Majalah maritim

Page 1

LAPORAN UTAMA

No 1. XXIV/2016 | Hayamwuruk | 1


LAPORAN UTAMA

2 | Hayamwuruk | No 1. XXIV/2016


HAYAMWURUK REFLEKSI BUDAYA DAN INTELEKTUALITAS MAHASISWA

LEMBAGA PERS MAHASISWA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO PEMIMPIN UMUM: Fakhrun Nisa SEKRETARIS UMUM: Farida Sukma Dewi

PEMIMPIN REDAKSI: Ayu Mumpuni SEKRETARIS REDAKSI: Dian Karina L (nonaktif) REDAKTUR PELAKSANA: Nurul Maulina W Z REDAKTUR ARTISTIK: Diah Wahyu Asih STAF REDAKSI: Intan Larasati Aeny Sri Widya Ningsih (nonaktif)

Ilustrasi sampul oleh Toni Malakian Penata letak: Hendra Friana

Majalah Hayamwuruk diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Hayamwuruk Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Terbit Perdana: 1985 ISSN: 0215-1553 Izin terbit S.K. Rektor No. 57/SK/PT09/1987 Redaksi menerima sumbangan naskah/artikel. Diketik rapi maksimal 10 halaman folio, dilengkapi foto identitas pribadi (KTP/KTM) yang masih berlaku, isi tulisan tidak harus sesuai dengan pendapat redaksi. Redaksi berhak menyunting naskah tanpa mengubah maksud dan isi tulisan. Naskah bisa langsung dikirim ke alamat redaksi atau via surel.

PEMIMPIN LITBANG: Muhammad Habib STAF LITBANG: Indah Zumrotun Dini Ariska Deviana Kurniawati Listi Atihfatul Ummah Resza Mustafa

PEMIMPIN PERUSAHAAN: Suci Rahayu STAF PERUSAHAAN: Hendra Friana Novi Handayani Risma Widya Elly Ratnasari surel: lpmhayamwuruk@gmail.com website: lpmhayamwuruk.org

Alamat Redaksi: Gedung A lantai 3 Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Jalan Prof. Sudharto, S.H., Tembalang, Semarang.

No 1. XXIV/2016 | Hayamwuruk | 3


Mengapa Maritim? WACANA Indonesia menjadi poros martim dunia sudah digadang-gadangkan sejak Joko Widodo mencalonkan diri menjadi Presiden dalam kontestasi politik yang hiruk-pikuk di 2014. Dalam kampanyenya, Jokowi, begitu biasa ia disebut, mengutarakan hal tersebut kepada masyarakat. memasukannya ke dalam “janji Nawacita�. Maka, setelah terpilih menjadi orang nomor satu di Indonesia, wacana tersebut lalu menjadi salah satu program prioritas dalam pemerintahan yang dipimpinnya. Satu tahun telalui sudah. berbagai produk kebijakan yang mendukung tumbuhnya sektor maritim dikeluarkan. Tentunya masyarakat pun mulai membicarakannya, tak terkecuali kami. Beberapa sudut yang kami rasa perlu ditelisik lebih dalam mengenai program tersebut harus mulai diperhatikan. Mengingat Indonesia memang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki latar belakang sejarah sebagai bangsa maritim--berbagai kebijakan tersebut seolah-olah hendak mengembalikan kondisi Indonesia ke masa kejayaan maritimnyanya. Namun, tak dapat dipungkiri, kondisi Indonesia yang saat ini lebih condong sebagai negara agraris menjadikan masyarakatnya banyak bergerak di bidang pertanian atau perkebunan. Butuh perubahan sampai ke pola pikir masyarakat untuk menjadikan negara ini sebagai poros maritim dunia. Kebiasaan masyarakat yang menggantungkan hidup lebih kepada bidang pertanian dan perkebunan menjadikan

masyarakat seolah-olah lupa akan kekayaan Indonesia di bidang maritim. Pembaca, majalah ini hanya secuil dari beberapa hal yang menarik perhatian kami ketika negara ini akan kembali menekuni bidang maritim sebagai fokus perekonomian. Kami sadar bahwa dalam penggarapannya tidak sedalam media-media lainnya. Dalam proses pembuatannya pun berbagai kendala telah kami temui. Kendala dari luar dan dari dalam yang datang menjadikan majalah ini molor cukup lama dalam penerbitannya. Keterlambatan penerbitan ini tentunya tidak membuat LPM Hayamwuruk berhenti dalam memberitakan informasi-informasi yang mahasiswa lainnya perlu tahu. Berbagai produk seperti majalah dinding, berita online dan buletin yang kami jadikan pengganti selama majalah ini belum diterbitkan. Namun dengan segala kendala yang bahkan tidak bisa dijadikan alasan, kami tetap berusaha untuk terbitnya majalah ini apapun yag terjadi. Dengan segala perjuangan yang telah kami lakukan, kami berharap majalah ini bisa menjadi suatu bacaan yang memberikan infomasi berguna bagi pembaca. Dengan tema yang cukup besar namun tidak sempurna ini, semoga majalah ini bisa menjadikan mahasiswa mau memperhatikan satu sisi kecil dari apa yang telah direncanakan pemerintah dan juga bertindak ikut serta membangun atau bahkan mengkritisinya. Akhir kata, selamat membaca. Ayu Mumpuni (Pemimpin RedaksI)


SURAT PEMBACA

Selamat Datang Mahasiswa Baru

Perihal Pinjam Meminjam

Pada suatu periode sejarah perjalanan pendidikan tinggi di Indonesia, pemerintah disebut-sebut pernah ingin mengembalikan mahasiswa kepada kepribadiannya yang hakiki, yaitu sebagai manusia penganalisa (man of analysis). Melalui normalisasi kehidupan kampus 1978, organisasi mahasiswa diarahkan untuk dapat memenuhi tiga kebutuhan utama mahasiswa, yaitu kesejahteraan mahasiswa (student welfare), minat dan kegemaran mahasiswa (student interest), serta pengembangan pemikiran dan penalaran mahasiswa (student ideas and reasoning).Namun demikian, tampaknya langkah pemerintah tersebut dinilai oleh banyak kalangan, sebagai usaha untuk menggiring mahasiswa masuk kampus, menjauhkan mahasiswa dari kegitan politik praktis, kemudian menyibukkan mahasiswa melalui kegiatan akademis Memang, tak dapat dipungkiri bahwa setiap generasi memiliki jiwa zamannya masing-masing. Tantangan yang dihadapi oleh mahawsiswa di setiap generasi juga berbeda-beda dan barang kali menjelma ke dalam bentuk yang beraneka ragam. Maka, kepada mahasiswa baru, saya ucapkan selamat datang! Kalian telah sampai pada tahap berikutnya dalam jenjang pendidikan, sebagai seorang mahasiswa calon sarjana. Wajah-wajah kalianlah yang akan mengisi dinamika kehidupan kampus nantinya. (Iqbal Firmansyah, Sejarah angkatan 2011)

Hampir tiga tahun hidup sebagai warga Fakultas Ilmu Budaya Undip, saya menyadari bahwa perkara pinjammeminjam di kampus ini tak semudah meminjam pemantik api ataupun smartphone. Kedua contoh barang tersebut dipinjam dan akan kembali dalam keadaan berkurang. Minyak gas pada korek akan menyusut, sedangkan jika meminjam smartphone setidaknya beberapa kilobytes atau megabytes terpakai. Lalu apa hubungannya dengan perkara pinjammeminjam di kampus budaya kita tercinta? Kawankawan mahasiswa yang hidup sebagai organisator tentu sudah tidak asing dengan urusan pinjam-meminjam aset fakultas seperti ruangan, LCD, tikar atau seperangkat sound system. Mereka telah mengetahui bahwasanya meminjam barang yang akan mereka kembalikan sebagaimana mulanya ketika dipinjam, harus melewati prosedur berbelit-belit, mengarungi proses naik-turun tangga, bolak-balik kampus-tempat fotocopy, hingga menghabiskan berlembar-lembar kertas. Ini belum termasuk tekanan batin yang dialami si peminjam dalam proses tersebut. Aset-aset tersebut tentu saja tidak akan berkurang jumlahnya ketika dikembalikan, tidak seperti bolpoin atau tipe-ex. Di luar kawan-kawan organisator, banyak kawan-kawan yang merasa kesulitan untuk sekadar meminjam bat pingpong atau sepeda kampus. Mereka cenderung malas dilempar ke sana kemari hanya demi bermain pingpong atau bersepeda. Akhirnya aset-aset tersebut mangkrak, tak terurus karena (hampir) tak pernah dipakai. (Hayati, 20 Tahun)

Kampus Yang Ramah Untuk Difabel

Genap tiga tahun sudah saya menjalani kehidupan sebagai seorang mahasiswa di kampus budaya, FIB tercinta. Dengan segala keadaan yang ada, mulai dari parkiran yang semrawut, segala keluhan mengenai fasilitas, hingga kehidupan kampus budaya yang identik dengan kata nongkrong di joglo sekadar rapat organisasi hingga malam menjelang. Namun, ada satu hal yang mengganjal dan masih menimbulkan tanda tanya dalam pikiran yaitu sisi humanis yang belum begitu terlihat dalam kehidupan kita. Ada peristiwa kecil yang membuat saya terdiam. Ketika saya sedang bertugas untuk menyiapkan PEMIRA jurusan, seorang penyandang disabilitas nampak kesulitan untuk menuruni tangga. Rasanya saya ingin sekali membantunya, bahkan kawan saya pun merasakan hal yang sama. Ironi, hanya beberapa orang saja yang melihatnya dengan perasaan iba sedangkan saat itu kampus dalam keadaan ramai. Sampai mana kah upaya kita untuk membantu saudara kita yang memiliki keterbatasan fisik? Apakah kita masih sempat memikirkan mereka di saat kita masih mementingkan ego pada diri kita masing-masing? Kampus budaya memang belum layak menyandang status kampus yang mengedepankan nilai-nilai humanis jika dalam kesehariannya masih ada saja yang mengalami kesulitan dalam hal mendapatkan pendidikan. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, kampus seharusnya berupaya untuk melaksanakan peraturan tersebut. Penghargaan Undip sebagai kampus terhijau ke-3 se-Indonesia dan ke45 di dunia versi UI Greenmetric rasanya tak lengkap apabila fasilitas penunjang penyandang disabilitas tersedia. Para penyandang disabilitas berhak mendapatkan pelayanan yang sama, khususnya dalam mendapatkan pendidikan dan pengajaran di kampus kita tercinta. Dan sudah saatnya pula kita berupaya dan bertanggung jawab bersama untuk menyokong mereka agar dapat setara dengan yang lainnya. Semoga dengan keluh kesah ini, para petinggi kampus setidaknya peduli pada saudara-saudara kita yang membutuhkan bantuan. Melalui surat pembaca ini juga, saya berterima kasih kepada LPM Hayam Wuruk yang berkenan memuat tulisan ini untuk menyuarakan jeritan hati para penyandang disabilitas. (Febriant Argadie K, English Department)

No 1. XXIV/2016 | Hayamwuruk | 5


DAFTAR ISI

4

Dari Redaksi

5

Surat Pembaca

7

Opini Redaksi

Laporan Utama 8 Jalan Panjang Maritim Nusantara 13 Di Balik Penenggelaman Kapal

Wawancara Utama 16 Agus Suherman: “Lumbung Pangan Ikan Dunia Sudah Nggak Sulit Bagi Kita.�

Laporan Utama 21 Tambak Lorok; membangun Kampung Bahari

Laporan Khusus 25 Menengok Pantai Samas di Selatan Yogyakarta Perspektif 26 Sobirin dan Muabin; Pembuat Kapal di Moro Demak, Jawa Tengah Wawancara Lepas 28 I Made Andi Arsana

Artikel Utama 34 Prof. Singgih Tri Sulistyono Jaring 36 Siapa Peduli RSND?

Sosok 40 Belajar Hidup dari Pak Jonki

Resensi 50 Film PK; Apakah Doamu tiba di tempat yang tepat

53 Buku Darah Israel Akan Menuntut Balas Cerpen 56 Sadar

59 Obrolan Joglo Budaya 60 English Corner The Worst for Rupiah in History

LAPORAN UTAMA

Di Balik Penenggelaman Kapal

Kawasan geografis yang strategis dan kaya akan wumber daya laut, mengundang maraknya pelaku tindak pelanggaran, seperti illegal fishing. Untuk mengurangi hal tersebut penenggalaman kapal dilakukan sebgai tindakan tegas pencurian ikan. Namun di sisi lain, kerusaknya terumbu karang dan biota laut lainnya menjadi dampak negatif dari tindakan tersebut

BUDAYA Riwayat Sunda di Jati Negara

Jati Negara merupakan salah satu daerah yang cukup terkenal di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Tetapi, bagaimana dengan Jatinegara Kaum? .Jatinegara Kaum ternyata memiliki keunikan yang jarang dimiliki oleh daerah-daerah lain di Jakarta. Mulai dari nuansa sejarah, budaya, adatistiadat, hingga bahasa yang digunakan masyarakatnya.

ARTIKEL UTAMA Jangan Berpikir Dikotomis Untuk Membangun Negara Maritim Indonesia

Pemahaman yang keliru terhadap hakekat negara maritim menyebabkan timbulnya pemikiran yang dikotomis yang mempertentangkan antara kehidupan agraris dan maritim. Hal ini menjadi salah satu penyebab pengelolaan sumberdaya baik darat maupun laut yang melimpah menjadi tidak optimal yang berujung pada ketidakmandirian bangsa dan negara Indonesia. Indonesia menjadi bangsa miskin yang hidup di negeri kaya.

6 | Hayamwuruk | No 1. XXIV/2016


MEMBIDIK VISI

NEGARA MARITIM MARITIM kembali menjadi buah bibir sejak Joko Widodo menggemborkannya di musim kampanye Pemilihan Presiden 2014 silam. Setelah resmi menjadi Presiden Republik Indonesia, Jokowi–sapaan akrabnya–membentuk kabinet kerja dengan beberapa perombakan susunan kementerian, salah satunya dengan penambahan Kementerian Kemaritiman. Kini Rizal Ramli menjabat sebagai Menteri Kemaritiman, menggantikan Indroyono Soesilo saat reshuffle kabinet kerja pada 2015 lalu. Jalan tentu masih panjang untuk mewujudkan mimpi Indonesia menjadi poros maritim dunia. Banyak aspek yang harus dibenahi dan dimajukan, termasuk dunia perikanan dan faktor lain di luar laut. Kemaritiman yang menjadi fokus Indonesia saat ini adalah di bidang ekonomi. Salah satu hal yang bisa mendukung kemajuan ekonomi dari bidang maritim adalah perikanannya. Dengan hasil dari perikanan tangkap dan budidaya, ekspor perikanan Indonesia bisa berada di peringkat dua dunia. Jika didukung dengan kebijakan dan infrastruktur yang memadai, bukan tidak mungkin Indonesia akan menjadi lumbung pangan ikan dunia. Uraian lengkap mengenai hal tersebut dapat dibaca di “Lumbung pangan ikan dunia, sudah gak sulit bagi kita” (Wawancara Utama, halaman 18). Dalam meningkatkan hasil produksi perikanan, keamanan laut turut menjadi hal yang harus senantiasa diperhatikan. Keamanan laut juga menjadi salah satu syarat Sea Power yang erat kaitannya dalam melindungi perekonomian Indonesia di bidang maritim. Indonesia dengan kawasan geografis yang strategis dan kaya akan ekosistem kekayaan laut, baik hayati maupun nonhayati mengundang maraknya pelaku tindak pelanggaran, semisal illegal fishing. Di sisi lain, penenggalaman kapal untuk mengurangi illegal fishing pun ikut membawa dampak negatif bila tidak dilakukan sesuai prosedurnya. Kerusakan terumbu karang dan biota laut lainnya menjadi ancaman. Pembahasan mengenai hal ini bisa disimak dalam “Di Balik Penenggalam Kapal” (Laporan Utama, halaman 13) Berbicara perihal maritim, terasa kurang bila tak menyinggung masa lalu. Pasalnya, maritim bukanlah hal baru di Indonesia. Dulu, sewaktu Indonesia belum merdeka dan masih disebut dengan Nusantara, nenek moyang kita telah berjaya dalam

dunia maritim. Sebut saja Kerajaan Sriwijaya yang berhasil menjadikan Selat Malaka sebagai pusat perdagangan dan pelayaran terbesar di Asia Tenggara. Hal itu tidak terlepas dari kekuatan militer yang dimiliki oleh Sriwijaya. Setelah Sriwijaya, ada pula Kerajaan Samudra Pasari yang memperoleh masa kejayaan di Selat Malaka pada abad ke-11. Sejarah juga mencatat bahwa kerajaan-kerajaan yang berjaya di Nusantara bukan hanya kerajaan dengan armada laut yang besar, tapi juga yang menguasai pelabuhan sebagai jalur perdaganga. Selengkapnya bisa dilihat di “Jalan Panjang Maritim Nusantara” (Laporan Utama, halaman 8). Pentingnya pelabuhan sebagai gerbang ekonomi yang menghubungan pelayaran dengan banyak potensi ekonomi, menjadikan tempat ini juga menjadi sorotan ketika Indonesia ingin memajukan kemaritimannya. Daerah pesisir yang dipandang mampu untuk mendukung kemajuan maritim mulai ditata dan dibenahi, salah satunya kawasan Tambak Lorok, Semarang. Pemerintahan Semarang mencita-citakan Tambak Lorok bisa menjelma menjadi laiknya Volendam di Belanda sana, sebagai kampung wisata bahari. Harapannya, Tambak Lorok dapat menjadi destinasi wisata yang mendatangkan banyak keuntungan demi kemajuan ekonomi daerah pesisir Semarang. Bahasan selengkapnya telah tertuang dalam “Membangun Kampung Bahari” (Laporan Utama, halaman 21). Namun demikian, menggelorakan kembali semangat kemaritiman tidaklah melulu tentang perekonomian. Agar mampu mendayagunakan segala potensi yang dimiki Indonesia secara optimal, seperti potensi sumber daya alamiah (natural resources) baik yang berupa pulau maupun laut, sumber daya manusia (human resources), sumber daya pemerintahan (political resources), dan sumber daya budaya (cultural resources), maupun potensi yang lahir dari lingkungan geopolitik strategis, kekuatan maritim (maritime powers) yang dimiliki Indonesia sangat perlu untuk ditingkatkan. selai itu, perspektif sosial, hukum dan budaya juga perlu untuk diperhatikan. Jangan sampai ada cara pandang yang dikotomis dalam membangun kembali Indonesia sebagai negara maritim. (Fakhrun Nisa)

No 1. XXIV/2016 | Hayamwuruk | 7


LAPORAN UTAMA

Jalan Panjang Maritim Nusantara Oleh: Diah Wahyu Asih & Hendra Friana

“PULAU itu sudah bisa tercium sebelum terlihat. Dari jarak sepuluh mil lebih ke laut, suatu aroma menggelayut di udara, dan jauh sebelum gunung mirip topi pemain kriket terlihat di cakrawala, orang-orang akan tahu mereka sedang mendekati daratan.”

N

arasi tersebut ditulis oleh Giles Milton pada bagian awal bukunya “Pulau Run: Magnet Rempah-rempah Nusantara yang Ditukar dengan Manhattan” (Alvabet, Tangerang Selatan: 2012) untuk menggambarkan Kapten Nathaniel Courthope ketika mencapai Run. Tak banyak yang tahu persis di mana letak Run, bahkan hingga sekarang. Sebuah pulau kecil yang terpencil, sepi dan terabaikan di tengah ribuan pulau-pulau Indonesia lainnya. Namun, siapa sangka? Pulau ini menjadi bagian penting dalam sejarah perjalanan maritim di Nusantara. Semua bermula saat tanaman pala, yang oleh para Botanis disebut Mysristica fragans, menjadi kemewahan paling diidamkan di Eropa pada abad ketujuh belas. Satu jenis rempah yang memiliki khasiat pengobatan begitu hebat sehingga orang-orang akan mempertaruhkan nyawa mereka untuk memperolehnya. Harganya selalu mahal dan kian meroket ketika para dokter zaman Elizabeth di London mengklaim, bahwa bolabola aroma terapi yang terbuat dari pala adalah satu-satunya penawar untuk wabah sampar yang melanda Eropa—penyakit yang diawali dengan bersin dan diakhiri dengan kematian. Dalam semalam, kacang

8 | Hayamwuruk | No 1. XXIV/2016

kecil keriput ini menjadi tumbuhan yang diburu seperti emas. Dan di sanalah, di pulau Run, tanaman itu memancangkan akar-akarnya ke tanah. Atas restu dari raja serta diongkosi para saudagar dan tengkulak, ratusan ekspedisi dari Eropa berisi manusia-manusia paling nekat kemudian dikirim untuk menemukan rute ke Laut Timur, berlayar ke Kepulauan Rempah (Ternate, Tidore, Maluku dan Banda) dan pulang dengan kapal-kapal penuh pala, lada dan cengkih. Persaingan memperoleh rempah-rempah, dari tempat yang kemudian dikenal dengan istilah Nusantara itu pun dimulai. Namun, jauh sebelum mereka mencapai perairan Hindia-Timur, beberapa kerajaan sudah lebih dulu menguasai jalur pelayaran dan perdagangan rempah-rempah di tempat itu. Kerajaan-kerajaan dengan armada laut besar yang disegani di Asia. Pada abad ketujuh, di Sumatera, berdiri Kerajaan Sriwijaya. Kerajaan yang punya andil besar dalam penyebaran agama Budha ini, berhasil mengembangkan dunia kemaritimnya dengan kekuatan milliter laut hingga menguasai Selat Malaka. Jauh sebelum itu, Sriwijaya juga telah menaklukkan kerajaan Melayu, saingannya yang mendominasi dunia pelayaran di

Dok. Internet

Pantai Timur Sumatera. Hal tersebut terjadi saat Melayu memindahkan kekuasaannya ke daerah terpecil dan menjadi lemah karena tidak lagi menghidupkan kekuatan lautnya. Akibatnya, Semenanjung Malaka jatuh ke tangan Sriwijaya dan menjadikan kerajaan ini semakin berkuasa atas Selat Malaka. Puncaknya, Sriwijawa berhasil menjadikan Selat Malaka sebagai pusat perdagangan dan pelayaran terbesar di Asia Tenggara pada saat itu. Setelah Sriwijaya surut sebagai pemegang hegemoni maritim di Selat Malaka, pada abad kesebelas, Samudra Pasai naik ke panggung sejarah dengan memperoleh kejayaannya di Selat Malaka. Kerajaan ini berhasil mengontrol Selat Malaka dengan kuat dan mem-


bangun pelabuhan sebagai tempat bongkar muat kapal pedagang di sekitarnya. Satu-satunya yang menjadi pesaing berat Samudra Pasai ketika itu hanyalah Malaka, kerajaan yang memiliki letak strategis

membangun pelabuhan, terjadi pergeseran sistem pencaharian pada sebagian besar penduduknya yang berprofesi sebagai nelayan. Ketika pelabuhan kian ramai dengan perdagangan, banyak orang ke-

di pantai barat Semenanjung Malaka—terletak di bagian Selat Malaka yang paling sempit dan memiliki pelabuhan yang dapat dirapati kapal pada segala musim. Semenjak Samudra Pasai

mudian memilih menjadi pedagang karena dirasa lebih menguntungakan. Rempah-rempah; pala, cengkih, lada, dan kayu manis menjadi komoditas yang paling banyak dicari dan diperjual-belikan di sana.

Dalam buku Sejarah Maritim Indonesia 1, yang diterbitkan atas kerjasama Pusat Kajian Sejarah dan Budaya Maritim Asia Tenggara Universitas Diponegoro (Undip) dan Kementrian Kelautan RI, disebutkan bahwa kerajaan-kerajaan yang berjaya di Nusantara bukan hanya kerajaan dengan armada laut yang besar, tapi juga yang menguasai pelabuhan sebagai jalur perdagangan.

Malaka kemudian menjadi pelabuhan rempah yang penting di Nusantara. Semakin ramainya perdagangan baik oleh pribumi maupun asing di Selat Malaka—yang merupakan trayek penentu sistem perdagangan internasional dan pelabuhan rempah-rempah—membuat banyak kekuatan maritim memperebutkan hegemoni di tempat ini tak terkecuali bangsa-bangsa Eropa (Portugis, spanyol, Ingris, dan Belanda). Orang-orang Portugis yang pertama kali menyebrangi khatulistiwa pada 1471, menjadi peserta pertama yang memasuki persaingan rempah-rempah di Nusantara. Empat puluh tahun setelahnya, armada bersenjata Portugis menggempur Malaka dan membangun basis kekuasaan untuk memperkuat posisi mereka di sana. Malaka berhasil direbut. Sebuah kemajuan yang spektakuler di mata para pesaingnya di Eropa. Bahkan, hanya dalam beberapa bulan kemudian, pada 1511, sebuah kapal Portugis berhasil melabuhkan sauh ke kepulauan Banda yang terpencil, untuk kali pertama. Di sana pula mereka lantas membangun serangkaian benteng dan kubu-kubu pertahanan yang dijaga ketat, dan dalam beberapa tahun, kepulauan Ternate dan Tidore serta Ambon dan Seram jatuh ke cengkraman mereka. Ketika itu, kesultanan Aceh yang muncul sebagai kekuatan baru menggantikan emporium Malaka tak tinggal diam di hadapan kedigdayaan Portugis. Pada 1529, Aceh melakukan penyerangan terhadap Portugis di Malaka dengan armada yang terdiri dari 500 buah kapal perang dan 60.000 tentara laut. Sayangnya, pasukan Aceh berhasil dipukul mundur oleh Portugis, dan upaya untuk merebut hegemoni di Selat malaka tersebut gagal. Sejarah kebesaran maritim Nusantara tak hanya bergulir di Su-

No 1. XXIV/2016 | Hayamwuruk | 9


LAPORAN UTAMA matera, tapi juga pulau-pulau lainnya. Dan dalam buku Sejarah Maritim Indonesia 1, yang diterbitkan atas kerjasama Pusat Kajian Sejarah dan Budaya Maritim Asia Tenggara Universitas Diponegoro (Undip) dan Kementrian Kelautan RI, disebutkan bahwa kerajaan-kerajaan yang berjaya di Nusantara bukan hanya kerajaan dengan armada laut yang besar, tapi juga yang menguasai pelabuhan sebagai jalur perdagangan. Di Jawa, berdiri Kerajaan Singasari yang berjaya pada abad kedua belas karena menguasai seluruh daerah aliran sungai Brantas, menjadikannya prasarana lalu lintas utama transportasi serta menyandarkan perekonomiannya pada bidang perdagangan dan pelayaran. Tak hanya itu, di bawah pemerintahan Raja Kertanegara, Singasari menunjukkan ketangguhan maritimnya. Dengan kekuatan armada laut yang tidak tertandingi, pada 1275 Kertanegara mengirimkan ekspedisi bahari ke Kerajaan Melayu dan Campa untuk menjalin persahabatan dalam menghambat invasi Kerajaan Mongol ke Asia Tenggara. Pada 1284, mereka juga menaklukkan Bali dalam ekspedisi laut ke timur. Setelah Singasari jatuh, kejayaannya kemudian diwarisi oleh Kerajaan Majapahit. Di bawah Raden Wijaya, Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, Majapahit mencapai zaman keemasan dengan mendominasi seluruh Nusantara di abad keenam belas. Hal tersebut lantaran Majapahit mampu memadukan kekuatan pertanian di darat dan peluang perdagangan di laut. Pelabuhan-pelabuhan Majapahit di pantai utara Jawa juga berperan penting sebagai pangkalan untuk medapatkan rempah-rempah dari Maluku. Pajak dari komoditas tersebut kemudian menjadi sumber pemasukan penting bagi Majapahit. Dalam menundukkan daerah-daerah, kerajaan ini melakukan eks-

pedisi laut dan menempatkan para pejabat penting untuk mengontrol kekuasaanya di tempat tersebut. Maka tak heran jika pengaruhnya sampai ke negara-negara asing, seperti Siam, Ayuthia, Lagor, Campa (Kamboja), India, dan China. Bahkan, seperti Sriwijaya, Majapahit menjadi kiblat di bidang maritim, kebudayaan dan agama di seluruh wilayah Asia masa itu. Di daerah pesisir utara Jawa Tengah, Kesultanan Demak berdiri pada abad kelima belas. Daerah yang strategis untuk pertanian, perdagangan dan jalan pintas pelayaran merupakan faktor pendukung berdirinya kesultanan Islam pertama di pulau Jawa tersebut. Saat itu, Jepara yang sempat dimiliki Demak menjadi kekuatan penting bagi kesultanan karena merupakan kota pelabuhan. Demak kemudian bersekutu dengan Banten dan Cirebon untuk merebut pelabuhan Sunda Kelapa dari tangan Portugis pada 1527, dan hal itu terwujud. Kerajaan Banten lalu memindahkan ibukotanya ke daerah pesisir dan membangun salah satu bandar terpenting di Nusantara.

