Haluan Mahasiswa Edisi November 2016

Page 1

HALUAN MAHASISWa DI TERBITKAN OLEH LEMBAGA PERS MAHASISWA DIDAKTIKA

SI I D E

november 2016

n

n iura

jibka a w i d

TAMBAL SULAM PELAKSANAAN PKL

1 | Haluan Mahasiswa | Edisi November


BERITA 1

REDAKSI Salam Pemuda! UNJ nampaknya menjadi kampus yang tidak sesuai dengan harapan mahasiswa baru. Beberapa sarana akademis maupun non-akademis tidak sanggup memenuhi kebutuhan mahasiswa. Pada Haluan Mahasiswa Edisi November ini, kami memberitakan beberapa keresahan mahasiswa tersebut. Fasilitas kantin blok M yang belum memadai, tidak ada pembaharuan buku di UPT Perpustakaan bahkan kejadian penodongan yang beberapa waktu lalu menjadi perbincangan menjadi topik berita pada haluan kali ini. Pada Berita Utama, UKT sebagai sistem pembayaran pokok yang menghindari terjadinya pungutan di luar itu. Tidak berlaku terhadap PKL. Peserta PKL masih dibebankan dengan biaya tambahan. Akhir kata, selamat membaca dan berdialektika. Tabik.

Pemimpin Redaksi

sekretariat Gedung G Lantai 3, ruang 304, Komplek unj. jalan rawamangun n0. 1 jakarta timur, 13220 email lpmdidaktikaunj@gmail.com line @tlt5495s @lpm didaktika unj website www.didaktikaunj.com facebook lpm didaktika unj

twitter @lpmdidaktika

2 | Haluan Mahasiswa | Edisi November

SUSUNAN REDAKSI Pemimpin Redaksi Yulia Adiningsih

Sekretaris Redaksi Uly Mega Septiani

Reporter

Sarah Aini, Muhamad Muhtar, Budi Firdaus, Farid Mustafa Akmal, Faisal Bahri, Annisa Nurul Hidayah Surya, Talitha Amalia, Nining Kurnia, Uly Mega Septiani, Muhammad Rizky Suryana, Geraldy Nour Qodri, Syifa Amalia

Menanti Kelayakan Kantin Blok M Kantin blok M terlalu menyesakan, mahasiswa banyak yang protes.

“Kantin Blok M seperti kandang kuda”, ungkap

Lia Asprila Ambarwati saat memasuki gedung M, gedung yang sering disebut Blok M. Kebersihan yang seadanya, sirkulasi udara kurang, dan penataan tempat buruk membuat tempat ini tidak nyaman. Ia menambahkan, kantin Blok M memang menyajikan makanan dengan harga murah. Tetapi, seharusnya harga murah bukan menjadi alasan tempat itu menjadi tidak terurus. Mahasiswa Program Studi (prodi) Akuntasi itu mendapat anggukan kepala dari seorang mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ). “Wajar sih kualitasnya kurang memadai, karena memang harganya pun murah”, ucap Rifky Anisah.

Editor

Annisa Fathiha, Annisa Nur Istiqomah, Hendrik Yaputra, Lutfia Harizuandi, Yulia Adiningsih

Tata Letak

Muhamad Muhtar

Daftar isi : Berita 1 ........................................ 3 Opini ..................................... 4 Berita 2 .................................. 5 Resensi 1 .............................. 6 Berita 3 ........................... 8 Berita Utama ................... 9 Resensi 2 ....................10

