menciptakan karya dan budaya sedikit banyak telah diberangus jangan heran kalau hari ini masjid atau mushola sebagai pusat kegiatan orang muslim selain sebagai tempat rutinitas ibadah, juga tempat musawarah, proses pendidikan, dan berkumpulnya komunitas masyarakat membincangkan masalah apapun terlihat tampak sepi. Banyak orang bersaing berebut melaksanakan ibadah, merebut citra-citra social dalam masyarakat, banyak orang berduyun duyun melaksanakan ibadah haji dan manjadi donator pembangunan masjid namun ibadah haji dan masjidpun selesai sebatas rutinitas ibadah. “Orang di jaman sekarang sudah mulai terbalik mas dalam cara berpikirnya, kalau orang jaman dulu memang dalam ekonomi pas pasan, tapi gelem kumpul kumpul sesame tetangga, gelem sholat jamaah terus kadang kadang kalau sudah selesai mereka bincang masalah apa yang dihadapi seperti proses pertanian, keluarga atau lainnya, tapi untuk orang sekarang sudah mikir dua kali mas, mereka sibuk dengan pekerjaannya sendiri,

KH. Muhsin Ghozali

DIMĂŤNSI Edisi 19 Th. XI, November 2007


DIMĂŤNSI Utama bener podo sugih sugih tapi ora gelem ngramekne masjid, kumpul kumpul karo tonggone tapi pingine dadi donator dalam pembangunan masjid terus lomba akeh akehan ben disebut jenenge “ungkap kyai muhsin pengasuh pondok Bolu. Dalam artian fenomena yang terjadi sebenarnya agama telah terkapling dalam wlayah mistis dan alam goib saja. Ia sama sekali tidak ada hubungannya dengan tanggung jawab social dan nilai kemanusiaan. Karena memang sisitem pendidikan formal yang cenderung lebih dilegitimasi oleh pemerintah seolah telah memutuskan antara agama dan ilmu pengetahuan yang ada sehingga melahirkan masyarakat yang kering akan spirit keber-agamaan, dan agama terhenti diwilayah rutinitas dan pengetahuan kognitif saja. Keragaman Pesantren; Keteguhan Menghadapi Perubahan Zaman Sebagai salah satu pendidikan islam, Pondok pesantren dulunya merupakan satu bentuk pendidikan asli rakyat Indonesia rintisan para wali songo dengan konsentrasi kajian pada pendalaman ilmu agama dan social, telah terbuki melahirkan insane insane yang mampu menjadi pelopor perubahan negri ini. Dalam rangka mempertahankan indegenius kultur yang ada di negeri ini pesantren dituntut untuk tetap mempertahankan eksistensinya. Sehingga kini banyak bermunculan jenis pondok pesantren yang berkembang dengan berbagai model dan konsentrasi yang berbedabeda. Akan tetapi hampir mayoritas model pendidikan yang diterapkan tetap mengacu pada kajian-kajian kitab kuning yang langsung diaplikasikan dalam tindakan nyata dengan cara “tirakatâ€?. Dalam pondok pesantren pendidikan yang diajarkan adalah pendidikan akliyah dan pendidikan badaniyah, maksudnya pendidikan yang mengajarkan bagaimana melatih otak, menguatkan daya ingat, dan melatih mamahamai dengan media

Ritual keagamaan sebagai salah satu kegiatan di luar belajar mengajar di pesantren hafalan serta langsung diamalkan dalam tindakan kehidupan sehari hari kadang kadang berupa melakukan amalan amalan. “Seorang santri diajak untuk belajar tangung jawab dan memelihara apa yang dimilikinya. seperti kenapa dalam memelihara pondok pesantren seorang kiyai selalu mengatakan “mu bukan ku�? seperti resikono mesjidmu, sapunen latarmu, dandanono pawonanmu, hal ini membuktikan bahwa apa yang ada dalam pondok pesantren bukan lah hanya milik dari seorang kiyai saja, akan tetapi milik bersama yang harus dijaga dan dilakukan bersama disinilah letak orang mondok itu blajar t o l e r a n s i � , u n g k a p G u s Ta j u d . Makannya sangat jelas bahwa pondok pesantren untuk pendidikannya mencoba mengarahkan santreinya untuk menjadi orang yang bisa hidup sederhana dan bisa berbaur dengan orang lain. Kini kemajuan zaman dan teknologi telah mengakibatkan berbaliknya pola pikir dan orientasi masyarakat, masyarakat mengakui bahwa hal yang terpenting dalam hidup adalah bagaimana bisa hidup bersama sama dan berdampingan dengan orang lain, hidup sejahtera bersama dengan selalu memegang

Edisi 19 Th. XI, November 2007 DIMĂŤNSI

teguh nilai moral agama. Sedang Masyarakat di zaman modern saling berlomba-lomba menumpuk kekayaan dan membangun citra sosial diri sendiri. Dan segala sesuatu telah diukur dengan materi sehingga ukuran kemajuan adalah sejauh mana ia memilki harta. Banyak kyai yang kemudian mengambil beberapa inisiatif baru dalam rangka mempertahankan keberadaan dan keberlangsungan pendidikan agama islam di indonesia, meskipun dengan berbagai macam resiko yang ada. Banyak model pesantren baru yang bermunculan, mulai dari pondok-pondok pesantren modern dengan kolaborasi pengetahuan-pengathuan yang lebih radikal dan berani, pondok salafiah murni yang tetap konsen kajian kitab kuning, pondok salafiah dengan kolaborasi system pendidikan madrasah, ataupun dengan tambahan wajar dikdas dalam rangka memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat yang ada. Sudah selayaknya difahami sebagai sebuah strategi menghadapi tutntutan zaman yang tidak bisa di hindari lagi. //bayu,amn,and//

[ 11 ]


DIMĂŤNSI Utama

Anak Harus Kembali Pada Komunitas Masyarakatnya Anggapan bahwa tanggung jawab pendidikan selesai pada pendidikan sekolah (formal) adalah pemahaman yang terputus dari hakekat pendidikan itu sendiri, karena apapun model pendidikan formal akan membunuh kretaivitas anak dalam mengahadapi dunia nyata. Pengetahuan yang mereka bangun adalah pengetahuan turun temurun dari murid ke murid. Seiring dengan pesatnya teknologi informasi dan kebebasan media, anak harus mendapat pendidikan layak yang mengarahkan pada kemandirian dan kecerdasan menyikapi hidup, yakni pendidikan berbasis komunitas masyarakat.

[ 12 ]

Pasca reformasi ‘98 perkembangan media telah sebegitu pesatnya, dipicu oleh semangat kebebasan mengungkapkan aspirasi dan demokrasi yang sebelumnya telah di bungkam oleh rezim orde baru, ditambah dengan di terbitkannya undang-undang no.40 tahun 1999 tentang pers, akses masyarakat terhadap informasi yang sebelumnya sangat dibatasi saat itu telah dibuka lebar-lebar, Mulai bermunculan berbagai surat kabar baru, stasiun televisi baru akses internet membludak, walaupun surat kabar yang baru muncul ini sebenarnya hanya dilatar belakangi oleh pelampiasan masyarakat terhadap kondisi yang jauh berbeda dari sebelumnya. Sayangnya, kepentingan setting kapitalisme global ini tidak pernah terbaca oleh aktoraktor yang berperan saat itu. sehingga dengan mudah ditumpangi oleh pihak

luar. Kini banyak orang dan tokoh negara kita yang gagap dengan arus kebebasan yang dimunculkan saat itu, sehingga kebebasan yang ada tidak disertai kontrol dan arah yang jelas dalam menjalankannya. Sedangkan masyarakat dalam kondisi bebas ini menjadi banal dan sangat sensitive dalam menyikapi segala sesuatu terutama yang berbau golongan serta sara, terbukti dari banyaknya pertentangan konflik dan kerusuhan diberbagai daerah, baik antar tetangga desa, suku, agama, sampai pelajar dan mahasiswa. Masyarakatpun kebanyakan bersikap sangat agresif dalam menanggapi kecanggihan teknologi media dan informasi. Dalam perkembangannya kemudian media telah melampaui fungsinya sebagai sumber informasi, media sudah berubah menjadi kanal

DIMĂŤNSI Edisi 19 Th. XI, November 2007


DIMĂŤNSI Utama gaya hidup manusia, Ia mampu produk industri, Media sebenarnya Bagaimana dengan pendidikan menciptakan makna-makna baru s e c a r a t i d a k l a n g s u n g t e l a h anak ? dalam kehidupan, meskipun melenyapkan kebebasan dan Ditengah kondisi seperti ini, bertentangan dan terbalik dari kondisi kesadaran anak untuk menjadi diri dimana kedaulatan masyarakat telah sebenarnya, semisal celana jeans sendiri, menggali lebih dalam potensi dikuasai kepentingan komersil y a n g d u l u n y a m e n j a d i s i m b o l mereka. Media mengisinya dengan perusahaan dan media, dibutuhkan kalangan rakyat bawah sekarang dorongan-dorongan konsumtif, sebuah pendidikan yang mengarah malah menjadi trend yang paling di sehingga jangan heran kalau identitas pada pembangunan kepercayaan gemari oleh semua golongan baik anak muda hari ini berhura hura akan potensi diri anak dan lokallitas kaya atau miskin. Segala sesuatu mencari keunikan identitas dari budaya, sebuah progam pendidikan bisa dengan gampang di image--kan p e n g k o m b i n a s i a n b e r b a g a i yang didasarkan pada spirit hidup atau di citrakan yang jelas, sebagai gaya hidup dilaksanakan masa kini. dengan inten dan K o n d i s i terbuka. Bukan ini telah mendorong d e n g a n generasi muda kita mengapling atau menjadi sangat menutup anak konsumtif baik di dari dunia luar, ia tataran ide dan justru dibiarkan gagasan ataupun belajar dari terhadap baranglingkungan yang barang industri, dihadapinya. sehingga mereka S e b u a h bisa melakukan pendidikan yang apa saja bahkan berangkat dari hal-hal yang komunitas bertentangan masyarakatnya dengan normadengan dimulai n o r m a dari anak usia dini Memilih main kartu di trotoar; ekspresi tidak terinternalisasinya dimasyarakat dan dilaksanakan pengetahuan. untuk memenuhi secara intens kebutuhan fashion dan mode yang kemungkinan yang telah di tetapkan terus menerus, ini akan melahirkan sedang berlaku, termasuk dengan dan diproduksi secara massal. remaja yang mandiri dan mempunyai melakukan pen-curian ataupun Tidak hanya itu dampak dari kekuatan diri yang utuh. tindakan kriminal yang lain. pengaruh film-film yang ditampilkan di Sedangakan selama ini Terlihat dalam Beberapa tahun beberapa stasiun televisi dan juga pendidikan formal pemerintah sekolah terakhir telah terjadi peningkatan yang semakin beredar luasnya CD-CD tidak pernah mengajarkan bagaimana sangat tajam ter-hadap kasus porno telah membangun sebuah mengkritisi kondisi sosial mereka, kenakalan remaja di Tulungagung, budaya baru dalam berhubungan bagaimana dampak media terhadap entah itu berupa kasus penggunaan antara anak laki-laki dan anak k e h i d u p a n s o s i a l b a n g s a i n i , narkoba, pemutaran VCD porno oleh perempuan. Seperti yang diungkapkan bagaimana dampaknya terhadap pola pelajar-pelajar, seks bebas dikalangan oleh pihak pengadilan agama bahwa pikir manusia, dan melatih mereka pelajar SLTP/SMU, ataupun tindakan hari ini banyak anak-anak SLTP yang agar peka dan kritis terhadap segala kriminal yang dilakukan oleh kalangan telah berani melakukan hubungan permasalahan lingkungannya. r e m a j a s e p e r t i p e n j a m b r e t a n , seks bebas diluar nikah, sehingga Parahnya mayoritas masyarakat penodongan, dan masih banyak kecenderungan adanya permintaan kita malah lepas tangan terhadap lainnya. Entah faktor apa yang paling dispen usia nikah meningkat, agar pendidikan anak dan menyerahkan dominan namun yang jelas dari pernikahan bisa dilakukan meskipun sepenuhnya terhadap lembaga formal beberapa pihak yang telah kami belum memenuhi persyaratan usia sekolah, terbukti nyata dari banyaknya wawancarai mereka sepakat bahwa nikah dengan berbagai alasan salah masyarakat Tulungagung yang secara tidak langsung perkembangan satunya hamil diluar nikah, dan tidak bekerja keluar daerah, Entah itu media memang menjadi faktor jarang pula mereka adalah dari siswa menjadi TKI ataupun sekedar buruh di pendorong utama. lembaga pendidikan madrasah. luar daerah. Walaupun kita tahu Dengan kampanye-kampanye bahwa pilihan mencari nafkah dengan

Edisi 19 Th. XI, November 2007 DIMĂŤNSI

[ 13 ]


DIMĂŤNSI Utama meninggalkan rumah dan keluarga sangat beresiko menimbulkan masalah baru, selain terbengkalainya pendidikan anak juga berdampak pada munculnya kasus-kasus perceraian, di Tulungagung kasus peceraian tergolong banyak dari pada kabupaten-kabupaten lain disekitarnya terutama di kecamatan tertentu seperti Sendang dan kalidawir. Sementara itu waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sekian targetan materi sekolah telah sebegitu banyaknya menyita waktu dan energi anak, entah karena kegiatan ekstrakurikuler yang diselenggarakan oleh sekolah ataupun hanya sekedar les-les tambahan guna mengejar ketinggalan materi, belum lagi ketika menghadapi ulangan harian, ujian semester ataupun ujian nasional. Sementara kita tahu bahwa selama ini pendidikan formal sangat jarang yang memperhatikan perkembangan kepribadian anak. Sistem dan metodologi yang digunakanpun sering masih searah guru-siswa, siswa jarang diajak berfikir mengenai kondisi di sekitarnya sehingga lama kelamaan mematikan dan menghambat kretivitas siswa. Belum lagi jumlah siswa dalam satu kelas yang sebegitu banyaknya, guru seringkali untuk menutupi ketidak

[ 14 ]

mampuan dalam mengadakan evaluasi, guru menggunakan metode seenaknya sehingga anak cenderung di sama ratakan antara yang satu dengan yang lainnya walaupun pada akhirnya ini akan mengakibatkan pelaksanaan pembelajaran terkesan kaku dan monoton bagi sebagian anak. Terbukti rata-rata dari hasil survei dilapangan banyak anak yang selama ini menjadi pengonsumsi narkoba atau pun melakukan mo limo yaitu main, minum, medok, maling, mateni (judi, mabuk, berzina, mencuri, membunuh) menganggap sekolah adalah rutinitas tiada henti untuk mengisi waktu luang sampai lulus nanti serta untuk memperoleh nilai. Tanpa ada bekas dalam tindakan sama sekali, aktivitas yang dijalani bukan dalam rangka kepentingan ilmu

pengetahu-an, namun dalam rangka menyelesai-kan kewajiban dan prosedur institusi pendidikan tiada henti. pendidikan tak ubahnya sebuah rangkaian ritual ritual harian yang harus dijalani dalam rangka pemenuhan prosedur-prosedur lembaga. “lek sekolah yo sekolah nengkelas manut karo guru tapi lek wes metu kelas bar yo bar pelajarane tak jupuk seng penting-penting tok contone pas sesok ulangan seng tak sinau mek gor pelajaran kuwi tok liyane yo ndak�, Joko Romadon, anak remaja karang rejo yang biasa keluar masuk penjara Kondisi ini tidak jauh beda dengan pendidikan yang pada umumnya dianggap sebagai pendidikan berbasis agama seperti madrasah Tsanawiyah ataupun Aliyah, dari beberapa pengakuan pelajar yang nota bene mereka sekolah disana, merekapun juga leluasa bertukar VCD porno disana termasuk dengan teman putrinya juga. Metode pembelajaran entah itu di sekolah-sekolah umum ataupun

DIMĂŤNSI Edisi 19 Th. XI, November 2007


DIMĂŤNSI Utama madrasah yang amat kaku dan minim dialog seringkali menimbulkan kesan kepada siswa atau santrinya bahwa sekolah hanya untuk memenuhi rangkaian tuntutan kewajiban dari orang tua saja. Sehingga kalaupun lepas dari pengawasan guru dan orang tua mereka melakukannya diluar sepengetahuan mereka. KEMBALI PADA KELUARGA DAN LINGKUNGAN Anggapan tentang tanggung jawab pendidikan selesai pada pendidikan sekolah adalah pemahaman yang sangat jauh dari kesempurnaan, karena seperti apapun model pendidikan selama ia memutuskan anak didik dari kehidupan yang sesungguhnya, maka pendidikan hanya akan membunuh kretaivitas anak untuk mengahadapi dunia nyata yang ia hadapi. Karena pengetahuan tidak dipelajari dari kehidupan nyata namun hanya pengetahuan yang turun temurun dari murid ke murid. Pendidikan harus dikembalikan pada masyarakat karena disanalah pendidikan yang sesungguhnya sedang terjadi. Mulai dari pendidikan dalam keluarga sebagai bagian terkecil dari komunitas masyarakat berlanjut pada pendidikan diluar keluarga dalam komunitas masyarakat. Kalaupun dulu telah diwakili oleh keberadaan mushola dan masjid sebagai tempat bermusyawarah mendialogkan berbagai permasalahan desa, di situ semua orang bebas mengungkapkan aspirasinya. Yang berangakat dari problem keluarga sampai masalah keamanan desa, kini semua tempat itu sudah tidak lagi ditemukan di masayarakat modern. Sementara kondisi hari ini, selain karena problem teknis material yang menyebabkan orang tua terpaksa meninggalkan keluarganya sehingga berdampak pada ketidak harmonisan keluarga bahkan perceraian, ternyata faktor pemahaman dan kesadaran orang tua sendiri masih sangat kurang, terkait pentingnya pendidikan kepriba-

d i a n anak. Bagaimana posisi d a n peran mereka y a n g secara tidak langsung menjadi teladan d a n aktor Aktivitas positif adalah menjadi salah satu kontrol kenakalan pendiremaja dikan dalam keluarga. Mereka jarang menya- yang tidak ada untuk membiayai dari bahwa pola komunikasi dalam “Pendidikan langsung terhadap keluarga akan menciptakan dan m o r a l d i k e l u a r g a m e n j a d i membangun cara pandang serta pola mahal karena butuh waktu yang lama pikir anak. Dalam artian pola d a n p e n d a m p i n g a n y a n g komunikasi yang terjalin dalam harus inten, sarana untuk keluarga secara otomatis akan p e n g e m b a n g a n k r e a t i v i t a s , mewarnai karakter si anak tersebut. transportasi, tenaga pendidik, Pemahaman orang tua terkait sementara dari pihak funding sendiri pendidikan moral dan akhlak sebatas selama ini tidak ada fokus aksi pada wilayah teknis material seperti kesana karena memang secara menyekolahkan mereka pada lembaga tidak masuk dalam lembaga-lembaga pendidikan dan rangkaian progam aktion together, pemenuhan-pemenuhan kebutuhan karena yang menjadi fokus progam material. jarang orang tua yang penanganan yang masih umum memahami bahwa penanaman moral seperti kesehatan, kebersihan jarang bukan hanya sebatas pada yang bersinggungan dengan pengetahuan, namun melekat pada pembangunan moral dan akhlak, dan pribadi manusia itu sendiri, tidak bisa bekaitan dengan nilai nilai manusia diukur dengan intensitas pelaksanaan itu sendiri�, ungkap Cut Zakia sebagai ibadah dan banyaknya pengetahuan salah satu CO progam di CESMID agama dan moral. salah satu LSM di Tulungagung Kebanyakan orang terjebak pada Asalkan ada I’tikad baik dari pertimbangan teknis biaya pendidikan berbagai pihak terkait kondisi moral a n a k , p a d a h a l k a l a u masyarakatnya maka sebenarnya k i t a k a j i l e b i h d a l a m t a k pendidikan bisa dilakukan dengan sepatutnya jika permasalahan mudah sesuai dengan kekuatan dan pendidikan sebagai kebutuhan potensi masyarakat yang ada. mendasar manusia terhambat hanya Termasuk memberdayakan kembali karena permasalahan ekonomi, kekuatan-kekuatan institusi cultural seperti yang dikeluhkan oleh berbagai d a l a m m a s y a r a k a t pihak termasuk beberapa LSM atau suntuk menghidupkan pendidikan NGO yang ada. Kendala utama yang y a n g b e r b a s i s k o m u n i t a s dihadapi dalam melakukan pendidikan d a l a m m a s y a r a k a t b e s e r t a d a n p e n d a m p i n g a n t e r h a d a p budayanya//my, new, yas, val// masyarakat adalah masalah dana

Edisi 19 Th. XI, November 2007 DIMĂŤNSI

[ 15 ]


DIMĂŤNSI Utama

UKM ; Jiwa Rakyat Kecil Yang Terabaikan “Pemerintah tidak pernah berpikir untuk menjawab bagaimana mencari solusi kemiskinan dan pengangguran yang kian bertambah, mereka tetap berpikir bagaimana kebijakan yang mereka keluarkan tetap mampu menjaga dirinya dalam singgasana yang semakin rapuh�

