8 minute read

Tren Budaya Korea di Indonesia “BISA MEMBUAT LUPA DIRI”

LIPUTAN KHUSUS

Tren Budaya Korea di Indonesia

“BISA MEMBUAT LUPA DIRI”

“Suka semua… musik, makanan, drama Korea dan busananya tetapi paling suka fashion-nya, sama musiknya. Karena style-nya menurut aku kebanyakan cocok, terus banyak yang lucu-lucu, unik, menarik model-modelnya juga. Sementara kalau musiknya mungkin karena mereka ada banyak banget idolanya dari yang solo, band, sampai boyband/girlband, terus suka bikin musik yang catchy (menarik), menarik karena ada yang sama dance-nya, terus ada rap-nya juga,” tutur Nicole Trinity, perempuan muda asal Gereja Baptis Pertama (GBP) Bandung kepada Juniati dari Suara Baptis (SB).

Kecintaan akan budaya Korea tak hanya gaya busana maupun musiknya, menurut Nicole, ia pun kerap mengikuti mode busana yang dianggap bagus dan cocok dengan penampilannya. Beberapa aktor maupun aktris juga ia idolakan karena peran mereka di serial drama. Menarik serta tak membosankan, ujar Nicole.

“Tetapi kalau sekarang sudah tidak terlalu. Dulu iya, aku ngikutin terus, terutama boyband-nya, sampe semua lagu, show-shownya, apapun itu, aku nontonin hahaha. Terus jadi tahu kapan comeback, tanggal ulang tahunnya dan lain-lain. Kalau sekarang lebih ke cuman sekadar denger lagu-lagunya aja, kalo enak aku dengerin, terus juga gak stuck sama satu artis doang dan gak ngikutin jadwal-jadwalnya lagi.”

Nicole Trinity

Pengakuan Nicole dan banyak lagi penggemar budaya Korea menjadi gambaran merambahnya budaya K-Pop di Indonesia yang semakin pesat. Kecintaan itu berdampak dalam berbagai aspek, baik musik, gaya berpakaian, makanan, bahasa, industri hiburan, make up hingga perawatan kulit dan lain sebagainya. Itu terjadi tak hanya dari kalangan di kota-kota besar tetapi masuk ke berbagai daerah termasuk desa-desa di Indonesia.

Penggemar K-pop di Indonesia misalnya dicatat oleh Twitter pada 2019 lalu, menduduki posisi ke 3 di bawah Thailand dan Korea Selatan yang paling banyak berkomentar atau membuat tweet. Tak mau kalah, Youtube juga mengeluarkan data bahwa Indonesia berada di urutan ke-2 yang menayangkan video-video K-pop dengan persentase 9.9%. Kalah tipis dari tuan rumah Korsel, yaitu 10.1%. Penggemar drakor juga setali tiga uang. Unduhan dari operator penyedia kuota bertubi-tubi mempromosikan drakor-drakornya.

“Menjadi penggemar K-pop merupakan jalan ninja ku,” demikianlah ungkapan para penggemar BTS atau yang disebut Army BTS.

Selain Nicole, kecintaan pada K-pop dialami Kurnia Yulianti. Perempuan usia 26 tahun ini adalah penggemar berat dari Bangtan Sonyeondan atau Bangtan Boys atau disingkat BTS. Para penggemar BTS ini disebut Adorable Representative MC for Youth atau ARMY.

Kurnia Yulianti yang jatuh hati dengan BTS sejak 2021 karena musiknya energik dan liriknya penuh motivasi didapuk sebagai koordinator Army BTS Surabaya. “Saya suka banget BTS karena selain liriknya yang bagus juga karena karakter masing-masing member-nya mempunyai ciri khas dalam menyebarkan kebaikan. Mereka idola yang mempunyai kepribadian yang sangat baik, sopan dan sayang kepada penggemarnya,” kata Kurnia kepada SB. “Pokoknya suka bangget deh!”

Soal aksi sosial Army BTS di Surabaya, kata Kurnia, beragam telah dilakukan. “Saya selaku Ketua Armysurabaya21, sejauh ini sudah terlibat beberapa aksi, seperti penggalangan dana korban Kanjuruhan di Malang, penggalangan dana untuk korban gempa Cianjur, lalu kami juga melakukan aksi berbagi makanan dan sembako kepada orang-orang yang membutuhkan di Surabaya serta kami melakukan aksi kunjungan ke Panti Asuhan Undaan Surabaya.”