Pedagang juga merasa kurang dengan apa yang telah dibayar. Mereka membayar Rp 700.000 untuk sebulan dan mendapatkan pelayanan yang kurang. Ketika menyewa tempat itu, mereka mendapat fasilitas untuk tempat berjualan dan keran. Penataan tempat masih menjadi ketidaknyamanan utama para pedagang. Menurut pedagang yang sering disapa emak. Mengaku merasa kasihan kepada para mahasiswa yang makan di sana. Sebab saat makan, mereka sering tersenggol oleh mahasiswa lain. Setelah selesai , mereka buru – buru keluar kantin karena tempat akan diguna-

kan oleh mahasiswa lain. Menurutnya kantin Blok M lebih baik disusun berbentuk L dengan memaksimalkan tanah kosong disekitar kantin. Pada huruf L itu tempat untuk para pedagang dan di tengah digunakan sebagai tempat untuk makan. Tidak adanya satpam atau penjaga yang menjaga kantin ini membuat para pedagang harus menginap dan menjaga peralatan mereka di sana. Terkait hal itu, Kepala Unit Pengelolaan Kantin dan Parkir berusaha membenahi kantin dengan cara melakukan kerjasama dengan beberapa perusahaan. “Kami menggandeng beberapa perusahaan, salah satunya adalah Torabika, untuk me-Make Up kantin Blok M”, ucap Henry Eryanto. Pihak Torabika mengatakan bahwa pembangunan tidak akan mengganggu kegiatan jual-beli. Sebab pengerjaan akan dilakukan ketika malam hari, saat semua aktivitas di kantin telah berhenti. Ide untuk beautifikasi kantin Blok M pun sudah hampir mencapai kesepakatan, dan menunggu untuk penandatanganan kerja sama. “Kalau sudah deal, ya nanti insyaallah bulan Desember sudah dimulai pengerjaannya” tambahnya. Pembaharuan kantin Blok M juga memungkinkan kenaikan harga makanan dan sewa tempat. Namun, mahasiswa tidak setuju dengan kemungkinan kenaikan tersebut. “Jika harga naik tidak semua mahasiswa bisa membelinya dan menjadikan kantin itu tidak bisa dinikmati oleh khalayak umum”, ungkap Rifky Anisah. Menanggapi hal itu, Djaali selaku Rektor UNJ menjelaskan bila ia tidak akan memperbaiki kantin blok M. Tetapi menawarkan untuk membangun kantin baru. “Sudah ada pembicaraan soal kantin baru yang akan dibangun pada lantai satu gedung sertifikasi guru (sergur). Dan kantin itu rencananya akan dikelola oleh mahasiwa Fakultas Teknik, khususnya mahasiswa prodi Tata Boga”. // Syifa Amalia Puspita, Geraldy Nour Qodri. 3 | Haluan Mahasiswa | Edisi November


OPINI

Berita 2

Mendambakan Kampus yang Aman Tanpa Tindak Kriminal

permasalahan fasilitas perpustakaan Kekurangan fasilitas di perpustakaan UNJ masih terkendala dana.

foto www.gooogle.com Peristiwa penodongan yang terjadi pada mahasiswa Fakultas Teknik di Pendopo Teknik di tanggal 9 Oktober 2016 menandakan bahwa kampus UNJ sekarang darurat dengan tindak kriminal. Bahkan, penodongan dilakukan oleh pegawai kampus itu sendiri (Baca: website LPM Didaktika - UNJ Darurat Keamanan). Kampus sejatinya merupakan tempat yang menuntut mahasiswanya untuk melakukan kegiatan kemahasiswaan dengan baik. Namun, jika kondisi kampus tidak aman seperti ini, rasa khawatir akan tindak kriminal menghantui mereka sebagai mahasiswa. Tindak kriminal seperti pencurian merupakan pemandangan yang lumrah di kampus. Tempat seperti parkir spiral, pendopo, bahkan sampai tempat ibadah menjadi saksi bisu dari pencurian tersebut. Barangbarang seperti helm, handphone, laptop, dompet berisi uang, dan lainnya menjadi sasaran yang empuk bagi para pelaku kriminal. Hal ini tidak bisa dibiarkan. UNJ butuh solusi untuk mengatasi masalah tersebut.

Kurangnya personil keamanan di kampus serta pengawasan untuk masuk ke kampus yang tidak begitu ketat menjadi penyebab utama dari adanya tindak kriminal di UNJ. Seharusnya, UNJ menambah personil keamanan yang profesional, yang bisa mengawasi dengan ketat situasi di lingkungan kampus. Tindak kriminal biasanya dilakukan di tempat yang luput dari pengawasan orang serta saat korban tersebut lengah akan keadaan di sekitarnya. Personil keamanan mungkin tidak bisa menjangkau tempat-tempat tersebut. Solusi lainnya dengan pemasangan CCTV di tempat-tempat yang rawan pencurian. “Saya telah menyuruh Wakil Rektor II untuk memetakan kebutuhan akan satuan pengamanan di kampus”, demikian kutipan dari Rektor UNJ saat dialog civitas akademika, 30 November 2016. Dengan kata lain, pihak rektorat sudah menanggapi dengan serius masalah tindak kriminal yang terjadi di kampus ini. Lalu, bagaimana dengan penanganan kasus pencurian di

4 | Haluan Mahasiswa | Edisi November

lingkungan kampus saat ini oleh satuan pengamanan? Ada yang pelakunya diketahui oleh satuan pengamanan, namun tidak ditangani secara serius dan dibiarkan begitu saja. Ada pula korban pencurian yang mengikhlaskan saja barangnya dicuri (Baca: website LPM Didaktika – UNJ Darurat Keamanan). Seharusnya, kasus pencurian ini harus ditangani secara serius, supaya tidak menimbulkan korban lagi nantinya. Sebagai civitas akademika yang baik di kampus, kita harus memiliki rasa tanggung jawab untuk menjaga keamanan di kampus. Tanggung jawab itu dimulai dari menjaga keamanan diri sendiri terlebih dahulu, jangan lengah, karena lengah merupakan kesempatan pelaku untuk melakukan tindak kriminal.//Muhammad Rizky Suryana

Unit Pelayanan Teknis (UPT) Perpustakaan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) mempunyai misi sebagai penunjang pelaksana pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan akademik dan professional masyarakat kampus. Kenyataanya perpustakaan UNJ masih memiliki beberapa kekurangan sarana dan prasarana dalam memenuhi kebutuhan mahasiswa. Ade, mahasiswa Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) 2016, merasa bahwa UPT perpustakaan memiliki beberapa kekurangan. Kurangnya pembaharuan koleksi buku secara berkala, dan sulitnya mencari buku yang diperlukan menjadi kendala. Buku–buku perpustakaan UNJ juga belum sesuai kebutuhan mahasiswa pada beberapa program studi (prodi). Senada dengan Ade, Kaka Sumarno juga merasakan keresahan yang sama, “kalau menurut saya buku buat jurusan teknik sipil sih masih kurang”.ujarnya. Mahasiswa prodi Teknik Sipil itu menambahkan bila Fasilitas pada upt perpustakaan masih harus dibenahi, seperti kurangnya fasilitas tempat berdiskusi berupa meja dan kursi, serta penyediaan komputer sebagai perangkat pencari buku. Menanggapi keresahan mahasiswa, Rita Jenny selaku kepala UPT Perpustakaan menjelaskan bila minimnya pelayanan fasilitas terletak pada kurangnya dana perpustakaan. Pengajuan beberapa fasilitas belum terealisasi karena alur pendanaan yang sulit. Upt perpustakaan tidak memegang dana secara langsung. Kaitanya mengenai buku,”mahasiswa juga dapat membantu UPT Perpustakaan dengan mengirimkan list mengenai

