Eksepsi
Edisi I/LPMH-UH/XX/X/2015
1
Eksepsi ISSN 2089-340X
Salam Redaksi Haluan Baru LPMH-UH
PENERBIT: LEMBAGA PERS MAHASISWA HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN PELINDUNG: Dekan
PENASIHAT: Wakil Dekan III
PENDAMPING UKM: Birkah Latif
DEWAN PEMBINA: Anwar Ilyas; Muh. Alam Nur; Muh. Sirul Haq; Muh. Ali Akbar Nur; Wiwin Suwandi; Nurul Hudayanti; Muh. Arman KS; Ahmad Nur; Solihin Bone; Irfan Amir; Nasril; Hardianti Hajrah S; Ahsan Yunus; Irwan Rum; Rezki Alvionitasari. DEWAN PERS: Ainil Ma’sura Ramli Rezky Pratiwi
PEMIMPIN UMUM: Mohammad Supri
PEMIMPIN REDAKSI: Nurul Hasanah SEKRETARIS UMUM: Satriani Pandu
BENDAHARA UMUM: Puspitasari
REDAKTUR PELAKSANA: A. Asrul Ashari Indah Sari Nurjannah
REPORTER: Ahmad Ishak, A. Muh, Ikhsan, Arief Try DJ, Hutomo M. Putra, Kaswadi Anwar, M. Aldi Sido, M. Ibnu Maulana FOTOGRAFER: Andi Mutmainnah B, Andi Muh. Aksan, M. Abdussalam, M. Farodi Alkalingga LAYOUTER: Affandy Ahmad, Andi Asti Sari, Anriyan Ridwan T, Rachmat Setyawan
DIVISI SUMBER DAYA MANUSIA A. A Fachreza Aswal, Firman Nasrullah, Rio Atma Putra DIVISI JARINGAN KERJA Diana Ramli Juliandi J. Juni Nurul Amalia
Dok. Eksepsi Foto bersama keluarga LPMH-UH seusai Musyawarah Besar di Malino, Selasa (9/6)
R
Salam Pers Mahasiswa egenerasi menjadi hal yang penting guna perkembangan organisasi. Haluan organisasi tergantung bagaimana cara pemimpin baru mengarahkan kemudi. Di periode kepengurusan 2015-2016, Lembaga Pers Mahasiswa Hukum Universitas Hasanuddin (LPMH-UH) berniat terus meningkatkan kerja-kerja keredaksian, guna menyajikan fakta-fakta terkait isu-isu atau hal-hal penting yang terkadang luput. Pada terbitan pertama di kepengurusan baru ini, kami mengangkat masalah terkait peranan penasihat akademik dan Learning Management System yang telah ada sejak dulu namun masih belum berfungsi optimal, persoalan yang mungkin luput padahal memiliki urgensi dalam kegiatan perkuliahan. Sebagai lembaga pers, LPMH-UH tentunya harus dapat memecahkan polemik yang terdapat di fakultas, atau setidaknya mencoba memberikan pemahaman yang cover both side bagi pembaca. Seperti penetapan batas jumlah mahasiswa yang dapat mengikuti ujian akhir yang kami kupas di laporan utama, selain itu, kejelasan terkait maksud pihak fakultas menambahkan dan memperbaiki beberapa sarana di FH-UH juga kami ulas di rubrik laporan khusus. Buletin kali ini juga mencoba mengangkat isu nasional langsung dari pihak yang bersangkutan dan berkompetensi. Seperti rubrik wawancara khusus terkait komisi yudisial (KY), rubrik baru, perspektif yang bertujuan mengupas permasalahan dari sudut pandang keilmuan lain, dalam edisi kali ini membahas masalah perekonomian. Selain itu kami juga mencoba membuka cakrawala berfikir pembaca terkait pentingnya berorganisasi bagi mahasiswa dengan menampilkan sosok representasi. Di sisi lain kami turut menyajikan rubrik hiburan guna menyegarkan jiwa pembaca. Tentunya tidak ada yang sempurna, kami harapkan kritk dan saran dari pembaca guna meningkatkan kualitas terbitan kami berikutnya. Semoga buletin ini dapat berguna, memberikan informasi, memberi wawasan bahkan kalau bisa menghasilkan perubahan ke arah yang baik. Selamat membaca.
Redaksi Eksepsi menerima tulisan berupa opini, artikel, esai, cerpen, puisi, karikatur maupun foto dari pembaca. Tulisan dapat diserahkan di sekretariat LPMH-UH, atau dikirim melalui via e-mail ke: lpmhuh@ymail.com 2
Eksepsi
Edisi I/LPMH-UH/XX/X/2015
Editorial
Eksepsis
Kata Mereka tentang Peran PA dan LMS
“Butuh integritas. Sesibuk apapun selalu nomor satu di kampus, karena di situ memang pekerjaan seharusnya.” Prof . Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.H. Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Unhas.
“Sampai saat ini tidak ada kekurangan dari LMS. Jadi tidak ada alasan bagi mahasiswa untuk tidak kumpul tugas jika melalui LMS dan mahasiswa dipermudah.”
Kasman Abdullah S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Unhas
“Peran PA sesuai namanya penasihat akademik, seyogyanya aktif memberikan bimbingan atau arahan kepada mahasiswa b i m b i n g a n ny a .” Wahyu Hidayat Mahasiswa FH-UH Angkatan 2012
Eksepsi
Edisi I/LPMH-UH/XX/X/2015
Peranan yang Mati Suri Fakultas Hukum Unhas (FH-UH) semakin memperlihatkan usahanya memperbaiki diri. Dilihat dari penambahan beberapa sarana yang gencar dilakukan yang katanya guna kenyamanan dan kebutuhan mahasiswa. Hal tersebut selama benar-benar membawa manfaat bagi FH-UH maka patut kita dukung sebagai keluarga FH-UH. Peningkatan fasilitas tentu bukan satu-satunya yang dibutuhkan. Beberapa tahun menjalani kehidupan kampus di FH-UH menyadarkan adanya beberapa hal yang semestinya ditingkatkan guna kepentingan akademik mahasiswa. Kinerja dosen sudah sering dibahas di edisi sebelumnya, begitu pula dengan sikap fakultas terkait status Unhas yang saat ini PTNBH. Hal yang mungkin luput terkait penasihat akademik (PA) yang turut memiliki peran penting. Dalam peraturan akademik PA adalah dosen yang di samping melaksanakan fungsi Tri Dharma Perguruan Tinggi, bertugas pula membimbing mahasiswa yang ditunjuk dengan Surat Keputusan Dekan. Buku Panduan Program Studi Ilmu Hukum (Strata I) juga menjelaskan dengan gamblang tugas PA sebagai pembimbing mahasiswa dalam kehidupan akademiknya bahkan hingga selesainya masa studi mahasiswa yang bersangkutan. Pengertian tugas itu sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu yang wajib dikerjakan atau yang ditentukan untuk dilakukan; pekerjaan yang menjadi tanggung jawab seseorang; pekerjaan yang dibebankan. Jadi telah jelas tugas yang tercantum tersebut merupakan kewajiban bagi setiap PA. Konsultasi dan bimbingan diperlukan sebagai bahan pertimbangan akademik dan non akademik bagi mahasiswa. Kesalahan memilih mata kuliah kerap kali ditemukan di kalangan mahasiswa. Mata kuliah wajib yang seharusnya diutamakan, terkadang dilangkahi dengan mata kuliah pilihan karena ketidaktahuan mahasiswa. Contoh lainnya kebingungan mengambil bagian di akhir semester, bahkan adanya drop out (DO), hal tersebut sebenarnya bisa dihindari. Di sisi lain sebagai pihak yang memiliki kebutuhaan dan hak, mahasiswa semestinya turut aktif meminta bimbingan kepada PA masing-masing. Karena biar bagaimanapun, PA adalah sosok yang lebih berpengalaman dalam kegiatan perkuliahan. Dan mahasiswa sudah semestinya mandiri dalam mencari informasi. Selebihnya jika sudah dimintai bimbingan tetapi PA tersebut menolak dengan alasan yang tidak tepat, barulah letak kesalahan bukan lagi terletak pada diri mahasiswa, dan sudah semestinya ada tindakan terhadap PA tersebut, mungkin dengan digantinya PA atau hal lainnya. Selain PA, Learning Management System (LMS) juga mengalami persoalan serupa. LMS sistem yang telah ada, namun sayang penggunaannya tidaklah optimal. Padahal banyak fungsi yang bisa didapatkan dalam penggunannya. Selain tentunya mempermudah mahasiswa dalam meng-upload bahan kuliah, mempermudah dalam pengumpulan tugas. LMS juga tentunya membantu dosen memudahkan pekerjaannya. Hal-Hal di atas mungkin dianggap kecil akan tetapi jika dilihat secara mendalam sesungguhnya memiliki peranan yang luar biasa bagi berbagai pihak.
3
LAPORAN UTAMA
Introspeksi Peranan PA dan LMS
F
akultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH-UH) mengalami perubahan hari demi hari, jumlah penerimaan mahasiswa baru yang semakin bertambah menuntut fakultas untuk berbenah guna menjaga kestabilan prestasi akademik mahasiswa. Beberapa hal yang tidak optimal sejak dulu semestinya perlu ditingkatkan. Seperti fungsi penasihat akademik (PA) yang perlu dioptimalkan, mengingat peran pentingnya dalam membimbing mahasiswa melalui kehidupan akademik, guna mencegah kesalahan memilih jurusan nantinya bahkan menghindari terjadinya tragedi Drop Out. Di lain sisi peningkatan sistem yang telah ada juga penting, seperti penggunaan Learning Management System (LMS) yang ditujukan memudahkan mahasiswa dan dosen, namun sama seperti PA, LMS masih belum optimal. Kendala dan penyebab belum dapat dimaksimalkannya kedua hal tersebut hingga sekarang menjadi pertanyaan. Peran PA Dianggap Belum Optimal Menuntun mahasiswa dalam pengisian Kartu Rencana Studi (KRS) bukanlah satu-satunya tugas PA. Tugas PA dalam buku Panduan Program Studi Ilmu Hukum (Strata I) diantaranya: (1) Mengayomi dan membimbing sejumlah mahasiswa memasuki kehidupan akademik untuk menjadi warga masyarakat akademik; (2) menuntun perkembangan studi mahasiswa yang dibimbingnya sampai menyelesaikan studinya; (3)
4
membimbing mahasiswa mengenai hak dan kewajibannya; (4) menuntun mahasiswa untuk mengatasi kesulitan yang dihadapinya, jika perlu dengan meminta bantuan bimbingan dan konseling; (5) menuntun pengisian KRS dan memberikan rekomendasi calon penerima mahasiswa. Lima tugas PA tersebut, dianggap belum dilaksanakan dengan maksimal. Seperti yang diungkapkan oleh M. Yunus mahasiswa angkatan 2013 bahwa PA hanya sekedar memberikan tanda tangan kepada mahasiswanya, tidak sesuai dengan peran PA yang bertugas membimbing mahasiswa. “Mahasiswa kan harusnya dididik dan dosen tenaga pendidik, jadi harusnya mampu melaksanakan tugas dengan baik, jadi kalau ada mahasiswa yang di-DO menjadi salah satu kesalahan PA,” ungkapnya. Senada dengan hal itu, salah seorang mahasiswa yang enggan disebut namanya turut megatakan bahwa PA-nya sendiri sangat sulit ditemui, bahkan sekedar untuk mendapatkan tanda tangan ia harus mencari rumah dosen yang bersangkutan. Sistem Dinilai Baik, Perlu Evaluasi Saat disinggung mengenai sistem penunjukan PA, Pembantu Dekan (PD) I Bidang Akademik FHUH Prof. Ahmadi Miru mengatakan hal tersebut merupakan wewenang dekan dan tidak ada kriteria tertentu untuk menentukan PA, menurutnya semua dosen berhak menjadi PA.
