Haluan 4

Page 1

HALUAN MAHASISWA

Diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa Didaktika

KARUT MARUT PENURUNAN UKT Edisi IV, Juni 2016


Didaktika

Redaksi

Sapa Redaksi Susunan Redaksi Pemimpin Redaksi Annisa Nur Istiqomah Sekretaris Redaksi Annisa Fathihah Reporter Annisa Nur Istiqomah, Annisa Fathihah, Hendrik Yaputra, Lutfia Harizuandini, Yulia Adiningsih Editor Naswati, Muhammad Fahri Tata Letak Lutfia Harizuandini

Sekretariat Gedung G, Lantai 3, Ruang 304. Komplek UNJ. Jalan Rawamangun No. 1 Jakarta Timur, 13220

Salam Pemuda, Antusias UNJ dalam menyambut calon mahasiswa baru begitu memukau. Karena itu, UNJ mulai menggencarkan wacana peningkatkan kualitas pelayanan pendidikan. Caranya dengan menaikan biaya UKT dengan dalih agar pelayanan kualitas pendidikan meningkat. Bemakin besar biaya UKT, maka semakin baik pelayanan dari kampus. Selain itu, sistem verifikasi UKT online pun menambah suasana baru. Sejak ada sistem online, kampus menetapkan UKT seakan sepihak. Sebab, hasil penetapan UKT melalui online tidak sesuai dengan kemampuan mahasiswa. Pada ranah bidikmisi, mahasiswa penerima bidikmisi mendapatkan UKT yang tidak sesuai dengan kaidah dari permentristek dikti. Berita selanjutnya, UKT semestinya sudah mencakup semua biaya kuliah, namun tidak untuk KKL. Akhir kata, selamat membaca dan berdialektika.

E-mail lpmdidaktikaunj@gmail.com Website www.didaktikaunj.com Facebook LPM Didaktika UNJ Twitter @lpmdidaktika 2 || Haluan Mahasiswa/Edisi IV/Juni 2016

Daftar Isi Lintas I...........................3 Lintas II.........................5 Lintas III.......................10 Lintas IV.......................12 Lintas Utama................8 Opini.............................14 Resensi..........................16


Lintas I

Didaktika

Nilai UKT di Ranah Bidikmisi Di UNJ terjadi ketidaksesuaian mengenai ketentuan UKT bagi penerima Bidikmisi

Mahasiswa penerima bidikmisi memang tidak membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT). Namun kolom Sistem Informasi Uang Kuliah Tunggal (SIUKAT) membingungkan penerima beasiswa 2016 Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Mereka mempertanyakan nilai UKT tidak sesuai dengan ketentuan bidikmisi yaitu 2,4 juta. Wahyuni Fitria yang merupakan mahasiswa baru (maba) penerima bidikmisi, program studi Sosiologi Pembangunan mendapat nilai UKT 3,1 juta. Artinya tidak sesuai dengan ketentuan bidikmisi. Secara tidak langsung mahasiswa tersebut termasuk golongan 3, seharusnya penerima bidikmisi termasuk dalam golongan 1 dan 2. Biaya Pendidikan Mahasiswa Miskin Berprestasi atau sering disebut Bidikmisi, sudah diselenggarakan Kementerian Pendidikan sejak 2010. Mahasiswa yang mendapat bidikmisi dapat berkuliah di Universitas

Negeri maupun Swasta. Program tersebut sangat meringankan mahasiswa yang membutuhkan. Pasalnya dengan mendapat Bidikmisi mahasiswa tersebut tidak perlu membayar. Juga mendapatkan uang 600 ribu setiap bulannya. Penerima bidikmisi sudah ditentukan oleh sekolah asal mahasiswa. Universitas hanya memverifikasi data bidikmisi yang diberikan oleh sekolah dan penerima bidikmisi. Namun tahun ini, ada perbedaan pada kolom bidikmisi terdapat kolom verifikasi nilai UKT. Terdapat perbedaan nilai UKT penerima

Haluan Mahasiswa/Edisi IV/Juni 2016 || 3


Didaktika bidikmisi padahal harusnya sama. Nilai UKT pada maba penerima bidikmisi berbeda tiap fakultas. Seperti pada Fakultas Ilmu Sosial (FIS), penerima bidikmisi mendapat nilai UKT 3,1 juta dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) ada yang menerima UKT sebesar 1,2 juta. Hal ini juga terjadi pada Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) ada yang menerima nilai UKT 4,1 juta, sedangkan Fakultas Teknik (FT) menerima nilai UKT hanya 500 ribu. Perbedaan nilai UKT tersebut tentu tidak sesuai dengan nilai UKT yang ditetapkan oleh Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) yaitu maksimal 2,4 juta. Perbedaan nilai UKT tersebut ditanggapi oleh Wakil Dekan III FIS, Andy Hadiyanto. “Perbedaan tersebut mengikuti UKT tiap prodi di fakultas, kan UKT tiap prodi beda,” tanggapnya. Namun perbedaan tersebut dirasa kurang pas pada mahasiswa bidikmisi karena mereka sudah ditetapkan nilai UKTnya. “UKT berbeda itu juga karena kebutuhan tiap prodi berbeda, seperti itu untuk menutupi kebutuhan tiap mahasiswa di prodinya. Nilai UKT itu uang yang kita minta ke kementerian demi menutupi kebutuhan prodi” lanjut Andy. Penggolongan tersebut masih kurang jelas, pasalnya pihak Wakil Rektor III juga tidak tahu-menahu mengenai nilai UKT pada bidikmisi yang lebih dari 2,4 juta tersebut. “Sudah ada

