3 minute read

Penerapan SVLK pada Pelaku Usaha Kehutanan

Next Article
BAB 2-SVLK

BAB 2-SVLK

bidang kehutanan, melalui pencatatan, pendokumentasian, pelaporan kegiatan perencanaan, penebangan, pengangkutan, dan pengolahan di industri.

Pelaksanaan penatausahaan hasil hutan diatur dalam Permen LHK 66/2019 tentang Penatausahaan Hasil Hutan Kayu yang Berasal dari Hutan Alam, dan Permen LHK 67/2019 tentang Penatausahaan Hasil Hutan Kayu yang Berasal dari Hutan Tanaman Pada Hutan Produksi. Pada kedua peraturan tersebut pelaksanaan PUHH dilakukan secara self assessment, sepenuhnya dilakukan secara elektronik melalui Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH).47 Bagi pemegang izin yang tidak melakukan Penatausahaan Hasil Hutan Kayu dikenakan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaporan yang tercatat dalam SIPUHH memang dilakukan secara real time, namun masih terdapat kelemahan dalam sistem ini. Pertama, hanya kayu bulat dari hutan alam yang terekam oleh SIPUHH; kedua, belum terintegrasi secara menyeluruh dengan Sistem Informasi Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (SIRPBBI); dan ketiga, pengawasan tidak efektif karena hanya pihak tertentu yang memiliki akses terhadap data dan informasi SIPUHH.

Advertisement

Di sisi lain, pada pengaturan SVLK, pemegang izin harus memiliki Sertifikat Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (S-PHPL). Sedangkan bagi pemegang izin yang belum memiliki S-PHPL wajib memiliki Sertifikat Legalitas Kayu (S-LK). Namun demikian, walaupun SVLK disebut sebagai sistem yang menjamin legalitas dari produk kayu, masih terdapat persoalan di beberapa pemegang S-PHPL maupun S-LK. Seperti halnya pada pemegang S-PHPL yang melakukan penebangan di luar RKT. Selain itu, persoalan terkait aspek sosial pun belum sepenuhnya menjadi perhatian khusus.

Sudah hampir 11 tahun SVLK diimplementasikan, sebuah instrumen yang bertujuan memberantas pembalakan liar dan peredaran kayu ilegal. Sebagai negara pertama

47 Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH) merupakan serangkaian perangkat elektronik yang diluncurkan Kementerian LHK, yang bertujuan untuk mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan menyebarkan informasi penatausahaan hasil hutan kayu

31

pemegang Lisensi FLEGT, Indonesia patut diberi apresiasi, ketika negosiasi mencapai kesepakatan dimulainya pelaksanaan FLEGT VPA sejak 15 November 2016. Selain itu, Kementerian LHK pada tahun 2017 menyatakan bahwa sejak SVLK diterapkan di Indonesia pada 2009 yang lalu, daya saing produk furnitur dan kerajinan terus meningkat, khususnya di pasar Uni Eropa.48

Namun demikian, Pemerintah Indonesia serta elemen yang ada di dalam skema SVLK harus terus meningkatkan kinerja dalam pelaksanaannya. Sebab, masih terdapat pekerjaan rumah yang belum terselesaikan, seperti keterbukaan dan akses data bagi Pemantau Independen (PI), akses pendanaan berkelanjutan dalam mendukung peran pemantau independen, kredibilitas penilaian oleh auditor dan penanganan keluhan, dan penegakan hukum yang memberi efek jera. Di sisi lain, dalam pelaksanaan SVLK masih terdapat celah-celah yang dimanfaatkan oleh oknum pelaku usaha untuk mencari keuntungan dengan memanfaatkan situasi dan melanggar aturan.

48 Siaran Pers; ppid.menlhk.go.id; Nomor : SP. 55/HUMAS/PP/HMS.3/03/2017

32

Box 1 Kasus Pemantauan pada UD Karya Abadi dan PT Gaung Satyagraha Agrindo

UD Karya Abadi, sebagai pelaku industri primer, memiliki pemasok kayu yakni PT Gaung Satyagraha Agrindo (GSA), pemegang konsesi IUPHHK-HA. Dalam prakteknya, UD Karya Abadi melakukan pembalakan liar di luar area PT GSA, namun menggunakan dokumen kayu dari PT GSA. Selain memiliki kerjasama pemasok kayu dengan PT GSA, UD Karya Abadi juga memiliki kerjasama pemasok kayu dari 9 (sembilan) perusahaan konsesi hutan alam lainnya. UD Karya Abadi mengorganisasi dan menggerakkan tenaga kerja untuk melakukan pembalakan di dalam konsesi PT GSA namun diluar RKT; Di konsesi PT Hutan Mulya; di HKM Koperasi Baraoi Bersatu; serta di hutan negara Desa Batu Tukan, TBG Tanggui, dan Desa Telok. Menurut informasi dari masyarakat yang ada di sekitar konsesi, pembalakan liar yang dilakukan oleh UD Karya Abadi telah berlangsung sejak 2005. UD Karya Abadi mengerahkan alat truk dan tronton sekitar 100 unit, dan alat berat eskavator dan dosser sekitar 30 buah. Perkiraan kayu yang dibalak secara liar kurang lebih 1.000 m3 kayu dengan jenis kayu benuas dan karuing. PT GSA menyediakan tempat untuk menampung hasil pembalakan liar di sekitar konsesinya. Semua kayu hasil pembalakan liar dari hutan-hutan tersebut diberi label atas nama kayu bulat yang berasal dari PT GSA untuk kemudian dilakukan penggergajian di UD Karya Abadi. Setelah melalui proses penggergajian, kayu olahan dikirim oleh UD Karya Abadi ke Surabaya melalui dua jalur yaitu melalui pelabuhan Sampit dan Banjarmasin. Informasi yang di dapatkan oleh pemantau, kayu olahan tersebut di kirim ke UD Ongko dan UD Cahaya Baru yang beralamat di Surabaya Jawa Timur.

Kayu hasil illegal logging yang diberi label/barcode PT GSA yang dikirim ke UD Karya Abadi

33

This article is from: