Selasar Edisi 06

Page 1

Penanggung jawab:

SekNas JGD Penasihat:

Alissa QM Wahid Koordinator:

Tata Khoiriyah Redaksi:

Nabilah Munyarihah, Zahro en Lay out:

Fardan Editor:

Abas Z g. Kontributor:

GUSDURian di berbagai daerah Sirkulasi:

SekNas Jaringan GUSDURian

Edisi 6/Agustus 2013

Sekedar Mendahului

A

gustus menjadi bulan yang is mewa bagi semua orang. Merayakan dua kemenangan yang jarak waktunya dak jauh beda, idul fitri dan Kemerdekaan RI. Seluruh kru SELASAR dan Keluarga Besar SekNas Jaringan GUSDURian mengucapkan Selamat Idul Fitri 1434 H sekaligus Dirgahayu Repyblik Indonesia yang ke 68. Perayaan dua kemenangan ini patut disyukuri masih bisa kita rasakan di Negara kita yang meskipun karut marut persoalan yang belum terselesaikan. Sebuah pepatah mengatakan, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah bangsanya. Sebagai bagian dari sejarah, kemerdekaan kita bukanlah terjadi begitu saja tanpa mengalami perjuangan. Masihkah kita bangga menjadi Bangsa Indonesia? Bila kita meyakini kemerdekaan bukan barang yang bisa didapat begitu saja, ada banyak hal yang perlu dilakukan oleh generasi muda untuk mengisi kemerdekaan bangsa.

Redaksi menerima tulisan dari pembaca berupa ar kel, opini, berita melalui selasar.redaksi@gmail.com. Redaksi dak bertanggung jawab atas isi tulisan. Tulisan itu adalah pandangan pribadi penulis. Newsle er ini adalah produk nonprofit.

“Tidak ada jabatan di dunia ini yang patut dipertahankan dengan mati-matian”. - K.H. Abdurrahman Wahid


Menggerakan Tradisi

GUS DUR

DAN SEMANGAT KEBANGSAAN Oleh: Romo Franz Magnis Suseno

D

ilihat dari luar Indonesia bisa berkesan sebuah kemustahilan. Lebih dari seribu pulau terhuni, ratusan bahasa dan budaya lokal, ras-ras yang berbeda, serta kemajemukan agama dan penghayatan di dalam masing-masing agama. Kok bisa menjadi satu Indonesia dan yang tetap kokoh! Kesatuan itu bukan hadiah orang lain. Penjajah justru mau menggagalkan kesatuan itu. Namun Belanda gagal total. Kesatuan Indonesia adalah hasil perjuangan bangsa Indonesia. Karena itu kebangsaan begitu berharga bagi orang Indonesia. Ada yang berkurban dan mati demi Indonesia Merdeka. Ada dua peristiwa yang teramat penting bagi kesatuan bangsa: 1928 Sumpah Pemuda dan 1945 Pancasila. Dalam Sumpah Pemuda suku terbesar di Indonesia, suku Jawa, bersedia bahwa bahasa Melayu dan bukan bahasa Jawalah yang menjadi bahasa Indonesia. Demi persatuan bangsa. Supaya jangan terjadi kesan Indonesia adalah Jawa Raya. Dalam Pancasila mayoritas Muslim menyatakan kesediaannya untuk tidak diberi kedudukan khusus dalam Republik yang baru diproklamasikan kemerdekaannya, serta untuk menjamin bahwa segenap warga Indonesia sama kedudukannya tanpa membedakan menurut agama. Karena kesediaan itu seluruh suku dan etnik di seantero Nusantara bersedia bersatu dalam satu Republik Indonesia. Ada yang cukup menarik. Sesudah Pak Harto 'lengser keprabon', kekhawatiran banyak orang jangan-jangan negara Republik Indonesia kena disintegrasi, mengalami nasib sama dengan Yugoslavia dan Uni Soviet yang menghilang dari peta bumi, ternyata tanpa alasan. Memang terjadi banyak tindakan

