28 minute read

SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

Next Article
CIPTA KERJA

CIPTA KERJA

Volume 12 Nomor 2, September 2022

Advertisement

Penanggung Jawab Redaksi Muhammad Firman

Pemimpin Umum NafilaAndriana

Wakil Pemimpin Umum Melody Akita Jessica Santoso

Pemimpin Redaksi Venitta Yuubina

Wakil Pemimpin Redaksi Aliffia Dwiyana Sekti

Angelica Catherine Edelweis

Febrian Ramdan Rafiki

Redaktur Pelaksana

Ashilah Claira Yasmin

Aulia Safitri

Nisya AriniDamara Ardhika Said Fathurrahman

Staf Redaksi

Chelsea Raphael

Rajagukguk Cornellia Desy Natallina Darren Yosafat Sitorus

FadliNur Iman Hasbullah Metta Yoelandani Ninsya Amaris Minar

Suci Lestari Palijma

Reviewer

Ahmad Ghozi, S.H., LL.M. Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Wiwiek Awiati, S.H., M. H. Akademisi Hukum Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Dr. Yeni Salma Barlinti, S.H., M.H. Akademisi Hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Efraim J. Kastanya, S.H. Asisten Dosen Ilmu Perundang-Undangan Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Dr. Daly Erni, S.H., M.Si., LL.M. Akademisi Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Ghunarsa Sujatnika, S.H., M.H. Akademisi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Dessy Eko Prayitno, S.H., M.H. Asisten Dosen Hukum Agraria Fakultas Hukum Indonesia

KATA PENGANTAR TIM REDAKSI

Bidang hukum yang saat ini telah mengalami perubahan seiring dengan berkembangnya teknologi dan informasi masih memerlukan beberapa hal untuk dikaji kembali. Mengingat bahwa bidang hukum diharapkan dapat menciptakan suatu ruang yang aman, adil, dan sejahtera bagi masyarakat, maka diperlukan kesesuaian hukumdengan lingkungan dankondisiyang terjadi di masyarakat saat ini. Maka dari itu, diperlukan suatu produk-produk hukum yang baru dengan tujuan mengikuti perkembangan yang ada dan menjawab berbagai isu-isu yang timbul melalui peran pemerintah, swasta, dan masyarakat. Untuk mengikutiperkembangan dan menjawab berbagai isu yang berada dalam lingkup Hukum Internasional saat ini, suatu entitas harus berkontribusi untuk memberikan pemahaman dan pemikirannya kepada suatu karya yang dapat memberikan manfaat kepada masyarakat luas. Bidang Literasi dan Penulisan Lembaga Kajian dan Keilmuan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LK2 FHUI) menghadirkan Juris sebagai wadah bagi berbagai pihak yang meliputi praktisi, akademisi, dan mahasiswa-mahasiswi dalam menuliskan karya hukum. Adanya Juris ini membuka secara luas kepada pihak yang ingin berkontribusi agar dapat menuangkan ide dan pemikirannya sehingga meningkatkan pemikiran kritis akan berbagai peristiwa hukum Internasional yang terjadi. Dengan hadirnya Juris, diharapkan dapat memberikan manfaat yang baik dengan menambah wawasan para pembaca sehingga menghasilkan inspirasi untuk menciptakan berbagai produk-produk hukum lainnya. Sekian kata pengantar yang kami berikan, kami seluruh Tim Redaksi mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi dan turut membantu dalam proses penyusunan jurnal hukum "Juris" ini. Kami seluruh Tim redaksi membuka diri untuk menerima berbagai kritik dan masukan yang dapat membangun serta menjadikan Juris sebagai wadah yang lebih baik untuk edisi selanjutnya. Kami memiliki harapan agar Juris dapat menjadi acuan dan bermanfaat kepada para pihak terutama para pembaca, mahasiswa-mahasiswi, dan negara agar dapat menggali ilmu serta wawasan yang lebih luas pada masa yang akan datang.

Selamat Membaca, Tim Redaksi Juris

SAMBUTAN DIREKTUR EKSEKUTIF LK2 FHUI 2021

Assalammualaikum Wr.Wb. Salam kebajikan dan salam kebangsaan untuk kita semua. Perkenalkan saya Muhammad Firman yang tahun ini diamanahkan sebagai Direktur Eksekutif LK2 FHUI periode 2022. Sebelumnya, saya ucapkan terima kasih kepada segenap penulis dan reviewer yang telah berkenan untuk berkarya dan membantu pembangunan hukum di Indonesia dari setiap coretan gagasan-gagasan dalam tulisan ini. Saya juga berterima kasih kepada segenap panitia dari Bidang Literasi dan Penulisan LK2 FHUI periode 2022 yang telah membantu mensukseskan kegiatan penulisan ini.

Pembangunan hukum di Indonesia sejatinya dapat dilandaskan kepada Pancasila sebagai rechtsidee atau cita hukum bangsa Indonesia. Permasalahan yang menaun menjadi berkembang dan terinfiltrasi dengan faktor-faktor lain membuat hukum di Indonesia perlu untuk berbenah dan dibenahi oleh para pembelajar hukum nya. Oleh karena itu, JURIS ini menjadi sebuah sumbangsih bagi kami LK2 FHUI untuk memberikan dan berbagi wadah untuk bekerja sama membangun sebuah hukum yang sesuai dengan cita bangsa indonesia. Terakhir, pengantar ini saya tutup dengan mengutip sebuah kalimat dari Professor Djokosoetono "Georden denken end geordered door den denken." Sekian dari saya semoga bermanfaat dan selamat membaca.