buku apa yang dibutuhkan pada prodinya, kalau bisa di tulis tempat untuk beli bukunya”, tambahnya. Mengenai teknis pengajuan, pihak UPT Perpustakaan menjelaskan bila pengajuan dana berdasarkan kebutuhan yang diperlukan Perpustakaan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut lalu diserahkan kepada pihak rektorat yang berurusan dengan dana UPT Perpustakaan, “kita sudah mengajukan masalah-masalah pada rapat kerja dan kendala untuk mengembangkan UPT perpustakaan yaitu dana”, ungkapnya. Teknis yang sedemikian rupa tersebut membatasi ruang gerak, karena upt perpustakaan tidak bisa bergerak bebas untuk memenuhi kekurangan yang ada didalam perpustakaan. Walaupun demikian, pihak UPT Perpustakaan terus mencoba melakukan pengajuan untuk fasilitas yang sudah tua dan seharusnya diganti. Menururut Komarrudin selaku Wakil Rektor II, alokasi dana upt perpustakaan kurang lebih 7 milyar pertahun, “dana yang kita alokasikan untuk UPT perpustakaan memang sepersekian persen, dan nominal dana kurang lebih sebesar 7 miliar”, ucap Komarrudin. Pernyataan itu membuat bingung pihak UPT Perpustakaan. Upt perpustakaan merasa tidak memegang dana sebanyak itu. Bahkan anggaran yang diajukan perpustakaan untuk memperbaiki fasilitas kurang dari 2 milyar.// Muhamad Muhtar, Sarah Aini 5 | Haluan Mahasiswa | Edisi November


resensi 1 mempertanyakan kemahasiswaan mahasiswa Annisa Nurul Hidayah Surya Judul Buku

: Menerobos Krisis

Penulis

: Didin S. Damanhuri

Penerbit

: Inti Sarana Aksara

Tahun Terbit : 1985 Tebal buku

: 132 Halaman

D

ewasa ini, banyak mahasiswa yang mengaku sebagai mahasiswa tanpa memahami makna dari mahasiswa itu sendiri. Terlebih lagi mengenai peranan mahasiswa. Hanya segelintir mahasiswa yang benar-benar mengerti akan peranan mahasiswanya. Pertanyaannya, jika para mahasiswa tidak mengerti akan peranan mahasiswa itu sendiri, bagaimana mahasiswa dapat menjalankan kewajibannya sebagai mahasiswa? Pentingkah memahami peranan mahasiswa bagi seorang mahasiswa? Lalu bagaimana sebenarnya sikap mahasiswa dan peranannya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara? Melalui buku Menerobos Krisis karya Didin S Damanhuri, penulis mencoba menjelaskan siapa mahasiswa, bagaimana peranannya dalam kehidupan bermasyarakat dan apa problematika yang dihadapi para mahasiswa. Buku ini merupakan renungan masalah kemahasiswaan, intelektual dan perguruan tinggi dimana masalah-masalah tersebut dijelaskan ke dalam empat bab yang terdiri atas beberapa sub-bab dengan menggunakan bahasa yang lugas dan mudah. Buku ini masih relevan digunakan pada zaman sekarang ini. Masalah-masalah yang penulis paparkan tersebut penulis 6 | Haluan Mahasiswa | Edisi November

coba kaitkan menggunakan sudut pandang historis dengan mengulas kembali peranan pemuda pada beberapa peristiwa penting; tahun 1908 tahun Kebangkitan Nasional, tahun 1928 sebagai lahirnya Sumpah Pemuda, tahun 1945 sebagai tahun Proklamasi Kemerdekaan dan tahun 1966 sebagai tahun Kebangkitan Orde Baru.

Mahasiswa dan Kontrol Sosial Para mahasiswa dan generasi muda serta kaum intelektual merupakan lapisan masyarakat yang relatif paling sadar sejak tahun tujuh puluhan. Jika masyarakat pada umumnya hanya melihat gejala-gejala konkrit terhadap suatu krisis semisal sempitnya ketersediaan lapangan pekerjaan, semrawutnya lalu-lintas di kota, kriminalitas, korupsi, kemiskinan serta terorisme, namun para mahasiswa, generasi muda serta kaum intelektual menyadari dan amat merasakan suatu situasi yang serba krisis itu. Karena kesadaran hatinuraninyalah, lapisan masyarakat terpelajar ini menangkap gejala, pemeriksa kenyataan, mengkaitkan dengan teori, sistem bahkan kearah filsafat yang mendasarinya. Hal-hal

tersebut adalah hasil analisis sosial yang merupakan aksi dari kontrol sosial oleh para mahasiswa, generasi muda dan kaum intelektual lainnya. Lain halnya dengan mahasiswa pada zaman ini. Mahasiswa pada umumnya cenderung memilih untuk menyibukkan diri terhadap akademis-formal semata sehingga kontrol sosial oleh ma-