anarkis, tetapi kesatuan bangsa tidak pernah terancam. Kekuatan rasa kebangsaan waktu itu betul-betul membuktikan diri. Tetapi sekarang kebangsaan Indonesia terancam. Bukan karena ada musuh di luar, melainkan dari dalam. Ada dua ancaman. Yang satu adalah perangkap konsumerisme. Orang latah gila hanya ingin terus beli lebih banyak dari produksi kapitalisme global gilang cemerlang di mallmall sehingga rasa kebangsaan seakan-akan menguap. Kalau bisa, mereka shopping sampai ke Singpura atau San Francisco hanya untuk mengalami kemewahan. Bagi mereka itu bangsa tidak berarti apa-apa lagi. Yang satunya adalah fanatisme agama. Bagi mereka nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai kebudayaan, dan nilai-nilai kebangsaan tidak berarti sama sekali. Tahunya hanya ajaran agama yang sudah mereka kerdilkan menjadi sempit penuh dengki dan agresi. Mereka lupa bahwa manusia utuh diciptakan Allah dan ditempatkan di bumi, di keluarga tertentu, di suku dan budaya tertentu, di bangsa tertentu, dan di agama tertentu. Maka semuanya itu harus dihayati kalau Sang Pencipta mau dihormati. Yang betul-betul menghayati keutuhan kemanusiaan adalah Gus Dur. Gus Dur merangkul semua nilai, yang dibencinya hanya kepicikan. Ia seorang Muslim yakin, hatinya penuh rasa kemanusiaan dan ia seorang nasionalis Indonesia tulen. Gus Dur tetap contoh dan guru bangsa. Kita boleh bangga mempunyai guru bangsa seperti Gus Dur. Harusnya kita bangga menjadi orang Indonesia!

2


MENGGERAKAN TRADISI

Gusdurian Kaltim

Bersekutu Melawan Penghancuran Lingkungan Samarinda Oleh : Merah Johansyah (Gusdurian Kaltim & Koordinator Gerakan Samarinda Menggugat)

M

emori satu setengah tahun yang lalu masih terngiang di benak saya, ketika kematian Eza (6) dan Ema (6). Mereka menyusul 5 bocah lain yang meninggal tragis di lubang bekas tambang batubara yang tak ditutup dan tanpa rambu peringatan. Kejadian itu menjadi salah satu puncak kekesalan warga Samarinda terhadap pertambangan batubara yang ugal-ugalan. Pertambangan yang menjadi komoditas politik para elit untuk mengeruk keuntungan semata-mata tanpa memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Awal Januari 2012, sejumlah simpul warga korban tambang batubara di Samarinda, aktivis Mahasiswa dan Organisasi Non Pemerintah menggabungkan diri dalam gerakan yang dinamakan Gerakan Samarinda Menggugat. Tujuan gerakan ini adalah mendorong kesadaran warga untuk kritis atas daya rusak operasi pertambangan batubara di sekitar mereka. Kondisi lingkungan memburuk. Banjir pun datang semakin sering dan makin luas akibat pengupasan lahan untuk pertambangan. Sepanjang 2007-2011, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim mencatat 72 kali banjir menyerang Samarinda dengan 10 Ribu warga yang menjadi langganan rendamannya. Kondisi kesehatan juga suram. Debu kegiatan tambang meningkatkan jumlah penderita penyakit saluran pernafasan. Menurut Dinas Kesehatan Samarinda, ISPA mencapai 40 % dan mayoritas berada di wilayah dekat operasi tambang. Ironisnya, pasca otonomi daerah, para bupati dan walikota di kalimantan timur malah mengobral penerbitan Ijin Tambang Batubara.

Kini berbagai Kelompok Masyarakat mulai bersuara. Hasilnya, sepanjang 2011-2012 sudah 5 Ijin Tambang Batubara dicabut dan masih tersisa 63 Ijin Tambang lagi. Pemkot Samarinda pun didesak melakukan evaluasi tiap bulan serta menyerahkan dan membuka seluruh dokumen AMDAL kepada masyarakat yang sebelumnya mereka sembunyikan dengan dalih rahasia negara. Gerakan Samarinda Menggugat kini mengambil langkah lebih jauh dengan Melayangkan Gugatan Warga Negara kepada 5 Instansi Negara. Mulai dari Kementerian ESDM hingga Walikota dan Gubernur Kalimantan Timur. Mereka menandatangani surat kuasa sebagai penggugat dari gugatan ini. Konsolidasi pun dibangun dengan mengajak organisasi lingkungan di level Nasional. Gusdurian Kalimantan Timur adalah salah satu dari Anggota Koalisi Gerakan Samarinda Menggugat. Bahkan salah satu pengurusnyanya seperti Pastur Yohanes Kopong Tuan sempat menjadi Koordinator Aksi Lapangan Gerakan ini. Gusdurian Kaltim sadar bahwa isu lingkungan dan sumberdaya alam adalah salah satu pemicu disharmoni sosial. Warga NU di Kalimantan Timur kini menghadapi 2 masalah yang mesti dihadapi secara bersamaan. Pertama, gerakan Islam Trans-Nasional yang mencuri akidah dan menggantinya dengan paham Wahabisme. Kedua, Korporasi Trans-Nasional yang merampas Tanah untuk kepentingan Investasi belaka. Karena itulah Gusdurian Kaltim berpendirian untuk mengawal isu lingkungan di Kalimantan Timur bersama Gerakan Samarinda Menggugat.

