SINERGI Ringan dan Kritis
Komunitas Becak dan Romantisme Kemanusiaan SALAM SINERGIA Hallo Sinergian !!!
S
apaan akrab pembaca Sinergia, telah lama majalah Sinergia tertidur pulas, hampir satu semester absen. Meski begitu, akan kami balas kekecewaan Sinergian dengan rubrik-rubrik baru yang tentunya semakin menambah cantik majalah Sinergia. Pembaca yang baik, majalah ini adalah yang perdana dari kepengurusan 2013-2014. Kesuksesan ini tidak terlepas dari dukungan dari berbagai pihak, terutama dari para alumni yang selalu memberikan semangat agar penerbitan majalah bisa selesai dengan sempuna. Memang dalam perjalanan penerbitan ini, terdapat hambatan yang menyebabkan deadline yang direncanakan akan selesai pada bulan juli, ternyata mengalami kendala yang disebabkan salah satunya mimnya layouter. adanya keterbatas ini membuat proses perbitan ini sempat mandek. Tetapi kru sinergi tidak pernah kenal patah semangat. Dengan perjuangan dan rasa optimis kru sinergi tidak membuat berhenti untuk melakukan pelatihan tentang kejurnalistikan, yang pada akhirnya kendala itu bisa diatasi dengan sendirinya. Dari hasil dialektika para Armada Pers Sinergia, akhirnya kita menghasilkan kesepakatan untuk mengangkat tema
“Komunitas Becak dan Romantisme Kemanusiaan�. Tema ini coba kami angkat untuk mengusut tuntas problematika yang dialami tukang becak, hingga aktivitas yang dilakoni sehari-harinya. Dengan investigasi yang kami lakukan, tentunya akan banyak memberikan pengetahuan bahwa tukang becak tidak semuanya bernasib sial. Pembaca akan dikenalkan dengan kehidupan tukang becak yang sehariharinya bukan hanya mencari penumpang disekitar tempat belanjaan, kampus dan warung, akan tetapi banyak hal yang sangat menarik dan unik untuk dikisahkan seperti halnya bahwa para penarik becak juga mempunyai semacam komunitas yang mengatur jadwal narik becak dengan sebuah kegiatan yang mereka programkan. Mulai dari acara paguyuban hingga pengasahan skill tukang becak. Begitulah segelintir salam dan kata dari redaksi sebagai pengantar pembaca yang kami banggakan, dan kami mengharapkan adanya kritikan yang membangun atas penerbitan majalah ini. Pembaca dapat diharapkan mengetahui sebuah perjuangan dari tukang becak yang serba manis pahit menjalani kehidupan. Selamat membaca dan jangan lewatkan walau satu huruf-pun!!!
Redaksi menerima tulisan baik berupa artikel, opini, kolom, resensi, cerpen, puisi, karikatur dsb. Tulisan maksimal 6000 karakter nonspasi. Redaksi berhak mengedit sepanjang tidak merubah esensi tulisan.
Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
3
DAFTAR ISI
SINERGIA Ringan dan Kritis
Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
Terbit setiap tiga bulan sekali sejak 9 September 1996. Beredar di seluruh Indonesia
Salam Sinergi .......................................................... 3 Aspirasi ................................................................... 5 Karikatur ................................................................ 6 Editorial .................................................................. 7 Selasar Utama ......................................................... 8
SELASAR UTAMA 8-17 Becak: Icon Budaya Yang Ditelantarkan Bertambahnya volume transportasi di berbagai daerah menghilangkan keberadaan alat angkutan klasik, salah satunya becak. Barang klasik yang sudah ada sejak tahun 1937 silam dan merupakan titipan karya Bangsa Belanda yang dimodifikasi, telah tak diminati lagi oleh masyarakat. Alasannya sederhana, tidak ada pemberdayaan dari pemerintah setempat.
Wawancara ........................................................... 18 Kolom .................................................................... 19 Opini ..................................................................... 20 Inspiratif ............................................................... 22 Pojok Jogja ............................................................ 24 Serambi ................................................................ 26 Labirin .................................................................. 27 Hijau Hitam .......................................................... 28 Sastra .................................................................... 32 Resensi ................................................................. 34 Halaman Akhir ..................................................... 36 CERPEN
WAWANCARA 18 Kreasi Tukan Becak, “keajaiban” Anak Zamann
Ia adalah sosok “keajaiban” dalam sejarah becak. Buku yang ditulisnya berjudul The Betjak Way mampu melambungkan namanya. Bapak separuh baya ini tersenyum akun twitternya masuk dalam daftar following akun twitter @SBYudhoyono.
4
Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
32 Tulisan Cerpen Jasad si penulis ini sudah tak bisa lagi kusentuh. Tapi aku bisa membayangkan lewat imaji. Guratan halus wajahnya terlihat jelas pada tiap benda bersinar di dalam sini. Sebuah miniatur oplet tua, korek api berbentuk tengkorak, bahkan pada kilauan ubin yang kupijak.
ASPIRASI “Ilmu dikuasai bukan untuk digunakan berdebat dan memaksakan prinsip pribadi. Tapi untuk menigkatkan derajat kita dan sesama” (A. BA)
Majalah SINERGIA, Satu Untuk Indonesia
M
ajalah Sinergia hanya ada satu di Indonesia, harus tetap progresif dan menjadi mercusuar intelektual di bumi Yogyakarta. Yang terpenting rubrikasinya harus menampilkan ruh pembenahan moral pada kalangan mahasiswa. Untuk mengangkat tema, perbanyak tema sosial, seperti tema ayam kampus dalam majalah sebelumnya. Majalah SINERGIA bagi masyarakat awam mungkin bukan segalanya, tapi segalanya bisa berawal dari sana. Hamidulloh Ibda. (Dirut LAPMI Tuntas Semarang). Jawaban : Semangat Mas Hamidulloh Ibda sangat luar biasa, itu sangat menggugah hati kami untuk tetap berkarya. Dengan izin Allah kedepannya majalah SINERGIA bukan hanya untuk satu Indonesia, tapi satu untuk Dunia. amin
Per-indah Desaign Majalah
S
etelah saya membaca setiap tulisan di majalah SINERGIA ini, cukup menarik dan bahkan bisa di katakan hebat. Karena yang pertama, majalah ini mempunyai inspirasi yang sangat bagus sehingga bisa menarik perhatian mahasiswa untuk membacanya. Yang kedua, majalah ini berbeda dengan majalahmajalah yang lain, majalah ini mempunyai gaya tersendiri dan beritanya itu selalu kritis dan aktual serta tetap eksis sampai sekarang. Sayang, kelebihan ini kurang didukung oleh design majalah yang kurang indah. Kadang tampak pecah pada gambarnya, designnya memakai corel dan banyak lagi yang harus diperbaiki. Ditunggu terbitan majalah SINERGIA. selanjutnya. Fendi (LPM Ekspresi UNY). Jawaban : terima kasih atas masukannya, kita akan selalu perbaiki terus terkait desain dan gambar dalam majalah SINERGIA.
Pertegas Segmentasi Pembaca
K
ontinuitas dalam penerbitan Majalah Sinergia sudah sangat bagus, untuk kontennya lebih pertegas lagi bahwa Majalah Sinergia segmentasinya adalah mahasiswa sehingga kontennya harus memberikan pemberitaan yang mendidik. Salut untuk Sinergia, tetap berkarya . Rafiuddin Arif (Dirut Bakornas LAPMI PB HMI). Jawaban : Terima kasih atas masukan dan pujiannya, sampai saat ini segmentasi pembaca adalah civitas akademik, dan tetap memberitakan yang mendidik dan inspiratif.
Diterbitkan Oleh: Lembaga Pers Mahasiswa Islam (Lapmi) SINERGI HMI Cab. Yogyakarta Dewan Redaksi Laode Arham, Mukhlas Nahrawi, Khaerullah, M Shibuddin, Sudjarwo, Aswandi As’an, Iswandi Syahputra, Zulkanaen Ishak, Zulkfli, Chamad Hojin, Surgana, M. Sukri, Eva Rohilah, Fatoni Katamin, Apoy Purwadi, Mukhlis Tsarmangun, Islahuddin, Aminullah Yunus, Aisyah. Redaktur Senior Muslimin, Zamahsari A Ramzah, Ade Fakih Kurniawan, Dedi Jubaedi, Muslimin, Eroby Jawi Fahmi, Rumzah, Amin Rauf, Ilyas Rahman, Andi Setiawan, Hurry Rauf, Chaerul Arif, Leo Setiawan. Abd. Basyid Alaba’du, Husni Mubarok. Pimpinan Umum Basyar Dikuraisyin Pimpinan Redaksi Umarul Faruq (Arul) Pimpinan Perusahaan Ita Septiyani Sekretaris Umum Ayu Andira Bendahara Umum Fendy Afifur Rahman Sekretaris Redaksi Achmad Muadzim Redaktur Pelaksana Regenovia Cahya Trisilawati Editor Fitriani Nasution Reporter Hengky K, Nimaya, Abil. Fotografi Atik Dinarti Ari Litbang Yan Kurniawan, Chusmiatul M. Layout Romi N, Dekarno Cover Hegky K, Baim Kusumo Distribusi & Periklanan Abdul Malik Kantor Redaksi Graha SINERGI, Sapen GK I/404, Gondokusuman, Demangan, Yogyakarta Website: sinerginews.com Twitter : Sierginwes FB : Majalah Sinergia
Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
5
Karikatur
desain gambar lukisan by : hengki afrinata 6
Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
EDITORIAL EDITORIAL
REKAM JEJAK BECAK JOGYAKARTA
T
ak dapat dipungkiri, kehidupan tukang becak identik dengan kemiskinan. Pekerjaan yang mereka perjuangkan mati-matian seolah sia-sia. Seperti jalan ditempat, niat bisa merubah nasib terbendung oleh kebutuhan hidup yang melambung. Sehingga profesi tukang becak menjadi buruk di benak masyarakat. Becak pada umumnya digunakan masyarakat untuk sekedar bersantai-santai. Hal ini tidak terlepas dari keterbatasan becak yang tidak seperti alat transportasi lainnya, sehingga keberadaan becak bisa dihitung dengan jari. Apalagi dari pemerintah daerah ada yang menyediakan transpor tasi umum seperti bus kota, Bus Way, dan Trans Jogja, bisa mempengaruhi penghasilan. Dinas Pariwisata Yogyakarta mencatat bahwa hanya ada 6.500 yang siap beroperasi. Di Yogyakarta, perbecak-an bisa dibilang unik. Selain sebagai angkutan masyarakat umum, juga sebagai alat tranportasi wisata. Bahkan orang bule sering dijemput becak ke Bandara, mereka bahkan marah-marah kalau tidak ada becak nongkrong. Dengan begitu becak yang ada di Jogja tetap stabil dan tidak mengalami penurunan. Selain mengandung nilai bisnis, ternyata dunia perbecakan juga mengurangi angka pengangguran. Jumlah pengangguran kalangan tua di DIY yang mencapai 11.000 di tahun 2011, menurun 6.5%, karena tersedianya sistem perusahaan becak. Perusahaan yang menyediakan becak ternyata bisa meminimalisir angka pengangguran. Menariknya, ada tiga keunikan yang dirasakan tukang becak. Pertama, becak berfungsi sebagai alat tranformasi. Kedua, berfungsi sebagai kendaraan berwisata. Yang ketiga ini lah sisi lain yang jarang ditemukan, yakni romantisme perbecakan. Suatu tatanan psikologi penumpang yang anti tranpor-
tasi lain, selain becak. Tingkat cinta yang begitu kuat untuk mengantarkan kemana akan berjalan. Aktivitas tukang becak ini berjalan dengan mendirikan komunitas disetiap daerah. Misalnya komunitas di Malioboro, Tugu, Bantul dan sebagainya. Acara rutin yang mereka jalani sering berbau sosial yang menyadarkan tentang arti persaudaraan. Mereka sadar meskipun hidup dengan pas-pasan tetapi jiwa sosial mereka aktif dengan memberikan bantuan kepada sesama tukang becak ketika dikena musibah. Aktifitas tukang becak ini penting untuk diketahui agar mereka tidak selalu mendapat julukan sosial yang serba kekurangan. Mereka lay-
dok. istimewa ak dijadikan pahlawan yang memanusiakan manusia, mengurangi angka pengangguran bahkan memberikan penghasilan untuk korban bencana. Bahkan, dari mereka membentuk komunitas edukatif. misalnya mereka bisa berbahasa inggris dan ada yang sudah membuka kursus bahasa asing. ini kelebihan dari tukang becak meskipun penghasilannya tidak seberapa. tetapi paling tidak, mereka bisa menunjukkan bahwa tidak selamanya kemiskinan membawa penderitaan. (Red: Pimred)
Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
7
SELASAR UTAMA
BECAK
ICON BUDAYA YANG DITELANTARKAN
Bertambahnya volume transportasi di berbagai daerah menghilangkan keberadaan alat angkutan klasik, salah satunya becak. Barang klasik yang sudah ada sejak tahun 1937 silam dan merupakan titipan karya Bangsa Belanda yang dimodifikasi, telah tak diminati lagi oleh masyarakat. Alasannya sederhana, tidak ada pemberdayaan dari pemerintah setempat. Sembari membaca koran, sekelompok penarik becak terpaksa parkir dipinggir jalan malioboro karena padatnya transportasi kendaraan roda empat.
K
ota Yogyakarta, Kota seribu warna dan budaya dengan jumlah pendatang melebihi angka 50% dari jogja tulen, tidak membuat icon Yogyakarta tertelan zaman. Becak sebagai icon wisata Yogyakarta tetap bertahan seiring perubahan persaingan transportasi. Bahkan becak terus bermetamorfosis dan menguasai taman-taman budaya yang banyak disinggahi oleh para wisatawan. Hebatnya, meski penghasilan becak bisa dibilang kecil namun para tukang becak tidak pernah kapok untuk bersaing dengan seribu atau bahkan sejuta
8
Trotoar alun-alun Utara khusus pejalan kaki harus menjadi lahan parkir bagi pemilik becak, ia duduk diatas becaknya sambil menunggu datangnya penumpang.
dok. istimewa transportasi lainnya, dengan kepercayaan diri tukang becak bisa mencuri perhatian. Bukan serta merta uang yang mereka andalkan, tapi rasa nyaman ketika mengendarai. Hal ini dirasakan Sutarman, warga Pekalongan yang kini ngontrak di depan RS Muhammadiyah Umbulharjo Yogyakarta, menurutnya, Pemerintah kota tidak pernah peduli terhadap warga yang menjadi tukang becak, bahkan mereka seperti cuek dengan keberadaan becak di Yogyakarta. “Untuk apa mangharap bantuan pemerintah, lebih baik mencari nafkah untuk keluarga. Toh, mereka menganggap becak
Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
dok. istimewa hanya kendaraan yang membawa kemacetan. Padahal untuk di Jogja ini, becak paling digemari oleh para turis � keluh Bapak beruban yang sudah menukangi becak sejak 1998 lalu. Sudah bertahun-tahun, Pemerintah melupakan nasib para tukang becak. Meski begitu, tidak serta merta mengubur semangat pahlawan budaya ini. Dengan kondisi apapun, penghasilan seberapa pun bahkan sampai waktu kapan pun, Profesi tukang becak adalah perjuangan mempertahankan budaya. Sutarman juga menambahkan bahwa menjadi tukang becak adalah pekerjaan seumur hidup yang tidak ter-
SELASAR UTAMA Sejumlah becak parkir dipinggir jalan yang ditinggalkan oleh pemiliknya. Para pemilik becakbecak ini sedang mengartarkan tamunya belanja diseputar lokasi pasar ngasem. Di lokasi tersebut banyak home industri batik dan kaos khas Djogja Dagadu.
