5 minute read
SUDUT PROFESI
Tukang Urut, Pengobatan Tradisional yang Tetap Diminati
Oleh: Luvita dan Fatimah
Advertisement
Dok. Google
Bila berbicara tentang pengobatan dalam bidang kesehatan di Indonesia, tiap-tiap masyarakat pasti memiliki preferensinya masing-masing. Ada yang memilih pengobatan secara medis, ada pula yang lebih memilih pengobatan secara tradisional/alternatif. Perbedaan paling kentara dari dua tipe pengobatan yang telah disinggung adalah orang yang mengobatinya. Dalam pengobatan medis, orang yang mengobati merupakan dokter. Sedangkan, dalam pengobatan tradisional/alternatif, orang yang mengobati merupakan mereka yang memiliki ilmu terhadap cara pengobatan suatu hal namun ilmu tersebut tidak didapat lewat jalur formal, contohnya dipelajari secara turuntemurun. Walaupun pengobatan tradisional/alternatif belum sepenuhnya didukung oleh sains, masih banyak masyarakat yang memilih jalur ini sebagai alternatif penyembuhan mereka. Karena demand yang tinggi itulah, profesi-profesi yang ada dalam dunia pengobatan tradisional/alternatif dapat dikatakan sangat beragam dan unik. Dikatakan beragam karena antara jenis profesi satu dan lainnya memiliki ciri khas tersendiri. Lalu, dikatakan unik karena profesi-profesi tersebut dapat tergolong sulit ditemukan di tempat lain, dalam konteks ini berarti sulit ditemukan di negara selain Indonesia. Salah satu profesi unik di dunia pengobatan tradisional/alternatif adalah profesi tukang urut. Profesi tukang urut berfokus pada pengobatan saraf, otot, hingga tulang. Nantinya, pasien yang datang akan diurut sedemikian rupa sehingga keluhan-keluhan yang disampaikan dapat disembuhkan. Untuk memahami profesi tukang urut lebih dalam, penulis telah berbincang-bincang dengan salah seorang tukang urut yang sering dipanggil Ma Oneng. Ma Oneng, bernama lengkap Oneng Siti Aisyah, lahir di Bandung, Jawa Barat dan sekarang telah menetap di Kabupaten Bandung. Beliau, yang saat ini berusia kurang lebih 70 tahun, mendapatkan ilmu mengurut dari sang eyang. Sejak muda, Ma Oneng memang sudah dilatih dalam hal pengurutan. Namun, fokusnya terhadap dunia urut semakin bertambah kala beliau menginjak usia 40 tahun.
Awal Mula Mendalami Profesi Urut
Saat muda, Ma Oneng lebih memilih untuk berprofesi sebagai pekerja pabrik. Kemudian, karena domisili beliau pindah, asalnya dari Bandung lalu ke Kabupaten Bandung, beliau pun berganti profesi menjadi penjaja kudapan. Beliau bercerita, hal tersebut dilakukannya demi membantu suami. Lambat laun, masyarakat setempat semakin mengetahui kepandaian beliau dalam mengurut. Awalnya satu-dua orang datang ke rumah beliau dan memberitahu keluhan mereka. Beliau pun dengan senang hati membantu. Akhirnya, semakin banyak masyarakat yang meminta jasa beliau. Ada masyarakat yang langsung menemui beliau di rumahnya dan ada pula yang meminta beliau untuk datang ke rumah mereka. Semakin lama, akhirnya beliau memutuskan untuk menjadi seorang tukang urut dengan diselingi beberapa pekerjaan lainnya agar bisa memiliki pendapatan lebih.
Sepanjang karir Ma Oneng, beliau pernah menangani pasien-pasien yang memiliki berbagai macam keluhan. Mulai dari keseleo hingga turun peranakan. Kegiatan urut yang dilaksanakan oleh beliau menitikberatkan pada saraf-saraf sehingga pasien-pasien yang ditangani akan dicari titik saraf yang bermasalahnya. Saat melakukan pengobatan, beliau hanya membutuhkan tenaga dan minyak urut yang tersedia. Bila kegiatan dilaksanakan di kediaman beliau maka minyak urut akan disediakan oleh beliau pribadi. Namun, bila kegiatan dilakukan di kediaman pasien, minyak urut akan disediakan pasien. Tapi, jika pasien tidak memiliki minyak urut di kediamannya, dapat digantikan dengan minyak gosok/oles lain maupun body lotion. Pernah pada suatu saat, beliau mendapati pasien yang telah mengalami sebuah kecelakaan hebat. Dalam hal tersebut, beliau akan berusaha semaksimal mungkin untuk membantu sang pasien dengan cara melakukan pengurutan secara periodik hingga keluhan dari pasien dirasa membaik. Namun, ada kalanya juga Ma Oneng menghadapi keluhan pasien yang di luar kemampuan beliau. Jika kasusnya demikian, beliau akan tetap menyarankan agar pasien menemui dokter yang sesuai dengan keluhan mereka. “Kalau Emak dapet keluhan yang penanganannya di luar kemampuan, biasanya langsung sama Emak minta pergi ke dokter, si pasiennya itu,” tegas Ma Oneng.
