Majalah Edukasi Edisi 48

Page 1

EDUKASI


Presented by:


DARI KAMI

EDUKASI Ajang Pergulatan Intelektual Mahasiswa

Izin terbit: SK Dekan No. IN/12/D-3/HK.005/1021/1992 Pelindung: Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Walisongo Semarang, Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Walisongo Semarang Pembimbing: Dr. Abdul Wahib, M.Ag., Dr. Fatah Syukur, M.Ag., Ismail SM, M.Ag., Syamsul Ma'arif, M.Ag., M. Rikza Chamami, M.S.I. Penanggung Jawab: Pimpinan Umum: Malikhah Pemimpin Redaksi: Lutfiyah Nur Zain Sekretaris Redaksi: M. Fikri Huda Bakhtiar Desain Layout: Ahmad Fahmi Ash Shiddiq Ilustrator: Hayik Nikmatul Zainah Redaktur: Ahmad Basuki, M. Ali Maksum, Sholikhatul Umami, Adin Nadia Ifati, Sulis Istianah, Umu Habibah, Oftiana Irayanti Wardani, Hayik Nikmatul Zainah, Novia Uswatun Hasanah, Mikke Novia Indriyani, Eli Kusuma, Yaqutun Nafisah, Ahmad Faris Novianto, Laelatul Mukarromah, Purwowidodo, M. Fikri Nadzif, Syamsul Kharis, Slamet Lukman Chakim, M. Chusnul Fuad, Dina Kamalia, Lu’lu' Fiddariyah, Lailatus Sa'adah, Ni'matussyifa. Diterbitkan Oleh: Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Edukasi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Walisongo Semarang Alamat Redaksi: Gedung Student Centre Lt. 2 Kampus II Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Walisongo Semarang Jl. Prof. Dr. Hamka KM. 01 Ngaliyan Semarang 50185. Telp. 024 7601296. Hp. 08995526088. Email: mail@lpmedukasi.com Website: www.lpmedukasi.com Fan page FB: LPM Edukasi Twitter: @LPM_edukasi Redaksi menerima tulisan berupa artikel dan kolom yang berhubungan dengan pendidikan. Tulisan diketik rapi spasi rangkap maksimal 7000 karakter beserta foto closeup. Kirim ke alamat redaksi atau via e-mail: redaksi@lpmedukasi.com. Redaksi berhak mengubah tulisan sepanjang tidak mengubah isi.

Assalamu'alaikum Wr.Wb Salam pers! Kuasa atas segala sesuatu hanyalah di tangan Allah. Berkat kuasa-Nya, Indonesia tercinta tercipta bagaikan surga. Meski kita sebagai penghuninya belum merasakan keindahan surga sepenuhnya, namun negeri yang gemah ripah loh jinawi ini akan selalu menjadi primadona abadi dalam hati dan terkenang sampai mati. Kami, segenap kru mendedikasikan diri demi terbitnya majalah edisi XLVIII ini. Alhamdulillah, setelah melalui proses cukup panjang, majalah ini sampai pula ke tangan pembaca. Tentu dengan sajian yang lebih fresh, up to date, dan bermanfaat bagi pembaca yang ingin mengembangkan sayap wawasan dan ilmu pengetahuan. Di edisi kali ini, kami menyuguhkan sajian tentang pendirian sebuah institusi pendidikan tinggi amanat UU Dikti No.12 tahun 2012, yakni Akademi Komunitas (AK). AK percontohan negeri mulai dibangun tahun 2012 lalu oleh kemdikbud di tiap daerah dan kabupaten. Bekerjasama dengan Dikti, pemerintah daerah, masyarakat, serta perusahaan-perusahaan dalam maupun luar negeri, kehadiran AK diharapkan dapat benar-benar mengembangkan potensi lokal sekaligus mencetak tenaga kerjanya yang profesional. AK menjadi solusi terbaik bagi peningkatan kualitas pendidikan, skill, dan daya saing generasi bangsa. Selain berjenis pendidikan vokasi dan daya tempuhnya singkat karena setingkat diploma, biaya kuliah di AK terjangkau bagi kalangan bawah. Oleh karena itu, dengan hadirnya AK, diharapkan Angka Partisipasi Kasar (APK) perguruan tinggi dapat meningkat. Selain membahas persoalan AK, kami juga meliput seputar potensi wisata “Kota Atlas”. Selain wisata sejarah dan religi, kota yang dijuluki “Kota Lumpia” itu juga memiliki tempat wisata keluarga yang murah dan tak kalah menarik, yakni kebun binatang (zoo) atau Bonbin Mangkang. Terletak di jalan raya Kendal-Semarang menjadikan bonbin ramai pengunjung. Bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang, segenap pengelola bonbin selalu meningkatkan kualitas pelayanan bagi satwa, terutama pengunjung. Namun bagaimana bila muncul kabar bahwa pengelolaan bonbin akan diserahkan kepada investor? Selengkapnya tentang AK, “Kota Atlas”, dan wacana lainnya kami kupas pada beragam rubrik dalam majalah ini. Sampai di sini dulu kami mengantarkan pembaca sekalian. Selamat menemukan pintu keajaiban yang kelak kan membawa kepada pencerahan intelektual. Selamat membaca! Wassalamu'alaikum Wr.Wb [E] Redaksi


SURAT PEMBACA

Derita Mahasiswa Tingkat Akhir Ini pengalaman saya saat bimbingan skripsi. Terkait dengan cara bimbingan di kantor masing-masing dosen pembimbing skripsi. Saya mengeluhkan dan sangat menyayangkan ketidakefektifan waktu yang diberikan oleh sebagian dosen pembimbing saat mahasiswa ingin bertemu untuk konsultasi skripsi. Saya menyarankan alangkah baiknya pintu ruang kantor tiap jurusan/prodi diberi papan tulisan keterangan kehadiran dosen, seperti yang ada pada kantor dekanat, yang terpajang di tembok tangga untuk mengetahui kehadiran Dekan dan Wakil Dekan. Bisa dipungkiri atau tidak, ketika mahasiswa ingin melaksanakan bimbingan ada beberapa dosen yang terkadang tidak membalas SMS atau tidak menjawab telpon ketika dihubungi. Hal ini membuat ketidakpastian bagi mahasiswa

Bingung Tempat Parkir “Semenjak saya membawa motor, saya bingung untuk parkir. Inginnya di tempat yang adem/teduh. Menurut saya, parkir yang ada di sepanjang jalan itu harus diberi atap, karena tempat parkir yang belum memadai itu atau dibuatkan t empat park ir y ang leb ih memadai dan dekat dari gedung perkuliahan.” Eviriani Mahasiswi angkatan 2011 Saudara Evi Yth. Area parkir

EDUKASI

2

untuk menunggu lama, capek, dan akhirnya waktu terbuang sia-sia. Kalau bisa efisien waktu, kenapa harus ribet menunggu yang tidak jelas? Terimakasih. Uzi Mahasiswa PGMI Semester Akhir Terimakasih atas saran Saudara Uzi yang menginginkan agar di depan pintu kantor tiap jurusan/prodi diberi papan kehadiran Dosen. Pihak birokrasi FITK yang dikonfirmasi menyambut baik saran Saudara tersebut. Mengenai Dosen pembimbing yang sibuk. Keluhan Saudara Uzi ini sama dengan keluhan yang dikirimkan Saudara Rahma (mahasiswa TBI) kepada redaksi, tepatnya untuk rubrik Surat Pembaca Majalah Edukasi edisi ke43, Juli 2011. Ketika itu, yang menanggapi ialah Dr.Ruswan, M,A, dimana beliau masih menjabat

sudah disediakan dan arahan lokasi mana saja yang dapat digunakan untuk parkir juga sudah ada. Untuk usulan Saudara yang minta dibuatkan atap di sepanjang jalan agar kendaraan yang diparkir tidak terkena matahari, itu tidak mungkin. Logikanya, jika diberi atap justru terkesan kurang rapi. Abdul Wahid, M.Ag Wakil Dekan II

Mahasiswa Teladan “Tarbiyah tidak sekadar fakultas, tarbiyah mewakili

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Tarbiyah (sekarang FITK). Untuk mengatasi persoalan itu, cara yang terbaik adalah melakukan kesepakatan antara mahasiswa dengan dosen pembimbing skripsi terkait dengan hari, jam dan tempat bimbingan. Kesepakatan juga meliputi teknik berkomunikasi apakah diijinkan melalui pengiriman SMS atau harus telepon langsung, termasuk juga pukul berapa mahasiswa diijinkan telpon. Yang tidak boleh dilupakan adalah penggunaan bahasa di dalam berkomunikasi dengan dosen pembimbing. Hindarilah penggunaan bahasa “gaul” ketika berkomunikasi dengan mereka. Bahasa formal akan lebih baik digunakan agar proses komunikasi lebih efektif. Selebihnya tugas kami (para wakil mahasiswa) untuk terus menerus mengingatkan para dosen agar memberikan bimbingan yang memuaskan.

keilmuan, keagamaan, kemajuan zaman, dan keakhlakan. Alangkah lebih indah jika warga tarbiyah bisa hotspotan, pintar diskusi, santun terhadap dosen tanpa memandang ormas, objektif dan positif dalam organisasi, dan berbondongbondong ke masjid selepas mendengar adzan.” Furqon Mahasiswa PAI angkatan 2011 Terimakasih Saudara Furqon sudah mengingatkan kita semua betapa pentingnya hal-hal tersebut. Semoga bisa terwujud.


SURAT PEMBACA Tata Ruang Kampus II “Melihat geografis, kenapa ya kontur kampus II jelek? Imbasnya pada pengaturan tata ruang kampus yang tidak nyaman. Kalau saya lihat, tidak ada usaha untuk memperbaiki tampilan konturnya.” Safi'atullaila Masaroh Mahasiswi PGMI angkatan 2011 Terimakasih Saudari Safi'atullaila. Mengenai yang Saudara ungkapkan, sudah kami konfirmasikan kepada birokrasi FITK. Namun, penggunaan diksi “kontur” yang Saudara maksud ini menimbulkan ambigu. Kalau yang dimaksud itu tanah yang naikturun, usaha perataan sudah dilakukan. Bisa dilihat dalam pembangunan gedung dekat gerbang kampus. Ta’at Rifani Presiden BEM-FITK

Mahasiswa Sadar Kebersihan “Budaya kebersihan minim, sama halnya dengan budaya tawadhu terhadap sesama teman dan dosen.” Atiqotul Lailiana Mahasiswi TBI angkatan 2013 Terimakasih atas saran dari Saudara Lailiana yang begitu mulia. Budaya kebersihan tidak akan pernah tercipta jika di dalam diri kita masing-masing tidak ada hasrat peduli lingkungan, apalagi menjaga kebersihan. Jadi, mari kita mulai dari diri kita terlebih dulu.

Membiasakan diri membuang sampah tepat pada tempatnya adalah langkah menuju kampus yang indah. Sama halnya dengan budaya kebersihan, budaya tawadhu juga berawal dari pribadi masingmasing. Untuk mencegah terkikisnya budaya tersebut, maka rasa hormat kepada yang lebih tua maupun teman sebaya harus dipupuk dalam diri kita sendiri. Ridwan, M.Ag Wakil Dekan III

Kampus Hijau, Katanya.. “Kedisiplinan dalam hal parkir minim. Etika berbusana ala IAIN (Islami), mengapa kesadaran itu cenderung hilang saat jam perkuliahan usai? Kemana identitas Islaminya? Ini juga menjadi kritik terhadap FITK. Masih banyak yang perlu diperhatikan intensif lagi seperti pemenuhan KBM. Saya juga kurang suka dengan penataan taman yang sekarang, jadi minim tanaman hijau dan terlalu banyak tempat duduk, dan dipaving semua.”

Kenapa Jam Malam? “Kenapa harus ada jam malam? Jika alasannya karena kuota mahasiswa meningkat, ya tidak seharusnya menerima kuota banyak jika memang sarana prasarananya belum memadai.” No Name

Saudara yang enggan menyebut nama. Terimakasih telah mengungkapkan kegundahan hatinya tentang kampus tercinta. Perlu saya tegaskan. Adanya jam malam merupakan solusi terbaik bagi mahasiswa FITK. Bayangkan jika tidak ada jam malam. Jumlah mahasiswa FITK saja 5.000 orang, sedangkan luas kampus hanya berapa meter persegi. Jika dipaksa jam siang semua, maka setiap orang mendapat ruang gerak yang sempit. Abdul Wahid, M.Ag. Wakil Dekan II

Siti Eli Arifah Mahasiswi angkatan 2012 Untuk Saudara Eli. Tempat duduk di taman-taman itu sengaja didesain seperti itu untuk memberi kenyamanan kepada mahasiswa, agar mahasiswa tidak bingung jika hendak duduk, bersantai, istirahat, dan baca-baca buku. Apalagi di taman banyak pepohonan. Tentu akan nyaman dan teduh.

Redaksi menerima kiriman untuk rubrik Surat Pembaca berupa pertanyaan, keluhan dan gagasan seputar kampus Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Walisongo Semarang. Tulisan dilengkapi dengan identitas diri dan dikirim ke alamat email: mail@lpmedukasi.com

Ridwan, M.Ag Wakil Dekan III

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

3

EDUKASI


DAFTAR ISI LAPORAN UTAMA 12

AK ANAK TIRIKAN POTENSI LOKAL LAPORAN KAMPUS 34

TES BAHASA JADI SYARAT UJIAN KOMREHENSIF Input mahasiswa IAIN Walisongo Semarang sebagian besar berasal dari MA. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa yang berasal dari SMA/SMK juga banyak. Kemampuan berbahasa Inggris dan Arab yang dimiliki pun beragam. Latar belakang itu semestinya menjadi pertimbangan bagi birokrasi kampus sebelum menetapkan kebijakan wajib mengambil tes Bahasa Inggris (TOEFL) dan Bahasa Arab (TOAFL) bagi mahasiswa yang akan ujian komprehensif.

Potensi alam dan manusia yang besar menuntut bangsa indonesia cerdas dan terampil dalam mengelolanya. Melalui Akademi Komunitas (AK), pemerintah berusaha menyiapkan generasi bangsa yang berkualitas dan mampu mengelola potensi indonesia. Namun, AK yang notabene berbasis potensi lokal serta Dunia Usaha dan Industri (DUDI) justru berat sebelah. Di lapangan, program studi di AK terkesan memprioritaskan dari pada mengembangkan potensi lokal.

Wawancara Prof. Dr. Almasdi Syahza, SE., MP. 16 Agus Hermanto 22 Hendrajaya 30 Dr. Muhyar Fanani 38

Dari Kami 1 Surat Pembaca 2 Daftar Isi 4 Edusket 5 Fokus 6 Muqoddimah 10 Laporan Utama Minim Sosialisasi, Gaung AK Tak Terdengar 18

Kolom Buatan dalam Negeri 8 Pilih Untung atau Buntung 42

Laporan Khusus Perlu Penuhi 4A untuk Jadi Destinasi 26

Artikel Mempertaruhkan Kualitas demi APK 24

EDUKASI

4

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

Rancang Cover: Fahmi Ash Shiddiq Ilustrasi Gambar: Kuwatno

Dongkrak Eksistensi Bonbin Mangkang 32 Kemiskinan yang Menjanjkan 40 Bahasa 44 Ragam 48 Suara Tarbiyah 52 Budaya 54 Saintifika 57 Pujangga 60 Cerpen 63 Diorama 66 Resensi 68 Nusantara 72 Puisi 74 Siluet 75


EDUSKET

Ilustrasi: Upi

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

5

EDUKASI


Fokus

EDUKASI, EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

MEMPERTANYAKAN FISIBILITAS AKADEMI KOMUNITAS

A

kademi Komunitas (AK) hadir untuk mempercepat kemajuan serta kesejahteraan masyarakat, khususnya dengan mengoptimalkan potensi lokal yang ada. Sayangnya, implementasi dari AK sendiri belum maksimal. Terbukti dengan masih minimnya pemerataan akses pendidikan dan sosialisasi program ini kepada masyarakat. Karenanya, dibutuhkan kesadaran dan keseriusan pada setiap stakeholder program ini, supaya AK bisa terlaksana dengan optimal.

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah meruntuhkan batas-batas geografis dan jarak antarnegara. Bangsa-bangsa di dunia pun saling bersaing menjadi “aktor� terbaik. Sementara itu, bangsa-bangsa di negara ketiga seperti Indonesia tidak dapat mengelak dan harus siap setiap saat menerima konsekuensinya. Bila tidak ingin tergelepar di jalan raya peradaban dunia, maka bangsa Indonesia harus ikut ambil peran. Selama ini bangsa Indonesia istiqomah sebagai penonton di tengah panggung persaingan global. Akibatnya, Indonesia selalu menjadi pasar yang menggiurkan bagi kaum kapitalis. Lebi h parah lagi sektor-sektor produksi penting juga dikuasai asing, misalnya sektor migas Blok Cepu dikuasai PT.Exxon Mobile, sektor pertambangan di Papua dikuasai PT.Freeport, di Riau dikuasai PT.Cevron dan lain-lain. Tidak hanya merampas aset bangsa, perusahaanperusahaan tersebut juga menentukan kebijakan yang merugikan rakyat, PT.Cevron di Kabupaten Bengkalis, Riau misalnya. Perusahaan enggan merekrut tenaga kerja dari masyarakat setempat dengan alasan kualifikasinya belum memenuhi kriteria yang diinginkan. Akhirnya banyak tenaga kerja yang didatangkan dari luar daerah maupun luar

EDUKASI

6

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

negeri. Sementara masyarakat setempat hanya jadi penonton alias pengangguran. Mengaca dari realitas miris itulah, kemudian muncul sebuah model pendidikan tinggi vokasi yang berbasis potensi lokal dan kebutuhan daerah. Dikomandoi oleh M. Nuh selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), dengan tangan kanan Djoko Santoso selaku Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti), pendidikan tinggi vokasi itu mulai dirintis sejak tahun 2012 lalu. Landasan Berdiri Seperti dikatakan John Kendrik, ekonom asal Amerika Serikat, pembangunan haruslah didasari oleh optimalisasi peran Sumber Daya Manusia (SDM). Melihat kondisi SDM Indonesia saat ini, perlu peningkatan mutu dan daya saing. Pendidikan pun menjadi sarana yang dianggap paling efektif untuk meningkatkan hal tersebut. Belajar dari negara-negara maju seperti Jerman dan Australia yang memberi porsi besar untuk pendidikan vokasi (terapan), Mendikbud dan Dirjen Dikti melakukan hal yang sama terhadap konsep pendidikan sekolah menengah atas dan perguruan tinggi di Indonesia. Tujuannya demi mewujudkan SDM berkualitas dan menekan angka pengangguran. Kemudian, untuk merealisasikan formulasi pendidikan itu, melalui Undang-Undang Pendidikan Tinggi (UU Dikti) No.12/2012 didirikanlah sebuah perguruan tinggi baru bernama Akademi Komunitas atau disingkat AK. Landasan hukum berdirinya AK yakni UUD 1945, UU No.20/2003 tentang Sisdiknas, UU No.12/2012 tentang Dikti, Perpres RI No. 8/2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), Permendiknas No. 44/20120 tentang Rencana Strategis Kementrian Diknas tahun 2010-2014, Kepmendiknas No. 234/2010 tentang pendirian perguruan tinggi, dan Keputusan


Dirjen Dikti No. 108/2001 tentang pedoman pembukaan prodi. Namun, landasan dasar pendirian AK utamanya adalah UUD 1945, khususnya Pasal 28 C ayat (1), Pasal 31, dan Pasal 32. Dalam pasal-pasal tersebut disimpulkan bahwa setiap orang berhak untuk mengembangkan diri, memperoleh pendidikan dan manfaat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), manfaat seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya, juga umat manusia. Sedangkan negara berkewajiban memenuhi akses yang dibutuhkan warga negara dalam mencapai kesejahteraan. Dari amanat konstitusi itulah, AK ditetapkan sebagai salah satu bentuk perguruan tinggi selain universitas, institut, sekolah tinggi, politeknik, dan akademi (Pasal 59 UU Dikti). Model Pendidikan Di beberapa negara, AK dikenal dengan sebutan Community College (CC). Indonesia sendiri baru mulai mendirikan AK tahun 2012 dengan merujuk pada Australian Community College (ACC). Kategori AK ialah pendidikan formal, sehingga inilah yang membedakan AK dengan lembaga kursus, pelatihan, dan lainnya. AK dapat didirikan atas kerjasama pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, masyarakat, maupun DUDI. Dengan sistem bottom-up, penyelenggara AK harus melewati mekanisme resmi dari Dikti sebelum mendirikan AK, salah satunya ialah pengajuan proposal. Unsur terpenting yang wajib disertakan dalam pengajuan proposal pendirian AK ialah analisis potensi dan kebutuhan daerah serta prospek program studi dan keberlangsungan AK di masa depan (Buku Panduan AK 2013). AK dapat berbentuk negeri maupun swasta. Terlepas dari statusnya, AK tetap merupakan solusi untuk mencetak output yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan pembangunan nasional. Input-nya diutamakan lulusan SMA/SMK sederajat yang ingin melanjutkan ke perguruan tinggi, namun terhalang kemampuan ekonomi. Secara tidak langsung, AK sudah mendongkrak angka partisipasi kasar (APK) perguruan tinggi yang semula hanya 25%. Sistem pembelajaran di AK terintegrasi dengan lembaga lain, misalnya pembelajaran dilakukan di SMK yang memiliki program studi sama/linier dan telah memenuhi persyaratan minimum sebagai proses pembelajaran yang berkualitas, bekerjasama dengan balai pelatihan, Balai Latihan Kerja (BLK), Balai Latihan Pendidik Teknik (BLPT), Balai Diklat Industri dan diklat atau Training Center di industri. Namun penyelenggaraan pendidikan di AK tidak terlepas dari 6 (enam) prinsip, yaitu pengembangan kompetensi dan technopreneur, long life learning, modular dan

transferable, berbasis keunggulan dan potensi lokal, dan program studinya dapat dibuka-tutup (on-off). Lebih lanjut, aspek kepribadian kiranya juga perlu menjadi prioritas supaya diintegrasikan dalam pendidikan AK sehingga nantinya output yang didapat pun tidak hanya berkualitas secara intelektual dan keterampilan, tetapi kepribadiannya juga. Gencarkan Sosialisasi Dengan visi dan desain pembelajaran AK yang sudah terkonsep itu, hendaknya dibarengi pula dengan sosialisasi kepada masyarakat, terutama di daerah-daerah yang sudah memiliki AK. Ini dilakukan agar pemerataan akses pendidikan, khususnya tingkat pendidikan tinggi benar-benar dirasakan oleh seluruh elemen masyarakat hingga ke daerah terpencil. Selain itu agar masyarakat di daerah, terutama kaum muda dapat mengembangkan diri dan potensi lokalnya sehingga mampu bersaing serta meningkatkan kesejahteraannya. Melihat, selama kurun waktu lebih dari satu setengah tahun ini, pemerintah terkesan kurang serius dalam mempromosikan AK. Terbukti, sampai sekarang masyarakat umum maupun sivitas akademika pun banyak yang masih asing dengan AK. Oleh karena itu, pemerintah harus lebih gencar dalam mempromosikan AK. Sebab akan sangat disayangkan apabila program yang sudah “bagus� dirancang demi kemajuan bangsa justru tidak maksimal pelaksanaannya hanya karena kurang sosialisasi. Demi tercapainya visi dan misi AK, stakeholder atau dalam hal ini pemerintah pusat bersama pemerintah daerah harus melangkah bersama dalam mengembangkan paling sedikit 1 (satu) AK dalam bidang yang sesuai dengan potensi unggulan daerah di kabupaten/kota dan/atau di daerah perbatasan secara bertahap (Dikti Pasal 81 Ayat 1). Tujuannya kemudian dijelaskan dalam ayat 2 bahwa AK dilaksanakan berbasis kebutuhan daerah untuk mempercepat kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, Ditjen Dikti sebagai pihak yang memegang kendali, hendaknya juga mengutamakan pendirian AK di daerah-daerah yang benar-benar membutuhkan akses untuk maju. Sebagai contoh, Kabupaten Kepulauan Meranti, daerah pemekaran Kabupaten Bengkalis, Riau. Meranti terletak di jalur pasar Internasional (Selat Malaka) yang masyarakatnya masih perlu peningkatan ekonomi (mengentaskan kemiskinan), kualitas SDM, dan pembangunan infrastruktur guna memacu pembangunan (Almasdi Syahza dan Suarman: Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 14 No.1/Juni 2013, hlm. 126-139).[E] Redaksi

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

7

EDUKASI


Kolom EDUKASI

BUATAN DALAM NEGERI OLEH: HAYIK NIKMATUL ZAINAH* Asam di gunung Garam di laut Dalam tempurung bertemu jua Kalaulah jodoh tak kan kemana Yang saya tulis di atas bukan puisi. Meski bukan puisi, sepasang kekasih lintas benua tentu akan senyum-senyum sendiri mendengarnya. Ia terlihat seperti sebuah peribahasa terkenal, bukan? Tiga baris kalimat diatas hanya sebuah lirik lagu. Tapi rasanya saya tak pantas menyelipkan kata 'hanya' untuk sebuah lirik lagu seklasik itu. Si pencipta lagu cukup cerdik. Pepatah tentang jodoh diselipkan sehingga lagunya terdengar ramah. Sayangnya lagu milik pedangdut Ona Sutra ini tenggelam dalam hingar bingar zaman yang semakin cepat berubah. Lagunya menjadi tak seramah maknanya bagi telinga manusia kini, terutama bagi anak muda sekarang. Saya pun menemukannya tak sengaja. Justru karena tak sengaja, saya lantas terusik dengan salah satu benda yang disebutkan di dalamnya. Benda yang pesonanya masih langgeng sejak manusia mengenalnya. Bukan asam, bukan tempurung, tetapi garam. Dengan manfaatnya yang tinggi, garam pernah dihargai senilai emas. Saya langsung mengerutkan dahi tanda bingung. Bagaimana bisa benda remeh seperti itu sempat dihargai ratusan ribu? Di kota asal saya garam merupakan barang murah meriah yang berada di semua dapur rumah. Bahkan di gubuk derita sekalipun paling tidak ada garam yang digunakan untuk campuran makan nasi. Maklumlah sepanjang perjalanan menuju kota saya di pantai utara Jawa, pemandangan yang dominan adalah tambak garam. Jadi urusan garam bukan sesuatu yang wah. Sebaliknya, pada abad petengahan ia malah jadi primadona dalam sejarah komoditas strategis bangsa-bangsa di dunia. Ia pernah lebih mahal dari daging sapi. Semahal daging sapi di musim lebaran. Ia juga sulit didapat.

EDUKASI

8

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

Sesulit mendapatkan tempe saat harga kedelai melesat. Meski garam berwarna putih ia tak selalu punya sejarah yang putih pula. Seperti garam India dengan campuran biji harad berwarna hitam, ada banyak noda-noda hitam dalam sejarah garam di dunia. Ia pernah menjadi alasan praktek kolonialisme di masa lalu. Ia pernah membuat orang-orang Venice berjuang dan memenangkan perang atas nama garam dengan Genoa. Ia pernah membuat orang-orang sengsara karena beban pajak garam yang tinggi untuk memilikinya. Sampai-sampai Mohandas Ghandi pun harus mengadakan protes bernama Salt Satyagraha dalam usaha kemerdekaan India atas Inggris karena pajak garamnya yang menyesakkan dada. Sejarah Indonesia pun tak luput dari noda hitam atas garam yaitu ketika pemerintah kolonial menguasai kantong-kantong garam di Jawa dan Madura. Monopoli kolonial ternyata tak sebatas rempah-rempah saja, tahun 1813, Raffles menyelenggarakan monopoli garam di seluruh daerah kekuasaannya, baik produksi maupun distribusi. Manusia suka lupa. Mereka kadang butuh monumen untuk mengingatkan peristiwa di masa lalu. Monumen itu berperan sebagai penanda. Penanda berharganya garam yang bisa dikenang manusia berbentuk sebuah tembok besar yang membelah gunung di Eropa. Wall of Stone, sebuah tembok raksasa di bagian kecil Kroasia menjadi saksi bisu bagaimana cara orang-orang pada masa itu melindungi benda berharga yang mereka miliki. Siapa yang tak bangga mempunyai tambang emas putih di kota mereka. Usaha pun dikerahkan matimatian untuk melindungi sumber daya alam di Dubrovnik. Kota kecil ini menjadi istimewa karenanya. Di bagian dunia lain yaitu Rumania bukti sejarah garam tersimpan rapi di museum tambang garam di kota Turda. Tempat itu bukanlah sebuah museum dengan arsitektur


monoton melainkan tambang bawah tanah dengan lampu-lampu gemerlapan. Jika kita kesana kita mungkin lupa kalau kita sedang dikepung tambok garam yang asin. Dari kilasan peristiwa-peristiwa serta bukti peninggalan sejarah garam, menarik untuk ditelusuri adanya fakta bahwa sejak lama manusia tertarik dengan garam. Bahkan ia menjadi metafora dalam teks-teks agama dan liturgi. Metafora tersebut juga terdapat di banyak peribahasa dalam bahasa Indonesia. Salah satunya yang ada dalam lirik lagu dangdut tadi. Sudah Banyaknya variasi ungkapan mengenai garam dalam peribahasa tentu bukan tanpa alasan. Satu hal yang tersirat dari itu semua: betapa manusia sangat bergantung dengan benda ini. Dulu dan kini adalah rentangan waktu. Namun konsumsi garam dunia tak kenal waktu. Dulu dan sekarang garam digunakan dalam banyak hal. Garam tak hanya digunakan agar rasa sayur lodeh buatan ibu tak hambar. Ia juga menjadi salah satu elemen penting dalam industri masa kini. Sebut saja industri pengasinan ikan, tekstil, penyamakan kulit dan farmasi. Garam bisa sebagai bahan baku atau bahan penolongnya. Dulu dan kini pesona garam masih terjaga, hanya saja agak berbeda. Jika dulu garam seharga daging sapi namun kini harga garam di petanipetani lokal negeri kita tak lebih mahal dari permen lolipop per kilonya. Padahal jika kita mau mengamati sejenak, keringat mereka yang sama asinnya dengan air laut yang mereka geluti tak sebanding dengan harga kurang dari lima ratus perak yang mereka terima. Lebih heran lagi ketika Indonesia dengan garis pantai terpanjang kedua dunia harus mengimpor garam dari Australia atau India. Bukankah panjang garis pantai mereka biasa saja? Mengapa kita tertiggal? Baiklah soal urusan teknologi akui saja kita ketinggalan, tetapi soal garam yang sumbernya tersedia sangat melimpah di alam? Kita memang sering lupa. Kini pun kita lupa menambahkan satu kata kunci modern dalam pengolahan garam. Jika cuaca sudah bisa diramalkan sejak lama, keterbatasan produksi garam karena faktor alam pun sekarang bisa disiasati. Jika petani kita hanya bermodal alat seadanya dalam memanen garam, negara tetangga seperti Australia sudah jauh lebih dulu memakai teknologi dalam pengolahannya. Meski ini soal garam tetapi mau tak mau kata kuncinya adalah teknologi. Sayangnya kita baru menyadari hal itu belakangan.