gantikan dengan pekerjaan lain. Meski sudah tua, becak akan menjadi pekerjaan terakhirnya. Karena baginya, becak adalah pasangan hidupnya. Becak dan Virus Transportasi Muncul dilema dalam penanganan transportasi dan tata kelola lalu lintas saat ini khususnya terkait penertiban becak. Becak memang dinilai sebagai salah satu penyebab kericuhan di jalanan, dengan ukuranya yang melebihi motor namun berjalan lambat karena operasional ontel. Tak jarang, bentakmembentak kerap dialamatkan ke tukang becak. Becak dinilai transportasi yang mengakibatkan kemacetan jalanan. Dari itu, tukang becak mesti sadar diri untuk terjun ke jalanan. Anggapan ini tentu merugikan para pengais nafkah. Seperti yang diuangkapkan oleh Rosadi (penunggu becak di Alun-Alun Utara Yogyakarta), Rosadi kesal terhadap anggapan negatif terhadap tukang becak. Ia hanya beroperasi di sekitar Malioboro dan alun-alun karena pernah dicemooh pengendara mobil ketika memarkir becaknya di depan Hotel Santika Yogyakarta. “Dulu saya sering memarkir becak di sekitaran hotel dekat Tugu, tapi ditegur sama tukang parkir, pengendara mobil, dan bahkan dimarahi karena jalan macet, padahal sudah didalam hotel”, keluh Bapak tua ini saat ditemui di area parkir Maliboro
Yogyakarta. Ditanya mengenai masalah ini, Kepala Dinas Pariwisata DIY menanggapi baik. Menurutnya, kemacetan akhirakhir ini yang terjadi di Yogyakarta bukan karena parkir becak, melainkan membludaknya volume kendaraan dari tahun-ketahun. “ Kalau mengenai ketertiban becak, belum ada Perda yang mengatur itu, parkir motor ataupun becak masih dianggap lumrah karena mall-mall ada dipinggir jalan. Akan tetapi, bukan parkir-parkir liar di pinggir jalan. Karena itu sudah ada dalam Perda”, Tuturnya. Kita tidak bisa memandang becak hanya sebagai objek karena terdapat sang pengemudi yang berbecak untuk mengais rezeki. Dari sisi kemanusiaan, pemusnahan becak akan berdampak pada kelangsungan hidup mereka jika tidak dibarengi pemberdayaan alih profesi karena memang tuntutan zaman. Dalam hal ini kota Yogyakarta memiliki nilai yang berbeda dengan kota metropolitan. Beberapa tahun di Jogja melihat ada nilai dalam masyarakat yang bisa dikatakan sebagai “Jogja Wisdom” masyarakat berhati legowo dan tidak ngoyo dalam hidup selalu bersyukur dengan apa yang dimiliki tidak mudah iri dan dengki. Menurut sejarawan Jogja, Charis Effendi, persaingan hidup tidak begitu keras meski berdampak pada etos kerja
yang cukup rendah. Namun, itu yang menyebabkan Jogja berhati nyaman. Ada trend sulit move on masyarakat akan pekerjaanya meski menurut ukuran umum tergolong kurang, namun mereka enggan beralih, salah satu contoh para pengemudi becak. Bukanya sebuah kekurangan tapi merupakan sebuah keistimewaan yang menunjukkan “sa’adah” atau kebahagiaan tidak bisa diukur dengan materi. Dia juga menambahkan bahwa becak sudah menjadi dari keistimewaan Jogja dengan kearifan dan juga wisdom para penghuninya. Bahkan tukang becak seharusnya mendapatkan santunan dari pemerintah sebagai salah satu penunjang dan aset wisata. Penertiban seharusnya lebih ditekankan untuk bagaimana meminimalisir kendaraan pribadi dengan perbaikan transportasi massal misalnya jangan sampai Jogja seperti Jakarta alih-alih agar lebih efektif menggunakan kendaraan pribadi malah memunculkan ketidak nyamanan massal. Fakta sekarang banyak tukang becak yang menderita , bermalam dibecaknya sendiri dan sebagainya. Tetapi kita tidak tahu apakah mereka nyaman atau karena tidak ada pilihan lain. Reporter: Nimayah & Regenovia Cahya Laporan: Fendy Afifur Rohman
Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
9
SELASAR UTAMA SPECIAL REPORT BECAK
MEGA MERAH TITIK NOL KILOMETER
Seorang tukang becak sedang mengendarai becaknya disepanjang jalan malioboro
D
ari sudut keramaian kota Yogyakarta, pernakpernik berkilauan menghiasi properti kendaraan disepanjang jalan. Para tukang becak standby sejak pagi sebelum subuh tiba hingga malam datang. Mereka lebih memilih menduduki becaknya untuk sekadar melepas kantuk. Karena pulang adalah pantangan. Dibalik keelokan Malioboro, dari arah Tugu Yogyakarta sampai titik Nol Kilometer dan Taman Pintar, tongkrongan tukang becak menjamur bak padi dimusim hujan. Inilah keindahan kota pendidikan dari masa ke masa yang tak pernah hilang. Segerombolan penunggu budaya yang tak pernah bosan bekerja siang-malam. Rongsokan besi yang terus dijaga dan dipelihara. Ia dinamai “Becak Yogyakarta”.
Meskipun begitu, penghasilan tukang becak abu-abu. Syukur-syukur bisa mencukupi keluarga, kadang malah tidak dapat apa-apa. Paijo misalnya, dia sering mengisi waktu menjadi tukang becak di depan Nol Kilometer Malioboro, penghasilan yang didapat hanya bisa mencukupi kebutuhan dir-
10 Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
inya seorang, sedangkan buat keluarga masih belum terpenuhi. “Jadi tukang becak harus berani nanggung resiko, meski kadang tidak terima dengan nasib seperti ini. Ya mau gimana, udah kerja capek sampai badan pegel semua, dapatnya cuma berapa. Ini kan bikin ngerasa hidup tidak enak”, tuturnya dengan nada pasrah saat diwawancarai kru Sinergia di depan Monomen 11 Maret Yogyakarta. Bapak dengan usia lima puluh tahun itu menjadi tukang becak sudah sejak tahun 1969. Kehidupan kesehariannya dihiasi kerja keras untuk menghidupi keluarga. Betapa tidak, Paijo harus bisa memberikan makan dan kebutuhan anak-anaknya sekolah yang berjumlah enam orang. “Anak saya ada yang masih SMP, bahkan ada yang sudah mau lulus SMK. Sejauh ini saya menghidupi kelu-
SELASAR UTAMA arga kalau gak jadi tukang becak, ya jadi buruh sawahan. Tapi meskipun keluarga banyak segitu, saya tetep berusaha.” Ungkapnya sambil menunggu penumpang di Nol Kilometer Malioboro. Penghasilan dari usaha apa pun, lanjutnya, sangat berpengaruh bagi kebahagiaan hidup. Mencari nafkah bagi Paijo menjadi tuntutan yang harus dicari. Persoalan mencari nafkah atau rezeki dapat di cari asalkan ada usaha. Namun titik klimaks dari tukang becak tidak selalu berujung manis, mereka terkadang harus menyewa dulu ke juragan becak. Seperti yang dialami Trijo (tukang becak sejak tahun 1963), sampai saat ini belum mempunyai becak pribadi. Becak yang ia kendarai mencari nafkah setiap harinya adalah sewaan dari juragan becak. “Sewa becaknya itu 24 jam lima ribu. Saya mau beli becak sendiri belum mampu, padahal udah tiga puluh tahun lebih jadi tukang becak.” Tuturnya. Keluhan hidupnya tidak jauh beda dengan Paijo. Tetapi Trijo ini memiliki istri dua yang harus ia berikan nafkah. Sedangkan penghasilannya setiap hari serba
tidak pasti. Imbuh dia, rezeki itu tergantung Tuhan, Trijo hanya berusaha seadanya. Kadang hasilnya bisa cukup kadang tidak. “Sedangkan buat anak untuk keperluan sekolah, mereka saya suruh nyari pekerjaan sampingan. Anak saya kan lima orang, jadi kalau mengandalkan hasil becak saja itu tidak cukup karena saya sendiri aja tidak punya pekerjaan sampingan”, keluhnya dengan keringat berkucuran. Keluhan dari tukang becak memang kebanyakan dari kurangnya penghasilan yang didapat. Salah satunya dilatar belakangi oleh adanya tawar menawar tarif dengan penumpang. Tukang becak kadang mendapatkan tarif murah meskipun jarak tempuh jauh. Meski tidak menentu, tukang becak hanya bisa pasrah demi mendapatkan uang. “Bisa sampek 10 ribu aja mas, dari Malioboro ke Stasiun Lempuyangan, kadang dikasih 5 ribu. Yang lebih parah lagi kadang minta antar bolak-balik, padahal itu kan jauh, kaki bisa pegel. Hal ini dilakukan demi dapat uang aja, ka-
lau tidak dapat sama sekali repot jadinya”, lanjutnya seraya menghirup nafas dalam-dalam. Belum lagi, suatu ketika pengalaman naas terjadi pada Paijo, ia pernah ditipu oleh penumpang sehingga tidak memndapatkan uang sepeser pun. Penumpang kabur dan tidak kembali untuk membayar becaknya. ”Pas nyampe tujuan, penumpang bilang kalau mau ngambil uang di rumahnya, saya tunggu kok lama, eh taunya dia kabur. Padahal udah nganter jauh-jauh.” Tuturnya dengan emosi. Kehidupan tukang becak ini terasa berat untuk dijalani. Tapi, tuntutan nafkah menjadikan mereka tidak mempunyai pilihan lagi. Meski kehidupannya serba pas-pasan, namun anehnya, mereka masih bisa tabah menjalani nasib seperti itu. Dengan usaha keras, segala kemudahan pasti ada, walau kurang memuaskan, becak tetap menjadi mata pencaharian yang masih tetap eksis hingga saat ini. Reporter : Ari & cus Laporan : Umarul Faruq
Meski fajar sudah mau habis tukang becak ini tak juga pulang, Ia menghabiskan waktu di alun-alun Jogja bersama rekan sema-sama tukang becak.
Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
11
SELASAR UTAMA
BUKAN TUKANG BECAK BIASA
M
enjadi tukang becak bukan berarti miskin dan tidak berharta. Diantara mereka ada yang memiliki sawah berhektar-hektar atau bahkan memiliki anak-anak yang sukses menyelesaikan studinya hingga S-1, atau bahkan S-2. Di Yogyakarta, banyak ditemui tukang becak yang mampu menarik perhatian dan diluar penglihatan pada umumnya. Pekerjaan becak ternyata juga mampu mengangkat derajat dan menyetarakan dengan kaum berpunya. Becak memang alat mini tranportasi, yang tentu penghasilannya juga bisa ditebak. Tapi bagaimana bila penghasilan mereka jauh diatas pekerjaan Pegawai Negeri atau pejabat. Sebutlah Wandi, seorang tukang becak asal Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul. Beliau punya 2 orang anak. Anak laki-laki pertama, lulusan teknik perminyakan UGM. Anak yang satunya lagi lulusan S-1 UNY jurusan Akuntasi. Yang sekarang sudah memiliki tiga warung makan di Kota Yogyakarta, Wonosari dan Sleman. Dua anak berprestasi ini, kuliah dengan biaya hasil dari tukang becak. Meski Wandi memiliki sawah, namun sawahnya kurang begitu difungsikan karena kesibukannya menukangi becak. “Kalau lagi untung, bisa dapat 100 ribu bahkan lebih. Tapi pas naas, pulang bawa uang 10 ribu, untung-untungan juga Mas, tapi Alhamdulillah selama dua anak saya kuliah, selalu diberi rizki sama Tuhan�, ceritanya ketika ditemui di depan Taman Pintar Yogyakarta. Bapak dua anak ini memang sudah lama menjadi tukang becak. Jauh sebelum beristeri, Wandi sudah menarik becak dari Wonosari ke daerah-daerah Malioboro. Sampai sekarang, meski anak-anaknya memiliki pekerjaan yang mantap, rupanya becak sudah menyatu dengan hari-hari Pak Wandi. Di usianya yang lumayan renta, mengayuh becak tetaplah sesemangat masa mudanya. Pak Wandi hanya lulusan SD, putus sekolah karena biaya yang tidak men-
dok. istimewa
Seorang penarik becak di Kota Yogyakarta berhasil menyekolahkan anaknya hingga lulus menjadi dokter di Universitas Gadjah Mada.
dok. istimewa dukung. Awal mula memilih menarik becak karena Bapaknya dulu bekerja demikian. Melihat becak yang rusak, diperbaiki oleh Pak Wandi dan kemudian dioperasikan. Sejak itulah, keluarganya hidup berpenghasilan walaupun tidak seberapa. Sampai kini menyelesaikan dua anaknya di universitas ternama Yogyakarta yang membutuhkan biaya mahal; UGM dan UNY. Lain cerita dengan Loyali, pengusaha rental mobil yang telah bercabang ke tiga daerah di Indonesia, Bali, Yogyakarta dan Surabaya. Usaha ini ia bangun dengan hasil becak selama bertahun-ta-
12 Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
dok. istimewa hun. Memulai karirnya dengan menjadi kacung becak atau bekerja ke juragan becak, Loyali selalu dirundung keberuntungan. Bahkan ia pernah mendapat 500 ribu sekali jalan. Karena waktu itu, ada turis yang minta diantar berkeliling. “Alhamdulillah, nasib untung selalu datang. Kadang melebihi 200 ribu per hari., paling sedikit 50 ribu. Mungkin karena hari libur, makanya banyak wisatawan dari luar negeri ingin menikmati becak keliling Jogja�, ucapnya sembari tersenyum ketika ditemui disela-sela kesibukannya melayani karyawannya. Dia menambahkan bahwa kalau kita
SELASAR UTAMA usaha pasti bisa. “Saya tidak menyangka sekarang bisa punya mobil bahkan rental mobilnya juga dengan lima karyawan di setiap rental”, ucap Bapak yang masih tampil muda ini. Loyali melanjutkan membecak adalah pekerjaan mulia yang banyak membantu orang, sekaligus menjadi penghibur diri. Dalam pandangannya, becak adalah sejarah yang mengantarkan dia menjadi sukses seperti saat ini. Andai dulu tidak menjadi tukang becak, mungkin masih miskin dan tidak memiliki usaha seperti ini. “Sekarang saya bisa mendapat pemasukan 6-9 juta perbulan. Anak-anak sudah mulai sekolah dan bangunan rumah nyaman. Kalau dulu, rumah saya
masih dari kayu dan bocor kalau musim hujan”,Loyali terus enak bercerita tentang hidupnya. Saat ini, yang Ia harapkan adalah bisa melaksanakan rukun islam yang ke lima, yakni naik Haji dengan isteri dan orang tuanya. Asa ini Ia simpan dalam-dalam walaupun juga kadang ingin terus mengembangkan usahanya keberbagai daerah. Namun keinginan orang tuanya, akan terus menjadi penyemangat dalam bekerja. Seperti yang dirasakan Sutarjo, Bapak tiga anak ini sudah menyelesaikan perjalanan Haji tiga tahun yang lalu. Profesinya juga berawal dari menjadi penunggang besi kuno ini. Sampai kemudian, memilih membangun perusa-
haan becak yang mempekerjakan orangorang yang nganggur. “Setiap bulan saya bisa menghasilkan empat juta, karena becak yang saya punya ada 290’an lebih, setiap becak memiliki setoran 75 ribu setiap bulannya”, ungkap laki-laki tegap berpotur tinggi yang kini tinggal di dekat Alun-alun Utara Yogyakarta ini. Dengan itu, Sutarjo sudah bisa naik Haji. Bahkan, sekarang, dia bertekat membawa orang tua dan mertuanya naik Haji. Karena ini merupakan cita-cita yang Ia bawa semenjak pertama kali terjun menukangi becak. Reporter : Hengki & Rommi Laporan : Muazzim
Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
13
SELASAR UTAMA
PAGUYUBAN BECAK,
Ikhtiar Berdayakan Ummat Dari empat kabupaten di DIY, Bantul, Kulonprogo, Wonosari sampai daleman kota Yogyakarta. Para pendatang dengan beragam etnis lintas provinsi. Tepatnya Kab. Sragen, Ngawi, Indramayu, Pekalongan menyatu dalam satu profesi yakni Paguyuban Becak Yogyakarta.
dok. istimewa Pengemudi becak melintasi Tugu Jogja yang menjadi icon kota gudek ini dengan membawa penumpang, meski kondisi Jogja baru saja di gempur oleh Abu Vulkanik kiriman dari Gunung Kelut beberapa bulan lalu namun ia tetap melakoni pekerjaan mulainya demi mengantrakan penumpangnya.
M
alam itu jarum jam tertuju pada angka 20.00 WIB. Acara syawalan dengan musik clasical berdentang keras bak acara pernikahan atau slametan. Penyambut tamu berbaris menyalami anggota yang berdatangan. Tamu yang datang ini hanyalah para lelaki berumur tua. Ada yang datang sendirian dengan motor seadanya, adapula yang memilih menaiki becaknya sendiri. Mereka menyatu dalam perkumpulan Paguyuban Tukang Becak.
14 Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
Jauh dari perkotaan, tepatnya Desa Bragan Bantul, sekitar 17 KM dari Alunalun Utara Yogyakarta. Dari empat kabupaten di DIY, Bantul, Kulonprogo, Wonosari sampai daleman kota Yogyakarta. Mereka para pendatang dengan beragam etnis dan lintas provinsi. Tepatnya Sragen, Ngawi, Indramayu, Pekalongan menyatu dalam satu profesi yakni Paguyuban Becak Yogyakarta. Paguyuban Becak ini lahir di Yogyakarta tahun 2003 yang lalu. Bermula dari keinginan mengeratkan tali kekeluargaan yang terjalin lama didepan Taman
SELASAR UTAMA Pintar, Mallioboro, Hotel Wirotaman. Menurut Anong Paguyuban ini berdiri untuk menyatuan perbecakan di Yogyakarta dan menjadi peguyuban pertama yang pernah ada di Indonesia. “Pertama kali didirikan, Paguyuban ini berjumlah 63 anggota. Namun karena sudah tua, mereka keluar dan beralih pada profesi lain, seperti membuka usaha, budidaya ikan dan pulang kampung. Sekarang total anggotanya masih sekita 32 orang”, jelas pendiri Paguyuban ini. Mulanya, Paguyuban ini kompak mengadakan pertemuan setiap bulan sekali. Seperti perkumpulan lainnya, acara yang dilakukan mengadakan pengajian sederhana untuk sekedar mengirim doa untuk keluarga. Merasa nyaman dengan perkumpulan, akhirnya disusunlah rencana untuk mengesahkan perkumpulan menjadi Paguyuban yang memiliki anggota dan struktur pengurus. Maka dibentuklah kepengurusan peguyuban becak yang bernama Wisata Bsd Srimura; suatu ikhtiar untuk memberdayakan ummat. Ditanya mengenai proses untuk bergabung di Peguyuban ini, Anong menjawab santai, menurutnya proses masuknya tidak ribet dan penuh suratsurat. Cukup mempunyai niat dan bersedia mengikuti semua aturan dalam Paguyuban, diantaranya membayar iuran setiap bulannya. Iuran yang bukan untuk peguyuban atau bahkan anggota. Iuran tersebut disediakan untuk memberikan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan, seperti musibah lalu-lintas, bencana alam dan lain-lain. Program Paguyuban becak ini tidak kalah mantereng dari program Pemerintah. Meski anggaran didapat dari keringat sendiri, bukan uang Negara, tapi mereka menancapkan program yang bisa dibilang membutuhkan dana banyak. “Walaupun hanya sepuluh ribu rupiah setiap anggota, kami bisa mengumpulkan 300ribu setiap bulan. Meski tidak banyak, tapi bisa membantu masyarakat yang membutuhkan bantuan dana, itu merupakan bantuan kita semua”, jelas Bapak yang berkediaman di Utara Alun-alun utara Yogyakarta ini. Dia juga melanjutkan, sebagai bentuk kemanusiaan kami juga menyediakan becak gratis untuk membantu orang yang dikena musibah, misal mengantarkan ke rumah sakit terdekat. Selain itu, ada anggaran untuk mem-
berikan bantuan dana, bahkan kita siap menjadi donatur bagi keluarga yang terkena musibah meninggal dunia. Untuk program di luar perencanaan, ada santunan untuk menyekolahkan anak Indonesia yang kurang mampu. Tapi khususnya wilayah lingkungan yang terdekat, mereka baru mengadakan perintisan yang jumlahnya belum seberapa karena kurang lebih sekitar 2 juta, program ini sudah berjalan beberapa bulan yang lalu. Sementara siapa saja yang menerima bantuan danan, mereka tidak muluk-muluk, cukup mengadakan peninjauan terhadap keluarga si anak. “Iuran itu juga untuk memberikan santunan bagi anak-anak yang tidak mampu mengenyam pendidikan, terutama anakanak terlantar dan anak jalanan. Pernah kami memberikan bantuan dana 2 juta kepada salah seoang anak yatim piatu pada tahun 2011 kemarin”, terangnya. Untuk menjaga solidaritasnya, mereka sering mengadakan agenda kunjungan ke rumah-rumah anggota Paguyuban., tanpa penentuan hari dan tanggal, mereka biasanya menyepakati kalau sudah merasa kangen dan ingin bersantai. Silaturahmi ini bertujuan untuk menjaga kekompakan dan membangun anggota keluarga dengan keluarga anggota Paguyuban. Sementara untuk menguatkan skill berbahasa. Paguyuban ini juga mem-
programkan kursus bahasa. Hal ini bertujuan agar para tukang becak bisa berkomunikasi langsung dengan para wisatawan asing. Dari jumlah anggota peguyuban, sudah lebih dari setengah yang mengusai bahasa asing, terutama bahasa inggris. “Kalau untuk kursus bahasa inggris, suah berjalan selama beberapa periode kepengurusan, saat ini jarang diutamakan karena banyak teman-teman yang sudah bisa berbahasa inggris. Mungkin dulu berjalan selama 2 tahun lebih”, tuturnya. Ketika ditanya mengenai program lain kedepan, Anom berfikir sejenak dan menjawab bahwa Dia akan tetap mempertahankan program yang berjalan seperti iuran dan program kemanusiaan lainnya. Barangkali pemberian dana untuk para anak jalanan akan lebih ditingkatkan karena pendidikan adalah harapan mereka. Menurut Diono, ketua Paguyuban periode 2013 ini, peguyuban ini sudah merancang AD/ART juga. Struktur kepengurusan meliputi Ketua Umum yang dipillih berdasakan mufakat, Sekretaris dan Bendahara. Selain itu, mereka juga memiliki inventaris dan data best dari dulu. Begitulah Paguyuban Becak ada dan dengan baik menjalankan peran dan fungsinya. Raporter : Baim dan Abil. Laporan : Irvan & Faruq
Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
15
SELASAR UTAMA
TUKANG BECAK UNJUK GIGI “Mau tidak mau, kami harus bisa berbahasa asing. Banyak wisatawan asing ke Jogja, mereka lebih senang keliling Jogja dengan becak sambil bertanya tentang sejarah dan kerajaan. Pintar berbahsa Inggris dan memahami sejarah Jogja, itulah tukang becak”.
dok. istimewa
B
egitulah percakapan singkat tukang becak di angkringan Alun-Alun Utara. Dalam komentarnya itu, tukang becak berdiskusi dengan temanteman tukang becak lainnya, membahas keharusan mempunyai skill berbahasa asing agar bisa lebih mudah berkomunikasi, terutama ketika dalam melakukan transaksi tarif angkutan becak dengan wisatawan asing. Kemampuan berkomunikasi ini dinilai sebagai hal yang berharga bagi tukang becak, sebagai alasan menepis anggapan bahwa tukang becak adalah pekerjaan yang kurang dipandang dalam mencari penghasilan. Padahal, bukan hanya bahasa Inggris yang menjadi targetnya, tapi bahasa Prancis, Jerman dll. Sudah mereka kuasai. Dalam pantauannya, Kru Sinergia menemukan kelebihan tukang becak yang selama ini belum diketahui oleh masyarakat luas, seperti kehidupan tukang becak di Alun-Alun Utara. Mereka senantiasa meluangkan waktunya setiap
dok. istimewa hari untuk bisa belajar bahasa Inggris. Mereka sadar, meskipun bukan Sarjana, mengusai bahasa baginya adalah kebutuhan primer agar mendapat penghasilan lebih banyak dari wisatawan asing. “Kami coba membangun budaya baru bagi tukang becak di Alun-Alun ini. Skill berbahasa meskipun tidak menjadi prasyarat tukang becak, tapi menurut kami penting saat ini. Banyak teman-teman bisa tahu bahasa inggris, dan dari penghasilan juga bisa membantu”, ujar Oman (59) yang setiap harinya mengantar wisatawan asing ke tempat-tempat bersejarah di deket Kraton Yogyakarta. Oman yang berasal dari Bantul Yogyakarta memulai belajar bahasa asing saat usia sudah mencapai 30 tahun. Saat itu Ia sadar betapa pentignya mengusai bahasa, mengingat banyaknya wisatawan asing berdatangan untuk melihat keindahan Yogyakarta. Belajar bahasa asing Ia mulai dari membeli buku-buku tentang bahasa inggris, meskipun Oman tercatat di salah satu lulusan SMA Swasta di
16 Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
Peserta Pelatihan Bahasa Inggris Untuk Paguyuban Pengemudi Becak Malioboro Yogyakarta. Pelatihan ini rutin dilakukan untuk menunjang kemampuan berbahasa khususnya bahasa Inggris bagi para pengemudi becak agar tidak kaku saat berhadapan dengan touris manca negara. Yogyakarta, dari pengalamannya semasa belajar di SMA itu , ia sedikit mudah memahami belajar bahasa asing. “Sekarang saya sudah bisa berbahasa inggris dengan wisatawan asing. Ya meski tidak terlalu lancar, karena setiap hari saya berkomunikasi dengan bule, agak lumayan faham dengan bahasa mereka”, celetuknya dengan wajah penuh rasa optimis. Dengan semangatnya itu, Oman bisa membuka kursus bagi tukang becak untuk belajar bahasa inggris. Dari komunitas yang Ia geluti dengan tukang becak lainnya, Oman membimbing mereka tiga kali dalam seminggu. Waktunya tidak menentu, tergantung dari kesepakatan tukang becak, tetapi yang terpenting dalam seminggu itu ada tiga kali pertemuan. “Saya tidak tahu juga mengapa mereka sangat antusias belajar bahasa inggris, mungkin karena memang kebutuhan yang menuntut mereka harus paham dengan bahasa inggris. Jadi kalau begini hati saya turut bergerak untuk mem-
SELASAR UTAMA bimbing mereka, meskipun tidak seprofesional seperti kursus bahasa yang lainnya”, tuturnya. Kegiatan belajar bahasa terus berjalan hingga mereka bisa berbicara dengan menggunakan bahasa inggris. Tidak ada paksaan buat mereka untuk membayar, semuanya dijalani dengan rasa ikhlas. Cuma secara sadar mereka memberikan iuran suka rela tiap
hidupannya dengan berbagai aktivitas yang mendorong skiil tukang becak. Goro yang sudah genap berusia 58 tahun, tetap semangat menjadi tukang becak meski sudah mempunyai lima anak. Menurutnya, tukang becak tidak selalu diartikan orang yang hanya menarik penumpang saja, tetapi baginya menjadi tukang becak harus mempunyai
bulannya untuk keperluan membeli alat tulis. Rutinitas kehidupan tukang becak tidak berhenti disitu saja, Goro, nama sapaan akrab, yang biasa dipanggil oleh teman-teman becaknya, menghiasi ke-
dok. istimewa kesiapan mental jika ingin mendapatkan penghasilan yang maksimal pada saat ini. ”Ya emang harus itu, sekarang tukang becak bisa berbahasa asing, karena tukang becak selain sebagai pelayan un-
tuk mengantar penumpang, ia juga bisa berkomunkasi agar si penumpang bisa nyaman”, ungkap Goro yang berasal dari kota baru. Namun, kehidupan Goro ini bisa dibilang berbeda dari tukang becak lainnya. Selain naik becak, ia juga membuka kursus bahasa inggris bagi tukang becak dan pemuda Desa yang sedang menempuh pendidikan. Goro dipercaya untuk membimbing karena kemampuan bahasanya yang lumayan bagus. Tamatan sekolahnya tidak sampai SMA, ia belajar bahasa inggris dengan otodidak. “Mustahil bila setiap hari belajar bahasa, masih belum bisa berbahasa. Saya yakin saat pertama kali belajar bahasa inggris, pasti merasa bahwa memahami bahasa itu mudah. Kalau tukang becak semuanya bisa berbahasa inggris menurut saya itu kebanggaan yang luar biasa”, jelas Bapak yang sudah memiliki cucu ini. Goro adalah orang yang dihormati oleh teman tukang becak maupun ditempat tinggalnya, karena dimata temantemannya Goro adalah orang yang mempunyai kepribadian tekun beribadah dan selalu mengajarkan ilmu. Pekerjaan narik becak Ia luangkan dari pagi hingga sore. Selebihnya ia pergunakan untuk membimbing tukang becak dan pemuda kampungnya belajar bahasa inggris. Hasilnya lumayan berkembang, tukang becak yang dibinanya sekitar 30 orang sudah bisa berbahasa inggris. Dari sini mereka pergunakan untuk mengantar wisatawan asing dengan penghasilan yang lumayan banyak. ”Goro mengajari bahasa inggris, sehingga kami bisa peghasilan yang lumayan. Saya bisa mendapat 35 ribu hanya sekali narik becak yang dinaiki oleh wisatawan asing”, tegas Amir (47) yang satu kampung dengan Goro. Kehidupan tukang becak ini memiliki nilai lebih yang ia miliki. Skill yang mereka miliki patut di ajungi jempol lantaran keberhasilannya bisa berbicara bahasa asing. Tukang becak tidak selamanya selalu diartikan orang yang tidak berpendidikan. Meskiun tidak semua dimilki oleh tukang becak, adanya gebrakan keharusan memiki skill dari tukang becak adalah cerminan bahwa tukang becak juga bisa. Reporter : Baim & dekarno Laporan : Basyar Quraisyin
Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
17
WAWANCARA
KREASI TUKANG BECAK “KEAJAIBAN” ANAK ZAMAN Ia adalah sosok “keajaiban” dalam sejarah becak. Buku yang ditulisnya berjudul The Betjak Way mampu melambungkan namanya. Bapak separuh baya ini tersenyum akun twitternya masuk dalam daftar following akun twitter @SBYudhoyono.
dok. istimewa
Laporan: Umarul Faruq & Basyar Quraisyin
Matahari belum sepenuhnya terbenam. Masih tampak mega-mega merah menyembul di ufuk barat. Jarum jam menuju 18.05 WIB di Brongto Alunalun Selatan perempatan Suryadiningratan, seorang tukang becak tampak memaenkan jemari tangannya diatas leptop sederhana. Ia adalah sosok “keajaiban” dalam sejarah becak. Buku yang ditulisnya berjudul The Betjak Way mampu melambungkan namanya. Sehingga, Kru Sinergia menyambanginya, Bapak separuh baya ini tersenyum karena sebelumnya sudah janjian. Mari kita simak kutipan wawancara berikut ini. Berawal dari . . . Sebelum mendalami filosofika tukang becak, ia adalah seorang mahasiswa di sebuah perguruan tinggi di Yogyakarta. Dalam perjalanannya, ekonomi menjadi aral yang menyebalkan. Ia harus bekerja keras banting-tulang untuk mensiasatinya. Dipilihnya hidup ala burung Kelelawar, malam beroperasi sebagai tukang becak, di siang hari ngampus. Waktu berjalan, kebutuhan ekonomi terus mendesak dan menghimpit. Akhirnya, ditinggalkanlah profesi akademis. Ia memilih fokus menjadi tukang becak tulen. Bagaimana cerita Bapak menggemari tulis menulis? Di sela-sela menanti pelanggan, saya kerap membuka laptop jadul. Seperti biasa, saya meng-update status di facebook dan twitter, sekalian menuangkan gagasan. Lama-lama, saya merasa menikmati dan semakin akrab
dengan dunia tulis-menulis. Lalu, terbesitlah ide untuk menulis sebuah buku. Dari situ cerita awalnya. Apakah mengikuti perkembagnan informasi? Banyak hal yang bisa dilakukan sembali menunggu penumpang. Saya juga sering membuka berita online agar tidak ketinggalan informasi dan komunikasi. Biar pun tukang becak, tapi saya selalu tahu berita terbaru yang sedang hangat. Istilahnya, tukang becak juga bisa melek teknologi. Sebelum punya ponsel pintar yang bisa mengakses berbagai fitur jejaring sosial, saya sering menggunakan jasa warnet yang tidak jauh dari pangkalan. Tapi, sekarang lebih efisien browsing pakai ponsel. Tapi saya pernah kehilangan ponsel dua kali. Apa yang membuat Bapak percara diri menerbitkan sebuah buku? Awalnya saya hanya menuangkan tulisan seadanya saja. Kemudian saya mencoba mengirimkan ide-ide saya yang berbentuk tulisan ke sebuah media nasional. Tulisan yang kesekian kalinya, dimuat di Harian Kompas, saya makin semangat menulis dan mengirimkannya ke sejumlah koran lokal. Sayang, hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Akhirnya, tercetus untuk membuat buku saja sekalian, biar lebih banyak yang baca. Apakah Bapak yakin buku bapak ada penerbit yang mau menerbitkan? Awalnya, saya juga berfikir. Apakah
Harry Van sedang membaca buku karangannya disamping becak.
