Buletin edisi 1 2017

Page 1

www.lpmhayamwuruk.org

Bung Hatta menjelaskan perihal sejarah demokrasi yang memberikan contoh kalau negara itu kuat maka negara tersebut dipimpin oleh rakyat. Misalkan Kerajaan Majapahit yang mempunyai kekuasaan Indonesia, Malaka, Philipina. Kekuasaan dan kebesaran mereka tidaklah kekal karena hanya bergantung pada kemauan dan akal seseorang, tidak bersendi kepada semangat kerakyatan. Berabad-abad kedaulatan rakyat jatuh kepada feodalisme setelah itu berganti kepada kolonialisme. Banyak orang ingin merdeka dengan berlandaskan kedaulatan rakyat.

Edisi 1/2017

Menurut saya, buku demokrasi kita merupakan buku yang ringan namun bermakna tinggi, terlebih Hatta menjelaskan secara singkat mengenai perjalanan demokrasi bagi bangsa Indonesia, maupun cita-cita demokrasi Indonesia yang sebenarnya. Kelemahan yang terlihat dari buku ini mungkin pembaca akan mengalami kesulitan untuk memahami kritikan Bung Hatta, jika pembaca kurang memahami konteks peristiwa Indonesia tahun 1949-1960. Walaupun begitu, buku ini tetap menjadi deretan buku yang terus menarik untuk dibaca. (Ulil)

Women: Now and Then

Foto : Ulil

English Corner Sumber Gambar : missdk.blogdetik.com

T

ess Durbeyfield is a daughter and the first child of John and Joan Durbeyfield. Her family is a part of lowest class in the society—the working class. Despite of being very poor and having a hard time to earn a living, at least she is gorgeous. Just like a typical worker family at Victorian Era, her father holds a full responsibility to live their family. He works as a peddler, collecting beehives at early morning and selling them when the sun rises. Her mother, on the other hand, takes care all of the households and treats the children, including Tess and her sisters and brothers. Meanwhile Tess, her fate is decided when her poor family found out that they are still a relation of an ancient and knightly family of d'Urberville, one of top upper class families in that era. Living in a working class, Tess and h e r D u r b ey f i e l d fa m i ly c o m p l e te ly understand how hard it is to work and earn a living. Therefore when the truth has been spoken, even John and Joan cannot hold their overload joy. Having a pretty face and beautiful appearance put Tess as the only hope for her family. Joan won't miss this magical chance but to ask Tess to come to d'Urberville family, claiming kin and hoping to be hired as the worker there. Her appearance exists without no reasons, Joan wants Tess to one day marry a gentleman from that d'Urberville family—things that every woman expects to happen to herself. Tess has no choice but to follow her mother's order, despite the fact that she accidently let their only wealth—a horse, dead and terribly feeling guilty for it. She then comes to the d'Urberville family and manage to get a job there. She left her Durbeyfield family to be a part of d'Urberville. Day passed and she did great job there—also to make the son of the lady, Alec d'Urberville fell in love with her. He keeps on following her around, teasing her and expressing love, just to get Tess as his own. As the lower class, Tess knows she can't do better than refuses him many times, but also sometimes give her cheeks to be kissed by Alec when he asked. Alec loves her, but she doesn't. Unfortunately, Tess ends up being raped by him. The view that women are inferior than men had existed since long ago. In Victorian Era when Tess lives, there was this thing we called patriarchy. Patriarchy can be described as a social system in which men 12/Edisi 1/2017

hold primary power and predominate in roles of political leadership, moral authority, social privilege and control of property. Men also holds a role as head of the family, taking all responsibility to work and earn money. Take John Durbeyfield as a comparison, his main role becomes more difficult since he and his family live as a working class. Women, on the other hand, plays as an angel in the house. Joan Durbeyfield stays at home, takes care of her children and manages anything necessary to her family. The only difference that matters between women is their social status. Women from lower or working class should help the head of the family—husband or father, to go to work. It becomes necessary since they need lots of money to survive. Otherwise, women from upper class don't do anything except takes care of the family. They handle the dinner between nobleman, educate their children with expensive lessons and do other households. Even the men from upper class don't need to go to work since they are already wealthy and have lots of money to spend. Nevertheless, women's position is still behind the men. Tess, in this case, has to survive from working at d'Urbervilles family. At the end, however, she failed. Alec raped her and then she is pregnant. Decided to go back to her family, Tess has to receive the shame from her neighbors since she became the disgrace of her family. Surprisingly, her mother doesn't feel ashamed at all. It's either because Joan loves her too much or because she know Tess are having her baby with Alec d'Urbervilles. Tess as a woman then hold her

stress alone, even after she gave birth to the baby. No longer after he was born, Tess' son gets sick. Being worried of it, Tess initiates to get her son baptised. The parson, unfortunately refused her request. One of the reason is because he has no father. Women who have children outside a marriage are claimed to be unpure creations, causing the parson to refuse to take any risk. Tess then bravely baptises her son alone and give him name of Sorrow. It's no longer after that when Sorrow finally dead. Again, the parson refused to give Sorrow a christian burial. Tess ends up bury her son by herself. Tess has been through a lot when she's just in her twenties. It shows how women are treated badly at their society. Even in our country, Indonesia, we had ever felt the same. It's before Kartini declared her emancipation when women are treated far behind the men. They were not allowed to get educated and even were asked to marry while they were young. When they finally got married, all they have to do is to stay at home—takes care of children, serves food, cleans the house, etc. Kartini is such a light appears in the darkness. By her writing, she tries to deliver how women should be treated as men, how women should be allowed to get their education as high as they want and how women also have rights to get a job. Nowadays we can see a better time for women to live. There are some of them starting their own business, lots of them having higher education and all of them feel free to deliver their thoughts. Eventhough there are still part where women are still inferior than men, we can expect a better day at the future. (Ulfah)

Semarang :

Seribu Lilin Simbol Harapan Kebhinnekaan Indonesia Jum’at (12/5) sore, hiruk pikuk aksi 1000 lilin untuk kesatuan bangsa.

P

ada Jumat (12/5) sore, Taman KB

peserta yang hadir disini,” ujarnya.

di Jalan Menteri Supeno Semarang

terlihat ramai dengan seribu orang

kepada masyarakat, yaitu:

Acara ini menyerukan empat hal

acara ini tidak terkait dengan dengan daerahdaerah lain. Acara ini spontanitas dari Pelita. “Kalau di kota-kota lain mungkin ada

lebih berbaju merah yang tengah menghadiri

1. Mendukung Pemerintah menindak tegas

acara Mimbar Kebangsaan “Aksi 1000 Lilin

oknum dan organisasi yang anti

kan jauh dari Jakarta,” ujarnya.

untuk Kesatuan Bangsa”. Acara dibuka

kebhinnekaan dan anti Pancasila sesuai

dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya kemudian dilanjutkan dengan refleksi dari

prosedur hukum yang adil. 2. Menuntut Pemerintah mencabut aturan

hubungannya dengan itu (.Red), ini nggak, ini Ketika disinggung tentang

kaitannya dengan kasus yang terjadi di Jakarta, Budi mengatakan tidak ada

tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh-tokoh

penodaan agama karena rentan

kaitannya. Acara ini murni mengusung

lintas agama. Acara ini diprakarsai oleh

digunakan sebagai senjata politisi agama

konsep NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.

Persaudaraan Lintas Agama (Pelita) dan

dan menghalangi kebebasan berekspresi

d i h a d i r i o l e h b e b e ra p a O r g a n i s a s i

khususnya kelompok subordinat.

mengadakan acara seperti ini, kan dari

“Itu hanya pemicu saja dari kami

Masyarakat seperti eLSA (Lembaga Studi

3. Meminta seluruh elemen masyarakat

peristiwa yang ada di Jakarta kita akui atau

Sosial dan Agama) Semarang, LBH (Lembaga

untuk mengakui, menerima, dan

tidak, efeknya sampai Semarang juga. Jadi

Bantuan Hukum) Semarang, EIN Institute,

menghargai perbedaan serta tidak

hubungan antar umat beragama kan jadi

GusDurian Semarang, dan lain-lain.

terhasut informasi yang dapat memecah

berbeda dari sebelumnya. Keretakan-

belah persatuan dan kesatuan NKRI.

keretakan, saling curiga, bahkan mulai

Setyawan Budi selaku koordinator

4. Meminta seluruh masyarakat untuk pro-

lapangan mengatakan, alasan acara yang

aktif menjaga NKRI tetap satu dalam

menyeret ke isu-isu seputar SARA. Itu kan sangat mengkhawatirkan sekali,” ujarnya.

bertajuk seribu lilin ini diadakan karena lilin

keberagaman, hidup damai, rukun, dan

dapat dianggap sebagai simbol harapan akan

penuh cinta kasih sekaligus berkeadilan

yang ada di Jakarta bukan satu-satunya isu

sosial.

Indonesia yang tetap utuh sebagai bentuk negara kesatuan, Bhinneka Tunggal Ika yang

Seribu lilin ini tidak hanya

Budi juga mengatakan bahwa isu

yang dijadikan rujukan. Melainkan terdapat beberapa isu lain, yaitu isu-isu penolakan

tetap terjaga, dan hubungan antar umat

dilaksanakan di Semarang, melainkan juga

tentang acara-acara keagamaan yang ada di

beragama yang tetap rukun. ”Lilin ini

dilaksanakan di berbagai daerah di

Semarang.

mewakili harapan-harapan dari setiap

Indonesia. Namun, Budi mengatakan bahwa

(Bersambung ke halaman 3) 1/Edisi 1/2017


Kabar Kampus PENERBIT: Lembaga Pers Mahasiswa Hayamwuruk Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro. PEMIMPIN UMUM: Iftaqul Farida SEKRETARIS UMUM: Candra Dewi Shelli P. PEMIMPIN REDAKSI: Ulil Albab Alshidiqi SEKRETARIS REDAKSI: Inawati REDAKTUR ARTISTIK: Nadzir Cahyo Utomo Indrarto Bimo Ariotejo STAF REDAKSI: Ulfaturrofiqoh Ririn Juli Hardianti PEMIMPIN LITBANG: Qonita Azzahra STAF LITBANG: Mutia Mega Prahara Lulu Fitria Wahyu Dwi Astuti Tatik Kurdiati Ummi Wakhida Faiz Nur Mohammad PEMIMPIN PERUSAHAAN: Safrida Rohmah STAF PERUSAHAAN: M. Habiburrohman Shilfina Fauzia Layyinatussyifa Arifah ALAMAT REDAKSI: Gedung A (Lantai 3) Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro. Jalan Prof. Soedarto S.H., Tembalang, Semarang. Redaksi menerima sumbangan artikel/opini untuk diterbitkan di buletin. Diketik rapi 4000-6000 karakter (termasuk spasi) halaman folio dilengkapi identitas pribadi (KTP/KTM). Redaksi berhak menyunting naskah tanpa mengubah maksud dan isi tulisan. Naskah dapat dikirim ke alamat redaksi atau via surel: lpmhayamwuruk@gmail.com Nara Hubung: 082211362627

Film

Kartini : Pembawa Perubahan Bagi Kaum Perempuan

Gedung Baru FIB Mau di Bawa Kemana ?

L

ayaknya fakultas-fakultas lain yang ada gedung belum mendapat persetujuan dari di Universitas Diponegoro (Undip), pihak universitas. Dengan alasan dana yang Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Undip pun dimiliki universitas terbatas. “Untuk tahun ini Fakultas Ilmu sedang gencar-gencarnya menambahkan fasilitas-fasilitas penunjang pembelajaran. Budaya belum mendapat persetujuan Fasilitas-fasilitas tersebut berupa GSG anggaran yang sudah dimasukan di keuangan ( G e d u n g S e r b a G u n a ) d a n g e d u n g pihak universitas”, tutur Suharyo. Pembangunan gedung Laboratorium Bahasa, yang saat ini tengah menjadi sorotan mahasiswa. GSG dan gedung L a b o ra t o r i u m B a h a s a s u d a h m u l a i Laboratorium Bahasa dibangun di bawah direncanakan sejak akhir 2014. Namun, kepemimpinan Dekan yang berbeda. GSG untuk mulai pembangunan dari 2015 awal. dibangun pada masa kepemimpinan Agus Alasannya adalah waktu dari dirancangnya Maladi. Sedangkan gedung Laboratorium anggaran pembangunan hingga masa didirikan pada masa kepemimpinan pembangunan, harus berselang satu tahun dan harus ada dalam RKAT(Rencana Kerja Redyanto Noor. Menurut Suharyo, Wakil Dekan Anggaran Tahunan) universitas. Untuk Pembangunan Bidang Sumberdaya, mengatakan bahwa Laboratorium sendiri memakan biaya perencanaan atau pembangunan gedunggedung baru adalah wewenang dari sebesar 7,7 Miliar rupiah. Sementara universitas. Setelah fakultas Gambar diolah oleh redaktur artistik mengajukan proposal pembangunan dan disetujui dari pihak universitas, lalu diadakan lelang atau tender secara terbuka. “Jadi PT. (kontraktor-red) apapun bisa mendapat tender pembangunan gedung fakultas jika memenangkannya,”ujarnya. S e l a n j u t nya p i h a k fakultas hanya menerima bersih, berupa bangunan yang siap pakai. Setelah masa Tampak depan gedung baru Laboratorium Terpadu FIB pembangunan gedung selesai, pihak kontraktor, universitas, pembangunannya selesai pada 2016 lalu, dan fakultas mengadakan rapat evaluasi namun hingga sekarang belum diresmikan untuk membicarakan gedung baru tersebut. dan digunakan. Meski begitu, gedung Kontraktor yang bersangkutan mempunyai Laboratorium Bahasa sudah mengalami kewajiban untuk pemeliharaan awal gedung sedikit kerusakan di bagian depan gedung. selama enam bulan, setelahnya dipegang Pihak fakultas sudah mengetahui hal penuh oleh pihak fakultas. tersebut. Namun, karena permohonan untuk anggaran perbaikan dan pemeliharaan GSG yang diresmikan tahun 2015 gedung yang diajukan ke pihak universitas lalu, sekarang sudah mulai banyak belum disetujui, maka sampai saat ini mengalami kerusakan-kerusakan cukup kerusakan tersebut belum diperbaiki. serius yang harus segera di perbaiki. Menurut Septa, mahasiswa Ilmu “Sudah mengajukan ke pihak Perpustakaan 2015, seharusnya kondisi Universitas sekitar 700 juta rupiah untuk gedung baru itu masih sangat bagus dan dana pemeliharaan tapi samai sekarang nyaman untuk digunakan beraktivitas. dananya belum ada,” tambah Suharyo. Namun, kenyataannya banyak dari bagianbagian gedung yang rusak. Rencananya, di antara area gedung “Ketika saya sedang rapat dengan Laboratorium Bahasa dan GSG akan teman-teman rasanya ada yang mengganggu dibangun jembatan yang menuju ke gedung B karena beberapa atap gedung ada yang sudah FIB. Hal tersebut agar mempermudah akses jebol dan ketika hujan besar sering mahasiswa maupun civitas academica Ilmu membanjiri lantai. Mau rapat jadinya harus Budaya ketika menuju ke gedung B atau pilih-pilih tempat yang tidak bocor,” sebaliknya. Namun, entah kapan hal tersebut tambahnya. akan terwujud. Dana pembangunan GSG sekitar 9,7 miliar rupiah diambil dari dana DAD ( Dana Menurut Ketua Senat Mahasiswa Anggaran Dasar). Semenatara untuk FIB, Wilujeng Diah Asmarawati, masalah pemeliharaan, karena sudah lebih dari enam gedung baru yang sudah rusak dan hal-hal bulan, pihak fakultas sudah mengajukan semacamnya, harus dikembalikan lagi dana ke universitas untuk biaya perbaikan kepada mahasiswa. Mahasiswa juga dan sebagainya. bertanggung jawab untuk merawat gedungTerkait gedung laboratorium akan gedung di FIB. Bukan tugas pihak birokrat di isi dengan apa saja dan kapan mulai saja. d i p e rg u n a ka n , S u h a r yo b e l u m b i s a menjawab. Hal tersebut dikarenakan dana (Bersambung ke halaman 4) untuk pengadaan isi gedung dan perawatan 2/Edisi 1/2017

Sumber Gambar : Twimg.com

Genre Drama, Sejarah, Biografi

Sutradara Hanung Bramantyo

Pemain Dian Sastrowardoyo, Acha Septriasa, Ayushita Nugraha, Adinia Wirasti, Deddy Sutomo, Christine Hakim, Djenar Maesa Ayu, Reza Rahardian, Dwi Sasono, Rianti Cartwright, Hans de Kraker, Carmen van Rijnbach, Rebecca Reijman

Kartini (Dian Sastro) merupakan merasa terbuang dari rumahnya sendiri. seorang gadis yang berasal dari kalangan Ngasirah bukan berasal dari golongan priyayi. Melihat perempuan pada saat itu bangsawan, itu sebabnya Ngasirah dianggap Kartini pun tergerak untuk memperjuangkan sebagai pembantu di rumahnya sendiri. hak-hak perempuan untuk mendapat kesetaraan dan pendidikan. Sang ayah (Deddy Sutomo)ang juga Film yang dirilis pada April 2017 ini menyayangi Kartini tak berdaya melawan merupakan besutan sutradara Hanung tradisi saat itu. Saat itu Kartini mendapat Bramantyo. Kartini tokoh utama dalam film tawaran beasiswa ke Belanda. Tapi ayahnya ini diperankan oleh Dian Sastro, Aktris melarang Kartini untuk mengambil beasiswa pemeran AADC 1 dan AADC 2. ke Belanda itu. K a r t i n i ke c e wa , d a n u n t u k Saat usia Kartini masih kecil mengobati kekecewaannya kartini meminta keinginnannya untuk bersekolah sangat ijin ayahnya untuk mendirikan sekolah bagi tinggi. Ia banyak membaca buku, bahkan perempuan. Bersama kedua saudaranya mencatatnya untuk didiskusikan. Tapi Roekmini (Acha Septriasa) dan Kardinah semangatnya itu harus terhenti ketika ia (Ayushita Nugraha) Kartini membuat berusia 12 tahun harus di pingit. Sebagai sekolah bagi kaum miskin dan menciptakan seorang putri dari Bupati ia harus lapangan pekerjaan bagi rakyat Jepara dan mewariskan keturunan ningratnya. Pada sekitarnya. Film Kartini Produksi Legacy usianya yang ke 24 ia dinikahkan dengan seorang bangsawan yang menjabat menjadi Pictures dan Screenplay Films ini, diangkat Bupati Rembang yang bernama K.R.M berdasarkan kisah nyata dari kehidupan R.A. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat (Dwi Kartini. Skenarionya ditulis oleh Bagus B ra m a n t i d a n H a n u n g B ra m a n t yo . Sasono). Sutradaranya juga dikenal menyutradarai Kartini hidup dengan melihat film Ayat-ayat Cinta (2008), Sang Pencerah keadaan bahwa wanita tidak diperbolehkan (2010), dan Soekarno: Indonesia Merdeka memperoleh pendidikan yang tinggi. Bahkan (2013) Situasi Jepara saat itu turut di wanita jawa pada saat itu hidup untuk menikah. Mereka hanya diharapkan menjadi hadirkan di film ini. Bagaimana seorang Ayah Raden Ayu dan menikah dengan seorang Kartini sebagai bupati Jepara, mendapat tekanan dari keluarganya. Terutama dari ningrat. Kartini juga melihat langsung kakaknya RM Hadiningrat yang juga seorang b a g a i m a n a s e o r a n g w a n i t a y a n g bupati Kudus. (Ummi) melahirkannya, Ngasirah (Christine Hakim)