“Sistemnya sudah bagus. Aturannya ada di buku panduan dijelaskan tugas masing-masing. Bahkan jika ada mahasiswa yang berurusan dengan Komdis diatur di buku didampingi PA-nya,” komentarnya terkait sistem yang ada saat ini. Tidak semua PA tidak aktif dalam membimbing mahasiswanya, seperti yang diungkapkan Wahyu Hidayat mahasiswa angkatan 2012 yang juga berstatus sebagai Wakil Presiden BEM FH-UH. “Tergantung PA-nya masing-masing, menurut saya PA saya sudah bekerja sesuai perannya, beliau aktif membimbing secara akademik, memberikan saransaran dan memberikan evaluasi akademik.” Meski demikian Wakil Presiden BEM FH-UH ini berharap adanya peran PD I untuk mengevaluasi PA yang menurutnya sekedar formalitas saja. “Hubungan PA dan mahasiswa hanya terjadi di proses kepengurusan KRS saja padahal setiap saat bisa berkonsultasi dengan PA,” jelasnya. Mahasiswa yang Inisiatif dan Dosen yang Berintegritas Adanya kebutuhan mahasiswa dalam menentukan arah perkuliahan kedepannya menuntut adanya kesadaran tidak hanya dari PA tetapi juga mahasiswa. Kepekaan dan inisiatif mahasiswa juga dibutuhkan guna mengoptimalkan peran PA, seperti yang diutarakan Dosen FH-UH Birkah Latif yang juga salah seorang PA. “Semua ingin yang terbaik tetapi kendalanya bisa saja masalah
Eksepsi
Edisi I/LPMH-UH/XX/X/2015
LAPORAN UTAMA waktu makanya pintar-pintarlah cari waktu kosongnya PA-nya kalian,” terangnya. Pemikiran yang sama juga diutarakan PD I, bahwa mahasiswalah yang seharusnya lebih aktif dalam hal menemui dosen. “Berusaha maksimal, saya dulu waktu mahasiswa juga begitu kalau tidak ada kita cari sampai rumahnya,” ungkapnya. Namun tanggung jawab tetaplah tanggung jawab. Sesibuk apapun sesuai namanya sebagai penasihat akademik harus meluangkan waktu membimbing mahasiswa. PA sudah semestinya mengetahui data lengkap mahasiswanya, sharing kendala di fakultas, dan memberikan motivasi terkait masalah pribadi, demikian yang diutarakan Birkah Latif. “Tidak benar tindakan PA yang hanya memberikan tanda tangan,” tegasnya. Solusi bagi PA yang menangani banyak mahasiswa menurutnya dengan mengumpulkan mahasiswa dan memberikan motivasi. Hal tersebut tidak dibantah Prof Ahmadi, “Butuh integritas. Sesibuk apapun selalu nomor satu di kampus, karena di situ memang pekerjaan seharusnya.” Memahami fungsi bagi dosen dan kebutuhan bagi mahasiswa merupakan kunci dari polemik yang ada. Seperti yang diutarakan Wahyu Hidayat, “Mahasiswa yang menghubungi PA-nya dan PA yang memberikan saran dan usulan ke mahasiswanya,” ujarnya. LMS Membantu Mahasiswa dan Dosen Banyaknya mahasiswa menuntut adanya sistem tambahan untuk membantu menjaga meningkatkan kegiatan perkuliahan. Salah satu sistem yang telah ada di Unhas saat ini adalah LMS. Kegiatan belajar mengajar dapat dilakukan melalui LMS. Seperti yang diutarakan Prof Ahmadi Miru selaku Pembantu Dekan (PD) I bahwa LMS mempermudah mahasiswa untuk memperoleh bahan, mengumpulkan tugas sehingga tidak tercecer kalau
Eksepsi
Edisi I/LPMH-UH/XX/X/2015
melalui LMS. Hal yang serupa diutarakan Kasman Abdullah Dosen Hukum Tata Negara FH-UH, “Mereka tinggal membaca begitupun jika diberi tugas langsung mengerjakan disitu tidak perlu mencari dimana harus di print out.” Tidak hanya bagi mahasiswa, keuntungan juga dapat dirasakan dosen. Membantu dalam hal penyiapan materi lebih cepat salah satu fungsi LMS menurut Kasman Abdullah. Penyajian di kelas hanya menjelaskan poin-poin yang sudah disampaikan, tidak selalu ada di dalam kelas juga menjadi alasan LMS sebagai alternatif cara mengajar jarak jauh. LMS Kurang Populer Pengunaan LMS di FH-UH hingga saat ini menurut beberapa pihak dianggap belum optimal. “Belum terlalu efektif dikarenakan hanya ada beberapa dosen yang menggunakannya untuk mengajar mahasiswa, belum semua dosen menggunakan fasilitas tersebut untuk membantu proses belajar mengajar,” ungkap Sri Septiany Arista Yufeny mahasiswa FH-UH angkatan 2012. Senada dengan Yufeny, mahasiswa angkatan 2014 yakni Mustakim Algozaly mengutarakan bahwa, “Penggunaannya belum optimal dan menurut pengalaman saya tidak pernah ada tugas yang dikumpulkan dan hal yang didiskusikan dosen lewat LMS,” jelasnya. Media LMS seharusnya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya, seperti yang diutarakan dosen FH-UH Kasman Abdullah. Ia menambahkan, untuk keperluan sekarang LMS tidak ada kekurangan, LMS sudah sempurna. Persoalan terletak pada kebijakan, “Sekarang kalau masih banyak yang tidak gunakan bagaimana harus jadi banyak berarti butuh kebijakan, jangan serahkan kepada dosen mau pakai atau tidak pakai. Jadi
kalau mau diserahkan kepada dosen mau pakai atau tidak pakai mubazir itu namanya,” terangnya. Terkait dengan aturan dan kendala penggunaan LMS, Prof. Ahmadi mengatakan tidak ada kewajiban untuk menggunakannya, meskipun LMS sebenarnya sangat menguntungkan karena dapat meningkatkan rating universitas. “Tidak ada kewajiban menggunakan LMS karena bagaimanapun kuliah tatap muka tetap nomor satu,” ujarnya. Tatap muka menurutnya tetap cara yang paling efektif untuk perkuliahan. “Biasa saya buka diskusi di hp tidak ada yang jawab, hanya satu atau dua orang saja yang menjawab.” Kendala lain lanjut PD I tidak semua rumah memiliki Wi-Fi yang cepat untuk mengakses jaringan jika ada tugas melalui LMS. Mengenai sosialisasi LMS sendiri, Prof. Ahmadi mengungkapkan telah berkali-kali mengundang ahli untuk mensosialisasikan LMS, akan tetapi semua tergantung dari semangat dosen dan mahasiswa dalam mengaplikasikannya. “Program yang telah diadakan tidak mungkin berjalan dengan cepat. Walaupun semua orang punya niat yang baik untuk itu ya perlahan-lahan karena dosen ini orang pintar bukan untuk dipaksa bukan anak buah di perusahaan ketika tidak begini, dipecat,” terangnya. Terkait dengan pengoptimalan LMS di FH-UH, Yufeny mahasiswa yang aktif di UKM Alsa-LC Unhas berharap agar LMS dapat digunakan dengan efektif dan seluruh dosen dapat menggunakan LMS sebagai fasilitas untuk membantu terselenggaranya proses belajar mengajar. Harapan lain turut diungkapkan Musthakim Algozaly “Sudah lama ada di Unhas baiknya lebih dioptimalkan, misalnya kita memang butuh LMS lebih baik dioptimalkan khususnya di FHUH, tapi kalau memang tidak bisa dioptimalkan, tidak usah diadakan,” tegasnya.
5
LAPORAN UTAMA
U
Lika-Liku Ujian Akhir
jian akhir program studi adalah ujian penutup studi pada program sarjana yang dilaksanakan dalam bentuk ujian skripsi/komprehensif. Agar dapat melaksanakan ujian akhir, terlebih dahulu harus melengkapi beberapa berkas. Sebagaimana yang telah diutarakan oleh Prof. Junaedi Muhidong selaku Wakil Rektor (WR) I Universitas Hasanuddin (Unhas), bahwa berkas yang harus dilengkapi ialah rapor, bukti pembayaran SPP, dan SKS berkaitan dengan kecukupan nilai yang bersangkutan, terlebih dahulu harus diverifikasi di fakultas kemudian diverifikasi pihak rektorat bahwasanya mahasiswa bersangkutan layak mengikuti ujian akhir. Mengenai pelaksanaan ujian akhir diserahkan sepenuhnya kepada pihak fakultas. “Semuanya kita serahkan kepada pihak fakultas mengenai pelaksanaannya,” ujar Prof. Junaedi. Lebih jelas mengenai sejumlah persyaratan yang perlu dipenuhi mahasiswa tercantum dalam Buku Panduan Program Studi Ilmu (Strata I) Fakultas Hukum Unhas. Pengaturan Peserta Ujian Akhir di FH-UH Di FH-UH ada sedikit perubahan dalam prosedur pelaksanaan ujian
6
akhir. Mengantisipasi terjadinya tabrakan jadwal ujian, Pembantu Dekan (PD) I memberlakukan aturan agar dalam sehari jumlah peserta ujian akhir dibatasi. Langkah tersebut dikarenakan selama ini terjadi kesemrawutan jadwal ujian akhir di FH-UH. Dalam sehari bisa saja tak ada jadwal ujian, tetapi di hari berikutnya barulah peserta ujian membludak sehingga jadwalnya berbenturan. Hal ini kerap terjadi utamanya di bagian hukum pidana yang banyak diminati mahasiswa. Kendati dosen bagian pidana hanya berjumlah sebelas orang, pelaksanaan ujian di bagian tersebut dapat mencapai belasan orang dalam sehari. Tetapi pengaturan ini juga tetap melihat kondisi mahasiswa, seperti bagi mahasiswa yang sudah terancam drop out (DO) dan harus segera mengikuti ujian akhir. “Peraturan ini sudah baik. Tujuannya agar pelaksanaannya teratur, tidak terjadi tabrakan. Sehingga proses ujiannya dapat menghasilkan hasil yang baik karena yang kita cari adalah kualitas. Hal ini juga untuk mendorong mahasiswa agar tidak bertumpuk melakukan ujian hanya pada saat menjelang wisuda meskipun skripsinya telah selesai. Sudah merupakan tugas kami untuk mengatur hal seperti ini,” jelas Prof. Ahmadi.