18 Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
saya bisa mengerjakan sebuah buku, tapi karena sudah banyaknya tulisan yang nganggur. Saya kumpulkan saja menjadi buku. Petama kalai, saya berfikir, mana ada penerbit yang mau dengan saya yang hanya tukang becak?. Tapi ah, apa salahnya mencoba. Apa yang memotivasi Bapak menjadi penulis? Saya memiliki 3 orang anak. Mereka membutuhkan biaya untuk sekolah dan lain-lain. Tidak mungkin, kalau hanya penghasilan dari becak bisa mencukupi hidup. Apalagi saya tidak memiliki pekerjaan sampingan. Saya sudah sepuluh tahun jadi tukang becak. Saya ingin mengubah nasib, saya putuskan menjadi penulis. Bapak bisa menggunakan berapa bahasa? Alhamdulillah saya fasih berbahasa Inggris dan Belanda. Saya belajar Bahasa Belanda secara otodidak. Bermula ketika mengantarkan turis Belanda bernama Loes Wirken yang akan kursus Bahasa Indonesia di tempat Joko Trihardi, yang dikenal pandai berbahasa Belanda. Sebagai pengantar, saat itu saya cuma mendengarkan saja, tidak ikut ke kelas. Tapi karena Bahasa Belanda-nya diterjemahkan ke Bahasa Inggris dan Indonesia, saya jadi bisa ikut belajar. Semakin lama, semakin banyak kosakata yang saya punya. Lalu, saya beranikan diri untuk sering menggunakannya hingga sekarang. Bapak sempat diwawacarai ditelevisi, dan pernah dikagumi SBY. Bagaimana perasaan Bapak? Saya mengetahuinya setelah salah seorang teman mengirimkan pesan melalui BBM. Memberitahukan bahwa Pak SBY memfollow akun twitter saya. Dengan perasaan sedikit tak percaya, saya kemudian membuka twitter dan langsung meng-klik daftar following akun twitter @SBYudhoyono. Astaga ternyata benar akun twitter saya nangkring di urutan paling atas (nomor urut 32) dalam daftar following akun twitter SBY waktu itu.
KOLOM
MASA KELAM GENERASI Oleh: Zaini, S.H,i
“Ketika argumentasi sudah mati, maka jalan berikutnya adalah memenangkan perlawanan dengan kekerasan. Hanya orang yang tidak memiliki argumentasi yang mengambil jalan kekerasan�.
S
ejumlah kasus remaja yang berujung saling bunuh (Harjo/) adalah masa kelam generalisasi. Proses pembentukan jati diri, telah salah kaprah dalam memaknai solusi dan keputusan. Hingga, kekerasan dianggap jalan terbaik dalam menyelesaikan persoalan. Generasi seperti ini, adalah ciptaan tradisi dan peradaban yang sedang berkembang. Di Indonesia, masa kelam generasi dimulai sejak pergantian pemimpin era 1963-an. Bedanya, ketika itu para pelajar masih memiliki argumentasi nasionalisme untuk mempertahankan negara dari sedotan kaum bourjuis. Dalam perkembangannya, hingga sekarang, kriminalitas sudah berujung pada pembunuhan yang tidak disandingkan dengan argumentasi. Sehingga, yang timbul adalah ketelanjangan kriminalitas. Tawuran antar pelajar, pemerkosaan siswi SMP, penjualan anak usia dini dan segala bentuk kasus kriminal remaja adalah rentetan distorsi moral yang saat ini marak dibicarakan. Kasus ini berjalan terus di daerah-daerah tanpa ada penyelesaian yang optimal. Tanpa disadari, kasus-kasus demikian telah mencoreng sekaligus menciptakan tradisi baru yang menghawatirkan banyak pihak. Tradisi baru itulah yang kini menghantui dan membentuk paradigma terhadap pemikiran remaja. Remaja adalah masa dimana proses pencarian jati diri berlangsung. Penemuan eksistensi dan penyatuan dengan kenyataan terbentuk dengan cepat. Dalam masa-masa ini, karakter dan prinsip mengental menjadi pemikiran yang kemudian teraktualisasi menjadi sikap (action). Secara tidak langsung, sikap keras atau kriminalitas diri terbentuk karena suatu kondisi dan kenyataan era. Ciptaan Tradisi Kasus Ambon tahun 1999-2003, pem-
bacokan remaja yang terjadi di Madura, Lampung, Bekasi, Sumatra Utara, Sulawesi dan sejumlah kasus kekerasan remaja hanyalah contoh kecil yang menjadi tradisi dalam menyelesaikan masalah. Tradisi ini terbentuk dari generasi ke generasi, terjalin tanpa ada peraturan yang pasti. Sampai kemudian, menjadi wasiat sakral untuk membentuk keberanian. Alhasil, tradisi ini salah porsi dan bukan manjadi tameng melainkan prinsip pemikiran. Di daerah-daerah tertentu, penyelesaian masalah hanya dapat final ketika salah satu pihak merenggang nyawa. Pemahaman ini mengental dalam prinsip generasi dan menjadi preseden buruk bagi remaja. Generasi sebelumnya, telah memberikan didikan kekerasan yang salah tempat dan waktu. Remaja sering disuguhi pemahaman tentang tindak kekerasan dan tontonan kekerasan. Pembentukan tradisi keras tersebut, kemudian teradopsi ke daerah-daerah lain karena pergaulan. Begitu juga di Yogyakarta, yang mayoritas didominasi oleh pendatang dari daerah-daerah seluruh nusantara. Sehingga terbentuklah suatu fenomena baru sebagai transformasi tradisi. Tradisi keras membawa pemikiran baru, sekaligus membawa bencana terhadap pemikiran remaja. Alhasil, satu sama lain saling berpengaruh dan terciptalah tradisi keras berujung pembunuhan. Terbukti dengan maraknya tawuran pelajar di Yogyakarta, komunitas geng muda meng-atas namakan pelajar serta gejala-gejala kekerasan lainnya, adalah bukti kesalahan pembauran tranformasi tradisi. Belum lagi fenomena kekerasan di Yogyakarta saat ini yang begitu lumrah, menjadi masalah tersendiri bagi pembentukan pemikiran remaja. Tentu, realiatas tradisi diatas akan dengan mudah terserap oleh remaja.
Sebab tak lepas dari masa proses pembentuk diri yang masih dalam pencarian dan rentan terhadap fenomena apapun. Pemahaman dengan gampang menjadi sikap, sekalipun sikap tersebut berujung pada pembunuhan. Masa remaja, merupakan proses pembentukan karakter. Seringkali remaja mencoba menyusun hipotesa dan menguji berbagai alternatif pemecahan masalah hidup sehari-hari. Untuk memperoleh pengakuan eksistensial dari sesamanya. Dikenal dengan istilah pencarian eksistensi diri. Pengaruh Media Lagi-lagi, media menjadi garda terdepan dalam menciptakan karakter. Hal ini akan terus eksis, karena angka pengguna televisi beranjak setiap waktu. Dan mayoritas sampai 61,24 % remaja yang menikmatinya. Waktu dari 4-10 jam bahkan Lembaga Survei Remaja dalam majalah SINERGI merilis remaja bisa menghabiskan 42 % dari 24 jam di depan televisi, terutama pada waktu sekolah libur. Realitas ini tentu memiliki dampak kuat untuk membentuk kepribadian remaja. Sajian kekerasan, kriminalitas, pembunuhan sadis, bahkan mutilasi sudah bisa disajikan di televisi. Dari film, sinetron sampai berita setiap waktu tak pernah kering dari tindak kekerasan. Pemandangan ini secara tidak langsung, diterima oleh akal remaja dan membentuk kesimpulan tersendiri. Yang kemudian ditiru dan dimanifestaskan dalam segala sikap remaja. Realtias ini tepat disebut zaman euphorial. Dimana media tidak memberikan batas-batas tertentu dan kebebasan diperlukan. Semestinya, agenda televisi banyak mendidik prinsip remaja. Memberikan pendidikan dan ajaran moral yang baik. Kongkritnya, menghilangkan bentuk kekerasan yang tidak prikemanusiaan dan memetakan berita kekerasan dalam skup yang lebih obyektif.
Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
19
OPINI
MEMBANGUN IDEOLOGI MASYARAKAT ADAT
P
SUBAIDI Mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Jurusan Akuntansi, Kader HMI
ermasalahan agraria adalah polemik klasic yang berakhir pada UndangUndang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960. Dalam pengawalannya, terdapat problem yang bengis. Persoalan pemanfaatan hak tanah (bukan bentuk atau sertifikat tanah) yang dikuasai oleh kepentingan individu atau kelompok, menurut Mochammad Tauchid penulis buku “Masalah Agraria�, problem ini disebut pencaplokan bawah tanah (annexation underground). Persoalan ini menjadi tipu daya sosial yang sepintas samar dari logika hukum. Hak tanah yang dipangku oleh masyarakat, direngkuh manfaatnya oleh kepentingan tertentu, tanpa harus memiliki secara utuh bentuk konkrit ataupun administrasi lainnya. Secara tidak langsung, masyarakat hanya dimanfaatkan sebagai hak milik yang tidak merasakan manfaat dari apa yang mereka miliki. Masyarakat diposisikan sebagai simbol kepemilikan yang mati suri. Penjajahan tanah secara halus memiliki kesamaan imbas dan konsekuensi dengan penderitaan masyarakat, bahkan lebih riskan terjadi penjarahan yang berkepanjangan. Masyarakat seolah ditutup kran penglihatannya untuk menyikapi situasi pelik ini bahkan tesis yang dibangun mengalakan respon anti-tesis seperti yang terlihat pada kasus-kasus agraria tahun 1970 dan tahun 1990. Selain itu, agraria pada tempo sebelumnya memiliki kejelasan musuh karena dikuasai oleh asing. Tapi pada kasus mutakhir, penjarahan tanah tersebut berbentuk “akomodasi pemerintah�. Pemerintah indonesia sendiri dengan kedok kesejahteraan dan kenyamanan masyarakat dengan leluasa mengambil manfaat tanah desa tanpa melibatkan masyarakat setempat. Pembangunan bisnis, usaha dan bentuk kapital lainnya, dibangun dan beroperasi diatas tanah milik masyarakat desa. Sedangkan masyarakat tidak mendapat kesejahteraan materi dari usaha tersebut. Anehnya, kelangsungan realita seperti ini berjalan tanpa kritik dan pengawalan dari hukum. Tentu, permasalahan ini harus segera disikapi. Berharap pada perundang-undangan bukan solusi cerdas yang membangun. Namun mengawali ide dengan perspektif inisiatif masyarakat sebagai gerakan masyarakat hak adat akan mampu menggedor rekayasa tanah yang dibuat oleh lingkaran pemerintah. Gerakan tanah adat adalah hukum tertinggi yang menjadi landasan atau azaz dari hukum indonesia, karena kebi-
20 Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
jakan tertinggi dipegang oleh hukum adat. Dari itu kemudian, masyarakat harus mampu menciptakan langkah-langkah cepat dan tepat. Pertama, tanamkan ideologi agraria dibenak masyarakat. Bahwa tanah adat adalah milik masyarakat adat, bukan negara adat seperti pemerintah yang menjalankan. Kekuasaan sepenuhnya tanah masyarakat baik dari aspek kepemilikan sampai pemanfaatan, mutlak harus dirasakan keberadaannya oleh masyarakat. Pemerintah tidak punya hak menggunakan apalagi mengambil manfaatnya. Tanah masyarakat untuk dimanfaatkan demi kesejahteraan masyarakat sendiri, bukan untuk negara ataupun lainnya. Karena tanah masyarakat dan tanah negara sudah dipetakan. Sikap apatisme masyarakat hanya akan semakin menyegarkan pengambilan manfaat oleh pihak lain. Dari itu, hal pertama yang bisa mendatangkan langkah-langkah selanjutnya adalah berangkat dari masyarakat itu sendiri. Kesadaran masyarakat tentang penjarahan yang terjadi, semestinya dimulai dari pembersihan rumah sendiri. Sebab, masyarakat adat bisa terlepas dari dominasi pemerintah yang menggunakan manfaat tanah masyarakat, apabila memiliki pemahaman total mengenai eksistensi tanah adat. Agar, jiwa-jiwa inovatif lahir dari haknya sendiri. Kedua, bentuk pemerintahan desa yang mampu mengayomi kebutuhan masyarakat dan mengabdi. Pemerintah desa yang bisa mengelola, memanfaatkan potensi tanah untuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Pemerintah yang mendahulukan kepentingan masyarakat ketimbang tawaran-tawaran kepentingan lain. Pasalnya, banyak tipe pemerintah desa yang belum mampu memberikan efek positif bagi masyarakat. Malah sebaliknya, menyengsarakan masyarakat dan bahkan apatis terhadap kondisi desa. Fungsi pemerintah desa harus bisa mengetahui wujud potensi desa, lebih-lebih pemanfaatan tanah desa. Menurut Van Rodrick, pengamat localisdoom Amerika, legislasi atau lebih tepatnya disebut pemerintah yang baik mesti bisa menakar potesi tanah desa terhadap presentase kesejahteraan masyarakat. Intinya, tanah desa digunakan untuk memberikan bentuk nyata kepada masyarakat. Bentuk yang bisa menghilangkan dari kesengsaraan, dan mendatangkan kesejahteraan. Dengan demikian, pemerintah desa yang baik akan bersinergi dengan masyarakat untuk sama-sama membangun desa.