Batasan Berdemokrasi

Buku

Demokrasi kita merupakan sebuah buku yang ditulis oleh Hatta sebagai kritikan atas sistem demokrasi yang dijalankan Soekarno. Buku yang pernah dipublikasikan dalam artikel Majalah Pandji Masyarakat no.22 terbit 1 Mei 1960 sempat dibredel oleh Presiden Soekarno. Buku ini menjadi alasan kuat bagi Bung Hatta mundur dari jabatan Wakil Presiden Republik Indonesia pada Juli 1956. Dalam buku ini, Bung Hatta menjelaskan perincian tentang batasan –batasan demokrasi. Bagi Bung Hatta demokrasi yang dicita-citakan itu ada batasnya, demokrasi yang ada di Indonesia haruslah berlandaskan pada dua aspek yakni demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Bagi Bung Hatta masyakarat kita tidak mengandung individualisme. Pada dasarnya masyarakat Indonesia bersendi kepada kolektivisme. Bung Hatta pun menjelaskan bagaimana kedudukan kedaulatan rakyat. Kedaulatan rakyat memang pada dasarnya berlandaskan pada rakyat, namun rakyat tidak d a p a t s e c a ra l a n g s u n g m e n g g a n t i k a n

pemerintahan yang ada. Karena pemerintah sudah dipilih oleh rakyat, jadi rakyatlah yang menanggung konsekuensi (akibat) dari pemilihan itu. Jika rakyat mengganti pemerintah dengan sesuka hati ini maka akan terjadi anarko dan berakibat jalannya pemerintahan menjadi tidak baik. Dalam buku ini terdapat beberapa surat dari Bung Hatta mengenai kritikan keputusan Sukarno. Dari Keputusan Soekarno yang mengubah sistem parlementer, menjadi demokrasi terpimpin padahal saat itu yang menajlankan pemerintahan masih dibawah kekuasaan perdana menteri, pembubaran MPRS, hal ini membuat jalannya pemerintahan menjadi otoriter, ditambah penegakan hukum oleh Soekarno tanpa proses pengadilan, kemerosotan ekonomi rakyat yang tidak disertai solusi yang nyata menambah pendirataan rakyat menjadi sengsara.

Sumber Gambar : bg.blogspot.com

Judul Demokrasi Kita

Penulis Mohammad Hatta.

Penerbit Sega Arsy

ISBN 978-6028635-39-1

Bahkan Bung Hatta menjuluki Soekarno sebagai kebalikan dari tokoh fiksi Mephistopheles karya Gothe's Fault yang ingin berbuat buruk namun yang dihasilkan menjadi baik, namun Soekarno sebaliknya,yang dicitacitakan Soekarno itu baik namun dalam pelaksanaannya selalu berakibat buruk. (Bersambung ke halaman selanjutnya)

11/Edisi 1/2017


Refleksi Negeri

Semarang

Sambungan dari halaman 1.

Polemik Pembubaran Polemik Pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia Hizbut Tahrir Indonesia

“Mulai dari acara buka bersama

mengkhawatirkan. Ia juga akan berusaha

dengan Bu Shinta tahun lalu, penolakan Hari

mempertahankan kondisi Semarang yang

Raya Asyura kawan-kawan Syiah, penolakan

kondusif. Beberapa cara yang akan dia

diskusi Ahmadiyah di eLSA, penolakan

lakukan adalah mengadakan dialog-dialog

peringatan Cap Go Meh di Masjid Agung

antar agama supaya di lingkup-lingkup yang

sampai harus dipindahkan ke Balai Kota, dan

paling kecil umat beragama paham apa itu

ada beberapa penolakan-penolakan yang

kebhinnekaan dan bagaimana beragama

Meski di ujung dunia, kami temani anda dengan sekelumit kisah dari kampus budaya...

lain termasuk diskusi-diskusi pameran

yang baik dan benar sesuai dengan ajaran

lukisan yang terakhir itu kan sangat

kitab suci masing-masing.

mengagetkan kita,” ujar Budi.

Di akhir, Budi berharap masyarakat

saat hujan mulai mengguyur wilayah

Semarang bisa menjadi masyarakat yang

tersebut. Peserta mulai membubarkan diri

mau menghargai toleransi, menghormati

dan mencari tempat berteduh. Lagu Bagimu

persmaundip_hayamwuruk

kebhinnekaan, paling tidak jangan mudah

Negeri dan do'a bersama merupakan tanda

www.lpmhayamwuruk.org

terprovokasi berita-berita hoax yang

usainya acara malam itu. ( Iftaqul dan Dwi).

Acara ini berakhir pukul 20.15 WIB

@mgl6329v LPM Hayamwuruk @lpmhayamwuruk

peredarannya memang sangat

Opini

Sumber Gambar : tribunews.com Minggu-minggu ini, perbicangan mengenai pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menjadi sorotan publik. Pasalnya organisasi yang awalnya didirikan di Palestina tahun 1953 dan mulai masuk ke Indonesia tahun 1980an yang resmi menjadi organisasi berbadan hukum pada tanggal 2 Juli 2014 serasa mendapat sambaran petir di siang bolong oleh pemerintah. Pa d a t a n g g a l 8 M e i 2 0 1 7 pemerintah yang diwakili Wiranto, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) memberikan keterangan pers bahwa pemerintah “Mengambil langkah-langkah hukum secara tegas membubarkan HTI” dengan dalih karena HTI sebagai organisasi berbadan hukum tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional. Ketegasan pemerintah dirasa telat dalam bertindak jika melihat pengikutnya yang sudah mencapai sekitar 1.000.000 orang di Indonesia. Akan tetapi, dengan melihat dari dua sisi yang berbeda, banyak yang menilai pemerintah bertindak sewenang-wenang dalam pelaksanaan pembubaran organisasi HTI tanpa melalui prosedur terlebih dahulu. Bila melihat prosedural pembubaran dalam Undang- Undang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) pasal 21 dan Pasal 59, maka sesuai Pasal 60 ayat (1) pemerintah diberikan kewenangan untuk menjatuhkan sanksi administratif. Pada Pasal 61 jenis sanksi administratif terdiri atas: a. peringatan tertulis; b. penghentian bantuan dan/atau

hibah; c. penghentian sementara kegiatan; terhadap pemerintah. dan/atau d. pencabutan surat keterangan Tidak ada yang menampik kalau terdaftar atau pencabutan status badan perkembangan HTI begitu pesat di ruang hukum. lingkup kampus. Pergerakan pemikiran dan A p a b i l a p e m e r i n t a h i n g i n politik dengan menerapkan dogma syariat memutuskan untuk menjatuhkan sanksi agama islam dan mengatakan bahwa hukum pencabutan status badan hukum maka dan negara demokrasi Indonesia yang tidak dilakukan dengan menggunakan ketentuan sesuai dengan syariat Islam, mempermudah Pasal 70 ayat (1) UU Ormas, yaitu dengan pemahaman ini masuk di ruang lingkup mengajukan pembubaran HTI ke Pengadilan kampus, karena basis kampus sendiri dihuni Negeri oleh kejaksaan atas permintaan para akademisi yang masih mencari jati diri. tertulis dari Menteri Hukum dan HAM. Disini, Sedangkan, HTI menawarkan jalan baru apabila pemerintah ingin menjatuhkan berupa pemahaman pengelolaan negara sanksi maka pihak HTI diberikan hak melalui ideologi khilafah atau negara syariat pembelaan diri sedangkan pemerintah bisa islam yang sudah dideklarasikan tahun membuktikan secara konkrit pelanggaran 2000an . yang dilakukan HTI. Terdapat pendapat yang begitu Bila pemahaman HTI dianggap gamblang ketika saya menemui Agus radikal, maka penyebarannya sudah Supriyanto , Ketua Komisariat Gema menjalar ke berbagai sektor, mulai dari Pembebasan Undip “Pembubaran HTI sektor politik, doktrinisasi agamis maupun merupakan suatu opini penyesatan publik ke arah pendidikan. Sebagai organisasi karena keterusikan rezim sekarang ini”. gerakan pemikiran, tentu HTI menyikapi isu Namun, pendapat itu saya rasa ditegaskan global yang ada di negeri ini yakni tentang dengan komitmen pemerintah pada saat ideologi Pancasila yang fundamental presiden Jokowi berada di Natuna usai sesekali diselingi sistem liberalisme, menyaksikan latihan TNI, ia menegaskan demokrasi, Hak Asasi Manusia (HAM) dan “Bila ada gerakan, kegiatan atau organisasi propaganda tentang sekulerisasi. kemasyarakatan yang berupaya mengubah Dalam bentuk menyikapinya para Ideologi Pancasila, pemerintah tidak segan anggota HTI mengadakan kajian dan terus bertindak tegas. Sekali lagi, negara Pancasila melakukan kritik terhadap sistem yang ada di itu sudah final” tandasnya. negeri ini dan hasil kajiannya sebuah solusi menegakkan hukum syariat Islam. Seringkali Jika pemerintah mau memikirkan kajian-kajian ini berada di ruang lingkup tahap setelah dibubarkannya organisasi , ka m p u s , ya n g d i n a u n g i o l e h G e m a maka seharusnya ada tindakan yang begitu Pembebasan (organisasi mahasiswa ekstra penting yakni melakukan pembinaan kampus) merupakan pelopor kajian dan terhadap mahasiswa yang pernah bernaung sebagai pembuat propaganda serta kritikan di organisasi terlarang.(Habib) Danusan Hayamwuruk

sus

Promo Khu hanya

20 rb

10/Edisi 1/2017

Pengen wajahmu jadi seunyu mereka?

