JURNAL EDISI KHUSUS PENGENALAN KEHIDUPAN KAMPUS 2016
1
Daftar isi JENDELA 8
POLEMIK RAMBUT 2CM
RESENSI PENDISIPLINAN KEPALA ALA ORDE BARU
10
OPINI Menilik Kembali Makna Kampus:
12
Menyoal Urgensi dan Wacana Tandingan Rambut Botak
14
Sebuah Refleksi Kritis Atas Perguruan Tinggi Hari Ini
4 3
INFO UTAMA Kejar Prestasi Lewat Masa Orientasi
SELINTAS Gerilya Ormawa Sebelum PKK
TESTIMONI 16
Kenapa Memilih UPN “Veteran” Jakarta ?
17
Kesan dan Pesan selama mengikuti PKK ?
LENSA
DITERBITKAN OLEH Lembaga Pers Mahasiswa ASPIRASI Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta PELINDUNG Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan PEMBIMBING Biro Kerjasama dan Kemahasiswaan PEMIMPIN REDAKSI Brigita Ferlina Siamirani REDAKTUR PELAKSANA Haris Prabowo SEKRETARIS REDAKSI Winda Septi Adelina BENDAHARA REDAKSI Maryam Amini UTUSAN DEWAN REDAKSI Mevi Renanda KOORD. UMUM JURNAL Danang Kurniawan PRODUKSI Donal Cristoper Siahaan, Sandy Mahdi WIbawa KOORD. FOTO Deden Abdul Qohar, Sasgia Rahmalia Chan EDITOR Haris Prabowo, Brigita Ferlina, Faiz Irsyad, Maryam Amini, Mevi Renanda, Helena Lisa, Winda Septi Adelina, Haura Hafizhah, Hersa Khoirunnisa JURNALIS Donal Cristoper Siahaan, Danang Kurniawan, Sandy Mahdi, Deden Abdul Qohar, Tri Ditrarini Saraswati, Aprilia Zul P, Salma Decilia, Sasgia Rahmalia Chan Redaksi ASPIRASI menerima kiriman kontribusi artikel dengan maksimal 7000 karakter. Redaksi berhak menyuting tulisan tanpa merubah makna dan isi. Tersedia bingkisan menarik bagi tulisan yang lolos rapat redaksi dan masuk dalam jurnal. Pintu redaksi terbuka lebar bagi tanggapan, kritik, hak jawab, maupun segala hal yang bersangkutan dengan redaksional. Gang Lorong, Pintu No. 3, Kampus Pondok Labu Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ) Jln. Rs. Fatmawati, Pondok Labu, Jakarta Selatan 12450 www.aspirasionline.com online.aspirasi@gmail.com @LPMaspirasi
2
EDISI KHUSUS PENGENALAN KEHIDUPAN KAMPUS 2016
selintas
WWW.ASPIRASIONLINE.COM
Gerilya Ormawa Sebelum PKK Sebelum pagelaran PKK berlangsung, beberapa ormawa lakukan cara tersendiri guna membantu mahasiswa baru mengahadapi masa orientasi UPNVJ. Oleh Donal Cristoper Siahaan
P
enyambutan mahasiswa baru merupakan sebuah kegiatan rutin tahunan yang dilakukan oleh kampus dan organisasi mahasiswa (ormawa). Tak hanya pihak birokrat Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ) saja yang melakukan segala hal guna menyiapkan acara Pengenalan Kehidupan Kampus (PKK), beberapa pihak ormawa pun mengaku telah melakukan langkah persuasif untuk mengenal lebih dekat dengan mahasiswa baru. Masing-masing Ormawa pun memiliki cara tersendiri dalam upaya menyatukan mahasiswa barunya. Salah satu bentuk kesigapan setiap Ormawa ialah dengan membentuk grup dalam aplikasi pesan singkat yang khusus berisikan mahasiswa baru tahun 2016. Salah satunya adalah Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (BEM FISIP) yang telah mencoba cara tersebut. “Divisi media online dari BEM FISIP telah memiliki dan mengkoordinasi group mahasiswa baru FISIP tahun 2016 dengan didampingi dua orang perwakilan BEM,” tutur Gema Aditya Pratam saat ditemui ASPIRASI, Jumat (12/8) lalu. Ia menjelaskan bahwa fungsi dari group tersebut untuk menjadi wadah informasi segala hal kegiatan PKK, khususnya inbound tingkat fakultas. Senada dengan FISIP, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum (BEM FH) juga telah melakukan hal yang sama. Ketua BEM FH Agisna Viet mengatakan bahwa mahasiswa baru tahun 2016 sudah aktif untuk mencari informasi terkait inbound tingkat fakultas. Seperti segala macam barang yang diperbolehkan dan yang tidak. Ia menambahkan bahwa mahasiswa baru FH pun telah mengadakan kegiatan family gathering untuk menjalin keakraban dan hubungan antar mahasiswa baru dari grup tersebut. Dari Gedung Yos Sudarso pun tak kalah ambil lang-
kah, Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin juga telah membuat grup mahasiswa baru dan panitia untuk memudahkan koordinasi tekait informasi PKK. Ketua Himpunan Mahasiswa Teknik Mesin Rizky Luthfi mengatakan bahwa untuk persiapan acara PKK di jurusan Teknik Mesin sudah siap. Selain membuat grup khusus bagi mahasiswa baru, Ormawa juga turut ambil andil dalam menjalankan acara PKK yang berlangsung pada 18-20 Agustus. Salah satunya adalah Senat Mahasiswa Fakultas Hukum yang persiapannya telah matang beberapa hari sebelum pelaksanaan PKK. “Sejauh ini persiapan sudah baik. Alhamdulilliah sejauh ini tidak ada yang diubah-ubah oleh dekanat FH,” tutur Amanda Shabrina yang menjabat sebagai ketua. Tak jauh berbeda dengan mahasiswanya, pihak kampus sendiri juga turut andil dalam mempersiapkan acara PKK mendatang. Terlihat adanya pergantian tiang bendera dan keramik yang bertempat di depan gedung Fakultas Kedokteran, serta perbaikan di beberapa sektor Masjid UPNVJ. Sukartomo dari bagian Biro Umum UPNVJ menjelaskan ihwal renovasi dan perbaikan tersebut tidak hanya dilakukan untuk menyambut mahasiswa baru. “Pergantian tiang bendera, dan perbaikan keramik memang ditargetkan selesai sebelum upacara 17 Agustus. Hal ini dilakukan untuk upacara kemerdekaan dan untuk perbaikan fasilitas universitas kedepannya”, tambahnya. Sejauh ini, menurut Sukartomo, tak ada kendala yang berarti dalam proses renovasi dan perbaikan infrastruktur, baik dari segi keuangan maupun dari pekerjanya. Ia menambahkan bahwa renovasi dan perbaikan ini berlangsung dibawah tanggung jawab Biro Umum.
