Koran Kampus UKDW Edisi Maret 2024

Page 1

UKDW Yogyakarta

UKDW Yogyakarta

Kantor Biro IV UKDW

Alamat Redaksi: Gedung Hagios Lantai 1

Jl. dr. Wahidin Sudirohusodo 5-25, D I Yogyakarta

Koran Kampus UKDW

korankampus@staff ukdw ac id

Universitas Kristen Duta Wacana

(UKDW) Yogyakarta mengadakan acara Leadership Series #1 pada hari Jumat, 15 Maret 2024 di Auditorium Koinonia UKDW. Acara ini bertujuan untuk membentuk, menginspirasi, dan memberdayakan para pemimpin di lingkungan UKDW sehingga bisa memperkuat fondasi kepemimpinan di kampus.

M e n g a n g k a t t e m a “ P e m b e n t u k a n Pemimpin Masa Depan”, UKDW menghadirkan Irjen. Pol. Purn. Y. Wahyu Saronto, Staf Ahli Dewan Analisis Strategis (DAS) Badan Intelijen Negara (BIN), sebagai narasumber Irjen Pol Purn Y Wahyu Saronto, yang memiliki pengalaman panjang dalam bidang keamanan dan analisis strategis, menjadi pilihan tepat untuk berbagi wawasan tentang tuntutan dan tantangan kepemimpinan di era kontemporer.

Dalam sambutannya, Pdt Wahju Satria Wibowo, Ph. D., selaku Wakil Rektor Bidang Pengembangan Kapasitas SDM, Promosi, dan Jejaring UKDW, menyampaikan bahwa UKDW berkomitmen untuk terus mengasah dan memperluas cakupan pemahaman tentang kepemimpinan “Hal ini penting mengingat perkembangan dunia yang sangat cepat, serta tantangan-tantangan yang dihadapi yang memerlukan pemimpin yang mampu berpikir cepat dan mengambil

Berkomunikasi dengan Hati Mencipta Harmoni

Rektor UKDW Hadir dalam ACUCA Indonesia General Assembly 2024

Rektor Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta,

Dr.-Ing. Wiyatiningsih, S.T., M.T. didampingi oleh Kepala Biro Kerjasama dan Relasi Publik (Biro 4), Dr. phil. Lucia Dwi Krisnawati menghadiri acara ACUCA Indonesia General Assembly 2024 di Universitas Dhyana Pura Bali beberapa waktu yang lalu. Association of Christian Universities and Colleges in Asia (ACUCA) merupakan konsorsium universitas berbasis Kristen dan Katolik yang terbentuk pada tahun 1976.

Dalam kesempatan tersebut, Mantan Presiden ACUCA, Prof. Dr. (HC) Willi Toisuta, Ph.D., menyampaikan pemikiran awalnya dalam mengumpulkan komunitas universitas Kristen dan Katolik di Asia untuk mengembangkan perguruan tinggi, sehingga terjadi sharing and pouring resources, bekerja bersama, untuk kepentingan bersama.

“Saat ini masih banyak perguruan tinggi yang kegiatannya masih fokus pada teaching university, yang fokus pada kualitas pembelajarannya. Untuk mencapai standard kehidupan akademis dan sosial yang sama, harus mulai memikirkan kembali, mendesain program-program untuk memungkinkan daya saing. Serta melihat berbagai peluang untuk mendapatkan sumber dana pembiayaan riset,” terangnya.

foto:dok./Panitia

Sementara itu, Dr.-Ing. Wiyatiningsih, S.T., M.T. menyampaikan laporan kegiatan yang dilakukan UKDW dengan para anggota ACUCA seperti Fall Program, Summer Camp, Sosialisasi IISMA, dan GlobEEs.

“UKDW juga berkontribusi dalam meningkatkan kapasitas perguruan tinggi di Indonesia bagian timur lewat program pelatihan manajemen perguruan tinggi. Dimana UKDW bekerja sama dengan Osnabrück University of Applied Sciences Germany Faculty of Business Management and Social Sciences dan mendapatkan hibah dari Deutscher Akademischer Austauschdienst (DAAD) sebagai program Dialogue on Innovative Higher Education Strategies (DIES) dan DIES-Partnerschaften mit Hochschulen in Entwicklungsländern,” terangnya.

Selain itu, Dr.-Ing. Wiyatiningsih, S.T., M.T. juga mengusulkan untuk membuat platform komunikasi untuk berbagi informasi, potensi, dan kebutuhan masing-masing perguruan tinggi Harapannya ada langkah-langkah yang dilakukan sebagai bentuk tindak lanjut setelah pertemuan ACUCA Indonesia General Assembly 2024 di Universitas Dhyana Pura Bali ini. [mpk]

Staf Ahli BIN Bagikan Pengalaman Terkait Kepemimpinan di UKDW

keputusan tepat,” katanya.

Sementara itu, Irjen. Pol. Purn. Y.Wahyu Saronto, dalam paparannya, menyoroti beberapa aspek kunci yang harus dimiliki oleh pemimpin masa depan. “Kreativitas, inovasi, keberanian, dan kemampuan analisis yang mendalam adalah hal-hal yang sangat diperlukan dalam konteks kepemimpinan modern. Seorang pemimpin harus mampu melihat lebih dari sekadar permukaan, memahami dinamika sosial, politik, dan budaya, serta memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan yang berani dan tepat,” terangnya.

Irjen Pol Purn Y Wahyu Saronto mengungkapkan bahwa diperlukan generasi muda yang memiliki kreativitas dan inovasi, serta berani menghadapi perubahan dengan membongkar tradisi yang ketinggalan zaman. Irjen Pol Purn Y Wahyu Saronto juga menekankan pentingnya keberanian dalam mengambil keputusan dan kemampuan untuk menganalisis data secara akurat.

Menurut Irjen Pol Purn Y Wahyu Saronto, seorang pemimpin harus memiliki komitmen yang kuat terhadap yang dipimpinnya, memberikan dukungan, bimbingan, dan arahan dengan konsistensi dan fleksibilitas. Selain itu, Irjen. Pol. Purn. Y. Wahyu Saronto menyoroti perlunya UKDW merenungkan profilnya dan menetapkan arah

03 MARET 2024 18
B E R I T A U T A M A
@ukdwyogyakarta
@UKDWJOGJA
yang jelas untuk fokus dalam menjalankan tugasnya. “Saat ini, tantangannya bukan lagi persaingan semata, melainkan bagaimana mengembangkan inovasi yang relevan dengan zaman,” tuturnya. Acara ini menjadi forum penting bagi UKDW untuk merefleksikan nilai-nilai yang ingin diperjuangkan dan ditanamkan kepada para pemimpin di lingkungan kampus Diharapkan, melalui acara ini, Pimpinan di UKDW dapat meningkatkan kualitas, semakin inovatif, dan mampu menjawab tantangan zaman dengan bijaksana. [mpk] Kenali Potensi Diri dan Raih Peluang, Karen Angelica Berhasil Kerja Sebelum Lulus Kuliah 2 3 Partisipasi UKDW dalam Workshop “Mangkunegaran dan Transformasi Sosial yang Berkelanjutan” Tim Taekwondo UKDW Borong Medali di Kejuaraan Prabu Taekwondo Challenge 7 9 foto:dok./Panitia

Profil Bulan Ini

Kenali Potensi Diri dan Raih Peluang, Karen Angelica Berhasil Kerja Sebelum Lulus Kuliah

Mendapatkan pekerjaan sebelum

lulus kuliah merupakan impian banyak orang. Terlebih, persaingan mencari kerja semakin ketat setiap tahunnya. Namun, hal tersebut bukanlah sesuatu yang mustahil untuk diraih. Hal ini dirasakan oleh Karen Angelica, mahasiswa Program Studi (Prodi) Desain Produk Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta ini berhasil menjadi graphic designer dan UI Web Designer sebelum lulus kuliah.

Karen, sapaan akrabnya, menuturkan awal dirinya bisa bekerja di Coding Collective karena menerima beberapa project freelance dari klien “Saat itu saya harus membuat branding dari sebuah perusahaan di luar negeri Hasil desain akhir yang saya buat dinilai bagus dan perusahaan melihat potensi saya. Setelah beberapa bulan, akhirnya saya bisa bergabung dan direkrut menjadi fulltime graphic designer. Saya menjadi staf tetap sejak Januari 2023, dimana saat itu saya masih dalam proses penyelesaian tugas akhir,” terangnya.

Tantangan yang dihadapi oleh Karen tentu tidak mudah dilalui, dimana ia harus bergelut dengan deadline pekerjaan dan tugas akhir.

“Awalnya terasa sangat berat, karena setelah pulang kerja saya harus lanjut mengerjakan tugas akhir, tak jarang saya harus begadang sampai pagi Dalam pekerjaan pun, saya dituntut membuat desain yang inovatif dan menyelesaikan revisi yang cukup banyak Terkadang saya juga merasa burnout dari pekerjaan saya,” ungkapnya.

Namun hal tersebut tidak membuat Karen menyerah, lambat laun ia bisa menyesuaikan diri dan mengatur waktu dengan lebih baik, terlebih bidang tersebut adalah bidang yang memang ia senangi. Pada bulan September 2023, Karen mendapat kesempatan untuk mengerjakan proyek situs website dengan mendesain antarmuka atau user interface (UI) “Di perusahaan ini saya mendapat banyak pengetahuan baru, dan lamakelamaan saya pun bisa mendesain secara efektif dan efisien,” katanya.

Karen menambahkan ilmu yang dipelajarinya di Prodi Desain Produk UKDW sangat berguna dalam menyelesaikan pekerjaannya. Ia mengaku bisa mendesain secara efektif dan efisien dalam berbagai pekerjaan dengan menerapkan ilmu tersebut. Selain itu, perkuliahan di Desain Produk UKDW juga mengajarkan iterasi yang membuatnya terbiasa untuk mengerjakan revisi dari klien. “Menurut saya, semua proses desain memiliki kemiripan. Meskipun saya kuliah di desain produk dan bekerja sebagai graphic designer, prosesnya kurang lebih sama,” jelasnya.

Karen mengaku sangat bersyukur bisa mendapat kesempatan dan dukungan penuh untuk mendalami bidang yang disukai “Orang tua saya mendukung dengan memperbolehkan saya berkuliah di jurusan yang saya inginkan. Selain itu, mereka juga mendukung hobi menggambar sejak kecil dengan berusaha memberikan fasilitas Dalam beberapa kasus yang saya dengar dari teman-teman, ternyata tidak banyak dari mereka yang passion-nya didukung oleh orang tuanya. Oleh karena itu, saya bersyukur bisa mendapat kesempatan untuk mendalami bidang saya sukai Kakak saya juga ikut mendukung dalam mengembangkan skill

desain dengan memberikan kesempatan untuk mengerjakan beberapa project freelance,” paparnya.

