Kg november compressed

Page 1

KETAWANGGEDE

1


DAFTAR ISI KETAWANGGEDE diterbitkan oleh: LPM UAPKM Kavling 10 UB

03

Editorial

04

Gerbang Utama : Ngamen: Alternatif Baru Penggalangan Dana

07

Gerbang Khusus : Perlu Ruang Untuk pengamen Kampus

Pemimpin Umum: Akhtur Gumilang

08

Pemimpin Redaksi: Yan Mulyana

10

Proil Khusus : Ir.H. Salahuddin Wahid : Arsitek Pendidikan Jajak Massa : Ngamen di Kampus Belum Ada Larangan

Redaktur Pelaksana: Efrem Siregar

12

Tim Design Kreatif: Rizqi Nurhuda Ramadhani, Yan Mulyana, Akhtur Gumilang

14

SUSUNAN REDAKSI

16 Tim Riset: M. Iqbal Yunazwardi, Anggria Ahda M, Theoilus Richard Reporter: Rahmawati Nur Azizah, Yan Mulyana, Luckyta Anjarsari, Muchammad Solahudin, Fitria Hayulinda Putri, Raditya Sumardani,Vina Wylasmi. Editor : Yan Mulyana, Theoilus Richard, Akhtur Gumilang Fotographer : Luckyta Anjarsari Sirkulasi dan Sponsor : Aulia Nabila, Fanandi Prima, Haroki Mardai, M. Ulil Azmi Cover: Rizqi Nurhuda Ramadhani ALAMAT REDAKSI, SIRKULASI, IKLAN DAN PROMOSI: Sekber Rusunawa Unit Kegiatan Mahasiswa Kav.2 e-mail : onlinekavling10@gmail. com Website : www.kavling10.com Twitter : @uapkm_ub Kontak : Yan Mulyana (087859374465) Rekening BNI Malang 333632045 a.n M. Akhrizul Yusuf

19

Kilas : 15 juta, untuk keselamatan hidup? Gerbang Khusus: Perspektif Budaya: Ngamen Dan Cerminan Mahasiswa Kolom Kontrol: Brawijaya Kampus Si(apa)? Si Kasep: UB Tempat Ngamen

Anda dipersilahkan mengirim surat pembaca, komentar atau gagasan mengenai kebijakan/layanan kampus, konten redaksi kavling 10, ataupun pemberitaan di buletin ketawanggede. Jumlah maksimal 100 kata. Surat pembaca atau komentar dapat dikirim ke onlinekavling10@gmail.com atau bisa melalui sms ke 087859374465 (Yan), dengan menuliskan nama lengkap, jurusan, dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

“Yth redaksi ketawanggede. saya siti marfuah mau klariikasi bahwa saya bukan kasubag HUMAS saya kasubag Rumah Tangga dan saya sampaikan listrik yang harus ditanggung UB itu 850 juta bukan 250 juta. mohon untuk diperbaiki berita gerbang utama Ketawanggede edisi III 2014” -SITI MARFUAH Kasubag Rumah Tangga Universitas Brawijaya

Klariikasi berita Ketawanggede Edisi Oktober 2014 Terkait dengan pemberitaan buletin Ketawanggede Edisi III//OKtober 2014 pada rubrik Gerbang Utama dengan Judul “Maba Dilarang Bawa Motor, Parkiran Rusunawa Padat”. pada halaman 4 paragraf 2 dengan redaksional “biaya listrik yang harus ditanggung UB setiap bulannya mencapai 250 juta rupiah”. Redaksi kavling 10 memohon maaf atas redaksional yang seharusnya “biaya listrik yang harus ditanggung UB setiap bulannya mencapai 850 juta rupiah”. Begitu pun dengan kesalahan jabatan atas nama Siti Marfuah yang seharusnya Kasubag RT (kepala Sub Bagian Rumah Tangga) Universitas Brawijaya tertulis sebagai Humas (Hubungan Masyarakat) UB.

2

KETAWANGGEDE


EDITORIAL

Kampus UB, Tempat Ngamen Kali ini mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) telah banyak melakukan aktivitas untuk mengembangkan pendidikan minat dan bakatnya. Dalam pengembangan minat dan bakat tersebut banyak kalangan mahasiswa yang membuat acara-acara untuk pemenuhan program kerja dari setiap unit kegiatan mahasiswa. Dalam hal tersebut, untuk melaksanakan semua itu perlu dana sebagai tunjangan acara-acara tersebut. Seperti yang sering kita lihat, akhir-akhir ini banyak kegiatan mahasiswa yang membuat kegiatan konser, social campaign, atau kegiatan lain yang bersifat sekedar hobi. Kegiatan-kegiatan tersebut tentunya menggunakan dana yang tidak sedikit. Demikian, lantas bagaimana jika dana yang ada tidak sesuai atau kurang. Tentunya banyak mahasiswa diantaranya yang melakukan penggalangan dana, seperti mengamen atau jualan makanan. Penggalangan dana dengan melakukan hal tersebut sah-sah saja khususnya dengan cara mengamen, namun bagaimana jika semua kegiatan mencari penggalangan dana dengan cara mengamen. Hampir setiap hari banyak mahasiswa yang mengamen di spot-spot tertentu seperti Area Wii Gazebo

perpustakaan, Kafeteria Citra Land atau gazebo-gazebo yang ada di setiap fakultas. Tidak hanya satu organisasi yang mengamen, bisa sampai lima kali pada satu malam tersebut mahasiswa tersebut mengamen oleh setiap unit berbeda-beda. Memang dalam penggalangan dana, cara ini sangat efektif, tidak ada modal, waktu yang dibutuhkan tidak lama, juga dapat menghasilkan dana yang lumayan banyak. Namun, bagaimana bisa setiap kegiatan mahasiswa harus melakukan penggalangan dana dengan cara mengamen tersebut setiap harinya oleh berbagai kegiatan mahasiswa, yang tentunya diperuntungkan untuk mahasiswa yang menjalankan kegiatan tersebut. Selain itu, apakah relevan mahasiswa tersebut melakukan `ngamen` untuk penggalangan dana, meskipun masih banyak cara lain untuk itu?. Pertanyaan lainnya muncul, “apakah ngamen ini adalah suatu budaya, atau yang dibudayakan?�. Untuk mengetahui semua itu, tetap anda pegang bulletin ketawanggede edisi November ini. Lalu baca lembar demi lembarnya.

