BULETIN SELEMBARAN LEMBAGA PERS MAHASISWA SPIRIT-MAHASISWA UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
BULETIN SELEMBARAN
EDISI-KHUSUS, TGL 16-22 JUNI 2014.
LEMBAGA PERS MAHASISWA
SPIRIT-MAHASISWA
BULETIN MEMUAT OPINI YANG DIBAGIKAN KE MAHASISWA UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
KUMPULAN OPINI MENGENAI :
HARI BURUH HARI PENDIDIKAN FEMINISME ORGANISASI PLAGIASI
FACEBOOK : WARTA KAMPUS UNIVERSITAS TRUNOJOYO, TWITTER : @LPMSM, @WARTAUTM, WEB /BLOG : HTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM, E-MAIL : SPIRIT-MAHASISWA@GMAIL.COM
BULETIN SELEMBARAN
HARI BURUH
KEBEBASAN ATAU KELAPARAN
Ilustrator : Google.com Mulai 1 Mei kemarin untuk kali pertama dijadikan hari libur nasional berdasarkan penetapan pemerintah tahun lalu. Seakan angin segar bagi golongan kaum buruh untuk lebih leluasa menyampaikan aspirasi tanpa terkendala cuti. Demonstrasi penuntutan kesejahteraan dari tahun ke tahun terus mereka suarakan. Suara buruh yang keluar adalah suara mereka yang berserikat dan berpendidikan. Dimanakah kepedulian Pemerintah atau rasa kemanusiaan kita akan kesejahteraan pada pekerja
bebas, rendahan, dan tidak punya serikat?. Masihkah sekiranya ada wadah untuk sekedar menerima segala keluh kesah kehidupannya sebagai seorang buruh pinggiran? Mereka adalah para kuli bangunan, pekerja serabutan, pembantu rumah tangga atau pekerja sejenisnya yang tidak pernah mengenal apa itu hari buruh. Bekerja bukan lagi sekedar menjalankan ibadah kepada Tuhan. Bakerja menjadi satusatunya jalan hidup untuk menjaga kelangsungan kehidupan diri sendiri, atau keluarga. Keluhanya tidak akan terdengar orang banyak
dan lebih terluap dengan bentuk curahan hati kepada sesama rekan senasib. Obrolanya tidak jauh dari kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan yang tidak pernah tercukupi semua. Pekerjaan apapun untuk hari ini, dan hari esok merupakan sebuah berkah besar. Persoalan upah lebih dipasrahkan kepada hati nurani majikan atau mandornya. Prinsipnya hari ini bekerja berarti ada harapan untuk makan, atau sekedar membeli barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Jumlah mereka tidak pernah terhitung secara pasti oleh
FACEBOOK : WARTA KAMPUS UNIVERSITAS TRUNOJOYO, TWITTER : @LPMSM, @WARTAUTM, WEB /BLOG : HTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM, E-MAIL : SPIRIT-MAHASISWA@GMAIL.COM
BULETIN SELEMBARAN pemerintah. Secara realitas akan ada, walau itu terjadi. Dikatakan berbanding lurus dengan jumlah tidak pernah ada karena setiap angka kemiskinan tahun inflasi semakin bertambah “harga-harga naik”, waktu Dosa atau neraka dunia pengabdian dan kesetian pada sebagai persoalan biasa yang sang majikan bertambah lama bersanding dengannya di tengah “semakin mahir”, dan selalu kerasnya kehidupan. Kesenangan, dituntut untuk bisa lebih banyak, kebebasan, kenikmatan dunia telah lebih baik, dan lebih sempurna ditukar kepada para majikannya. hasil kerjanya. Artinya untuk Karena mereka hakikatnya tidak mencapai kesejahtereraan atau dipentingkan oleh manjikan tetapi sekeaar memenuhi kebutuhan mereka merasa membutuhkan pokok hidupnya seorang buruh majikan demi meraup rupiah. harus bekerja di luar kewajaran Dunia seolah tidak lebih baik pekerja umumnya. Dirinya siang dari sekadar berkumpul bersama dan malam harus bekerja menjadi keluarga. Sambil mengobrol mesin pencari uang jika ingin santai untuk melupakan sementara berkecukupan. segala kekurangan hidup. Demi menciptakan rasa Kebahagian Mengobarkan semangat mereka membatasi beberapa sama rasa sama rata untuk saat kebutuhan hidup dan sebagian ini adalah utopia mimpi di siang besar keinginan-keinginan. bolong. Sistem demokrasi dan Tantangan dan beban bagi kapitalisme akan selalu tumbuh pekerja rendahan berstatus sudah beriringan meski terkadang berkeluarga akan semakin berat. pertumbuhanya tidak selalu Bagaimana tidak, mereka harus seimbang. Pemerintah harus berpuasa diantara berbagai bujuk memetakan dan melakukan rayu citraan iklan dari tuntutan penggolongan kaum pekerja. hidup di berbagai media. Kemudian mengganti sistem kerja upah bulanan dengan Akibatnya secara sistem upah kerja berdasarkan tidak langsung mereka telah jam waktu kerja. Ini mengacu membudakkan dirinya sendiri. dari kesepakatan massal bahwa Akan dilakukan apapun “waktu adalah uang.” Dengan perintah sang majikan asal bisa sistem ini artinya menciptakan dilanggengkan pekerjaanya. penyamaan hak setiap pekerja. Pemutusan Hubungan Kerja Tentunya harus disesuaikan dengan (PHK) seperti yang ditakutkan tingkat keahlian, posisi, dan jenis oleh kaum buruh perusahaan pekerjaan yang menjadi profesi. atau kantor-kantor tidak pernah Selanjutnya adalah penetapan ada. Hubungan mereka dengan waktu- waktu jam kerja dengan majikan rata-rata terjalin cukup tarif biasa dan lembur. baik. Bila suatu waktu mereka memutusakan mengundurkan Dari sisi para majikan akan diri dari pekerjaanya sebagai diuntungkan dari sistem kerja pertanda sudah tidak kuat untuk waktu ini. Menghindarkan pekerja beradaptasi. Badan dan jiwanya untuk bermalas-malasan atau telah lelah sehinggah berupaya korupsi waktu. Pekerja dituntut mencari kerja lebih ringan. untuk bersungguh-sungguh memanfaatkan waktu sebaik Kenaikan gaji yang mungkin. Tanggungjawab sangat diterima sebetulnya tidak pernah mengikat bagi mereka yang ingin
HARI BURUH mendapatkan upah lebih. Stereotip mengerjakan pekerja di luar batas kemanusiaan bisa dipupus sebab batasan hak dan kewajiban sangat jelas. Sebenarnya sistem kerja menuntut waktu saat ini sudah ada, hanya saja bentuknya adalah kerja borongan. Persepsi berkembang di masyarakat tidak begitu baik, karena hasilnya dianggap kurang baik. hal lainnya yang melekat adalah identik dengan kebutuhan sangat mendesak yang menginginkan cepat-cepat segera selesai. Baiknya pemangkasan waktu lebih banyak dibanding dengan cara kerja normal. Para pekerja borongan akan bebas bekerja sesuai kata hatinya, tanpa ada tekanan dari pemilik. Tidak ada solusi lebih baik meningkatkan kesejahteraan buruh kecuali dengan mengurangi jumlah para pencari kerja. Persaingan dan semakin banyaknya jumlah buruh telah merendahkan nilai mereka. Seperti hukum penawaran dan permintaan, meski buruh dan majikan sama-sama membutuhkan, jumlah salah satu pihak yang terbatas akan menjadi sangat bernilai. Caranya keseriusan pemerintah mensukseskan program kewirausahaan. Secara teknis saya yakin pemerintah yang berkredibelitas akan menempuh beribu cara dan beribu jalan. Tetapi lain persoalanya jika peran pemerintah dan politisi gelap mata memanfaatkan sebagai rutinitas jualan agenda wacana kampanye pemilu.
