6 minute read
Dosen Despro UKDW Mendapat Predikat Lulusan Terbaik Program Doktoral Kajian Budaya
di USD
Dra. Koniherawati, S.Sn., M.A., dosen
Advertisement
Program Studi (Prodi) Desain Produk (Despro) Fakultas Arsitektur dan
Desain Universitas Kristen Duta Wacana (FAD UKDW) Yogyakarta berhasil menyelesaikan studi lanjutnya di program
Doktoral (S3) jurusan Kajian Budaya di Pascasarjana Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta.
Koniherawati, atau akrab dipanggil Koni, berhasil memperoleh predikat sangat memuaskan dalam Ujian Terbuka yang diadakan pada tanggal 8 Maret 2023 dengan
Albertus Bagus Laksana, S.J. (Ketua Sidang
Terbuka yang juga sebagai Rektor USD), Prof. Praptomo Baryadi Isodarus (Promotor), Dr. St. Sunardi (Kopromotor), Dr. Ouda Teda Ena (Penguji I), Dr. Tri Subagya (Penguji II), Prof. Supratiknya (Penguji IV), Dr Swastiwi (Penguji V) dan Dr. Gregorius Budi Subanar, S J (Penguji VI juga merupakan Kaprodi Program Doktoral Kajian Budaya USD) sebagai tim penguji dan pembimbing
Disertasi yang berjudul “Estetika Keseharian Masyarakat Pedusunan Pembuat Gerabah di Sambirata, Purbalingga” telah berhasil membawa Koni sebagai lulusan pertama program S3 di USD, yang baru membuka program doktoral tersebut (jurusan Kajian
Budaya) yang berlokasi di Jl Gejayan (Mrican) Yogyakarta. Selain menjadi lulusan pertama program S3, Koni juga mendapat penghargaan Rektor USD sebagai Lulusan Terbaik program Doktoral USD.
Adapun kebaruan dari penelitian disertasinya adalah mengenalkan Estetika Baru (New Aesthetics) atau disebut juga Estetika Kontemporer atau Estetika Timur dalam mengamati kehidupan keseharian masyarakat pembuat gerabah tradisional di Sambirata, yang hampir belum dikenal di Kabupaten Purbalingga sendiri. Kajian pada ritme hidup sebagai pengalaman hidup para perajin gerabah yang hidupnya sangat dekat dengan alam dan lingkungan sekitarnya menjadi menarik dan bermakna. Walaupun hasil gerabah yang sering dianggap barang ndeso karena dikerjakan dengan teknik tradisional, tidak menarik secara penampilan karena terbuat dari tanah merah tanpa warnawarni glasir, bahkan dihargai sangat murah di pasar, tetapi dalam disertasinya, Koni justru mengangkat bagaimana benda itu dihadirkan oleh tangan-tangan terampil kaum perempuan paruh baya yang tangguh dan mewarisi keterampilan itu sejak kecil (usia 10 tahun) dari biyunge (ibunya).
Keterampilan bergerabah yang diturunkan secara turun-temurun oleh nenek moyang, khususnya kepada anak perempuannya dan dilatih terus-menerus hingga akhirnya sudah “menubuh” (menjadi satu dalam hidup) para perajin gerabah justru dapat menciptakan hasil kreativitas berupa gerabah yang berfungsi sebagai peralatan dapur di setiap rumah di pedesaan. Gerabah tradisional yang berharga murah di pasar justru migunani atau bernilai guna besar bagi kehidupan keluarga, khususnya bagi kehidupan seluruh lapisan masyarakat di Sambirata. Keterlibatan kerja bersama yang lebih dari sekedar gotongroyong ini menjadi nilai keindahan. Estetika Hidup Keseharian masyarakat pedusunan pembuat gerabah dalam setiap proses dari ndudug (menggali tanah liat), nggejrot (mencampur semua bahan: tanah liat, pasir dan air), ngobar (membakar gerabah) hingga nyumpit (mengangkat gerabah dari api) sampai pemasarannya muncul sebagai sesuatu yang bermakna. Kegiatan membuat gerabah yang dilakukan oleh kaum perempuan yang sering dianggap pekerjaan sampingan di sela mengurus rumah tangga, kenyataannya menjadi penopang ekonomi keluarga bahkan masyarakat. Estetika Sosial menjadi estetika keseharian masyarakat pedusunan pembuat gerabah di Sambirata yang terletak di Kabupaten Purbalingga. (Kh)
Retret Paskah Fakultas Kedokteran UKDW 2023
Paskah merupakan momen penting bagi umat Kristiani untuk mengenang
Tuhan Yesus yang mengalahkan maut, bangkit, dan menebus dosa-dosa manusia. Paskah menjadi sebuah momentum untuk berefleksi dan kembali menjadi manusia baru.
