DIMĂŽNSI
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
Halaman
1
Halaman
2
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
DIMĂŽNSI
Lembaga Pers Mahasiswa (LPM)
DIMÎNSI
DIMÎNSI Redaksi Assalamuíalaikum Wr. Wb
STAIN Tulungagung
Diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa DIMÎNSI STAIN Tulungagung Pelindung Ketua STAIN Tulungagung (Prof. Dr. Mujamil Qomar, M.Ag.) Penasehat Pembantu Ketua (PK) III (Drs. Saifudin Zuhri, M. Ag) Pimpinan Umum Andi Mahifal Sekretaris Umum Kasful Anwar Bendahara Miftakhul Choiriyah Pemimpin Redaksi Ani Rohma Dewan Redaksi Nunung Afuíah, Faizah Nurmaningtyas, Izzatur Rofiíah Departemen Litbang Nunung Afuíah, Umi kasanah, Faizah Nurmaningtyas, Arini Hidayati, Laili Kasanah Departemen Perusahaan Bramanta Putra Pamungkas, Binti Mamluatul K., Nike F. A., Adib Tamami Fotografer Khoirul Efendi Desain Grafis Muhamad Nuril Arham Reporter Novi Ayu C, Siti Adibatul M, Abdul Mukhosis, Ike Apriliana E, Rizki Puspaningtyas, Yusuf Al-amin, Aziz Subhan, Wachid Rojaíi, Leli Maulidiana, Reni Dwi S, Nur Zuana, Ana Karimatul C, Rina Wahyuni, Siti Fathimatuz Z, M Riyadul F Alamat Redaksi Jl. Mayor Sujadi Timur 46 Tulungagung Kodepos 66221, Phone: (0355) 321513 E-mail: dimensita@yahoo.co.id facebook: dimensita@yahoo.co.id Wabsite : dimensita.co.cc
DIMÎNSI
Salam Persma! Salam sejahtera untuk semua kawankawan mahasiswa semoga tetap pada posisi dan tugas sebagai manusia seutuhnya yang berpendidikan. Alhamdulillah, telah terbit majalah DIMENSI XXIII dan semoga tetap menjadi angin segar bagi semua khususnya para pembaca. Kawan, bukan hanya sekedar alasan klasik yang sengaja kami ucapkan terkait dengan keterlambatan yang telah menggejala ini. Akan tetapi realitas telah terbaca, stagnasi diberbagai pojok dan ruang yang telah mengakar inilah yang menjadikan semuanya begini. Tidak juga mahasiswa, telah kehilangan semangat pergerakan, ruh dan nyawanya pun luluh lantak tertelan ombak modernisasi membentuk nalar elit. Pada akhirnya, yang semula berada pada posisi dan ruang yang nyaman, segar dan terkondisikan. Kini menjadi ruang yang asing dan terasingkan. Mahasiswa pun asing dengan perannya hingga masuk dalam keterasingan masyarakat akan karakter bangsa Indonesia. Di edisi XXIII ini, DIMÎNSI mencoba melek realitas, apa yang ada di sekeliling dan lingkungan hidup kita. Realitas menunjukkan bahwa kerusakan yang terjadi di lingkungan tak lepas dari proyek besar hasil dari keinginan besar manusia. Kesemua inipun menjadi sebuah perilaku yang membudaya dalam masyarakat. Negara kita kaya akan SDA dan SDM, namun ketika melihat realita bahwa SDA yang ada di Indonesia khususnya Tulungagung telah sedikit banyak dikelola oleh tangan yang tidak murni masyarakat lokal, maka hal itulah yang menjadikan masyarakat kita teralienasi dari kekayaan alam sebagai kearifan lokal. Ketidakberdayaan masyarakat sekitar untuk mengelola SDA akan dimanfaatkan tangan-tangan penguasa, yang pada akhirnya pemerintahan indonesia dikendalikan oleh negara asing karena penyakit ketergantungan yang telah mengakar.Di sisi lain, media telah membeber serentetan kerusakan alam dan gambaran persoalan lingkungan hidup yang semakin terkoyak, pembalakan hutan secara liar, pengeboran sumur dan lain-lain. Yang tak lain adalah ulah manusia sendiri karena kurangnya kepedulian dan rasa tanggung jawab masyarakat terhadap lingkungan yang pada dasarnya memiliki hak kelola lingkungan dan kekayaan alam terkait menjaga dan mempertahankan kearifan lokal yang sudah mulai tercecer, yang tersisa hanya keangkuhan-keangkuhan terhadap alam semesta. Nilai-nilai budaya, nilai-nilai yang ada dalam lokal pun mulai hilang (kebersamaan, persaudaraan, kepedulian terhadap lingkungan ). Dalam kondisi seperti ini perlu penyadaran kembali kepada masyarakat akan tanggung jawabnya terhadap lingkungan dan mengembalikan nilai-nilai kearifan lokal yang tercecer. Lewat Dimensi XXIII ini dengan budaya literer, kita mencoba untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai kearifan lokal. Kami adalah manusia biasa yang tak lepas dari kekurangan sekecil apapun, maka saran dan Semoga tetap ada sesuatu yang bernilai yang dapat dirasakan kawan mahasiswa dari penerbitan edisi ini. Wasalamuíalaikum Wr.Wb
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
Halaman
3
Cover : Alien Foto : Istimewa Desain : Kasful Anwar
Daftar Isi DIMÎNSI redaksi Halaman ....3 DIMÎNSI Utama Halaman ....6 Nusantara Halaman ....14 Editorial Halaman.... 19 Teras Halaman ....20 Swara Halaman ....23 Klik Halaman ....28 Budaya Halaman ....32
ìMarai arep nyambut gawe liyo yo bingung arep nyapo. Lha... terus pomo arep nyandinyandi gak duwe sikel. Dadi ora iso adoh songko ngomah (Mau mencari pekerjaan lain juga bingung apa, seandainya mau kemana-mana juga tidak punya kendaraan. Jadi tidak bisa jauh dari rumah)î. Keluh Sutris, seorang penggali batu marmer di daerah Besole
Halaman ....4 Tu l u n g a g u n g , merupakan sebuah kota kecil yang selama ini dikenal dengan industri marmer. Di s i s i † l a i n Tu l u n g a g u n g menyimpan potensi kekayaan alam yang cukup besar.†Ini†ditunjukkan dengan kekayaan potensi alam yang ada di dalamnya seperti pasir hitam besi, batu gamping, batu marmer, beberapa sumber air dll. Namun, SDA yang dimiliki lambat laun akan terkuras, karena maraknya penambangan pasir di beberapa tempat yang ada di pantai selatan jawa menunjukkan aktifitas eksploitasi alam secara besar-besaran. Sine, salah satu pantai yang berada di daerah Tulungagung selatan menyimpan kekayaan alam berupa pasir hitam besi, yang sekarang ini marak dengan aktifitas penambangan. Lalu bagaimana potensi SDM masyarakat sekitar Sine mempertahankan kekayaan alam yang dimilikinya sebagai usaha untuk tetap menjaga kearifan lokal?
Halaman ....7
Resensi Halaman.... 37 Suplemen Halaman ....41 Kiprah Halaman ....49 Sastra Halaman ....53 Halaman
4
DIMÎNSI adalah media informasi yang diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Tulungagung menyajikan beragam informasi tentang realitas kehidupan masyarakat; baik politik, budaya, ekonomi, pendidikan maupun agama. DIMÎNSI juga menerima tulisan berupa artikel, cerpen, resensi, kolom untuk ikut berpartisipasi demi terwujudnya Civil Society dan bangsa yang bermartabat di mata bangsa lain. Redaksi berhak mengedit setiap tulisan yang masuk dengan tidak merubah esensi
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
DIMÎNSI
Suara DIMÎNSI gedung UKM yang berada di sebelah utara G-Radio itu mau dibuat apa sich? dan, kabarnya STAIN mau dirikan maíhad? Kelanjutannya gimana tuhÖ Faiz/PBA VII Waíalaikumsalam wr.wb. Wah kalau ngomongi soal pembangunan kan seharusnya sesuai dengan maket STAIN biar tidak berantakan seperti gedung dibaratnya G-Radio kalau dimaket jadi gedung percetakan tapi dengerdengar kok malah mau dijadikan tempat ibu-ibu darma wanita kan tidak sesuai jadinya, kalau mau lebih jelas lihat saja maketnya yang ada di gedung birokrasi.
Lagi Macet Boleh Cepat Asal Benar Hallo dim, masih tetap eksis kan? Aku mau curhat nichÖtentang pelaksanaan PPL tahun ini yang sangat mendadak, banyak yang komplain kalo PPL tahun ini terkesan tergesa-gesa. Belum sempat istirahat setelah KKN langsung disambut kegiatan baru. Katanya micro teaching tidak hanya di kampus saja tapi juga di tempat PPLÖdan parahnya lagi ketika pelaksanaan PLPT akan dimulai, masih ada sekolah yang belum ditembusi oleh pihak PLPT, sehingga pihak sekolah bingung ketika ada mahasiswa STAIN yang datang kesana. Anwar/PAI VII Hallo jugaÖya iya DIMÎNSI akan tetap eksis. Lo sebelum menentukan tempat PPLkan seharusnya sudah melakukan survai dulu ke sekolah tersebut ya kalaupun ternyata belum ditembusi tinggal konfirmasi sama PLPT kan mahasiswa biasanya pandai lobi melobi apalagi kalau melobi soal nilai kuliah. Selain itu mungkin PLPT bisa kerja sama dengan HMPS yang pernah mengadakan pengabdian mengajar dibeberapa sekolah, jadi selain pengabdian mengajarnya berkelanjutan kan juga meringankan beban PLPT dalam melobi sekolah tersebut.
Kampus Metropolitan Assalamuíalaikum DIMÎNSI, Kampus kita makin megah aja yaÖtapi kok masih ada yang berantakan? sebenarnya lahan bekas
DIMÎNSI
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
AssalamuíalaikumÖ Dear DIMÎNSI LamaÖbanget udah ku tunggu-tunggu Dimar kok semakin redup (dinyalain donk!), Serat (kok makin Seret, NC mana berita terbarunyaÖ.. Ken-TMT III Red: iyaÖ terimakasih, masih menyimak dengan baik hasil kreativitas teman-teman mahasiswa kita. Sebenarnya, kita juga tetap mengusahakan untuk terus terbitnya berbagai media itu, tapi sepertinya lama-lama kegiatan perkuliahan kampus semakin membatasi ruang gerak kita. Mm.. jangan-jangan ini NKK/BKK model baru lagi? Jadi kita tetap minta sumbangan ide dan gagasan dari kawan-kawan mahasiswa seluruhnya dan yang masih tetap eksis dalam dunia pergerakan.
Suara DIMÎNSI menerima segala kritik, saran dan masukan yang bernada membangun. Surat bisa dikirim via pos, email: dimensita@yahoo.co.id atau langsung bisa di antar ke kantor redaksi DIMÎNSI dengan menyertakan identitas asli. Harap ditulis juga tujuan surat bersangkutan dikirim, yakni, News-Camp, DiM-ar atau Majalah DIMÎNSI sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pemuatan. Surat-surat yang sudah masuk ke redaksi tidak akan dikembalikan lagi. Halaman
5
DIMÎNSI
utama
Besole; Antara Menjaga dan Nggali Batu Marmer ìMarai arep nyambut gawe liyo yo bingung arep nyapo. Lha... terus pomo arep nyandi-nyandi gak duwe sikel. Dadi ora iso adoh songko ngomah (Mau mencari pekerjaan lain juga bingung apa, seandainya mau kemana-mana juga tidak punya kendaraan. Jadi tidak bisa jauh dari rumah)î. Keluh Sutris, seorang penggali batu marmer di daerah Besole Tulungagung dinilai banyak menyimpan kekayaan alam dan potensi Sumber Daya Manusia. Namun ketika persoalan lingkungan telah muncul, maka terancamlah kekayaan alam yang dimiliki. Aksi penjarahan hutan secara massal terjadi di Molang, Penambangan pasir Dlodo dan maraknya penambangan batu marmer di Besuki merupakan persoalan†lingkungan†yang menggerogoti kekayaan alam Tulungagung. Lalu bagaimanakah seharusnya†masyarakat memperlakukan alam? Menjaga†Kearifan†Vs Kebutuhan Ekonomi Jika†menengok†aktifitas masyarakat di Tulungagung bagian
selatan,†banyak†ditemukan masyarakat yang aktifitasnya adalah menggali batu. Seperti di daerah Campurdarat, Besole, Besuki dan bagian selatan yang lainnya. Hal ini seperti yang diungkapkan salah satu warga desa Besole, yang merupakan penghasil marmer, ketika kami temui di rumahnya, ìmasyarakat rata-rata berkecimpung pada perbatuan (usaha menggali batu; red), khususnya daerah Campurdarat ke selatan. Akan tetapi kalau masyarakat Besole sendiri ya campuran mas, kalau sekitar sini ya membuka lahan kosong, itu pun hanya musim hujan saja.î Tutur Sutris, salah satu warga Besole. Namun ketika aktifitas ini dilakukan secara berlebihan dan terus menerus dalam pemanfaatan kekayaan alam, maka lambat laun
Dok. Dimensi
Aktifitas warga yang sedang menggali batu di daerah Besole Halaman
6
akan mengakibatkan dampak pada lingkungan yang besar pula. Sehingga keseimbangan alam dan ekosistem di dalamnya pun akan ikut terganggu. Penggalian batu marmer telah menjadi†penghasilan†utama masyarakat sekitar Besole. ëNggalií, begitulah istilah jawa yang digunakan untuk aktifitas masyarakat dalam penggalian batu marmer ini. Biasanya penggalian batu marmer dilakukan pada saat musim kemarau tiba, mengingat pada saat ini tidak ada lagi sumber penghasilan lain untuk memenuhi†kebutuhan†hidup, sedangkan usaha menanam di ladang hanya bisa dilakukan pada saat musim hujan saja. Mau bagaimana lagi? Begitulah yang diungkapkan pelaku penggalian batu ketika ditanya kru Dimensi, ìLha kados pundi maleh, lek ketigo ngenei tegalan ditanduri gak iso, padahal yo sabendino butuhî (harus bagaimana lagi, pada waktu musim kemarau seperti ini lahan sulit untuk ditanami, padahal kebutuhan manusia setiap hari)î, keluh Yaji (54) sambil mengangkat palu saat penggalian. Kesulitan dalam mencari pekerjaan juga menjadi alasan mereka, ìmarai arep nyambut gawe liyo yo bingung arep nyapo. Lha terus pomo arep nyandi-nyandi gak duwe sikel. Dadi ora iso adoh songko ngomah (Mau mencari pekerjaan lain juga bingung apa, seandainya mau kemana-mana juga tidak punya kendaraan. Jadi tidak bisa jauh dari rumah)î. Kata Sutris, penggali yang lain menyambung obrolan kami. Pengolahan hasil tambang kekayaan alam ini dilakukan karena untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
DIMÎNSI
DIMÎNSI
Dok. Dimensi
Pekerja mengangkut batu hasil galian keatas truk untuk dijual sulitnya mencari pekerjaan. Dengan motif ini mereka melakukan penggalian batu di pegunungan Besole tanpa menghiraukan†lagi†dampak penggalian. Saat ditanya mengenai penghasilan, ternyata gaji yang mereka terima dari hasil memeras keringat penggalian batu marmer tidaklah terlalu besar, yang dirasakan hanya sekedar kepayahan atau malah kesulitan dalam penggalian batu. Harga atau gaji yang diperoleh tidaklah tetap, tergantung pada jauh dekat pengangkutan ke jalan raya. Jika tidak jauh dari jalan raya penghasilan yang diperoleh sekitar Rp 40 ribu per truk. Berbeda lagi jika jauh dari jalan raya hanya 35 ribu per truknya. Menurut pengakuan Yaji sebenarnya penghasilan ini tidaklah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mereka sebenarnya sadar akan dampak kedepannya, akan tetapi karena terdesak kondisi ekonomi yang minim, mereka lebih memilih untuk tetap saja melakukan penggalian. ëWaletí Kejadian Rutin Tahunan Pada dasarnya kekayaan alam yang terus digali lambat laun akan mengakibatkan dampak pada lingkungan sekitar. Seperti di dusun Gambiran Kecamatan Besole Kabupaten Tulungagung, di daerah
DIMÎNSI
tersebut sering terjadi bencana alam. Meskipun tidak terlalu besar, namun bencana ini cukup membuat masyarakat kurang nyaman dengan kondisi lingkungannya. Selain debu tebal yang ditimbulkan disetiap aktifitas penggalian sehingga mengganggu penglihatan dan pernafasan, penggalian batu marmer juga mengakibatkan timbulnya walet (lumpur; jawa; red) pada musim hujan. Dampak walet pun sangat besar terutama pada kelancaran transportasi. Arus air yang membawa lumpur ke jalan disetiap musim hujan menjadikan lingkungan terlihat kumuh, sehingga mengganggu kelancaran transportasi di daerah Besole. Walet bermuara di jalan raya sekitar 50 meter menyebabkan para pengendara harus melewati jalan alternatif. ìWalete kandel baget, lha...ban mobil ae sampek klelep. Terus dawane sampai 50 meteran. Dadi kendaraan liwate golek terabasan dalan lurung kidule (Waletnya sangat tebal, roda mobil saja sampai tenggelam, kemudian panjangnya sampai 50 Meter. Jadi kendaraan harus mencari jalan alternatif di sebelah selatannya).î Kata lis, salah satu warga yang tinggal di dekat muara lumpur. ìApalagi yang bermukim di sebelah selatan, malahan air masuk ke dalam rumah masingmasingî, tambahnya. Di lain tempat,
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
utama
Lia Sulistyarini salah satu masyarakat Besole bercerita kalau disekitar rumahnya sering tergenang lumpur bercampur batu krikil ìya... kalau musim hujan, lumpur itu turun ke jalan, sehingga kendaraan yang melintasi jalan tersebut harus berjalan pelanpelan bahkan sering terjadi kemacetan, seperti jalan yang berada di sebelah timur SPBU Campurdarat tepatnya di depan pemakaman. Ya...kalau sudah begitu akhirnya penduduk yang berada disekitar daerah itu membersihkan lumpur yang menggenang. Bahkan terkadang selain lumpur juga disertai kerikil-kerikil.î Ungkap Lia yang masih menjadi mahasiswi Prodi Tadris Matematika STAIN Tulungagung. Hal ini tidak lain dikarenakan adanya penambangan batu marmer yang dilakukan terus-menerus dan pembukaan lahan pegunungan yang kurang memperhatikan dampak ke depannya. Sebenarnya masyarakat sadar akan tanggung jawabnya untuk menjaga dan melestarikan lingkungan seiring dengan aktifitas penambangan kekayaan alam. ìDalam penambangan marmer masyarakat sebenarnya sadar bahwa perbuatan para penggali dapat merusak kelestarian daerah sekitar, tapi mereka tidak sampai melakukan tindakan terhadap para pelaku penambangan. Selain itu, masyarakat juga takut terkena gunjingan dari pelaku penambangan.î Tutur Musini, warga lereng gunung Gambiran saat mencari pakan kambing di kebun pribadinya. Usaha yang dilakukan masyarakat untuk membersihkan walet pun tidak begitu besar. Hal ini merupakan realitas bahwa minimnya nilai-nilai kearifan masyarakat. Rasa tanggung jawab dengan sikap bijak, arif, kerukunan dan kebersamaan masyarakat dalam menjaga lingkungan sudah mulai pudar ìKetika walet itu datang, mereka membersihkan bagian sekitar rumah a j a . †S e l a m a †i n i †u p a y a †u n t u k p e n a n g g u l a n g a n , †m a s y a r a k a t meninggikan tanggul tepian aliran air. Akan tetapi mereka menanggulangi hanya sampai sekitar rumah mereka masing-masing, belum sampai pada Halaman
7
DIMÎNSI
utama
jalan raya. Karena membersihkan rumahnya saja sudah kuwalahanî. Kata Sunarsih saat mengasuh anaknya di depan rumah. Menurut pengakuan sebagian masyarakat kejadian seperti ini merupakan kejadian rutin setiap musim hujan yang terus dialami warga Gambiran. Karena kondisi hutan yang rapuh tidak bisa lagi menahan tanah. Akibatnya sedikit demi sedikit akan longsor. Dari pihak masyarakat sendiri ketika walet memenuhi jalan, masyarakat hanya menghubungi petugas PU-PPW (Petugas Kebersihan). Selain itu secara struktural diduga terdapat ketidaksesuaian. Artinya dari pihak pemerintah dan masyarakat melakukan tindakan yang dapat merugikan lingkungan sekitar. Sehingga baik masyarakat dan pemerintah acuh terhadap kondisi lingkungan. Pada akhirnya sikap bijak atau arif terhadap kelestarian lingkungan tidak terwujud. Seperti apa yang diungkapkan Kepala Desa Besole, Sudoto saat ditemui di rumahnya ìIni adalah kejadian rutin tahunan, artinya setiap musim hujan pasti terjadi banjir yang bercampur lumpur. Selama ini masyarakat belum mengetahui kondisi bagaimana seharusnya berbuat. Mereka bisa dikatakan tak tahu tentang itu. Karena bila lumpur datang mereka lebih banyak diam dan menunggu dari pihak petugas PU-PPW untuk membereskan. Karena masyarakat mengira itu hanya sebuah proyek yang dibayar, sehingga apabila ikut membersihkan, paling ya... tidak dibayarî. Ujarnya. Dalam menjaga kelestarian lingkungan semua pihak akan terlibat antara masyarakat dan pemerintah. Namun kesadaran dari masing-masing masih terlihat kurang. Bantuan pemerintah sampai sekarang ini masih dalam bentuk fisik saja. Artinya, selama ini belum ada penyadaran masyarakat dalam pentingnya pelestarian lingkungan. ìYa mau bagaimana lagi, karena selama ini kalau melakukan penyadaran, seperti halnya mencari musuh. Mereka beralasan karena nasib dan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hariî, Tutur Sudoto. Dalam Halaman
8
melestarikan lingkungan, pasti membutuhkan dana yang tidak sedikit. Namun, selama ini tidak ada dana sedikit pun dari pemerintah. ìJadi, selama ini dana untuk upaya pelestarian masih dari masyarakat saja.î Masih terangnya. Sebenarnya aparat desa telah melakukan pembenahan saluran air yaitu dengan mengajukan ke pihak pemerintah daerah untuk pembangunan jembatan, akan tetapi pembangunan tersebut dinilai kurang efektif. Karena yang dibangun hanya jembatan dan itupun dalam ukuran kecil. Sehingga ketika ada air yang bercampur lumpur dan tidak terbendung akan mengakibatkan tersumbat disetiap jalan. Pada akhirnya air pun mengalir ke arah rumah penduduk Merujuk pernyataan Sudoto, kami menemui Badan Lingkungan Hidup (BLH) terkait dengan apa yang telah dilakukan pemerintah dalam pelestarian lingkungan. Agus Priyanto Utomo hanya mengungkapkan, ìandaikan ada sekelompok lembaga atau yang lain menawarkan sebuah agenda penghijauan, kami siap membantu dari segi tanaman. Tanaman sudah barang tentu tergantung pada daerah dan lingkungan, artinya menyesuaikan keadaan. Tapi di sisi lain kami memberikan tanaman ya... tergantung yang kami punya.î Sedang tentang penanganan lumpur yang terjadi di Gambiran, Agus hanya menyatakan, ìSelama ini peran kita dalam penanganan lumpur yang ada di Gambiran Besole hanya membantu dalam pembangunan jembatan saja, selama ini kami belum pernah memberikan pendampingan atau penyadaran langsung dalam hal pendidikan lingkungan pada masyarakat.î Ujar Agus mengakhiri perbincangan. Alternatif Menjaga Kearifan Lokal Selama penggalian batu hingga saat ini tidak ada yang memberikan tanggapan atau pelarangan tentang penambangan batu marmer tersebut. Menurut Ikhwan selaku direktur Lembaga Swadaya Masyarakat PPLH (Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup)
yang melakukan pendampingan pada bidang pendidikan lingkungan hidup ini mengatakan bahwa masyarakatlah yang seharusnya terlibat dan begitu penting peran masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan ìDalam menanggapi tentang pelestarian alam, masyarakat seharusnya ikut andil dalam menjaga pelestarian lingkungan. Sehingga hal ini bisa menumbuhkan rasa memiliki bersama tentang pentingnya kelestarian alamî, ungkapnya. Selanjutnya untuk menjaga kelestarian lingkungan sebagai bentuk menjaga kearifan lokal Ikhwan mencontohkan sebagaimana yang dilakukan sebagian masyatrakat desa Buret, ìSebagai contoh masyarakat desa Buret Campurdarat Tulungagung mewujudkan pelestarian lingkungan dengan menjaga hutan dari kerusakan. Masyarakat menerapkan usaha pelestarian ini dengan berbagai macam ritual dengan melestarikan adat yang sudah ada sejak dulu, misal dengan upacara adatî, masih Ikhwan. Di tempat yang berbeda Badan Lingkungan Hidup memberikan contoh lain bahwa masyarakat Pagerwojo telah membentuk kelompok dalam pembinaan lingkungan hidup, ìpenyadaran yang dilakukan lebih banyak berbuat dalam bentuk peran pembinaan, dengan harapan tidak meresahkan masyarakatî, ungkap Agus priyanto. Di dalam UU LH Nomor 4 tahun 1982 pasal 1 ayat 2. Tertulis bahwa, Pengolahan lingkungan hidup adalah upaya terpadu dalam p e m a n f a a t a n , †p e m e l i h a r a a n , p e n g a w a s a n , †p e n g e n d a l i a n , pemeliharaan dan pengembangan lingkungan hidup. Maka inilah yang sebenarnya menjadi tanggung jawab masyarakat sekitar untuk mengolah, menjaga lingkungan dan kekayaan alam yang dimiliki. Bukan malah memupuk sikap acuh terhadap manfaat dan kelestarian lingkungan. Pendampingan pendidikan, pembinaan akan perlunya menjaga lingkungan adalah hal yang diperlukan masyarakat, maka tinggal bagaimana masyarakat dan pemerintah setempat menyikapi ketika peristiwa alam ini melanda. //khos,dik, lly, @na//
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
DIMÎNSI
DIMĂŽNSI
utama
Kearif an Lokal earifan Di Tengah Penambangan Pasir Hitam Besi Pantai Sine Tulungagung, merupakan sebuah kota kecil yang selama ini dikenal dengan industri marmer. Di sisi lain Tulungagung menyimpan potensi kekayaan alam yang cukup besar. Ini ditunjukkan dengan kekayaan potensi alam yang ada di dalamnya seperti pasir hitam besi, batu gamping, batu marmer, beberapa sumber air dll. Namun, SDA yang dimiliki lambat laun akan terkuras, karena maraknya penambangan pasir di beberapa tempat yang ada di pantai selatan jawa menunjukkan aktifitas eksploitasi alam secara besar-besaran. Sine, salah satu pantai yang berada di daerah Tulungagung selatan menyimpan kekayaan alam berupa pasir hitam besi, yang sekarang ini marak dengan aktifitas penambangan. Lalu bagaimana potensi SDM masyarakat sekitar Sine mempertahankan kekayaan alam yang dimilikinya sebagai usaha untuk tetap menjaga kearifan lokal? Berikut laporannya. Jalan berkelak-kelok dengan kondisi aspal yang tidak rata di sepanjang jalan menuju pantai Sine, membuat kami berguncang setiap saat. Walaupun jalan sudah beraspal akan tetapi masih banyak lubang yang menganga cukup besar, sehingga membuat para pengendara motor harus berhati-hati melewatinya. Pantai Sine yang secara teritorial masuk kawasan desa kalibatur kecamatan kalidawir menyimpan potensi bahan galian berupa pasir besi dengan sumber daya 5.969 M3 di sepanjang teluk Sine membuat kami tertarik untuk mengunjunginya. Hal ini disebabkan oleh adanya isu yang tersebar bahwa penambangan pasir besi mulai beraktifitas lagi. Padahal penambangan tersebut pernah ditutup pada tanggal 5 maret 2007 seperti yang pernah ditulis di majalah DIMeNSI edisi XVIII. Salah satu alasan penutupan aktifitas itu dikarenakan belum selesainya proses Amdal (Analisis Dampak Lingkungan), UKLUPL (Upaya Pengelolaan LingkunganUpaya Pemantauan Lingkungan), jaminan reklamasi serta status tanah penambangan. Selain itu pihak investor tidak menyerahkan kontribusi pendapatan ke daerah serta kompensasi pada masyarakat setempat. Masyarakat Sine pada waktu itu sadar akan manfaat kegunaan kelestarian alam sehingga kebanyakan dari mereka tidak
DIMĂŽNSI
menyepakati adanya penambangan di daerahnya. Lokasi penambangan saat kami datang memang cukup sepi. Puluhan mesin pemilah antara pasir dan besi teronggok begitu saja. Seperti semua aktifitas di dalamnya di hentikan, menurut keterangan sebagian warga aktifitas ini dihentikan sementara selama tiga bulan. Dari papan nama yang terpasang kami mengetahui bahwa investor yang mengelola sekarang sudah berbeda dengan investor yang lalu. Kalau dulu
penambangan ini dipegang oleh PT Bumi Pertiwi sekarang kendali penambangan dikuasai oleh CV Ardi manunggal yang berkedudukan di Jl. Ahmad Yani 117 Blitar. Aktifnya lagi penambangan pasir besi di lokasi tersebut dibenarkan oleh Siti, salah satu masyarakat yang tinggal di sekitar pantai Sine. Menurut perempuan yang sudah dikaruniai cucu ini penambangan sudah aktif, tetapi untuk sementara ini dihentikan dengan alasan yang kurang jelas. ĂŹkemarin baru diangkut satu truk mas, trus ini
Para pekerja sedang membuat bak penampungan pasir
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
Dok. Dimensi
Halaman
9
DIMÎNSI
utama
POTENSI BAHAN GALIAN DI KABUPATEN TULUNGAGUNG TAHUN 2003
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum, Pengairan, Energi, dan Sumber Daya Mineral Tulungagung
masih berhenti sekitar tiga bulan,î Ungkapnya. Penambangan yang telah berlangsung selama di daerah sekitar Sine ternyata memberikan lahan terbuka untuk menambah rizki oleh masyarakat sekitar lokasi penambangan. Seperti perempuan yang mempunyai warung kopi di sebelah lokasi penambangan ini mengaku diuntungkan oleh aktifnya kembali penambangan. ìwarung ini biasanya buat istirahat pekerja mas,
Supeni Halaman
10
kalau lagi gak masuk ya sepi kayak giniî ungkap Siti sambil tersenyum. Selain itu, menurutnya ada kontrak dengan penduduk yang menyebutkan semua pekerja penambangan berasal dari penduduk Sine, sehingga ekonomi masyarakat sekitar terbantu secara ekonominya. Hal senada juga diamini oleh Widodo selaku kepala desa kali batur. ìmasyarakat Sine sangat terbantu ekonominya mas dengan adanya penambangan ini, karena para pekerjanya diambil dari masyarakat sekitar, tapi kalau dari penduduk Sine tidak memadai maka pekerja bisa diambil dari desa kalibatur dan apabila tidak memenuhi juga pekerja bisa diambil dari penduduk desa lainî ungkap bapak berkumis ini. Administrasi kas desa juga bertambah pasalnya pihak investor juga membayar uang kas yang telah disepakati antara aparat desa dan muspika setempat. Ketika disinggung mengenai dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat adanya penambangan, mayoritas masyarakat sekitar Sine mengatakan hal yang sama yakni nyaris tidak ada dampak kerusakan pada lingkungan karena lokasi penambangan berada di sungai sehingga pasir bisa kembali lagi, selain
itu pasir yang tidak mengandung besi akan dikembalikan lagi ke sungai karena yang dibutuhkan adalah pasir yang berwarna hitam, sedangkan pasir yang tidak berguna akan digunakan untuk membuat tanggul di sungai agar air sungai tidak masuk ke pemukiman warga ketika banjir. Masyarakat memang secara langsung tidak melihat kerusakan lingkungan sekitar. Namun penambangan yang dilakukan secara terus-menerus akan mengakibatkan ketidakseimbangan Alam. Menanggapi hal ini Ikhwan selaku direktur PPLH Mangkubumi (Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup) mempunyai pandangan lain. LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang konsisten mengawal isu lingkungan hidup melalui pendampingan pendidikan ini berpendapat bahwa dampak dari penambangan tidak bisa dirasakan secara langsung. ìdampak yang ditimbulkan pada lingkungan tidak bisa dirasakan langsung, baru sekitar 10 tahun akan terlihat, selain itu ditentukan berdasarkan letak posisi jugaî ujarnya. Hal yang sama juga dikatakan Supeni (54), salah satu tokoh masyarakat Sine yang getol menolak kehadiran penambangan
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
DIMÎNSI
DIMÎNSI berpendapat bahwa, dampak adanya penambangan adalah merusak ekosistem laut ìpengambilan pasir di dasar sungai mengakibatkan pendangkalan dan kemudian lumpur akan masuk ke pantai sehingga ekosistem laut akan rusak,î jelasnya saat kami temui di sekitar pantai Sine. Selain itu dampak yang lain adalah adanya abrasi yang membuat ombak akan mudah masuk ke pemukiman warga. Jika sikap arif terhadap kelestarian lingkungan tidak terwujud dlaam arti peduli dan bertanggung jawab untuk menjaga dan mengelola kekayaan alam, maka kerusakan alamlah yang akan di alami masyarakat. Ini pun lambat laun akan berimbas pada kehidupan masyarakat sekitar pantai. Sebenarnya, Supeni telah melakukan penyadaran akan manfaat dan kegunaan kelestarian alam kepada masyarakat sekitar. Akan tetapi usaha Supeni tidaklah berimbas secara sepenuhnya pada masyarakat. Malah dia mendapat teguran dari pemerintah daerah. Bahkan bapak yang sudah mempunyai cucu ini pernah berurusan
Pasir besi terbentang di sepanjang pantai sine dengan pihak berwajib karena menghentikan truk yang mengangkut pasir besi ìsaya diinterogasi kurang lebih 7 jam di polsekî. Ungkapnya diakhir pertemuan.
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum, Pengairan, Energi, dan Sumber Daya Mineral Tulungagung
DIMÎNSI
utama
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
Dok. Dimensi
Amdal Belum Selesai Saat kami kroscek masalah perizinan di kantor BLH (Badan Lingkungan Hidup) Agus Haryanto selaku staff BLH mengaku belum menerima Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) dari CV Ardi manunggal terkait dengan adanya penambangan di pantai Sine. ìAmdal belum masuk masî ujarnya dengan enteng. Padahal menurut prosedur yang berlaku seharusnya sebelum melakukan penambangan Amdal harus masuk dahulu sehingga bisa diuji oleh tim yang bertugas. Selain itu pihak BLH juga tidak mempunyai wewenang untuk menindak penambang yang belum mengantongi izin secara resmi. ìkami hanya melayani dan meneliti Amdal yang masuk sajaî ungkap bapak berkumis ini. Ketika disinggung mengenai perizinan pihak BLH juga mengaku tidak mempunyai wewenang karena hal itu termasuk dalam urusan dinas pekerjaan umum, pengairan, energi dan sumber daya mineral. Ramlan, selaku kasi geologi, tambang dan mineral mengakui bahwa proses Amdal belum masuk. ìkita baru saja mengirim surat kepada CV yang bersangkutan untuk segera Halaman
11
DIMÎNSI
utama
Dok. Dimensi
Nelayan sine mencari ikan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya menyelesaikan proses Amdalî. Ungkapnya ketika kami temui di kantor BLH. Ternyata untuk penambangan bukan hanya di Sine saja. Daerah Dlodo dan Direng juga termasuk dalam daerah yang akan ditambang. Sedangkan mengenai Amdal beliau mengungkapkan ìsemua Amdalnya masih dalam prosesî. Anehnya, ketika persyaratan Amdal belum selesai, pemerintash telah memberikan lampu hijau untuk melakukan penambangan pasir besi di pantai Sine. Padahal melalui Amdal inilah pemerintah mampu mengontrol pelaksanaan penambangan. Sama halnya dengan BLH, LSM PPLH Mangkubumi juga mengaku belum mengetahui izin yang digunakan investor dalam membuka kembali penambangan di Sine. ìkami belum sempat ke lokasi mas memang kemarin sudah ada warga yang melaporî ujar ikhwan. Akhirnya kami memperoleh bukti surat perjanjian antara CV Ardi Manunggal dengan pemerintah. Yang isinya antara lain tentang izin penyelidikan, eksploirasi, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan yang semuanya ditandatangani oleh Bupati daerah. Yang lebih memprihatinkan ternyata dalam surat tersebut terdapat suatu kesalahan yang bisa dikatakan sangat fatal yaitu letak pantai yang tidak sesuai. Menanggapi hal ini Halaman
12
Supeni berpendapat bahwa surat ini cacat karena tidak sesuai dengan kenyataan atau ada kekeliruan entah itu disengaja atau tidak. ìSeharusnya letak pemukiman warga tidak terlalu jauh dengan pantai, tapi ternyata di dalam peta sebaliknya letak pantai sangat jauh dengan pemukiman warga dan kecacatan ini telah diresmikan oleh Bupati.î Dari sini telihat kurangnya ketegasan atau keseriusan pemerintah daerah atau pemerintah pusat untuk memperhatikan lingkungan maupun memikirkan dampak kerusakan pada lingkungan terkait dengan eksploitasi penambangan pasir hitam besi di pantai Sine. Karena Kebutuhan Ekonomi Jika menengok sejarah, alasan dihentikannya penambangan pasir hitam besi dan menolak untuk dilaksanakan penambangan pasir hitam besi di pantai Sine pada tahun 2007, bahwa masyarakat Sine sadar akan pentingnya manfaat dan kelestarian lingkungan. Sekarang dengan aktifnya lagi penambangan menjadikan masyarakat kehilangan sikap bijak terhadap kekayaan lokal yang dimiliki. Kebanyakan warga yang kami temui hanya merasakan perbaikan atau rasa nyaman ditingkat ekonomi saja atas penambangan pasir hitam besi ini. Bahkan mereka tidak tahu akan dampaknya pada
lingkungan dengan adanya penambangan. Menanggapi kondisi kurangnya kepedulian masyarakat untuk menjaga lingkungan tersebut, direktur PPLH Mangkubumi mengakui belum sempat mendampingi masyarakat sekitar Besole terkait dengan adanya penambangan. ìKami kekurangan tim mas, jumlah kami sangat terbatasî ujar ikhwan yang kami temui di warung kopi. Sigit Setiawan selaku sekertaris Badan Lingkungan Hidup (BLH) berpendapat juga bahwa banyak hal yang harus dilihat dari adanya penambangan di pantai Sine ìBanyak hal yang harus dipertimbangkan dalam kasus ini terkait dengan ekonomi masyarakat dan lapangan pekerjaan,î ungkapnya. Mayoritas penduduk pantai Sine selama ini hanya mengandalkan hasil laut dan pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini mengakibatkan mereka tergantung kepada perubahan cuaca yang terjadi karena hasil laut terutama ikan tidak selalu menjanjikan pemasukan ekonomi masyarakat. Bahkan akhir-akhir ini pendapatan nelayan cenderung menurun karena cuaca yang tidak menentu. Selain itu kurang menjanjikannya hasil laut juga mengakibatkan banyaknya warga sekitar yang menjadi TKI bahkan pengangguran. Dengan adanya penambangan pasir besi menjadikan masyarakat sekitar berharap banyak untuk dapat memperbaiki taraf kehidupannya. Selain kurang adanya penyuluhan tentang pentingnya pelestarian lingkungan hidup dari pemerintah setempat, masyarakat menjadikan ekonomi sebagai alasan klasik untuk melegalkan adanya penambangan. Sehingga karena tuntutan ekonomi mereka melakukan penambangan di pantai Sine. Pada akhirnya yang perlu kita refleksikan bahwa semua pihak harus saling membantu dalam kasus ini. Jangan sampai lingkungan yang telah kita lestarikan selama ini rusak dengan adanya penambangan. Tanpa menghilangkan upaya kita untuk memperbaiki keadaan ekonomi masyarakat sekitar.//bans,jiz,nov,ren/
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
DIMÎNSI
DIMĂŽNSI
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
Halaman
13
BEBAN PULAU JAWA DAN PROBLEM KEMAKMURAN INDONESIA
Agus Utoma Penulis merupakan pemerhati masalah sosial dan budaya
Salah satu penyebab angka pengangguran adalah kurang selarasnya perencanaan†pembangunan pendidikan dan perkembangan lapangan kerja disamping faktor-faktor ke tidak tahuan para pelajar dan calon mahasiswa dalam menangkap peluang potensi kerja di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang. Halaman
14
Bukan lautan hanya kolam susu Kail dan jala cukup menghidupimu Tiada badai tiada topan kau temui Ikan dan udang menghampiri dirimu Penggalan syair lagu yang berjudul kolam susu di atas, pernah di populerkan oleh Koes Plus tahun 1970 an. Lirik lagunya menggambarkan limpahan kemakmuran dan kesejahteraan bangsa Indonesia. Satu yang menjadi pertanyaan ketika lagu tersebut pertama kali dipopulerkan. Apakah bangsa ini di era tahun 70 an benar-benar telah sejahtera dengan bergelimpangan harta? Jawabannya bisa dilihat dari masa akhir pemerintahan orde baru, sebuah kehancuran ekonomi dan kegagalan pemerintah dalam mengemban amanat rakyat. Mungkin pada waktu syair tersebut di buat koes plus, dirinya sedang bermimpi dan berharap agar kemakmuran bangsa ini dapat segera terwujud di tengah melimpahnya kekayaan alam yang kita miliki. Saat ini jumlah penduduk Indonesia sekitar 238 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,25%. Jika laju pertumbuhan penduduk Indonesia terus menurun dibawah 1 % pertahun berarti pada periode 2020-2025 jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 272 juta jiwa. Sebuah beban yang kian berat bagi bangsa Indonesia. Persoalan yang paling mendasar dari jumlah penduduk tersebut di atas adalah jumlah penduduk yang menumpuk di pulau jawa, dengan jumlah 60% dari total penduduk Indonesia. Sedangkan luas daratan pulau jawa hanya 7 % dari total daratan Indonesia. Mata pencaharian penduduk di pulau jawa mayoritas adalah petani dengan penguasaan lahan rata-rata kurang dari seperempat hektar tiap kepala rumah
tangga. Padahal menurut HS Dillon pakar pertanian Indonesia, seorang petani akan dapat menyejahterakan keluarganya apabila memiliki lahan dengan luas minimal 2 hektar. Apabila jumlah penduduk Indonesia tetap konsentrasi di pulau jawa maka dampak buruk yang akan muncul antara lain : 1. Kemiskinan, karena kelangkaan lahan pertanian akan terus bertambah 2. Beban pemerintah terhadap pemenuhan kebutuhan infrastruktur semakin berat 3. Krisis air bersih, pencemaran udara dan bencana akan semakin bermunculan karena pengrusakan lahan pertanian kian meluas serta akan berdampak pada lahan kritis 4. Beban multi dimensi yang dihadapai pulau jawa akan berimbas ke pulau-pulau luar jawa yang mengakibatkan masyarakat gampang marah dan mudah terprovokasi untuk melakukan halhal destruktif. Sekarang mari kita bandingkan dengan papua dan maluku yang luas daratannya mencapai 24 % dari total daratan di Indonesia, dengan jumlah penduduk hanya 2 % dari total penduduk Indonesia. Jelas sekali di sini bahwa pemerataan jumlah penduduk di Indonesia sangat berpengaruh sekali terhadap percepatan†peningkatan kesejahteraan program transmigrasi yang telah di jalankan sejak 1904 dan puncaknya di masa orde baru di era 1980 an telah berhasil memindahkan puluhan juta penduduk jawa ke luar jawa. Program semacam ini memang patut untuk dilanjutkan dengan dukungan penuh dari pemerintah pusat
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
DIMĂŽNSI
DIMÎNSI
Int er ne t
bangunan yang di ciptakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat meskipun kadang tidak secara langsung dapat segera kita nikmati. Pada acara workshop visi Indonesia sebagai Negara industri baru pada tahun 2020 di Jakarta kemarin, sekretaris departemen perindustrian (DEPPERIN) Agus Tjahanjana mengatakan saat ini 75% pangsa industri terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional disumbangkan dari Jawa dengan total produk domestic regional bruto (PDRB) sebesar 905,87 triliun. Adapun luar Jawa menyumbang 25% pangsa PDB dengan total PDRB senilai 1.207.87 triliun. Dengan asumsi itu diharapkan pertumbuhan industri di luar Jawa 13% rata-rata per tahun dan Jawa cukup 5% pertahun. Agar Indonesia menjadi Negara industri baru yang perlu diprioritaskan untuk dikembangkan yakni industri pertahanan dan keamanan seperti persenjataan dan alat-alat militer, industri yang berbasis budaya asli seperti garmen
Re pr o.
dan daerah, sehingga semangat otonomi daerah yang telah dijalankan benar-benar menyentuh akar permasalahan yang terkait dengan peningkatan kesejahteraan rakyat. Apabila otonomi daerah dapat berjalan secara optimal, investasi yang berbasis industri dan jasa dapat berjalan lancar secara otomatis perpindahan penduduk dari jawa ke luar jawa akan mendapat sambutan hangat dari masyarakat jawa yang memimpikan sebuah kesejahteraan. Pada kongres 1 organisasi profesi akuntansi sumber daya alam dan lingkungan di Batu Raden tanggal 12 Desember 2003 (Kompas, 13/12/2003 hal 14) bila tingkat roduksi minyak dan gas tetap seperti tahun 2002 dan apabila tidak ada cadangan yang terbuka baru, maka cadangan minyak bumi akan habis dalam waktu 10 tahun (terhitung sejak 2002). Gas bumi akan habis dalam waktu 30 tahun dan batu bara akan habis dalam 50 tahun. Kondisi ini perlu dicermati karena masalah energi berkaitan dengan kemakmuran bangsa. Krisis energi di Indonesia akan menghambat perkembangan industri, menghambat upaya Negara menanggulangi orang miskin dan menghambat program kesehatan nasional. Uraian di atas secara jelas telah menggambarkan kondisi sosial ekonomi bangsa Indonesia saat ini. Kini saatnya semua pihak untuk bersatu bahu-membahu segera menyelamatkan bangsa Indonesia dengan semakin mengoptimalkan segala potensi yang ada. Di semua bidang perlu adanya koordinasi yang kian solid, agar setiap kebijakan dan keputusan yang dihasilkan benar-benar berpihak kepada rakyat. Kita harus semakin jeli dan peka memanfaatkan segala peluang untuk menciptakan pekerjaan karena tanpa kreativitas dan inovasi kita akan menjadi korban zaman. Segala sarana dan prasarana telah di bangun pemerintah baik sarana pendidikan, jalan umum, telekomunikasi dan rangkaian ketrampilan di sekitar kita juga†merupakan†rangkaian pem-
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
lokal dan industri pendukung p r o g r a m †p e m e r i n t a h †s e p e r t i pertanian, perkebunan dan industri sumber daya laut. Problem berikutnya yang sangat serius untuk segera diselesaikan bangsa Indonesia selain konsentrasi penduduk di pulau Jawa dan cadangan sumber daya alam yang kian habis adalah tingginya angka pengangguran dari tahun ke tahun terus bertambah. Di tahun 2008 angka pengangguran terdidik sebanyak 50,3 % dari total angka pengangguran. Salah satu penyebab angka pengangguran tersebut adalah kurang selarasnya p e r e n c a n a a n †p e m b a n g u n a n pendidikan dan perkembangan lapangan kerja disamping faktor-faktor ke tidak tahuan para pelajar dan calon mahasiswa dalam menangkap peluang potensi kerja di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang. Terkait dengan berbagai uraian di atas, bahwasanya saat ini ada 10 jenis produk unggulan ekspor Indonesia di luar migas yakni udang, kopi, minyak kelapa, kakau, karet tekstil, alas kaki, elektronik, suku cadang kendaraan bermotor dan furniture. Selain itu ada juga 10 produk potensial di Indonesia yakni kerajinan tangan, ikan, jamu kulit, makanan olahan, perhiasan, rempah-rempah dan alatalat kesehatan. Potensipotensi tersebut di atas ibarat raksasa yang sedang tidur (sleeping giant) dimana saat ini oleh p e m e r i n t a h †t e r u s †d i b a n g u n k a n †s e b a g a i penghasilan utama Negara di luar minyak bumi dan gas. Diharapkan dengan optimalnya 10 potensial produk di atas angka pengangguran akan segera turun dan kemiskinan ikut berkurang. Kini saatnya kita bangkit menyambut millenium baru karena di depan kita telah menanti era perdagangan bebas yang mana mau tak mau, suka maupun tidak suka akan segera masuk di Indonesia. Halaman
15
Aktualisasi Nilai-nilai b uda ya, buda uday dan P en yika pan Lingkung an Pen enyika yikapan Lingkungan
Fandy Ahmad Adalah Sekretaris Jenderal (SEKJEN) Persatuan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Nasional
Dukungan terhadap tradisi masyarakat harus dijaga untuk melestarikan budaya yang ada. Tidak semua kearifan lokal irasional dan negatif, karena muncul dari penyikapan nenek moyang mereka sendiri terhadap lingkungan yang ada Halaman
16
Kondisi masyarakat yang sangat kompleks dan kaya akan kultur adalah menjadi sebuah identitas dari keindonesiaan. Artinya, Indonesia tidak dapat dilihat dan dinilai secara kuantitatif. Seperti dominasi yang pada umumnya terlihat, dan hegemoni politik identitas. Namun, perlu cara pandang yang lebih kualitatif, universal, dan mendalam untuk mendefinisikannya. Indonesia bukan saja Bali, Reog, Jakarta, Jawa, Muslim, atau hal-hal yang segaja ìdiidentikkan.î Sepenggal kalimat di atas hanyalah sekedar pengantar untuk lebih jauh kita memahami eksistensi budaya atau kultur yang ada. Setidaknya jangan terjebak dengan hal-hal kuantitatif (dominasi) yang meminggirkan salah satu atau beberapa budaya yang menjadi akar kebangsaan. Pengakuan semua ras, golongan menjadi penghormatan tersendiri atas paham humanisme yang sekarang ini mulai terkikis. Terlebih budaya yang melekat dalam kelompok masyarakat adalah merupakan cara pandang mereka t e r h a d a p †m i k r o k o s m o s †d a n makrokosmos realitas juga terhadap kondisi yang ada. Sehingga, mereka memliki cara pandang yang lebih paham dan tahu tindakan apa yang akan dilakukan sebagai tanggung jawab terhadap sesuatu yang hakiki. Pakar antropologi E. B Tylor (1871) mendefinisikan kebudayaan sebagai sesuatu yang kompleks mencakup pengetahuan, ke percayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan sebagainya. Lebih lanjut sebagai kemampuan dan k e b i a s a a n - k e b i a s a a n †y a n g
didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Definisi lain dari pakar sosiologi terkenal Indonesia, Selo Soemardjan dan Soelaiman Seomadi menjelaskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Banyak problematika sosial yang terjadi di masyarakat. Hingga menjadikan posisi kebudayaan bergeser mejadi hal yang tidak penting. Padahal fungsi kebudayaan sebagai pemelihara kesatuan atau integritas dan juga jati diri kelompok masyarakat. Bisa kita bayangkan bagaimana ketika masyarakat ter alienasi dengan nilai dan normanya sendiri. Tentunya eksistensi dan peran dalam kehidupannya akan hilang sehingga menjadikan manusia tidak dikenali oleh ddirinya maupun dalam masyarakat. Terlebih kepentingan dan ësubordinatí dari kelompok tertentu berupaya menyeragamkan cara pandang masyarakat kita, atau secara global, mengutip bahasa Thomas L. Friedman, upaya mendatarkan dunia. Dalam artian ada pembantaian simbolik besar-besaran demi kepentingan kapitalisme, dimana uang adalah segalanya, uang sebagai raja dan kiblatnya, eksploitasi manusia untuk memenuhi kerakusan dan beberapa orang menggunakan budaya sebagai alatnya. Terlebih dahulu mari kita sedikit berdirkursus tentang posisi kebudayaan dalam masyarakat. Kebudayaan oleh masyarakat diposisikan sebagai rujukan bagi tatanan kehidupan. Atau merupakan cara pandang menyeluruh yang
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
DIMÎNSI
P e t a k a †( d i ) Hilang(kan)nya Budaya Suatu ketika d a l a m †d i s k u s i asyik penulis di sebuah warung kopi pinggiran p a s a r †Ta n j u n g Jember. Seorang b a p a k †s a m b i l menunggu sang istri mengeluh tentang anaknya
DIMÎNSI
yang hobi berkunjung ke salah satu pusat perbelanjaan di Jember. Dia memaklumi anak perempuan remaja sangat doyan belanja dan terpengaruh oleh trend mode yang tengah menerjang kota kecil Jember. Saking hobinya main ke pusat perbelanjaan, si anak jadi malas belajar. Dan cenderung menutup diri dari keluarganya (individualis), membantah, seolahókata si b a p a k ó m e n j a d i †k e b a n g g a a n tersendiri. Lalu bapak yang satunya juga bercerita pengalaman pernah memukul
Repro. Internet
bersumber dari tradisi. Selain itu kebudayaan berfungsi sebagai pijakan untuk memperkokoh kesadaran jati diri kelompok melalui hubungan-hubungan tradisional. Kemudian secara eksternal untuk menunjukkan identitas, diferensiasi terhadap kelompok lainnya. Dalam masyarakat Indonesia, setiap aspek kehidupan secara sadar atau tidak tergambar dalam norma dan sistem sosial yang ada. Sangat patrenalistik memang, kesenangan berkumpul untuk solidaritas, kekeluargaan, gotong royong, dan saling peduli. Kebudayaan akan mengantarkan kita berkembang dan akan lebih s a d a r †a k a n p o s i s i n y a †d i tengah-tengah masyarakat dunia atau Indonesia y a n g †s a n g a t multikultur. Pendidikan mult i k u l t u r †m e ngajarkan kita bagaimana memahami dan memahamkan orang atau kelompok lain dengan saling mengenal. Budaya†sebagai nilai, norma, etika yang hanya bisa dikongkretkan oleh penganutnya.