Oleh : Iskak Hakiki
FACEBOOK : WARTA KAMPUS UNIVERSITAS TRUNOJOYO, TWITTER : @LPMSM, @WARTAUTM, WEB /BLOG : HTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM, E-MAIL : SPIRIT-MAHASISWA@GMAIL.COM
BULETIN SELEMBARAN
HARI BURUH
HARI BURUH BUKAN HARI LIBUR
Ilustrator : Google.com
FACEBOOK : WARTA KAMPUS UNIVERSITAS TRUNOJOYO, TWITTER : @LPMSM, @WARTAUTM, WEB /BLOG : HTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM, E-MAIL : SPIRIT-MAHASISWA@GMAIL.COM
BULETIN SELEMBARAN 1 Mei, hari peringatan untuk buruh di dunia. Peringatan ini ada, untuk merayakan ketertindasan dan kesenjangan kesejahteraan yang diperjuangkan buruh, untuk penghormatan pada buruh. Pemerintah menetapkan bahwa hari buruh merupakan hari libur nasional. Namun setelah ditetapkannya hari buruh sebagai hari libur nasional, bisakah hakhak buruh terpenuhi? Tidak. Terbukti setiap tahun buruh masih melakukan seruan aksi untuk menuntut hak-haknya. Pemerintah yang bermodalkan janji-janji dengan mengatasnamakan penghormatan perjuangan buruh, tidaklah menepati janjinya dan tidak melaksanakan undangundang yang seharusnya berpihak pada rakyat, terutama buruh. Dengan ini pemerintah dianggap gagal dalam mensejahterahkan buruh. Untuk tahun ini, buruh turun aksi untuk menuntut haknya tentang peningkatan kesejahterahan, kerja layak, upah layak yang sebenarnya sudah diatur pada UU RI No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Bukankah jika sudah ada undangundangnya, buruh tidak lagi repot-repot untuk turun aksi menuntut hak tersebut. Kalau tidak keterlaluannya realisasi yang kurang maksimal bahkan nol. Penegakkan hukum atas pemenuhan hak buruh pun lemah, seperti contohnya bisa dilihat pada kasus perbudakan buruh di pabrik pembuatan kuali di Tangerang. Di kasus ini badan pengawas ketenagakerjaan dianggap telat dalam menangani kasus ini. Lelet selalu menunggu efek dan korban. Apakah hanya efek yang besar dan korban yang berlimpah ruah, barulah pemerintah benarbenar bangun dan berjalan
HARI BURUH untuk menyelesaikan persoalan menganggap bahwa hari buruh mengakar ini. itu demo, hari buruh itu sudah biasa, atau bahkan hari buruh itu Banyak juga kasus buruh- hari libur nasional. Untuk melihat buruh yang teraniaya di luar sana, banyak manusia yang tenggelam seperti kasus TKI, banyak dari dalam euforia ketertindasan mereka yang menjadi korban yang kian mengkerdilkan mental penganiayaan, bahkan ada yang perjuangan dalam menuntut meninggal dunia. Kalau dilihat keadilan. kasus seperti itu hanyalah angin lalu bagi pemerintah, tak ada Jika kali ini pemerintah tanggapan serius. Dari tahun bisa memenuhi hak para buruh, ke tahun masih saja ada korban maka tahun depan tidak akan yang berjatuhan. Maka pantaskah ada lagi penuntutan hak dengan amanah yang menyangkut nasib turun aksi. Dan tolong segeralah banyak kaum, tak hanya buruh dihapuskan hari buruh sebagai saja. Namun nasib seluruh warga hari libur nasional. Karena itu masyarakat kecil, tanggung, besar semakin menyepelekan sampai dan super besar sedang diperjual- mengejek sebuah perjuangan belikan. menuntut ketidakadilan. Banyak yang berjuang menuntut nasib Pemerintah harus agar lebih baik, yang lainya malah menjamin kesejahterahan buruh, diliburkan. Lantas yang dituntut karena itu juga dapat menjadi tolak libur, ia buruhnya demo kepada ukur maju atau berkembangnya siapa. Pemerintahnya ikutan libur negara ini. Sebenarnya pemerintah di hari libur nasional. Apakah hanya perlu mengamalkan sudah terlalu bijaksana pemerintah peraturan undang-undang tentang untuk meliburkan hari itu. padahal ketenagakerjaan dengan sebaik- seharusnya dengan adanya hari baiknya, lalu merealisasikan. buruh maka pemerintah akan lebih Karena undang-undang itu sudah sadar mengenai nasib manusia mewakili hak-hak yang dituntut yang kurang seberuntung mereka oleh buruh. Jadi tidak hanya yang diberi tunjangan lebih untuk dengan penetapan hari buruh menjalankan amanah seluruh sebagai hari libur nasional untuk manusia di Indonesia. penghormatan kepada buruh, namun penuhilah hak-hak buruh yang harus dipenuhi. Bukan cuma mewujudkan tuntutan Oleh : Diyan Tri Utari sebagai undang-undang tetapi dalam realisasinya malah kurang nyata. Buruh bukan hanya butuh bukti, tetapi perhatian lebih. Jangan sampai protes buruh setiap tahunnya dijadikan sebagai peringatan yang semakin membudaya. Dengan memanjakan sebuah tuntutan yang dilakukan setiap tahunnya sebagai ketidakbecusan pemerintah. Sebagai hari libur yang akan menanamkan kebiasaan untuk
FACEBOOK : WARTA KAMPUS UNIVERSITAS TRUNOJOYO, TWITTER : @LPMSM, @WARTAUTM, WEB /BLOG : HTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM, E-MAIL : SPIRIT-MAHASISWA@GMAIL.COM
BULETIN BULETINSELEMBARAN SELEMBARAN
EDISI-KHUSUS, HARI TGL PENDIDIKAN 02-08 JUNI 2014.
AWAS, PENJAJAHAN MASUK KE PINTU SEKOLAH “Manusia merdeka adalah tujuan pendidikan, merdeka baik secara fisik, mental dan kerohanian”--Ki Hajar Dewantara Dahulu, pendidikan menjadi kekuatan bangsa Indonesia agar terbebas dari cengkraman kolonialisme. Pada saat itu, tidak meratanya akses pendidikan menyebabkan kesenjangan sosial bagi rakyat Indonesia. Kaum bangsawan diberi kesempaan untuk bersekolah, sementara rakyat miskin malah dilarang untuk hal itu. Sehingga menimbulkan pembodohan bangsa berkepanjangan akibat saking banyaknya jumlah rakyat miskin di Indonesia. Selama berabad-abad bangsa kita dijajah, diinjak-injak dan dibodohi dengan bermacam janji kemerdekaan, tapi pada realitasnya tak pernah ada penyelesaian. Kemudian, Ki Hajar Dewatara merintis perguruan Taman Siswa yang membawa angin segar bagi para penduduk. Perguruan Taman Siswa tersebut menjadi fasilitas bagi bangsa Indonesia untuk menempa ilmu pengetahuan sebagai bekal melawan penjajahan dan pembodohan. Rupanya kita terlena dengan sejarah termashurkan yang digagas Ki Hajar Dewantara. Sampai-sampai terjadi pingsan massal, tak menyadari bahwa pendidikan yang dulunya sebagai ujung tombak melawan penjajahan, sekarang malah sebaliknya. Masyarakat justru dijajah oleh pendidikan.
menganiaya dan pelecehan seksual.
