Tertatih Menuju Akreditasi

Page 1

DITERBITKAN OLEH LEMBAGA PERS MAHASISWA HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN

ISSN 2089-340X

Buletin Bagi Demokrasi Untuk Keadilan

Eksepsi Edisi II/LPMH-UH/XVIII/XI/2013


EKSEPSI ISSN 2089-340X

PENERBIT: LEMBAGA PERS MAHASISWA HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN PELINDUNG : Dekan Fak. Hukum Unhas

Salam Redaksi Jaga Eksistensi Lewat Tulisan

PENASEHAT : Wakil Dekan III Fak. Hukum Unhas PENDAMPING UKM Dr. Hamzah Halim, S.H., M.H

Anwar Ilyas, S.H., Muh. Alam Nur, S.H., Muh. Sirul Haq, S.H., Muh. Ali Akbar Nur, S.H,. Wiwin Suwandi, S.H., Nurul Hudayanti, S.H., M.H., Muh. Arman KS, S.H., Ahmad Nur, S.H., Solihin Bone, S.H., Irfan Amir, S.H., Nasril, S.H., Hardianti Hajrah S, S.H., Ahsan Yunus, S.H., Irwan Rum, S.H. DEWAN PERS : Abdul Azis Dumpa Ghina Mangala Hadis Putri Arfandi Randriadi PEMIMPIN REDAKSI : M. N. Faisal R. Lahay SEKRETARIS UMUM: Nurul Hasanah BENDAHARA : Ainil Ma’sura

REDAKTUR PELAKSANA: Ramli Rezky Pratiwi REPORTER : A. Azhim Fahreza Aswal Nurjannah Wahyudi Sudirman FOTOGRAFER : A. Asrul Ashari LAYOUTER: Nurfaika Ishak

DIVISI KADERISASI: Ahmad Junaedi Andi Sunarto

DIVISI DANA DAN USAHA: Muhammad Syahrul Rahmat DIVISI JARINGAN KERJA: Ahmad Fauzi

DIVISI PENELITIAN dan PENGEMBANGAN: Icha Satriani Azis Redaksi Eksepsi menerima tulisan berupa opini, artikel, essai, cerpen, puisi, karikatur maupun foto dari pembaca. Tulisan dapat diserahkan di sekretariat LPMH-UH, atau dikirim melalui via e-mail ke: lpmhuh@ymail.com

2

Eksepsi

Edisi II/XVIII/LPMH-UH/XI/2013

Mereka Bicara Jurnal

“Soal kinerja pengelola, bisa dibilang kami sudah bekerja 200% agar jurnalnya bisa jalan. Mulai dari usaha kiri kanan mencari sumber pembiayaan dan penulis, itu sudah dilaksanakan dan luar biasa melelahkan. Yang memasukkan tulisan pun kebanyakan masih mahasiswa S2, S3 dan dosen. Belum ada mahasiswa S1, padahal mahasiswa S1 disiapkan tempat gratis untuk yang hasil penelitiannya bagus. Tapi sampai sekarang belum ada”

DEWAN PEMBINA :

PEMIMPIN UMUM : Amiruddin

Eksepsis

Kunjungan media LPMH-UH ke Harian Fajar bersama anggota Kokur Jurnalistik, Sabtu (23/11). Salam Pers Mahasiswa! Salam Perjuangan! Salam Perubahan! Teriakan di atas adalah sapaan rutin bagi kami. Baik di saat rapat, diskusi, mau pun pertemuan lainnya. Sehingga tidak akan asing lagi terdengar gaungan seperti itu dalam ruang sekretariat kami, Lembaga Pers Mahasiswa Hukum Unhas (LPMH-UH). Alhamdulillah, segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa. Bahagia kembali kami rasakan setelah terbitnya buletin Eksepsi Edisi II ini. Betapa tidak, kemoloran yang berlarut-larut mengakibatkan tertundanya terus penerbitan edisi ini. Hal itu juga tidak terlepas dari minimnya kuantitas sumber daya kami. Para kru Eksepsi yang terdiri dari reporter, fotografer, dan layouter haru kerja ekstra dalam proses peliputannya. Bahkan redaktur pelaksana pun juga turut ikut ambil bagian dalam proses peliputan berita di lapangan. Itu semua tidak lain demi memberikan kepuasan bagi para pembaca setia Eksepsi. Kali ini, Eksepsi mengangkat tema utama mengenai pengelolaan jurnal di Fakultas Hukum Unhas (FH-UH). Sebagaimana diatur, jurnal juga merupakan salah satu unsur penting dalam penilaian akreditasi fakultas. Namun kenyataannya, baik dari segi teknis pengelolaan, hingga distribusi dan publikasinya, masih banyak memiliki kendala. Hal itu yang Eksepsi coba angkat guna perbaikan fakultas kita tercinta ini. Tema utama kami tersebut diperkuat dengan keterangan M. Saleh S. Ali, Ketua Penyunting Jurnal Internasional Pascasarjana Unhas, dalam rubrik Wawancara Khusus (Wansus). Selain itu, Eksepsi kembali mengkritisi polemik kebiasaan membawa parsel oleh para mahasiswa saat ujian akhir maupun skripsi. Masalah tersebut kami ulas dalam rubrik Laporan Khusus (Lapsus). Di samping itu, masih banyak lagi beberapa rubrik lainnya yang ditunggu oleh para pembaca. Perasaan bahagia juga kami rasakan dengan hadirnya para anggota kokurikuler jurnalistik tahun 2013. Meski masih terlalu dini, namun keakraban di antara pengurus LPMH-UH dan anggota kokurikuler terasa erat. Hal itu juga yang membuat kami terus bersemangat dalam berkarya dan berbagi. Terlepas dari itu, dalam terbitan kali ini tentu beberapa kekurangan masih ada. Baik dari segi penyusunan kalimat, tata letak desain, hingga kesalahan pengetikan. Semua kekeliruan tersebut tidak lepas dari kapasitas kami yang masih berada pada taraf belajar. Maka dari itu, kritik dan saran dari para pembaca sekalian sangat kami harapkan. Akhirnya, kami dari kru Eksepsi mengucapkan, “Selamat Membaca!”

M. Zulfan Hakim, S.H, M.H. Penyunting Jurnal Penelitian Hukum FH-UH

“Ada budaya yang hilang dari akademisi kita, yaitu budaya literasi. Mungkin salah satu akar persoalan bahwa dosen lebih mengarah pada kegiatan-kegiatan di luar. Mereka lupa tentang tri darma perguruan tinggi, padahal salah satu tri darma perguruan tinggi itu kan penelitian, yang mesti dituangkan pada jurnal. Yang saya lihat saat ini dosen itu menulis di jurnal hanya karena persoalan peningkatan golongan, jadi sekedar pemenuhan persyaratan saja tanpa melihat kualitas” Jupri, S.H. Mahasiswa Pascasarjana FH-UH

“Jarang ada publikasi ke mahasiswa ataupun dosen Fakultas Hukum untuk dapat memasukkan karya ilmiahnya agar dimuat di jurnal. Untuk itu sosialisasi tentang penulisan jurnal agar lebih diseringkan, disamping perbaikan sistem pengeloalaan jurnal” Andi Surya Nusantara Djabba Mahasiswa FH-UH

Editorial Jurnal Butuh Perhatian

T

erpikirkah bahwa akreditasi fakultas itu penting? Terlebih bagi keluarga besar Fakultas Hukum Unhas (FH-UH). Bagi mahasiswa, permasalahan akreditasi mungkin belum menjadi perhatian. Karena dampaknya belum terasa secara langsung. Namun, bagaimana jika kelak telah lulus dan hendak melamar pekerjaan? Akreditasi fakultas dari alumni yang akan melamar, sudah barang tentu jadi perhatian instansi atau perusahaan tempatnya melamar. Hal itu pasti akan menjadi permasalahan alumni nantinya. Menyoal akreditasi, warga FH-UH kini mungkin bisa berbangga diri setelah diraihnya akreditasi A fakultas. Tapi seyogyanya, kita menerawang kembali apa yang menjadi penilaian Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) dalam menentukan hal tersebut. Selain sarana prasana fakultas, masih ada hal lain yang sering luput dari perhatian mahasiswa. Yakni keberadaan jurnal ilmiah fakultas. Ya, sebagian besar warga FH-UH mungkin belum menyadari urgensi jurnal ilmiah terhadap fakultas. Di FH-UH sendiri, pengelolaan jurnal ilmiah memang telah diselenggarakan sejak tahun 1992 silam. Dengan terbitan pertamanya, Jurnal Amanna Gappa. Setelah itu baru diikuti dengan beberapa terbitan jurnal ilmiah lainnya. Antara lain seperti Jurnal Penelitian Hukum, Jurnal Konstitusi, dan Jurnal Hukum Internasional. Sebagai informasi awal, semua jurnal ilmiah di FHUH tersebut tidak ada yang terakreditasi. Padahal, mulanya Jurnal Amanna Gappa sempat terakreditasi. Itu pun hanya mampu mendapat akreditasi B. Parahnya, kini akreditasi tersebut telah dicabut. Miris memang melihat fenomena tersebut. Seperti dibahasakan di atas, jurnal ilmiah, sebagai wadah pengembangan ilmu pengetahuan, tentu diharapkan dapat menjadi salah satu sumber referensi untuk terus memperkaya khazanah keilmuan dengan isu-isu baru. Serta tanggung jawab moral-intelektual kepada masyarakat luas. Kemudian akreditasi jurnal sendiri, menjadi bentuk pengakuan akan kualitas sebuah penerbitan jurnal. Namun apa jadinya jika keempat jurnal yang dimiliki FHUH belum terakreditasi? Hal inilah yang kemudian mengilhami redaksi Eksepsi untuk menelusuri lebih jauh, apa saja yang menjadi kendala yang dihadapi jurnal ilmiah fakultas, sehingga belum mendapat akreditasi. Karena sangat disayangkan jika fakultas kita tercinta ini harus terancam turun akreditasinya disebabkan kendala tersebut. Oleh sebab itu, perlu bagi warga FH-UH untuk mengintrospeksi kembali, hal-hal apa yang kiranya harus diperhatikan dan diperbaiki lagi di fakultas ini. Eksepsi