Jumlah penggemar BTS yang begitu banyak dan aneka aksi sosialnya yang telah dilakukan sekaligus ingin menegaskan bahwa army BTS bukan sekadar penggemar k-pop yang dianggap sebelah mata di masyarakat.

“Mungkin ya Army BTS di Indonesia ini yang paling banyak dari seluruh dunia. Karena tercatat di 2022 ini ada 80 juta penggemar dan 2 juta di antaranya ada di Indonesia. Mereka tidak terstruktur namun diketahui jumlah itu dari fanbase komunitaskomunitas Army yang ada. Dan, kegiatan kita tuh nggak melulu ngomongin merchandise atau lagulagu tapi juga ada kegiatan-kegiatan sosial lain, seperti pemberdayaan komunitas yang melibatkan komunitas Army dan aksi-aksi nyata lainnya. Saya salut dengan kepedulian Army BTS ini, tinggi banget,” katanya saat berbincang dengan SB awal Desember 2022 lalu.

Kurnia Yulianti

Nita Rosita salah satu Army BTS lebih lengkap lagi. Ia mengungkapkan jumlah anggota Army BTS tahun 2022 ini mencapai 2 juta orang, sementara di dunia ada 80 juta orang. “2 juta itu tersebar di seluruh Indonesia, mulai dari dewasa dan anakanak. Mereka aktif di media sosial,” ujarnya.

Demam Korea, kata Nita memang fenomenal dalam beberapa tahun belakangan di Indonesia. Namun, banyak masyarakat beranggapan penggemar budaya Korea ini aneh dengan berbagai perilakunya.

“Ya sebenarnya bagi orang yang mengidolakan, entah itu sosok bintang film, musik atau apapun itu, sah-sah aja. Kalau dia kemudian meniru atau mempunyai barang-barang yang berhubungan dengan apa yang ia suka. Tapi di Indonesia agak berbeda ya. Bahkan sampai distigma yang negatif. Padahal aksi sosial Army itu nyata banget loh. Contoh aja, ketika gempa di Cianjur, kami Army cepat mengadakan fundraising dan hasilnya dalam kurang lebih 4 hari bisa menyumbangkan dana 1 M lebih. Jadi, kami sebagai Army bukan hanya soal jadi penggemar dan punya atribut atau pernak-pernik idola aja, tapi lebih dari itu,” ujarnya.

Aksi Sosial BTS Army
Aksi Sosial BTS Army

Nita Rosita

Apa yang disampaikan Nita Rosita juga diamini Gea, penggemar Suju atau Super Junior yang disebut ELF. Bersama 7 orang temannya tengah Desember 2022 lalu, mereka nongkrong di Batavia Café di Kota Tua untuk napak tilas karena setahun lalu Suju pernah berkunjung ke Kota Tua.

“Ya sebenarnya kita sebagai penggemar nggak berlebihan kok. Ya kalau emang bisa kita beli barang-barang yang berhubungan dengan idola kita, ya beli, misalkan nonton konser atau beli album dan lainnya, kalau nggak bisa ya udah nggak dibeli. Tapi memang tergantung individunya sih. Ya kalau ada yang fanatik itu ya oknum ya…yang penting kita nggak ganggu orang lain,” ujarnya.

Sementara itu admin @BTS_ArmyHelpCenter INDONESIA menjelaskan pada redaksi SB bahwa untuk penggemar BTS dianggap sebagai melindungi bukan sekadar penggemar saja. Untuk penggemar disebut Army, sementara BTS sendiri punya makna akan melindungi Army atau generasi muda dari society yang penuh prasangka. Kalau perbedaan sebutan sih ga ada ya untuk yang penggemar terbawa dari orang lain atau yang biasa. Semua disebut ARMY kalau menjadi penggemar BTS.”

Ini yang membuat penggemar BTS begitu menggilai boyband ini. dengan melindungi penggemar maka para ARMY lebih diperhatikan.

Tak heran jika remaja usia 14 tahun seperti Rati, mengaku tak hanya hafal lagu-lagu kesukaannya tetapi juga isu-isu tentang Suju dan BTS. “Ya aku suka ikutin aja lewat informasi dari WA dan media sosial lainnya. Apalagi dari IG, banyak banget.”

Lain halnya dengan Emily Christy Simbolon pemudi asal GBP, meski ia mengaku menyukai tentang Korea, khususnya dalam hal fashion dan juga makanan. Namun, ia mengaku tidak mendorong orang untuk menyukai K-Pop ataupun artis.

“Aku gak mendukung orang buat suka sama k-pop dan artis, bisa membuat orang lupa diri dan fokusnya ke idol bukan ke Tuhan. Selain itu, drama korea juga sebenernya selain mungkin cerita yang lucu dan seru (te)tapi sebenarnya waktu untuk nonton itu kan bisa dipakai buat hal lain yang lebih berguna untuk kehidupan kita dan untuk melayani Tuhan,” ujar Putri kedua Pdt. Iwan Simbolon ini.

Emily Christy Simbolon

Penggemar drakor sendiri dapat ketagihan menonton hingga lupa akan tugas dan tanggung jawabnya baik sebagai mahasiswa/pelajar sebagai ibu rumah tangga, pekerjaan yang keteteran serta kurang dapat memanajemen waktu. Dampak lain yang disebabkan oleh drakor adalah imajinasi yang terlalu tinggi, seperti halnya yang ditampilkan dalam drakor tentang romansa-romansa akan sangat berdampak jika pecinta drakor menjadikannya sebagai patokan.

Dosen Psikologi Sekolah Tinggi Theologia Baptis Indonesia (STBI) Semarang, Fitria Linaningsih mengungkapkan, jika itu dilakukan secara berlebihan maka dampaknya akan merugikan diri sendiri. Sebab menurutnya, apa yang kita tonton, apa yang kita lihat akan sangat mempengaruhi pemikiran kita. Meski ada sisi positif yang bisa menjadi motivasi namun kita pun perlu mawas diri supaya tidak menjadikannya sebagai patokan yang wajib atau harus sesuai. Sebab gambaran yang ditampilkan melalui drakor maupun film itu bukanlah yang sebenarnya melainkan hanya fiktif.

“Kalau kita menonton drakor itu hanya untuk refreshing atau semacam rekreasi untuk pikiran kita itu tidak apa-apa, selama itu hanya sebatas menjadi hiburan saja, tetapi jika itu sudah sangat mempengaruhi kehidupan kita, itu yang akan sangat berbahaya,” ujarnya.

Lanjutnya, “Tidak ada salahnya kita punya idola, tetapi perlu didasari dengan dasar fondasi yang benar, bahwa kalau kita orang Kristen, anak-anak Tuhan harusnya teladan kita itu, ya satu yaitu Yesus, Dia yang seharusnya menjadi tokoh idola kita. Boleh gak sih kita menyukai hal-hal yang bersifat duniawi? Boleh, tetapi kalau hal itu akhirnya menutupi apa yang kita seharusnya lakukan, misalnya ke gereja pagi tetapi karena nonton K-pop, drakor sampai malam akhirnya kita tidak bisa bangun pagi, itu sudah menjadi contoh berhala dan itu berbahaya sekali kalau tidak dibarengi dengan pendidikan rohani yang baik.”

Dampak tren budaya Korea ini pun masuk dalam kehidupan para remaja di gereja tak hanya gereja Baptis tetapi juga gereja yang lain, karena itu gereja tidak lagi bisa menjadi gereja yang anti Korea, tetapi bagaimana gereja memanfaatkan momen ini untuk menjangkau kaum muda di gereja sehingga anakanak muda yang demam Korea ini mendapatkan fondasi kerohanian yang benar. Tak hanya menjadi tugas gereja, hal ini pun merupakan tugas orang tua maupun sekolah.

“Di GBI Segrumung sendiri justru saya melihat itu terjadi pada anak-anak perempuan pada fase peralihan dari anak-anak ke remaja. Kalau yang sudah dewasa, nggak terlalu paling nonton drakor. Tetapi anak SMP-SMA mereka itu sampai kalau udah ngumpul melihat handphone bareng dan joget-joget bareng, saya melihat mereka sangat mengidolakan dan saya menggunakan momen itu untuk duduk dan mengobrol dengan mereka. Meskipun saya melayani di desa tetapi hal-hal seperti itu (Korea) sampai di sini juga,” tutupnya.

Penulis: Phil Artha & Juniati

This article is from: