Eksepsi Bagi Demokrasi Untuk Keadilan
Edisi III/LPMH-UH/XVIII/IV/2014
DITERBITKAN OLEH LEMBAGA PERS MAHASISWA HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN
ISSN 2089-340X
Buletin
Dari 14 jumlah dosen pidana FH-UH, hanya 4 dosen yang dinyatakan efektif mengajar. Mahasiswa FH-UH sebagai targetan utama dalam proses pendidikan hukum, terancam tidak mendapatkan hak pendidikan secara maksimal
EKSEPSI ISSN 2089-340X
Salam
Redaksi
PENERBIT: LEMBAGA PERS MAHASISWA HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN PELINDUNG : Dekan
Persembahan Anggota Magang
PENASEHAT : Wakil Dekan III
PENDAMPING UKM Dr. Hamzah Halim, S.H., M.H DEWAN PEMBINA :
Anwar Ilyas, S.H, Muh. Alam Nur, S.H, Muh. Sirul Haq, S.H, Muh. Ali Akbar Nur, S.H, Wiwin Suwandi, S.H, Nurul Hudayanti, S.H., M.H, Muh. Arman KS, S.H, Ahmad Nur, S.H, Solihin Bone, S.H, Irfan Amir, S.H, Nasril, S.H, Hardianti Hajrah S, S.H, Ahsan Yunus, S.H, Irwan Rum, S.H DEWAN PERS : Abdul Azis Dumpa, S.H. Ghina Mangala Putri, S.H. Arfandi Randriadi PEMIMPIN UMUM : Amiruddin
PEMIMPIN REDAKSI : M. N. Faisal R. Lahay SEKRETARIS UMUM: Nurul Hasanah BENDAHARA : Nurjannah
REDAKTUR PELAKSANA: Ramli Rezky Pratiwi
REPORTER : A. Azhim Fahreza Aswal, Risna Rasyid Wahyudi Sudirman, Mohammad Supri, Satriani P., Rio Atma Putra, Indah Sari, Dyah Ambarsari, Putri Reztu A.J., Alifia Shahnaz, Julandi J., Adi Taqwa, Muhammad Ibnu, Firman Nasrullah R., Nurul Amalia, Meli Agustin, Puspitasari, Diana Ramli, Aldi Sido FOTOGRAFER : A. Asrul Ashari LAYOUTER: Nurfaika Ishak
DIVISI KADERISASI Andi Sunarto
DIVISI DANA DAN USAHA Muhammad Syahrul Rahmat DIVISI JARINGAN KERJA Ahmad Fauzi
DIVISI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Icha Satriani Azis
2
Kunjungan pengurus dan anggota magang LPMH-UH di UPPM Cakrawala UMI, Sabtu, (1/3).
Salam Pers Mahasiswa! Salam Perjuangan! Salam Kebebasan!
T
ak terasa proses penerimaan calon anggota baru LPMH-UH sudah mencapai tahap pemagangan. Para peserta magang yang berjumlah 16 orang telah menjalani proses pemagangan sejak satu bulan lalu. Berbagai pengalaman dasar jurnalistik telah mereka dapatkan. Mulai dari turun melakukan reportase, hingga kunjungan ke komunitas literasi dan lembaga pers mahasiswa di kampus lain. Penggarapan Buletin Eksepsi Edisi III ini tidak lain adalah hasil jerih payah para anggota magang. Setelah melalui proses yang cukup panjang, alhamdulillah akhirnya para peserta magang berhasil menyelesaikan penggarapan buletin ini. Kali ini, kami mengangkat tema minimnya jumlah dosen yang efektif mengajar, terutama pada bagian pidana. Terpilihnya Prof Aswanto jadi hakim MK, banyaknya dosen yang jadi tenaga ahli di beberapa instansi, hingga beberapa dosen yang sedang melanjutkan studi adalah sejumlah faktor penyebabnya. Semua itu berimplikasi pada efektivitas pengajaran di kelas. Oleh sebab itu, masalah ini kemudian kami anggap penting untuk diulas dalam rubrik Laporan Utama (Laput). Tak jauh berbeda dengan rubrik Laput, pada rubrik Laporan Khusus (Lapsus) kali ini pun masih menyoal proses perkuliahan di fakultas. Dalam rubrik Lapsus, Eksepsi mengkritisi korelasi antara daftar presensi di kelas, dengan penilaian dari dosen. Di samping itu, masih banyak lagi rubrik lainnya yang tak kalah penting dan menarik untuk disuguhkan bagi para pembaca setia Eksepsi. Buletin Eksepsi Edisi III tentu masih jauh dari sempurna seperti edisi-edisi sebelumnya. Maka dari itu, kritik dan saran dari para pembaca kami harapkan guna perbaikan Eksepsi ke depannya. Semoga apa yang Eksepsi beritakan dalam edisi ini, dapat menjadi informasi yang berguna bagi para pembaca sekalian. Selamat membaca!
Redaksi Eksepsi menerima tulisan berupa opini, artikel, essai, cerpen, puisi, karikatur maupun foto dari pembaca. Tulisan dapat diserahkan di sekretariat LPMH-UH, atau dikirim melalui via e-mail ke: lpmhuh@ymail.com
Eksepsi
Edisi III/XVIII/LPMH-UH/IV/2014
Eksepsis
Kata Mereka Terkait Presensi Dosen
“Kita dari pihak fakultas hanya diberi hak untuk mengusulkan berapa dosen yang dibutuhkan������������ .����������� Pihak universitas nanti yang akan menentukan, sesuai dengan dosen yang diberikan dari pusat.”
Prof. Dr. Ir. Abrar Saleng, S.H., M.H. (Wakil Dekan I FH-UH)
“Ada empat sampai lima dosen pidana yang melanjutkan kuliah. Jadi tidak ada kewajiban bagi mereka untuk mengajar.”
Abdul Asis, S.H., M.H. (Dosen Bagian Hukum Pidana FH-UH)
“Berdasarkan pengalaman saya, ada dosen yang hanya 2 kali masuk, masuknya 15 menit terakhir pula, dan sistem penilainnya amburadul. Solusinya, mungkin kita harus mencontoh apa yang diterapkan beberapa universitas di Malang. Dosen tidak boleh mengajar di universitas lain dan kegiatan di luar dibatasi.”
Editorial Dosen Pidana Paling “Laku”
H
asil seleksi para pakar untuk merekomendasikan dua hakim konstitusi baru kepada Komisi III DPR, 5 Maret silam, sontak membuat warga Fakultas Hukum Unhas (FH-UH) berbahagia. Betapa tidak, dekan fakultas ini, Prof Aswanto, berhasil lolos menjadi salah satu penegak konstitusi tersebut. Ditemani Wahiduddin Adams, Aswanto meraih posisi kedua dalam pemungutan suara yang dilakukan oleh Komisi III DPR. Ucapan selamat dari berbagai pihak pun disampaikan melalui jejaring sosial. Sekilas, prestasi ini tentu menimbulkan rasa bangga bagi warga fakultas. Namun di sisi lain, hal ini kemudian menimbulkan “PR” baru bagi fakultas. Terpilihnya Aswanto sebagai hakim konstitusi, akan menambah daftar “dosen sibuk” di FH-UH. Akibatnya, jumlah dosen yang efektif mengajar kembali berkurang. Menengok lagi kondisi FH-UH. Dari tujuh bagian yang ada di fakultas ini, bagian pidana mungkin paling banyak peminatnya. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya mahasiswa yang menyelesaikan ujian akhir pada bagian itu. Tapi keadaan itu malah membuat miris, mengingat pengajar pada bagian ini sangatlah sedikit. Dari 14 jumlah dosen pada bagian ini, hanya 4 dosen yang dinyatakan efektif mengajar. Sebab, bagi dosen yang melanjutkan kuliahnya, dibebastugaskan dari kewajiban mengajar. Selain itu, para dosen yang menjabat di instansi pemerintah lainnya pun, seperti Aswanto di MK, juga mendapatkan izin ini. Dari sisa jumlah dosen yang sedikit tersebut, masih ada pula dosen yang sibuk sebagai tenaga ahli di instansi lain. Akibatnya, proses pengajaran di kelas kerap kali tidak berjalan efektif. Berangkat dari ihwal tersebut, Eksepsi berusaha mengulas polemik masalah ini. Jika semakin lama berlarut, maka mahasiswa yang akan dirugikan. Para mahasiswa FH-UH sebagai targetan utama dalam proses pendidikan hukum ini, terancam tidak mendapatkan hak pendidikan secara maksimal. Padahal, bangsa ini sedang mengalami krisis kader penegak hukum.
