FEBRUARI 2018 | EDISI KONGRES XXX | INDEPENDENSIA
1
Tim Majalah
Koordinator: Muhammad Shofa Desain Layout: Habibi Reporter: M. Taufik Masyhur Haqqi
Irmawati
DAFTAR ISI EDISI KONGRES XXX AMBON
SALAM 6
SALAM KETUA UMUM PB HMI 2016-2018 CATATAN 98
CATATAN BAKORNAS LAPMI PB HMI SALAM 6 Editorial
Salam Koordinator Steering Commite Kongres XXX Salam Panitia Nasional Kongres XXX
WAWANCARA 12
Achyar Al Rasyid Agus Harta Amijaya Ari Bahari Arifin Asep Solahuddin Fikri Suadu Hari Azwar Idris Pua Bhuku Iswanto Keni Novandri Saputra M.Ridal Pahmuddin Cholik R.Saddam Al Jihad Siti Aminah Amahoru Taufan Tuarita
INDEPENDENSIA FEBRUARI 2018
JANGAN PILIH KUCING DALAM KARUNG
EDITORIAL
SELAMAT Hanya dua kata yang singkat. Tapi di sana tersimpan harapan dan penuh makna. Selamat berkongres. Itulah yang redaksi ucapkan pada segenap keluarga besar HMI yang saat ini sedang melaksanakam momentum dua tahunan ini di Ambon. Memang hanyalah dua kata. Singkat. Padat. Tapi penuh makna. Berjuta kata bisa menafsirkan dua kata itu. Selamat apanya? Gerbongnya? Atau kepentingannya? Kata berkongres pun demikian. Berjuta tafsir atas kata itu. Berkongres tawurannya? Berkongres kenakalannya? Berkongres kegaduhan dan keliarannya? Ataukah Berkongres gagasannya? Ternyata, kata berkongres pun memiliki tafsir yang tak sedikit. Ia bisa mengupas segala apa yang terpendam dalam benak. Tafsir yang majemuk atas kata berkongres ini pun menghasilkan keuntungan yang tak sedikit bagi masyarakat yang ada disekitarnya. Bagaimana tidak. Dari kata berkongres ini, lahir beberapa profesi
yang menyedot puluhan atau bahkan ratusan manusia. Misal, driver untuk mengantarkan peserta utusan dan peninjau ke hotel atau basecamp yang dipersiapkan kandidat. Tak bisa dipungkiri. Dalam kontestasi seperti ini, mengamankan utusan agar tak diserobot oleh kandidat lain adalah hal yang kerap dilakukan. Hal ini, mengamankan utusan dan peninjau cabang, dilakukan sejak mereka mendarat di tanah Ambon. Tentunya yang dibutuhkan di sini adalah driver yang berasal dari tanah Ambon itu sendiri karena dialah yang paham akan peta kota Ambon. Itu pertama. Kedua, meningkatnya profesi pelayanan jasa. Misal, terkait penyewaan kendaraan roda empat atau mobil. Sepengetahuan redaksi, rental-rental mobil akan laris manis menjelang pelaksanaan kongres seperti ini. Nah, peluang itu, mampu dibaca oleh adik-adik HMI yang kemudian mereka menjadi tim marketing secara tidak langsung, dari sebuah usaha penyewaan mobil. Coba kita hitung.Untuk penyewaan mobil satu unit saja,harganya berkisar Rp.450.000/hari. Kita kalikan 10 unit/hari/tim kandidat misalnya. Didapat hasil Rp. 4.500.000,00. Sekarang mari kita kalikan dengan jumlah kandidat yang ada dan bertarung di kongres kali ini. Kalau berdasarkan hasil verifikasi berkas oleh tim SC ada 17 kandidat yang lolos. Sedangkan hasil dari rapat MPK, ada 4 kandidat yang diloloskan. Total keseluruhan, jika memang hasil rapat MPK ini diterima oleh SC, maka ada 21 kandidat yang bertarung. Sekarang mari kita jumlahkan dengan harga mobil/unitnya. Rp.450.00 x 10 unit x 21 kandidat. Maka didapat ha-
BERKONGRES! sil perputaran uang, hanya dari sektor penyewaan mobil saja, sekitar Rp.94.500.000,00/hari. Sekarang, mari angka tersebut kita kalikan dengan waktu pelaksaan kongres yang direncanakan sekitar seminggu lamanya. Didapat hasil sekitar Rp.661.500.000,00. Itu hanya dari satu sektor saja. Belum pada sektor lainnya. Semisal penginapan, hotel, cafe, tempat hiburan, sampai rumah-rumah warga yang dikontrak selama pelaksanaan kongres. Jadi, pelaksanaan kongres HMI ini merupakan momentum perputaran uang dari kota ke daerah. Inilah manfaat material yang dapat disaksikan secara kasat mata. Pertanyaan yang harus diajukan secara lebih mendalam adalah, adakah manfaat yang lebih substansial lagi dari itu? Yang dampaknya tak hanya dirasakan oleh warga sekitar? Melainkan juga dirasakan oleh Himpunan dan keluarga besar HMI? Oleh umat Islam? Oleh bangsa dan negara? Pada titik inilah sebenarnya point penting yang harus digali. Bagaimana caranya agar kongres tak hanya identik dengan kegiatan hambur-hambur uang dan kemewahan. Melainkan juga menjadi wadah dan momentum menuangkan ide dan gagasan kader-kader HMI demi perbaikan organisasi, masyarakat, bangsa dan negara. Dari itu, penting kiranya bagi setiap utusan dan peninjau cabang, untuk hadir ke arena kongres dengan membawa gagasan yang genuine untuk perbaikan organisasi. Tentunya dengan menjadikan kongres sebagai wahana adu ide dan gagasan. Bukan mengadu otot, kekerasan dan hambur-hambur uang.
Nah, selain itu, pada kesempatan edisi majalah kali ini, redaksi Majalah Independensia mencoba untuk mengupas secara detail visi dan misi dari tiap-tiap kandidat. Tim majalah mencoba mewawancarai mereka satu-persatu. Menemui mereka di tempat yang berbeda-beda sesuai dengan permintaan mereka untuk ditemui pada suatu tempat. Redaksi juga mengucapkan beribu kata maaf bagi kandidat yang tidak masuk dalam majalah ini dikarenakan kesulitan dan mepetnya waktu. Redaksi dikejar deadline agar majalah ini cetak dan terbit sebelum kongres ini selesai. Maaf. Sekali lagi kata maaf redaksi haturkan bagi kandidat
yang tidak masuk dalam edisi ini. Hal ini bukan karena redaksi memiliki sentimen pribadi. Bukan. Melainkan karena mepetnya waktu dan deadline yang mengejar sehingga majalah ini harus segera naik cetak. Maaf. Sekali lagi maaf kami haturkan. Terakhir, adapun tujuan redaksi menampilkan visi misi tiap-tiap kandidat adalah demi melahirkan kongres yang berkualitas dan berintegritas. Dengan hadirnya majalah ini, redaksi berharap agar utusan dan peninjau tiap-tiap cabang paham betul akan profil dan rekam jejak kandidat selama berproses di HMI. Sadar atas pilihan yang diambilnya. Tidak karena fasilitas yang ditawarkan kandidat. Tidak pula karena gelontoran uang yang dihamburkan kandidat. Atau pun tidak karena mengikuti perintah senior dan kelompok lain yang mencoba membajak HMI. Melainkan mereka memilih karena berdasarkan atas pilihan rasional dan hati nurani mereka. Semoga (Shofa). FEBRUARI 2018 | EDISI KONGRES XXX | INDEPENDENSIA
5
SALAM KETUA UMUM
KONGRES DAN MENGENANG MEREKA YANG BERJASA Assalamualaikum Wr. Wb
Marilah kita panjatkan puja dan puji syukur kepada Allah Azza wa Jalla yang telah
memberikan kita semua, nikmat Islam dan Iman. Shalawat serta hanturan salam semo-
ga tetap tercurah limpahkan pada junjungan kita, Baginda Nabi Muhammad SAW yang syafa’atnya selalu kita nantikan kelak di yaumil qiyamah.
Kader HMI sekalian yang saya banggakan. Ada rasa kebahagiaan yang menguar dari
hati saat melihat terbitnya majalah yang diinisiatori oleh kawan-kawan Bakornas LAPMI
ini. Ini merupakan bentuk karya nyata yang bisa ditinggalkan oleh kami yang ada dalam struktur kepengurusan PB HMI periode 2016-2018 ini.
Sebagai Ketua Umum PB HMI, saya sampaikan penghargaan setinggi-tingginya pada
setiap awak redaksi tim majalah kongres ke- XXX ini . Mereka telah berjuang secara
maksimal atas penerbitan majalah edisi kongres kali ini. Semoga setiap tetesan keringat, pikiran, serta tenaga yang dikeluarkan, dapat menjadi bukti kelak di hari kiamat sebagai bentuk amal shalih mereka. Aamiin.
Selanjutnya, juga sebagai Ketua Umum PB HMI bersama dengan segenap jajaran
pengurus yang ada, melalui majalah edisi kali ini, kami ingin sekali menyapa segenap kader HMI dan KAHMI yang hadir pada forum kongres di Ambon
ini. Kami ingin, semua kader HMI dan alumni dapat menjadikan
kongres ini sebagai wadah untuk bersilaturahmi. Entah apakah
itu dalam bentuk silaturahmi secara fisik, atau pun lebih dalam
dari itu. Yakni, silaturahmi gagasan.
Sebagai organisasi yang mendaku diri sebagai kelompok
intelektual, kader HMI selayaknya datang dengan membawa gagasan-gagasan perbaikan untuk organisasi, untuk umat,
bangsa dan negara. Berdebatlah. Berdialektikalah. Asal tetap dalam batas-batas keadaban sebagai
seorang intelektual. Tetaplah berpegang teguh
pada apa yang telah digariskan dalam aturan main organisasi dan Nilai-nilai Dasar Perjuangan. Gelaran kongres yang bersamaan dengan
Dies Natalis ke-71 HMI ini, harus menjadi titik
balik bagi pembenahan gerak langkah dan juang
HMI. Peran dan sumbangsih HMI bagi umat dan 6
INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
bangsa tidaklah bisa dikatakan sedikit. Sejak berdiri pada 1947,
HMI sudah membuktikan dirinya sebagai anak zaman. Pergolakan senjata tak sekalipun membuat HMI pada waktu itu men-
jadi gentar. Tidak. HMI malah turut serta memanggul senjata untuk mempertahankan Republik dari serbuan pemerintah kolonial.
Dalam sebuah tulisannya yang berjudul ‘Mengenang Mere-
ka yang Berjasa’, A.Dahlan Ranuwihardjo mengatakan, di masa
aksi militer pertama Belanda pada bulan Juli 1947, anggota HMI sudah ikut serta menggabungkan diri dalam Kompi Mahasiswa. Komandan Kompi Mahasiswa tersebut di antaranya adalah Al-
marhum Mayjen. Hartono Wirjodiprojo, Wakil Komandannya Achmad Tirtosudiro, dan A. Dachlan Ranuwihardjo sendiri se-
bagai komandan regunya. Ini menjadi bukti yang nyata bahwa HMI adalah kelompok mahasiswa yang revolusioner. Tak hanya berhenti di situ saja. Pada pergolakan-pergolakan yang terjadi selanjutnya di Republik ini, HMI tak juga mau ketinggalan.
Dari itu, menjadi penting kiranya, dalam momentum kongres
yang bersamaan dengan Dies Natalis HMI ke-71 ini, HMI kem-
bali pada track-nya. Berjuang untuk umat dan bangsa. Karena itulah yang menjadi tanggung jawab sejarah kita semua untuk
mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridloi Allah SWT.
Maka dengan penuh rasa hormat dan bangga kepada seluruh kader HMI dan KAHMI, saya berharap untuk bersama-sama menjaga perhelatan kongres ini agar menjadi momentum kongres yang berkualitas dan berintegritas. Harapannya, pemimpin yang lahir dan yan akan menahkodai HMI ke depan, mampu
membawa sinar terang bagi arah perjalanan bangsa ini. Yakin Usaha Sampai! (*).
SALAM KOORDINATOR STERING COMMITE KONGRES
Meneguhkan Kebangsaan, Mewujudkan Indonesia Berkeadilan Assalamualaikum Wr Wb Saya akan memulai tulisan ini dengan mengucapkan terlebih dulu rasa syukur kepada Allah, atas segala nikmat yang telah diberikannya kepada kita semua, hingga bisa berkumpul di sini, di tanah Maluku ini. Sengaja saya memulai tulisan ini dengan menghaturkan pujian terlebih dulu kepada Allah, karena saya yakin, setiap pekerjaan apapun yang dimulai tanpa menghaturkan pujian pada-Nya, maka akan tertolak.
Herri Mauliza
Sebagai stering committee, saya memahami, perhelatan kongres ini bukanlah kegiatan yang kecil. Bukan pula kegiatan yang remeh temeh. Kongres adalah gawe besar dua tahunan yang mendatangkan ribuan kader HMI dari segala penjuru tanah air. Karena ini adalah gawe besar, saya merasa membutuhkan kekuatan dari-
Nya. Dzat yang Maha Besar. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah limpahkan pada junjungan kita, sang pembawa risalah mutiara tauhid, tokoh revolusioner sejati dalam dunia Islam, Nabi Muhammad SAW. Semoga kelak, kita semua, keluarga besar HMI, mendapatkan syafaat darinya kelak di hari kiamat. Aamiin. Selanjutnya, sebagai kader yang diamanahi untuk menjadi Koordinator Stering Committe Kongres XXX ini, saya sangat mengapresiasi kedatangan ribuan kader HMI ke tanah Maluku ini. Kedatangan ribuan kader HMI ini adalah sebuah bentuk pengorbanan yang patut untuk diapresiasi oleh kita semua. Bagaimana tidak. Mereka rela berlelah-lelah diri terapung-apung di lautan selama sekian hari lamanya hanya untuk dapat bersilaturahmi dengan kader HMI lainnya. Sementara, kader HMI yang berasal dari kota-kota besar, yang akses transportasi udaranya begitu mudah, juga merelakan diri meninggalkan sanak saudara, handai dan taulan, demi satu kata, silaturahmi. Saya berharap, kedatangan mereka ke Ambon ini tak melulu diselimuti semangat
euforia yang berlebihan karena merasa HMI adalah organisasi yang besar. Melainkan juga menyertainya dengan ide dan gagasan sebagai ciri dan karakter kader HMI. Penting kiranya lewat tulisan ini, saya mengupas sedikit saja prihal tema kongres yang 8
INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
diangkat kali ini. Tentunya tema ini diangkat sebagai refleksi HMI secara kelembagaan atas kondisi keummatan dan kebangsaan kita akhir-akhir ini. Ada dua kata kunci yang penting untuk diurai dari tema kongres kali ini. Dua kata itu adalah, kebangsaan dan keadilan sosial. Pengurus Besar HMI menilai, dua kata itu adalah problem nyata yang saat ini ada di hadapan kita. Maka selaku kader umat dan bangsa, penting kiranya bagi kita untuk mencarikan jalan keluar atas dua permasalahan tersebut. Saya akan memulainya dari sebuah peristiwa sejarah yang terjadi pada 1 Juni 1945. Dalam sebuah pidato sambutannya di depan Dokuritu Zyunbi Tyoosakai, Presiden Republik Indonesia pertama, Ir.Soekarno, menyitir pendapat dari Ernest Renan tentang syarat dari berdirinya sebuah bangsa. Menurut Ernest Renan, sebagaimana dikutip Soekarno, yang disebut sebagai sebuah bangsa adalah adanya kehendak untuk bersatu, le desir d’etre ensemble. Dari definisi Ernest Renan tersebut, kehendak untuk bersatu menjalani kehidupan secara bersama adalah prasyarat berdirinya suatu bangsa. Tak hanya itu. Ernest Renan juga menambahkan tentang terbentuknya sebuah bangsa tak hanya berdasarkan penggunaan bahasa yang satu sebagai medium untuk melakukan komunikasi di antara mereka, ataupun pada keberadaan mereka di etnografi yang sama. Melainkan terletak pada cita-cita yang sama yang pernah diwujudkan pada masa lampau, dan memiliki kehendak untuk mewujudkannya kembali di masa yang akan datang. Selain menyitir pendapat dari cendekiawan asal Prancis itu, Soekarno juga turut menyertakan pendapat dari salah seorang pemimpin
Partai Sosial Demokrat Austria, Otto Bauer. Alumnus University of Vienna ini menyatakan bahwa sebuah bangsa itu terbentuk karena adanya persamaan nasib di antara mereka. Eine nation ist eine aus chiksals-gemeinschaft erwachsene charakter gemeinschaft. Pada pendapat kedua cendekiawan itulah, Soekarno mencoba mengokohkan dasar pijakannya terkait bentuk negara yang hendak dibangun bersama dengan bapak bangsa lainnya. Kehendak untuk bersatu, persamaan nasib, serta berada pada wilayah yang sama, serta cita-cita yang hendak dibangun di masa depan adalah fondasi yang menjadi penopang dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di atas fondasi itulah kemudian kita hidup bersama dengan orang-orang yang berbeda agama, suku dan bahasa. Semuanya diikat dalam satu tarikan nafas yang tertuang dalam Sumpah Pemuda. Ironisnya, fondasi itu kini mulai goyah. Mulai digerogoti oleh rayap ketidakadilan. Ketimpangan terjadi di mana-mana. Rakyat menjerit. Kaum miskin kota berteriak. Ulama’ tak tanggap. Dan kalangan intelektual mahasiswanya pun turut tak bergerak. Bagaimana mungkin bisa terjadi, di sebuah negara yang katanya tanah surga ini, bencana kesehatan menyasar para pewaris negeri. Tidakkah terbelalak mata kita, saat melihat secara kasat mata, sebanyak 26 anak balita meninggal dunia akibat terserang campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat, Papua. Mereka meninggal di atas bumi yang mereka pijak, yang mereka hirup udaranya, yang katanya kaya raya ini. Pertanyaannya kemudian adalah, gerakan dan solusi apa yang bisa kita tawarkan selaku kader umat dan bangsa terhadap segala problematika kebangsaan kita akhir-akhir ini? FEBRUARI 2018 | EDISI KONGRES XXX | INDEPENDENSIA
9
SALAM Itulah yang harus kita cari formatnya lewat momentum kongres ini. Kita upayakan bagaimana caranya agar keadilan dapat dirasakan oleh seluruh anak bangsa. Keadilan dalam hal apapun itu. Baik itu keadilan dalam hukum, sosial dan ekonomi. Saya tak akan berpanjang lebar lagi berbicara perihal keadilan politik. Karena saat ini, kita semua bebas menyuarakan apa saja. Yang harus kita persoalkan saat ini adalah keadilan sosial dan keadilan ekonomi. Dua hal yang saat ini menjadi tanggungjawab kita semua selaku kader HMI untuk mewujudkannya. Mungkin kita tak bisa mengambil kebijakan karena kita bukanlah eksekutif. Tapi setidaknya kita mampu memberikan tawaran konsep yang dapat dijadikan rujukan oleh penyelenggara negara ini untuk menyelesaikan segenap persoalan yang
ada. Terutama soal keadilan sosial dan keadilan ekonomi ini. Inilah salah satu sila yang ada dalam Pancasila,yang posisinya ibarat anak yatim piatu. Jangankan melihat, menoleh pun orang tak mau. Saya yakin, ajaran di dalam Islam menyatakan untuk menghargai, menghormati dan memperlakukan anak yatim piatu itu secara baik-baik. Selayaknya demikian pula sikap kita terhadap sila keadilan sosial yang ada di dalam Pancasila ini. Kita harus memperlakukannya baik-baik. Mewujudkannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bila tidak demikian, untuk apa kita hidup bersatu dalam sebuah negara kalau keadilan tidaklah merata? Dari itu, arilah kita cari solusinya bersama-sama untuk mewujudkan keadilan itu di forum kongres ini. Yakin Usaha Sampai! (*).
PANITIA NASIONAL KONGRES XXX
SELAMAT DATANG, PESERTA KONGRES
Assalamualaikum Wr.Wb Selamat datang, peserta kongres. Selamat datang, rombongan penggembira. Selamat datang semuanya di tanah raja-raja. Datanglah ke tanah ini dengan penuh semangat. Penuh sukacita. Penuh kegembiraan. Penuh dengan ide dan gagasan untuk perbaikan bangsa dan negara. Sebab, di tanah ini, di tanah yang kalian pijak nantinya dari tanggal 14-21 Februari 10
INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
ini, adalah tanah di mana perlawanan rakyat Maluku terhadap kolonial digelorakan. Gambaran perlawanan itu secara jelas dipaparkan oleh Mc. Ricklefs dalam A History of Modern Indonesia Since 1200. Dalam buku tersebut, Ricklefs menuturkan, sekitar tahun 1630, Belanda telah berkuasa di Ambon. Di wilayah yang menjadi pusat kepulauan penghasil rempah-rempah ini, VOC melakukan suatu kebijakan militer yang lebih agresif, dengan turut melakukan intervensi secara langsung dalam urusan dalam negeri beberapa wilayah Indonesia. Pada tahun itulah sebenarnya, VOC telah meletakkan dasar-dasar bagi apa yang disebut nantinya sebagai imperium Belanda yang pertama di Indonesia. Adapun tahap pertama dalam periode yang lebih agresif dan ekspansionitis ini, menurut Ricklefs, dimulai di Indonesia bagian timur, yakni di kepulauan rempah-rempah Maluku. Di tanah ini, Belanda memaksakan kehendak untuk memonopoli atas produksi pala, bunga pala, dan yang terutama adalah cengkeh. Rakyat dipaksa untuk mengikuti kehendak pemerintah kolonial itu tanpa terkecuali. Lambat laun, timbullah persekutuan lokal untuk menentang pemerintahan kolonial. Kelompok penentang ini terdiri dari Kaum Muslim Hitu (Ambon bagian utara) dan pasukan-pasukan Ternate yang ada di Holomoal (Semenanjung Seram bagian barat) dengan mendapat dukungan dari kerajaan bangsa Makassar, Gowa. Persekutuan anti VOC dan pemerintah kolonial ini dipimpin oleh seorang Hitu yang beragama Islam, Kakiali. Semasa mudanya, ia adalah salah satu murid dari Sunan Giri di Jawa. Ia meninggal pada tahun 1643. Sebelumnya, pada tahun 1633, Ka-
kiali menggantikan ayahnya sebagai ‘Kapitein Hitoe’, pemimpin masyarakat Hitu di bawah kepemimpinan VOC. Ia adalah pemimpin yang lihai bermain peran. Di satu sisi, ia pura-pura bersahabat dengan VOC, namun di sisi lain ia menggerakkan perlawanan-perlawanan komplotan anti VOC. Kelompok penentang ini kemudian melanggar peraturan yang dibuat oleh VOC dengan melakukan aksi penyelundupan cengkeh. Penyelundupan ini kemudian berkembang cepat tanpa bisa diatasi oleh pihak VOC. Akhirnya pada tahun 1634, VOC memperdaya Kakiali di atas sebuah kapal kemudian menawannya. Demikianlah kisah sosok pejuang dari tanah Maluku ini yang ghirah perlawanannya terhadap imperealisme haruslah ditiru oleh kader HMI. Dari itu, perhelatan kongres ke-XXX di Ambon ini selayaknya mampu mengambil semangat perlawanan dari Kakiali atas upaya-upaya untuk menjarah kekayaan alam negeri ini. Kakiali sudah mengajarkan kita semua tentang itu jauh pada ratusan tahun lalu. Kini, harapan ada pada pundak kader-kader HMI untuk turut menjaga agar kekayaan alam bangsa ini tak terjarah, tak terjamah, oleh mereka-mereka yang haus akan kekayaan bangsa ini. Jika Kakiali sudah menunjukkan sikap atas kesewenang-wenangan itu. Kini, rakyat Indonesia sedang menunggu rekomendasi apa yang akan dihasilkan oleh kita yang melaksanakan kongres di tanah ini. Tanah di mana Kakiali sempat mengobarkan perlawanan pada pemerintah kolonial. Terakhir, kami ucapkan sekali lagi, selamat datang para peserta kongres. Selamat datang para penggembira. Selamat datang wahai pewaris sah negeri ini. Yakin Usaha Sampai! (*). FEBRUARI 2018 | EDISI KONGRES XXX | INDEPENDENSIA
11
WAWANCARA
PROBLEM HMI SAAT INI ADALAH PERCEPATAN ACHYAR AL RASYID
S
emangat muda. Itulah gambaran yang tampak dari kandidat yang berasal dari Cabang Bandung ini. Namun jangan salah. Meski ia kandidat paling muda di antara kandidat lainnya, gagasan perbaikan yang ditawarkannya untuk organisasi sangat menarik kiranya untuk disimak. Terutama terkait peran dan langkah HMI dalam melakukan hubungan eksternal dengan pihak luar. Baginya, proses kerjasama yang kerap dilakukan oleh organisasi ini dengan lembaga-lembaga politik penyelenggara pemilu sudah saatnya harus digeser. HMI harus sudah mulai melirik lembaga atau pun instansi lain yang juga dapat memberikan peran bagi HMI agar dapat sesuai dengan arus zaman. Semisal dengan instansi-instansi ekonomi kreatif. Berikut perbincangan lengkap M.Taufik, crew majalah, bersama dengan kandidat yang juga Ketua Umum Badko Jawa Barat ini.
Apa motivasi yang memotivasi abang maju di kongres ini? Pertama, saya maju di kongres karena dorongan dari teman-teman Badko HMI Jawa Barat. Kedua, karena dorongan dari kedua orang tua. Untuk alasan yang pertama, saya pikir HMI ini perlu adanya revitalisasi dalam pengelolaan organisasi. Kalau saya ditanya apa yang menjadi problem HMI saat ini, jawaban saya satu kata, percepatan. HMI ini organisasi terbesar yang diwariskan atas kebesaran sejarah, usianya sudah 71 tahun tapi tidak berbanding lurus dengan kecepatan gerak. Terlebih sekarang adalah era kecepatan. Mengutip apa yang dikatakan oleh Rob-
dakan LK III dua kali dan satu kali TFT Kohati. Artinya, trackrecord kita adalah kecepatan. Bahwa kita harus menggerakkan organisasi kita secara profesional. Kedua ada target-target yang kita raih dan yang ketiga harus berjalan dengan kecepatan tinggi. Lalu visi abang? Visi saya adalah HMI yang proaktif dalam mewujudkan Indonesia sebagai bangsa pemenang Lalu turunan dari visi ini menjadi misi apa? Pertama, revitalisasi pengelolaan organisasi dengan mindset kecepatan, Kedua, memodernisasi perkaderan dengan cara mem-
training. Seminggu penuh. Di Badko, saya baru dilantik pada juni 2017. Sampai akhirnya di bulan Desember 2017 kita sudah menga-
apa targetan-targetan selama dua tahun secara internal. Seperti yang saya bilang tadi. Kita sanggup kok mengadakan 9x training
ert Bertagna, bahwa salah satu tantangan abad dua satu itu adalah kecepatan. Sekarang semua orang sudah berbicara soal cepatnya akseptabilitas, mudahnya mengakses suatu hal dengan fenomena gojek online, traveloka, lalu juga tokopedia. Saat ini, orang sudah berbicara untuk mau membeli barang saja tak perlu datang ke minimarket, mau pesan hotel tanpa harus ke hotel dulu. Orang sudah berbicara itu. Sedangkan kita di HMI ini belum terbiasa dengan kecepatan-kecepatan itu. Saya terpanggil akan hal itu. HMI butuh generasi muda untuk menjadi organisasi ini menjadi lebih cepat. Dan itu dibuktikan selama saya di Cabang dan Badko. Kita sudah berbicara kecepatan. Di cabang kita lakukan 9 kali training dalam satu tahun. LK II kita lakukan dua kali dalam setahun. Senior Course dua kali. Juga sekolah Cak Nur dua kali. Artinya, hampir satu bulan setengah, satu kali kita melakukan
buat beberapa metodologi perkaderan dibuat lebih modern. Ketiga, HMI pro-aktif mengikuti perdamaian dunia, Keempat, HMI turut serta terlibat dalam persoalan diskusi-diskusi dan isu-isu masa depan. Kalau terkait internal HMI yang harus dibenahi apa?? Yang harus dibenahi adalah metodologi perkaderannya. Hasil pleno 2 HMI Badko Jawa Barat merekomendasikan bahwa kongres untuk merumuskan pedoman perkaderan LKI yang terbaru. Artinya, kita meminta pedoman LK I itu diberikan pilihan bagi cabang untuk melakukan forum entah itu sehari, dua hari, atau tiga sampai empat hari. Begitu pula soal muatannya, penyampaiannya dan metodologinya. Itu silahkan. Itu harus dibuat agar cabang bisa memilih karena era sekarang saya pikir semua harus menyesuaikan hal itu. Kedua, dalam pengelolaan organisasi saya pikir harus ada will dari seorang pemimpin
FEBRUARI 2018 | EDISI KONGRES XXX | INDEPENDENSIA
13
selama di Cabang, di Badko 2x LKIII dan 1x TFT. Artinya itu bukan tanpa sebab. Kita menerapkan pengelolaan organisasi dalam tiap rapat harian itu suatu hal yang tepat yang di laksanakan secara cepat. Contoh. Ini mohon dicatat. Saya pikir ini menarik, PB HMI harus mengubah paradigma
berfikirnya dalam mengadakan program kerja bukan lagi berbasiskan event. Kalau berbasiskan event, secara logika, PB HMI akan mengadakan 14
kegiatan acara bagaimana harus mengundang peserta dari seluruh Indonesia, sedangkan persiapan tersebut baru dilakukan satu atau tiga hari. Bayangkan kalau ketua bidang mindsetnya masih seperti itu. Ini suatu hal yang mustahil. Belum lagi persoalan biaya, panitia dan itu suatu
hal yang mustahil. Jadi begitu. Yang harus dibenahi adalah PB HMI mampu mengubah paradigma berfikirnya menjadi kebijakan paradigma cabang
INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
yang mampu diturunkan pada cabang-cabang. Contoh kedua adalah terkait peng-SK-an cabang yang masih tidak berubah sampai sekarang. Artinya boleh dikatakan, 70% materi rapat harian berbicara SK, sedangkan 30 % berbicara pencapaian bidang-bidang. Kalau toh saya sebagai Ketua Umum nanti, dan konstitusi tidak dirubah, maka saya juga akan terkena budaya imbas yang sama dengan yang kemarin. Sekarang tinggal bagaimana memaksimalkan yang 30% itu agar menjadi suatu hal yang praktis, sistemik dan juga dirasakan oleh teman-teman Cabang. Lalu bagaimana cara pembenahan internalnya? Caranya adalah kita meminta kepada seluruh bidang untuk mengubah paradigma berpikir PB HMI bukan lagi menjadi paradigma berpikir event. Event sich boleh. Silakan. Mungkin 1 tahun 2
atau 3 kali. Sisanya PB HMI mampu bekerja sama dengan instansi-instansi atau lembaga-lembaga yang itu memang positif bagi HMI, dan itu memiliki turunan kebijkan sampai daerah. Sehingga teman-teman cabang merasakan hal itu. Misalkan PB HMI melakukan kerja MOU dengan katakanlah dengan suatu penerbit. Turunannya adalah penerbit akan mengirimkan terbitan buku-buku terbarunya kepada seluruh cabang. Dengan MOU di depan media, di depan pers, Ketua Umum dengan pimpinan penerbit tersebut secara gagah menampilkan dan diliput media. Itu sangat dirasakan. Tinggal Cabang-Cabang menunggu dikirim. Dikirim. Itu satu. Kedua, PB HMI bekerja sama dengan instansi ekonomi kreatif. Misalnya dengan Badan Ekonomi Kreatif. Hari ini eranya khan sudah di situ. Seperti yang saya sampaikan kemarin pada forum penyampaian visi-misi. Kenapa PB HMI selama ini selalu bekerja sama dengan KPU dan Bawaslu? KPU misalkan dengan gerakan pemilih cerdasnya. Sedangkan Bawaslu dengan gerakan pengawasan pemilunya. Dan ini melibatkan seluruh kader. Selalu begitu setiap momennya.
Yang saya bingung apa bedanya KPU, Bawaslu,dengan KNKS (Kementerian Nasional Keuangan Syariah). Ini khan sama aja. Sama-sama instansi. Lantas kenapa PB HMI tidak bisa dengan lembaga, instansi atau badan yang lain?. Menurut saya, sebenarnya ini persoalan kebiasaan saja. Eranya sekarang, seharusnya PB HMI bekerja sama dengan Be Craft, ekonomi kreatif. Turunannya adalah kita punya LEMI ada berpa biji di seluruh Indonesia. “Pak Be Craft, saya punya LEMI sekian di seluruh indonesia, potensinya sekian, ini bisa dikerjasamakan�. Ya seperti itu. Dengan Be Craft juga begitu. Misalkan dengan Komite Nasional Keuangan Syariah. Hari ini orang sudah berbicara digitalisasi label halal yang kemaren workshopnya dilaksankan di Kementerian Bappenas. Nah kenapa PB HMI tidak melakukan terobosan seperti itu? Kita pernah melakukan hal itu di Badko. Kita pernah MOU dengan Kejaksaan Tinggi, dengan Badan Pertanahan Nasional. Di Kejaksaan Tinggi itu kader HMI terlibat dalam pengawasan dana desa. Dengan BPN bagaimana kader HMI dilibatkan dalam program PTSL (Pendaftaran
Tanah Sistematis Lengkap). Misalkan, lewat program ini, kader HMI bisa membantu tanah-tanah wakaf untuk diarahkan dan diadvokasi untuk kemudian diberi sertifikat. Ini bisa lho. Apa lagi kalau PB HMI bisa kerja sama dengan MABES TNI. Serkarang ini era keterbukaan, era kolaborasi sudah tidak bisa lagi. Contoh lagi. Mohon maaf, HMI dekat dengan organisasi A, semua orang tahu dan bukan rahasia umum. Tapi khan itu semua adalah bergerak peluang yang remang-remang. Samar-samar. Lebih baik perjelas saja apa yang menjadi kesepakatan dan perjanjian, yang penting tidak mengganggu independensi dan ia mengakui pada kita. Selesai. Tujuannya adalah agar cabang bisa mendapatkan akseptabilitas. Kalau abang diamanahi oleh peserta kongres nanti. Program unggulan apa yang akan abang kerjakan?? Saya ingin lakukan program unggulan untuk menarget 200 start up dari kader HMI. Artinya, saya ingin LEMI dan structural HMI mampu menghasilkan 200 start up baru untuk kita wujudkan sistem rintisan baru yang kita wujudkan. Di situ saya yakin, orang sudah berbicara cara
FEBRUARI 2018 | EDISI KONGRES XXX | INDEPENDENSIA
15
bagaimana mahasiswa baru atau yang sudah jadi kader mampu bergerak dan mau diberikan jalan atau akses untuk start up. Saya pikir, saat ini, itulah yang diperlukan. Karena sekarang ya eranya enterpreuner. Era keterbukaan. Nah, bagaimana kemudian kita mendorong itu. Selanjutnya program unggulan kedua yang ingin saya lakukan adalah, saya ingin PB HMI membuat pertemuan mahasiswa-mahasiswa internasional. Saya akan mendorong PB HMI mengadakan pertemuan dengan pemuda-pemuda dan mahasiswa yang berada dan melewati Samudra Hindia. Lalu apa yang kita bawa dalam forum itu? Yang kita bawa adalah pembahasan terkait dengan fenomena-fenomena baru. Apa pesan abang untuk kongres ke XXX di ambon ini? Pesan saya untuk peserta kongres, baik itu utusan dan peninjau, selayaknya harus mengedepankan apa yang menjadi gagasan atau juga apa yang menjadi perbaikan-perbaikan bagi HMI. Kedepankanlah ide-ide HMI yang genuine yang berasl dari hati nurani peserta kongres. Artinya adalah ide berasal dari hati nurani peserta kongres. Katakanlah yang baik itu baik, yang benar itu benar. Jangan sampai kita terganggu dengan apa yang terjadi dari luar peserta kongres. Kalau untuk ketertiban, saya fikir semua orang akan menjaga itu. Karena kita semua datang ke acara kongres untuk bertamu. Bukanuntuk membuat kerusuha. Jadi, sebagai tamu harus menjaga etika. Bertamu itu khan harus baik dan sopan. Saya pikir panitia SC dan OC serta jajarannya, pasti menyediakan apa yang menjadi permintaan. Sehingga cukup disampaikan saja. Tidak perlu, misalkan, harus membuat kerusakan. Karena hal itu akan mempengaruhi terhadap jalannya 16
INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
kogres kita ini. Apakah abang siap untuk kalah? Saya siap kalah dan saya siap menang!!!. (Taufik).
