HALUAN MAHASISWA
Diterbitkan Oleh Lembaga Pers Mahasiswa Didaktika
Edisi 2_Februari 2016
Ambivalensi Akreditasi
redaksi
Susunan Redaksi Pemimpin Redaksi : Hendrik Yaputra Sekertaris Redaksi : Lutfia Harizuandidini Repoter : Hendrik Yaputra, Yulia Adiningsih, M. Haidar Allam, Annisa Fathiha, An Nisa Nur Istiqomah, Qurrota Aini, Lutfia Harizuandini, Nickyta Editor : Fahri, Naswa, Latifah Tata Letak : Yulia Adiningsih Fotografer : Lutfia Harizuandini, An Nisa Nur Istiqomah
Sekretariat: Kampus A UNJ, Gedung G, Laintai 3, Ruang 304 E-Mail: Lpmdidaktikaunj@Gmail.Com Website: Didaktikaunj.Com Twitter: Facebook: Lpm Didaktika UNJ No. Hp: 087875070512 (Daniel) 2
Salam (maha) siswa! Saat perusahaan lebih mementingkan akreditasi kampus, beberapa jurusan di UNJ mengaku tidak bisa memperbaharui ISO karena kehabisan dana. Selanjutnya, baca di liputan utama. Walaupun LPTK, lulusan UNJ tidak lantas dapat menjadi guru. Baca lintas satu. Sedangkan pada lintas dua, kami menyajikan penghapusan jurusan dan diubah menjadi program studi dengan meninggalkan masalah. Lintas tiga berisi liputan terhadap wisma atlet di UNJ yang sempat menjadi isu hangat belakangan ini. Terakhir, nasionalisasi Freeport juga harus menjadi perhatian mahasiswa. Selamat menikmati buletin edisi kedua di semester 103 ini!
Daftar isi Liputan utama (3-4) // lintas 1 (5-6) // lintas 2 (7-8) // lintas 3 (9) // opini (10)
Liputan Utama
Ambivalensi Akreditasi
D
ari akreditasi dan pengaruhnya ke berbagai aspek.
Akreditasi dianggap sebagai faktor utama bagi calon mahasiswa dalam memilih perguruan tinggi. Mahasiswa cenderung memilih perguruan tinggi yang berakreditasi A. Hal ini pun terjadi pada UNJ (Universitas Negeri Jakarta). UNJ menyandang akreditasi A sejak 10 Juli 2015. Akreditasi tersebut diberikan berdasarkan akreditasi may-
oritas prodinya. “Kini UNJ berakreditasi A, secara keseluruhan mayoritas prodi di sini berakreditasi A,� ujar Muklis R. Luddin selaku PR (Pembantu Rektor) I. Menurut Dien Amalina, mahasiswi Fakultas Ekonomi, menyatakan bahwa akreditasi penting. Terlebih lagi ketika sudah lulus dan melamar kerja. Menurutnya,
3
hal yang pertama dilihat ialah akreditasi perguruan tinggi. Akreditasi memiliki relasi dengan ISO (International Organization of Standarization). ISO berguna sebagai penjamin mutu. Mutu yang dimaksud berpengaruh pada akreditasi. Di perguruan tinggi, jurusan atau UPT (Unit Pelayanan Teknis) yang memiliki sertifikat ISO dianggap mampu bersaing secara internasional. Pada 2009, ada tiga unit yang dibiayai UNJ untuk membeli sertifikat ISO: Jurusan Bahasa dan Sastra Perancis, Jurusan Bimbingan Konseling, dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perpustakaan. Pada 2011, giliran LPjM (Lembaga Penjaminan Mutu), Jurusan Sejarah, dan Jurusan Seni Tari (Didaktika, edisi 42, Pemberi Mutu dari Genewa). Ketua Prodi Pendidikan Bahasa Perancis, Dian Savitri menyatakan bahwa tahun ini jurusannya sudah tidak dapat mendapatkan sertifikat ISO. Hal tersebut dikarenakan biaya untuk ISO itu sendiri tidak ada. Begitu pula prodi Pendidikan Sejarah. “Prodi tidak mempunyai uang sehingga ISO tidak diperpanjang,” tutur Umasih, mantan Kaprodi Sejarah yang kini menjabat sebagai Dekan II FIS (Fakultas Ilmu Sosial). Uang pangkal dan audit untuk ISO dibiayai oleh LPjM. Sertifikat ISO berlaku tiga tahun, sekarang masa berlakunya sudah habis. Berdasarkan kebijakan LPjM, jika ISO ingin dilanjutkan, maka harus dibiayai sendiri. Komarudin, selaku PR II, mengonfirmasikan bahwa biaya untuk ISO ditanggung semua oleh UNJ melalui LPjM UNJ.
4
Di 2015, akreditasi Pendidikan Bahasa Perancis mengalami penurunan, yaitu dari A menjadi B. Menurut Dian, banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Ada pun di antaranya, yakni hasil penelitian, profesor, dan penulisan jurnal ilmiah kurang. Selain itu, jumlah mahasiswa yang lulus pun berpengaruh terhadap penilaian akreditasi. Jurusannya memiliki banyak mahasiswa yang tidak lulus tepat waktu. Salah satu faktor yang menyebabkan hal tersebut karena mahasiswanya sudah mempunyai pekerjaan dan lebih enjoy bekerja daripada berkuliah. Akibat dari hal itu, terjadi penurunan daya tampung. Di 2015, daya tampungnya yakni ada 26 mahasiswa. Sedangkan di 2013 dan 2014 berturut-turut ada 54 dan 47 mahasiswa. Namun penurunan ini terjadi karena Bahasa Perancis lebih mengutamakan keterampilan berbahasa. “Kalau untuk kelas sastra memang idealnya itu satu kelas berisi kurang dari 20 orang, 20 orang itu sudah maksimal,” ungkap Dian. / Lutfia Harizuandini, Yulia Adiningsih, Qurrota Aini
Lintas 1
Hilang Arah Sistem LPTK M
eski lulusan keguruan, mahasiswa UNJ tidak lantas bisa menjadi guru
UNJ merupakan salah satu Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan (LPTK). “LPTK memiliki tujuan untuk mencetak guru,”ujar Jimmy, Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Prancis. Namun Mahasiswa LPTK tidak langsung bisa menjadi guru. Setelah lulus terdapat tahap berikutnya yaitu Program Profesi Guru (PPG). PPG dibuat oleh pemerintah mulai sejak 2013. Tujuan dari diadakannya PPG adalah untuk meningkatkan
mutu para pengajar. “Dalam PPG diajarkan bagaimana mencetak mental menjadi guru,”ujar Mukhlis R.Luddin sebagai Pembantu Rektor (PR) I UNJ. Hal tersebut tertera dalam UU Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 dan PP 74 Tahun 2008, yang menyebutkan secara yurudis dan akademik profesi guru berhak dimasuki oleh mereka yang bukan sarjana kependidikan. Pada UU tersebut LPTK sedianya bukan satusatunya lembaga pencetak guru. Semua lembaga perguruan tinggi
5
dapat memproduksi guru dengan mengikuti PPG. PPG secara khusus menjabarkan merencanakan proses mengajar hingga diperlihatkan struktur kurikulum. Dalam mata kuliah proses belajar mengajar di LPTK diajarkan membuat RPP kemudian cara mengajar hingga megevaluasi. Menurut Saifurrahman salah satu dosen di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia berpendapat bahwa, “secara prinsipil sebetulnya antara kurikulum LPTK dengan PPG tidak memiliki perbedaan yang signifikan, hanya saja didalam PPG memiliki jangka waktu pelatihan lebih lama dari mata kuliah.” Perbedaan materi yang diajarkan di PPG dengan di LPTK ini dirasakan oleh Achmad Septian seorang mahasiswa pendidikan sejarah yang sedang mengikuti PPG “di PPG kami hanya diajarkan hal-hal yang bersifat pedagogi saja sedangkan untuk pendalaman materi sesuai bidang yang diampu tidak diajarkan,”katanya. Padahal yang diujikan saat UTN ( Ujian Tulis Nasional ) adalah materi sesuai bidang yang diambil. PPG yang dinilai sebagai solusi untuk meningkatkan mutu para pengajar perlu dipertanyakan kembali. Hal itu diutarakan pula oleh Jimmy Paat yang ditemui siang (13/10), “semua harus PPG kalau tidak, berarti tidak memenuhi syarat,” katanya. Ia juga mengungkapkan bahwa adanya PPG adalah bukti lembaga kependidikan atau LPTK masih diragukan dalam mencetak guru. “Bisa jadi cara mengajar anak LPTK dengan peserta PPG itu sama menurut asumsi sama,” tambahnya. Untuk menghilangkan keraguan mutu yang dihasilkan LPTK menurut Jimmy
6
adalah dengan membenahi sistem dalam LPTK itu sendiri. Bukan hanya itu saja, LPTK memang harus berubah. Hal ini diungkapkan oleh Mukhlis, “merekrut mahasiswa yang akan menjadi guru harus lebih selektif. Sekarang guru bukanlah profesi pelarian belaka namun harus menjadi pilihan, guru tidak boleh dimasuki oleh semua orang.” Sekarang lulusan LPTK dipandang sebelah mata karena lulusan LPTK memiliki nilai Uji Kompetensi Guru (UKG) yang rendah. Namun Mukhlis berpendapat bahwa UKG tidak dapat dijadikan patokan mutu dari pengajar. “Apakah UKG itu memotret seluruh kemampuan, jangan-jangan kemampuan 10 namun yang diujikan hanya 3. Apakah yang 3 tersebut dapat mewakilkan yang 10,” tuturnya saat ditemui dikantornya. Demi meningkatkan lulusan LPTK, maka direncanakan untuk melakukan penerimaan mahasiswa yang ingin menjadi guru dengan uji keterampilan di luar dari penerimaan yang sudah ditetapkan pemerintah. Selain itu para mahasiswa calon guru akan diasramakan agar pembelajaran menjadi guru lebih intensif dan memiliki mutu. Asrama tersebut masih rencana dan sedang diusahakan. “Sayangnya lagi-lagi hal tersebut masih rencana karena terbentur oleh pendanaan,” ungkap Mukhlis. Apabila untuk meningkatkan LPTK dibutuhkan asrama lalu apakah dengan dibangunnya asrama dapat memperbaiki sistem LPTK atau meningkatkan kualitas pendidik tersebut? / An Nissa Nur Istiqomah,Annisa Fathiha.
Lintas 2
Jurusan yang Dihilangkan
P
emberlakuan program studi sebagai disiplin akademik belum dilakukan secara serentak di UNJ.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Budaya (pemendikbud) No. 154 tahun 2014 tentang Rumpun Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta Gelar Kelulusan Perguruan Tinggi, Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menerapkan tidak berlakunya lagi nama jurusan dan memberlakukan program studi (prodi). Pemberlakuan ini berdampak kepada pemisahan antara dua prodi, yang
mulanya tergabung di dalam jurusan. Peraturan ini bertujuan membuat semua perguruan tinggi menerapkan program studi sebagai disiplin akademik yang berlaku berdasarkan peraturan-peraturan yang sudah dibuat Kementrian Pendidikan Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi (kemenristek dikti). Alhasil, peraturan ini membuat mahasiswa harus menyelesaikan semua persyaratan
7
yang di bebankan dalam mengikuti program studi dan dinyatakan lulus dengan peraturan perundang-undangan. Tetapi, penetapan program studi juga tidak menghilangkan status akreditasi terhadap program studi yang ada pada jurusan sebelumnya. Menurut Aceng Rahmat selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) peraturan ini mulai berlaku dan sudah bisa diterapkan dua minggu setelah keputusan di tetapkan, yakni tahun 2014. Di UNJ sendiri, beberapa fakultas mulai menerapkan kebijakan itu November kemarin. FBS misalnya, mereka baru menerapkan kebijakan itu ketika surat keputusan (SK) ketua jurusan habis masa jabatannya tepatnya 1 November 2015 lalu. Seperti yang tejadi kepada Jurusan Bahasa Indonesia. Tetapi penerapan itu belum dilakukan oleh jurusan Bahasa Arab, karena belum habisnya masa jabatan SK ketua jurusan Bahasa Arab. Syamsi selaku Staff Pembantu Rektor III menambahkan kebijakan tersebut diterapkan untuk menyikapi, ketika di pusat sudah tidak ada pelantikan untuk ketua jurusan, yang ada pelantikan untuk ketua program studi. Lebih lanjut, Syamsi menjelaskan bahwa kebijakan itu berguna bagi para mahasiswa yang ingin melamar menjadi pegawai negeri sipil, karena memudahkan petugas untuk mencari asal-usul perguruan tinggi mahasiwa dengan melihat akreditasi program studi dan prestasi yang dimiliki mahasiswa itu. Menanggapi kebijakan itu, Sintowati Rini Utami selaku man-
8
tan ketua Jurusan Bahasa Indonesia merespon positif peraturan itu. Menurutnya peraturan itu tidak merubah kurikulum yang berlaku dan memperjelas akreditasi karena yang di akreditasi bukan jurusan, tetapi program studi yang diakreditasi. Namun, untuk pembagian posisi kerja menjadi kurang jelas. Seperti tata usaha yang awalnya melayani administrasi kedua program studi, ketika ada perubahan kebijakan itu seharusnya melayani kepentingan administrasi masing-masing program studi. Tetapi, karena tidak menginginkan pelayanan mahasiswa yang sedang mengikuti tugas akhir atau skripsi terganggu, maka untuk sementara masih menggunakan peraturan sebelumnya. “Diakalin saja dahulu, kita tidak ingin dampak untuk akademi,� ungkapnya. Kebijakan baru itu juga berdampak terhadap kegiatan organisasi mahasiswa, seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Sifani Yuzka selaku anggota BEM program studi pendidikan Bahasa Indonesia mengatakan bahwa perubahan itu juga mempengaruhi sumber daya manusia yang mengikuti BEM. Perubahan tersebut lebih ke arah jumlah partisipasi mahasiswa, yang menjadi lebih sedikit karena adanya kebijakan itu. Sifani menambahkan sulitnya untuk membagikan investaris yang tadinya milik bersama.�Lemari kan cuma ada satu. Gimana caranya di bagi dua,� kata Sifani./ Hendrik Yaputra, Lutfia Harizuandini.
Lintas 3
Pembangunan Wisma Atlet Menuai Persoalan Pemprov DKI bekerja sama dengan Universitas Negeri Jakarta (UNJ), akan membangun wisma atlet. Pembangunannya dilakukan di kampus timur UNJ (kampus B-red), karena disana ada Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) dan gelanggang olahraga (GOR). “Jakarta pada tahun 2018 akan menjadi tuan rumah asean games. Itu adalah kebijakan nasional. Maka salah satu kebutuhannya adalah wisma atlet,” ucap Pembantu Rektor II, Komarudin. Dan Komarudin menambahkan, setelah Asean Games berakhir, wisma atlet itu dihibahkan sepenuhnya ke UNJ. Konsekuensi dari pembangunan itu adalah dipindahkannya FMIPA ke kampus A. Menurut Komarudin, hal itu dikarenakan saran dari konsultan pengembang. “Konsultan pengembang yang bekerja sama dengan DKI mempertimbangkan untuk keleluasaan pekerjaan. Dan pengembangan master plan kedepan,” jelasnya. Sebelumnya terjadi kesimpangsiuran perihal kapan FMIPA dipindahkan ke kampus A. Saat ditemui di kampus B, Ketua Program Studi Fisika, Esmar Budi menjelaskan, “akhir desember ada berita mau pindah dipercepat. Menurut saya, ya, kita memang harus pindah.” Pemindahan FMIPA ke kampus A akan dilaksanakan saat pergantian semester 103 ke 104. “Jika kepindahan dilakukan pada pergantian semester 104 ke 105 dikhawatirkan proses pembangunan di kampus B sudah mulai berjalan dan akan terganggu karena proses pembangunan di kampus B akan mulai dilakukan pada tahun 2016,” ucap Dekan FMIPA, Suyono.. Hal serupa juga diucapkan oleh Komarudin. Menurutnya, daripada ditengah jalan pindah, nantinya akan lebih repot lagi. “Pertama karena menunggu koordinasi dengan DKI, dan yang ked-
ua sebelum dilakukan pembangunan harus ada penghapusan dulu. Gedung utama MIPA harus dirobohkan, dan itu dapat dilakukan setelah ada persetujuan prinsip dan formil dari senat universitas dan senat fakultas,” ujarnya. Mengenai sarana yang akan didapatkan FMIPA di kampus A, Suyono menjelaskan,,ruang kelas yang tersedia di kampus A untuk kepindahan FMIPA sampai hari ini (pertengahan Januari) sudah mencapai 12 ruangan. Untuk pemindahan Laboratorium juga sudah disiapkan ruangannya secara bertahap. Namun menurut Komarudin, untuk perkantoran belum bisa pindah, hanya perkuliahan yang bisa pindah. Maka dari itu, penyelesaian eks-Sarwahita lantai 1-2 harus dipercepat. Sehingga bisa digunakan untuk perkantoran dekanat dan program studi. “Jika memungkinkan untuk sekretariat Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) langsung kita carikan tempatnya,” katanya. Wakil ketua BEM FMIPA 20162017, Muhamad Zidni Rizky Ardani, mengeluhkan lingkungan yang berbeda di kampus B dan kampus A. “Disini, di kampus B suasananya kondusif, sepi, dan adem. Kalau Sholat di Masjid Ulul Albab tidak terlalu ramai, kalau shalat di Masjid Nurul Irfan sholat ada gelombang-gelombangnya,” tuturnya. Vita Sariani, mahasiswa fisika 2014, juga mengeluhkan kepindahan ke kampus A. Menurutnya, di kampus A sulit menemukan tempat untuk ruang diskusi, karena disana terlalu ramai. Sementara itu, kebingungan juga dialami oleh Esmar Budi. Hal itu dikarenakan banyak pertanyaan dari mahasiswa. “Saya juga memiliki banyak pertanyaan yang saya sendiri tidak bisa menjawab,” keluhnya. / Nickyta
9
Opini
Mahasiswa (Peduli) Nasionalisasi Freeport? oleh : Hendrik Yaputra Beberapa waktu yang lalu, kita semua disibukkan oleh pengalihan isu mengenai freeport, seperti papa minta saham. Dan sekarang, yang sedang hangat diperbincangkan mengenai teroris di Jakarta. Lalu bagaimana mahasiswa menyikapi hal ini? Apakah memberitahu lewat media sosial, bila itu hanya pengalihan isu akan menyelesaikan masalah? Siapa yang tidak tahu PT Freport Indonesia? Seperti yang kita semua tahu, freeport adalah perusahaan emas terbesar di dunia yang sebagian sahamnya dimiliki Amerika, yang telah berdiri sejak 1967. Sampai saat ini, hasil tambang berupa emas, tembaga, dan perak hanya menyejahterakan kaum elite politik Indonesia saja. Kemiskinan makin merajalela di bumi Papua, kabar terbaru tentang perpanjangan kontrak antara Indonesia dan Amerika juga semakin membuat rakyat Papua sengsara. Sadar atau tidak, kepedulian mahasiswa terhadap masalah ini mulai memasuki periode degradasi atau hampir mati suri. Walaupun begitu, tetap ada mahasiswa yang menyerukan dan memperjuangkan keadilan atas nama rakyat. Meskipun, dengan cara-cara yang berbeda tentunya. Beberapa tipe dibawah ini mungkin mewakili kepedulian mahasiswa menanggapi apa yang sedang terjadi sekarang. Tipe pertama, ditujukan kepada mereka yang terperangkap dalam sistem pendidikan Indonesia. Mereka menjalani aktivitas seperti robot setiap hari, di mana keteraturan kehidupan sudah di atur sebelumnya.
10
Kuliah pulang-kuliah pulang (kupukupu) ungkapan yang sering ditujukan untuk mereka. Mereka terisolasi oleh tugas-tugas. Sistem Kredit Semester (SKS) yang di terapkan membuat mahasiswa harus cepat lulus dengan IP yang tinggi. Mereka berpikir bahwa bahagia ditentukan ketika mereka berhasil menjadi bagian dalam sistem pendidikan kampus itu. Kepentingannya sendiri nomor satu di atas kepentingan lainnya. Sikap individualisme ini lah yang di sukai kampus. Ini berarti, kampus berhasil membungkan dan membisukan mahasiswa sebagai pembawa perubahan. Hal seperti ini pernah terjadi di Indonesia tahun 1990-an. Kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus(NKK) dan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) seperti mengebiri kegiatan aktifitas politik mahasiswa. Segala kegiatan politik diluar senat, BEM dan lain-lain dianggap ilegal. Karena kebijakan itu, kegiatan mahasiswa jauh dari kegiatan mengkritisi kebijakan pemerintah. Tetapi, mungkin saat ini tanpa adanya kebijakan NKK dan BKK pun aktivitas mahasiswa terasa mati. Adanya sistem SKS yang merupakan kebijakan dari orde baru mungkin bisa menjadi alasan. Tipe kedua adalah mereka yang melakukan tindakan di dunia maya. Mereka cenderung lebih suka berkoarkoar di media sosial. Membagikan post-post tentang freeport, mengomentari berita-berita berbau freeport dan tidak jarang tipe pertama, selalu menyambung-nyambungkan berita dengan freeport agar terlihat rasa kepedulian mereka terhadap freeport. Mereka lebih suka bergulat dengan teori. Teori itu digunakan untuk menyindir pemerintah, tetapi tidak jarang
