1
Susunan Redaksi Pemimpin Umum M.Iqbal Yunazwardi Pemimpin Redaksi Efrem Limsan Siregar Redaktur Pelaksana Bunga Astana Staf Media Cetak Rizqi Nurhuda Ramadhani Tim Desain Kreatif Rizqi Nurhuda R Ajeng Gradianti M Tim Riset Aulia Nabila Khusnul Khotimah Reporter Bunga Astana Ainun Syahida Ika Kurniawati Rahmawati Nur Azizah Khoyruddin Ajeng Gradianti M Editor M. Iqbal Yunazwardi Efrem Limsan Siregar Sirkulasi dan Sponsor Ahmad Ridlo Zamzami Vina Wylasmi Fitria Hayulinda P Alamat Redaksi, Iklan dan Promosi Sekber Rusunawa Unit Kegiatan Mahasiswa Kav. 2 Surel: onlinekavling10@gmail.com Website: www.kavling10.com Twitter: @uapkm_ub Facebook: Lpm Kavling Sepuluh Line official account: @TAZ3417Q Redaksi menerima tulisan berupa kritik, saran, opini dan hak jawab. Narahubung: Efrem (082218840691) Bunga (085784806763)
Daftar Isi Editorial : Keliru Enterpreneurship
3
Gerbang Utama : Bukti Mandulnya Mental Akademis Kampus
5
Gerbang Utama: Jalan Masuk Liberalisasi ke Koperasi
10
Gerbang Khusus: PKM: Dari Kepedulian Terhadap Desa Hingga Ayam Goreng Beromset Ratusan Juta
11
Jajak Massa Efektivitas Program Kewirausahaaan Bagi Mahasiswa
13
Kabar Kampus Peresmian Sumur Injeksi dan Gemar, Satu Dari Rangkaian Dies Natalis FT UB
16
Kilas Jurnalisme Damai : Jalan Tengah Hirup Konflik dalam Pemberitaan
18
Opini PKMK (Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan) Belum Menjadi Ekonomi Kreatif Berkelanjutan
20
Kabar Kampus Olimpiade Brawijaya 2015 : “Kita Satu Brawijaya?�
23 28
Si Kasep
WARNING!
2
Awak UAPKM UB adalah wartawan yang dibekali kartu pers atau surat tugas saat terjun lapang, serta memiliki etika dalam proses peliputan. Tetap berhatihati pada pihak yang setiap saat bisa saja melakukan tindakan intimidatif.
KELIRU ENTERPRENEURSHIP
Bicara keadilan sosial, klise. Penyebabnya, kehidupan selalu timpang tindih, barangkali sampai benar-benar mabuk dan muak membicarakannya. Jika bertemu orang-orang, apalagi mahasiswa yang masih membahas keadilan sosial, demikianlah dia mau mabuk. Benarbenar sinting! Ini yang perlu diperhatikan petinggi kampus, jika ternyata kampus memiliki mahasiswa-mahasiswa demikian mabuk dan sinting, bersyukurlah. Kampus terselamatkan. Mereka tidak gampang terikat pada relasi kekuasaan dan dominasi. Kesempatan untuk mengaji wacana wirausaha di UB perlu dilaksanakan secara mendalam dan berkelanjutan. Pengajian ini bukan semata dilakukan sebagai antisipasi dadakan menjelang Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dekatdekat ini. Diskursus lebih luas dari berbagai dimensi terutama yang menyangkut
Editorial kehidupan sosial. Mahasiswa harus melek terhadap segala kemungkinan bahkan yang terkecil sekalipun. Artinya, mahasiswa masih bisa mengritisi maksud enterpreuner yang menjadi slogan kampus beberapa tahun belakangan. Apa sekedar beken, mencari jati diri atau malah semacam iklan? Kalau ingin menjawab sinis, ketiganya. Konsekuensi dari amanah slogan itu cukup membius para mahasiswa untuk melaksanakannya. Antara petinggi kampus dan mahasiswa sama-sama masuk dalam satu diskursus yang membosankan seperti sekarang ini. Nyatanya, semakin kekinian, wacana wirausaha selalu menuju pada konsep perekonomian. Pahit-pahitnya, mahasiswa harus lihai berbisnis kalau mau berwirausaha. Sebelum melangkah lebih jauh, kreatifitas dimanifestasikan, ini yang pertama kali dipikirkan: untung atau rugi. Ada yang harus diperhitungkan sebelum terjun ke kancah wirausaha. Hasilnya menjadi buah kepatuhan. Pada akhirnya mahasiswa menghamba pada materialisme. Mahasiswa berprestasi dan terunggul dalam mimbar akademik pun tampak tak kuasa mengerdilkan diri sebab terpesona citra eksekutif muda, istri polesan, rumah mewah, dan kegilaan lainnya yang harus tercapai. Ini diperkenalkan dalam berbagai seminar, iklan, bahkan kurikulum pendidikan sekaligus. Wacana semakin lari kian kemari di sekeliling mahasiswa, tidak saja di dalam kampus. Lama-kelamaan, mahasiswa sadar bahwa beginilah wirausaha yang sebenarnya. Ada kontradiksi tentang keharusan mahasiswa berpihak pada rakyat kecil dan miskin, sementara mereka berhadapan pada zaman yang menuntut semua apa adanya. Jangan heran bila mahasiswa masih nekat berkutat seputar keadilan sosial, haruslah ikhlas dikatakan
3
Editorial sinting. Apalagi pembicaraan menyinggung Ekonomi Pancasila atau Ekonomi Kerakyatan, mahasiswa perlu menipu dirinya. Homo economicus mustahil mengenal kesejahteraan sosial! Sungguh pun tampak kontradiksi, para ahli ekonomi terdahulu memiliki pandangan atas pertentangan ini. Ada aspek moralitas yang dibahaskan. Pergeseran terjadi sebab pada perjalanan sejarah yang panjang pasca modern, aspek moralitas sengaja dipinggirkan supaya ekonomi dipahami sekadar kalkulasi matematika dan mekanisme pasar. Bapak pasar bebas Adam Smith yang homo economicus pun tampak terkutuk, padahal sedari awal dia menaruh perhatian soal moralitas. Dan ternyenyakkan pada model pendidikan ala pasar bebas, lupalah bahwa Smith sebenarnya mahaguru filsafat moral. Kekeliruan yang mesti dicermati soal kepuasan konsumtif utilitarian di era globalisasi sekarang, boleh disebut sudah tak laku lagi dilaksanakan. Tak ada lagi kehendak untuk memanusiakan manusia, apalagi menghargai kemanusiaan, sifat individualis dan sekat-menyekat semakin membiak. Dalam situasi seperti ini, sungguhlah sulit mengajak mahasiswa mau berperilaku sosial. Bila ditarik lebih jauh, pembahasannya akan kompleks dan perlu kehati-hatian. Ranah Akademik sekarang masih berada pada bayangbayang ketakutan, termasuk di dalam UB. Keyakinan penuh pada kebebasan berpendapat pasca reformasi, justru lebih kepada pemberi vitamin kemakmuran para konglomerasi dan pejabat yang memiliki agenda dan kepentingan masing-masing. Diskursus masih tetap dikendalikan pihak berkuasa sampai sekarang. Harapan berdirinya kebebasan mimbar akademik terasa sulit dengan
4
percobaan sensor terhadap satu pemikiran yang berada di seberang jalan. Konsekuensi tentang berbagai macam pemikiran dan ideologi merupakan sebuah keniscayaan di dalam kampus ini. Yang perlu bahkan menjadi perhatian adalah soal kebiasaan di dalam kampus yang menilai sesuatu dengan hitam-putih, baik-benar. Tentu ini merupakan sebuah ironi kebebasan pikiran dari dominasi atau penjajahan relativisme dunia materi. Ada kebutuhan lain perihal hidup selain materi yang telah disebutkan. Kompleksitas bagaimanapun banyaknya, dominasi atas satu kesepahaman malah mencederai pluralitas pemikiran. Dunia kampus bukanlah tempat bersemayam satu kebenaran universal. Memoles kebenaran itu agar tampak sempurna, dibuatlah pencitraan. Para penghuni kampus tak ubah layaknya korban sinetron dan kehilangan daya kritis. Dari fenomena ini, sedikit demi sedikit muncul keapatisan, rasa acuh dan tak peduli. Sungguh disayangkan, karena itulah yang membuat mahasiswa cenderung merasa hidup untuk sendiri. Dari serba kebingungan, keterasingan dan kepalsuan ini, tak pelak bahwa manusia masih memerlukan rasa kemanusiaan yang tentu datang dari manusia lain untuk menunjukkan keadaannya. Di satu sisi, dalam bingkai media, pencarian besar-besaran terhadap oknum dan mafia masih berlanjut tentu. Para akademisi kampus tak boleh terlelap manis seakan-akan birokrasi sudah melakukan sebuah kewajaran dan kebenaran. Itu lah citra. Di mimbar akademik ini, perlawanan secara sistematis terhadap ulah para kapitalis perlu digiatkan kalau perlu dikaji ulang, sebelum dehumanisasi itu semakin manis dicitrakan. Adieu citra dan media.