Banyak orang umum beranggapan bahwa meskipun dalam kondisi terjepit, terkekang, kurang dapat kesempatan untuk mensuarakan apresiasi, suara dan ekspresi pada waktu orde baru akan tetapi pada waktu itu masyarakat lebih bisa merasakan kehidupan yang sejahtera, tercukupi, dan aman. Biaya hidup murah, harga bahan pokok terjangkau, pembangunan fisik mulai maju, dan adanya stabilitas ekonomi. Kita tidak bisa menyalahkan mereka dengan argument-argument apapun, apalagi mengatakan mereka adalah orang yang buta realitas dominasi yang sebenarnya terjadi, hanya karena mengamini rezim orde baru. Memang ini yang mereka rasakan sebenarnya, sudah merasa cukup, dan sejahtera dengan apa yang mereka miliki, lebih baik kumpul dengan keluarga dari pada berpikir tentang negara yang memang semua itu bukan lagi menjadi kepentingannya. Pasca tumbangnya rezim orde baru tahun 1998 negara Indonesia seperti Negara yang baru lahir, semua terasa mulai dari nol dan terombang ambing dengan kondisi Negara tetangga, padahal kita tahu bahwa di negeri ini sudah tersedia infra struktur dan supra struktur yang lengkap dan apabila dikelola dengan maksimal dan sepenuhnya diarahkan untuk kepentingan rakyat dan

[ 16 ]

perkembangan negeri pasti kemakmuran dan kesejahteraan negeri ni bisa terwujud. Ditengah kondisi yang kian tidak menentu karena faktor ekonomi dan keputusan pemerintah tentang kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), yang meningkatkan jumlah penganguran, komiskinan, kejahatan, dan pola sikap yang instant dan pragmatis. Maka, untuk mengatasi persoalan seperti ini dengan jalur ekonomi maka tiap warga harus berpikir ulang untuk bisa hidup lebih sejahtera tanpa tergantung pada pemerintah. Mereka kembali ke pekerjaan awal yang dulu pernah mereka geluti atau pekerjaan warisan orang tua, yang dulu petani kembali ke sawah, ada yang mempunyai sedikit modal mendirikan usaha kecilkecilan dan yang tidak mempunyai modal, mereka menjadi pekerja kasar di rumah orang kaya atau perusahaan yang tidak gulung tikar. Krisis ekonomi 1998 ternyata menggoyahkan para pemodal yang notabene tergolong kaum ekonomi

elit. BUMN dan Bank swasta banyak yang gulung tikar, perusahaan besar goyah, pergolakan ini terjadi karena modal dan biaya produksi tidak seimbang dengan pendapatan, apalagi mereka sudah mampu menguasai pasar dengan modal yang besar, sehingga dengan krisis yang mereka hadapi kondisi perusahaan jadi rugi besar, akhirnya gulung tikar, Mereka berpandangan ke depan menjadikan masyarakat sebagai pasar untuk meraup hasil (keuntungan), sehingga mereka tidak siap dengan perubahan kondisi yang sangat singkat. Bertolak belakang dengan perusahaan besar tersebut, Usaha Kecil Menengah (UKM) cenderung lebih bisa menjaga stabilitas produksinya meskipun dengan jumlah produk dan keuntungan yang tidak tetap, dalam hal ketahanan dan kekuatan perusahaan mereka lebih tahan banting. Satu sisi memang faktor modal relative kecil namun dengan begitu mereka lebih mudah dalam mengelola, faktor pasar untuk

DIMĂŤNSI Edisi 19 Th. XI, November 2007


DIMĂŤNSI Utama UKM mayoritas masih dikuasai oleh konsumen yang berada dalam satu lingkungan kecil, sehingga lebih mudah mengendalikan harga dan faktor produksi yang lain. Selain itu hubungan emosional kekeluargaan yang terjalin secara terbuka berdasarkan kepercayaan yang utuh antara produsen, karyawan dan konsumen adalah sangat penting dalam melanggengkan proses-proses ekonomi dan mengembangkan potensi sumber daya localnya. UKM ; Nafas Ekonomi Kecil Tulungagung (berdiri meskipun ditelantarkan pemerintah) Kota kecil di pesisir selatan samudra hindia dan menjadi salah satu kota bagian dari Karesidenan Kediri ini bentuk geografisnya mayoritas berupa pegunungan, namun ternyata kondisi ini membawa nafas segar bagi penduduknya, daerah ini sangat cocok dijadikan sebagai kota industri kecil dengan hasil produksi yang beranekaragam. Hal ini bisa dilihat dari jumlah sektor ekonomi kecil menengah yang tercatat dalam buku induk Badan Koperasi dan UKM Tulungagung per Agustus 2007 kemarin ada sekitar 4912 Usaha Kecil Menengah, 300

diantaranya dibawah binaan koperasi formal yang berbadan hukum dan sisanya adalah UKM yang independent.. Hingga saat ini di Daerah Tulungagung sudah ada 576 koperasi dengan gerak dan konsentrasi yang berbeda. Keberadaan koperasi ini adalah untuk membantu pengembangan usaha kecil dan menengah yang mayoritas masih berupa home industry dan tersebar di 19 kecamatan dengan 179 sentra UKM di seluruh wilayah Tulungagung. Hingga saat ini keberadaan UKM ini mamapu menyerap tenaga kerja sebanyak 20.840 orang dengan omzet lebih dari 99,48 juta pertahunnya. Dari sekian banyak usaha kecil yang berkembang di Daerah Tulungagung, hampir semuanya berangkat dari kesederhanaan dan keterbatasan modal. Mereka membuka usaha dengan berbekal jaringan dan juga tekat semangat yang tinggi untuk merubah ekonomi hidupnya, meskipun modal yang ada tidak terlalu besar serta selalu berupa uang siap pakai, akan tetapi terkadang masih berupa barang yang laku dijual,. seperti yang dikemukakan oleh Bapak Maryono�kulo ngrintis usaha niki awale sangking nafkah ingkang pas

Salah satu karyawan Pak Maryono pembuat lempeng logam penggilingan padi.

Edisi 19 Th. XI, November 2007 DIMĂŤNSI

pasan mas, sak derenge niki kulo kerjo dados satpam� ungkap pemilik industri kecil pengrajin sothel, irus,dan parut di daerah Ngunut. Bagi beliau kondisi yang sangat sempit bukanlah merupakan kendala untuk menggapai hidup yang lebih sejahtera dikemudian hari, tegasnya sambil tertawa lembut. Berdasarkan informasi yang di dapat dari Dewan Koperasi dan UKM Tulungagung dikatakan bahwa sebenarnya untuk meningkatkan kapasitas produksi dan memperkuat struktur permodalan raktyat, terutama yang mempunyai usaha kecil menengah, pemerintah sudah melakukan tindakan nyata berupa pemberian pinjaman kridit modal dengan tingkat bunga sangat rendah dan juga mempermudah proses perijinan perusahaan. Ini bisa dilihat dari program pemerintah yang memberikan pinjaman kredit dana bergulir APBD I untuk pembangunan UKM se Tulungagung dengan kucuran dana Rp.200 juta dan tingkat bunga sebesar 6% pada tahun 2004. Kebijakan ini ternyata mendapat respon positif dari masyarakat meskipun belum sepenuhnya maksimal, karena dalam pembukaan awal tahun sudah diambil oleh 19 UKM dan mengalami peningkatan pada tahun 2005 dengan jumlah 54 UKM. Kemudian dalam pinjaman kridit APBD II pemerintah juga meminjamkan bantuan modal dengan platform kridit maksimal bagi tiap UKM sebanyak 10 juta dengan jangka pinjam 3 bulan, program ini bisa diambil dengan mengajukan surat permohonan ke Dinas Teknis dengan menunjukkan bukti usahanya serta memberikan jaminan pinjaman berupa BPKB bukan lainnya karena jumlahnya tergolong kecil. Selain program ini, berdasarkan ketetapan dari kementerian koperasi dan UKM RI, pemerintah melakukan kegiatan berupa program three in one yaitu pembinaan terhadap UKM dan industri kecil menengah dibawah naungan kantor koperasi dan UKM

[ 17 ]


DIMëNSI Utama yang di Tulungagung terdapat 5 sentra UKM yang menjadi prioritas dan dibina oleh salah satu bidang di Departemen Koperasi dan UKM difasilitasi permodalannya melalui KSP (koprasi simpan pinjam ), USP (Unit Simpan Pinjam), BPR (Bank Perkreditan Rakyat) dengan kucuran dana sebanyak 1 Milyar pada tahun 2005. Sayang sekali, program pemerintah yang seharusnya sangat membantu masyarakat usaha kecil menengah ternyata kurang mendapat respon positif masyarakat, Bahkan sebagian besar dari mereka tidak mau tahu tentang program tersebut dan malahan mereka berpandangan lain tentang hal itu, mereka menganggap bahwa selama ini pemerintah tidak pernah memberikan bantuan baik yang sifatnya materi maupun non materi. Mereka beranggapan bantuan pengembangan ekonomi mikro usaha kecil menengah (UKM) yang berupa pinjaman kredit itu hanya dijadikan dalih oleh aparataparat pemerintah untuk mendapatkan keuntungan memenuhi kas daerah atau malah masuk kantong sendiri. Terbukti tiap tahun pemerintah daerah tingkat II pasti membuat anggaran untuk pengembangan ekonomi kecil Tulungagung dan mendapat bantuan dari pemerintah pusat untuk pengembangan UKM, namun semua angaran itu tidak pernah sampai kapada yang berhak mendapatkannya para pengusaha kecil menengah.. “Selama ini tidak pernah mas pemerintah membantu usaha disini, entah itu materi maupun non materi, kulo niku dados kepala desa teng mriki namong ndata mawon trus sebagai pelengkap persyaratan prosedural untuk pinjam di BPR, tapi selama ini tidak pernah ada tindak lanjut pemerintah, padahal teng mriki usaha konfeksi pun kathah ingkang maju sampai wonten seng ekspor”, ungkap Purwoto Kepala Desa Majan kepada crew saat di wawancarai.

[ 18 ]

Ungkapan yang lain juga diutarakan oleh Bapak Haryono seorang pengusaha logam untuk bahan baku penggilingan padi di Ngunut, “selama ini saya tidak pernah mendapat bantuan berupa finansial modal untuk pengembangan usaha saya, hingga saat ini produk saya sudah di eksport sampai ke Negara tetangga seperti Australia, Vietnam, Singapura, dan beberapa Negara tetangga, kami mandiri mas. Memang pernah, saya mengikuti seminar kewirausahaan di Tulungagung itupun pada tahun 70an, pada waktu berangkat awal untuk modal saya pinjam ke bank sebesar 20 juta, itupun juga inisiatif saya sendiri untuk meneruskan usaha orang tua”,tegasnya kepada crew DIMëNSI saat di wawancarai di kantornya. Sangat wajar kalau semua program pemerintah untuk pembangunan UKM tidak dirasakan oleh pengusaha kecil karena pemerintah sendiri tidak sepenuhnya bermaksud untuk membangun ekonomi kecil Tulungagung, karena program yang mereka canangkan ternyata sangat minim untuk di sosialisikan kepada pengusaha kecil bahkan bisa dibilang tidak pernah, karena daerah Tulungagung memilki pengusaha kecil yang tidak sedikit, jumlahnya. Tim dari kantor koperasi dan UKM hanya memberikan info itu kepada pengusaha yang dekat atau sering datang ke instansi pemerintah dan sering menikmati fasilitas kridit yang diberikan pemerintah lewat badan keuangan seperti BPR, KSP, atau yang lainnya, seperti yang diungkapkan oleh Fan Kolik selaku Kasub UKM Tulungagung waktu di wawancarai crew DIMëNSI di kantornya, ia mengatakan, “sangat tidak mungkin pemerintah mensosialisasikan program ini kepada seluruh orang yang mempunyia Usaha Kecil Menengah di Tulungagung,karena terlalu rumit mas dan kelihatannya sangat tidak mungkin, ya…siapa yang sering datang kemari, yang dekat dengan

Maryono kami, atau juga orang yang sering menanyakan kridit itulah orang yang sering mengetahui program bantuan dari pemerintah, dan dari sekian banyak UKM yang ada di Tulungagung ini hanya beberapa ko’, tidak semuanya”. Kami menyayangkan sekali tidak bisa mengulas masalah ini dengan leluasa, karena pihak yang bertugas (Fan Kolik) selalu mengalihkan pembicaraan dan beralasan mau ada rapat ketika kami mencoba tanya lebih lanjut tentang peran dan fungsi pemerintah terhadap UKM, beliau meminta kami kembali hari besuknya. Hal ini terjadi berkali kali tiap kami wawancara dengan beliau yang hanya berjalan beberapa menit dengan alasan yang sama “saya mau ada rapat mas”. - Keengganaan masyarakat untuk memformalkan usaha mereka dengan mengikuti program pemerintah dan masuk dalam pembinaan koperasi bukanlah serta merta hanya karena ketidak tahuan mereka tentang cara pengajuan dan layanan apa yang akan mereka peroleh, akan tetapi karena program pemerintah yang terkesan hanya insendental, teoritis, tidak ada tindakan pendampingan yang mantap dan jelas arahnya. Kegiatan yang terkesan hanya mengumpulkan kelompok pengusaha kecil, menanyakan gimana perkembangan UKM yang dimiliki dan memberikan pengarahan lagi lewat seminar tiap bulan, rencana studi banding, dan konsultasi seputar menejemen UKM menjadikan masyarakat semakin malas dan tidak mau tahu tentang hal itu lagi,”males mas melok kegiatan

DIMëNSI Edisi 19 Th. XI, November 2007


DIMëNSI Utama

Sayuti dan pelatihan ko pemerintah,la piye lho…kegiatane mek ngono ngonoae ora enek kemajuan, paling paling mek semiar, teko nakokno piye usahane pak, tambah maju pora, padahal majokne usaha iku seng penting modal, po meneh lek muleh kon nyangoni,kan percuma ngoyo tapi modale kurang”Ungkap Bapak Maryono pengusaha logam di gang tujuh Desa Ngunut ini. Ternyata dibalik program yang sangat rapi, penuh semangat untuk membangun ekonomi kecil, namun ternyata hal ini mempunyai banyak syarat yang harus dipenuhi oleh pemilik industri kecil mulai dari harus membentuk kelompok industri, harus berbadan hukum, dan bernaung dibawah koperasi.memberi laporan tentang perkembangan usaha tiap tahun, seperti yang diungkapkan oleh Fan kolik “pemerintah mau melakukan pembinaan hanya kepada usaha yang sudah membentuk kelompok pengusaha kecil dan sudah berbadan hukum, selain itu kami lepas”. Ungkapan yang lain juga diterangkan oleh Abrori pengurus Badan Statistik Tulungagung mengatakan “untuk bisa menjadi UKM yang formal harus berbadan hukum dengan memenuhi persyaratan ijin pembangunan usaha yaitu mempunyai akte perusahaan (berbentuk PT, CV atau yang lain), punya NPWP (Nomor Pokok Wajib p a j a k ) , T D P ( Ta n d a D a f t a r Perusahaan), dan juga SIUP (Surat Ijin Usaha dan Perdagangan) “

Ujarnya waktu ditemui di kediaman rumahnya. Persyaratan yang demikian banyak dan rumit menyebabkan masyarakat lebih memilih independent, lepas dari pemerintah, apalagi kadang memakan waktu yang cukup lama tidak sebanding dengan proses produksi yang menuntut segera, ”Orang sini itu paling males kalau suruh berhadapan dengan hal hal yang rumit, palagi suruh nunggu, lebih baik pilih nanggung resiko dengan mambayar uang daripada harus repot repot antri “, ujar Kepala Desa Ngunut saat ditemui di kantornya. Kegiatan yang terkesan asal ada ini ternyata sangat disayangkan oleh para pemilik industri kecil menengah terutama pengusaha yang berada di daerah yang diterapkan menjadi pusat industri di Daerah Tingkat II Tulungagung ditetapkan meliputi, Sentral indrusti logam di Ngunut, Sentral Budidaya Ikan di Pulau Tondong Ngunut, Sentra Konfeksi di Banaran Kauman, Sentra Konfeksi di Mangunsari dan Sentra Budidaya Ikan hias di Bangoan. Sebagian besar dari pengusaha ini mengatakan bahwa semenjak mengikuti program dari pemerintah usaha mereka ternyata lebih banyak mengalami kemunduran dan kemacetan, karena terlalu banyaknya prosedur yang harus dipenuhi sehingga mereka merasa terikat dengan aturan koperasi dan pemerintah, makannya sekarang mayoritas dari mereka melepaskan diri dari pemerintah dalam hal usaha dan menejemennya.seperti yang diungkapkan oleh Bapak Suryani.pengusaha sendok di Ngunut”saya tidak mau mas masuk dalam kelompok pengusaha kecil terutama pengusaha sendok, karena ujung ujungnya dari pemerintah tetap minta itu lo mas,jaminan pesangon agar mereka bisa datang” Ungkapan yang sama dikatakan Pak Sayuti dan Mbah Domo sebagai pengusaha Ikan di Bangoan yang mereka juga mengatakan pernah mengikuti pembinaan dari pemerintah seperti seminar menejemen perusahaan, penyuluhan budidaya ikan, tapi hal itu

Edisi 19 Th. XI, November 2007 DIMëNSI

hanya sebatas teori yang tidak diikuti bantuan apapun seperti modal dengan bunga kecil, sehinga dirasa kurang bemanfaat akhirnya mereka keluar dari pembinaan pemerintah,”Kulo sak niki pilih mandiri sendiri mas, luweh tenang, bebas, maju munduro lek nak ane dewe trus karepe dewe…”ungkap mbah Domo. Sebenarnya harapan para pengusaha kecil menengah yang ada di Tulungagung itu sangat sederhana, kalau memang dari pihak pemerintah yang diwakili oleh Badan Koperasi dan UKM ingin mengembangkan dan memelihara para pengusaha kecil in. Harapannya yaitu pinjaman modal dengan cepat, mudah, dengan jaminan rendah dan lunak pelunasan proses yang tidak dipersulit dengan dalih minta sumbangan. Seperti yang diungkapkan oleh mbah Domo , pimpinan koperasi kelompok tani perikanan di Desa Bangoan, “Wong usaha cilik iku seng dibutohne mong modal kanggo ngembangne, sak jane seng dikarepne soko pemerintah kuwi mek gor pinjaman modal, seng proses mudah, ringan, trus jaminan ringan, tagihan lunak” ungkapnya ketika diwawancarai crew dimensi di kediamannya. (pengusaha kecil itu yang dibutuhkan cuma modal untuk pengembangan usaha, sebenarnya yang diharapkan dari pemerinah cuma pinjaman modal dengan proses mudah, ringan, jaminan ringan, pelunasan lunak). Memang sudah banyak dari pengusaha kecil menengah yang ada di Tulungagung yang meskipun tanpa bantuan pemerintah mampu menguasai pasar local, bahkan sudah berproduk kualitas eksport, banyaknya UKM ini sebenarnya sebuah terobosan baru bagi pemerintah khususnya dan umumnya bagi masyarakat untuk bisa mengentaskan penganguran dan kemiskinan di Tulungagung yang sudah selayaknya mendapat perhatian khusus dari pemerintah. //kley.diot ulfa//

[ 19 ]


Editorial

Tradisionalisme yang Terisolasi “Sebuah kemungkinan yang tak mungkin menjadi pilihan�, seperti itu apresiasi dari pemerintah yang terkesan memberikan kebijakan dalam wilayah pendidikan yang ternyata hingga saat ini masih kurang terbangun dari sisi interpersonal maupun ekstrapersonal insan-insan terdidiknya. Adanya klaim yang melahirkan dikotomi dunia pendidikan, sebut saja pendidikan formal maupun non formal, dimana ketika berbicara formal kita dihadapkan dengan pendidikan yang berbasis sertifikasi dari pemerintah yang sifatnya legal dan ketika berbicara non-formal maka kita dihadapkan dengan basis pendidikan yang hingga saat ini masih belum menerima tindak apresiatif dari pemerintah. Sebuah fenomena yang terjadi hingga saat ini, perkembanagn dunia pendidikan yang terbilang sebagai pendidikan non-formal dimana dalam kanyataanya lebih mampu membangun kehidupan bangsa terutama umat islam, sebut saja “Pesantren�, ternyata harus tergerus dengan perkembangan media dan kurang proporsionalnya kebijakan pemerintah. Hilangnya otoritas dan eksistensi pesantren dalam wilayah pendidikan dengan adanya pola legalitas pemerintah cenderung mengarahkan masyarakatnya dalam mediator-mediator formalitas pemerintah, ditambah dengan perkembangan media akses informasi dan komunikasi yang menuntut untuk selalu berpatokan pada perkembangan dunia ternyata malah melahirkan klaim tersendiri dengan hadirnya asumsi bahwa pesantren hadir dengan kesan jumud, kolot dan lekang termakan zaman hingga membagi bentuk pendidikan pesantren baik dengan sebutan pesantren modern maupun pesantren tradisional. Arah kebijakan pemerintah dalam dunia pendidikan tak semanis dunia perindustrian kecil menengah dalam basis masyarakat, yang hinggga saat ini juga belum menerima anugrah partisipasi aktif dari pemerintah. Arus industri yang ter-prospek mulai dari permodalan, pendistribusian hingga fluktuasi hasil produksi ternyata menjadi cicipan pahit tersendiri dari masyarakat walaupun untuk manisnya mereka harus berbagi dengan pemerintah sebagai bentuk pengakuan bahwa terdapat aset besar dalam wilayahnya.