Karen juga menyebutkan ada banyak hal yang menyenangkan selama berproses dan berkuliah di UKDW Ia sangat menikmati perkuliahan dan ilmu yang ia dapatkan bisa berguna di berbagai macam bidang desain.

Karen juga tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Desain Produk dan beberapa kegiatan kampus untuk mengasah hard skill maupun soft skill yang dimiliki. “Para dosen di Prodi Desain Produk UKDW dan temanteman juga sangat suportif sehingga kami bisa saling berkolaborasi dan bertukar ilmu. Saya senang bisa mendapat kesempatan untuk

menggunakan fasilitas bengkel dan mengolah material yang bermacam-macam karena suka mencoba hal-hal baru Proses pembelajarannya pun santai walaupun banyak tugas yang harus diselesaikan,” terangnya.

Setelah dinyatakan lulus dari UKDW, Karen akan melanjutkan pekerjaannya dan mendalami bidang UI/UX designer. “Saat ini saya masih dalam tahap belajar dengan ikut serta dalam proyek perusahaan Saya juga tertarik di bidang ilustrasi, namun hanya sebagai hobi saya saja. Jika memungkinkan, saya juga ingin mencoba menjadi freelancer di bidang desain ilustrasi digital untuk mengembangkan kemampuan saya,” ungkapnya.

REDAKSI KORAN KAMPUS

PENANGGUNG JAWAB : Pdt. Wahju Satria Wibowo, Ph.D.

PIMPINAN REDAKSI : Dr. Phil. Lucia Dwi Krisnawati, S.S., M.A.

PIMPINAN REDAKSI : Meilina Parwa

Karen berharap UKDW bisa terus berkembang menjadi lebih baik, khususnya untuk Prodi Desain Produk, agar terus menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi sebagai desainer produk profesional. “Saya bersyukur karena UKDW sudah mengenalkan desain produk kepada saya. Di UKDW, saya bisa bertemu temanteman yang baik dan dosen-dosen yang sangat suportif Pengalaman kuliah saya terasa sangat berkesan, meskipun banyak tantangan yang harus saya hadapi. Terima kasih UKDW, sukses selalu!” pungkas Karen. [mpk]

VOL.18/ MAR 2024
WAKIL
Anti, Lia, Iit Adhimas, Endri, Sifera,
EDITOR LAYOUTER KORAN KAMPUS BISAANDA DAPATKAN SECARA ONLINE MELALUI https://issuu.com/korankampus_ukdw Redaksi menerima tulisan dari warga kampus berupa artikel, laporan kegiatan dan foto-foto yang membangun harapan. kirim ke alamat Redaksi atau melalui email : korankampus@staff.ukdw.ac.id 2
foto:dok./Pribadi

Penerjunan KKN Tematik Inklusif #3 UKDW di SLB Negeri 1 Yogyakarta

KK N T e m a t i k I n k l u s i f U K D W

merupakan salah satu bentuk

implementasi program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) KKN inklusif ini sendiri berada di bawah naungan

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UKDW. Pada program KKN ini, UKDW bekerjasama dengan SLB Negeri 1 di Yogyakarta KKN Inklusif ini adalah yang ketiga kalinya dilakukan oleh

UKDW Peserta berjumlah 40 mahasiswa, berasal dari Prodi Kedokteran, Desain Produk, Arsitektur, Sistem Informasi, Manajemen, Akuntansi, Pendidikan Bahasa Inggris, dan Bioteknologi.

Penerjunan KKN Tematik Inklusif #3 dilakukan pada tanggal 21 Februari 2024 di SLB Negeri 1 Yogyakarta Para mahasiswa peserta KKN dan mitra dari sekolah sangat antusias menyambut program KKN Tematik Inklusif ini Turut hadir dalam acara penerjunan peserta KKN ini, Dr. Rosa Delima, S Kom , M Kom (Wakil Rektor Bidang Akademik dan Riset UKDW), Dr Freddy Marihot Rotua Nainggolan, S.T., M.T., IAI. (Ketua LPPM UKDW), Jumarsih, S.Pd., M.Pd. (Kepala Sekolah SLB N 1 Yogyakarta), para guru pamong, serta tim KKN Inklusif. Acara seremonial penerjunan KKN Tematik Inklusif ditandai dengan penyematan co-card kepada para ketua kelompok sebagai bentuk telah resmi diterjunkan untuk mengabdi kepada masyarakat Didampingi oleh para guru

Partisipasi UKDW dalam Workshop

Upamong, para peserta selanjutnya mengikuti orientasi lingkungan sekolah. Menurut Winta T Satwikasanti, M Sc , Ph D selaku koordinator program KKN Inklusif, kegiatan KKN ini akan berlangsung selama kurang lebih empat bulan (FebruariJuli 2024). Di akhir program, mahasiswa akan mengadakan pameran produk-produk inovasi guna membantu siswa-siswa SLB dalam aktivitas kesehariannya. Dalam KKN ini ada enam kelompok dengan didampingi tiga Dosen Pembimbing Lapangan (DPL). Pembagian kelompok berdasarkan rombel (rombongan belajar) antara lain rombel cuci motor, rombel tataboga, rombel perkayuan, rombel rias dan hantaran, serta rombel meronce Diharapkan dengan adanya program KKN Tematik Inklusif ini mahasiswa mampu berproses, berdinamika, dan melahirkan inovasi-inovasi baru untuk membantu kaum difabel dalam beraktivitas sehari-hari. [cvp]

“Mangkunegaran dan Transformasi Sosial yang Berkelanjutan”

ntuk memperkokoh kebijakan ‘open

door’ yang dicanangkan oleh KGPAA Mangkunegara X, Pura Mangkunegaran Surakarta berkolaborasi dengan konsorsium yang beranggotakan DAAD Jerman, Goethe Institute Frankfurt, dan beberapa universitas di Jerman dan Indonesia menyelenggarakan sebuah workshop dengan tema “Mangkunegaran and the social Transformation”. Workshop ini didanai oleh DAAD dan dihadiri oleh sekitar 50 peserta yang terdiri dari alumni DAAD yang tersebar di Indonesia, mahasiswa, dan para ilmuwan dari Jerman.

Dalam sambutannya, KGPAA Mangkunegara X menyatakan, “Pertemuan ini tidak hanya dimaksudkan untuk mengeksplorasi budaya Jawa saja, namun saya juga berharap melalui diskusi para alumni DAAD dan para ilmuwan ini bisa membawa perubahan dan transformasi sosial yang memberikan dampak positif bagi Pura Mangkunegaran”. Dia menambahkan bahwa kebijakan pintu terbuka yang diberlakukan ini untuk merespons dinamika budaya Jawa d a l a m k o n t e k s b u d a y a I n d o n e s i a kontemporer.

menegaskan, “Pertemuan ini mencoba menjawab tantangan yang dihadapi budaya Jawa dan Indonesia, relasi dialektik, saling keterkaitan antara modernitas dan tradisi, serta aspek-aspek sosial budaya yang ingin kita lestarikan sekaligus perkembangan yang kadangkala disruptif namun menjadi

penanda dan karakteristik suatu masa di masyarakat”.

Dalam kesempatan ini, Dr. phil Lucia D. Krisnawati, selaku dosen Prodi Informatika Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta berkontribusi dengan menampilkan penelitian tim TRAWACA tentang

Lokakarya Metode Pembelajaran:

Udigitalisasi naskah-naskah beraksara Jawa yang menggunakan teknologi pengenalan aksara optic atau Optical Character Recognition Lucia menjelaskan bahwa penelitian tim Trawaca yang dipimpinnya menggunakan Serat Mangkunegaran IV Buku I dan II sebagai sumber data latih, telah menghasilkan minimalnya 2 piranti yakni Aplikasi OCR Cakra dan aplikasi anotasi aksara Jawa, JavAnote yang juga berfungsi sebagai aplikasi belajar aksara Jawa. Lucia juga mendemonstrasikan dua aplikasi tersebut ke para peserta.

Pertemuan para alumni DAAD dan para peneliti budaya Jawa yang terkait pura Mangkunegaran ini diakhiri dengan penandatanganan konsorsium Deklarasi Internasional terhadap Mangkunegaran dan transformasi sosial yang berkelanjutan UKDW turut serta dalam penandatangan deklarasi ini. “Harapannya UKDW melalui kegiatan tri dharma bisa berkontribusi dalam pelestarian budaya Jawa seperti dalam proses preservasi naskah-naskah beraksara Jawa, juga bagaimana menyajikan naskahnaskah tersebut ke dalam bentuk yang bisa terbaca oleh generasi muda,” jelas Lucia. [ldk]

Menyongsong Pendidikan Abad 21 dengan Kreativitas

( U K D W ) Y o g y a k a r t a k e m b a l i menggelar acara yang membangun wawasan dan kreativitas dalam dunia pendidikan melalui Lokakarya Metode Pembelajaran. Acara yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengembangan Akademik dan Inovasi Pembelajaran (LPAIP) ini diadakan pada hari Jumat, 1 Maret 2024 di Ruang Seminar Pdt. Dr. Harun Hadiwijono UKDW. Kehadiran Wakil Rektor Bidang Akademik dan Riset (WR 1), Dr. Rosa Delima, S.Kom., M.Kom, dalam acara tersebut menegaskan p e n t i n g n y a p e n g e m b a n g a n m e t o d e pembelajaran sebagai upaya peningkatan kualitas pendidikan di UKDW. “Ini adalah agenda rutin dari LPAIP yang memang harapannya praktik baik ini bisa kita samasama gunakan sebagai variasi dari metode pembelajaran yang kita jalankan di kelas,” ujarnya.

Pembicara pertama, Dr. Hongki Julie M.Si. dari Universitas Sanata Dharma (USD), membahas tentang kemampuan yang dibutuhkan oleh mahasiswa untuk bisa

bertahan di era abad 21. Hongki menekankan penggunaan Flipped Classroom sebagai salah satu strategi pembelajaran yang efektif Flipped Classroom merupakan bentuk pembelajaran blended yang menggabungkan p e m b e l a j a r a n t a t a p m u k a d e n g a n pembelajaran mandiri secara online, memungkinkan interaksi langsung antara dosen dan mahasiswa serta memacu mahasiswa untuk belajar secara mandiri.