OPINI
Politik Dominan, Intelektual Mengambang
H
impunan Mahasiswa Islam (HMI) menjadi ladang yang asik untuk menempa diri, baik secara intelektual, politik maupun jaringan. Ketiga hal itu akan mudah kader-kader HMI dapatkan ketika ia mau berproses, berdialektik dalam Himpunan ini. Dan masih banyak lagi yang dapat diperoleh dari organisasi Mahasiswa tertua ini. Dalam tulisan ini, saya akan sedikit menyoroti perihal politik di Himpunan ini. Dalam terminologi agama, ada tiga hal yang selalu berusaha menggoda manusia yaitu harta, tahta dan wanita. Harta berhubungan dengan kelimpahan materi, tahta dengan jabatan atau kedudukan serta wanita bisa disimbolkan sebagai kesenangan. Ketiganya baik Harta, Tahta dan Wanita selalu menjadi barang rebutan, dimanapun adanya tak terkecuali di Himpunan ini. Dalam hal tahta, Posisi strategis dalam himpunan ini menjadi magnet tersendiri bagi kaderkadernya sehingga perebutan sengit pun membayangi perjalan himpunan. Bangunan dasar tahta diawali ketika terjadi perguliran kekuasaan dengan pergantian pengurus sebagai upaya estafeta kaderisasi. Memang dalam organisasi kader selalu terjadi perguliran kekuasaan dan tak jarang ada “titipan”. Titipan dalam hal ini bisa berupa ideologi, doktrin dll. Dan disanalah terjadi diseminasi politik. Perebutan tahta ini mengakibatkan terjadinya split personality ditubuh kader HMI, jika jabatan atau kedudukan mentok dijadikan sebagai tujuan bukan lagi sebagai upaya pengabdian diri semata-mata kepada-Nya. Cak Nur menjelaskan bahwa split personality itu muncul ketika tidak terjadi satu paduan pandangan, tindakan dan tujuan yaitu menuju Tuhan.
Oleh Syarifuddin el-Azizy Adanya split personality ini mengakibatkan gerak organisasi cenderung lambat karena dinamikanya cenderung kedalam sehingga proses dialektika hanya berhenti antara dua gerbong (meminjam terminologi umum di HMI untuk merujuk pada kelompok politik) atau lebih dan merupakan dekadensi nyata kala kecenderungan ini menjadi semacam “pandangan hidup” kader dan menjadi identitas politiknya. Intelek yang Terbungkam Kecenderungan politik membuat segala sesuatu dicurigai sebagai tindakan politik. Seperti diskusi, misalnya, dicurigai sebagai konsolidasi. Padahal dalam perkaderan bukan hanya sekedar politik semata tetapi juga intelektuallah yang harus mendominasi. Sebagai mana misi HMI yang pertama yaitu menbina “insan akademis”. Insan akademis bukan sekedar hanya mahasiswa biasa tetapi mahasiswa yang memiliki kriteria tertentu yaitu intelektual, objetif dan kritis bukan politis. Sekali lagi bukan politis. Jika sebagai “insan akademis” saja sudah politis secara otomatis gerak organisasi akan selalu diarahkan kesana, akibatnya HMI menjadi ruang sempit bagi segelintir orang dan tidak mampu mewadahi semua basic interest. Mereka yang memiliki kecenderungan untuk mengarahkan diri pada akademik akan menyingkirkan diri, begitu juga dengan elemen lain yang tidak suka politik seperti seni, ekonomi dll. Sehingga HMI bukan lagi menjadi wadah mahasiswa untuk menempa diri secara intelektual, politik dan kepemimpinan, tetapi menjadi kelompok eksklusif-politis dan sudah tidak berada lagi pada rel tujuan berdirinya. Dengan demikian HMI menjadi organisasi yang bukan lagi inklusif, dan tidak heran ketika ia tidak lagi ‘dimi-
nati’ oleh kalangan akademisi sehingga perkederan HMI hanya berhenti di level politik dan di level intelektual HMI tidak ambil peran. Hal ini perlu mendapatkan perhatian serius oleh mereka yang masih simpati dengan HMI, karena kita tahu semua bahwa dalam sejarah, peradaban besar selalu diawali oleh dominasi pengetahuan (intelektual) dan belum pernah ada peradaban yang besar karena politik. Eropa besar karena era pencerahan (aufklarung) yang kemudian mendudukkan pengetahuan di atas agama. Islam besar karena menjunjung tinggi pengetahuan dan peradabannya berakhir dengan politik –lihat bagaimana kekalifahan pecah yang kemudian menciptakan kelompok-kelompok seperti Murji’ah dan Khawarij, dan seterusnya. Jika HMI ingin kembali menjadi “anak emas” peradaban abad ke 21, HMI harus kembali mengarahkan diri kepada pembangunan massa secara intelektual. Ibarat membangun rumah tanpa pondasi, jika pondasinya –intelektual– saja belum ada bagaimana rumah itu akan berdiri kokoh jika diterjang bencana. Atau dengan kata lain, jika persoalan nilai saja belum selesai, bagaimana orang akan berpolitik? Tentunya dalam politik tersebut bukan nilai-nilai (keislaman) yang digunakan tetapi nilai-nilai hedon yang berbentuk libido politik –politik yang digunakan untuk pemuasan hawa nafsu. Dengan demikian harus ada keseimbangan dalam pembangunan intelektual dan politik, jika HMI ingin kembali mewarnai sejarah di abad 21. Wallahu ‘alam bishowab. Kabid Internal HMI Korkom UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2012-2013.
Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
21
DOUBLE KULIAH, BERPRESTASI WHAY NOT? Dr. Sri Wahyuni, S.Ag,, SH., M.Ag., M.Hum., berasal dari seorang anak desa yang mengawali masa pendidikan sekolah dasar di Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah Negeri di Kedung Harjo Mantingan Ngawi. Pendidikan pesantren salafiyah juga diikuti di sore hingga malam hari di lingkungannya, setelah pulang dari sekolah.
K
emudian melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren Walisongo Ngabar Ponorogo (yang sering dianggap sebagai model pondok modern) hingga lulus pada tingkat Madrasah Aliyah. Sehingga, dua basic pesantren telah menjadi dasar pendidikannya, yaitu pesantren salafiyah dengan mengakaji kitab-kitab kuning menggunakan pemaknaan arab pegon (arab-jawa) pada masa kecil di lingkungan rumah, dan tradisi pesantren modern di Ponorogo dengan model pembelajaran bahasa Arab dan Inggris. Dari dua tradisi pesantren tersebut, dua tradisi organisari juga dialaminya, yaitu tradisi NU di lingkungan dan pesantren di rumah pada masa kecil dan tradisi organisasi PII yang diperoleh di pondok modern Ponorogo, walaupun saat itu sudah diganti menjadi PIWS (Pelajar Islam Walisongo). Sehingga, ketika pulang ke rumah, ia menjadi anggota Fatayat NU, dan di pesantren Ponorogo menjadi pengurus PIWS, dan pernah mengikuti Batra PII di Pare Kediri tahun 1995. Sejak dari PII, telah ditanamkan bahwa kakaknya adalah HMI, yaitu organisasi pada tingkat mahasiswa. Jenjang kuliah S1 ditempuh di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Jurusan Jinayas Siyasah pada tahun 1996. Di sinilah ia mulai mencari HMI dan stand pendaftarannya. Pada awal masuk kuliah, ia telah banyak dikenal di kampus terutama dilakangan pengu-
rus ospek dan mahasiswa baru, karena pernah meraih juara I penataran dan Ospek Mahasiswa baru angkatan 1996. Para dari berbagai senior organisasi ekstra pun mendekatinya. Namun, ia tetap memilih untuk menjadi angota dan aktif di HMI. Sehingga, tahun 1996 ia mengikuti LK I HMI di Komisariat Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Setelah habis masa ekstrainer, ia menjadi pengurus HMI komisariat Fakultas Syariah, dan pad akhir periode 1997 (pada saat itu ia masih duduk di semester 3) pernah terpilih menjadi kandidat ketua umum HMI komisariat Syariah, sehingga pada periode berikutnya, ia menjadi Ketua Bidang PTKM HMI Komisariat Syariah yaitu periode 1997-1998. Menjadi ketua bidang PTKM, menghantarkannya pada kancah politik kampus di Fakultas Syariah saat itu. Tahun 1998 digelar pemilu mahasiswa (pemilwa) untuk pemilihan Pengurus Senat,
22 Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
INSPIRATIF Badan Eksekutif Fakultas dan Jurusan. Ia pun maju menjadi kandidat Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Jinayah Siyasah dan terpilih saat itu untuk periode 1998-1999. Jenjang perjaderan Formal LK II diikutinya di HMI cabang Yogyakarta tahun 1997. Periodisasi kepengurusan HMI KOmisariat Fakultas Syariah 1997-1998 pun selesai saat itu, dan ia masuk dalam kepengurusan HMI Korkom IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sebagai Sekretaris Bidang PTKP peroide tahun 1998-1999. Selanjutnya menjadi pengurus HMI Cabang Yogyakarta periode 2000-2001 pada sekretaris bidang PTKP. Pada tahun 2000 itu juga ia mengukuti Traning Seniour Course (SC) dan menyelesaiakn jenjang kuliah S1 nya. Ia lulus dengan predikat cumlaude, serta mendaptakan peringkat tiga besar wisudawan terbaik dan tercepat dalam wisuda sarjana periode Agustus tahun 2000. Ia mulai memasuki kuliah jenjang S2 tahun 2001 yaitu S2 di Fakultas Hukum UGM dan s2 HUkum Islam bidang studi Hukum Keluarga di IAIN Sunan Kalijaga diterima dengan biasiswa. Sejak itulah iklim akademiknya terbangun. Kuliah double dijalaninya sambil masih anktif menjadi senior yang harus mengisi LK I di seluruh lingkungan HMI Cabang Yogyakarta. ia tidak ingin melanjutkan struktur kepengurusah HMI yang lebuih tinggi (di Badko atau PB misalnya) karena kuliah doubvle yang dijalaninya mengharuskannya untuk teteap stay di Yogyakarta. dengan demikian, LPL (Lembaga Pengeloa Latihan) merupakan lembaga yang tepat untuknya melanjutkan pengabdian di HMI. Ia menjadi Ketua Umum
INSPIRATIF LPL HMI Cabang Yogyakarta tahun 2001-2003, ambil menyelesaiakan kuliah s2 nya, yaitu tahun 2003 lulus dari S2 IAIN dan sekali lagi ia menjadi lulusan berpredikat cumlaude, tercepat dan terbaik di wisuda S2 periode Agustus tahun 2003. Masih saty lagi tugas kuliah di Fakultas Hukum UGM harus diselesaikannya. Sambil mengerjakan penelitian tesis UGM, ia bekerja di Penerbit Pustaka Sufi Press, menjadi coordinator Redaksi. Hingga akhirnya tahun 2004 lulus dari kuliah s2 di UGM. Sambil menunggu formasi CPNS Dosen, karir akademiknya dimulai dengan menjadi Dosen honorer di fakultas Syariah tahun 2005. Kemudian tahun 2006 formasi CPNS Dosen bidang Perbandingan Hukum telah dibuka. Ia pun dapat mengisi fornmasi tersebut, dan sampai saat ini menjadi salah satu dosen sekaligus Sekretaris di Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga. Sekali lagi, dua tradisi keilmuan dia dalami, yaitu hukum Islam di IAIN dan hukum Positif di UGM. Hal ini yang kemudian ia kembangkan sebagai rumah keilmuannya, yaitu bidang perbandingan Hukum dan kemudian melanjutkan jenjang S3 dengan mengambil konsentrasi bidang Hukum Perdata Internasional, satu bidang keilmuan yang dianggap relative sulit dan langka, karena perbandingan hukum dan perbandingan system hukum menjadi dasar dari Hukum Perdata Internasional. Keduanya terkait erat. Untuk memahami dengan baik Hukum Perdata Internasional, dibutuhkan pemahaman perbandingan system hukum di dunia, terutama dua tradisi besar common law dan civil law system. Awal masa PNS nya, ia diamanahi mengurus Suka News (majalah kampus UIN Sunan Kalijaga), yaitu tahun 2008 menjadi Sekretaris Redaksi dan tahun 2009-2010 menjadi Pimpinan Redaksi. Ia juga sekaligus menjadi Pimpinan Umum majalah Suara Kalijaga di bawah koordinasi pembantu Rektor bidnag kemahasiswaan saat itu. Pada pergantian Rektor perode
berikutnya, dibentuklah lembaga bisnis kampus, dan ia diamanahi mejadi Direktur Bidang Keungan Satua Usaha Komersial (SUK) UIN Sunan Kalijaga, periode tahun 2010-2013, yang kemudian namanya diganti menjadi Satuan Usaha Produktif (SUP) dan saat ini menjadi PPB (pusat Pengembangan Bisnis). Transisi dari bidang akademik ke bidang bisnis pun terjadi dalam pekerjaannya. Namun, ia telah mulai belajar masuk dalam dunia bisnis sejak lulus s2 IAIN ketika bekerja di pener-
bitan. Ia mulai bersentuhan dengan urusan bisnis yaitu bisnis percetakan dan penerbitan. Setelah pustaka sufi Group kollaps, ia dan beberapa rekan kerja membangun bisnis percetakan baru dan menjadi usaha sendiri. Dari sinilah kehidupan bisnis mulai digelutinya, bahkan hingga saat ini. awal masa pembentukan SUK, ia harus bekerja keras merintis kantin di parkiran kampus dan manajemen resto di bawah masjid UIN, juga bidang-bidang pelayanan bisnis lainnya. Bersama dengan Drs. Abdul basir Solussa ia mengurus dan mengembangkan lembaga bisnis UIN ini. Tantangan baru pun dimulai. Sekali lagi dua tradisi yaitu bidang akademik dan bisnis pun menjadi satu dalam dirinya. Tahun 2013 kembali ia ditarik ke Fakultas untuk menjadi Sekretaris Jurusan di Perbandingan mazhab dan Hukum Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga. Kepengurusan bisnis kampus pun ia tinggalkan. Masa transisi ini dimulai dengan masa yang lebih menantang yaitu tugas riset ke Universitas George August Goettingen Jerman selama 5 bulan yaitu tanggal 15 Juli hingga 15 Desember 2013.
Tugas ini membuat ia focus di bidang akademik kembali. Penelitian di Jerman ini seiring dengan penulisan disertasinya yaitu dalam bidang Hukum Perdata Internasinal, sehingga di sana ia benarbenar mendapatkan kelimuan dan literature tentang hukum-hukum perdatad an hukum keluarga di Eropa serta penerapan hukum Perdata Internasional di Eropa. Selama 5 bulan telah banyak yang dapat ia tulis, selain menyempurnakan draft disertasi yang saat itu telah maju ujian telaah (mulai pembimbingan akhir tahun 2012, maju telaah April 2013). Disertasi ia tulis pula dalam bahasa Inggris yaitu Indonesia Interreligious Marriage in Foreign Countries: Between law and culture, yang konon akan diterbitkan di Universitas setempat. Tulisan lain yang lain yaitu Hukum Keluarga Islam bagi masyarakat muslim diaspora di Barat (Islamic Family Law for Migrant Muslims in the Westren Countries), perbandingan hukum keluarga di negara-negara muslim dan hukum keluarga di Eropa (Perspektif Gender). Dua tradisi keilmuan hukum yaitu hukum Islam dan hukum Positif kemudian dikembangkan dalam ranah hukum Internasional dan Perdata Internasional, menjadi fondasi opsesinya dalam membangun bidang keilmuan di masa depan. Satu hal lagi yang unik darinya, yaitu kuliah S1 bareng dengan kuliah S3. Setelah mendapatkan dua gelar master di bidang hukum dan hukum Islam, ia melanjutkan ke jenjang s3 ilmu hukum, sehingga dibutuhkan bidang keilmuan yang klinier pada jenjang s1 nya, yaitu si ilmu hukum. Insporasi untuk mengambil s1 ini didukung oleh promotor disertasinya juga tuntutan untuk membantu akreditasi jurusan Ilmu Hukum Fakuktas Syariah dan Hukum UIN Sunan kalijaga, karena dosen pengajar di ilmu hukum harus bergelar SH. Oleh karena itu di semester ini, ia melaksankan dua kali wisuda yaitu wisuda s3 dan s1, keduanya selesai dengan baik dan dalam waktu yang bersamaan. laporan : Umarul Faruq
Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
23
Pojok Jogja
dok. arsip foto sinergia
Angkringan Tugu Jogja Josss Kopinya
K
ota Yogyakarta terkenal dengan sebutan kota pelajar dan kota budaya. Bukan hanya itu, Yogyakarta juga terkenal karena wisata kulinernya. Salah satu tempat wisata kuliner di Yogyakarta adalah angkringan tugu. Angkringan Tugu berlokasi di sekitar stasiun Tugu. Pada rabu sore di akhir bulan agustus 2014, beberapa Kru SINERGI sengaja berkujung ke angkringan tugu Lek No. Disana kami langsung memesan makanan khas angkringan, yaitu kopi joss dan sego kucing. Kopi joss adalah kopi hitam yang dicampur dengan arang panas, sedangkan sego kucing itu arti dalam bahasa Indonesianya
adalah nasi kucing. Eitss.... jangan salah paham dulu, disebut nasi kucing karena di dalamnya berisi sedikit nasi dan berisi lauk ikan teri. Nasi dan ikan teri tersebut disatukan dan dibungkus dengan kertas.