[ 20 ]

Pemerintah yang terkesan pasif untuk mengembangkan dunia perindustrian kecil menengah ternyata malah membangun semangat tersendiri dari masyarakatnya untuk mengembangkan perusahaannya sendiri sebagai bentuk tuntutan hidup, walhasil ternyata labih banyak menjaring tenaga kerja sekaligus mengurangi pengangguran dan menjadi aset potensial masyarakat setempat. Kurangnya transparansi dan akuntabilitas dari pemerintah menutut berbagai pihak menanyakan kembali tentang adakah sumbangsih pemerintah untuk wilayah perindustrian kecil menengah yang hinggga saat ini masih dalam tataran kabar angin saja. Lahirnya permasalah baru dimana ketika masyarakat dihadapkan dengan ada atau tidaknya campur tangan pemerintah hingga saat ini dirasakan sebagai hal yang sama saja oleh masyarakat pasalnya masyarakat sudah jera menunggu kontribusi dari pemerintah dan sengaja memfokuskan dalam wilayah kebutuhan hidup yang sangat mendesak untuk segera tercukupi. Ditambah dengan lahirnya rasa tidak saling percaya antara masyarakat dan pemerintah yang terlihat ketika kontribusi pemerintah yang selalu ditunggu masyarakat ternyata malah menjadi bomerang saat mulai terealisasi dengan tujuan pendataan aset potensi wilayah industri. Suatu gambaran yang tak akan pernah cukup jika hanya menjadi rangkaian peristiwa dan masuk dalam akses informasi tanpa melahirkan refleksi dari semua pihak untuk sadar akan selalu membangun dan berkembang agar terciptanya masyarakkat yang madani. /Redaksi

DIMĂŤNSI Edisi 19 Th. XI, November 2007


Edisi 19 Th. XI, November 2007 DIMĂŤNSI

[ 21 ]


NUSANTARA Sekularisme Pendidikan; Masih Layakkah? “Dengan identitas keislaman itu datang dari pribadi kita moral kita maupun keyakinan kita bukan dari institusi apapun kalau institusi apapun yang memakai nama islam harus kita curigai� (pernyataan Gus Pidik Wahono

Dur dalam pertemua dengan 300 masyarakat Indonesia di London).

Bila kita cermati ilmu yang nenunjuk pada pada kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan di himpun melalui teknik pengamatan yang obyektif. Namun sebenarnya ilmu dan pengetahuan hanyalah merupakan p r o d u k d a r i s u a t u proses atau aktivitas. Jujun S. Suriasumantri membedakan antara ilmu pengetahuan dan ilmu. Ilmu hanya menelaah pada limgkup p e n g a l a m a n empiris,sedangkan pengetahuan menelaah bidang pra- pengalaman dan pasca pengalaman. Maka menurut Quraish Shihab, kata ilmu itu di gunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan obyek pengetahuan. Ilmu adalah pengetahuan yang jelas tentang sesuatu. Pada dasarnya islam mengakui keberadaan ratio,pengalaman indrawi,dan makna di balik fakta sebagi sumber pengetahuan manusia. Namu tidak berarti islam sepenuhnya menerima teori keilmuan barat yang empiris ,rasionalis dan fenomenologis sebagai dasar filsafat ilmunya. Karena tujuan ilmu dalam Islam adalah mengatur dunia sebagai sarana mengabdi kepada Allah. Maka ilmu islami adalah ilmu yang koheren dengan dalil-dalil al-quran dan al-hadits. Sehingga mengejar kemajuan ilu pengetahuan dan teknologi yang bermuara pada mempertebal keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT serta menumbuhkan akhlak mulia(akhlaq al – karimah) adalah tujuan dari itu semua. Dikotomi Masalah besar yang di hadapi dunia pendidikan islam adalah dikhotomi dalam beberapa aspek yaitu:antara ilmu agama dengan ilmu umum, antara wahyu dengan akal serta antara wahyu dengan alam.

[ 22 ]

Kita sudah sering mendengar pertentangan antara agama dan ilmu pengetahuan, menurut pendapat saya pertentangan itu tidaklah berdasar, sebab dua hal itu sebenarnya tidak bertentangan. Bagaikan sebuah sungai yang bercabang dua agama dan ilmu pengetahuan memiliki sumber yang sama, mengalir menuju laut yang sama, fungsi dan tujuan sama pula. Banyak orang menganggap bahwa keberadaan agama tidak akan mendorong perkembangan ilmu pengetahuan. Tuduhan ituz jelas tidaklah berdasar. Satu-satunya perbedaan antara ilmu pengetahuan dengan agama, Agama berlandaskan atas iman sedangkan ilmu pengetahuan berlandaskan pada penyelidikan. Jika dikaitkan dengan islam, dalam sejarahnya yang panjang islam tidak pernah mengenal pertentangan antara keduanya. Sejak kemunculannya baik dalam Al qur’an maupun hadist Rosul sudah di tekankan akan pentingnya ilmu pengetahuan, para ilmuwan dan kaum pelajar di lebihkan derajatnya atas orang bodoh. Dalam konteks Indonesia dimana mayoritas penduduknya adalah islam dengan jumlah umat terbanyak di dunia ketika kita dihadapkan pada masalah pemisahan atau dikotomi antara dua hal yaitu agama dan kehidupan social, bila kita sorot lembaga pendidikan maka kita lihat adanya sekat pemisah itu, dengan adanya 2 lembaga, yaitu lembaga pendidikan agama dan lembaga pendidikan umum, yang m a s i n g - m a s i n g berada di bawah naungan dep a g d a n d i k n a s , d i samping organisasi kegamaan dan sosial. Implikasinya lebih lanjut muncul dikotomi ilmu, secara teoritis ilmu umum menjadi kapling akal, tentu berada diluar disiplin ilmu agama. Sebagaimana diyakini umat

islam pada umumnya. sedangkan pada kenyataanya, dalam dunia praktis ilmu umum berada dalam tingkatan lebih utama dibanding ilmu agama. Ini bisa dilihat bahwa lembaga umum lebih diminati ketimbang lembaga agama dengan alasan ilmu agama tidak dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat terutama masalah kesejahteraan sosial. Implikasinya anggaran pengembangan keilmuan lembaga agama berada jauh di bawah anggaran pengembangan keilmuan yang disediakan pemerintah untuk lembaga umum. Dalam upaya menjawab tantangan dunia modern ini sudah selayaknya ada penyatuan ilmu pengetahuan, sehingga ilmu agama tidak tersingkirkan tetapi menjadi bagian yang tak terpisahkan dan juga penopang semua dimensi keilmuan. Masalahnya muncul ketika Usaha integrasi kedua system ilmu pengetahuan (ilmu agama dan umum) hanya akan menimbulklan masalah di sini letak kesulitannya. Ini disebabkan belum tersusunnya konsep ilmu integral yang ilmiah yang mampu mengatasi dikotomi ilmu umum dan ilmu agama.itu sendiri. akibatnya tujuan praktis untuk menigkatkan daya saing lulusan sekolah agama dengan sekolah umum menjadi sulit di penuhi. Sadar atau tidak akan kegagalan umat islam dalam merespon gejala perubahan dunia, mestinya dunia islam menyadari dan mengakhiri pandangan dikotomi ilmu ini. Sebab pandangan dikotomis terhadap ilmu justru membuat dunia islam kehilangan arah pijakan dalam mengarungi dunia nyata yang kian bergerak cepat seiring dengan perkembangannya. Padahal sejak sains modern dikembangkan tradisi berfikir keilmuan yang dikenal dengan penelitian dan pengembangan berjalan begitu cepat, tanpa bisa di bendung. Sebab sains dan teknologi

DIMĂŤNSI Edisi 19 Th. XI, November 2007


serta ilmu-ilmu social dan humaniora terus menerus melakukan pembacaan ulang terhadap warisan masa lalu. Sembari melakukan penelitan terhadap gejala kekinian dan masa depan manusia. Keadaan ini kemudian bertolak belakang dengan tradisi keagamaan yang bersifat pada pengulangan. Dalam upaya menjawab tantangan dunia modern ini sudah saatnya ada penyatuan kembali ilmu pengetahuan, sehingga ilmu agama tidak tersingkir dari peradapan. salah satu yang harus menjadi landasan dalam hal ini adalah bahwa agama dalam arti luas merupakan wahyu yang bertujuan untuk mengatur semua peri kehidupan manusia, baik secara horizontal maupun vertical. dan sebenarnya wahyu merupakan sumber nilai bagi ilmu pengetahuan dengan kata lain ilmu pengetahuan lahir dari wahyu tersebut. Relasi Ilmu Pengetahuaan Dan Agama Pada dasarnya dalam teksteks islam qur’an dan sunnah di jelaskan tentang sumber ilmu pengetahuan pertama : Indera dan akal, Allah SWT berfirman “Dan Allah telah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian , sementara kalian tidak mengetahui Sesuatupun dan lalu Ia menciptakan untuk kalian pendengaran, penglihatan dan hati atau akal agar kalian bersyukur� (Q S:An-nahl: 78) dari situ jelaslah islam tidak menyebutkan pemberian Allah kepada manusia berupa indera, Tetapi juga agar kita menggunakannya. dari situ membuktikan keberadaan Allah dengan pendekatan alam materui dan akal yang murni Kedua: hati, dengan hati kita bisa membedakan antara haq dengan yang batil. Meskipun berpengetahuan tidak dapat di pisahkan dari manusia namun selalu ada hal-hal yang meski di ketahui oleh manusia beberapa syarat memiliki pengetahuan Pertama : Konsentrasi, orang yang tidak mengkonsentrasikan atau tidak memfokuskan indera dan akal fikirannya maka dia tidak akan mengetahui apa yang ada di sekitarnya Kedua akal yang sehat, orang yang akalnya tidak sehat tidak dapat berfikir dengan baik. akal yang tidak sehat ini mungkin karena penyakit atau pendidikan yang tidak benar

Ketiga: indera yang sehat orang yang salah satu atau semua inderasnya cacat tidak akn mengetahui sesuatu yang ada di sekitarnya kemudian pengetahuan didapat lewat hati kemudian tapi dengan syarat s y a r a t s e p e r t i i n i : membersihkan diri dari kemaksiatan, mengosongkan hati dari fanatisme. ketika syarat syarat ini tidak terpenuhi maka pengetahuan akan terhalang dari sifat sifat manusia yang menjadi ilmu pengetahuan seperti sombong, fanatisme, kepongahan karena ilmu, jiwa yang lemah dan muah di pengaruhi dan mencintai materi secara berlebihan. maka dalam

ilmu pengetahuan perlu di imbangi dengan nalar spiritual. Nalar Sepiritual dalam Pendidikan memang kita sadari selama ini praktek pendidikan yang telah mengalami perubahan dari waktu ke waktu sehingga sudah saatnya penyatuaan nalar sepiritual pada setiap disiplin keilmuan. sedangkan pada dasarnya nalar sepiritual hanya di dapat dari landasan keagamaan yang kuat. bisa di bayangkan jika setiap prilaku manusia yang tanpa di barengi landasan agama sebagai contoh tindakan yang amoral dan individulaistik, sehingga menciptakan berbagai problem masyarakat seperti korupsi, yang banyak dilakukan oleh

Edisi 19 Th. XI, November 2007 DIMĂŤNSI

orang orang yang notabenenya terpelajar dan beragama. disini letak nilai keagamaan yang tanpa di barengi nilai religiusitas pada kenyataannya untuk membangun nalar didik lebih spiritualis dan tidak semata mata mengejar materialis saja maka dari sini nilai dan orientasi pendidikan. pertama: nilai dan orientasi pengembangan iptek sebagai nilai dan orientasi ilmu maka spiritualisasi pendidikan juga mengembangkan iptek dengan segi penambahan iman dan tajwa sebagai ruh dari proses pengembangan nalar spiritual atau spiritualisasi itu sendiri. kedua :jika tujuan pendidikan sekuler untuk membangun kehidupan duniawi, seperti sukses, sejahtera, adil dan makmur. maka spiritualisasi pendidikan untuk membangun nalar sebagai wujud pengabdian terhadap tuhan yang maha esa dan ini bukan final akan tetapi salah satu jalan menujun gerbang akhir kehidupan manusia spiritual yang kekal abadi sepanjang kehidupan manusia.(Abdul munir mulhan:1993) Sejalan dengan pendidikan nasional Sebagai usaha pembentukan manusia pancasila, yaitu manusia pembangunan yang berkalitas tinggi dam memiliki kemampuan profesional. Keadaan yang demikian nyatalah bahwa ketika pendidikan islam dituntut untuk mampu memainkan peran secara dinamis dan proaktif. Di antara belitan berbagai pesoalan besar juga dihadapkan pula pada berbagai tantangan dan prospek kedepan. Adalah pengembangan wawasan intelektual yang kreatif dan dinamis di berbagai bidang dalam sinaran dan terintegrasi dengan islam,murupakan kata kunci yang harus dipercepat prosesnya,baik dataran teoritis maupun praktis. Disinilah sangat di perlukan adanya nalar spiritual yang selama ini telah hilang pada dunia pendidikan kita sehingga memunculkan diskriminasi keilmuan. Yang selama ini ada adalah pendikotomian antara ilmu agama dan ilmu umum sehingga hakekat pendidikan yaitu memanusikan manusia jadi luntur oleh dikotomi tersebut. Masihkah ini akan kita lanjutkan?//CrewDimensi//

[ 23 ]


NUSANTARA

Pengaruh Agama dalam Pendidikan Formal dan Moral Generasi Bangsa Oleh:Prof. Dr.Mujamil Qomar,M.Ag

Secara idealis, pendidikan Agama di lembaga pendidikan formal baik sekolah maupun madrasah diharapkan memberikan manfaat yang besar bagi pembentukan kepribadian anak bangsa. Pendidikan agama dan lebih luas lagi, pendidikan islam berupaya menanamkan didikan maupun bimbingan kepada peserta didik mulai dari soal - soal keyakinan hingga pengambilan pelajaran dari peristiwa masa lampau. Pendidikan agama meliputi sub bahasan aqidah akhlaq, fiqih, al-qur’an, hadist, dan sejarah kabudayaan islam. Sedang di madrasah komponen-komponen tersebut menjadi mata pelajaran tersendiri. Aqidah menanamkan keyakinan, atau keimanan terhadap Tuhan yang maha esa, dan ini merupakan fundamen utama yang harus kokoh tertanam dalam jiwa anak. Fiqih menuntun anak tentang pelaksanakan ibadah sebagai konsekuensi dari aqidah itu, sedang akhlaq memberikan penyempurnaan terhadap aqidah dari penyempurnaan terhadap aqidah dari ibadah itu dalam kehidupam sehari-hari sehingga menjadi kebiasaan yang reflektif. Dari tiga sub pelajaran agama islam ini saja telah tergambar potret kepribadian yang di inginkan para guru agama terhadap peserta didik. Padahal, disamping sub pelajaran tersebut masih terdapat sub pelajaran alqur’an, hadist dan sejarah

[ 24 ]

kebudayaan islam walaupun hanya memperkenalkan permukaan saja lantaran keterbatasan waktu, semua sub pelajaran atau kalau di madrasah menjadi masing-masing pelajaran itu membawa pesan perbaikan perilaku, amal perbuatan, maupun kebiasaan dalam kehidupan sehari hari. Akan tetapi, realitasnya menunjukkan gejala-gejala yang berlawanan dari harapan itu. Pendidikan agama di dalam pendidikan formal ternyata kurang memiliki peran yang signifikan terhadap terbentuknya moralitas anak. Suatu kenyataan yang benar-benar memprihatinkan dan harus diterima sebagai kenyataan yang sedapat mungkin diubah atau ditransformasikan menjadi kondisi yang positif konstruktif melalui langkah-langkah penyadaran yang strategis. Kenyataan yang memprihatinkan itu semakin meyakinkan dengan munculnya berbagai gejala atau indikasi aneh yang dialami para pelajar, seperti antara lain: keterlibatan pelajar dalam pencurian sepeda motor, keterlibatan mereka dalam pergaulan bebas bahkan free sex, tawuran antar pelajar secara kolektif (grombolan) yang sering terjadi dikota-kota besar, maupun tradisi corat-coret baju sebagai respon terhadap keberhasilan mereka dalam ujian Negara. Bahkan

seiring dengan era reformasi, para pelajar kurang menghormati gurunya dan para mahasiswa tidak lagi menghargai dosennya. Mereka lebih menghargai para artis daripada guru dan dosennya. Perilaku demikian ini semakin jauh dari nilai dan ajaranajaran agama. Perilaku ini disebabkan oleh berbagai faktor secara komplek. Faktor-faktor itu meliputi antara lain minimnya alokasi waktu bagi pelajaran agama, pelajaran agama tidak menjadi penentu kelulusan dalam ujian Negara, agama tidak dijadikan pengontrol dalam kehidupan sehari-hari, agama tidak pernah dihadirkan dengan penuh penghayatan, kehadiran arus globalisasi yang semakin deras, terbukanya arus informasi dari berbagai penjuru dunia, solidaritas kelompok sesama pelajar dalam suatu sekolah, broken home, kurang perhatian orang tua, himpitan ekonomi dan lain sebagainya. Oleh kaerena itu, timbulnya kenakalan remaja (pelajar dan mahasiswa) tidak bisa secara serta menyalahkan guru dan dosen agama. Guru dan dosen telah berupaya menjadikan peserta didik memiliki kepribadian utama, tetapi mereka tidak mampu menghadang pengaruhpengaruh dari luar yang gencar dan deras sekali dalam kehidupan seharihari peserta didik kita. Susahnya

DIMĂŤNSI Edisi 19 Th. XI, November 2007


pertahanan guru dan dosen dapat digambarkan bahwa betapa susahnya menanamkan kepribadian utama peserta didik itu, secara pelan-pelan dan berkesinambungan dalam rentang waktu yang lama sekali. Namun penyadaran yang mulai tertata ini begitu mudah dalam waktu sekejap bisa dikaburkan bahkan dikalahkan oleh peran peran negative dari pemainpemain sinetron yang disaksikan mereka dari layar televisi. Jadi, fenomena kenakalan remaja bukan karena kesalahan guru dan dosen agama, tetapi lebih karena sistem sosial budaya yang melingkupi mereka dalam kehidupan sehari-hari. Ada satu pertanyaan yang perlu direnungkan, mengapa para santri pesantren secara kolektif tidak pernah melakukan prilaku menyimpang sebagai mana dilakukan oleh pelajar dan mahasiswa tersebut. Jawabnya adalah juga karena s i s t e m y a n g ditradisikan. Sistem pendidikan di pesantren sangat menjujung tinggi nilai-nilai moral seperti ketaatan pada ustazd atau kyai, bersikap sopan santun, tawadu’, yang muda menghormati yang tua, dan memiliki kedekatan psikologis seperti santri mendoakan kyai dan sebaliknya, kyai mendoakan para santrinya. Dengan begitu, kalau ingin memperkokoh moral generasi bangsa melalui pendidikan, maka harus menjadikan agama sebagai penuntun dalam kehidupan mereka seperti pengalaman pesantren meskipun polanya tidak harus sama. Sebab

pendidikan formal kita terlalu berorientasi dan mengejar prestasi intelektual atau kompetensi kogfnitif, tetapi kurang menekankan sikap atau afektif, terutama pada sikap yang mengarah pada pembentukan moralitas kepribadian yang utama. Padahal sikap ini memiliki payung hukum yang sangat kuat berupa sila pertama dari pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.

Belakangan ini, masalah moral memang menjadi masalah yang penting karena kemajuan apapun yang dicapai secara fisik oleh suatu bangsa tidak ada artinya jika tidak dihiasi dengan moral yang baik. Di samping itu, sekarang ini bangsa kita sedang mengalami krisis keteladanan, yang berarti telah terjadi krisis moral atau dekadensi moral. Bangsa indonesia ini sedang mengalami kesulitan mendapatkan tokoh panutan

Edisi 19 Th. XI, November 2007 DIMĂŤNSI

yang yang menjaga gawang moralitas bangsa, sebab, tokoh yang dianut seringkali ternyata terkontaminasi oleh kepentingan politik, uang, kekuasaan, popularitas dan sebagainya. Maka nilai-nilai moral harus ditumbuhkan pada generasi bangsa ini meskipun terasa sulit diwujudkan. Kesulitan ini terutama ketika menghadapi budaya bangsa. Kultur bangsa indonesia ini lazimnya mudah terpengaruh oleh budaya asing yang lagi popular, sayang sekali kita justru meniru budayabudaya yang negatif sehinga berpotensi merubah moralitas b a n g s a K a s u s sekulerisasi di Turki oleh Musthafa Kemal al-Ataturk harus kita ambil pelajaran. Turki begitu terpesona mengikuti budaya barat, b a h k a n meninggalkan tradisi keagamaan yang selama ini terjadi. Namun Turki sampai sekarang ini tidak bisa mencapai kemajuan seperti kemajuan yang dicapai bangsa barat. Pengalam Turki ini kontras dengan pengalaman Jepang. Negeri sakura ini mampu mengalahkan kemajuan barat padahal sangat ketat memegang tradisi, termasuk nilai-nilai moralitas yang berlaku. Oleh karena itu nilai moralitas itu harus tetap dipertahankan bahkan diperkuat lagi melalui saluran pendidikan terutama pendidikan agama di lembaga pendidikan formal.

*) Penulis adalah Ketua STAIN Tulungagung yang Guru Besar di STAIN Tuungagung

[ 25 ]


NUSANTARA

Pesantren = Tradisionalis Tadjudin*

“al-Muhafadhah ‘ala al-Qodimi as-Shalih wa al-Akhdzu bi al-Jalil al-Ashlah” “ memelihara [mempertahankan] tradisi lama yang baik, dan mengambil sesuatu yang baru (modernitas) yang lebih baik)”.