Ilustrator : Google.com Bentuk penjajahan tersebut bukanlah praktek kerja rodi atau tanam paksa yang diwajibkan bagi penduduk. Sasaran penjajahan akibat sistem pendidikan lebih luas dan kompleks. Masyarakat miskin terjajah oleh mahalnya biaya pendidikan, para guru terjajah oleh ruwetnya pengangkatan pegawai negeri dan sertifikasi. Lalu, para pelajar merasa dijajah oleh banyak hal yang menyesakkan. Mulai dari banyaknya tugas, kebijakan Ujian Nasional (UN) yang menyusahkan, hingga proses seleksi masuk yang terkebiri sistem pencitraan sekolah. Tak elak, sekolah favorit hanya menjaring siswa-siswi dengan IQ tinggi kecuali “wani bayar piro”. Serta masih banyak problematika mutakhir lainnya, termasuk ketakutan akan ada seorang peodofilia yang bakal
melakukan
Mula-mula, ada persepsi keliru yang dibudayakan di negeri kita. Pendidikan dianggap suatu jembatan penghubung untuk menggapai profesi, mencari kekayaan, dan juga mengkoleksi rentetan gelar penghias nama untuk eksistensi diri. Bukan lagi sebagai penguasaan diri yang hakikatnya menjadikan manusia kian beradap dan humanis. Tak heran, oknum guru lebih mengutamakan konstruksi image sekolah daripada kebutuhan hakiki siswa akan ilmu pengetahuan. Siswa diarahkan agar menyumbang medali kejuaraan, prestasi akademik cumlaude, atau paling tidak melengkapi semua persyaratan administrasi sebelum ujian. Ajaran Ki Hajar Dewantara yang berisi semboyan ing ngarso suntolodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani (Di depan memberi teladan, di tengah memberi bimbingan, di belakang memberi dorongan) dilimpahkan begitu saja dengan menyarankan siswa agar aktif berorganisasi, mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, dll untuk pengembangan softskill dan pendidikan karakter. Lalu, cukup begini sajakah tugas mulia sang pahlawan tanda jasa kita? Miris sekali kalau memang demikian. Sistem pendidikan tidak selayaknya mengobjektifikasikan murid seakan mereka tak mempunyai hak untuk sekolah jika
FACEBOOK FACEBOOK::WARTA WARTAKAMPUS KAMPUSUNIVERSITAS UNIVERSITASTRUNOJOYO, TRUNOJOYO,TWITTER TWITTER::@LPMSM, @LPMSM,@WARTAUTM, @WARTAUTM, WEB WEB/BLOG /BLOG::HTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM, HTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM, E-MAIL E-MAIL :: SPIRIT-MAHASISWA@GMAIL.COM SPIRIT-MAHASISWA@GMAIL.COM
BULETIN BULETINSELEMBARAN SELEMBARAN
EDISI-KHUSUS, HARINTGL PENDIDIKAN 02-08 JUNI 2014.
tak mempunyai uang atau modal kepandaian. Pendidikan hadir untuk membebaskan manusia dari pembodohan. Melalui hari pendidikan nasional, kita diingatkan untuk menoleh ke belakang tentang teladan baik yang dicontohkan bapak pendidikan kita. Kasus penyelewengan dana BOS, kebijakan-kebijakan mengenai UN dan seleksi masuk perguruan tinggi perlu kita kaji ulang untuk mencetak bangsa Indonesia yang bebas dari pembodohan. Guru adalah pendidik yang berkewajiban membangun karakter siswa, bukan sekedar pengajar materi, pemberi tugas dan penulis catatan pencapaian kompetensi belajar siswa. Masalah-masalah yang dirasa menjajah, tentang ketakutan siswa, ketidakmampuan dalam biaya administrasi maupun dalam mengejar materi pelajaran perlu penyelesaian secara manusiawi sebagaimana hakikat pendidikan itu sendiri. Diharapkan juga semua golongan masyarakat Indonesia dapat mengakses pendidikan secara merata. Kebijakan untuk melakukan ekspansi beasiswa adalah salah satu yang paling ditunggu dari kinerja pemerintah. Disamping itu, toleransi dan semangat yang tinggi dari siswa juga sangat penting untuk membebaskan diri dari pembodohan. Itu pun kalau kita memang benar-benar tidak ingin mengulang penjajahan berabadabad lamanya.
Oleh : Riris A.N.
Ilustrator : Google.com
FACEBOOK FACEBOOK::WARTA WARTAKAMPUS KAMPUSUNIVERSITAS UNIVERSITASTRUNOJOYO, TRUNOJOYO,TWITTER TWITTER::@LPMSM, @LPMSM,@WARTAUTM, @WARTAUTM, WEB WEB/BLOG /BLOG::HTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM, HTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM, E-MAIL E-MAIL :: SPIRIT-MAHASISWA@GMAIL.COM SPIRIT-MAHASISWA@GMAIL.COM
BULETIN SELEMBARAN
HARI PENDIDIKAN
PELECEHAN HARI PENDIDIKAN Masih dengan wajah buruknya, kini moral pendidikan kian terlunta-lunta dengan banyak kasus yang terus membanjir. Saking derasnya aliran air itu, sampai-sampai semua ikut hanyut dan tenggelam. Bukan hanya moral pendidikan, rasa malu, rasa manusiawi mungkin tengah hanyut juga bersamanya. Lalu bagaimana jika sudah begitu?
Ilustrator : Google.com
“Hari ini, hari Pendidikan. Mari kita peringati dengan melakukuan upacara peringatan!” mungkin sebagian sekolah, kampus dan lembaga pendidikan lainnya akan berkata seperti itu. Memperingati hari pendidikan dengan upacara, menaikkan bendera merah putih lalu menghormatinya. “Ah, apakah mereka tengah memperingati hari pembunuhan moral pendidikan?” pikirku. Barangkali tema itu lebih pantas dimaknai sebagai hari pembunuhan moral pendidikan ketimbang kita melakukan upacara bendera yang sama sekali tidak memberikan perubahan. Lebih sengsara lagi, jika terik matahari tengah panaspanasnya: sudah panas, keringat bercucuran, dan terkadang ada yang sampai pingsan. Sungguh pemandangan yang sangat memualkan, sedang di sisi lain badan pendidikan tengah terluka parah dan kita malah membuang waktu untuk sekadar menjinjing muka kepada sang merah putih.
FACEBOOK : WARTA KAMPUS UNIVERSITAS TRUNOJOYO, TWITTER : @LPMSM, @WARTAUTM, WEB /BLOG : HTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM, E-MAIL : SPIRIT-MAHASISWA@GMAIL.COM
BULETIN SELEMBARAN Bukankah lebih baik kita belajar di rumah atau membaca buku?. Ah, mungkin pikiran saya saja terlalu bebal. Tapi, dalam AlQuran pun telah dijelaskan, lewat kata iqra’ Allah memerintahkan kita untuk menggali banyak ilmu dan pengetahuan. Iqra’ yang memiliki arti kata baca, namun bukan hanya membaca yang sekadar membaca, melainkan, juga memahami semua isi dari apa yang telah kita baca tadi. Kedua hal tersebut saya rasa lebih berguna, dengan kita belajar dan membaca buku, secara tidak langsung kita telah mendidik diri kita sendiri untuk lebih menghargai perbaikan moral pendidikan. Contoh yang sederhana bukan? Tapi sedikit demi sedikit semua itu pasti akan membawa perubahan mutlak untuk moral pendidikan. Dan dari situlah para
HARI PENDIDIKAN pahlawan modern akan menentang zamannya. Dan semua pun telah menyadari bahwa masa depan bukanlah masa yang mudah. Mental akan semakin diuji, dan manusia di berbagai penjuru akan saling bersaing. Bukan bersaing untuk saling menumpaskan raga, namun saling mengadu ilmu, dan ilmu itu akan didapat jika seseorang memiliki moral yang baik. Saya rasa cukup dengan ceramah ini. Tapi nyatanya, pendidikan sekarang telah retak. Manusia-manusia yang haus kenikmatan itu merampas semua hak anak-anak. Hak mereka untuk menjadi pahlawan modern bagi dirinya sendiri. Contoh yang pertama dari hal tersebut yakni kasus pelecehan seksual yang terjadi di Jakarta International School (JIS), kasus yang kian menambah deretan
panjang pincangnya perhatian pendidik pada siswanya. Menurut koran harian Tempo, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Divisi Penerimaan Permohonan, Edwin Partogi mengungkap temuan lainnya soal pelecehan seksual di Jakarta International School (JIS). Menurut dia, setahun lalu di sekolah internasional tersebut ada kasus pemerkosaan yang tidak terekspos. Kemudian, yang kedua, praktek plagiasi yang rasarasanya tidak akan menemui titik akhir. Pelaku yang tidak hanya dari kalangan siswa, melainkan para pendidik pun tak luput dari praktek plagiasi ini. Dan hal tersebut kian memperburuk citra pendidikan masa kini. Tidak hanya pelecehan yang merusak pemakai fasilitas pendidikan, juga sistem yang ada di dalamnya telah dirusak secara keseluruhan. Karena kasus plagiasi ini tidak akan ada titik habisnya. Dan inilah bentuk-bentuk sumbangsih manusia untuk memperingati hari pendidikan, yang terus menambah arus-arus air, yang menenggelamkan seluruh moral pendidikan. Mungkin juga di luar sana masih banyak model peringatan hari pendidikan yang lainnya. Dan itu tidak mungkin dapat kita hindari.
