17 minute read

MELALUI REVISI KEDUA UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011

PERWUJUDAN MEANINGFUL PARTICIPATION DALAM PROSES

LEGISLASI MELALUI REVISI KEDUA UNDANG-UNDANG NOMOR 12

Advertisement

TAHUN 2011

Josua Satria Collins Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia josuasatriaemail@gmail.com

Abstrak

Setiap produk legislasi akan berdaya guna jika melibatkan aspirasi masyarakat. Namun, masih banyak proses legislasi yang tidak melibatkan masyarakat secara serius. Indonesian Parliamentary Center mencatat dari 7 Undang-Undang yang diselesaikan pada 2021, hanya 1 aturan yang disertai publikasi risalah rapat. Momentum optimalisasi partisipasi publik hadir setelah dikeluarkannya Revisi Kedua Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Penulis ingin mencari tahu bagaimana revisi tersebut dapat mewujudkan meaningful participation. Melalui analisa data sekunder, didapati bahwa terdapat tiga terobosan partisipasi publik. Pertama, masukan masyarakat dapat dilakukan secara daring. Kedua, naskah akademik harus dapat diakses publik. Ketiga, pembentuk legislasi harus mampu menjelaskan hasil pembahasan aspirasi masyarakat.

KataKunci: Legislasi, Masyarakat, Partisipasi, Revisi, Undang-Undang

Abstract

Every product of legislation will be effective if it involves the aspirations of the people. However, there are still many legislative processes that do not involve the community seriously. The Indonesian Parliamentary Center recorded that of the 7 acts that were finalized in 2021, only 1 regulation was accompanied by the publication of the minutes of the meeting. The momentum for optimizing public participation came after the issuance of the Second Revision of Law Number 12 of 2011. The author wanted to find out how this revision could realize meaningful participation. Through secondary data analysis, it was found that there were three breakthroughs in public participation. First, public input can be done online. Second, academic manuscripts must be publicly accessible. Third, legislators must be able to explain the results of the discussion of people's aspirations.

Keywords: Act, Legislation, Public, Participation, Revision

I. PENDAHULUAN

Pembentukan suatu peraturan perundang-undangan yang baik, tidak akan cukup tanpa adanya peran serta masyarakat. Hal ini mengingat proses legislasipada akhirnya menghasilkan produk hukum yang berdampak kepada masyarakat. Undang-undang yang mampu menyerap aspirasi dan kebutuhan masyarakat tentunya akan lebih berdaya guna. Lebih lanjut, perkembangan zaman saat ini penuh dengan tuntutan demokratisasi, transparansi dan akuntabilitas, utamanya dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Diperlukan suatu pendekatan bahkan paradigma di mana setiap stakeholders dapat berinteraksi dan berpartisipasi dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang didasari dan disemangati nilainilai kemanusiaan dan peradaban yang luhur, serta diselenggarakan dengan mengindahkan prinsip good governance.101 Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan bahwa keterlibatan publik dalam perumusan suatu undangundang berperan supaya tidak ada resistansi dikemudian hari. Ia pun menambahkan bahwa partisipasi publik masuk ke dalam aspek sosiologis dari kekuatan suatu undang-undang.102 Sementara itu, Mas Achmad Santosa menambahkan, pengambilan keputusan public yang partisipatif bermanfaat agar keputusan tersebut benar-benar mencerminkan kebutuhan, kepentingan serta keinginan masyarakat luas.103 Senada dengan itu, Lothar Gundling mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat punya makna penting sebagai upaya democratizing decision-making. 104 Akan tetapi, proses legislasi yang partisipatif masih jauh dari harapan. Menurut catatan Indonesian Parliamentary Center, dari 7 Rancangan UndangUndang (RUU) yang berhasil diselesaikan pada 2021, hanya 1 RUU yang disertai

101 Syahmardan, “Pertisipasi Masyarakat: Wujud Transparansi Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Demokratis,” Jurnal Legislasi Indonesia 9 (2012), hlm. 136. 102 Muhammad Zulfikar, “Wamenkumham: Partisipasi publik penting dalam perumusan suatu UU” https://www.antaranews.com/berita/2819345/wamenkumham-partisipasi-publik-pentingdalam-perumusan-suatu-uu diakses 9 Agustus 2022. 103 Mas Achmad Santosa, Good Governance dan Hukum Lingkungan (Jakarta: Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), 2001), hlm. 138. 104 Lothar Gundling, Public Participation in Environmental Decision Making, Trends in Environmental Policy and Law (Switzerland: IUCN Glamd,1980), hlm.134-136.