Dalam rangka memperingati hari Paskah, Fakultas Kedokteran UKDW menyelenggarakan retret di Batu, Malang pada tanggal 1-4 April 2023. Retret kali ini diikuti oleh kurang lebih 90 PA, PPA beserta keluarga FK UKDW.
Retret Fakultas Kedokteran UKDW merupakan kegiatan tahunan yang diikuti oleh Pegawai Akademik dan Pegawai Pendukung Akademik Fakultas Kedokteran
UKDW Kegiatan ini menjadi salah satu s a r a n a u n t u k l e b i h m e n g e n a l d a n berkomunikasi dengan Tuhan dan diri sendiri Tahun ini, Retreat Fakultas Kedokteran UKDW mengangkat tema “Bersinergi Untuk Berkarya Bersama”. Tema tersebut diambil dari Amsal 3:5-6 yang berbunyi “Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu” Adapun sub tema retret diambil dari Ibrani 10:24 yang berbunyi
Pojok Alumni
Beberapa tahun terakhir ini di Indonesia mulai bertumbuh kesadaran untuk m e m b u k a r u a n g p u b l i k b a g i penyandang disabilitas. Dari aspek hukum, ada Undang-undang nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas Sekalipun masih harus disosialisasikan terus-menerus, setidaknya beberapa pihak mulai menyadari perlunya membuka akses bagi penyadang disabilitas Fasilitas umum dan lapangan pekerjaan mulai dapat diakses oleh penyandang disabilitas, meskipun masih dengan kuota yang sangat sedikit. Perjuangan masih panjang, namun semua usaha yang telah dimulai ini diharapkan akan terus bertumbuh untuk menjadikan Indonesia semakin inklusif, menjadi rumah bagi semua. Bagaimana dengan gereja?
Dalam teologi disabilitas, kita menemukan diskusi tentang Allah yang bersolidaritas dengan manusia yang rapuh. Salah satunya –dan puncaknya – di kayu salib, dalam diri Yesus, Allah menundukkan diri-Nya pada kerapuhan itu. Meminjam pernyataan Nancy Eisland dalam bukunya The Disabled God, bahwa di kayu salib itu Yesus mengalami disabilitas fisik yang parah, namun kondisi itu tidak sedikit pun mengurangi keilahian-Nya. Ia bangkit dengan tubuh yang masih memiliki luka, namun itu juga tidak mengurangi keilahian-Nya. Dia Allah yang disabled and divine, mengalami disabilitas namun tetap Ilahi. Dengan cara pandang yang sama, kita memandang penyandang disabilitas sebagai orang-orang yang tidak sedikit pun berkurang nilainya oleh karena disabilitas yang disandangnya. Setiap penyandang disabilitas adalah pribadi yang utuh dan berharga, pribadi yang dicipta dengan cinta dan menerima anugerah Allah. Kesadaran gereja untuk membuka akses bagi penyandang disabilitas dimulai dari pemahaman akan hal ini.
Ada dua sisi yang perlu dikembangkan secara bersamaan untuk menuju gereja yang terbuka bagi penyandang disabilitas, yaitu sisi edukasi dan praksis Edukasi bagi jemaat terkait topik teologi disabilitas dan gereja inklusi menjadi pintu masuk bagi terbukanya akses-akses bagi penyandang disabilitas untuk berperan aktif dalam kegiatan di gereja. Namun demikian, edukasi saja tidak cukup. Praksis diperlukan untuk membuat jemaat berproses secara riil, merasa familiar dan dekat dengan penyandang disabilitas, serta menerima penyandang disabilitas sebagai sesama yang setara Terbukanya akses ini dapat meliputi berbagai hal, antara lain fasilitas bidang miring serta kamar mandi untuk pengguna kursi roda, menghadirkan juru bahasa isyarat dalam setiap acara, altar
Accessible Church
“Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik’.