Oleh : M. Katin
Ilustrator : Google.com
FACEBOOK : WARTA KAMPUS UNIVERSITAS TRUNOJOYO, TWITTER : @LPMSM, @WARTAUTM, WEB /BLOG : HTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM, E-MAIL : SPIRIT-MAHASISWA@GMAIL.COM
BULETIN SELEMBARAN
FEMINISME
FEMINISME DALAM LINGKARAN TANDA TANYA
Ilustrator : Google.com Gerakan feminisme di Indonesia pertama kali digaungkan pada masa R.A Kartini memperjuangkan kesetaraan hak perempuan dan melawan dominasi laki-laki. Akibat dari perjuangan Kartini, berbagai gerakan perempuan mulai bermunculan. Selain itu, gerakan perempuan pada masa Kartini mampu mengilhami gerakan
perempuan pada masa kini. Sehingga perempuan masa kini mampu sejajar sebagaimana pria untuk mengenyam pendidikan yang tinggi, memperoleh hak pilih, melakoni peran sosialnya, termasuk bekerja, berpolitik, hingga terjun sebagai pemimpin di atas laki-laki. Stigma yang dianut oleh masyarakat pra perjuangan
Kartini hanya menempatkan perempuan di ranah domestik, diantaranya: sebagai ibu rumah tangga yang melayani dan mengurusi keluarga, digantikan oleh perempuan yang mandiri dan tidak bergantung pada pria. Tentu fenomena tersebut menimbulkan pro-kontra yang tiada habisnya. Wanita karir yang seringkali dianggap tidak maksimal dalam menangani urusan keluarga, misalnya dalam kewajibannya mendidik anak, menjadi dasar utama dari lahirnya gerakan feminisme. Dimana tujuan utamanya adalah berupaya untuk menggali potensinya dalam bekerja dan melakukan pembuktian atau eksistensinya di mata pria. Namun realita yang terjadi hari ini tidak seperti yang dicita-citakan gerakan feminisme. Karena masih banyak diantara kaum perempuan dari kalangan menengah ke bawah belum menempuh pendidikan layak, apalagi untuk memahami apa itu feminisme. Sampai saat ini mereka tetap terpuruk melawan budaya patriarki. Tak terhitung lagi jumlah kasus pelecehan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan laki-lak terhadap perempuan dengan memanfaatkan kelemahan perempuan dari segi fisik dan psikis. Dua fenomena tersebut menunjukkan bahwa feminisme di Indonesia bagaikan dua mata pisau yang berlainan. Pada
FACEBOOK : WARTA KAMPUS UNIVERSITAS TRUNOJOYO, TWITTER : @LPMSM, @WARTAUTM, WEB /BLOG : HTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM, E-MAIL : SPIRIT-MAHASISWA@GMAIL.COM
BULETIN SELEMBARAN satu sisi, kaum feminis bergulat dengan dampak positif-negatif yang menjadi konsekwensi logis dari kesetaraan hak. Di sisi lain perempuan di luar gerakan feminis terjebak dalam keterbatasan dan kehilangan kesempatan untuk maju sebagaimana pria. Maka, sudah saatnya mengkaji ulang relevansi gerakan feminisme di Indonesia yang terbentur nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat kebanyakan dan persoalan kelas-kelas sosial yang mendikotomikan perempuan dalam kelas-kelas sosial. Sejalan dengan tujuan tersebut, mengkaji ulang feminisme di Indonesia perlu diawali dari epistimologinya. Jika
FEMINISME feminisme yang akan diterapkan berkiblat pada konsepsi yang diterapkan sarjana Barat, maka akan melenceng jauh dari nilai yang dianut oleh masyarakat. Selain itu, konsekwensi lainnya adalah tercerabutnya perempuan Indonesia dari akar kebudayaan. Sementara yang perlu dilakukan para feminis sekarang adalah memperjuangkan hakhak saudara sesama perempuan Indonesia yang belum meraba feminisme. Selain melalui lobilobi sosialisasi, motivasi, dan pemberantasan patriarki secara langsung, tapi juga secara aktif menyampaikan masukanmasukan terhadap pemerintah agar bersama-sama mengakhiri
patriarki dan kesenjangan sosial. Disamping itu, dari masingmasing individu agar secara bijak memelihara hak-hak yang dimilikinya, serta tidak menuntut hak-hak diluar nilai-nilai pancasila. Secara perlahan, dua mata pisau yang menimbulkan lingkaran tanda tanya di atas akan menghilang. Dan sebaliknya, jika tanda tanya tersebut dibiarkan berlarut-larut tanpa jawaban pasti, maka yang pasti adalah lenyapnya feminisme di Indonesia, dan tinggal anggapan-anggapan negatif yang menyertainya.
Oleh : Riris A.N.
Ilustrator : Google.com
FACEBOOK : WARTA KAMPUS UNIVERSITAS TRUNOJOYO, TWITTER : @LPMSM, @WARTAUTM, WEB /BLOG : HTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM, E-MAIL : SPIRIT-MAHASISWA@GMAIL.COM
BULETIN SELEMBARAN
FEMINISME
BUDAYA PATRIARKI DAN FEMINISME
Ilustrator : Google.com Feminisme pertama kali muncul pada abad ke-18, yang diperkenalkan oleh seorang aktivis sosialis utopis, Charles Fourier. Ada tiga gelombang besar dalam perkembangan feminisme, yaitu pada tahun 1851, pada tahun 1960-1980, dan tahun 1991. Gerakan ini dipelopori oleh beberapa tokoh wanita, yaitu
B.Anthony, Elizabeth Cady Stanton dan Marry Wollstonecraft melalui surat kabar The Revolution, dimana perempuan mempunyai banyak masalah mulai dari diskriminasi gereja, perceraian, dan prostitusi.
mengalami banyak ketertinggalan, seperti: buta huruf, miskin, dan tidak berkeahlian. Selain itu, perempuan dulu umumnya sering menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pelecehan seksual, dan pemerkosaan, tidak boleh aktif dalam pemilu, juga Mereka menganggap diskriminasi dalam pekerjaan. perlakuan seperti itu muncul Gerakan ini tidak memberikan karena para perempuan
FACEBOOK : WARTA KAMPUS UNIVERSITAS TRUNOJOYO, TWITTER : @LPMSM, @WARTAUTM, WEB /BLOG : HTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM, E-MAIL : SPIRIT-MAHASISWA@GMAIL.COM
BULETIN SELEMBARAN hasil yang memuaskan karena pada saat itu tidak banyak mendapatkan dukungan dari kaum perempuan, hingga kemudian muncul buku The Second Sex yang ditulis oleh Simone Beauvoir yang akhirnya dua puluh tahun setelahnya dapat menumbuhkan kesadaran perempuan dan kesamaan hak-hak pria dan wanita dapat terwujud. Perjuangan perempuan adalah perjuangan tersulit dan terlama, bahkan lebih dari perjuangan kemerdekaan. Feminisme di Indonesia sendiri ditandai dengan munculnya beberapa tokoh perempuan seperti: R.A Kartini, Dewi Sartika, dan Cut Nya’ Dien. Mereka berjuang melalui pendidikan, supaya wanita Indonesia tidak buta huruf, juga mengajarkan mengenai keterampilan. Emansipasi ini dapat membebaskan wanita dari selogan zaman dahulu bahwa pekerjaan wanita hanya di sumur, kasur, dan dapur. Sekarang sudah tidak ada lagi pembatasan hak-hak atas perempuan, antara wanita dan lelaki adalah sama. Dengan adanya gerakan perempuan seiring dengan perkembangan zaman, peran wanita semakin penting. Hampir seluruh perempuan di dunia berlatarbelakang pendidikan tinggi dan telah bekerja di luar rumah. Misalnya sebagai guru, dokter, politisi, pekerja seni, bahkan pemimpin negara. Indonesia sendiri pernah dipimpin oleh seorang wanita yaitu mantan presiden Megawati Soekarno Poetri, hal ini menunjukkan bahwa diskriminasi terhadap perempuan telah hilang. Pada dasarnya feminisme
FEMINISME menganggap wanita dan lelaki adalah sama. Hal ini membuat para wanita merasa merdeka, tidak terikat oleh siapapun dan bebas dengan apapun keputusannya. Dampak buruknya, mereka tidak lagi memperhatikan kodrat perempuan sebagai ibu yang baik, mengurus suami dan memberikan pendidikan pada anak-anaknya di rumah, karena Perempuan sekarang lebih suka di luar rumah, terjun ke dunia laki-laki dan meninggalkan dunianya. Selain itu, feminisme membuat sebagian perempuan Indonesia memusuhi budaya patriarki dan berusaha menghancurkannya. Tidak heran jika sekarang ini banyak dijumpai lesbian dan wanita karir yang lebih suka melajang. Apalagi seorang Sekretaris Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dalam musyawarah nasional mengatakan penyebab human trafficking dan kekerasan pada para tenaga kerja adalah tingginya angka buta huruf perempuan usia 15 tahun ke atas yang mencapai 9.48 %, lebih tinggi jika di bandingkan angka buta huruf laki-laki yang hanya 4.3 %. Hal ini membuktikan masih dominannya budaya patriarki dan rendahnya pendidikan kaum perempuan di negeri ini. Budaya patriarki memang menimbulkan masalah bagi perempuan, akan tetapi bukan berarti harus di laksanakannya pemakaian teori feminisme secara penuh untuk menghancurkan budaya ini. Sebagai contoh, keinginan di musnahkannya institusi keluarga yang dianggap hanya akan membuat perempuan
terisolasi. Hal itu tentu tidak akan membantu penyelesaian masalah, apalagi nanti jika penghancuran institusi keluarga benar-benar di laksanakan. Mungkin akan muncul masalah baru yang justru jalan keluarnya semakin rumit. Yang terpenting perempuan di dunia sudah mendapatkan haknya masing-masing, karena inti dari feminisme adalah tuntutan akan kesejahteraan bagi perempuan. Sebagaimana mestinya, laki-laki dan perempuan itu saling melengkapi. Semua memiliki peran masing-masing, sehingga kehidupan ini akan seimbang.Tidak harus ada deskriminasi terhadap perempuan ataupun penghancuran terhadap laki-laki dan politik patriarki. Jika seorang perempuan dalam rumah tangganya ingin menjadi wanita karir, ia juga harus ingat akan pentingnya peran wanita sebagai seorang ibu. Mengurus rumah tangga, dan mempunyai perhatian penuh bagi keluarga. Feminisme yang muncul dari barat pada umumnya sangat mempengaruhi kehidupan perempuan di seluruh dunia, dari kaum yang tertindas menjadi berperan penting. Akan tetapi dalam menganut feminisme ini di Indonesia haruslah disesuaikan dengan budaya dan nilai-nilai agama yang ada. Menghindari yang tidak perlu dan menyimpang serta mengambil yang memang penting untuk diperjuangkan.
Oleh : Ike Dewi Lestari
FACEBOOK : WARTA KAMPUS UNIVERSITAS TRUNOJOYO, TWITTER : @LPMSM, @WARTAUTM, WEB /BLOG : HTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM, E-MAIL : SPIRIT-MAHASISWA@GMAIL.COM
BULETIN SELEMBARAN
FEMINISME
EMANSIPASI DALI MENYALAHI KODRAT
Ilustrator : Google.com
FACEBOOK : WARTA KAMPUS UNIVERSITAS TRUNOJOYO, TWITTER : @LPMSM, @WARTAUTM, WEB /BLOG : HTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM, E-MAIL : SPIRIT-MAHASISWA@GMAIL.COM
BULETIN SELEMBARAN Emansipasi wanita juga termasuk gerakan feminisme dewasa ini sudah semakin diakui oleh masyarakat Indonesia dan dunia. Tetapi saat ini pengertian dari feminisme itu sendiri telah disalahgunakan oleh kaum wanita untuk dalih menyalahi kodratnya sebagai kaum hawa. Feminisme adalah suatu pergerakan yang bertujuan untuk menuntut adanya keseteraan gender, antara kaum laki-laki dan kaum perempuan. Feminisme terlahir dari pemberontakan para wanita di abad ke 19 karena merasa tidak terima, dengan perlakuan kaum pria terhadap wanita yang semena-mena. Para wanita dipandang sebagai mahluk cacat sehingga dinilai tidak memiliki hak apapun di dunia ini. Tetapi pada saat ini, setelah kedudukan wanita diakui dan berhak menentukan, mendapatkan apa yang diinginkannya. Hak-hak itu justru disalah gunakan oleh kaum wanita untuk menyalahi kodratnya sebagai kaum hawa. Salah satu bukti nyatanya adalah keadaan bahwa sekarang ini wanita sering berada di luar rumah dan melupakan tugas utamanya sebagai ibu rumah tangga. Selain itu wanita juga menginginkan kedudukan yang sama dengan lelaki, padahal agama Islam dengan jelas menyatakan bahwa wanita walau bagaimanapun tetap harus menghormati laki-laki sebagai imam dan sebagai yang melindungi mereka.
FEMINISME wanita yang tidak melupakan kodrat dan tugas mereka sebagai kaum hawa dan kaum pria yang menyadari tugas mereka sebagai imam yang harus melindungi dan memberi contoh kepada kaum wanita. Kesadaran tentang kewajiban dari diri masingmasing adalah hal yang paling baik yang harus dilakukan oleh setiap manusia. Karena dengan menyadari tugas dari masingmasing individu, manusia akan lebih menghargai dirinya sendiri dan orang lain. Saling menghargai antar sesama manusia dan tidak mengklasifikasikan hak-hak manusia hanya berdasarkan faktor bentuk fisiknya saja, tetapi lebih kepada kemanusiaan dan tugasnya sebagai manusia yang memiliki perbedaan gender. Penyetaraan hak harus dilakukan tetapi tetap tidak boleh melewati batasanbatasan yang tetap harus dijaga dan dipatuhi. Karena batasan itulah yang akan membuat manusia tetap berada pada keadaan yang semestinya, tanpa harus merusak tatanan kehidupan yang seharusnya.
