JUROS UAPKM UB 2018 #3

Page 1

Dosen HI UB: Orang Eksakta Rentan Terpapar Radikalisme masuk dan bertarung secara ide dan gerakan. Mahasiswa itu silakan mencari,” usul Yusli.

MELENGGANG-Pejalan kaki melenggang di depan Masjid Raden Patah (Foto:Nuril)

MALANG–KAV.10 Dosen Hubungan Internasional UB Yusli Effendi menyebut orang-orang eksakta yang lebih tertarik pada kegiatan-kegiatan berorientasi radikalisme. Kampus-kampus teknik di Indonesia itu lebih banyak simpatisan radikal daripada yang lain. Ia menyebut para pelaku pengemboman didominasi insinyur dan dokter. Orang-orang eksakta terbiasa berpikir logis, sesuai hierarki, keteraturan, dan kepastian. Sementara, orang-orang ilmu sosial lebih terbiasa melihat perbedaan karena biasa melakukan perdebatan akan suatu persoalan. “Filkom dan beberapa fakultas eksakta itu lebih reseptif untuk menerima ide-ide baru soal khilafah ini. Maka, teman-teman eksak ini diberikan perlakuan yang berbeda,” tambah Yusli. Di wilayah Malang, Yusli mengatakan terdapat dosen yang bersimpati pada sistem khilafah, tetapi belum ada catatan yang pergi ke Suriah untuk berjihad. Namun mahasiswa menurutnya ada yang pergi ke Suriah. “Kampus adalah wilayah akademis, semua ide boleh ada di kampus asalkan ada mekanisme kritik. Kalau diskusi, diskusi terbuka lah, jangan tertutup, jangan eksklusif. Jangan tertentu misalnya hanya orang Islam yang semester 1 yang bisa dimanipulasi otaknya kemudian diajak diskusi,” tegasnya. Saat ditemui di kantornya (13/08), Yusli berpendapat bahwa UB itu kampus yang ambigu. Ia menyebut saat Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) belum dilarang, HTI bisa dapat akses masuk di UB, tetapi Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus (OMEK) dilarang. Ia menyebut ini tidak berimbang. “Maka akhirnya berkembang gitu di antara usulan teman-teman kampus menentang radikalisme, salah satunya biarkan OMEK

Menurut Koordinator Pencegah BNPT Hamli, radikalisme dan terorisme tidak tersebar hanya di kampus besar saja, tetapi hampir seluruh kampus di Indonesia. Terutama kampus yang berada di Pulau Jawa, misalnya UI, ITB, IPB, ITS, Undip, UB dan Unair. Sedangkan di luar Jawa ada Universitas Riau, Universitas Hasanudin, Universitas Halu Oleo. Hasil investigasi Kepolisian RI menjadi dasar BNPT menentukan adanya radikalisme dan terorisme di dalam kampus. “Pelaku-pelakunya sekarang itu kebanyakan berlatar belakang anak-anak sekolahan. Ini yang bikin kita semakin repot menghadapinya. Kalau orang ini berpendidikan cuma SMP, SMA, SD, mereka itu karakternya cuma scary jadi cuma perang-perang. Nah kalau sudah setingkat lulusan mahasiswa ada yang S2 itu otaknya itu sudah beda,” papar Hamli. Dosen Fakultas Hukum UB Faizin Sulistio menyatakan bahwa kampus perlu membentuk kebijakan kontra radikalisme dengan membuat konsep, mendefinisikan ulang radikalisme yang ada di kampus, membuat daftar kampus yang terpapar radikalisme, serta memahami gejala dan model radikalisasinya. Konsep tersebut dijadikan suatu kurikulum yang membentuk suatu pola pendidikan kampus. “Jadi kita membentuk suatu kehidupan kampus yang lebih toleran. Jika terjadi gejala-gejala intoleran, bisa dikritisi ulang,” ungkap Faizin. Perkembangan terbaru, UB telah merancang peraturan mengenai penanggulangan penyebarluasan paham organisasi dan pelanggaran kesusilaan. Berkas rancangan peraturan ini salah satunya memuat daftar paham organisasi terlarang dan terorisme yang berisi Partai Komunis, HTI, Lia Eden, Negara Islam Indonesia, Gerakan Fajar Nusantara, Satrio Piningit Weteng Buwono, ISIS, serta Jamaah Ansharut Daulah. (jef/nzf/nur)


Diterbitkan Oleh: Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa Universitas Brawijaya Pelindung : Nuhfil Hanani Pembimbing : Asfi Manzilati Penanggung jawab : Andika Prasada Yanuar Sitorus Pemimpin Redaksi : M.Nuris Hisyam Ramadhani Redaktur Pelaksana : Debbie Julia Gibson Reporter : Alfin Zaenal, Abdi Rafi, Tri Supriyansyah, Niken Damayanti, Qotrunnada Arifaiza, Ivan Yusuf, Ima Dini Shafira, Triska Kharismaningrum, Hendra Dwi Prasetyo, Gemilang Ayu Maulida, Rinto Leonardo S, Renta Septani S, Dewa O. Prabawa, Nerma Handik Suwardana Editor : Debbie Julia Gibson, Aprilia Tri Wahyu N, Juniar Elsya F, Lulu Nafis F, Nuril Zainal Fanani, Oky Dwi P, Saadillah Nur Fahmi, M. Nuris Hisyam Karikatur : Dewa O. Prabawa Layouter : Diana C. T. Purba Sirkulasi dan Pemasaran : Andryan Hugo, Ima Dini Shafira, Gemilang Ayu M

Kritik dan saran bisa disampaikanlangsung ke alamat kami di sekretariat bersama Gedung UKM ruang 2.4 UAPKM UB atau bisa menghubungi 081252363922 (Andika)

Setiap Wartawan Jurnal PKK Maba dibekali kartu pers dan seragam

NARAHUBUNG: WA: 082244832371 (Nuril Z) LINE: @taz3417q (Kavling10)

KAVLING10.COM


Jangan Menunduk senioritas menjadi topik yang mungkin menjadi alasan banyak orang tua was-was melepas putraputrinya ke lingkungan kampus, lingkungan yang seharusnya tidak lagi tentang siapa yang paling tua dialah yang berkuasa. Namun sepertinya senioritas sudah menjadi tradisi yang dijaga turun-temurun keberadaannya. Dalih ingin memberikan “jalan yang lurus” kepada adik tingkat nyatanya tidak sepenuhnya asli. Keinginan menjadi pelaku, merupakan salah satu alasan yang paling banyak digunakan untuk bernostalgia ketika masih menjadi korban atas senioritas. Hal itu yang berlangsung hingga hari ini, walaupun sudah sedikit berkembang tentang cara senior untuk “mendidik” juniornya. Mulai dari senioritas yang hanya menggunakan kekerasan fisik sampai menggunakan kekerasan verbal.

“Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman se-ideologi dan lain-lain. Setiap tahun datang adikadik saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi.” -Soe Hok Gie Sekali lagi selamat kepada mahasiswa baru yang sudah bertahan untuk berlarian diantara teriakan. Serta yang berhasil menatap atau menggelengkan kepala kepada wajah seniornya. Kebanyakan dari mahasiswa baru masih terlena dengan sibuknya penugasan, meriahnya acara saling berkenalan atau mungkin masih sibuk mengenang setiap jengkal materi yang diberikan. Sayang sekali tidak banyak yang sibuk mencari jalan bagaimana menguatkan mental untuk mendongakkan wajah dan mulai menggelengkan kepala pada orang-orang yang terlebih dahulu merasakan teriakan ketika berlari. Senioritas bukan hal baru dalam dunia pendidikan tinggi Indonesia, terlebih tidak hanya satu kali publik gempar dengan korban yang berjatuhan akibat senioritas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia senioritas bermakna keadaan yang lebih tinggi dalam pangkat, pengalaman, usia. Seiring dengan perkembangan tatanan sosial, makna senioritas selalu dihubungkan dengan citra negatif. Akibat kerap kali bermunculan pada media, membuat

Pertanyaan berikut mungkin klise, namun situasi menuntut hal ini dipertanyakan lagi: Seberapa efektif cara-cara itu mampu mengajarkan mahasiswa baru kedisiplinan? Bagi mahasiswa baru, tantangan dalam menjejaki babak baru tidak hanya soal adaptasi dengan tempat dan orang yang baru juga tentang menjadi sasaran empuk dari senioritas yang punya kekuasaan lebih atas jabatan dan usia serta pengalaman yang lebih banyak. Padahal kesetaraan yang telah diperjuangkan sebagai bentuk pengakuan dan memanusiakan manusia selama ini, bukan lantas tiba-tiba dihilangkan dalam beberapa hari. Mengenyam bangku kuliah terlebih dahulu hanya membuat senior mmengenal lebih dulu dinamika kampus dan segala polemiknya bukan lantas bisa menjadikan seseorang dapat menindas manusia lain. Sudah perlu rupanya menatap lurus tanpa harus menunduk dengan orang-orang yang tidak benarbenar mendidik. Atau sudah perlu mencari jalan yang lebih menghargai orang lain untuk sekadar mendidik dan memperkenalkan lingkungan baru. Pengenalan kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKK Maba) seharusnya akan membawa maba mengenali satu langkah lebih jauh polemik yang terjadi di Universitas Brawijaya (UB). Mulai dari peraturan ospek yang sedikit banyak membatasi kegiatan maba, keganjilan uang pengulangan PKK maba bagi mahasiswa lama (mala) atau tentang fasilitas pendidikan yang mangkrak. Atau bahkan persoalan panjang yang terus menjadi tuntutan pada aksi 2 Mei.


Tetap Ikut PKK Maba Meski Minim Fasilitas MALANG KAV.10 “Paling kesulitannya fasilitas disini masih kurang untuk orang-orang seperti saya,” ujar Savira Khusbandiah maba berkebutuhan khusus Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dalam wawancara pada PKK Maba FMIPA 2018 di Gedung Graha Saintika FMIPA. Savira juga menambahkan meski fasilitas untuk mahasiwa berkebutuhan khusus masih kurang namun ia cukup senang dengan penanganan panitia yang sudah cukup baik. “Awalnya takut tapi akhirnya senang karena dari kakakkakak panitianya baik-baik dan sangat membantu, tadi aja aku digotong dari bawah kesini, aku dibantu juga volunter dari PSLD,” jelas maba Jurusan Statistika ini. Sementara itu salah seorang volunter dari Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD) UB menuturkan masalah kurangnya fasilitas untuk mahasiswa berkebutuhan khusus di FMIPA memang menjadi kesulitan tersendiri untuk penanganan mahasiswa berkebuthan khusus. “Inikan nanti berkepanjangan untuk kuliahnya dia, kalau akses kurang pasti akan kesulitan, apalagi kalau volunternya perempuan kan nggak bisa ngangkat.

Jadi kalau akses kurang pasti sulit untuk dianya dan volunternya juga,” tegasnya. Senada dengan hal tersebut Ketua Pelaksana PKK Maba FMIPA Yuda Alldiansyah mengakui memang fasilistas di FMIPA untuk mahasiswa berkebutuhan khusus masih belum ada namun panitia akan secara maksimal memfasilitasi dan membantu mahasiswa baru berkebutuhan khusus untuk tetap mengikuti PKK Maba FMIPA. “Kemarin dari bawah kesini kita gendong, karena untuk penggunaan tandu juga tidak memungkinkan,” ujar Yuda. Yuda juga menambahkan bahwa dari pihak Dekanat FMIPA telah mengajukan permohonan ke Rektorat supaya ada penambahan fasilitas untuk mahasiswa berkebutuhan khusus di FMIPA. “Takutnya kalau tidak ada fasilitas khusus mereka mendapat perlakuan yang tidak semestinnya,” pungkas Mahasiswa Jurusan Kimia 2016 ini. (nh/lia)