Andi Rinanti Batari (Ketua Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah FH-UH) Eksepsi
Edisi III/LPMH-UH/XVIII/IV/2014
3
Laporan
Utama DOSEN PIDANA MINIM & SIBUK Terpilihnya Dekan Fakultas Hukum Unhas (FH-UH), Prof Aswanto, jadi hakim MK, berimplikasi terhadap semakin berkurangnya jumlah dosen pidana yang efektif mengajar. Euforia tersebut diharapkan tidak mengenyampingkan upaya fakultas untuk mengatasi kurangnya dosen pidana. Oleh: Mohammad Supri & Satriani Pandu
P
eristiwa ini bukan hal yang baru bagi sivitas akademika FH-UH. Tidak sedikit dosen FH-UH yang menjadi tenaga ahli dari sebuah instansi. Tenaga pengajar semakin berkurang, namun tidak ada penambahan dari universitas. Akibatnya, ����������������������� rasio������������������ dosen sangat minim dibanding jumlah mahasiswa. Karena itu, sering didapatkan mata kuliah yang terabaikan akibat tenaga pengajar yang minim. Kekhawatiran ini diungkapkan oleh Ketua Bagian Hukum ��������� Pi��� dana, Prof Muhadar, saat ditemui kru Eksepsi, Selasa, (11/3). Muhadar memandang setelah pindahnya Aswanto, tenaga pengajar bagian pidana akan semakin berkurang. “Jumlah sumber daya pengajar bagian ��������������������������� p�������������������������� idana saat ini sangat minim dibanding bagian-bagian lainnya. Apalagi 70 hingga 80 persen mahasiswa memilih bagian pidana. Sedangkan 80 persen dari tenaga pengajar kami sedang melanjutkan pendidikan S3. Prof Aswanto juga akan meninggalkan kita, tenaga kami sangat sedikit,” keluhnya. Banyak faktor hingga dosen pidana berkurang Minimnya tenaga pengajar dikarenakan beberapa faktor. Dosen pidana FH-UH sekarang ini jumlahnya ada 14 orang.������������������������ ������������������������������ Terdiri atas 5 g������� �������� uru besar, 2 doktor, dan beberapa lainnya masih melanjutkan pendidikan d��� ���� oktor. Dosen yang melanjutkan pendidikan dibebastugaskan, dan ada beberapa dosen yang berprofesi sebagai tenaga ahli di instansi tertentu. Sebagai akibat dari hal ini, kegiatan perkuliahan menjadi tidak efektif. Dalam keadaan tertentu, seringkali beberapa kelas dengan matakuliah yang sama digabung dalam satu waktu perkuliahan. Senada dengan hal ini, Prof Abrar Saleng, Wakil Dekan (WD) I FH-UH mengatakan, minimnya tenaga pengajar bagian pidana juga dikarenakan sebagian dosen melanjutkan pendidikan. Berdasarkan keputusan rektor, dosen yang melanjutkan pendidikan dibebastugaskan untuk mengajar. Penerimaan
4
Eksepsi
dosen
hanya
we-
Edisi III/XVIII/LPMH-UH/IV/2014
wenang universitas Saat ditanya mengenai penambahan dosen, Prof Abrar mengatakan, “Kita dari pihak fakultas hanya diberi hak untuk mengusulkan berapa dosen yang dibutuhkan��������������� .�������������� Pihak universitas nanti yang akan menentukan, sesuai dengan dosen yang diberikan dari pusat,” jelasnya, Rabu, (12/3). Penerimaan dosen di Unhas melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan ����������������� Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB). Dalam hal ini, dosen yang dinyatakan lolos seleksi akan mengajar sesuai dengan bidangnya. Terlepas dari hal itu, beberapa waktu yang lalu, FH-UH hanya mendapatkan satu tenaga pengajar di bidang perdata. “Karena seleksinya hanya satu orang yang lolos, maka hanya itu yang kita terima. Memang fakultas membutuhkan tambahan dosen pidana������������ .����������� Rasio perbandingan mahasiswa dan dosen memang penting, namun objekti��� v�� itas itu lebih penting,” ujar Dekan FH-UH, Aswanto, Jumat, (7/3). Asisten dosen jadi solusi Muhadar berinisiatif untuk mengatasi masalah ini dengan mengangkat beberapa Asisten Dosen (Asdos) guna membenahi jumlah dosen yang terus berkurang. “Dalam waktu dekat ini, kita akan mengangkat asisten sebanyak tujuh orang����� .���� Karena jika tidak begini, maka proses perkuliahan tidak akan jalan dengan baik,” ujarnya. Menanggapi hal ini, WD I FHUH mengapresiasi langkah ������ terse-
but. Menurutnya, ini merupakan satu-satunya langkah dari pihak fakultas untuk mengatasi masalah kekurangan dosen���������������� .��������������� Namun ia mengingatkan bahwa Asdos tidak bisa dijadikan dosen utama dalam hal menggantikan dosen lainnya. “Yang harus diingat, ���������������� Asdos����������� hanya membantu kinerja dosen, bukan sebagai dosen utama. Nanti jika dianggap bisa dan memiliki kemampuan, maka Asdos ini kita angkat menjadi dosen,” ungkapnya. Di sisi lain, mahasiswa FHUH menilai pengadaan dosen baru merupakan prioritas yang harus tetap diupayakan birokrasi kampus. “Jadi harus ada perekrutan. Namun dalam penambahan kuantitas dosen, perekrutan yang dilakukan tidak boleh serta merta dilaksanakan begitu saja, melainkan harus memperhatikan kualitas����������������������� ,” jelas �������������� Andi Dzul Ikhram Nur������������������������ , ���������������������� m��������������������� ahasisw�������������� a������������� ������������ FH-UH ������ angkatan 2011, Rabu, (19/3). Mengenai pengadaan tenaga pengajar tambahan, Agus Muliadi, mahasiswa angkatan 2012������� mengatakan, “Ya, semoga rencana itu bisa cepat terealisasi. Karena kalau kelamaan, kasihan mahasiswanya seperti kita,” keluhnya.
de
m
af
sy
ar
ia
h.
w
eb
.id
Laporan
Utama DOSEN TAK HADIR, MAHASISWA MENGELUH Oleh: Rio Atma Putra & Firman Nasrullah ri Dharma Perguruan Tinggi kalangan mashasiswa. “Dosen tidak menegaskan bahwa dosen mer- hadir itu membuat kita rugi, sebab upakan tenaga pendidik pro- dosen tidak memenuhi tanggung fesional, dengan tugas utama untuk jawabnya sebagai tenaga pengajar. menyebarluaskan ilmu pengetahuan Kalaupun ada kesibukan yang memmelalui pendidikan, penelitian, dan buat dosen tidak bisa masuk, paling pengabdian pada masyarakat. Den- tidak beritahu mahasiswa lah, atau gan adanya sistem Student Centre berikan tugas pada mahasiswa yang Learning (SCL) pada mahasiswa, tu- bersangkutan dengan materi yang segas dosen tersebut diharapkan dapat harusnya diberikan,” ungkap Andri lebih dipermudah. Meski demikian, Ricardo Samad, mahasiswa angkatan pengevaluasian terhadap kinerja dos- 2012 FH-UH, Senin, (17/3). en juga penting sebagai bentuk penKetua Bagian Hukum Perdata gawasan tugasnya, sesuai dengan Tri FH-UH Prof Anwar Borahima menDharma Perguruan Tinggi. gungkapkan bahwa setiap dosen meSalah satu cara menilai kinerja miliki jadwalnya masing-masing. Teldosen adalah melalui daftar hadir. ah ditetapkan juga bahwa setiap mata Masalah pendataan kehadiran dosen kuliah diasuh oleh satu orang atau dalam pores perkuliahan merupakan beberapa orang. Untuk itu, pengabatanggung jawab Bagian Akademik ian tugas mengajar seharusnya tidak Fakultas Hukum Universitas Hasa- terjadi. “Yang repot kalau mata kuliah nuddin (FH-UH). “Setiap minggu pengasuhnya tunggal, karena ketika data absensi dosen saya kirim ke rek- tidak hadir, maka tidak mungkin ada torat untuk didata dan direkap,” ung- dosen lain yang menggantikan,” jekap Ramalang, petugas bagian moni- lasnya, Kamis, (13/3). toring dosen FH-UH, Rabu, (12/3). Menurut Anwar, ketidakhadiran Pengelolaan daftar hadir sangat dosen tidak lantas membuat proses penting sebagai bukti bagaimana pembelajaran mahasiswa menjadi proses perkuliahan berjalan, dan juga terhenti. Adanya sistem SCL yang sebagai kontrol terhadap kinerja se- didukung teknologi dapat menutupi tiap dosen. Data dari bagian akademik semua permasalahan ketidakhadiran FH-UH menunjukkan bahwa pada dosen. Ketika dosen tidak hadir kasemester III tahun ajaran 2013-2014, rena berhalangan, maka mahasiswa setiap minggunya data terus berubah- dapat belajar secara mandiri karena ubah. Namun rata-rata tingkat kehad- sudah dibekali saf perkuliahan, sehiran dosen mencapai 83% per minggu ingga mahasiswa sudah mengetahui dari 164 jumlah kelas pada 48 mata apa yang harus dipelajari pada perkuliah.“ Proses pendataan kami laku- temuan setiap minggunya. Selain itu, kan setiap harinya. Ketika dosen tidak dosen juga dapat memberikan tugas masuk mengajar, maka kami anggap kepada mahasiswa. “Ketika dosen dosen tersebut alfa. Beda halnya jika berhalangan masuk di minggu perdosen tersebut sedang menguji, maka tama dan minggu ketiga misalnya, itu kami anggap dosen tersebut hadir,“ kan bisa mahasiswa diminta untuk tutur Ramalang. mengerjakan tugas, lalu mahasiswa Ketidakhadiran dosen dinilai mengirimnya melalui e-mail,” tampermasalahan sangat serius bagi bahnya.