SKnya bidikmisi, ini bukan 3,1 juta, perlu di cek lagi,” ungkap Sofyan Hanif selaku Wakil Rektor III. Banyak argumentasi berbeda mengenai nilai UKT pada bidikmisi tersebut. Pihak panitia penerima mahasiswa baru menyatakan bahwa nilai UKT pada bidikmisi tersebut bukanlah masalah sebab mahasiswa penerima bidikmisi tidak dikenakan biaya UKT. Hal senada juga diungkapkan oleh pihak verifikasi bidikmisi selama mahasiswa tersebut menerima bidikmisi maka nilai UKT tersebut bukanlah masalah. Maba penerima bidikmisi tentu kaget ketika melihat nominal nilai UKT yang tertera pada laman SIUKAT UNJ. Mereka merasa bingung mengapa mendapatkan nilai UKT yang rata-rata berada pada golongan 3 sementara mereka mahasiswa bidikmisi. Banyak yang mempertanyakan kriteria apa yang membuat mahasiswa baru penerima bidikmisi tersebut mendapat nilai UKT golongan 3. Apalagi data yang mereka masukan sudah sesuai dengan data mahasiswa yang membutuhkan. / Annisa Fathiha

4 || Haluan Mahasiswa/Edisi IV/Juni 2016


Didaktika

Lintas II

Basa-basi Soal UKT Kini verifikasi UKT dilakukan secara online dan besaran UKT ditentukan oleh kampus berdasarkan rapat pimpinan dengan alasan efektifitas dan objektifitas Pada 10 Mei, pengumuman Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2016 sudah dapat diakses. Mahasiswa yang diterima melalui jalur tersebut diperkenankan melakukan verifikasi ke perguruan tinggi negeri (PTN) masing-masing. Di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) verifikasi bagi mahasiswa umumnya terdiri dari dua tahap, yakni verifikasi akademik dan verifikasi uang kuliah tunggal (UKT). Sedangkan untuk mahasiswa bidikmisi diharuskan untuk verifikasi kelayakan menerima Beasiswa bidikmisi. Ketika melakukan verifikasi akademik, antara 11 sampai 12 Mei 2016, calon mahasiswa baru diharuskan membawa rapor asli untuk dicocokkan dengan data yang diunggah ke Pangkalan Data Sekolah dan Siswa (PDSS) sebelumnya. Selanjutnya, mahasiswa harus melakukan verifikasi UKT. Verifikasi UKT kali ini dilakukan secara online. Program ini mulai dicanangkan di UNJ sejak tahun ajaran baru 2016/2017. Menurut Ifan Iskandar, selaku panitia penerimaan mahasiswa baru (penmaba), hal tersebut ditujukan agar mempermudah siswa baru melakukan verifikasi.

Kalau tahun sebelumnya verifikasi diharuskan datang ke UNJ ditemani orang tua, sekarang mereka tidak perlu datang ke kampus. “Terutama bagi mereka yang berasal dari daerah jauh,” tambah Ifan. Kepala prodi (kaprodi) serta dekan pun merespon positif dengan diadakannya verifikasi UKT online. Riza Wirawan selaku Dekan Fakultas Teknik (FT), pun menyatakan dalam melakukan verifikasi menjadi lebih mudah. “Lebih hemat biaya sebab orang tua calon mahasiswa tidak perlu datang (ke kampus-red),” tambahnya. Senada dengan Riza, Kaprodi Teknik Mesin, Akhmad Kholil, menyatakan verifikasi online menunjang efektitas. Namun, Kholil mengakui bahwa sejauh ini keefektifan hanya terletak pada keobjektivitasan penentuan UKT. Panitia penmaba UNJ pun mengkhawatirkan adanya kepalsuan data yang diunggah calon mahasiswa. “Bisa saja calon mahasiswa memanipulasi data yang diunggah kan,” tutur Ifan. Ia pun menambahkan, apabila panitia menemukan kepalsuan dalam pengunggahan (data), maka mahasiswa akan terancam dibawa ke pengadilan atau bahkan dikeluarkan.