LEBIH HERAN LAGI KETIKA INDONESIA DENGAN GARIS PANTAI TERPANJANG KEDUA DUNIA HARUS MENGIMPOR GARAM DARI AUSTRALIA ATAU INDIA. BUKANKAH PANJANG GARIS PANTAI MEREKA BIASA SAJA? MENGAPA KITA TERTIGGAL? Bukankah terlambat lebih baik daripada tidak sama sekali? Pemerintah yang sudah banyak makan asam garam kebijakan rakyat menjawab asinnya nasib garam dalam negeri dengan mendirikan sebuah Akademi Komunitas. Meski banyak suara seiring kemunculannya, ia ibarat tunas baru yang saya tunggu-tunggu perannya. Letaknya di Nusa Tenggara Timur. Sebuah tempat strategis untuk pengembangan industri garam karena iklim panas yang pas. Di sanalah kelak para ahli garam Indonesia berkumpul dengan semangat seterik matahari siang untuk menciptakan garam standar internasional. Sebenarnya tak perlu muluk-muluk menciptakan garam standar dunia. Diharapkan dengan akademi teknologi garam ini kebutuhan garam dalam negeri terpenuhi tanpa harus membeli sekian ton dari luar negeri. Sayang kan kalau uang rakyat berkurang sekian milyar untuk menutupi kebutuhan garam produksi di tanah air? Sayang kan kalau nama Indonesia hanya jadi pajangan dalam daftar negara dengan garis pantai terpanjang? Sayang kan kalau ribuan generasi masa depan tidak diarahkan untuk menyelamatkan potensi negeri sendiri? Menyayangkan banyak hal saja tidak cukup. Melakukan hal-hal untuk negeri tersayanglah yang perlu dilakukan. Salah satu caranya dengan menciptakan terobosan. Kelak tahun-tahun setelah akademi teknologi garam didirikan, nasib petani garam bisa lebih manis. Akademi ini akan memfasilitasi penyebaran ilmu dan teknologi pemrosesan garam modern kepada para petani garam konvensional. Nasib pak tani garam membaik seiring dengan baiknya keuangan mereka dari hasil garam bermutu tinngi yang diperoleh. Siapa yang tak turut bahagia atas kebahagiaan rakyat kecil seperti mereka? Sebuah Akademi Komunitas di ranah timur Indonesia semoga menjadi jawabannya.[E] EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

9

EDUKASI


Ilustrasi: Upi

“POTENSI INDONESIA HANYA BOLEH DICICIPI OLEH ORANG PRIBUMI, TANPA BELI!”


MUQODDIMAH Tidak hanya global warming yang mengakibatkan dunia memanas. Globalisasi dan pertarungan kualitas antarnegara di dunia juga menimbulkan efek yang sama.

S

etiap negara berlomba menjadi aktor dan berusaha mendominasi. Tujuannya tidak lain untuk menjadi negara yang makmur dan berkelas di mata dunia. Melihat persaingan yang semakin ketat, tidak mungkin Indonesia hanya berdiam dan menjadi penonton. Jika nyaman dengan kondisi itu, maka Indonesia akan kalah saing, terbelakang, dan mudah ditindas oleh bangsa lain. Untuk menghindari hal itu, Indonesia harus terus meningkatkan kualitas manusianya. Pendidikan vokasi dianggap cara terjitu untuk menempa generasi bangsa yang ahli dan kompetitif. Namun pendidikan vokasi yang selama ini ada belum mampu melahirkan tenaga ahli sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan industri (DUDI), terutama DUDI di daerah-daerah potensial. Terlebih lagi banyak tenaga kerja luar daerah yang didatangkan untuk mengelola potensi lokal, misalnya sentra kelapa sawit di Kabupaten Riau. Akibatnya masyarakat sekitar sentra tidak dapat mencicipi kekayaan alam mereka sendiri. Latarbelakang inilah yang mengilhami lahirnya sebuah perguruan tinggi vokasi baru di Indonesia. Ia menjadi penawar kerinduan bangsa Indonesia akan pendidikan vokasi yang murah, waktu tempuh singkat, mampu menciptakan lulusan yang profesional, mampu terserap DUDI, serta mengedepankan local genius dan masyarakat daerah. Amanat mendirikan perguruan tinggi vokasi tersebut tertuang dalam UU Dikti No.12 tahun 2012 pasal 59 ayat (1) poin f yang menyebutkan bahwa bentuk perguruan tinggi selain universitas, institut, sekolah tinggi, politeknik, dan akademi, adalah Komunitas atau disingkat AK. Selanjutnya, dalam ayat (7) dijelaskan bahwa AK merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan vokasi setingkat D1 dan/atau D2 dalam satu atau beberapa cabang Ilmu Pengetahuan dan/atau Teknologi tertentu yang

berbasis keunggulan lokal atau untuk memenuhi kebutuhan khusus. Dengan melihat definisi ini, kita dapat memahami bahwa AK memiliki ciri pendidikan yang khas bila dibandingkan dengan perguruan tinggi yang lain. Bila universitas, institut, sekolah tinggi, dan politeknik menyelenggarakan pendidikan profesi dan membutuhkan masa pendidikan yang lama, akademi tidak demikian. Lebih spesifik lagi, AK memiliki sasaran, sistem pembelajaran, dan tujuan yang berbeda dari perguruan tinggi yang sudah ada. Sasaran pendidikan AK ialah siswa SMA/SMK sederajat di daerah yang tidak bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi. Hal ini bertujuan agar akses pendidikan merata hingga ke level bawah dan untuk mendongkrak Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan tinggi yang secara nasional hanya 25%. Metode pembelajaran di AK jelas disesuaikan dengan tujuannya untuk memenuhi tenaga terampil DUDI. Pembelajaran di AK lebih banyak praktek (60-70%) sedangkan teorinya hanya 3040%. Selain itu, sifat pembelajaran di AK juga fleksibel. Mahasiswa dapat “keluar-masuk� kampus, jadi tidak seperti kuliah di perguruan tinggi yang harus konsisten masuk mengikuti perkuliahan. Namun, mahasiswa yang ditempa di AK dituntut harus bisa bekerja sesuai dengan bidang yang akan ia tekuni. Secara teori AK sangat ideal sebagai usaha untuk memajukan pendidikan anak bangsa, terutama menjadikan dirinya bermanfaat bagi daerahnya dan menghadapi persaingan DUDI. Namun dalam implementasi perlu pengawalan di daerah-daerah yang didirikan AK, baik terhadap yang sudah berjalan maupun yang masih dalam tahap pembangunan. Selain itu, melihat hasil survei ke beberapa daerah di tempat didirikannya AK masih banyak yang belum mengetahui, maka program luncuran Kemendikbud ini harus lebih gencar disosialisasikan kepada masyarakat luas.[E]

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

11

EDUKASI


LAPORAN UTAMA

AK ANAK TIRIKAN POTENSI LOKAL POTENSI ALAM DAN MANUSIA YANG BESAR MENUNTUT BANGSA INDONESIA CERDAS DAN TERAMPIL DALAM MENGELOLANYA. MELALUI AKADEMI KOMUNITAS (AK), PEMERINTAH BERUSAHA MENYIAPKAN GENERASI BANGSA YANG BERKUALITAS DAN MAMPU MENGELOLA POTENSI INDONESIA. NAMUN, AK YANG NOTABENE BERBASIS POTENSI LOKAL SERTA DUNIA USAHA DAN INDUSTRI (DUDI) JUSTRU BERAT SEBELAH. DI LAPANGAN, PROGRAM STUDI DI AK TERKESAN MEMPRIORITASKAN DARIPADA MENGEMBANGKAN POTENSI LOKAL.

S

alah satu tujuan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia ( N K R I ) d a l a m pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 ialah mencerdaskan kehidupan bangsa. Cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut ialah dengan menjamin pendidikan setiap warga negara RI sesuai dengan amanat UUD

EDUKASI

12

1945 Pasal 31 ayat 1. Hingga saat ini, upaya pemerataan akses pendidikan hingga ke daerah dan level terendah pun terus digalakkan. Seperti halnya pendirian AK yang dirintis di berbagai daerah dan kabupaten. AK adalah amanat UndangUndang Pendidikan Tinggi (UU Dikti) No.12/2012. Disinggung dalam Pasal 59 ayat 1 (satu) bahwa AK merupakan salah satu bentuk

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

Perguruan Tinggi selain Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Politeknik, dan Akademi. Selanjutnya, diterangkan pada ayat 7 (tujuh) mengenai definisi AK, yakni Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan pendidikan vokasi setingkat diploma satu dan/atau diploma dua dalam satu atau beberapa cabang Ilmu Pengetahuan dan/atau teknologi tertentu yang berbasis


Dok. Edukasi

Dok. Edukasi

keunggulan lokal atau untuk memenuhi kebutuhan khusus. Menindaklanjuti amanat UU Dikti, pada tahun 2012 pemerintah mulai merintis 20 AK percontohan yang tersebar diberbagai penjuru daerah di Indonesia. AKN pertama diresmikan langsung oleh Presiden SBY (16/10/13) di kampung halamannya, Pacitan, Jawa Timur. Menurut edukasi.kompas.com, selain Kabupaten Pacitan, Kabupaten/kota yang akan menjadi lokasi pendirian AKN adalah Kabupaten Kerom, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Muko-muko, Kota Blitar, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Situ Bondo, Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Tanah Datar, Kota Mataram, Kota Prabu Mulih, dan Kabupaten Tuban. Selain 20 AK tersebut, Lembaga Pendidikan Tinggi (Dikti) memperbolehkan b a g i p e m e r i n t a h daerah/kabupaten lain, masyarakat, maupun swasta jika ingin mendirikan AK.

“Embrio AK sendiri sudah ada sejak tahun 2000-an. Hingga akhir tahun 2013 sudah ada 62 AK di Indonesia”, kata Gatot Hari Priowirjanto, Ketua Tim Ahli AK kepada LPM Edukasi saat dihubungi via telepon. Gatot menjelaskan, AK merupakan salah satu bentuk institusi pendidikan tinggi yang bergerak dibidang vokasi sehingga selain untuk mengembangkan keilmuan, AK juga mempunyai misi menyediakan tenaga ahli untuk komunitas didaerahnya. “Langkah pendirian AK ini merupakan jawaban kebutuhan dunia global akan kompetisi daya saing masyarakat,” tandasnya. Berbasis Local Genius dan DUDI Setiap daerah memiliki potensi masing-masing dan setiap daerah memiliki kebutuhan yang berbeda. Latar belakang ini yang menjadi landasan filosofi didirikannya AK sebaai sebuah perguruan tinggi yang dapat memenuhi kebutuhan daerah setempat. Ada dua jenis AK. Pertama, AK negeri yang didirikan oleh pemerintah daerah dan bernaung dibawah politeknik atau universitas negeri, contohnya AK Negeri Jepara (AKJ) dibina Politeknik Negeri Malang

(Polinema), AK Negeri Bengkalis dibina Politeknik Bengkalis, maupun Politeknik Negeri Jember (Polije) yang membina 4 AK Negeri sekaligus (Temanggung, Nganjuk, Sidoarjo, dan Situbondo). Kedua, AK swasta yang didirikan oleh industri atau kelompok masyarakat tertentu sebagai usaha pemenuhan kebutuhan industri setempat. Kedua jenis AK ini disediakan sebagai alternatif bagi lulusan SMA/SMK/MA sederajat dan pembiayaannya yang terjangkau bagi masyarakat. Contoh AK yang didirikan swasta atau industri ialah AK Multistrada yang dibuka oleh PT Multi Strada Arah Sarana (MASA) atau produsen ban merk Archilles (mobil) dan Corsa (motor). Selain itu AK yang didirikan masyarakat misalnya yang tengah diusahakan oleh Khasan Ubaidilah. Ubaid, begitu sapaannya, tengah mengajukan proposal pengajuan AK di Kabupaten Kudus. “Saya dan tim terobsesi mendirikan AK untuk pemberdayaan santri Kudus dan sekitarnya. Selain itu, di Kudus juga ada filosofi hidup yang bisa dikembangkan lewat AK,” kata Ubaid. Kehadiran AK juga tidak terlepas dari landasan dasar penyelenggaraan pendidikan, yakni Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Dimana di dalam UU tersebut telah dimasukkan sebuah paradigma baru pendidikan yang mampu memperkaya kebudayaan Indonesia pada masa depan dan menjadikannya kekuatan pembangunan, yaitu pemerintah kabupaten/kota mengelola pendidikan dasar dan

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

13

EDUKASI


Dok. Edukasi

LAPORAN UTAMA

MAHASISWA BARU AKJ SEDANG MENGIKUTI OSPEK menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal. Berkaitan dengan hal itu, Istanto W. Djatmiko dalam sebuah artikel dengan judul Pendidikan Vokasi Bercirikan Keunggulan Lokal, memaparkan bahwa jika pendidikan vokasi berbasis keunggulan lokal dapat diimplementasikan dengan baik, pendidikan dapat mengubah nasib masyarakat lokal pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya di masa depan. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dimaksudkan selain peserta didik memiliki keakraban dengan lingkungan terdekatnya, juga untuk menghasilkan lulusan yang siap mengembangkan potensi lokal. Dengan keunggulan dan keunikan lokal tersebut diharapkan mampu mengembangkan potensi lokal dalam menghadapi era global. Selain itu, pendidikan berbasis keunggulan lokal ini dapat mencegah urbanisasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan

EDUKASI

14

pembangunan daerah. Seperti halnya AK Negeri di Provinsi Riau, yaitu AKN Bengkalis yang tengah berjalan dan AKN Pelalawan yang tinggal menunggu deal. LPM Edukasi mengidentifikasi latarbelakang pendirian AK di Bengkalis dengan analisa peneliti ekonomi setempat. Menurut penuturan guru besar ilmu Ekonomi Pertanian di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Riau (Unri), Almasdi Syahza yang LPM Edukasi hubungi via telewicara, Bengkalis dan Siak merupakan kabupaten terkaya di Riau. “Itu karena banyak perusahaan minyak besar beroperasi di sana, seperti PT.Cevron,” ungkapnya. Almas, begitu sapaan pria kelahiran Tanah Datar 54 tahun silam itu mengungkapkan lebih lanjut, meski berpotensi dalam hal pertambangan, tetapi masyarakat setempat justru kalah saing. Sebab, para pekerja PT.Cevron bukan direkrut dari masyarakat setempat, melainkan mendatangkan dari luar. “Akibat kalah dalam segi kualitas,

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

masyarakat hanya jadi penonton dan pengangguran,” imbuhnya. Mengaitkan pemikiran Istanto dengan realitas masyarakat Kabupaten Bengkalis, maka disinilah letak urgensitas mendirikan AK. Sebagaimana pula termaktub dalam UU Dikti No.12/2012 Pasal 81 ayat 2 bahwa AK dilaksanakan berbasis kebutuhan daerah untuk mempercepat kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Maka alasan mendasar yang mendorong berdirinya AK di Bengkalis ialah demi meningkatkan kualitas masyarakat setempat agar mampu mengelola potensi pertambangan di daerahnya, sehingga tidak terus-menerus terpuruk akibat kalah saing dengan kaum urban. Apalagi jika melihat posisi Kabupaten Bengkalis yang strategis, yakni di jalur pasar Internasional (Selat Malaka). Pendapatan daerah Bengkalis yang disokong sektor kelautan dan pertanian dengan komoditas utama kelapa sawit tentu membutuhkan tenaga kerja


profesional sesuai bidangnya. Tujuannya agar potensi yang ada dapat berkembang maksimal dan berimbas positif pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. “Di Bengkalis ada pelabuhan ekspor kelapa sawit. Jadi tidak heran jika dibangun AK di Bengkalis. Sementara di Pelalawan memang sentra-nya kelapa sawit. Jadi itulah mengapa AK akan dibangun di sana,” papar Almas. Program Studi Saat ini pemerintah telah memberlakukan kebijakan strategis berupa Reposisi Pendidikan Kejuruan Menjelang 2020. Reposisi dan reorientasi dimaksudkan proses penataan, perencanaan dan implementasi pendidikan kejuruan melalui analisis dan pengkajian potensi wilayah sebagai langkah penyesuaian bidang/program keahlian yang diselenggarakan oleh pendidikan kejuruan (vokasi) sesuai dengan kondisi dan kebutuhan wilayah. Konsekuensi dari kebijkan ini dibukanya program keahlian baru yang sesuai dengan potensi daerah dan memiliki prospek membangun perekonomian daerah dan sebaliknya ditutupnya program keahlian yang tidak lagi sesuai dengan potensi daerah. Ini sesuai dengan salah satu prinsip pendidikan di AK, yakni bukatutup program studi (on-off). Dari sekian banyak AK, LPM Edukasi menganalisa bahwa pendirian AK untuk mencapai dua tujuan besar, yaitu mengembangkan potensi lokal dan memenuhi tenaga kerja DUDI. Seperti halnya di Kabupaten Jepara yang terdapat 2 AK, yakni AK Negeri Jepara

(AKJ) yang sudah beroperasi dan AK Balekambang (swasta) yang baru akan beroperasi tahun depan. Berdasarkan hasil survei LPM Edukasi terhadap potensi daerah Kabupaten Jepara dan kaitannya dengan pembelajaran di AKJ memiliki hubungan yang erat. Namun, orientasinya hanya memenuhi kebutuhan DUDI, bukan untuk mengembangkan potensi lokal. Itu tercermin dari program studi di AKJ yang membuka jurusan Teknik Otomotif dan Manajemen Informatika. Mutayasirin, salah satu panitia penyelenggara AKJ memberi tanggapan atas pemberlakuan program studi tersebut. “Karena AK dinaungi Polinema sebagai politeknik induk, jurusannya menyesuaikan dengan universitas pembina dan tenaga pendidiknya,” terang Guru Matematika SMK N 3 Jepara itu kepada LPM Edukasi (06/12/13) saat ditemui di SMK N 2 Jepara yang dijadikan tempat kuliah mahasiswa AKJ. Dengan membuka jurusan yang sudah umum, program AK terkesan kurang peduli terhadap potensi lokal. Terlebih lagi jika penyelenggaraan jurusan tergantung pada Universitas pembina. Maka, jurusan-jurusan di AK hanyalah jurusan yang “biasa”. Padahal bila diteliti, Jepara merupakan kabupaten yang potensial dalam industri tenun, seni ukir, furniture, meubel, dan pariwisata. Menjadi aneh jika program studi di AKJ demikian, sementara potensi lokal yang perlu dikembangkan sangatlah menjanjikan. Nasib AK Negeri Bengkalis pun serupa dengan AKJ, samasama membuka program studi yang sudah umum, seperti

Akuntansi Ekonomi, Teknik Pembangkit, dan Teknik Pengelasan. Almas yang dimintai tanggapan mengenai hal ini memaparkan banyak hal. “Jika tujuannya untuk mengembangkan potensi lokal, seharusnya prodi yang dibuka ialah prodi yang spesifik untuk mengembangkan potensi lokal, misalnya prodi pasca panen, prodi ketahanan pangan, atau prodi yang mengembangkan agroindustri. Jadi bukan membuka prodi yang sudah umum,” tegasnya. Guru besar Unri lulusan Universitas Padjajaran itu melanjutkan analisisnya. Setelah melihat jurusan-jurusan di AK seperti itu, Almas mengatakan bahwa tujuan yang diinginkan AK bukanlah untuk mengembangkan potensi lokal, melainkan untuk menyerap tenaga kerja, khususnya di bidang industri. “Jadi orientasinya memang ke DUDI,” katanya. Almas menambahkan, AK bertujuan menyiapkan tenaga kerja siap pakai sekaligus meningkatkan daya saing. Maka, program studi di AK tidak semata-mata berorientasi ke pertanian, pertambangan, tetapi bisa berorientasi ke dunia usaha. “Tujuan AK itu sendiri untuk mengangkat potensi lokal, termasuk SDM-nya untuk mengurangi pengangguran. Jadi, dilihat kebutuhan masyarakat, juga kebutuhan perusahaanperusahaan maupun industri. Maka, dibukalah AK dengan program studi begitu,” pungkas Almas.[E]

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

Laporan: Ofti, Fahmi

15

EDUKASI


WAWANCARA

PROF. DR. ALMASDI SYAHZA, SE, MP

BERORIENTASI MANFAAT DAN POTENSI LOKAL emdikbud dan Ditjen Dikti terus bergerilya membangun Akademi Komunitas (AK) di daerah-daerah dan kabupaten di Seluruh Indonesia sejak tahun 2012 lalu. Hingga tahun baru 2014, sudah banyak AK yang berjalan, namun banyak pula yang masih dalam pembangunan. Di Bengkalis misalnya, ada AK Negeri yang sudah berjalan, dan satu lagi hanya menunggu kelengkapan, yaitu AK Negeri Pelalawan (AKNP). Untuk mengetahui latarbelakang didirikannya AK-AK tersebut, interviewer dari Majalah Edukasi menghubungi Prof. Dr. Almasdi Syahza, SE, MP, Guru Besar FKIP Universitas Riau atau Unri, bidang ilmu Ekonomi Pertanian (02/01/2014) melalui telepon.

K

*** Prof, bisa bertanya-tanya soal AK Negeri Bengkalis dan AKNP? Akademi Komunitas? Eh, jujur saya baru dengar. Saya kurang tau juga. Setau saya kalau Akademi Perkebunan ada. Mungkin kawankawan saya dari Fakultas Pertanian Unri sudah tau. Tapi, biasanya kalau ada yang baru pasti hangat dibicarakan. Nah, kawan-kawan saya tidak ada yang cerita pasalnya, jadi saya tidak tau. Hmm.. sebentar! Bisa dijelaskan apa itu Akademi Komunitas? AK itu perguruan tinggi vokasi yang baru dirintis oleh kemdikbud bekerjasama dengan Dikti dan pemerintah daerah, masyarakat, serta DUDI. Basisnya potensi lokal. Ooo.. Ya, saya baru ingat. Tahun 2012 memang ada program Dikti itu. Setiap daerah

EDUKASI

16

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

Dok. Istimewa

diperbolehkan mendirikan AK, levelnya di bawah Politeknik, tapi di atas lembaga-lembaga kursus dan termasuk pendidikan formal, tujuannya untuk menyiapkan tenaga siap pakai. Tapi saya belum tau perkembangannya, apakah sudah dibangun atau belum. Soalnya baru, dan mungkin sosialisasinya belum begitu gencar.


Tujuannya mendirikan AK di Bengkalis itu karena letaknya di delta Sungai Siak, dan di sana merupakan pasar jalur internasional yang ada pelabuhan ekspor kelapa sawit. Selain itu, Bengkalis juga terkenal dengan komoditas utamanya, yakni kelapa sawit. Makanan spesifik seperti durian juga ada. Kemudian kalau di Pelalawan itu merupakan sentra produksi kelapa sawit. Kalau dilihat, prodi AK Negeri Bengkalis kok sudah umum ya Prof? Seperti Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ), Teknik Pembangkit, dan Akuntansi Ekonomi. Padahal, jika dikaitkan dengan prinsip “berbasis potensi lokal� yang mencirikan AK, prodiprodi tersebut tidak spesifik. Menurut saya begini... Jika t u j u a n n y a u n t u k mengembangkan potensi lokal, seharusnya prodi yang dibuka ialah prodi yang spesifik untuk mengembangkan potensi lokal, misalnya prodi pasca panen, prodi ketahanan pangan, atau prodi yang mengembangkan agroindustri. Jadi bukan membuka prodi yang sudah umum. Tapi jika melihat prodi-prodi itu, tujuannya untuk menyerap tenaga kerja. Apalagi kalau kita lihat Bengkalis dan Siak itu kabupaten terkaya di Riau karena banyak perusahaan minyak besar yang beroperasi seperti PT.Cevron dan PT.Caltex. Namun, pekerjanya selama ini didatangkan dari luar. Sementara masyarakat setempat kalah saing dalam kualitas, dan mereka hanya jadi penonton dan jadi pengangguran. Mengingat ini, maka analisis saya didirikannya AK di Bengkalis ialah untuk menyiapkan tenaga

kerja siap pakai, sekaligus meningkatkan daya saing. Jadi tidak semata-mata berorientasi ke pertanian, tapi juga bisa ke pertambangan. Untuk prodi di AK Bengkalis itu orientasinya memang dunia usaha. Tujuan AK itu sendiri untuk mengangkat potensi lokal, termasuk SDM-nya untuk mengurangi pengangguran. Jadi t i d a k h a r u s p r o d i pertanian/perkebunan. Kebutuhan masyarakat apa? Kebutuhan perusahaanperusahaan apa? Maka, dibukalah AK dengan prodi seperti itu. Jika melihat potensi setiap d a e r a h d i I n d o n e s i a ya n g beragam, apakah Prof. Setuju dengan dibangunnya AK? SANGAT SETUJU. Kalau di Pelalawan cocok untuk AK yang berorientasi pada prodi perkebunan, sebab di sana banyak perusahaan perkebunan, komoditas n potensi perkebunan. Dan kalau di Bengkalis buka prodi demikian ya wajar-wajar saja karena orientasinya dunia usaha.Jadi prodi dibuka sesuai dengan tuntutan kebutuhan daerah, termasuk juga tuntutan dunia usaha. Dengan harapan, berkat adanya tenaga siap pakai dari dalam daerah itu sendiri, tidak perlu mendatangkan tenaga dari luar lagi, cukup memakai tenaga penduduk lokal yang memiliki potensi dan kemampuan untuk masuk dunia usaha. Sehingga kecemburuan sosial dan konflik bisa dicegah. Jadi AK ini bagus untuk mendongkrak APK ? Ya. Saya kira untuk D1 – D2 dipersiapkan untuk tenagatenaga siap pakai, bukan untuk

science dan keilmuan. Minimal dengan tamat SMA kemudian dibekali keterampilan sehingga tidak hanya jadi penonton, tapi bisa berkontribusi dalam dunia kerja. Selain itu, karena AK ini program yang didanai Dikti, kalangan ekonomi bawah bisa masuk PT. Istilah 'Akademi' dalam AK apakah sudah match? Bedanya dengan PT? DI PT, sekolah tinggi, universitas, dipersiapkan untuk jadi sarjana. Tapi akademi dan politeknik dipersiapkan untuk jangka pendek dan untuk tenaga siap pakai. Jadi tidak heran kalau AK itu program paling tinggi D3D4 (pasca lulus AK bisa melanjutkan). Nah kalau disiapkan untuk scientic dan keilmuan, masuknya ke PT, sekolah tinggi, universitas. Akademi itu tidak melahirkan sarjana, tapi mempersiapkan tenaga-tenaga intelektual/ahli untuk siap kerja. Jadi 80% banyak praktek , 20% teori. Dikti membuka AK untuk mengembangkan potensi yang memungkinkan untuk dikembangkan, termasuk sumberdaya lokal dan potensi lokal. Setelah menempuh pendidikan di AK, diharapkan mampu jadi pekerja yang terampil dan tidak lagi berteori. Setahu Prof. Almas, apakah lembaga kursus dan pelatihan di Riau sudah menjamur? Masih terbatas. Kalau kursuskursus ada, tapi kondisinya belum yang diharapkan oleh Dikti. Orientasinya bisnis dan cari untung, soal tenaga siap pakainya tidak terjamin. Tapi kalau AK orientasinya manfaat dan potensi lokal. [E]

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

17

EDUKASI


LAPORAN UTAMA

KAMPUS AK TEMANGGUNG Dok. Internet

MINIM SOSIALISASI, GAUNG AK TAK TERDENGAR SESUNGGUHNYA ITIKAD PEMERINTAH MENDIRIKAN AK DI DAERAHDAERAH ADALAH BAIK. BEBERAPA PIHAK SANGAT MENDUKUNG, NAMUN BANYAK PIHAK PULA YANG TIDAK MENGETAHUI PROGRAM INI. FAKTORNYA TIDAK LAIN KARENA KETIDAKSIAPAN PENYELENGGARA AK MAUPUN PEMERINTAH DALAM MENSOSIALISASIKAN AK KEPADA MASYARAKAT. emerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan K e b u d a y a a n (Kemdikbud) dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) melaksanakan mandat Undang-Undang Pendidikan Tinggi (UU Dikti) No.12/2012 untuk mendirikan Akademi Komunitas (AK), yang terkenal di beberapa negara

P

EDUKASI

18

dengan nama Community College. Menurut keterangan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti), Djoko Santoso kepada kompas.com (19/7/12) bentuk AK di Indonesia merujuk pada Community College di Australia, Jerman, Inggris, dan Skandivania. Agus, anggota DPR RI Komisi X yang dihubungi LPM Edukasi via telewicara menjelaskan

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

tentang deksripsi AK, bahwa sesungguhnya AK merupakan usaha pemerintah untuk pemerataan pendidikan hingga level daerah. “Harapannya dapat membantu masyarakat mendapat pekerjaan melalui skill yang dimiliki atau menciptakan lapangan pekerjaan untuk komunitas di daerahnya. Lulusan AK juga nantinya akan cepat diabsorpsi dunia kerja,” ujarnya. Kendati telah launching lama, terhitung sejak AK Negeri pertama di kampung halaman Presiden SBY diresmikan (16/10/2013), keberadaan AK tidak banyak diketahui oleh masyarakat. Bahkan rektor, dosen, sivitas akademika, maupun lembaga pengamat pendidikan pun banyak yang belum mengetahui. Muhdi, Rektor IKIP PGRI Semarang misalnya. Muhdi berterus terang tidak mendalami tentang program AK saat dimintai keterangan oleh LPM Edukasi (01/01/2014).


Praktisi Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Amin Sudrajat juga mengatakan hal yang sama. Namun Amin memberi sedikit komentar. “Pemerintah saat ini sedang k e t a t - k e t a t n y a menyelenggarakan pendidikan tinggi. Bisa saja sengaja membuka Akademi Komunitas untuk menyediakan pendidikan yang murah. Sama seperti menyediakan universitas terbuka agar terjangkau masyarakat. Sayangnya, gaung AK ini tidak terdengar,” ungkapnya dengan nada sedikit kecewa saat dihubungi crew LPM Edukasi via telpon (21/12/13). Terakhir, pihak Lembaga Pengamat dan Pemerhati Pendidikan Nasional (LP3N) Semarang Saat diwawancarai by phone oleh crew LPM Edukasi pun memberi respon tidak tahu. Pihak LP3N justru menanyakan “AK itu apa? Maaf saya tidak tahu. Terima kasih,“ begitu balasannya. Minimnya sosialisasi tentang AK ini semakin terbukti ketika LPM Edukasi melakukan survei ke salah satu AK Negeri di Jawa Tengah, yaitu AK Negeri Jepara (AKJ) yang berlokasi di Jl.RMP Sosrokartono No.1, Kelurahan Pengkol, Kabupaten Jepara.Warga sekitar yang kami tanyai tentang lokasi AK tersebut mengaku tidak mengerti. Diperkuat lagi dengan jumlah mahasiswa AKJ di tahun pertaman (2013) yang tidak lebih dari 56 orang dari dua jurusan, yakni jurusan Teknik Otomotif dan Manajemen Informatika. Beberapa mahasiswa AKJ yang crew LPM Edukasi temui (06/12/13) di kampus

mengungkapkan bahwa mereka mendapat informasi dari baliho yang dipasang di jalan raya di 3 (tiga) kecamatan, selain itu m e l a l u i w e b s i t e (www.akjepara.ac.id ), dan diberi tau teman. Agam, mahasiswa AKJ jurusan Manajemen Informatika, misalnya. “Saya diberi tau oleh ibu. Kebetulan beliau guru. Nah, teman beliaulah yang menginformasikan tentang pendaftaran mahasiswa di AKJ ini,” ungkap mahasiswa asal Jepara itu.