T
Menyikapi persoalan ketidakhadiran dosen, Anwar mengatakan bahwa setiap mata kuliah harus diasuh oleh beberapa dosen, sehingga kalau salah satunya tidak hadir maka dapat digantikan oleh dosen lainnya. Kalaupun mata kuliah diasuh oleh dosen tunggal dan ia tidak masuk mengajar tetapi hanya memberikan tugas, maka di lain waktu setelah hadir, ia dapat menjelaskan dan memberikan materi yang belum dikuliahkan. “Jadi ada banyak solusi untuk mengatasi ketidakhadiran dosen,” ungkapnya. Anwar mengungkapkan bahwa berdasarkan keterangan mahasiswa dan tim monitoring, ada dosen yang tidak masuk selama satu semester, dan ada yang hanya masuk tiga kali. “Bahkan konon kabarnya, kalaupun absen di monitoring penuh, itu hanya rekayasa. Tapi kita tidak mungkin memonitoring dosen satu per satu. Jadi diharapkan kalau bisa, fakultas memiliki CCTV yang dapat memantau kehadiran dosen di setiap kelas,” ungkapnya. Mengenai sanksi, Anwar mengungkapkan kalau pihaknya hanya bisa menegur saat diadakan rapat pembagian mata kuliah. “Tolong pak atau ibu menyadari bahwa kasihan ada laporan dari monitoring kalau ada yang tidak masuk sama sekali. Tolong di semester depan diusahakan hadir,” katanya. “Saya juga sering memberikan sanksi berupa tidak memberikan mata kuliah atau tidak memberikan izin membimbing kepada dosen bersangkutan (yang jarang masuk, red),” tambah Anwar.
Eksepsi
Edisi III/LPMH-UH/XVIII/IV/2014
5
Laporan
Khusus EFEKTIVITAS DAFTAR HADIR DIPERTANYAKAN Daftar hadir kelas menjadi salah satu hal yang sangat penting. Karena daftar itu menjadi salah satu tolok ukur penilaian bagi mahasiswa. Namun, penerapannya dinilai kurang efektif hingga saat ini.
Oleh: Julandi J. Juni & Dyah Ambarsari
D
itemui di ruangannya, Kamis (13/3), Wakil Dekan (WD) I FH-UH, Prof Abrar Saleng mengungkapkan bahwa fungsi utama dari daftar hadir adalah sebagai alat kontrol terhadap frekuensi kehadiran saat perkuliahan. “Sebenarnya absensi kelas (daftar hadir, red) itu untuk kontrol buat kita pimpinan fakultas, yaitu minimal 80 persen, setara dengan 13 kali pertemuan dari 16 kali pertemuan yang dialokasikan,” ungkapnya.
Ash/Eksepsi
Selain itu, Dosen Bagian Hukum Internasional FHUH Abdul Maasba Magassing menganggap “benda mati” itu penting sebagai suatu fasilitas penunjang keadilan. “Absensi kelas bagi saya sangat penting. Ini menyangkut keadilan. Bagaimana mungkin yang tidak pernah hadir mendapat nilai A dibanding yang hadir,” ujarnya pada Eksepsi, Kamis, (13/3). Pendapat dari Maasba itu bukanlah tanpa alasan. Sistem pendataan kehadiran dengan daftar hadir kelas memang riskan terhadap manipulasi tanda tangan, sehingga dapat menimbulkan ketidakadilan dalam proses penilaian nantinya. Maasba sendiri selalu mengandalkan daftar hadir pribadinya untuk mendikte setiap mahasiswa yang hadir pada perkuliahan. “Untuk kepentingan fakultas mungin efektif. Namun saya lebih memilih menggunakan daftar hadir sendiri. Saya tidak mengandalkan daftar hadir kelas,” tambahnya. Kesadaran mahasiswa yang terpenting Ungkapan Maasba itu mengindikasikan bahwa efektivitas presensi kelas masih diragukan. Bahkan saat ditanya mengenai pembaruan sistem pendataan kehadiran, Maasba menegaskan, “Ini menyangkut kesadaran mahasiswa. Mau formula baru bagaimanapun akan sama hasilnya jika tidak dilandasi dengan kesadaran.” Pandangan lain diungkapkan Mahasiswa FHUH angkatan 2012, Aprilia Paskalina Pangarungan, Kamis, (13/3). Ia menilai bahwa seharusnya dosen lebih ketat dalam mengawasi keefektifan daftar hadir di kelas. “Kalau menurut saya tentang daftar hadir kelas, mahasiswa tidak salah, tapi seharusnya dosen lebih tegas dengan melakukan absen ulang, sehingga tidak ada lagi mahasiswa yang berbuat curang. Melihat perkembangan Unhas yang dapat dikatakan ‘wah’ sekali, harusnya memiliki sistem absen mahasiswa yang lebih baik,” ucapnya Berbeda dengan pendapat Riska, mahasiswa FH-UH angkatan 2012, yang ditemui pada hari Kamis, (13/3). Ia mengatakan bahwa sistem tanda tangan pada daftar hadir sudah efektif, namun harus ada sinergi antara dosen dan
6
Eksepsi
Edisi III/XVIII/LPMH-UH/IV/2014
mahasiswa. Pernyataan itu sejalan dengan pendapat Sri Wahyuni, Kepala Subbagian Akademik FH-UH, “Sistem absensi kelas sejauh ini sudah efektif, dan sistem seperti ini digunakan oleh seluruh fakultas,” ungkapnya, di hari yang sama. Sri juga mengatakan bahwa kewenangan mengubah sistem daftar hadir yang ada hanya dapat dilakukan oleh pimpinan, baik fakultas maupun universitas. Selain itu, dengan kebijakan yang ada sekarang, data dari daftar hadir kelas akan dikembalikan kepada dosen untuk mengambil penilaian terhadap mahasiswa. Timbulnya keraguan terhadap efektivitas daftar hadir kelas disikapi Abrar dengan menitikberatkan penilaian pada pemahaman mahasiswa atas materi perkuliahan. “Dosen tidak semua berdasarkan daftar hadir. Itu hanya administratif. Yang terpenting itu Anda bisa menjawab soal dengan baik. Target orang lulus kuliah itu bagaimana orang bisa mengerti kuliah tersebut, bukan dari kehadiran 80%,” ungkapnya. Sebagai solusi menanggapi ketidakefektifan daftar hadir, termasuk melalui pemalsuan tanda tangan, Abrar mengharapkan agar mahasiswa bersikap jujur. “Kalau saya sih, kesadaran. Mahasiswa harus paham bahwa kalau melakukan hal itu, besok-besok dia sarjana tidak berkah, memalsukan tanda tangan itu tidak berkah,” tegasnya. Sejalan dengan ungkapan Abrar, Maasba mengharapkan sikap jujur dari mahasiswa. “Jujur sajalah. Mahasiwa harus jujur dan memiliki kesadaran, kalau memang tidak hadir ya jangan absenlah. Makanya saya selalu menunjuk ketua dan wakil ketua kelas,” tutupnya.