Gerbang Utama
Bukti Mandulnya Mental Akademis Kampus: Koperasi Mahasiswa Mati Efrem Limsan Siregar
Tahun ini sudah memasuki tahun kedelapan sejak Rektorat mengambil alih Kopma. Tak ada lagi Rapat Anggota Tahunan (RAT), unit usaha, maupun regenerasi anggota. Pihak rektorat seperti mengaburkan eksistensi Kopma yang benar-benar kolaps.
Kiriman, uang bulanan, apapun sebutannya, bukan hal biasa. Mahasiswa, utamanya dari luar pulau ini, memerlukan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup di Malang. Butuh hari ini, tinggal ambil dari ATM. Lalu, mereka yang tidak memilikinya? Gambaran ini kurang lebih mirip terjadi pada era ’80-’90. ATM belum mewabah seperti sekarang ini. Pengiriman
uang saku hanya mengandalkan jasa wesel atau pos, bisa berharihari bahkan berminggu-minggu lamanya sebelum masuk kantong. Ini peluang. Koperasi Mahasiswa (Kopma) punya taktik menjawab kebutuhan mahasiswa, yakni jasa simpan-pinjam. Sembari menunggu uang saku datang, mahasiswa meminjam uang dari koperasi. Jika kiriman
5
Gerbang Utama datang, langsung melunasinya. Tidak ribet, karena anggota hanya menyerahkan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM). Benar saja memang, laris manis. Perputaran uang begitu cepat. Pengurus yang berjumlah tujuh orang pun semakin visioner. Tak sia-sia, tahun 1982, pengurus sudah membangun gedung. Rektorat kampus hanya memberikan hibah tanah di sebelah gedung Sakri, tidak lebih. Pengurus beruntung. Bank mau meminjamkan uang untuk modal. Maklum, jumlahnya tak sedikit, Rp 90 juta. Dan separuh modal ini dipakai untuk pembiayaan pembangunan gedung, sisanya, pengembangan modal koperasi. Gedung ini masih dapat dilihat, persisnya adalah Rumah Pintar sekarang. Dari modal pengembangan tadi, Kopma memiliki toko fotokopi yang berlokasi di Fakultas Ilmu Administrasi (FIA). Tak puas sampai di situ, inisiatif-inisiatif terus dipikirkan pengurus demi pengembangan Kopma. Salah satunya lewat kerja sama ke berbagai koperasi pemuda dan lainnya. Dari kerja sama ini, akhirnya Kopma berhasil mencatat diri dalam sejarah dengan mendirikan Koperasi Pemuda Indonesia (Kopindo). Kopindo sangat membantu Kopma. Komunikasi pengurus dengan pemerintah orba, Kopindo menjadi mediator keduanya. Kesempatan yang bagus, pengurus sedang ancang-ancang lagi mendirikan asrama mahasiswa. Agar cita-cita ini terealisasi, Kopma tentu memerlukan dana. Angin segar bertiup. Dana pinjaman Rp 1,2 milyar dari Bank Tabungan Negara (BTN) mengucur kepada Kopma. Dimulailah pem-
6
bangunan asrama. Dari kenekatan ini, nama UB semakin dikenal luas. Dari lima perguruan tinggi, Kopma UB ditunjuk sebagai model percontohan koperasi mahasiswa. Kopma benar-benar tidak mau ecek-ecek berkoperasi. Sekali lagi, demi menunjukkan eksistensinya dan pengembangan usaha, Kopma mendirikan gedung lagi. Alasan ini masuk akal. Kursus Bahasa Inggris dan keterampilan manajemen kepada penghuni asrama berkembang pesat. Lokasi gedung berada di Jalan Veteran, persisnya gedung lama Vokasi sekarang. Soal peminat, mahasiswa di luar UB pun tertarik mengikuti kursus ini. Usaha terus berkembang. Mahasiswa jelas saja tertarik ingin bergabung. Tak sia-sia upaya rektorat menyadarkan mahasiswa akan pentingnya berkoperasi. Peraturannya jelas, mahasiswa baru waktu itu diwajibkan masuk sebagai calon anggota koperasi. Itu satu cerita indah koperasi yang berdiri pada ulang tahun emas Sumpah Pemuda. Masuk era milenium. Perkembangan teknologi dan informasi sudah muncul. Hal ini justru berbanding terbalik terhadap Kopma. Di era ini pula permulaan titik balik kejayaan. Kopma harus bersaing dengan kehadiran kartu ATM di kalangan mahasiswa. Kecepatan pengiriman uang membuat mahasiswa tak perlu berutang kepada Kopma. Dampaknya pun terasa pada usaha simpan-pinjam. Musabab lain terlihat dari kebijakan rektorat. Ada portal di depan jalan masuk toko souvenir Kopma. Otomatis, akses ke toko mengalami hambatan. Akibatnya, hanya beberapa mahasiswa saja yang berbelanja buku dan keper-
Gerbang Utama luan lain di toko ini. Situasi ini berdampak pada penurunan minat mahasiswa masuk sebagai anggota Kopma. Berturut-turut, dari 5000, 2000, sampai hanya 200 anggota. Kekhawatiran lain terlihat dari banyaknya karyawan yang dimiliki Kopma. Pengurus harus mencari akal untuk membayar upah karyawan. Dana hibah dari BUMN, salah satunya Pertamina, malah terpakai untuk membayar gaji karyawan, bukan lagi untuk pendidikan. Sejak tahun 2004, pengurus hanya bekerja gali lubang, tutup lubang. Puncaknya tahun 2007. Karyawan tidak mendapat gaji, rata-rata tiga bulan. Imbasnya, karyawan sudah tidak memiliki kepercayaan terhadap pengurus saat itu, tidak mau dibawah komando pengurus. Permasalahan dibawa sampai ke pucuk pimpinan kampus. Dan pada akhirnya rektorat mengambil alih aset Kopma. Carut-marut dan penurunan yang terus terjadi di Kopma, inilah alasan rektor agar ada perbaikan manajemen. Tentu saja keputusan Rektor Yogi Sugito menimbulkan pro-kontra karena pengurus dan rektorat sama-sama bersikeras atas pengelolaan Kopma. Di tangan rektorat, Kopma benar-benar tidak melakukan aktifitas layaknya sebuah koperasi. Rapat Anggota Tahunan (RAT) tak pernah digelar. Padahal RAT salah satu alat kelengkapan organisasi. Hal ini sudah ditegaskan dalam Bab VI UU No. 25/1992. Melalui rapat anggota koperasi inilah semua anggota koperasi dapat menggunakan hak suaranya sesuai dengan prinsip ‘satu orang satu suara’. Status pengurus juga tidak menentu. Yang terjadi anggota tinggal menunggu waktu untuk
kehilangan status keanggotaanya. Alasannnya hanya berdasar pada masa studi mahasiswa. Aset seperti toko fotokopi, Griya Brawijaya dan lembaga kursus tetap dikelola Unit Usaha UB (dulu Inbis). Kopma vakum sampai sekarang. Hidupkan Kembali Kopma Pembiaran pihak rektorat turut mengerdilkan eksistensi koperasi. Perkoperasian hanya dipandang dari sisi carut-marut pengelolaan. Seiring berjalannya wacana entrepreneur university, selama itu pula mahasiswa mulai terdidik untuk saling bersaing agar lolos penyisihan. Satu mengungguli yang lain, bukannya mau bergotong-royong. Untung saja memang Kopma tak dibubarkan. Kopma masih berbadan hukum dari Kanwilkop No. 4684/BH/II/1980. Rektor hanya membekukan Kopma. Namun, atas semua permasalahan yang dialami Kopma, pihak Rektorat harus mengambil langkah untuk menghidupkan kembali Kopma. Rektorat harus tegas menegakkan jiwa berkoperasi dalam wacana enterpreneurship university. Koperasi, inilah sokoguru perekonomian bangsa yang tidak mencari keuntungan semata seperti perusahaan swasta atau perseroan. Konsep sosial dan gotong royong yang abstrak mampu dilembagakan. Herman Suryokumoro pernah mencicipi jabatan Wakil Ketua periode kedua Kopma memberikan pandangan terhadap kemunduran ini. Ditunjuk sebagai anggota Tim Perumus Kelembagaan Kopma UB, Herman menilai perubahan sistem
7
Gerbang Utama
8
Dok. Efrem
pendidikan, nilai-nilai kehidupan kampus, waktu studi, perubahan teknologi serta perbankan sangat mempengaruhi kelembagaan Kopma UB. Pandangan ini disampaikannya dalam Workshop Penguatan Kelembagaan Kopma Sebagai Wadah Pendukung Program Entrepreneurial Universitas Brawijaya empat tahun lalu. Saat ditemui di ruang dosen Hukum Internasional FH, dia juga menceritakan bahwa banyak alumni UB yang menduduki jabatan strategis di berbagai bidang merasakan kemunduran ini. “Saya bisa jadi kepala dinas, saya bisa seperti ini karena dibiayai Kopma. Sekarang Kopma, kok tidak ada?” cerita Herman mengulang keluhan seorang alumni saat Temu Alumni UB beberapa waktu lalu. Sekarang, wacana penghidupan kembali Kopma mulai tampak. Catatan penting, penghidupan menyesuaikan pada kondisi saat ini. Rencananya 3 Desember nanti, UB menyelenggarakan Seminar Nasional Kopma di Studio UB TV. “Yang bikin kondisi berbeda ada pada kelembagaan, usaha dan manajemen,” katanya kepada awak Ketawanggede. Herman yang juga Ketua Dewan Koperasi Indonesai (Dekopindo) Daerah Malang menawarkan tiga alternatif. Pertama, Kopma dijalankan sama seperti dulu; Kedua, Kopma menjalin kerjasama dengan usaha KPRI; dan Ketiga, Kopma melibatkan alumni dan mahasiswa. Bila dikembalikan seperti dulu, kepengurusan Kopma akan berbenturan dengan masa studi mahasiswa yang hanya sampai empat tahun saja. Ini menjadi masalah bagi Kopma ke depan. Tak bisa dipungkiri, besar-kecilnya Kopma bergantung juga kepada mitra bisnis sebagai pihak ketiga. Mitra bisnis akan berhadapan dengan pengurus yang terus berganti. Ini mempengaruhi kepercayaan mitra.