FEBRUARI 2018 | EDISI KONGRES XXX | INDEPENDENSIA
17
WAWANCARA
AMIJAYA
DATANGLAH DENGAN GAGASAN BUKAN DENGAN KEGANASAN
B
ertempat di Sekretariat PB HMI Jalan Sultan Agung Jakarta, kandidat yang pada periode 2016-2018 ini menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PB HMI berhasil diwawancara oleh tim majalah kongres. Suasana saat melakukan wawancara sangatlah gayeng. Selain karena sosok satu ini sangat terbuka, ia adalah pribadi yang apa adanya. Ramah, supel dan mudah bergaul dengan siapa saja. Kandidat yang berasal dari Cabang Jayapura ini memaparkan pada tim majalah, tentang visi misi yang coba diusungnya pada perhelatan kongres kali ini. Berikut petikan wawancara bersama kandidat yang mengusung tagline ‘Kejayaan HMI’ ini pada reporter majalah, Masyhur. Apa sih visi misi yang diusung dalam perhelatan kongres kali ini? Pertama, seringkali
visi-misi itu hadir dari sebuah hasil perenungan seorang ketua umum, dan perenungan tersebut terjadi secara pribadi dan sangat personal. Alhamdulillah, saya mencoba untuk lebih mendekatkan diri dengan teman-teman yang hari ini kemudian punya semangat yang sama dengan saya. Bahwa kepemimpinan itu tidak dimiliki oleh satu orang saja. Tapi kepemimpinan itu murni dari sebuah tolok ukur bahwa kita mau berkomitmen untuk berkawan dan mengikat tali persaudaraan. Oleh karenanya, saya lebih pada visi kedepan dalam periodiesasi 2018-2020, kader-kader HMI adalah kader yang siap
menatap kemenangan-kemenangan dalam semua perspektif kompetisi. Banyak hal yang hari ini, menurut saya tertinggal, sementara kalau mau dibilang benar-benar tertinggal, tidak juga. Hanya kemudian tidak muncul kepermukaan kira-kira. Kita punya banyak kader dengan sejumlah prestasi yang mereka miliki, hanya saja apakah organisasi ini benar-benar bisa
menjadi wadah untuk mempromosikan mereka sebagai bagian dari pada himpunan. Kita punya banyak dokter yang hebat, dengan prestasi akademik yang baik, bagus, dan kita punya banyak teman-teman yang focus dengan disiplin ilmunya masing-masing. Dan punya karya-karya yang genuin menurut saya, hanya saja itu kemudian tidak ter-blow up oleh himpunan, entah dimana yang keliru. Apakah sistem organisasi kita tidak memberikan ruang pada hal itu, ataukah seperti apa ? Maksud dari generasi pemenang itu seperti apa? Adapun maksud dari generasi pemenang itu dimulai dari memperomosikan sejumlah kader-kader berprestasi dari setiap cabang-cabang yang kurang lebih sudah masuk di angka 208 cabang. Menjaring prestasi kader di seluruh cabang itu harus di lakukan dengan cara menjaga sinergitas antara PB HMI dan Cabang. Kedua, melakukan mapping orientasi perkaderan menuju kemandirian kader. Hal ini saya maksudkan, ebutlah kemarin berdasarkan hasil jamboree kebangsaan, teman-teman cabang Jogja datang menawarkan dengan
konsep usaha mereka yaitu mister guide, dengan berbasis teknologi, dan memanfaatkan akses internet yang hari ini juga sangat muda untuk disentuh. Hanya saja kemudian yang tidak terjadi itu adalah bahwa kita tidak mengetahui secara luas ada kader-kader yang seperti mereka dengan karya yang demikian. Makanya perlu mapping orientasi perkaderan menuju kemandirian kader itu sendiri. Banyak orang mengatakan bahwa 2018-2020 adalah tahun-tahun politik, tapi bagi saya, sebagai organisasi yang telah menisbatkan dirinya sebagai organisasi perjuangan, hal tersebut harus diinterpretasikan berb e d a . Ta h u n 2 0 1 8 - 2 0 2 0 adalah tahun-tahun gerakan, bukan tahun-tahun politik. Sehingga tidak muncul langkah politik HMI yang kemudian itu hampir tanpa batas masuk tanpa ada upaya untuk menyaring lebih jernih, apa yang di maksud dengan tahun-tahun politik tersebut
.Oleh karenanya perlu diinterpretasikan terlebih dahulu, bahwa yang dimaksud dengan tahun-tahun politik itu adalah tahun-tahun pergerakan. Kenapa mesti disebut dengan tahun-tahun pergerakan? Karena itu lebih muncul idealismenya ditimbang birahi politik dalam konteks terminologi rill hari ini yaitu, transaksional dan pragmatisme. Menghindarkan kader-kader dalam dalam dua hal tadi itulah makanya pilihannya adalah tetap berada dalam kemewahan sebagai aktivis, mahasiswa, kader intelektual dan idealisme itu menjadi selaras. Upaya apa yang akan dilakukan untuk membenahi perkaderan? Dari sisi mana pula sistem perkaderan kita harus dibenahi? Saya mengakui kekurangan saya sebagai calon pemimpin. Itu yang paling mendasar. Sedikit pemimpin yang mau mengakui kekurangan dan kelemahannya. Kali ini saya harus sampaikan, saya punya kelemahan dan banyak kekurangan dalam konteks pemahaman tentang perkaderan. Berada pada lingkup medan sosial di Papua
FEBRUARI 2018 | EDISI KONGRES XXX | INDEPENDENSIA
19
yang cukup minim untuk mendapatkan akses informasi terkait dengan update dan upgrade perkaderan pada waktu itu, membuat saya tidak begitu konsen pada wilayah perkaderan. Tapi yang saya pahami permasalahannya bukan pada silabus atau pada kurikulum perkaderan yang hari ini menjadi persoalan dalam menata perkaderan kita. Melainkan pada pendekatan dan metodologi yang dipakai itu cocok, dan mampu membuat calon kader beradaptasi ataukah tidak dengan konten yang ada. Sebutkanlah misalnya di satu daerah yang cenderung orang yang ada disana melakukan aktivitas sebagai pekerja. Banyak di Indonesia. Di Timika dan Batam misalnya yang merupakan daerah industrinya. Akhirnya orang datang kesana hanya untuk bekerja Itu memiliki tantangan tersendiri kalau kemudian kita tetap harus menjaga bahwa kurikulum perkaderan kita harus kita buat sekaku itu, oleh karenanya saya sampai pada sebuah asumsi paling sederhana, menurut saya, yang paling konyol tantangan perkaderan kita akan ada pada satu titik, apakah kita akan membuat dia menjadi fleksibel ataukah tidak dalam rekruitmen kader? Bahwa kurikulumnya tidak salah , kurikulumnya sudah tepat. Bagi saya sudah sangat tepat. Itu memenuhi basic need dari setiap calon kader. Apakah itu bisa maksimal? Tentunya tergantung pada pendekatan dan metodologi yang menjadi pilihan. Persoalan lain yang dihadapi dalam tantangan pertumbuhan dan 20 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
perkembangan perkaderan HMI dari seluruh Indonesia adalah kapasitas instruktur di setiap cabang yang mempunyai kadar yang berbeda-beda. Pola perkaderan seperti apa yang diterapkan di sana? Pengalaman saya mengikuti Basic Training HMI mendapatkan materi NDP itu hanya 4 jam untuk 8 bab. Sementara di cabang lain, materi NDP dipecahpecah. Dalam 1 bab dibahas sampai 5jam, kemudian besoknya lagi dibahas 5 jam. Sementara kami di Jayapura pada waktu itu, hanya 4 jam untuk 8 bab. Tentu ini membuat kadar pemahaman NDP tersebut begitu berbeda antara Cabang Jayapura dengan cabang yang lain. Begitu pula dengan pendekatan yang dipakai. Di Cabang Jayapura kebanyakan pemateri NDP itu lebih dekat menggunakan pendekatan yang lebih sosiologis. Sementara kalau kita disuruh bersaing, misalnya dengan Cabang Malang, Makassar, Jogjakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya pendekatannya punya banyak dimensi. Pendekatan filsafat, agama dan teoritis. Sementara pendekatan-pendekatan tersebut sangat terbatas untuk dikonsumsi oleh kami. Nah, tantangan tersebutlah yang kemudian mesti dipikirkan. Apakah pendekatan yang dipakai itu bisa lebih fleksibel ataukah tidak. Sebab kalau kemudian beberapa lokakarya perkaderan dibuat, ada upaya untuk menyeragamkan pendekatan metodologi sampai dengan target kepada setiap materi
itu bisa diberlakukan kepada setiap cabang di Indonesia. Saya yakin dan percaya akan banyak cabang yang tidak akan mampu untuk sampai di situ. Memenuhi target-target itu. Oleh karenanya saya memaknai, yang paling terpenting dan perlu dimaknai adalah bahwa Basic Training harus dimaknai sebagai upaya untuk mengideologisasikan setiap calon anggota. Nah, sementara Intermediate Training dimaksudkan untuk mempersiapkan kemampuan kapabilitas calon-calon pemimpin. Sedangkan Advance Training dimaksudkan agar setiap kader yang telah mengikuti training tersebut mampu menjadi problem sorver bagi dirinya sendiri, organisasi dan masyarakat. Sehingga setiap kader HMI yang telah mengikuti semua jenjang training tersebut, ia akan masuk pada sebuah pemahaman di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Ia akan menjadi Khalifah fil Ardl dimanapun berada. Selanjutnya terkait persoalan eksternal. Peran apa yang bisa dilakukan oleh HMI di dunia Internasional? Indonesia ini bagian dari kehidupan dunia yang tidak
bisa dipisahkan. Sehingga ukuran internasional yang dimaksudkan itu tidak dalam konteks atau tidak harus dimaknai bahwa peran itu lebih luas daripada Indonesia. Sederhana saja sebenarnya. Sejak kapan Cak Nur bisa memperkenalkan HMI di dunia internasional. Dan itu karena apa? Ya karena HMI mengambil peran strategis pada tahun 1965-1966 dan ada di garda paling depan melawan PKI. Karena peran itulah HMI pada waktu itu menjadi begitu dikenal dunia internasional karena dimulai dari sebuah tanggung jawab yang diambil untuk perbaikan bangsa sendiri. Saya mau mengatakan bahwa sejauh mana PB HMI atau HMI secara keseluruhan mampu menjadi komponen yang bisa memberikan solusi kepada negaranya ataupun pada Cabang dan Badko?. Jadi, menurut saya, tidak perlu kemudian berfikir mempromosikan HMI di dunia internasional. Kalau pertanyaannya apa yang perlu dipersiapkan sehingga HMI menjadi bagian dari organisasi yang punya gaung internasional? Jawabnya adalah kita kembali pada satu hal yang paling
mendasar, yakni kemampuan berkomunikasi. Apa alatnya? Bahasa. Hingga detik ini, kita belum memiliki sejumlah kurikulum yang membuat setiap kader yang berkecimpung di HMI memiliki stimulus untuk beradaptasi pada perubahan-perubahan dan kebutuhan hari ini. Misalnya kebutuhan tentang kemampuan berbahasa. Nah, pertanyaannya sederhana. Apakah kemudian HMI mau untuk merubah sejumlah kurikulum perkaderannya agar bisa menjawab tantangan tersebut atau tidak? Jadi apa yang harus dibenahi di HMI ? Kualitas managemen organisasinya. Dengan cara apa dan bagaimana? Tentunya dengan tidak berpikir bahwa semua harus berkelanjutan tapi harus ada yang baru. Adapun yang dimaksud dengan managemen organisasi yaitu lebih pada kualitas transparansi. Mulai dari transparansi kebijakan, transparansi arah gerak organisasi, program kerjanya sampai dengan out put pemikiran dan gagasan yang dihasilkan dari sebuah rembuk bersama secara utuh dari kepengurusan. Loyalitas itu bukan pada orang, tapi
FEBRUARI 2018 | EDISI KONGRES XXX | INDEPENDENSIA
21
KEJAYAAN HMI pada organisasi. Bagaimana posisi yang akan diambil oleh HMI, saat anda menjadi Ketua Umum, dalam melihat konflik agama dan suku yang akhir-akhir ini kerap terjadi? Gejolak dan dinamika yang dihadapi oleh Indonesia itu bukan suatu yang baru. Isu konflik agama, suku dan ras bukan cuma baru kali ini muncul. Apakah HMI pernah hilang dalam dinamika itu? tidak! Tentu jawabannya tidak. Apakah HMI pernah luput dari dinamika tersebut? tidak! Jadi, jawabannya tidak ada sesuatu yang baru teorinya. Tidak keluar dari pakem yang ada, bahwa HMI dengan nilai-nilai perjuangan yang dimiliki, sebagai sebuah komponen nilai yang harus dimaknai oleh setiap kadernya menjadi satu tarikan nafas dalam satu perjuangan dan tanggung jawabnya. Maka HMI sudah pasti harus menjadi organisasi yang lebih inklusif dan terbuka terhadap perbedaan. Dan kalau bicara pengalaman saya terkait hal ini, keberadaan HMI di Papua sana, saya mau bilang kalau saya lebih berpengalaman dari pada calon-calon ketua umum yang lain. Keberadaan Islam di tanah Papua itu minoritas. Tapi satu hal yang bisa kami lakukan, kuncinya cuma satu, yaitu HMI harus menjadi rahmatan lil alamin. Apa pesan untuk peserta kongres ? Sebelum pesan pada peserta kongres saya sampaikan, saya ingin mengatakan, keputusan menjadikan Ambon sebagai tuan rumah kongres ke-XXX kali ini jangan hanya dipahami karena ini adalah keputusan pada kongres sebelumnya. Melainkan harus dimaknai bahwa ada 22 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
persoalan sejarah disana. Bahwa Indonesia dijajah karena kekayaannya yang ada di laut, darat, dan yang ada di perut buminya. Semua itu tidak luput dari keberadaan Maluku sebagai bagian dari Indonesia. Maluku memiliki kekayaan rempah-rempah yang begitu luar biasa hingga menjadi alasan Indonesia dijajah. Dengan kata lain, Maluku menjadi wilayah yang dianggap mampu membentuk kemandirian ekonomi Indonesia, tapi kemudian itu tidak dirasakan, dan tidak disadari oleh negara. Artinya, harapan besar kita dengan melaksanakan kongres di Maluku, ada spirit kebangkitan ekonomi yang dimaknai dan diejawantahkan oleh HMI kepada seluruh masyarakat Indonesia. Maka pesan saya pada peserta kongres,selamat datang di negeri raja-raja. Datanglah dengan penuh suka cita. Datanglah dengan hati yang damai di negeri perdamaian. Hadirilah kongres dengan penuh kesadaran bahwa ada hak keadaban yang dijaga oleh masyarakat Maluku. Kita selaku kader HMI harus menunjukkan attitude untuk menghargai itu semua. Sebab generasi pemenang itu adalah generasi yang tidak tercerabut dari akar pemahaman mereka terhadap kekayaan kultural yang ada dan mendiami sepenuh hidup di Indonesia. Maka datanglah dengan gagasan, bukan datang dengan keganasan. Sehingga kita bisa memaknai 71 bukan hanya sebuah deretan angka yang menunjukkan usia, tapi 71 tahun HMI adalah bersama tujuan kita bersatu (Masyhur).
ARI BAHARI
WAWANCARA
HMI HARUS MAMPU MENCIPTAKAN
KADER YANG KOMPETITIF
B
ertempat di Hotel Treva di bilangan Menteng Jakarta, tim majalah kongres menemuinya. Berbaju putih dan rapi, kandidat yang akrab disapa dengan panggilan Bang Batam ini mencoba menawarkan empat visi besar yang diusungnya di kongres kali ini. Keempat visi itu, menurutnya, akan mampu melahirkan kader HMI yang mempunyai jiwa kompetitif, unggul dan berdaya saing. Di sisi lain, kandidat asal Cabang Jakarta Barat ini juga menawarkan gagasan program yang menyesuaikan diri dengan kondisi perkembangan dunia digital. Seperti apa gagasan dan visi besarnya itu? Berikut wawancara selengkapnya tim majalah kongres, M.Masyhur dan Haqqi, bersama dengan kandidat yang pada periode 2016-2018 ini menjabat sebagai Ketua Bidang Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat PB HMI. Apa motivasi abang maju di kongres Ambon ke- XXX ini ? Motivasi saya maju di kongres ini adalah karena adanya semangat kebersamaan serta dorongan dari kawan-kawan komisariat, senior-senior, dan kawan seperjuangan. Motivasi itulah yang pertama. Kedua, untuk memperbaiki HMI. Kalau kita melihat HMI sekarang ini, jauh dari kata sempurna sebagai organisasi mahasiswa tertua yang ada di Indonesia. Saya dibesarkan oleh Himpunan ini, maka saya ingin meng-
abdi dan mewakafkan diri saya untuk memperbaikinya. Lalu visi besar abang apa ? Visi besar saya ada empat. Pertama, modernisasi organisasi. Kedua, integritas. Ketiga, tentang kompetitif yakni kader HMI bagaimana bisa bersaing di dunia global menuju kemandirian Bisa dijelaskan secara lebih rinci? Terkait hal yang pertama yakni modernisasi organisasi, kita mengakui masih banyak kelemahan-kelemahan dalam tubuh Himpunan ini. Baik perihal database anggota atau pun pedoman perkaderannya. Modernisasi organisasi dalam kedua hal itulah yang coba saya dorong dengan memanfaatkan keberadaan teknologi di zaman ini. Adanya teknologi akan mempermudah bagi HMI untuk melakukan pemetaan terhadap minat dan bakat kader. Ini bisa dimulai sejak kader baru itu mengikuti training LK I di Komisariat, kemudian berproses di Cabang, Badko bahkan hingga PB HMI. Dari sini kita sudah mulai melakukan pemetaan terhadap minat dan bakat kader melalui pemanfaatan alat
teknologi. Kedua adalah persoalan integritas. Kita tahu saat ini Indonesia jauh dari kata baik. Dan saya akan memulainya dari segi penegakan hukumnya. Saya melihat permasalahan-permasalahan yang ada di sektor penegakan hukum ini karena kurangnya integritas di masing-masing stekholder yang ada di Indonesia. Maka melalui HMI kita mencoba agar kader-kader yang baru masuk di pupuk integritasnya. Di sinilah akan tampak peran dan fungsi HMI bagaimana cara memupuk idealisme dan integritas ini Selanjutnya yang ketiga adalah persoalan kompetitif kader. Saya berharap HMI mampu mencetak kader-kader kompetitif yang mampu bersaing di Indonesia atau bahkan bias bersaing di dunia internasional. Dulu kita punya banyak cendekiawan-cendekiawan yang handal serta sangat kompetitif. Contoh Nurcholis Madjid, Dawam Rahardjo, dan yang lainnya. Sayangnya kini grafiknya menurun. Nah, sekarang bagaimana HMI ini mampu menciptakan kembali sosok yang skala leader-nya mirip Cak Nur, Dawam Rahardjo, dan Sulastomo. Itulah yang coba kita dorong nantinya. Nah, HMI sebagai organisasi kemahasiswaan yang tertua di Indonesia harus mengambil peran untuk berbicara di forum-forum internasional. Dari sanalah kemudian peran HMI akan tampak dalam mewarnai percaturan politik global Internasional. Kader HMI harus memiliki kemampuan untuk berbicara persoalan geopolitik di Timur Tengah, geopolitik dunia, agar nantinya mata dunia melek dalam melihat peran dan keterlibatan HMI dalam isu-isu Internasional. Keempat adalah soal kemandirian kader. Ini isu yang mungkin semua kandidat pasti mendorongnya. Begitu pula dengan saya. Saya berharap HMI baik secara organisasi dari tingkatan Komisariat, Cabang, Badko, hingga PB HMI mampu berdikari. Mandiri. Tidak tergantung pada supporting-supporting dari luar. Harus diakui kita juga butuh pada supporting dari luar itu. Cuma bagaimana kita mandiri secara kelembagaan dan mandiri secara pribadi kader. Pemerintahan kita seharusnya meniru India. Di sana, pemerintahnya 24 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
memberikan pinjaman lunak kepada mahasiswa untuk melakukan usaha-usaha pasca lulus kuliah dengan cara mereka menggadaikan sertifikat atau ijazah mereka. Saya yakin pemerintah akan menyambut baik program pinjaman lunak untuk mahasiswa yang berprestasi ini. Apalagi bila mereka, kelompok mahasiswa yang berprestasi ini, mempunyai usaha yang sedang dirintisnya. Saya yakin pemerintah akan menyambut gagasan ini. Itulah empat visi besar yang saya usung. Modernisasi organisasi, integritas, kompetitif dan kemandirian kader. Sebenarnya, kalau boleh saya akan tambahkan keterangan terkait point modernisasi organisasi lewat pemanfaatan teknologi. Oh boleh. Silahkan bang. Seperti apa? Di organisasi ini, sebenarnya alat teknologi bisa dimanfaatkan lebih jauh oleh HMI secara kelembagaan. Dari sana kita bisa menghasilkan uang. Misal, saya contohkan terkait penggunaan media sosial facebook, instagram dan youtube. Andai saja semua kader HMI dan alumni yang ada di seluruh Indonesia, memanfaatkan media sosial yang ada, tentunya akan menghasilkan pendapatan yang tidak sedikit bagi organisasi. Dengan men-subscribe saja, sudah berapa juta yang akan masuk dalam kas organisasi. Nah, kenapa kita tidak memanfaatkan itu? Khan lumayan. Seperti Raditiya Dika misalnya. Dengan memanfaatkan alat teknologi informasi, Raditya Dika bisa
mendapatkan keuntungan yang lumayan banyak dari sana. Sehingga ia disebut sebagai selebgram youtube. Bagaimana menurut pendapat abang dengan pergolakan keumatan dan ke ba n g sa a n yang terjadi sekarang ini. Seperti isu anti-pancasilais dan bahkan kalau kita garis bawahi adanya skema asimitris, nah itu bagaimana ? Sebenarnya HMI itu coraknya Islam inklusif. Itulah corak yang dari dulu dijaga oleh HMI bagaimana islam sebagai agama Rahmatan Lil ‘Alamin mampu memayungi tidak hanya kelompoknya sendiri, tapi agama lain yang memang hidup berdampingan. Dari itu, kerukunan antar umat beragama harus dijaga oleh HMI. Begitu juga soal keragaman yang ada. Kita harus tegas. Yang salah katakan salah. Yang benar katakan benar. Jangan sampai kita diadu domba dengan sesama. Terkait isu perang asimetris saat ini, senyatanya HMI harus benar-benar melihat musuh kita itu sebenarnya yang mana? Apa langkah abang jika nantinya terpilih sebagai Ketua Umum PB HMI ? Pertama yang akan saya lakukan adalah konsolidasi internal organisasi. Itu tahapan pasti yang akan saya lakukan agar HMI bergerak serempak dari Komisariat, Korkom, Cabang, Badko, hingga PB HMI. Itulah hal pertama yang akan saya lakukan bagaimana mengkonsolidasi kawan-kawan dari atas hingga bawah. Selanjutnya adalah melaku-
kan reformasi dengan cara pemanfaatan teknologi. Ini hal yang sangat fundamen menurut saya. Saya kasih contoh saja. Saya pernah bekerja di dunia swasta, dan melihat bagaimana pemerintah Provinsi DKI Jakarta bisa memangkas alur birokrasi yang tadinya lama menjadi cepat. Mengurus surat dan mendirikan perusahaan itu tidak sampai berbulan-bulan tapi hanya beberapa minggu begitu Nah, saya akan coba melakukan itu bagaimana di PB HMI. Misalnya terkait pengurusan SK. Ini yang kerap kali bermasalah. Seharusnya kita mulai beranjak dengan menggunakan sistem digital di mana Pengurus Cabang tidak perlu lagi datang ke PB HMI saat mengurus SK. Mereka cukup mengupload berkas hasil konfercab ke internet selanjutnya tinggal menunggu hasilnya saja. Tindakan seperti ini tetunya akan memangkas cost yang sangat mahal bila mereka datang ke Jakarta. Tidak seperti selama ini. Mereka menunggu berbulan-bulan di Jakarta. Apalagi kalau saat mereka mengurus SK ditahan oleh oknum di PB HMI. Nah, dengan penggunaan sistem digital ini tentunya akan membantu dan PB HMI tidak bisa main-main lagi. Yang kedua adalah menerapkan pedoman perkaderan yang baru, yang sudah ditetapkan pada kongres di Pekanbaru. Selama periodeisasi ini, pedoman perkaderan tersebut belum dilaksanakan dan disosialisasikan secara menyeluruh. Mungkin sudah ada beberapa cabang yang sudah mendapat sosialisasi pedoman perkaderan tersebut.Hanya, tidak semuanya mengikuti itu. Ini tentu menjadi pertanyaan kita semua. Mengapa dan ada apa? Menurut saya, pedoman perkaderan yang lama ini sudah usang. Sudah tua. Makanya dengan pedoman perkaderan yang baru ini kita akan coba mengejar ketertinggalan dengan organisasi KAMMi,misalnya. Di KAMMI perkaderannya sangatlah efektif. Maka dengan pedoman perkaderan yang baru ini, PB HMI secara kelembagaan bisa mengejar ketertinggalan itu. Bagaimana cara abang menitipkan gagasan itu kepada siapapun nanti yang FEBRUARI 2018 | EDISI KONGRES XXX | INDEPENDENSIA 25
terpilih ? Kalau saya tidak terpilih, sebenarnya ada ranah lain bisa kita ambil untuk berperan di sana. Lalu kenapa saya memilih maju menjadi calon Ketua Umum PB HMI? Karena saya dibesarkan di HMI. Sehingga kalaupun tidak terpilih, saya coba memasukkan orangorang yang memang se-visi dengan saya untuk masuk di struktur. Kedua, sebenarnya teman-teman di PB HMI ini kawan semua. Kawan ngopi dan sebagainya. Jadi, saya tidak akan sungkan memberikan masukan-masukan dan gagasan kepada Ketua Umum terpilih ke depan. Saya akan berlapang dada dan mensupport mereka yang terpilih sejauh itu positif. Sebenarnya gagasan saya tentang medsos ini sudah di sampaikan kepada Ketua Umum sekarang, Mulyadi P.Tamsir. Saya sarankan pada beliau untuk terjun ke dunia digital ini karena manfaatnya yang besar. Seingat saya, waktu itu saya bersama Ketua Umum PB bertemu dengan seseorang di tempat kerja saya dan menyarankan agar PB HMI memanfaatkan dunia digital ini. Dan dari sana akan ada penghasilan yang dapat digunakan untuk kepentingan internal organisasi. Tentunya ini butuh upaya pengontrolan, di mana penggunaannya harus jelas dan diaudit oleh lembaga profesional. Apa tagline yang abang bawa ? Aura HMI. Pesan untuk peserta kongres ke-XXX di Ambon
ini ? Pesan saya untuk peserta kongres di Ambon, baik itu peserta utusan, peninjau ataupun penggembira, mari jadikan kongres di Ambon ini sebagai sebuah ajang kompetisi adu ide dan gagasan untuk memperbaiki HMI agar lebih maju. Mari bersama-sama menjaga kongres ini menjadi sebuah kongres yang baik dan menghasilkan sebuah dinamika yang juga baik. Sehingga kongres ke-XXX ini menghasilkan sebuah ide dan gagasan perbaikan untuk HMI. Melalui kongres di Ambon ini, bangsa dan negara juga membutuhkan konstribusi kita dalam menentukan arah jalannya sejarah bangsa ini. Selamat berkongres buat kawan-kawan dan keluarga besar HMI! (Masyhur)
26 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
ARIFIN
WAWANCARA
IDE-IDE ITU AKAN LAHIR
JIKA KITA SANTAI BERCENGKRAMA
ARIF IN HMI!
S
eusai perhelatan acara ‘Silaturahmi dan Curah Pikiran Kandidat Ketua Umum PB HMI Periode 2018-2020” pada Jum’at, (9/2) lalu di Hotel Gren Alia Cikini Menteng Jakarta, kandidat asal Cabang Bogor ini bersedia menemui tim majalah untuk diwawancara. Mengenakan pakaian batik berlengan panjang, ia begitu antusias menjawab semua pertanyaan yang kami ajukan. Sesekali ia menyelinginya dengan candaan. Kandidat yang juga pernah menjadi Ketua Umum HMI Cabang Bogor periode 2012-2013 ini mengusung tagline ‘Arif in HMI’, sebuah tagline yang sekaligus menggambarkan secara singkat visi misi yang hendak diusungnya bila terpilih menjadi nahkoda HMI di periode depan. Tentu pembaca penasaran dengan program unggulan yang ditawarkannya pada keluarga besar HMI. Berikut perbincangan lengkap tim majalah bersama kandidat yang juga mahasiswa S2 di Pascasarjana Institut Pertanian Bogor ini. Alasan apa yang melatarbelakangi abang untuk maju di kontestasi kongres ke- XXX di Ambon ini? Bagi saya, ini adalah bagian dari penyempurnaan kaderisasi secara struktural organisasi. Sebagai salah satu Ketua Bidang di periode ini, ada beberapa pikiran dan gagasan yang saya pikir harus dibawa dan perlu disampaikan pada momentum kongres kali ini.