Wawancara
Khusus
JAWABAN PROBLEMATIKA DOSEN Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan. Hal itu dapat dilakukan melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Salah sau perwujudannya adalah dalam bentuk pelaksanaan fungsi pengajaran kepada para mahasiswa. Seberapa efektif pengajaran tersebut dilaksanakan para dosen yang ada di Unhas? Bagaimana aturannya? Berikut wawancara khusus yang dilakukan kru Eksepsi, Diana Ramli dan Puspitasari, dengan Wakil Rektor I Unhas Prof. Dr. Dadang Suriamihardja, M.Eng.
BIODATA Nama Lengkap : Prof. Dr. H. Dadang Ahmad Suriamihardja, M.Eng TTL : Garut, 30-09-1956 Alamat : Komp. Pesona Taman Dahlia Blok C3 Jabatan : Wakil Rektor 1 Periode 2009-2010, Dosen FMIPA Unhas Nama Isteri : Mardiana Pendidikan : S1 Bidang Fisika FMIPA ITB Bandung S2 Bidang Teknik Pantai Universitas Kyoto Jepang S3 Bidang Teknik Pantai Universitas Kyoto Jepang
Bagaimana mekanisme perekrutan dosen di Unhas? Pertama, dalam perekrutan dosen, kita harus melihat rasio antara dosen dan mahasiswa, yaitu bagaimana perbandingan antara banyaknya mahasiswa dengan dosen yang mengajar. Kalau dilihat jumlah mahasiswa bertambah banyak, maka biasanya dilakukan perekrutan. Kemudian ada tes nasional dan lokal yang mereka harus ikuti. Tes masuknya hampir sama seperti jalur PNS. Apa ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam proses perekrutan tersebut? Ketentuannya yaitu minimal Strata II (S2). Sekarang kita sudah tidak menerima lulusan S1. Alasannya, kalau mereka mengajar S1, berarti mereka harusnya S2, agar ada keseimbangan transformasi ilmu antara pengajar dan yang diajar. Ketentuanketentuan lain mungkin harus mampu menjunjung tinggi kode etik kepegawaian. Apakah ada regulasi yang mengikat para dosen dalam Unhas? Iya. Dosen sebelum diangkat harus disumpah terlebih dahulu. Seperti yang saya katakan sebelumnya, ada kode etik pegawai negeri yang harus mereka patuhi. Kalau di Unhas sendiri, kode etik termasuk mereka harus mengabdi di Unhas, bertekad memperbaiki nama Unhas, dan lain-lain. Bagaimana tanggapan Anda tentang dosen yang memiliki pekerjaan lain di luar selain tugasnya sebagai dosen? Dosen yang punya pekerjaan lain selain dosen adalah hal yang lumrah. Kebanyakan dosen memang punya pekerjaan lain di luar, bahkan tidak hanya satu atau dua, bahkan lebih. Itu semua tergantung kepada yang bersangkutan, asalkan selama yang bersangkutan bisa mengatur jadwalnya agar tidak berbenturan dengan jadwal mengajar. Ya, kalau saya sih, harus bisa mengutamakan Unhas-lah. Kalau memang mau mengambil pekerjaan
lain, maka misalnya jadwal mengajar sampai jam 5 sore, ya pekerjaan lain itu misalnya harus dimulai pada jam 5. Dengan begitu kan, tidak ada jadwal yang berbenturan. Sejauh mana dosen bisa beraktivitas di luar tugasnya sebagai dosen? Sejauh manapun asal tidak menganggu tugas mengajarnya. Itu tergantung dari dosen, bagaimana manajemen waktu yang ia gunakan dan sejauh mana ia mau beraktivitas di luar. Bagaimana tanggapan Anda melihat dosen yang masih menjalani pendidikan? Bisakah dia mengajar bila dilihat dari aturan yang ada? Ada dua macam terkait kategori ini, yaitu dosen yang menjalani pendidikan dalam tugas belajar dan yang menjalani pendidikan dengan izin belajar. Dosen yang menjalani pendidikan dengan tugas belajar berarti dia dilepaskan semua beban mengajarnya dan berhak mendapatkan beasiswa belajar. Sedangkan yang mengambil izin belajar, dia tetap melanjutkan pendidkannya dengan tidak mengabaikan tugasnya sebagai dosen. Bisakah dosen meminta bantuan asisten dosen dalam menjalankan tugasnya? Jelas bisa, terserah dari dosennya. Yang penting tugas mengajarnya tetap jalan. Terkadang kan dosen sedang berhalangan untuk mengajar. Nah, dengan adanya asisten dosen kan mengajar bisa tetap jalan. Ya, asal asisten yang diangkat juga berkualitaslah. Saya pikir semua dosen tahu yang berkualitas itu seperti apa. Apakah menurut Anda tugas dosen dalam proses belajar-mengajar sudah efektif? Tugas dosen dalam mengajar sangat banyak, tapi yang paling terlihat kan menyampaikan pelajaran atau ilmu. Nah, sebelum menyampaikan pelajaran, dosen juga harus belajar agar apa yang disampaikan tidak asal cerita saja, tetapi ada landasannya.
Eksepsi
Edisi III/LPMH-UH/XVIII/IV/2014
7
Wawancara
Khusus
Kalau dilihat efektif atau tidak, itu yang bisa menilai adalah mahasiswa. Kalau menurut mereka selama ini dosennya mengajar baik, ya berarti itu efektif. Langkah apa yang dilakukan Unhas untuk meningkatkan kualitas dosennya? Apakah ada bagian khusus yang mengevaluasi kinerja para dosen? Selalu diadakan rapat di berbagai tingkat fakultas, jurusan, dan prodi mengenai perbaikan tingkat belajar. Seperti di awal semester, dibahas mengenai pembagian tugas perkuliahan, disajikan oleh siapa, dan bagaimana metode pembelajaran yang dilakukan. Di Unhas, ada lembaga yang mengevaluasi kinerja para dosen, yakni LKPP (Lembaga Kajian Pengembangan Pen-
didikan). Lembaga ini yang biasanya bertugas melakukan evaluasi setiap semester untuk masing-masing prodi. Apa harapan Anda terhadap dosen-dosen di Unhas? Saya berharap semoga ke depannya para dosen bisa lebih profesional lagi. Bersama-sama kita menjaga nama baik Unhas. Selain itu, semoga para dosen dapat mengembangkan metode pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi, informasi, dan komunikasi yang sedang berkembang sekarang, sehingga para mahasiswa juga tidak merasa bosan dengan metode belajar yang monoton.
Kamus
Hukum
Asas au dedere au judicare: Suatu asas yang menyatakan bahwa setiap negara berkewajiban untuk menuntut atau mengadili pelaku tindak pidana internasional dan berkewajiban untuk melakukan kerja sama dengan negara lain di dalam menangkap, menahan, dan menuntut serta mengadili pelaku tindak pidana internasional. (H. Internasional).
hak yang mengadakan perjanjian. (H. Perdata)
Concubinaat: Cara hidup bersama seperti pasangan suami isteri tanpa adanya ikatan perkawinan.
Penangkapan: Tindakan berupa pengekangan sementara waktu kebebasan dari tersangka atau terdakwa jika ada cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan atau peradilan (H. Acara Pidana)
Habeas corupus act: Setiap orang yang ditahan atau dituduh terlibat suatu kejahatan, maka si tertuduh dalam jangka waktu 24 jam harus dihadapkan pada sidang pengadilan. (H. Acara Pidana) Hak angket: Hak yang dimiliki dewan (DPR) untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah yang penting dan strategis yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan serta memiliki dampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Imperatif: Memiliki sifat memerintah atau memberi komando, mengharuskan, atau mewajibkan. Internir: Pengasingan; Menempatkan orang atau sekelompok orang di suatu tempat tertentu dengan memberikan larangan untuk meninggalkan tempat tersebut atau berhubungan dengan orang lain. Kapitulasi: Penyerahan kekuasaan akibat dari kekalahan dalam peperangan kepada pihak yang menang; Suatu perjanjian antara dua komando pasukan yang saling berhadapan, di mana komando yang satu menyerahkan pasukannya, perbentengan, atau wilayah yang di bawah tanggungjawabnya kepada komando lawan (H. Internasional) Kekuatan eksekutorial: Kekuatan untuk melaksanakan apa yang ditetapkan dalam putusan secara paksa oleh alat-alat negara. (H. Perdata) Komparisi: Kehadiran di muka sidang atau rapat; Bagian akta yang menyebutkan identitas lengkap dari pihak-pi-
8
Eksepsi
Edisi III/XVIII/LPMH-UH/IV/2014
Penafsiran sistematis: Penafsiran yang menitikberatkan pada kenyataan bahwa isi undang-undang itu tidak terlepas satu sama lain, akan tetapi selalu ada hubungannya antara satu dengan yang lainnya sehingga keseluruhan perundang-undangan merupakan kesatuan yang rapid an teratur atau sebagai satu sistem.
Persecutie: Penuntutan perkara politik atau agama. Plenipotentiarus: Wakil negara yang diberi kekuasaan penuh untuk mengikuti perundingan-perundingan internasional , kongres perdamaian dunia, dan sebagainya. Plutokrasi: Sistem politik di mana kaum kaya atau kaum pemilik modal berkuasa. Plebisit: Keputusan rakyat melalui pemungutan suara dari penduduk daerah untuk memutuskan apa daerah itu ingin masuk daerah suatu negara atau mempunyai kedudukan lain. Testaman: Suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi terhadap harta peninggalannya, setelah ia meninggal dunia. (H. Perdata) Uitlokker: Orang yang sengaja membujuk untuk melakukan suatu perbuatan. (H. Pidana) Wajib prabakti: Pelaksanaan kewajiban warga negara untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan dalam rangka mewujudkan rakyat terlatih. (H. Tata Negara) Xenogratie: Pemerintah dalam suatu negara diperintah oleh bangsa asing.
Sumber: M. Marwan & Jimmy P. 2009. Kamus Hukum; Dictionary of Law Complete Edition. Surabaya: Reality Publisher.
Ulasan
Hukum
PENINJAUAN KEMBALI DALAM HUKUM ACARA PIDANA (Kepastian Hukum Versus Keadilan) Oleh: Hijrah Adhyanti, S.H., M.H. (Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Unhas)
P
utusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 menimbulkan kontroversi mengenai tujuan hukum yang ingin dikedepankan dalam Peninjauan Kembali dalam perkara pidana. Demikian sekelumit catatan mengenai Peninjauan Kembali dalam perkara pidana terkait dengan putusan Mahkamah Kosntitusi (MK) tersebut : 1. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 dalam amar putusannya mengabulkan tuntutan pemohon (Antasari Azhar, Ida Laksmiwati dan Ajeng Oktafisari Azhar) yaitu menyatakan bahwa Pasal 268 ayat (3) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 2. Bahwa pertimbangan hakim dalam perkara tersebut yang mendasari untuk mengabulkan tuntutan pemohon antara lain adalah ketentuan pasal yang menjadi pokok dalam perkara ini adalah ketentuan pasal dalam KUHAP yang memiliki tujuan untuk mencapai kebenaran materiil, yaitu suatu kebenaran yang di dalamnya tidak terdapat lagi suatu keraguan. Kebenaran materiil itulah yang menjadi landasan agar terwujud keadilan yang dalam perkara ini adalah keadilan bagi para terpidana. Keadilan merupakan hak konstitusional warga negara yang tidak dapat dibatasi oleh tenggang waktu dan ketentuan formalitas, sehingga secara sederhana Putusan MK tersebut dapat dipahami sebagai kebolehan untuk mengajukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK) lebih dari sekali. 3. Berbagai literatur hukum seringkali menyebutkan bahwa tujuan hukum adalah kepastian hukum dan keadilan. Kedua tujuan tersebut tidak dapat diwujudkan sekaligus dalam situasi yang bersamaan. Dengan demikian salah satunya perlu dikorbankan, dan seharusnya yang dikorbankan bukan keadilan, melainkan kepastian hukum mengingat bahwa hukum diciptakan agar manu-
sia dapat hidup damai sejahtera termasuk di dalamnya memperoleh keadilan dengan moral sebagai landasan acuannya (Peter Mahmud Marzuki, 2013 : 129 dan 140). 4. Jika meninjau dari segi sejarah lembaga peninjauan kembali, ketentuan dalam KUHAP mengenai PK merupakan adopsi ketentuan dari Wetboek van Strafordering di negeri Belanda. Tujuan diadakannnya lembaga ini adalah agar kesalahan atau kelalaian yang mungkin telah dilakukan oleh para hakim dalam memeriksa dan mengadili orang-orang yang didakwa telah melakukan tindak pidana dapat diperbaiki oleh Mahkamah Agung (Lamintang, 2010: 258). Dengan demikian, sudah sewajarnya jika upaya ini tidak dibatasi oleh jangka waktu dan ketentuan formalitas. 5. Bahwa penyalahgunaan upaya PK dengan mengajukan PK berkali-kali sebagai alasan penundaan eksekusi pidana mati dan penambahan beban perkara di Mahkaman Agung merupakan masalah teknis yang seharusnya tidak dijadikan alasan mengingat bahwa tujuan hukum yaitu keadilan merupakan hal yang lebih utama. Ketentuan KUHAP sendiri telah memberikan kriteria yang jelas untuk diajukannya PK yaitu jika putusan itu telah jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata atau jika terdapat suatu novum atau nova. Tidak setiap novum atau nova dapat diajukan upaya PK, hanya novum atau nova yang menimbulkan dugaan kuat, jika keadaan-keadaan tersebut diketahui oleh hakim pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas, putusan lepas dari segala tuntutan hukum, tuntutan dari penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara yang bersangkutan dan diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan. Hal yang perlu dilakukan adalah mendorong agar hakim cermat dalam menjatuhkan putusan pemidanaan dan agar ada suatu prosedur administrasi yang dapat menilai berkas administrasi pengajuan PK apakah alasan pengajuan telah memenuhi kriteria KUHAP atau tidak.
Daftar Bacaan : 1. P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang. Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana dan Yurisprudensi. Jakarta, Sinar Grafika, 2010. 2. Peter Mahmud Marzuki. Pengantar Ilmu Hukum (Edisi Revisi). Jakarta, Kencana, 2013. Eksepsi
Edisi III/LPMH-UH/XVIII/IV/2014
9
Kolom
TKI dan Martabat Bangsa
V
onis hukuman mati yang dijatuhkan pengadilan Arab Saudi kepada Satinah menambah deretan panjang persoalan Tenaga Kerja Indonesai (TKI) di luar negeri. Ia divonis atas tindak pencurian dan pembunuhan berencana terhadap majikannya. Untuk menyelamatkan nyawanya, diyat yang dipatok keluarga majikannya sebesar 7 juta riyal atau setara dengan 21 milliar rupiah akhirnya dibayar. Pemerintah menyetor 3 juta riyal, sedangkan 4 juta riyal merupakan hasil urunan pengusaha dan donatur. Masalah TKI memang tidak ada habisnya, seiring dengan pengiriman TKI ke luar negeri. Di sisi lain, perlindungan terhadap TKI masih jauh dari harapan. Bahkan hadirnya UU No. 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri lebih fokus pada persoalan penempatan, sedangkan persoalan perlindungan kurang terakomodasi. Parahnya, konsep UU No. 39/2004 membuka lebar penempatan TKI pada pekerjaan informal. Itu nampak jelas pada Pasal 24 dan penjelasannya yang menyatakan bahwa penempatan TKI pada pengguna perseorangan adalah untuk pekerjaan penata laksana rumah tangga, pengasuh bayi atau perawat manusia lanjut usia, pengemudi, ataupun tukang kebun. Konstruksi ini diperkuat syarat menjadi TKI pada Pasal 35 huruf d, yaitu minimal lulus Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau sederajat. Pasal 27 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang dijadikan landasan konstitusional kebijakan pengiriman TKI ke luar negeri dalam UU No. 39/2004 juga tidak tepat. Hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan pada pasal tersebut, seharusnya dimaknai sebagai tanggung jawab pemerintah. Terbatasnya lapangan kerja dalam negeri menjadi alasan klasik pemerintah mengirim TKI ke luar negeri. Selain itu, devisa negara rata-rata 100 trilliun rupiah per tahun yang disumbang TKI menjadi pertimbangan kuat pemerintah. Di sisi lain, bagi calon TKI, gaji menggiurkan menjadi sugesti tersendiri. Ala-
10
Eksepsi
Edisi III/XVIII/LPMH-UH/IV/2014
Ramli Redaktur Pelaksana LPMH-UH Periode 2013-2014 san itu didukung oleh daya tawar TKI yang menurut negara tujuan masih murah. Ini diperkuat ketika muncul selebaran “Indonesian maids now on SALE!!!” di Malaysia,������ Oktober 2012. Selebaran itu menawarkan TKI murah, bahkan didiskon. Ini jelas merendahkan martabat bangsa Indonesia. TKI malang Saat ini, sekitar 6,5 juta TKI berada di luar negeri. Namun miris, sepanjang tahun 2013 saja, Migrant Care mencatat 398.270 kasus terkait TKI (lihat di: http://nasional.news. viva.co.id/news/read/467195catatan-akhir-tahun-buruh-migran). Di antaranya adalah 4302 kasus kekerasan seksual, 3245 kasus kekerasan fisik, 1249 kasus kematian, dan 256 kasus TKI terancam hukuman mati. Mayoritas korban adalah perempuan yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT). Beberapa kasus TKI yang mencuat dialami Ruyati, Ceriyati, Sumiati, dan Wilfrida. Tapi ironis, berdasarkan data statistik pada situs resmi BNP2TKI (http://www.bnp2tki.go.id/), jumlah penempatan TKI di luar negeri sepanjang 2013 saja mencapai 512.168 orang, meningkat 3,6% dari tahun 2012. Sebanyak 68,66% atau 351.639 orang hanya memiliki pen-
didikan setingkat SLTP dan Sekolah Dasar (SD). Selain itu, sebanyak 44% atau 226.871 orang bekerja di sektor informal. Dari 512.168 orang, sebanyak 276.998 orang di antaranya perempuan yang mayoritas bekerja sebagai PRT. Melihat gambaran di atas, kedudukan TKI sebagai pekerja kasar di sektor informal memang rentan terhadap intimidasi dari majikannya. Implikasinya, kejahatan yang dilakukan TKI acap kali hanyalah reaksi atas tindak kekerasan yang dialaminnya. Meski demikian, tidak maksimalnya pendampingan hukum akhirnya membuat TKI tidak mendapatkan keadilan. Mandiri untuk bermartabat Moratorium pengiriman TKI dengan banyaknya kasus “pelecehan” dan lemahnya perlindungan hukum harus dilakukan. Seiring dengan itu, perbaikan perekonomian dalam negeri harus dipacu. Pemerintah harus memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pengejawantahannya melalui penyediaan fasilitas umum dan sistem pendidikan yang baik. Harapannya, tercipta bangsa kreatif dan mandiri dalam mengembangkan perekonimian. Mengnyinergikan potensi sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) dalam negeri adalah jalan terbaik. Apalagi instrumen kerjasama internasional di zaman globalisasi, termasuk ASEAN Economic Community yang akan diberlakukan tahun 2015, harus diantisipasi dengan memperkuat perekonomian dalam negeri. Dicanangkannya revisi atas UU No. 39/2004 tidak boleh lagi menempatkan TKI sebagai komoditas. Apabila tidak ada jaminan perlindungan hukum, maka pengiriman TKI harus dihentikan. Selain itu, konsep perubahan juga harus menetapkan penempatan TKI pada pekerjaan sektor formal yang bermartabat. Jika tidak, SDM Indonesia akan terus dieksploitasi, bahkan jadi budak bangsa asing. Akhirnya, kita akan menjadi bangsa tak bermartabat, di dalam maupun di luar negeri. Semoga tidak!
Opini
Hilangnya Keadilan di Kampus Merah “Keadilan itu hilang, beriringan dengan akreditasi yang diraih mati-matian. Melahirkan cerita baru tentang penindas dan mereka yang tertindas.”
K
ata keadilan menjadi sesuatu yang ramai diperjuangkan mahasiswa Universitas Hasanuddin akhir-akhir ini. Sesuatu yang dinilai begitu langka dan mahal bagi mereka yang menuntut keadilan itu. Kampus sebagai almamater kaum terdidik menjadi terasingkan oleh tingkah laku mereka yang mengaku sebagai “pendidik”. Sejak Unhas mendapat label akreditasi A oleh BAN����������������������������� -���������������������������� PT tahun lalu, beragam anomali aturan kemudian dikeluarkan Komisi Disiplin fakultas. Regulasi yang ada dibuat dengan asumsi fobia terhadap kegiatan kemahasiswaan dan mahasiswa yang dapat merusak citra kampus di masyarakat. Mereka yang terlibat dalam polemik lembaga kemahasiswaan, berpenampilan tidak rapi, tak segan di jatuhi sanksi akademik, skorsing dan drop out (DO) oleh Komdis fakultas. Dengan alasan melanggar, Komdis tak segan melakukan tindakan represi dengan alasan pembenarannya.
Di Fakultas Teknik, mahasiwa teknik yang berada di Fakultas Teknik Samata Gowa dilarang mengikuti proses pengaderan tingkat jurusan yang dilaksanakan Himpunan Mahasiswa Jurusan FT���������������������� -��������������������� UH di Tamalanrea. Ancamannya tak main-main, jika melawan skorsing dan DO menjadi solusi. Penggiat lembaga kemahasiswaan teknik tak diam lembaga kemahasiswaan mereka dikebiri, Aliansi Teknik Menggugat siap memberikan perlawanan.
Zulfikar Natsir Mahasiswa Fakultas Hukum Unhas Angkatan 2010 Fakultas Kehutanan��������������� ,�������������� semangat perlawanan itu menggugat.
Dengan bertopeng Komisi Disiplin, dosen-dosen terpilih menggunakan kuasanya menjatuhkan satu per satu sanksi kepada mahasiswa yang dianggapnya bebal. Dosen sebagai pendidik dalam institusi pendidikan merupakan pihak yang memiliki tanggung jawab melahirkan generasi intelektual yang berani, cerdas, dan peka terhadap berbagai ketimpangan sosial yang terjadi di masyarakat. Generasi yang kritis, berpikiran bebas, dan idealis dalam menyalurkan semangat mudanya. Tapi bilamana keadaan terbalik, di mana kampus mengekang gerakan mahasiswa dengan aturan yang mengada-ada, maka kampus tak ubahnya hanya menjadi sebuah pabrik. Pabrik yang menciptakan buruh siap kerja. Buruh yang selalu tunduk dengan segala aturan yang dibuat oleh sang majikan.
Awal semester ini, Fakultas Kehutanan dihebohkan dengan aturan cara berpakaian yang dikeluarkan birokrasi fakultas. Aturan yang mengatur etika, cara berpakaian, bahkan panjang rambut mahasiswanya. Etika dan cara berpakaian dalam ruangan kelas jelas tak menjadi soal, tapi ketika panjang rambut atau akrab disebut “gondrong” turut mereka urusi, sontak aturan tersebut memicu perdebatan. Adakah orang waras yang bisa menjelaskan korelasi panjang rambut dengan isi kepala? Bukankah isi kepala ditentukan bagaimana seorang mahasiswa rajin mengasah otaknya dengan berkuliah dalam kelas ataupun berproses di lembaga kemahasiswaan? Aturan kontroversial tersebut jelas sangat lucu bagi kampus yang terkenal sebagai kampus terbesar di Indonesia Timur. Intervensi cara berpakaian dan penampilan kemudian dijadikan senjata untuk mengadili mahasiswa di Fakultas Kehutanan.
Beragam cerita kemudian lahir dari perjuangan mahasiswa-mahasiswa yang menuntut keadilan. Dari
Akumulasi kekecewaan terhadap ancaman Komdis fakultas tak hanya terjadi di Fakultas Kehutanan.
Keharmonisan itu telah luntur. Masalah-masalah yang seharusnya bisa diselesaikan secara kekeluargaan telah digantikan sikap otoriter birokrasi. Beragam ancaman dikeluarkan untuk mengekang gerakan mahasiswa. Tekananan-tekanan yang muncul membuat legitimasi “pendidik” menjadi bias. Keluhankeluhan dari mahasiswa ditanggapi dingin oleh pengadilan Komdis yang hanya akan menimbulkan masalah baru. Upaya menyeragamkan model mahasiswa adalah sebuah kesalahan besar yang ��������������������� nantinya ������������ akan menciptakan mahasiswa yang hanya tahu “Kuliah-Kantin-Rumah”. Dunia kampus hari ini begitu kejam, perilaku pendidik yang hanya bisa mengintervensi mahasiswanya dengan aturan dan ancaman hukuman mencoreng citra kampus sebagai rumah kaum intelektual. Birokrasi harusnya membuka ruang dialog atas segala masalah yang terjadi. Perenungan juga harus dilakukan birokrasi untuk memperbaiki kinerjanya yang mendapat kritikan. Bukan dengan langsung me������� njatuhkan sanksi dan melakukan tindakan represi. Kerena ketika hal tersebut membudaya, maka mahasiswa hanya menjadi kaum yang ditindas. Alhasil, ketika birokrasi menutup mata terhadap berbagai masalah yang terjadi, maka keadilan hanya menjadi sekadar cita-cita bagi mereka yang memperjuangkannya.
Eksepsi
Edisi III/LPMH-UH/XVIII/IV/2014
11
Aktivitas Liga Futsal Hukum Kembali Digelar Ash/Eksepsi
Hukum selain sebagai ajang menunjukkan skill para mahasiswa hukum, juga dapat menjadi ajang silahturahmi yang mempererat tali persaudaraan kita,” ungkapnya.