Edisi II/LPMH-UH/XVIII/XI/2013

3


Laporan Utama

Laporan Utama JURNAL FH-UH

JERIH PAYAH PENGELOLA JURNAL Jurnal sebagai salah satu unsur penilaian akreditasi fakultas, masih sering terabaikan. Kerja keras pengelola dinilai perlu mendapat perhatian. Karena jika tidak, akreditasi fakultas bisa turun dikarenakan kualitas jurnal. Oleh: Ramli & A. Asrul Ashary etiap perguruan tinggi mengemban fungsi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Sebagai wujud pengabdian kepada masyarakat, akademisi kampus dituntut menyebarluaskan pengetahuannya, seperti melalui tulisan di jurnal. Jurnal merupakan terbitan berkala ilmiah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2011 tentang Terbitan Berkala Ilmiah. “Jurnal bertujuan menunjukkan dinamika perkembangan ilmu pengetahuan serta mengomunikasikan gagasan-gagasan baru dalam pengembangan ilmu,” jelas Prof Irwansyah, Ketua Dewan Penyunting Jurnal Penelitian Hukum, Rabu (6/11). Di Fakultas Hukum Unhas (FHUH), sejumlah jurnal dikelola oleh fakultas, yaitu Jurnal Amanna Gappa, Jurnal Penelitian Hukum, Jurnal Hukum Internasional, dan Jurnal Konstitusi. Namun, penerbitan Jurnal Kontitusi mandek pada tahun 2011. Jurnal Konstitusi merupakan wujud kerja sama FH-UH dengan Mahkamah Konstitusi melalui organ Pusat Kajian Konstitusi. Meskipun terbit berkala secara rutin, setiap jurnal masih menghadapi beberapa kendala. Masalah tersebut antara lain adalah sarana dan prasarana yang tidak memadai, sulitnya mendapatkan tulisan, hingga persoalan pendanaan. Sarana & prasarana tidak memadai Tidak optimalnya sarana dan prasarana, membuat pengelolaan jurnal tidak terpusat dan tidak teratur. Saat ditemui, Kamis (7/11), Zulkifli Aspan, Penyunting Pelaksana Jurnal Amanna Gappa, menilai Ruang Dapur Jurnal sebagai pusat pengelolaan jurnal di FH-UH belum memadai. Mengenai pengelola yang ditengarai tidak bekerja dengan baik dan terkoordinasi, Zulkifli mengakui masalah itu sulit dihindari. Karena pengelolaan jurnal hanya tugas tambahan dosen. Apalagi, memang tidak ada orang profesional yang khusus mengelola jurnal. Selain itu, Prof Irwansyah menilai belum ada keseriusan pengelolaan jurnal secara kelembagaan. Hal itu mengakibatkan penanganan tidak berlangsung secara terkoordinir. “Mestinya dibentuk sebuah lembaga yang mewadahi. Misalnya ada unit penerbitan setiap fakultas. Sehingga tersentralisir semua penerbitan jur-

S

4

Eksepsi

Edisi II/XVIII/LPMH-UH/XI/2013

nal dan pengelolaannya,” jelasnya. Berdasarkan alur pengelolaannya, proses penerbitan jurnal diawali dengan penyeleksian setiap tulisan yang masuk oleh pengelola jurnal. Selanjutnya dikirim ke mitra bestari sebagai penyunting eksternal demi menjamin kualitas tulisan. Setelah itu, akan dilakukan proses pengeditan dan penataletakan, pencetakan, lalu didistribusikan. Sulit cari penulis Pengelola jurnal juga masih kesulitan menemukan penulis untuk mengisi jurnal. Zulkifli Aspan mengakui, masalah tersebut merupakan kendala utama pengelolaan Jurnal Amanna Gappa. Apalagi jika ingin memuat tulisan-tulisan di jurnal berdasarkan satu topik tertentu. Oleh karena itu, ia mengharapkan dosen lebih aktif menyumbangkan tulisannya. “Saya mengharapkan peran serta dosen untuk menyampaikan naskah-naskah penelitian dan konsep pemikirannya. Sehingga kita punya bank data dan naskah yang banyak. Begitu ingin menggolongkan tulisan jurnal berdasarkan satu topik, sudah banyak sumber. Sekarang ini masih terbatas. Bahkan kami harus meminta dengan sangat kepada dosen,” ungkap Zulkifli. Sesuai ketentuan, penulisan jurnal harus melibatkan penulis eksternal, yaitu penulis dari fakultas hukum universitas lain. Selain membuat gagasan beragam, ketentuan itu juga membuat sebuah jurnal dikenal pihak eksternal. Misalnya saja presentase penulis pada Jurnal Amanna Gappa adalah 60% dari internal dan 40% dari eksternal. Penulis jurnal tersebut tidak terbatas pada dosen saja, tetapi juga mahasiswa dari seluruh program strata. Tolok ukur tulisan jurnal hanyalah memuat gagasan yang menarik, serta sesuai kaidah penulisan ilmiah dan format penulisan masing-masing jurnal. Pelibatan penulis eksternal fakultas memang bertujuan baik, namun di sisi lain dapat membuat penulis internal tidak produktif. Ketakutan itu ditegaskan oleh Jupri, mahasiswa pascasarjana FH-UH. Sebab itu, ia menyarankan pihak pengelola jurnal agar mengadakan sosialisasi dan pelatihan penulisan jurnal lingkup FH-UH. “Seharusnya diupayakan bagaimana memotivasi temanteman mahasiswa belajar menulis di jurnal,” tutur Zulkifli, Kamis (7/11).

Kurang dukungan dana Kurangnya dana juga menjadi kendala pengelolaan jurnal. Saat ini, berdasarkan penuturan dari Zulkifli, dana untuk Jurnal Amanna Gappa sekali terbit sekitar 30 juta untuk 500 eksemplar. Dana tersebut berasal dari fakultas. Sedangkan Prof Irwansyah menyatakan, untuk Jurnal Penelitian Hukum sekali terbit, hanya 5 juta untuk 200 eksemplar. Dana tersebut hanya berasal dari universitas. Ia menilai, butuh dana minimal 15 juta agar pengelolaan jurnal maksimal. Tidak jauh beda dengan Jurnal Penelitian Hukum, Jurnal Hukum Internasional pun mengalami kendala pendanaan. Saat ditemui, Jumat (8/11), Maskun, Pemimpin Redaksi Jurnal Hukum Internasional mengatakan, untuk terbitan pertama tahun ini, menggunakan dana sekitar 9 juta untuk 250 eksemplar. Dana tersebut diperoleh dari patungan para dosen pengelola. Menyikapi hal itu, untuk terbitan selanjutnya, pihaknya telah mengajukan surat permohonan bantuan dana ke pihak universitas. Sokongan dana yang cukup, sebagaimana diungkapkan Maskun, akan membuat pengelola fokus pada peningkatan kualitas. Terlebih, pelibatan mitra bestari dan dewan penyunting lebih menjamin kualitas dan akuntabilitas tulisan jurnal dibandingkan buku. Senada dengan Maskun, Prof Irwansyah menilai, jurnal harus didukung dan dikembangkan karena penting sebagai acuan perkembangan ilmu. “Ini butuh komitmen pimpinan sehingga mampu menyiapkan anggaran. Unhas belum begitu,” ungkapnya. Akhirnya, terkait dengan publikasi jurnal, mahasiswa pascasarjana FH-UH Muhammad Afif Mahfud menilai publikasi jurnal belum maksimal. Baik dalam bentuk cetak, maupun melalui media internet. “Jurnal itu sangat bermanfaat. Maka setiap ada terbitan jurnal yang baru, harus diumumkan kepada mahasiswa. Sehingga jurnal senantiasa dipakai sebagai bahan referensi,” harapnya, Senin, (11/11). Sampai berita ini diturunkan, meskipun sempat ditemui Kru Eksepsi, Prof Aswanto selaku penanggung jawab jurnal lingkup FHUH belum sempat memberikan keterangan.

TIDAK TERAKREDITASI

Akreditasi adalah pengakuan resmi atas penjamin mutu ilmiah melalui kewajaran penyaringan naskah, kelayakan pengelolaan, dan ketepatan waktu penerbitan berkala ilmiahnya. Terbitan berkala ilmiah ini bertujuan meregistrasi kegiatan kecendekiaan, menyertifikasi hasil kegiatan yang memenuhi persyaratan ilmiah, mendiseminasikannya secara meluas kepada khalayak ramai, dan mengarsipkan semua temuan hasil kegiatan kecendekiaan ilmuan dan pandit yang dimuatnya. Oleh: Icha Satriani Azis & Nurfaika Ishak al tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2011 tentang Terbitan Berkala Ilmiah. Tulisan dalam jurnal dapat menjadi bahan referensi bagi para akademisi maupun masyarakat umum. Jurnal tentu berdampak pada eksistensi penulis jurnal dan lembaga yang menerbitkannya. Selain itu, jurnal yang baik bisa menjadi penunjang bagi akreditasi fakultas. “Jurnal penting untuk mendongkrak penilaian terhadap suatu kampus,” ungkap Jupri, mahasiswa pascasarjana Fakultas Hukum Unhas (FH-UH), Kamis (7/11). Pengelolaan sebuah jurnal untuk mendapatkan pengakuan atau akreditasi dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) harus berdasarkan beberapa aspek yang tertuang dalam Peraturan Dikti Nomor 49/ DIKTI/Kep/2011. Aspek tersebut adalah dimensi fisik atau tampilan,

H

Gappa periode tahun 2008-2010 mengungkapkan bahwa jurnal Amanna Gappa terdegradasi menjadi tidak terakreditasi karena kesalahan dalam pengelolaannya. Menurutnya, para pengelola salah dalam memahami prinsip linear dalam pengelolaan jurnal. Prinsip tersebut menetapkan bahwa penulis pada sebuah jurnal harus berlatarbelakang disiplin ilmu sama dengan ilmu yang menjadi kajian khusus jurnal. Akibatnya, beberapa tulisan yang dimuat di Jurnal Amanna Gappa ditulis oleh orang yang bukan dari disiplin ilmu hukum. “Kita ada salah kaprah tentang aturan main di Dikti. Dalam prinsip linear ada perbedaan pendapat. Itu yang membuat akreditasi kita jatuh,” jelasnya, Rabu (13/11). Selain itu, Dr Zulkifli Aspan selaku Penyunting Pelaksana Jurnal Amanna Gappa mengungkapkan

selaku Ketua Penyunting Pelaksana Jurnal Penelitian Hukum bahwa pengajuan akreditasi Jurnal Penelitian Hukum belum dilakukan karena jumlah terbit yang disyaratkan untuk akreditasi belum terpenuhi. “Sekarang sudah 5 kali terbit. Sekali lagi terbit, akan diupayakan untu pengajuan akreditasi,” ungkapnya, Rabu (6/11). Tak jauh berbeda dengan Jurnal Penelitian Hukum, Jurnal Hukum Internasional belum dapat mengajukan akreditasi karena baru sekali terbit. Sebagai langkah awal memperoleh akreditasi, pihak pengelola memulai dengan fokus pada konsistensi teknik termasuk dimensi fisik atau tampilan. “Kita biarkanlah Dikti atau LIPI yang kemudian menilai apakah kita dengan sekian kali terbit nantinya, layak mendapat akreditasi. Kita berproses saja,” tutur Maskun, Pemimpin Redaksi Jurnal Hukum Internasional, Jumat (8/11).