Tentunya niatan pertama secara pribadi adalah berbuat lebih terhadap Himpunan ini. Visi abang maju dalam kontestasi kongres ini? Menuju indonesia berdaulat dalam sikap dan berbudaya dalam membangun generasi. Bisa dijelaskan agenda turunan dari visi abang itu? Dari visi tersebut, saya turunkan da-
lam bentuk tujuh agenda Himpunan. Saya menyebutnya 7 agenda Arif in HMI. Pertama, saya menyebutnya HMI Base. Penjelasannya begini. Kita semua tahu bahwa sebuah kedaulatan hanya akan diraih oleh negara atau organisasi yang memiliki kekuatan. Adapun kekuatan pertama yang harus dimiliki adalah kekuatan data base. Data base ini berfungsi intuk menetukan arah atau wacana yang hendak dibangun oleh HMI. Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan data base ini tak hanya berkaitan dengan persoalan data base kader. Melainkan juga berisi potensi-potensi perguruan tinggi yang tersebar di seluruh Indonesia. Nah, kader HMI harus melihat ini. Tentu tarikannya dengan budaya tadi, yakni agar setiap gagasan HMI selain bersifat nasional, internasional juga 28 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
benar-benar murni mencakup wahana kearifan lokal. Sehingga keberadaan HMI, manfaatnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat sekitar. Karena itukan menjadi tujuan utama organisasi kita. Kedua, HMI Job. Ini adalah bagian dari upaya untuk membangun semangat profesionalisme dan membuka peluang bagi kader untuk masuk dalam pos-pos di dunia kerja. Pengalaman saya selama berada di PB HMI, soal pekerjaan ini menjadi salah satu akar yang harus segera dicarikan solusinya. Pengurus Besar yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, tentunya mereka datang ke Jakarta dengan membawa motivasi yang berbeda-beda. Jika mereka tinggal di Jakarta, tapi tidak kuliah ataupun tidak punya aktifitas lainnya, tentunya kedatangan mereka menjadi Pengurus Besar bukannya menjadi keuntungan bagi organisasi. Melainkan cenderung menimbulkan efek negatif bagi organisasi. Maka penting kiranya secara kelembagaan, HMI memikirkan distribusi kadernya ke dalam dunia kerja. Kalau bisa sih layaknya Perguruan Tinggi yang kerap melaksanakan agenda job fair di kampus-kampus. Kalau saja kampus-kampus itu bisa melakukan itu, lalu kenapa kita tidak bisa? Hal ini khan tujuannya agar potensi-potensi kader itu terfasilitasi. Ketiga, HMI-Neur. Hari ini, kita harus mengikuti perkembangan zaman. Jika saat ini kecenderungan kader-kader banyak yang bekerja, menjadi birokrat, maka sekarang yang harus ditanamkan adalah menumbuhkan semangat berwirausaha dengan membuka lapangan pekerjaan. Hal ini merupakan implementasi dari tujuan HMI untuk mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridlai Allah Swt. Keempat, HMI network. Konteks ini
bukan secara individu tetapi secara kelembagaan bagaimana HMI mampu membangun jejaring-jejaring nasional ataupun internasional dalam bentuk forum-forum ilmiah internasional. Misalnya, kebetulan saya di PB HMI di kepengurusan ini diamanahi sebagai Ketua Bidang Lingkungan Hidup, pernah mengikuti forum internasional macam ITCO yang kemudian saya banyak berbincang-bincang dengan delegasi-delegasi yang berasal dari berbagai negara. Oke-lah, fine. Secara substansi mereka paham tentang aspek-aspek keilmuan, tapi kemudian berkaitan dengan ilmu negosiasi, disini mereka agak kurang. Makanya tidak heran, apa-apa yang menjadi kepentingan bangsa itu menjadi banyak kecolongan karena ketidakmampuan mereka dalam bernegosiasi. Saya berikan satu contoh di sini. Dalam hal definisi hutan. Kelapa sawit misalnya. Kelapa sawit Indonesia itu tidak diakui sebagai tanaman kehutanan. Berbeda posisinya dengan kelapa biasa yang diakui sebagai tanaman kehutanan. Demikian halnya dengan bambu. Nah, ini ada apa? Padahal ini semua adalah persoalan bangsa. Maka ke depan, HMI harus masuk ke wilayah-wilayah itu. Agar nantinya apa yang menjadi kedaulatan bangsa ini bisa disuarakan. Diakui atau tidak, sawit ini adalah tanaman yang ada jauh-jauh hari sebelum Indonesia merdeka. Dari zaman kolonial sawit sudah ada. Ironisnya, sampai hari ini sawit tidak diakui sebagai tanaman kehutanan. Andai saja sawit ini diakui, bukan tidak mungkin, hari ini yang digembar-gemborkan terkait pengurangan jumlah hutan, nantinya malah bertambah hutannya karena persoalan perubahan definisi tadi. Ini sepele sebenarnya. Namun, bila HMI mampu memainkan net-
work-nya untuk bekerjasama dengan beberapa stakeholder yang serta melakukan negosiasi untuk memperjuangkan aspek-aspek ini, saya pikir kedepan akan sangat bagus. Selanjutnya yang kelima dari agenda yang abang usung? Kelima, saya menyebutnya HMI Connection. Sebagai bonus bagi kita sebetulnya. Tetapi kemudian yang saya alami, hari ini, kebanyakan HMI Connection ini hanya dinikmati oleh person to person. Menjadi Ketua Umum itu sebenarnya sebuah bonus. Tapi kemudian bagaimana connection ini mampu dimanfaatkan secara kelembagaan sehingga semua kader yang mempunyai prestasi dan hendak ke mana ingin berkarir setelah di HMI, turut juga menikmatinya. Nah HMI secara kelembagaan harusnya mampu memfasilitasi mereka dengan adanya bonus HMI Connection tadi. Keenam, HMI Care. Hal ini kaitannya dengan partisipasi aktif HMI dalam berbagai isu. Misal terkait isu sumber daya alam, persoalan sosial ekonomi, politik ataupun hal-hal yang kita drive sendiri. HMI Care dalam perspektif saya, ini bukan dalam konteks mengikuti isu yang dibangun oleh kelompok lain. Tetapi bagaimana gagasan-gagasan ini mampu lahir dari HMI. Contohnya tadi, melalui forum-forum Internasional HMI menyuarakan apaapa yang menjadi kepentingan bangsa kita. Kedepan sinergi seperti ini sangat bisa kita lakukan. Ketujuh, HMI Responsif. Agenda ketujuh ini bermakna bagaimana kemudian HMI tidak hanya merespon persoalan-persoalan nasional kebangsaan, melainkan juga turut merespons isu-isu internasional. Pengalaman kemaren di bidang LH terkait resolusi yang dikeFEBRUARI 2018 | EDISI KONGRES XXX | INDEPENDENSIA 29
luarkan oleh parlemen Eropa, kemudian kita menggagas sebuah diskusi yang mengundang semua stakeholder untuk menyikapi resolusi parlemen Eropa tersebut. Bagi saya, ini adalah murni persoalan bisnis, persoalan persaingan ekonomi tingkat dunia dim ana kita punya komoditas kelapa sawit yang menjadi solusi baik bagi Indonesia dan Malaysia. Kemudian Eropa memiliki alternatif penghasil oil minyak yang tingkat produktifitasnya satu banding 10. Saya pikir HMI harus merespon persoalan ini karena erat kaitannya dengan persoalan ekonomi bangsa. Apa program kerja unggulan ketika terpilih jadi ketua umum?? Tentu yang pertama adalah kuat secara data. Tidak terkecuali tentang data base anggota. Kemudian melakukan inventarisasi PT-PT yang ada di lingkungan cabang. Ini akan menjadi modal untuk membangun sebuah wacana agar tidak bias. Khan agak kurang tepat kalau kemudian wacana keislaman, diwacanakan di kampus-kampus yang tidak memiliki basic itu. Misalkan di kampus saya, di IPB, melempar wacana itu
mungkin akan berbeda dengan kampus di Ciputat. Selain itu, program program unggulan saya yang lain, HMI mampu menginisiatori forum-forum internasional, yah semacam forum pertemuan pemuda Muslim Asia atau minimal se-Asia Tenggara untuk membahas persoalan-persoalan yang hari ini terjadi. Misalnya, kayak persolan laut China selatan yang akan membuka jalur sutra. Saya pikir penting PB HMI menyikapi ini. Karena kemaren PB HMI berkesempatan ke sana, ada banyak pelajaran yang bisa kita petik di sana. Dari negara China kita memetik sebuah pelajaran bahwa mereka telah mempersiapkan diri sebagai negara maju jauh-jauh hari. Mereka mempersiapkan infrastrukturnya sejak dulu. Waktu di China, kita ke Guanzhou dan diajak untuk melihat sebuah irigasi yang sudah berusia 2000 tahun. Dan irigasi tersebut mampu mengairi satu provinsi. Tentunya kita pun harus mempersiapkan segala infrastruktur untuk menjadi negara maju. Pondasi-pondasinya juga harus dipersiapkan. Begitu juga soal sumber daya manusian-
30 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
ya. Dari itu, HMI harus mampu keluar dari problematika internalnya dengan menginisiatori forum-forum Internasional. Itulah yang akan menjadi prioritas saya jika terpilih nantinya. Tentu basicly-nya berdasarkan narasi-narasi yang sifatnya terkait dengan pembangunan ekonomi dan kedaulatan sumber daya alam. Agar kemudian implementasi tujuan HMI dapat terealisasikan. Maka penting bagi saya, di awal tadi saya katakana, bahwa pondasinya adalah kader. Bagaimana kita membicarakan kesejahteraan di luar kalau kadernya saja masih tidak jelas kemana arahnya. Maka dari itu, kedepan, tak hanya ketua umum yang merasakan bonus-bonus dari HMI Connection ini. Secara kelembagaan, baik di tingkatan LPP, Cabang, Komisariat dapat pula memanfaatkan bonus-bonus yang saya jelaskan tadi di muka. Kedepan, saya tidak ingin hal itu dinikmati oleh personal saja, melainkan dapat dinikmati secara kelembagaan. HMI harus mampu menangkap hal itu sebagai award atau peng-
hargaan pada mereka yang berhimpun di dalamnya. Selanjutnya, menurut abang apa yang harus dibenahi dari sistem perkaderan kita?? Kalau sistem perkaderan tidak harus dirubah total. Perkembangan zaman sekarang, kecenderungannya model sosialisasinya dengan memanfaatkan alat teknologi. Kita melihat komunitas-komunitas yang sering berkumpul sebanyak lima sampai sepuluh orang, kemudian mereka membuat video dan dishare di youtube, instagram atau pun facebook, hingga kemudian menjadi viral. Nah, HMI harusnya pun begitu. Memanfaatkan teknologi kemudian menyampaikan nilai-nilai perjuangan HMI lalu disalurkan lewat media sosial yang ada saat ini. Karena hari ini kita hidup bersama generasi milenial yang hidup akrab dengan teknologi. Generasi hari ini lebih senang menggunakan teknologi, bertatap muka, bertemu hanya seperlunya saja. Harapan saya, ke depan, HMI menyampaikan nilai perjuanganya dengan, kita harus menggunakan model-model teknologi yang ada.
Abang pernah di bidang lingkungan hidup. Apa saja yang telah abang kerjakan selama periode kemarin?? Di semester awal, bidang LH memang benar-benar focus di masalah reklamasi. Kita juga melakukan kerjasama dengan KNPI. Lalu kita melakukan terobosan dengan mengundang steakholder terkait untuk melakukan diskusi bersama di DPR RI membahas dampak dari reklamasi ini. Lalu berikutnya kami focus di penataan wilayah gambut dan sawit dengan membuat diskusi dan mengundang steakholder. Saat itu, audiennya tidak hanya kader HMI, dari Kementerian Perekonomian
hadir, Komisi IV DPR RI, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pertanian. Hasil yang kami dapatkan dari forum diskusi itu adalah sebuah kesimpulan bahwa ini adalah persoalan persaingan ekonomi global. Hasil inilah kemudian yang dipakai oleh Komisi IV DPR RI untuk dijadikan bahan menyikapi persoalan resolusi parlemen Eropa. Saya juga pernah membuat kegiatan di Sulawesi Tenggara. Kebetulan kegiatan saat itu bekerja sama dengan Badko. Saat itu diskusi tersebut menyikapi persoalan kemaritiman. Lebih lengkapnya akan kita lampirkan di LPJ nanti. Sebenarnya, saya berkeinginan untuk membuat forum atau kegiatan yang mengundang seluruh cabang untuk hadir dan merancang pelatihan model-model terkait advokasi lingkungan. Sayangnya hal ini belum sempat terealisasikan. Mohon maaf. Insya allah, kedepannya harapan saya ini dapat menjadi rujukan agar seluruh cabang ketika kembali ke cabang masing-masing mereka mengerti tentang lingkungan hidup untuk diadvokasi. Keterampilan ini tentunya
FEBRUARI 2018 | EDISI KONGRES XXX | INDEPENDENSIA
31
hanya akan dimiliki oleh mereka yang mengikuti pelatihan. Misalnya pelatihan AMDAL. Ke depan, kalau saya terpilih, pelatihan tersebut akan menjadi prioritas saya. Jika tidak, maka saya nitip kegiatan ini agar menjadi focus dari kepengurusan ke depan. Terakhir apa pesan abang terhadap peserta kongres di Ambon terutama pada tim abanglah?? Kongres ini adalah lebarannya kader HMI. Mari kita sambut dengan suka cita. Mari kita menjalin silaturrahmi Mari kita memperbanyak kawan. Karena ide-ide segar itu akan lahir jika kita santai bercengkrama. Jika kemudian kita kisruh dan rusuh, saya pikir agenda-agenda pembaharuan, agenda-agenda yang fresh terkait organisasi mungkin akan sulit terwujud . Jadi, mari kita nikmati kongres dengan riang gembira, ceria, senang hati karena kongres ini adalah lebaran bagi seluruh kader HMI. Salam! (Haqqi)
32 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
ASEP SOLAHUDDIN
WAWANCARA
KADER HMI HARUS BERPIKIR KERAS, BERTINDAK TEGAS DAN BERSIKAP PANTAS
K
ASEP SOLAHUDDIN
ali ini, tim majalah edisi kongres akan menuntun tangan para pembaca untuk turut menyimak penyampaian visi misi oleh kandidat yang juga menjadi Ketua Bidang Pemberdayaan Anggota PB HMI periode 2016-2018. Ia akrab disapa dengan panggilan Bang Asep. Kandidat kelahiran Bogor, 16 September 1989 ini, menguraikan akan pentingnya meneguhkan kembali karakter kader HMI. Menurutnya, karakter manusia unggulan dan harapan Indonesia itu telah digambarkan dalam doktrin lima kualitas Insan Cita yang ada di HMI. Kandidat yang juga pernah menjadi Ketua Umum HMI Cabang Ciputat periode 2013-2014 ini, dalam kongres-XXX tahun ini, mengusung tagline HMI Smart. Dengan tagline itu, ia akan berupaya menjadikan HMI sebagai poros gerakan dan poros pemikiran kebangsaan serta keislaman yang moderat. Seperti apa jelasnya? Berikut perbincangan lengkap tim majalah edisi kongres saat menemuinya di Apartement Taman Rasuna Kuningan Jakarta, Minggu, 11 Februari 2018. Apa motivasi yang melatarbelakangi maju dalam kontestasi kongres di Ambon ini? Ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan terkait itu. Di antaranya, saya melihat pola perkaderan yang sudah tidak sesuai lagi dengan pedoman perkaderan. Dalam beberapa pelatihan kader, baik formal maupun non formal, tidak sesuai dengan pedoman perkaderan. Saya punya harapan dan mimpi besar, pola-pola kaderisasi itu, baik pelatihan formal atau non formal sesuai dengan pedoman perkader-
an. Tentu pedoman-pedoman yang ada ini adalah salah satu bentuk yang diharapkan oleh semua pihak. Karena pedoman perkaderan adalah bagian dari grand design kita untuk menciptakan insan yang berkualitas dengan lima kualitas insan citanya itu. Menurut saya, lima kualitas insan cita itu tidak datang begitu saja pada personality kader. Ia tidak given terhadap diri kaderisasi kader. Persoalan diri kader yaitu penggemblengan. Jadi, kalau pelatihan perkaderan yang formal dan non
formal sudah tidak sesuai lagi dengan pedoman yang ada, maka lima kualitas insan cita tidak akan tercapai pada personality kader. Secara sederhana saya ingin menyampaikan, keinginan saya untuk maju adalah memperbaiki pola perkaderan yang ada sesuai dengan grand design HMI. Tujuannya satu, agar bagaimana lima kualitas insan cita itu dapat terinternalisasi pada seluruh kader yang ada di Indonesia. Visi yang abang usung dalam pencalonan ini? HMI menjadi poros gerakan dan pemikiran keindonesiaan serta keislaman yang moderat yang bergerak pada dunia moderat. Bisa dijelaskan secara lebih rinci terkait visi itu? Begini. Ke depan, kalau HMI tidak memiliki poros pemikiran dan gerakan, HMI akan ditelan oleh zaman. Karena arus globalisasi ini memaksa setiap manusia untuk berpikir keras, bertindak tegas dan bersikap pantas. Sehingga posisioning HMI di tengah arus globalisasi mempunyai peran yang aktif dan signifikan terhadap suatu peradaban yang ingin diciptakan. Kita melihat tokoh-tokoh muda hari ini,
tanpa menjadi kader HMI sekalipun, dia telah mampu menjadi sosok gerakan politik dan gerakan moral yang ada di Indonesia. Lantas apa yang dilakukan oleh HMI jika hanya beromantisme dengan nama besar saja tanpa melihat perkembangan zaman saat ini. Saya ambil contoh, Tsamara Amany misalnya. Sosok perempuan muda satu ini adalah kader muda pergerakan di dunia politik yang ada di Indonesia saat ini. Banyak kaum muda yang mengambil figure Tsamara sebagai contoh gerakan politik. Dia bukan kader HMI, ia masih muda, tapi bisa menjadi trendsetter kalangan generasi muda. Kenapa kader HMI tidak mampu melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh Tsamara? Ini adalah sebuah pertanyaan yang harus dijawab oleh kita semua. Maka ke depan, HMI harus menjadi sentral poros pemikiran dan poros gerakan kaum muda Indonesia, baik di wilayah kebangsaan atau pun pada wilayah keislamannya. Kita harus mengambil jalan tengah dari gerakan-gerakan nasional itu. Lalu bagaimana bentuk konkret turunan dari visi tadi?
34 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
Pertama, membuat pelatihan-pelatihan yang berkualitas. Kedua, keberimbangan narasi. Point keberimbangan narasi ini penting sebagai wacana kaderisasi untuk membuka cakrawala kader se-Indonesia. Saat ini, saya melihat adanya ketimpangan dalam gerakan narasi itu. Tidak adil rasanya jika Cabang-cabang di daerah disamakan dengan Cabang Ciputat, Makassar, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Malang yang memiliki narasi-narasi intelektual. Bagi saya ini tidak fair. Dari itu penting kiranya ke depan menyediakan referensi buku-buku ke-HMI-an yang menjadi rujukan kader HMI. Referensi buku-buku tersebut nantinya harus didigitalisasikan sehingga kader se Indonesia memiliki akses yang sama pada narasi atau kewacanaan keintelektualan itu. Gerakan ini saya namakan gerakan narasi nasional. Kemudian berlanjut ke format gerakan literasi nasional HMI. Tanpa adanya narasi, kader-kader HMI tak akan bisa melakukan gerakan literasi. Nah, jadi narasi ini harus adil dan berimbang terlebih dulu di seluruh cabang di Indonesia. Sehingga akses
yang kita berikan adalah akses yang mampu menumbuhkan cara berfikir kader. Kalau cara berfikir kader terbuka, maka ia akan menjadi salah satu trendsetter pada wilayah tersebut. Bagi saya, gerakan narasi dan gerakan literasi akan menjadi tolok ukur kita untuk menciptakan poros pemikiran maupun poros gerakan. Percuma kita melakukan pergerakan tanpa ada narasi. Percuma pula kita mengadakan poros pemikiran tanpa ada literasi. Maka, dua hal ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain selain. Tentunya selain memperbaiki pelatihan-pelatihan yang sudah ada. Begitu. Ketiga, perbaikan sumber daya manusia yang ada di HMI. Kita semua tentunya pernah mengalami dan mengikuti proses training awal di HMI yang disebut dengan Basic Training atau LK I. Pada training LK I tersebut, menjadi penting kiranya bagaimana doktrin-doktrin HMI itu dapat diinternalisasi pada diri anggota baru HMI. Doktrin-doktrin yang ada di HMI tidak bisa disampaikan begitu mendalam dan maksimal tanpa adanya action yang bagus. Action yang bagus akan dicapai lewat pela-
tihan-pelatihan. Pada point ini, ada gerakan yang nantinya akan saya buat, yakni gerakan instruktur nasional secara berjamaah. Tanpa adanya gerakan instruktur, maka kualitas pelatihan itu akan nothing. Keempat, memberikan beasiswa gratis bagi seluruh kader. Perlu kita akui, akses untuk mendapatkan LPDP
itu luar biasa susahnya. Persoalannya kemudian adalah kemampuan kader HMI dalam menangkap moment itu. Salah satunya adalah mengenai nilai TOEFL dan TOAFL kader. Karena kemampuan berbahasa asing ini merupakan bagian dari skill, maka ini harus dilatih juga. Salah satunya melalui LPP. Tujuannya adalah agar nantinya LPP ini menjadi lembaga yang seksi dan diminati kader HMI. Karena ke depan, tanpa ada profesionalisme dan skill, kader akan tergerus oleh globalisasi. Dengan tidak adanya LPP, kader tidak mempunyai pilihan lain selain berproses structural. Maka dari itu, orientasi kader harus diarahkan agar tidak melulu menuju ke ranah struktural. Jika di setiap cabang sudah menciptakan LPP, meski hanya satu LPP saja, saya kira kader akan mempunyai banyak pilihan untuk berproses menjadi lebih baik di HMI. Kejumudan-kejumudan yang mengendap dalam diri kader HMI selama ini, ya karena mereka menganggap berproses HMI hanya di struktur saja. Maka LPP harus menjadi alternative lain untuk mengembangkan skill dan bakat yang dimiliki oleh
FEBRUARI 2018 | EDISI KONGRES XXX | INDEPENDENSIA 35
kader, sehingga ia punya banyak pilihan dalam berproses. Dengan begitu, ia tak hanya melihat jabatan Ketua Umum Komisariat dan Cabang menjadi hal yang elitis. Ke depan, saya berharap, kader HMI juga memiliki pandangan bahwa menjadi Direktur di LPP juga
jabatan yang elitis. Nah ini nantinya yang akan kita kampanyekan juga. Karena apa? LPP ini khan suatu lembaga yang memang terus linier gerakannya. Saya melihat banyak LPP yang dimiliki kita. Ada LKBHMI, LAPMI, LAPENMI, LEMI, LDMI, LTMI, dan LEPPAMI. Tentu kader yang mengambil alternative itu berdasarkan jurusan yang mereka butuhkan. Misal, fakultas mereka megambil 36 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
jurusan pendidikan, maka di HMI tidak salah jika ada Lembaga Pendidikan Mahasiswa Islam. Sehingga apa yang didapat di fakultas dan HMI selaras serta linear dengan apa yang menjadi concern kader. HMI juga turut serta memenuhi kebutuhan dasar setiap kader. Begitu pula halya dengan yang di Pers, hukum, dan ekonomi. Sehingga ke depan HMI memiliki kader-kader yang profesionalisme dan siap menghadapi arus globalisasi ini. Kalau abang terpilih, apa program unggulan yang akan dikerjakan? Pertama, dalam seratus hari kerja, saya akan bergerak cepat untuk mensosialisasikan hasil-hasil Kongres. Sehingga nantinya, dinamika yang terjadi di Badko dan Cabang mempunyai rujukan yang jelas. Baik itu pada tataran struktur atau pun kaderisasinya. Tanpa acuan itu, tentu mereka akan mengalami kebingungan hendak mengarah ke mana? Ini yang pertama. Kedua, mengenai database anggota. Untuk hal ini, saya akan memaksimalkan database yang modern. Kita akan coba sinkronisasikan antara KTA dengan ATM dan dikerjasamakan dengan pihak bank. Dengan begitu, tentu kita akan memiliki database yang maksimal dan modern hingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan organisasi. Harapan saya ke depan, ketika bank memang mengambil kosongan pada tiap bulannya terhadap ATM tiap-tiap anggota, misalkan Rp.2000/bulan. Kita minta pada pihak bank untuk mengambil Rp.4000 misalnya. Di mana lebihnya itu untuk kas organisasi yang digunakan untuk membantu perhelatan perkaderan yang ada baik pada tataran Komisariat, Cabang dan Badko. Jadi, kita juga bisa mendistribusikan anggaran bagi tiap cabang
yang hendak melaksanakan training. Saya yakin, ketika kartu anggota yang berbentuk ATM itu kita maksimalkan, maka dana-dana yang terhimpun dari sana dapat kita alokasikan untuk perbaikan kualitas perkaderan. Alokasi anggaran pelatihan itu kita danai dari dana kas anggota yang tersimpan di Bank melalui kartu anggota yang berbasis ATM itu. Pada periode ini, selaku Ketua Bidang PA, program kerja apa yang telah dilakukan? Ada beberapa kegiatan yang telah kami lakukan selama ini. Pertama, membuat suatu modul training yang menyeluruh. Artinya, pelatihan ke depan mempunyai modul atau naskah yang berisi materi-materi wajib. Nah, kita samakan materi wajibnya, sehingga kader yang ikut pelatihan memiliki rujukan dalam bacaan. Materi wajib itu ada NDP, konstitusi, MOK, mission, sejarah HMI, serta disertai juga dengan basic demand Indonesia. Hal itu sudah kita rampungkan. Tinggal diperbanyak. Kemudian kita sebarkan ke semua komisariat se-Indonesia. Kedua, dalam menopang kebutuhan structural, maka PB HMI melakukan LK III Nasional di awal kepengurusan. Ketiga, melakukan beberapa discuss mengenai kaderisasi dengan Ketua-Ketua BPL serta melakukan diskusi tentang lokakarya perkaderan. Keempat, kami juga melakukan sosialisasi basic demand Indonesia pada sebuah cafĂŠ di daerah Ciputat yang dikuti oleh kawan-kawan dari Yogyakarta, Lampung, Semarang, dan dihadiri oleh para intruktur training yang ada di HMI. Kelima, melakukan Pusdiklatpim. Kalau dulu bernama Pusdiklatpin, sekarang menjadi Sekolah Pimpinan yang substansinya tidak menghilangkan Pusdiklatpim itu sendiri. Jadi ada lima hal yang telah dilakukan selama
periode kemarin. Tahun 2018 dan 2019 adalah momentum politik. Bagaimana sikap HMI jika abang terpilih nantinya? Menghadapi tahun politik ini, menjadi kewajiban bagi kita untuk terlibat aktif memilih pemimpin yang bisa memberikan manfaat pada kita semua. Tapi cara yang kita gunakan adalah cara yang elegan. Terkait masalah sikap, kita harus mengutamakan independensi terhadap hal ini. Karena sifat dari organisasi kita adalah independen. Mengenai gagasan kita harus terlibat aktif, maksudnya, siapapun kandidat Capres nanti, kita harus memberikan rekomendasi bahwa permasalahan bangsa hari ini terletak pada dua hal. Pertama, character building. Kedua, keadilan sosial. Karena kita ini adalah generasi muda, maka tugas kita focus pada pembentukan karakter. Karakter yang baik tentunya seperti yang dicirikan oleh HMI dalam lima kualitas insan cita itu. Maka tugas kita sebagai generasi muda adalah memberikan rekomendasi terkait apa-apa yang harus dilakukan oleh pemerintah. Misalkan terkait masalah penggunaan alat teknologi. Banyak anak muda, berkat teknologi yang ada, terjerumus pada kasus-kasus asusila, sex bebas dan narkoba. Begitu mudah mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela itu. Itulah tugas kita. Merekomendasikan ke pemerintah agar turut menjaga karakter generasi muda bangsa ini. Kalau dulu di eranya Cak Nur, beliau pernah menjadi Ketua Umum Perhimpunan Mahasiswa Islam Asia Tenggara. Untuk saat ini, apa peran yang bisa dimainkan HMI di dunia internasional?? Terkait hal ini, menurut saya, kita cukup FEBRUARI 2018 | EDISI KONGRES XXX | INDEPENDENSIA
37
melakukan kerjasama dengan berbagai kampus di luar negeri untuk kemudian mendistribusikan kader-kader kita. Tugas kita menginventarisir kampus-kampus berkualitas di luar negeri. Kita lakukan kerjasama, riset dan pertukaran pelajar atau mahasiswa. Intinya, yang menjadi focus kita adalah perbaikan karakter anak muda Indonesia dan membantu pemerintah untuk mewujudkan keadilan sosial yang masih menjadi kendala di bangsa ini. Yang akan abang lakukan ketika dipilih menjadi nahkoda HMI ke depan? Tugas saya ketika diberi amanah di HMI adalah merubah karakter kader menjadi karakter yang lebih baik, bijak, beretika dan bermoral. Karena kalau tidak memiliki itu, kita tidak akan dianggap. Hari ini bukan lagi zamannya penggunaan cara-cara barbarism, premanisme, otot untuk menyelesaikan masalah. Melainkan harus berpikir keras, bertindak cerdas, dan bersikap pantas. Itulah yang harus kita lakukan. Cara- cara ini harus dilakukan dengan modal wawasan yang luas. Ke depan kita juga akan menciptakan komunitas-komunitas anak muda yang berbasis pada idealisme dan profesionalisme. Pesan abang untuk peserta kongres?? Ini adalah hajatan kita bersama. Mari berdinamika sewajarnya. Mari kita jadikan kongres ini sebagai wadah untuk mentransfer ilmu dan budaya. Kita memiliki banyak budaya dan suku, sehingga kita harus menjadikan kongres ini sebagai ajang untuk mengenal satu sama lain. Kalau di kongres melakukan tindakan barbarisme maupun premanisme, maka itu bukanlah ciri dari seorang kader HMI. Kita harus menyadari dan memahami bahwa moment kongres ini adalah wadah menciptakan orang besar. Saya memegang sebuah prinsip 38 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
yang dikatakan oleh Eleanor Roosevelt, istri dari Presiden Amerika Serikat, Franklin Delano Roosevelt. Ia berkata, “Great people talk about ideas. Average people talk about things. Small people talk about other people�. Orang besar itu membicarakan ide dan gagasan, sehingga ia mampu menciptakan konsep. Sedang orang biasa ia berbicara soal kejadian. Soal peristiwa. Sedangkan orang kecil adalah mereka yang kerap berbicara tentang orang lain Mari kita jadikan kongres ini sebagai wadah kita untuk menjadi besar dengan mengadakan diskusi-diskusi, menciptakan ruang-ruang idealisme, serta memberikan harapan baru untuk HMI selanjutnya. Di forum kongres ini, semua kader HMI harus berbicara gagasan dan ide tentang perbaikan organisasi. Tak peduli dia utusan resmi maupun peninjau atau pun penggembira. Untuk para pengembira kongres, saya berharap pada kalian semua untuk mengadakan forum-forum diskusi di luar forum kongres, sehingga warna intelektulitas kita menjadi nyata adanya. Karena itu adalah karakter kita yang sebenarnya (Taufik).
FIKRI SUADU
WAWANCARA
JADIKAN KONGRES INI SEBAGAI
TITIK BALIK KEBANGKITAN HMI
M
eski diguyur hujan deras, semangat untuk menuntaskan dan menyelesaikan tugas mewawancarai para kandidat tetap dilakukan. Termasuk saat menemui kandidat yang juga alumni Universitas Sam Ratulangi Manado ini pada sebuah Cafe di sekitaran Tebet Jakarta Selatan. Menurut kandidat yang akrab disapa dengan panggilan Pak Dokter ini, ada tiga modalitas penting yang harus dimiliki oleh figure pemimpin HMI ke depan. Pertama, ia harus lahir dari kultur budaya yang tidak homogen. Kedua, ia harus mendapat dukungan arus utama dari Keluarga Besar HMI. Ketiga, figur tersebut haruslah beyond state. Seperti apa penjelasan lengkapnya? Simak perbincangan lengkap crew majalah kongres, M.Taufik, bersama dengan kandidat yang juga Direktur Bakornas LKMI Periode 2013-2015 ini. Apa motivasi abang sehingga maju dalam kontestasi kongres ke XXX di Ambon ? Saya ingin bercerita terlebih dahulu. Sekitar dua bulan lalu, secara tidak sengaja saya terkoneksi dengan Internasional Institute of Islamic Thought, sebuah lembaga pemikiran Islam Internasional yang kantor perwakilannya hadir di setiap negara. Dulu
koordinatornya mas Dawam Rahardjo. Saat ini, koordinator lembaga tersebut di Indonesia, Bapak Muhammad Siddiq. Singkat cerita, dia mendapatkan buku saya yang berjudul ‘Manusia Unggul, Neurosains dan Al-Qur’an’. Lembaga ini sekarang sedang focus dan menggiatkan kajian-kajian tentang epistemologi Islam sebagai sebuah metode untuk mencari peng-
etahuan. Makanya buku saya dijadikan sebagai salah satu sumber untuk mendapatkan variasi dari ilmu pengetahuan di bidang neurosains. Nah, pada suatu waktu, saya diajak dan didaulat untuk menjadi narasumber pada forum Doktor dan Profesor di Universitas Syiah Kuala Aceh. Dalam forum tersebut, saya dipanel dengan salah satu Syekh dari Mesir yang
sudah setahun lebih ada di Indonesia. Syeikh tersebut berbicara soal filsafat Ilmu dalam konteks umum, sedangkan saya berbbicara soal epistemologi Islam dalam prespektif neurosains. Pada malam harinya setelah panel diskusi itu, saya makan malam dengan Sekretaris Jenderal IIIT Dunia. Kebetulan ia seorang professor, alumni Universitas Harvard, Profesor. Dr. Omar Hasan Kasule. Pada saat makan malam, ternyata dia tahu soal HMI. Dia bilang kalau sudah lama kenal HMI, dan dia bilang “HMI is good. HMI bagus. Ok. Kami akan support buku kamu. Secara resmi kami akan menerbitkan buku kamu”. Jadi mereka menjadi sponsor soal pembiayaan, dan penerbitnya saya pakai penerbitnya Bang Alfan Alfian. Sambil lalu saya dikasih ruang ke Yordania untuk memperdalam kajian epistimologi Islam di bidang ilmu neurosains. Rencananya bulan Mei 2018 ini saya berangkat. Kenapa ke Yordan? Karena disitu kaidah bahasa Arab-nya bagus. Bahasa Inggrisnya juga bagus. Setahun dua tahun di Yordan, di Prancis, baru kemudian kita masuk ke Eropa dan Amerika. Jadi mereka sangat mendorong saya di jaringan mereka Bagi saya ini adalah satu motivasi yang positif. Apalagi HMI Dipo pada khususnya, sejak periode Cak Nur, hamper tidak ada lagi yang masuk ke wilayah ini. Sebulan terakhir, saya kembali dihubungi bicara soal alih bahasa buku dan mereka bilang ingin men-drop isi buku ini ke centre-centre mereka di luar Indonesia. Rencananya, tanggal 15 dan 16 kemarin rencananya saya diajak ke Malaysia untuk membawa buku ini untuk dipresentasikan ke relasi-relasi mereka di beberapa negara terutama dari Uni Emirat Arab. Sejauh itu saya menganggap dorongan mereka positif bagi 40 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
saya secara personal. Singkat cerita, pada perbincangan malam itu beliau bertanya, “Bagaimana Fik menyatukan soal HMI Dipo dan MPO?”. Saya pun kemudian menjawab “Oh iya pak. Kebetulan keduanya sebentar lagi akan berkongres. Dipo di Ambon, sedangkan MPO di Sorong”. Kemudian beliau bertanya balik pada saya,”mengapa kamu nggak maju?”. Maka mulailah beliau berbicara soal latar belakang sejarah, pemikiran islam, bagaimana positioning HMI, terus tokoh-tokoh yang intens menjadi tamu internasional salah satunya adalah Cak Nur. Setelah itu mereka bilang : “Kalau kamu maju, secara personal kita sudah menerima. Tapi kalau kamu terpilih sebagai Ketua Umum PB HMI, secara institusi ini akan punya dampak. HMI MPO bisa punya jalinan silaturahmi di kalangan muslim muda intelektual Internasional, dan ini memang satu point penting. Coba kamu pertimbangkan”. Akhirnya saya mempertimbangkan itu selama kurang lebih satu minggu. Kemudian saya bertemu beliau lagi. Dan dengan mengucap bismillah saya maju karena pertimbangan itu tadi. Tentu tidak hanya pertimbangan itu. Pertimbangan lainnya adalah adanya kondisi kenegaraan yang mengundang keprihatinan semua orang bahwa ada kesan Negara seolah-olah berhadap-hadapan dengan Islam politik. Nah, inikan tentu butuh solusi. HMI harus berperan menjembatani sekat prasangka dan lain-lain itu. Untuk bisa menjadi pilihan jalan tengah tentu tidak sebatas narasi atau tidak sebatas konsep, karena narasi dan konsep itu butuh figure. Butuh actor. Itulah teori aktor. Dalam teori aktor itu ada modal-
itas-modalitas yang harus dimiliki seorang figure atau seorang tokoh yang bisa menjembatani komunikasi yang sarat prasangka antara Islam politik dan Negara. Kesannya begitu. Bagaimana caranya agar kedua kutub yang berhadap-hadapan ini tidak saling berbenturan? Supaya tidak mengarah pada konflik, maka HMI harus tampil. Tentu tampilnya HMI tidak hanya dengan gagasan, narasi, dan jalan tengah atau apalah itu namanya. Butuh figur yang punya tiga modalitas penting. Tiga modalitas penting itu yang pertama, figure ini lahir dari kultur budaya yang tidak homogen tapi harus majemuk. Sehingga pengetahuan dia tidak hanya dalam konteks pemikiran atau konsep. Tapi dia mengalami secara langsung sehingga pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman secara langsung itu punya daya yang lebih luas dan besar daripada hanya konsep yang tidak didasarkan pada pengalaman. Sehingga dalam menjembatani dua kutub kekuatan ini, dia paham harus melangkah kemana dan menghubungi siapa karena dia sudah mengalami secara langsung. Kedua, di samping dia lahir dari latar belakang yang majemuk itu, tentunya dia harus mendapatkan dukungan dari arus utama keluarga besar HMI. Saya mau mengidentifikasi arus utama ini, yaitu tiga generasi di atas tahun 1999 dan tiga generasi di bawah tahun 1997-1999. Kelompok inilah arus utama hari ini. Siapapun nanti yang menjadi ketua umum PB HMI terpilih, ke depan ia harus merepresentasikan atau mengalami keterlibatan emosional dengan generasi-generasi ini. Tujuannya apa ? tujuannya adalah agar supaya sikap-sikap dan
kebijakan yang berkaitan dengan orientasi PB HMI di ruang public itu mendapat dukungan dari keluarga besar HMI. Tanpa mendapatkan dukungan, kita tidak akan punya dampak di publik. Jadi surat edaran PB HMI akan kering, tidak akan punya daya dorong kalau arus utama ini tidak terlibat. Makanya penting kongres ke depan melahirkan sosok atau figure yang terlibat dengat arus utama keluarga besar HMI ini. Modalitas ketiga, dia harus beyond state. Dia harus di atas negara. Beyond state itu masyarakat dunia. Dalam artian, figure Ketua Umum PB HMI ke depan itu harus terkoneksi dengan jaringan dunia Islam Internasional. Contoh pertama kita lihat Ust. Bahtiar Nasir dan Anies Baswedan. Tokoh-tokoh ini di saat ada gejolak di ruang publik yang menyerang secara personal, ada reaksi dari masyarakat Islam Internasional. Ini sangat penting. Sehingga negara tidak serta merta semena-mena memperlakukan mereka karena mereka bagian dari masyarakat dunia. Nah, inilah yang dikatakan oleh Al-Gore sebagai global mind. Dalam masyarakat global yang terkoneksi seperti saat ini, peradaban sedang mengarah ke satu imperium tunggal. Ketika bicara soal imperium, maka konteks negara bangsa itu tidak ada lagi. Jadi Jakarta kira-kira nanti seperti Sulawesi Utara diatur lewat Jakarta. Maka Ketua Umum PB HMI ke depan, tidak hanya berorientasi negara melainkan harus bagian dari masyarakat Internasional. Jadi ketika dia mengkomunikasikan kepentingan umat dengan negara, ia memiliki nilai tawar yang tinggi dan PB HMI bisa duduk dalam posisi setara dengan negara dalam menegosiasikan apa yang menjadi kepentingan umat. Karena secara emosional HMI itu harus terlibat FEBRUARI 2018 | EDISI KONGRES XXX | INDEPENDENSIA
41
dengan ummat. Tapi dalam konteks strategis, pilihan-pilihan strategis ke depan, HMI harus menjembatani apa yang menjadi orientasi para penyelenggara negara ke depan. Dalam kontek ini jika coba diperankan secara maksimal oleh PB HMI dengan figure yang tepat maka PB HMI akan punya nilai tawar. Terakhir, figur ke depan harus punya gagasan yang matang, visi yang kuat dan karakter yang kokoh agar supaya tidak mudah ditarik kiri-kanan dalam menghadapi konteks di tahun 2019. Lalu apa visi yang abang usung? Kita masih transformasi. Kenapa transformasi? Pertama, ada beberapa istilah yang dipegang sebagai rujukan untuk mendiskripsikan tentang perubahan. Ada revolusi. Tapi ini sangat ekstrim. Kedua, kita melakukan reformasi. Reformasi dalam konteks negara bangsa hari ini gagal. Dan ternyata apa yang menjadi semangat besar reformasi itu masih sangat berhubungan dengan apa yang kita lakukan hari ini. Di samping itu, reformasi cenderung masuk pada wilayah melabeli satu generasi tanpa ada kata maaf. Semua yang
dicap bagian dari Orde Baru tidak dimaafkan dalam reformasi. Dan ini bertentangan dengan nilai-nilai keislaman. Kalau kita ambil restorasi, ini sudah Nasdem Kena kita. Itu tidak mungkin. Maka bagi saya, masih ada satu bahasa lagi, yaitu transformasi. Transformasi itu transfer. Orang masih bisa berubah. Orang yang salah dia masih bisa memperbaiki diri terutama memperbaiki Himpunan. Bagaimana misi dari Transformasi? Pertama, transformasi dalam aspek human capital, sumber daya manusia. Di situlah titik berat perkaderan kita arahkan.Penguatan perkaderannya berorientasi pada pengembangan skill dan kompetensi. Untuk skill dan kompetensi maka metodenya harus jelas, basisnya harus riset. Kedua, information capital. Ini juga sangat penting karena era hari adalah era informasi. Informasi ini telah berubah banyak hal termasuk dalam konteks gerakan. Ke depan, kita ingin serius dalam wilayah ini yaitu PB HMI punya sistem selain database tapi juga punya sistem informasi yang mumpuni. Kita akan dorong bagaimana penguasaan PB
42 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
HMI di lingkungan sosial media, baik itu facebook, twitter, instagram dan lainnya. Karena dalam banyak contoh bisa menggerakkan publik secara signifikan. Tinggal kita pikirkan konteks dan kontennya seperti apa sehingga public mau terlibat. Kita ada sekitar 211 cabang dan kalau per-cabang kita punya 3 akun ada 600 akun, semuanya 600 akun mulai twiter, Fb, youtube dan lain sebagainya. Sehingga ide-ide yang disampaikan oleh pengurus maupun pihak lain yang kita anggap sejalan itu bisa viral, juga isu-isu yang di perjuangkan oleh teman-teman cabang mulai dari korupsi daerah dan lain sebagainya itu secara pasti bias menjadi isu nasional karena dikelola secara serius.
