WARTA MPA Edisi 2016
Lembaga Pers Mahasiswa DIDAKTIKA
Butuh Guru Profesional, Bukan Sarjana Pendidikan
1 WARTA MPA || EDISI I || AGUSTUS 2016 || DIDAKTIKA UNJ
1
REDAKSI
Sapa Redaksi Salam Pemuda !! Sebelumnya kami ucapkan selamat datang di kampus hijau. Di mana tempat ini akan menjadi pijakan selanjutnya petualangan kehidupan kalian. Memasuki tahun ajaran baru. Kali ini Didaktika hadir dengan buletin Warta Mpa yang akan terbit 4 kali selama Mpa berlangsung. Dalam Warta Mpa didaktika akan mengulas berita terhangat kampus UNJ.
Pada berita pertama, kami membahas mengenai menurunnya minat mahasiswa untuk berorganisasi tiap tahun. Selain beban tugas dari dosen, mahasiswa juga tidak mendapat jaminan untuk mengikuti organisasi. Tidak seperti dulu. Selanjutnya berita utama membahas tentang dinamika kampus, dari IKIP menuju Universitas. Warta Mpa kali ini juga menyajikan opini mengenai budaya akademis mengenai tujuan mahasisawa yang berorientasi hanya pada ijazah bukan pada ilmu. hal itu rentan membuat pola pikir mahasiswa menjadi pragmatis. Pada rubrik selanjutnya Didaktika menyajikan cerpen, resensi buku, beberapa profil unit kegiatan mahasiswa (ukm) dan beberapa foto kegiatan Didaktika selama setahun. Akhir kata, kami ucapkan selamat membaca dan selamat berdialektika. Daftar Isi
Susunan Redaksi Pemimpin Redaksi Annisa Fathihah
Lintas I.........................................................4 Resensi.........................................................5 Lintas Utama...........................................6-7
Sekretaris Redaksi Annisa Fathihah
Cerpen......................................................8-9
Reporter Annisa Nur Istiqomah, Annisa Fathihah, Hendrik Yaputra, Lutfia Harizuandini, Yulia Adiningsih
Profil UKM...............................................11
Editor Naswati, Daniel Fajar Hariyanto, Yogo Harsaid, Latifah, Virdika Rizki Utama Tata Letak Hendrik Yaputra
2
Opini...........................................................3
Galeri Foto................................................10
Sekretariat Gedung G, Lantai 3, Ruang 304. Komplek UNJ. Jalan Rawamangun No. 1 Jakarta Timur, 13220 E-mail lpmdidaktikaunj@gmail.com Line Lpm Didaktika Unj Instagram @lpmdidakdika Website www.didaktikaunj.com Facebook LPM Didaktika UNJ Twitter @lpmdidaktika
WARTA MPA || EDISI I || AGUSTUS 2016 || DIDAKTIKA UNJ
OPINI
Semua Karena Ijazah oleh Lutfia Harizuandini
anjutkan pendidikan, kebanyakan dari mereka tidak tahu akan kewajibannya untuk berkontribusi di bi dang ilmu pengetahuan yang diemban masing-mas ing, bahkan tak tahu apa fungsi perguruan tinggi. Oleh karena itu, beberapa universitas di Indonesia menjadi ajang pencarian ijazah. Padahal tak selamanya kultur akademi berkembang di dalam kelas. Contohnya, pernah suatu waktu di dalam kelas mahasiswa terkesan pasif. Mereka selalu disuapi dosennya tanpa mempertanyakannya kembali; tidak kritis, tak berdialog, dan tak ada dialektika. Pengejaran ijazah secara tak langsung berdampak pada penyempitan pemahaman mengenai kultural akademik. Kultural akademik hanya dikaitkan dengan kegiatan perkuliahan di kelas, hanya itu. Di luar itu, bukan. Mahasiswa banyak yang ingin cepat lulus sehingga bisa mendapatkan ijazah dengan cepat pula. Sehabis lulus mereka gencar mencari pekerjaan. Maka dari itu, mahasiswa fokus menge-
Semakin tinggi pendidikan seseorang, se-
makin mudah orang tersebut mencari pekerjaan. Ijazah menjadi tolak ukur sejauh mana seseorang menguasai bidangnya. Ijazah hanya sebatas legitimasi yang seolah menyatakan bahwa pemiliknya adalah orang yang terdidik dan berpengalaman. Ketika di dunia kerja nanti, ijazahlah yang digunakan sebagai modal melamar pekerjaan. Ijazah seseorang yang lulus dari sekolah atau perguruan tinggi lebih memiliki prospek kerja yang lebih baik jika dibandingkan yang tidak memilikinya. Alhasil, kini banyak orang yang mengenyam pendidikan setinggi-tingginya hanya untuk mengejar ijazah demi memperoleh pekerjaan. Sehingga setelah lulus sekolah menengah atas, para siswa ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Mereka tentunya memikirkan secara matang perguruan tinggi mana yang dipilih. Perguruan tinggi ternama serta berakreditasi baik selalu menjadi pilihan favorit. Kendati begitu, tak semua orang mementingkan kedua hal tersebut, sebab mereka hanya mengejar ijazah. Rupanya mencari ijazah menjadi prioritas bagi banyak orang. Dilihat dari tujuan mereka mel-
jar nilai serta indeks prestasi (IP) yang tinggi agar cepat lulus. Kelas merupakan sarana yang dianggap mampu mencapai tujuan tersebut. Paradigma tersebut menggeser makna kultur akademik. Padahal sebenarnya kultural akademik tidak hanya dibangun di dalam ruang kelas. Di tempat berorganisasi, baik intra maupun ekstra kampus, kultur tersebut bisa dibangun. Lantas, kultur akademik seperti apa yang ada di luar kelas? Kultur akademik identik dengan kegiatan berdialektika, yakni berdialog dalam menyelidiki suatu masalah. Banyak organisasi yang juga mengedepankan kegiatan berikut, contohnya dalam rapat. Ketika mengusungkan suatu acara, mahasiswa berperan aktif dalam berpendapat, dituntut pula untuk demokratis dalam merumuskan agenda ke depannya atau ide baru. Adanya kritik juga diperlukan demi mengoreksi serta pembaruan kebijakan yang ada. Namun, jika melihat situasi kampus saat ini, banyak mahasiswa yang masih menganggap remeh keberadaan organisasi di luar. Padahal di dunia kerja, kemampuan berorganisasi, seperti berdiale tika, dibutuhkan dalam bekerja.
WARTA MPA || EDISI I || AGUSTUS 2016 || DIDAKTIKA UNJ
3
Lintas I
Polemik Dalam Berorganisasi
Annisa Nur Istiqomah
“Pemisahan antara akademik dan organisasi sering terjadi. Organisasi selalu menjadi dinomer duakan sehingga mahasiswa yang berminat berorganisasi berkurang” Unit Kegiatan
Angkatan 2013
Angkatan 2014
Angkatan 2015
MTM
27
10
2
LKM
10
15
15
SIGMA TV
6
18
39
MENWA
16
10
27 45
KPM
46
29
BEMUN
27
2
1
KSR
4
15
16
KSPA
5
9
14
Era Fm
56
54
54
UKO
9
7
24
KMHB
9
7
20
LDK
9
5
11
PMK
16
25
1
DIDAKTIKA
0
2
5
UKM
7
1
0
KOPMA
3
10
24
Eka Citra
3
5
0
Banyaknya organisasi dan komunitas yang menjamur di UNJ baik di tingkat prodi hingga universitas. Didaktika telah menyurvei perminatan organisasi di Gedung G berdasarkan “tiga angkatan dalam satu kepengurusan”. Hasil survei terdapat sebelas unit yang mengalami kenaikan, lima mengalami penurunan sementara sisanya tetap dan fruktuasi. Walaupun peminat organisasi meningkat namun tidak ada jaminan jika mereka dapat bertahan hingga diakhir kepengurusan. Gedung G merupakan tempat berkumpulnya unit kegiatan mahasiswa tingkat Universitas. Kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan minat dan bakat mahasiswa UNJ. Terdapat 19 unit yang menaungi sekretariat kegiatan mahasiswa yaitu: MENWA, KPM (Kelompok Peneliti Muda), BEM Universitas, KSR (Korps Sukarela) Unit UNJ, KSPA (Kelompok Sosial Pencinta Anak), KOPMA (Koperasi Mahasiswa), Era Fm, PMK (Persekutuan Mahasiswa Kristen), UKO (Organisasi Keolahragaan), Eka Citra, KMPF (Kelompok Mahasiswa Peminat