Tim Kangsungai FC dan Ubur-ubur FC berfoto sebelum pertandingan final Liga Futsal Hukum, Minggu, (23/3)
P
embukaan Liga Futsal Hukum sebagai program kerja tahunan UKM Sepak Bola Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FHUH), Sabtu, (22/3), berlangsung di lapangan BTP Futsal. Meski sempat mengalami keterlambatan, pertandingan pembuka antara Mediasi FC VS Katak FC akhirnya dilangsungkan. Skor akhir adalah 2:3 untuk kemenangan Katak FC. Ketika dimintai keterangan tentang persiapan kegiatan, Afandi Haris Raharjo selaku ketua UKM Sepak Bola FH-UH mengatakan bahwa persiapan sudah dilakukan sekitar tiga minggu, mulai dari persuratan sampai ke masalah teknis. Lebih lanjut, Jus Hardianto selaku ketua panitia mengatakan bahwa tim yang mengikuti liga futsal hukum saat ini berjumlah 12 tim,
12 Eksepsi Edisi III/XVIII/LPMH-UH/IV/2014
yaitu: Kangsungai FC, Pintu Angin, Laghontoghe FC, ASAS 2013, Gangbang Skuad, LeDHaK, Mediasi A, Mediasi B, Katak FC, HAN 2013, Ubur-ubur, dan Jantan FC. Jumlah tersebut tidak sesuai dengan target yang diharapkan panitia. “Dibandingkan tahun lalu, kuota saat ini tidak terpenuhi sesuai target. Kami akhirnya memakai sistem setengah kompetisi,” jelasnya. Sesuai rencana, Liga Futsal Hukum akan berlangsung hari Sabtu-Minggu, tanggal 22-23 Maret 2014. Jus menambahkan bahwa hadiah untuk para juara adalah: juara I Rp. 800.000+piala, Juara II Rp. 500.000+piala, Juara III Rp. 300.000+piala Reski Ismail salah seorang pemain dari LeDHaK FC mengapresiasi kegiatan tersebut. “Liga Futsal
Akhirnya lahir juara baru Setelah melalui babak penyisihan, akhirnya pada hari Minggu (23/3), Liga Futsal Hukum menelurkan empat tim yang lolos semifinal, yaitu Kangsungai FC Vs Laghontoghe FC, dan Mediasi FC Vs Uburubur FC. Pertandingan yang sengit pada babak semifinal akhirnya mempertemukan Kangsungai FC Vs Ubur-ubur FC pada babak final. Jumlah pemain Kangsungai FC yang hanya tujuh orang ternyata tidak menyurutkan stamina para pemainnya untuk bertarung melawan tim Ubur-ubur. Setelah melewati waktu pertandingan selama 2x10 menit, tim Kangsungai FC akhirnya unggul dengan skor 4:3. ”Dalam pertandingan final ini, tidak ada minimal jumlah orang dalam satu tim. Maksimal pemain per tim adalah 10 orang. Tetapi, tim Kangsungai FC yang berjumlah tujuh orang akhirnya mampu menjadi juara I,” ungkap Jus Hardianto selaku ketua panitia. Andi Sutomo Iqwal, salah satu pemain dari tim Kangsungai FC, mengakui bahwa semangat bertarung menjadi modal mereka untuk menjadi juara. “Kami merasa bangga dengan kemenangan ini. Dengan jumlah pemain yang sedikit dan persiapan yang kurang matang, kami tetap bisa bermain penuh dan akhirnya meraih juara pada kompetisi ini. Awalnya, tim kami sempat kelelahan pada babak penyisihan,” ungkapnya. (Ash & M. Ibnu Maulana).
15
Aktivitas Germatik Laksanakan Penyuluhan di Sekolah
M
ahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Anti Narkoba (Germatik) mengadakan penyuluhan tentang bahaya penyalahgunaan narkoba kepada siswa-siswi SMAN 19 Makassar, Sabtu, (22/3). Penyuluhan yang mengusung tema “Cerdas dan Mandiri Tanpa Penyalahgunaan Narkoba (CEMARA)” di hadiri pula oleh Staff Badan Narkotika Nasional (BNN) Sulawesi Selatan Ishak Iskandar, SKM. Ketua Panitia, Andi Esa Nastiti menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan agar mahasiswa dapat memberikan sumbangsih kepada generasi muda agar cerdas dan mandiri dalam memerangi narkoba, sekaligus meminimalisir angka penyalahgunaan narkoba yang saat ini marak terjadi dikalangan pelajar. “Saya berharap kegiatan penyuluhan ini tidak berhenti sampai di sini saja, tetapi dapat berjalan terus dan lebih baik daripada sebel-
Rio/Eksepsi
Suasana penyuluhan hukum Germatik di SMAN 19 Makassar, Sabtu, (23/3) umnya,” harap Andi yang juga mahasiswa angkatan 2012 FH-UH. Peserta penyuluhan berjumlah 80 orang tampak antusias mengikuti kegiatan tersebut. “Kegiatan ini sangat bagus karena kami mendapatkan
pemahaman bahwa penyalahgunaan narkoba benar-benar merusak generasi muda bangsa,” ungkap Riska, salah seorang peserta penyuluhan. (Putri Reztu Angreni)
Resensi Pengantar Hukum Lingkungan Oleh: Alifia Shahnaz
Judul Penulis Penerbit Kota Terbit Cetakan Tebal
K
ehadiran buku ini tidak hanya memberikan bahan literatur hukum lingkungan untuk mahasiswa hukum saja, tetapi juga untuk masyarakat awam yang masih terbatas pengetahuannya tentang permasalahan lingkungan hidup. Juga betapa pentingnya interaksi antara manusia dan lingkungan sekitarnya tanpa menimbulkan ketidak-
: Pengantar Hukum Lingkungan : Prof. Dr. A. M. Yunus Wahid, S.H., Msi. : Arus Timur : Makassar : 2014 : 268 halaman
stabilan ekosistem. Ekosistem dipelajari dalam ekologi. Ekosistem disebut juga biogeocoenosis. Kehidupan manusia berlangsung dalam ekosistem dan sosiosistem. Ekosistem dan sosiosistem menyatu menjadi satu sistem, satu tatanan atau kesatuan ruang yang utuh menyeluruh yang disebut sosioekosistem. Sosiosistem inilah se-
benarnya yang dikenal dengan lingkungan hidup. Ekosistem sering juga disebut dengan lingkungan hidup alami yang dipelajari oleh ekologi secara netral, dan lingkungan hidup dipelajari dalam ilmu lingkungan yang berarti memasukkan faktor manusia dan perilakunya sebagai bagian dari kajiannya. Ada banyak istilah atau konsep dan pengertian yang telah dikemukakan oleh para ahli hukum di bidang ini seperti Hukum Lingkungan, Hukum Lingkungan Hidup dan Hukum Lingkungan Hidup Manusia. Penulis memilih (mengikuti) menggunakan istilah “Hukum Lingkungan” dengan alasan lebih praktis, sudah umum digunakan dan enak diucapkan, tanpa mengurangi makna yang terkandung dalam berbagai kemungkinan istilah tersebut.
Eksepsi
Edisi III/LPMH-UH/XVIII/IV/2014
13
Puisi
Perkara Prahara
Pendam Sependam-pendamnya
Dibisiki angin dari Timur. Alkisah daerah yang dulu makmur. Pejabatnya sudah tak bermartabat. Berjamaah sudah bukan, perkara ibadah. Tapi maksiat pula.
Tanah adalah bagian penting dari tempat ini. Walau diinjak-injak, diludahi, dan digerus air. Ia tetap bisa menumbuhkan pohon dan menyuguhkan kekayaan alam. Sama halnya angin yang setiap hari menghembuskan kehidupan. Mengisi semua ruang, berada di mana-mana, sukar pergi. Mengantarkan kearifan di sudut-sudut yang sulit dijangkau indra.
