HALUAN MAHASISWA
Diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa Didaktika
PEMBERHENTIAN DOSEN LUAR BIASA Edisi 3 April 2016
Haluan Mahasiswa/Edisi III/Mei 20161||1
Redaksi
DIDAKTIKA
SapaRedaksi
Susunan Redaksi Pemimpin Redaksi: Yulia Adiningsih
Sekretaris Redaksi:
Annisa Nur Istiqomah
Reporter : Annisa Fatiha, Lutfia Harizuandini, Yulia Adiningsih, Hendrik Yaputra, dan Annisa Nur Istiqomah. Editor: Naswa, Yogo, Latifah, dan Daniel Tata Letak:
Hendrik Yaputra
Sekretariat: Kampus A UNJ, Gedung G, Lantai 3, Ruang 304 Email: lpmdidaktikaunj@gmail.com Website: Didaktikaunj.com Twitter, Facebook: @lpmdidaktika No Hp: 087875070512 2||Haluan Mahasiswa/Edisi III/Mei 2016
]Salam Pemuda !! Pergantian semester di UNJ selalu dipenuhi dengan cerita. Cerita itu berisi tentang sulitnya membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT), meminta permohonan perpanjangan waktu bayaran hingga pencabutan beasiswa bidikmisi bagi mahasiswa yang memiliki Indeks Prestasi (IP) kurang dari persayaratan. Oleh sebab itu, pada haluan mahasiswa kali ini kami coba mengulas permaslahan tersebut. Pada berita pertama, kami membahas bagaiman mekanisme pencabutan beasiswa bidikmisi serta bagaiamana kampus menetapkan penggantinya. Ternyata, pergantian penerima bidikmisi masih banyak yang tidak tepat sasaran. Pada berita kedua, kami coba membahas tentang sulitnya menurunkan UKT. Hal ini disebabkan banyak mahasiswa yang tidak mampu membayar UKT. Oleh sebab itu, Wakil Rektor (WR) II mengeluarkan kebijakan tersebut. Akan tetapi, proses penurunan UKT sangat rumit hingga melewati batas akhir pembayaran UKT. Pada berita ketiga, kami membahas tentang penghentian Kuliah Kerja Nyata (KKN) oleh UNJ. Hal ini tentu saja menunujukkan ketidakkonsistenan kampu dalam melakukan pengabdian terhadap Daftar Isi : masyarakat. Kemudian, pada Laporan Utama, kami bahas mengenai pemberhentian beberapa dosen luar biasa di UNJ. Pemberhentian ini tentu saja menghambat proses perkuliahan. Akhir kata, kami ucapkan selamat membaca dan berdialektika.
Daftar Isi:
Berita 1 (3-4) Berita 2 ( 5-6) Berita 3 (7) Liputan Utama (8-9) Opini (10-11)
DIDAKTIKA
P
berita i
Bidikmisi ada untuk memutus rantai kemiskinan.