Fotografi), MTM (Majelis Tinggi Mahasiswa), UKM (Unit Kesenian Mahasiswa), LDK (Lembaga Dakwa Kampus), RACANA, LKM (Lembaga Kegiatan Mahasiswa), DIDAKTIKA, SIGMA TV, dan KMHB (Kelompok Masiswa Hindu-Budha). Berdasarkan data yang mengalami penurunan yaitu UKM, Eka Citra, MTM, BEM Universitas, dan PMK. Alasan UKM dan Eka Citra mengalami penurunan pada angkatan 2015 adalah angkatan 2015 belum dimasukan dalam kepengurusan tahun ini. Kemudian BEM Universitas dan MTM terjadi peurunan disebabkan pengaruh dari angkatan yang menjadi ketua. Sementara itu penurunan pada PMK diakibatkan mahasiswa angkatan 2015 masuk di pertengahan tahun. Selain terjadi penurunan terjadi pula fruktuasi, hanya KMPF yang mengalami fruktuasi. Fruktuasi tersebut di-
4
akibatkan proses masuk dan perekrutan. Pada data yang kami dapat ada pula sebelas unit yang mengalami penaikan yaitu MENWA, KSR, LKM, LDK, SIGMA TV, DIDAKTIKA, UKO, KOPMA, KMHB, Era Fm, dan KSPA. Menurut mereka terjadi kenaikan karena kerja PSDM yang bagus. Seiring bertambahnya mahasiswa baru yang masuk ke UNJ membuat peningkatan mahasiswa berorganisasi. Akan tetapi mahasiswa yang bertahan dalam organisasi cenderung mengalami penurunan. Salah satu unit yang mengalami penurunan adalah LKM (Lembaga Kajian Mahasiswa). “Pada tahun 2015 pendaftar LKM sebanyak 40 orang namun jumlah yang bertahan sebanyak 15 orang,”sahut Fia Ramadhanti jurusan PPKN 2015. Kejadian tersebut pun terjadi KOPMA (Koperasi Mahasiswa). “Ada lima orang (angkatan 2013) kepengurusan tahun lalu namun kepengurusan tahun ini berkurang menjadi 3 orang yang bertahan,” ujar Agung Setiawan jurusan Teknik Elektro 2013. Menurut Agung pengurangan tersebut disebabkan persoalan akademik seperti banyaknya tugas kuliah. Hal ini sering menjadi alasan mahasiswa untuk tidak berorganisasi. Alasan lainnya kampus tidak memberikan jaminan agar mahasiswa betah berorganisasi seperti mendapat beasiswa. “Kalau dulu anak-anak yang organisasi diberikan beasiswa, namun sekarang tidak,”tutur Rahma Amalia jurusan Teknik Elektro 2012. Senada dengan Rahma menurut Asrianti Desintar jurusan Pendidikan Matematika 2015 mengatakan kampus memang tidak memberikan jaminan seperti beasiswa untuk membuat betah mahasiswa di organisasi tersebut dengan kembali pada dinamika organisasi tersebut. Menanggapi hal tersebut, Andy Hadiyanto selaku PD 3 FIS mengatakan kampus memberikan jaminan seperti surat pendamping akademik namun kampus mendukung semua kegiatan organisasi. Dukungan yang diberikan oleh kampus berupa dana-dana kegiatan organisasi. Ia menambahkan bahwa alasan menurunnya mahasiswa betah berorganisasi yaitu tuntutan matrealistisme dan globalisasi sehingga membuat mahasiswa bersikap pragmatis. “Jaminan beasiswa tidak ada tetapi kami selalu mensuport salah satunya diadakannya ormawa expo,”tutur Sophian Hanif selaku Wakil Rektor III. Menurutnya naik atau turunnya minat berorganisasi itu dikembalikan kepada organisasi tersebut karena kampus sudah memberikan dukungan berupa materi dan moral. Tinggal bagaimana organisasi tersebut mengembangkannya selain itu harus ada feedback ke kampus. Dalam data yang disajikan hampir semua mengalami kenaikan terutama pada angkatan 2015 namun hampir semua unit kegiatan mengalami penurunan dalam mempertahankan mahasiswa agar betah dalam berorganisasi. Seperti jumlah yang terdaftar lebih banyak dari pada jumlah mahasiswa yang bertahan hingga menjadi pengurus. Salah satu faktor yang membuat mahasiswa tidah betah berorganisasi adalah tugas kuliah yang menumpuk.