Sementara itu, Hendra Sigalingging, S.S., M Hum , dari Program Studi Studi Humanitas UKDW, membahas tentang cara mengajar yang dinamis dan mudah diingat oleh mahasiswa Dalam presentasinya, Hendra menggarisbawahi pentingnya penggunaan roleplay dan permainan dalam pembelajaran untuk menjaga minat dan fokus mahasiswa, serta memperkuat pemahaman materi yang disampaikan.

Acara ini dihadiri oleh sejumlah dosen dari berbagai program studi di UKDW yang antusias untuk memperoleh wawasan baru

ngembangan metode pembelajaran yang

3
Universitaria
VOL.18/ MAR 2024
foto:dok./Panitia Sementara itu, Ketua DAAD Indonesia foto:dok./Pribadi niversitas Kristen Duta Wacana
dan berbagi pengalaman dalam pe-
Dengan semangat yang sama, UKDW terus berkomitmen untuk melahirkan lulusan yang inovatif Diskusi dan tanya jawab yang interaktif menjadi salah satu momen penting dalam memperkaya pemahaman akan strategi-strategi pembelajaran yang efektif.
foto:dok./Panitia
berkualitas dan siap bersaing di era globalisasi melalui penyediaan lingkungan pembelajaran yang inovatif dan berdaya saing.
[aris]

Universitaria

Pojok Suara Humanitas

"Dari Siswa Menjadi Mahasiswa" Pengalaman Reflektif Berjumpa Kembali dengan Sang Guru di Acara Pelatihan SMP Bopkri 1

Hfoto:dok./Pribadi

ari Rabu malam (28/02) yang lalu,

d o s e n s a y a m e n g h u b u n g i d i WhatsApp meminta volunteer mahasiswa untuk membantu menjadi cofasilitator di acara pelatihan SMP Bopkri 1 Yogyakarta Dengan responsif, saya menjawab “iya” meskipun acaranya mendadak namun saya selalu standby dan siap belajar hal baru. Keesokan harinya (29/02) di pagi hari kami berkumpul di kantor Prodi Studi Humanitas (PSH) Universitas Kristen Duta

Mahasiswa Prodi Studi Humanitas

(PSH) UKDW melakukan hunting foto di Pasar Gede Kotagede sebagai b a g i a n d a r i M a t a K u l i a h F o t o g r a f i (21/02/24) Pasar Gede (Pasar Legi) Kotagede Yogyakarta, merupakan salah satu pasar tertua yang berdiri sejak abad ke-16

s e b e l u m K e r a j a a n M a t a r a m I s l a m Penanggalan Jawa “Legi” merupakan hari pasaran aktivitas transaksi jual beli yang paling ramai.

Kegiatan hunting foto ini menjadi pengalaman berlatih bagi mahasiswa untuk mengabadikan sebuah momen yang apik dan bermakna. Melalui proses ini, mahasiswa juga bisa lebih menghargai para fotografer dan

Wacana (UKDW) untuk koordinasi sebelum berangkat ke sekolah.

Setibanya di sekolah, saya kaget karena ternyata saya berjumpa dengan guru SMP saya, yang ternyata beliau masih mengajar di SMP Bopkri 1. Dra. Niniek Koesomaningtyas adalah kepala sekolah ketika dulu saya bersekolah di SMP Bopkri 1 Yogyakarta pada tahun 2014 sampai dengan 2016. SMP Bopkri 1, saat saya bersekolah dulu tidak terlalu mempunyai banyak siswa namun relasi yang terjalin antara murid dan guru sangat hangat dan kekeluargaan. Meskipun demikian, saya dulunya adalah siswa yang nakal, suka ketiduran di kelas dan tidak jarang ketinggalan beberapa mata pelajaran. Saya selalu mengingat kebaikan Bu Niniek yang sering mentraktir satu porsi mie ayam dan sebelum mata pelajaran dimulai dan selalu mendoakan kami.

Momen kunjungan ini membuat saya semakin terbuka dan teringat kembali perjalanan studi saya. Sekarang saya menjadi mahasiswa Prodi PSH UKDW dan kembali hadir bukan sebagai siswa melainkan sebagai mahasiswa pendamping pelatihan bagi siswa SMP Bopkri 1 Pelatihan ini tidak hanya sekedar kegiatan akademis tetapi justru Prodi PSH UKDW dan siswa SMP Bopkri 1 belajar bersama tentang kemanusiaan, empati dan kepedulian tentang sesama. Pada mata kuliah Budaya Digital, saya belajar tentang menjadi manusia yang riil (nyata) dan manusia digital (maya) berkaitan dengan perkembangan teknologi yang semakin maju dan melahirkan

pemahaman yang terkadang tidak logis Sehingga ketika saya hadir bersama temanteman Prodi PSH UKDW di SMP Bopkri 1, kami mencoba mengimplementasikan konsep dan pengetahuan penting ini. Pengetahuan yang saya terima di bangku kuliah sangat cocok dengan pelatihan ini karena tema dari pelatihan ini adalah "Motivasi Belajar Agar Positive Thinking dan Proaktif", dimana yang menjadi fasilitator adalah dosen saya, Ibu Vania Sharleen Setyono, M.Si (Teol).

Dalam pelatihan ini, Ibu Vania menjelaskan tentang "tsunami informasi" yang melanda generasi muda masa kini yang hadir lewat media sosial. Generasi muda perlu dibekali oleh pengendalian diri dalam mengkonsumsi informasi yang diterima dengan harapan siswa-siswi SMP Bopkri 1 menjadi pribadi yang lebih cerdas dan kritis Beberapa mahasiswa PSH yang ikut terlibat sebagai pendamping (co-fasilitator) menunjukkan komitmen dalam berkontribusi positif bagi siswa-siswi SMP Bopkri 1. Menurut saya, ini adalah wujud dari refleksi diri mahasiswa PSH terhadap ilmu yang selama ini dipelajari dimana mahasiswa PSH bertugas menjadi pendamping siswa-siswi yang terbagi menjadi enam kelompok dan mengajak siswa-siswa untuk berdiskusi terkait topik dan materi yang sudah disampaikan oleh Ibu Vania.

Pelatihan ini sangat menarik karena tidak dilakukan satu arah (ceramah) melainkan lewat permainan dimana siswa-siswi SMP Bopkri 1 sangat antusias Bersama dengan siswa-siswa SMP Bopkri 1, kami bermain

Lensa Tradisional Fotografi

seniman di luar sana karena ternyata tidaklah mudah mengabadikan sebuah momen serta menghasilkan karya-karya yang bermakna.

Kegiatan hunting foto ini merupakan kali kedua bagi para mahasiswa PSH di daerah pasar Kotagede Banyak yang perlu dipersiapkan, mulai dari meminta izin kepada orang yang akan difoto, melakukan pengaturan kamera untuk menghasilkan foto yang baik, hingga memahami interaksi para penjual dan pembeli ketika ingin mendokumentasikan momen tersebut Proses tersebut mengajarkan mahasiswa untuk bisa lebih menghargai proses daripada hasil.

Tak hanya mempelajari berbagai fitur yang ada dalam kamera dan lensa, mahasiswa juga

diajarkan untuk bisa memiliki konsep sebelum melakukan pemotretan Konsep sangat penting untuk dipikirkan dan dipersiapkan dengan baik untuk menghasilkan gambar yang memiliki keunikan, karakter, serta pesan yang kuat. Sebab, fotografi bukanlah hanya asal memotret saja, melainkan foto yang diambil harus bisa “bercerita”.

Para mahasiswa mengaku bahwa kegiatan fotografi tersebut sangat seru dan bermanfaat. Mengabadikan suatu momen penting dapat dimulai dengan menggunakan kamera smartphone atau kamera digital Langkah kecil bisa menjadi langkah yang besar, kita tidak tahu kalau dari foto yang kita tangkap bisa menghasilkan banyak hal dan bahkan bisa

mengeluarkan bola dari jaring menggunakan pulpen secara bersama-sama sedangkan kelompok lain bertugas untuk melemparkan bola untuk mendistraksi kelompok yang sedang berupaya mengeluarkan bola dari jaring. Pelajaran yang dapat diambil adalah bola sebagai representasi dari informasi yang datang seperti tsunami yang tidak bisa terbendung dan seringkali membuat kita tidak fokus dengan goal kita. Permainan ini didalami dengan diskusi kelompok yang didampingi oleh mahasiswa PSH. Siswa SMP Bopkri 1 saling berbagi tips untuk bijak menggunakan gawai (smartphone) dan media sosial agar dapat tetap fokus belajar dan menemukan passion mereka tanpa terdistraksi oleh informasi yang sebenarnya mereka tidak butuhkan atau terjebak dalam aktivitas dump scrolling.

Di akhir sesi, beberapa guru memberikan kesan pesan terhadap kegiatan ini. Secara keseluruhan para guru sangat senang dengan metode pelatihan ini dan berencana untuk kembali mengundang PSH untuk melatih siswa di SMP Bopkri 1 Salah satu guru memberikan apresiasi dan pesan bagi mahasiswa PSH UKDW, "Sebagai mahasiswa yang maju harus membuktikan diri kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan sederhana dan sungguh-sungguh dalam hal melayani". [marthen]

Hari Perempuan Internasional dan

Upaya Mewujudkan Lingkungan Pendidikan yang Aman dan Inklusif

Sejarah Hari Perempuan Internasional

(International Women's Day) bermula pada tahun 1908 dan dirayakan setiap tahunnya pada tanggal 8 Maret Pada awalnya, Hari Perempuan Internasional diperingati sebagai hari aksi untuk memperjuangkan hak-hak perempuan. Hak yang dimaksud adalah hak untuk memilih dan dipilih, hak untuk bekerja, dan hak untuk mendapatkan pendidikan yang setara dan layak. Hari Perempuan Internasional terus diperingati sebagai bentuk penghargaan terhadap perjuangan dan pencapaian perempuan di berbagai bidang.

Seiring berjalannya waktu, Hari Perempuan Internasional diperingati dengan berfokus pada isu yang lebih luas lagi, yaitu mencakup beberapa aspek untuk pemenuhan hak-hak perempuan dan juga kelompok rentan, memiliki visi serta misi untuk kesetaraan dan menghapus stigma serta melawan diskriminasi atas ketimpangan gender. Hari Perempuan Internasional menjadi momentum untuk mengkampanyekan berbagai isu yang dihadapi perempuan di

seluruh dunia yang mengalami penindasan berlapis, seperti isu kekerasan seksual, ketimpangan ekonomi, serta diskriminasi gender di berbagai sektor.