3
INFO UTAMA
WWW.ASPIRASIONLINE.COM
Kejar Prestasi Lewat Masa Orientasi Pengenalan Kehidupan Kampus (PKK) sejatinya merupakan masa orientasi mahasiswa baru pasca terlepas dari lingkungan sekolah. Peningkatan kreatifitas mahasiswa digadang sebagai konsep dasar. Oleh Aprilia Zul P, Sasgia Rahmalia Chan
4
EDISI KHUSUS PENGENALAN KEHIDUPAN KAMPUS 2016
WWW.ASPIRASIONLINE.COM
T
ertanggal 17–20 Agustus, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ) mengadakan program Pengenalan Kehidupan Kampus (PKK) untuk menyambut para mahasiswa baru tahun 2016. Program ini, menurut lembaran Panduan Umum Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru, bertujuan untuk memberikan pembekalan kepada mahasiswa baru agar dapat lebih cepat beradaptasi dengan lingkungan kampus, khususnya terkait kegiatan pembelajaran dan kemahasiswaan. Wakil Rektor (Warek) III Bidang Kemahasiswaan Halim Mahfudh mengatakan bahwa untuk PKK tahun ini konsep yang diusung UPNVJ tidak jauh berbeda dengan konsep tahun sebelumnya. Hanya kali ini, pihak kampus lebih menekankan kepada Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM). Peluang PKM itu sendiri, sambung Halim, misalnya dari Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) atau Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) yang membentuk suatu himpunan keilmuan. “Nah, itu yang banyak disediakan tropi-tropinya dan hadiah-hadiahnya, sehingga saya mendorong ke sana,” jelasnya saat ditemui di kantornya, Jum’at (12/8) lalu. Agar PKM ini berjalan dengan maksimal, pria kelahiran 59 tahun silam tersebut berencana untuk mendatangkan pakar–pakar yang akan membimbing. Tidak hanya untuk mahasiswa baru, namun juga untuk mahasiswa seleksi Bidikmisi untuk melakukan penelitian atau karya ilmiah. Hal tersebut juga diamini oleh Rektor UPNVJ Eddy S. Siradj dengan mengatakan bahwa pakar–pakar yang akan didatangkan dalam membawakan materi adalah para alumni UPNVJ yang sudah berhasil sukses. “Karena sekarang tahun inovasi nasional, kita harapkan mahasiswa itu untuk berinovasi dan inovatif. Harus banyak-banyak nyoba keluar, jangan cuma jago kandang. Kalo kita banyak-banyak keluar, walaupun tidak menang, tidak masalah. Yang penting kita mencoba,” ujarnya saat ditemui usai upacara peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) yang ke71, Rabu (17/8) silam. Terakhir, Halim berharap kegiatan PKK ini akan membuat mahasiswa baru lebih adaptif, sehingga mereka lebih cepat menerima perubahan dari siswa ke mahasiswa. “Kemudian yang kedua saya ingin menjadikan mahasiswa secara keseluruhan untuk meningkatkan kualitas kegiatan kita. Kita saat ini ada di urutan 2644 (dari 3320 Perguruan Tinggi), saya memang mimpi untuk paling tidak tahun ini masuk 2000 lah, nanti tahun depan masuknya 1000. Saya punya cita–cita UPN ini dilihat dari usianya harusnya masuk
INFO UTAMA 100 besar,” tutupnya dengan raut wajah optimis. Masuknya Bela Negara dan BNN ke Dalam PKK Tak hanya Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) yang digalakkan, beberapa materi tambahan pun ikut dipelajari oleh mahasiswa baru 2016. Salah duanya adalah materi mengenai bela negara dan bahaya narkotika dalam ranah kampus, pada Kamis (18/8). Materi mengenai kenarkotikaan pun diisi oleh Komandan Razia Diskotik Jakarta, Sapari Partodiharjo, dari Badan Narkotika Nasional (BNN). Tak hanya mengenai menjelaskan betapa bahayanya narkotika, Sapari pun memberi informasi tentang jenis-jenis narkotika. Dalam paparannya, ia juga menampilkan beberapa contoh kurir-kurir narkotika yang berlokasi di Indonesia. Tak ketinggalan, materi Tataran Dasar Bela Negara pun disajikan untuk para mahasiswa baru. Kolonel Arh. Luhkito H. Iswanto didaulat menjadi pembicara. Pria kelahiran 8 Maret 1965 tersebut memaparkan mengapa penting untuk membahas bela negara, apa yang harus dibela dari negara, hingga nilai yang dikembangkan dalam bela negara. Wakil Rektor (Warek) III Bidang Kemahasiswaan Halim Mahfudh menegaskan bahwa Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ) adalah kampus yang bercirikan bela negara. “Bela negara di kampus kita bukan berarti gaya tentara,” ujarnya. Ia menjelaskan bahwa ilmu-ilmu yang telah didapat oleh mahasiswa diharapkan dapat berguna untuk kebaikan negara. Perguruan tinggi dan akademi militer memiliki perbedaan dalam segi penerapan, tambahnya. Oleh karena itu, Halim menambahkan, akan ada beberapa aturan yang berbeda dari perguruan tinggi lainnya. “Diantaranya adalah pemotongan rambut lebih pendek lagi dan penyeragaman pakaian putih hitam saat ujian,” tutupnya. Sedikit Cerita Dari PKK 71 tahun silam, pada tanggal 17 Agustus terjadi sebuah peristiwa yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Peristiwa tersebut merupakan pembacaan teks proklamasi oleh Soekarno, yang menandakan bahwa Indonesia telah lepas dari belenggu penjajahan. Sebagai kampus berslogan nela negara, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ)
5
INFO UTAMA