Batasan mutlak diperlukan, karena jika manusia dibiarkan bebas tanpa batas bukan tidak mungkin manusia akan kehilangan jatidirinya dan menganggap suatu kebenaran sebagai pengekang dari kebebasannya, kemudian mulai membenarkan hasil dari pemikirannya sendiri tanpa memperhatikan kewajibannya Kesetaraan gender atau yang sebenarnya sebagai seorang emansipasi memang baik, tetapi manusia. yang paling penting adalah Jika penyalahgunaan arti kesadaran diri manusia atas tugas dari feminisme tetap dilanjutkan, mereka masing-masing. Kaum bukan tidak mungkin kerusakan-
kerusakan akan semakin bermunculan. Apabila para wanita telah melukai kewajibannya sebagai seorang wanita, jadi siapa yang akan menggantikan tugastugasnya? Jika seorang ibu rumah tangga telah melupakan tugasnya sebagai seorang ibu dan istri lalu sibuk dengan urusannya di luar rumah, maka tidak akan ada rumah tangga yang harmonis, dan kemungkinan besar rumah tangga tersebut tidak akan bertahan lama. Jadi, bukankah lebih baik jika kita tetap menjaga batasanbatasan yang tidak boleh kita langgar dalam melaksanakan keadilan? Stereotipe yang dibangun tentang penyetaraan gender saat ini telah dipersalah gunakan oleh segelintir orang untuk kepentinganya sendiri. Bukankah lebih baik jika sekarang kita mulai menyadari kewajiban dari diri kita sendiri dan menghargai hakhak orang lain sambil mencari pembenaran dari hak-hak diri sendiri. Dengan begitu tidak akan ada lagi penindasan terhadap hak seseorang dan tidak ada anggapan bahwa diri sedang tertindas.
Oleh : Mustaji
FACEBOOK : WARTA KAMPUS UNIVERSITAS TRUNOJOYO, TWITTER : @LPMSM, @WARTAUTM, WEB /BLOG : HTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM, E-MAIL : SPIRIT-MAHASISWA@GMAIL.COM
BULETIN SELEMBARAN
ORGANISASI
PELARIAN DIRI SANG ORGANISATORIS Organisasi mahasiswa baik intra maupun ekstra, hampir tak terhitung jumlahnya. Namun, latar belakang berdirinya organisasi seakan tak sejalan dengan relevansinya saat ini. Kebanyakan hanya melahirkan para organisatoris yang aktif berkontribusi jika tak sedang ‘galau’. Penyakit ini pun yang seringkali menyerang penulis dalam aktifitas organisasi. Memang tak ada yang salah, namun juga bukan berarti kebenaran karena tak ada fatwa yang membatasinya. Berorganisasi adalah salah satu kebutuhan sosial manusia yang menurut Abraham Maslow dalam teori kebutuhan hierarkinya dapat dicapai setelah kebutuhan fisiologis dan rasa aman terpenuhi. Selanjutnya, setelah kebutuhan sosial terpuaskan, manusia akan dapat memenuhi kebutuhan akan penghargaan dan aktualisasi diri. Pada kenyataannya, melalui organisasi, mahasiswa seakan-akan kikir atau saking ambisiusnya sehingga ‘sambil menyelam minum air’. Disamping kebutuhan sosial terpenuhi, kebutuhan penghargaan dan aktualisasi diri pun turut dikejar sampai terpuaskan. Membawa embel-embel kejayaan gerakan mahasiswa yang menggulingkan pemerintah Soeharto, seakanakan ada nilai lebih bagi seorang mahasiswa yang juga seorang aktivis atau organisatoris kampus. Apalagi saat ini banyak dikritik
bahwa mahasiswa hanya sekadar pelacur IPK dan pengejar jabatan menjanjikan, sehingga makin melambung tinggi kepala sang organisatoris yang mengaku agent of change. Diagung-agungkan dengan persepsi demikian, nyatanya tidak dibarengi fakta sesungguhnya. Organisasi menjadi semacam pelarian mahasiswa agar tak disebut mahasiswa kupu-kupu (kuliah-pulang) atau bahkan juga menjadi pelarian dari berbagai aktifitas pekuliahan yang menjemukan. Bagi sang organisatoris, akan ia temui berbagai pengalaman yang lebih menarik minat dan bakatnya, adanya dispensasi kegiatan perkuliahan pada saat kegiatan organisasi tertentu, dan juga keuntungan dalam hal pergaulan dan sosialisasi. Sesuatu yang sangat menguntungkan dibanding hanya berdiam diri di dalam kos atau dibuat pusing oleh tugastugas kuliah yang belum rampung. Lalu, jika yang terjadi pada kebanyakan organisasi adalah semakin waktu semakin lepas satu per satu anggota organisasi tanpa alasan yang jelas, munculnya komunitas-komunitas yang mengatasnamakan organisasi berkualitas namun tidak dengan kinerja yang jelas, dan juga tidak adanya kontribusi anggota selain hanya sebagai gayagayaan atau biar mendapatkan sertifikat penghargaan untuk mengajukan beasiswa, apakah
pantas menyamaratakan sang organisatoris kita saat ini dengan yang pernah jaya pada masa lalu? Sebuah pertanyaan yang hanya bisa kita jawab dengan mengubah cara berpikir kita masing-masing. Mengubah niat untuk apa kita aktif berorganisasi, dan apa pentingnya kontribusi kita di dalamnya.
Oleh : Riris A.N.
FACEBOOK : WARTA KAMPUS UNIVERSITAS TRUNOJOYO, TWITTER : @LPMSM, @WARTAUTM, WEB /BLOG : HTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM, E-MAIL : SPIRIT-MAHASISWA@GMAIL.COM
BULETIN SELEMBARAN
ORGANISASI
LUKA”-LIKU ORGANIMITASI
Ilustrator : Google.com Organisasi kini terlena akan eksistensi hingga melupakan makna sebuah isi yang harusnya diutamakan. Layaknya beli kucing didalam karung. Menampakkan yang baik-baiknya saja untuk diperlihatkan, lalu menyembunyikan keburukan yang sungguh-sungguh ada, demi menarik orang lain. Keseimbangan itu perlu, karena daya pikat organisasi untuk sekarang ini hanya terletak pada kegiatanya, cara dalam berorganisasinya, dan ruang lingkupnya. Entah apalagi
yang pantas diunggulkan, selain itu. Visi-misi, tujuan, atau citacita utopis yang selalu melekat, atau apalagi ?. Coba kita telaah lagi, hampir semua organisasi yang pernah saya tau, tujuannya tak pernah buruk, bahkan visimisinya sangat mulia. Namun kenyataanya, organisasi sekarang ini tak lebih baik dari “ejakulasi dini”. Belum apa-apa sudah merasa paling berjasa, belum apa-apa sudah merasa paling hebat, belum apa-apa merasa paling berkorban, dan belum apa-
apa sudah merasa-merasa yang lainnya. “lha,,,gundulmu”. Apalagi kalau individunya merasa bahwa organisasi yang ia ikuti adalah yang paling benar, dan lebih berguna/baik dari yang lain. lantas hanya sebatas itukah, atau anda tidak terima dengan kenyataan yang saya sebutkan tadi. Apalagi kalau mengetahui alasan-alasan yang melatar belakangi keinginan untuk masuk suatu organisasi. Sehingga pernah saya melakukan observasi
FACEBOOK : WARTA KAMPUS UNIVERSITAS TRUNOJOYO, TWITTER : @LPMSM, @WARTAUTM, WEB /BLOG : HTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM, E-MAIL : SPIRIT-MAHASISWA@GMAIL.COM
BULETIN SELEMBARAN sederhana dengan bertanya kepada teman-teman yang aktif dalam organisasi. Dan ini beberapa alasan sederhana yang cukup singkat. Apa alasan anda memilih masuk suatu organisasi ?, “Lho saya ikut berorganisasi ya, untuk meningkatkan kemampuan saya dan mengembangkanya?”, “kalau saya masuk organisasi, karena saya tertarik dengan kegiatanya”, “tentu saya masuk organisasi, karena banyak tawaran-tawaran jaringan kerja yang membantu saya dalam mencari pekerjaan nantinya”, “kalau saya masuk organisasi, karena ingin mencari pengalaman”, “kalau saya masuk organisasi, karena benar-benar ingin belajar dan menggapai citacita saya”, “kalau saya masuk organisasi sih, cuma-ikut-ikutan saja kok” , “kalau saya, ya biar mudah mendapat beasiswa” dan “kalau saya sih, biar nanti bisa dapat dukungan banyak saat pemilihan presiden mahasiswa nanti”. Dan dari beberapa teman yang saya tanya mengenai kenapa ingin masuk organisasi. Kepada teman yang menjawab terakhir ini, saya tertarik. Saya pun balik tanya kepada teman saya ini. “oh ingin menjadi presiden mahasiswa toh, lho kok bisa begitu”, ia pun menjawab, “ ya bisa, lah organisasi yang saya masuki kan mengenal saya dan tau betul tentang saya, kalau saya bisa menjanjikan apa yang mereka minta, saat saya sudah mendapat yang saya ingin kan dari mereka, kenapa tidak!”.