“Loh, ini pengurusnya, kok, gonta-ganti?’’ katanya menirukan pernyataan mitra. “Dan ini pernah terjadi pada periode terakhir koperasi. Hubungan bisnis harus berjangka panjang dan berkelanjutan.” lanjutnya. Nah, jika alternatif pertama tak memungkinkan, usaha Kopma menumpang pada usaha milik KPRI. Disini, Kopma hanya memberikan pendidikan koperasi bagi anggotanya. Penumpangan ini agar hubungan mitra bisnis koperasi tetap terjaga baik karena pengurus KPRI memiliki periode yang berbeda dengan mahasiswa. Kelebihan lain, anggota Kopma bisa memanfaatkan kesempatan magang di KPRI. Memenuhi syarat sebagai sebuah lembaga, Kopma perlu menyusun kembali Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Rencananya, AD/ART periode terakhir akan diperbarui. Agar rencana ini sesuai dengan Undang-Undang,
Gerbang Utama Kopma harus melaluinya melalui gandalkan internet. Jadi kolaps juga rapat anggota. Namun, memanggil koperasi kalau hanya mengandalkan seluruh anggota Kopma terakhir, buku saja.” hal ini tidak memungkinkan. “Misalnya, jaket untuk maha Secara pribadi, Herman, mesiswa baru. Walau setahun sekali, nyarankan anggota Kopma nankeuntungannya banyak dan itu dulu ti adalah anggota EM dan BEM dinikmati mahasiswa. Dengan pola Fakultas. Pemilhan ini mengingat liberal sekarang, harus ditender. Sependiri Kopma tiga puluh tujuh cara substansi memang itu kepastahun silam merupakan pengurus tian hukum, tapi hukum tidak hanDewan Mahasiswa (EM sekarang) ya mengejar kepastian. Ada keadilan dan seluruh Senat Mahasiswa dan pemanfaatan. Sekarang dilaku(BEM Fakultas sekarang). kan tender ke luar, itu sudah banyak Mahasiswa penerima hibah berpikir materialistik liberal,” kata PKM pun mendapat prioritas. SeHerman. bab, Herman menilai Kopma ini Perilaku mahasiswa sekarang merupakan wadah bagi para maboleh dikatakan cenderung memilih hasiswa wirausaha untuk meberdasarkan merek (brand image). Itu masarkan produk mereka. “Kalau salah satunya. Karenanya, Kopma memungkinkan perlu memanaskan mahasiswa aktivis kepala melihat kedari seluruh UKM cenderungan mahajuga. Kemudian, sesiswa sekarang ini. “Saya bisa jadi cara khusus, mahaContoh lain, Kopma siswa Vokasi prodi bisa saja membeli kepala dinas, saya Koperasi, karena brand suatu barang, kita menganggap lalu mahasiswa membisa seperti ini mereka sebagai babeli barang tersebut karena dibiayai sic,” kata Herman. di Kopma. Intinya, Namun, sebemahasiswa memang Kopma. Sekarang lum sampai pada benar-benar harus Kopma, kok tidak wacana penghidumemiliki komitmen pan kembali, ada untuk berkoperasi. ada?” hal utama yang “Mahasiswa makan perlu diperhatikan. di McDonald. KopMahasiswa harus erasi nanti membeli mencermati masalah bersama di bibrand McDonald dan mahasiswa dang ekonomi. Pasar yang ditemuharus membelinya di koperasi tersekan koperasi harus betul-betul but supaya koperasinya besar,” jelas muncul dari bawah, bukan pasar Herman. yang dipaksakan. Dari sini, maha Seandainya Kopma ada, siswa bisa bersinergi memecahkan ceritanya akan lain. Mahasiswa masalah ekonomi tersebut lewat memiliki wadah untuk usahanya. berkoperasi. Bagaimana gaya kepemimpinan ma “Contohnya pedagang tempe. hasiswa, itu bakal tampak dan bisa Mereka bersinergi mendirikan komenjadi pembelajaran. Koperasi buperasi karena memiliki permasalakan milik segelintir mahasiswa, meshan dari pembuatan tempe, modal, ki dia pimpinannya. Tak ada yang sampai pemasaran. Inilah orang boleh mendominasi, koperasi milik yang berkoperasi,” ujarnya. “Kalau anggota. Mental gotong royong dan masalahnya adalah buku, sekarang partisipatif anggota, ini menentukan mahasiswa sudah tidak memegang nasib Kopma. buku. Mahasiswa sudah bisa men-
“
9
Gerbang Utama
Jalan Masuk Liberalisasi ke Koperasi Efrem Limsan Siregar Koperasi semakin kerdil. Pemerintah seperti kehabisan akal untuk memajukan koperasi Indonesia. Liberalisasi dan kapitalisasi menyusup masuk ke UU Nomor 17 Tahun 2012. Koperasi yang memiliki semangat gotong royong mulai kehilangan rohnya. Apa pentingnya membahas lagi koperasi? Bertahun-tahun sejak orde baru koperasi selalu memiliki kompleksitas yang ituitu melulu. Pengelolaanya amburadul, anggota jarang berpartisipatif sampai cara pikir feodal dan kapitalis, ini semua cukup mengerdilkan koperasi. Hal ini pula barangkali membuat pemerintah kehabisan akal untuk memajukan koperasi Indonesia. Liberalisasi dan kapitalisasi menyusup masuk ke UU Nomor 17 Tahun 2012. Koperasi yang memiliki semangat gotong royong mulai kehilangan rohnya. Sebagai pengganti UU Nomor 25 Tahun 1992, UU ini kehilangan roh dan tidak sesuai dengan UUD 1945. Filosofi UU ini tidak sesuai dengan hakikat susunan perekonomian sebagai usaha bersama dan berdasarkan asas kekeluargaan yang termuat dalam pasal 33 ayat 1 UUD 1945. Sorotan tajam tertuju pada Bab VII yang mengatur permodalan. Pada pasal 68 dan 69 ada keharusan anggota membeli sertifikat modal koperasi. Norma ini tidak sesuai dengan prinsip koperasi yang bersifat sukarela dan terbuka. Sistem penanaman saham, keanggotaan koperasi menjadi tertutup untuk orang-orang yang memiliki modal. Padahal, kebanyakan anggota koperasi merupakan masyarakat kelas menengah ke bawah. Koperasi pun tampak seperti perusahaan atau perseroan
10
sebagai kumpulan modal sebanyak-banyaknya. Kewenangan pengawas dalam kerja koperasi juga dianggap mengintervensi pengelola koperasi. Sistem ini mirip dengan sistem dalam perusahaan swasta. Kekhawatiran akan ada permainan curang antara pengawas koperasi dengan para pemilik modal atau saham. “Jadi kalau ada pemodal dari luar tentunya keuntungan bukan lagi miliki anggota, malah menjadi milik pemodal. Jadi ada kekuasaan tertentu, tidak sama dengan ‘ruh’ koperasi terdahulu,” kata Wigatiningsih, salah satu pemohon revisi UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, seperti dilansir dari laman berita hukumonline.com (28/5/2014). Seperti manajemen suatu perusahaan, yang bukan anggota koperasi pun bisa dipilih sebagai pengurus. Hak anggota untuk memilih dan dipilih pun terhalang. Koperasi yang dibangun atas partisipasi anggota hanya sia-sia. Dalam amar putusan, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan UU Nomor 17 Tahun 2012 bertentangan dengan UUD 1945. UU Nomor 25 Tahun 1992 pun berlaku kembali untuk sementara waktu sampai terbentuknya UU Perkoperasian yang baru. “Sistem ekonomi Indonesia bukan sistem yang sepenuhnya liberal,” kata Ketua MK Hamdan Zoelva dalam pembacaan putusan pada sidang di MK, Rabu 28/5/2014.