Haluan Mahasiswa/Edisi IV/Juni 2016 || 5


Didaktika Untuk melakukan verifikasi UKT, calon mahasiswa harus membuka laman siukat.unj.ac.id antara 10 sampai 14 Mei. Di tahap awal, laman yang pertama kali muncul menawarkan calon mahasiswa untuk masuk ke dalam UKT kelompok atas yakni golongan VI sampai VIII. Calon mahasiswa dapat menolak tawaran tersebut dengan memilih tombol ‘tidak bersedia’. Pada proses selanjutnya, calon mahasiswa diharuskan mengunggah berkas-berkas dan form-form yang diperlukan. Ada pun berkas-berkas yang harus diunggah di antaranya pas foto calon mahasiswa, scan kartu tanda penduduk (KTP) Ayah dan Ibu,scan slip gaji Ayah dan Ibu, scan keterangan penghasilan Ayah/Ibu dari RT/RW, scan Kartu Keluarga (KK), scan tagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terbaru, scan tagihan listrik tiga bulan, serta scan STNK motor dan mobil. Setelah itu, calon mahasiswa memilih kesanggupan kelompok UKT. Mereka harus menunggu hingga tanggal pengumuman hasil UKT pada 17 Mei. Pihak UNJ yang akan memutuskan kelompok UKT apabila calon mahasiswa memilih kelompok UKT dianggap dibawah tingkat kemampuan bayar menurut data yang sudah diisi. Meski demikian, sebagian birokrat seperti kaprodi Teknik Mesin dan dekan FT mengaku tak begitu

mengetahui secara detil perihal penetapan kelompok UKT. Ada pun kasus yang dialami Rahayu, mahasiswa baru prodi Pendidikan Sejarah. Ia mengaku pada saat verifikasi UKT online memilih golongan II yang nominalnya Rp 1.000.000,-. Namun, ketika hasil verifikasi akademik dan UKT muncul, ia masuk ke golongan III senilai Rp. 3.200.000,. Kendati demikian, Ayu merasa keberatan dengan penetapan yang dilakukan secara sepihak oleh kampus. Sebab, menurutnya pendapatan yang didapat orang tua hanya terbilang cukup untuk menghidupi seluruh keluarganya. “Pendapatan sebulan kurang lebih Rp 3.100.000,-,� katanya. Ia menambahkan bahwa orang tuanya pun harus membiayai kedua adiknya yang masih sekolah. Terkait dengan hal tersebut, calon mahasiswa dapat menyanggah hasil penetapan UKT. Calon mahasiswa yang ingin melakukan sanggahan diperkenankan datang ke Sekretariat Penmaba antara 18 sampai 19 Mei. Namun, sanggahan ini bukan digunakan untuk mengubah kelompok UKT, melainkan hanya untuk mengklarifikasi dokumen yang salah diunggah. Apabila tidak ada kesalahan pengunggahan dokumen maka calon mahasiswa tidak diperkenankan untuk melakukan penyanggahan. / Lutfia Harizuandini

6 || Haluan Mahasiswa/Edisi IV/Juni 2016


Didaktika

Telah terbit majalah terbaru DIDAKTIKA edisi ke-46!

Dapatkan segera! Haluan Mahasiswa/Edisi IV/Juni 2016 || 7


Lintas Utama

Didaktika

Karut Marut Penurunan UKT Setelah adanya perubahan nominal golongan UKT pada 31 Mei lalu, nominal UKT golongan V dan VI di beberapa prodi mengalami kenaikan pada hari H lapor diri Di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Uang Kuliah Tunggal (UKT) periode 2016/2017 mengalami kenaikan yang signifikan dari tahun sebelumnya, terutama golongan III. Dampaknya, jarak nominal golongan UKT I dan II ke golongan III sangat jauh. Pada program studi (prodi) Tata Boga, nominal UKT untuk golongan I yaitu Rp. 500.000, golongan II yaitu 1.000.000, dan golongan III yaitu RP. 5.000.000. UKT untuk Prodi Teknik Sipil dan prodi Akuntansi golongan I, II, dan III sama seperti nominal UKT prodi Tata Boga, namun untuk golongan IV prodi Akuntansi lebih kecil Rp. 500.000 dari prodi Tata Boga dan Teknik Sipil yaitu Rp. 5.500.000. Kenaikan UKT yang begitu signifikan ini, mendapat respon dari seluruh mahasiswa UNJ dengan melakukan aksi protes pada 31 Mei 2016, untuk menolak kenaikan UKT serta kebijakan penerapan uang pangkal untuk mahasiswa baru jalur mandiri. Aksi protes seluruh mahasiswa UNJ membuahkan hasil dan menyebabkan revisi nominal golongan UKT. Nominal golongan UKT III turun dan disamakan dengan nominal golongan UKT III tahun sebelumnya. Golongan

UKT IV diambil dari rata-rata golongan UKT III dan V tahun sebelumnya. Revisi golongan UKT 31 Mei 2016 nampaknya menimbulkan kebingungan mahasiswa baru (maba) 2016 jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Setelah adanya perubahan nominal golongan UKT, nominal UKT golongan V dan VI di beberapa prodi mengalami kenaikan pada hari H lapor diri. Nominal golongan UKT VI pada prodi Pendidikan Sosiologi mengalami kenaikan yaitu dari Rp. 4.900.000 menjadi Rp. 5.200.000. Akibatnya, mahasiswa yang melapor diri pada 31 Mei – 2 juni 2016 diperpanjang sampai 9 Juni 2016. “Aku dapat golongan VI, tadinya Rp. 4.900.000 tapi pas hari H lapor diri tiba-tiba jadi Rp 5.200.000. Aku bingung jadinya yang benar itu yang mana. Akhirnya aku bayar Rp. 5.200.000”ujar Adhinda Tri Dhara, maba prodi Pendidikan Sosiologi 2016. Maba yang mendapatkan perubahan nominal UKT pada hari H lapor diri (31 Mei – 2 juni) mendapatkan himbauan dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) prodi masing-masing untuk tidak melakukan dulu pem-