KETAWANGGEDE

3


GERBANG UTAMA

Foto: Ketawanggede/Yan Mulyana

Ngamen: Alternatif Baru Penggalangan Dana

Dua orang mahasiswa sedang mengamen di kawasan Gazebo Perpustakaan Universitas Brawijaya. Pada jam 19.00 - 22.00 biasanya sering ada aktivitas mengamen di tempat ini dari berbagai Unik Kegiatan Mahasiswa.

Suasana malam hari di kampus Universitas Brawijaya kerap dihiasi dengan alunan-alunan musik yang dimainkan oleh para mahasiswa. Musik yang mereka mainkan ternyata bukan hanya bertujuan hiburan semata, namun ada motivasi lain di baliknya, yaitu untuk memperoleh uang. Kegiatan ngamen yang dilakukan oleh mahasiswa ini tengah menjadi pemandangan yang familiar di suasana kampus, terutama di pusat-pusat keramaian seperti Gazebo Perpustakaan dan Kantin Citra Land (CL) UB. Belakangan dapat diketahui bahwa mahasiswa yang melakukan kegiatan ngamen ini adalah anggota-

4

KETAWANGGEDE

anggota organisasi atau kepanitiaan yang sedang melakukan penggalangan dana untuk menunjang kegiatan mereka. Hal ini dibenarkan oleh Richard Makanoneng, staf muda Unit Aktivitas Kerohanian Katolik (UAKKat) UB, bahwa UAKKat merupakan salah satu organisasi mahasiswa yang turut melakukan

ngamen untuk mendapatkan dana. Ia menjelaskan lebih lanjut bahwa ngamen yang dilakukan UAKKat ini terkait dengan dua event besar yang mereka adakan tahun ini. “Yang pertama Dies Natalis yang ke 25 tahun dan Jambore Rohani se-Universitas Brawijaya. Itu ditujukan untuk temanteman angkatan 2014


GERBANG UTAMA

“Kalau sedang mengerjakan tugas ya sangat terganggu, apalagi kalau ada rapat,”

Katholik se-Universitas Brawijaya,” papar mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) angkatan 2013 ini. Richard mengutarakan bahwa awalnya memang ada perasaan gengsi. ”Cuma ya udah kita ‘kan sama-sama manusia, sama-sama nyari dana, sama-sama mahasiswa disini. Mereka juga ngerti kita nyari dana,” jelasnya. Kegiatan ngamen yang mereka lakukan ini diungkapkannya sekaligus dapat memperkuat kebersamaan antar anggota. Berbeda dengan Unit Aktivitas Paduan Suara Mahasiswa (UAPSM). Mereka tidak menjadikan ngamen sebagai sumber utama dalam penggalangan dana untuk kegiatan-kegiatan mereka, meskipun mereka juga pernah mencoba demikian. “Pelatihnya gak ngebolehin. Soalnya kalau ngamen, kita ‘kan modalnya suara, jadi mendingan yang lain biar gak perlu mengorbankan suara,” ujar Alfredo Agustinus, yang menjabat di bagian Kepelatihan PSM.

Hasil Ngamen Seperti yang diulas pada bagian awal, bahwa motivasi menggalang dana menjadi alasan yang kuat, lantaran hasil yang dida-

pat cukup besar. Pendapatan yang dihasilkan dari kegiatan ngamen ini ternyata tidak kecil. Richard mengutarakan kembali bahwa, sekali ngamen, uang yang didapat minimal sejumlah Rp100.000,-. “Itu dari sekitar jam 07.30 malam sampai jam 09.00 malam. Soalnya itu jamjam Universitas Brawijaya lagi rame-ramenya. Kalau dulu ada yang hampir dapatRp200.000-300.000,” jelasnya. Gedung Widyaloka, daerah sekitar FMIPA, FAPET, dan FPIK, kemudian Perpustakaan hingga Kantin CL dijelaskan Richard sebagai tempat-tempat yang sering mereka datangi untuk ngamen. Hal yang senada disampaikan oleh Alfredo. “Ngamen itu asik banget, dulu kita ngamen sembunyi-sembunyidari pelatih. Lumayan dapetnya,” ujar mahasiswa yang akrab disapa Edo ini. Ia mengutarakan bahwa uang yang didapat dari ngamen bisa mencapai Rp100.000,-. ”Itu cuma ngamen di depannya Perpus. Belum yang di depannya Widlok dan kantor pos mandiri itu. Di depan perpus aja bisa sampai Rp100.000-150.000,” lanjutnya. Alternatif lain penggalangan dana Soal menggalang

dana, sebenarnya Banyak cara yang bisa dilakukan. Contoh, seperti yang dilakukan oleh anak-anak Paduan Suara Mahasiswa Universitas Brawijaya (PSM UB) yang sering melakukan garage sale. Garage sale yang mereka lakukan berasal dari barang-barang pribadi dari anggota PSM yang sudah tidak terpakai namun masih layak untuk dijual. Barang barang tersebut mereka sumbangkan secara ikhlas untuk mendanai kompetisi yang mereka ikuti. Alfredo Agustinus, Seksi Kepelatihan PSM, saat ditemui di sekretariat Unit Aktivitas Paduan Suara Mahasiswa pada Kamis (13/11), menjelaskan mengenai garage sale mereka. ”Jadi temen temen yang punya baju bekas layak pakai itu dijual. Jadi kaya memberikan ke unit, tapi tidak bagi hasil. Jadi mereka bener bener ikhlas, dan uangnya gak kembali ke mereka. Jadi semua penjualannya tetep masuk ke unit. Dari mobil untuk garage salenya udah dari temen temen sendiri pagi pagi mereka nyiapin venue.” ujarnya. Selain itu PSM juga melakukan penjualan guna menambah Kas organisasi. Mereka menjual makanan dan minuman di areal unit mereka sendiri. Mereka juga sering mengadakan kegiatan yang mereka namai dengan ’Bantu Unit` (membantu penggalangan dana untuk PSM UB, red). ”Dan setiap kali ada lati-

KETAWANGGEDE

5


Gerbang Utama

Info Grais: Tim Design Kreatif

han rutin selalu kita buat dana bantuan buat unit. Jadi setiap akhir latihan anak anak nyumbang buat unit. Yaa temen temen yang ikut latihan. Ya seikhlasnya, nanti hasilnya masuk kas”. tambah mahasiswa Ilmu Komunikasi tersebut. Selain itu keberadaan alumni juga turut menyokong pemasukan untuk organisasi. Dari Unit Aktivitas PSM sendiri, mereka menjual barang dagangan yang dibuat oleh alumni mereka. ”Nah sebenarnya kalo jualan, kita jualan kue yang dibikin alumni. Misal alumni ngasih harga 1200, terus kita jual 2000, jadi sistemnya kaya gitu”, tambahnya. Di lain cerita yang hampir serupa, Richard Makanoneng, staff muda Unit Aktivitas Kerohanian Katholik saat ditemui di sekretariatnya menceritakan tentang dana bantuan alumni yang

6

KETAWANGGEDE

mereka dapatkan. ”kami juga disokong sama alumni, dana dari alumni ini masuk ke kas UAKKat nah dari situ dibagikan seadiladilnya buat acara UAKKat” jelasnya. Tak Semua Merasa Nyaman Meskipun kegiatan ngamen ini dirasa menguntungkan oleh para mahasiswa yang membutuhkan dana kegiatan, ternyata tak semua setuju. Baihaqi, mahasiswa Program Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer (PTIIK)menyatakan bahwa dirinya merasa tidak nyaman dengan adanya pengamen-pengamen di dalam kampus. “Kalau sedang mengerjakan tugas ya sangat terganggu, apalagi kalau ada rapat,” ujar mahasiswa angkatan 2013 ini. Menurutnya, seharusnya ada kebijakan tertentu dari rektorat mengenai pengamen di dalam kampus. “Hasil ngamen

tersebut bisa diambil (oleh rektorat),” lanjutnya. Berbeda dengan Baihaqi, Riska Ayu, mahasiswa program studi Sastra Inggris, tidak masalah dengan adanya pengamen di dalam kampus, asalkan memiliki tujuan yang jelas, yaitu untuk menggalang dana. Ia juga mengatakan bahwa para pengamen ini juga bisa menghibur para pendengarnya. “Kalau lagunya enak, ya enak, kalau tidak enak ya terganggu,” ujarnya. Menurutnya, tidak perlu ada kebijakan khusus dari rektorat soal pengamen. “Asal tidak terlalu sering saja,” tambah mahasiswa angkatan 2012 ini. Penulis : Aulia Nabila Kontributor : Raditya Sumardani, Muhammad Sholahudin, Rahmawati Nur Azizah, dan Vina W


Gerbang Khusus

Perlu Ruang Untuk pengamen Kampus Mahasiswa memang selalu panjang akal, ada saja idenya untuk mencari penyelesaian dari suatu permasalahan. Kurang dana untuk suatu kegiatan kemahasiswaan, bukan masalah besar. Ngamen saja sekalian tenar Universitas Brawijaya (UB), adalah salah satu perguruan tinggi di wilayah Malang yang memiliki sumber daya mahasiswa yang cukup banyak. UB pun seakan tak pernah sepi dari hiruk-pikuk kegiatan mahasiswanya, salah satu output dari kegiatan mahasiswa tersebut yaitu banyaknya acara kegiatan Aktivitas Mahasiswa yang hilir-mudik mewarnai hari-hari di UB. Dibalik kegiatan tersebut yang ada, peran mahasiswa turut mengambil andil besar dalam jajaran panitia. Salah satu kendala terbesar dari kegiatan tersebut adalah minimnya dana, sehingga menyebabkan mahasiswa terpaksa mengamen untuk menutupi kekurangan dana yang ada. Fenomena pengamen kampus tentunya banyak kita jumpai di area-area ramai di UB, seperti area wii dan kantin, dll. Tak peduli siang dan malam, tak peduli laki-laki atau perempuan, sering dijumpai para mahasiswa yang berupaya menyanyikan lagu kemudian berharap sedikit uluran tangan. Ada yang menikmati, namun juga tak sedikit yang merasa terganggu. Gangguan tersebut kebanyakan dirasakan pendengar (mahasiswa), karena para pengamen kampus tiba-tiba datang dan merusak konsentrasi mereka yang sedang belajar, mengerjakan tugas, maupun berdiskusi. Apalagi jika ada pengamen yang bersuara kurang merdu, atau bergaya arogan untuk

sekedar eksistensi diri, mahasiswa yang menjadi pendengar umumnya merasa jengah dan tidak nyaman. Haris El Mahdi, seorang Sosiolog dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UB mengatakan bahwa pihak kampus seharusnya menyediakan tempat khusus bagi para pengamen kampus. seharusnya pihak kampus (rektorat atau dekanat) menyediakan tempat khusus bagi para pengamen

untuk “seniman kampus” mengekspresikan dirinya. Sehingga apabila ada area khusus tersebut, maka para pengamen kampus pun selain dapat mengekspresikan diri untuk bermain musik mereka juga dapat mencari tambahan dana untuk kegiatan mereka, tanpa menganggu mahasiswa lain yang sedang konsentrasi belajar, mengerjakan tugas, ataupun yang sedang berdiskusi di area kampus. Namun Haris mengatakan bahwa ada munculnya para pengamen banyak cara dan kreativikampus ini juga disebabkan tas lain untuk mencari minimnya dana yang cair tambahan dana, jadi tidak dari pihak kampus untuk harus mengamen, “saya sebuah kegiatan kemaha- melihat perlu ada kreativisiswaan tas lain dalam menggalang tersebut untuk menggalang dana, jadi tidak harus mengamen. misalnya saja dana. sebab patut dicatat, munculnya para pengamen dengan mengadakan konkampus ini juga disebabkan ser amal untuk penggalangan dana atau menjual minimnya dana yang cair merchandise,” ungkapnya. dari pihak kampus untuk Namun jika tak sebuah kegiatan kemahaditemui cara lain, Haris siswaan,” ujarnya. Dirinya menambah- menambahkan bahwa para kan, Bak peribahasa ‘dima- pengamen kampus tentuna ada gula, pasti terdapat nya harus perform dengan semut’, fenomena pengamen bagus agar tidak mengecewakan pendengar, “kalau kampus tersebut dapat pun harus mengamen, terjadi karena adanya kesempatan dan peluang yang harus dengan perform yang bagus dan tidak asalcukup menjanjikan di UB. asalan. saya yakin jika “hal tersebut bisa terjadi karena kampus (UB) meru- mengamen dengan elegan, maka penyumbang pun pakan lahan basah untuk mencari dana (tempat yang akan banyak,” tambahnya. strategis untuk menggalang Penulis: Fitria Hayulinda dana untuk ngamen, red) Putri kata Haris El Mahdi. Berbicara tentang kontributor: Muchamad eksistensi diri, Haris El Solahudin, Vina Wylasmi, Mahdi mengatakan bahwa Raditya Sumardani idealnya pihak rektorat menyediakan tempat khusus