24 Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
Bukan hanya itu, berbagai macam gorengan dan sate siap dimakan , mulai dari sate usus, sate ayam, sate telur puyuh, dan masih banyak lagi sate lainnya. Sambil melahap beberapa menu
Pojok Jogja makanan di angkringan tersebut, kami mengobrol dengan Pak No. Pak No adalah salah satu penjual angkringan terkenal di sana, kami dengan santai dan penuh rasa penasaran menanyakan bagaimana sejarah angkringan tugu. Sambil mengipas-ngipas sate yang dibakar, Pak No menceritakan sejarah singkat adanya angkringan tugu. “Pemilik angkringan tugu Yogyakarta pertama adalah Lek Man. Lek Man sudah berjual angkringan sejak tahun 1942”. Ucap Lek No dengan senyum sumringah. Lek No juga menambahkan bahwa angkringan tugu diwariskan ke anak dan cucu Lek Man. Lek No sendiri telah berjualan angkringan sejak tahun 1972, dan anaknya juga mengikuti jejaknya berjualan angkringan pada tahun 2010. Saat ditanya menu apa saja yang sering dipesan para pengunjung, dia menjawab kopi joss. “ Kopi joss juga bermanfaat bagi kesehatan mbak, bisa nyembuhin
penyakit”, tutur Bapak setengah baya tersebut. Benar saja, arang yang dipanaskan pada suhu diatas 250° Celcius akan menjadi karbon aktif yang berguna mengikat polutan dan racun. Karbon teraktivasi ini berguna untuk mengurangi ampas kopi, memperbaiki aroma, dan mengikat racun. Arang tersebut juga bisa mengobati masuk angin, sakit perut, keracunan, menghilangkan kantuk, dan menambah stamina. Angkringan tugu buka dari pukul 16.00-03.00 WIB dan biasanya ramai pada hari Sabtu dan Minggu. Bukan hanya dikunjungi pengunjung dari dalam dan luar kota saja, akan tetapibanyak Turis yang sengaja mampir untuk mencicipi menu khas angkringan. Nur Indah Purnamasari (20), salah satu pengunjung asal makassar mengatakan bahwa angkringan tugu memang asik untuk tempat nongkrong, jajanan yang tersedia juga enak dan banyak, serta ada kopi
joss yang menjadikannya khas dan wajib untuk di minum. Hal itu juga dibenarkan oleh Mardi (22), “ kopi joss hanya ada di kota Yogyakarta, dan itu lah yang mejadi khas-nya”, terang Mahasiswa STTNAS Yogyakarta tersebut. Suasana yang nyaman dan santai lah yang membuat angkringan tugu tetap banyak pengunjungnya. sehingga tidak heran, apabila angkringan tugu menjadi tempat favorit untuk nongkrong menghabiskan malam. Jadi, bagi yang belum pernah merasakan suasana di angkringan tugu, segera datang dan nikmati segala suasana dan makanan khasnya. Reporter : Ayu M. Saleng & Ita S Laporan: Ayu M.Saleng
dok. arsip foto sinergia
Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
25
SERAMBI
Indepedensi Mati Suri, Profesionalitas Harga Mati Menutup tahun 2013, Lembaga Pers Mahasiswa Islam (LAPMI) SINERGI HMI Cabang Yogyakarta sukses melaksanakan Trainning Jurnalistik Tingkat Dasar se- Nasional. Trainning Jurnalistik diadakan selama empat hari tiga malam, mulai tanggal 16-19 Desember 2013. Acara tersebut bertempat di Wisma Pesanggrahan Umum (PU) Kaliurang-Yogyakarta.
dok. arsip foto sinergia
P
eserta Trainning berjumlah 34 orang, peserta terdiri dari delegasi komisariat-komisariat lingkup HMI Cabang Yogyakarta, LAPMI-LAPMI se-Indonesia, dan Mahasiswa Umum. selama empat hari para peserta akan dimanjakan dengan materi-materi terkait Jurnalistik (dari teori sampai praktik) dengan para pemateri-pemateri yang sudah kompeten dibidangnya. Materi yang diberikan pada Trainning tersebut antara lain Sejarah dan Etika Pers, Bahasa Jurnalistik, Teknik Reportase, Teknik Penulisan Berita, Fotografi, Desaign Grafis, Reportase Televisi, Politik Redaksional, dan Manajemen Redaksi. Pemberian materi Trainning dimulai pukul 08.00-22.00 WIB. Selama acara berlangsung, peserta bukan hanya mendengarkan apa yang dijelaskan para pemateri terkait materi yang disampaikan, akan tetapi di setiap materi ada forum diskusi/brain storming
untuk memperdalam lagi materi yang telah dijelaskan. Dalam Forum tersebut para peserta dibagi lima kelompok dengan di dampingi dua orang pengurus SINERGI. Pada hari pertama dan kedua peserta fokus untuk mencerna dan memahami secara teoritis hal-hal yang terkait ke-Jurnalistikan, yang pada akhirnya akan praktik langsung kelapangan untuk mengaplikasikan teori yang telah ada pada hari ketiga. Setelah peserta terjun langsung ke lapangan untuk melakukan reportase, mereka akan di back-up untuk membuat suatu karya (buletin,majalah,dll) yang akan di terbitkan LAPMI SINERGI. Para peserta juga akan terus di follow-up oleh para pengurus SINERGI dengan mengikuti Sekolah Jurnalistik pasca agenda Trainning Jurnalistik selesai. Tema yang diangkat pada acara tersebut adalah “Indepedensi Mati Suri, Profesionalitas Harga Mati�,
26 Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
tema tersebut dirumuskan para Kru SINERGI sesuai dengan realitas yang ada saat ini, dimana banyak sekali media massa (cetak/elektronik) yang melenceng dari komitmen Pers itu sendiri, yaitu Indepedensi. Sehingga, profesionalitas para wartawan adalah tuntutan wajib untuk dijalani, kata ekstrimnya adalah harga mati untuk menuju Indepedensi Media. Tema tersebut juga menjadi tema lomba Karya Tulis Ilmiah yang diadakan LAPMI SINERGI sebelum Trainning Jurnalistik dilaksanakan. Secara keseluruhan, alhamdulillah kegiatan tahunan kami berjalan dengan lancar sesuai dengan harapan kita bersama. Semoga agenda ini bukan hanya sebagai ajang tahunan saja, akan tetapi kedepannya harus mencetak para kader yang militan, progresif, dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya, sehingga menjadi seorang wartawan yang berpegang pada makna Indepedensi sebenarnya. Untuk semua wartawan, mari kita sematkan dalam hati dan tindakan bahwa Profesionalitas Harga Mati !!!. Tetap semangat, Yakin Usaha Sampai !!!. Salam Pers Mahasiswa. (Nasution)
LABIRIN
PANJI SAPUTRA 1992 - Inspirator Pemuda
B
anyak sekali yang harus disyukuri dari hidup ini, mimpi adalah kuncinya dan modal yang paling kecil untuk menjadi sosok yang besar. Semua orang bisa bermimpi, tapi untuk mewujudkanya harus dengan perjuangan yang luar biasa, tak peduli anak orang kaya maupun anak orang miskin. Justru dari sisi kehidupan yang minim dan berbagai persoalan yang membelit akan lahir sosok-sosok penerus bangsa yang bisa diandalkan. Panji Saputra, pemuda kelahiran Semarang 23 tahun silam merupakan alumni mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) jurusan Hubungan Internasional dan kini bekerja di Sekretariat Negara. Hidup susah dan serba kekurangan itu merupakan hal biasa. Pemuda tangguh yang dilahirkan dari keluarga yang minim penghasilan, ayah seorang sopir angkutan umum yang tiap harinya bekerja keras dari pagi sampai malam untuk kejar setoran, sedangkan sang ibu yang merupakan penjual ayam dipasar. Panji sudah terbiasa dengan kerja keras bahkan ikut banting tulang untuk membantu kedua orang tuanya yang dia tekuni sejak dia kecil. Semua dia lakukan untuk tetap bersekolah dan mewujudkan cita-citanya. Waktu mengenyam bangku SMA Panji sering kali diolok-olok oleh temanya karena impianya untuk bisa kuliah, hidupnya saja pas-pasan, ibarat kata bisa makan hari ini saja sudah bisa bersyukur, jika pepatah bilang seorang pungguk yang merindukan bulan. Semua bisa terpatahkan dengan prestasinya yang luar biasa sejak
Panji Saputra, lahiran di Semarang 23 tahun silam dengan segudang prestasi, kini ia menggapai mimpinya bekerja di Sekertariat Negara. SMA, ejekan itu ibarat suplemen baginya untuk lebih bersemangat dalam mengejar mimpi. Pemuda dengan segudang prestasi ini pernah menjadi juara 1 duta bahasa Provinsi Jawa Tengah, delegasi Indonesia untuk pertukaran mahasiswa Southeast Asian Studies Regional Exchange program dan Toyota foundation Thammasat University Bangkok, bahkan menjadi Diplomat muda Indonesia untuk G20 Youth Summit Vancouver Kanada, dan masih banyak prestasinya yang lain. “saya sangat bersyukur dilahirkan dari keluarga yang pas-pasan� ujar Panji saat ditemui di selasar gedung Graha Sabha Pramana. Segudang prestasi yang diraihnya tidak lantas untuk berpuas diri, sebagai penerima beasiswa penuh dari kampus tidak lantas pemuda ini malas bekerja, dengan modal predikat duta bahasa dan skill nya dalam berbahasa asing, kerap kali dirinya dipanggil untuk menjadi Master of Ceremony diberbagai acara salah satunya 1st
East Asia Summit Education Ministerial Meeting. Dengan honor yang lumayan dia kumpulkan untuk hidup diperantauan. Karena memang tak mungkin orang tuanya mampu memberikan uang saku untuknya. Ketika disinggung soal keinginanya yang selanjutnya menjadi target masa depanya, ia mengatakan menjadi seorang Diplomat adalah impianya sejak dia kecil. Membahagiakan orang tua adalah yang terpenting, dan proses ini yang harus dilakukan walaupun sangat menyakitkan tapi banyak sekali hikmah yang diambil dari kehidupan yang sudah digariskan oleh Allah SWT. Kunci dari sebuah kesuksesan adalah tekun beribadah dan hormat kepada orang tua. Doa orang tua yang bisa menentukan kita sukses atau tidaknya dan yang terpenting adalah tetap berusaha serta pantang menyerah. Laporan : Ita Septiyani
Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
27
HIJAU HITAM
S
ebulan setelah pelantikan presiden jokowi, rakyat Indonesia dibuat kaget dengan adanya kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar 2000. Kenaikkan BBM ini megundang reaksi dari kalangan mahasiswa, terutama dari kader himpunan mahasiswa islam (HMI). sesaat setelah pemerintah mengumumkan secara resmi kenaikan BBM Di sejumlah daerah, kader himpunan mahasiswa islam melakukan demonstrasi. Aksi seperti ini digunakan mahasiswa pada umumnya sebagai bentuk aspirasi penolakan terhadap kebijakan pemerintah yang sekiranya tidak pro rakyat. Salah satu alasan penolakan tersebut adalah tidak sesuainya kenaikkan BBM ditengah turunnya harga minyak mentah dunia, harga sembako naik, dan rakyat akan semakin miskin. “ itu adalah alasan kami kenapa sampai turun ke jalan”. Ungkap kholil, kader HMI sumenep. Antusiasme kader HMI melakukan demonstarasi semakin menguak, terutama pada saat banyaknya kader HMI terkena perlakuan anarkis dari aparat kepolisian sehingga harus dilarikan ke rumah sakit. “ ya banyak luka-luka kena pukulan aparat kepolisian, padahal kami hanya ingin menyampaikan aspirasi”. Kata akfar, mahasiswa universitas muslim Indonesia (UMI) makasar. Tugas aparat kepolisian adalah melindungi dan mengayomi masyarakat.
PB HMI TEGAS MUNCULKAN
“PAHLAWAN” HMI Demonstrasi sebagai bentuk penyampai aspirasi adalah hal yang wajar dalam negara demokrasi. “ di makasar memang sering anarkis, tapi kan tidak seharusnya polisi itu sewena-sewena pada kami.” Tambahnya yang sekaligus juga kader HMI. Aksi yang berujung adanya perlakuan anarkis dari aparat keamanan tidak hanya terjadi di makasar, bahkan disejumlah daerah kader HMI nasibnya hampir sama ketika melakukan demonstarsi. Respon dari PB HMI atas kejadian ini dengan melakukan intruksi kepada kader HMI yang ada di seluruh nusantara, melakukan aksi bersama dengan agenda menolak kenaikan BBM dan mengutuk perlakuan anarkis aparat kepolisian. Bahkan, Kru sinergi sempat menemukan gambar yang menginformasikan adanya kader HMI yang meninggal saat melakukan demonstarasi. Hal ini mendapat respon dari chumaidi, selaku alumni yang pernah menjadi ketum PB HMI 1972, “ harus dicari kebenarannya. Kalau memang benar, angkat sebagai pahlawan HMI, PB HMI harus tegas”. Ungkapnya.