Sumber: mahkamahkonstitusi.go.id
Gerbang Khusus
PKM: Dari Kepedulian Terhadap Desa Hingga Ayam Goreng Beromset Ratusan Juta Ika Kurniawati & Rahmawati Nur Azizah Universitas Brawijaya merupakan universitas dengan slogan Enterpreneur University. Dengan slogan itu pula, Universitas Brawijaya mencoba mengarahkan para mahasiswanya untuk berkegiatan aktif dalam ranah kewirausahaan. Hal ini dibuktikan dengan dimasukkannya Kewirausahaan sebagai mata kuliah wajib universitas. Pada tahun 1995, Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan Universitas Brawijaya (LP3UB), merumuskan kurikulum entrepreneur untuk semua disiplin ilmu. Rumusan itulah yang dipakai oleh dosen-dosen kewirausahaan di lingkungan UB. Selain itu adanya Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) juga dapat membantu permodalan bagi mahasiswa melakukan usaha. UB sendiri memberikan wadah khusus untuk mahasiswa yang tertarik di dunia kewirausahaan yaitu berupa Unit Aktivitas Mahasiswa Wirausaha serta menyelenggarakan Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) yang didalamnya ada kegiatan berbasis kewirausahaan. Awak Kavling10 menemui salah satu kelompok PKM yang programnya terpilih dan didanai oleh UB serta berkesempatan hadir dalam kejuaraan Pimnas yang diadakan di Universitas Halu Oleo di Kendari bulan Oktober lalu. Mereka membuat PKM-M (Pengabdian Masyarakat) berbasis kewirausahaan. Kelompok ini mencoba mendorong masyarakat Dusun Tamban untuk melakukan kegiatan wirausaha yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan untuk masyarakat sekitar. Kelompok tersebut adalah Eka Nur Laeli, Luqman Hakim, Noor Amalia Utami, Sukur Riswanto dan Nur Uswatun. Eka dan kawan-kawan memiliki kepedulian besar terhadap tingginya angka pengangguran di Indonesia. Atas dasar itulah mereka mengajukan PKM pengabdian masyarakat dengan judul “Membangun Desa Anti Pengangguran”. “Sebenarnya tujuannya bukan untuk keseluruhan desa. Sasaran kita di Desa
Tambakrejo. Di sana ada dua dusun, Dusun Sendang Biru dan Dusun Tamban. Namun yang menjadi fokus kami adalah Dusun Tamban” jelas Sukur. Di Dusun Sendang Biru masyarakat mengembangkan penangkapan ikan mentah yang jumlahnya banyak dan rata-rata sudah memiliki penghasilan sangat tinggi. Disisi lain, di dusun Tamban masih banyak ibu-ibu yang mengganggur dan menggantungkan hidup mereka pada suami mereka yang hanya berpenghasilan kurang lebih Rp 400.000 perbulannya. Mereka berharap dapat mengurangi tingginya angka pengangguran sekaligus menambah penghasilan di Dusun Tamban. Sehingga hal tersebut akan berdampak baik bagi Desa Tambakrejo. Program yang dirancang Eka dan kawan-kawan merupakan sebuah sosialisasi sekaligus pembekalan pada masyarakat Dusun Tamban supaya dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada menjadi sebuah mata pencaharian. Mereka membantu masyarakat dusun Tamban untuk mengolah sumberdaya berupa ikan tuna menjadi juhi atau stik ikan yang siap makan. “Ide awal itu dari ketua kami, Eka Nur Laeli. Dia berencana mensosialisasikan pembuatan dorayaki dengan isian ikan tuna. Tapi saat didiskusikan dengan dosen pembimbing, hal tersebut kurang diminati oleh masyarakat Indonesia. Beliau mengusulkan untuk mensosialisasikan pembuatan juhi,” tambah Sukur. Alasan memilih pengolahan ikan tuna menjadi juhi sebagai program mereka adalah minimnya produksi juhi di Indonesia. Sebagian besar stik ikan yang dijual di pasar adalah impor dari Thailand. Selain itu Eka dan kawan-kawan tidak hanya berhenti memandu sampai proses produksi saja. Mereka juga memberikan panduan dalam proses pemasarannya. Desain kemasan pun telah mereka sediakan agar warga Dusun Tamban mudah memasarkan produk tersebut.
11
Gerbang Khusus Sosialisasi sudah dilakukan sejak tanggal 10 Maret 2015. Bekerjasama dengan Febriana sebagai perangkat desa, awal mulainya sosialisasi sudah ada 16 ibu rumah tangga yang berminat mengikuti program ini. Proses produksi dan pemasaranpun sudah berjalan dengan lancar. Sosialisasi Eka dan kawan-kawan sudah menghasilkan produk dan dipasarkan di area pantai Sendang Biru dan beberapa pantai di daerah Malang Selatan. Pemasaran dilakukan melalui media daring dan toko oleh-oleh di Kota Malang. Satu bungkus kemasan stik tuna dengan berat 250 gram dihargai Rp. 9000. Warga Dusun Tamban juga telah dilepas dalam proses produksi maupun pemasaran. Sebelum dilepas, Eka dan kawan-kawan sudah membuat SOP (standard operation procedure) pembuatan juhi yang baik. Kini mereka hanya memantau dengan menjadi konsultan. Sehingga jika warga Dusun Tamban mengalami kesulitan, mereka dapat berkonsultasi pada Eka dan kawan-kawan. Di sisi lain, ada juga mahasiswa yang melakukan kegiatan wirausaha karena dorongan dari diri mereka sendiri. Salah satunya adalah Ahmad Miftakhul Khoiri. Miftah adalah mantan anggota kelompok PKM-K (kewirausahaan) dan juga PMW yang mendapatkan pendanaan dari Univeristas Brawijaya. Berawal dari PKM dan PMW itu pula, kini Pria yang sedang menempuh studi Pascasarjana Administrasi Publik ini mampu memperoleh omzet hingga ratusan juta rupiah perbulan lewat usaha Ayam Geprak Sambel Bawang miliknya. Ditemui di salah satu gerai miliknya di Gajayana, Miftah menjelaskan asal mula usahanya. Miftah menceritakan, sudah sejak tahun 2011 dirinya memulai kegiatan kewirausahaan yaitu dari PKM K yang dilakukannya bersama kelompoknya. Dari PKM yang lolos pendanaan tersebut Miftah dkk mulai memberanikan diri untuk merintis usaha dan menyewa tempat. “Dulu awalnya ayam geprak nasi lemon, pertamakali buka warung di daerah Mertojoyo,” ujarnya. Namun, warung tersebut hanya bertahan satu tahun karena sepi pembeli. Rata-rata penjualan perharinya
12
tak lebih dari 10 porsi. “Itu gak cuma terjadi seminggu dua minggu, tapi hampir setahun seperti itu. Apa gak bikin pusing?” ingatnya sambil tertawa. Akhirnya setelah masa sewa tempat berakhir, Miftah dan teman-temannya memilih tidak meneruskan usaha tersebut. Setahun berikutnya dirinya bosan karena tidak ada kegiatan selain kuliah. Kemudian, di tahun 2013 dirinya berencana untuk melakukan usaha kembali namun tidak bersama teman-temannya. “Dulu pas lagi sempro makanannya saya bikin sendiri, waktu itu saya bikin ayam geprak sambel bawang. Sambil mikirin nanti mau usaha apa. Pas selesai, ternyata temanteman tidak nanyain skripsi saya, malah nanyain makanannya, responnya juga bagus,” tukasnya. Kemudian jadilah usaha ayam geprak sambel bawang itu sebagai usahanya. Miftah menyewa rumah di daerah Kerto Rahayu sebagai permulaan. Sejak saat itu pula bisnis ayam geprak miliknya menjadi ramai. Miftah tak menyangka akan sebagus itu respon para pembeli. Akhirnya pada tahun 2014 dirinya membuka cabang di Gajayana, serta bekerjasama dengan sistem franchise di dekat Unisma dan Tata surya. “Rencananya sekitar bulan November nanti kami akan membuka cabang lagi di daerah MT. Haryono dan Cengger Ayam,” tambah pria yang mendapatkan beasiswa program fast track dari dikti ini. Sekarang Miftah dapat mempekerjakan 18 karyawan dan mendapatkan omzet perbulan hingga Rp 150.000.000. Miftah juga mengatakan bahwa dirinya tidak akan lupa dengan orang lain. “Meskipun usaha saya sudah seperti sekarang, saya berusaha membantu orangorang di sekeliling saya. Saya berusaha memberi beasiswa dan bikin program sosial lainnya,” akunya. Dirinya juga tidak mau bekerjasama dengan rumah pemotongan hewan (RPH). Ia lebih suka berlangganan ayam potong dan sayuran di Pasar Merjosari karena lebih menguntungkan pedagang kecil. “Meskipun di RPH lebih murah karena dikasih diskon, tapi kalo beli di pasar pasti pedagangnya lebih senang, saya jadi ikut senang,” pungkasnya.