34


Ma Ketawa

Yang Belum Beres

di Indonesia Untuk menetapkan langkah politik, Gus Dur biasa membuat kalkulasi rasional yang rumit. Tapi itu bukan satu-satunya pertimbangan. Gus Dur pun biasa mengecek hasil kalkulasinya dengan nasehat orang-orang waskita, yakni yang diyakininya sebagai golongan muqorrobin. Diantara yang ia cari dan ia perhatikan nasehatnya adalah Gus Miek, Kiyai Hamim Jazuli. Suatu kali, disela maraton pengumpulan informasi dan penggalangan menjelang satu keputusan politik penting, Gus Dur menyempatkan diri menguber Gus Miek yang juga sedang dalam maraton sema'an mantab. “Bagaimana Indonesia ini, Gus?” Gus Dur bertanya kepada Gus Miek. “Oh, insyaallah baik-baik saja, Gus. Semua beres. Tinggal dua yang belum beres!” Gus Dur bergairah, siap menerima inspirasi jitu. “Yang belum beres apa?” “Saya sama sampeyan!”

Forum

Muhammad Arif Ruba'i

Bergerak Lewat Pertanian

N

ama Muhammad Arif Ruba'I secara nasional melonjak tajam setelah keberhasilannya dalam riset pertanian melon yang menghasilkan varietas honey globe yang mendapat predikat melon terberat di dunia. GUSDURian yang satu ini memang memiliki konsentrasi dibidang pertanian dan berprinsip menyebarkan dakwah melalui jalur tersebut. Bagi pria kelahiran Semarang, 2 Februari 1976 ini, dakwah akan lebih efektif apabila diikuti pula dengan pemberdayaan masyarakat. Jawa Tengah khususnya dan Indonesia pada umumnya merupakan negara berbasis agraris sebagian besar. “Kami bergerak melalui Jankar Muda Nusantara dan Yayasan Obor Tani dan lembaga lainnya,” katanya. Aktivis mahasiswa 1998 ini menambahkan, hasil riset yang dilakukan dalam bidang pertanian, digunakan untuk pemberdayaan masyarakat. Secara psikologis social, masyarakat yang telah diberdayakan

akan lebih mudah diberikan pendalaman kajian tentang apapun, termasuk materi dakwah. “Kami memberdayakan masyarakat desa dengan pengembangan teknologi pertanian,” kata pria yang juga Ketua KMNU ini. Sistemnya, melalui bengkel riset yang diadakan, pria berkumis ini melakukan pengkaderan aktivis muda dalam bidang pertanian. Selanjutnya, masing-masing disebar di daerahnya untuk mengembangkan pola itu. “Kami juga bekerja sama dengan beberapa Pemkab untuk pengembangan pertanian,” terangnya Warga Wonokerso, Kabupaten Semarang ini menilai, hal serupa juga perlu dilakukan, tidak hanya dibidang pertanian. Bidang-bidang lainnya juga perlu dikembangkan untuk menjadi sarana dakwah. “Misalnya pendidikan, social dan ekonomi atau bidang entrepreneur lainnya,” tandas alumni STAIN Salatiga ini. (red)

4


GUS DUR BERTUTUR

ISLAMKU, ISLAM ANDA, ISLAM KITA T

< Bagian II >

radisionalisme agama, pada umumnya, mengambil pola ini dan hal itulah yang dimaksudkan oleh Marshall McLuhan seorang pakar komunikasi dengan istilah “happening”. Ini bisa dilihat, misalnya, dalam setiap tahun para pemain rebana selalu memperagakan kebolehan mereka di arena Masjid Raya Pasuruan, tanpa ada yang m e n g u n d a n g . Ke b a n y a k a n m e r e k a d a t a n g mengendarai truk ke kota tersebut dengan mengenakan seragam masing-masing, yang dibeli dari hasil keringat sendiri, serta tak lupa membawa makanan sendiri dari rumah. Setelah bermain rebana selama lima sampai sepuluh menit, mereka pun lalu pulang tanpa mendengarkan pagelaran rebana orangrombongan lain. Hal yang sama juga terjadi dalam haul/peringatan kematian Sunan Bonang di Tuban dalam setiap tahunnya. Tanpa diumumkankan, orang datang berduyun-duyun ke alun-alun Tuban, membawa tikar/koran dan minuman sendiri, untuk sekedar mendengarkan uraian para penceramah tentang diri beliau. Di sini, pihak panitia hanya cukup mengundang para penceramah itu, memberitahukan Muspida dan menyediakan mejakursi ala kadarnya demi sopan santunnya kepada para undangan. Tidak penting benar, adakah Sunan Bonang pernah hidup? Dalam pikiran pengunjung memang demikian, dan itu adalah kenyataan —yang dalam pandangan mereka “tidak terbantahkan”. Nah, “kebenaran” yang diperoleh seperti ini adalah sesuatu yang didasarkan pada keyakinan, bukan dari sebuah pengalaman. Hal inilah yang oleh penulis disebutkan sebagai “Islam Anda”, yang kadar penghormatan terhadapnya ditentukan oleh