Sering kali pembicaraan tentang pesantren dibebani dengan “pencemaran” asumsi; kolot, jumuh, kumuh, dan paling enteng tradisional. Tentang mengapa dapat terjadi demikian, mungkin yang agak toleran bahwa ini tidak bias digabrah uyah pada seluruh tataran, setidaknya ini merupakan penjelasan dari sebagian kalangan yang berkepentingan untuk menjelaskan bahwa letak tradisionalitas pesantren justru menjadi eksistensinya selama berabat-abad yang bahkan mampu mengantar banyak kader bangsa ini menuju pentas nasional maupun internasional. Tradisionalisme pesantren yang telah menyatu dengan kesehariaannya, memang menjadi khas dan telah masuk dalam wilayah keagamaan islam kaum pesantren. Bentuk tradisionalisme ini merupakan satu sistem ajaran yang berasal dari perkawinan konspiratif antar teologi asy’ariah dan maturidiyah dengan ajaran-ajaran tasawuf (mistisisme islam) yang telah lama mewarnai corak ke-islam-an di Indonesia (Abdurrahman wahid, 1997). secara terminologis, lafat yang akarnya ditemukan dari kata adat ini, merupakan praktek keagamaan local yang diwariskan umat islam Indonesia generasi pertama yang tidak bias dipungkiri. Dalam skala besar dapat diambil sebagai contoh, bahwa praktek keagamaan mahdhah sepeti haji, ternyata merupakan kebiasaan yang telah ada dan

[ 26 ]

dilestarikan oleh islam, artinya, paling tidak bila sebuah kebiasaan, dapat dijadikan sebagai praktek amaliah pula (tentu; karena kita bukan sebagai pemangku otorita wahyu, maka sudah barang tentu kita tidak bisa menambah bentuk mahdhoh). Disini islam berbaur dengan system adat dan kebiasaan lokal, sehingga melahirkan watak ke-islam-an yang k h a s I n d o n e s i a ( M a r t i Va n Bruinessen, 1997, 140). Jika ini yang disorot, maka sesungguhnya tidak terlalu bermanfaat kalau tujuan konsep ’pesantren identik dengan tradisionalis’ semula hanya diniatkan untuk menuduh bahwa pesantren dalam beragama, bertindak sebagai palang pintu yang tidak perlu. Apalagi kronologis kenyataan dalam tradisi apapun, pada tataran keilmuan maupun praktis, pasti memiliki lajur silsilah atau madhab dimana sebuah tradisi didapat kemudian dilestarikan. Sementara tradisional dalam pengertian lainnya, bisa dilihat dari sisi metodologi pengajaran (pendidikan) yang ditetapkan dunia pesantren (baca: salafiyah). Penyebutan tradisional dalam kontek praktek pengajaran di pesantren, sering didasarkan pada system pengajarannya yang monologis, bukan dialogis-eman sipatoris, karena dominasi system doktrinal sang Kyai kepada santrinya, disamping metodologi pengajaran yang masih bersifat klasik, seperti system bandongan, kilatan, sorogan dan sejenisnya. Tangkapan terhadap

fenomena ini belum tentu seluruhnya b e n a r, b i s a j a d i p e n c e r m a ta n demikian lebih diasumsikan dari informasi santri yang belum tamat nyantri kemudian dijadikan rujukan dalam membangun asumsi pencitramiringan pesantren. Pembelajaran dibanyak pesantren, salah satunya mengandung slogan atau bandongan yang monolog, ya, benar adanya, namun hal ini bukan merupakan keniscayaan metode yang secara mutlak digunakan santri, selepas sorogan atau bandongan, tidak boleh lupa, memiliki kewajiban untuk melakukan syawir dan tadzkir dengan kawan lainnya, membentuk klub, yang disitu siapapun dengan bebas mengeluarkan segala uneg-unegnya secara lepas, kadang didampingi kawan senior, apabila belum terpecahkan, ia akan dibawa kepada pengasuh atau Kyai, bila pada Kyai belum terpacahkan, tidak jarang, seorang Kyai akan meminta informasi kepada sejawatnya, atau dibawa keforum-forum umtuk itu. Hal ini penting diinformasikan, karena derasnya orang yang haus informasi pesantren, namun kurang secara jujur mau mencari informasi dari sumber yang seimbang. Keilmuan dalam dunia pesantren semata-mata disemangati oleh pemahaman bahwa ilmu yang bermanfaat, adalah yang dapat diamalkan, maka menindakl a n j u t i i l m u d e n g a n mengamalkannya, akan memiliki nilai yang jauh lebih penting ketimbang menambah pengetahuaan lain yang

DIMëNSI Edisi 19 Th. XI, November 2007


belum tentu bisa mengamalkannya, ini merupakan salah satu kunci mengapa santri membutuhkan waktu panjang dalam menempuh jenjang pendidikan. Perlu juga diketahui bahwa ketika seseorang telah diproklamirkan sebagai Kyai, pada waktu yang tidak terlalu lama, ia akan berubah menjadi kanal problem masyarakat, banyak masalah lalu lalang dihadapan Kyai. Hal ini akan menambah satu keunikan pesantren yang dikendalikan oleh kyai, yang tidak dimiliki oleh kepemimpinan diluar pesantren. Akhirnya Kyai tidak hanya milik pesantren, tidak hanya milik santri, tetapi telah go publik, dimiliki orang banyak. Kenyataan demikian yang mengharuskan Kyai, rela menggunakan asistensi dalam pembelajaran. Lepas dari persoalan itu, karakter tradisional yang melekat dalam dunia pesantren (sesungguhnya) tidak selamanya buruk. Asumsi ini sebetulnya relevan dengan prinsip, “alMuhafadhah ‘ala alQodimi as-Shalih wa al-Akhdzu bi al-Jalil a l - A s h l a h ” (memelihara [mempertahankan] tradisi yang baik, dan mengambil sesuatu yang baru (modernitas) yang lebih baik). Atau bisa jadi dalil ini terlalu besar, karena sesungguhnya hanya ingin mengajukan deskripsi bahwa, tradisionalisme dalam konteks ditaktik-metodik yang telah lama ditetapkan di pesantren, tidak perlu ditinggalkan begitu saja, hanya saja perlu disinergikan dengan modernitas. Hal ini dilakukan karena masyarakat secara praktis-pragmatis semakin membutuhkan adanya penguasaan sains dan teknologi. Oleh karena itu, mengsinergikan tradisionalisme pesantren dengan modernitas dalam

konteks praktek pengajaran, merupakan pilihan sejarah (ikhtiyar altawarikh) yang tidak bisa ditawartawar lagi. Sebab, jika tidak demikian, eksistensi pesantren akan semakin sulit bertahan ditengah era informasi dan pentas globalisasi yang kian kompetitif. Akan beda menanggapinya jika pesantren dihadapkan dengan pilihan-pilihan ambigu, sulit ditentukan, disaat misalnya menjumpai tatalaksana yang sesungguhnya bukan merupakan keinginan pesantren, disatu sisi, sementara dari sisi lain hal tersebut hanya akan berimplikasi menguntungkannya.

Dunia pesantren secara turun temurun memiliki cirri khas dalam pengembangannya, hampir dapat dibilang, banyak cirri khas pesantren mungkin hampir sama dengan jumlah pesantren itu sendiri. Pesantren bukan merupakan lembaga yang risih kritik, namun model yang diambil dan ditawarkan sering kurang memahami terhadap budaya pesantren yang elegan. Contoh sederhananya, pembukuan keuangan, apabila santri, dalam mengangsur i’anah syahriyyah dianjurkan, apabila diwajibkan pada sepuluh hari awal bulan, tidak menutup kemungkinan banyak santri yang akan lari dari pesantren,

Edisi 19 Th. XI, November 2007 DIMëNSI

demikian ini akan berimplikasi terhadap system kehidupan kinerja pesantren yang lain manakala dipaksakan pemberlakuannya. Mayoritas berdirinya pesantren, bertekat akan menjadi lembaga pendidikan alternatif dalam “banyak hal”, yang dalam operasionalisasinya akan mengedepankan watak toleran s e h i n g g a m e m b a n t u terselenggaranya pendidikan tanpa harus menghadapu peliknya birokrasi yang melilit. Dulu ketika pesantren berlum kenal bantuan dari “pusat”, mereka terlihat damai karena tidak berpengharapan terhadap yang bukan-bukan, begitu mengetahuinya, serta merta mereka terperajat untuk belajar kesana kemari tentang bagaimana cara pintas menurunkan kekayaan yang ajaib itu, bahkan sampai akhirnya memaklumi terhadap adanya pelicin yang m e n j a d i software yang m e n j a d i kelengkapannya, yang padahal, sebelumnya mereka sangat alergi terhadap hal dermikian. Bukan tanpa sebab, mereka berbuat demikian, karena sadar tehadap kebutuan yang harus diselesaikan dan sedang diimingimingi penyelesaian cepat (mungkin oleh sebuah institusi), sementara ia harus berhadapan dengan tren baru yang tidak biasa ia lakukan, alhasil apa boleh buat, dalam suasana yang galau, pesantren mengikuti ritme tata aturan yang sama sekali tidak pernah mereka alami. Terakhir, menurt hemat kami, manakala bantuan terhadap upaya mendorong modernitas pembelajaran di pesantren benar-benar akan direalisir, siapapun yang mengambil inisiatif, mengikuti asas dialogis dan

[ 27 ]


[ 28 ]

DIMĂŤNSI Edisi 19 Th. XI, November 2007


Edisi 19 Th. XI, November 2007 DIMĂŤNSI

[ 29 ]


NUSANTARA batas-batas hak, sebaiknya mendahulukan upaya duduk bersama; membicarakan standar kompetensi lulusan misalnya, atau sisi mana yang perlu diperbaharui, yang menurut pandangan umum harus diperbaharui, dsb. Tidak kemudian memilih model pendekatan yang kurang biasa dipergunakan oleh pesantren yang nantinya justru mengundang pertanyaan, akankah pesantren terjagal dari gurita permainan yang semakin seringkali pembicaraan tentang pesantren dibebani dengan “pencemaran” asumsi; kolot, jumuh, kumuh, dan paling enteng tradisional. Tentang mengapa dapat terjadi demikian, mungkin yang agak toleran bahwa ini tidak bias digabrah uyah pada seluruh tataran, setidaknya ini merupakan penjelasan dari sebagian kalangan yang berkepentingan untuk menjelaskan bahwa letak tradisionalitas pesantren justru menjadi eksistensinya selama berabat-abad yang bahkan mampu mengantar banyak kader bangsa ini menuju pentas nasional maupun internasional. Tradisionalisme pesantren yang telah menyatu dengan kesehariaannya, memang menjadi khas dan telah masuk dalam wilayah keagamaan islam kaum pesantren. Bentuk tradisionalisme ini merupakan satu sistem ajaran yang berasal dari perkawinan konspiratif antar teologi asy’ariah dan maturidiyah dengan ajaran-ajaran tasawuf (mistisisme islam) yang telah lama mewarnai corak ke-islam-an di Indonesia (Abdurrahman wahid, 1997). secara terminologis, lafat yang akarnya ditemukan dari kata adat ini, merupakan praktek keagamaan local yang diwariskan umat islam Indonesia generasi pertama yang tidak bias dipungkiri. Dalam skala besar dapat diambil sebagai contoh, bahwa praktek keagamaan mahdhah sepeti haji, ternyata merupakan kebiasaan yang telah ada dan dilestarikan oleh islam, artinya, paling tidak bila sebuah kebiasaan, dapat

[ 30 ]

dijadikan sebagai praktek amaliah pula (tentu; karena kita bukan sebagai pemangku otorita wahyu, maka sudah barang tentu kita tidak bisa menambah bentuk mahdhoh). Disini islam berbaur dengan system adat dan kebiasaan lokal, sehingga melahirkan watak ke-islam-an yang k h a s I n d o n e s i a ( M a r t i Va n Bruinessen, 1997, 140). Jika ini yang disorot, maka sesungguhnya tidak terlalu bermanfaat kalau tujuan konsep ’pesantren identik dengan tradisionalis’ semula hanya diniatkan untuk menuduh bahwa pesantren dalam beragama, bertindak sebagai palang pintu yang tidak perlu. Apalagi kronologis kenyataan dalam tradisi apapun, pada tataran keilmuan maupun praktis, pasti memiliki lajur silsilah atau madhab dimana sebuah tradisi didapat kemudian dilestarikan. Sementara tradisional dalam pengertian lainnya, bisa dilihat dari sisi metodologi pengajaran (pendidikan) yang ditetapkan dunia pesantren (baca: salafiyah). Penyebutan tradisional dalam kontek praktek pengajaran di pesantren, sering didasarkan pada system pengajarannya yang monologis, bukan dialogis-eman sipatoris, karena dominasi system doktrinal sang Kyai kepada santrinya, disamping metodologi pengajaran yang masih bersifat klasik, seperti system bandongan, kilatan, sorogan dan sejenisnya. Tangkapan terhadap fenomena ini belum tentu seluruhnya benar, bisa jadi pencermatan demikian lebih diasumsikan dari informasi santri yang belum tamat nyantri kemudian dijadikan rujukan dalam membangun asumsi pencitramiringan pesantren. Pembelajaran dibanyak pesantren, salah satunya mengandung slogan atau bandongan yang monolog, ya, benar adanya, namun hal ini bukan merupakan keniscayaan metode yang secara mutlak digunakan santri, selepas sorogan atau bandongan, tidak boleh lupa, memiliki kewajiban untuk melakukan syawir dan tadzkir dengan kawan lainnya, membentuk klub,

yang disitu siapapun dengan bebas mengeluarkan segala uneg-unegnya secara lepas, kadang didampingi kawan senior, apabila belum terpecahkan, ia akan dibawa kepada pengasuh atau Kyai, bila pada Kyai belum terpacahkan, tidak jarang, seorang Kyai akan meminta informasi kepada sejawatnya, atau dibawa keforum-forum umtuk itu. Hal ini penting diinformasikan, karena derasnya orang yang haus informasi pesantren, namun kurang secara jujur mau mencari informasi dari sumber yang seimbang. Keilmuan dalam dunia pesantren semata-mata disemangati oleh pemahaman bahwa ilmu yang bermanfaat, adalah yang dapat diamalkan, maka menindakl a n j u t i i l m u d e n g a n mengamalkannya, akan memiliki nilai yang jauh lebih penting ketimbang menambah pengetahuaan lain yang belum tentu bisa mengamalkannya, ini merupakan salah satu kunci mengapa santri membutuhkan waktu panjang dalam menempuh jenjang pendidikan. Perlu juga diketahui bahwa ketika seseorang telah diproklamirkan sebagai Kyai, pada waktu yang tidak terlalu lama, ia akan berubah menjadi kanal problem masyarakat, banyak masalah lalu lalang dihadapan Kyai. Hal ini akan menambah satu keunikan pesantren yang dikendalikan oleh kyai, yang tidak dimiliki oleh kepemimpinan diluar pesantren. Akhirnya Kyai tidak hanya milik pesantren, tidak hanya milik santri, tetapi telah go publik, dimiliki orang banyak. Kenyataan demikian yang mengharuskan Kyai, rela menggunakan asistensi dalam pembelajaran. Lepas dari persoalan itu, karakter tradisional yang melekat dalam dunia pesantren (sesungguhnya) tidak selamanya buruk. Asumsi ini sebetulnya relevan dengan prinsip, “al-Muhafadhah ‘ala al-Qodimi as-Shalih wa al-Akhdzu bi al-Jalil al-Ashlah” (memelihara [mempertahankan] tradisi yang baik, dan mengambil sesuatu yang baru

DIMëNSI Edisi 19 Th. XI, November 2007


(modernitas) yang lebih baik). Atau bisa jadi dalil ini terlalu besar, karena sesungguhnya hanya ingin mengajukan deskripsi bahwa, tradisionalisme dalam konteks ditaktik-metodik yang telah lama ditetapkan di pesantren, tidak perlu ditinggalkan begitu saja, hanya saja perlu disinergikan dengan modernitas. Hal ini dilakukan karena masyarakat secara praktis-pragmatis semakin membutuhkan adanya penguasaan sains dan teknologi. Oleh karena itu, mengsinergikan tradisionalisme pesantren dengan modernitas dalam konteks praktek pengajaran, merupakan pilihan sejarah (ikhtiyar altawarikh) yang tidak bisa ditawar -tawar lagi. S e b a b , jik tidak demikian, eksistensi pesantren akan semakin sulit bertahan di tengah era informasi dan p e n t a s globalisasi yang kian kompetitif. Akan beda menanggapinya jika pesan-tren dihadapkan dengan pilihan-pilihan ambigu, sulit ditentukan, disaat misalnya menjumpai tatalaksana yang sesungguhnya bukan merupakan keinginan pesantren, disatu sisi, sementara dari sisi lain hal tersebut hanya akan berimplikasi menguntungkannya. Dunia pesantren secara turun temurun memiliki ciri khas dalam pengembangannya, hampir dapat dibilang, banyak cirri khas pesantren mungkin hampir sama dengan jumlah pesantren itu sendiri. Pesantren bukan merupakan lembaga yang risih kritik, namun model yang diambil dan ditawarkan sering kurang memahami

terhadap budaya pesantren yang elegan. Contoh sederhananya, pembukuan keuangan, apabila santri, dalam mengangsur i’anah syahriyyah dianjurkan, apabila diwajibkan pada sepuluh hari awal bulan, tidak menutup kemungkinan banyak santri yang akan lari dari pesantren, demikian ini akan berimplikasi terhadap system kehidupan kinerja pesantren yang lain manakala dipaksakan pemberlakuannya. Mayoritas berdirinya pesantren, bertekat akan menjadi lembaga

pendidikan alternatif dalam “banyak hal�, yang dalam operasionalisasinya akan mengedepankan watak toleran s e h i n g g a m e m b a n t u terselenggaranya pendidikan tanpa harus menghadapu peliknya birokrasi yang melilit. Dulu ketika pesantren berlum kenal bantuan dari “pusat�, mereka terlihat damai karena tidak berpengharapan terhadap yang bukanbukan, begitu mengetahuinya, serta merta mereka terperajat untuk belajar kesana kemari tentang bagaimana cara pintas menurunkan kekayaan yang ajaib itu, bahkan sampai akhirnya memaklumi terhadap adanya pelicin yang menjadi software yang menjadi

Edisi 19 Th. XI, November 2007 DIMĂŤNSI

kelengkapannya, yang padahal, sebelumnya mereka sangat alergi terhadap hal dermikian. Bukan tanpa sebab, mereka berbuat demikian, karena sadar tehadap kebutuan yang harus diselesaikan dan sedang diiming-imingi penyelesaian cepat (mungkin oleh sebuah institusi), sementara ia harus berhadapan dengan tren baru yang tidak biasa ia lakukan, alhasil apa boleh buat, dalam suasana yang galau, pesantren mengikuti ritme tata aturan yang sama sekali tidak pernah mereka alami. Terakhir, menurt hemat kami, manakala bantuan terhadap upaya mendorong modernitas pembelajaran di pesantren benarbenar akan direalisir, siapapun yang mengambil inisiatif, mengikuti asas dialogis dan batas-batas hak, sebaiknya mendahulukan upaya duduk bersama; membicarakan s t a n d a r kompetensi lulusan misalnya, atau sisi mana yang perlu diperbaharui, yang menurut pandangan umum harus diperbaharui, dsb. Tidak kemudian memilih model pendekatan yang kurang biasa dipergunakan oleh pesantren yang nantinya justru mengundang pertanyaan, akankah pesantren terjegal dari gurita yang permainannya tidak jelas?

*) Penulis adalah ndoro ndoro P3M STAIN Tulungagung yang juga seorang pengasuh di salah satu pesantren di Blitar

[ 31 ]


Swara

Pendidikan dalam Kekosongan Gagasan * Fahmi Farid

Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang secara sistematis untuk membangun kesadaran jati diri sebagai manusia seutuhnya, dalam artian pendidikan dilakukan untuk membetuk pengetahuan, nilai-nilai, sikap, wawasan, ketrampilan, dan prilaku peserta didik. Penyelenggaraan pendidikan adalah usaha penciptaan berbagai kondisi yang mengakibatkan terjadinya perubahan prilaku seseorang secara utuh. Menelisik sejarah munculnya pendidikan formal di Indonesia di awali pada masa penjajahan pemerintah kolonial Hindia Belanda tahun 1880 yang menjalankan politik etis (etische politiek) pendidikan yang menganut sistem persekolahan (schooling system) secara formal diberikan pada anak-anak pribumi terjajah. Dengan arogansi bangsa pejajah, pemerintah kolonial Belanda menempatkan sistem persekolahan sebagai satu-satunya sistem pendidikan formal yang sah dan diakui oleh pemerintah. Pemerintah memberikan prioritas dan fasilitas kepada siswa-siswsa lulusan sekolah formal untuk bekerja sebagai pegawai kolonial melalui pembuktian ijazah-ijazah formal yang dikeluarkan sekolah, dan terutama pemberian status manusia modern kepada mereka yang berproses dalam pembelajaran di sekolah. Sistem sekolah sendiri lahir dan dikembangkan oleh para pendukung filsafah positivisme yang dirintis oleh Feuerbach, Auguste Comte, Herbert Spencer, Charles Darwin, Emile Durkheim yang melahirkan dua aliran besar pemikiran positivis yaitu, pertama aliran fungsionalisme yang dimotori Vilfredo Pareto, Talcott Parsons, Robert K. Merton, dan kedua aliran struktural konflik yang di motori oleh Karl Mark, frederich enggels, max horkheimer, erich froom, georg lukacs, dsb. Melalui sistem persekolahanlah pemikiran positivis dikembangkan kepada siapa saja diantara penuntut pengetahuan yang berada di dalam sistem tersebut, termasuk anak-anak pribumi terjajah Hindia yang diberi kesempatan sekolah dimasa itu oleh pemerintah Kolonial di tanah air kita.