28 Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
Ketika ditanya soal adanya banyaknya kader HMI yang masuk rumah sakit akibat perlakuan aparat kepolisian, bapak yang sekarang menjadi komisaris BUMN bagian SDM ini menjelaskan, “ saya cuman pengen tahu respon PB HMI. Kasian adik-adik kita sampai luka begitu.” Tuturnya. Menanggapi soal adanya kader HMI yang meninggal, endah, selaku Ketua KOHATI PB HMI menanggapi bahwa itu semua hanyalah isu. “ kami sudah cek kemaren ternyata gambar itu bukanlah kader HMI”. Ungkapnya. “ kalau dari kader HMI ada yang meninggal gara-gara demonstarsi, tentunya kami akan mengusut kasus itu supaya ada keadilan” tambahnya. Demontasi memang sebagai bentuk aspirasi. Tetapi hal itu harus sesuai prosedur supaya tidak terjadi yang namanya pelakuan anarkis. “ kalau demo itu kan sebetulnya tidak harus ditannggapi dengan anarkis oleh aparat kepolisian, asalkan demonya itu tertib dan punya surat ijin.” Tuturnya. laporan : Umarul Faruq
P
ada Mei tahun lalu (2013), HMI Cabang Yogyakarta telah menyelenggarakan Konferensi Cabang (konfercab) di Gedung Kebudayaan Lafran Pane yang akrab disebut kantor HMI Cabang Yogyakarta. Konfercab dilakukan dengan tujuan estafeta atau pergantian kepengurusan yang wajib dilakukan setiap satu periode sesuai dengan konstitusi Himpunan. Akan tetapi, dalam konfecab lalu banyak hal-hal telah terjadi yang tidak konstitusional. “Konfercab tahun lalu mengalami kegagalan”, Ucap Maman Suratman (Korkom UIN Sunan Kalijaga
HIJAU HITAM sil keputusan pada saat itu, presidium sidang memutuskan untuk pending dengan alasan yang dikira tidak masuk akal, yakni presidium sidang mengatakan bahwa forum tidaklah quorum, sehingga keputusan persidangannya dipending, akan tetapi yang terlihat jelas pada saat itu, forum memilik keanggotaan peserta penuh yang lengkap/memenuhi quorum, sehingga hal ini memicu keributan dan pertentangan antara peserta konfercab dengan presidium sidang, dan karena ada satu orang yang memulai keributan, akhirnya semua peserta menjadi ribut dan terjadilah anarkis.
turkan bahwa anarkis secara fisik itu tidak baik, akan tetapi anarkis dengan intelektual itu baik, anarkis itu karena adanya kepentingan dan tujuan yang ingin dicapai, sehingga terjadi beda pendapat dan muncullah konflik sampai terjadi anarkis, akan tetapi seharusnya harus dibicarakan secara damai dan kepala dingin. Proses yang terjadi pada konfercab tahun lalu memang tidak mencerminkan nilai-nilai ke-HMI-an, Hal ini seperrf ti yang dikatakan oleh Maman Suratman, Syahril Abdulah Yusuf, dan juga Ziaulfalaq Rafsanjani Malik, bahwa proses seperti itu tidak mencerminkan
Revitalisasi Konfercab HMI Cabang Yogyakarta
Yogyakarta). Dengan nada sesal, Maman yang juga hadir di dalam forum Konfercab tersebut menjelaskan kegagalan dalam Konfercab dikarenakan proses penyelesaian forum yang lama hingga berbulan-bulan yaitu dari bulan Mei saat konfercab di buka hingga bulan Oktober konfercab selesai dengan naiknya Erina Dewi sebagai Ketua Umum HMI Cabang Yogyakarta dan juga ketidaksiapan pengurus cabang sebelumnya dalam mempersiapkan hal-hal yang menjadi bahan-bahan untuk konfercab ini, sehingga membuat kondisi forum tidak kondusif. Hal tersebut juga dipertegas oleh Syahril Abdullah Yusuf (Pengurus Badan Pengelola Latihan HMI Cabang Yogyakarta), “Konfercab tahun lalu tidak berjalan dengan baik, karena terjadi semacam polemik yang mengganggu kestabilan organisasi sehingga banyak melahirkan perpecahan-perpecahan kecil didalamnya”, Jelasnya. Kegagalan dalam konfercab tahun lalu juga diiringi oleh aksi-aksi peserta dengan perdebatan intelektual panjang yang kemudian disertai oleh aksi anarkis atau baku pukul antar peserta, hal ini terjadi karena adanya ketidaksepakatan dari hasil musyawarah antara dua belah pihak yang bertentangan atau dari pendukung dua belah pihak/ dua calon yang berbeda. Maman menambahkan bahwa ha-
Menanggapi kejadian tersebut, Ziaulfalaq Rafsanjani Malik (Ketua Bidang Pendidikan Kebudayaan HMI Cabang Yogyakarta) mengatakan proses seperti ini adalah dinamika persidangan di dalam organisasi, jadi banyaknya konflik-konflik dari kesalah pahaman mengenai kepentingan masing-masing itu sudah biasa, yang jelas kedua belah pihak mengingikan kemajuan HMI, akan cara yang dipergunaakan tidak sesuai dan berbeda satu sama lain, sehingga terjadilah bentrok antar kepentingan. Tidak jauh berbeda dengan yang disampaikan Ziaulfalaq, Syahril menu-
nilai-nilai ke-HMI-an, karena HMI mengajarkan adanya keputusan secara musyawarah mufakat. Himpunan Mahasiswa Islam merupakan wadah dimana mahasiswa belajar untuk berorganisasi dengan baik, agar bisa menjadi orang yang berguna untuk masyarakat sesuai dengan tujuan HMI pasal 4 AD yakni Terbinanya Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi, yang Bernafaskan Islam, dan Bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT. Dari realitas tersebut, harapan bersama agar konfercab yang selanjutnya (Januari 2015) berjalan dengan baik dan sebagaimana mestinya. “ Untuk Konfercab selanjutnya harus berjalan dengan baik, semua steakholder organisasi harus terima problematika yang terjadi dikepengurusan sekarang, sehingga ada perubahan-perubahan yang harus dilalui dan dilakukan kedepannya dan juga sebagai bahan evaluasi untuk kepengurusan yang akan datang”, Tegas Syahril. Hal yang sama juga dikatakan oleh Ziaulfalaq, dia mengatakan bahwa konfercab yang akan datang harus semakin baik, agenda terbesar cabang yaitu LK II wajib dilaksanakan secepatnya. Reporter : cus & ayu Laporan : Regenovia Cahya
Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
29
HIJAU HITAM Sampai saat ini total anggota dan pengurus Komisariat Akakom 136 anggota.
KOM. AKAKOM. Acara rutin pelatihan Informatika dan teknologi (IT) setiap minggu sekali oleh komisariat AKOKAM
Suasana latihan kader (LK) 1 kom. Dakwah pada tanggal 9-12 oktober 2014 di kawasan PP Darul ulum, banguntapan, Bantul, DIY dengan tema “membentuk pola pikir kritis terhadap permasalahan social untuk menciptakan kader intelek dan bertanggung jawab”. Masih sama seperti dulu Latihan kader HMI masuk kedesa-desa. Kali ini dari komisariat Fishum sedang melaksanakan latihan kader (LK) 1 di kalasan, sleman Yogyakarta. Jumlah peserta pada kegiatan ini 12 orang.
Antusiasme kader komisariat Tarbiyah saat melaksanakan latihan kader 1 di panti asuhan sinar melati, palagan, sleman Yogyakarta. Kegiatan ini dimulai pada tanggal 6-10 november 2014, dengan jumlah peserta 26 orang, mengusung tema “ Candradimuka Mahasiswa (organisatoris,akademis, islam )”.
30 Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
HIJAU HITAM
Sejumlah kader komisariat sedang merayakan syukuran atas terbentuknya komisariat insan cita yang berada dilingkungan kampus UST (5/11/2014).
KOM. USHULUDIN Latihan kader (LK) 1 komisariat ushuludin, “menghayati nilai-nilai ke-HMI-an upaya membangun militansi kader� di kawasan wonosari, 8-13 oktober 2014 dengan jumlah peserta 17 orang
KOM. UAD Detik-detik prosesi pengukuhan kader baru komisariat Universitas AHMAD Dahlan. Pengukuhan menjadi agenda wajib bagi kader baru supaya sah menjadi kader HMI.
Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
31
SASTRA
ilustrasi gambar di desain oleh Hengki Afrinata.
Berhenti Mencariku, Ma! “Merindumu adalah hal lumrah Ma� Tulisnya di sebuah kertas putih yang tertempel di dinding ruang ini.
J
asad si penulis ini sudah tak bisa lagi kusentuh. Tapi aku bisa membayangkan lewat imaji. Guratan halus wajahnya terlihat jelas pada tiap benda bersinar di dalam sini. Sebuah miniatur oplet tua, korek api berbentuk tengkorak, bahkan pada kilauan ubin yang kupijak. Sebuah kotak berbau tajam, kemudian rantai besi melingkar mengikat kedua kakiku. Sebuah ruang yang belagak bisu—tak pernah bisa menjawab semua tanya yang tiap kali kulontarkan padanya. Se-
buah dinding yang belagak tuli—sama sekali tak mau mendengar semua keluh yang kudendangkan menjelang malam. bahkan mereka sepakat membeku dan tak pernah mau bergerak setelah kutampar dengan ribuan caci. Ranjang renta yang sok pikun tiap kali kuajak diskusi. Semua mati, dan aku rasa aku berada di sebuah ruang ajal. Lantas kemana perginya Ia? Bebauan tua menusuk hidung. Gorden bermotif bunga mawar yang tergantung di sela jendela juga teko kecil berisi air putih, benda-benda di ruang
32 Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
ini menjadi semakin renta dimakan usia. Baunya seperti bedak tabur perawan tua, seperti minyak tanco yang dipakai bapak semasa muda. Bau disini benar-benar membuat muak. Tak jarang, kutemukan bayangan menjulur keluar dari dalam lemari kayu di pojok kamar. Yang menulis pada secarik kertas, menjelma menjadi bayangan hitam yang siap menerkam siapa saja yang hendak mendatanginya. Semacam ketakutan yang berlebih membuat ranjang di sisi tak bergoyang sedikitpun ketika bayangan hitam itu mendekat dan mengoyak ujung sepreinya. Apapun yang di sini hanya bisa menutup rapat bibirnya, memukul keras lubang telinga sampai tuli, agar tak bisa menjadi saksi, tak bisa kuinterogasi akan keberadaannya. Seorang penulis sajak di secarik kertas.
keringatku jatuh butir demi butir keluar dari tiap pori. Pada batas-batas imaji yang kubangun barusan, kukerahkan seluruh kemampuan jasadku meniti jalan setapak yang bakal kupersembahakan kepada seorang pencipta masa. Jalan dimana dia bisa temukan kata dasar pada setiap sajak yang dibuat, tokoh utama pada semua fiksi yang dikhayalkan. Aku menjadi warna dasar atas coretan cat minyak pada tiap kancas yang tertata rapi di sudut ruang. Kelengkapanku tak bakal menjadikanmu manusia kaku yang hanya mau menerima tanpa mempertanyakan. Tentang masa yang pernah dijanjikan telah kupersiapkan—bersamaan dengan detak nadi yang semakin cepat. Namun sejauh ini aku tak pernah tahu,bahwa ruang dan waktu bagiku telah mati. Ruh yang dianggap mewaktu telah kalang kabut mencari celah keluar dari kumpulannya. Kemudian mata yang terus saja melirik, aku selalu ingin menyiramnya dengan ludah panas dari dalam rongga tenggorokan. Aku tinggal jasad yang berusaha berdiri tanpa topangan. Rupanya, Kau yang pernah menulis sajak ini sengaja menenggelamkan ingatanku. Kau mati sebelum kematianku. Seisi kepalaku mulai berontak ingin keluar. Panas menjalar dari ujung kaki, dada, leher sampai ke bola mata. Tubuhku terbakar. Semenjak kami tak lagi meruang dan mewaktu, yang ada didalam otak semakin memberontak keluar dari tengkorak. Sebuah mata besar menyembunyikanmu di balik alisnya yang tebal. Kubilang kau sembunyi di dalam sana namun tak ada yang percaya. Mereka mengirimku pada sebuah ruang jasad tiga kali tiga, berpintu jeruji dan sesekali mengaliriku dengan mesin kejut. Ruang apalagi yang bakal bisa kujelajah untuk menemukanmu?. Kemana perginya jasad-jasad yang mati itu?. Pengingkaranmu sungguh jelas, meninggalkanku di sini, dianggap gila oleh sebagian orang, lalu kau dengan enaknya bercumbu dengan peri di taman Eden. “Katamu ingin mati berdua! Tapi kau kelayapan ke barzah duluan!” Teriakan demi teriakkan kuhempaskan hingga menerobos masuk lorong-
SASTRA
Kuberdayakan akal, mengeja setiap kata yang melekat pada kertas yang pernah ditempelnya pada dinding halus bercat putih. Kulempar segala pandang jauh keluar kemana awal mula sesuatu yang di sebut masa yang pernah diagungkannya itu berubah menjadi momok yang lari berhamburan mengejar jejak kakiku. Makin cepat aku berlari, makin cepat jejak kakiku tertangkap. Lalu, ku dapati tubuh kecilku sembunyi di balik pintu berjeruji besi, kemudian menyeretku kembali kepusaran waktu lalu. Sebuah fragmen kebahagiaan yang pernah kita jala berdua, yang kau anggap berjalan berdasarkan masa, dan aku mencoba mencarinya. “Maa, ruhku bakal mewaktu bersamaan dengan tawamu” Penulis sajak itu, bukan ditelan bumi bulat-bulat. Bukan juga sirna dijerat angin seperti jasad yang dikremasi. Kamu dimana?. Mata yang selalu melihat ke bawah, senantiasa menjaga setiap jejak yang bakal kulangkahkan—Dia yang menyembunyikanmu. Perihal ruhnya yang mewaktu, mungkin hanya kiasan untuk memperindah sajak yang dirangkai untukku. Mata yang selalu melirik tak henti-henti, sebenarnya dia yang menjelma masa. Lalu untuk apa Ia menuliskan ini untukku—Maa? Aku kemudian ingat dengan samar. Musim panas di sebuah pantai berombak pelan, dikaitkannya sebuah bunga kamboja bercorak kuning dengan batang kecil yang dengan gagahnya memanggul putik di atasnya. Sambil menatap lekat bulir ombak pemecah karang, kau berlarian ke arah asal anakan kerang. Kau angkat tubuhku tinggi ke atas meraih gunungan awan, kemudian menjatuhkannya di atas pasir halus berwarna terang. Gelak tawa tak pernah ada batasnya, membahana meluap penuhi seisi jagat, lalu aku menjadi sebuah berlian yang jatuh dan tak sengaja ditemukan. Kau perlakukan aku sebagai mana keindahan dan kemegahan berlian yang di pasang di ujung sebuah mahkota. Menjadi sangat berharga diantara semua pantulan surya di atas jagad. “pertemuan kita tak lagi meruang dan mewaktu Maa” Detak nadiku berubah ketukannya,
lorong ruang di balik pintu jeruji. Kemudian derap langkah kudengar berlarian menghampiri. “masa akan selalu mengimbangi Ma” Semakin penuh kepalaku disergap perih, semakin kencang aku meronta melepas rantai yang mengikat tangan dan kaki. Seorang pria menodongkan jarum, seorang lagi memegangi tubuhku dengan kencang. Kemana lagi bakal kucari keberadaanmu?. Jasadku yang masih utuh tak pernah bisa mendahului ruh yang bersemayam di dalamnya. Sejenak saja datanglah. Sebuah album potret sepia dan bangkai bunga kamboja menanti untuk diziarahi. Disini aku juga berusaha mati. Namun bukan kematian yang kudapat, malah kesengsaraan. Bip—bip—bipp. Kotak pandora berbunyi melulu. Aku bisa merasakan nadiku semakin kencang berdetak, sampai tersengal semua napas. Tarikan napas yang semakin memburu memompa semua darah naik ke atas dan siap meledak pada waktu yang tepat. Sekelebat bayang hitam duduk bersila di pinggir jendela dengan tenangnya. Mata itu semakin melirikku penuh rayuan. “berhenti mencariku, Ma!” Aku melayang bersama ribuan mata di atas awan. Jasadku sibuk mencari tahu keberadaan penulis sajak di secarik kertas yang menempel di dinding ruang, namun ruhku tak pernah sedikitpun repot mencari, ia menemukannya pada masa yang tepat—menemukan mata yang selama ini sibuk melirik tubuhnya yang bermain di alam nyata. Aku bakal cari cara lagi, untuk secepatnya menjemputmu di surga. Yogyakarta, 14 januari 2014, 02:07 WIB Malam sebuah kedai kopi kecil. ***Hengki Afrinata
Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
33
RESENSI
Pesan SBY untuk
Pemimpin Indonesia Presensi : Fendy Afifur Rohman
S
ebagai orang yang menahkodai ‘kapal’ bernama Indonesia ini selama sepuluh tahun, tentu Susilo Bambang Yudhoyono sudah paham bagaimana menghindari kapalnya dari terjangan badai. Pengalamannya bisa ditimba oleh siapapun yang akan menggantikan posisinya. Buku setebal 800 halaman memaparkan selama SBY memimpin bangsa Indonesia. Awalnya, SBY tidak pernah berniat untuk menulis buku ini. Hal itu karena, sudah terlalu banyak gosip dan fitnah yang dilancarkan oleh pihak-pihak tertentu untuk menyerang kepemimpinannya. Berdasarkan saran dan permintaan sejumlah teman, akhirnya buku ini ada di hadapan kita. Menurut sejumlah teman SBY, paling tidak buku ini merupakan ‘laporan pertanggungjawaban’ kepemimpinan SBY selama menjabat sebagai Presiden. Apa saja yang telah dilakukan dan dihasilkan oleh pemerintah mesti di-share kepada rakyat. Rakyat harus tahu kinerja SBY secara utuh, yang pada gilirannya, rakyat bisa menilai apakah kepemimpinan SBY berhasil atau gagal. Buku ini persembahan SBY untuk rakyat Indonesia. Buku ini juga layak dibaca oleh Presiden 2014 agar bisa belajar dari pengalaman SBY. Betapapun dalam kepemimpinanya terdapat banyak hal yang tidak bisa diterima, berupa kebijakan yang tidak populer dan tidak memihak rakyat misalnya, pengalaman beliau tidak bisa dipandang sebelah mata. Beliau salah satu presiden Indonesia dengan pengalaman yang cukup. Dalam buku ini SBY ingin mengatakan bahwa “di mana ada kemauan, di situ ada jalan”. Ada pula kata bijak lain, yang mengatakan bahwa hidup bukan hanya kesempatan, tetapi pilihan. “Life is Choosing”. Manusia harus bisa memilih dengan benar, dan kemu-
dian memperjuangkan apa yang telah menjadi pilihannya dengan sungguh untuk mencapai tujuan yang mulia. Berdasar penuturan SBY dalam buku ini, pada pemilu 2004 beliau juga merasa tidak siap. Dalam pemilu itu bercita-cita untuk menjadi wakil presiden, setelah gagal dalam Pemilihan Wakil Presiden tahun 2001. Tetapi tiba-tiba ada insiden politik antara beliau dengan Presiden Megawati, atau tepatnya dengan Taufik Kiemas. Sehingga akhirnya, SBY memutuskan mengundurkan diri dari Kabinet Megawati. Ketika pengunduran diterima, satu dua hari setelah itu sudah dimulai kampanye pemilu legislatif. Beliau benar-benar tidak siap waktu itu untuk langsung berkampanye di lapangan. Tetapi setelah memantapkan hati, beliau paksakan melakukan kampanye untuk Partai Demokrat. Baru setelah itu tidak ada kata mundur dalam kamus SBY. Barangkali, menurut SBY, ada juga yang berada dalam kebimbangan saat ini, apakah benar-benar ingin maju sebagai calon presiden atau tidak. Saran beliau dalam buku ini, Anda tidak boleh berlama-lama memiliki perasaan bimbang dan ragu seperti ini. Kalau mau maju ya maju, kalau tidak mau ya jangan. Menjadi Presiden Indonesia, Negara yang tengah berada dalam perubahan besar, bukanlah suatu yang mudah. Apalagi negeri kita tengah berada dalam era kebebasan dan euphoria demokrasi yang meluap-luap. Tetapi kalau dijalankan dengan penuh kesungguhan sesuatu akan trasa mudah. Tentunya harus diimbangi dengan do’a pula. Begitulah SBY memimpin Indonesia. Salah satu ukuran kematangan demokrasi adalah pemilihan umum yang dilaksanakan secara teratur, damai dan demokratis.