Kuy Pesen...

085712319380

Pada 1989, manifestasi kebijakan p e n d i d i k a n ya n g t i d a k i l m i a h d a n berorientasi pada rakyat diatur dalam perubahan yang tertuang dalam sistem pendidikan nasional dalam Undang-Undang (UU) No. 02 Tahun 1989. Rezim Soeharto pula yang menjadi peletak dasar liberalisasi pendidikan di Indonesia, yakni semenjak Indonesia masuk menjadi anggota World Trade Organization (WTO) pada 1994. Kesepakatan itu dirangkum dalam The General Agreement on Trade in Services (GATS) yang menghasilkan keputusan kontroversial. Yaitu, pendidikan dimasukkan dalam bidang jasa yang layak diperjualbelikan. Liberalisasi pendidikan juga tercermin dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah nomor 61 tahun 1999 tentang Peguruan Tinggi Berbadan Hukum Milik Negara (PT BHMN).

Sumber Gambar : persmaeuridice.net

Buah Pahit Liberalisasi Pendidikan Pe n d i d i k a n m e r u p a k a n p r o s e s dialektika manusia untuk mengembangkan kemampuan akal dan pikirannya. Ilmu pengetahuan dan teknologi diciptakan untuk menjawab problema sosial. Serta mencari hipotesa baru yang kontekstual terhadap perkembangan manusia dan zaman. Namun, keberlangsungan pendidikan di Indonesia sejak masa kolonial Belanda sampai sekarang begitu menyedihkan. Ketika kolonial Belanda berhasil m e n j a l a n ka n p o l i t i k Cu l t u u r s tel s el , pendidikan diterapakan hanya untuk melahirkan tenaga-tenaga administrasi yang rendahan dan mengabdi pada penjajah. Para pribumi yang sadar akan diskriminasi tersebut, mulai mendirikan sekolah-sekolah swasta yang penerimaan siswanya lebih terbuka. Sebut saja Taman Siswa yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara, Muhammadiyah yang didirkan oleh Ahmad Dahlan, serta Sekolah Sarekat Islam yang didirikan oleh Tan Malaka.

Saat Jepang berhasil menduduki Indonesia pada 1942, kondisi dunia pendidikan di Indonesia semakin suram. Sekolah-sekolah, oleh Jepang diubah menjadi institusi militer yang dibangun dengan tujuan mendidik para pemuda untuk berperang. Seperti Pembela Tanah Air (Peta), Heiho, dan lain sebagainya. Pasca kemerdekaan, beberapa upaya dilakukan oleh pemerintah Republik Indonesia di bidang pendidikan. Seperti membangun perguruan-perguruan tinggi (PT) dan sekolah. Tapi agenda pendidikan di Indonesia kembali tersungkur saat Soeharto berkuasa. Pada 1977, pemerintah menyusun kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Kordinasi Kampus (NKK/BKK) dan pembekuan Dewan Mahasiswa dengan tujuan membungkam gerakan mahasiswa saat itu.

Saat masa Presiden Megawati Soekarnoputri, pemerintah melakukan penandatanganan Letter Of Intent bernilai 400 juta US dollar dengan International Monetary Fund (IMF) pada 2001. Ini membuat pemerintah merevisi berbagai kebijakan di sektor publik. Seperti alokasi anggaran/biaya pendidikan, kualitas pendidikan, sistem kurikulum, serta fasilitas pendidikan yang jauh dari kepentingan dan harapan rakyat Indonesia. Pada masa Megawati juga, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sidiknas) terbit mengantikan UU No.02 Tahun 1989. Regulasi ini menjadi dasar hukum pendidikan di Indonesia yang semakin melegitimasi liberalisasi, privatisasi dan komersialisasi. PT BHMN diterapkan di berbagai kampus sebagai percontohan : Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Bandung, dan beberapa kampus lainnya. Dengan demikian, kampus menerapkan otonomi baik secara akademik dan non akademik yang bersifat kodrati bagi perguruan tinggi yang diatur 3/Edisi 1/2017


pada PP nomor 26 tahun 2015. Atas dasar tersebut, pendidikan saat ini tak ubahnya ladang bisnis dan mahasiswa diposisikan sebagai konsumennya. Salah satu contohnya adalah UI yang pendapatan terbesarnya didapatkan dari mahasiswa: sebesar 60 persen. Sisanya, 16 persen dari Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri dan 24 persen dari non Biaya Pendidikan.

Program ini bertujuan untuk mewujudkan otonomi, efisiensi dan relevansi perguruan tinggi dengan kebutuhan pasar. Bank Dunia menganggap anggaran pendidikan terlalu banyak menyedot Anggaran Pendapatan Belanja Negara, sehingga subsidinya harus dipangkas. Bukti konkret perjanjian ini adalah ditetapkannya kampus sebagai Badan Layanan Umum (BLU). Kebijakan ini ditetapkan oleh pemerintahan Susilo Bambang YudhoyonoJusuf Kalla lewat UU No.1 tahun 2004 tentang Pembendaharaan Negara dan PP nomor 23 tahun 2005 tentang Tata Kelola Badan Layanan Umum.

Kampus saya sendiri, Universitas Diponegoro (Undip), telah ditetapkan sebagai salah satu Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN BH) pada Januari 2017. Undip merupakan yang pertama di wilayah Jawa Tengah. Ironisya, pengesahan Rencana Kegiatan dan Anggaran Tahunan (RKAT) tahun 2017 menghasilkan sumber pendanaan non Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) mencapai 56 persen sedangkan APBN 44 persen dari total anggaran Rp. 1.464.618.609.543

Pada 2009, dikeluarkan pula payung hukum dari amanat PT BHMN yakni UU No.9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) yang melegitimasi otonomi perguruan tinggi.

Hal itu terjadi karena pada Juni 2005, pemerintah Indonesia mendapatkan kucuran dana (utang) dari Bank Dunia sebesar 114,54 US dollar untuk membiayai program Indonesia Managing Higher Education For Relevance And Efficiency.

Akibatnya, biaya pendidikan dari tahun ke tahun semakin naik dan tidak terjangkau oleh rakyat Indonesia. Banyak kalangan yang secara konsisten memperjuangkan penolakan UU BHP, bahkan masih dalam RUU. Penolakan itu

Gedung Baru FIB Mau di Bawa Kemana ? Sambungan dari halaman 2. “Ketika kita meminjam gedung, sudah digunakan sebagaimana mestinya ataukah seenaknya sendiri? Jadi kalau ada gedung-gedung yang sudah rusak ya itu tanggung jawab bersama, mahasiswa maupun pihak birokrat fakultas,” tutur mahasiswa Sastra Jepang tersebut. Ketika ada gedung baru, itu adalah tanggung jawab bagi seluruh warga FIB untuk menjaga dan merawat gedung tersebut. Jika sudah ada yang rusak, hal tersebut akan menjadi tantangan untuk semuanya juga. Apakah kerusakan pada gedung tersebut akan bertambah atau tidak. “Kita sebagai mahasiswa ilmu budaya seharusnya bisa bersama-sama merawat gedung-gedung yang ada. Minimal dengan membuang sampah pada tempatnya dan tidak nyampah sembarangan setelah pemakaian gedung,” tambah Septa di akhir wawancara. (Inawati , Faiz Pajaran) Ada beberapa hal baru di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Diponegoro (Undip). Tengok saja crop circle-nya: ada pancuran kecil di kolamnya. Ada ikan lele dan ikan masnya pula. Jika dilihat-lihat lagi, juga nampak gedung baru, laboratorium bahasa yang sudah mulai bobrok bangunannya. Atau kalau siang hari, bisa dipastikan crop circle yang sekarang beralih fungsi sebagai tempat parkir akan terasa sesak dan semakin panas. Tidak akan ada habisnya jika membahas infrastruktur. S e b a i k nya k i t a te n g o k j u ga bagaimana keadaan organisasi mahasiswanya (Ormawa). Tentu saja akan 4/Edisi 1/2017

membuahkan hasil ketika Mahkamah Konstitusi mencabut UU BHP tahun 2010 karena bertentangan dengan UUD 1945—alinea ke-4. Tepat pada 13 juli 2012, melalu DPR RI, UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi lahir menggantikan UU BHP. Di pasal 88 UU tersebut, pemerintah memberikan kewenangan pada pendidikan tinggi untuk menetapkan satuan biaya operasional pendidikan tinggi (SBOP) yang dinamai uang kuliah tunggal (UKT) yang dihitung dari tahun ke tahun.