[ 32 ]

Mungkin kita belum begitu memahami bagaimana sifat filasafat positifisme. Karakter dan sifat terbentuknya filsafat positifisme adalah rasional, sekuler, materialistik, empiris, impersional, dan bebas nilai-nilai, sistem sekolahan pun mengembangkan diri dengan menguasai dan membalikkan arah kiblat dan arah keberpihakan sumber pengetahuan dari doktrin agama. Akibatnya pemurtadan itu muncul dikalangan para muridnya. Sebab masalah agama di dalam pandangan filosofis Auguste Comte dikategorikan sebagai pandangan manusia purba yang penuh tahayyul, primitif. Kemudian pra anggapan mereka terhadap manusia adalah seorang manusia yang sudah mencapai tahap evolusi positif adalah manusia modern, harus meninggalkan pengetahuan teologis dan pengetahuan metafisis. Dengan berkiblat pada anggapan orang barat yang coba memberikan ruang sempit pada golongan orang-orang timur sangatlah tidak fair. Pendidikan yang masih mengajarkan nilai-nilai agama dinggap primitif dan pendidikan bagi orang-orang terbelakang dan berperadapan rendah. Demikianlah, lembaga pendidikan pesantren yang merupakan lembaga pendidikan asli di Indonesia dan latar belakang agama, dianggap sebagai manusia-manusia kuno yang melambangkan keterbelakangan dan primitivisme. Anggapan secara luas sangat memukul dan memposisikan disiplin pengetahuan teologis sebagai penerus faham Animisme dan Dinamisme. HAKEKAAT PENDIDKAN Terkait pendidikan kita tidak pernah lepas dari basis pengetahuan, hal ini tidak asing terdengar di telinga kita, setiap kita berproses dalam pendidikan maka tak lepas dari pengetahuan. Hakikat dari sebuah pengetahuan adalah filsafat. Seperti yang di katakan guru saya bahwa filsafah adalah teori, maka peopper menyindir para penghafal teori tapi malas praktiknya, percuma selalu menggosok kaca mata tapi gak pernah memakainya. Dari pendidikan kita kerap di jejali teori akan tetapi media

DIMĂŤNSI Edisi 19 Th. XI, November 2007


praktiknya sangatlah minim. Perlu kiranya kita membedakan antara teori dan praktik. Ilmu selalu berada pada kognisi manusia, manfaat atau akan hasil diperoleh jika ilmu tersebut diamalkan. DOMINASI PENGETAHUAN KENAPA MASIH KE BARAT Pertanyaannya kenapa barat lebih dahulu merasakan cemerlangnya teknologi dan lebih depan dalam menguasai informasi? bisa jadi pelajaran Matematika, Fisika maupun Kimia yang disampaikan juga sama terbatas dalam sebuah teori pada anak didiknya disini. Kemudian mengapa Barat lebih duluan maju ketimbang negara kita? Jawabannya cuma satu, bahwa disana ruang esksperimentasi dan kesempatan untuk praktik dibuka lebar. Sehingga ilmu pengetahuan tidak sekedar diajarkan akan tetapi dihidupkan dan dikembangkan. Hasilnya, ilmu bisa membuahkan pengetahuan baru dan menjadi alat yang produktif menghasilkan kemajuan. Kalau kedudukan ilmu pengetahuan dihormati, ia pasti tahu balas budi. Pada lingkungan kita, apakah praktik, eksperimen dan pengembangan sudah diberi peluang seperti itu? Adakah sistem pendidikan dan pengajaran, meliputi infra stuktur, kurikulum, standart pendidikan, juga kualitas pendidikannya menepati standar yang seharusnya? Jika jawabannya tidak, maka salahkah mereka menikmati buah dari keringat yang telah dicurahkan? Nikmat selalu sebanding dengan cucuran keringat. Asumsi saya, Barat lebih maju bukan karena ilmu, tapi karena mau mempraktikkan ilmu. Akan lebih fair kalau kita menunjuk bukti lain yang sekarang masih bisa diverifikasi. Sama-sama menganggap barat sebagai ancaman, mengapa rakyat Cina mampu menekan dan mengcounter supremasi mereka? Lantas alasan apa hal itu tidak terjadi di dunia kita? Contoh lain

Edisi 19 Th. XI, November 2007 DIMĂŤNSI

adalah korea selatan. Mengapa sama-sama berhadapan dengan barat, produk teknologi mampu mengusir tehnologi barat balik kandang, sementara kita masih tidak malu walau menjadi konsumen belaka? Garis batas yang membedakan antara barat dan timur, modern dan tradisional, maju dan terbelakang nampaknya tidak menghasilkan apa-apa selama pilihan sikap kita terhadap ilmu pengetahuan tidak berubah. Harapan penulis menawarkan kuota terhadap negara kita diperbersar, sesegeralah mengintegrasikan pengetahuan ilmiah dengan sikap ilmiah melalui peduli terhadap pendidkan di negara kita. Banyak fenomena yang sangat disayangkan dinegara kita saat ini, banyak sekali sarjana hukum yang bahkan bertitel Profesor, akan tetapi masih acuh dengan kondisi sosial dalam artian individualis, mampukah mereka mengganti istilah dalam hukum KUHP? Sedangkan ini adalah warisan dari pemerintahan kolonial Belanda ketika masih menjajah di negara kita masa lalu? Bila kita mau membaca secara seksama sebenarnya masih banyak hukum karet yang berlaku di Indonesia yang belum ada sebuah kejelasannya. Perjuangan kita untuk membudidayakan bangsa kita melalui pendidikan masih belum selesai dan takkan pernah selesai karna itu adalah tugas kita demi terciptanya masyarakat yang berdaya.

*) Penulis adalah mahasiswa Tarbiyah PBA semester VII yang sedang menyelami samudra pengetahuan Allah SWT.

[ 33 ]


Swara Posisi Seorang “Penafsir” dalam Perspektif Hermeneutik ) )* Oleh: M. Taslimur Rafiq

Muqoddimah Problem peradaban jahiliyah memberikan catatan yang penting bagi setiap orang yang ingin mengkaji tentang Agama Islam secara kafah. Konteks tersebutlah yang akan membawa setiap pengkaji atau peneliti untuk menguak prinsip dan konsep ajaran Islam yang nyata, keluasan dan keluesan ajaran Islam dalam merubah tatanan sosial, baik dari sisi mentalitas, aqidah, serta pola hubungan antar sesama. Tentunya Islam datang tidak sekonyong-konyang, artinya Islam hadir dalam ruang waktu dan dimensi kehidupan peradaban Arab (jahiliyah), Sebagai seorang pengkaji / reader / penafsir, tentunya harus mampu membayangkan hidup bersama konteks historisitas ketika sumber ajaran Islam (al-Qur’an) berhadapan dengan budaya masyarakat atau bahkan melakukan perjalanan menembus dimensi masa lalu demi untuk memperoleh data-data atau sumber yang benar, tentang bagaimana ajaran agama Islam ketika berbenturan dengan budaya tersebut sehingga memperoleh diskripsi yang benar dalam memahami subtansi yang terkandung dalam ajaran Islam (al-Qur’an). Dalam khasanah tafsir klasik tentunya ada beberapa metode yang digunakan oleh ulama-ulama klasik dalam menguak isi al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan yang berbeda-beda -metode Maudhu’I ( Tematik ), Tahlili, perbandingan- itu adalah metode tafsir yang banyak di pakai oleh mufasir klasik, dan tidak lupa ada prasyarat seseorang untuk menfsirkan al-Qur’an yang ditetapkan oleh ulama’ klasik diantaranya seorang mufasir harus menguasai ilmu alat ( nahwu, shorof ), balaghoh, asbabul nuzul, hafal al Qur’an, dsb. Tentunya semuanya itu ditujukan supaya seorang penafsir dalam mengkaji al Qur’an memperoleh pengetahuan yang mendekati kebenaran dalam memahami al-Qur’an.

[ 34 ]

Pada abad perkembangan ilmu pengetahuan yang interdisipliner saat ini muncul sebuah diskursus baru dalam disiplin ilmu tafsir di kalangan pemikir-pemikir Islam, Hermeneutik (metode berfikir filsafat) inilah sebuah wacana baru dalam dunia tafsir yang sangat dilematis dan probematis, ada sekelompok orang yang tidak sepakat kalo metode hermeneutik dapat dipakai untuk memahami al-Qur’an dengan alasan, ini adalah metodenya orang-orang kristen dalam menafsirka bibel (injil) dan al Qur’an adala kalam Alloh yang mengandung mu’jizat sementara injil adalah kreasi manusia belaka. Beberapa tokoh ilmuan Islam justru menganggap bahwa perlu bagi umat umat Islam untuk menggunakan metode tersebut (hermeneutik) karena menganggap bahwa al qur’an adalah sholihun likulli zaman wamakan artinya dengan cara metode tersebut kita juga bisa meraih yang namanya kebenaran dan kemaslahatan umat, diantaranya seperti Nasr Hamid Abu Zayd, Hasan Hanafi, Fazlurrahman, Emilio Betty, Farid Esack dll. Berikut kita akan mencoba menelisik teori-teori hermenutika yang banyak dipakai oleh tokoh-tokoh barat ataupun kalangan muslim. Bagaimana poisisi seorang mufassir / reader dalam melakukan kerja penafsiran. Sketsa Hermeneutik Hermeneutikka dapat diklasifikasikan menjadi tiga item, pertama hermenetika teoritis (obyektifis), hermeneutika filosofis (subyektifis), dan hermeneutika kritis. Hermeneutika Teoritis (obyektifis), dalam teori ini mangasumsikan bahwa teks memiliki makna otonom dalam dirinya sendiri, ada makna obyektif dalam diri teks (definitif), makanya tugas seorang interpreter/penafsir adalah menemukan/menyingkap makna asli teks. Disini seorang penafsir dituntut untuk tidak terbebani kondisi

DIMëNSI Edisi 19 Th. XI, November 2007


sejarahnya sekarang ini, kepentingan idiologinya dan dituntut untuk menyebrang/transposisi historis kesejarah author (pencipta teks) untuk menemukan makna obyektif, seorang penafsir harus benar-benar suci dari emosi dan kepentingan (politik, ekonomi dsb). Kreatifitas penafsir dihilangkan artinya penafsir tidak boleh memiliki praduga/ pra-anggapan sehingga menyebabkan karya tafsirnya tidak obyektif/otonom/asli. Kerja hermeneutika adalah reproduksi makna, menghadirkan makna-makna yang terkandung dalam sebuah teks. Tokoh yang memberikan kontribusi pada metode ini adalah schlermacher, WilhEm Dilthy, E.Betty, dalam dunia Islam yang sedikit mirip menggunakan metode ini adalah Fazlurrahman, yang memiliki pendapat “biarkan al-Qur’an bicara sendiri” untuk memeperoleh arti yang benar, artinya seorang penafsir dituntut untuk mereproduksi makna dan menghilangkan segala aspek kepentingan yang melingkupinya. Hermeneutika Filosofis (subyektifis), prinsip hermeneutika filosofis adalah menjadikan horizon (kontek) pembaca sebagai pijakan dialog dengan horizon teks. Horizon pembaca meliputi, historis (hasil bacaan) dan situasi saat ini disekitar pembaca. Dalam metode ini seorang reader/interpreter di tuntut untuk inklusif terhadap lingkungan luar, dikarenakan terbatasnya sumber bacaan yang menjadi referensi dari reader. Horizon teks melingkupi, teks, yaitu sejarah yang melingkupi terbentuknya teks dan makna teks (didalam teks). Tugas hermeneutik ini adalah mendialogkan antara horizon reader dengan horizon teks untuk menemukan makna yang “berarti” bermanfaat bagi umat dimana ia tinggal. Menurut teori ini pencarian makna obyektif adalah pencarian yang sia-sia, karena makna selalu saja di intervensi dan diproduksi reader/interpreter. Aspek subyektifitaslah yang dominan dalam sebuah penafsiran dengan munculnya pra-pemahaman, prasangka, praanggapan, kepentingan (politik, ekonomi) latar belakang pendidikan dll. Munculnya pra-anggapan menyebabkan, hermeneutika bukan untuk mencari makna asli tapi hermeneutika untuk memperkaya makna, adalah mustahil untuk menjembatani sejarah antar reader/interpreter

Edisi 19 Th. XI, November 2007 DIMëNSI

dengan author (pencipta teks), jarak antara reader dengan author tidak pernah terlampaui, oleh karena itu kerja hermenetik tidak pernah selesai (endless). Tokoh yang berkutat dalam teori ini adalah Gadamer, Heedeger dan dalam dunia Islam teori ini di akomodasi oleh Farid Esack, yang mencoba menggali makna yang ber”arti” dalam al Qur’an untuk membebaskan masyarakat Afrika Selatan dalam posisi tertindas. Hermenetika Kritis, teori ini berangkat dari teoriteori ilmu sosial kritis, dilambari oleh teori kritisnya karl marx, yang mengandaikan hancurkan kapitalisme karena pemberontakan buruh kemudian dilanjutkan dengan teori sosial kritisnya habermas, dalam mengembangkan teorinya habermas mengambil tiga teori yang dijadikan pijakan dalam pengembangan teori sosial kritisnya, yaitu teori kritik marxian, psikoanalisis Freud, dan teori hegemoni Gramscy. Dalam teori hermeneutika kritis yang pertama dilakukan oleh penafsir adalah membongkar struktur idiologi “Author” (pencipta Te k s ) s e h i n g g a k i t a b i s a menentukan sikap terhadap gagasan atau ide dari author tersebut. Karena teori ini bersifat “teoritis dan praksis” maka harus mencetak “keperpihakan”. Berpihak pada yang lemah (marginal), berpihak pada buruh, berpihak pada kebenaran dan berpihak pada kebaikan. Akhir………. Dalam setiap teori tersebut tentunya memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing ketika diterapakan, tidak selamanya teori di atas benar dalam setiap kondisi maka sangat diperlukan sikap hati-hati dan waspada diri, jangan-jangan kita sendiri juga terjebak dalam sebuah pemikiran yang menyesatkan, atau malahan terjebak dalam dunia penulis.

∗)

Adalah Mahasiswa Ushuluddin, Semester VII Dan Sekarang Sedang Mencari Tempat Berlabuh Dalam Kehidupan Dunia (Senda Gurau Dan Main-Main –al Ankabut:64-).

[ 35 ]


BUDAYA

Karawitan; Sebuah Simbol..? Cessh‌‌dinginnya udara menyejukkan kulit, itu yang pertama kali dirasakan ketika memasuki daerah yang masih hijau di wilayah Kecamatan Sendang, salah satu kecamatan yang ada di Tulungagung. sejuknya angin sepoi sepoi yang begitu lembut menerpa tubuh terasa menambah indahnya suasana perjalanan dimana ketika melihat kiri dan kanan bentangan jalan keindahan alam yang begitu alami,pohon pohon yang hijau berjajar indah dan mempesona mata, sawah ladang membentang rapi, sungai nan jernih membasuhi bumi dengan kelokan tubuh yang begitu indah, gunung gunung berjajar memagari alam Kecamatan Sendang. perjalanan yang begitu menyenangkan dengan kondisi alam yang begitu indah mengingatkanku pada indahnya

[ 36 ]

lirikan seni tembang karawitan yang judulnya Rincik- rincik: Anjajah deso milangkori Poro mengkate pariwisoto Pra endahe alam nusantoro Engkang adiluhung alas lan gunung- gunung Tembang yang menceritakan keindahan alam Indonesia, suasana alam yang masih hijau dengan banyaknya hutan belantara meskipun sudah mulai hilang. sangat cocok dengan keadaan alam Sendang, dimana dengan indahnya alam yang masih asri dan kondisi masyarakat yang mulai maju ternyata masih ada budaya seni tradisional yang menjadi salah satu budaya asli Tulungagung yaitu karawitan. kekuatan masyarakat dalam mempertahankan

budaya yang hari ini mayoritas sudah hilang karena masyarakat Indonesia khususnya di era modern ini sudah mulai bergeser menyukai budaya barat yang penuh glamour daripada budaya asli negeri sendiri. Ternyata dari keadaan yang begitu sempit yang terus memaksa manusia hari ini untuk selalu mengiuti perkembangan zaman dan perubahan waktu ternyata di daerah Tulungagung terutama di kecamatan sendang budaya asli keturunan nenek moyang masih mampu bertahan. Budaya ini tetap ada dan tidak terkalahkan dengan adanya budaya baru seperti dangdut/ campursari maupun dugeman. Melihat keindahan itu sangat menyejukkan mata, hampir bisa dipastikan setiap orang pasti terpana dan puas termasuk saya yang langsung membentangkan tangan

DIMĂŤNSI Edisi 19 Th. XI, November 2007


BUDAYA

Edisi 19 Th. XI, November 2007 DIMëNSI

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

dan merasakan sejuknya angin yang senang gotong royong dan baik). tembang-tembang dalam Sendang, setelah puas saya berjalan kebersamaan dapat dilihat dari karawitan sebagian diciptakan oleh – jalan sambil mampir kerumah kegiatan sehari- hari yang selalu rukun sultan Hamengkubuwono IX dan penduduk untuk bertukar pengalaman dan senang melakukan apapun sudah pakem menjadi tembang dalam karawitan, di mana tembangsecara gotong royong. tentang karawitan. W a l a u p u n k a r a w i t a n tembang ini diciptakan dari perasaan Dan ternyata Proses terbentuknya seni karawitan di bukanlah budaya asli Tulungagung (syair-syairnya), selain itu tembangS e n d a n g t i d a k s e r t a m e r t a melainkan dari daerah yang sudah tembang karawitan mengandung direncanakan, ini berawal dari melahirkan banyak budayawan dan petuah-petuah dan nasehat-nasehat kebiasaan masyarakat Sendang yang seniman ampuh seperti Ki Dalang bagi manusia seperti tembang di selalu mengadakan ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ bawah ini : musyawaroh lingkungan Duh Allah, mugi mugi kaparingo paring rohmat Ladrang wahyu : tiap bulan sekali dengan Duh Allah Lestario Indonesia merdeka Protaruno (para pemuda) dihadiri oleh masing – masing Wasono wosing pangidung arling among Angudyo (carilah) kepala keluarga, dalam Amemuji mugi bongso Indonesia Sanaskoro kanggo sangu musyawaroh tersebut neng dumadi ( untuk mendapat disampaikan informasi dari desa Sepuh anem kakung setri saku didunia ) kepada seluruh penduduk melalui Sami karso amanunggal gumadyo Marsudi ing kaweruh ( carilah ilmu kepala keluarga tentang Geleng ing kapti pengetahuan ) perencanaan pemerintah desa untuk membuat satu kegiatan ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ Kang akeh gunane ( yang banyak kemasyarakatan untuk menjaga Anom Suroto yaitu daerah Jawa gunanya ) k e k o m p a k a n d a n t r a d i s i Tengah tepate Kota Solo akan tetapi Bisane Sembodo Tlatenono ( harus berkumpulnya warga, pada saat nilai nilai yang terdapat dalam yang sabar ) itulah salah seorang mengusulkan tembang tembangnya tidak akan bagaimana kalau di desa Sendang di luntur meski dilantunkan oleh orang Karawitan masuk ke desa Sendang lokal Tulungagung. Tembangnya. ini belum lama sekitar 5 tahunan di adakan karawitan. Usulan itu pertama kali karawitan sendiri berasal dari bahasa bawa oleh Supianto salah satu diutarakan oleh Bapak Mustadji, kawi yang artinya bahasa seng krawit pecinta seni tradisional yang belajar salah satu penduduk yang bisa (jawa / sulit), adiluhung (besar dan dengan cara otodidak dengan teman karawitan dan sekarang menjadi pelatih karawitan di salah satu RT di desa Sendang. Alasan dasar diadakannya karawitan menurut Pak Mustadji adalah Pertama yaitu melestarikan kesenian jawa agar tidak punah, karena setelah saya lihat ternyata di Desa Sendang ini masih banyak kesenian tradisional. Kedua yaitu sebagai hiburan (sekedar penghilang stres) waktu kumpul bareng dengan tetangga sekitar, dan yang ketiga kerukunan untuk pengakraban antar warga, inilah yang paling penting dalam pelaksanaan karawitan, kondisi penduduk pedesaan yang notabene masih bersifat tradisional menganggap bahwa dengan adanya karawitan kerukunan didesa Sendang bisa dipertahankan dan dikembangkan. keadaan penduduk Latihan rutin karawitan di Desa Sendang tiap Selasa dan Jum’at malam

[ 37 ]


BUDAYA temannya sewaktu masih aktif dalam dunia kampus. Karawitan sendiri di tampilkan dalam bentuk Gending– Gending jawa, uyon- uyon, dan tembang–tembang yang berisi petuah tentang kehidupan manusia yang diiringi dengan alat alat yang seraba tradisional seperti gendang, bonang, demuk, glenteng, gender, gong, rebab, sliter, dll. Dengan lagu dan alat yang serba tradisional ini menjadikan seni tradisional ini terkesan sangat kuno dan hampir ketinggalan jaman, meskipun pada kenyataannya seni ini banyak diminati oleh masyarakat, hal ini terbukti dari semangatnya masyarakat dalam mempelajari seni ini yang dalam satu paguyuban terdiri dari delapan belas orang dan di daerah sendang ini terdapat beberpa paguyuban dan masing masing dari mereka terdapat kelompok karawitan yang terdiei dari kelompok bapak, kelompok ibu dan kelompok pemuda. , mengenai apa saja bagian dari

karawitan Pak Mustadjie selaku pelatih kelompok karawitan bapak bapak menjelaskan, “ada tiga mbak bagian dari karawitan yaitu: pradonggo, atau yang biasanya tukang nabuh ya gendang, gong. yang kedua yaitu wiroswara atau nada-nada yang terdapat dalam karawitan dan yang terakhir yaitu waranggono atau penembang, gampangane ngomong sindenne he…he….”cerita Pak Mustaji sambil tertawa. Menurut beliau sebagai pelatih sebenarnya banyak masyarakat yang suka akan budaya tradisional ini, namun dalam pengembangan seni karawitan ini banyak kendala atau kesulitan yang harus dihadapi terutama mulai dari inti sari dari tembang yang mayoritas menggunakan bahasa jawa kuno yang hari ini sudah diterpa kemajuan zaman “ lumayan bagus mbak, warga sekitar tidak sedikit yang antusias menyaksikan jika ada pertunjukan karawitan, walau sebagian besar dari

