Cetak buletin ed iv one page

Page 1

DITERBITKAN OLEH LEMBAGA PERS MAHASISWA HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN

ISSN 2089-340X

Buletin

Ilustrasi: Supri

Eksepsi Bagi Demokrasi Untuk Keadilan

Edisi IV/LPMH-UH/XIX/VI/2015

Kinerja & Proporsi Dosen

Masih Senjang dengan Kebutuhan Mahasiswa


Eksepsi ISSN 2089-340X

PENERBIT: LEMBAGA PERS MAHASISWA HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN

Salam Redaksi Sanggup Berkarya!

PELINDUNG: Dekan

PENASEHAT: Wakil Dekan III

PENDAMPING UKM: Birkah Latief, S.H., M.H DEWAN PEMBINA:

Anwar Ilyas, S.H, Muh. Alam Nur, S.H, Muh. Sirul Haq, S.H, Muh. Ali Akbar Nur, S.H, Wiwin Suwandi, S.H, Nurul Hudayanti, S.H., M.H, Muh. Arman KS, S.H, Ahmad Nur, S.H, Solihin Bone, S.H, M.H., Irfan Amir, S.H, Nasril, S.H, Hardianti Hajrah S, S.H, Ahsan Yunus, S.H, M.H, Irwan Rum, S.H., Rezki Alvionitasari, S.H. DEWAN PERS: Amiruddin Farit Ode Kamaru M.N Faisal R. Lahay, S.H. PEMIMPIN UMUM: Ramli

PEMIMPIN REDAKSI: Rezky Pratiwi SEKRETARIS UMUM: A. Asrul Ashari BENDAHARA: Nurjannah

REDAKTUR PELAKSANA: Icha Satriani Azis Nurul Hasanah Mohammad Supri

REPORTER: Indah Sari, Putri Reztu A.J., Nurul Amalia, Puspitasari, Diana Ramli, & Anggota Magang FOTOGRAFER: Rio Atma Putra

LAYOUTER: Firman Nasrullah

DIVISI KADERISASI Muh. Syahrul Rahmat, Ainil Masura

DIVISI JARINGAN KERJA Satriani Pandu DIVISI LITBANG A. Azhim Fachreza A.,

DIVISI DANA & USAHA Julandi J. Juni

Foto bersama pengurus dan anggota magang LPMH-UH pada kunjungan redaksi di sekretariat LPM Profesi UNM, Minggu (24/5). [RAP]

Salam Pers Mahasiswa! ada sela kesibukan menjelang agenda Pengukuhan dan Musyawarah Besar LPMH-UH, kami bersyukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena rida-Nya-lah Buletin Eksepsi Edisi IV sempat terbit dalam waktu mepet. Buletin di tangan pembaca ini merupakan garapan anggota magang jelang pengukuhannya sebagai anggota LPMH-UH. Kami bangga, proses regenerasi lembaga ini melahirkan penulis pejuang, terbukti dengan karya. Melalui proses panjang, kematangan skill jurnalistik anggota magang menjadi jaminan keakuratan fakta yang tersaji untuk direfleksikan bersama. Menjawab keluhan mahasiswa terkait kuantitas dan kualitas dosen Fakultas Hukum Unhas (FH-UH), serta pernyataan terkait upaya apa yang akan dilakukan birokrat kampus mengatasi persoalan tersebut, coba kami ulik di rubrik Laporan Utama. Di samping itu, persoalan batasan jam malam bagi kegiatan mahasiswa di kampus, dikaitkan dengan kepentingan organisasi mahasiswa, tak kalah pentingnya. Untuk itu, kami mengulasnya pada rubrik Laporan Khusus. Di rubrik Pojok Hukum, dibahas mengenai sejumlah persoalan terkini di lingkup FH-UH, termasuk Prodi Hukum Administrasi Negara yang dikabarkan memperoleh akreditasi B dari BAN-PT. Di luar persoalan pelik di atas, pada rubrik Wawancara Khusus, kami mengulik pandangan Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulsel Muhammad Al Amin terkait masalah ruang terbuka hijau. Sejumlah sampel kegiatan organisasi mahasiwa juga kami muat di rubrik Aktivitas sebagai cerminan aktivitas mahasiswa. Selain itu, rubrik penulisan kritis tetap kami sajikan sebagai ruang bebas untuk menuangkan pendapat dan berbagi pengetahuan. Di sisi lain, kami juga menyajikan rubrik hiburan untuk memenuhi selera fiksi pembaca. Dengan keinsafan sebagai manusia biasa, kami pastikan terdapat kekeliruan dalam buletin ini yang luput dari pengamatan redaksi, meski sebisa mungkin dilakukan proses editing secara matang. Maka dari itu, kritik dan saran dari pembaca kami nantikan sebagai sumbangsih berharga dalam perbaikan terbitan kami selanjutnya. Akhirnya, kami harap buletin ini dapat menjadi referensi bagi perubahan ke arah yang lebih baik. Selamat membaca.

P

Redaksi Eksepsi menerima tulisan berupa opini, artikel, esai, cerpen, puisi, karikatur maupun foto dari pembaca. Tulisan dapat diserahkan di sekretariat LPMH-UH, atau dikirim melalui via e-mail ke: lpmhuh@ymail.com 2

Eksepsi

Edisi IV/XIX/LPMH-UH/VI/2015


Editorial

Eksepsis Kata Mereka tentang Proporsi & Kinerja Dosen

Ada prosedur standar. Alokasi Dosen ini menjadi wewenang kementerian.”

Dr. Ir. Junaedi Muhidong, M.Sc. Wakil Rektor I Unhas

“Penambahan kuantitas dosen tidak serta merta dapat dilakukan, tetapi melalui proses analisis terlebih dahulu setelah permohonan penambahan dosen diajukan.” Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.H. Wakil Dekan I Fakultas Hukum

“Memang dosen harus menempatkan dengan baik antara kesibukan di luar dengan tanggungjawabnya sebagai pe­ ngajar.” Muhammad Yasin Raya Mahasiswa Prodi HAN angkatan 2012

Dosen Itu Pendidik

K

ebutuhan mahasiswa atas dosen tidak perlu diperdebatkan lagi. Mahasiswa memerlukan kerangka pengetahuan yang jelas. Fungsi dosenlah untuk mengarahkan mahasiswa agar proses pengkajian keilmuannya sistematis dan terstruktur. Untuk itu, penerapan pola student centered learning (SCL) bukanlah alasan pembenar bagi dosen mengabaikan pembelajaran di kelas. Pasal 1 Angka 1 UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mendefinisikan dosen sebagai pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi. Definisi itu menegaskan bahwa tindak-tanduk dosen berkutat pada persoalan keilmuan. Dosen harus mendayagunakan ilmunya untuk mendidik dan memberi kemanfaatan bagi mahasiswa dan masyarakat. Kata dosen menyiratkan citra sebagai sang pencerah, yaitu membangun akhlak dan kecerdasan pikiran anak didik. Dengan begitu, dosen harus fokus pada kegiatan keilmiahan, terutama mendidik mahasiswa. Bukannya malah mengabaikan tugas mengajarnya demi persoalan materi. Hak mahasiswa dalam pembelajaran di kelas harus didasarkan tafsir bobot satu SKS yang memuat temu muka di kelas selama 50 menit per minggu. Kompromi bersama yang sering terjadi antara mahasiswa dengan dosen untuk mengakhiri pertemuan kuliah lebih cepat dari seharusnya menunjukkan dosen belum kreatif menciptakan suasana kuliah mengapresiasi mahasiswa. Keadaan serupa juga terjadi di Fakultas Hukum Unhas (FH-UH). Padahal Pasal 12 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi menegaskan tugas dosen untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran yang membuat Mahasiswa aktif mengembangkan potensinya. Metode pembelajaran satu arah harus segera ditinggalkan dan diubah menjadi dialogis. Dosen harus membiasakan kreatif memancing nalar mahasiswa. Masalah proporsionalitas jumlah mahasiswa dengan dosen juga salah satu sebab masalah pembelajaran, termasuk FH-UH. Sering kali terjadi mahasiswa menumpuk pada satu kelas atau sengaja digabung demi efisiensi tugas mengajar dosen. Menyikapi itu, harusnya birokrat kampus sigap dalam mengupayakan penambahan dosen. Pernah dilansir berita di eksepsionline.com dengan judul Dosen Aktif Mengajar di FH-UH Semakin Berkurang, Jumat (30/1). Pada data yang dipaparkan, dari 101 dosen FH-UH, hanya 77 yang aktif sebagai pengajar bagi 2240 orang mahasiswa aktif FHUH (Terdiri dari mahasiswa program S1:1731, S2:252, dan S3:257). Sebanyak 12 orang dosen di antaranya sedang tugas dan izin belajar, 7 orang diperbantukan di instansi lain, dan 2 orang dinonaktifkan terkait kasus hukum. Pokok permasalahan terkait dosen selama ini, nyatanya mencakup persoalan kuantitas dan kualitas dosen. Untuk itu, kebijakan internal kampus harus ditujukan demi mengoptimalkan kinerja dosen sebagai pendidik, misalnya dengan membatasi kesibukan dosen agar tidak mengganggu tugas pokoknya sebagai pengajar. Selain itu, penambahan jumlah dosen juga perlu dilakukan, tentu didasarkan pada kebutuhan dan kualitas calon dosen. Akhirnya, pembenahan proses pembelajaran perlu dilakukan, sebab mahasiswa sejatinya tidak membutuhkan seberapa banyak gelar seorang dosen, mahasiswa hanya butuh seorang pendidik. Eksepsi

Edisi IV/LPMH-UH/XIX/VI/2015

3


LAPORAN UTAMA

PELIKNYA MASALAH DOSEN PERLU DIBENAHI

P

roses pembelajaran masih sering tersendat di Fakultas Hukum Unhas (FH-UH). Ditengarai akibat minimnya proporsi dosen. Jumlah dosen yang stagnan dinilai tak dapat mengimbangi penambahan jumlah mahasiswa setiap tahun. Namun di sisi lain, Wakil Dekan I Bidang Akademik FH-UH Prof Ahmadi Miru memandang akar masalahnya adalah penumpukan

yaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Tapi permintaan tersebut katanya belum tentu diterima, sebab harus melalui proses analisis dari pihak kementerian. Analisis itu terkait jumlah mata kuliah, jumlah kelas, dan jumlah dosen. Ketidaksesuaian permohonan penambahan jumlah dosen dengan realisasi dari pihak kementrian diakuinya menjadi masalah tersendiri. Dalam men-

sangkutan. Terkait permasalahan kinerja dosen, baginya hanya dapat teratasi jika dosen memiliki integritas terhadap tugasnya. Ketua Program Studi Hukum Administrasi Negara (Prodi HAN) Prof Ahmad Ruslan mengakui perlunya penambahan dosen di bidang mata kuliah HAN. Terlebih ada beberapa dosen yang telah memasuki

Tenaga Pendidik dan Jabatan Kepangkatan NO. 1 2 3 4 5 6 7 8

DOSEN

BAGIAN Hukum Pidana Hukum Administrasi Negara Hukum Internasional Hukum Perdata Hukum Acara Hukum Masyarakat & Pembangunan Hukum Tata Negara Hukum Dasar Jumlah

S1

S2

S3

1 1 4

4 3 3 13 1 3 4 1

8 5 13 15 6 8 5 3

6

32

63

JML

GURU BESAR

JML

L

P

12 9 17 28 7 11 9 8

4 5 4 4 3 4 3 1

1 3 1 1 -

4 5 5 7 4 4 4 1

101

28

6

34

Sumber: Bagian Akademik Fakultas Hukum Unhas

mahasiswa pada bagian hukum tertentu. Diakuinya, minat mahasiswa condong ke beberapa bagian hukum, sehingga jumlah mahasiswa peminat tak sebanding dengan jumlah dosennya. “Rasio dosen dan mahasiswa di sini satu banding dua puluh mahasiswa aktif. Hanya memang, bagian tertentu kekurangan dosen, seperti Bagian Pidana karena banyak peminatnya. Program Studi Hukum Administrasi Negara yang masih baru juga (kekurangan dosen, Red), sebab masih mengambil dosen dari Bagian Administrasi,” tutur dosen Bagian Hukum Perdata ini. Prof Ahmadi pun menyatakan pihaknya telah mengajukan permohonan ke tingkat rektorat agar diadakan penambahan dosen, termasuk untuk penambahan tujuh orang dosen hukum pidana. Permohonan tersebut akan ditindaklanjuti pihak rektorat ke Kementerian Pemberda­

4

Eksepsi

Edisi IV/XIX/LPMH-UH/VI/2015

gatasi persoalan kuantitas dosen, mengggunakan jasa dosen kontrak akhirnya dilakukan. Selain persoalan proporsi, Prof Ahmadi tak memungkiri bahwa kesibukan beberapa dosen di luar tugasnya sebagai pengajar menjadi salah satu penyebab tidak jalannya perkuliahan di kelas secara baik. Tak jarang, dosen pun melalaikan tugasnya memberikan pengajaran di kelas, padahal proses perkuliahan telah dimulai. Menurut penuturan Prof Ahmadi, persentase terpenuhinya proses perkuliahan minimal 80%. Para dosen dan mahasiswa pun diwajibkan memenuhi persentase tersebut. Untuk mengontrol kinerja dosen, ia mengatakan senantiasa me-monitoring kehadiran dosen dari presensi. Katanya, jika dosen beberapa kali tak hadir menjalankan tugas tanpa pemberitahuan, maka akan dilayangkan teguran tertulis kepada dosen ber-

usia peniun. Kendala lainnya karena selain mengajar di Prodi HAN, dosen bidang HAN juga mengajar mahasiswa di Prodi Ilmu Hukum. Meski begitu ia mengakui proses dan alokasi penambahan dosen oleh pihak berwenang sering tak sesuai dengan kebutuhan. Pihaknya pun akhirnya tetap memaksimalkan kuantitas dosen yang ada untuk mengajar, termasuk menjadwal ulang perkuliahan yang tak terisi. Masuknya mahasiswa baru Prodi HAN tahun ini sekitar 80 orang juga diwantinya akan membuat dosen kewalahan. “Kalau soal perlunya (penambahan dosen, Red), tentu perlu ditambah,” tuturnya. “Sampai saat ini tentu ada kendala (jumlah dosen, Red). Tapi tidak sampai menghambat berjalannya proses perkuliahan.” Tahun ini sendiri, FH-UH telah menerima sebanyak lima orang dosen. Meski begitu, pihak pegawai akademik menyatakan dari


LAPORAN UTAMA Mahasiswa Aktif T.A. 2014/2015 NO. 1 2 3 4 5 6 7

ANGKATAN 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Jumlah

STRATA

JUMLAH

S1

S2

S3

21 24 92 320 385 438 451

8 9 15 36 101 83

12 27 90 58 25 45

21 44 128 425 479 564 579

1731

252

257

2240

Sumber: Bagian Akademik Fakultas Hukum Unhas

lima dosen tersebut, baru satu orang yang telah memiliki Nomor Induk Kepegawaian (NIP). Terkait itu, Wakil Rektor I Unhas Prof Junaedi Muhidong menuturkan bahwa pihak kementerian telah memiliki data-data terkait jumlah mahasiswa, dosen, hingga infrastruktur kampus. Bahkan secara spesifik, data terkait dosen yang telah meninggal dunia ataupun dosen yang akan pensiun dikantongi kementerian. Untuk itu, ia menuturkan bahwa kementerian telah mengetahui jumlah dosen yang dibutuhkan sehingga disejajarkan dengan proporsi Mahasiswa. “Karena kita PTN, tata cara

penerimaan dosen di Unhas melalui pertimbangan kementerian. Jadi usulan tentang penambahan dosen tidak serta merta diterima. Perlu dibahas dulu oleh pihak Unhas, kemudian dipertimbangkan lagi oleh Kementerian. Baru, kementerian mengalokasikan dosen sesuai dengan prosedur. Ada prosedur standar. Alokasi Dosen ini menjadi wewenang kementerian,” ujar guru Besar Fakultas Pertanian ini. Di sisi lain, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa FH-UH Ahmad Tojiwa Ram menilai jumlah Dosen FH-UH sudah cukup. Hanya saja menurutnya, kinerja dosen perlu

dioptimalkan, terutama mengenai masalah intensitas kehadirannya di mengajar kelas. “Menurut saya, jumlah dosen di Fakultas Hukum sudah cukup banyak. Tinggal diefektifkan lagi. Seharusnya memang dosen kita lebih mengutamakan tugasnya sebagai pengajar. Di samping memiliki beberapa tugas lain di luar, amanah sebagai dosen harusnya diutamakan,” jelasnya. Keluhan serupa diungkapkan mahasiswa Prodi HAN angkatan 2012 Muhammad Yasin Raya. Ia menyayangkan kuantitas dosen FH-UH yang terbilang cukup, tidak begitu optimal melakukan tugasnya. Perbaikan manajemen tugas mengajar dosen juga dinilainya perlu dilakukan agar kelas pengajaran tak kosong, termasuk menyiagakan dosen pengganti bagi dosen utama jika berhalangan. “Ada beberapa faktor yang membuat dosen tidak masuk mengajar. Seperti punya pekerjaan yang lain di luar, kurangnya koordinasi antara dosen penangung jawab mata kuliah dan dosen pengasuh, atau dosen yang meneliti di luar sehingga tidak bisa mengajar. Memang harus menempatkan dengan baik antara kesibukan di luar dengan tanggungjawabnya sebagai pengajar,” jelasnya.

Tim Liputan Laporan Utama

Ilustrasi: Supri

Muh. Abdussalam Syahih, Arief Try Dhana Jaya, Andi Asti Sari, Andi Mutmainnah, Ahmad Ishak, Muh. Farodi Alkalingga *Anggota Magang LPMH-UH

Eksepsi

Edisi IV/LPMH-UH/XIX/VI/2015

5


LAPORAN KHUSUS

AKSEPTASI JAM MALAM

M

erujuk pada Pasal 2 Kepmendikbud No. 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi, organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh dan untuk mahasiswa, dengan memberikan peranan dan keleluasaan lebih besar kepada mahasiswa. Perguruan tinggi juga berkewajiban menyediakan sarana dan prasarana serta dana untuk mendukung kegiatan organisasi kemahasiswaan yang tertuang dalam Pasal 77 Pasal 2 Poin 4 UU No. 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi. Pembatasan atau Pelarangan? Akhir-akhir ini, jam malam menjadi momok bagi mahasiswa, terutama bagi pengurus organisasi kemahasiswaan. Keleluasaan menjalankan kegiatan organisasi terbatasi dengan adanya wacana larangan beraktivitas di atas pukul 22.00-06.00 Wita di kampus. Jika dalam durasi tersebut mahasiswa ingin melakukan kegiatan, maka harus dengan seizin pimpinan universitas atau pimpinan fakultas. Ketentuan itu tercantum pada Pasal 7 angka 2 Keputusan Rektor Universitas Hasanuddin Nomor: 1595/UN4/05.10/2013 tentang Ketentuan Tata Tertib Ke-

6

hidupan Kampus Bagi Mahasiswa Universitas Hasanuddin. Tak pelak, sikap penolakan pun muncul dari kalangan mahasiswa. Wakil Rektor (WR) III Bidang Kemahasiswaan dn Alumni Unhas Abdul Rasyid menilai bahwa pembatasan kegiatan pada malam hari bukanlah kebijakan, sebab didasari aturan sejak dulu. Setiap aktivitas di atas pukul 22.00 Wita katanya tidak diperbolehkan sesuai aturan. Upaya penegakan aturan pun akan ia lakukan. Baginya, sekretariat organisasi adalah pusat koordinasi dan realisasi program kerja organisai, bukan tempat untuk bermalam. Selain itu, persoalan keamanan di lingkungan kampus juga menjadi pertimbagan utamanya. Belakangan, kebijakan baru dkeluarkan. Pihak dekanat Fakultas Hukum Unhas (FH-UH) menetapkan Surat Edaran No. 5150/UN4.6.3/ UM.13/2015 yang membatasi ke­ giatan kemahasiswaan dalam lingkup FH-UH maksimal sampai pukul 18.00 Wita. Setiap kegiatan kemahasiswaan juga wajib dikoordinasikan dengan Wakil Dekan III selambatlambatnya dua hari sebelum pelaksanaan. Sanksi individu maupun kelembagaan pun menanti jika me­ langgar kedua aturan itu. Pada uraian surat edaran yang ditandatanga-

Ilustrasi: Supri Eksepsi

Edisi IV/XIX/LPMH-UH/VI/2015

ni Wakil Dekan III FH-UH Hamzah Halim per tanggal 25 Mei 2015, kebijakan tersebut diambil sebagai wujud tindak lanjut dari surat edaran rektor Unhas tentang penghematan dan efisiensi penggunaan listrik. Selain itu, juga didasarkan surat edaran WR III tentang larangan pelaksa­naan kegiatan kemahasiswaan dalam kampus pada malam hari. Saat ditemui di ruangannya, Hamzah Halim menyatakan pe­ netapan aturan baru berupa larangan kegiatan malam didasarkan kesepakatan hasil rapat koordinasi pihak rektorat dan wakil dekan III se Unhas pada Kamis (21/5). Rapat itu diadakan sehari setelah tindak penyerangan dan pengerusakan oleh oknum misterius di FH-UH, serta pelemparan sekretariat organisasi kemahasiswaan Fakultas Teknik Unhas. Hamzah menilai, aktivitas malam seharusnya dapat dihindari jika mahasiswa me-manage waktunya dengan baik. Menurutnya, kegiatan mahasiswa di malam hari hanyalah rutinitas yang tidak terkait kerja-kerja keorganisasian. Pola itu juga menurutnya berimplikasi pada buruknya nilai akademik mahasiswa besangkutan. Pengurus Organisasi Keberatan Dikeluarkannya aturan baru di lingkup FH-UH terkait jam malam menimbulkan pro kontra di kalangan mahasiswa. Sejumlah pengurus lembaga menilai malam sebagai waktu efektif melakukan kegiatan keorganisasian. Alasannya karena pagi hingga sore mereka fokus pada kegiatan akademik. Pemberlakuan jam malam ditakutkan akan mematikan aktivitas organisasi kemahasiswaan. Diutarakan Ketua Unit Kegiatan Mahasiswa Lembaga Penulisan dan Penalaran Karya Tulis Ilmiah (UKM LP2KI) Ahmad suyudi, larangan beraktivitas malam akan menurunkan minat dan semangat mahasiswa berorganisasi. “Tentu ini akan mematikan lembaga kemahasiswaan, karena mahasiswa pada siang hari hanya fokus di ruang kuliah. Jangan sampai kita hanya jadi mahasiswa


LAPORAN KHUSUS kupu-kupu (kuliah pulang kuliah pulang),” tuturnya. Ketakutan senada diungkapkan Direktur ALSA LC Unhas Zul Kurniawan Akbar. Terlebih saat ini, UKM ALSA tengah melatih tim moot court competition (MCC). Waktu latihan yang dilakukan setelah jam kuliah para anggota tim selesai, bahkan ada jam kuliah hingga pukul 17.00 Wita, menjadi dasar Zul mengeluhkan pelarangan aktivitas malam tersebut. “Jumlah peserta MCC banyak. Paling sedikit 18 orang. Belum termasuk pembimbing, senior, dan ahli pemberkasan. Kami membutuhkan ruangan dan yang paling memadai adalah fakultas. Terlebih kami belum punya dana untuk menyewa rumah sehingga melakukan kegiatan di malam hari di fakultas,” jelasnya Penolakan larangan aktivitas malam juga dituturkan Ketua UKM Pencinta Alam Recht Faculteit (Carefa) Eduard Batara. Ia menilai bahwa jam malam seringkali menjadi waktu yang dibutuhkan pengurus organisasi untuk berkegiatan.Terlebih, kultur UKM kepencintaalaman tidak dapat dipisahkan dengan aktivitas malam. Baginya, mahasiswa seharusnya tidak dibatasi untuk bermalam di sekretariat organisasi, demi kegiatan keorganisasian. “Mengenai la­ rangan tinggal di kampus, saya tidak sepakat kalau seperti itu,” tuturnya. “Kalau ada kegiatan, izinkanlah kita (anggota organisasi kemahasiswaan, Red) sampai malam,” tandasanya. Dewan Pertimbangan Organisasi (DPO) UKM Karate-Do Gojukai Haidir Ali Haidir menengarai seringnya terjadi tindak pidana di FH-UH, seperti pencurian motor, termasuk alasan pemberlakuan jam malam. Akan tetapi, ia juga menilai aturan tersebut akan berdampak bagi UKM yang membutuhkan latihan di malam hari. Imbas negatif ke prestasi UKM pun dapat terjadi. Di sisi lain, WD III FH-UH Hamzah Halim menilai alasan bahwa mahasiswa kewalahan membagi waktu untuk aktivitas akademik dan organisasi tidak tepat. Ia pun akan memberikan kebijakan agar aturan pemberlakuan jam malam tidak menganggu aktivitas

organisasi kemahasiswaan. Sebagai usulan praktisnya, pada rapat koordinasi Unhas, ia mengusulkan agar fakultas menyewa kamar untuk lelaki dan kamar untuk perempuan di Asrama Mahasiswa (Ramsis) Unhas. Dengan pengawasan pengurus organisasi, kegiatan yang harus dilakukan pada malam, dapat dilaksanakan di tempat tersebut dengan bermohon padanya selaku WD III. Meski demikian, kegiatan insidentil seperti perlombaan menurutnya dapat dilakukan di fakultas dengan seizinnya. Pada siang hari, rencana ke depannya, sekretariat organisasi kemahasiswaan akan dioprasikan layak­ nya kantor. Sekretariat akan dibuka pegawai fakultas pukul 07.30 Wita. Lalu pukul 18.00 Wita, akan dikunci dan listrik dimatikan. “Di beberapa fakultas kunci ruangan lembaga sudah dipegang oleh pegawai fakultas, jadi mereka masuk ruang lembaga sesuai jam kantor, jadi akan seperti itu ke depan,” jelas Hamzah. Senada dengan Hamzah, WR III Abdul Rasyid menyatakan tak bermaksud mengungkung kebebasan mahasiswa berorganisasi dengan pemberlakuan jam malam. Menurutnya, mahasiswa sudah seharusnya memanajemen baik waktunya agar kegiatan kemahasiswaan dapat terlaksana efektif dan efisien pada siang hari. Baginya, kampus adalah tempat bagi aktivitas akademik, sedangkan sekretariat organisasi kemahasiswaan bagaikan kantor untuk tempat operasional penyelenggaraan kegiatan organisasi. “Tidak ada yang melarang kegiatan kemahasiswaan,” tuturnya. “Jangan sampai tujuan utama dari mahasiswa untuk kuliah berubah menjadi berorganisasi. Beroraginisasi penting, akan tetapi kegiatan akademik tetap nomor satu. Yang terpenting adalah manajemen waktu. Perlu Ditinjau Ulang Benturan peraturan kampus dengan keleluasaan mahasiswa menjalankan roda organisasi bukan hal baru. Terkait pemberlakuan jam malam, Ketua UKM LP2KI Ahmad Suyudi menilai generalisasi bahwa aktivitas mahasiswa pada malam

hari bersifat negatif seharusnya dihilangkan. Baginya, pihak birokrat sebaiknya mendukung kegiatan kemahasiswaan, termasuk memfasilitasi mahasiswa jika membutuhkan kegiatan malam. “Selama kegatan berbentuk positif, tidak masalah. Seharusnya kegiatan mahasiswa jangan dibatasi, tetapi lebih baik meningkatkan keamanan fakultas pada malam hari. Birokrat juga bisa mengontrol apakah kegiatan yang dilakukan positif atau negatif. Tidak boleh berasumsi bahwa kegiatan yang dilakukan di malam hari adalah kegiatan yang negatif,” tuturnya. Dalam mencari benang merah antara pihak birokrat kampus dengan mahasiswa terkait jam malam, Direktur ALSA LC Unhas Zul Kurniawan menilai perlunya upaya komunikasi dan koordinasi. Aturan terkait kemahasiswaan menurutnya harus dirumuskan dengan melibatkan mahasiswa. “Perlu rapat koordinasi antara mahasiswa dengan pimpinan dekanat, agar tahu kemauan masingmasing pihak. Langkah ini agar mahasiswa dan pihak dekanat ada sin­ kronisasi,” jelasnya. DPO UKM Karate-Do Gojukai Haidir Ali menyatakan pihak terkait harus mengadakan dialog. Menurutnya, jangan sampai pihak birokrat membuat peraturan sepihak sebab akan berimbas pada efektivitas pemberlakuannya. Untuk itu, ia menilai perlu diuji coba terhadap efektif tidaknya aturan pemberlakuan jam malam. Sejalan dengan itu, Presiden BEM FH-UH Ahmad Tojiwa Ram menyatakan pihaknya siap menyelenggarakan forum dialog. Ia menilai persoalan jam malam perlu dibahas secara bersama-sama dan terbuka. Menurutnya, penegakan aturan akan efektif jika substansi aturan diterima seluruh pihak. “Sebagai anak hukum kita menyadari bahwa aturan harus ditegakkan, namun aturan itu juga perlu dievaluasi,” tuturnya.