LK2 FHUI

Get Friends

Gain Knowledge

DAFTAR ISI

Reviewer............................................................................................................................ii

KATA PENGANTAR TIM REDAKSI...........................................................................iii

SAMBUTAN DIREKTUR EKSEKUTIF LK2 FHUI 2021.............................................v

PENEGAKAN HUKUM BAGI PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA OLEH ANAK

SEBAGAI PERLINDUNGAN HAK ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK........................................................................1

PROBLEMATIKA KEIKUTSERTAAN MASYARAKAT DALAM PENYUSUNAN

ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN PASCA UNDANG-UNDANG

CIPTA KERJA................................................................................................................26

RATIO DESIDENDI PUTUSAN PENGADILAN AGAMA KOTA PALU NOMOR:

510/PDT.G/2020/PA.PAL MENGESAHKAN KUASA JUAL / PERALIHAN HAK DI

BAWAH TANGAN BERDASAR AKAD MURABAHAH BIL WAKALAH DENGAN

PUTUSAN VERSTEK...................................................................................................48

PERWUJUDAN MEANINGFUL PARTICIPATION DALAM PROSES LEGISLASI

MELALUI REVISI KEDUA UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011........75

KEWENANGAN PRESIDEN DALAM PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH

YANG TIDAK MELAKSANAKAN PROGRAM STRATEGIS NASIONAL DI

INDONESIA...................................................................................................................93

URGENSI REDESAIN PENGISIAN JABATAN HAKIM KONSTITUSI PASCA

REVISI UU MAHKAMAH KONSTITUSI.................................................................115

RESTRUKTURISASI PERTANAHAN DI INDONESIA DALAM MEWUJUDKAN

KEADILAN BAGI MASYARAKAT ADAT..............................................................154

PENEGAKAN HUKUM BAGI PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

OLEH ANAK SEBAGAI PERLINDUNGAN HAK ANAK BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

Agus Supriyanto Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Cirebon agussupriyanto02000@gmail.com

Ryan Abdul Muhit Fakultas Syariah IAIN Syekh Nurjati Cirebon ryan.muhit@gmail.com

Abstrak

Dalam sistem peradilan pidana anak, anak yang berhadapan dengan hukum dalam penanganan perkara tindak pidana akan berbeda dengan orang dewasa yang melakukan tindak pidana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penegakan hukum terhadap penyalahguna narkotika oleh anak untuk melindungi hak anak berdasarkan sistem peradilan pidana anak. Metode yang digunakan penelitian ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan kepustakaan. Adapun hasil dalam penelitian ini yaitu penyalahgunaan narkotika oleh anak dapat dikenakan sanksi berupa tindakan dan pidana yang diatur dalam ketentuan khusus yaitu UndangUndang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang mana tentu memperhatikan kepada hak-hak anak itu sendiri karena kejiwaan anak dan orang dewasa berbeda.

KataKunci: Peradilan Pidana Anak, Penyalahgunaan Narkotika, Hak Anak

LAW ENFORCEMENT FOR THE MISUSE OF NARCOTICS BY

CHILDREN AS A PROTECTION OF CHILDREN'S RIGHTS BASED ON

THE JUVENILE CRIMINAL JUSTICE SYSTEM LAW

Abstract

In the juvenile criminal justice system, children who face the law in handling criminal cases will be different from adults who commit criminal acts. This study aims to determine law enforcement against drug abusers by children to protect children's rights based on the juvenile criminal justice system. The method used in this research is normative juridical with a literature approach. The results of this study are that drug abuse by children can be subject to sanctions in the form of actions and crimes regulated in special provisions, namely the Juvenile Criminal Justice System Law, which pays more attention to the rights of the child himself because the psyche of children and adults is different.

Keywords: Juvenile Criminal Justice, Narcotics Abuse, Children’s Rights

I. PENDAHULUAN

Perbuatan tindak pidana di Indonesia secara konstruksi hukum di Indonesia tentunya melihat dari sisi subjek sebagai pelaku tindak pidana itu sendiri. Hal itu berarti subjek pelaku tindak pidana terdapat suatu ukurannya untuk menjadi suatu pertimbangandalammemberikandan menerapkan suatu sanksi olehaparat penegak hukum, yang mana hal itu menandakan tidak semuanya memiliki standar baku (sama). Maksudnya di sini adalah ketika terdapat pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh anak dibawah umur tentunya akan berbeda dalam penerapan hukum dan sanksidengan pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa. Dengan melihat hal tersebut maka diaturlah dalam ketentuan atau peraturan perundangundangan secara khusus sebagaimana asas lex specialis derogat lex generalis guna memberikan perlindungan hukum secara maksimal dan aturan yang lebih khusus. Pelaku tindak pidana bukan hal yang tidak mungkin dapat dilakukan oleh anak, hal ini terlihat dalam lingkar lingkungan kehidupan di sekitaran yang mana salah satunya adalah anak yang terjerumus ke dalam penyalahgunaan narkotika. Anak yang terjerumus ke dalam penyalahgunaan narkotika secara hukum tentunya anak tersebut sudah melakukan suatu perbuatan yang tidak dibenarkan oleh hukum, dan akan tetap diproses secara hukum untuk dimintai pertanggungjawabannya. Anak yang sedang berhadapan dengan hukum meskipun tetap menjalani proses peradilan, namun anak harus tetap mendapatkanperlindungan. Perlindungan yang dimaksud adalah perlindungan hukum yang tentunya harus memperhatikan kepada hak-hak anak itu sendiri supaya hak-haknya tidak hilang sebagai anak, karena kejiwaan anak tentunya sangat berbeda dengan orang dewasa. Perilaku anak yang melakukan tindak pidana atau perbuatan melanggar hukum yang termasuk penyalahgunaan narkotika, berdasarkan Pasal 1 ayat 15 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dijelaskan bahwa penyalahgunaan narkotika adalah “orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum”. 1 Selanjutnya, Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012tentang SistemPeradilanPidana Anak (UU SPPA), menegaskan bahwa anak yang berkonflik dengan hukumadalah anak yang telah berumur 12 tahun, dan