bahwa jurnal tersebut saat ini tidak terakreditasi karena poin yang disyaratkan oleh Dikti belum terpenuhi. “Akreditasi jurnal kan ada standarnya dan kriteria yang dinilai. Kalau poin terpenuhi, kita akan terakreditasi. Sekarang kan masih ada beberapa yang belum terpenuhi,” ungkapnya, Kamis (7/11). Berbeda dengan Jurnal Amanna Gappa, Jurnal Penelitian Hukum yang juga diterbitkan oleh FH-UH, belum mengajukan akreditasi karena persyaratan untuk pengajuan akreditasi tersebut belum terpenuhi. Sebagaimana Peraturan Dikti Nomor 49/DIKTI/Kep/2011, bahwa jurnal baru dapat diakreditasi jika telah terbit minimal 6 kali secara berurutan. Yaitu 3 tahun jika terbit 2 kali pertahun, dan 2 tahun jika terbit 3 kali pertahun. Diungkapkan Prof Irwansyah,

Selain kuantitas terbit, yang menjadi persyaratan diberikannya akreditasi terhadap sebuah jurnal aspek substansi isi yang memiliki bobot penilaian tertinggi dalam akreditasi jurnal menjadi perhatian utama dari pada pengelola jurnal. Untuk itu, setiap tulisan yang akan dimasukkan ke dalam jurnal diperiksa oleh mitra bestari selaku penyunting eksternal yang profesional. Para mitra bestari tersebut merupakan pakar yang berkompeten di bidangnya, terkenal sebagai cendekiawanan dalam forum ilmiah internasional, serta karya dan pandangan yang sering kali dijadikan referensi. Tugasnya ialah untuk menelaah dan menyaring naskah jurnal secara anonim, sesuai bidang keahliannya. Oleh karena itu, pelibatan mitra bestari dapat menjamin kualitas substansi tulisan jurnal. “Ketentuannya,

Sumber: Hasil Olah Data Sekunder 2013 manajemen, dan substansi. Perincian dalam beberapa segi dengan bobot masing-masing, seperti Penamaan Terbitan Berkala Ilmiah (3), Kelembagaan Penerbit (5), Penyuntingan (18), Penampilan (8), Gaya Penulisan (13), Substansi Isi (40), Keberkalaan (9), dan Penyebarluasan (4). Selanjutnya Disinsentif (–20) diberlakukan bila terjadi penyimpangan terhadap kewajiban yang seharusnya dipenuhi oleh terbitan berkala ilmiah. Dalam lingkup FH-UH terdapat tiga jurnal, yaitu Jurnal Amanna Gappa, Jurnal Penelitian Hukum, dan Jurnal Hukum Intenasional yang berstatus tidak terakreditasi. Padahal sebelumnya Jurnal Amanna Gappa sempat terakreditasi B selama 6 tahun, yaitu tahun 2004 sampai tahun 2010. Prof Arfin Hamid selaku Penyunting Pelaksana Jurnal Amanna

Eksepsi

Edisi II/LPMH-UH/XVIII/XI/2013

5


Laporan Utama

Wawancara khusus

setiap jurnal memang harus diperiksa oleh mitra bestari, yaitu pakar dari luar perguruan tinggi yang berkompeten dan berpengalaman dalam menilai tulisan-tulisan ilmiah,” ungkap Prof Arfin. Kualitas tulisan jurnal merupakan hal yang sangat urgen. Sehingga dalam menjaga kualitas tulisan jurnal, upaya pencegahan terhadap tindakan plagiat harus dilakukan.

Menurut Zulkifli Aspan, tindakan plagiat adalah tanggung jawab penulis. Pihak pengelola biasanya hanya melakukan penyuntingan terhadap kesalahan penulisan berdasarkan format penulisan jurnal yang telah ditentukan. Terlebih, ia mengakui bahwa saat ini pengelola belum memiliki alat untuk mendeteksi dini unsur-unsur plagiat, misalnya kemiripan dengan karya milik orang lain.

Senada dengan Zulkifli, Maskun menegaskan bahwa tidakan plagiat harus dicegah dalam upaya memperoleh akreditasi jurnal. Untuk itu, penyuntingan secara maksimal harus dilakukan. “Yang penting adalah menghindari plagiat. Itu yang paling penting. Karena kalau plagiat, pasti dicoret. Kalau tidak plagiat, kan tinggal menunggu proses saja,” ungkapnya.

Laporan khusus PARSEL MASIH DIANGGAP ‘WAJIB’

Polemik pembawaan parsel berlanjut lagi. Kebiasaan ini seakan semakin membudaya di Fakultas Hukum Unhas (FH-UH). Mungkin bagi mahasiswa yang mampu secara finansial, hal tersebut tidaklah masalah. Namun bagaimana dengan mahasiswa yang kurang mampu? Berikut hasil laporan kru Eksepsi mengenai hal itu. Oleh: Ahmad Fauzi & Wahyudi arsel seakan sudah menjadi budaya atau kultur di ada realisasi dari pernyataan tersebut. Sampai berita ini kalangan mahasiswa. Terutama bagi mereka yang diturunkan Prof Aswanto belum sempat memberikan akan mengikuti ujian proposal atau skripsi. Bahkan keterangan. parsel ini sudah dianggap menjadi hal wajib bagi mahaFakultas Kehutanan larang mahasiswa bawa parsel siswa yang akan mengikuti ujian. Berbeda dengan FH-UH, Fakultas Kehutanan Unhas Hal itu diungkapkan oleh Yuli Moelawati Pratama, justru melarang mahasiswa membawa parsel. Tepatnya, mahasiswa FH-UH angkatan 2010, Jumat (29/11). “Sesaat ujian proposal atau ujian akhir. Parsel ini dinilai benarnya ini memang bukan kewajiban. Melainkan tradimemberatkan mahasiswa. Di samping menambah besi. Jadi menurut saya, nanti seterusnya kita akan diberatban finansial kepada mahasiswa, parsel ini juga dapat kan dengan tradisi ini.” berpengaruh pada kesiapan mahasiswa sendiri dalam Searah dengan pendapat Yuli, salah seorang mahamengikuti ujian. siswa FH-UH angkatan 2010 juga mengeluhkan hal “Tentengan atau parsel atau semacamnya suserupa. “Sebenarnya parsel memang memberdah dilarang untuk dibawa ke fakultas atkan bagi saya. Tapi mau diapa? Banyak teSebenarnya parman lain yang bawa. Kalau tidak bawa, di- sel memang memberatkan kami. Karena itu sangat memberatkan mahasiswa kami. Saya selaku pimpinan rasa tidak enak juga,” ungkapnya sesaat sebelum ujian proposal, Selasa (19/11). bagi saya. Tapi mau diapa? fakultas juga sudah menghimbau penProf Abrar Saleng, Wakil Dekan I Banyak teman lain yang bawa. gelola ujian untuk melarang mahasiswa Fakultas Hukum Unhas (FH-UH), saat Kalau tidak bawa, dirasa membawa parsel,” aku Prof Muh. Restu MP, Dekan Fakultas Kehutanan Unhas, saat ditemui kru Eksepsi di ruangannya memtidak enak juga, ditemui oleh kru Eksepsi, Jumat (11/10) di ruberikan keterangan, “Parsel yang dibawa ang kerjanya. mahasiswa bukan merupakan hal yang wajib un“Saya tidak mau melihat mahasiswa kami tidak konsentuk dibawa. Tetapi kebanyakan mahasiswa sudah tertrasi kepada ujiannya. Seharusnya mereka konsentrasi biasa untuk membawa parsel tersebut. Tidak ada regupada ujian, bukan sibuk mengurus parselnya,” tambahnlasi yang mengatur tentang pelarangan membawa parsel ya. pada saat ujian. Terkadang ada dosen penguji ataupun Menurut dekan yang terkenal ramah itu, wajar parpembimbing yang enggan menerima parsel tersebut. sel ini dilarang. Hal itu disebabkan karena pihak mereka Lagian, parsel yang dibawa mahasiswa itu bukan hanya (Fakultas Kehutanan, red) sudah menyiapkan anggaran untuk dosen penguji atau pembimbing, tetapi ada juga makan dan minum untuk ujian. untuk pegawai.” Ketentuan tersebut direspons positif oleh salah Saat ditanya hubungan antara parsel dengan gratifiseorang mahasiswa Fakultas Kehutanan. “Saya merasa kasi, dosen yang sudah puluhan tahun mengajar ini turut cukup senang dengan adanya larangan membawa parsel memberikan berkomentar. “Parsel ini bukan termasuk saat ujian proposal ini. Saya bisa lebih fokus menghadapi gratifikasi. Karena parsel ini tidak memengaruhi nilai ujiujian, tanpa dibebani dengan yang namanya parsel,” ujar an, dan biasanya tentengan itu dikasih pada saat setelah Adi, Mahasiswa Fakultas Kehutanan angkatan 2009 yang ujian. Bukan sebelum ujian, dan parsel ini tidak memenhendak mengikuti ujian proposal. garuhi nilai.” Melihat perbedaan tersebut, salah seorang mahaKetiadaan regulasi membuat kebiasaan membawa siswa FH-UH juga memberikan komentar. “Bagusnya parsel terus dilakukan. Upaya untuk membuat larangan mahasiswa tidak usah membawa parsel. Karena memang terkait hal ini pernah terlontar dari Prof Aswanto, Dekan hal itu tidaklah substansial. Pihak fakultas (FH-UH, red) FH-UH pada Seminar Nasional Hasanuddin Law Fair harusnya melarangnya dengan membuat aturan atau April lalu. Di depan Dikyanmas, staf KPK yang juga haregulasi yang tegas,” harap Muhammad Irwan, mahadir sebagai pemateri, ia berujar akan memasang larangan siswa FH-UH angkatan 2007. di tiap ruang ujian. Kendati demikian hingga kini belum

P

6

Eksepsi

Edisi II/XVIII/LPMH-UH/XI/2013

JURNAL, TOLOK UKUR WORLD CLASS UNIVERSITY

Merintis sebuah jurnal bukan perkara mudah, butuh komitmen dari semua pihak agar lahir jurnal yang berkualitas. Berkaitan dengan itu, Kru Eksepsi berkesempatan menemui Chief Editor International Journal Of Agriculture Systems Hasanuddin University, Prof. Dr. Ir. H. M. Saleh S. Ali, M.Sc, di ruang kerjanya, Rabu (06/11). Berikut petikan wawancara Rezky Pratiwi dan Nurul Hasanah dengan Guru Besar Fakultas Pertanian Unhas ini. Bagaimana Anda melihat perkembangan jurnal yang ada di Unhas saat ini? Unhas saat ini memiliki banyak jurnal, namun masih didominasi oleh jurnal bertaraf nasional. Baru satu jurnal Unhas yang dikategorikan sebagai jurnal internasional. Rata-rata jurnal kita masih jauh dari kategori tersebut, sebab mencapai status jurnal internasional itu tidak mudah, banyak hal yang harus dikerjakan. Apakah tulisan dalam jurnal Unhas secara umum telah memenuhi aspek kepioneran isi yang orisinil sesuai kategori jurnal yang ideal? Untuk memuat suatu artkel dalam jurnal memang yang kita lihat pertama adalah muatan isinya. Apakah materi yang dibahas itu masih baru atau sudah tidak baru lagi. Kedua, kira-kira artikel ini punya pengaruh atau tidak dalam dunia ilmu pengetahuan, dan yang ketiga technicalnya. Misalnya, sesuai tidak dengan format jurnal yang kita kelola. Jika ada yang mengirim tidak sesuai dengan format, maka kita tolak, karena kita tidak mempunyai waktu untuk mengedit. Dari semua aspek-aspek tersebut, jurnal kita belum begitu memadai. Kendala dalam proses penerbitan jurnal sendiri? Kalau kita mau menerbitkan jurnal internasional maupun nasional, kita harus mempunyai board of editors. Kemudian kita juga harus mempunyai manajemen editor yang akan mengelola semua artikel. Persoalan yang sering dihadapi dalam pembuatan artikel, yang pertama, pada umumnya mahasiswa atau dosen tulisannya amburadul. Kedua, penulis artikel tidak sesuai dengan format. Jika tidak sesuai dengan format, langsung ditolak. Ketiga, pada umumnya artikel-artikel itu tidak berbasis pada jurnal. Literaturnya menggunakan literatur buku, padahal jurnal yang bagus itu basis literaturnya dari jurnal. Bagaimana menyikapi problem bahasa, yang sering menjadi masalah dalam pengelolaan jurnal, utamanya jurnal internasonal? Kita bekerjasama dengan lembaga yang ada di luar negeri, seperti Singapura dan Amerika untuk membantu menyelesaikan masalah bahasa. Jadi kalau ada artikel yang bagus kita kirim ke sana, kita bayar sepuluh dollar per halaman. Tujuannya semata untuk memperbaiki struktur bahasa dan penulisan jurnal agar benar-benar menampilkan suatu jurnal internasional. Selain mengandalkan lembaga yang ada di luar negeri tersebut, kami pun sering mengadakan workshop penulisan jurnal, guna membantu civitas akademika Unhas dalam penyusunan jurnal. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi konsistensi dari penerbitan jurnal itu? Ya aturan. Dalam bekerja kami berpatokan pada jadwal rutin terbit. Untuk artkel juga, kalau misalnya tidak

N a m a Tempat/tanggal lahir Alamat Rumah Telepon Riwayat Pendidikan

AmrEksepsi

sesuai dengan aturan yang kami buat, kita akan tolak. Kami akan keluarkan artikel setelah di-review oleh orang yg ditunjuk. Namun, tidak berarti setelah artikel sesuai format langsung kita terima. Artikelnya akan kita cek lebih dahulu ke ahli, kemudian di-review dan selanjutnya dikembalikan ke pengelola jurnal. Bagaimana dengan jurnal yang baru dirintis? Untuk memenuhi kebutuhan artkel, kita membuat workshop dimana peserta diajarkan bagaimana cara menulis untuk jurnal internasional. Setiap peserta workshop diwajibkan untuk menyiapkan artikel. Setelah itu, artikel yang telah dibawa oleh peserta kita perbaiki, kemudian diperlihatkan bagaimana menulis jurnal yang baik. Pentingnya jurnal bagi institusi pendidikan tinggi dan mahasiswa? Penting sekali. Because university without research is not university, but research without publication is nothing. Pendidikan tinggi yang tidak mempunyai penelitian bukan universitas, tapi kalau penelitiannya tidak dipublikasi, itu tidak ada apa-apa, melainkan hanya sebatas sampah. Apa motivasi pengelola jurnal sehingga konsisten dalam penerbitan? Motivasinya agar Unhas menjadi the best, agar universitas kita mencapai world class university. Kalau kita tidak mempunyai jurnal yang mumpuni, mana bisa kita menjadi world class. Bagaimana meningkatkan dan mempertahankan nilai jual sebuah jurnal sehingga bisa dilirik oleh penulis? Pertama, konsistensi, dan yang kedua, kita harus punya standar. Kalau tidak ada standar, maka mustahil akan bisa bertahan dan dilirik oleh penulis jurnal. Sumber pendanaan jurnal sendiri? Kalau pendanaan jurnal yang ada di Unhas itu berasal dari universitas, contohnya jurnal yang kami kelola ini (Jurnal Internasional, red). Tapi Insya Allah ke depan kalau artikel sudah banyak yang masuk, kita sudah bisa lepas dari sumber pembiayaan utama, misalnya dari Unhas ini. Target yang ingin dicapai jurnal Unhas ke depan? Saya ingin supaya jurnal yang ada di Unhas ini menjadi jurnal internasional. Saya rasa itu tidak sulit ketika ada kemauan untuk memulai, yang sulit ketika kita tidak mau memulai. Alhamdulillah ketika jurnal yang saya kelola sudah menjadi jurnal internasional, pujian pun datang dari berbagai pihak yang ada di Unhas. Semua ini berkat usaha dan kerjasama semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan jurnal. Apa harapan anda untuk pengembangan jurnal ke depannya? Harapan saya bagaimana jurnal yang ada di Unhas bisa kita miliki bersama, kita bina bersama, hingga menjadi jurnal kebanggaan Unhas ke depannya.

BIODATA: : Prof. Dr. Ir. H. M. Saleh S. Ali, M.Sc : Pinrang, 27 November 1953 : Komp. Antang Jaya Blok B. 6 : (0411) 445 516 : S1 Sosial Ekonomi Pertanian Unhas, Makassar S2 Community Development/Rural Sociology, Uplb, Philipines S3 Agriculture Extension/Sociology Of Development / International Agricultural, Cornell University, USA Eksepsi

Edisi II/LPMH-UH/XVIII/XI/2013

7


Ulasan Hukum

Ulasan Hukum LANDREFORM &

KRISIS LAHAN PERTANIAN Oleh: Muh. Afif Mahfud, S.H. Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum Unhas

P

emerintah kolonial menggunakan asas domein verklaring dalam konsep pengaturan tanah di Indonesia. Asas domein verklaring yang menempatkan pemerintah kolonial sebagai pemilik tanah sangat bertentangan dengan kesadaran hukum masyarakat Indonesia dan bahkan menghilangkan hak-hak masyarakat Indonesia atas tanah. Selama lebih dari tujuh puluh tahun (1870-1942) domein verklaring telah menjadi sebuah konsep legal politis yang hegemonik melayani pemerintah kolonial untuk memfasilitasi perusahaan-perusahaan kapitalis Eropa dengan hak-hak untuk menggunakan tanah (erfpacht recht) selama lebih dari 75 tahun. Penggunaan asas domein verklaring ini jelas telah menimbulkan kesengsaraan bagi rakyat Indonesia yang merupakan pemilik tanah sebenarnya dan terjadinya konsentrasi tanah pada pihak pengusaha asing. Ini menggambarkan terjadinya ketimpangan penguasaan tanah di Indonesia antara pihak pribumi dan pengusaha asing.

Asas domein verklaring yang jelas-jelas menyengsarakan rakyat pribumi kemudian dirombak setelah Indonesia merdeka. Menteri Negara Agraria Sadjarwo dalam pidatonya tanggal 12 September 1960 yang mengantarkan RUU Pokok Agraria di muka sidang agraria menyatakan bahwa perjuangan perombakan hukum agraria kolonial dan penyusunan hukum agraria nasional berjalin erat dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari cengkeraman, pengaruh dari sisasisa penjajahan khususnya perjuangan rakyat tani untuk membebaskan diri dari kekangan-kekangan sistem feodal atas tanah dan pemerasan kaum modal asing sehingga landreform Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan revolusi nasional Indonesia1. Salah satu tujuan dari landreform tersebut adalah mengakhiri sistem tuan tanah dan menghapuskan pemilikan dan penguasaan tanah secara besar-besaran dengan tak terbatas, dengan menyelenggarakan batas maksimum dan minimum untuk tiap keluarga. Dengan demikian, mengikis pula sistem kapitalisme dan liberalisme atas tanah dan memberikan perlindungan terhadap golongan ekonomi lemah. Hal ini juga sejalan dengan tujuan melaksanakan prinsip tanah untuk tani agar tidak terjadi lagi tanah sebagai obyek spekulasi dan objek pemerasan. Tujuan landreform tersebut menunjukan bahwa sejatinya landreform mengacu pada penataan kembali penguasaan tanah demi kepentingan petani kecil, penyakap (tenants) dan buruh tani tidak bertanah. Inilah yang dimaksud dengan redistribusi yaitu mencakup pemecahan dan penggabungan satuan-satuan usaha tani dan perubahan skala kepemilikan. Konsep ini kemudian berkem1 Boedi Harsono. 1999. Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaanya, Cetakan 8. Jakarta : Djambatan. Hlm. 351

8

Eksepsi

Edisi II/XVIII/LPMH-UH/XI/2013

bang. Landreform diberi arti yang mencakup dua macam sasaran yaitu tenure reform yang artinya sama dengan yang disebut di atas dan tenancy reform yaitu perbaikan atau pembaruan dalam hal perjanjian sewa menyewa, bagi hasil, gadai dan sebagainya tanpa harus mengubah distribusi kepemilikan2. Indonesia sebagai negara yang melaksanakan landreform telah melaksanakan beberapa kegiatan yang mendukung program tersebut. Adapun program landreform sebelum diterbitkannya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) meliputi penghapusan hakhak istimewa desa perdikan, penghapusan hak-hak konversi dalam wilayah pemerintahan otonom di Yogyakarta dan Surakarta dan likuidasi tanah-tanah partikelir. Sedangkan, program landreform setelah diterbitkannya UUPA meliputi pembatasan luas maksimum penguasaan tanah, larangan pemilikan tanah absentee, redistribusi tanah-tanah yang selebihnya dari batas maksimum, tanah-tanah absentee, tanah-tanah bekas tanah swapraja dan tanah-tanah negara serta penetapan luas minimum pemilikan tanah. Subtansi UUPA dan berbagai peraturan yang berkaitan dengan landreform sebagai politik agraria nasional sangat ideal terhadap pengembangan sektor pertanian. Perhatian peraturan-peraturan terhadap pertanian merupakan hal yang wajar jika dipandang dari faktor sosiologis maupun ekonomis. Dari sisi sosiologis, sektor pertanian merupakan sektor penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia. Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2011, sektor pertanian menyerap 33,51% dari total angkatan kerja nasional atau sejumlah 39,33 juta orang3. Angka ini mengalami penurunan bila dibandingkan tahun 2010 yang mencapai 41,49 juta orang. Dari sisi ekonomis, sektor pertanian telah berkontribusi positif dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional dan menyumbangkan devisa negara yang cukup besar. Substansi berbagai peraturan di bidang agraria khususnya UUPA yang sangat ideal guna melaksanakan landreform dalam rangka melindungi dan memberdayakan sektor pertanian sebagaimana yang tertuang dalam pasal 7, 10 dan 14 ayat (2)4 ternyata belum terimplementasi dengan baik. Implikasi utama dari hal tersebut adalah penguasaan lahan oleh para petani yang jauh dari ideal. Berdasarkan data BPS tahun 2009, 56,5% atau 39 juta petani 2 Gunawan Wiradi. 2000. Reforma Agraria; Perjalanan yang Belum Berakhir. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hlm. 82. 3 http://www.trenggalek.com/jatim-memiliki-jumlah-petaniterbesar-diindonesia-news. Diakses pada tanggal 19 Februari Pukul 12.45 WITA 4 Pasal-pasal tersebut menekankan larangan penguasaan tanah yang melampaui batas serta pengaturan agraria untuk meningkatkan produksi dan kemakmuran rakyat.

hanya menguasai lahan pertanian kurang dari 0,5 ha jauh dari idealnya yaitu 2 ha5. Luas lahan yang dikuasai oleh petani bersifat paralel dengan tingkat kesejahteraan petani. Makin sempit lahan yang dikuasai petani maka makin rendah juga tingkat kesejahteraan petani tersebut. Sempitnya penguasaan lahan oleh petani disebabkan oleh perubahan orientasi pembangunan dari pertanian menjadi industri. Perubahan orientasi ini dimulai pada masa orde baru hingga kini. Orientasi pembangunan yang cenderung mengejar pertumbuhan dan bertumpu pada strategi industrialisasi tanpa perencanaan penggunaan tanah yang baik berakibat pada pengalihfungsian tanah-tanah pertanian untuk kegunaan yang lain. Ketimpangan penguasaan tanah ini terlihat dalam data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) yang menyatakan bahwa 0,2% penduduk negeri ini menguasai 56% aset nasional yang sebagian besar dalam bentuk tanah.

tidak ideal jika dibandingkan dengan jumlah petani yang mencapai angka 39 juta orang. Makin sempitnya lahan pertanian ini disebabkan oleh makin maraknya konversi lahan pertanian ke non pertanian. Badan Pertanahan Nasional (BPN) mencatat bahwa sejak tahun 1992-2002 laju konversi lahan pertanian pertahun adalah 110 ribu ha dan meningkat menjadi 145 ribu ha selama empat tahun terakhir7. Konversi lahan pertanian ini sangat tidak sesuai dengan esensi UUPA. UUPA menghendaki usaha-usaha dalam bidang agraria diatur untuk meninggikan produksi dan kemakmuran rakyat serta menjamim derajat hidup yang baik bagi setiap WNI8.

Peningkatan konversi lahan pertanian membawa implikasi terhadap berbagai sektor kehidupan berbangsa. Dari sisi ekonomi, hal ini akan menyebabkan bangsa ini kehilangan devisa negara dan tidak mampu menciptakan ketahanan pangan nasional. Akibatnya, Indonesia harus mengimpor pangan dari negara lain. Suatu hal yang sanTimpangnya penguasaan lahan antara pengusaha gat ironis karena Indonesia adalah negara yang medan petani tidak sesuai dengan esensi UUPA. miliki potensi pertanian yang besar tapi Dalam pasal 7 UUPA dinyatakan bahwa harus mengimpor untuk memenuhi penguasaan tanah yang melampaui kebutuhan pangannya. Dari sisi batas maksimum tidak diperkPetani Indonesia saat ini hanya sosial, hal ini akan meningkatenankan oleh pemerintah. menguasai lahan seluas 8,9 juta ha. Luas kan jumlah pengangguran Berdasarkan UU No 56 Prp lahan pertanian tersebut sangat tidak ideal jika dan kemiskinan di IndoneTahun 1960 tentang peneta- dibandingkan dengan jumlah petani yang mencapai sia. Pertanian merupakan pan luas penguaan lahan, angka 39 juta orang. Makin sempitnya lahan pertanian salah satu sektor penyerap batas maksimum penguatenaga kerja terbesar di Inini disebabkan oleh makin maraknya konversi lahan persaan tanah tersebut adalah donesia. Hal ini akan mentanian ke non pertanian. Badan Pertanahan Nasional 25 ha. Dalam hal ini, pemerciptakan pengangguran intah dapat mengambil alih (BPN) mencatat bahwa sejak tahun 1992-2002 laju yang pada akhirnya meninpenguasaan lahan yang mela- konversi lahan pertanian pertahun adalah 110 gkatkan angka kemiskinan di ribu ha dan meningkat menjadi 145 ribu ha mpaui batas oleh kelompok penIndonesia. selama empat tahun terakhir, gusaha tersebut sebagaimana yang Pemusatan penguasaan lahan pertanidiatur dalam pasal 17 ayat (3) UUPA. an kepada kelompok tertentu yang berbandPenguasaan lahan oleh hanya sekelompok pening terbalik dengan penguasaan tanah oleh petani jelas gusaha mengakibatkan terjadinya polarisasi kekayaan bertentangan dengan substansi UUPA. Hal ini disebabdi Indonesia dan memiskinkan kaum tani. Polarisasi kekan UUPA telah mengatur mengenai batas minimum kayaan dan kemiskinan kaum tani merupakan hal yang kepemilikan lahan untuk satu keluarga petani. Bahkan, membuktikan bahwa tujuan utama UUPA dan peratubatas kepemilikan minimum tanah untuk petani meruran yang berkaitan dengan landreform untuk menciptapakan salah satu asas yang mendasari UUPA9. Untuk kan kemakmuran rakyat belum tercapai. Di sisi lain, ini mengatasi masalah kepemilikan tanah petani ini maka juga tidak sesuai dengan prinsip tanah untuk tani dalam perlu diadakan land reform (reforma agraria). Dalam UUPA. Realitas tersebut menunjukan bahwa UUPA sebakondisi sosiologis petani sekarang ini maka land reform gai transformasi sistem pertanahan yang feodal menjadi tersebut dapat dikaitkan dengan substansi pasal 15 dan sistem pertanahan bagi bangsa Indonesia belum terwupasal 11 ayat 2 UUPA yang menyatakan bahwa pengelojud dalam kehidupan petani. laan tanah harus memperhatikan dan melindungi pihak ekonomi lemah. Dalam konteks ini, petani merupakan Penguasaan tanah yang sangat luas oleh pengusaha pihak ekonomi lemah yang perlu untuk diperdayakan berbanding terbalik dengan penguasaan lahan oleh para dan diproteksi. petani. Petani Indonesia saat ini hanya menguasai lahan seluas 8,9 juta ha6. Luas lahan pertanian tersebut sangat

“

�

5 Lihat Undang-Undang Nomor 56 Prp tahun 1960 tentang penetapan luas lahan pertanian 6 Sri Susyanti Nur. 2010. Bank tanah: Alternatif Penyelesaian Masalah Penyediaan Tanah Untuk Pembangunan Kota Berkelanju-

tan. Makassar: A.S. Publishing. Hlm. 208 7 Ibid, hlm 205. 8 Boedi Harsono. Op. Cit. Hlm. 56 9 Ali Achmad Chomzah. 2003. Hukum Agraria (Pertanahan di Indonesia) Jilid I. Jakarta: Prestasi Pustaka. Hlm. 15

Eksepsi

Edisi II/LPMH-UH/XVIII/XI/2013

9


Opini

Kolom

Harapan Baru

Pemuda-Pemudi vs Korupsi

di Mahkamah Konstitusi

T

erpilihnya Hamdan Zoelva sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang baru, membawa harapan besar bagi masyarakat Indonesia umumnya, dan segenap sivitas akademika Fakultas Hukum Unhas (FH-UH) pada khususnya. Ketua MK yang juga alumni Strata 1 FH-UH ini diharapkan menjadi salah satu tameng pemberantasan praktek suap-suapan para pemangku tahta negeri ini.

Oleh : Ainil Ma’sura Bendahara Umum LPMH-UH Periode 2013-2014

S

dak mudah untuk mendapat kepercayaan penuh dari masyarakat. Kepercayaan akan kemampuan untuk mengembalikan marwah dan wibawa MK di tangan Hamdan Zoelva tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ia harus bekerja ekstra membangun kepercayaan di tengah keraguan sejumlah kalangan akan politikus dan wakil rakyat.

Mengapa harus orang partai lagi? Berbicara mengenai terpilihnya HamTerlepas dari harapan-harapan besar dan Zoelva yang berlatar belakang partai itu, muncul pula pro dan kontra. Suatu hal politik sama seperti Akil Mochtar. Sebuah yang sangat wajar terjadi. Bagaimana tidak, kata yang sempat terlontar adalah mentrauma masyarakat pasca kasus Akil masih gapa? Mengapa Ketua MK kali ini lagi-lagi terus membayangi. Rekam jejak seorang harus dari parpol. Tak cukupkah Sang Akil Hamdan Zoelva ternyata memiliki kesamembuat kita jera? Mengapa kita tidak total maan, meskipun memang tak ada gambasaja berusaha memperbaiki kondisi MK. Tiran apakah jejaknya nanti akan sama dendak ada salahnya Ketua MK adalah murni gan Akil atau tidak. non-parpol. Masalah hutang budi atas peran parpol terhadap kiprah seseorang cukup Menyoal tentang kesamaan jejak tersemenjadi alasan adanya keraguan akan indebut, bukan lagi hal yang baru. Siapa yang pendensi Hamdan Zoelva nantinya. tidak tahu kiprah Hamdan dalam Misalnya jika saja nanti parpol kancah politik. Berdasaryang menaungi Hamdan kan biodata yang dikutip Rekam jejak selama ini mengalami dari Sindonews, Hamparpol yang dimiliki sengketa di MK. Lagidan Zoelva memulai karirnya sebagai dosen Hamdan Zoelva terakhir tercatat lagi ini menjadi tantangan terbesarnya. luar biasa di beberapa tahun 2010. Rentang waktu yang universitas (1986Tahun 2014 men1987), advokat (1987- tidak cukup untuk menjamin kapa- datang juga menjadi 2010), dan anggota DPR penantang bagi indeRI (1999-2004) sebelum sitasnya sebagai Ketua MK pendensi seorang Hammenjabat sebagai hakim yang independen dan. Tahun dan suhu politik konstitusi. Ketika di DPR, dia yang kian memanas menjelang dikenal sebagai politikus Partai Pemilihan Presiden (Pilpres) akan Bulan Bintang (PBB). Ia bernaung di parmenjadi ajang pembuktian integritas Hamtai tersebut mulai tahun 1998 sampai 2010. dan Zoelva. Bukan tidak mungkin, kedeTerakhir ia menjabat sebagai Wakil Ketua pannya kasus sengketa pemilu akan semaUmum Dewan Pimpinan Pusat PBB dan kin meningkat. Termasuk salah satunya Wakil Ketua Badan Kehormatan Pusat PBB Partai Bulan Bintang (PBB) yang notabene (2005-2010). tempat Hamdan Zoelva berkarir dahulu. Rekam jejak parpol yang dimiliki HamSecercah harapan dan Zoelva terakhir tercatat tahun 2010. Ada harapan dibalik angin segar yang Rentang waktu yang tidak cukup untuk menyesakkan. Angin segar bahwa MK mamenjamin kapasitasnya sebagai Ketua MK sih tetap dipertahankan sebagai lembaga yang independen. Meski Hamdan sendiri penjaga konstitusi Negara Republik Indomenjamin dirinya telah melepas payung nesia. Sedikit menyesakkan bahwa pengpolitik yang selama ini menaunginya. ganti Akil sebagai Ketua MK adalah Hamdan Zoelva. Rekam jejak dalam kancah Dalam sebuah situs berita online saya perpolitikan Indonesia yang tidak berbeda membaca paragraf awalnya. Seperti ini lah jauh dengan Akil. Meskipun demikian hayang tertulis di situs itu : Pengamat Hukum rapan tetap ada untuk kemajuan dan keTata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, maslahatan Negara. MK di tangan Hamdan meragukan kemampuan Hamdan dalam meZoelva diharapkan bisa membuktikan dan mimpin MK menggantikan Akil Mochtar. Dia mengembalikan kepercayaan masyarakat yakin Hamdan tidak akan mampu memulihkan akan mosi tidak percaya masyarakat terhanama baik lembaga itu. “Dalam laporan Pendap para penegak keadilan. Setiap langkah gamat Hukum Tata Negara, Refly Harun, tidak Hamdan selanjutnya di MK akan menjadi hanya Akil yang disorot, tapi juga ada nama perhatian khusus. Mampukah Hamdan Hamdan,” kata Feri, kemarin. Zoelva membangun kepercayaan itu? Kita Latar belakang sebagai anggota DPR lihat saja nanti. dan jabatan di parpol yang begitu kuat, ti-

Oleh : Hasanuddin Ismail Ketua Divisi Isu & Propaganda GARDA TIPIKOR FH-UH

10

Eksepsi

Edisi II/XVIII/LPMH-UH/XI/2013

alam Anti Korupsi! Pemuda-pemudi merupakan generasi muda yang menjadi tumpuan harapan bangsa dan negara di masa yang akan datang. Banyak yang mengatakan bahwa kondisi pemuda-pemudi saat ini merupakan gambaran bangsa dan negara ke depannya. Jika pemuda suatu negara berkualitas, maka negara itu akan mengalami kemajuan. Dan begitu juga sebaliknya, jika pemuda-pemudi suatu negara tidak berkualitas, maka negara itu akan mengalami keterbelakangan.

krutan Moral Bangsa” pada kegiatan Pekan Konstitusi dalam rangka Dies Natalis Universitas Hasanuddin yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin pada tahun 2011 lalu, dikatakan bahwa kita sekarang mendapati situasi mendekat ke arah konsep negara gagal (failed state). Kesemuanya dipicu oleh krisis moral, dekadensi moral atau demoralisasi. Dari krisis moral inilah, ancaman dan gejala kebangkrutan moral bangsa terlihat jelas dan mengerikan.

Pemuda-pemudi yang berkualitas adalah generasi muda yang memiliki potensi pikiran, tenaga, semangat etos kerja, kepemimpinan, keteladanan dan moral yang dapat bermanfaat bagi kepentingan bangsa dan negara. Saat ini, banyak pemuda-pemudi yang cenderung melakukan hal-hal yang koruptif, misalnya dalam membuat Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) suatu kegiatan harga yang sebenarnya tidak sesuai dengan yang dicantumkan dalam LPJ, minta damai dengan cara memberi uang dalam jumlah tertentu kepada oknum kepolisian ketika ditilang, memberikan sesuatu kepada dosen atau pegawai akademik dengan harapan agar nilainya dapat diperbaiki, senior memalak uang atau barang milik juniornya, nyontek, malas masuk kuliah, menitip absen dan menjadi mafia absensi. Tanpa disadari, korupsi muncul dari kebiasaan yang dianggap lumrah dan wajar oleh kita. Kebiasaan koruptif ini lama-lama akan menjadi bibitbibit korupsi yang nyata. Dalam acara Urun Rembug “Kebang-

Gejala kebangkrutan moral bangsa boleh diduga karena hilangnya atau lunturnya spirit kebangsaan dalam diri pemuda bangsa. Hilangnya spirit itu kalau dibiarkan saja dan tidak dilawan akan membuat gejala kebangkrutan moral terus berlanjut ke arah stadium lanjut yang lebih parah, dan bukan mustahil menjadi awal kehancuran negara ini. Spirit itu ialah mimpi besar bersama, kesepakatan luhur bersama untuk membangun dan mencapai cita-cita dan tujuan negara, sebagaimana yang dituangkan dan disepakati dalam Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan semangat Hari Anti Korupsi Se-dunia, mari kita tetap senantiasa menjunjung tinggi integritas dan tetap memiliki semangat antikorupsi. Semoga kita dapat mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan terutama dalam pencegahan tindak pidana korupsi. Salam Anti Korupsi!

Kamus Hukum Adult suffrage: Hak untuk melakukan pilihan yang diberikan kepada semua orang yang telah mencapai usia tertentu, baik hak pilih pasif maupun hak pilih aktif. Asas dominus litis: Asas keaktifan hakim yaitu hakim bersifat aktif dalam peradilan tata usaha negara, untuk mengimbangi kedudukan para pihak karena tergugat adalah pejabat tata usaha negara sedangkan penggugat adalah orang atau badan hukum perdata. Asas tugas pembantuan: Suatu asas yang menyatakan tugas turut serta dalam pelaksanaaan urusan pemerintahan yang kepada pemerintah daerah dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang member tugas. Asas staatsbemoenis: Suatu asa yang menuntut agar negara mencampuri kehidupan warga negaranya. Instansi vertical: Departemen-departemen atau lembagalembaga pemerintahan bukan departemen yang memiliki lingkungan kerja di wilayah yang bersangkutan. Interest group institusional: Berbagai kelompok manusia yang berasal dari lembaga yang ada, dengan tujuan untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan orang-orang yang menjadi anggota lembaga yang dimaksudkan.

Keputusan condemnatoir: Suatu keputusan yang isinya menjatuhkan sanksi atau hukuman terhadap subyek hukum tertentu. Onpartijdigheids beginsel: Putusan yang dijatuhkan secara obyektif dan tidak dipengaruhi oleh kepentingankepentingan pribadi atau anggota-anggota instansi peradilan ataupun didasarkan pada motif-motif yang tidak bersifat zakelijk ataupun adanya kontak secara tersembunyi dari salah satu pihak atau diluar perkara dengan hakim, sehingga menyimpang dari prosedur semestinya. Open baar belang: Kepentingan yang berarti juga kepentingan umum yang dapat dilihat, ditonton atau dinikmati oleh semua orang. Uang representasi: Uang yang diberikan setiap bulan kepada pimpinan dan anggota DPRD sehubungan dengan kedudukannya sebagai pimpinan dan anggota DPRD. Wetmatig bestuur: Tindakan berdasarkan undang-undang Sumber: M. Marwan & Jimmy P. 2009. Kamus Hukum. Surabaya: Reality Publisher Eksepsi

Edisi II/LPMH-UH/XVIII/XI/2013

11


Cerpen

Resensi Filsafat Hukum: Teori dan Praktik

Sembilan Desember Cakrawala

Oleh: Muhamad Syahrul Rahmat

Rakyat kembali berkerumun. Terdengar suara gemuruh. Entah dari mana asalnya. Mengerikan. Seorang anak berteriak-teriak. Tidak keruan. Menyedihkan. Tak hanya itu. Ada api. Api yang berkobar. Membakar hampir seluruh badan sang anak. Rakyat tak mampu berbuat apa-apa. Hanya berkumpul. Tak lebih dari memandang Menunggu hingga ajal menjemput sang anak

Judul : Filsafat Hukum: Teori dan Praktik Penulis : Prof. Dr. Sukarno Aburaera, S.H., M.H. Prof. Dr. Muhadar, S.H., M.Si. Maskun, S.H., LL.M. Penerbit : Kencana Perdana Media Group Kota Terbit : Jakarta Tahun Terbit : 2013 Tebal : 272 Halaman Cetakan Pertama : Mei 2013

Oleh: M. N. Faisal R. Lahay

C

akrawala membuka mata. Terbangun dari tidurnya. Sembari merenggangkan otot-otot tubuhnya, ia melihat jam. Pukul empat pagi. Alarm ponselnya berbunyi. Ternyata itu yang membangunkannya dari mimpi aneh tadi. Sejenak merenung, ia kembali memejamkan mata. Kembali terlelap. Terhanyut dalam mimpi. *** Resah terasa menghantui tubuh Cakra. Kakinya gemetaran. Keringat dingin keluar dari ubun-ubunnya. Ia memperhatikan pakaiannya sendiri. Seakan tak menyadari apa yang ia kenakan. Kaos putih dan celana pendek jeans dengan robekan kecil di ujungnya. Tulisan “MUNAFIK” terpampang di kaos putihnya.

Ia coba berjalan perlahan ke arah depan. Terus melangkah maju pelan-pelan. Sesekali ia menengok ke kiri dan ke kanan. Agak berhati-hati. Masih terjebak di dunia antah berantah. Sekelilingnya hanya hamparan luas tanah kosong. Tak bertuan. Dalam pikirannya, mungkin ini adalah zaman di mana paham feodalisme akan menjadi cikal bakal. Suara bising tiba-tiba terdengar. Kepalanya terputar. Ia kini terjebak dalam keramaian. Di tengah kerumunan rakyat. Lelaki, perempuan, tua, muda, anak kecil. Sang anak kembali muncul. Kini tepat di depannya. Dengan luka bakar di sekujur tubuhnya. Spontan Cakra kaget. Anak itu terus memandanginya. Cakra takut. Lututnya bergetar. Ia jatuh pingsan. *** Suara guntur menggelegar. Cakra tersadar. Hatinya berdegup kencang. Gelap menyelimutinya. Seakan berganti latar. Kini ia terlempar jauh dalam gemerlapnya malam. Ia coba bangkit dari pingsannya. Kilatan-kilatan cahaya sesekali menyambar. Menakutkan memang. Namun setidaknya hanya itu yang menjadi cahaya penerang jalannya. Dalam gelapnya malam itu, ia melihat pakaian yang dikenakannya. Sekarang tulisan “HEDONISME” terpampang di kaos putihnya. Ia tampak bingung. Namun ia coba kembali berjalan. Seperti orang buta. Hanya sesaat diberi penglihatan. Yakni saat kilatan petir menyambar dari angkasa. Setelah sekitar sepuluh menit berjalan, ia berhenti sejenak. Napasnya tersengal-sengal. Kilatan cahaya kali ini menyala kelap-kelip di depannya. Anak kecil yang terbakar tadi muncul lagi di hadapannya. Luka bakarnya menghilang. Tubuh mungilnya tak terbalut sehelai kain pun. Telanjang bulat. Kini sang anak hanya menundukkan pandangan. Tak berani menatap ke arah Cakra. Diam membisu. Tak ada sedikit gerak pun nampak dari dirinya. Terpaku.

Demikian juga Cakra. Tapi akhirnya Cakra memberanikan diri memegang sang anak. Sekadar menunjukkan sisi keprihatinan batinnya terhadap sang anak. Sisi manusiawinya yang tak pernah berdusta. Tulus memang. Tapi tetap tak lepas dari dosa. Kilauan cahaya muncul dari dari dalam tubuh sang anak. Silau. Cakra hampir tak bisa melihat kejelasan tubuh sang anak lagi. Dia berusaha keras membuka matanya, meskipun harus dipaksa untuk memejamkannya. Kepala Cakra dibuat pening. Saking terangnya cahaya itu. Matanya tak mampu bertahan. Tubuh sang anak meledak. Ledakannya mengenai Cakra. Panas terasa di sekujur tubuh Cakra. Cakra tak sadarkan diri. *** Gelap gulita. Namun kini Cakra sudah tersadar. Tapi tetap gelap. Kali ini tidak ada sama sekali cahaya penerang. Hitam. Ia buta. Tak bisa melihat apapun. Dadanya terasa panas. Kulitnya mengelupas. Ia coba meraba bagian dadanya yang semakin perih. Sakit dia rasakan. Nyeri. Terukir pada kulit bagian dadanya yang terkelupas, “DOSA”. Kali ini dia tak bisa berjalan. Kaki dan tangannya terikat dengan rantai. Ia ingin menangis rasanya. Derita apa yang sedang ia alami. Tiba-tiba suara bising kembali terdengar. Memecah keheningan. Perlahan akhirnya mulai jelas apa yang diserukan oleh kebisingan itu. Berisik memang, namun lebih jelas. “Pergi Kau!” “Tak berguna!” “Hentikan ini!” “Sia-sia!” “Penjilat!” “Jilat ludahmu sendiri kelak!” “Berlagak seperti Tuhan!” “Tak jauh berbeda dengan mereka!” *** Mata Cakra seketika terbuka. Ia kembali bisa melihat. Jelas sekali. Masih sedikit gelap. Tapi tidak separah tadi. Luka di dadanya sembuh. Ia kembali normal. Normal seperti sedia kala. Normal layaknya tadi sebelum ia terlelap. Ya, ia masih di kamar tidurnya. Ia bangkit dan memperbaiki posisi duduknya. Sedikit menguap. Mengusap matanya berulang kali. Diambil ponselnya yang sengaja diletakkan di atas meja samping tempat tidurnya. Pukul tujuh malam. Tanggal 9 Desember 2013. Ia tersenyum kecut. Tapi langsung berubah serius. Dahinya dikernyitkan. Matanya terpejam sesaat. Namun langsung terbuka. Karena kantuknya jelas tak terasa lagi padanya. Otaknya berpikir. Menafsirkan bias-bias mimpi tadi yang masih terputar dalam memorinya. Ia sadari bahwa ia melewatkan salah satu hari besar bagi dirinya dan kawan-kawannya saat itu. Namun ia bergegas mandi. Bersiap menuju ke kediaman kawan-kawannya. Kawankawannya yang ia yakini sebagai pejuang.

D

alam berbagai literatur, filsafat hukum digambarkan sebagai suatu disiplin modern yang memiliki tugas untuk menganalisis konsep-konsep peskriptif yang berkaitan dengan yurisprudensi. Secara sederhana, filsafat hukum dapat dikatakan sebagai cabang filsafat yang mengatur tingkah laku atau etika yang mempelajari hakikat hukum. Dengan kata lain, filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis. Munculnya aliran-aliran filsafat hukum dalam ranah filsafat sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangan filsafat pada umumnya. Buku karya Prof Dr Sukarno Aburaera SH MH, Prof Dr Muhadar SH MH, serta Maskun SH LLM ini, menguraikan berbagai aliran tersebut dari kelebihan hingga kekurangannya. Buku ini dapat dijadikan sumber

untuk lebih memahami seluk beluk tentang sejarah peradaban manusia, pengetahuan, beserta filsafat yang bersinergi dengan hukum. Tidak hanya itu buku ini juga memaparkan keterkaitan antara hukum dengan etik dan moral. Di mana pembahasan etika tersebut dikaitkan dengan disiplin profesi yang ada. Buku ini secara teknis terbagi atas delapan bagian. Di antaranya adalah Manusia dan Pengetahuan, Filsafat, Hukum, dan Filsafat Hukum, Sejarah Perkembangan Filsafat, Aliran-aliran dalam Filsafat Hukum, Hukum dan Moral, Kerangka Ilmiah Etika Preofesi, Hukum dan Keadilan, dan Hukum dan Kebenaran. Pemisahan bagian tersebut dalam buku ini dinilai sangat tepat. Mengingat peruntukannya buku ini sebagai buku ajar. Karena pembagian tersebut memudahkan pembaca dalam memahami urutan ilmu dari filsafat. yakni, mulai dari hakikat

manusia dengan ilmu pengetahuan, hingga kaitannya hukum dengan kebenaran. Tak hanya itu, buku terbitan Kencana Media Group ini juga membagi pemaparan filsafat hukum dari dua sisi, yakni teoritis, dan praktis, sesuai dengan judulnya. Hal itu juga yang membuat pembahasaan isi buku ini tidak membosankan. Mengingat buku ini juga merupakan edisi revisi dari buku dengan judul serupa yang ditulis oleh para penulis yang sama pada tahun 2010 silam, maka diharapkan kehadirannya dapat menjadi pelengkap. Oleh sebab itu, para penulis juga mengharapkan agar buku ini dapat lebih memperkaya literatur filsafat hukum bagi mahasiswa, dosen, pegiat filsafat, ataupun masyarakat umum yang tertarik untuk mengembara di dunia filsafat.

Makassar, 9 Desember 2013

12 Eksepsi Edisi II/XVIII/LPMH-UH/XI/2013

Eksepsi

Edisi II/LPMH-UH/XVIII/XI/2013

13


Aktivitas

Profil Expo Pergerakan Minim Respons

M

Ansyar/kontributor

Salah satu stan isu sepi pengunjung pada Expo Pergerakan, Rabu (27/11)

enyikapi pragmatisme di kalangan mahasiswa, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Unhas (BEM FH-UH) menggelar Expo Pergerakan dan Recht Volution Night, di taman FH-UH, Rabu, (27/11). Expo pergerakan yang bertema “Berteriak Tanpa Suara, Bermanifesto dengan Ekspresi” ini, berlangsung dari pukul 13.00 WITA. Kegiatan diisi dengan pameran foto, stan isu, serta lapak literasi. Malam harinya, acara dilanjutkan dengan parade ekspresi, berupa pembacaan puisi, monolog, mimbar bebas, stand up comedy, dan pementasan akustik. Stan isu diisi oleh Unit Kegiatan Pers Mahasiswa Unhas (UKPMUH), Komunitas Kretek Makassar, Lingkar Advokasi Mahasiswa (Law) Unhas, dan Lembaga Pers Mahasiswa Hukum Unhas (LPMH-UH). Adapun isu yang diangkat merupakan isu-isu terkait kepentingan mahasiswa, termasuk polemik Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan fasilitas kampus yang kurang memadai. Selain itu, juga disinggung isu di luar kampus, seperti penggusuran Kampung Buloa. Kendati demikian, respons mahasiswa khususnya di FH-UH ternyata masih minim. Hal tersebut disayangkan Athir, Mahasiswa Sastra Inggris Unhas yang juga terlibat di salah satu stan. “Biasanya ada testimoni dari setiap lembaga untuk memperkenalkan isu atau kasus yang dibawa. Tidak hanya memajang data. Tadi yang saya lihat tidak ada feedback. Jadi, orang hanya datang sambil melihat, tidak lebih,” tuturnya. Di lain pihak, Presiden BEM FH-UH, Nurdiansah, menaruh harapan besar pada Expo pergerakan ini, ”Mudah-mudahan di periode berikutnya acara ini tetap dipertahankan dan lebih banyak lagi mahasiswa hukum yang tertarik dengan kegiatan seperti ini.” Selain stan isu, Expo yang baru pertama kali dilaksanakan di FH-UH ini juga mengadakan pemeran buku, bekerjasama dengan Kedai Buku Jenny dan Toko Buku Rausyan Fikr. Sejumlah item acara juga melibatkan sejumlah Unit Kegiatan Mahasiswa lingkup FH-UH. (Asw)

Liga Hukum Lahirkan Juara Baru

P

erhelatan Liga Hukum kembali berlanjut. Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Sepak Bola Fakultas Hukum Unhas (FH-UH) menggelar kegiatan tersebut mulai dari hari Rabu, (23/10), hingga Selasa, (3/12). Meskipun pertandingan pembuka sempat tertunda diakibatkan kendala teknis, namun acara tersebut dapat berlangsung lancar sampai acara penutupan. Peserta untuk tahun ini secara kuantitas bertambah dari tahun lalu. Tercatat ada 20 tim yang ikut berlaga, antara lain; Jantan FC, Sokap FC, HAN 2012, Petitium 2012, Menuju Ganteng FC, Jack D 2009, PMK FC, Akademik FC, Ubur-ubur FC, SPP FC, Aktual 2013, Solid 2013, Senyum FC, Anu FC, IMHB FC, The Red Marginal, Matahari FC, Densus FC, Provide Legal FC, dan Eksepsi FC. “Sama seperti tahun-tahun sebelumya, peserta tahun ini masih berasal dari sivitas akademika FH-UH, ”jelas Sumardi, Ketua Panitia Liga Hukum 2013, saat diwawancarai oleh kru Eksepsi setelah acara penutupan, Selasa (3/12). Walaupun acara tersebut sukses hingga akhir, tercatat ada empat partai yang dihentikan kare-

14 Eksepsi Edisi II/XVIII/LPMH-UH/XI/2013

Ansyar/kontributor

Juara Liga Hukum 2013, Provide Legal FC, berfoto bersama di lapangan , Selasa (03/12) na kericuhan yang terjadi dalam ua, dan Eksepsi FC yang harus puas pertandingan.“Saya cukup medi posisi ketiga. “Saya berharap Liga nyayangkan beberapa insiden terseHukum tahun-tahun berikutnya bisa but, karena tujuan dari kegiatan ini berjalan lebih baik lagi. Tentunya adalah mempererat tali kekeluarberbagai kekurangan selama Liga gaan sesama sivitas akademika FHHukum tahun ini akan kami jadikan UH,” keluh Sumardi. sebagai bahan evaluasi kedepanKejuaraan ini menobatkan Pronya,” tutup Afandi Haris Rahardjo, vide Legal FC sebagai juara pertama, Ketua Umum UKM Sepak Bola FHdisusul Akademik FC di posisi kedUH. (Dim)

KPAJ,

Twi/Eksepsi

Pengawal Pendidikan Anak Jalanan Oleh: Nurjannah

M

atahari belum juga tepat di atas kepala, sinarnya menembus celah-celah rimbun pepohonan di Halaman Gedung Pertemuan Alumni (GPA) Unhas yang kala itu ramai oleh sekelompok anak kecil, Minggu (3/11). Dibantu beberapa orang pengajar, mereka tengah belajar mengarang cerita. Pengajar-pengajar muda sukarela tersebut tergabung dalam Komunitas Pecinta Anak Jalanan (KPAJ). Pertemuan rutin yang mereka sebut sekolah Ahad tersebut memang diperuntukkan bagi anak-anak yang karena keterbatasan ekonomi, terpaksa mencari penghidupan di jalanan. Semua berawal dari keresahan beberapa mahasiswa ketika mendapati banyaknya anak jalanan di lingkungan mereka. Sadar bahwa usia kanak-kanak seharusnya dinikmati dengan sukacita belajar dan bermain, Nur Fajri Arifin mahasiswa angkatan 2004 Fakultas Teknik Unhas bersama kawan-kawannya terdorong untuk mencari solusi. Dibentuklah KPAJ pada tanggal 15 Februari 2010. “Ide pendirian KPAJ sendiri bermula di dunia maya, tepatnya melalui jejaring sosial grup Facebook. Ketika itu banyak mahasiswa yang merespon ide tersebut dan akhirnya kami adakan pertemuan pertama itu di Gedung Ipteks,” jelas Nurul Kuratul Hayani, salah satu pengajar yang merupakan alumni Fakultas Farmasi Unhas angkatan 2009. Pasukan Bintang, sebutan untuk anak-anak asuhan KPAJ, saat ini berjumlah lima puluh orang, kendati di tiap pertemuannya hanya sekitar tiga puluh anak yang datang. Mereka berasal dari keluarga yang kurang mampu. Profesi orangtua mereka pun beragam, mulai dari pembantu rumah tangga hingga pemulung. Dengan kondisi ekonomi yang demikian, hadirnya KPAJ direspons baik oleh pihak orangtua, sebab nyatanya masih ada komunitas yang peduli dengan pendidikan anakanak mereka. Terlebih lagi sudah ada sekitar dua puluh anak yang mendapat beasiswa dari KPAJ. Dana beasiswa tersebut berasal dari sumbangan sejumlah pihak, termasuk pengajar KPAJ yang telah bekerja. “Tujuan utama dari terbentuknya KPAJ itu, supaya adik-adik yang biasa hidup di jalan, agar tidak lagi turun ke jalan, tidak minta-minta lagi, dan mereka kembali bersekolah. Entah itu dengan mencarikan mereka beasiswa atau orang tua asuh,” tambah Nurul. Saat ini KPAJ diketuai oleh Erniyati Mustakim, alumni Fakultas Teknik Unhas. Total pengurus sekitar enam belas orang di luar tenaga pengajar atau volunter. Sedang kan tenaga pengajar atau volunter KPAJ sendiri berasal

dari kalangan mahasiswa yang mempunyai keahlian, baik itu keterampilan maupun pengetahuan pada umumnya. Mahasiswa yang bergabung sebagai volunter saat ini berasal dari beberapa universitas, yakni Unhas, UNM, UMI. Ada juga dari komunitas-komunitas, seperti Makassar Berkebun dan Sahabat Indonesia Berbagi (SIGi) Makassar. Sebagai timbal baliknya, anak-anak KPAJ biasanya mengisi acara yang diselenggarakan komunitaskomunitas tersebut. Oleh karena itu, anak-anak KPAJ diberikan kelas khusus, mereka diajarkan menari, memainkan drama, membuat robot, serta mengaji. Dengan demikian, mereka dapat tampil di pelbagai event. “Dulu saya masih turun di jalanan, cari uang untuk bantu orang tua. Setelah ikut KPAJ, ada masukan dari kakak-kakak, katanya buat apa kita punya uang kalau kita tidak berpendidikan. Saya jadi semangat untuk belajar di KPAJ, apalagi tiap Minggu pelajarannya beda-beda, jadi tidak membosankan,” ungkap Sarinah, siswi kelas 3 SMP Negeri 30 Makassar yang juga mendapat beasiswa dari KPAJ. Mengajar Pasukan Bintang bukan perkara mudah. Tak jarang para pengajar dibuat kewalahan oleh ulah bocah-bocah polos itu, meski demikian mereka tetap sabar dan memakluminya. Pengurus ataupun pengajar terkadang mendapati beberapa dari Pasukan Bintang masih turun ke jalanan. Jika hal itu dilihat langsung oleh pengurus, maka anak tersebut akan ditegur, sebab tidak turun lagi ke jalanan merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan beasiswa. Ketiadaan rumah belajar juga menjadi salah satu kendala yang diungkapkan Nurul, namun KPAJ akan terus mengusahakannya agar pengajaran yang KPAJ berikan lebih intensif. Dengan demikian, sepulang sekolah Pasukan Bintang dapat singgah di rumah belajar mereka untuk mengulang pelajaran yang telah diberikan di sekolah dengan bimbingan dari pengajar KPAJ. Kerja-kerja pengajaran, pemberian arahan, dukungan materi serta motivasi akan terus dilakukan. Semua itu semata-mata agar anak-anak jalanan dapat memperoleh pendidikan dan berpeluang atas kehidupan yang lebih layak. Kita juga punya peluang yang sama untuk membantu mereka dan membuat hidup lebih bermakna. Mari berkenalan dengan mereka, Pasukan Bintang. Karena kepedulian kita terhadap penerus bangsa merupakan langkah menuju kehidupan berbangsa yang lebih maju dan bermartabat. Kalau bukan kita, siapa lagi? Salam Pendidikan! Eksepsi

Edisi II/LPMH-UH/XVIII/XI/2013

15


Galeri Foto

Puisi

Kotak Kecil Sejauh ini aku selalu berdasar pada kekuatan logika dalam hal apapun Sampai aku lupa, di luar sana, ada banyak hal yang tidak bisa dijangkau Termasuk rasa sakit yang diakibatkan oleh logika itu sendiri Tapi… Aku sangat yakin bahwa Aku tak akan selemah ini Jika logika itu tak pernah ada Bahkan… Aku tak pernah sadar Jika ternyata RINDU itu masih tersimpan Rapat UNTUKMU Kalau saja ada kotak kecil di depan rumahmu. Aku ingin menyimpannya Sebagai pengganti surat Biar engkau bisa buka kapan saja dan tahu… Kalau rindu itu selalu ada UNTUKMU Sepanjang kau menyimpannya

Oleh: Ahmad ‘Acha’ Nur Tamalanrea, 15 september 2013

Ansyar/kontributor


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.