8 || Haluan Mahasiswa/Edisi IV/Juni 2016


Didaktika bayaran daftar ulang UKT. Bagi beberapa mahasiswa yang sudah terlanjur membayar uang UKT, mereka dimintai keterangan oleh BEM dan akan diinfokan jika ada terjadi kesalahan dan akan dikonfirmasikan. Namun, menurut keterangan Adhinda, sampai sekarang tidak ada konfirmasi dari pihak BEM mengenai kelanjutan UKT. Menurut Komarudin Hidayat selaku Wakil Rektor II untuk nominal UKT memiliki beberapa tahap. Tahap pertama, setiap prodi yang ada di setiap fakultas melakukan rapat untuk menentukan estimasi besaran UKT yang disesuaikan dengan kebutuhan prodi masing-masing. Hasil dari rapat pertama, data diajukan dari prodi ke fakultas untuk meminta persetujuan fakultas. Setelah disetujui pada tingkat fakultas, tahap selanjutnya adalah rapat pimpinan (rapim) tingkat Universitas dan juga diikuti oleh semua dekan fakultas yang ada di UNJ. Menurut Rihlah sebagai Kepala prodi (Kaprodi) Agama Islam, Hasil yang sudah disetujui pada rapim bukanlah mekanisme final, melainkan data itu dikembalikan lagi ke prodi masingmasing dan dimintai persetujuan. Jika data hasil rapim disetujui oleh prodi, maka data tersebut dikembalikan lagi ke Universitas. Data yang sudah ditetapkan ini lalu dikirim ke Kementerian Riset dan Teknologi-Pendidikan Tinggi (Kemenristek-dikti). Berdasarkan keterangan yang dilontarkan oleh Komarudin penetapan nominal golongan

UKT untuk maba 2016 mengalami tiga kali perubahan dan pada hasil akhir penetapan golongan UKT tidak ada kenaikan pada golongan V maupun VI. “Setelah ada aksi pada 31 Mei lalu, akibatnya ada tiga kali revisi golongan UKT, pertama penentuan UKT dilaksanakan pada bulan Maret, Mei, dan yang terakhir Juni.” Paparnya. “Hasil revisi terakhir tidak ada kenaikan UKT untuk golongan V dan VI. Kalau pun ada perubahan nominal UKT di beberapa prodi, itu adalah kesalahan teknis” tambah komarudin. Mengenai kasus yang terjadi pada beberapa Maba yang terlanjur sudah membayar UKT dengan nominal yang salah seperti kasus yang dialami oleh Adhinda, Komarudin mengkonfirmasi bahwa akan mengembalikan uang yang harus diterima sesuai dengan sisa dari nominal UKT tiap masing-masing Maba yang telah membayar UKT. Namun, sampai saat ini belum ada konfirmasi atau bahkan sosialisasi langsung mekanisme pengembalian uang bagi Maba yang melakukan kesalahan pembayaran UKT dari pihak kampus. “Saya baru tahu kalau UKT golongan V dan VI itu yang sudah fix , tidak ada kenaikan dari nominal yang sudah ditetapkan pertama. Mengenai pengembalian uang, aku tidak dapat konfirmasi baik dari BEM maupun pihak kampus” ungkap Adhinda. / Yulia Adiningsih

Haluan Mahasiswa/Edisi IV/Juni 2016 || 9


Lintas III

Didaktika

Dana untuk Kualitas Pelayanan Terdidik Kualitas pelayanan terdidik ditentukan dengan dana yang selangit

Peraturan Kementrian Riset dan Teknologi-Pendidikan Tinggi (Kemenristek-Dikti) nomor 22 tahun 2015 pasal 9 menyatakan bahwa universitas berhak memungut uang pangkal salah satunya dari mahasiswa dari jalur mandiri. Kuota jalur mandiri ditambah sebesar 30% hal itu tertera di peraturan Kemenristek-Dikti nomor 45 pasal 5 ayat 2 tahun 2015. Berasaskan peraturan di atas Universitas Negeri Jakarta (UNJ) merencanakan akan mengadakan uang pangkal untuk mahasiswa baru yang masuk jalur mandiri sebesar 15 juta rupiah. Menurut keterangan Djaali selaku rektor UNJ adanya uang

pangkal akan digunakan untuk peningkatan fasilitas dan pelayanan peserta didik, ketika sedang berlangsungnya negosiasi pada 31 Mei 2016. Akan tetapi rencana tersebut dibatalkan ketika mahasiswa melakukan aksi besar-besaran “Menolak UKT” didepan rektorat pada 31 Mei 2016. “Adanya uang pangkal dan Uang Kuliah Tunggal (UKT) naik itu kan pasti untuk kepentingan peningkatan pelayanan mahasiswa”, jelas, Achmad Ridwan sebagai Wakil Rektor dibagian perencanaan dan kerjasama. Selain uang pangkal, UNJ berencana menaikkan UKT mahasiswa baru 2016 pada setiap golongan kecuali golongan I dan II. Contohnya saja pada golongan III, dijurusan sejarah UKT 2015 sebesar 3,2 Juta Rupiah sementara UKT 2016 sebesar 4 Juta Rupiah. Senasib dengan uang pangkal, UKT pun tidak jadi dinaikkan untuk golongan III.

10 || Haluan Mahasiswa/Edisi IV/Juni 2016


Didaktika Senada dengan rektor, Riza Wirawan sebagai Wakil Dekan II Fakultas Teknik (FT), menjelaskan bahwa UKT digunakan untuk menggaji dosen, operasional, dan pemeliharaan gedung. Ia juga mengatakan kalau hanya mengandalkan dana Biaya Operasional Perguruan Tinggi (BOPTN) UNJ tidak akan cukup menutup biaya keseluruhan. “Apabila UKT lebih tinggi pelayanannya pun juga meningkat,”terang Riza. Riza menambahkan bahwa setiap tahunnya Fakultas Teknik mengeluarkan uang pemeliharaan laboratorium dan gedung sekitar 2 Milliar Rupiah sementara uang prasarana sebanyak 1 Milliar Rupiah. Sementara di Fakultas Ekonomi (FE) setiap tahun mengeluarkan dana sebanyak 7,1 Milliar Rupiah. Dedi Purwana selaku Dekan FE berpendapat angka 7 Milliar Rupiah itu masih kurang karena biaya penelitian dan kegiatan mahasiswa ini termasuk biaya paling besar yang tidak cukup hanya ditutupi dengan angka 7 Milliar rupiah. ”Ada beberapa dana yang dipangkas seperti seminar mahasiswa dan publikasi ilmiah dosen,” ujarnya. FE sendiri mendapat dana BOPTN sebesar 300 Juta Rupiah dan UKT sebanyak 7 Milliar Rupiah. Setiap tahun FE mengakumulasikan UKT yang masuk sebanyak 13 Milliar Rupiah, namun itu belum dibagi 40% untuk Universitas. Dedi berasumsi bahwa UKT yang ideal sebesar 20 Juta Rupiah dan apabila dikali 3000 mahasiswa FE maka akan dihasilkan sekitar

60 Milliar Rupiah. Dengan 60 Milliar Rupiah UNJ akan mendapatkan pelayanan setara dengan World Class. Dedi menambahkan bahwa pada 2015 UNJ mendapat BOPTN sebesar 35 Milliar Rupiah,sedangkan pada 2016 mengalami penurunan sebesar 5 Milliar Rupiah. Padahal Dana BOPTN dibutuhkan untuk menutupi kekurangan Biaya Kuliah Tunggal (BKT). BKT sendiri merupakan kalkulasi dari BOPTN dan UKT. Di dalam UKT sudah terdapat uang pangkal dan biayabiaya pendidikan selama kuliah. Apabila BOPTN UNJ turun maka untuk menutupi kekurangan dengan menaikan UKT. Tidak hanya itu diadakannya uang pangkal menurut pihak Birokrat menjadi sebuah pemakluman. “Kalau tidak ada pemasukan ya kualitas dan pelayanan juga akan turun,”keluh, Dedi “Kalo uang pangkal jadi kita akan merampungkan gedung parkiran,” ujar Dedi. Pengadaan uang pangkal salah satunya akan digunakan untuk pembangunan gedung yang belum rampung pengerjaannya dan membutuhkan dana sekitar 31 Milliar Rupiah. Karena UKT dan BOPTN tidak dapat terpenuhi maka untuk menyelesaikan pembangunan dibutuhkan penarikan uang pangkal. Selain dari UKT dan BOPTN, pemasukan UNJ berasal dari parkiran, wisma, dan dana-dana pinjaman seperti Islamic Development Bank (IDB). / Annisa Nur Istiqomah

Haluan Mahasiswa/Edisi IV/Juni 2016 || 11


Lintas IV

Didaktika

Tambahan Dana untuk KKL Pungutan di luar UKT masih menjadi persoalan besar di UNJ. Selain masalah parkiran, ternyata dalam KKL mahasiswa masih dibebankan dana yang tidak sedikit Tiga minggu lalu tepatnya 31 Mei 2016. Ribuan orang yang menyebut dirinya Aliansi Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Bersatu, melakukan demontrasi di gedung Rektorat UNJ. Aksi ini dilakukan sebab kebijakan yang dikeluarkan kampus mulai meresahkan mahasiswa. Aliansi Mahasiswa UNJ bersatu meminta Rektor UNJ sebagai pemegang otoritas kampus untuk menurunkan nominal Uang Kuliah Tunggal (UKT), mencabut uang pangkal serta segala bentuk pungutan di luar UKT. Salah satu kebijakan itu ialah pungutan di luar UKT. Selain parkir UNJ yang berbayar. Ternyata dalam praktek belajar, mahasiswa harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Padahal berdasarkan peraturan Kementerian Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi (KemenristekDikti) No 22 Tahun 2015 tentang UKT pada perguruan tinggi menjelaskan kampus dilarang menarik pungutan di luar UKT dari mahasiswa. Namun UNJ masih melakukan pungutan di luar UKT, seperti pada Kuliah Kerja Lapangan (KKL). KKL merupakan mata kuliah yang dilaksanakan oleh semua mahasiswa. KKL bertujuan