1 Indonesia, Undang-Undang Narkotika, UUNo. 35 Tahun 2009, LN No. 143 Tahun 2009, TLN No. 5062, Ps. 1 ayat 15.

belum berumur 18 Tahun yang diduga melakukan suatu tindak pidana. Anak yang melakukan penyalahgunaan narkotika yang dimaksud dalam penulisan ini adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas)tahun, yangdidugamenggunakan narkotikatanpa hak atau melawan hukum.2 Sehingga anak yang melakukan tindak pidana penyalahguna narkotika, adalah anak yang diduga melakukan tindak pidana narkotika. Meskipun diduga melakukan suatu tindak pidana narkotika, namun anak tetaplah anak yang tentunya secara kejiwaan sangat berbeda dengan orang dewasa dan masih perlunya bimbingan dan arahan dariorangtuanya sehingga harus dapat dilindungi secara khusus supaya hakhaknya sebagai anak tidak hilang. Anak merupakan harapan bangsa dannegara sebagaigenerasi muda penerus perlu dilakukannya pembinaan, perlindungan secara konsisten dalamkelangsungan hidup yang baik3 , bermanfaat dan mempunyai jiwa yang ditumbuhkan untuk pengabdian, dalam anak inilah suatu tatanan baru yang lebih baik dalam pertumbuhan dan perkembangan mental, fisik dan sosial. Sebagai aset bangsa seluruh unsur negara wajib memperhatikan anak sebagai generasi perjuangan citacitauntukmemperhatikan sumberdayamanusiauntuklebihberkualitasagarfaktorfaktor negatif tidak merusak generasi muda dan adanya lembaga-lembaga yang dapat meningkatkan kualitas anak harus dapat melakukan pembinaan yang berkualitas bagian unsur penting untuk hak asasi anak dalam Peraturan Internasional konvensi hak-hak anak 1989 maupun Peraturan Nasional wajib implementasikan untuk melanjutkan suatu perlindungan anak dari segala kemungkinanyangburuk ataupunyang bahayaanakdimasadepannanti.Narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya, menjadi faktor utama dalam kehidupan anak yang rusak akibat dampak dari narkotika maupun obat-obatan terlarang. Anak sering menjadi target dan sasaran para pengedar narkotika hal itu dikarenakan anak sangat mudah untuk dipengaruhi dan secara emosional anak masih terbilang labil, sehingga berpotensiterjerat dalam penyalahgunaan narkotika

2 Indonesia, Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, UU No. 11 Tahun 2012, LN No. 153 Tahun 2012, TLN No. 5332, Ps. 1 ayat 3. 3 Beniharmoni Harefa, “Perlindungan Hukum terhadap Anak sebagai Penyalahguna Narkotika dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia”, Jurnal Perspektif 22 (2017), hlm. 223.

atau obat-obatan terlarang. Anak dalam hal penyalahgunaan narkotika tentunya dapat terjadi oleh beberapa faktor, baik faktor eksternal karena adanya pengaruh dari luar seperti paksaan dan perintah, lalu faktor internal karena iseng, coba-coba, dan ingin terlihat berani di mata temannya. Anak hanyalah korban karena ketidaktahuannya atau ketidakpahamannya dalam memahami bahayanya narkotika, oleh sebab itu tidak sepatutnya, negara memberikan hukuman yang sama dengan orang dewasa atau pengedar yang sesungguhnya. Sebagai korban penyalahguna narkotika maka anak wajib mendapatkan perlindungan dari negara. Perlindungan anak merupakan usaha yang wajib untuk menciptakan kondisi secara kondusif agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar, baik fisik, mental, dan kehidupan sosial.4 Berdasarkan latar belakang di atas timbullah suatu permasalahan yang menjadi rumusan masalah yaitu bagaimana penegakan hukum dalam hal penerapan sanksi terhadap penyalahguna narkotika oleh anak dalam rangka melindungi hak anak berdasarkan sistem peradilan pidana anak (SPPA). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, yang merupakan metode pendekatan yang digunakan untuk mengetahui norma hukum yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan. Pendekatan penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan, yang mana merupakan penelitian dengan data yang diperoleh dari berbagai sumber dan literatur, yang kemudian dituangkan secara deskriptif pada penulisan ini.5 Sumber data yang dipakai adalah sumber data sekunder atau data yang diperoleh secara tidak langsung melalui studi kepustakaan. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif-kualitatif yang mana ditujukan untuk memperoleh kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.6

II. PEMBAHASAN

4 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2008), hlm. 33. 5 Suharsini Arikujnto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), hlm. 10. 6 Wahyu S. Tampubolon, “Upaya Perlindungan Hukum bagi Konsumen Ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen”, Jurnal Ilmiah Advokasi 4 (2016), hlm. 4.

a. Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Anak

Penegakan hukum terhadap tindak pidana anak tentunya berbeda dengan pelaksanaan penegakan hukum terhadap orang dewasa pada umumnya. Perbedaan tersebut yaitu apabila anak yang melakukan suatu tindak pidana, maka pelaksanaan penegakan hukum akan memiliki sistem tertentu atau khusus. Perbedaan tersebut bukan disebut sebagai diskriminasi sistem penegakan hukum, namun anak dan orang dewasa pada kenyataannya memiliki perbedaan yang dapat dilihat secara nyata yaitu anak masih dianggap lemah atau belum mampu dan masih perlunya bimbingan dan pembinaan yang maksimal demi masa depan anak. Sedangkan, orang dewasa pada umumnya dianggap sudah mampu bahkan tidak harus selalu untuk dibimbing karena sudah memiliki kemandirian dalam bertindak, walaupun pada hakikatnya sama saja antara anak maupun orang dewasa bimbingan dan pembinaan itu sangat diperlukan. Dengan begitu dapat dipahami bahwa dalam hal ini anak dan orang dewasa dapat dibedakan berdasarkan salah satunya adalah porsi yang mana pada anak harus lebihdiperhatikan dalam hal bimbingan dan pembinaan sehingga hak-hak anak sebagai peran anak tidak hilang. Pelaksanaan penegakan hukum anak berbeda dengan peradilan pidana pada umumnya. Dimulai dari tahap penyidikan yang dilakukan oleh penyidik anak, kemudian penuntut umum anak, hingga hakim anak dan dalam pelaksanaannya, sistem peradilan anak diutamakan keadilan restoratif. Keadilan restoratif ini merupakan pelaksanaan dalam penyelesaian masalah yang dihadapi dengan menemukan titik temu secara berkeadilan yang melibatkan para pihak yang berkait, daripelaku, korban, maupun keluarga yang terkait dalam suatu tindak pidana untuk mencari secara bersama-sama dalam penyelesaian tindak pidana dan implikasi dengan mengembalikan keadaan semula dan tidak menuntut suatu hukuman pemidanaan.7

Kata “Sistem Peradilan Pidana Anak”, terdapat 2 (dua) unsur yaitu Sistem

Peradilan Pidana dan Anak. Mengapa hal ini demikian harus terdapat kata anak, hal tersebut sudah jelas bahwa pelaksanaan suatu penegakan hukum yaitu dalam sistem peradilan pidana anak, berbeda dengan sistem peradilan dewasa. Dengan begitu

7 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2008), hlm. 33.

kata “anak” dalam sistem peradilan pidana harus dicantumkan karena sistem peradilan pidana anak tersebut khusus yaitu bagi anak.8 Sistem Peradilan Pidana Anak memiliki fungsi yaitu tidaklah jauh berbeda dengan fungsiperadilan pada umumnya yaitu menerima, memeriksa, dan mengadili serta menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya, namun khusus untuk Peradilan Pidana Anak perkara yang ditangani ini hanya menyangkut perkara anak. Pemberian perlakuan khusus dimaksudkan untuk menjamin pertumbuhan fisik dan mental anak sebagai aset negara dan generasi penerus bangsa yang harus diperhatikan masa depannya, di mana dalam hal ini pun untuk memberikan suatu keadilan, hakim melakukan berbagai upaya tindakan dengan menelaah terlebih dahulu tentang kebenaran peristiwa yang diajukan kepadanya. 9 Penegakan hukum terhadap tindak pidana anak yang memang dalam hal ini anak adalah sebagai pelaku dalam sistem peradilan pidana anak akan berkaitan dengan bagaimana penangananperkara pidana yang dilakukan olehanak itu sendiri. Menghadapi dan menangani terhadap proses peradilan anak yang mana si anak sebagai pelaku tindak pidana, maka terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dan tidak boleh dilupakan yaitu melihat kedudukannya sebagai anak dengan memiliki sifat dan ciri-ciri yang khusus, dengan demikian orientasinya adalah bertolak dari konsep perlindungan terhadap anak dalam proses penanganannya sehingga akan berpihak kepada kesejahteraan anak dan kepentingan anak tersebut. Proses hukum dalam penanganan perkara pidana yang dilakukan oleh anak memerlukan pendekatan, pelayanan, perlakuan, perawatan dan perlindungan yang khusus bagi anak dalam upaya memberikan perlindungan hukum terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.10 Mengenai upaya perlindungan hukum terhadap anak yang khususnya anak berhadapan dengan hukum (ABH), telah diatur khusus dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam undang-

8 Setya Wahyudi, Implementasi Ide Diversi dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, (Jakarta: Genta Publishing, 2011), hlm. 35. 9 Bambang Purnomo, Gunarto, Amin Purnawan, “Penegakan Hukum Tindak Pidana Anak sebagai Pelaku dalam Sistem Peradilan Pidana Anak”, Jurnal Hukum Khaira Ummah 13 (2018), hlm. 48.

10 Solehuddin, “Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Anak yang Bekerja di Bidang Konstruksi (Studi di Proyek Pembangunan CV. Karya Sejati Kabupaten Semarang)”, Jurnal Universitas Brawijaya (2013), hlm. 12.

undang tersebut diatur mengenai diversi dan keadilan restoratif dalam penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum(ABH), haltersebut bertujuan supaya hak-hak anak yang dalam hal ini berhadapan dengan hukum (ABH) dapat lebih terlindungi dan terjamin. Selain itu, bahkan dalam undang-undang tersebut bahwa pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di Pengadilan Negeri wajib diupayakan diversi. Diversi ini adalah langkah kekeluargaan untuk musyawarah bersama dalam hal ini antara pelaku dan korban namun tetap di dalam setiap tahap proses peradilan.11 Diversiadalah langkah yang tepat karena menjadi jawaban atastujuanuntuk penyelesaian perkara anak secara adil. Namun, dalam pelaksanaan diversi ini memerlukan beberapa persyaratan yang sudah menjadiketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, seperti dengan melihat usia anak, sifat perbuatannya apakah baru pertama kali dilakukan atau bentuk pengulangan, diberlakukan dalam tindak pidana ringan, adanya persetujuan dari korban dan kesepakatan para pihak, serta kerelaan masyarakat untuk mendukung proses diversi.12 Diversi merupakan salah satu bentuk keadilan restoratif yang mana diversi dan keadilan restoratif sudah diatur dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak yang lebih mengutamakan perdamaian daripada proses hukum formal. Undang-Undang SistemPeradilanPidana Anak mengatur mengenaikewajiban para penegak hukum mengupayakan diversi (pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan ke proses di luar peradilan pidana) pada seluruh tahapan proses hukum. Bahkan keadilan restoratif yang merupakan sebagai pelaksanaan diversi, terdapat turunannya dari Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak yaitu PERMA No. 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam PERMA tersebut terdapat poin penting yaitu hakim wajib menyelesaikan persoalan anak yang bermasalah dengan hukum (ABH)

11 Bambang Purnomo, Gunarto, Amin Purnawan, “Penegakan Hukum Tindak Pidana Anak sebagai Pelaku dalam Sistem Peradilan Pidana Anak”, Jurnal Hukum Khaira Ummah 13 (2018), hlm. 49.

12 Yoga Nugroho, Pujiyono, “Penegakan Hukum Pelanggaran Lalu Lintas oleh Anak: Analisis Kepastian dan Penghambat”, Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia 4 (2022), hlm. 55.

dengan cara diversi dan memuat tata cara pelaksanaan diversi yang menjadi pegangan Hakim dalam penyelesaian perkara pidana anak.13 Pada prinsipnya diversi bertujuan untuk memberikan anak secara perlindungan psikis maupun fisik agar dapat menjalani kehidupan yang tidak dipandang sebagai penjahat, tidak melakukan tindakan yang sama dan untuk menjadi pembelajar hidup. Dalam penyelesaian perkara di luar peradilan dengan mengembalikan kepada masyarakat dengan bentuk-bentuk kegiatan pelayanan sosial lainnya agar kehidupan anak lebih baik. Ketika Anak yang berhadapan dengan hukum dalam Sistem Peradilan Pidana Anak yang melalui proses Informal dapat dengan cara mengembalikan kepada lembaga sosial masyarakat ataupun melaluiPemerintah maupun Non pemerintah. Diversimembawakan suatu peradilan anak yang membawakan dampak psikologi anak secara baik dan memberikan rasa keadilan kepada perkara anak yang melakukan tindak pidana sampai kepada aparat penegak hukum untuk dapat melindungi hak-hak anak dan sebagai penegak hukum dapat melaksanakan upaya alternatif agar dapat menjadi solutif. Adanya sistem peradilan khusus dalam hal ini sistem peradilan pidana anak tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa keterlibatan anak dalam perbuatan pidana atau berhadapan dengan hukum dapat terjadi, dengan begitu hadirnya sistem peradilan khusus yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ini selain sebagai pembeda dari pidana yang dilakukan oleh orang dewasa pada umumnya, dan memperhatikan hak-hak anak sebagai generasi penerus bangsa di masa depan, tetapi juga sebagai upaya pencegahan terhadap diskriminasi hak asasi yang melekat sejak lahir dari anak. Dengan begitu penerapan penegakan hukum terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak harus bisa menyesuaikan dengan sifat, karakter dan emosional anak (kejiwaan anak).

b. Perlindungan Hukum dan Pemenuhan Hak-Hak Bagi Anak Terhadap

Penyalahgunaan Narkotika

Adanya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang sistem peradilan pidana anak, dapat memberikan landasan hukum yang

13 Yul Ernis, “Diversi dan Keadilan Restoratif dalam Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Anak di Indonesia”, Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum 10 (2016), hlm. 163.

kuat agar dapat membedakan perlakuan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, termasuk anak yang dibawah umur dalam kasus penyalahgunaan narkotika merupakan bagian korban dari jaringan narkotika itu sendiri oleh sebab itu anak harus diperhatikan secara khusus dan aparat penegak hukum dapat memberikan perlindungan pada saat proses penegakan hukum dengan melihat secara komprehensif dalam mengambil keputusan yang sesuai peraturan yang ada dan bagaimana anak dapat mengembang diri, mengembalikan masa depan anak sebagai penerus bangsa atau warga negara indonesia yang bertanggungjawab di dalam bermasyarakat. Penyalahgunaan narkotika dijelaskan pada Pasal 1 ayat 15 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, dalam pengertian penyalahgunaan narkotika memang tidak dijelaskan secara eksplisit, namun hanya dijelaskan bahwa “orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum”, dan dijelaskan pula bahwa narkotika adalah salah satu obat yang bermanfaat bagi pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan,14 namun pada prakteknya banyak yang menyalahgunakan narkotika sebagai salah satu kebutuhan bagi pecandu oleh karena itu harus adanya kontrol dan pengawasan yang ketat. Dampaknya bila disalahgunakan narkotika dapat menimbulkan bahaya fisik maupun mental bagi yang menggunakan dan dapat menimbulkan ketergantungan bagi pengguna. Yang dapat kita artikan adalah adanya keinginan yang sangat kuat bersifat psikologis untuk mempergunakan obat tersebut secara terus menerus karena sebab-sebab emosional. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang telah beberapa kali diubah pada beberapa pasal yang mengatur tentang perlindungan anak secara teknisnya, di dalam penjelasan terkait perlindungan anak merupakan segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-hak anak dapat dipenuhi untuk dapat hidup secara maksimal sebagaimana anak, dan dapat berkembang tumbuh serta ikut berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat manusia, dengan diberikan perlindungan dari diskriminasi maupun kekerasan. Perlindungan anak harus diberikan oleh pemerintah kepada anak dalam situasi darurat dan harus