mereka menyindir orang lain. Sakit memang, tapi bukankah hanya menyindir pemerintah dirasa belum cukup. Sama halnya seperti kita membicarakan seseorang, tetapi orang itu tidak tahu apa yang kita bicarakan. Itu sama saja seperti memberikan pendapat yang tidak di dengar. Bukankah hal itu tidak akan menyelesaikan masalah? Tipe ketiga adalah mereka yang bergerak di dunia nyata, seperti aksi atau demo. Tipe ini mempunyai massa yang cukup banyak. Mereka menyuarakan suara rakyat, mereka melindungi rakyat dan mereka berjuang untuk rakyat dari kebijakan pemerintah yang menyimpang. Tetapi biasanya kurang jelas, rakyat seperti apa yang mereka perjuangkan. Tidak jarang, masih banyaknya mahasiswa yang ikut aksi atau demo karena gengsi belaka. Mudahnya mereka untuk menerima ajakan dari orang lain, untukmengikuti aksi tanpa tahu akar permasalahan, biasanya mahasiswa seperti ini, merasa terpaksa dan hanya bertahan sebentar. Belum lagi, adanya oknum-oknum yang memanfaatkan niat tulus mahasiswa untuk mengkritisi dan menolak kebijakan pemerintah, yang sekiranya berdampak tidak baik untuk rakyat. Seperti kasus malari tahun 1974, di mana karena adanya rivalitas antara Jendral Soemitro dengan Ali Moetropo mengakibatkan rusaknya citra gerakan aksi mahasiswa saat itu. Niatan awal mahasiswa untuk menentang modal asing, terutama Jepang masuk ke Indonesia. Tercoreng karena adanya kerusuhan yang sengaja dilakukan oleh oknum yang memiliki kepentingan lain. Tetapi, tipe kedua dan tipe ketiga jika dimanfaatkan, akan berguna dalam era globalisasi ini. Tipe kedua bisa memanfaatkan teknologi media elektronik sebagai jalan menyalurkan aspirasi mengenai freeport. Pembuatan vidio semenarik dan sekreatif mungkin saya kira bisa menjadi kegiatan untuk mengajak dan menyadarkan mahasiswa pengguna media sosial untuk ikut peduli terhadap kemiski-
nan yang terus melanda teman kita di Papua. Media surat kabar online juga di perlukan sebagai media propaganda guna untuk memperluas kesadaran mahasiswa, bahkan rakyat. Sedangkan tipe ketiga, dengan dibekali oleh pengetahuan yang cukup mengenai freeport, dengan membaca buku, sering mengikuti kegiatan diskusi dan menyimak perkembangan freeport akan memudahkan kita untuk mengetahui rakyat apa yang sedang kita bela? Penyadaran seperti ini yang diperlukan oleh para aktivis agar tidak gampang terprovokasi oleh oknumoknum tidak bertanggung jawab. Tetapi, mahasiswa dalam menyikapi hal ini jangan hanya bergerak di dunia maya atau bergerak melalui aksi untuk selebrasi politik saja. Perlunya sikap yang tegas dan adil dalam menanggapi hal itu. Dalam hal ini refleksi atau teori dan tindakan diperlukan agar bukti nyata dari keinginan perubahan itu dapat dicapai. Menurut Paulo Freire, seseorang yang bergulat dengan teori atau refleksi saja akan menghasilkan manusia yang verbalisme sedangkan seseorang yang melakukan tindakan saja menghasilkan manusia yang aktivisme. Dalam hal ini, dibutuhkan sikap praksis yaitu sikap yang menggabungkan antara refleksi dan tindakan, agar pencapaian perubahan itu dapat dikatakan nyata dan memiliki tujuan yang jelas.
11
Kurikulum 2013 tidak memanusiakan guru. Posisi guru hanya sebagai pelaksana teknis.
Telah Terbit dan Segera Dapatkan Majalah Didaktika Edisi 45!!!
12