Di Yogyakarta, pada tanggal 8 Maret 2024, aliansi International Women’s Day Yogyakarta atau @iwdjogja merayakan dan memperingati momentum ini. Bertempat di bunderan UGM sekitar 200 perempuan, anak, dan juga gender lainnya berkumpul untuk menyampaikan tuntutannya Pada tahun ini aliansi @iwdyogya dan juga massa aksi lainnya membuat tuntutan yang lebih inklusif diantaranya adalah bangun ruang aman dan inklusif di segala sektor dan tingkatan, tegakkan implementasi UU TPKS dan Permendikbud No 30 terkait penanganan kasus kekerasan seksual, wujudkan ruang aman di segala sektor, dan berikan akses seluas-luasnya untuk teman-teman Tuli melalui penggunaan Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO).

Menanggapi momentum ini, peran institusi pendidikan tentunya menjadi hal yang penting. Sudah selayaknya hal ini juga

perlu diperhatikan melihat situasi di ranah pendidikan yang menuju inklusif dan setara. Dengan bekerja sama dan juga memiliki kesadaran bahwa setiap individu memiliki hak pemenuhan ruang aman dan ruang inklusif bahkan di ruang pendidikan sekalipun, membangun ruang aman serta inklusif di lingkungan kampus adalah hal yang mestinya bisa diupayakan

Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta sendiri sudah mulai bergerak dalam isu ini dalam upaya menuju inklusif dan menciptakan ruang aman di kampus. Hal ini ditandai dengan adanya Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) UKDW (@ppks.udkw) yang dibentuk pada tahun 2022 dalam rangka merespon implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dan juga Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi Satgas PPKS UKDW juga berperan aktif dalam upaya-upaya perwujudan terciptanya lingkungan kampus yang inklusif,

ramah gender, dan juga menjadi ruang aman untuk semua mahasiswa dan dosen, apapun gendernya.

Vania Sharleen Setyono, M.Si.Teol, salah satu dosen Program Studi (Prodi) Studi Humanitas UKDW juga telah melakukan penelitian tentang Queer Pedagogy bersama Youth Interfaith Forum on Sexuality (YiFOS) Indonesia Penelitian ini memperlihatkan bagaimana situasi dan pengalaman Queer untuk mendapatkan pendidikan yang setara juga ramah gender. Selain itu, penelitian ini juga membahas bagaimana pendidikan tinggi dapat menjadi ruang untuk kampanye, advokasi, serta promosi lingkungan pendidikan yang aman serta inklusif bagi teman-teman ragam Sexual Orientation, Gender Identity, Expression, Sex Characteristic (SOGIESC).

Selamat Hari Perempuan Internasional, semoga semua perempuan dan ragam gender lainnya tetap bisa mendapatkan hak-haknya serta berdaya dan juga setara. Umur panjang perjuangan! [zefan]

VOL.18/ MAR 2024
4
membantu banyak orang Jadi, mulailah berkarya dari hal yang kecil dulu. [geofani & michelle] foto:dok./Pribadi

The Lifelong Pursuit of Teaching Excellence English Language Education Department

Campus Ministry

Learning is a lifelong journey that

encompasses the acquisition of knowledge and the shaping of mental processes and behaviors In the realm of education, understanding various learning theories is paramount Behaviorism, cognitivism and constructivism, and humanism are three fundamental theories that inform teaching practices In this exploration, we delve into these theories through three examples: the movie "Hichki," the book "Teach Like Finland," and activities at the Student Interfaith Peace Camp (SIPC).

humanism principles in action through several poignant moments.

Firstly, the unity between students from class 9F and 9A for the National Science Competition highlights the importance of social interactions in humanizing pedagogy. The film portrays how fostering positive social relationships can transcend initial differences, aligning with the theory's emphasis on creating an environment conducive to personal growth and interconnectedness.

Moreover, the narrative surrounding Miss Naina's journey underscores the need for inclusivity and understanding in education. Her statement, "Treat me like any other student," encapsulates the essence of humanizing pedagogy, advocating for equal opportunities and challenging inequities within the educational system.

foto:dok./Panitia

"Hichki" tells the story of Naina Mathur (Rani Mukerji), who suffers from Tourette Syndrome. She is an aspiring teacher who was rejected a lot due to her condition. After many rejections, she got her dream job as a full-time teacher at one of the city's most elite schools. However, she soon realizes that the class she's been assigned is made up of rebellious and delinquent students who can't seem to stay out of trouble She shows confidence, the resilience of the human spirit, and great hope in teaching. She turned losses and negative judgments into opportunities and looked positively at challenges. The interesting thing in this process is Miss Mathur's values and various inspirational learning methods. Her method is very different from other teachers at the school where she teaches, even the students and teachers in the superior category are amazed by the methods.

Student Interfaith Peace Camp (SIPC)

Student Interfaith Peace Camp (SIPC) is one of Indonesia's Young Interfaith Peacemaker Community (YIPC) programs. It brings together Muslim and Christian participants in a shared environment focused on peace education and interfaith dialogue. SIPC plays a crucial role in preventing religiously motivated violence by empowering young people, especially students, to embrace diversity and promote peace The camp operates in an interactive and participative manner, facilitated by trained leaders rather than traditional speakers.

SIPC's curriculum covers a wide range of topics, including introductions, peace education, interfaith dialogue, life-sharing groups, and scriptural reasoning groups Additionally, it features sessions aimed at fostering self-acceptance, challenging prejudices and stereotypes, celebrating diversity, resolving conflicts peacefully, nurturing environmental harmony, finding spiritual peace, and addressing transformative conflicts.

participants engage in prayer, Christian participants gather to perform the Zabur prayer (reading/singing the psalms, reflecting, and praying). This practice is observed during the five hours of prayer over three days, becoming a habitual activity. In the questionand-answer section, participants from different religions ask questions that are directly answered by followers of their respective faiths, emphasizing the importance of seeking information from authentic sources. Furthermore, both participants who asked questions and those who answered received an 'I am Peacemaker' sticker as a token of appreciation, serving as a stimulus to maintain active participation throughout the session.

Cognitivism and Constructivism: Nurturing Mental Processes and Knowledge Construction

Additionally, the film portrays Miss Naina's personalized approach to each s t u d e n t , r e c o g n i z i n g t h e i r u n i q u e backgrounds and needs. This practice aligns with humanism principles that prioritize students as individuals with diverse sociocultural resources and prior knowledge, emphasizing the importance of meaningful and relevant learning experiences.

Furthermore, parental support and involvement, as depicted in "Hichki," play a crucial role in fostering a humanizing educational environment. Miss Naina's efforts to connect with parents and students on a personal level reflect the principle of inclusive education and highlight the collaborative nature of humanizing pedagogy.

The film also delves into critical reflection and action, showcasing Mr Wadia's realization of the failures within the education system. This introspective journey resonates with humanism's emphasis on critical consciousness and transformative practices, aiming to liberate both students and educators from limiting structures.

Behaviorism: Shaping Behaviors Through Conditioning

Behaviorism is a learning theory often referred to as 'conditioning' by behaviorists. It focuses solely on changing behavior, with classical conditioning and operant conditioning being its two main types Classical conditioning involves four stages, namely acquisition, extinction, generalization, and discrimination, all revolving around the stimulus-response paradigm In contrast, operant conditioning employs reinforcement, either positive (such as praise and rewards) or negative (like punishment), and can even

habituation.

foto:dok./Panitia

Finland shocked the world when its 15year-old students got the highest score in the inaugural PISA (Program for International Student Assessment) in 2001. The assessment includes critical thinking skills in math, science, and reading. Until now, this small country continues to amaze the world. How can Finnish education - with short hours of study, not much homework, and not very standardized exams - be able to generate excellent students?

Timothy D. Walker in “Teach Like Finland” wrote down the secrets behind the success of Finnish schools when he started teaching grade 5 at a public school in Helsinki. In this book, he collects all of his findings, and explains to the educators, how to implement them This book contains easy-to-practice strategies and recommendations from worldclass education systems. Through Walker's book, the writer finds teaching inspiration from Pritchard and Salazar's learning theories.

The film "Hichki" provides insights into behaviorism's principles. For instance, Mr. Wadia's negative remarks about class 9F influence some students from class 9A to mimic him, highlighting the significant role teachers play in shaping student behavior. This aligns with behaviorism's concept that repeated actions lead to habit formation, especially in educational settings. Moreover, the distribution of rewards, as seen in the film when class 9A celebrates their prefect award while class 9F feels neglected, demonstrates how rewards can impact motivation positively or negatively, influencing behavior accordingly This illustrates behaviorism's focus on external stimuli and their effects on behavior modification.

In the book “Teach Like Finland”, Walker lists several practices that are relevant to these principles, such as the habit of studying for 45 minutes and resting for 15 minutes and the habituation of short, fun, and effective study hours.

Meanwhile, activities at SIPC reflect the principles of humanizing pedagogy, which encourages active participation among participants For instance, while Muslim

Cognitivism and constructivism are learning theories that focus on mental structures and the process of acquiring new knowledge. In cognitivism, there is a schema that guides the complex process of building understanding. It begins with assimilation, where new information is added to existing knowledge, followed by accommodation, where mental structures are adjusted to incorporate contradictory experiences. This process aims to achieve equilibrium, particularly effective when occurring within the zone of proximal development.

In "Hichki," these principles are evident in Miss Mathur's approach Despite initial hostility from her students, she introduces a new perspective, fostering assimilation and accommodation as they develop a better relationship with her. Similarly, Mr. Wadia's acknowledgment of his mistake prompts cognitive dissonance among his students, challenging their existing beliefs and leading to personal growth.

"Teach Like Finland" aligns with these theories by promoting student independence and offering choices in learning methods, encouraging active engagement and critical thinking.

At SIPC, activities such as Overcoming Prejudice and Stereotypes foster reflection and critical thinking, contributing to the assimilation-accommodation mechanism. The session Celebrating Diversity and Prejudice Clarification encouraged participants to challenge old perceptions and broaden their understanding, promoting a more inclusive and diverse learning environment.

Overall, cognitivism and constructivism play a crucial role in shaping learning experiences by focusing on mental processes and the active construction of knowledge, as evidenced in various educational contexts.