Jajak Massa
Efektivitas Program Kewirausahaaan Bagi Mahasiswa Tim Litbang LPM Kavling 10
Wirausaha telah menjadi salah satu topik hangat yang berkembang di lingkangan Universitas Brawijaya (UB) pasca ditetapkannya Entrepreneur University sebagai fokus utama Universitas. Banyak kegiatan yang dilakukan oleh pihak kampus dalam memaksimalkan peran UB sebagai Entrepreneur University. Salah satunya adalah masuknya kajian akademis kewirausahaan dalam mata kuliah wajib universitas di tiap fakultas. Selain itu program-program lain seperti Program Mahasiswa Wirausaha, Unit Kegiatan Mahasiswa Wirausaha, hingga program-program lain yang berada di ranah akademik maupun non-akademis.
Awak Ketawanggede melakukan jajak pendapat dengan metode kuisioner. Penyebaran kuisioner tersebut terdiri atas empat pertanyaan yang disebar kepada seluruh mahasiswa UB yang telah mendapatkan mata kuliah Kewirausahaan. Metode yang kami gunakan adalah random sampling dengan margin error sebanyak 3%. Pelaksanaan penyebaran kuisioner tersebut adalah memberikan 20 kuisioner di tiap fakultas dengan target pemilih adalah mahasiswa angkatan 2013 dan angkatan diatasnya yang telah mengambil mata kuliah Kewirausahaan. Total
kuisioner yang disebarkan sebanyak 300 lembar. Sedangkan jumlah fakultas yang terlibat dalam jajak pendapat adalah 15 fakultas di Universitas Brawijaya. Dari hasil jajak pendapat tersebut, Kewirausahaan dianggap sebagai mata kuliah yang penting. Sekitar 91% persen responden menyatakan pentingnya wirausaha. Sedangkan 9% responden menyatakan mata kuliah tersebut tidak penting. Selanjutnya, ada pula pertanyaan terkait praktekpraktek kewirausahaan dalam upaya mendukung UB sebagai Entrepreneur University. Sekitar 90% mahasiswa
13
Jajak Massa
menyatakan bahwa praktek-praktek kewirausahaan dianggap penting. Sedangkan 10% responden lain menyatakan bahwa praktek kewirausahaan tidak penting. Dua pertanyaan yang sudah dijelaskan pada paragraf sebelumnya, mayoritas responden menyatakan bahwa Kewirausahaan adalah daya tarik tersendiri bagi mahasiswa UB. Hal tersebut terlihat dari urgensi Kewirausahaan yang dianggap penting oleh mayoritas mahasiswa. Tetapi dalam dua pertanyan berikutnya, terlihat output dari kegiatan tersebut terasa belum maksimal. Dalam memahami bentuk-bentuk program kewirausahaan yang dilaksanakan UB, sekitar 43 % dan 33% responden tidak tahu dan ragu-ragu terkait isu tersebut. Sedangkan 24 % responden mengetahui bentuk-bentuk program kewairausahaan yang diterapkan oleh UB. Orientasi manfaat dari kebijakan Entrepreneur University juga terlihat belum maksimal. Sekitar 38% responden menyatakan memahami manfaat dari tema tersebut. Sedangkan sekitar 23% dan 39% responden tidak mendapatkan manfaat dan ragu-ragu. Hasil tersebut menunjukkan bahwa konsen rektorat terhadap program kewirausahaan hanya teraplikasikan lewat program akademik maupun kurikulum. Tetapi output dari program tersebut belum terlihat maksimal. Program-program kewirausahaan maupun praktek-praktek yang diterapkan belum secara merata dapat diserap oleh mahasiswa. Gagasan Entrepreneur University pada dasarnya adalah tahap terakhir pembangunan suatu universita setelah Teaching University dan Reasearch University. Tetapi dalam tahap tahap tersebut, UB pada nyatanya belum secara maksimal menyentuh aspek total. Tri Dharma Perguruan Tinggi juga patut dipertanyakan kepada sivitas akademika UB dalam mengaitkan wirausaha dengan dampaknya bagi mahasiswa.
14
Hasil Efekt Kewi terha Unive
Jajak Massa
l Survey tivitas Program irausahaan adap Mahasiswa ersitas Brawijaya
15
Peresmian Sumur Injeksi dan Gemar, Satu Dari Rangkaian Dies Natalis FT UB Rahmawati Nur Azizah
Dok. Rahma
Himpunan Mahasiswa Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (FT UB) pagi itu tampak sibuk. Mahasiswa yang memakai seragam serba hitam tersebut tengah mempersiapkan peresmian sumur injeksi dan pencanangan Gerakan Menabung Air (Gemar) di Glintung RW 23, Kecamatan Purwantoro, Malang. Acara tersebut sekaligus merupakan rangkaian peringatan Dies Natalis FT UB yang ke-52. Peresmian ini diawali dengan mengunjungi lima sumur injeksi
16
yang telah dibangun di kawasan tersebut. Peresmian ini dihadiri oleh Dekan FT UB Pitojo Tri Juwono, Ketua RW 23 Glintung Bambang Iriawan, Pimpinan Malang Post Husnun Djuraid, Kepala Bappeda (Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah) Kota Malang Wasto, perwakilan dosen FT UB serta perwakilan warga setempat. Pembangunan sumur injeksi ini dimulai pada tahun 2013. Muhammad Bisri yang kala itu menjabat sebagai Dekan FT UB mengunjungi
Kabar Kampus kawasan tersebut. Kemudian munculah kesepakatan untuk melakukan kerjasama guna mengurangi masalah banjir di Glintung. Mereka juga berusaha mencari bantuan dari instansi lain. Gayung pun bersambut, Malang Post ikut membantu pendanaan dan ditambah dengan bantuan dari Ikatan Keluarga Alumni Universitas Brawijaya (IKA UB). “Di daerah kami sekarang sudah ada lima sumur injeksi, satu dari Malang Post, tiga dari Fakultas Teknik, dan satu lagi dari Alumni,” papar Bambang Iriawan yang merupakan alumni Fakultas Pertanian UB ini. Dirinya juga menambahkan, warga melakukan swadaya dalam pembuatan biopori pemberian FT UB. “Jika biasanya biopori berdiamaeter sekitar 10 cm maka kami membuat biopori super jumbo dengan diameter sekitar 60 cm” ungkapnya. Bambang melanjutkan, dengan adanya sumur injeksi dan biopori yang mereka swadayakan tersebut masalah banjir yang sering menjadi langganan di kawasan ini sedikit demi sedikit mulai teratasi. Melalui biopori, parit resapan dan sumur injeksi, air limpasan hujan akan masuk tanah kemudian air tersebut akan terserap sehingga tidak menjadi genangan di permukaan tanah. Selain itu air tersebut
juga akan menjadi cadangan jika terjadi musim kemarau. “Jadi kami ini menabung air di musim hujan, dan memanen di musim kemarau” ujar Bambang sambil tertawa. Hal lain yang menarik dari kampung ini adalah ketika memasuki gang RW 23 Glintung, para tamu yang datang disambut dengan banyaknya vertical garden atau tanaman yang ditanam pada pipa-pipa dan digantungkan di tembok-tembok kampung ini. Selain itu, setiap lahan kosong yang ada juga ditanami buah dan sayur. Asal mula Glintung Go Green ini adalah atas kesadaran warga masyarakatnya sendiri. Sejak 2013 warga berswadaya untuk memulai hidup sehat, salah satunya dengan makan buah dan sayur. Lahan kosong yang sedikit di kampung ini dan tidak meratanya sinar matahari yang masuk membuat warga berinisiatif membuat vertical garden. Maka kampung yang dulunya menjadi langganan banjir ini menjadi tampak asri dan hijau. Kepala Bappeda Kota Malang Wasto juga mengatakan bahwa kawasan Glintung bisa menjadi kampung percontohan yang patut ditiru oleh seluruh daerah tak hanya di Malang tapi juga seluruh Indonesia. “Gerakan ini selain berusaha menjadi kampung konservasi, juga membuat warganya menjadi hidup sehat,” pungkas Wasto.