ada tahun 2010, pemerintahan memberikan bantuan Biaya Pendidikan Bagi Mahasiswa Tidak Mampu Tapi Berpotwensi Akademik Memadai (BIDIKMISI). Semua mahasiswa yang memiliki kendala dalam ekonomi berhak mendapatkan haknya untuk mengenyam pendidikan, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Penerimaan BIDIKMISI dibuka setiap tahun untuk mahasiswa baru. Mahasiswa calon penerima BIDIKMISI tidak serta merta mendapatkan bantuan biaya pendidikan begitu saja, melainkan harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan Universitas yang bersangkutan. persyaratan bisa dilihat di halaman web http://belmawa.ristekdikti.go.id/ bidikmisi. Sebanyak 390 mahasiswa bidikmisi diterima di universitas negeri jakarta (UNJ) pada tahun 2015. Jumlah penerima bidikmisi mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, yaitu dari 680 orang. Setiap
Universitas berhak mengajukan permintaan kuota untuk penererima bidik misi, namun Kuota untuk mahasiswa penerima bidikmisi sendiri ditentukan oleh Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (menristek-dikti). “UNJ mengajukan kuota sekitar 500 untuk mahasiswa penerima bidikmisi tahun 2015, namun keputusan dikti, UNJ hanya diberika kuota 390,” ujar Syamsi Setiadi, selaku tim pengembang kemahasiswaan UNJ. Syamsi Setiadi juga menegaskan bahwa keputusan-keputusan untuk mahasiswa bidikmisi harus melewati persetujuan menristek-dikti. Menristek-dikti hanya menentukan kuota per-Universitas. Kuota penerima bidikmisi untuk setiap jurusan tidak ditentukan oleh menristek-dikti,melainkan ditentukan oleh fakultas masing-masing. Mahasiswa yang diterima oleh fakultas sebagai penerima bidikmisi dipantau selama perkuliahan. Pemantauan dilakukan setiap akhir semester. Indeks Prestasi (IP) menjadi aspek yang paling diperhatikan oleh jurusan dan fakultas. “Data IP persemester dikelola oleh pusat komunikasi (puskom) yang nantinya data tersebut diberikan kepada fakultas masing-masing, selanjutnya fakulHaluan Mahasiswa/Edisi III/Mei 20163||3
DIDAKTIKA
tas memberikan data tersebut kepada setiap jurusan yang ada di fakultas tersebut,� jelas Yunedi, selaku kepala sub bagian kemahasiswaan FIS. Data Indeks prestasi Mahasiswa persemester yang diterima oleh jurusan menjadi bahan pengawasan jurusan bagi penerima bidikmisi. Mahasiswa yang mendapatkan IP dibawah 2,75 akan mendapatkan peringatan dari jurusan yang bersangkutan. Jika mahasiswa penerima bidikmisi mendapatkan IP dibawah 2,75 secara berturut-turut, maka bidikmisi akan dicabut. Namun, dalam pemutusan pencabutan bidikmisi tidak langsung diputuskan oleh jurusan, biasanya jurusan memanggil mahasiswa bersangkutan dan menanyakan alasan kenapa IP mereka dibawah 2,75. Selain itu, data yang diberikan oleh puskom seringkali banyak perubahan. “ kami selalu cross-check untuk memastikan bahwa data IP yang kami terima sudah benar apa belum. Terkadang data yang diberikan puskom belum semua data terinput. Jadi, pencabutan bidikmisi tidak bisa dilakukan dengan hanya melihat data pertama yang diberikan puskom. Ada beberapa pengecualian yang dibatalkannya pencabutan bidikmisi� papar Yunedi selaku kepala sub bagian kemahasiswaan FIS. Menurut Yunedi selaku kasubag kemahasiswaan, Selain indeks prestasi (Ip), banyak aspek-aspek 4||Haluan Mahasiswa/Edisi III/Mei 2016
yang menjadi bahan pengawasan mahasiswa penerima bidikmisi, seperti daftar kehadiran mahasiswa dalam perkuliahan dan keaktifan mahasiwa. Secara umum pemberian bantuan dapat dihentikan apabila mahasiswa penerima Cuti,Drop Out dan Non Aktif. Contoh kasus untuk pemberhentian mahasiwa penerima bidikmisi karena Non-aktif yaitu pada tahun 2015, terdapat 2 mahasiswa ditetapkan sebagai pengganti penerima bidikmisi menggantikan mahasiswa sebelumnya yang meninggal dunia. Rifqoh haniyah dari prodi pendidikan sosiologi 2012 digantikan oleh Feni tri melati yang juga berasal dari prodi pendidikan sosiologi angkatan 2012, dan Rivaldi yudistira B. dari prodi sejarah digantikan oleh Vio Ani suwarni dari prodi sejarah angkatan 2012. Pengganti mahasiswa bidikmisi ditentukan oleh jurusan dengan berbagai pertimbangan dan syarat yang sudah ditentukan. Mahasiswa pengganti penerima bidikmisi diutaman satu prodi dengan mahasiwa yang dicabut bidikmisinya. Jika tidak ada yang berhak menerima bidikmisi pada jurusan yang sama, maka akan dicari dari jurusan lain atau fakultas lain dengan catatan masih satu angkatan. Selain oleh jurusan, pencarian pengganti penerima bidikmisi juga dibantu oleh Forum Bidikmisi UNJ. // Yulia Adiningsih.