tidak akan ada keadaan yang dapat berubah apabila tidak ada aksi yang nyata untuk menuntut perubahan tersebut. Jika mahasiswa mulai tidak peduli dengan perguruan tingginya masing-masing, maka masa depan negeri ini sangat dipertaruhkan, karena sejatinya mahasiswa adalah generasi penerus bangsa. “Apabila mahasiswa belum berhasil mengadakan perubahan terhadap diri dan lingkungan terdekatnya, yaitu perguruan tinggi maka kontrol sosial yang lebih luas, akan susah diraih� (hlm. 40)

hasiswa tergerus dari masa ke masa. Kini hanya segelintir mahasiswa yang melaksanakan kontrol sosial terhadap lingkungan terdekatnya yaitu perguruan tinggi. Anehnya, banyak mahasiswa yang mengharapkan perubahan tanpa aksi yang nyata. Banyak mahasiswa yang mengharapkan perubahan di kampus tanpa mencari tahu latar belakang permasalahan tersebut dan apa yang dapat menjadi solusinya. Keengganan para mahasiswa melakukan analisis serta kontrol sosial tersebut merupakan bukti atas minimnya kepedulian para mahasiswa terhadap lingkungannya. Jika sudah seperti ini, tentunya 7 | Haluan Mahasiswa | Edisi November


berita 3

75 Satpam untuk 4 Kampus

Keamanan kampus merupakan salah satu hal yang mendukung dalam berjalannya proses perkuliahan yang efektif. Keamanan kampus Universitas Negeri Jakarta (UNJ) masih rendah khususnya di Kampus Rawamangun (A). kejahatan kerap terjadi di kampus A akhir-akhir ini. Terjadi dua kasus lebih kejahatan yang tercatat oleh tim DIDAKTIKA yang terjadi dua bulan terakhir ini karena kurangnya petugas keamanan. UNJ memiliki kampus yang tersebar di empat daerah yaitu A (pusat) dan B di Rawamangun , Kampus D di Halimun dan Kampus E di Setiabudi. Total jumlah petugas keamanan UNJ saat ini (2016) sebanyak 75 orang. Setiap kampus (A,B,D, dan E) mendapat jatah petugas keamanan dari 75 orang tadi. Menurut ketengang Riza, petugas keamanan kampus A, petugas yang beroperasi di kampus A sebanyak 8 orang untuk menjaga parkiran. “4 orang bertugas untuk menjaga depan dan 4 orang untuk menjaga belakang.,” . jelasnya. Petugas keamanan di kampus A menyatakan kewalahan dengan bertanggung jawab atas Parkir Sisa dari 8 orang tersebut didistribusikan ke kampus B, D, dan E. Menurut Hamdan Yusra, mahasiswa fakultas Ilmu Sosial (FIS) saat ditanya mengenai kemanan UNJ, mengatakan bahwa keamanan di UNJ kampus A masih kurang. Bisa dilihat dari kasus kehilangan pada helm masih terjadi 8 | Haluan Mahasiswa | Edisi November