dengan publikasi risalah rapat. Pada aspek partisipasi, dari 49 RUU yang diproses pada tahun 2021, hanya 5 RUU yang disertai dengan publikasi aspirasi publik terbanyak. Di luar itu, banyak RUU lain yang partisipasi publiknya tidak dikelola dengan serius.105 Hal ini menjadi ironis ketika anggaran pembuatan RUU dalamkurun waktu satu periode Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mencapai Rp 1,57 triliun. Bila dirinci, biaya yang dikeluarkan dalam menyelesaikan 1 RUU mencapai Rp 11 miliar. Tentunya menjadi pertanyaan ketika produk peraturan perundanganundangan yang dibentuk dengan biaya mahal nyatanya tidak sesuai kebutuhan masyarakat.106 Momentum optimalisasi partisipasi publik hadir setelah dikeluarkannya Revisi Kedua Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Dalam Konsultasi Publik Badan Keahlian DPR RI atas Naskah Akademik dan Rancangan Undang-Undang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 di Surabaya (3 Februari2022), KepalaPusatPerancangan Undang-Undang (PUU)Badan Keahlian Setjen DPR RI Lidya Suryani Widayati menekankan bahwa partisipasi publik dalam pembentukan undang-undang perlu dilakukan secara bermakna (meaningful participation) dan akan ditegaskan melalui Revisi Kedua Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011.107

Berdasarkan paparan latar belakang dan pembatasan masalah sebagaimana disebutkan di atas, permasalahan yang dikaji adalah bagaimana revisitersebut dapat mewujudkan meaningful participation. Lebih jauh, penulis ingin mengetahui apa saja perubahan-perubahan substansi dari Revisi Kedua Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang secara nyata mendorong perwujudan meaningful participation.

105 Indonesia Parliamentary Center, Catatan Akhir Tahun Legislasi 2021, (Jakarta: Indonesia Parliamentary Center, 2021), hlm. 1. 106 Rofiq Hidayat, “Minim Partisipasi Publik Penyebab Produk UU Berujung ke MK” https://www.hukumonline.com/berita/a/minim-partisipasi-publik-penyebab-produk-uu-berujungke-mk-lt5da83b13e8ca5/ diakses 30 April 2022. 107 Ron, “Perlu Partisipasi Publik dalam Pembentukan UU agar Tercipta ‘Meaningful Participation” https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/37434/t/Perlu+Partisipasi+Publik+dalam+Pembentukan+UU +agar+Tercipta+%E2%80%98Meaningful+Participation%E2%80%99 diakses 9 Agustus 2022.

II. PEMBAHASAN

1. Konsep Meaningful Participation

Istilah partisipasi masyarakat dapat dijumpai dalam berbagai terminologi. Beberapa diantaranya menyebutkan, peran serta masyarakat, inspraak (Bahasa Belanda), public participation (Inggris), atau partisipasi publik. 108 Partisipasi (participation) atau “turut berperan serta”,

“keikutsertaan”, atau “peran serta” merupakan kondisi di mana semua anggota dalam suatu komunitas terlibat dalam menentukan tindakan atau kebijakan yang akan diambil terkait kepentingan mereka. Henk Addink menilai, partisipasi adalah keterlibatan aktif anggota kelompok dalam suatu proses di kelompok.109 Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson mendefinisikan partisipasi publik sebagai “Political participation as activity by private citizens designed to influence governmental decision-making”.110 Artinya, proses pembuatan peraturan perundang-undangan, tidak semata-mata menjadi wilayah kekuasaan mutlak pemerintah ataupun parlemen.