Senada dengan Prof. Ahmadi, Ketua Bagian Hukum Pidana Prof. Muhadar setuju dengan kebijakan yang dikeluarkan PD I. “Kita juga kewalahan kalau dalam sehari harus banyak. Apa lagi pidana adalah bagian yang paling banyak peminatnya. Saya rasa juga PD I tidak akan sembarang memberlakukan aturan. Pasti selalu ada dasarnya. Tetapikan kita selama ini menjalankan apa yang ada saja. Berapa yang dikasih sama kita yah itu yang diuji. Karena kan itu yang memberi jumlah pihak yang di atas. Mereka yang kasih paraf sama mahasiswa. Kita hanya tinggal menguji saja,” jelasnya. Jadwal Ujian Terpaksa Mundur Reaksi berbeda datang dari mahasiswa yang akan mengikuti ujian. Hal ini dikarenakan tidak adanya pemberitahuan terlebih dahulu terkait kebijakan tersebut. Hal ini dinilai memberatkan mahasiswa, terutama yang telah mendapatkan SK ujian akhir. Misalnya yang dialami Zakaria, mahasiswa FH-UH 2011. Ia telah terdaftar sebagai peserta ujian sebelum batas akhir ujian untuk periode wisuda di bulan September tetapi karena adanya pembatasan peserta ujian perhariannya, sehingga wisudanya diundur ke bulan
Eksepsi
Edisi I/LPMH-UH/XX/X/2015
LAPORAN UTAMA Desember. Zakaria yang harusnya mengikuti ujian sebelum 21 Agustus terhambat dan baru mengikuti ujian pada 31 Agustus untuk periode wisuda di bulan Desember. SK ujian akhir untuk periode September pun tidak berlaku. Menurut Zakaria ada sekitar belasan mahasiswa yang mengalami hal serupa . “Saya sudah menghadap ke PD I untuk meminta toleransi penambahan kuota, tetapi kata PD I sudah terlalu banyak ujian menumpuk di Bagian Hukum Pidana sendiri, seperti itu yang disampaikan PD I,” ujar Zakaria saat ditemui di kantin sastra Unhas (02/09). Hal tersebut dialami pula oleh Arie Veriansyah mahasiswa angkatan 2011. Keduanya menyarankan agar pemberlakuan kebijakan seharusnya didahului dengan sosialisasi. Lebih lanjut pembatasan kuota mahasiswa seharusnya tidak perlu dibatasi melainkan tanggal ujian akhir yang diatur dengan baik dan disesuaikan dengan periode wisuda. Semisal, untuk periode wisuda di bulan Desember, maka proses ujian sudah harus selesai pada akhir bulan November. Hasanuddin Ismail yang juga merupakan mahasiswa FH-UH angkatan 2011 berpendapat bahwa sebenarnya pembatasan peserta ujian akhir skripsi dalam sehari adalah langkah yang baik, melihat terjadi ketidakmerataan peserta ujian akhir setiap harinya di FH-UH. Tetapi, sebagaimana yang telah diutarakan oleh Zakaria dan Arie Veriansyah kekurangan dari kebijakan ini adalah karena kurangnya sosialisasi kepada mahasiswa berkaitan dengan pembatasan ini. Berkaitan dengan hal tersebut, PD I pun menyatakan sosialisasi untuk aturan ini sudah sejak lama dilakukan. “Sudah sejak lama, sudah satu semester sejak saya menjabat sebagai PD I.” Bagaimana mahasiswa mencari tahu menurut PD I penting, sebab pihak
akademik telah mengumumkan tentang diberlakukannya kebijakan. Mundurnya waktu wisuda mahasiswa yang tidak sesuai dengan SK menurut PD I bukanlah suatu masalah, “Tidak semua rencana berjalan sesuai dengan kehendak kita.” Lebih lanjut menurutnya tujuan utama diberlakukan kebijakan semata-mata untuk melakukan perbaikan, bahwa wisuda hanya ceremonial dan yang terpenting adalah lulus dari ujian. PD I sendiri menyarankan agar tidak perlu melakukan pembatasan tanggal untuk wisuda, sebaiknya setiap jumlah mahasiswa yang telah melulusi ujian skripsi telah mencapai dua ribu orang, maka segera dilaksanakan wisuda.
Dosen Pengganti dan Tentengan Masih Menjadi Polemik Di samping wjadwal yang semula kerap berbenturan, pelaksanaan ujian akhir masih tak lepas dari ketidakhadiran dosen penguji pada waktu ujian serta kebiasaan mahasiswa membawa tentengan saat ujian. Terkait ketidakhadiran penguji, Hasanuddin Ismail mengungkapkan pengalamannya, “Saat akan melaksanakan ujian akhir salah satu dosen penguji yang akan menguji tidak hadir. Akhirnya ujian pun harus diundur, tetapi pada saat dosen penguji tersebut sudah bisa hadir, dosen lainnya lagi berhalangan hadir. Sebenarnya ada
aturan terkait dosen pengganti, tetapi informasi masih kurang diketahui oleh bagian-bagian” ungkapnya. Menanggapi hal tersebut PD I menjelaskan bahwa aturan menyangkut pelaksanaan ujian di mana dosen penguji berhalangan, sudah ada sejak lama. Di bagian-bagian sudah ada formulir yang diperuntukkan untuk dosen pengganti. Kalau-kalau di kemudian hari terjadi hal-hal yang mengharuskan digunakannya dosen pengganti. “Dosen juga harus punya inisiatif untuk menjalankan aturan ini,” ujarnya. Ditanya mengenai kebiasaan mahasiswa yang kerap membawa tentengan saat ujian akhir, Prof. Ahmadi menganggap hal tersebut telah menjadi budaya di kalangan mahasiswa. Kendati demikian menurutnya membawa tentengan tidaklah perlu untuk dilakukan. “Hal semacam ini sama sekali bukanlah hal yang wajib, mahasiswa seringkali berlebihan dalam membawa tentengan atau bingkisan untuk penguji mereka, padahal tentengan sama sekali tidak menentukan nilai bagi mahasiswa.” Begitu pula yang diutarakan Prof. Muhadar, “Sebenarnya itu tidak perlu, karena akan memberatkan bagi mahasiswa, kalau mahasiswanya mampu ya mungkin bagi mereka tidak apa-apa, tapi bagaimana bagi mereka yang kurang mampu. Kita juga dosen sebenarnya tidak perlulah ada yang seperti itu, kan kita sudah punya uang sendiri, beda sama mahasiswa. Jadi kalau mau minum yah tinggal dipesan sendiri. Kalau bisa pihak dekanat mengeluarkan kebijakanlah untuk mengatur hal-hal semacam ini,” jelasnya. Larangan membawa tentengan sempat diwacanakan oleh dekan periode sebelumnya. Meski penerapannya secara konsisten tidak berjalan hingga kebiasaan tersebut berlangsung hingga kini.
Tim Laporan Utama: Rachmat Setyawan, Kaswadi Anwar, Andi Mutmainnah, Arief Try D.J.
Eksepsi
Edisi I/LPMH-UH/XX/X/2015
7
LAPORAN KHUSUS
Fasilitas Baru FH-UH, Penting atau Mubazir ? Dok: Pribadi
M
Oleh: Andi Asti Sari dan M. Abdussalam Syahih
CCTV yang mengarah tepat ke lembaga kemahasiswaan FH-UH
enyambut tahun pertama Universitas Hasanuddin resmi sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH), Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH-UH) semakin mempercantik diri. Beberapa sarana dan prasarana yang berada di FHUH diperbaiki dan ditambah. Mulai dari perluasan lahan parkir, renovasi toilet, pembangunan koperasi mahasiswa (Kopma), sampai dengan pengadaan CCTV di setiap titik yang dianggap penting. Pembangunan sarana dan prasarana di FH-UH merupakan salah satu bentuk realisasi dari visi dan misi Dekan setelah menjabat pada periode tahun ini. “Pembangunan sarana dan prasarana ini merupakan program dari Dekan pada waktu beliau mencalonkan diri menjadi dekan pada periode ini, yang tentu saja ditindak lanjuti oleh pihak dekanat,” ujar Syamsuddin Muchtar selaku Pembantu Dekan (PD) II Bidang Administrasi Umum dan Keuangan. Guna Kebutuhan dan Kenyamanan Mahasiswa Selain itu, pengadaan fasilitas baru yang ada saat ini di FH-UH masih dalam tahap pengerjaan, karena dianggap penting guna mengakomodasi kebutuhan dan kenyamanan mahasiswa itu sendiri. “Pengadaan fasilitas baru dianggap penting guna mengakomodasi kebutuhan dan kenyamanan mahasiswa itu sendiri, misalnya saja lahan parkir yang selama ini digunakan, sudah tidak dapat menampung lagi jumlah kendaraan mahasiswa dan dosen. Untuk itu, memperluas lahan parkir adalah tindakan tepat untuk menjawab persoalan tersebut,” tegas Syamsuddin Muchtar yang saat itu juga ditemui 8
di ruangannya. “Terkait dengan pemasangan CCTV di 32 titik berbeda, jumlah tersebut dianggap belum sesuai dengan kebutuhan saat ini. Oleh karena itu, diperlukan penambahan sekitar sepuluh sampai dengan enam belas CCTV guna menjangkau beberapa titik yang dianggap penting karena rawan akan kasus pencurian yang selama ini kerapkali terjadi. Selain itu, pengadaan CCTV juga bertujuan untuk memantau proses perkuliahan, apakah berjalan lancar atau tidak,” tambah PD II. Lain halnya dengan pembangunan koperasi mahasiswa, Syamsudin Muchtar enggan berkomentar banyak terkait hal tersebut, karena perencanan pembangunan Kopma sendiri dilakukan berdasarkan masukan dari Hamzah Halim selaku PD III Bidang Kemahasiswaan. Akan tetapi menurutnya, pembangunan Kopma sendiri dianggap sebagai tempat penyaluran bakat dan kreativitas bagi mahasiswa yang tertarik dengan dunia kewirausahaan. Urgensi Dipertanyakan Sementara di kalangan mahasiswa sendiri muncul berbagai tanggapan atas pengadaan fasilitas baru di FH-UH. Fahri Ramadhan misalnya, mahasiswa angkatan 2012 ini menilai positif atas semua pengadaan fasilitas baru yang ada di kampus. Menurutnya, pembangunan yang sedang dikerjakan saat ini akan berdampak positif untuk kenyamanan mahasiswa sendiri. Lain halnya dengan Ahmad Tojiwa Ram, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (BEM FH-UH) ini
Eksepsi
Edisi I/LPMH-UH/XX/X/2015
LAPORAN KHUSUS Dok: Pribadi
seharusnya lebih diutamakan. “MKM kan salah satu dari tiga lembaga tinggi kemahasiswaan, masa nda punya sekret? Maka dari itu, pihak dekanat harusnya lebih memperhatikan persoalan ini agar pengadaan sekretariat MKM bisa secepatnya terealisasikan,” ujar Fajrin. Birokrat Dukung Lema?