untuk mengembangkan materi yang didapat dari perkuliahan lalu diaplikasikan ke lapangan. Di UNJ, KKL biasanya dilakukan di luar Jakarta. Menurut Ibnu Setiyaji selaku mahasiswa Program Studi (Prodi) Sosiologi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial (FIS) (10/06), menjelaskan sebelum melaksanakan KKL, mahasiswa membuat tema proposal yang akan diserahkan kepada dosen pembimbing. Setelah pengajuan tema diterima, mahasiswa baru bisa melakukan studi lapangan dan mengolah data yang akan ditujukan untuk membuat laporan penelitian. Ia menambahkan jika ingin melaksanakan KKL, syarat yang harus ditempuh ialah lulus dari mata kuliah metode penelitian kualitatif. Di Sosiologi Pembangunan, Ibnu mengeluarkan dana sebesar Rp. 850.000,- selama KKL. Dana itu merupakan jumlah yang harus ditambahkan karena dana yang didapat dari UNJ kurang. “Kita dapat dana dari kampus 650 ribu itu sudah termasuk pajak,� ujarnya. Ibnu melakukan KKL di Banyumas, Purwokerto selama enam hari dengan jumlah dua SKS. Total dana yang dibutuhkan melaksanakan

12 || Haluan Mahasiswa/Edisi IV/Juni 2016


Didaktika KKL di Banyumas sekitar Rp. 1.500.000,00. Dana itu digunakan untuk membayar travel yang didalamnya termasuk ongkos transportasi dan makan seharihari.

Menurut Umasih selaku Wakil Dekan II FIS (17/06) dana itu sudah merupakan kesepakatan antara mahasiswa dengan program studi masingmasing. Umasih menambahkan, yang menyebabkan dana KKL memungut uang dari mahasiswa karena mahasiswa menginginkan daerah tujuan KKL yang jauh. Di luar kemampuan dana yang diberikan. “KKL itu kan kuliah kerja lapangan artinya kan lapangan di masyarakat itu dimana

saja ada toh di jakarta juga ada. Kenapa jadi yang jauh-jauh?�, tegas Umasih. Pembagian dana KKL pun sudah ditentukan oleh peraturan rektor. Kampus memberikan dana sebesar Rp. 800.000,00 untuk semua prodi. Selain itu, Umasih menambahkan berkurangnya biaya Rp. 800.000,00 menjadi sekitar Rp. 650.000,00 karena pajak sekitar 12%. Namun, Ibnu mengeluhkan adanya dana tambahan ini. Menurutnya tidak semua temannya merupakan mahasiswa mampu. “Tidak semua temen gua tingkatan sosialnya menengah atas ya, jadi gua rasa kemahalan juga,� ungkapnya. Umasih juga menambahkan bahwa prinsip KKL ialah kuliah di lapangan. Jadi dengan modal yang diberikan seharusnya tidak menjadi masalah. Sebab prinsipnya ialah bagaimana tema yang digunakan saat KKL dapat diterapkan di masyarakat. / Hendrik Yaputra

Haluan Mahasiswa/Edisi IV/Juni 2016 || 13


Opini

Didaktika

Ketika Pendidikan Berpihak Pada ’Mereka’ Oleh : Yulia Adininingsih

Katanya, pendidikan hak semua bangsa. Katanya, pendidikan untuk mencerdaskan semua bangsa bahkan katanya, tidak ada diskriminasi dalam pendidikan Hari ini, banyak sekali sekolah dan kampus berdiri di tanah air tercinta ini. Pemerintah dan masyarakat berlomba-lomba mendirikan sekolah. Senang hati saya melihat antusias mereka untuk (katanya) mencerdaskan bangsa. Dari sekolah (yang katanya) gratis sampai yang di atas garis disuguhkan untuk mereka yang mau sekolah, atau mungkin hanya untuk mereka yang ‘mampu’ sekolah? Mendengar lagu Kunto Aji yang berjudul ‘Terlalu Lama Sendiri’, membuat saya sadar ternyata ada kesamaan pemerintah dengan jomblo. Laiknya jomblo yang sibuk sendiri, pemerintah juga begitu. Mereka sudah terlalu lama sibuk dengan urusannya sendiri. Sibuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Pemerintah sudah terlalu asyik dengan dunianya sendiri. Turun ke rakyat, blusukan, entah apa istilahnya itu, akan tetap hanya menjadi sebuah istilah, atau mungkin ini adalah bentuk keasyikan sendiri pemerintah, asyik mengamati tanpa evaluasi. Pendidikan yang katanya hak semua bangsa, hari ini, di pelosok negeri nun jauh di sana, masih ada anak yang tidak

bisa mengeja namanya sendiri. Seragam yang dipakai oleh anakanak kota untuk sekolah adalah baju impian anak-anak nun jauh di sana. Mereka disuruh belajar namun guru tak ada. Mereka disuruh baca namun buku tak ada. Penguasa terlalu menuntut dengan buta. Pendidikan yang katanya hak semua bangsa, hari ini, teman-teman seusia saya masih banyak yang tidak mendapatkan kesempatan untuk mencicipi dunia perkuliahan. Teman-teman seusia saya banyak yang harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Memang, semua ini diakibatkan oleh kemiskinan. Tapi, bukankah kewajiban negara untuk membuat semua bangsanya sejahtera? Bulan Mei ini, anak-anak SMA/SMK yang baru saja lulus dengan penuh semangat mendaftar di perguruan tinggi yang ingin ia masuki. Meskipun ada pula yang memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Mereka yang mendaftar perguruan tinggi dan diterima di perguruan tinggi yang ia inginkan merasa bangga dan senang seakan-akan kehidupan baru akan dimulai. Namun,

14 || Haluan Mahasiswa/Edisi IV/Juni 2016


Didaktika

sebagian bingung. Bagaimana cara melanjutkan kuliah jika biaya kuliah sangat mahal? Uang Kuliah Tunggal (UKT) di kampus saya dari tahun ke tahun semakin tinggi. Wajar jika kemarin, pada tanggal 31 Mei semua mahasiswanya protes dan mengadakan aksi besar-besaran menuntut untuk diturunkan biaya kuliahnya (UKT). Aksi protes ini adalah aksi yang seharusnya tidak terjadi kalau saja biaya kuliah masih bisa dijangkau oleh semua mahasiswa yang masih memiliki semangat belajar dan meraih pendidikan setinggitingginya. Kalau saja memang rakyat ini dituntut oleh cerdas dan pemerintah benar-benar ingin mencerdaskan, mungkin tidak akan ada lagi teman-teman saya yang terpaksa putus kuliah karena tidak mampu membayar uang kuliah. Ada pun bantuan pendidikan dari pemerintah seperti bidikmisi, banyak digunakan tidak sesuai pada tempatnya. Di

kampus saya, manipulasi data dan salah bidik banyak terjadi dan sudah menjadi rahasia umum. Ironisnya, orang yang benar-benar membutuhkan dan meminta keringanan, sering dipersulit dengan berbagai alasan. Hari ini bahkan indikator kualitas suatu perguruan tinggi ikut mempengaruhi besarnya biaya kuliah. Semakin baik fasilitas kampusnya maka semakin besar pula biaya yang harus dikeluarkan untuk menuntut ilmu di dalamnya. Pelayanan yang diberikan oleh kampus disesuaikan dengan uang yang diperoleh. Begitu juga pada sekolah-sekolah TK, SD, SMP, SMA/sederajat, semakin banyak uang yang diberikan kepada sekolah maka semakin baik pelayanan yang didapat. Jika dilihat dari gambaran pendidikan seperti kasus diatas, maka dapat dilihat bahwa pendidikan banyak memihak kepada orang yang ber-uang saja. Adanya ketimpangan kelas yang terjadi di Indonesia menyebabkan juga adanya kesenjangan dalam semua hal, seperti dalam pendidikan. Jika apa yang saya tulis ini benar, maka bukan hanya perekonomian Indonesia saja yang menuju kapitalisme, melainkan juga pendidikan Indonesia menganut sistem kapitalisme.

Haluan Mahasiswa/Edisi IV/Juni 2016 || 15


Resensi

Didaktika

Benarkah Pendidikan untuk Semua? Oleh : Annisa Fathiha Judul Buku Penulis Tahun Terbit Tebal Buku Penerbit

: Manipulasi Kebijakan Pendidikan : Darmaningtyas dan Edi Subkhan : 2012 : 318 : Resist Book

Manipulasi kebijakan pendidikan merupakan buku yang dikarang oleh Darmaningtyas dan Edi Subkhan. Kedua pengarang ini memiliki konsen terhadap dunia pendidikan. Buku ini mengangkat kebijakan pendidikan yang terjadi pada masa pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla (JK) tahun 2005-2009 serta pemerintahan SBY dan Boediono tahun 2009-2014. Darmaningtyas dan Edi menagih janji pendidikan gratis dan pendidikan untuk semua yang digadangkan SBY sebelum terpilih menjadi presiden. Nyatanya janji SBY itu memang terealisasikan, namun Kementerian Pendidikan hanya terlihat berhasil diluar. Kenyataan sebenarnya, pendidikan pada saat itu begitu kacau mulai dari pendidikan dasar sampai dengan perguruan tinggi. Banyak penyimpangan kebijakan, kurukulum yang dipaksakan sampai keuangan yang tidak jelas muaranya. Arah pendidikan yang dirancang oleh pemerintahan SBY adalah rencana pendidikan jangka panjang yaitu mulai tahun 2005-2025 dengan garis besar program pendidikan untuk semua (Education for all). Pendidikan untuk semua ini membawa visi pembangunan Indonesia di masa depan yaitu Indonesia aman dan damai, adil demokratis, serta sejahtera dengan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, kemerdekaan, dan persatuan berdasarkan pancasila UUD 1945 (hal 4).