Partisipasi dapat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat, baik secara individual maupun kelompok, secara aktif dalam penentuan kebijakan publik atau peraturan.111 Lebih jauh, Dahl menilai, demokrasi hanya dapat dibangun dengan partisipasi, di mana semua warga masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk ikut berperan serta mendiskusikan/membahas masalahmasalahnya dan mengambil keputusan.112 Tidak mungkin suatu negara mengklaim dirinya demokratis jika proses pengambilan keputusan terkait kepentingan mereka dilakukan tanpa keterlibatkan warganya.

108 Yuliandri, 2009, Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang Baik: Gagasan Pembentukan Undang-undang Berkelanjutan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm. 185 109 Henk Adding, Sourcebook Human Rights and Good Governance, Asialink Project on Education in Good Governance and Human Rights, 2010, hlm. 36. 110 Saifudin, 2009, Partisipasi Publik dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Yogyakarta: FH UII Press, hlm. 93. 111 Kamarudin, “Tinjauan Yuridis Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pembentukan UndangUndang” Jurnal Perspektif Hukum 15 (2015), hlm. 188. 112 Robert A. Dahl, Perihal Demokrasi, Menjelajahi Teori dan Praktik Demokrasi Secara Singkat, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001), hlm. 15.

Keikutsertaan masyarakat dalam proses pembentukan peraturan perundangundangan memiliki arti penting bagi lahirnya produk hukum yang berkualitas. Menurut Erni Setyowati, apabila peraturan perundangundangan yang dihasilkan oleh lembaga yang berwenang tidak melibatkan masyarakat dalam proses pembentukannya, setidaknya terdapat 4 (empat) dampak buruk yang ditimbulkan, yakni:113 ● Peraturan tersebut tidak efektif, dalam arti tidak dapat mencapai tujuan yang diharapkan ● Peraturan tersebut tidak implementatif, dalam arti tidak dapat dijalankan sejak diundangkan atau gagal sejak dini; ● Peraturan tersebut tidak responsif, yang sejak dirancang sampai diundangkan mendapatkan penolakan yang keras dari masyarakat ● Peraturan tersebut bukannya memecahkan masalah sosial malah menimbulkan kesulitan baru di masyarakat. Meaningful participation menjadi tolok ukur suatu produk hukum telah tersusun dengan sempurna secara formil sehingga secara materiil juga memenuhi rasa keadilan yang dikehendaki masyarakat. Bila ditarik ke belakang, konsep partisipasi yang bermakna awalnya berasal dari konsep yang dikembangkan oleh Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan dalam perkara doctors for life di tahun 2006. Doktrin ini bertujuan untuk melihat apakah lembaga legislatif telah menempuh langkah-langkah yang layak dalam memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk dapat berpartisipasi secara efektif di dalam proses pembentukan undangundang.114

113 Kamarudin, “Tinjauan Yuridis Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pembentukan UndangUndang” Jurnal Perspektif Hukum 15 (2015), hlm. 186. 114 Fitriani Ahlan Sjarif, “Arti Meaningful Participation dalam Penyusunan Peraturan” https://www.hukumonline.com/klinik/a/arti-imeaningful-participation-i-dalam-penyusunanperaturan-lt62ceb46fa62c0 diakses 9 Agustus 2022.

Dalam perkara tersebut, “Meaningful participation” dapat diukur dengan cara menguji prosedur yang disediakan oleh legislatif terhadap dua pertanyaan mendasar sebagai berikut115 o Apakahkewajiban untuk membuka partisipasi bagi masyarakat dalam pembentukan undang-undang telah dijamin secara normatif? o Apakah lembaga legislatif telah mengambil langkah-langkah yang memadai untuk memastikan masyarakat memiliki kesempatan atau kemampuan untuk menggunakan mekanisme partisipasi yang diberikan?

Berkaitan dengan hal ini, penting untuk memperhatikan pernyataan Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan sebagai berikut: “Public access to Parliament is a fundamental part of public involvement in the law-making process. It allows the public to be present when laws are debated and made…. In addition, these provisions make it possible for the public to present oral submissions at the hearing of the institutions of governance. All this is part of facilitating public participation in the law-making process”.116 Di Indonesia, sejatinya Mahkamah Konstitusi pernah mengangkat doktrin ‘meaningful participation’ dalam perkara Nomor 32/PUUVIII/2010tentang pengujian Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Di dalam Putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa partisipasi atau ‘memperhatikan pendapat

masyarakat’, tidak dapat dilakukan sebatas memenuhi ketentuan formal

prosedural. Mahkamah menyatakan bahwa tujuan utama partisipasi adalah untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak ekonomi dan sosial warga negara. Terkini, konsep ini kemudian dipakai oleh Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan perkara yang mendapatkan sorotan public, yakni uji