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
anaknya karena didapati berpakaian n y l e n e h . †P e r b i n c a n g a n †t e r u s berlanjut, sampai menyinggung ulah anak remaja sekarang yang berbeda dengan lalu-lalu. Perbincangan serupa tidak jarang kita temui di tempat lainnya. Para aktifis mahasiswa atau pemerhati sosial budaya lainnya sepakat saat i n i †m e m a n g †a d a †u p a y a penyeragaman budaya. Pelakunya o r a n g - o r a n g †y a n g †p u n y a kepentingan. Tidak serta merta para kapitalis atau pemuja materialisme, namun dogma agama tertentu memaksa suatu kebudayaan yang nyatanya seb a g a i †p i j a k a n hidup dihilangkan. Contohnya, u p a y a †p e n g h i l a n g a n †a n i misme dan dinam i s m e †y a n g berupaya menjaga kelestarian a l a m †d e n g a n menghormati a l a m †( b u k a n memuja). Era kebebasan (globa-lisasi) saat†ini mengajarkan manusia untuk menindas m a n u s i a lainnya. Semua o r a n g †b o l e h melakukan apa s a j a †d a n †d i halalkan untuk kesejahteraan. B a h k a n †m e ngesampingkan nilai-nilai kemanusiaan, semua bebas. Dalam tulisan ini a k a n †l e b i h banyak bericara tentang masyarakat yang teralienasi dengan j a t i †d i r i n y a (budaya), yang pelakunya Halaman
17
adalah globalisasi. Penting kiranya karena globalisasi menjadi momok yang menakutkan bagi eksistensi budaya yang sangat multikultur. Dalam literatur ekonomi, kita mengenali istilah perdangan bebas, WTO, IMF, AFTA, APEC, dan lainlain yang menyangkut globalisasi. Tentunya sitilah-istilah itu semua lahir dari rahim paham kapitalisme yang digagas Adam Smith dan pemujanya. Paham yang dibangun dalam tatanan global adalah free entry (kebebasan), free trade (kebebasan berdagang), dan freedom of choice (kebebasan memilih). Globalisasi yang diamini banyak Negara dan kelompok masyarakat†benjadikan kesempatan yang menggiurkan bagi pemilik kapital untuk menggandakan uang sebanyak-banyaknya dengan kebebasan itu. Yang terjadi, Taufik anak desa yang jauhnya di pelosok Tulungagung, tersentuh oleh perusahaan milik ìMr. Xî yang nunjauh ribuan kilometer di benua amerika. Taufik tidak tahu apa itu amerika dan siapa itu si Mr. X. Serangan yang dilakukan dengan memaksa konsumen untuk mengikuti gaya hidup yang diinginkan demi keuntungan. Lewat 3 F (food, funny, fashion) secara tidak sadar masyarakat dunia dipaksa berpikiran sama, gaya hidup, pola dan tingkah laku. Fatalnya yang dipaksakan kemudian berpengaruh negatif terhadap kehidupan manusia. Seperti watak kapitalis yang rakus, eksploitasi tanpa moral dan etika, serta budaya konsumtif. Tatanan kehidupan manusia di dunia, termasuk Indonesia berubah sebenarnya berawal dari revolusi industri di Perancis, Inggris dan wilayah lainnya. Revolusi itu kemudian identik dengan modernisasi dimana teknologi, mesin-mesin, mulai berkembang. Capaian sejarah manusia yang melahirkan hal-hal baru. Setuju, ketika perubahan kebudayaan yang terjadi akibat revolusi industri Halaman
18
adalah keharusan dan kebutuhan demi majunya peradaban manusia. Eksistensi sistem kelembagaan menjadi taruhan kemajuan masyarakat industri. Namun sangat salah jika menjadi alat eksploitasi demi kepentingan material. Herbert Marcuse menganggap teknologi sebagai alat kapitalis untuk mengontrol manusia, dimana manusia dimesinkan (diperlakukan seperti mesin) secara total. Masyarakat menjadi satu dimensi, d a n †d i s a t u k a n †t u j u a n n y a , melanggengkan sistem kapitalisme. Akhirnya masyarakat menjadi teralienasi, menjadi pasif dan menerima saja apa adanya. Masyarakat menjadi tidak punya sikap. Bahkan menjadi korban petaka alam akibat ulahnya sendiri. Kerusakan lingkungan (ekologi) akibat eksploitasi besar-besaran demi uang adalah salah satu contohnya. Kabar yang pernah kita dengar pada 2007 lalu, Indonesia tercatat dalam Guiness Book of Record sebagai negara perusak hutan tercepat di dunia. Intensitas kerusakan mencapai 90% (1,8-2,8 juta hektar) pertahun. Saat hujan datang terjadilah b a n j i r, ta n a h l o n g s o r y a n g memberikan daya rusak dan kerugian besar terutama lingkungan. Hutan yang terkikis habis m e m b u a t †p e m a n a s a n †g l o b a l semakin meningkat. Kabar dari Kota Malang belakangan tidak sejuk lagi dan bertambah panas akibat relokasi tempat-tempat situs kebudayaan digantikan dengan pembangunan pusat-pusat perbelanjaan, misalnya Matos (Malang Town Square). Kearifan Lokal Sebagai Solusi Globalisasi saat ini mengancam eksistensi manusia dari ujung rambut sampai ujung kaki dan budaya yang menjadi pegangan hidupnya. Mestinya kita punya sikap atas kondisi hari ini. Rusaknya lingkungan karena ada sesuatu yang kita lupakan, yaitu
kearifan lokal yang terkandung dalam nilai-nilai kebudayaan. Nilai-nilai tradisi yang masih relefan dan kebijakan lokal sebuah strategi mengendalikan ganasnya globalisasi yang telah menguasai media dan teknologi. Kearifan lokal dapat kita definisikan sebagai kebijaksanaan atau nilai-nilai luhur yang terkandung dalam kekayaan budaya lokal, petatah-petitih dan semboyan hidup. Banyak perdebatan yang membicarakan kearifan lokal ini. Malah memandang remeh-temeh kearifan lokal dengan menyebutkan jadul (jaman dulu), tidak rasional, mengada-ngada, bahkan dalam filsafat ada yang menyebutnya dogma. Disebut dogma karena ada paksaan di dalamnya, paksaan yang tidak boleh ditentang. Perlu kiranya dukungan penuh dari pemerintah nasional maupun daerah untuk kembali kepada aktualisasi nilai-nilai kebudayaan. Penerapan kearifan lokal dalam sistem kelembagaan dan kemasyarakatan menjadi penting. Salah satu bukti bahwa kearifan lokal bisa berhasil diterapkan cukup melihat Provinsi Bali dan daerah lainya. Mereka mampu mengintegrasikan kearifan lokal sebagai pegangan hidup seharihari. Masyarakat Bali sangat menghormati tanaman, dan di setiap pekarangan rumah wajib memiliki tanaman akan terlihat sejuk dan nyaman. Dukungan terhadap tradisi masyarakat harus dijaga untuk melestarikan budaya yang ada. Tidak semua kearifan lokal irasional dan negatif, karena muncul dari penyikapan nenek moyang mereka sendiri terhadap lingkungan yang ada. Mereka sadar konsekuensi yang terjadi dengan sikap. Karena mereka tahu bagaimana berkehidupan yang damai. Semua manusia tentunya mendambakan hidup yang demikian. Akhirnya menjaga kearifan lokal lah yang lebih penting diutamakan dan diterapkan dalam masyarakat.
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
DIMÎNSI
DIMĂŽNSI
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
Halaman
19
Teras
Raport ke-pemimpin-an Mujamil Geliat pembangunan dan penambahan sarana prasarana kian digalakkan di berbagai kampus. Seperti yang terjadi di kampus kita, contoh kecil adanya pemasangan teralis besi di setiap ruang kelas. Hal ini dilakukan karena terkait dengan rencana panambahan fasilitas seperti LCD proyektor disetiap kelas. Stigma awal yang terbangun di kalangan mahasiswa adalah terkait momen pemilihan ketua STAIN Tulungagung baru yang akan dilaksanakan pada akhir tahun 2009 ini. Anggapan ini tidak berlebihan mengingat janji-janji yang diberikan oleh ketua STAIN itu sendiri. Janji-janji Mujamil selaku ketua STAIN yang dituangkan dalam kontrak politik dengan mahasiswa pada awal kepemimpinannya dirasa mulai terealisasikan di akhir kepemimpinan. Adapun poin-poin kontrak akademik yang diajukan mahasiswa kepada ketua terpilih STAIN Tulungagung periode 2006/2010 adalah;
1. Perbaikan kualitas pelayanan kampus seperti perpustakaan, laboratorium dan Bagian Administrasi Kampus (BAK). 2. Penyediaan fasilitas pengembangan organisasi kemahasiswaan berupa komputer, alat musik, Wall climbing, radio kampus dan sarana olah raga. 3. Menurunkan SPP 4. Menjamin kebebasan mimbar akademik. Kontrak politik antara Mujamil dengan elemen mahasiswa ini ditandatangani setelah pemilihan ketua pada tahap kedua. Elemen mahasiswa yang turut andil dalam kontrak politik bukan hanya Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STAIN Tulungagung tetapi juga diikuti oleh elemen-elemen mahasiswa lain seperti Senat Mahasiswa Jurusan (SMJ) yang sekarang menjadi Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) serta Unit Kegiatan
Dok. Dimensi
Seminar yang diklaim sebagai sarana untuk membuka kebebasan mimbar akademik Halaman
20
Mahasiswa (UKM) yang ada dalam lingkup Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) STAIN Tulungagung. Bukan itu saja, setelah kontrak politik ditandatangani, elemen mahasiswa juga mengadakan audiensi dengan ketua terpilih terkait visi, misi, orientasi dan realisasi poin-poin yang yang sudah disepakati Seiring perjalanan waktu masa kepemimpinan Mujamil sudah akan berakhir. Ketika kru DIM∏NSI menanyakan kepada KBM STAIN TA terkait dengan penilaiannya pada kinerja Mujamil selama memimpin. Dari berbagai elemen memberikan penilaian yang berbeda. Menurut Zainul Arifin selaku presiden mahasiswa terkait dengan poin-poin kontrak akademik yang diajukan elemen mahasiswa, dia menilai kesemuanya belum terealisasi seratus persen. Seperti halnya Perbaikan pelayanan kampus BAK, Lab, dan Perpustakaan. ìSelama ini perbaikan kampus bila dilihat dari pelayanan BAK masih adanya ketidakstabilan dalam berbagai persoalan misalnya saja pada waktu pemrograman, banyak mahasiswa yang berjubel di depan kantor BAK. Belum lagi perpus selama ini melakukan penambahan buku, namun masih banyak buku yang belum lengkap untuk penunjang pengembangan intelektual mahasiswa, fasilitas internet pun sampai sekarang tidak berfungsi. Ditambah dengan pelayanan Lab yang belum optimal, padahal mahasiswa telah membayar Rp. 200.000 untuk biaya praktikum, namun hasilnya belum maksimalî ungkap zainul. Terkait dengan penurunan SPP dan kebebasan mimbar akademik dia mengatakan ìselama ini SPP sebesar Rp. 400.000 malah ditambah dengan biaya praktikum Rp. 200.000, jadi selama ini tidak ada penurunan SPP sedangkan untuk kebebasan mimbar
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
DIMÎNSI
Teras
Dok. Dimensi
Beberapa mahasiswa yang komplain dengan kartu hasil studi mengadu ke kartor jurusan terbiyah akademik masih banyak mahasiswa yang harus menurut pada dosen, padahal mahasiswa juga harus menentukan kebijakan ditiap mata kuliyah.î Terang mahasiswa yang akrab disapa dengan sebutan Jay ini. Terkait dengan kondisi akademik selama kepemimpinam Mujamil, Saifudin Zuhri selaku PK 3 memberi penilaiannya terhadap kepemimpinan Mujamil dengan sebelumnya (Patoni) belum ada perubahan, ìsaya menjabat sebagai pembantu ketua 3 sudah dua periode ini, pada masa pak Patoni, setiap pemimpin mempunyai garisgaris tersendiri, siapapun pemimpinnya semuanya baik, yang sering dikatakan pak Mujamil adalah pematangan akademik. Misalnya mendatangkan pakar pendidikan dari luar negeri, pendidikan yang disampaikan tidak boleh dicampur
DIMÎNSI
dengan politik/bisnis, jadi kepemimpinan pak Mujamil adalah penguatan bidang akademik.î Terangnya. Hal senada juga dikatakan Nur Efendi selaku Kajur Tarbiyah, bahwa kepemimpinan Mujamil dalam bidang akademik sudah dapat dikatakan bagus meskipun belum seratus persen. ìKarena memang setiap makhluk Tuhan khususnya manusia diciptakan dengan berbagai karakter yang berbeda. Jadi sudah menjadi suatu kewajaran jika seseorang itu mempunyai kelebihan dan kekurangan seperti halnya Pak Mujamil.î Ungkap bapak kelahiran tahun 1965 ini ketika kami temui di kantor Tarbiyah. Diakhir perbincangan Efendi mengungkapkan harapan untuk ketua STAIN kedepan agar lebih meningkatkan kesejahteraan baik
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
kesejahteraan dosen, karyawan maupun kesejahteraan mahasiswa, masalah fasilitas juga harus lebih ditingkatkan. Ia juga menyinggung masalah maíhad yang masih dalam proses pembangunan, ìSiapapun orangnya yang akan menjadi pimpinan STAIN nantinya agar tetap menjaga maíhad yang sekarang masih dalam proses pembangunan. Maíhad harus tetap diperhatikan mengenai bagaimana kurikulumnya, siapa kyainya dan lain sebagainya. Karena hal itu menyangkut tanggungjawab besar terhadap masyarakat,î Ujarnya. Menanggapi hal itu, Retno selaku pembantu ketua II mengatakan, ìSemua kegiatan selalu mengacu pada tiga hal Pendidikan yaitu pengajaran, penelitian dan pengabdian. Kegiatan yang telah dilakukan selama kepemimpinannya Halaman
21
Teras adalah dalam rangka memenuhi misi. Visi yang telah terencana sebagai mimpi kedepannya bisa diraih dengan menjalankan misi. Meskipun selama kepemimpinannya belum seratus persen mencapai kesempurnaan, Retno tetap berharap untuk pemimpin kedepannya lebih baik lagi. Minimal harus dua kali lipat lebih baik.î Selain itu Retno juga menambahkan tentang rencana penambahan tiga Program Studi, ìakan ada penambahan tiga prodi untuk jurusan Ushuludin dan Muamalah salah satunya adalah ekonomi Islam, ini masih tahap presentasi dalam arti persiapan dan perkenalan.î Terangnya di akhir pembicaraan. Tanggapan dari PK 4, Imam Fuadi mengungkapkan, ìkhusus diranah pengembangan intelektual pak Mujamil sangat senang memotivasi. Terutama untuk gemar menulis buku, memberi semangat untuk berbicara bahasa Arab dan bahasa Inggris, pak Mujamil pun memberi contoh, saya kira diranah akademik oke. Kalau di bidang kegiatan mahasiswa UKM (Unit Kegiatan Kampus) jalan seperti sebelumnya.î Ungkapnya. Abad Badruzzaman selaku dosen ushuludin berharap untuk STAIN setelah kepemimpinan Mujamil akan lebih meningkat dalam supremasi akademik baik dari dosen ataupun mahasiswa, seperti diadakan seminar. Sehingga kedepannya nanti STAIN akan dipandang lebih berwibawa sebagai lembaga pendidikan oleh masyarakat. Baik itu kualitas, keaktifan mahasiswa serta keseriusan dosen dalam mengajar. Dari segi keamanan setiawan selaku satpam memberikan tanggapan, ìlek pas masane pak Fatoni kuwi luweh ketat dalam hal ketertiban satpam lek pas nggunakne seragam, saben isuk nganti bengi. Tapi saiki biasane ya satpam teka nanging dak sragam. Ngono pisan yo kerep ngendangi ben bengi tiap jam sepuluh, lek saiki amargo pak Mujamil ngomahe adoh, ya jarang endangendang. (untuk masalah keamanan masih ketat pak fatoni/ketua sebelumnya, karena beliau mengecek dari segala kesiapan satpam, mulai dari Halaman
22
pemakaian seragam jam pagi sampai malam. Beliau juga sering mengontrol satpam setiap jam 22.00 wib, itu dilakukan setiap hari. Karena pak Mujamil rumahnya jauh sehingga jarang mengecek satpam. Padahal tidak setiap malam satpam memakai seragam; red)î. Ujar Setiawan. Seiring dengan berjalannya waktu Mahasiswa pun merasakan bagaimana kepemimpinan Mujamil baik itu dari segi akademik maupun non akademik. Misal kebijakan ataupun managemennya. Samsul RifaíI (PBA/VII) menilai bahwa ìsaya kira selama kepemimpinan Pak Mujamil biasa-biasa saja, dalam arti tidak ada perubahan yang begitu besar. Kalau dari segi akademiknya, memang, Beliau lebih maju, contoh Beliau telah mengirim beberapa dosen untuk belajar lagi di luar negeri. Namun, di sisi lain managemen pengelolaan Pak Mujamil kurang sesuai, kebijakan satu dengan yang lain kurang diperhatikan, sehingga kadang menjadi kebijakan yang timpang.î Terangnya dengan bahasa tegas. Hal yang sama juga dikatakan Hadi Muníim yang masih menyelesaikan Studi akhirnya di prodi AS ketika kami temui ditempat berbeda. Dia menilai Mujamil selama memimpin di STAIN Tulungagung secara blak-blak an, ìkinerja pada masa kepemimpinan bapak Mujamil saya rasa sangat moratmarit, terbukti dengan kinerja para birokrasi kampus yang masih moratmarit, lihatlah kinerja birokrat kampus seperti BAK. Keadaaan ini diperparah dengan tidak adanya pengawalan secara intensif dan kontinyu terhadap kontrak politik yang telah disepakati. Karena lembaga-lembaga kemahasiswaan, misalnya BEM, DPM, SMJ, HMPS maupun UKM semuanya bersifat periodik. Sehingga kontrak politik yang telah disepakati oleh Mujamil kurang terkawal dengan baik dan sesuatu yang dijanjikan tidak terlaksana dengan baik.î Ungkap mahasiswa yang masih aktif di UKM MAPALA Himalaya sampai saat ini. Sementara ketika kami menemui Mujamil terkait dengan kontrak yang telah dijanjikan, Mujamil menanggapi selama ini telah terealisasi untuk
perbaikan kampus, meningkatkan kualitas kampus, perpus, BAK dan Komputer di setiap UKM. Sedang mengenai penyediaan fasilitas-fasilitas kegiatan kampus masih ada yang belum terpenuhi, ìsemuanya sudah, namun untuk lapangan voli dan tennis belum bisa terpenuhiî terangnya. Menurut Mujamil untuk penurunan biaya perkuliyahan kampus tidak bisa dilaksanakan ìkarena memang bukan dari kita/kampus. Kita sudah memilih biaya kuliyah yang paling rendah. Bentuk meringankannya, yaÖlewat itu. Kita memilih kategori yang paling rendah.î Masih Mujamil. Selama kepemimpinannya Mujamil telah menjamin mimbar kebebasan akademik. Namun yang terjadi pada mahasiswa kebebasan akademik ini berjalan berlebihan. ìTapi ini sudah saya tambahi, bahwa tidak boleh kebablasan, sepanjang dibenarkan oleh tata aturan dan mekanisme yang berlaku.î Jelasnya. Sedangkan tentang mahasiswa yang mengikuti kegiatan ekstra maupun intra kampus, Mujamil memberikan kebebasan untuk mengikuti kegiatan kampus. ìSaya secara pribadi mendukung mahasiswa mengikuti kegiatan intra, karena itu sebagai penilaian tambahan dan perlu dihargai karena penilaian holistik tidak hanya dinilai dari jawaban belajar. Tetapi bagaimana partisipasinya di luar. Kalau tidak dihargai apa bedanya dengan yang diam saja.î Jelas Mujamil ketika kami temui di kantornya. Belajar yang paling mudah adalah belajar dari melihat kesalahan orang lain. Oleh karena itu segala kelebihan maupun kekurangan selama Mujamil menjabat sebagai Ketua STAIN Tulungagung bukanlah menjadi masalah. ìTetapi, bagaimana segala kekurangan ataupun kelebihan beliau selama menjabat menjadi Ketua STAIN Tulungagung dapat menjadi ikhtibaí (pelajaran yang baik) untuk Ketua periode mendatang.î Masih terang Hadi. Dari hal ini semua dapat dilihat bagaimana penilaian atau raport selama kepemimpinan Mujamil. Tetap diharapkan untuk pemimpin kedepannya adalah lebih baik dari kepemimpinan sebelumnya.//Jaíi,Adb,Ky2//
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
DIMÎNSI
Swara Perlunya Pendidikan Ramah Lingkungan Oleh : Muhammad Zainul Arifin*)
Jika di abad pertengahan perang umat manusia merupakan perang perebutan tanah dan satu abad terahir adalah merupakan perang perebutan minyak, maka sangat dimungkinkan jikalau peperangan di abad mendatang adalah merebutkan air. Beberapa tahun terakhir, di negeri ini sering terjadi bencana yang mengakibatkan kerugian besar terhadap kehidupan masyarakat, seperti banjir, tanah longsor yang terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air kita. Sejenak flash back bencana besar yang telah menelan korban dengan ribuan nyawa melayang, tsunami di Aceh tanggal 26 Desember 2004 yang telah meluluhlantakkan bumi tanah rencong dengan menewaskan lebih dari 400 ribu nyawa orang. Ini bertanda telah dimulainya krisis ekologi dengan dimensi yang sangat luas di bumi pertiwi. Krisis ekologi yang kita hadapi saat ini melengkapi krisis ekonomi dan menjadi sebuah lingkaran setan yang semakin kompleks dihadapi bangsa. Menyusul dari ini, diramalkan pula kita akan segera mengalami bulan-bulan kering yang akan menyebabkan masalah kelangkaan air bersih. Banjir, kekeringan serta masalah-masalah pencemaran air merupakan gambaran sebuah krisis air yang akan kita hadapi di masa mendatang. Banjir dan tanah longsor menjadi sebuah fenomena yang menandai semakin masifnya kerusakan lingkungan di Indonesia. Sepanjang tahun 2001 yang lalu, 600 jiwa meninggal dunia akibat bencana banjir dan tanah longsor di seluruh Indonesia. Banjir di Jakarta pada tahun 2002
DIMĂŽNSI
disebut-sebut sebagai bencana terbesar yang terjadi di kota ini dalam 30 tahun terakhir. Bahkan jauh lebih besar dari banjir yang pernah terjadi pada tahun 1996 lalu. Lebih dari 40% wilayah Jakarta terendam air dan telah melumpuhkan kota Jakarta selama beberapa hari. Dilaporkan 57 orang meninggal dunia, 380.000 orang kehilangan tempat tinggal dan puluhan ribu lainnya mengalami masalah kesehatan akibat berbagai penyakit. Pada awal tahun 2003, kota Jakarta kembali dilanda banjir besar. Tidak hanya karena selokan dan sungaisungai yang penuh dengan sampah, banjir Jakarta juga disumbang air kiriman dari daerah Bogor dan sekitarnya. Berubahnya hutan menjadi pemukiman di daerah Bogor menjadikan air hujan langsung mengalir ke Jakarta. Di samping itu, daerah-daerah resapan dan penampung air di Jakarta telah berubah fungsi menjadi pemukiman, perkantoran atau fungsi yang lain. Belum lagi kalau kita berbincang tentang lumpur Lapindo. Bencana di Jawa, Banjir dan tanah longsor yang melanda kawasan wisata Pacet, Desa Padusan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. 24 Orang tewas terseret aliran air lumpur dan bebatuan saat merayakan libur lebaran pada tanggal 11 Desember 2002 yang lalu. Bencana serupa juga terjadi di Kabupaten
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
Cilacap Jawa Tengah, Kabupaten Garut dan Bandung Jawa Barat. Jika menengok sejarah, sekitar dua abad yang lalu bumi pertiwi kita sebagian luasnya adalah hutan. Di zaman Raffles, beliau menuturkan bahwa empat perlima dari pulau jawa adalah hutan rimba. Lalu kemana larinya pohon-pohon? sejenak kita berfikir, apa yang kita duduki, tulis, baca setiap pagi, apa yang digunakan sebagai tisu, karet, dan masih banyak lagi, bukankah semua itu dari kayu yang sudah diolah menjadi barang produksi kapital? Melihat realitas di atas, bahwa perilaku manusia terhadap lingkungan semakin mencemaskan, belum lagi dengan pola perilaku manusia seharihari. Misalnya, membuang limbah sembarangan seperti sampah, limbah pabrik/industri, maupun limbah rumah tangga merupakan pola perilaku masyarakat yang tidak ramah dengan lingkungan sehingga berdampak pada kehidupan umat manusia itu sendiri. Masih banyak lagi perilaku manusia yang tidak memikirkan dampak pada lingkungan dan masyarakatnya, seperti penjarahan hutan secara besarbesaran, pengalihan lahan hutan menjadi pabrik-pabrik, perumahan, terlepas dari kepentingan ideologi dibalik itu, termasuk dengan cara pembakaran hutan. Menjadi konsekuensi logis ketika mulai Halaman
23
Swara terkikisnya hutan maka bencana banjir dan tanah longsor di mana-mana, perubahan iklim atau pemanasan global karena daerah yang memiliki energi produksi besar. Sehingga dapat merusak makro kosmos bumi. Ketika perdebatan mengenai konsekuensi masa depan terus berlanjut, maka semakin banyak orang yang berpihak untuk tidak mau mengambil resiko. Maka usaha alternatif atau pilihan lain yang dapat menghilangkan atau menurunkan kebutuhan akan sumber daya alam adalah hal yang seharusnya dilakukan masyarakat, sehingga menghasilkan hasil yang positif. Merupakan pilihan tangung jawab ketika beberapa orang mengalami ketakutan yang mendalam mengenai bahaya dari pemanasan global maka tidak ada seorangpun yang dapat meragukan sebuah fakta ini ìfakta bahwa polusi dan pengurasan sumber daya alam dapat mempengaruhi keseimbangan ekosistem di bumi, karena perilaku manusia yang tidak ramah dengan lingkungangya.î Ramah lingkungan itu sendiri dapat kita maknai sebagai pemakaian produk dan metode yang tidak akan berdampak negatif pada lingkungan, seperti polusi atau pengurasan sumber daya alam. Dan sebagai solusi alternatifnya diperlukan bentuk usaha nyata umat manusia yang tersistematis dan terkonsep yaitu pendidikan ramah lingkungan. Pendidikan ramah lingkungan sendiri dapat kita maknai sebagai usaha nyata manusia yang teratur dan terencana dalam menyelamatkan lingkungan hidup sebagai tempat bermukim, mempertahankan hidup, dan meneruskan keturunan. Pendidikan ramah lingkungan pada dasarnya lebih pada sebuah konsep hidup yang bersinergis antara manusia dengan alam. Sehingga terciptanya sinergisitas manusia dengan alam. Kenapa terjadi sebuah pilihan tersebut? karena pendidikan ramah lingkungan dipandang perlu untuk mempertahankan pola tingkah laku manusia dengan tidak merusak ekosistem bumi. Menyadarkan Halaman
24
manusia bahwa manusia tidak dapat hidup tanpa alam, menanamkan sikap menghargai keseimbangan makro kosmos di bumi. Dengan pendidikan secara dini yang ditanamkan, baik pendidikan informal atau pendidikan keluarga dan pendidikan formal atau pendidikan yang di selenggarakan di sekolah ñ sekolah mampu memberikan contoh kepada anak didik untuk selalu menjaga kelestarian lingkungan, sehingga keberadaan sekolah bisa memberikan contoh mengenai pengolahan lingkungan yang baik terhadap anak diusia dini dan juga masyarakat sekitar, bahkan penanaman pola dan tingkah laku ini dimasukkan dalam materi pelajaran tersendiri di sekolah misalnya dimasukkan ke muatan lokal setiap lembaga pendidikan atau dijadikan prioritas sekolah dalam visi misinya. Sangat mungkin sekali beberapa tahun ke depan kita tidak akan pernah menjumpai hijaunya hutan sebagai penyeimbang alam dan bersihnya lingkungan sekitar kita karena tingkah laku manusia yang salah, yang tidak memperhatikan pentingnya keseimbangan alam. Sebagai orang muslim, mari kita mencoba mengkroscekkan realitas atau kondisi kerusakan alam di negeri ini dengan apa yang sudah dikatakan di dalam Alqurían, yang telah jelas dikatakan bahwa kerusakan yang terjadi di muka bumi ini, di darat dan di laut adalah akibat dari ulah tangan manusia yang tidak bertanggung jawab terhadap pelestarian alam di bumi, tidak mengerti akan pentingya menjaga keseimbangan lingkungan alam sekitar, bagaimanapun juga lingkungan disekitar kita adalah sahabat sejati yang akan selalu mengayomi kehidupan umat manusia sehari hari. Di dalam surat Ar rum ayat 41 Allah berfirman :
ì Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). ì (Ar Rum : 41) Dari ayat di atas jelas kita tidak akan bisa mengelak ketika realitas kerusakan alam dan ekosistem di negeri ini adalah ulah tangan manusia. Maka dari itulah harus dilakukan perubahan pola hidup dan tingkah laku yang tidak ramah terhadap lingkungan sekitar menjadi prilaku yang selalu memperhatikan keseimbangan lingkungan alam sekitar, yaitu dengan pendidikan yang mengarah dan mengacu kepada pelestarian dan penjagaan ekologi dan ekosistem lingkungan sangat diperlukan dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan dan alam sekitar. Adanya tindakan yang nyata baik dari diri kita sendiri ataupun dari pemerintah untuk bagaimana kemudian memulai pendidikan yang ramah lingkungan bisa dimulai dari pendidikan informal atau pendidikan keluarga, memperkenalkan dan mengajarkan sejak dini kepada anak untuk selalu menjaga kelestarian lingkungan, di sekolah dengan dimasukkanya mata pelajaran tentang lingkungan dan pentingnya untuk selalu menjaganya, di lembagañ lembaga pendidikan non formal menggalakkan kegiatanñkegiatan yang mengarah kepada pelestarian alam sehingga kehidupan manusia di muka bumi akan menjadi tenang, nyaman dan aman serta jauh dari bencanañbencana banjir, tanah longsor dll yang membahayakan bagi kehidupan umat manusia khususnya di negeri tercinta ini.
*Penulis adalah Mahasiswa jurusan tarbiyah program studi pendidikan agama islam (PAI) yang saat ini menjabat sebagai presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STAIN Tulungagung 2009 ñ 2010.