14 Indonesia, Undang-Undang Narkotika, UU No. 35 Tahun 2009, LN No. 143 Tahun 2009, TLN No. 5062, Ps. 1 ayat 15.

dipelihara bagi anak yang terlantar sesuai dengan amanat konstitusi pasal 34 UUD 1945 dan pasal 59 yang memberikan perlindungan khusus berdasarkan UndangUndang Perlindungan Anak.15 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) pada Pasal 1 angka 2 menyatakan bahwa anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. Anak yang berhadapan dengan hukum menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah sebagai berikut: 1. Pasal1 angka 3, bahwa anak yang berkonflik dengan hukumselanjutnya disebut anak adalahanak yang telahberumur 12 (dua belahtahun), tetapi belum berumur 18 (delapan belas tahun) yang diduga melakukan tindak pidana, atau yang biasa disebut anak. 2. Pasal 1 angka 4, disebutkan bahwa anak yang menjadi korban tindak pidana yang selanjutnya disebut anak yang belum berumur 18 tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana. 3. Pasal 1 angka 5, bahwa anak yang menjadi saksi tindak pidana, yang selanjutnya disebut anak saksi adalah anak yang belum berumur 18 tahun yang dapat memberikanketerangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, danpemeriksaansidang diPengadilan tentang suatu perkara yang didengar, dilihat, dan dialaminya sendiri.

Berkaitan dengan anak yang melakukan penyalahgunaan narkotika, tentunya dalam Undang-Undang Narkotika diatur terkait dengan sanksi hukum yang diberikan, seperti bagi setiap penyalahgunaan Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun, Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun, dan Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun.16

15 Maidi Gultom, Perlidungan Hukum Terhadap Anak, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2010), hlm. 32. 16 Rachmadhani Mahrufah Riesa Putri, Subekti, “Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Pada Anak dalam Hukum Positif di Indonesia”, Jurnal Recidive 8 (2019), hlm. 204.

Dalam penelitiannya Beniharmoni Harefa, pada praktiknya setidaknya terdapat 2 (dua) pasal yang acap kali digunakan dalam menjerat anak pelaku tindak pidana narkotika. Yakni Pasal111 dan Pasal127 Undang-Undang Narkotika. Pasal 111 mengatur setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun. Sedangkan, Pasal 127 mengatur setiap penyalah guna narkotika golongan I, II, III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling lama 4 (empat) tahun, 2 (dua) tahun, dan 1 (satu) tahun.

Kemudian, Beniharmoni Harefa menyebutkan bahwa apabila melihat Pasal 111 dan Pasal 127 dari ancaman pidana, maka Pasal 111 pelaku yang ancaman pidana penjaranya paling lama 12 (dua belas) tahun, maka ancaman pidananya di atas 7 (tujuh) tahun atau melebihi yang menjadi syarat dilakukannya diversi. Kemudian Pasal 127 pelaku yang diancam dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau di bawah 7 (tujuh) tahun dan wajib dilakukan diversi. Sehingga kedua pasal tersebut berbeda, yang mana Pasal 127 merupakan pasal yang dimungkinkan untuk dilakukannya diversi (memenuhi syarat untuk dilakukannya diversi). Sedangkan Pasal 111, tidak memenuhi syarat diversi. 17

Perlindungan hukum terhadap anak penyalahguna narkotika, selain dilakukannya diversi juga dapat dilakukannya dengan rehabilitasi. Jika seorang anak dinyatakan dan terbukti telah menyalahgunakan narkotika, maka berdasarkan aturan undang-undang, anak tersebut wajib untuk direhabilitasi. Selain itu, orang tua/wali dari penyalahguna narkotika yang belum cukup umur wajib untuk melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan sosial.18

17 Beniharmoni Harefa, “Perlindungan Hukum terhadap Anak sebagai Penyalahguna Narkotika dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia”, Jurnal Perspektif 22 (2017), hlm. 227.

18 Indonesia, Undang-Undang Narkotika, UU No. 35 Tahun 2009, LN No. 143 Tahun 2009, TLN No. 5062, Ps. 55 ayat 1.

Berangkat dari uraian di atas, tentunya kembali lagi kepada penjelasan sebelumnya diatas, bahwa bagi anak yang berhadapan dengan hukumdalam hal ini adalah penyalahgunaan narkotika oleh anak, tentunya akan kembali kepada ketentuan atau peraturan khusus yang mengatur terkait dengan pidana anak yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang mana penegakan dan penerapan hukum dalam proses hukum akan menyesuaikan dengan kejiwaan anak supaya hak-hak anak tidak luntur sebagai generasi penerus bangsa di masa depan.