34 Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
Judul Buku : SBY Selalu Ada Pilihan Penulis : Susilo Bambang Yodhoyono Tebal : 800 Halaman Cetak : I / Januari 2014 Penerbit : Kompas Gramedia Di bagian akhir buku ini, Pak SBY menggaris bawahi pentingnya peran elite politik dan tokoh bangsa untuk senantiasa menjadi dan memberi contoh dalam berpolitik dan berdemokrasi yang baik. Masa depan bangsa dan Negara berada di tangan kita semua. Lagi-lagi SBY mengajak seluruh elemen masyarakat pada umumnya dan secara khusus kepada calon Presiden mendatang untuk sama-sama bekerja keras dalam mewujudkan Indonesia yang makin maju, makin adil, dan makin sejahtera. Tuhan tidak akan mengubah nasib dan masa depan bangsa kita, kecuali kita sendiri yang mengubahnya. Tentunya, tidak seluruh pengalaman SBY bisa penulis tulis di sini. Ini terkait dengan keterbatasan halaman yang penulis punya. Namun, yang terpenting adalah bagaimana lewat tulisan ini, semangat untuk terus memajukan bangsa dan Negara tercinta kita ini terus tumbuh dan tumbuh. Yang pada gilirannya, lahir terobosan-terobosan baru sebagai upaya memajukan bangsa. Sekali lagi, secara khusus untuk calon Presiden mendatang. *Mahasiswa Fakultas Syariah, Jurusan Perbandingan Mahzab dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
RESENSI
S
atu lagi film yang diangkat dari novel terkenal telah dirilis di akhir 2013 lalu yaitu Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck ini diadaptasi dari novel dengan judul yang sama karya sastrawan sekaligus budayawan terkenal Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan nama Buya Hamka pada tahun 1938. Film ini di produksi oleh Soraya Intercine Films dan disutradarai oleh Sunil Soraya. Film ini bercerita tentang kisah cinta dua insan, tapi dipisahkan oleh tradisi adat. Ada dua adat yang di angkat dalam film ini yaitu adat Minangkabau (Padang) dan adat Bugis (Makassar). Berkisah tentang Zainuddin (Herjunot Ali), seorang yang miskin bersuku Bugis makassar, sementara Hayati (Pevita Pearce) perempuan Minang keturunan bangsawan. Lamaran Zainuddin ditolak oleh pihak keluarga Hayati. Hayati dipaksa menikah dengan Aziz (Reza Rahadian), seorang laki-laki kaya keturunan bangsawan. Zainuddin pun memutuskan untuk berjuang, pergi dari ranah minang dan merantau ke tanah Jawa demi bangkit melawan keterpurukan cintanya. Zainudin bekerja keras membuka lembaran baru hidupnya. Sampai akhirnya ia menjadi penulis terkenal dengan karya-karya mashyur dan diterima masyarakat seluruh Nusantara. Akan tetapi sebuah kenyataan pahit kembali menghampiri seorang Zainuddin, di tengah gelimang harta dan kemashyurannya. Dalam sebuah pertunjukan opera, Zainuddin kembali bertemu Hayati, kali ini bersama Aziz, yang sudah menjadi suaminya. Perkawinan harta dan kecantikan bertemu dengan cinta suci yang tak lekang waktu. Pada akhirnya kisah cinta Zainuddin dan Hayati menemui ujian terberatnya, dalam sebuah tragedi pelayaran kapal Van Der Wijck. Sedangkan proses produksinya sendiri membutuhkan waktu hingga 5 tahun mulai dari observasi, proses praproduksi, pemilihan pemeran, sampai
penulisan skenario yang telah dimulai sejak tahun 2008. Film ini menjadi film termahal yang pernah diproduksi oleh Soraya Intercine Films. Sutradara film ini, Sunil Soraya, menegaskan bahwa hal itu disebabkan karena harus membuat suasana cerita film seperti yang dikisahkan pada tahun 1930-an sesuai dengan era novel. Sedangkan untuk penulisan skenario mengalami proses revisi selama beberapa kali karena sutradara ingin menyampaikan semangat dan pesan novel Hamka, tak hanya menyajikan kisah cinta biasa. Riset yang dilakukan untuk latar dan properti otentik seperti mobil, baju, dan barang-barang era 1930-an, juga membutuhkan waktu yang tak singkat. Proses pengambilan gambarnya sendiri dilakukan di Medan, Padang, Surabaya, Lombok, dan Jakarta. Untuk proses penyuntingan dilakukan selama 4-5 bulan setelah proses syuting selama 6 bulan
dengan 300 adegan. Hasilnya, film ini berakhir dengan durasi selama 2 jam 49 menit. Sunil Soraya berhasil memberikan sentuhan terbaik pada Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck yang merupakan hasil adaptasi dari novel legendaris dari Hamka tersebut. Meskipun tidak sesempurna sesuai dengan apa yang kita harapkan pada judul dan posternya, karena tenggelamnya kapal tersebut hanya menjadi bagian dari ending film, setidaknya para pemeran yang tampil maksimal dalam film ini ikut memberikan kontribusi untuk menghibur para penontonnya. Pevita Pearce tampil bagus dalam tugasnya mengisi jiwa Hayati yang malang dengan segala kecantikan, keanggunan dan kerapuhannya. Sementara Reza Rahardian, seperti biasa, tidak pernah mengecewakan dalam tugasnya menjadi apapun, termasuk ketika tampil arogan menjadi Aziz. Begitu juga dengan Herjunot Ali yang berperan sebagai Zainuddin yang tampil maksimal. Dukungan naskah cerita yang secara padat dan kuat berhasil merangkum versi novel dari film ini. Meskipun dalam perjalannya film ini juga sempat mendapat kritikan dari beberapa masyarakat minang yang tergabung dalam sebuah group di jejaring sosial bahwa poster film ini yang menurut mereka tidak sesuai dengan adat dan budaya Minang yang sangat menjunjung tinggi ajaran Islam, namun film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck tampil begitu lancar dalam bercerita sehingga mampu menghasilkan banyak momen yang mengharu biru dari kisah cinta yang dihadirkannya. Sebuah film drama romantisme klasik berkelas sekaligus emosional yang begitu sulit ditemukan pada film-film Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Film ini memang tidak sempurna. Tapi, film ini bisa menjadi pemacu para sineas lain untuk terus dan terus membuat film berkualitas. Kalau bukan kita sendiri yang menonton film Indonesia, terus siapa lagi?
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
drama romantisme klasik akhir tahun Judul Film: Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Jenis Film: drama, romance Produser: Ram Soraya, Sunil Soraya Produksi: Soraya Intercine Films Sutradara: Sunil Soraya Pemeran: Pevita Pearce, Herjunot Ali, Reza Rahardian
Presensi: Ayu M.Saleng
Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
35
HALAMAN AKHIR
Janji Pemimpin
S
Oleh : Abd. Basyit Laba’du*
umpah telah terucap. Jutaan mata telah menyaksikan. Rasa bangga menyelimuti para pendukungnya. Ada yang menangis terharu, adapula yang tersenyum sumringah. Iring-iringan membawanya menuju bangunan yang megah, beralas karpet merah, bertiang penyanggah ukuran besar menandakan kokohnya istana. Penghuninya jelas pemimpin nomer saru di Negara ini. Jokowi ia biasa dipanggil. Wong solo yang kurus kerempeng kata ketua umumnya (Red: PDIP). Rakyat Indonesia telah memilihnya menjadi Presiden ketujuh dan ia pun telah meninggalkan jabatannya sebagai Guberbur DKI Jakarta yang baru dipimpin dua tahun. Buruh, nelayan, petani, tukang ojek, tukang becak, yang kaya maupun yang miskin, dan semua rakyat Indonesia menaruh harapan dipundak yang konon presiden pilihan rakyat. Rakyat memberikan kepercayaan penuh padanya. Di bawah kepemimpinannya suatu saat kami berharap kehidupan sejahtera!. Estafet kepemimpinannya ia dapat tentu tidak penuh. Memulai karir dari penguasa mebel, ia beralih mengambil tampu kekuasaan sebagai Wali Kota Solo. Dua periode menjadi orang nomer satu di Solo. Ia kemudian hijrah Ke Ibu Kota menjadi Gubernur. Kini tahta Presiden ia dapat dengan dalih amanah dari rakyat. Belum genap satu bulan menjabat ia membuat kebijakan yang menghebohkan. Seolah mencekek leher rakyatnya. Ia menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) disaat bahan bakar minyak mintah duina sedang turun. Tidak hanya itu, ia pun mengeluarkan kartu yang katanya sakti (Angle) namun menuai polemik soal pembiayaan. Namun jangan pernah kita lupa bahwa pendukungnya sangat banyak. Rakyat Indonesia mencintai dan membanggakan dirinya karena “Blusukannya�. Popularitasnya tinggi melejit mengalahkan ketua umumnya sendiri. Tak pelak kalau kemudian Jokowi lah yang dimunculkan menjadi calon presiden oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Tentu semua pendukungnya tidak akan pernah berharap sejarah hitam 1998 terulang kembali. Dimana gelombang demokrasi memaksa Soeharto Presiden ke dua diturun paksa oleh ribuan mahasiswa setelah menjabat tiga puluh dua tahun lamanya dan digantikan oleh wakilnya Bj. Habibie Harapan rakyat Indonesia sederhana kepada pemimpin bangsa ini, yakni dapat memberikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Pengharapan untuk hidup berdaulat, adil, dan makmur. Memberikan kesejahteraan, mencerdaskan
dan melundungi rakyat seutuhhnya serta dapat berperan aktif dalam tataran dunia demi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang kita cintai tanpa syarat. Tentu hal tersebut diatas telah tertulis jelas dalam isi pembukaan UUD 1945, bahwa bersatu, berdaulat, adil dan makmur adalah hak segala rakyat Indonesia. Melindungi seluruh rakyat Indonesia, memberikan kesejahteraan, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia dan keadilan sosial ini tentu tugas kita semua, terutama pemimpin bangsa ini, bagi seluruh rakyat Indonesia. Kini saatnya rakyat menagih janji dari pemimpin. Sebuah jani yang telah dilontarkan kala ia berkampanye. Karena janji ialah sebuah hutang yang wajib dilunasi. Janji mensejahterakan, mencerdaskan, melindungi dan memberikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat serta Negara kesatuan republik Indonesia (NKRI) ini harus segera ditepati. Janji yang tidak dapat dilunasi adalah sebuah penghianatan dari apa yang pernah dikatakan. Inilah tugas pemimpin menepati janjinya yang pernah ia katakana. Jangan sampai janji itu menjadi penghianatan bagi rakyatnya yang mencinta dan telah memilih menjadi pemimpin bangsa ini. Bukan balas buda namun ini hutang moral pemimpin. Masih banyak persoalan kesenjangan di Negara yang belum tuntas. Kolusi, korupsi dan nepotisme pun menjadi momok yang sampai saat ini masih jauh dari kata clean and clear. Jokowi telah berjanji dan wajib untuk ditepati. Janji untuk menyelesaikan persoalan yang ada di negeri ini. Indonesia kini menanti janji yang tersirat. Memang mensejahterakan, mencerdaskan, melindungi dan memberikan keadilan sosial bagi rakyat Negara kesatuan republik Indonesia bukan hanya tanggung jawab konstitusional Negara dan pemerintah, akan tetapi tanggung jawab moral seorang pemimpin akan dilihat dari apa yang pernah diucapkan. Tidak saya bayangkan jika kemudian pemimpin melupakan janjinya. Ribuan rakyat yang memilih, mencinta, membangga, memuja-muja serta mengantarkan kemenangannya kedepan pintu gerbang istana bertolak menjadi massa yang meminta, menagih janji yang telah diucapkan. Tentu ini menjadi hal yang tidak pantas. Janji pemimpin mengikat. Janji untuk melunasi. Janji Joko Widodo untuk Untuk Indonesia. Kita harus mendukung dan memberikan jalan pada pemilik istana beralas karpet merah, bertiang menyanggah besar untuk melunasi janjinya. Agar wangi semerbak bunga dalam istana itu dapat rakyat Indonesia rasakan jua. Semoga.
Vol.X iX| No.1 | Desember - Januari 2014
36