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
DIMÎNSI
Swara Musibah Sebagai Hukum Alam Dalam Perspektif Theologi Islam Oleh : Meysanti *)
ìDan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar dari kesalahan-kesalahanmu.î (Qs Asy-syuraa: 30) Hukum yang diperkenalkan Alquran bukanlah suatu hukum yang berdiri sendiri, tapi merupakan bagian integral dari akidah. Akidah tentang Allah yang menciptakan alam semesta (mengatur, memelihara dan menjaga) sehingga segala makhluk yang ada di bumi m e n j a l a n i kehidupannya masing-masing dengan†tertib. Hukum†alam meliputi segenap makhluk (Alam semesta). A d a n y a †s e jumlah ketentuan yang pasti dan berlaku sebagai h u k u m †y a n g mengatur segala makhluk di alam raya ini, dalam b a h a s a †i l m u pengetahuan disebut naturwet a t a u †h u k u m alam, sedangkan di dalam bahasa Alquran disebut sunnatullah. Dapat kita renungkan salah satu ayat Al-quran yang berbunyi, ì kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami segenap ufuk
DIMÎNSI
dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Quran adalah benar.î Maka ayat tersebut menjelaskan bahwa apa yang telah ditetapkan dalam Al-quran adalah sesuatu yang benar.
helicopter militer, kereta api dan sebagainya. Bentuk yang lain adalah musibah alam, baik itu gempa bumi, longsor, banjir bandang dan sebagainya. Dengan serentetan musibah yang terjadi sekarang ini baik itu bencana a l a m †m a u p u n b e n t u k †m u s i b a h yang lain. Sekarang i n i †m a n u s i a mengidentifikasi musibah sebagai segala hal yang d a h s y a t , †y a n g terjadi†diluar kehendak manusia dan menyebabkan kematian†serta kesengsaraan bagi manusia†dan kerusakan pada alam. Pada saat terjadinya musibah, seseorang†baru m e r a s a k a n keprihatinan yang mendalam. Bahkan menjadikan manusia tidak tahu apa yang harus dilakukan, tetapi k e b a n y a k a n †p a d a †a k h i r n y a manusia†akan menyerahkan diri kepada yang maha tunggal. Sayangnya, penyerahan kepada sang kuasa tersebut lebih bernuansa Repro internet
Musibah demi musibah datang silih berganti. Musibah yang terjadi di tengah-tengah kita akhir-akhir ini terjadi dalam bentuk wajah yang b e r b e d a . †P e r t a m a , †m u s i b a h kecelakaan yang berupa kecelakaan p e s a w a t †t e r b a n g †k o m e r s i a l ,
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
Halaman
25
Swara suíudzon atau negative thingking kepada-NYA. Terkait makna musibah, kalau kita mau menyisakan perhatian kita kepada pemahaman sekelompok umat islam, maka kita akan tahu bahwa ada sebagian umat yang merasa†bahwa†pemberian penghargaan, kenaikan jabatan adalah dimaknai sebagai sebuah musibah bagi yang bersangkutan. Biasanya orang yang berpedoman demikian akan semakin tunduk kepada†Allah†SWT†ketika mendapatkan penghargaan. Akhirnya†dalam†periode perkembangan, manusia sekarang pun†telah†lebih†jauh menyederhanakan makna dan falsafah atas pengertian musibah. Manusia tidak lagi berpengertian bahwa, sebenarnya musibah tidak sesederhana segala bencana yang berada di luar kehendak manusia. Akibatnya, ada dua pilihan bagi kita: menerima sepenuhnya sebagai sebuah kecelakaan alam murni, atau mengaitkannya dengan kehendak sang kuasa. Pilihan pertama sudah jelas ia lebih banyak diimani masyarakat barat. Pilihan kedua adalah pilihan yang hingga kini masih dipegang umat islam. Walaupun segala bencana adalah rasional,†namun†islam†mensyariatkan kepada umatnya untuk beristirjaaí,†yaitu†ketika mendapatkan musibah segera mengucapkan ìinnaa lillahi wa inna ilaihi†rojiíunî†yang†berarti ìsesungguhnya kami adalah milik Allah SWT, dan hanya kepada Nya lah kami kembali.î Ucapan ini terlihat memang sederhana, namun ia memiliki makna theologis yang sangat†mendalam,†yakni mengingatkan kita untuk senantiasa bertauhid, ber Qadhaa dan ber Qodar. Sebagai agama sempurna, islam memberikan pedoman lengkap guna menyikapi segala macam peristiwa, baik suka maupun duka. Sabda Nabi S A W ìsungguh menakjubkan keadaan orang mukmin, karena semua keadaanya baik baginya, dan itu tidak terjadi pada siapapun Halaman
26
kecuali pada orang mukmin. Jika ia dikatakan bahwa proses yang mendapat kelapangan ia bersyukur, terjadi dalam hukum tidak mesti maka itu baik baginya. Jika ia m e l i b a t k a n m a n u s i a . S e b a g a i ditimpa kesulitan ia bersabar, maka contoh adalah peristiwa-peristiwa itupun baik baginya.î (HR Muslim). y a n g t e r j a d i d i l u a r a n g k a s a . Kedua, mengenai hukum alam. Demikian pula sebaliknya, hukum Hukum Alam adalah hukum yang aqidah dan syariíat tidak berkaitan ditetapkan (Qadhaí) oleh Allah SWT langsung dengan adanya hukuman yang berkenaan dengan rumusan- alam. rumusan dan teori-teori tentang Lalu, bagaimana dengan adanya alam. Hukum ini akan berlaku bagi hukuman alam yang terjadi pada siapa saja yang melanggarnya. Baik umat-umat terdahulu, sebagaimana itu kaum theis dikisahkan di ataupun ateis, d a l a m †A l orang†saleh qurían?†Allah Hukum alam yang m a u p u n SWT††dalam† sedang kita hadapi durhaka. Qadhaí memberikan sekarang adalah hukum secara†etikenikmatan, yang hanya berlaku di mologis berarti ujian, cobaan hukum†atau atau siksaan dunia fana. Sedangkan ketetapan. Dan t i d a k l a h hukum aqidah dan ketika manusia melampaui nalar syariat berlaku di dunia telah melewati kemanusiaan. dan untuk kepentingan proses Qadhaí, Artinya, jika Allah maka dia†akan SWT menyatakan akhirat sekaligus. mengalami apa telah memberikan yang†sering hukuman melalui disebut Qodar atau†takdir. Dengan hukum-hukum alam,†maka demikian, takdir adalah suatu hasil hukuman alam itu terproses melalui proses dari hukum†dan ketetapan pelanggaran hukum†aqidah dan Allah SWT yang berupa hukum alam syariíah yang tanpa†pernah disadari dengan realitas kehidupan yang berakibat juga†kepada pelanggaran dijalani manusia. atas hukum alam. Dari sinilah Hukum alam yang diberlakukan h u k u m a n b e r l a k u , d a n s e c a r a oleh Allah SWT tersebut berbeda hakikat ia bukanlah hukuman atas dengan hukum aqidah atau syariat kedurhakaan kepada-Nya, karena yang diturunkan oleh-Nya. Hukum semua hukuman (jazaaí, hisab) atas alam yang sedang kita hadapi kedurhakaan kepada-Nya telah sekarang adalah hukum yang hanya disetting pada hari pembalasan berlaku di dunia fana. Sedangkan ( Y a u m u l - j a z a a í ) † a t a u † h a r i hukum aqidah dan syariat berlaku p e n g h i t u n g a n ( Ya u m u l h i s a b ) di dunia dan untuk kepentingan dimana masing-masing manusia akhirat sekaligus. Dengan demikian, akan menghadapinya. Manusia dalam hal tertentu, hukum alam sebagai kholifah di muka bumi tak tersebut sama sekali tidak memiliki lepas dari tanggung jawabnya, kaitan erat dengan hukum aqidah termasuk tanggung jawab menjaga dan syariat. Artinya, hukum alam alam dan isinya. Hal inilah yang akan menerkam siapa saja yang m e n c o b a k i t a p a h a m i t e n t a n g melanggarnya, baik itu manusia musibah dengan perspektif theologi saleh, fasik, ateis, hewan dan islam. lainnya. Namun demikian, perlu diperhatikan bahwasannya korban keganasan hukum alam tak selamanya adalah pelaku dari *) Adalah mahasiswi program studi pelanggaran atas hukum islam Akhwalusahsiyah (AS/VII) STAIN tersebut. Bahkan, juga bisa Tulungagung
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
DIMÎNSI
Swara MINAD DLORORIL ALAM ILA RA’YIL QUR’AN (Memahami Alam Dengan Perspektif Al Quran) Oleh: Hadi Syaifulloh *) Peta Permasalahan Akhir-akhir ini bencana alam semakin akrab dengan mata dan telinga kita, bahkan kehadirannya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari realitas sehari-hari. Seringnya bencana menyapa seolah menjadi sebuah keniscayaan bagi masyarakat Indonesia saat ini. Estafeta bencana alam yang dimulai dari peristiwa gempa bumi dan tsunami di Aceh pada akhir tahun 2004, kemudian disusul oleh gempa di Nias, sumatra barat, Jogjakarta, maraknya tanah longsor di berbagai daerah, luapan lumpur Lapindo, serta yang terbaru adalah gempa di Jawa barat seakan menyadarkan† kita bahwa masih banyak ìantrianî bencana-bencana lain di masa yang akan datang. Ritual kebakaran hutan yang sukses mengekspor asapnya ke negara-negara tetangga, semakin meyakinkan kita bahwa negara Indonesia memiliki simpanan kekayaan bencana yang sangat besar. Prof. Dr. Martin Harun yang menyatakan bahwa negara Indonesia tengah mengalami bencana alam yang besar bagi masa depan seluruh Asia Tenggara, yakni kebakaran dan penggundulan masal hutan tropis kalimantan, Sumatera dan pulaupulau yang lain. Bahkan PBB memberikan gelar kehormatan kepada negara kita sebagai negara yang memiliki ibu kota paling tercemar ketiga setelah kota Meksiko dan Bangkok Thailand. Perubahan bencana yang terjadi sampai hari ini menyisakan sebuah
DIMÎNSI
pertanyaan, siapakah yang bersalah dan bertanggung jawab terhadap berbagai bencana yang terjadi? Mengapa orang-orang yang tak berdosa ikut merasakan akibat dari bencana yang terjadi? Lalu solusi apa yang harus kita lakukan supaya bencana alam bisa diantisipasi dan tidak banyak mengakibatkan korban nyawa? Namun, hal yang terpenting adalah bagaimana sebenarnya hari ini alam beserta berbagai kekayaannya dikelola dan diperlakukan oleh manusia? Eksploitasi alam sebagai akar masalah dari berbagai bencana alam yang terjadi saat ini. Eksploitasi merupakan bentuk keserakahan manusia terhadap alam sekitarnya. Mereka menguras habis-habisan sumber daya alam untuk kepentingan pribadi maupun golongan tertentu yang bersifat sangat pragmatis. Selain itu, eksploitasi juga tidak memperhatikan dampak negatif jangka panjang yang akan ditimbulkannya, baik terhadap alam maupun manusia lainnya. Sehingga dikemudian hari banyak terjadi krisis ekologi dan krisis kemanusiaan sebagai akibat dari eksploitasi alam yang sudah melampaui batas kewajaran. Perilaku manusia† terhadap alam semesta yang cenderung eksploitatif sebenarnya berangkat dari paradigma antrophocentrisme yang memposisikan manusia sebagai otoritas tunggal†dan satu-satunya standar kebenaran. Kemudian dilanjutkan dengan filsafat
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
rasionalisme sebagai anak kandung dari antrophocentrisme, memandang bahwa alam semesta ini tercipta dari ketiadaan, vacum, yang bermula dari ledakan maha dahsyat yang melemparkan percikan unsur dasar materi untuk seluruh jagat raya ke semua arah† yang kemudian membentuk planet dan galaksi. Proses evolusi ini bermula dari kabut yang berputar keras dan akhirnya membeku, sebagai proses awal yang akhirnya membentuk planet atau dunia. Kesimpulannya adalah alam merupakan hasil evolusi bukan ciptaan Tuhan. Sebab yang eksis hanya alam sedangkan Tuhan diklaim sebagai hantu yang ada, karena diimajinasikan oleh penganut agama saja, padahal hakikatnya tidak ada. Dengan berbagai perangkat pemikiran filsafatnya, paham antrophocentrisme berhasil melahirkan masyarakat industri yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai puncaknya, manusia mengklaim dirinya†sebagai pusat segala-galanya. Oleh sebab itu alam dikuasai dan dikelola demi kepentingan manusia an sich. Pandangan ini menimbulkan sikap rakus dan menghantarkan manusia menjadi suka mengeksploitasi sumber daya alam habis-habisan, sehingga terjadilah kerusakan ekologis dan pencemaran. T. Jacob memberikan pandangan yang lebih luas, Menurutnya dampak negatif ilmu pengetahuan dan teknologi yang berakar dari antroposentrisme berakibat pada dua Halaman
27
Halaman
28
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
DIMĂŽNSI
DIMĂŽNSI
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
Halaman
29
Swara sasaran sekaligus yaitu manusia dan alam. Akibat yang akan dirasakan oleh manusia antara lain berupa penggeseran dan penggantian peran manusia, kebebasan manusia yang akan terkekang, kepribadian terhimpit, terjadinya dehumanisasi, mentalitas teknologis, maladaptasi dan krisis teknologis. Sedangkan akibat langsung yang akan menimpa alam antara lain berupa terkurasnya sumber daya alam, gangguan iklim, pencemaran lingkungan, destabilisasi dan dekompensasi lingkungan, beban lebih informasi, konsumsi tinggi dan massal, kepunahan berbagai spesies dan distorsi biokultural. Paradigma Al Qurían untuk merumuskan solusi †Lima belas abad yang lalu Al Qurían telah menginformasikan bahwa kerusakan (bencana alam) yang timbul di muka bumi disebabkan oleh perilaku manusia yang menyimpang dan perilaku manusia dalam mengelola alam menentang Sunnatullah. Terdapat epistemologi relasional yang dibangun oleh Al Qurían terhadap realitas. Apapun yang terjadi terhadap alam tidak bisa dilepaskan dari eksistensi manusia sebagai pengelola alam ini. Hal ini dikuatkan oleh argumen Sayyed Hosen Nasr, Menurut Nasr manusia dan alam memiliki hubungan yang sangat erat karena keduanya berasal dari satu sumber yaitu Tuhan (Allah). Dalam pandangan Qurían, hubungan antara manusia dan alam adalah sebuah keniscayaan. Hal ini d i k a r e n a k a n †b a h w a †a l a m †s e bagaimana manusia, mempunyai kewajiban untuk melaksanakan ibadah (bertasbih) kepada Allah sebagai pencipta (al kholiq). Tugas ini menjadi titik pemberangkatan yang sama bagi manusia sebagai khalifah untuk melanjutkan kinerja-kinerja Tuhan (Allah) di muka bumi ini. Meminjam teori wihdatul wujudnya (lebih tepatnya tauhidul wujud) Ibnu ëArabi, yang menyatakan bahwa alam dunia ini termasuk manusia adalah pantulan dari eksistensi Tuhan, artinya kesadaran yang harus dibangun Halaman
30
dalam mengelola alam adalah kesadaran yang berangkat dari nilainilai ketuhanan dan dilakukan berdasarkan aturan-aturan yang telah menjadi ketetapannya, selain itu kesadaran tersebut harus diorientasikan untuk kemashlahatan manusia dan alam. Inilah barangkali yang kita coba sebut kesadaran holistik. Sebagai ayat-ayat qauliyyah, Al Qurían tentunya mempunyai formula untuk memberikan solusi terhadap berbagai permasalahan ayat-ayat k a u n i y y a h †( a l a m ) . †D a l a m merumuskan hal tersebut diperlukan untuk melacak konsep-konsep kosmologis dalam Al Qurían beserta implikasinya terhadap kehidupan manusia. Hal ini dilakukan untuk mecoba memahami lebih baik tentang ìpetaî alam ini dan dimana letak kedudukan kita sebagai manusia dalam peta tersebut.† Di dalam Al Qurían banyak yang membahas tentang alam semesta, akan tetapi yang pertama kali harus kita pahami dan yakini adalah bahwa alam ini keberadaannnya haqq, yakni benar dan nyata serta baik. Maksudnya adalah alam semesta ini diciptakan oleh Allah dengan haq, tidak diciptakan secara main-main (bil laíb) dan tidak pula diciptakan secara ìpalsuî (bathil). Sebagai wujud yang benar (haqq), maka alam ini juga mempunyai wujud yang nyata, oleh karena itu alam bukanlah wujud yang semu, maya dan palsu. Menurut pandangan Nurcholish Madjid bahwa alam raya palsu atau berwujud semu belakañsebagaimana terdapat dalam ungkapan maya pada dengan sendirinya akan menghasilkan pandangan bahwa pengalaman hidup manusia di alam ini adalah juga palsu d a n †t i d a k †n y a t a . †A k i b a t n y a pengalaman hidup yang palsu itu tidak mungkin memberi kebahagiaan hidup kepada manusia, kebahagiaan hidup itu diperoleh hanya dengan melepaskan diri dari dunia maya, yaitu menempuh hidup bertapa sebagai bentuk kesucian dan kebebasan murni. Sebaliknya dari yang terakhir, Al Qurían mengajarkan
pandangan yang positif-optimis tentang alam. Karena bereksistensi benar dan nyata, maka semua bentuk pengalaman di dalamnya, termasuk pengalaman hidup manusia adalah benar dan nyata. Pemahaman kedua yang harus kita bangun adalah alam sebagaimana termaktub dalam Al Qurían dinamakan ìalamî (ëalam) yang memiliki satu akar kata dengan ìilmuî (ëilm, pengetahuan) dan ìalamatî (ëalamat, pertanda). Disebut demikian, karena alam ini adalah pertanda adanya Allah sang maha pencipta. Dalam bahasa Yunani alam ini disebut sebagai ìcosmosî, yang berarti serasi, harmonis, dan tertib. Sebagai lawan dari ìchaosî yang berarti kacau dan tidak tertib. Oleh karena itu, sebagai pertanda adanya Tuhan, alam ini juga disebut sebagai ayat-ayat yang menjadi sumber pelajaran bagi manusia. salah satu pelajaran yang dapat diambil dari alam semesta adalah keserasian, ketertiban dan keharmonisan. Maka maksud bahwa alam diciptakan dengan haqq, tidak bathil dan tidak dengan main-main adalah alam tidak dalam keadaan kacau, melainkan tertib, indah dan tanpa cacat. Sebagai sesuatu yang serba baik dan serasi, alam juga berhikmah, penuh maksud dan tujuan (eksistensi teleologis). Hakikat alam penuh hikmah, harmonis dan baik itu mencerminkan hakikat Allah sang khalik. Dalam Hal ini† Ismail Al Faruqi berpendapat, hakikat kosmos adalah teleologis, yakni penuh maksud, memenuhi maksud penciptanya, dan kosmos bersifat demikian karena adanya rancangan. Alam tidaklah diciptakan sia-sia, atau secara main-main. Alam bukanlah hasil suatu kebetulan, suatu ketidaksengajaan. Alam diciptakan dalam kondisi sempurna. Semua yang ada, sangat sesuai bagi manusia dan memenuhi suatu tujuan universal. Alam ini benar-benar suatu ìcosmo ì (keharmonisan), bukan suatu ìchaosî (kekacauan). Pemahaman ketiga adalah bahwa keharmonisan alam sejalan dengan atau disebabkan oleh adanya hukum
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
DIMÎNSI
Swara yang menguasai alam, dimana hukum tersebut telah ditaqdirkan oleh Allah.† Kata-kata Takdir dalam konteks kealaman (kosmologis) sepadan dengan kata-kata sunnatullah (aturan Allah) untuk kehidupan manusia dalam sejarah. Taqdir juga digunakan dalam al qurían dalam arti pemastian hukum Allah untuk alam ciptaannya. Oleh karena itu salah satu makna beriman kepada taqdir Allah dalam konteks kosmologis adalah beriman kepada adanya hukum-hukum kepastian yang menguasai alam sebagai ketetapan dan keputusan Allah yang tidak bisa dilawan. Bertitik tolak dari hal tersebut kita sebagai manusia m a u †t i d a k †m a u , †h a r u s memperhitungkan dan tunduk kepada hukum-hukum tersebut dalam mengelola alam. Pemahaman keempat adalah bahwa dalam Al Qurían Allah sang pencipta di gambarkan sebagai ìRabb Al Alaminî, yang memiliki makna pemelihara alam semesta. Menurut Al Raghib Al Isfahani sebagaimana dikutip Engineer Rabb adalah yang menempatkan sesuatu dari satu tahap kesempurnaan hingga mencapai kesempurnaan akhir. Hal ini dikuatkan oleh Asghar Ali Engineer, menurutnya Allah adalah Rabb, dalam p e n g e r t i a n †b a h w a †s i a p a p u n penyembahnya seharusnya bekerja tanpa lelah untuk meraih sasaran. Ia hendaknya tidak melakukan apapun yang akan menghambat jalan kesempurnaan tadi. Termasuk di dalamnya pemeliharaan lingkungan dan keseimbangan ekologi. Lalu, seorang ëabid† tidak bisa lain kecuali peka terhadap kerusakan lingkungan.