Tim Liputan Laporan Khusus Rachmat Setyawan Berno Elfridus *Anggota Magang LPMH-UH

Eksepsi

Edisi IV/LPMH-UH/XIX/VI/2015

7


POJOK HUKUM

Akreditasi B untuk Prodi HAN

S

ejak diresmikan pada tahun 2012, Prodi Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Prodi HAN FH-UH) akhirnya mendapatkan akreditasi B dari sebelumnya akreditasi C pada 2014. Hal ini diperoleh setelah tim asesor Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) melakukan kunjungan ke FH-UH untuk menilai syarat, termasuk sarana-prasarana untuk memperoleh akreditasi B. Meski pengesahan secara tertulisnya belum ada, namun Ketua Prodi HAN Prof Achmad Ruslan mengatakan telah memperoleh informasi secara lisan yang berasal dari pihak BAN-PT. “Bukti fisiknya belum ada,” tuturnya saat ditemui di ruang kerjanya. Prof Achmad Ruslan menjelaskan bahwa sejumlah syarat telah dipenuhi untuk menyandang status akreditasi B, di antaranya izin penyelenggaraan prodi, kurikulum, sistem pengelolaan menggunakan SOP dengan standar ISO. Prodi HAN sebagai rekomendasi dari Kementerian PAN-RB (Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi) memiliki kurikulum yang sebih rinci dan mendalam pada bidang hukum administrasi negara daripada Prodi Ilmu Hukum. Untuk itu, aspek mata kuliah dalam kurikulum juga dinilai relevansinya oleh tim asesor de­ ngan keilmuan administrasi negara. Sejumlah masalah di Prodi HAN menurut Prof Achmad Ruslan tetap perlu dievaluasi, misalnya persoalan kurikulum dan sistem pembinaan mahasiswa dalam peningkatan skill keadministrasian. Menurutnya keterampilan mahasiswa Prodi HAN perlu ditingkatkan sebagai

bekal dalam menghadapi dunia kerja, misalnya pelatihan perancangan keputusan dengan studi banding atau mengundang pemateri ahli. Ia pun menampik rumor yang sebelumnya berkembang bahwa lulusan Prodi HAN otomatis dipekerjakan sebagai aparatur nagara. Selain itu, ia juga menyatakan tidak benar bahwa Prodi HAN akan ditutup jika kebutuhan aparatur negara yang telah diluluskan sudah mencukupi. “Saya berharap mahasiswa HAN tetap berkomitmen pada rencana atau cita-cita mereka,” ujar Guru Besar Hukum Tata Negara ini. Mahasiswa prodi HAN angkatan 2012 Andi Ulil mengatakan kesukurannya atas diperolehnya akreditasi A oleh Prodi HAN dengan usia terbentuknya yang baru dua tahun lebih. Meski begitu, ia tetap mengharapkan adanya pembenahan di beberapa aspek, yaitu kurikulum yang masih tumpng tindih, kehadiran mengajar dosen, dan kelayakan ruang kuliah. Di samping itu, Ulil mengungkapkan perubahan kea rah positif bahwa mahasiswa Prodi HAN sudah membaur dalam organisasi kemahasiswaan FH-UH. Menurutnya ini adalah kemajuan karena tahun sebelumnya, mahasiswa Prodi HAN masih enggan berorganisasi. “Ke depannya, mahasiswa Prodi HAN tetap komitmen dengan rencana dan cita-citanya, dan menjadi mahasiswa yang tidak hanya fokus pada pembelajaran di kelas tetapi juga aktif di organisasi. Nantinya juga diharapkan berprestasi di bidang akademik, khususnya di bidang administrasi negara.

Unit Usaha Kewirausahaan Dialihkan ke BEM

Bekas kantin yang saat ini difungsikan sebagai Pelataran BEM akan dijadikan sebagai sekretariat Unit Usaha Kewirausahaan. [Kaswadi]

M

enyikapi minimnya alokasi dana bagi kegiatan organisasi kemahasiswaan, sebelumnya, Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan Fakultas Hukum Unhas (WD III FH-UH) Hamzah Halim mengungkapkan rencananya membentuk unit kewirausahaan dalam bentuk Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Unit itu diharapkan jadi wadah bagi mahasiswa melakukan usaha kreatif untuk mendapatkan dana bagi organisasinya.

8

Eksepsi

Edisi IV/XIX/LPMH-UH/VI/2015

Di antaranya dengan pencetakan stiker dan pengemasan bingkisan ujian. Belakangan, unit tersebut dialihkan ke Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FH-UH di bawah Kementerian Kewirausahaan, satu dari delapan kementerian di BEM. Hamzah mengakui kendala aturan di tingkat lembaga kemahasiswaan menjadi salah satu penghalang membentuk unit itu sebagai UKM. Salah satunya adalah Konsitusi Keluarga Mahasiswa (Kema) FH-UH yang menyatakan pembentukan UKM ditetapkan dalam Kongres Kema. Selain itu, Peraturan Kema FH-UH No. 2 Tahun 2015 tentang UKM FH-UH juga mensyaratkan uji coba selama satu tahun kepengurusan sebelum ditetapkannya sebuah organisasi sebagai UKM. Untuk itu ia memformatnya sebagai unit usaha yang operasionalnya tetap dijalankan oleh mahasiswa. “Yang jelas di kepala saya, saya ingin membuat satu unit usaha mahasiswa. Mahasiswa dapat belajar di situ. Tapi kontrol keuangannya di kita (dekanat, Red),” tuturnya. Hamzah menjelaskan, kerja unit usaha ke depan menggunakan sistem koperasi. Keuntunganya akan digunakan menunjang dana kegiatan organisasi kemahasiswaan. Dengan melibatkan pengurus UKM lingkup FH-UH nantinya, maka pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) ke UKM didasarkan jumlah anggota UKM yang


POJOK HUKUM tercatat sebagai pengurus unit. Pola itu menurutnya akan memacu UKM merekrut anggota sebanyak-banyaknya, sehingga semakin banyak mahasiwa FH-UH berkembang melalui organisasi. “Karena iuran Formad (Forum Orang Tua Mahasiswasa dan Dosen) sudah tidak ada, saya berharap dari situ bisa membantu dana kemahasiswaan,” tuturnya. Status Unhas sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH) berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2014 tentang Penetapan Unhas sebagai PTNBH diakui Hamzah juga menjadi motivasi pembentukan unit usaha. Status itu menuntut setiap fakultas kreatif mencari dana. Selain itu, unit usaha yang akan bersekretariat di Pelataran BEM FH-UH menurutnya akan membina jiwa kewirausahaan mahasiswa, sehingga lulusan FH-UH tak menganggur sebab kreatif dan inovatif. Di sisi lain, Presiden BEM FH-UH Ahmad Tojiwa Ram mengakui bahwa pembentukan Kementerian Kewirau-

sahaan bertujuan merespons rencana pembentukan unit kewirausahaan sebagai UKM. Ia menekutkan, memaksakan pembentukannya sebagai UKM akan melanggar aturan di tingkat lembaga kemahasiswaan. Ahmad mengatakan, secara internal, pihak BEM telah membuat program kerja Kementerian Kewirausahaan, di antaranya penyelenggaraan seminar kewirausahaan lingkup FH-UH. Kementerian ini juga akan berfungsi sebagai unit koordinasi usaha kreatif dalam pencarian dana di tingkat lembaga kemahasiswaan FH-UH untuk memperoleh keuntungan. Persoalan susunan pengurus, program kerja, dan format realisasinya secara baku menurut Ahmad masih akan dibicarakan dengan WD III. Ia pun mengharapkan ke depannya, setiap UKM berkontribusi dalam penyelenggaraan kegiatan unit usaha tersebut. “Jadi setidaknya ada perwakilan UKM yang nanti bergabung di unit kewirausahaan untuk menumbuhkan jiwajiwa kewirausahaan,” tandasnya.

BEM Bentuk Tim Yudisial Review

T

erobosan baru dilakukan kepengurusan di bawah kepemimpinan Presiden BEM FH-UH Ahmad Tojiwa Ram. Dalam mengontrol kebijakan pemerintah, pihaknya berinisiatif membentuk Tim Yudisial Review Nantinya, tim ini bertugas mengkaji dan mengupayakan perubahan undang-undang jika dinilai bertentangan dengan konstitusi. Tim yang diancang beranggotakan dua puluh orang ini berada di bawah koordinasi Kementerian Advokasi dan Kajian Isu Strategis bersama Kementerian Penelitian dan Pengembangan BEM. ”Kami ingin mahasiswa berlatih langsung dengan belajar bagaimana membuat berkas pengujian undang-undang,” tutur mahasiswa angkatan 2012 ini. Pendaftaran menjadi anggota tim pun telah dibuka tanggal 28 Mei hingga 3 Juni 2015 bagi seluruh mahasiswa Fakultas Hukum Unhas (FH-UH). Untuk jaminan kinerja, calon anggota tim dipersyaratkan anggota Keluarga Mahasiswa Biasa yang mengetahui serta menguasai Hukum Acara Konstitusi dan UUD NRI Tahun 1945. BEM juga akan melibatkan beberapa alumni dan dosen FH-UH dalam proses seleksi anggota tim. UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi menurut Ahmad menjadi ancangan awal untuk dikaji

Tim Yudisial Review ke depannya. Beberapa dosen dan alumni FH-UH pun menyatakan kesiapannya untuk memberikan bimbingan. Meski begitu, pengkajian terhadap UU lainnya tidak dibatasi. “Tim ini siap untuk apapun (undang-undang, Red) yang di-yudisial review,” tutur. Pembentukan BEM Tim Yudisial Review dinilai baik oleh Wakil Dekan III FH-UH Hamzah Halim. Baginya, yudisial review adalah hak. Upaya kontrol kebijakan oleh mahasiswa akan ia dukung asalkan tidak melanggar aturan dan demi kepentingan mahasiswa. “Kapasitas anda (BEM, Red) adalah pengurus mahasiswa, bukan diberi hak untuk mengatasnamakan mahasiswa untuk kepen­ tingan pribadi atau kelompok,” tuturnya. Lebih lanjut, ia menilai pola perjuangan mahasiswa melalui upaya yudisial review lebih baik daripada gerakan konvensional, seperti demontrasi. Kejenuhan bahkan keresahan masyarakat terhadap demontrasi anarkistis menurutnya dapat terhindarkan dengan gerakan kreatif tersebut. “Kalau anda (mahasiswa, Red) menggunakan cara-cara lama untuk merespons tantangan sekarang, pasti berujung kegagalan. Setiap tantangan itu membutuhkan cara dan model penanganan yang berbeda-beda,” tuturnya.

Parkiran baru Fakultas Hukum Unhas di belakang Masjid Baitul Hakiem terlihat masih lengang. Meski begitu, sejumlah mobil masih terlihat terparkir di bahu jalan pada samping gerbang masuk parkiran utama FH-UH. [Kaswadi]

Eksepsi

Tim Pojok Hukum Ramli Kaswadi Anwar* *Anggota Magang LPMH-UH

Edisi IV/LPMH-UH/XIX/VI/2015

9


W Wawancara awancara khusus

www.tempo.co

RTH Kota Makassar Masih Minim

P

embangunan fisik yang pesat seakan tak bisa dihindari sebagai dampak dari modernisasi perkotaan. Sejalan dengan itu, kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) pun terus tergerus. Hak masyarakat atas lingkungan yang nyaman dan sehat akhirnya diabaikan. Penegakan peraturan perundang-undangan dinilai menjadi titik yang bermasalah. Alasannya, dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Perencanaan Tata Ruang Wilayah Nasional, diperintahkan 30% luasan wilayah kota untuk RTH. Dalam mengurai persoalan itu, kru Eksepsi Meli Agustin mewawancarai Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Walhi Sul-Sel Muhammad Al Amin di Sekretariat Walhi Sulsel, Jumat, (8/5). Bagaimana kondisi RTH Kota Makassar sebagai kota megapolitan saat ini? Ruang Terbuka Hijau ini diatur di dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Perencanaan Tata Ruang Wilayah Nasional. Di mana dalam kota itu diamanahkan untuk menyiapkan atau mengalokasikan ruangnya minimal 30% atau seluas-luasnya 30% untuk kepen足 tingan RTH. Di level kabupaten, untuk penataan ruang, diwajibkan 30% untuk kawasan hutan lindung. Dari segi RTH dan alokasinya untuk Kota Makassar, tidak representatif. Penelitian Walhi tahun 2014, hanya mencapai 9,3%. Kemudian, dilihat dari aktivitas reklamasi dari 2014 hingga 2015, banyak terjadi penebangan pohon di kota, sehingga untuk 2015 ketersediaan RTH itu mengalami degradasi atau penurunan yang signifikan hingga 8,9%. Hal ini terjadi lantaran banyaknya pembangunan hotel yang membutuhkan lahan parkir yang akhirnya mengorbankan jalan-jalan yang ditumbuhi dengan pepohonan. Jadi, untuk Kota Makassar sepertinya belum layak untuk dikatakan sebagai kota megapolitan karena aspek dari lingkungan hidupnya belum terjamin dan kenyamanan masyarakat belum maksimal. Alasannya, kota yang madani dan kota yang baik sehingga dikatakan sebagai kota megapolitan tidak hanya diukur dari besar dan megahnya pembangunan, tetapi