ORGANISASI bakalan lebih baik dari organisasi dewasa ini. Jika niatan masuk organisasi saja kurang serius. Apalagi nanti berproses dalam organisasi. “Masih menyangkal”, ya itu kan niatanya, kalau sudah masuk dalam sebuah organisasikan kemungkinan untuk berubah menjadi lebih baik dan tidak seperti awal masuk, itukan bisa terjadi. Namanya berproses, apapun kan bisa berubah. “Berubah bagaimana maksudnya”. Apa berubah lebih fanatik dengan organisasi tersebut, sehingga apapun yang menjelakkan organisasi yang dikuti, akan dilawan. Atau totalitas berorganisasi, sehingga apapun yang dianggap tidak sejalan dengan organisasinya akan di habisi. Atau professional berorganisasi, seperti ikut banyak organisasi, dan pintar menempatkan diri, sambil mencari keuntungan disetiap organisasi yang ia tempati. “Itu juga boleh”, oportunis sedikitlah. Asal tidak terlalu fanatik. “Tapi mungkinkah hal itu dilakukan, kalau makin membuat budaya berorganisasi dan individu-individu dalam organisasi lebih tak bermutu dan hanya sekedar parasit”.
organisasi telah luntur begitu saja, keinginan untuk mencapai ketenaran bagi mayoritas orang adalah hal penting, kini tak ubahnya menjadi lomba yang tak langsung terus menjamur. Meski sekedar tampil sebagai pajangan, tidak sedikit orang yang menikmati hal tersebut, asalkan bisa dikenal, dilihat, dan kemudian diperbincangkan. Kemauan berorganisasi sepertinya didasari oleh nafsu untuk menunjang reputasi diri. Mengutamakan kepentingan individualisnya sedangkan proses berorganisasi menjadi nomor kesekian. Hingga parahnya lagi, sulitnya berpendapat tampa harus menyepelekan organisasi lainya, sulitnya membahas organisasi tampa keburukanya, kejelekanya, kemunafikanya, dan kepalsuanya. Karena semua kebaikan dalam organisasi selalu dikedepankan sedangkan realitas yang kontradiktif selalu ditutup rapi.
Oleh : M. Katin
ketika organisasi hanya dijadikan sebagai wadah penampungan gembel-gembel yang haus ketenaran. Lalu mereka pura-pura disibuk dengan aktivitas organisasi tersebut, padahal ketulusan dan keluhuran dalam berorganisasi begitu sulit untuk didapat. Yang nampak dari organisasi hanyalah Masih terlena dengan pantulan secuil kenyataan, yang sejarah atau perjuangan besar dipoles hingga terlihat seperti organisasi. Atau masih menjunjung “baik”. Sungguh sangat lucu tinggi ideologi organisasi tampa jika hal tersebut diwarisi oleh kompromi. Masih mungkinkah para penerusnya. Peran individu jika mengharapkan output yang sebagai pendongkrak kualitas
FACEBOOK : WARTA KAMPUS UNIVERSITAS TRUNOJOYO, TWITTER : @LPMSM, @WARTAUTM, WEB /BLOG : HTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM, E-MAIL : SPIRIT-MAHASISWA@GMAIL.COM
BULETIN SELEMBARAN
PLAGIASI
Ilustrator : Google.com
FACEBOOK : WARTA KAMPUS UNIVERSITAS TRUNOJOYO, TWITTER : @LPMSM, @WARTAUTM, WEB /BLOG : HTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM, E-MAIL : SPIRIT-MAHASISWA@GMAIL.COM
BULETIN SELEMBARAN
PLAGIASI
PLAGIARISME DAN ALIENASI PENDIDIKAN Bekerja tidak lagi menjadi transformasi dan pemenuhan sifat dasar manusia, akan tetapi membuat kita merasa kurang menjadi manusia dan kurang menjadi diri kita sendiri (Teori alienasi Karl Marx). Plagiarisme dalam dunia pendidikan di Indonesia belum juga menemui titik solusi. Namanama yang masuk lingkaran hitam pelanggaran UU Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) nyatanya sekadar angin lalu yang hanya menghiasi headline media massa. Terungkapnya kasus plagiarisme yang dilakukan Anggito Abimanyu (AA), seorang guru besar Universitas Gajah Mada (UGM) dalam artikelnya di kolom opini Harian Kompas pada (10/02/14) seperti dilansir sindonews.com ternyata tidak menampakkan adanya revolusi pemberantasan plagiarisme selanjutnya. Aktivitas plagiarisme cenderung dipersoalkan sebatas kesenjangan moral atau ketidakpahaman pelaku terhadap hal-hal termasuk praktek plagiat. Tidak banyak yang menyadari adanya dikotomi sistem pendidikan yang represif, menuntut akselerasi dan aktualisasi terhadap hasil. Standart kelulusan peserta didik misalnya. Setiap tahun mengalami perubahan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang semakin tinggi. Akselerasi terhadap pencapaian kompetensi belajar pun digalakkan. Para guru mengakali
Ilustrator : Google.com strategi pembelajarannya dengan menempatkan peserta didik sebagai pribadi yang aktif dan cekatan dalam segala bidang ilmu pengetahuan. Teknik penugasan karya tulis sekaligus presentasi di dalam kelas hampir memenuhi jurnal kegiatan belajar mengajar. Tentu bukan rahasia umum lagi di kalangan akademisi. Sebuah karya tulis yang seharusnya melewati proses penelitian atau studi literatur yang mumpuni, kini melalui fasilitas copy dan paste dari internet sudah dapat diwujudkan bentuknya dalam waktu sekejab. Semuanya dilakukan demi akselerasi, mengingat masih banyak tanggungan penugasan yang mengantri. Refleksi Fenomena Alienasi
Fenomena plagiarisme atas dasar efektifitas pemenuhan tugas menampakkan realitasnya yang lain. Bukan sekadar penyalahgunaan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, akan tetapi juga menimbulkan stigma pendewaan terhadap hasil akhir. Teori Karl Marx tentang alienasi manusia seperti terkutip di atas seakan menunjukkan wacana yang terkait fenomena plagiarisme saat ini. Karl Marx menganggap dalam sistem kapitalisme, orangorang tidak bekerja secara bebas dan universal, melainkan sematamata terpaksa, sebagai syarat untuk bisa hidup. Jadi, pekerjaan tidak mengembangkan, melainkan mengasingkan manusia, baik
FACEBOOK : WARTA KAMPUS UNIVERSITAS TRUNOJOYO, TWITTER : @LPMSM, @WARTAUTM, WEB /BLOG : HTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM, E-MAIL : SPIRIT-MAHASISWA@GMAIL.COM
BULETIN SELEMBARAN dirinya sendiri maupun orang lain (Franz Magnis-Suseno, 2005:95). Mahasiswa tidak lagi beranggapan bahwa mengerjakan tugas perkuliahan membuat ilmu pengetahuannya bertambah. Ia memenuhi tugas bukan lagi atas dasar semangat dan kecintaannya, melainkan karena adanya keterpaksaan untuk memperoleh transkrip nilai. Seorang guru besar sekelas AA pun, mungkin sudah kehilangan jati dirinya hingga mengalienasi diri terhadap pekerjaan menulis. Menulis dijadikan obyek perolehan upah sekaligus eksistensi, bukan sarana berpikir dan bersuara. Diperlukan Revolusi Memang tidak dapat disamakan seutuhnya antara fenomena alienasi pada kasus plagiarisme dengan alienasi manusia yang dibahas Karl
PLAGIASI Marx. Keduanya merupakan masalah pada tingkat dan jenis yang berbeda. Namun, mengambil langkah revolusi pada sistem pendidikan seperti halnya Karl Marx melakukan revolusi proletariat bukanlah cara yang salah untuk mengakhiri plagiarisme. Dalam ilmu fisika dirumuskan bahwa akselerasi (a) = besarnya gaya (f) dibagi massa (m). Maka, akselerasi dalam proses pembelajaran akan semakin optimal jika besarnya gaya, dalam hal ini penjelasan materi dari dosen dan pendalaman materi secara mandiri oleh mahasiswa diperbesar. Sementara besar massa yang mempresentasikan beban tugas perlu diperkecil. Kecanggihan teknologi juga sudah seharusnya dibarengi dengan penggunaan software pendeteksi
plagiasi. Hal ini sebagai langkah preventif untuk mengetahui pihak-pihak yang melakukan plagiarisme. Mempertegas sanksi hukum untuk diberlakukan pada pelaku plagiarisme pun perlu diprioritaskan. Karena lemahnya lembaga hukum justru mengundang penyimpangan-penyinmpangan hukum berkeliaran. Plagiasi adalah pembodohan. Jika saja tubuh dan pikiran kita digerakkan untuk melangkah lebih maju, tidak perlu mengalienasi diri untuk mencapai eksistensi. Sebaliknya, semakin kita diam dan mengurung diri, sama halnya dengan mendiamkan bangsa ini dipenuhi orang-orang tak tahu diri.