Guncangan di Barat. Adalah guncangan, peringatan. Murka yang tak bisa dibandingkan. Sedih yang paling sulit terobati. Sudah dibohongi, sampai tak kenal diri sendiri. Sikut-sikutan jabatan pun, tak dihiraukan. Semua terlena realitas aktual. Ada yang diperhatikan. Ada yang mati diacuhkan. Moral bukanlah hal sulit, untuk diurus. Tapi memang “alot�. Begitu pula bencana. Sulit diterka, kapan tibanya. Karena derita adalah bagian darinya. Menoleh ke Barat, nampak prahara dan paksa. Menoleh ke Timur, ada derita, dan tertawa. Dibanting ke Utara dibanting ke Selatan. Ditayangkan keperkasaan. Digilas, sampai tak nampak perawan. Si Gagak lewat mengendus bangkai. Si Bangkai mondar-mandir. Tak sadar kalau diincar. Tinggal tunggu akhirnya. Tinggal berbelasungkawa. Ini tak jadi masalah. Karena banyak masalah sudah dibuka. Borok sudah bernanah. Semua rezim buta akan diteruskan. Dipilihnya satrio pambuka. Diundurnya satrio piningit. Akankah diizinkan. Akankah dirahasiakan. Akankah dihilangkan. Akankah dirajakan. Akankah dibabukan. Sekali lagi, ini cuma jadi pelajaran. Pelajaran, bahwa waktu adalah batu. Batu yang kalau kena tubuh, akan kaku. Tak perlu waktu. Apalagi membuktikan fakta yang tabuh.
14 14
Tak ubahnya masyarakat yang mengutamakan kemufakatan. Keharmonisan. Keselarasan ilahiah. Menambah hawa mistis yang memang sudah mistis. Mengilhami sebuah pembelajaran kisah manusiawi. Menjunjung ilmu yang tak mudah diilmukan. Menuntut kepekaan lebih. Bagaimana membedakan yang nampak dan yang nyata. Sudah dipelajari bersama keseharian yang sulit ditebak. Akan bagaimanakah esok harinya. Kini nampak sulit, untuk bisa menikmati hari-hari tanpa berita sedih. Semua dinilai kurang, tuntutan zaman selalu membuat orang gelagapan. Sandang-pangan adalah bunyi ketidakmampuan. Bingkisan natal adalah bukti pemberian jikalau diperingatkan. Ingatlah Adam saat diusir dari surga. Tangisan bidadari saja, tak membuatnya kembali. Hanya Siti Hawa yang membuat Adam betah. Ingkar janji adalah buta. Ideologi menambahinya dengan menyimpangkan ilham-ilham fatwa. Pabrik demi pabrik membuat luas sawah dan ladang menjadi berkurang. Aku sudah tak mampu melihat pagi tanpa mendung hitam. Sudah lumrah, jika kekurangan itu lawan kelebihan. Namun bukannya lebih lumrah lagi, kalau kekurangan ditutupi dengan gengsi berlebih. Anak panah adalah ambisi terpendam, lurus, tajam, jika dilepaskan, akan kena sasaran. Itulah kita. Kita yang nyata. Nyata akan realita. Nyata akan derita. Nyata akan umpama, Nyata akan suka cita, Nyata akan bumbu-bumbu implan dusta.
Nofianto Puji Imawan (Jombang, 19 Februari 2014) Eksepsi
Edisi III/XVIII/LPMH-UH/IV/2014
15
Profil Ash/Eksepsi
AS Center
Wahana Pendidikan Karakter Oleh: Nurul Amalia & Meli Agustin
Ash/Eksepsi
P
ohon paccing menyambut kedatangan kru Eksepsi siang itu, Jumat, (14/03). Sebuah simbol penyucian jiwa sebelum menulusuri setiap ruang bangunan yang terletak di Jalan Masjid Al-Ikhlas Kaveling 5, Makassar itu. Di antara ruang depan dan jalan masuk juga terlihat pohon pallawa parakang yang dipercaya sebagai penyaring aura negatif bagi setiap orang yang ingin masuk. Tambah lagi pohon mangga menjadi pagar ayu, yang dalam bahasa Jawa disebut dengan monggo, berarti mempersilahkan untuk memasuki bangunan itu, Yayasan Aminuddin Salle (AS) Center. Berawal dari banyaknya waktu luang setelah pensiun dari jabatan strukturalnya sebagai Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah IX Sulawesi, Prof Aminuddin Salle SH MH Daeng Patoto, beserta istrinya Hj Suryana A Salle SH MH Daeng Memang berinisiatif untuk membentuk sebuah ‘Rumah Persatuan’. Tujuannya sebagai tempat untuk menjaga keseimbangan keluarga serta membina anak-anak kurang mampu. AS Center memfasilitasi anak-anak tersebut untuk mengembangkan talenta serta keterampilannya dalam berbagai hal yang dapat merangsang pola pikir, nilainilai kesopanan, dan tata krama sebagai penunjang pembentukan karakter bangsa. Sebagian besar anak-anak tersebut berasal dari kalangan ekonomi lemah yang berdomisili di sekitar daerah gedung tersebut. Pengelolaan yayasan tersebut turut dibantu oleh dua orang pekerja, yaitu Herman sebagai staf
multitalen dan Miskan, si pemahat handal. Tak hanya itu, ada banyak organisasi yang turut berpartisipasi sebagai pengajar sukarela. Salah satunya ialah Indonesian Future Leaders (IFL) yang hingga saat ini masih aktif dalam rutinitas mingguan. Kegiatan yang dilaksanakan setiap hari Minggu di antaranya senam, latihan menari, pidato, dan origami. Juga sesekali dilaksanakan rekreasi ke berbagai tempat, seperti Benteng Ujung Pandang, Istana Karaeng Galesong, Kuburan Sultan Hasanuddin, Masjid Terapung, Masjid tertua di Katangka, Wisata kebun di jalan Malino, serta museum-museum di Makassar. Yayasan Aminuddin Salle menyediakan berbagai sarana dan fasilitas sebagai wadah dalam proses pengembangan minat dan bakat para warga sekitar yayasan. Di antaranya adalah baruga yang berfungsi sebagai tempat pelatihan sekaligus perpustakaan yang berbeda dengan perpustakaan pada umumnya, dikarenakan tempat yang terbuka. Dekorasinya juga asri dengan hiasan berbagai macam tanaman, seperti kembang doa, pohon warang parang, dan buah anggur. Tak hanya itu, baruga tersebut juga dipadukan dengan kolam ikan yang terletak tepat dibawah lantai perpustakaan. Tak kalah menariknya adalah tempat ini menyimpan berbagai karya seni yang terletak dilantai 2. Pasalnya, ruangan tersebut dipenuhi dengan ukiran-ukiran yang mengandung pesan kehidupan, seperti pesan dari Karaeng Patingalloang: “Ingat 2 hal, lupakan 2 hal,” yang berarti kita harus mengingat kebaikan
orang lain kepada kita dan mengingat kesalahan kita terhadap orang lain, serta melupakan kebaikan kita kepada orang lain dan melupakan kesalahan orang lain kepada kita. Ada juga pesan dari Karaeng Salle, “Kedudukan yang paling mulia itulah yang diduduki.” Pada dinding ruangan itu, juga terpajang lukisan-lukisan yang penuh makna. Salah satunya adalah lukisan yang menceritakan tentang kehidupan orang miskin. Selain itu, tak seperti museum pada umumnya, ruangan museum di Yayasan AS Center memiliki tempat karaoke. Itulah keunikan tersendiri dari ruangan yang dirancang oleh Prof Aminuddin Salle. Patung-patung yang dapat ditemukan di setiap sudut ruangan juga menambah keelokan bangunan tersebut. Kayu mahoni yang telah lapuk dimanfaatkan dan dipahat menjadi patung-patung yang memiliki aksen seni luar biasa. Miskan, si pemahat handal itu menempa dan memahat melalui berbagai cara. Dia menjadi penentu mahoni rapuh tersebut menjadi suatu mahakarya atau hanya kayu bakar usang. Akhirnya, terbersit tujuan mulia dari pendirian AS Center, tiada lain sebagai wahana pendidikan untuk mencerdaskan anak didik. “Mudahmudahan ke depan anak-anak ini bisa berkembang dan beberapa dari mereka bisa melanjutkan sekolah keluar daerah bahkan keluar negeri,” ungkap Karaeng, nama yang menjadi julukan Prof Aminuddin Salle.
Eksepsi
Edisi III/LPMH-UH/XVIII/IV/2014
15
Ekseptor Salam Persma!
Segenap keluarga Lembaga Pers Mahasiswa Hukum Universitas Hasanuddin (LPMH-UH) mengucapkan selamat datang kepada para calon generasi pelanjut & terima kasih atas kontribusinya selama proses pemagangan
Mohammad Supri
Meli Agustin
Muhammad Adi Taqwa
Firman Nasrullah
Muh. Ibnu R Maulana
Indah Sari
Muhammad Aldi Sido
Nurul Amalia
Rio Atma Putra
Diana Ramli
Dyah Ambarsari
Alifia Shahnaz
Puspitasari
Putri Reztu Angreni
Satriani Pandu
Julandi J. Juni