Humanism: Empowering Learners Towards Holistic Development

Humanism, as a learning theory, emphasizes the holistic development of individuals to become more fully human in various aspects of life. In "Hichki," we witness

In "Teach Like Finland," practices aligned with humanism learning principles prioritize the well-being, health, and happiness of students and teachers. These practices echo the core values of humanizing pedagogy, emphasizing self-acceptance, emotional healing, and meaningful interactions.

Similarly, at the SIPC, activities centered around humanizing pedagogy principles aim to promote self-acceptance and facilitate transformational experiences. The focus on forgiveness, emotional healing, and reconciliation reflects the holistic approach of humanism, acknowledging the participants' intrinsic value and fostering a sense of belonging and meaning.

Overall, "Hichki," "Teach Like Finland," and SIPC showcase the practical application of humanism learning theory, emphasizing the importance of personal growth, inclusivity, meaningful interactions, and critical consciousness in education. These examples serve as inspirational models for creating learning environments that prioritize the holistic development and wellbeing of individuals, contributing to a more compassionate and interconnected society.

Conclusion: Embracing Lifelong Learning as Educators

Through the movie “Hichki”, the book “Teach Like Finland”, and the SIPC activity, we can find the implementation of Pritchard and Salazar's learning theories. The three works have embedded mechanisms of b e h a v i o r i s m , c o g n i t i v i s m a n d constructivism, and humanism learning theories Embracing diverse sources of learning is crucial for educators to uncover practical examples and gain inspiration However, prospective teachers must delve deeper into the material to develop a more comprehensive understanding of teaching methodologies. This process is essential in fostering a holistic approach to learning Therefore, being a lifelong learner is not just a recommendation but a fundamental responsibility for future educators. [ester]

VOL.18/ MAR 2024 5
Hichki Movie Teach Like Finland
i n v o l v e s h a p i n g b e h a v i o r s t h r o u g h
foto:dok./Panitia

Ber-”BIPA” Lagi Setelah 21 Tahun

Beberapa waktu yang lalu tepatnya pada

tanggal 27-29 Februari 2024, saya dan

Ms. Fransiska Selvy Wulandari, M.Pd. ditugaskan oleh PPB UKDW sebagai perwakilan PPB UKDW selaku calon pengajar kelas Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) mengikuti Bimbingan Teknis (BimTek) Pengajaran BIPA yang diadakan oleh Balai Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di Hotel Grand Rohan Yogyakarta. Kala itu saya agak sedikit keder karena sudah lumayan lama tidak bersentuhan dengan pengajaran BIPA.

Dan selain Ms. Selvy, kemungkinan besar saya tidak mengenal para peserta BimTek yang datang dari berbagai lembaga dan universitas yang mempunyai pelatihan BIPA di Provinsi DIY. Benar saja, waktu kami sampai di tempat pelatihan tidak ada wajah yang familiar, tetapi pengalaman sebagai pengajar membuat saya lebih mudah untuk berkenalan dengan para peserta sehingga tidak merasa seperti fish out of water. Pada pagi hari sebelum kegiatan dimulai saya sudah mempunyai tiga orang teman baru.

Dan akhirnya dua dari teman baru itu menjadi teman semeja selama tiga hari pelatihan (meski kami tidak selalu bersama karena dalam beberapa kegiatan ada pengelompokan menurut level yang akan diajar).

Hari pertama dimulai dengan pre-test yang membuat saya agak sedikit bingung karena istilah - istilah baku bahasa Indonesia yang baru kali itu saya dengar. Karena saya sudah cukup lama tidak bersinggungan dengan pengajaran BIPA. Terakhir mengajar BIPA, buku yang saya pergunakan adalah buku terbitan Australia berjudul “Keren”, yang merupakan buku pegangan pengajar Bahasa Indonesia untuk anak SMA di Australia. Ternyata para teman lain pun mengalami sedikit kesulitan untuk

Dikutip dari https://belitung tribun-

news.com/, ada kejadian menarik dan menggelitik yang dialami oleh GRA

Nurabra Juwita atau GKR Hayu, putri keempat Sri Sultan Hamengkubuwono X, Raja Kasultanan Yogyakarta yang juga Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

mengerjakan tes awal ini, bahkan beberapa teman yang saya anggap cukup senior dalam pengajaran BIPA pun mengalami kendala berkenaan dengan istilah baku tersebut Namun, istilah - istilah itu menjadi lebih jelas dan menempel karena sering dipergunakan selama masa pelatihan tersebut. Mengutip kata - kata pak Agus Soeharjono, salah satu pemateri di hari kedua dan ketiga yang juga adalah Direktur Wisma Bahasa, kosa kata akan lebih melekat bila dipergunakan secara berulang dalam satu pertemuan (paling sedikit 20x). Tentu saja bukan diulang - ulang seperti baca mantra; dan menurut saya, ini berlaku untuk semua bahasa, bukan hanya dalam pengajaran Bahasa Indonesia saja. Coba saja, bila teman - teman yang sedang belajar bahasa asing membaca dan mendengar satu kata yang sama berulang - ulang pasti akan paham bukan hanya arti tetapi juga penggunaannya.

Karena berupa pelatihan (workshop), maka para peserta diharapkan untuk melakukan banyak praktik sesuai dengan materi yang disampaikan Nah, pada saat praktik hari pertama dimana kami diminta untuk membuat

Rencana Pembelajaran (RP) atau lesson plan, saya merasa sedikit tersesat. Meski membuat lesson plan itu sudah seperti makanan seharihari, saat bahasa yang digunakan berubah, ternyata sangat menantang. Ketika melakukan sesuatu yang memerlukan kerja otak dalam waktu yang singkat, hasil yang diperoleh pun sepertinya kurang memuaskan. Pada saat - saat seperti ini, teman berdiskusi atau tempat bertanya sangatlah berharga. Terlebih lagi, saat tidak ada satu orang pun untuk diajak berdiskusi atau bertanya pasti rasa nya frustasi. Saya rasa salah satu dari tujuan diadakannya acara ini adalah sebagai wadah berbagi, maka

sangat membahagiakan sekali saat para pemateri memberi waktu untuk berdiskusi baik bertanya langsung kepada mereka maupun berbincang - bincang santai dengan para peserta yang lain. Karena selalu ada saja teman yang berani menyuarakan suara rakyat sehingga pencerahan segera bisa diperoleh.

Salah satu kesempatan yang sangat menarik adalah demonstrasi pengajaran bahasa Madura oleh pak Agus untuk membuktikan bahwa hemat kata dalam pengajaran BIPA terutama sangatlah membantu. Dengan hanya empat kata baru, kami bisa memahami arti kata baru tersebut tanpa menggunakan terjemahan atau bahasa Ibu. Dan menurut saya, ini juga bisa diterapkan dalam pengajaran Bahasa Inggris di level yang rendah, yang muatannya lebih sedikit.

Pada hari kedua, saat kegiatan gallery walk, kami diminta untuk membuat strategi pengajaran membaca untuk tujuh level pengajaran BIPA secara berkelompok Dengan instruksi yang sama ternyata hasil pemahaman yang diungkapkan dalam gallery walk itu bisa berbeda - beda Sebagian besar dari kami, menyampaikan hasil diskusi strategi pengajaran level yang kami dapatkan secara rinci. Tetapi beberapa dari kami lebih umum dalam penyampaian Tidak ada yang salah karena memang yang diminta adalah strategi pengajaran apa yang bisa dipergunakan untuk mengajar keterampilan membaca bagi pemelajar BIPA di level 1 - 7. Hasil yang didapat melalui gallery walk tersebut dapat pula saya pergunakan untuk pengajaran Bahasa Inggris. Jadi semacam sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui.

Di hari ketiga, saat diadakan diskusi untuk menentukan strategi pengajaran menulis kelompok kami mendapatkan pujian karena hasil yang kami sampaikan cukup rinci karena selain menyampaikan strategi kami juga

menyebutkan alasan pemilihan strategi dan sedikit keterangan perbedaan strategi pada masing - masing level sesuai dengan indikator pencapaian. Itu semua hasil kerja sama yang baik tanpa membedakan pengalaman mengajar kami. Hal menarik lainnya yang ter-jadi pada hari ketiga adalah saat evaluasi kegiatan dalam bentuk praktik mengajar. Para pemateri memilih beberapa peserta yang belum lama dan bahkan yang belum pernah mengajar BIPA sebelumnya untuk melakukan praktik mengajar selama 15 menit. Nah, hal menarik adalah saat salah satu peserta memperkenalkan diri dan menyebutkan latar belakang pendidikan yang amat sangat jauh yaitu pertanian. Namun saat mengajar, beliau dapat menerapkan apa yang telah kami terima dan diskusikan selama tiga hari itu Tidak sempurna tetapi sangat meneguhkan Jadi kalau boleh saya katakan BimTek selama tiga hari itu sungguh sangat mengena dan menginspirasi.

Sebagai kesimpulan, belajar itu tidak dibatasi oleh lingkup ruang dan waktu. Kita bisa belajar di mana saja, kapan saja, melalui media apa saja dan dari siapa saja. Dan jangan membatasi diri baik dalam hal pengetahuan maupun pertemanan. Kita perlu sekali - kali keluar dari zona nyaman kita untuk bisa lebih mensyukuri anugerah yang kita terima dan mengembangkan talenta yang Tuhan beri Kalau kata pepatah mengatakan carilah ilmu sampai ke negeri Cina. Jadi buat kamu - kamu yang masih muda, mari membuka mata dan telinga dan carilah pengalaman sebanyakbanyaknya. Niscaya pintu kesuksesan akan terbuka lebih lebar lagi. [tia]

Dibesarkan oleh Manusia atau Serigala?

were you raised by wolves???”

(Itu namanya tata krama temanku, apakah kamu dibesarkan oleh serigala?)," cuit GKR Hayu. Tulisan GKR Hayu tersebut kemudian viral dan ramai diperbincangkan netizen di media sosial, terutama Twitter (X).

Dilansir dari akun Twitter (X) miliknya, @GKRHayu, putri keraton itu menceritakan kejadian yang dialaminya saat berkunjung ke Jakarta dan menjadi viral beberapa waktu lalu. Cuitan yang ditulis pada tahun 2018 silam itu mengisahkan tentang pengalaman GKR Hayu yang dibantu oleh seorang satpam saat menyebrang jalan di Jakarta. Saat itu, GKR Hayu tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada satpam tersebut. Tetapi ada sekelompok orang di belakang GKR Hayu yang menyebut perilaku tersebut kampungan.