Kolonialisme Belanda Pada malam 20 Maret 1602, Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC), yang merupakan persekutuan saudagar dan pedagang di Belanda, secara resmi berdiri. Tanpa membuang-buang waktu, sebelas hari setelahnya, VOC mengirim armada pertama mereka ke HindiaTimur dengan perintah untuk membuat hubungan dagang dengan sejumlah negeri dan kerajaan termasuk Sumatra, Jawa, Srilanka, dan “gudang rempah-rempah”— Maluku. Mereka juga diharapkan dapat memenangkan persaingan dan tidak segan-segan menyerang kapal-kapal Spanyol dan Portugis di mana pun mereka bertemu. Hingga pada suatu hari yang nahas, Belanda—yang menjadi pendatang terakhir dalam persaingan

10 | Hayamwuruk | No 1. XXIV/2016

rempah di Hindia Timur—berhasil mengirimkan empat belas armada mengejutkan yang terdiri dari enam puluh lima kapal dan memasuki persaingan dengan “meriam-meriam yang menyala”. Mereka berhasil mengusir Portugis tidak hanya dari Malaka, tetapi dari seluruh “gudang rempah” tempat mereka memiliki kepentingan. Pengambilalihan Selat Malaka oleh VOC, menyebabkan terjadinya perubahan peta politik di Nusantara dan munculnya pelabuhan-pelabuhan inetrnasional baru, salah satunya Makassar. Pelabuhan milik Kerajaan Gowa ini berkembang pesat dan menjadi saingan bagi VOC karena Gowa menerapkan prinsip laut bebas. Hal ini mengakibatkan pecahnya perang antara Gowa dan Belanda yang terjadi selama 3 tahun (1666-1669), dan berujung pada kekalahan Makassar. Sultan Hasanuddin dari Makassar, akhirnya terpaksa menyetujui perjanjian Bongaya yang isinya banyak bertujuan untuk menghancurkan kekuatan pelayaran dan perdagangan laut kerajaannya. Pada masa-masa tersebut, melalui VOC, Belanda gencar menguasai daerah-daerah pelabuhan yang ramai dan memiliki jalur dagang yang besar. Pada 1627, mereka berhasil menghancukan Banten dan mengambil alih Sunda Kelapa yang sangat menguntungkan itu. Disusul pelabuhan-pelabuhan lainnya seperti Cirebon, Gersik dan Surabaya. Belanda juga menjadikan Jepara sebagai pusat kekuasaanya di wilayah Pantai Timur Jawa. Kota ini digunakan pula sebagai kantor tempat pertahanan dan kantor dagang masyarakat Eropa. Pemilihan Jepara sebagai salah satu pusat kekuasaan Belanda selain Batavia, tentunya disebabkan oleh tersedianya sarana-prasarana serta pelabuhan yang strategis. Namun seiring berjalannya waktu, Pelabuhan Jepara mengalami pendangkalan akibat sedimentasi dan menyebabkan ka-


pal tidak mampu merapat, sehingga terjadi pemindahan pusat kekuasaan dari Jepara ke Semarang pada 1707. Sedangkan, Pelabuhan Tuban yang merupakan pelabuhan terbesar di Jawa, baru berhasil dimonopoli pada 1709. Pelabuhan ini merupakan tempat menampung surplus produk-produk dari wilayah disekitarnya yang kemudian ditukar dan diperdagangkan ke negeri seberang. Kemudian, bersama Semarang, Surabaya dan Cirebon, Pelabuhan Gresik digunakan untuk memfasilitasi pelayaran Belanda di Nusantara.

monopoli pelayaran. Dikuasainya pelabuhan suatu daerah bisa diartikan tidak berkembangnya perekonomian, karena pelabuhan merupakan pusat jaringan ekonomi bahkan kekuasaan antar daerah”. Hal ini kemudian, terangnya, mendorong rakyat untuk beralih ke sektor pertanian agar menghasilkan komoditi yang bisa diambil alih oleh Belanda untuk dijual di pasar internasional. “Walaupun masih ada rakyat yang tetap berada di sektor maritim tapi jumlahnya sudah tidak banyak lagi,” jelas pria yang akrab disapa Prof Singgih itu. Jika kemaritiman Indonesia saat ini dibandingkan dengan masa pra-kolonial, maka bisa dilihat adanya gradasi yang cukup tegas. Sebab, pada masa pra-kolonial, kerajaan-kerajaan di Nusantara telah mampu menyandarkan sebagian besar perekonomiannya

para pemegang kekuasaan di Indonesia. Pasca kemerdekaan, Indonesia berangsur-angsur bangkit dari ketertinggalan, salah satunya di sektor maritim. Hal itu terbukti dengan dikeluarkannya Deklarasi Djuanda oleh pemerintahan Soekarno tahun 1957 yang menawarkan konsep ‘Negara Kepulauan’ dengan batas teritorial sejauh 12 mil. Sayangnya, meski sudah diakui dunia, tuntutan tersebut masih prematur dan ditolak oleh Perserikatan Bangsa Bangsa. Kendati demikian, menurut Singgih, keinginan membangun kembali Indonesia sebagai Lunturnya Budaya Maritim negara maritim hampir selalu ada Guru besar Sejarah Maritim Fakuldalam setiap rezim yang berkuasa. tas Ilmu Budaya Univrsitas Dipo Pada masa Orde Baru, negoro (FIB Undip), Singgih Tri tepatnya di tahun 1982, InternaSulistiyono, menerangkan, matinya tional Conference on Sea Law atau tradisi bahari Indonesia khusuKonfrensi Hukum Laut PBB ke-3 nya di Jawa diawali dengan ekspediselenggarakan untuk meratifikasi empat konvensi Jenewa pada tahun Jika kemaritiman Indonesia saat ini dibandingkan dengan 1958, yang mengatur: laut teritorial masa pra-kolonial, maka bisa dilihat adanya gradasi yang dan zona tambahan, perikanan dan cukup tegas. Sebab, pada masa pra-kolonial, kerajaan-kera- sumber hayati di laut, landas konjaan di Nusantara telah mampu menyandarkan sebagian besar tinen, serta laut lepas. Dalam konfeperekonomiannya pada sektor maritim, bahkan hingga men- rensi tersebut, disepakati pula United Nation Convention Law of the Sea guasai jalur perdagangan global. (UNCLOS), yang mengatur perihal disi militer Panembahan Senopati pada sektor maritim, bahkan hing- hukum laut. Penggerak konvensi ini dalam menundukkan kota-kota ga menguasai jalur perdagangan adalah Indonesia dan negara kepupelabuhan di sebagian besar pan- global. Sedangkan, perekonomian lauan lainnya seperti Filipina, Fiji tai utara Jawa. Hal ini kemudian Indonesia sekarang lebih bertumpu dan Mauritius. diperparah dengan dikuasainya pada sektor lain, seperti pertanian, Setelah Soeharto, B.J. Hakota-kota pelabuhan oleh VOC dan perindustrian, pertambangan, per- bibie juga berupaya membangun pemerintah kolonial Hindia Be- hubungan, dan sebagainya. Kendati kemaritiman Indonesia ketika dilanda. “Setelah datangnya koloni- demikian, sebenarnya pergeseran rinya menjabat sebagai Presiden, alisme Barat, mereka menguasai pandangan ekonomi ke sektor marlautan Indonesia dengan cara me- itim telah lama diperjuangkan oleh

Ilustrasi oleh M. Ubaidillah

No 1. XXIV/2016 | Hayamwuruk | 11


LAPORAN UTAMA kan lagi untuk sementara waktu? Medio akhir 2014 lalu, angin segar berhembus kembali ke sektor maritim. Joko Widodo yang terpilih sebagai presiden ketujuh RI beriktikad menjadikan Indonesia sebagai poros Maritim Dunia. Hal ini ia cantumkan dalam Nawacita, janji kampanyenya. Menurut Singgih, apa yang dilakukan oleh wong Solo tersebut merupakan langkah yang besar dan boleh dibilang tepat. “Namun, hal tersebut belum dapat sepenuhnya terealisasi karena berbagai macam kendala yang ada. Maka, diperlukan strategi un-

kan dengan memberikan pendidikan yang terarah pada orientasi ke-

tuk mengimplementasikan policy itu yang dibuat secara sistematis yang didasarkan atas penelitian yang akurat agar dapat dilaksanakan dengan baik” pungkasnya. Sependapat dengan Singgih, dosen Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan (FPIK) Undip, Agus Trianto mengatakan, bahwa untuk menjadi negara maritim memang dibutuhkan investasi yang besar serta “harus sabar betul untuk mencapai kesejahteraan jangka panjang. sebab, proses yang panjang ini perlu melibatkan banyak pihak dan mengubah gaya pikir masyarakat terhadap laut. Hal ini dapat dilaku-

Meski perhatian dan keberpihakan pemerintah terhadap kemaritiman yang mencakup laut, pesisir (masyarakat) dan perikanan masih belum menyentuh kata “ideal”, optimisme membangun kembali budaya maritim mulai tumbuh di masyarakat. Lembaga-lembaga Penelitian dan Perguruan-perguruan Tinggi mulai meletakan orientasi maritimnya sekali lagi, tak terkecuali Undip. Sejarah kejayaan maritim memang bukan hanya tentang Sumatera, Jawa, Maluku, atau bahkan pulau Run, melainkan seluruh kepulauan di Indonesia. Ia adalah buku tebal yang acap kali dilupakan. Hari ini, orang-orang membacanya dengan nuansa kerinduan.

maritiman” tambahnya. Ketika ditanya mengenai program pemerintah saat ini, Dia meyakini bahwa laut bisa menjadi sektor utama Indonesia karena kondisinya yang mendukung. “Visi yang ada juga lebih bagus dan apa yang dilakukan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan ini sangat tepat. Penegakan aturan penangkapan ikan yang diberlakukan Ibu Susi itu juga sangat bagus dan merupakan langkah berani karena dampak awalnya nelayan agak terseok-seok” ujarnya.

Dok. Internet

lewat Deklarasi Bunaken. Kemudian pada zaman Abdurrahman Wahid, Kementerian Perikanan dan Kelautan dibentuk untuk pertama kalinya. Hal ini ditujukan untuk mengembangan sektor kelautan dan perikanan, meskipun arahnya fokus pada eksploitasi laut untuk mengatasi krisis ekonomi pada saat itu. Setelah Abdurrahman Wahid dimakzulkan dari tampuk kepemimpinan, tidak banyak terobosan-terobosan yang dilakukan pemimpin setelahnya (Megawati Soekarno Putri) pada sektor maritim, kecuali peningkatan keamanan Angkatan Laut yang sebelumnya kurang digalakkan. Di periode awal kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyobo (SBY), kedaulatan maritim Indonesia sempat kembali menjadi sorotan setelah suasana panas meningkat di laut yang menjadi sengketa antara Indonesia dan Malaysia. Pertikaian kedaulatan atas batas teritorial laut antara Indonesia dan Malaysia itu dimulai saat Petronas, perusahaan minyak asal Malaysia, menjual konsesi eksplorasi kepada Shell, perusahaan minyak patungan Ingris dan Belanda. Wilayah itu adalah Blok Ambalat dan Ambalat Timur, yang berdasarkan klaim Indonesia masih berada di wilayah Indonesia. Ketika “gesekan” Indonesia-Malaysia semakin meruncing di laut Sulawesi itu, media masa kemudian sibuk menerka-nerka berapa juta barel minyak yang terkandung di daerah laut dalam itu, kendati tanpa minyak pun wilayah tersebut sebenarnya merupakan wilayah perikanan yang sangat produktif. Syukurnya, kedua pemerintah menjaga agar “kepala tetap dingin” dan sengketa tersebut berakhir di meja diplomasi. meski, hingga saat ini, orang masih bertanya-tanya: apakah jalan damai berarti kedua negara bersepakat menyelesaikannya melalui perundingan? Atau secara terselubung kedua negara sepakat untuk tidak memperkara-

12 | Hayamwuruk | No 1. XXIV/2016


LAPORAN UTAMA

Dok.internet

Di Balik Penenggelaman Kapal Oleh: Intan Larasati A

Sesungguhnya, gejolak semangat maritim sudah melekat dalam diri bangsa Indonesia sejak zaman kerajaan. Dahulu, kerajaan-kerajaan di Indonesia terbilang unggul dengan armada perang dan kapal dagang yang besar. Relief kapal yang tertera di dinding Candi Borobudur membuktikan andalnya nenek moyang kita dalam pembuatan kapal, salah satunya yakni Kapal Jung.

E

lka Setyawan, Komandan Pangkalan TNI Angkatan Laut (Danlanal) Semarang mengatakan bahwa Kapal Jung milik Gajah Mada menjadi inspirasi pembuatan kapal VOC. “Justru kapal VOC itu meniru bentuk dari kapal itu, dan Kapal Jungnya Gajah Mada itu lima kali lipatnya lebih besar dari kapal VOC,” tegas Elka Setyawan. Maka tak heran jika kini Indonesia kembali mengangkat semangat kemaritiman melalui konsep poros mar-

itim yang digagas oleh Presiden RI Joko Widodo. Keamanan laut tentunya menjadi salah satu syarat Sea Power yang erat kaitannya melindungi perekonomian Indonesia dalam bidang maritim. Faktor Indonesia sebagai kawasan geografis yang strategis dan kaya akan ekosistem kekayaan laut, baik hayati maupun nonhayati mengundang maraknya pelaku tindak pelanggaran, semisal illegal fishing. Baru-baru ini men-

teri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, mengambil langkah tegas dengan cara menenggelamkan kapal asing. Namun sebetulnya hal ini juga bukanlah sesuatu yang baru, tindakan tersebut telah dimuat dalam pasal 69 ayat 4 Undang- Undang Perikanan Nomor 45 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa: “…..Penyidik dan/ atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan/atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing berdasarkan bukti pemulaan yang cukup.” Hanya saja peraturan tersebut kurang disosialisasikan dan direalisasikan oleh pemerintahan yang lalu. Di era pemerintahan Joko Widodo ini, tindakan tegas

No 1. XXIV/2016 | Hayamwuruk | 13


langsung ditujukan kepada pelaku pelanggaran, bukan kepada negara asing yang bersangkutan. Hal itu ditujukan untuk menimbulkan efek jera kepada pelaku illegal fishing. Namun adakah dampak negatif terkait tindakan itu? Salah satu mahasiswa FPIK (Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan) Universitas Diponegoro (Undip) Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Auleta Afri Nurbaeti, berpendapat bahwa pengeboman kapal akan menimbulkan efek negatif bagi ekosistem laut, seperti terjadinya kerusakan terumbu karang. Hal demikian bisa terjadi, jika lokasi penenggelaman kapal tidak tepat dan adanya tumpahan minyak dari proses peledakan kapal. Seperti pemilihan lokasi di wilayah konservasi karang bukanlah tempat yang tepat untuk dijadikan pengeboman kapal. Apalagi dilihat dari tumbuhnya karang di perairan Indonesia yang jarang berada di kedalaman lebih dari 100 meter menyebabkan mudahnya terkena dampak negatif pengeboman kapal. Tim Hayamwuruk tetap menggali informasi lebih lanjut ke ruang sekretariat PS (Program Studi) Ilmu Kelautan, FPIK, Undip. Dosen yang mengampu mata kuliah Bahan Hayati Laut, Agus Triyanto, menjelaskan bahwa kerusakan ekosistem yang mempengaruhi biota laut tergantung pada pemilihan lokasi penenggelaman kapal, hal itulah yang menentukan dampak positif dan negatif. Survei lokasi sangat menentukan rusak tidaknya terumbu karang. Jika lokasi disurvei dengan baik dan dianggap aman untuk dilakukan penenggelaman kapal, maka puing-puing kapal dapat dijadikan rumpon bagi biota laut. “Rusak tidak rusak, segala sesuatu kan memiliki positif negatif. Kalau dilihat dari segi negatif, misalnya ketika penenggelaman itu lokasinya tidak disurvei dengan baik mungkin saja kan merusak terum-

bu karang yang sudah ada. Terumbu karang atau di situ tempat bertelurnya ikan, dan lain-lain itu bisa rusak tetapi kalau di survei dengan baik dan lokasi itu memang kosong, aman justru bisa menjadi rumpon, rumah ikan yang baru.” Jelas Agus Triyanto. Hal senada juga disampaikan Reni Kurniawati. Mahasiswi jurusan Ilmu Perpustakaan, FIB (Fakultas Ilmu Budaya) Undip itu berharap adanya solusi selain penenggelaman kapal yang sifatnya ramah lingkungan, agar ekosistem laut tetap terjaga tanpa adanya senyawa kimia dari sisa peledakan kapal. “Cuma, dengan cara kapal itu dibom, itu kan secara otomatis pasti akan merusak biota laut yang ada, soalnya kan dibom secara otomatis airnya tercemar, biota lautnya, ikan, tempat terumbu karang kan juga rusak. Mungkin banyak yang pro sama kontra sih sama peraturan itu. Kalo menurut aku sendiri sih, harusnya ada solusi lain selain pengeboman itu biar ikan-ikan kita selamat dan kapal-kapal,” ujar Reni. Menilik beberapa pendapat mahasiswa yang mengkhawatirkan adanya kerusakan ekosistem laut akibat penenggelaman kapal dengan cara diledakkan, menimbulkan rasa ingin tahu dalam benak tim Hayamwuruk. Adakah ekosistem laut yang rusak selama ini akibat penenggelaman kapal? “Saya belum tahu ya, tapi melihat lokasi penenggelamannya, hampir nggak ada, dampaknya sangat kecil dan bahkan kalau lokasinya bagus, ya itu tadi akan menjadi suatu habitat baru bagi hewan laut yang nantinya dapat digunakan untuk rumpon, untuk lokasi penyelaman,” Terang Agus Triyanto. Dalam penenggalaman kapal, peran TNI (Tentara Nasional Indonesia) tidak bisa diabaikan. Elka Setyawan, Danlanal Semarang kelahiran Kota Pontianak ini turut menjelaskan tentang bagaimana peran TNI dalam aksi penenggela-

14 | Hayamwuruk | No 1. XXIV/2016

man kapal. “Intinya apapun yang diperintahkan pimpinan kita laksanakan. Karena TNI itu memiliki loyalitas tegak lurus ke atas pada pimpinan kita dalam arti yaitu panglima TNI. Panglima TNI memiliki loyalitas tegak lurus ke atas kepada presiden.” Paparnya. Elka menambahkan bahwa tidak ada kerusakan biota laut akibat penenggelaman kapal dengan cara diledakkan, begitu juga dengan Badan Konservasi Sumber Daya Alam. Menurutnya, peledakan sengaja dilakukan di atas permukaan air laut untuk menghindari kerusakan ekosistem laut. Peledakan tidak mungkin dilakukan pada kedala-


LAPORAN UTAMA man lima meter karena bangkai kapal akan berbahaya bagi pelayaran. “ Kita nggak ada, sebetulnya angkatan laut itu sama BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam), sama BKP (Balai Karantina Pertanian), kita sih happy-happy aja ya, nggak ada masalah ya sama koordinasi. Yang bermasalah koordinasi di lapangan dengan masyarakat.” Imbuhnya sambil tersenyum. Cakupan wilayah kerja Angkatan Laut Semarang meliputi perairan yang berada di Pantai Utara Kota dan Kabupaten Semarang, Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak, Kabupaten Pati, Kabupaten Rembang, Kabupaten Jepara temasuk Kepulauan Karimunjawa. Karena bukan berada di wilayah perbatasan melainkan wilayah pedalaman, Lanal (Pangkalan Angkatan Laut) Semarang tidak menangani masalah penenggelaman kapal. “Kalau di sini lebih kepada pelanggaran-pelanggaran tindak pidana di laut; surat perijinan, alat tangkap, kemudian cara penangkapan ikan

seperti itu, tapi kalau penenggelaman kapal-kapal asing nggak ada.” Jelas Elka. Sebelum peledakan, kapal terlebih dahulu dikosongkan dari barang milik pribadi termasuk radio telekomunikasi. Peledakan kapal tersebut tidaklah membutuhkan subsidi khusus karena Angkatan Laut mempunyai banyak macam peledak seperti dinamit atau TNT (Tri Nitro Toluena) yang tercatat setiap pengeluarannya. Dilansir dari website Portal Garuda, Alcala dan Gomez (1979) menyatakan bahwa penggunaaan bom rakitan termasuk dinamit (TNT) dapat menghancurkan fisik terumbu karang jika dilakukan pada radius 10 meter di atasnya. Di samping itu, dibutuhkan waktu sekitar 37 tahun untuk terumbu karang agar dapat kembali seperti keadaan semula. Kerusakan terumbu karang dapat dihindari jika pemilihan lokasi pengeboman memenuhi syarat optimal, sehingga bangkai kapal dapat dialih fungsikan menjadi rumpon bagi biota laut. Terkait masalah ini, salah seorang mahasiswa FPIK Undip, Sorya, menyarankan untuk menghibahkan kapal-kapal asing yang akan ditenggelamkan bagi masyarakat pesisir Indonesia yang minim alat transportasi. “Mending itu kapalnya buat nelayannya kita. Kan alat kapalnya bagus ya tapi kan kalau dikasihkan ke nelayan biasa otomatis kan nggak bisa pengoperasiannya gitu lho, jadi kan mubazir kan biasanya juga rusak, mendingan itu lho ada sosialisasi dari menterinya atau apanya, nanti jadi itu dikasih tahu ini pengoperasiannya kan lebih bermanfaat kan, kan di Indonesia kan alat tangkapnya masih kurang banget.” Namun hal itu menjadi tidak praktis karena dibutuhkan waktu untuk mengurus surat kepemilikan kapal asing dari negara asalnya. Daripada berlarut-larut

dan dikhawatirkan akan menimbulkan masalah baru, penenggelaman kapal menjadi cara paling efektif untuk menunjukkan bentuk ketegasan pelaksanaan kedaulatan hukum negara. “Surat ijin belum fix. Yang mau beli sopo? Masyarakat nelayan? Orang punya berduit? Tak beli jual lagi keluar. Sopo sing tanggungjawab, Timbang ngono tenggelamkan sekalian dan efeknya terhadap dunia luar itu serius Indonesia”. Tegas Elka Setyawan. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Agus Triyanto, dosen FPIK Undip, bahwa penenggalaman kapal sangatlah praktis dilakukan untuk menangani maraknya pencurian ikan oleh warga asing. Terlebih lagi hal itu dapat menimbulkan efek psikologis terhadap pencuri akan ketatnya keamanan laut Indonesia sekarang ini. “Efek psikologisnya, kalau ditenggelamkan kan ramai. Jadi gini, kita tuh dikasih kapal dengan kondisi seperti itu belum tentu bisa menjalankan, jadi ditenggelamkan praktislah sudah, efek psikologisnya lebih besar.” Tambah Agus Triyanto pada penghujung topik ini. Peraturan Undang- Undang Perikanan Nomor 45 Tahun 2009 tentang penenggelaman kapal yang diterapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, sangat berpengaruh dalam penanganan illegal fishing yang sulit diberantas. Undang-undang tersebut diharapkan dapat memberikan efek jera terhadap pencuri ikan di wilayah perairan Indonesia. Namun yang perlu diingat, sebagaimana telah disampaikan oleh narasumber, dampak negatif dan positif penenggelaman kapal dipengaruhi oleh pemilihan lokasi. Syarat-syarat lain seperti kriteria kapal baik secara fisik maupun internal juga harus dipenuhi. Jika lokasi yang dipilih tepat, maka penenggalaman kapal tidak akan merusak ekosistem laut dan sisa puing-puing dari kapal justru akan menjadi rumpon.

No 1. XXIV/2016 | Hayamwuruk | 15


LAPORAN UTAMA

16 | Hayamwuruk | No 1. XXIV/2016

LAPORAN UTAMA


WAWANCARA UTAMA Agus Suherman:

“Lumbung Pangan Ikan Dunia, Sudah Nggak Sulit Bagi Kita�

P

ada awal pemerintahannya, Presiden Joko Widodo memberikan angin segar pada sektor maritim Indonesia. Dimulai dengan wacana Indonesia sebagai poros maritim dunia, pemberitaan tentang hal tersebut semakin gencar. Ada banyak hal yang disoroti dalam kemaritiman Indonesia, mulai dari jasa pelabuhan, sumber daya manusia yang berkontribusi di dalamnya hingga masalah sektor perikanan dan kelautan. Wilayah laut Indonesia yang luas memungkinkan hasil perikanan tangkap yang tinggi. Selain dari perikanan tangkap, hasil perikanan Indonesia juga diperoleh dari perikanan budidaya. Dengan hasil perikanan dari kedua bidang tersebut, ekspor perikanan Indonesia berada di peringkat dua dunia. Jika didukung dengan kebijakan dan infrastruktur yang memadai, bukan tidak mungkin Indonesia akan menjadi lumbung pangan ikan dunia. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai sektor perikanan Indonesia, Tim Hayamwuruk mengunjungi kediaman salah satu dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Diponegoro, Agus Suherman. Pria yang pernah menjabat sebagai Kepala Laboratorium Pengembangan Wilayah Pantai di Undip pada tahun 2010 itu, juga pernah menjadi Komisaris PT. ASDP Indonesia Ferry. Dengan pengetahuannya di sektor perikanan, Agus Suherman mendapat kepercayaan menjadi Direktur Utama Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perindo) hingga sekarang. Kepiawaiannya dalam berbisnis telah terbukti dengan pening-

katan pendapatan sebesar 300% dalam waktu 9 bulan, terhitung sejak Februari hingga oktober 2013 di Perindo seperti yang terlansir di laman pspfpikundip[dot]com Awal kepemimpinannya pada tahun 2013 menjadi awal pembenahan Perindo. Di usianya yang kala itu masih 37 tahun, Dirut muda itu juga sempat dicalonkan menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan. Berikut rangkaian wawancara Tim Hayamwuruk dengan Agus Suherman. Kalau dari segi bisnis sendiri, sebenarnya apa keuntungan kita maju di poros maritim itu Pak? Kita bicara maritim. Maritim itu sebenarnya bagian kecil dari kelautan, kalau kita bicara kelautan maka kita bicara persoalan yang diatas laut saja.Yaitu pergerakan kapal ya, transportasi ya, modal transportasi ya.Modal transportasi dari pulau ke pulau, dari negara ke negara itu luar biasa potensi ekonominya. Kemudian orang yang bekerja port to port yang bekerja di pelabuhan juga banyak ya, bisa kita bayangkan bahwa negara-negara maju, negara-negara berkembang sejak dulu sudah kita yakini bahwa pintu gerbang ekonomi itu di pelabuhan. Jadi di atas laut tadi dihubungkan, di-conecting-kan antar pelayaran tadi, kemudian ada pelabuhan, antar pelabuhan juga potensi ekonomi.Saya lupa berapa U$ dolar di Indonesia Potensi itu. Kemudian di dalamnya laut ada sumber daya ikan yang beraneka ragam, kita lihat Indonesia ikannya cukup banyak. Kemudian ada sumber energi yang cukup besar energi gelombang, energi air, dan dapat

dimanfaatkan kebutuhan energi kita yang luar biasa. Kemudian ada tambang dibawahnya, ada tambang, ada gas, ada minyak.Kita bicara perikanan, ada perikanan tangkap, perikanan budidaya, pelayaran Kemudian ada lagi potensi barang-barang tenggelam ya yang jaman dulu ada kaitan dulu orang berniaga, bahwa banyak sekali macam-macam barang-barang berharga tiba-tiba ada persoalan di laut. Banyak sekali potensi, titik cekungan, titik tenggelam, semua luar biasa. Kalau dari segi keuntungan yang diperoleh dari berbagai sektor yang berkaitan dengan kemaritiman itu yang paling tinggi di sektor mana pak? Di sektor lumbung ikan kah? Pelabuhan kah? Atau pariwisatanya? Kan tadi bicara migas ya? Terus kalau kita bicara potensi yang paling besar ya tadi migas. Tapi itukan nanti kan akan berkurangberkurang, nah tentu jasa kemaritiman-kemaritiman itu, ya tadi pelabuhan-pelabuhan ya. Itu cukup potensial. Kemudian perikanan dan kelautan. Perikanan, perikanan tangkap dan perikanan budidaya, yang masih potnsial juga. Jadi tentu minyak gas, terus jasa pelabuhan-pelabuhan, jasa kemaritiman, pelabuhan-pelabuhan. Termasuk nanti, bagian terakhir pariwisata. Kalau peningkatan produktivitas di sector perikanan ini gimana Pak?Peningkatan produktifitasnya? Nah, kita bicara sektor perikanan, perikanan itu ada perikanan tangkap, ada perikanan budidaya, pengolahan, pemasaran, banyak ya kemudian ada juga po-

No 1. XXIV/2016 | Hayamwuruk | 17


tensi pariwisata bahari ya. Kalau bicara produktifitas kan tergantng apa yang kita dapatkan. Misalnya saja produktifitas perikanan tangkap, tentu saja alat tankap dan kemampuan ia menangkap ikan ya. Teknologi sudah banyak dan saya pikir sudah tidak sulit lagi mencari teknologi yang produktif. Tapi kita perlu menseleksi teknologi itu yang ramah lingkungan, yang berkelanjutan, jangan sampai alat-alat tangkap itu merusak karang, merusak rantai makanan, dan seterusnya. Kemudian juga berkaitan dengan budidaya, mulai dari budidaya ikan tawar, ya budidaya laut, ya mulai akar ada rumput laut cukup besar. Kalau kita bicara potensinya saja, perikanan tangkap 6,4 juta ton per tahun, kalau budidaya laut itu 17,7 juta hektar yang baru digarap kurang lebih, kita ya. Jadi bagaimana saya juga, ya teknologi yang dipakai untuk kegiatan budidaya laut itu. Yang ramah lingkungan yang tidak banyak menggunakan bahanbahan kimia yang merusak. Nah ini sangat produktif, terutama dalam penggunaan teknologi superintensif, intensif, semi intebsif, tradisional dan seterusnya.Kalau struktur laut juga begitu, garam juga begitu ya. Luar biasa, kalau kita bicara sumber kalautan kita, sumber, sumber perikanan kita cukup besar, kemudian kalau kaitannya produktifitas, ya alhamdulillah teknologi kita sudah matang, SDM kita juga punya. Kemudian kaitan dengan bagaimana kita bisa menjadi misalkan lambung pangan ikan dunia, ya bahwa dengan pemberantasan illegal fissing yang secara massive yang dilakukan oleh menteri kita sekarang ini, itu mengungtungkan kita, dengan sendirinya sumber daya ikan itu akan segera pulih dan tentu kepentingannya untuk masyarakat.

tidak menyampai tahap itu? Sekarang kita sudah nomor, kalau bicara ekspor sudah nomor dua setelah China ya. Ya kalau bicara lumbung pangan ikan dunia, sudah gak sulit bagi kita, ya karena potensi lahan untuk budidaya ikannya cukup besar, kemudian ya secara biologid masih ada di wilayah kita sumber daya ikan, apalagi dengan pemberantasan illegal fishing itu sudah selesai, sumber daya ikan kita akan baik, selesai urusan tentang lumbung pangan ikan dan pasti akan ada peluang. Sekarang ini kan beberapa pelabuhan di luar negeri kosong karena pemberantasan illegal fishing dan moratorium pembatasan pelarangan transit non transit, itu kegiatan pengalihan ikan tangkapan ke kapal pentuk dengan langsung membawa ikan ke luar negeri. Kalau dilihat tujuan utamanya poros maritim itu apakah berkaitan dengan yang tadi Pak, lumbung pangan ikan dunia? Kalau kita bicara poros maritim secara besar kan bicara tetang kedaulatan, kemandirian bangsa ya. Kalau kemandirian dan kedaulatan kan kaitannya dengan batas wilayah dengan Sumber Daya yang ada. Ya kalau Sumber daya tadi banyak sekali, kalau bicara itu kan bagian-bagian yang ada disitu. Ya kita harus menuju kesana.