lebih mengkritisi pemasangan CCTV di pelataran BEM dan Unit Kegiatana Mahasiswa (UKM). Lebih lanjut, Oji (sapaan akrabnya) mengatakan pemasangan CCTV di pelataran BEM dan UKM tidak memiliki urgensi sama sekali. “Selama ini kan aman-aman saja dan tidak pernah ada kasus kecurian. Ada kesan birokrat mengawasi setiap aktivitas yang dilakukan lembaga kemahasiswaan (Lema). Padahal aktivitas lembaga kemahasiswaan selama ini kan tidak ada yang negatif dan semuanya bersifat positif,” tegasnya. Di tempat yang berbeda, Muh. Nur Fajrin justru mempertanyakan urgensi dari pengadaan koperasi mahasiswa. Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FH-UH ini mengatakan bahwa pengadaan koperasi mahasiswa saat ini tidaklah penting karena sifatnya yang tidak mendesak serta merupakan proyek jangka panjang. Menurutnya, pengadaan sekretariat Mahkamah Keluarga Mahasiswa (MKM) yang
Menanggapi pro-kontra yang terjadi di kalangan mahasiswa, PD III Hamzah Halim akhirnya angkat suara. Ia mengatakan bahwa Lema seharusnya tidak perlu takut dan khawatir dari pengadaan CCTV di pelataran Lema. “Kenapa harus takut diawasi? Kalau takut, berarti ada kesan dari lembaga kemahasiswaan untuk melanggar peraturan. Yang diawasi itu jangan sampai ada pelanggaran, kalau aktivitas yang bersifat positif dari lembaga kemahasiswaan pasti kita dukung,” ...tuturnya. Selain itu, PD III juga menuturkan bahwa pihak dekanat sebenarnya telah berusaha untuk mengadakan sekretariat MKM. “Kami sudah menanyakan kepada mahasiswa untuk memilih ruangan untuk ditempati, hanya saja sampai saat ini belum mendapatkan ruangan yang tepat untuk dijadikan sekretariat MKM,” tambah Hamzah. Terkait dengan persoalan Kopma, lebih lanjut ia mengatakan dasar pembentukan Kopma adalah berdasarkan program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang bernama program kewirausahaan mahasiswa. “Tujuan adanya Kopma ini agar mahasiswa mempunyai jiwa kewirausahaan dan Kopma sebagai tempat praktiknya. Kita juga berharap keuntungan yang didapatkan dari Kopma nantinya, bisa membantu pendanaan untuk teman-teman di lembaga kemahasiwaan,” tutupnya. Dok: Pribadi
Koperasi Mahasiswa dalam tahap pembangunan
Eksepsi
Edisi I/LPMH-UH/XX/X/2015
9
WAWANCARA
KHUSUS
KY, Wujudkan Peradilan Bersih Dok. Eksepsi
Aksi dukung KY di depan Monumen Mandala, Rabu (2/9)
Komisi Yudisial (KY) merupakan salah satu lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Pasal 24B UUD NRI 1945 menyatakan KY bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Sejak 27 Maret lalu Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) mengajukan Judicial Review berkaitan dengan kewenangan KY dalam menyeleksi hakim sebagaimana yang dimaksud Pasal 14A ayat (2), (3) Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum, Pasal 13A ayat (2), (3) Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama, dan Pasal 14A ayat (2), (3) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) menuai pro dan kontra hingga saat ini. Ditambah dengan adanya penetapan tersangka dua Komisioner KY beberapa waktu lalu oleh bareskrim Polri berdasarkan laporan Hakim Sarpin Rizaldi. Terkait hal tersebut kru Eksepsi, A. Muh. Ikhsan, berkesempatan mewawancarai Ni Putu Dewi selaku Asisten Penghubung Komisi Yudisial wilayah Sulawesi Selatan Bagian Divisi Sosialisasi Hubungan Antar Lembaga. Berikut petikan wawancaranya; Bagaiamana korelasi antara KY dengan penghubung KY? Penghubung KY juga bagian dari KY, akan tetapi posisinya di daerah dan setiap pengambilan keputusan seperti pelanggaran hakim tetap pusat yang menentukan. Contohnya apabila kami mendapat laporan dari masyarakat tetap diproses di pusat begitu juga dengan putusannya. Jadi KY yang berada di daerah bertugas sebagai penghubung antara masyarakat yang ada di daerah dengan pusat. Awal adanya KY di daerah bertujuan untuk untuk mempermudah akses masyarakat ke KY, karena selama ini KY hanya satu yaitu di Jakarta sehingga dibentuk penghubung KY. Darimanakah poros isu sehingga muncul anggapan adanya pelemahan terhadap KY? Karena adanya pengajuan Judicial Review oleh IKAHI agar KY tidak lagi ikut dalam penye10
leksian hakim dan juga kriminalisasi terhadap dua Komisioner KY, yaitu Suparman Marzuki dan Taufiqurrohman. Apakah KY bisa memeriksa substansi putusan seorang hakim? Untuk masuk di substansi memang tidak, karena bukan kewenangan KY. Kewenangan KY terletak di kode etik, oleh karena itu KY bukan penegak hukum melainkan penegak etik. Bagaimana tanggapan anda tentang adanya judicial review oleh majelis hakim yang dinilai hanya untuk melemahkan KY? Maksudnya jelas bahwa seleksi hakim adalah amanat undang-undang, aturannya dan di konstitusi jelas. Jadi kalau dikatakan inkonstitusional menurut saya lucu, ini hanya salah satu upaya agar KY tidak
Eksepsi
Edisi I/LPMH-UH/XX/X/2015
WAWANCARA diikutkan dalam penyeleksian hakim,dan kembali seperti dulu. Jika akhirnya seperti itu, hasilnya akan berefek pada dunia peradilan. Jadi begini, kenapa KY memang harus diikutkan dalam penyeleksian hakim karena jika Mahkamah Agung (MA) berdiri sendiri dan tidak ada pihak eksternal yang mengawasi penyeleksian hakim, sedangkan wacana-wacana banyaknya (calon hakim,red) KKN yang kemudian menjadi hakim dan sebagainya, hal seperti itu tidak dapat diselesaikan jika tidak ada lembaga eksternal yang kemudian ikut dalam penyeleksian hakim, dalam hal ini KY. Logikanya sama dengan pengawasan terhadap hakim, di MA ada Badan Pengawasnya (Bawas) tetapi sangat sulit kemudian untuk mengungkap kebobrokan lembaga karena dia bersifat internal, berbeda bila lembaga indepen yang sifatnya di luar itu. Harapan kami KY dapat tetap konsisten dalam mengawasi hakim. Bagaimana menurut anda upaya yang dilakukan KY untuk tetap mempertahankan eksistensi dari segala bentuk upaya pelemahan terhadap KY? ���������������������������������������� Yang dilakukan yaitu KY harus punya sikap, bahwa KY menolak segala bentuk upaya yang dilakukan untuk melemahkan lembaganya. Selain melakukan sikap tegas seperti itu, KY tetap berusaha membenahi atau memperbaiki lembaganya. Fungsi-fungsi atau tanggung jawab KY, terutama KY di daerah sebagai penghubung yang menerima laporan masyarakat, pemantau persidangan, dan sebagaianya harus dijalankan dengan baik. Karena untuk melindungi kewenangan KY kita harus berupaya tetap mempertahankan eksistensi KY. Setiap warga Indonesia berhak mengajukan judicial review (JR), jadi KY tetap mengikuti proses. Dan juga KY di daerah memiliki banyak jaringan seperti mahasiswa, kelompok-kelompok masyarakat apalagi lembaga swadaya masyarakat (LMS), sekolah-sekolah dan lain sebagainya, Justru dalam keadaan seperti ini jejaring-jejaring KY yang bergerak melakukan bentuk dukungan kepada KY. Tetapi kami tetap berupaya untuk berkomunikasi dengan jejaring mensosialisasikan .dampak yang akan terjadi dari pengajuan JR jika diterima, karena tidak semua masyarakat tahu kenapa JR harus ditolak atau diterima. Alhamdulillah teman-teman di Makassar juga sudah melakukan bentuk dukungan terhadap KY. Untuk menciptakan peradilan bersih mustahil KY bergerak sendiri. Karena fungsi-fungsi pengawasan terhadap hakim harus dilakukan oleh seluruh masyarakat, sehingga KY butuh dukungan-dukungan seperti ini.
Eksepsi
Edisi I/LPMH-UH/XX/X/2015
KHUSUS
Secara umum bagaimanakah kinerja hakim saat ini dari hasil pengamatan pihak KY sendiri? Kalau berbicara secara umum, hakim ada yang bagus dan ada yang tidak, Tidak jarang ditemui masih ada hakim-hakim yang jujur dan ada pula hakim-hakim yang melenceng dari koridornya, seperti beberapa hakim yang tidak senang diawasi dan sebagainya, jadi menurut saya ada yang jujur dan ada yang tidak. Apa yang harus dibenahi untuk mengoptimalkan kinerja hakim? Yang harus dilakukan salah satunya adalah seleksi hakim oleh pihak eksternal, ada upaya pencegahan. Dari awal perekrutan hakim memang harus benar-benar bagus. Alasan mengapa KY harus dilibatkan dalam penyeleksian hakim agar penyeleksian hakim lebih transparan sehingga didapatkan hakimhakim yang berintegritas, jujur dan beretika baik, yang Insyaallah akan berpengaruh dalam bersidang dan mengambil keputusan, Kemudian adanya pengawasan-pengawasan yang intensif dan pelatihan hakim harus sering dilakukan, banyak upaya dalam membenahi kinerja hakim. Seleksi hakim harus jadi poin penting, karena apabila sampai lolos hakim yang tidak berkompeten akan mempersulit kami dalam hal pengawasan d a n penindakan, jadi memang harus ada upaya pencegahan. Apa harapan terhadap KY kedepannya? H a r a p a n n y a tetap ada KY, tetap eksis dan tetap berkontribusi serta konsisten untuk mewujudkan peradilan bersih dan menjaga martabat serta kehormatan h a kim.
Dok: Pribadi
11
ULASAN HUKUM
Ketika Sengketa Mengganggu
Tahapan Pilkada
Dok: Pribadi
Oleh: Muh. Nursal NS
Praktisi Hukum, Sekretaris LBH Pers Makassar & Author negarahukum.com
D
emam pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak gelombang pertama tahun 2015 telah dimulai. Tahapan demi tahapan mulai ditapaki satu per satu. Penyelenggara Pilkada kini mulai beraktifitas dengan tensi tinggi. Geliat Pilkada sudah terdengar seantero nusantara. Satu-persatupun tahapannya sudah memasuki kampanye peserta Pilkada. Perlu diperhatikan bahwa dalam tiap tahapan biasanya menyajikan berbagai persoalan, akibat dinamisnya aktifitas Pilkada. Rezim Pilkada pada hakikatnya berpijak pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 yang telah direvisi dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada). Dan salah satu hal yang berbeda dengan UU sebelumnya adalah mengenai penyelesaian sengketa. UU Pilkada telah merombak total model penyelesaian sengketa, sebagaimana dalam ketentuan imperatifnya Pasal 142 menegaskan “Sengketa yang berkaitan dengan subyek Pilkada dibagi menjadi dua: Pertama, sengketa antar peserta pemilihan; Kedua, sengketa antar peserta pemilihan dengan penyelenggara pemilihan akibat dikeluarkannya keputusan KPUD.� Jika didasarkan pada obyeknya, maka sengketa Pilkada masih terbagi dalam dua model sengketa, yakni sengketa mengenai hasil pemilihan dan sengketa yang tidak berkaitan dengan hasil pemilihan. Khusus mengenai sengketa hasil pemilihan maka proses penyelesaiannya diajukan di Mahkamah Konstitusi (MK) sedangkan, untuk sengketa yang bukan merupakan hasil pemilihan, alur proses penyelesaian sengketanya dimulai dari penyelesaian di tingkat Badan/Pengawas Pemilu, lalu bermuara ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) dan terakhir di Mahkamah Agung (MA).
Taruhlah misalnya, calon A tidak diloloskan 12
oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) menjadi peserta Pilkada, maka proses penyelesaian sengketanya, calon A harus mendaftarkan sengketa di panitia pengawas (Panwas), lalu Panwas mengeluarkan keputusan mengenai sengketa tersebut. Jika keputusan Panwas tetap tidak meloloskan calon A maka ada kemungkinan calon A dapat mengajukan gugatan di PT TUN. Putusan PT TUN dapat dajukan Kasasi oleh calon A maupun KPUD dan tentu putusan MA mengakhiri sengketa Pilkada dengan putusannya yang berkekuatan hukum tetap (incracht van gewijsde). Kendatipun demikian, perlu diketahui proses penyelesaian sengketa antar peserta maupun penyelenggara yang sedang berlangsung di ranah PT TUN, tidaklah menghentikan atau menunda tahapan Pilkada yang telah ditetapkan oleh KPU. Proses penyelesaian sengketa dan tahapan Pilkada, keduaduanya berjalan beriringan tanpa saling mengganggu. Kondisi inilah yang akan berpotensi menjadi carutmarut tahapan Pilkada pada akhirnya. Hal ini akan tampak jelas dengan mencermati tahapan yang telah ditetapkan oleh KPU melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Tahapan Pilkada, bahwa penyelesaian sengketa di MA berakhir di November 2015, lalu tahapan distribusi logistik (berikut surat suara) sudah dimulai di bulan Oktober 2015. Itu artinya, surat suara yang telah dicetak dan didistribusikan sangat potensial untuk tidak mengikutkan calon yang sedang menunggu putusan MA. Jika kita mengambil ilustrasi di atas, calon A tadi, maka pertanyaan carut-marut pun muncul: Bagaimana jika calon A dimenangkan oleh Mahkamah Agung pada bulan November 2015 dan menyatakan calon A berhak mengikuti Pilkada sebagai peserta, padahal pada bulan Oktober 2015 surat suara telah
Eksepsi
Edisi I/LPMH-UH/XX/X/2015
ULASAN HUKUM tercetak dan terbagi? Apakah harus menarik ulang surat suara dan mencetak ulang dengan memasukkan calon A? Bagaimana pula hak kampanye calon A? Bukankah undang-undang menjamin setiap peserta Pilkada memiliki hak kampanye? Tentu jika menarik surat suara yang telah terbagi akan menunda tahapan Pilkada. Selain itu, berapa banyak lagi “uang negara” yang harus terbuang sia-sia jika pencetakan surat suara ulang dilakukan. Di sisi lain, mengabaikan putusan pengadilan yang melindungi hak calon adalah bentuk pengebirian hukum. Apa gunanya UU mengatur upaya hukum sampai ke MA jika ujung-ujungnya putusan tersebut hanya akan diabaikan sehingga hukum menjadi tumpul karena tak dapat digunakan untuk memenuhi hak seseorang.