17
Kilas
Jurnalisme Damai : Jalan Tengah Hiruk Konflik dalam Pemberitaan Muhammad Iqbal Yunazwardi & Rahmawati Nur Azizah Ruang Diskusi UAPKM UB atau yang sering dikenal dengan LPM Kavling 10 terlihat memanas dalam sebuat dialektika alot atas suatu permasalahan. Masalah tersebut menjadi bahan diskusi awak Ketawanggede di penghujung Oktober ini. Gagasan semilir melantah keluar dari tiap wartawan terkait kebebasan pendapat pers, khususnya pers mahasiswa (persma). Masalah tersebut dipicu oleh serangkaian aktivitas pembredelan yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Di Universitas Trunojoyo Madura, Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ilmu Keislaman (DPM FIK) mengancam dibredelnya Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Aksara FIK dikarenakan pemberitaan media tersebut mengandung pelanggaran kode etik syariah dan dinilai mencemarkan nama baik fakultas. Dilansir dari berita daring www. kavling10.com, Abdus Somad selaku Sekjen Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia melihat adanya larangan peliputan maupun ancaman pembredelan media oleh pihak kampus merupakan bentuk ketidakpahaman pihak-pihak kampus di luar pers terkait cara menyelesaikan sengketa pers. “ memberikan pemahaman tentang fungsi hak jawab penting sebagai koreksi atas pemberitaan yang dilihat sebagai bentuk perlu untuk dikoreksi,” ujarnya. Kemudian konflik pembredelan media juga melanda Salatiga. Sebuah kota damai di selatan Jawa Tengah ini mendadak gempar. LPM Lentera Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Satya Wacana (Fiskom UKSW) merilis majalah dengan judul ‘Salatiga Kota Merah’. Penghentian distribusi Majalah Lentera Nomor 3/2015 kepada masyarakat di kota Sa-
18
latiga menjadi tugas genting para aparat maupun birokrat kampus dengan segala phobia yang berlebihan terkait isu Komunisme dan korban dari Gerakan Satu Oktober (Gestok). Dilansir dari www.persma.org, pro-kontra penerbitan majalah tersebut menjadi isu yang hangat untuk dibicarakan. Pihak pro menganggap adalah kemajuan positif bagi perkembangan dan pengarusutamaan korban 1965. Sementara itu pihak yang kontra menjelaskan bahwa mengangkat isu semacam itu ditengah kondisi sosial-budaya Indonesia saat ini, dirasa masih kurang tepat dan menimbulkan ketidakstabilan keamanan kota Salatiga dan kampus UKSW. Dengan keadaan tersebut rapat birokrasi kampus dan hasil interogasi polres dengan pejabat LPM Lentera menginstruksikan anggota LPM untuk mengumpulkan majalah kepada polres untuk dibakar. Salah satu poin utama dalam penghayatan utama seorang jurnalis adalah mengikuti hati nurani disertai daya kritis dalam menalar suatu fenomena. Pengalaman individu atau masyarakat dalam mengikuti hati nuraninya akan selalu menimbulkan masalah etis pada zamannya. Perkiraan tersebut dimulai dengan pola pikir orde baru yang termaktum pada setiap pola pikir sebagian masyarkat Indonesia . Wahyu Wibowo dalam bukunya yang berjudul ‘Menuju Jurnalisme Beretika’ menjelaskan beberapa hal yang relevan terkait permasalahan LPM-LPM di atas. Kemenangan orde baru atas pemberitaan media telah membuka tabir politik redaksi suatu media. Konstruksi identitas majalah yang dibawa Lentera tak terlepas dari peristiwa yang terjadi di orde baru. Dimana pada za-
Kilas man tersebut, para pejabat mampu memenangi pemberitaan dalam media massa cetak melalui ungkapan-ungkapan yang formal, eufemistik dan imperatif perihal kekuasaan mereka. Hal tersebut cukup untuk mematron pola pikir rakyat yang melahirkan stereotip terhadap sesuatu. Mengenai pembakaran yang dilakukan aparat, tentu hal tersebut adalah sesuatu yang salah. Padahal kita mengetahui bahwa kebebasan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani, termasuk pula hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia paling hakiki dalam rangka menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejahteraan umum dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Jelas-jelas aparat mengingkari fakta diatas. Tetapi pengingkaran tersebut juga didasarkan pada permainan hukum yang menjerat kebebasan pers. Pasal 739 RUU KUHP menekankan bahwa setiap orang yang menerbitkan tulisan atau gambar yang menurut sifatnya dapat dipidana dengan penjara satu tahun. Kebebasan pers juga makin dikekang dengan disahkannya UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang pemilu, UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi. Diskusi tersebut pada akhirnya merumuskan salah satu bagian bentuk jurnalisme yaitu jurnalisme damai. Di tengah hiruk-pikuk pro-kontra karya media, jurnalisme media menjaga konten media tersebut akan tetap diterima tanpa adanya konflik dari pihak pembaca Jurnalisme damai adalah jurnalisme yang memposisikan suatu berita
pada hal-hal yang bersifat damai. Damai disini berarti bentuk berita yang menciptakaan peluang bagi sebagian besar masyarakat untuk mempertimbangkan dan menghargai tanggapan tanpa adanya kekerasan yang dapat memperburuk konflik yang bersangkutan. Jurnalisme damai berusaha membuat sebuah konflik menjadi transparan dengan menunjukkan latar belakang terjadinya konflik, dan berfokus pada penyelesaian konflik bukan pada dampak atas kekerasan konflik (seperti korban terbunuh, luka luka, kerusakan material dan sebagainya). Selain itu jurnalisme ini lebih menekankan humanisasi terhadap semua pihak, serta pro aktif dalam melakukan pencegahan sebelum terjadinya tindak kekerasan. Dengan demikian peran jurnalis dalam jurnalisme damai ini adalah selayaknya mediator. Lewat pemberitaan yang mereka buat, maka jurnalis dapat memberikan kontribusi ke arah perdamaian dengan cara menuliskan hal-hal yang mendukung terciptanya perdamaian. Salah satu media yang mencoba menerapkan jurnalisme ini adalah Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (Sejuk). Awal mula terbentuknya sejuk.org yaitu pada Mei 2008, ketika puluhan jurnalis dari media massa berkumpul dan mendiskusikan keresahan mereka mengenai maraknya konflik akibat persoalan persoalan kebebasan beragama dan berkeyakinan. Dari situ juga disepakati untuk terus mempromosikan Jurnalisme Damai kepada khalayak. Setelah pertemuan tersebut, lahirlah sejuk.org yang menjadi ruang bersama yang berusaha mendukung terbentuknya masyarakat dengan dukungan media massa, yang menghormati, melindungi dan mempertahankan keberagaman baik agama, gender, budaya, sebagai bagian dari pembelaan atas hak asasi manusia.