115 Susi Dwi Harijanti, Lailani Sungkar, dan Wicaksana Dramanda, “Pengujian Formil UndangUndang oleh Mahkamah Konstitusi: Urgensi dan Batu Uji,” (Bandung: FakultasHukum Universitas Padjajaran, 2020), hlm. 78. 116 Susi Dwi Harijanti, Lailani Sungkar, dan Wicaksana Dramanda, “Pengujian Formil UndangUndang oleh Mahkamah Konstitusi: Urgensi dan Batu Uji,” (Bandung: FakultasHukum Universitas Padjajaran, 2020), hlm. 78.

formil UU Cipta Kerja. Dalam Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020, Mahkamah Konstitusi mengartikan meaningful participation (partisipasi yang bermakna) sebagai: (1) hak masyarakat untuk didengarkan pendapatnya, (2) hak masyarakat untuk dipertimbangkan pendapatnya, dan (3) hak masyarakat untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan. Berdasarkan putusan di atas, pada dasarnya Mahkamah Konstitusi menghendaki bahwa partisipasi harus dilakukan secara dialogis dimana warga negara diberikan hak untuk didengar dan dipertimbangkan (right to be heard and to be considered). Selain itu, partisipasi dikehendaki pula untuk bersifat terbuka, dan dilakukan dengan bahasa atau penyampaian yang mudah. Akhirnya, penerimaan warga negara (legal efficacy) atas suatu peraturan perundang-undangan hanya dapat terwujud apabila pembentukan undang-undang (legislative process) dilakukan dengan memberikan ruang partisipasi yang layak (meaningful) kepada warga negara, sesuai dengan prosedur yang ditentukan oleh hukum (legislative due process). Sesuai prosedur hukum disini artinya hukum yang telah mengakomodasi meaningful participation dari prinsip ke dalam norma pembentukan undang-undang dan tidak sekedar menyandarkan pada norma yang ada. Hal ini berarti juga meaningful participation penting untuk memastikan bahwa prosedur yang ditempuh oleh organ pembentuk peraturan perundangundangan dilakukan secara substantif dan jauh dari bentuk-bentuk yang tokenistic atau manipulatif.117

2. Optimalisasi Partisipasi Publik dalam Revisi UU PPP

Merespon Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, DPR bersama

Pemerintah bergerak cepat melakukan perubahan kedua atas Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan (Revisi UU PPP). Sejak inisiasi pada 6 Desember 2021 dalam

Rapat Badan Legislasi, pembahasan Revisi UU PPP berhasil diselesaikan

117 Ibid, hlm. 99

pada 13 April 2022 dan akhirnya disahkan DPR menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna ke-23 masa sidang V tahun 2021-2022 pada 24 Mei 2022.118

Dampak dari konsep meaningful participation dalam pertimbangan hakim di Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 adalah sedikit banyak diakomodir dalam UU 13/2022. Dalam UU tersebut terdapat beberapa perubahan salah satunya Pasal 96 yang mengatur mengenai partisipasi masyarakat/publik. Perubahan yang dimaksud cukup signifikan yaitu yang awalnya dalam Pasal 96 UU 12/2011 hanya memiliki 4 buah ayat, kemudian diubah dalam Pasal 96 UU 13/2022 menjadi 9 buah ayat. Garis besar perubahan Pasal 96 adalah merinci nomenklatur pada 4 ayat asli dan penambahan mekanisme lanjutan dalam 5 ayat baru. a) Masukan masyarakat dapat dilakukan secara daring Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memungkinkan semua orang di dunia dapat terhubung tanpa dibatasi oleh jarak dan waktu. Keadaan ini kemudian mengubah cara masyarakat dalam berinteraksi dan berkomunikasi. Perkembangan teknologi juga telah diimplementasikan pada manusia yang pada hakikatnya merupakan makhluk sosial, sehingga teknologi dapat dikatakan telah ikut serta dalam rangka advokasi hak-hak manusia sebagai warga negara di bawah suatu hukum yang berlandaskan ideologi dan Undang-Undang