Apa program unggulan abang seandainya abang diamanahi oleh peserta kongres untuk menahkodai HMI ke depan ? Pertama, tentu perkaderan. Kita akan riset besar-besaran sampai di tingkat komisariat. Kita harus punya potret dasar terkait itu. Karena mustahil kita mau merubah sesuatu jika pilihan kita sudah salah atau dalam ketika menangkap sebuah realitas, itu keliru. Maka dari itu kita akan melakukan pembenahan dan kontrol besar-besaran dari mulai BPL, Balitbang, PA, atau lainnya. Kedua, dalam merespons kondisi eksternal, PB HMI harus menyiapkan satu rumusan naskah akademis yang serius yang melibatkan guru-guru besar yang ada di HMI. Nantinya, naskah akademis itu kemudian bisa didiskusikan dengan rektor-rektor di masing-masing universitas ternama. Ketum PB HMI ke depan harus mengambil peran kesana. Karena salah satu indicator perubahan sosial di ruang-ruang public itu karena ada statement dari figure yang punya otoritas. Hal buruk jika dikatakan baik oleh seorang professor atau doctor, maka akan menjadi baik Ketiga,
seminar internasional PB HMI dengan lembaga pemikiran islam internasional dan kampus-kampus di luar negeri. Kita akan dorong. Kita akan arahkan kesana terkait konteks demokrasi dan kebangsaan hari ini. Begitu pula soal relasi umat dan negara. Tarafnya harus kita naikkan sehingga PB HMI punya peran-peran yang signifikan. Itu pertama. Yang kedua, agar bisa mendorong secara terukur wacana atau gagasan dan cita-cita tentang HMI di luar negeri. Itu beberapa program unggulan kita ke depan. Bagaimana dengan indikasi keterlibatan abang di partai politik ? Pertama,benar bahwa saya pernah menjadi Sekretaris Jenderal Generasi Muda MKGR tahun 2016. Tapi itu bukan partai politik yang di bawah underbownya Partai Golkar. Kita MKGR Ormas yang Ketua Umumnya bukanlah Fahd Arafiq. Bukan itu. Melainkan Ketua Umumnya Letnan Jenderal Suyono. Yang jelas ini organisasi masyarakat yang tidak berafeliasi dengan partai politik manapun. Makanya pada saat saya diminta, saya pun mempertanyakan status organisasi
ini ke depan apa, pada saat disampaikan bahwa itu adalah ormas (kita punya dokumennya, punya foto pelantikannya siapa yang melantik), ya ini ormas. Dan bagi saya, saya tidak meresponsnya karena memang tidak benar. Saya tidak mau menghabiskan energi untuk hal-hal yang tidak benar. Ini ormas. Clear! Bukan partai politik. Terakhir apa pesan abang untuk peserta kongres nanti ? Pesan saya pada seluruh peserta kongres mari kita jadikan kongres ini titik balik ke-bangkitan HMI. Tentu untuk bisa melakukan sebuah titik balik butuh pengorbanan. Dan pengorbanan tidak ada yang nyaman. Di sini tantangan kita sebagai kader.Berani beradaptasi dengan ketidaknyamanan untuk melakukan sesuatu. Tentu ada tawaran-tawaran yang pragmatis di lapangan serta fasilitas-fasilitas lainnya yang ditawarkan. Bagi saya itu tidak HMI banget dan bukan kultur budaya mahasiswa. Makanya mari kita jadikan kongres ini sebagai momentum titik balik. Kita berkorban. Kita patungan. Sama-sama cabang patungan. Jangan bebankan kandidat. Ayo kita
FEBRUARI 2018 | EDISI KONGRES XXX | INDEPENDENSIA 43
mulai. Saya kira masih ada cabang yang mau sehingga ikhtiaruntuk melakukan perubahan itu ada bentuknya. Kedua, dalam konteks apapun, saya menyadari bahwa gagasan, visi dan misi mempunyai dampak yang kecil dalam mempengaruhi pilihan. Pilihan masyarakat awam itu dikontrol oleh sentimen-sentimen yang sifatnya emosional. Tapi sekali lagi saya masih percaya bahwa HMI itu bukan masyarakat awam. Namun, kita ini masyarakat kritis di tengah kerumunan masyarakat awam. Marilah kita menggunakan nalar kita. Kita gunakan pikiran kita untuk melakukan traiking setiap kandidat. Itu pertama. Kedua, kita melakukan traiking setiap gagasan. Sehingga ke depan, forum kongres itu betul-betul bisa sesuai dengan apa yang disuarakan oleh seluruh kelompok atau keluarga besar HMI, yaitu melahirkan kualitas yang terukur sesuai dengan apa yang dicita-citakan. Harus diakui, hari ini, kita tidak bisa menutup mata, bahwa banyak kekuatan-kekuatan yang orientasnya ingin membajak Himpunan ini ke depan. Dan instrument yang paling bisa dimasukin adalah menggunakan ketidakmampuan pengurus cabang untuk mengatasi ketidaknyamanan. Dikasih uang. Dikasih fasilitas. Kongres tidak sesederhana itu. Terakhir, mari kita jaga kondusifitas. Apapun hasil kongres, ayo kita kawal. Ayo kita maknai dan kita terima inilah ternyata kondisi objektif HMI hari ini. Seperti apa potret kepemimpinan yang akan di lahirkan ke depan, kira-kira tidak akan jauh menggambarkan kondisi anggota yang ada di dalamnya. Makanya kalau kita masih mau mengklaim diri sebagai masyarakat aktivis yang kritis dan objektif dan lain sebagainya, mari kita beradu dalam forum kongres untuk melahirkan 44 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
pemimpin yang betul-betul kritis, objektif, independent yang bisa melahirkan harapan tidak hanya bagi keluarga besar HMI, tapi juga bagi umat dan bangsa (Shofa).
HARI AZWAR
WAWANCARA
JABATAN
KETUA UMUM BUKANLAH HARGA MATI
HARI AZWAR
T
engah malam bertempat di Sekretariat PB HMI Jalan Sultan Agung Jakarta, kandidat satu ini datang memenuhi panggilan tim majalah edisi kongres untuk diwawancarai. Dengan gayanya yang familier, ia menyapa satu persatu tim majalah yang sedang fokus mengedit hasil wawancara untuk segera dikirim ke bagian layouter. Meski wajahnya nampak kelelahan karena baru mendarat di Jakarta dari Palembang, semangatnya yang tinggi untuk menemui tim majalah patut diapresiasi. Inilah petikan wawancara reporter tim majalah, Masyhur, bersama dengan kandidat asal Cabang Palembang ini. Apa latar belakang atau yang memotivasi untuk maju pada kontestasi kongres kali ini? Pertama, karena saya sudah lama bergelut di organisasi ini. Memang saya melihat HMI ini sudah sangat tua usianya, dan dari hasil pengamatan almarhum Agus Salim Sitompul melalui bukunya yang berjudul ’44 Indikator
Kemunduran HMI’, diatas 100 tahun nanti HMI akan mengalami kehancuran. Sampai hari ini, saya melihat tanda-tanda kemunduran itu ada. Maka, perlu adanya spirit dan semangat baru yang harus dilakukan oleh kader-kader HMI dalam memimpin organisasi yang sudah cukup tua ini. Momentnya pas, menurut saya di akhir periode ini, saya mencoba untuk ikut dalam pertarungan merebut kursi ketua umum PB HMI. Itu mungkin. Lalu apa visi besar yang diusung menjadi kandidat? Saya punya visi dalam hal ini “Penguatan Kelembagaan sebagai Ijtihad Organisasi’. Memang lembaga yang sudah cukup tua dan besar ini perlu adanya penguatan-penguatan kelembagaan sebagai bentuk perjuangan organisasi. Misi yang ingin abang lakukan? Ada beberapa misi yang ingin saya lakukan. Pertama, konsolidasi internal organisasi. Dalam hal ini, saya ingin membangun suprastruktur dan infrastruktur organisasi dengan
sistem manajerial dan komunikasi program dari tingkat PB, Badko hingga tingkat Cabang. Kedua, saya ingin mencoba meningkatkan sumber daya manusia yang ada di tubuh HMI. Melalui penataan secara berkualitas, sistem perkaderan harus diperbaiki kembali dengan pendekatan student oriented dan profesional dengan menjunjung tinggi hakikat entrepreneur. Harapannya, saya ingin membangun ke depan kader-kader HMI ini memiliki sumber daya manusia yang cukup handal pada sisi ranah usaha atau entrepreneur. Jadi tak hanya berkutat di dunia politik saja. Itu harapan saya ke depan. Ketiga, menjunjung tinggi independensi organisasi. Sekelas organisasi PB HMI ini khan tarik-menarik kepentingan pasar politik juga kencang. Apalagi hari ini, hampir seluruh partai yang ada di Indonesia dihuni oleh alumni HMI. Maka sudah seharusnya HMI menjaga independensi itu. Banyak alumni-alumni yang terjun ke politik, maka independensi organisasi mudah diatur. Abang khan sudah pernah menjadi pengurus PB HMI, kalau boleh tahu jabatan yang pernah diduduki? Saya menjabat Wakil Bendahara Umum di tahun 2013. Terus, dari 2016-2018 saya diamanahkan sebagai Ketua Bidang Pembinaan Aparatur Organisasi (PAO). Lalu rogram apa yang telah dilakukan di PB HMI pada periode ini? Kalau di PB HMI, di periode ini khususnya, saya pernah melakukan Upgraiding Kepengurusan dan Lokakarya Konstitusi. Dari sekitar tahun berapa, baru ada di periode ini. Saya melihat perlu adanya perubahan-perubahan dalam konstitusi kita hari ini. Karena, hasil-hasil kongres Pekanbaru lalu, membuat kita shock dengan menghabiskan uang mili46 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
aran rupiah untuk pelaksanaan kongres saat itu. Cuma perubahan-perubahan tidak terjadi secara signifikan, hanya satu dua pasal. Itupun berkaitan dengan politik yang ada di HMI sendiri. Semisal, pemilihan ketua umum PB HMI. Makanya dua program unggulan yang kita jalankan, yaitu upgraiding kepengurusan dan lokakarya konstitusi. Kalau sehari-harinya dalam kepengurusan ini, sudah banyak melaksanakan konflik-konflik internal yang ada di HMI, baik ditingkat nasional ataupun cabang. Membangun komunikasi agar menjaga stabilitas organisasi. Alhamdulillah, di kepengurusan ini konflik-konflik yang membuat perpecahan-perpecahan ditubuh HMI terminimalisir. Apa yang ingin abang benahi di HMI jika terpilih sebagai ketua umum PB HMI? Ya, banyak. Pertama, sistem organisasi yang harus kita benahi. Dari tahun 1947-sekarang, saya melihat baku dan kaku. Sementara kita sudah masuk di era postmodern. Organisasi yang sudah cukup tua ini, sampai hari ini kita belum melihat adanya arah untuk menjadi organisasi yang modern. Ke depan, saya ingin mencoba merubah sistem di organisasi menjadi sustainable atau modern dengan sistem berbasis digital. Pemberkasan-pemberkasan administratif itu melalui digital atau via email. Agar kawan-kawan yang di daerah pun lebih cepat, efektif dan efesien dalam pengelolaan administrasi organisasi. Tidak perlu, misalnya hasil konferensi dikirim dalam satu dua hari atau datang ke Jakarta dengan menghabiskan uang jutaan rupiah. Itu pemborosan bagi saya. Maka, sistem harus dirubah. Kedua, dari struktur organisasi. Saya melihat kita memiliki struktur yang cukup gemuk sehingga kerja-kerja organisasi dalam waktu
dua tahun ini tidak berjalan signifikan. Paling normalnya kita berjalan 8 bulan, paling lama itu satu tahun. Setahun lainnya kita sibuk dengan konflik internal, sibuk di pembiayaan-pembiayaan yang cukup besar. Makanya, saya ingin melakukan pemangkasan jumlah struktural. Misalnya hari ini ada 17 bidang maka ke depan maksimal 15 bidang. Tapi kalau bisa saya mau buat 10-12 bidang saja. Hal ini demi menjaga agar program-program kerja bidang berjalan dengan baik dan anggaran organisasi lebih efektif dan efisien. Saya juga ingin membuat jaringan yang seluas-luasnya. Saya ingin mencoba, kalau terpilih sebagai Ketua Umum untuk membawa organisasi ini ke dunia internasional. Sebisa mungkin nanti, jika saya terpilih menjadi ketua umum PB HMI ingin mencari jaringan-jaringan yang levelnya sudah internasional. Kira-kira potensi apa yang bisa dikerjasamakan di dunia internasional? Oh, banyak. Saya khan pernah mondok di Al-Amin, Prenduan Sumenep Madura. Di pesantren tersebut ada kerja sama dengan pemerintah Arab Saudi, mungkin dengan membuka komunikasi dengan pimpinan pondok pesantren untuk membuka jalan bagaimana bisa berkomunikasi dan menjalin kerjasama dengan pemerintah Arab Saudi. Mungkin itu salah satu jalan untuk membawa organisasi ke dunia internasional. Bisa juga melakukan kerjasama dengan Kedubes-Kedubes yang ada di Indonesia perihal bagaimana caranya agar HMI bisa diterima dan bekerjasama dengan pemerintah yang ada di sana (luar negeri). Program unggulan apa yang ingin abang lakukan jika terpilih menjadi Ketua Umum PB HMI? Pertama, saya akan melakukan perubahan
sistem untuk mewujudkan organisasi ini menjadi organisasi modern. Di antaranya dengan membuat database online. Terus, saya juga ingin melanjutkan program kerja dari kepengurusan sebelumnya (periode ini) yang sempat tertunda, berupa pembuatan KTA yang berbasis ATM. Saya juga ingin membuat transparansi anggaran yang berbasis digital tadi. Jadi semua kader, alumni, dan keluarga besar HMI dapat melihat secara langsung sumber dana yang masuk ataupun keluar. Karena memang gerakan organisasi ke depan harus transparan, tidak menutup. Akhir ini sedang berhambur isu-isu yang dapat mengganggu stabilitas nasional, taruhlah antar kelompok yang mengaku pancasilais dan agamis atau yang lebih mengerikan lagi antar kelompok agama dengan suku (skema perang asimetri), bagaimana HMI menyikapi isu tersebut? Sebenarnya begini. Terkait isu-isu konfliktual negara yang hari ini sedang marak, memang HMI terkesan banyak diam. Sebenarnya tidak juga demikian. Yang membuat kita lambat bergerak, karena dua hal. Pertama, kita selalu disibukkan oleh konflik internal. Kedua, respon kita terhadap isu-isu baik lokal, nasional, dan bahkan internasional itu lambat. Ke depan, saya yakin betul, karena saya pernah menjabat sebagai Ketum Cabang. Dengan isu-isu itu kita harusnya merespons secara cepat. Misalnya kita dapat informasi ada perang di negara Arab, bagaimana langkah dan peran yang bisa diambil oleh HMI? Secara kelembagaan mungkin HMI tidak bisa ikut andil menyelesaikan konflik itu. Tetapi, secara kelembagaan juga, HMI sebagai organisasi islam sekaligus pemuda Islam, wajib untuk mewujudkan perdamaian-perdamain FEBRUARI 2018 | EDISI KONGRES XXX | INDEPENDENSIA 47
dunia. Kalau terkai konflik nasional, pancasila atau NKRI, saya rasa HMI sudah tuntas dan memang harus berperan bagaimana meminimalisir konflik itu, misal pancasila atau NKRI harga mati dan segala macam. HMI memang harus hadir di tengah-tengah itu. Kita harus berada di garda terdepan dalam hal ini. Kalau masalah konflik lokal, pasti cabang-cabang yang ada di daerah harus respek dan merespon cepat isu tersebut. Sebenarnya absen dan tidaknya HMI, tergantung pada cepat tidaknya menangkap isu atau informasi. Jika kita lambat menangkap isu atau informasi, maka kita juga akan lambat bergerak. Begitu juga sebaliknya. Sekelas organisasi HMI, ada isu nasional yang berpotensi memecah NKRI kemudian kita diam. Maka, sungguh sangat
diajak sama-sama, tidak boleh main one man one show. Makanya kedepan, yang ingin saya lakukan adalah konsolidasi internal terlebih dahulu. Kalau memang kita kuat dalam satu barisan, saya yakin betul isu-isu dapat kita hilangkan (selesaikan). Bagaima jika akhirnya abang tidak diamanahi dalam kongres nanti untuk menjadi PB 01? Tetapi semoga Abangda terpilih dan Amanah, Amin Yaa Rabb. Saya begini, pada prinsipnya saya tidak pernah menganggap menjadi Ketua Umum PB HMI adalah harga mati. Waktu saya jadi Ketum Cabang, orang juga tidak menduga saya akan terpilih. Karena, saya dari kampus
HMI BERSAHABAT disayangkan jika itu terjadi. HMI ini khan moderat (tidak miring ke kanan atau ke kiri), tetapi moderat yang dimaksud adalah harus punya sikap, moderat aktif. kira-kira bagaimana bentuk langkah kongkrit untuk bersikap? Saya ingin mempertegas keberadaan lembaga ini sebagai bentuk ijtihad organisasi. Posisi yang harus kita ambil adalah posisi terdepan. Langkah-langkah konkritnya memang kita harus melakukan konsolidasi internal. Pengutan kembali dalam tubuh internal organisasi. Ke depan, konflik-konflik internal harus diminimalisir dulu, sehingga kita bisa bergerak ke eksternal. Kalau ada isu yang segera kita tangkap, mantap menggerakkannya. Organisasi HMI ini khan maunya 48 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
swasta dan kecil. Hanya saja, pada kontastasi Konfercab waktu itu, takdir berbicara lain, saya terpilih. Kedua, hari ini saya mencoba untuk bertarung di kancah nasional, saya tegaskan dari awal niat untuk maju ini bukanlah untuk kepentingan pribadi apalagi memperkaya diri. Kalau ada yang mengatakan itu, jelas salah. Bagi saya, kalau saya memang diamanahkan, Alhamdulillah. Makanya tageline saya, HMI bersahabat. Saya ingin membangun persahabatan yang abadi dengan temanteman yang ada di HMI. Kalaupun kalah, tidak menjadi ketum PB, ya sudah, biasa saja. Inilah proses. Hasil dari sebuah proses. Kalah
menang, bagi saya itu hal biasa. Saya tidak pernah berbicara hasil diawal, karena hasil itu dibicarakan di akhir. Karena memang tujuan saya menjadi Ketua Umum bukanlah harga mati. Masih banyak ruang dan peluang di luar yang bisa kita mainkan. Berkaca dari pengalaman sebelumnya, banyak kandidat yang bagus (idenya briliant) tetapi (maaf) kalah dalam pertarungan politik. Sehingga gagasannya tidak tersalurkan. Bagaimana abang menyiasati itu, agar tetap diusung gagasannya oleh pemenang? Pada prinsipnya, gagasan yang kita miliki tidak harus dipaksakan untuk diterapkan oleh yang terpilih. Itu hak mereka yang terpilih. Tetapi, jika saya terpilih maka akan saya jalankan gagasan saya. Itu yang pertama. Sedangkan yang kedua, akan saya pilah kandidat-kandidat yang memiliki gagasan untuk kemudian saya ambil dalam program kerja. Sehaingga gagasan itu tersalurkan. Memang di HMI ada persolan gerbong, suka tidak suka. Kalau yang menang ini bukan gerbong kita, kemudian gagasan kita tidak diambil. Bagi saya, itu salah. Beberapa waktu yang lalu saya sampaikan ke pengurus-pengurus, kalau di HMI ini masih berbicara gerbong berarti kita belum tuntas
dalam berorganisasi. Pesan terakhir untuk peserta kongres? Pesan saya kepada peserta kongres, terutama keluarga besar HMI yang mengikuti kongres XXX di Ambon, semoga pelaksanaan kongres berjalan dengan baik. Jangan mudah terprovokasi dengan isu-isu yang buruk. Jangan mudah menjual nama baik cabang masing-masing dengan tawaran yang menggiurkan. Salam HMI_bersahabat! (Masyhur).
FEBRUARI 2018 | EDISI KONGRES XXX | INDEPENDENSIA 49
WAWANCARA
IDRIS PUA BUKU
Kuncinya: Bekerja secara Ikhlas Idris Pua Bhuku : Kunci Untuk Membesarkan HMI itu Bekerja Secara Ikhlas.
I
nilah kandidat satu-satunya yang berasal dari Jawa Timur. Sempat berproses dan menjadi Ketua Umum HMI Korkom Universitas Merdeka Malang periode 2009-2010, sosok kelahiran Ende NTT ini kemudian bablas melenggang masuk dalam tataran elit kepemimpinan di PB HMI. Posisi Ketua
Bidang Pemberdayaan Umat PB HMI pernah dicicipinya sebelum kemudian dialihkan ke bidang lainnya, yakni Bidang Perguruan Tinggi Kemahasiswaan dan Pemuda karena ia dianggap mumpuni untuk berakselerasi di sana. Kandidat yang low profile ini berhasil di wawancara oleh tim majalah di Rumah Makan Nasi Kapau Andalas di sekitaran Saharjo Jakarta pada Kamis, 8 Februari 2018. Berikut petikan wawancaranya yang langsung dilakukan oleh M.Taufik. Apa motivasi abang untuk maju di kongres Ambon ke XXX ini ? Saya sih sederhana. Selama ini permintaan teman-teman dari waktu ke waktu meminta perubahan. Nah, dari situ saya melihat selama ini gagasan kita memang belum tercurahkan dengan baik. Artinya, kalau bahasanya tadi kita meminta perubahan maka saya kira butuh orang yang serius dan tegas untuk menata organisasi.
Jadi niat saya maju ini untuk menata organisasi . Melihat beberapa kandidat yang memiliki tagline dalam pencalonannya, lalu tagline dan visi apa yang abang usung? Saya tidak ada tagline. Kedua, bagi saya, kongres HMI kemarin sudah merumuskan apa yang menjadi visi HMI yang tertuang jelas pada pasal 4 AD HMI. Maka saya berharap, kita bersama-sama, baik secara internal khususnya PB HMI sampai tingkatan cabang, bersama menunaikan janji dari visi organisasi tersebut. Kita kerja bersama untuk merealisasikan apa yang menjadi visi HMI yaitu mewujudkan kualitas lima insan cita HMI itu. Lalu bagaimana turunan misinya bang ? Saya ada beberapa point. Pertama, ini berangkat dari kondisi kekinian kita. Nah, saya berharap HMI ke depan mengembalikan ghiroh keislamannya yaitu semangat keislaman dengan memberikan kesejukan kepada banyak orang dengan menjadikan Islam
yang Rahmatan Lil ‘Alamin. Kedua, memang kita tidak bisa hindari bahwa kita ini organisasi anak muda yang terdiri dari kelompok mahasiswa. Berarti kata kuncinya adalah intelektual. Maka saya kira itu kedepan harus kita pupuk dan menumbuhkan kembali semangat intelektualitas itu. Ketiga, kalau saya kemarin itu berfikirnya begini, kader HMI itu potensinya banyak dan tantangan zaman ke depan ini tentu sangatlah berbeda. Kita mungkin tidak lagi dipaksa untuk banyak tahu tetapi kalau bisa kita sedikit tahu. Nah, saya akan mendorong kader-kader HMI kedepan ini lebih pada penguatan ke profesionalismenya disesuaikan dengan basic pengetahuannya. Saya kira banyak langkah yang akan dilakukan dalam hal ini. Lembaga-lembaga profesi kita kerahkan kembali. Ke depan, LPP yang sudah berjalan diperkuat lagi, sehingga teman-teman, khususnya kader-kader kita, LPP yang ada tidak hanya hidup di PB HMI tetapi sampai di tingkatan cabang. Mungkin itu tidak semua. Kalau semua tentunya berlebihan, minimal ada beberapa prioritas kita.