Jati Diri

orang tua, yah…. maklum mbak, anak muda sekarang banyak yang lebih suka dugeman, palagi tembangtembang karawitan adalah bahasa jawa kuna, jadi banyak yang tidak tau dan tidak faham makna dari tembang-tembang tersebut dan maknanyapun tidak tersampaikan” ujar Pak Mustaji. Untuk mengatasi masalah ini tidak jarang diakhir tembang ada penerjemahnya yang mencoba menjelaskan secara rinci maksud dan tujuan dari tembang tembang yang dinyanyikan.Tampilan ini pengaruh negatifnya adalah tidak jarang terjadi kerusuhan jika pentas yang disuguhkan bercorak tayub, segi positifnya dapat dilihat dari makna yang terdapat ditembangtembangnya. Selain itu juga bisa mempererat kerukunan antar warga. Setelah puas menikmati keindahan alam dan keramahan penduduk Sendang, akhirnya dengan setengah hati saya meninggalkan desa yang masih menyimpan banyak kesenian tradisional dan keunikan ini.{ame}

Bangsaku adalah bang sayang bingung, bingung hidup, bingung makan, bingung kebijakan, karena pendidikan yang membingunkan. Akhirnya..................? Monggo dipikir sareng-sareng........! ( Ayo dipikir bareng-bareng.........! ) [ 38 ]

DIMëNSI Edisi 19 Th. XI, November 2007


BUDAYA

Oleh: Moelyono

SURAU: SEBUAH METODE PEMBERDAYAAN Sewaktu mengantar anakanak liburan di Jatim Park, Batu, Malang, tiba-tiba mata saya tertegun saat melintasi sosok miniatur replika s u r a u Te r l i h a t s e b u a h s u r a u panggung, model joglo, gaya arsitektur jawa tengah, yang terbagi menjadi dua ruang, yakni ruang dalam dan ruang depan. Ruang dalam tertutup dinding, dimana di tengah dinding ruang dalam tersebut terdapat ruang imaman, sedang ruang depan bagaikan teras dengan pagar kayu dipinggirnya, pada sayap kanan luar ruang depan ini digantung sebuah bedug. Bangunan surau sangatlah sederhana hanya terbuat dari kayu. Di ruang teras terlihat miniatur figur seorang lelaki setengah umur memakai pakaian dan serban putih sedang mengajar dua anak sekitar usia 10 tahun yang bertelanjang dada, mereka terlihat duduk dengan santai. Sedang di halaman sayap kiri surau, di bawah

rindangan pohon, dipinggir aliran sungai, terlihat seorang lelaki dengan pakaian dan serban putih sedang asyik menabuh gambang kayu, di depannya duduk bersila lima anak kecil dengan sarung dan serban putih telanjang dada, wajah mereka saling tertawa, serasa mendengar dan menikmati langgam gending mainan anak-anak. Di depan surau, terlihat ada dua anak sedang asyik bermain kejar-kejaran di halaman yang berumput. Saya lebih terkejut lagi saat membaca tulisan pada papan keterangannya: PEMBELAJARAN REKONSTUKSI KEGIATAN PEMBELAJARAN DI SEKITAR SURAU PADA MASA AWAL PERKEMBANGAN ISLAM, DILAKUKAN SEJAK USIA DINI SAMBIL BERMAIN ANTARA LAIN:

Edisi 19 Th. XI, November 2007 DIMĂŤNSI

LEWAT TEMBANG DAN PERMAINAN ATAU DOLANAN ANAK-ANAK MISALNYA: LEMPAR KELERENG ATAU GENTRIK KAJI Saya terkejut, karena saya praksis program ECCD –Early Chilhood Care for Development- yaitu program pengembangan komunitas masyarakat dengan strategi phase in menggunakan entry point basis anak lokal- bagi anak-anak usia emas yang dikelola dengan pemberdayaan warga komunitas secara mandiri ke basis home based untuk phase out ECCD Belajar dari praksis yang dilakukan oleh Mahatma Gandhi, dengan model pendidikan centre based di asrham, misalnya anak-anak diajari life skill dan knowledge tentang ilmu tanah, bagaimana cara mengolah dan merawat tanah serta mengenalkan kapassebagai salah satu kekayaan local mereka, cara menanam, cara

[ 39 ]


BUDAYA merawat, cara memanen, sampai cara memintal kapas agar menjadi benang, kemudian merajut benang tersebut agar menjadi pakaian. Bersamaan dengan kerja itu, menjelaskan cara memproses kapas menjadi kain dan mendesain kain menjadi pakaian Mahatma menjelaskan kepada anak-anak tentang koloni perdagangan benang dunia yang dikuasai oleh Inggris. Lalu Saat anak-anak sudah bisa membuat pakaian dari bahan yang ditanam dan diolah sendiri di basis rumah-umah – home based, anak-anak mulai bisa merefleksikan lesson learn dari praksis yang dilakukan Mahatma. Berangkat dari pemahaman akan objective kegiatan menanam kapas dan penguasaan life skill mereka juga mendapatkan knowledge dan understanding tentang kondisi yang sebenarnya telah terjadi sehingga menjadi grasp dan etos semangat munculnya comitment : menguasai produksi kapas sendiri sebagai salah satu gerakan boikot kolonisasi Inggris terhadap perdagangan benang. ECCD adalah praksis pemberdayaan kemandirian komunitas menghadapi arus neolibealisme yang berwajah kapitalisasigobal dewasa ini, dengan strategi mendudukkan kembali hak setiap orang menjadi pencipta kebudayaan bukan konsumen atau resipien kebudayaan. ECCD dalam praksis metodologisnya adalah dengan

[ 40 ]

mendayagunakan potensi budaya lokal: kejeniusan lokal, pengetahuan

lokal, religiusitas lokal, kebijakan/kearifan lokal, kesenian lokal, ketrampilan lokal, material lokal dan organisasi lokal menjadi basis material kurikulum untuk stimulasi pertumbuhan potensi anak usia emas: motorik, panca indra, mental, afeksi dan koginisi agar anak tidak cacat permanen; yang disusun dalam silabus kurikulum pendidikan holistik dimana diditu akan mengintegrasikan jaminan gizi, nutrisi dan kesehatan guna memproyeksikan anak menjadi agen pengembang komunitas; anak adalah komuniti organiser komunitas Replika Surau di Jatim Park, Batu, Malang adalah data yang merepresen-tasikan, bahwa Islam pada masa awal perkembangannya di Jawa telah mendayagunakan pendidikan yang secara metodologis sebangun dengan ECCD. Surau dalam pembelajaran metodologis, akan memproyeksikan pandangan kritis, bahwa sebagai

centre based, Surau adalah representasi dari visi relijiusitas ke-Islaman: Surau adalah pusat pencerahan iman, pusat ilmu pengetahuan, pusat pengorganisiran dan pemberdayaan umat. Surau adalah substansi organik dinamika tata nilai kehidupan warga. Surau, langgar, masjid diselenggarakan dalam menajemen pendidikan pemberdayaan komunitas: anakanak, remaja, dewasa– perempuan-laki-laki, menggunakan silabus, kurikulum berbasis potensi budaya lokal, dilaksanakan oleh seseorang dengan kapasitas community organizer –co. Masjid pada realitas hari ini, abad ke 21 ini-terutama di desa saya Winong, kecamatan Kedungwarudata general kuantitatifnya menunjukkan akan ramai didatangi orang dewasa-remaja-anak-anak saat Jum’at-an, saat menyambut kedatangan haji baru, tarawih, dan sembahyang I’ed; namun sepi atau hanya kelompok orang-orang tua saja yang terlihat aktif datang dengan berjalan atau naik sepeda ke masjid. Dalam kalender wajib, intensitas keseharian waktu subuh, isya, asyar, magrib; selalu disertai dengan iringan lelagon: Para sederek sedulur kula, jaler istri, enom lan tuwo, mumpung isih neng alam ndonya ………… tumpak ane kereto dawa roda papat rupa menungso Yen wis budal Ora keno mulih …….

Moelyono- fasilitator eccd, pekerja seni rupa kontemporer

DIMëNSI Edisi 19 Th. XI, November 2007


Edisi 19 Th. XI, November 2007 DIMĂŤNSI

[ 41 ]


Alternatif PUPUK ORGANIK; SOLUSI PETANI Modern dan globalisasi adalah momok yang sangat menakutkan sekaligus menggiurkan setiap orang mulai dari yang duduk di pematang sawah hingga di kursi kepresidenan, mereka berlomba untuk mencapai kesejahteraan meskipun sebenarnya mereka lebih dekat dengan kerusakan dan keterasingan. Perkembangan zaman ternyata membawa dampak yang sangat besar terhadap dunia pertanian, dengan teknologi dan alat canggih setiap negara berpacu meningkatkan kualitas petani dan produk unggulnya. Asumsi masyarakat yang mengatakan bahwa pupuk tradisional kurang begitu membawa pengaruh pada tanaman (produktif) menjadikan mereka perlahan lahan meninggalkan proses penggarapan pertanian secara tradisional baik mulai pembibitan, pemeliharaan, pemupukan, ataupun masa panen. Sistem tradisional sudah mulai ditinggalkan diganti dengan menggunakan mesin dan alat modern, pembajakan sawah dengan hewan ternak seperti sapi, kerbau kini sudah diganti dengan menggunakan mesin diesel pembajak atau traktor, pupuk kandang dengan bahan baku kotoran hewan dan dedaunan kini diganti dengan pupuk pabrik yang menggunakan bahan kimia sebagai bahan utama. Memang tidak seimbang seandainya kita membandingkan keduanya dari sudut pandang efisiensi waktu, mudahnya dalam pemupukan, akan tetapi dalam masalah resiko yang ditanggung ongkos yang harus dikeluarkan mulai dari

Kotoran Kambing Sebagai salah satu bahan pupuk organik

[ 42 ]

pembuatan sampai proses penggarapan sawah, pada dasarnya penggarapan dengan proses tradisional tidak kalah dengan sistem modern bahkan jika dilakukan dengan sistematis bisa lebih menguntungkan petani, karena jumlah panen bisa lebih banyak, tidak mengurangi kualitas baik rasa, maupun jenis tanaman, apalagi pengerjaannya hanya memanfaatkan barang yang ada di sekitar kita. Dalam dunia pertanian waktu yang paling penting adalah masa pemeliharaan terutama pemupukan, karena disana terdapat usaha penambahan zat hara yang sangat dibutuhkan oleh tanaman sehingga bisa subur dengan hasil maksimal. Pemupuka dengan cara tradisional ang hanya menggunakan kotoran hewan, dedaunan yang membusuk ataupun juga sari dari buah buah yang direndam sama sekali tidak berpengaruh negative buat tanaman ataupun hasilnya, bebeda dengan tanaman yang ditangani dengan cara modern mengunakan bahan kimia dan insektisida, obat obatan itu meskipin tidak secara langsung berpengaruh negatife, mengurangi rasa, merusak kesuburan tanah, semakin maraknya hama wereng,tanaman sering mati, bahkan juga bisa menjadikan hasil panen itu beracun jika dimakan, karena jelas yang digunakan untuk memelihara adalah campuran bahan kimia dan insektisida. Pupuk Organik Di era yang serba mahal dan sulit ini mulai ditemukan pupuk tradisional yang mempunyai kualitas hasil sepadan atau bahkan lebih baik dari pupuk kimia, pupuk tradisional ini terkenal dengan nama Pupuk Organik atau Kompos Fermentasi. Pupuk yang dibuat dari bahan alami berupa pembusukan dedaunan dan buah buahan atau kotoran hewan ternak seperti kelelawar, sapi, kambing, puyuh, ayam, ataupun juga tinja manusia yang diproses dengan cara sederhana dengan lebih didasarkan pada kebutuhan tanaman dan kondisi tanah. Pupuk ini meskipun sederhana akan tetapi mempunyai pengaruh yang sangat tinggi terutama dalam meningkatkan kesuburan tanah dan meningkatkan produktifitas tanaman.

DIMĂŤNSI Edisi DIMĂŤNSI Edisi: 19XVII/Oktober/2005 Th. XI, November 2007


Selain dari fungsi umum diatas pupuk jenis ini juga mempunyai fungsi secara khusus yaitu menambah kadar natrium, zak phosphor, kalium,magnesium dan zat kapur yang merupakan zat yang sangat diperlukan oleh tanaman untuk pertumbuhan dan perkembang biakan khususnya untuk penghijauan daun. Zat ini juga menjadikan tanah semakin subur dan gembur apalagi untuk tanah liat karena mampu menimbulkan rongga rongga udara pada tanah hingga sangat mudah dimasuki akar tanaman dalam menyerap sari sari tanah dan zat yang dikandung oleh udara, selain itu juga mampu meningkatkan kepekatan tanah karena mampu menyerap dan menyediakan air sehingga kebutuhan air untuk tanaman bisa tercukupi. Dengan adanya pupuk tradisional organik bukan berarti menolak penggunaan pupuk kimia seperti pupuk UREA, KCL, Phonska,dll, akan tetapi pupuk organik justru menjadi pelengkap yang berfungsi sebagai pupuk awal untuk merangsang terjadinya bakteri yang membantu meningkatkan ketahanan dan kesiapan tanaman untuk menerima pemupukan selanjutnya meskipun pada dasarnya dengan pupuk inipun sudah cukup. dengan demikian jumlah pupuk kimia yang dibutuhkan untuk penyuburan tanaman lebih sedikit dan resiko kematian tanaman lebih kecil. Dengan kandungan bahan yang terbuat dari zat zat alami sangat memperkecil efek samping negative dan sangat cocok untuk segala jenis tanaman seperti tanaman perkebunan (cengkeh, kopi, tembakau,dll), tanaman hortikultura (sayuran, buah, tanaman hias), tanaman polowiji (jagung, kedelai, kacang serta padi) atau tanaman yang ditanam dalam tanah yang gersang sekalipun. Cara Pembuatan Pupuk Organik Pupuk organik dengan bahan dasar berupa kotoran hewan menjadikan proses pembuatannya sangat mudah bahkan setiap orangpun bisa meskipun dengan modal kecil sekalipun. caranya sebagai berikut:

p e r t a m a menyiapkan bahan baku dari: Kotoran ternak, serta EM4/Boiko/ Hemal lembah (sari buah buahan atau dedaunan alami) biasanya dibeli di toko pertanian. Alat: Cangkul, Sekop, Gembor dan teng-ki, Plastik , Mulsa, Sarung tangan, Sepatu boot.

Terung yang menggunakan pupuk organik

Cara/proses pembuatan pupuk organik Kotoran ternak kita angin anginkan dulu biar tidak becek kemudian kita buat rata dengan lebar antara 8090 cm, panjang sesuai tempat dengan tinggi sekitar 60 cm(terdiri dari 3 sab dengan masing masing sab 20 cm). Sab pertama 20 cm setelah itu kita siram dengan EM4 yang sudah dicampur dengan air dengan ukuran perbandingan 1tutup EM4 (10cc) untuk 1liter air yang kemudian kita siramkan pakai Gembor sampai merata dan tidak terlalu becek, kita ulangi sampai 3 sab. Setelah selesai kita tutup rapat dengan memakai plastik mulsa sekurang kurangnya selama 1 minggu kemudian kita aduk rata sampai diperkirakan sudah campur, kemudian kita siram lagi dengan EM4 sesuai dengan takaran awal, kita susun seperti semula begitupun dengan proses penutupannya hingga rapat. Setelah genap 2minggu pupuk itu kita bongkar dengan kondisi sedang, apabila terlalu basah maka kita angin anginkan sampai pupuk itu hancur atau kita bisa pakai gilingan penghancur mesin bata atau dengan gilingan manual lewat penghancuran prongkolan pupuk dengan tangan kita. Setelah benar benar hancur maka pupuk itu kita obati dengan EM4 dengan takaran seperti biasa kemudian kita semprotkan dengan prayer hingga merata dengan tingkat basah kira kira 40%, untuk menentukan tingkat kebasahannya , kompos kita kepel apabila masih ambyar berarti masih belum mencukupi sesuai dengan takaran, dan sebaliknya apabila dikepel sudah bisa menyatu berarti pupuk itu sudah siap saji untuk dibuat penyubur tanaman biyasanya dengan di pak pakai plastik atau karung dengan takaran 5-20 Kg/sak. //kle

Pupuk organik yang sudah siap pakai

Edisi 19 Th. XI, November 2007 DIMĂŤNSI

[ 43 ]


Alternatif Pemanfaatan Biogas sebagai Alternatif Bahan Bakar Kenaikan bahan bakar minyak (BBM) ternyata mencekik masyarakat dalam mempertahankan hidupnya. Minyak tanah serta gas yang menjadi konsumsi utama masyarakat dan menjadi kebutuhan setiap hari melambung tingi naik hinga 100%, akibatnya masyarakat menjadi kesulitan dalam melakukan aktifitasnya sehari hari, karena selain harganya lebih mahal dari biasanya, benda cair hasil produksi pertamina ini sulit dicari di pasaran (Langka). Apa yang menyebabkan terjadinya kenaikan BBM? Terjadinya kenaikan bahan bakar minyak (BBM) disebabkan antra lain; minyak termasuk barang produksi Kompor gas biasa yang bisa menggunakan biogas produksi Pak Suminto terbatas sedangkan pengguna (konsumen) lebih banyak sehingga sering harus import yang kaya akan kandungan minyak mentah namun masih dari luar negeri, Indonesia meskipun termasuk Negara tergantung dengan tenaga asing untuk mengelolanya, sehingga jelas biaya produksinya lebih besar dari yang seharusnya dikeluarkan jika dikelola dengan tenaga sendiri, Harga minyak dunia naik sehingga pemerintah terpaksa mengurangi subsidi biaya produksi semakin tinggi. Selain itu karena masyarakat sendiri belum sadar dengan potensi yang dimiliki utamanya adalah pemanfaatan barang barang yang ada disekitarnya, seperti kotoran sapi, ayam, ataupun juga pemanfaatan kayu baker yang kian lama semakin terbengkalai.

Tempat produksi biogas yang berupa sumur pembuangan kotoran sapi

[ 44 ]

Apakah biogas? Biogas adalah teknologi tepat guna yang sangat sederhana yaitu berupa gas bakar yang dibuat dari bahan baku berupa segala jenis kotoran hewan/manusia yang diolah sehingga mampu dijadikan sebagai bahan bakar pengganti gas elpiji yang kini menjadi kebutuhan masyarakat.

DIMĂŤNSI DIMĂŤNSI Edisi Edisi: 19XVII/Oktober/2005 Th. XI, November 2007


Bagaimana Pembuatan Biogas? Cara membuat biogas sangat sederhana dan bahan bakunya sangat mudah didapatkan. Tahapanya sebagai berikut: pertama, analisa lokasi(cari tempat lapang selitar 6 M persegi). Kedua, penggalian tanah (sedalam 2.5 M). ketiga, pembuatan tempat proses biogas yang terdiri 3 fase tempat masuk kotoran, pengendapan kotoran+saluran gas, dan pembuangan sisa. Manfaat biogas diantaranya adalah:untuk mengatasi limbah kotoran, sapi, ayam, manusia dan semua jenis kotoran.. Untuk menghasilkan energi gas untuk kebutuhan rumah tangga seperti kompor eliji., untuk lampu penerangan/ petromak, sedangkan sisanya untuk campuran pakan ikan karena masih mengandung protein tingi. walaupun biogas mudah untuk dikerjakan namun hinga saat ini masih jarang dilakukan oleh banyak orang karena selain tukang yang masih jarang yang mampu membuat design tempatnya juga kurangnya kotoran hewan untuk diproses. Hanya dengan biaya sekitar 5 juta rupiah, biogas sudah dapat dihasilkan dan dimanfaatkan selama 50 tahun lebih selama tempat itu masih layak dipakai dan stok bahan baku tercukupi,asyiknya lagi tanpa memerlukan biaya perawatan. Biaya ini relative sangat murah dibandingkan bila harus membeli minyak tanah, kayu bakar atau elpigi terus menerus. Adapun bahan materialnya adalah::bata merah kurang lebih 1700 buah, pasir biasa 2 pick up, pasir bagus 1 truk, semen 35 sak, Koral 1 pick up, PVC (paralon) ukuran 8 dim panjang 130 cm, besi panjang 6M sebanyak 2 buah.