KETAWANGGEDE

7


Proil Khusus

Ir.H. Salahuddin Wahid : Arsitek Pendidikan Oleh: Ahmad Ridho Zamzam & Efrem Siregar Tokoh Politik, Pendidikan Nasional dan HAM ini dikenal sebagai tokoh yang tenang dalam beikir dan bertindak namun tegas dalam berbicara. Low-proil tercermin pada adik presiden ke-empat ini. Raih Doktor Honoris causa di tahun 2011 bidang Managemen Pendidikan. Nama Ir.H. Salahuddin Wahid yang biasa dipanggil dengan nama gus Sholah, tentu bukan nama yang asing di telinga masyarakat Indonesia. Bagi mayoritas kalangan, adik KH Abdurrahman Wahid ini dikenal sebagai sosok yang karismatik dan disegani. Gus Sholah lahir kedunia pada tanggal 11 September 1942. Anak ketiga dari enam bersaudara pasangan dari KH. Ahmad Wahid Hasyim dan HJ Solehah. Walaupun lahir di tengah kultur keagamaan yang sangat kental, hal tersebut tidak membuat pola pikir beliau jadi kolot. Saat gus Sholah masih mengenyam bangku pendidikan, beliau sudah aktif

mengikuti berbagai organisasi baik intra maupun ekstra seperti OSIS, Senat Mahasiswa dan PMII. Selain itu, Gus Sholah juga banyak menghadiri seminar-seminar baik secara delegasi maupun inisiatif sendiri. Pada 2006 gus Sholah dipercaya sebagai pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, untuk menggantikan paman beliau KH. Yusuf Hasyim karena uzur (halangan) dan masih mengemban amanat itu sampai sekarang (Des2014). Pengalaman berorganisasi gus Sholah antara lain Kepanduan Ansor, menjabat Wakil Ketua OSIS SMAN1 Jakarta, anggota pengurus Senat Mahasiswa (Sema), bendahara Dewan Mahasiswa (Dema) ITB, ketua PMII ITB, wakil ketua PMII komesariat Bandung, Anggota Persatuan Insinyur Indonesia, anggota Ikatan Arsitek Indonesia dan ketua DPD Ikata Konsultan Indonesia (Inkindo). Sampai saat ini, Gus Sholah masih aktif sebagai Dewan pembina Yayasan Hasyim Asy’ari, Dewan Pembina Yayasan Mamba’ul Ma’arif, konsultan Arsitektur, penulis lepas di beberapa Media, pembicara di berbagai acara dan pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng. Wajib belajar di mata Gus Sholah

8

Sholah langsung melempar pertanyaan balik, “Istilah wajib belajar itu, maksudnya apa?”,ujar Gus Sholah. Dia menambahkan bahwasanya istilah wajib seperti istilah wajib militer.”seakan-akan bila tidak belajar dikenakan sanksi”tambahnya. Menurut Gus Sholah istilah wajib belajar diganti dengan istilah hak belajar. “Kewajiban pemerintah untuk menyediakan semua hal yang diperlukan supaya pendidikan yang bermutu bisa dinikmati rakyat Indonesia secara merata”, kata tokoh politik ini. Gus Sholah menambahkan bahwasanya sangat banyak anak indonesia yang tidak dapat menikmati bangku sekolah karena harus berkerja membantu orang tua mereka.”Padahal Undangundang melarang anak ikut bekerja, itu dikarenakan orang tuanya tidak cukup uangnya”, imbuhnya dengan tegas. Menurutnya, itu kesalahan pemerintah karena tidak mampu menyediakan cukup lapangan pekerjaan untuk masyarakat, sehingga banyak anak yang tidak bisa mengenyam bangku sekolah. Gus Sholah menekankan bahwasanya hak untuk belajar, hidup, mendapat pelayanan kesehatan dan memperoleh pekerjaan telah dijamin oleh Undang-undang dasar.”Pemerintah harus menjamin lapangan pekerjaan bagi rakyat., agar anak tidak perlu bekerja. Jika tidak, ya jangan jadi pemerintah”, tegasnya.

Saat disinggung Pendidikan Karakter mengenai wajib “Pembentukan karabelajar kter itu mudah dibicarakan, gus tapi susah dilaksanakan”,

KETAWANGGEDE


Proil

KHUSUS PROFIL Ir.H. Salahuddin Wahid RIWAYAT PENDIDIKAN SMAN1 Jakarta Institut Teknologi Bandung 1963-1964 Anggota pengurus Senat Mahasiswa Arsitektur ITB 1964-1966 Komisariat PMII ITB 1967 Bendahara Dewan Mahasiswa ITB 1973-sekarang Anggota Ikatan Arsitek Indonesia 1978-1997 Direktur Utama Perusahaan Konsultan Teknik 1982-1991 Ketua Badan Pengurus Yayasan Baitussalam 1982 Pendiri Yayasan Baitussalam 1989-1990 Ketua DPD DKI Indkindo (Ikatan Konsultan Indonesia) 1993-1994 Pemred Majalah Konsultan 1995-1996 Assosiate Director Perusahaan Konsultan Properti Internasional 1995-2005 Anggota Dewan Penasehat ICMI 1998-1999 Anggota MPR RI 2000-2005 Ketua MPP ICMI 2000-skrng Ketua Badan Pendiri Yayasan Forum Indonesia Satu. 2002-2007 Wakil Ketua Komnas HAM 2002-2005 Ketua Umum Badan Pengurus Yayasan Pengembangan Kesejahteraan Sosial 2011-sekarang Ketua Gerakan Integritas Nasional