DIDAKTIKA
Sulitnya Menurunkan UKT
Foto: www.google.co.id UKT (Uang Kuliah Tunggal) bisa diturunkan jika mahasiswa dalam kondisi ekonomi terpuruk dan memenuhi persyaratan. Pada tanggal 21 April 2016, Pasbir FT UNJ (Pasukan Biru Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta) mengadakan seminar yang bertajuk “Ada Apa dengan UKT?”. Seminar tersebut juga membahas mengenai penurunan UKT (Uang Kuliah Tunggal). Mahasiswa yang diperkenankan menurunkan UKT yakni mahasiswa yang mengalami perubahan kondisi ekonomi secara signifikan. Sesuai Permenristekdikti (Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi) Nomor 22 Tahun 2015––mulai berlaku sejak 13 Agustus 2015––mengatur mengenai biaya yang ditanggung oleh mahasiswa harus disesuaikan dengan kondisi ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya. UKT merupakan suatu sistem pembayaran uang kuliah per semester
yang berlaku di seluruh perguruan tinggi negeri (PTN). Sistem pembayaran UKT mulai diberlakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sejak 2012. Pemberlakuan sistem tersebut bertujuan untuk meringankan beban mahasiswa yang berkuliah. Maka dari itu, pungutan biaya UKT dilakukan setiap semester dengan jumlah uang yang tetap. Namun, mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ) masih ada yang kesulitan membayar, meski adanya sistem tersebut. Sehingga ingin UKT-nya diturunkan. Ma’isyatus, mahasiswi Prodi Tata Busana UNJ angkatan 2015, mengaku merasa keberatan dengan adanya UKT. “Terlebih lagi mahasiswa yang biaya hidupnya masih ditanggung orang tua, mungkin ada perasaan membebani orang tua,” tuturnya. Ia juga Haluan Mahasiswa/Edisi III/Mei 20165||5
DIDAKTIKA
menambahkan, tak heran jika banyak mahasiswa lebih memilih bekerja demi mencari bayaran untuk UKT. Sebab terlalu serius cari uang, kuliah jadi terbengkalai bahkan bisa putus kuliah. Berdasarkan keterangan Deni Yudi Prasetyo––Kepala Departemen Advokasi BEMUN (Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas)––pada tahun 2014, UNJ membuka pengajuan penurunan UKT besar-besaran bagi mahasiswa yang kesulitan ekonomi. Mahasiswa UNJ yang merasa keberatan, dapat mengajukan permohonan penurunan UKT-nya. Tercatat hampir seribu mahasiswa mengajukan permohonan. Sebelum mengajukan permohonan, mahasiswa harus memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan universitas. Di UNJ belum ada prosedur permohonan penurunan UKT yang pasti. Sebab belum ada SK (Surat Keputusan) dari Rektor yang turun mengenai prosedur penurunan UKT. Mahasiswa yang UKT-nya berhasil turun harus dalam keadaan darurat, seperti orang tuanya meninggal sehingga tidak ada yang membiayai kuliah. “Jika dianggap memenuhi persyaratan, UKT bisa turun,” tutur Deni. Ia mengaku tak tahu pasti mengenai jumlah mahasiswa yang UKT-nya berhasil diturunkan. Sebab pihak kampus, staff Wakil Rektor II, menolak memberi data mengenai UKT. Menurut Deni, tidak ada pe6||Haluan Mahasiswa/Edisi III/Mei 2016
rubahan yang signifikan dari hasil penurunan UKT, seperti yang dialami Garda Basri––mahasiswa Prodi Pendidikan Teknik Elektronika angkatan 2013. Ia mengaku hanya bisa turun sekitar Rp 50.000,00 dari UKT sebelumnya. “Dari Rp 4.215.000,00 menjadi Rp 4.150.000,00,” akunya. Pemerintah tidak memberikan subsidi bagi mahasiswa yang masuk PTN melalui jalur mandiri. Sebab dianggap mampu membayar meskipun jumlah bayarannya memberatkan beberapa mahasiswa. Garda mau tak mau harus memakluminya, sebab ia diterima di UNJ melalui jalur mandiri. Berbeda halnya jika yang mengajukan permohonan penurunan UKT dari SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dan SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Mereka yang masuk PTN dari kedua jalur tersebut bisa menurunkan UKT secara signifikan. Namun, bisa atau tidaknya UKT diturunkan sangat bergantung pada kebijakan fakultas masingmasing. Didaktika ingin memastikan kebenaran semua informasi dengan mencoba menghubungi Komarudin, selaku Wakil Rektor II, yang bertanggung jawab di bidang administrasi dan keuangan. Namun, sampai berita ini diterbitkan, ia belum bisa memberikan tanggapan terkait data mahasiswa yang mengajukan penurunan UKT./ / Lutfia Harizuandini