Universitas tertentu. Pelaksanaan pembelajarannya pun dapat dilakukan di SMK yang jurusannya linier atau sama, maupun balai-balai diklat dan pelatihan di industri. Selain itu, menanggapi pihakpihak yang mempertanyakan alasan pendirian AK, bukan memaksimalkan perguruan tinggi yang ada, Agus Hermanto menerangkan bahwa universitas atau politeknik sangat berbeda dengan AK. Universitas dan politeknik adalah jenjang PT yang masih luas atau umum. “AK Sistem Pendidikan adalah jenjang keahlian yang Menanggapi tudingan bahwa l e b i h s p e s i f i k , t u j u a n n y a AK tidak berbeda dengan mencetak tenaga ahli yang dapat lembaga kursus dan pelatihan melayani komunitasnya sendiri,” ( L K P ) , D j o k o S a n t o s o tegasnya. menegaskan di Jakarta (27/7/12) Lebih lanjut, Agus bahwa AK merupakan sekolah menjelaskan mengenai prinsip formal yang kurikulumnya pendirian AK yang berbasis pada fleksibel dan disesuaikan dengan potensi lokal di masing-masing kebutuhan daerah setempat atau daerah. Menurutnya, yang l a n g s u n g b e r b a s i s p a d a dimaksud dengan potensi lokal kebutuhan masyarakat dan adalah potensi yang belum perkembangan ilmu. Program dikembangkan namun sangat pendidikan di AK juga disebut berpotensi untuk diberdayakan. Program Studi Diluar Domisili Pendirian AK termasuk usulan (PDD) karena berada dalam program studi juga berdasarkan n a u n g a n P o l i t e k n i k a t a u atas usulan wilayah sehingga bersifat bottom up atau pengusul AK yang mengajukan ke pemerintah, bukan kebijakan langsung pemerintah (top down). “AK merupakan “Kalau di AKJ mempunyai sekolah formal yang jurusan otomotif, berarti industri kurikulumnya fleksibel otomotif belum banyak dan disesuaikan dengan dikembangkan di Jepara,” begitu kebutuhan daerah katanya saat ditanya soal setempat atau program studi di AKJ. Selain mencakup tiga langsung berbasis pada kompetensi yaitu kompetensi kebutuhan masyarakat umum, kompetensi keahlian, dan dan perkembangan ilmu.” kompetensi khusus, AK juga memegang lima prinsip. Pertama, -M. Nuh (Mendikbud)berbasis pada pengembangan kompetensi dan technopreneur. EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

19

EDUKASI


Sistem pembelajaran AK dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi yang dibutuhkan pasar kerja dan mampu mengembangkan technopreneur dalam Usaha Kecil Menengah (UKM) yang sesuai dengan potensi wilayahnya. Kedua, long life learning atau pembelajaran sepanjang hayat. Sistem pembelajaran AK mengacu pada konsep belajar sepanjang hayat tanpa dibatasi oleh usia peserta didik maupun waktu pembelajaran. Konsep ini memiliki keluwesan dalam proses pembelajarannya yaitu dapat dilakukan bersamaan baik belajar sambil bekerja, maupun bekerja sambil belajar. Prinsip yang kedua ini dibuktikan dengan sistem pembelajaran di AKJ yang tidak mengharuskan mahasiswanya rutin hadir seperti kuliah di universitas pada umumnya. Seperti yang dikatakan Agam, “Jurusan saya baru satu kelas, kemudian dipecah jadi dua, yakni kelas malam dan siang karena ada yang bekerja. Waktu kuliahnya dari jam 17.00 - 23.00 WIB,� tutur mahasiswa Manajemen

Informatika itu. Ketiga, buka tutup program studi (on-off). Kompetensi yang ditawarkan dalam program studi di AK sangat tergantung dari kebutuhan pasar kerja dan peluang dalam mengembangkan UKM di daerah dan kebutuhan pembangunan di daerah sesuai dengan potensi wilayah. Kurikulum dan kompetensi harus memiliki kelenturan untuk dapat menyesuaikan kebutuhan yang ada. Artinya bilamana pasar kerja sudah tidak membutuhkan kompetensi tersebut, maka program studi dapat ditutup dan dapat membuka program studi lain pada jenjang D1 atau D2 yang sesuai dengan kebutuhan. Keempat, modular dan transferable. Kelenturan dan keluwesan dalam pendidikan AK memungkinkan peserta didik mengambil sistem modul pelatihan secara spesifik. Modul pelatihan atau pendidikan yang sesuai dengan kurikulum pada program studi AK dapat diakui sebagai modul yang dapat disetarakan dengan SKS. Dengan demikian apabila lulusan AK ingin melanjutkan pada jenjang

Dengan lebih banyak praktek, AK dapat menjawab masalah sistem pembelajaran pendidikan vokasi di Indonesia selama ini. Terutama pada sistem pembelajaran yang kurang menyentuh ranah aplikatif dan kurangnya kerjasama dengan industri atau lembaga pendukung lainnya.

EDUKASI

20

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

pendidikan yang lebih tinggi, modul tersebut dapat diakui sebagai perolehan SKS. Kelima, berbasis keunggulan dan potensi lokal. Pendidikan AK secara khusus harus memiliki yang berbasis potensi lokal sehingga kebutuhan SDM yang kompeten akan bisa dipenuhi oleh masyarakat setempat. Di dalam modul juga dijelaskan mengenai Satuan Kredit Semester (SKS) yang harus diambil untuk program Diploma 1 (D1) dan Diploma 2 (D2). Untuk jenjang D1 terdiri dari 4 mata kuliah umum (MKU), 30 mata kuliah keahlian, dan 2 mata kuliah khusus. Jadi total SKS untuk jenjang D1 adalah 36 SKS. Sedangkan untuk jenjang D2 terdiri dari 8 MKU, 60 mata kuliah keahlian, dan 4 mata kuliah khusus. Jadi total SKS untuk jenjang D2 adalah 72 SKS. Sementara pembagian fokus ranah pembelajaran, seperti tertera di baliho pendaftaran mahasiswa AKJ, porsi sebesar 60% untuk praktek dan 40% teori. Dengan lebih banyak praktek, AK dapat menjawab masalah sistem pembelajaran pendidikan vokasi di Indonesia selama ini. Terutama pada sistem pembelajaran yang kurang menyentuh ranah aplikatif dan kurangnya kerjasama dengan industri atau lembaga pendukung lainnya. “Dengan berdirinya AK akan sangat berguna karena pelayanan yang diberikan adalah untuk komunitasnya. Harus ada kerjasama antara masyarakat dan pemangku kebijakan. Iklim daerah harus dikembangkan juga oleh pemda sehingga dalam jangka pendek output dari AK


Salah Satu Ruang Praktek Di Akademi Komunitas Negeri Jepara Dok. Edukasi

dapat mengisi lapangan pekerjaan di komunitasnya,” jelas Agus. Sarana dan Prasarana M. Nuh mengatakan kepada kompas.com (2012) bahwa nantinya AK akan didirikan di 399 kabupaten dan 98 kota di Indonesia. Jika setiap AK membutuhkan anggaran Rp 50 miliar, maka untuk seluruh AK diperlukan Rp 24,85 triliun. Angka ini diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) sebesar 20% sesuai amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 31 ayat 4. Adapun untuk biaya pendidikan, di AKJ misalnya. Selain dibebaskan dari biaya pendaftaran dan uang gedung, mahasiswa hanya dikenai biaya Rp 1.225.000,00 pada semester pertama (daftar ulang). Itu untuk seragam praktek, jas almamater, kartu mahasiswa, uang kuliah dan praktek. Kemudian untuk

semester 2, 3, dan 4 dikenai Rp 900.000,00. Disimpulkan bahwa biaya kuliah di AK lebih murah dibanding Politeknik. Hal ini tentu harus sejalan dengan tujuan pemerintah menyelenggarakan pendidikan tinggi yang berkualitas namun terjangkau, serta dapat merata aksesnya. Akan tetapi, pembiayaan AK yang berasal dari pemerintah maupun iuran mahasiswa itu hingga kini masih dipertanyakan. Gedung, sarana dan prasarana untuk kuliah mahasiswa AKJ masih ditanggung oleh SMK N 2 Jepara dan SMK N 1 Jepara. Realitas ini menunjukkan bahwa persiapan AK belum matang. Mutayasirun, panitia AKJ menanggapi. “Untuk sementara, karena AKN Jepara masih dalam tahap awal pendirian, maka untuk gedung perkuliahan masih meminjam ruang kelas SMKN 2 Jepara,” katanya. Selain itu, saat ditanya tentang tenaga pendidik di AKN Jepara sendiri, Mutayasirun mengungkapkan bahwa untuk

sementara dosen diperbantukan dari guru-guru SMKN 2 Jepara. “Tenaga pengajar sendiri untuk sementara ini diambil dari guru SMKN 2 Jepara yang tidak sembarangan,“ tuturnya. Pernyataan ini kontras dengan statement Siswoko, Koordinator AK dari Polinema kepada harian Malang Post April 2013 silam. Polinema bertugas menyiapkan calon pendidik AK, khususnya melalui pendidikan calon dosen AK (PCAK). Pada saat itu, ada 16 orang lulusan Strata 1 (S1) yang sedang mengikuti pendidikan di Polinema. Adapun persyaratan pendaftar program PCAK di antaranya: lulusan S1 atau Diploma 4 (D4) dari berbagai program studi, usia maksimal 26 tahun, IPK minimal 2,75 dan berasal dari program studi yang terakreditasi. Pendaftaran dilaksanakan online melalui laman www.ak.dikti.go.id. “Setelah dididik di Politeknik selanjutnya dosen muda itu akan diterjunkan di AK yang ada di

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

21

EDUKASI


Kru Edukasi sedang berbincang dengan salah satu mahasiswa AKJ Dok. Edukasi

daerah,“ beber Siswoko. Perlu Sosialisasi Pada awal pendirian AK (2012), Djoko Santoso mengatakan bahwa Angka Partisipasi Kasar (APK) jenjang Pendidikan Tinggi Indonesia hanya 20%. Maka dari itu, salah satu tujuan didirikan AK adalah untuk meningkatkan APK Pendidikan Tinggi yang masih rendah itu. Melalui AK, biaya pendidikan tinggi akan dapat ditekan, karena peserta didik tidak harus pergi terlalu jauh untuk bisa kuliah dan biayanya terjangkau. Sebagaimana diungkapkan Agam, “Saya memilih kuliah di AKJ karena lokasinya dekat dengan rumah.” Melihat data pengangguran rentang usia produktif di Kabupaten Jepara sebesar 4,2% (Biro Pusat Statistik atau BPS Kabupaten Jepara tahun 2012), kehadiran AK di Jepara juga diharapkan dapat menyerap

EDUKASI

22

tenaga kerja di dunia usaha serta mengurangi pengangguran. Di sisi lain, kehadiran AK dinilai sebagai ancaman bagi Perguruan Tinggi Swasta (PTS). AK dikhawatirkan dapat menggerus pangsa pasar mahasiswa yang akan masuk PTS. Hal tersebut dibantah oleh Agus. Menurutnya, PTS dan AK mempunyai pangsa pasar yang berbeda, sehingga tidak akan saling mengancam. Selain itu, jurusan di PTS masih sangat umum dengan jenjang waktu tempuh cukup lama. Sedangkan AK dengan jenjang 2 tahun dapat mencetak SDM yang lebih terampil. Kemdikbud juga mengatakan di awal pendirian AK. “APK perguruan tinggi masih 25 persen, masih ada 75 persen lagi. Nah itu adalah market-nya. Jadi, tidak perlu khawatir kehabisan stok,” tegas M. Nuh kepada kompas.com (2012). Melihat niat mulia dibalik

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

geliat semangat pendirian AK yang begitu rupa, tak heran jika kehadiran AK disambut positif. Rektor Universitas Wahid Hasyim, Semarang misalnya. Nur Ahmad yang dihubungi via phone sangat bersemangat ketika ditanya tentang kerjasama universitas-nya dengan AK Balekambang (Jepara) yang sedang dibangun. “Saya sangat (berkali-kali) mendukung program AK ini,” ungkapnya bersemangat. Kegembiraan juga diungkapkan Eko, mahasiswa AKN Jepara. Menurutnya, belajar di AK cukup menyenangkan karena sistem pembelajarannya lebih mendalam. Oleh karena itu, kabar baik tentang AK harus disebarluaskan kepada masyarakat agar program Triliunan rupiah ini tidak siasia.[E] Laporan: Novia dan Slamet


WAWANCARA

AGUS HERMANTO:

AK UNTUK LAYANI KOMUNITAS Dalam rangka merealisasikan amanat UU Dikti No.12 tahun 2012, sejak tahun 2012 lalu pemerintah mulai mendirikan 20 Akademi Komunitas (AK) percontohan di berbagai daerah dan kabupaten di Indonesia. Seperti apakah AK itu? Berikut petikan wawancara redaksi majalah Edukasi dengan Agus Hermanto selaku ketua DPR RI komisi X via telepon. Dok. Edukasi

Perguruan tinggi negeri dan swasta sudah banyak berdiri. Apa tujuan sebenarnya pemerintah mendirikan institusi pendidikan tinggi yang baru (AK)? AK merupakan salah satu usaha dari pemerintah untuk pemerataan pendidikan hingga level daerah. Harapannya dapat membantu masyarakat mendapat pekerjaan melalui skill yang dimiliki atau menciptakan lapangan pekerjaan untuk komunitas di daerahnya. Lulusan AK nantinya dapat langsung teradopsi di dunia kerja. Jika tujuannya untuk menciptakan lulusan yang terampil, mengapa tidak mengembangkan universitas, politeknik atau sekolah vokasi yang sudah ada saja? Universitas atau politeknik sangat berbeda dengan AK. Universitas dan politeknik adalah jenjang perguruan tinggi yang masih luas/umum sedangkan AK adalah jenjang keahlian yang lebih spesifik yang bertujuan mencetak tenaga ahli yang dapat melayani komunitasnya sendiri. Apakah kehadiran AK dapat mempengaruhi eksistensi perguruan tinggi swasta (PTS)? PTS dan AK mempunyai pangsa pasar yang berbeda sehingga tidak akan saling mengancam. Jurusan di PTS masih sangat umum dengan jenjang waktu tempuh cukup lama, sedangkan AK cukup singkat. Dengan jenjang waktu 2 tahun saja sudah dapat mencetak SDM yang lebih terampil.

Realitas yang kru Edukasi temui di AK Negeri Jepara ialah prodi yang dibuka sudah umum, seperti Teknik Otomotif dan Manajemen Informatika. Sedangkan kita tahu bahwa potensi Kabupaten Jepara di sektor industri tenun Troso, seni ukir, furniture, meubel, pariwisata, pertanian, dan sektor lainnya. Dimana kekhasan AK yang berprinsip berbasis keunggulan lokal? Pendirian AK berdasarkan atas usulan wilayah sehingga bersifat bottom up atau pengusul AK yang mengajukan ke pemerintah, bukan kebijakan langsung pemerintah (top down). Potensi daerah disini adalah potensi yang belum dikembangkan namun sangat mungkin untuk dikembangkan. Kalau dijepara AK mempunyai jurusan otomotif berarti industri otomotif belum banyak dikembangkan di Jepara. Sistem pembelajaran yang kurang menyentuh ranah aplikatif dan kurangnya kerjasama industri untuk membantu mencetak output yang kompeten menjadi persoalan tersendiri bagi pendidikan vokasi selama ini. Apakah AK juga demikian? Dengan berdirinya AK akan sangat berguna karena pelayanan yang diberikan adalah untuk komunitasnya. Harus ada kerjasama antara masyarakat dan pemangku kebijakan. Iklim daerah harus dikembangkan juga oleh pemda sehingga dalam jangka pendek output dari AK dapat mengisi lapangan pekerjaan di komunitasnya.[E]

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

23

EDUKASI


ARTIKEL

Mempertaruhkan Kualitas Demi APK Oleh: Purwowidodo* Akademi Komunitas (AK) hadir seolah menjadi kran pembuka untuk kemajuan pembangunan di Indonesia, khususnya melalui pendidikan. Namun untuk mendongkrak APK tidak seharusnya mempertaruhkan kuaalitas pendidikan.

P

endidikan bukan hanya untuk kaum berada, melainkan untuk setiap warga negara (citizen's right) sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 31 ayat 1. Dewasa ini, tingkat partisipasi pendidikan tinggi yang ditunjukkan melalui APK begitu miris. Dikatakan oleh Rektor Institut Teknologi Medan kepada Analisadaily.com bahwa APK pendidikan tinggi Indonesia saat ini masih 20%. Sedangkan menurut Wakil Dekan I Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Suyanto kepada kabarkampus.com (27/08/2013), APK pendidikan tinggi Indonesia 25%. Padahal APK digunakan sebagai pengukur rasio jumlah yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tinggi terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tinggi. Melihat data tersebut, terlihat bahwa sejatinya akses pendidikan di Indonesia belum merata, terutama akses ke perguruan tinggi. Kondisi yang kontras justru terjadi di beberapa negara seperti Malaysia, dan Korea Selatan yang APKnya naik menjadi 40% dan 70%. Untuk memacu APK, pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (kemdikbud) melakukan terobosan baru dengan mendirikan AK di berbagai daerah dan kabupaten di Indonesia. Secara simbolis, peresmian AK Negeri pertama di Pacitan, Jawa Timur dihadiri langsung oleh Presiden SBY, Oktober 2013.

Spirit Dongkrak APK Hadirnya trend baru pendidikan tinggi yang digagas oleh kemdikbud tersebut disebut-sebut

EDUKASI

24

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

sebagai spirit yang menjiwai Undang-Undang Pendidikan Tinggi (UU Dikti) yang secara legal telah disahkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 13 Juli 2012. Sebagaimana tertuang pada UU Dikti No.12/2012 Pasal 59 ayat 7 dan selanjutnya dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No.48 tahun 2013 pada bab I pasal 1, istilah AK didefinisikan sebagai perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan vokasi setingkat diploma satu dan/atau diploma dua dalam satu atau beberapa cabang ilmu pengetahuan dan/atau teknologi tertentu yang berbasis keunggulan lokal atau untuk memenuhi kebutuhan khusus. Menurut analisa penulis, disemaikannya AK dalam UU Dikti, merupakan iktikad pemerintah untuk menjawab berbagai tantangan krisis Pendidikan Tinggi yang ada di Indonesia. Ada tiga alasan yang melatarbelakangi hadirnya AK. Pertama, untuk mempersiapkan kaum muda yang poduktif. Berdasarkan laporan bulanan data sosial dan ekonomi Badan Pusat Statistik (BPS) edisi 44 Januari 2014 yang dirilis melalui situs resminya. Indonesia pada periode 2010-2035 ini tengah dikaruniai populasi usia produktif yang jumlahnya luar biasa (demographic bonus). Atau dengan kata lain, piramida penduduk Indonesia sejak tahun 2010 termasuk tipe expansive, dimana sebagian besar penduduk berada pada kelompok umur muda. Jika populasi usia produktif tersebut berkualitas atau berpendidikan. Maka akan menjadi sebuah power dan modal besar bagi kemajuan bangsa. Namun, sebaliknya, populasi usia produktif itu bila tidak dipersiapkan dengan pendidikan maka


akan menjadi bencana demografi (demographic disaster) bagi Indonesia. Kedua, untuk mengoptimalkan pengelolaan potensi lokal oleh warga sendiri. Sebab, selama ini pengelolaannya didominasi oleh pihak-pihak luar daerah atau bahkan dimobilisasi asing sehingga warga tak lebih dari penonton. Ini juga menjadi faktor penyebab tingkat pengangguran di Indonesia masih relatif tinggi, yaitu mencapai 7,39 juta orang. (bps.go.id). Maka, pemerintah memandang perlu menguatkan pendidikan masyarakat setempat, terutama pendidikan keterampilan (skill education). Ketiga, di tengah-tengah besarnya populasi usia produktif, APK pendidikan tinggi di Indonesia terbilang memprihatinkan, hanya sebesar 20%. Oleh karena itu perlu ditingkatkan. Sebagai problem solving atas munculnya ancaman (threat) dan kelemahan (weakness), juga dengan analisa kekuatan (strenght) dan peluang (opportunity) yang dimiliki, maka kemdikbud dengan iktikad dan optimisme tinggi melalui payung hukum UU Dikti 2012 menggagas kelahiran AK di Indonesia. AK diyakini secara signifikan akan meningkatkan APK pendidikan tinggi di Indonesia. Itu karena biaya kuliah di AK lebih terjangkau. Bahkan, dalam pemberitaan media Kompas.com yang ditulis oleh Indra Akuntono, Nuh sempat menyatakan harapan besarnya kepada generasi muda terhadap program AK tersebut. �Itu (Akademi Komunitas-red) tekad kita mati-matian supaya mereka mau melanjutkan (pendidikan),� tandas Mohammad Nuh. Aspek Kepribadian Dikebiri Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi sebuah perjalanan bangsa dan negara. Jika tingkat pendidikan sebuah negara baik, baik pula pendapatan, indeks kompetitif, dan indeks pembangunan manusia di negara itu (Statistik World Bank 2011 and The Global Competitiveness Report 20102011). Maka dari itu, konsep pendidikan di Indonesia kini mulai mengalami perubahan. Untuk ranah sekolah menengah pola pendidikan menengah menjadi 60% sekolah kejuruan dan 40% SMA, sedangkan ranah pendidikan tinggi menjadi 70% vokasional (terapan) dan 30% akademik. Harapannya lulusan pendidikan tinggi nanti tidak hanya sekadar pintar teori, tapi juga melek praktik. Oleh karena itu, AK dianggap cocok dalam pengembangan tersebut. Istilah AK sebenarnya popular di beberapa negara seperti Kanada, Australia, Malaysia, Filiphina, Amerika Serikat dan India, dengan sebutan Community College (CC). Namun yang menjadi kiblat AK di Indonesia adalah Australia (Fauzi Kromosudiro: Akademi Komunitas; Formalisasi

Kursus dan Pelatihan). Dimana Community College di Australia tersebut lebih akrab disebut dengan CCA. Secara prinsip pembelajaran, CCA dengan AK yang digagas oleh kemdikbud tidak jauh berbeda, sama-sama berpatokan pada pengembangan kompetensi dan technopreneur, pembelajaran sepanjang hayat (long life learning), modular dan transferable, dan basis keunggulan dan potensi lokal. Yang membedakan antara AK dengan CCA hanyalah prinsip buka tutup program studi (on-off). Dimana dalam prinsip ini apabila pasar kerja sudah tidak membutuhkan kompetensi tersebut, maka program studi dapat ditutup dan dapat membuka program studi lain pada jenjang D1 atau D2 yang sesuai dengan kebutuhan daerah tersebut. Prinsip pembelajaran di AK dapat dikatakan dinamis dan sangat berorientasi pada pengembangan potensi lokal dan DUDI. Namun untuk aspek kepribadian dan sikap, peserta didik tidak memperolehnya di AK. Padahal, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional (SK Mendiknas) 045/U/2002, ada beberapa kompetensi yang menjadi acuan, yakni kompetensi utama, kompetensi pendukung, dan kompetensi lain yang bersifat khusus dan terkait dengan kompetensi utama. Lebih rinci, elemenelemen kompetensi yang dimaksud seperti landasan kepribadian, penguasaan ilmu dan keterampilan, kemampuan berkarya, sikap dan perilaku dalam berkarya, dan pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya. Sementara kurikulum di AK belum memuat aspek kepribadian. Kurikulum AK hanya terdiri dari 3 (tiga) kompetensi, antara lain kompetensi umum, keahlian, dan khusus. Dimana yang diharapkan dari kompetensi tersebut ialah mahasiswa mampu berkomunikasi dalam bahasa Indonesia maupun bahasa asing, mampu memanfaatkan Information Technology (IT) dasar, dan mampu menerapkan etika industri. Mengedepankan kompetensi tersebut memang sesuai untuk mencapai visi dan misi AK, yakni untuk mencetak tenaga kerja siap pakai untuk mengembangkan potensi lokal maupun memenuhi DUDI. Namun aspek kepribadian juga penting, mengingat pendidikan yang didambakan kini bukan hanya mampu mencetak generasi yang cerdas dan berkualitas saja, tetapi mampu menciptakan output yang berkarakter dan berkepribadian mulia.[E] *Penulis adalah mahasiswa Jurusan Tadris Biologi (TB) Semester V

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

25

EDUKASI


LAPORAN KHUHUS

PERLU PENUHI 4A UNTUK JADI DESTINASI Bonbin Mangkang masih menjadi primadona warga Semarang dan sekitarnya. Selain biaya terjangkau, konsep konservasi-edukasi-rekreasi yang ditawarkan menarik pengunjung yang sebagian besar anak-anak. Ketika muncul kabar bahwa Bonbin Mangkang akan menjadi swasta, salah satu objek wisata keluarga di Semarang itu justru dinilai belum maksimal dalam pengelolaan maupun promosinya. Disbudpar selaku pihak yang menaungi pun minim perhatian.

EDUKASI

26

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013


Dok. Edukasi

LAPORAN KHUSUS Antusias Seorang anak laki-laki beserta dua temannya tapak sedang menunjuk-nunjuk aneka spesies burung di area konservasi

S

Dok. Edukasi

ebagai jantungnya ibukota Provinsi Jawa Tengah, “Kota Atlas” memiliki objek wisata yang cukup menarik, diantaranya wisata sejarah Lawang Sewu, wisata religi Masjid Agung Jawa Tengah, Sam Poo Kong, Museum Ronggorwarsito, wisata keluarga di Taman Marga Satwa Semarang, dan masih banyak lagi. Seiring dengan program pemerintah kota (pemkot) “Ayo Wisata ke Jawa Tengah”, objekobjek wisata tersebut mulai dipromosikan. Sayangnya, perhatian dan promosi dari pemkot masih kurang. Hal itu berimbas pada daya tarik wisatawan, misalnya pada Taman Marga Satwa Semarang atau yang terkenal dengan Kebun Binatang Semarang atau Bonbin Mangkang. Kebun binatang yang terletak di wilayah barat Kota Semarang, di Jalan Urip Sumoharjo No.1 atau yang lebih dikenal dengan jalan raya Semarang-Kendal Km.18, tepatnya di depan terminal Mangkang itu belum bisa menarik wisatawan luar daerah. Ketika ditanya mengenai dukungan pemkot terhadap Bonbin Mangkang untuk menyukseskan program “Ayo Wisata ke Jawa Tengah”, Kepala

Unit Pengelola Teknik Dasar (UPTD) Bonbin Mangkang memberi respon. “Lha wong miliknya pemerintah ya pasti didukung. Tapi, kalau untuk lingkup Jawa Tengah, Bonbin Mangkang masih belum bisa popular,” ungkap Kusyanto dengan nada sedikit kecewa. Pria asal Semarang itu menambahkan bahwa untuk sekitar Semarang dan Pantura, Bonbin Mangkang tetap menjadi primadona masyarakat. Namun bila sudah merambah ke daerah selatan Jawa, banyak kompetitor yang sudah berkelas, seperti Candi Prambanan, Borobudur, dan Gembira Loka. Investasi Daerah Menurut website resmi Bonbin Mangkang, kebun binatang yang mengusung konsep “Konservasi-RekreasiEdukasi” itu bermula dari relokasi kebun binatang Tinjomoyo pada tahun 2006. Sedangkan versi berbeda tentang awal pembangunan Bonbin

Mangkang dilontarkan oleh Kusyanto. “Bonbin ini didirikan tahun 2005,” katanya. Kusyanto menjelaskan banyak hal tentang Bonbin. Salah satunya tentang koleksi satwa yang ada merupakan campuran satwa Indonesia dan luar negeri. Beragam satwa didatangkan dari Semarang dan sekitarnya, dari luar Jawa seperti dari Sumatra, Maluku dan Papua, bahkan dari India dan Afrika. “Yang eksotik misalnya Singa dari Afrika, gajah sumatera, harimau sumatera, harimau benggala dari India, jenis burung paruh bengkok dari Indonesia bagian Timur (papua, maluku)”, beber alumni UNDIP tahun 1987 itu. Selain itu, binatang-binatang yang ada di Bonbin Mangkang juga dikembangbiakkan, contohnya buaya. Anak-anaknya sudah menetas 3 kali, yakni tahun 2011 menetas 39, tahun 2012 menetas 10, tahun 2013 (05/12/2013) menetas 27. Hal ini sesuai dengan fungsi Bonbin Mangkang sebagai tempat konservasi.

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

27

EDUKASI


LAPORAN KHUSUS Kebun binatang dengan luas area 10 Ha tersebut lebih sempit jika dibanding Kebun Binatang Gembira Loka di Jogjakarta, dan Kebun Binatang Ragunan di Jakarta. Namun hal itu tak lantas membuat Bonbin Mangkang sepi pengunjung.

cuacanya tidak mendukung alias sedang hujan. Mungkin saja bisa beralih rencana. Yang semula ingin ke bonbin malah ke mall. Yang sudah booking ya tidak bisa berubah rencana,” imbuh pria yang kini sibuk beternak buaya itu.

“Pengunjung kebanyakan anak-anak SD, TK, bersama keluarga. Biasanya anak-anak tersebut berwisata satu paket, misalnya Bonbin Mangkang satu paket wisata dengan bandara

Kendati tengah gerimis, Bonbin Mangkang tetap dipadati pengunjung. Terutama anak-anak beserta keluarganya yang sedang menikmati liburan semester. Ini membuktikan bahwa keberadaan

Dok. Edukasi

Anak-anak biasanya ditemani orang tua ketika berkunjung. Orang tua memperkenalkan keragaman hewan melalui kunjungan ke Bonbin Mangkang. Balita ini misalnya, tengah diperkenalkan dengan burung kakaktua

Ahmad Yani, Masjid Agung, pantai,” tutur Kusyanto yang ditemui tim laporan (22/12/2013) di sela-sela jam istirahat. Kepala UPTD lulusan UNDIP Peternakan itu juga menuturkan, bila dibanding dengan hari biasa, hari liburan seperti akhir pekan maupun liburan sekolah, pengunjung melonjak tajam. “Pagi sampai siang ini ramai sebab anak-anak sudah liburan. Tapi kita tidak tau,

EDUKASI

28

Bonbin Mangkang masih diminati masyarakat, khususnya di Semarang dan sekitarnya. Seperti Firman dan Yogi, anak-anak asal Purwodadi itu rela datang jauhjauh ke Semarang untuk liburan ke Bonbin Mangkang. “Kami datang dengan orang tua,” kata mereka sambil melihat-lihat induk buaya muara yang anakanaknya baru menetas awal Desember lalu. Kegembiraan juga terpancar

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

dari serombongan anak-anak sekolah menengah yang berkunjung pada hari yang sama. Muhammad Sutrisman atau Sutris, begitu akrabnya. Salah satu siswa SMP Islam Al-Fadila Demak yang kami wawancarai begitu antusias bercerita tentang pengalamannya di Bonbin Mangkang. “Saya datang bersama guru-guru dan teman-teman. Senang rasanya bisa main ke bonbin, bisa liat-liat satwa, apalagi harimau,” tutur siswa kelas 7 itu. Di hari lain, namun masih dalam suasana liburan. Bonbin Mangkang selalu ramai wisatawan. Selain fungsinya sebagai tempat konservasi satwa, Bonbin Mangkang juga untuk sarana belajar anak mengenal satwa dan wahana rekreasi yang menarik. Apalagi kini Bonbin Mangkang sudah dilengkapi dengan waterboom, bebek air, delman, kereta motor, dan masih banyak wahana lain yang tentunya murah meriah. Itulah mengapa salah satu pengunjung, Ibu Khoswaroh sengaja datang dari Jepara mengajak putrinya beserta keempat keponakannya berkunjung ke Bonbin Mangkang ini. “Saya datang sekeluarga untuk rekreasi sekaligus mengenalkan anak dan keponakan saya aneka satwa yang ada di kebun binatang ini”, ungkapnya. Kuantitas pengunjung Bonbin Mangkang membludak bila musim liburan sekolah tiba, tahun baru, hari raya, akhir pekan maupun hari libur nasional lainnya. Terbukti jika dikalkulasi hingga Agustus 2013, jumlah pengunjung Bonbin Mangkang sudah mencapai 202.419 p e n g u n j u n g (kebunbinatangsemarang.com).