jawab Gus Sholah saat ditanya soal pendidikan karakter. Menurutnya tidak mudah membentuk karakter jika tidak ada kesinambungan antara perkataan pendidik dengan perilaku pendidik itu sendiri.”TV adalah guru kita yang paling sering ketemu dengan kita, SKSnya berapa itu?”, canda tokoh pendidikan ini. Beliau melihat bahwa kebanyakan yang ditayangkan di TV jauh dari ranah

pendidikan. “Banyak menayangkan pejabat saling memaki, ditangkap dan mereka tidak menyesal”, tambahnya. “Tidak ada murid yang buruk, yang ada hanya guru yang buruk” Menanggapi anekdot di atas, gus Sholah dengan tenang mengatakan bahwasanya sebenarnya guru bukan satusatunya yang memberikan pendidikan kepada anak.

Jika melihat lebih awal, yang memberi pendidikan kepada anak adalah orang tua dari anak-anak itu sendiri.”Orang tua yang mengenalkan nilai-nilai kehidupan, mengajarkan agama, mengajari etika dan ahlak kepada anak” tukas aktivis pendidikan ini, bahwasanya guru hanya meneruskan, membatu dan mengembangkan apa yang diajarkan oleh orang tua. ”pertanyaanya, apakah semua punya waktu yang cukup untuk mendidik anak? seberapa banyak orang tua sadar soal hal ini? Dan apakah semua orang tua memiliki wawasan yang baik untuk mendidik anaknya?”, tanya gus Sholah. “Anak-anak dekat dengan orang tua mereka dari kecil sampai SMP saja, masuk SMA kawanya lebih berpengaruh dari pada orang tua”, kata gus Sholah. Beliau melihat bahwasanya ketika anak memasuki bangku SMA adalah masa dimana mereka harus sadar memilih dalam pergaulan mereka, di mana kontrol dari orang tua mereka mulai longgar. “tapi yang paling mempengaruhi tetaplah media”, ujar ayah tiga anak ini. Berbicara tentang mahasiswa, Gus Sholah berpendapat kalau para agent of changes itu harusnya belajar lebih kritis, berkomunikasi, bersosial dan belajar lebih kreatif.”berorganisasi, itu bagian dari pembentukan dari diri kita”, ucap gus Sholah dengan tenang. Beliau berpendapat dalam oraganisasi bukan hanya para mahasiswa, tapi semua orang bisa belajar kepemimpinan dan bersosial.”kalau kita perhatikan, beberapa menteri yang masih muda itu dulunya adalah aktivis kampus seperti Imam Nahrowi dan Anis Baswedan” kata tokoh politik ini.

KETAWANGGEDE

9


JAJAK MASSA

Ngamen di Kampus Belum Ada Larangan Fenomena yang sudah tidak asing lagi bagi warga Universitas Brawijaya (UB) apabila menjumpai segerombolan mahasiswa mengamen di area kampus UB. Gazebo Perpustakaan Pusat UB sering kali dijadikan tempat yang disambangi para pengamen kampus tersebut. Selain gazebo perpustakaan, area yang menjadi langganan pengamen kampus ini adalah area berwii lain yang ramai dengan mahasiswa seperti gazebo Gedung Widyaloka. Biasanya, aktivitas “ngamen� ini dilakukan oleh mereka para mahasiswa yang berlabel anggota organisasi kampus, bisa anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Himpunan Mahasiswa (HIMA), maupun Lembaga Semi Otonom (LSO). Umumnya, para organisator ini melakoni aktivitas ngamen dengan motif untuk mencari dana atas even yang akan diselenggarakan organisasinya. Ketika aktivitas ngamen di kampus ini terus dibudidayakan, ketakutan yang muncul ialah apakah benar hasil ngamen tersebut benar-benar untuk kepentingan or-

10 KETAWANGGEDE

ganisasi. Pihak-pihak lain yang tidak bertanggung jawab bisa saja memanfaatkan momen tersebut untuk mengeruk keuntungan pribadi ataupun kelompok yang terlepas dari kepentingan penggalangan dana organisasi kampus pada dasarnya. Selanjutnya, ketidaknyamanan kedua yang dimunculkan dari pengamen kampus yaitu masalah privasi mahasiswa lain. Bagaimana tidak, mahasiswa yang pergi ke perpustakaan UB dengan tujuan untuk mengerjakan tugas ataupun sekedar bermain internet dimana notabennya hal tersebut untuk mencari kesenangan, harus diganggu dengan kehadiran pengamen kampus di sekitar mereka. Di samping terganggu karena masalah privasi, hal lain yang ditimbulkan dari aktivitas pengamen kampus ialah memberikan ketidaknyamanan bagi yang disambanginya karena harus “merogoh kocek�. Terlepas dari ikhlas atau tidak, ketika terdapat pertanyaan apakah pernah memberikan sumbangan ketika ada pengamen kampus, tentu ini yang membuat ketidaknyamanan juga.

Di satu sisi, sebenarnya uang tersebut akan kita gunakan untuk membeli sesuatu. Tapi di sisi lain, sungkan untuk tidak memberi sumbangan karena orang-orang yang mengamen tersebut adalah orang yang bisa jadi kita kenal atau bahkan teman kita sendiri. Dilatarbelakangi oleh hal-hal tersebut di atas, apakah perlu kiranya pihak keamanan kampus menertibkan aktivitas ini. Pertanyaannya juga, apakah aktivitas ini legal untuk dilakukan di area kampus yang notabennya adalah lingkungan akademik. Toh, belum ada peraturan atau ketetapan dari pihak Rektor yang menanggapi hal ini secara serius. Tim Penelitian dan Pengembangan (Litbang) kavling 10 akan mengupas jejak pendapat berupa survey terhadap 200 mahasiswa UB mengenai aktivitas ngamen di kampus ini. Hal ini bertujuan untuk mengukur seberapa mengganggu aktivitas ngamen bagi mahasiswa di lingkup UB.