19
Opini PKMK (Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan) Belum Menjadi Ekonomi Kreatif Berkelanjutan Abdul Basith Universitas Brawijaya Malang merupakan peraih juara umum dalam PIMNAS (Pekan Ilmiah Nasional) ke-28 yang diselenggarakan di Universitas Halu Oleo Kendari, Sulawesi Tenggara. UB setelah meraih empat emas, empat perak, dan empat perunggu pada bidang presentasi. Kemudian pada poster meraih enam emas, dua perak, dan empat perunggu. Prestasi membanggakan tersebut diantaranya disumbang melalui PKM Penerapan Teknologi (PKM-T) dan PKM Karsa Cipta (PKM-KC). Berita membanggakan ini dapat diakses secara bebas pada situs berita manapun di laman pencarian online. Kita masih menanti-nanti, PKM mana yang akan mendapatkan apresiasi khusus oleh media massa. Berdasarkan pada berbagai berita yang berhasil saya kumpulkan, tampaknya PKM Kewirausahaan dari Universitas Brawijaya (dan mungkin juga universitas lain yang menjadi peserta PIMNAS ke-28) belum menjadi primadona dibandingkan PKM Penelitian, Penerapan Teknologi, dan Karsa Cipta. Nampaknya pula, ditengah dinamika perekonomian dunia saat ini, PKM Gagasan Tertulis yang membahas ekonomi kreatif belum mendapatkan tempat yang di prioritaskan. Pada kesempatan ini, opini saya berfokus pada dua hal, yaitu PKM Kewirausahaan dan ekonomi kreatif. Bonus demografi yang dialami oleh Indonesia saat ini memberikan peluang adanya peningkatan kualitas perekonomian, menjadi bangsa berkembang yang jauh lebih mandiri di tahun 2020, 2025, dan 2030. Salah satu kesempatan yang potensial untuk dimanfaatkan meningkatkan kualitas perekonomian bangsa di era globalisasi adalah melalui PKM Kewirausahaan. PKM Kewirausahaan dapat dimanfaatkan sebagai ajang kontribusi mahasiswa untuk memanfaatkan bonus demografi Indonesia. Oleh kar-
20
ena itu perlu dikembangkan suatu pemikiran tentang PKM Kewirausahaan yang berorientasi pada ekonomi kreatif dan berkelanjutan (creative and sustainable entrepreneurship). Menurut situs online Indonesia Kreatif, ekonomi kreatif merupakan penciptaan nilai tambah yang berbasis ide yang lahir dari kreativitas sumber daya manusia (orang kreatif) dan berbasis ilmu pengetahuan, termasuk warisan budaya dan teknologi. Kita bisa mencermati berbagai macam konsep dan gagasan tentang ekonomi kreatif pada situs tersebut. Memang kondisi ekonomi kreatif yang ada di Indonesia saat ini masih memprihatinkan. Secara umum pemerintah belum memberikan perhatian maksimal, terutama jika ditinjau dari APBN dan APBD yang dialokasikan untuk sektor ini. Justru di tengah kondisi yang memprihatinkan ini sungguh menarik jika ekonomi kreatif Indonesia berkembang dengan pesat. Artinya, saya berpendapat bahwa ide-ide kreatif pembangun ekonomi kreatif justru akan tumbuh dengan subur di tengah keterbatasan. Jika ekonomi kreatif masih sangat bergantung pada APBN dan APBD, lantas bagaimana ekonomi kreatif dapat berkontribusi pada masyarakat dan negara? Dalam bagian ini, saatnya mahasiswa beraksi. Bagian menarik lain yang dapat dibaca pada laman daring Indonesia Kreatif adalah tentang pengembangan ekonomi kreatif yang bertujuan untuk mewujudkan Indonesia yang berdaya saing, yaitu Indonesia dengan masyarakatnya yang mampu berkompetisi secara adil, jujur, dan menjunjung tinggi etika dan unggul di tingkat nasional maupun global, serta memiliki kemampuan (daya juang) untuk terus melakukan perbaikan (continuous improvement), dan selalu berpikir positif untuk menghadapi
Opini
(Sumber: www.indonesiakreatif.net)
tantangan dan permasalahan. Saya yakin, mahasiswa adalah agen yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut, sudah saatnya kita ciptakan paradigma mahasiswa sebagai agent of change dan agent of creative improvement dalam konteks ekonomi kreatif berkelanjutan ditengah keterbatasan anggaran yang dialokasikan oleh pemerintah. Pemanfaatan PKM kewirausahaan atau program sejenis yang diorientasikan untuk pengembangan ekonomi kreatif memang bukanlah gagasan baru. Saya yakin banyak sivitas akademik di Universitas Brawijaya ini yang mempunyai konsep besar dan gagasan tentang pengembangan ekonomi kreatif. Hingga saat inipun saya masih menanti-nanti dengan tidak sabar konsep besar dan gagasan ekonomi kreatif berbasis PKM Kewirausahaan,
baik dari kalangan mahasiswa maupun dosen. Saya berharap, di era globalisasi entrepreneurship saat ini, PKM Kewirausahaan bukan sekedar menjadi program rutinan yang diorientasikan pada PIMNAS, namun dapat memberikan dampak positif yang berkelanjutan, baik pada mahasiswa yang melaksanakan PKM maupun pada masyarakat secara umum. Terkait aplikasi ekonomi kreatif di Perguruan Tinggi, kita dapat belajar dari Prof. Mohd. Fauzi Mohd. Jani (Guru Besar Universitas Kebangsaan Malaysia). Beliau mengemukakan bahwa entrepreneurial university dapat dikembangkan salah satunya dengan menghimpun mahasiswa-mahasiswa yang memiliki minat berwirausaha dan memberi pembekalan tentang kewirau-
21
Opini sahaan baik wawasan maupun metodemetodenya. Kampus dapat memberikan stimulus berupa business plan project dan pendanaan. Beliau juga mencontohkan bahwa ada mahasiswanya yang cukup kreatif yang menjual cokelat batang kreasi mereka sendiri, kampus memberikan bantuan permodalan, dan manajemen penjualan dibimbing oleh corporate mentor. Memulai ekonomi kreatif memang membutuhkan dana yang tidak sedikit, namun biaya tersebut bisa didapatkan melalui PKM Kewirausahaan, dalam perspektif ini mahasiswa memiliki keuntungan statusnya di perguruan tinggi sehingga mudah untuk mendapatkan modal dana. Hal lain yang mutlak diperlukan adalah niat untuk mencoba dan memulai ekonomi kreatif, mahasiswa tidak boleh mudah berputus asa ditengah perjalanan. Ide awal pengembangan ekonomi kreatif dapat dilakukan dengan memahami kearifan budaya lokal yang beranekaragam dan terwariskan hingga ke generasi saat ini sebagai potensi. Inovasi dan kreativitas mutlak diperlukan untuk memanfaatkan dan mengembangkan potensi-potensi lokal tersebut. Ekonomi kreatif tidak harus berupa produk yang 100% baru, tapi bisa produk lama yang dipertahankan agar nampak selalu baru dan bernilai. Ekonomi kreatif perlu dimulai saat ini melalui tangan-tangan dingin mahasiswa Universitas Brawijaya. Unit Kegiatan Mahasiswa dapat digunakan untuk diskusi tentang pengembangan gagasan ekonomi kreatif kekinian. Banyak dosen di kampus tercinta ini yang dapat dimanfaatkan keikhlasannya untuk menjadi pembimbing, selain itu banyak pelaku wirausaha sukses yang dapat diajak berdiskusi sebagai corporate mentor. Berpikir kreatif dan orientasikan PKM Kewirausahaan pada ekonomi kreatif sekarang juga! Penulis adalah: 1. Alumnus Program Studi S2 Biologi FMIPA UB 2. HPPBI (Himpunan Pendidik dan Peneliti Biologi Indonesia) 3. Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (PP LAKPESDAM NU)
22
SELAMAT BERGABUNG Untuk anggota baru UAPKM UB LPM Kavling 10
Setiap tempat yang kau pijak adalah sekolah Setiap kesalahan yang kau lakukan adalah pembelajaran Setiap orang yang kau temui adalah guru bagimu Segala hal yang kau lihat, dengar, rasa, dan pahami adalah buku kehidupanmu Karena itu menulislah Sebab dengan menulis kisahmu akan abadi
Selamat berproses dalam kegiatan magang!
Kabar Kampus
Olimpiade Brawijaya 2015 : “Kita Satu Brawijaya ?� Ainun Syahida A.