Dasar yang telah disusun dan telah disepakati bersama. Perubahan yang terjadi memungkinkan terjadinya kolaborasi antar individu tanpa adanya tatap muka. Melalui Revisi Kedua Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, masukan masyarakat dapat dilakukan secara daring. Sebelumnya, bentuk-bentuk partisipasi publik dalam proses legislasi hanya dibatasi dalam beberapa bentuk forum konsultasi publik secara fisik, mulai dari

RDPU, kunjungan kerja, hingga seminar publik. Dengan adanya

118 Komar, “Rapat Paripurna, DPR Sahkan Revisi RUU PPP“ https://www.kemenkumham.go.id/berita/rapat-paripurna-dpr-sahkan-ruu-ppp diakses 9 Agustus 2022.

perkembangan teknologi dan pengalaman pandemi Covid-19, tentunya perlu pengakuan partisipasi publik secara online.

Tentunya, perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi dapat memudahkan masyarakat dalam mendapatkan informasi dan melakukan komunikasi termasuk dalam proses legislasi. Partisipasi masyarakat dalam proses legislasi berbasis teknologi turut memberikan pengaruh terhadap kinerja pemangku kepentingan. Bentuk partisipasi dengan memanfaatkan pelayanan publik berbasis teknologi dalam menyalurkan aspirasi, masukan kritik dan saran, akan lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan penyaluran aspirasi kritik dan saran dengan cara konvensional.

Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Muhammad Nur Sholikin mengatakan perkembangan teknologi dan informasi harus dimanfaatkan betul dalam memunculkan model-model

partisipasi publik. Menurutnya, dengan teknologi bisa menggalang dukungan dan informasi relatif lebih cepat dan mudah. “Persoalannya,

tak hanya bagaimana mendapat dukungan dan menggerakan masyarakat sipil, tapi bagaimana strategi menyuarakan aspirasi untuk mengkomunikasikan ide dan gagasannya. Teknologi bisa menggalang dukungan dan informasi relatif lebih cepat dan mudah,” tuturnya.119

International Association for Public Participation (IAP2) Indonesia memberikan istilah khusus untuk bentuk partisipasi masyarakat yang didukung Teknologi Informasi dan Komunikasi, yakni E-Participation atau Electronic Participation. Hal ini menjadi solusi terbaik dalam meningkatkan partisipasi publik di masa pandemi dikarenakan lebih mudah dan efisien. Lebih jauh, menurut IAP2 Indonesia, terdapat 4 manfaat E-Participation, yaitu:120

119 Rofiq Hidayat, “Memperkuat Partisipasi Publik Bermakna Lewat Teknologi” https://www.hukumonline.com/berita/a/memperkuat-partisipasi-publik-bermakna-lewat-teknologilt62a047482db52/?page=all diakses 9 Agustus 2022. 120 Pundarika Vidya Andika, “E-Participation untuk Meningkatkan Partisipasi Publik di Masa Pandemi COVID-19” https://iap2.or.id/e-participation-untuk-meningkatkan-partisipasi-publik-dimasa-pandemi-covid-19/ diakses 9 Agustus 2022.

● Memudahkan kolaborasi antar stakeholder pada skala nasional hingga internasional; ● Meningkatkan komunikasi dengan masyarakat untuk mengumpulkan input; ● Proses manajemen pada organisasi dan pemerintah dalam partisipasi publik lebih efisien dan efektif; ● Mempermudah dalam menganalisis insight dari input masyarakat (what, where, who, dan how much) pada platformpartisipasipublik digital.

b) Naskah akademik harus dapat diakses publik Pada Revisi Kedua Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, diatur bahwa Naskah akademik dan/atau rancangan peraturan perundangundangan harus dapat diakses oleh publik. Sebelumnya, UU PPP hanya mengamanatkan masyarakat dapat mengakses rancangan peraturan perundang-undangan. Akses penuh terhadap naskah akademik tentunya menjadi penting, mengingat setiap alasan pembentukan ataupun landasan keberlakuan suatu peraturan perundangan-undangan tertuang dalam naskah akademik tersebut.