10 Eksepsi Edisi IV/XIX/LPMH-UH/VI/2015

aspek kenyamanan masyarakatnya pula. Bagaimana Anda melihat upaya pemerintah Kota Makassar dalam menyeimbangkan aspek pelestarian lingkungan dengan kepentingan masyarakatnya? Dalam RTH itu, 20% adalah milik publik dan 10% milik privat. Seharusnya pemerintah itu menekankan kepada seluruh developer, serta para pengembang-pengembang untuk menyiapkan 10% atau minimal 9% dari perumahan yang akan dibangun untuk kawasan RTH. Atau mengajak masyarakat untuk menjaga pekara足 ngan rumahnya dengan menanam pohon. Itu sebagai langkah kecil yang bisa dilakukan pemerintah. Tetapi yang terpenting adalah pemerintah harus mengalokasikan lahan untuk kawasan RTH. Kita itu hanya punya tiga taman, salah satunya yaitu Taman Macan. Ini (kesemrawutan tata kota, Red) ada kaitannya dengan kriminalitas atau tingkat ketidakteraturan masyarakat. Kalau Kota Makassar dibandingkan dengan Kota Bandung dan Kota Surabaya, ketiganya berlomba-lomba menjadi kota besar. Tapi dari segi sopan santun masyarakat, itu lebih baik Kota Bandung dan Surabaya. Itu karena kota mereka nyaman, ada taman kota yang bisa menjadi tempat mereka berinteraksi dengan baik dan berbaur dengan masyarakat setempat, sehingga dapat mengurangi

tingkat kriminalitas dan permusuhan. Untuk persoalan langkah-langkah dari pemerintah, itu belum signifikan dan belum ada langkah yang reaktif. Pemerintah telah berulang kali diminta mengadakan lahan untuk kawasan RTH, tapi tidak pernah dialokasikan. Sering pula pemerintah diminta untuk mendesak para developer tadi untuk tetap memperhatikan kawasan RTH, juga tidak pernah ditanggapi. Bahkan diminta untuk gedung-gedung pemerintahan itu bisa ditanami pohon-pohon tidak pula dilaksanakan. Misalnya, daerah perintis itu ada pembangunan hotel yang menyebabkan pohon-pohon yang ada ditebang untuk jalan masuk dan hal ini cukup ironis. BLHD juga tidak memiliki langkah yang baik dan jitu untuk mencapai 30% RTH ini. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi tidak tercapainya persentase RTH di Kota Makassar? Banyak lahan yang digunakan hanya untuk pembangunan dan kawasan bisnis. Contoh nyatanya, pelebaran jalan yang dilakukan selalu mengabaikan pohon-pohon seperti halnya dikawasan Jl. Pettarani. Sedangkan untuk lahan parkir, pembangunan hotel itu menyebabkan pohon-pohon banyak ditebang. Juga untuk kepentingan reklamasi, mangrove yang menjadi sasaran pembabatannya. Inilah yang menjadi masalahnya, yaitu kepentingan bisnis diutamakan. Kepedulian pemerintah


Wawancara khusus kota untuk RTH juga kurang, penataan kota yang lebih kapitalistik, dan orientasinya itu tadi, bisnis. Ak­ hirnya diabaikan pentingnya RTH sebagai penyejuk kota, menetralkan polusi, dan menjadi daerah serapan. Apabila RTH ini representatif dan mencapai idealnya, maka setidaknya Kota Makassar tidak akan menga­ lami banjir. Sebaliknya, jika ditiadakan, maka dampaknya juga akan lebih buruk. Apa yang harus menjadi titik fokus dalam mewujudkan RTH ideal di Kota Makassar? Pertama, BLHD Tata Ruang Kota itu harus menginventarisir lahanlahan di Kota Makassar yang masih kosong. Contohnya di perbatasan Makassar-Maros, daerah Bumi Tamalanrea Permai (BTP), perbatasan Makassar-Gowa, dan kawasan pesisir. Area inilah yang bisa diinventarisir untuk menetukan daerah mana yang sesuai untuk dijadikan kawasan RTH. Apabila kawasan tersebut telah menjadi kepemilikan masyarakat, maka pemerintah dapat mengganti rugi untuk membebaskan lahan tersebut dan dialokasikan untuk kawasan RTH. Untuk di kawasan pesisir, seyogyanya pemerintah bisa memulihkan dengan menanam dan melestarikan mangrove dan terumbu karangnya. Kedua, meminta instansi-instansi ne­ geri maupun swasta untuk menyiapkan 4-5% ruang dari kantornya untuk RTH. Dan yang terpen­ ting adalah ketegasan dari pemerintah. Sayangnya dari Walhi sendiri tidak

memiliki otoritas mendesak (pemerintah, Red) menjalankan hal itu. Bagaimana dengan peran masyarakat? Masyarakat bisa berperan, setidaknya di area rumahnya menanam pohon mangga, pohon kelor, atau apapun itu, dan dipertahankan. Tidak hanya pohon, tanaman-tanaman dalam pot juga bisa. Ini menjadi langkah-langkah kecil yang dapat dilakukan demi tercapainya RTH di Kota Makassar yang ideal. Di mana saja kawasan RTH yang tersedia untuk Kota Makassar? Itu yang perlu diketahui bahwa ada tiga tempat yang cukup luas yaitu: Universitas Hasanuddin, Bandara Sultan Hasanuddin, dan Kantor Gubernur Sulsel. Termasuk pula sepanjang Jl. Hertasning. Ini daerah RTH kita, tapi belum representatif jika dilihat dari total luas wilayah Kota Makassar. Sebenarnya seperti Jl. Abdesir itu masih ada area luas yang bisa dibebaskan dan menjadi kawasan RTH seperti taman. Atau taman di bawah jembatan flyover. Masih ada tempat-tempat yang sebenarnya bisa dimanfaatkan, hanya saja kurang mendapat perhatian. Peran Walhi dalam persoalan RTH bagaimana? Kalau dari Walhi sendiri itu fungsinya sebagai sarana kontrol dan kritik. Bukan kritik destruktif tapi instruktif. Misalnya di setiap kegiatan dialog formal yang ada, kita hadir dan menyampaikan hal ini. Ada pula seminar publik yang biasa dilaksanakan dan narasumber dari Walhi. Di forum itu, kita berbicara lingkungan, RTH, dan lainnya. Kami juga membuat surat untuk BLHD dan membuat kerangka analisis atau riset kota. Kami se-

rahkan dengan rekomendasinya. Namun, upaya yang kami lakukan juga akan tetap sia-sia jika tidak ada itikad baik dari pemerintah. Bagaimana tak ada tindak lanjut dari pemerintah Kota Makassar untuk mengatasi masalah ini? Itulah yang menjadi permasalahan. Setiap kritik yang kami sampaikan pasti dijawab bahwa hal ini akan ditindaklanjuti. Tetapi tidak ada realisasinya. Kami tidak butuh pernyataan tetapi kerja nyata. Setiap tahun kami evaluasi berapa RTH di Kota Makassar, dan kami tidak akan berhenti untuk tetap mendesak pemerintah agar merubah cara berfikir mereka, khususnya untuk ke­ tersediaan kawasan RTH ini. Ini bukan untuk kepentingan Walhi, tetapi ini adalah untuk kenyamanan warga Kota Makassar. Sebaiknya gedunggedung yang ada tetap diimbangi dengan pohon-pohon. Apa harapan Anda terkait masalah RTH ini? Saya tentu masih tetap berharap kepada pemerintah. Selain itu, untuk seluruh elemen masyarakat agar turut mendukung, mendesak, dan mengajak pemerintah demi mencapai idealnya RTH seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Perencanaan Tata Ruang Wilayah Nasional. Dukungan kita semua bersama dengan Walhi dibutuhkan untuk tetap menyerukan hal ini. Pulihkan pesisir kita dan jadikan setiap kawasan tertentu sebagai RTH sebagaimana mestinya. Apabila telah tercapai 30%, maka lahan yang lain digunakan sebagai kawasan apapun itu dapat berjalan. Saya berharap kepada pemerintah untuk tetap bisa menjalankan amanah rakyat ini.

BIODATA : Nama : Muhammad Al Amin Tempat, Tanggal Lahir : Makassar, 17 Juli 1989 Alamat : Tanah Sudiang Indah Blok L2 No.1 Riwayat Pendidikan : S1 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin’ S1 Fakultas Hukum Universitas Satria S2 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Riwayat Organisasi : Front Mahasiswa Nasional Unit Kegiatan Pers Mahasiswa Koalisi Pemerhati Wilayah Pesisir dan Laut Sul-Sel Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Walhi Sul-Sel

Eksepsi

Edisi IV/LPMH-UH/XIX/VI/2015


Cermin Menulis dengan Cinta “If you want to be a writer, you must do two things above all others: read a lot and write a lot.” Itulah kutipan dari Stephen King yang dapat menjadi inspiratif bagi siapapun yang akan mencoba menulis. Tak jauh beda dengan M. Aan Mansyur. Lelaki lahir Bone tanggal 14 januari 1982 ini terbilang produktif berkarya melalui tulisan. Untuk mengulik kiat-kiatnya, Kru Eksepsi Nurul Amalia mewawancarainya di sekretariat Komunitas Kata Kerja, Jumat (24/3). Apakah menjadi seorang penulis adalah hobi atau profesi bagi Anda? Jika profesi dalam artian untuk mencari uang bisa dikatakan iya, juga bisa dikatakan tidak. Pertama hanya sedikit orang di dunia yang bisa hidup dari menulis. Jika anda bukan siapa-siapa, anda tinggal di kota besar, tidak banyak dikenal oleh pembaca, buku anda tidak best seller. Anda tidak akan bisa hidup dari menulis. Sebagai seorang penulis seperti saya, malah uang yang saya hasilkan tidak lebih banyak dari uang yang harus saya keluarkan untuk menjadi seorang penulis. Menulis juga bisa dikatakan sebagai hobi, karena dunia tulis-me­ nulis tidak mengenal jam libur dan tidak menuntut waktu luang. Jadi menulis itu bisa setiap saat, Sejak kapan Anda mulai terjun ke dunia penulisan sastra? Saya mulai menulis sejak kecil, karena saat kecil saya sangat berbeda dengan anakanak yang lain. Saya dengan tubuh yang lemah tidak diperbolehkan ke luar rumah. Dapat dikatakan saya kurang m e nik-

mati masa kecil. Saya sering digelari sebagai bocah pikun. Saya sangat pelupa. Karena itu kakek saya memberi catatan kecil dan pena agar setiap saya kerjakan sesuatu, saya tuangkan di dalam catatan kecil itu. Saya menulis kembali dongeng kakek dengan bahasa saya sendiri. Saat itu kakek mengatakan: “Tidak ada orang yang pelupa,namun yang ada adalah orang yang tidak tahu bangaimana cara memanggil ingatannya kembali.” Dengan modal tulisan itu saya kirim ke sahabat pena saya. Semenjak SD saya sudah mulai mengirim tulisan ke sahabat pena. Menduduki bangku kelas 5 SD, sudah banyak catatan yang saya buat. Saya jatuh hati kepada salah satu teman saya di kelas dan perasaan itu saya tulis dalam catatan kecil. Dengan usilnya, salah satu teman saya membacakannya di depan kelas. Mulai saat itu saya berfikir harus dengan menggunakan metafora dalam tulisan. Ternyata guru sekolah dan teman ibu saya membaca tulisan itu lalu tertarik untuk mengirimkannya ke penerbit. Di situlah awal saya berkarir. Bagaimana Anda menilai karakter anda semasa kecil ? Sangat pendiam, karena sejak kecil saya tidak dapat melakukan banyak hal. Makanya saya menulis untuk mengisi waktu kosong. Temanteman saya main layangan, main bola, dll. Sementara saya hanya di rumah dan tidak diperbolehkan untuk ikut bermain mengingat keadaan fisik saya yang kurang sehat. Berbicara dengan mama saja sangat jarang. Ibu seorang penjual sayuran di pasar. Jika saya membutuhkan sesuatu, maka perlu waktu sekitar dua atau tiga hari. Saya berfikir dan kutuangkan dalam tulisan, lalu tulisan itu saya simpan di bawah bantal kamarnya.

Keesokan harinya saat dia datang dari pasar dengan membawa barang yang saya inginkan, dia akan menuliskan surat dan menyimpannya di kamar saya. Jadi bakat menulis Anda turunan dari orang tua? Tidak juga. Sejak SMP sampai SMA saya tidak tinggal seatap dengan mama karena saya sekolah di asrama pesantren. Tidak sampai di situ saja. Saya lanjut kuliah di Makassar sedang mama masih tetap di Balikpapan. Jadi hampir setiap obrolan yang saya lakukan dengan mama itu lewat puisi. Mama menjadi pembaca pertama dari beberapa puisi yang saya tulis. Jika dia rindu dengan anaknya, bukan ucapan kangen yang ia katakan, namun “Kamu ada puisi baru tidak?” Itu artinya saya harus mengirimkannya puisi atau saya telpon lalu membacakannya puisi. Jadi jika melihat kata-kata sederhana dalam tulisan saya, itu sebagian besar adalah untuk ibu saya. Apakah sejak dahulu keluarga Anda bergelut dalam dunia tulis-menulis? Saat tahun 2001, waktu itu saya masih kuliah, saya sempat berbicara de­ngan ibu, “Saya ingin berhenti kuliah dan saya ingin menulis.” Respon ibu saat itu adalah, “Kamu yakin mau jadi miskin?” Ibu tahu bahwa menjadi penulis sangat beresiko. Namun sejak itulah saya bertekad untuk menjadi seorang penulis. Apa harapan Anda terhadap pembaca tulisan Anda? Menurut saya, menulis adalah cara menyampaikan pikiran kita dan bertemu dengan orang lain tanpa perlu merasa lebih benar dari orang lain. Itu adalah suatu ruang di mana kita bisa bertemu degan banyak orang tanpa harus merasa ditindas oleh orang tersebut. Jika ditanya harapan, sebetulnya adalah proses saling bertukar informasi. Saya menulis la­ yaknya seperti usaha memeluk pembaca. Istimewanya penulis adalah tidak perlu bertemu secara fisik dengan pembaca.

DATA DIRI: M Aan Mansyur lahir di Bone, Sulawesi Selatan, pada 14 Januari 1982. Tinggal di Kota Makassar. Alumni Sastra Inggris Unhas. Aktif di pusat kajian budaya Komunitas Ininnawa. Putakawan komunitas Katakerja. Menjadi kurator di Makassar International Writers Festival (MIWF) sejak 2011. Karya buku fiksinya yaitu Hujan Rintih-rintih (2005), Perempuan, Rumah Kenangan (2007), Aku Hendak Pindah Rumah (2008), Cinta yang Marah (2009), dan Tokoh-tokoh yang Melawan Kita Dalam Satu Cerita (2012), Sudahkah Kau Memeluk Dirimu Hari Ini? (2012), Kukila (2012), Kepalaku: Kantor Paling Sibuk di Dunia (2014), Melihat Api Bekerja (2015), dan akan terbit tahun ini: Lelaki Terakhir yang Menangis di Bumi. Karyanya juga banyak dimuat dalam berbagai buku antologi. Ia juga aktif menulis artikel, puisi, dan cerita pendek di berbagai media. (Dirangkum dari berbagai sumber)

12 Eksepsi Edisi IV/XIX/LPMH-UH/VI/2015


Apakah setiap tulisan Anda didasarkan pengalaman dan imajinasi pri­ badi? Imajinasi bagi saya adalah mengubah sesuatu yang kita pelajari atau yang kita lihat di sekeliling kita, menjadi sesuatu yang baru. Saya tidak percaya dengan sesuatu yang benar-benar fiktif di dunia ini. Jadi apa yang saya tulis adalah apa yang saya pelajari. Banyak hal yang saya tulis justru tidak saya ketahui. Dari ketidaktahuan itu, kita dapat bertukar pikiran dengan pembaca. Berapa banyak tulisan Anda yang telah diterbitkan? Penerbitan sebenarnya adalah persoalan lain dalam dunia jurnalis. Pilih menerbitkan atau tidak itu persoalan yang berbeda. Kalau terbitan saya sen­ diri sudah sekitar 9 sampai 10 buku. Ada juga banyak tulisan saya yang dimuat di majalah-majalah, mulai sejak saya duduk di bangku SD. Tulisan mana yang paling berkesan

dari sekian banyaknya tulisan Anda? Sebetulnya saya merasakan jika setiap tulisan yang saya buat itu tidak membuat saya puas. Setiap kali selesai menulis, seperti memulai menulis lagi. Sama halnya hari-hari yang saya lewati, adalah hari pertama setelah melewati hari terakhir. Jadi saya selalu merasa ada banyak hal yang tidak bisa saya lakukan di tulisan yang sudah selesai, dan akan saya lanjutkan di tulisan berikutnya. Apa prinsip Anda saat memulai sebuah tulisan? Pada dasarnya, setiap tulisan itu adalah bangaimana memberi kejutan ke dalam diri saya sendiri agar tidak putus asa. Pokonya harus menulis sampai kehabisan kata-kata dan jangan sampai kehabisan kata-kata. Siapa sosok inspirasi Anda dalam menulis? Ibu. Jika membaca tulisan saya akan lebih banyak menyinggung tentang ibu. Beliau pernah berkata, “Kata-kata itu

sebenarnya bisa dipakai untuk bermain musik, melukis, bahkan menari.” Awalnya saya tidak percaya. Namun dengan waktu yang kulalui, ternyata kata-kata itu sangatlah benar. Ibu adalah orangtua yang menjadi tulang punggung keluarga saat ayah pergi meninggalkan keluarga di usia saya yang masih sekitar 7 atau 8 tahun. Itu sebab ibu saya sangat berpengaruh dengan hal-hal yang saya tulis. Ke depan, apakah Anda tetap ingin menulis atau ada cita-cita lain yang ingin Anda dicapai? Saya tidak tahu kapan akan berhenti menulis. Jika dikatakan memiliki rencana lain, saat ini belum terpikirkan. Bagi saya, yang menarik bagi seorang penulis adalah kamu bisa mengerjakan pekerjaan lain tanpa ada ikatan atau tuntutan lain. Rencana lain saya adalah i­ngin mempunyai perpustakaan yang lebih besar dan lebih bagus agar orang-orang bisa datang berkunjung ke tempat itu dan di situlah kita bisa berbagi ilmu.

KOLOM

Praperadilan dan Masa Depan KPK Hattrick Kekalahan KPK

Nurul Hasanah Redaktur Pelaksana LPMH-UH Periode 2014-2015

K

omisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga “bertaring tajam” yang ditakuti para koruptor. Kehadiran KPK kerap membuat watak koruptif berpikir dua kali untuk mewujudkan niatnya. Namun akhir-akhir ini, taring KPK seperti tumpul. Para tersangka yang biasanya takluk, berbalik memukul KO KPK melalui praperadilan. Bukan hanya itu, kelima pimpinan KPK seperti tak berkutik setelah dijegal kesalahan masa lalunya yang diungkit-ungkit.

Petaka bermula dari penetapan Budi Gunawan (BG) sebagai tersangka korupsi saat ia menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia (Karo Binkar Deputi SDM) Mabes Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian. Keadaan menjadi pelik karena penetapan status tersangka terhadap BG terjadi saat ia diajukan sebagai calon tunggal Kapolri oleh Presiden Jokowi, hingga akhirnya disetujui DPR. Upaya praperadilan pun ditempuh. Tak disangka-sangka, Hakim Sarpin Rizaldi memutuskan status tersangka BG tidak sah. Tak pelak, muruah KPK direndahkan hingga menuai serangan balik hingga kini. Pada pertimbangan putusannya, Hakim Sarpin menyatakan status sebagai Karo Binkar Deputi SDM bukanlah penyelenggara negara atau penegak hukum. Unsur tindak pidana korupsi yang disangkakan pun dinyatakan tak terpenuhi. Selain itu, di persidangan, KPK juga tak mengajukan dua alat bukti yang cukup sebagai dasar penetapan BG sebagai tersangka. Inilah kekalahan pertama bagi KPK.

Putusan Hakim Sarpin akhirnya menimbulkan pro dan kontra. Alasannya, praperadilan berdasar Pasal 77 KUHAP, hanya menyangkut sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penuntutan, serta ganti rugi dan atau rehabilitasi bagi orang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Secara normatif, penetapan status tersangka tidak termasuk di dalamnya. Sarpin Effect pun berimplikasi. Tersangka korupsi mulai menggugat KPK di praperadilan. Di antaranya adalah mantan Menteri Agama Suryadharma Ali, mantan Menteri ESDM Jero Wacik, dan mantan Ketua Komisi VII DPR Sutan Batoegana. Akan tetapi KPK masih dapat mempertahankan tajinya. Praperadilan ketiga tersangka ditolak karena penetapan tersangka masih diianggap bukan objek praperadilan. Pada 28 April 2015, legalitas putusan Sarpin malah dikuatkan. Putusan MK Nomor 21/PUU-VII/2014 hadir memperluas objek praperadilan dengan memasukknya penetapan status tersangka di dalamnya. Penetapan tersangka dianggap MK merupakan bagian dari proses penyidikan. MK menegaskan bahwa Eksepsi

Edisi IV/LPMH-UH/XIX/VI/2015

13


KOLOM dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka, harus ada minimal dua bukti permulaan. Syarat lainnya adalah harus disertai pemeriksaan terhadap calon tersangka, serta dalam menemukan alat bukti harus dengan cara yang benar. KPK kemudian harus menelan pil pahit tatkala memperoleh kekalahan keduanya di praperadilan menyusul putusan MK. KPK kalah terhadap gugatan tersangka Mantan Wali Kota Makassar Ilham Arif Sirajuddin. Dia diduga melakukan korupsi dalam kerja sama rehabilitasi kelola dan transfer untuk instalasi PDAM Makassar tahun 2006-2012 yang diduga menimbulkan kerugian hingga Rp. 38,1 miliar. Hakim tunggal praperadilan PN Jakarta Selatan Yuningtyas Upiek menjadikan putusan MK sebagai dasar putusannya. KPK dianggap tidak memiliki dua alat bukti yang cukup dalam menetapkan Ilham Arif sebagai tersangka. Barang bukti yang diajukan di pengadilan dinilai hakim tidak sah karena tidak di­ sertai berkas asli, hanya berkas foto copy. Akibatnya, pada tanggal 12 Mei 2015, proses penyidikan dan penetapan status tersangka Ilham dinyatakan tidak sah. Belum berhenti sampai di situ, sidang praperadilan atas status tersangka memperhadapkan KPK dengan Mantan Ketua BPK Hadi Poernomo. Hadi menjadi tersangka kasus dugaan suap permohonan keberatan pajak yang diajukan Bank Central Asia (BCA) pada 1999. Penetapan itu terkait dengan jabatannya sebagai Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan periode 2002-2004. Hadi diduga mengubah keputusan hingga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 375 miliar. KPK dalam menghadapi gugatan praperadilan Hadi merasa yakin akan memenangkan praperadilan dengan membawa banyak barang bukti ke hadapan sidang. Namun malang tak dapat ditolak, Hakim Haswandi memutuskan penetapan tersangka, penyelidikan, dan pe­ nyidikan yang dilakukan KPK tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Proses penyidikan pun diperintahkan untuk dihentikan. Hakim dalam amar putusannya menjelaskan bahwa penyelidik dan

14 Eksepsi Edisi IV/XIX/LPMH-UH/VI/2015

penyidik KPK sesuai dengan Pasal 45 dan Pasal 46 UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi haruslah berstatus sebagai penyelidik atau penyidik di instansi sebelumnya, baik Polri atau Kejaksaan. Sedangkan penyelidik dalam kasus Hadi yaitu Dadi Mulyadi dan dua penyelidik lainnya, bukan penyelidik yang sebelum diangkat menjadi penyelidik KPK. Sementara itu, Ambarita Damanik, penyidik yang menangani kasus Hadi, merupakan penyidik Polri yang sudah diberhentikan secara hormat dari institusi Polri pada 25 November 2014. Dengan pemberhentian tersebut, hakim berpendapat bahwa Ambarita juga sudah kehilangan status penyidik yang melekat pada dirinya. Hakim menjelaskan, anggota Polri yang telah pensiun atau berhenti, padanya tidak lagi melekat status penyidik ataupun penyelidik. Jika anggota Polri yang telah pensiun ingin diangkat menjadi penyelidik ataupun penyidik maka harus diangkat sebagai PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) di KPK. Hukum Juga Berlaku bagi KPK Kekalahan KPK dalam pra­ peradilan menunjukan bahwa KPK bukan lembaga yang kebal hukum. Sebagai lembaga harapan dalam pemberantasan korupsi, KPK harusnya lebih berhati-hati dalam setiap tindakannya. Kasus BG misalnya, menjadikan BG sebagai tersangka dengan bukti yang belum cukup, tepat beberapa hari setelah dicalonkan sebagai kapolri, merupakan tindakan yang sangat beresiko. Penetapan tersangka terhadap BG terlihat sewenang-wenang. Dalam Pasal 44 ayat (2) UU No. 30 Tahun 2002 dinyatakan bahwa “Bukti permulaan yang cukup dianggap telah ada apabila telah ditemukan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti, termasuk dan tidak terbatas pada informasi atau data yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan baik secara biasa maupun elektronik atau optik.” Hampir serupa dengan kekalahan pertama. Kekalahan KPK yang kedua kalinya juga diakibatkan masalah teknis pembuktian. Hal yang harusnya menjadi perhatian KPK dalam menentukan presumption

of guilty (praduga bersalah) justru diabaikan. Efeknya berakibat pada kekalahan telak yang membuat KPK seolah tak berdaya. Agak berbeda dengan dua kasus sebelumnya. Di kasus terakhir, KPK yakin dengan bukti-bukti yang dimiliki. Namun sayang, kali ini bukan soal pembuktian yang bermasalah, tetapi proses penyelidikan. Jika melihat Pasal 39 UU No. 30 Tahun 2002, Penyelidik, penyidik, dan penuntut umum yang menjadi pegawai pada Komisi Pemberantasan Korupsi, diberhentikan sementara dari instansi kepolisian dan kejaksaan selama menjadi pegawai pada KPK. Sedangkan penyelidik dan penyidik kasus Hadi bukanlah penyelidik sebelumnya, dan ada yang telah diberhentikan dari institusi polri. Di lain pihak, Pasal 43 dan 45 30 Tahun 2002 menyatakan penyidik adalah penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut pendapat beberapa ahli, termasuk perumus 30 Tahun 2002, Firman Jaya Daeli, menganggap penyidik KPK yang bukan anggota Polri adalah legal. Alasannya karena UU No. 30 Tahun 2002 bersifat lex specialis. Sepanjang hukum acara tertentu tidak diatur di dalam UU KPK, maka merujuk kembali ke KUHAP. Namun jika sudah diatur dalam UU No. 30 Tahun 2002, pasal itulah yang menjadi pegangan. Ketidakjelasan yang mengambang tersebut harus diselesaikan sesegera mungkin. Hal yang paling mungkin dilakukan adalah dengan merevisi UU KPK yang ada saat ini. Terlebih, MK telah memutuskan penetapan tersangka sebagai ranah praperadilan. UU KPK harus dapat mengikuti perkembangan hukum agar tidak dijadikan senjata untuk menyerang balik KPK. Meski kalah di praperadilan, bukan berarti KPK tidak dapat mengusut kembali kasus tersebut. Tidak sahnya penetapan tersangka bukan berarti tindak pidananya gugur. KPK tetap dapat melakukan penyidikan kembali. Kekalahan tersebut harusnya dijadikan bahan evaluasi bagi KPK untuk bekerja objektif, sesuai aturan hukum yang berlaku. Yang pasti, pelanggaran hukum apapun dan oleh siapapun itu, pasti dapat takluk di hadapan hukum.

7


CERPEN

COELUM Oleh: Nurfaika Ishak

P

erang akhirnya berakhir. Saat itu musim dingin yang datang bersama angin dan salju menjadi saksi tumpahan darah para prajurit yang gugur di medan tempur. Darah itu tidak lagi cair tapi beku bersama tumpukan salju putih yang menghasilkan warna yang sangat indah, tapi mengerikan. Bekunya darah itu menjadi warisan kesedihan dan pelajaran bagi sejarah pemerintahan Kerajaan Aloka. Namun ini menjadi kemenangan bagi Kerajaan Coelum yang kemudian mengambil alih pemerintahan Aloka. Sebelum perang ini dimulai, kedua kerajaan hidup damai secara berdampingan. Tetapi karena keserakahan sang pe­ nguasa Aloka, Raja Dere, yang ingin mengambil alih kekuasaan Coelum yang dipimpin Raja Ameer, maka politik pecah belah pun dilakukan di dalam pemerintahan Coelum. Trik pecah belah Raja Dere tidak berhasil karena para petinggi pemerintahan Coelum sangat bijak dan setia kepada Raja Ameer. Raja Dere pun mengirim utusan ke kerajaan Coelum untuk mengundang Raja Ameer berkunjung ke kerajaan Aloka. “Yang mulia, utusan Aloka ingin menghadap. Ia ingin menyampaikan pesan Raja Dere.” “Baiklah. Persilahkan ia masuk,” jawab Raja Ameer Raja Ameer menerima dengan senang hati undangan Raja Dere. Dipersiapkanlah pemberangkatan ke Aloka. Raja Ameer kemudian mengajak Pangeran Fazeel, putra sulungnya, untuk turut pergi bersama ke Aloka. Raja Ameer ingin memberikan pengalaman kepada anak sulungnya tersebut tentang berhubungan baik dengan kerajaan lain. Mendengan hal tersebut, Raja Isahaka, putra kedua Raja Ameer, menghadap ayahnya untuk mengutarakan maksud keikutsertaannya ke Aloka. Namun Raja Ameer menolak. “Anakku, bukannya aku melarang keinginannmu untuk turut bersamaku dan kakakmu ke Aloka, tetapi ibumu saat ini lebih membutuhkanmu. Aku ingin kau tetap berada di sisinya saat saya dan kakakmu tidak ada” jelas Raja Ameer

8

Ilustrasi: Supri “Tapi Ayah, Ibu akan baik-baik saja. Kita akan kembali berjumpa dengannya setelah menghadiri undangan Raja Dere,” balas Pangeran Isahaka “Pangeran Isahaka anakku, ayah akan senang dan bangga ketika engkau mengikuti saran ayah dan menjaga Ibu di sini,” bujuk Raja Ameer Pangeran Isahaka kemudian memeluk ayahnya dan meninggalkan ruangan raja. Ia berjalan menuju ke taman istana. Hal yang sering dilakukannya untuk menghirup udara dan menikmati indahnya tanaman bunga-bunga istana. Di taman tersebut ia menghampiri kakaknya, Pangeran Fazeel, yang sedang bersama kudanya. Adik-kakak ini saling menyayangi walaupun lahir dari rahim yang berbeda. “Kakak, bagaimana persiapan pernikahanmu dengan Putri Muthma? Kamu sangat beruntung akan menikahi putri secantik dia,” tanya pangeran Isahaka “Saya menyerahkan semuanya pada Ibu ratu adikku. Dan saya berdoa semoga engkau juga mendapatkan putri secantik Putri Muthma,” jawab Pangeran Fazeel. Setelah bercakap-cakap, pangeran Fazeel dan pangeran Isahaka kemudian menunggang kuda bersama-sama. Keesokan harinya, sebelum keberangkatan ke Aloka, Pangeran Fazeel menemui ibu Ratu Emelyn. Sosok yang dianggapnya

sebagai ibu menggantikan Ratu Nugiri yang telah wafat sesaat ketika Pangeran Fazeel dilahirkan ke dunia, “Bagaimana keadaan Ibu? Semoga terus membaik. Pangeran Isahaka akan menjaga Ibu. Sementara aku dan Ayah akan bertolak ke Aloka,” ungkap Pangeran Fazeel. “Ibu baik-baik saja anakku. Ibu tidak sabar menantikan kepulanganmu dan Ayahmu. Semoga Tuhan selalu menjagamu,” balas Ratu Emelyn Iring-iringan raja dan pangeran yang dimeriahkan oleh sentakan kaki kuda kemudian berangkat menuju aloka. Sesampainya di Aloka, Raja Dere menyambut. Ia tidak sabar mengajak Raja Ameer untuk masuk ke ruang jamuan. Di ruang jamuan, Raja Dere telah meme­ rintahkan pelayannya untuk memberikan minuman yang berisi racun kepada Raja Ameer. Tidak hanya itu, Pangeran Azees, anak raja Dere, juga memerintahkan pelayan untuk memberi racun ke dalam minuman Pangeran Fazeel. Pangeran Azees cemburu karena Pangeran Fazeel yang berhasil memenangkan hati Putri Muthma. Setelah jamuan tersebut, Raja Ameer dan Pangeran Fazeel kembali ke Coelum. Semua berjalan seperti biasanya. Namun tiga hari kemudian, Raja Ameer jatuh sakit. Sementara Pangeran Fazeel yang sedang menunggang kuda terjatuh karena merasa pusing. Dokter yang Eksepsi

Edisi IV/LPMH-UH/XIX/VI/2015

15


memeriksa keduanya menyatakan kalau sakit Raja Ameer dan Pangeran Fazeel akibat diracun. Selama tiga minggu keduanya tidak sadarkan diri. Pangeran Isahaka dan Ratu Emelyn menjadi sangat cemas. Lalu diadakannlah rapat para pejabat istana. Pada rapat tersebut, perdana menteri mengungkapkan dugaannya bahwa yang meracuni raja Ameer dan Pangeran Fazeel adalah Raja Dere. Namun Raja Isahaka hanya diam tidak menanggapi dugaan perdana menteri. Hari berlalu, ayah dan kakaknya tak kunjung sadarkan diri. Kemudian ia menuju kamar sang raja, pe­ nguasa Coelum. Ia menatap sangat dalam ke wajah ayahnya tersebut, lalu berucap, “Ayah, sadarlah. Bukan hanya aku dan Ibu yang bersedih melihatmu seperti ini, tetapi seluruh rakyat akan sedih jika engkau tak kunjung sehat.” Selanjutnya ia menuju kamar kakaknya Pangeran Fazeel. Hal yang sama dilakukan pada kakaknya. Ia menatap penuh harap seraya berkata, “Kakak, jika memang benar engkau dan Ayah diracun oleh Raja Dere, maka saya bersumpah akan mengembalikan kesedihan ini kepadanya berlipat-lipat ganda.” Mendengar kabar Raja Ameer

dan Pangeran Fazeel yang semakin memburuk, Raja Dere dan Pangeran Azees menjadi gembira. Raja Dere pun memerintahkan kepada seluruh pasukannya untuk bersiap-siap berperang. Panglima perang Aloka menjadi kaget karena selama ini ia melihat hubungan Aloka dan Coelum baik-baik saja. Namu apa hendak dikata, ia hanya seorang panglima perang yang harus mengikuti perintah raja. Di Coelum, Pangeran Isahaka mendengar persiapan perang raja Dere yang akan menyerang kerajaannya. Ia shock dan memutuskan untuk kembali menggelar rapat para pejabat Coelum. Sebelum rapat tersebut dimulai, Pangeran Isahaka dan para pejabat yang telah berkumpul dika­ getkan dengan laporan bahwa Raja Ameer telah meninggal dunia. Disusul kemudian oleh Pangeran Fazeel. Setelah pemakaman ayah dan kakaknya, pangeran Isahaka naik tahta menjadi Raja. Ia terbilang masih sangat muda. Namun ia dikenal sebagai raja yang paling sukses sepanjang sejarah kerajaan Coelum. Raja Isahaka yang dibantu oleh orang-orang setia ayahnya kemudian memutuskan juga untuk mempersiapkan perang. Putri Muthma yang merupakan keponakan dari

Raja Dere dan juga merupakan calon menantu Raja Ameer mejadi sangat sedih. Terlebih lagi calon suaminya, Pangeran Fazeel, telah meninggal dunia. Putri Muthma yang cantik jelita tersebut akhirnya memutuskan untuk bunuh diri dengan meminum racun. “Semoga minuman ini dapat memberikan kebahagiaan di kehidupan yang lain, dan bisa mempertemukannku dengan Pangeran Fazeel.” Perang dimulai. Begitu banyak darah dari para prajurit dan air mata dari para istri dan anak yang ditinggalkan. Hasil perang berpihak pada Raja Isahaka, penguasa Coelum. Ia berhasil membalas kematian ayah dan kakaknya. Namun sesungguhnya, lubuk hati Raja Isahaka merasa sedih karena perang ini mengakibatkan banyak rakyatnya menjanda dan menjadi yatim. “Ya Tuhan, ampunilah dosaku yang mengakibatkan kerusakan pada negeri dan rakyatku. Sesungguhnya aku hamba-Mu yang selalu memohon petunjuk.” ----Bersambung---

*Penulis adalah anggota LPMH-UH

RESENSI

Membedah KUHP Oleh: Andi Muhammad Aksan

B Judul

: Tindak Pidana di KUHP;

Penulis Penerbit Kota Penerbit Cetakan Tebal

: S. R. Sianturi, S.H. : Alumni AHM-PTHM : Jakarta : 1983 : 725 Halaman

Berikut Uraiannya

16 Eksepsi Edisi IV/XIX/LPMH-UH/VI/2015

uku berjudul Tindak Pidana di KUHP; Berikut Uraiannya adalah garapan S. R. Sianturi, S.H. Buku ini memaparkan bahwa setiap perubahan undang-undang mempunyai dampak terhadap teks pasal-pasal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Penulis pun telah memperhatikan dan mencantumkan pasal-pasal bersangkutan, sehingga menampilkan rumusan pasal-pasal yang paling baru. Cara yang ditempuh penulis, yaitu membahas pasal demi pasal dengan lebih dahulu menguraikan rumusan dari setiap pasal secara cermat. Teknik ini merupakan cara yang paling baik untuk mendidik para mahasiswa hukum agar mengenal KUHP yang wajib mereka pelajari

dengan mudah. Terlebih, kecermatan dituntut bagi profesi hukum, termasuk bagi para calon hakim dan jaksa yang kelak mengemban tugas menerapkan KUHP. Pembagian tindak pidana yang ditonjolkan dalam buku ini didasari kepada “siapa” atau kepentingan hukum siapa yang dirugikan oleh sebuah tindak pidana. Dalam hal ini, ada tiga kemungkinan golongan penderita yaitu, negara, masyarakat, dan pribadi atau orang perseorangan. Jadi berbeda dengan KUHP yang membedakan secara tegas kejahatan di Buku II dan pelanggaran di Buku III, dalam buku ini justru kejahatan dan pelanggaran dibahas dan diuraikan berdasarkan tiga macam pembagian tersebut di atas.

9


www.madiunpos.com

Jika Kekuasaan Melawan Rakyat Oleh: Ramli Judul Penulis Penerbit Tahun Terbit Cetakan Jumlah Halaman

S

atu lagi buku hasil karya Fajlurrahman Jurdi. Judulnya adalah Melawan Kekuasaan; Teori Gerakan Sosial, Ideologi Massa dan Perubahan Sosial. Launching buku ini sempat dilaksanakan di Aula Prof Amiruddin, Fakultas Kedokteran Unhas, Senin tanggal 18 Mei 2015. Alumni seka­ ligus dosen muda Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Unhas ini memang terbilang produktif dalam menulis. Sebanyak sembilan buku telah terbit dari ketekunannya. Di antaranya adalah Predator-Predator Pasca Orde Baru, Aib Politik Muhammadiyah, Membuat Luka Demokrasi dan Islam, serta Relasi Kekuaaan, Ideologi dan Oligarki. Pada bukunya bersampul kepalan tangan ini, penulis yang juga Direktur Eksekutif Republik Institute ini mengulas gerakan sosial mulai dari definisi, sejarah, hingga teorinya secara mendalam. Dimulai dari bagian prolog, penulis berusaha memancing jiwa “perjuangan” pembaca dengan mengulas motivasi sehingga kekuasaan harus dilawan. Pada bagian itu, dipaparkan fakta bahwa kekuasaan cenderung digunakan sebagai

: Melawan Kekuasaan; Teori Gerakan Sosial, Ideologi Massa dan Perubahan Sosial : Fajlurrahman Jurdi : Rangkang Education & Republik Institute : 2015 : Pertama, Mei 2015 : 398 halaman

alat penindasan, sehingga butuh upaya kontrol dari gerakan sosial, termasuk perlawanan. Penulis berusaha menggambarkan varian pengaplikasian kekuasaan disertai kemungkinan reaksi yang akan muncul dari yang “dikuasai”. Untuk itu, sejumlah pola aksi melawan kekuasaan dituturkan secara padat pada bagian prolog. Membaca bagain prolog akan memancing nalar pembaca untuk lebih mendalami uraian pada bagain buku selanjutnya. Salah satu sub pada bagain prolog berjudul Musuh Kita: Kekuasaan yang Tak Punya Telinga. Di bagian ini, penulis menekankan bahwa kekuasaan harus mengikuti kehendak publik. Jika kekuasaan tak lagi difungsikan demi kepentingan publik, maka upaya perlawanan harus dilakukan. Diuraikan bahwa perlawanan itu harus direalisasikan de­ ngan pola gerakan berdasarkan doktrin dan visi yang jelas, serta terwujud dalam tindakan melawan musuh (baca: kekuasaan yang menindas), termasuk melalui perlawanan fisik dan kontra hegemoni. Pada penggalan satu paragraf dituliskan: Bila kekuasaan melawan hakikat eksistensialnya, menolak tunduk pada kehendak publik, menolak patuh pada argumentasi dan perintah konstitusi yang imperatif dan hukum yang normatif, publik memiliki hak untuk menarik mandat sang pengusa. Lebih lanjut, sub bahasan prolog buku ini selanjutnya -secara berturutturut- adalah Berhadapan dengan Kekuasaan: “Melawan Ketakutan”, Kekuasaan Diktator: Musuh Abadi Gerakan Sosial,

serta Tanpa Ideologi: “Mayat” Kita Akan Diseret. Setelah memantik jiwa perlawanan pembaca melalui prolog, penulis yang juga Ketua DPP IMM periode 2012-2014 ini selanjutnya menguraikan secara terstruktur terkait Gerakan Sosial. Mulai dari Definisi Gerakan Sosial, Sejarah Gerakan Sosial, Ideologi Gerakan Sosial, Teoritisi Gerakan Sosial, Jenisjenis Gerakan Sosial, dan Perubahan So­sial Akibat Gerakan Sosial. Di akhir buku ini, dimuat epilog karya Ketua Umum Ar. Fakhruddin Kota Yogya Periode 2003-2004 sekaligus salah satu pendiri MIM Indigeneous School Fauzi Fashri berjudul Gerakan Sosial: Spasial dan Produksi Harapan. Meski penulis adalah seorang ilmuwan hukum, namun dalam buku ini, minim ditemukan argumentasi hukum yang bersifat normatif. Dengan referensi dari ilmuwan sosial dari dalam dan luar negeri, penulis mampu menyajikan bahasan gerakan sosial secara komprehensif. Buku ini sangat tepat menjadi refe­ rensi bagi setiap orang yang risau dengan fenomena implementasi kekuasaan masa kini, terutama para aktivis gerakan so­ sial. Tulisan dalam buku ini juga dibahas secara terstruktur dan mengalir. Uraian teorinya senantiasa disandingkan de­ ngan fakta yang relevan. Apalagi penulis adalah mantan staf ahli anggota DPR yang tahu betul bagaimana kekuasaan dikelola. Tidak heran, pembaca dari latar belakang keilmuan apapun tak akan kesulitan memahami uraian penulis. Selamat membaca! Eksepsi

Edisi IV/LPMH-UH/XIX/VI/2015

17


Aktivitas Aliansi Unhas Bersatu Tuntut UU PT Dicabut

Massa aksi berkumpul di depan Gedung Perpustakaan Unhas menje­ lang keliling ke seluruh fakultas. [Ash]

K

amis (28/5), sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Unhas Bersatu melakukan aksi unjuk rasa sebagai bentuk penolakan terhadap pemberlakuan UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU PT). Aksi dilakukan dengan pawai dan berhenti di setiap fakultas untuk melakukan orasi. Massa aksi berasal dari tujuh fakultas, di antaranya Fakultas Hukum, Fakultas Ilmu Budaya, FISIP, Fakultas Peternakan, dan Fakultas Pertanian. Dalam aksinya, pengunjuk rasa berharap agar seluruh mahasiswa Unhas turut menuntut pencabutan UU PT. Alasannya karena UU PT mensyaratkan institusi pen-

didikan berbentuk badan hukum. Massa aksi menengarai institusi perguruan tinggi akan menjadi lahan komersialisasi dan mengabaikan fungsinya sebagai lembaga pendidikan. Koordinator Lapangan Aksi Irwan Gunawan menilai dihimpitnya masa kuliah dari 7 tahun menjadi 5 tahun serta pemberlakuan sistem UKT menunjukkan pemerintah lepas tanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan. ”Dengan disahkannya UU PT serta Unhas berstatus Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH) maka dihawatirkan terjadinya komersialisasi pendidikan dan pendidikan dinomorduakan karena adanya otonomi kampus yang memberikan wewenang untuk mencari dana operasional sendiri. Ini tidak sejalan dengan amanah UUD 1945 bahwa mencedaskan kehidupan bangsa merupakan tugas negara, yaitu membiayai pedidikan,” tutur mahasiswa Presiden BEM Fakultas Pertanian ini Aksi Aliansi Unhas Bersatu kali ini merupakan aksi lanjutan. Irwan menuturkan bahwa selain berunjuk rasa, aliansi juga mengadakan riset dan mengumpulkan data sebagai dasar dalam mengajukan merevisi UU PT nantinya. “Setelah turun aksi pihak demonstran berharap agar seluruh kalangan mahasiswa Unhas, baik mereka yang berorganisasi ataupun tidak, agar minimal mem-back up teman-teman untuk tahap yudisial review. Sejauh ini kami telah membangun komunikasi dengan perguruan tinggi lain di Makassar, termasuk UNM dan UIN agar gerakan terkait dengan dampak UUPT ini dapat digalakkan seMakassar. (Hutomo Mandala Putra)

Berdampak Negatif, Aktivis Galang Kesatuan Aksi Tolak Reklamasi penguasaan atas lahan baru. Reklamasi sengaja dilakukan karena sebagian besar wilayah daratan di Kota Makassar telah dikuasai. Lebih lanjut, pelegalan reklamasi atas alasan kebutuhan lahan pemukiman menurutnya tidak berdasar. Alasannya, masih ada lahan kosong di darat yang dapat ditempati, tanpa harus melakukan reklamasi. Amin menengarai pemilik modal memaksakan pelegalan reklamasi demi meraup keuntungan materi, meski harus mengabaikan kepentingan masyarakat pesisir. “Ada indikasi kuat (pendukung legalisasi reklamasi, Red) mengarah ke bisnis. Meski ujungujungnya adalah perampasan hak-hak masyarakat pesisir dengan hilangnya mata pencaharian mereka sebagai pencari kerang,” tuturnya. Suasana diskusi terkait reklamasi pantai di Baruga Paralegal, KassiKassi, Rabu (27/5). [Ain]

F

ront Mahasiswa Nasional (FMN) menggelar diskusi dengan tema Reklamasi Pantai Makassar untuk Siapa? Kegiatan itu diadakan menyikapi upaya legalisasi reklamasi pantai yang menjadi isu pokok dalam Rancangan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (Ranperda RTRW) Kota Makassar 2015-2035. Pada kesempatan tersebut, hadir puluhan mahasiswa dan aktivis sosial dari FMN, LBH-Makassar, Walhi Sulsel, juga Komunitas Masyarakat Pesisir Pantai Panambungan. Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Walhi Sulsel Muhammad Al Amin menilai reklamasi termasuk

18 Eksepsi Edisi IV/XIX/LPMH-UH/VI/2015

Staf Bidang Tanah dan Lingkungan LBH Makassar Edy Kurniawan menduga reklamasi dan proyek Centre Point of Indonesia (CPI) merupakan bagian dari pemetaan industri negara neolib, seperti Jerman yang akan mengembangkan industri bahari. Untuk itu, Edy menekankan pentingnya kehadiran gerakan mahasiswa sebagai bagian vital perubahan untuk penopang perlawanan masyarakat pesisir. “Diharapkan mahasiswa lebih peka dengan isu-isu di masyarakat,” tuturnya. Di akhir diskusi, para peserta menyatakan siap berjuang bersama untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat pesisir sebagai bagian dari pengabdian kepada masyarakat. (Ain)


Aktivitas Malam Keakraban; Puncak Peringatan Milad XX Carefa

Anggota UKM Carefa Unhas seusai acara Malam Keakraban. [RTW]

U

nit Kegiatan Mahasiswa Pencinta Alam Recht Faculteit (UKM Carefa) melaksanakan agenda Malam Keakraban sebagai puncak perayaan Anniversary XX Carefa, Sabtu (30/5). Kegiatan yang berlangsung di parkiran utama Fakultas Hukum Unhas

(FH-UH) tersebut dihadiri perwakilan pencinta alam seUnhas, pencinta alam dari beberapa kampus se-Makassar, pengurus organisasi kemahasiswaan lingkup FH-UH, serta senior-senior UKM Carefa. Pada momen dua dekade ini, diadakan peluncuran buku sejarah perjalanan UKM Carefa berjudul Carefa; Terlahir Sebagai Saudara. Pada kesempatan tersebut, Ketua Umum UKM Carefa Eduard Batara berharap komunikasi dan solidaritas internal anggota UKM Carefa semakin baik ke depan. Ia juga berharapkan kekeluargaan antarmahasiswa FH-UH, terutama pengurus organisasi kemahasiswaan, semakin erat. Sebagai rangkain Anniversary XX Carefa, sebelumnya diadakan napak tilas di Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat pada 6-18 Mei. Sejumlah kegiatan juga dilaksanakan di FH-UH pada 18-21 Mei, yaitu flying fox, pameran foto, master chef mountain, dan donor darah. Selanjutnya, pada 24 Mei, anggota UKM Carefa bertandang ke Pucak Teaching Farm di Kabupaten Maros. Selain itu, pada 27 Mei, dilaksanakan bakti sosial di panti asuhan Kacamatan Tanralili, Kabupaten Maros. (RTW)

Diplomasi 2014 Akhirnya Mengelar Malam Inaugurasi dan Apresiasi Seni lai. Colourguard menjadi penampil pembuka yang berhasil memukau para pengunjung. Setelah itu, deretan katakata sambutan pun dilalui, yaitu dari Ketua Panitia Fauzi Azhary, Ketua Angkatan Diplomasi Muhammad Triwahyudi, Presiden BEM Ahmad Tojiwa Ram, Ketua DPM Muhammad Nur Fajrin, Pembantu Dekan III Hamzah Halim, dan Wakil Rektor III Abdul Rasyid yang juga membuka acara secara resmi.

Foto bersama panitia inaugurasi, pengurus organisasi kemahasiswaan, dan denakat FH-UH di sela acara. [Ash]

M

ahasiswa Fakultas Hukum Univerisitas Hasanuddin (FH-UH) angkatan 2014 akhirnya berhasil menggelar Inagurasi dan Malam Apresiasi Seni di Balai Jendral M. Jusuf Manunggal, Makassar, pada Senin malam (25/5). Angkatan berjuluk Diplomasi ini mempersembahkan berbagai macam hiburan, di antaranya drama musikal, dance, musikalisasi puisi, tari tradisional, perkusi, colorguard, choir, dan Tribute to Guru Besar. Inaugurasi kali ini bertema Ekspresikan Jiwa Keadilanmu! Berdasarkan keterangan Sekertaris Kegiatan Anugerah Edys, tema tersebut hendak menegaskan angkatan Diplomasi senantiasa memegang teguh adagium Fiat Justitia Ruat Caelum, yang berarti hendaklah keadilan ditegakkan walaupun langit akan runtuh. Diakuinya, Potret ketidakadilan di Indonesia yang digambarkan melalui pertunjukan drama perjalanan hukum, menjadi latar belakang semangat tersebut. Acara malam itu dimulai sekitar pukul 19.00 Wita. Atmosfir kemeriahan pun begitu terasa. Itu terbukti dari kursi penonton yang nyaris penuh sebelum acara dimu-

Pagelaran inaugurasi di FH-UH merupakan tahap akhir prosesi pengaderan. Di ajang ini menjadi penenda dikukuhkannya mahasiswa baru sebagai anggota di lingkup lembaga kemahasiswaan FH-UH. “Inagurasi yang sukses kita gelar ini selain bertujuan untuk pengukuhan mahasiswa baru FH-UH, juga menjadi ajang untuk mengenal lebih jauh karakter antar sesama mahasiswa baru, dan demi mempersatukan seluruh angkatan. Inilah bentuk ucapan terima kasih kepada senior yang telah menyambut kami secara baik di Penerimaan dan Pembinaan Mahasiswa Baru (P2MB),” ujar lelaki yang akrab disapa Edys ini, saat ditemui pada Selasa (26/5). Edys mengakui, menyiapkan pagelaran inagurasi bukanlah perkara mudah. Selama dua bulan, panitia mempersiapkan segala hal demi kesuksesan acara besar itu. Meski ditemui kendala, misalnya sulitnya mencari pengisi acara dan penjadwalan latihan, namun dengan totalitas kata Edys, panitia mampu mengatasi segala persoalan. Sementara itu, Ketua Panitia Kegiatan Rifqi Nur Mukhtar berharap acara inaugurasi yang digelarnya berkesan bagi pengunjung, serta dapat membentuk soliditas antarmahasiswa angkatan Diplomasi. “Harapan saya, dengan suksesnya acara ini terlaksana, bukan berarti kekompokan yang terjalin selama persiapan acara berhenti di situ saja, melainkan menjadi awal persatuan seluruh angkatan Diplomasi. Sebab kebersamaan inti dari semuanya,” pungkas Rifqi. (Nur Wahyuni Utami) Eksepsi

Edisi IV/LPMH-UH/XIX/VI/2015

19


KAMUS HUKUM A fortiori (Latin): Alasan lebih lagi. Menghina seorang dilarang. Menghina kepala negara merupakan a fortiori. Bevelen tot handhaving der openbare orde (Belanda): Perintah untuk mempertahankan ketertiban hukum. Contra memorie (Belanda): Surat pembelaan dalam perselisihan hukum di bidang administrasi, bertenta足 ngan dengan memori pemohon. Dolus malus (Latin): Sengaja yang jahat, si pembuat menyadari sepenuhnya bahwa perbuatannya melawan hukum. Lawannya ialah sengaja tidak berwarna (kleurloos opzet), yang artinya sengaja di mana pelaku tidak menyadari perbuatannya dapat dipidana. Di Indonesia sama halnya dengan di Belanda, mengikuti teori yang terakhir. Hak Ulayat: Hak persekutuan hukum adat atas tanah dan isinya dalam lingkungan wilayahnya. Disebut juga hak pertuanan. Para anggota dapat menikmati tanahtanah itu, dapat disediakan guna kepentingan bersama seperti kuburan, tanah untuk pertenakan (merumput), sebaliknya bagi orang luar, harus memenuhi persyaratan tertentu seperti pembayaran dan lain-lain. Ideologi: Pendapat (keyakinan) yang dicita-citakan dalam hubungannya dengan negara dan pemerintahan. Dasar ideologi negara RI adalah Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 Idem per idem (Latin): Sama dengan sama, serupa de足 ngan serupa. Ilustrasi atau bukti yang tidak menambah apa-apa terhadap masalah. Incognito (Latin): Aslinya: incognitu, tidak dikenal (Inggris: unknown), tidak resmi, menyembunyikan identitas, misalnya nama samaran untuk menghindari perhatian, menyembunyikan identitas dalam perjalanan. Kasuistik: Suatu penetapan hukum (norma) oleh hakim dalam suatu kasus (Perkara). Metode ini berlawanan dengan metode dogmatis atau abstrak. Metode kasuistik merupakan ciri penerapan hukum zaman Romawi dan Inggris sekarang ini. Kompetensi relatif: Penetapan wewenang pengadilan yang dapat dipilih diantara beberapa pengadilan yang berdekatan wilayah hukumnya: 148, 150 KUHAP. Modus Vivendi (Latin): Jalan tengah, persetujuan sementara antara pihak-pihak yang bersengketa. Rugi. Nasionalisasi milik Belanda lihat PP No. 23 Tahun 1958 jo PP.No. 33 Tahun 1959 jo. UU No. 86 Tahun 1958 jo. PP No. 2,3,4 Tahun 1959. Nolens Volens (Latin): Mau tidak mau, bertentangan dengan kemauannya. Odieus (Latin): Aslinya: odiosus, artinya kebencian, dalam ungkapan hukum odieus : ketentuan-ketentuan yang membatasi hak asasi atau yang bertentangan dengan analogi umum dari hukum; sebagai kebalikan dari hukum yang meringankan, hukum pilihan: hukum yang tidak pantas mendapat penerapan dan diletakkan dalam batas yang sesempit mungkin. Pelanggaran atas hak milik misalnya biasanya (dahulu dan juga sekarang) oleh hakim sebagai hal yang menimbulkan kebencian (odieus). Otium Cum Dignitate (Latin): Beristirahatlah dengan kemuliaan. Diucapkan terhadap orang penting yang memasuki masa pensiun.

20 Eksepsi Edisi IV/XIX/LPMH-UH/VI/2015

Pengaduan: Pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan pada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya; lihat pasal 28 UUD 1945 (hak azasi), butir 25, 106 KUHAP, selanjutnya lihat delik aduan. Pro Non Scripto (Latin): Sebagai tidak tertulis atau tidak tersirat. Qui Iure Suo Utitur, Neminem Laedit (Latin): Siapa yang menjalankan haknya, tidak mengganggu orang lain. Ini pendapat kuno, karena terbukti ada orang yang men足 yalahgunakan haknya. Qui Tacet Consentire Videtur (Latin): Berdiam berarti setuju. Barang siapa yang tidak membantah, dipandang sebagai menyetujui. Sumber: Andi Hamzah, 1986, Kamus Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Semua Telah Digariskan Nurfaika Ishak Telah banyak kelalaian Pun dengan kebaikan Tawa dan tangis Berlalu bersama siang dan malam Melewati musim yang berganti Dingin yang datang bersama hujan Meninggalkan langit menghampiri bumi Panas bersama mentari Menyinari bumi membakar diri Memberikan duka mendapat suka Menanam suka menuai duka Tapi tidak, Matahari selalu bersama siang Dan bintang bersama malam Hidup itu indah namun menyedihkan Dan kematian yang menenangkan Tak ada pilihan Semua telah digariskan

Palsu A. Muh. Ikhsan W. R. Manusia,tersenyum manis dalam kepahitan Manusia,tertawa lepas dalam kepedihan Manusia, penuh kasih dalam keangkuhan Manusia, merasa ikhlas dalam keangkuhan Manusia, merasa senang dalam kebencian Manusia, ikut bersedih dalam kegembiraan Manusia, penuh kebaikan dalam Kemunafikan Manusia, terlihat tulus penuh kepalsuan


AGENDA

Mahasiswa Senyap,

LPMH-UH Inisiatif Peringati Tragedi 12 Mei 1998

M

elemahnya kepekaan atas kemanusiaan di kala­ ngan mahasiswa mendorong sejumlah anggota Lembaga Pers Mahasiswa Hukum Universitas Hasanuddin (LPMH-UH) bersama beberapa mahasiswa aktivis Fakultas Hukum Unhas mengadakan aksi memperingati Tragedi Trisakti yang terjadi pada 12 Mei 1998. Dengan tagline Melawan Lupa 12 Mei 1998, aksi tersebut berlangsung di Pintu I Unhas, Senin (12/5). Kejadian 17 tahun silam itu merupakan aksi mahasiswa Universitas Trisakti menjelang reformasi, yaitu menuntut Soeharto turun dari tahtanya, hingga berujung pada tewasnya empat mahasiswa akibat tertembak serta puluhan lainnya terluka. Dalam orasinya, anggota LPMH-UH Muhammad Anshar menuntut agar pelanggaran HAM yang dijuluki Tragedi Trisakti tersebut diusut tuntas. Ia juga menuntut komitmen pemerintah terhadap penuntasan kasus pelanggaran HAM masa lalu, serta janji untuk memberikan perlindungan HAM kepada warga negara. “Rezim boleh berganti, tapi penindasan atas kemanusiaan belum tentu berakhir. Untuk itu, kita harus melawan lupa terhadap kasus pelanggaran HAM untuk senantiasa memperingatkan kepada pemerintah,” tuturnya.

Massa aksi berunjuk rasa di pinggir jalan. [Dok. Eksepsi] Sejumlah tuntutan pun dilayangkan massa aksi melalui selebaran. Di antaranya adalah menuntut kasus pelanggaran HAM 12 mei 1998 diusut tuntas, meminta para pelaku pelanggar HAM 12 mei 1998 diadili, menagih janji kampanye Jokowi-JK menuntaskan kasus pelanggaran HAM, serta meminta pemerintah memberikan jaminan keamanan kepada keluarga korban selama pengusutan kasus tersebut. (RTW)

Diskusi Polemik Praperadilan;

Persembahan Anggota Magang LPMH-UH Jelang Pengukuhan

M

enjelang prosesi Pengukuhan Dan Musyawarah Besar LPMH-UH Ke-XIX pada tanggal 6-9 Juni mendatang, anggota magang LPMH-UH menyelenggarakan agenda keorganisasian berupa Diskusi Pelataran. Acara berlangsung di pelataran BEM FH-UH, Jumat (15/5), pada pukul 14.30 Wita. Topik yang dibahas adalah Masa Depan Praperadilan Pasca Putusan MK, Ditinjau dari Perspektif Hukum Pidana dan Hukum Tata Negara. Hadir sebagai pembicara adalah penulis sekaligus Owner negarahukum.com Damang Averroes Al-Khawarizmi dan Dosen FH-UH Romi Librayanto. Sejumlah anggota LPMH-UH dan mahasiswa FH-UH hadir sebagai peserta. Runyamnya polemik praperadilan sejak putusan Hakim Sarpin Rizaldi atas status tersangka Budi Gunawan menjadi persoalan menarik. Apalagi belakangan, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusannya Nomor 21/PUU-VII/2014 yang ditetapkan 28 April 2015, malah membenarkan status tersangka boleh dipraperadilankan, meski Pasal 77 yang bersifat liminatif tidak memuat status tersangka sebagai objek praperadilan. Damang menilai baik putusan MK, sebab melindungi hak sesorang agar tak ditetapkan sebagai tersangka secara sewenang-wenang. Menurutnya, putusan MK sudah tepat dengan mensyaratkan penetapan tersangka setelah adanya minimal dua alat bukti permulaan sesuai Pasal 184 KUHAP, pemeriksaan awal terhadap calon tersangka, serta penemuan alat bukti yang sesuai prosedur. Meski begitu, proses pemeriksaan untuk penetapan tersangka dan pemeriksaan pokok perkara menurutnya tetap berbeda. “Penetapan status tersangka dengan dua alat bukti untuk menentukan akurat tidaknya paraduga bersalah. Sedangkan pada pemeriksaan pokok perkara terkait dua alat bukti dan keyakinan hakim, tertuju pada penetapan seorang beralah atau tidak,” tuturnya.

Diskusi Pelataran anggota magang LPMH-UH. [RAP] Di sisi lain, Romi menilai putusan MK memlindungi hak seseorang dalam proses penegakan hukum, yaitu berdasarkan asas praduga tak bersalah. Tidak profesional penyidik katanya dapat berujung pada tidak tepatnya penetapan seorang sebagai tersangka, hingga berimbas pada hilangnya hak-hak kemerdekaannya. Ia menilai perlindungan atas kemerdekaan penting. Lebih lanjut, putusan MK menurutnya tidak perlu diperdebatkan, sebab penetapan tidak sahnya status tersangka seseorang dalam praperadilan tidak berarti menghilangkan tindak pidana seseorang. “Kasusnya tetap bisa diusut dengan mengulang dan memperbaiki prosesnya sesuai prosedur,” tuturnya. Bersamaan dengan Diskusi Pelataran, juga diadakan Pemeran Foto. Sebanyak dua belas foto hasil jepretan anggota magang dan pengurus LPMH-UH pun dipajang mulai pukul 09.00 Wita. Beberapa pengunjung pun terlihat menikmati pajangan foto dan memberikan penilaiannya pada secarik kertas. (RTW) Eksepsi

Edisi IV/LPMH-UH/XIX/VI/2015

21


PROFIL

asagishi.blogspot.com

KOHPI SULSEL

Rumah bagi Pemuda Peduli Lingkungan Oleh: Kaswadi Anwar & A. Muh. Ikhsan W. R.

M

akassar, Kamis (30/4). Waktu sudah menunjukkan pukul 20.00 Wita. Kami teringat janji untuk berbincang-bincang dengan salah satu pendiri organisasi pecinta dan pelestari lingkungan Koalisi Pemuda Hijau Indonesia (Kohpi). Kami sepakat berjumpa di sebuah warung. Kami pun berangkat menggunkan sepeda motor, saat hari sedang mendung. Tak lama setelah kedatangan kami, sesosok pemuda berkemeja rapi dan menggendong sebuah ransel besar datang menghampiri. Dialah yang kami tunggu, Ketua Kohpi Sulsel Muhammad Subhan Anugerah. Dia masih berstatus sebagai mahasiswa Fakultas Teknik Unhas angkatan 2011. Pada awal perbincangan, kami mencoba mengulik sejarah Kohpi. Subhan pun mencap Kohpi sebagai organisasi yang bergerak di bidang pelestraian lingkungan. Kohpi yang terbentuk pada 28 Oktober 2010 dan berpusat di Jakarta kini memiliki cabang di 14 provinsi di Indonesia. Salah satunya Kophi Sulsel yang kata Subhan berdiri pada tanggal 15 April 2012. Kini sekretariatnya berada di Jl. Abdul Dg. Sirua, tepatnya di Perumahan Paropo. Terbentuknya Kophi Sulsel b­erawal dari inisiatif seorang mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknis Unhas angkatan 2011 Arif Aziz. Ia mengikuti Kongres Nasional Kedua Kophi di Jakarta. Sekembalinya dari kongres, ia pun

22 Eksepsi Edisi IV/XIX/LPMH-UH/VI/2015

menggagas pembentukan Kophi Sulsel sebab belum ada organisasi ekstra yang mewadahi praktik langsung terkait jurusannya. Latar belakang lainnya adalah adanya visi dan misi untuk bergerak dalam bidang pelestarian lingkungan, kehendak menyelenggarakan kegiatan bertema “hijau”, dan untuk mengatasi masalah lingkungan di kota Makassar. “Disinilah wadahnya (Kohpi Sulsel) untuk menyatukan pikiran tentang lingkungan,” tutur Subhan. Visi Kophi adalah mempersatukan generasi muda berumur 17-30 tahun dalam gerakan pelestarian lingkungan. Sedangkan misinya adalah memberikan edukasi pada kalangan remaja, termasuk siswa di sekolah terkait persoalan lingkungan. Selain itu, juga menjadi fasilitator bagi generasi muda dalam menyalurkan minatnya di bidang pelestarian lingkungan, serta untuk menjadi organisasi kehijauan yang bersifat berkelanjutan. Secara struktural, Kophi Sulsel memiliki sistem organisasi yang terikat dengan struktur Kophi pusat di Jakarta. Kohpi pusat berfungsi mengontrol kinerja cabang Kophi di tiaptiap daerah. Di tingkat pengurus inti, struktur kepengurusan Kophi Sulsel terdiri atas ketua, sekertaris, dan bendahara. Selain itu, terdapat juga lima divisi, yaitu: (a) Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia yang berfungsi mengembangkan potensi anggota Kophi dalam pelestarian lingkungan, serta melakukan pe-

nyadaran kepada masyarakat untuk menjaga lingkungan; (b) Divisi Penelitian dan Pengembangan yang berfungsi mencari dan mengkaji isu-isu lingkungan serta menawarkan solusi terhadap permasalahan lingkungan; (c) Divisi Media Dan Komunikasi yang berfungsi mengelola media publikasi, media sosial, serta mengelola website. Juga berhubungan langsung dengan masyarakat, komunitas, dan pemerintah; (d) Divisi Kesekreta­ riatan dengan fungsi menunjang kerja sekretaris; serta (e) Divisi Kebendaharaan untuk membantu menunjang kinerja bendahara. Bagi para peminat, biasanya dilakukan perekrutan anggota Kophi Sulsel pada bulan Januari dan Februari. Beberapa persyaratan dan beberapa tahapan pun harus dilulusi untuk masuk dalam struktur kepengurusan. Mulai dari seleksi berkas dengan mengisi formulir secara online, tahapan wawancara, dan tahapan pembinaan selama tiga bulan. Pembinaan dilakukan untuk menggem­ bleng dan mengevaluasi kemampuan calon anggota. Selama tahap pembinaan, para calon anggota baru masih tergolong sukarela. Mereka akan ditetapkan sebagai anggota resmi setelah melulusi tahap pembinaan. Dalam upaya mewujudkan visi dan misinya, Kophi Sulsel merancangnya ke dalam program kerja (proker) sebagai hasil rapat kerja (raker) di Kohpi pusat. Salah satu

15


Kohpi Sulsel memperingati Hari Sampah Nasonal 2015 di Anjungan Pantai Losari, Minggu (22/2). [Dok. Kohpi]

Bertempat di Kelurahan Kaluku Bodoa, 22-23 Februari 2014, Kohpi Sulsel menyelenggarakan Kohpi Quick Solution dengan mengadakan Sosialisasi dan Pembuatan Sistem Penampungan Air Hujan (SPAH) & Biopori. [Dok. Kohpi] hasil rapat kerja sebelumnya adalah penetapan Kophi Sulsel sebagai tuan rumah kongres Kophi senusantara di Makassar nantinya. Persiapan pun mulai dilakukan menyambut agenda besar tersebut. Selain beberapa proker dari Kophi pusat, Kophi Sulsel tetap mempunyai proker tersendiri, seperti melakukan edukasi, mengadakan Kophi Go To School, dan membuat inovasi teknologi yang mudah, sederhana, serta ramah lingkungan. Selain mengkampanyekan permasalahan lingkungan, Kophi Sulsel juga aktif dalam mengadvokasi permasalahan lingkungan di Makassar. Kohpi Sulsel pernah menindaklanjuti laporan masyarakat Kecamatan Tallo terkait tercemarnya air bagi kebutuhan mereka. Setelah ditelusuri, masalah itu ternyata disebabkan tempat pembuangan sampah yang salah penempatan. Imbasnya, terjadi pencemaran air tanah. Air pun terkontaminasi akibat pipa saluran

air bocor. “Untuk mengatasi hal ini, kami bekerja sama dengan PDAM,” jelas Subhan sembari memperbaiki kecamatanya.

kaum muda, agar lebih peduli lagi pada isu-isu lingkungan saat ini dengan ikut berperan serta dalam pelestarian lingkungan,” pungkasnya.

Kophi Sulsel tidak bekerja sendiri dalam melaksanakan kegiatannya. Kerja sama dengan pemerintah, swasta, dan komunitas tertentu senantiasa dilakukan. Namun tidak dipungkiri, sebagai organisasi baru Kophi Sulsel masih terkendala persoalan penda­naan dan sumber daya manusia dalam melaksanakan program kerjanya. Selama ini, dana berasal dari iuran pe­ngurus dan anggota, penggalangan dana melalui bazar, serta kerja sama dengan sponsor. Di sisi lain, dalam mengantisipasi masalah kinerja pengurus, Kohpi terus memaksimalkan proses regenerasi. Di luar persoalan itu, Subhan berharap Kophi tetap konsisten berperan dalam pelestarian lingkungan bersama seluruh lapisan masyarakat. “Kepada masyarakat khusunya

Ditemui terpisah, Ketua Unit Kegiatan Mahasiswa Pencinta Alam Retch Faculteit (UKM Carefa) Fakultas Hukum Unhas Eduard Batara menilai perlunya tindakan nyata untuk mengatasi persoalan lingkungan saat ini. Keterlibatan semua kalangan juga menurutnya penting agar aksi pelestarian lingkungan lebih berdampak. ”Pelestarian lingkungan itu harus dilakukan melalui tindakan nyata, dengan cara terjun langsung ke lapangan. Selain itu, ketika ada sesuatu yang ingin dikerjakan berkaitan dengan lingkungan, coba ajak khalayak umum. Cara itu akan memberikan contoh dan pembelajaran kepada masyarakat,” tutur mahasiswa Fakultas Hukum Unhas angkatan 2011 ini saat ditemui di sekretariatnya. Eksepsi

Edisi IV/LPMH-UH/XIX/VI/2015

23


GALERI Foto

Waktu Sunset: Wisatawan mengantri perahu bebek sembari menikmati indahnya matahari sore Pantai Losari, Rabu (13/5). [Kaswadi] Kontra Birokrat: Aksi penolakan sistem UKT oleh massa Aliansi Unhas Bersatu di depan gedung rektorat Unhas, Kamis (19/3). [Kun]

Mengais Rezeki: Pemulung memilah sampah plastik untuk dijual ke pengepul di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Antang, Kamis (14/5). [Ash]

Masih Bermimpi: Seorang anak pengemis tertidur pulas di jembatan penyeberangan Makassar Town Square (M’Tos), Kamis (14/5). [Berno]

Asyik Berikhtiar: Di bawah payung bekas seorang pemulung berlindung dari terik matahari sambil memilah sampah di TPA Antang, Kamis (14/5). [Ash]


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.