Latih Kedisiplinan, Vokasi Adakan Rindam lah, mungkin disitu kita bisa belajar caranya, bagaimana sih ketika kita ingin melatih mental seseorang,” ujar Novita. Frendy Chrisdion, dalam wawancara dengannya, ia membayangkan bahwa rindam akan seperti wajib militer, dimana ada pemberian materi disiplin, pbb, push up, sit up, bangun pagi, dll. TEGANG - Panitia Periksa Barang Bawaan Maba (Foto: Rinto)

MALANG-KAV.10 Rindam atau yang dikenal Resimen Induk Kodam adalah satuan lembaga pendidikan. Rindam dilaksanakan di Depo Pendidikan (Dodik) Bela Negara, saat hari kedua pelaksanaan PKK Maba hingga tanggal 20 Agustus 2018. Rindam sebenarnya adalah bagian dari mata kuliah yang ditempuh maba Vokasi , saat sore hari. Dalam rindam biasanya akan diberikan materi seputar bela negara, nasionalisme, dan kedisiplinan. Humas PKK Maba Vokasi Novita Rosyida, mengatakan di rindam nanti mereka akan diajarkan bagaimana disiplin, bela negara langsung oleh TNI, “Kalau gini, sama anakanak kan dibentak-bentak tapi kan gak bisa nurut, tapi kalo temen-temen TNI, alhamudillah, beliau tanpa harus membentak, itu mereka langsung udah bisa nurut

“Itu (Rindam, red) akan sangat mempengaruhi kedisiplinan, soalnya di Korea Selatan kan ada wajib militer juga, nah itu kalo kayak gini kan bagus kan, untuk mahasiswa. Ya itu kayak tni tni gitu lah, paling gak sempet mandi, makan, ya kayak gitulah,” tutur Mahasiswa Perpajakan Vokasi 2018 itu. Berbagi pengalaman yang sudah dialaminya, Mahasiswa Akuntansi Terapan 2016 Yoga Ekariawan, mengatakan bahwa intinya kita diajarkan sikap bela negara, kedisiplinan, dan sikap kenegaraan kita diasah. “Jadi kalo wajib militer sih, ya hampir-hampir sama, tapi kan kita ambil positifnya aja, kita belajar sama orang militer, kita ambil ilmunya, kita ambil disiplinnya, tegasnya, dan etikanya, gitu,” ujarnya. (agn/lnf)


Maba FH: Panitia Sanggah Hindari Gesekan dari Organisasi Luar esensinya laki-laki bertugas melindungi perempuan, “Maksud dari simpul manusia itu adalah ketika semisal maba ini bergesekan sama organisasi luar,” tegas Daniel.

BENTENG - Barisan Maba FH saat Pulang Kemarin (14/8). (Foto: Elsya)

MALANG-KAV.10 Ada hal yang menarik dari kepulangan maba. Kemarin (15/08), Maba Fakultas Hukum (FH) UB dipulangkan, saat korlap memobilisasi maba dengan menggunakan pola aksi seperti simpul manusia. Dua banjar maba Laki-laki berbaris di kiri-kanan dan maba perempuan berada ditengahnya. Sedangkan maba lakilakinya satu sama lain bergandengan tangan dengan posisi menghadap kedepan. Maba dimobilisasi sampai gerbang Veteran dan Panjaitan UB dengan posisi tersebut. Alasan Daniel Alexander Siagian selaku pernyataan Koordinator Lapangan Internal FH terkait mobilisasi tersebut yaitu untuk melindungi maba-maba dari gesekan pihak luar. Dengan posisi tersebut terlihat

Aqila Kanyanatasya S. maba FH 2018 sepakat terkait esensi dari mobilisasi tersebut. ”Kalau menurut saya bagus aja sih, soalnya kan biasanya cowok untuk melindungi cewek,” ujarnya. Komagus Benny maba FH 2018 menjelaskan bahwa maba perempuan maupun laki-laki tidak terganggu dengan posisi seperti ini, “Enggak terganggu sama sekali, malah bisa menyatukan angkatan kami”, tegasnya. Penggunaan simpul manusia ini awalnya diyakini sebagai langkah panitia untuk menolak selebaran selama di dalam kampus. Tetapi hal itu disanggah oleh Daniel, “Masalah mengambil atau tidaknya itu adalah kebebasan kalian. Sudah saya bilang itu kemerdekaan kalian kawan-kawan, itu adalah hak kalian untuk menerima informasi. Sudah dijamin secara Hak Asasi Manusia” paparnya. (spt/odp)

Kejar PIMNAS, FIB Lanjutkan Tradisi Abstrak PKM MALANG-KAV.10 Sudah tiga tahun ini Panitia PKK Maba Fakultas Ilmu Budaya (FIB) menugaskan pembuatan abstrak Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) sebagai penugasan wajib. Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan FIB Ismatul Khasanah menyatakan tujuan diberikannya penugasan abstrak agar maba dari sekarang memiliki kepekaan terhadap hal yang berguna untuk meningkatkan prestasi khususnya di bidang PKM tersebut.

pengaruh terhadap perkembangan PKM yang ada di FIB dan maba yang sudah terbiasa menulis abstrak maupun proposal Karya Tulis Ilmiah (KTI) akan lebih mudah untuk membuat proposal PKM nantinya, “Alhamdulillah tiap tahun kita selalu meloloskan ke Rektor Cup, itu pasti. Tahun ini ada dua proposal yang ikut ke PIMNAS, dan itu bibitnya dari abstrak PKM yang dibuat oleh maba itu tadi.”

“Jadi mabanya dipersiapkan untuk itu, maba harus memiliki awareness terhadap prestasi di bidang kemahasiswaan. Mudah-mudahan dengan selalu adanya abstrak seperti ini ada peningkatan yang signifikan,” ujarnya.

Menanggapi hal tersebut maba Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Shela Nur latifa mengatakan tidak keberatan dengan adanya penugasan tersebut karena dapat menggali ide-ide kreatif dari maba. Hanya saja masih ada kendala untuk teknis kepenulisannya.