Secara definisi, Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.121 Naskah akademik merupakan media nyata bagi peran serta masyarakat dalam proses pembentukan atau penyusunan peraturan perundang-undangan. Naskah akademik akan memaparkan alasan-alasan, fakta-fakta atau latar belakang masalah atau urusan sehingga hal yang

121 Daniel Putra, “Pentingnya Penyusunan Naskah Akademik” https://jakarta.kemenkumham.go.id/berita-kanwil-terkini-2/pentingnya-penyusunan-naskahakademik#:~:text=Keberadaan%20naskah%20akademik%20memiliki%20nilai,penyusunan%20su atu%20rancangan%20perundang%2Dundangan diakses 9 Agustus 2022.

mendorong disusunnya suatu masalah atau urusan sehingga sangat penting dan mendesak diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan. Naskah akademik dipandang sebagai hal krusial karena dalam pembuatannya memuat landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis sebagai dasar yang baik untuk suatu peraturan atau perundangan-undangan. Dengan adanya naskah akademik yang memadai, diharapkan dapat dibentuk peraturan perundang-undangan yang aplikatif dan futuristik.122 Selain itu, naskah akademik juga memuat keterkaitan peraturan perundang-undangan baru dengan peraturan perundang-undangan lain, harmonisasi secara vertikal dan horizontal, status peraturan perundangundangan yang ada, sehingga naskah akademik mampu mencegah tumpang tindih peraturan.123 Pada akhirnya, keberadaan Naskah Akademik memiliki nilai yang sangat penting dan strategis dalam pembentukan peraturan perundangundangan yang baik, karena penyusunan Naskah Akademik diawali dengan riset nilai-nilai yang ada di masyarakat, sehingga besar kemungkinan peraturan perundang-undangan yang dibuat berdasarkan Naskah Akademik akan diterima oleh masyarakat.

c) Pembentuk legislasi harus mampu menjelaskan hasil pembahasan aspirasi masyarakat Revisi Kedua UU PPP mengamanatkan pembentuk peraturan perundang-undangan harus mampu menjelaskan kepada masyarakat mengenai hasil pembahasan masukan masyarakat. Melalui ketentuan ini, masyarakat akan memperoleh kepastian apakah aspirasinya dipertimbangkan atau tidak. Hal ini pun menjadi perwujudan hak masyarakat untuk mendapatkanpenjelasanatau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained). Bila dikaitkan dengan konsep “tangga partisipasi masyarakat” yang

dikenal dengan istilah “Arnstein’s Ladder”, pemberian informasi kepada

122 Nurhadi, “Seberapa Penting Sebuah Peraturan Memiliki Naskah Akademik?” https://nasional.tempo.co/read/1552851/seberapa-penting-sebuah-peraturan-memiliki-naskahakademik diakses 9 Agustus 2022. 123 Ibid.

masyarakat tentang pilihan mereka menjadi langkah yang penting menuju partisipasi masyarakat yang ideal. Apabila masyarakat tidak dapat memastikan, bahwa suara atau gagasan yang telah diberikan diperhatikan oleh pemegang kekuasaan, maka suara yang telah diberikan tidaklah berguna. tingkatan kekuasaan terbesar partisipasi dalam pengambilan keputusan dapat tercapai jika masyarakat dimungkinkan untuk bernegosiasi dan terlibat dalam pertukaran informasiatau pengetahuan dengan pemegang kekuasaan. Selain itu, masyarakat juga diberikan waktu untuk memahami informasi yang diberikan ataupun bantuan lainnya dalam rangka menunjang partisipasinya oleh pemegang kekuasaan.124 Koesnadi Hardjasoemantri mengatakan bahwa peran serta masyarakat memerlukan adanya penyaluran informasi kepada masyarakat dengan cara yang berhasil guna dan berdaya guna. Menurutnya, ada 4 kriteria ideal penyaluran informasi kepada masyarakat, yaitu:125 ● Pemastian penerimaan informasi. Pemangku kebijakan perlu untuk mengumumkan informasi dalam penerbitan resmi dan atau melalui media massa, baik pada tingkat lokal, propinsi maupun pada tingkat nasional, tergantung pada ruang lingkupnya. Di samping itu, perlu juga dikirimkan pemberitahuan kepada warga masyarakat, kelompok dan organisasi konservasi alam yang menaruh perhatian. ● Informasi lintas-batas (transfrontier information). Pemangku kebijakan diwajibkan untuk menetapkan prosedur tentang bagaimana dan bilamana ada negara lain yang terkena dampak dari suatu kebijakan publik, akan diberitahukan tentang dampak dari sesuatu kebijakan itu. ● Informasi tepat waktu (timely information). Peran serta masyarakat yang berhasilguna memerlukan informasi sedini dan seteliti mungkin. Informasi perlu diberikan pada saat belum diambil