tidak pernah melewatkan momen berharga tersebut. Tidak hanya itu, momen ini juga selalu dimanfaatkan oleh UPNVJ untuk menyambut mahasiswa barunya dan menandakan dimulainya aktivitas akademik tahun ajaran baru. Tidak seperti biasanya, pada Rabu (17/8) pukul 06.00 WIB, UPNVJ terlihat telah ramai. Keramaian itu disebabkan oleh para mahasiswa baru (mab) yang tengah duduk berbaris menunggu upacara kemerdekaan sekaligus upacara penyambutan masa orientasi maba. Terlihat juga beberapa panitia beralmamater hijau tengah sibuk mengarahkan agar tetap tertib sambil mengatur yang baru datang. Tiga hari para maba melakukan kegiatannya, dalam barisan maba yang telah tertib diarahkan menuju kantin untuk registrasi. Di sana, para maba mendapatkan nametag serta pita berbagai warna dengan nomor kelompok untuk dipakai dilengan almamater mereka. Pada Kamis (18/80), dimulainya Pengenalan Kehidupan Kampus (PKK) tingkatan universitas dengan pengisian materi. Materi mengenai perguruan tinggi, materi bela negara materi Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM), hingga materi tentang bahaya narkoba. Tak lupa organisasi mahasiswa (Ormawa) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) ikut andil dalam melakukan promosi. Tahun ini, Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) diberikan mandat untuk menjadi koordinator PKK dengan dibantu oleh panitia sebanyak 60 orang, yang terdiri dari perwakilan Ormawa dan UKM. Dari jumlah maba bertotalkan 2350 orang,
6
WWW.ASPIRASIONLINE.COM
jumlah ini nantinya akan dibagi kedalam lima kelompok. Dibetuknya kelompok ini dikarenakan UPNVJ belum memiliki ruangan yang dapat menampung keseluruhan mahasiswa baru. Bahkan karena kekurangan tempat, UPNVJ juga terpaksa harus meminjam auditorium Graha Adya Wicaksana, milik Kementrian Pertahanan (Kemhan). “Kita tidak punya ruangan yang kapasitas 500-an. Auditorium juga tidak cukup, itu masalah teknis. Kita mengkelompokkan supaya putarannya tepat itu lima kelompok. Nah, mahasiswa itu katakanlah 2000, dibagi lima kan 400-an. Padahal yang ada ruang cuma muat 300-an, berarti ada ruang yang perlu kapasitas 500. Alternatif yang pertama adalah kedokteran, itu sekitar 450. Makanya terpaksa menyewa seizin rektor,� ujar Wakil Rektor (Warek) III Bidang Kemahasiswaan Halim Mahfudh. Hari terakhir PKK, Sabtu (20/8), diisi dengan ceramah praktisi mengenai prospek dan tantangan profesi yang diberikan oleh praktisi fakultas. Halim yang sekaligus menjabat sebagai Ketua Pelaksana PKK menjelaskan bahwa pemberian materi tersebut bertujuan untuk membangun semangat maba dan prospek kerja mereka kedepannya. Setelah ceramah berakhir, maba pun diperkenalkan kepada sarana dan prasarana fakultas. Pasca berkeliling, para maba pun dikumpulkan kembali di lapangan untuk menyaksikan parade UKM. Dimana tempat menjadi ajang unjuk kebolehan para UKM, sekaligus menjadi penutup serangkaian PKK 2016 ini.
EDISI KHUSUS PENGENALAN KEHIDUPAN KAMPUS 2016
WWW.ASPIRASIONLINE.COM
lensa
Penyerahan simbolik dari ketua senat universitas kepada rektor
Penyematan kepada perwakilan mahasiswa baru dari setiap fakultas Oleh Deden Abdul Qohar
7
jendela
WWW.ASPIRASIONLINE.COM
POLEMIK RAMBUT
2 CM Masih diterapkannya peraturan rambut 2 cm bagi mahasiswa laki-laki menjadi wujud aplikasi identitas bela negara yang dipegang UPNVJ. Namun, masih ada pro kontra yang muncul. Oleh Salma Decilia
S
etiap Perguruan Tinggi memiliki peraturan tersendiri yang mengatur para mahasiswa dalam melakukan aktivitasnya di kampus, salah satunya dalam hal penampilan rambut. Bila melirik terhadap hak asasi manusia, sepatutnya mahasiswa diberikan kebebasan untuk mengatur penampilan rambutnya masing-masing, tidak ada peraturan khusus yang berkaitan dengan hal serupa. Namun, hal tersebut tidak berlaku di UPN “Veteran” Jakarta (UPNVJ). Kampus hijau ini menekankan peraturan bagi mahasiswa baru terkait dengan penampilan rambut. Dan hal ini menimbulkan polemik tersendiri di kalangan mahasiswa aktif. Seperti yang termuat di pengumumam nomor: Peng/237/UN61/2016 tentang Kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus (PKK) Mahasiswa Baru UPN “Veteran” Jakarta, terdapat ketentuan bagi mahasiswa laki-laki agar tidak berambut gondrong atau panjang rambut maksimal 2 cm. Peraturan tersebut terus diberlakukan UPNVJ meski saat ini sudah menyandang status Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Salah satu mahasiswa program studi S-1 Teknik Perkapalan Putra Cakra ikut angkat bicara, “kalau saya menanggapi UPN sekarang negeri seharusnya ada sebuah kemajuan dan ada perubahan yang dilakukan oleh UPN. Kalau kita liat hubungan botak dengan kepintaran, engga ada hubungannya kan,” katanya saat dihubungi ASPIRASI, Senin (15/8). “Tidak ada untungnya membotakkan mahasiswa. Membotakkan mahasiswa baru itu sama saja dengan mempelonco mereka. Jadi kalau UPN ingin menjadi PTN yang benar, sistem harus diubah dan tradisi harus dirubah, katanya negeri tapi kok masih kayak swasta, jangan jadi negeri rasa swastalah,” tambah lelaki yang kerap disapa Putra ini.
8
Apabila dilihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pelonco memiliki arti pengenalan dan penghayatan situasi lingkungan baru dengan mengendapkan (mengikis) tata pikiran yang dimiliki sebelumnya. “Peraturan mengenai rambut 2 cm ini tidak termasuk perpeloncoan,” tegas Halim Mahfud selaku Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan, Jumat (12/8). Sudah diketahui bersama bahwa UPN “Veteran” Jakarta memiliki identitas khusus sebagai kampus bela negara. Hal itu pun tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) nomor 120 tahun 2014 tentang pendirian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta pasal 2 ayat 1. Karena dikenal sebagai kampus yang berintegritas bela negara, UPNVJ pun menerapkan beberapa karakteristik bela negara seperti disiplin, tertib, dan taat aturan. “Jadi trademark-nya kita itu lebih tertib dalam segala hal apapun di lingkungan manapun, salah satunya kerapihan rambut lakilaki 2 cm. Itu jawaban juga kenapa kalo ujian kok mahasiswa diwajibkan pakai hitam putih. Ya biar mahasiswa taat pada aturan,” imbuh Halim saat ditemui ASPIRASI di ruangannya. Lain halnya dengan Aditya Hasakin, mahasiswa Fakultas Hukum (FH) yang kini menjabat sebagai Kepala Divisi Kesenian Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FH mengemukakan pendapatnya, “rapih itu gak harus botak, gak harus benar-benar cepak gitu kan, rambut itukan pribadi masingmasing,” ungkapnya. “Tanpa harus dipotong botak 2 cm pun kalau mereka niat untuk membela negara mereka akan membela negara, untuk mewujudkan, suatu bela negara atau menunjukan rasa cinta bela negara tidak harus potong botak 2 cm seperti itu,” tambah Putra lagi.
EDISI KHUSUS PENGENALAN KEHIDUPAN KAMPUS 2016
WWW.ASPIRASIONLINE.COM
“
“
jendela
Peraturan yang dibentuk mengenai rambut 2cm itu pada dasarnya adalah untuk membentuk rasa tertib mahasiswa dan membudayakan identitas UPNVJ sebagai kampus bela negara
Karikatur : ASPIRASI/Deden Abdul Qohar
“Peraturan tentang rambut tidak boleh gondrong yang ada di buku tata tertib sebenarnya berlaku untuk semua kalangan mahasiswa UPN “veteran” Jakarta, hanya saja masih ada mahasiswa yang melanggar tata tertib, nah itu juga ada upaya penegakkan. Tapi sekarang penegakan tidak menggunakan kekerasan. Pada dasarnya kita tertibkan, sebenernya aturannya ada. Nah, tinggal kita yang harus menegakkan termasuk dosen,” ujar Halim. Pada dasarnya, peraturan terkait penampilan rambut tertuang di dalam peraturan tata tertib mahasiswa UPNVJ. Halim mengatakan bahwa UPNVJ memiliki dua konsep bela negara, yang pertama bela negara yang ada di bidang militer dan satunya lagi bela negara berdasarkan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti). “Karakteristik bela negara militer itu tertib, disiplin dan cinta tanah air. Kemudian konsep bela negara kemristekdikti misalkan mahasiswanya rajin kemudian dia tekun, ia tidak narkoba, ikut aktif di organisasi, itu ciri-ciri bela negara, jadi pengembangan profesinya dia, pengembangan keilmuan dia sehingga mencintai bangsa,” jelasnya. Merujuk pada konsep bela negara, Halim pun me-
negaskan, “peraturan yang dibentuk mengenai rambut 2cm itu pada dasarnya adalah untuk membentuk rasa tertib mahasiswa dan membudayakan identitas UPNVJ sebagai kampus bela negara”. L e l a k i berdarah Jawa ini juga menjelaskan akan tetap mempertahankan peraturan yang membahas penampilan rambut. “Sepertinya peraturan tentang rambut 2 cm tidak akan dihapus, tapi nanti kita liat perkembangannya dan kita kompromi lagi, peraturan-peraturan itu nanti di diskusikan lagi oleh Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM).” “Dalam membentuk sikap atau perilaku butuh waktu tidak sehari atau dua hari. Untuk membentuk sikap orang itu pertama harus dipaksa, nah aturan kan memaksa, kemudian merasa terpaksa, lalu terakhir mulai melaksankan dan menjadi biasa. Nah sikap ini yang akan jadi kebiasaan, kebiasaan positif tentunya,” ucap Halim menutup wawancaranya dengan ASPIRASI.
9
resensi
Judul Penulis Penerbit Tahun Tebal
: Dilarang Gondrong, Praktik Kekuasaan Orde Baru Terhadap Anak Muda awal Tahun 1970-an : Aria Wiratma Yudhistira : Marjin Kiri : April, 2010 : xxi + 161 Halaman
PENDISIPLINAN KEPALA ALA ORDE BARU Oleh Danang Kurniawan
I
ngatkah kalian ketika rezim Orde Baru masih berkuasa? Suatu masa pemerintahan yang berkuasa selama 32 tahun, terlama dalam sejarah Indonesia. Suatu rezim dimana mantan presiden kita Soeharto yang selalu menjadi ikon. Ternyata pada masa itu permasalahan model rambut gondrong menjadi suatu hal yang tak dapat dianggap sepele. Ketika Orde Baru berkuasa, rambut gondrong telah menjadi sebuah stigma dalam masyarakat sebagai sesuatu yang cenderung membawa ke arah kriminalitas. Memang hal tersebut dapat membuat sebagian orang tertawa ketika dibahas, padahal kala itu menjadi ajang perdebatan panjang. Oleh
10
WWW.ASPIRASIONLINE.COM
karena itu penulis mulai tertarik untuk mencari apa yang sebenarnya terjadi kala itu dengan rambut gondrong. Dalam buku ini, Aria Wiratma Yudhistira bercerita tentang bagaimana iya berpendapat dan menjelaskan bahwa era Orde Baru menjadi ajang yang ditakutkan bagi para pemilik rambut panjang pada saat itu. Melalui penelitian sedikit demi sedikit, iya dapat mengungkapkan bahwa rambut gondrong ternyata menjadi hal yang diperdebatkan mencapai tahunan lamanya. Seakan ingin menyampaikan kepada pembaca bahwa kekuasaan dapat melakukan berbagai upaya untuk mencapai suatu tujuan tertentu bagi pemerintahaan saat itu. Satu hal yang menarik, ketika Orde Baru berkuasa ternyata dapat membuat sebuah gunting menjadi alat yang digunakan untuk menertibkan masyarakat. Jikalau senjata AK-47 dan M-16 menjadi sesuatu yang menakutkan, gunting juga menjadi hal yang sangat dihindari saat itu. Pelarangan rambut gondrong pun bukan sesuatu yang dapat diacuhkan, bayangkan seorang jendral juga ikut serta dalam upaya pemberantasan rambut gondrong. Jendral Soemitro pada acara tv nasilonal Republik Indonesia mengungkapkan bahwa rambut gondrong cenderung membuat pemuda menjadi onverschillig atau acuh tak acuh. Perlakuan diskriminasi pun muncul akibat wacana dilarang gondrong ini, terbukti sebuah televisi nasional Indonesia melarang artis berambut gondrong tampil dilayar kaca. Bahkan beberapa toko pun tidak melayani orang yang beram-
EDISI KHUSUS PENGENALAN KEHIDUPAN KAMPUS 2016
resensi
WWW.ASPIRASIONLINE.COM but panjang. Rambut gondorng dianalogikan laiknya penyakit berbahaya. Di suatu daerah di wilayah Sumatera Utara, justru gubernurnya saat itu pernah membentuk Badan Koordinasi Pemberantasan Rambut Gondorong (Bakorperagon) yang bertugas untuk memberantas orang-orang berambut gondrong. Gerakan anti-gondrong tersebut berupa razia di jalan-jalan raya, pelarangan di lingkungan sekolah, maupun kampus yang dapat mengeluarkan ancaman tidak dapat mengikuti ujian bagi yang melanggar.
Ketika Budaya Hippies Masuk Indonesia Era 1960-an di Amerika Utara dan Eropa Barat, berkembang suatu gerakan budaya dari generasi muda, yang dikenal dengan nama Youth Counter-Culture. Kanneth Westhues mendefiniskan counter-culture sebagai suatu kepercayaan dan dinilai secara radikal menolak kebudayaan di dalam masyarakat, juga sebagai perlawanan yang berlangsungan. Hingga akhirnya memilih aliran (sekte) alternatif di luar nilai yang telah berlaku. Contoh kelompok yang melakukan counter-culture adalah hippies. Hippies merupakan gerakan tanpa bentuk yang para penganutnya tidak memiliki kartu keanggotaan, dan tidak dibatasi oleh umur, maupun batas negara (Westhues, 1972: 74). Penampilan hippies ini sangat eksentrik, seperti rambut panjang, jenggot yang dibiarkan tidak dicukur, memakai pakaian longgar aneka warna (psikadelik), sandal, mengenakan manik-manik, serta kaum perempuannya tidak memakai bra. Sebetulnya, hippies ini merupakan suatu gagasan yang menawarkan kebebasan dalam hidup, penampilan hippies menyimbolkan kedekatannya dengan alam. Ketika hippies masuk ke Indonesia, pemerintah Orde Baru jelas menolak. Hippies dianggap mengganggu ketentraman umum oleh Pemerintah. Hippies dinilai sebagai gelandangan dan menyebarkan narkotika di Indonesia. Hippies juga dipercaya telah menyebarkan pengaruh buruk kepada generasi muda. Padahal anak muda kala itu dibentuk ideologisnya oleh Orde Baru sebagai generasi penurus bangsa. Generasi yang diharapkan dapat melanjutkan nilai-nilai perjuangan yang melandasi Orde Baru. Oleh sebabnya generasi muda dibina dan diselamatkan, agar sejalan dengan gagasan serta ideologi orangtua. Agar dapat berperan sebagaimana mestinya. Namun, gaya hidup remaja yang merebak di masa Orde Baru membuat kekhawatiran dikalangan orangtua. Generasi muda pada saat itu dianggap telah terpengaruh oleh budaya barat yang materialistis, dan perilaku-perilaku yang bertentangan dengan kepribadian nasional.
ruk di mata masyarakat, seperti judul pada berita suatu media massa kala itu seperti, “7 Pemuda Gondrong Merampok Biskota�, “6 Pemuda Gondrong Perkosa 2 Wanita�, dan lain sebagainya. Ia menunjukan bahwa citra berambut gondrong adalah sebagai tindakan kriminal pada saat itu. Jarang ia temukan selama penelitianya pada saat menulis buku ini menemukan orang yang berambut cepak, plontos, gundul menjadi suatu pemberitaan yang murujuk ke dalam hal kriminalitas. Itulah mengapa terdapat larang di berbagai sudut negeri ini mengenai rambut gondrong. Salah satu razia terbesar yang tercatat adalah pada tanggal 9-10 januari 1968. Dikatakan salah satu yang besar dan menghebohkan kala itu karena razia tersebut merupakan perintah langsung gubernur Jakarta saat itu, Ali Sadikin. Ia mengatakan bahwa masalah rambut gondrong harus sudah terselesaikan pada tanggal 31 januari 1968. Dengan kata lain bahwa tidak ada lagi orang yang berambut gondrong di Jakarta setelah tanggal itu. Pernyataan ini ternyata membuat banyak protes dari kalangan pemuda.
Dialektika Rambut Gondrong Meredakan ketegangan antara pemerintah dengan kalangan generasi muda, Jenderal Soemitro menjelaskan kembali tentang rambut yang menjadi polemik, sebab terkait dengan ideologi orang tua yang ingin diterapkan kepada anak-anaknya. Reaksi anak muda kala itu dianggap sebagai ketidakpatuhan terhadap orangtua. Hingga akhirnya diadakan pertemuan dengan mahasiswa di berbagai universitas di Pulau Jawa. Dalam kesempatan itu, Soemitro mengaku bahwa dirinya tidak melarang rambut gondrong, tetapi menganjurkan anak muda agar lebih baik tidak gondrong agar terlihat rapi. Ia menyatakan bahwa rambut gondrong kurang sedap dipandang. Polemik rambut gondrong secara berangsur-angsung menurun, namun masih ada rasa ketidakpuasan mahasiswa terhadap pemerintah, hingga mencapai titik puncak pada peristiwa 15 Januari 1974 atau yang dikenal dengan Malapetaka 15 Januari (Malari). Buku yang sangat menarik bagi para pemerhati sejarah Indonesia karena penulis mengangkat masalah yang tidak lazim untuk dibaca. Aria secara berani mengungkap polemik rambut gondrong di era Orde Baru. Dengan gaya bahasa yang mudah dipahami dan tidak berbelit. Setiap detail peristiwa yang dijelaskan oleh Aria dapat membius pembaca serta seolah berada pada masa itu.
Citra Buruk Gondrong Era Orde Baru
Aria menunjukan bahwa pada saat itu pencitraan rambut gondrong dikalangan anak muda ternyata amat bu-
11
opini
WWW.ASPIRASIONLINE.COM
Menilik Kembali Makna Kampus:
Sebuah Refleksi Kritis Atas Perguruan Tinggi Hari Ini Oleh Haris Prabowo*
Karikatur : ASPIRASI/Deden Abdul Qohar
S
udah menjadi rahasia umum, pendidikan kita memang telah berjalan keluar dari jalur hakikatnya. Dalam agenda pemenuhan syahwat liberalisasi ekonomi global, pelan tapi pasti, pendidikan kita mulai berorientasi penuh ke pasar bebas. Semua semakin jelas terlihat dengan biaya kuliah yang makin tinggi dan segala macam mekanisme perkuliahan yang ‘rapi dan teratur’ laiknya seperti berkerja. Khususnya dalam ranah perguruan tinggi, mulai diterapkannya sistem Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) beberapa tahun lalu menjadi celah bagi pihak swasta dan pemilik modal melebur
12
masuk ke dalam relung-relung kehidupan kampus. Singkatnya, sistem PTN-BH memaksa pihak kampus untuk mencari dana sendiri sekaligus mereduksi peran Pemerintah dalam pembiayaan segala bentuk pendidikan di Indonesia. Pemerintah secara perlahan melepas tanggung jawabnya dalam menjamin pendidikan yang layak bagi seluruh lapisan masyarakat. Maka tak heran jika di kampus-kampus besar berdiri tegak hotel hingga kedai kopi ternama, namun disaat yang sama masih banyak masyarakat kurang mampu mengemis untuk masuk ke kampus tersebut karena tersendat biaya. Dalam buku Neoliberalisme dan Restorasi
EDISI KHUSUS PENGENALAN KEHIDUPAN KAMPUS 2016
WWW.ASPIRASIONLINE.COM
Kelas Kapitalis, David Harvey, kritikus ekonomi asal Amerika Serikat, mengatakan sistem-sistem seperti itu memang menjadi agenda pihak swasta dan pemilik modal untuk masuk ikut campur ke dalam kebutuhan dasar masyarakat seperti kesehatan dan pendidikan. Dengan berbagai peraturan dan konsensus yang ada, baik dalam skala nasional maupun global, Pemerintah dipaksa untuk mengurangi perannya dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut. Semua dilempar sesuai mekanisme pasar. Itu salah satu dalil pokok David. Tak hanya ihwal pembiayaan pendidikan, agenda pasar bebas juga masuk secara fundamental ke bangku perkuliahan. Mahasiswa dipaksa mengikuti segala macam peraturan yang ada di dalam kampus. Mulai dari jadwal perkuliahan padat, kelulusan mata kuliah berbasis absensi, hingga berpakaian dan model rambut pun diatur di dalam tempurung bernama kampus. Semua diramu guna ‘menciptakan sumber daya manusia yang terampil dan siap berkompetisi di dunia kerja’. Dengan kata lain, kampus malah tidak memerdekakan mahasiswa yang menimba ilmu. Padahal jika berkaca dari sejarah, guru sekelas Ki Hadjar Dewantara dan Tan Malaka menilai fungsi pendidikan seharusnya menjadikan mereka yang terdidik untuk merdeka dan bebas berkehendak sebagai manusia. Oleh karena itu Ki Hadjar Dewantara mendirikan Taman Siswa, Tan Malaka mendirikan Sarekat Islam (SI) School. Benih-benih revolusi kemerdekaan Indonesia memang tak lepas dari sistem pendidikan yang dibangun oleh Ki Hadjar dan Tan. Pembentukan sekolah-sekolah tersebut juga merupakan sebuah langkah alternatif dari sistem pendidikan formal yang ada. Mereka menilai pendidikan formal yang dibentuk oleh kolonial Belanda saat itu cenderung digunakan untuk kepentingan penguasa. Pendidikan telah keluar dari hakikat utamanya. Mari meluangkan waktu sejenak untuk merefleksikan diri melihat bagaimana keadaan kampus hijau saat ini. Sejak penegerian dua tahun lalu, kampus hijau mulai menerapkan pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan uang pangkal seharga puluhan juta. Tentu jika menggunakan akal sehat dan mengacu pada amanat konstitusi Undang-Undang Dasar (UUD),
opini mahalnya biaya kuliah yang seharusnya menjadi tanggungjawab Pemerintah, semestinya membuat kita sadar ada yang salah dalam sistem pendidikan kita. Belum lagi bentuk penyeragaman mahasiswa dengan segala bentuk sistem dan mekanisme yang ada. Ditambah pelarangan rambut panjang dan mewajibkan pembotakan pada setiap masa adaptasi mahasiswa baru, membuat kampus kehilangan nilai intelektualitas dan keakademikannya. Padahal hingga saat ini penulis belum pernah menemukan penelitian konkret pengaruh antara pembotakan rambut dengan kecerdasan seseorang. Semua itu dilakukan tak ubahnya ‘pendisiplinan tubuh’, jika mengutip dari Michael Foucault. Tak hanya itu, pihak kampus pun menyisipkan sebuah kegiatan yang turut membangun pandangan mahasiswa baru ke pasar kerja. Tak habis pikir bagaimana para manusia yang baru saja lulus sekolah menegah atas, yang bahkan belum memulai pendidikan perguruan tingginya, harus menerima gambaran prospek kerja yang akan diraih pasca mereka lulus dari kampus. Semuanya seperti dibuai oleh khayalan karir dan jabatan yang cemerlang. Tak heran jika paradigma ingin-cepat-lulus-kuliah berkubang dalam otak mahasiswa, karena memang hal tersebut sudah dipupuk sejak dini. Lama kelamaan hakikat pendidikan yang awalnya berfungsi sebagai pembangunan diri sendiri agar berguna ke masyarakat luas, hanya sekedar menjadi manusia berilmu yang egoistis dan abai pada lingkungan sosial. Banyaknya contoh konflik agraria yang dialami masyarakat adat dan petani yang terjadi di beberapa daerah di Pulau Jawa, justru para akademisi dan ‘manusia berilmu’-lah yang menjadi penyongkong utama atas nama ‘pembangunan’. Pantas jika Pramoedya Ananta Toer pernah marah dan kecewa sambil mengucap, “kalau sekolah tinggi hanya menghasilkan b*ngs*t-b*ngs*t saja, maka akan runtuhlah manusia ini.”
*Penulis adalah mahasiswa tingkat akhir Fakultas Hukum.
13
opini
WWW.ASPIRASIONLINE.COM
Menyoal Urgensi dan Wacana Tandingan Rambut Botak Oleh Tri Ditrarini Saraswati*
S
elama satu tahun kuliah di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran� Jakarta, salah satu hal yang belum dapat saya pahami adalah apa sebetulnya urgensi dari kebijakan panjang rambut maksimal 2 CM alias botak, yang diterapkan kepada mahasiswa baru (maba) setiap tahunnya. Saya masih ingat betul, ketika menjadi mahasiswa baru dan menjalani Pengenalan Kehidupan Kampus (PKK), mata saya begitu disilaukan oleh pantulan cahaya matahari yang berasal dari ribuan maba laki-laki yang rambutnya habis ditebangi. Saya menjadi saksi bahwa ribuan maba laki-laki yang kelak akan jadi teman baru saya begitu tenggelam di dalam keseragaman, sulit mengenali wajah mereka secara satu-persatu, semua nampak sama, hingga tidak ada celah bagi saya untuk mengingat nama dan wajah mereka, sangat menyedihkan. Jika boleh jujur, kebijakan wajib botak dikalangan maba itu tidak berdampak sistemik pada kehidupan saya, yang merupakan seorang perempuan. Kebijakan itu tidak mampu menyentuh diri saya secara langsung. Kecuali fakta bahwa memang saya hanya
14
dirugikan sejauh perkara disilaukan oleh kepala maba yang morfologinyanya seperti lampu bohlam dan perkara sulit mengenali mereka secara spesifik. Berangkat dari titik inilah saya ingin menempatkan tulisan ini sebagai bentuk keresahan terhadap kebijakan wajib botak di kampus tercinta ini. Saya memang seorang perempuan yang kebal terhadap kebijakan itu, namun saya percaya bahwa memikirkan sesuatu kebijakan yang menggangu pikiran saya bukanlah tindak kriminal, sebagaimana saya percaya bahwa rambut panjang di kalangan lelaki juga bukanlah tindak kriminal. Sebetulnya kebijakan wajib botak seperti di kampus UPNVJ, bukanlah barang baru di negeri ini. Sebabnya apabila kita mendeteksi wacana yang berkembang di kalangan masyarakat, ada semacam kelaziman yang terus dipelihara hingga saat ini bahwa laki-laki baik itu paling tidak berambut pendek. Seluar itu, berarti ketidaklaziman yang lalu diasosiasikan pada ekses negatif yang ujungnya adalah kriminalisme. Fenomena ini setidaknya dapat kita telusuri pada rezim Soeharto yang antipati sekali terhadap rambut gondrong. Dan salah satu literatur terbaik yang
EDISI KHUSUS PENGENALAN KEHIDUPAN KAMPUS 2016
WWW.ASPIRASIONLINE.COM
membahas persoalan tersebut adalah buku Dilarang Gondrong! Praktik Kekuasaan Orde Baru Terhadap Anak Muda Awal 1970-an yang merupakan ekstentifikasi dari penelitian skripsi Aria Wiratma Yudhistira ketika hendak meraih gelar sarjana Ilmu Sejarah di Universitas Indonesia. Aria dalam bukunya membahas bahwa rambut gondrong pada masa Soeharto diperlakukan layaknya penyakit berbahaya. Rambut gondrong dianggap mengikuti gaya kebarat-baratan yang merusak moral bangsa. Dengan alasan seperti itulah pernah dibentuk Badan Koordinasi Pemberantasan Rambut Gondrong (Bakorperagon). Tujuannya tidak lain membasmi tata cara pemeliharaan rambut yang dianggap tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Dan apabila saat ini kita akrab dengan ulah Satuan Polisi Pamong Praja yang merazia pedagang kaki lima di pinggir jalan, maka kala itu aparat yang bersenjatakan gunting justru marak merazia pemuda-pemuda yang memiliki rambut gondrong, hasilnya adalah pemangkasan rambut secara besar-besaran. Parahnya lagi, instansi publik dan media massa juga kian meramaikan aksi ini. Tercatat bahwa instansi publik kala itu menolak melayani orang-orang yang berambut gondrong. Sementara itu media massa turut mengafirmasi bahwa gondrong adalah tindak kriminal dengan menyajikan berita yang berat sebelah dengan memuat vandalisme yang dilakukan oleh orang-orang gondrong. Berdasarkan penelusuran historis semacam itulah kita untuk sementara dapat mengerti socioorigin dibalik antipati terhadap laki-laki yang memiliki rambut gondrong. Bahwa perkara ini semua hanyalah steorotipe dari penguasa kala itu yang menjadi mitos abadi yang mendarah dan mendaging dari generasi ke generasi. Dari yang mulanya sekadar steorotipe ciptaan Orde Baru kini bermetamorfosis menjadi kelaziman yang dianggap sudah benar dari sananya, sudah begitu adanya, lalu kita semua abai dalam melihatnya secara paripurna. Padahal kelaziman itu sendiri pada akhirnya adalah hal yang ilutif dan berpotensi memproduksi kekerasan. Kelaziman hanya akan mengekslusi halhal yang tidak lazim, dalam skema seperti ini laki-laki gondrong akan diekslusi karena dianggap melanggar kelaziman oleh masyarakat meskipun laki-laki gondrong itu boleh jadi merupakan orang yang baik hati, rajin beribadah, taat bayar pajak, pintar matematika, dan rajin menabung. Dari situlah kelaziman berubah menjadi sekadar kezaliman belaka.
opini Kembali kepada kebijakan wajib botak di UPNVJ. Bagi saya kasusnya menjadi menarik mengingat bahwa kampus merupakan institusi pendidikan tinggi yang seharusnya terbuka pada proyek pencarian kebenaran yang hakiki. Dari sini kita dapat melemparkan pertanyaan sederhana kepada pihak kampus, tentang apa sesungguhnya yang menjadi rasison d’etre (alasan keberadaan) bagi UPNVJ sebagai institusi pendidikan? Bila pertanyaan sesederhana ini gagal dijawab secara jernih, maka turunannya adalah gagal menyediakan kebijakan pendidikan yang mencerdaskan. Sebabnya tidak ada korelasi bahkan penelitian ilmiah yang menyatakan bahwa memiliki rambut lebih dari 2 CM dikalangan laki-laki berdampak pada berkurangnya intelegensia maupun lenyapnya kebaikan budi pekerti. Sementara itu, apabila pihak kampus mengklaim bahwa kebijakan wajib botak adalah untuk mendisiplinkan mahasiswa, maka kita juga perlu membaca klaim itu secara kritis. Tentang bagaimana cara UPNVJ memandang para mahasiswanya dan manusia macam apa yang ingin dilahirkan dari rahim UPNVJ ketika sepersekian detik wisuda berakhir. Karena bagaimanapun adalah suatu kemustahilan menciptakan manusia ideal hanya dengan cara menggunduli kepala mahasiswa. Tentunya rambut yang digunduli bukanlah kausa bagi terciptanya manusia ideal. Ideal dalam arti yang berintegritas misalnya. Sebabnya proses pendisiplinan menuju yang ideal itu adalah maha proyek yang terus dilanggengkan sejak pertama kali menjadi bayi hingga kematian datang menjemput. Disaat yang bersamaan jika memang intergritas adalah tujuan, maka solusinya adalah minimal meciptakan mahasiswa yang mengetahui batas pengetahuannya. Oleh karena itu, sebagai intitusi pendidikan tinggi yang menghormati nalar, UPNVJ harusnya mereformulasi kebijakan absurd semacam ini dan menggantinya dengan kegiatan yang lebih bermanfaat dikalangan mahasiswa baru. Bentuk realisasinya seperti wajib tulis menulis opini mengenai fenomena sosial dan alam sepanjang dua halaman setiap hari misalnya. Dengan begitu yang dihasilkan tidak lagi sekadar pantulan cahaya dari kepala botak dan keseragaman penampilan, melainkan timbul kilau cahaya pengetahuan dari setiap mahasiswa baru dengan sudut pandang yang beragam. *Penulis adalah mahasiswi Fakultas Hukum, semester III.
15
testimoni Kenapa Memilih UPN “Veteran� Jakarta ?
Alasan masuk UPN karena UPN itu kampus bela negara, disiplin, tertib, teratur.
Siti Karlina, FEB 2016 Kalo gue sih ngincer banget kampus negeri, apalagi ini baru banget negeri, terus gue pengen buktiin sama mama gue kalo gue bisa masuk negeri, dan gue anak pertama yang masuk PTN, pokoknya gue lebih dominan ke orang tua aja sih.
Sihol Marito Manalu, FH 2016
Kemaren kan pilihan ke tiga, tapi pilihan pertama sama keduanya gak dapet jadi keterimanya disini.
Irvan Patria Chaliq, FIK 2016
Alasannya ya pertama karena ini adalah PTN baru, jadi peluang untuk keterimanya itu lebih besar, makanya lebih ngutamain yang disini, terus karena deket dari rumah juga jadi bisa pulang pergi ga usah ngekos.
Pratiwi Iswandari. FH 2016 Oleh Deden Abdul Qohar, Sandy Mahdi
16
EDISI KHUSUS PENGENALAN KEHIDUPAN KAMPUS 2016
testimoni Kesan dan Pesan selama mengikuti PKK ?
Bermanfaat banget, kita jadi banyak dapet ilmu banyak ya , kaya tentang narkoba-narkoba gitu, kalo kendala ada pas pembagian barang, jadi pas dibagikan banyak barang barang yang gak ada. Mudah mudahan jadi lebih rapih lagi, terus seniornya jangan terlalu jutek.
Yudha Antariksa Diyat Saputra. FT 2016
Lumayan capek, agak gabut, terus mic-nya kurang kedengeran gitu , semoga lebih lucu lagi.
Jauzaa Anandya. FISIP 2016
Cape, duduk aja , kebanyakan duduk, ospeknya kaya gak ada kegiatan apa gitu, dengerin ceramah doang. Kegiatannya diseruin, games gamesnya ditambahin.
Luthfiyyah Nur Rahmah. FEB 2016 Seru sih belum pernah dapet materi ini di SMA maupun di SMP, jadi ini pertama kali, ya seru pokoknya. Harapan kedepannya sih jadi lebih baik, terus membangun maba supaya lebih baik
Alfiansyah. R FISIP 2016
17
lensa
WWW.ASPIRASIONLINE.COM
Pemberian materi oleh warek II
Maba UPNVJ berlatih menyanyikan mars UPN dan mars bela negara Oleh Sasgia Rahmalia Chan
18
EDISI KHUSUS PENGENALAN KEHIDUPAN KAMPUS 2016
WWW.ASPIRASIONLINE.COM
lensa
19
20
EDISI KHUSUS PENGENALAN KEHIDUPAN KAMPUS 2016