Sedangkan Ketua Pelaksana PKK Maba FIB Maulfi Syaiful Rizal menjelaskan lebih lanjut mengenai tujuan penugasan tersebut. “Tujuan dari abstrak itu nanti akan disaring beberapa abstrak yang memang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi proposal PKM. Harapannya nanti ketika Rektor Cup kita sudah punya bank proposal yang banyak sehingga kita tidak perlu susah untuk mencari maba yang mau ikut Rektor Cup,” terangnya. Ia juga menambahkan penugasan abstrak memberikan

“Kesulitannya karena mendadak, saya bikinnya itu kan dua hari sebelum dikumpulin jadi saya ngeliat contohnya aja yang ada di buku panduan. Saya ngeliat dulu gimana, tata bahasanya seperti apa kemudian ambil referensi dari sumber lain dan selebihnya ngarang sendiri,” ujar mahasiswa yang menggagas ide PKM tentang peranan informasi pengguna media sosial terhadap degradasi anak muda. (nad/lia)


Ketidakjelasan Mash Classroom, Dosen Lebih Memilih Sistem E-Learning MALANG-KAV.10 Sudah genap setahun peresmian Mash Classroom (Technology Smart Class yang memungkinkan proses pembelajaran disuatu tempat dapat diikuti oleh peserta ditempat yang berbeda secara interaktif, red) Filkom UB oleh Bisri selaku mantan rektor tahun lalu. Namun pada kenyataannya Mash Classroom belum berjalan dengan semestinya. Risky Mahasiswa Filkom 2015 menjelaskan bahwa beberapa mahasiswa sudah mencoba sistem tersebut, “Untuk beberapa kelas sudah mencoba dan dari pihak Filkom juga sudah menerapkan Mash Classroom untuk angkatan 2014 sudah mencoba”. Berbeda dengan Eka mahasiswa Filkom 2016 mengomentari soal Mash Classroom, “Waktu semester dua kemarin saya lagi terminal, jadi tidak tahu tapi sampai saat ini saya belum merasakan fasilitas tersebut,” keluhnya

Dari pihak dosen sendiri lebih memlih menggunakan sistem E-Learning karena di anggap lebih mudah, “Sistem E-learning itu sistem penunjang pelajaran misalkan dosen mengupload tugas, dan materi nantinya dosen dan mahasiswa bisa login dan bisa menampilkan pengumuman dan kuis,” Ujar Herman Tolle selaku ketua Jurusan Sistem Informasi. Beliau menambahkan untuk penerapan Mash Classroom di Filkom UB belum maksimal, “Tetapi Filkom belum menerapkan untuk Mash Classroom sepenuhnya, dosen masih mengajar di kelas. Belum direkam dan ditaruh di web,” Ujar Herman Tolle. (dra/odp)

Kerancuan Jumlah Maba Afirmasi di FKH UB memberikan penjelasan terkait bagaimana mekanisme seleksinya. “Terkait seleksi nggak ada yang dikhususkan, biasannya dari luar provinsi tapi ada kok rumusnya cuman berapa persen itu saya lupa. Jadi ada rumusnya dari keseluruhan jumlah populasi Maba FKH,” ujarnya.

BERBARIS - Maba FKH di mobilisasi ke dalam gedung (foto: Ivan)

MALANG-KAV.10 PKK Maba Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UB telah memasuki hari kedua pada kamis pagi di Kampus II UB Dieng. Dari keseluruhan jumlah maba yang hadir ada sejumlah mahasiswa afirmasi yang merupakan program pemerintah. Namun ketika ditanya lebih lanjut tentang berapa jumlah pasti mahasiswa afirmasi yang tergabung di FKH UB, pihak Dekanat belum bisa memberikan keterangan yang pasti. “Program afirmasi itu inisiatif dari pemerintah, kan sudah ditentukan dari rektorat untuk FKH sekian dan untuk FEB sekian. Terkait jumlah pasti nya kami belum tahu,” ujar Wakil Dekan III FKH UB Edhie Sujarwo. Lebih lanjut, pihak Dekanat FKH UB juga belum bisa

Sementara itu ketika disinggung mengenai kehadiran maba afirmasi, Ketua Pelaksana PKK Maba FKH UB Malikul Amin mengatakan bahwa maba afirmasi juga turut hadir dan sifatnya wajib mengikuti rangkaian PKK maba yang sama dengan maba lainnya. “Mereka juga ikut rangkaian ini juga. Karena semua maba diperlakukan sama dan mereka itu memiliki hak dan kewajiban yg sama.” (vjp/ lia)

KAVLING10.COM



Polemik Peraturan

Oleh: Saadillah

Hasil Focus Group Discussion (FGD) Tanggal 6-7 Juni lalu menghasilkan rancangan peraturan penanggulangan penyebarluasan paham organisasi terlarang dan pelanggaran kesusilaan. Kampus tinggal menyelesaikan satu langkah perancangan peraturan, yakni pembahasan di rapat senat. Mengenai perdebatan radikalisme yang menitikberatkan pada tataran ide atau melalui tindakan sudah menjadi pembahasan yang menjemukan. Radikalisme merupakan sebuah gagasan yang membentuk perilaku radikal. Sementara radikal selalu menuntut adanya perubahan dengan keras. Kampus menawarkan apa yang disebut kontra radikal. Mampukah apa yang disebut kontra radikal mengatasi masalah yang muncul akibat radikalisme? Kita coba masuk kepada wacana peraturan anti radikalisme yang muncul dari reaksi kampus akibat stigmatisasi yang muncul di UB periode satu setengah tahun terakhir. Yang pertama adalah stigma UB sebagai salah satu kampus yang disinyalir terpapar radikalisme. Gerakan eksklusif semacam Gema Pembebasan dan ruang diskusi yang mengusung Marxisme sama-sama dalam pengawasan. Apabila kita mengacu kepada definisi radikalisme menurut Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terdapat beberapa kriteria seperti anti pancasila, mengatasnamakan agama, serta menganjurkan kekerasan. Kasus radikalisme berbalut agama menyebabkan kampus berani untuk menyebut nama organisasi seperti: Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Lia Eden, Negara Islam Indonesia (NII), Gerakan Fajar Nusantara, Satrio Piningit Weteng Buwono, Islamic State (IS), dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Wajar bagi UB sebagai institusi negara mengambil kebijakan melarang organisasi tersebut. Nama-nama organisasi ini tentu masih banyak perdebatan, selain karena UB juga dikenal memiliki keberagaman. Namun dalam tataran politik kampus, kondisinya berbeda. Senada dengan pernyataan Azyumardi Azra, “kelompok Cipayung� yang kurang

bertaji seolah kehilangan masa berjayanya. Dan peran yang strategis, semisal pada pembinaan kerohanian mahasiswa justru diisi oleh orang yang radikal. Terlepas dari apakah orang tersebut menganjurkan cara kekerasan. Yang kedua mengenai kasus UB sebagai kampus yang memiliki mahasiswa Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender atau LGBT. Kasus yang ini mencuat di media pada akhir Juli tahun 2017 lalu, memaksa UB untuk mengambil langkah represif terhadap masyarakat LGBT. Rancangan peraturan yang dimaksud bertujuan untuk melarang mahasiswa untuk mengikuti organisasi dan komunitas yang radikal. Apakah LGBT termasuk pengusung radikalisme? Jawabannya sangat tergantung pada individu yang bersangkutan. Ada perbedaan mencolok terhadap dua kasus penyebab munculnya rancangan peraturan tentang penanggulangan penyebarluasan paham organisasi terlarang dan pelanggaran kesusilaan. Pada kasus organisasi berlatar belakang islam yang dilarang, mahasiswa


n Anti Radikalisme

h Nur Fahmi*

maupun sanksi sebaiknya dijatuhkan apabila individu yang bersangkutan menolak dengan tegas. Bukan tidak mungkin sanksi yang dijatuhkan justru membuat individu semakin berjarak dengan lingkungan sosial.

eksakta lebih rentan terpapar radikalisme. Sedangkan untuk kasus LGBT justru didominasi oleh mahasiswa sosial humaniora. Mendudukkan permasalahan paham organisasi terlarang dengan pelanggaran kesusilaan menurut saya kurang tepat. Satu yang bisa ditarik benang merah dari keduanya adalah bahwa mereka, orang yang menjadi anggota organisasi terlarang dan pelaku pelanggaran kesusilaan sama-sama rawan dipersekusi oleh lingkungan sosialnya. Dan persekusi sosial sebenarnya muncul akibat dari stigma buruk terhadap keduanya. Kampus tahu benar bahwa paham organisasi terlarang berada pada ranah institusi, sedangkan pelanggaran kesusilaan ranahnya individu, lantas apa yang membuat pihak kampus menjadikan rancangan peraturan tersebut menjadi satu bagian? Padahal perbedaan tersebut cukup jelas. Selanjutnya adalah masalah sanksi administratif, apakah perlu? Saya tidak sepakat. Sedari awal pihak kampus mengetahui bahwa pelanggaran etik seharusnya dilakukan pendekatan dan pembinaan terlebih dahulu. Hukuman

Saya coba memaparkan kemungkinan apabila rancangan peraturan ini sah, akan muncul beberapa problem yang akan menjadi perhatian bersama. Yang pertama adalah bahwa rancangan peraturan ini dibuat berdasarkan norma tertentu yang membatasi mahasiswa, seperti pengaturan jam aktivitas kampus yang mana pada kebijakan sebelumnya sudah banyak menuai protes dari mahasiswa. selanjutnya mengenai ketentuan rehabilitasi apabila orang tersebut tidak terbukti melakukan pelanggaran, bagaimana cara kampus untuk mengembalikan hak-haknya? Kita perlu mempertanyakan kembali adanya mata kuliah pancasila, pendidikan kewarganegaraan, dan agama yang selama ini telah berjalan di kampus. tidak cukupkah memberikan wawasan terhadap keberagaman? Dalam pemaparan yang ada di strategi pencegahan, terdapat Pengenalan Kehidupan Kampus menjadi salah satu strategi kontra paham organisasi terlarang. Bukannya agenda-agenda tersebut sudah berjalan sejak lama? Saya khawatir radikalisme di kampus kita seperti fenomena gunung es, hanya tampak di permukaan saja? Daripada kampus merancang peraturan yang terkesan reaksioner, lebih baik mulai saja diskursus mengenai adanya pembubaran-pembubaran organisasi terlarang, seminar isu LGBT, dan berkomunikasi dengan mahasiswa. Karena peraturan yang telah direncanakan tidak lantas mengurangi tingkat radikalisme di kampus. Solusi memasukkan intel juga bukan langkah bijak, hanya akan menambah konflik di dalam kampus. Sudah saatnya para birokrat membuka telinga terhadap aspirasi, tidak melulu menjadi agen pemerintah. *Awak Kavling 10 2016


Maba Fakultas Teknik Diimbau Tidak Mengikuti UKM Selama Semester Satu

MEMBUKA - Kepala Jurusan beserta jajaran dosen Jurusan Teknik Sipil membuka acara PKK bagi mahasiswa baru (Foto: Abdi)

MALANG-KAV.10 Euforia menjadi maba harusnya menjadi hak semua mahasiswa tanpa terkecuali, termasuk mengikuti Lembaga Semi Otonom (LSO) di fakultas atau Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di universitas. Keikutsertaan maba di berbagai kegiatan tentunya dapat mengasah minat dan bakat mereka. Namun, berbeda dengan yang dialami oleh maba Fakultas Teknik (FT), mereka diimbau oleh masing-masing jurusan untuk tidak mengikuti kegiatan apapun baik itu di lingkup fakultas atau universitas selama semester satu. Ketentuan ini merupakan kesepakatan bersama antarjurusan di Fakultas Teknik yang tidak tertulis di dalam peraturan manapun. Ketua Pelaksana (Kapel) Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKK Maba) Jurusan Teknik Sipil, Ahmad Fikri Maulana membeberkan bahwa maba memang diimbau untuk tidak mengikuti kegiatan apapun selama semester satu. Keputusan ini diambil agar terbangun hubungan yang erat antar maba di angkatan mereka. “Ya dari saya pengennya kompakin dulu di internal mereka,” tutur Fikri. Senada dengan pernyataan di atas, Maba Jurusan Teknik Industri pun diimbau untuk tidak mengikuti UKM di semester satu. Timoti Zevanya selaku Kapel PKK Maba Jurusan Teknik Industri mengaku bahwa sebelum imbauan ini disampaikan sudah dikomunikasikan terlebih dahulu dengan kepala jurusan dan ketua himpunan

di FT. Jika masih ada maba yang ikut UKM, ia menegaskan tidak akan ada hukuman tertentu. “Mereka tetap boleh ikut (UKM, red), tetapi tetap punya tanggung jawab di internal mereka,” ujar Timoti. Ketika dikonfirmasi oleh awak Kavling 10, Alwafi Pujiraharjo selaku Kepala Jurusan (Kajur) Teknik Sipil setuju dengan imbauan berupa pelarangan maba mengikuti UKM di semester satu. Dirinya menjelaskan bahwa semester satu merupakan masa bagi maba untuk beradaptasi, sehingga ditakutkan waktu adaptasi mereka tidak maksimal karena banyaknya kegiatan yang diikuti. Namun jika masih ada maba yang melanggar aturan itu ia mengaku tidak masalah. “Tidak ada sanksi, selama dia masih bisa mengatur waktunya, ya tidak masalah,” tutupnya. (ara/lia)

KAVLING10.COM


Mahasiswa FKG Emoh Disebut Ambisius Akademik MALANG-KAV.10 PKK Maba FKG hari ini menekankan maba agar turut berkontribusi dalam organisasi mahasiswa (ormawa), terutama di fakultas. Wakil Presiden Internal BEM FKG Abde Paraton Nariesetya mengatakan bahwa sebagai calon tenaga kesehatan tidak cukup hanya dengan mempunyai hard skill yang didapat dari kuliah, melainkan harus punya soft skill. Meskipun demikian, ia terang-terangan mengaku bahwa kuliah di FKG itu sulit. “Itu penyakit yang ada dari tahun ke tahun. Di sini memang keluhannya ada yang terlalu ambisius dengan akademiknya, ada lagi alasan orang tua, ada lagi alasan mungkin memang malas dari anaknya,” ujarnya. Ketua Umum Forum Mahasiswa Islam Kedokteran Gigi (FORMIKAGI) Zainal Arifin mengatakan hal serupa. Menurutnya berorganisasi itu penting, karena setelah berorganisasi ia jadi lebih baik dalam manajemen waktu, hingga belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain dalam berkomunikasi. Ia juga membantah pernyataan

tentang mahasiswa kedokteran, khususnya kedokteran gigi itu jarang beroganisasi. “Kurang tepat sih soalnya sebagian besar dari teman-teman disini malah kebanyakan organisasi. Dalam hal kepanitiaan misalnya, satu orang itu bisa merangkap tiga sampai empat kepanitiaan,” ungkapnya. Maba FKG Junda Hukmu Afda mengungkapkan pengenalan ormawa membuatnya tertarik mengikuti salah satu organisasi. Ia berpendapat jika berorganisasi itu penting dan ia juga tidak khawatir jika nanti nilainya akan terancam. “Tergantung cara bagi waktunya sih, sama yang penting ada semangat. Kalau saya sendiri kalau ada semangat insyaAllah bisa,” ujarnya. (gem/ jef)

Makna Dibalik Theme Song Revolution PKK Maba FEB incredible, contribution, terus sekarang kita coba bikin lirik. Jadi berkesinambungan gitu mbak,” ungkap Ketua Pelaksana Tazki Theosofi. Tazki mengungkapkan bahwa lagu ini ditulis oleh mahasiswa program studi Ekonomi Pembangunan Shem Dwi Nahemia yang turut menjadi panitia PKK Maba FEB 2018. “Saya juga ikut bantu ide grand desain tetapi, untuk lirik memang dari dia (Shem, red),” tambahnya.

ANTUSIAS - Theme Song Revolution Diputar setelah senam pagi (Foto: Triska)

MALANG-KAV.10 “Revolution-revolution cintai budaya bersatu berjaya FEB tercinta” salah satu lirik Jingle Theme Song Revolution Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UB 2018 diputar di lapangan fakultas semenjak kemarin (15/08) dan hari ini. Lagu yang memiliki esensi filosofis ini merupakan gabungan antara nama-nama PKK Maba FEB di tahun-tahun sebelumnya. “Jadi, filosofinya sih kita pakai nama-nama tahun lalu ada

Ketua Komisi UU DPM FEB Rizki Kurniawan menjelaskan makna dibalik jingle tahun ini. “Revolution memiliki pesan untuk maba agar menjadi generasi penerus yang aktif dalam sebuah gerakan perubahan. Esensi lagu ini merupakan makna dari revolution artinya kan sebuah gerakan yang kemudian membuat suatu perubahan yang besar,” sambungnya “Harapannya agar pesan PKK Maba lebih merasuk ke teman-teman.” Salah satu mahasiswa jurusan Kewirausahaan Salma Fitri mengapresiasi dan merasa antusias. “Keren dan bikin semangat. Walaupun hanya dengerin dan belum hafal, tapi kita bisa merasakan semangat dari revolution-nya itu,” tuturnya. (ter/atw)


FIA Haruskan Maba Kenakan Seragam Hitam Putih belajar mengajar di kampus,”menurut saya malah merepotkan, kak” ujarnya. Menurut Co E-Crew Anisa Nur Fitriah, esensi penyeragaman itu untuk memudahkan pengontrolan mahasiswa baru. “Karena kita kan punya tanggung jawab akan mahasiswa baru selama rangkaian PKK Maba berlangsung” ujarnya.