Api pada kompor yang menggunakan biogas tidak kalah dengan elpiji maupun minyak tanah Profil Suminto Memang nggak disangka suminto yang hanya lulusan SMP bisa menyulap kotoran lembu jadi gas yang sangat bermanfaat bagi kehidupan. Dengan gelar SMP itu pula beliau dijadikan ketua kelompok KUD (Koperasi Unit Desa) Sido Makmur yang sampai saat ini beranggotakan 43 orang dengan bahan produksi berupa susu sapi perah. Area koperasi ini di Desa Sendang, RT 2, RW IV Kecamatan Sendang Tulungagung.. Dengan memanfaatkan biogas hasil karyanya, sekarang Suminto tidak perlu susah susah cari kayu atau bahan baker lainnya untuk memasak. Awalnya dalam mensosialisasikan gagasanya ke masyarakat, Suminto pernah diejek oleh tetanggannya. Mereka tidak percaya kotoran hewan bisa jadi gas. Derngan ketidak percayaan masyarakat inuilah suminto semakin berkobar semangatnya untuk membuktikan gagasannya hinga benar benar semua itu terwujud dan bisa dirasakan manfaatnya baik bagi keluarganya senjdiri ataupun masyarakat sekitarnya. Idenya terinspirasi saat pelatihan generator di PT Grenvil kawi Malang Tahun 2006 Beliau dipercaya sebagai utusan KUD nya. Dengan kepercayaan itu serta keinginan untuk meningkatkan kemajuan desanya, akhirnya suminto belajar Biogas dengan sangat serius..Namun sesekali semangatnya itu harus pupus ketika dihadapkan dengan modal serta kebutuhan hidup yang harus beliau tanggung seorang istri dan 3 anaknya, maka karena itu semangat untuk bisa sampai ke skala besar/ pabrik hingga saat ini masih dalam angan angan.. Sejak biogas dioperasikan beberapa bulan lalu, Suminto bisa merasakan manfatnya biogas dan tidak perlu khawatir dengan kenaikan BBM dan bahan bakar lainnya terutama minyak tanah.//fi’/

Pak Suminto

Edisi 19 Th. XI, November 2007 DIMĂŤNSI

[ 45 ]


Supl ëm ën

Pesantren Sebagai Alternatif Pendidikan Kle* “Meskipun burung itu bagus kicaunya, kalau tidak ada sangkar pasti akan dimiliki orang lain”(Ponpes Daruth Thoibin)

Pesantren adalah wahana pendikan asli Indonesia sebagai tempat untuk mendalami nilai nilai agama dengan metode pengajaran islam tradisional menggunakan kitab klasik yang sering disebut “kitab kuning” yang proses pembelajarannya lebih diarahkan kepada orang islam yang memang ingin serius mendalami agama. Pengajaran kitab kuning sangat kental diwarnai sistem salafi, yaitu sorogan (satu atau beberapa santri minta diajari langsung oleh kiyai tentang kitab tertentu) dan bandongan (kiyai atau ustazd membacakan dan menjelaskan isi atau maksud dari kitab, sejumlah murid mendengarkan dan memberi makna, dan menerima).(kompas, 7 Oktober 2007) Dalam perkembangannya, pondok pesantren pernah menjadi sorotan masyarakat dalam membangun aqidah akhlaq dan ilmu agama. bagi santr. jadi, mereka yang menginginkan anaknya mempunyai moral yang baik dan mampu bermasyarakat, maka pondok pesantrenlah yang menjadi pilihannya. Karena sangat jelas bahwa dalam pendidikan pesantren seorang santri dilatih untuk berpikir sederhana dan dikenalkan berbagai persoalan dalam masyarakat, mulai dari bagaimana menghadapi perbedaan, cara hidup mandiri, sopan santun dengan orang lain yang lebih kecil, sebaya atau lebih tua dengan tetap berpegang teguh pada dasar

[ 46 ]

dasar agama. Selain itu untuk menguatkan santri dalam urusan rohani dan penataan mental, dalam pondok pesantren dilatih untulk berzdikir, dan melakukan amalan tertentu seperti puasa, tirakat, dll.. Sebagai salah satu media transformasi ilmu pengetahuan serta aqidah akhlaq bagi generasi hari ini, pada prinsipnya pendidikan pondok pesantren merupakan tawaran kongkrit para ulama’ nahdliyim dalam menjawab persoalan masyarakat yang semakin kompleks, terutama generasi bangsa yang hari ini semakin miskin jiwa patriotisme, lemah mental dan keneranian hidup mandiri berjuang demi masyarakat. Kaum nahdliyin memahami bahwasannya islam adalah agama yang sangat komprehensif dan mampu menjadi sumber solusi bagi persoalan masyrarakat terutama pada era modern yang sering menawarkan hal yang penuh ketidak pastian, maka untuk mencapai itu dunia pendidikanlah yang mampu menjadi media untuk mewujudkan angan angan itu, hanya saja sangat membutuhkan alasan yang rasional ilmiah ,sistematis, metodologis dan mampu dibuktikan dengan hal empiris agar tidak dipahami sebagai gagasan yang apologis (tak berdasar) dan pembohongan publik (Abdul makholi.dkk.Ilmu pendidikan islam dunia dan perkermbanganya,2000.67) Secaara aplikatif tawaran ini berangkat dari fenomena pada generasi muda era modern sebagai

hasil dari pendidikan formal dengan idiologi developmentalisme sebagai turunan dari modernisme dan kapitalisme, Sebuah idiologi yang terjadi di di era orde baru dimana seluruh kebijakan yang ada selalu diukur dengan konsep pembangunan yang diputuskan oleh seorang otoritas mutlak dan keputusannya yang dikawal ketat oleh tentara yang selalu siap menghukum orang yang tidak mengikuti keputusannya. Ketika ada orang yang mengatakan sesuatu yang membatu progam pembangunanisme, maka semuanya harus mengaminimnya, berbeda dengan orang yang mengkritik kebijakan negara, selalu dikatakan aliran sesat, PKI, atau juga mengikuti aliranj marxisme yang sangat dilarang beredar di negeri ini dan harus dihapus, sehingga sangat jelas menjadikan ketakutan dan trauma bagi seluruh lapisan rakyat, apalagi dalam dunia pendidikan. Para guru, akademisi, pemikir, dan orang yang masih mengenyam dunia pendidiakan menjadi lemah terutama untuk menciptakan gagasan baru yang ktreatif dan solutif. Dengan kebiasaan otoriter yang menakutkan inilah yang akhirnya menjadikan generasi trauma, kerdil dalam pikiran, lemah mental, fakultatif, pragmatis (berpandangan utung rugi), dan berorientasi pada persaingan pasar dan kemajuan teknologi, akhirnya tercipta generasi yang buta akan realitas dan budaya di daerah sendiri, apalagi dalam hal agama mereka kurang begitu

DIMëNSI Edisi 19 Th. XI, November 2007


Supl ĂŤm ĂŤn menerapkan akhirnya kerusakan moral pada generasi lah yang muncul sebagai bukti ketidak mampuan pendidikan formal dalam menamkan aqidah akhlaq pada anak didiknya.. Pendidikan pesantren sebagai inisiatif bersama para kiyai dibangun dengan konsep budaya lokal yang sangat menghormati perbedaan dan kebersamaan, selain itu santri juga diajari bagaimana menjadi orang yang terbiyasa hidup sederhana dengan etap berdasarkan pada dasar dasar islam, Komponen komponen yang diajarkan di pondok pesanren mempunyai nilai nilai kemandirian yang penting, karena merupakan jawaban atas pendidikan barat yang lebih dominan dan represif dan bersifat liberal emansipatoris dan menghancurkan budaya dengan otonomnya.(Arus baru NU,2004,175). Kemajuan tidak bisa kita tolak atau lawan, akan tetapi hanya bisa kita siasati atau minimalisir agar persoalan baru tidak tumbuh subur membuat semakin rumit persoalan sebelumnya apalagi dalam hal pendidikan yang sangat vrentan dengan politik, perbedaan idiologi karena berhubugan dengan berbagai macam karakter dan pengkaderan. Sehingga sangat jelas profesionalitas kerja, dan keseriusan dan juga sistem masyarakat itu sangat menentukan ketika kita terjun langsung dalam masyarakat. Seperti yang kita lihat bahwa ketika kita terjun kemasyarakat yang sangat heterogen, untuk mepmercayakan publik tentang potensi , moral, dan juga dalam hal (pekerjaan), maka pertama kali yang ditanyakan adalah dia lulusan mana dan berijasah apa?, tidak pernah kemudian menanyakan apa kemampuan yang dimiliki dan bagaimana kebiasaan hidup anda dalam masyarakat., dari pertanyaan yang diajukan sangat jelas bahwa dalam dunia nyata apapun harus dibuktikan dengan tindakan nyata serta diperkuat dengan selembar surat kelulusan. Dalam perkembangan jaman ini pondok pesantren harus

memperhatikan 2 hal pokok yang selalu menjadi ciri khasnya, pertama tentang kurikulum dan metode pengajaran, kurikulum yang berorientasi pada pembangunan akidah akhlaq yang selalu berdasarkan pada nilai nilai ke islaman akan membedakan dirinya dengan pendidikan lainnya Ciri khas pesantren yang lain adalah dalam metode pengajaran yang sangat kental dengan dialogis imansipatoris yang sangat menghormati perbedaan dan keanekaragaman potensi anak didik, hal ini sangat penting bagi keberlangsungan pendidikan dalam pembangunan mental anak didik, namun harus disadari bahwa ciri khas ini bukanlah harga mati bagi dunia pesantren, dalam artian meskipun secara substansi masih sama tidak meninggalkan budaya lama akan tetapi dalam penerapan dan menejemannya harus selalu berkembang menyesuaikan kebutuhan masyarakat, jangan sampai kejumudan dan kesan kurang kreatif justru malah menyingkirkan posisi pesantren dari alternatif pendidikan di negeri ini., selain itu sebuah kesadaran bahwa pendidikan itu selalu menggunakan media, fasilitas, dan juga metode yang sistematik disamping seorang pengajar yang professional dan humanis. Hal ini sebagai usaha untuk meminimalisir asumsi masyarakat bahwa pendidikan pondok pesantren di zaman yang serba canggih ini terkesan gaptek (gagap teknologi), monoton, tertinggal dalam hal kemodernan, apalagi di zaman yang serba formalitas harus bersertifikat dalam hal apaun. (HTML.Suara rakyat baru, Depag bentuklembaga baru, 2006). Kiyai sebagai sentral masyarakat Kalau kita mendengar sebutan kiyai maka yang muncul dalam angan angan kita adalah sosok orang yang berpakaian serba putih, berjubah, pintar agama, berderajat tinggi,sering mengisi pengajian diman mana, sangat dihormati banyak orang, dan jika ngasih wejangan

Edisi 19 Th. XI, November 2007 DIMĂŤNSI

kepada masyarakat apa yang diucapkan pasti dilakukan dengan dalih mencari barokah, manfaat dari ilmunya. Hal ini adalah asumsi (pemahaman) orang sekarang tentang kiyai yang dilihat dari hal fisik apa yang bisa dilihat dengan mata dan sebatas dari pemahaman ilmu syariat, seorang da’I dianggap seorang kiyai, imam tahlil dianggap kiyai, dan masih banyak lagi. Asumsi inilah yang kemudian menjadikan hakikat dari kiyai menjadi luntur dan menjadi lahan komoditas untuk mencari keuntungan dengan memposisikan diri sebagai kiyai panggung, kiyai tahlil. dan kiyai kiyai yang lain. maka sangat jelas hari ini banyak orang belajar pidato, ceramah hanya untuk mengejar derajat dan keuntungan sendiri. Padahal kalau kita mengacu pada sejarah, bahwasannya yang dinamakan seorang kiyai adalah seseorang yang alim, menguasai ilmu syari’at secara mendalam, mentransformasikan ilmunya dengan media pendidikan berupa poondok pesantren, dan mempunyai banyak murid yang belajar kepadsnya, dan juga menjadi panutan masyarakat sekitarnya. Secara kualitas seorang kiyai menguasai ilmu agama dengan sangat dalam disamping tirakat, juga menguasai beberapa ilmu yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat .seperti ilmu bermasyarakat (sosiologi), ilmu dukun, ilmu psycologi, ilmu kanuragan, dan ilmu yang lain termasuk juga ilmu bahasa (balaghoh). Tuntutan untuk menguasai berbagai macam ilmu ini karena pada waktu itu kondisi masyarakatnya sangat heterogen, kental dengan budaya hindu budha dan sebagian masih percaya dengan kepercayaan nenek moyangnya animisme dinamisme. Dengan posisinya yang sudah sangat “mapan� dengan ilmu yang dimilikinya, seorang kiyai menjadi sosok utama dalam masyarakat, dituakan, dicontoh, sangat dihormati, dan menajdi pemimpin, dan juga dipercaya sebagai tempat untuk

[ 47 ]


Supl Ím Ín mencari solusi dari berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat sekitarnya. Posisi yang tinggi dan derajat yang terpandang di tengah masyarakat mampu digapai seorang kiyai karena beliau mampu memahamai persoalan masyarakat sekitarnya dan kemudian mampu mencari celah yang dapat dimasuki dan memcari alternatif solusi atas persoalan yang ada, mulai dari persoalan syari’at, kesehatan, mental, dan juga masalah keluarga. Dari sejarahnya kita dapat mengetahui bahwa seseorang bisa dianggap kiyai itu dari ketulusannya dalam da’wah mengamalkan ilmu agama yang dipadukan dengan merespon persoalan di sekitarnya, jadi agama dipahami sebagai sebuah nilai yang harus dibuktikan kedalam wujud nyata dalam masyarakat agar tidak terlihat kaku dengan stereotype nya. Fenomena hari ini ditengah sistem global, pengaruh dan peran kiyai mulai digeser oleh para pemikir dan kaum akademisi dari pendidikan perguruan tinggi yang notabene dalam pemahaman agama tergolong pemahaman modern, hal ini dikarenakan beberapa faktor pendukung yaitu pertama, dilihat dari jamannya yang sudah mulai berbalik arah teologis ke antroposentris , dimana pusat dari kehidupan ini dipahani dari manusia itu sendiri bukan dari tuhan, sehingga yang menjadi ukuran adalah rasionalitas dan empiris (nyata) bukan lagi keyakinan terhadap tuhan (agama). Dan dunia pendidikan yang lebih menekankan pasda urusan rasionalitas adalah pendidikan formal, sedangkan pendidikan pondok pesantren lebih diarahkan dalam pembangunan akhlaq, moral dan keimanan (teologi). kedua.Faktor karya (kreatifitas), selama ini yang kita tahu hampir tiap hari terdapat referensi baru sebagai bukti adanya perkembangan gagasan di wilayah ilmu pengetahuan umum yang dihasilkan oleh para pemikir dan akademisi baik itu hasil terjemah dari buku asing atau hasil karya sendiri,

[ 48 ]

akan etapi dalam wilayah pendidikan islam terutama pondok pesantren kita jarang mendengar atau menemukan kitab baru sebagai penyempurna gagasan dari kitab kitab yang telah ada, jadi peran kiyai hanya menterjemahkan apa maksud dan makna yang dikandung oleh kitab sebagai hasil karya para ulama’ terdahulu. Dua faktor ini tidak mampu kita gunakan sebagai landasan untuk mangatakan bahwa pendidikan formal itu lebih baik dari pendidikamn pesantren, karena jelas bahwa pondok pesantren mempunyai jalur pendidikan sendiri yang sangat berbeda dari pendidikan formal dari berbagai sudut manapun terutama dalam orientasi kuriklum yang sifatnya mandiri dengan otoritas penuh pada seorang kiyai sedangkan untuk pendidikan formal semuanya mengacu pada sistem pendidikan nasional dan diatur oleh Negara. Karena peran dan posisi kiyai sebagai maha guru dan juga pengendali arah pendidikan pondok pesantren inilah yang mewajibkannya untuk selalu waspada dan dan berpikir maju sebagai wujud tanggungjawab kepercayaan orang tua santri kepadanya untuk mendidik anaknya. Semakin lama posisi dan tanggungjawab kyai semakin berat penuh tantangan, apalagi di era yang penuh dengan tuntutan ekonomi dan krisis kepercayaan seperti saat ini, adalah, bukan hanya menjadi orang yang hanya pintar dalam urusan agama, pendidikan pondoknya, namun juga mempersiapkan diri untuk menjawab persoalan masyarakat yang semakin kompleks, sehingga sangat jelas kyai harus berpikiran elastis, berkembang, inklusif,dan mengikuti perkembangan zaman dalam menejemennya. Perlu di ingat bahwa pesoalan yang dihadapi kiyai tempo dulu pada awal penyebaran agama sangat berbeda dengan persoalan yang dihadapi kiyai sat ini, tapi yang sangat jelas bahwa mereka dituntut mampu mengajak masyarakat untuk menjadi lebih

bermoral, mandiri, waktu meskipun dalam kondisi yang sempit dan heterogen. Memang, kiyai adalah sosok orang yang harus mampu memposisikan diri dalam hal apapun dan mampu memberi solusi bagi persoalan masyarakat. Teringat pesan Sunan Derajat “wenehono teken mareng wong kang wuto, wenehono mangan marang wong kang luwe, wenehono busono marang wong kang wudho, wenehono payung marang wong kang kudanan, (berikan tongkat kapada orang buta, berikan makan bagi orang lapar, berikan baju kepada orang telanjang, berikan payung bagi orang kehujanan). (kompas, 7Oktober 2007) Maksimalisasi fungsi termpat ibadah (masjid/musholla) Masjid terkenal sebagai tempat ibadah umat islam aekaligus berperan sebagai simbul ibadah yang sifatnya ubudiyah (berhubungan dengan Tuhan) Sebuah ungkapan seperti ini kadang terasa sangat kaku ketika dihadapkan dengan realitas masyarakat yang karakternya sangat heterogen (bermacam macam), mulai orang yang sangat kental pemahaman agamanya, orang yang biasa atau kurang dalam memahami agama atau juga orang yang setiap harinya banyak masih melakukan perbuatan yang kurang baik dan jauh dari nilai agama, akibatnya masjid dipahami masyartakat hanya berlaku untuk orang yang baik, kuat imannya, orang yang jarang melakukan dosa, dan sering melakukan berbuat baik, dan hanya untuk melakukan ibadah yang sifatnya transenden saja (khusus untyuk sholat). Dengan demikian sudah sangat jelas bahwa apa yang akan muncul dalam masyarakat yaitu secara otomatis orang yang merasa kurang mampu mengamalkan ajaran agama akan tersisih dan hanya akan menuju masjid pada hari hari tertentu seperti hari jum’at, labaran atau hari yang lainnya. Perasaan tidak percaya terhadap norang lain dan saling

DIMĂŤNSI Edisi 19 Th. XI, November 2007


Supl ëm ën menjatuhkan atas nama iman inilah yang menjadikan pudarnya rasa ukhuwah islamiyah dan kaburnya nilai nilai agama dalamk masyarakat, agama yang seharusnya dipahami sebagai nilai nilai yang harus diaplikasikan dalam masyarakat, untuk pembangunan umat, justru terbalik dipahami sebagai peran penentuan benar salah, baik buruk, iman kafir dengan ukuran berupa simbul agama berupa masjid dan ibadah sholat. Masjid harus kita kembalikan ke posisi yang sangat strategis dan mampu menjadi media untuk menyatukan berbagai perbedaan yang ada dalam masyarakat, disini masjid tidak hanya berperan sebagai tempat untuk malakukan ibadah mahdloh seperti sholat dan hanya untuk orang yang beriman dan baik, akan tetapi harus kita pahamkan bahwa peran masjid disini adalah sebagai wahana bersama dalam masyarakat untuk mengekspresikan semua gagasan dan perencanaan kegiatan yang berguna dalam masyarakat luas dan sifatnya sangat elastis tidak memaksa, jadi selain berfungsi untuk bersujud juga lebih diarahkan sebagai tempat belajar, transfer pengetahuan dan juga berkumpulnya masyarakat dalam membuat sistem sosial di daerahnya, seperti ketika habis sholat kita istirahat sejenak, kumpul kumpul dengan tetangga bertukar pikiran atau informasi dengan tentang ekonomi kecil bagaimana bercocok tanam, harga barang jual panen,untuk musawarah, pertemuan desa atau masalah lain yang berkaitan dengan sosial. seputar informasi sosial, Disini sangat jelas terjadi sebuah pancaran persaudaraan, gotong royong, dan toleransi sesamanya serta tidak ada lagi perbedaan yang menyolok dalam tingkatan sosial, baik si kaya atau miskin, tua atau muda, cerdas atau bodoh, imannya kuat atau lemah, akan tetapi yang jelas adalah kebersamaan untuk membuat sistem sosial yang kuat dan dinamis.

Dalam fungsinya sebagai sumber pengetahuan, masjid bisa kita gunakan sebagai pusat pendidikan keagamaan, melakukan pengajian kitab, ngaji sorogan, sekolah diniyah, atau tindakan lainya yang masih berhubungan dengan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Ketika masjid selalu bisa menjadikan tempat untuk berbagi,infornmasi,pengalaman, dan ilmu pengetahuan, serta mampu menjadi pusat kegiata masyarakat yang menarik dan selalu memberikan bentuk tawaran terhadap persoalan masyarakat, pasti tanpa dipaksakan pun masjid akan menjadi tempat yang paling menyenangkn dan keberadaannya dibutuhkan masyarakat. Pembangunan Media Dan Sarana Informasi Dalam misi da’wah dan pengabdian kepada masyarakat, teknologi bukanlah kendala yang harus dijauhi/ditolak, akan tetapi harus dimanfaatkan untuk mempermudah jalan kita dalam melakukan da’wah ke masyarakat.Disini kirta memahami teknologi serbagai partner yang menguntungkan bukan menjadi musuh yang merugikan. Kondisi masyarakat Indonesia pasca abad 21 terasa sangat padat, ketat, penuh persaingan dalam segala hal, terutama masalah ekonomi yang semakin hari terasa semakin sulit dibuktikan dengan meningkatnya tingkat pengengguran dan kemiskinan. Berangkat dari fenomena ini maka hampir tiap individu diuntut untuk bekerja lebih maksimel dari biaasanya danbersaing untuk meraih kesejahteraan hidup, yang kaya bekerja untuk mendapatkan keuntungan lebih, yang hidup sederhama harus bekerja lebih inten untuk mendapatkan penghasilan yang lrbih sehingga kebutuhaan hidupnya bias terpenuhi., dengan demikian sangat wajar ketika waktu mereka lebih banyak untuk konsentrasi ke wilayah duniawinya (untuk mencari ekonomi) daripoada

Edisi 19 Th. XI, November 2007 DIMëNSI

berpikir lebih kepada kebersamaan masyarakat dan atau juga untuk siraman rohani (agama). Dari sinilah teknologi mulai mengambil peran fungsi untuk masalah da’wah. Disaat orang lebih sibuk dengan aktifitasnya maka meskipun secara tisak langsung merkaa masih mampu mendapatkan siraman rohani dengan memanfaatkan fasilitas yang ada di sekitarnmya misalnya dengan memutar radio, tape, atau dengan cara yang lain, Selain itu dengan teknolologi kita akan lebih mampu memberikan banyak ilu pengetahuan kerpadsa masyarakat, lebih mudah, dan efisien dengan jangkauan yang lebih luas. Degan menggunakann jalur frekwensi udara kita mampu memperngaruhi kejiwaan para pendengar, karena sangat jelas tak ada sataupun yang menhalangi tersampainya informasi, ajakam, atau apa yang ingin kita sampaikan walaupun itu tembok yang menjadi penghalang antara masyarakat dengan pihak birokrasi misalnya. Dengan cara ini kita mampu menyampaikan apa yang menjadi pilihan dan idiologi da’wah kita tanpa memandang siapa yang kita ajakm jelas semuanya kita pukul rata dengan langkah frekwensi.

adalah mahasiswa smt VII sekaligus sebagai Pimpinan Umum LPM Dimensi STAIN Tulungagung

[ 49 ]


Teras STAIN TULUNGAGUNG DI TENGAH MASYARAKAT PLOSOKANDANG Ketika orang terdidik justru sibuk membangun gedung megah dan pagar tembok yang tinggi untuk tempatnya belajar, sementara di kanan kirinya banyak orang masih kelaparan dan menderita kemiskinan Untuk Siapakah Dan Dari manakah sebenarnya pendidikan ini?

Tulungagung sebuah kota yang terletak dipinggir laut selatan dengan julukan kota industri, pangan dan budaya (INGANDAYA), dengan kondisi geografis termasuk daerah agraris dan berbasis pedesaan yang menyeluruh, masyarakatnya b e r m a t a pencaharian dibidang pertanian bercampur dengan masyarakat yang mulai merintis Usaha Kecil M e n e n g a h ( U K M ) baik kerajinanan logam, pakaian jadi/konveksi sampai peternakan. Semua menyatu dalam satu semboyan “guyub rukun�. Potensi yang telah ada semestinya mampu dilihat dan direspon oleh STAIN yang notabene adalah kumpulan kaum intelektual

[ 50 ]

islam di Tulungagung dengan memberikan perubahan yang signifikan terhadap lokasi yang ada di sekitarnya. Sebagai salah satu lembaga pendidikan, civitas akademika STAIN dilahirkan dari masyarakat, berada ditengah masyarakat dan ada karena masyarakat. Sehingga dengan adanya pola hubungan yang utuh dan menyatu antara civitas akdemika dengan warga sekitarnya, diharapkan akan bermuncullan agen-agen perubahan bagi masyarakatnya. Namun berbagai kesibukan mata kuliah yang ada membuat mahasiswa terputus dari hubungan social mereka. Terlihat nyata ketika mahasisiwa yang kos di sekitar kampus rata-rata aktivitas mereka hanya pulang dan pergi kulilah,

dalam kosnya, entah itu dengan ngrumpi ataupun melakukan aktivitas lain di dalamnya. Sebagai tamu minimal permisi dulu kepada masarakat sekitar yang lebih dulu menempati daerah ini, supaya terjadi hubungan yang harmonis dan tidak ada salah faham, ungkap Eko Ihcwandi mahasiswa semester IX Ahwalussahsiyah yang juga mengakui adanya ketidak harmonisan hubungan mahasiswa dengan pemuda kampung, “Kalau kita lihat sekarang ini kita sudah dijadikan sebagai warga modern yang hanya disibukkan dengan urusan pribadi kita sendiri saja sehingga sisi sosial kita mulai terpangkas memang sulit sih kalau kita harus bergaul dengan masarakat mengingat tugas-tugas

DIMĂŤNSI Edisi 19 Th. XI, November 2007


Teras

kita sebagai mahasiswa begitu padat pihak birokrasi sendiri pun juga pasti sulit karena tugasnya pun dimulai pukul 08.00-16.00WIB habis itu kan yo sudah capek jadi g’ada waktu lagi buat bergaul dengan masarakat tapi yang namanya pendatang kita juga harus sadar minimal permisi gitu. Seingat saya selama saya kuliyah disini belum ada satu agenda pun yang duduk bareng dengan masarakat kecuali 1kali kegiatan pada waktu saya semester III ada bazar itupun kegiatan ekstra bukan intra” Serupa dengan Eko menurut M. Rofik mahasiswa smt VII progam Studi Ahwalussahsiyah merasakan bahwa hubungan antara pihak kampus dengan masyarakat yang ada selama ini sebenarnya tidak romantis. Terbukti dengan seringnya tejadi bentrok antara pihak mahasiswa dengan pemuda kampung. Menurutnya ketidak romantisan hubungan itu disebabkan karena kurangnya sosialisasi dan komunikasi dari pihak kampus kepada masyarakat. “Seharusnya kan harus ada agenda yang mempertemukan antara pihak kampus dengan masarakat biar hubungan keduanya semakin akrab bukan seperti saat ini mahasiswa yang sering bentrok dengan pemuda kampung”.

Sementara M.Rofik menilai bahwa beberapa progam yang ada ini ternyata masih belum bisa menarik minat masyarakat plosokandang untuk kuliah di STAIN. Karena masalah pengaplikasian ilmu yang didapat dikampus dan beberapa Program yang ada masih belum bisa jelas dirasakan masyarakat dan terkesan stagnant tidak ada yang berubah, selain strukturnya saja. Seperti PPL dan KKN juga dilempar jauh dari lingkungan kampus.”Kalau bebicara masalah PPL dan KKN didaerah sini kan yo bisa ta tidak perlu sampai jauh-jauh keSendang mengingat didaerah sinipun kondisinya juga masih kurang. Penake omong, kurang pendidikan praktis dan kal;au bisa ditambah kursus-kursus gratis yang dibutuhkan masyarakat seperti kursus bahasa Inggris, matematika dll mengingat dikampus kita juga ada jurusan itu”. Kalau dilihat dengan seksama keberadaan STAIN di Tulungagung terutama di sekitar kampus Desa Plosokandang memang belum memberikan pengaruh yang signifikan bagi masyarakatnya. Menurut Eko k e b e r a d a a n S TA I N h a n y a berpengaruh pada meningkatnya jumlah pendapatan industri rumah tangga karena dikonsumsi mahasiswa, seperti penjualan sapu

Edisi 19 Th. XI, November 2007 DIMëNSI

dan keset, foto kopi, warung-warung makanan dan lain sebagainya. Dari segi ekonomi, keberadaan STAIN secara tidak langsung jelas menciptakan lapangan penghidupan bagi warga sekitar seperti yang dirasakan oleh Jamus dan istrinya Siti warga ploskandang yang tiap harinya menjajakan makanan didepan kampus dimana kebanyakan konsumennya adalah mahasiswa STAIN sendiri. “Warga di sekitar sini orangnya nyantai kok mas kalaupun ada permasalahn di STAIN semisal ada demo ataupun tawuran selama hal tersebut tidak menggangu warga sini tidak ada masalah bagi kami. kami pun juga memaklumi kalau ada diskusi yang sampai larut malam, namanya juga mahasiswa. asal tidak keterlaluan aja” tegas Pak Jamus. Dalam percakapan tidak formal, masyarakat sekitar juga sering membicarakan keberadaan kampus yang terkesan sangat eksklusif dengan masyarakat sekitar, para dosen dan para birokrat yang tidak pernah mau bertegur sapA, pasif dalam forum masyarakat dan mengurung diri dalam bangunan kampus yang sangat megah dengan pagar yang sangat tinggi, yang mengakibatkan komunikasi dengan masyarakat terputus. “sakjane nek jero kampus kuwi kerjaane opo padet tenan to mas ko’ora pernah ngerti wong wongane koyo ngopo, po mek ngulang koyo sekolah umume trus moco buku ngono?...kata Bu Kusnul salah satu warga yang bertempat tingal utara kampus waktu bincang dengan salah satu Crew dimensi. Ungkapan lain seperti yang diucapkan Syafi’i salah satu akademisi Tulungagung yang juga pernah belajar di STAIN Tulungagung “ lek iso kampus kuwi ojo mek terus mbangun gedung, tuku lemah karo mentereng numpak plat abang, pisan pisan tonggone mbangun mbokyo disumbang thithik thitik, semen 10 bal opo piye ngono, mbangun mesjid kidul dalan cedek kampus wes pirang tahun panggah urung dadi, padahal podo labele islam” Ungkap beliau pada waktu buka bersama di kediamannya.

[ 51 ]


Teras Sementara menurut prof. Mujamil Qomar selaku ketua STAIN Tulungagung dalam pelaksanaan Tridarma Perguruan Tinggi di wilayah progam pengabdian selama ini telah dilakukan secara formal maupun non formal. Secara formal meliputi: KKN (Kuliah Kerja Nyata), desa binaan, pesantren binaan, bakti sosial dan madrasah binaan. Sedangkan secara non formal lebih banyak dilakukan oleh dosen selaku pengajar meliputi ikut sertanya mereka pada pegerakan ,organisasi masyarakat, menjadi penceramah, menjadi khotib atau anggota DPD. Program yang selama ini nyata dan di lakukan secara regular adalah KKN, di bawah pengawasan P3M (Pusat Pengembangan Pengabdian Masyarakat). Dimana menurut prof .Mujamil Qomar tujuan dari KKN sebenarnya adalah: pertama, penguatan SDM. Meskipun penguatan SDM perlu bagi semua lapisan masyarakat tapi dalam kaitan ini lebih diutamakan kepada

[ 52 ]

masyarakat pedesaan yang mempunyai ciri lebih jauh dari informasi, masyarakat lebih bisa menerima orang baru dan lebih bersahabat di banding masyarakat perkotaan. Dari ituah alasan kenapa KKN lebih di fokuskan pada daerah pedesaan. Kedua, biar mahasiswa ada kesan pegabdian karena secara geografis dan sosial pedesaan lebih membutuhkan bantuan dan bimbingan. Ketiga, bahwa mahasiswa dengan idealisnya lebih peduli dengan masyarakat. Secara tegas Prof Mujamil juga mengatakan progam KKN STAIN Tulungagung lebih berhasil di banding kampus universitas karena kultur mahasiswa sendiri yang lebih dekat dengan masyarakat desa. Sebagai contoh kegiatan–kegiatan masyarakat desa seperti yasinan dan pengajaran TPA dulu mahasiswa STAIN diangap lerbih mumpuni, meskipun dewasa ini problematika yang berkembang di masyarakat pedesaan memang mulai agak beragam dan komplek.

Mujamil juga menambahkan hari ini di STAIN ada wacana tentang k e r j a s a m a a n ta r a S TA I N d a n DISNAKERTRANS untuk memberi kursus bahasa asing bagi calon TKI. Sebagai langkah awal semisal dengan memberikan kursus bahasa arab bagi TKI yang akan bekerja di timur tengah. Sementara bentuk partisipasi yang sudah nyata dilakukan adalah kursus jahit menjahit di aula STAIN beberapa hari yang lalu. Dari segi kualitas dan kuantitas para ahli akedemisi yang ada di lingkup STAIN Tulungagung. Mulai dari ahli pendidikan, agama, hukum islam, dan ekonomi syariah selayaknyalah mereka memberi sumbangan pemikirannya sehingga mampu menghubungkan kampus dengan masyarakat sekitar apalagi dengan dukungan media yang ada. Yakni Adanya radio komunitas di kampus, G radio semestinya di gunakan sebagai alat informasi sekaligus meminimalisir jarak komunikasi yang kian jauh antara pihak kampus dan masyarakat sekitar bukan sekedar menghibur saja.//and, kas, dik//

DIMĂŤNSI Edisi 19 Th. XI, November 2007


Parodi

Aku! Aku terus saja menyusuri langkahku, menemukan kembali kepingan-kepingan hari-hariku yang hilang. aku kali ini telah benar-benar kalah, entah oleh apa. aku kemarin begit bangga dengan kecongkakan dan kesombonganku, aku benarbenar membanggakan identitas diriku, seorang intelektual? heh… aku benar-benar kalut saat ini, bagaimana tidak? bertahun-tahun lamanya ku mendayung ilmu agama di tempat suci itu, dan bertahun-tahun pula aku mendayung ilmu di Universitas, dan aku selalu mendapat nilai-nilai cumlaude. tapi kemarin? waktu aku pulang kerumahku, lek surti tetangga depan rumahku meminta bantuanku untuk membagi harta warisan keluaraganya, karena memang Bapak lek surti baru saja meninggal beberapa hari yang lalu. aku benar-benar pusing, 6 tahun aku berada di tempat suci itu, aku benar-benar tidak bisa membantunya, ilmu faroidl yang telah aku dapatkan dari sana benarbenar tak ada sedikit pun yang menyentuh kepalaku saat itu. apalgi ilmu fiqih kontemporer yang aku dapatkan dari universitas benarbenar….ABSURD!! aku benar-benar masih ingat wajah kecewa lek surti kala aku tak bisa mambantunya. wajah tua renta itu benar-benar telah berhasil menghantui tidurku setiap malam.

hingga saat ini, aku terus saja berjalan tanpa arah dan tak tahu harus kemana. IP cumlaude yang aku bangga-banggakan, ijazah jayyid jidan yang aku peroleh dari pondokku pun tak bisa menolongku untuk membantu lek surti yang jadi kikih. ugh.. memang begitu indah masa itu, tak ada ke[pentingan, tak ada hasrat untuk saling menguasai satu sama lain. Telpon Neta yang beberapa saat lalu benar-benar sedikit menggangguku, telah benarbenar aku abaikan. aku lebih tertari k melihat dua makhluk kecil di depanku ini. dan ketertarikan ku ini, membawaku untuk ikut bermain bersama mereka.. dan akupun tertawa lepas bersama mereka…. sampai waktu senja dan hujan rintik-rintik turun dari langit yang sebelumnya begitu cerah itu. Dua makhluk kecil yang ternyata bernama tito dan ujang itu, mengajak ku untuk singgah di rumah mereka. bagai tersihir, aku langsung mengikuti arah mereka. Aku terus saja menyusuri langkahku, menemukan kembali kepingan-kepingan hari-hariku yang hilang. tito dan ujang terus saja tertawa lepas, entah! aku benarbenar tak melihat kesedihan di kedua mata mereka. saat sampai di ujung gang taman kota,bau busuk begitu menyengat dan menyeruak masuk hidungku. sampah-sampah plastic dan sampah-smpah yang

Edisi 19 Th. XI, November 2007 DIMëNSI

lainnya begitu banyak menumpuk di ujung sungai kecil ini. hingga, genangan air itu meluap di jaln kecil menuju rumah tito dan ujang, mereka berdua malah membuat air genangan itu sebagai mainan. belum sempat aku menegur mereka, mereka telah pergi meninggalkan air genangan itu. aku menutupi kedu hidungku, kali ini baunya begitu menusuk, makanan basi tercecer dimana, terbungkus kotak-kotak putih. walau sebenarnya aku sangat tidak tahan dan ingin muntah, tapi ku urungkan jua, karena rasa penasaranku pada rumah dua makhluk kecil ini, aku terus saja mengikuti mereka. saat ku toleh ke belakang, ku dapati seorang lelaki tua renta mengaisngais sampah yang tadi hampir saj buatku muntah. aku berhenti sejenak, dan terus saja memandanginya, dan tanpa ku duga, wanita renta itu mulai memakan makanan basi itu dengan begitu lahapnya. ugh…!! aku benarbenar tak kuasa melihat ini, aku langsung saja menuju kearah lelaki itu, aku langsung memegangi kedu tangannya, aku paksa dia untuk tidak memakan makanan basi itu lagi, kemudian ku rogoh saku bajuku dengan begitu cepat, ku dapati uangku sekenanya. dan aku langsung memberikan uang itu pada laki-laki renta ini. “jangan makan ini lagi ya?” pintaku pada laki-laki itu.

[ 53 ]


Parodi dengan begitu ssenangnya dia langsung menerima uang itu. k uterus saja memanding nya samapai dia benar-benmar telah pergi dari hadapanku. bau makanan basi yang ada di sampingku ini tidak lagi buatku ingin muntah. aku terdiam sejenak, aku telah kalah! sekali lagi! Aku terus saja menyusuri langkahku, menemukan kembali kepingan-kepingan hari-hariku yang hilang. dua makhluk kecil tadi melambaikan kedua tangannya, dan memanggilku untuk mengikuti mereka kembali. aku kembali berdiri, walau aku adalah laki-laki, air mata ini jatuh tak tertahankan lagi. sambil mengusap peluh yang menetes ini, aku kembali mengikuti mereka. pemandanganpemandangan yang tak pernah aku dapati sebelumnya benar-benar nyata ada di hadapanku. benarbenar, walau aku adalah laki-laki, aku benar-benar tak tahan melihat ini. kardus-kardus yang biasanya jadi rumah tikus-tikus nakal di rumahku, menjadi rumah dan alas orang-orang ini. tito dan ujang menghentikan langkahnya, mereka menunjuk pada sebuah rumah bambo. Tito dan ujang menyuruhku masuk ke rumah itu, waktu pintu dibuka, cahaya yang begitu menyilaukan kedua mataku, rumah bamboo ini ternyata adalah musholla yang digunakan oleh warga yang ad disini. walau tak seindah masjid jami’ yang ada di kota, musholla ini begitu sejuk. aroma kesejukan begitu menyeruak masuk kedalam relung jiwaku. lamat-lamat ku dengar alunan kitab suci terbaca. tubuh ini tersihir sejenak, entah ajakan dari mana, kaki ini melangkah begitu saja

[ 54 ]

menuju tempat kecil di samping rumah bambu ini, aku memandangi tempat kecil ini, ku dapati dua bilah bamboo yang terus dialiri air. air ini begitu jernih, tak seperti air yang aku lihat tadi. ku pandangi dua bilah bamboo ini lekat-lekat, aku bahkan telah lupa, kapan terakhir kali aku menyentuh air untuk berwudhu. ku pandangi kedua telapak tanganku, aku mencoba untuk mengingat kembali cara berwudhu, enam tahun yang lalu… waktu yang begitu lama, seumuran dengan tito dan ujang. ku angkat kedua tangnku, ku arahkan pada air yang mengalir pad abilah bamboo itu, bismillahhirrahmaanirraahim,, Cless.. ku kumpulkan air itu di kedu telapak tanagnku yang aku rapatkan, nawaitu wudhu a li ror’il hadatsil asghari fardhul lillahi ta’ala terngiang dengan jelas di benakku petuah-petuah abah yai waktu itu,,”Jagalah selalu wudhumu, supaya kamu punya malu,le…,” waktu itu aku benar-benar tak memahami, kenapa malu di hubungkan dengan wudhu aku bahkan hanya menganggap petuah itu sebagai omongan ngawur dari terus saja membasuh wajahku. Kali ini tidak hanya sekedar tiga kali basuhan, berkali-kali, aku benarbenar tak sanggup menghapus semua keangkuhan dan ketidakmaluan itu. Sejenak aku terdiam, kemudian aku membasuh kedua tanganku, mengusap separuh kepalaku, membasuh kedua telingaku, kedua kakiku, benar! semua anggota tubuhku selah-olah menjadi saksi atas semua perbuatan yang aku lakukan selama ini. Dan hari ini aku memcoba untuk menghapus semua dosa dan nista itu, tapi, ritual inipun

tak sanggup menghapus semuanya itu,, aku benar-benar telah menjadi kelu. Lamat-lamat ku dengar dari arah rumah bamboo, nyanyian indah dari seoarng bocah. Melantun begitu indah, bahkan irama indah john f kennedy pun tak dapat mengimbangi irama ini. Dengan ritme yang begitu sempurna, andai aku seorang musisi aku mungkin tak sanggup untuk menuliskan nada-nada ini di atas kertas not lagu. Indah… sungguh indah! Dan tanpa ku sadari alunan lagu ini membawaku terbang melayang, menembus cakrawala dan dimensi ruang dan waktuku, mandilatasi semua memori-memori yang sudah usang dalam file otakku, aku terbang jauh.. jauh sekali, saat aku terus terbuai oleh ini, lamat-lamat aku dengar, seseoarng memanggil namaku,”Arifil,, arifil,, “ aku mencari dan terus mencari arah suaraku itu.

Nunung Afu’ah, begitulah nama penulis dari cerpen ini. Dia lahir di kota Patria Blitar tahun 1988 dan sekarang sedang terdampar di STAIN Tulungagung

DIMëNSI Edisi 19 Th. XI, November 2007


Parodi

Musim Baik Oleh: Tyas

Inilah bulan dibentangkan doa Dibubungkan, dilayangakan ke langit harapan Terhapus kecaman dari coreng arang Inilah musim berbuat kebaikan Musim? Ya, nyata inilah musim bertanam baik Inilah musim baik Pakaian yang baik, Tutur yang baik, Peringai yang baik Lalu hati? Yang harusnya dicuci suci Sudahkah pula baik? Tapi‌ inilah musim baik Bila angin membawa takbir bertalu Dimulailah musim berikutnya Dan apakah kebaikan yang telah ditanam dapat dipanen dan lalu terus disemai? Atau dianggap telah selesai Begitu bulan muda muncul? (room 18, sept19, 2007)

Edisi 19 Th. XI, November 2007 DIMĂŤNSI

[ 55 ]


[ 56 ]

DIMĂŤNSI Edisi 19 Th. XI, November 2007


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.