Para peserta sangat antusias dan menikmati seluruh jalannya sesi. Acara retreat tahun ini terbagi menjadi empat sesi, yang mana di setiap sesi terdapat character building session. Kegiatan ice breaking dan outbond juga membuat jalannya acara menjadi lebih menarik. Jalannya sesi dipandu oleh Pdt Hardiyan Triasmoroadi, Pdt Gideon Hendro Buono, dan Pdt. Bil Clinten Sudirman beserta tim pemuda dari Gereja Kristen Jawi Wetan.
Melalui retret ini diharapkan para peserta dapat lebih menyadari bahwa karya pelayanan FK UKDW tidak bisa terwujud tanpa campur tangan Tuhan Peserta diingatkan untuk senantiasa percaya pada Tuhan dengan segenap hati dan tidak bersandar pada diri sendiri Sebagai satu keluarga yang bekerja dengan tujuan yang sama, setiap anggota keluarga FK UKDW harus bersinergi dengan saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik Selain itu, retret ini dapat menjadi sarana untuk rekreasi sehingga hubungan antar peserta menjadi lebih erat. (cvp) dan ruang-ruang yang aksesibel untuk penyandang disabilitas daksa, pembekalan bagi guru Sekolah Minggu untuk siap melayani di kelas-kelas Sekolah Minggu i n k l u s i , m e m b e r i k e s e m p a t a n b a g i penyandang disabilitas untuk melayani dalam ibadah maupun melayani secara struktural, membuka akses untuk katekisasi dan baptis/pengakuan percaya bagi penyandang disabilitas intelektual dan mental, menghadirkan figur penyandang disabilitas dalam gambar (untuk dekorasi ruangan, slide presentasi), dan lain-lain.
Membuka ruang bagi penyandang disabilitas (baik dengan menghadirkan penyandang disabilitas dalam gambar, atau dengan mengundang penyandang disabilitas untuk hadir dalam sebuah acara, atau terlibat pelayanan, atau duduk dalam sebuah kepengurusan) bukan sekedar untuk merepresentasikan penyandang disabilitas dalam komunitas jemaat Semangat untuk membuka ruang bagi penyandang disabilitas bertujuan untuk merayakan perbedaan yang ada di tengah jemaat itu dengan cinta. Kedua cara pandang tersebut sangat berbeda Sekedar menghadirkan penyandang disabilitas sebagai representasi dari unsur yang ada di tengah jemaat bukanlah sebuah penerimaan, melainkan menjadikan mereka objek pelengkap. Menerima berarti dengan sukacita merayakan perbedaan itu. Membuka akses bukan hanya karena sebuah keharusan, melainkan karena rangkulan cinta yang ingin dinyatakan untuk semua. Dengan semangat ini setiap cara akan ditempuh dengan antusias, dengan mengupayakan yang terbaik, berapapun orang yang menyandang disabilitas dalam jemaat, sebab satu orang pun berharga dan dicinta.
Dalam kehidupan jemaat, seringkali dengan atau tanpa disadari penyandang disabilitas diperlakukan tidak adil. Mereka diajak untuk masuk ke dalam kehidupan orang tanpa disabilitas dengan segala cara yang dianggap “mainstream”, sedangkan orang yang tidak hidup dengan disabilitas tertentu tidak diajak untuk untuk mengerti kehidupan penyandang disabilitas. Gereja diundang untuk mempertemukan keduanya, mengajak penyandang disabilitas serta orang yang tidak menyandang foto:dok./Pribadi disabilitas untuk saling mengenal dan menerima, dan dalam penerimaan itu kita berproses bersama untuk berbagi dan merayakan hidup dalam keberagaman.
Gereja sebagai tubuh Kristus yang terdiri dari banyak dan beragam anggota menjadi sebuah komunitas iman tempat bertumbuhnya setiap orang dengan segala keunikannya. Setiap orang di dalamnya diterima oleh Tuhan sebagaimana adanya, maka gereja pun diutus untuk menerima dan membebaskan, bukan membelenggu dan menyisihkan. Dengan membuka akses-akses bagi penyandang disabilitas dalam kehidupan persekutuan dan pelayanan, gereja ikut serta dalam karya pembebasan itu. Mari mulai menjadi gereja yang aksesibel. Bukan esok, mulailah hari ini dari cara pandang kita sendiri. Lalu tularkan kerinduan ini pada sesama, agar gereja yang aksesibel itu tidak hanya sebuah mimpi.