banyaknya orang yang melakukannya sebagai keharusan dan kebenaran. Sementara itu, dalam menelaah nasib Islam di kemudian hari, kita sampai pada keharusan-keharusan rasional untuk dilaksanakan ataupun dijauhi, jika kita ingin dianggap sebagai “muslim yang baik”. Kesantrian, dalam arti pelaksanaan ajaran Islam oleh seseorang, tidak menentukan “kebaikan” seperti itu. Banyak santri tidak memperoleh predikat “muslim yang baik”, karena ia tidak pernah memikirkan masa depan Islam. Sedangkan santri yang kurang sempurna dalam menjalankan ajaran agama sering dianggap sebagai “muslim yang baik”, hanya karena ia menyatakan pikiran-pikiran tentang masa depan Islam. Pandangan seperti ini, yang mementingkan masa depan Islam, sering juga disebut “Islam Kita”. Ia dirumuskan, karena perumusnya merasa prihatin dengan masa depan agama tersebut, sehingga keprihatinan itu sendiri mengacu kepada kepentingan bersama kaum muslimin. Suatu kesimpulan dalam “Islam Kita” ini mencakup “Islamku” dan “Islam Anda”, karena ia berwatak umum dan menyangkut nasib kaum muslimin seluruhnya, di manapun mereka berada.

54


GUS DUR BERTUTUR Kesulitan dalam merumuskan pandangan “Islam Kita” itu jelas tampak nyata di depan mata. Bukankah pengalaman yang membentuk “Islamku” itu berbeda isi dan bentuknya dari “Islam Anda”, yang membuat sulitnya merumuskan “Islam Kita”? Di sini, terdapat kecenderungan “Islam Kita” yang hendak dipaksakan oleh sementara orang, dengan wewenang menafsirkan segala sesuatu dipegang mereka. Jelas, pemaksaan kehendak dalam bentuk pemaksaan tafsiran itu bertentangan dengan demokrasi. Dan dengan sendirinya, hal itu ditolak oleh mayoritas bangsa. Nah, pemaksaan kehendak itu sering

Pergulatan

KEKUASAAN “Tidak ada jabatan di dunia ini yang patut dipertahankan dengan matimatian” (Gus Dur)

diwujudkan dalam apa yang dinamakan “ideologi-lslam”, yang oleh orang-orang tersebut hendak dipaksakan sebagai ideologi negeri ini. Karenanya, kalau kita ingin melestarikan “Islamku” maupun “Islam Anda”, yang harus dikerjakan adalah menolak Islam yang dijadikan ideology negara melalui Piagam Jakarta dan yang sejenisnya. Bisakah hal-hal esensial yang menjadi keprihatinan kaum muslimin, melalui proses yang sangat sukar, akhirnya diterima sebagai “Islam Kita”, dengan penerimaan suka rela yang tidak bersifat pemaksaan pandangan? Cukup jelas, bukan?

Agenda Temanggung | 27 Agustus | Perayaan HUT RI 68 lintas agama| Halaman GKI Temanggung | Gra s & Umum Jogja | 30 Agustus | Syawalan forum GUSDURian | lokasi dalam konfirmasi | Gra s & Umum | CP 082141232345

Tumpah darah di Kairo yang terjadi belakangan ini membuat kita bersyukur pernah memiliki pemimpin seperti Gus Dur yang meletakkan nilai kemanusiaan sebagai dasar sikap. Kekuasaan politik tidak semestinya berdiri di atas darah yang mengalir.

Nganjuk | 31 Agustus | Syawalan Komunitas GUSDURian Se-JaTim | Lokasi dalam konfirmasi | Gra s & Umum .