Solusi Carut-marut tahapan ini harusnya bisa diantisipasi oleh pembentuk UU. Harus ada sinkronisasi antara tahapan Pilkada dan penyelesaian sengketa secara litigasi. Sinkronisasi inilah yang luput dipikirkan oleh pembentuk UU dan KPU. Mereka tidak memprediksi jika di kemudian hari ternyata
Eksepsi
Edisi I/LPMH-UH/XX/X/2015
calon peserta Pilkada diberikan hak oleh MA sebagai peserta Pilkada, sementara tahapan sudah memasuki pemungutan suara. Oleh karena itu, solusi jangka panjang yang harus dipikirkan oleh KPU adalah mendorong revisi regulasi agar ada sinkronisasi antara tahapan Pilkada dan proses penyelesaian sengketa litigasi. Bahwa pada intinya tahapan Pilkada butuh kepastian hukum namun dengan cara tidak “membunuh” hak-hak peserta Pilkada. Pada sesungguhnya, solusi carut-marut itupun dapat dilakukan dengan cara KPU tidak perlu mengajukan kasasi, jika PT TUN memenangkan calon peserta Pilkada. Dalam konteks ini sangat dibutuhkan sikap “bijak” KPU untuk berlapang dada mengikutsertakan pihak yang menang di PT TUN. Untuk ius constituendum-nya, proses penyelesaian sengketa litigasi di masa yang akan datang seharusnya sudah berkekuatan hukum tetap pada tingkat PT TUN. Dengan dasar argumentasi bahwa dibukanya “pintu hukum” dalam upaya kasasi hanya akan mengganggu kepastian hukum tahapan Pilkada. Inilah sebentuk tawaran yang diharapkan dapat mengakomodasi setiap elemen dalam perhelatan Pilkada dengan meletakkan keadilan yang sama dari
13
PERSPEKTIF
k: Do
adi Prib
Relativitas dalam Ekonomi Oleh: Dr. Mursalim Nohong, S.E., M.Si
Staf Pengajar Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis ManajemenKeuangan Universitas Hasanuddin
R
upiah mendadak tenar dalam beberapa pekan terakhir karena ketidakberdayaannya menahan serangan dolar. Efeknya pun menjalar ke manamana, hampir di seluruh sendi kehidupan tidak terkecuali dunia bisnis yang menjadi salah satu komponen besar bangsa Indonesia. Kegagalan rupiah ini tidak hanya menjadi permasalahan ekonomi semata, tetapi telah menjadi permasalahan bangsa. Oleh karena itu, solusi strategisnya juga tidak hanya berorientasi pada konsep ekonomi tetapi sintesa dari kausalitas yang bersifat makro secara menyeluruh. Artinya, dibutuhkan strategi dan kebijakan penanganan yang melibatkan seluruh potensi sumberdaya yang ada (Resources Based). Sejak rupiah menjadi salah satu komoditas perdagangan, maka penentuan nilainya (nilai tukar relatifnya) mengacu pada hukum penawaran dan permintaan. Sekadar mengingatkan bahwa hukum tersebut dipengaruhi oleh kuantitas dan harga dari sebuah produk atau jasa. Semakin tinggi permintaan sebuah produk “Cateris Paribus� maka harga produk tersebut akan semakin tinggi pula. Dengan kata lain bahwa permintaan sebuah produk berbanding lurus dengan harga yang ditawarkan. Oleh karena itu, perluasan “nilai guna� mata uang dolar dalam sistem perdagangan akan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya permintaan terhadapnya. Semakin tinggi permintaan terhadap dolar dibandingkan dengan rupiah, maka nilainya akan semakin tinggi (Mursalim N, Upeks, 2015). Dalam pada itu, sebagai sebuah komoditas yang diperdagangkan dan memiliki nilai masa depan (Future Value) sebagaimana diharapkan oleh sebagian kelompok investor berbasis jangka pendek di pasar uang, maka hukum permintaan dan penawaran akan berlaku mutlak terhadapnya. Untuk kondisi ini investor memegang uang tidak lagi untuk keperluan transaksi tetapi lebih pada speculative motive dengan memeroleh benefit bahkan abnormal return dari situasi tersebut. Namun fenomena ketidakstabilan nilai tukar dan ketidakpastian situasi kali ini berbeda dengan situasi yang terjadi di tahun 1998. Buktinya, krisis ekonomi tahun 1998 dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat petani dan pelaku ekspor komoditi dalam memperbaiki posisi cash flow-nya. Dampak krisis kali ini berlaku serentak
14
karena kelompok yang tadinya memeroleh benefit tidak bisa terlalu mengandalkan efek waktu dari krisis karena pada saat yang bersamaan beberapa negara tujuan ekspor juga mengalami kondisi yang sama. Fenomena lainnya diindikasikan oleh relatif tingginya interkoneksi ekonomi Indonesia dengan negara lainnya yang berdampak pada terjadinya defisit transaksi perdagangan Indonesia. Nilai ekspor Indonesia untuk beberapa periode di awal tahun menunjukkan relatif tingginya impor barang ke Indonesia dibandingkan dengan nilai ekspornya. Dampaknya adalah permintaan uang negara tertentu untuk mengefektifkan transaksi yang dilakukan tentu juga akan meningkat. Faktor lain yang memengaruhi pergerakan harga (nilai) mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain, adalah (Van Bergen, 2013): 1. Inflasi relatif Negara yang tingkat inflasinya konsisten rendah akan lebih kuat nilai tukar mata uangnya dibandingkan negara yang inflasinya lebih tinggi. Daya beli (purchasing power) mata uang tersebut relatif lebih besar dari negara lain. Pada akhir abad dua puluh lalu, negara-negara dengan tingkat inflasi rendah adalah Jepang, Jerman dan Swiss, sementara Amerika Serikat dan Kanada menyusul kemudian. Nilai tukar mata uang negara-negara yang inflasinya lebih tinggi akan mengalami depresiasi dibandingkan negara partner dagangnya. 2. Suku bunga relatif Suku bunga, inflasi dan nilai tukar sangat berhubungan erat. Dengan merubah tingkat suku bunga, bank sentral suatu negara bisa mempengaruhi inflasi dan nilai tukar mata uang. Suku bunga yang lebih tinggi akan menyebabkan permintaan mata uang negara tersebut meningkat. Investor domestik dan luar negeri akan tertarik dengan return yang lebih besar. Namun jika inflasi kembali tinggi, investor akan keluar hingga bank sentral menaikkan suku bunganya lagi. Sebaliknya, jika bank sentral menurunkan suku bunga maka akan cenderung memperlemah nilai tukar mata uang negara tersebut.
Eksepsi
Edisi I/LPMH-UH/XX/X/2015
PERSPEKTIF 3. Neraca perdagangan Neraca perdagangan antara 2 negara berisi semua pembayaran dari hasil jual beli barang dan jasa. Neraca perdagangan suatu negara disebut defisit bila negara tersebut membayar lebih banyak ke negara partner dagangnya dibandingkan dengan pembayaran yang diperoleh dari negara partner dagang. Dalam hal ini negara tersebut membutuhkan lebih banyak mata uang negara partner dagang, yang menyebabkan nilai tukar mata uang negara tersebut terhadap negara partnernya melemah. Keadaan sebaliknya disebut surplus, dimana nilai tukar mata uang negara tersebut menguat terhadap negara partner dagang. 4. Kestabilan politik dan ekonomi Para investor tentu akan mencari negara dengan
kinerja ekonomi yang bagus dan kondisi politik yang stabil. Negara yang kondisi politiknya tidak stabil akan cenderung beresiko tinggi sebagai tempat berinvestasi. Keadaan politik akan berdampak pada kinerja ekonomi dan kepercayaan investor, yang pada akhirnya akan mempengaruhi nilai tukar mata uang negara tersebut. Untuk itu, pemerintah dan pelaku bisnis bertanggung jawab dalam menjaga tidak berlarut-larutnya fenomena ketidakpastian di Indonesia. Kepastian politik dan kebijakan secara riil berperan dalam membangun kondisi yang kondusif menjalankan bisnis. Pada akhirnya, dengan situasi dan kondisi yang pasti setiap orang akan dapat bekerja, bekerja dan bekerja.
KOLOM
Dok: Pribadi
Di Balik Euforia Jurnalisme Warga (Citizen Journalism) Muhammad Aldi Sido
Pengurus LPMH-UH Periode 2015/2016 Berkembangnya teknologi pada era ini menyebabkan semakin luasnya penyebaran informasi di tengah masyarakat. Perkembangan zaman mendorong mobilitas teknologi media informasi elektronik yang menyebabkan akses informasi semakin mudah diperoleh dan tersebar di publik. Hadirnya berbagai jenis media sosial seperti facebook, twitter, maupun berbagai web log atau dikenal dengan sebutan blog memberikan kesempatan kepada semua orang untuk mengakses, menulis, dan bahkan melaporkan suatu berita dengan cepat dan aktual. Berkembangnya teknologi tersebut mendorong pula lahirnya jurnalisme warga. Jurnalisme warga (citizen journalism) sebenarnya berkembang sejak munculnya internet yang mendominasi penyebaran informasi di dunia. Nicholas Lemann, profesor di Columbia University Graduate School of Jurnalism, New York City, Amerika Serikat (AS), pernah mencatat bahwa kelahiran jurnalisme warga salah satunya dimulai melalui gerakan pada Pemilu 1988 di AS. Saat itu
Eksepsi
Edisi I/LPMH-UH/XX/X/2015
publik mengalami erosi kepercayaan terhadap media-media mainstream seputar pemilihan presiden. Konsep jurnalisme warga juga dilontarkan oleh beberapa penggagas seperti Jay Rozen, Pew Research Center, dan Poynter Institute yang mencoba konsep citizen journalism dengan membentuk panel diskusi bagi publik guna mengidentifikasi isu-isu yang dianggap penting oleh publik pada tahun 1993. Pada dasarnya, konsep Jurnalisme Warga tidak mimiliki perbedaan yang signifikan terhadap kegiatan jurnalistik yang ada. Hanya saja pada Jurnalisme Warga proses pengumpulan, pelaporan, analisis serta penyampaian informasi dilakukan oleh warga (publik) sendiri yang menjadi obyek dan subyek berita, yang berbeda dengan wartawan ataupun jurnalis-jurnalis surat kabar yang dilakukan dengan kerja profesional. Dalam kegiatan Jurnalisme Warga, masyarakat tidak dituntut harus memiliki pendidikan jurnalistik seperti layaknya jurnalis profesional, cukup dengan media sosial informasi yang terjadi
disekitarnya mampu disebarkan dengan cepat dan kadang kala tanpa melalui dapur redaksi. Proses penyebaran informasi yang dilakukan jurnalisme warga kadang pula ada yang melalui media massa konvensional atau media online dengan cara mengirimkan tulisan atau hasil peliputannya. Hasil dari peliputannya tersebut harus terlebih dahulu masuk pada dapur redaksi media massa yang kemudian akan memutuskan apakah tulisan tersebut layak atau tidak dipublikasikan melalui media massanya. Andaipun tulisan tersebut tidak dimuat,media sosial seperti facebook, twitter dan lainnya mampu menjadi wadah penyebaran informasi yang cepat dan aktual. Blog-blog pribadi juga mampu dijadikan alternatif yang pas untuk menulis dan mengumpulkan informasi yang kemudian dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat umum. Salah satu blog jurnalis yang bertransformasi menjadi sebuah media warga seperti Kompasiana. com misalnya, menyediakan wadah yang mudah diakses oleh masyarakat.
15
untuk mewartakan peristiwa, menyampaikan pendapat serta gagasan dalam bentuk tulisan dan lain sebagianya. Dari, Untuk dan Oleh Warga Di Indonesia, euforia Jurnalisme Warga mulai gencar sejak tahun 2004, dimana saat itu salah seorang warga Aceh berhasil merekam detik-detik terjadinya Tsunami 26 Desember 2004 silam. Rekaman kejadian tersebut kemudian ditayangkan di salah satu stasiun televisi swasta yang memperlihatkan dahsyatnya peristiwa Tsunami Aceh. Jurnalisme Warga menawarkan banyak hal dan membawa keuntungan bagi masyarakat luas. Peristiwaperistiwa bencana alam seperti gempa, tsunami, banjir, bahkan kemacetan dan kecelakaan lalu lintas akan lebih mudah tersebar dengan cepat hanya dengan melalui media sosial. Suatu peristiwa yang terjadi di masyarakat, jika dikabarkan di media sosial, akan cepat tersebar hingga bahkan di sudutsudut negeri ini. Salah satu kelebihan dari Jurnalisme Warga adalah kecepatan menerima informasi yang dengan mudah membantu media massa konvensional menerima dan mengolah informasi yang sedang terjadi di masyarakat. Namun karena Jurnalisme Warga notabenenya bersumber dari warga, maka kebenaran informasi tersebut masih belum valid dan masih memerlukan verifikasi data. Ada Kekhawatiran Masyarakat Penulisan Informasi atau berita oleh Citizen Journalist bisa dikatakan lemah dalam hal verifikasi. Sebuah isu yang belum pasti kebenarannya biasanya menjadi kekurangan dari konsep Jurnalisme Warga ini. Kadang kala keabsahan berita dianggap lemah oleh karena dilakukan bukan oleh jurnalis yang profesional. Walaupun demikian, tentu ini bisa dimaklumi karena ketidaktahuan mengenai etika-etika dalam jurnalistik, karena tidak semua orang yang berperan dan menjadi Citizen Journalist pernah mendapat pendidikan jurnalistik dan mengerti bagaimana proses sebuah informasi atau isu dapat berubah menjadi sebuah berita dan layak disampaikan kepada publik. Sesuai konsep dasarnya, Jurnalisme Warga sebenarnya juga melakukan
16
kegiatan-kegiatan jurnalistik namun berbeda dengan wartawan atau jurnalis profesional. Pada pasal 1 angka 4 Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, wartawan diartikan sebagai orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. Dalam hal ini ‘kegiatan jurnalistik’ harus berdasarkan pedoman yang ada dan melalui tahapan verifikasi. Hal inilah yang membuat perbedaan dimana dalam Jurnalisme Warga, belum ada verifikasi yang jelas apabila sebuah peristiwa diberitakan secara luas dan masif. Kekhawatiran lainnya adalah jika penyebaran informasi secara luas tersebut kemudian menyebabkan disinformasi publik. Terdapat resiko untuk dituntut apabila berita yang disebarkannya ternyata mengandung pencemaran nama baik atau hal-hal yang dapat merugikan pihak lain. Berbeda dengan Citizen Journalist, seorang jurnalis profesional mendapat perlindungan hukum atas hal yang diberitakannya sesuai pasal 8 UndangUndang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers). Citizen journalist tidak mendapatkan perlindungan hukum dari UU Pers atas tindakan pengambilan dan penyebarluasan gambar yang ia lakukan. Jika merugikan dan mengandung unsur pencemaran nama baik sesuai Pasal 310 ayat 1 dan ayat 2 Kitab UndangUndang Hukum Pidana, maka akan diperhadapkan pada hukum. Akan tetapi tindak pidana pencemaran nama baik adalah delik aduan sesuai pasal 319 KUHP yang berarti hanya bisa diproses apabila ada pengaduan dari pihak yang merasa dicemarkan nama baiknya. Jika melihat regulasi lainnya seperti Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), terdapat regulasi yang melarang setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau dapat diaksesnya informasi elektronik seseorang yang memiliki muatan pencemaran nama baik (Pasal 27 ayat 3). Selain itu citizen jounalist apabila dalam pemberitaannya dapat menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) sesuai pasal 28 ayat 2 UU ITE, dapat dipidanakan dengan
penjara paling lama enam tahun dan/ atau denda paling banyak satu miliar sesuai Pasal 45 ayat 1 dan ayat 2 UU ITE. Akan tetapi, apabila berita yang diwartakan oleh seorang citizen journalist merupakan suatu berita yang penting diketahui oleh umum, maka hal tersebut dapat dibenarkan seperti yang tercantum dalam pasal 310 ayat 3 KUHP, sepanjang berita yang disebarkan masih dapat dipertanggungjawabkan. Etika Jurnalis Secara praktis, kehadiran jurnalisme warga membawa beberapa dampak dan menjadi pesaing baru mediamedia konvensional namun juga dapat menimbulkan berbagai bentuk disinformasi seperti soal akurasi, pemalsuan informasi dan lain-lain. Pada sisi lainnya, dengan mudahnya akses informasi kepada publik pada hakikatnya baik untuk kelangsungan demokrasi Indonesia. Akan tetapi, setiap pemberitaan yang ada mesti memiliki aturan yang jelas atau sesuai dengan standar etika jurnalistik yang berlaku agar tidak menimbulkan disintegrasi di masyarakat. Aliansi Jurnalistik Independen (AJI) saat ini sudah mulai memberikan perhatian terhadap jurnalisme warga. Sepanjang berita yang disebarkan sesuai dengan kode etik jurnalistik maka berita itu dapat dikategorikan sebagai sebuah karya jurnalistik. Beberapa hal yang mesti diperhatikan dalam setiap pewartaan (pemberitaan) adalah tidak dibolehkannya menyebarkan berita yang dapat membahayakan keamanan negara, yang bersifat pornografi, menyesatkan dan bersifat fitnah dan lain-lain yang dapat menimbulkan kekacauan informasi, kegaduhan kehidupan sosial, politik, dan ekonomi. Walaupun terdapat perbedaan antara jurnalisme warga dan kegiatan jurnalistik profesional, namun hal ini sama sekali tidak dapat mengurangi kewajiban hukum dan etik yang mesti berlaku pada setiap pelaku jurnalisme warga. Dalam hal ini, jurnalisme warga adalah pranata yang menjalankan fungsi-fungsi jurnalistik seperti menyampaikan informasi dan juga melakukan kritik sosial sesuai dengan asas, etika yang berarti juga memilki kewajiban taat pada hukum yang berlaku.
Eksepsi
Edisi I/LPMH-UH/XX/X/2015
OPINI
Dok: Pribadi
“Verba volant, scripta manent (apa yang diucapkan akan berlalu, namun ihwal yang tertulis akan abadi)”
L
embaga kemahasiswaan (Lema) secara konstitusional diatur dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan Di Perguruan Tinggi dan peraturan lainnya. Lema hadir melihat pentingnya perkembangan soft dan hard skill dalam menghadapi tantangan zaman. Tidak hanya itu, Lema diharapkan dapat menciptakan agen-agen yang mampu melakukan gerakan progresif revolusioner terhadap segala kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat. Lema dalam spektrum kampus memiliki peranan yang urgen. Sebagai wadah pengaplikasian kemampuan mahasiswa, dan wadah untuk meningkatkan kapasitas kemahasiswaan menuju mahasiswa yang paripurna yaitu organisatoris, akademis, dan aktivis. Sehingga sangat jauh perbedaan antara mahasiswa yang mengikuti organisasi dan yang tidak. Namun, melihat kondisi Lema saat ini mengalami degradasi karena adanya tekanan yang luar biasa dari pihak birokrat. Skorsing dan Drop Out (DO) merupakan senjata yang paling ‘manjur’ untuk melemahkan sense of critique Lema. Padahal kita ketahui bersama bahwa kebebasan beraspirasi telah diatur dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Intervensi birokrat yang kian mewarnai Lema akhir-
Eksepsi
Edisi I/LPMH-UH/XX/X/2015
Lema, Dulu, Kini, dan Nanti Oleh: Ahmad Tojiwa Ram Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa FH-UH
akhir ini tidak dapat dibenarkan, melihat sangat tegas diatur dalam Pasal 2 Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 155/U/1998 Tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan Di Perguruan Tinggi menyatakan bahwa organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh dan untuk mahasiswa dengan memberikan peranan dan keleluasaan lebih besar kepada mahasiswa. Sehingga pihak birokrat tidak bisa terlalu jauh dalam mencampuri aktivitas mahasiswa, seperti pengaturan dilarang beraktifitas pada malam hari, turut serta dalam mengatur konsep pembinaan mahasiswa dan masih banyak lagi intervensi-intervensi yang mengekang Lema. Bukan berarti birokrat adalah ‘musuh’ melainkan mitra kerja guna menjadikan universitas lebih baik. Seharusnya hal ini turut dipahami pihak birokrat bahwa tidak adanya Lema akan menjadi beban tersendiri dalam mengembangkan mahasiswa. Mengutip komentar Prof. Imran Arief di majalah eksepsi yang mengatakan bahwa betapa penting mengikuti Lema dan hal positif yang didapatkan yaitu meningkatkan rasa percaya diri untuk berpendapat di forum-forum formal dan informal. Jika merujuk pada buku pedoman tentang syarat untuk mendapatkan akreditasi, mahasiswa dimasukkan ke dalam salah satu indikator penilaian, berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa Lema begitu urgen dalam meningkatkan akreditasi universitas. Sehingga sudah sepantasnya birokrat memberikan sarana dan prasarana serta tidak melakukan intervensi terhadap Lema. Penulis berharap dari banyaknya tantangan yang dihadapi Lema saat ini tidak menyurutkan semangat juang dan perlawanan terhadap kebijakan yang tidak pro terhadap Lema, dan akan terus eksis dalam membentuk kader-kader yang organisatoris, akademis, dan aktivis. Panjang umur perjuangan!
17
SOSOK Akademik Harus Berbanding Lurus dengan Organisasi Memilih menjadi mahasiswa yang organisatoris atau akademis merupakan pilihan dari masing-masing individu. Setiap pilihan tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Namun, adanya paradigma yang menyesatkan sebagian mahasiswa bahwa organisasi dapat mempengaruhi prestasi akademik bahkan menjatuhkan prestasi atau membuka jalan menuju predikat “Mapala� mahasiswa paling lama, sungguh mengkhawatirkan. Mengingat banyak manfaat berorganisasi, pengetahuan semakin luas, keterampilan pendukung, pengalaman serta jaringan dapat diperoleh selama mahasiswa bersangkutan pandai memanajemen waktu. Guna membuka cakrawala berpikir mahasiswa yang demikian, kru eksepsi menampilkan bukti hidup seorang sosok organisatoris yang juga berhasil di akademiknya saat menjadi mahasiswa, terbukti dengan kesuksesannya saat ini. Sosok yang dekat dengan mahasiswa, Prof. Dr. A. Pangeran Moenta, S.H., M.H., DFM. Demikian Tanya jawab dengan Prof Pangeran;
berbagai lini di masa yang akan datang. Hal ini terbukti saat ini, dalam pemerintahan Joko Widodo yang menjadi menteri dan pemimpin lembaga Negara justru berasal dari mantan aktivis organisasi HMI di masa mahasiwa, seperti Menteri Agraria Ferry Mursidan Baldan sebagai contoh, sedangkan sebagai pemimpin lembaga Negara seperti Hamdan Zoelva sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi dan Harry Ashar Azis sebagai Pimpinan Badan Pemeriksa Keuanga (BPK) juga mantan aktivis HMI pada masanya. Begitu juga dijabatan birokrasi pada eselon I, banyak berasal dari mantan aktivis organisasi pada masa menjadi mahasiswa seperti Abidinsyah Siregar di BKKBN, Aidir Amin Daud di Kemenkumham, Prof. Guntur Hamzah dosen Unhas yang baru saja menjadi Sekjen Mahkamah Konstitusi (MK). Saya juga pernah menjadi birokrat selama lima tahun di Kemendikbud di Jakarta dan masih banyak lagi. Mereka yang tidak pernah berorganisasi tentu orangnya kaku, leadership kurang, manajemen lemah, kurang terampil dan punya mental yang labil.
Seberapa penting menurut Prof bagi mahasiswa berorganisasi ? Tentu sangat penting apalagi mahasiswa fakultas hukum karena selain mendapatkan pengetahuan dan keterampilan, serta membentuk sikap yang jarang didapatkan diperkuliahan juga melalui organisasi mahasiswa dipersiapkan menjadi calon pemimpin masa depan. Mahasiswa yang tidak terlibat organisasi, biasanya kurang terampil, wawasan kurang dan punya sikap mental yang “kropos� alias tidak tahan banting terhadap tantangan yang dialaminya.Perlunya mahasiswa berorganisasi supaya punya pengalaman yang banyak sehingga jika kelak menjadi pemimpin maka mudah mereka mengelola birokrasi dan mudah mengatasi masalah yang muncul.
Menurut Prof hal-hal positif apa yang dapat diperoleh dengan aktif berorganisasi ? a. Banyak teman yang bisa diajak berdiskusi sehingga dapat mengefisienkan waktu untuk mendapatkan informasi yang banyak b. Melatih diri bagaimana caranya menjadi calon pemimpin dimasa depan dengan dibekali berbagai keterampilan berorganisasi seperti kesekretariatan, memimpin sidang, menjadi narasumber, bagaimana menata berhasilnya seminar/ kongres, melatih mental menjadi tangguh menghadapi tantangan serta tentu juga dengan sendirinya memperluas menambah wawasan keilmuan.
Lalu bagaimana mengenai pendapat mahasiswa bahwa jika berorganisasi akan mengakibatkan akademik terbengkalai Prof ? Tidak benar bahwa mahasiswa yang ikut organisasi maka akademiknya terbengkalai, kecuali mereka yang kurang mampu membagi waktu dengan baik. Justru yang mampu membagi waktunya maka itulah yang akan berhasil menjadi pemimpin di 18
Secara materil yang utama adalah beraneka ragam keterampilan yang diperoleh mulai kemampua menulis di media dan jurnal, mengorganisir kegiatan, keterampilan berbicara di forum dan masih banyak lagi. Bagaimana cara membagi waktu Prof antara berorganisasi dengan waktu kuliah? Gampang sekali yaitu disiplin saja. Waktu kuliah untuk kuliah, waktu organisasi untuk organisasi. Apakah
ada
pengalaman
Eksepsi
yang
tak
Edisi I/LPMH-UH/XX/X/2015
SOSOK pernah terlupakan bagi Prof saat aktif berorganisasi sewaktu kuliah dulu? Saat saya terpilih sebagai Ketua Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin 1984-1985. Saat itu, dunia kampus dipenuhi klub-klub studi, saya bergabung dalam klub studi Ikatan Mahasiswa Sejahtera (IMS FH-UH) tahun 1980-an. Jumlah anggota IMS pada waktu itu sekitar lima puluh orang. Ketika tiba saat pemilihan, terpilih tiga orang dari klub IMS (saya, Gusti Firmansyah dan Ruslan). Ternyata anggota yang terpilih tiga puluhan orang yang terbagi dalam tiga klub atau kelompok studi yaitu Kelompok Studi Wawasan Nusantara (Koswantara), Torrosdan IMS. Antara Koswantara dan Torros hampir berimbang perolehan suaranya sebagai peraih suara mayoritas. Sementara IMS hanya tiga orang. Kedua kelompok peraih suara banyak/ mayoritas itu bersaing merebutkan ketua senat. Maka suara IMS menjadi penentu. Sehingga saya ditawari sebagai ketua BPM oleh Koswantara yang mengincar ketua Senat, saya terima dah akhirnya saya terpilih sebagai ketua BPM. Yang lucu, diatas kertas Koswantara yang bergabung dengan IMS diprediksi kuat akan merebut ketua senat jika pemilihan dilakukan nanti. Ternyata diluar dugaan, Torros melakukan maneuver dan berhasil “menculik� satu suara dari anggota Koswantara sehingga saat pemilihan ketua senat, Torros berhasil menang tipis satu suara,
BIODATA
alhasil yang terpilih sebagai ketua senat adalah saudara Nursyam dari kelompok Torros. Demikianlah praktis politik saat itu, sehingga anggota Koswantara yang kalah sebagian besar menangis karena tidak menduga ada satu suara lari kekelompok Torros. Ada pesan yang ingin disampaikan Prof kepada mahasiswa ? Terkhusus kepada mahasiswa Fakultas Hukum Unhas agar jangan menyia-nyiakan waktunya untuk belajar keras dan jangan lupa pula ikut organisasi agar saat menjadi alumni Fakultas Hukum Unhas, secara akademik sangat memadai namun sekaligus memiliki pengalaman berorganisasi yang baik. Mahasiswa yang selesai tanpa berorganisasi bagaikan makanan berbahan prima tetapi tanpa garam sehingga hambar menjadi alumni. Jadi alumni hambar adalah alumni yang tidak pernah mengikuti organisasi, tetapi alumni plus yaitu alumni yang saat kuliah aktif organisasinya dan IPK-nya juga bagus. Terakhir Prof, apa kiat-kiat untuk dapat berhasil seperti Prof sejak dulu menjadi mahasiswa hingga saat ini? Memang tidak bisa terjadi begitu saja, perlu prakondisi disaat menimba ilmu dikampus yaitu belajar keras dan tidak membuang waktu kepada hal-hal yang kurang bermanfaat, memperbanyak pergaulan dan keterampilan melalui organisasi, dan mempersiapkan serta selalu melatih diri menjadi yang terbaik diantara komunitas.
Nama : Prof. Dr. A. PangeranMoenta, S.H., M.H., DFM Tempat/lahir : Pare-pare, 28 Agustus 1961 Pendidikan : S1 Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin tamat tahun 1986 S2 Fakultas Hukum Universitas Padjajaran tamat tahun 1993 S3 Fakultas Hukum Universitas Padjajaran tamat tahun 1999 Diploma in Forensic Medicine (DFM), Be landa 2004 Pengalaman organisasi semasa mahasiswa: Ketua BPM Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin 1984-1985 Ketua Umum HMI cab, Makassar 1986-1987 Organisasi yang masih aktif diikuti sekarang: Korps Alumni HMI (Kahmi), juga masih tercatat dalam ICMI Nasional dan Dewan Pakar (Badan Pengurus Pusat Kerukunan Sulawesi Selatan)
Eksepsi
Edisi I/LPMH-UH/XX/X/2015
Dok: Pribadi
19
CERPEN
Lelah yang Tak Tampak Oleh: Ahmad Ishak Banyak tanya tentangmu, dari mana engkau dapatkan hati sekuat itu, saya tahu Tuhan yang memberimu tapi kenapa Tuhan tidak memberikan hal serupa denganku. Apakah belum pantas untuk seseorang sepertiku? kesabaranmu yang tak mampu tertandingi, semangatmu jualah yang menjadi sumber semangatku untuk menggapai dunia dengan seribu cita-cita yang kuterbangkan, semua demi mengukir senyum di wajah yang tak lelah itu.
membuat ayah menjadi setegar itu, belum lagi untuk kakak, ibu dan kebutuhan dapur yang harus dipenuhi, yang lagi-lagi hanya seorang diri dilakukannya, belum lagi ditambah dengan beban penyakit yang diderita, mungkin karena terlalu
Matahari belum terpancar jelas dengar air wudu yang belum mengering, engkau telah pergi meninggalkan rumah dengan pakain yang sedikit bernoda, sesekali di puncak pagi saya bertanya kemana engkau? dengan butir jawaban yang sama dengan sebelumnya. “Beliau pergi untuk kehidupan kita,” jawab ibu sembari sibuk mempersiapkan sarapan. “Hidup ?” kataku dengan heran, memang pada saat itu saya belum begitu paham tentang arti sebuah hidup, yang saya pahami hanyalah makan dan jajan saja, tak pernah berpikir dari mana semua itu bersumber. Saat itu sekolah pun belum, tetapi Foto: Google.com setidaknya saya sudah mengerti bagaimana itu sekolah dari kakak saya yang saat itu telah duduk di bangku sekolah dasar. Lagi-lagi saya menyimpan tanya kenapa kita harus sekolah, padahal sekolah itu hanya tempat bermain dan bertemu temanteman dari kampung lain, “Kan bisa tetap bermain meski tidak di sekolah ?” tanyaku yang sibuk dengan pekerjaan hingga kesehatannya tak mengundang tawa ibu. diperhatikan termasuk pola makan yang amat tidak Semakin bertambahnya usia dan ilmu- teratur. ilmu yang didapat di bangku sekolah, saya mulai Sesekali di waktu libur saya membantu menyadari pertanyaan-pertanyaan di kala itu, dan pekerjannya, berangkat bersama ke sawah pada saat dengan sendirinya mampu saya jawab. Namun ayam belum turun dari tempat bertenggernya dan satu hal yang masih belum terjawab, sosok seorang matahari masih berbentuk setengah bola dengan ayah yang tak pernah terdengar rintihan pertanda cahayanya yang kemerahan. Meskipun saya tidak lelahnya. Setiap hari ia berangkat mendahului tahu apa yang akan saya kerjakan di sana, namun matahari terbit dan pulang setelah matahari tak karena dorongan semangat yang mungkin telah ia menampakan diri lagi, setidaknya saya sudah tularkan, saya tetap bertekad bahwa kehadiran saya paham untuk apa semua itu. setidaknya mampu meringankan pekerjaanya. Arti sebuah hidup mulai saya jajahi sejak sekolah dengan sejuta kebutuhan, tuntutan yang 20
Apapun itu saya kerjakan meskipun ayah tak pernah menawarkan untuk membantunya, mungkin ia khawatir akan mengganggu kegiatan belajar.
Eksepsi
Edisi I/LPMH-UH/XX/X/2015
CERPEN Pada saat bersamaan saya sering mempertanyakan kegigihannya, sekaligus kecemasan atas penyakit yang dideritanya. “Untuk apa kamu pertanyakan itu ?� tanyanya dengan badan yang bermandikan keringat, “Kalian tidak usah memikirkan semua itu, demikian saya lakukan hanya untuk kalian dan masa depanmu, saya tidak ingin kalian menderita seperti ayah sekarang ini, harus bekerja keras membanting tulang untuk mencari sesuap nasi dan juga biaya sekolah, hanya berharap kelak kalian bisa bekerja di kantoran selayaknya pejabat
memperlihatkan kesedihan itu, seperti ia yang tidak pernah memperlihatkan lelahnya. Hal demikian jualah yang membuat saya paham betul dengan kehidupan yang ditakdirkan Tuhan, namun juga sadar akan petunjuk yang Tuhan berikan kepada kami. Saya hanya seorang anak petani dengan ibu seorang pekerja rumah tangga, namun saat ini saya bersama seorang kakak laki-laki dapat mengecap pendidikan di sekolah bahkan merasakan bangku kuliah hingga semester tiga. Semoga kelak kami akan sukses seperti yang ia inginkan. Sebuah kesyukuran besar kepada Tuhan, dimana semua yang kami alami tidak pernah terpikirkan sebelumnya, tentunya dengan sejuta keterbatasan ekonomi yang kami miliki. Gambaran tentang kehidupan saya mungkin amat jauh berbeda dengan kehidupan seorang pejabat yang dimiliki negeri ini, dengan kehidupan serba mewahnya. Tetapi setidaknya saya mendapat banyak hal yang mereka tidak dapatkan. Dan inilah hidup, selalu ada rahasia kecil yang akan mengajarkan manusia untuk menghadapi setiap tantangan dan rintangan yang datang menghadang. Siap atau tidak, takdir akan menyapa kita untuk menentukan langkah.
yang di televisi, saya ingin melihat kalian bekerja tanpa harus bercucuran keringat lalu mengering sendirinya di baju kalian seperti yang saya alami setiap hari. Jangan terlalu jauh memikirkan semua itu kalian cukup sekolah, sekolah dan sekolah demi kesuksesanmu, Tuhan maha tahu atas segalanya,� jawabnya. Sebuah jawaban dari semua pertanyaan yang membuat saya bagaikan hanyut pada derasnya air, lalu dengan tenaga yang luar biasa saya bisa menyelamatkan diri dari kubangan air tersebut. Sebuah pesan yang saya anggap sebagai motivasi terbesar dalam hidup, bola air dari ujung mata seketika menggelinding di kedua pipi dan segera saya sembunyikan darinya, saya tidak ingin
Eksepsi
Edisi I/LPMH-UH/XX/X/2015
Dengan segala keterbatasan yang dimilikinya, ayah dan juga ibu berusaha membuktikan sebuah rahasia kecil yang telah lama mereka simpan. Rahasia kecil itu ialah cinta. Kekuatan cinta yang dipatrinya ke dalam harapan serta mimpi-mimpi indah tentang hidup yang lebih baik untuk dipersembahkan kepada buah hatinya, kemudian menjelma menjadi lafal doa tak terputus untuk mengetuk pintu ridha Ilahi. Ayah, tiap tetes keringatmu yang jatuh adalah tetes cinta yang menjadi cercahan cahaya kehidupan dan juga gelora semangatmu telah memecahkan gelombang keraguan yang selama ini ada tentang dunia pendidikan yang saya tempuh kelak. Ibu, Kesabaran dan ketabahanmu adalah pelita ruang kalbu anakmu ini hingga akhir nanti, dan saya yakin darah yang mengalir dalam tubuh ini adalah darah seorang pejuang yang pantang menyerah terhadap sebuah nasib, seperti yang engkau berdua miliki dan semoga Tuhan menjawab segala mimpi itu. 21
AKTIVITAS
Klarifikasi Masalah Akademik, BEM FH-UH Gelar Dialog Dekanat
Dok: Pribadi
Dialog Dekanat yang diadakan BEM FH-UH di teras sekretariat BEM, Selasa (15/9)
B
adan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (BEM FH-UH) menggelar dialog dekanat dengan tema “Refleksi 1 Tahun Kepengurusan Dekanat Fakultas Hukum Unhas”, Selasa (15/9). Dialog diadakan di teras BEM FH-UH dengan tujuan membahas persoalan akademik yang selama ini menjadi permasalahan bagi keluarga mahasiswa (Kema) FH-UH. Kegiatan dihadiri oleh Pembantu Dekan (PD) I, Prof. Ahmadi sebagai pembicara yang dipandu oleh Wahyu Hidayat sebagai moderator. Presiden BEM FH-UH Ahmad Tojiwa Ram mengungkapkan dalam sambutannya bahwa kegiatan diselenggarakan karena banyaknya isu atau permasalahan akademik yang beredar di kalangan Kema FH-UH. “Kami selaku fasilitator akan terus mengadakan diskusi atau dialog seperti ini karena merupakan salah satu tanggung jawab kami sebagai penyalur aspirasi ataupun
keluhan Kema FH-UH,” ujarnya. Acara turut diapresiasi PD III Hamzah Halim yang juga hadir dalam dialog. “Kalau masih ada solusi, isu dalam fakultas jangan dibiarkan menggelinding begitu saja,” kata Hamzah. Topik yang diangkat dalam dialog adalah permasalahan Drop Out (DO) mahasiswa, pembatasan kuota ujian, peran penasihat akademik (PA), dan permasalahan lain yang dipertanyakan oleh mahasiswa seperti penentuan kelas di kartu rancangan studi (KRS), tidak adanya standar operasional prosedur (SOP) dalam mengurus berkas di akademik, dan efektifitas dosen masuk di kelas. Prof. Ahmadi mengatakan bahwa mahasiswa yang di-DO sudah dirapatkan di bagian akademik rektorat. “Kami sudah berkali-kali menyurati dan memberikan peringatan kepada mahasiswa tentang keterancamannya akan di-DO. Pihak fakultas sangat tidak menginginkan hal ini terjadi karena mahasiswa yang di-DO akan menurunkan nilai akreditasi,” ungkapnya. Terkait penentuan kelas di portal akademik, Prof. Ahmadi menyatakan tidak mengetahui teknisnya. “Teknisnya saya tidak ketahui karena saya tidak pernah membatasi hak mahasiswa dalam memilih dosennya. Saya hanya menekankan pada pendistribusian kelas yang harus bagus.” Di akhir diskusi, Prof. Ahmadi menekankan kepada seluruh mahasiswa agar permasalahan akademik fakultas secepatnya dilaporkan. Karena menurutnya, kalau terlambat dilaporkan maka masalah yang berlalu tidak bisa diselesaikan lagi. (Ash)
Carefa Adakan Diksar Di Gunung Bawakaraeng Dok: Pribadi
C
Persiapan pelaksanaan Diksar Carefa di parkiran FH-UH, Jumat (11/9)
arefa yang merupakan unit kegiatan mahasiswa (UKM) pecinta alam FH-UH melaksanakan pendidikan dasar (Diksar) yang merupakan simulasi pendidkan lanjutan Carefa XX selama tiga hari, mulai tanggal 11-13 September 2015 bertempat di Gunung
22
Bawakaraeng. Teknik pelaksaan kegiatan adalah simulasi mempraktikkan materi yang telah diberikan, berupa nafigasi darat, orientasi medan, dan pemetaan jalur pendakian dengan tujuan pengembangan skill anggota baru. “Setelah melaksanakan kegiatan ini kami berharap semakin meningkatnya kemampuan skill individu dan kebersamaan anggota”, jelas Yudi Satria selaku Ketua UKM Carefa. Pelaksaan kegiatan ini merupakan rangkaian program kerja lanjutan UKM Carefa. “Harapan saya sebagai anggota baru, semoga kegiatan berjalan dengan baik dan mendapatkan hasil yang baik pula serta bermanfaat. Dalam kegiatan ini kita dapat memperoleh banyak ilmu, mulai dari pendidikan mental hingga wujud kecintaan kita terhadap alam, itulah manfaat dari hasil latihan dan kedisiplinan kami dalam menjaga lingkungan kita,” kata Agung Zardani anggota baru UKM Carefa. (HMP)
Eksepsi
Edisi I/LPMH-UH/XX/X/2015
AKTIVITAS
Eksepsi Tanda Tangani Mou dengan Hukum Online Dok: Pribadi
hukum yang minim minat menjadi jurnalis hukum. Selain itu, tujuan lainnya adalah untuk membantu perspers kampus di FH yang telah eksis untuk lebih eksis lagi, serta meningkatkan kemampuan jurnalisitik. “Dengan kerjasama ini, maka Hukum Online dapat berbagi pengalaman, keterampilan, skills dengan perspers kampus yang telah dipilih dalam bentuk pelatihan jurnalistik,” kata Razak. Untuk LPMH-UH pelatihan jurnalistik telah diadakan Sabtu (12/9) bertempat di Aula A. Harifin Tumpa FH-UH.
Pelatihan jurnalistik sebagai salah satu bentuk kerja sama Hukum Online dengan Eksepsi, Sabtu (12/9)
E
ksepsi merupakan produk yang dihasilkan Lembaga Pers Mahasiswa Hukum Unhas (LPMH-UH), baik dalam bentuk website (Eksepsionline.com), buletin maupun majalah Eksepsi, sebagai bukti nyata kerjakerja jurnalistik LPMH-UH. Baru-baru ini Eksepsi resmi menjalin kerja sama dengan Hukumonline.com dengan ditandatanganinya Memorandum of Understanding (Mou), Sabtu (12/09) lalu. Hukum Online (Hukumonline.com) itu sendiri merupakan penyedia layanan informasi hukum di Indonesia yang dapat dibuka setiap saat secara online melalui internet. Hukum Online dalam kurun waktu tahun 2015 ini menargetkan kerja sama dengan lima fakultas hukum (FH) di Indonesia, yaitu FH Universitas Hasanuddin, FH Universitas Gajah Mada, FH Universitas Udayana, FH Universitas Brawijaya dan FH Universitas Andalas. Selain karena masing-masing FH memiliki pers mahasiswa, dipilihnya kelima kampus tersebut sebagai mitra kerja sama juga dinilai dari keaktifan lembaga pers masing-masing. “Jadi kita pilih lima kampus ini yang kita cermati punya kegiatan yang rutin, baik itu buletin, online, dan lain-lain,” ungkap Abdul Razak Asri selaku Pimpinan Redaksi (Pimred) Hukum Online. Tujuan Hukum Online mengadakan kerja sama dengan kelima FH tersebut yaitu melihat kondisi mahasiswa
Eksepsi sendiri seperti yang diutarakan Pemimpin Umum (PU) LPMH-UH Mohammad Supri memandang perlunya kerja sama seperti ini dibangun mengingat Hukum Online merupakan sebuah media besar yang berkecimpung dalam bidang penyediaan layanan dan jasa hukum. Berbicara tentang jejaring sosial yang semakin pesat, tentu dapat menjadi nilai tambah dalam melebarkan jaringan dan memperluas peluang Eksepsi untuk lebih dikenal dalam skala nasional. “Di awal memang pihak Hukum Online yang menawarkan kerjasama kepada Eksepsi. Kita memandang hal ini sebagai sebuah kebanggan karena LPMH-UH dilirik oleh sebuah media besar dari sekian banyak pers mahasiswa di Indonesia,” terang Supri. Melalui kerja sama ini diharapkan dapat menghasilkan hubungan jangka panjang antara Eksepsi dengan Hukum Online, terkait efeknya kepada pengurus LPMH-UH, Supri menambahkan, “Saya juga berharap rakan-rekan pengurus LPMH secara tidak langsung akan bertambah kepekaannya dalam menanggapi isu-isu hukum dan dapat memacu kemampuan menulisnya, sehingga dapat menjadi insan pers mahasiswa yang dapat menjadi panutan,” ujarnya. Ditandatanganinya MoU menandakan adanya hak dan kewajiiban yang harus dipenuhi serta saling berkontribusi antara kedua pihak, akan tetapi Hukum Online melalui Razak mengatakan kerja sama yang dilakukan bersifat fleksibel. “Kita buat kerjasama ini sefleksibel mungkin, kita tidak mau membebani Eksepsi untuk memposting sekian berita, karena kita tidak mau mengganggu kuliah teman-teman Ekspesi. Tidak hanya Eksepsi eksis, tetapi Hukum Online juga. Jadi intinya, kita cari simbiosis mutualismenya yaitu saling menguntungkan,” ungkap Razak di akhir wawancara. (AM)
Ekesepsi menerima pertanyaan seputar hukum dan kritik atau saran terkait dengan kebijakan atau aturan di FH-UH yang akan ditampilkan di buletin edisi selanjutnya. Pesan pembaca dapat dikirim melalui email: lpmhuh@ymail.com atau SMS ke nomor 085247364247. Identitas anda kami jaga kerahasiannya. Eksepsi
Edisi I/LPMH-UH/XX/X/2015
23
24
Eksepsi
Edisi I/LPMH-UH/XX/X/2015