Misal, kita petakan nanti dengan target yang tak banyak, sekitar 50% dari cabang bisa mendorong itu. Keempat, saya ini selalu resah ketika forum rapat harian di PB HMI pasti problem yang kita pikirkan adalah ‘aduh cabang saya bermasalah ya?’ Setiap datang ke rapat harian gelisah dengan cabang saja. Kita tidak pernah berpikir tentang gagasan-gagasan serta program kerja kita serta bagaimana kita membangun organisasi ini menjadi organisasi yang baik. Nah, saya pikir ke depan kita harus merevitalisasi kembali sistem komunikasi kita di semua tingkatan, sehingga keputusan-keputusan organisasi itu bisa efisien dan efektif. Kemudian persoalan disiplin juga. Misal, jangan sampai berkas Konfercab masuk hari ini kemudian baru kita bahas dan kerjakan satu bulan kemudian. Idealnya, berkas yang masuk harus kita kasih batas rentang waktunya. Misalnya tiga hari sebelum rapat harian ada berkas yang masuk, -ini contoh saja ya- kemudian jika tidak ada masalah, maka harus segera kita putuskan. Itu target saya ke depan. Sehingga problem-problem internalnya
segera selesai dan tidak banyak masalah lagi Lalu selain itu bang? Ada point kelima. Pada point ini kita harus melihat kembali posisi gerakan HMI dalam merespons masalah-masalah keumatan dan kebangsaan. Saya kira nanti bisa kita rumuskan hal itu. Adapun point kelima adalah optimalisasi potensi kader di mana nanti saya akan langsung melakukan pemetaan-pemetaan kader-kader potensial dan ungguk, sehingga kedepan PB HMI memiliki peta kader seperti mapping-lah istilahnya. Jadi kita memiliki peta kader. Sehingga tentu minimal PB HMI ini bisa memberikan akses misalkan beasiswa ataupun klasifikasi-klasifikasi yang lain. HMI bisa menjadi jalan disini sehingga kadernya merasa PB HMI ini turun tangan untuk memberikan manfaat terhadap kader. Ketujuh, tidak kita bisa bantah bahwa perkembangan teknologi dan informasi ini terus berkembang dan berjalan begitu cepat. Nah, HMI tentunya dituntut dan dipaksa untuk bergerak cepat serta siap mengefesiensi penataan organisasi, maka PB HMI harus mampu meru-
FEBRUARI 2018 | EDISI KONGRES XXX | INDEPENDENSIA
51
muskan kerja-kerja organisasi yang berbasis teknologi. Apa program kerja unggulan yang akan dibawa? Ada ide pokok kalau misalkan saya diamanahi untuk menjadi ketua umum PB HMI. Ide pokok tersebut terdiri dari tiga hal yang harus saya dorong dari sekarang dan itu minimal menjadi tolak ukur HMI ke depan. Jadi tidak perlu mengukur terlalu jauh. Cukup mengukur ke saya saja. Ketika saya gagal maka ketiganya ini gagal. itu saja. Nanti kalau terlalu banyak diskusi A-B-C, dan ini itu, khan kita agak ribet juga mengukurnya. Tapi kita bisa dianggap berhasil ketika kita bisa merealisasikan dan menjalankan ketiga program unggulan itu Pertama, saya membahasakan dengan istilah Kader Unggulan Insan Cita HMI (KUCINTA HMI). Ini program muatan kader yang saya gambarkan tadi di awal. Jadi, kader-kader potensial itu kita petakan. PB HMI harus hadir sampai di tingkatan Cabang sehingga potensi-potensi kader ini mampu kita distribusikan pada tempatnya. Misalkan seperti yang tadi saya contohkan terkait dengan fasilitas itu tadi yang mungkin berdasarkan basic ilmu pengetahuan masing-masing. Mungkin kader itu berprestasi, juara dimana-mana. Nah, ini harus dijembatani prestasi kader ini untuk dicarikan akses. Kalau memungkinkan membantu biaya, kita akan bantu. Sehingga kader-kader ini merasa bahwa HMI adalah bagian dari proses dia belajar. Itu yang pertama. Kedua, terkait dengan situasi keumatan dan kebangsaan kita akhir-akhir ini yang mengalami kemunduran terkait persoalan toleransi. Maka HMI harus hadir sebagai organisasi yang dari dulu identik dengan or52 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
ganisasi yang moderat, terbuka, dan inklusif. Sayangnya, kita melihat akhir-akhir ini, seolah-olah HMI ini didorong menjadi organisasi yang eksklusif sehingga lebih dekat dengan kelompok-kelompok ekstrimis dan intoleran. Ini sangat menghawatirkan. Saya kira kita punya potensi yang sebenarnya perlu didorong dengan baik. Dari dulu kita ini punya Lembaga Dakwah. Kita akan mendorong program kader santri HMI yang nanti di setiap cabang, sekitar 5-10 kader kita siapkan. Kita eksport kemampuannya, kita input pengetahuannya tentang Islam yang Rahmatan Lil ‘Alamin sehingga dia bisa menjadi agen yang mendorong terwujudnya Islam Rahmatan Lil ‘Alamin itu. Hal ini, untuk menjawab situasi keummatan dan kebangsaan kita. Tentunya yang bisa menjembatani itu adalah Lembaga Dakwah. Nah, saya berencana kalau bisa, Alhamdulillah kalau di setiap cabang ada Lembaga Dakwah minimal 50%lah dengan daerah yang nanti kita petakan bersama-sama, khususnya untuk daerah-daerah yang potensial tumbuhnya radikalisme dan paham-paham ekstrimis. Lalu yang ketiga? Apa lagi? Ketiga, saat ini kita hidup di zaman di mana kita tidak bisa menghindari teknologi. Maka saya membahasakan program unggulan saya selanjutnya dengan istilah Pusaka HMI (pusat data dan kinerja HMI). Tujuannya agar nanti setiap aktivitas HMI itu akan dipub-
likasikan secara terbuka mulai dari keputusan pb dan semua kegiatannya. Misalkan kita rapat harian, apa keputusan untuk cabang A, cabang B . Lalu apa masalahnya, terus kita putuskan. Terbuka semua biar semua tahu. Nah, itu nanti akan kita link-kan dengan website PB HMI. Kita buat website yang dapat memberikan informasi yang utuh terkait setiap aktivitas HMI, bahasa lainnya yah semacam jendela HMI. Saya berharap, ini dikoneksikan dengan teman-teman cabang. Sehingga setiap aktivitas cabang juga bisa terpublikasikan. Apalagi saat ini adalah era atau zaman keterbukaan. Tak ada lagi informasi yang ditutup-tutupi. PB HMI ini mampu untuk melakukan itu. Sementara itu, masih berkaitan juga dengan pusat data kinerja ini, saya ingin LAPMI ini ada di semua cabang, tapi kalau memang tidak bisa, minimal LAPMI ada di cabang-cabang potensial. Kehadiran LAPMI di setiap cabang ini tentunya bisa membawa akses informasi yang berbeda dari sisi yang berbeda pula. Saya kira ini tidak terlalu mahal, karena saya sudah berdiskusi dengan beberapa orang. Apalagi kita sudah punya LAPMI yang nanti akan mengelola Pusat Data Informasi HMI itu secara professional. Program kerja bernama Pusat Data Informasi dan Kinerja yang berbasis teknologi ini, kalau bisa ada media penyiarannya. Seperti portal berita tadi yang gunanya untuk informasi data dan mempublikasikan setiap aktivitas PB HMI. Selain itu, saya juga ingin ada ikatan Cyber HMI. Ini memang sudah direncanakan. Cuma belum pernah kita implementasikan secara mengalir dan tekun. Mudah-mudahan ke depannya bisa dan terus berkembang Dari semua hal tadi, itulah bagian dari cita-cita saat menjadi Ketua Umum PB HMI. Saya kira
ini sudah pernah ada sebelumnya. Namun kalau ini dikerjakan secara parsial atau hanya sekelompok orang, apalagi sebagian orang, mustahil bisa terwujud. Bagi saya, kunci untuk membesarkan HMI itu bekerja secara ikhlas. Itu kuncinya. Kedua, bekerja secara cerdas. Ketiga, harus bersama. Kalau ketiga kunci ini mampu disinergikan dengan baik dari PB HMI sampai dengan Cabang, maka saya sangat meyakini HMI akan memiliki daya dorong yang luar biasa terhadap persoalan-persoalan keumatan dan kebangsaan, tak terkecuali dalam lingkup ekskalasi Internasional. Saya kira HMI akan memberikan warna tersendiri, bahwa HMI benar-benar organisasi yang berpengalaman. Tak hanya dilihat dari usia tapi berpengalaman dalam persoalan keumatan dan kebangsaan. Apa program kerja yang sudah abang laksanakan sejak abang menjabat sebagai ketua bidang PTKP PB HMI periode 20162018 ini ? Ini penting untuk d ketahui oleh public HMI terutama kader-kader. Pada kepengurusan periode ini, bidang saya mengadakan agenda nasional berupa Jambore Kebangsaan. Selain itu, kita juga menyoal masalah RUU ormas. Terkait ini, bidang PTKP PB HMI mengundang beberapa narasumber untuk berbicara persoalan itu. Selanjutnya, bidang PTKP juga pernah menyoal persoalan dinamika global.Memang harus diakui kalau selama ini PB HMI kegiatannya melulu diskusi. Ini yang menurut saya bukan saatnya lagi. Kalau hari ini, harus diakui banyak kekurangan. Tetapi kita semua tidak patah semangat untuk tetap dan terus melangkah. Berkaitan dengan tahun politik 20182019 nanti, seandainya diamanahi untuk menahkodai HMI oleh peserta kongres nanFEBRUARI 2018 | EDISI KONGRES XXX | INDEPENDENSIA 53
ti, bagaimana sikap politik HMI pada tahun itu ? Terutama sikap PB HMI yang tentunya akan berimbas terhadap cabang-cabang. Kita ini organisasi yang sudah jelas. Organisasi ini harus independen. Kalau memang ada kader-kader yang terlibat secara personal, ini tidak menjadi masalah. Tapi secara kelembagaan, tentunya ia harus mematuhi independensi organisasi. Itu aturan mainnya dan aturan main itu tidak bisa dilawan. Tetapi saya kira HMI harus tetap mampu mengusung dan memperjuangkan politik nilai. Tidak bisa kita seolah-olah tidak mau terlibat aksi politik atau anti politik. Bila demikian adanya, HMI akan selalu ketinggalan momentum dan tidak lagi dianggap sebagai bagian penting dalam melakukan proses konsolidasi demokrasi. Jadi ada dua. Pertama, sikap kita Independen. Kedua, mendorong gagasan politik nilai. Terkait perkaderanbang, apa yang harus di benahi dalam sistem perkaderan kita saat ini ? Kita misalkan mulai dari dasar saja. Seperti training-training mulai dari LK I hingga LK III. Saya melihat dari
modul-modul yang temanteman terapkan ini sudah bagus. Namun ada satu hal yang kurang menurut saya. Pertama, soal disiplin. Kedua, kadang-kadang aktivitas perkaderan kita ini meniadakan kegiatan-kegiatan yang menghubungkan aktivitas perkaderan kita ini dengan nilai luhur keislaman. Terakhir pesan buat peserta kongres nanti ? Secara pribadi, sebagai fungsionaris PB HMI, saya tidak senang ada perusakan-perusakan yang dilakukan oleh kader HMI. Masyarakat kota Ambon khususnya, warga negara Indonesia dan publik Internasional umumnya, tentu akan bertanya-tanya bila hal itu, perusakan fasilitas publik itu terulang kembali di Ambon. Mengapa sih HMI yang dikenal sebagai kelompok Intelektual Muslim, kritis, dan profesional ketika mengadakan kongres selalu saja diwarnai dengan keributan? Apa sih yang dicari sebenarnya? Seharusnya yang diusung di kongres ini adalah ide dan gagasan dalam memperbaiki roda organisasi. Nah, saya berharap, teman-teman di Stering Committee untuk
54 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
membuat gentlemen agreement di antara kandidat. Ini salah satu langkah bahwa kita melaksanakan kongres ini agar tepat dan tidak rusuh. Makanya kita harus memberikan informasi ke adek-adek dan para pendukung kita bahwa kongres ini hanyalah pertandingan persahabatan saja. Bukan membidik HMI dan non HMI . Berikutnya adik-adik kita yang nanti menjadi peserta delegasi kongres atau peserta partisipan atau penggembira, marilah ini sama-sama kita jaga. Jangan sampai organisasi ini yang punya semangat bagus ini, apalagi kita sudah punya tokoh nasional seperti Lafran Pane, kemudian dicoreng oleh aktivitas kita yang kalau bahasanya tadi melanggar nilai luhur sebagai budaya ketimuran kita. Pointnya itu. Saya juga tidak setuju. Kita berharap pada adekadek semua, khususnya keluarga besar HMI, sama-sama menjaga kongres ini agar melahirkan ide dan gagasan yang berkualitas dan pemimpin yang berkualitas juga. Dan kongres ini aman, damai, sentosa dan sejahtera. Tidak boleh ribut-ribut (Taufik).
ILHAM AKBAR MUSTAFA
K
ILHAM AKBAR MUSTAFA
Kongres Ini adalah Lebaran Bagi Kader HMI
WAWANCARA
ali ini, tim majalah edisi kongres mewawancarai kandidat energik asal cabang Makassar Timur, Ilham Akbar Mustafa. Kandidat kelahiran Ternate, 12 Juli 1989 ini, pada kepemimpinan Mulyadi P.Tamsir menduduki posisi sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Lingkungan Hidup PB HMI. Dengan suaranya yang berat, disertai semangat yang berapi-api, ia mencoba memaparkan visi misi dan latar belakang yang membuatnya harus mengambil sikap untut turut berlaga pada kontestasi perebutan kepemimpinan puncak HMI di Ambon. Bertempat di restoran cepat saji di bilangan Cikini Jakarta, berikut petikan wawancara tim majalah edisi kongres, M.Taufik, bersama dengan kandidat yang akrab disapa dengan panggilan Kak Ilank ini. Apa yang memotivasi abang untuk mencalonkan diri menjadi ketua umum PB HMI?? Dari 1947 sampai dengan 2018, adalah waktu yang merentang sangat panjang. Sejak kelahiran HMI sampai hari ini, HMI telah mengarungi sepanjang usia Republik. Praktis kita adalah penumpang awal di republik ini. Problemnya, di usia yang ke- 71 ini HMI bergerak maju, tapi cenderung menghadapkan wajahnya kebelakang. Ini problem. Karena, bergerak maju tetapi menghadapkan wajah kebelakang, sebenarnya adalah langkah mundur. Kita sebetulnya berjalan maju tetapi wajah kita menghadap kebelakang. Maksud saya, ini dikarenakan beban sejarah yang terlalu berat untuk dipikul. Pucuk pimpinan ini tidak mampu mengartikulasikan apa yang menjadi beban sejarah dan tanggung jawab sejarah kepada kandidat dan pucuk pimpinan di HMI. Hal ini bisa kita buktikan. Kalau kita melihat genealogi
awal pendirian HMI, HMI itu bagian daripada NKRI. Menjaga keutuhan dan kedaulatan Republik. Lafran Pane mendirikan HMI di Yogyakarta karena itu motivasi awalnya. Jadi, kita ini kelas penjaga dari kedaulatan dan keutuhan republik. Spirit awal itu yang kemudian termaktub dalam tanggung jawab keummatan, keislaman dan kebangsaan. Dua hal ini yang harus senantiasa berelasi karena menjadi tanggung jawab etis seorang kader. Ada satu problem yang harus kita cermati dalam melihat situasi hari ini. Situasi saat ini, dalam tanda kutip, ada semacam keterbelahan sosial. Memang di satu titik ada fenomena menguatnya konservatisme keberagamaan. Di sisi lain, menguat pula kelompok ultra nasionalis sebagai antitesa dari kelompok ini. Ketika dua kutub yang terbelah ini tidak bisa terakurkan maka dia membutuhkan kelompok yang dinamakan dengan istilah creative minority. Kelompok epistemik ini senantiasa berupaya secara aktif untuk menjembatani kedua kutub yang terbelah ini. Itu yang saya maksud dengan jargon tengah aktif. Jadi jargon yang diusung Tengah Aktif? Ya. Tengah Aktif dalam bahasa sederhananya adalah rumusan manifesto kejuangan yang saya buat, dimana inklusifitas itu sebagai platform. Inklusifitas ini kalau kita maknai memang identik dengan posisi moderat. Cuma posisi moderat ini kalau kemudian tidak diberikan penekanan-penekanan khusus maka dia menjadi moderat yang pasif. Tengah tetapi pasif itu pragmatis. Nah, yang saya maksud HMI harus menjadi Tengah Aktif adalah ia tidak berpihak kemanapun terhadap kutub yang terbelah ini sebagai konsekuensi logis dari independensi etis dan independensi organisatoris. Tetapi ia berupaya melakukan ini56 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
satif-inisiatif yang sistematis lewat kerja-kerja kongkrit untuk menjembatani keduanya. Melihat situasi kebangsaan akhir-akhir ini, saya melihat ada kemunduran cara berfikir ummat atau istilahnya kekhilafan berfikir ummat. Dan itu lumrah. Hanya saja perlu
ada kelompok yang bisa menyadarkan untuk kembali ke khittahnya. Sayangnya HMI terlarut dalam kekhilafan-kekhilafan itu. Maka pertanyaannya, siapa kelompok intelektual yang mampu melakukan edukasi-edukasi terhadap ummat yang sebenarnya menjadi tanggungjawabnya? Kurang lebih itulah yang menjadi motivasi saya. Makanya, kongres ini adalah kesempatan bagi seluruh kader untuk memilih
apakah kita akan melanjutkan lagi posisi yang saya jelaskan di awal tadi. Bergerak maju tetapi menghadapkan wajah kebelakang ataukah kita menjadikan beban sejarah itu untuk diwujudkan di mana sudah waktunya HMI menjadi Harapan Masyarakat Indonesia.
Lalu visi apa yang hendak abang usung? Visi saya adalah Islam Politik, Gerak Kejuangan HMI yang Inklusif, Progresif dan Modern. Kenapa saya menggunakan terminologi Islam Politik? Ya memang benar, genealogi HMI adalah kelompok muda Islam Politik. Islam Politik atau gerakan Islam Politik tidak semata-mata dipahami gerakan kepar-
taian. Gerakan politik ini gerakan mengadvokasi dan mengedukasi rakyat. Ada tujuan yang menjadi goal kita. Tujuan kita adalah bagaimana keutamaan-keutamaan Islam sebagai agama rahmatal lil-alamin kita praksiskan di dalam ruang bernegara. Artinya, keutamaan itu yang membingkai keindonesiaan kita tanpa menafikan entitas keindonesiaan yang majemuk. Inilah dua relasi yang seharusnya bisa dimainkan secara serius oleh HMI. Lalu seperti apa Islam politik gerak kejuangan HMI itu? Kalau kita berbicara dalam konteks praksis, maka otomatis inklusifitas itu sebagai platform, progresifitas sebagai arah tujuan, dan modern dalam suprastruktur organisasi dan infrastrukutr organisasi. Lalu apa aja misinya? Satu, inklusifitas HMI itu diterjemahkan sebagai platform kejuangan kader. Ini sebagai tafsir operasional dari relasi keislaman dan keindonesiaan yang menemukan bentuknya pada inklusifitas itu. Kedua, HMI sebagai organisasi perkaderan. Perjuangan HMI adalah organisasi pergerakan. Nah, karena HMI itu organisasi pergerakan maka progresifitas itulah yang harus diterapkan. Organisasi progresif berarti HMI menjadi harus organisasi pergerakan yang progresif dalam mempelopori perubahan sosial, serta konsen mengawal setiap persoalan struktural kebangsaan. Itulah yang dimaksud dengan gerak kejuangan yang progresif. Gerak kejuangan inklusif adalah ia punya relasi tanggungjawab keislaman dan kebangsaan. Dalam arah gerak ia harus menjadi organisasi yang progresif karena khitahnya sebagai organisasi perjuangan. Ketiga, HMI harus menjadi ownernya orFEBRUARI 2018 | EDISI KONGRES XXX | INDEPENDENSIA
57
ganisasi modern. Kemodernan HMI ini tidak bisa dibandingkan dengan semua organisasi. Ini bisa dilihat karena HMI adalah satu-satunya organisasi modern secara infrastruktur yang memiliki struktur dari tingkat pusat, Badko, Cabang dan Komisariat. Bahkan sebenarnya sistem yang terbangun di HMI adalah sistem organisasi modern. Maka dari itu, sebenarnya kita bukan lagi berada pada tahap mewujudkan HMI sebagai organisasi modern, melainkan meneguhkan HMI sebagai organisasi modern. Bagaimana caranya menjadikan HMI sebagai ownernya organisasi modern? Kita tidak bicara dalam hal-hal yang pokok dan wajib. Hal pokok dan wajib adalah berbicara perihal infrasruktur organisasi, seperti persoalan database, administrasi kesekretariatan dan lainnya. Tetapi kita berbicara soal suprastruktur yang berkaitan dengan persoalan paradigma, budaya, yang hendak kita bangun dalam berorganisasi. Kalau kita hendak berbicara tentang organisasi modern dalam aspek suprastruktur, maka harus berbicara tentang budaya organisasi yang
modern. Budaya organiasasi yang modern adalah organisasi yang mandiri dan profesional. Itulah yang harus kita ciptakan. Seandainya diamanahi sebagai Ketua Umum, program kerja unggulan apa yang akan dilakukan? Pertama, situasi kebangsaan. Yang harus kita lakukan adalah kita telah bersepakat untuk memilih demokrasi sebagai sistem politik yang mengakomodir semua kelompok atau semua entitas kebangsaan. Demokrasi tidak bicara mayoritas dan minoritas. Tetapi demokrasi menegaskan bahwa Indonesia ini majemuk. Praktisnya, periode tahun ini kita melewati dua momentum politik. Momentum politik itu yang harus secara terus terang kita akui menjadi titik balik HMI. Akan seperti apa HMI di masa depan setelah melewati dua momentum politik itu? Dua momentum politik itu adalah Pilkada 2018 dan Pilpres 2019. Kita sudah paham betul ada kecenderungan yang saya sampaikan di awal tadi, yakni kecenderungan menguatnya konservatisme keberagamaan yang disusul dengan kecenderungan kelompok Ultra Nasi-
58 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
onalis. Mereka sama-sama melakukan tindakan yang persekusif. Benturan-benturan ini terpampang nyata ketika diperhadapkan dengan momentum politik. Kita sudah punya jurisprudensi di pilkada sebelumnya, di mana ada salah satu daerah yang kemudian menunjukkan secara gamblang bagaimana benturan antara dua kelompok ini menjadi tidak sehat. Menguatnya dua kelompok ini tentunya akan mengorbankan demokrasi. Nah maksud saya, kedepan yang harus kita dorong adalah bentuk kegiatan kongkrit pertama adalah koalisi muda untuk demokrasi berkualitas. Koalisi Muda untuk Demokrasi Berkualitas itu harapan kita. Kita punya potensi di 212 cabang yang ada di indonesia. Kalau kita asumsikan setiap cabang punya 500 kader maka kita punya hampir 10 ribu kader seluruh indonesia yang bisa didistribusikan ke setiap daerah untuk melakukan ekspansi politik. Yang kita lakukan bukan keberpihakan seperti sebelumnya, di mana keberpihakan kita dalam momentum politik adalah keberpihakan terhadap person. Tidak begitu. HMI seharusnya menjaga independensi etis
dan organisatoris Maksudnya seperti apa bang? Misalkan keberpihakan kita pada momentum politik adalah keberpihakan terhadap gagasan demokrasi. Demokrasi ini kita percayai sebagai sistem politik yang paling bisa mengakomodir semua kelompok di dalam negeri. Ini harus dijaga. Maka tugas kita tidak lagi bicara prosedur dan tahapan dalam sebuah momentum politik. Melainkan yang kita bicarakan adalah isu apa yang harus didorong. Ini wilayah aspek kebangsaan. Lebih teknis lagi kita bisa mengkongkritkan itu lewat kerja sama kita dengan Bawaslu, KPU, Mendagri dan stakeholder terkait. MOU itu yang akan diturunkan ke level Cabang sampai Komisariat dan ditindak lanjuti lewat agenda besar dan menggandeng kelompok Cipayung. Harus diakui, pelaksanaan Jambore Kebangsaan kemarin itu punya kesempatan
untuk mengkonsolidir kekuatan. Hanya saja goalnya tidak berhenti di pelaksanaan saja tetapi harus ada goal besarnya, yaitu Koalisi Pemuda. Tujuannya mereka akan jadi relawan demokrasi. Lalu peran apa yang bisa dimainkan HMI di dunia internasional? Radikalisme bukan menjadi fenomena yang terjadi hanya di Indonesia saja, melainkan hampir di seluruh negara di dunia. Dengan munculnya efek islam phobia di panggung internasional, seharusnya HMI bisa berada di garda terdepan dalam mendorong interfaith. Artinya ada upaya dari HMI untuk mendorong lewat forum-forum pemuda internasional untuk konsen terhadap isu-isu radikalisme yang terjadi di banyak negara. Kita harus tampil kedepan di dunia internasional agar tidak lagi mempertentangkan Islam dengan demokrasi, atau pun dengan entitas keagamaan yang lain. Kita bisa hidup harmonis di dalam negeri karena Indonesia adalah negara Islam terbesar di dunia. Potensi itu yang harus kita miliki untuk menjadi bahan mengkampanyekan pada publik internasional seperti ini lho bagaimana mempraksiskan Islam Rahmatan Lil Alamin dalam relasi berbangsa dan bernegara. Berbicara perkaderan apa yang harus di benahi dari sistem perkaderan kita saat ini?? Problemnya adalah ketika perkaderan dimaknai training to training. Institusionalisasi perkaderan penting. Ada Bastra, Intermediate, Advance, Senior Course, TI dan lain sebagainya. Itu penting. Hanya saja ketika perkaderan dimaknai training to training maka akan melupakan bahwa perkaderan adalah membangun budaya. Membangun budaya itu tidak hanya membangun training to trainFEBRUARI 2018 | EDISI KONGRES XXX | INDEPENDENSIA 59
ing, melainkan dibangun dari totalitas keseriusan memulai dari hal-hal kecil lewat study limited group yang selalu di inisiasi oleh mas Shofa contohnya. Sederhananya, membangun perkaderan itu bagaimana menularkan budaya literasi. Baik membaca, menulis dan lainnya. Dari sana kemudian akan muncul diskursus. Kita akan susah membangun diskursus ketika tidak dimulai dari kerelaan untuk menerima pandangan yang berbeda. Mustahil kita menyeragamkan pandangan. Saya percaya dan yakin bahwa kurikulum perkaderan itu penting. Tetapi sebatas hanya mengantar dan mengarahkan, bukan menuntun cara berfikir kader. Semua kandidat pastinya mengharap menang. Apa abang siap kalah juga? Untuk menang kita tidak hanya membutuhkan strategi. Untuk menang yang kita butuhkan adalah keikhlasan. Dalam arti kita harus ikhlas dimenangkan dan ikhlas pula memenangkan. Persoalan apakah saya harus ikhlas menerima kekalahan itu atau tidak, bagi saya tidak perlu banyak teori atau kalimat-kalimat bijak untuk menjawab
hal itu. Saya sudah banyak melewati palagan-palagan di mana saya pernah kalah. Dan pengalaman itu mengajarkan pada saya untuk tabah mengalami kekalahan. Keikhlasan menerima kekalahan juga tidak bisa diteoritiskan. Orang yang pernah kalah yang paling bisa menerima kekalahan. Pertanyaan anda itu tidak tepat ditujukan kepada saya. Jangan pernah mengajarkan orang yang pernah kalah bagaimana menerima kekalahan. Harusnya pertanyaannya, bagaimana ketika anda menang. Artinya begini, apakah yang menang bisa ikhlas menerima yang kalah. Itu problem sebetulnya. Dan hal itu lebih penting dari pada mempertanyakan kekalahan. Apakah kalau saya menang akan menerima yang kalah. Oh iya. Saya akan menerima mereka. Pesan abang untuk peserta kongres?? Pesan untuk seluruh kader yang hadir di arena kongres, kongres itu memang momentum politik. Tapi yang harus digarisbawahi, politik bukan sebagai jalan atau alat untuk meraih kekuasaan. Politik itu juga alat untuk mempropagandakan gagasan. Politik tanpa gagasan,
60 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
politik tanpa pikiran-pikiran bernas, tidak lain dan tidak bukan hanyalah keriuhan dagang sapi. Saya tekankan sekali lagi, harus kita akui bahwa kongres itu momentum politik. Tapi jangan sampai esensi HMI sebagai organisasi intelektual kabur karena momentum. Jadi, kita tidak akan berbicara perihal lebaran tanpa berbicara tentang Puasa Ramadhan yang 30 hari. Jangan diabaikan. Kongres ini adalah lebaran. Nah, proses-proses yang terbangun di HMI selama ini adalah proses berpuasa. Jangan dilihat hanya proses kongresnya. Makanya saya katakan, sepolitis-politisnya kongres, ia harus dibingkai dengan cita rasa dan warna yang sangat HMI, yaitu kecerdasan gagasan dan pikiran-pikiran. Jadi, kongres itu bukan hanya pemilihan Ketum saja. Yang diabaikan selama ini dari kongres ke kongres adalah ketika berhenti siapa yang akan memimpin. Setidaknya kongres harus bisa memberikan sumbangsih bagi problematika keummatan dan kebangsaan. Materi-materi kongres atau draf jangan pula diabaikan (Taufik).
ISWANTO
WAWANCARA Iswanto:
Sikap Demokratis adalah Legowo Menerima Apapun Hasil Kongres
K
andidat kali ini ini berasal dari Cabang Makassar Timur. Tim majalah menemuinya di Warkop Tempoe Doeloe, di sekitaran Salemba Jakarta, pada hari Rabu 7 Februari 2018. Ditemani salah satu tim pemenangannya, kandidat kelahiran 22 Juni 1987 ini mengupas visi misinya untuk perbaikan organisasi. Tak hanya itu, kandidat yang akrab disapa dengan panggilan Pak Dokter ini, juga menawarkan solusi baru penyelesaian ma-
salah Islam dan kebangsaan yang selama ini kerap melilit Indonesia. Baginya, Islam Titik Temu adalah solusinya. Lalu seperti apa konsep Islam Titik Temu dan maksud dari tagline HMI Sinergis yang diusungnya? Simak hasil wawancara tim majalah, M.Taufik, bersama kandidat yang juga alumni Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar ini. Apa motivasi yang melatarbelakangi abang maju di perhelatan kongres HMI ke-XXX di Ambon nanti? Awalnya sih memutuskan untuk maju pasti membutuhkan banyak pertimbangan. Butuh beberapa malam buat
saya untuk meminta petunjuk dari berbagai pihak, termasuk dari orang tua untuk maju sebagai calon kandidat Ketua Umum PB HMI Periode 2018-2020. Saya juga berangkat karena kegelisahan saya melihat organisasi ini. Ber-HMI itu setiap saat, setiap waktu harusnya ada perubahan-perubahan. Saya perhatikan, semakin maju zaman namun cara-cara berorganisasi di HMI tetap dengan cara-cara yang lama. Kemudian saya berpikir harus ada hal-hal yang harus dilakukan untuk mengubah itu. Adapun alasan kedua yang menjadi dasar saya untuk maju dalam kontestasi kali ini, dikarenakan saya berasal dari daerah terpencil pada suatu kampung di pelosok Sulawesi. Dari kampung saya itu, tidak banyak orang yang bisa ke Jakarta. Bahkan bisa dihitung dengan
jari. Dengan majunya saya dalam kongres kali ini, saya hanya ingin membuktikan bahwa orang yang dari pelosok mampu berkontestasi di ruang yang lebih besar sampai ke level nasional. Selanjutnya, ada beberapa hal yang harus dilakukan kedepannya. Terutama menyangkut keterlibatan HMI dalam pemberdayaan masyarakat. Saya melihat hal ini masih kurang dilakukan oleh HMI. Dengan kekuatan dan jaringan yang besar ini, saya merasa kok begitu sulitnya bagi HMI melakukan pemberdayaan pada masyarakat yang lebih luas hingga dapat menjadi rujukan untuk tingkat nasional. Lalu apa visi yang hendak dibawa dalam kontestasi kongres di Ambon nanti? Visi saya adalah Islam Titik Temu, Jalan Meretas Paradoks Peradaban.Maksud dari visi ini adalah saya melihat adanya kegagalan-kegagalan narasi besar dalam menyelesaikan persoalan umat manusia, baik itu ideologi kapitalisme, sosialisme serta varian-variannya. Kegagalan-kegagalan ini, menurut saya, menyisakan orang-orang yang dikalahkan, orang-orang yang terpinggirkan, akibat dari akses kegagalan narasi-narasi besar tersebut dalam menjawab persoalan kemanusiaan. Wujud utamanya bisa kita lihat dari ketimpangan-ketimpangan yang terjadi di berbagai belahan dunia. Misalnya bisa kita lihat saat ini di Eropa,terutama di Amerika, yang saat ini sedang merebak ideologi populisme. Saya rasa, hal itu mengental karena adanya kesenjangan di sana. Masyarakat di sana itu kesulitan untuk mendapatkan akses pendidikan, kesejahteraan, yang justru kedua hal tersebut dirasakan hanya oleh sekelompok orang yang memiliki kekuasaan. Sehingga yang muncul adalah wajah-wajah ketimpangan. Begitu pun 62 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
yang terjadi di Indonesia. Di Indonesia bisa kita lihat adanya ketimpangan itu, baik ketimpangan pendapatan, ketimpangan akses terhadap kesejahteraan, oligarki yang berkuasa, kemudian orangorang kaya dan super kaya kita yang jumlahnya hanya 1% menguasai 50% lebih dari PDB kita. Itulah beberapa soal yang saya pikir perlu diselesaikan oleh HMI sebagai organisasi terbesar di Indonesia. Hal ini memang terkesan universal. Namun, bagi saya, kelas HMI ini bukan lagi kelas Indonesia saja. HMI harus mampu menggemakan ke seantero dunia agar tidak terjadi ketimpangan terutama di dunia islam. Itu titik temunya. Selanjutnya, dari visi Titik Temu ini kami juga ingin menampilkan wajah Islam yang moderat, ramah tapi militan. Itulah wajah yang ingin dimunculkan oleh kami. Karena saya menilai, saat ini, HMI banyak cenderung bergeser ke arah kanan dalam tanda kutip. Saya ingin mengembalikan hal itu. Mengembalikannya dengan menampilkan wajah Islam yang sejuk, ramah, tapi militan. Kita tidak ingin juga bersikap reaksioner dalam menyikapi problematika yang muncul belakangan ini. Di mana kebanyakan umat Islam, juga HMI, cenderung reaksioner akhir-akhir ini. Titik Temu ini ingin menunjukkan adanya dua pesan penting yang ingin disampaikan. Pertama pesan ke intenal organisasi agar mampu bersikap pro aktif ummat, termasuk dalam HMI sendiri. Kedua adalah bagaimana membangun interpreneurship, kewirausahaan, kesetaraan pendidikan, dalam artian tidak ada lagi yang termarginalkan dan berada pada posisi yang setara dengan kelompok lain. Adapun pesan keluarnya adalah bagaima-
na Islam Titik Temu ini mampu mendesak pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan pada kelompok-kelompok tertentu, kelompok-kelompok yang terkalahkan itu, agar nantinya mereka memperoleh akses kehidupan yang sama dengan yang lain. Karena gemanya adalah keislaman dan kebangsaan. Bagaimana visi yang abang usung itu bisa dipahami oleh orang lain? Maka dari itu, kita menggemakan Islam Sinergis. Islam Sinergis ini memiliki makna agar person-person yang besar tadi, yang meninggalkan orang-orang yang dikalahkan, yang dipinggirkan, itu harus saling bergandengan tangan dan sinergis sehingga tidak akan ada lagi orang yang dikalahkan. Ini akan menjadi persoalan kita bersama bukan persoalan sekelompok atau segelintir orang. Lalu misi apa saja yang akan dilakukan untuk menerapkan visi tadi? Kami fokus di beberapa hal. Pertama, modernisasi organisasi berbasis teknologi informasi. Salah satu pokoknya adalah merapikan data keanggotaan dengan menggunakan aplikasi database. Dan ini hal penting yang harus kita lakukan. Karena database ini adalah bahan baku untuk meramu menjadi organisasi yang berbasis teknologi. Hal ini penting untuk memetakan potensi dan minat kader serta bisa juga memiliki kartu anggota yang integrated dan bisa menyatu dengan yang lain. Kemudian, dengan modernisasi organisasi lewat database ini, simplenya kita dapat membuat klinik sendiri di PB HMI. Coba kita bayangkan, andai saja kader HMI serta alumni terdaftar disana, jika berkisar sekitar 3000 anggota, maka kita akan memiliki penghasilan sektar 300 juta/perbulan atau bersihnya seki-
tar 200 jutaan. Itu khan cukup bagus untuk membangun ekonomi organisasi sehingga tidak minta-minta lagi kesana kemari karena itu akan berkaitan dengan persoalan independensi kader dan organisasi. Bila sudah demikian artinya kita sudah bisa mandiri. Kedua, menggunakan multimedia sebagai medium penyampaian dalam pelatihan-pelatihan yang ada di tingkatan perkaderan HMI. Saya juga ingin membuat aplikasi “Saya Hmi�. Aplikasi ini akan menjadi sumber update informasi ke-HMI-an. Dalam aplikasi ini juga kader HMI bisa mengakses berbagai informasi, baik berupa beasiswa, pekerjaan, kegiatan, dan informasi kompetisi di luar negeri dan sebagainya. Kita juga akan berupaya membuat film tentang sosok Lafran Pane sebagai wahana merefleksikan kembali perjuangan HMI yang isinya mengisahkan jejak perjuangannya, hingga perjalanan sejarah HMI sampai menjadi organisasi mahasiswa terbesar di indonesia. Selanjutnya, ada juga kegiatan yang akan kami lakukan untuk mengatasi kesenjangan. Misalnya, Program Membuka Mata di Lintas Batas. Program ini nantinya akan bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Desa Tertinggal dan Menpora. Fokus kegiatannya di perbatasan. Karena kita ini adalah muslim intelektual profesional, maka bentuknya adalah keterlibatan kader HMI dalam mengatasi kesenjangan-kesenjangan. Maka dari itu, HMI harus turun tangan di situ agar bisa meretas kesenjangan terutama yang berada di pinggiran-pinggiran yang ada di Republik ini. Jika abang terpilih untuk menahkodai HMI, program unggulan apa yang akan abang tawarkan pada kader HMI? FEBRUARI 2018 | EDISI KONGRES XXX | INDEPENDENSIA 63
Jika menjadi ketua umum, program unggulan yang saya tawarkan adalah merapikan data base. Kedua, membuka mata di lintas batas. Ketiga, indikator pemuda produktif yang akan bekerja sama dengan Bappenas. Dengan hal itu bisa mengetahui atau menjadi standarisasi pemuda produktif dan ada desain strategis untuk kepemudaan. Selanjutnya, memberikan penghargaan terhadap kader-kader yang berprestasi secara personal dan juga kepada lembaga profesi yang bisa membentuk wajah lain dari HMI dalam bentuk penghargaan. Hal ini untuk mendorong kader agar lebih maju lagi dalam dimensi profesional. Selain itu, kami juga akan mendorong pemerintah agar memperhatikan kesejahteraan sosial perempuan dengan visi keperempuanan yang 30% itu. Tahun 2018 dan 2019 adalah tahun politik, apa sikap abang, bila abang menjadi Ketum PB nanti, terkait dengan pemilihan ini? Sikap saya dalam menghadapi pilihan presiden dan pilihan legislatif yaitu mengedepankan independensi etis dan independensi organisatoris. Kita juga akan mendorong pemilunya agar benar-benar demokratis, tidak ada money politik, dan kader HMI ikut terlibat dalam mengawasi dan memberikan masukan atau saran agar proses demokrasi sesuai dengan koridornya. Kita juga akan bersikap tegas, jika ada kader HMI yang terlibat dalam partai politik, maka konsekuensi akan kita keluarkan Bagaimana sikap abang terkait Peran HMI di dunia internasional?? Sebenarnya HMI itu banyak ditiru oleh beberapa negara lain. Kalau kita amati dalam beberapa gerakan Islam di dunia, misalnya Ikhwanul Muslimin. HMI adalah salah satu hal yang bisa kelihatan. Saya berharap di 64 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
bidang kepemudaan nanti ada acara ‘HMI go Internasional’ yang menginisiasi perkumpulan pemuda muslim dunia dan ketua umumnya dari HMI, dan ia harus bisa berbahasa Inggris. Jika saya terpilih, syarat untuk menjadi Ketua Bidang harus mempunyai TOEFL di atas 550. Artinya itu sudah kualified untuk berbicara di dunia Internasional Sebetulnya penting bagi kita terlibat dalam hal-hal seperti itu, agar kita bisa mewacanakan bagaimana cara berislam ala HMI. Sebenarnya, ada organisasi mahasiswa Islam di Malaysia yang mencontek HMI. Nah, saya pikir, kalau mereka saja merujuk ke kita, kenapa misalnya pesan-pesan universal dari keislaman HMI, sikap-sikap terhadap problem keislaman internasional, seharusnya menggema ke berbagai belahan dunia khususnya dunia-dunia Islam. Jadi, ke depan, HMI harus mengambil peran strategis dalam percaturan dinamika kepemudaan muslim Internasional. Menurut abang, apa yang harus dibenahi dalam sistem perkaderan HMI saat ini? Kalau sistem perkaderan kita secara nilai, it’s oke-lah. Yang perlu diperbaiki adalah metodologinya. Saya pernah kuliah di Fakultas Kedokteran dan kuliahnya sangat ketat. Harus diakui,
mahasiswa kedokteran itu kuliahnya dari pagi sampai malam, malamnya pun masih mengerjakan tugas-tugas kuliah. Sampai tidak ada waktu bagi kita untuk sekedar santai-santai. Ke depan, setidaknya HMI harus mengadaptasikan diri dengan kondisi kampus. Misalnnya dulu perkaderan yang menghabiskan waktu satu minggu kita ubah menjadi tiga hari. Tidak full time seperti saat ini. Saya bersama BPL akan meramu supaya nilainya tetap tetapi metodologinya diubah. Terkait waktu kita pendekkan supaya diterima di kampus-kampus negeri yang jadwal kuliahnya sangat padat. Kedua, penyampaian metodologinya juga harus diubah. Setidaknya kita sudah mulai banyak memakai teknologi. Misalnya materi-materi training disampaikan dalam bentuk power point, dan vidio. Jadi kita tidak sepenuhnya lagi mencatat materi di papan tulis. Ada juga pendalaman NDP yang baik, semisal melalui kajian online yang sifatnya diikuti banyak orang. Jadi nilainya tetap, hanya metodologinya yang diubah. Apa yang abang kerjakan selama satu periode jadi pengurus di PB HMI ?? Awalnya saya ada di bidang Hubungan Internasional, saya turut membantu di Yayasan Insan Cita Bangsa. Bersama Ketua Bidang, Heri Mauliza, yang saat ini menjadi Koordinator Stering Committee Kongres, bidang kami merekrut kader HMI dari berbagai wilayah yang dikursuskan untuk mendalami bahasa Inggris selama lebih dari 3 bulan dan 6 bulan. Kemudian mereka nanti diupayakan agar summit LPDP agar mendapat beasiswa ke luar negeri. Setelah itu saya dialihkan ke Wasekjen Internal. Di bidang ini, kami sudah mendiskusikan panjang lebar untuk membuat buku saku pedoman administrasi organisasi. Sudah
sampai setengah jalan sih. Cuma karena tidak bisa diselesaikan oleh satu orang, akhirnya ya tidak selesai. Pertanyaan terakhir, pesan apa yang ingin abang sampaikan kepada peserta kongres? Pesan saya untuk peserta kongres, saya berharap agar nantinya setiap peserta benar-benar menjadikan kongres ini sebagai pesta demokrasinya HMI. Jadi, saya mengajak kepada semua peerta agar tetap menjaga supaya kongres ini tetap aman dan tidak ada keributan. Tidak juga menggangu stabilitas keamanan di sekelilingnya. Karena kita juga perlu ketahui bahwa kota Ambon ini mau ada perhelatan pemilihan Gubernur. Kita juga tahu, bahwa Ambon ini punya riwayat konflik yang panjang, maka marilah kita benar-benar menjaganya. Baik dan tidaknya HMI, pasti tergantung sikap kita di kongres. Kedua, harapannya kongres ini bisa melahirkan ide-ide segar, ide-ide pembaharuan organisasi dan juga mengirimkan pesan ke seluruh masyarakat Indonesia bahwa HMI tidak pernah berhenti dalam memikirkan dan berkontribusi terhadap kemajuan dan pencapaian terhadap masyarakat adil makmur yang diridlai Allah swt. Apakah abang siap kalah dalam kontestasi ini?? Mau tidak mau, suka tidak suka, kita maunya pasti menang. Kalau kalah, ya kita menerima. Sikap demokratis adalah legowo menerima apapun hasil kongres. Itulah hasil kita karena itu lahir dari proses demokratis yang terjadi di HMI (Taufik)
FEBRUARI 2018 | EDISI KONGRES XXX | INDEPENDENSIA 65
WAWANCARA
KENI NOVANDRI SAPUTRA
Selain Membenahi Organisasi, Kader Harus Memberikan Konstribusi Bagi Masyarakat
KENI NOVANDRI SAPUTRA
W
awancara bersama kandidat asal cabang Padang ini, dilakukan di Sekretariat PB HMI Jakarta. Diselingi dengan derai tawa, sebungkus rokok serta segelas kopi, kandidat yang menjabat sebagai Ketua Bidang Hukum dan HAM ini memaparkan visi-misi serta harapannya bila kelak ia diberi amanah oleh peserta kongres. Berikut ini petikan wawancara reporter dari Bakornas LAPMI, Masyhur, bersama kandidat yang akrab disapa dengan nama Bang Keni ini. Apa yang hendak diusung jika diamanahi untuk menakhodai PB HMI pada periode 2018-2020? Sebenarnya ini adalah evaluasi dari periode ke periode. Kita bersepakat
bahwa setiap periodeisasi harus ada perbaikan-perbaikan. Ini bukan berarti periodeisasi sebelumnya kurang baik, tapi paling tidak di periodeisasi yang akan datang ada beberapa agenda yang perlu dievaluasi untuk dijadikan sebagai sebuah agenda besar dalam rangka perkembangan organisasi ke depan. Lalu apa visi yang dibawa dalam kontestasi di kongres kali ini? Visi saya adalah “terwujudnya organisasi modern yang mampu melahirkan kader-kader yang berprestasi dan berkualitas�. Ini didasari oleh beberapa peristiwa yang terjadi di periodeisasi belakangan yang kemudian membuat HMI - menurut sebagian keluarga besar HMI- berada
pada posisi yang sangat degradasi. Misalnya terkait dengan persoalan prestasi kader. Hari ini, sangat jarang kita temukan kader HMI mulai dari tingkat Komisariat, Cabang, Badko, dan PB HMI yang memiliki prestasi pada bidang tertentu kemudian mereka menjadi ikon organisasi. Ada kader HMI yang berprestasi dalam satu disiplin ilmu saja atau satu keahlian saja yang kemudian kita anggap sebagai produk organisasi. Kemudian kedua, berkualitas. Berkualitas ini kita anggap sebagai tolok ukur bahwa karya yang dilahirkan oleh kader HMI, bisa diuji dengan karya yang dilahirkan oleh organisasi kepemudaan lainnya. Kedepan,
seluruh keluarga besar Himpunan. Maka kita perlu teknologi sebagai sebuah infrastruktur, agar organisasi ini eksistensinya kemudian betul-betul dirasakan oleh keluarga besar. Kedua, menciptakan kader-kader yang berprestasi dan berkualitas. Periodeisasi 2016-2018 kali ini menjadi sebuah periodeisasi bergairahnya lembaga-lembaga profesi. Dengan lahirnya lembaga-lembaga profesi baru, ini menunjukkan bahwa kader-kader yang ada di Himpunan memiliki potensi lain yang sesuai dengan minat dan bakatnya yang kemudian bisa kita dorong berprestasi di bidang tersebut. Lembaga-lembaga tersebut harus dimaksimalkan menjadi laboratorium
Nah, itu tentu menggunakan berbagai perangkat teknologi sebagai medianya agar setiap kebijakan organisasi bisa diketahui oleh
but. Contohnya seperti apa? Saya contohkan, setidaknya HMI harus
melalui pengelolaan organisasi yang modern seperti digitalisasi organisasi dalam memperbaiki database organisasi, kita akan mampu mendeteksi potensi-potensi kader yang perlu didorong agar memiliki prestasi dan berkualitas. Lalu bagaimana misi yang hendak ditawarkan pada peserta kongres nanti ? Begini, implementasi atau turunan dari visi tadi, saya menyebutnya dengan istilah Trijaya HMI. Adapun isinya adalah, pertama mendorong modernisasi organisasi berbasis teknologi. Seperti yang saya sampaikan tadi, bahwa organisasi HMI yang usianya kini mencapai 71 tahun ternyata pengelolaan organisasinya masih dilakukan secara manual. Makanya, kita mendorong pengelolaan organisasi baik secara administrasi maupun pengelolaan-pengelolaan lainnya dalam bentuk transparansi kebijakan organisasi yang bisa terpublikasikan dengan baik.
bagi kader-kader tersebut sesuai dengan disiplin ilmu, minat dan bakatnya yang kemudian menjadi nilai jual bagi individu tersebut ketika mereka selesai ber-HMI. Ketiga, mewujudkan kemandirian organisasi. Program ini memang sudah menjadi agenda dari periodeisasi sebelumnya. Tapi saya pikir pelaksanaannya yang belum maksimal. Dari itu saya mencoba mendorong kembali menjadi misi di periode ke depan. Menurut saya, kemandirian ini sangat penting dan urgent agar organisasi terjaga dengan baik. Kemandirian organisasi yang saya maksud adalah bagaimana PB HMI secara infrastruktur fisik sudah sangat memadai. Tapi saya belum melihat infrastruktur non-fisik hari ini sudah mandiri. Misalkan, masih banyaknya sumber-sumber keuangan organisasi yang berasal dari donatur-donatur yang tidak mengikat. Belum lagi lahir dari alat-alat produktif yang dihasilkan oleh organisasi terse-
FEBRUARI 2018 | EDISI KONGRES XXX | INDEPENDENSIA
67
memiliki badan usaha, misalkan koperasi. Koperasi ini jika digalakkan dari tingkat komisariat, cabang, hingga PB HMI, lalu menjadi wadah untuk organisasi dalam mengelola badan usaha yang dimiliki tentunya akan berdampak positif membantu keuangan organisasi. Syaratnya tentu ia harus dikelola secara profesional. Misalkan dengan mendaftarkan koperasi tadi menjadi badan hukum yang terpisah dengan badan hukum organisasi. Kemudian koperasi tersebut dikelola secara profesional agar pertanggungjawabannya juga tidak menjadi kendala bagi organisasi HMI secara keseluruhan. Bentuk koperasi coba kita dorong mulai dari tingkatan komisariat, cabang dan PB HMI. Untuk ditingkatan komisariat, PB HMI harus menstimulus setiap cabang dalam setiap pendirian-pendirian koperasi yang dimiliki cabang yang bersangkutan. Bentuk stimulusnya ada dua. Pertama, PB HMI membantu pengurus cabang dalam pembuatan badan hukumnya. Artinya, PB HMI harus ambil bagian dalam pembuatan badan hukum koperasi cabang. Kedua, PB HMI harus menstimulus cabang dengan memberikan modal awal dalam pengelolaan koperasi di tingkat cabang. Karena memang PB HMI harus menyentuh cabang sehingga mampu menjadi organisasi yang mandiri seperti cita-cita PB HMI. Tentu, ini harus sinergi dimulai dari tingkat cabang hingga PB HMI dalam pembentukan koperasi ini. Kira-kira begitu visi dan misi yang insya allah saya lakukan ke depan. Sebagai Ketua Bidang Hukum dan HAM tentu tahu dengan persoalan ketimpangan hukum di Indonesia. Bagaimana menyikapi ini, misalnya prilaku koruptif di Indonesia? 68 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
Ada tiga tahapan sebagai organisasi kader melihat kondisi keummatan dan kebangsaan, terkhusus bicara soal hukum dan HAM. Langkah pertama, perlunya edukasi terhadap kader-kader terkait persoalan hukum itu sendiri. Hari ini, kita masih memiliki banyak kader yang berkompeten di bidang hukum tapi belum mampu memberikan pengetahuannya terhadap seluruh kader. Pertama, bagaimana memberikan pendidikan atau edukasi hukum dan HAM terhadap internal organisasi, yaitu kader. Kedua, ketika pengetahuan tentang hukum dan HAM itu sudah dimiliki oleh kader, maka kader kemudian dapat melihat kondisi-kondisi keummatan dan kebangsaan dalam perspektif hukum di tengah-tengah masyarakat. Modal itulah yang kemudian dipakai untuk melakukan advokasi terkait kondisi atau problematika hukum dan HAM ditengah masyarakat. Langkah yang dilakukan selama beraktivitas di bidang hukum dan HAM, kita mendorong diklat PARALEGAL. Diklat ini memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada kader agar memiliki pengetahuan hukum yang cukup. Agar mereka ketika melakukan advokasi di tengah-tengah masyarakat, mereka memiliki modal itu. Ketiga, sikap bidang hukum dan HAM dalam mengamati persoalan hukum di indonesia hari ini. Kita ambil contoh, misalkan pencegahan, penindakan, dan pengentasan tindak pidana korupsi di Indonesia. Organisasi HMI melalui bidang hukum dan HAM beberapa kali melakukan kajian terkait persoalan korupsi yang kemudian menyimpulkan hasil kajian. Lalu bagaimana sikap PB HMI? Pertama, PB HMI jelas dan tegas melawan prak-
tek-praktek tindak pidana korupsi di negara ini. Setiap orang (pejabat) baik terbukti ataupun terindikasi korupsi, PB HMI tetap melakukan pengawalan terhadap proses itu. Kedua, PB HMI selalu melakukan kegiatan-kegiatan dan diskusi dalam rangka pemberantasan korupsi dengan cara bermitra dengan lembaga-lembaga negara yang diberikan wewenang untuk menindak perkara-perkara korupsi tersebut baik dengan komisi III DPR RI, KPK, pihak kepolisian yang sumber daya manusianya terlibat dalam penyelesaian korupsi, dan dengan lembaga masyarakat yang konsen menyikapi isu-isu korupsi yang bisa bersinergi dengan HMI untuk mewujudkan Indonesia tanpa korupsi. Bila nantinya peserta kongres mengamanahkan kanda sebagai nahkoda organisasi pada periode ke depan, apa kira-kira program unggulan yang akan dilaksanakan? Pertama, implementasi dari visi-misi tadi ketika dituangkan ke dalam program kerja, ada 6 program kerja unggulan. Pertama, pembuatan KTA Pintar. Ini sudah menjadi yang sangat sentral
di berbagai organisasi, termasuk HMI. Karena, memang manfaat dari KTA Pintar ini sangat terasa bagi organisasi. KTA Pintar ini disertai dengan beberapa manfaat. Pertama, sebagai tanda pengenal anggota HMI. Kedua, menjadi kartu ATM. Ketiga, menjadi nomor registrasi bagi anggota HMI ketika mengakses website resmi organisasi. Hal ini berkaitan dengan pengelolaan organisasi berbasis IT atau digitalisasi database. Memang pada periode ini sudah membuat database organisasi tetapi belum maksimal pengelolaannya secara teknologi. Masih banyak cabang-cabang yang belum bisa mengakses data organisasi dengan mudah. Maka, kedepan, ketika dikelola secara digital, kita berharap kader-kader bisa mengakses data organisasi dengan baik. Serta menyiapkan infrastruktur kesekretariatan berbasis IT. Hari ini, PB HMI sudah memiliki ruang sekretariat dengan berbagai fasilitas, namun sayangnya pemanfaatannya masih belum optimal. Dengan hadirnya perangkat-perangkat IT misalkan, cukup mumpuni untuk mengelola organisasi, hanya
masih kekurangan sumberdaya manusia yang ditempatkan secara proporsional untuk mengelola kesekretariatan itu. Kedepan, saya mendorong orang-orang yang mengelola kesekretariatan itu tetap dari organisasi tetapi kemudian tidak menjadi pengurus di periodeisasi ini. Ia secara profesional hanya mengurus kebutuhan kesekretariatan. Lalu apa lagi program kerja unggulan yang ditawarkan? Mengembangkan perpustakaan online. Kebetulan, sebelum di bidang Hukum dan HAM saya pernah di bidang INFOKOM. Hari ini sudah terbit perputakaan online. Kedepan, mungkin leb-
FEBRUARI 2018 | EDISI KONGRES XXX | INDEPENDENSIA 69
ih diseriusi saja. Mungkin bisa bermitra dengan Lembaga Pengembang Profesi, seperti LAPMI. Kemudian, melalui LAPMI karya kader-kader diteruskan untuk diarsipkan dan dijadikan perpustakaan online. Selanjutnya, program revitalisasi organisasi. Tujuannya agar dari periodeisasi ke periodeisasi berikutnya tidak mengulang kembali dari nol. Jadi, harus ada kontinuitas regenerasi struktural yang berkelanjutan, tidak terputus dari periode sebelumnya. Hal ini bisa dilikukan jika terdapat kesinambungan yang jelas dalam proses serah terima jabatan dari satu periode ke periode berikutnya. Misalkan, program kerja yang sudah terrealisasi dan yang tidak. Kita vitalkan program yang belum terealisir menjadi agenda utama dalam mengawali kepengurusan (periodeisasi ke depan). Ada lagi selain itu? Menumbuh-kembangkan semangat organisasi dengan kegiatan-kegiatan kader. Di sini ada dua tahapan yang akan dibentuk. Pertama, mendorong terbentuknya kelompok-kelompok diskusi dan kajian yang membahas isu keummatan dan kebangsaan di tingkat komisariat, korkom, cabang, badko dan PB HMI. Kedua, berkontribusi dalam pengembangan dan penguatan demokrasi di Indonesia. Penguatan demokrasi yang dimaksud adalah bagaimana kemudian kelompok-kelompok kajian tersebut juga melahirkan buah pikir yang kemudian menjadi kontribusi HMI terhadap perjalanan penguatan demokrasi di Indonesia. Kita tidak bisa pungkiri bahwa hari ini demokrasi Indonesia sedang dalam proses menuju 70 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
. enpemantapannya nggulan yang h u a rj ke m ra g ro Terakhir p asi akturut berpartisip ah al ad g n su u ahasiswa, dak kami politik untuk m an ik id d en p apa am tif dal rakat umum. Ken ya as m an d a d u ir, karena generasi m iprogram terakh d i in an kk u eas saya m al organisasi. Kar n er st ek t in o p ng tidak ini merupakan ggungjawab ya n ta an ak p u n er na ini m etika kader terju K I. M H er d ka i iliterpisahkan bag kat, mereka mem ra ya as m ah g en ke tengah-t lain memng berbeda. Se ya ab w ja g n u ut g ki tang ternal, ia juga ik in ra ca se i as is yarakat. benahi organ ah-tengah mas g n te i d si u ib berkontr u yang didediilm h la u it ik lit secara Pendidikan po ap masyarakat ad rh te I M H h ik terkait kasikan ole pendidikan polit , n ka al is M . g n langsu r ideal. dan kriteria figu m u m u an h ili berikan pem MI dapat mem H i, in al h at Lew masyarakat un ap ad rh te e d yang metode-meto tukan pemimpin en en m an d h tuk memili gisi kondisi keen m k tu n u k usus betul-betul coco ira program kh -k ra ki h ila In i. ya terpibangsaan in akan jika nantin an ks la ya sa an an yang ak res. Dan, saya ak g n ko m tu en m a enam lih dalam mo ram ini. Semog g ro p am en a fokus pad ng juga bemenjadi ide ya a g ju u it m ra punan prog arga besar Him lu ke an ir fik rada dalam kira begitu ke depan. Kirai in m la Is a w is Mahas (Masyhur)
M. RIDAL
WAWANCARA
KALAU HMI TIDAK MEMBACA KONTEKS ZAMAN, MAKA
HMI AKAN KETINGGALAN
K
M. RIDAL
andidat satu ini merupakan putra Bone, Sulawesi Selatan. Lahir pada 12 Agustus 1986, kandidat yang akrab disapa dengan panggilan Bang Ridal ini mencoba turut bertarung dalam kontestasi pada kongres XXX HMI di Ambon. Pengalaman organisasinya cukup mentereng. Baik dalam organisasi eksternal atau pun internal. Di internal kampus, kandidat yang mengusung tagline HMI Milenial ini pernah menduduki jabatan sebagai Presiden BEM STMIK DP periode 2010-2011. Sedangkan di HMI, berbagai ruang pengabdian telah dilaluinya. Dimulai menjadi pengurus komisariat sebagai Ketua Bidang PA Komisariat STMIK, kemudian Sekretaris Umum HMI Cabang Makassar Timur periode 2011-2012, Wasekjen PB HMI, Wakil Bendahara Umum PB HMI, dan kini ia menjabat sebagai Direktur Bakornas Lembaga Teknik Mahasiswa Islam PB HMI periode 2016-2018. Apa dan bagaimana konsep HMI Milenial yang diusungnya itu? Simak perbincangan lengkap Irmawati, tim majalah kongres, dengan kandidat yang juga mahasiswa Pascasarjana Ilmu Komunikasi Universitas Jayabaya ini. Visi dan Misi apa yang diusung maju dalam kontestasi kali ini? Bicara visi dan misi kita adalah mewujudkan HMI yang nasionalis, religius dan modern. Dari sinilah kita coba breakdown sampai pada persoalan bagaimana mengelola organisasi selama dua tahun ke depan. Nah, yang pertama bagaimana menciptakan organisasi yang modern, ten-
tunya dengan melakukan peremajaan organisasi yang kita benahi. Kemudian nasionalis. Maksudnya adalah adalah penguatan terhadap nilai-nilai kebangsaan bagi kader HMI yang ada di semua tingkatan. Serta bicara religius adalah menjadi wajah HMI sebagaimana mestinya. Bisa dijelaskan yang dimaksud dengan HMI Milenial sebagaimana tagline
yang diusung? Tagline HMI Millenial, sebenarnya kami ingin menyampaikan kepada kader HMI bahwa yang terpenting adalah kemampuan membaca konteks zaman. Nah, kalau merunut ke belakang, di zaman Lafran Pane, di mana dia membuat organisasi ini masih memegang senjata, masih memegang golok untuk mengembangkan HMI.
Sampai pada waktu yang lama, muncul Cak Nur dengan konteks zaman yang berbeda yaitu perang pemikiran. Maka dia menjadi simbol perang pemikiran. Terus maju lagi kita temukan sosok Cak Anas Urbaningrum. Di mana dia menjadi icon politik generasi muda dari HMI yang cemerlang di waktu itu. Nah, saat ini, ketiga konteks itu sudah tidak sesuai dengan zaman sekarang. Mengapa? Karena kita sekarang sudah masuk di fase generasi Z. Generasi yang lahir di atas tahun 1995 keatas. Mereka itu sudah langsung berkenalan dengan gadget, dengan internet maksudnya. Jadi kalau tidak mampu membaca konteks zaman dan merubah pola-pola gerakan dan metodologi, maka HMI akan ketinggalan. Contoh yang paling mendasar itu adalah kesiapan pembangunan sistem informasi yang tidak dimiliki HMI hari ini. Maka boleh saya katakana, tidak ada satu pun OKP yang masuk dalam kriteria ebagai organisasi modern. Kenapa? Karena tidak ada yang memiliki database. Dengan inilah kami berangkat. Dengan tagline HMI Milenial kita ingin membenahi sistem informasi. Jadi di HMI kedepan, sudah ada database yang akan dikembangkan sampai pada persoalan seperti apa kita mengambil goal dari training-training di HMI kalau kita tidak memiliki data. Seperti apa saluran di HMI pasca dia kuliah kalau tidak ada datanya? Itu satu. Misalkan. Ada satu sector instansi yang membutuhkan tenaga teknik sipil sebanyak 3 orang. Kita tidak tahu mau cari kemana dari kader HMI kalau datanya tidak ada. Terus pengembangan yang kedua, ini training kita arahkan ke teknokrat sementara disini untuk menjadi dai. Kenapa bisa seperti ini, disori72 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
entasi, karena tidak ada data riil yang dimiliki HMI. Kedua, calon generasi kedepan, lima tahun kedepan adalah yang duduk di bangku SMP. Mereka ini adalah generasi-generasi milenial yang tidak akan mudah menerima model-model dan cara-cara konvensional dari tahun-tahun sebelumnya. Makanya HMI harus tanggap untuk merespon generasi masa depan. Tapi pada persoalan nilai, yakni spirit perjuangan HMI yang termaktub dalam NilaiNilai Dasar Perjuangan HMI dan apa yang diperjuangkan HMI selama ini, itu nilainya sama. Tidak berubah. Hanya metodologinya saja yang harus berubah. Saya pikir itu yang paling penting, bahwa HMI harus menangkap tanda-tanda zaman. Iya betul, hari ini kita melihat kenapa OKP atau khususnya HMI ghirah berorganisasi ini semakin menurun, ya karena apa? Karena model-modelnya masih konvensional. Model-model yang kemarin kurang lebihnya seperti itu Bagaimana Anda mengejawantahkan dari HMI Milenial? Pertama, dari pengejawantahannya itu pembangunan bank data atau yang biasa dikatakan information system development. Dari sinilah berangkat untuk melakukan tindaklanjut dari model-model dan metode di HMI. Kedua, penguatan lembaga profesi. Ini pengejawantahan kedua tentang HMI Milenial adalah penguatan lembaga profesi. Mengapa? Karena selama ini lembaga profesi itu tidak diperankan sebagaimana mestinya. Kenapa harus dikuatkan? Karena konteks remaja atau calon kader HMI Milenial ini pada umumnya hari ini kecenderungan mereka lebih senang bergabung pada komunitas-komunitas profesi atau komunitas-komunitas hobi. HMI punya banyak lembaga profesi, disitulah
lebih tertarik untuk bergabung. Kemudian yang ketiga, di Indonesia, siapapun presiden ke depan, isu yang dibangun oleh Jokowi dengan isu profesionalisme, itu tidak akan ditarik mundur. Ini sudah terbukti dengan adanya dari kalangan professional itu yang duduk di kabinet. Artinya apa, HMI harus mempersiapkan kader-kadernya menjadi kader-kader yang professional pasca dia mahasiswa sehingga bisa menjadi solusi persoalan-persoaln bangsa. Okelah bahwa HMI mempelajari banyak disiplin ilmu, tapi problemnya kalau tidak ditempa di lembaga profesi, kita hanya mengetahui teorinya saja. Tapi dalam persoalan pengalaman praktik tidak ditemukan, kurang lebih begitu. Jadi, penguatan data kemudian penguatan lembaga profesi. Itulah respon awal untuk menyikapi generasi Z ini. Kenapa harus menjadi ketua PB HMI untuk bisa menyusun database, apakah dengan kewenangan LTMI tidak cukup? Kita punya kalau di LTMI. Cuma khan probelmnya PB HMI harus membuat ini semua sinergis mulai dari komisariat sampai semua struktur yang ada di HMI. Sehingga misalkan anda yang ada di Jakarta mau tahu komisariat A di Ambon komisariat X misalnya . Tahu siapa-siapa saja dan dia modenya online dan digital. Sehingga tidak ada lagi yang memanipulasi bahwa saya ini anak HMI. Tiba-tiba buat kesalahan di luar mengaku anak HMI ternyata bukan anak HMI. Jadi secara riil kita bisa mengetahui jumlah kader, kita bisa mengetahui semisal ternyata Cabang A sudah lima tahun tidak melakukan LK II. Jadi datanya sudah ada. Jadi integritas data itulah integritas information system development. Jadi bank data itu harus ada di
HMI sehingga saluran ataupun langkah-langkah yang akan dilakukan organisasi itu berdasarkan data. Jadi tidak ada lagi dissorientasi. Apa program yang telah dilakukan selama menjadi pengurus PB periode ini? Ada banyak hal yang kami lakukan selama kami ada di Bakornas LTMI. Semisal, beberapa kali kami melakukan diskusi bulanan yang dilaksanakan di sekretariat PB HMI. Diskusi bulanan ini dilakukan sebagai wahana untuk mengembangkan intelektualitas kader. Tentunya ini berkaitan dengan persoalan-persoalan keteknologian. Itu pertama. Kedua, kami juga melaksanakan beberapa agenda event besar yang mendatangkan LTMI Cabang seluruh Indonesia. Kegiatan tersebut bertajuk ISCOFET (Islamic Students Conference and Festival of Technology) yang dihelat di Makassar pada 3-6 Mei 2017. Kami juga melakukan kunjungan teknologi dan diskusi bersama dengan pihak dari Badan SAR Nasional pada 8 Desember 2016 lalu. Selain itu, kami juga melaksanakan agenda lokakarya pengelolaan jurnal yang dibarengi dengan peringatan hari Sumpah Pemuda yang digelar di PB HMI pada 20 Oktober 2016. Tak hanya itu saja. Kami juga melakukan kegiatan dialog kebangsaan yang mengambil tema ‘Merawat Bangsa Dengan Pemanfaatan Teknologi’ yang dihelat di Kampus Trilogi Jakarta. Kegiatan ini kami gelar dalam rangka menyambut hari lahirnya Lembaga Teknik Mahasiswa Islam. Selain itu, tak lupa juga kami melakukan aksi-aksi kemanusiaan dengan membantu korban bencana alam. Misal, kegiatan kami dalam bentuk aksi peduli banjir Lombok Timur. Bagi kami, meski disibukkan dengan persoalan-persoalan atau FEBRUARI 2018 | EDISI KONGRES XXX | INDEPENDENSIA
73
kegiatan-kegiatan internal di LTMI, kami juga tak lupa untuk membantu saudara kami yang sedang tertimpa musibah. Karena bagi kami, keberadaan HMI akan tampak nyata, bila telah memberikan sumbangsih pada persoalan-persoalan yang dihadapi oleh umat dan bangsa. Apa yang harus dibenahi di HMI saat ini? Seperti yang saya katakan tadi di awal. Yang perlu dibenahi adalah metodologi perkaderannya. Di zaman milenial ini, penggunaan alat-alat teknologi sebagai metode untuk pengembangan training, itu adalah hal yang nisacaya. Tanpa penggunaan itu, tentu perkaderan kita akan tetap stagnan. Tak mengalami perkembangan. Dari tahun ke tahun selalu begitu. Saatnya kita harus berubah. Misal. Penggunaan teknologi informasi itu adal alat yang jitu dalam melakukan perekrutan kader-kader baru. Kita bisa bermain dengan memprofilkan
HMI di media-media sosial yang ada, seperti facebook, instagram, path dan twitter. Kita buat juga video tentang HMI selama satu menit saja. Tidak usah panjang-panjang. Cukup satu menit yang isinya menggambarkan tentang profil dan wajah HMI. Buat citra yang semenarik mungkin bagaimana caranya agar generasi milenial saat ini, tertarik dan ingin masuk menjadi kader HMI. Selama ini khan tidak demikian. Seandainya diamanahi peserta kongres sebagai nahkoda HMI periode depan, apa program kerja unggulan yang akan dilaksanakan? Ada beberapa program yang memang telah kami persiapkan. Pertama, gerakan sosial spiritual. Gerakan ini dalam rangka mengokohkan eksistensi di era milenial. Adapun caranya bisa dengan pemanfaatn teknologi informasi dalam menguatkan nilai-nilai keislaman. Kedua, mendorong ruang-ruang literasi kader. Hal ini bisa berupa pelatihan penulisan jurnal ilmiah. Ketiga, menghidupkan kembali komunitas-komunitas kajian sebagai upaya peningkatan kapasitas intelektual kader.
Keempat, tentu ini adalah gerakan kultural HMI, yakni mengembalikan gerakan kultural HMI. Yakni HMI back to Mosque and back to Campus. Itu program unggulan pertama dengan berbagai turunannya. Selanjutnya program unggulan kedua yang sedang dan akan kami lakukan adalah membangun ekosistem digital sebagai prasyarat transformasi organisasi HMI. Program unggulan kedua ini dapat berupa information system development. Selanjutnya menciptakan bank data yang berfungsi untuk memvalidasi data-data kader. Bank data ini bisa berbentuk aplikasi untuk melakukan sensus dimulai dari tingkat komisariat, cabang hingga badko. Selanjutnya adalah inovasi lembaga kekaryaan. Hal ini dimulai dengan cara PB HMI melakukan profesionalisme and inovation movement agar kualitas kader HMI menyusuaikan diri dengan kemajuan zaman. Itulah beberapa program kerja yang sedang kami persiapkan nantinya bila kami diamanahi oleh peserta kongres untuk menjadi Ketua Umum PB HMI di periode depan (Irma).
PAHMUDDIN CHOLIK
WAWANCARA
SOLIDITAS ITU BERMAKNA KESEDERHANAAN PAHMUDIN CHOLIK
K
andidat satu ini merupakan mantan Ketum Badko Sulselbar yang juga sukses meniti karier keorganisasiannya di organisasi intra kampus. Berbagai tingkatan kepemimpinan di kampus telah dicicipinya. Dimulai dari menjadi Ketua Lembaga Pers Mahasiswa Otodidak, Ketua Umum HMJ, Ketua Umum BEM Fakultas hingga duduk di pucuk pimpinan sebagai Presiden BEM Universitas Alauddin Makassar. Akankah kemoncerannya di organisasi intra kampus menjalar di organisasi ekstra kampus yang dicintainya ini? Berbagai harapan, cita-cita, dan program kerja unggulan dipaparkannya pada tim majalah edisi kongres, M.Taufik. Tentu pembaca penasaran ingin mengetahui bagaimana dan seperti apa visi misi yang diusung oleh lelaki gempal yang kini menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Lingkungan Hidup PB HMI ini. Berikut petikan wawancaranya pada tim majalah saat ditemui Di Phoenam Coffee di bilangan Wahid Hasyim Jakarta. Apa alasan atau motivasi abang maju dalam kontestasi kongres ini? Adapun motivasi yang melatarbelakangi
saya maju dalam kontestasi kongres kali ini adalah, pertama berkaitan dengan persoalan internal Himpunan. Saya menilai kurang tegasnya aparatur organisasi untuk melakukan pembenahan-pembenahan secara internal. Dan Insya Allah, jika kader cabang seluruh Indonesia memberikan kepercayaan pada saya untuk menahkodai PB HMI, tentu pertama yang akan diperbaiki adalah persoalan internal ini. Makanya dengan slogan saya yang tersebar di berbagai media sosial adalah ‘Soliditas HMI Untuk Indonesia’. Slogan tersebut bermakna agar soliditas kita tidak membuat alpa pada persoalan isu-isu kebangsaan. Misalkan nyaris kita tidak mampu untuk menggerakkan seluruh kader mulai dari PB sampai ke struktur Komisariat bila ada persoalan-persoalan kebangsaan yang harus segera disikapi. Ini nyaris terputus. Nyaris ada jarak antara PB HMI, Badko, Cabang, apalagi komisariat. Seharusnya apaapa yang terjadi di PB HMI informasinya sampai ke Komisariat. Jadi, isu dan program-pro-
gram apapun dari PB HMI utuh secara structural sampai ke Komisariat dan kampus-kampus. Sehingga wacana yang terjadi di tataran para senior atau alumni agar mengembalikan HMI ke kampus-kampus besar dapat tercapai. Menurut abang, mengapa jarak pembatas ini bisa terjadi? Menurut saya, problem ini terjadi karena kurangnya peran-peran PB HMI dalam menjangkau Cabang yang ada di daerah-daerah, di kabupaten dan kota serta komisariat. Seandainya PB HMI melakukan pendekatan dan turba ke Cabang dan ditindaklanjuti oleh Cabang hingga ke Komisariat-komisariat yang ada, maka dengan sendirinya HMI akan masuk ke berbagai kampus manapun, baik itu kampus besar ataupun kecil. Selain melakukan pembenahan secara internal, apa lagi yang sekiranya hendak abang lakukan bila nanti diamanahi oleh peserta kongres untuk menjadi Ketua Umum? Yang kedua adalah penyeragaman pola perkaderan. Kita ketahui bersama, hampir semua daerah mempunyai kultur perkaderan yang berbeda. Taruhlah misalkan di Makassar, Jawa Timur dan Aceh. Ketiganya nyaris berbeda. Dalam hal perkaderan yang kita miliki, tidak ada hal yang paten yang harus dipatuhi dan dijalankan oleh pengurus Komisariat, Cabang dan sebagainya. Nah, ini harus ada penyeragaman. Bagaimana caranya? Tentunya PB HMI harus mengawal hal itu baik secara structural maupun melalui BPL. Saat ini, lembaga-lembaga khusus dan Bakornas yang ada,nyaris berjalan sendiri-sendiri. Padahal, pada prinsipnya haruslah seirama gerak langkahnya, sejalan pula dengan visi misi PB HMI. Selain itu, PB HMI se76 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
cara struktural dan kelembagaan wajib pula membackup semua Badan Khusus dan Bakornas tanpa membeda-bedakan mana yang harus diutamakan dan disupport. Pokoknya, level kekaryaan semuanya wajib didorong untuk berkompetisi yang nantinya mereka akan menghasilkan karya pada satu kepengurusan. Karena apa yang dilakukan oleh Badan Khusus dan Bakornas, sejatinya adalah prestasi juga bagi PB HMI. Selanjutnya keterlibatan PB HMI secara structural pada pengawalan perkaderan. Ada dua hal yang saya titik beratkan pada hal tersebut. Pertama, PB HMI dan BPL wajib bertanggungjawab terhadap persoalan perkaderan. BPL terkadang agak terbatas terhadap pembiayaan operasional mereka dalam mengelola perkaderan dan training-training di daerah. Seharusnya PB HMI wajib mensupport itu. PB HMI wajib berada disitu sebagai donatur di samping ada donatur lain selama kepengurusan BPL tersebut. Kemudian dimanfaatkan oleh Direktur Bakornas untuk mensupport pengurus-pengurusnya, karena tidak bisa dipungkiri Direktur Bakornas juga punya pasukan atau pengurus-pengurus yang juga harus diperhatikan. Ke depan, mari kita benahi bersama persoalan-persoalan internal yang selama ini terjadi Berikutnya adalah persoalan data base anggota yang selalu jadi polemik. Selama ini saya mengamati dari kongres ke kongres, nyaris kebablasan. Data base itu bertahan dari tahun ke tahun. Saya pikir, dari anggaran PB yang ada, yang didapat dari support para alumni digunakan untuk membuat website secara utuh agar menyimpan data kader dari pengurus sebelumnya ke pengurus selanjutnya. Kemudian mereka menyerahkannya se-
cara utuh sehingga apa yang terjadi ketika kongres yang berlangsung selama dua tahun sekali, tidak ada lagi kelemahan sekaligus kekurangan dari data base sebelumnya. Coba anda bayangkan, jika sekelas Direktur LAPMI menyiapkan secara utuh website dari tahun ke tahun dan hanya meminta ke kader atau ke pengurus cabang yang ada di daerah untuk memasukkan data base 2 tahun terakhir, kemudian dua tahun sebelumnya dihilangkan karena sudah tidak berstatus lagi. Maka enteng pekerjaan Pengurus Cabang untuk memenuhi permintaan Panasko. Lalu visi apa yang hendak diusung oleh abang? Visi saya adalah Soliditas HMI Untuk Indonesia. Visi ini saya pakai untuk mengingatkan pada setiap kader HMI akan peran-peran yang dicanangkan oleh pendiri HMI. Soliditas itu bermakna kesederhanaan. Di mana dengan nilai-nilai kesederhanaan dan keikhlasan itu kita mengikrarkan diri berada pada satu payung dan menuju pada cita-cita yang sama. Ketika ada kelompok-kelompok lain yang tidak mengarah kepada persatuan, nantinya akan selalu menjadi polemik-polemik yang dipelihara karena tidak adanya nilai-nilai persatuan dan persaudaraan. Tagline yang pernah disuarakan oleh Bang Sukmono yang berbunyi ‘Di HMI kita berteman lebih dari saudara’, saya pikir tagline ini sampai sepanjang masa gampang saja untuk diucapkan tapi sulit untuk kita jalani bersama. Seharusnya kita mampu memahami tagline tersebut dan juga menjalankannya. Bisa dijelaskan terkait turunan dari visi yang abang usung itu? Seperti yang saya jelaskan di depan tadi. Yakni menjalankan dan mengawal perkaderan
sampai di tingkatan grassroot Lalu program unggulan apa yang akan dikerjakan jika terpilih menjadi Ketua Umum? Dengan kesadaran diri sebagai seorang kader, saya akan wajibkan setiap bidang harus mengadakan suatu kegiatan yang bertaraf nasional dan manfaatnya terasa sampai di Komisariat. Ke depan, ketika saya terpilih menjadi Ketua Umum, Ketua bidang yang tidak mampu melaksanakan kegiatan selama satu semester, maka dia hanya akan aktif di satu semester saja. Kita harus konsisten dan tegas dalam hal ini. Ketua bidang harus kita pacu kegiatan-kegiatannya agar bertaraf nasional dan bisa betul-betul terasa manfaatnya pada kader-kader yang ada di daerah. Program yang saya cita-citakan adalah mewujudkan cita-cita pertama dari mission HMI, yakni membentuk Insan Akademis. Bagaimana caranya?. Saya akan mewajibkan pada setiap fungsionaris PB HMI, terutama Ketua Bidang, harus menempuh study S2. Hal ini akan saya lakukan demi mewujudkan salah satu dari mission HMI yakni Insan Akademis. Saya punya cita-cita, ke depan, PB HMI wajib dalam satu kepengurusan membantu menyelesaikan semua staf ketua yang sedang menempuh pendidikan tingkat magister. Bagaimana dan seperti apa pola yang akan abang lakukan terkait program study bagi para Staf Ketua itu? Sebagai Ketua Umum, saya akan berupaya mencari jalan atau membangun jejaring agar mereka dibiayai. Jadi, misalkan ada 15 Ketua Bidang yang mau menyelesaikan pendidikan magisternya, maka kita akan mensupportnya untuk menjadi Doktor. Lewat jejaring yang ada, maka KAHMI akan saya upayakan unFEBRUARI 2018 | EDISI KONGRES XXX | INDEPENDENSIA
77
tuk membantu dengan ikhlas dan mensupport mereka. Tentunya bantuan alumni tersebut tidak untuk mengikat atau akan mengintervensi kebijakan-kebijakan lembaga. Sebab hal itu tidak diperbolehkan. Sehingga saat di kongres selanjutnya, para Stap Ketua itu bangga dan masuk ke arena kongres di samping berkompetisi, juga mempresentasikan kepada seluruh kader HMI atau pimpinan cabang tentang hasil disertasi atau tesisnya yang disesuaikan dengan bidang keilmuan yang ditekuninya itu. Jadi, sebelum forum kongres dimulai, diawali terlebih dahulu dengan dialog publik bersama para Staf Ketua yang menjadi narasumbernya. Ini sebagai bentuk pertanggung jawaban secara utuh dalam satu periode bahwa ia telah menyelesaikan tanggungjawab semua program kerjanya dan juga telah menyelesaikan studi selama di PB HMI dengan judul tesis atau disertasi ini dan itu. Adapun staf ketua yang sudah lulus di tingkatan Magister, kita akan mensupportnya untuk kemudian menjadi Doktor. Minimal, dalam satu periode PB HMI, 10-15 Staf Ketua yang menyelesaikan studi S2nya dan minimal 5 doktor. Bagaimana kalau abang menahkodai PB HMI dalam menyikapi tahun politik nanti? Saya kembalikan hal tersebut ke lembaga ini sebagai organisasi yang independen. Haram hukumnya bagi PB HMI melakukan keberpihakan apa lagi menjadi abdi politik atau perpanjangan tangan oleh partai-partai politik. Itu harus dijaga, karena disitu juga terdapat marwah lemabaga. Tentu, dari semua ketua umum dan fungsionaris itu tidak dibolehkan melakukan keberpihakan. Tetapi sebagai lembaga kemahasiswaan yang melatarbelakangi kampus, tentu tidak bisa dipungkiri peran serta 78 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
keterlibatan PB HMI dalam pendidikan politik kepada masyarakat. Peran itu bisa dilakukan lewat tulisan-tulisan yang dikirim media massa atau statement yang sifatnya membangun demokrasi yang sedang berjalan. Dulu di masa Cak Nur, HMI pernah menjadi Ketua Perhimpunan Mahasiswa Islam Asia Tenggara. Pertanyaanya adalah apa peran yang bisa dilakukan HMI di dunia internasional? Saya memahami betul pedoman kita dari Basic Training hingga LK III itu tidak terlepas dari perenungan-perenungan dari sosok bernama Cak Nur. Ia memberikan kita satu pedoman yaitu Nilai-nilai Dasar Perjuangan. Itu dihasilkan olehnya melalui perjalanan panjang dari kawasan Timur atau Asia, Eropa hingga ke Timur Tengah. Perjalanan dunia barat sana, Cak Nur mengamati perkembangan zaman. Sampai kita ketahui bersama, sepulangnya beliau dari muhibah itu, Cak Nur lalu merumuskan NDP. Jadi, kita tidak boleh alergi dengan berbagai kunjungan-kunjungan yang dilakukan fungsionaris PB HMI karena itu sifatnya adalah pembelajaran. Apa yang dipelajari oleh fungsionaris PB HMI tentu harus ada perimbangan dari negara-negara lain yang memiliki organisasi mahasiswa muslim di sana. Di Malaysia, Singapura, Amerika, Timur Tengah, itu akan menjadi studi pembelajaran bagi kita dan menurut saya hal ini tidak ada masalah. Makanya saya mengatakan kemarin saat PB HMI melakukan kunjungan ke China bahwa dalam hadits Rasulullah sudah menyebutkan “ tuntutlah ilmu walaupun ke negeri China�. Jadi itu tidak ada masalah. Yang salah anda kesana mempelajari tentang nilai-nilai yang kemudian bertentangan dengan agama yang kita yakini. Kalau kes-
ana belajar dan mengunjungi situs-situs keislaman yang pernah ada, dan mengunjungi kampus-kampus yang berbeda dengan yang ada di Indonesia, itu tidaklah menjadi persoalan karena merupakan kontribusi positif bagi kita. Lagi pula hal itu nyambung dengan kebhinekaan kita yang kita rawat. Bagaimana abang menyikapi bila terjadi money politik dalam momentum kongres kali ini? Saya menentang praktik-praktik seperti itu. saya dengan tegas menentang berbagai macam calon yang di isukan begitu. Tetapi hal itu tidak bisa di pungkiri harus ada bukti-bukti yang ril jangan membangun wacana yang menyesatkan kader. Yang kedua harus di pisah dulu. Bikin diskusi-diskusi di grup dan lain sebaginya atau diskusi secara langsung dan ia harus kita pisah mana kos politik dan mana money politik. Kalau ada calon yang kemudian memaksa teman-teman atau adek-adek cabang untuk memilih dia denagntawaran yang bergeming dengan tawaran saya akan bayar sekian juta itu tidak boleh. Ketika teman-teman menemukan hal itu maka SC harus tegas menyikapi persoalan tentang ini. Apa pesan abang terhadap peserta kongres?? Pesan saya terhadap kader HMI seluruh Indonesia dari Sabang sampai Merauke yang datang ke kota Ambon, tetaplah kalian menjaga semangat persatuan demi melihat kongres ke-XXX ini melahirkan Ketua Umum yang bersih. Kedua, mari kita jaga keamanan, ketentraman perhelatan kongres ini Tidak boleh ada seorang kader pun yang datang ke kota Ambon membuat masyarakat merasa tidak nyaman. Yang akhirnya nantinya mereka akan mengutuk dan membenci organisasi yang
kita cintai ini. Tanggung jawab kita semua adalah menjadikan kota Ambon ini kota yang aman,nyaman dan damai untuk dihuni dalam berkongres. Kita harus jaga kampung orang seperti menjaga himpunan ini. Dalam kontestasi kongres ada kalah dan menang. Apakah abang siap kalah atau cuma siap menang?? Saya di kampus aktif di organisasi ekstra dan intra kampus. Pernah menjadi Ketua di HMJ, Ketua BEM Fakultas, dan Ketua BEM Universitas Alauddin Makassar. Itulah palagan-palagan yang pernah saya ikuti. Dalam setiap palagan, saya selalu mengikrarkan diri untuk siap kalah dan harus siap menang. Begitupun dalam kongres ini, saya siap kalah dan harus menang! (Taufik).
FEBRUARI 2018 | EDISI KONGRES XXX | INDEPENDENSIA
79
WAWANCARA
SADDAM AL JIHAD
KONGRES BUKAN HANYA SOAL POLITIK, MELAINKAN JUGA PROSES SPIRITUAL SADDAM AL JIHAD Disertai curahan hujan deras yang mengguyur kota Jakarta, tim majalah edisi Kongres XXX meluncur ke Taman Makam Pahlawan Kalibata untuk menemui kandidat asal cabang Sumedang-Jatinangor ini. Dengan menaiki grabcar, sebanyak tiga orang anggota tim kerap mengumpat kemacetan kota Jakarta yang sangat akut. Untuk menemui narasumber satu ini, berkali-kali tim majalah harus meminta pada driver grab untuk mencari jalan pintas yang sekiranya bisa lebih cepat untuk mencapai tujuan. Sesampainya di lokasi, di hadapan kami, kandidat lulusan Universitas Padjajaran Bandung ini memaparkan gagasan besarnya tentang Pancacita yang nantinya akan melahirkan generasi GIGA. Generasi ilmu dan generasi amal. Seperti apa jelasnya? Berikut ini hasil perbincangan kami selengkapnya. Bagaimana abang memandang momentum kongres kali ini? Bagi saya, maju menjadi kandidat di arena kongres kali ini tak hanya bermakna sebagai proses politik saja, melainkan juga sebagai proses spiritual saya. Bagaimana bisa men-
jadi proses spiritual? Ya karena di Bab I NDP dijelaskan di sana bagaimana sebenarnya memaknai tauhid yang sebenarnya. Kalimat Laa ilaaha illallah itu bermakna meniadakan tuhan-tuhan selain Allah. Dan kongres ini termasuk salah satunya. Makanya jangan sampai kita ada ketergantungan dengan banyak hal atau bahkan kita pesimis. Ada satu titik dimana kandidat ini pasti ada pesimisnya. Ada titik jenuhnya. Ini kok saya sendirian yah. Nah, ini khan sebenarnya proses bagaimana kita melebur di kalamullah itu. Makanya saya bilang bahwa kongres ini kalau kita maknai secara spiritual ya spiritual. Kalau kita maknai hambur-hambur uang, iya juga. Begitu juga kalau kita maknai gagasan, ya gagasan. Jadi tergantung bagaimana kita memaknai kongres. Bagi saya, forum kongres ini menjadi dialektika saya pribadi dengan Allah. Itu yang pertama. Saya merasa, bahwa ternyata kepemimpinan itu akan selalu mengalami ketergantungan untuk menjadi hamba Allah. Itulah proses spiritualnya. Sementara untuk
proses sosialnya itu terjadi saat melakukan komunikasi di antara para kandidat, Cabang, komunikasi antara keluarga besar HMI, serta komunikasi dengan stekholder lainnya. Itulah proses sosialnya. Adapun proses politiknya itu akhirnya membentuk sudut pandang- sudut pandang politik yang berbeda. Dari awalnya gagasan, kemudian menjadi sebuah kelompok-kelompok. Tapi itu nanti akan menjadi satu kembali. Makanya proses politiknya akan seperti itu. Nah proses politik yang di maksud lagi adalah dari gagasan politik. Pada kongres kali ini, banyak tagline kandidat bermunculan. Nah untuk abang, apa nih taglinenya? Dan bagaimana maksud dari tagline itu? Sebetulnya, setiap tagline yang ada itu menjadi ruh-nya. Kalau setiap tagline ini mau berkelanjutan maka harus dimaknai, harus diisi ruhnya. Kalau memang tidak ada ruhnya, maka akan hilang begitu saja tagline tersebut. Nah, tagline itulah kemudian menjadi sebuah semangat gagasan politik. Jadi tidak mainmain. Kalau saya pribadi mengambil sebuah tagline ‘Sustainable’ atau keberlanjutan. Hal ini berbicara dari sisi kebudayaannya. Artinya ada hal yang esensial dari sebuah kebudayaan, baik itu di HMI, atau pun kebudayaan nusantara yang harus dijaga. Karena semangatnya HMI ini adalah semangat keislaman dan keindonesiaan. Kedua, visionable. Organisasi hari ini, boleh cek di kampus-kampus, HMI kadang ributnya bukan dengan organisasi yang tetap seperti GMNI, PMII,GMKI, bukan. Tapi dengan komunitas-komunitas. Ributnya dengan komunitas penggemar anjing, komunitas sepeda, komunitas motor. Masak kita kalah dengan itu. Pertanyannya, kenapa pada akhirnya mahasiswa menghindar dari organi-
sasi-organisasi established? Nah,ini kemudian menjadi persoalan yang nantinya keberlanjutan HMI dipertanyakan. Terkait gagasan yang abang bawa? Saya menyebutnya dengan istilah Pancacita HMI. Pertama, modernisasi. Jadi bagaimana sistematika data base kader itu harus ada server tunggalnya. Entah nanti itu ada kerjasama dengan stekholder terkait atau seperti apa. Adapun fungsi dari keberadaan server tunggal ini nantinya bisa mendeteksi minat dan bakat kader HMI. Artinya itu ada survey secara online yang akan masuk langsung ke database. Sehingga nantinya minat dan bakat kader itu tidak hanya di politik. Dengan sistem online tadi, sehingga ini ada buktinya bahwa HMI itu tak melulu politik. Misalkan di LAPMI ada yang suka menulis, ada yang suka kesehatan, ada yang suka bicara teknologi, jadi tidak semuanya ke politik. Itu yang akan menjadi wajah baru HMI dan yang akan menegaskan pandangan terhadap HMI politik itu salah. Karena 2018-2020 adalah tahun politik, maka ia harus dinetralisir. Salah satu caranya adalah penguatan data base pada survey online tadi. Selanjutnya bang? Kedua, sinergisme. Sinergisme itu adalah paham sinergitasi. Artinya, proses kita berorganisasi itu harus penguatannya sinergisitas. Contohnya, di kementerian itu khan banyak program ataupun lewat kerjasama CSR. Misalkan kita kerjasama CSR wirausaha muda mandiri. Nah dari situ kita harus bikin sistem bagaimana dana CSR bisa disebar. Kalau misalkan dana CSR itu satu bulan, misalkan di BANK BNI, kita ambil 10 juta percabang. Di HMI ada sekitar lebih 200 cabang. Maka dalam setahun kita bisa dapat 2 miliyar. 2 miliFEBRUARI 2018 | EDISI KONGRES XXX | INDEPENDENSIA
81
yar dalam 1 tahun. Itu sedikit apalagi kalau kita pecah-pecah begitu. Nah, dari 10 juta itu kita bisa membuat simulasi bagaimana program wirausaha mandiri di cabang, yang nantinya outputnya adalah pengkaderan. Jadi ada hubungan antara LEMI dengan pengkaderan tadi. Hari ini, problem HMI itu dana kader minim. Apalagi ketum BPL sebelumnya susah kalau mau keliling cabang untuk mengelola perkaderan. Ketiga, profesionalisme. Lagi-lagi saya mau bilang, pasca orang-orang berHMI, asosiasinya pasti politik. Pasca ber-HMI kemudian mengalami kebingungan mencari kerja. Padahal, katanya alumni HMI itu ada yang menjabat sebagai komisaris BUMN,ada yang punya perusahaan, tapi outnya kita tidak pernah merasakan itu. Nah, saya ada konsep yang namanya CDC HMI. CDC HMI adalah Career Development Center HMI. Ini adalah pusat pengembangan karirnya HMI. Jadi, di situ kita akan kerjasama dengan para senior dan stekholder, terutama senior yang punya perusahaan atau yang di BUMN dan sebagainya. Untuk itu nanti di website HMI kita tinggal klik, lalu daftar. Seperti di Unpad misalkan. Di situ ada CDC. Jadi tinggal daftar. Untuk daftar kerja syarat-syaratnya adalah LK-I hingga LK-III. Nah, nanti ada akreditasinya. Kalau misalkan LK II, nanti masuk perusahaan mana. Supaya anak-anak HMI punya motivasi perkaderan untuk ikut LK-II sampai LK III. Kadang-kadang sekarang orang ikut LK-II atau LK-III kayak Lemhanas, larinya tetap 82 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
saja ke politik. Jadi perkaderan, orientasinya politik, kayak Lemhanas. Kadang akhirnya kader-kader profetik males ikut LK-II atau LKIII. Nah motivasi itu harus kita buat, harus kita rekayasa, untuk mereka dengan cara kita pahami reward-rewadnya apa. Keempat, terkait perkaderan. Perkaderan adalah segala hal yang dibicarakan termasuk hal-hal yang normative, itu baik sekali. Cuma hari ini kebutuhan cabang, seperti yang saya alami, Alhamdulillah saya sudah keliling 50 cabang, ternyata sebagian dari survey saya itu menunjukkan bahwa kaderisasi itu yang paling penting adalah kehadiran pengurus PB untuk datang ke Cabang. Tapi jangan sampai terasosiasikan Cabang yang mau mengadakan LK-II atau LK-III harus mengundang Ketum atau Sekjen. Misalkan sebatas itu. Atau ketua bidang saja. Ke depan harus ada sebuah kebijakan atau policy, misal, Departemen wajib mengisi LK-II sebanyak 3 kali dalam satu tahun, atau Wabendum wajib mengisi LK-II 5 kali, Wasekjen kita wajibkan mengisi LK-II 7 kali, dan ketua bidang kita wajibkan ngisi LK-II 10 kali. Jadi motivasinya adalah orang-orang mau mengkader dan yang kedua orang-orang akan malu mau ngisi LK-II sedangkan dirinya masih LK-II. Nah itu harus ada pemancing kayak gitu. Lalu Pancacita yang terakhir? Kelima, intelektualisme. Kenapa saya angkat intelektualisme?, karena intelektualisme
itu rohnya independensi. Orang kalau mau bicara NDP harus intelektual, harus objektif, karena pada hari ini yang dibutuhkan di 2018-2020 adalah orang yang independen. Mengapa ? karena kalau kita agak goyang, ini sangat mengerikan. Bisa jadi HMI dijual sana-sini. Kedua, terkait dengan intelektualisme maka perlu menssupport buku ke cabangcabang. Saya mau menciptakan bagaimana buku-buku kader HMI itu bisa diciptakan dan dijual di Gramedia. Ketiga, masih terkait dengan intelektualisme, dulu di zamannya Deliar Noer, HMI bikin semacam media cetak yang hampir menyaingi Kompas saat itu. Namun hari ini HMI apa? korannya mana? tapi kalau koran sudah dulu karena sekarang zamannya media online. Nah, dari media tersebut kita melahirkan gagasan, negarawan muda yang berasal dari pengamat. Entah ia pengamat politik, ekonomi, sosial dan budaya, tergantung bakat atau kesuaaannya. Di media tersebut juga nanti disisipi senior-senior HMI nasional macam Yusril dan yang lainnya untuk meng-upgrade media itu. Jadi, setiap hari semua orang bisa menulis disitu, tapi harus ada upgrade-nya yang berasal dari tokoh-tokoh nasional. Dari sanalah kemudian akan membentuk komunitas-komunitas. Baik itu komunitas pengamat ekonomi, politik, sosial dan budaya. Atas alasan apa hal itu dimunculkan? Ada hal yang akan saya bawa di 20182020, yaitu wacana youth government. Pemerintahan pemuda. Wacana pemerintahan pemuda itu nantinya akan melahirkan negarawan muda. Kalau di KAMMI tagline-nya ‘Muslim Negarawan’, sedangkan kita ‘Negarawan Muda’. Kita harus melahirkan nega-
rawan-negarawan muda yang tidak memisahkan antara keislaman dan keindonesiaan. Nah, disitu anak-anak HMI akan ada upaya rekayasa untuk menjadi negarawan muda, saya ambil contoh misalkan kita bisa saja streaming HMI di youtube, terus memunculkan LAPMI untuk kita wawancara dan sebagainya tentang cara hidup. Saya sudah siap nanti kerjasama dengan televisi dan memunculkan anak-anak muda untuk bicara soal ekonomi, politik, sosial dan budaya, bangsa dan sebagainya. Selanjutnya, kita harus masuk untuk rekayasa politik. Artinya rekayasa politik ini bukan hanya membentuk kader HMI menjadi aktivis atau macan di jalanan, tapi juga macan forum di ruangan. Perlu juga dilakukan rekayasa politik dengan DPR-RI. Kenapa DPR-RI? Maksudnya, kita harus bekerjasama dengan mereka untuk meminta dihadirkan di setiap RDP-RDP pada tiap-tiap komisi. Dan ini dimulai dari pondasi-pondasi yang awalnya negarawan muda, pengamat, kemudian berbicara tentang kebangsaan. Jadi, naik lagi levelnya untuk masuk ke pengaturan kebijakannya. Fondasi terakhirnya adalah anak-anak HMI ini sudah bukan lagi berjuang di wilayah civil society yang sifatnya kritik tapi lebih dalam dari itu. Kalau yang tadi dijelaskan itu soal bagaimana melakukan rekayasa melahirkan generasi ilmu. Bagaimana dengan generasi amal? Fungsi utama keberadaan HMI adalah untuk masyarakat. Di sinilah maksud dari generasi amal. Kita melihat kader-kader HMI hari ini hadir disetiap banyaknya pendamping desa, kitapun harus siap hadir di desa dengan cara yang berbeda. Nah, hari ini, sebeFEBRUARI 2018 | EDISI KONGRES XXX | INDEPENDENSIA 83
narnya bagus adanya simulasi terkait dengan desa binaan dan sebagainya. Kita ambil lagi misalkan konsep KKN. Semacam KKN kalau mau dimasukin dalam forum-forum perkaderan. Misalnya di Jawa Timur ada Tuban, Bojonegoro, Jombang, dan Tulungagung. Ada lima cabang 2 atau 3 orang kita taruh pada sebuah desa di Jawa Timur. Akhirnya ada kerjasama antara cabang untuk membangun desa itu, jadi tidak melulu 1 cabang ke satu desa itu. Kedua, yang perlu dibuat itu adalah system. Nantinya saya akan membuat program namanya BANTUIN. Bantu Indonesia. Jadi itu sistem aplikasi yang diawali oleh anakanak HMI di generasi amal. Di situ kita akan menghubungkan antara donatur dan yang menerima. Anak-anak HMI yang menghubungkan untuk kegiatan tadinya. Nah, kalau ini nantinya berjalan, nanti ini jadi branding delegasi HMI. Bahkan pasca ber-PB HMI sistem ini terus berjalan. Selanjutnya adalah saya akan membentuk yang namanya ‘Desa Watch’. Saya pikir senior-senior HMI dan stekholder lainnya perlu mendukung ini. Mengapa Desa Watch ini harus ada?
Coba kita bayangkan, mengapa selama ini yang mengawasi dana desa adalah Polres-polres? Ini ada apa? Apakah terkait dengan momentum 2019? Ya karena itu tadi. Karena dananya yang begitu besar. Desa Watch ini penting untuk hadir yang tugasnya untuk mengawasi pendamping desanya benar apa tidak? Pengawasan Polres terhadap desanya benar apa tidak? Terus juga aktivitas-aktivitasnya benar apa tidak?. Ketiga, kita menginisiasi terciptanya UU Bumdes. itu belum ada. UU desa sudah ada tapi Bumdesnya belum ada. Jadi kira-kira begitu posisinya Pancacita di mana didalamnya ada generasi GIGA. Generasi GIGA itu adalah generasi ilmu generasi amal. Jadi kalau Pancacita ini internalisasi, sedangkan GIGA ini eksternalisasinya. Jadi ada keseimbangan antara giga. Giga inikan kapasitas, jadi mudah-mudahan dari kapasitas yang besar ini HMI bisa semakin besar (Masyhur).