Suka-Duka Menjalani Profesi Urut
Memiliki profesi tidak tetap menjadikan jumlah pendapatan yang diterima Ma Oneng setiap satu kali urut tidak selalu sama. Kebanyakan pasien yang ditangani Ma Oneng a k a n memberikan seikhlasnya dari uang yang mereka miliki. Ma Oneng menuturkan bahwa beliau belum dapat menetapkan tarif pengobatan karena merasa kurang berkenan, apalagi pasien yang ditangani kebanyakan adalah masyarakat sekitar tempat tinggal beliau. “Ya, kira-kira begitu kalau di kampung. (Kalau dahulu), ada yang memberi Rp 15.000,00 (hingga) Rp 20.000,00. Sekarang-sekarang, ada yang memberi Rp 25.000,00, ada juga yang Rp 30.000,00 setiap satu kali urut. Tapi ada juga yang belum dapat memberikan apa-apa,” papar Ma Oneng. Tapi, keadaan seperti demikian tidak menyurutkan niat Ma Oneng untuk tetap membantu sekitar. Pendapatan yang ada beliau cukup-cukupkan demi kebutuhan keluarga. Namun, dalam hal bantu-membantu, beliau
akan selalu bersedia. “(Walaupun pendapatan) sedikit, (Emak) tetap cukup-cukupkan. Ya, mungkin, masih demikian pandangan orang-orang sekitar. Karena meminta tolong jadi, ya, gitu. Tapi ngga apa-apa, Emak maklum. Karena walaupun demikian juga masih aja ada yang suka ngasih dan itu cukup, gitu, buat Emak sama Abah (suami Ma Oneng) makan,” ungkap Ma Oneng. Dari keinginan yang kuat tersebut, nama Ma Oneng semakin dikenal oleh masyarakat sekitar. Sehingga, sebelum pandemi melanda, pasien Ma Oneng terus mengalami kenaikan yang tergolong signifikan.
Pandemi yang Mengubah Banyak Hal
Semenjak pandemi, seluruh sektor yang ada di masyarakat tentunya terkena dampak, baik dari sisi perekonomian maupun kesehatan, ringan ataupun berat. Tidak terkecuali dunia pengurutan sebagai salah satu sektor dalam pengobatan tradisional/alternatif. Karena kegiatan urut adalah salah satu pengobatan yang mengharuskan pasien dan tukang urut melakukan kontak fisik secara langsung, sebagian masyarakat akhirnya lebih memilih untuk tidak melakukan urut terlebih dahulu. Pernyataan tersebut juga dibetulkan oleh kesaksian Ma Oneng, sebagai salah seorang tukang urut. Beliau mengutarakan bahwa sebelum terjadi pandemi, dalam seminggu biasanya ada banyak pasien yang bisa ditangani. Namun, setelah adanya pandemi, pasien yang meminta jasa Ma Oneng pun menjadi berkurang. “Sebelum pandemi, seminggu itu biasanya banyak (pasien yang meminta bantuan). Sampai-sampai dari hasil ngurut bisa bantu modalin usahanya Abah. Tapi, selama pandemi sekarang ini, (pasien yang meminta bantuan) Oneng Siti Aisyah, Tukang Urut hanya 2 - 3 orang per minggunya,” tukas Ma Oneng. Selain itu, pandemi juga berdampak pada bagaimana Ma Oneng menerima pasien. Sebelum terjadi pandemi, pasien biasanya datang ke rumah Ma Oneng. Bila tidak demikian, maka Ma Oneng akan diberitahu dan langsung dijemput oleh sang pasien agar dapat melakukan kegiatan urut di rumah pasien. Namun, semenjak pandemi, Ma Oneng akan menerima keluhan pasien lewat telepon atau kenalan terdekat antara Ma Oneng dan pasien. Setelah itu, Ma Oneng akan berkunjung ke rumah pasien dengan tentunya menerapkan penggunaan masker dan selalu mencuci tangan. Oleh karena itu, biasanya pasien yang diterima Ma Oneng, selama pandemi ini, merupakan masyarakat di sekitar lingkungan Ma Oneng. Sedangkan sebelum pandemi, pasien bisa saja datang dari luar lingkungan tempat tinggal Ma Oneng. (lth)