Gerobak Batja, Perpustakaan Menarik di Ruang Publik Semarang – Minggu(16/4) jam 7 pagi di Taman Tirto Agung, Tembalang terlihat orang-orang sibuk menyiapkan lapak dagangannya. Berbeda dengan yang lain, terdapat gerobak berisi buku-buku bacaan

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, pendidikan saat ini hanya mementingkan uang pendaftaraan dan kuliah saja, tetapi m e n g a b a i k a n k e wa j i b a n - k e wa b i j a n pendidikan menjadi salah satu faktor penyebab Indonesia tak mampu berdaulat pada sektor manapun. Tak aneh jika pada 2013 The Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) menyatakan bahwa kualitas pendidikan Indonesia menempati urutan ke 69 dari 79 negara. (Appriyani/Mahasiswa Sastra Jepang / Ke t u a Fro n t M a h a s i s w a N a s i o n a l Universitas Diponegoro)

Kabar Kampus

Apakah FIB Butuh MMF? Dok. Farid

dan terpal yang digelar dekat gerobak itu. Anak-anak kecil mulai ramai berdatangan bersama orang tuanya, mereka mengambil buku dan membacanya diatas terpal.

Foto : Bimo Gerobak itu merupakan Gerobak Batja yang didirikan sebagai perpustakaan dan ruang baca publik untuk masyarakat. Panji, koordinator gerobak batja menjelaskan pendirian gerobak batja dibuat oleh alumni SMA 3 Semarang pada tanggal 11 September 2016 untuk meningkatkan minat baca masyarakat , “Gerobak batja bertujuan untuk meningkatkan minat baca di indonesia, kita penasaran apakah minat baca yang rendah atau akses ke perpustakaan yang menarik itu tidak tersedia, kita mencoba mendekatkan perpustakaan ke masyarakat dengan buku-buku yang menarik,” ujarnya. Menurut Ami, relawan gerobak batja, ejaan lama digunakan pada nama agar mengingatkan kepada masyarakat tentang budaya membaca buku di zaman dahulu. “Ejaan lama [dipakai] karena zaman

Siapakah Mawapres FIB 2017? membutuhkan berlembar-lembar kertas jika kita bahas satu per satu. Mari kita kembali ke poin awal: ada yang baru di FIB Undip: lembaga yudikatif, Mahkamah Mahasiswa Fakultas (MMF). Namun, layaknya alur kehidupan—setiap tunas yang muncul akan diikuti oleh gugurnya daun. FUH—Forum U K M - H M ( U n i t K e g i a t a n Mahasiswa–Himpunan Mahasiswa) pun dibubarkan. Berbicara tentang mahasiswa, barangkali seperti memakan camilan yang cukup renyah atau malah tidak enak untuk dikunyah. Apalagi kehidupan organisatoris yang berkutat pada pengadaan kegiatan

maupun hal lainnya. Berurusan dengan birokrasi, ormawa atau pun suatu instansi. Kalau mau diambil salah satu kegiatan yang melibatkan semua ormawa, Kongres Mahasiswa (KM) bisa dijadikan contoh. Kongres yang sudah menjadi acara tahunan FIB ini penuh liku-liku. Tapi mari kita gali ingatan di tahun 2016: KM FIB dilaksanakan selama 3 hari. Hal tersebut bisa dikatakan fantastis, karena pada tahun sebelumnya memakan waktu sampai 12 hari. Selain dari waktu pelaksanaan, hal-hal lain yang ada di KM tahun lalu memang berbeda. Karena pada saat itulah Senat Mahasiswa (SM) mengusulkan untuk dibentuknya MMF.

Dia adalah Nur Sitha Afrilia. Dia

sekarang semua bisa diakses melalui internet/gadget, kalo buku kan ibaratnya ketinggalan zaman, dengan menggunakan ejaan lama, ya kembali ke zaman dulu, yaitu baca buku,” ujarnya. Ami menambahkan gerobak batja didesain unik agar memiliki ciri khas tersendiri. Saat ini koleksi buku yang dimiliki sudah mencapai 8000 buah yang berasal dari s u m b a n ga n p a ra d o n a t u r, b a i k i t u perseorangan, komunitas, bahkan penerbit. Buku tersebut disimpan di dalam terminal buku yang diganti setiap bulannya. “Kami ada yang namanya terminal buku. Untuk menyimpan buku yang disumbangkan, kami taruh disana dan disortir, setiap beberapa bulan sekali di rolling dan [akan] didistribusikan baik [di] gerobak maupun di rak-rak buku yang kami tempatkan di beberapa [lapak] rumah baca [yang lain],” ungkapnya.

Sampai saat ini gerobak batja telah memberikan pengaruh dan ditanggapi dengan baik terhadap masyarakat di sekitar Taman Tirto Agung dan banyak dukungan lain dari sosial media. Riski, salah satu pengunjung menyambut baik dengan kehadiran gerobak batja, “Gerobak batja menurut saya adalah sebuah gerakan yang inovatif, untuk menumbuhkan tingkat literasi masyarakat terutama di Kota Semarang”, ungkapnya. Panji berharap kehadiran gerobak batja menjadi inspirasi bagi masyarakat untuk membuat perpustakaan di ruang publik. “Harapannya ide ini bisa sampai ke seluruh indonesia dan anak-anak muda menjadi tergerak untuk membuat perpustakaan yang menarik di ruang publik,”ujar Panji. (Bimo, Ema)

Karena pada saat itu, ia memutuskan untuk

yang kuat dan dukungan dari orang-orang

bergabung dengan organisasi Association

sekitar, sangat berarti. Sitha menjelaskan,

Internationale des Etudiants en Sciences

menjadi seorang Mawapres merupakan

Economiques et Commerciales (AIESEC) pada

panutan bagi mahasiswa lainnya, sehingga

tahun 2015. Karena organisasi itulah, ia

sudah seharusnya Mawapres mempunyai

mulai bangkit dan bersemangat.

perilaku yang baik dan sopan.

Ketika menjadi anggota AIESEC,

Sitha sempat mengeluhkan dalam

Sitha, panggilan akrabnya, berkesempatan

pemilihan Mawapres cenderung

untuk melakukan pertukaran pelajar ke

memaksakan melalui per-prodi, sehingga

India. Di sana, ia sempat mengikuti sebuah

para calon Mawapres tidak maksimal dalam

kompetisi membuat paper. Berawal dari

menjalani karantina. Dalam pemilihan

sanalah, Sitha mulai belajar mengembangkan

Mawapres Sitha mengusulkan untuk

idenya. Dengan ketekunanya, ia pun mampu

membuka kesempatan kepada mahasiswa

merupakan sosok perempuan yang pintar

mendapat juara lima besar pada kompetisi

yang serius berminat dan memenuhi syarat.

dan berprestasi. Mahasiswa jurusan Sastra

tersebut.

Ia juga mengusulkan untuk diadakannya

Indonesia 2014 ini, tidak pernah menyangka

Menjadi Mawapres FIB, Sitha

kerjasama antara pihak Badan Eksekutif

akan menjadi Mahasiswa Berprestasi

berkeinginan untuk membangun image

Mahasiswa (BEM) dan birokrat, guna

(Mawapres) 1 Fakultas Ilmu Budaya (FIB)

' Ke m a r t a b a t a n B u d aya' . H a l i n i i a

mempersiapkan bibit-bibit Mawapres yang

Universitas Dipongeoro (Undip) . Mengingat

realisasikan dengan membuat aplikasi

mumpuni, salah satu contoh adalah dengan

pada awal masuk perkuliahan hingga

penerjemah bahasa Jawa yang bernama

diadakannya sekolah calon mawapres

semester 3, ia sempat merasa tertekan.

'Wanmor'.

seperti yang telah dilaksanakan di Fakultas

Namun, hal tersebut tidak berlangsung lama.

Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Undip.