LAPORAN KHUSUS

Dok. Edukasi

Beberapa spesies hewan yang ada di Bonbin Mangkang. (1) Elang Hitam (2) Kura-kura (3) Burung Merak (4) Gajah Sumatera

(1) Mengingat Bonbin Mangkang ini di bawah pengelolaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Semarang, tentu angka pengunjung yang fantastis tersebut menyumbang nominal yang tidak sedikit untuk kas daerah. Oleh karena itu, pemkot perlu meningkatkan perhatian terhadap Bonbin Mangkang, terutama soal pengelolaan satwa, penambahan wahana maupun menggelar event yang menarik bagi wisatawan.

(2)

aspek yang biasa disebut dengan 4A, yaitu: Atraksi, Aksesbilitas, Aktivitas, dan Amenitas (sarana prasarana dan fasilitas).

Menurut penuturan Kusyanto, Bonbin Mangkang akan jadi swasta agar lebih profesional. “Pegawainya nanti terserah swasta. Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang sekarang bekerja di bonbin akan ditarik ke dinas,” tuturnya.

“Untuk Bonbin Mangkang sendiri menurut saya jika dikorelasikan dengan empat aspek di atas hanya aspek aksesbilitas saja yang baik karena memang lokasinya yang terletak di pinggir jalan Pantura dan berseberangan dengan terminal Mangkang,” jelas pria yang juga aktif di Ikatan Akuntan Indonesia itu. Sedangkan dari aspek lainnya Bonbin Mangkang masih belum terpenuhi, karena atraksinya masih minim, aktivitas pengunjungnya hanya kunjungan-kunjungan biasa, dan amenitasnya kurang lengkap. Jadi masih harus dikembangkan oleh pengelola untuk memenuhi empat aspek tersebut.

Mengetahui hal itu, tim laporan kemudian menemui Hendrajaya, pengamat pariwisata Semarang untuk mendengar tanggapannya. Menurut Hendarajaya, fungsi dari Bonbin Mangkang belum optimal. Secara teori, sebuah daerah akan menjadi daerah tujuan wisata (destinasi) apabila sudah mempunyai daya tarik. Adapun daya tarik dalam wisata didukung oleh empat

Hendrajaya mengungkapkan bahwa usaha pemkot Semarang sendiri masih belum maksimal dan perlu terus ditingkatkan, terutama dalam manajemennya. Ia menerangkan lebih lanjut, dalam manajemen pariwisata sendiri secara teori ada empat aspek, yang biasa disebut dengan 4P, yaitu: Product, Price, Place, dan Promotion. “Dalam hal ini untuk Bonbin Mangkang aspek manajemen yang

Belum Optimal

(4)

(3)

sangat perlu ditingkatkan adalah manajemen promosinya,” ujarnya saat ditemui tim laporan di kediamannya di Gunung Pati. Hendrajaya menilai promosi Bonbin Mangkang selama ini masih minim. “Saya belum pernah menemukan paket wisata Kota Semarang yang di sana terdapat wisata Kebun Binatang Mangkang. Paling-paling biasanya hanya Lawang Sewu, Klenteng Sam Poo Kong, Wihara Ujung Batu, Gereja Blenduk, dan Masjid Agung Jawa Tengah,” ungkapnya. Melihat fakta itulah, perlu promosi yang lebih gencar. “Promosi dapat dilakukan dengan cara publikasi diadakannya event di Kebun Binatang Mangkang, seperti event “Dunia Lain” yang pernah dilakukan di Lawang Sewu yang dampak baiknya dapat memperkenalkan wisata Lawang Sewu ke publik secara lebih luas,” pungkasnya.[E]

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

Laporan: Fikri, Slamet, Lutfi, Sulis, Novia

29

EDUKASI


Dok. Edukasi

WAWANCARA

HENDRAJAYA:

PROMOSI HARUS GENCAR Jumat, 27 Desember 2013, kru majalah Edukasi yakni Fikri Huda Bakhtiar dan Slamet Luqman Hakim berbincang-bincang dengan Bapak Hendrajaya, SE, MM, Akt, tentang “Potensi Bonbin Mangkang sebagai Obyek Wisata Kota Semarang”. Dikunjungi di kediaman beliau di Jl.Sekargading Barat, RT.3 RW.3 Kalisegoro, Gunungpati, Semarang, Bapak Hendrajaya dengan gamblangnya menjelaskan beberapa hal berikut ini:

EDUKASI

30

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013


Dok. Edukasi

Bagaimana menurut bapak pengembangan potensi wisata di kota Semarang, khususnya Kebun Binatang Mangkang? Secara teori, sebuah daerah akan menjadi daerah tujuan wisata (destinasi) apabila sudah mempunyai daya tarik. Adapun daya tarik dalam wisata didukung oleh empat aspek yang biasa disebut dengan 4A, yaitu: Atraksi, Aksesbilitas, Aktivitas, dan Amenitas (sarana prasarana dan fasilitas). Untuk Kebun Binatang Mangkang sendiri menurut saya jika dikorelasikan dengan empat aspek di atas hanya aspek aksesbilitas saja yang baik karena memang lokasinya yang terletak di pinggir jalan Pantura dan berseberangan dengan terminal Mangkang. Namun, dari aspek lainnya Kebun Binatang Mangkang masih belum terpenuhi, karena atraksinya masih minim, aktivitas pengunjungnya hanya kunjungan-kunjungan biasa, dan amenitasnyan kurang lengkap. Jadi masih harus dikembangkan oleh pengelola Kebun Binatang Mangkang untuk memenuhi empat aspek tersebut. Bagaimana bapak melihat keseriusan Pemerintah Kota Semarang dalam mengelola pariwisata kota Semarang, khususnya Kebun Binatang Mangkang? Masih belum maksimal dan perlu terus ditingkatkan, terutama dalam manajemennya. Dalam manajemen pariwisata sendiri secara teori ada empat aspek, yang biasa disebut dengan 4P, yaitu: Product, Price, Place, dan Promotion. Dalam hal ini untuk Kebun Binatang Mangkang aspek manajemen yang sangat perlu ditingkatkan adalah manajemen promosinya. Sampai sejauh ini promosi dari Kebun Binatang Mangkang masih minim. Saya belum pernah menemukan paket wisata Kota

Semarang yang di sana terdapat wisata Kebun Binatang Mangkang. Paling-paling biasanya hanya Lawang Sewu, Klenteng Sam Poo Kong, Wihara Ujung Batu, Gereja Blenduk, dan Masjid Agung Jawa Tengah. Promosi dapat dilakukan dengan cara publikasi diadakannya event di Kebun Binatang Mangkang, seperti event “Dunia Lain� yang pernah dilakukan di Lawang Sewu yang dampak baiknya dapat memperkenalkan wisata Lawang Sewu ke publik secara lebih luas. Bagaimana menurut bapak apabila Kebun Binatang Mangkang diambil alih oleh investor? Kalau menurut saya hal tersebut dapat menjadi salah satu solusi, namun harus menguntungkan berbagai pihak, baik pemerintah, investor, maupun masyarakat. Dan tentunya harus mempunyai Memorandum of Understanding (MOU) yang jelas. Pemerintah Kota Semarang mungkin menyayangkan apabila Kebun Binatang Mangkang diambil alih oleh pihak investor, atau mungkin juga prospek ke depan Kebun Binatang Mangkang yang kurang menjanjikan sehingga belum ada investor yang ingin berinvestasi di Kebun Binatang Mangkang. Bagaimana harapan bapak terhadap Pemerintah Kota Semarang untuk kemajuan pariwisata Kota Semarang, khususnya Kebun Binatang Mangkang? Harapan saya, pengelolaan, pengembangan, dan promosi Kebun Binatang Mangkang harus lebih ditingkatkan. Sebagai perbandingan, kita dapat studi banding ke Kebun Binatang Gembira Loka di Jogjakarta dan Kebun Binatang Ragunan di Jakarta. Kemudian juga kebun Binatang Mangkang sepi karena memang wisata kebun binatang sudah ada di tiap-tiap kota besar, jadi kurang ada khasnya.[E]

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

31

EDUKASI


ARTIKEL

Dongkrak Eksistensi Bonbin Mangkang Oleh: Lulu Fiddariya* Bonbin Mangkang belum cukup profesional untuk jadi destinasi. Hal itu karena Bonbin baru memenuhi aspek “lokasi yang strategis”. Selain itu, perhatian Pemkot pun masih kurang. Maka, perlu usaha keras dan perhatian lebih dari Pemkot untuk mendongrak popularitas Bonbin.

S

eiring gencarnya promosi “Ayo Wisata ke Semarang” oleh pemerintah provinsi, pembenahan dalam bidang kebudayaan dan pariwisata semakin giat dilakukan di berbagai daerah di Jateng. Salah satu sasaran pengembangan potensi wisata daerah Jateng ialah Kota Semarang. Sebagai ibukota provinsi, Kota Semarang memiliki beberapa objek wisata yang cukup popular di kalangan masyarakat seperti Lawang Sewu, Wihara Ujung Batu, klenteng Sam Poo Kong, Masjid Agung Jawa Tengah, Kebon Taman Marga Satwa Semarang dan lain-lain. Biasanya, untuk berkunjung ke tempat-tempat wisata tersebut, pengunjung dapat pergi sendiri dengan keluarga atau memesan jasa paket wisata. Di antara tempat-tempat wisata di Semarang, yang menarik perhatian penulis ialah Taman Marga Satwa Semarang. Keberadaannya sebagai ikon wisata keluarga di Semarang tentu perlu ditilik. Selain berdiri di kota yang cukup banyak obyek wisata, tentunya semakin banyak pula game canggih, mall, dan wahana modern yang menarik bagi

EDUKASI

32

anak, lantas bagaimana dengan eksistensi Taman Marga Satwa di tengah gempuran persaingan yang ketat itu. Ragam Wahana Kebun Binatang Semarang dikenal dengan nama Bonbin Mangkang dan Taman Marga Satwa Semarang. Bonbin Mangkang memiliki daya tarik bagi wisatawan karena letaknya yang strategis, yakni berada di jalur pantura, Jalan Raya Semarang-Kendal Km.18, tepatnya di seberang Terminal Mangkang. Faktor jarak antara kandang satwa satu dengan lainnya yang berdekatan, fasilitas rekreasi anak yang lengkap, serta harga tiket yang murah dan terjangkau lapisan masyarakat (hanya 5 ribu rupiah), menjadikan Bonbin Mangkang sebagai tujuan wisata utama. Di Bonbin Mangkang terdapat 40 jenis satwa yang berasal dari daerah di Indonesia maupun luar negeri. Satwa yang ada juga bukan satwa biasa, melainkan satwa langka yang eksotik. Misalnya, gajah dan harimau Sumatera, harimau Benggala dari India, buruh paruh bengkok dari Indonesia Timur seperti Maluku dan Papua, dan masih banyak lagi.

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013


Selain mendatangkan satwa dari berbagai daerah, Bonbin Semarang kini sudah memiliki tenaga ahli yang mampu mengembangbiakan sendiri binatang-binatang tertentu, contohnya buaya muara. Seperti dimuat di tribunjateng.com (5/12/13), buaya yang sudah berusia 40 tahun itu ternyata masih produktif. Buaya menghasilkan telur sejumlah 40 pada 5 Desember 2013, namun yang menetas hanya 27 ekor. Selain rekreasi edukatif dengan melihat beragam satwa, pengunjung Bonbin Mangkang juga dapat menikmati wahana menarik dan tentunya tidak perlu merogoh kocek dalamdalam. Itu karena pengunjung dapat menikmati wahana yang ada mulai dari Rp 3.000,00 sampai dengan Rp 10.000,00 saja. Namun, karena sasaran utama promosi Bonbin Mangkang ini adalah anak-anak PAUD, TK, SD, dan keluarga, maka sebagian besar wahana yang disediakan pengelola memang untuk anak-anak. Wahana tersebut antara lain kereta wisata, film satwa, naik perahu motor, becak air, bendi wisata, naik gajah, naik kuda, flying fox, dan water boom. Jika dilihat, pihak pengelola selalu berupaya meningkatkan fasilitas dan pelayanan untuk meningkatkan kuantitas pengunjung. Tujuannya untuk menciptakan kesadaran masyarakat tentang Taman Marga Satwa sebagai tempat konservasi, pendidikan, riset dan penelitian, serta tempat rekreasi yang sehat, bersih, dan murah. Namun, pengakuan Kepala UPTD tentang akan diambil alihnya Bonbin Mangkang oleh investor beberapa tahun mendatang sungguh meresahkan. Aset Daerah Bonbin Semarang sudah berdiri sejak tahun 2006 di bawah naungan Dinas Pariwisata Pemkot Semarang. Dengan mengusung jargon “Konservasi, rekreasi, dan edukasi�, Bonbin Semarang tidak pernah sepi pengunjung. Apalagi bila hari libur sekolah, hari raya, dan tahun baru, pengunjung membludak. Seperti berita yang ditulis Hartoko Edo di website resmi Bonbin Semarang. Dalam satu

hari di libur lebaran tahun 2013 ini jumlah pengunjung mencapai 16 ribu orang, dalam sepekan mencapai 73.003 orang, dan total pengunjung pada musim lebaran 2013 ialah 79.333 orang dengan income sebesar Rp. 85.866.250,- (www.kebunbinatangsemarang.com). Angka pemasukan yang fantastis itu menunjukkan bahwa Bonbin Semarang masih menjadi primadona masyarakat. Melihat hal ini, jelas bahwa Bonbin Semarang adalah aset daerah yang harus dipertahankan. Meskipun bila dikaitkan dengan teori bahwa sebuah tempat wisata akan menjadi daerah tujuan wisata yang menarik karena 4A, yakni Atraksi, Aksebilitas, Aktivitas, dan Amenitas (sarana dan prasarana), Bonbin Mangkang masih jauh dari kategori baik. Hal itu karena Bonbin hanya memiliki satu aspek, yakni aksesbilitas atau keterjangkauan lokasi. Sementara perhatian dari pemkot juga kurang. Dalam manajemen pariwisata, ada empat aspek yang perlu diperhatikan diantaranya: product, price, place, dan promotion. Misalnya dari segi promosi, jika dibandingkan dengan tempat wisata di Semarang seperti Lawang Sewu dan Sam Poo Kong, promosi Bonbin Mangkang belum maksimal. Oleh karena itu, pemkot Semarang harus serius mengelola dan memanajemen aset daerah. Intensitas dan perluasan wilayah promosi serta menyelenggarakan berbagai event menarik di Bonbin Mangkang perlu dilakukan untuk mendongkrak popularitas Bonbin Mangkang. Kendati masih perlu pengembangan intensif, dan hanya memiliki keunggulan dalam akses, Bonbin Mangkang tetaplah aset Kota Semarang. Pemkot harus sepenuh hati dalam mengelola aset daerah. Pemkot sebagai lembaga yang menaungi, sudah semestinya berkaca pada manajemen Bonbin di kota-kota lain, misalnya Bonbin Ragunan di Jakarta atau Bonbin Gembira Loka di Yogyakarta. Dengan begitu, Bonbin akan menjadi destinasi tidak hanya wisatawan lokal Semarang, namun juga wisatawan luar Semarang.[E] *Penulis adalah Mahasiswi PAI semester VI

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

33

EDUKASI


LAPORAN KAMPUS

TES BAHASA JADI SYARAT UJIAN KOMPREHENSIF Input mahasiswa IAIN Walisongo Semarang sebagian besar berasal dari MA. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa yang berasal dari SMA/SMK juga banyak. Kemampuan berbahasa Inggris dan Arab yang dimiliki pun beragam. Latar belakang itu semestinya menjadi pertimbangan bagi birokrasi kampus sebelum menetapkan kebijakan wajib mengambil tes Bahasa Inggris (TOEFL) dan Bahasa Arab (TOAFL) bagi mahasiswa yang akan ujian komprehensif.

U

ntuk menguji sekaligus mengukur kemampuan berbahasa, ada beberapa jenis tes yang biasa ditempuh. Bila ingin menguji kemampuan berbahasa Inggris, maka harus mengikuti Test of English as a Foreign Language disingkat TOEFL. Bila ingin menguji kemampuan

EDUKASI

34

berbahasa Arab, maka harus mengikuti Test of Arabic as a Foreign Language (TOAFL). Pada umumnya, TOAFL belum sepopular TOEFL. Sistem tes TOAFL sendiri hampir mirip dengan TOEFL, yakni berbasis multiple choice. Namun, sistem tes yang berbasis multiple choice ini sebenarnya masih diragukan.

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

Seperti yang diberitakan oleh website resmi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus, UIN Jakarta yang selama ini telah merintis TOAFL saja ternyata menuai banyak kritik (www.stainkudus.ac.id). Hal itu terjadi karena dengan sistem multiple choice peserta tes bisa menduga jawabannya sehingga


Dok. Edukasi

kemampuan real dari peserta kurang terjamin. Alis Asikin, dosen Pendidikan Bahasa Arab (PBA), IAIN Walisongo Semarang saat mengisi workshop pengenalan TOAFL di STAIN Kudus (18/09/13) memaparkan pentingnya suatu sistem pengukuran kemampuan Bahasa Arab bagi orang-orang yang berbahasa non-Arab. Selama ini sistem tersebut belum terumuskan dengan baik sebagaimana Bahasa Inggris. Alis pun memperkenalkan TOAFL versi IAIN Walisongo yang disebut Ikhtibar Mi'yari al-Kafa'ah fi al-lughah al-Arabiyyah atau IMKA (www.stainkudus.ac.id). Melihat pentingnya kemampuan berbahasa di era global ini, maka IAIN Walisongo akan diterapkan kebijakan baru yang mewajibkan mahasiswanya memiliki sertifikat TOEFL dan TOAFL. Sertifikat tersebut nantinya digunakan sebagai syarat untuk mengikuti ujian komprehensif. Sayangnya, sebagian besar mahasiswa belum mengetahui soal kebijakan kampus tersebut. Bahkan, menurut beberapa mahasiswa kabar penerapan kebijakan tersebut masih simpang siur. Kepala Pusat Pengembangan Bahasa (PPB) IAIN Walisongo, Muhyar Fanani membenarkan kabar tentang tes bahasa bagi mahasiswa. “Pemberlakuan sertifikat TOEFL dan IMKA akan diterapkan kepada mahasiswa sebagai syarat ujian komprehensif di IAIN Walisongo mulai dari angkatan 2012 ke atas,” ungkapnya saat ditemui tim laporan di kantor PBB, Kampus 3 (12/12/13). Muhyar juga mengungkapkan bahwa

kebijakan diterapkan hanya bagi mahasiswa angkatan 2012 karena mereka sudah mendapat Panduan Intensif Bahasa (PIB). Sementara untuk angkatan sebelumnya tidak diwajibkan, kecuali bila dekan fakultas menghendakinya. Muhyar menerangkan lebih lanjut mengenai tujuan diberlakukannya sertifikat TOEFL dan IMKA. Selain untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam berbahasa, baik itu Bahasa Indonesia, Bahasa Arab, maupun Bahasa Inggris. Tes bahasa juga bertujuan untuk menciptakan lulusan yang berkompeten sesuai bidangnya yang disertai dengan kemampuan berbahasa Arab dan Bahasa Inggris yang baik. “Jadi, lulusan IAIN Walisongo ada nilai plus-nya,” kata Muhyar.

“Tes bahasa juga bertujuan untuk menciptakan lulusan yang berkompeten sesuai bidangnya yang disertai dengan kemampuan berbahasa Arab dan Bahasa Inggris yang baik”. Dr. Muhyar Fanani Kepala Pusat PPB IAIN Walisongo

Standarisasi Tes Di IAIN Walisongo Semarang, ada PIB yang merupakan program pembelajaran bahasa. PIB ini menekankan pada peningkatan skill tertentu dalam berbahasa. Penerapan PIB dilakukan secara terprogram dan berkesinambungan yang diakhiri dengan pencapaian sertifikat IMKA untuk Bahasa Arab, TOEFL untuk Bahasa Inggris dan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) atau skor sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bagi sebagian besar civitas akademika, manfaat mengikuti TOEFL sudah banyak yang mengetahui atau bahkan merasakan. Fungsi tes TOEFL dan TOAFL selain untuk mengukur kemampuan dalam berbahasa Inggris dan Arab, sertifikat yang diperoleh setelah mengikuti tes TOEFL dan TOAFL juga dapat digunakan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan S.2. Biasanya, untuk lanjut ke S.2 dibutuhkan skor atau hasil TOEFL yang bagus, yakni berkisar antara 450 hingga 600 (zoneinggris.com). Sedangkan untuk hasil tes atau skor maupun sertifikat IMKA, tidak banyak yang tahu manfaatnya. Badriyah misalnya, mahasiswi PBA semester 3 ini tidak bisa menyebutkan manfaat tes IMKA selain untuk mengukur kemampuan berbahasa Arab. “Ya, hanya itu yang saya ketahui. Kalau sertifikat IMKA rasanya tidak seperti TOEFL yang bisa digunakan untuk melanjutkan pendidikan ataupun melamar pekerjaan,” terangnya. Pelaksanaan tes TOEFL dan IMKA yakni setelah mahasiswa lulus semua mata kuliah Program Intensif Bahasa Arab (PIBA) dan

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

35

EDUKASI


LAPORAN KAMPUS Program Intensif Bahasa Inggris (PIBI). Untuk menjamin standart mutu kemampuan calon alumni dalam Bahasa Inggris dan Arab itu, maka sebelum semester 6, setiap mahasiswa wajib melakukan tes TOEFL dan IMKA di PPB dengan biaya sendiri. Ketentuan tersebut tercantum dalam buku panduan PIB, cetakan ke-2, IAIN Walisongo 2013 pasal 12 ayat 4. Sedangkan untuk standart kelulusan skor IMKA minimal adalah 300. Apabila pada tes IMKA pertama mahasiswa belum mencapai skor 300, maka diberikan kesempatan mengulang tes 1 kali dalam 1 minggu kemudian. Apabila telah mengulang dan mahasiswa tetap belum mencapai skor IMKA, maka mahasiswa tersebut wajib mengikuti kursus IMKA di PPB. Demikian pula dengan TOEFL, dimana skor minimalnya adalah 400. Ketika tes TOEFL pertama mahasiswa belum mencapai skor 400, maka diberikan kesempatan mengulang tes 1 kali dalam 2 minggu kemudian. “Apabila mahasiswa belum berhasil melewati TOEFL dan IMKA, maka harus mengulangi tes,” tegas Kepala PPB. Berdasarkan penjelasannya lebih lanjut, untuk biaya pengulangan dikenakan biaya Rp 100.000,00 dan untuk mahasiswa yang remidi salah satunya dikenakan biaya Rp 50.000,00. Pro-Kontra Kebijakan kampus yang mewajibkan mahasiswa angkatan 2012 mengambil tes TOEFL dan IMKA menuai pro dan kontra. Di satu sisi, mahasiswa ingin meningkatkan kemampuan berbahasa,

EDUKASI

36

terutama Bahasa Arab. Namun di sisi lain, apabila dijadikan syarat mengikuti ujian komprehensif, mahasiswa juga merasa terbebani. Ditambah lagi banyak yang belum mengetahui soal kebijakan kampus tersebut. Nisa, mahasiswi jurusan Tadris Biologi (TB) angkatan 2012 mengatakan belum mengetahui adanya kebijakan mengambil tes TOEFL dan IMKA. Berbeda dengan Nisa, Soffa, mahasiswi angkatan 2012 jurusan PBA justru mengaku kalau ia sudah mengetahui bahwa tes bahasa

akan dijadikan syarat ujian komprehensif. Soffa juga mengaku bahwa ia sudah mendapat buku panduan PIB semester lalu. “Bukunya kecil, seperti buku saku. Setelah dapat, tergeletak,” tuturnya. Badriyah, teman sekelas Soffa yang ditemui tim laporan secara bersamaan di teras perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) juga mengatakan demikian. “Saat kuliah, dosen pernah menyinggung soal akan diberlakukannya kebijakan

Kebijakan kampus yang mewajibkan mahasiswa angkatan 2012 mengambil tes TOEFL dan IMKA menuai pro dan kontra. Di satu sisi, mahasiswa ingin meningkatkan kemampuan berbahasa, terutama Bahasa Arab. Namun di sisi lain, apabila dijadikan syarat mengikuti ujian komprehensif, mahasiswa juga merasa terbebani.

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013


Dok. Edukasi

Suasana UAS Bahasa yang dilaksanakan di GOR IAIN Walisongo tersebut, tapi tidak detail,” ujar Badriyah. Ketika diminta memberi pendapat tentang k e b i j a k a n k a m p u s memberlakukan kewajiban mengambil TOEFL dan IMKA bagi angkatannya, Badriyah setuju-setuju saja. Menurutnya, adanya tes tersebut untuk menguji kemampuan. Sedangkan apabila melihat background mahasiswa IAIN Walisongo yang beragam, mahasiswi PBA ini tidak mempermasalahkan. “Yang lulusan SMA juga banyak yang mondok, kemampuan Bahasa Arabnya jadi nggak terlalu buruk. Yang lulusan MA, juga

ada yang Bahasa Inggrisnya kurang lancar. Jadi, kalau ada tes bisa saling melengkapi. Kita juga bisa tau seberapa kemampuan kita,” tuturnya. Kontras dengan Badriyah, Nisa yang lulusan SMA tidak setuju bila ada TOEFL dan IMKA. “Kasihan yang basic-nya bukan dari pondok,” kata Nisa. Mahasiswi asal Semarang ini juga mengungkapkan bahwa dengan mengambil mata kuliah Bahasa Arab dan Bahasa Inggris semestinya sudah cukup. “Jadi tidak perlu ada tes,” pintanya. Melihat fenomena tersebut, Muhyar angkat bicara. “Menilik kemampuan mahasiswa

khususnya IAIN Walisongo yang didominasi lulusan dari SMA, merupakan hal yang relevan untuk menuju suatu perubahan,” jelas Kepala PPB ini. Muhyar berharap, melalui sistem pemberlakuan sertifikat TOEFL dan IMKA akan lahir lulusan baru yang berkompeten tinggi, khususnya dalam berbahasa. “Tes TOEFL dan IMKA menjadi tonggak awal menuju dunia kerja yang penuh persaingan,” imbuhnya.[E]

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

Laporan: Mieke dan Ika

37

EDUKASI


WAWANCARA

Dr. MUHYAR FANANI :

Dok. Istimewa

TOEFL DAN IMKA; JALAN MENUJU PERUBAHAN Wawancara dengan Kepala Pusat Pengembangan Bahasa (PBB), Dr. Muhyar Fanani Kebijakan mengambil tes Bahasa Inggris (TOEFL) dan tes Bahasa Arab (IMKA) bagi mahasiswa IAIN Walisongo Semarang sebagai syarat ujian komprehensif akan diterapkan pada mahasiswa angkatan berapa? “Pemberlakuan sertifikat IMKA (Ikhtibar Mi'yari al-Kafa'ah fi al-lughah al-Arabiyyah) dan TOEFL (Test of English as a Foreign Language ) akan diterapkan kepada mahasiswa IAIN Walisongo mulai dari angkatan 2012 ke atas” Kapan mahasiswa harus mengambil tes TOEFL dan IMKA? “Pelaksanaan tes IMKA dan TOEFL dilaksanakan setelah mahasiswa lulus semua mata kuliah PIBA (Program Intensif Bahasa Arab) dan PIBI (Program Intensif Bahasa Inggris)” Apa latar belakang ditetapkannya kebijakan tersebut? “Latar belakang adanya sertifikat IMKA dan TOEFL antara lain, untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam berbahasa, baik itu bahasa Indonesia, bahasa Arab maupun bahasa Inggris serta menciptakan lulusan yang

EDUKASI

38

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

berkompeten sesuai bidangnya yang disertai dengan kemampuan berbahasa arab dan bahasa inggris yang baik (nilai plus lulusan IAIN Walisongo)” Akan tetapi bagaimana dengan kemampuan berbahasa mahasiswa IAIN Walisongo yang beragam? Tak jarang yang kurang bisa berbahasa Arab, juga bahasa Inggris. “Menilik kemampuan mahasiswa khususnya IAIN Waisongo yang didominasi lulusan dari SMA, merupakan hal yang relevan untuk menuju suatu perubahan. Oleh karena itu, diharapkan melalui sistem pemberlakuan sertifikat IMKA dan TOEFL akan lahir lulusan baru yang berkompeten tinggi khususnya berbahasa yang nantinya bisa menjadi tonggak awal menuju dunia kerja yang penuh persaingan.” Bagaimana dengan biaya tesnya? “Untuk biaya pengulangan bagi mahasiswa yang tidak lulus dalam tes TOEFL dan IMKA dikenakan biaya Rp 100.000,00 dan untuk mahasiswa yang remidi salah satunya dikenakan biaya Rp 50.000,00” (selengkapnya baca buku Panduan Intensif Bahasa/PIB).[E] Laporan: Laila


Jurnalis Peduli Peradaban

Keluarga Besar LPM EDUKASI

Selamat &Sukses Mengucapkan

Atas Terpilihnya

OFTIANA IRAYANTI WARDANI Pemred Buletin Quantum (2013) dan Redaktur Majalah Edukasi (2014)