DIDAKTIKA
Berita III
PERWUJUDAN PENGABDIAN MASYARAKAT “Kadang-kadang kampus dianggap terlalu menara gading, terlalu elit ... ”
Pemberlakuan tidak diwajibkannya kuliah kerja nyata (KKN) sebagai mata kuliah membuat berbagai pihak bertanya-tanya. Perubahan itu diberlakukan setelah terjadi peristiwa meninggalnya mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ketika melaksanakan KKN beberapa waktu yang lalu. Mudahnya kebijakan itu diubah menunjukan ketidakkonsistenan pihak kampus selaku penyusun kebijakan tentang pelaksanaan pengabdian masyarakat.
Pada prinsipnya KKN merupakan salah satu kegiatan pengabdian kepada masyarakat (PKM) yang dilakukan perguruan tinggi. Program ini dianggap sebagai manifestasi Tri Dharma Perguruan Tinggi yang memuat pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Sebelumnya, KKN berbobot 3 SKS. Jika ditotal, berarti mahasiswa harus menghabiskan waktunya sekitar 288 jam di tempat yang sudah ditentukan sebelumnya. Jika dihitung selama sebulan, proses tatap muka dengan murid kurang lebih 16 kali.
LPM hanya memberikan dana Rp. 550.000 per individu dan Rp. 1.000.000 per kelompok. Uang tersebut akan digunakan selama sebulan. Deni mengeluhkan bahwa jumlah itu masih kurang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Beruntung mereka masih bisa pulang seminggu sekali untuk mengambil dana tambahan dari orang tua mereka. Sayangnya, pihak LPM menolak dimintai keterangan terkait masalah ini. Menanggapi tidak wajibnya KKN sebagai mata kuliah, PR I UNJ Muchlis R. Luddin mengatakan bahwa hal itu dikarenakan pihak kementrian juga tidak mewajibkan adanya KKN. Muchlis mengatakan akan mencari alternatif pengganti. Alternatif itu bisa berupa KKN Tematik atau Desa Binaan. Dia juga mengklaim dana yang dikeluarkan untuk pelaksanaan KKN terlalu besar, tidak sebanding dengan UKT yang dibayarkan mahasiswa.
Menurut Reza Deni, dalam pelaksanaannya banyak mahasiswa yang tidak mengetahui tujuan diadakannya KKN. “Di jurusan gua itu, sebagian orang ikut KKN karena ikut-ikutan,” ujar mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia. Mahasiswa yang akrab dipanggil Deni ini, mengikuti KKN yang diadakan pihak Lembaga Pengabdian Mahasiswa (LPM) tahun 2015.
Menanggapi hal ini, Irsyad Ridho, Dosen Fakultas Bahasa dan Seni menjelaskan bahwa KKN dalam perwujudan Tri Dharma harus saling berintegrasi. Maksudnya, harus ada hubungan terkait antara aktivitas pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat hingga menjadi suatu kesatuan yang utuh. Jika hanya aktivitas pengajaran dan penelitian saja, maka perguruan tinggi tetap menjadi menara gading. “Kadang-kadang kampus dianggap terlalu menara gading, terlalu elit,” ujar Irsyad.
Sebelum berangkat ke daerah yang sudah ditentukan, para peserta diwajibkan membuat program kerja. Dalam pembuatan program kerja ini, Deni yang latar belakang pendidikannya ilmu murni malah mendapatkan tugas mengajar di PAUD dan MTs. Hal ini dikarenakan, empat teman sekelompoknya berlatar belakang ilmu pendidikan, yakni Pendidikan Tata Boga dan Pendidikan Biologi. Sehingga penyusunan program kerja dipengaruhi latar pendidikan mereka.
Irsyad menambahkan dalam pelaksanaanya, KKN harus mendekatkan diri kepada persoalan-persoalan yang dibutuhkan dalam masyarakat yang dituju. Agar tujuan dari pengabdian itu tepat sasaran ke masyarakat. Semisal ada sebuah daerah sedang membutuhkan teknisi untuk memperbaiki saluran listrik. Tetapi, pihak mahasiswa salah mengartikan masalah itu malah mengirimkan pengajar. Alhasil, kegiatan mahasiswa tersebut tidak berdampak signifikan.//Hendrik Yaputra Haluan Mahasiswa/Edisi III/Mei 20167||7
LAPORAN Utama PEMBERHENTIAN DOSEN LUAR BIASA “Ketika dosen luar biasa diberhentikan tanpa ada surat keterangan pemberhentian dari rektorat. Bagaimana alasannya ?”
Awal semester 104 jajaran rektorat Universitas Negeri Jakarta (UNJ) mengadakan rapat yang salah satu hasilnya adalah memberhentikan 40 dosen luar biasa. Dosen luar biasa ialah dosen tidak tetap pada perguruan tinggi. Keputusan itu ditetapkan tanpa mengikutsertakan dosen luar biasa tersebut. Pemberhentian ini terkesan mendadak, sehingga mengakibatkan jadwal berantakan dan kelas yang mengalami bentrok. “Seminggu yang lalu dosen luar biasa kami masih mengajar, tetapi di minggu berikutnya beliau tidak masuk karena diberhentikan,” cerita riscano (bukan nama sebenarnya), mahasiswa Prodi Bahasa Inggris 2014. Kepala prodi pariwisata Budiati Chudori menguturkan bahwa ia tidak mengetahui alasan dari pemberhentian tersebut tetapi ia menduga penyababnya adalah remunerasi dari kemenristek. Dosen luar biasa di prodi par8||Haluan Mahasiswa/Edisi III/Mei 2016
awisata masih mengajar akan tetapi nama dari dosen luar biasa diganti dengan nama dari dosen PNS karena keterbatasan dosen mempuni akhirnya prodi masih menggunakan jasa pengajar dari luar. Wakil Rektor 1 (WR1) Mukhlis, menjelaskan,bahwa alasan dari pemberhentian dosen luar biasa berdasarkan Peraturan Kementrian (Permendikti) Nomor 2 tahun 2015. “Peraturan itu menyebutkan bahwa di universitas sudah tidak dikenal dosen luar biasa,” pungkasnya. Pernyataan berbeda dilontarkan oleh Rektor UNJ, Djaali, menurutnya, tidak ada pemberhentian atau pemecatan dosen luar biasa, yang ada masa kerja mereka habis. Namun, koordinator MKU, Abdul Rahman, menganggap hal ini adalah pemberhentian. Oleh sebab itu SK pemberhentian seharusnya ada atau diterbitkan. “Pihak MKU tidak mendapatkan surat resmi
DIDAKTIKA
Daftar nama dosen tetap dan tidak tetap:
pemberhentian dari rektor,” ucapnya. Hal itu juga diamini oleh beberapa dosen luar biasa Mata Kuliah Umum (MKU). Menurut mereka pemberhentiannya tidak ada surat resmi dari rektorat. Alhasil, MKU kekurangan tenaga pengajar dan dosen tetap. Untuk menggantikan dosen luar biasa pihak MKU mengambil dosen dari prodi yang sesuai dengan mata kuliah di MKU. Hal ini menyebabkan dosen kelebihan beban sks. Yang seharusnya 12 sks, si dosen harus mengambil 24 sks. Karena menurut peraturan pemerintah republik indonesia nomer 37 tahun 2009 tentang dosen, minimal sks yang diambil ialah 12 hingga 16 sks per semester. Akibatnya, banyak terjadi penggabungan kelas dalam satu dosen yang sama. Hal tersebut dikeluhkan oleh salah satu mahasiswa sastra inggris 2014 “Seharusnya dipikirkan dahulu sebelum diberhentikan karena ini hanya akan mengganggu mata kuliah dan kelas menjadi tidak kondusif karena kelas digabung,” ucap Riscano (bukan nama sebenarnya).// An nissa Nur stiqomah