Tapi tidak dijadikan fokus seperti itu ya Pak? Ya fokus kenapa kemudian ada kementrian kelautan dan perikanan, ada kemenko maritim. Ya sebetulnya bagian promaritim yang harus kita bangkitkan.

Kalau perbaikan infrastruktur yang harusnya cepat tanggap bagi itu Pak, lumbung pangan ikan ikan tadi? Infrastrukur itu kan meliSumber lumbung Pangan Ikan puti, terutama untuk pelabuhandunia, kalau kita kira-kira bisa pelabuhan perikanan, tempat pen-

18 | Hayamwuruk | No 1. XXIV/2016

daratan ikan, ya itu jantung, bagian penting dalam kita di untuk sektor perikanan, ya tapi kan juga infrastruktur pelabuhan untuk pelabuhan niaga juga, itu besar sekali. Lagi ya Pak, tadi kan perbaikan infrastruktur. Nah dengan perbaikan infrastrutur apakah kita bisa untung gitu gak si Pak? Ya pastilah, karena gini lo, infrastruktur yang kurang baik mengakibatkan apa mahalnya produk kita, sehingga kalau mahal ya produk kita gak bisa berdaya saing gitu lo. Ya kan? Kalau kita mau berdaya saing ya tentu produk kita, infrastruktur kita perbaiki, kita benahi, kita tingkatkan, nah dengan itu cost itu tereduksi, sehingga daya saing produk kita menang gitu lo. Kalau menang ya nanti pada saatnya 2015 ini masyarakat ekonomi ASEAN, MEA. Ya mau produk apa saja orang tetap milih produk kita. Alasanya? Pertama kualitas lebih baik, harganya bersaing, ya tidak menyulitkan.Itu bagian strategis yang harus dijalankan, kalau bicara untung rugi, memang infrastruktur itu first loyalding, pengembaliannya lambat, ya butuh waktu panjang. Tapi kaitan dengan multiplaying record-nya besar, bisa berlipat-lipat.

Kalau lumbung pangan tadi kan pertama kita harus memperbaiki infrastruktur, kemudian SDM-nya juga diperlukan Pak. Kalau hal lain yang perlu diperhatikan itu apa di dalam lumbung pangan ikan dunia yang kita harapkan itu? Begini, bahwa SDM itu 80% menentukan kesuksesan, yangg 20% itu bicara program, strategi, ya dan aktifitas gitu. Nah kalau SDM ini, kita punya SDM yang handal, yang berkualitas, yang memiliki kemampuan bersaing yang tinggi. Berarti 80% sudah baik. Sehingga teknologi yang lain bisa kita pegang.


WAWANCARA UTAMA Kemudian masalah dana, kita bisa rubahan besar-besaran. ambil prosesnya. Kalau harapan tentang, harapan Jadi yang paling penting itu SDM secara umum lah tetang kemarya berarti Pak ya? itiman Indonesia? Ya SDM bagian ya, transfor- Ya kita sekarang sudah dia-

masi budaya itu.

Program baru yang belom ada di tahun-tahun sebelumnya itu apa Pak? Ya, sudah ada, tapi kemudian percepatan infrastruktur.Jadi tahun ini, massive sekali, infrastruktur.Bagaimana membangkitkan Badan Usaha Milik Negara, industriindustri, di akselerasi dengan cepat. Ya program sudah ada, kegiatankegiatan ada, tapi kemudian percepatan-percepatan masalah infrastruktur, Jalur Sumatra-Selat Sunda katakanlah. Terus mungkin di jakarta sana, kemudian di daratnya tol Sumatra begitu. Di tahun-tahun ini kita sedang bergiat betul.Dulu ada, contoh kita niada, sekarang pe-

jak oleh Presiden, ya Pak Jokowi, jangan membelakangi laut ya. Artinya kita harus memandang laut sebagai bagian dari kehidupan kita, memandang laut sebagai bagian penting di dalam kehidupan, masa depan kita. Dan anak-anak muda, intelektual-intektual SDM-SDM yang handa, saaya punya harapan kedepan ya jangan, ya hal yang sama dari pesan menteri kita. Bahwa kita harus jadi bagian itu, bagian penting dalam kemaritiman. Ada beberapa pelabuhan di luar negeri yang kosong ikannya akibat pemberantasan illegal fishing yang dilakukan Indonesia. Peabuhan tersebut mana saja? Gencarnya pemberantasan

illegal fishing yang dilakukan di perairan laut Indonesia telah membuat industry perikanan di Negara tetangga seperti Thailand, Vietnam dan Filipina menjadi terganggu akibat hampir 70% pasokan ikan didapatkan dari Indonesia. Seperti halnya Pelabuhan General Santos yang memilikinilai total ekspor USS 2 miliar per-tahun terpaksa tutup dan sepi akibat pasokan ikan Tuna dari Bitung tak lagi didapatkan.

Mengenai Indonesia sebagai Lumbung pangan ikan dunia. Potensi sumber ikan di Indonesia itu dimana saja Pak? Dan yang paling terbesar potensinya itu dimana Pak? Produksi perikanan di Indonesia berasal dari perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Potensi sumber daya ikan di Indonesia Potensi lestari (maximum sustainable yield/MSY) sumber daya perikanan tangkap diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun. Sedangkan potensi yang dapat dimanfaatkan (allowable catch) sebesar 80% dari MSY yaitu 5,12 juta ton per tahun. Namun demikian, telah terjadi ketidak seimbangan tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan antar kawasan dan antar jenis sumber daya. Di sebagian wilayah telah terjadi gejala tangkap lebih (over-fishing) seperti di Laut Jawa dan Selat Malaka, sedangkan di sebagian besar wilayah Timur Indonesia tingkat pemanfaatannya masih berpeluang bagus. Diluar dari perikanan tangkap potensi perikanan budidaya di Indonesia sangat tinggi. Potensi lahan perikanan budidaya secara nasional diperkirakan sebesar 17,74 juta Ha, yang terdiri atas lahan budidaya air tawar 2,23 juta Ha, budidaya air payau 2,96 juta Ha dan budidaya laut 12,55 juta Ha. Sedangkan pemanfaatannya hingga saat ini masing-masing baru mencapai 16,62 % untuk budidaya air tawar, 50,06 % untuk budidaya air payau

No 1. XXIV/2016 | Hayamwuruk | 19


WAWANCARA UTAMA dan 2,09 % untuk budidaya laut. Selama periode 2010– 2013, produksi perikanan budidaya telah meningkat secara signifikan dan melebihi target yang telah di ditetapkan, yaitu sekitar 28,64 % per tahun, yaitu 6,28 juta ton pada tahun 2010 dan mencapai 13,31 juta ton pada tahun 2013 (data sementara). Sedangkan nilai produksi nya mengalami kenaikan sekitar 22,51 % per tahun dalam kurun waktu yang sama (Table 1). Saat ini pemanfaatan lahan untuk budidaya masih sangat kecil dibandingkan dengan potensi yang tersedia, khususnya pemanfaatan lahan perairan untuk budidaya laut masih 2,09 %. Diharapkan potensi perikanan laut akan menjadi alternatif untuk pengembangan usaha perikanan budidaya kedepan. Saat ini budidaya laut yang sangat dikenal adalah budidaya mutiara dan rumput laut sementara budidaya ikan (kerapu, bawal bintang dan lainnya) masih perlu ditingkatkan, mengingat nilai ekonomis dari komoditas tersebut sangat menggiurkan karena peluang pasar yang masih terbuka luas. Dengan pasar yang masih terbuka luas dan potensi perikanan budidaya masih belum dimanfaatkan secara maksimal, perikanan budidaya dapat menjadi peluang investasi yang menjanjikan pula bagi para investor. Indonesia selain memiliki potensi perikanan budidaya diperairan laut, juga memiliki potensi yang tak kalah besar didaratan, yang bisa dimanfaatkan sebagai tempat untuk mengembangkan budidaya perikanan. Untuk dapat mewujudkan berkembangnya usaha dibidang pembudidayaan ikan yang mandiri dan tangguh telah disenggarakan serangkaian kegiatan dalam satu sistem usaha budidaya mendukung peningkatan investasi budidaya melalui pengembangan kewirausahaan, pelayanan perizinan usaha, promosi usaha dan kemudahan akses informasi usaha

budidaya serta pengembangan kelembagaan dan ketenaga kerjaan (Table 2 & 3).

Pemasaran hasil ikan Indonesia ke negara mana saja Pak? Pemasaran hasil ikan dari Indonesia dipasarkan ke China, Thailand, Amerika Serikat, dan Jepang yang didominasi oleh udang beku, udang tidak beku, tuna/ cakalang beku, ikan lainnya beku, rumput laut kering dan ikan hias. Pada tahun 2012, pasar ekspor perikanan utama Indonesia adalah Negara Cina yaitu sebesar 295.486 ton (24%) dari total volume ekspor hasil perikanan Indonesia, diikuti oleh Thailand sebesar 216.407 ton (17,61%), selanjutnya yaitu Amerika Serikat sebesar 133.476 ton (10,85%) dan Jepang sebesar118.732 ton (9,65%), kemudian diikuti oleh Negara lainnya yang terdiri dari 171 negara tujuan ekspor hasil perikanan Indonesia yang tersebar di 5 benua (Asia,Afrika, Australia, Amerika, dan Eropa) sebesar 465.014 ton (37,83%).

Apakah saat ini dengan Indonesia sebagai terbanyak kedua penghasil ikan, kebutuhan pangan terhadap ikan di Indonesia sendiri apakah telah terpenuhi? Sebagai produsen perikanan terbesar kedua di dunia, Indonesia dinilai belum mampu mengoptimalkan sumberdaya perikanan dan kelautan karena ketimpangan nilai ekspor dan impor. Bahkan secara nyata kita masih mengimpor ikan dari luar negeri untuk menstabilkan kebutuhan ikan dalam negeri. Tingkat konsumsi makan ikan masyarakat Indonesia masih rendah bila disbanding dengan Negara lain. Rata-rata konsumsi masyarakat Indonesia terhadap ikan hanya sebanyak 35 kilogram per kapita/tahun. Bandingkan dengan Jepang yang mencapai 60 kilogram per kapita/tahun dan Ma-

20 | Hayamwuruk | No 1. XXIV/2016

laysia sebesar 50 kilogram per kapita/tahun. Disisi lain, meskipun tingkat konsumsi ikan per kapita Indonesia masih rendah, namun perkembangannya menunjukkan peningkatan. Meski demikian konsumsi ikan di Indonesia dari tahun ketahun terus mengalami peningkatan (Table 4).

Kaitan antara pencapaian lumbung pangan Ikan Dunia Indonesia dengan ‘revolusi mental pembangunan maritim itu apa? Masalah pangan dan gizi masih menjadi isu penting saat ini di samping soal ketahanan ekonomi, energi dan lainnya. Dengan dukungan dari berbagai instansi mulai dari Dinas Kelautan dan Perikanan hingga masyarakat, masalah pemenuhan gizi dan protein terutama bagi anak-anak Indonesia harus digarap. Demi tercapainya ketersediaan pangan yang memenuhi persyaratan keamanan mutu dan gizi, pemerintah terus berupaya meningkatkan tingkat konsumsi makan ikan di masyarakat. Ditetapkan hari Ikan Nasional (Hakarnas) tanggal 21 April juga menjadi sarana untuk meningkatkan kesadaran Masyarakat Indonesia tentang pentingnya makan ikan. Jumlah produksi perikanan baik tangkap dan budidaya yang semakin meningkat dari tahun ketahun diharapkan kedepan mampu mencapai target lumbung pangan ikan dunia. Kaitan pencapaian lumbung ikan nasional dengan revolusi mental pembangunan maritim adalah perubahan cara berpikir dan cara bertindak dengan mengoptimalkan sumber daya perikanan dan kelautan guna mendapatkan hasil dan manfaat terbaik pembangunan. Upaya revolusi mental pembangunan maritim seperti peningkatan inovasi, partisipasi publik dan optimalisasi pemanfaatan sains dan teknologi diharapkan mampu mencapai lumbung pangan ikan dunia.


LAPORAN UTAMA Tambak Lorok

Membangun Kampung Bahari Oleh: Ayu Mumpuni

Suasana di kampung Tambak Lorok, Semarang (Dok. Hayamwuruk)

Sebagai salah satu kota metropolitan yang terletak di daerah pesisir, secara komperatif Semarang memiliki keunggulan di bidang maritim dibandingkan daerah-daerah lain di Jawa Tengah. Kondisi ini berpotensi memberikan keuntungan ketika pemerintahan Joko Widodo meprioritaskan sektor kelautan sebagai penggerak roda perekonomian.

V

isi Indonesia menjadi poros maritim dunia yang diusung Joko Widodo sejak masa kampanye Pilpres lalu, sudah barang tentu membuat pembangunan sektor maritim menjadi lebih disorot. Berbagai pembangunan telah berjalan sejak Jokowi menjabat sebagai Presiden RI. Tidak hanya di dalam pemerintahan pusat yang berkaitan dengan kemaritiman, di daerah-daerah pun pembenahan mulai berjalan, tak terkecuali di Tambak Lorok yang merupakan daerah perkampungan pinggir pan-

tai dan daerah pelabuhan. Tambak Lorok memang menjadi satu-satunya daerah perkampungan di Semarang yang sebagian besar masyarakatnya menjadikan laut sebagai lahan penghasilan. Kebergantungan hidup kepada laut menjadikan nelayan dan pedagang ikan sebagai profesi utama masyarakat setempat. Dengan kedekatan masyarakat sekitar terhadap laut, maka wajarlah bila visi Indonesia sebagai poros maritim dunia yang dicanangakan pemerintah terasa ibarat angin se-

gar. Perencanaan pembenahan Tambak Lorok sudah diusung sejak kedatangan Jokowi untuk meninjau langsung 2015 lalu. Sejak saat itu proses renovasi berjalan satu per satu. Dimulai dengan sosialisasi terkait pembangunan kepada perwakilan masyarakat secara bergantian. Isriantono, wakil ketua AMNI (Asosiasi Masyarakat Nelayan Indonesia), menjelaskan pihakpihak yang mengikuti sosialisasi tersebut memang terbatas, “So-

No 1. XXIV/2016 | Hayamwuruk | 21


LAPORAN UTAMA

Dok. Hayamwuruk

sialisasinya sebatas, kelurahan, RT , RW, kalau untuk kampung ya RT, sebatas itu tok.” Renovasi ini dilakukan hampir ke semua bidang, mulai dari pengerukan sungai, jalan-jalan kampung, TPI (Tempat Pelelangan Ikan), WC, dan saluran air. Walaupun hampir meliputi keseluruhan, namun hal ini tidak menjadikan seluruh masyarakat mengetahui bahwa pembangunan tersebut merupakan program pemerintah bidang KEMEN PU-PERA (Kementeran Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat). Seperti diungkapkan oleh Suyanto perihal ketidaktahuannya, “Saya tuh kurang tahu. Saya tuh orang proyek tapi saya enggak tahu kalau ada proyek di lingkungan ini, tahutahu ada proyek.” Jelasnya sebagai salah satu warga Tambak Lorok. Ketidaktahuan Suyanto terdengar miris, pasalnya program pembenahan saluran air salah satunya berada di depan rumah Suyanto. Hal ini seakan menunjukkan belum adanya sosialisasi yang masif kepada masyarakat. Hal tersebut dibenarkan oleh Isrianto sebagai salah satu orang yang mengikuti sosialisasi. “Masyarakat yang pada tahu itu juga yang ikut kumpulan, yang pada enggak tahu ya itu juga enggak tembus, dia enggak mudeng.” paparnya. Perbaikan selokan mengawali program pembenahan di Tambak Lorok, mengingat bahwa salah satu masalah klasik yang sering dialami oleh masyarakat sekitar adalah air pasang yang menyebabkan banjir. Saat Tim Hayamwuruk datang, perbaikan selokan belum juga selesai. “Misalkan dari pembangunan pertama kan dari kampung, jalan, itu dua bulan harus selesai. Tapi tahunya molor. Terus molor lagi, terus ke sungai (red: molor),” tambah Iswantoro. Pembenahan Tambak Lorok memang menjadi program pemerintah yang pastinya ditujukan untuk kemajuan daerah tersebut.

Masyarakat sekitar pun memberi dukungan penuh untuk pembenahan yang akan memberikan dampak postif bagi kehidupan mereka. Seperti diungkapkan Puji, warga di RT 05, RW 12, “Ya efeknya kalau saya merasa seneng, pemerintah peduli sama lingkungan Tambak Lorok yang semacam ini. Ini dibangun kan malah senang. Kalau air mau pasang kan mau ditanggulangi”. Meski memberi dampak positif bagi masyarakat sekitar, akan tetapi beberapa keluhan juga dirasakan oleh warga yang tinggal di bagian seberang sungai. Pasalnya, rencana pelebaran sungai, yang merupakan bagian dari pembagunan Tambak Lorok, disinyalir akan menggusur beberapa rumah warga. Wakil ketua AMNI, Isriantono, mengatakan bahwa masyarakat yang memiliki rumah di seberang sungai sedang meminta ganti rugi atas penggusuran yang akan dilakukan. Kelanjutannya pun masih dalam tahap negosiasi dan mencari jalan keluar. Program pembenahan Tambak Lorok ini termasuk dalam

22 | Hayamwuruk | No 1. XXIV/2016

rancangan pembangunan jangka panjang. Semua program yang ada, seperti perbaikan selokan, pengerukan sungai, pelebaran jalan, pemindahan TPI, penerangan kampung, dan pembangunan MCK (Mandi Cuci Kakus) ditargetkan selesai pada tahun 2020. Ke depannya, pembenahan tersebut akan menjadikan Tambak Lorok sebagai kampung wisata bahari. Hal tersebut juga diutarakan oleh Hendrar Prihadi selaku Walikota Semarang ketika ditemui Tim Hayamwuruk, “Yang pasti sejalan dengan program Kampung Wisata Bahari Tambak Lorok. Maka yang pasti pembenahan tersebut juga harus dapat menciptakan daerah Tambak Lorok sebagai tujuan wisata bahari.” Rencana membangun Tambak Lorok sebagai kampung wisata bahari juga telah dipaparkan dalam sosialisasi kepada perwakilan masyarakat. “Emang konsep secara video sudah disampaikan, cuma konsepnya bertema apa kami juga kurang begitu jelas, hanya sekadar Tambak Lorok jadi kampung bahari, udah gitu aja.”, Terang Isriantono.


Di dalam video yang disampaikan, dimuat pula gambaran negara Belanda dan tiga negara lainnya sebagai contoh kampung bahari. Tapi, konsep yang sudah dibuat dan disosialisasikan oleh pemerintah kepada perwakilan masyarakat, tak serta merta membuat benar-benar paham tentang konsep kampung bahari. Sebagai pengurus organisasi nelayan, Isrianto mengakui keterbatasan pemahamannya, “Kalau pembangunan sampai ke bahari, bahari kan emang kelautan gitu ya mbak. Ya mungkin hanya pembangunan untuk kampung pesisir.” Dengan hanya bermodalkan pengetahuan dari sosialisasi yang didapat, Isriantono melanjutkan cerita mengenai kampung bahari yang akan direalisasikan di daerah rumahnya. “Jadi kita dibikin sebuah perubahan mulai dari kebersihan kampung, selokan-selokan kampung, penataan kampung, sampai kemarin pola pemikiran kampung itu mau diubah sekalian gitu loh. Jadi tidak asal penataan lingkungan yang kumuh jadi baik, tuh enggak.” Tambak Lorok sempat disebut sebagai lingkungan kumuh. Oleh karenanya, renovasi di daerah ini tidak sebatas pada pembenahan infrastruktur saja, tetapi menyeluruh. Jika dalam sosalisasi disebutkan bahwa salah satu contoh kampung wisata bahari adalah Volendam yang semula hanya desa nelayan biasa, maka Tambak Lorok memerlukan perombakan yang luar biasa. Pasalnya, Volendam yang berada di Belanda tidak hanya mempertahankan profesi masyarakatnya sebagai nelayan, tetapi juga menjaga budayanya dengan berpakaian tradisional. Tambak Lorok dirasa masih jauh dari itu semua. Perlu banyak pembenahan non-infrastruktur, mulai dari tata cara berpakaian, sikap, perilaku terhadap lingkungan sekitar, dan beberapa hal lainnya yang membutuhkan kerja keras untuk mewujudkan Volendam ada di Tambak Lorok.

Pola perilaku masyarakat menjadi poin penting dalam pembenahan Tambak Lorok. Aktivitas masyarakat yang membuang sampah sembarangan harus segera diubah. Hal ini untuk mendukung program kampung wisata bahari. Meskipun kegiatan membuang sampah sembarangan seyogyanya tidak dilakukan di Tambak Lorok saja, tetapi juga di semua daerah. Pola pikir masyarakat yang belum bisa menaati peraturan dan menjaga lingkungan sekitar menjadikan Indonesia tertinggal dari negara lainnya. Dengan kekayaan alam yang dimiliki Indonesia, mimpi untuk memiliki daerah wisata bahari mungkin akan terealisasikan apabila masyarakatnya turut serta membangun dan menjaganya. Pembenahan infrastruktur yang ada di Tambak Lorok, tidak secara otomatis menjadikan daerah tersebut mumpuni sebagai daerah wisata bahari yang indah, jika tidak disertai dengan perilaku masyarakatnya dalam menjaga itu semua. Jadi Kampung Wisata Bahari, Urban Renewal Konsepnya Untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia tak hanya dibutuhkan peran pemerintah pusat saja. Berbagai pihak mulai dari masyarakat hingga pemerintah daerah pun harus turut ambil bagian. Daerah pesisir, mempunyai peran yang lebih besar dibanding daerah lain yang letaknya tidak di pinggir laut. Hal ini karena konsep poros maritim lebih banyak melibatkan wilayah laut dan sekitarnya. Semarang memberikan sumbangsihnya melalui pembenahan di daerah sekitar pelabuhan. Hendrar Prihadi mengatakan “Sebagai salah satu kota yang memiliki pelabuhan, maka pembenahan infrastruktur di sekitar pelabuhan juga menjadi salah satu sumbangsih kota Semarang untuk mendukung terwujudnya Indonesia sebagai poros maritim.”,

Jelasnya. Sebagai salah satu kota besar yang berada pesisir di Pulau Jawa, Semarang tentunya memiliki potensi yang berbeda dibanding daerah pesisir lainnya. Menurutnya, daerah sekitar Tambak Lorok memiliki potensi tersebut. “Salah satu potensinya terdapat pada suasana perkampungan nelayan di situ yang dapat menjadi menarik bila dikembangkan, maka dari itu konsepnya adalah kampung wisata bahari. Karena ambience perkampungan nelayan hanya dimiliki oleh beberapa kota pesisir termasuk Semarang.”, paparnya. Karena alasan yang diutarakan Hendi, begitu biasa ia dipanggil, daerah Tambak Lorok dipercaya untuk menjadi daerah wisata bahari yang akan mengundang banyak wisatawan datang nantinya. Terlebih, dengan penghargaan yang telah didapat Hendi dalam ajang EAROPH World Congress tahun 2014 lalu sebagai Walikota Terbaik pada kategori Coastal Management (Pengelolaan Pesisir), sehingga dia lebih percaya diri dalam mengembangkan potensi di Tambak Lorok untuk mendukung program bidang martim yang dimiliki pemerintah pusat. Sejalan dengan apa yang dikatakan Hendi, Isriantono memaparkan perihal potensi ekonomi yang dapat dikembangkan dari Tambak Lorok. “Mungkin pemerintah kan menimbang-nimbang sayang kalau ini tidak dimaksimalkan, penghasilannya kan juga lumayan. Yang mengalami pemasukan kan pihak KUD, dinas pasar, dinas kelautan dan perikanan kota. Kan kalau masalah untung dan tidaknya kan dinas-dinas itu bukan kita.”, ujarnya. Lebih lanjut mengenai pembenahan di daerah Tambak Lorok, Hendi menjelaskan bahwa konsep urban renewal menjadi

No 1. XXIV/2016 | Hayamwuruk | 23


LAPORAN UTAMA dasar pembenahan yang sedang berlangsung. Urban renewal adalah upaya penataan kembali suatu kawasan terentu di dalam kota dengan tujuan untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih memadai bagi kawasan tersebut, sesuai dengan potensi nilai ekonominya. Konsep urban renewal yang digunakan berupa peremejaan kawasan sesuai UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman. Selanjutnya mengenai dana, secara terbuka politisi partai PDI Perjuangan ini menjelaskan, “Anggaran dana yang disiapkan secara multiyears adalah senilai Rp 162,4 miliar meliputi anggaran konstruksi Rp 156,1 miliar ditambah anggaran supervisi Rp 6,2 miliar.” Meski demikian, dana yang besar tidak semata-mata menjadi faktor utama. Diperlukan pula keikutsertaan masyarakat secara nyata. AMNI sebagai wadah perkumpulan para nelayan sudah selayaknya menampung aspirasi dari mereka perihal pembenahan Tam-

Walikota Semarang, Hendrar prihadi (Dok. Internet)

bak Lorok. Isriantono menuturkan, “Untuk Tambak Lorok menjadi kota bahari saya pribadi maupun AMNI dukung saja konsep apa nanti untuk Tambak Lorok, yang penting untuk masalah tempat penggalangan ikan dan untuk area perahu atau kapal-

24 | Hayamwuruk | No 1. XXIV/2016

kapal itu diprioritaskan, untuk sementara itu.” Dengan adanya pembenahan di lingkungan mereka, warga Tambak Lorok berharap agar kelak anak cucunya bisa merasakan manfaat dari kampung wisata bahari tersebut.


LAPORAN KHUSUS

Dok. Internet

Oleh: Deviana Kurniawati

BAGAI oase di padang gersang. kalimat tersebut nampak pas untuk menggambarkan hijaunya perkebunan dan sawah di daerah Pantai Samas, Bantul, Yogyakarta. Berada di daerah pesisir selatan tersebut, anda akan melihat bahwa paradigma pemberdayaan ekonomi pesisir tidak melulu soal perikanan. Sebagian besar masyarakatnya hidup dengan bercocok tanam karena sungkan berhadapan dengan angin dan ombak besar—Samudra Hindia. Di atas lahan pasir seluas lebih dari 180 hektare, mereka menyemai berbagai jenis tanaman mulai dari cabai, bawang merah hingga ketela. Menurut petugas Dinas Pertanian Kabupaten Bantul, tanah yang dikelola oleh penduduk setempat adalah milik Sri Sultan Hamengkubuwono X yang kepengelolaannya diserahkan kepada warga. Pembagian lahan dilakukan secara mandiri dan petani bebas menggarap lahan sesuai kapling yang telah ditentukan tanpa dikenakan biaya apapun. “Itu lahan Sultan, tapi selama itu dimanfaatkan oleh petani diselenggarakan selama tidak ada bangunan permanen. Hanya untuk lahan pertanian. Dan sewaktu-waktu dikersakke mau didirikan bangunan, ya harus siap dikembalikan. Hanya mengelola,” ungkap Marjaka selaku Kepala Seksi Padi. Sebelum menjadi lahan produktif, hamparan pasir dibiarkan begitu saja oleh masyarakat setempat karena kering dan gersang. Mereka menganggap pasir tak bisa ditanami sehingga berhektare-hektare lahan terbengkalai. Tak ada yang mengelola. Lahan tersebut baru kemudian digarap dan

Menengok Pantai Samas di Selatan Yogyakarta dimanfaatkan setelah Dinas Pertanian berinisiatif mencampur tanah pasir dengan zeolit untuk menambah unsur hara. “Lahan pasirnya itu tidak terus langsung bisa ditanami. Harus ditambah pupuk organik yang banyak tanah liat zeolit. Ambilnya dari Klaten atau Serang. Itu ditambah (zeolit—red), kalau misalnya diairi nggak (ditambah zeolit, red) langsung habis. Tapi kalau ada organiknya terus zeolitnya dicampurkan baru bisa ditanami,” ungkap Dewi Iriani, petugas Dinas pertanian kabupaten Bantul. Dari sisi produktifitas, medium tanah pasir memang tak sebanding dengan tanah biasa. Namun Kepala Perlindungan Tanaman, Sri Supatmi, mengungkapkan hasil GKP (Gabah Kering Panen) kawasan tersebut mencapai 8,9 ton/hektar beberapa tahun belakangan. Hal tersebut tak lepas dari pengaruh sistem irigasi yang digunakan. Sebab, di daerah pantai yang panas dan berangin kencang, dibutuhkan penanganan khusus untuk menjaga pasokan air agar tanah tidak kering. Caranya dengan membangun sumur renteng atau embung dibangun sepanjang area sawah. Bukan Masalah Baru Meski demikian, ada beberapa masalah yang masih dihadapi masyarakat Pantai Samas. Salah satunya karena lokasi lahan yang digarap untuk persawahan bersebelahan dengan lahan milik perorangan yang digunakan sebagai tambak ikan. Kincir besar yang digunakan di tambak-tambak sering kali dianggap membawa uap yang mengandung garam dan berdampak pada tanaman-tanaman disekelilingnya; panen tidak maksimal. Dewi Iriani mengatakan hal tersebut bukanlah masalah baru. Namun, menurutnya, penyelesaiannya tidak bisa diselesaikan tanpa kerjasama dengan Dinas Perikanan yang juga memeiliki kepentingan pengembangan sektor perikanan di Pantai Samas. Belum jelas seperti apa langkah yang akan dilakukan selanjutnya, yang pasti persoalan masih bergulir di masyarakat. Tentunya, dalam hal ini, pemerintah harus lebih serius memberikan pendampingan dan solusi permasalahan terutama di daerah-daerah pesisir selatan yang sebagian masyarakatnya enggan melaut dan hidup dari sektor perikanan tangkap. Jika tidak, maka masalah klise seperti di atas tidak akan pernah terselesaikan dan kemiskinan di kawasan pesisir selatan tak akan pernah terentaskan.

No 1. XXIV/2016 | Hayamwuruk | 25


PERSPEKTIF LAPORAN UTAMA

Profesi pembuat kapal tradisional bukanlah profesi pilihan pada umumnya. Kebanyakan dari orang-orang yang menjadikan pembuat kapal sebagai cara untuk mendapatkan uang, tidak sama sekali mempunyai gelar di depan atau belakang namanya. Hampir semua dari mereka hanya mengenyam pendidikan sampai jenjang menengah atas saja. Tidak seperti para pria berdasi di balik meja kerja, lelaki yang rata-rata berkulit legam ini mengandalkan otak dan perasaan mereka dalam membuat kapal. Bak seniman yang mempunyai ruh dalam menciptakan karya, para pembuat kapal menaruh jiwanya pada kapal ciptaannya. Aku mereka, semua keahlian tentang membuat kapal didapat dari ilmu turun temurun yang diajarkan orang tua.

Sobirin dan Muaidin

Pembuat kapal di daerah Morodemak, Demak, Jawa Tengah

26 | Hayamwuruk | No 1. XXIV/2016


LAPORAN UTAMA

“Belajar membuat kapal adalah kegiatan belajar tapi dibayar�, kata mereka.

Dengan rutinitas membantu orang tua setelah pulang sekolah, sejak itu pula keahlian dikuasai satu demi satu. Mereka memiliki peran dalam kehidupan nelayan dan juga memiliki andil dalam kehidupan maritim, walau kapal yang mereka buat tak secanggih buatan kapal-kapal mesin di luar sana.

No 1. XXIV/2016 | Hayamwuruk | 27


WAWANCARA LEPAS I Made Andi Arsana:

“Menyelesaikan Batas Maritim itu Tidak Mudah�

K

UNJUNGAN Presiden Joko Widodo ke Natuna akhir Juni lalu menegaskan bahwa pencurian ikan oleh Tiongkok, di wilayah perairan Indonesia, di Natuna. merupkan masalah serius. Walaupun Tiongkok dan Indonesia acap menyatakan tidak ada masalah perbatasan perairan, tetapi insiden penangkapan kapal-kapal nelayan Tiongkok oleh TNI baru-baru ini di perairan Kepulauan Natuna, membuktikan masalah itu nyata. Tiongkok mengklaim perairan Natuna sebagai wilayah tradisional penangkapan ikan mereka. Sebuah sikap yang jelasjelas ditolak oleh Indonesia dengan mengedepankan klaim Zona Ekonomi Eksklusifnya (ZEE). Hal ini lantas membuat orang menengok kembali permasalahan batas maritim di Indonesia dan hukum laut Internasional. Berbagai pertanyaan mencuat seputar sengketa perbatasan yang sebenarnya terjadi di Natuna dan respon pemerintah Indonesia terhadapnya. Untuk mengupas masalah tersebut, reporter Hayamwuruk Hendra Friana mewawancarai I Made Andi Arsana. Dosen Teknik Geodesi Universitas Gadjah Mada dan Peneliti Isu Perbatasan Internasional. Berikut petikannya: Belakangan ini mulai mencuat kembali permasalahan di batas maritim indonesia. Seperti di Natuna, misalnya. Menurut Anda, sudah sejauh mana keseriusan Indonesia dalam menangani isu tersebut? Pertama, kalau kita lihat batas maritim, ini ada dua hal. Batas maritim dengan negara yang memang sudah jelas punya batas maritim dengan kita, ada sepuluh

tetangga: mulai dari India, Thailand, Malaysia, singapura, vietnam, Pilipina, Palau, Papua Nugini, Australia, Timur Leste, itu jelas kita punya batas. Di mana batasnya, apa yang sudah dan apa yang belum itu jelas. Dalam hal ini, Ambalat contohnya, itu kita akui jelas bahwa memang kita punya persoalan dengan Malaysia, karena belum ada batas di situ dan memang perlu ada batas. Itu one thing. Di Natuna, dengan Tiongkok, itu hal yang lain lagi. Secara formal kita nggak pernah, mungkin sudah baca juga di tulisan saya, kita nggak pernah mengakui atau merasa perlu adanya batas dengan Tiongkok. Tapi tiba-tiba kemudian ada persoalan. Jadi, kalau dengan Tiongkok, perspektif Indonesia adalah Tiongkok datang ke ZEE Indonesia menangkap ikan, jadi sederhananya gitu. Persoalannya bukan perlunya sudah ada batas, tidak ada batas atau belum. Bukan itu. Tapi ada negara asing datang ke Indonesia, mengeksploitasi ikan Indonesia. Jadi harus kita respon. Jadi kalu ditanya soal sejauh mana sikap pemerintah Indonesia, sudah bagus menurut saya. Karena bagaimana Indonesia merespon apa yang dilakukan oleh Tiongkok itu menurut saya sudah proporsional. Misalnya: protes ada, aktivitas di lapangan iya, Jokowi datang ke Natuna, menurut saya itu komplet lah sudah. Lalu bagaimana dengan AmbaLat dan yang lainnya? Setahu saya pemerintah sudah melakukan apa yang seharusnya dilakukan, yaitu perundingan. Misalnya dengan Malaysia. Dalam hal ini, yang tadi kalau kita

28 | Hayamwuruk | No 1. XXIV/2016

berbicara Ambalat, Selat Malaka segala macam, kan satu paket tuh dengan Malaysia. Selat Malaka, Laut Tiongkok Selatan, Laut Singapura, Laut Sulawesi, itu sudah dirundingkan sejak tahun 2005, kalau tidak salah 29 kali. Itu termasuk jumlah yang cukup besar. Frekuensi yang cukup tinggi. Itu menunnjukan niat pemerintah untuk segera menyelesaikannya. Itu pertama. Kedua, dengan Malaysia, Indonesia itu membentuk Utusan Khusus Presiden (UKP). Utusan khusus itu adalah ambasador Edi Pratomo. Artinya, kalau dilihat dari perundingan yang sudah ada, sudah sering intesif dilakukan; membentuk utusan khusus, saya kira itu indikasi yang baik lah. Positif, bahwa Indonesia ini berniat untuk mempercepat pelaksanaan delimitasi batas maritim. Hanya saja memang diakui bahwa kecepatan penyelesaiannya belum seperti apa yang diharapkan banyak orang. Karena faktanya, menyelesaikan batas maritim itu memang tidak mudah.

Untuk kasus Natuna, beberapa orang berpandangan bahwa hal tersebut akan serupa dengan Sipadan dan Ligitan. Bisa anda jelaskan mengapa? Ya, kemarin itu banyak yang tanya. Natuna, saya lihat di televisi juga kemarin, mungkin enggak nasibnya akan seperti Sipadan dan Ligitan. Nah, ini perlu dipahami. Konteksnya berbeda. Sebelum kita bicara soal Sipadan dan Ligitan, kita bicara dulu soal konsep kepemilikan pulau atau kedaulatan. Prinsip yang berlaku saat ini, dalam hukum dunia, itu namanya Uti Osidetis Juris. Dalam bahasa sederhana artinya, wilayah atau batas wilayah suatu negara itu mengikuti penjajahnya.


I Made Andi Arsana di Gedung Pusat UGM (Dok. Hayamwuruk)

Jadi apa yang dimiliki Indonesia saat ini, itu dulunya adalah bekas jajahan Belanda. Apa yang menjadi milik Malaysia saat ini, itu adalah Jajahan Inggris. Artinya apa? Kalau dulu Belanda sudah bisa membuktikan pulau mana saja jajahannya, kalau semuanya jelas, maka Indonesia juga akan jelas. Karena apa yang dimiliki Belanda akan otomatis menjadi milik Indonesia. Nah, Sipadan dan Ligitan itu ternyata ”ditemukan” tahun 60-an. Orang baru ngeh sama keberadaanya itu kira-kira ketika Indonesia dan Malaysia ingin menetapkan batas maritim. Tiba-tiba di tengah jalan menemukan pulau. “Ini pula punya siapa?” Kira-kira begitu. Karena kalau pulau ini belum ditentukan punya siapa, maka garis batas maritimnya menjadi tidak bisa ditentukan, kan. Bagaimana garis batasnya kalau pulaunya sendiri belum ditentukan? Nah, kepemilikan ini jadi penting. Tapi waktu itu (Sipadan Ligitan) belum masuk ke peta. Lalu kedua negara menyadari bahwa,

“wah ternyata pulau Sipadan dan Ligitan, itu belum pernah sah masuk ke Indonesia maupun Malaysia”. Begitu awal mulanya ditemukan. Berarti kan sekarang gampang. Kalau misalnya memang Indonesia tidak jelas punya, Malaysia juga enggak ya sudah, kita runut saja ke belakang, ke jaman penjajahan dulu. Kalau nanti terbukti Belanda yang menguasai berarti dikasih Indonesia. Kalau terbukti Inggris yang menguasai pulau itu, berarti dikasih ke Malaysia. Setelah dicari, ternyata masalahnya juga tidak jelas. Belanda ataupun ingris tidak pernah secara formal mengetahui itu bagian dari teritori negara mereka. Begitu ceritanya. Maka kemudian menjadi bingung kan. Oke, dinyatakanlah pulau itu menjadi teranulius, istilahnya. Artinya tak bertuan secara hukum. Karena tak bertuan secara hukum, maka Malaysia dan indonesia mencoba mengklaim. Jadi ini hanya pulau tak bertuan yang keduanya nyoba keberuntunga lah. Kirakira begitu.

Lalu apa yang terjadi setelah berunding-berunding tidak selesai? Kasus itu dibekukan. Artinya, kita tidak usah mikirin ini dulu. Kita bekukan. Nanti kita lanjutkan, kalau hubungannya sudah baik, kita adakan rundingan lagi. Dibekukannya itu tahun 1969. Indonesia dengan Malaysia bersepakat, kalau nanti diaktifkan lagi kasus ini, maka yang dinilai itu adalah sebelum 1969. Itu yang akan dijadikan sebagai tolak ukur untuk menentukan siapa yang berhak punya. Tahun 1994, kalau tidak salah, diaktifkan lagi. Sama, enggak ketemu. Indonesia-Malaysia masih sama-sama ngotot. Maka dibawalah kasus itu ke Mahkamah Internasional. Begitu dibawa ke Mahkamah Internasional, kita enggak berunding lagi nih. Beda cara penyelesaiannya. Setelah kita kasih dokumen ke Mahkamah Internasional, kita nunggu bagaimana nanti Mahkamah memutuskan. Masing-masing negara dipanggil

No 1. XXIV/2016 | Hayamwuruk | 29


WAWANCARA LEPAS kemudian disuruh ngasih argumen segala macam. Argumen Indonesia misalnya, dulu Sipadan-Ligitan itu milik Kesultanan Bulungan. Karena kesultanan bulungan itu bagian dari kalimantan, maka harusnya menjadi milik Indonesia. Tapi ternyata Malaysia punya juga argumentasi lain. Menurut mereka, dulu itu pernah dikelola oleh Kesultanan Sulu. Karena sekarang Sulu menjadi bagian dari Sabah, Serawak segala macam, akhirnya mereka klaim jadi punya Malaysia. Nah, di sini Mahkamah Internasional jadi tidak bisa memutuskan berdasarkan argumentasi masing-masing. Terus di-stop lah. Argumentasi Indonesia tidak diterima, argumentasi Malaysia juga tidak. Karena kalau kita ngomong masalah sejarah, ini sejarah yang mana yang mau dipakai. Cut off nya kapan? Akhirnya pengadilan menetapkan prinsip sendiri, namanya effectivite occuppation. Prinsipnya sederhana: barang siapa terbukti sudah mengelola pulau itu atau memperhatikan pulau itu, ingat ya sebelum 1969, maka pulau itu akan dikasih ke pihak tersebut. Berarti, yang diteliti bukan hanya orang Indonesia, tetapi juga Inggris dan Belanda. Setelah dicek, ternyata Inggris, walaupun mereka tidak mengakui secara sah itu bekas jajahannya, tetapi mereka sudah mendirikan mercusuar di situ, kemudian mengatur tentang pemanfaatan telor penyu, penangkaran burung dan segala macam. Lalu diikuti oleh Malaysia tuh, misalnya menyalakan atau membawa minyak ke mercesuarnya. Itulah yang kemudian membuat mahkamah memutuskan: “Oke, dari penelitian kami ini ternyata Inggris dan Malaysialah yang lebih perhatian kepada Sipadan-Ligitan�. Makanya kemudian, kedaulatannya dikasih kepada Malaysia. Yang kemudian salah dipahami adalah, ini kan dari tadi cerit-

anya Inngris memperhatikan pulau itu, maka pulau itu dikasih ke dia. Sering sekali ada isu begini: kita jangan sampai enggak memperhatikan pulau, nanti diambil orang. Pernah denger kan kaya gitu? Nah, itu adalah cara pemahaman yang salah. Ingat ya, Sipadan dan Ligitan, kenapa dia bisa dimenangkan Malaysia, karena tadinya memang belum ada yang punya. Maka dimenangkan Malaysia. Kalau sekarang pulau Natuna, misalnya, sudah ada yang punya. Walaupun diabaikan, kepemilikannya tidak akan berpindah ke mana-mana. Nah, ini yang kadang-kadang ketakutannya berlebihan.

Bagaimana menurut anda terkait hal tersebut? Saya kira kadang-kadang gapapa juga. Ketakutan itu kan menimbulkan semangat memperhatikan. Tapi sebenarnya kalau memperhatikan konteksnya seperti sekarang, misalnya, orang yang mengerti hukum laut ada yang nanya: untuk apa Pak Jokowi ke sana? Toh Natuna juga milik Indonesia dari dulu. Bukan teranulius. Tidak perlu menunjukan kehadiran di situ hanya untuk mempertahankan kedaulatan. Betul, di satu sisi, kehadiran Jokowi ke Natuna tidak ada kaitannya dengan kedaulatan Indonesia kepada Natuna secara hukum. Tetapi, kalau mau hadir, hadirlah dengan prosperity, dengan Kemakmuran. Karena dengan itulah kita akan membela masyarakat. Sekarang ini bukan lagi dengan security. Tapi di satu sisi sekali lagi saya bilang, Sipadan dan Ligitan itu konteksnya beda. Dulu, itu adalah dua pulau tak bertuan lalu coba diklaim oleh beberapa pihak. Lalu pihak yang mendapat kesempatan adalah yang terbukti sudah merawat pulau itu sejak lama. Dan itu, tidak ada lagi konteks seperti itu di Indonesia sekarang. Bahkan Tiongkok sudah dengan tegas mengata-

30 | Hayamwuruk | No 1. XXIV/2016

kan Natuna adalah milik Indonesia. Jadi agar bisa dipahami, Sipadan dan Ligitan itu konteksnya berbeda sekali. Itu adalah pulau tidak bertuan lalu coba diklaim dan dimenangkan oleh Malaysia, keputusannya di tahun 2002.

Berarti permasalahan yang ada di Natuna hanya batas maritimnya yang diklaim sepihak sama Tiongkok? Ya, betul. Jadi intinya, kalau kita ngomong sederhananya itu, kita semua berpedoman pada UNCLOS (Konvensi PBB tentang Hukum Laut). Misalnya anda negara, saya juga negara, berdasarkan UNCLOS kita bisa mengklaim ZEE 200 mil. Kalau jarak kita kurang dari 400 mil, kita kan enggak mungkin mengklaim masing-masing 200 mil. Pasti terjadi tumpang-tindih. Nah, tumpang-tindih itulah yang harus dibagi dengan prinsp delimitasi batas maritim itu tadi. Sekarang pertanyaannya, apakah Tiongkok memang punya overlapping hak yang menggangu pendirian kita, kan begitu. Berarti untuk mengetahui itu, kita harus ukur jaraknya, dari Tiongkok diukur 200 mil, dari kita juga diukur 200 mil. Nanti tinggal kita lihat, itu tumpang-tindih atau tidak. Saya melihat dari jarak antara titik terdekatnya Tiongkok dengan ZEE kita, itu sekitar 800 mil. Artinya kalau masing-masing negara mengklaim 200 mil, itu kan tidak ada masalah. Tetapi masalahnya menjadi runyam karena tiba-tiba saja, Tiongkok mengeluarkan peta yang menunjukkan klaimnya meliputi Laut Tiongkok Selatan (bagian yang dimiliki Indonesia). pertanyaan, dasarnya apa dia mengklaim? Dasarnya jelas bukan UNCLOS. Karena kan UNCLOS harus jelas, daratannya di mana, dari daratan nanti diukur 12 mil, 200 mil dan seterusnya. Nah, itu kan enggak. Itu tidak berdasarkan UNCLOS tapi itu berdasarkan sejarah. Kasarnya mereka berani mengakui bahwa, oh dari


dih, artinya kita mengakui adanya klaim dia. Maka kalau saya bilang, ya tergantung bagaimana kita melihatnya. Kalau bagi Indonesia sih, soal pulau tidak ada masalah, soal laut pun tidak ada masalah sama Tiongkok, Kan gitu. Kenapa ga ada masalah? loh Tiongkok kan jauh di utara, enggak mungkin dia klaim seperti itu. Tapi kan faktanya kan tidak demikian.

Dok. Hayamwuruk

Menurut anda, sejauh ini, apakah pemerintah Indonesia sudah melaukan tindakan yang tegas? Sekali lagi, karena kita menganggap ini pencurian ikan, kita tidak mandang itu terjadi di daerah tumpang-tindih; bahwa Tiongkok juga berhak. Kita enggak mandang begitu. Karena apa? Klaimnya enggak jelas dasarnya, maka itu adalah illegal fishing. Tentu saja respon kita juga seperti merespon Iillegal fishing dong. Ditangkap, lalu kapalnya dibawa ke Indonesia. Hal semacam itu menurut saya sudah dilakukan, dan kalau tidak salah, saya sudah membaca hal itu juga.

dulu memang ini teritorial saya. Karena ini tidak berdasarkan UNCLOS, kita protes. Tapi dia sendiri kan bersikukuh atas hal itu, menggunakan yang disebut dengan nine dust line, garis putus-putus yang ada di peta. Nah, secara hukum, ada tidak garis putus-putus yang sembilan itu? Menurut Indonesia tidak ada. Jadi kita tidak akan mengakui itu. Tapi, kenyataanya nelayan mereka kan datang ke daerah natuna. Kalau kita plot, mereka itu kan selalu datang ke kawasan ZEE kita. Bagi kita itu ZEE kita, tapi bagi mereka kan itu dipinggir-pinggir klaim batas mereka. Artinya, meskipun secara hukum klaim itu enggak ada, tapi

nyatanya Tiongkok pakai kok, iya kan? Buktinya nelayan mereka ada di situ, menggunakan klaim garis itu. Nah, makannya kan saya punya analisis sendiri. Ok lah, saya anggap nine dust line itu ada, lalu sampai di mana dia, lalu saya coba sambung dan tumpang-tindihkan dengan line kita. Jadi nanti akan ketemu di situ ruang tumpang-tindih. Itu analisis saya. Jadi balik ke pembicaraan kita yang tadi. Pulau enggak ada masalah, tetapi ada tumpangtindih. Tumpang-tindih pun juga harus hati-hati. Kalau bicara sama orang hukum, dia bilang enggak ada tumpang-tindih. Karena begitu kita mengakui adanya tumpang-tin-

Menurut anda, kedepannya seperti apa masalah di Laut Tiongkok Selatan ini akan bergulir? Saya belum bisa berspekulasi, tapi yang jelas, sekarang protes harus dilakukan karena mereka melanggar. Kemudian kehadiran di lapangan harus ditingkatkan. Misalnya patroli. Itu saja saya kira. Kalau melanjutkan ke Mahkamah Internasional rasanya mungkin belum waktu yang tepat. Kenapa begitu? Karena kalau kita ajukan ke Mahkamah Internasional atau pengadilan lain, kita kan lepas kendali terhadap kasus itu. jadi kita cukup menulis pandangan kita terhadap kasus itu. kita serahkan kepada hakim. Hakim itu kan menilai murni berdasarkan dokumen yang kita serahkan. Dalam hubungan dengan Tiongkok, langkah apa aja kira-kira

No 1. XXIV/2016 | Hayamwuruk | 31


WAWANCARA LEPAS yang harus diambil? Kalau Indonesia dengan Tiongkok, saya kira Indonesia saya kira sudah selayaknya untuk tegas. Tapi ketegasannya saya kira sudah cukup lah ya. Pak Jokowi sudah memimpin rapat di KRI Imam Bonjol, itu bagi saya adalah sebuah tune yang semua negara harus melihat ini sebagai satu kepedulian. Satu pembelaan terhadap kedaulatan. Apa yang dilakukan sudah cukup lengkap menurut saya. Berunding, memperjelas, kemudian sikap pemimpin yang clear. Itu saya kira sudah OK lah. Nah, terus langkah kedepan apa? Langkah kedepan ya mempercepat proses. Dialog. Saya masih sangat percaya dengan dialog. Bahwa pak Jokowi sekali waktu harus naik kapal perang untuk menunjukkan eksistensi itu ok. Karena ya kita juga memang harus show up power sometimes. Tapi jika itu menjadi yang utama, menjadi salah kita. Artinya kita sedikitsedikit mengandalkan pendekatan model begitu. Kita nanti dianggap tidak begitu peacefull. Itu sih yang saya lihat. Sudah cukup bagus apa yang dilakukan oleh Presiden. Tetapi sekarang kan harus diterjemahkan tuh, kehadiran presiden di Natuna oleh menteri kelautan bagaimana diterjemahkannya, oleh Bapennas bagaimana dan sebagainya. Karena beliau mengatakan tidak membahas sedikitpun tentang perang, kan? Tidak sedikitpun membahas tentang masalah Laut Tiongkok Selatan yang ada. Yang beliau bilang adalah Natuna harus kita bangun, kan gitu. Jadi sinyal yang dikirim itu tidak sama sekali bermusuhan. Natuna harus kita bangun, harus kita bangun gali potensi ekonominya. Jadi bagi saya secara hukum dia tidak bisa dijerat dalam arti memprovokasi. Orang dia memang rapat kok di kedaulatannya sendiri. Seperti apa definisi pulau yang

bisa diklaim sebagai titik menentukan batas maritim? Ada terminologi khusus. Ada pulau, ada karang dan ada elevasi pasut atau Low tide elevation (LTE). Kalau pulau jelas lah definisinya apa, ada 4: natural reform land, surroundead by water, about high tight (selalu di permukaan pasang), dan Can sustain human habitation (bisa mendukung kehidupan manusia). Jadi itu pulau itu berhak atas 12 mil, 200 mil dan seterusnya. Tapi kalau karang itu yang terakhir tidak dapat dia. Karena cannot sustain human habitation. Jadi kalau misalnya objeknya seperti itu tapi tidak bisa membangun kehidupan manusia, itu artinya karang. Kalau karang, lautnya hanya dapat 12 mil. Kalau yang lain, low tide elevation (objek yang tenggelam ketika air pasang muncul ketika air surut) itu bukan pulau. Nah Low Tide Elevation itu secara umum tidak bisa digunakan sebagai titik untuk mengklaim laut, tetapi dia bisa digunakan kalau lokasinya itu dalam laut teritorial. Sejauh ini ada berapa negara yang sudah menyepekati batas maritim dengan Indonesia? Di Asia Tenggara, sebenarnya hampir semuanya sudah ada penetapan. Misalnya Thailand, sudah ada sejak tahun 1970-an. Kemudian Singapura dan Malaysia. Kalau boleh saya bilang selesai itu Singapura. Tapi Singapura itu kan begini sebenarnya: ada garis dengan singapura nih misalnya, tapi kan ujung barat dan ujung timurnya ini harus disambung batasnya dengan Malaysia. Jadi tetap saja nanti ada segmen kecil di situ yang perlu dirundingkan bertiga. Antara Indonesia-Singapura, IndonesiaMalaysia dan Malaysia-Singapura. Istilahnya Three Junction Point. Tapi itu hanya di titik ujung Barat sama Timurnya. Itu kalau yang dengan Asia Tenggara. Thailand sudah ada tapi be-

32 | Hayamwuruk | No 1. XXIV/2016

lum rampung. Malaysia, tadi saya katakan juga belum rampung. Vietnam, batas dasar lautnya (landas Kontingen) sudah selesai. Tapi airnya (ZEE) belum. Kasarnya gini lah, kalau kita bicara minyak dan gas, itu sudah dibagi. Tapi kalau kita bicara ikan, belum dibagi. Kira-kira begitu. Kalau dengan Filiphina, itu terbalik. ZEE-nya sudah, landas kontingennya yang belum. Kemudian yang lain, yang belum sama sekali itu Timor Leste—kalau mau menganggap Timor Leste adalah Asia Tenggara, meskipun belum masuk Asean— dan Kepulauan Palau. Ya, itu belum ada garis batas sama sekali. Tetapi indonesia sudah mulai perundingan. Sudah cukup lama. Bahkan dengan Timor Leste, yang saya lihat, presiden kita sudah bertemu dengan PM Timor Leste untuk mempercepat prosesnya. Dengan Australia? Dengan Australia garis batasnya sudah selesai. Walaupun dengan Australia itu cukup kompleks ya. Kita mulai kan tahun 1970-an. Yang dibagi dasar lautnya dulu, lalu air laut dibagi tahun 1997. Tapi garis yang membagi air laut dan dasar laut itu berbeda, sehingga ada ruang di sana. Kalau yang untuk pembagian air laut itu pakai garis tengah, tapi kalau pembagian dasar laut itu lebih dekat dengan Indonesia. Maka kemudian ada ruang di mana yang dasar lautnya itu punya Australia, tapi airnya punya Indonesia. Jadi sudah selesai. Tetapi kalau ditanya soal


aspek legal, sudah diratifikasi atau belum, nah, ada satu perjanjian yang belum diratifikasi. Perjanjiaan yang tahun 1997 itu sudah disepakati tetapi belum diratifikasi. Jadi ibaratnya belum masuk ke dalam hukum indonesia, begitu. Tapi dalam dalam konteks internasional indonesia dan australia diangap sudah selesai dalam hal ini, karena sudah ditandatangani dan disepakati garisnya di mana.

Artinya tidak akan ada lagi klaim sepihak meskipun belum diratifikasi? Tidak ada. Tidak boleh. PR-nya sekarang adalah masingmasing negara itu meratifikasi. Jadi meyakinkan parlemen masingmasing untuk kemudian mengakui itu sebagai bagian hukum nasional. Dalam undang-undang biasanya. Apa kerugian atau dampak secara langsung jika batas maritim belum ditentukan atau belum jelas? Ada beberapa. Kalau secara umum kan berarti kita belum tau sampai di mana batasan hak dan

kewajiban kita. Itu intinya. Hak, misalnya, sumber daya alam, katakanlah ikan. Tapi kan umumnya begini: belum ditetapkannya batas itu bukan berarti tidak ada garis. Masalahnya adalah, belum ditetapkan batas tetapi masing-masing negara sudah punya garis usulan. Garis saya misalnya sebagai negara A di sebelah situ, lalu garis anda di sebelah sini (lebih jauh ke arah saya). Maka kemudian terjadilah ruang yang masing-masing kita klaim, ada tumpang-tindih. Apa artinya tumpang-tindih klaim itu? potensi konflik dong. Nelayan saya akan datang ke situ karena ingin menegaskan batas wilayah. Nelayan negara lain juga akan datang ke situ sehingga akan terjadi keributan yang tidak perlu. Kemudian, sangat rawan insiden karena saya akan punya patroli di situ. Sementara negara tetangga akan juga punya nelayan atau patroli di situ. Sehingga akan ada saling tangkap, saling usir dari segi hak pemanfaatan. Kedua dari sisi kewajiban. Sampai di mana sih sebenarnya kalau misalkan, katakan ada polusi atau pencemaran di situ, siapa yang

Ilustrasi Peta Laut Tiongkok Selatan Oleh I Made andi Arsana

punya tanggung jawab dan sampai di mana tanggung jawabnya? Itu kan kalau belum jelas akan menimbulkan persoalan baru. Terus yang lainnya, manajemen lah. Pengelolaan. Itu juga akan berpengaruh pada good order kawasan tersebut.

Pengaruhnya dengan hubungan bilateral? Tentu saja berpengaruh pada hubungan bilateral, hubungan antar pemerintah. Kalau di Asean misalkan, batas yang belum selesai di negara Asean itu berpotensi mengganggu soliditas Asean. Sehingga kemudian, kalau saya secara politik bisa membayangkan, situasi itu tidak akan positif jika kawasan itu akan menghadapi kekuatan lain. Misalnya ketika Asean harus menghadapi Tiongkok. Jika di Asean sendiri menghadapi persoalan yang belum selesai ini, belum selesai itu, masih sengketa ini sengketa itu, tentu kita tidak bisa satu suara ketika menghadapi Tiongkok. Itu sih yang saya lihat kerugiannya. Berapa persentase penetapan batas maritim yang sudah selesai di Asia Tenggara? Saya tidak berani bilang persentase. Karena misanya, walaupun di Asia Tenggara sudah dilakukan penentapan batas, hanya ada dua negara yang belum, tapi kan yang delapannya belum tuntas juga. Misalnya dengan Malaysia, sudah belum? Sudah, tahun 1969. Tapi sekarang masih banyak masalah, kenapa? Karena belum selesai-selesai tuh batas airnya. Jadi menurut saya, kalau kita melihat persentase, saya belum berani mengatakan berapa persen sudah selesai. Tetapi kita telah menetapkan atau sudah pernah menetapkan batas maritim dengan 8 tetangga dan menghasilkan 19 perjanjian. Yang belum 2 tetangga, Palau dan Timur leste. Tetapi apakah kemudian itu menunjukan dengan negara lain sudah beres, belum tentu juga.

No 1. XXIV/2016 | Hayamwuruk | 33


ARTIKEL UTAMA

JANGAN BERPIKIR DIKOTOMIS UNTUK MEMBANGUN NEGARA MARITIM INDONESIA Oleh: Prof. Dr. Singgih Tri Sulistiyono, M.Hum Keberadaan Indonesia saat ini sebagai negara maritim masih terus diperdebatkan. Meskipun dalam tataran wacana sudah banyak elite politik yang memiliki ‘goodwill’, namun dalam praktik kebijakan belum menunjukkan tanda-tanda yang jelas terkait dengan arah pembangunan Indonesia di masa yang akan datang. Hal itu menunjukkan bahwa Indonesia masih berada di dalam persimpangan jalan antara pembangunan menuju negara maritim dan negara agraris. Ketidakjelasan arah pembangunan Indonesia juga bersumber dari ketiadaan landasan konseptual dan legalitas yang jelas. Landasan pola pikir dan konseptual yang belum jelas menyebabkan strategi untuk membangun Indonesia sebagai negara maritim juga menghadapi persoalan. Salah seorang pakar Hukum Laut Internasional senior, Hasyim Djalal, pernah menyataka bahwa hingga kini Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia belum mampu menjadi negara maritim dengan indikator bahwa Indonesia belum mampu memanfaatkan potensi sumberdaya yang ada di laut.1 Pemahaman yang keliru terhadap hakekat negara maritim juga menyebabkan timbulnya pemikiran yang dikotomis yang mempertentangkan antara kehidupan agraris dan maritim. Pola pikir yang dikotomis dan hitam-putih justru menjadi salah satu penyebab pengelolaan sumberdaya baik darat maupun laut yang melimpah menjadi tidak optimal yang berujung pada ketidakmandirian bangsa dan negara Indonesia. Indonesia menjadi bangsa miskin yang hidup di negeri kaya. Berdasarkan potensi geografis dan fakta historis, dapat dikatakan bahwa semestinya Indonesia bisa menjadi negara maritim yang besar dan kuat. Namun demikian untuk membangun negara maritim yang kuat harus didukung paradigma maritim yang kuat pula dalam proses pembangunan nasional yang mensinergikan atau mengintegrasikan pembangunan pulau (darat) dan laut. Sudah barang tentu hal ini terkait erat dengan cara pandang atau wawasan terhadap diri dan lingkungannya sebagai negara maritim. Sebetulnya pemerintah sudah pernah berusaha untuk merumuskan wawasan kemaritiman. Wawasan kemaritiman diawali dengan Deklarasi Djoeanda 13 Desember 1 Lihat “Pakar: perlu membangun strategi maritim yang berdaulat”, dalam: http://www.antaranews.com/berita/297480/pakar--perlumembangun-strategi-maritim-yang-berdaulat (Dikunjungi 20 Mei 2016)

34 | Hayamwuruk | No 1. XXIV/2016

1957. Dalam Deklarasi Djoeanda dirumuskan:

“segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk dalam daratan Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas dan lebarnya, adalah bagian yang wajar dari wilayah daratan Negara Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian daripada perairan pedalaman atau perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan Negara Republik Indonesia. Penentuan batas laut 12 mil yang diukur dari garis- garis yang menghubungkan titik terluar pada pulau-pulau Negara Republik Indonesia akan ditentukan dengan Undang-Undang”. 2

Pada masa pemerintahan Orde Baru dirumuskanlah konsep Wawasan Nusantara.3 Wawasan nusantara didefinisikan sebagai cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan bentuk geografinya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam pelaksanannya, wawasan nusantara mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargai kebhinekaan untuk mencapai tujuan nasional. Dengan kata lain, wawasan nusantara merupakan cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri sendiri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara, untuk mencapai tujuan nasional.4 Jika dicermati secara detail, rumusan-rumusan baik yang ada di dalam Deklarasi Djoeanda maupun dalam Wawasan Nusantara ternyata serasa kurang “menggigit”. Artinya tekanan visi kelautan belum begitu terasa. Dalam Deklarasi Djoeanda disebutkan: “segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk dalam daratan Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas dan lebarnya, adalah bagian yang wajar dari wilayah daratan Negara Republik Indonesia...”.

Dari rumusan itu jelas kelihatan bahwa paradigma negara daratan atau negara kontinental masih

2 Untuk teks lengkap Deklarasi dapat dilihat pada Munadjat Danusaputro, Wawasan Nusantara (dalam Ilmu, Politik & Hukum) (Bandung: Alumni, 1979), hlm. 143-145. 3 Singgih Tri Sulistiyono, “National Interest and International Pressure: Decolonization on the Law of The Sea in the Post-independence Indonesia”, makalah dipresentasikan pada the ENCOMPSS Conference ‘States of Transition: Modernization, Performance and Meaning of State and Authority in the Era of Decolonization (Medan, Indonesia: 6-8 January 2009). 4 Ermaya Suradinata, Hukum Dasar Geopolitik dan Geostrategi dalam Kerangka Keutuhan NKRI (Jakarta: Suara Bebas, 2005), hlm. 12-14.


kuat jika dibandingkan dengan paradigma negara maritim. Di situ tertulis dengan jelas bahwa laut-laut yang dimiliki oleh NKRI masih dipandang sebagai ‘bagian yang wajar dari wilayah daratan Negara Republik Indonesia”. Hal ini tidak mengherankan karena pada waktu itu konsep ‘archipelagic state’ diterjemahkan dengan ‘negara kepulauan’, yang berarti negara yang memiliki wilayah yang terdiri dari banyak pulau yang ditengah-tengahnya adalah wilayah laut. Dengan demikian jelas kelihatan bahwa eksistensi laut-laut yang ada hanya dipandang sebagai suplemen dari wilayah darat. Kemajuan yang sedikit berarti memang telah dicapai dengan dirumuskannya Wawasan Nusantara yang tercakup dalam Ketetapan MPR Nomor IV/ MPR/1973 tanggal 22 maret 1973, TAP MPR Nomor IV/MPR/1978 tanggal 22 maret 1978 tentang GBHN, dan TAP MPR nomor II/MPR/1983 tanggal 12 Maret 1983. Dalam konteks itu wilayah daratan dan wilayah lautan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dengan demikian ada cara pandang yang seimbang dalam melihat wilayah daratan dan lautan. Untuk membangun Indonesia ke depan sebagai negara maritim yang kuat diperlukan paradigma maritim yang kuat. Dalam hal ini konsep ‘archipelagic state’ tidak perlu diterjemahkan sebagai negara kepulauan dengan pengertian sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, tetapi harus diterjemahkan sebagai negara laut atau negara maritim, yaitu negara yang wilayah utamanya terdiri dari laut yang di dalamnya terdapat pulau-pulau.5 Dengan demikian wilayah laut Indonesia bukan merupakan bagian dari wilayah daratan sebagaimana yang termaktub dalam Deklarasi Djoeanda. Wawasan Nusantara yang memandang lautan dan daratan sebagai kesatuan yang seimbang juga masih kurang tegas. Cara pandang itu harus diputar 180 derajad, bahwa wilayah daratan (kepulauan) hanya merupakan bagian dari wilayah laut dari negara maritim Indonesia. Dalam konteks ini, pembangunan wilayah daratan (pulau-pulau) hanyalah merupakan sebagian kecil saja pambangunan wilayah negara maritim Republik Indonesia karena sekitar 80 persen lebih wilayah Indonesia berupa laut. 5 Hal ini sesuai dengan pendapat Lapian yang menyatakan bahwa antara konsep kepulauan dan archipelago memiliki perbedaan yang fundamental. Istilah archipelago berasal dari bahasa Italia pada masa Abad Pertengahan, archipelagos, yang berasal dari kata archi, yang berati paling utama dan pelagus yang berarti laut. Dengan demikian makna archipelago bukanlah merupakan ‘sekumpulan pulau’ atau ‘a group of islands’ tetapi ‘hamparan perairan laut yang di dalamnya terdapat pulau-pulau’ atau ‘a body of water containing islands’. Dengan demikian menurut Lapian konsep negara kepulauan untuk Indonesia harus mengacu kepada makna yang ke duayaitu Indonesia sebagai negara laut atau negara maritim, bukan sebagai negara kepulauan dalam pengertian sebagai ‘islands state’. Lihat A.B. Lapian, ‘Laut, pasar, dan komunikasi antar-budaya’, paper dipresentasikan pada Kongres Sejarah Nasional 1996 (Jakarta: 1996), hlm. 1.

Paradigma maritim atau mungkin bisa disebut juga sebagai visi kemaritiman atau kelautan sebagaimana yang digambarkan di atas akan mempengaruhi cara mendefinisikan negara Indonesia sebagai negara maritim. Selama ini banyak orang yang berpikiran dikotomis yang mempertentangkan aspek daratan dan lautan. Padahal sesungguhnya membangun Indonesia seharusnya berarti membangun sektor kemaritiman. Membangun daratan di pulau-pulau dengan sendirinya merupakan bagian kecil dari pembangunan negara maritim Indonesia. Dengan demikian perlu cara berpikir yang integratif yang mensinergikan antara aspek kelautan dan pulau sebagaimana yang pernah dilakukan oleh negara-negara maritim besar dalam sejarah Indonesia. Dalam hubungan ini, definisi negara maritim yang cocok untuk Indonesia adalah sebuah negara yang mampu membangun kekuatan maritimnya (seapowers) baik di bidang pelayaran dan perdagangan (mechant shipping), kekuatan pertahanan dan keamanan maritim (maritime figting instruments), dan kemajuan teknologi kemaritiman (maritime technology) untuk dapat memanfaatkan potensi yang dimilikinya secara sinergis (laut dan darat) dalam kerangka dinamika geopolitik guna mencapai kemakmuran dan kejayaan bangsa dan negaranya. Dengan kekuatan maritim (maritime powers) itu negara maritim Indonesia akan mampu mendayagunakan secara optimal baik potensi yang dimilikinya sendiri, yaitu potensi sumber daya alamiah (natural resources) baik yang berupa pulau maupun laut, sumber daya manusia (human resources), sumber daya pemerintahan (political resources), dan sumber daya budaya (cultural resources), maupun potensi yang lahir dari lingkungan geopolitik strategis yaitu dengan memanfaatkan lingkungan strategis guna mencapai kejayaan bangsa dan negara. Dalam hal ini perlu diingat kembali sebagai negara maritim, wilayah NKRI sebagai wadah sekaligus isi berupa lautan yang di dalamnya ada pulau-pulau. Sebagaimana kerajaan-kejayaan maritim besar di Nusantara, mereka memproduksi berbagai komoditi di pulau-pulau terutama ditujukan untuk kepantingan perdagangan maritim internasional, di samping tentu saja untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Paradigma maritim sebagaimana yang diuraiakan di atas harus diterjemahkan dan diejawantahkan dalam bidang politik, hukum, pemerintahan, dan sistem pertahanan dan keamanan. Dengan kata lain sistem politik, hukum, pemerintahan, dan pertahanan serta keamanan nasional harus diorientasikan kepada pembangunan Indonesia sebagai negara laut. Oleh sebab itu jangan berpikir dikotomis jika ingin membangun Indonesia sebagai negara maritim yang besar di masa yang akan datang.

No 1. XXIV/2016 | Hayamwuruk | 35


BUDAYA

Dok. Hayamwuruk

K

ita mungkin sering mendengar “Jatinegara� sebagai salah satu daerah yang cukup terkenal di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Tetapi, bagaimana dengan Jatinegara Kaum? Beberapa penduduk asli Jakarta, mungkin sudah sangat kenal dan tahu betul dengan Jatinegara Kaum, lain halnya dengan orang-orang luar Jakarta yang merasa agak asing ketika mendengarnya. Lebih dekat dan mendalam daripada itu, Jatinegara Kaum ternyata memiliki pesona dan keunikan yang jarang dimiliki oleh daerah-daerah lain di Jakarta.

Riwayat Sunda di Jatinegara Kaum

Oleh: Resza Mustafa & Suci Rahayu

Mulai dari nuansa sejarah, budaya, adat-istiadat, hingga bahasa yang digunakan masyarakatnya. Sangat mengagumkan dan akan terasa rugi bila fenomena keunikan dan sejarah yang dimiliki Jatinegara Kaum tidak banyak diketahui oleh generasi muda saat ini, terutama warga Jakarta sendiri.

Sejarah Keberadaan Kampung Jatinegara Kaum Kampung Jatinegara Kaum memiliki sejarah panjang yang sangat menarik untuk diperhatikan. Sebagai salah satu daerah tertua yang ada di Jakarta, tempat ini telah

36 | Hayamwuruk | No 1. XXIV/2016

menjadi saksi bisu atas jatuh-bangun dan pergulatan hidup manusia yang terjadi bukan dalam kurun waktu yang sebentar. Pada abad ke-16 M, Jakarta lebih dikenal dengan nama Jayakarta karena pendudukan Pengeran Jayakarta. Ketika itu, bumi Jayakarta mulai mengalami masalah keamanan dan kenyaman pasca datangnya Belanda (VOC). Banyak pertentangan yang terjadi hingga menyebabkan perang besar antara pihak Pangeran Jayakarta dan VOC yang dipimpin oleh Janz Pieterszoon Coen. Pangeran Jayakarta dan


Raden Manaf Triadi

bala tentaranya dipukul mundur oleh VOC hingga meninggalkan tanah mereka menuju ke arah timur, dekat tenggara kota yang merupakan kawasan hutan pohon jati. Di tempat pelarian ini, Sang Pangeran lalu membuka hutan untuk dijadikan tempat pemerintahan sekaligus pembuktian bahwa pemerintahannya masih berjalan. Selanjutnya ia menyebut daerah ini dengan nama Jatinegara yang berarti negara yang sejati atau pemerintahan yang sejati. Lama-kelamaan sebutan itu meluas, dibarengi dengan meluasnya daerah tersebut. Dan untuk membedakan Jatinegara lama dengan Jatinegara hasil pengembangan kota, maka Jatinegara lama disebut Jatinegara Kaum. Jatinegara dapat diartikan sebagai suatu komunitas masyarakat yang berada di tengah hutan jati. Menurut Raden Junaidi selaku Ketua Rukun Warga di

sana, kata “Kaum” dapat diartikan daerah yang dihuni oleh keluarga dan keturunan Pangeran Ahmad Jakerta, Raden Sake, dan Raden Sanghyang. Disebut Jatinegara Kaum karena di sana terdapat “Kaum”. Dalam hal ini, rupanya kata “Kaum” diambil dari bahasa Sunda, yang berartikan tempat tinggal penghulu agama beserta bawahannya. Sampai tiga puluh abad yang lalu, penduduk Jatinegara Kaum umumnya juga berbahasa Sunda. Mereka tepatnya berasal dari Banten. Menurut informasi salah satu penduduk beretnis Cina yang telah lama tinggal di sana, dulunya nama Jatinegara Kaum sebenarnya tidak dikenal, yang dikenal adalah Kampung Dalem. Sebutan “Dalem” merujuk pada bangunan keraton atau tempat bermukimnya para pembesar kerajaan. Hal ini dihubungkan dengan peristiwa pengasingan Pangeran Jayakarta beserta para prajurit dan pengikutnya. Sementara, Jatinegara dalam administratif kota, oleh VOC lebih dikenal dengan nama Meester Cornelis. Stasiun dan Pasar Jatinegara sering disebut Stasiun dan Pasar Mester. Selain itu disebut juga sebagai Kampung Keramat karena dulunya tidak bisa didiami oleh orang luar (kaum pendatang). Hanya rumpun dari Pangeran Jayakarta sendiri lah yang mampu mendiami daerah tersebut. Konon, orang Belanda jika melewati Jatinegara Kaum harus berhati-hati. Apabila sedang menaiki kereta kuda, maka kudanya harus dituntun. Kalau tidak, keretanya akan terbalik. Pada pendudukan Jepang, rumpun atau tanah yang dulunya pernah menjadi wilayah kekuasaan Pengeran Jayakarta tidak ada yang terkena wajib romusha. Daerah Jatinegara Kaum juga merupakan salah satu daerah yang tidak pernah sekalipun digeledah oleh tentara Jepang.

Bahasa dan Masyarakatnya Banyak yang mengetahui Jayakarta sebagai nama kota Jakarta setelah Sunda Kelapa dan sebelum Batavia. Namun tidak banyak yang mengetahui secara jelas, darimana asalusul nama Jayakarta digunakan. Jayakarta sendiri, diambil dari nama Pangeran Jayakarta Wijayakrama yang berasal dari kerajaan Banten. Pangeran Jayakarta Wijayakrama adalah seorang anak dari hasil perkawinan antara Tubagus Angke dengan Putri Maulana Hasanuddin yang bernama Ratu Pembayun. Setelah dewasa Pangeran Jayakarta menikah dengan seorang putri Pangeran Padjajaran (Sunda) yang juga dijuluki Ratu Pembayun, sama seperti nama dari ibunya. Para prajurit dan pengikut dari Pangeran Jayakarta merupakan prajurit yang berasal dari Cirebon, Demak, serta Banten. Setelah kota Jayakarta jatuh ke tangan kompeni Belanda, mereka (Pangeran Jayakarta beserta para prajurit dan pengikutnya) berbondong-bondong mengungsi dan pindah ke Jatinegara Kaum dengan membawa serta istri dan anak-anaknya. Dari keterangan tersebut, kita dapat melihat dan memperkirakan bahwa sebenarnya ada sedikit keterlibatan dari beberapa daerah seperti Cirebon, Demak, Banten, dan Sunda (Padjajaran). Jika benar Pangeran Jayakarta dan bala tentara maupun pengikutnya merupakan cikal bakal dan nenek moyang dari penduduk Jatinegara Kaum sekarang, tentunya penduduk asli bukan saja dari Banten melainkan bisa juga berasal dari Cirebon, Demak, maupun Sunda (Padjajaran). Meski demikian, yang unik dari Jatinegara Kaum adalah penggunaan bahasa masyarakatnya yang menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa ibu dalam kesehariaannya.

No 1. XXIV/2016 | Hayamwuruk | 37


dan tidak boleh benar-benar dibuka kepada siapa saja termasuk saudarasaudara maupun keturunannya. Meski demikian dikeramatkan, eksistensi bahasa sunda di Jatinegara Kaum ternyata tidak mampu bertahan dengan baik. Hal ini dikarenakan keberadaannya di kawasan luar selain dari kawasan asal bahasa sunda (tanah Pasundan). Keberadaan bahasa sunda Jatinegara Kaum yang berada di tanah Betawi, tentu sedikit banyak telah membawa pengaruh. Seiring berkembangnya zaman, setiap sudut tanah Betawi lama-kelamaan dihuni oleh beragam etnis penduduk dengan latar belakang budaya dan adat yang berbeda, tak terkecuali di kampung Jatinegara Kaum. Bercampurnya beragam etnis penduduk, baik dari penduduk kaum pendatang maupun penduduk asli telah mengubah kultur

Dalam hal penggunaan misalnya, kini bahasa sunda di Jatinegara Kaum telah mengalami penurunan. Raden Manaf Triadi mengatakan, sekarang ini presentase dari penggunaan bahasa Sunda di kampung Jatinegara Kaum menurun “Dari generasi-generasi yang

lingkungan dan kehidupan bermasyarakat yang ada sebelumnya, termasuk kultur bahasa. Bahasa sunda di Jatinegara Kaum yang dulunya digunakan setiap hari oleh penduduk asli kampung, telah terpengaruh dan mengalami banyak perubahan.

sampai ke sekarang, artinya sampai generasi di bawah saya lah. Masih menggunakan bahasa sunda, cuma emang udah agak hilang”. Hal ini juga terlihat dari intensitas penggunaan bahasa Indonesia yang lebih banyak digunakan ketimbang bahasa sunda. “Udah

38 | Hayamwuruk | No 1. XXIV/2016

Dok. Hayamwuruk

Seperti yang diungkapkan oleh Raden Manaf Triadi. Penulis buku “Sejarah Pangeran Jayakarta” dalam wawancara hangatnya bersama Tim Hayamwuruk, mengatakan, “Emang dari jaman dulunya bahasa ini (Sunda) menjadi suatu hal yang turun-temurun mulai dari sesepuh Raden Jayakarta sendiri. Keturunannya sampai jaman sekarang ini menggunakan dialek bahasa Sunda. Kakek dengan cucu bahasanya sunda. Bapak dengan anak bicaranya sunda. Ibu dengan anak, temen dengan temen bicaranya sunda”. Ia juga menambahkan, bahwa dalam perkembangannya bahasa Sunda di Jatinegara Kaum telah berkembang dalam lingkup yang sangat luas di lingkungan sekitarnya. “Perkembangan penggunaan bahasanya luas, dan banyak ya. Karena memang audah dari jaman dulunya, dalam aktivitas keseharian, umpamanya mau makan memakainya dahar. Terus mau nanya pergi ke mana penggunaannya ‘are’ ka mana sia?’ Emang salah satu contohnya gitu. Cuma memang bahasa sundanya, bahasa kasar.” Bahasa Sunda sebagai bahasa ibu di Jatinegara Kaum memang sudah mendarah daging dari para sesepuh hingga ke para generasi sekarang. Adalah sesuatu yang aneh jika orang Jatinegara Kaum dalam kesehariannya tidak berbahasa sunda. Karena jika ditelaah dari segi sejarah, masyarakat Jatinegara Kaum telah terikat oleh wejangan atau pesan dari Pangeran Jayakarta yang harus ditaati. Jika tidak, maka mereka akan terkena tulahnya. Wejangan atau pesan dari Pangeran Jayakarta tersebut salah satunya adalah agar menggunakan bahasa sunda dalam keseharian. Hal ini terdapat dalam perkataan wasiat pada saat pangeran Jayakarta akan meninggal dunia pada tahun 1060 H. Perkataan berupa wasiat rahasia ini dikeramatkan,

Jatinegara Kaum merupakan komunitas dari suatu masyarakat yang menamakan komunitasnya sebagai orang Jakarta asli tapi tidak mau disebut sebagai orang Betawi, karena bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa sunda dan mereka mendaku sebagai keturunan dari Pangeran Jayakarta yang sangat dekat hubungannya dengan kesultanan Banten.


BUDAYA ciri khas tersendiri. Kalau dibandingkan Bandung yang agak lemes, ya. Tasik, Bogor, bahkan Banten itu pun sundanya masih sedikit berbeda. Punya bahasa dialegnya sendiri. Jadi, kalau Jatinegara Kaum ini ada kemiripan lah dengan Banten”, imbuhnya. Penjelasan ini setidaknya menguatkan indikasi bahwa masyarakat Jatinegara Kaum masih memilki hubungan sedarah atau tali persaudaraan jauh dengan masyarakat Banten. Hubungan yang bisa dilihat melalui penggunaan bahasa dan permukaan sejarah. Sementara itu, Drs. Hendarto Supatra yang merupakan salah seorang dosen dan ahli linguistik di Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro, mengungkapkan keselarasan fakta tersebut. Baginya dalam kacamata ilmu linguistik, fakta penggunaan bahasa semacam itu bisa ditilik lewat teori variabel sejarah. “Akan sangat wajar terjadi realita sedemikian rupa. Sama seperti yang sudah diungkapkan Pak Alwi ketika mencari penyelesaian dalam studi kasusnya terhadap Jatinegara Kaum. Apa itu? Ya, melalui sejarah”, tuturnya. Dosen yang akrab disapa Mas Hen ini, justru merasa bahwa fakta tersebut akan menjadi lebih istimewa jika keberadaannya bisa diikuti juga oleh eksistensinya Hanya saja, eksistensi yang diharapkan tersebut memang dalam realitanya kurang mendukung. “Kalau sampai saat ini, sampai pada generasi mudanya itu dalam kehidupan sehari-hari, dalam berbagai even misalnya pesta, kemudian juga ritual-ritual apa, atau dalam kehidupan sehari-hari

tetap menggunakan bahasa sunda, itu termasuk kasus yang istimewa untuk diperhatikan. Perlu dikaji lebih lanjut untuk kemungkinan di permukaan diulas sebagai formula bahwa bahasa daerah yang pada umumnya saat ini mengalami ‘kerusakan’. Kerusakan bukan dalam arti bahasanya yang rusak, tetapi penuturnya yang mulai meninggalkan atau kurang menguasai bahasa yang dimaksudkan tadi. Sehingga, ranah pemakaian bahasa daerah itu semakin sempit di satu pihak, dan di lain pihak ketika mereka berbahasa sunda pun sudah tidak lagi sebagus bahasa sunda di masa lampau, dimana bahasa sunda memang betul-betul diperhatikan”, tuturnya. Terlepas dari itu semua, Jatinegara Kaum adalah kampung unik dengan segala fenomena yang ada di dalamnya. Sebuah kampung di tanah betawi yang entah sampai kapan akan mampu mempertahankan penggunaan bahasa sundanya. Menjadi suatu kebanggaan dan Self-Identifications yang mereka miliki.