Kekuasaan pemerintah dan 'kekuasaan' tokoh masyarakat tidak semestinya bertahan dengan melawan 'liyan' yang minor. Terlalu banyak energi dilepaskan untuk curiga, kuatir, dan terancam. Sebagai rakyat, kita tegas menolak kekuasaan yang dipertahankan dengan kekerasan. Tidak seorang pun di negeri ini pantas mengungsi karena konflik sosial politik. Pulangkan!

Jakarta | 6 September | Syawalan forum GUSDURian Jakarta & Forum Jumat Pertama| Aula Wahid Ins tute | Gra s & Umum | CP 082141232345 64


KONGKOW

Staramuda, Belajar Hak Perempuan dari film Staramuda selalu mempunyai cara untuk menyedot animo anak muda Jombang untuk menyampaikan visi misi mereka, salah satunya dengan bedah film. Film-film yang dibedah tidak sembarangan, tetapi mempunyai pesan yang dapat diterima dan disebarkan melalui anak muda. Minggu, 30 Juni 2013, Staramuda mengadakan bedah film “Perempuan Punya Cerita” (PPP) yang menceritakan tentang sangat ketidakberdayaan perempuan. PPP adalah kumpulan 4 film pendek yang dibuat tahun 2008 yang masing

menceritakan tentang seks bebas, perkosaan, trafficking, perdagangan anak dibawah umur dan HIV/AIDS. Ujung dari empat sekuel tersebut adalah tentang kurangnya keberanian dan pengetahuan. Sesi diskusi bersama Aan Anshor, Koordinator GUSDURian Jawa Timur berangsung cukup seru. “Saya pikir jika perempuan korban-korban tersebut pintar dan berani, tentu hal seperti ini tidak akan terjadi. Akan sangat mungkin ketika perempuan diberi kebebasan untuk menuntut dan berjuang oleh pemerintah sendiri, mereka tidak akan terpuruk seperti ini. Disinilah letak dimana HAK perempuan dan laki-laki dibedakan”. Ujar Aan Anshori. (Enni, anggota Staramuda Jombang)

Diskusi GUSDURian di Paris Bulan lalu (13/7), salah satu pegiat Jaringan GUSDURian, Nabilah Munsyarihah, berkesempatan untuk memperkenalkan GUSDURian di Paris. Melalui sebuah diskusi kecil, Nabilah dijembatani oleh pegiat GUSDURian yang tengah mengeyam program master di Paris, Muhammad Al-Fayyadl, bertatap muka dengan mahasiswa dan aktivis baik yang berasal dari Indonesia maupun Perancis. “Tentu banyak orang tertarik untuk menggunakan nama Gus Dur untuk berbagai kepentingan,” kelakar Arnaud, seorang Perancis yang pernah tinggal di Indonesia. Lantas beberapa orang juga mempertanyakan apakah GUSDURian akan berkembang menjadi partai politik. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini, Nabila menegaskan bahwa Jaringan GUSDURian adalah kumpulan murid Gus Dur yang ingin melanjutkan perjuangan dan pemikiran Gus Dur diwilayah kultural.

Indonesia Membutuhkan Kepemimpinan Sederhana Untuk menghadapi berbagai konflik antargolongan di Indonesia, yang sibutuhkan sebenarnya adalah kepemimpinan yang tegas. "Pemimpin yang diharapkan Indonesia hari ini adalah sederhana dan tegas, dan tidak terlampau rumit. Meskipun persoalannya begitu rumit, tetapi kerumitan itu dikeluarkan dalam komposisi sederhana, dalam pengertian filosofis dan perilaku sederhana," kata Kholiq

Arif, Bupati Wonosobo. Pernyataan tersebut terlontar dalam diskusi bertajuk “Minoritas di Asia Tenggara: Perspektif Akademisi, Aktivis, dan Agamawan”. Diskusi ini digelar sebagai puncak acara ulang tahun pertama Aburrahman Wahid Center di Perpustakaan Universitas Indonesia pada 18 Juli 2013 pukul 14.00 WIB. H. Kholiq Arif merupakan kepala daerah yang dianggap berhasil dalam membina harmoni di antara masyarakat yang beragam di Kabupaten Wonosobo. Kepedulian terhadap keharmonis antar masyarakat yang beragam inilah yang saat ini dibutuhkan dalam memimpin bangsa 7 ini.


Keluarga Besar Jaringan Gusdurian mengucapkan:

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1434 H dan Selamat hari Kemerdekaan Indonesia yang ke-68 Dirgahayu Manusia Indonesia!


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.