Hak-hak anak dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, tertuang pada Pasal 3 yaitu: 1. Diberlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya. 2. Dipisahkan dari orang dewasa. 3. Memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif. 4. Melakukan kegiatan rekreasional. 5. Bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya. 6. Tidak dijatuhi pidana mati atau seumur hidup. 7. Tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat. 8. Memperoleh keadilan dimuka pengadilan anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang tertutup untuk umum. 9. Tidak dipublikasikan identitasnya. 10. Memperoleh pendampingan orang tua/wali dan orang yang dipercaya oleh anak. 11. Memperoleh advokasi sosial. 12. Memperoleh kehidupan pribadi. 13. Memperoleh aksesibilitas, terutama bagi anak cacat. 14. Memperoleh pendidikan. 15. Memperoleh pelayanan kesehatan dan memperoleh haklain sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kemudian, selain daripada Pasal 3 UU SPPA yang menjelaskan terkait dengan hak-hak anak, Pasal 4 UU SPPA juga memberikan hak-hak anak ketika sedang menjalani pemidanaan, wajib diberikan yaitu: 1. Remisi atas pengurangan masa pidana. 2. Asimilasi.

3. Pembebasan bersyarat. 4. Cuti menjelang bebas. 5. Cuti bersyarat. 6. Hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.19

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menganut double track system (sistem dua jalur), dengan begitu dapat dimungkinkan terhadap anak yang terbukti melakukan tindak pidana dapat dijatuhkan sanksi berupa tindakan atau sanksi berupa pidana. Adapun menurut Pasal 82 UU SPPA, tindakan yang dapat dikenai sanksi terhadap anak yaitu: 1. Pengembalian kepada orang tua/wali 2. Penyerahan kepada seseorang 3. Perawatan di rumah sakit jiwa 4. Perawatan di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS) 5. Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta 6. Pencabutan surat izin mengemudi 7. Perbaikan akibat tindak pidana.

Menurut Pasal 21, apabila anak yang berhadapan dengan hukum belum berumur 12 tahun dan melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, penyidik, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional mengambil keputusan yaitu:

1. Menyerahkan kembali kepada orang tua/wali; atau 2. Mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau Lembaga Penyelenggaraan

Kesejahteraan Sosial (LPKS) di instansi yang menangani bidang

19 Indonesia, Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, UU No. 11 Tahun 2012, LN No. 153 Tahun 2012, TLN No. 5332, Psl. 3-4.

kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah. Dalam hal ini Balai Pemasyarakatan (BAPAS) wajib melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan. Karena Anak masih memerlukan pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan lanjutan, masa pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan yang dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan.20 Penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anak tentunya terkait sanksi diatur dalam ketentuan undang-undang yang berlaku dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) tetap dimungkinkan, walaupun ditentukan persyaratan yang ada. Penerapan sanksi pidana terhadap anak harus benar-benar disesuaikan dengan kejiwaan anak dan tidak boleh disamakan dengan penerapan sanksi pidana orang dewasa. Anak penyalahguna narkotika, apabila ditempatkan di dalam sistem peradilan pidana formal, dapat dipastikan akan mengalami dampak buruk. Hal ini jelas, melanggar hak-hak anak.21 Seperti yang dijelaskan pada uraian sebelumnya bahwa Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) wajib melakukan pendekatan Keadilan Restoratif yang mana pengalihan proses pidana formal ke informal sebagai alternatif terbaik dalam penanganan perkara terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dengan cara semua pihak yang terlibat dalam suatutindak pidana tertentu, bersama-sama memecahkan masalah untuk menangani perkara tersebut akibat ulah perbuatan anak di masa yang akan datang.22 Dalam hal ini Keadilan Restoratif dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) dilakukan melaluidiversi, yang mana bertujuanuntuk mencapai perdamaian antara korban dan anak, menyelesaikan perkara anak di luar pengadilan, menghindari anak dari perampasan kemerdekaan, mendorong masyarakat untuk berpartisipasi, menanamkan rasa tanggung jawab terhadap anak. Berdasarkan uraian di atas, tentunya terkait dengan perlindungan hukum dalam pemenuhan hak-hak anak terhadap penyalahgunaan narkotika oleh anak,

20 Rachmadhani Mahrufah Riesa Putri, Subekti, “Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Pada Anak dalam Hukum Positif di Indonesia”, Jurnal Recidive 8 (2019), hlm. 205. 21 Beniharmoni Harefa, Vivi Ariyanti, Seputar Perkembangan Sistem Peradilan Pidana Anak dan Tindak Pidana Narkotika di Indonesia, (Yogyakarta: Deepublish, 2016), hlm. 85. 22 Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2009), hlm.

203-204.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mengatur haltersebut yang mana penegakan hukum dan penerapan hukum terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dalam hal ini melakukan tindak pidana, berbeda dengan penegakan hukum dan penerapan hukum bagi orang dewasa yang melakukan tindak pidana. Hal tersebut aturan hukum harus menyesuaikan dengan kondisi dan kejiwaan anak yang berbeda dengan orang dewasa. Anak masih memiliki perjalanan yang panjang untuk meraih masa depannya sebagai generasi penerus bangsa, perlunya bimbingan orang tua/wali, pembinaan yang matang, dan sosialisasi yang sempurna dalam keluarga. Penegakan dan penerapan hukum yang khusus kepada anak yang berhadapan dengan hukum ini dilakukan adalahtiada lain untuk mewujudkan tujuan hakiki dari hukum itu sendiri yaitu untuk mencapai keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan.

III. PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan mengenai penegakan hukum dalam hal penerapan sanksiterhadap penyalahguna narkotika oleh anak untuk melindungi hak anak berdasarkan sistem peradilan pidana anak (SPPA), yaitu penegakan hukum terhadap anak yang berhadapan dengan hukum memiliki sistem yang diatur khusus dan berbeda dengan orang dewasa yang melakukan tindak pidana, dalam hal ini diatur dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam UndangUndang tersebut mewajibkan adanya keadilan restoratif melalui diversi sesuai dengan ketentuan. Terhadap penyalahgunaan narkotika oleh anak tentu dapat dikenakan sanksi berupa tindakan dan pidana, walaupun secara eksplisit dalam Undang-Undang Narkotika kurang penjelasan terkait anak sebagai penyalahguna narkotika. Namun, pelaksanaan dan penerapan hukum bagi anak yang berhadapan dengan hukum jelas diatur dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang mana Undang-Undang tersebut lebih memperhatikan kepada hak-hak anak itu sendiri karena kondisi dan kejiwaan anak dengan orang dewasa sangatlah berbeda. Undang-Undang Sistem Peradilan Anak juga adalah wujud dari negara untuk melindungi hak anak yang berhadapan dengan hukum.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Arikujnto, Suharsini. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta, 2011. Gultom, Maidi. Perlidungan Hukum Terhadap Anak. Bandung: PT.Refika Aditama, 2010. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Bandung: Refika Aditama, 2008. Harefa, Beniharmoni, Vivi Ariyanti. Seputar Perkembangan Sistem Peradilan Pidana Anak dan Tindak Pidana Narkotika di Indonesia. Yogyakarta: Deepublish, 2016. Marlina. Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Bandung: RefikaAditama, 2009. Wahyudi, Setya. Implementasi Ide Diversi dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Jakarta: Genta Publishing, 2011.

JURNAL

Harefa, Beniharmoni. “Perlindungan Hukumterhadap Anak sebagai Penyalahguna Narkotika dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia”. Jurnal

Perspektif 22 (2017). Hlm. 227. Nugroho,Yoga, Pujiyono.“Penegakan HukumPelanggaran LaluLintas olehAnak: Analisis Kepastian dan Penghambat”. Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia 4 (2022). Hlm. 55. Purnomo, Bambang, Gunarto, Amin Purnawan. “Penegakan Hukum Tindak Pidana Anak sebagai Pelaku dalam Sistem Peradilan Pidana Anak”. Jurnal Hukum Khaira Ummah 13 (2018). Hlm. 49. Riesa Putri, Rachmadhani Mahrufah, Subekti. “Tindak Pidana Penyalahgunaan NarkotikaPada Anak dalam HukumPositif di Indonesia”. Jurnal Recidive

8 (2019). Hlm. 204. S.Tampubolon,Wahyu.“UpayaPerlindunganHukumbagiKonsumen Ditinjaudari Undang-Undang Perlindungan Konsumen”. Jurnal Ilmiah Advokasi 4 (2016). Hlm. 4.

Solehuddin. “Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Anak yang Bekerja di Bidang Konstruksi (Studi di Proyek Pembangunan CV. Karya Sejati Kabupaten Semarang)”. Jurnal Universitas Brawijaya (2013). Hlm. 12.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Indonesia. Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, UUNo.11Tahun2012, LN No. 153 Tahun 2012, TLN No. 5332. Indonesia. Undang-Undang Narkotika, UU No. 35 Tahun 2009, LN No. 143 Tahun 2009, TLN No. 5062.

BIODATA PENULIS

Agus Supriyanto adalah mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Cirebon (UNTAG Cirebon). Penulis lahir pada tanggal 13 Agustus 2000 di Tegal. Penulis pernah menjadi pengurus BEM FH Universitas 17 Agustus Cirebon (UNTAG Cirebon). Penulis juga pernah lolos ke tingkat nasional pada Kompetisi Debat Mahasiswa Indonesia (KDMI) pada tahun 2021 dan telah mengikuti berbagai kompetisi debat nasional. Penulis aktif dalam organisasi eksternal yang pada saat ini menjabat sebagai Wakabid Hukum dan Advokasi di DPC GMNI Cirebon. Selain itu, penulis juga sekarang aktif di LBH Cirebon yang sekarang menjabat sebagai Ketua Paralegal LBH Cirebon.

Ryan Abdul Muhit adalah mahasiswa Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon (lulus pada tahun 2022). Penulis lahir pada tanggal 30 Maret 2000 di Majalengka. Penulis pernah menjadi anggota LBH Cinta Lingkungan dan Pencari Keadilan (DPP Jawa Barat) bagian Ketenagakerjaan dan Perindustrian. Penulis juga pernah meraih Juara I Debating Sharia Economic Law Competition (SHELTON) IAIN Syekh Nurjati Cirebon pada tahun 2020. Penulis di bidang penulisan karya tulis ilmiah pernah menerbitkan jurnal pada Jurnal Ekonomika dan Bisnis dengan judul “Upaya UPT LTK Disnaker Kota Cirebon dalam Mengurangi

Pengangguran Melalui Program Pelatihan Kerja Berbasis Kompetisi” dan author di beberapa tulisan media online. Penulis juga merupakan Founder dari Platform Bahas Hukum (@bahas.hukum) yang juga penyelenggara dari berbagai event hukum dari Bahas Hukum. Penulis saat ini aktif di kantor hukum DR Law &

Partner.

This article is from: