Buletin Jurnal PKK MAHASISWA BARU UB 2019 Edisi 2

Page 1

EDISI II RABU, 14 Agustus 2019

JURNAL PKK MAHASISWA BARU UB

Kavling 10 Tulis dan Kabarkan!

Fenomena Kos Muslim : Ekspresi Beragama di kota Pendidikan

Potret - Pagar depan persewaan kos muslim (Foto: Triska)

MALANG-KAV.10 Kota Malang mendapat julukan sebagai kota pendidikan bukan tanpa alasan. Faktanya, Malang memang memiliki lebih dari 60 Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta. Mahasiswa di Malang yang berasal dari berbagai daerah pun akhirnya menjadi ladang usaha bagi masyarakat sekitar untuk mendirikan rumah kos. Jenis yang ditawarkan pun beragam, seperti: kos yang murah, mahal, kos putra, kos putri, kos campuran, dan sebagainya. Uniknya, dari sejumlah fenomena kos tersebut ada fenomena kos yang jarang sekali menjadi sorotan, yaitu fenomena kos muslim. Ketika ditelusuri, keberadaan kos muslim tersebut terpusat di beberapa titik terutama yang lokasinya berdekatan dengan Universitas. Secara fisik, fenomena kos muslim tersebut tidak hanya terlihat sebagai wilayah kosan yang memasang label “muslim” dalam promosinya. Hal tersebut seperti diungkapkan Tutik salah seorang pemilik kos muslim, walaupun rumah kos yang ia sewakan memasang label “muslim”, Tutik merasa tidak masalah dengan hadirnya mahasiswa yang beragama lain. Baginya hal ini sebagai bentuk rasa saling menghargai dan menghormati antar agama. “Kalau saya bebas nak, menghargai agama lah. Mentang mentang kita orang islam, terus ada orang Kristen mau kos ditolak, itu sih saya nggak begitu. Malah saya masukkan aja, itu kan bentuk saling menghargai agamanya masing masing,” Ujar Tutik saat ditemui awak kavling pada Senin, (12/08) di Sumbersari. Namun ia juga tidak membantah bahwa fenomena kos muslim tersebut juga ada dilingkungan tinggalnya. Tutik menjelaskan bahwa dia pernah mendapat-

kan tugas untuk mencari satu anak agar menempati kamar kosong di rumah kos sebelah, dan kebetulan ada seorang anak yang sedang membutuhkan. Namun karena anak tersebut diketahui beragama Kristen, akhirnya ia diusir saat sudah berjalan beberapa saat menghuni kamar tersebut. “Kalo di saya nggak pernah nolak non islam. Kalo di sana pernah. Kan ibu dari area sini ke sana yang pegang, ibu bagian yang nyari anak kosannya. Nah ibu yang di sebelah sana itu, pernah ada satu kamar kosong, terus saya masukin anak. Pas ketahuan nonis eh dikeluarkan. Diusir,” Pungkasnya berapi-api. Menanggapi fenomena tersebut, Dosen Sosiologi UB Ghenta Mahardika, yang memfokuskan penelitiannya pada Sosiologi Ruang mengatakan bahwa fenomena ini bukan mengarah pada intoleransi tetapi secara lebih spesfiik mengerucut kepada tren kegagalan kepercayaan masyarakat Malang pada sebuah struktur baru yang timbul akibat adanya mahasiswa pendatang. “Bukan konteks toleransi justru karena kalo saya menggunakan perspektif fungsional, ini adalah tren kegagalan kepercayaan pada struktur sosial yang ada sekaligus juga kecemburuan sosial. Ini juga nanti akan memunculkan diferensiasi dan stratifikasi artinya akan ada pengelompokkan yang awalnya tidak ingin ada perbedaan sebenarnya,” Ujarnya ketika dihubungi awak kavling10 melalui sambungan telepon. Ketika disinggung apakah ada kepentingan ekonomi dalam penerapan label “kos muslim” tersebut, Ghenta menampik bahwa hal tersebut. Ia juga menambahkan fenomena itu terjadi karena adanya ketakutan dari masyarakat akan masuknya nilainilai baru yang dibawa orang dengan agama yang berbeda dari mereka. Senada dengan fenomena di atas, Miranda mahasiswa UB yang beragama Kristen pun mengalami hal serupa. Uniknya, Miranda mendapatkan penolakan di tempat kos yang secara terang-terangan tidak melabeli kos muslim dalam promosi tempatnya.

(Bersambung ke hal 4)

UNIT AKTIVITAS PERS KAMPUS UNIVERSITAS BRAWIJAYA

I


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.