Oleh : Riris A.N.
KEBIASAAN SAMPAI KETAGIHAN Plagiasi?. Kebiasaan keseharian yang mudah untuk dilakukan. Mulai dari bidang tulis-menulis, bentuk-membentuk hingga model busanapun mudah untuk diplagiasi. Sedikit akan dijelaskan bagaimana plagiasi itu?. Ada sebuah artikel, lengkap dari judul hingga penutup atau daftar isi, lalu anda mengganti nama penulisnya dengan nama anda sendiri, seolah tulisan itu adalah tulisan anda. Ada sebuah buku yang terdiri dari berbagai bab. Anda mengambil satu bab, mengubahkanya menjadi makalah atas nama anda sendiri. Ada sebuah hasil penelitian
yang terdiri dari beberapa bab. Anda mengganti lokasi dan waktu penelitian. Sementara format, teori, metodologinya anda contek dari hasil penelitian tersebut dan anda mengatakan kalau itu hasil penelitian anda sendiri. Ada sebuah tulisan, anda mengganti judulnya dengan judul lain, tapi isinya sama saja, lalu anda mengatakan itu tulisan anda sendiri. Di manapun anda mengambil tulisan tersebut. Ada satu atau beberapa paragraf yang anda ambil dari tulisan orang lain tanpa menyebut sumbernya. Ada beberapa paragraf anda ambil dari
tulisan orang lain tanpa mengubah bahasanya, meskipun di paragraf awal saja anda mengatakan kalau tulisan itu berasal dari tulisan orang lain, sementara paragraf lain tidak disebutkan lagi meskipun sumbernya sama, itu adalah plagiasi. Anda mengutip tulisan orang lain satu paragraf panjang (lebih dari empat baris) namun tidak membuat tanda kutip atau memadatkan paragrafnya. Ada sebuah “tesis� (kalimat kesimpulan) yang anda baca dari sebuah penelitian, atau sebuah perenungan akademik, lalu anda mengambil “tesis� itu (dengan
FACEBOOK : WARTA KAMPUS UNIVERSITAS TRUNOJOYO, TWITTER : @LPMSM, @WARTAUTM, WEB /BLOG : HTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM, E-MAIL : SPIRIT-MAHASISWA@GMAIL.COM
BULETIN SELEMBARAN
PLAGIASI
bahasa yang sama atau tidak), lalu mengatakan itu adalah “tesis” anda sendiri. Anda menyebut satu atau beberapa kata istilah untuk mengabstraksi sebuah realitas yang istilah itu belum lumrah dikenal dalam masyarakat, dan anda mengatakan istilah itu dari anda sendiri. Kembali menjelaskan apa yang disebut dengan plagiasi?. Ada sebuah kalimat statement umum yang semua orang tahu atau sudah lumrah diketahui, lalu anda mengambilnya. Seperti: “Indonesia adalah negara kepulauan”. Mengungkapkan informasi geografis suatu tempat yang umum diketahui, atau informasi fisik yang tidak terbantahkan meskipun anda membaca dari tulisan orang lain. Seperti: “Aceh berada di ujung barat pulau Sumatera”. Mengutip bulat-bulat ayat dari kitab suci tanpa mengatakan perusahaan yang mencetak kitab suci tersebut, atau siapa yang melayout dan mendesain tata letak isinya. Menulis sebuah abstraksi dari kumpulan berbagai bacaan, pengalaman, pengamatan yang sudah tersimpan dalam memori pikiran anda. Begitulah sedikit penjelasan bagaimana plagiasi itu berjalan dan bagaimana dikatakan tidak plagiasi. Setiap hari kita melihat dan membaca tulisan orang, melalui media massa dan media online. Dan kita pun tak tahu apakah tulisan itu asli karya orang tersebut atau bukan. Kebiasaan plagiasi kita sudah biasa di jaman sekarang. Apalagi dengan adannya internet yang semakin jaman semakin canggih,
Ilustrator : Google.com dan plagiasi pun mudah untuk dilakukan. Jadi jangan heran setiap kita membuka internet selalu ada tulisan yang hampir sama di blog seseorang. Plagiasi merajalela. Dan jadi seorang plagiator itu sangat mudah. Sekarang untuk menjadi seorang plagiator itu mudah, karena terdapat sumbersumber refrensi yang mudah untuk di ambil dan di tulis ulang oleh seorang plagiator.
hingga pendidik. Maka dari itu biarlah ideologi plagiasi ini berkembang, karena manusia yang lama-kelamaan mengkonsumsi kebiasaan plagiasi maka mereka dengan sendirinya akan bosan dan mulai meninggalkan kebiasaan itu. Maka plagiasi ini sulit untuk di libas abis, karena semakin banyak peraturan dibuat maka semakin banyak pula perilaku-perilaku plagiasi yang dilakukan. Tulisan yang saya buat ini adalah Sekarang berbicara salah satu bentuk dari plagiasi, plagiasi di kalangan akademik. jadi saya adalah plagiator dan Ya mungkin plagiasi di kalangan saya bangga. Dari plagiasi inilah akademik sudah berjalan dengan saya mendapatkan banyak ilmu baik. Mengapa baik? Seseorang dan refrensi untuk pelajaran hidup pimpinan di akademik pun bisa ke dapan saya. Maka jangan tiru melakukan plagiasi, bahkan perilaku saya ini. pimpinan bergelar Prof. Dr. pernah melakukan plagiasi demi mendapat gelar tersebut. Tidak Oleh : Toto Pratomo bisa dipungkiri lagi bahwa plagiasi di kalangan akademik memang sudah di konsumsi dari pembelajar
FACEBOOK : WARTA KAMPUS UNIVERSITAS TRUNOJOYO, TWITTER : @LPMSM, @WARTAUTM, WEB /BLOG : HTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM, E-MAIL : SPIRIT-MAHASISWA@GMAIL.COM
BULETIN SELEMBARAN EDISI KHUSUS 2014
LEMBAGA PERS MAHASISWA
SPIRIT-MAHASISWA
BULETIN MEMUAT OPINI YANG DIBAGIKAN KE MAHASISWA UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
FACEBOOK : WARTA KAMPUS UNIVERSITAS TRUNOJOYO, TWITTER : @LPMSM, @WARTAUTM, WEB /BLOG : HTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM, E-MAIL : SPIRIT-MAHASISWA@GMAIL.COM