Sumber: Litbang UAPKM UB Kavling 10


JAJAK MASSA

METODE YANG DIPAKAI : Metode yang digunakan dalam survey ini adalah metode sampling. Dengan melakukan sampling pada 200 responden yang terdiri dari mahasiswa aktif UB. Info Grais: Tim Design Kreatif


Kilas

10 juta, untuk keselamatan hidup? Sampai 15 juta untuk biaya keselamatan di Pasarean Gunung Kawi Desa Wonosari Kabupaten Malang. Biaya ini sebagaian besar berasal dari para pengunjung yang sengaja untuk melakukan ritual di makam Mbah Djoego. oleh pengunjung tergantung niat serta maksud individu masing – masing. Pihak pesarean hanya sebatas sebagai fasilitator, membantu memanjatkan doa serta membantu melakukan ritual. Setelah melakukan pendaftaran dengan menu yang tersedia, pihak pelayan umum bertugas mengkoordinir dan melaporkan ke juru kunci untuk melakukan selametan atau nadar sesuai jadwal yang ditentukan. Saat ini, juru kunci gunung kawi merupakan juru kunci generasi kelima bernama Candrayana dan

Nanang Yiwono dengan wakilnya Bagus Iwan Suryandoko. Juru kunci ini dipercaya untuk menjaga dan membantu pengunjung menaburkan bunga diatas makam. “Pengunjung dilarang menaburkan bunga sendiri diatas makam, dimaksudkan untuk menjaga ketertiban saja.� Jelas Hari. Juru kunci yang pertama dimakamkan bersebelahan dengan makam Kanjeng Kyai Zakaria II atau lebih dikenal dengan sebutan mbah Djoego. Sedangkan juru kunci yang kedua, ketiga dan keempat

foto: ketawanggede/Luckyta Anjarsari

Di sebelah kiri pintu masuk pesarean gunung kawi, ada sebuah depot pendaftaran untuk melakukan keselamatan atau nadar. Mulai jadwal dan harga pelaksanaan nadar atau selametan, terpampang di depan depot. Harga mulai 50.000 rupiah sampai dengan 10.000.000 rupiah. Menurut Hari Setiajid, selaku penasehat serta pelayan umum pesarean kawi mengatakan bahwa setiap orang yang akan melaksanakan selametan atau nadar wajib mendaftar dulu. Segala apa yang dipesan

Plang Tempat pendaftaran Pengunjung ritual di Gunung Kawi. pada tempat ini pengunjung diharuskan untuk memilih dan membeli bahan untuk ritual.

12 KETAWANGGEDE


foto: ketawanggede/Luckyta Anjarsari

Kilas

Bahan Nadzar dan Harga keselamatan pada acara ritual di Gunung Kawi. Harga dimulai dari Rp60.000,dengan Bahan kesalamatan Awam sampai Rp10.000.000,- untuk satu ekor Sapi.

dimakamkan di pemakaman umum Desa Wonosari. Hari selasa (19/11) pukul 16.35 WIB, salah satu pengunjung dari Lumajang berada di masjid sebelah makam. Ia adalah Safari, seorang petani dari Lumajang yang sudah ke pesarean gunung kawi sejak 10 tahun lalu. Dia pernah menjalankan selametan berupa ayam dengan harga yang sudah ditentukan.”Nanti kita minta tolong juru kunci, dan memberi ‘sari’ sesuai dengan kemampuan kita saat berdoa di makam”.Tukas dia.‘Sari’ yang dimaksudkan berupa uang yang diperuntukkan kepada juru kunci karena sudah membantu memanjatkan doa serta ucapan syukur kita kepada Sang Ilahi karena sudah diberikan rejeki yang melimpah. Bahkan

menurut lelaki paruh baya ini, ada yang sampai memberikan ‘sari’ sebanyak 15.000.000 rupiah lengkap dengan kembang untuk makam mbah Djoego. Setiap pengunjung yang akan melakukan ziarah ke makam tidak diwajibkan membawa kembang. Menurut Hari yang sudah bekerja di pesarean Gunung Kawi sejak 24 tahun lalu, kembang yang dibawa pengunjung merupakan suatu kebudayaan. Menurut salah satu penjual kembang yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan bahwa kembang ini berasal dari Desa Wonosari. “Satu wadah ini dihargai 2000 rupiah”, jelas dia. Pesarean gunung kawi merupakan sebuah makam yang terletak di atas bukit Desa Wonosari, Kabupaten Malang. Set-

iap malam jumat legi dan malam senin pahing (kalender jawa) pesarean ini ramai pengunjung. Makam di pesarean gunung kawi sering dikenal dengan nama makam mbah djoego yang memiliki nama asli Kanjeng Kyai Zakaria II. Seorang ulama terkenal dari keraton Mataram Surakarta. Pengunjung berasal dari berbagai daerah di Indonesia, baik masyarakat pribumi maupun etnis tionghoa. Menurut sejarah, pada malam jumat legi merupakan hari pemakaman mbah Djoego, sedangkan malam senin pahing malam dimana mbah Djoego meninggal. Penulis: Luckyta Anjarsari Kontributor: Yan Mulyana

KETAWANGGEDE

13


GERBANG KHUSUS

Perspektif Budaya: Ngamen Dan Cerminan Mahasiswa Manusia hidup dalam budaya, tidak ada manusia hidup yang tidak berbudaya. Bahkan cara mereka makan dan berpikir pun dipengaruhi oleh budaya tertentu. Universitas Brawijaya (UB) sendiri pun, memiliki salah satu kebiasaan yang seakan dibudayakan, yaitu budaya mengamen.

Tentang kegiatan ngamen, tidak melulu berbicara soal menggalang dana ataupun semacamnya. Banyak hal yang perlu dibahas, salah satunya mengapa kegiatan ini kian menjadi marak. Pasti banyak hal yang melatarbelakangi sehingga kegiatan ini menjadi hal yang dibiasakan bahkan dibudayakan. Menurut Riyanto Hanggendhli yang merupakan Ketua Komunitas Budaya UB pun berujar bahwa, budaya itu adalah bagaimana seseorang menerjemahkan sekitarnya. Orang memilih sesuatu itu tentu tidak secara tiba-tiba, hal tersebut dapat dicontohkan dengan pilihan mengamen. “Hal tersebut pantas-pantas saja, sebab keadaan yang mungkin baginya adalah mengamen untuk mencari uang,” tuturnya. Dirinya menambahkan bahwa, Yang jadi perhitungan adalah indikator yang berupa pilihan dengan cara-cara tertentu, pada intinya segala hal pantas-pantas saja. Sebab dalam bu-

14 KETAWANGGEDE

daya tidak ada hasil baik atau buruk, sebab budaya bersifat relatif. “Dalam budaya tidak boleh bersifat etnosentrisme, tidak boleh memberikan nilai berdasarkan budaya saya saja. Jika ingin menilai, nilailah dengan budaya yang mereka anut,” jelasnya. Riyanto mengatakan bahwa budaya mengamen bisa jadi merupakan hal baik dalam perspektif seseorang. “Budaya artinya akal, fungsi akal adalah menerjemahkan pemberitan dari luar yang disebut budaya, kemudian dilakukan oleh nafsu. Nafsu tidak tentu negatif, bisa juga bersifat positif. Mengamen bisa jadi merupakan hal baik menurut perspektif budaya seseorang,” lanjutnya. Budaya adalah nilai keindahan. Menurutnya mengamen adalah hal yang baik yakni karena tidak sekedar meminta tapi punya keahlian namanya mengamen, dan kekuatan mental. Sebab tidak banyak mahasiswa yang memiliki keberanian ngamen karena gengsi. Justru mereka selangkah lebih maju dalam meniti masa depan, jadi bukan kemerosotan kuali-

tas. “Bertanggung jawab terhadap diri, tidak bergantung pada orang, tidak mencuri itu indah kan? Walaupun tangan dibawah tidak lebih baik dari tangan diatas,” sebutnya. Bagi Riyanto mengamen pun adalah proses intelektual seseorang. Pilihan yang sudah dihitung dalam sebagian banyak ukuran tentu adalah nilai intelektual tersendiri. “Memang budaya jawa dulu memberi label rendah pada pengamen, namun budaya berubah. Ngamen bisa jadi tidak seperti label dulu. Ngamen merupakan perubahan berpikir yang positif, hanya jangan lupa tentang berfokus pada pendidikan dan belajar”, ungkap yang juga merupakan dosen Fakultas Ilmu Adminstrasi (FIA) ini. Nilai Historis Kegiatan ngamen mungkin saat ini sangat ramai dilakoni para mahasiswa. Namun, menurut Budayawan Agus Sunyoto secara kajian historis mengungkapkan, bahwa dalam sejarah dirinya belum per-


GERBANG KHUSUS nah melihat kisah tentang pengamen mahasiswa. “Di sejarah belum ada yang dinamakan pengamen mahasiswa, sebab hal tersebut menunjukkan ketidakmampuan kalangan intelektual dalam menghadapi masalah. Pengamen dapat dikatakan sebagai upaya menghibur orang dengan cara meminta imbalan,” tutur pria yang juga Pengajar Fakultas Ilmu Budaya UB ini. ”Mahasiswa mengamen menunjukkan ketidakmampuan kalangan intelektual menghadapi masalah, hal tersebut juga menunjukkan kemerosotan kualitas mahasiswa. Coba bandingkan dengan jaman dulu saat Indonesia sebelum merdeka, kegiatan mahasiswa adalah melakukan peng-

kaderan dan membuat partai politik. Seharusnya mahasiswa mampu, kan mereka pintar. Mahasiswa sekarang orientasinya cuma cari duit, jadi bukan sebagai agen perjuangan lagi,” jelasnya. Agus kemudian menjelaskan lagi bahwa, sifat hedonislah yang menyebabkan mahasiswa sangat bergantung akan keberadaan dana. Ketergantungan dana dan pengaruh sifat hedonisme-lah yang mengakibatkan kemerosotan kualitas. “Saya pernah jadi aktivis mahasiswa dan tidak pernah mengemis-ngemis begitu. saya menggalang dana dengan mencari sponsorsponsor, mahasiswa harus tahu cara-caranya. Karna mengamen hanya tindakan yang dilakukan oleh mahasiswa yang malas saja,” pungkasnya.

Mahasiswa yang terlalu berfokus pada dana menurut Agus adalah penerus bangsa yang tidak bisa diharapkan, “Generasi bermental duit tentu tidak bisa diharapkan. Mental bangsa sudah terbentuk seperti itu dan nantinya bangsa indonesia akan diwariskan kepada mereka yang hanya bermental duit. Harga diri, kehormatan, dan intelektualitas sudah tidak ada. Sebagai mahasiswa dan kaum intelektual makan utamakan kerja keras dan kreatiitas. “Ngamen bukanlah hal yang dapat diartikan sebagai upaya untuk menampilkan kreatiitas,” tutupnya. Penulis : Fitria Hayulinda Putri Kontributor : Vina W.

“Di sejarah belum ada yang dinamakan pengamen mahasiswa, sebab hal tersebut menunjukkan keidakmampuan kalangan intelektual dalam menghadapi masalah. Pengamen dapat dikatakan sebagai upaya menghibur orang dengan cara meminta imbalan,” (Agus Sunyoto, 2014) Info Grais: Tim Design Kreatif


KOLOM KONTROL Brawijaya Kampus Si(apa)? Oleh : Agung Widiyantoro*

Demikianlah beberapa kutipan yang sempat terdengar ini ketika nganggur. Sebab tidak ada ide-ide yang benar-benar lahir dari ruang hampa kecuali wahyu. Nah, dari kelenggangan ini timbul sebuah pertanyaan yang (nggak) terlalu ilosoismenurut saya, sebenarnya Brawijaya Kampus Si(apa) ? mari melihat cermin didepan mata kita masing-masing sambil membuka ruang diskusi imaginer didalam diri kita masing-masing tentang si(apakah) Brawijaya itu. Kalau menurut deinisi baku dari beberapa pakar (entah siapa, saya nggak mau tahu), kampus merupakan sebuah lembaga pendidikan yang melakukan proses

16 KETAWANGGEDE

penyadaran peran sebagai peak institution, institusi puncak, mencetak akademisiakademisi yang sadar akan kondisi sosial masyarakat dan lingkungannya dan bertugas melakukan perubahan ke arah positif. Namun fakta kemudian menggoncangkan kepala kita bahwa sudah bukan rahasia lagi transaksi-transaksi berkedok pengembangan pendidikan, pelatihan, dan slogan-slogan ‘’kampus perjuangan’’ menjadi basi seperti nasi kemarin sore. Tapi lebih beruntung nasib nasi kemarin sore, sebab masih bisa digoreng dan dijadikan nasi goreng, tapi kalau kampus basi, digoreng dijadikan apa ? Kalau orang bijak

pernah berkata bahwa, pendidikan merupakan transfer nilai dan norma antara murid dan mursyid (guru), maka yang terjadi hari ini tidak lebih daripada transfer nilai-nilai pragmatisme, oportunisme dan komersialisasi akademis. Lelang jabatan tidak bisa dihindarkan sebagai konskuensi nilai-nilai pragmatisme yang meracuni semua nalar ruang-ruang otak. Ketika pembangunan dijadikan komoditas perebutan proyek, maka lembaga pendidikan tak ubahnya kawanan rusa gemuk di depan hewan-hewan buas pencari proyek-proyek haram yang lapar. Lantaran mengubah ukuran-ukuran dan me-mark up dana anggaran


KOLOM KONTROL

pembangunan fakultas dan universitas. Masih dalam ingatan saya, Dekan salah satu fakultas di Brawijaya dicopot dari jabatanya ketika terbukti melakukan korupsi dana pembangunan gedung fakultas. Itu yang masih kelihatan dan terbukti, nah bagaimana dengan yang tidak terbukti ? Tentang Kehidupan Mahasiswanya Seorang teman pernah bercerita kepada saya ketika suatu malam, dirinya diusir oleh satpam saat sedang bermain laptop sambil wii-an. Dia kaget sekaligus bingung tentang alasan satpam UB melakukan hal itu. Biasalah, kebiasaan mahasiswa ketika nganggur salah satunya adalah men-download ria karena koneksi wii gratis di kampus. Semenjak ada peraturan Rektor yang mengatur tentang larangan kegiatan di dalam kampus malam hari. Batas waktu yang ditentukan seakan menghambat ruang kegiatan mahasiswa. Walau demikian, kebijakan ini pun tidak didukung dengan perbaikan fasilitas baik itu wii yang masih sering gangguan, ataupun terminal listrik yang rusak sekalipun. Akhirnya ketika fasilitas kampus menjadi tidak terpelihara, masih

layakkah Brawijaya menyandang akreditasi sebagai kampus yang bonait? sehingga pada tahun kepemimpinan Yogi Sugito Brawijaya turun akreditasi dari A menjadi B. Salah siapa? mari kita lihat ke cermin wajah siapa yang layak dipersalahkan. Melihat kegamangan Brawijaya dalam menetapkan slogan Kampus entrepreneur atau entrepreneur University, seolah-olah branding UB dijadikan alat jualan komersial. Slogan Join UB Be The Best digiring kearah mahasiswa, sehingga tak usah heran jika kita banyak menjumpai seminar-seminar entrepreneurship dengan menghadirkan tokoh-tokoh pengusaha sukses. Poster yang gagah dan serba gratis semakin menambah kesan bahwa kampus Brawijaya memang ‘’Kampus Enterpreneur’’ Selain sibuk menjadi entrepreneur, mahasiswanya sibuk mengikuti lomba rutin tahunan yang disebut PEMIRA atau PEMILWA. Disebut lomba rutin tahunan karena hadiahnya berupa kekuasaan selama satu masa periode, lalu setelah terpilih tak sedikit para ‘’penguasa kampus’’ ini bisa melakukan konsolidasi-konsolidasi politik untuk memuluskan jalan bagi kader-kadernya dibawah dengan alasan pengkaderan di tingkat parlemen. Idealnya adalah lembaga kampus merupakan lembaga penyalur aspirasi nilai-nilai ideal tentang apa yang dicita-citakan oleh organisasi pengusungnya, namun yang terjadi malah sekedar perebutan kursi yang menjadi trending topik dari tahun ke tahun.

Tidak adanya pertarungan ideologis antara satu organisasi dengan organisasi lain membuat perlombaan tahunan yang bernama PEMIRA menjadi hambar dan tidak seru. Mindset mereka kirakira begini, PEMIRA itu pintu yang harus dilewati untuk mencapai kekuasaan dan transfer nilai. Nah pintu ini mengajukan syarat berupa basis masa yang akan menyumbangkan suara sekian, sekian dan sekian. Pengumpulan suara yang asal-asalan membuat kontrak nilai yang akan diusung menjadi tertawar oleh jumlah suara yang disumbangkan, dari sinilah kemerdekaan dan keidealisan menjadi tergusur. Sebaliknya, mereka-mereka yang tetap istiqomah menjalankan idealismenya harus memilih ruang sunyi sebagai aktualisasi diri daripada menjadi orang yang duduk di kursi namun harus menggadaikan kemerdekaan sebagai insan yang merdeka dan independen. Sebuah pepatah dari kalangan militer, lebih baik pulang nama daripada gagal dalam tugas, seharusnya menjadi lecutan bagi para mereka yang mengaku idealis untuk tetap membenahi dan memperbaiki ketimpangan yang ada di sekitar. Tetaplah berkarya, jangan berharap pada Brawijaya. *Penulis Merupakan Mahasiswa Universitas Brawijaya, 2011 Kami menerima tulisan opini satir tentang kebijakan kampus sepanjang 650750 kata. Kirim ke onlinekavling10@ gmail.com atau hubungi 087859374465 (Yan). Tulisan yang telah dikirim sepenuhnya milik redaksi

KETAWANGGEDE

17


GERBANG KHUSUS

UAPKM-UB MENGUCAPKAN

SELAMAT ATAS DIWISUDANYA

Kepada:

SANI EKA PUTRI, S.S. REDAKTUR PELAKSANA ONLINE 2012-2013

OVAN SETIAWAN, S.IKom. ANGGOTA KAVLING ANGKATAN 2009

SEMOGA DAPAT MENGABDI UNTUK BANGSA DAN NEGARA INDONESIA!

18 KETAWANGGEDE

KETAWANGGEDE

18


KETAWANGGEDE

19


20 KETAWANGGEDE


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.