setiap harinya. “Kehilangan helm banyak terjadi di Parkiran Spiral karena kurangnya pengawasan parkir,” ujar Hamdan. Selain Hamdan, beberapa mahasiswa lainnya juga mengalami kehilangan helm seperti yang dialami oleh Intan, mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni (FBS). Berbeda dengan kampus A, ketiga kampus (B,D dan E) tidak banyak terjadi kejahatan. “ di kampus saya, kejahatan sepertinya tidak ada” ujar Indah Ari salah satu mahasiswa Program studi (prodi) Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) yang kampusnya berlokasi di Setiabudi. ‘’Kejadian Kriminal hanya terjadi di luar , Dalem mah nggak,‘’ Kata Untung , Satpam Kampus PGSD dengan percaya diri saat diwawancarai oleh Tim peliput Didaktika Senin, 21 November 2016 . Petugas keamanan di kampus D mengeluhkan bahwa salah satu kendala dalam keamanan kampus adalah kurangnya alat komunikasi. Sementara fasilitas lainnya dinilai oleh petugas kemanan sendiri cukup memadai seperti Pos permanen yang bisa dibandingkan dengan Kampus Psikologi Halimun . Berdasarkan penjelasan Untung menyatakan bahwa Kampus E agak berbeda dengan kampus Halimun dan Rawamangun , salah satu faktor yang mendukung kerja petugas keamanan di Kampus Setiabudi adalah bentuk bangunan yang memiliki satu pintu yang sangat memudahkan monitoring oleh personil kemanan ditambah lagi dengan dibangun berdekatan dengan kantor polisi. kampus setiabudi hanya memiliki satu gerbang yang tepat disamping pos satpam Kampus E memudahkan personil kemanan untuk monitoring keadaan kemanan kampus. ‘’Kalo untuk satu pintu ideal, ‘’ tambah Untung. Kampus Halimun masih memiliki masalah serupa dengan kampus A mengenai Kemanan ‘’Kita memiliki 6 pintu kecil yang membuat orang bisa keluar masuk,” Kata Sukarna , Satpam Halimun yang sudah bertugas selama dua tahun .Dia mengeluhkan bahwa luas Area yang memiliki banyak pintu kecil dari berberbagi arah menyulitkan monitoring yang hasilnya kurang maksimalnya proses penjagaan kemanan.//Faisal Bachri,Kurnia, Annisa Nurul H.S, Talitha.

berita utama Tambal Sulam Pelaksanaan PKL

Praktik Kuliah Lapangan (PKL) sejatinya merupakan mata kuliah yang dibiayai oleh sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT). Namun, dalam pelaksanaan mata kuliah ini, masih banyak ditemukan pungutan dengan alasan untuk pembayaran Event Organizer (EO).

PKL adalah praktik yang dilaksanakan oleh mahasiswa untuk terjun langsung mengamati keadaan secara nyata dilingkungan masyarakat. PKL sudah menjadi mata kuliah wajib di berbagai program studi (Prodi). Di Prodi Pendidikan Geografi, PKL dilaksanakan satu tahun sekali yaitu pada setiap semester genap. Ada tiga macam PKL di Pendidikan Geografi yaitu PKL fisik, PKL sosialekonomi dan pemetaan (sosekta), dan PKL terpadu. PKL pada semester 102 berbeda dengan PKL pada semseter 104, pada PKL 104 setiap mahasiswa harus membayar biaya tambahan Rp250.000,00-, per orang untuk membayar EO. Fiqri Maulana selaku Wakil Ketua Pelaksana PKL Raya 2015. mengatakan, ada opsi tempat lain yang biayanya lebih murah, akan tetapi kajian Geografi-nya kurang sehingga mereka lebih memilih untuk pergi ke Kebumen. “Pada PKL Semester 104 ada pemotongan dana dari Rp1.000.000,00,menjadi Rp750.000,00,- ditambah lagi adanya EO yang menyebabkan mahasiswa harus membayar biaya tambahan lagi,” tambahnya.

Hal tersebut diamini oleh Kepala prodi Pendidikan Geografi, Asma Irma menjelaskan ada aturan baru dari Kementrian Keuangan yang mengatur tentang penggunaan e-faktur untuk membuat Surat Pertanggungjawaban (SPJ), sedangkan EO itu sangat mempermudah untuk penyusunan SPJ. “EO itu punya link tempat yang punya e-faktur, jadi kita tidak perlu repot-repot untuk mencarinya. Jadi itu mempermudah untuk penyusunan SPJ,” Tambah Asma Irma. Dari pengakuan Dekan FIS (Fakultas Ilmu Sosial), Muhammad Zid ikut menyetujui adanya EO agar pengalokasian uangnya jelas, akan tetapi untuk pemakaian EO dikembalikan lagi kepada pelaksana kegiatan. Karena dia tidak terjun langsung untuk mengkoordinasi PKL tersebut. “EO itu memang membantu pembuatan SPJ, akan tetapi Dekan tidak memaksa untuk pemakaian EO ” ujar Muhammad Zid. Dalam prakteknya ada atau tidak adanya EO pada kegiatan