DIMÎNSI
S e l a n j u t n y a †E n g i n e e r †m e n a m b a h k a n , †b a h w a †k u a l i t a s Rububiyyah (pemelihara) tidak akan sempurna tanpa kasih sayang. Yang pertama dalam Al qurían, Allah dijelaskan sebagai Rabb, pengasih dan penyayang. Hanya orang yang bisa memiliki sifat-sifat tersebut dapat menempatkan alam ini hingga tahapan akhir kesempurnaan. Dan orang yang hendak melibatkan diri dalam pekerjaan ini harus memiliki kualitas-kualitas, yaitu demi seluruh umat manusia pada satu sisi, dan demi ciptaan Allah pada sisi yang lain. Seseorang yang memiliki kasih sayang tidak akan menciderai r a s a †s a y a n g †i t u , †d a n †i a †m e m perlihatkan perasaan tersebut untuk memelihara seluruh makhluk dengan cinta. Barangkali Semangat ìRabbî ini bisa kita teladani dan ditransformasikan dalam mengelola alam sesuai dengan sifat-sifat yang telah dicontohkan Allah dalam AlQurían. Pemahaman yang kelima adalah bahwa dalam Al Qurían terdapat konsep Taskhir, yang berarti bahwa alam ini telah ditundukan oleh Allah untuk kepentingan dan kebutuhan hidup manusia di dunia, baik untuk kebutuhan konsumsi maupun kebutuhan untuk aktifitas keilmuan. Konsep ini dapat diuraikan sebagai berikut: pertama, manusia adalah puncak ciptaan Allah, maka seluruh alam berada dalam martabat yang lebih rendah daripada manusia. Kedua, alam ini diciptakan untuk dimanfaatkan oleh manusia. Ketiga, manusia harus menjadikan alam sebagai objek kajian yang terbuka bagi ilmu pengetahuan.†
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
Meskipun demikian, dalam memanfaatkan alam ini kita tidak harus berlaku eksploitatif sebagaimana terjadi saat ini. Akan tetapi alam harus dimanfaatkan sebagai sumber pengambilan pelajaran dan sarana untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah demi menciptakan kehidupan yang lebih harmonis, aman, nyaman dan mempunyai komitmen† positif terhadap masa depan kemanusiaan dan alam. Selain dilarang untuk bersikap eksplotatif, kita juga dituntut untuk bersikap apresiatif terhadap alam. Sebab betapapun alam ini memiliki posisi yang lebih rendah dari manusia, namun secara esensial kita mempunyai kesamaan eksistensi dengan alam yang ada disekitar kita. Oleh karena itu sekalipun manusia adalah makhluk tertinggi dan khalifah Allah di muka bumi ini serta alam ditundukkan untuk kepentingannya, namun manusia harus memperlakukan alam secara wajar dan proporsional. Dengan melihat alam sebagai sumber pelajaran dan sarana mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub), maka manusia hendaklah menyertai alam untuk bertasbih memuji Allah sebagai bentuk penghambaan†atas kebesarannya, antara lain dengan memelihara alam†dan menumbuhkan kearah yang lebih baik serta tidak berbuat kerusakan alam dengan melakukan eksplotasi yang akan merugikan semua pihak. *) Adalah Mahasiswa Program Studi Tafsir hadits (TH/VI) STAIN Tulungagung
Halaman
31
Khajatan Dibalik Makna Ritualitasnya Sebagai bentuk menjaga tradisi orang Jawa di tengah perkembangan zaman Selamatan atau yang biasa disebut genduren merupakan budaya adat yang masih melekat dengan masyarakat Jawa. Begitu juga yang ada pada masyarakat Tulungagung. Genduren biasa dilakukan ketika menghadapi acara tertentu. Misalnya, ketika menjelang puasa (megengan), akhir puasa (maleman), upacara pernikahan maupun ketika ada seorang ibu yang sedang hamil (tingkepan). Didalam acara genduren ini biasa diisi dengan khajat. Acara ini biasanya dimulai dengan menyebutkan satu persatu dari nama makanan yang disediakan tuan rumah, ini mengisyaratkan maksud dan tujuan yang punya rumah. Misalnya, ketika yang punya rumah mempunyai hajat nyambung tuwuh kehamilan. Maka harus menyediakan buah Waluh (labu; Jawa; red), yang merupakan simbol dari keselamatan. Menurut Mbah Slamet (44) yang biasa mengkhajatkan genduren, budaya khajat itu sudah ada sejak pada zaman raja Jaya Baya di Kediri. Konon, ada seorang wanita hamil yang mengalami keguguran sampai 9 kali berturut-turut, lalu wanita itu melapor kepada raja Jaya Baya, kemudian sang raja bertitah kepadanya agar melakukan sebuah upacara selamatan. ìMbiyen enek wong baritan, wong Kediri, asal mulane enek wong meteng balik peng songo, panggah meskram ae. Kowe rehne adat, trus sowan mareng raja Jaya Baya, trus baritono-gendurenono, tingkepen. Jenenge wong kuwi mau Sri, mangkane trus diarani Sri tingkepan, (dulu ada orang yang hamil dan sudah 9 kali keguguran, disarankan oleh raja Jaya Baya untuk mengadakan selamatan, khajatan atau tingkepan. Dia bernama Sri, sehingga dinamakan Sri tingkepan; red),î Ungkap Mbah Slamet, Kasun Pucanglaban ketika kami temui di Halaman
32
Seorang warga desa pucanglaban sedang membagi makanan dalam acara genduren rumahnya. Kalau dalam agama Islam, menurut Slamet khajat dimulai pada zaman Sunan Kalijaga, yang dulu pada zaman Sunan Giri tidak pernah dilakukan. Tidak hanya di Pucanglaban acara selamatan yang biasa di khajatkan bisa ditemui, Namun daerah Boyolangu, Campurdarat masyarakatnya juga masih erat dengan acara semacam ini. Katakanlah Rohimin salah satu warga Campurdarat yang biasa memimpin khajat juga menjelaskan bahwa khajat itu adalah hasil akulturasi dari adat Jawa dan Islam. Pada zaman Sunan Kalijaga khajat dilakukan untuk mempermudah penyebaran agama Islam ke tanah Jawa, ìBudaya hajatan awal mula itu di usung dari sunan Kalijaga yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Beliau menyebarkan agama islam dengan kemistikan kejawen. Beliau memadukan kebudayaan asli Jawa dengan kaidah-kaidah islam, sehingga agama islam bisa diterima dengan mudah,î akunya menjelaskan. Keterangan ini diperjelas oleh Sumari salah satu warga yang biasa juga
Dok. Dimensi
mengkhajatkan di daerah Campurdarat mengatakan bahwa Selamatan atau lebih erat disebut dengan genduren adalah wujud ungkapan doía orangorang terdahulu dan doía dilimpahkan pada simbol-simbol makanan yang di syaratkan. ìKarena orang-orang jawa pada zaman dahulu sulit akan menyebutkan segala apapun yang diminta kepada Tuhan mereka. Sehingga mereka sering mewujudkan doíanya melalui media makanan sajian.î terang Sumari disela perbincangan. Seiring dengan perkembangan zaman, secara turun temurun khajat selalu dilakukan oleh kebanyakan orang pada umumnya. Dalam Islam pun tidak ada yang melarang untuk melakukan khajat, tetapi juga tidak menganjurkan. Menurut Mansur (45) yang juga termasuk pemuka agama di daerah Kepuh Boyolangu, ìDi dalam Islam tidak pernah mengajarkan tentang khajat, akan tetapi karena itu merupakan budaya, jadi y a Ömau gimana lagi karena memang adat lebih dahulu masuk ketimbang agama, jadi ya Öterserah, mau percaya atau tidak.î
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
DIMÎNSI
Bentuk makanan sajian itupun berbeda-beda tergantung niat dari yang punya rumah. Misalnya saja dalam upacara Tingkepan yang harus disediakan adalah Nyaos dahar (nasi gurih yang berlauk ayam panggang), Buceng pitu (nasi yang dibentuk seperti kerucut dan diberi bungkusan tempe atau yang lain), Mule metri (parutan kelapa dan kacang kedelai goring), Keleman atau maes agung yang berupa jadah, singkong, gula gimbal dan beberapa makanan yang lainnya. Ingkung kuthuk (akan lele atau akan gabus yang dibakar), Jenang abang (bubur yang dikasi gula merah sehingga berwarna merah), Jenang katul, Jenang koleh (bubur yang di beri warna merah, kuning, dan hijau), Jenang procot (bubur yang tengannya diberi pisang, Jenang baneng, Sego brok (nasi yang bersayur), kemudian Kembang setaman, yang mempunyai arti agar semua hajat yang dirangkai memberikan keselamatan. Bersuasana dingin yang tentram bagai orang melihat keelokan bunga. Sehingga seluruh keluarga peng-hajat hidup bahagia dan semua permohonan terkabulkan. Dari beberapa makanan yang disajikan tersebut selalu mempunyai makna tersendiri yang pada intinya dipercayai akan mengantarkan pada keselamatan. Dan masyarakat pun melakukan doía sebagai wujud syukur melalui simbol-simbol yang di syaratkan dalam khajatan tersebut. Tukini (42) warga desa Pucanglaban mengaku bahwa ketika ada acara gendurenan tanpa di khajatkan rasanya kurang mantab, walaupun sebenarnya ia tahu khajat hanya berawal dari sebuah kebiasaan di daerahnya ìAku yo mong melu-melu adat, tapi luweh seneng dikhajatne. Adate kuno yo disebutne siji-siji maksudnya (aku hanya mengikuti adat yang biasanya melakukan khajat, adatnya disebutkan satu per satu maksud dari khajat tersebut).î Pendapat tersebut juga diamini oleh Yatno (42) suami dari penjual rujak, menurutnya setiap gendurenan di daerahnya itu pasti dikhajat kan walaupun dalam sehari ada 7 tempat
DIMÎNSI
yang mempunyai acara selamatan pasti tetap dikhajat-kan ìcontone pas megengan yo di tekane siji-siji walaupun akeh seng gendorenan yo dikajatne kabeh, misale pas tujuhbelasan sak kecamatan Pucanglaban sangang deso kumpul bareng gendurenan siji-siji, kabeh deso nggowo ingkung dewe-dewe (contohnya pada waktu megengan atau menjelang puasa ya Ödi datangi satu per satu atau setiap rumah, walaupun banyak undangan tapi semua tetap dikhajatkan satu per satu hingga keseluruhan dapat dihajat kan. Misalnya waktu memperingati hari kemerdekaan atau tujuhbelasan satu kecamatan Pucanglaban ada 9 desa kumpul dan semua membawa daging ayam sendiri-sendiri; red).î Akan tetapi menurut Yatno sangat disayangkan ketika acara selamatan sebesar ini yang bertugas mengkhajatkan hanya satu orang saja dalam satu lingkungan. Di beberapa daerah tertentu bagian Tulungagung memang masih sangat kental dengan ritual-ritual. Segala kehidupan terkesan seolaholah harus diatur oleh ritual-ritual yang sarat makna dan bersifat metafisik atau mistis, ini merupakan fenomera lumrah bagi masyarakat Jawa. Salah satu suku di Indonesia. Masyarakat seringkali mengadakan acara dengan menampilkan tradisi yang sarat dengan mitos dan klenik. Meskipun acara semacam ini sudah di bumbui dengan adat atau tradisi agama islam untuk mnterjemahkan simbol-simbol yang sarat akan makna di dalamnya. Namun, seiring alur perjalanan peradaban, dengan interaksi global yang terjadi ritualritual yang hadir dalam khasanah Jawa semakin hilang. Hanya beberapa sesepuh (orang yang dianggap tua atau dituakan) yang masih mengetahui makna dari simbol-simbol dalam ritual, baik selamatan atau genduren itu sendiri. Meskipun masih ada masyarakat khususnya Tulungagung yang melakukan khajatan ini, namun beberapa generasi muda telah enggan untuk mempelajari apa makna dibalik ritual tersebut. Saat ini jarang sekali
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
ditemukan orang yang melakukan khajat atau mengkhajatkan, karena tergerus oleh zaman yang semakin maju. Banyak orang yang melupakan budayanya sendiri. Sikap masyarakat Jawa perlahan hilang sirna termakan perkembangan zaman dan beralih kepada budaya-budaya asing. orang telah terbiasa dengan sesuatu yang instant dan praktis. Hanya seklumit orang yang mengerti mengenai khajat. Selain itu, ketika acara genduren di khajatkan membutuhkan waktu yang relatif lama, mengingat harus disebutkan satu per satu persyarat dalam acara tersebut. Lambat laun khajatan semakin tergerus dan hilang, hanya beberapa daerah dengan sesepuhnya yang masih melakukan mulai jarang ditemukan, terutama pemuda yang merupakan generasi penerus tradisi Jawa dalam masyarakatnya. Akibatnya orang semakin asing dan tidak mengenal khajat. Seperti Lukman (20) warga desa Kepuh Boyolangu yang juga mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Malang mengaku tidak faham akan fungsi khajat dan makna yang terkandung dari khajat atau persyaratan di dalamnya. Ia juga bosan ketika gendurenan menyita waktu yang lama, harus melalui tahaptahapan, karena disisi lain dia mempunyai kesibukan lain yang harus dilakukan. Kalau hal ini dibiarkan dan berlarut-larut tidak menutup kemungkinan bahwa semakin lama budaya khajat sebagi salah satu perilaku masyarakat suku Jawa akan menghilang terkikis oleh zaman yang semakin berkembang. ìAku kurang begitu faham mengenai apa yang di omongkan saat gendurenan yang jelas aku Cuma memenuhi undangan genduren trus di doía ni lalu pulang wes gitu thokî Padahal khajat merupakan salah satu ciri dari budaya kita, Kalau dicermati setiap makna yang terkandung dalam filosofi Jawa sangat tinggi maknanya. Filosofi jawa menyebutkan setiap ritual apapun dari orang-orang dahulu pasti ada kaitannya dengan mistik yang pastinya mengandung makna tersendiri di balik ritualitasnya.//Bule// Halaman
33
Sebuah Nilai dalam balutaN tradiSi lokal Ada beberapa tempat di daerah Jawa yang masih menganggap suatu hal yang berukuran besar sebagai tempat yang dipercayai keramat. Terkadang, terdapat beberapa ritual yang harus dilakukan untuk menghargai tempat tersebut. Hal ini seperti yang terjadi di daerah Tulungagung, yang mayoritas masyarakatnya berkultur Jawa. Setidaknya, kru DIMÎNSI telah berhasil meliput 3 tempat di daerah Tulungagung dimana masyarakat sekitar mempunyai kecenderungan yang kurang lebih hampir sama, meyakini pohon besar sebagai tempat yang memilki kekuatan yang sangat besar. Mbelik (sumber air; jawa; red) terdapat di Desa Pucanglaban, kecamatan Pucanglaban. Danyangan, pohon cangkring di daerah karangrejo, Boyolangu, dan daerah konservasi Telogo Buret, Campur Darat, Tulungagung. Di Balik Simbol Keramat Itu. Perjalanan yang begitu menanjak kami lewati untuk mendapati sebuah mata air yang sering digunakan penduduk untuk mengambil air kebutuhan sehari-hari mereka. Karena memang secara postur tanah daerah pegunungan yang memang begitu bergelombang. Tempat ini sering disebut dengan mbelik, sebuah tempat pengambilan air. Tepatnya berada di daerah Pucanglaban, bagian paling selatan Tulungagung yang wilayah timurnya berbatasan dengan daerah Blitar. Setidaknya ada lebih dari 50an mbelik yang berada di daerah sekitar kecamatan Pucanglaban ini, yang setiap harinya pun tak pernah lekang dari kedatangan para warganya. Kegiatan ini bermula ketika fajar masih meyingsing sampai hari Halaman
34
mulai larut malam. Yang menjadi menarik adalah kebanyakan mbelik tersebut selalu terdapat sebuah pohon besar yang tumbuh di atasnya. Seperti sebuah mbelik yang berada di desa Pucanglaban ini. Seorang warga bernama Slamet, menuturkan bagaimana cara mencari atau membuat mbelik yang sebenarnya mudah. ìKita bawa dua buah besi panjang, yang bagian ujungnya di bengkokkan sekitar 90 derajat. Kemudian, kita berjalan kearah mana saja, sampai kedua ujung besi saling bertolakan satu sama lain, nah tanah yang kita pijak itulah tersimpan sumber air.î Ujarnya. Slamet mendapatkan ilmu itu dari beberapa orang pendatang. Awalnya, menurut pengakuan Slamet, banyak orang yang tidak percaya dengan cara mencari daerah sumber air ini, ìyaÖ la wong masyarakat sini kan memang terlalu sulit untuk percaya hal-hal yang seperti iniî. Ungkapnya.
Tapi Slamet tetap berusaha untuk mencobanya, sehingga dia adalah satu-satunya warga penduduk Pucanglaban yang memiliki sumber air sendiri. Sehingga dia tidak pernah merasakan kesulitan air. Akan tetapi, memang begitulah masyarakat pada umumnya, kadang begitu sulit untuk menerima ìhal-halí yang tidak pada umumnya. Menanggapi tentang mbelik, ìIni termasuk mbelik yang besar, kalau musim hujan kadang-kadang dindingdinding sekolah mengeluarkan air dalam jumlah yang banyak.î Ujar Ruslan, seorang guru seni rupa di SMP yang berdekatan dengan mbelik tersebut. Mbelik tersebut ditumbuhi pohon yang sangat besar sekali, tepat di bawah pohon tersebut terdapat sebuah patung mirip kepala semacam makhluk yang dianggap sebagai penunggu. Dan kadangkadang terdapat berbagai macam sesaji yang ditaruh di dekat patung
Telogo buret yang masih terpelihara dengan larangan menebang pohon di sekitar telaga tersebut
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
Dok. Dimensi
DIMÎNSI
tersebut. ìKalau masyarakat sini memang masih mempercayai hal-hal tersebut, ya selama tidak mengganggu kan tidak apa-apa. Mungkin itu cara mereka mempelihara alam, kalau tidak begitu pohon besar yang tumbuh di situ kan bisa ditebang mbakÖî imbuhnya. Hal senada juga diucapkan Siti Julaikah (26) ìKeberadaan mbelik di sini penting banget, sebelum ada PDAM, hampir semua penduduk Pucanglaban mencukupi kebutuhan sehari-hari, misalnya mencuci, mandi, buat masak dan lainnya. Ngambilnya dari mbelik.î ìDan hal itu juga tidak hanya di daerah sini saja mbak, di daerah Telogo Buret yang ada di Campur Darat. Mereka menjaga dengan sungguh-sungguh daerah itu. Makanya sekarang tempat itu d i j a d i k a n †s e b a g a i †w i l a y a h konservasi.î Tutur Ruslan lagi. Dia juga menjelaskan bahwa daerah konservasi Telogo Buret ini memang dahulu pernah dicoba untuk ditebang pohonnya, akan tetapi warga daerah sekitar menolak sehingga, sekarang pemerintah mengambil kebijakan untuk menjadikannya sebagai daerah konservasi dan wisata, dengan begitu tidak akan ada tangan-tangan liar yang akan mencoba untuk mengambil pohonnya. Hal yang sama pun juga terjadi di mbelik, ìSoal pohon keramat, percaya gak percaya, adaÖtapi nggak semua, mungkin cuma mbelik tertentu ja, contohnya yang pernah terjadi, pohon mbelik dijual sama yang punya, yang beli sama yang motong pohon itu bisa kesurupan.î Ujar perempuan yang akrab dipanggil Julek ini. Tradisi ëMenjagaí. Tradisi ìmenjagaî ini pun dapat pula ditemui di daerah Karangrejo, Boyolangu Tulungagung. Beberapa pohon besar yang terletak di area persawahan itu sering dianggap keramat dan penduduk sekitar pun memang melarang kegiatan penebangan pada beberapa pohon tersebut. Walau terkadang kini
DIMÎNSI
Warga Pucanglaban masih memanfaatkan air dari mbelik untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari penduduk sekitar masih terlalu acuh tak acuh terhadap keberadaan pohon tersebut. Slamet, salah seorang sesepuh daerah Karangrejo, mengatakan bahwa keberadaan pohon itu memang sudah sangat lama sekali dan tidak ada yang hendak ìngowahiî (merubah; jawa; red). ìyo sakjane ngono nek daerah iki seng isih diarani Danyangan yo sing wit cangkring dek tengah sawah kuwi, iku wes gak kenek diuwih-uwih (ya sebenarnya kalau di daerah sini yang masih dianggap tempat keramat itu adalah pohon cangkring yang terletak di tengah sawah, itu sudah tidak bisa diubah atau diganggu; red).î Selain itu ada sebuah rawa di samping pohon cangkring besar itu. Yang sekarang masih terlihat, akan tetapi kadar airnya sudah mulai berkurang, berbeda dengan keadaan awalnya. Menurut penuturan beberapa warga, ada dua tempat segerombolan pohon yang dianggap sebagai tempat yang keramat. Hal tersebut telah diungkapkan oleh Muhaji, salah seorang warga yang kami temui saat berada di sawahnya, ìDanyangan kuwi wes suwi, sak eleng ku ket jamane mbah ku wes enek, malah disik jek rungkut. Biyen kene yo enek (sambil
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
Dok. Dimensi
menunjuk kearah timur) terus dibabat, zaman semono yo coro wonge okeh seng kalah (danyangan itu sudah lama, dari zaman nenekku sudah ada, kalau dulu masih lebat. Dahulu di daerah ini juga ada namun sudah ditebang, dan hal ini telah menelan banyak korban; red)î. Tentang ritual-ritual yang dilakukan terhadap danyangan, masyarakat sekitar mengaku tidak ada ritual khusus karena masyarakat di daerah sekitar banyak yang acuh, mereka beranggapan bahwa kalau masyarakat tidak mengganggu danyangan tersebut maka tidak akan terjadi apaapa, ìndak ada ritual khusus gawe danyangan, kalo masyarakat kene akeh seng acuh, tapi nek pas musim nomer yo kadang enek seng rono tapi titik, tapi ngene nduk Ö coro wong rumah tangga ngono nek dijaluk anake opo yo oleh? (tidak ada ritual khusus terhadap danyangan, masyarakat di daerah sini banyak yang acuh, tapi kalau musim nomor kadang ada yang datang meskipun sedikit, masalahnya kalau dalam rumah tangga diminta tumbal anaknya apakah boleh?; red)î, ujar Muhaji yang terlihat lelah di bawah rindangnya pohon. Meskipun di daerah Karangrejo ini Halaman
35
Dok. Dimensi
Pohon cangkring yang masih dianggap kramat oleh warga sekitar terdapat tempat keramat, tetapi mereka mempunyai prinsip untuk tidak mau mengusik danyangan sebagai kearifan lokal yang perlu dihargai dan dijaga meskipun tidak mengetahui asal-usulnya. Danyangan yang terletak di tengah pesawahan yang luas, terlihat rindang dan sejuk. Pohon-pohon yang terlihat asri ini juga bermanfaat bagi para petani yang berada disekitarnya. Karena saat panas matahari menyengat dan saat petani mulai tampak lelah, pohon ini sangat membantu untuk tempat berteduh, hanya sekedar melepas lelah sebelum melanjutkan aktfitas berikutnya. Selain itu juga mereka (para petani) tidak kesulitan untuk memarkir sepeda mereka di tempat yang teduh. Hal itu terlihat ketika kru DIMÎNSI melewati area tersebut. Dan ini memberikan penyadaran bahwasannya sesuatu yang didasari dengan niat yang baik akan menghasilkan sesuatu yang baik pula. Tidak bisa dipungkiri memang, masyarakat Jawa memiliki kebiasaan mencari wangsit pada tempat-tempat keramat, seperti di pohon Cangkring yang disebut danyangan ini. Kebiasaan seperti itu (mencari wangsit) mendapat tanggapan dari Halaman
36
Agus Utomo, salah seorang pemerhati sejarah di Tulungagung, baginya hal seperti itu adalah sesat menurut k e y a k i n a n †i s l a m †k a r e n a bagaimanapun hal yang seperti itu haruslah diubah secara perlahanlahan dengan bantuan berbagai pihak. Diperkuat dengan fakta di lapangan bahwa kebanyakan yang melakukan hal-hal yang seperti itu adalah dari kalangan islam sendiri dan kebiasaan mencari wangsit adalah kebiasaan yang mendekatkan pada hal-hal yang syirik, yang jelas diharamkan oleh agama. Terlepas dari itu, baik di mbelik, Danyangan, dan Telogo Buret, ada sesuatu nilai yang memang ingin dijaga oleh masyarakat jawa pada u m u m n y a . †S e p e r t i †l a r a n g a n menebang pohon di daerah mbelik, juga begitu getolnya masyarakat di kawasan Telogo Buret untuk menjaga pohon-pohon yang tumbuh di sana u n t u k †d i t e b a n g , †s e b e n a r n y a kesemuanya itu adalah cara mereka untuk menjaga ekosistem alam dengan manusia. Hal ini perlu dijaga termasuk kearifan lokal di dalamnya. Kearifan lokal terhadap kebudayaan sangat dibutuhkan demi berlangsungnya sebuah peradaban dalam masyarakat.
Dengan menjaga kekayaan budaya yang telah hidup secara turun menurun, berarti kita juga turut serta menjaga khasanah budaya bangsa. Yang perlu digaris bawahi adalah kearifan lokal terhadap budaya janganlah sekedar ditelan mentahmentah tanpa adanya pemilahan. Hal tersebut juga telah disinggung oleh Agus, bahwa kearifan lokal yang terpelihara dalam masyarakat itu lebih mengarah pada kesesatan. Dan itu menjadi pekerjaan bersama dari berbagai pihak baik dari pemerintah m a u p u n †m a s y a r a k a t †a g a r kebudayaan yang hidup dalam masyarakat bisa selaras dengan agama yang dianut tanpa mengurangi esensi dari sebuah budaya. Dengan begitu akan tercipta keseimbangan antara nilai budaya, nilai agama dan juga terhadap alam sebagai bentuk menjaga kearifan lokal dengan menjaga nilai-nilai yang ada di dalamnya. Dengan menjaga kearifan lokal yang telah tumbuh dalam kehidupan budaya masyarakat, maka akan tercipta kehidupan masyarakat dan lingkungan yang harmonis. Karena dengan menjaga kearifan lokal yang juga syarat akan muatan budaya masa lampau, akan berfungsi untuk membangun kesadaran masyarakat yang sebenarnya telah merindukan kehidupan yang pernah dialami nenek moyang, yang juga menjadi tonggak kehidupan masa kini. Dengan demikian, akan timbul situasi sadar budaya dan juga kesadaran masyarakat terhadap sejarah pembentukan bangsa akan tumbuh. Kearifan lokal juga dapat dijadikan sebagai alat perekat dan pemersatu antar generasi. Dengan begitu, kearifan lokal dapat diibaratkan sebagai jembatan penghubung antara masa lalu dan masa sekarang demi menyiapkan masa depan dan generasi mendatang yang sadar akan budaya. Dengan selalu memperhitungkan kearifan lokal yang ada dalam masyarakat melalui pendidikan budaya, maka tidak akan terbentuk manusia yang terasingkan (teralienasi) dari realitas. //Lux, Rin, Nu/
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
DIMÎNSI
MemahamiSejarahdan Kebatinan di Jawa Bagi orang jawa, hakikat kejawen adalah kebatinan, artinya mistisme, atau secara literal adalah ìilmu tentang sesuatu yang ada di batin,î karena jalinannya yang erat antara kebatinan lama dan kejawen maka sulit untuk membicarakan satu saja tanpa menyertakan lainnya. Ontologi dan konsepsi kebatinan meliputi dunia budaya dari segi sopan santun, seni dan kekuasaan, sementara praktik mistik pada gilirannya terukir dalam hubungan sosial budaya. Sementara itu di Jawa sendiri islam dan dunia kejawen memiliki ketergantungan, orang Jawa menyakini masjid bukan semata tempat untuk beribadah kepada Tuhan. Lebih dari itu, masjid juga berfungsi sebagai sarana menuju hubungan langsung dengan dunia ghaib. Fenomena ini menunjukan bahwa sejak dahulu Islam di Jawa tidak mengenal apa yang disebut eksklusivitas. Ketergantungan antara Islam dan dunia kejawen (kebatinan) juga tampak dalam wayang kulit, sebagai kontinuitas Hindu ke Islam (kisah pertemuan
DIMÎNSI
sunan kalijaga dan Judistira), atau perjuangan pangeran Diponegoro pada 1825-1830 melawan penjajah belanda yang mendapatkan pertolongan Nyi Roro kidul.
pada prinsip bahwa ìkebenaran mendasari semua agamaî. Ia berfungsi sebagai penyelaras spiritual dan material, serta penguat tali persaudaraan umat manusia. Dia juga menjelaskan bahwa selama ini Sumarah yang dinilai masyarakat jawa sebagai bidíah kejawen justru menyimpan komitmen terhadap penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan, Stage menyebutnya sebagai ìIslamisasi batiniahî yaitu suatu Artinya, kecenderungan yang sebenarnya interaksi antara Islam dan budaya telah dipresentasikan oleh Islam. lokal telah Stage dalam menciptakan sikap bukunya ini juga DATA BUKU inklusivistik islam memberikan Judul buku : Kejawen Modern yang tertanam di sebuah wacana (Hakikat dalam Penghayatan Jawa sejak dulu tentang kejawen Sumarah) kala. dan kebatinan. Penulis : Dr. Paul Stange Paul Stage Islam dan dunia Tebal Buku : 394 halaman menyatakan bahwa kejawen telah Penerbit† : PT. LKiS Printing Cemerlang tema utama buku ini menjadi dua bidang Cetakan : April 2009 adalah tentang wacana yang saling salah satu tergantung satu organisasi kebatinan di Jawa yaitu sama lain sehingga keduanya Sumarah. Sumarah adalah sebuah merupakan ranah yang eksklusif. organisasi kebatinan yang Di satu pihak, pandangan yang dipelopori oleh Sukinoharto. Dasar berkembang di tengah masyarakat kemunculannya menitikberatkan dan dunia ilmuwan menyatakan
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
Halaman
37
bahwa Jawa secara mendasar dan menyeluruh sudah bercorak Islam. Di pihak lain dasar permasalahan ìJawaî berada di alam batin yang mencakup semua agama. Representasi kehidupan sosial sekarang merujuk pada hal ini sebagai ketegangan antara ìperpaduan kejawenî dan ortodoksi Islam atau ditafsirkan sebagai divergensi antara kesalehan santri, animisme abangan, dan kebatinan priyayi. Maka ìIslamisasiî bisa dibaca ulang. Selanjutnya Stage dalam bukunya ini juga membicarakan tentang gerakan kebatinan di Jawa. Hakikat kejawen adalah kebatinan, pada awalnya mustahil membicarakan hal tersebut secara bermakna bila dilepaskan dari seluruh pola kejawen sebab pada asal mula hakikatnya, unsurunsurnya nyaris tidak mungkin dipisahkan satu sama lain. Kini, karena berbagai gerakan kebatinan ternyata merupakan dampak dari proses modern, pemisahan antara kejawen dan kebatinan menjadi semakin mungkin. Mengawali pembahasan tentang Sumarah, stage memaparkan tentang sejarah sumarah. Sumarah adalah sebuah kata dalam bahasa Jawa yang berarti menyerah atau pasrah total. Ini merupakan deskripsi tujuan dan sifat praktik spiritual paguyuban sumarah. Tujuan meditasinya, yang biasa disebut sujud adalah menyerah, pasrahkan seluruh aspek keberadaan pribadi sehingga Sang Diri (The Self) tidak lebih dari sekedar wahana atau kendaraan bagi kehendak Tuhan. Tujuan dari praktik ruhani itu untuk memperoleh keseimbangan lahir dan batin. Sumarah adalah praktik kebatinan dan tidak mempunyai buku rujukan tentang ajarannya. Interaksi praktis berlangsung tanpa melibatkan pedoman tertentu. Benih-benih Sumarah tersemaikan pada tahun-tahun Halaman
38
akhir pemerintah Hindia- Belanda, mulai berkecambah di bawah pendudukan jepang, dan diteruskan pada masa revolusi, kemudian tumbuh sebagai organisasi pada periode parlementer, termatangkan melalui kerasnya demokrasi terpimpin, dan berbuah di zaman orde baru. Setiap fase perkembangan yang dilaluinya, terkait erat dengan proses atau dinamika pada tataran nasional. Berbicara tentang sumarah tidak terlepas dari latar belakang Sukinohartono sebagai peletak dasar pemikiran Sumarah. Semasa mudanya, ia sudah menghirup nafas magis pedesaan Gunung kidul. Terlebih lagi daerah tersebut memang terkenal di seluruh jawa akan intesitas kejawennya, sebagai pusat kepercayaan terhadap Nyai Roro kidul. Baik Sukino maupun sejarah Sumarah menegaskan bahwa kesatuan mistik dan pewahyuan yang dialami tidak seperti yang disangkakan oleh kebanyakan orang, mereka menjelaskan bahwa kendati telah mengalami kemanunggalan hamba dengan Tuhan, tidak serta merta personalitas seseorang menjadi identik dengan Tuhan. Buku ini sangat menarik untuk dibaca karena bisa dijadikan wacana kepada kita untuk memahami kejawen secara menyeluruh, tidak serta merta mengangap segala bentuk kejawen adalah bidíah, seperi yang dijelaskan Stage tentang sumarah yang dinilai masyarakat jawa sebagai bidíah kejawen justru menyimpan komitmen terhadap penyerahan diri sepenuhnya kepada tuhan, meskipun ciri-ciri esensial praktik Sumarah pada perkembangannya berakhir pada pengalaman pencerahan Sukino, beberapa corak spesifik dari perjalanan personal tidak pernah dipakai sebagai model dan juga tidak menjadi standar bagi orang lain. Sejak semula ia berupaya
menerangkan bahwa kebenaran (hakiki) untuk dirinya sendiri dan bimbingan spiritual bukan datang dari yang lain, melainkan melalui pribadinya (Sukino). Pada saat yang bersamaan, praktik sumarah menggaungkan semangat mawas diri yang ada pada diri Sukino, yaitu pengakuannya bahwa setiap individu harus mengemban tanggung jawab spiritual secara utuh dan lebih melihat kedalam batin sendiri ketimbang menggantungkan diri pada ajaranajaran ekstern atau orang lain. Dalam istilah yang paling sederhana, apa yang Sukino kemukakan adalah pengalaman kepasrahan total dan keterbukaan. Dalam kesimpulannya, target utama penulis adalah untuk menjelaskan secara gamblang, signifikan dari berbagai transformasi yang dialami oleh Sumarah. Pada setiap fase spiritual dan periode organisasional, terdapat pebedaan dan perubahan yang saling terkait dalam lingkup kesadaran, teknik, konsepsi, organisasi, dan konteks. Menafsirkan kecermatan kesejajaran, Stage menjelaskan bahwa ada ciri dari penghayatan Sumarah yang bisa menjelaskan mengapa pembangunan batiniah telah berubah melalui kesejajaran yang demikian. Pada masingmasing fase berubahnya struktur paguyuban sumarah mempunyai kaitan langsung dengan perubahan yang terjadi pada tatanan nasional dan evolusi kesadaran di dalam kelompok itu sendiri. Hal tersebut menandakan tekad yang terpusat pada kesadaran yang bisa didefinisikan oleh wujud inti (secara langsung dan mendasar terkait dengan kebatinan dalam esensi atau kebatinan). Dengan harapan dengan membaca buku ini pembaca dapat memahami sejarah dan aktifitas kebatinan di Jawa, yang menorehkan nilai-nilai nasionalisme dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Selamat Menikmati. //Nike//
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
DIMÎNSI
MemahamiAgamaIslam Secara Kontekstual Melalui Lingkungan Persoalan lingkungan merupakan masalah global yang memerlukan perhatian semua pihak, dan upaya menumbuhkan semangat pada pemeliharaan lingkungan merupakan tanggung jawab setiap umat beragama. Agama dianggap sebagai faktor penting yang memberikan kontribusi atas sikap manusia terhadap alam dan lingkungan karena sudah ribuan tahun agama dijadikan standar kode etik yang benar dan merupakan warisan tertua kemanusiaan. Kearifan pandangan, kepekaan moral dan sikap religiusitas manusia menjadi garda penting dan akhir yang bisa diharapkan untuk mengingatkan tentang hubungan manusia dalam memelihara alam dan kearifan memelihara bumi. Kerusakan dan perubahan ekosistem disebabkan perlakuan yang tidak tepat terhadap sumber daya alam yang selama ini menjadi tumpuan pendapatan ekonomi. Lebih dari itu, tingkat kesadaran terhadap perawatan lingkungan di tengah masyarakat Islam Indonesia masih terlampau kecil. Buku yang berjudul ìMenanam Sebelum Kiamatî merupakan penjelasan dari perpaduan Islam dan ekologi, filsafat lingkungan serta pengalaman aktivitas gerakan lingkungan yang didasari semangat spiritualitas Islam. Pada intinya buku
DIMÎNSI
ini mengajak dan memotivasi pembaca agar memelihara lingkungan sehingga bisa menjaga keseimbangan ekosistem. Bagian pertama buku ini membahas tentang Islam, manusia dan alam. Manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling baik dan sempurna, karena manusia diberi amanat
menurut nabi, siapa saja baik secara individu maupun kelompok yang melihat tindakan pengrusakan, maka dia berkewajiban menghentikannya dengan segala cara yang mungkin dan dibenarkan serta dapat dipertanggung jawabkan perbuatannya. Karena krisis lingkungan yang berkepanjangan maka prinsipprinsip Islam dan filsafat Mulla Shadra di jadikan sebagai basis etis dan kosmologis lingkungan hidup. Mulla Shadra seorang filosof muslim yang melahirkan sebuah madzhab paripurna dan dikenal dengan filsafat Mulla Shadra yang meyakini bahwa akal, kalbu dan alquran adalah tiga jalur identik untuk mengenali rahasia alam. Selanjutnya bagian kedua buku ini menyoroti tentang berbagai isu lingkungan dalam dunia Islam. Pada bagian ini dituliskan bahwa mayoritas negara Islam merupakan Negara berkembang yang sebagai mempunyai DATA BUKU khalifah. Manusia kompleksitas Judul buku : Menanam sebelum diberi kebebasan untuk problema kiamat (Islam, Ekologi, mengelola alam, lingkungan. d a n †G e r a k a n kebebasan tersebut Pada bab IV Lingkungan Hidup) Pengarang†:†Fachrudin M.M, berarti sebuah tanggung Sayyed Hussein Husain Heriyanto, jawab terhadap Nasr Reza Gholami kehidupan hewani dan mengibaratkan Tebal Buku : 309 halaman nabati, karena manusia sebagian besar Penerbit† † :†Yayasan Obor Indonesia dan alam memiliki umat muslim hubungan simbiosis seperti orang mutualistik, yaitu hubungan saling yang tidur berjalan hal ini akibat dari ketergantungan dan saling memberi. kecilnya perhatian muslim dan tanpa Dalam Islam, tindakan merusak mencari tahu dengan pasti penyebab alam merupakan bentuk kezaliman krisis yang membahayakan dan kebodohan manusia, maka keberadaan manusia di muka bumi.