RAPI - Barisan maba FIA dalam acara PKK Maba (Foto: Fira)

MALANG-KAV.10 Rangkaian acara PKK Maba Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) mengharuskan maba mengenakan seragam hitam putihhingga Oktober 2018. Penggunaan seragam itudirasa tidak mempengaruhi kegiatan belajar mengajar yang dilakukan selama satu semester. Saat ditemui, Sekretaris pelaksana PKK Maba FIA Dimas Rizky Dwi Sandiana mengatakan, “esensinya biar menyeragamkan dulu aja. Karena mereka maba sih dan masih dalam rangkaian ospek jadi memang kaya gitu.” Namun, Maba jurusan Administrasi Pariwisata Jonathan Josept mengomentari aturan mengenai seragam putih hitam yang diberlakukan kurang tepat karena tidak ada keterkaitan dengan proses

Aturan lainnya yaitu larangan penggunaan cat rambut, make up, perhiasan, dan aksesoris selain jam tangan. Padahal, pengaplikasian barang-barang tersebut merupakan hak bagi setiap orang termasuk mahasiswa.Selain itu penggunaannya pula tidak mempengaruhi kegiatan belajar di dalam kampus serta tidak merugikan bagi siapapun, “memang sebenarnya tidak ada pihak yang dirugikan, namun kita memberitahukan bahwa itu tidak diperlukan di kehidupan kampus” ujar Anisa. Anisa menambahkan bahwa larangan itu sebenarnya untuk melindungi maba dari tindak kejahatan. Panitia sebagai kakak tingkat yang membimbing mereka di PKK Maba merasa mempunyai tanggung jawab untuk melindungi maba dari tindak kejahatan tersebut.(fir/lnf)

Pemateri PKK Maba FP Tekankan Mahasiswa Sebagai Agen Perubahan MALANG-KAV.10 Kepala Jurusan Sosial Ekonomi Mangku Purwono menjadi pemateri di hari kedua PKK Maba Fakultas Pertanian (FP) UB bertempat di Gazebo Raden Wijaya. Ia menyampaikan materi mengenai peran mahasiswa dalam organisasi dari masa ke masa baik organisasi intra maupun ekstra kampus. Saat menyampaikan materi ia mengungkapkan bahwa masa orde baru (orba) merupakan masa paling kejam. Salah satu maba program studi Agribisnis Maulana mempertanyakan apa yang disampaikan Mangku pada saat sesi tanya jawab. Menurutnya, masa orba bukanlah masa yang kejam karena pada masa itu Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dapat diminimalisir dan tingkat premanisme sangat kecil. “Kenapa masa orba disebut sebagai masa paling kejam? Padahal dari apa yang pernah saya baca, orba adalah masa yang paling aman,” tanyanya. Menurut Mangku disebut masa paling kejam karena kesulitan bahkan tidak bisa mencari pekerjaan, koneksi sesuatu yang sangat dibutuhkan dan penting saat orba.

“Jika tidak punya saudara, kita akan sulit dapat kerja. Sepertinya ini juga dirasakan sampai sekarang,” tegasnya. Ia juga menyampaikan bahwa pendidikan tidak memperoleh perhatian lebih pada masa orba. Bahkan kebijakan negara bukan untuk pendidikan. Setelah perjuangan mahasiswa pada masa reformasi sebanyak 20% anggaran dana diberikan untuk pendidikan. Mahasiswa merupakan tokoh perubahan dari masa sebelum kemerdekaan, setelah kemerdekaan, bahkan reformasi. Mangku kemudian berpesan bahwa sebagai mahasiswa kita harus tetap kritis berorganisasi, manajemen diri dengan baik, dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kehidupan. “Pesan saya adalah operasional dan kelola kemampuan diri,” ungkapnya. (ken/atw)


Pendaftaran Sertifikasi Farm di Fapet Tidak Menggunakan Subsidi MALANG-KAV.10 Untuk meningkatkan kualitas MahAsiswa Fakultas Peternakan (Fapet) membuka pendaftaran Sertifikasi Farm, Pendaftaran tersebut baru dibuka pada tahun ini. Alasan Fapet mengeluarkan sertifikat ini karena tuntutan dunia kerja, yang mengharuskan mereka memiliki sertifikasi tertentu. Wakil Dekan III Osfar Sjofjan menuturkan mahasiswa yang ingin mengikuti Sertifikasi Farm tidak disubsidi fakultas dan sepenuhnya ditanggung peserta. “Tidak ada subsidi dari fakultas. Karena itu ploting market dipasar kan begitu, tapi sudah sesuai aturan,” tegas Osfar. Fapet membuka pendaftaran Sertifikasi Farm untuk meningkatkan daya saing mahasiswa di dunia kerja. Sebab dunia kerja umumnya meminta sejumlah syarat berupa sertifikat ijazah, setifikat pendamping ijazah, keaktifan keorganisasian dan pernah tidaknya menjadi asisten dosen. “Nah jadi di dunia kerja sekarang diminta satu diminta sertifikat ijazah khusus pembelajaran empat tahun, delapan semester. Yang kedua setifikat pendamping ijazah (SKPI,red), apakah dia aktif organisasi atau tidak, apakah dia pernah asisten,” ujar Osfar.

Sertifikasi Farm merupakan upaya peningkatan di bidang kompetensi tentang unggas berupa pakan unggas, penetasan, dan manajemen. Syarat untuk mendapatkan sertifikasi ini adalah mahasiswa yang telah lulus sarjana. Mereka harus menambah satu semester untuk pendidikan lanjutan. “Nanti mahasiswa yang sudah lulus mendapat sarjana peternakan S.Pt , setelah itu dia menambah satu semester,” ujar Osfar. Atika Anisah Mahasiswa Fapet 2016 mengatakan bahwa dirinya tahu mengenai Sertifikasi Farm. Namun ia masih kurang memahami lebih lanjut mengenai tahapan mengikuti sertifikasi. Ia mendukung adanya sertifikasi tersebut untuk kemajuan fakultas. Tetapi untuk biaya ia mengingikan adaya subsidi dari fakultas. “Walaupun enggak sepenuhnya disubsidi dari fakultas setidaknya ada subsidi untuk menghargai begitu, yang akan sertifikasi,” tuturnya. (azk/sad)

Jelang 17 Agustus, PKK MABA FISIP Angkat Topik Nasionalisme Ia mengharapkan PKK MABA ini bisa menumbuhkan lulusan yang berguna dan berkontribusi bagi bangsa. “Kita membangun maba kita menjadi lebih nasionalis, berjiwa patriotis, bersedia hidup dalam keberagaman perbedaan Bhinneka Tunggal Ika, sehingga tidak menimbulkan sikap ekstremis menjadi radikalisme,” ungkapnya. JARGON - Maba Fisip serentak teriakan jargon. (Foto: Tri)

MALANG-KAV.10 Pelaksanaan PKK MABA FISIP hari kedua yang digelar di Gedung B dan C penuh dengan nuansa nasionalisme. Wakil Dekan III FISIP Akhmad Muwafiq mengatakan penugasan esai bertema toleransi, demokrasi dan perdagangan bebas dimaksudkan untuk mencegah radikalisme dan menumbuhkan jiwa nasionalisme pada maba. Pemilihan tema ini juga dalam rangka peringatan kemerdekaan yang jatuh pada esok hari. “Tema besar kita sebenarnya ada dua, nasionalisme dan penangkalan radikalisme, yang menjadi persoalan dua ini salah satunya bisa jadi adanya sikap toleransi dan intoleransi, dimana toleransi membuat masyarakat menerima keberagaman, sedangkan intoleransi dapat menyebabkan tumbuhnya sikap ekstremis yang berujung pada tindak radikalisme,” jelasnya.

Menurutnya tema tersebut relevan ketika melihat fenomena generasi millenial yang selalu bersentuhan dengan media sosial dan menerima banyak informasi tapi terkadang tidak mampu menyaring informasi. ”Zaman milenial ini dicirikan dengan kekuatan dan kekuasaan media sosial , kita tidak tahu dan seringkali lemah literasi di media sosial,” ujarnya. Maba FISIP Jurusan Ilmu Politik 2018 Ulul Azmi Septi Dian bercerita tugas esai demokrasi cukup mudah dikerjakan karena sempat dipelajari ketika SMA. “Berkat tugas ini pikiran jadi lebih terbuka karena demokrasi memudahkan kita mengajukan pendapat karena diatur dalam pasal 28,” tuturnya. (trk/nur)


Mahasiswa Harus Berideologi

Mahasiswa sebagai kaum intelektual pada sejarahnya mampu meruntuhkan rezim yang berkuasa. Pergerakan mereka salah satunya dimotori adanya ideologi sebagai landasan berpikir, bertindak serta berperilaku. Secara umum pengertian ideologi adalah suatu kumpulan gagasan, ide-ide dasar, keyakinan serta kepercayaan yang bersifat sistematis dengan arah dan tujuan yang hendak dicapai dalam kehidupan nasional suatu bangsa dan negara untuk kebaikan orang banyak. Berkaitan dengan konteks tersebut, mahasiswa harus sadar akan pentingnya berideologi. Ideologi menawarkan cara pandang yang berbudaya, bermoral, dan nilai-nilai perjuangan yang nantinya mesti diwujudkan pula dalam tindakan. Ideologi menentukan arah pijakan mana kita semestinya berada. Sebagai generasi pembaharu, mahasiswa dituntut untuk menyelesaikan problematika di lingkungan sekitar, serta problematika berbangsa dan bernegara. Mata Najwa sempat menulis sajak yang mengirim pesan bagi para pemuda untuk berani mengambil sikap dalam berbagai persoalan, berani menentukan keberpihakan: Beranilah mengambil pendirian dalam banyak persoalan, anak muda kok sudah hobi cari aman dengan bersikap netral-netralan. Tinjulah kemapanan dengan kepalan tangan, lawanlah kejumudan dengan kenekatan perbuat terobosan. Jalan yang bisa ditempuh salah satunya dengan berorganisasi. Jika ideologi menawarkan cara pandang, berorganisasi memberi jalan bagi kita untuk mewujudkannya dalam implementasi. Organisasi mewadahi mahasiswa bakat, minat dan potensi yang dilaksanakan dalam berbagai aktivitas. Pilihan organisasi kalian nantinya menentukan pada sisi mana kesibukan kalian membawa manfaat, pada masyarakat atau hanya pada diri sendiri.

Mahasiswa yang memiliki peran agen perubahan dituntut untuk peduli, sadar dan merasakan kondisi nyata masyarakatnya yang sedang mengalami krisis multidimensional, serta mengekspresikan rasa empatinya tersebut dalam suatu aksi. Ketika meyakini kebenaran, mahasiswa sejati akan memberi secara ikhlas tanpa pamrih, berjuang sepenuh hati dan jiwa mereka. Daya analisis yang kuat didukung dengan spesialisasi keilmuan yang dipelajari menjadikan kekritisan mereka berbasis intelektual dan landasan ideologi. Kesadaran akan pentingnya peran mahasiswa seringkali dianggap sebagai jembatan nurani masyarakat yang mampu mewakili aspirasi masyarakat. Dari segi akademis, mahasiswa memiliki tuntutan untuk belajar. Akan tetapi tidak semua hal bisa dipelajari dalam ruang perkuliahan saja. Sangat banyak hak yang harus dipelajari diluar itu semua, salah satunya ialah organisasi. Banyak hal yang akan didapatkan di organisasi dan menjadi aktivis mahasiswa dari aspek kepemimpinan, manajemen organisasi, jaringan dan mengaplikasikan ilmu yang didapatkan di tempat perkuliahan. Hingga mampu membantu menyelesaikan problematika. Misalnya ikut mengontrol kinerja pemerintahan lewat aksi maupun memberikan informasi terkait suatu fenomena kepada masyarakat atau bahkan turun langsung mengadvokasi masyarakat yang mengalami ketertindasan. Selain sebagai tenaga penggerak bagi diri sendiri, ideologi juga dijadikan pegangan, pedoman, serta pemersatu nusa dan bangsa dalam usaha memperjuangkan dan menyempurnakan kemerdekaan negara. Tanpa ideologi, kehidupan akan kehilangan makna dan nilai. Andika P. Y. Sitorus


Kerja Lembur UKT Melebur



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.