PKL tersebut tetap ada pungutan, dan hal tersebut dirasakan oleh salah satu mahasiswa prodi pendidikan teknik elektro, menurut pengakuan Rizal Syam PKL pada prodi pendidikan teknik elektro sendiri tidak memakai EO akan tetapi tetap ada pungutan dana.” PKL dilaksanakan tanpa menggunakan EO, tetapi tetap membayar sebesar Rp25.000,00,- untuk biaya makan dan transportasi” ujar Rizal. Perihal EO Wakil Rektor II, Komarudin menyatakan tidak mengetahui hal tersebut. Rektorat hanya menyediakan alokasi dana untuk setiap fakultas, untuk dikelola setiap Kepala fakultas. “Dalam hal teknis rektorat sama sekali tidak mengetahui, karena dalam pelaksanaannya sendiri dilimpahkan langsung kepada fakultas atau prodi masingmasing,” ujar Komarudin. “PKL seharusnya tidak ada pungutan lagi karena sudah tercangkup dalam UKT,” tambahnya. // Uly Mega Septiani, Muhammad Rizky Suryana

9 | Haluan Mahasiswa | Edisi November


resensi 2 Tentara Belanda dan Misi Perang yang salah Judul Penerbit Pengarang Cetakan Pertama

: Serdadu Belanda Di Indonesia 1945 – 1950 “Kesaksian Perang Pada Sisi Sejarah yang Salah” : Yayasan Pustaka Obor Indonesia : Gert Oostindie : September 2016

Selama ini, penulisan sejarah mengenai perang dekoloniasi antara Belanda dan Indonesia pasca-kemerdekaan (1945—1949), menggunakan pandangan Indonesiasentris dalam penulisannya. Hal itu wajar. Sebab fungsi sejarah yang dapat digunakan untuk menimbulkan rasa nasionalisme. Penulisan sejarah indonesiasentris menjelaskan, tujuan Belanda datang kembali ke Indonesia ialah untuk menguasai Indonesia dalam bidang ekonomi maupun geopolitik. Berbagai tindakan digunakan Belanda agar dapat mencapai hal itu. Baik dengan cara diplomasi bahkan tindakan fisik sekalipun. Pada Juni 2012, Gert Oostindie, direktur Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (KITLV, Insitut voor Militaire untuk Studi Karibia dan Asia Tenggara) sebuah lembaga penelitian Belanda. Mengajukan argumenargumen mengenai pentingnya pelaksanaan penelitian luas terhadap perang dekolonisasi di Indonesia dan khususnya aksi militer Belanda (hlm.297). Pelbagai surat, buku harian, buku kenangan dan memoar para militer yang berdinas pada pemerintah Belanda digunakan. Sumber-sumber ini disebut dokumen ego. Pilihan terhadap analisis dokumen ego timbul dari campuran antara keterpesonaan dan pragmatik (hlm.300). Beberapa dokumen ego, memberikan gambaran sejarah mengenai perang dekolonisasi di Indonesia pasca-kemerdekaan dari sudut pandang Belanda. 10 | Haluan Mahasiswa | Edisi November

Sejak Indonesia berhasil melepaskan diri dari Jepang. Setengah tahun pertama, situasi di sebagian besar wilayah ditandai dengan pertempuran sengit meraih kekuasaan. Pada waktu itu terjadi bentrokan antara kaum minoritas— generasi pertama dan kedua imigran Eropa, kolompok campuran Indonesia-Eropa (Indo) dan terhadap ‘pribumi’ yang dipandang sebagai kolaborator (hlm.7). Kekacauan ini dinamakan masa bersiap. Saat itu terjadi penjarahan, pembunuhan bahkan pemerkosaan terhadap kaum minoritas. Perkiraan jumlah orang Eropa yang terbunuh berkisar 3.500-20.000 orang. Situasi itu menjadi faktor datangnya pasukan sekutu— pasukan Inggris dan pasukan Jepang yang kalah— ke Indonesia dengan tujuan memulihkan ketertiban dari kekacauan tersebut. Namun pasukan sekutu tidak melihat keuntungan terhadap peristiwa ini. Maka antara Juni dan Desember 1946 semua pasukan Inggris meninggalkan Indonesia. Saat itu pasukan Belanda sudah berada di Jawa dan Sumatra. Pasukan tentara Belanda mendapat arahan untuk memulihkan ketertiban dan menghindari terulangnya masa bersiap. Tidak tanggung-tanggung Pemerintah Belanda menugaskan 220.000 tentara untuk tujuan itu. Pasukan terdiri 120.000 Koninklijke Landmacht (KL, Angkatan Darat), 75-85.000 dari KNIL dan 20.000 dari Koninklijke Marine (KM, Angkatan Laut) (hlm.9). Sebagian besar tentara terbujuk propaganda pemerintah Belanda oleh slogan

Orde en Vrede (Ketertiban dan Perdamaian) (hlm.2). Misi awal itu tidak berlangsung lama. Sebagian besar tentara yang berpikir tujuan awal hanya mengenai masalah ketertiban dalam negeri, pada kenyataanya merupakan suatu perang dekolonisasi (hlm.134). Para tentara diinstruksikan untuk tidak menggunakan kekerasan terhadap penduduk sipil, tidak mencuri atau tidak menjarah (hlm.135). Namun kenyataan di lapangan jauh berbeda. Sulitnya membedakan musuh dengan penduduk biasa membuat tentara Belanda sulit membedakan situasi. Keluhan itu muncul dalam dokumen-dokumen ego: petani yang tersenyum ramah di desa, dalam saat berikutnya bisa menjelma sebagai ‘teroris’ dan sebelum disadari sudah menembak mati kami begitu kami melawatinya (hlm.137).

Buku ini mengambarkan tentang perjalanan para tentara militer Belanda dari awal perang hingga perang berakhir. Karena menggunakan dokumen ego, bahasa yang digunakan pun mudah untuk dipahami. Subjektivitas antara tentara Belanda juga diimbangi. Buku ini juga, hanya memilih kutipan-kutipan yang dianggap relevan saja. Namun sayangnya, sudut pandang dalam buku ini sebagian besar berasal dari tentara militer yang berasal dari orang-orang Belanda. Padahal yang terlibat dalam tentara militer dinas Belanda juga ada orang Indonesia. Orang itu sebagian masuk KNIL yang dipersalahkan atas pemicu tindakan kejahatan perang yang dilakukan. Hal itu membuat penulisan sejarah hanya berdasar sudut pandang orang Belanda. Karena itu unsur rasial jelas terlihat dalam buku ini.// Yap

TNI menyerang tentara Belanda dengan strategi gerilya. Karena itu, Belanda mengambil sikap preventif. Belanda menggunakan strategi kontragerilya dan menggunakan spionase untuk mengatasinya. Cara itu digunakan untuk melacak musuh dan jaringanya. Selanjutnya mengeksekusi lawan terpenting secara demontratif sebagai contoh yang menakutkan (hlm.139). Hal itu berlanjut hingga menjelang Konferensi Meja Bundar (KMB) pada Desember 1949. Setelah perang berakhir, sebagian besar tentara militer Belanda merasa kecewa terhadap pemerintah Belanda. Pengorbanannya di Hindia Belanda selama kurang lebih 3 tahun di rasa sia-sia. Banyak dari mereka pulang ke kampung halaman merasa tidak dihargai. Baik dari pemerintah maupun rakyat Belanda. Bahkan setelah perang itu banyak para tentara mengalami gangguan mental.

11 | Haluan Mahasiswa | Edisi November


udah biasa

Untuk berita lainnya buka www.didaktikaunj.com Didaktika juga menerima tulisan mahasiswa Kirim tulisanmu ke email lpmdidaktikaunj@gmail.com 12 | Haluan Mahasiswa | Edisi November


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.