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
Halaman
39
Krisis lingkungan secara langsung berkaitan dengan penggunaan teknologi modern dan berbagai aplikasi sains modern oleh Negara barat, dengan tujuan utamanya adalah ingin menerapkan dominasinya terhadap bangsa lain, termasuk di dalamnya adalah bangsa muslim. Akibatnya, baik pemerintah muslim maupun individu muslim ingin senantiasa mendapatkan jalan masuk menuju teknologi terkini yang memberikan dampak kerusakan terhadap lingkungan. Buku ini juga mengupas kondisi dan potensi Islam dalam merespon krisis lingkungan. Penulis hendak menunjukkan kompleksitas dan multidimensi problema lingkungan sedemikian rupa sehingga diperlukan kerangka kerja yang mampu mengakomodasi semua dimensi yang terlibat dalam masalah-masalah lingkungan. Dalam konteks itulah, penulis mengupas sebuah modus pemikiran Islam yang di sebutnya sebagai ìRealisme Islamî. Menurutnya, realisme Islam yang dimaknai sebagai salah satu modus pemahaman Islam yang bisa mengintegrasikan dimensidimensi spiritualitas dan rasionalitas serta wawasan tentang alam dan manusia secara bersamaan, realisme ini menurutnya adalah salah satu kandidat yang menjanjikan untuk membangun sistem ekologi yang dapat membantu mengatasi krisis ekologis dan masalah-masalah lingkungan. Bagian ketiga membahas hukum Islam dalam hubungannya dengan kebijakan lingkungan hidup dan konservasi alam. Dalam menerapkan syariíat harus diingat tentang tujuan universal hukum syariah yang didefinisikan sebagai kemaslahatan makhluk Allah. Mencakup kemaslahatan di dunia dan kesejahteraan di alam akhirat. Kajian ini membahas tentang praktek nabi Muhammad SAW dan para sahabat dalam mendirikan Halaman
40
kawasan konservasi (himaí) yang menjadi contoh abadi praktek Islam dan konservasi alam. Pada bagian ini penulis juga menyoroti tentang pentingnya peran administrator pemerintahan bersikap tegas dalam mengambil tindakan terhadap perusak lingkungan dengan memberikan pandangan pada kaidah fiqhiyah yang pada dasarnya memberikan pendapat bahwa, kemaslahatan lingkungan dan umat manusia adalah lebih penting dibandingkan keselamatan pelaku kriminal lingkungan yang bersifat individual dan kelompok, serta hukuman dapat ditimpakan kepada pelaku kriminal lingkungan dengan hukuman paling keras yaitu hukuman mati. Bagian keempat membahas tentang gerakan-gerakan dan praktek, tanggapan pada persoalan lingkungan dengan mengambil contoh dua Negara yaitu Iran dan Indonesia. Sebagaimana dipahami Iran telah memproklamirkan diri sebagai Negara Islam dan barangkali satusatunya Negara yang secara resmi menggunakan pendekatan etika lingkungan Islam. Dan dalam aktivitasnya, pemerintah Iran memang harus membuktikan diri untuk dapat memadukan prinsipprinsip etika lingkungan Islam dalam sebuah Republik Islam. Berbeda dengan pendekatan yang dilakukan di Iran, dengan pemerintah Negara yang berupaya mengambil kebijakan berdasarkan prinsip-prinsip yang Islami, Indonesia yang merupakan Negara Muslim terbesar di dunia, namun menempatkan bangsanya pada pranata masyarakat dengan Negara sekuler yang demokratis. Dalam konteks ini segenap upaya perbaikan lingkungan hidup yang dilakukan merupakan usaha aktifis dengan menjalankan program kerja memfasilitasi para ulama pesantren untuk mengkaji khasanah Islam tentang pelestarian alam dan lingkungan
hidup baik yang ada di dalam kitab suci alqurían, hadits-hadits dan pendapat para ulama salaf (terdahulu) dalam kitab-kitab mereka. Jika dibandingkan dengan ulama di Negara lain, para ulama di Indonesia ternyata mempunyai pandangan yang lebih serius dalam menanggapi persoalan lingkungan, terbukti dengan penerimaan mereka terhadap para aktifissehingga memfasilitasi para ulama dalam menuangkan pengetahuan untuk membuat sebuah dokumen penting menggagas ìfikih lingkunganî. Sebagai contoh gerakan penghijauan dan konservasi lingkungan yang dipelopori oleh seorang kyai Tanthowi Jauhari Musaddad, dari pondok pesantren Al- Wasilah, Garut Jawa barat. Pesan kyai yang didengar oleh masyarakat sekitarnya ternyata mampu menggerakkan kegiatan penghijauan. Tidak itu saja, langkah sosialisasi menanam juga dilakukan dengan gerakan kultural yaitu membuat syair shalawat kepada Nabi Muhammad SAW yang memasukkan himbauan dan semangat untuk menjaga lingkungan dan menanam pohon. Gerakan budaya seperti inilah yang akan lebih abadi kalau bisa dipelihara. Refleksi ini terjadi pada masa silam di kesultanan Buton yang masih berlaku hingga sekarang. Buku ini layak dibaca karena cocok dengan kondisi negara khususnya Indonesia yang masyarakatnya mulai melupakan pentingnya menjaga lingkungan. Buku ini bisa memberi motivasi bagi para pembaca khususnya yang beragama Islam, bahwa menjaga lingkungan atau keseimbangan ekosistem adalah tanggung jawab bersama yang harus dijalankan karena semua yang ada di alam ini adalah titipan dan akan dikembalikan kepada yang Empunya tentunya dalam keadaan seperti sediakala. //@na/
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
DIMÎNSI
Selamatkan Kebudayaan Bangsa Oleh : Bramanta Putra Pamungkas *) Pendidikan bertujuan untuk mendidik manusia mengenal budayanya, memiliki identitas-identitas lokal yang harus ditunjukkan sebagai bentuk eksistensi diri agar tak tercerabut dan hilang dari perwujudan dirinya secara praksis dan kongkrit sebagai manusia berbudaya. (Ki Hajar Dewantara) Bicara tentang pendidikan memang tidak ada habisnya untuk dibahas. Selalu ada perdebatan mengenai hal-hal baru dalam dunia pendidikan. Mulai dari pelaku hingga sistem pendidikan saat ini selalu menimbulkan pro dan kontra dari kalangan masyarakat. Kita tentu masih ingat kasus pengulangan UAN di sejumlah daerah pada tahun ajaran 2008/2009 kemarin. Kasus ini memantik reaksi keras dari kalangan praktisi dan pemerhati dunia pendidikan. Mereka beranggapan kasus ini membuktikan bahwa sistem UAN yang telah berlangsung selama ini kurang cocok untuk masyarakat Indonesia. Selain itu banyak dari para pemerhati pendidikan sependapat bahwa pendidikan saat ini jauh dari kebudayaan Indonesia. Kebudayaan yang banyak mengandung nilai-nilai luhur itu saat ini mulai termarjinalkan di dunia pendidikan. Dari sistem yang telah digunakan selama ini ternyata masih belum mampu untuk mengangkat kebudayaan menjadi elemen penting dalam dunia pendidikan. Hal ini terbukti ketika banyak sekolahan yang menjadikan peran kebudayaan dalam arti kebudayaan daerah pada mata pelajaran sebagai prioritas kedua bahkan ketiga. Pendidikan dan Kebudayaan Banyak hal yang berpendapat bahwa pendidikan tidak bisa lepas dari kebudayaan. Bahkan munculnya
DIMÎNSI
pendidikan ditengarai merupakan produk dari kebudayaan itu sendiri. Secara tegas Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa pendidikan bertujuan untuk mendidik manusia mengenal budayanya, memiliki identitas-identitas lokal yang harus ditunjukkan sebagai bentuk eksistensi diri agar tak tercerabut dan hilang dari perwujudan dirinya secara praksis dan kongkrit sebagai masyarakat berbudaya. Dari pernyataan diatas sudah jelas bahwa salah satu tujuan pendidikan adalah untuk menjaga kelestarian budaya terutama budaya lokal sehingga bisa membentengi kita dari pengaruh global yang terjadi akhir-akhir ini. Menurut H.A.R Tilaar dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Baru Pendidikan Nasional dengan tegas menyatakan bahwa pendidikan merupakan proses pembudayaan, yang berarti pendidikan merupakan suatu†proses†belajar†dan penyesuaian individu-individu secara terus menerus terhadap nilai-nilai budaya dan cita-cita masyarakat. Dengan kata lain pendidikan dan kebudayaan memiliki hubungan yang saling berkaitan. Antara satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Hal ini dapat terjadi karena pendidikan merupakan hasil dari budaya yang jika dipahami sebagai hasil cipta rasa karsa manusia. Jadi Ketika berbicara pendidikan maka kebudayaan pun ikut serta di dalamnya. Begitu pula sebaliknya tidak ada kebudayaan tanpa
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
pendidikan. Hal ini menunjukkan keterkaitan yang sangat erat antara pendidikan dan kebudayaan. Pendidikan memang bukan hanya bertujuan menghasilkan manusia yang pintar dan terdidik, akan tetapi yang jauh lebih penting dari itu semua adalah†pendidikan†mampu menciptakan manusia yang terdidik dan berbudaya (educated civilized human being). Karena pendidikan tidak biasa dilepaskan dari kebudayaan maka posisi kebudayaan sangat menentukan hasil dari pendidikan itu sendiri. Dalam hal ini seharusnya pemerintah memberi porsi yang cukup terutama kebudayaan lokal atau daerah dalam dunia pendidikan. Yang terjadi saat ini pemerintah seakan-akan menelikung peran kebudayaan dalam pendidikan. Minimnya porsi bidang budaya dalam kurikulum yang diterapkan sudah cukup menjadi bukti kongkrit ketidakseriusan pemerintah dalam usaha perbaikan kualitas pendidikan lewat budaya. Apalagi saat ini banyak sekolah yang hanya memperhatikan pelajaran yang akan di UAN kan dimana kebudayaan tidak termasuk di dalamnya. H a l † i n i † s e m a k i n mempertegas†bahwa†proses pendidikan di Indonesia semakin jauh dari nilai-nilai kebudayaan. Tidak mengherankan bahwa akhir-akhir ini muncul pengeklaiman dari negeri tetangga kita terhadap budaya yang di klaim sebagai budayanya. Ini Halaman
41
terjadi karena ketidakseriusan pemerintah dalam melindungi kebudayaan kita. Seandainya kebudayaan Indonesia yang beragam ini bisa disatukan dengan pendidikan maka bangsa ini akan lebih menghargai arti dari kebudayaan itu sendiri. Realita Kebudayaan dalam pendidikan Sebuah surat kabar berskala nasional (Kompas, Agustus 2009) memberitakan bahwa kemampuan guru bahasa Indonesia sangat memprihatinkan. Hasil ini diperoleh s e t e l a h †m e r e k a †d i u j i †k e mampuannya. Kejadian ini tentunya s a n g a t †m e m a l u k a n . †B a h a s a Indonesia yang merupakan bahasa ibu ternyata masih belum dikuasai dengan baik oleh para guru yang mengampunya. Selain itu saat ini banyak sekolah dasar yang menggunakan†bahasa†inggris sebagai mata pelajaran muatan l o k a l . 1†Hal†ini†jelas†sudah menyimpang dari harapan muatan l o k a l . †M u a t a n †l o k a l †y a n g dimaksudkan untuk mengenalkan peserta didik kepada kebudayaan lokalnya justru diisi dengan kebudayaan asing. Selain itu munculnya†otonomi†dalam pendidikan ternyata masih belum mampu menjadi solusi bagi kebudayaan daerah untuk diketahui oleh para peserta didik. Inilah yang menjadi penyebab lunturnya nilainilai kebudayaan lokal dalam pendidikan.†Padahal†dalam kebudayaan lokal mengandung banyak nilai-nilai yang jika diterapkan maka bangsa ini akan mengenal karakter dan jati dirinya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa saat ini bangsa Indonesia tengah menghadapi degradasi akan jati diri dan karakter bangsa. Hal inilah yang harus menjadi perhatian seluruh elemen yang terkait untuk bisa bangkit dari keterpurukan akan kebudayaan. Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional (sisdiknas) tidak ada satu pasal pun yang khusus membahas Halaman
42
t e n t a n g †p e n d i d i k a n †d a n kebudayaan. UU yang disahkan pada masa presiden Megawati ini seolah-olah ingin memisahkan antara kebudayaan dan pendidikan. Perkembangan dunia menjadikan berkembangnya†pemahaman budaya. Budaya yang ada tidak dipahami hanya sebatas hasil cipta rasa karsa manusia. Namun dalam perkembangannya muncul budaya kontemporer†yang†notabene menjadikan†pendidikan†jauh m e n c a p a i † h a k i k a t n y a . †B e r kembangnya†budaya kontemporer s e p e r t i †m u n c u l n y a †b u d a y a kekerasan, budaya mencontek, budaya suap dan masih banyak lagi menjadikan orientasi pendidikan yang pincang. Tak salah jika dari pendidikan yang seperti ini akan menelorkan generasi bangsa yang berpendidikan tapi jauh dari realitas budaya masyarakatnya. Kebudayaan lokallah yang sebenarnya lebih penting untuk diajarkan dalam sekolahan, karena pelajaran ini menjadikan siswa mengenali tradisi, budaya dalam masyaratnya. Sehingga anak didik tidak akan tercerabut dalam masyarakat maupun budaya dalam masyarakat yang telah berkembang. Otonomi daerah seharusnya mampu untuk memasukan kebudayaan lokal sebagai salah satu kurikulum pelajaran muatan lokal. Karena tanpa ada dukungan dari pemerintah setempat maka perkembangan budaya lokal akan semakin sulit. Dan pada akhirnya kebudayaan lokal secara perlahan akan semakin luntur dan pudar.
kebudayaan lewat pendidikan. Hal semacam inilah yang dibutuhkan saat ini. Suatu usaha yang kongkrit d a l a m †u s a h a †p e l e s t a r i a n kebudayaan. Salah satu tokoh pendidikan terkemuka di Indonesia Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa semua bahasa asing hendaklah diajarkan di sekolah yang mempelajari bahasa asing, jangan dicampur aduk antara bahasa nasional, bahasa daerah, bahasa asing. Karena bila ini yang terjadi maka anak didik akan merasa sok keinggris-inggrisan. Akhirnya anak didik secara tidak sadar akan menghilangkan bahasa sendiri. Perlu suatu langkah yang pasti untuk menyelamatkan kebudayaan kita. Dan ini memerlukan dukungan dari semua pihak. Terutama dari pemerintah. Karena selama ini pemeritah hanya menganggap masyarakat kurang menghargai kebudayaan lokal. Sementara itu dari pemerintah kurang ada usaha untuk melakukan pelestarian kebudayaan. Mereka hanya bisa menuntut tanpa mau memfasilitasi akan keperluan pelestarian kebudayaan. Yang jelas mari kita refleksikan dan selamatkan kebudayaan melalui media pendidikan. Karena saat ini yang bisa dilakukan adalah usaha pembelajaran kepada generasi bangsa agar bisa mengenal kebudayaan Negara ini sehingga ke depan kita bisa menjadi bangsa yang bermartabat dan mempunyai identitas yang jelas. (Footnotes) Hasil diskusi dengan Beni Harjanto, Budayawan Tulungagung 1
Menyelamatkan kebudayaan lokal Dalam suatu seminar yang bertajuk ìPenyegaran dan Pelestarian Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawaî muncul suatu gagasan dari sebagian peserta untuk menggunakan bahasa jawa dalam proses pembelajaran minimal satu kali dalam seminggu. Ini merupakan salah satu ide bagus sebagai usaha untuk melestarikan
*) penulis adalah mahasiswa TBI/V yang juga Koordinator Perusahaan LPM DIMÎNSI
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
DIMÎNSI
INDONESIA DALAM BAYANG (ASING) Oleh: Umi Kasanah *) Pengembangan pendidikan berbasis budaya tidak berarti kita akan menjadi katak dalam tempurung, sebaliknya akan menjadikan kita punya identitas yang kuat (Darmaningtyas). Dewasa ini dalam segala lini kehidupan, manusia mempunyai kecenderungan untuk meniru budaya orang lain, bahkan budaya bangsa lain. Sehingga, budaya menghargai kemampuan diri sendiri sulit untuk dipraktekkan, dan berimbas pada pembentukan watak dan perilaku konsumtif, tidak percaya diri apalagi bangga pada kemampuan individu, pengadopsian terhadap budaya asing tanpa filterisasi dan tidak mau berusaha untuk lebih produktif. Hal ini terbukti dengan penggunaan produk budaya asing seperti dalam aspek budaya, ekonomi, pendidikan, teknologi, dan sumber daya alam. Bahkan selalu mengikuti kebiasaan dan trend mereka yang lambat laun akan melunturkan identitas bangsa. Sehingga, hasil kreasi anak negeri yang menjadi ciri khas bangsa sering kali terlupakan dan kurang dihargai. Membangun kepercayaan dan kebanggaan terhadap budaya sendiri menjadi tugas yang berat karena kita lebih bangga menggunakan produk budaya luar yang dianggap lebih maju dan mengikuti perkembangan zaman yang semakin dinamis. Berawal dari sebuah pendidikan berbudaya Dalam hal pendidikan, baru-baru ini fenomena Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) muncul menjadi idola masyarakat Indonesia, dengan acuan kurikulumnya mengikuti standar sekolah luar negeri yang berorientasi pada kebutuhan pasar global, dalam hal ini sekolah tersebut menekankan pada penguasaan bahasa inggris dan teknologi informatika, sehingga membuka peluang besar pada
DIMĂŽNSI
keterasingan manusia Indonesia akan kebudayaan nasionalnya, dan hal ini di sebabkan karena kurangnya porsi untuk mempelajari kebudayaan sendiri. Fenomena ini pada akhirnya hanya akan menghasilkan manusiamanusia yang belum tentu bisa berkompeten sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, kita tidak bisa mengenal kebudayaan sendiri karena yang diajarkan sejak kecil adalah budaya luar negeri yang distandardkan dengan taraf internasional. Yang justru mengkhawatirkan adalah akan terjadi pendangkalan makna pendidikan sebagai reproduksi budaya asing dengan mengabaikan budaya sendiri. Boleh ngeli, tapi ojo keli. Boleh nunut, tapi ojo katut. 1 Sudah waktunya pendidikan kita menyadarkan akan pentingnya memelihara kebudayaan. Berawal dari sebuah pendidikan, anak diharapkan mampu mengenal kekayaan budaya dan alam bangsa ini. Karena mencerdaskan kehidupan bangsa seharusnya dilakukan dengan mengenalkan realitas lingkungan dan budaya bangsa Indonesia sendiri sehingga mampu memunculkan kreativitas baru dan menyelesaikan problematika yang ada. Hal ini dapat dimulai dari pembiasaan di rumah dalam mengenalkan khasanah budaya bangsa yang terdiri dari berbagai suku, ras, dan bahasa daerah, sehingga Indonesia memiliki ciri khas yang berbeda dari bangsa lain. Tidak hanya pendidikan, perekonomian bangsa kita saat ini pun berada diujung tanduk di bawah kendali asing. Beragam kebutuhan pokok diimpor dari luar, padahal negeri ini akan produktif kalau pemerintah mau memaksimalkan potensi yang dimiliki
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
warga negaranya. Harga hasil petani anjlok di pasaran, sedangkan pemerintah terus memasok barang impor. Usaha kecil masyarakat banyak yang mengalami gulung tikar, ditimbun kekuatan modal asing. Dalam sejarah bangsa kita, Indonesia pernah mandiri bahkan dengan tegas menyatakan keluar dari keanggotaan PBB dan menolak bantuan dari bank dunia yang hendak menguasai Indonesia. Kita bisa menengok Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Cina, Thailand dan India, merupakan negara-negara di Asia yang mengembangkan pendidikan berdasarkan budaya yang dimiliki, tapi negara-negara tersebut merupakan negara yang maju industri dan teknologinya. Misalnya Restorasi Maeji Jepang memprogramkan penterjemahan buku-buku asing ke dalam bahasa Jepang, sehingga bukubuku tersebut dapat dibaca dan dipahami oleh semua warga Jepang. Di sisi lain, Cina dan India merupakan negara berpenduduk terbesar di dunia, namun mampu memenuhi kebutuhan pangan untuk semua penduduknya dan sekarang menjadi kekuatan baru ekonomi dunia. Begitu juga dengan Thailand, merupakan negara agraris yang maju, bahkan kita mengimport sebagian besar produk pertaniannya. Kunci keberhasilan mereka bukan karena mengembangkan sistem pendidikan ala barat, melainkan karena bertumpu pada kebudayaan nasional masing-masing. Berdikari dan menengok sejarah Cita-cita bangsa Indonesia yang diperjuangkan oleh Soekarno, untuk dapat mandiri dan berdiri di atas kaki sendiri (berdikari) bernilai mahal, Halaman
43
karena harus dibayar dengan tergulingnya pemerintahan Soekarno dan digantikan oleh rezim orde baru. Pergantian tersebut bukan hanya karena kuatnya oposisi, tetapi karena adanya campur tangan pihak asing yang berkepentingan terhadap bumi Indonesia. Beberapa dekade lampau, bangsa ini pernah memiliki wibawa dan amat dihormati oleh bangsa lain. Kita tak hanya berhasil menggagalkan upaya Belanda untuk menjajah kembali negeri ini dengan dukungan sekutu, Saat itu kita juga berani menantang perusahaan asing yang ingin menanamkan modal di Indonesia. Bahkan terhadap salah satu negeri adikuasa, kita pun berani mengatakan ĂŹgo to hell with your aidĂŽ, persetan dengan bantuanmu. Saat itu, negeri ini benar-benar berani dan mampu untuk mandiri. (Kompas, 31 Agustus 2009). Di bawah kepemimpinan Bung Karno, pemerintah mengeluarkan kebijakan UU No 86/1958 tentang nasionalisasi perusahaan asing termasuk sektor pertambangan. Selain itu, Bung Karno memberlakukan UU No 44 th 1960 yang mempertegas pengelolaan minyak dalam kontrol negara. Semua kebijakan dilakukan semata-mata untuk memberi kesempatan rakyat agar bisa mandiri dan mengelola sumber daya yang dimiliki. Pasca pemerintahan Soekarno, semangat kemandirian yang berbasis kekuatan bangsa dihapus dengan paksa oleh pemerintahan Soeharto dengan mengeluarkan beragam kebijakan yang sangat merugikan bangsa Indonesia. Berdasarkan sejarah, bangsa ini tidak bisa lepas dari negara yang menjajahnya. Dan dengan tangan kanan orde baru, rencana menguasai kembali bangsa Indonesia berjalan mulus tanpa hambatan yang berarti. Seperti masalah sumber daya alam, kesalahan utama kebijakan pertambangan di Indonesia bermula dari UU No 1 th 1967 tentang penanaman modal asing yang diikuti penandatanganan kontrak karya (KK) generasi I antara pemerintah Indonesia Halaman
44
dengan Freeport Mc Moran. Disusul dengan UU no 11 th 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan. Sejak saat itu, Indonesia memilih politik hukum pertambangan yang berorientasi pada kekuatan modal besar dan eksploitatif. (Tun kelana jaya, 2004). Mulai saat itulah kekayaan Indonesia diolah dan diserahkan pada negara asing. Serangkaian krisis yang dihadapi oleh rakyat antara lain kemiskinan, pengangguran, gizi buruk, dan bencana ekologis. Bahkan industri asing khususnya industri ekstraktif hanya menyisakan persoalan lingkungan hidup dan kemiskinan. Kantongkantong kemiskinan Indonesia justru berada di wilayah kaya dengan sumber daya alam seperti Aceh, Papua, Riau, dan Kalimantan timur (Khalisah Khalid). Bahkan kedaulatan Indonesia atas minyak dan gas sudah digadaikan dengan menyusun UU No 22 th 2001 tentang minyak dan gas. Ini tidak lebih merupakan perwadahan kepentingan perusahaan-perusahaan kilang migas milik asing ketimbang bertujuan menjaga kedaulatan energi migas nasional. (Amirudin al rahab, 2009). Hingga saat ini pun bangsa kita tak bisa lepas dari campur tangan negara asing. Mulai dari telekomunikasi, angkatan laut, migas, mineral, sumber daya air, perkebunan sawit, sektor pendidikan, kesehatan dan industri lain saat ini harus diimpor dari negara lain. Sekitar 75% pasar garmen nasional dikuasai asing bahkan barang pokok seperti daging, susu, kedelai, jagung, gula, buah-buahan hingga garam pun harus impor. Yang lebih memprihatinkan adalah dominasi asing perbankan yang memungkinkan kepemilikan asing hingga 99%. Ini berawal dari kebijakan pemerintah lewat UU penanaman modal th 2007. (Kompas, 20 Agustus 2009). Barangkali ini merupakan bentuk ketergantungan baru perekonomian negeri ini pada asing yang semakin besar. Hal ini tak lepas dari gagalnya pemerintah mengembangkan potensi dan sumber daya domestik serta melindungi sektor-sektor yang menjadi
hajat hidup orang banyak sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi. Sumber daya alam yang sebenarnya bisa diproduksi di dalam negeri dan harus dikembangkan oleh masyarakat sendiri agar lebih maju, tapi ternyata realita yang terjadi adalah pemerintah tidak bisa membantu usaha produktif dari rakyat, malah memberikan bantuan yang mengakibatkan ketergantungan baru seperti adanya dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang manfaatnya hanya berlangsung sesaat. Beberapa kebijakan pemerintah yang dikeluarkan hanya menguntungkan kaum pemodal dan pihak investor asing sehingga dengan leluasa dapat mengeruk hasil bumi Indonesia dan dibawa ke negara asalnya. Rakyat Indonesia pun sebagai pemilik sumber daya alam yang sah harus rela menjadi budak di negeri sendiri tanpa bisa berbuat apaapa karena harus manut dan tunduk pada peraturan dan undang-undang yang dibuat oleh pemerintah atas pesanan kaum pemodal asing yang menjadikan semuanya berbasis pada sebuah nilai komoditi. Menata Indonesia ke depannya Harapan untuk mewujudkan negeri Indonesia yang tidak teralienasi dari budaya sendiri dan kreatifitas mandiri akan bisa menjadi kenyataan ketika, pertama, Pemerintah memiliki perencanaan jelas tentang pembangunan perekonomian. Kemandirian perekonomian Indonesia bisa diwujudkan walaupun membutuhkan waktu cukup lama. Banyak yang harus dibenahi oleh pemerintah untuk mencapai kemandirian tersebut. Perbaikan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui proses pendidikan yang sesuai dengan karakter bangsa dan yang terpenting lagi adalah niat untuk perbaikan itu sendiri. (Sri adiningsih, 2009). Kedua, Pemerintah ada niat untuk membangun negara dengan memperhatikan budaya adiluhung bangsa yang kini hampir punah. Bersambung ke Hal. 52
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
DIMĂŽNSI
Deret Kelam Modernisasi Kampus (Terkungkung dalam penjara kapitalisme neoliberal) Oleh: Ani Rohma *) ìKehadiran kaum intelektual ëintelektual menara gadingí tidak akan mengubah keadaan. Justru hanya akan menegaskan pengakuan diri dengan merasa ësokë hebat, dan menjadi kekuatan pendukung dari langgengnya tatanan kapitalisme neoliberal.î (Fokuyama) -Nurani Soyomukti, 2008 Pembangunan gedung dan fasilitas secara besar-besaran telah menjamur di berbagai instansi, Pembangunan ini dilakukan sebagai bentuk modernisasi. Sebagai wujud eksistensi sebuah instansi pasti menginginkan good governance, ketersediaan dan kelayakan fasilitas menjadi sebuah syarat mutlak, ditambah fungsi profesionalisme pelayanan dan birokrasi, serta transparansi kebijakan. Sama halnya dengan kondisi kampus sekarang ini. Hal yang paling tampak dari modernisasi kampus adalah semakin terbukanya peluang bagi peran-peran swasta terutama perusahanperusahaan korporasi baik lokal maupun asing. Maka, tidak aneh kalau di dalam kampus BHMN, muncul unitunit usaha yang didanai oleh perusahaan swasta seolah menjadi agen persaingan dalam arus globalisasi. Misal berdirinya Mal di kampus atau unit usaha lainnya yang sejenis, semakin banyaknya proyek penelitian, pengadaan teknologi internet dan semacamnya yang sangat akrab dengan uang demi persaingan pasar. Selain itu, modernisasi ini telah menyuguhkan watak glamor di dunia kampus. Geliat pembangunan sebenarnya bukanlah berangkat dari kebutuhan untuk penyediaan akses dan peningkatan kwalitas pendidikan seperti yang diharuskan dalam konstitusi, tetapi lebih berorientasi pada tuntutan neoliberal, yakni tuntutan bisnis. Sedangkan bisnis selalu membutuhkan kerelaan untuk mengakomodasi budaya baru yang
DIMÎNSI
diciptakan neoliberalisme. Sekarang ini, pendidikan yang berlangsung di Indonesia telah merubah wajah pendidikan dari melayani kemanusiaan menjadi melayani kebutuhan pasar. Akibatnya pendidikan menjadi sebuah industri komersil dengan jasa-jasa kemanusian yang bersifat komersil pula. Sehingga orientasi pendidikan yang seharusnya merawat akal sehat dan mendorong manusia untuk cinta kemanusiaan (mendidik kemanusiaan) semakin tergeser dan tergantikan orientasi manusia dalam kapitalisme global.1 Gagasan Modernisasi Dan Pengaruhnya Pada Masyarakat Melihat sejarah, bahwa gagasan modernisasi kampus lahir dari teori modernisasi yang telah dipraktikkan di negara-negara bersistem kapitalis, dimana negara mengakui bahwa negara berjalan linier dari tradisional menuju ke arah modernisasi. Oleh beberapa pemikir, modernisasi ini dicapai dengan beberapa cara. Harrod Domar menekankan aspek ekonomi dengan teori tabungan dan investasi, dimana pembangunan masyarakat hanya merupakan masalah penyediaan modal dan investasi. (Nurani Soyomukti, 2008). Soeharto pun menyepakati dan menerapkan apa yang dikatakan Domar. Selama 32 tahun masa kepemimpinannya, dia terus-menerus membuka kesempatan bagi investor asing untuk ikut membangun Indonesia. Hasilnya yang bisa kita lihat sampai sekarang bukanlah masyarakat yang sejahtera akibat
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
pembangunan itu, tetapi keterpurukan ekonomi, sebab semua kekayaan dikeruk korporasi lokal dan asing. Sehinggga masyarakat menjadi asing dengan lingkungannya bahkan perannya pun dalam rantai pemerintahan tidak terpenuhi sebagai bentuk kesejahteraan rakyat. Pada akhirnya tertanam penyakit ketergantungan pada Negara asing. Sedang kekayaan alam yang seharusnya dikelola bersama untuk kesejahteraan masyarakat dengan memanfaatkan SDM yang dimiliki malah dikelola pemilik modal lokal atau asing yang melampaui batas sehingga tindakan pun terlepas dari dampak lingkungan. Padahal masyarakat mempunyai hak kelola lingkungan dan kekayaan alam di sekitar (lokal) serta tanggung jawab menjaga SDA. David Mclean, menekankan aspek pada psikologi individu, dorongan berprestasi. Bahwa modernisasi membutuhkan manusia berprestasi dengan need for achievement yang tinggi. Kalau dilihat dari gagasan ini berarti bahwa modernisasi pendidikan juga harus mampu menciptakan output yang berdaya saing tinggi. Sedang untuk menciptakan daya saing tinggi, mahasiswa diarahkan untuk berkaca pada barat, semuanya berstandar barat. Yang terjadi sekarang pun juga seperti ini, mahasiswa selain mengejar sains juga mengejar mode kebaratan. Dari sisi lain, salah satu cara terbaik untuk membentuk manusia modern yang bisa membangun dapat ditemukan dalam lingkup lingkungan pekerjaan. Jika dipahami manusia Halaman
45
modern adalah manusia yang menekankan lingkungan material. Kita bisa melihat realitas seperti ini di kampus, dalam kenyataannya mahasiswa diberi beban tugas kuliah yang banyak. Dengan demikian mempersempit waktu mahasiswa untuk bersosialisasi dan berorganisasi, pun dengan civitas akademika yang lain, dimana dosen sudah disibukkan dengan proyek sampai lupa bahwa tugas utamanya adalah mengajar. Akhirnya mahasiswa menjadi generasi yang praktis dan reaksioner. Tidak jauh dari kampus, sering ditemukan mahasiswa dalam penyelesaian tugas hanya begitu mudah untuk copy paste, download beberapa artikel sebagai referensi sedangkan budaya literer/ membaca pun sebagai bentuk kearifan mahasiswa tidaklah terbaca. Pembangunan masyarakat yang hanya mengejar modernisasi akan dimulai dari tradisional, penghapusan nilai-nilai budaya lokal dalam masyarakat, memasukkan budaya baru dengan kekuatan money hingga zaman konsumsi massal yang tinggi. Jika ini telah melanda masyarakat dan menjadi sebuah kebiasaan yang mengakar sulit untuk dihilangkan hingga menjadi penyakit keturunan pada generasi selanjutnya. Maka yang perlu kita kritisi dari pelaksanaan modernisasi itu adalah tentang kesiapan masyarakat. Sejak merdeka, masyarakat Indonesia belumlah menjumpai apakah itu tujuan kemerdekaannya, sehingga kemakmuran hanyalah utopis. Sampai detik ini masyarakat Indonesia tetap merasakan kemiskinan. Fenomena itu tidak hanya ada di pedesaan dan pedalaman, kenyataan membuka mata kita bahwa di daerah perkotaan sebagai tempat budaya konsumsi massal yang tinggi juga digelayuti oleh problem kemiskinan. Malah, hari ini kota diserbu oleh masyarakat miskin pedesaan yang berbondong-bondong mencari lapangan pekerjaan. Masuknya akar modernisasi pada kehidupan masyarakat dapat dibaca melalui peran lembaga sosial dan politik untuk menghimpun modal dan menyediakan tenaga teknis, Halaman
46
wiraswasta, dan teknologi. Itu sudah terlihat sejak dimasukkannya kurikulum kewirausahaan yang kemudian kita kenal sebagai enterpreneurship. Karakter masyarakat modern didominasi oleh orientasi pasar, dimana keberhasilan seseorang bergantung pada sejauh mana nilai jualnya di pasar. Sehingga menempatkan manusia pada penilaian yang tidak berdasar pada kualitas kemanusiaan yang dimilikinya, melainkan oleh keberhasilannya dalam memenuhi kebutuhan pasar. Pada akhirnya kondisi seperti ini menjadikan masyarakat teralienasi dari sosial budayanya sendiri. Pada lingkup mahasiswa, Mahasiswa pun dididik untuk menjadi businessman dan berbudaya teknologi agar terjadi percepatan penghasilan. Orientasi Kampus Yang Pincang Sekarang, teori modernisasi itu ditelan mentah-mentah oleh akademisi kita untuk kemudian dijadikan pedoman pembangunan pendidikan di Indonesia. Kampus, bukan lebih dari miniatur negara, tetapi ia sebagai basis nilai. Tidak hanya bicara ekonomi, tetapi watak. Dari dulu, kampus kita telah banyak melahirkan watak-watak penindas, orientasi ekonomi ini bisa jadi malah membuat kaum intelektual melupakan masalah masyarakat, tetapi berkutat sebagai manusia individualis yang siap untuk mencari pekerjaan dan dijual dalam persaingan pasar. Dalam hal ini makna pendidikan seolah-olah hilang dengan sendirinya yang tertelan adalah pendidikan berbasis persaingan (beralih pada dunia pasar) yang mencetak mahasiswa dalam persaingan globalisasi (inilah orientasi kampus yang salah kaprah beralih pada bidang persaingan ekonomi). Di wilayah kebijakan, sejak disahkannya, PP No. 61 Tahun 1999, tentang Rencana BHMN Perguruan Tinggi Negeri, lalu direalisasikan dengan PP BHMN kampus. Sebagian besar mahasiswa, praktisi, dan pengamat pendidikan secara tegas menolaknya. Sekarang, penolakan itu juga muncul terhadap penerapan UU
BHP. Penolakan itu adalah sikap dan bukti kepedulian terhadap masyarakat miskin yang akan menjadi korban yang kemudian semakin teralienasi dan termarjinalkan oleh sistem. Akibat kebijakan itu, sudah menjadi rahasia umum kalau biaya pendidikan semakin mahal. Mulai merambahnya SBI (Sekolah Bertaraf Internasional) ditambah lagi dengan dibukanya jalurjalur khusus di luar SPMB dan PMDK atau jalur mandiri universitas. Wacana jual beli pendidikan pun merebak di mahasiswa. Namun, wacana itu terus mengempis seiring dengan semakin mapannya diskursus modernisasi. Mahasiswa seakan tidak boleh lari dari arus itu, atau wacana hanya sekedar wacana untuk penghangat pikiran mahasiswa, namun aksi dan perubahan tak terealisasi, semangat pergerakan pun dalam diri mahasiswa mulai lebur. Kultur Kosmetik Kampus; Alienasi Peran Mahasiswa Berlanjut dengan kondisi orientasi kampus yang seperti itu didukung dengan fasilitas yang lebih lengkap dan canggih, serta regulasi-regulasi baru, semakin dijadikan pembenaran atas terciptanya kultur kosmetik di kampus. Sebuah kultur yang semakin menambah deret kelam modernisasi. Apakah itu? Yang sangat konkret dapat kita lihat dari mode dan trend budaya teranyar yang dikenakan mahasiswa baru. Budaya itu meliputi orientasi, SDM, serta tindakan ekonomi. Mahasiswa misalnya, sebagian ada yang menjadikan kuliah sekadar untuk prestise, atau kongkowkongkow mencari teman, atau pamer pakaian dengan model terbaru. Di kalangan aktivis, budaya glamor juga ditunjukkan dengan semakin banyaknya rapat-rapat aktivis di hotel, kafe, atau restoran bersama para elite politik atau bahkan dengan aparat pengambil kebijakan. Lalu yang menjadi pertanyaan, dengan kesejatian realitas tersebut, apakah masih ada optimistis dalam modernisasi atau bahkan modernisasi menjadikan masyarakat dan mahasiswa asing dengan perannya
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
DIMĂŽNSI
masing-masing. Mahasiswa menjadi termarjinalisasi dari masyarakat karena tidak memahami konteks sosial budaya masyarakatnya. Teringat ketika puisi Wiji Thukul sebagi sindiran; ì...dunia bergerak bukan karena omongan para pembicara dalam ruang seminar yang ucapnya dimuat di halaman surat kabar mungkin pembicara terkagumkagum tapi dunia tak bergerak setelah surat kabar itu dilipat.î 2 Bukan intelektual semacam itu (ëberintelektual riaí hanya dengan seminar, workshop, diskusi dan tulisan dimuat dalam surat kabar) yang dalam masyarakat mampu mendukung peningkatan kesadaran rakyat karena apa yang mereka bicarakan dan pikirkan jauh dari kesadaran rakyat, dan mereka juga tidak hadir di tengahtengah masyarakat. Namun bagaimana mahasiswa bisa menjadikan pendidikan yang mendorong cinta kemanusiaan, sensitif terhadap permasalahan dalam masyarakat dan dapat memposisikan diri sesuai dengan peran dan tangguang jawabnya sebagai manusia religius, sosial, akademik dan manusia yang mandiri. Sering kali terlihat seorang mahasiswa yang kembali ke masyarakat, tapi merasa terasing dengan lingkungan yang telah membesarkannya. Mereka hidup dengan status sosial baru yang tidak lagi menyentuh masyarakat, terutama kelas bawah. Masyarakat yang seharusnya mendapat pengetahuan dan kebijaksanaan dari mereka para golongan terpelajar. Mereka malah hidup di menara gading tanpa memahami keadaan masyarakatnya. Akibatnya, masyarakat kita menjadi terkotak-kotak antara rakyat biasa dengan golongan terpelajar, antara yang modern dengan yang tradisional. Hal ini disebabkan mahasiswa Indonesia terhinggapi virus pragmatisme dan apatisme dalam penjara modernisasi. Di sisi lain, sistem pendidikan yang berlaku
DIMÎNSI
cenderung mendukung tersebarnya virus pragmatisme dan apatisme karena sepertinya hanya membentuk mahasiswa yang pintar dan terampil yang berorientasi kerja untuk memenuhi permintaan pasar. Virus ini telah sukses menggiring mahasiswa ke sisi tragis mahasiswa. Tragis karena virus ini telah berhasil ìmembunuhî atau setidaknya ìmembonsaiî karakter khas mahasiswa, yakni idealisme dan nalar kritis. Belum lagi mahasiswa yang terasing dari masyarakatnya. Mereka berusaha cepat lulus, tetapi hanya untuk mengisi barisan pencari kerja, tidak peduli dengan masalah-masalah sosial kemasyarakatan, individualis bahkan hedonis. Barang kali mahasiswa seperti inilah yang pantas kita sebut sebagai mahasiswa mental krupuk. Dunia modern bagai roda putar yang berlari cepat dan siap menelan korban yang tak siap secara mental. Sehingga manusia terasing dari dunia modern yang diciptakannya sendiri. Mereka tak kenal dengan dirinya sendiri. Hingga pada akhirnya menjadikan manusia tidak paham dengan posisinya sendiri sebagai sosial, masyarakat, abdi bahkan mereka tak kenal siapa Tuhan yang menciptakan kehidupan dengan semua isinya, karena peran dan kehidupannya berorientasi pada persaingan global. Sebagai mahasiswa, ketika tahu akan kondisi seperti ini, maka yang perlu dibenahi adalah SDM-nya. Diawali dengan kesadaran secara individu, bahwa kita terlahir di dunia bukanlah untuk menjadi cecunguk dan budak neoliberalisme. Akan tetapi kita bisa berkembang dengan tidak selalu mengandalkan pemerintahan atau kebijakan (kesadaran kritis). Kedua, Mengembalikan posisi dan peran mahasiswa di tengah-tengan arus globalisasi yang selalu ditopang oleh perkembangan tangan-tangan kekuasaan neoliberalisme yang telah mengakar. Dengan merubah dan menghilangkan angan-angan untuk mencapai popularitas, gengsi, harga diri karena itu merupakan akar dari
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
kapitalisme berduri. Ketiga, Mencoba untuk memahami konteks permasalahan dalam masyarakat. Karena kita hidup adalah sebagai manusia sosial yang tak dapat dipisahkan satu sama lain. Pada dasarnya manusia mempunyai potensi menjadi intelektual, sesuai dengan kecerdasan yang dimilikinya, dan dalam cara menggunakannya. Tetapi tidak semua orang adalah intelektual dalam fungsi sosial (Antonio Gramsci). Meskipun demikian dengan tanggung jawab yang diemban seseorang akan tetap mencoba dapat memposisikan diri dalam sebuah lingkup sosial. Akan menjadi sebuah keniscayaan, seolaholah apa yang di gelutinya bertahuntahun bersama buku lebur tak bersisa. Ketika mahasiswa tahu akan realitas ketimpangan sosial, ekonomi, pendidikan, namun hanya diam seribu bahasa. Malah asyik dengan trend mode dan ìgumedeî dengan gelar Agent of change dan agent of Control yang hanya sekedar label. Jika nalar kapital dibiarkan masuk pada kehidupan kampus, maka tibalah mahasiswa masuk pada posisi ìAlienasiî dari dunianya. Inilah sebuah kenyataan yang menjadikan manusia pada posisi terasing dari segala hal. Peran, posisi, budaya dan tugas secara seutuhnya ketika kebiasan telah digelayuti nalar-nalar modernisasi dengan cengkraman kuat tangantangan kekuasaan Neoliberalisme yang menyeret manusia pada kepuasan persaingan pasar. (Footnotes) 1 Seperti yang diungkapkan oleh Eko Prasetyo dalam seminar pendidikan ìRevitalisasi Strategi Kebijakan Pendidikan Dalam Mewuudkan Pendidikan Pro-rakyatì Pada tanggal 8 Mei 2009 di UNY. 2 Puisi Wiji Thukul, ìAku Ingin Jadi Peluruì *) Adalah mahasiswa program Studi Tadris Matematika (TMT/VII) STAIN Tulungagung, yang juga aktif menggali ilmu di LPM Dimensi Halaman
47
Kanalisasi pemilu Oleh : Izzaturofiíah *) Berkah pemilu sekarang ini Indonesia mengalami masa penantian, akankah kehidupan warga negaranya menjadi makmur, aman, dan yaman, atau akan berjalan stagnan seperti yang terjadi saat ini. Mengingat kepercayaan warga Negara masih ditumpukkan pada pemerintahan presiden terpilih republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang telah menjabat selama lima tahun terakhir, maka dari itu peningkatan kesejahteraan masyarakat seharusnya menjadi suatu program yang telah mengalami evaluasi dan proses editing, sehingga pelaksanaannya bukan hanya sekedar di ukur dengan penghitungan badan statistic. Juli 2009 Indonesia melaksanakan sebuah hajat besar dengan mengamanatkan aspirasinya pada sekelompok orang yang mencalonkan diri menjadi seorang dewan maupun yang lainnya. Beberapa kelompok masyarakat di sibukkan dengan kegiatan dan pengorganisiran kampanye, media cetak maupun elektronik sejenak melupakan masalahmasalah yang sebenarnya bisa jadi lebih signifikan dari pada peliputan statement dan proses kampanye suatu partai, beberapa caloí sibuk menghitung jumlah suara yang bisa dibeli. Jika menilik dari pelaksanaan pemilu sampai pada tahun 2009, maka tidak selayaknya bila masih ada masyarakat yang belum memahami dan mengerti tujuan dari pemilu itu sendiri, dan sebagai lembaga yang telah diakui keabsahannya secara hukum tidak seharusnya dalam pelaksanaanya KPU (Komisi Pemilihan Umum) masih mengalami masalahmasalah teknis yang berimbas pada proses pemilihan, sehingga dapat merugikan salah satu kandidat. Pada masa pra pemilu proses pendidikan perpolitikan Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dari Halaman
48
munculnya wajah-wajah baru dan membuat banyak warga yang di buat heran atas pencalonan beberapa warga yang selama ini tampak apatis bukan hanya pada masalah perpolitikan, bahkan pada masalah sosial sekitar. Keberanian dadakan, kenekatan, dan sekedar coba-coba, ajang bergengsi dan hal semacamnya merupakan beberapa alasan begitu menjamurnya para caleg di tiap daerah di Indonesia. Kurangnya mental bersosial berakibat pada kekalahan para caleg menjadi sebuah beban berat. Pada hari pelaksanaan pemilu, media elektonik bukan hanya melakukan liputan prosesi pemilihan tapi juga berlomba melakukan kerja sama dengan LSI (Lembaga Survey Indonesia) dan yang lainnya, dengan mengadakan jajak pendapat yang berupa quick qount, exit pool. Pada jam pelaksanaan pemilihan sehingga menurut sebagian pengamat politik hal ini mempengaruhi pendapat para pemilih. Hajat besar yang penuh ketegangan dan intrik telah berlalu, kini Indonesia sepi dari bualan-bualan kesejahteraan, keamanan, pendidikan murah, dan warga Negara Indonesia tinggal menunggu bukti dari janji yang telah di taburkan. ìWong cilikî soal kesejahteraan Fakta menunjukkan selama prosesi pemilu hingga pembentukan kabinet terbaru rakyat Indonesia terlibat secara tidak langsung melalui tayangan televisi maupun media yang lain. Mereka juga membicarakan hal itu dengan logika dan bahasa awam sehari- hari. Namun, karena masalah komodifikasi isu dan pertarungan ekonomi politik media, isuisu yang mereka usung menjadi kurang menarik dan tidak terekspos media. (Kompas, Selasa 27 Oktober 2009). Pemilu 2009 disuarakan sebagai wujud apresiasi demokratisasi Indonesia, hasil pertarungan politik pemilu menghasilkan kabinet yang
d i b a y a r †u n t u k †m e m p e r b a i k i kesejahteraan rakyat yang riil. Namun proses pemiskinan diperparah dengan tumbuh kembangnya mental berharap rakyat dengan perluasan pemberian bantuan langsung tunai, yang berdampak pada rentannya politisasi isu kesejahteraan untuk kepentingan politik sesaat. Dalam kamus bahasa Indonesia sejahtera memiliki arti aman sentosa, makmur; selamat (terlepas dari segala macam gangguan, kesukaran dan yang lainnya), ditilik dari makna tersebut maka saat ini warga negara Indonesia belum mencapai tingkat sejahtera. Pemerintah tidak serius dalam menangani kesejahteraan petani, sehingga sulit mendapatkan pupuk. Beberapa kabinet mengusung isu peningkatan kesejahteraan rakyat, tetapi media tidak pernah mengungkap kesejahteraan versi rakyat yang benarbenar di suarakan oleh ìwong cilik.î Selama ini masyarakat Indonesia mengalami tekanan yang berkepanjangan, hidup dalam himpitan kemiskinan, korban janji yang belum pernah ditepati, dan menjadi subyek representasi perpolitikan khususnya dalam pengambilan kebijakan. Sehingga menjadi sangat wajar bila pola pikir, kesadaran, pandangan, serta harapan masyarakat Indonesia menjadi sangat pragmatis. Penurunan harga barang-barang pokok, serta pelayanan kesehatan, pendidikan maupun pelayanan administrative dan yang berkaitan dapat dijangkau oleh ìwong cilikî. Siapapun dan apapun bentuk kabinet terbaru, serta hidup di era apapun tidak penting, dalam pandangan mereka hal terpenting adalah bagaimana dapat memenuhi kebutuhan hidup serta dapat hidup layak, aman, sentosa dan makmur. *) Adalah kader PMII cabang Tulungagung
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
DIMÎNSI
Demokrasi Indonesia Di Ambang Ba tas Bat Oleh : Muh. Lutfi Burhani *) ìReformasi yang sedang berlangsung sekarang ini merupaka resultante dari bertemunya tekanan proses globalisasi dengan tuntutan keadilan masyarakat. Hal ini terjadi karena ketidakmampuan sistem politik melakukan adaptasi dan inovasi institusional terhadap tuntutan perekonomian global dan kegagalan pembangunan ekonomi mewujudkan pembangunan yang berkeadilan sosialî. Menyongsong datangnya zaman baru, kita dapat menyaksikan dan merasakan betapa derasnya gelombang globalisasi telah jauh mempengaruhi segala bidang kehidupan, tidak hanya cara hidup sehari-hari tetapi cara berfikir masyarakat pun ikut terpengaruh. Dengan tidak memandang apakah yang bersangkutan menyadari, mengetahui, menyetujui atau tidak. Percepatan proses globalisasi sekarang ini digerakkan oleh dorongan universal liberalisasi perdagangan dan perubahan teknologi yang terus menerus menurunkan biaya produksi, transportasi dan komunikasi. Kalau tidak ingin dikoyak-koyak lebih jauh oleh pendalaman proses globalisasi yang tengah melanda Indonesia dewasa ini, maka perlu dikaji fenomena globalisasi yang sedang kita hadapi. Hal ini dapat dilakukan melalui pendekatan tiga gelombang politik pintu terbuka yang dijalankan di Indonesia dengan seluruh implikasinya. Adapun tiga gelombang yang signifikan dalam proses membentuk Indonesia adalah; Pertama, politik pintu pertama yang dijalankan oleh pemerintah Hindia Belanda pada abad 19. Politik ini membuka lebar-lebar wilayah Hindia Belanda bukan saja untuk usaha swasta Belanda, melainkan sebagai usaha swasta dari
DIMÎNSI
negara-negara lain. Kedua, politik pintu terbuka kedua yang dijalankan oleh pemerintah orde baru pada tahun 1967 (era Soeharto). Ketiga, politik pintu terbuka yang dijalankan oleh orde reformasi hingga sekarang. Perbedaan penting antara politik pintu terbuka kedua dengan ketiga adalah, politik pintu terbuka kedua dimaksudkan untuk mengintegrasikan Indonesia dalam kerangka kerja dunia bebas melawan komunisme, sedangkan politik pintu terbuka ketiga dimaksudkan untuk mengintegrasikan Indonesia dalam masyarakat dunia pasca perang dingin. Frasa dunia bebas dipergunakan oleh Amerika Serikat (AS) untuk menggabungkan s e k u t u - s e k u t u n y a †m e l a w a n komunisme selama perang dingin, sedangkan frasa masyarakat dunia juga dipergunakan AS untuk menyatakan bahwa setelah selesai perang dingin hanya tinggal satu dunia, yaitu dunia yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Dalam kerangka kerjanya, AS memberikan kebebasan kepada sekutu-sekutunya untuk memilih sistem pemerintahan dan kebijaksanaan dalam negerinya sendiri, sedangkan dalam kerangka kerja masyarakat dunia, sekutu-sekutunya harus menyesuaikan diri dengan ìnilainilai universalî yang dipaksakan seperti liberalisasi perdagangan, demokrasi barat dan hak asasi manusia. Dilihat dari kaca mata ekspansi kapitalisme internasional, orde baru dan orde reformasi sebenarnya masih berada dalam satu perahu yang sama, meskipun berbeda keranjang, yaitu perahu yang akan membawa Indonesia terintegrasi lebih jauh ke dalam pelukan kapitalisme internasional. Orde baru dan orde reformasi lahir di tengahtengah kekacauan ekonomi yang parah dan kemudian melakukan rehabilitasi ekonomi dengan dana pinjaman luar
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
negeri berdasarkan resep-resep IMF. R e f o r m a s i †y a n g †s e d a n g berlangsung sekarang ini merupaka resultante dari bertemunya tekanan proses globalisasi dengan tuntutan keadilan masyarakat. Hal ini terjadi karena ketidakmampuan sistem politik melakukan adaptasi dan inovasi institusional terhadap tuntutan perekonomian global dan kegagalan pembangunan ekonomi mewujudkan pembangunan yang berkeadilan sosial. Reformasi bulan Mei 1998 telah berhasil meruntuhkan bangunan monolitik Orde Baru dan memecah konsentrasi kekuasaan satu polar menjadi beberapa polar kekuasaan yang dibangun di sekitar tokoh-tokoh berpengaruh. Polarisasi kekuasaan tersebut mengikuti dan kemudian diikuti oleh polarisasi sumber daya politik, meliputi p e n g u a s a a n †m a s s a †p o l i t i k , penguasaan aset ekonomis, kekuasaan normatif (kebenaran, moralitas, ideology, tradisi, agama, legitimasi, wewenang), kekuatan personal (karisma, daya tarik, persahabatan, popularitas), dan kekuasaan pengetahuan (informasi, pengetahuan, ketrampilan teknis) khususnya yang berkaitan dengan penguasaan massa dan aset ekonomi. Pecahnya konsentrasi kekuasaan menjadi beberapa polar kekuasaan sudah pasti jauh lebih baik dibandingkan dengan bangunan monolitik Orde Baru. Kekuasaan otoriter telah dirobohkan dan kekuasaan demokratis telah ditegakkan. Seperti kita ketahui, bangunan monolitik Orde Baru ternyata tidak mampu mengontrol penyalahgunaan kekuasaan dalam bentuk korupsi, kolusi, dan nepotisme yang membuat perekonomian nasional menjadi tidak efisien dan tidak mampu bersaing menghadapi kekuatan global. Runtuhnya Orde Baru memberikan Halaman
49
harapan segar bagi diakhirinya penyalahgunaan kekuasaan dalam bentuk korupsi, kolusi, dan nepotisme karena pemerintahan demokratis diawasi secara ketat oleh partai-partai sebagai alat perjuangan rakyat. Tetapi hal ini tidak terjadi. Korupsi dan kolusi disinyalir makin merebak sampai pada tingkat yang mengerikan. Pecahnya konsentrasi kekuasaan di tangan satu orang ke beberapa kutub kekuasaan telah membuat kohesi kepemimpinan dalam birokrasi Negara menjadi lemah. Struktur wewenang di dalam dan antar lembaga Negara menjadi longgar yang dapat membuka peluang bagi penyalahgunaan jabatan. Kegagalan Orde Reformasi untuk memberantas KKN telah mengubah bentuk ke arah yang sangat membahayakan. Apabila pada zaman Orde Baru korupsi dikendalikan oleh pusat kekuasaan politik, kini korupsi bebas berkembang di berbagai lembaga Negara. Sehingga yang terjadi adalah desentralisasi korupsi. Di tengah-tengah kemiskinan rakyat yang terus meluas akibat krisis, panggung politik pada semua tingkatan mempertontonkan diri dengan wajah berhamburan uang. Keadaan seperti ini dapat menyulut bergulirnya reformasi gelombang kedua. Bagaimana ini dapat terjadi? Untuk dapat memahami masalah ini kita harus menarik garis pemisah yang tajam antara demokrasi dan oligarkhi. Partisipasi politik rakyat masih diwarnai oleh pola mobilisasi emosional dan belum dibangun berdasarkan kesadaran kognitifnya. Kemenangan reformasi telah membuat harapan rakyat melambung tinggi dan mereka pun mempercayakan perubahan nasibnya kepada partai politik yang diidolakan tanpa adanya ruang untuk mengawasi sepak terjang para pemimpinnya dalam mengendalikan kebijakan partai. Dalam situasi seperti ini rakyat dengan mudah akan kehilangan kedaulatannya apabila para pemimpin yang dipilih secara demokratis tersebut beraliansi dengan kelompok-kelompok yang berkepentingan khusus guna mencapai tujuannya sendiri. Kecenderungan akan terjadinya penggantian tujuan Halaman
50
berdasarkan penciptaan pusat kepentingan dan motivasi baru merupakan hal yang sangat umum melanda partai-partai politik sekarang ini. Apabila ini terjadi, demokrasi akan jatuh menjadi oligarkhis. Bukan lagi kepentingan umum yang diperjuangkan, melainkan kepentingan khusus yang menguntungkan diri sendiri. Kebijakan partai tidak lagi mencerminkan kemauan dan kepentingan massa, tapi m e n c e r m i n k a n †k e m a u a n †d a n kepentingan pemimpin. Hal yang serupa dapat terjadi pada tingkat Negara. Pada tingkat Negara kita telah memiliki tatanan yang demokratis, dengan demikian memberi saluran yang cukup luas untuk dapat menampung tuntutan dan aspirasi masyarakat. Tetapi saluran tersebut masih tersumbat oleh kondisi internal partai. Kami berkeyakinan bahwa demokrasi otentik akan terjadi apabila demokrasi pada tingkat Negara diikuti oleh berkembangnya demokrasi internal partai. Tanpa demokrasi dalam kehidupan internal partai, pertumbuhan demokrasi secara keseluruhan akan terganggu. Tujuan demokrasi untuk menciptakan transparansi dan keadilan atas akses publik gagal diwujudkan karena kepentingan oligarkhis akan memblokirnya. Untuk mengikis gejala oligarkhis yang menyertai perkembangan demokrasi, perlu dibangun kekuatan sosial baru, yaitu lapisan masyarakat yang bersikap kritis dan secara intelektual dapat mengawasi perilaku politik pemimpinnya. Dibangunnya kekuatan sosial baru di tengah-tengah masyarakat hendaknya dapat mendorong anggotanya untuk memahami permasalahan bangsa serta memahami proses-proses pengambilan keputusan politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Semakin banyak anggota masyarakat yang memahami masalah ini, apalagi jika disertai oleh ketangkasan politik untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, akan menjadi modal untuk mempersempit ruang gerak perilaku oligarkhis, baik dalam kehidupan internal partai maupun dalam
kehidupan Negara. Respon gerakan mahasiswa terhadap perkembangan kapitalisme global secara keseluruhan nampaknya akan sulit muncul. Peristiwa 1965-1967 hingga digulirkannya ìpolitik pintu terbuka keduaî, dan peristiwa reformasi 1998 hingga digulirkannya ìpolitik pintu terbuka ketigaî mahasiswa memiliki keterlibatan dalam proses peristiwa tersebut, hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa dengan semangat gerakannya sebagai agent of social control malah justru menjadi alat bagi kapitalisme untuk meruntuhkan rezim yang sudah tidak lagi sejalan dengan kepentingan globalisasi. Namun beberapa masalah yang ditimbulkan oleh kebijakan politik pintu terbuka ketiga dapat menjadi tema dan sasaran gerakan mahasiswa. Peranan dominan dan campur tangan IMF dalam menentukan kebijakan perekonomian dapat menjadi sasaran kritik mahasiswa. Lebih-lebih jika campur tangan tersebut ternyata gagal memperbaiki situasi perekonomian atau nyata-nyata bertentangan dengan kepentingan rakyat, seperti kenaikan harga bahan bakar minyak yang memicu inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat. Penjualan aset-aset negara kepada pihak asing dapat membangkitkan sentimen nasional dan tidak mustahil dapat melahirkan gerakan nasionalisme baru dalam kalangan mahasiswa. Dampak liberalisasi perdagangan yang merugikan petani dan lapisan sosial yang tidak memiliki ketrampilan, kurang terdidik, dan tidak memiliki akses pasar lambat laun akan mengundang solidaritas mahasiswa dengan tajamnya jurang pemisah antara golongan the law dan the have n o t . †S e b a i k n y a †m a h a s i s w a mempelajari dengan sikap kritis proses pendalaman globalisasi sekarang ini agar dapat melahirkan gerakan mahasiswa yang sadar dan signifikan dalam mempengaruhi jalannya sejarah di kemudian hari. *) Penulis adalah Ketua DPC GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) Tulungagung
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
DIMÎNSI
Pemilu Untuk Siap a? Siapa? Akankah Masyarakat Bawah Mejadi Tumbal? Oleh: Nur Kholis *) Secara rasional demokrasi dapat berjalan secara efektif serta mampu menciptakan stabilitas politik. Ini berjalan jika para aktor dan masyarakat politik tidak bersikap anti budaya. Sehinggga demokrasi benar-benar mampu menipiskan ketidakadilan dan menjadi pintu masuk serta mempercepat†keberhasilan pembangunan. Jika disesuaikan dengan konteks persyaratan ekonomi, dari beberapa studi disebutkan mengenai batas aman demokrasi di Indonesia. Dari sejumlah studi menunjukkan bahwa tingkat kemajuan ekonomi merupakan faktor penentu keberlanjutan demokrasi. Suatu studi yang banyak diacu menyimpulkan bahwa berdasarkan pengalaman empiris selama 1950-90, rezim demokrasi di negara-negara dengan penghasilan per kapita 1500 dolar (dihitung berdasarkan Purchasing Power Parity (PPP)-dolar tahun 2001) mempunyai harapan hidup hanya 8 tahun. Pada tingkat penghasilan perkapita 1500-3000 dolar, demokrasi dapat bertahan rata-rata 18 tahun. Pada penghasilan per kapita di atas 6000 dolar daya hidup sistem demokrasi jauh lebih besar dan probabilitas kegagalannya hanya 1/ 500. Kemudian posisi Indonesia ada dimana? Apabila dihitung berdasarkan PPP-dolar 2006 penghasilan per kapita Indonesia diperkirakan sekitar 4000 dolar sedangkan batas kritis demokrasi sekitar 6600 dolar. Sehingga Indonesia belum berjalan 2/3 jalan menuju batas aman bagi demokrasi. Dengan pengalaman seperti itu tentunya yang akan berkembang adalah permainan uang untuk meningkatkan pendapatan per kapita. Sehingga ada cemoohan bahwa pemilu sebagai alat untuk mendapatkan kekuasaan adalah untuk memperoleh
DIMĂŽNSI
kekayaan pribadi semata. Mengamati perjalanan Pemilu, baik di daerah maupun pemilu nasional yang menelan biaya truliunan rupiah, banyak yang bertanya sebenarnya untuk siapa pemilu ini? Akankah wakil rakyat yang terpilih merupakan putra-putri bangsa Indonesia yang mampu memperbaiki kondisi bangsa dan negara, atau malah memperparah keadaan? Kalau kita bersangka baik, bisa jadi aktor politik dengan berbagai partai politik yang dikendarainya, ini ingin berbakti mengabdikan diri bagi bangsa dan etung-etung sambil membersihkan dosa politik sebelumnya, sehingga kita harus memberikan dorongan moral kepadanya. Namun kalau kita bersangka buruk, kendaraan politik ini hanyalah untuk memperbesar perut mereka dengan menjadikan masyarakat kelas bawah menjadi tumbal. Yang terjadi di masyarakat adalah semakin pudarnya kesadaran politik masyarakat untuk menentukan masa depan bangsa ini. ĂŹSiapa yang mau memberi saya uang maka saya akan datang ke TPS dan pilih dia.ĂŽ Saya yakin itu ungkapan mayoritas warga negara saat ini. Sehingga partisipasi masyarakat menggunakan hak pilihnya semakin menurun pada beberapa pemilu terakhir. Sekali lagi karena masyarakat semakin tidak percaya pada calon yang akan dipilihnya melainkan mereka memilih untuk membantu memperbesar perutnya. Dari data Kompas 24 Juli 2009, pemilih yang menggunakan hak pilihnya adalah sebagai berikut: Pemilu tahun 1955 dengan tingkat partisipasi pemilih 91,41 %, pemilu 1971 adalah 96,62 %, pemilu 1977 adalah 96,52 %, pemilu 1982 adalah 96,47 %, pemilu 1987 adalah 96,43 %, pemilu 1992
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
adalah 95,05 %, pemilu 1997 adalah 93,55 % kemudian tahun 1999 menurun 92,74 %. Lima tahun kemudian, tepatnya pada Pemilu Legeslatif 2004 partisipasi masyarakat menurun menjadi 84,07 %, Pilpres I 2004 adalah 78,23 % begitu juga di putaran kedua partisipasi masyarakat 76,63 %. Sedangkan pada tahun 2009 ini pada pemilu legeslatif lalu partisipasi masyarakat menurun menjadi 70,96 %. Hal ini tentunya menjadi evaluasi bagi kita bersama mengapa partisipasi masyarakat semakin menurun. Tidak lain adalah pandangan masyarakat terhadap pemilu adalah untuk kepentingan orang-orang yang mencalonkan diri, sehingga mereka hanya menjadi tumbalnya. Jika kita kaji secara teoritisnormatif, pemilu adalah untuk menjaring wakil rakyat dan presiden serta wakilnya karena pertimbangaan integritas dan kompetensinya. Harapnnya agar rakyat Indonesia segera meraih kemakmuran, kenyamanan dan kemajuan hidup di negaranya sendiri. Karena itu rakyat harus dibuat jelas dan sadar akan hak dan kewajibannya bahwa pemilu yang menelan biaya tinggi baik moral maupun material bukan dirancang untuk panggung persaingan dan perkelahian antar elite politik, tetapi untuk kepentingan rakyat dan bangsa. Alasan utama adanya pemilihan langsung, tidak lain agar pemimpin yang terpilih benar-benar telah melalui seleksi dari bawah karena prestasi moral, intelektual dan pengabdiannya kepada masyarakat. Tetapi gagasan ini rasanya sulit terwujud karena minimnya informasi yang dimiliki masyarakat tentang calonnya. Meskipun sistem pemilu sudah berkembang, namun semakin lama yang akan mengendalikan dan Halaman
51
mempengaruhi masyarakat serta perilaku pemilih masih tetap elite politik dengan cara memobilisasi massa dan manipulasi dengan kekuatan uang, sentimen etnis dan agama. Artinya, proses pemilu tidak akan berlangsung secara rasional, tetapi ideologisemosional yang sarat dengan nuansa sentimen kelompok, sehingga wawasan dan komitmen keindonesiaan tergeser. Jika ternyata yang lebih dominan adalah emosi kelompok yang dikendalikan uang dan fanatisme komunal, proses dan hasil pemilu malah memperparah kondisi bangsa. Maka diperlukan berupa kesadaran partisipasi, dan tindakan nyata dari kita untuk menciptakan pemilu yang berkualitas, baik aspek penyelenggara, proses, peraturan, perilaku p e m a i n , p e n g a w a s m a u p u n s u p o r t e r n y a . Tampilan calon pemimpinnya bermoral, visioner,
memiliki kompetensi dan setia memegang amanah. Karena itu pendidikan politik bagi warga negara penting, agar tidak menjadi korban rekayasa dan petualangan politik yang dilakukan oleh mereka yang haus akan kekuasaan untuk diri dan kelompoknya dengan memanfaatkan momentum pemilu. Kunci kestabilan politik di era demokrasi adalah bagaimana keseimbangan politik terjadi secara efektif dalam kerangka checks and balances. Di sini diperluan peran aktor dan agen politik yang mampu menentukan kualitas formasi politik, dalam arti apakah pola-pola koalisi yang hadir betul-betul mengarah pada stabilitas politik yang terkendali secara demokratis. Maka diperlukan penguatan sistem politik yang mengkondisikan akselerasi stabilitas politik, walaupun pada praktiknya kerap ditemui kesulitan. Stabilitas politik
sangat terkait dengan rasionalisasi kepentingan, walaupun tak mengesampingkan konteks normatif, seperti faktor ideologi. Dengan demikian partisipasi politik masyarakat mutlak diperlukan. Partisipasi masyarakat tidak bolah hanya dijadikan tumbal bagi aktoraktor politik tetapi murni kepentingan masyarakat. Sehingga pendidikan politik ini mutlak dilakukan dan diberikan tidak hanya bagi masyarakat menengah ke bawah, tetapi juga pendidikan politik bagi pelaku atau aktor politik. Sehingga untuk membangun masyarakat Indonesia dapat terwujudkan, yakni terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridlai Allah SWT.
Sambungan dari Hal. 44
Ketiga,†mengurangi ketergantungan terhadap asing dengan memberdayakan produk-produk industri lokal. Penguasaan asing dalam bidang apapun membuat bangsa Indonesia merasa terasing di negerinya sendiri karena besarnya ketergantungan Indonesia terhadap asing mengakibatkan terabaikannya segala potensi yang dimiliki bangsa Indonesia dan kurangnya penghargaan terhadap budaya bangsa. Seperti budaya, pendidikan, teknologi, sumber daya alam, dan yang lainnya. Dampak yang paling menakutkan di masa mendatang adalah terasingnya masyarakat dan anak bangsa terhadap budaya sendiri. Hasilnya adalah anakanak yang tercerabut dari akar
budayanya. Adalah sangat riskan ketika anak-anak bangsa sudah tidak mengenal budaya dan lingkungannya sendiri. Lalu ciri khas apa yang bisa dimunculkan dari bumi Indonesia? Maka tinggallah menunggu waktu, Indonesia menjadi sebuah bangsa yang amnesia akan peradabannya. (Footnotes) 1 Seperti yang tertulis dalam makalah yang disampaikan oleh Darmaningtyas dalam Seminar LP Ma Ăarif Kebumen, Selasa, 23 Juni 2009 di Hotel Grafika Gombong Kebumen
Lembaran-lembaran budaya yang tercecer sehingga diklaim oleh negara tetangga, seolah mengingatkan kita bahwa ada banyak hal yang terlupakan, yang seharusnya kita menjaganya. Kita telah lama tertidur beralaskan slogan negeri yang subur makmur gemah ripah loh jinawi yang membuat kita bangga dan terlena. Padahal tak henti-hentinya diberitakan di media massa bahwa masih ada penduduk Indonesia yang kekurangan pangan, gizi buruk, anak putus sekolah, panen gagal, dan hasil bumi diambil negara asing yang menyisakan kemiskinan di beberapa daerah.
*) Adalah Ketua Umum HMI Cabang Tulungagung periode 2009-2010
*) Adalah mahasiswi prodi PAI/ VII juga anggota litbang LPM DIMENSI
Jenius adalah orang yang mampu membuat hal-hal yang sulit menjadi sederhana, tapi mengapa pendidikan di negeri ini yang seharusnya bisa memberikan penyelesaian malah menambah permasalahan.
Halaman
52
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
DIMĂŽNSI
Merajutnya Kembali…. Sore itu suasana kota tak seperti biasanya, usai peristiwa itu, tak membekas dalam hati setitik harapan untuk tersenyum melambungkan angan-angan dan impian Kelana yang terputus karena keputusan militer pemerintah daerah bukit ujung selatan. Hasil akhir yang membawa keluarga ini masuk dalam kubangan penguasa. Pak Suradji dinyatakan bersalah atas pemilikan tanah sawah tak bersertifikat. Padahal itu jelas tanah warisan nenek moyang. Tanah, tempat mereka hidup dan ladang untuk menyambung kehidupan mereka. Peristiwa penyeretan pak Suradji ke penjara ujung kota membuat Kelana, bocah ingusan yang masih duduk di bangku 4 SD kehilangan harapan untuk mewujudkan impiannya. Sekarang Rajutan mimpi itu tercecer. Entah dimana, seolah tertelan waktu dan kondisi yang tak memihak ketika keputusan yang pincang telah ditetapkan. Dalam benakku masih bisakah Kelana mencari dan merajut, menjahitnya kembali serpihanserpihan harapan itu. Hingga kebahagiaan kunjung menyapa dan membelai hidupnya. Kalau rajutan yang pertama tak ditemukan, hilang di usia emasnya. Rajutan ke dua pun telah terkoyak-koyak oleh penguasa dan dibawanya entah kemana, rajutan ke tiga ikut bersama ayahnya, berada pada kungkungan penjara tak beralasan dan rajutan terakhir masih ada dalam sela-sela genggamannya. Namun tangan kecil Kelana pun tak sanggup menggenggam erat-erat ketika
DIMÎNSI
kondisi sekelilingnya tak mendukung, biaya untuk sekolah tak ada. “Biaya sekolah…? untuk makan esok saja…masih dalam bayangan”. Menatap awan yang cerah pun tak sanggup dilakukan Kelana. Entahhh…masih adakah harapan Kelana dan kedua orang tuanya untuk menjalani hidup ini. Akupun menghela nafas dalam-dalam ketika mengetahui realitas kehidupan dan permasalahan masyrakat bukit ujung selatan ini. Sekian lama aku bekerja memberikan separuh hidupku untuk LSM “Tapak” untuk pemberdayaan masyarakat di kota ini. Baru kali ini ku temui masyarakat pinggiran yang diperlakukan tidak adil bahkan pemberian kesejahteraan pun tak sampai pada kehidupan mereka. Begitu miris, Hanya karena tanah yang di tempatinya tak bersertifikat. Akhirnya menjadikan masyarakat pinggiran semakin terasing “sengaja di asingkan” dari kebijakan yang semestinya lebih memikirkan dampak pada kehidupan masyarakat dan berpihak pada mereka. Lagi-lagi aku ingin menghela nafas yang panjang dan sejenak ku pejamkan mata untuk melepas penat ini. Sejenak otak ku berputar, “pasti ada yang salah, ya…ada sistem yang salah dan tetap saja dijalankan. Tapi mereka militer, bukankah orang-orang militer itu lebih berpendidikan tinggi? Mestinya mereka tau apa yang harus dilakukan ketika mengetahui kondisi masyarakat pinggiran seperti itu” tapi bagaimana kenyataannya...? lagi-lagi aku
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
bertanya pada diiriku sendiri yang hampir tak mengerti apa yang mereka inginkan. Tidakkah ingat mereka pada orangtuanya yang berada di desa pinggiran sana, tidakkah mereka ingat pada anak-anak mereka yang sama-sama menginginkan sekolah sama dengan anak pak Suradji, yang sama-sama memiliki harapan dan cita-cita. *********** Ku langkahkan kaki menyusuri jalan yang tak mulus ini. Berbagai tumbuhan ku lihat di sekeliling, tak jarang juga pohon kelapa yang menjadi penghasilan masyarakat bukit ujung selatan. Segera ku hampiri montor dan ku tancap gas menuju ke Balai desa, ku ingat hari ini aku mendapatkan undangan pertemuan di Balai desa dalam rangka membahas pemberdayaan masyarakat bukit ujung selatan dengan mengoptimalkan diri sesuai dengan potensi dan kekayaan Alam sekitarnya. 20 menit aku terlambat dalam forum, dengan wajah sedikit merah karena malu dihadapan para sesepuh desa, ku langkahkan kaki menuju tempat duduk paling depan. Sambutan dari kepala desa telah usai beberapa menit setelah kedatanganku. Segera penata acara dan beberapa telan lainnya menyiapkan lokasi untuk perbincangan ku dengan masyarakat, terkait dengan potensi masyarakat bukit ujung selatan dengan kekayaan alam yang telah ada di daerahnya sebagai bentuk pemberdayaan daerah. 2 jam ku lalui bersama masyarakat bukit ujung selatan. Halaman
53
Ku bawa pulang hasil yang tercerna dari forum tadi ke LSM ’’Tapak’’. Ku rebahkan tubuh ini di atas tempat tidur bambu dengan ditemani semilirnya angin, ku dengarkan lirik lagu Iwan fals. Lamatlamat dalam ingatanku kembali lagi memori pak Suradji. Hhhhh...ku hela nafas yang tertahan menghadapi hidup ini, bagaimana aku harus membantu kasus pak Suradji dengan hasil pertemuan tadi. Bagi ku ini pasti bisa dipertahankan potensi daerah, kekayaan alam dan pak Suradji sebagai salah satu masyarakat bukit ujung selatan yang merupakan korban dari kurangnya perhatian pemerintah. *********** Suasana malam tak seperti hari-hari kemarin, lampu-lampu di setiap ujung desa telah dimatikan, seperti suasana perang, yang terdengar hanyalah suara binatang malam yang semakin menjadikan malam ini hening tanpa aktifitas. Di keheningan ini mulai ku temui jalan yang lebih terang untuk masyarakat bukit ujung selatan dan kasus pak Suradji. Ku temukan alternatifnya di ujung bintang-bintang yang sinarnya menembus batas, masuk ke ruangan kecil ini. Ku buka file di komputer, ku rilies tentang potensi masyarakat bukit ujung selatan. Kebun kelapa, kebun ketela, jagung, sumber air, tanah ladang melimpah ruah adalah kekayaan yang mereka miliki dengan di kelola bersama dalam masyarakat ini. Potensi pengolahan masyarakat akan hasil bumi adalah sesuatu yang perlu untuk dihargai baik dari pemerintah daerah maupun pusat. Ku isap rokok LA untuk mencairkan pikiranku, terkadang memang dengan inilah aku mengumpulkan ideHalaman
54
ide cemerlang. Ku lihat jam dinding yang setiap malam menemani ku. Hhhhh.....02.00, sampai jam segini pun aku tidak bisa tenang memejamkan mata. Hingga aku mencari aktivitas yang mungkin bisa mengantarkan ku untuk memejamkan mata malam ni. Ku buka Novel ’’Budaya Senjakala menjelang sore”. Baru ku baca beberapa lembar, ternyata dia bisa mengantarkan ku untuk menjemput mimpi meskipun menjelang pagi. ********* Pagi, ku sambut hari ini meskipun sedikit terlambat aku menyapa mentari. Ku langkahkan kaki menuju Balai desa bersapa dengan masyarakat dan mulai ku uraikan ide-ide untuk mengembangkan potensi masyarakat ini dengan mengelola secara bersama apa yang dimiliki. Masyarakat ini tidak bisa hidup sejahtera tanpa tanah tempat mereka tinggal, ladang dan beberapa kekayaan yang ada di dalamnya. Meskipun jika ini diurus lebih dalam semua tanah yang ada di daerah bukit ujung selatan adalah tanah hasil waris dari nenek moyang, maka sertifikat bukanlah hal yang penting bagi masyarakat. Yang terpenting adalah bagaimana mereka bisa hidup dengan kekayaan leluhur dan tetap menjaga apa yang diwariskannya demi terciptanya masyarakt yang madani anakanak mendapatkan pendidikan yang layak, istri dan keluarga dapat hidup sejahtera dengan hasil jerih payah secara bersama. Hal inilah yang dibawa masyarakat bukit ujung selatan untuk mempertahanklan diri hidup bersama dengan alam dan masyarakat dengan memberdayakan potensi alam dan manusia. Teringat aku pada bapak Suradji yang hampir 2
hari ini masih tinggal didalam kungkungan penjara sel. Bersama masyarakat ini aku mencoba untuk membebaskan pak Suradji karena tidak ada bukti bahwa bapak Suradji bersalah. Tanah tak bersertifikat itu memang benar, dan ini pun tidak hanya terjadi pada tanah pak Suradji namun keseluruhan masyarakat bukit ujung selatan. Hal inilah yang akan ku bawa menghadap orang-orang di kantor pemeritah daerah bukit ujung selatan. Akan ku coba jelaskan pada mereka dengan beberapa masyarakat pinggiran ini, bahwa ini tidaklah patut diperlakukan pada masyarakat yang secara kesejahteraan minim diperoleh dari perhatian pemerintah. Masih banyak hal yng perlu ditanggani ketimbang masalah yang di alami masyarakat bukit ujung selatan ini. Lihatlah, bapak koruptor yang semakin merambah di kota-kota kecil, di setiap daerah yang semakin menggerogoti anggaran daerah. Ku tutup pertemuaan ini, dengan harapan semua akan selesai dengan tidak ada lagi masyarakat yang di asingkan dari daerahnya sendiri. Dengan senyum, berkelana membawa beberapa harapan masyarkat ini, sejenak ku tatap langit dengan surya yang merekah, ku langkahkan kaki menuju kantor militer pemerintah daerah bukit ujung selatan. Langkah ini tidak akan pernah berhenti sebelum kebenaran ada ditangan kami, kami hanya mencoba untuk mengumpulkan kepingankepingan yang telah hilang, merajutnya kembali harapanharapan Kelana dan masyarakat bukit ujung selatan.
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
/Lek-ny/
DIMÎNSI
DIMĂŽNSI
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
Halaman
55
Halaman
56
No. 23 Tahun XV, Oktober 2009
DIMĂŽNSI