84 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
SITI AMINAH AMAHORU WAWANCARA
HMI HARUS MENYENTIL MASALAH-MASALAH KEMANUSIAAN
I
nilah kandidat perempuan satusatunya yang turut bertarung dalam kontestasi kongres kali ini. Perempuan yang akrab disapa dengan panggilan Kak Ichi ini, juga merupakan kandidat tuan rumah kongres. Sebagai perwakilan dari Badko MalukuMaluku Utara, Ichi, mencoba untuk turun berlaga di palagan yang dipenuhi kaum laki-laki. Meski dikepung dan dikelilingi kandidat yang 99% adalah lakilaki, ia tak keder. Tak juga gentar. Tak sedikit pun nyalinya ciut. Mungkin karena dalam tubuhnya melekat darah raja-raja. Arena kongres yang disesaki para kandidat lakilaki, tak secuil pun membuat hatinya giris. Simak wawancara Masyhur, tim majalah kongres, dengan kandidat bidadari dari Timur ini. Apa visi besar yang dibawa sebagai kandidat PB HMI? Visi besar saya adalah mewujudkan HMI sebagai laboratorium peradaban umat
dan bangsa yang berkemanusiaan. Itu visi utama saya untuk fight sebagai Ketua Umum PB HMI yang saya siapkan bersama teman-teman tim. Lalu misi yang diusung? Ada empat misi yang hendak saya usung. Pertama, responsif terhadap tantangan nasional dan internasional. Dalam hal ini, PB HMI harus merespon secara cepat persoalan-persoalan dalam lingkup nasional atau pun dalam lingkup yang lebih luas lagi, yakni persoalan internasional. Apalagi PB HMI sebagai eksekutor baik dalam masalah internal dan eksternal. Kedua, mewujudkan HMI menjadi organisasi yang berbasis teknologi informasi. Sebagaimana kita ketahui, saat ini kita sudah masuk ke zaman modern dan melangkah ke postmodern. Di zaman modern ini, perkembangan teknologi makin meningkat. Maka, sudah seharusnya HMI cepat tanggap dengan perkembangan teknologi informasi itu. Zaman yang bergerak begitu cepat ini juga mensyaratkan agar kader HMI memiliki pengetahuan yang luas tentang teknologi
informasi. Selanjutnya yang ketiga, saya akan memprioritaskan pelaksanaan program kerja. Program kerja yang dimaksud di sini adalah program kerja internal, yaitu pengkaderan. Ini karena HMI sebagai organisasi yang berbasis pengkaderan. Hal itulah yang harus diprioritaskan. Saya akan merumuskan ini, ketika misal saya dikehendaki untuk menjadi Ketua Umum, berada dalam program kerja. Kerja, kerja, dan kerja (bukan ala jokowi ya). Karena bagi saya konsepsi tentang iman, ilmu, amal itu sudah jelas. Sebenarnya yang dimaksud dengan kata ‘kerja’ itu ya amal. Saya ingin mengutip perkataan Presiden Habibie yang saya kira sinkron dengan slogan HMI, yaitu iman, ilmu dan amal. Habibie mengatakan bahwa membentuk suatu organisasi itu sama dengan membentuk suatu peradaban. Dalam bahasa sosiologinya, Habibie mengatakan tentang hati sama dengan iman, otak sama dengan pengetahuan atau intelektualitas, sedangkan otot sama dengan loyalitas kerja. Ternyata konsep yang dikatakan oleh Habibie itu hampir sama dengan yang ada di HMI. Hati itu harus berlandaskan iman. Sebab, jika hanya memiliki kecerdasan tanpa iman maka itu percuma saja. Selanjutnya misi yang lainnya kak? Selanjutnya adalah terkait misi organisasi mandiri yang berbasis enterpreneurship. Bagi saya, entrepreneurship ini mampu menyelesaikan segala masalah. Kebungkaman yang ada di HMI karena kecenderungan kader HMI tunduk pada penguasa atau mungkin senior-senior. Kita tidak harus bergantung kepada senior. Hal ini bukan berarti kita tidak bergantung sama sekali terhadap senior. Ketika kita bergantung berlebihan, berarti kita tidak kreatif. Tidak mandiri. Padahal tujuan kita sudah tepat, yakni Insan akademis dan pencipta. Keduanya itu adalah salah satu dari kualitas 5 insan cita. Pencipta, maksudnya kita ciptakan kader yang kreatif dan inovatif. Kader-kader HMI harus dilibatkan dalam dunia usaha. Karena, ketika mandiri secara ekonomi maka semuanya akan teratasi. Kita tidak terbebani dengan banyak hal dari penguasa. Saya mendengar bisik-bisik di kalangan mahasiswa kalau aktivis 86 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
HMI itu sering dibilang “tangan kanan proposal dan tangan kiri megaphone�. Artinya, ketika kita melakukan demonstrasi kemudian ditutup dan disumpal dengan uang atau proposal maka dengan mudah membungkam kebenaran. Akhirnya kita jadi tunduk pada penguasa. Ini terjadi karena apa? Akar masalahnya adalah karena kita tidak mandiri secara ekonomi. Berbeda jika sebaliknya. Saat kita mandiri secara ekonomi, saya yakin dan percaya semua masalah dapat diatasi dan tidak mudah bergantung kepada penguasa. Langkahlangkah strategis harus dibuat untuk kader HMI agar mandiri secara ekonomi. Kita berasal dari komisariat. Dan, komisariat merupakan jantung organisasi. Ini harus diatur dengan kurikulum. Kurikulum perkaderan diatur di atas, oleh PB HMI sebagai eksekutor. Dimulai dari PB, turun ke Badko, cabang, kemudian komisariat. Selanjutnya yang terakhir adalah integritas tinggi melalui pembaharuan intelektual organik kader HMI untuk umat dan bangsa. Itu mungkin sama dengan point ketiga tadi, program internal. Masalah-masalah keummatan dan kebangsaan harus senantiasa disentuh oleh kader HMI, karena kita sebagai kader umat dan kader bangsa. Kita harus terjun. Tidak hanya melihat dari satu sisi (politik) saja. Sehingga cara pandang kita terhadap ummat dan bangsa dapat tersentuh. Orientasi kita memang belum terarah saat ini. Saya punya niatan besar, persoalan keummatan dan kebangsaan dapat di-handle dengan baik. Misalkan, berbicara perspektif keummatan dan kebangsaan ini tidak terlepas dari persoalan kemanusiaan. Beberapa misi ini akan saya jalankan jika terpilih nantinya. Kakak sudah pernah jadi pengurus PB HMI ya? Ya, sudah. Periode ini di Kohati PB HMI. Saya, Bendahara Umum Kohati PB HMI saat ini, yang berarti ex-officio dari PB HMI, atau Wabendum PB HMI. Lalu program apa yang pernah dilakukan? Program saya, sebagai Bendahara Umum Kohati PB HMI memikirkan bagaimana caranya mendapatkan stimulus untuk menjalankan roda-roda organisasi. Selain itu, Alhamdulillah, saya juga punya program yang salah satunya
adalah program kerja nyata. Yakni program kerjasama dengan teman-teman LKMI di Timika. Di sana kita membuat pelatihan wirausaha yang melibatkan ibu-ibu (rumah tangga) yang ada di Timika, untuk menciptakan ekonomi kreatif keluarga. Bermula dari situ, wirausaha perempuan mandiri. Kemudian kita juga membuat kegiatan sunatan massal selama dua kali. Pertama di Jakarta dan kedua di Timika. Selain itu kami juga membagikan buku buat adik-adik di SD dan SMP di Papua. Sekitar 300 eksamplar buku yang kita bagikan. Bentuk konkrit dari program ekonomi kreatif itu apa, kak? Waktu kami khan singkat di Timika. Hanya satu minggu di sana. Kami buat pelatihan bagaimana caranya ibu-ibu yang ada di Timika punya penghasilan kepiting. Kami mendidik mereka bagaimana caranya mampu mengelola kepiting menjadi penghasilan lokal hingga nasional. Artinya, dapat kita pasarkan. Semacam cara pengemasan yang baik. Bagaimana memposisikan HMI dalam persoalan keummatan dan kebangsaan? Semisal, dampak dari skema perang asimetris. Agama sudah tidak lagi berperang dengan agama lain (perang salib). Tetapi, sekarang Islam coba diadu domba dengan Islam. Dan, yang paling mengerikan Islam dengan penduduk lokal, suku. Seperti yang terjadi di beberapa tempat di Indonesia. Bagaimana sikap yang harus diambil oleh HMI? Memang tidak bisa kita pungkiri bahwa yang terjadi hari ini adalah konflik vertikal dan horizontal. HMI memang harus memposisikan diri sebagai organisasi kemahasiswaan yang orientasinya adalah menyelesaikan persoalan keummatan dan kebangsaan. HMI harus benar-benar netral dengan menuntaskan persoalan intelektual sehingga ia tidak terjebak pada satu pihak. Yang kita khawatirkan, sebagai kader intelektual, jangan sampai berada pada posisi yang mengadudomba. Ini sebenarnya perang ideologi. Bagaimana respon HMI terhadap isuisu internasional? Saya bilang, ini sesuai dengan misi saya yang pertama tadi. Jadi, kita tidak hanya ada
di lingkup nasional, tetapi juga eksekutor kita itu (PB HMI) gerakannya harus berada di level internasional. HMI harus berada di garda terdepan, sebelum organisasi-organisasi lain mendahului. Karena kita terlahir sebagai organisasi perjuangan dan kemahasiswaan. Itu adalah tujuan dari berdirinya HMI, founding fathers kita yang merumuskan tujuan itu. Taruhlah kasus-kasus Rohingya dan Palestina. Kita sering terlambat mengupdate informasi dan gerakannya juga. Saya pikir, HMI memang harus memposisikan diri di garda terdepan. Sikap yang lebih jelas, HMI hadir untuk menyelesaikan berbagai masalah keummatan dan kebangsaan. Kita harus bersikap lebih awal dari pemerintah. Tidak harus menunggu. Dan, kita mungkin bekerjasama dengan instansi-instansi pemerintah yang berkaitan dengan konflikkonflik tersebut. Kerja sama yang dimaksud bukan berarti kita melemah. Bukan berarti emerintah mengendalikan kita. Kerja sama ini dimaksudkan agar kita memberikan solusi untuk masalah-masalah yang ada di sana. Bagaimana caranya kakak mempromosikan HMI di dunia internasional? Kalau di era Cak Nur sempat membikin perhimpunan pelajar Asia-Tenggara. Pertama, kita lemah dari sisi media. Kita agak lemah untuk mempromosikan HMI hari ini. Kita harus main di media dulu, sebelum memperkenalkan HMI ke dunia internasional. Memang benar bahwa di era cak Nur ada beberapa pengurus PB yang di naik-hajikan. Di era kita sekarang tidak ada. Ketika kita diskusi dengan teman-teman ternyata memang ada jatah (quota) itu. Misalkan, kemaren organisasi KNPI banyak anggotanya yang pergi umroh. Tapi, karena memang kita tidak pernah melakukan komunikasi atau langkah taktis untuk ke sana, akhirnya tidak dapat. Sebenarnya jika kita membangun komunikasi dengan instansi-instansi terkait, misal Kementerian Agama, jatah itu bisa kita dapatkan. Sebenarnya ini bergantung pada gerakan dan langkah taktis yang kita lakukan, selain Ketua Umum yang menghandle. Ketua Umum sebagai penanggungjawab umum FEBRUARI 2018 | EDISI KONGRES XXX | INDEPENDENSIA
87
saja. Yang mengatur peluang ini, misalnya bidang PU. Kalau di Malaysia sebenarnya sudah ada perhimpunan yang dimotori HMI. Tinggal difungsikan secara optimal. Insyaallah, kalau misal saya terpilih nanti, harus ada Cabang istimewa di luar negeri. Itu cara untuk memperkenalkan HMI kembali di dunia internasional. Di periode ini PB HMI acapkali absen dalam merespon isu-isu nasional, kecuali dalam aksi 212. Sementara, dalam kasus-kasus kemanusiaan, penggusuran, ketidakadilan, HMI tidak terlalu sensitif. Bagaimana cara agar HMI kembali sensitif dengan isu-isu kemanusiaan? Pertanyaan ini cukup menarik bagi saya. Karena hal ini terkait dengan visi besar saya. Ini berarti masalah-masalah kemanusiaan harus disentil oleh kita. Sebagaimana tujuan HMI, bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT. Artinya bahwa kader HMI harus bertanggung-jawab atas ketidakadilan yang terjadi pada masyarakat. Di waktu LK I, kita sudah diikrar untuk bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT. Benar, PB HMI hari ini lambat untuk merespon, mengeksekusi, dan menyelesaikan kasus-kasus itu. Padahal kita harus peka dengan masalah-masalah keummatan. Memang benar bahwa PB HMI gaungnya kedengaran ketika aksi 212. Tapi, beberapa isu kemanusiaan dan penggusuran, kita tidak terlibat secara langsung. PB HMI harus mengambil langkah strategis, selain demonstrasi. Demonstrasi biarlah menjadi urusan cabang-cabang. Bagi saya, demonstrasi bukan satu-satunya solusi. Masih ada jalan lain yang bisa ditempuh, apalagi selevel PB HMI. Demonstrasi adalah langkah terakhir, yang berarti ada langkah pertama yang bisa kita ambil, seperti audiensi dan advokasi. Kita buat sikap terhadap pemerintah atau pihakpihak terkait. HMI harus mencari solusi, buka menambah masalah. Bagaimana kakak secara personal bersama tim akan bersikap jika akhirnya tidak diamanahi untuk memimpin PB HMI? Tapi, saya berharap kakak menang 88 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
dalam kogres nanti. Amin Saya maknai bahwa proses ber-HMI tidak harus berada di dalam struktur. Di luar struktur pun kita dapat bekerja sebagai kader pengabdi. Mau bertarung untuk menjadi ketua umum harus siap menang dan kalah. Dalam kondisi menang atau terpuruk, saya akan menjalankan misi saya. Kenapa misi ini saya ambil? Karena misi ini yang akan saya jalankan. Mungkin sedikit serpihan dari visi-misi saya waktu maju di Munas Kohati PB HMI dua tahun lalu. Secara pribadi saya siap untuk menang atau kalah. Karena bagi saya, menjadi pemimpin itu garis tangan Tuhan. Kita berikhtiar menjemput takdir. Di manapun, saya akan tetap mengabdi, baik di dalam ataukah di luar struktur. Pesan untuk peserta kongres? Saya tuan rumah dalam kongres XXX ini, Badko Maluku-Maluku Utara. Saya dari cabang Ternate dan saya juga lahir di Ambon. Harapan saya, kongres ini beradu gagasan (visi-misi) bukan beradu kekuasaan. Menjadikan kongres sebagai moment untuk menitipkan pikiran-pikiran cemerlang kita agar HMI lebih moderat dan elitis (intelektualis), dan melahirkan pemimpin yang amanah dan bijaksana (Masyhur).
TAUFAN TUARITA WAWANCARA
DENGAN PENGUATAN LPP,
HMI BISA TAMPIL DI DUNIA INTERNASIONAL
K
ami menemuinya di sekitaran Utan Kayu, tepat di depan kampus Universitas Islam Djakarta. Di hadapan tim majalah kongres, kandidat yang juga Direktur Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam PB HMI ini mengupas dengan detail tagline yang diusungnya, HMI Mengabdi. Bagi kandidat yang juga pernah menjabat sebagai Wakil Sekretaris Bidang PPD HMI Cabang Makassar ini, HMI harus berada di ruang-ruang pengabdian yang ada. Baik itu di masyarakat, negara atau pun di dunia Internasional. Satu gagasan menarik darinya yang perlu diapresiasi adalah terkait penguatan LPP yang nantinya akan membuat HMI bisa tampil di dunia internasional. Bagaimana dan seperti apa polanya? Berikut perbincangan kami selengkapnya.
Terkait visi misi kandidat, berhubung anda berasal dari Bakornas LKMI, Apa visi-misi yang dibawa untuk perbaikan HMI? Sebelumnya mungkin kita perkenalan dulu. Saya Taufan Ichsan Tuarita. saya ber-HMI itu mulai tahun 2006 pascakongres Makassar. Sejak 2006 itu, berarti sudah 13 tahun saya ber-HMI. Karier organisasi saya dimulai sejak saya menjadi Ketua Komisariat, kemudian saya masuk di Cabang sebagai Wakil Sekretaris Umum Partisipasi Pembangunan Daerah, dan masuk di kepengurusan PB HMI jamannya kak Arief Rosyid sebagai anggota Departemen Hukum dan HAM. Berarti waktu 13 tahun ini bagi saya, sudah cukup untuk menegakkan diagnosa bahwa HMI hari ini butuh terapi, HMI kehilangan visi dan mengalami disorientasi. Makanya ada be-
berapa hal yang kemudian perlu saya lakukan nantinya bila diamanahi oleh peserta kongres sebagai Ketua Umum PB HMI. Adapun tema besar dalam momentum kongres kali ini adalah HMI Mengabdi. Bisa dipaparkan dengan detail pointpoint dari tagline tersebut? Point pertama adalah penguatan terhadap lembaga-lembaga pengembangan profesi. Bagi saya, profesionalisme itu sangat penting. Hari ini kita sudah berada pada era masyarakat ekonomi ASEAN dimana barang dan jasa tidak lagi dibatasi untuk masuk ke dalam negeri. Tak hanya itu, batas-batas negara pun sudah tidak ada. Nah, HMI sebagai
organisasi yang punya struktur profesional ini harus diperkuat sehingga kompetensi dan skill mesti dibangun dari situ. Kedua, mengembalikan basis-basis kekuatan HMI pada masjid dan kampus. Hari ini kita melihat bahwa kader-kader kita, kalau secara teori mereka bagus. Sayangnya, saat dihadapkan pada praktek yang terjadi di lapangan, saat masuk ke ruang-ruang HMI, mereka mengalami disorientasi. Masjid dan kampus sudah mulai kosong ditinggal oleh kader-kader HMI. Saya yakin, dengan mengajak kembali teman-teman untuk menjadi teladan di masjid dan kampus, maka itu untuk memperkuat integritas dan kompetensi kita. Oleh karena itu, HMI back to campuss dan HMI back to masjid itu perlu digaungkan dan dilaksanakan lagi. Ketiga, memberikan mindset entrepreneur. Hari ini kita melihat, kader-kader yang masuk HMI orientasinya adalah menjadi politisi. Hal ini bisa terjadi dikarenakan karakter dan mindset yang dibangun sebelum berHMI, ketika mengajak calon kader, mind90 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
set yang dibangun adalah mindset politisi. Kita membangun patronase politik pada senior-senior kita yang aktif di politik. Kita tidak membangun karakter atau mindset enterpreneur bagaimana caranya menciptakan lapangan kerja buat yang lain. Padahal, di era pasar bebas ini kita dituntut untuk menciptakan lapangan-lapangan pekerjaan. Saya yakin, HMI mampu melakukan itu. Makanya dalam setiap training formal ataupun informal kita harus sudah masuk atau merubah dan menyiapkan agar kader-kader punya orientasi enterpreuner. Keempat, merubah metodelogi perkaderan agar lebih fleksibel. Kita ketahui ber-
sama, di kampus-kampus excellence hari ini, HMI sudah ditinggal. Kampus-kampus besar tersebut kini ebih banyak dikuasai oleh kompetitor-kompetitor HMI. Ini terjadi dikarenakan metodologi dan kurikulum perkaderan di HMI tidak berubah dengan kurikulum pendidikan di Indonesia. Kurikulum pendidikan Indonesia hari ini mahasiswa dituntut untuk aktif di ruang perkuliahan. Organisasi mulai tidak diberi ruang. Makanya HMI harus berbenah di situ. Sistem perkaderan kita sudah harus mulai lentur mengikuti perkembangan kurikulum yang ada. Dengan begini, saya yakin kita tidak akan kehilangan kader. Perkaderan yang fleksibel itu seperti apa? Begini. Saya pernah menjadi Ketua Umum Komisariat Kedokteran UMI. Di era saya ikut Basic Training, yang menjadi pesertanya termasuk yang paling sedikit. Padahal, di awal berdirinya Komisariat UMI itu, peserta paling sedikit itu sekitar 150, 117, dan terakhir pada jaman saya ikut Basic Training itu hanya 11. Ini miris bagi saya. Makanya ini menjadi motivasi
bagi saya dan temen-temen, untuk mengembalikan Komisariat UMI yang unggul agar semakin dipandang di Makassar. Saya menilai ada yang salah dengan sistem pengkaderan kita di Komisariat UMI. Apalagi saat ini kurikulum pendidikan sudah berubah, kampus juga berlaku represif terhadap mahasiswa sehingga ruang-ruang untuk berorganisasi itu sangat kecil. Dengan kondisi yang demikian, imbasnya adalah HMI tidak mampu menjawab kebutuhan calon kader yang ada di sana. Jujur saja, HMI di sana lebih banyak bicara di luar konteks daripada medis-teknis. Saya menilai ini ada yang salah. Maka kami mencoba menjawab kebutuhan-kebutuhan kader dengan cara membuat sistem mentoring. Pola pertama, satu orang senior bertanggungjawab terhadap 5 orang kader HMI. Kebutuhan kader HMI dan akademik semuanya diberikan tanggungjawab kepada senior atau mentor itu. Kedua, proses LK I di Makassar dilakukan selama 7 hari 7 malam, dimulai dari jam 5 sore sampai dengan jam 5 pagi (waktu saya sebagai calon kader HMI itu yang saya dapatkan dan alami). Disaat saya jadi Ketua Komisariat, saya melihat bahwa kurikulum pendidikan ini sudah berbeda, makanya saya coba masuk dengan sistem 3 hari karantina. Dimulai dari hari Jumat sampai dengan Senin pagi. Materi wajib kita pertahankan, hanya waktunya yang diperpendek. Dan sisanya bisa di dapat pada saat follow up atau rencana tindak lanjut melalui kajian-kajian. Karena kebutuhan laboratorium itu sangat wajib didapatkan oleh temen-temen eksakta. Maka dari itu,perkaderan HMI harus lebih fleksibel. Terkait dengan tagline HMI Mengabdi,
apakah itu juga menjadi salah satu point di dalamnya? Oh iya. Itu ada. Kelima, visi pengabdian dengan menjadikan Himpunan ini sebagai tempat mengabdi bagi mereka yang aktif di HMI. Bukan hanya sebagai batu loncatan. Dalam tujuan HMI disebutkan bahwa salah satu dari kualitas lima insan cita adalah insan pengabdi. Itu yang mesti banyak ditanamkan ke kader-kader kita bahwa HMI adalah Harapan Masyarakat Indonesia, lewat suatu kualitas insan cita yaitu insan pengabdi. Artinya, kader HMI harus lebih banyak melakukan pengabdian pada masyarakat. Bukan malah menjadi musuh masyarakat. HMI ada untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat yang lemah, yang mustadh’afin, bukan berada pada masyarakat mustakbirin. Masyarakat mustad’afin inilah yang harus dibela oleh HMI. Bukan malah menjadi penindas buat masyarakat. Lima konsep inilah yang akan saya bawa dalam kandidasi kali ini. Bagi saya, kongres adalah momentum silaturrahmi dan regenerasi kepemimpinan, juga menjadi momentum silaturrahmi gagasan antar kandidat. Dengan lima konsep yang saya jelaskan di awal tadi, saya yakin dan percaya, di usianya yang sudah menapaki usia 71 tahun ini, HMI menjadi salah satu organisasi yang diperhitungkan. Penguatan seperti apa yang akan diterapkan untuk LPP? Yang mesti dilakukan adalah bagaimana LPP ini diarahkan. Fokusnya adalah pengembangan kompetensi dan skill. Saya yakin setiap LPP tidak semuanya memiliki kompetensi dasar masing-masing. Misalnya yang harus diperkuat di situ adalah memperbanyak pelatihan-pelatihan yang kemudian dapat FEBRUARI 2018 | EDISI KONGRES XXX | INDEPENDENSIA
91
menambah skill dari temanteman yang terlibat di LPP. Kedua, LPP ini harusnya lebih banyak diarahkan pelatihan di masyarakat. Karena yang paling berhadapan dengan masyarakat adalah temanteman LPP, mulai dari cabang maupun tingkat nasional. Ketiga adalah visi advokasi LPP. Mestinya, LPP lebih banyak diberikan ruang-ruang advokasi karena itu bersentuhan langsung dengan masyarakat. Misalnya kami yang di LKMI menguatkan payung-payung hukum yang berkaitan dengan kesehatan bersama lembaga profesi yang sudah ada. Itulah yang kami perjuangkan supaya berpihak kepada masyarakat. Kami juga terjun untuk melakukan advokasi dengan institusi-institusi terkait. Misalnya dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, maupun lembaga atau organisasi pengembangan profesi lainnya seperti PMI dan lain sebagainya. Terkait penguatan kembali HMI di kampus dan masjid, apakah dengan merebut struktural BEM di kampus atau bagaimana? Untuk HMI back to masjid yang perlu dilakukan adalah lewat peran yang dilakukan
oleh Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam. Seharusnya yang menjadi inisiator dalam hal ini adalah kawan-kawan LDMI. Misalnya dalam penentuan khotib atau penceramah. Nah,teman-teman LDMI mestinya mengambil
92 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
peran di situ. Dalam hal HMI back to masjid, kawan-kawan LDMI, Pengurus Cabang atau bahkan Pengurus Komisariat sekalipun, mestinya memberikan teladan kepada anggotanya. Yang terjadi hari ini, ketika adzan sudah berkumandang di masjid, kawankawan HMI masih sibuk berdiskusi di warung kopi. Saya yakin dan percaya, bila Pengurus Cabang atau Pengurus Komisariat memberikan contoh dan teladan yang baik, pasti akan diikuti oleh anggota yang lain sehingga masjid bisa dimakmurkan. Adapun untuk gagasan HMI back to campus, mestinya di setiap lini struktur di BEM, HMJ atau lembaga otonom kampus, harus dikuasai oleh kawan-kawan HMI. Jika hal tersebut tidak dilakukan, dalam artian kita tidak masuk dalam ruang-ruang itu, maka HMI akan mengalami kemerosotan kader. Itu harus dikembalikan lagi. Sehingga HMI tidak lagi terlena dengan urusan pragmatis. Program yang pernah dilaksanakan waktu menjadi pengurus PB? Jadi begini. Kebetulan saya adalah Direktur LKMI PB HMI periode 2016-2018. Sejak dilantik, visi saya ada-
lah mengabdi untuk bangsa dan sehatkan Indonesia. Dari visi itu kemudian saya melakukan beberapa kegiatan. Salah satunya adalah membangun Indonesia sehat dari Timur. Adapun kegiatannya berupa pengabdian di Papua dalam bentuk pendampingan terhadap masyarakat di sana. Masyarakat Papua secara fasilitas itu terpenuhi, tetapi perilakunya itu belum masuk untuk taraf kesejahteraan. Selama satu minggu di sana, kita melakukan pelatihan-pelatihan. Seperti perilaku hidup bersih dan sehat dengan melakukan pendampingan terhadap siswa SMP dan SMA di sana. Kami memberikan pengetahuan pada mereka bahwa hidup sehat itu penting. Hal ini tidak terlepas karena perilaku hidup sehat adalah salah satu indikator atau faktor pendukung pembangunan manusia. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menanamkan dalam benak mereka tentang hidup sehat sejak dini atau sejak bangku sekolah. Kedua, kami juga melakukan sunatan massal untuk 150 anak di kabupaten Mimika, Papua. Dari kegiatan itu, kami mendapat apresiasi, salah satunya dari MUI setempat. Selama ini, kegiatan sunatan masal jarang dilakukan oleh organisasi-organisasi manapun. Ketiga, kami melakukan pemeriksaan kesehatan sekaligus pengobatan gratis terhadap masyarakat asli Papua, yaitu di desa Komoro. Selain di Papua, kami juga melakukan kegiatan pengabdian di Ambon. Kontennya masih sama. Pendampingan kesehatan, pemeriksaan dan pengobatan gratis. Kami juga melakukan kegiatan di Bojonegoro Jawa Timur, Sumatera dan Batam. Kegiatan itu melibatkan teman-teman HMI setempat supaya memberikan warna tersendiri bagi Cabang bahwa pengabdian terhadap
masyarakat itu tidak hanya demonstrasi, tetapi bisa juga dengan warna lain yang memberikan kontribusi positif terhadap masyarakat. Kegiatan ini terkadang murni atas inisiatif LKMI sendiri tapi juga terkadang bekerjasama dengan Cabang. Kami juga melakukan Pelatihan Kader Kesehatan Nasional (PKKN) yang dilaksanakan di Kendari. Kegiatan itu dihadiri oleh 47 kader dari 15 cabang seluruh Indonesia, mulai dari Aceh hingga Ternate. Nah, ini yang saya maksud dengan penguatan dan peningkatan kualitas kompetensi dan skill professional. Teman-teman LPP yang lain harusnya juga melakukan hal yang sama. Selain itu, kami juga melakukan kegiatan diskusi bulanan di PB HMI, pendampingan kesehatan dan pengobatan gratis di pesantren di wilayah Jakarta Utara, diskusi bulanan bertajuk ‘Tadarrus Kesehatan’ bersama senior-senior LKMI. Bagaimana gagasan kebangsaan HMI dalam pergolakan antara Islam dan nasionalisme akhir? Mulai dari awal berdirinya, tujuan awal terbentuknya HMI adalah untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Itulah yang dibuktikan oleh senior-senior kita. Persoalan integrasi bangsa hari ini diperkuat bukan oleh POLRI/TNI, tetapi justru oleh kader-kader HMI yang menjaga keutuhan bangsa. Kasus di Aceh, Maluku, Sulawesi tengah yang menjadi motor perdamaian adalah kader HMI. Andai saja tidak ada HMI, negara ini kemungkinan akan menjadi beberapa negara bagian layaknya Uni Soviet. HMI harus menjaga agar tidak terjadi disintegrasi bangsa. Peran apa yang bisa dimainkan oleh HMI di dunia internasional? Beberapa hari lalu, saya berjumpa denFEBRUARI 2018 | EDISI KONGRES XXX | INDEPENDENSIA 93
gan salah satu senior. Kebetulan senior ini punya jejaring internasional. Ia menawarkan pada saya jika nantinya terpilih menjadi Ketua Umum PB HMI, kita akan banyak melakukan pertukaran kultur atau change culture dengan beberapa negara Islam yang ada. Senior tersebut sangat mensupport kalau temen-temen HMI hadir untuk menjembatani itu. Dengan adanya pertukaran kultur ini, maka HMI akan menjadi agen perdamaian. Dengan adanya LPP yang terstruktur tentu ini merupakan keunggulan bagi kita. Karena dengan LPP ini kita bisa masuk ke jalur-jalur profesional. Kejadian yang terjadi di Rohingya kemarin, kita diberikan kesempatan untuk membaktikan diri di sana melalui jalur LPP. Jika kawankawan hadir di sana, jelas ini membantu proses perdamaian. Kalau saya bicaranya lebih ke LKMI, misalnya hadir di situ untuk proses penyelamatan atau evakuasi korban-korban yang ada di sana. Dengan penguatan LPP, HMI bisa tampil di dunia internasional. Gagasan besar dari HMI mengabdi? Jujur saja, proses kandidasi yang saya lakukan ini merupakan suatu keterpanggilan untuk terlibat pada momentum silaturrahmi terbesar tiap dua tahun ini. Bagi saya, kongres adalah momentum menawarkan gagasan dan harus diketahui oleh semua kader. Kita melihat di era Orde Lama dan Orde Baru, kompetitor kita sedikit. Kemudian di era Reformasi ini, sudah banyak orang yang menjadi mahasiswa. Makanya banyak pula kompetitor kita di kampus. Sementara saat ini, HMI masih terjebak dan berada pada romantisme kebesarannya di masa lalu. Kalau kita masih terjebak dengan romantisme masa lalu, maka di usia 100 tahun nanti, HMI hanya tinggal nama. Satu hal yang perlu diubah oleh kita adalah 94 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
cara pandang kader HMI hari ini bahwa berada di struktural HMI bukanlah untuk batu loncatan karir politik kader. Berada di dalam atau di luar struktur, marilah kita jadikan HMI sebagai wadah mengabdi kepada masyarakat, umat dan bangsa. Sehingga HMI tetap menjadi Harapan Masyarakat Indonesia. Kita harus sudah berbenah. Makanya dari visi-misi yang saya sampaikan, HMI harus berada di ruang-ruang pengabdian. HMI harus memposisikan diri berada di tengah-tengah elit dan grassroot. Makanya tagline yang saya angkat adalah HMI Mengabdi. Mindset untuk menjadikan HMI sebagai batu loncatan harus kita ubah. Kita tidak alergi dengan politik, karena struktur yang ada di HMI adalah struktur politik. Mulai dari Komisariat, Korkom, Cabang, Badko dan PB HMI. Kita gunakan saja jalan yang lain. Misalkan menjadi profesional atau enterpreneur sehingga kita mampu menciptakan lapangan-lapangan pengabdian. Sehingga dengan adanya globalisasi dan bonus demografi yang ada di hadapan kita, HMI mampu menjawab kebutuhan bangsa hari ini (Haqqi)
Catatan
DIREKTUR BAKORNAS LAPMI PB HMI
HMI JANGAN KALAH DENGAN DESA DUDA ... Tulisan ini hadir bukan tanpa sebab. Ada faktor yang membuatnya harus lahir. Faktor itu adalah keresahan bersama keluarga besar HMI terkait penataan organisasi ini. Saat melakukan wawancara terhadap para kandidat Ketua Umum PB HMI periode 2018-2020, penulis menangkap satu gagasan yang seragam di antara mereka, yakni modernisasi organisasi berbasis teknologi. Gagasan ini sebenarnya bukanlah gagasan yang baru sama sekali. Ia selalu ada dari kongres ke kongres. Anehnya, meski selalu disuarakan oleh para kandidat setiap menjelang kongres, program ini tak pernah bisa teraplikasikan dalam bentuk nyata. Ia akan hilang dan terlupakan seiring berlalunya kongres. Saat kongres akan datang lagi, ia hadir lagi. Nangkring lagi pada visi misi kandidat. Saat kongres usai, ia hilang lagi ke alam entah. Selalu begitu. Nah, melalui tulisan ini, penulis ingin mengajak para pembaca sekalian, terkhusus kader HMI atau pun calon pemimpin HMI ke depan, untuk belajar pada sebuah desa yang terletak di Kabupaten Karangasem Bali. Desa tersebut bernama Desa Duda Timur. Lalu apa yang bisa dibanggakan dan diambil pelajaran dari desa yang berada di timur Bali itu? Berdasarkan laporan koran Kompas ed-
isi Rabu (14/2), desa Duda Timur adalah desa satu-satunya di Indonesia yang telah menggunakan aplikasi teknologi untuk mendata warganya. Desa yang terletak 12 kilometer dari dari kawah puncak Gunung Agung itu, kini telah memiliki aplikasi “Smart Desa” yang memudahkan warganya. Aplikasi “Desa Smart” itu berisi beragam fitur yang membantu warga desa untuk mendapatkan pelayanan publik tanpa terhalang selama 24 jam. Tak hanya itu saja. Pada aplikasi “Smart Desa” ini, juga berisi pilihan fitur seperti profil, layanan, berita, laporan, komunikasi, dan lokasi. Sekali klik, data terpantau. Semua warga di sana, dapat mengakses dan menggunakan seluruh pelayanan melalui aplikasi ini. Yang menarik, semua warganya terdaftar, detail rumah warganya pun terekam melalui aplikasi ini. Sebagaimana penuturan Perbekel atau kepala desa Duda Timur saat diwawancara oleh Kompas, aplikasi “Desa Smart “ ini lahir karena ia penasaran terhadap pendataan warga miskin yang tak pernah selesai. Lalu ia menghubungi salah satu temannya yang melek teknologi. Pada temannya itu, ia mengungkapkan keinginannya agar semua warganya bisa terdata, mulai dari pekerjaan, penghasilan, sampai ke detail rumahnya. Mengapa kepala desa Duda Timur
itu mempunyai keinginan seperti itu di tengah warga desanya yang awam teknologi? Nah, ini yang menarik menurut saya. Menurutnya, apa yang digagasnya itu karena ia anti-manipulasi data sehingga pemetaan desa harus lengkap! Ada sekitar 1000 warga yang terdata dalam aplikasi ini karena berbasis pada kartu keluarga. Semua data yang masuk terekam dan lengkap, mulai dari siapa nama pelapor, berasal dari keluarga siapa, sampai pada detail pelapornya tinggal di rumah sebelah mana. Lengkap! Dan akurat! Tentu kita bertanya-tanya, mungkinkah aplikasi semacam itu diterapkan di HMI? Dengan jumlah ribuan kader dari seluruh Indonesia? Penulis optimis dan yakin, dengan kecanggihan alat teknologi yang ada di zaman ini, data ribuan kader dapat terekam dan terdata dengan jelas bila segenap stakeholder yang ada di HMI benar-benar menginginkan agar organisasi ini menjadi organisasi yang modern. Tak sekedar slogan dan harapan yang terekam dalam janji-janji kosong para kandidat dari kongres ke kongres. Kita semua tahu, menjelang kongres di-
gelar, setiap kandidat akan merangkak dari cabang ke cabang melakukan kampanya mempromosikan gagasannya, memberikan janji-janji pada cabang bahwa organisasi ini harus begini dan harus begitu. Bahwa jika ia terpilih kelak akan melakukan ini dan melakukan itu. Memang, pekerjaan paling mudah itu memberi janji. Tapi dikarenakan di lemari cabang mereka itu sudah penuh sesak dengan janji yang masih tersimpan dari kongres yang lampau, tentu mereka akan tertawa terpingkal-pingkal dan menaruh rasa iba pada kandidat yang berlaku seperti itu. Ada juga yang mengobarkan semangat berapi-api hingga ludahnya muncrat ke muka adek-adek cabang karena saking seriusnya mendengarkan pemaparan visi misi kandidat. Penulis kadang berpikir, mungkin para kandidat itu sedang melawak. Dan rasanya, penilaian itu yang paling tepat bila tenyata nantinya apa yang mereka janjikan itu tidak dilaksanakan. Padahal, seharusnya yang mereka lakukan adalah membuat kreasi yang nantinya akan membuat HMI itu mampu untuk hidup seribu tahun lagi. Selamat berkongres. Jayalah HMI jayalah Indonesia! (*)
Catatan Muhammad Shofa As-Syadzili
96 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018
KONGRES HMI XXX AMBON
100 INDEPENDENSIA | EDISI KONGRES XXX | FEBRUARI 2018