"Nyebrang dari Plaza Senayan ke Senayan City, ngucapin “Makasih Pak” sama satpam yang nyebrangin, malah diketawain gerombolan di belakang, bisik-bisik ngatain kampungan. That’s called manners ma fren,

https://www.brilio.net/ juga menyebutkan, dalam cuitannya, GKR Hayu mengatakan bahwa mengucapkan terima kasih adalah sebuah sikap yang menunjukkan sopan santun. Kalimat itupun sudah sangat familiar didengar jika seseorang mendapatkan sesuatu yang baik dari orang lain Ia pun mempertanyakan apakah orang yang menertawakannya tersebut dibesarkan oleh serigala, sehingga heran dan menertawakan ucapannya. Tak membutuhkan waktu lama, postingan tersebut langsung ramai dengan berbagai reaksi warganet Banyak warganet yang menilai itu sudah menjadi hal yang lumrah di Jakarta. "Kata terima kasih seperti hal yang "aneh". Dulu saya juga lagi makan di sebuah resto bersama sepupu. Lalu kembaliannya kelebihan dan saya bilang ke kasirnya. Mbak kasir bersikap biasa saja, tidak

ada ucapan terima kasih yang diucapkan Manners," tulis @BukanPegawaiJP "Hah ampyun. But we Jakartans do it all the time. Bilang "terima kasih" sudah jadi habit aku dari kecil Bahkan pas waiter/waitress antar makanan ke meja atau kasi pelayanan apapun pasti aku refleks bilang terima kasih. Mereka yang heran dengan ucapan itu kayaknya gak dibiasain sejak kecil ya," cetus pemilik akun @LalaCamelia.

Ya, semua memang berawal dari kebiasaan yang dimulai dari keluarga. Bagaimana orang tua mengajari anak-anaknya hal-hal yang kecil. Dimulai dengan berkata “terima kasih” saat menerima sesuatu dari orang lain, orang tua, saudara, teman-teman kita Mengatakan “permisi” saat melewati orang lain, sampai menawarkan bantuan kepada orang lain Keluarga menjadi kunci pendidikan awal bagi setiap anak, yang semuanya adalah bentuk kepedulian kita pada orang lain. Kalau sejak kecil anak-anak sudah dibiasakan untuk menghargai orang lain, mereka akan terbiasa untuk lebih sabar dalam mengantri, meng-

ucapkan “mari” saat bertemu orang lain, baik terhadap orang-orang yang mereka kenal ataupun yang tidak dikenal. Saat mereka berada di lingkup keluarga, sekolah, kampus, tempat kerja atau tempat umum, mereka akan menunjukkan empati pada orang lain yang mereka temui.

Apa yang dialami GKR Hayu memang sudah terjadi beberapa tahun yang lalu. Apakah saat ini, di dunia yang serba modern, serba digital, masihkah kita peduli dengan sopan santun? Unggah ungguh? Sebagai mahasiswa, apakah masih harus menganggukkan kepala atau berkata “Mari Pak atau Bu” saat bertemu dosen di kampus? Apakah perlu untuk membalas chat dari teman, atau dosen di grup WA kelas?

Zaman boleh berubah, tapi sebagai manusia yang hidup di tengah masyarakat, nilai-nilai sosial yang mulia, yang menunjukkan jati diri kita sebagai makhluk sosial, haruslah tetap dijaga dan dijalankan. [EL]

VOL.18/ MAR 2024 Pusat Pelatihan Bahasa 6
foto:dok./Panitia foto:dok./Panitia

Program Pengembangan Spiritualitas Mahasiswa

Refleksi Live In di Dusun Gower: Pengalaman Mendalam dalam P2SM UKDW

Pyang sungguh berkesan dan memberi kesempatan untuk merenungkan banyak hal. Dalam rentang waktu yang singkat itu, saya dibawa dalam perjalanan spiritual dan penuh makna yang tidak terlupakan. Dusun Gower, sebuah tempat yang tenang dan asri, memberikan lingkungan yang cocok untuk merenung dan menyelami makna hidup. Di tengah hamparan alam yang indah, kami diajak untuk meninggalkan rutinitas sehari-hari dan terhubung dengan alam serta diri sendiri.

Selama kegiatan live in, saya melakukan berbagai kegiatan yang dirancang untuk memperkuat keterampilan, serta pengembangan diri. Melalui diskusi dengan keluarga

tempat kami tinggal, dan kegiatan refleksi, saya diajak untuk saling mengenal, berbagi pengalaman, serta mendukung satu sama lain. Salah satu momen paling berkesan adalah saat saya mengobrol dengan keluarga yang saya tempati. Melalui momen itu saya dapat mempererat tali silaturahmi dengan keluarga yang saya tempati, juga dengan adanya momen seperti ini saya dapat mengenal lebih dekat dengan keluarga yang saya tempati. Pada malam harinya, kami melakukan kegiatan refleksi di Gedung GITJ Gower Pdt Nani Minarni memberikan kesempatan bagi kami untuk merenungkan tujuan hidup dan makna keberadaan kita di dunia ini dalam menghargai lingkungan dan alam sekitar. Suasana yang tenang dan sunyi memungkinkan saya untuk mendengarkan suara batin dan mendalami nilai-nilai yang sesungguhnya penting dalam hidup.

Partisipasi dalam kegiatan penanaman pohon mangga di Dusun Gower dalam rangka P2SM

UKDW Yogyakarta merupakan pengalaman yang memberi pelajaran mendalam tentang pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan alam. Penanaman pohon mangga bukan hanya sekedar aktivitas fisik, tetapi juga simbolisasi dari komitmen kami sebagai mahasiswa untuk berperan aktif dalam menjaga keberlangsungan lingkungan Saat kami menggali tanah, menanam bibit, dan merawat pohon mangga, kami juga sadar bahwa setiap langkah kecil ini merupakan kontribusi nyata dalam menjaga kelestarian alam bagi generasi yang akan datang.

Dalam proses penanaman, kami dibantu oleh warga Dusun Gower. Melalui interaksi dengan mereka, kami juga memahami betapa pentingnya hubungan harmonis antara manusia dan alam, di mana kami sebagai manusia bertanggung jawab untuk merawat dan melindungi alam sekitar kita Tidak hanya itu, kegiatan penanaman pohon mangga juga menjadi sarana untuk memperkuat solidaritas dan kebersamaan di antara kami sebagai mahasiswa Bersama-sama, kami saling membantu, bergotong-royong, dan bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama, yaitu menanamkan harapan akan masa depan yang lebih baik melalui upaya pelestarian lingkungan. Saat menanam pohon mangga, saya juga merenungkan betapa berharganya setiap tindakan kecil yang kita lakukan untuk lingkungan Sebuah pohon mangga mungkin saja hanya satu dari sekian banyak pohon di dunia ini, tetapi ia memiliki potensi besar untuk memberi manfaat bagi lingkungan sekitarnya, mulai dari memberikan udara segar hingga buah yang bergizi bagi masyarakat sekitar.

Lebih dari sekadar penanaman pohon, kegiatan ini juga mengajarkan kami tentang pentingnya kesadaran akan lingkungan dan pentingnya tindakan nyata dalam menjaga alam. Setiap bibit yang kami tanam menjadi representasi dari harapan akan keberlanjutan alam semesta ini. Setelah kegiatan penanaman

pohon mangga, saya dan teman-teman kembali ke tempat tinggal kami, berberes-beres dan berpamitan dengan keluarga yang saya dan teman teman tempati. Walau hanya sebentar kami tinggal, namun momen kebersamaan menjadi hal yang berkesan untuk kami. Selama dua hari tersebut, saya juga belajar menghargai keberagaman dan memahami bahwa setiap individu memiliki cerita dan pengalaman hidup yang berbeda Melalui interaksi dengan penduduk Dusun Gower saya merasa terinspirasi dan termotivasi untuk terus belajar dan berkembang sebagai individu yang lebih baik.

Sepulangnya dari Dusun Gower, saya membawa pulang banyak pelajaran berharga yang akan saya terapkan dalam kehidupan sehari-hari Saya merasa terinspirasi dan termotivasi untuk terus berkontribusi dalam upaya pelestarian lingkungan Saya berkomitmen untuk tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga menjadi bagian dari solusi dalam menjaga kelestarian alam. Melalui tindakan sederhana seperti menanam pohon mangga, kita dapat memberikan dampak yang besar bagi lingkungan dan masyarakat sekitar. Pengalaman ini mengingatkan saya akan pentingnya menjaga keseimbangan antara aktivitas akademis dan pengembangan diri serta spiritual. Saya berterima kasih kepada UKDW atas kesempatan yang diberikan dan kepada semua fasilitator dan peserta yang telah berbagi pengalaman dan inspirasi selama kegiatan live in ini. Dengan hati yang penuh rasa syukur, saya berkomitmen untuk terus mengembangkan diri, menjalin hubungan yang baik dengan sesama, dan menjadi agen perubahan yang positif dalam lingkungan saya. Semoga pengalaman ini menjadi pijakan bagi saya untuk terus tumbuh dan berkembang sebagai individu yang lebih baik. Terima kasih Dusun Gower, terima kasih P2SM UKDW [yoga]

Mencari Jalan Keluar Permasalahan Ekologi di Pegunungan Kendeng

Betapa Kita Tidak Bersyukur” lagu yang “ sangat terkenal hampir di seluruh kalangan umat kristiani, lagu ini mendaraskan unsur-unsur ekologi yang mana sang pencipta Subroto Kusumo Atmodjo mengajak para pendengarnya untuk mensyukuri atas tempat tinggal yang kita tempati, khususnya negeri kita Indonesia, lagu ini merupakan awal pijakan kami untuk berefleksi atas rahmat Tuhan yang Ia beri dalam alam di Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah. Pada awal mendengar kata Gunung Kendeng, yang terlintas di benak saya pada waktu itu adalah pegunungan yang gersang, berdebu, dan sangat panas sekali, demikian sumbersumber bacaan menceritakannya. Akan tetapi semua itu terpatahkan pada saat awal datang ke sana di sebuah dusun kecil bernama Gower, masyarakat yang menyambut dengan aura yang sangat positif, sehingga membuang kesan negatif terhadap Gunung Kendeng Masuk kesana seperti merasakan rumah yang sesungguhnya, hijau, asri dan nyaman sekali, karena warganya yang ramah.

Walaupun masyarakat hidup damai dan rukun, permasalahan alam yang dimiliki cukup banyak. Dulunya alam yang dimiliki di Pegunungan Kendeng cukuplah banyak, hutan jati yang lebat dan dipenuhi oleh satwasatwa liar, membuat Pegunungan Kendeng begitu asri, masyarakat Gower secara khususnya menikmati hasil alam yang benarbenar berlimpah Kekacauan mulai terjadi ketika kerusuhan Mei 98 meletus, tidak hanya di kota besar, hutan pun kena imbasnya, pohon-pohon Jati besar ditebang, tanpa menyisakan apapun, entah siapa yang mengambil, akan tetapi masalah itu membuat dampak lingkungan yang cukup parah, seperti kekeringan, longsor dan banjir. Yang dulunya masyarakat memanfaatkan alam dengan jati akhirnya beralih menjadi petani jagung Menjadi petani jagung juga banyak suka dan dukanya, kekeringan yang melanda membuat

masyarakat hanya bisa menanam pada saat musim hujan saja, oleh sebab itu petani jagung cukup keras menghadapi cobaan ekonomi yang ada di Gunung Kendeng.

Adapun solusi yang diambil adalah menanam pohon keras yang bisa menghasilkan buah, akan tetapi masyarakat sedikit kesusahan jika harus menyediakan bibit untuk menanam pohon-pohon tersebut. Ditambah kurangnya edukasi untuk cara menanam yang baik dan memeliharanya Oleh sebab itu tangan-tangan orang luarlah yang bisa membantu mereka untuk keluar dari krisis ekologi, dalam artian mereka harus bisa segera menyelesaikan masalah ini dengan bijak, karena dampak yang diterima menjalar hingga ke masyarakat yang hidup di kaki Pegunungan Kendeng Kurangnya resapan yang ada di atas membuat banjir bandang terjadi di bawah (Tambakromo, Kayen dan sekitarnya) oleh sebab itu kepedulian terhadap Gunung Kendeng harus ditingkatkan guna menanggulangi masalah alam yang ada.

Dukuh Gower merupakan salah satu dukuh yang terletak di Desa Karangawen, Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Dukuh ini berada di dataran tinggi yaitu di Perbukitan Kendeng dengan ketinggian kurang lebih 100-200 mdpl Perbukitan Kendeng ini memiliki potensi mineral kars yang sangat tinggi, yang mana menurut penelitian, wilayah karst ini memiliki kekayaan potensi sumber mata air dan juga mineral yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan semen Peneliti Geologi sering menyebutkan bahwa perbukitan Kendeng ini merupakan bekas laut Purba sekitar 470 juta tahun yang lalu. Hal ini didukung dengan ditemukannya bongkahan batu karang dan juga fosil binatang laut yang

sering ditemukan oleh warga yang tinggal dekat perbukitan ini. Dukuh Gower masuk dalam Pegunungan Kapur Utara/Kendeng Utara dan termasuk kawasan karst yang merupakan kawasan lindung Geologi yang tidak boleh dieksploitasi sesuai Peraturan Menteri Energi Sumberdaya Mineral Nomor 17 Tahun 2012 Penetapan Pegunungan Kendeng Utara sebagai kawasan karst tertuang dalam Keputusan Menteri Energi S u m b e r d a y a M i n e r a l N o m o r 2 6 4 1

K/40/MEM/2014 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst Sukolilo Pegunungan Karst menyimpan potensi sumber daya mineral, sumber daya air, keanekaragaman, hayati dan potensi pariwisata.

Berdasarkan sejarahnya, masyarakat dukuh Gower berlatar belakang keturunan komunitas Sedulur Sikep dengan leluhurnya yang bernama Mbah Kusumo Komunitas Sedulur Sikep dikenal mengikuti ajaran Saminisme yang diajarkan oleh Raden Kohar yang berasal dari Blora yang dipercaya masih keturunan dari Kerajaan Majapahit Komunitas ini menekankan rasa kecintaan terhadap alam, membela hak-hak petani, serta memiliki keberanian untuk melakukan perlawanan terhadap segala macam otoritas yang menindas. Hal ini dibuktikan dengan adanya perlawanan terhadap perencanaan investasi pabrik Semen Gresik yang akan menambang pegunungan Karst Kendeng Penambangan ini dinilai akan merusak alam serta merugikan masyarakat petani yang tinggal dekat dengan pegunungan tersebut, Komunitas Sedulur Sikep menganggap penambangan tersebut akan merusak alam dan merugikan masyarakat petani Kendeng yang bergantung pada alam khususnya pertanian Perlawanan yang dilakukan masyarakat Kendeng dilakukan dengan protes atau demonstrasi tanpa kekerasan Terkait investasi penambangan perbukitan

Kendeng untuk pabrik semen telah memecah masyarakat sekitar Kendeng Terdapat masyarakat yang pro dan kontra terhadap perencanaan tersebut.

Masyarakat yang tinggal di Dukuh Gower berjumlah sekitar 100 KK dengan mayoritas mata pencaharian penduduknya adalah sebagai petani dengan komoditas pertanian jagung, ketela, dan juga padi. Selain itu, ada juga beberapa masyarakat yang bekerja sebagai tukang mebel dengan keterampilan ukir seperti meja dan kursi Masyarakat dukuh Gower hidup berdampingan satu dengan yang lain dengan sangat menjaga kerukunan dan juga toleransi yang tinggi. Dukuh Gower didalamnya terdapat warga yang beragama Kristen dan Islam. Hal ini terlihat dari adanya dua tempat beribadah yang berdiri di dalam dukuh tersebut yaitu dua Gereja: Gereja Injili di Tanah Jawa [GITJ] Pati pepanthan Gower yang digembalakan oleh Pdt. Sumarlan dan Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia [GPIBI] Eklesia - Pati yang digembalakan oleh Pdt. Mardi Utomo dan juga satu Masjid Nahdlatul Ulama (NU) dengan pemuka agama yaitu Kyai Suparmin Kuatnya kerukunan dan toleransi umat beragama di dukuh ini terlihat dari bagaimana para masyarakat yang saling membantu satu dengan yang lain ketika sedang merayakan hari raya besar dari salah satu agama. Dukuh Gower memiliki banyak sekali potensi alam yang bisa dijadikan sebagai daya tarik pariwisata, seperti sungai, gua dan juga tebing-tebing, yang mana potensi ini jika dikelola dengan baik dapat meningkatkan ekonomi masyarakat Gower sendiri. Banyak sekali investor yang ingin mengelola wisata di Gower akan tetapi pihak pemerintah desa belum bisa sepenuhnya terbuka dengan sesuatu yang ada dari luar, hal seperti ini sangat disayangkan karena potensi yang ada benar-benar sangat besar. [pedro]

VOL.18/ MAR 2024 7
engalaman live in di Dusun Gower selama dua hari satu malam dalam rangka Program Pengembangan Spiritualitas Mahasiswa (P2SM) Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta pada tanggal 16-17 Februari 2024 merupakan momen foto:dok./Panitia Dukuh Gower

Program Pengembangan Spiritualitas Mahasiswa

P2SM “Eco-Spirituality

in Action”: Mengulik Relasi Manusia dan Alam

Sebagai salah satu upaya meng-

embangkan soft skills mahasiswa, Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta menyelenggarakan beberapa program secara rutin, salah satunya adalah Program Pengembangan Spiritualitas Mahasiswa (P2SM) Tahun ini, P2SM mengusung tema 'Eco Spirituality in Action'. Pemilihan tema kali ini didasarkan pada usaha meningkatkan pemahaman yang lebih mendalam terhadap hubungan antara ekologi dan spiritualitas yang menitikberatkan pada integrasi unsur-unsur ekologis dengan dimensi spiritualitas dalam konteks kehidupan manusia Pendekatan ekospiritual yang diusung memperkaya perspektif terhadap alam, tidak hanya sebagai entitas fisik yang memberikan sumber daya, tetapi juga sebagai manifestasi yang menggambarkan kehadiran ilahi. Pendekatan ini mempromosikan pengakuan terhadap keberadaan spiritualitas dalam lingkungan alam, dan memandang alam sebagai wahana yang memfasilitasi pengalaman kehadiran Tuhan.

Tema 'Eco Spirituality in Action' berakar dari kondisi kontekstual yang mengkhawatirkan di kawasan Pegunungan Kendeng, Pati, Jawa Tengah. Kawasan hutan di Pegunungan Kendeng mengalami tingkat deforestasi yang tinggi, sementara aktivitas penambangan yang masif telah menyebabkan

Campus Ministry

Rkerusakan lingkungan yang signifikan, yang pada gilirannya memicu bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Maka dari itu, dalam rangka mengatasi tantangan ini, UKDW melakukan kolaborasi dengan Sekolah Tinggi Agama Kristen (STAK) Wiyata Wacana dan Gereja Injil di Tanah Jawa (GITJ) Pati, Pepanthan Gower dalam penyelenggaraan rangkaian kegiatan pada tanggal 16-17 Februari 2024 Kegiatan ini terdiri dari seminar di STAK Wiyata Wacana serta sesi live-in di GITJ Pati Pepanthan Gower Kolaborasi ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan isu lingkungan dan spiritualitas, serta untuk menginspirasi tindakan nyata dalam menjaga kelestarian alam, sekaligus memperkokoh nilai-nilai spiritual dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam rangka mewujudkan tema 'Eco Spirituality in Action', kegiatan P2SM turut melibatkan beberapa tokoh agama setempat untuk memberikan sumbangan pemikiran yang reflektif terkait pendekatan eko-spiritual sebagai fondasi dalam membangun kehidupan yang berkelanjutan secara ekologis. Beberapa tokoh agama yang terlibat dalam kegiatan ini antara lain Pdt. Herin Kahadi

Jayanto, M Th , Sapta Rachmanuddin Mardani, dan Pdt Nani Minarni, S Si , M Hum, yang turut berperan sebagai pembicara utama dalam seminar yang diselenggarakan Dalam seminar tersebut,

masing-masing narasumber memberikan tanggapannya mengenai kondisi ekologi yang terjadi di kawasan tersebut serta hubungannya dengan kehidupan manusia Dengan melibatkan tokoh agama sebagai pemantik diskusi, diharapkan peserta seminar dapat memperoleh wawasan yang lebih mendalam tentang pentingnya integrasi antara spiritualitas dan tanggung jawab terhadap lingkungan dalam menjaga keberlangsungan hidup di bumi ini.