WARTA MPA || EDISI I || AGUSTUS 2016 || DIDAKTIKA UNJ
RESENSI BUKU
TERTAWA BERSAMA TELEVISI oleh Hendrik Yaputra
Judul Buku : Menghibur Diri Sampai Mati (Mewaspadai Media Televisi) Penulis : Neils Postman Tahun Terbit : 1995 Tebal Buku : 187 Penerbit : Pustaka Sinar Harapan
Pergeseran Media Amerika yang dahsyat, mengakibatkan mundurnya isi diskursus publik menjadi omong kosong. Sebelumnya, isi diskursus publik media cetak bersifat serius, koheren dan rasional. Semenjak muncul media televisi subtansi diskursus publik menjadi absurd. Hal itu lah yang lebih dan kurang diungkap oleh Neils Postman dalam bukunya Menghibur Diri Sampai Mati. Postman menganggap bila sifat televisi yang menghibur perlu diwaspadai. Pembahasan buku ini mengarah sejarah Amerika dalam perkembanganya memasuki zaman eletronik sejak abad 18. Munculnya televisi mewariskan gagasan-gagasan telegraf dan fotografi. Keindahan visual yang ditampilkannya, banyaknya topik yang dapat dipahami dengan mudah, serta menampilkan kepuasan emosional memperkuat bukti sifat menghibur yang dimiliki televisi. Meski begitu yang dikritik disini bukan semata-mata karena sifat televisi yang menghibur, tetapi semua topik yang ada di televisi ditampilkan dengan menghibur. Presiden, para ahli bedah, pengacara dan penyiar dan lain-lain, lebih menampilkan pertunjukan yang baik daripada tuntutan profesi sesuai dengan disiplin ilmu masingmasing. Persepsi berita yang menghibur pun dapat dilihat dari waktu penyampaian berita yang minim dan isi berita yang ringkas. Hal ini bertujuan untuk menghindari penonton berpikir dan kehilangan fokus topik selanjutnya. Belum lagi liputan kamera yang ditonjolkan terkesan menarik. Musik juga menarik kekuatan emosional penonton. Penyiar yang enak dipandang juga melengkapi sifat menghibur berita. Sifat ringkas ini membuat penonton menjadi disinformasi. Disinformasi yang dimaksud disini bukan informasi yang tidak benar. Melainkan menyesatkan informasi yang membuat seseorang menjadi tidak mengetahui informasi secara jelas. Oleh karena itu, bahasan yang pas disini adalah bagaimana media televisi - dengan sifat menghiburnya membentuk pola pikir kita dalam mendefinisikan kebenaran. Untuk memudahkan pembahasan mengenai kebenaran ini. Postman meminjam konsep “Resonansi� dari Northrop Frye, “melalui resonansi, suatu pernyataan dalam konteks tertentu bisa mendapat makna lain yang bersifat universal.� (h.29) Artinya, cara pandang media komunikasi dirasa dapat mempengaruhi jalan pikiran seseorang dan menyelaskan apa yang terjadi pada kehidupan mereka. Dalam hal ini cara pandang mengenai kebenaran, di mana media komunikasi mempengaruhi pola pikir dalam mengatur konsep-konsep mengenai kebenaran. Contoh dalam lingkup akademis kampus, seorang
yang menuliskan hasil tesisnya di selembar kertas (media tulis) akan lebih dihargai ketimbang penggunaan kata-kata lisan (media lisan). Hal ini dikarenakan bentuk media tulis dianggap lebih ilmiah dari pada media lisan. Padahal, penyampaian kata-kata lisan beranjak dari media tulisan bahkan sebaliknya, berarti adanya integrasi antara keduanya. Belum lagi kemunduran epistemologi tulisan beralih ke epistemologi televisi membuat orang semakin dungu. Anggapan seseorang yang melihat dulu gambar atau bentuknya baru percaya, selalu menduduki status tertinggi dalam unsur kepercayaan. Padahal bisa saja gambar itu dimanipulasi. Dampak selain itu, dari televisi adalah masyarakat menjadi tidak peduli terhadap sesuatu yang tidak menarik. Karena televisi memberitakan topik yang dikemas selalu menarik dan menghibur. Ketidakpedulian ini terletak pada konteksnya dalam menghasilkan kontradiksi terhadap televisi. Televisi mempola pikiran masyarakat dalam mendefinisikan kebenaran. Alhasil, masyarakat tidak merasa sedang mengalami suatu permasalahan karena pola pikir sudah diselaraskan dengan televisi. Inilah yang dikatakan peringatan model Huxley dimana Huxley mengajarkan kepada kita bahwa di zaman kemajuan teknologi, kehancuran spiritual lebih mungkin didatangkan oleh berwajah ramah daripada mereka yang penampilannya membangkitkan rasa curiga dan benci. Ketika suatu masyarakat sudah membiasakan diri dengan hal yang sepele, ketika arus kultural didefinisikan kembali sebagai arus hiburan tanpa henti, bila komunikasi publik telah menjadi sebentuk ocehan bayi, maka sebuah negara akan tiba di tepi jurang kematian kebudayaan. Dalam ramalan model Huxley, bukan BigBrother yang mengawasi kita, melainkan kitalah yang menyimaknya, atas kemauan sendiri. (h.164-165) Indonesia pun sama. Arus globalisasi modern yang tak terelakan. Membuka pintu masuk bagi kapitalisme masuk ke Indonesia. Penyiaran topik-topik yang ada di televisi nasional dikuasai oleh pemodal swasta. Alhasil, banyak statiun televisi yang lebih mementingkan banyaknya rating dari masyarakat daripada kualitas tayangan. Belum lagi pemilik modal televisi juga terjun ke dunia politik. Berarti semakin besar peluang pemodal televisi untuk mempengaruhi pola pikir publik mengenai dirinya. Para penyensor pun tidak bisa berkutik oleh pemodal swasta ini.
WARTA MPA || EDISI I || AGUSTUS 2016 || DIDAKTIKA UNJ
5
LIPUTAN UTAMA BUTUHNYA GURU PROFESIONAL, BUKAN SARJANA PENDIDIKAN
Universitas Negeri Jakarta (UNJ) merupakan universitas dengan koor pendidikan. Koor tersebut menjadikan UNJ merupakan Universitas penghasil guru. Guru merupakan sebuah profesi yang sebenarnya tidak dapat dimasuki oleh sembarang orang. Menciptakan guru tidak semudah menulis gelar pada ijazah. Sebelum gelar sarjana pendidikan (SPd) diraih banyak hal yang harus ditempa calon guru, seperti metode pedagogis dan aspek kognitif. Dahulu UNJ hanya merupakan suatu fakultas keguruan ilmu pendidikan (FKIP) Universitas Indonesia. Dari sinilah cikal bakal UNJ menjadi kampus pendidikan. Setalah itu FKIP UI tersebut berubah karena Keputusan presiden No. 1/1963 dan tidak kondusifnya saat itu mahasiswa FKIP yang kuliah menumpang gedung Fakultas Hukum (FH) UI. Maka demi berlangsungnya kegiatan akademik FKIP UI berubah menjadi Institusi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) yang diresmikan setahun kemudian yaitu 16 Mei 1964 dengan Dekan FKIP UI saat itu Prof Dr. Slamet Imam Santoso sebagai pemimpin IKIP Jakarta.
uti Bappenas,” katanya. “Mungkin ide tersebut sudah diutarakan sejak tahun 80-an ketika ia mengatakan ilmu kependidikan sudah mati,” lanjutnya. Alasan Tilaar mengubah IKIP menjadi Universitas adalah mahasiswa yang mendaftar IKIP makin lama makin sedikit. Akhir tahun 90-an, profesi guru semakin lama semakin menurun ini disebabkan mekanismenya terjadi perubahan terhadap profesi karena pengaruh materialisme akibatnya profesi guru gajinya kecil dan tidak menggiurkan. (Majalah Didaktika Edisi No.38/2009). Namun selain itu alasan lain tranformasi IKIP menjadi Universitas adalah pemerintah merencanakan memperbesar daya tapung perguruan tinggi karena persentase kelompok umur 19-24 yang duduk diperguruan tinggi masih rendah. Untuk menampung kelompok tersebut maka pemerintah membuka Universitas baru.
Untuk menjadi Universitas, maka IKIP Jakarta membuka rumpun ilmu non kependidikan atau ilmu murni. Ilmu murni ini dibuka sebagai penunjang ilmu kependidikan. Jimmy Paat juga mengungkapkan bahwa UNJ merupakan universitas dwi Pada tahun 1980-an, 16 tahun setelah IKIP fungsi yaitu Universitas pendidik guru dan pengemterbentuk, terdapat pembicaraan perubahan IKIP bang ilmu pendidikan. Fungsi UNJ sebagai pendidik Jakarta menjadi universitas. Hal tersebut diungkap- guru dan mengahasilkan lulusan yang siap mengajar kan Dosen Bahasa Prancis Jimmy Paat. “Pembicaraan kurang mendapat kepercayaan dari pemerintah dan perubahan IKIP menjadi universitas sudah diutara- masyarakat. Lulusan LPTK seperti UNJ dianggap kan oleh Pak Tilaar sejak ia menjabat menjadi Dep- kurang mumpuni dalam menjadi guru. Alhasil para 6
WARTA MPA || EDISI I || AGUSTUS 2016 || DIDAKTIKA UNJ
Tidak mudah menjadi guru, kuliah ilmu kependidikan pun tidak cukup. Yang diinginkan adalah guru professional yang mengajar sesuai kurikulum 3 semester.
lulusan tersebut harus mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG). PPG berlaku sejak tahun 2005 ketika terbit Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD). PPG diadakan dengan tujuan mendidik guru menjadi guru profesional. Sayangnya kebijakan tersebut tidak banyak dikritisi LPTK termasuk UNJ menerima saja kebijakan tersebut. Tanpa disadari adanya PPG mengucilkan mahasiswa lulusan LPTK bahkan mungkin LPTK itu sendiri. Program kependidikan yang menjadi kurikulum LPTK tidak berarti apa-apa, pasalnya PPG dapat diikuti oleh mahasiswa yang kuliah ilmu murni. Tujuan PPG yang membentuk guru professional agaknya digarap kurang serius dengan waktu PPG yang singkat hanya 3 semester. Semua metode pedagogik serta aspek kognitif yang diterima mahasiswa LPTK menempuh maksimal 14 semester.
hasiswa dengan penguasaan materi keilmuan non kependidikan secara komprehensip (Majalah Didaktika Edisi No.43/Desember 2013). Dalam alternative pekerjaan lain pun, sarjana dengan materi keilmuan murni lebih diperhitungkan ketimbang ilmu kependidikan. Lodewyk bahkan menegaskan model PPG menyudutkan ilmu kependidikan. Maka untuk apa LPTK ada apabila semua rumpun keilmuan bisa menjadi guru, tidak butuh waktu lama semua orang bisa menjadi guru.
Walaupun tidak menentang adanya PPG Mukhlis R Luddin selaku Wakil Rektor 1 mengakui bahwa adanya PPG merupakan kesalahan internal LPTK. Pengrekrutan mahasiswa calon guru tidak dapat disamakan dengan pengrekrutan mahasiswa rumpun keilmuan murni, “salah satunya dengan mempersempit seleksi calon mahasiswa,” ujarnya. Aktivis Pendidikan Lodewyk Paat menilai Menurutnya guru merupakan profesi yang dihargai PPG sebagai program turunan diri UUGD telah maka tidak boleh sembarang orang menjadi guru, mengeser model pendidikan guru Indonesia. Melalui dengan alasan tidak diterima di berbagai Universitas pasal 8 UUDG, pemerintah cenderung mentranfor- maka pilihan kesekianlah menjadi guru. masikan model pendidikan guru menjadi consecutive model. Yang memberikan pendidikan keguruan Tidak mudah mejadi guru, walaupun sudah usai mahasiswa menyelesaikan urusan pendidikan berkuliah ilmu kependidikan. Setelah lulus lantas keilmuan. Model tersebut dianggap merugikan ma- tidak pelak mengajar, masih ada tahapan-tahapan hasiswa LPTK , pasalnya waktu mahasiswa LPTK lanjut untuk menjadi guru. Khususnya menjadi guru lebih sedikit dalam menguasai materi keilmuan non yang ‘dihargai’. kependidikan tetapi harus bersaing dengan maWARTA MPA || EDISI I || AGUSTUS 2016 || DIDAKTIKA UNJ
7
CERPEN
AKu Enggak Masokis! Plak plak plak Hilir mudik hajra berjalan di depan kamar kosnya. Berputar seperti mengelilingi gundukan api unggung. Derap langkahnya terdengar begitu jelas karena saat ini tidak ada satupun yang beraktifitas di luar kamar kosnya. Penghuni kos di lantai dua belum juga kembali semenjak libur semester kuliah satu bulan yang lalu. Ini adalah kesempatan hajra untuk melakukan yang ia malu tanpa di ejek wong gila.
mengisi suara 2 dan ayam mengisi suara tiga. Brummmmmmmmmmm....