Nama Dosen Tidak Tetap
Nama Dosen Tetap
Agus Masrukhin Aloma Antonia Audi Yuan Ayatulloh Chudori Dadang Rahmat Deetje Devi Septiandini Dirgantara W Ditta Giarni Martha Djaelan Husnan Efridani Lubis Epul Saepulloh Esti Suntari Ety Hayati F Sitompul Fitrianti Wulandari Herawati Ifran Nurtiputra K Wijaya Mukti Ketut Budiasa M Syurya Megayana Nanang Ganadi Ni Wayan Ayu Noor Rahmat Novi Hesa Nurhasanah H Nurul Febriani Rahmi Yulianingsih Rinda Riztia Rudi Satriwan Siswanto Sofie Rachmani Sondang N Sihombing Sugeng Wibowo Sumiah Nasution Syahrial Tarmiji Tukina
Aan Wasan Abdul Fadhil Abdul Haris Abdul Rahman Hamid Abrar Achmad Husen Ade Suryanda Agung Wibisono Agus Martono Ahmad Hakam Andi Hadiyato Asisda Wahyu Asma Irma Aulia Rahmawati Betty Zelda Chakam Dady Darmawan Darsef Desi Safitri Dian Alfia Dwi Afrimetty Eka Putri Eman Surachman Firdaus Wajdi Hendrawanto Herlina Irawaty Izzatul Mardhiah Khairil Ikhsan Siregar Linda Zakiah M Japar Martini Muslihin Nusa Putra Otib S Raihanati Ratna Dewi Ratu Husmiati Reni Nur Eriyani Rihla Nur Aulia Rosita Adiani Sari Narulita Sarkadi
Haluan Mahasiswa/Edisi III/Mei 20169||9
OPINI
Menanti Parkir Gratis dan Aman untuk Mahasiswa oleh: Annisa Fathiha
Palang putih bak tangan polisi yang akan menyambut siapa saja bila ingin memasuki Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dengan berkendara. Setelah melewati palang putih tersebut tidak lupa mengambil karcis, barulah bisa menaruh kendaraan ke dalam wilayah UNJ. Ya, tidak semua dapat memasuki UNJ secara cumacuma, apalagi membawa kendaraan. Seperti halnya memasuki area perkantoran atau memasuki tempat perbelanjaan, memasuki kampus suatu institusi pendidikan juga harus berbayar. Walaupun berbayar, tetap banyak kendaran yang memarkir kendaraan di dalam kampus. Kendaraan yang parkir di kampus juga tidak dapat dikontrol. tidak hanya mahasiswa dan dosen saja yang memarkir kendaraan di area parkir UNJ, ada pula dari kalangan luar yang parkir di UNJ. Parkir di UNJ sebelum 2014 dikelola oleh kampus dengan biaya 1000 rupiah. Banyaknya masalah parkir dan jumlah kehilangan baik kendaraan atau helm membuat UNJ mempertimbangkan untuk mengelola parkir bekerjasama dengan pihak swasta. Pengalihan sarana parkir ini terjadi pada masa akhir jabatan rektor terdahulu Bedjo Sujanto Februari 2014. Bedjo menginginkan parkir lebih terurus dan tidak ada kehilangan atau rampok yang mengancam kondisi 10||Haluan Mahasiswa/Edisi III/Mei 2016
kampus. Dengan adanya pihak swasta UNJ menginginkan parkir dapat lebih terurus dan tidak ada lagi kasus kehilangan. UNJ menyerahkan parkiran pada pihak swasta menandakan bahwa UNJ tidak mampu dalam mengolola parkir secara mandiri. Namun melihat kampus-kampus lain di Indonesia dengan nama besar seperti Universitas Indonesia (UI), Institute Teknologi Bandung (ITB) atau Universitas Gadjah Mada (UGM) yang sudah mencoba berkolaborasi dengan pihak swasta dan dapat menambah pundi-pundi keuangan kampus, dari sana dapat dilihat bahwa UNJ juga mencoba menambah