124 Fasiol Rahman, “Peran Serta Masyarakat Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup” https://pslh.ugm.ac.id/peran-serta-masyarakat-dalam-pengelolaan-lingkungan-hidup/ diakses 9 Agustus 2022. 125 Ibid.

sesuatu keputusan yang mengikat serta masih ada kesempatan untuk mengusulkan alternatif-alternatif lainnya. ● Informasi lengkap (comprehensive information). ● Informasi yang dapat dipahami (comprehensible information).

Setiap informasi harus dapat dipahami oleh warga masyarakat.

Kalau tidak, maka informasi tersebut tidak berguna sama sekali.

III. PENUTUP

Berkaca kepada hasil Revisi Kedua UU PPP, masyarakat mendapat angin segar atas pentingnya partisipasi mereka dalam proses legislasi. Hadirnya momentum tersebut menjadi sinyal agar DPR dan Pemerintah segera berbenah dalam mengoptimalkan partisipasi publik dengan memperbaiki mekanisme dan tools untuk menghadirkan partisipasi yang bermakna. Melalui Revisi Kedua Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, terdapat penegasan hak masyarakat bahwa partisipasi masyarakat terbuka di setiap tahap penyusunan, baik secara daring dan/atau luring, dan berhak memiliki akses yang mudah atas naskah akademik dan/atau rancangan peraturan perundang-undangan. Selain itu, bagi pembentuk peraturan perundang-undangan kini wajib menginformasikan penyusunan dan dibukanya ruang untuk menjelaskan kepada masyarakat. Tentunya, kita masih harus menunggu penerapan nyata dari Revisi Kedua Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Selain itu, pemangku kepentingan masih harus membentuk aturan turunan mengenai partisipasi masyarakat sebagaimana amanat dari Pasal 96 Revisi UU PPP. Namun, setidaknya kita punya harapan untuk memiliki sistem legislasi yang sungguh-sungguh mendengarkan dan mempertimbangkan masukan publik.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Adding, Henk. Sourcebook Human Rights and Good Governance. Asialink Project on Education in Good Governance and Human Rights. 2010.

Indonesia Parliamentary Center. Catatan Akhir Tahun Legislasi 2021. Jakarta:

Indonesia Parliamentary Center. 2021.

Gundling, Lothar. Public Participation in Environmental Decision Making, Trends in Environmental Policy and Law. Switzerland: IUCN Glamd. 1980.

Santosa, Mas Achmad. Good Governance dan Hukum Lingkungan. Jakarta: Indonesian Center for Environmental Law (ICEL). 2001.

Dahl, Robert A. Perihal Demokrasi, Menjelajahi Teori dan Praktik Demokrasi Secara Singkat. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2001.

Saifudin. Partisipasi Publik dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Yogyakarta: FH UII Press. 2009.

Harijanti, Susi Dwi, Lailani Sungkar, dan Wicaksana Dramanda. PengujianFormil Undang-Undang oleh Mahkamah Konstitusi: Urgensi dan Batu Uji. Bandung: Fakultas Hukum Universitas Padjajaran. 2020.

Yuliandri. Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang Baik: Gagasan Pembentukan Undang-undang Berkelanjutan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2009.

JURNAL

Kamarudin. “Tinjauan Yuridis Partisipasi Masyarakat dalam Proses Pembentukan Undang-Undang” Jurnal Perspektif Hukum Vol. 15. (2015).

Syahmardan. “Pertisipasi Masyarakat: Wujud Transparansi Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Demokratis.” Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 9. (2012).