Tiba-tiba ada suara yang mengacaukan perpaduan suara anjing, ayam dan burung. Itu adalah suara motor yang mulai hilir mudik berganti menyambut munculnya sang mentari. Motor-motor itu berjalan melewati gang kosnya hajra dan cukup banyak menyumbangkan polusi pada pagi hari. Hajra terdiam. Ia mulai berhenti jalan di tempat. Masih terdiam. Drep drep drep…. Perutnya terasa mulas. Hajra masih tetap terdiam merasakan Hentakan kaki kini berubah men- kocokan di perutnya. Diam…. jadi suara Paskibra. Hajra tidak Diam… diam…… dan….. bau. lagi berkeliling. Ia berjalan ditem- Hijra mengeluarkan angin perpat menatap lurus antena TV tama di hari sabtu. yang ada di depannya. Sesekali Hajra cemas aktifitas yang sedang Hajra jongkok sambil memegang ia lakukan terganggu karena angin perut namun masih di tempat yang menyentuh kulitnya seperti yang sama. Ia berpikir 2x untuk angina-angin yang biasa mememutuskan pergi ke toilet. Jika nyebabkan dia mules. ia memutuskan untuk pergi ke toilet, maka ini adalah ke-3x nya Drep drep drep ……….. drep ia ke toilet pada pagi hari ini. drep “ jaaaaaaaa” Hajra menambahkan frekuensi kecepatannya berjalan di tempat. Terdengar suara dari kamar Terdengar gonggongan anjing kosnya Hajra namun Hajra tidak milik tetangga kosannya, sesekali menghiraukannya. itu adalah gonggongan anjing itu ditimpali Heni, teman sekamarnya Hajra. oleh bunyi ayam milik ibu kos Hajra. Anjing dan ayam kini sedang “jaaaaaaaaaaaaa ngapain lu jongbercengkrama dalam bahasanya kok gitu ? lagi maen gundu ?” masing-masing. Burung tak mau kalah dengan anjing dan ayam. Heni bertanya setengah berteriak. Berung-burung kecil yang hingKali ini Hajra menjawab. gap di atas pohon yang setengah gundul terus berkicauan. Kini “sakiiiiiiiiiit” terdengar seperti paduan suara. Burung mengisi suara 1, anjing Hajra menjawab sesingkat-sing8
WARTA MPA || EDISI I || AGUSTUS 2016 || DIDAKTIKA UNJ
oleh Yulia Adiningsih katnya dan setidakjelasnya karena suaranya ia sengaja bikin parau. Jawaban hajra mengundang heni untuk bertanya lagi. “sakit mag ? sakit gigi ? sakit kaki ? sakit hati ……………….?” Heni semakin menyerbu Hajra dengan pertanyaan. “jantuuuuuuuuuuuung” Heni berlari menghampiri hajra dan berjongkok di depannya. Menatap dalam-dalam bola mata Hajra yang tidak sepenuhnya bisa dilihat oleh Heni. Heni tediam. “jaaaaaaaaaaaaaaaaa” Nadanya terdengar parau. Tapi hajra tetap terdiam. “jaaaaaaaaaaaaaaaaaaa” Gumamnya lagi. “apa ?” Hanya itu yang telontar dari mulutnya hajra. “jantung ? ko jantung ?” Kali ini pertanyaan Heni langsung dijawab dengan cepat. “emang kenapa?” Heni terdiam. Beberapa puluh detik kemudian lalu menjawab dengan pertanyaan lagi. “kenapa ga kanker aja atau ginjal ?” “sial. Hahahahahahahhahah
harusnya tadi gue jawabnya – kenapa engga?-- hahahah” Hahahahahahahahahah
“serius gue jaaaaa. Gue kemaren baru baca artikel tentang orang penyuka makanan pedes gitu di internet”
keduanya tertawa berbarengan
“terus apa hubungannya “
“gue mules Hen daritadi udah berapa kali gue bolak balik wc hahahaha”
“gue rada-rada lupa dikit sih. Bentar y ague inget-inget dulu. Mmmmmmm” “Jadi gimana ?”
“sekarang masih mules lu jaaaa ? kebanyakan makan sambel sih lu ga kapok-kapok” “udah engga Hen. Klo ga pedes yo ga asik toh hen. Rasa paling nikmat itu yo pedes hen”
“mmmmmmmmmmmmm” “ am em am men. Apaan coba ? jelasih secara ilmiah !” “ yang alami……… yang ilmiah”
Aksen Hajra berubah sedikit Jawa, padahal dia orang Sunda yang mutlak ga bisa ngomong Jawa tapi suka sok tau Bahasa Jawa. Jadi sedikit terdengar aneh.