Sitha mengatakan bahwa untuk

menjadi Mawapres membutuhkan mental

(Lulu, Ulfa ) 9/Edisi 1/2017


Awal Dari Sekolah Vokasi 1 September 2016, Yos Johan Utama, selaku Rektor Universitas Diponegoro (Undip), melantik Imam Buchori sebagai Dekan Sekolah Vokasi. Hal ini merupakan awal bagi Undip membuka program Sekolah Vokasi (SV). Saat ini SV memiliki 4 Departemen; Departemen Teknologi Industri, Departemen Sipil dan Perencanaan, Departemen Ekonomi dan Keuangan serta Departemen Sosial dan Bahasa dengan jumlah keseluruhan mahasiswa pada tahun 2016 adalah sebanyak 5.835 orang. Menurut Singgih Tri Sulistiyono, Wakil Dekan Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Undip, untuk mahasiswa baru D3 FlB 2017 akan berada d i b awa h ke p e n g u r u s a n S V. “ U n t u k mahasiswa yang baru artinya itu sudah mulai menjadi mahasiswa vokasi dan struktur departemen ataupun prodi yang sesuai ada di dalam Sekolah Vokasi,” ujarnya. Namun, Singgih mengatakan FIB siap untuk membantu meminjamkan ruangan seandainya ruangan dalam pelaksanaan kuliah Sekolah Vokasi tidak memadai “Bisa

Antara Angkot, BRT, dan Go-Jek Jum'at (31/3), Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang meresmikan koridor baru BRT (Bus Rapid Transit) koridor V dan VI. Peresmian itu dilaksanakan di lapangan Widya Puraya Universitas Diponegoro (Undip). Rute Koridor V meliputi MetesehPRPP dan Koridor VI meliputi Undip-Unnes. Program pembuatan koridor baru ini dicanangkan sejak 2015 dari Pemkot Semarang. Tapi baru bisa terlaksana di tahun 2017. Banyak pro dan kontra dari berbagai pihak, baik pihak BRT maupun angkutan umum. Aditya, pekerja BRT bagian cheklist, menuturkan bahwa sebelum launching, sudah banyak dilakukan kajian dan perjanjian dari pihak BRT, pihak Undip dan Unnes, maupun pihak sopir angkot. Kehadiran BRT dirasakan

Foto : Ulil 8/Edisi 1/2017

Senada dengan Dani, Aditya Bagas, mahasiswa D3 Teknik Elektro 2015, mengeluhkan bahwa kelas yang berada di Sekolah Vokasi tidak cukup memadai, Di sisi lain, Dani, Mahasiswa meskipun ia mendukung adanya penyatuan Perpustakaan dan Informasi, mengeluhkan D3 dalam Sekolah Vokasi. “Saya pribadi sih untuk penempatan Sekolah Vokasi di suka, misal semua program D3 bergabung Tembalang memiliki ruangan yang terlalu jadi satu. Tapi ruang kelasnya itu lho. Mana sempit. “Mungkin memang benar, kelas mungkin cukup?” Ujarnya. nyaman di sini [di Tembalang], ber AC, tapi Aldi, Ketua Senat Sekolah Vokasi [kelas] tak tersedia banyak. Kalau di bawah [Kampus Undip Pleburan] kan enak, kelas menjelaskan Sekolah Vokasi rencananya luas juga tersedia banyak, jadi lebih nyaman,” akan membangun 4 gedung dengan 5 lantai untuk perkuliahan. Akan tetapi sampai saat ujarnya. i n i b e l u m d i ke t a h u i ke j e l a s a n nya . “Pelaksanaan pembangunan [Sekolah Foto : Ulil Vokasi] belum bisa sepenuhnya jelas,” tuturnya. saja kulaihnya disini, karena para dosennya pun juga belum banyak mengalami perubahan,” tambahnya.

Di akhir, Singgih berharap untuk sarana prasarana Sekolah Vokasi segera terpenuhi. “Kalau bisa sesegera mungkin artinya sekolah vokasi perlu mendapatkan sarana prasarana yang bisa mencukupi kebutuhan mereka untuk ruang kuliah dan labotarorium segera terpenuhi” tuturnya. (Shifa, Fina, Ulil) dampaknya oleh supir angkot. Salah satunya Ngadiman, wakil koordinator sopir angkot wilayah Tembalang, mengeluhkan kehadiran BRT. Ia mengaku keberatan karena banyak penumpang dari angkot beralih memilih BRT. “Banyak dari penumpang angkot yang berpindah ke BRT selain (karena BRT masuk) jalur dalam kampus, misalnya mulai dari patung kuda sampai bundaran”, ujarnya. Ayu, mahasiswa D3 Akuntansi Undip mengatakan lebih senang menggunakan BRT karena lebih murah dan fasilitasnya lebih baik daripada angkot. “Tarifnya lebih murah dari angkot ketika menunjukan KTM, hanya Rp 1.000,00 untuk pelajar/mahasiswa dan Rp 3.500,00 untuk tarif umum, sementara angkot Rp 3.000,00 semua tarifnya” tuturnya. Beda halnya dengan Vina Agustine, mahasiswa Sejarah Undip, yang menggunakan angkot. Vina mengatakan untuk tarif angkot saat ini masih sesuai untuk mahasiswa dan angkot lebih g a m p a n g d i t e m u i .“ K a l a u BRT (berhentinya) ada sheltershelternya dan tidak semua f a k u l t a s a d a ”. Hanya saja menurutnya, kekurangan dari angkot adalah sering ngetem (berhenti) lama.

Menanggapi beroperasinya BRT di wilayah kampus pihak angkot tidak diam begitu saja. Ngadiman sempat meminta kejelasan kepada pihak Undip. “Katanya bukan Undip yang menginginkan adanya BRT, tetapi atas usulan pihak RSND (Rumah Sakit Nasional Diponegoro), karena tidak adanya angkot yang sampai ke daerah RSND,“ ucapnya. Akibat dari BRT yang beroperasi di wilayah kampus adalah pendapatan sopir angkot yang menurun. Haryo, salah satu sopir angkot, menuturkan semenjak beroperasinya BRT minat mahasiswa menaiki angkot berkurang sekitar 60-70 persen . Sementara untuk pendapatan mereka menurun drastis yang dahulu bisa memperoleh Rp 100.000,00 sekarang hanya memperoleh Rp 30.000,00/ perhari. “Kalau begini terus, mau dikasih makan apa anak dan istri di rumah?” ujar Haryo. Padahal menurutnya angkot sudah beroperasi di Undip sejak 1997 yang diresmikan atas izin Muladi (saat itu menjabat sebagai Rektor Undip). Sampai sekarang, angkot yang berada di Undip ada sekitar 105 armada dengan rincian 85 yang aktif beroperasi di sekitar Tembalang-Banyumanik. Selain kehadiran BRT, Go-Jek pun turut membuat penurunan minat mahasiswa menggunakan angkot semakin menurun. “Selain BRT, Go-Jek juga memakan banyak pelanggan setia angkot” tutur Ngadiman. Ia menyayangkan sikap pemerintah terhadap banyaknya Go-Jek yang beroperasi namun tidak dikenai pajak dan tarifnya terkesan murah dari transportasi lain, “Kalau tetep ada Go-Jek seharusnya plat kendaraannya di ganti kuning juga”, tuturnya. (Faiz Pajaran, Ulil Albab, Arifah)

MMF adalah pengganti FUH. Akan tetapi lembaga ini bukanlah penyempurna dari FUH, karena MMF hadir sebagai lembaga baru yang memegang fungsi yudikatif. Dulu, FUH lahir untuk menengahi jika ada pertikaian antar ormawa. Forum yang diketuai oleh Chairunnisa Latief ini memiliki koordinasi dengan para ormawa. Selain memiliki fungsi yang sama dengan salah satu fungsi senat, lembaga yang berumur tiga tahun itu pun belum memiliki pegangan yang kuat—sebut saja undangu n d a n g . H a l i t u l a h ya n g m e n j a d i pertimbangan SM FIB untuk mengganti FUH dengan MMF pada Kongres Mahasiswa (KM) tahun lalu. Pembahasan MMF pada KM tahun lalu memang cukup alot, walaupun akhirnya d a p a t d i s a h ka n j u ga . S a a t i t u , S M mengusulkan lima nama yang akan menjadi hakim. Tidak sembarangan, hakim yang dipilih mewakili semua ormawa. Kelima hakim adalah: Adlin Maulavan (Sastra Indonesia 2013) dari SM; Farid Gardjito (Sastra Inggris 2014) dari HM; Akmal Azhari (Ilmu Sejarah 2014) dari UKM; Faisal (Ilmu Sejarah 2014) dari BEM FIB (Badan Eksekutif Mahasiswa); dan Mohamad Fijar Lazuardi (Ilmu Sejarah 2014) dari mahasiswa umum. Lalu terpilihlah Farid sebagai ketua, Fijar sebagai wakil ketua, dan Akmal sebagai sekretaris. Meminjam istilah yang sering diucapkan oleh ketua MMF, yaitu MMF masih “merintis”, para hakim MMF yang semuanya laki-laki tersebut membutuhkan staf, yang kemudian mereka sebut dengan Badan Kelengkapan (BK). Staf yang terdiri atas empat orang ini di antaranya adalah Sritika Indah (Sastra Indonesia 2015), Rizki Mardiani (Ilmu Sejarah 2016), Madinah Maulida (Sastra Indonesia 2015), dan Irwan Sigit (Antropologi 2014). BK MMF ini tidak masuk ke dalam struktur organisasi. BK tersebut kemudian dibagi menjadi empat, yaitu panitera, penyidik, bendahara, dan sekretaris. MMF memiliki fungsi peradilan, yaitu memeriksa, memutuskan dan mengadili. Tugas-tugas MMF yaitu memutus sengketa Pemira di tingkat fakultas, menyelesaikan permasalahan status keanggotaan Ormawa FIB, dan lain-lain.

Semua Tercantum dalam Undang-Undang (UU) MMF FIB Undip. Menengok Obrolan RDP, 18 Mei 2017 Suasana panas merangkaki Joglo FIB secara perlahan. Para mahasiswa berkerumun, membentuk lingkaran. Para mahasiswa itu berkutat dengan pikiran masing-masing. Hanya beberapa dari mereka yang mau mengutarakan alur yang berkecamuk dalam pikirannya. Ruwet, karena RDP (Rapat Dengar Pendapat) kali ini membahas UU MMF. “Apa benar MMF dibutuhkan?”, “Apakah kita udah tahu tentang hukum, layaknya mahasiswa Fakultas Hukum (FH) dan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip)?”, “Apakah para hakim MMF bisa independen?”, “Ada baiknya temen-temen, kita, mengaji dulu tentang MMF ini. Mungkin untuk sekarang kita bahas terlebih dahulu, biar paham. Lantas dua atau tiga tahun kemudian baru MMF ini bisa dibentuk.” Pertanyaan dan pernyataan itu meluncur layaknya peluru. Cukup panjang jika ditulis ke dalam kalimat utuh. Pertanyaan-pernyataan yang barangkali mewakili sebagian besar warga budaya. Wajar saja, karena warga budaya ini sangat kental kekeluargaannya. Menyelesaikan permasalahan dengan musyawarah adalah salah satu kelebihan fakultas yang memiliki dekan Redyanto Noor ini. Terlebih, MMF ini memang benar-benar baru. FIB adalah satusatunya fakultas yang memiliki lembaga yudisial. S a a t p e r t a nya a n - p e r nya t a a n tersebut dilontarkan oleh Rais, ketua BEM FIB, yang lain masih tetap membisu. Mungkin mereka masih mencerna kalimat-kalimat tanya tersebut . Setelah kalimat itu mengudara, entah ke telinga para ormawa atau ke arah lain, Ajeng, ketua SM FIB pun menimpali pertanyaan tersebut. “MMF memang dibutuhkan. Karena tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan. Sebenarnya saya pribadi tidak setuju dengan pernyataan 'Kita kan warga budaya, kalau ada masalah ya diselesaikan dengan cara kekeluargaan.' Tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan cara konvensional. Ada masalah yang

hanya bisa diselesaikan dengan cara formal. Masalah Pemilihan Umum Raya (Pemira), misalnya. Kalau untuk masalah independensi, tidak ada tolok ukur untuk menilai independensi seseorang. Toh para hakim itu dipilih juga tidak main-main. Dipilih dengan melihat kepiaiwaian mereka selama ini. mereka organisatoris dan telah berpengalaman. Toh mereka sudah lulus juga dari organisasi tersebut. Misal banyak yang dari Sejarah. Terus ketika Sejarah ada masalah, misalnya, apa mereka akan membela Sejarah? Tentu saja tidak. Lha ngapain? Kan sudah tidak jadi pengurus lagi. Kemudian, buat apa nunggu dua sampai tiga tahun lagi untuk membentuk MMF? Kalau bisa sekarang, kenapa juga harus ditunda? Toh nanti tetap ada evaluasi. Selama setahun, bagaimana kinerja mereka? Apa yang perlu diperbaiki ya diperbaiki. Supaya MMF tahun berikutnya lebih baik. Ini juga untuk pencerdasan generasi selanjutnya.” Suasana panas masih terasa di sekitaran joglo. Mahasiswa yang hadir pun masih duduk anteng lesehan, melingkar, dalam kesederhanaan. Sama rata, tidak ada p e r b e d a a n . M e ra s a p e r l u m e m b e r i t a n g g a p a n , k e t u a M M F, Fa r i d p u n menyampaikan bahwa mereka tidak ingin membatasi hak para mahasiswa. Semua masalah yang dilaporkan akan diselesaikan dengan musyawarah. Jika masalah tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan, maka selanjutnya akan dibawa ke peradilan. Suasana yang demikian, rupanya cukup membuat salah satu ketua ormawa gatal. “Mbak Ajeng, boleh nanggepi, nggak? Udah gatal, nih. Iya, saya juga setuju kalau independensi itu nggak bisa diukur. Saya nggak setuju kalo misal hakim dari mahasiswa Sasing, ia akan memihak anak Sasing kalo ada masalah,” tandas ketua HM Sastra Inggris (Edsa) itu. Tahun lalu, SM FIB merasa jadi super power. Kok bisa? Karena tahun lalu, ormawa yang ada masalah atau sedang bersengketa pasti larinya ke SM. SM yang notabene punya wewenang membuat produk hukum itu juga masih mengadili suatu perkara? Lantas sebenarnya, apakah FIB butuh MMF? ( RirLazuardi dan Meutia P.)

Pelaku Poster Garudaku Kafir Akan Jalani Proses Penegakan Hukum

Foto : Ulil

Rektor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Yos Johan Utama menyatakan pemasangan poster garudaku kafir merupakan pelanggaran akademik dan proses penegakan hukum terhadap pelaku akan dijalankan. “Undip melihat itu sebagai pelanggaran, dalam ranah kebebasan akademik pun itu tetep ranah pelanggaran, tetapi proses penegakan tetap akan dilaksanakan secara hukum perak (peraturan akademik) akan dijalankan,” ujar Yos dalam konferensi pers di gedung Widya Puraya Undip, Senin (21/05). Yos mengatakan dengan melakukan pengumpulan bukti proses penyelidikan akan dimulai dari fakultas, diteruskan ke tingkat universitas dan akan dilakukan persidangan. “(Pelaku) akan (melakukan) persidangan dan (ketika) persidangan itu yang bersangkutan, terduga (pelaku) boleh didampingi penasihat hukum,” ujar Yos 5/Edisi 1/2017


Dalam melakukan penempelan poster, awalnya pelaku berjumlah lima orang namun setelah diselidiki, pada akhirnya pelaku ditetapkan menjadi satu orang yang berinisial AMM. “Lima orang jelas, empat orang laki , satu perempuan, tentu tidak boleh disebut secara benar kita menghormati akan terperiksa. Inisalnya memang benar AMM.”tutur Yos. Poster itu dibuat pelaku untuk menarik perhatian acara diskusi di depan gedung A Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Undip. “Dan itu (acara diskusinya) kecil itu pak, diskusinya diskusi di emperan. bukan di ruangan, itu kayak diskusi mahasiswa (waktu) sorean,” ucapnya. Menurut Yos, Undip berkomitmen untuk menjaga NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dan berpedoman pada Pancasila serta UUD (Undang-Undang Dasar). “Prinsip itu jelas NKRI Harga mati, Pancasila pedomanku, UUD pedoman pelaksanaanku,” ujar Yos. (Ulil, Habib)

Foto : Cahyo Foto : Ulil

Coretan Revolusi Pendidikan Selasa (2/5) pagi, tulisan “Revolusi Pendidikan” terpampang jelas di beberapa titik halaman Widya Puraya Universitas Diponegoro (Undip) Semarang. Beberapa tempat seperti rumput, dinding, spanduk, dan tangga tiang upacara tak luput oleh coretan piloks. Tulisan ini sempat menganggu mulainya upacara bendera dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas).

Foto : Ulil

Demo Mahasiswa Aliansi Semarang Raya Tuntut Revolusi Pendidikan Selasa (2/5) pagi puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Semarang Raya melakukan aksi dalam rangka hari pendidikan nasional di depan kantor DPRD Jawa Tengah. Aksi yang dimulai dari pukul 09.26 WIB itu menuntut diadakannya revolusi pendidikan.

Aksi ini dimulai dengan melakukan mimbar bebas dari perwakilan tiap fakultas maupun universitas, dilanjutkan dengan pembacaan puisi mengenai permasalahan pendidikan. Aditya Nurullahi, koordinator aksi tersebut, menjelaskan aksi ini dilakukan karena terbatasnya akses pendidikan kepada semua kalangan. “Sebagai wujud keresahan kita mahasiwa di Indonesia atas pendidikan yang saat ini sulit diakses oleh semua kalangan” ujarnya. Setelah melakukan mimbar bebas, perwakilan mahasiswa sempat ingin melakukan audiensi dengan pihak DPRD, namun ketika sampai didalam ruangan, Jadug Trimulyo, Presiden Mahasiswa BEM Undip menginstruksikan perwakilan mahasiswa tersebut keluar dari ruangan dan kembali bergabung dalam massa di depan gedung DPRD Jawa Tengah. “Temen – temen (perwakilan mahasiswa) yang di dalam ruangan tak suruh keluar ruangan karena biar seluruh m a h a s i s w a k e d e n g e r a n (mengetahui),”ujarnya. 6/Edisi 1/2017

Pada pukul 10.30 WIB massa yang berada di luar melakukan pembakaran ban sebagai aksi protes karena Komisi E DPRD Jawa Tengah tidak sedang berada di kantor. “Kita membakar ban sebagai bentuk protes kepada pihak DPRD yang dari Komisi E yang saat ini tidak hadir di tempat menemui kita,” ujar Aditya Nurullahi ketika diwawancarai LPM Hayamwuruk. Karena tidak adanya perwakilan DPRD mahasiswa sempat terjadi insiden mendorong gerbang dan terjadi gesekan dengan pihak kepolisian. Namun, situasi ini dapat terkendali ketika koordinator aksi dapat menenangkan massa. Pada pukul 11.20 WIB Bambang Joyo Supeno, Komisi A DPRD Jawa Tengah, menemui massa. Setelah itu massa yang diwakilkan oleh Jadug Trimulyo, Presiden BEM Undip, membacakan 3 tuntutan mengenai permasalahan pendidikan. Bambang menerima tuntutan itu dan merencankan mengadakan Focus Group Discusion (FGD) pada Senin (8/5). (Ulil)

Ketika tim Hayamwuruk datang ke lokasi pukul 06.26 WIB, pihak kemanan terlihat sedang membersihkan tulisan di tembok maupun di tangga upacara. Syaiful Bahri, petugas kemanan Undip, memperkirakan kejadian tersebut terjadi pada jam satu sampai jam dua dengan menggunakan mobil. Namun, menurut Syaiful perihal identitas pelaku belum diketahui. “Itu (pelaku) bawanya mobil roda empat, jadi identitas belum diketahui, kalau mobilnya apa, platnya apa sudah diketahui, ini masih dalam pemantuan,” ujarnya. Syaiful menambahkan, jika pelaku yang membuat tulisan itu dari pihak mahasiswa Undip, maka akan diproses di Undip. Sebaliknya, jika yang melakukan mahasiswa luar maka akan diserahkan kepada Polsek. “Jadi untuk yang (melakukan) mahasiswa Undip yang (akan) memproses dari Undip” ucapnya. Menurut, Akbar Ridwan, Mahasiswa Sejarah Fakultas Ilmu Budaya 2014 yang mengetahui kejadian itu dari media sosial, berpendapat aksi pencoretan tersebut terjadi karena luapan kekecewaan seseorang terhadap sistem pendidikan yang ada. “Menurut saya sebagai luapan kekecewaan yang memuncak, karena sistem pendidikan itu sendiri terkait etis atau tidaknya, setiap orang punya pandangan masing-masing,“ tuturnya. Akbar pun menyayangkan aksi pencoretan itu yang seharusnya dituangkan dalam tulisan. “Bukan melakukan vandalisme tapi lebih kepada tulisan yang bisa dibaca banyak orang,” tuturnya. Ini merupakan kali ketiga Undip mengalami kejadian yang hampir serupa, setelah sebelumnya pada Selasa (25/4) dan Kamis (27/04) terdapat pula pemasangan spanduk propaganda. ( Ulil, Faiz)

Menilik Wacana Kuliah Empat Hari Sistem pendidikan yang saat ini diterapkan adalah sistem yang ditetapkan oleh pemerintah dan menteri pendidikan. Seperti sistem kuliah lima hari, yang saat ini sedang diterapkan di seluruh unversitas di Indonesia, baik swasta maupun negeri, tidak terkecuali Unversitas Diponegoro (Undip). Hampir seluruh fakultas yang ada di Undip menerapkan sistem ini. Namun hal tersebut tidak berlaku di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Undip. Fakultas dengan dekan yang sedang menjabat, Redyanto Noor tersebut sudah memiliki rencana tersenidiri. Akan mengganti sistem kuliah lima hari dengan hanya empat hari kuliah saja. Seperti namanya, sistem kuliah ini hanya akan berlangsung dari senin sampai kamis. Mulai sekitar pukul 7 pagi hingga 8 malam. Empat hari kuliah tersebut memang hanya dikhususkan untuk kuliah saja. Tanpa kegiatan organisasi mahasiswa atau rapat dosen. Hanya kegiatan akademik saja yang boleh berlangsung. Sedangkan dari hari jumat hingga minggu akan dijadikan sebagai hari rapat untuk dosen dan jajaran birokrat, hari organisasi untuk mahasiswa organisator, dan hari libur bagi mahasiswa yang tidak ada kegiatan apapun. Dengan kata lain, tiga hari tersebut hanya dikhususkan untuk kegiatan non-akademis. Rencana kuliah empat hari ini, sudah pernah diungkapkan sebelumnya oleh Redyanto Noor pada pelantikan ketua organisasi mahasiswa (ormawa) (21/3). Beliau mengatakan, alasan akan diberlakukannya sistem ini adalah agar mahasiswa dapat membagi waktu antara organisasi dan kuliah. Begitu pula untuk dosen, agar saat mengajar tidak lagi diganggu oleh agenda rapat. Hal tersebut dipertegas lagi oleh wakil dekan bidang kemahasiswaan, Prof. Singgih. Latar belakang munculnya ide atau gagasan kuliah empat hari ini yang pertama adalah seringnya terjadi benturan antara rapat dosen dengan jam mengajar, sehingga seringkali yang dirugikan adalah mahasiswa, karena jam kuliah menjadi kosong atau hanya sekedar diganti dengan tugas kuliah saja. Selain itu ada juga kegiatan mahasiswa yang diadakan pada jam-jam kuliah. Hal

tersebut membuat mahasaiswa seringkali lebih mementingkan kegiatan tersebut dan memilih untuk meninggalkan kuliah. Lalu yang kedua adalah masalah terkait ujian skripsi. Ujian skripsi atau sidang memang mengharuskan pengujinya untuk hadir semua. Tapi hal ini sering berubah menjadi ujian individu, karena ada penguji yang sedang mengajar atau ada urusan lain. Dengan adanya sistem ini, maka nantinya kegiatan mahasiswa atau rapat dosen tidak dapat lagi dilaksanakan pada hari aktif kuliah. Kegiatan mahasiswa pun harus dilakukan pada hari jumat, sabtu atau minggu. Baik itu kegiatan yang berkaitan dengan program kerja organisasi maupun hanya rapat rutin yang dilaksanakan setiap bulan. Prof. Singgih juga menjelaskan, kegiatan mahasiswa masih dapat diadakan pada hari aktif kuliah. Namun harus dengan pertimbangan khusus dari pihak birokrat. Pihak birokrat akan melihat seberapa penting acara itu, manfaat acara itu bagi mahasiswa, dan tujuan dari acara itu. “Kalau ada kegiatan yang harus dilaksanakan pada hari aktif kuliah, ya nanti akan diberikan pertimbangan khusus. Kegiatan-kegiatan seperti pameran buku, itu kan perlu dukungan dari banyak mahasiswa. Jadi nanti akan kami berikan pertimbangan, dan insyaAllah tidak akan dipersulit.” Jelasnya. Berbagai tanggapan muncul dari kalangan mahasiswa terkait akan dilaksanakannya sistem ini. Ada mahasiswa yang menolak, namun ada juga yang setuju dengan syarat. Intinya hampir tidak ada mahasiswa yang begitu saja menerima dan setuju dengan sistem ini. “Aku denger pas pelantikan ketua ormawa tu, pak Redy bilang akan ada sistem perkuliahan baru, dimulai hari senin sampai kamis, selesai jam 8 malam. Itu artinya kita libur tiga hari. Tapi kan kita nggak punya waktu untuk berkegiatan ya? Oke, waktu berkegiatan banyak. Tapi apakah kegitan seperti rapat, mungkin nggak membutuhkan audeiensi dari mahasiswa lain. Tapi kegiatan seperi Exporia, jamming WMS, atau pentas teater Emka, itu apakah minat mahasiswa

untuk hadir di sana masih banyak? Sedangkan itu adalah hari libur. Kalau bicara masalah radikal, aku jelas menolak. Karena itu merugikan mahasiswa.” Jelas Rais, ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FIB. Sebaliknya, Ketua Senat Mahasiswa FIB, Ajeng mengungkapkan persetujuannya. Tapi itu pun disertai dengan berbagai persyaratan untuk pihak birokrat. Agar lebih menimbang lagi sisi positif dan negatif jika sistem ini dilaksanakan. “Kalau saya pribadi sih nggak masalah ya, kalau kuliah empat hari ini mau diterapkan. Tapi ya tolong, dilihat lagi dari berbagai sisi. Kalau misalnya nanti kuliah empat hari ini ternyata banyak mengganggu aktivitas mahasiswa ya, tolong diberhentikan. Tapi kalau memang banyak manfaatnya, ya silakan dilanjutkan nggak papa.” Prof. singgih juga sempat m e n j e l a s k a n b a h wa k e s i a p a n d a r i pelaksanaan sistem ini sudah hampir matang. Beliau mengatakan bahwa pihak dekanat sudah memberikan arahan tentang bagaimana sistem ini akan dilksanakan nantinya pada para dosen. Sedangkan untuk mahasiswa, Pak Redy juga sudah sempat menyampaikan pada saat pelantikan ketua ormawa dan saat sambung rasa yang diadakan oleh Senat. Namun, apakah informasi tersebut sudah menyebar luas ke seluruh mahasiswa, khususnya mahasiswa non-organisatoris? Untuk pelaksanaannya sendiri, sistem ini akan mulai berlangsung semester depan, semester ganjil tahun 2017. Sistem ini akan dilaksanakan satu tahun. Kemudian tahun depannya akan dilakukan peninjauan kembali atau evaluasi terhadap pelaksanaan sistem ini. Jadi, sudah siapkah seluruh warga FIB, khususnya dosen dan mahasiswa untuk menjalankan sistem ini? (Qonita, Ulil)

Obrolan Joglo Budaya (3) Obrolan Joglo Budaya (3)

H

H Gedung Lab. Bahasa kapan mau Gedung Lab. Bahasa kapan mau digunakan? digunakan?

W W Isinya masih kosong melompong, nunggu dana Isinya masih kosong melompong, nunggu dana tahun depan, tahun ini dananya seret. tahun depan, tahun ini dananya seret.

H

H Kuliah di FIB mau dibuat cuman 4 Hari?

H

W W Kuliah saja jarang ada dosennya, Kuliah saja jarang ada dosennya, mau dipersingkat lagi? mau dipersingkat lagi?

H Mahasiswa baru Undip sudah Mahasiswa baru Undip sudah mulai masuk nih. mulai masuk nih.

W W

Semoga betah di Undip dengan Semoga betah di Undip dengan semua permasalahannya. semua permasalahannya.

Hmm... Hmm...

7/Edisi 1/2017


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.