pundi-pundi kampus melalui sektor parkir. Pihak swasta yang mengelola parkir UNJ tidak sematamata dipilih oleh pihak birokrat kampus. Pihak swasta yang tertarik untuk menginvestasikan modal mereka bisa mengajuka diri kepada rektor (Didaktika edisi 44). Pihak swasta menawarkan keuntungan finansial yang menjanjikan. Keuntungan yang akan diterima UNJ yaitu 80% dan 20% bagi pihak mereka (Didaktika edisi 44 tahun 2014). Dengan banyak pertimbangan akhirnya terpilihlah Niaga Parkir Management dari PT. Sumber Jangkar Mandiri. Iming-iming keuntungan,
DIDAKTIKA
nyatanya saat ini UNJ hanya menerima 8 juta/bulan dari pihak swasta “Dari pengolaan Niaga Parkir, UNJ hanya mendapatkan 8 juta/bulan sedangkan Niaga Parkir mendapatkan 200 juta/bulan,” jelas wakil rektor II Komaruddin Sahid (Didaktika “Parkir Gratis Untuk Mahasiswa” 19 April 2016). Bertolak belakang dengan keuntungan yang ditawarkan diawal yaitu 80%, namun UNJ hanya menerima 25% keuntungan. Tidak heran UNJ ingin memutus kerjasama dengan pihak swasta yaitu Niaga Parkir. UNJ dan Niaga Parkir menyetujui untuk membangun kerja sama selama 4 tahun terhitung dari 2014, namun setelah 2 tahun kinerja Niaga Parkir dianggap tidak maksimal. Masih banyak terdapat kehilangan yang terjadi di parkiran UNJ. Walaupun ada penggantian, namun penggatian yang diberikan oleh Niaga Parkir tidak setimpal. Melihat sebuah kasus yang terjadi di UNJ, seorang mahasiswa yang motornya hilang mendapat penggantian. Penggantian yang diberikan Niaga Parkir hanya seharga motor bekas, tutur seorang karyawan Niaga Parkir. Dari kasus tersebut dapat dilihat bahwa keamanan dari pihak swasta adalah hal parkir tidak dapat dipercaya. Rasa aman yang harusnya timbul setelah menswastakan parkir di UNJ tidaklah sepenuhnya terwujud. Maka Tahun ini tertanggal 2 Mei 2016 UNJ akan mulai menggratiskan
biaya parkir bagi mahasiswa, dengan teknis mirip seperti Dosen. Mahasiswa mendaftarkan nomor kendaraanya ke Niaga Parkir , layaknya dosen yang baiaya parkirnya gratis (Didaktika “Parkir Gratis Untuk Mahasiswa” 19 April 2016). Sistem ini baru akan diberlakukan dan belum ada sosialisasi kepada mahasiswa terkait hal ini.Lah apa urusannya sama alumni, dia udah punya penghasilan, bayar parkir doang mah mampu Memang jelas ada banyak problema yang terjadi terkait parkir swasta di Universitas Negeri, yang notabenenya para mahasiswa sudah membayar mahal untuk bisa kuliah di Universitas Negeri. Tidak sepantasnya sebuah kampus Negeri memungut biaya lagi dari mahasiswa. Mahasiswa sudah membayar mahal namun tidak dapat menikmati sarana yang ada secara maksimal. Sarana tersebut bahkan diuangkan demi kepentingan kampus. Seharusnya mahasiswa tidak terlibat dalam usaha kampus dalam menambah pundi-pundi keuangan yang bahkan tidak jelas trasparansinya. Maka dapat dilihat menswastakan sarana tersebut bukan solusi dalam membenahi parkir yan kacau. Dapat dilihat keamanan juga tidak terjamin secara maksimal, masih banyak terjadi kasus pencurian motor atau kehilangan helm yang harusnya menjadi tanggung jawab pengelola pula tidak hanya mahasiswa saja. Haluan Mahasiswa/Edisi III/Mei 201611||11
12||Haluan Mahasiswa/Edisi III/Mei 2016