SEBAGAI KETUA

BEM FITK PERIODE 2014 SEMOGA AMANAH DALAM MENGEMBAN TUGAS DAN MAMPU MEMBAWA FITK MENUJU PERUBAHAN YANG LEBIH BAIK

Membaca, Membuka Jendela Dunia. www.lpmedukasi.com LPM Edukasi

@LPM_edukasi


ARTIKEL

Kemiskinan yang Menjanjikan Oleh: Cak Sum*

H

ingga abad 21, populasi penduduk Indonesia sudah melebihi dua ratus juta jiwa. Angka tersebut berhasil menembus ranking tiga besar dunia dalam kategori negara terpadat. Akan tetapi, rekor tersebut tidak bisa disebut prestasi. Jika dilihat dari segi untungrugi, keberadaan manusia yang melimpah dapat berdampak keduanya. Menjadi keuntungan bagi negara bila kualitas sumberdaya manusia tinggi. Sebaliknya, mendatangkan malapetaka jika populasi manusia yang melimpah itu berkualitas rendah. Otomatis, jalan raya peradaban penuh sesak oleh manusia-manusia pinggiran. Di Indonesia sendiri, kualitas manusia masih terbilang rendah. Hal itu terbukti dari angka enterpreneur yang kurang dari 2%, minimnya peneliti, dan tingginya angka kemiskinan. Orang yang tidak mampu ekonomi untuk memenuhi kebutuhan fisik dan gagal memenuhi hak-hak dasar disebut miskin. Menurut hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) periode September 2012 hingga Maret 2013, angka kemiskinan mencapai 28,07 juta jiwa atau 11,37 persen dari total penduduk Indonesia. Jumlah tersebut hanya sedikit berkurang bila dibandingkan dengan tahun 2012. Persentase penduduk miskin tahun 2013 yakni 0,29% atau 0,52 juta jiwa. Penurunan itu tidaklah signifikan. Sebab, sampai detik ini masih banyak gelandangan dan pengemis (gepeng) yang berkeliaran. Keberadaan gepeng tidak bisa dianggap sepele. Hadirnya di lokasi-lokasi ramai dan strategis seperti lampu merah dan tempat wisata menunjukkan bahwa potret nyata bangsa Indonesia belumlah sejahtera. Kendati dijuluki “tanah surga�, di negara yang gemah ripah loh jinawi

EDUKASI

40

ini, rakyatnya masih banyak yang kelaparan, dan terbelenggu kemiskinan. Sementara di sisi lain, sekelompok orang dan korporat semakin kaya. Mereka bagai manusia liar yang memangsa hakhak yang mestinya untuk rakyat. Ironis Penduduk miskin kota menurut perhitungan BPS pada September 2012 berjumlah 10,51 juta jiwa. Sementara di 2013 (Maret) berjumlah 10,33 juta jiwa. Melihat data tersebut, jumlah penduduk mikin di perkotaan mengalami penurunan yang tidak signifikan, yakni hanya 0,18 juta jiwa. Masih dari laporan BPS, jumlah penduduk miskin di pedesaan ialah 18,09 juta jiwa (September 2012) dan menurun 0,35 juta jiwa menjadi 17,74 juta jiwa (Maret 2013). Ini berarti, penurunan yang terjadi belumlah berarti. Maka tak heran bila gepeng tetap eksis beroperasi. Sebab, baik di perkotaan maupun pedesaan angka penduduk miskin masih tinggi. Orang miskin yang tidak bisa bekerja entah karena ketidakberdayaan fisik, maupun karena tidak tersedianya lapangan pekerjaan, tentu dapat mendorongnya berbuat apa saja. Misalnya, demi memenuhi kebutuhan hidupnya, ia rela mengamen, mengemis, atau bahkan yang lebih miris lagi! Menjadi gelandangan. Jika tidak demikian, maka ada cara lain yang tidak lazim digunakan untuk menghidupi diri, yakni dengan merampas hak orang lain (baca: mencopet/mencuri). Inilah mengapa angka kriminalitas yang tinggi selalu dikaitkan dengan angka kemiskinan yang tinggi. Itu karena keduanya berbanding lurus. Kemudian, berbicara mengenai kemiskinan,

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013


ada yang menarik dari fenomena yang membudaya di negara kita ini. Pertama, status “miskin” ibarat alat memperolah jaminan atau bantuan gratis dari pemerintah. Apalagi saat ini pemerintah “baik hati” membantu orang miskin. Misalnya melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT), beras miskin (raskin), jaminan kesehatan gratis (jamkesmas), dan yang terbaru ialah program BPJS. Dengan adanya program-program tersebut, banyak yang berlombalomba mendaftarkan diri sebagai warga miskin. Bahkan, ada yang rela memiskinkan diri, padahal tergolong mampu. Kedua, kemiskinan membuat mental masyarakat Indonesia menjadi mental pengemis. Seperti pernah dibahas oleh Abdulla Badri dalam koran harian Radar Surabaya, 29 Agustus 2010, Kemiskinan Yang Mengembirakan. Ia menyampaikan bahwa pada kenyataannya, pengemis tidak selamanya harus dibantu. Sebab belum tentu ia layak dibantu. Sempat pula ditayangkan dua orang pengemis di kota metropolitan dalam acara TV, Hitam Putih di Trans7 beberapa waktu lalu. Ketika ditanya, penghasilan mereka dalam sehari bisa mencapai 500 ribu rupiah. Jika sedang sepi sekitar 200 ribu. Sungguh mencengangkan. Bila dikalkulasi, dalam seminggu saja sudah tiga jutaan. Belum lagi kalau sudah sebulan. Penghasilan pengemis yang menggiurkan itu akhirnya membentuk mindset bahwa mengemis adalah profesi yang menjanjikan. Daripada harus bekerja banting tulang sedang upahnya tak seberapa, mereka lebih memilih mengemis. Alur berpikir semacam ini perlu dibenahi agar bangsa Indonesia tidak semakin dipandang sebelah mata oleh warga dunia. Indonesia sudah popular sebagai negara korup. Jangan sampai kemudian terkenal pula sebagai negara pengemis. Dikebiri Sudah jelas termaktub dalam landasan konstitusional bahwa fakir miskin dan anak terlantar dijamin dan dipelihara oleh negara. Akan tetapi, faktanya negara kurang tanggap. Sebenarnya niat pemerintah mengulurkan bantuan kepada kaum miskin yang terwujud dalam bentuk BLT, dan sebagainya adalah sedikit keliru. Perlu disadari bahwa program bantuan berkala oleh pemerintah itu justru meninabobokan. Yang miskin malah semakin “dimanja” dengan bantuan. Alhasil, mereka malas berusaha untuk meningkatkan taraf hidupnya.

Bantuan pemerintaj akan bermanfaat bila berbentuk pelatihan usaha dan sejenisnya. Pengembangan keterampilan dan kreativitas ini penting untuk bekal bagi si miskin. Selain itu, penempaan mental juga penting dilakukan agar mental si miskin tidak terbiasa mengemis. Dengan pelatihan usaha dan penempaan mental, si miskin bisa lebih percaya diri melawan kemiskinan. Adapun larangan memberi bantuan (baca: uang) kepada pengemis sudah lama ada. Hanya saja, peraturan itu tak dihiraukan oleh mereka yang terlanjur merasakan manisnya hasil mengemis. Untuk lebih jelas, larangan mengemis atau menggelandang diatur dalam Pasal 504 dan Pasal 505 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Buku ke-3 tentang Tindak Pidana Pelanggaran.

PASAL 504 KUHP (1)Barang siapa mengemis di muka umum, diancam karena melakukan pengemisan dengan pidana kurungan paling lama enam minggu. (2) Pengemisan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih, yang berumur di atas enam belas tahun, diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan.

PASAL 505 KUHP (1)Barang siapa bergelandangan tanpa pencarian, diancam karena melakukan pergelandangan dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan. (2)Pergelandangan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih, yang berumur di atas enam belas tahun diancam dengan pidana kurungan paling lama enam bulan. Di daerah sendiri juga ada peraturan serupa. Misalnya peraturan No.8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum di DKI Jakarta. Dengan adanya larangan mengemis dan memberi pengemis, setidaknya dapat memberi efek jera dan tidak berniat mengulangi hal yang sama. Namun, peraturan harusnya juga dibarengi sosialisasi dan pengawalan. Jika larangan itu diberlakukan, maka harus ada langkah konkret untuk mengubah kehidupan dan kebiasaan pengemis.[E] *Penulis adalah mahasiswa PBA semester V

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

41

EDUKASI


Kolom EDUKASI

PILIH UNTUNG ATAU BUNTUNG Oleh : Sulis Isti'anah*

M

asih teringat ungkapan salah satu tokoh dari film “Rectoverso� yang kurang lebih berbunyi, “Aku memiliki seorang teman. Yang sangking miskinnya, Ibunya hanya mampu membelikan dia punggung ayam untuk lauk. Tidak pernah sekalipun dia bisa menikmati dagingnya. Sehingga dia mengira kalau ayam hanya memiliki punggung saja. Temanku itu masih beruntung dibandingkan aku. Karena aku hanya bisa mencintai seseorang yang hanya bisa aku lihat dari punggungnya saja, tanpa bisa memilikinya�. Dari ungkapan itu, sang tokoh menganggap temannya yang miskin masih lebih beruntung daripada dirinya. Untung dan Buntung Di dalam hidup memang terdapat dua hal yang selalu ada. yaitu untung dan sial. Atau lebih mudah menyebutnya dengan untung dan buntung. Dua kata ini bagaikan dua buah sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Banyak orang beranggapan, untung selalu berdekatan dengan semua hal yang baik. Sedangkan buntung selalu identik dengan sesuatu yang buruk.

EDUKASI

42

Berangkat dari hal di atas, mungkin kita beranggapan bahwa sebagai warga Indonesia kita belum beruntung. Karena masih banyak permasalahan yang berimbas pada rakyat. Khususnya kalangan menengah ke bawah. Meskipun pemimpin bangsa ini sudah berganti beberapa kali, tetapi banyak rakyat Indonesia yang masih berkutat pada kemiskinan, kesengsaraaan, dan kebodohan. Maka tidak heran, menjelang pemilu seperti sekarang ini, merupakan angin segar bagi kebanyakan masyarakat Indonesia. Mereka berharap dengan bergantinya pemimpin, akan membawa perubahan yang lebih baik bagi Bangsa ini. Penulis tidak hendak membicarakan lebih lanjut tentang permasalahan bangsa yang rumit dan pelik itu. Karena penulis hanya akan melihat dari sisi untung dan buntungnya saja. Berbicara masalah untung dan buntung, penulis teringat dengan sebuah dongeng yang dulu sering diceritakan Ayah penulis sebelum tidur. Dongeng itu mengisahkan tentang seorang kakek tua yang hidup bersama anak laki-laki dan seekor kuda. Suatu hari, kuda satu-satunya itu terlepas dan melarikan diri ke hutan. Kakek

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

tua tidak merasa sial dan bersedih karena kehilangan kudanya. Sehari kemudian, kuda tersebut kembali dengan membawa sepuluh ekor kuda liar. Sehingga sekarang, sang kakek memiliki sebelas ekor kuda. Kali inipun sang kakek tidak merasa untung dan senang. Dia hanya menanggapinya biasa saja. Sore harinya si anak laki-laki melatih salah satu kuda liar dengan berusaha menungganginya. Tapi sayang, kuda tersebut sulit untuk dijinakkan. Bahkan si anakpun terjatuh dan mengalami patah tulang kaki, sehingga dia menjadi cacat. Menghadapi kenyataan bahwa sang anak akan cacat seumur hidupnya merupakan pukulan berat bagi setiap orang tua. Tapi sekali lagi Kakek tua itupun tidak merasa sial apalagi bersedih. Tidak lama setelah itu, datang utusan dari kerajaan yang membawa perintah wajib berperang bagi semua pemuda yang sehat jasmani maupun rohaninya. Seseorang yang pergi berperang, tidak akan bisa dipastikan kembali dengan selamat. Karena anak laki-laki sang Kakek cacat, maka dia tidak wajib ikut berperang. Sebagai orang tua, seharusnya sang kakek senang,


karena tidak perlu khawatir kehilangan anak. Tetapi kali inipun sang kakek tetap tidak merasa beruntung dan senang. Sin Chan, tetangga sang kakek yang sudah lama menyaksikan kejadian demi kejadian yang menimpa dan sikap sang kakek, tidak kuat lagi menahan penasaran. Maka diapun mengunjungi kakek dan bertanya, “ Kakek, mengapa ketika anda mendapatkan keberuntungan anda tidak merasa senang, dan ketika mendapatkan kesialan anda tidak merasa sedih ?� Mengapa saya harus merasa gembira atau bersedih, sedangkan saya tidak tahu, yang mana dikatakan keberuntungan dan yang mana dikatakan kesialan�, Jawab sang Kakek. Sikap dan ungkapan kakek itu sangat bijaksana menurut penulis. Karena memang tidak ada yang tahu kapan dan dimana seseorang dikatakan untung dan buntung. Hari ini boleh saja beruntung, tetapi sedetik kemudian, bisa saja keberuntungan itu berubah menjadi kesialan. Rela Menerima Hidup adalah masalah, begitu kata yang sering kita dengar. Melihat permasalahan hidup dari kacamata untung dan buntung tidak akan pernah ada habisnya. Dalam sehari, bisa saja kita mengalami seratus keberuntungan dan kebuntungan bahkan lebih. Ada cara bijak untuk menghadapi hidup. Yaitu dengan mencoba menerima apa yang telah terjadi dan tidak mempedulikan untung dan buntungnya. Saat kita mengalami keberuntungan, anggap saja itu adalah awal dari

kebuntungan. Sehingga bisa mempersiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan selanjutnya. Sebaliknya ketika kita buntung, itu merupakan keberuntungan yang tertunda. Dengan tidak mempedulikan untung dan buntung sebuah kehidupan itu, akan menjadikan kita selalu menerima dan bersyukur atas apa yang telah digariskan Tuhan. Dengan demikian, kita dapat merasakan ketenangan dan kebahagiaan. Kedua hal ini tidak terdapat pada seberapa banyak materi yang kita punya atau seberapa tinggi jabatan yang kita miliki. Tetapi terletak pada hati masingmasing individu. Banyak orang yang menurut penglihatan orang lain seharusnya tenang dan

apapun yang dia mau. Tetapi tidak, karena pada tahun 1802 Nicolas mati bunuh diri. Hal ini menunjukkan kalau hidup Nicolas tidak tenang apalagi bahagia. Memang dalam hidup, ingin tenang dan bahagia atau menderita adalah pilihan masing-masing. Selama masih menganggap sesuatu yang kurang menyenangkan adalah kesialan dan terus mengejar keberuntungan, bisa dipastikan ketenangan dan kebahagiaan hidup tidak akan pernah didapatkan. Karena seseorang tidak akan pernah tenang dan bahagia, jika terus mencari ketenangan dan kebahagiaan itu. Sama halnya tidak akan pernah hidup, jika terus mencari arti

Ada cara bijak untuk menghadapi hidup. Yaitu dengan mencoba menerima apa yang telah terjadi dan tidak mempedulikan untung dan buntungnya.

bahagia, tetapi justru dirinya menderita. Sebut saja seorang ahli kimia berkebangsaan perancis bernama Nicolas Leblanc. Dia berhasil memenangkan sayembara untuk membuat natrium karbonat menggunakan garam dari Akademi Ilmu Pengatahuan Perancis. Dia menjadi orang pertama yang memproduksi soda dari garam biasa dan mendapatkan hadiah yang besar. Menurut kebanyakan orang, Nicolas Leblanc tentu termasuk orang yang beruntung dan seharusnya bahagia. Karena dengan hadiah yang besar itu, Nicolas bisa mendapatkan

kehidupan. Singkatnya, baik disaat kita untung maupun buntung tetap bisa menjadikan hidup tenang dan bahagia. Asalkan selalu siap dan bersedia menerima setiap perubahan. Tidak peduli perubahan baik atau buruk. Shunryu Suzuki, seorang master Zen. Yaitu salah satu aliran buddha mahayana mengungkapkan “tanpa menerima bahwa fakta semuanya berubah, kita tidak akan mampu menemukan ketenangan dan kebahagiaan�.[E]

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

*Mahasiswi TM 5A

43

EDUKASI


BAHASA INGGRIS

THE MEANING OF EDUCATION FOR STUDENT BY: LAELATUL MUKAROMAH

A

ll this time, education is a learning center that is believed to be guaranteed in the face of future life. A word that is often be controversy from society. One thing that becomes a big question mark is about his role through the law (UU). By looking at the cases that are now a lot of students who have not passed are guaranteed to work. That is what drags people to the conclusion that education does not guarantee a good future. Looking at the definition of education according to Ki Hajar Devantoro (segala kekuatan kodrat yang ada pada anakanak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya) is all strengths that exist in nature the children, so that they are as human beings and as members of society achieve salvation and happiness it can be as high. Happiness here covers many aspects, including the happiness on their welfare. Every child has potential. Here education is a tool that can be used to hone children's potential. Aspect of education is to open minds, open our wider insight about globalization, culture, and the events at the end of the world though. Second, education is a basic building society it means that education imparting knowledge and applied for the betterment of society, especially the economy. Third, education as the

EDUKASI

44

agent of change that applies to children as the next generation of people. Furthermore, to solve the question of whether the education community that it guarantees a good future? We need to look more deeply about education. Although all aspects of understanding and available from the word "education" promising, but we need to examine whether that be the cause of education so that today many are not able to guarantee the future of the child. In this globalization era education would be optimal if there are some elements that are owned and the support of the parties directly involved in it.

IN THIS GLOBALIZATION ERA EDUCATION WOULD BE OPTIMAL IF THERE ARE SOME ELEMENTS THAT ARE OWNE AND THE SUPPORT OF THE PARTIES DIRECTLY INVOLVED IN IT.

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

Good Nature Resource In the creation of a qualified education, one of which serves as a human resources tool of transformation of science, here is a teacher. Being a teacher takes special conditions is one of them know and understand the characteristics of learners. In the role of teacher education is to help the growth of the child characters. Learning will be successful if the teacher can point potential. As in the Law 20 of 2003 on education which is defined as a conscious and deliberate effort to create an atmosphere of learning and the learning process so that learners are actively developing the potential for him to have spiritual powers Religiously, self-control, personality,


intelligence, noble character, and skills needed themselves, society , the nation, and the State. In the new curriculum emphasizes this aspect of his attitude, so the role of the teacher here bridges the change in attitude of students towards success and better practice in the field. Required amount of time to make it into a custom (habit) and form a person's character or character. According to Helen Keller (the first deaf-blind man who graduated cum laude from Radcliffe College in 1904) "Character cannot be develop in ease and quite. Only through experience of trial and Suffering can be the soul be strengthened, vision cleared, ambition inspired, and success Achieved ". Teachers can do this by creating an atmosphere of fun and learning, stimulate and challenge learners to develop themselves optimally according to their talents and abilities. In Article 28, paragraph 3 of Government Regulation No. 19 year 2005 on National Education Standards explicitly stated that there are four competencies required of teachers as agents of learning. One of them is pedagogical competence. Pedagogical competence is the ability to manage the learning of learners that includes an understanding of learners, instructional design and implementation, evaluation of learning outcomes, and the development of learners to actualize their potential. Provide an opportunity for learners to develop optimally according to their talents and abilities is one of the principles of democratic education. In developed countries, like the U.S. and Germany, they do not know the national exam to select and sort out potential learners. Preferred policy is to help every student can develop optimally, by providing optimal teachers, facilities and learning media and continuous evaluation

and management of democratic education. As a professional teacher, besides the duty to educate, teach and train, teachers can make itself as the parents for students. Be Sympathetic, so he can pull a role model for students. Student Interest Teacher can be an inspiration and motivation for students is one change to achieve learning success. Teachers can guide and direct students through their own way of every teacher. Thus, students can increase the curiosity and need in education for their future. If the learner is embedded sense of it, then teaching learning will be very enjoyable for both of them, students and teachers. Furthermore, in addition to the role of parents is also needed here. Parents need to provide encouragement and motivation to their students. Not always denounce and give negative sentence when the child made a mistake. It will instead put pressure on the child. Once everything is complete, there will be changes to the child if they can create awareness of the future. Like the verses of Allah that reads "I'm not going to change the fate of a person unless he is willing to change themselves" with the effort and endeavor of all group elements, then learning will be successful and achieve the purpose. With a deeper look, it can draw the conclusion that the meaning of education as an agent of change is when all parties involved, teachers and students can come to work together, how do teachers give all their knowledge so that students are interested in, so, if the students have invested interest towards learning, then they will appear in the motivation of learning. The latter is the awareness of students for what to learn for the future.[E]

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

45

EDUKASI


BAHASA ARAB

Çã äæãáÚ æáæ¡åíáÅ ÇæÜÜ Ü Ü ÜÞÈÓó? (salat Çóãõ úæóÊó? öÍÜ Ü Ü Ü Ü Ü Ü ÈøÕáÇæ (salat isya' ) öÉ óãóÊóÚáÇ äÚåíáÚ ÞÝÊã) (merangkak). ÇæÜÜÈóÍæáæ ( ÉÑ Ñ í Å Áó ÇÏøäáÇ øäà ìÑä¡ËíÏÜÜ Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ç ßáÇÐ äã ¡ÉÜÜ Ü Ü Ü Ü ÜãÊóÚáÇæ¡ Ü Ü Ü Ü Ü Ü ?ÊáÇæáøæ óÝ øÕÜÜ Ü Ü Ü Ü áÇæ .ñÉ ãíÙÚ ñÉ áíÖÝÇ ÝÍÈøÕáÇæ ¡äÇÐ ÉáíÖÝÏ ÑääÜÜ Ü Ü Ü Ü Ü Ü ÜÍä¡ÚÜÜ Ü Ü Ü Ü Ü Ü ÈØáÇ æ ÏæÌæÜÈÉ? øÕáÇ õÊÜÞæóÑÖÜÍÏÞæá¡ßáÇÐáæ óÓáÌã æà óßæÜÜ Ü Ü Ü Ü Ü Ü ÜÈúÓ öÝáÇ õßõ ú óäÇøí ¡äÇÐ ?Ï ÚÊÜÓ Çøí øã Ë¡(sejenak)ðÉ ÙÜÜ ¡ã? ßáÇ öÉ? øÕááöÏ Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü ?Ç Å õÈ Ðäøã Ë¡õÃøÖæÊäæ ö ßÐÊáöÁÇÏøäáÇÜÜ Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü ÈõäÇÐ áÚÌÊ? .ðÉ ÚÇãÌ ÁÇÏøäáÇ õåáÚÌÇ áÜÜ Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü È!ØÜÜ Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü ÜÞÝöÉ? øÕáÇ åøäÇ Ú ? Å ÑæÖÜÜ á(media) ðÉ áíÜÓæ ÇäöÊÜÜ íÈÍúæóáøÈ Ü ÜÍä?à .ÇäÜÜÞÑÇóÑæÇäÜÞáÇóÎæÇäøÑ ¿öÁÇÏøäáÇ öäÓÍÈÇäíÏÇäõí ¡É? øÕááäÇÐ ÇäÚãÜÜÓä ÜÍ...ÇæÈíÌÊÓÇÝ áÇÜÜ Ü Ü ÞÇÐÇãæ .Ç ö Ü Ü Ü Þæ Ú öÉ? øÕáÇÜÜ Ü ÜÈ...ÇæãæÞæ ÚãÜÜÓ äáä ãáÜÓ?Ç äÜÍäæá¡ÇÐ õã áÇÚáÇ !!!äÇÐ ÇäÏäÚæ¿ äÇÐ ÉíÜÜ ÑÚáÇ ÉÛøááÇ ãÜÜ ÜÓÞÈáÇøØáÇ æ ÈÊÇ áÇ* .ÉÚ ÇøÓáÇ ìæÊÓã

EDUKASI

46

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

äó æ Êø Ü Í ¡ÉíäÇøËáÇ É? øÕáÇ öÊ Ü Þæ Å õÈÑÜÞÊ oleh )áÌ?æ .ÇøÏ Ì ð? íáÜÜ Ü Ü ÞÉ? øÕááÇäõÕÑÝ ¡ Ü Ü Ü Ü æ É? øÕÜÜ Ü ÜáÇ öÉ Ü Ü Ü ÜÚßÑößÇÑÏÅ(karena øã Ë¡òÉ ÚÑÜÜ Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ó ãßóáÇãÚÇ óäæõÈ øÊóÑõÊãÊäá Ü Ü Ü Ü Ü Ü Å äæÑõÙúäóÊæ ¡äæÜÜ Ü Ü Ü Ü Æ?ÖæóÊæ ¡äæÜÜ Ü Ü Ü Ü ÝÙäÊ õÊÜ Ü Ü Ü Ü Ü Ü Þæ ( habis) úÊ óÊÇóÝÏÜÜ Ü Ü Ü Ü Ü ÜÞæ¡öÉ ÚÇøÓáÇ . ÇÈÐÇíÚáÇÝ. æ öÉ? øÕáÇ !ØÞÝÉ? øÕáÇ ßÐÊáÁÇÏøäáÇ Ó áäÇÐ áÇÞÇãß¡äÇÐ Ú Íí ø áÇ öÈÇæ Ç äã ÇæõáæõÞÝ¡óÁÇÏøäáÇ ãõÊÚãÜÓÇÐÅ? : ? áæÓÑ äÚ ¡ÏæÇÏ åÌÑÎÃ) .äøÐÄ?Ç áæÜÜ Ü Ü Ü Ü Ü ÞíÇã óáúËöã ÈÇæ Ç öåÐ .(íÑÐ Ç ÏíÚÜÜ Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü ÓíÜÜ Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ã Ç Ëß äßáæ¡ØíÜÜ Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü ÓáÇ õÉÇíÜÜ Í ãáÚ æá. Ü ÜÓ ä(seringkali)Çã ÇÐÇã (¡kehidupan sahabat)ÉÜÜ Ü ÈÇ ø áÇ ÏÌæõäÝ¿ É? øÕáÇ ÊÜÜ ÜÞæáæÎÏ ä Ü Ü Í áÚÝí ÚãÜÜ Ü Ü Ü Ü Ó ? ¡ÉÚÇã Ç ÇøÏ Ì ñÈ íÛÑæ åøäà ãÇíÜÜ Ü Ü Ü Ü ÞìÇ òãÇãÊÇ äæÏÜÜ Ü Ü Ü Ü Ü ÈØÜÜ Ü Ü Ü Ü ÜÞÝÁÇÏøäáÇ É? øÕÜáÇ öÑÇÜÜÙÊäÇ ö åÏÜÜÌæä¡ÇðÖÜíÃæ¡É? øÕÜáÇ .Ï ?Ç öÁÇÏøäÜáÇ õÉ Ü á úÏ ÜÌæíãÜá¡öåöÏ Ü Ú Ü ãæÜáÚ?Ç äÜã ¡ÇÜÜ Ü ääÇãÒ Ü Ü ÇÜÜ Ü ã áÜÜ ÜËã ÓÇøäÜÜ áÇ ÚÜÜ Üã ðÉ øÕÂóÎ (¡sounds system) ÊæøÕÜÜáÇ õÒÇÜÜ Ì Ü Ü Ú ãÜÜ ÝíåøäÅ(meskipun begitu) ßÜáÇÐ ÚÜãæ Çã ÓÇøäáÇ ãáÚ æá? : ø Ü øäáÇ áÇÞÇã áÚÝíæ ø ÇæÏÜÜ ÌíãÜÜ áøã Ü Ëáøæ ÝøÕÜáÇæÁÇÏøäÜáÇ Ü Çæã Ü Ü Ü Ü ÜÓ? åíáÚ(undian) Çæã Ü Ü Ü Ü ÜÓ äà tempat ) Ü ö ú ?ÊáÇ Ü ÇÜã äæÜãáÚ æÜáæ¡åÜíáÚ


BAHASA ARAB

? ? ? ?? ? ? ? ?? ? ? ? ?? ?? ? ??? ? ?? ? ?? ? ? “AZAN, BUKAN ALARM SALAT SAJA” ?

? ?? ? ? ??? ? ? ?? ? ?

?? ?

?? ?

öÉ? øÕááñÁÇÏäåøäÃßäÇÐ ,( Dewasa ini)ÑÖÇÜÜ Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ç æ ÇäíáÇæÍæ .ÇäÇÏÇäÇóã öÁÇÏ? Çäöä Ð ÑøËÄõí? , úØ ÞÝ óÏ Ü Ü Ü Ü ?Ç øäÅ .öÉ? øÕáöáñäÇ ã æà ñÏ Ü Ü Ü Ü ã (di sekitar kita) íÏÇäíäÇÐ ßáÇÐ Úãæ¡ÇÖíà ñÝ íÙä¡ñÚÜ Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü ÓÇæ¡ñáíãÌ óÝ íß¡äßáæ ( melengking). áÇÚ ÊæÕäÜÓÍÈõä?öÐÄõ?Ç ßÇÜÜ ä ÇÜÜ äíáÇæóÍ Ü øäÅ õÝöÑúÚó ÇóãÏÜÜäÚ (sikap kita)ÇÜÜäõÊÝØÇÚ ìóÏÇóäõäÇäøäà õËíÜÜ Ü Ü Ü Ü ÜÍ ¡ÇðÝíÙäæ¡ÇðÚÜ Ü Ü Ü Ü Ü ÜÓÇæ¡ð? íãÌ ÇðÏ Ü Ü Ü Ü Ü Ü ã ¡ÃÜÜ ÖæÊäøã Ü ÜË¡åÜÜ ÆÇÏäõáóÈúÞóäæåÜÜ ÊÑÇ Ò Ü õÈóÛúÑóäáÜÜ ¿É? øÕÜáá äÜÜ Íä¡ßáÇÐ õÓßÚ æà ¿öåíÝ ö óÕõäæÏ Ü ?Ç Å áÎÏäæ æà ¡ßæÜÜ ÈÓÝáËã ¡ÁÇíÜÔÇ õÈÚáäæ ( santai-santai)ì?ÃÊóä (¿tidak ada habisnya)ÁÇ äÇ Û ÇäÈÇ Ç ä ÈÉ?Ç ã ¡(dengan baik)ãÇÑõíÇã Ú öÏ Ü Ü ?Ç õÏæÌæ ¡ Ü Ü ÈíåøäÅ menambah )ÇäöÜ Ü Ü Ü Ü Ü Ü ÓÇøãóÍ ÏÇÏúÒö? ÇðÈÜÜ Ü Ü Ü Ü Ü Óõäæ íõÁÇÏøäáÇæ ? öÁÇÏäöÑæÖÜÜ Íæ¡öÏ Ü ?Ç öÑæÖÜÜ Í Úsemangat kita õÑÇÜÜÊÎäÇøäÜã Ü Ëß¡(tetapi faktanya)ÚöÞÇæÜáÇ ?äÜßáæ .öÉ? øÕÜáá áÛÜÜ Ü Ü Ü Ü Ü Ô (merasa) õÑ ÚÜÜ Ü Ü Ü Ü Ü Ô äÜÜ Ü Ü Ü Ü Ü Íä.É? øÕáÇ ÎÃÊÜÜ Ü Ü Ü Ü È Úã ¡É? øÕáÇ ÎÃÊÜÜ ÈÑÇÊÎäËíÜÜÍ ¡(sangat sibuk)áÛÇÜÜ Ô Û òÊ Ü Ü Þæ Å õÌÇÊÜÜ ÍÊöÉ? øÕáÇ ãÇíöÞöá¡õÝöÑúÚó (padahal) Çäøäà .ðÉ Ü Ü ÞíÞÏ óÑÜ Ü ÔÚ öÓãÎ Å òÓãÎ äã ¡(tidak lama)òá æØ ¡öáãÚúáÇ öÑÇÑúãöÊúÓÇ ö (g e m a r ) ÈÛÑääÜÜ Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Íä ãáäÜÜ ÍäÇãäÜÜ È¡ãÇääÇäÇíÜÍÇæ (bermain-main)ÈæõÚ?ááÇæ æ öÉ? øÕáÇ óÊ Ü Ü Ü Ü Ü Þæ?äà æá?ÓöÍõä? Çøäß¡ Î æ .öáÕä

Úö ÑøÔÜÜ áÇ Ü Ü æ ¡(informasi ) õã? Ü Ü Ú öÉ Ü Ü ÛøááÇ Ü Ü õäÇÐ æ æ¡òÕæÕÎóã òÑßöÐ öÈöÉ? øÕáÇ öÊ Ü Ü Ü Ü Ü ÞæöáæÎÏÜÜ Ü Ü Ü ÜÈñã? ÚÇ æ óäÇÐ øäÅ¡áíÜÜ Ü Ü Ü Ü Ü Ü Þæ.öÓã Ç öÊÇæáøÕááñÚæÑÜÜ Ü Ü Ü Ü Ü Ü ÜÔã ìÏÜÜ Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü Ü ÍöÅ æ õäÇÐ .öÉ? øÕáá(panggilan) ÁÇÏøäáÇ öÝæÝÕ( menyatukan) ÏíÜÜ Ü Ü Ü Ü Ü Ü ÍæøÊááöáÆÇÜÜ Ü Ü Ü Ü Ü Ü ÓæáÇ tumbuh dan Öó ó óæ óÃóÔó ¡ßáÇÐÜÜ Ü Ü Ü Ü Ü Ü ÜÈ.ä ãáÜÜ Ü Ü Ü Ü Ü ÜÓ?Ç Ó áäÇÐ æ .ãáÇÚáÇ ÚíãÌ äæãáÜÜ Ü ÜÓ?Ç ( bangkit) æ ÇãøäÅæ ¡åÜÜ Ü ÜÈãÇãÊÇ äæÏÜÜ Ü È¡ØÜÜ Ü ÞÝÁÇÏøäáÇ ÚÇãÜÜ Ü Ó .ÉÈÇÌÊÓÇæÚÇãÓ ÁÇÏä

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

47

EDUKASI


RAGAM_LAMPU SEHAT

Pancaran Sinar Menyehatkan Perkembangan IPTEK yang semakin pesat berimbas pada terciptanya produk-produk baru yang inovatif. Seperti baru-baru ini, telah ditemukan inovasi baru di bidang teknologi, khususnya penerangan. Lampu sehat (Lampu Ionizer) julukannya. Lampu jenis ini bermanfaat bagi kesehatan karena menyebarkan ion-ion negatif.

Dok. Edukasi

Dok. Edukasi

EDUKASI

48

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013


RAGAM_LAMPU SEHAT

M

enjadi sehat menjadi dambaan setiap o r a n g . N a m u n u n t u k mendapatkannya tidaklah mudah. Kita tidak hanya harus memperhatikan gaya hidup seperti asupan makanan yang dikonsumsi dan olahraga secara rutin, tetapi kita juga harus memperhatikan hal-hal kecil seperti penggunaan lampu yang sehat untuk penerangan. Pada malam hari kita menggunakan cahaya bantuan, seperti teplok (lampu minyak), obor, lilin, dan yang paling banyak digunakan ialah lampu. Meskipun mudah menggunakan lampu sebagai penerangan buatan, kita harus hati-hati dengan dampak negatif yang ditimbulkan. Ada beberapa jenis lampu yang dijual dipasaran, yaitu lampu pijar, CFL, TL, dan LED. Jenis-jenis lampu tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Kita tidak perlu khawatir, karena kini ada lampu tanpa efek samping, bahkan menyehatkan, yaitu lampu sehat ionizer. KEUNGGULAN Teori efek Leonard menyatakan bahwa ion negatif banyak dihasilkan di tempat air memancar dan bertabrakan, seperti di sekitar air terjun, air mancur, dan sugai. Berdasar dari teori tersebut, kini Indonesia mengembangkan produk lampu ionizer yang disebut dengan lampu sehat. Lampu tersebut mampu menghasilkan ion negatif yang dapat menciptakan udara bersih dan lingkungan menjadi lebih sehat. Jadi, kita tidak harus pergi ke tempat yang jauh untuk mendapatkan udara yang segar. Menurut Andi lampu sehat, begitu ia

memperkenalkan dirinya, lampu sehat ini sudah mulai diproduksi sejak tahun 2008. Namun, lampu sehat harus menunggu dua tahun untuk lolos uji produksi dan memperoleh izin edar dari negara. Jadi, lampu sehat baru mengantongi izin dan mendapat logo Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan nomor 04.6504.2001 pada tahun 2010. Dengan gamblang Andi lampu sehat menjelaskan berbagai kelebihan dari lampu sehat tersebut. Sedikitnya ada sepuluh kelebihan dibandingkan dengan lampu lain, yaitu: Pertama, lampu sehat menyebarkan ion negatif saat lampu menyala. Kedua, dapat membersihkan udara dari berbagai polusi dan memberi penerangan yang lebih baik di setiap ruangan. Ketiga, menggunakan teknologi 3T (spiral yang digunakan putarannya lebih kecil dan lapisan spiralnya lebih tipis) yang menyebabkan nyala lampu lebih terang. Keempat, menggunakan teknologi 3 phospor yang membuat lampu menyala lebih putih. Kelima, mampu menghilangkan asap rokok, asap ketika memasak, bau makanan, dan lain-lain hanya dalam beberapa saat. Keenam, hemat listrik sampai dengan 80% dibandingkan dengan lampu bohlam biasa. Ketujuh, eco friendly dan hemat energi (menggunakan watt yang rendah). Kedelapan, memiliki standar bohlam lampu yang sama sehingga dapat digunakan untuk semua jenis lampu. Kesembilan, berpotensi mengurangi resiko alergi dan melindungi seluruh ruangan. Dan kesepuluh, ada jaminan penggantian lampu (replace) selama 1 tahun. FILTER UDARA Lampu sehat bisa membersihkan ruangan. Saat

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

49

EDUKASI


RAGAM_LAMPU SEHAT

ditemui di kantornya, Jalan Sriwidodo Utara Rt 07 Rw 1, Purwoyoso, Ngaliyan, Andi dan staffnya membuktikan kehebatan lampu sehat secara langsung. Alumnus Universitas Gajah Mada (UGM) ini, membandingkan lampu sehat dengan salah satu lampu merek terkenal. Pertama, mereka memasang kedua lampu di dalam wadah tertutup yang sudah dialiri listrik. Kemudian, dimasukkan asap rokok ke dalamnya sampai penuh dan kedua lampu tersebut tidak terlihat. Lalu, lampu merek terkenal dinyalakan. Akan tetapi setelah ditunggu selama satu menit, tidak menunjukkan reaksi apa-apa. Setelah itu, lampu sehat dinyalakan. Lama kelamaan, asap rokok mulai memudar dan tidak sampai satu menit udara di dalam wadah menjadi bersih. “ Ketika lampu menyala dan saya sedang sampai pada Anda. Lampu sehat sudah membersihkannya dengan cepat,” jelas Andi sambil merokok. PELUANG USAHA Pabrik lampu sehat hanya terdapat di dua tempat, yaitu di Jakarta dan Surabaya. Jadi, jika kita ingin membuka usaha lampu sehat, kita tidak bisa membuatnya sendiri. Kita bisa menjadi distributor, agen, atau sub agen sesuai ketentuan. Ketentuannya yaitu distributor hanya ada satu setiap propinsi dan setiap wilayah hanya ada satu agen. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan untuk kita menjadi sub agen lampu sehat dengan cara menghubungi agen pada setiap wilayah. Peluang usaha lampu sehat ini sangat besar.

EDUKASI

50

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

DAFTAR HARGA ECERAN TERENDAH* Jenis lampu

Harga

Lampu sehat 7 watt Lampu sehat 15 watt Lampu sehat 25 watt

Rp 90.000,00 Rp 95.000,00 Rp 105.000,00

*Harga untuk pulau Jawa Seperti yang dikatakan Andi lampu sehat, “Menurut survey, kebutuhan lampu di Indonesia adalah seratus juta unit lampu per tahun.” Lampu yang memiliki slogan More Saving, More Bright, More Healthy ini terbagi menjadi tiga jenis, yaitu lampu sehat 7 watt (kuning dan putih), lampu sehat 15 watt (kuning dan putih), dan lampu sehat 25 watt (kuning dan putih). Lampu sehat 7 watt setara dengan lampu biasa 35 watt, lampu sehat 15 watt setara dengan lampu biasa 80 watt, dan lampu sehat 25 watt sama dengan lampu biasa 125 watt. Pihak lampu sehat mengaku bahwa harga lampu sehat ini lebih mahal daripada lampulampu lain. Akan tetapi, harga tersebut sebanding dengan manfaat yang diberikan.[E] Laporan: Sholihatul Umami


QUOTES TOKOH AKU TITIPKAN INDONESIA KEPADAMU, JIKA ENGKAU BISA MENJAGANYA. (SOEKARNO, 1953)

DALAM KEADAAN BAHAYA, ISLAM CENDERUNG BEREAKSI DENGAN CARA-CARA FUNDAMENTALIS, BAHKAN BERSANDAR KEMBALI PADA PENYATUAN NEGARA DAN AGAMA. (SOEDJATMOKO, 1967) PANCASILA DAN KONSTITUSI BEGITU MUDAH DIUCAPKAN OLEH PARA ELIT DAN PENGUASA. NAMUN MENGAPA MEREKA BEGITU SULIT MELAKSANAKANNYA? (GUS DUR, 1997)

AKIBAT KORUPSI YANG GAWAT, INDONESIA MAKIN TERTINGGAL OLEH NEGARA TETANGGA DI PACIFIC RIMS. (NURCHOLIS MADJID, 2003)


SUARA TARBIYAH

Kuliah Malam Tidak Efektif Oleh: Agita Sunni Hidayah*

P

endidikan merupakan wujud proses transfer ilmu dan nilai dari pendidik kepada peserta didik. Melalui pendidikan kita dapat termotivasi untuk lebih baik disegala aspek kehidupan. Sesuai dengan tujuan pendidikan yaitu untuk menciptakan seorang yang berkualitas dan berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas untuk mencapai suatu cita-cita. Sebagai mahasiswa, proses transfer ilmu dan nilai sudah biasa kita lakukan, baik dalam kegiatan perkuliahan maupun dalam diskusi-diskusi. Dalam proses tersebut memerlukan suasana yang tenang, tubuh yang fresh dan pikiran yang fokus. Namun bagaimana jadinya jika proses mentransfer ilmu itu pada malam hari? Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang melaksanakan kuliah pada siang hari, tahun ini diadakan jam malam dengan alasan mahasiswa yang semakin banyak di tahun ini sedangkan kelas dan dosen tidak mencukupi untuk melakukan perkuliahan pada siang hari saja. Tidak hanya di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan saja, namun kuliah malam juga dilaksanakan di tiga fakultas lain, yaitu fakultas Syari'ah dan Ekonomi Islam, Dakwah dan Komunikasi, dan Ushuludin. Mungkin sekilas tidak bermasalah, tapi kita sebagai mahasiswa yang menjalani merasa kurang nyaman dengan adanya jam malam. Banyak sekali kendala yang muncul ketika kuliah malam hari, karena siang sudah banyak kegiatan dan kuliah, kemudian malam hari yang seharusnya untuk istirahat justru digunakan untuk kuliah. Itu menyebabkan keefektifan kuliah malam menjadi berkurang, banyak mahasiswa yang mengeluh karena merasa mengantuk, capek dan akhirnya

EDUKASI

52

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

tidak bisa berkonsentrasi pada perkuliahan. Begitu pula yang dirasakan oleh dosen, akhirnya mahasiswa yang seharusnya mendapat ilmu secara penuh harus menemui berbagai kendala. Kuliah pada malam hari hampir sangat tidak efektif. Terang saja mahasiswa merugi, harus menguras pikirannya untuk berusaha berkonsentrasi dengan berbagai kendala, namun ilmu yang didapat tidak maksimal karena sulit untuk berkonsentrasi. Apalagi mahasiswa yang berada di pondok pesantren juga harus meninggalkan kegiatan mengajinya demi kuliah malam. Alasan mengapa harus ada jam malam sebenarnya sangat sederhana, hanya karena kelas dan dosen yang tidak mencukupi. Padahal jika kita lihat pada siang hari masih banyak kelas yang tidak digunakan untuk kuliah. Kelas-kelas tersebut seharusnya dapat digunakan untuk menggantikan jam malam. Jika IAIN Walisongo tidak mampu untuk memenuhi sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan perkuliahan secara efektif akibat jumlah mahasiswa yang semakin banyak, tidak seharusnya menampung mahasiswa yang berlebih. Sebab hal itu hanya akan berimbas pada terganggunya aktivitas perkuliahan.[E] *Mahasiswa PAI Semester 1


SUARA TARBIYAH

Tiadakan Jam Malam Oleh, M. Murodhi*

A

da yang berbeda di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) IAIN Walisongo Semarang. Jam perkuliahan di FITK yang dulu hanya sampai jam ke6 (16.00-18.00) sekarang sampai jam ke-7 sejak penerimaan mahasiswa baru angkatan 2013. Ini dilakukan karena jumlah ruang kuliah yang ada tidak mencukupi. Sedangkan jumlah mahasiswa FITK bertambah banyak. Sehingga, untuk mensiasati hal tersebut diberlakukanlah jam malam. Jam perkuliahan malam dimulai dari pukul 18.30 s.d. 20.10. Namun pada praktiknya, jam perkuliahan malam di FITK banyak mengalami kendala. Misalnya, kadang lampu mati yang disebabkan karena arus listrik padam. Sehingga perkuliahan terpaksa diliburkan.Jika memang jam perkuliahan malam di FITK ingin tetap diberlakukan, seharusnya pihak birokrasi menyediakan genset. Jadi, apabila terjadi listrik padam tidak mempengaruhi proses perkuliahan. Alhasil, perkuliahan akan tetap berjalan dengan baik, dan nyaman. Selain itu, dari segi sarana dan prasarana (sarpras) yang ada kurang memadai. Seperti, masih ada ruangan kelas di gedung Q dan D yang belum dilengkapi dengan Liquid Crystal Display (LCD) dan sound/speaker aktif yang mendukung, padahal sarpras tersebut sangat diperlukan untuk menunjang kegiatan perkuliahan di FITK.Hendaknya, Pihak Birokrasi memberikan kebijakan agarsarpras bisa dilengkapi dan ditinjau ulang kelayakanya, dan kalau perlu harus diganti sesuai dengan keperluan proses perkuliahan. Agar hasil perkuliahan bisa maksimal. Jika pihak birokrasi hanya diam tanpa memberikan solusi

untuk masalah sarpras ini, maka yang terjadi ialah semakin hilangnya kepercayaan dan rasa nyaman atas FITK, baik itu dari dosen maupun dari mahasiswa. Walisongo khususnya FITK menjadi wadah dalam menghasilkan calon pendidik yang berkualitas serta memiliki keahlian di berbagai bidang. Pendidik dituntut tidak hanya pandai dalam bidang keguruannya saja, akan tetapi juga dituntut untuk menguasai teknologi. Maka kelengkapan sarpras menjadi harga mutlak yang harus dipenuhi. Sisi lain, jam malam sangat tidak efektif, sebab energi habis terkuras ketika mahasiswa sudah banyak melakukan aktifitas di siang harinya. Sehingga konsentrasi saat mengikuti perkuliahan pun terganggu. Hal ini menyebabkan kurang efektifnya perkuliahan. Alangkah baiknya, jika sarpras yang ada segera dilengkapi dan proses belajar mengajar pada jam malam ditiadakan.[E] *Mahasiswa PAI Semester 3

TEMA DEBAT MENDATANG Indonesia telah 58 tahun merdeka dan enam kali berganti pemimpin, akan tetapi negara dan bangsa yang dicita-citakan seperti yang tertulis dalam Undang-undang Dasar 1945, yaitu negara yang adil, makmur dan beradab sampai saat ini masih jauh dari harapan. Bertepatan di tahun 2014 ini akan dilaksanakan Pemilihan Presiden, bagaimana sosok pemimpin negeri lima tahun mendatang? Kirim opini Anda ke email: mail@lpmedukasi.com. Dengan ketentuan tulisan maksimal 3.000 karakter. Sertakan juga identitas diri dan foto close up. Tulisan ditunggu sampai 31 Juni 2014. Tulisan yang dimuat akan diberi penghargaan yang layak.

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

53

EDUKASI


BUDAYA

TRADISI UNIK MULTI ETNIK Indonesia kaya akan potensi seni budaya, bahkan sampai tidak terhitung jumlahnya. Namun seiring perkembangan global banyak seni budaya yang tergerus pengaruh asing. Akibatnya, seni budaya yang khas dari tiap daerah kemudian lambat laun berubah atau bahkan menghilang. Apalagi budaya yang dianggap tidak dinamis dan kuno, ia akan terancam ditinggal oleh masyarakat.

D

ugderan, bagi masyarakat Kota Semarang mungkin tidak asing lagi. Tradisi tersebut sudah ada sejak 1881 M atau masa Bupati Semarang, RMT Purbaningrat (keturunan Sunan Pandanaran I) bertahta. Sang Bupati yang kala itu mendapat pengaruh kuat dari seorang ulama besar pendiri pesantren Darat sekaligus penulis “Kitab Kuning”, Kyai Saleh Darat, tergugah hatinya untuk menciptakan sebuah tradisi menarik dan mampu mempersatukan warga Semarang. Sesaat setelah jamaah Salat Asar, tepat satu hari menjelang puasa Ramadan, masjid besar Kauman ditabuh, disusul dengan penyulutan meriam di halaman pendapa Kabupaten di Kanjengan. Kemudian bunyi bedug “dug” dan bunyi meriam “der” yang terdengar berulang-ulang akhirnya dirangkai menjadi sebuah istilah dugderan.

EDUKASI

54

Hingga kini setiap tahunnya, menjelang puasa, tradisi dugderan diselenggarakan pada terakhir Bulan Sya'ban sebagai tanda dimulainya ibadah puasa keesokan harinya di Bulan Ramadhan. Seluruh warga Semarang dari berbagai penjuru m e n d a t a n g i p u s a t dilaksanakannya dugderan. Biasanya ada prosesi tertentu yang dilakukan oleh penguasa atau umara dan ulama untuk mengumumkan awal puasa Ramadhan. Yang paling utama, dalam ritual tersebut ada arakarakan Warak Ngendog. Dari tradisi inilah, warga Semarang yang multikultural berbaur menyatu. Dari berbagai literatur yang penulis baca, Warak Ngendog sendiri muncul dari keterkaitan antarunsur adanya wara-wara (Jawa: berita) penting Sang Bupati, pesan-pesan agama berupa ajakan wara (Arab: taat atau menjaga), serta kesepakatan nama, bentuk, dan penyajian

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

tertentu yang menarik perhatian dalam konteks estetika dan simbol Jawa dan Islam. Jadi, Warak Ngendog adalah karya seni rupa pada ritual dugderan yang berfungsi sebagai media dakwah simbolik bagi masyarakat. Pada hakekatnya, hewan imajiner ini merupakan simbol nafsu manusia yang harus dikalahkan dengan berpuasa. Maka, selain sebagai simbol penegasan awal puasa, makna yang terkandung adalah nasehat untuk mengendalikan hawa nafsu, mengganti perilaku buruk dengan perilaku baik, dan meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Penafsiran Bentuk Warak Ngendog memiliki makna filosofi yang selalu relevan sebagai pedoman hidup manusia pada zaman apapun. Wujud makhluk rekaan yang merupakan gabungan tiga simbol etnis mencerminkan persatuan atau akulturasi


BUDAYA

Dok. Internet

budaya di Semarang. Ciri khas bentuk yang lurus dari Warak Ngendog menggambarkan citra warga Semarang yang terbuka, lurus, dan berbicara apa adanya, sehingga tak ada perbedaan antara ungkapan hati dengan ungkapan lisan. Di sisi lain, disebutkan dalam buku Program Dugderan Masjid Besar Semarang (2004), bentuk fisik Warak Ngendog mewakili latar belakang kehidupan budaya masyarakat Semarang yang multi kultur, yakni budaya Jawa, Arab, dan Cina, secara ekstra estetik (simbolik) terakulturasi pada ekspresi keseluruhan struktur bentuk yang terdiri atas badan, kaki, dan ekor kambing y a n g d i m a k n a i merepresentasikan budaya Jawa, leher unta yang dimaknai merepresentasikan budaya Arab, dan kepala naga yang dimaknai merepresentasikan budaya Cina. Penafsiran ini serupa dengan yang diungkapkan Supramono,

mahasiswa Pascasarjana Unnes dalam tesisnya yang berjudul Makna Warak Ngendog dalam Tradisi Ritual Dugderan di Kota Semarang. Menurut Supramono, Warak merupakan peraduan beberapa binatang simbol budaya. Binatang itu berkepala kilin atau naga, binatang paling berkuasa dan berpengaruh di Cina. Sedangkan badannya bouraq, binatang suci kendaraan Nabi Muhammad SAW saat Isra' Mi'raj. Adapula yang berpendapat bahwa Warak berkepala naga, binatang simbol milik Cina degan berbadan kambing, binatang yang banyak dimiliki orang pribumi Jawa dan sering digunakan untuk berkurban saat Idul Adha. Terlepas dari perdebatan mengenai bentuk sesungguhnya dari Warak itu, satu hal yang dapat disimpulkan bahwa sejatinya penciptaan Warak adalah demi eratnya persatuan orang Cina dengan warga

pribumi (Jawa) atau umat Islam. Kemudian bentuk Warak ada yang ditambahi dengan sebuah telur (Jawa: endhog) diantara dua kaki belakangnya. Dalam bentuk kecil atau mainan, telurnya merupakan telur ayam atau itik asli yang sudah matang. Pemasangan telur asli pada mainan ini dimaksudkan agar anak merasa tertarik untuk memiliki dan memakannya sebagai hadiah kemauan mereka untuk ikut berlatih puasa. Karena biasa ditambahi atribut telur, selanjutnya disebut Warak Ngendog. Jika dianalisis, ada empat ketentuan baku tentang bentuk dasar estetis dan makna simbolis dari Warak Ngendog, yaitu kepala binatang yang menakutkan, bulu yg menyolok dan tersusun terbalik, tubuh yang dapat dipanggul dan dinaiki, serta adanya endhog (Jawa: telur). Penyajiannya adalah 1) dalam wujud binatang

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

55

EDUKASI


BUDAYA khayal, terstruktur tertentu dan tidak permanen, 2) menjadi bagian dari ritual dugderan dengan waktu, tempat, dan urutan yang telah disepakati, dan 3) disajikan dengan cara dipanggul serta dinaiki orang pada punggungnya.

Dok. Internet

Berubah Berdasarkan kesepakatan berbagai pihak, pada tahun 2004, tepatnya pada Kamis Wage, tanggal 14 oktober 2004 atau 30 sya'ban 1425 Hijriyah, prosesi dugderan serta arak-arakkan Warak Ngendok kembali berpusat di masjid Kauman. Pementasan Warak Ngendog dipanggul oleh empat pemuda berpakaian prajurit Semarangan disertai penari pendamping pria dan wanita yang berjumlah 6-12 penari. Penampilan bentuk Warak Ngendog dengan panjang dan tinggi sekitar 2 x 1,5 meter juga diiringi musik gamelan khas

Jawa. Koreografer dan kelompok penari dituntut mampu menyajikan beraneka kekhasan seni dan budaya. Sebagai contoh, ada pementasan Warak Ngendog yang terintegrasi dengan seni tradisi Reog Ponorogo, seni tradisi Zapin Timut Tengah, seni tradisi Semarangan, seni Barongsai atau Liong Sam Si, dan sebagainya. Pertunjukan disaksikan penonton dari masyarakat Semarang dan sekitarnya serta para wisatawan dari dalam dan luar negeri. Dewan juri terdiri dari para seniman senior dan akademisi seni yang berkompeten. Kelompok pementas terbaik akan mendapatkan suatu penghargaan dan dipilih untuk tampil di hadapan Walikota dan para tamu dalam prosesi dugderan di Balaikota. Festival Warak Ngendog pun terus

dilakukan dari tahun ke tahun menjelang prosesi dugderan. Seiring waktu, tradisi ritual dugderan berubah, begitupula dengan Warak Ngendog sebagai simbol utamanya. Dahulu Warak Ngendog dipikul oleh empat orang, sekarang diarak dengan mobil bak terbuka. Bahan pembuatannya yang semula dari sabut kelapa, kayu, dan bambu kini menjadi lebih inovatif dengan kertas minyak, ornamen dari kertas karton, gabus, dan sebagainya. Ditambah hiasanhiasan tambahan seperti kembang manggar, umbul-umbul, dan aneka hiasan janur agar lebih menarik. Bentuk Warak Ngendog kini juga beragam, seperti Warak Ngendog Klasik dan Warak Ngendog Modifikasi (model baru). Secara umum Warak Ngendog Modifikasi sama dengan Warak Ngendog Klasik. Namun detail kepala dan bulu tidak sesuai, misalnya kepala seperti harimau, bulunya tidak berbalik, tidak berbulu tapi bersisik, dan sebagainya. Perubahan-perubahan bentuk yang cenderung mengurangi bentuk baku itu dikhawatirkan dapat membahayakan eksistensi nilai-nilai yang terkandung dalam Warak Ngendog. Warak Ngendog adalah totalitas karya dengan standar bentuk dan makna yang melekat padanya. Oleh karena itu, pengenalan dan pemahaman tentang Warak Ngendog yang diperlukan sebelum membuat dan menyajikannya dalam pentas.[E] Laporan: Syamsul Kharis

EDUKASI

56

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013


SAINTIFIKA

DETEKTOR BORAKS SEDERHANA OLEH: ADIN NADIA IFATY*

D

i era serba instan ini, masyarakat cenderung menyukai makanan instan namun tetap aman. Mie instan, pop mie, dan sarden hanyalah beberapa sampel makanan instan yang ramai di pasaran dan selalu menjadi buruan konsumen. Konsumen melirik makanan instan tersebut dari segi keuntungan yaitu praktis dan cepat saji.

ayangnya, bila masyarakat mau (melek), dibalik keuntungan praktis tersebut makanan instan mengandung banyak zat aditif berbahan kimia. Mulai dari bahan pengawet, perasa, pewarna, dan penyedap. Akan tetapi tidak semua zat aditif yang digunakan tersebut aman dikonsumsi. Kementerian kesehatan menetapkan beberapa zat aditif yang aman

dikonsumsi. Dengan mematuhi ketetapan tanggal kadaluarsa, makanan masih dapat dikatakan aman dikonsumsi. Marak Digunakan Pasca kadaluarsa, produk makanan tidak boleh dikonsumsi kembali. Ironisnya, dewasa ini banyak aksi curang memperpanjang masa kadaluarsa. Salah satunya dengan mencampur bahan makanan dengan formalin dan boraks. Anehnya, penggunaan kedua tersebut malah dianggap lazim. Padahal zat tersebut merupakan bahan kimia untuk pengawet mayat dan industri. Formalin dan boraks merupakan zat yang bersifat karsinogenik, sehingga dapat

menjadi racun bagi yang mengkonsumsinya. Akan tetapi mekanisme toksisitas antara keduanya berbeda, sehingga memiliki efek yang berbeda pula. Toksisitas formalin yang terkandung di dalam makanan dapat dirasakan oleh konsumen secara langsung, sedangkan boraks tidak. Oleh karena itu, masyarakat lebih biasa menggunakan boraks daripada formalin. Selain keuntungan boraks yang dapat digunakan untuk mengawetkan makanan, bagi produsen, boraks mudah didapat dan harganya relatif murah dibanding pengawet lainnya. Boraks juga sering digunakan masyarakat untuk pembuatan gendar nasi, kerupuk gendar, atau kerupuk

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

57

EDUKASI


ZAT ADIKTIF YANG AMAN UNTUK DIKONSUMSI MENURUT SURAT KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NO.1168/MENKES/PER/X/1999

* Asam benzoate * Sodium benzoate * Asam propionate * Belerang dioksida * Asam Askorbat * Aseton Peroksida * Azodikarbonamida * Kalsium Stearoil * Sodium Stearil Fumarat * Sodium Stearoy * L – Sisteina L-Cysteine (Hidroklorida)

Pengawet Makanan

* Ponceau 4 R untuk pewarna saus sambal * Merah allura/allura red * Erytrosine

Pewarna Makanan

* Sakarin * Sodium siklamat * Aspartam * Sorbitol (digunakan untuk penderita diabetes dan orang yang membutuhkan kalori rendah)

Pemanis

Penyedap Rasa dan Aroma

* MSG (mono sodium glutamate) micin/vetsin

Pemutih dan Pematang Tepung

* Asam askorbat/ ascorbic acid/vitamin C * Aseton perioksida

Pengental

* Pectin * Gelatin

Antioksidan

* Asam ascorbat/ Ascorbic acid/vitamin C * BHT sebagai antitengik untuk minyak goreng. * TBHQ dosis antitengik untuk minyak goreng.

puli yang secara tradisional di Jawa disebut “Karak” atau “Lempeng”. Disamping itu boraks digunakan untuk industri makanan seperti dalam pembuatan mie basah, lontong, ketupat, bakso bahkan dalam pembuatan EDUKASI

58

kecap. Hal ini karena boraks memberikan tekstur yang bagus pada makanan. Dijelaskan bahwa boraks merupakan senyawa kimia natrium tetraborat, berbentuk kristal lunak berwarna putih, tidak berbau, larut dalam air,

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

dan tidak larut dalam alkohol. Boraks memiliki sifat antiseptik yang digunakan oleh industri farmasi sebagai ramuan obat, misalnya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat tetes mulut, dan obat pencuci mata. Selain itu, boraks juga digunakan sebagai bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu, dan antiseptik kayu. Urgensi Pendeteksi Boraks Penyalahgunaan boraks oleh produsen dapat berakibat fatal bagi tubuh. Walaupun boraks tidak memberikan dampak langsung terhadap tubuh, akan tetapi dampaknya akan terada ketika boraks terakumulasi dalam jumlah banyak. Boraks yang dikonsumsi terlalu banyak akan mengalami proses penyerapan oleh tubuh, kemudian akan tersimpan dalam hati, otak, ginjal, atau testis (buah zakar). Di dalam organ-organ tersebut, boraks dapat tersimpan secara kumulatif apabila dikonsumsi terus menerus. Penimbunan tersebut yang akan menyebabkan dosis boraks dalam tubuh menjadi tinggi. Pada dosis tinggi, boraks menimbulkan gejala pusingpusing, muntah, kram perut, depresi, kerusakan ginjal, nafsu makan berkurang, radang kulit, anemia, dan lainnya. Bagi anak kecil dan bayi, bila dosis dalam tubuh mencapai 5 gram atau lebih, akan menyebabkan kematian.