Dok. Dhani
Jargon fakultas dan yel-yel diteriakkan suporter, spanduk besar dengan tulisan-tulisan penyemangat juga dibuat. Semua dilakukan demi mendukung delegasi dan atlet mahasiswa tiap fakultas yang berlaga memperebutkan piala bergilir Olimpiade Brawijaya (OB). Bertanding atas nama fakultas masing-masing, atmosfir fanatisme antar mahasiswa fakultas begitu terasa. Kuatnya aroma kompetisi justru semakin mempertebal garis batas antar lawan di pertandingan. Semangat tanding yang tinggi dari delegasi atlet fakultas dan
dukungan suporter yang meluap merupakan sajian utama dari OB. Ekspetasi terhadap OB bahkan sempat membuat GOR Pertamina penuh penonton ketika Opening Ceremony pada 18 September yang lalu. Dilansir dari Kavling10.com, penonton yang datang begitu banyak, sampai delegasi dan sebagian suporter dari FMIPA (Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) yang ada di dalam GOR memilih keluar sebelum pembukaan selesai karena kecewa suporternya di luar GOR tidak dimobilisasi masuk oleh panitia. OB yang menjadi pesta olahraga dan seni mahasiswa UB sem-
23
Kabar Kampus pat diwarnai keributan antar suporter pada pertandingan futsal. Ricuh terjadi saat pertandingan pada babak perempat final mempertemukan tim futsal putra FIA (Fakultas Ilmu Administrasi) dengan FT (Fakultas Teknik). Akibat keributan tersebut, tim futsal FIA mendapat sanksi diskualifikasi. Terkait keributan yang terjadi, Josua Kingsley Sitorus, Menteri Pemuda dan Olahraga BEM FIA memberikan penjelasannya yang juga dimuat di Kavling10.com, “Suporter kami bisa dibilang tidak tahu sama sekali ada kericuhan di luar gedung. Posisi suporter saat itu juga sedang terkunci di dalam gedung menunggu giliran untuk pulang,” kata Josua. Ia melihat bahwa permasalahan saat itu merupakan permasalahan individu yang sudah selesai. Koordinator suporter FIA Fikri Kurnia merasa kecewa dengan keputusan panitia mendiskualifikasi tim futsal putra FIA. “Perasaan kecewa pasti ada dengan keputusan ini. Kami mencoba memberi klarifikasi tetapi pihak rektorat tidak mau mendengarkan,” ujar Fikri. Namun kericuhan yang terlanjur terjadi tersebut tidak mengubah keputusan diskualifikasi. Menteri Pemuda dan Olahraga EM Fardan Al Fatih mengungkapkan, sanksi tersebut diberikan setelah melalui kesepakatan forum dari pihak rektorat, koordinator suporter, dan panitia OB. Forum menyepakati memilih di antara dua opsi yakni, penghentian cabang olahraga futsal OB atau diskualifikasi tim futsal FIA
24
dan FT. Fardan mengatakan bahwa FIA tidak mendapat peringatan dalam pelaksanaan OB 2015. “Kita sudah punya peraturan. Di OB yang tahun ini. Ya, awalnya kalau terjadi konflik ini, kita selesaikan dulu secara musyawarah. Dan untuk fakultas yang terjalin konflik ini kena peringatan,” ungkap Fardan. Untuk peringatan pertama merupakan teguran, kemudian peringatan kedua adalah teguran keras, hingga peringatan ketiga berupa diskualifikasi fakultas untuk cabang lomba bersangkutan. “Jadi kemarin karena di futsal itu, hari pertama langsung terjadi kerusuhan, pihak rektorat langsung menghubungi. Mereka bilang tidak mau kalau OB ini jadi sarana ributnya mahasiswa.” Akibat kericuhan, pihak rektorat membuat peraturan baru dalam pelaksanaan OB 2015. Fardan menjelaskan, melalui peraturan baru yang disepakati jika terjadi keributan didalam maupun diluar pertandingan kedua belah pihak akan diberi sanksi tegas berupa diskualifikasi. Mahasiswa jurusan Bisnis Internasional tersebut menyebutkan beberapa fakultas juga telah mendapat peringatan karena kericuhan selama pelaksanaan OB. “Ada peringatan, Teknik kena peringatan. Teknik sampai peringatan ke dua. Vokasi masih peringatan pertama, FPIK masih peringatan pertama,” kata lelaki berkacamata tersebut. Ketua Pelaksana OB 2015 Imran Rifai menjelaskan bahwa kepu-
Kabar Kampus tusan diskualifikasi untuk tim futsal FIA merupakan hasil kebijakan pihak Rektorat dan sudah melalui forum. “Pasca rusuh, Rektorat juga mengumpulkan anak-anak perwakilan dari masing-masing fakultas dimana mereka juga ditanya bagaimana ini ketika ada rusuh lagi apa tanggapan kalian? Dihentikan lombanya atau bagaimana? Lalu ada yang memberikan aspirasi bahwasannya yang didiskualifikasi itu yang main saja. Ibaratnya yang memulai dan yang terprovokasi,” ungkap Imran. Imran melihat, tensi ketegangan antar fakultas hanya berlangsung ketika perlombaan. “Alhamdulillah, pasca dari OB sendiri sudah gak ada masalah lagi. Ibaratnya fakultas-fakultas tersebut, ‘panasnya’ itu ketika OB saja. Pas udah pasca OB, ya, mereka biasa lagi saja dan harapannya juga sebenarnya teman-teman dari fakultas, ya seperti ini,” ujar Imran. Staf Ahli Wakil Rektor tiga Tri Budi Prayoga mengingatkan lagi hakikat pelaksanaan OB sebagai pesta olahraga dan seni mahasiswa UB bukan untuk ajang tawuran. Kaitannya dengan cabang olahraga yang rusuh tahun ini akan ada evaluasi. Teguran dari Rektorat untuk panitia selama pelaksanaan OB dimaklumi oleh Imran. Ia mengaku, panitia telah mempersiapkan kegiatan ini secara menyeluruh. Imran menambahkan kerena jumlah suporter yang banyak, panitia tidak mungkin mengontrol satu per satu. “Sebenarnya kalau dari panitia
sendiri sudah mengantisipasi dengan sangat baik. Dari sisi keamanan maupun sisi koordinasi, Insyaallah sudah cukup baik.” Ia menjelaskan bahwa ricuh ketika pelaksanaan memang di luar dugaan panitia. “Karena memang keamanan sendiri kita memaksimalkan orangorang yang ketika ada lomba-lomba seperti futsal, basket, voli, kita sudah mengerahkan jumlah yang banyak dan itu juga dibantu Mako (Markas Komando) bersama Menwa (Resimen Mahasiswa).” kata Imran. Sekilas OB OB tradisi tahunan bagi mahasiswa Universitas Brawijaya untuk berkompetisi antar fakultas dalam berbagai cabang lomba. Dari 2009, vakum dua tahun kemudian, OB kembali digelar tahun 2012 sampai sekarang. OB menggunakan sistem olimpiade dengan cabang lomba dalam bidang olahraga dan seni untuk memperebutkan piala bergilir. Melalui sistem poin dari medali yang diraih, piala bergilir diberikan kepada juara umum. Tahun ini, FISIP tampil sebagai juara umum dengan perolehan 16 emas, 9 perak, dan 6 perunggu. “OB punya dua tujuan, yang pertama untuk penjaringan atlet yang kedua itu sebagai sarana mahasiswa untuk berlatih. Mahasiswa ini sebenarnya butuh tempat untuk bertanding. Gak cuma untuk tanding aja, tapi mereka juga butuh untuk sparing. Ibaratnya sebelum mereka ikut ke turnamen luar fakultas untuk membela Brawijaya,” kata Menpora
25
Kabar Kampus EM Fardan. Tahun ini, panitia OB memasukkan cabang lomba baru yakni stand up comedy. Imran mempertimbangkan trend di kalangan mahasiswa sebagai alasan memasukkan stand up comedy menjadi salah satu cabang lomba. “Kita pingin menyalurkan aja temen-temen yang punya bakat menjadi komedian karena stand up ini juga sudah banyak lombanya di luar-luar,” tambah Imran. Gelaran Olimpiade Brawijaya yang diadakan berdekatan dengan penyambutan mahasiswa baru, menjadi ajang strategis saling mengenal antar fakultas untuk mahasiswa baru. Melalui kompetisi olahraga dan kesenian, mahasiswa baru disuguhi tontonan menarik khas pertandingan. Disisi lain, OB dimanfaatkan mahasiswa tiap fakultas sebagai upaya mempererat solidaritas mahasiswa ke dalam masing-masing fakultas. Diakui maupun tidak dengan memanfaatkan kompetisi yang ada, suporter tiap fakultas menjadikan fakultas lain sebagai common enemy. Perasaan terlalu bangga dan rivalitas yang mengakar kuat dari masing-masing fakultas ikut mengikis rasa memiliki almamater universitas. Ketika kompetisi bergulir, menangkalah lumrah. Paling utama adalah sportifitas. Masih Relevankah? Lebih jauh, baik Fardan maupun Imran sepakat bahwa OB masih akan terus relevan sebagai event tahunan mahasiswa UB. “Mereka (ma-
26
hasiswa di fakultas) butuh sarana bertanding lah, tanding profesional gitu. Dan mereka, yang saya lihat, salah satunya yang bisa diakomodir ya di OB,” ungkap Fardan. Mahasiswa FIA angkatan 2012 ini mengaku akan terus berupaya tetap menyelenggarakan OB. “Karena OB bukan hanya menciptakan atlet ya, tapi juga menciptakan panitiapanitia yang ibaratnya berpengalaman menghadapi tekanan-tekanan, juga harus profesional,” kata Fardan. Sedangkan Imran berharap dari penyelenggaraan OB ini nama-nama yang telah disetor oleh panitia bisa menjadi pertimbangan ikut menyumbang atlet mahasiswa untuk UB. “Tujuan kita kan OB bukan cuma menemukan atlet tapi juga biar bersatu antar fakultas, bukannya malah memecah antar fakultas,” kata Imran. Staf Ahli Wakil Rektor 3 Tri Budi Prayogo menjelaskan dalam wawancaranya dengan awak Ketawanggede, gelaran OB saat ini masih belum menunjukkan kesatuan dari EM dan UKM pusat. Menurutnya kepanitiaan yang dibentuk EM masih belum banyak melibatkan peran UKM pusat. “Unitas punya Piala Rektor, ini sama, apa bedanya? Artinya bahwa EM dan UKM tidak satu. Tidak boleh begitu! Kita satu Brawijaya. Kalau itu satu, kita mengadakan satu kegiatan saja. OB tapi UKM masuk,” ungkap Tri. “Hemat biaya, tidak usah dua kali, ramainya juga sama, dan profesional,” jelas Tri.
SELAMAT WISUDA KEPADA KELUARGA KAMI AHMAD YANI ALI R., S.I.P. FISIP - Ilmu Politik 2010 Pemimpin Umum 2012-2013
ARDITHA MAULUDDIN, S.Pi. FPIK - MSP 2011 Pemimpin Redaksi Media Online 2013-2014
LILIK ARTI WAHYUNI, S. Kel. FPIK - Ilmu Kelautan 2011 Bendahara Umum 2013-2014
Adalah hal yang mengecewakan saat akhirnya kita harus berpisah dengan kalian semua, terlebih hidup di luar sana lebih berat dari Kavling 10.
27
SI KASEP
28
Katanya Jutawan?
Ajeng G. M.