Heni malah mengikuti iklan salah satu merek pasta gigi di Tv
“sok Jawa lu ja hahahah. Ngomong Jawa ko pake logat Sunda”
Heni mengulangnya lagi. Hajra pun terlihat kesal “ ga jelas deh lu hen! Hahahah “
“yo iku akulturasi toh Hen hahahaha” Heni terdiam namun tidak bau. “oh ya ja, ko lu suka banget pedes sih ? kan lu udah tau kalo makan pedes bakalan sakit perut ?” “enak Hen pedes itu bisa ngilangin setres” “lu ada indikasi masokis dh kayanya jaaaaaa” “lah ko lu jauh banget nyambunginnya Hen hahahahahah. Lu jangan terlalu serius gitu apa Hen jadi orang. Apa-apa disangkut pautin sama teori-teori yang lu baca. Tua lu ah hahahah”
“ yang alami……. Yang ilmiah……… hahahahah “
“jadi gini, lidah kita kan Cuma bisa mengecap rasa manis, asin, pait, dan asam. Nah sedangkan pedes itu ga termasuk. Jadi ketika lu menikmati rasa pedas itu sama aja lu menikmati rasa sakit. Lu membiarkan rasa pedas itu ada di mulut lu dan selanjutnya lu udah otomatis menyetujui apa yang akan diberikan oleh rasa pedes itu. Yaitu diare. Gitu . jadi lu ada indikasi masokis, ja”
“males bangeeet. Mendingan gue baca novel Dilan aja lebih enak. Duuuuuh Dilan” “ nah kan mulai deh lu ga jelas! Ha ha. Ya tetep lu harus baca teori juga jaaaa biar lu ga terjebak cinta yang ga rasional. Eaaaaaaaaaa. hahaha” “bentar….hmmmm. tapi bukannya kata ahmad tohari cinta itu emang harus ga rasional ya ? katanya ga seru kalau misalkan cinta itu semuanya pake logika… kan kata penyanyi yang pengen banget go internasional, eh udah go internasional deh (katanya), katanya sih gitu kadang-kadang ga ada logika. Ha ha ” Hahahahhahah “udah ah gue mau poop dulu hen” “udah sono lu nanti cepirit lagi. Hahah” Hijra pergi ke kamar mandi dan meninggalkan heni sendirian.
catatan: Ditulis saat sakit perut !!!!
“setau gue masokis itu istilah dalam seks deh hen” “nah yang lu maksud itu mungkin arti sempitnya. Sebenernya itu istilah umum ja. Makanya lu baca dong buku the art of loving-nya Erich Fromm biar gaul. Ha ha” WARTA MPA || EDISI I || AGUSTUS 2016 || DIDAKTIKA UNJ
9
GALERI FOTO Kegiatan LPM d
10 WARTA MPA || EDISI I || AGUSTUS 2016 || DIDAKTIKA UNJ
PROFIL UKM ERA FM Badan Penyelenggara Radio Siaran Educational Radio Universitas Negeri Jakarta (BPRS ERAFM- UNJ) bergerak dalam kegiatan media audio dikalangan mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ). BPRS ERAFM-UNJ didirikan untuk mewadahi minat dan bakat mahasiswa UNJ dalam bidang jurnalistik radio, penyiaran radio maupun menjadi teknisi dan public relation dari sebuah radio. erafmunj.blogspot.com
Lembaga Kajian Mahasiswa (LKM) Lembaga Kajian Mahasiswa atau LKM Universitas Negeri Jakarta adalah unit kegiatan mahasiswa sebagai wadah yang bertujuan mengembangkan wawasan ilmiah dan penalaran mahasiswa yang kritis dan dinamis. LKM menghimpun dan membina mahasiswa UNJ dalam bidang kajian, penulisan, retorika dan pengembangan kepemimpinan. llkm-unj.blogspot.com
SIGMA TV Sigma TV Universitas Negeri Jakarta (UNJ) merupakan unit kegiatan mahasiswa yang menjadi wahana pendidikan mahasiswa UNJ yang menguasai bidang audiovisual dan sinematografi. Selain itu Sigma TV mengembangkan jurnalistik audiovisual dan multimedia. sigmatvunj.org
Kelompok Mahasiswa Peminat Fotografi (KMPF) KMPF UNJ merupakan unit kegitan mahasiswa sebagai wadah penyaluran minat dan bakat dibidang fotografi. www.kmpfunj.or.id
WARTA MPA || EDISI I || AGUSTUS 2016 || DIDAKTIKA UNJ
11
12 WARTA MPA || EDISI I || AGUSTUS 2016 || DIDAKTIKA UNJ