Drs. Hendarto Supatra

mulai diganti dengan bahasa Indonesia. Bahkan, saya dengan anak sendiri saja pemakaian bahasanya sudah gak pake bahasa sunda. Sekali waktu kita ajari sunda. Kita ajari juga bahasa Indonesia. Jadi emang udah menurun lah, dari mulai yang dulunya seratus persen bahasa sunda, karena pengaruh luar, penduduk dari luar pengaruhnya kuat, jadi hilanglah bahasa sunda itu sekitar enam puluh persenan di kampung Jatinegara Kaum. Yang ada, menurunnya hampir drastis”. Jelas pemuda yang juga Ketua dari Ikatan Pemuda Kampung Jatinegara Kaum ini. Bahasa Sunda sebagai bahasa Ibu di Jatinegara Kaum bagi masyarakatnya merupakan suatu identitas unik yang sebenarnya sangat dibanggakan. Pengungkapan identitas (Self-Identifications) bagi mereka merupakan suatu hal yang sangat penting. Banyak masyarakat umum yang mengira bahwa Jatinegara Kaum sebagai bagian dari suku Betawi, tetapi masyarakat Jatinegara Kaum sendiri menolaknya. Jatinegara Kaum merupakan komunitas dari suatu masyarakat yang menamakan komunitasnya sebagai orang Jakarta asli tapi tidak mau disebut sebagai orang Betawi, karena bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa sunda dan mereka mendaku sebagai keturunan dari Pangeran Jayakarta yang sangat dekat hubungannya dengan kesultanan Banten. Hal ini, senada dengan apa yang diungkapkan Raden Manaf Triadi. Ia juga menjelaskan bahwa bahasa sunda di Kampung Jatinegara Kaum mempunyai ciri khusus tersendiri dibandingkan bahasa sunda yang ada di Bogor, Bandung maupun Tasik. Bahasa sunda di Jatinegara Kaum lebih cenderung mengarah kepada bahasa Sunda Banten. “Sundanya emang malah berbeda dengan lainnya. Memiliki

No 1. XXIV/2016 | Hayamwuruk | 39


LAPORAN UTAMA

40 | Hayamwuruk | No 1. XXIV/2016


SOSOK Oleh: Farida Sukma D

Belajar Hidup Dari

Pak Jonkie

LANGKAH Tim Hayamwuruk terhenti di depan bangunan berhalaman seluas dua kali lapangan voli, di Jalan Gajah Mada, Semarang Rabu siang (10/2/2016). Pada bagian atasnya terpampang tulisan “Semarang Heritage Cuisine”. Perayaan tahun baru imlek sudah lewat dua hari tapi lampionlampion dan ornamen khas cina masih terpasang di beberapa sisi bangunan. Seorang lelaki paruhbaya yang tengah memasang poster di muka pintu segera menyadari kedatangan kami. “Mau cari siapa, Mbak?” tanyanya menyambut. Setelah kami mengutarakan maksud kedatangan, lelaki yang sebagian rambutnya telah memutih itu lalu mempersilahkan kami masuk. Suasana di dalam tampak sepi. Restoran baru saja dibuka. Setelah sejam lebih menunggu, seorang waitress meminta kami berpindah ke bagian belakang restoran. “Atas perintah Pak Yongki,” katanya. Tak lama kemudian, pria yang dimaksud tiba. Mengenakan kemeja abu-abu bergaris, ia berjalan keluar dari lorong yang menuju ke bagian belakang restoran. Rambutnya tipis kelabu. Sorot matanya yang sipit terbingkai kaca mata. “Maaf ya, saya tadi lagi sibuk di belakang. Ada banyak telpon tadi. Maklum baru kemarin imlek, jadi banyak yang telepon ngasih selamat” sambut Pak Yongki— orang yang kami tunggu-tunggu itu. Jongkie Tio, nama aslinya, merupakan seorang penulis, pengamat kota, dan juga pengusaha. Namun ia lebih dikenal dari hobi fo-

tografinya. Dari hobi tersebut, ia telah membuahkan beberapa karya, salah satunya buku berjudul “Kota Semarang dalam Kenangan”. “Yaa, sebetulnya ndak, ndak ada yang perlu dibanggake…” ujar pria kelahiran 19 April 1941 tersebut. Keluarga Jongkie Tio termasuk kalangan Orang Tionghoa Babah, yakni etnis Tionghoa campuran yang mempunyai darah Jawa. Tak seperti Tionghoa Totok yang merupakan keturunan Tionghoa murni, Yongki sama sekali tidak mengerti dan fasih berbahasa mandarin. “Jadi saya sama sekali tidak bisa… Saya memiliki nama Tionghoa, tetapi saya ndak bisa nulis (huruf mandarin). Jadi, nama itu karena ini, etnis Tionghoa dikasih nama Tionghoa. Tapi, That’s all. Jadi, saya ndak ngerti, ya. Bicara mandarin, nol. Ndak ngerti.” ungkapnya sembari tergelak. Sang ayah, Tio Liong Hwie merupakan orang Tionghoa asli kota Malang yang merantau ke Semarang untuk berdagang. Di Semarang, ia bertemu dengan Goh Lies Nio dan menikahi perempuan keturunan Tionghoa tersebut. Dari pernikahan itu mereka dikaruniai empat orang anak. Jongkie merupakan anak kedua sekaligus putra pertama bermarga Tio. Ia mendaku sudah dilatih untuk bekerja keras sejak kecil. Kesibukan kedua orang tuanya yang sehari-hari bekerja pukul delapan pagi hingga setengah sembilan malam, membuat ia dan dan saudara-saudaranya harus rela ditinggal bersama asisten rumah tangga keluarga mereka.

Semasa SMP, tiap pulang sekolah ia menghabiskan waktu membantu pekerjaan ayahnya di toko kelontong dan menjaga di toko buku milik keluarganya. Setelah cukup umur, ia ikut andil di toko emas ayahnya sebagai salah satu desainer perhiasan. Selain menjadi desainer dan mengurus toko kelontong, ia juga pernah menjadi agen toko buku Gramedia untuk waktu yang lama. Toko Buku milik keluarganya, Toko Buku Semarang atau Semarang Stores yang berlokasi di jalan Pemuda lumayan terkenal pada zamannya. Toko emas miliknya yang dinamakan Toko Mustika Mas— sebelumnya Toko Tio—didirikan pada tahun 1937 dan berlokasi di kawasan Jalan Pemuda. Toko itu terbilang unik karena bergaya “barat”. Berbeda dengan konsep toko emas lain seperti di Pecinan, Kranggan, dan Gang Pinggir (kawasan Semawis). Namun, sepeninggal ayahnya, toko tersebut ditutup pada tahun 2003, karena Jongkie merasa telah gagal untuk meregenerasikan usaha itu kepada keturunannya. Jongkie Tio mengenyam bangku kuliah di fakultas Hukum, Universitas Diponegoro (Undip) pada tahun 1960-an. “Saya masuk itu jaman waktu persis Undip mau buka. Saya masuk tahun 60-61.” Selama kuliah, dirinya aktif mengikuti kegiatan-kegiatan bersifat volunteer. Namun setelah huruhara 1965 dan Soeharto menduduki kursi Presiden, etnis Tionghoa banyak mengalami ancaman dan diskriminasi. Tak terkecuali di Semarang.

No 1. XXIV/2016 | Hayamwuruk | 41


SOSOK Akses etnis Tionghoa untuk mendapatkan hak-haknya sebagai warga negara pun semakin sulit. Jongkie mengalami masa-masa kacau itu. Toko buku dan toko kelontong milik keluarganya dijarah. Toko bukunya dibakar. Kejadian itu lantas memaksanya untuk tidak melanjutkan pendidikan setelah kuliah selama lima tahun. Ia lalu melanjutkan hidupnya dengan berdagang dan membangun kembali tokonya pada tahun 1967. “Jadi gini, pertama, saya selalu berprolog kalo orang itu lahir tidak bisa memilih. Apakah kamu nanti jadi etnis ini, etnis itu, etnis apa, kamu ndak isa milih. Sama juga kepandaian, juga tidak bisa kamu pilih, ya? Karena saya percaya kalo orang itu punya destiny. Udah punya nasibnya sendiri sendiri dan sudah ditentuken sama yang menciptakan kita.” jelas Jongkie. Pria berusia 74 tahun itu juga mengaku sejak kecil menyukai hal-hal berbau sejarah atau heritage. Ketika masih SD di Chung Hwa Hui (sekarang Sekolah Nasional Karangturi), ia dan teman-temannya sering diajak guru bahasa Belandanya keliling kota setiap bulan untuk mengamati dunia luar. Yang dikunjungi adalah lokasi-lokasi bersejarah. Dari perjalanan tersebut, para murid diminta mengarang sekreatif mungkin tentang perjalanan hari itu, disertai foto-foto hasil buruan mereka. Pengalaman itulah yang membuatnya juga menyukai dunia tulis-menulis. “Itu punya romantika sendiri, ya. Tapi saya suka sekali sama kota saya karena sejarahnya itu bagus”. Kegairahannya terhadap warisan budaya juga semakin memuncak setelah bertemu Amen Budiman yang memiliki minat sama dengannya. “Amen Budiman itu seorang sejarawan juga tapi agak bijak, ya. Orangnya baik,” tambahnya. Seperti halnya menulis, ketertarikannya dengan fotografi terus berlanjut hingga kuliah. Ia sangat me-

nyukai foto bernuansa jurnalistik kerena menurutnya tidak terlalu rumit. Banyak kejadian menarik yang pernah ia alami, terutama karena objek-objek yang biasanya ia cari adalah yang bercerita dan insidental. “Pokok’e momen bagus, cekrek! Lha, itu yang bisa dibikin cerita. Jadi saya dulu ada rumah kobong, dateng saya”. Waktu itu, hasil bidikannya masih sebatas koleksi pribadi. Hobinya itu ia limpahkan pada waktu senggang di luar jam kerja bisnis keluarganya. Pernah, sekitar tahun 80-an, pengagum fotografer Tan Tat Hien ini dimarahi karena keseringan memotret hal-hal yang dianggap orang lain tidak etis, seperti pembongkaran kampung dan kebakaran. Padahal, menurutnya, saat itu banyak wartawan lain juga melakukan hal serupa dengannya tapi hanya ia yang kena marah. “Tapi ndak papa... karena saya sekarang merasa bahwa hasil kerja saya itu banyak orang yang senang. Banyak orang menikmati”. Hasil-hasil “jepretannya” itu ia coba kirimkan ke beberapa harian nasional dan lokal. Tentu saja, tak mudah untuk bisa lolos. Dari sekian banyak yang ia kirimkan, yang diterima bisa dihitung dengan jari. Satu foto kala itu dihargai sekitar dua ribu lima ratus sampai lima ribu rupiah. Pada tahun 1983 kabar baik menghampiri suami dari Puspawati Budi Handoyo ini. Salah satu karyanya berhasil memenangkan lomba yang diadakan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Dengan mengangkat tema Humanisme, foto karyanya terpilih sebagai juara dua di ajang penghargaan Adinegoro. Foto itu Jongkie ambil ketika upacara peringatan hari Angkatan Perang di lapangan Simpang Lima. Dalam foto itu, terlihat seorang tentara dengan kondisi kaki cacat berada di antara barisan para tentara yang berdiri gagah. Ia adalah seorang tentara veteran. Kepada Jongkie,

42 | Hayamwuruk | No 1. XXIV/2016

tentara itu mengatakan bahwa dirinya bertekad mengikuti upacara tersebut setiap tahun. “Tapi kemudian saya ndak pernah ketemu lagi, waktu kita mau ketemu ndak bisa ketemu lagi. Lha itu saya kirim fotonya ke Tempo. Masuk, karena kontras,” kenangnya. Tentang buku Disibukkan dengan berbagai aktivitas di usaha milik keluarganya, Jongkie menyadari bahwa pekerjaannya saat itu tidak lah sedikit. Namun usaha-usaha milik keluarganya itu hanya mampu berlangsung setengah jalan. Kebakaran yang melanda toko buku miliknya menyebabkan catatan-catatan, arsip, dan koleksi foto yang sudah lama ia kumpulkan hangus. Dari sana, ia mulai kembali mengumpulkan arsip-arsip baru. Kemudian, salah satu temannya menyarankan agar arsip-arsip baru yang sudah terkumpul itu untuk dibukukan. Buku pertamanya berjudul “Semarang, Selintas Pandang” pun terbit pertama kali pada tahun 1995. Disusul buku kedua yang terbit tahun 2002 berjudul “Kota Semarang dalam Kenangan”, yang memuat sekitar 287 foto dan kisah-kisah tentang berbagai tempat bersejarah di Semarang. Selain merupakan hasil dari bidikan sendiri, foto-foto tersebut


juga ia peroleh dari berbagai sumber; kliping-kliping majalah dan koran, teman, serta kolektor. Buku ketiganya “Semarang City: A Glance into the Past” merupakan buku bahasa Inggris yang terbit pada tahun 2007. Sama seperti dua buku sebelumnya, buku ini juga berisi foto-foto tentang Semarang. Pada tahun 2014 yang lalu, buku ini berhasil lolos dalam Pameran Buku Internasional (Frankfurt Book Fair) di Frankfurt, Jerman. Karakter dari buku-bukunya adalah konten yang mampu menampilkan Semarang dari masa ke masa. Karena di dalamnya ia juga menyertakan foto iklan-iklan lama, stempel serta bentuk mata uang pada masa itu. Sehingga buku “Kota Semarang dalam Kenangan” baginya sudah cukup lengkap untuk memberikan referensi bagi orang-orang yang ingin mengetahui tentang Semarang tempo dulu. Daripada dipanggil sebagai seorang sejarawan, budayawan atau sebagai pengamat kota, Jongkie lebih nyaman disebut Tukang Kulak atau storyteller. Dalam proses pembuatan bukunya pula, banyak hal yang sudah ia lalui selain dari kisah memburu foto-foto itu. “Mengumpulkan dokumentasi segala macam, kliping segala macam itu, ee… dengan sendirinya tentu saya banyak ketemu dan harus banyak menemui orang. Misalnya orangorang yang hidupnya di kampung, yang hidupnya ini… saya wawancara. Yang hidup kesana-kemari, apa punya pendapat apa, sejarahnya tiap desa apa, pokoknya saya tukang kulak.” ujarnya sambil ter-

tawa. Dalam menyusun bukunya, ia meminta bantuan seorang wartawan senior, Victor S. Winatayuda (82) sebagai editor. Ia berpendapat bahwa bekerjasama dengannya akan mempermudah penyusunan buku, seba Victor dianggap lebih berpengalaman tentang sejarah Semarang. Namun, jalan memang tidak selamanya mulus. Buku karya Jongkie pernah dikritik dan ditertawakan. Bukunya dinilai tidak jelas untuk digolongkan sebagai fiksi atau nonfiksi. Ketakurutan juga ketaktersediaan sumber yang jelas seperti catatan kaki menjadi cacat yang dipermasalahkan kala itu. Jongkie sendiri tak memungkiri bahwa ia dan Victor memiliki kelemahan yang sama dalam hal penyusunan buku. Meski begitu, ia merasa sangat berhutang budi padanya. “Dan saya berterima kasih sama dia karena dia sudah mau mengedit buku saya, dan tepat satu bulan sebelum terbit, dia meninggal. Editor saya itu meninggal. Ya, Pak Victor itu.” Jongkie Tio menuturkan, justru ketidaksempurnaan pada bukunya itulah yang seharusnya menjadi tugas para peneliti, dan se-

jarawan muda agar tergugah untuk menyempurnakan isinya dengan karya-karya mereka. Karena sedari awal ia merasa bahwa dirinya memang bukan ahli sejarah. “Saya cuma tukang yang merasakan dan mendengar, itu saja,” ujarnya. Sebagai pengganti footnote, Jongkie menyertakan fotofoto narasumber yang pernah ia sambangi di bagian akhir bukunya. “Ini banyak narasumber saya, yang saya wawancarai, fotonya saya masukkan ke sini. Makanya saya selalu memotret orang. Tidak ada yang saya sembunyikan”. Saat ini Jongkie Tio sedang merampungkan buku keempatnya yang nantinya akan memuat halhal lebih segar. Namun, ia mengaku bahwa dirinya memang lemah dalam menggunakan computer. Maka itu, project buku terbaru yang hendak ditulisnya masih terkendala. “Saya ndak bisa main komputer. Jadi sering macet, karena sekarang saya bikin buku ini nggak jadi-jadi kan. Konsepnya jadi, tapi tulisan tangan, orang lain ndak bisa baca. Jadi, saya bekerjanya masih kuno,” keluhnya. Di usianya kini yang tak lagi muda, Jongkie mengaku san-

No 1. XXIV/2016 | Hayamwuruk | 43


SOSOK gat senang apabila ada wartawan, mahasiswa, dan orang-orang yang datang mengunjunginya, terutama yang memiliki minat tentang sejarah. Baginya, merekalah tunastunas muda yang harus dibimbing dan didukung untuk kemajuan bangsa Indonesia ke depannya. Ia tak menyukai tipikal orang berilmu namun pelit untuk membaginya dengan orang lain. Maka dari itu, ia berusaha meluangkan waktunya bagi siapa pun yang mengunjunginya.

Restoran Kini , ia menghabiskan waktunya menemani sang istri di restoran “Semarang Heritage Cuisine” miliknya. Ide usaha rumah makan ini juga tercetus dari gabungan minat pasangan ini di bidang kuliner dan sejarah. Puspa, istrinya, memiliki hobi memasak yang diturunkan oleh orang tuanya. Sang istri sangat pintar memasak dan mengkreasikan menu baru. Sedangkan Jongkie menyalurkan hobi seninya melalui dekorasi restoran. “Nah, rumah makan itu… karena saya berkutetan (red: berkutat) juga mengenai sejarah, mengenai itu, kita mengambil konsep akulturasi makanan Cina-Jawa, Belanda-Jawa. Itu yang kamu dapatkan sekarang disini.” ujar pria yang dikaruniai 3 putra dan tujuh cucu ini. Selama berada di restoran, terkadang ia ikut berbaur dengan tamu yang datang. Ia juga kerap menerima tamu wartawan, peneliti, mahasiswa, maupun para turis yang ingin mengetahui sejarah kota Semarang. Selain itu, ia juga sering memenuhi permintaan mengisi acara di radio, televisi lokal maupun nasional, serta acara diskusi. Belum lama, sebuah televisi lokal mengadakan acara di Restorannya dalam rangka menyambut tahun baru Imlek. Intinya, semua kegiatan yang berhubungan dengannya, wartawan akan selalu diminta da-

tang ke restoran daripada ke kediamannya di Graha Padma. Semarang Heritage Cuisine selalu berpartisipasi dalam festivalfestival kuliner di Semarang. Bahkan, restoran yang didirikan sejak 1991 ini telah meraih banyak penghargaan dari berbagai event. Penghargaaan tersebut antara lain dari Kanwil Deparpostel (Departemen Pariwisata dan Telekomunikasi) Jateng & Pelestarian Kebudayaan Daerah di tahun 2002, dan 27th International Award for Tourism, Hotel, & Catering Industry. Karenanya, Siti Chomsiyah, istri Walikota Semarang, Soetrisno Suharto, yang menjabat waktu itu pernah mencanangkan bahwa setiap kota harus memiliki wisata kuliner khas sendiri. Restoran ini mengambil konsep international cuisine yang menyajikan tak hanya masakan internasional, namun juga masakan lokal tempo dulu. Sehingga ketika pengunjung ingin menikmati masakan tempo dulu, datang ke restoran ini adalah obatnya. Yang mengasyikkan, Jongkie Tio selalu menyajikan cerita dibalik makanan yang ada. Seperti kisah asal muasal lontong cap gomeh, bolang-baling, wedang ronde, dan beberapa resep lainnya. Lontong Cap Gomeh merupakan saudara jauh dari ketupat, bolang baling yang merupakan saudara muda dari jajanan gelek dan lain-lain. Barang antik Selain fotografi, Jongkie Tio juga gemar mengoleksi barang-barang antik. Di restoran miliknya, ia memanfaatkan barang-barang tersebut sebagai dekorasi atau hiasan untuk menambah kesan klasik, termasuk di bagian belakang restoran tempat kami mengobrol. Terdapat bemo warna hijau lumut, becak kuno khas Tionghoa, dokar, dan kentongan, adalah sebagian koleksinya tampak terawat dengan baik. “Ini dulu, primadona,” Katanya sambil men-

44 | Hayamwuruk | No 1. XXIV/2016

unjuk bemo hijau yang dipajang di salah satu sisi restoran. Dulu bemo itu menjadi angkutan di kota Semarang sekitar tahun ’70-an. Namun oleh Jongkie Tio, kendaraan klasik itu dijadikan salah satu daya tarik restorannya. Baginya, warisan sejarah sangat penting, karena merupakan cikal bakal suatu bangsa. Dengan adanya warisan sejarah, generasi muda bisa belajar banyak hal, terutama kebudayaan manusia. Selain itu juga sebagai bisa dijadikan parameter untuk melihat sejauh mana suatu bangsa berkembang. Jongkie Tio merupakan salah satu anak bangsa yang menyumbangkan karya-karya terbaiknya untuk dijadikan suatu pembelajaran mengenai kota Semarang. Ia mengatakan, seharusnya kaurn muda mempunyai impian yang nantinya bisa bermanfaat dalam mengembangkan suatu kebudayaan. Dan supaya tak hanya menjadi angan-angan, maka dibutuhkan idealisme yang kuat. “Jadi saya bilang, impian itu harus, perlu. Paling nggak 25 atau 30% itu idealism. Itu untuk mencapai impian, ya. Tapi yang 70% uang. Yang penting itu me-manage uangnya gimana. Meh dihambur-hamburke opo digunakan untuk hal yang bermanfaat?” Penggemar film James Bond ini juga berpesan agar sebaiknya anak-anak muda (mahasiswa) mulai memikirkan apa yang bisa mereka kontribusikan sehingga bermanfaat untuk masyarakat. Jongkie mengatakan bahwa bagaimanapun manusia, yang dekat dengan Tuhannya adalah yang terbaik. “Jadilah manusia yang sederhana. Yang ingat sama Penciptanya. Ojo kemlinti. Kan sering orang itu kalo sudah punya kedudukan, punya sukses besar itu lupa. Semua itu kan titipan. maka itu, hendaklah kita tu paham: melaksanaken apa yang harus kita kerjakan dengan baik.” tandasnya.


JARING

Siapa Peduli RSND? Oleh: Fakhrun Nisa

U

niversitas Diponegoro (Undip) patut berbangga hati karena telah memiliki rumah sakit pendidikan yang sudah mulai beroperasi. Rumah Sakit Nasional Diponegoro (RSND) yang berada di bawah naungan Undip diresmikan oleh Menristekdikti (Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi) dalam Grand Opening pada 27 Januari 2016 yang lalu. Selain Undip, ada tiga universitas lain yang rumah sakit pendidikannya telah resmi beroperasi, yakni Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Hasanudin (Unhas) dan Universitas Sumatera Utara (USU). Bangunan yang berdiri di atas tanah seluas 24.000 meter persegi itu beroperasi sejak diresmikan oleh Rektor Undip waktu itu, Prof. Sudharto P. Hadi MES. PhD., pada 15 September 2014. Sejak awal dibangun pada tahun 2009, gedung ini masih bernama University Teaching Hospital sebelum akhirnya dikenal dengan nama RSND. Meski pembangunan telah selesai beberapa tahun sebelumnya, peresmian gedung baru digelar pada tahun 2014. Terkait hal tersebut, Prof. Dr. dr. Susilo Wibowo, Direktur Utama RSND menuturkan, bahwa sedikitnya dana universitas yang turun ke RSND menyebabkan rumah sakit ini dongkrok cukup lama. “2014 saya menghadap ke Pak Menteri dan Dirjen bahwasanya sudah capek saya mengurusi rumah sakit ini kalau nggak ada anggaran, karena tidak mungkin jalan�, keluhnya Tahun 2015 RSND mulai berbenah dengan mempekerjakan perawat, bidan, satpam, dan karyawan lainnya dengan menggunakan dana dari pemerintah. Selain

Prof. Dr. dr. Susilo Wibowo (Dok. Internet)

bantuan dari pemerintah, bantuan alumni Fakultas Kedokteran (FK) tidak bisa dikesampingkan. Beberapa bantuan yang diberikan oleh alumni FK berupa pembersihan area rumah sakit dan pembuatan taman, yang apabila ditaksir total biayanya sekitar 1 milyar. Di awal wawancaranya bersama Tim Hayamwuruk, Susilo mengisahkan perjuangannya dan rekan-rekan dalam membangun RSND. Sebagai contoh, mereka harus membeli alat untuk mengontrol humiditas uap air dikarenakan proses pencairan dana yang lamban. Selain itu beberapa nama yang dianggap berjasa juga disebut, seperti dr. Joko Handoyo dan dr. Djoko Widiarto. Pengalaman serta pengetahuan keduanya turut membantu Susilo dalam mengembangkan rumah sakit ini. Mereka mengesampingkan honor yang tak seberapa demi membangun rumah sakit menjadi besar. Meski telah resmi pada September 2014, namun pelayanan yang diberikan masih terbatas pada pelayanan rawat jalan. Baru

pada 7 April 2015 RSND membuka seluruh layanan kesehatan bagi masyarakat, meliputi ICU (Intensive Care Unit), kamar bedah, laboratorium, farmasi, radiologi, Instalasi Gawat Darurat (IGD), instalasi rawat inap, dan instalasi rawat jalan. Susilo mendaku bahwa perkembangan RSND di tahun 2015 terbilang lamban. “Ideal, artinya bisa mengembangkan ilmu dengan benar, sekarang ya baru 5 persen. Jadi memang mahal, untuk mengembangkan bangsa ini tidak gampang, tidak murah juga�, tuturnya. Kerusakan gedung setelah sekian lama dongkrok menjadi salah satu penyebab lambatnya perkembangan RSND. Setidaknya ada 136 titik kerusakan yang harus diperbaiki. Selain kerusakan gedung, kerusakan alat juga turut mempengaruhi. Banyak alat rumah sakit yang hilang pada masa tersebut. Ketika ditanya ihwal keamanan, Susilo menambahkan bahwa itu terjadi sebelum dia mengelola RSND, sehingga bukan

No 1. XXIV/2016 | Hayamwuruk | 45


JARING menjadi tanggung jawabnya bila ada kehilangan atau kerusakan terhadap barang-barang di RSND. Setelah mengalami fase berat dalam membangun RSND, Susilo berharap agar RSND dapat berkembang pesat dan berprestasi. Dirinya menetapkan target untuk mendapatkan masukan sebesar 10 milyar pada tahun ini dan 50 sampai 60 milyar pada tahun berikutnya.“Setelah itu tinggal kita membesarkan lebih gampang, memulai awal ini sukar sekali” tambahnya.

Antara RSND dan Undip Seperti diketahui, RSND berada di bawah naungan universitas. “Keputusan Menterinya, RSND itu dikelola oleh direktur utama dengan jajarannya, kedudukan rumah sakit ini sejajar dengan fakultas”, tutur Susilo. Senada dengannya, Pembantu Rektor (PR) II, Dr. Darsono (sebelum perubahan nomenklatur, red.), juga memberikan jawaban serupa dalam wawancara dengan TIM Hayamwuruk. “Penyelenggara itu (RSND, -red) Universitas Diponegoro. Jadi langsung di bawah universitas bukan di bawah fakultas”, jelasnya. Sebagai bagaian dari Undip, RSND mendapatkan jatah dana laiknya 11 fakultas lain. Namun, keberadaannya di bawah Undip dirasa kurang tepat oleh Direktur RSND. Ia menyampaikan, “tapi Direktur Keuangan mengatakan mestinya sejajar dengan undipnya sendiri bukan dengan fakultas.” Berkaca dari NUH (National University Hospital) yang menopang keuangan aktivitas NUS (National University of Singapore) hingga 80-85%, Susilo berharap ke depannya RSND bisa melakukan hal serupa. Untuk menjadi sejajar dengan Undip, RSND harus melakukan perombakan besarbesaran, mulai dari jajaran Dirjennya serta prosedur lain yang tidak

46 | Hayamwuruk | No 1. XXIV/2016

mudah. Kebutuhan RSND yang sangat besar tidak bisa terpenuhi hanya dengan dana universitas, sehingga pihak RSND harus mencari jalan keluar untuk memecahkan masalah keuangan yang membelit. Dalam menjalankan administrasi keuangan, Susilo beserta jajarannya sangat hati-hati dalam membuat anggaran. Pihaknya selalu berkonsultasi dengan kejaksaan, BPK (Badan Pemerika Keuangan) dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dalam hal membuat dan mengajukan proposal. Harga alat-alat kesehatan yang hampir semuanya di atas 1 milyar menyebabkan dana yang selama ini dikeluarkan terbilang sedikit. Bila satu bagian layanan kesehatan membutuhkan dana satu trilyun, maka dibutuhkan biaya setidaknya 24 triliyun untuk mencukupi alat kesehatan di 24 bagian RSND. Selain dana yang berkaitan dengan pembelian alat, RSND juga terkendala pada anggaran gaji pegawai. Pihak universitas sempat mempertanyakan jumlah pegawai RSND yang tergolong banyak. Jam kerja yang tidak sepadan membuat rumah sakit ini membutuhkan tenaga kerja lebih banyak dibanding universitas ataupun fakultas. Sistem outsourcing menjadi jalan keluar untuk mengatasi masalah tenaga kerja. Lebih dari 60% pegawai yang dipekerjakan di adalah pegawai honorer dan outsourcing. Hal ini dilakukan karena beberapa alasan seperti persyaratan yang tidak terpenuhi, rumitnya prosedur untuk memutuskan kontrak dan memberikan pesangon bila yang bersangkutan diberhentikan. Rumah Sakit Pendidikan Di dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran, Pasal 1 Ayat 15,

Dok. Hayamwuruk

disebutkan bahwa “Rumah Sakit Pendidikan adalah rumah sakit yang mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan, penelitian dan pelayanan kesehatan secara terpadu dalam bidang pendidikan kedokteran, pendidikan berkelanjutan dan pendidikan kesehatan lainnya secara multiprofesi”. Oleh karena itu, RSND menjadi tempat penelitian dan pendidikan bagi civitas akademika Undip. Hal ini tidak terlepas dari visi Undip untuk menjadi universitas riset tahun 2020. Beberapa fakultas telah bergabung bersama RSND, seperti Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Fakultas Sains dan Matematika, serta Fakultas Kesehatan Masyarakat. Sumbangan ilmu lain di luar bidang kesehatan juga dibutuhkan untuk mengem-


rumah sakit Ken Saras. Untuk bisa berobat, diperlukan waktu tunggu kurang lebih 7 bulan. Hal inilah yang memicu Susilo dan jajarannya untuk meningkatkan layanan kesehatan RSND.

bangkan RSND ini. Sebagai contoh, produk kaki palsu yang digunakan dalam bidang kesehatan dibuat oleh orang-orang di bidang mesin dan elektronika. Rumah sakit pendidikan juga berperan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan. Beberapa yang kini tengah dikembangkan di RSND adalah klinik bayi tabung, namun pengembangan klinik ini masih terhambat oleh dana yang belum cair. RSND juga telah menjadi pusat dari beberapa pengobatan, seperti Autism Center dan Epilepsy Center. “Jadi, alat-alat yang sedikit itu kita coba pergunakan untuk menjadi center, acuan dari sekelilingnya. Tapi ya belum untuk ilmu, dalam kata ilmu yang diacu oleh seluruh dunia. Nggak. Wong

alatnya aja jelek kok. Gimana bisa mengaku membuat ilmu baru”, ujar Susilo. Keunggulan laindari RSND adalah transplantasi telinga untuk bisu tuli yang sudah dilakukan sebanyak tujuh kali. Jumlah alat ventilator yang mencapai angka 14, jauh lebih banyak dibanding RS Karyadi yang hanya mempunyai 4 buah. Meski begitu, ada beberapa penyakit yang belum bisa ditangani seratus persen oleh RSND, yakni pengobatan terhadap tumor. Untuk mengobati tumor, RSND masih terbatas pada operasi dan pemberian obat, sedangkan untuk pengobatan dengan cara radiasi, RSND belum mempunyai peralatannya. Sementara ini, rumah sakit di Jawa Tengah yang mempunyai peralatan untuk radiasi tumor adalah

Pelayanan RSND Mahasiswa sebagai bagian dari civitas akademika Undip rupanya belum bisa menikmati layanan kesehatan RSND secara cuma-cuma. Hal ini seperti yang dituturkan oleh Darsono, “Tidak ada keringanan biaya, kan ada BPJS. Kalau biaya memang lebih rendah dibanding RS lain. Mahasiswa, kalau berobat ke klinik mahasiswa dulu baru dialihkan ke RSND.” Membandingkan dengan Unnes (Universitas Negeri Semarang), Susilo memberikan komentar bahwa mahasiswa Unnes bila berobat ke RSND bisa gratis karena mendapatkan surat pengantar dari Klinik Pratama, sedangkan di Undip baru akan dibangun Klinik Pratama di dekat GSG (Gedung Serga Guna). “Jadi mahasiswa mau ke sini apa enggak sudah bukan urusan saya cuman itu urusan universitas sama fakultas masingmasing, PD III (Pembantu Dekan III) masing-masing. Kesejahteraan mahasiswa ada di sana. Jadi saya, cuma saya akan melayani kalau ada mahasiswa masuk dengan sistem itu sama dengan masyarakat lain. Ya tapi seharusnya mereka dilindungi semua lho. Kalau sakit nggak usah pernah mikir, nggak usah beli obat, sakit flu aja nggak usah beli obat”, jelas Susilo. Memang ada beberapa kasus yang membuat Susilo terpaksa harus menandatangani SK (Surat Keputusan) yang mencabut beban biaya berobat kepada beberapa mahasiswa. yang juga ditandatangani oleh Rektor. Hal itu terpaksa dilakukan karena orang tua yang bersangkutan tidak mampu membayar dan meminta keringanan terhadap universitas.

No 1. XXIV/2016 | Hayamwuruk | 47


JARING “Lah kalau administrasi keuangan selalu berbunyi begitu, kapan bankrutnya aja kan?”, tuturnya gelisah. Kasus ini tidak sama dengan pasien yang menggunakan BPJS. RSND akan mendapatkan ganti rugi dari pemerintah setelah mengobati pasien BPJS, berbeda dengan SK dadakan yang mana RSND tidak akan mendapatkan ganti rugi dari siapapun. Ketika Tim Hayamwuruk menyambangi RSND pada Januari 2016, beberapa ruangan yang difungsikan sebagai ruang poli instalasi rawat jalan tampak kosong, hanya terdapat meja dan kursi tanpa petugas. Susana sepi juga terlihat di kamar rawat inap di gedung C lantai 3 dan 4, serta di halaman parkir dan bagian pendaftaran. Meskipun RSND terlihat lengang, tapi Susilo mengatakan bahwa sejak pertama kali berdiri masyarakat sekitar RSND telah memanfaatkan keberadaan rumah sakit ini. Dengan pemberlakukan BPJS mulai 1 Januari 2016 lalu, besar kemungkinan RSND lebih banyak didatangi oleh masyarakat dibanding sebelumnya. Selain pasien yang berdomisili di Semarang, banyak pula pasien yang berasal dari luar kota, provinsi bahkan pulau. Kebanyakan pasien yang datang dari jauh tersebut hendak berobat di RSND karena mendengar kemampuannya dalam mengobati beberapa penyakit yang tidak umum. Biasanya pasien ini hanya mendengar dan tahu dari mulut ke mulut, sebab pengobatan terhadap penyakit khsusus tidak dapat diekspose dan diiklankan secara terang-terangan. Meskipun tidak mendapatkan keringanan biaya, banyak mahasiswa Undip yang tetap berobat di RSND. Jarak yang dekat menjadi salah satu alasan yang membuat mahasiswa lebih memilih RSND dibanding RS lain. Dewi Nur Halimah, mahasiswa Biologi 2012 ini telah enam kali periksa gigi di

48 | Hayamwuruk | No 1. XXIV/2016

RSND. “Enam kali berobat. Ada yang 80.000, ada yang 96.000, ada yang 50.000, lupa aku. Tapi check up doang, eh kalau gigi nggak dapet obat”, tuturnya. Selain itu, ia juga pernah ke bagian psikiatri. Ketika ditanya tentang alasan memilih RSND dia menjawab, “Dekat. Nggak BPJS, nggak asuransi. RSND itu lebih murah dari RS pada umumnya. Lebih murah harganya kayak RS di kabupaten, daftarnya 10.000. Di Elisabeth (RS. Elisabeth, -red.) daftar doang sekitar 150.000-an.” Meski Demikian, ada saja

pengalaman yang kurang menyenangkan seperti diceritakan oleh Achmad Ali Maskuri, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ketika mengantarkan temannya berobat ke RSND bagian ortopedi. “Sebelum masuk harus dilunasi dulu baru ditangani, semua pembayaran harus dilunasi dulu. Biaya lumayan sedang, nggak pakai BPJS, pas mau keluar temen saya jaminan KTP nggak boleh, harus lunas. Satu hari 24 jam harus lunas”, terangnya. Masalah biaya tersebut membuatnya berpikir dua kali untuk berobat lagi ke RSND.


ZAMAN EDAN Hidup di zaman edan, gelap jiwa bingung pikiran turut edan hati tak tahan jika tak turut batin merana dan penasaran tertindas dan kelaparan tapi janji Tuhan sudah pasti seuntung apa pun orang yang lupa daratan lebih selamat orang yang menjaga kesadaran.

---------------Dterjemahkan secara bebas

dari �Serat Kalathida� karya Ranggawarsita

Iklan layanan masyarakat ini dipersembahkan oleh LPM Hayamwuruk

No 1. XXIV/2016 | Hayamwuruk | 49


FILM

Mencari Tuhan yang Hilang

P

Oleh: Novi Handayani

K atau dibaca juga dengan ‘Peekay’ merupakan film garapan Rajkumar Hirani dan Vidhu Vinod Chopra yang dirilis pada tahun 2014. Dalam bahasa India, PK bisa diartikan mabuk. Film ini dikemas dalam cerita bergenre komedi satire dengan mengangkat agama sebagai tema utama. Berlatar di India, PK menceritakan kisah tentang sosok alien

dan sedang berkunjung ke bumi untuk mempelajari bagaimana kebudayaan manusia. Sosok tersebut bernama PK, dan diperankan oleh Aamir Khan. Dengan hanya berbekal remote control yang dikalungkan di leher, ia memulai petualangannya di bumi. Namun nahas, beberapa menit setelah menginjakkan kaki di bumi, remote control-nya dicuri

oleh seorang yang pertama yang dia temui. Hal ini membuatnya hati, karena benda tersebut sangat diperlukan jika dia ingin kembali ke tempat asalnya. Maka kemudian hanya ada satu kemungkinan: ia tak bisa pulang ke tempat asalnya. Semuanya bertambah rumit karena ia adalah alien. Cara dia hidup dan berkomunikasi sangatlah

Ada banyak bintang di langit. Apakah kau pernah mencoba untuk menghitungnya? Jika kau menghitungnya maka akan memakan waktu 6000 tahun. Itupun baru galaksi kita saja. Dan ada banyak galaksi di sana. Ilmuwan mengatakan mungkin ada 2 milyaran lagi. Jadi tidak mungkin dari begitu banyak planet dan galaksi, hanya satu planet berisi makhluk seperti kita. Sama seperti kita, bepergian ke bulan dan mars untuk mencoba mencapai mereka. Ada kemungkinan mereka juga berusaha berkomunikasi dengan kita untuk mengetahui keberadaan kita. -PK

50 | Hayamwuruk | No 1. XXIV/2016


berbeda dengan manusia yang ada di bumi. Ia lalu menjalani kehidupan selama berbulan-bulan dengan ketidaktahuan, layaknya bayi yang baru lahir. Hingga suatu hari, Aamir Khan menyadari sesuatu. Jika di tempat asalnya cara berkomunikasi adalah dengan memegang tangan lawan, kenapa ia tak melakukan hal yang sama? Maka hal tersebut ia lakukan dengan memegang tangan seorang wanita penghibur selama enam jam untuk mempelajari semua pengetahuan dan bahasa manusia. Ia berhasil. Karena telah mengerti bahasa manusia, ia mulai menceritakan kemalangannya kepada Bhairon Singh (Sanjay Dutt), pria yang menjadi teman pertamanya di bumi. Bhairon mengatakan bahwa pencurinya pasti berasal dari desa yang sama dengan mereka, tapi jika benda miliknya telah

dijual, pasti si pencuri akan berada di New Delhi. Dengan informasi tersebut, berangkatlah ia ke New Delhi. Di sana ia melapor ke polisi tentang barangnya yang telah dicuri. Tapi hal tersebut terasa percuma. Para polisi tidak mengerti apa yang dimaksud olehnya. Mereka bahkan menganggapnya mabuk. Selain itu ia juga bertanya pada semua orang yang dia temui tentang keberadaan remote controlnya. Dan semua orang yang bertemu dengannya selalu menyebut Tuhan. Hanya Tuhan yang tahu, hanya Tuhan yang bisa menemukannya. Maka sejak itu, Aamir Khan mulai bertanya-tanya siapa Tuhan, dan mengapa nama Tuhan selalu disebut-sebut. Namun, alih-alih bertemu Tuhan, ia malah dibingungkan dengan banyaknya Tuhan di bumi. “Setelah mengalami pukulan dan tendangan aku menyadari bahwa di planet ini banyak sekali Tuhan. Setiap-setiap Tuhan memiliki rumah dan aturan sendiri. Setiap Tuhan memiliki perusahaan sendiri. Orang-orang menyebutnya agama. Dipimpin seorang manajer yang berbeda untuk masing-masing agama. Setiap orang di planet ini milik satu agama. Dan mengikuti satu manajer perusahaannya saja,� katanya. Karena PK tidak tahu apa agama yang dianutnya, maka ia menyembah semua Tuhan. Melakukan semua ritual dengan pikiran bahwa salah satu dari Tuhan tersebut akan mendengarnya lalu mengembalikan remote control-nya. Pada sebuah siang, di tengah keramaian pasar, ia melihat orang yang berpenampilan seperti Krisna—salah satu dewa dalam kepercayaan Hindu. Sontak ia berpikir orang tersebut adalah Tuhan yang ia cari-cari. Maka PK menghampirinya dengan perasaan sangat gembira, hingga orang itu merasa takut dan berlari meninggalkannya. Tapi PK tidak diam. Ia

mengejarnya. Ia terus berlari dan mencari pria berpenampilan Krisna tersebut. Pada momen ini lah, ia bertemu Tapasvi-ji (Saurabh Shukla), seorang pemuka agama. Di tangan laki-laki itulah, benda yang selama ini dicarinya berada. Di sisi lain, di Belgia, diceritakan tentang Jaggu (Anushka Sharma), perempuan India yang bekerja sebagai seorang reporter, dan Sarfaraz (Sushant Singh Rajput), seorang pelajar yang bekerja di kedutaan Pakistan yang berada di Belgia. Pertemuan mereka terjadi karena keduanya ingin menghadiri pertunjukan Bachchan. Tetapi karena tiketnya sudah terjual habis, mereka tidak bisa menontonnya. Hal tersebut membuat mereka terlibat pada percakapan kecil yang akhirnya menimbulkan benih-benih cinta di antara mereka. Tapi tak selamanya cerita berjalan mulus, orang tua Jaggu yang berada di New Delhi tahu bahwa anaknya tengah menjalani hubungan asrama dan lebih parahnya lagi, laki-laki yang dikencaninya adalah seorang muslim. Hal ini menjadi awal konflik dalam kisah asmara keduanya, mengingat keluarga Jaggu adalah penganut Hindu yang sangat taat. Ayah Jaggu juga merupakan pengikut Tapasvi-ji yang sangat patuh. Ia selalu berkonsultasi dengan Tapasvi-ji mengenai segala hal. Termasuk kehidupan asmara Jaggu. Melalui video call, Tapasviji mengatakan kepada Jaggu bahwa Sarfaraz tidak mencintainya, tidak akan mau menikah dengannya dan hanya ingin memanfaatkannya saja. Hal tersebut ditentang oleh Jaggu. Ia ingin membuktikan bahwa apa yang dikatakan Tapasvi-Ji adalah tidak benar. Sarfaraz mencintainya, dan akan menikahinya. Atas bujukan Jaggu, Sarfaraz siap menikahinya. Namun, akibat kesalahpahaman, mereka berpisah pada hari di mana mereka akan menikah. Enam bulan kemudian

No 1. XXIV/2016 | Hayamwuruk | 51


Genre : Komedi, Satire Sutradara : Rajkumar Hirani dan Vidhu Vinod Chopra Pemain : Aamir Khan, Anushka Shar ma, Sanjay Dutt, Sushant Singh Ra jput, Saurabh Shukla Durasi : 153 menit

Jaggu pulang ke New Delhi. Saat dia mencari berita untuk laporannya, di situlah dia melihat PK yang mengenakan helm bewarna kuning mencolok dan di lehernya ada banyak kalung berbandul salib, swastika, dan beberapa symbol agama lainnya, dan tengah memberikan selembaran kepada setiap orang yang isinya bahwa dia telah kehilangan Tuhan. Jaggu merasa bahwa PK adalah orang menarik, maka dari itu Jaggu mengikutinya bahkan hingga ke dalam bilik penjara. PK pun merasa bahwa Jaggu adalah orang yang bisa dipercaya. Maka dari itu dia menceritakan tentang dirinya yang sebenarnnya pada Jaggu. Awalnya Jaggu tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh PK, tapi setelah PK membuktikan apa yang dia bicarakan, Jaggu mulai percaya, dan saat itu dia berniat untuk membantu PK mandapatkan kembali remote controlnya. *** FILM ini, akan membuat kita berdecak takjub meskipun, jika dilihat pada pada menit-menit pertama, yang ditampilkan hanya sebatas komedi drama biasa saja. Tapi semakin lama kita menonton PK tidak hanya akan menghibur, ia juga bisa megaduk-aduk perasaan penontonnya.

52 | Hayamwuruk | No 1. XXIV/2016

Kisahnya dalam mencari Tuhan menggelitik sisi kaku manusia terhadap dogma-dogma agama tanpa mau mempertanyakaan keimannya. Seperti bagaimana bisa selama ini kita dibodohi dengan banyaknya ritual yang sebenarnya dipikirkan secara matang, tidak masuk akal. Misalnya, ketika menginginkan sesuatu, kita harus berguling-guling terlebih dahulu. Lalu bagaimana pakaian-pakaian dan bisa membedakan di antara satu manusia dengan manusia lainnya padahal hal tersebut sama sekali tidak mendefinisikan tentang iman. PK adalah film yang mengingatkan kita bahwa agama adalah hubungan antara pribadi manusia dengan Tuhannya. Terserah bagaimana cara mereka menafsirkan dan berhubungan dengannya. Tak ada paksaan. Dan tak ada penghakiman atas hal tersebut. Sama seperti 3 Idiots, memerankan film ini, Aamir Khan menuai banyak kesuksesan. Dengan cerita yang ringan namun bermakna dalam, film ini benar-benar menggugat nalat dengan adegan-adegan konyolnya. Dialog-dialognya yang cerdas tak heran membuat banyak orang yang menyukai film ini, hingga pada tahun pertama, film ini menjadi salah satu terlaris di India.

Melalui film ini Aamir Khan kembali menunjukkan kelasnya sebagai aktor Bollywood yang tidak hanya mengandalkan tampang dan nyanyian. Bisa dibilang, ia sukses memerankan alien yang menjungkir-balikkan dogma keagamaan dengan mata yang senantiasa terbelalak seperti Rowan Ankiston dalam serial Mr. Bean. Jika kita membicarakan film India, maka selalu identik dengan musik dan tarian yang asik namun mengulur waktu oleh komponis Shantanu Moitra, Ajay-Atul, Ankit Tiwari, dan Ram Sampath. Tarian dan lagu-lagu yang kerap muncul di tengah cerita membuat kebanyakan orang malas untuk menonton film India, tapi tidak dengan film ini. Uniknya, film ini menjadikan lagu sebagai latar untuk melihat bagaimana PK menjalani kehidupannya. Saat ia mencari Tuhan dengan caranya. Maka lagu-lagu tersebut menjadi nilai tambah dalam menarasikan film ini. Terlepas dari banyaknya pesan moral yang ditinggalkan, film ini juga menuai banyak kritik terutama dari para pemuka agama. Tidak sedikit yang menganggap bahwa film ini menyinggung agama tertentu. Bahkan ada yang menganggap film ini menyesatkan. N a mun, seperti jamaknya kontroversi yang muncul pada industru perfilman, rating PK malah semakin menanjak dan ditonton banyak orang. Dan sebab berbagai hal yang telah disebutkan itu lah, menurut penulis, film ini sangat layak dan perlu untuk ditonton.


BUKU

Darah Israel Akan Menuntut Balas Oleh: Listi Atihfatul Ummah

Judul Penulis Penerjemah Tebal buku Genre Tahun Penerbit

The Final Reckoning, atau dalam bahasa Indonesia “Pembalasan Terakhir�, adalah novel bertemakan sejarah yang terbit pada tahun 2015. Novel karya Sam Bourne ini mengangkat Peristiwa Holocaust yang terjadi saat Perang Dunia II. Holocaust adalah peristiwa kejahatan genosida yang dilakukan oleh kelompok Nazi terhadap umat Yahudi dan masyarakat yang dianggap sebagai musuh. Nazi sendiri merupakan partai di Jerman yang menganut paham antisemitisme, yakni paham yang didasari oleh rasa ketidaksukaan terhadap segala sesuatu yang berkaitan kaum Yahudi. Dengan keberadaan Hilter sebagai pemimpin Nazi, rasa kebencian terhadap kaum Yahudi pun diwujudkan melalui aksi-aksi kejahatan. Sampai pada puncaknya adalah peristiwa Holocaust di Kamp Konsentrasi. (Nazism(dot)net)

Secuil Kisah Tom Byrne Suatu pagi Markas Besar PBB digemparkan oleh sebuah penembakan yang dilakukan salah seorang anggota Badan Intelegen PBB terhadap pria paruh baya yang diduga akan melakukan aksi terorisme. Penembakan yang dilakukan oleh salah satu anggota Badan Intelijen PBB ini dikarenakan surat kaleng yang diterima Markas Besar PBB beberapa jam sebelum peristiwa itu terjadi. Surat kaleng itu berisi tentang peringatan serangan terorisme oleh seorang pria bertubuh tinggi, kurus dan memakai mantel hitam berbulu. Namun masalah muncul ketika diketahui bahwa tidak ada bom di tubuh pria tersebut. Tak lama setelah itu, Henning Munchau, Wakil Sekretaris Jendral PBB untuk Urusan Hukum menelepon Tom Bryne. Henning menceritakan peristiwa penembakan di depan Markas PBB kepada

: The Final Reckoning : Sam Bourne : Fahmy Yanani : 574 halaman : Klasik, Tragedi, Sejarah : 2015 : Gramedia Pustaka Utama

pria yang berprofesi sebagai detektif lepas tersebut. Tom pun dimintai bantuan untuk menyelidiki kasus ini demi nama baik PBB. Awalnya Tom menolak karena tekadnya yang tidak akan lagi bekerja untuk PBB. Namun mengingat Henning telah berbuat banyak untuknya, Tom akhirnya menerima permintaan itu. Tom mulai mulai menyelidiki kasus tersebut dengan mencari tahu identitas korban. Dari paspor yang ditemukan, diketahui bahwa korban adalah warga Inggris yang tinggal di London. Malam harinya Tom pergi ke London untuk menemui keluarga korban. Disana dia bertemu dengan Rebecca, putri korban yang bekerja sebagai dokter. Tom berniat memberikan berpapun uang yang diminta, asalkan puteri korban mau merahasiakan hal ini. Namun Rebecca menolak dan mengusir Tom dari kediamannya. Tom tanpa sadar telah membawa sebuah notes hitam kusam dari rumah Rebecca. Setelah membaca notes tersebut Tom mengetahui sosok Gerald Meron, korban penembakan itu, dan masa lalunya. Tom kemudian memutuskan kembali ke rumah Rebecca untuk membicarakan hal ini. Akhirnya mereka memutuskan bersama-sama mengungkap masa lalu dan motif Merton mengunjungi PBB pagi itu. Pejuang yang selamat dari Holo-

No 1. XXIV/2016 | Hayamwuruk | 53


caust Dari notes milik Merton, Tom mengetahui bahwa pria yang bernama asli Gershon Matzkin itu berasal dari keluarga Yahudi yang lahir dan tinggal di Kruk, Lithuania. Merton merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Ayahnya dibunuh oleh para pemburu Yahudi saat ia berumur tujuh tahun. Setelah peristiwa itu, Merton dan keluarganya pindah ke Konvo untuk mengamankan diri. Setelah pindah, kehidupan Merton dan keluarganya tak seperti yang diharapkan. Gerakan AntiYahudi yang dijalankan Nazi sudah sampai Konvo tak lama setelah Merton dan keluaganya mendapat kehidupan yang tenang. Keadaan itu membuat ibu Gershon semakin tertekan dan memutuskan untuk bunuh diri. Dengan perasaan takut, bingung, terpukul dan putus asa, Merton dan saudara-saudara perempuannya dibawa oleh Nazi ke Kampung Yahudi di Viriampole. Di sanalah penderitaan terbesar dalam hidupnya dimulai. Dia dan saudara-saudara perempuannya bersama setengah juta umat Yahudi lainnya disiksa dengan begitu pedih. Anak laki-laki harus bekerja sehari penuh untuk mendapatkan sepotong roti basi dan segelas air. Bukan hanya penyiksaan, seorang tawanan bisa saja dibunuh oleh penjaga kalau saja penjaga sedang bosan. Di sana Gershon harus menyaksikan kejadian paling menyakitkan dan menyulut amarah setelah kematian kedua orangtuanya; pemerkosaan atas saudara-saudara perempuannya. Tak lama kemudian salah satu adik perempuannya meninggal karena kelaparan dan ketidaksanggupannya menahan siksaan. Rentetan kejadian itu membuat pola pikir Gershon berubah; dia harus melawan. Bersama dengan tawanan lain yang lebih tua darinya, Gershon bergabung dalam sebuah gerakan perlawanan. Salah satu tugas pertama yang dia terima adalah meny-

54 | Hayamwuruk | No 1. XXIV/2016

ampaikan pesan kepada pemimpin kelompok yang berada di Kampung Yahudi di Warsawa. Isi pesan itu adalah “Bibi Esther telah kembali dan berada di jalan Megilla 7, apartemen 4.” Setelah mendapat pesan itu, dengan berbekal persenjataan, kelompok pemberontak itu mencoba membuat penyerangan ke kampung-kampung Yahudi lain. Namun setelah sampai di sana mereka terlambat. Sebuah aksi yang tercatat sejarah bernama “aksi besar 28 Oktober 1941” itu terjadi. Itu adalah aksi kejam Nazi dimana mereka membuat sebuah lubang besar berdiameter seratus meter, tempat para tentara itu membakar para tawanan hidup-hidup. Para tentara itu bahkan tidak peduli bahwa sesuatu di dalam lubang itu bergerak-gerak hingga tiga hari kemudian. Disanalah dia harus kelihangan seluruh keluarganya. Gershon dan para pemberontak kemudian kembali ke Kampung Yahudi di Warsawa, tempat markas rahasia mereka berada. Disana kemudian dia melihat pemimpin kelompok membuka Kitab Esther, salah satu Kitab Yahudi pada bab tujuh ayat empat, “Karena kami hamba serta bangsa hamba, telah terjual untuk dipunahkan, dibunuh dan dibinasakan. Jikalau kami hanya dijual sebagai budak laki-laki dan perempuan, niscaya kami akan berdiam diri”. Ayat itu adalah ikrar pemberontakan mereka. Perjalanan mencari kebenaran Orang yang pertama Tom dan Rebecca temui untuk mencari kebenaran adalah Henry Goldman, yang sama seperti Rebecca, adalah anak dari pejuang yang selamat dari Peristiwa Holocaust. Tidak seperti Rebecca, Henry tahu dengan baik masa lalu ayahnya. Disana Henry menceritakan semua yang dia ketahui tentang ayahnya dan ayah Rebecca, serta organisasi pemberontak yang kemudian dia ketahui

bernama DIN, singakatan dari Dam Israel Nokeam yang berarti “Darah Israel Akan Menuntut Balas.” Dari Henry-lah kemudian diketahui bahwa selama hidupnya, sejak peristiwa mengerikan Holocaust, Gerald Merton selalu aktif dalam DIN. Meskipun kasus ini sudah ditutup berpuluh tahun lalu, upaya pembalasan dendam itu masih berlangsung sampai sekrang. Itu karena hasil peradilan dianggap sangat tidak adil. Dari setidaknya delapan ratus ribu korban kejadian Holocaust, hanya 26 pelaku yang benar-benar dihukum mati. Di tengah pembicaraan mereka, Tom telibat adu mulut dengan Henry. Henry menganggap bahwa apa yang dilakukan DIN adalah kejahatan besar. Bertolak dengannya, Tom menganggap bahwa itu adalah hal wajar mengingat betapa pedihnya jalur hidup yang harus mereka lalui akibat peristiwa Holocaust. Henry menganggap bahwa Tom sudah kelewat batas, karena merasa Tom adalah orang luar yang tidak punya hubungan dengan kasus. Saat itulah alarm gedung yang menghentikan adu mulut mereka, sekaligus membuat kehebohan seisi gedung, berbunyi. Seluruh pegawai menghambur keluar dengan panik. Setelah beberapa menit kemudian mereka baru sadar bahwa alarm itu palsu. Tom dan Rebecca kembali ke gedung, tapi anehnya Henry sudah pulang. Tom dan Rebecca pun memutuskan pulang. Di kediaman Rebecca, wanita itu membuka percakapan dengan meluapkan kekesalannya pada Tom. Hanya setelah mereka akhirnya mendapatkan informasi berharga, Tom membuat sumber informasi itu marah. Di tengah pertengkaran mereka, ponsel Rebecca berdering. Julian, anak Henry Goldman menelpon wanita itu untuk datang kerumah Henry, karena ada sesuatu hal penting yang lupa disampaikannya.


BUKU Namun ketika Rebecca dan Tom sampai, secara mengejutkan mereka menemukan Henry sudah tidak bernyawa. Karena berada di tempat kejadian beberapa saat setelah kematian Henry, Rebecca dan Tom sempat ditahan di kantor polisi sampai akhirnya mereka dibebaskan kerena Henry terbukti meninggal akibat serangan jantung. Selepas dari kantor polisi, Rebecca kembali ke tempat ayahnya. Di sana dia membuka albumalbum lama dan menemukan foto klub poker, yang merupakan kegiatan samaran Gershon untuk melaksanakan kegiatan DIN. Dan di sana pula mereka menemukan satu nama, satu-satunya orang yang kemungkinan masih hidup dalam deretan orang di dalam foto itu; Sid Steiner. Rebecca dan Tom kemudian menemukan Sid di sebuah panti jompo di London, tak jauh dari kediaman ayah Rebecca. Pria jompo itu kemudian menceritakan mengenai masa mudanya, selepas Perang Dunia II, dimana beberapa ribu tentara Nazi ditahan di Kamp Konsentrasi, untuk dimintai keterangan. Saat itu, DIN tidak tinggal diam saja menerima keputusan peradilan, meski saat itu kasus baru pada sampai tahap pemeriksaan. Mereka harus menuntut balas, dengan tangan mereka sendiri. DIN kemudian mencari akal untuk menyusup terlebih dahulu ke Kamp Konsentrasi. Aron, salah satu anggota baru DIN, telah mengintai toko roti tempat persediaan makanan di Kamp Konsetrasi. Berkat informasi dari Aron-lah, Gershon muda bisa menyusup dan menjadi pegawai tanpa bayaran di kedai itu. Gershon bekerja keras untuk mendapat kepercayaan. Sampai suatu hari, mereka benar-benar melakukan tindakan yang mereka sebut pembalasan kecil. Setelah membunuh penjaga toko dan mengikat pegawai lain, Gershon, dibantu Aron dan Rosa mempersiapkan

roti-roti berselai Arsenik yang akan dikirim ke Kamp Konsentrasi untuk dimakan para tahanan. Mereka kemudian mencuri semua bahan makanan yang utuh dan meninggalkan roti-roti beracun itu untuk dibawa ke Kamp Konsentrasi oleh tentara Amerika. Mereka tersenyum puas keesokan harinya saat mendapati hasil kerja mereka masuk dalam salah satu rubrik NewYork Times April 1946. Setelah mendapat informasi itu pun, Tom menemui jalan buntu. Untuk apa Gershon datang ke New York, dan lebih penting lagi, siapa yang menyebarkan isu teorisme yang menyebabkan dia harus dibunuh? Tom kemudian memutar otaknya. Jika kedatangan Gershon ke New York adalah untuk membalaskan dendam, dalam arti ini membunuh musuh Yahudi, seharusnya orang seumuran Gershon bahkan lebih yang masuk kateogori sebagai target. Lebih lagi, Markas PBB tidak memerkerjakan pegawai yang berumur lebih dari 60 tahun. Lalu siapa? Kemudiaan pikiran Tom terbuka oleh suatu kejadian di masa lalu yang membuatnya berpikir mungkin ada satu orang yang mungkin untuk menjadi target Tom. Dan hal itu mmebawa Tom Bryne ke sebuah kebenaran yang mengejutkan dirinya. Berdasarkan Kisah Nyata “Ini adalah sebuah novel, tetapi kisah di baliknya cukup nyata.� Itu adalah sepotong kalimat yang tertulis di sub bab Catatan Penulis, halaman 567, pada cetakan bahasa Indonesia. Sam Bourne tidak menuliskan kisah berjumlah 566 halaman itu atas dasar imajinasinya saja. Inspirasi ini didapatkan dari sejumlah catatan-catatan lama yang tidak terlalu terkenal, yang ditemukan Tom mengenai orang-orang yang selamat dari Holocaust yang menuntut balas atas pembantaian kaum Yahudi oleh Nazi pada tahun-

tahun setelah perang dunia kedua. Kisah mengenai hal itu pertama kali ditulis dalam bahasa Inggris oleh mantan koresponden BBC di Yerusalem, Michael Elkins, dalam buku yang luar biasa berjudul Forged in Fury pada tahun 1971. Tahun-tahun berikutnya, kisah-kisah dalam bentuk kenangan mereka terlibat kembali dibukukan. Diantaranya From the Wings oleh Joseph Harmatz, The Avengers karya Rich Cohen dan karya-karya lainnya yang dibukukan, ditulis dalam bentuk jurnal ataupun sebagai artikel di surat kabar. Sam Bourne tidak sembarangan menulis kisah ini. Dia melakukan penelitian terhadap faktafakta ini melalui apa saja yang dia temukan mengenai kasus ini, termasuk tulisan-tulisan yang beberapa sudah disebutkan tadi. Meskipun Gershon Matzkin adalah tokoh fiksi, namun sosoknya adalah perwujudan dari beberapa tokoh nyata yang dia temukan terkait dengan kisah ini dalam dunia nyata. Juga Tom dan Rebecca, yang tentu saja palsu. Namun kejadian yang dikisahkan Gershon dalam buku hariannya, Sam mengatakan bahwa itu benarbenar terjadi. Jika bisa diperumpamakan, latar belakang kisah ini, kisah Gershon adalah kisah nyata.

Bahasa yang sukar dimengerti Mungkin ini adalah salah satu kelemahan dari novel terjemahan, dimana penerjemah terkadang tidak bisa menyampaikan seluar biasa naskah aslinya. Terjemahannya mungkin sempurna, saya sendiri belum membaca versi aslinya. Namun, menurut saya, Fahmy Yamani menyampaikannya dengan sedikit kaku. Mungkin dari novelnya begitu. Tapi bagaimana pun wujud asli novel tersebut, penerjemah seharusnya bisa membuat naskah lebih mudah dinikmati dan tidak harus membaca satu paragraf dua sampai empat kali untuk bisa benar-benar memahaminya.

No 1. XXIV/2016 | Hayamwuruk | 55


CERPEN

Ilustrasi oleh Rizki Nuraji

56 | Hayamwuruk | No 1. XXIV/2016


SADAR Oleh: Elang*

SUDAH menjadi budaya, akan ada orang-orang terpilih untuk ditugaskan mengambil biji kopi di hutan Tandus yang lumayan jauh di Theford. Biji itu sudah menjadi bahan lama yang disuguhkan untuk masyarakat flamboyant di negri penuh kuda dan domba. Negri dimana orang-orangya selalu berpakaian rompi dan pin bintang di dada kanannya. Tak lupa mereka selalu menggunakan topi koboy dan kumis tebal untuk menunjukan kejantanannya. Itu adalah lambang pria sejati yang memang sudah dituntut seperti halnya di dalam buku pedoman negri tersebut. Di dalam buku yang seolah sudah menjadi kitab suci itu, yang wanita diharuskan meroko dan memakai gaun berwarna merah. Alis-alis mereka juga di sulam menjulung ke atas supaya pria dari negri lain takut untuk memperkosanya. Agaknya budaya itu sudah berjalan hampir larut semenjak Lukas hilang ketika melakukan destinasi ke hutan tandus bersama Toni Brain, Jons Rain, Amorta dan Lili. Lukas adalah satu-satunya orang yang berpenampilan beda daripada dua pria yang melakukan destinasi tersebut. Selera lidahnya juga tidak sama dengan mereka semua. Aku tidak tahu kenapa demikian, yang aku tau sejarah di flamboyant bahwa Lukas adalah pemberontak kakap yang sudah dikenang sebagai penjahat oleh orang-orang di negri kami. Dari ibuku aku kenal Lukas sebagai orang yang tak pernah mau berkompromi dengan nabi-nabi yang disebutkan di dalam kitab suci flamboyant. Dia penentang keras dengan kopi-kopi yang diracik oleh orang-orang terdahulu yang aku kenal sebagai pahlawan sekarang. Sampai saat ini orang-orang flamboyant selalu meminum kopi dengan gula yang sangat banyak, biasanya delapan sendok. Aku pun demikian. Mungkin karena dogma-dogma kalau meminum kopi tanpa atau sedikit gula itu pahit, terciptalah rasa pahit dilidahku ketika meminumnya jika tidak sampai takaran ke delapan. Dari ayah, aku tau Lili mati saat menegak racikan kopi yang Lukas buat. Oleh sebab itu, Toni, Jons dan Amorta menendang Lukas ke sarang Srigala di hutan Tandus. Mereka bertiga membawa jasat Lili dan di makamkan di kedai yang mereka buat. Kedai itu bertahan sampai sekarang. Dan orang-orang selalu datang ke kedai itu untuk meminum kopi racikan mereka bertiga. Kedai itu menjadi tempat ibadah di negri kami. *** Persediaan bahan di kedai flamboyant sudah

hampir habis. Tandanya harus ada beberapa orang yang mau atau yang dipilih untuk melakukan ziarah ke hutan tandus dan mengambil bahan lantas kembali untuk membawanya pulang. Aku menjadi salah satu orang-orang terpilih itu. Bersama empat orang seusiaku, kami diberikan topi fedora sebagai lambang orang-orang terpilih. Dari anak-anak terpilih itu, hanya Allea yang bukan dari garis keturunan penyaji kopi. Aku adalah keturunan Amorta. Ami adalah keturunan Jons, sementara Edwin adalah keturunan putra mahkota, Toni Brian yang dianggap sebagai pahlawan istimewa lantaran berani menendang Lukas ke ladang srigala. Acara pelantikan kami seperti layaknya acara sakral yang dihadiri hampir semua orang-orang flamboyant. Mereka semua melemparkan senyum bengis kepada kami sambil mengangkat cangkir berisi kopi terakhir yang mereka genggam. Setelah dipasangkan pin bintang di setiap dada kami, itu tandanya kami harus siap menjadi pelayan di kedai, barista yang kerap kali melemparkan senyum dengan fedora di kepala. Kami dikenalkan dengan Austin, seorang nelayan yang akan menemani kami menyusuri ombak merah Arizona. Dia memiliki perawakan yang kucel. Pakaiannya compang camping dengan bulu lebat di bawah hidung dan dagunya. Ya, begitulah nelayan di negri flamboyant, mereka dipandang sebelah mata oleh orang-orang di negri kami. Bahkan semasa kecil, orangtuaku mengharamkanku untuk bermain dengan keturunan nelayan. Katanya kaum nelayan hanyalah seorang pendatang, dan pendatang hanyalah budak. Kami semua diarak ke pelabuhan menuju sekoci yang akan kami pakai sebagai kendaraan dengan Austin yang akan menemani kami. Mereka semua melambaikan tangannya ke arah kami. Tapi tidak orangtua Allea. *** Butuh waktu satu bulan untuk kami menempuh perjalanan ke hutan Tandus. Terkadang, setiap kali badai datang Austin menepikan sekoci ke pulau terdekat. Sampai akhirnya Austin menepikan sekoci ke sebuah pulau. Katanya ini adalah tempat kesukaan para nabi kami melakukan diskusi untuk membangun kedai kopi flamboyant. Austin mengantar kami ke sebuah kedai di tepi pantainya. “ Hai Austin, sudah lama kita tak bertemu.� berucap seseorang dari bar kedai tersebut. “Hai Jack, senang juga dapat berjumpa lagi denganmu. Tolong buatkan kami lima Mandheling seperti biasa�. Austin mengajak kami bermalam di sebuah kedai di

No 1. XXIV/2016 | Hayamwuruk | 57


CERPEN bilangan pantai Sure. Sebelum beristirahat kami disajikan Kopi Mandheling yang rasanya tidak semanis kopi di negri kami. Setelah aku dan yang lainnya mulai menegukkan kopi tersebut, Edwin memuntahkannya. “Apa ini Austin. Kau berikan racun apa kepada kami?” kata Edwin sambil tubuhnya berdiri dan menghardik Austin. “Semuanya jangan ditelan. Ini bukan kopi, tidak manis seperti apa yang ada di negri kita. Dasar kau tukang nelayan!” Edwin meneruskan hardikannya. Austin meminta maaf kepada kami semua. Tapi Edwin tetap ketus kepadanya sejak saat itu. Setelah menghangatkan badan, kami dipersilahkan untuk tidur sebelum pagi datang dan kami harus meneruskan perjalanan. Ketika yang lain sudah menutup matanya, Aku berjalan keluar untuk menikmati malam yang sejuk sambil mendengar melodi ombak. Belum sempat aku sampai ke tujuanku, aku melihat titik api yang ada tidak jauh dari kedai tempatku beristirahat. Kakiku menuntun kesana. Dari balik pohon, aku melihat Austin dan penjaga kedai sedang asik mengobrol di tengah api yang mereka buat. Diam-diam aku memutuskan menguping pembicaraannya. “Siapa yang selanjutnya Austin?, apa masih sesuai dengan budaya mereka?” kata Jack, penjaga bar itu bertanya kepada Austin. “Ya Jack, dan aku akan tetap menolongnya seperti orang sebelum aku. Persetan dengan politik mereka. Yang pantas merenggut nyawa manusia bukanlah manusia” jawab Austin. “Lantas, yang mana orangnya?” sambung Jack “ Wanita cantik dengan lesum di pipinya” tegas Austin kepada Jack. Setelah mendengar perbincangan mereka berdua. Aku mulai bingung. Aku belum mengerti apa yang diperbincangkan mereka. Yang ada dibayanganku hanyalah Alea. Sebab Ami tidak memiliki lesum pipi. Hatiku mulai dihantui kegelisahan yang menderu. Sampai keesokan harinya barulah aku mengetahui ketika Edwin mengajakku ke suatu lembah di pulau tersebut. “Aku hanya akan menyampaikan pesan ini kepada keturunan nabi, dan kau adalah keturuna Amorta” kata Edwin kepadaku. “Menurut ayahku, ada kediaman monster sesuai legenda yang digambarkan nenek moyangku di Theford. Kita harus menukar salah satu diantara kita dengan biji-bijian untuk kita bawa ke negri flamboyant. Dan sesuai tradisi, yang kau mungkin belum mengetahuinya dari orangtuamu, bahwa yang bukan keturunan para nabi-lah yang akan kita tumbalkan. Allea” lanjutnya menambah gempar hatiku. Kaget rasanya bukan kepalang tentang rahasia yang aku sendiri belum mengetahuinya. Ternyata rahasia itu hanya boleh diketahui oleh ketu-

58 | Hayamwuruk | No 1. XXIV/2016

runan Toni Brian dan para terpilih. Setelah pemberitahuan itu, malam harinya aku diajak oleh Edwin dan Ami menyusun rencana mereka. Tentunya tanpa Allea dan Austin. Diam-diam mereka mengajakku ke sebuah gua. Aku baru mengetahui bahwa Austin ditugaskan oleh Edwin mengajak Alea berkeliling pulau agar rencananya tidak dicurigai. Kemudian dia mulai menceritakan tentang sejarah yang sebenarnya mengenai pahlawan-pahlawan kami. “Baiklah, sudah saatnya kalian mengetahui bahwa nenek moyang kitalah yang sudah membunuh Lili. Mereka melakukan hal itu lantaran Lili adalah yang menemukan biji kopi negri kita sementara ia bukan keturunan penyaji. Ketika nenek moyang kita menyusun rencananya, Lukas tidak menyetujui hal itu, lantas Lukas ditendang ke Ladang Srigala. Mayat Lili ditaru di kediaman monster Theford. Dan sekarang, itulah yang akan kita lakukan kepada Allea untuk mendapatkan biji kopi” Edwin memaparkan itu semua dengan tajam. Ami hanya diam mendengarkan, sementara aku keras menolaknya. “Kau gila, Allea adalah salah satu dari kita. Walaupun dia bukan keturunan penyaji, dia yang terpandai meracik kopi daripada kita. Aku tidak setuju dan tidak peduli dengan nenek moyangku. Jika memang demikian adanya, kebenaran harus diungkap, bukan hanya mengikuti tradisi” kataku kepada mereka berdua. Mendengar ketusku, Edwin sangat marah. Dia mengancam tak segan untuk membunuhku jika aku kafir terhadap tradisi yang ada. Aku segera berdiri meninggalkan tempat tersebut untuk menemui Allea. Namun belum sempat aku menemuinya, busur panah menancap di kakiku. Ternyata itu adalah hasil panahan dari Ami. Langsung mereka berdua membawaku ke sebuah ladang, dibuangnya aku ke bawah, tempat Lukas ditendang oleh Toni Brian. Badanku tak berdaya. Yang ada dipikiranku hanyalah srigala-srigala yang akan menyantapku dengan laparnya. Allea juga, dia masih terus ada di dalam benakku. *** Segera mataku terbuka dari pingsan yang melanda. Sontak aku kaget bukan main. Aku terbangun di sebuah bangunan yang sangat unik, dengan tanah sebagai lantai dan daun sebagai langit-langitnya. “Kau sudah sadar?” kata seseorang dengan tubuh besar dan rambut panjang sebahu. Dari suaranya, dia adalah laki-laki. Perawakannya seperti purba. Aku bertanya siapa dia. Dia menjawab bahwa namanya adalah Lukas. Awalnya aku tak percaya. Namun dia berusaha meyakinkanku lewat cerita-cerita tentang nenek moyangku yang ceritanya hampr sama dengan yang pernah aku dengar dari kitab suci di negriku. Katanya dia masih hidup lantaran ia selalu menikmati kopi yang ditolak oleh Tomi Brian dan kawan-kawan, termasuk Amorta nenek moyangku. Sete-


lah dia menceritakan tentang sejarah yang sebenarnya, aku dikenalkan dengan seorang wanita bernama Lili. Ternyata Lili juga masih hidup. Katanya sebelum racun ditubuh Lili menjalar, ia ditolong oleh seorang tua di gua yang menurut legenda adalah monster yang menakutkan. Orang tua itu sudah lama mati. Tapi dia yang menolong dan mengajari Lili membuat ramuan jika nanti ada orang yang bernasib seperti dia. Betul saja, tidak lama aku dibuat kaget lagi dengan kedatangan Austin yang membawa Allea. Mulut Allea penuh dengan busah. “Lili, ada lagi Lili. Anak malang ini yang menjadi tumbal kebengisan mereka” kata Austin kepada Lili sebelum akhirnya Austin pamit kembali untuk meneruskan tugasnya mengantar yang terpilih pulang membawa biji kopi. Aku masih kebingungan dengan apa yang terjadi sebenarnya. Tentang Austin yang tahu keberadaanku. Sampai akhirnya Lukas memberitahukan semuanya “Nelayan di negrimu adalah keturunan dari orang tua yang menolongku. Orang tua yang membawa Lilli dan mengobati racunnya. Orang tua yang kerap dianggap monster menakutkan. Aku menugaskan para keturunannya untuk menjadi mata-mata agar aku mengetahui perkembangan dan kejahatan negrimu, negriku juga, Ron.” Kata Lukas kepadaku. Aku bertanya kepada Lukas “Mengapa kau tidak pulang saat itu?”. “Toni, Jons, Amorta dan Lili adalah sahabatku. Walaupun aku kerap bertentangan dengan mereka, mereka tetap sahabatku. Hanya Lili yang sudi meneguk

kopi racikanku. Kopi dengan sedikit gula. Mereka tidak suka, yang mereka suka adalah kopi dengan kemanisan yang amat. Jika aku pulang, pastinya mereka akan membunuhku lantaran mencurigaiku ingin menyebarkan kopi hasil racikanku di ngeri flamboyant. Aku tidak ingin mereka menjadi pembunuh. Biarkanlah aku yang selalu mereka dan orang-orang kultus menjadi pembunuh Lili” jelas Lukas kepadaku. *** Sekarang aku tinggal bersama Lukas dan Lili. Allea juga sudah menjadi istriku di ladang srigala. Sejak menncicipi kopi racikan Lukas, aku baru mengetahui rasa asli dari sebuah kopi. Aku jatuh cinta. Akhirnya aku memutuskan untuk belajar meracik kopi buatan Lukas bersama orang-orang yang pernah menjadi tumbal negri flamboyant. Tidak pernah lagi aku melihat wajah ibu dan ayahku. Yang kutahu dari Austin bahwa setelah Edwin dan Ami menjadi barista, ibu dan ayahku mati, begitupun dengan orangtua Allea. Agar tradisi flamboyant hilang dan tak ada lagi tumbal-tumbal selanjutnya, Aku bersama Allea berniat menyamar dan mendirikan kedai kecil di sana secara diam-diam membawa kebenaran yang ada, bahwa orang-orang tidak pernah mengetahui tentang siapa Lukas dan Lili yang sebenarnya. Aku dan Allea ingin orang-orang sadar bahwa rasa kopi flamboyant terlalu manis. * Indentitas penulis disamarkan

Obrolan Joglo Budaya H : Di kampus sekarang banyak intel ya? W : Indomie telor? H: Stelah Berbadan Hukum kuliah di Undip katanya jadi makin mahal ya.. W: Nah kan, mending nggak usah pakai BH

H : Katanya Undip mau bangun hotel ya? W : Di mana? H : Di kampus Pleburan. Nanti kampunya dibangun jadi hotel W : Ternyata pemasukan lebih penting daripada fasilitas

No 1. XXIV/2016 | Hayamwuruk | 59


ENGLISH CORNER

The Worst for Rupiah in History By: Indah Zumrotun

In the year of 2015, in its new government, Indonesia faces many serious problems. At the time, there are many critical events happened such as unstable fuel subsidy, war against corruption, KPK versus Polri, reformation of bureaucracy, trade deficit, preparation for AEC and the weakening of rupiah..The exchange rate of rupiah against dollar is getting decreased and even weakened. The data from Bank Indonesia’s official site said that the exchange rate of rupiah stood at 13,084 on March 31, 2015 after an increase of up to 13,086 on the day before. This is the lowest exchange rate of rupiah for the last 17 years after the monetary crisis on 1998. Unfortunately, that number is not going to increase in the day after but it became worse because Rupiah stood at 14,160 on September 3, 2015. This condition is rather shocking, noticing that the rupiah’s bad situation is going on when Jokowi or so called the “new hope” president has just been chosen. It even becomes worse as the awareness that Indonesia is preparing for Asean Economic Community (AEC) in which the President have a big hope to bring Indonesia’s economic to be better. Rupiah Fluctuation in Crisis and Post-crisis Rupiah is the Indonesia’s currency

which was firstly called as Rupiah Hindia-Belanda on the Japanese colonial era. Before that time, the currency Indonesia used was Gulden. Then, since November 2, 1949 Indonesia has formally announced rupiah as the national currency of Indonesia. At that time, although rupiah had been already announced as the national currency, Riau and West Irian had their own currency which was abolished in 1964 for Riau’s and 1974 for West Irian’s. In August 1997, there was an enforcement of freely floating system in foreign economic system of Indonesia. This freely floating system has the exchange rate of Rupiah toward dollar influenced by the market mechanism. According to this system, the exchange rate of rupiah depends on the quantity of transaction related to foreign currency in State Budget—APBN (Anggaran Penerimaan Belanja Negara).. In its history, rupiah has experienced some fluctuation since the system has been applied. In August 1997, when the freely floating system has just applied, the exchange rate of rupiah against dollar stood at Rp. 3,035/US$. Month by month the number of the exchange rate was under pressure and as the result, the exchange rate of rupiah had decreased and stood on Rp 4,650/ US$ in December 1997.

60 | Hayamwuruk | No 1. XXIV/2016

In 1998 the state of rupiah remained unchanged even it was getting worse. In that year the rupiah’s exchange rate stood at Rp 10,375/US$. Even, in June 1998 the value of rupiah stood at Rp 14,900/ US$ which be the weakest exchange rate of rupiah in its history. This time was experienced by Indonesia as the monetary crisis. Luckily, Indonesia could recover the exchange rate so rupiah could stand at Rp 7,810/US$. Unfortunately, in the next years rupiah had decreased again. In the year of 2000 the exchange rate stood at Rp 8,530. It kept being weak in 2001; rupiah stood at Rp 10,625/US$. After that Indonesia managed to increase the rupiah’s exchange rate at Rp 9,260/US$ in 2002, Rp 8,570/US$ in 2003, and Rp 8,985 in 2004. In 2005 rupiah re-experienced again the decreasing exchange rate and stood at Rp 9,590/ US$ in October 2005. In this year, rupiah was being weakened again because of the increasing price of “global oil”. After those years, the exchange rate of rupiah has still been decreased until now. Monetary crisis which happened in 1998 was like a dark time for Indonesia’s economic sector. At that time, the situation of Indonesia’s economy extremely fell down


even after it managed to achieve food self-sufficiency. Rupiah suddenly decreased remarkably standing at Rp 14,900/US$. It was caused by several internal problems such as large private foreign debt, political problem, and the Indonesia’s weak banking system. In 2015, the incisive fluctuation of rupiah is kind of similar to what happened in 1998. It makes such a worries that there is a possibility Indonesia may re-experience the second monetary crisis. If that situation happens again, can we imagine what disaster it could be? Indonesia uses freely floating system which makes the economical condition in Indonesia is influenced by the fluctuation system of supply and demand of foreign market. The monetary crisis which is happened in 1998 is caused more by internal factors. Whereas, the today rupiah’s crisis is more caused by external factors such as the struggling European Economy, Chinese economy declination, and the strength of USA economy. Therefore, this economical condition of Indonesia will cause many bad impacts. The bad impacts which can be raised are inflation, rising commodity prices, rising import prices, and declining confidence in foreign markets toward Indonesia. It is proved in AugustSeptember 2015 that Indonesian people start to complain and make a demonstration regarding Indonesian economical bad condition. Even, as the impact of this situation, there are so many small-medium business in Indonesia becoming bankrupt and occurrences of largescale termination of employment (or we called as Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). This is very worrisome especially in the midst of Indonesia’s preparations in facing the AEC. If the condition of rupiah is declining continuously, it is not impossible that AEC will even be a boomerang for Indonesia. Instead of coping it-

self up in international market exchanges, Indonesia may actually sink and can only watch the economic development of other countries pass through Indonesia.

What has the government done to overcome this situation? In such situation, the government and the Indonesia Central Bank as an institution which has the authorization to maintain the stability of rupiah are making efforts called the economic policy package. The economic policy package Jokowi has launched contains 8 points those are: 1. The government gives tax allowance through the revision of Government Regulation No. 52 of the Income Tax Facilities for Investment in Certain Business Fields and / or in Certain Regions. 2. The Government collaborates with the Indonesian National Shipowners Association (INSA) to overcome the deficit in the shipping sector by designing formulations fairer tax system for ship-owners. 3. Improving the financial balance by initiating BUMN reinsurance. 4. The Ministry of Finance launches Regulation of the Minister of Finance regarding dumping and safeguard duties while import products are indicated dumping by applying customs duties at the beginning of a new and restoring it again when to the Indonesian Anti Dumping Committee completed the investigation. 5. The government provides a tax allowance for companies that at least 30 percent of its products destined for export markets. 6. The Government issues a decree not to levy VAT (Value Added Tax) at the shipyard to reduce imports of ships. 7. Increase bio-fuel components that import oil and fuel oil can be reduced. 8. Tax incentives for foreign companies to invest in Indonesia who did not submit an annual dividend of 100 per cent to the parent company in the country of origin.

Unfortunately, that economy policy package did not work properly so that the President made a big decisions those are cabinet reshuffle and new six economy packages launching. Because there were some government programs which were not working and achieved well, especially in economic terms, on August 12, 2015, Jokowi announced cabinet reshuffle. Jokowi changed some ministers coordinator including replacing Sofyan Djalil with Darmin Nasution as the Minister of Economy. After reshuffling his cabinet, Jokowi also launched new policy packages containing six points; those are (1) Tax allowance (2) Provisional antidumping import duty and provisional safeguard import duty to national industry products. (3) short-stay free visa to 30-45 countries. (4) obligation to use biofuel up to 15 percent (5) applying Letter of Credit (L/ C) for natural resources products such as coal, oil & gas, and crude palm oil (6) restructure to domestic reinsurance industry. Perhaps, everybody still remembers the time when Joko Widodo joined the presidential election. At that time, rupiah had strengthened regarding to the world response toward Jokowi. On the contrary, when Jokowi has been chosen, the economical condition of Indonesia indicates otherwise. Rupiah is the icon, identity, and pride of Indonesian so it is important to keep rupiah being stabilized. It does not only to safe the national economic sector but also to safe the identity and pride of Indonesia. It has explained above that rupiah’s decrease will also affect the foreign market’s trust towards Indonesia. It is known that the existence of foreign market is very influential to attract people in the world to know about Indonesia. However, if the decrease is getting worse the effect will also come to the others sector.

No 1. XXIV/2016 | Hayamwuruk | 61


Selamat atas diwisudanya kawan kami: Annisa Intan Pratiwi, S. Hum | Novia Rochmawati Joehary, S. Hum | Suci Rahayu, S. Hum | Destya Pusparani, Amd Citra Pertiwi, S. Hum | Iqbal Firmansyah, S. Hum | Riska Ayu Agustin, Amd | Mitra Sari, S. Hum

Terimakasih atas kontribusinya -Keluarga besar LPM Hayamwuruk

62 | Hayamwuruk | No 1. XXIV/2016


LAPORAN UTAMA

Kita Gunyah Lemah Kita gunyah lemah Sekali tetak tentu rebah Segala erang dan jeritan Kita pendam dalam keseharian Mari tegak merentak Diri-sekeliling kita bentak Ini malam purnama akan menembus awan.

-Chairil Anwar 22 Juli 1943


LAPORAN UTAMA

64 | Hayamwuruk | No 1. XXIV/2016


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.