Pada orang dewasa, kematian akan terjadi jika dosisnya mencapai 10-20 gram. Maka dari itu, pemakaian boraks seharusnya dihindari sebagaimana menghindari pemakaian formalin. Namun, karena akibat boraks yang tidak dirasakan secara langsung bagi konsumen, masyarakat menjadi tak acuh terhadap kandungan boraks dalam makanan. Perasaan tak acuh tersebut yang menjadikan boraks sulit dideteksi oleh masyarakat. Akan tetapi, dalam rangka menghindari akibat dari boraks, alat pendeteksi boraks menjadi hal yang urgen bagi masyarakat. Penemuan alat pendeteksi boraks pada Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) ke-45 oleh dua pelajar SMAN 3 Semarang menjadi hal yang dibutuhkan masyarakat. Alat pendeteksi boraks tersebut dinamakan sibodec, singkatan dari sticks of boraks detector. [Okezone, Jumat (15/11/2013)] Kandungan Sibodec Sibodec memiliki kandungan Natrium tetraborat (Na2[B4O5(OH)4]8 H2O) yang akan terurai menjadi dinatrium hidroksida dan asam aborat. Asam aborat inilah yang biasa dikenal dengan istilah boraks. Dengan menggunakan teori asambasa, boraks ini dapat dideteksi dengan menggunkan kunyit. Kunyit memiliki

SIBODEC kandungan “kurkumin (asam kurkuma)�, yakni senyawa kimia yang berfungsi memberikan warna kuning pada kunyit. Ia memiliki kemampuan mengikat asam aborat sehingga dapat mengetahui adanya kandungan asam aborat ( b o r a k s ) . U n t u k mengetahuinya cukup dengan meneteskan ekstrak kunyit ke bahan makanan yang akan diuji. Pada kondisi asam, kurkumin akan berwarna kuning, sedangkan pada kondisi basa berubah menjadi merah kecoklatan (merah bata). Perubahan warna kurkumin pada kunyit inilah yang menjadi asumsi bahwa kunyit dapat dijadikan indikator asam-basa. Boraks merupakan bentuk senyawa yang bersifat basa dengan pH 9,5. Apabila senyawa ini tercampur dengan kurkumin akan menimbulkan senyawa baru yang disebut borokurkumin yang berwarna merah kecoklatan. Secara fisik, sibodec ini

terlihat seperti tusuk gigi biasa, sehingga mudah digunakan. Hanya dengan menusukkan sibodec ke dalam makanan yang ingin dideteksi kandungan boraksnya selama 5 menit, kandungan boraks bisa dideteksi. Jika terdapat perubahan warna seperti ketentuan perubahan warna kunyit, maka makanan tersebut positif mengandung boraks. Dengan adanya sibodec ini, masyarakat akan lebih mudah mengetahui kandungan boraks pada makanan. Alat pendeteksi ini juga dapat meminimalisir dampak negatif boraks pada kesehatan, sehingga gaya hidup sehat pun dapat tercipta dengan mudah.[E] *Penulis adalah Mahasiswi TM semester V

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

59

EDUKASI


Pujangga GOENAWAN MOHAMAD

SASTRAWAN “CATATAN PINGGIR” Yang Tak Menarik Dari Mati Yang tak menarik dari mati adalah kebisuan sungai ketika aku menemuinya. Yang menghibur dari mati adalah sejuk batu-batu, patahan-patahan kayu pada arus itu. Sastrawan “pesisiran” Puisi di atas adalah salah satu puisi karya sastrawan yang dikenal dengan kecerdasan, p e n g e t a h u a n d a n pengalamannya yang tidak diragukan lagi. Puisi-pusinya seringkali sulit dimengerti oleh khalayak umum. Kumpulan puisi pertamanya berjudul Pariksit yang terbit pada tahun 1971. Kisah Parasit yang hanya ada dalam kitab Adiparwa ini, belum tentu bisa dimengerti oleh orang Jawa. Juga beberapa judul lainnya seperti Interlude, Asmaradana, dan Misalkan Kita di Sarajevo menunjukkan bahwa untuk membaca puisi-puisi Goenawan Mohamad setidaknya memerlukan rujukan koran dan

EDUKASI

60

televisi. Ditambah lagi idiomidiomnya yang sangat personal, yang bahkan sahabat dekatnya sendiri, Sapardi Djoko Darmono, juga tidak serta-merta dengan mudah bisa memahaminya. Ia lahir di Batang pada tanggal 29 Juli 1941. Sejak umur lima tahun, ia telah ditinggal oleh ayahnya yang seorang pejuang kemerdekaan karena terbunuh oleh Belanda. Ayahnya yang mewariskan sebuah Webster dengan gambar-gambar yang sangat menarik, secara tidak langsung menginspirasi Goenawan Mohamad kecil untuk menjadi seperti sekarang. Sebagai penyair yang terlahir dalam keluarga pesisiran, dia merasa berbeda dari penyair lain seperti Rendra, Sapardi Djoko Damono yang ketiganya merupakan kelahiran Surakarta (Solo). Juga dari penyair dengan bahasa ibu Melayu seperti Amir Hamzah, Chairil Anwar dan Sutardji Calzoum Bachri. Bagi Goenawan Mohamad, kejawaannya dan sekaligus kepesisirannya merupakan sebuah masalah besar karena ia menjadi gagap dengan hal tersebut. Namun bagi Arifin C. Noer yang kelahiran Cirebon dan

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

seumuran dengannya, menganggap bahwa masalah tersebut justru modal besar yang harus Goenawan Mohamad syukuri. Sejak kecil mulai mengenal puisi dari kesukaannya mengikuti acara puisi yang diiringi piano dalam Tunas Mekar di RRI Program Nasional. Selain itu, ia juga rutin membaca majalah Kisah asuhan H.B Jassin langganan kakak laki-lakinya yang seorang dokter. Saat berumur 17 tahun, ia sudah mulai menulis dan menerjemahkan puisi penyair luar negeri seperti Emily Dickinson dan Guillaume Appolinaire. Ia juga mulai mencoba menulis puisi sendiri. Setelah lulus dari Sekolah Rakyat Negeri Parakan Batang dan lulus pada tahun 1953, ia pindah ke Pekalongan untuk melanjutkan di jenjang SMP sampai SMA. Sejak berdomisili di Jakarta untuk kuliah di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, puisi-puisinya mulai dimuat di lembar kebudayaan Manifestasi di harian Abadi. Sejak itu, era kepenyairannya dimulai. Selain puisi, esai-esainya pun lahir dan dibicarakan orang. Dunia kepenulisannya semakin


Goenawan Mohamad


berkembang sehingga ia mulai merintis kewartawanannya di harian Kami dan majalah Ekspres. Style baru yang dimunculkannya dalam dunia jurnalistik, kemudian disebut sebagai Cross X Jurnalism. Sayangnya, Goenawan Mohamad tak menyelesaikan studinya di kampus kuning itu. Ia kemudian belajar politik di Belgia dan menjadi nieman fellow di Harvard University. Simbol kebebasan pers Peran Goenawan Mohamad lebih banyak di luar sastra. Dalam ceramahnya tentang Kesusastraan dan Pers di Teater Arena, TIM, tanggal 14 Oktober 1971, diutarakannya bahwa ia lebih memilih menjadi jurnalis daripada sastrawan. Karena kekritisannya, ia seringkali terlibat permasalahan dengan berbagi pihak. Pada tahun 1969, ia sempat menyemprot Bur Rasuanto yang menulis berita tentang ceramhanya di TIM. Kemudian November 1970, Goenawan bertengkar dengan B.M. Diah, sang pemimpin umum Ekspres dan koran Merdeka sehingga ia dipecat dari jabatannya yang belum genap satu tahun. Tahun 1971, ia bersama teman-temannya mendirikan majalah Mingguan Tempo. Tulisannya yang paling terkenal adalah Catatan Pinggir, artikel pendek yang dimuat mingguan di halaman paling belakang Majalah Tempo. Pemikiranpemikirannya yang juga sering tertuang dalam kolom seringkali menyinggung agenda-agenda politik di Indonsia. Salah satu bidikannya adalah rezim Soeharto yang pada waktu itu menekan

EDUKASI

62

pertumbuhan demokrasi di Indonesia. Karena pemerintah merasa terancam, penerbitan majalah Mingguan Tempo kembali dibredel pada tahun 1994. Ketika itulah Goenawan Mohamad dikenal menjadi simbol bagi kebebasan pers sekaligus kebebasan berpikir dan berpendapat di Indonesia Bukan Goenawan Mohamad kalau pantang menyerah. Majalahnya dibubarkan, ia kemudian mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) sebagai wadah perkumpulan jurnalis independen pertama di Indonesia. Juga, turut mendirikan Institusi Studi Arus Informasi

Tahun 1971, ia bersama teman-temannya mendirikan majalah Mingguan Tempo. Tulisannya yang paling terkenal adalah Catatan Pinggir, artikel pendek yang dimuat mingguan di halaman paling belakang Majalah Tempo.

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

(ISAI) dimana kerja perkumpulan t e r s e b u t a d a l a h mendokumentasikan kekerasan terhadap dunia pers Indonesia. Kasus pembredelan Tempo kemudian diajukannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara yang pada tanggal 3 Mei 1995 memenangkan gugatan Goenawan Mohamad terhadap Menpen melalui hakim Benyamin Mangkudilaga SH. Tahun 1998 Soeharto diturunkan dan Majalah Tempo kembali terbit. Tidak lama kemudian, Tempo memperluas usahanya dengan menerbitkan surat kabar harian bernama Koran Tempo. Lagi-lagi karena nafas tulisan yang kritis, beberapa tahun setelah terbit, Koran Tempo kembali menuai masalah. Pertengahan bulan Mei 2004, Pengadilan Jakarta Timur menghukum Goenawan Mohamad dan Koran Tempo untuk meminta maaf kepada bos Artha Graha, Tommy Winata, karena dinilai telah melakukan pencemaran nama baik. Selama kurang lebih 30 tahun menekuni dunia pers, Goenawan menghasilkan berbagai karya baik puisi maupun esai yang sudah diterbitkan. Juga Catatan Pinggir di majalah Tempo. Karya terbaru Goenawan adalah buku berjudul Tuhan dan Hal Hal yang Tak Selesai yang terbit pada tahun 2007, berisi 99 esai liris pendek. Hingga kini, selain menulis Goenawan juga banyak menghadiri konferensi baik sebagai pembicara, narasumber maupun peserta. Salah satunya, ia mengikuti konferensi yang diadakan di Gedung Putih pada 2001 di mana Bill Clinton dan Madeleine Albright menjadi tuan rumahnya.


Jangan Bohong

atauKau

Bau Kentut

Oleh: Kamalia Dina

Kamu boleh percaya atau tidak tentang cerita ini. Cerita ini sudah lebih dari 100 tahun dan baru seorang kakek kirakira tua bercerita padaku.

A

walnya aku kira kakek yang aku temui di bus dari Bandung sewaktu aku hendak ke Semarang adalah orang gila. Pipinya cekung, pakaiannya lusuh, dan rambutnya yang hampir seluruhnya putih bahkan tampak urak-urakan seperti tak pernah disisir. Ia juga membawa kain yang diikatkan di punggungnya dan memakai sandal tali yang dililitkan sampai ke atas mata kaki. Selama aku berada di bus, ia menceracau tak jelas, seperti mengajakku ngobrol tapi aku tak menggubris. Hingga kualihkan pandanganku ke jendela. “Dari mana dan mau turun di mana, Mas?”(1) Aku tak menjawab. “Ditakoni kok rak njawab, Mas... Mas...”(2) Kuliriknya dengan sudut mataku. Ia berbicara sendiri dengan bahasa Jawa.

Mungkin dikiranya aku tak mengerti bahasa Jawa. Dan prasangkanya salah. Walau aku tidak bisa berbicara bahasa Jawa namun aku bisa mengartikannya ke bahasa yang dapat kumengerti. “Mas, awakmu mambu entut? Entut wes mambu ning endiendi.”(3) Aku masih tak menjawab. Kali ini aku tak hanya melirik. Aku melihatnya. Gelagatnya seperti kucing kelaparan yang mengincar ikan karena bau amisnya. Ia mengendus-endus apa yang ada di sekitarnya. Bahkan ia mengendus-endus kearahku juga. Namun, aku menatapnya tajam. “Awakmu yo mambu entut, Mas.”(4) “Ngapain sih Kek? Dasar kakek gila.” “Dikandani rak ngandel. Malah ngarani edan,”(5) begitu yang kudengar. Ia merespons kalimatku.

Aku tak merespons lagi. Rasanya aku ingin segera turun. Kakek gila ini membuatku semakin gila. Dikatakannya ia mencium bau kentut. Tapi aku rasa tidak ada bau apapun yang mengganggu hidungku. Tidak pula dengan semua orang yang ada di dalam bus kecuali kakek tua itu. Semua orang masih dengan aktivitasnya, tidak ada yang terganggu oleh bau kentut seperti yang dikatakan kakek tua itu. Namun, mereka justru terganggu dengan apa yang dilakukannya. “Andai engkau bisa mencium bau dunia ini, pasti engkau ingin sekali segera kembali kepadaNya. Bau dunia ini melebihi kentut semar yang paling busuk.” Aku mencerna kalimatnya. Sekarang cara bicaranya tak seperti orang gila. Prasangkaku semakin luntur. Ia lebih bak

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

63

EDUKASI


seorang guru yang akan menasihati muridnya. “Aku akan menceritakanmu tentang kentut kebohongan. Usiaku sudah 100 tahun. Namun, cerita ini telah ada lebih dari 100 tahun. Mulut ke mulut telah mengabadikan cerita ini. Sekarang dengarlah!” Tiba-tiba, aku seperti terhipnotis dengan gayanya bercerita. Ia menerawang ke belakang jok kursi depannya. Dan sesekali menatapku saat aku menatapnya dengan penuh perhatian. Walau kata-katanya sedikit tak membuatku tertarik namun sepertinya ia mempunyai kharisma yang tak dimiliki semua orang yang pernah kutemui. Sehingga aku sangat ingin tahu dengan apa yang hendak dikatakannya. “Syahdan dahulu kala ada sebuah negeri yang sangat makmur. Seakan-akan rahmat Tuhan hanya dilimpahkan di negeri itu. Negeri yang sangat hijau karena banyak pohon yang hampir semua pohon di dunia ini bisa tumbuh di sana. Negeri dengan sungai-sungai yang mengalir jernih ke muara dan negeri yang bisa disinari cahaya mataharinya tanpa membuat matahari buatan. Sungguh tak bisa dielakkan lagi apa yang peroleh negeri tersebut. Bahkan emas, minyak, hasil tambang lainnya pun dimilikinya. Apa yang dikhawatirkan lagi? Kemiskinan? Kelaparan? Tidak lagi.” “Kenapa?” “Karena negeri mereka sudah sangat kaya dengan rahmat Tuhan itu. Tinggal bagaimana mereka mengolah dan memanfaatkannya untuk kehidupan mereka.” “Dan apa yang dipermasalahkan? Toh mereka

EDUKASI

64

sudah hidup dengan makmur.” “Kehancuran negeri itu dimulai dari sini. Sifat manusia yang selalu serakah dengan apa yang nampak indah di matanya. Dari mata turun ke hati. Setiap orang yang melihat keindahan dunia tanpa mengendalikan nafsunya bisa menjadikan penyakit di hatinya. Dan itulah yang membuat negeri itu hancur dan sekarang hilang tak pernah ditemukan.” “Bagaimana bisa?” Kakek itu menatapku tajam seakan pertanyaanku belum tepat untuk diajukan. Ia kemudian melanjutkan ceritanya. “Ya, bisa saja. Kau tahu, masing-masing dari mereka menghimpun kekayaan alam itu. Padahal awalnya mereka sudah sepakat jikalau kekayaan alam itu milik bersama. Dan setan memang diciptakan untuk menggoda manusia. Mereka mengeruk kekayaan itu untuk kepentingan pribadi, mereka pikir kekayaan itu akan diwariskan hanya kapada anak cucu mereka, tujuh puluh tujuh turunan mereka, mungkin. Itulah yang membuat mereka berbohong antara satu orang dengan lain. Mereka saling menyembunyikan apa yang seharusnya tidak disembunyikan.” Aku menahan apa yang sebenarnya ingin kutanyakan. Aku masih penasaran apa yang menyebabkan negeri itu hancur dan hilang. Namun, melihat matanya yang tajam kuurungkan niatku untuk bertanya. “Kebohongan. Ya, ke-bo-hongan. Tanpa dicari tahu, sebenarnya jika engkau berbohong akan terbongkar dengan sendirinya. Awalnya bau mulutmu akan berbau busuk. Jika kau sering melakukannya bau

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

badanmu yang berbau busuk. Dan jika sudah menjadi kebiasaanmu maka apa yang kau keluarkan dari tubuhmu semuanya berbau busuk melebihi kentut semar yang paling busuk di dunia.” Ia diam sejenak. “Tuhan telah bermurah hati kepada mereka. Namun, karena keserakahan mereka sendiri, mereka hancur. Tuhan menurunkan azab bagi negeri yang penuh dengan kebohongan itu. Awalnya mulut-mulut mereka akan berbau busuk hingga mereka sangat terganggu dengan hal itu. Namun, karena terlalu sering membaui semua bau busuk itu dan semua bau busuk berbaur menjadi satu. Mereka menjadi terbiasa dan seakan tidak mencium bau busuk dari diri mereka sendiri. Kemudian kebohongan sering mereka lakukan karena setiap hari mereka saling menyembunyikan dan saling mencurigai. Nahasnya semuanya yang keluar dari mulut mereka tidak lain hanya kebohongan. Akhirnya negeri itu menjadi negeri busuk yang mencemari sungai-sungai jernih di sana hingga airnya menjadi keruh. Bau busuk itu juga menggugurkan daun-daun yang awalnya berwarna hijau segar hingga pohon-pohon di negeri itu menjadi keriput dan tak berdaun lagi, meranggas.” “Sungguh malang nasib negeri itu,” komentarku. “Tidakkah engkau mengira apa yang terjadi dengan negeri itu?” Baru kali ini kakek tua itu menanyaiku setelah prasangkaku tentangnya yang salah tadi. Dan aku menggelengkan kepala. “Akhirnya negeri itu hancur karena setiap perkataan mereka


adalah kebohongan. Pohon-pohon yang sudah tak berdaun itu tumbang satu per satu dan tak tumbuh lagi. Sungai yang keruh sudah berubah menjadi bak sampah besar karena air ludah mereka adalah sampah dari perut mereka yang baunya sangat busuk. Semua itu telah menimbulkan banjir, tanah longsor, dan lumpur panas yang keluar dari bumi tanpa henti. Dan saking busuknya bau tersebut, matahari pun berontak. Benar ia menyinari negeri itu. Tapi cahayanya menjadi sangat panas seakan-akan matahari berada sejengkal dari kepala mereka. Karena begitu panasnya, emas dan barang tambang lainnya yang ada di negeri tersebut melebur hingga tak tersisa. Sehingga mereka tak bisa minum dari sungai mereka sendiri. Tak bisa makan dari kekayaan alamnya sendiri. Pun mereka terjangkit berbagai penyakit. Wabah yang menyerang seluruh penduduk negeri lama-kelamaan menjadikan mereka kelaparan sehingga badan kurus kering dan perut yang buncit.” Kakek itu bercerita panjang lebar padaku. “Apakah cerita itu benar adanya?” “Bagaimana Kakek tahu mengenai cerita itu?” tambahku. Ia bangkit dari tempat duduknya. Mengendus-endus dan berkali-kali menutup hidungnya. Seperti ia tak tahan dengan apa yang diciumnya. “Seperti apa bau itu?” “Aku sudah memberitahumu tadi. Melebihi bau busuk kentutnya semar. Dan jika kau mencium bau itu pasti kau sangat tak tahan dan tak ingin hidup di dunia ini.”

Kuhirup udara dalam-dalam lalu kukeluarkan lagi. Berkali-kali kulakukan itu namun, nihil. Aku sama sekali tak mencium bau yang dicium oleh kakek tua itu. Yang kurasakan hanyalah kesegaran karena kepenatan yang membuat dadaku sesak seakan hilang sedikit demi sedikit. Rasa bersalah dari hati kapada kedua orang tuaku seakan keluar bersama hembusan napasku. Sebenarnya aku tak bilang kalau aku akan ke Semarang. Hanya pamit ke Pekalongan, rumah Mbah untuk mengunjunginya sekaligus berlibur. Ya, orang tuaku apalagi ibuku pasti sangat tidak mengizinkan aku jika aku pamit ke rumah mantan kekasihku di Semarang. Mantan kekasih yang sudah diperistri orang. Kemarin ia hanya mengirim pesan singkat kepadaku.

Kpan libur kerja, Mas? Sender: Mita 0857777xxxxx Sudh 2 hari q libur. Masih ada 5 hari lburan tersisa, Dek. To: Mita 0857777xxxxx Feel lonely. Suami q ke luar kota. Sender: Mita 0857777xxxxx Sama, sepi. so? To: Mita 0857777xxxxx Bsok bisa ke Semarang gak? Aku mau curhat. Pokoknya harus bisa. Sender: Mita 0857777xxxxx Aku tak membalas pesan terakhir Mita. Sudah lama aku tak bertemu dengannya. Jadi, kuputuskan untuk berlibur di

rumah mbah. Itung-itung sekalian ke rumah Mita. Kala aku merenungkan kegamanganku, kakek tua itu mengendusku lagi dengan hidung yang dijepit dengan jari jempol dan jari telunjuk tangan kirinya. Dan tak berapa lama, tiba-tiba kakek tua itu menyodorkan tangannya di hadapanku. “Aku ape medun,”(5) katanya ketika ia hendak berdiri dari tempat duduknya. Aku tersenyum. Kakek tua itu turun dan sudah sampai pada undakan bus paling bawah. Aku baru ingat kalau aku belum sempat berkenalan dengannya. “Kakek tua.” Aku berteriak. Ia menoleh dan tersenyum. Namun bus sudah berhenti dan menurunkannya di halte. Baru beberapa detik kemudian aku mencari sosoknya lewat kaca bus yang ditimpa gerimis. Gerimis yang baru datang ketika bus itu menurunkannya. Aneh. Ia menghilang begitu cepat. Aku hanya melihat seorang wanita paruh baya yang duduk di halte itu. Aku memastikannya lagi walau bus sudah berjalan agak jauh. Namun, nihil. Mataku tak menangkap sosoknya. Ngaliyan, End of December 2013 Penulis adalah mahasiswa TBI '11 semester 5

(1 )“Ditanya kok nggak jawab, Mas. . Mas.” (2 )“Mas, kamu mencium bau kentut? Bau Kentut sudah tercium dimanamana.” (3) “Kamu juga bau kentut, Mas.” (4) “Dikasih tahu nggak percaya. Malah nyebut aku gila.” (5) “Aku mau turun.”

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

65

EDUKASI


DIORAMA Dialog Ragam Problema (DIORAMA) akan memberikan solusi bagi permasalahan yang tengah menimpa Anda. Rubrik ini diasuh oleh Dr. Abdul Wahib, M.Ag. Pakar Psikologi Agama Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) IAIN Walisongo Semarang. Kirim pertanyaan Anda seputar pencarian jati diri, akademik, agama, keluarga dan cinta ke e-mail: mail@lpmedukasi.com.

PLIN PLAN Kang Wahib yang saya hormati. Orang bilang, saya plin plan alias lamban dan kurang tegas dalam mengambil keputusan. Sedangkan saya berkecimpung dalam dunia organisasi yang butuh ketegasan dan tidak butuh waktu lama dalam berfikir. Kadang, kalau saya dimintai saran dan dituntut bersikap tegas oleh rekan-rekan, saya dinilai kurang berhasil. Padahal, mereka tidak tau, saya tidak mau tergesa-gesa dalam mengambil keputusan maupun bertindak. Saya sendiri, untuk memutuskan suatu perkara memang perlu waktu lama, sebab banyak pertimbangan. Lantas, apakah saya harus mengikuti saran teman-teman atau tetap pada prinsip? Mohon saran dari Kang Wahib. Agy

Seorang pemimpin harus bisa mengambil kesimpulan secara cermat dan kemudian mengeluarkan keputusan secara cepat, idealnya memang begitu dan tidak sebaliknya, mengambil kesimpulan secara cepat (tergesa-gesa) meskipun mengeluarkan keputusan secara cermat.. Oleh karena itu apa yang Agy lakukan selama ini ada sisi benarnya, yaitu tidak mengambil keputusan secara tergesa-gesa. Akan tetapi sikap teman-temanmu juga ada sisi benarnya. Proses cermat dalam mengambil kesimpulan itu tentu ada batasnya, jika molor-molor keburu terlambat dan kadaluwarsa. Momentumnya sudah hilang. Apa lagi jika ditambah dengan kurang cermat dalam mengambil keputusan. Soal apakah harus mengikuti saran temanteman atau tetap pada prinsip bukanlah masalah yang hitam putih. Yang perlu dilakukan ke depan ialah mengambil jalan tengah. Tetap mengambil kesimpulan secara cermat tapi tidak pakai lama agar tidak kadaluarsa.

SINDROM SILENT Kang Wahib yang saya hormati. Saya lebih suka banyak diam daripada berbicara. Singkatnya, saya pendiam. Pernah sekali berucap kepada teman dekat saya. Eh, dia malah tersinggung dan merasa tersakiti karena perkataan saya. Padahal, menurut saya, bahasa yang saya pakai sudah benar. Saya tidak tau di mana letak salah bicara saya. Sampai sekarang, dia terkesan jaga jarak dengan saya. Dia juga menjadi tidak banyak ngobrol apabila bersama saya. Untuk mengembalikan keharmonisan persahabatan itu bagaimana ya, Kang? Mohon sarannya, terimakasih. Mahasiswa FITK

EDUKASI

66

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

“Menurut saya, bahasa yang saya pakai sudah benar...� lha ini kan menurut kamu. Kalau ternyata menurut orang lain itu kurang bijak maka perlu direnungkan ulang, jangan-jangan sudut pandang orang lain adalah yang benar. Bukankah untuk bisa melihat diri, tak ada pilihan lain, seseorang harus melihat cermin? Pada sisi lain, ada norma-norma tertentu yang mengatur apa yang boleh dan apa yang tidak boleh (tidak sopan) untuk diomongkan/ditanyakan pada orang lain, sesuai dengan budaya yang dianut. Sebagai contoh, tidak elok untuk menanyakan kepada kaum wanita berapa usianya karena hal ini membuatnya kikuk atau bahkan tersinggung. Dianggap sangat tidak sopan jika seseorang menanyakan kepada wanita tentang suaminya siapa? Dalam budaya Barat, jika seseorang terpaksa harus menanyakannya maka


tentu didahului dengan permohonan maaf karena mau menanyakan hal-hal yang sifatnya personal. Menutup diri dari pergaulan dan selalu berdiam diri menurut hemat pengasuh bukanlah solusi karena hal ini akan menjadikan problemnya semakin menguat dan membatu. Dengan tetap terbuka dan bergaul insya Allah problemnya jadi mencair. Hanya saja memang perlu dipahami halhal yang bisa dianggap mengganggu pergaulan jika diomongkan.

SUSAH HEMAT Kang Wahib yang saya hormati. Saya paling sulit save my money. Padahal, planning terebut sudah ada sejak awal masuk kuliah. Namun hasilnya hingga sekarang nihil. Saya tidak cukup banyak menabung dan sebaliknya. Justru banyak membelanjakan uang. Sebenarnya saya sudah membuat pengingat dengan menulis “AYO HEMAT!� di dinding kamar kos. Selain itu, saya juga mencatat pengeluaran tiap hari di buku khusus, kemudian memilah kebutuhan mana yang harus didahulukan untuk dibeli. Tapi lagi-lagi saya mudah tergiur untuk membeli sesuatu. Nah, bagaimana solusi agar saya bisa hemat? Saya mengharap Kang Wahib berkenan memberi saran/masukan/solusi atas masalah saya ini. Terimakasih. Elisa Orang bisa membeli karena ada uang, karenanya salah satu cara untuk mengurangi hasrat membeli ya dengan tidak punya uang atau tidak memegang uang. Kamu patut bersyukur kalau ortumu kaya dan memberimu banyak uang saku atau kamu punya usaha sendiri dan banyak uang. Meskipun uang ada di tangan tentu saja sikap hemat lebih baik. Jika uang mu yang melimpah berasal dari ortu maka bagaimana kalau kamu sampaikan pada ortu untuk mengurangi uang sakumu? Hal ini perlu sebelum kamu sampai pada tahap di mana belanja adalah untuk belanja itu sendiri, tanpa mau melihat belanjanya itu untuk kepentingan apa (terobsesi untuk belanja).

AGAR BENCI JADI CINTA Kang Wahib yang saya hormati. Ketika pertama kali mengetahui di IAIN ada jurusan X, saya berminat di jurusan X tersebut. Karena selain suka pelajaran X, saya juga cukup berpotensi. Nah, karena pola penerimaan perguruan tinggi biasanya jika pilihan pertama ditolak, maka kemungkinan “ada� penerimaan di pilihan kedua. Melihat fenomena semacam itu, saya kemudian menempatkan jurusan X sebagai pilihan kedua dan menempatkan jurusan anjuran orang tua (Y) di pilihan pertama. Alhasil, pasca tes dan pengumuman, ternyata saya diterima di jurusan Y. Saya kaget! Saya kan tidak menguasai pelajaran Y. Bahkan sejak SMA dulu hubungan saya dengan pelajaran Y tidak begitu baik. Intinya, saya tidak suka dengan Y. Karena ingin membahagiakan orang tua, akhirnya saya pasrah dengan keadaan. Sampai sekarang semester 5, saya masih menekuni Y. Kang Wahib ada solusi agar saya kuat bertahan hingga lulus nanti? Dan mampu menyukai Y sebagaimana saya menyukai X? Ditunggu sarannya Kang Wahib, syukron kasiiran. Nia Aturan yang berlaku adalah jika mahasiswa nilai tes masukknya bagus maka dia diberi prioritas untuk mendapatkan pilihan utamanya, tanpa dilihat pilihan utamanya itu fakultas atau jurusan apa. Aturan lainnya ialah pilihan kedua tidak boleh fakultas atau jurusan yang lebih banyak peminatnya. Kalau tidak ada aturan ini maka akan lebih banyak pendaftar yang menaruh FITK sebagai pihan terachir... setelah tidak diterima di fakultas A, B dan C pasti nanti diterima di FITK, kan ini pilihan terachir... Lha kok enak sekali ya ?!!! Nasi sudah menjadi bubur, untuk mengembalikan ke nasi lagi tentu resikonya lebih berat, lebih musykil. Karenanya lebih masuk akal kalau yang dipikirkan adalah bagaimana bisa terus ke depan dengan berhasil. Seperti mengendarai motor/mobil, seseorang mesti 90% melihat ke depan dan hanya 10% melihat ke belakang. So maju terus!!!