Langkah awal perwujudan visi tersebut adalah pendidikan dasar. Namun pendidikan dasar dibangun dengan pondasi yang asal akibatnya fondasi pendidikan dasar menjadi rapuh. Pendidikan dasar usia dini (PAUD) di Indonesia mengalami banyak masalah. Masalah-masalah tersebut ada karena para oknum dalam (penyelenggara PAUD) serta pemerintah daerah yang kurang memperhatikan esensial pokok dari penyelenggaraan PAUD. Rata-rata mereka hanya mengharapkan uang subsidi PAUD dari pemerintah demi memenuhi kantong mereka sendiri. Selain itu, kurikulum pendidikan dasar juga melenceng dari cita rasa kebangsaan. Adanya muatan asing dalam penyelenggaran pendidikan dasar. Bahkan muatan asing tersebut menjadi nilai jual tersendiri dalam penyelenggaraan pendidikan dasar. Hal tersebut dapat dilihat bahwa anak yang lulus PAUD atau Sekolah Dasar (SD) yang bagus adalah lulusannya mampu berbahasa asing terutama Inggris dengan baik. Menyikapi hal tersebut, Ki Hajar Dewantara seabad lalu menyatakan bahwa mestinya yang diutamakan dalam pendidikan dasar adalah menggunakan

16 || Haluan Mahasiswa/Edisi IV/Juni 2016


Didaktika bahasa ibu bukan bahasa asing (hal 22). Memberikan sejak awal bahasa asing atau menjadikan anak multi bahasa tidak memberikan pondasi yang kokoh terhadap anak tersebut mengenai nilai-nilai pengetahuan, dan kultur lingkungan sosial dimana ia berada. Untuk penyelenggaran pendidikan yang menggunakan bahasa asing, maka banyak sekolah yang berlomba-lomba menjadi sekolah bertaraf internasional atau sering dijumpai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). RSBI tidak sejalan dengan janji SBY mengenai pendidikan untuk semua dan pendidikan gratis. Dalam prakteknya RSBI ada pungutan biaya yang tidak sedikit bagi siswa yang masuk sekolah RSBI ini. Padahal untuk sekolah-sekolah yang menjadi rintisan internasional ini pemerintah memberikan subsidi yang besar. Dengan dalih bahwa sekolah bertaraf internasional membutuhkan biaya yang besar untuk pembaharuan fasilitas, memanggil guru asing, dll. Selain pendanaan dengan adanya RSBI semakin membuka lebar kesenjangan sosial, bahwa anak-anak yang masuk sekolah RSBI atau kelas khusus RSBI adalah orang-orang yang mampu saja. Dapat dilihat RSBI menyimpang dari kesetaraan pendidikan. Selanjutnya nasib guru juga dikritisi. Darmawaningtyas dan Edi mengkritik target capaian guru hanya sekedar menampilkan target kuantitatif saja sedangkan guru selalu dan terus dipacu untuk mencapai standar-standar kualifikasi tertentu, disisi lain guru hampir tidak pernah dilihat oleh pemerintah secara utuh substansi dan hak mereka (hal 145). Bantuan Operasional Sekolah (BOS) juga mempunyai masalah. Tak dipungkiri bahwa BOS juga mempunyai peran dalam mendanai sekolah. Nyatanya dana BOS merupakan dana utangan yang berasal dari luar negeri. Pada tahun 2008, pemerintah Indonesia mengajukan proposal kepada bank dunia mencapai US$ 600 juta untuk proyek bulan November 2008 (hal 160). Hal tersebut menjadi ironi pasalnya dana

tersebut dipakai untuk subsidi. Selain itu BOS yang termasuk dalam kampanye SBY-JK merupakan citra bagi pasangan tersebut untuk menang dalam pemilu 2009. Dengan menawarkan program yang pro-rakyat yang sebenarnya hanya mobilitas politik untuk membangun persepsi baik masyarakat. Kurikulum yang memakai kata “kompetensi� membuat pendidikan kearah persaingan. Kompetensi sah saja dalam pendidikan namun yang paling utama adalah penalaran kritis, kemampuan kreatif, sensitivitas sosial, praktik kebudayaan, internalisasi nilai etis dan estetis, yang lebih menyentuh ranah substansial dan esensial dalam membangun karakteristik seseorang (hal 222). Buku ajar juga menuai kritikan. Buku ajar bukan berarti menafikan beberapa upaya pemerintah yang memang patut diapresiasi. Visi perbukuan nasional seharusnya mengarah pada terwujudnya sistem perbukuan nasional yang mencerdaskan kehidupan masyarakat, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, seni serta budaya demi membentuk manusia yang berbudi luhur, terampil, serta kreatif, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, kejujuran, kebenaran, demokrasi dan menghargai pluralitas (hal 311). Darmaningtyas dan Edi sebagai praktisi pendidikan begitu merasakan kebijakan tersebut sangat memberatkan murid, orang tua dan guru. Kebijakankebijakan tersebut memang sudah ditinjau kembali mengingat buku ini merupakan kritik pendidikan pada masa SBY memerintah (2005-2014). Namun pendidikan pemerintah sekarang dan sebelumnya tidak jauh berbeda. Masih banyak anak yang tidak sekolah walaupun sekolah sudah gratis atau daerah pedalaman masih minim guru. Bahkan tahun 2015 lalu guru honorer melakukan demo meminta hak mereka. Buku ini sangat membuka mata untuk berbenah masalah pendidikan.

Haluan Mahasiswa/Edisi IV/Juni 2016 || 17



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.