“Alam yang membutuhkan manusia atau manusia yang membutuhkan alam?” Sebuah pertanyaan dari Pdt. Nani sebagai pemantik diskusi dalam seminar eko-spiritual menggugah kesadaran peserta akan hu-bungan yang kompleks antara manusia dan alam Sebagian besar dari peserta terbiasa dengan pandangan bahwa alam dan manusia saling membutuhkan satu sama lain. Namun, dalam diskusi tersebut, paradigma tersebut dipertanyakan.

“Manusia memiliki tanggung jawab untuk memayu hayuning bawana”, ungkap Ustadz Rachmanuddin. Memayu hayuning bawana adalah konsep dalam kehidupan masyarakat Jawa, mencerminkan bagaimana manusia dapat hidup berdampingan dengan alam, dengan tujuan mencapai keselamatan dan kebahagiaan, baik secara fisik maupun spiritual. Dalam perspektif ini, alam bukan hanya dipandang sebagai sumber daya yang dapat dimanfaatkan, tetapi juga sebagai entitas yang perlu dihormati dan dijaga Konsep memayu hayuning bawana menjadi pedoman bagi masyarakat Jawa untuk menjalani kehidupan yang seimbang dan berkelanjutan, di mana keharmonisan antara manusia dan alam menjadi kunci utama dalam mencapai kebahagiaan dan kedamaian hidup. Konsep yang sama, yang dihidupi oleh masyarakat di kawasan Pegunungan Kendeng.

Dalam materi seminar, Pdt Herin juga turut membahas konteks kawasan Pegunungan Kendeng Pegunungan Kendeng merupakan salah satu kawasan pegunungan kapur (karst) yang membentang di bagian utara Pulau Jawa, mencakup Provinsi Jawa Tengah (Grobogan, Blora, Pati, Kudus, Boyolali, dan Sragen) hingga Provinsi Jawa Timur (Lamongan) Perlu dicatat bahwa kawasan karst memiliki karakteristik yang berbeda dengan pegunungan lainnya, yaitu memiliki permukaan yang cenderung kering.

Karakteristik ini menjadikannya rawan mengalami kekeringan, terutama saat musim kemarau tiba. Namun, kondisi semakin buruk ketika kawasan karst mengalami deforestasi. Deforestasi menyebabkan lahan penyerapan air hujan menjadi semakin berkurang, sehingga air hujan tidak dapat diserap secara optimal ke dalam tanah. Akibatnya, kawasan karst menjadi rentan terhadap banjir saat hujan lebat melanda Melalui pemahaman mendalam tentang kondisi lingkungan di Pegunungan Kendeng, diharapkan dapat mendorong upaya pelestarian alam dan pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan guna mengurangi risiko bencana dan menjaga keseimbangan ekologis di wilayah tersebut.

Selain itu, kawasan karst Pegunungan Kendeng telah menjadi tempat strategis untuk aktivitas penambangan batu kapur. Tingginya intensitas pertambangan telah memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap lingkungan sekitar Pegunungan Kendeng Permasalahan ekologis mulai timbul, mulai dari penurunan ketersediaan air bersih, banjir, hingga polusi udara yang dihasilkan dari mobilitas kegiatan pertambangan. Tentu saja, kondisi ini menuai kecaman dari masyarakat lokal, di antaranya adalah Almarhumah Yu Patmi, seorang petani di Desa Larangan, Tambakromo, Kabupaten Pati. Bersama dengan sejumlah ibu petani lainnya di kawasan Kendeng, beliau turut serta dalam aksi penolakan pembangunan pabrik semen di wilayah Pegunungan Kendeng Utara Aksi tersebut mencapai puncaknya ketika mereka mengecor kaki di depan Istana Negara pada bulan Maret 2017. Namun, tragisnya, Almarhumah Yu Patmi meninggal dunia setelah menjalani aksi mengecor kaki tersebut Tindakan yang dilakukan oleh Yu Patmi menjadi bukti konkret bahwa manusia sangat bergantung pada alam.

Tidak berhenti di kegiatan seminar, peserta P2SM menghabiskan waktunya dengan livein selama semalam di desa dan juga melakukan aksi tanam. Dari kegiatan P2SM ini diharapkan pemahaman dan kesadaran tentang pentingnya merawat relasi baik antara manusia dan alam semakin bertumbuh Sadarilah bahwa ketika alam mengalami kerusakan, manusialah yang paling merasakan dampaknya secara langsung. [charella anggun]

Reformasi Diri sebagai Respon atas Anugerah Allah

espons umumnya mengacu pada reaksi

terhadap situasi dan kondisi yang dihadapi, baik secara langsung maupun tidak langsung diterima melalui panca indera kita. Respons ini dapat tercermin dalam bentuk perilaku atau tindakan, baik positif, negatif, atau bahkan tanpa respons sama sekali. Dari peng-alaman hidup, kita diingatkan untuk merespons anugerah Tuhan dengan positif, yakni dengan bertindak sesuai dengan kehendakNya. Namun, terkadang kita justru merespons dengan negatif atau bahkan tidak merespons sama sekalii. Respons kita akan mempengaruhi dampak yang kita alami, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, bisa berupa perasaan tidak nyaman, kekurangan sukacita, ketidak-sejahteraan, atau bahkan kehampaan Namun, jika kita merespons dengan positif, hasilnya akan terlihat dalam kehidupan kita dan memberikan dampak baik dalam jangka waktu yang akan datang. Prinsip ‘tabur-tuai’ juga berlaku di sini, bahwa apa yang kita tanam akan kita tuai di kemudian hari.

Perjalanan hidup yang telah kita tempuh, dengan segala situasi berubah-ubah seperti gelombang, mengajarkan kita untuk terus berserah kepada Tuhan Kita diajari untuk tidak bosan dan lelah merespons anugerahNya setiap hari dengan sikap yang positif. Anugerah keselamatan yang diberikanNya secara cumacuma kepada kita dan penyertaanNya yang sempurna, mengingatkan kita untuk mer-

Yohanes 2:13-22

espons kebaikan tersebut. Respons kita akan mempengaruhi lingkungan sekitar, membawa berkat bagi sesama. Reformasi diri sebagai tanggapan atas anugerah Allah mengacu pada proses perubahan atau pembaruan dalam perilaku, pikiran, dan sikap seseorang sebagai hasil dari pengakuan terhadap anugerah dan kasih Allah yang diberikan kepada mereka. Aksi Yesus yang mengobrak-abrik para pedagang yang berjualan di sekitar Bait Allah dapat diinterpretasikan sebagai tindakan atau peristiwa yang mengganggu atau mengubah status quo, dalam konteks ini, menggugah kesadaran akan pentingnya reformasi spiritual dan moral.

Yesus mengobrak-abrik dagangan para pedagang dan penukar uang di seputaran Bait Allah mencakup berbagai tindakan, seperti membersihkan Bait Allah dari para penjual dan pemilik kepentingan yang memanfaatkannya untuk keuntungan pribadi mereka, serta mengajarkan ajaran-ajaran moral dan spiritual yang menekankan pentingnya hubungan pribadi dengan Allah dan perlunya kesucian dalam ibadah Tindakan Yesus dalam mem-bersihkan Bait Allah juga mengandung pesan tentang perlunya reformasi spiritual dan moral dalam hidup umat Kristen. Ini mengajarkan umat Kristen untuk memeriksa hati mereka sendiri, membersihkan segala bentuk dosa dan kesalahan, serta membangun kembali persekutuan mereka dengan Allah.

Tidak hanya itu saja, cuplikan Injil Yohanes ini juga dapat dimaknai sebagai pengingat akan peristiwa kebangkitan Yesus yang akan dialamiNya setelah melalui peristiwa sengsara dan penyalibanNya di kayu salib. Ketika Yesus mengatakan bahwa Bait Allah akan dibangun kembali dalam tiga hari setelah dihancurkan, ini merujuk pada kebangkitanNya dari kematian Implikasinya bagi umat Kristen a d a l a h m e - m a h a m i d a n m e r a y a k a n kebangkitan Yesus sebagai dasar iman mereka. K e b a n g k i t a n Y e s u s m e n u n j u k k a n kemenanganNya atas dosa dan kematian, serta memberikan harapan kehidupan kekal bagi semua yang percaya kepadaNya.

Dengan merenungkan tindakan Yesus ini, seseorang dapat memahami bahwa reformasi diri bukan hanya tentang perubahan eksternal atau penampilan, tetapi juga tentang perubahan hati dan pemikiran yang lebih dalam Reformasi diri yang muncul sebagai tanggapan atas anugerah Allah melibatkan p r o s e s i n t r o s p e k s i , p e r t o b a t a n , d a n transformasi spiritual yang lebih mendalam, sehingga seseorang dapat hidup lebih sesuai dengan kehendak Allah. Dengan demikian, aksi Yesus yang mengobrak-abrik Bait Allah mengilhami orang untuk melakukan re-formasi diri sebagai bentuk tanggapan atas anugerah Allah, dengan tujuan untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang diajarkan oleh Yesus Kristus. Ini mer-upakan langkah penting dalam perjalanan spiritual

seseorang menuju pertumbuhan dan kedewasaan rohani.

Tuhan memiliki rencana yang indah saat memberikan anugerahNya kepada kita. Oleh karena itu, anugerah yang kita terima tidak seharusnya berhenti hanya pada diri kita sendiri, tetapi juga dapat dirasakan atau berdampak bagi orang lain. Anugerah Tuhan yang telah kita terima haruslah disalurkan kepada sesama dan seluruh ciptaan. Contohnya, dengan menjaga apa yang telah Tuhan ciptakan agar generasi berikutnya juga dapat menikmati keindahan ciptaanNya. Kita dapat melakukan hal ini dengan menjaga alam semesta dan segala isinya sesuai dengan kemampuan dan talenta yang kita miliki Selain itu, kita dapat menunaikan tugas pelayanan sebagai ung-kapan syukur atas anugerah Tuhan melalui panggilan di bidangbidang yang kita tekuni, baik itu dalam pelayanan musik dan pujian, perawatan, kesaksian, sosial dan kesehatan, multimedia, maupun dalam persekutuan di gereja atau lingkungan sekitar kita masing-masing Bahkan ketika kita merasa tidak mampu atau merasa rendah diri, Tuhan selalu hadir dan memberikan kemampuan kepada kita untuk menjadi berkat dengan caraNya yang Ajaib. Selamat menyambut Paskah Kebangkitan Kristus. (Pedro).

VOL.18/ MAR 2024 Universitaria 8
foto:dok./Panitia

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.