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

67

EDUKASI


RESENSI

KRITIK SEKOLAH BERBASIS MANUSIA JUDUL ASLI

: MANUSIA SEKOLAH & SEKOLAH MANUSIA PENULIS : M. GHUFRAN H. KORDI K. PENERBIT : PUSTAKA BARU PRESS CETAKAN : PERTAMA TAHUN TERBIT : 2013 TEBAL : XII + 188 HAL; 14 X 20 CM RENSENSATOR : AHMAD BASUKI

P

endidikan di negeri ini semakin hari semakin menunjukkan wajah yang karut marut. Selain itu, pendidikan di negeri ini juga berwajah sangat bengis terhadap rakyat. Institusi pendidikan formal yang bernama sekolah tidak lagi berpihak kepada rakyat. Biaya pendidikan yang melangit hanya mempersilahkan yang berduit saja. Sementara impian rakyat miskin untuk mengenyam pendidikan dipangkas akibat tidak mampu bayar biaya sekolah. Padahal, pendidikan di dalam Kovenan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (EkoSosBud) merupakan hak asasi bagi setiap manusia, dan negara adalah pihak yang berkewajiban (state obligation) memenuhi pendidikan tersebut. Namun lagi-lagi itu hanyalah cacatan di atas kertas. Pemerintah justru pro-privatisasi dan swastanisasi sekolah-sekolah tinggi (Perguruan Tinggi) milik negara.

EDUKASI

68

Cara pemerintah menangani pendidikan semakin memprihatinkan, kacau dan bahkan bisa dikatakan “gagal”. Ujian akhir nasional (UAN) misalnya. Hingga kini UAN masih menjadi salah satu masalah yang terus dikritik. Mahalnya biaya pendidikan yang hanya dapat diakses keluarga kaya saja semakin menunjukkan bahwa privatisasi perguruan tinggi semakin kuat. Ditambah kualitas guru dan dosen yang rendah, bangunan sekolah runtuh dimanamana, sekolah di desa terpencil yang kekurangan guru dan perlengkapan belajar, sekolah menjadi komoditas bisnis, kekerasan di sekolah, dan seterusnya adalah berbagai hal yang terus melingkupi pendidikan di Negeri ini. Realita ini menunjukkan bahwa pemerintah melepas tanggungjawab dan kewajiban dalam memberikan pendidikan sebagai faktor strategis dalam pembangunan bangsa.

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

Sebagai warga negara, penulis merasa mempunyai tangungjawab dalam membantu pembangunan pendidikan di Negeri ini. Tulisan-tulisan yang ada dalam bukun ini adalah bentuk keprihatinan M. Ghufran H. Kordi K. atau yang akrab dipanggil Upan, melihat buruknya pendidikan kita selama ini. Sampai buku ini pun hatus diberi judul “Manusia sekolah & Sekolah Manusia”. Judul ini adalah harapan bahwa pendidikan formal yang diidentikkan dengan sekolah seharusnya menampakkan wajah demikian. Manusiamanusia yang bersekolah seharusnya menunjukkan diri sebagai “manusia” yang sebenarnya. Keinginan ini bukanlah muluk-muluk kerena koruptor/pencuri di negeri ini adalah manusia-manusia yang sekolah. Artinya sekolah juga berkontribusi melahirkan koruptor tesebut. Manusia sekolah


RESENSI seharusnya cinta damai, toleran, inklusif, dan mengedepankan dialog dari pada otot, pandangan lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Kesejahteraan Sosial (STIKS) Tamalanrea, Makasar. Kenyataannya kekerasan dan adu otot dari jalana hingga gedung parlemen dilakukan oleh manusia-manusia sekolah. Lagi, sekolah berkontribusi pada hidup yang mengedepankan caci maki, kekerasan, dan adu otot. Dalam buku ini, banyak dipaparkan berbagai pandangan serta kritik penulis terhadap pendidikan bangsa kita sekarang ini, tetapi sayangnya fakta empiris masih kurang dipaparkan. Kesemua itu dibahas begitu luas, dengan kemasan

negeri dongeng. Selain sebagai aktivis LSM dan juga pekerja sosial, ia juga banyak menulis buku tentang perikanan dan kelautan, peneliti lulusan Fakultas Ilmu Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makasar. Buku dengan tebal 188 halaman ini adalah buku kritik sosial pendidikan pertamanya. Meski demikian ia mampu mengantarkan dengan jalas kepada pembaca carutmarut pendikan negeri gemah M. GHUFRAN H. KORDI K. ripah Loh Jinawi ini. Diantarkan dengan bahasa yang lugas jan jelas penbaca akan larut dalan cover berwarna kuning terlihat suasana yang coba dibangun s e o r a n g a n a k h e n d a k p e r g i penulis.[E] kesekolah impian layaknya di

“MANUSIA-MANUSIA YANG BERSEKOLAH SEHARUSNYA MENAMPAKAN DIRI SEBAGAI “MANUSIA” YANG SEBENARNYA. KENYATAANNYA KEKERASAN DAN ADU OTOT DARI JALANA HINGGA GEDUNG PARLEMEN DILAKUKAN OLEH MANUSIA-MANUSIA SEKOLAH,”

DIORAMA

TERHAMBAT Kang Wahib yang saya hormati. Saya sangat semangat kalau jualan. Disamping kuliah, saya juga belajar bisnis dengan berjualan makanan kecil-kecilan di kampus. Awalnya berjalan lancar. Namun, sejak di lokasi itu dilarang berjualan, saya jadi kehilangan semangat. Sebab, saya tidak punya lokasi pengganti yang menjanjikan seperti lokasi itu.

FOKUS KULIAH Kang Wahib yang saya hormati. Dulu, ketika masih semester awal saya aktif di organisasi kampus. Tapi, setelah sampai pada semester ini saya jadi malas. Saya memutuskan meninggalkan organisasi untuk fokus kuliah saja. Menurut Kang Wahib, apakah keputusan saya ini salah? Baiknya bagaimana? Terimakasih. Jep Ke Semarang kan memang untuk kuliah, jadi

Saya semakin galau karena saya tidak bisa mengembangkan hobi jualan saya lagi. Kang Wahib ada saran agar saya tidak galau lagi? Ifah Naluri bisnis tak bisa di-delete oleh sikon yang hanya seperti itu. Selama naluri bisnis dan kreatifitasmu tetap jalan ya sabar dan tetap selidik saja nanti kan ketemu lagi tempat jualannya. Tak jauh dari situ kok!

kalau kembali ke bangku kuliah itu sudah sesuai khittah. Tidak ada yang salah. Hanya saja, jika kamu memang punya potensi lebih, mengapa tidak digunakan untuk sesuatu selain kuliah? Ke depan orang-orang yang kreatif, cakap, trampil, tahan banting dan ulet lebih banyak dibutuhkan dan memiliki peluang lebih besar dari pada mereka yang IP-nya tinggi tapi tidak memiliki ketrampilan apapun kecuali memunguti IP. Ya ditimbang-timbang lah. Mana yang paling cocok untuk kamu tidak hanya saat ini tapi juga untuk masa depan. Salam dari Kang Wahib

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

69

EDUKASI


RESENSI

BELAJAR DI HUTAN RIMBA

O

rang rimba, bagian dari masyarakat Indonesia juga. Hanya saja, karena menetap di pedalaman hutan yang sulit dijangkau, keberadaan serta kehidupan mereka kurang diketahui. Sehingga, mindset yang melekat pada masyarakat selama ini mengenai orang rimba selalu tertuju pada tipe orang primitif, terbelakang peradabannya, dan banyak bergantung kepada alam. Ketidaktahuan masyarakat umum atau bahkan pemerintah tentang seluk beluk kehidupan orang rimba, potensi orang rimba, juga apa yang mereka butuhkan dan harapkan dari masyarakat luar, menjadi alasan terbitnya buku Sokola Rimba. Buku Sokola Rimba berasal dari Anecdot tulisan Butet Manurung ketika hidup di hutan. Selain best seller, pengalaman Butet itu juga difilmkan yang rilis pada november 2013. Sebagai seorang antropolog dan pencinta alam, Butet memang kerap menyelami kehidupan orang-orang rimba seperti di Jambi, Papua, Aceh, dan Halmahera. Ia juga aktif memberikan pendidikan. Namun sayang, buku Sokola Rimba ini terasa belum lengkap karena hanya menampilkan seputar pengalaman penulis ketika di hutan rimba Jambi. Sedangkan yang diceritakan ialah terkait kehidupan keseharian orang rimba, khususnya sisi pendidikan.

Pendidikan Menurut Orang Rimba Melek huruf memang tidak menjanjikan seseorang akan menyandang gelar seperti insiyur, dokter atau profesor. Tapi setidaknya dengan mengetahui huruf, seseorang akan mampu memposisikan diri ketika sedang berinteraksi dengan dunia luar. Karena buta aksara memberi banyak peluang untuk dibodohi

EDUKASI

70

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

JUDUL BUKU : SOKOLA RIMBA PENULIS : BUTET MANURUNG PENERBIT : KOMPAS CETAKAN : CETAKAN KEDUA, OKTOBER TAHUN 2013 TEBAL : XXVIII + 384 HLM; 14 CM X 21 CM ISBN : 978-979-709-754-7 RESENTATOR : NI'MATUSYIFA


RESENSI oleh orang lain. Melalui buku Sokola Rimba, Butet membuktikan betul kenyataan tersebut. Setiap penggal isi buku diceritakan dengan rinci bagaimana keadaan orang rimba yang sangat jauh dari sentuhan pendidikan. Akibatnya modernitas mengerogoti kehidupan rimba seperti dalam ekonomi, sengketa tanah dan juga penebangan hutan yang dapat mengancam eksistensi orang rimba. Terkadang, mereka menyesalkan keadaannya yang buta huruf sehingga sering dibodohi terutama dalam masalah uang. Selain masalah pendidikan yang minim, penulis juga mengungkapkan bahwa orang rimba begitu kental menjaga adat istiadatnya dari pengaruh dunia luar. Seperti yang tertulis dihalaman 56 dengan judul “jangan usik-usik adat kami” dalam bahasa rimba diungkapkan dengan “jengon mikay usik-usik adat kami!”. Mereka sangat kuat dalam memegang prinsip dan tidak segan-segan melawan ketika kehidupannya terusik.

terus berlangsung dihutan rimba. Menurut Butet, banyak anak-anak rimba yang berpotensi. Mereka begitu cepat paham pelajaran dan juga memiliki sikap kritis, kreatif, dan inovatif. Anak-anak tersebut dapat dikategorikan jenius sehingga ia semakin yakin untuk membentuk tim kader guru di hutan rimba. Selain pembentukan kader, pada bagian akhir penulis juga menyampaikan gagasannya mendirikan Sokola dalam rangka memberikan kesempatan belajar bagi komunitas rimba. Visi Sokola adalah sekolah untuk kehidupan, sedangkan misinya adalah untuk mempersiapkan masyarakat tersebut mengahdapi tantangan dari dunia modern yang terus mendesak. Pemikiran atau ide yang disampaikan penulis sangat inspritif sehingga membuat buku Sokola Rimba semakin sarat akan manfaat. Melalui buku ini kita tidak hanya bertambah pengetahuan terkait kearifan tradisional adat Indonesia, kehidupan orang rimba maupun pendidikannya. Tetapi juga

“BANYAK ANAK-ANAK RIMBA YANG BERPOTENSI. MEREKA BEGITU CEPAT PAHAM PELAJARAN DAN JUGA MEMILIKI SIKAP KRITIS, KREATIF, DAN INOVATIF.” -BUTET MANURUNGSebagian orang rimba bahkan ada yang menganggap bahwa sekolah termasuk dalam pengaruh dunia luar yang dapat merusak adat rimba. Anggapan tersebut menurut Butet merupakan rintangan yang paling sulit dalam ia memberikan pendidikan, sebelum akhirnya ia berhasil mengajar dan mendapatkan murid cukup banyak. Namun kegiatan belajar-mengajar selalu tidak terlepas dari pengawasan para orang tua dikelompok tersebut. Membentuk kader Selain kesulitan dalam mengahadapi kelompok rimba yang apatis terhadap pendidikan. Rintangan lain yang dituliskan penulis adalah keadaan lokasi atau kelompok rimba yang cukup banyak. Dalam menanggapi permasalahan tersebut, penulis menggagas adanya pembetukan kader untuk membantunya mengajar. Hal ini bertujuan agar semua lapisan masyarakat rimba mendapatkan akses pendidikan, dan proses belajar-mengajar

menambah wawasan kita terkait HAM, prularisme, dan politik. Pesan-pesan moral namun tidak menggurui yang ditulis berdasarkan pertanyaan-pertanyaan sangat polos dari anak-anak rimba, juga semakin membuat menarik buku ini. Karena pertanyaan yang disampaikan cukup membuat kita berfikir dan tersentuh. Salah satu contoh tersebut yang dituliskan penulis misalnya “Kenapa lapangan parkir lebih bagus daripada rumah kardus orang yang dikolong jembatan?”. Namun disamping kelebihan-kelebihannya buku ini juga memiliki kelemahan, misalnya terdapat isi buku yang dituliskan tidak runtut, juga ide pokok penulis tidak selalu sama dengan apa yang ia jalankan sebagai tokoh utama dalam buku, sehingga hal ini terkadang mambuat kebingungan pembaca. Selebihnya buku ini sangat baik untuk dibaca.[E]

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

71

EDUKASI


NUSANTARA

DINASTI ATUT

POLITIK DINASTI RENTAN PENYIMPANGAN OLEH: TAAT RIFANI (BEM FITK 2013) Beberapa bulan terakhir di penghujung tahun 2013 negeri ini diramaikan dengan perbincangan mengenai politik dinasti. Hal ini berawal dari tertangkapnya ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar dan teman-temanya. Di dalamnya termasuk nama Tubagus Chaeri Wardana (wawan) yang disangka menyuap Akil Mochtar dalam sengketa pilkada Lebak, Banten. Bahkan kasus ini juga menyeret nama Ratu Atut Chosiyah gubernur Banten sebagai tersangka.

D

ari sini mulai terkuak tentang sistem politik dinasti di provinsi Banten yang porosnya adalah keluarga Ratu Atut Chosiyah. Mulai dari Ratu Atut, suami, adik, anak dan keponakan-keponakanya hampir semua menjadi pejabat. Yang mencengangkan dari sekian banyak keluarganya ada sekitar 12 yang menjadi pejabat baik eksekutif maupun legislatif. Bahkan beberapa menjadi pejabat di skala nasional, seperti TB Chaeri Wardana yang berada di MK dan Hikmat Tomet suami Atut yang menjadi anggota DPR RI. Menurut pengamat Politik Universitas Sultan Agung Titayasa Banten (Untirta) Gandung Ismanto. Kekuatan Dinasti Atut saat ini ditopang oleh dua kekuatan besar , pertama struktur politik, yaitu Golkar dengan struktur dan jaringan yang kuat. Kedua mereka memiliki legitimasi tradisional pada kelompok jawara (pelaku seni budaya

EDUKASI

72

Banten) dan ulama. Ini sebagai pilar kultural yang dimiliki. Dinasti ini memang terbangun sudah lama. Mulai terbangun sejak Orde Baru hingga sekarang. Hal ini tak lepas dari peran ayah Atut Tubagus Chasan Sochib sebagai Ketua Jawara (kelompok seni budaya) di Banten saat itu. Lanjut calon penerima gelar Phd di salah satu universitas di Austria itu dalam sebuah seminar Kebangsaan di Tangerang. Terlepas dari itu semua politik dinasti memang satu realita yang tak terbantahkan dan tidak bisa dihindari apapun bentuk pemerintahan satu negara. Bahkan Amerika Serikat yang telah mengenal demokrasi selama ratusan tahun juga tak bisa terhindar dari hal ini, lihat sja Dinasti Bush dan Kennedy yang ada dalam sejarah Amerika Serikat. Namun hal ini menjadi riskan, mengingat untuk meraih kekuasaan rentan menggunakan cara-cara yang tidak fair. Lihat saja dinasti politik Soeharto pada masa Orde Baru dengan cara diktator, hingga yang

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

terkini dinasti Atut di Banten yang mulai disangka dengan kasus penyuapan dalam pemenangan pilkada. Semua itu mengisyaratkan rentanya terjadi penyimpangan dalam proses berjalanya pemerintahan. Melawan prinsip demokrasi Terkuaknya dinasti politik Ratu Atut di Banten membuat kita prihatin. Mengingat berbagai fakta yang ada, ternyata tak sedikit penyimpangan dan kejanggalan. Mulai dari tertangkapnya TB Chaeri Wardana dan Ratu Atut hingga adanya dugaan kong kalikong antara eksekutif dan legislatif untuk melanggengkan rezim Atut menjadi sebagian fakta yang terkuak. Fakta-fakta tersebut mengarah pada suatu konklusi bahwa dinasti politik melawan prinsip demokrasi yang mengedapankan sistem kompetisi. Ditambahkan pula oleh Ali Nurdin pengamat politik universitas Matlaul Anwar Pandegelang bahwa ada praktek korupsi di dalamnya. “Bukti


indikasi korupsi dan penyimpangan dinasti politik antara legislatif dan eksekutif terlihat dari sikap dewan yang tidak mementingkan rakyat.� Ketika KPK sudah mengajukan pemakzulan terhadap Ratu Atut kepada Kemendagri RI, tapi ternyata sikap DPRD Banten masih pasif. Padahal sudah jelas Ratu Atut bestatus tersangka. Dalam kesempatan lain kubu Ratu Atut juga melakukan pembelaan. Pembelaan itu disampaikan Fitron Nur Ihsan juru bicara keluarga Ratu Atut. Menurutnya penilaian orang tidak semuanya benar tentang keluarga Ratu Atut. Atut tidak menggunakan cara yang melanggar konstitusi, yaitu berkompetisi dengan cara yang fair. Bahkan Airin sudah pernah digugat MK sebulum akhirnya disahkan sebagai Walikota Tangsel. Tambahnya dalam sebuah diskusi di Jakarta 12 Oktober 2013 lalu. Terlepas dari pembelaan tersebut, publik tahu bahwa Ratu Atut dan keluarganya menjadi sebuah rezim di Banten. Lebih dari pada itu publik berasumsi bahwa dinasti Atut itu sarat dengan KKN. Dengan berbagai bukti yang ada tak sedikit pula masyarakat yang mengecam dinasti politik tersebut. Ironisnya di tengah asumsi negatif dan kecaman publik, signal masih langgengnya dinasti Atut belum surut. Kemenangan Ratu Tatu Hasanah adik kandung Atut sebagai ketua DPD I Golkar dalam Musyawarah Daerah Luarbiasa (Musdalub) partai Golkar Banten menjadi bukti. Kedikdayaan dinasti Atut yang di bangun mendiang TB Chasan Shohib melalui Golkar telah mengakar di Banten.

“Membersihkan Banten itu bukan perkara mudah. Karena kuluarga atut sejak era ayahnya sudah menjadi dedengkot Golkar. Jadi penentuan pendulum perubahan menunggu samapai pemilu legislatif.� Ujar Hermawi F Taslim, kordinator Forum advokad pengawal konstitusi Banten. Selain itu nama besar keluarga Atut sebagai tokoh Jawara dan pengusaha besar memperkuat legitimit kokohnya Dinasti Atut di Banten. Sarat dengan KKN Dinasti politik Ratu Atut yang ada di Banten sebenarnya bukan yang pertama. Secara historitas dinasti politik telah ada sejak lama. Bahkan pada masa pemerintahan Utsman bin Affan telah dikenal istilah ini. Dalam sejarah negara kita juga sebenarnya praktik dinasti politik sudah beberapa kali terjadi. Lihat saja era pemerintahan Soeharto, Megawati, bahkan SBY sebenarnya ingin menegakan system yang sama. Sejarah juga mencatat politik dinasti sarat dengan KKN. Karena pada dasarnya politik dinasti berangkat dari primordialisme sebuah kelompok atau keluarga. Hal semacam itu berimplikasi pada ego sektoral yang menghalalkan segala cara agar kelompoknya berkuasa. Yang lebih parah lagi apabila legitimasi kekuasaan dalam politik dinasti hanya untuk kepentingan golongan saja. Potret buram dari politik dinasti memang begitu menakutkat. Dinasti Ratu Atut di Banten hanya salah satu potret politik dinasti yang ada di Indonesia. Karena seperti yang dikutip di harian Republika 19 Oktober 2013, bahwa dinasti

politik yang ada di Indonesia sekitar 26 titik yang tersebar dipemerintahan provinsi dan kota. Menjadi evaluasi bersama terkait fenomena politik dinasti yang rentan dengan penyimpangan. Perlu ada kewaspadaan yang massif dari berbagai elemen yang ada. Tidak hanya sebatas kita tahu mengenai bahayanya, tetapi lebih pada sikap kita. Di tambah lagi bagaimana kita mengawal proses demokrasi agar menjadi ajang kompetisi yang sehat. Sebagaimana dikatakan Samuel Huntington (1927-2008) bahwa demokrasi ada jika para pembuat keputusan kolektif yang paling kuat dalam sebuah sistem dipilih melalui suatu pemilihan umum yang adil, jujur dan berkala dan di dalam sistem itu para calon bebas bersaing untuk memperoleh suara dan hampir seluruh penduduk dewasa dapat memberikan suara. Ini artinya sistem demokrasi kita harus steril dari aspek manipulasi dan intrik politik yang tidak sehat. Permasalahan politik dinasti salah satunya memang pada aktor politiknya. Kurangnya kapasitas dan kapabilitas pemimpin rentan membuat persoalan yang serius dalam pemerintahan. Dalam hal ini kepemimpinan di Indonesia harus ada role model-nya. Maka untuk menjalankan kepemimpinan kepala negara yang lebih baik pemilu mendatang harus ada kombinasi dari pimpinan yang ada. Dengan begitu aspirasi rakyat yang menginginkan pemerintahan yang baik mampu tegak dalam bingkai demokrasi di republik ini.[E]

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

73

EDUKASI


Puisi

Sejodoh Merpati Sejodoh merpati Yang tiap sore melintasi awan Menghias tatapan bumi pertiwi Kini tak lagi tampak Jenggala di sana telah habis dijilat sang mentari Tersisa kerebu asap menyesakkan Ibu mereka entah kemana Hidup? Mati? Berdatangan benda-benda tak dikenalnya Silih berganti Semakin meleburkan rumahnya Tanpa belas kasih terus menemukan kehidupan Dan mereka berkata “aku menikmatinya�

Kota Kata

Sejodoh merpati yang setiap sore melintasi awan Kini kesana kemari Dan hidup di bawah tumpukan beton Tak bernyawa Mereka pun kini buta harapan Hanya perih dan putus asa yang terbaca Puisi-puisi Yaqutun Nafisah Sastrawan Muda LPM Edukasi Mahasiswi TBI Semester V

EDUKASI

74

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

Kota berbaring bagai kerbau malas Bahkan bak telah dijagal Kata-kata koyak di DPR Telanjang tanpa makna Kota pun lelap dalam buaian kata Nafas-nafas setubuh di perut katulistiwa Tanpa nafas tanpa kata Kata yang masih tersimpan dalam rahim Mengulum batu nisan Masihkah kau ingin Wanitamu sebuah puisi yang hilang Lelakimu penyair yang tertikam Mayat kota dan kota yang terus bertambah


Siluet Mengemis Untuk Negeri

W

alang, seorang pengemis tua yang sempat mencengangkan masyarakat melalui berbagai pemberitaannya di berbagai media baik elektronik maupun cetak. Dan tidak tertinggal pula media social seperti facebook dan tweeter juga ramai memperbincangkannya. Walang diperbincangkan banyak orang bak artis yang sedang naik daun. Tetapi tentunya artis “anget-anget tahi ayam”, hanya diperbincangkan ketika panas, setelah itu hilang entah kemana. Bagaimana tidak, seorang pengemis tua yang berasal dari Subang Jawa Barat ini melakukan kegiatan mengemisnya di Ibu Kota Jakarta dan mendapatkan penghasilan Rp 25 juta yang diperoleh dalam beberapa hari saja. Seorang pegawai negeri sipil saja, gajinya per bulan tidak sampai segitu. Fenomena pengemis kaya seperti Walang ini saya yakini tidak hanya terjadi saat ini saja, tetapi masih banyak Walang-Walang lainnya dan caloncalon Walang lain. Apalagi saat ini minimnya lapangan pekerjaan dan gaji pekerjaan yang dianggap tidak manusiawi menjadi masalah tersendiri di negeri ini. Seakan fenomena Walang menjadi pilihan bagi seseorang untuk mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya. Atau kemungkinan, pada eranya nanti, pengemis akan menjadi cita-cita sebagian anakanak sekolah dasar. Karena, melihat prospek yang cerah akan kehidupannya secara ekonomi. Meskipun dalam kehidupan sosialnya, seorang pengemis tergolong masyarakat tuna sosial yang kehidupannya tak lepas dari kejaran petugaspetugas polisi pamong praja. Saya tidak ingin mengungkit secara lebih mendalam akan kehidupan Walang dan teman-

temannya itu. Tetapi, saya ingin menyampaikan, ini merupakan fenomena menarik yang bisa kita analisis secara kritis dari berbagai sudut pandang, baik secara ekonomi, sosial, budaya, dan moralitas. Ditilik secara ekonomi, pengemis bukanlah suatu jenis pekerjaan, baik yang sah maupun yang illegal, karena saya yakin pengemis tidak akan pernah ada dalam daftar pekerjaan yang ada di Kementerian Sosial Tenaga Kerja dan Tarnsmigrasi dan opsi pekerjaan saat mengisi angket ataupun formulir pendaftaran di bank atau pengajuan leasing motor. Selain itu, “ngemis” juga tidak bisa dikatakan sebagai kegiatan berbisnis. Karena, dalam melakukan aktivitasnya, seorang pengemis tidak mengeluarkan produk yang di jual. Atau kalau dipaksa untuk menuliskan produknya, mereka hanya menjual “kenelangsaan dan kebodohan mereka” saja. Dengan produk itu, siapapun yang melihatnya diharapkan bisa membayarkan dengan sikap iba dan mengeluarkan uang receh ataupun kertas untuk diberikan padanya. Tetapi harus diakui, keuntungan sebesar Rp 25 juta tanpa bermodalkan apapun, itu tergolong jenis usaha yang patut dicontoh. Secara sosial, pengemis tergolong manusia yang cacat akan status sosialnya. Selain kehidupannya yang selalu di jalanan mencari belas kasihan dari orang lain, juga sering dikejar oleh petugas pol pp. Dan setelah itu, pengemis itu akan dimasukkan ke panti rehabilitasi sosial milik pemerintah, ini dilakukan karena jiwa sosial mereka sudah kacau dan perlu direhab kembali. Meskipun, saat dikembalikan ke lingkungan mereka lagi, pengemis itu akan kembali mengemis dan mengemis lagi. Pola penanganan itu selalu dilakukan pemerintah secara berkala, entah hanya

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

75

EDUKASI


dilakukan untuk formalitas atau memang mental masyarakat Indonesia yang suka meminta-minta. Yang pasti, dalam program rehabilitasi yang sudah menghabiskan sejumlah uang rakyat itu belum terlihat tajinya. Saya ingin mengatakan, kalau “ngemis� adalah budaya laten masyarakat di negeri ini. Bagaimana tidak, meskipun profesi yang memalukan ini dilarang oleh negara, tetap saja banyak orang yang hidup turun ke jalan alias ngemis. Bahkan setiap tahunnya jumlahnya bisa bertambah banyak. Ada satu cerita menarik tentang pengemis yang ada di Sumenep, di suatu Desa Pengemis, dikatakan desa pengemis, karena sebagian pendudukanya berprofesi sebagai pengemis. Awal mulanya mereka tertarik dengan profesi pengemis dari seorang pengemis sukses yang mampu membeli berbagai berbagai kebutuhan hidup dari hasil ngemisnya itu. Karena dinilai tidak banyak resiko dan tidak diperlukan keahlian khusus, jadilah sebagian penduduk desa itu beralih profesi menjadi pengemis. Ada juga budaya ngemis yang diturunkan dari keluarganya, semisal bapak dan ibunya mengemis, besar kemungkinan anaknya juga ikutikutan. Terkait moralitas, seorang pengemis cenderung tidak mementingkan aspek ini dalam kehidupan mereka. Itu bisa dilihat dari hilangnya rasa malu dari diri mereka. Rasa malu akan menjadi manusia seutuhnya telah sirna. Menjadi seorang pengemis juga berarti mulai mengikis etos kerja dan kreatifitas diri. Bagaimana tidak, hanya menodongkan tangan kepada orang-orang yang dilihatnya tidak bisa saya katakan sebagai sebuah kinerja yang berbasis kreatifitas. Mungkin bentuk kreatifitasnya hanya membuat rekayasa diri seperti membuat badannya seolah sakit parah, pincang, buta, dan berbagai acting lain yang bisa mendatangkan iba orang lain. Bahkan tak jarang, pengemis yang melakukan eksploitasi bayi yang ditentengtenteng kemana saja demi sebuah iba dari seseorang. Fenomena semakin banyaknya pengemis ini juga menjadi pengingat bagi pemerintah, bahwa masih banyak masyarakat negara ini yang kelaparan dan kesulitan mencari kerja. Padahal, jelaslah apa yang ada dalam pasal 34 UUD 1945 yang mengatakan, fakir miskin dan anak-anak

EDUKASI

76

terlantar dipelihara oleh negara. Dalam ayat dua juga dijelaskan negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Jelaslah sudah, bagaimana fungsi negara sebenarnya dalam memberdayakan pengemis dan orang terlantar lainnya. Rehabilitasi langkah awal yang tepat untuk memberikan pemahaman terhadap para pengemis untuk tidak lagi hidup meminta-minta. Tetapi, setelah tahapan rehabilitasi, tentunya harus ada tindak lanjut dari pemerintah secara konkrit untuk memberikan kesempatan bagi pengemis dalam mendapatkan pekerjaan yang layak atau memberikan modal usaha. Dan tentunya perlu pengawalan dari pemerintah secara intens. Kalau komitmen pemerintah dalam melaksanakan UUD tersebut hanya dalam tahapan rehabilitasi dan penyuluhan, dan lebih ingin menggunakan anggaran negara untuk perut-perut koruptor. Maka jangan salahkan kalau pengemis masih berkeliaran di sudut-sudut jalan untuk mencari sesuap nasi. Karena, hak seorang warga gelandangan seperti pengemis pantaslah mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah, baik terkait kebijakan ataupun anggaran. Dan itulah yang menjadi kewajiban pemerintah untuk memberikan kesejahteraan kepada masyarakat yang tergolong kelas bawah tersebut untuk diangkat secara ekonominya. Dengan catatan kalau pemerintah masih ingin menjalankan amanat undang-undang itu. Walang dan teman-temannya itu juga bisa dikatakan sebagai pahlawan devisa negara seperti para TKI yang bekerja di luar negeri. Karena, dalam realitas kehidupannya mereka harus mensubsidi perut dan kesehatan mereka sendiri yang seharusnya diberikan oleh negara. Meskipun, aktifitas mengemis itu juga syarat akan masalah. Tetapi, itulah kehidupan di negara yang dikata demokratis ini yang memiliki banyak dasar, tetapi nol perbuatan. Cukup bersabarlah Walang dan teman-temannya.[E]

EDISI XLVIII/TH.XXIII/DESEMBER 2013

Oleh : Abdul Jalil (Redaktur Senior LPM Edukasi)


Bung


LPM EDUKASI

IAIN WALISONGO SEMARANG

Sekretariat: Gedung Student Center Lantai 2 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) IAIN Walisongo Semarang Jl. Prof. Dr. Hamka Km. 2 Ngaliyan Semarang

Contact Person: 085741097628 (Fikri Nadzif) 085641157939 (Ma’rufiana)


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.