INTERNET

Putra, Daniel. “Pentingnya Penyusunan Naskah Akademik” https://jakarta.kemenkumham.go.id/berita-kanwil-terkini-2/pentingnyapenyusunan-naskahakademik#:~:text=Keberadaan%20naskah%20akademik%20memiliki%20ni lai,penyusunan%20suatu%20rancangan%20perundang%2Dundangan. Diakses 9 Agustus 2022.

Rahman, Fasiol. “Peran Serta Masyarakat Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup”

https://pslh.ugm.ac.id/peran-serta-masyarakat-dalam-pengelolaanlingkungan-hidup/. Diakses 9 Agustus 2022.

Sjarif, Fitriani Ahlan.“Arti Meaningful Participation dalam Penyusunan Peraturan” https://www.hukumonline.com/klinik/a/arti-imeaningfulparticipation-i-dalam-penyusunan-peraturan-lt62ceb46fa62c0. Diakses 9 Agustus 2022.

Komar. “Rapat Paripurna, DPR Sahkan Revisi RUU PPP“ https://www.kemenkumham.go.id/berita/rapat-paripurna-dpr-sahkan-ruuppp. Diakses 9 Agustus 2022.

Zulfikar, Muhammad. “Wamenkumham: Partisipasi publik penting dalam

perumusan suatu UU”

https://www.antaranews.com/berita/2819345/wamenkumham-partisipasipublik-penting-dalam-perumusan-suatu-uu. Diakses 9 Agustus 2022.

Nurhadi. “Seberapa Penting Sebuah Peraturan Memiliki Naskah Akademik?” https://nasional.tempo.co/read/1552851/seberapa-penting-sebuah-peraturanmemiliki-naskah-akademik. Diakses 9 Agustus 2022.

Andika, Pundarika Vidya. “E-Participation untuk Meningkatkan Partisipasi Publik di Masa Pandemi COVID-19” https://iap2.or.id/e-participation-untukmeningkatkan-partisipasi-publik-di-masa-pandemi-covid-19/. Diakses 9 Agustus 2022.

Hidayat, Rofiq. “Memperkuat Partisipasi Publik Bermakna Lewat Teknologi” https://www.hukumonline.com/berita/a/memperkuat-partisipasi- publikbermakna-lewat-teknologi-lt62a047482db52/?page=all. Diakses 9 Agustus 2022.

Ron,.“Perlu Partisipasi Publik dalam Pembentukan UU agar Tercipta‘Meaningful

Participation”

https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/37434/t/Perlu+Partisipasi+Publik+dal am+Pembentukan+UU+agar+Tercipta+%E2%80%98Meaningful+Participat ion%E2%80%99. Diakses 9 Agustus 2022

BIODATA PENULIS

Josua Satria Collins, S.H. lahir di Jakarta, 14 Juni 1997. Meraih gelar Sarjana Hukum di Universitas Indonesia (UI) pada 2018 dan lulus selama 3,5 tahun. Saat menempuh pendidikan, Josua aktif mengikuti kegiatan organisasi, volunteer, meraih prestasi dari berbagai perlombaan dan menjadi finalis Mahasiswa Berprestasi Fakultas Hukum UI. Josua juga memiliki pengalaman magang di Sekretariat Kabinet Republik Indonesia (2017), Kejaksaan Republik Indonesia (2016) danMahkamah Konstitusi(2015). Saat ini aktifbekerja sebagai Tenaga Ahli Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia. Sebelumnya pernah bekerja sebagai Peneliti Hukum di Indonesian Judicial Research Society (IJRS) pada 2020-2021 dan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI FHUI) pada 2018-2019.

Josua aktif menjadi narasumber dalam berbagai acara, salah satunya pernah diundang diacara Mata Najwa (2019). Membangun sebuah komunitas Jurist Wanna Be, yang merupakan platform informasi hukum berbasis digital sejak 2020 hingga sekarang. Josua juga aktif menulis dan tulisan-tulisannya pernah dipublikasikan oleh Direktorat Hukum dan Regulasi Bappenas RI (2022), Padjajaran Law Review (2021) dan Jurnal Konstitusi (2018). Josua dapat dihubungi pada alamat e-mail josuasatriaemail@gmail.com.

This article is from: